YUDI DARMA · dan Pendekatan Investigasi terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada...
Transcript of YUDI DARMA · dan Pendekatan Investigasi terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
EFEKTIVITAS STRATEGI HEURISTIK DENGAN PENDEKATAN METAKOGNITIF DAN
PENDEKATAN INVESTIGASI TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA PADA MATERI POKOK BARISAN DAN DERET DITINJAU DARI
KREATIVITAS SISWA KELAS XII MADRASAH ALIYAH DI PONTIANAK
TESIS
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
YUDI DARMA
NIM. S851008056
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
EFEKTIVITAS STRATEGI HEURISTIK DENGAN PENDEKATAN METAKOGNITIF DAN
PENDEKATAN INVESTIGASI TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA PADA MATERI POKOK BARISAN DAN DERET DITINJAU DARI
KREATIVITAS SISWA KELAS XII MADRASAH ALIYAH DI PONTIANAK
TESIS
Oleh :
YUDI DARMA
NIM. S851008056
Telah Disetujui Oleh Tim Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Dr. Imam Sujadi, M.Si
NIP.196709152006041001
Pembimbing II Drs. Tri Atmojo K., M.Sc, Ph.D
NIP.1963082619888031002
Menyetujui
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
Dr. H. Mardiyana, M.Si
NIP. 196602251993021002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : YUDI DARMA
NIM : S851008056
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul “Efektivitas Strategi
Heuristik dengan Pendekatan Metakognitif dan Pendekatan Investigasi terhadap
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada Materi Pokok Barisan dan
Deret Ditinjau dari Kreativitas Siswa Kelas XII Madrasah Aliyah di Pontianak”,
adalah betul-betul karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis
tersebut ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Februari 2012
Yang membuat pernyataan
Yudi Darma
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
MOTTO
Hidup itu mendaki (Naik & Turun). Oleh sebab itu gali, latih dan asahlah
talenta untuk meningkatkan potensi diri agar kita mampu bertahan dalam
keadaan apapun. Tentunya junjung tinggi nilai keikhlasan dan kesyukuran atas
apa yang telah, sedang dan akan diberikan oleh Yang Maha Pemberi
Segalanya.
Ikhlaslah dalam kesederhanaan, amanah serta bermanfaat untuk orang lain.
(Yudi Darma)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSEMBAHAN
Tesis ini Penulis persembahkan kepada:
1. Ayahnda tercinta H. Asikin Abbas.
2. Ibunda tercinta Yuliana Bustani.
3. Istriku tercinta Firda Khairatih.
4. Anakku tercinta Muhammad Yusra Darma.
5. Saudara-saudaraku tercinta.
6. Bapak/Ibu yang mempunyai atensi di bidang
pendidikan, khususnya di pendidikan
matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRAK
Yudi Darma. S851008056. Efektivitas Strategi Heuristik dengan Pendekatan Metakognitif
dan Pendekatan Investigasi terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika pada
Materi Pokok Barisan dan Deret Ditinjau dari Kreativitas Siswa Kelas XII
Madrasah Aliyah di Pontianak. Pembimbing 1 Dr. Imam Sujadi, M.Si. Pembimbing 2
Drs. Tri Atmojo K., M.Sc, Ph.D. Tesis. Pendidikan Matematika. Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2012
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas strategi heuristik masing-
masing kategori pendekatan pembelajaran, kreativitas, dan interaksinya terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi barisan dan deret.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan rancangan faktorial
2 x 3. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII Madrasah Aliyah di Kota
Pontianak semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012. Pengambilan sampel dilakukan
dengan stratified cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini sejumlah 186
siswa. Pengumpulan datanya dilakukan melalui dokumen sekolah, tes kemampuan
pemecahan masalah dan angket kreativitas. Analisis instrumen yang dilakukan pada tes
kemampuan pemecahan masalah yaitu uji validitas isi, daya pembeda, tingkat kesukaran,
dan reliabilitas. Analisis butir soal pada tes angket kreativitas terdiri dari uji validitas isi,
konsistensi internal, dan reliabilitas. Teknik analisis data yang dilakukan yaitu: Uji
keseimbangan, uji prasyarat analisis (Uji Normalitas dan Uji Homogenitas), Uji Hipotesis
penelitian dengan menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama..
Dengan menggunakan taraf signifikansi α = 0,05 disimpulkan bahwa: 1) Siswa
yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran Metakognitif menghasilkan kemampuan
pemecahan masalah matematika yang lebih baik dari pada siswa yang diajarkan dengan
pendekatan pembelajaran Investigasi. 2) Siswa yang memiliki kreativitas tinggi
mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik daripada siswa yang
memiliki kreativitas sedang maupun rendah, dan siswa yang memiliki kreativitas sedang
mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik daripada siswa yang
memiliki kreativitas rendah. 3) Pada Siswa yang diajarkan dengan pendekatan
pembelajaran Metakognitif maupun Investigasi, siswa dengan kreativitas tinggi
mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik daripada siswa dengan
kreativitas sedang maupun rendah, dan siswa dengan kreativitas sedang mempunyai
kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas rendah.
4) Pada kategori tingkat kreativitas tinggi, siswa yang diajarkan pembelajaran dengan
pendekatan Metakognitif memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang
lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajarkan pembelajaran dengan pendekatan
Investigasi. Sedangkan pada kategori tingkat kreativitas sedang dan rendah, siswa yang
diberi pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif memiliki kemampuan pemecahan
masalah matematika yang sama dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Investigasi.
Kata Kunci: Strategi Heuristik, Metakognitif, Investigasi, Kreativitas dan Kemampuan
Pemecahan Masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRACT
Yudi Darma. S851008056. The Effectiveness Heuristic Strategy With Metacognitive
Approach and Investigation Approach to Problem Solving Skill Mathematics On Subject
Material series and sequence Viewed From Studentss Creativity of Class XII
Madrasah Aliyah Pontianak. Advisor 1st Dr. Imam Sujadi, M.Si, Advisor 2
nd
Drs. Tri Atmojo K., M. Sc, Ph.D. Thesis. Mathematics Education. Postgraduate Program
of Sebelas Maret University. Surakarta. 2012.
The purposes of this research are to know of the effectiveness of heuristic learning
strategy approach category, creativity, and its interaction to studentss mathematics problem
solving ability on material series and sequence.
This research is quasi experimental research with factorial design 2 x 3. The
population is the studentss of class XII Madrasah Aliyah at Pontianak City the schools odd
semester academic year of 2011/2012. The sampling was taken by using stratified cluster
random. Sample of the research is 186 studentss. Data collecting is done through school
document, problem solving essay test ability and creativity questionnaire. Instrument
analysis that was done on essays problem solving ability is content validity, consist of
analysis degree of differences, index of difficulty and reliability. Analysis on creativity
questionnaire is content validity, internal consistency, and reliability. Data analysis
technique used consisting of: Balance test, precondition analysis (Normality and
Homogeneity). Hypothesis analysis test used was two way analysis of variance with
unequal cell.
Using α = 0.05 it can be concluded that: 1) Students who had been taught by using
metacognitive learning approach result the better mathematics problem solving ability
compared to students who had been taught by using investigation learning approach. 2)
Students who have high creativity has better problem solving ability than students that
have medium and low creativity, and students that have medium creativity have better
problem solving ability than students who have low creativity. 3) Students who were
taught by using metacognitive and also investigation learning approach, who have high
creativity have better problem solving ability than students with medium and low
creativity, and students who have medium creativity have better problem solving ability
than students who have low creativity. 4) On high creativity level category, students who
were taught by metacognitive learning approach have better mathematics problem solving
ability than studentss who were taught by using investigation learning approach.
Meanwhile on medium and low creativity, students who were taught by using
metacognitive learning approach have the same mathematics problem solving ability with
studentss who were taught by using investigation approach.
Key words: Heuristic strategy, Metacognitive, Investigation, Creativity and Problem
Solving.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puja dan puji Penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
rahmat serta nikmat-Nya. Terutama nikmat kesehatan dan keafiatan-Nyalah sehingga Penulis
dapat menyelesaikan penyusunan Tesis dengan judul “Efektivitas Strategi Heuristik dengan
Pendekatan Metakognitif dan Pendekatan Investigasi terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematika pada Materi Pokok Barisan dan Deret Ditinjau dari Kreativitas Siswa
Kelas XII Madrasah Aliyah di Pontianak”. Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh magister pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Tiada daya dan upaya yang Penulis lakukan melainkan dengan pertolongan Tuhan
Yang Maha Esa melalui berbagai pihak yang telah banyak memberikan kontribusi dan
motivasi yang sangat berarti bagi diri Penulis. Untuk itu dalam kesempatan ini Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian kepada penulis sehingga penulis
mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam melakukan penelitian.
2. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc., Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana UNS Surakarta sekaligus Ketua Tim Penguji yang telah memberikan
penilaian, pengarahan serta motivasi yang turut membantu dalam penyelesaian Tesis ini.
3. Dr. H. Mardiyana, M.Si., Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Program
Pascasarjana UNS Surakarta sekaligus Sekretaris Tim Penguji yang telah memberikan
penilaian, pengarahan serta motivasi yang turut membantu dalam penyelesaian Tesis ini..
4. Dr. Imam Sujadi, M.Si., Pembimbing Pertama yang dengan penuh kesabaran selalu
memberikan motivasi, arahan serta informasi yang sangat bermanfaat sehingga
mempermudah penulis dalam menyusun dan menyelesaikan Tesis ini.
5. Drs. Tri Atmojo K., M.Sc, Ph.D., Pembimbing Kedua yang dengan penuh kesabaran
selalu memberikan motivasi, arahan serta informasi yang sangat bermanfaat sehingga
mempermudah penulis dalam menyusun dan menyelesaikan Tesis ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
6. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNS
Surakarta yang turut membimbing dan mendidik penulis selama berstudi.
7. Staff Administrasi dan Akademik Pascasarjana UNS Surakarta yang selama ini turut
membantu dalam menyelesaikan segala keperluan administrasi.
8. Ketua STKIP – PGRI Pontianak yang selama ini memberikan motivasi kepada penulis
dan memiliki atensi yang tinggi terhadap dunia pendidikan.
9. Drs. H. Hamdani, S.Pd., Kepala MAN 1 Pontianak, Widi, S.Pd., guru mitra penelitian,
yang telah membantu pelaksanaan penelitian.
10. Drs. H. Nana Kusnadi, M.Pd., Kepala MAN 2 Pontianak, Dra. Sukini, guru mitra
penelitian, yang telah membantu pelaksanaan penelitian.
11. Dra. Hj. Sufiatun, S.Pd., Kepala MA Syarif Hidayatullah Pontianak, Waskur, S.Pd., guru
mitra penelitian, yang telah membantu pelaksanaan penelitian.
12. Drs. Pawadi, S.Pd., Kepala MA Mujahidin Pontianak, Fitri, S.Pd., guru mitra penelitian,
yang telah membantu pelaksanaan uji coba instrumen penelitian.
13. Seluruh peserta didik Madrasah Aliyah di Kota Pontianak, khususnya peserta didik kelas
XII MA Negeri 1 Pontianak, MA Negeri 2 Pontianak, MA Syarif Hidayatullah
Pontianak, dan MA Mujahidin Pontianak, yang telah membantu pelaksanaan penelitian.
14. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana, Khususnya Program Studi Pendidikan
Matematika yang turut mendukung, berpartisipasi dan memotivasi.
15. Seluruh pihak yang terkait dalam jalinan kerjasama mahasiswa Pascasarjana UNS
Surakarta yang tidak bisa disebutkan secara keseluruhan.
