PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

21
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014 323 Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan..., Indah Yuliasih PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED PLASTICS Indah Yuliasih dan Titi Candra Sunarti Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor E-mail : [email protected] ABSTRACT Sago is one of potential starch sources in Indonesia. Starch-based plastics is defined as the use of starch in bio-plastics manufactured. The purpose of this study was to obtain sago starch acetate which has hydrophobic properties and compatible with synthetic plastics. These acetylation process increased the hydrophobic properties or the oil retention capacity properties, which was showed by the ORC value. The ORC value of native sago starch, sago starch acetate, amylose fraction and amylose acetate were 6,50; 8,67; 7,67; and 16,33 % respectively. For its application as blending material of synthetic plastics showed that blending between polypropylene and sago starch acetate or amylose acetate of 10 % has more homogeneous surface morphology as showed by SEM. The tensile strength and E-modulus properties of blending between polypropylene and amylose acetate showed relatively higher than blending of polypropylene with another treatment of sago starch, and its showed elastic properties. On the other hand, the blending between polypropylene and sago starch acetate showed that the tensile strength ant strain at break properties were relatively higher compared to another treatments and its showed plastic properties. The sheet of blending between polypropylene and sago starch acetate showed the higher of absorption energy value (toughness properties) compared to another treatment. Keywords : sago starch, acetylation, synthetic plastics

Transcript of PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Page 1: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

323 Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan..., Indah Yuliasih

PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED PLASTICS

Indah Yuliasih dan Titi Candra Sunarti

Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

E-mail : [email protected] ABSTRACT

Sago is one of potential starch sources in Indonesia. Starch-based plastics is

defined as the use of starch in bio-plastics manufactured. The purpose of this study

was to obtain sago starch acetate which has hydrophobic properties and compatible

with synthetic plastics.

These acetylation process increased the hydrophobic properties or the oil

retention capacity properties, which was showed by the ORC value. The ORC value

of native sago starch, sago starch acetate, amylose fraction and amylose acetate

were 6,50; 8,67; 7,67; and 16,33 % respectively. For its application as blending

material of synthetic plastics showed that blending between polypropylene and sago

starch acetate or amylose acetate of 10 % has more homogeneous surface

morphology as showed by SEM. The tensile strength and E-modulus properties of

blending between polypropylene and amylose acetate showed relatively higher than

blending of polypropylene with another treatment of sago starch, and its showed

elastic properties. On the other hand, the blending between polypropylene and sago

starch acetate showed that the tensile strength ant strain at break properties were

relatively higher compared to another treatments and its showed plastic properties.

The sheet of blending between polypropylene and sago starch acetate showed the

higher of absorption energy value (toughness properties) compared to another

treatment.

Keywords : sago starch, acetylation, synthetic plastics

Page 2: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan…, Indah Yuliasih 324

PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED PLASTICS

Indah Yuliasih dan Titi Candra Sunarti

Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Pati sagu merupakan salah satu sumber pati potensial di Indonesia. Starch-

based plastics didefinisikan sebagai penggunaan pati dalam memproduksi bioplastik.

Modifikasi pati secara asetilasi dilakukan untuk meningkatkan karakteristik

termoplastik pati. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pati sagu asetat

yang mempunyai sifat hidrofobik dan kompatibel dengan plastik sintetik.

Proses asetilasi pati alami dapat meningkatkan sifat hidrofobiknya, yang

ditunjukkan dengan nilai % ORC. Nilai % ORC pati sagu alami, sagu pati asetat,

fraksi amilosa dan fraksi amilosa asetat berturut-turut adalah 6,50; 8,67; 7,67; dan

16,33%. Dalam aplikasi pati dan modifikasinya sebagai bahan campuran plastik

sintetik, campuran PP dengan pati asetat atau amilosa asetatnya menunjukkan sifat

morfologi dan nilai tensile strength (kekuatan tarik) yang lebih tinggi dibandingkan

perlakuan lainnya. Campuran PP dengan amilosa asetat menunjukkan nilai E-

modulus (elastisitas) lebih tinggi, yang berarti sifat elastisnya lebih tinggi

dibandingkan perlakuan lainnya. Campuran PP dengan pati asetat menunjukkan

nilai elongation at break (perpanjangan putus) dan nilai toughness lebih tinggi, yang

berarti bahan tersebut lebih bersifat plastis, kuat dan dapat mengabsorbsi energi

lebih besar sebelum putus (patah) dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Kata kunci : pati sagu, asetilasi, plastik sintetik

Page 3: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

325 Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan..., Indah Yuliasih

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara tropis memiliki keunggulan dalam keragaman

sumber pati. Salah satu sumber pati yang potensial di Indonesia adalah tanaman

sagu. Berdasarkan hasil penelitian Oates dan Hichs (2002), menunjukkan bahwa

lebih dari 2.500.000 ha tanaman sagu di dunia ditemukan di Asia, khususnya di PNG

(41 %) dan di Indonesia (47%). Matanubun dan Maturbongs (2005) menambahkan

bahwa produktivitas (ton/ha/th) sagu sangat besar dibandingkan dengan sumber pati

lainnya, yaitu sagu (14-15), padi (5-6), jagung (3-4) dan ubi kayu (10-15).

Pati sagu dapat diaplikasikan sebagai bahan baku industri, baik pangan

maupun non pangan. Salah satu aplikasinya adalah sebagai bahan starch-based

plastics. Vilpoux dan Averous (2006) melaporkan potensi penggunaan pati sebagai

bahan bioplastik berkisar 85-90% dari pasar bioplastik yang ada.

Karakteristik termoplastik pati dapat ditingkatkan dengan melakukan

modifikasi pati. Menurut Vilpoux dan Averous (2006), modifikasi pati secara

esterifikasi dilakukan untuk meningkatkan karakteristik termoplastik pati, seperti sifat

hidrofobik dan kristalinitas. Jarowenko (1989) di dalam Wurzburg (1989)

menyatakan bahwa asetilasi merupakan salah satu modifikasi pati secara esterifikasi.

