Case PDL Juli Dan Reni
-
Upload
julianda-eprianti -
Category
Documents
-
view
237 -
download
0
Transcript of Case PDL Juli Dan Reni
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
1/29
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.
Definisi gagal yaitu relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, penekanan arti
gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal
miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium, gagal miokardium
umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik
sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal
jantung dalam fungsi pompanya.1
Angka kejadian CHF semakin meningkat dari tahun ke tahun, tercatat
1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF dan 700.000
diantaranya harus dirawat di rumah sakit per tahun. Faktor risiko terjadinya gagal
jantung yang paling sering adalah usia lanjut, 75 % pasien yang dirawat dengan
CHF berusia antara 65 dan 75 tahun. Terdapat 2 juta kunjungan pasien rawat jalan
per tahun yang menderita CHF, biaya yang dikeluarkan diperkirakan 10 miliar
dollar per tahun. Faktor risiko terpenting untuk CHF adalah penyakit arteri
koroner dengan penyakit jantung iskemik. Hipertensi adalah faktor risiko
terpenting kedua untuk CHF. Faktor risiko lain terdiri dari kardiomiopati, aritmia,
gagal ginjal, dan penyakit katup jantung.2
Dengan data perkembangan seperti ini, penyakit jantung kongestif oleh
kelainan katup akan menyebabkan permasalahan yang signifikan bagi masyarakat
global dan bukan tidak mungkin dalam kurun beberapa tahun kedepan angka
statistik ini akan bergerak naik jika para praktisi medis khususnya tidak segera
memperhatikan faktor risiko utama yang menjadi awal mula penyakit ini. Dengan
demikian perlu adanya penanganan dari segala aspek baik secara biomedik
maupun biopsikpasienpasienial. Dan untuk itu kasus ini diangkat sebagai salah
satu bentuk tanggung jawab sebagai praktisi medis agar dapat mengenal penyakit
ini lebih rinci sebelum benar-benar mengaplikasikan teori pengobatan yang
rasional.
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
2/29
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI
Nama : Tn. H
Jenis kelamin : Laki-Laki
Usia : 33 tahun
Alamat : BTN Air Lintang, Muara Enim
Pekerjaan : tukang bangunanStatus perkawinan : Kawin
Agama : Islam
MRS : 26 September 2011
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Sesak napas sejak 5 hari SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit :
2 bulan SMRS os mengeluh sesak napas. Sesak biasanya timbul bila
berjalan 200 m. Sesak berkurang bila os istirahat, sesak tidak dipengaruhi cuaca
dan emosi. Sesak tidak disertai nyeri dada, bunyi mengi dan rasa jantung
berdebar-debar. Sesak tidak disertai batuk, berat badan menurun dan keringat
pada malam hari. Os masih bisa tidur dengan satu bantal. Os juga mengeluh
bengkak pada kedua tungkai, bengkak pada kedua kelopak mata terutama padapagi hari dan perut membesar disangkal. Demam (-),sakit kepala (-), pegal pada
tengkuk (-), badan lemas (-), mual muntah (-), BAB dan BAK biasa.
1 bulan SMRS os mengeluh sesak napas semakin sering dirasakan.
Sesak napas timbul saat os berjalan ke kamar mandi, sesak akan berkurang pada
saat os istirahat dan pada saat posisi duduk. Os sering terbangun pada malam hari
karena sesak, os tidur dengan 3 bantal. Sesak tidak disertai nyeri dada, bunyi
mengi dan rasa jantung berdebar-debar. Os juga mengeluh bengkak pada kedua
tungkai disertai perut membesar dan sembab pada mata terutama pagi hari. Os
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
3/29
juga mengeluh BAB hitam, mual dan muntah darah berwarna hitam dengan
frekuensi 1x, BAK biasa.
5 hari SMRS, os mengeluh sesak napas semakin hebat. Sesak tetap
dirasakan pada saat istirahat, os juga sulit berbicara karena sesak. Os juga
mengeluh batuk dan nyeri dada sebelah kiri seperti ditusuk-tusuk yang tidak
menjalar. Os lebih nyaman tidur dengan 3 bantal. Os juga mengeluh kedua
tungkai semakin bengkak dan perut semakin besar. Os kemudian berobat ke UGD
RSUD M. Rabain dan dirawat.