Penulis percaya bahwa Allah SWT senantiasa membalas semua budi baik yang telah
dilakukan semua pihak untuk penulis sebagai amal bakti dan nilai tambah ibadah dengan
pahala yang sesuai. Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi insan-insan
yang mempunyai atensi di bidang pendidikan, khususnya pendidikan matematika untuk
meningkatkan kualitas pendidikan matematika anak bangsa di negeri ini.
Surakarta, Februari 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN .................................................................................................................. i
MOTTO ............................................................................................................................... ii
PERSEMBAHAN .............................................................................................................. iii
ABSTRAK ......................................................................................................................... iv
ABSTRACT .......................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xv
SURAT PENELITIAN ..................................................................................................... xvi
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................................. 11
C. Pemilihan Masalah ............................................................................................... 12
D. Pembatasan Masalah ............................................................................................ 13
E. Rumusan Masalah ................................................................................................ 14
F. Tujuan Penelitian ................................................................................................. 14
G. Manfaat Penelitian ............................................................................................... 15
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................................ 17
A. Kajian Teori ........................................................................................................ 17
1. Belajar ........................................................................................................... 17
2. Pemecahan Masalah Matematika .................................................................. 26
3. Strategi Heuristik .......................................................................................... 31
4. Pendekatan Metakognitif .............................................................................. 38
5. Pendekatan Investigasi .................................................................................. 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
6. Langkah-langkah Pembelajaran Strategi Heuristik ...................................... 45
7. Langkah-langkah Pembelajaran Strategi Heuristik
dengan Pendekatan Metakognitif .................................................................. 49
8. Langkah-langkah Pembelajaran Strategi Heuristik
dengan Pendekatan Investigasi ..................................................................... 51
9. Kreativitas ..................................................................................................... 53
10. Materi Barisan dan Deret .............................................................................. 59
B. Penelitian Yang Relevan ...................................................................................... 61
C. Kerangka Berpikir ................................................................................................ 62
D. Hipotesis .............................................................................................................. 67
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................................... 68
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................................. 68
1. Tempat Penelitian ........................................................................................... 68
2. Waktu Penelitian ............................................................................................. 68
B. Jenis Penelitian ..................................................................................................... 69
1. Pendekatan Penelitian ..................................................................................... 69
2. Rancangan Penelitian ...................................................................................... 70
C. Populasi, Sampel, dan Sampling .......................................................................... 71
1. Populasi ........................................................................................................... 71
2. Sampel ............................................................................................................. 71
3. Teknik Sampling ............................................................................................. 71
D. Variabel Penelitian dan Metode Pengumpulan Data .......................................... 73
1. Variabel Penelitian .......................................................................................... 73
2. Metode Pengumpul Data ................................................................................. 75
3. Instrumen Penelitian ........................................................................................ 77
4. Uji Coba Instrumen ......................................................................................... 78
E. Teknik Analisa Data ............................................................................................ 84
1. Uji Prasyarat Analisis ...................................................................................... 84
2. Uji Keseimbangan ......................................................................................... 86
3. Uji Hipotesis .................................................................................................. 87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................... 96
A. Deskripsi Hasil Uji Coba ..................................................................................... 96
B. Deskripsi Data Penelitian ..................................................................................... 98
C. Uji Keseimbangan ............................................................................................... 103
D. Pengujian Prasyarat Analisis ............................................................................... 104
1. Uji Normalitas ................................................................................................ 104
2. Uji Homogenitas Variansi Populasi ............................................................... 105
E. Pengujian Hipotesis ............................................................................................ 106
1. Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Sel Tak Sama ....................................... 106
2. Uji Komparasi Ganda ..................................................................................... 107
F. Pembahasan Hasil Analisis Data ......................................................................... 113
G. Keterbatasan Penelitian ....................................................................................... 123
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ..................................................... 124
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 124
B. Implikasi ............................................................................................................. 125
C. Saran ................................................................................................................... 127
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 129
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Silabus ...................................................................................................................... 137
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ............................................................. 139
a. RPP Metakognitif (KD 4.1) ................................................................................ 139
b. RPP Metakognitif (KD 4.2) ................................................................................ 154
c. RPP Investigasi (KD 4.1) .................................................................................... 161
d. RPP Investigasi (KD 4.2) .................................................................................... 174
3. Kisi-kisi Soal Tes ..................................................................................................... 180
4. Soal Tes ................................................................................................................... 181
5. Kunci Jawaban ......................................................................................................... 183
6. Kisi-kisi Angket Kreativitas .................................................................................... 191
7. Angket Kreativitas ................................................................................................... 194
8. Lembar Kerja Siswa (LKS) ..................................................................................... 198
a. LKS Metakognitif ............................................................................................... 198
b. LKS Investigasi ................................................................................................. 215
9. Kunci Jawaban LKS ................................................................................................ 232
10. Data Pengelompokkan Madrasah Aliyah di Kota Pontianak ................................... 240
11. Data Nilai UTS Siswa .............................................................................................. 241
12. Skor Jawaban Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan Masalah .............................. 244
13. Hasil Validitas Isi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah dan RPP ........................ 245
14. Hasil Perhitungan Reliabilitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ................... 266
15. Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemecahan Masalah .............. 267
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
16. Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Tes Kemampuan
Pemecahan Masalah ................................................................................................. 268
17. Skor Jawaban Tes Angket Kreativitas Siswa .......................................................... 269
18. Hasil Validitas Isi Tes Angket Kreativitas .............................................................. 271
19. Hasil Perhitungan Konsistensi Internal Angket Kreativitas .................................... 280
20. Hasil Perhitungan Reliabilitas Angket Kreativitas .................................................. 281
21. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan
Kelompok Pendekatan Pembelajaran ...................................................................... 282
22. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan
Kelompok Tingkat Kreativitas Siswa ...................................................................... 285
23. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Berdasarkan
Tingkat Kreativitas Siswa Pada Pendekatan Pembelajaran Metakognitif dan
Pendekatan Investigasi Matematika Siswa .............................................................. 288
24. Data Angket Kreativitas Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran ................. 292
25. Data Angket Kreativitas Siswa Berdasarkan Tingkat Kreativitas ........................... 295
26. Data Angket Kreativitas Siswa Berdasarkan Tingkat Kreativitas Siswa
Pada Pendekatan Pembelajaran Metakognitif dan Investigasi ................................ 298
27. Perhitungan Uji Keseimbangan ............................................................................... 301
28. Pengujian Prasyarat Analisis:
a. Uji Normalitas ..................................................................................................... 315
b. Uji Homogenitas Variansi ................................................................................... 328
29. Pengujian Hipotesis (ANAVA 2 Jalan Dengan Sel Tak Sama) .............................. 335
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Jadwal Penelitian ..................................................................................... 69
3.2 Rancangan ANAVA Dua-Jalur ................................................................ 88
4.1 Deskripsi Data Nilai UTS ........................................................................ 98
4.2 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Berdasarkan Kelompok Pendekatan Pembelajaran................................... 99
4.3 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Berdasarkan Tingkat Kreativitas .............................................................. 100
4.4 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Berdasarkan Tingkat Kreativitas dan Pendekatan Pembelajaran ............. 101
4.5 Deskripsi Data Angket Kreativitas Siswa Berdasarkan
Kelompok Pendekatan Pembelajaran ....................................................... 102
4.6 Deskripsi Data Angket Kreativitas Siswa Berdasarkan
Tingkat Kreativitas .................................................................................... 102
4.7 Deskripsi Data Angket Berdasarkan Tingkat Kreativitas Siswa
dan Pendekatan Pembelajaran .................................................................. 103
4.8 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika ............................................................. 104
4.9 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika .............................................................. 105
4.10 Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalan ....................................... 106
4.11 Rataan Masing-masing Sel dan Rerata Marginal ..................................... 107
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
4.12 Rangkuman Komparasi Rerata Antar Kolom .......................................... 108
4.13 Rangkuman Komparasi Rerata Antar Sel Pada Baris Yang Sama .......... 110
4.14 Rangkuman Komparasi Rerata Antar Sel Pada Kolom Yang Sama ........ 111
Tabel Z ................................................................................................................. 352
Tabel t .................................................................................................................. 353
Tabel Kai Kuadrat ................................................................................................ 354
Tabel Lillifors ...................................................................................................... 355
Tabel Bartlett ....................................................................................................... 356
Tabel F ................................................................................................................. 357
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Unsur-unsur Belajar ................................................................................. 18
2.2 Fase Investigasi ........................................................................................ 44
2.3 Kerangka Berpikir .................................................................................... 67
4.1 Rerata Marginal Komparasi Ganda Antar Baris ..................................... 108
4.2 Rerata Marginal Komparasi Ganda Antar Kolom .................................. 110
4.3 Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dan Kreativitas .................... 112
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
SURAT PENELITIAN
A. Surat Ijin Penelitian Pascasarjana UNS Surakarta ................................................... 347
B. Keterangan Telah Melaksanakan Uji Coba Instrumen Penelitian di MA
Mujahidin Pontianak ................................................................................................ 348
C. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di MAN 1
Pontianak ................................................................................................................. 349
D. Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di MAN 2
Pontianak ................................................................................................................. 350
E. Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di MAS Syahid
Pontianak ................................................................................................................. 351
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
rahmat serta nikmat-Nya. Terutama nikmat kesehatan dan keafiatan-Nyalah sehingga
Penulis dapat menyelesaikan usulan proposal dengan judul “Meningkatkan Pemahaman
Konsep dan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui
Pembelajaran Menggunakan Strategi Heuristik (Penelitian Eksperimen Pada Siswa
Kelas XII Salah Satu MAN di Pontianak)”. Makalah Usulan Prosposal ini diselesaikan
sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas terstrukur mata kuliah “Metodologi
Penelitian (Penelitian Kuantitatif)” dalam perkuliahan Program Pasca Sarjana pada
Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Tiada daya dan upaya yang saya lakukan melainkan dengan pertolongan Tuhan
Yang Maha Esa melalui berbagai pihak yang telah banyak memberikan kontribusi dan
motivasi yang sangat berarti dalam menyelesaikan usulan proposal ini. Untuk itu dalam
kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Budiyono, M.Sc selaku dosen pengampu mata kuliah, yang dari
awal hingga diselesaikannya makalah ini terus membimbing, mengarahkan, dan
tentunya mendidik untuk memahami secara intens sesuai dengan mata kuliah yang
ditempuh, khususnya metodologi penelitian.
2. Rekan-rekan mahasiswa dan pihak-pihak terkait yang tidak dapat saya sebutkan satu-
persatu, yang telah turut membantu dalam penyusunan usulan proposal ini.
Sebagai insan yang lemah, penulis menyadari bahwa isi dalam makalah usulan
proposal ini masih banyak kekurangan dan kesalahan, hal ini disebabkan karena ilmu dan
kemampuan penulis yang terbatas, oleh karena itu kritik dan saran yang proporsional
(membangun) sangat penulis harapkan demi perbaikan makalah dan kebermanfaatan
karya-karya di masa mendatang.
