Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 297 308

12
297 K A N D A I Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 297308 IMPLEMENTASI NILAI BUDAYA SARAPATANGUNA DALAM KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN DI KOTA BAUBAU, PROVINSI SULAWESI TENGGARA (The Implementation of Culture Values of Sarapatanguna in Goverment Leadership in Baubau City, Southeast of Sulawesi) Ishak Bagea Universitas Muhammadiyah Kendari Jalan Ahmad Dahlan 10, Kendari, Indonesia Pos-el: [email protected] (Diterima: 20 Juni 2016; Direvisi: 26 Agustus 2016; Disetujui: 16 Oktober 2016) Abstract This research aimed to describe the implementation of culture values sarapatanguna in government leadership at Baubau city, Southeast Sulawesi. This research used qualitative method. Technique of data collection was done through observation, interview and documentation study. The result of the research shows that the implementation of culture values of sarapatanguna in government leadership at Baubau city, Southeast Sulawesi namely: (1) in Baubau city, culture values of shame has been implemented through pomae- maeaka expression; (2) in Baubau city, culture values of protecting or taking care of each other has been implemented through popia-piara expression; (3) in Baubau city, culture values of loving each other has been implemented through poma-masiaka expression; (4) in Baubau city, culture values of appreciating each other has been implemented through poangka-angkataka expression. It is concluded that culture values of sarapatanguna had been implemented in their daily life and in government leadership at Baubau cit, Southeast Sulawes, thereby atmosphere of harmonic, safe, peaceful and peace were established well. Keywords: implementation, culture values of sarapatanguna, leadership Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk medeskripsikan implementasi nilai-nilai budaya sarapatanguna dalam kepemimpinan pemerintahan di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi nilai-nilai budaya sarapatangunadalam kepemimpinan pemerintahan di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu: 1) di Kota Baubau telah diimplementasikan nilai-nilai budaya malu melalui ungkapan pomae-maeaka, 2) di Kota Baubau telah diimplementasikan nilai-nilai budaya saling memelihara melalui ungkapan popia-piara, 3)di Kota Baubau telah diimplementasikan nilai-nilai budaya saling menyayangi melalui ungkapan poma-masiaka, serta 4)di Kota Baubau telah diimplementasikan nilai-nilai budaya saling menghargai melalui ungkapan poangka- angkataka. Nilai-nilai budaya sarapatanguna tersebut telah diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari serta telah di implementasikan dalam kepemimpinan pemerintahan di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara, sehingga tercipta suasana harmonis, aman, tentram dan damai. Kata-kata kunci: implementasi, nilai budaya sarapatanguna, kepemimpinan

Transcript of Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 297 308

Page 1: Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 297 308

297

K A N D A I

Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 297—308

IMPLEMENTASI NILAI BUDAYA SARAPATANGUNADALAM KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN

DI KOTA BAUBAU, PROVINSI SULAWESI TENGGARA(The Implementation of Culture Values of Sarapatanguna in Goverment

Leadership in Baubau City, Southeast of Sulawesi)

Ishak BageaUniversitas Muhammadiyah Kendari

Jalan Ahmad Dahlan 10, Kendari, IndonesiaPos-el: [email protected]

(Diterima: 20 Juni 2016; Direvisi: 26 Agustus 2016; Disetujui: 16 Oktober 2016)

AbstractThis research aimed to describe the implementation of culture values sarapatanguna in

government leadership at Baubau city, Southeast Sulawesi. This research used qualitativemethod. Technique of data collection was done through observation, interview anddocumentation study. The result of the research shows that the implementation of culturevalues of sarapatanguna in government leadership at Baubau city, Southeast Sulawesinamely: (1) in Baubau city, culture values of shame has been implemented through pomae-maeaka expression; (2) in Baubau city, culture values of protecting or taking care of eachother has been implemented through popia-piara expression; (3) in Baubau city, culturevalues of loving each other has been implemented through poma-masiaka expression; (4) inBaubau city, culture values of appreciating each other has been implemented throughpoangka-angkataka expression. It is concluded that culture values of sarapatanguna hadbeen implemented in their daily life and in government leadership at Baubau cit, SoutheastSulawes, thereby atmosphere ofharmonic, safe, peaceful and peace were established well.Keywords: implementation, culture values of sarapatanguna, leadership

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk medeskripsikan implementasi nilai-nilai budaya

sarapatanguna dalam kepemimpinan pemerintahan di Kota Baubau, Provinsi SulawesiTenggara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Teknikpengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa implementasi nilai-nilai budaya sarapatangunadalamkepemimpinan pemerintahan di Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu: 1) di KotaBaubau telah diimplementasikan nilai-nilai budaya malu melalui ungkapan pomae-maeaka,2) di Kota Baubau telah diimplementasikan nilai-nilai budaya saling memelihara melaluiungkapan popia-piara, 3)di Kota Baubau telah diimplementasikan nilai-nilai budaya salingmenyayangi melalui ungkapan poma-masiaka, serta 4)di Kota Baubau telahdiimplementasikan nilai-nilai budaya saling menghargai melalui ungkapan poangka-angkataka. Nilai-nilai budaya sarapatanguna tersebut telah diimplementasikan dalamkehidupan sehari-hari serta telah di implementasikan dalam kepemimpinan pemerintahan diKota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara, sehingga tercipta suasana harmonis, aman,tentram dan damai.Kata-kata kunci: implementasi, nilai budaya sarapatanguna, kepemimpinan