Riwayat Penyakit Dahulu
Os pernah mengeluh dengan keluhan sesak disertai bengkak seluruh badan 8 bulan lalu dan dirawat di RSMH, didiagnosis penyakit ginjal
Riwayat sakit hipertensi (+) Riwayat minum obat 6 bulan yang menyebabkan BAK berwarna merah
disangkal
Riwayat sakit kuning (+) saat os SD Riwayat penyakit kulit (korengan seluruh tubuh) 4 tahun yang lalu Riwayat nyeri sendi 10 tahun yang lalu, dan minum obat-obatan
penghalang nyeri sendi dalam jangka waktu 2 tahun
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal Riwayat hipertensi pada ayah dan ibu (+)
PEMERIKSAAN FISIK (27 September 2011)
Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit
Keadaan sakit : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Dehidrasi : (-)
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
4/29
Tekanan Darah : 130/100 mmHg
Nadi : 84 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernafasan : 32 kali per menit, thoracoabdominal
Suhu : 36,5o
C
Berat badan : 57 kg
Tinggi badan : 163 cm
Gizi : cukup
Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), pigmentasi normal, ikterus (-),
sianosis (-), spider nevi (-), telapak tangan dan kaki pucat (-), pertumbuhan rambut
normal.
Kelenjar Getah Bening
Kelenjar getah bening di submandibula, leher, axila, inguinal tidak teraba.
Kepala
Bentuk lonjong, simetris, warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-),
deformitas (-).
Mata
Eksophtalmus (-), endophtalmus (-), edema palpebra (+), konjungtiva palpebra
pucat (+), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya (+), pergerakan mata ke
segala arah baik, mata cekung (-).
Hidung
Bagian luar hidung tak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan
baik, selaput lendir dalam batas normal, epistaksis (-).
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
5/29
Telinga
Pendengaran baik.
Mulut
Pembesaran tonsil(-), gusi berdarah(-), lidah kotor(-), tepi lidah hiperemis(-), lidah
tremor(-), atrofi papil (-), stomatitis (-), rhagaden(-), bau pernapasan khas (-).
Leher
Pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5+2) cmH2O, hipertrofi musculus
sternocleidomastoideus (-), kaku kuduk(-).
Dada
Bentuk dada normal, retraksi (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-).
Paru
Inspeksi : statis simetris kanan dan kiri, dinamis ka=ki, tidak ada yang
tertinggal
Palpasi : stemfremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi basah halus (+) di basal kedua paru,
wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba linea axilaris anterior sinistra ICS VI
Perkusi : batas atas ICS III, batas kanan linea parasternalis dextra, batas kiri
linea axilaris anterior sinistra ICSVI
Auskultasi : HR 84 x/ menit, murmur (+) sistolik grade V, gallop (+)
Abdomen
Inspeksi : cembung
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
6/29
Palpasi : lemas, nyeri tekan daerah epigastrium (-), Nyeri tekan (-), hepar
teraba 3 jari dibawah arcus costa, konsistensi kenyal, permukaan
rata, tepi tumpul. Lien tidak teraba.
Perkusi : thympani, shifting dullness (+), undulasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Genital (Tidak diperiksa)
Ekstremitas
Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema (+), jaringan parut (-), pigmentasi
normal, telapak tangan pucat (+), jari tabuh (-), turgor < 2
detik, sianosis (-), tremor (+).
Ekstremitas bawah : gerakan bebas, jaringan parut (-), pigmentasi normal,
telapak kaki pucat (+), jari tabuh (-), turgor kembali lambat (-
), edema pretibia dan pergelangan kaki (+).
Pemeriksaan laboratorium : ( 28 September 2011)
Hematology:
Hb : 8,5 ( 12-16 g/dl)
Leukosit : 12100/ mm3
(5000-10000/mm3)
LED: 81 mm/ jam (< 38 mm/jam)
Hitung jenis : 0/1/0/77/19/3
Urine Rutin:
Glukosa : (-)
Protein : (+)
Bilirubin : (-)
Urobilinogen : (-)
Keton : (-)
pH : 5 ( 4,6-8,5)
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
7/29
Berat Jenis : 1015 (1003-1030)
Nitrit : (-)
Sedimen :
Leukosit : 2-4/lp (0-6)
Eritrosit : 1-2/lp (0-3)
Sel epitel : (+)
Silinder : (-)
Kristal : (-)
Lain-Lain : Silinder Granuler (+)
Pemeriksaan foto Thorax
Kesan
- Kondisi foto baik- Simetris kanan = kiri- Trachea ditengah- Tulang-tulang baik
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
8/29
- Sela iga tidak melebar- Sudut costofrenikus kiri tumpul dan sudut costofrenikus
kanan tumpul.
