Case PDL Juli Dan Reni

download Case PDL Juli Dan Reni

of 29

Transcript of Case PDL Juli Dan Reni

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    1/29

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai

    pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan.

    Definisi gagal yaitu relatif terhadap kebutuhan metabolik tubuh, penekanan arti

    gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara keseluruhan. Istilah gagal

    miokardium ditujukan spesifik pada fungsi miokardium, gagal miokardium

    umumnya mengakibatkan gagal jantung, tetapi mekanisme kompensatorik

    sirkulasi dapat menunda atau bahkan mencegah perkembangan menjadi gagal

    jantung dalam fungsi pompanya.1

    Angka kejadian CHF semakin meningkat dari tahun ke tahun, tercatat

    1,5% sampai 2% orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF dan 700.000

    diantaranya harus dirawat di rumah sakit per tahun. Faktor risiko terjadinya gagal

    jantung yang paling sering adalah usia lanjut, 75 % pasien yang dirawat dengan

    CHF berusia antara 65 dan 75 tahun. Terdapat 2 juta kunjungan pasien rawat jalan

    per tahun yang menderita CHF, biaya yang dikeluarkan diperkirakan 10 miliar

    dollar per tahun. Faktor risiko terpenting untuk CHF adalah penyakit arteri

    koroner dengan penyakit jantung iskemik. Hipertensi adalah faktor risiko

    terpenting kedua untuk CHF. Faktor risiko lain terdiri dari kardiomiopati, aritmia,

    gagal ginjal, dan penyakit katup jantung.2

    Dengan data perkembangan seperti ini, penyakit jantung kongestif oleh

    kelainan katup akan menyebabkan permasalahan yang signifikan bagi masyarakat

    global dan bukan tidak mungkin dalam kurun beberapa tahun kedepan angka

    statistik ini akan bergerak naik jika para praktisi medis khususnya tidak segera

    memperhatikan faktor risiko utama yang menjadi awal mula penyakit ini. Dengan

    demikian perlu adanya penanganan dari segala aspek baik secara biomedik

    maupun biopsikpasienpasienial. Dan untuk itu kasus ini diangkat sebagai salah

    satu bentuk tanggung jawab sebagai praktisi medis agar dapat mengenal penyakit

    ini lebih rinci sebelum benar-benar mengaplikasikan teori pengobatan yang

    rasional.

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    2/29

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    IDENTIFIKASI

    Nama : Tn. H

    Jenis kelamin : Laki-Laki

    Usia : 33 tahun

    Alamat : BTN Air Lintang, Muara Enim

    Pekerjaan : tukang bangunanStatus perkawinan : Kawin

    Agama : Islam

    MRS : 26 September 2011

    ANAMNESIS

    Keluhan Utama :

    Sesak napas sejak 5 hari SMRS

    Riwayat Perjalanan Penyakit :

    2 bulan SMRS os mengeluh sesak napas. Sesak biasanya timbul bila

    berjalan 200 m. Sesak berkurang bila os istirahat, sesak tidak dipengaruhi cuaca

    dan emosi. Sesak tidak disertai nyeri dada, bunyi mengi dan rasa jantung

    berdebar-debar. Sesak tidak disertai batuk, berat badan menurun dan keringat

    pada malam hari. Os masih bisa tidur dengan satu bantal. Os juga mengeluh

    bengkak pada kedua tungkai, bengkak pada kedua kelopak mata terutama padapagi hari dan perut membesar disangkal. Demam (-),sakit kepala (-), pegal pada

    tengkuk (-), badan lemas (-), mual muntah (-), BAB dan BAK biasa.

    1 bulan SMRS os mengeluh sesak napas semakin sering dirasakan.

    Sesak napas timbul saat os berjalan ke kamar mandi, sesak akan berkurang pada

    saat os istirahat dan pada saat posisi duduk. Os sering terbangun pada malam hari

    karena sesak, os tidur dengan 3 bantal. Sesak tidak disertai nyeri dada, bunyi

    mengi dan rasa jantung berdebar-debar. Os juga mengeluh bengkak pada kedua

    tungkai disertai perut membesar dan sembab pada mata terutama pagi hari. Os

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    3/29

    juga mengeluh BAB hitam, mual dan muntah darah berwarna hitam dengan

    frekuensi 1x, BAK biasa.