Asetilasi terhadap pati dan amilopektin akan membentuk film yang lemah dan patah,

sedangkan hasil pengujian terhadap film amilosa asetat menunjukkan sifat lebih

fleksibel dan kuat. Menurut Nisperos-Carriedo (1994) di dalam Krochta et al. (1994),

untuk membentuk film dan gel yang kuat, digunakan pati dengan kandungan amilosa

yang tinggi.

Proses asetilasi ditujukan untuk mendapatkan pati asetat, yang dipengaruhi

oleh jenis katalis, konsentrasi pereaksi, suhu dan lama waktu reaksi asetilasi.

Menurut Sun dan Sun (2002), suhu dan lama waktu reaksi asetilasi berperan penting

terhadap rendemen dan sifat-sifat pati asetat yang dihasilkan. Kedua faktor tersebut

sangat menentukan besarnya derajat asetilasi yang dinyatakan sebagai derajat

substitusi (DS). DS merupakan parameter yang menentukan penggunaan pati

asetat secara komersial dan menentukan besarnya perubahan sifat fungsional pati

asetat dari pati alaminya.

Mengingat pati dari sumber tanaman yang berbeda memiliki karakteristik yang

berbeda, maka kondisi proses asetilasinya diduga tidak akan sama. Kondisi proses

Page 4: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan…, Indah Yuliasih 326

tersebut mencakup lama dan waktu reaksi asetilasi pati. Informasi tentang proses

tersebut masih sedikit ditemukan dalam literatur tentang penggunaan pati untuk

bahan starch-based plastics. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan pati

sagu asetat sebagai bahan starch-based plastics yang mempunyai sifat hidrofobik

dan kompatibel dengan plastik sintetik.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Pati sagu yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Bogor Jawa Barat

yang merupakan hasil pengolahan masyarakat (secara tradisional) dan fraksi

amilosanya. Bahan kimia untuk proses asetilasi adalah asam asetat glasial, asetat

anhidrida dan katalis asam perklorat (HClO4) dengan konsentrasi 2 % (v/v) dalam

asam asetat glasial, seta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisa.

Alat-alat yang digunakan untuk karakterisasi antara lain kertas saring,

Erlenmeyer, tabung reaksi, cawan petri, gelas ukur, gelas piala, labu Kjeldahl,

termometer, pipet volumetrik, oven, labu pendingin balik, labu ekstraksi Soxhlet,

spektrofotometer, timbangan kasar, timbangan analitik, mikroskop polarisasi

(Olympus model BHB, Nippon Kogaku, Jepang) dilengkapi dengan kamera (Olympus

model C-35 A), Colortec, hot plate, magnetic stirer, vacuum filter, freezer, penangas

air, sentrifuse, inkubator. Peralatan yang digunakan untuk membuat campuran pati

dengan plastik sintetik adalah rheomix (Haake Rheomix 600P) dilengkapi dengan ulir

(Roller Rotor). Pembuatan spesimen untuk uji kuat tarik dan elongasi digunakan

compresion molding (Collin Presse 300P), sedangkan analisanya menggunakan alat

tensile strength test (UTM Shimadzu AGS-10 KNG) dan Scanning Electrone

Microscope (Phillips XL 30) untuk analisa morfologi

Metode

Asetilasi Pati Sagu

Metode asetilasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi

metode Khalil et al. (1995). Aktivasi : Sebanyak 12 g pati sagu dicampur dengan 30

ml asam asetat glasial. Campuran tersebut diaduk dengan pengaduk magnet

selama satu jam pada suhu ruang (± 28°C). Suspensi pati yang terbentuk disaring

Page 5: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

327 Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan..., Indah Yuliasih

dengan penyaring vakum. Hasil penyaringan dicampur dengan 18 ml larutan asam

perklorat 2 % (v/v) (dalam asam asetat glasial) selama satu jam pada suhu ruang (±

28°C). Kemudian disaring kembali sehingga dihasilkan pati sagu yang telah

teraktivasi. Asetilasi : Asetilasi dilakukan dengan cara mencampur pati hasil aktivasi

dengan 10 ml asetat anhidrida di dalam labu Erlenmeyer 100 ml. Campuran

diasetilasi dalam waterbath shaker, untuk mendapatkan rendemen dan DS yang

diinginkan (0,5-1,8). Pengendapan dan Pemurnian : Campuran hasil asetilasi

dituang ke dalam air yang diaduk kuat menggunakan pengaduk magnet untuk

mengendapkan pati yang terasetilasi. Endapan yang terbentuk dicuci dengan air

dan disaring menggunakan penyaring vakum. Hasil penyaringan dikeringkan pada

suhu 40°C selama 24 jam.

Untuk menentukan kondisi proses asetilasi yang baik berdasarkan pada

rendemen, kadar asetil dan nilai DS (Ogawa et al., 1989). Kadar asetil dan nilai DS

menentukan dalam aplikasi pati asetat lebih lanjut. Penggunaan pati asetat sebagai

bahan kemasan memerlukan nilai DS berkisar 0,5-1,8. Untuk meningkatkan

rendemen dan mendapatkan nilai DS pati sagu asetat yang sesuai dengan

aplikasinya, proses asetilasi yang dilakukan dalam penelitian ini memodifikasi suhu

reaksi asetilasi (30, 35, 40 dan 45°C) dan lama waktu reaksi asetilasi (15, 30, 45, 60,

75, 90, 105 dan 120 menit) secara bertahap. Analisa sifat fungsional pati asetat hasil

reaksi asetilasi meliputi kelarutan dan swelling power pada suhu 70°C, freeze-thaw

stability, kejernihan pasta, water retention capacity dan oil retention capacity.

Karakteristik Pati Sagu dan Modifikasinya

Untuk mengetahui karakteristik pati sagu dan modifikasinya (amilosa, pati

asetat dan amilosa asetat) yang akan digunakan sebagai bahan campuran plastik

sintetik, dilakukan analisis perbandingan sifat fungionalnya, meliputi kelarutan dan

swelling power pada suhu 70°C, freeze-thaw stability, kejernihan pasta, water

retention capacity dan oil retention capacity.