- Diafragma normal- CTR > 50%- Corakan Bronkovaskular meningkat- Kerley line (+)Kesimpulan
Kardiomegali + edema pulmonal
Pemeriksaan EKG
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
9/29
Irama sinus reguler, axis bergeser ke kiri, HR = 115x/menit, gel P
Bifasik(P mitral), PR interval normal 0,16 detik, QRS kompleks 0,8
detik, R/S di V1
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
10/29
Diagnosis Sementara :
CHF ec HHD + gastritis erosifa
Diagnosis Banding
CHF ec HHD
CHF ec CAD
CHF ec RHD
Usul Pemeriksaan
Pemeriksaan Lab :
Profil Lipid ( total kolesterol, trigliserida, LDL, HDL)
Ureum, Kreatinin, Asam urat
Foto Thorax PA
EKG
Echocardiography
Penatalaksanaan
MRS
Tirah baring, posisi setengah duduk
Diet Jantung III
Oksigen 4 L/menit
IVFD RL gtt XX/m (mikro)
Captopril 2x 6,25 mg
Furosemid amp 1x25 mg i.v.
Spironolakton 1x25 mg
Aspilet 1x80mg
Sukralfat
Omeprazole 1x 20 mg
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
11/29
Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad malam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Follow up pasien :
27 September 2011
S Sesak napas (+) batuk (+)
O Sens: compos mentis
RR : 40x/m
TD: 130/100 mmHg
T : 36,70C
N : 90x/m
Mata Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik(-/-)
Leher JVP (5+2) cm H2O, >>KGB(-)
Pulmo Vesikuler (+) Normal,Ronchi basah halus pada bagian
basal paru (+), wheezing(-)
Cor HR :90x/m , regular, murmur (+), gallop(+)
Abdomen Datar, lemas, Hepar teraba 3 jbac,konsistensi kenyal
permukaan rata, tepi tumpul dan lien tidak teraba,
nyeri tekan (-)
Ekstremitas Edema pretibia (+/+)
Assesment CHF ec HHD
Penatalaksanaan Istirahat, posisi setengaah duduk
O2 4 liter/m
Diet Jantung III
IVFD RL gtt XX/m (mikro)
Captopril 2x 6,25mg
Furosemid amp 1x25 mg i.v.
Spironolakton 1x25 mg
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
12/29
Aspilet 1x80mg
Sukralfat
Omeprazole 1x 20 mg
Hasil Pemeriksaan 1. Pemeriksaan LabUreum : 106 mg/dl (10-50)
Kreatinine : 3,1 mg/dl ( 0,6-1,1)
Asam urat : 8,8 mg/dl (
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
13/29
N : 86x/m
Mata Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik(-/-)
Leher JVP (5+2) cm H2O, >>KGB(-)
Pulmo Vesikuler (+) Normal,Ronchi basah halus pada
bagian basal paru (+), wheezing(-)
Cor HR :90x/m , regular, murmur (+), gallop(+)
Abdomen Datar, lemas, Hepar teraba 3 jbac,konsistensi kenyal
permukaan rata, tepi tumpul dan lien tidak teraba,
nyeri tekan (-)
Ekstremitas Edema pretibia (+/+)
Assesment CHF ec HHD
Penatalaksanaan Istirahat, posisi setengaah duduk
O2 4 liter/m
Diet Jantung III
IVFD RL gtt XX/m (mikro)
Captopril 2x 6,25mg
Furosemid amp 1x25 mg i.v.
Spironolakton 1x25 mg
Aspilet 1x80mg
Sukralfat
Omeprazole 1x 20 mg
Rencana Pemeriksaan Pemeriksaan Lab: profil lipid
9 September 2011
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
14/29
S Sesak napas (+) batuk (+)
O Sens: compos mentis
RR : 40x/m
TD: 130/100 mmHg
T : 36,70C
N : 90x/m
Mata
Leher
Pulmo
Cor
Abdomen
Ekstremitas
Assesment CHF ec HHD
Penatalaksanaan Istirahat, posisi setengaah duduk
O2 4 liter/m
Diet Jantung III
IVFD RL gtt XX/m (mikro)
Captopril 2x 6,25mg
Furosemid amp 1x25 mg i.v.