    5 hari SMRS, os mengeluh sesak napas semakin hebat. Sesak tetap

    dirasakan pada saat istirahat, os juga sulit berbicara karena sesak. Os juga

    mengeluh batuk dan nyeri dada sebelah kiri seperti ditusuk-tusuk yang tidak

    menjalar. Os lebih nyaman tidur dengan 3 bantal. Os juga mengeluh kedua

    tungkai semakin bengkak dan perut semakin besar. Os kemudian berobat ke UGD

    RSUD M. Rabain dan dirawat.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Os pernah mengeluh dengan keluhan sesak disertai bengkak seluruh badan 8 bulan lalu dan dirawat di RSMH, didiagnosis penyakit ginjal

    Riwayat sakit hipertensi (+) Riwayat minum obat 6 bulan yang menyebabkan BAK berwarna merah

    disangkal

    Riwayat sakit kuning (+) saat os SD Riwayat penyakit kulit (korengan seluruh tubuh) 4 tahun yang lalu Riwayat nyeri sendi 10 tahun yang lalu, dan minum obat-obatan

    penghalang nyeri sendi dalam jangka waktu 2 tahun

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal Riwayat hipertensi pada ayah dan ibu (+)

    PEMERIKSAAN FISIK (27 September 2011)

    Keadaan Umum

    Keadaan umum : tampak sakit

    Keadaan sakit : sakit sedang

    Kesadaran : compos mentis

    Dehidrasi : (-)

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    4/29

    Tekanan Darah : 130/100 mmHg

    Nadi : 84 kali per menit, reguler, isi dan tegangan cukup

    Pernafasan : 32 kali per menit, thoracoabdominal

    Suhu : 36,5o

    C

    Berat badan : 57 kg

    Tinggi badan : 163 cm

    Gizi : cukup

    Keadaan Spesifik

    Kulit

    Warna sawo matang, efloresensi (-), scar (-), pigmentasi normal, ikterus (-),

    sianosis (-), spider nevi (-), telapak tangan dan kaki pucat (-), pertumbuhan rambut

    normal.

    Kelenjar Getah Bening

    Kelenjar getah bening di submandibula, leher, axila, inguinal tidak teraba.

    Kepala

    Bentuk lonjong, simetris, warna rambut hitam, rambut mudah rontok (-),

    deformitas (-).

    Mata

    Eksophtalmus (-), endophtalmus (-), edema palpebra (+), konjungtiva palpebra

    pucat (+), sklera ikterik (-), pupil isokor, reflek cahaya (+), pergerakan mata ke

    segala arah baik, mata cekung (-).

    Hidung

    Bagian luar hidung tak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan

    baik, selaput lendir dalam batas normal, epistaksis (-).

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    5/29

    Telinga

    Pendengaran baik.

    Mulut

    Pembesaran tonsil(-), gusi berdarah(-), lidah kotor(-), tepi lidah hiperemis(-), lidah

    tremor(-), atrofi papil (-), stomatitis (-), rhagaden(-), bau pernapasan khas (-).

    Leher

    Pembesaran kelenjar thyroid (-), JVP (5+2) cmH2O, hipertrofi musculus

    sternocleidomastoideus (-), kaku kuduk(-).

    Dada

    Bentuk dada normal, retraksi (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-).

    Paru

    Inspeksi : statis simetris kanan dan kiri, dinamis ka=ki, tidak ada yang

    tertinggal

    Palpasi : stemfremitus kanan = kiri

    Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

    Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronkhi basah halus (+) di basal kedua paru,

    wheezing (-)

    Jantung

    Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

    Palpasi : ictus cordis teraba linea axilaris anterior sinistra ICS VI

    Perkusi : batas atas ICS III, batas kanan linea parasternalis dextra, batas kiri

    linea axilaris anterior sinistra ICSVI

    Auskultasi : HR 84 x/ menit, murmur (+) sistolik grade V, gallop (+)

    Abdomen

    Inspeksi : cembung

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    6/29

    Palpasi : lemas, nyeri tekan daerah epigastrium (-), Nyeri tekan (-), hepar

    teraba 3 jari dibawah arcus costa, konsistensi kenyal, permukaan

    rata, tepi tumpul. Lien tidak teraba.