Page 2: Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 297 308

Kandai Vol. 12, No. 2, November 2016; 297—308

298

PENDAHULUAN

Negara Kesatuan RepublikIndonesia saat ini sedang mengalamikrisis kepemimpinan. Fakta initercermin dari runtuhnya kepercayaanmasyarakat terhadap sebagian besarpemimpinnya. Masyarakat kehilanganfigur kepemimpinan yang dapatmenjadi teladan dalam menyelenggarakankepemimpinan, baik di bidang politik,pemerintahan, ekonomi, sosial budaya,hingga agama. Berbagai kasus korupsi,kolusi, dan nepotisme telah mencederaifigur pemimpin teladan di tubuhlembaga negara eksekutif, legislatif,dan yudikatif yang seharusnyaberperan sebagai pengemban amanahrakyat. Sikap, perilaku, dan perbuatanyang ditunjukkan oleh penyelenggaranegara dan pemerintahan, baik di pusatmaupun di daerah serta di berbagailembaga negara dan pemerintahanharus dilandasi oleh moral dan etika.Namun, realitanya masih ada sebagianpelaksana dan penyelenggara negaradan pemerintahan yang menunjukkansikap dan perilaku bertentangandengan ajaran dan nilai-nilaikebudayaan Indonesia. Kondisi inidigambarkan oleh sastrawan TaufikIsmail dalam puisi berjudul KamiMuak dan Bosan.

Kondisi yang digambarkanTaufik Ismail memunculkan sikapkeprihatinan dan sekaligus kekhwatiranterhadap penyimpangan nilai-nilailuhur bangsa Indonesia dalam praktikkehidupan bermasyarakat, berbangsa,dan bernegara. Fenomena tersebut jugaterjadi di Provinsi Sulawesi Tenggara.Di era reformasi pemerintah daerahbertekad membasmi korupsi, kolusi,dan nepotisme, tetapi data dan faktamenunjukkan bahwa KKN malah lebihmerata dan meluas daripada era ordebaru. Salah satu ciri krisiskepemimpinan di Indonesia adalah

tidak ada pemimpin yang kuat sejaklengsernya pemerintahan orde baru.Reformasi yang digulirkan mahasiswa,pemerintah, dan masyarakatpascapemerintahan orde baru belummampu menghilangkan krisiskepemimpinan. Kepemimpinan yangkuat dan responsif terhadap kebutuhanmasyarakat dibutuhkan dalammenghadapi dinamika pesatnyakemajuan teknologi komunikasi,informasi, komputerisasi, dantransportasi. Dampak perkembangantelah menyebabkan sekat-sekat yangmembatasi interaksi antara manusiasemakin berkurang. Kondisi iniberimplikasi sangat luas pada aspekpolitik, sosial budaya, dan ekonomi.Kepemimpinan pemerintahan danpolitik yang kuat belum tampak dalammembawa bangsa Indonesia bekiprahdalam persaingan antara bangsa diberbagai bidang.

Pemerintahan yang berorientasipada kebudayaan untukmengimplementasikan nilai-nilaikearifan lokal (local wisdom) masihjarang. Salah satu solusi untukmengatasi krisis kepemimpinan diIndonesia adalah revolusi mental yangdicanangkan Presiden Joko Widodo.Revolusi mental mempunyai tujuanmulia untuk mengatasi kerusakanmental masyarakat Indonesia yangmelakukan KKN. Diharapkan semuadaerah di Indonesia menggali kembalikearifan lokalnya, seperti halnya diKota Baubau. Pemimpin pemerintahanharus menggali kembali budaya lokalsarapatanguna, terutama dalam tatakelola pemerintahan untuk menemukankembali ‘kearifan lokal’ yang dapatdijadikan sebagai referensi dalammembangun peradaban bangsa.Kedudukan nilai-nilai budayasarapatanguna sebagai pandanganhidup masyarakat Baubau mengandungarti bahwa budaya

Page 3: Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 297 308

Ishak Bagea: Implementasi Nila Budaya Sarapatanguna…

299

sarapatangunamerupakan pedomandan pegangan hidup serta penuntunsikap dan perilaku masyarakat Baubaudalam kehidupan sehari-hari. Olehkarena itu, sebagai sumber nilai danetika kehidupan masyarakat, nilai-nilaiyang terkandung dalam budayasarapatanguna perlu digali, diamalkan,sekaligus diimplementasikan dalamkehidupan masyarakat sehari-hari. Halini bertujuan untuk menciptakanmasyarakat yang harmonis, aman,tertib, tenteram, dan damai.

