refrat pdl olie

download refrat pdl olie

of 49

Transcript of refrat pdl olie

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    1/49

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Obstruksi saluran napas paru dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang

    terdapat pada lumen, dinding atau di luar saluran napas. Kelainan pada lumen

    dapat disebabkan oleh sekret atau benda asing. Pada dinding saluran napas,

    kelainan bisa terjadi pada mukosanya akibat peradangan, tumor, hipertrofi dan

    hiperplasi akibat iritasi kronik; dapat juga terjadi kelainan yang menimbulkan

    bronkokonstriksi otot polos. Berbagai kelainan di luar saluran napas yang dapat

    menimbulkan obstruksi adalah penekanan oleh tumor paru, pembesaran kelenjar

    dan tumor mediastinum.1

    Dua penyakit paru obstruktif yang sering menjadi masalah dalam

    penatalaksanaannya adalah penyakit asma bronkial dan penyakit paru obstruktif

    kronik (PPOK). Asma bronkial didefinisikan sebagai suatu sindrom klinik yang

    ditandai oleh hipersensitivitas trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan.

    Penyakit paru obstruktif kronik adalah kelainan yang ditandai oleh uji arus

    ekspirasi yang abnormal dan tidak mengalami perubahan secara nyata pada

    observasi selama beberapa bulan.1

    Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

    (GOLD) 2009, PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan

    efek ekstrapulmoner yang signifikan yang dapat menyebabkan berbagai derajat

    keparahan pada tiap pasien. PPOK merupakan penyakit yang memburuk secara

    lambat, dan obstruksi saluran napas yang terjadi bersifat ireversibel oleh karena

    itu perlu dilakukan usaha diagnostik yang tepat, agar diagnosis yang lebih dini

    dapat ditegakkan bahkan sebelum gejala dan keluhan muncul, sehingga

    progresivitas penyakit dapat dicegah.1,2

    PPOK adalah penyakit yang menyebabkan kematian tertinggi ke-4 di

    Amerika Serikat. Diperkirakan bahwa morbiditas dan mortalitas akan terus

    meningkat. Diperkirakan 12 juta orang di AS didiagnosis dengan PPOK

    sementara 12 juta lainnya memiliki PPOK yang tidak terdiagnosis.1 Di Indonesia

    tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada Survey Kesehatan

    1

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    2/49

    Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992 menunjukkan angka kematian karena

    bronkitis kronik, emfisema dan asma menduduki peringkat keenam dari 10

    penyebab tersering kematian di Indonesia. Prevalensi PPOK diperkirakan akan

    meningkat di waktu yang akan datang dengan makin tingginya harapan hidup dan

    faktor resiko yang cukup luas.3

    PPOK menimbulkan beban kesehatan, sosial dan ekonomi yang besar. Hal

    ini dapat disebabkan karena kurangnya kesadaran mengenai penatalaksanaan yang

    tepat oleh dokter umum.1

    Walaupun telah tersedia pedoman penatalaksanaan evidence-based,

    penelitian menunjukkan bahwa kesadaran dan pemahaman akan PPOK khususnya

    diantara dokter umum masih rendah. Penelitian yang dilakukan Tsagaraki et al

    menemukan bahwa walaupun pedoman penatalaksanaan PPOK telah tersedia,

    spesialis cenderung untuk mengikuti pedoman tersebut sementara dokter umum

    tidak. Hal ini dapat menyebabkan tingginya angka PPOK di masyarakat yang

    tidak terdiagnosis maupun yang tidak diobati, khususnya pada tahap awal di mana

    intervensi dini akan lebih menguntungkan.1

    Oleh karena itu, refrat ini dibuat untuk membahas penatalaksanaan PPOK

    yang terdiri dari pencegahan, terapi nonfarmakologi dan farmakologi, serta

    rehabilitasi. Semoga refrat ini dapat menambah wawasan pengetahuan kita

    sehingga dapat memberi pengobatan optimal bagi pasien.

    2

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    3/49

    BAB II

    PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

    2.1 Anatomi dan Fisologi Paru

    Paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak

    dalam rongga dada atau toraks. Mediastinum sentral yang berisi jantung dan

    pembuluh darah besar memisahkan paru tersebut. Setiap paru mempunyai

    apeks dan basis. Pembuluh darah paru dan bronkial, bronkus, saraf dan

    pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar

    paru. Paru kanan lebih besar daripada paru kiri dan dibagi menjadi tiga lobus

    oleh fisura interlobaris; paru kiri dibagi menjadi dua lobus, yang terbagi lagi

    atas beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkus.4

    Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih

    pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan

    merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya,

    bronkus utama kiri lebih panjang dan lebih sempit dibandingkan dengan

    bronkus utama kanan dan merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut

    yang lebih tajam.4

    Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus

    lobaris dan kemudian bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus

    menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi

    bronkiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung

    alveoli. Bronkiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm.

    Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi dikelilingi oeh oto

    polos sehingga ukurannya dapat berubah.4

    Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit

    fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari (1) bronkious

    respiratorius, yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada

    dindingnya; (2) duktus alveolaris, seluruhnya dibatasi oleh alveolus, dan (3)

    sakus alveolaris terminalis, yaitu struktur akhir paru.asinus memiliki garis

    tengah kira-kira 0,5 1,0 cm. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya

    3

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    4/49

    oleh dinding tipis atau septum.lubang kecil pada dinding ini dinamakan pori-

    pori Kohn. Lubang ini memungkinkan hubungan atau aliran udara antar sakus

    alveolaris terminalis. Alveolus hanya mempunyai satu lapis sel yang

    diameternya lebih kecil dibandingkan dengan diameter sel darah merah.

    Dalam setiap paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan

    seluas sebuah lapangan tenis.4

    Alveolus pada hakekatnya merupakan suatu gelembung gas yang

    dikelilingi oleh jaringan kapiler sehingga batas antara cairan dan gas

    membentuk tegangan permukaan yang cenderung mencegah pengembangan

    saat inspirasi dan cenderung kolaps pada saat ekspirasi. Tetapi, untunglah

    alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein (surfaktan) yang dapat mengurangi

    tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan pada

    waktu inspirasi dan mencegah kolaps pada waktu ekspirasi.4

    Suatu lapisan tipis kontinu yang mengandung kolagen dan jaringan

    elastis, dikenal sebagai pleura, melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan

    menyelubungi setiap paru (pleura viseralis). Di antara pleura parietalis dan

    viseralis terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang berfungsi untuk

    memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan. Tidak ada

    ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dan pleura viseralis

    sehingga apa yang disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah

    suatu ruangan potensial. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari

    tekanan atmosfer, sehingga mencegah kolpas paru.4

    Ada tiga faktor yang mempertahankan tekanan negatif yang normal.

    Pertama, jaringan elastis paru memberikan kekuatan kontinu yang cenderung

    menarik paru menjauh dari rangka toraks. Permukaan pleura viseralis dan

    pleura parietalis yang saling menempel tidak dapat dipisahkan, sehingga tetap

    ada kekuatan kontinu yang cenderung memisahkannya. Kekuatan ini dikenla

    sebagai tekanan negatif dari ruang pleura. Tekanan intrapleura secara terus-

    menerus bervariasi sepanjang siklus pernapasan, tetapi selalu negatif.4

    4

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    5/49

    Suplai darah ke paru-paru bersumber dari arteria bronkialis dan arteria

    pulmonalis. Sirkulasi bronkial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi

    sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan paru.

    Arteria pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena

    campuran ke paru-paru di mana darah tersebut mengambil bagian dalarn

    pertukaran gas. Jalinan kapiler paru halus yang mengitari dan menutupi

    alveolus merupakan kontak yang diperlukan untuk proses pertukaran gas

    antara alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian dikembalikan

    melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri yang kemudian membagikannya

    kepada sel-sel melalui sirkulasi sistemik.4,5

    Dasar mekanika pernapasan dari rongga dada adalah inspirasi dan

    ekspirasi yang digerakkan oleh otot-otot pernapasan. Ketika dada membesar

    karena aksi otot-otot inspirasi, maka kedua paru mengembang mengikuti

    gerakan dinding dada. Dengan mengembangnya dada, udara masuk melalui

    saluran pernapasan ke alveoli. Pengembangan rongga dada menyebabkan

    saluran udara lebih lebar, sehingga lebih banyak udara yang masuk ke alveoli.5

    Pada waktu otot-otot inspirasi rileks, maka ekspirasi mengambil alih;