    Perkusi : thympani, shifting dullness (+), undulasi (-)

    Auskultasi : bising usus (+) normal

    Genital (Tidak diperiksa)

    Ekstremitas

    Ekstremitas atas : gerakan bebas, edema (+), jaringan parut (-), pigmentasi

    normal, telapak tangan pucat (+), jari tabuh (-), turgor < 2

    detik, sianosis (-), tremor (+).

    Ekstremitas bawah : gerakan bebas, jaringan parut (-), pigmentasi normal,

    telapak kaki pucat (+), jari tabuh (-), turgor kembali lambat (-

    ), edema pretibia dan pergelangan kaki (+).

    Pemeriksaan laboratorium : ( 28 September 2011)

    Hematology:

    Hb : 8,5 ( 12-16 g/dl)

    Leukosit : 12100/ mm3

    (5000-10000/mm3)

    LED: 81 mm/ jam (< 38 mm/jam)

    Hitung jenis : 0/1/0/77/19/3

    Urine Rutin:

    Glukosa : (-)

    Protein : (+)

    Bilirubin : (-)

    Urobilinogen : (-)

    Keton : (-)

    pH : 5 ( 4,6-8,5)

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    7/29

    Berat Jenis : 1015 (1003-1030)

    Nitrit : (-)

    Sedimen :

    Leukosit : 2-4/lp (0-6)

    Eritrosit : 1-2/lp (0-3)

    Sel epitel : (+)

    Silinder : (-)

    Kristal : (-)

    Lain-Lain : Silinder Granuler (+)

    Pemeriksaan foto Thorax

    Kesan

    - Kondisi foto baik- Simetris kanan = kiri- Trachea ditengah- Tulang-tulang baik

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    8/29

    - Sela iga tidak melebar- Sudut costofrenikus kiri tumpul dan sudut costofrenikus

    kanan tumpul.

    - Diafragma normal- CTR > 50%- Corakan Bronkovaskular meningkat- Kerley line (+)Kesimpulan

    Kardiomegali + edema pulmonal

    Pemeriksaan EKG

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    9/29

    Irama sinus reguler, axis bergeser ke kiri, HR = 115x/menit, gel P

    Bifasik(P mitral), PR interval normal 0,16 detik, QRS kompleks 0,8

    detik, R/S di V1

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    10/29

    Diagnosis Sementara :

    CHF ec HHD + gastritis erosifa

    Diagnosis Banding

    CHF ec HHD

    CHF ec CAD

    CHF ec RHD

    Usul Pemeriksaan

    Pemeriksaan Lab :

    Profil Lipid ( total kolesterol, trigliserida, LDL, HDL)

    Ureum, Kreatinin, Asam urat

    Foto Thorax PA

    EKG

    Echocardiography

    Penatalaksanaan

    MRS

    Tirah baring, posisi setengah duduk

    Diet Jantung III

    Oksigen 4 L/menit

    IVFD RL gtt XX/m (mikro)

    Captopril 2x 6,25 mg

    Furosemid amp 1x25 mg i.v.

    Spironolakton 1x25 mg

    Aspilet 1x80mg

    Sukralfat

    Omeprazole 1x 20 mg

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    11/29

    Prognosis

    Quo ad vitam : Dubia ad malam

    Quo ad functionam : Dubia ad malam

    Follow up pasien :

    27 September 2011

    S Sesak napas (+) batuk (+)

    O Sens: compos mentis

    RR : 40x/m

    TD: 130/100 mmHg

    T : 36,70C

    N : 90x/m

    Mata Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik(-/-)

    Leher JVP (5+2) cm H2O, >>KGB(-)

    Pulmo Vesikuler (+) Normal,Ronchi basah halus pada bagian

    basal paru (+), wheezing(-)

    Cor HR :90x/m , regular, murmur (+), gallop(+)

    Abdomen Datar, lemas, Hepar teraba 3 jbac,konsistensi kenyal

    permukaan rata, tepi tumpul dan lien tidak teraba,

    nyeri tekan (-)

    Ekstremitas Edema pretibia (+/+)

    Assesment CHF ec HHD

    Penatalaksanaan Istirahat, posisi setengaah duduk

    O2 4 liter/m

    Diet Jantung III

    IVFD RL gtt XX/m (mikro)

    Captopril 2x 6,25mg

    Furosemid amp 1x25 mg i.v.