Keberadaan sarapatangunasebagai pedoman dan penuntunmasyarakat Baubau dalam bersikap,dan bertingkah laku menarik untukditeliti karena sangat mendasar,penting dalam kehidupan masyarakatdi wilayah Kota Baubau. Fenomenayang terjadi sekarang memperlihatkannilai-nilai budaya kepemimpinantergerus arus globalisasi. Hal iniditandai dengan pergeseran nilai-nilaibudaya terkait perilaku dan komitmenkepemimpinan untuk pembangunanbudaya di Kota Baubau.Kepemimpinan sekarang lebihmementingkan diri sendiri danberorientasi materi.

Berdasarkan uraian di atas,penulis tertarik untuk menulis makalahpenelitian yang berjudul”Implementasi Nilai-Nilai Budayasarapatanguna dalam KepemimpinanPemerintahan di Kota Baubau,Provinsi Sulawesi Tenggara”.Rumusan masalah penelitian adalah:bagaimanakah implementasi nilai-nilaibudaya sarapatangunadalamkepemimpinan pemerintahan di kotaBaubau Provinsi Sulawesi Tenggara.Tujuan penelitian yaitu untukmedeskripsikan implementasi nilai-nilai budaya sarapatanguna dalamkepemimpinan pemerintahan di KotaBaubau Provinsi Sulawesi Tenggara.

LANDASAN TEORI

Nilai-Nilai Budaya

Kreitner (2008, hlm. 96)menyatakan bahwa nilai budaya adalahkeyakinan dan nilai-nilai tentangbagaimana sebuah komunitasseharusnya dan sebenarnya bertindak.Jason Colquitt (2009, hlm. 441)menyatakan bahwa nilai-nilai budayadidefinisikan sebagai keyakinanbersama tentang kondisi akhir ataucara bertindak yang diinginkan dalamsebuah budaya tertentu. Sejalan denganhal tersebut, Gary Yulk (2006)berpendapat bahwa nilai-nilai budayamungkin dimaksudkan oleh seorangyang tumbuh besar di budaya tertentudan akan mempengaruhi tingkah lakudan perilaku mereka dalam sebuah carayang tidak disadari (hlm 455).

Wagner dan Hollenbeck (2005)menyatakan bahwa nilai-nilai budayaadalah tingkah laku dan persepsibersama dalam sebuah organisasi yangdidasarkan pada sekumpulan normadan nilai fundamental dan membantuanggota-anggota untuk memahamiorganisasi. Nilai-nilai budaya yangkuat dalam budaya organisasi bisa sajakonsisten atau tidak konsisten dengannilai budaya yang dominan, khususnyajika sebuah organisasi adalah sub dariorganisasi (hlm. 592).

Teori Kebudayaan

Pengertian budaya dalam bahasaSansakerta bermakna buddhayah. Kataini merupakan bentuk jamak dari budiatau akal (Koentjaraaningrat, 1985).Dengan demikian, kebudayaan dapatdiartikan sebagai budi pekerti dari akalseorang manusia. Dalam bahasaInggris, budaya sering disebut culture.Kata culture ini berasal dari bahasaLatin yaitu colere. Budaya

Page 4: Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 297 308

Kandai Vol. 12, No. 2, November 2016; 297—308

300

mengandung bermacam pengetahuan,kepercayaan, kesenian, moral, hukum,adat istiadat, serta kemampuan lainyang didapat seseorang sebagaianggota masyarakat, serta sarana hasilkarya, rasa, dan cipta masyarakat.

Ndraha (1997, hlm. 45), merincifungsi budaya sebagai berikut: (1)sebagai identitas dan citra suatumasyarakat, (2) sebagai pengikat suatumasyarakat, (3) sebagai sumberinspirasi kebanggaan dan sumber daya,(4) sebagai kekuatan penggerak, (5)sebagai kemampuan untuk membentuknilai tambah, (6) sebagai pola perilaku,(7) sebagai warisan, (8) sebagaiformalisasi, (9) sebagai mekanismeadaptasi terhadap perubahan, dan (10)sebagai proses yang menjadikanbangsa kongruen dengan negarasehingga terbentuk nation-state.

Kebudayaan telah membentuksuatu keyakinan bahwa kebudayaan itumerupakan blueprint yang telahmenjadi kompas dalam perjalananhidup manusia, ia menjadi pedomandalam tingkah laku. Pandangansemacam ini telah menyebabkanpeneliti merunut keberlanjutankebudayaan itu pada ekspresi simbolikindividu dan kelompok, terutama untukmelihat bagaimana proses pewarisannilai itu terjadi. seperti yangdibayangkan Clifford Geertz (1973,hlm. 89) menyatakan bahwakebudayaan itu merupakan pola daripengertian-pengertian atau makna-makna yang terjalin secara menyeluruhdalam simbol-simbol danditransmisikan secara historis. Geertzdalam Abdullah (2007, hlm. 1) jugamengatakan bahwa kebudayaan itumerupakan sistem mengenai konsepsi-konsepsi yang diwariskan dalambentuk simbolik, yang dengan cara inimanusia dapat berkomunikasi,melestarikan, dan mengembangkanpengetahuan dan sikapnya terhadap

kehidupan. Budaya merupakan kreasimanusia yang dimiliki dalam bentukide, gagasan, pandangan, harapan, cita-cita, dorongan, motivasi, serta saranadan prasarana kehidupan. Semakintinggi tingkat budaya suatu bangsa,dan bernilai tinggi, atau disebutperadaban menunjukkan keluhuranbudi dan daya inovasi dalam mengisiruang dan waktu dalam kehidupanmanusia.