Spironolakton 1x25 mg
Aspilet 1x80mg
Sukralfat
Omeprazole 1x 20 mg
Rencana Pemeriksaan
10 september 2011
S Sesak napas (+) batuk (+)
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
15/29
O Sens: compos mentis
RR : 40x/m
TD: 130/100 mmHg
T : 36,70C
N : 90x/m
Mata Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik(-/-)
Leher JVP (5+2) cm H2O, >>KGB(-)
Pulmo Vesikuler (+) Normal,Ronchi basah halus pada
bagian basal paru (+), wheezing(-)
Cor HR :90x/m , regular, murmur (+), gallop(+)
Abdomen Datar, lemas, Hepar teraba 3 jbac,konsistensi kenyal
permukaan rata, tepi tumpul dan lien tidak teraba,
nyeri tekan (-)
Ekstremitas Edema pretibia (+/+)
Assesment CHF ec HHD
Penatalaksanaan Istirahat, posisi setengaah duduk
O2 4 liter/m
Diet Jantung III
IVFD RL gtt XX/m (mikro)
Captopril 2x 6,25mg
Furosemid amp 1x25 mg i.v.
Spironolakton 1x25 mg
Aspilet 1x80mg
Sukralfat
Omeprazole 1x 20 mg
Rencana Pemeriksaan Pemeriksaan Lab: profil lipid, ureum, kreatinin
Foto Thorax PA
EKG
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
16/29
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. GAGAL JANTUNG KONGESTIFA. Definisi dan Klasifikasi
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi
dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul
dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa
gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau
ketidaksesuaianpreloaddan afterload.1
Klasifikasi gagal jantung yang dikenal adalah klasifikasi menurut New York
Heart Association
(NYHA), yaitu:
1. NYHA kelas I, para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalamkegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung
seperti cepat lelah, sesak nafas atau berdebar-debar, apabila melakukan
kegiatan biasa.
2. NYHA kelas II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik
yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti
kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau nyeri dada.
3. NYHA kelas III, penderita penyakit dengan banyak pembatasan dalamkegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi
kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-
gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.
4. NYHA kelas IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapuntanpa
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
17/29
menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan
kegiatan fisik meskipun sangat ringan.
B. EtiologiGagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi
cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung, di Negara
berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab
terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak
adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi.5
Pada
beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung.
Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit jantung
koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada
46% laki-laki dan 27% pada wanita.5
Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor
yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat
badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan
sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung. Hipertensi telah
dibuktikan meningkat-kan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa
penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan
dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko
terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu
aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan
hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.5
Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang
bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung
kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan
menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan
obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
18/29
dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan.
Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti
SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertrofik
dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal hipertrofik obstruktif).
Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel
yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolic
(relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun
saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama
terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi
mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan
preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan
afterload). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan
dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada
penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul
bersamaan. Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan
gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi).
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi
(penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 3%
dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi
tiamin. Obat obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi
seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan
gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung. dominan) meski
secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada
serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang
berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati
C. PatofisiologiGagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana terjadi gangguan
pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
19/29
perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi
gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac
output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal,
sistem Renin Angiotensin Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin
dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung
sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.4,6
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga
cardiac outputdengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas
serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul
berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi
simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit,
hipertofi dan nekrosis miokard fokal.4
Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin,
angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor
renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang
pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan
merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium
dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek
pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.4,6
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yangberstruktur hampir sama yeng
memiliki efek yang terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap
peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain
Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel,
kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel
pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan
vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai
respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis
terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi
natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal
jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
20/29
diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita
gagal jantung.2,4 Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat
kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan
pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.5
Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan
peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada
pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi
endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung.
Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge
pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan endotelin-1
antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya
remodelling vaskular dan miokardial akibat endotelin.4,5
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan
kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri
menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab
tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel
kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada
penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 40 %
penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada
penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic yang
timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.
D.
Diagnosis
Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan
tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP,
hepatomegali, edema tungkai.7,8
Diagnosis gagal jantung kongestif dapat menggunakan Kriteria
Framingham, yaitu:
Kriteria mayor:
1. Paroksismal nokturnal dispneu
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
21/29
2. Distensi vena leher3. Ronki paru4. Kardiomegali5. Edema paru akut6. Gallop S37. Peninggian tekanan vena jugularis8. Refluks hepatojugular.