    Spironolakton 1x25 mg

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    12/29

    Aspilet 1x80mg

    Sukralfat

    Omeprazole 1x 20 mg

    Hasil Pemeriksaan 1. Pemeriksaan LabUreum : 106 mg/dl (10-50)

    Kreatinine : 3,1 mg/dl ( 0,6-1,1)

    Asam urat : 8,8 mg/dl (

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    13/29

    N : 86x/m

    Mata Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik(-/-)

    Leher JVP (5+2) cm H2O, >>KGB(-)

    Pulmo Vesikuler (+) Normal,Ronchi basah halus pada

    bagian basal paru (+), wheezing(-)

    Cor HR :90x/m , regular, murmur (+), gallop(+)

    Abdomen Datar, lemas, Hepar teraba 3 jbac,konsistensi kenyal

    permukaan rata, tepi tumpul dan lien tidak teraba,

    nyeri tekan (-)

    Ekstremitas Edema pretibia (+/+)

    Assesment CHF ec HHD

    Penatalaksanaan Istirahat, posisi setengaah duduk

    O2 4 liter/m

    Diet Jantung III

    IVFD RL gtt XX/m (mikro)

    Captopril 2x 6,25mg

    Furosemid amp 1x25 mg i.v.

    Spironolakton 1x25 mg

    Aspilet 1x80mg

    Sukralfat

    Omeprazole 1x 20 mg

    Rencana Pemeriksaan Pemeriksaan Lab: profil lipid

    9 September 2011

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    14/29

    S Sesak napas (+) batuk (+)

    O Sens: compos mentis

    RR : 40x/m

    TD: 130/100 mmHg

    T : 36,70C

    N : 90x/m

    Mata

    Leher

    Pulmo

    Cor

    Abdomen

    Ekstremitas

    Assesment CHF ec HHD

    Penatalaksanaan Istirahat, posisi setengaah duduk

    O2 4 liter/m

    Diet Jantung III

    IVFD RL gtt XX/m (mikro)

    Captopril 2x 6,25mg

    Furosemid amp 1x25 mg i.v.

    Spironolakton 1x25 mg

    Aspilet 1x80mg

    Sukralfat

    Omeprazole 1x 20 mg

    Rencana Pemeriksaan

    10 september 2011

    S Sesak napas (+) batuk (+)

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    15/29

    O Sens: compos mentis

    RR : 40x/m

    TD: 130/100 mmHg

    T : 36,70C

    N : 90x/m

    Mata Konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik(-/-)

    Leher JVP (5+2) cm H2O, >>KGB(-)

    Pulmo Vesikuler (+) Normal,Ronchi basah halus pada

    bagian basal paru (+), wheezing(-)

    Cor HR :90x/m , regular, murmur (+), gallop(+)

    Abdomen Datar, lemas, Hepar teraba 3 jbac,konsistensi kenyal

    permukaan rata, tepi tumpul dan lien tidak teraba,

    nyeri tekan (-)

    Ekstremitas Edema pretibia (+/+)

    Assesment CHF ec HHD

    Penatalaksanaan Istirahat, posisi setengaah duduk

    O2 4 liter/m

    Diet Jantung III

    IVFD RL gtt XX/m (mikro)

    Captopril 2x 6,25mg

    Furosemid amp 1x25 mg i.v.