Kepemimpinan Pemerintahan

Kepemimpinan pemerintahanmerupakan suatu kemampuanpemerintah untuk melakukankomunikasi, interaksi, dan pengaruhterhadap masyarakat terutama dalampenyediaan produk jasa dalam layananpublik ‘public service’ dan layanansipil ‘civil service’. Konsepkepemimpinan pemerintahan terdiriatas dua subkonsep yang hubungannyasatu dengan yang lain, tegang, yaitukonsep kepemimpinan bersistem sosialdan konsep kepemimpinan yangbersifat formal (Ndraha, 2003, hlm.226; Effendy, 2009, hlm. 39).

Bennis & Nanus (2003)menyatakan bahwa konsepkepemimpinan pemerintahan tidak sajabersistem nilai formal yang terikat olehtataran hukum formal, namun ia jugabersandar pada sistem nilai sosial.Kondisi tersebut menunjukkan bahwakemampuan yang dimiliki seseorangdalam mempengaruhi orang lain tidakterlepas dari sistem nilai budaya yangdimiliki, termasuk kepercayaan danadat istiadat. Konsep kepemimpinanpemerintahan yang mengandungsistem nilai formal bersumber padakewenangan rasional yang dihadapkanpada berbagai tugas dan kewajibanserta tuntutan situasi dan perubahanyang cepat dan dituntut untuk berperansesuai dengan status yang melekat

Page 5: Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 297 308

Ishak Bagea: Implementasi Nila Budaya Sarapatanguna…

301

untuk mencapai suatu tujuan melaluiatau menggunakan kekuasaannya(Effendy, 2009). Pemahaman di atasmenunjukkan bahwa kepemimpinandan kekuasaan merupakan mata rantaiyang sulit dipisahkan.

Pemerintah ‘government’ berasaldari bahasa Yunani, kubernao yangberarti “untuk mengendalikan”.Pemerintah atau merupakan sebuahorganisasi, yang mempunyaikekuasaan politik. Pemerintahmemiliki kekuasaan untuk membuathukum dan undang-undang sertabertindak sebagai hakim, baik untukpermasalahan daerah maupun negara,dan memberi gagasan terhadapkeputusan administratif (Ciulla, 2003).Suatu kota, kabupaten, provinsi ataunegara dengan segala kompleksitasnyaakan mempunyai perbedaan lapisantingkat pemerintahan baik lokal,regional, dan nasional. Melaluipemahaman tersebut, pemerintahanmemiliki berbagai variasi namunesensinya sama yaitu organisasipemerintahan yang memilikikekuasaan, kekuatan, dan kemandirianyang digerakan oleh perilakuorganisasi.

Pemerintah memiliki empatunsur, yaitu: (1) ada dua pihak yangterkandung, (2) kedua pihak salingmemiliki hubungan, (3) pihak yangmemerintah memiliki wewenang, dan(4) pihak yang diperintah memilikiketaatan. Konsep trias politica dariMontesqiue membagi pemerintahdalam arti yang luas dalam tigakekuasaan, yaitu: (1) kekuasaanmembuat undang-undang (legislatif),(2) kekuasaan menjalankan undang-undang (eksekutif), dan (3) kekuasaanmengadili (yudikatif).

Teori nilai-nilai budayasarapatanguna dikaitkan dengankepemimpinan pemerintahan di KotaBaubau sangat relevan dalam

penelitian ini. Kepemimpinanpemerintahan yang berorientasikebudayaan untuk mengimplementasikannilai-nilai kearifan lokal, sangatstrategis dan mempunyai tujuan muliamengatasi kerusakan mentalmasyarakat. Berdasarkan penjelasanteori di atas, diharapakan semua daerahdi Indonesia dapat menggali kembalikearifan lokalnya, seperti halnya diKota Baubau. Hal ini sejalan denganpendapat yang menyatakan bahwabudaya lokal sarapatangunamengandung kearifan lokal yang dapatdijadikan sebagai referensi dalammembangun peradaban bangsa (Turi,2007).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakanpendekatan kualitatif dengan metodedeskriptif. Pendekatan kualitatifdigunakan berdasarkan beberapapertimbangan, antara lain penelitibermaksud mengembangkan konseppemikiran, pemahaman dari pola yangterkandung dalam tema penelitian danmelihat secara keseluruhan suatuproses dan mendeskripsikannya secarainduktif. Untuk memperoleh data yangsahih dan absah, dilakukan kegiatanobservasi dan wawancara danpemeriksaan data dengan tekniktriangulasi dan referensi yangmemadai.

Informan kunci dalam penelitianini adalah tokoh-tokoh masyarakatKota Baubau yang dianggap memilikipemahaman yang mendalam tentangtema penelitian, antara lain keturunanSultan Buton, tokoh adat, tokohagama, budayawan, dan para pimpinanbadan dan dinas pada pemerintahanKota Baubau. Sumber data pendukunglainnya adalah Kitab Martabat Tujuh

Page 6: Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 297 308

Kandai Vol. 12, No. 2, November 2016; 297—308

302

yang pernah dijadikan sebagaiUndang-Undang Dasar pada masakesultanan Buton.