Aplikasi Pati Sagu dan Modifikasinya sebagai Bahan Campuran Plastik Sintetik

Aplikasi pati sebagai bahan campuran plastik sintetik dilakukan dengan cara

blending pati dan PP, dengan perbandingan 1 : 9 menggunakan rheomix pada suhu

210°C dan kecepatan putar 40 rpm selama 5 menit. Kondisi selama proses

pencampuran (blending) dianalisis. Selama proses pencampuran PP dengan pati

Page 6: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan…, Indah Yuliasih 328

sagu dan modifikasinya dalam Rheomix 600P dapat diamati energi torque yang

dibutuhkan oleh ulir untuk mencampur seluruh bahan yang berada di dalamnya.

Menurut Thermo Haake (2001), dua nilai yang digunakan untuk menunjukkan energi

torque yang dibutuhkan selama proses pencampuran di dalam rheomix, yaitu nilai

loading point (L) dan minimum point (M). Nilai L menunjukkan energi torque

maksimum, dimana muatan atau bahan yang akan dicampur seluruhnya sudah

berada dalam alat Rheomix600P. Nilai M menunjukkan energi torque minimum,

dimana proses pencampuran telah selesai atau tercampur semuanya. Analisa sifat

fisik campuran meliputi morfologi permukaan Scanning Electrone Microscope (SEM)

dan Tensile Strength (ASTM D 638).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Asetilasi Pati Sagu

Pengaruh Suhu dan Lama Reaksi terhadap Rendemen, Kadar Asetil dan Nilai

DS

Pada tahap pertama dilakukan pengujian proses asetilasi pati sagu pada suhu

reaksi berbeda (30, 35, 40 dan 45°C) dan lama waktu reaksi tetap (30 menit). Hasil

analisis rendemen, kadar asetil dan nilai DS pati asetat yang dihasilkan dapat dilihat

pada Gambar 1. Pada gambar tersebut terlihat bahwa secara keseluruhan rendemen

pati asetat yang dihasilkan berkisar antara 78,59-85,64 %. Peningkatan suhu reaksi

asetilasi menghasilkan rendemen pati asetat yang cenderung semakin rendah. Hal

ini diduga disebabkan oleh adanya depolimerisasi pati selama proses asetilasi

yangterjadi karena pati mengalami hidrolisis oleh air yang terdapat dalam pati sagu

dengan bantuan asam dan panas selama proses asetilasi. Asam perklorat

merupakan asam sangat kuat yang digunakan sebagai katalis dalam reaksi asetilasi.

Sun dan Sun (2002) menyatakan bahwa penggunaan katalis asam mineral kuat

dalam proses asetilasi dapat menyebabkan hidrolisis rantai polimer karbohidrat.

Page 7: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

329 Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan..., Indah Yuliasih

Gambar 1. Pengaruh suhu reaksi asetilasi (oC) terhadap rendemen (%), kadar asetil (%) dan derajat substitusi (DS) pati sagu asetat

Selain asam perklorat, asam asetat yang berasal dari proses aktivasi (asam

asetat glasial) maupun yang berasal dari produk samping reaksi asetilasi, diduga

juga dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi rantai pati. Selain itu, semakin

tinggi suhu reaksi asetilasi, kemungkinan terjadinya depolimerisasi pati menjadi

molekul-molekul yang lebih kecil semakin besar. Semakin kecil molekul, peluang

terjadinya reaksi asetilasi semakin besar. Di sisi lain, pada saat proses pencucian

molekul-molekul kecil tersebut larut dalam air pencucian, sehingga mengurangi

rendemen pati asetat yang dihasilkan.

Pada Gambar 1, juga disajikan grafik hubungan antara suhu reaksi asetilasi

dengan kadar asetil dan DS pati asetat yang dihasilkan. Pada gambar tersebut

terlihat bahwa secara keseluruhan kadar asetil dan DS pati asetat yang dihasilkan

berturut-turut berkisar antara 11,38 – 21,38 % dan 0,48 – 1,02.

Berdasarkan rendemen, kadar asetil dan nilai DS pati asetat yang dihasilkan

pada proses asetilasi tahap pertama, suhu reaksi 40°C digunakan dalam proses

asetilasi tahap kedua. Pada tahap kedua dilakukan pengujian proses asetilasi pati

sagu pada suhu 40°C dan lama waktu reaksi berbeda-beda, yaitu 15, 30, 45, 60, 75,

90, 105 dan 120 menit. Hasil analisis terhadap rendemen, kadar asetil dan nilai DS

pati asetat yang dihasilkan disajikan pada Gambar 2.

0,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

1,2

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

30 35 40 45

Deraja

t S

ub

stit

usi

(D

S)

Ren

dem

en

(%

)

Kad

ar A

seti

l (%

)

Suhu Reaksi Asetilasi

Rendemen (%) Kadar Asetil (%) DS

Page 8: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan…, Indah Yuliasih 330

Gambar 2. Pengaruh lama waktu reaksi asetilasi (menit) terhadap rendemen (%), kadar asetil (%) dan derajat substitusi (DS) pati sagu asetat.

Pada Gambar 2 terlihat bahwa rendemen pati asetat yang dihasilkan

cenderung menurun seiring dengan meningkatnya lama waktu reaksi asetilasi.

Secara keseluruhan rendemen pati asetat yang dihasilkan berkisar antara 71,46 –

87,50 %. Sama halnya dengan peningkatan suhu reaksi asetilasi, semakin lama

waktu reaksi asetilasi, kemungkinan terjadinya depolimerisasi pati menjadi molekul-

molekul yang lebih kecil semakin besar. Semakin kecil molekul, peluang terjadinya

reaksi asetilasi juga semakin besar. Pada saat proses pencucian molekul-molekul

kecil tersebut larut dalam air pencucian, sehingga mengurangi rendemen pati asetat

yang dihasilkan.