Surakarta, Januari 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................................. 10
C. Pembatasan Masalah ............................................................................................ 12
D. Rumusan Masalah ................................................................................................ 12
E. Tujuan Penelitian ................................................................................................. 13
F. Manfaat Penelitian ............................................................................................... 13
G. Definisi Operasional ............................................................................................ 14
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................................ 16
A. Kajian Teori ......................................................................................................... 16
1. Masalah ........................................................................................................... 16
2. Pengertian Masalah Matematika ...................................................................... 17
3. Matematika ...................................................................................................... 17
4. Tujuan Matematika ......................................................................................... 19
5. Pengertian Heuristik ........................................................................................ 19
6. Heuristik Dalam Pemecahan Masalah Matematika ........................................ 20
B. Pemahaman Konsep ............................................................................................. 24
C. Penalaran Matematis ............................................................................................ 28
D. Langkah-langkah Dengan Pembelajaran Strategi Heuristik ................................ 31
E. Teori Belajar Yang Mendukung Pembelajaran Dengan Strategi Heuristik ......... 35
F. Materi Barisan dan Beret ..................................................................................... 36
G. Pembelajaran Biasa .............................................................................................. 38
H. Penelitian Yang Relevan ...................................................................................... 39
I. Kerangka Berpikir ............................................................................................... 39
J. Hipotesis .............................................................................................................. 41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................................... 43
A. Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................................. 43
1. Tempat Penelitian ........................................................................................... 43
2. Waktu Penelitian ............................................................................................. 43
B. Jenis Penelitian .................................................................................................... 44
1. Pendekatan Penelitian ..................................................................................... 44
2. Rancangan Penelitian ...................................................................................... 44
C. Populasi, Sampel, dan Sampling ......................................................................... 46
1. Populasi ........................................................................................................... 46
2. Sampel ............................................................................................................. 46
3. Teknik Sampling ............................................................................................. 46
4. Pengelompokkan Klasifikasi Kemampuan Siswa ........................................... 47
D. Variabel Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ........................................... 47
1. Variabel Penelitian .......................................................................................... 47
2. Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 49
3. Alat Pengumpul Data ...................................................................................... 50
4. Instrumen Penelitian dan Pengembangan ....................................................... 53
E. Teknik Analisa Data ............................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
EFEKTIVITAS STRATEGI HEURISTIK DENGAN PENDEKATAN METAKOGNITIF DAN
PENDEKATAN INVESTIGASI TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIKA PADA MATERI POKOK BARISAN DAN DERET DITINJAU DARI
KREATIVITAS SISWA KELAS XII MADRASAH ALIYAH DI PONTIANAK
Yudi Darma
Dr. Imam Sujadi, M.Si.
Drs. Tri Atmojo K., M.Sc, Ph.D.
Program Studi Magister Pendidikan Matematika
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas strategi heuristik masing-
masing kategori pendekatan pembelajaran, kreativitas, dan interaksinya terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada materi barisan dan deret.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan rancangan faktorial 2 x 3.
Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII Madrasah Aliyah di Kota Pontianak
semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
stratified cluster random sampling. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data
adalah tes kemampuan awal matematika, angket kreativitas, dan tes kemampuan
pemecahan masalah matematika. Uji prasyarat meliputi uji normalitas populasi
menggunakan metode Lillifors dan uji homogenitas variansi populasi menggunakan
metode Bartlett. Dengan α = 0,05, diperoleh simpulan bahwa sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang homogen. Uji keseimbangan
menggunakan uji-t diperoleh simpulan bahwa kedua kelas eksperimen mempunyai
kemampuan awal yang seimbang.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menggunakan analisis variansi dua jalan
dengan sel tak sama dan uji lanjut, diperoleh simpulan bahwa: (1) Siswa yang diajarkan
dengan pendekatan pembelajaran Metakognitif memiliki kemampuan pemecahan masalah
matematika yang lebih baik dari pada pendekatan pembelajaran Investigasi. (2) Siswa yang
memiliki kreativitas lebih tinggi mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang lebih
baik daripada siswa yang memiliki kreativitas lebih rendah. (3) Pada Siswa yang diajarkan
dengan pendekatan pembelajaran Metakognitif maupun Investigasi, siswa dengan
kreativitas tinggi mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik daripada
siswa dengan kreativitas sedang maupun rendah, dan siswa dengan kreativitas sedang
mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik daripada siswa dengan
kreativitas rendah. (4) Pada kategori tingkat kreativitas tinggi, siswa yang diajarkan
pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif memiliki kemampuan pemecahan masalah
matematika lebih baik dari pada pendekatan pembelajaran Investigasi. Pada kategori
tingkat kreativitas sedang dan rendah, siswa yang dengan pendekatan pembelajaran
metakognitif memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang sama dengan
siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran Investigasi.
Kata Kunci: Strategi Heuristik, Metakognitif, Investigasi, Kreativitas dan Kemampuan
Pemecahan Masalah
1. Pendahuluan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (UU
SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003).
Tajamnya persaingan global dalam berbagai aspek kehidupan manusia menuntut
setiap individu anggota masyarakat mampu mengadaptasikan diri terhadap segala
perubahan yang terjadi. Komponen utama yang sangat berperan dalam persaingan ini
adalah kualitas sumber daya manusia. Seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan
tekhnologi, hal tersebut berbanding lurus dengan perubahan kehidupan yang begitu pesat.
Artinya manusia dibutuhkan kecakapan diri, baik dari pola pikir, perilaku, serta
keterampilan yang memadai untuk menyesuaikan perubahan tersebut. Tentunya kita
dituntut untuk mampu meningkatkan kualitas diri dengan memiliki skill, kemampuan
memecahkan masalah (problem solver) sehingga mampu mengatasi dan berkembang
terhadap masalah atau tantangan-tantangan yang hadir dari pesatnya perubahan tersebut.
Salah satu strategi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut
adalah memposisikan sektor pendidikan sebagai alat utama dalam pembangunan.
Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang mempelajari peranan penting dalam
berbagai aspek kehidupan, karena matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern, mempunyai peran dalam berbagai disiplin dan
mengembangkan daya pikir manusia (BSNP, 2006). Matematika merupakan alat yang
efisien dan diperlukan oleh semua ilmu pengetahuan, dan tanpa bantuan matematika
semuanya tidak akan mendapat kemajuan yang berarti (Sujono, 1988). Dengan demikian
matematika memegang peranan bagi berlangsungnya perkembangan ilmu pengetahuan dan
peradaban dunia.
Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan pengajaran matematika diperlukan
pembuatan rencana atau persiapan agar proses pembelajaran dapat lebih efektif, efesien,
dan terarah. Efektif dalam proses dan pencapaian hasil belajar, efisien dalam penggunaan
waktu, dan tenaga serta terarah pada pencapaiannya tujuan yang telah diterapkan.
Namun, kenyataan di lapangan belumlah sesuai dengan apa yang diharapkan.
Masalah dalam pembelajaran matematika di Indonesia dapat dilihat pada hasil yang diraih
oleh Indonesia pada ajang-ajang matematika Internasional. Berdasarkan prestasi yang
diraih pada International Mathematics Olympiads (IMO), peserta didik Indonesia hanya
menempati peringkat 42 dari 91 peserta pada tahun 2005, peringkat 52 dari 93 peserta
tahun 2007, peringkat 36 dari 95 peserta pada tahun 2008, peringkat 43 dari 104 peserta
pada tahun 2009, peringkat 30 dari 95 peserta pada tahun 2010, dan peringkat 29 dari 100
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
peserta pada tahun 2011 (www.imo-official.org/results.aspx). Berdasarkan data hasil dari
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007 yang
dikoordinir oleh The International for Evaluation of Education Achievement (IEA)
menunjukkan bahwa kemampuan matematika peserta didik Indonesia (dengan rerata 397)
menempati peringkat 36 dari 48 negara yang disurvei. Rerata nilai kemampuan matematika
peserta didik Indonesia tersebut jauh di bawah rerata nilai kemampuan matematika peserta
didik Malaysia (dengan rerata 474) dan Singapura (dengan rerata 593).
Rendahnya hasil belajar matematika dapat disebabkan oleh faktor kemampuan guru
dalam menerapkan metode atau strategi pembelajaran yang kurang tepat, misalnya proses
pembelajaran yang cenderung berpusat pada guru sementara siswa lebih cenderung pasif.
Akibatnya siswa tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kemampuan
berpikir matematikanya. Misalnya guru masih menggunakan metode mengajar yang
bersifat mekanisitik, jarang memberikan masalah yang tidak rutin, dan lebih menekankan
pada drill (Marpaung, 2003).
Menyadari pentingnya suatu strategi dan pendekatan pembelajaran untuk dapat
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah matematik siswa, maka mutlak
diperlukan adanya pembelajaran matematika yang lebih banyak melibatkan siswa secara
aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat terwujud melalui suatu bentuk
pembelajaran alternatif yang dirancang sedemikian rupa sehingga mencerminkan
keterlibatan siswa secara aktif dalam merespon pengetahuan. Pendidikan matematika
sebagai bagian dari proses pendidikan secara umum, dihadapkan kepada tugas besar, yaitu
mempersiapkan para siswa Indonesia untuk menjadi seorang pemecah masalah (problem
solver) yang handal dalam menghadapi permasalahan yang bersifat matematis dalam
kehidupan. Oleh karena itu, penulis menjadikan kemampuan pemecahan masalah dengan
strategi heuristik sebagai salah satu fokus yang dikaji dalam penelitian ini.
Pentingnya pemilihan kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa
dikemukakan oleh Branca (dalam Sumarmo, 1994) sebagai berikut : (1) kemampuan
penyelesaian masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai
jantungnya matematika, (2) penyelesaian masalah meliputi metoda, prosedur dan strategi
merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika, dan (3) penyelesaian
matematika merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika.
Kenyataan di lapangan, penekanan proses pembelajaran di sekolah terlalu banyak
ditekankan pada aspek doing tetapi kurang menekankan pada aspek thinking. Apa yang
diajarkan di ruang kelas lebih banyak berkaitan dengan masalah keterampilan manipulatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
atau berkaitan dengan bagaimana mengerjakan sesuatu tetapi kurang berkaitan dengan
mengapa demikian dan apa implikasinya. Dengan kata lain basis pemahaman dalam belajar
hanya berupa hafalan saja, bukannya penalaran, pemecahan masalah atau kemampuan
berpikir sebagai basis pemahaman. Akibatnya pengembangan kemampuan penalaran dan
pemecahan masalah matematis siswa menjadi terhambat (Mansur, 2008).
Oleh sebab itu pembelajaran pemecahan masalah perlu dilakukan oleh guru dalam
pembelajaran matematika, karena pemecahan masalah merupakan aktivitas yang penting
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pemecahan masalah akan memberikan sejumlah
pengalaman baru kepada siswa dalam memahami materi matematika secara khususnya
maupun bidang studi lain secara globalnya.
Barisan dan deret merupakan salah satu materi yang terdapat dalam pelajaran
matematika, dalam kehidupan sehari-hari, banyak persoalan yang dapat diselesaikan
dengan menggunakan kaidah barisan maupun deret, misalnya perhitungan bunga bank,
perhitungan kenaikan produksi, dan laba suatu usaha. Untuk menyelesaikan persoalan
tersebut bisa menggunakan penyelesaian seperti penyelesaian pada materi barisan dan
deret.
Pembelajaran matematika dengan strategi heuristik adalah pembelajaran
matematika yang menitikberatkan pada aktivitas belajar, membantu dan membimbing
peserta didik jika menemui kesulitan dan membantu mengembangkan kemampuan
pemecahan masalahnya. Pembelajaran matematika dengan menggunakan strategi heuristik
merupakan pembelajaran berpaham sistematis, yang menjadikan konflik kognitif sebagai
titik awal proses belajar yang diatasi dengan regulasi pribadi (self regulation) tiap siswa
untuk kemudian siswa tersebut membangun sendiri pengetahuannya melalui pengalaman
dan interaksinya dengan lingkungan, artinya bagaimana guru membantu dan mengarahkan
kepada siswa untuk berpikir dan mampu menyelesaikan masalah secara integratif.