Kriteria minor:
1. Edema ekstremitas2. Batuk malam hari3. Dispneu deffort4. Hepatomegali5. Efusi pleura6. Penurunan kapasitas vital7. Takikardia (> 120 x/ menit)
Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2
kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya
gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi, pemeriksaan
darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes fungsi paru. Pada
pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung (cardio
thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas
pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul
gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut
kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing
pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula
tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak
terkena adalah bagian kanan.7,8
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
22/29
Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada
hampir seluruh penderitadengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat
dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain
gelombang Q, abnormalitas STT, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block
dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan
gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu
pada pasien sangat kecil kemungkinannya.
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna
pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif
mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan
ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas
yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi
atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard
anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat
mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya
gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.7
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai
penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta
komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan
mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu
adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan
serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal,
juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum
kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik
dosis tinggi. Padagagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat
terjadi pada pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat potassium
sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi
ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal
jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya
abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi
tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
23/29
biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-
proBNP adalah 300 pg/ml.2,8,12-14 Pemeriksaan radionuklide atau multigated
ventrikulografi dapat mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju
pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi
dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel
kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta
mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk
mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis) sertapulmonary artery capillary wedge pressure.
E. PenatalaksanaanPenatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan
secara non farmakologis dan secara farmakologis, keduanya dibutuhkan karena
akan saling melengkapi untuk penatlaksaan paripurna penderita gagal jantung.
Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan kronik ditujukan untuk
memperbaiki gejala danprogosis, meskipun penatalaksanaan secara individual
tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat kita
mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik prognosisnya.4,9
Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah
dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta
pertolongan yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti
pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan kegemukan.
Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan asupan cairan
perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestif
berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang
positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan
juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun efek terhadap kelengsungan
hidup belum dapat dibuktikan. Gagal jantung kronis mempermudah dan dapat
dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi terhadap influenza dan
pneumococal perlu dipertimbangkan. Profilaksis antibiotik pada operasi dan
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
24/29
prosedur gigi diperlukan terutama pada penderita dengan penyakit katup primer
maupun pengguna katup prostesis.9
Penatalaksanaan gagal jantung kronismeliputi penatalaksaan non
farmakologis dan farmakologis. Gagal jantung kronis bias terkompensasi ataupun
dekompensasi. Gagal jantung terkompensasi biasanya stabil, dengan tanda retensi
air dan edema paru tidak dijumpai. Dekompensasi berarti terdapat gangguan yang
mungkin timbul adalah episode udema paru akut maupun malaise, penurunan
toleransi latihan dan sesak nafas saat aktifitas. Penatalaksaan ditujukanuntuk
menghilangkan gejala dan memperbaiki kualitas hidup. Tujuan lainnya adalah
untuk
memperbaiki prognosis serta penurunan angka rawat.
Obatobat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain: diuretik
(loop dan thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, _ blocker
(carvedilol, bisoprolol, metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator
(hydralazine /nitrat), antikoagulan, antiaritmia, serta obat positif inotropik.10-11
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 2 l/hari) dan
pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek
dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta
meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada
penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada pemderita
dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.
Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu, takikardia
serta cemas, pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi.
Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac
output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok
kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya
timbul pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun
ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun
defek septum ventrikel pasca infark. Gagal jantung akut yang berat merupakan
kondisi emergensi dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk
mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangankongesti paru, dan
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
25/29
perbaikan oksigenasi jaringan. Menempatkan penderita dengan posisi duduk
dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan
pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang
akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan
khusus.
Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan
adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang
buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki asidosis, pemberian bikarbonat hanya
diberikan pada kasus yang refrakter. Pemberian loop diuretik intravena seperti
furosemid akan menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala
walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi
prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor
seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan.
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam
penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan,
nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan
preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 3
mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.2 Pemberian nitrat (sublingual,
buccal dan intravenus) mengurangi preload serta tekanan pengisian ventrikel dan
berguna untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah
bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan
vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus
adekuat sehingga terjaid keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa
mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada
pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 24 jam.
Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada
gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis
hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan
gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 0,5 g/kg/menit. Nesiritide adalah peptide
natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide adalah BNP rekombinan yang
identik dengan yang dihasilkan ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
26/29
hemodinamik dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf
simpatis dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma.
Pemberian intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan
laju jantung, meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis
pemberiannya adalah bolus 2 g/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01
g/kg/menit.