    Spironolakton 1x25 mg

    Aspilet 1x80mg

    Sukralfat

    Omeprazole 1x 20 mg

    Rencana Pemeriksaan Pemeriksaan Lab: profil lipid, ureum, kreatinin

    Foto Thorax PA

    EKG

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    16/29

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    1. GAGAL JANTUNG KONGESTIFA. Definisi dan Klasifikasi

    Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi

    dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Keadaan ini dapat timbul

    dengan atau tanpa penyakit jantung. Gangguan fungsi jantung dapat berupa

    gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau

    ketidaksesuaianpreloaddan afterload.1

    Klasifikasi gagal jantung yang dikenal adalah klasifikasi menurut New York

    Heart Association

    (NYHA), yaitu:

    1. NYHA kelas I, para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalamkegiatan fisik serta tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung

    seperti cepat lelah, sesak nafas atau berdebar-debar, apabila melakukan

    kegiatan biasa.

    2. NYHA kelas II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik.Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik

    yang biasa dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti

    kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau nyeri dada.

    3. NYHA kelas III, penderita penyakit dengan banyak pembatasan dalamkegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi

    kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-

    gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.

    4. NYHA kelas IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapuntanpa

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    17/29

    menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan

    kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

    B. EtiologiGagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi

    cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung, di Negara

    berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab

    terbanyak sedangkan di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak

    adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi.5

    Pada

    beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung.

    Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit jantung

    koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada

    46% laki-laki dan 27% pada wanita.5

    Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor

    yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat

    badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan

    sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal jantung. Hipertensi telah

    dibuktikan meningkat-kan risiko terjadinya gagal jantung pada beberapa

    penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa

    mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan

    dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko

    terjadinya infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu

    aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan

    hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung.5

    Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung yang

    bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung

    kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan

    menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan

    obliterasi. Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    18/29

    dilatasi abnormal pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan.

    Penyebabnya antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti

    SLE, sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertrofik

    dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal hipertrofik obstruktif).

    Kardiomiopati restriktif ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel

    yang buruk, tidak membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolic

    (relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.

    Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun

    saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama

    terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi

    mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan

    preload) sedangkan stenosis aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan

    afterload). Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan

    dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada

    penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali timbul

    bersamaan. Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan

    gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial fibrilasi).

    Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi

    (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 3%

    dari kasus. Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi

    tiamin. Obat obatan juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi

    seperti doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat menyebabkan

    gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot jantung. dominan) meski

    secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada

    serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang

    berhubungan dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati

    C. PatofisiologiGagal jantung merupakan kelainan multisistem dimana terjadi gangguan

    pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    19/29

    perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi

    gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac

    output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal,

    sistem Renin Angiotensin Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin

    dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung

    sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.4,6

    Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga

    cardiac outputdengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas

    serta vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul

    berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi

    simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit,

    hipertofi dan nekrosis miokard fokal.4

    Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin,

    angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor

    renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang

    pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan

    merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium

    dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek

    pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.4,6

    Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yangberstruktur hampir sama yeng

    memiliki efek yang terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial

    Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap

    peregangan menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain

    Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel,

    kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel

    pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan

    vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai

    respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis

    terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi

    natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal

    jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    20/29

    diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita

    gagal jantung.2,4 Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat

    kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan

    pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.5

    Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan

    peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada

    pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi

    endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung.

    Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge

    pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan endotelin-1

    antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya

    remodelling vaskular dan miokardial akibat endotelin.4,5

    Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan

    kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri

    menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab

    tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel

    kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada

    penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 40 %

    penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada

    penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic yang

    timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.

    D.

    Diagnosis

    Secara klinis pada penderita gagal jantung dapat ditemukan gejala dan

    tanda seperti sesak nafas saat aktivitas, edema paru, peningkatan JVP,

    hepatomegali, edema tungkai.7,8

    Diagnosis gagal jantung kongestif dapat menggunakan Kriteria

    Framingham, yaitu:

    Kriteria mayor:

    1. Paroksismal nokturnal dispneu

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    21/29

    2. Distensi vena leher3. Ronki paru4. Kardiomegali5. Edema paru akut6. Gallop S37. Peninggian tekanan vena jugularis8. Refluks hepatojugular.