Faktor yang masih sering diabaikan dalam berbagai penelitian pendidikan
matematika adalah kreativitas belajar siswa, termasuk kreativitas berprestasi dalam belajar
matematika. Seiring dengan perkembangan dunia komunikasi, stasiun televisi berlomba-
lomba menarik perhatian masyarakat, dengan acara-acara menarik yang disiarkan pada
saat-saat jam belajar siswa di rumah. Sebagian siswa tidak dapat menyikapi secara bijak
terhadap fenomena ini, mereka menjadi kurang bersemangat dalam belajar, sebaliknya
lebih semangat menonton televisi. Oleh karena itu perlu ada upaya meningkatkan
kreativitas belajar siswa, khususnya kreativitas berprestasi dalam belajar matematika.
Menyikapi hal tersebut pentingnya dilakukan sebagai upaya untuk mengungkap informasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
secara komprehensip tentang gejala-gejala yang muncul dalam praktik pembelajaran
terkait kreativitas berprestasi siswa dalam belajar matematika.
2. Metode Penelitian
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MA yang ada di Kota Pontianak Provinsi Kalimantan
Barat pada semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012.
B. Waktu Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu.
C. Populasi, Sampel, dan Sampling
Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta didik di 14 MA yang ada di Kota
Pontianak. Sampling dilakukan dengan teknik stratified cluster random sampling
sedemikian sehingga terpilih sampel penelitian sebagai berikut:
1) MA Negeri 2 Pontianak dengan kelas XII IPA-2 sebagai kelas eksperimen satu dan
kelas XII IPA-1 sebagai kelas eksperimen dua.
2) MA Negeri 1 Pontianak dengan kelas XII IPA-1 sebagai kelas eksperimen satu dan
kelas XII IPA-2 sebagai kelas eksperimen dua.
3) MA Syrif Hidayatullah dengan kelas XII IPA-1 sebagai kelas eksperimen satu dan
kelas XII IPA-2 sebagai kelas eksperimen dua.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data penelitian meliputi metode dokumentasi, tes, dan angket.
Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data kemampuan awal siswa. Metode
tes digunakan untuk memperoleh data kemampuan pemecahan masalah siswa. Metode
angket digunakan untuk memperoleh data kreativitas siswa.
E. Teknik Analisis Data
Sebelum melakukan eksperimen, dilakukan uji keseimbangan terhadap kemampuan
awal matematika menggunakan ui-t. Data kemampuan pemecahan masalah matematika
dianalisis menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Sebelumnya,
terhadap data kemampuan awal maupun kemampuan pemecahan masalah matematika
dilakukan uji prasyarat meliputi uji normalitas populasi menggunakan metode Lillifors dan
uji homogenitas variansi populasi menggunakan metode Bartlett. Selanjutnya apabila hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
analisis variansi menunjukkan H0 ditolak, dilakukan uji komparasi ganda menggunakan
metode Scheffe’.
3. Hasil Penelitian
A. Data Kemampuan Awal Matematika dan Uji Keseimbangan
Berikut disajikan deskripsi data kemampuan awal matematika peserta didik kelas
eksperimen satu dan kelas eksperimen dua.
Tabel Deskripsi Data Kemampuan Awal Matematika Peserta Didik
Kelompok n Tendensi Sentral Variabilitas Data
Mo Me Min Maks R s
Metakognitif 88 67,01 60 67 33 100 67 12,8
Investigasi 98 67,72 70 69 20 90 70 10,8
Hasil uji prasyarat diperoleh simpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang homogen. Hasil uji keseimbangan
menggunakan uji-t terhadap data kemampuan awal matematika peserta didik diperoleh
simpulan bahwa populasi mempunyai kemampuan awal matematika yang seimbang.
B. Data Penelitian dan Analisis Variansi Tiga Jalan Dengan Sel Tak Sama
Data yang digunakan dalam pengujian hipotesis adalah kemampuan pemecahan
masalah matematika peserta didik pada materi pokok barisan dan deret.
Tabel Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Peserta Didik
Pendekatan
Pembelajaran
Tingkat
Kreativitas n
Tendensi Sentral Variabilitas Data
Mo Me Min Maks R S
Metakognitif
Tinggi 29 52,06 48 50 46 60 14 4,35
Sedang 29 43,93 44 44 34 50 16 3,79
Rendah 30 38,66 40 39 30 46 16 3,91
Investigasi
Tinggi 32 48,32 52 50 40 54 14 4,06
Sedang 34 42,29 38 42 38 48 10 3,68
Rendah 32 38,68 36 38 32 48 16 4,47
Hasil uji prasyarat diperoleh simpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang homogen. Berikut disajikan hasil
analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Tabel Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Sel Tak Sama
Sumber Dk JK RK FObs Fα
Keputusan
Uji
Pendekatan Pembelajaran (A) 1 149,036 149,036 9,06 3,92 H0A ditolak
Kreativitas Siswa (B) 2 4165,198 2082,599 126,59 3,07 H0B ditolak
Interaksi (AB) 2 110,902 55,451 3,37 3,07 H0AB ditolak
Galat 180 2961,20 16,45 - - -
Total 185 7355,72
4. Deskripsi Hasil Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama
Deskripsi hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dan uji komparasi
rerata adalah sebagai berikut:
A. Hipotesis Pertama
Pembelajaran matematika dengan pendekatan Metakognitif dapat
memberikan kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih baik dari pada
pembelajaran dengan pendekatan Investigasi.
B. Hipotesis Kedua
Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematika antara
siswa dengan kreativitas belajar tinggi, sedang, dan rendah:
1) FTinggi - Sedang = 93,634 > Ftabel= 7,60 sehingga Fobs DK yang berarti H0 ditolak.
Siswa yang mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan
pemecahan masalah matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa-siswa
yang mempunyai kreativitas sedang.
2) FTinggi - Rendah = 243,755 > Ftabel=7,60 sehingga Fobs DK yang berarti H0 ditolak.
Siswa yang mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan
pemecahan masalah matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa-siswa
yang mempunyai kreativitas rendah.
3) FSedang - Rendah = 36,274> Ftabel=7,60, sehingga Fobs DK yang berarti H0 ditolak.
Siswa yang mempunyai kreativitas sedang memiliki kemampuan
pemecahan masalah matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa-siswa
yang mempunyai kreativitas rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
C. Hipotesis Ketiga
Terdapat interaksi antara faktor pendekatan pembelajaran dan faktor
kreativitas siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi
barisan dan deret.
1) Dari uji komparasi rerata antar sel dengan metode Schefee’ pada pembelajaran
dengan pendekatan Metakognitif diperoleh hasil sebagai berikut:
a) F11-12 = 58,258 > Ftabel = 11,01, maka F11-12 DK sehingga H0 ditolak
Pada kelas eksperimen yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan
Metakognitif, siswa yang mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan
pemecahan masalah matematika yang lebih baik dari pada siswa yang
mempunyai kreativitas sedang.
b) F11-13 = 160,947 > Ftabel = 11,01, maka F11-13 DK sehingga H0 ditolak
Pada kelas eksperimen yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan
Metakognitif, siswa yang mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan
pemecahan masalah matematika yang lebih baik dari pada siswa yang
mempunyai kreativitas rendah.
c) F12-13 = 24,894 > Ftabel = 11,01, maka F12-13 DK sehingga H0 ditolak.
Pada kelas eksperimen yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan
Metakognitif, siswa yang mempunyai kreativitas sedang memiliki kemampuan
pemecahan masalah matematika yang lebih baik dari pada siswa yang
mempunyai kreativitas rendah.
2) Dari uji komparasi rerata antar sel dengan metode Schefee’ pada pembelajaran
dengan pendekatan Investigasi diperoleh hasil sebagai berikut:
a) F21-22 = 36,435 > Ftabel = 11,01, maka F21-22 DK sehingga H0 ditolak
Pada kelas eksperimen yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan
Investigasi, siswa yang mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan
pemecahan masalah matematika yang lebih baik dari pada siswa yang
mempunyai kreativitas sedang.
b) F21-23 = 90,381 > Ftabel = 11,01, maka F21-23 DK sehingga H0 ditolak
Pada kelas eksperimen yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan
Investigasi, siswa yang mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan
pemecahan masalah matematika yang lebih baik dari pada siswa yang
mempunyai kreativitas rendah.
c) F22-23 = 13,059 > Ftabel = 11,01, maka F22-23 DK sehingga H0 ditolak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Pada kelas eksperimen yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan
Investigasi, siswa yang mempunyai kreativitas sedang memiliki kemampuan
pemecahan masalah matematika yang lebih baik dari pada siswa yang
mempunyai kreativitas rendah.
D. Hipotesis Keempat
Dari hasil uji komparasi rerata antar sel pada tingkat kreativitas dengan metode
Scheffee’ diperoleh hasil sebagai berikut:
1) F11-21 = 12,935 > Ftabel = 11,01, maka F11-21 DK sehingga H0 ditolak.
Pada kategori kreativitas tinggi, siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Metakognitif memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika
yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Investigasi.
2) F12-22 = 2,559 < Ftabel = 11,01, maka F12-22 DK sehingga H0 diterima.
Pada kategori kreativitas sedang, siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Metakognitif mempunyai kemampuan pemecahan masalah matematika
yang sama dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi.
3) F13-23 = 0,0004 > Ftabel = 11,01, maka F13-23 DK sehingga H0 diterima.
Pada kategori kreativitas rendah, siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Metakognitif mempunyai kemampuan pemecahan masalah matematika
yang sama dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi.
5. Simpulan
Berdasarkan analisis data menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak
sama, diperoleh simpulan bahwa:
A. Pendekatan pembelajaran metakognitif pada strategi heuristik menghasilkan
kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik dari pada pendekatan pembelajaran
Investigasi.
B. Siswa yang memiliki kreativitas tinggi mempunyai kemampuan pemecahan masalah
yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kreativitas sedang maupun rendah, dan
siswa yang memiliki kreativitas sedang mempunyai kemampuan pemecahan masalah
yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kreativitas rendah. (T > S > R)
C. Pada Siswa yang diberikan dengan pendekatan pembelajaran Metakognitif maupun
Investigasi, siswa dengan kreativitas tinggi mempunyai kemampuan pemecahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
masalah yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas sedang maupun rendah, dan
siswa dengan kreativitas sedang mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang
lebih baik daripada siswa dengan kreativitas rendah.
D. Pada kategori tingkat kreativitas tinggi, siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Metakognitif memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang
lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan
Investigasi. Sedangkan pada kategori tingkat kreativitas sedang dan rendah, siswa
yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif memiliki kemampuan
pemecahan masalah matematika yang sama dengan siswa yang diberi pembelajaran
dengan pendekatan Investigasi.
6. Daftar Pustaka
Bastow, B. Hughes, J. Kissane, B. & Randall, R. 1986. Another 20 Mathematical
Investigational Work. Perth: The Mathematical Association of Western Australia
(MAWA).
BSNP. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
Budiharjo. 2006. Penerapan Aspek Penilaian pada Penulisan Soal dan Pengolahan Nilai
Rapor. Makalah pada Bintek Matematika. Semarang: tidak diterbitkan.
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press.
-------------. 2009. Statistika Untuk Penelitian (Edisi Kedua). Surakarta : UNS Press.
-------------. 2011. Penilaian Hasil Belajar. Bahan Ajar pada Program Pascarsarjana:
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Buzan, Tony & Barry. 1993. Mind Map Book. New York : Printed in U.S.A.