    penurunan volume rongga dada bersama-sama dengan recoiljaringan elastis

    kedua paru menghasilkan pengeluaran udara. Otot-otot yang bekerja pada

    inspirasi normal adalah otot diafragma dan eksternal intercostal.5

    Pengajaran pernapasan terutama tergantung pada kontrol gerakan iga

    dan pernapasan ditekankan pada tempat iga yang bergerak dari daerah paru

    yang mengisap udara. Pada prinsipnya gerakan dinding dada dibagi tiga

    bagian yang pola gerakannya berbeda-beda, yakni: (1) Dinding dada bagian

    atas dan sternum mempunyai gerakan ke atas dan ke depan pada inspirasi dan

    kembali ke posisi semula pada ekspirasi, (2) Dinding dada bagian tengah

    mempunyai gerakan ke samping dan ke depan pada inspirasi dan kembali ke

    posisi semula pada ekspirasi dan (3) Dinding dada bagian bawah mempunyai

    gerakan ke samping dan terangkat selama inspirasi dan kembali ke posisi

    semula pada ekspirasi.5

    2.2 Definisi

    5

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    6/49

    Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat

    dicegah dan diobati dengan efek ekstrapulmoner yang signifikan yang dapat

    menyebabkan berbagai derajat keparahan pada tiap pasien. Komponen

    pulmonernya ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya

    reversibel. Keterbatasan aliran udara tersebut biasanya progresif dan

    berhubungan dengan suatu respon inflamasi abnormal pada paru terhadap

    partikel-partikel berbahaya atau gas.2

    Obstruksi saluran napas pada PPOK disebabkan bronkitis kronis dan

    emfisema. Pada emfisema terjadi pelebaran rongga udara distal sampai

    bronkiolus terminal disertai destruksi septa alveolar. Bronkitis kronik

    merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan batuk disertai dahak selama

    paling sedikit tiga bulan dalam dua tahun berturut-turut.2,6

    2.3 Etiologi

    Keterbatasan aliran udara kronik yang khas pada PPOK disebabkan oleh

    suatu campuran dari penyakit saluran napas kecil (bronkiolitis obstruktif) dan

    destruksi parenkim (emfisema), dengan kontribusi relatif yang bervariasi pada

    setiap orang. Inflamasi kronik menyebabkan perubahan struktural dan

    penyempitan saluran napas kecil. Destruksi parenkim paru, juga oleh proses

    inflamasi, menyebabkan hilangnya perlekatan alveolar pada saluran napas

    kecil dan menurunkan recoilelastis paru, sebaliknya perubahan-perubahan ini

    mengurangi kemampuan saluran napas untuk tetap terbuka selama ekspirasi.

    Keterbatasan aliran udara paling baik diukur dengan spirometri.2

    2.4. Faktor Risiko

    Di seluruh dunia, merokok merupakan faktor risiko yang paling umum

    untuk PPOK.1,2,3,4 Meskipun pada banyak negara, polusi udara yang dihasilkan

    dari pembakaran kayu dan bahan bakar lain juga teridentifikasi sebagai faktor

    risiko PPOK.2

    2.4.1. Faktor Genetik

    6

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    7/49

    Sebagaimana pemahaman tentang pentingnya faktor risiko untuk PPOK

    berkembang, begitu pula dengan pengenalan bahwa semua faktor risiko PPOK

    secara esensial dihasilkan dari interaksi antara gen dan lingkungan. Oleh

    karena itu, dua orang dengan riwayat merokok yang sama, hanya satu orang

    yang dapat mengalami PPOK akibat dari perbedaan predisposisi genetik

    terhadap penyakit, atau berapa lama mereka hidup.2

    Sebanyak 85% hingga 90% pasien dengan PPOK memiliki riwayat

    merokok. Namun, hanya 15% dari perokok yang akan mengidap PPOK,

    mengindikasikan sepertinya terdapat faktor konstitusional atau genetik yang

    menentukan risiko berkembangnya obstruksi saluran napas pada seseorang.7

    Defisiensi herediter berat 1-anti-trypsin merupakan satu-satunya faktor

    resiko terkait genetik yang diketahui sampai saat ini.2,7,8 Pada masyarakat

    normal volume alfa-1 antitripsin yaitu lebih dari 2,5 g/L. Defisiensi ini

    seringnya terjadi pada masyarakat di Eropa Utara.2

    Alfa-1 antitripsin merupakan reaktan fase akut yang meningkat saat

    terjadi reaksi peradangan dan pemberian estrogen. Integritas struktural elastin

    paru bergantung pada antienzim ini, yaitu dengan melindungi paru dari

    protease yang dihasilkan leukosit. Kurangnya alfa-1 antitripsin menyebabkan

    proteksi terhadap jaringan paru berkurang dan terjadi peleburan dinding

    alveolus yang bersebelahan sehingga terjadi emfisema paru.2 Perkembangan

    emfisema panlobular dan berkurangnya fungsi paru yang cepat dan prematur

    terjadi pada perokok dan bukan perokok dengan defisiensi berat 1-anti-

    trypsin.2,7,8

    Walaupun defisiensi 1-anti-trypsin relevan hanya dengan sedikit bagian

    populasi dunia, hal itu tetap mengilustrasikan adanya interaksi antara gen dan

    paparan lingkungan yang menyebabkan PPOK.2

    2.4.2. Paparan Inhalasi

    Setiap tipe partikel, tergantung pada ukuran dan komposisi, dapat

    mengkontribusi berat risiko yang berbeda, dan total risiko akan bergantung

    pada integral paparan yang terinhalasi. Dari banyaknya paparan inhalasi yang

    7

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    8/49

    dapat ditemui selama hidup, hanya rokok tembakau, debu okupasional, dan

    bahan kimia yang diketahui menyebabkan PPOK.2

    Angka kejadian dan kematian pada bronkitis kronis dan emfisema

    banyak dijumpai pada daerah industri. Eksaserbasi pada bronkitis

    berhubungan dengan polusi dari Sulfur dioksida (SO2).6

    2.4.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Paru

    Pertumbuhan paru berhubungan dengan proses-proses yang terjadi

    selama kehamilan, kelahiran, dan paparan pada masa anak-anak.

    Berkurangnya pencapaian fungsi paru yang maksimal dapat mengidentifikasi

    indiviu tersebut memiliki risiko yang meningkat terhadap berkembangnya

    PPOK. Semua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan paru selama

    kehamilan dan masa anak-anak potensial dalam meningkatkan risiko

    seseorang mengalami PPOK. Sebagai contoh, suatu studi mengkonfirmasi

    hubungan positif antara berat lahir dan FEV1 pada masa dewasa.2

    2.4.4. Stress Oksidatif

    Paru secara berkesinambungan terpapar pada oksidan yang dihasilkan

    baik secara endogenos dari fagosit maupun secara eksogenos dari polutan

    udara atau rokok tembakau.2 Ketika keseimbangan antara oksidan dan

    antioksidan berubah, akan terjadi stress oksidatif. Stress oksidatif tidak hanya

    menghasilkan efek membahayakan secara langsung pada paru tetapi juga

    mengaktivasi mekanisme molekuler yang menginisiasi inflamasi paru.2

    2.4.5. Jenis Kelamin

    Peranan jenis kelamin dalam menentukan risiko PPOK masih tidak jelas.

    Dahulu, kebanyakan penelitian menunjukkan bahwa prevalensi dan mortalitas

    PPOK lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan. Penelitian dari negara

    maju menunjukkan bahwa prevalensi PPOK sekarang ini hampir sama antara

    laki-laki dan perempuan, yang kemungkinan merefleksikan perubahan pola

    8

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    9/49

    merokok tembakau. Beberapa penelitian menganggap bahwa perempuan lebih

    mungkin terkena efek rokok tembakau daripada laki-laki.2

    2.4.6 Infeksi

    Infeksi dapat berkontribusi pada ptogenesis dan progresi PPOK, dan

    kolonisasi bakteri berhubungan dengan inflamasi saluran udara, dan memiliki

    peran yang signifikan dalam eksaserbasi. Riwayat infeksi saluran napas

    semasa kecil berhubungan dengan berkurangnya fungsi paru dan

    meningkatkan gejala-gejala respiratori pada masa dewasa. Mungkin ada

    peningkatan diagnosis infeksi berat pada anak yang memiliki penyakit dasar

    hiperesponsif saluran napas, yang dianggap sebagai faktor risiko untuk PPOK.

    Infeksi HIV mempercepat onset emfisema yang berhubungan dengan rokok.

    Inflamasi paru yang diinduksi HIV memiliki peran dalam proses tersebut.

    Riwayat tuberkulosis diketahui berhubungan dengan obstruksi saluran napas

    pada orang dewasa berusia lebih dari 40 tahun.2

    2.4.7. Status Sosial Ekonomi

    Terdapat bukti bahwa risiko berkembangnya PPOK berhubungan secara

    terbalik dengan status sosial ekonomi. Hal itu masih tidak jelas,

    bagaimanapun, jika pola ini merefleksikan keterpaparan terhadap polutan

    udara indoor dan outdoor, kepadatan, nutrisi buruk, atau faktor lain yang

    berhubungan dengan status sosial ekonomi rendah.2

    2.4.8. Nutrisi

    Peranan nutrisi sebagai faktor risiko independen untuk PPOK tidak jelas.

    Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan kekuatan dan

    ketahanan otot pernapasan, melalui mengurangi massa otot pernapasan dan

    kekuatan serat otot yang tersisa. Hubungan kelaparan dan status

    anabolik/katablik dengan perkembangan emfisema telah terbukti dalam

    penelitian eksperimental pada hewan. CT scan paru pada perempuandengan

    9

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    10/49

    malnutrisi kronik akibat anorexia nervosa menunjukkan perubahan mirip

    emfisema.2

    2.4.9. Asma

    Asma mungkin merupakan faktor risiko bagi PPOK, walaupun buktinya

    tidak konklusif. Dalam suatu laporan kohor longitudinal dari Tucson

    Epidemiological Study of Airway Obstructive Disease, orang dewasa dengan

    asma ditemukan memiliki risiko 12 kali lipat lebih tinggi mendapat PPOK

    daripada orang yang tidak menderita asma. Penelitian longitudinal lain pada

    orang denan asma menemukan bahwa sekitar 20% subjek menunjukkan tanda-

    tanda fungsional PPOK, keterbatasan aliran udara irreversibel, dan koefisien

    transfer menurun.2

    2.5. Patogenesis

    Partikel dan gas yang berbahaya disertai dengan faktor dari manusia

    dapat menyebabkan terjadinya peradangan pada paru-paru. Peradangan pada

    paru ini kemudian diperburuk oleh dua faktor penting yaitu stres oksidatif dan

    meningkatnya jumlah proteinase pada paru-paru. Peradangan paru, stres

    oksidatif dan peningkatan proteinase ini menampakkan kelainan patologis

    pada penderita PPOK.2

    Gambar 1. Patogenesis PPOK2

    10

    Peradangan Paru

    Partikel dan Gas yang berbahaya

    (rokok tembakau)

    Faktor dari Manusia

    Patologi PPOK

    Stres Oksidatif Proteinase

    Anti-proteaseAnti-oksidan

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    11/49

    Sebuah penelitian eksperimental menunjukkan merokok dalam waktu

    lama dapat merusak gerakan silia, menghambat makrofag alveolar, dan

    menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar penghasil mukus. Selain itu

    merokok menghambat kerja antiprotease dan menyebabkan leukosit

    polimorfonuklear menghasilkan enzim proteolitik secara akut. Akibatnya

    timbul kerusakan dinding saluran napas perifer (emfisema). Pada saluran

    napas tepi terjadi obstruksi kronik berat pada saluran napas, terjadi

    peradangan, atrofi, metaplasia sel goblet dan skuamosa, dan sumbatan lendir

    pada bronkiolus terminal dan bronkiolus respiratorius.6,9

    2.5.1. Sel-sel Peradangan

    PPOK ditandai oleh pola tertentu dari peradangan yang melibatkan

    neutrofil, makrofag, limfosit, dan eosinofil.2 Inhalasi asap rokok atau gas

    berbahaya lainnya mengaktivasi makrofag dan sel epitel untuk melepaskan

    faktor kemotaktik neutrofil yang merekrut lebih banyak makrofag dan

    neutrofil, dan elastase.7,8 Sel-sel ini melepaskan mediator peradangan dan

    berinteraksi dengan sel-sel pada saluran napas dan parenkim paru.2

    Peningkatan jumlah makrofag dan leukosit polimorfonuklear yang

    teraktivasi kemudian melepaskan elastase yang tidak bisa dinetralkan secara

    efektif oleh antiprotease, menyebabkan destruksi paru.7,8 Peningkatan

    makrofag ditemukan pada lumen saluran napas, parenkim paru, dan cairan

    bilasan bronkus. Monosit pada darah akan berdiferensiasi menjadi makrofag

    di dalam jaringan paru-paru.10

    Pada PPOK nampak peningkatan limfosit T, yaitu CD8+ di dinding

    saluran napas dan parenkim paru.2,8 CD8+ bersifat sitotoksik pada sel-sel

    alveolus, menyebabkan destruksi alveolus. Limfosit B juga meningkat pada

    saluran napas perifer dan folikel limfoid. Kemungkinan peningkatan ini

    disebabkan infeksi pada saluran napas. Peningkatan eosinofil ditemukan pada

    sputum dan dinding saluran napas pada saat terjadi eksaserbasi.2

    Inflamasi kronis mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel

    bronchial, hipersekresi mukosa, peningkatan massa otot halus, dan fibrosis.

    11

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    12/49

    Terdapat pula disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens

    produksi mukus yang berlebihan. Secara klinis, proses inilah yang

    bermanifestasi sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis.

    Pada parenkim paru, penghancuran elemen struktural yang dimediasi protease

    menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan

    berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran

    udara akibat rusaknya sokongan pada saluran udara kecil nonkartilago.

    Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten pada saluran napas dan

    timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk PPOK.7,8

    2.5.2. Stress Oksidatif

    Stres oksidatif diperkirakan memiliki peranan penting dalam patogenesis

    PPOK. Oksidan yang disebabkan oleh asap rokok dan partikel-partikel

    berbahaya lain, dihasilkan oleh makrofag dan neutrofil. Sel-sel ini nampaknya

    menurunkan jumlah anti-oksidan pada pasien PPOK. Stres oksidatif berupa

    pembentukan spesies oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide, radikal

    bebas hydroxyl dan hydrogen peroxide mempunyai beberapa efek samping

    pada paru-paru yaitu aktivasi sel-sel peradangan, inaktivasi protease,

    merangsang sekresi mukus, dan meningkatkan eksudasi plasma.2,7 Biomarker

    dari stres oksidatif seperti hidrogen peroksida akan meningkat pada sputum

    dan sirkulasi sitemik pasien PPOK.2

    2.5.3. Ketidakseimbangan Proteinase-Antiproteinase

    Proteinase pada paru-paru dapat menghancurkan komponen jaringan

    ikat, sedangkan antiproteinase mencegah terjadinya penghancuran ini.

    Beberapa proteinase, yang berasal dari sel-sel peradangan dan sel-sel epitel,

    meningkat pada pasien PPOK. Proteinase yang menyebabkan penghancuran

    elastin dan komponen jaringan ikat pada parenkim paru merupakan gambaran

    penting pada emfisema, dan terjadi secara ireversibel.2

    2.6. Patofisiologi

    12

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    13/49

    2.6.1. Hambatan Aliran Udara dan Terperangkapnya Udara

    Hambatan aliran udara kronik merupakan karakteristik PPOK yang

    disebabkan karena penyakit pada saluran napas kecil (bronkiolitis obstruktif)

    dan destruksi parenkim (emfisema). Peradangan kronik menyebabkan

    perubahan struktural dan penyempitan pada saluran napas kecil. Destruksi

    parenkim paru, yang juga disebabkan proses peradangan, menyebabkan

    rusaknya dinding alveoli dan penurunan elastisitas. Perubahan-perubahan ini

    akan menghambat aliran udara selama ekspirasi.2

    Peradangan, fibrosis, dan eksudat pada saluran napas kecil berhubungan

    dengan penurunan FEV1 dan rasio FEV1/FVC. Obstruksi saluran napas perifer

    menghambat keluarnya udara ekspirasi, menyebabkan terjadinya hiperinflasi.

    Pada emfisema terjadi gangguan pertukaran udara karena pelebaran dan

    destruksi bronkiolus dan duktus alveolus. Hiperinflasi menurunkan kapasitas

    inspirasi sedangkan kapasitas residu fungsional meningkat, terutama saat

    beraktifitas. Hal ini yang menyebabkan terjadinya sesak napas.2

    2.6.2. Gangguan Pertukaran Udara

    Gangguan pertukaran udara menyebabkan hipoksemia dan hiperkapnea.

    Pada umumnya, pertukaran udara akan semakin memburuk seiring perjalanan

    penyakit. Gangguan pertukaran udara berhubungan dengan PO2 arteri dan

    ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (VA/Q). Obstruksi saluran napas perifer

    juga mengganggu keseimbangan ventilasi-perfusi.2

    2.6.3. Hipersekresi Mukus

    Tidak semua pasien PPOK akan mengalami gejala hipersekresi mukus.

    Pada bronkitis kronik terjadi hipersekresi mukus, menyebabkan terjadinya

    batuk kronik dan produksi sputum. Bronkitis kronik berhubungan dengan

    hiperplasia dan hipertopi kelenjar mukus pada submukosa saluran napas besar.