    Kriteria minor:

    1. Edema ekstremitas2. Batuk malam hari3. Dispneu deffort4. Hepatomegali5. Efusi pleura6. Penurunan kapasitas vital7. Takikardia (> 120 x/ menit)

    Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2

    kriteria minor harus ada pada saat yang bersamaan.

    Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk mendiagnosis adanya

    gagal jantung antara lain foto thorax, EKG 12 lead, ekokardiografi, pemeriksaan

    darah, pemeriksaan radionuklide, angiografi dan tes fungsi paru. Pada

    pemeriksaan foto dada dapat ditemukan adanya pembesaran siluet jantung (cardio

    thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas

    pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg dapat timbul

    gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley B pada sudut

    kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg didapatkan gambaran batwing

    pada lapangan paru yang menunjukkan adanya udema paru bermakna. Dapat pula

    tampak gambaran efusi pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak

    terkena adalah bagian kanan.7,8

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    22/29

    Pada elektrokardiografi 12 lead didapatkan gambaran abnormal pada

    hampir seluruh penderitadengan gagal jantung, meskipun gambaran normal dapat

    dijumpai pada 10% kasus. Gambaran yang sering didapatkan antara lain

    gelombang Q, abnormalitas STT, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block

    dan fibrilasi atrium. Bila gambaran EKG dan foto dada keduanya menunjukkan

    gambaran yang normal, kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu

    pada pasien sangat kecil kemungkinannya.

    Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna

    pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif

    mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan

    ekokardiografi adalah : semua pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas

    yang berhubungan dengan murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi

    atrium, serta penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard

    anterior, hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat

    mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui adanya

    gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.7

    Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan anemia sebagai

    penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta

    komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan

    mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu

    adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan

    serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan ginjal,

    juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi peningkatan serum

    kreatinin setelah pemberian angiotensin converting enzyme inhibitor dan diuretik

    dosis tinggi. Padagagal jantung berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat

    terjadi pada pemberian diuretic tanpa suplementasi kalium dan obat potassium

    sparring. Hiperkalemia timbul pada gagal jantung berat dengan penurunan fungsi

    ginjal, penggunaan ACE-inhibitor serta obat potassium sparring. Pada gagal

    jantung kongestif tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya

    abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi

    tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan. Pemeriksaaan penanda BNP sebagai penanda

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    23/29

    biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100pg/ml dan plasma NT-

    proBNP adalah 300 pg/ml.2,8,12-14 Pemeriksaan radionuklide atau multigated

    ventrikulografi dapat mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju

    pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding. Angiografi

    dikerjakan pada nyeri dada berulang akibat gagal jantung. Angiografi ventrikel

    kiri dapat mengetahui gangguan fungsi yang global maupun segmental serta

    mengetahui tekanan diastolik, sedangkan kateterisasi jantung kanan untuk

    mengetahui tekanan sebelah kanan (atrium kanan, ventrikel kanan dan arteri

    pulmonalis) sertapulmonary artery capillary wedge pressure.

    E. PenatalaksanaanPenatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan

    secara non farmakologis dan secara farmakologis, keduanya dibutuhkan karena

    akan saling melengkapi untuk penatlaksaan paripurna penderita gagal jantung.

    Penatalaksanaan gagal jantung baik itu akut dan kronik ditujukan untuk

    memperbaiki gejala danprogosis, meskipun penatalaksanaan secara individual

    tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat kita

    mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik prognosisnya.4,9

    Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara lain adalah

    dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, pengobatan serta

    pertolongan yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan gaya hidup seperti

    pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan kegemukan.