Cardelle, M.E. 1995. Effect of Teaching Metacognitive Skills to Student with Low
Mathematics Ability. In M.J. Dunkin & N.L. Gage (Eds.), Teaching and Teacher
Education : An International Journal of Research and Studies. 8, 109-111. Oxford :
Pergamon Press.
Cifarelli, V.V. dan Cai, J. 2004. A Framework for Examining the Mathematical
Exploration of Problem Solvers. [online] Tersedia dalam HTU.http://www.icme-
organisers.dk/tsg18/S61CifarelliCai.pdfUTH. diambil pada 06-01-2011
Cockroft, W.H. 1986. Mathematics Counts. London: Her Majesty’s Stationery Office
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Daniel Zingaro.2008, 18 Juli. “Group Investigation: Theory and Practice”. Ontario
Institute for Student in Education. Toronto. Ontario.
http://www.danielzingaro.com/gi.pdf.
Dindyal, J. 2005. Emphasis on Problem Solving in Mathematics Textbooks from Two
Different Reform Movements. Johor Baru Malaysia: The Mathematics Education into
the 21st Century Project Universiti Teknologi Malaysia, Reform, Revolution and
Paradigm Shifts in Mathematics Education, Johor Baru, Malaysia, Nov 25th – Dec 1st
2005
EUA. 2007. The Journal of Creativity in Higher Education. pp. 16-17. Belgia.
Greer, B. 1992. Multiplication and Division as Models of Situations. In D.A. Grouws
(Eds.), Handbook of Educational Psychology (pp. 276-295). New York: Macmillan.
Garofalo, J. dan Lester F. 1985. Metacognition, Cognitive Monitoring and Mathematical
Performance. Journal for Research in Mathematics Education.
Harsa Wara Prabawa. 2006. Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa SMA melalui Pembelajaran dengan Pendekatan
Metakogntif. Bandung : Tesis PPS UPI [tidak dipublikasikan]
Ivy Geok Chin Tan, Shlomo Sharan, Christine Kim Eng Lee. 2007. Group Investigation
Effects on Achievement, Motivation, and Perceptions of Students in Singapore.
International Journal of Educational Research. 100: 3, 142-154.
Imam Sujadi. 2011. Implementasi Matematika Terhadap Perkembangan Intelektual
Peserta Didik. Sumbawa: Disampaikan Dalam Seminar Nasional Matematika di
STKIP Hamzanwadi Selong.
Kirkley, J. 2003. Principles for Teaching Problem Solving. Indiana University : Plato
Learning.
Marpaung, Y. 2003. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Makalah Seminar
Nasional Komperda Himpunan Matematika Indonesia Wilayah Jawa Tengah dan DIY.
Surakarta.
Muhibbin Syah. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru., Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : Remaja Rosdakarya.
NCTM. 2000. Principles and Standard for School Mathematics. Resto, Virginia: The
National Council of Teachers of Mathematics, Inc.
Paul Suparno. 1997. Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
------------------. 2001. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik dan
Menyenangkan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Polya, George. 1973. How to Solve It – A New Aspect of Mathematical Method (Second
edition). New Jersey : Princeton University Press
Ruseffendi, E. T. 1980. Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung:
Tarsito.
Schoenfeld, Alan H. 1980. Heuristik in the Classroom, dalam Krulik, S. dan Reys, Robert
E. (Eds). Problem Solving in School Mathematics. Virginia : NCTM.
Setiawan. 2006. Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Investigasi.
Makalah pada penulisan modulpaket pembinaan penataran. Yogyakarta: Depdiknas
P3G Matematika.
Shadiq, F. 2007. Penalaran atau Reasoning? Mengapa Perlu dipelajari Siswa di Sekolah?
[Online]. Tersedia:http://fadjarp3g.files.wordpress.com/2007/09/ok-
penalaran_gerbang_.pdf (13 Nopember 2010)
Sugiyono. 2005. Statistik Untuk Penelitian. Bandun : Alfabeta
Sujono. 1988. Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: DEPDIKBUD.
Suharsimi, Arikunto. 1998. Manajemen Penelitian (edisi revisi). Jakarta : Rineka Cipta
Syarifah Fadillah Alhadad, 2010. Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel
Matematis, Pemecahan Masalah Matematis, Dan Self Esteem Siswa SMP Melalui
Pembelajaran Dengan Pendekatan Open Ended. Disertasi pada PPS UPI
Bandung: Tidak Diterbitkan.
TIMSS. 2004. Highlights From the Trends in International Mathematics
and Science Study (TIMSS) 2003. [Online]. Tersedia:
http://www.warwick.ac.uk/ETS/Publications/Guides/cal.htm. [13 Nopember 2010]
Utami Munandar. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Utari Sumarmo. 1987. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA
Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur
Pembelajaran. Disertasi pada PPS UPI. Bandung: tidak diterbitkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat (UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003). Pendidikan merupakan
permulaan untuk meraih sesuatu yang berguna dengan ketentuan bahwa apa yang
telah diberikan mesti diajarkan dengan secara moral dapat dipertanggungjawabkan.
Itu berarti bahwa pendidikan harus diselenggarakan untuk memperoleh keadaan yang
lebih baik dan berkembang dengan mengolah berbagai kemampuan yang
membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya.
Tajamnya persaingan global dalam berbagai aspek kehidupan manusia menuntut
setiap individu anggota masyarakat mampu mengadaptasikan diri terhadap segala
perubahan yang terjadi. Komponen utama yang sangat berperan dalam persaingan ini
adalah kualitas sumber daya manusia. Seiring dengan berkembangnya pengetahuan
dan tekhnologi, hal tersebut berbanding lurus dengan perubahan kehidupan yang
begitu pesat. Artinya manusia dibutuhkan kecakapan diri, baik dari pola pikir,
perilaku, serta keterampilan yang memadai untuk menyesuaikan perubahan tersebut.
Tentunya kita dituntut untuk mampu meningkatkan kualitas diri dengan memiliki
skill, kemampuan memecahkan masalah (problem solver) sehingga mampu
mengatasi dan berkembang terhadap masalah atau tantangan-tantangan yang hadir
dari pesatnya perubahan tersebut.
Salah satu strategi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut
adalah memposisikan sektor pendidikan sebagai alat utama dalam pembangunan.
Matematika adalah salah satu ilmu dasar yang mempelajari peranan penting dalam
berbagai aspek kehidupan, karena matematika merupakan ilmu universal yang
mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran dalam berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
disiplin dan mengembangkan daya pikir manusia (BSNP, 2006). Matematika
merupakan alat yang efisien dan diperlukan oleh semua ilmu pengetahuan, dan tanpa
bantuan matematika semuanya tidak akan mendapat kemajuan yang berarti (Sujono,
1988). Dengan demikian matematika memegang peranan bagi berlangsungnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban dunia.
Oleh karena itu, dalam rangka pelaksanaan pengajaran matematika diperlukan
pembuatan rencana atau persiapan agar proses pembelajaran dapat lebih efektif,
efesien, dan terarah. Efektif dalam proses dan pencapaian hasil belajar, efisien dalam
penggunaan waktu, dan tenaga serta terarah pada pencapaiannya tujuan yang telah
diterapkan.
Matematika yang diberikan di sekolah sangat penting dalam upaya
meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka proses pembelajaran matematika sekolah perlu mempertimbangkan
enam prinsip matematika sekolah (NCTM, 2000) yang melingkupi: (1) Equity.
Keunggulan pada pendidikan matematika memerlukan keadilan (dugaan yang tinggi
dan dorongan yang kuat pada semua siswa), (2) Curriculum. Kurikulum lebih dari
kumpulan aktifitas: harus koheren; difokuskan pada kepentingan matematika, dan
artikulasi sekolah yang baik dan tepat; (3) Teaching. Pengajaran matematika yang
efektif memerlukan pemahaman bagaimana siswa mengetahui dan membutuhkan
belajar yang lebih menantang dan mendorong mereka untuk belajar lebih baik; (4)
Learning. Siswa belajar matematika harus dengan pemahaman, dengan aktif
membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya; (5)
Assesment. Assesmen harus mendorong pembelajaran dari pentingnya matematika
dan menyiapkan informasi yang bermanfaat diantara guru dan siswa; (6) Technology.
Teknologi diperlukan dalam pengajaran dan pembelajaran matematika, itu
mempengaruhi dalam mengajar matematika dan mempertinggi pembelajaran siswa.
Dengan matematika sekolah diharapkan siswa (NCTM dalam Imam, 2011)
akan; (1) mereka belajar untuk menghargai matematika (they learn to value
mathematics), (2) mereka menjadi percaya diri dengan kemampuannya dalam
mengerjakan matematika (they become confident in their ability to do mathematics),
(3) mereka menjadi pemecah masalah matematika (they become mathematical
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
problem solvers), (4) mereka belajar untuk berkomunikasi secara matematika (they
learn to communicate mathematically), dan (5) mereka belajar untuk bernalar atau
beralasan secara matematika (they learn to reason mathematically). Empat standar
pengajaran dan pengajaran matematika menurut standar NCTM (Romberg, 1994)
adalah pemahaman konsep, pemecahan masalah, komunikasi, dan penalaran.
Adapun tujuan ideal dalam pembelajaran matematika adalah siswa mampu
memecahkan masalah yang dihadapi berdasarkan penalaran dan kajian ilmiah
(Budiharjo, 2006). Selanjutnya Budiharjo juga mengungkapkan bahwa kecakapan
atau kemahiran matematika adalah: (a) pemahaman konsep, (b) prosedur, (c)
penalaran dan komunikasi, (d) pemecahan masalah, dan (e) menghargai kegunaan
matematika.
Namun, kenyataan di lapangan belumlah sesuai dengan apa yang diharapkan.
Masalah dalam pembelajaran matematika di Indonesia dapat dilihat pada hasil yang
diraih oleh Indonesia pada ajang-ajang matematika Internasional. Berdasarkan
prestasi yang diraih pada International Mathematics Olympiads (IMO), peserta didik
Indonesia hanya menempati peringkat 42 dari 91 peserta pada tahun 2005, peringkat
52 dari 93 peserta tahun 2007, peringkat 36 dari 95 peserta pada tahun 2008,
peringkat 43 dari 104 peserta pada tahun 2009, peringkat 30 dari 95 peserta pada
tahun 2010, dan peringkat 29 dari 100 peserta pada tahun 2011 (www.imo-
official.org/results.aspx). Berdasarkan data hasil dari Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007 yang dikoordinir oleh The
International for Evaluation of Education Achievement (IEA) menunjukkan bahwa
kemampuan matematika peserta didik Indonesia (dengan rerata 397) menempati
peringkat 36 dari 48 negara yang disurvei. Rerata nilai kemampuan matematika
peserta didik Indonesia tersebut jauh di bawah rerata nilai kemampuan matematika
peserta didik Malaysia (dengan rerata 474) dan Singapura (dengan rerata 593).
Rendahnya hasil belajar matematika dapat disebabkan oleh faktor kemampuan
guru dalam menerapkan metode atau strategi pembelajaran yang kurang tepat,
misalnya proses pembelajaran yang cenderung berpusat pada guru sementara siswa
lebih cenderung pasif. Akibatnya siswa tidak mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir matematikanya. Misalnya guru masih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
menggunakan metode mengajar yang bersifat mekanisitik, jarang memberikan
masalah yang tidak rutin, dan lebih menekankan pada drill (Marpaung, 2003).