    Pada saluran napas kecil ditemukan hiperplasia sel goblet, fibrosis

    peribronkial, sel radang pada mukosa dan submukosa, serta edema.2,6

    2.6.4. Hipertensi Pulmonal

    13

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    14/49

    Hipertensi pulmonal ringan sampai sedang dapat timbul pada PPOK

    dikarenakan vasokonstriksi arteri pulmonal karena hipoksia. Hal ini

    menyebabkan perubahan struktural antara lain hiperplasia intima dan

    hipertropi otot polos. Hilangnya bantalan kapiler pada emfisema juga akan

    meningkatkan tekanan pada sirkulasi pulmonal. Hipertendi pulmonal yang

    progresif menyebabkan hipertopi ventikel kanan, sehingga dapat terjadi gaga;

    jantung kanan (cor pulmonal).2

    Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi atau

    kurang terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan

    hypoxemia (PaO2 rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran

    darah (V/Q tidak sesuai). Ventilasi dari alveoli yang tidak berperfusi atau

    kurang berperfusi meningkatkan ruang buntu (Vd), menyebabkan pembuangan

    CO2 yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk

    mengkompensasi keadaan ini, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang

    dibutuhkan untuk mengatasi resistensi saluran napas yang telah meningkat,

    pada akhirnya proses ini gagal, dan terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada

    beberapa pasien dengan PPOK berat.2

    Karena PPOK sering berkembang pada perokok lama pada usia

    menengah, pasien-pasien sering memiliki variasi penyakit lain yang

    berhubungan dengan rokok atau penuaan. PPOK sendiri juga memiliki efek

    ekstrapulmoner yang signifikan yang mengarah pada kondisi-kondisi

    komorbid. Data dari Belanda menunjukkan bahwa 25% populasi orang

    berumur 65 tahun atau lebih menderita dua kondisi komorbid dan 17 %

    lainnya memiliki tiga kondisi komorbid. Penurunan berat badan, kelainan

    nutrisi, dan disfungsi otot skeletal diketahui sebagai efek ekstrapulmoner dari

    PPOK dan pasien-pasien berisiko menderita infark miokard, angina,

    osteoporosis, infeksi saluran napas, patah tulang, depresi, diabetes, gangguan

    tidur, anemia, dan glaukoma. Eksistensi PPOK dapat benar-benar

    meningkatkan risiko utnuk terjadinya penyakit lain.2

    2.7. Diagnosis

    14

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    15/49

    Riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik yang mendetail penting untuk

    menegakkan diagnosis PPOK. Akan tetapi pemeriksaan fungsi paru sangat

    penting untuk diagnosis. Diagnosis PPOK sebaiknya dipertimbangkan untuk

    setiap individu yang memiliki dispnea, batuk kronis atau produksi sputum, dan

    atau riwayat terpapar faktor risiko PPOK, terutama merokok.2

    Sesak merupakan gejala utama pada PPOK dan merupakan alasan utama

    pasien berobat. Sesak pada pasien dengan PPOK ditandai dengan peningkatan

    usaha untuk bernapas, berat, dan terengah-engah. Pada PPOK sesak menetap

    dan bersifat progresif, bahkan pada saat beraktifitas ringan pasien akan

    mengeluh sesak. Seiring menurunnya fungsi paru, sesak akan semakin hebat,

    dan pasien merasa tidak mampu berjalan dengan kecepatan yang sama seperti

    orang-orang seusianya.2

    Batuk kronis kadang menjadi gejala awal pada PPOK. Awalnya batuk

    timbul hanya sekali-kali kemudian menjadi setiap hari. Batuk kronis pada

    PPOK bisa disertai ataupun tanpa sputum. Adanya produksi sputum selama

    tiga bulan atau lebih dalam dua tahun merupakan definisi epidemiologis dari

    bronkitis kronik. Produksi sputum sulit untuk dievaluasi karena pasien lebih

    sering menelan sputumnya daripada membuangnya. Sputum yang purulen

    menunjukkan peningkatan mediator peradangan, dan timbulnya eksaserbasi.2

    2.7.1. Anamnesis

    Indikator Kunci untuk Mempertimbangkan Diagnosis PPOK

    Pertimbangkan PPOK, dan lakukan pemeriksaan spirometri, jika setiap

    indikator ini ada pada seorang individu berusia lebih dari 40 tahun. Indikator-

    indikator ini tidak berdiri sendiri sebagai kriteria diagnosis, tetapi adanya

    beberapa indikator kunci meningkatkan kemungkinan diagnosis PPOK.2

    Dyspnea yang progresif (memburuk dari waktu ke waktu),

    biasanya makin parah dengan aktivitas, menetap (muncul setiap hari),

    dideskripsikan oleh pasien sebagai peningkatan usaha untuk bernapas,

    rasa berat, air hunger, atau gasping.2

    Batuk kronik, bisa intermitten dan bisa unproduktif.2

    15

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    16/49

    Produksi sputum kronik, setiap pola produksi sputum kronik

    dapat mengindikasikan PPOK.

    2

    Riwayat terpapar terhadap faktor risiko, merokok tembakau,

    debu dan bahan kimia, asap dari dapur rumah tangga dan mesin

    pemanas.2

    Diagnosis sebaiknya dikonfirmasi dengan spirometri. Jika spirometri

    tidak dapat dilakukan, diagnosis PPOK sebaiknya dibuat menggunakan semua

    peralatan yang tersedia. Gejala dan tanda klinis dapat digunakan untuk

    membantu menegakkan diagnosis. Dalam minat memperbaiki keakuratan

    diagnosis PPOK, setiap usaha sebaiknya dibuat untuk menyediakan akses

    kepada spirometri yang terstandarisasi.2

    Riwayat medis yang terinci dari seorang pasien baru yang diduga

    memiliki PPOK harus dinilai:2

    Keterpaparan pasien terhadap faktor risiko, seperti merokok dan

    paparan lingkungan atau okupasional.

    Riwayat penyakit dahulu, meliputi asma, alergi, sinusitis atau

    polip hidung, infeksi saluran napas, dan penyakit saluran napas lain.

    Riwayat PPOK dalam keluarga atau penyakit respiratori kronik

    lain.

    Pola perkembangan gejala; PPOK biasanya berkembang pada

    masa dewasa dan kebanyakan pasien menyadari adanya keadaan susah

    bernapas yang bertambah, winter colds lebih sering, dan beberapa

    restriksi sosial selama beberapa tahun sebelum mencari pertolongan

    medis.

    Riwayat eksaserbasi atau rawat inap akibat gangguan respiratori;

    pasien mungkin waspada terhadap gejala yang memburuk secara

    periodik meskipun jika episode ini bukan merupakan suatu PPOK

    eksaserbasi.

    16

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    17/49

    Adanya komorbiditas, seperti penyakit jantung, keganasan,

    osteoporosis, dan gangguan muskuloskeletal, yang juga dapatberkontribusi pada keterbatasan akivitas.

    Ketepatan pengobatan medis saat ini; sebagai contoh, beta bloker

    yang diresepkan untuk penyakt jantung biasanya kontraindikasi untuk

    PPOK.

    Dampak terhadap kehidupan pasien; meliputi keterbatasan

    aktivitas, kehilangan pekerjaan dan dampak ekonomi, efek pada kegiatan

    rutin keluarga, dan perasaan depresi dan ansietas.

    Kemungkinan untuk mengurangi faktor risiko, terutama

    penghentian merokok.

    2.7.2. Pemeriksaan Fisik

    Walaupun merupakan bagian yang penting dari pelayanan pasien, suatu

    pemeriksaan fisik jarang membantu diagnosis pada PPOK. Tanda-tanda fisik

    dari keterbatasan aliran udara biasanya tidak tampak hingga gangguan yang

    signifikan dari fungsi paru terjadi, dan pendeteksian tanda-tanda tersebut

    relatif kurang sensitif dan spesifik. Beberapa tanda fisik mungkin ada pada

    PPOK tetapi ketidakhadiran mereka tidak menyingkirkan diagnosis.2

    Pemeriksaan fisik didapatkan1,2,8:

    Inspeksi

    Pursed - lips breathing(mulut setengah terkatup mencucu),

    Dada emfisematous atau barrel chest (diameter antero - posterior

    dan transversal sebanding),

    Takipnea,

    Penggunaan otot bantu napas,

    Hipertropi otot bantu napas,

    Pelebaran sela iga,

    Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis

    di leher dan edema tungkai,

    17

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    18/49

    Penampilanpink pufferatau blue bloater,

    PalpasiPada emfisema stem fremitus melemah, sela iga melebar.

    Perkusi

    Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma

    rendah, hepar terdorong ke bawah.

    Auskultasi

    Suara napas vesikuler normal, atau melemah

    Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau

    pada ekspirasi paksa.

    Ekspirasi memanjang

    Bunyi jantung terdengar jauh

    2.7.3. Pemeriksaan Fungsi Paru

    Diagnosis PPOK didukung dengan penemuan obstruksi saluran udara

    persisten dengan menggunakan spirometri setelah pemberian bronkodilator

    (didefinisikan dengan FEV1/FVC kurang dari nilai prediksi ). Pengukuran

    volume paru dapat memperlihatkan adanya peningkatan pada volume residual

    dan kapasitas total paru walaupun diagnosis obstruksi saluran napas hanya

    dapat diketahui dengan keberadaan abnormalitas FEV1/FVC. Kapasitas

    keseluruhan karbon dioksida biasanya menurun dengan adanya emfisema

    namun normal pada pasien dengan bronchitis kronik.7

    Fungsi pulmoner biasanya menurun secara progresif dan walaupun

    diprediksi kurang akurat pada pasien tertentu, nilai rata-rata tahunan

    penurunan FEV1 yaitu 50 hingga 100 mL. Penurunan FEV1 dipercepat pada

    pasien yang tetap merokok. Aktivitas menurun secara bermakna ketika FEV1

    hanya berkisar 1 L. FEV1 pasca bronkodilator, performa setelah berjalan

    selama 6 menit, derajat sesak napas, dan index massa tubuh telah

    diidentifikasi sebagai predictor harapan hidup.