Pada Gambar 2 juga terlihat bahwa peningkatan lama waktu reaksi asetilasi

sampai 60 menit dapat meningkatkan kadar asetil dan nilai DS pati asetat yang

dihasilkan, dimana kadar asetilnya meningkat dari 6,4 % sampai 22,33 %, dan nilai

DS-nya meningkat dari 0,26 sampai 1,05. Peningkatan waktu reaski asetilasi lebih

lanjut (sampai 120 menit) menghasilkan pati asetat dengan kadar asetil dan nilai DS

yang sama, dengan nilai rata-rata berturut-turut 22,62 % dan 1,10. Menurut Sun dan

Sun (2002), pada suhu yang lebih tinggi dan waktu reaksi yang lebih lama, asetat

anhidrida mampu membengkakan granula pati, menyebabkan daerah yang reaktif

terhadap bahan kimia menjadi mudah untuk dicapai sehingga meningkatkan laju

reaksi.

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

1,40

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

15 30 45 60 75 90 105 120

Deraja

t S

ub

stit

usi

(D

S)

Ren

dem

en

(%

)

Kad

ar A

seti

l (%

)

Lama Waktu Asetilasi

Rendemen (%) Kadar Asetil (%) DS

Page 9: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

331 Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan..., Indah Yuliasih

Pengaruh Nilai DS terhadap Sifat Fungsional Pati Asetat

Analisis lebih lanjut terhadap sifat fungsional pati asetat yang dihasilkan,

menunjukkan bahwa sifat tersebut sangat ditentukan oleh kadar asetil atau nilai DS-

nya. Pada Gambar 3 disajikan grafik pengaruh nilai DS terhadap kelarutan dan

swelling power pati asetat yang menunjukkan pola unik. Peningkatan nilai DS dari

0,26 menjadi 0,44 dapat meningkatkan kelarutan pati asetat dari 50,24 menjadi

78,75 %. Peningkatan nilai DS dari 0,44 sampai 0,56 menunjukkan nilai kelarutan

pati asetat yang sama, dengan nilai rata-rata 79,37 %, peningkatan nilai DS sampai

0,7 dapat meningkatkan kelarutan pati asetat menjadi 87,29 %. Peningkatan nilai DS

lebih lanjut (sampai DS 1,16) ternyata menurunkan kelarutan pati asetat yang

dihasilkan sampai 26,61 %.

Gambar 3. Pengaruh derajat substitusi (DS) terhadap kelarutan (%) dan swelling power (%) pati sagu asetat

Untuk pati asetat dengan nilai DS sampai 0,48 menunjukkan nilai swelling

power yang sama, dengan nilai rata-rata 85,85 %. Peningkatan nilai DS dari 0,48

menjadi 0,81 dapat meningkatkan nilai swelling power pati asetat dari 90,36 menjadi

144,46 %. Peningkatan DS lebih lanjut (sampai DS 1,16) ternyata menurunkan nilai

swelling power pati asetat yang dihasilkan sampai 72,45 %.

Pengaruh nilai DS terhadap kelarutan dan swelling power pati asetat yang

ditunjukkan pada Gambar 3 memperjelas bahwa pada dasarnya penambahan gugus

asetil dalam pati yang dinyatakan sebagai derajat substitusi (DS) dapat merubah

-

20

40

60

80

100

120

140

160

0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1 1,2

Kela

ruta

n (

%)

S

wellin

g P

ow

er

(%)

Derajat Substitusi (DS)

Kelarutan (%) Swelling Power (%)

Page 10: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan…, Indah Yuliasih 332

sifat pati alami yang tadinya hidrofilik menjadi hidrofobik. Peningkatan nilai DS pati

asetat akan mengakibatkan peningkatan sifat hidrofobiknya, sehingga mengurangi

tingkat kelarutan pati asetat dalam air

Pada Gambar 4 disajikan pengaruh nilai DS terhadap sifat fungsional pati

asetat, seperti kejernihan pasta 1 % (% T) dan nilai freeze-thaw stability (% sineresis).

Peningkatan nilai DS sampai 1,02 menunjukkan kejernihan pasta pati asetat yang

sama (rata-rata 85,1 % T) dan lebih jernih dibandingkan pati alaminya (76,1 %T).

Peningkatan nilai DS lebih besar (1,16) dapat menurunkan kejernihannya (66,75 %

T). Hal ini diduga karena penambahan gugus asetil dalam pati yang ditandai dengan

meningkatnya nilai DS menyebabkan warna pati asetat opaque (tidak jernih).

Gambar 4. Pengaruh derajat substitusi (DS) terhadap kejernihan pasta 1 % (%T) dan nilai freeze-thaw stability (% sineresis) pati sagu asetat

Pati asetat memiliki daya tahan yang tinggi untuk mengalami sineresis ketika

pastanya didinginkan. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa penambahan gugus asetil

dalam pati yang ditandai dengan meningkatnya nilai DS menyebabkan

menurunnya % sineresis pati asetat, atau dengan kata lain meningkatnya nilai DS

pati asetat memungkinkan kestabilan pasta pati selama pendinginan (frezee-thaw

stability) menjadi lebih tinggi. Menurut Betancur et al. (1997), penambahan gugus

asetil secara dratis dapat menurunkan atau menghilangkan terjadinya sineresis pada

gel pati.

Pada Gambar 5 dapat dilihat kemampuan pati asetat menyerap minyak

seiring dengan meningkatnya nilai DS. Pati asetat dengan nilai DS 1,13 dan 1,16

60

65

70

75

80

85

90

0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1 1,2

Keje

rnih

an

(%

T)

F

reeze-t

haw

Sta

bilit

y (

% S

inere

sis

)

Derajat Substitusi (DS)

Kejernihan (% T) Freeze-thaw Stability (% Sineresis)

Page 11: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

333 Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan..., Indah Yuliasih

memiliki nilai ORC yang sama, dengan nilai ORC rata-rata 8,5. Nilai ORC tersebut

lebih tinggi dibandingkan pati asetat dengan nilai DS yang lebih kecil. Peningkatan

nilai DS pati asetat menyebabkan kemampuannya untuk menyerap minyak juga

semakin meningkat.