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang
disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator
digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 100
mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor
merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat
meningkatkan afterload. Tekanan darahdianggap cukup memenuhi perfusi
jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg.1,2,16 Pemberian dopamin _ 2
g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik danginjal. Pada
dosis 25 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi
peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 15 g/kg/mnt akan
merangsang reseptoradrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju
jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor
adrenergik _1 dan _2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik
(vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 3 g/kg/mnt,
untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 15 g/kg/mnt. Pada
pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih
tinggi yaitu 15 20 g/kg/mnt.2 Phospodiesterase inhibitor menghambat
penguraian cyclic-AMP menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer
dan inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan
enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan
hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik
positif. Dosis milrinone intravena 25 g/kg bolus 10 20 menit kemudian infus
0,375075 g/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25 0,75 g/kg bolus kemudian 1,25
7,5 g/kg/mnt.2 Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung
akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
27/29
dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi
penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit. Obat yang biasa
digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu
dengan dosis 0,05 0,5 g/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 1
g/kg/mnt. Terapi nitrat untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan
aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi
diastolik dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal, diterapi sesuai
penyakit dasar. Aritmia jantung harus diterapi.
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta,
pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular
assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung
berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan,
disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu
jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan
sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia
yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi.Implantable cardioverter
device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel.
Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebagaian
fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak
respon terhadap terapi terutama inotropik.
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
28/29
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini, seorang laki-laki umur 33 tahun, menikah,bangsa
Indonesia, agama Islam, alamat di jalan Sako Raya no.512, masuk rumah sakit M.
Rabain Muara Enim pada tanggal 6 September 2011. Os datang dengan keluhan
utama sesak napas yang bertambah berat 5 hari SMRS
Sesak napas dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit cardiac, pulmonary,gabungan cardiac dan pulmonary dan noncardiac atau non pulmonary. Dari
anamnesis pada pasien ini ditemukan sesak napas pengaruhi aktivitas, Os harus
tidur dengan 3 bantal (orthopnea),os sering terbangun malam hari karena sesak,
sesak disertai dengan bengkak pada kaki terlebih dahulu, yang kemudian
bertambah parah disertai perut membesar. Dari anamnesis ini sudah didapatkan
kemungkinan bahwa sesak disebabkan oleh penyakit jantung. Pada pasien ini
tanda-tanda kelainan darah berupa keluhan lemah badan, berdebar-debar tidak
ditemukan, tidak adanya riwayat batuk-batuk lama dan riwayat minum obat 6
bulan yang menyebabkan kencing berwarna merah menyingkirkan kelainan paru
,tidak ditemukan adanya suara napas berbunyi mengi dan sesak yang dipengaruhi
cuaca juga menyingkirkan kelainan pada paru-paru. Adanya kelainan metabolik
berupa riwayat kencing manis dan gejala-gejala poydypsia, polyuria dan
polyphagia. Adanya gangguan pada otot-otot pernapasan juga tidak ditemukan.
Dari hasil anamnesis pada pasien ini sudah dapat menyingkirkan diagnosis sesak
akibat kelainan pulmonary dan non cardiac dan non pulmonary. Dari anamnesis
pada pasien ini
-
7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni
29/29
DAFTAR PUSTAKA
1. Maggioni AP. Review of the new ESC guidelines for the pharmacologicalmanagement of chronic heart failure. European Heart Journal Supplements
2005;7 (Supplement J):J15-J20.
2. Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. ABC of heart failure:pathophysiology. BMJ 2000;320:167-70.
3. McNamara DM. Neurohormonal and cytokine activation in heart failure.In: Dec GW, editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and
treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.117-36.
4. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S.Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007
5. Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. ABC of heart failure: aetiology. BMJ2000;320:104-7.
6. Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. ABC of heart failure: History andepidemiology. BMJ 2000;320:39-42.
7. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: investigation.BMJ 2000;320:297-300
8. Nieminen MS. Guideline on the diagnosis and treatment of acute heartfailure full text the task force on acute heart failure of the european
society of cardiology. Eur Heart J 2005.
9. Gibbs CR, Jackson G, Lip GYH. ABC ofheart failure: non-drugmanagement. BMJ 2000;320:366-9.
10.Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW,editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment.
New York: Marcel Dekker; 2005.p.449-65.
11.Millane T, Jackson G, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: acuteand chronic management strategies. BMJ 2000;320:559-62.