Tony Buzan (1993), penemu dan pengembang metode Mind Mapping,
menganalogikan bahwa belajar matematika dapat diibaratkan sebagai proses
membangun rumah-rumahan dari kartu. Setiap kartu harus berada di tempatnya
sebelum kartu berikutnya ditambahkan. Apabila terdapat kartu yang salah letak atau
bahkan goyah secara posisi, maka kartu tersebut hanya akan menjadi sebab
keruntuhan sebagian atau bahkan seluruh bangunan kartu.
Sebuah artikel menarik bertajuk ‘Refleksi Kritis Pembelajaran Matematika’,
keluaran P4TK Matematika memaparkan bahwa banyak diantara guru-guru kita di
jenjang sekolah dasar yang karena posisinya sebagai guru kelas menjadikan mereka
tidak punya pilihan lain kecuali harus mengajarkan matematika, mata pelajaran yang
belum tentu menarik bagi mereka bahkan bisa jadi guru tersebut tidak mengenal
matematika secara memadai. Akibatnya, matematika tidak diajarkan secara utuh
melainkan hanya bagian-bagian tertentu yang dikuasai oleh guru tersebut dan tanpa
diikuti bagian yang lainnya. Hal tersebut merupakan salah satunya yang menjadi
awal mengapa begitu banyak anak-anak ‘gagal’ menyempurnakan pemahaman
matematika mereka.
Kelesuan belajar matematika ini, jelas berdampak pada prestasi personal
maupun kolektif kebangsaan. Programme for International Student Assessment
(PISA: 2003) menginformasikan perbandingan Internasional prestasi literasi
matematika, bahwa Indonesia berada pada posisi ke 39 dari 41 peserta dari negara
lain yang terdaftar sebagai peserta dengan poin 367 yang begitu jauh di bawah
Hongkong – China yang menempati posisi teratas dengan raihan poin 560.
Selanjutnya pada tahun 2009 hanya menempatkan prestasi matematika Indonesia
pada peringkat 61 dari 65 negara. (www.sampoernafoundation.org). Padahal siswa
Indonesia menghabiskan lebih banyak waktu belajar matematika di kelas, yaitu
sekitar 169 jam. Sementara Malaysia hanya 120 jam dan Singapura lebih sedikit lagi,
yaitu hanya 112 jam.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah, apa sebenarnya yang sedang terjadi
dengan pembelajaran matematika di Indonesia? Hasil Video Study yang dilakukan
oleh P4TK, menunjukkan bahwa : ‘ceramah masih merupakan metode yang paling
banyak digunakan selama mengajar, waktu yang digunakan siswa untuk problem
solving masih sekitar 32% dari seluruh waktu pembelajaran matematika di kelas,
guru lebih banyak berbicara dibandingkan siswa, hampir semua guru memberikan
soal rutin dan kurang menantang, kebanyakan guru sangat bergantung pada buku
teks yang mereka gunakan dan sebagian besar guru belum menguasai keterampilan
bertanya (Shadiq, 2007).
Selain dari itu ada beberapa alasan penting yang menandai dan memperkuat
temuan tersebut. Pertama, peserta didik memiliki kelemahan-kelemahan dalam
heuristik, metakognitif, dan aspek-aspek afektif kompetensi matematika. Jika siswa
dihadapkan kepada situasi masalah yang kompleks dan tidak rutin (non-routine),
banyak siswa tidak dapat menerapkan secara spontan strategi heuristik, seperti:
membuat sketsa permasalahan, menggambarkan situasi permasalahan, memilah-
milah permasalahan, atau menebak dan mengecek jawaban (Bock, et al,1998; Corte
& Somers, 1982; Lester et al, 1989; Schoenfeld, 1992; Eissen, 1991).
Dengan penekanan pada kemampuan pemecahan masalah, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sebagian besar upaya siswa dalam menemukan solusi siswa
berupa aktivitas self-regulatory, seperti menganalisis soal, memonitor proses
penyelesaian, dan mengevaluasi hasilnya, kurang nampak pada diri siswa. Jenis
pendekatan yang digunakan siswa antara lain: melihat soal secara sepintas,
memutuskan dengan cepat kalkulasi apa yang digunakan untuk memanfaatkan
bilangan yang diberikan pada soal, kemudian meneruskan perhitungan tanpa
mempertimbangkan alternatif lainnya, sehingga belum ada kemajuan yang
ditunjukkan pada hasil pekerjaannya (Corte et al, 1996; Greer, 1992). Dengan
demikian dapat dikemukakan bahwa siswa belum mampu menggunakan strategi
heuristik dalam menyelesaikan soal aplikasi matematis.
Kedua, dengan penekanan pada aspek afektif, beberapa penelitian berhasil
mengidentifikasi bahwa sebagian besar siswa memiliki kekurangan dalam
mendukung kemajuan pengajaran dan pembelajaran matematika dan pemecahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
masalah. Sikap yang ditunjukkan ini merupakan pengaruh negatif bagi kesadaran
siswa untuk ”melibatkan” diri dalam aktivitas pemecahan masalah matematika.
Ketika menghadapi soal matematika, pada jenis pengetahuan yang diujikan untuk
mereka manfaatkan dalam penyelesaian soal, dan pada suatu cara untuk
mengevaluasi kegagalan atau keberhasilan mereka dalam memecahkan soal
matematika (Corte et al, 1996; Lester et al, 1989; Schoenfeld, 1988, 1992). Tidak
sedikit siswa memilih jalan pintas dalam mengerjakan soal-soal pemecahan masalah
matematis yang berakhir dengan jawaban salah. Sebaliknya, mereka kurang terbiasa
dengan tahap-tahap memahami masalah, merencanakan strategi, melakukan
pengerjaan atau perhitungan, dan memeriksa jawaban. Penulis merasa perlu untuk
mengkaji lebih mendalam tentang kemampuan dan berbagai strategi pemecahan
masalah yang dilakukan siswa sebagai salah satu fokus kajian dalam penelitian ini.
Kondisi ini semakin menarik untuk dikaji ketika ternyata kurikulum
pembelajaran matematika yang diterapkan di Indonesia justru mengacu pada
rekomendasi National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), yaitu
menjadikan problem solving (pemecahan masalah) sebagai fokus utama
pembelajaran matematika. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran
Matematika SD, SMP dan SMA yang diterbitkan Pusat Kurikulum – Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional menyatakan atau
bahkan menetapkan bahwa pemecahan masalah (problem solving), penalaran
(reasoning) dan komunikasi (communication) sebagai proses yang harus dipenuhi
dalam pembelajaran matematika sekolah (Shadiq, 2003). Dokumen Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Mata Pelajaran Matematika SMA menyatakan
hal yang sama. Dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa pembelajaran
matematika di tingkat SMA dimaksudkan agar siswa dapat mengembangkan
kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan
mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram,
dan media lain.
Pelaksanaan inovasi pembelajaran tersebut sebagai harapan masih terbatas
dengan lemahnya pemahaman dan kemampuan guru dalam menyusun rencana
pelaksanaan pembelajaran yang berpola pada pembelajaran pemecahan masalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Dengan demikian, pembelajaran di kelas belum menunjukkan terjadinya perubahan
mendasar yang mengarah pada pola pembelajaran pemecahan masalah. Oleh sebab
itu, perlu dilakukan sosialisasi tentang pembelajaran pemecahan masalah yang
bertujuan untuk menambah pemahaman guru tentang pembelajaran konstruktivisme
sehingga mampu menentukan pola pembelajaran pemecahan masalah yang sesuai
untuk mata pelajaran dan kelas tertentu.
Menyadari pentingnya suatu strategi dan pendekatan pembelajaran untuk dapat
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah matematik siswa, maka mutlak
diperlukan adanya pembelajaran matematika yang lebih banyak melibatkan siswa
secara aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat terwujud melalui suatu bentuk
pembelajaran alternatif yang dirancang sedemikian rupa sehingga mencerminkan
keterlibatan siswa secara aktif dalam merespon pengetahuan. Pendidikan matematika
sebagai bagian dari proses pendidikan secara umum, dihadapkan kepada tugas besar,
yaitu mempersiapkan para siswa Indonesia untuk menjadi seorang pemecah masalah
(problem solver) yang handal dalam menghadapi permasalahan yang bersifat
matematis dalam kehidupan. Oleh karena itu, penulis menjadikan kemampuan
pemecahan masalah dengan strategi heuristik sebagai salah satu fokus yang dikaji
dalam penelitian ini.
Pentingnya pemilihan kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa
dikemukakan oleh Branca (dalam Sumarmo, 1994) sebagai berikut : (1) kemampuan
penyelesaian masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan
sebagai jantungnya matematika, (2) penyelesaian masalah meliputi metoda, prosedur
dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika, dan (3)
penyelesaian matematika merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika.
Kenyataan di lapangan, penekanan proses pembelajaran di sekolah terlalu
banyak ditekankan pada aspek doing tetapi kurang menekankan pada aspek thinking.
Apa yang diajarkan di ruang kelas lebih banyak berkaitan dengan masalah
keterampilan manipulatif atau berkaitan dengan bagaimana mengerjakan sesuatu
tetapi kurang berkaitan dengan mengapa demikian dan apa implikasinya. Dengan
kata lain basis pemahaman dalam belajar hanya berupa hafalan saja, bukannya
penalaran, pemecahan masalah atau kemampuan berpikir sebagai basis pemahaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Akibatnya pengembangan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematis
siswa menjadi terhambat (Mansur, 2008).
Proses pembelajaran yang kurang menekankan pada aspek thinking akan
membentuk siswa cenderung mengoptimalkan dirinya dengan menerima saja apa
yang diajarkan oleh guru. Hal ini akan mengakibatkan fiksasi fungsional tentang
makna belajar yang keliru tertanam dalam diri siswa, yang pada gilirannya akan
mengkontaminasi proses pembentukan kemampuan berpikir tingkat tinggi (high
order thinking) pada diri siswa serta menumbuhkan sikap resistensi yang tinggi
terhadap perubahan. Kemampuan pemecahan masalah akan sulit terbentuk karena
aspek-aspeknya, lebih banyak diambil alih oleh guru. Di mata siswa, proses
pembelajaran yang sekarang berjalan belum dipandang sebagai proses belajar yang
bersumber pada siswa karena pada umumnya siswa masih mengharapkan guru
menyampaikan materi secara sistematis agar siswa dapat mencatatnya dengan rapi.
Pemecahan masalah adalah suatu kemampuan berpikir yang menuntut suatu
tahapan berpikir. Polya (Schoenfeld, 1980) dalam bukunya How to Solve It pertama
kali mengenalkan empat (4) langkah dalam pemecahan masalah yang disebut
Heuristik. Strategi berpikir pemecahan masalah menurut Polya dijadikan sebagai
model umum strategi pemecahan masalah. Sementara pengembangannya memuat
langkah yang lebih rinci dan spesifik.
Dalam pelaksanaannya dan implikasi dari pemecahan masalah tersebut, akan
mampu meningkatkan daya nalar dan kemampuan matematis siswa dalam
menyelesaikan masalah. Sehingga hal tersebut akan dapat mampu mengarahkan
kepada siswa untuk berpikir kritis dan sistematis sebagai problem solver yang
handal. Salah satu pendekatan pembelajaran yang mampu mewujudkan itu adalah
penerapan pembelajaran dengan menggunakan strategi heuristik.