Analisis data dilakukan secaraterus-menerus dan berkesinambungan,dari awal sampai akhir kegiatanpenelitian melalui reduksi data,pengorganisasian data, pemeriksaanterhadap seluruh data,penafsiran danverifikasi data.

PEMBAHASAN

Implementasi Sarapatanguna

Implementasi sarapatangunamerupakan tahapan penting dalamrangka mencapai tujuan organisasiyang dilaksanakan oleh para pelaksanaatau aktor pemimpin. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa implementasinilai-nilai budaya sarapatangunadalam kepemimpinan pemerintahan diKota Baubau, sudahdiimplementasikan di dalam kehidupanbermasyarakat. Implementasi nilai-nilaibudaya sarapatanguna dalammasyarakat Kota Baubau meliputibudaya malu melalui ungkapan pomae-maeaka; artinya malu melakukan halyang tercela seperti KKN, budayasaling memelihara melalui ungkapanpopia-piara, budaya salingmenyayangi melalui ungkapan poma-maasiaka; dan budaya salingmenghargai melalui ungkapanpoangka-angkataka, sehingga terciptasuasana harmonis, aman, tentram dandamai.

Guru menghargai siswanya,orang tua menyayangi anaknya, danpemimpin menghargai bawahannya.Bawahan yang berprestasi diberikanhadiah ‘rewards’, seperti kenaikan gajidan diperhatikan secara berkalakenaikan pangkatnya. Sebaliknyabawahan yang melanggar diberikansanksi ‘punishment’. Sanksi yang

dijatuhkan dapat berupa penundaankenaikan pangkat serta diberikanteguran secara lisan dan tertulissehingga bawahan dapat memperbaikikinerjanya.

Sarapatanguna

Sarapatanguna berasal daribahasa Wolio Buton yang terdiri atastiga kata, yaitu sara, pata, dan angu.Sara berarti norma, nilai, aturan,hukum, atau dapat juga berartipemerintah yang memperoleh mandatdari rakyatnya untuk menjalankanaturan, menegakkan hukum danundang-undang. Pata berarti empat.Angu artinya buah, macam, jenis,unsur, satuan dan sebagainya, sertaakhiran na sebagai kata petunjuk.Patanguna berarti yang empat buah,macam, unsur. Jadi, sarapatangunadapat diartikan norma, nilai yangempat yang harus dipatuhi,dipedomani, oleh seluruh masyarakatdalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa, bernegara, danberketuhanan.

Secara substansi sarapatangunamengandung nilai luhur yangdirumuskan oleh para pendiriKesultanan Buton ‘founding father’yang diformalkan dalam KitabMurtabat Tujuh (Undang-UndangDasar Kesultanan Buton) untukdijadikan pedoman, petunjuk, danparameter dalam kehidupanbermasyarakat, berbangsa, bernegaradan berketuhanan. Inilah sebabnyasarapatanguna dinyatakan sebagailandasan filsafat atau pandangan hidupmasyarakat Buton. Rumusan nilai-nilaisarapatanguna itu tersusun secaracermat sempurna, dan lengkap.Sebagaimana sarapatanguna terdiri atasdua bagian, masing-masing bagiannyamenyangkut dimensi yang berbeda.

Page 7: Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 297 308

Ishak Bagea: Implementasi Nila Budaya Sarapatanguna…

303

Sarapatanguna bagian pertamamenyangkut dimensi kemanusiaan ataukemasyarakatan yang mengandungfilsafat Binci-Binciki-Kuli (terjemahanbebasnya: cubit-cubit kulit) terkandungmaksud bahwa jika kita dicubit orangterasa sakit, maka jangan pula kitamencubit orang lain. Jadi, filsafatbinci-binciki-kuli mengusung prinsip-prinsip persamaan, kesetaraan, dankeadilan. Prinsip-prinsip ini kemudianmelebur dalam keempat nilai berikut.

Po-maa-maasiaka (saling sayang-menyayangi)Po-pia-piara (saling pelihara-memelihara)Po-mae-maeaka (saling menjagarasa malu)Po-angka-angkataka (salingmengangkat atau salingmenghargai, dan salingmenghormati)

Terjemahan arti kata-katatersebut merupakan terjemahan bebas.Hakikat ungkapan tersebut dapatdiperoleh dengan memberikan maknapada tiap kata dalam ungkapantersebut. Po-maa-maasiaka berasalkatanya “maasi”. Yang artinya:sayang, cinta, atau kasih). Maasiaka;artinya sayang terhadap sesuatuseseorang maa-masiaka. Frasa sayangmenyayangi melibatkan orang banyak,kelompok, masyarakat. Awalan pomengandung makna saling berbalassehingga tersirat makna adanyapersamaan, kesetaraan dan keadilandalam konteks sayang-menyayangi.