    Pembatasan asupan garam, konsumsi alkohol, serta pembatasan asupan cairan

    perlu dianjurkan pada penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestif

    berat. Penderita juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang

    positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan

    juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun efek terhadap kelengsungan

    hidup belum dapat dibuktikan. Gagal jantung kronis mempermudah dan dapat

    dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi terhadap influenza dan

    pneumococal perlu dipertimbangkan. Profilaksis antibiotik pada operasi dan

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    24/29

    prosedur gigi diperlukan terutama pada penderita dengan penyakit katup primer

    maupun pengguna katup prostesis.9

    Penatalaksanaan gagal jantung kronismeliputi penatalaksaan non

    farmakologis dan farmakologis. Gagal jantung kronis bias terkompensasi ataupun

    dekompensasi. Gagal jantung terkompensasi biasanya stabil, dengan tanda retensi

    air dan edema paru tidak dijumpai. Dekompensasi berarti terdapat gangguan yang

    mungkin timbul adalah episode udema paru akut maupun malaise, penurunan

    toleransi latihan dan sesak nafas saat aktifitas. Penatalaksaan ditujukanuntuk

    menghilangkan gejala dan memperbaiki kualitas hidup. Tujuan lainnya adalah

    untuk

    memperbaiki prognosis serta penurunan angka rawat.

    Obatobat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis antara lain: diuretik

    (loop dan thiazide), angiotensin converting enzyme inhibitors, _ blocker

    (carvedilol, bisoprolol, metoprolol), digoxin, spironolakton, vasodilator

    (hydralazine /nitrat), antikoagulan, antiaritmia, serta obat positif inotropik.10-11

    Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 2 l/hari) dan

    pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek

    dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta

    meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada

    penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada pemderita

    dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.

    Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu, takikardia

    serta cemas, pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi.

    Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac

    output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok

    kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya

    timbul pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun

    ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun

    defek septum ventrikel pasca infark. Gagal jantung akut yang berat merupakan

    kondisi emergensi dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk

    mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangankongesti paru, dan

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    25/29

    perbaikan oksigenasi jaringan. Menempatkan penderita dengan posisi duduk

    dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan

    pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang

    akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan

    khusus.

    Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan

    adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan merupakan prognosa yang

    buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki asidosis, pemberian bikarbonat hanya

    diberikan pada kasus yang refrakter. Pemberian loop diuretik intravena seperti

    furosemid akan menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala

    walaupun belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi

    prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin inhibitor

    seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari bila memungkinkan.

    Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam

    penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan,

    nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan

    preload dan tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 3

    mg intravena dan dapat diulang sesuai kebutuhan.2 Pemberian nitrat (sublingual,

    buccal dan intravenus) mengurangi preload serta tekanan pengisian ventrikel dan

    berguna untuk pasien dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah

    bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi menyebabkan

    vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus

    adekuat sehingga terjaid keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa

    mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada

    pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 24 jam.

    Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada

    gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis

    hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan

    gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 0,5 g/kg/menit. Nesiritide adalah peptide

    natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide adalah BNP rekombinan yang

    identik dengan yang dihasilkan ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    26/29

    hemodinamik dan neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf

    simpatis dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma.

    Pemberian intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa meningkatkan

    laju jantung, meningkatkan stroke volume karena berkurangnya afterload. Dosis

    pemberiannya adalah bolus 2 g/kg dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01

    g/kg/menit.

    Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang

    disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator

    digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 100

    mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor

    merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat

    meningkatkan afterload. Tekanan darahdianggap cukup memenuhi perfusi

    jaringan bila tekanan arteri rata - rata > 65 mmHg.1,2,16 Pemberian dopamin _ 2

    g/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah splanknik danginjal. Pada

    dosis 25 g/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi

    peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian 5 15 g/kg/mnt akan

    merangsang reseptoradrenergik alfa dan beta yang akan meningkatkan laju

    jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang reseptor

    adrenergik _1 dan _2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik

    (vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 3 g/kg/mnt,

    untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 15 g/kg/mnt. Pada

    pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih

    tinggi yaitu 15 20 g/kg/mnt.2 Phospodiesterase inhibitor menghambat

    penguraian cyclic-AMP menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer

    dan inotropik jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan

    enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung akut dengan

    hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang memerlukan inotropik

    positif. Dosis milrinone intravena 25 g/kg bolus 10 20 menit kemudian infus

    0,375075 g/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25 0,75 g/kg bolus kemudian 1,25

    7,5 g/kg/mnt.2 Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung

    akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    27/29

    dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi

    penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit. Obat yang biasa

    digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu

    dengan dosis 0,05 0,5 g/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 1

    g/kg/mnt. Terapi nitrat untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan

    aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi

    diastolik dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal, diterapi sesuai

    penyakit dasar. Aritmia jantung harus diterapi.

    Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta,

    pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular

    assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung

    berat atau syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan,

    disertai regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu

    jantung bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan

    sinkronisasi atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia

    yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi.Implantable cardioverter

    device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel.

    Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebagaian

    fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak

    respon terhadap terapi terutama inotropik.

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    28/29

    BAB IV

    ANALISIS KASUS

    Pada kasus ini, seorang laki-laki umur 33 tahun, menikah,bangsa

    Indonesia, agama Islam, alamat di jalan Sako Raya no.512, masuk rumah sakit M.

    Rabain Muara Enim pada tanggal 6 September 2011. Os datang dengan keluhan

    utama sesak napas yang bertambah berat 5 hari SMRS

    Sesak napas dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit cardiac, pulmonary,gabungan cardiac dan pulmonary dan noncardiac atau non pulmonary. Dari

    anamnesis pada pasien ini ditemukan sesak napas pengaruhi aktivitas, Os harus

    tidur dengan 3 bantal (orthopnea),os sering terbangun malam hari karena sesak,

    sesak disertai dengan bengkak pada kaki terlebih dahulu, yang kemudian

    bertambah parah disertai perut membesar. Dari anamnesis ini sudah didapatkan

    kemungkinan bahwa sesak disebabkan oleh penyakit jantung. Pada pasien ini

    tanda-tanda kelainan darah berupa keluhan lemah badan, berdebar-debar tidak

    ditemukan, tidak adanya riwayat batuk-batuk lama dan riwayat minum obat 6

    bulan yang menyebabkan kencing berwarna merah menyingkirkan kelainan paru

    ,tidak ditemukan adanya suara napas berbunyi mengi dan sesak yang dipengaruhi

    cuaca juga menyingkirkan kelainan pada paru-paru. Adanya kelainan metabolik

    berupa riwayat kencing manis dan gejala-gejala poydypsia, polyuria dan

    polyphagia. Adanya gangguan pada otot-otot pernapasan juga tidak ditemukan.

    Dari hasil anamnesis pada pasien ini sudah dapat menyingkirkan diagnosis sesak

    akibat kelainan pulmonary dan non cardiac dan non pulmonary. Dari anamnesis

    pada pasien ini

  • 7/31/2019 Case PDL Juli Dan Reni

    29/29

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Maggioni AP. Review of the new ESC guidelines for the pharmacologicalmanagement of chronic heart failure. European Heart Journal Supplements

    2005;7 (Supplement J):J15-J20.

    2. Jackson G, Gibbs CR, Davies MK, Lip GYH. ABC of heart failure:pathophysiology. BMJ 2000;320:167-70.

    3. McNamara DM. Neurohormonal and cytokine activation in heart failure.In: Dec GW, editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and

    treatment. New York: Marcel Dekker; 2005.p.117-36.

    4. Santoso A, Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S.Diagnosis dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007

    5. Lip GYH, Gibbs CR, Beevers DG. ABC of heart failure: aetiology. BMJ2000;320:104-7.

    6. Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. ABC of heart failure: History andepidemiology. BMJ 2000;320:39-42.

    7. Davies MK, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: investigation.BMJ 2000;320:297-300

    8. Nieminen MS. Guideline on the diagnosis and treatment of acute heartfailure full text the task force on acute heart failure of the european

    society of cardiology. Eur Heart J 2005.

    9. Gibbs CR, Jackson G, Lip GYH. ABC ofheart failure: non-drugmanagement. BMJ 2000;320:366-9.

    10.Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW,editors. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment.

    New York: Marcel Dekker; 2005.p.449-65.

    11.Millane T, Jackson G, Gibbs CR, Lip GYH. ABC of heart failure: acuteand chronic management strategies. BMJ 2000;320:559-62.