Dalam pembelajaran matematika, guru selalu memberikan soal-soal kepada
siswa, segera setelah guru mengajarkan materi. Soal-soal tersebut berupa soal-soal
rutin atau soal-soal tidak rutin. Bagaimanapun tingkat kesulitan soal yang diberikan,
guru perlu memberikan petunjuk agar siswa dapat menyelesaikan soal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
Oleh sebab itu pembelajaran pemecahan masalah perlu dilakukan oleh guru
dalam pembelajaran matematika, karena pemecahan masalah merupakan aktivitas
yang penting berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Pemecahan masalah akan
memberikan sejumlah pengalaman baru kepada siswa dalam memahami materi
matematika secara khususnya maupun bidang studi lain secara globalnya. Menurut
Sukirman, dan kawan-kawan (2007: 10.15) prosedur pemecahan masalah secara
sistematis meliputi tahap-tahap berurutan yang logis, yaitu analisis, rencana,
penyelesaian, penilaian. Prosedur tersebut dikenal dengan metode heuristik.
Lemahnya kemampuan pemecahan masalah matematik siswa Indonesia
ditunjukkan oleh survey yang dilakukan JICA Technical Cooperation Project for
Development of Science and Mathematics Teaching for Primary and Secondary
Education in Indonesian atau IMSTEP pada tahun 1999 di kota Bandung, yang
menemukan bahwa salah satu kegiatan bermatematika yang dipandang sulit oleh
siswa untuk mempelajarinya dan oleh guru untuk mengajarkannya adalah pemecahan
masalah (Fadillah, 2010 : 2). Hasil ini didukung pula oleh hasil studi Internasional
dari TIMSS pada tahun 1999 untuk siswa kelas delapan SLTP bahwa soal-soal
matematika tidak rutin yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi pada
umumnya tidak berhasil dijawab dengan benar oleh sampel siswa Indonesia
(Suryadi, 2005 : 3).
Berdasarkan informasi dari beberapa guru matematika MA di Kota Pontianak
pada umumnya nilai matematika peserta didik, khususnya pada materi pokok barisan
dan deret cenderung kurang memuaskan. Banyak peserta didik yang mengalami ke-
sulitan dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan materi tersebut. Hal ini
mungkin karena konsep-konsep tentang materi tersebut belum benar-benar dikuasai
oleh peserta didik. Kesulitan yang dialami peserta didik hanya diorganisir sendiri
tanpa dikomunikasikan dengan peserta didik lain atau guru yang mengajar. Selain
itu, sebagian besar guru matematika masih menerapkan pembelajaran konvensional,
yaitu algoritma aritmatika dan rumus matematika diinformasikan kepada peserta
didik, dilatihkan melalui latihan soal dan diakhiri dengan memberikan tugas rumah.
Secara garis besar, selama kegiatan pembelajaran guru aktif memberikan informasi,
sedangkan peserta didik hanya menyimak, mencatat dan mengerjakan latihan soal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Hal ini membuat peserta didik cenderung pasif dan hanya menerima penjelasan dari
guru sehingga tujuan pembelajaran cenderung tidak tercapai secara optimal.
Barisan dan deret merupakan salah satu materi yang terdapat dalam pelajaran
matematika, dalam kehidupan sehari-hari, banyak persoalan yang dapat diselesaikan
dengan menggunakan kaidah barisan maupun deret, misalnya perhitungan bunga
bank, perhitungan kenaikan produksi, dan laba suatu usaha. Untuk menyelesaikan
persoalan tersebut bisa menggunakan penyelesaian seperti penyelesaian pada materi
barisan dan deret.
Pembelajaran matematika dengan strategi heuristik adalah pembelajaran
matematika yang menitikberatkan pada aktivitas belajar, membantu dan
membimbing peserta didik jika menemui kesulitan dan membantu mengembangkan
kemampuan pemecahan masalahnya. Pembelajaran matematika dengan
menggunakan strategi heuristik merupakan pembelajaran berpaham sistematis, yang
menjadikan konflik kognitif sebagai titik awal proses belajar yang diatasi dengan
regulasi pribadi (self regulation) tiap siswa untuk kemudian siswa tersebut
membangun sendiri pengetahuannya melalui pengalaman dan interaksinya dengan
lingkungan, artinya bagaimana guru membantu dan mengarahkan kepada siswa
untuk berpikir dan mampu menyelesaikan masalah secara integratif.
Faktor yang masih sering diabaikan dalam berbagai penelitian pendidikan
matematika adalah kreativitas belajar siswa, termasuk kreativitas berprestasi dalam
belajar matematika. Seiring dengan perkembangan dunia komunikasi, stasiun televisi
berlomba-lomba menarik perhatian masyarakat, dengan acara-acara menarik yang
disiarkan pada saat-saat jam belajar siswa di rumah. Sebagian siswa tidak dapat
menyikapi secara bijak terhadap fenomena ini, mereka menjadi kurang bersemangat
dalam belajar, sebaliknya lebih semangat menonton televisi. Oleh karena itu perlu
ada upaya meningkatkan kreativitas belajar siswa, khususnya kreativitas berprestasi
dalam belajar matematika. Menyikapi hal tersebut pentingnya dilakukan sebagai
upaya untuk mengungkap informasi secara komprehensip tentang gejala-gejala yang
muncul dalam praktik pembelajaran terkait kreativitas berprestasi siswa dalam
belajar matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, teridentifikasi masalah-masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Ada kemungkinan kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah dan
belum dijadikan sebagai kegiatan utama. Padahal pemecahan masalah merupakan
kegiatan yang penting. Selain itu, kemampuan pemecahan masalah merupakan
salah satu kemampuan dasar matematika yang perlu dimiliki oleh siswa.
Pentingnya peranan strategi heuristik dalam pemecahan masalah matematika dan
pembelajarannya inilah yang melatarbelakangi peneliti untuk dapat mengungkap
sekaligus mengkaji peranan heuristik dalam pemecahan masalah dan
pembelajarannya.
2. Ada kemungkinan di MA Se-Kota Pontianak, pembelajaran matematika cende-
rung terpusat pada guru dengan menerapkan pembelajaran konvensional. Ada
kemungkinan penyebab rendahnya pemecahan masalah matematika peserta didik
dikarenakan proses pembelajaran tersebut. Terkait dengan hal ini, dapat diteliti
apakah jika strategi dan pendekatan pembelajaran matematika yang diterapkan
guru diubah maka kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik
menjadi lebih baik.
3. Ada kemungkinan secara umum masih kurang terbiasanya peserta didik
menyelesaikan soal-soal dengan tahap-tahap memahami masalah, merencanakan
strategi, melakukan pengerjaan atau perhitungan, dan memeriksa jawaban. Yang
sebenarnya langkah-langkah tersebut selain mampu meningkatkan daya pikir
(thinking building) siswa, akan tetapi juga dapat melatih dan meningkatkan
kreativitas siswa. Ada kemungkinan rendahnya kemampuan pemecahan masalah
matematika peserta didik dikarenakan pembelajaran matematika yang didesain
belum mengarah ke pola pembelajaran pemecahan masalah seperti yang terdapat
dalam langkah heuristik. Terkait dengan hal ini, dapat diteliti apakah jika
pemahaman guru tentang pembelajaran konstruktivisme ditingkatkan maka
kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik akan lebih baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
4. Ada kemungkinan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
dilihat dari prestasi belajar matematika peserta didik di MA Se-Kota Pontianak
tidak hanya diakibatkan oleh strategi ataupun pendekatan pembelajaran tetapi
juga diakibatkan oleh keingintahuan dan kreativitas peserta didik. Mengingat
setiap peserta didik mempunyai tingkat keingintahuan dan kreativitas yang
berbeda, maka kemungkinan perbedaan prestasi belajar dalam kemampuan
pemecahan masalah peserta didik diakibatkan karena perbedaan tingkat
kreativitas peserta didik. Berkaitan dengan hal tersebut, perlu dikaji apakah benar
bahwa kreativitas peserta didik berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematika pada akhir pembelajaran.
5. Karena adanya perbedaan karakteristik peserta didik maka ada kemungkinan
bahwa suatu strategi atau pendekatan pembelajaran matematika dengan tipe
tertentu mungkin cocok bagi peserta didik tertentu saja, akan tetapi tidak cocok
bagi peserta didik lain. Demikian juga suatu strategi atau pendekatan
pembelajaran mungkin cocok untuk peserta didik dengan tingkat kreativitas
tertentu, akan tetapi tidak cocok untuk peserta didik dengan tingkat kreativitas
yang lain. Terkait hal ini, perlu diteliti apakah efektivitas penerapan strategi atau
pendekatan pembelajaran tertentu di Madrasah Aliyah Se-Kota Pontianak
bergantung pada kreativitas peserta didik.
C. Pemilihan Masalah
Mengingat keterbatasan kemampuan peneliti, maka tidak semua permasalah-
an di atas diteliti. Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian terkait dengan
masalah pertama dan kedua yaitu membandingkan kemampuan pemecahan masalah
matematika peserta didik dalam pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan
metakognitif dan pendekatan investigasi. Selain itu, peneliti juga meneliti
permasalahan ketiga yaitu membandingkan kemampuan pemecahan masalah mate-
matika peserta didik berdasarkan kreativitas peserta didik. Kemudian, peneliti juga
meneliti permasalahan keempat yaitu membandingkan efektivitas penerapan
pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan metakognitif dan pendekatan
investigasi ditinjau dari kreativitas peserta didik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Alasan dipilihnya pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan
metakognitif dan pendekatan investigasi dalam penelitian ini karena kedua
pendekatan pembelajaran tersebut menekankan pada keaktifan peserta didik dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas sehingga diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik.
D. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pemilihan masalah, terdapat tiga hal yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini, antara lain (1) apakah suatu pendekatan pembelajaran tertentu
memberikan kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih baik di-
bandingkan pendekatan pembelajaran yang lain, (2) apakah kreativitas peserta didik
berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika, (3) apakah
dalam penerapan pendekatan pembelajaran tertentu bergantung pada kreativitas
peserta didik. Agar penelitian ini dapat dilakukan dengan benar dan terarah, di-
lakukan pembatasan-pembatasan sebagai berikut.
1. Ada dua pendekatan pembelajaran matematika yang akan diteliti pengaruhnya
terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika, yaitu pendekatan
pembelajaran metakognitif dan pendekatan pembelajaran investigasi bertolak
pada kemampuan peserta didik yang seimbang.
2. Penelitian ini dilakukan pada peserta didik kelas XII semester ganjil MA Se-Kota
Pontianak Provinsi Kalimantan Barat tahun pelajaran 2011/2012.
3. Kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada penelitian ini
dibatasi pada kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik kelas
XII semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012 pada materi pokok barisan dan
deret.
4. Kreativitas peserta didik adalah ciri-ciri pokok yang ditunjukkan dengan
kelincahan mentalnya untuk berpikir dari dan keseluruh arah, fleksibelitas
konseptual dan orisinilitas untuk melahirkan ide, gagasan, ilham, pemecahan,
cara baru, semangat belajarnya dan penemuan terhadap matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, dirumuskan masalah penelitian se-
bagai berikut:
1. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik dalam
pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan metakognitif lebih baik
dibandingkan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik dalam
pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan investigasi?
2. Apakah kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik dengan
kreativitas lebih tinggi lebih baik dibandingkan kemampuan pemecahan masalah
matematika peserta didik dengan kreativitas lebih rendah?
3. Apakah pada pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan metakognitif
dan investigasi, kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik
dengan kreativitas tinggi lebih baik dibandingkan kemampuan pemecahan
masalah matematika peserta didik dengan kreativitas sedang maupun rendah, dan
kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik dengan kreativitas
sedang lebih baik dibandingkan kemampuan pemecahan masalah matematika
peserta didik dengan kreativitas rendah?