Sarapatanguna bagian keduamenyangkut dimensi kehidupan secarautuh yang dikaitkan dengan dimensiketuhanan. Hal ini terlihat darirumusan selengkapnya nilai-nilaisarapatanguna bagian kedua sertakandungan filsafat yang diusung yaituPoromu yinda saangu, pogaa yinda

koolota. Kalimat ini bermakna“menyatu tidaklah satu, berpisah tiadaantar.

Kausa prima sarapatangunaadalah “agama”. Adapun rumusanselengkapnya adalah sebagai berikut.

Ayinda-yindamo arata somanamokaro;Ayinda-yindamo karo somanamolipuAyinda-yindamo lipu somanamosaraAyinda-yindamo sara somanamoagama

Nilai-nilai dalam ungkapantersebut ada empat, tetapi unsur-unsurnya ada lima yaitu arataa, karo,lipu, sara, dan agama. Terjemahanbebas ungkapan ini adalah arataa,artinya harta atau materi, karo, artinyadiri, kedirian atau harga diri, lipu,artinya pulau, wilayah, negara atauwilayah Negara, sara, artinya norma,aturan, hukum, undang-undang,pemerintah yang berdaulat yangmenegakkan undang-undang danaturan, agama artinya wadahkeyakinan terhadap Tuhan Yang MahaEsa sebagai pencipta seru sekalianalam.

Bolimo arata somanamo karomerujuk pada penghormatan atasharkat martabat kedirian manusia yangtidak mungkin dan tidak bolehdipersamakan dengan nilai materi(arata). Betapapun harga diri manusialebih utama daripada materi.Bolimokaro somanamo lipu mengisyaratkanpesan semangat. Cinta tanah air, cintanegara. Nilai ini merupakan cikal bakalkonsep bela negara. Ketikakepentingan negara menghendakimaka kita siap tampil untuk membelanegara, siap berkorban materi bahkanjiwa dan raga, untuk mempertahankanwilayah negara dari kemungkinan

Page 8: Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 297 308

Kandai Vol. 12, No. 2, November 2016; 297—308

304

adanya intervensi atau serangan pihakluar.

Bolimo lipu somanamo saramembawa pesan bahwa pemerintahyang berdaulat menjadi jaminan bagieksistensi dan wibawah negara. Ketikawilayah negara dalam keadaan daruratakibat adanya intervensi pihak luar,pemerintah yang berdaulat dapattampil sebagai repsentasi kedaulatanrakyat untuk mengamankan wibawahnegara dan pemerintah. Bolimo sarasomanamo agama mengusung pesanbahwa jika pemerintah (oknum-oknumpemerintah) banyak yang zalim,moralnya goyah dan mentalnya rusak(korupsi, narkoba, penyalahgunaanwewenang dan lain-lain) makaberpeganglah kepada agama Allahsebagai pegangan dan pedoman dalamkehidupan guna menciptakan suasanadamai, tenang, tertib dan kondusif.Karena agama merupakan wadah bagikeyakinan kepada Tuhan Yang MahaEsa sebagai pencipta seru sekalianalam Maha Pengasih Lagi MahaPenyayang.

Nilai-Nilai Budaya Sarapatanguna

Nilai-nilai budaya sarapatangunadi kerajaan dan kesultanan Butonyaitu: po-maa-maasiaka, po-pia-piara,po-mae-maeaaka, po-angka-angkataka,dan “bolimo karosomanamo lipu”Ungkapan-ungkapantersebut merupakan petuah yangdiperoleh dari hasil kajian sejarahpanjang leluhur masyarakat Buton.Petuah tersebut kemudian dirumuskandalam bentuk ungkapan-ungkapandengan kalimat pendek sehinggamudah diingat oleh anak cucu merekabahkan oleh seluruh masyarakat.

Po dalam ungkapan bermaknakesetaraan, perlakuan timbal balikyang seimbang antara beberapa pihak.Kata ini berulang di setiap penggalan

ungkapan yangmenjelaskan danmengindikasikan keterkaitan lebih dariseorang atau lebih dari satu pihakdalam interaksi kehidupanbermasyarakat, berbangsa, danbernegara.

Po-maa-masiaka, artinya cintakasih atau sayang terhadap sesuatu.Asal katanya maasiaka yang berartisayang, cinta, kasih, sedangkan maa-maasiaka mengisyaratkan adanyapihak yang jamak sehingga menjadikasih mengasihi, cinta-mencintai,sayang-menyayangi yang tentumelibatkan pihak-pihak lebih dari satupihak. Peranan awalan kata po lebihmenekankan pada pengertiankesetaraan, kesamaan derajat antarapihak-pihak tersebut. Penggalanungkapan po-maa-masiaka adalahsayang-menyangi, cinta mencintaiantara sesama masyarakat secaratimbal-balik dalam keadaan yangseimbang, setara, sederajat danproporsional sesuai dengan konteksdan peranannya, serta kodrat masing-masing.