    18

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    19/49

    2.7.4. Derajat Keparahan PPOK2

    Stadium I: PPOK ringanDintandai dengan keterbatasan ringan aliran udara ( terprediksi

    FEV1/FVC < 0,70; FEV1 < 80%). Gejala-gejala berupa batuk kronik dan

    produksi sputum bisa ada, tapi tidak selalu. Pada tingkat ini, individu

    biasanya tidak menyadari bahwa fungsi parunya tidak normal.

    Stadium II: PPOK sedang

    Ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang lebih buruk ( terprediksi

    FEV1/FVC < 0,70; 50% < FEV1 < 80%), dengan sesak napas yang secara

    khas berkembang pada pemaksaan dan batuk dan produksi sputum

    kadang-kadang juga ada. Pada tingkat ini pasien biasanya mencari

    pertolongan medis karena gejala respiratori kronik atau suatu eksaserbsai

    penyakit mereka.

    Stadium III: PPOK berat

    Ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang lebih buruk dari Stage II

    ( terprediksi FEV1/FVC < 0,70; 30% < FEV1 < 80%), sesak napas yang

    lebih hebat, kapasitas latihan berkurang, lemah, dan eksaserbasi beruang

    yang hampir selalu memiliki dampak pada kualitas hidup pasien.

    Stadium IV: PPOK sangat berat

    Ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang parah ( terprediksi

    FEV1/FVC < 0,70; FEV1 < 30% atau FEV1 < 50% ditambah adanya

    kegagalan respiratori kronik). Pasien mungkin mengalami PPOK sangat

    berat meskipun FEV1 > 30%, kapanpun komplikasi ini ada. Pada tingkat

    ini, kualitas hisup sangat terganggu dan eksaserbasi dapat mengancam

    nyawa.

    2.7.5. Rontgen Thorax dan Pemeriksaan lainnya

    Foto Thorax(Chest X-Ray) memperlihatkan hiperinflasi paru, diafragma

    datar, bayangan jantung menyempit, gambaran bullous pada proyeksi frontal,

    dan peningkatan ruang udara interkostal pada proyeksi lateral. Akan tetapi,

    foto thorax dapat normal pada stadium awal penyakit ini dan bukan tes yang

    19

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    20/49

    sensitive untuk diagnosis PPOK. Perubahan emfisematosa lebih mudah

    terlihat pada CT-Scan thorax namun pemeriksaan ini tidakcost-effective atau

    modalitas yang direkomendasikan untuk skrining PPOK. Walaupun pencitraan

    dapat memperlihatkan keberadaan PPOK, hanya spirometri yang merupakan

    standar kriteria untuk menegakkan diagnosis obstruksi saluran napas.7

    Analisa gas darah juga direkomendasikan ketika FEV1 bernilai 40% di

    bawah nilai prediksi, dengan adanya tanda cor pulmonale dan selama

    eksaserbasi akut berat untuk menilai oksigenasi dan kemungkinan adanya

    hiperkapnia.2,7

    Pemeriksaan 1-antitrypsin juga direkomendasikan untuk pasien PPOK

    dengan umur yang lebih muda dibanding rata-rata.2,7

    2.8. Diagnosis Banding

    Pada beberapa pasien dengan asma kronik, suatu perbedaan yang jelas

    dari PPOK tidak mungkin menggunakan pencitraan mutakhir dan teknik

    pemeriksaan fisiologikal, dan diasumsikan bahwa asma dan PPOK ada

    berdampingan pada pasien-pasien ini. Dalam kasus ini, penatalaksanaan yang

    diberikan sekarang ini sama dengan penatalaksanaan asma.2

    Tabel 1. Diagnosis Banding PPOK2

    Diagnosis Tanda yang Mendukung Diagnosis

    PPOK Onset usia 40 tahun ke atas

    Gejala progresif

    Riwayat merokok/terpapar faktor risiko

    Sesak saat beraktivitasKeterbatasan aliran udara yang irreversibel

    Asma Onset pada masa anak-anak

    Gejala hilang timbul

    Gejala terutama di malam/pagi hari

    Terdapat alergi, rhinitiis, dermatitis

    RPK asma

    Keterbatasan aliran udara yang reversibel

    Gagal jantung

    kongestif

    Ronki basah halus di basal paru

    Foto thoraks: jantung melebar, edema paru

    Bronkiektasis Sputum dalam jumlah besar

    20

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    21/49

    Berhubungan dengan infeksi bakteri

    Ronki kasar pada auskultasi

    Foto thoraks menunjukkan dilatasi dan penebalandinding bronkus

    Tuberkulosis Onset pada semua usia

    Foto thoraks menunjukkan infiltrat atau lesi noduler

    Diagnosis: pemeriksaan mikrobiologis

    Membedakan antara PPOK dengan asma sangat penting karena asma

    merupakan sumbatan saluran napas yang intermitten dan penanganan asma

    berbeda dengan PPOK. Hiperresponsif bronchial (didefinisikan sebagai

    perubahan periodic pada forced expiratory volumedalam waktu 1 detik

    [FEV1]), dapat ditemukan pula pada PPOK walaupun biasanya dengan

    magnitude yang lebih rendah dibanding pada asma. Perbedaan utama adalah

    asma merupakan obstruksi saluran napas reversible, dimana PPOK merupakan

    obstruksi saluran napas yang permanent. Selain itu terdapat perbedaan

    manifestasi lainnya antara asma dengan PPOK. Namun demikian, penelitian

    telah mengindikasikan pengendalian asma kronis yang buruk pada akhirnya

    menyebabkan perubahan struktur dan obstruksi saluran napas yang persisten,

    sehingga dalam kasus seperti ini asma telah berevolusi menjadi PPOK tanpa

    adanya riwayat merokok.7

    2.9. PPOK Eksaserbasi Akut

    PPOK eksaserbasi akut adalah peristiwa di mana pada perjalanan

    penyakit terdapat perubahan dalam beratnya sesak, batuk dan produksi sputum

    yang melebihi variasi harian, memiliki onset akut, dan membutuhkan

    pengobatan yang berbeda dari obat-obatan yang biasa digunakan oleh pasien

    PPOK.1

    Penyebab paling sering dari eksaserbasi akut adalah infeksi

    trakeobronkial dan polusi udara. Penelitian dengan menggunakan data dari

    kultur sputum serta serologis menunjukkan bahwa 50% kejadian eksaserbasi

    akut disebabkan infeksi.1

    21

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    22/49

    Infeksi bakteri menimbulkan perubahan jalan napas dan inflamasi

    sistemik yang menyebabkan peningkatan beratnya gejala PPOK. Respon

    inflamasi akan meningkatkan aktivitas enzim proteolitik yang jika berlanjut

    akan memperberat PPOK, menyebabkan cedera epitel jalan napas dan

    mengganggu mekanisme imun paru-paru. Gangguan mekanisme imun

    selanjutnya dapat mempermudah terjadinya kolonisasi bakteri.1

    Sesak bertambah merupakan gejala utama eksaserbasi, kadang diikuti

    mengi. Selain itu produksi sputum dan batuk meningkat, perubahan warna

    pada sputum, dan demam. Eksaserbasi kadang disertai beberapa keluhan tidak

    spesifik seperti takikardi, takipnea, rasa tidak enak badan, insomnia,

    mengantuk, pegal-pegal, depresi, dan cemas. Penurunan toleransi terhadap

    aktivitas, deman, dan/atau anomali radiologis baru pada paru-paru juga bisa

    menandakan terjadinya eksaserbasi. Pada pasien PPOK stadium IV, tanda

    penting dari eksaserbasi adalah perubahan pada status mental pasien.2

    Penilaian derajat eksaserbasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan1:

    Foto thoraks: dapat membedakan dengan penyakit lain dengan gejala

    yang sama.

    EKG: membantu diagnosis hipertrofi ventrikel kiri, aritmia, dan iskemi

    miokard.

    Pemeriksaan lain:

    o Kultur sputum dan uji sensitivitas antibiotik

    o Pemeriksaan elektrolit dan gula darah

    22

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    23/49

    BAB III

    PENATALAKSANAAN PPOK

    Suatu rencana penatalaksanaan PPOK yang efektif meliputi 4 komponen; (1)

    Menilai dan memonitor penyakit; (2) Mengurangi faktor risiko; (3) Mengatasi

    PPOK stabil; dan (4) Mengatasi eksaserbasi.2 Pada bab ini akan dibahas mengenai

    poin 2, 3, dan 4.

    Penatalaksanaan PPOK ringan sampai sedang (Stage I dan II) meliputi

    penghindaran dari faktor risiko untuk mencegah progresi penyakit dan

    farmakoterapi sesuai kebutuhan untuk mengontrol gejala. PPOK berat dan sangat

    berat (Stage III dan IV) sering memerlukan gabungan dari beberapa disiplin

    berbeda, suatu variasi jalan pengobatan, dan suatu komitmen dari klinisi untuk

    mendukung pasien secara berkelanjutanan seiring dengan progresivitas penyakit.

    Pasien PPOK memerlukan konseling khusus mengenai penghentian merokok,

    instruksi latihan fisik, anjuran nutrisi, dan dukungan perawatan berkelanjutan.