Gambar 5. Pengaruh derajat substitusi (DS) terhadap nilai oil retention capacity (% ORC) pati sagu asetat.

Hasil analisis kemampuan pati asetat menyerap air (% WRC) disajikan pada

Gambar 6. Umumnya, kemampuan pati alami menyerap air meningkat dengan

meningkatnya suhu pemanasan, sedangkan kemampuan pati asetat menyerap air

tergantung pada nilai DS-nya, dimana kemampuan pati asetat menyerap air pada

berbagai suhu menurun dengan meningkatnya nilai DS.

(a) DS < 1 (b) DS > 1

Gambar 6. Grafik hubungan suhu pemanasan (oC) terhadap nilai water retention capacity (% WRC) pati sagu asetat pada nilai DS berbeda

-

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 1,1 1,2

OR

C (

%)

Derajat Substitusi (DS)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

65 70 75 80 85 90 95

WR

C (

%)

Suhu (ᵒC)

DS =

0,26DS =

0,44DS =

0,48DS =

0,56DS =

0,70

0

5

10

15

20

25

65 70 75 80 85 90 95

WR

C (

%)

Suhu (ᵒC)

DS =

1,02DS =

1,05DS =

1,09DS =

1,13

Page 12: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan…, Indah Yuliasih 334

Hasil penelitian ini menunjukkan sifat fungsional pati asetat dapat

dikelompokkan dalam dua kelompok berdasarkan DS-nya, yaitu nilai DS kurang dari

satu (DS < 1) dan lebih dari satu (DS > 1). Nilai DS kurang dari satu menunjukkan

sifat fungsional, seperti kelarutan dan swelling power, kejernihan dan WRC relatif

lebih tinggi dibandingkan dengan pati asetat yang nilai DS-nya lebih dari satu.

Sebaliknya, pati asetat yang nilai DS-nya lebih dari satu menunjukkan sifat

fungsional, seperti freeze-thaw stability dan ORC relatif lebih tinggi dibandingkan

dengan pati asetat yang nilai DS-nya kurang dari satu.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, kondisi proses asetilasi pati sagu sangat

menentukan kadar asetil dan DS pati sagu asetat yang dihasilkan. Untuk

mendapatkan pati asetat dengan nilai DS intermediate (0,5 - 1,8 ), kondisi proses

asetilasi yang digunakan adalah pada suhu dan lama waktu reaksi asetilasi berturut-

turut 40°C dan 75 menit. Pati asetat yang dihasilkan memiliki derajat substitusi (DS)

1,16.

Proses asetilasi amilosa pati sagu dilakukan pada kondisi proses asetilasi pati

sagu terpilih, yaitu pada suhu 40oC dan 75 menit. Pada kondisi proses asetilasi yang

sama, rendemen amilosa asetat yang dihasilkan (67,82 %) relatif lebih rendah

dibandingkan dengan pati asetat (81,67 %). Rendahnya rendemen amilosa asetat

diduga disebabkan terjadinya depolimerisasi rantai amilosa menjadi molekul-molekul

yang lebih kecil semakin besar dibandingkan dengan depolimerisasi rantai pati sagu

alami. Pada saat proses pencucian molekul-molekul kecil tersebut larut dalam air

pencucian, sehingga mengurangi rendemen amilosa asetat yang dihasilkan.

Pada kondisi proses asetilasi yang sama, nilai DS amilosa asetat (0,60) lebih

kecil dibandingkan nilai DS pati sagu asetat (1,16). Hal ini diduga karena amilosa

murni (hasil fraksinasi) dalam bentuk larutan memiliki kemampuan membentuk heliks

(spiral) lebih kuat dibandingkan kemampuannya membentuk ikatan dengan gugus

asetil.

Karakteristik Pati Sagu dan Modifikasinya

Perubahan struktur kimia molekul pati setelah melalui proses modifikasi kimiawi,

menyebabkan perubahan sifat fisiko-kimia dan fungsionalnya. Hasil analisa sifat

fisiko-kimia dan fungsional pati sagu dan modifikasinya disajikan pada Tabel 2.

Page 13: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

335 Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan..., Indah Yuliasih

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar air pati asetat atau amilosa asetat

lebih rendah dibandingkan pati alami dan amilosanya. Jika dikaitkan dengan hasil

analisis nilai water retention capacity-nya (Gambar 7), pati alami menunjukkan

kemampuan menyerap air relatif lebih besar dan berbanding lurus dengan

peningkatan suhu pengamatan dibandingkan dengan pati asetat, amilosa dan

amilosa asetatnya. Pati asetat dan amilosa menunjukkan nilai WRC yang meningkat

pada berbagai suhu pengamatan, meskipun dengan nilai kemiringan (slope) yang

kecil, sedangkan untuk amilosa asetat menunjukkan kecenderungan nilai WRC yang

relatif sama (stabil) pada suhu pengamatan. Ini menunjukkan bahwa adanya gugus

asetil dalam pati asetat atau amilosa asetat mengurangi kemampuannya menyerap

air.