Asal kata po-pia-piara, adalahpiara yang berarti piara, pelihara ataurawat. Pia-piara mengisyaratkanadanya pihak-pihak yang jamaksehingga menjadi saling memelihara,saling merawat, sudah barang tentumelibatkan pihak-pihak lebih dari satupihak dalam konteks salingmemelihara, saling merawat. Awalankata po menekankan pada pemaknaanadanya kesetaraan, kesamaan derajat,dan keseimbangan peranan antarapihak-pihak yang berinteraksi secaratimbal-balik, dengan demikianpenggalan ungkapan po-maa-maasiakaberarti saling memelihara, saling asah,saling rawat sesuai konteksnya, danmenurut peranannya masing-masing.

Asal kata po-mae-maeaaka,adalah maea yang berarti malu atassesuatu perbuatan tercela. Mae-

Page 9: Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 297 308

Ishak Bagea: Implementasi Nila Budaya Sarapatanguna…

305

maeaaka mengisyaratkan sifat tahudiri, tahu malu, dan sadar diri. Sewaktuseorang pemimpin melakukanperbuatan tercela tentu orang-orangakan mencemooh, pemimpin ini akanmerasa malu dan bahkan seluruhkerabat keluarga, orang tua, bahkanorganisasi, komunitas, di mana orangitu berada akan terimbas kata malu atasperbuatan tercela tersebut. Rasa maluini akan mencegah pemimpin untukmelakukan perbuatan tercela.

Awalan po berarti mengindikasikanadanya beberapa pihak yangberinteraksi setara, seimbang, danmemiliki kesamaan hak.Frasa po-mae-maeaaka tidak hanya mengindikasikanhak dan kewajiban seseorang, tetapiberlaku sama terhadap setiap individudalam masyarakat. Semua anggotakelompok, seluruh anggota keluargamempunyai kewajiban untuk menjaganama baik, wibawa, harga diri pribadi,dan kelompoknya. Dengan demikianorang akan enggan dan takut untukmelakukan perbuatan tercela. Merekatakut dan malu akan sanksi dan hujatanyang berasal dari masyarakatlingkungan, kelompok ataupun wargasekelilingnya.

Asal kata po-angka-angkataka,adalah angka yang berarti angkat,sedangkan angkataka artinya angkat keatas lebih tinggi dari posisi orang yangmengangkat. Angka-angkataka berartisaling mengangkat lebih tinggi dariposisi pihak yang mengangkat diwilayah eks kerajaan dan kesultananButon yang berpusat di Kota BaubauProvinsi Sulawesi Tenggara.

Padanan kata angka-angkatakadalam bahasa Indonesia adalah hargamenghargai. Po-angka-angkatakaberarti adanya pihak-pihak yangmenempati posisinya masing-masing.Posisi-posisi memiliki kesetaraandalam harkat dan martabat. Selain itu,individu dalam posisi tersebut

mempunyai persamaan hak asasi untuksaling menghargai. Mereka diarahkanuntuk melakukan perannya secaraproporsional sesuai fungsinya.Pelaksanaan peran tersebut tidakmelebihi batas kewajaran dantatakrama dalam masyarakat.

Dalam konteks kepemimpinanorganisasi, strategi menghargaipegawai juga harus diperhatikan olehseorang pemimpin. Pemimpinsebaiknya mengingat bahwa dalamrangka memotivasi pegawai kadang-kadang seorang pemimpin harusmemberikan penghargaan kepadapegawai, orang akan senang jikadihargai. Pemberian penghargaanberbeda strateginya denganpenyampaian teguran. Jikapenyampaian teguran dilakukan secaratertutup, maka sebaliknya pemberianpenghargaan dilakukan secara terbukadi depan umum. Hal ini akanmenimbulkan dua dampak positif yaitupenerima penghargaan akan merasabangga sehingga akan termotivasi lagimeningkatkan prestasinya. Sedangkanbagi teman-teman dalam organisasidengan melihat bahwa prestasiseseorang itu dihargai oleh pimpinan,maka juga ikut termotivasi untukmelakukan tugas sebaik-baiknya.

Kata dasar po-binci-binciki kuli,a dalam Bahasa Indonesia berarti cubit.Kuli dalam Bahasa Indonesia berartikulit. Jadi binciki kuli arti harfiahnyaadalah cubit kulit. Kegitan mencubitkulit akan menyebabkan rasa sakit.Perasaan yang ditimbulkan kegiatanpasti tidak enak.

Bolimo karo somanamo lipu,berarti utamakan tanah kerajaan,negara, umum, dari urusan pribadi.Kepentingan kerajaan dalam artimasyarakat secara umum harusdidahulukan dibanding kepentinganpribadi. Ungkapan di atas sangatmonumental karena kalau kita kaitkan

Page 10: Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 297 308

Kandai Vol. 12, No. 2, November 2016; 297—308

306

dengan zaman sekarang, ungkapan iniselalu terdapat dalam sumpah jabatan.

Kepemimpinan dengan falsafahbhinci-bhinciki kuli pada dasarnyatelah termaktub dalam Kitab MartabatTujuh sebagai dasar aturan kesultananButon. Falsafah bhinci-bhinciki kuli(saling mencubit kulit) telahdikembangkan oleh para ilmuwan(pemikir-pemikir) lokal di Buton padazamannya. Falsafah ini lahir sebelumterbentuknya sistem pemerintahankerajaan di Buton. Walaupun sistempemerintahan kesultanan pada saat itusudah tidak berjalan secara formal dilingkungan masyarakat lokal, namunnilai-nilai yang terkandung didalamnya masih mengakar danmelekat serta merasuk dalam lubukhati sanubari masyarakat Buton.