    Tidak semua pendekatan diperlukan oleh setiap pasien, dan penilaian potensi

    keuntungan dari setiap pendekatan pada setiap tingkat keparahan penyakit

    merupakan aspek krusial dari penatalaksanaan penyakit yang efektif.2

    Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah mengurangi gejala, mencegah

    progresivitas penyakit, memperbaiki toleransi terhadap aktivitas, memperbaiki

    status kesehatan, mencegah dan mengobati komplikasi, mencegah dan mengobati

    eksaserbasi, menurunkan mortalitas, serta mencegah atau meminimalisasi efek

    23

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    24/49

    samping pengobatan. Dalam memilih rencana penatalaksanaan, keuntungan dan

    risiko untuk tiap individu, biaya, secara langsung dan tidak langsung, pada

    individu, keluarganya, dan masyarakat, harus dipertimbangkan.2

    Pasien harus diidentifikasi sedini mungkin, dan tentunya sebelum tingkat

    keparahan penyakit yang paling berat ketika kecacatan yang terjadi telah besar.

    Akses menuju spirometri merupakan kunci diagnosis PPOK dan sebaiknya

    tersedia untuk pekerja pelayanan kesehatan yang merawat pasien PPOK.2

    Mendidik pasien, dokter, dan masyarakat untuk mengenali bahwa batuk,

    produksi sputum, dan terutama kesulitan bernapas bukanlah gejala-gejala yang

    sepele merupakan aspek penting dari pelayanan kesehatan masyarakat penyakit

    ini.2

    Perbedaan penting ada pada tiap negara dalam pendekatan pada penyakit

    kronik seperti PPOK dan dalam bentuk terapi yang dapat diterima dan

    diperbolehkan. Perbedaan etnik dalam metabolisme obat, terutama untuk

    pengobatan oral, dapat menghasilkan perbedaan pilihan dalam masyarakat yang

    berbeda.2

    3.1. Mengurangi Faktor Risiko

    Mengidentifikasi, mengurangi, dan mengontrol faktor risiko merupakan

    langkah pencegahan dan pengobatan setiap penyakit. Dalam kasus PPOK,

    faktor-faktor ini meliputi rokok tembakau, keterpaparan okupasional, dan

    polusi udara dan iritan indoordan outdoor. Sejak merokok tembakau menjadi

    faktor risiko yang paling umum ditemukan untuk PPOK di seluruh dunia,

    program kontrol tembakau (pencegahan merokok) sebaiknya

    diimplementasikan dan program pengehentian merokok sebaiknya telah

    tersedia dan dianjurkan untuk semua perokok. Reduksi dari keterpaparan

    personal terhadap debu okupasional, asap, dan gas dan terhadap polutan udara

    indoor dan outdoor juga merupakan suatu tujuan yang penting untuk

    mencegah onset dan progresi PPOK.2

    PPOK memiliki variasi gejala dan tidak semua individu mengikuti

    perkembangan yang sama. PPOK adalah penyakit yang progresif, terutama

    24

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    25/49

    jika pasien terpapar agen-agen berbahaya secara terus-menerus. Menghentikan

    keterpaparan terhadap agen-agen tersebut, meskipun ketika keterbatasan aliran

    udara signifikan, dapat menghasilkan sedikit perbaikan fungsi paru dan

    memperlambat bahkan menghentikan progresivitas penyakit. Bagaimanapun,

    jika sudah terjadi, PPOK dan komorbiditas-komorbiditasnya tidak dapat

    disembuhkan dan oleh karena itu harus dirawat secara berkesinambungan.

    Pengobatan PPOK dapat mengurangi gejala, memperbaiki kualitas hidup,

    mengurangi eksaserbasi, dan dapat mengurangi mortalitas.2

    3.1.1. Merokok

    Berhenti merokok merupakan satu-satunya jalan yang paling efektif dan

    hemat biaya pada kebanyakan orang untuk mengurangi risiko berkembangnya

    PPOK dan menghentikan progresivitasnya. Kebijakan dan program kontrol

    tembakau yang komprehensif dengan jelas, konsisten, dan pesan-pesan

    berulang untuk tidak merokok sebaiknya disampaikan melalui setiap jalur

    yang memungkinkan.2

    Intervensi efektif meliputi penggantian nikotin dengan potongan kecil

    transdermal, permen karet, dan spray nasal; konseling dari dokter dan tenaga

    kesehatan lain; program diri sendiri dan grup; dan teguran berhenti merokok

    dari masyarakat. Bagaimanapun, penyedia layanan kesehatan, meliputi dokter,

    perawat, dokter gigi, psikologis, apoteker, dan tenaga kesehatan lain

    merupakan kunci untuk memberikan pesan dan intervensi penghentian

    merokok. Dokter pelayanan primer juga dapat memainkan peran yang sangat

    penting dalam memberi penyuluhan mengenai bahaya perokok pasif dan

    pentingnya menerapkan lingkungan kerja bebas rokok.2

    Sekarang telah hadir sejumlah farmakoterapi efektif untuk mendukung

    usaha berhenti merokok, farmakoterpai direkomendasikan ketika konseling

    tidak cukup membantu pasien untuk berhenti merokok. Pertimbangan khusus

    sebaiknya diberikan sebelum menggunakan farmakoterapi dalam populasi

    terpilih: orang dengan kontraindikasi medis, perokok ringan (kurang dari 10

    batang per hari), dan wanita hamil dan remaja perokok.

    25

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    26/49

    Sejumlah penelitian mengindikasikan bahwa terapi penggantian nikotin

    dalam berbagai bentuk dipercayai meningkatkan angka penahanan keinginan

    merokok dalam waktu lama. Terapi penggantian nikotin akan lebih efektif jika

    dikombinasi dengan terapi konseling dan kebiasaan. Kontraindikasi medis

    untuk terapi penggantian nikotin meliputi penyakit jantungn koronerunstable,

    ulkus peptikum yang tidak terobati, dan infark miokardium atau stroke.

    Penelitian khusus tidak mendukung penggunaan terapi penggantian nikotin

    lebih dari 8 minggu, walaupun beberapa pasien mungkin memerlukan

    penggunaan jangka panjang untuk mencegah kekambuhan dan, dalam

    beberapa penelitian menunjukkan penggunaan modalitas terapi penggantian

    nikotin multipel lebih efektif. Untuk perokok berat, permen karet 4 mg lebih

    efektif daripada 2 mg.2

    Terapi penggantian nikotin yang paling umum digunakan adalah permen

    karet karena membutuhkan sedikit latihan untuk penggunaan yang efektif dan

    berhubungan dengan sedikit masalah kepatuhan. Namun, walaupun permen

    karet nikotin merupakan terapi penghentian merokok yang efektif, telah

    tercatat masalah-masalah kepatuhan, mengurangi penggunaan, penerimaan

    sosial, risiko berkembangnya gejala sendi temporomandibula, dan rasa permen

    karet yang tidak enak.2

    Bupropion antidepresan dan nortriptyline juga menunjukkan

    peningkatan angka berhenti merokok dalam waktu lama, tetapi sebaiknya

    selalu digunakan sebagai elemen dalam program intervensi suportif daripada

    terapi tunggal.2

    Usaha untuk mengurangi merokok melalui inisiatif kesehatan

    masyarakat sebaiknya juga fokus pada perokok pasif untuk meminimalisasi

    risiko bagi individu bukan perokok.2

    3.1.2. Paparan Okupasional

    Banyak pekerjaan yang menunjukkan keterkaitan dengan risiko PPOK

    yang meningkat, terlebih yang terlibat paparan terhadap asap dan debu

    mineral dan biologikal. Walaupun tidak diketahui berapa banyak individu

    26

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    27/49

    yang berisiko mengalami penyakit saluran napas dari keterpaparan

    okupasional di negara maju atau pun berkembang, banyak gangguan

    respiratori yang diinduksi pekerjaan bisa dikurangi atau dikontrol melalui

    suatu variasi strategi yang ditujukan pada pengurangan beban dari partikel dan

    gas yang terinhalasi.2

    Implementasi, pengawasan dan aturan yang ketat, kontrol yang

    secara legal dimandatkan mengenai eksposur yang terkandung di udara

    di tempat kerja.

    Inisiasi edukasi intensif dan berkelanjutan bagi pekerja yang

    terpapar, manager industrial, tenaga kesehatan, dokter pelayanan primer,

    dan legislator.

    Mengedukasi karyawan, pekerja, dan pembuat kebijakan

    mengenai bagaimana merokok tembakau memperburuk penyakit paru

    dan mengapa usaha-usaha untuk mengurangi merokok di mana terdapat

    zat berbahaya merupakan hal yang penting.