Tabel 2. Sifat fisiko-kimia dan fungsional pati sagu dan modifikasinya*

Sifat Fisiko-kimia &

Fungsional

Pati

Sagu

Pati

Asetat Amilosa

Amilosa

Asetat

Kadar air (%) 14,08 9,63 12,60 9,97

Warna bubuk : Nilai L

oHue

Chroma

91,31

72,13

42,22

92,25

71,54

34,34

73,23

69,24

40,66

94,32

67,30

30,55

Kelarutan pada 70° C (%) 25,84 26,61 23,37 9,90

Swelling power pada 70°C

(%)

44,20 72,45 38,72 46,97

Kejernihan pasta 1 % (% T) 76,10 66,75 65,80 61,30

Freeze-thaw stability (%

sineresis)

81,67 75,00 91,67 66,67

Oil Retention Capacity (%) 6,50 8,67 7,67 16,33

* Data rata-rata dua kali ulangan

Page 14: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan…, Indah Yuliasih 336

Gambar 7. Grafik hubungan suhu pemanasan (oC) terhadap nilai water retention capacity (% WRC) pati sagu dan modifikasinya

Hasil analisis sifat fungsional pati asetat dan amilosa asetat menunjukkan

kecenderungan yang sama, dimana nilai oil retention capacity (ORC) menunjukkan

peningkatan dibandingkan pati alami dan amilosanya atau dengan kata lain

masuknya gugus asetil dalam pati dan amilosanya dapat meningkatkan

kemampuannya menyerap minyak. Menurut Zhang et al. (1977), masuknya gugus

asetil dalam molekul pati dapat meningkatkan sifat hidrofobiknya, sehingga dapat

meningkatkan kemungkinan menjadi polimer hidrofobik

Aplikasi Pati Sagu dan Modifikasinya sebagai Bahan Campuran Plastik Sintetik

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa proses pencampuran PP dengan amilosa

hasil fraksinasi membutuhkan energi torque (L dan M), yaitu 47,75 dan 12,00 Nm,

lebih besar dibandingkan proses pencampuran PP dengan pati alaminya (40,45 dan

6,36 Nm). Hal ini diduga karena amilosa hasil fraksinasi memiliki gugus –OH yang

terbuka lebih banyak dibandingkan gugus –OH pada pati alaminya. Menurut Hart

(1983), gugus fungsi –OH memiliki ikatan hidrogen yang mempunyai sifat sangat

polar karena tingginya keelektronegatifan atom oksigen. Oleh karena itu dibutuhkan

kalor yang tinggi untuk menguapkan setiap molekul dan untuk menguraikan ikatan

hidrogen tersebut.

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

65 70 75 80

WR

C (

%)

Suhu (oC)

Pati Sagu Pati Sagu AsetatFr. Amilosa Fr. Amilosa Asetat

Page 15: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

337 Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan..., Indah Yuliasih

Tabel 3. Nilai loading point dan minimum point pada proses pencampuran PP dengan pati sagu dan modifikasinya

Perlakuan Energi Torque (Nm)

Loading Point (L) Minimum Point (M)

PP + Pati sagu 40,45 6,36

PP + Pati asetat 39,17 3,75

PP + Amilosa 47,75 12,00

PP + Amilosa asetat 41,81 3,63

Pada proses asetilasi pati atau amilosanya, gugus –OH digantikan oleh gugus

asetil, namun tidak semua gugus –OH digantikan oleh gugus asetil. Berkurangnya

gugus –OH pada pati asetat dan amilosa asetat menyebabkan energi torque yang

dibutuhkan selama proses pencampuran PP dengan pati asetat (39,17 dan 3,75 Nm)

atau amilosa asetat (41,81dan 3,63 Nm) relatif lebih rendah dibandingkan campuran

PP dengan pati alami (40,45 dan 6,36 Nm) atau amilosanya (47,75 dan 12,00 Nm).

Berdasarkan uraian tersebut di atas, terlihat bahwa campuran PP dengan

amilosa hasil fraksinasi membutuhkan energi torque (nilai L dan M) lebih besar

dibandingkan campuran PP dengan pati alaminya, sedangkan campuran PP dengan

pati asetat atau amilosa asetat relatif membutuhkan energi torque lebih kecil

dibandingkan campuran PP dengan pati alami atau amilosanya. Semakin kecil

energi torque yang dibutuhkan menunjukkan proses pencampurannya lebih mudah

atau dengan kata lain perbedaan sifat bahan yang dicampur relatif kecil, sehingga

sifat mekanik campurannya relatif lebih baik.

Morfologi Permukaan

Pengujian morfologi permukaan campuran PP dengan pati sagu dan modifikasinya

dilakukan dengan menggunakan alat Scanning Electrone Microscope (SEM) pada

perbesaran 450x. Hasil pengujian morfologi permukan disajikan pada Gambar 8.

Page 16: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan…, Indah Yuliasih 338

PP (Poli

Propilena)

PP+pati sagu

10%

PP+pati

asetat 10%

PP+amilosa

10 %

PP+amilosa

asetat 10 %

Gambar 8. SEM campuran PP dengan pati sagu dan modifikasinya (perbesaran 450x)

Morfologi permukaan PP murni menunjukkan morfologi yang sangat homogen.

Penambahan pati sagu dan modifikasinya dalam matriks PP menunjukkan

perubahan morfologi permukaannya. Morfologi permukaan campuran PP dengan

pati alami menunjukkan adanya granula pati yang masih utuh dan terperangkap

dalam matriks PP. Ukuran granula pati yang lebih besar dibandingkan partikel PP

menyebabkan campuran tersebut tidak homogen. Selama proses pencampuran,

perbedaan ukuran granula pati alami dan partikel PP menyebabkan tumbukan antar

keduanya, sehingga energi torque yang dibutuhkan berfluktuasi.

Proses modifikasi pati menyebabkan perubahan bentuk dan struktur

granulanya, dimana bentuknya tidak beraturan dan strukturnya menjadi bersifat

amorf (sifat birefringent-nya hilang). Perubahan inilah yang menyebabkan hasil

analisis morfologi permukaan campuran PP dengan pati modifikasi menunjukkan

sifat yang lebih homogen dibandingkan campuran PP dengan pati alaminya.

Secara umum, hasil analisis morfologi permukaan campuran PP dengan pati

sagu dan modifikasinya terlihat bersifat porous. Hal ini diduga disebabkan tidak

adanya penambahan bahan aditif dalam campuran tersebut, seperti plasticizer,

sehingga campuran tersebut tidak homogen.