Hukum bhinci-bhinciki kulimerupakan pokok adat dandasarnyasara. Dan dinyatakan pulabahwa adat istiadat Buton ituberdasarkan Al-Qur’an dan HaditsNabi Muhammad Rasulullah SAW.Demikian pula sara di Buton ituberdasarkan agama Islam. Karenanya,sara di Buton itu adalah sara AllahSWT dan sara Nabi SAW, (Turi, 2007,hlm. 156).

Makna bhinci-bhinciki kulijikadikaitkan dengan pelaksanaan tugaskepemimpinan adalah saling takut,saling malu, saling segan dan salinginsyaf. Hal ini sangat relevanditerapkan dalam suatuorganisasi/kelompok masyarakat.Walaupun dalam lembag ada atasan,ada bawahan dan ada peserta personillainnya atau terdapat berbagai personil,berbagai suku dan agama, tingkat umurdan kepangkatannya, tetapi yangditakuti, dimalui, disegani, bahkandiinsyafi adalah Tuhan Yang Maha Esadi atas segalanya.

PENUTUP

Pemimpin di Kota Baubau telahmengimplementasikan budaya pomae-maeaka yaitu memiliki rasa takut ataumalu jika melanggar peraturan.Kepemimpinan yang mengusungpomae-maeaka tidak lain dilandaskanpada moralitas yang kokoh. Pemimpinbenar-benar mencitrakan dirinyasebagai sosok yang memiliki akhlakmulia yang layak diteladani. Pemimpintelah mengimplementasikan popia-piara (saling memelihara, mencintaiatau saling mengabdi). Salingmemelihara dimaksudkan bahwasesama pimpinan, karyawan dan stafserta masyarakat dalam melaksanakanaktivitas selalu memeliharakebersamaan, persatuan, nama baikorganisasi, serta nama baik pimpinan.

Pemimpin telah mengimplementasikanpomaa-masiakayaitu salingmenyayangi dan saling mencintai.Nilai-nilai pomaa-masiaka (salingmenyayangi) memengaruhi pelaksanaankepemimpinan misalnya antaraanggota kelompok dengan anggotalainnya, bawahan dengan atasan, dankasih sayang anak kepada orang tua.Kasih sayang perlu dimiliki olehsemua orang, dalam hal ini seorangpemimpin. Pemimpin telah mampubersimpati dan memberikan empati,dan mengulurkan tangan. Dengankasih sayang seorang pemimpin akanberkeliling untuk melihat satu persatukeadaan rakyatnya. Adakah di antaramereka yang kekurangan gizi, sakittetapi tidak mampu berobat, terlilithutang yang tidak mampu dibayar,sehingga pemimpin itu menjadi orangpertama yang selalu merasakan apayang dirasakan oleh rakyatnya.

Pemimpin telah mengimplementasikanpoangka-angkataaka (saling menghargai).Poangka-angkataaka adalah salingmenghargai satu sama lain di antara

Page 11: Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 297 308

Ishak Bagea: Implementasi Nila Budaya Sarapatanguna…

307

para personil organisasi. Wujud darisikap menghargai tampak padaperilaku setiap personil yaitu ketikapersonil organisasi tidak hadir dalammelaksanakan tugas, apakah karenasakit atau berhalangan hadir karenaurusan penting lainnya, mereka selalumenyampainan informasi terlebihdahulu, baik disampaikan secara lisan,tertulis kepada pimpinan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, I. (2007). Konstruksi danreproduksi kebudayaan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bennis, W. & Nanus, B, (2003),Leaders, strategies for takingcharge, New York: HarperCollins Publisher.

Ciulla, J. B. 2003. The ethics ofleadership. Singapore: ReplikaPress.

Colquitt, J. & Lepine, J. (2009).Organizational behavior:Improving performance andCommitment in the workplace.New York: Mcgraw Hill.

Effendy, (2009). Pergeserankepemimpinan desa,kharismatik, paternalistik,otokratik, demokratik.Bandung: CV. Indra Prhasta.

Geertz, C. (1973). Interpretation ofcultures. New York: BasicBoks.

Koentjaraningrat, (1985). Kebudayaanmentalitas dan pembangunan.Jakarta: Gramedia.

Kreitner, R. (2008). Organizationalbehavior. New York: McgrawHill.

Ndraha, T. (2005). Budaya Organisasi.Malang: Rineka Cipta.

Turi, L. (2007). Esensi kepemimpinan“Bhinciki-Bhinciki Kuli: Suatutinjauan budayak epemimpinanlokal nusantara. Kendari:Khazanah Nusantara.

Yulk, G. (2006). Leadership inorganization. New Jesrsey:Pearson.

Wagner, J. A. & Hollenbeck, J. R.(2005). Management oforganizational behavior. NewJersey: Prentice Hall.

Page 12: Volume 12 No. 2, November 2016 Halaman 297 308

308