    Penekanan utama sebaiknya pada pencegahan primer, yang dicapai

    paling baik dengan eliminasi atau reduksi keterpaparan terhadap berbagai

    substansi di tempat kerja. Pencegahan sekunder yang dicapai melalui surveilan

    dan deteksi dini, juga merupakan hal yang penting. Kedua pendekatan

    diperlukan untuk memperbaiki keadaan saat ini dan untuk mengurangi beban

    penyakit paru.2

    3.1.3 Polusi UdaraIndoordan Outdoor

    Mengurangi risiko dari polutan udara indoor dan outdoor dapat

    dilakukan dan memerlukan suatu kombinasi dari kebijakan publik dan langkah

    protektif yang diambil masing-masing individu.2

    Regulasi Kualitas Udara

    Pada tingkat nasional, pencapaian tingkat yang telah ditetapkan dari

    standar kualitas udara sebaiknya menjadi prioritas utama; tujuan ini akan

    membutuhkan aksi legislatif. Memahami risiko kesehatan yang dihasilkan dari

    27

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    28/49

    sumber-sumber polusi udara lokal mungkin sulit dan membutuhkan keahlian

    dalam kesehatan masyarakat, toksikologi, dan epidemiologi. Dokter lokal

    dapat terlibat melalui kepedulian tentang kesehatan pasien mereka atau

    sebagai advokat bagi lingkungan masyarakat.2

    Langkah-Langkah untuk Penyedia Layanan Kesehatan atau pun Pasien

    Penyedia layanan kesehatan sebaiknya memperhitungkan faktor risiko

    PPOK meliputi riwayat merokok, riwayat keluarga, keterpaparan terhadap

    polusi indoor dan outdoor, dan status sosial ekonomi bagi masing-masing

    pasien. Berikut ini beberapa langkah yang perlu dipertimbangkan:2

    Individu yang berisiko mengalami PPOK:

    Pasien sebaiknya dinasehati tentang jenis dan tingkat risiko untuk

    PPOK mereka.

    Jika berbagai bahan bakar padat digunakan untuk memasak dan

    pemanas, ventilasi yang adekuat harus tersedia.

    Peralatan perlindungan pernapasan telah dikembangkan untuk

    penggunaan di tempat kerja untuk meminimalisasi keterpaparan

    terhadap gas dan partikel beracun. Pada banyak keadaan, usaha yang

    kuat sebaiknya dibuat untuk mengurangi keterpaparan melalui

    mengurangi emisi di tempat kerja dan memperbaiki ventilasi, daripada

    hanya dengan cara sederhana menggunakan proteksi saluran napas

    untuk mengurangi risiko polusi udara ambien.

    Ventilasi dan intervensi untuk menemukan standar kualitas udara yang

    aman di tempat kerja menawarkan kesempatan terbesar untuk

    mengurangi keterpaparan pekerja terhadap polutan udara yang

    diketahui dan mengurangi risiko PPOK, meskipun sampai sekarang

    tidak ada penelitian untuk menghitung keuntungan ini.

    Pasien-pasien yang telah didiagnosis PPOK:2

    Orang dengan PPOK yang parah sebaiknya mengawasi pemberitahuan

    publik mengenai kualitas udara dan waspada bahwa berada di dalam

    28

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    29/49

    ruangan ketika kualitas udara sedang buruk dapat membantu

    mengurangi keluhan mereka.

    Penggunaan obat sebaiknya mengikuti indikasi klinis yang umum;

    regimen terapeutik sebaiknya tidak digunakan karena kejadian episode

    polusi tanpa bukti perburukan gejala atau fungsi paru.

    Orang-orang yang memiliki risiko tinggi sebaiknya menghindari

    latihan yang berat di luar ruangan selama episode polusi.

    3.2. Mengatasi PPOK Stabil

    3.2.1. Edukasi

    Bagi pasien PPOK, edukasi kesehatan memainkan peran penting dalam

    penghentian merokok dan juga dapat berperan dalam meningkatkan

    keterampilan, kemampuan untuk menangani penyakit, dan status kesehatan.2

    Penelitian yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa edukasi pasien

    sendiri tidak memperbaiki prestasi latihan atau fungsi paru, tetapi dapat

    berperan dalam meningkatkan keterampilan, kemampuan mengatasi penyakit,

    dan status kesehatan. Cara tersebut mungkin paling penting pada PPOK ketika

    intervensi famakologis hanya memberi sedikit manfaat pada fungsi paru.2

    Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara

    berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi

    keluarganya.2,3 Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di

    unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi

    diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan

    waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat

    diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan

    semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Penyesuaian

    aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

    kualitas hidup pasien PPOK.3

    Tujuan dan Strategi Edukasi

    29

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    30/49

    Penting bagi pasien PPOK untuk mengetahui penyakit mereka, faktor

    risiko progresivitas penyakit, dan peran mereka dan tenaga kesehatan dalam

    mencapai penatalaksanaan dan hasil optimal. Edukasi sebaiknya dibuat sesuai

    kebutuhan, derajat berat penyakit dan lingkungan setiap pasien, interaktif,

    diarahkan pada meningkatkan kualitas hidup, mudah diikuti, praktis, dan

    sesuai dengan keterampilan intelektual dan sosial pasien dan perawat.2,3

    Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima,

    langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian

    edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu

    banyak pada setiap kali pertemuan.3

    Komunikasi terbuka antara pasien dan dokter merupakan hal penting

    dalam menangani PPOK. Diperlukan juga sikap empati, perhatian dan

    komunikatif. Profesional kesehatan sebaiknya memberi perhatian pada

    ketakutan pasien dan bersikap pengertian, fokus pada tujuan edukasi,

    membuat regimen pengobatan untuk masing-masing pasien, mengantisipasi

    efek dari penurunan fungsi, dan mendorong pasien untuk optimis melatih

    keterampilan.2

    Komponen sebuah Program Edukasi

    Topik yang paling banyak diterapkan untuk program edukasi meliputi

    penghentian merokok, informasi dasar mengenai PPOK dan patofisiologi

    penyakit, pendekatan umum pada terapi dan aspek spesifik pengobatan medis,

    keterampilan manajemen diri, strategi untuk meminimalisasi dispnea, nasehat

    mengenai kapan harus mencari pertolongan, manajemen diri dan pengambilan

    keputusan selama eksaserbasi, dan petunjuk lanjutan dan persoalan akhir

    kehidupan.2

    Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan,

    ditentukan skala prioritas bahan edukasi sebagai berikut:3

    1. Berhenti merokok, disampaikan pertama kali kepada penderita pada

    waktu diagnosis PPOK ditegakkan.

    2. Pengunaan obat - obatan

    30

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    31/49

    - Macam obat dan jenisnya.

    - Cara penggunaannya yang benar (oral, MDI atau

    nebuliser).

    - Waktu penggunaan yang tepat (rutin dengan

    selangwaku tertentu atau kalau perlu saja).

    - Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya.

    3. Penggunaan oksigen

    - Kapan oksigen harus digunakan.

    - Berapa dosisnya.

    - Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen.

    4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen.

    5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya.

    Tanda eksaserbasi :

    - Batuk atau sesak bertambah

    - Sputum bertambah

    - Sputum berubah warna

    - Demam

    - Pada pasien PPOK stadium IV, tanda penting dari

    eksaserbasi adalah perubahan pada status mental pasien.2

    6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi.

    7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktivitas.

    Komponen dalam edukasi berdasarkan derajat penyakit adalah:2

    Bagi semua pasien

    - Informasi dan saran dalam menurunkan faktor resiko

    PPOK stadium I sampai stadium III

    - Informasi tentang penyebab dan pola penyakit PPOK

    - Instruksi dalam penggunaan obat inhalasi dan obat-obat lainnya

    - Mengenal dan mengatasi eksaserbasi dini

    - Strategi mengurangi sesak

    PPOK stadium IV

    31

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    32/49

    - Informasi tentang komplikasi

    - Informasi penggunaan oksigen

    3.2.2. Terapi Farmakologi

    Tidak ada pengobatan PPOK yang ditujukan untuk memodifikasi

    penurunan fungsi paru jangka panjang yang menjadi ciri penyakit ini. Oleh

    karena itu, farmakoterapi untuk PPOK digunakan untuk mengurangi gejala

    dan atau komplikasi.2

    Tabel 2. Daftar obat umum yang dipakai pada PPOK2

    Obat Inhaler (g) Nebuliser

    (mg/ml)

    Oral

    (mg)

    Lama kerja

    (jam)

    2-agonis

    Lepas Cepat

    - Fenoterol

    - Salbutamol

    - Terbutaline

    Lepas Lambat- Formoterol

    - Salmeterol

    100-200 MDI

    100,200

    MDI&DPI

    250-500 DPI

    12-24 MDI&DPI

    50-100 MDI

    %DPI

    0,5-2,0

    2,5-5,0

    5-10

    2-4

    2,5-5,0

    4-6

    4-6

    4-6

    12

    12

    Antikolinergik

    Lepas Cepat

    - Ipratropium

    bromide

    - Oxitropium

    bromide

    Lepas Lambat

    - Tiotropium

    40-80 MDI

    100 MDI

    18 DPI

    0,25-0,5

    1,5

    6-8

    7-9

    24

    Kombinasi 2-agonis lepas cepat + antikolinergik dalam satu inhaler

    - Fenoterol/

    Ipratropium

    - Salbutamol/

    Ipratropium

    200/80 MDI

    75/15 MDI

    1,25/0,5

    0,75/4,5

    6-8

    6-8

    Metilxantin

    - Aminofilin

    - Teofilin SR

    200

    100-400

    4-6

    12-24

    Glukokortikosteroid Inhaler

    32

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    33/49

    - Beklometason

    - Budesonide

    - Flutikasone

    - Triamnisolon

    100,250,400

    MDI&DPI

    100,200,400 DPI

    50-500

    MDI&DPI

    100 DPI

    0,2-0,4

    0,2; 0,25;0,5

    40

    Kombinasi 2-agonis lepas lambat + glukokortikosteroid dalam satu

    inhaler

    - Formoterol/

    Budesonide

    - Salmeterol/

    Fluticasone

    4,5/80, 160 DPI

    (9/320 DPI)