Sifat Mekanik

Analisis sifat mekanik bahan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji

kekuatan tarik. Pengujian kekuatan tarik akan menghasilkan kurva tegangan-

regangan (stress-strain). Hasil analisa uji kekuatan tarik disajikan pada Tabel 4, yang

Page 17: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

339 Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan..., Indah Yuliasih

meliputi nilaitensile strength (kekuatan tarik), E-modulus (elastisitas), elongation at

break (perpanjangan putus), dan toughness.

Tabel 4. Hasil pengujian kekuatan tarik campuran PP dengan pati sagu dan modifikasinya*

Perlakuan

Parameter

Kekuatan

Tarik (MPa)

Elastisitas

(MPa)

Perpanjangan

Putus(%)

Toughnes

s (MPa)

PP + Pati Sagu 26,3 (0,6) 921 (21) 11,6 (0,4) 232

PP + Pati Asetat 27,2 (0,4) 888 (73) 29,6 (2,0) 720

PP + Amilosa 21,3 (1,1) 907 (28) 7,6 (0,5) 124

PP + Amilosa

Asetat

27,5 (0,3) 928 (16) 15,0 (1,3) 360

* Data rata-rata tiga kali pengukuran

Tensile strength (kekuatan tarik) menunjukkan tegangan maksimum yang

dapat ditahan oleh suatu bahan, sebelum bahan tersebut putus atau patah. Nilai

kekuatan tarik campuran PP dengan pati asetat (27,2 MPa) atau dengan amilosa

asetat (27,5 MPa) relatif sama, dan nilai tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan

campuran PP dengan pati alami dan amilosanya. Hal ini menunjukkan adanya

muatan gugus asetil dalam pati dan amilosa dapat meningkatkan sifat

kesesuaiannya dengan PP.

E-modulus (elastisitas) menunjukkan perbandingan antara tegangan dan

regangan atau disebut laju tegangan. E-modulus juga mengindikasikan sifat elastis

bahan, artinya bahan yang mengalami regangan dapat kembali ke kondisi semula

bila tidak ada gaya yang diberikan (Surdia dan Saito, 1995). Pada Tabel 4 terlihat

bahwa campuran PP dengan amilosa asetat menunjukkan nilai elastisitas yang lebih

tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Ini menunjukkan campuran PP dengan

amilosa asetat memiliki sifat lebih elastis dibandingkan perlakuan lainnya.

Strain at break (perpanjangan putus) menunjukkan regangan maksimum

sebelum bahan tersebut putus atau patah. Strain at break juga mengindikasikan sifat

bahan plastis (Rosa et al., 2004). Pada Tabel 4 dapat dilihat campuran PP dengan

Page 18: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan…, Indah Yuliasih 340

pati asetat menunjukkan nilai perpanjangan putus yang lebih tinggi dibandingkan

perlakuan lainnya. Ini menunjukkan campuran PP dengan pati asetat bersifat lebih

plastis dibandingkan perlakuan lainnya. Masuknya gugus asetil dalam pati diduga

dapat meningkatkan sifat plastis bahan. Toughness menunjukkan absorbsi energi

oleh bahan sebelum bahan tersebut putus (patah), yang biasanya diekspresikan

sebagai energy absorbed dalam pengujian benturan (impact test). Luas daerah

dibawah kurva tegangan-regangan juga menentukan kekerasan bahan (toughness).

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa campuran PP dengan pati asetat memiliki

nilai toughness yang relatif lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Ini

menunjukkan bahwa campuran PP dengan pati asetat memiliki sifat lebih keras dan

dapat mengabsorbsi energi lebih besar sebelum bahan tersebut putus (patah)

dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

KESIMPULAN

Pada proses asetilasi, peningkatan suhu reaksi asetilasi sampai 40°C

menghasilkan rendemen pati sagu asetat yang sama, dengan nilai rata-rata 84,76 %.

Peningkatan suhu lebih lanjut menghasilkan rendemen pati asetat yang lebih rendah,

yaitu 78,59 %. Peningkatan lama waktu reaksi asetilasi cenderung menurunkan

rendemen pati asetat, tetapi meningkatkan kadar asetil dan nilai DS-nya. Untuk

mendapatkan pati asetat dengan nilai DS intermediate (0,5 – 1,8), kondisi proses

asetilasi yang digunakan adalah pada suhu 40°C dan lama waktu reaksi asetilasi 75

menit.

Proses asetilasi pati alami dapat meningkatkan sifat fungsionalnya, seperti

nilai frezee-thaw stability (dari 83,33 menjadi 75 % sineresis) dan oil retention

capacity (dari 6,67 menjadi 8,87 %). Demikian juga dengan proses asetilasi

amilosanya, dimana nilai frezee-thaw stability meningkat dari 83,33 menjadi 66,67 %

sineresis, dan oil retention capacity meningkat dari 6,67 menjadi 16,33 %.

Energi torque yang dibutuhkan selama proses pencampuran PP dengan pati

alami, pati asetat atau amilosa asetat lebih kecil dibandingkan campuran PP dengan

amilosa atau dengan kata lain proses pencampurannya lebih mudah. Hasil analisis

sifat mekanik (kekuatan tarik, perpanjangan putus dan nilai toughness) campuran PP

Page 19: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

341 Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan..., Indah Yuliasih

dengan pati alami, pati asetat atau amilosa asetat juga lebih baik dibandingkan

campuran PP dengan amilosa.

Campuran PP dengan amilosa asetat menunjukkan nilai elastisitas lebih tinggi

dibandingkan perlakuan lainnya.Campuran PP dengan pati asetat menunjukkan nilai

perpanjangan putus dan toughness lebih tinggi, yang berarti bahan tersebut lebih

bersifat plastis, kuat dan dapat mengabsorbsi energi lebih besar sebelum bahan

tersebut putus (patah) dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ansharullah. 1997. Characteristic and Extruction of Metroxylon Sago Starch. Ph.D.

Thesis. University of Westerm, Sidney.

AOAC. 1994. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical

Chemists. AOAC, Int., Virginia, USA.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical

Chemists. AOAC, Int., Virginia, USA.