    50/100, 250, 500

    DPI25/50, 125, 250

    MDI

    Glukokortikosteroid Sistemik

    - Prednison

    -

    Metilprednisolon

    5-60

    4, 8, 16

    3.2.2.1. BronkodilatorPengobatan bronkodilator merupakan inti untuk mengatasi gejala PPOK.

    Obat tersebut diberikan sesuai landasan kebutuhan atau pada landasan regular

    untuk mencegah atau mengurangi gejala dan eksaserbasi. Pengobatan

    bronkodilator terpenting adalah 2-agonis, antikolinergik, dan metyhlxanthine

    yang digunakan tunggal atau dalam kombinasi. Pengobatan regular dengan

    bronkodilator long-acting lebih efektif dan sesuai daripada pengobatan dengan

    bronkdilator short-acting.2

    Prinsip kerja 2-agonist adalah untuk relaksasi otot polos pernapasan

    dengan merangsang 2adrenergik reseptor, yang meningkatkan AMP siklik

    dan berfungsi antagonis terhadap bronkokonstriksi. Pemberian secara inhalasi

    lebih menguntungkan dari pada cara oral karena efeknya cepat pada organ

    paru dan efek sampingnya minimal. Efek inhalasi 2-agonis lepas cepat

    berakhir dalam empat sampai enam jam. Inhalasi 2-agonis lepas lambat,

    seperti salmeterol dan formoterol, menunjukkan efek selama 12 jam atau

    33

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    34/49

    lebih. Efek samping yang dapat terjadi karena rangsangan 2-adrenergik

    reseptor yaitu sinus takikardia, dan bisa terjadi gangguan irama jantung.

    Hipokalemia dapat terjadi bila digunakan bersamaan dengan diurerika

    thiazid.2,9

    Efek penting pengobatan antikolinergik seperti ipratropium, oxitropium,

    dan tiotropium bromide pada PPOK yaitu dengan menghambat efek

    asetilkolin pada reseptor M3. Efek bronkodilator pada inhalasi antikolinergik

    lepas cepat lebih lama dibandingkan 2-agonis lepas cepat, efek

    bronkodilatornya dapat mencapai 8 jam setelah pemberian. Efek tiotropium

    dapat mencapai lebih dari 24 jam. Pengobatan menggunakan antikolinergik

    lepas lambat dapat memperbaiki efektifitas rehabilitasi paru. Penggunaan

    jangka panjang agen inhalasi ini cukup aman. Efek samping utama yaitu mulut

    kering dan terasa pahit.2

    Efek dari golongan xantin masih menjadi kontoversi. Diperkirakan

    bekerja sebagai inhibitor phosphodiesterase non selektif. Teofilin efektif

    dalam pengobatan PPOK, namun karena berpotensi menyababkan keracunan

    inhalasi bronkodilator lebih dipilih. Teofilin dosis rendah menurunkan

    eksaserbasi pada pasien PPOK, tetapi tidak meningkatkan fungsi paru post-

    bronkodilator. Efek samping yang terjadi dengan pemberian metilxantin yaitu

    aritmia atial dan ventrikular, dan kejang grand mal. Efek samping lain yaitu

    sakit kepala, insomnia, mual, dan terasa seperti terbakar di dada.2

    Kombinasi terapi bronkodilator dengan mekanisme dan durasi yang

    berbeda dapat meningkatkan efek bronkodilator dengan efek samping yang

    sedikit. Kombinasi 2-agonis, antikolinergik, dan/atau teofilin dapat

    memperbaiki fungsi paru dan status kesehatan.2

    3.2.2.2. Glukokortikoid

    Efek glukokortikosteroid oral dan inhalasi pada PPOK tidak sebesar

    pada asma, dan perannya dalam pengobatan PPOK stabil terbatas pada

    indikasi spesifik. Glukokortikosteroid inhaler apabila digunakan secara teratur

    dapat menurunkan frekuensi eksaserbasi serta memperbaiki status kesehatan

    34

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    35/49

    pada pasien PPOK dengan VEP1 < 50% prediksi dan eksaserbasi berulang.

    Berhenti dari terapi dengan inhalasi glukokortikosteroid dapat menyebabkan

    eksaserbasi pada beberapa pasien. Pengobatan dengan inhalasi

    glukokortikosteroid direkomendasikan bagi pasien PPOK lanjut dan

    eksaserbasi berulang. Kombinasi glukokortikosteroid inhaler dengan 2-agonis

    lepas lambat lebih efektif dibandingkan salah satu saja dalam menurunkan

    eksaserbasi dan memperbaiki fungsi paru serta status kesehatan.2

    Efek samping pengobatan jangka panjang dengan glukokortikosteroid

    sistemik yaitu miopati steroid, yang menyebabkan kelemahan otot,

    menurunkan fungsi, dan menyebabkan gagal napas. Karena itu, penggunaan

    kortikosteroid oral jangka panjang tidak direkomendasikan pada PPOK.2

    Tabel 3. Terapi pada tiap stadium PPOK:2

    I: Ringan II: Sedang III: Berat IV: Sangat

    Berat

    - VEP1/KVP 6,0 kPa, 45 mmHg)

    Frekuensi napas 25 kali per menit.

    Kontraindikasi pemberian ventilasi mekanik non-invasive yaitu:2

    46

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    47/49

    Henti napas

    Ketidakstabilan kardiovaskular (hipotensi, aritmia, infarkmiokardial)

    Perubahan status mental, pasien tidak kooperatif

    Beresiko tinggi terjadi aspirasi

    Obesitas

    Abnormalitas nasofaring

    Indikasi pemberian ventilasi mekanik invasive yaitu:2

    Talah gagal menggunakan ventilasi non-invasive

    Sesak berat dengan penggunaan muskulus respirasi tambahan dan

    pergerakan abdominal paradoksal

    Frekuensi napas > 35 kali per menit

    Hipoksemia yang mengancam nyawa

    Asidosis berat (pH < 7,25) dan/atau hipekapnea (PaCO2 > 8,0 kPa,

    60 mmHg)

    Henti napas

    Somnolen, gangguan kesadaran

    Komplikasi kardiovaskular (hipotensi, syok)

    Komplikasi lain (gangguan metabolisme, sepsis, pneumonia,

    emboli paru, barotrauma, efusi pleura massif)

    47

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    48/49

    BAB IV

    RINGKASAN

    PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan efek

    ekstrapulmoner yang signifikan yang dapat menyebabkan berbagai derajat

    keparahan pada tiap pasien. PPOK merupakan penyakit yang memburuk secara

    lambat, dan obstruksi saluran napas yang terjadi bersifat ireversibel oleh karena

    itu perlu dilakukan usaha diagnostik yang tepat, agar diagnosis yang lebih dini

    dapat ditegakkan bahkan sebelum gejala dan keluhan muncul, sehingga

    progresivitas penyakit dapat dicegah.2

    Suatu rencana penatalaksanaan PPOK yang efektif meliputi 4 komponen; (1)

    Menilai dan memonitor penyakit; (2) Mengurangi faktor risiko; (3) Mengatasi

    PPOK stabil; dan (4) Mengatasi eksaserbasi.2 Tujuan penatalaksanaan PPOK

    adalah mengurangi gejala, mencegah progresivitas penyakit, memperbaiki

    toleransi terhadap aktivitas, memperbaiki status kesehatan, mencegah dan

    mengobati komplikasi, mencegah dan mengobati eksaserbasi, menurunkan

    mortalitas, serta mencegah atau meminimalisasi efek samping pengobatan. 2

    Mengidentifikasi, mengurangi, dan mengontrol faktor risiko merupakan

    langkah pencegahan dan pengobatan setiap penyakit. Berhenti merokok

    merupakan satu-satunya jalan yang paling efektif dan hemat biaya pada

    kebanyakan orang untuk mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan

    48

  • 8/2/2019 refrat pdl olie

    49/49

    menghentikan progresivitasnya. Selain rokok, faktor risiko yang harus dihindari

    adalah keterpaparan okupasional dan polusi udara indoor dan outdoor.2

    Tidak ada pengobatan PPOK yang ditujukan untuk memodifikasi penurunan

    fungsi paru jangka panjang yang menjadi ciri penyakit ini. Oleh karena itu,

    farmakoterapi untuk PPOK digunakan untuk mengurangi gejala dan atau

    komplikasi.2