ASTM D 638 – 08. 2008. Standard Test Method for Tensile Properties of Plastics.

American Society for Testing and Materials. West Conshohocken, USA.

Arbakariya, A., B.A. Asbi dan R. Norjehan. 1990. Rheological Behaviour of Sago

Starch during Liquefaction and Saccharification. Food Eng. 10 : 610 – 613.

Azudin, M.N. dan N. Noor. 1992. Effect of Processing Technology on The Quality of

Sago Starch. ASEAN J. Sci. Technol. Develop. 9 (1) : 127 – 132.

Betancur, A. D., G. L. Chel, dan H.E. Cañizares. 1997. Acetylation and

Characterization of Canavalia ensiformis Starch. J. Agri. Food. Chem. 45 : 378

– 382.

Hart, H. 1983. Organic Chemistry, a Short Course Sixth Edition. Houghton Mifflin

Co. Terjemahan.Achmadi, S. 1990. Kimia Organik, Suatu Kuliah Singkat.

Penerbit Erlangga, Jakarta.

Jarowenko, W. 1989. Acetylated Starch and Miscellaneous Organic Esters. Di

dalam. Wurzburg, O.B (ed). Modified Starches : Properties and Uses. CRC

Press, Inc, Boca Rotan, Florida.

Khalil, M. I., A. Hashem dan A. Hebeish. 1995. Preparation and Characterization of

Starch Acetate. Starch 47 (10) : 394 – 398.

Page 20: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan…, Indah Yuliasih 342

Krochta, J. M., E. A. Baldwin dan M. O. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coatings

and Films to Improve Food Quality. Technomic Pub. Co. Inc., Lancaster-Basel.

Matanubun, H. dan L. Maturbongs.2005. Sago Palm Potential, Biodiversity and

Sociocultural Considerations for Industrial Sago Development in Papua,

Indonesia. Di dalam. Karafir Y.P., F.S. Jong dan V.E. Fere (ed). Sago Palm

Development and Utilization. Proceeding of the Eight International Sago

Symposium : 41 – 54.

Nisperos-Carriedo, M. O. 1994. Edible Coatings and Films Based on

Polysaccharides. Di dalam. Krochta, J. M., E. A. Baldwin dan M. O. Nisperos-

Carriedo (eds). Edible Coatings and Films to Improve Food Quality.

Technomic Pub. Co. Inc., Lancaster-Basel.

Oates, C. dan A. Hicks. 2002. Sago Starch Production in Asia and the Pasific –

Problems and Prospects. Di dalam. Kainuma K., M. Okazaki, Y. Toyoda dan J.

E. Cecil (eds). New Frontiers of Sago Palm Studies.Frontiers Science Series

37. Universal Academy Press, Inc., Tokyo, Japan.

Ogawa, K., K. Hirai, C. Shimasaki, T. Yoshimura dan S. Ono. 1999. Simple

Determination Method of Degree of Substitution for Starch Acetate. Bull. Chem.

Soc. Jpn. 72 : 2785 – 2790.

Perez, L.A.B., E.A. Acevedo, L.S. Hernandez dan O.P. Lopez. 1999. Isolation and

Partial Characterization of Banana Starches. J. Agric. Food Chem. 47 : 854 –

857.

Rosa, D. S., C. G. F. Guedes, dan A. G. Pedroso. 2004. Gelatinized and

Nongelatini-zed Corn Starch/Poly (ε-Caprolactone) Blends : Characterization by

Rheologi-cal, Mechanical and Morphological Properties. J. Polimeros 14 (3) : 1

– 13.

Sapri.2005. Pengaruh Suhu dan Waktu Asetilasi Pati Sagu (Metroxylon sp.) dengan

Katalis Asam Perklorat terhadap Karakteristik Produknya.Skripsi. Fateta – IPB.,

Bogor.

Singh, N., J. Singh., L. Kaur, N.S. Sodhi dan B.S. Gill. 2003. Morphological, Thermal

dan Rheological Properties of Starches from Different Botanical Sources. Food

Chem. 81 : 219 – 231.

Page 21: PATI SAGU TERMODIFIKASI SEBAGAI BAHAN STARCH-BASED …

Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet, dan Plastik ke-3 Yogyakarta, 29 Oktober 2014

343 Pati Sagu Termodifikasi sebagai Bahan..., Indah Yuliasih

SIRIM. 1992. Malaysian Standard. MS 470 : Specification for Edible Sago Starch

(1st Revision) Standards & Industrial Research Institute of Malaysia.

SNI. 1995. Standar Nasional Indonesia 01-3729 : Pati Sagu. Departemen

Perindustrian, Jakarta.

Sun, R.C. dan X.F. Sun. 2002.Structural and Thermal Characterization of Acetylated

Rice, Wheat, Rye and Barley Straws and Popular Wood Fibre.Indutrial Crops

and Products.160 : 225 – 235.

Surdia, T. dan S. Saito. 1985. Pengetahuan Bahan Teknik. PT. Dainippon

Gitakarya Printing, Jakarta.

Swinkels, J. J. M. 1985. Sources of Starch, its Chemistry and Physics. Di

dalam.Van Beynum, G. M. A. dan J. A. Roels. Starch Conversion Technology.

Marcel Dekker Inc., New York.

Wattanachant, S., S.KS.Muhammad, D.M. Hashim dan R.A. Rahman. 2002.

Suitability of Sago Starch as a Base for Dual-Modification. Songklanakarin J.

Sci. Technol. 24 (3) : 431 – 438.

Zhang, L. L., X. M. Deng, S. J. Zhao, dan Z. T. Huang. 1977. Biodegradable

Polymer Blends of Poly (3-hydroxbutyrate) and Starch Acetate. Polym. Int. 44 :

104 – 110.

Zhou, M., K. Robards, M. Glennie-Holmes dan S. Helliwell. 1998. Structure and

Pasting Properties of Oat Starch. Cereal Chem. 75 : 276 – 281.