4. Apakah pada peserta didik dengan kreativitas tinggi, sedang dan rendah, pembel-
ajaran strategi heuristik dengan pendekatan metakognitif menghasilkan
kemampuan pemecahan masalah matematika lebih baik dibandingkan pembel-
ajaran strategi heuristik dengan pendekatan investigasi?
F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai dalam penelitian
ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika peserta
didik dalam pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan metakognitif
lebih baik dibandingkan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta
didik dalam pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan investigasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2. Untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematika peserta
didik dengan kreativitas lebih tinggi lebih baik dibandingkan kemampuan
pemecahan masalah matematika peserta didik dengan kreativitas lebih rendah.
3. Untuk mengetahui apakah pada pembelajaran strategi heuristik dengan
pendekatan metakognitif dan investigasi, kemampuan pemecahan masalah
matematika peserta didik dengan kreativitas tinggi lebih baik dibandingkan
kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik dengan kreativitas
sedang maupun rendah, dan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta
didik dengan kreativitas sedang lebih baik dibandingkan kemampuan pemecahan
masalah matematika peserta didik dengan kreativitas rendah.
4. Untuk mengetahui apakah pada peserta didik dengan kreativitas tinggi, sedang
dan rendah, pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan metakognitif
menghasilkan kemampuan pemecahan masalah matematika lebih baik dibanding-
kan pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan investigasi.
G. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain:
1. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bacaan, informasi, dan
referensi bagi rekan mahasiswa program studi matematika untuk melakukan
kegiatan penelitiannya.
2. Praktis
a. Bagi Sekolah.
Bisa menjadi sumbangan pemikiran yang baru bagi guru dalam
berkreatifitas menggunakan strategi-strategi pembelajaran, sekaligus
mengenalkan penggunaan pembelajaran dengan pendekatan metakognitif dan
pendekatan investigasi kepada guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
b. Bagi Siswa.
Dengan menggunakan pendekatan metakognitif dan pendekatan investigasi
diharapkan dapat memberikan motivasi siswa dalam belajar dan dapat
memahami soal-soal matematika tersebut sehingga mendapatkan solusi dalam
menyelesaikan soal tersebut. Serta agar siswa bisa berinteraksi dengan teman
sebangkunya ataupun dengan teman-teman sekelasnya.
c. Bagi peneliti
Peneliti dapat mengetahui gambaran pembelajaran matematika strategi
heuristik dengan pendekatan metakognitif dan pendekatan investigasi dalam
materi barisan dan deret pada kelas XII.
d. Bagi calon peneliti lain
Dapat memberikan wawasan tentang pembelajaran matematika dengan
pendekatan metakognitif dan pendekatan investigasi, serta menjadi acuan dalam
penelitian sejenis terhadap pokok bahasan lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Belajar
a. Pengertian Belajar
Menurut Paul Suparno (1997: 61), belajar merupakan proses aktif pelajar
mengkonstruksi arti yang berupa teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar
juga merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau
bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga
pengertiannya dikembangkan. Dalam belajar individu menggunakan ranah kognitif,
afektif dan psikomotor. Akibat belajar tersebut maka kemampuan kognitif,
psikomotor bertambah baik.
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang belajar, sebab manusia adalah
makhluk yang berada dalam proses menjadi (to be). Dialah makhluk yang
mengusahakan sendiri apa yang dipelajarinya, bukan makhluk yang telah
diprogramkan sejak lahir. Untuk itu manusia diperlengkapi oleh Tuhan dengan akal,
sehingga dengan ini dia bisa mengembangkan potens-potensi yang dimilikinya. Dan
belajar adalah bentuk kegiatan untuk mengembangkan potensi itu. Secara umum kita
mengartikan belajar sebagai usaha untuk mencari ilmu pengetahuan, untuk mengusai
ketrampilan tertentu. Belajar pada hakikatnya adalah suatu aktivitas yang
mengharapkan perubahan tingkah laku pada individu yang belajar
(Depdiknas 2003). Belajar selalu melibatkan tiga hal pokok yaitu: adanya perubahan
tingkah laku, sifat perubahannya relatif permanen serta perubahan tersebut
disebabkan oleh interaksi dengan lingkungan.
Jadi belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
interaksi antara siswa dengan sumber-sumber belajar atau objek belajar, baik yang
sengaja dirancang maupun yang tidak secara sengaja dirancang namun dimanfaatkan
(Depdiknas, 2003). Perolehan belajar, di samping penguasaan materi pembelajaran
itu sendiri, dapat juga berupa kemampuan-kemapuan lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Dari pengalaman belajar yang dialami, siswa dapat belajar bagaimana
caranya belajar. Pengalaman belajar adalah interaksi antara subjek belajar dengan
objek belajar, misalnya siswa mengerjakan tugas, melakukan pemecahan masalah,
mengamati suatu gejala, percobaan dan lain-lainnya. Aktivitas belajar sangat
berkaitan dengan fungsi otak. Perkembangan dan cara fungsi otak dipengaruhi oleh
hasil interaksi dengan objek belajar atau lingkungan.
Dalam belajar ada tiga unsur yang perlu diamati dan dipelajari. Yang pertama
unsur pengalaman kita sebut dengan stimulus eksternal (lingkungan atau sumber-
sumber belajar). Kedua, unsur-unsur internal yang berada pada tataran kognitif
seperti berpikir untuk mencapai pemahaman. Ketiga adalah unsur pemahaman
sebagai hasil dari proses belajar yang pada gilirannya akan mengubah penampakan
dari luar. Penampakan prilaku ini bisa berupa sikap atau keterampilan atau skill-skill
tertentu. Ketiga unsur tersebut digambarkan pada Gambar 2.1:
Gambar 2.1 Unsur-unsur Belajar
Agar siswa berhasil dalam belajarnya, maka perlulah memperhatikan prinsip-
prinsip belajar. Beberapa prinsip belajar di antaranya adalah sebagai berikut:
1) Belajar perlu memiliki pengalaman dasar.
2) Belajar harus memiliki tujuan yang terarah.
3) Belajar memerlukan situasi yang problematis, yang akan membangkitkan
motivasi belajar.
4) Belajar harus memiliki tekad dan kemauan yang keras dan tidak mudah putus
asa.
5) Belajar memerlukan bimbingan, arahan, serta dorongan.
6) Belajar memerlukan latihan.
7) Belajar memerlukan metode yang tepat.
8) Belajar membutuhkan waktu dan tempat yang tepat.
(Ratna Wilis Dahar, 1989)
Stimulus
Respon
Proses-
proses
Intelektual
Kognitif,
Afektif,
Psikomotor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Dengan memahami pengertian belajar dengan cermat dan memahami prisip-
prinsip belajar, maka seorang guru dapat merencanakan dan mendesain sebuah
model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan disesuaikan
dengan karakter siswa yang diajar.
Pembelajaran merupakan proses yang rumit karena adanya suatu interaksi
antar semua komponen lingkungan pembelajaran, tidak sekedar menyerap informasi
dari pendidik, tetapi melibatkan berbagai kegiatan maupun tindakan yang harus
dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar mengajar yang lebih baik,
diperlukan pendekatan tertentu dalam belajar mengajar. Yang hakekatnya merupakan
suatu upaya dalam mengembangkan metode belajar yang dilakukan oleh pendidik
untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal. Belajar pada prinsipnya bertumpu
pada kegiatan yang memberi pada kemungkinan kepada peserta didik agar terjadi
proses yang efektif dan dapat mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan. Adanya
perubahan dalam pola perilaku yang diinginkan menandakan telah tejadinya proses
belajar. Semakin banyak kemampuan yang diperoleh sampai menjadi milik pribadi,
semakin banyak pula kemampuan yang dialami. Ada tiga macam kemampuan yang
diperoleh dari belajar yaitu kemampuan kognitif yang meliputi pengetahuan dan
pemahaman, kemampuan sensorik dan motorik yang meliputi ketrampilan
melakukan kegiatan.
Perubahan akibat belajar tersebut akan bertambah lama, bahkan sampai taraf
tertentu tidak menghilang lagi. Kemampuan yang diperoleh, menjadi milik pribadi
yang tidak hilang begitu saja. Para ahli merumuskan hasil belajar secara relative
bersifat konstan dan berbekas. Disebut relatif karena ada kemungkinan suatu hasil
belajar ditiadakan dan diganti dengan hasil yang baru dan ada kemungkinan pula
suatu hasil belajar akan terlupakan. Belajar merupakan kegiatan mental sehingga apa
yang sedang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar, tidak dapat diketahui
secara langsung. Hasil belajar seseorang tidak langsung terlihat apabila orang
tersebut tidak menunjukkan sesuatu yang menampakkan kemampuan yang diperoleh
melalui belajar. Maka berdasarkan perilaku yang ditunjukkan dapat ditarik
kesimpulan bahwa seseorang telah belajar. Tidak sembarang lingkungan dapat
menjamin adanya proses belajar. Seseorang harus aktif sendiri, melibatkan diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
dengan segala pemikiran, kemauan dan perasaannya. Kehadiran peserta didik dalam
kelas belum tentu peserta didik sedang belajar, selama peserta didik tidak melibatkan
diri. Agar terjadi proses belajar, seseorang dituntut untuk melibatkan diri atau harus
ada interaksi secara aktif. Aktifitas belajar boleh berupa aktivitas mental yang tidak
disertai gerak-gerik jasmani atau aktivitas jasmani yang didalamnya seseorang
terlibat.
Hasil belajar yang diperoleh, merupakan kemampuan baru atau
penyempurnaan dan pengembangan dari suatu kemampuan yang telah dimiliki.
Dengan demikian, belajar dapat diartikan sebagai perolehan perubahan suatu hasil
yang baru atau penyempurnaan terhadap hasil yang telah diperoleh. Hasil belajar
dapat berupa hasil yang utama atau berupa efek sampingan. Perubahan sebagai hasil
dari belajar tersebut meliputi hal-hal yang bersifat internal seperti pemahaman dan
sikap, dan hal-hal yang bersikap eksternal seperti ketrampilan motorik dan berbicara
dalam bahasa asing, yang bersifat internal tidak dapat langsung diamati, sedang yang
bersifat eksternal dapat diamati. Ada kelompok psikolog belajar menitik beratkan
perubahan internal karena perubahan dalam perilaku (yang diamati) dianggap hanya
mencerminkan perubahan pribadi yang telah terjadi dalam bentuk suatu kemampuan
internal. Sorotannya pada hal-hal seperti pengetahuan, pemahaman, maksud, sikap,
harapan dan penafsiran sebagai wujud pikiran. Kelompok psikolog ini disebut para
kognitivitas (cognitive psychologist), tokoh-tokoh ini antara lain Piaget, Bruner,
Ausubel, Anderson dan Flaser. Para kognivitas menaruh perhatian khusus pada tata
cara manusia memecahkan suatu problem, membentuk konsep atau pengertian,
mengolah dan menyimpan informasi, serta menyelesaikan banyak tugas mental yang
serba kompleks.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar berarti
membentuk makna atau menemukan informasi bermakna dimana aktivitas tersebut
menghasilkan sesuatu yang baru. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka
lihat, dengar, rasakan, dan alami.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
b. Teori Belajar Kognitif
Menurut ahli psikologi pendidikan perkembangan kognitif bukan merupakan
akumulasi dari perubahan tingkah laku yang terpisah, tetapi pembentukan oleh
kerangka mental siswa untuk memahami lingkungan. Teori pembelajaran kognitif
menjelaskan tentang pembelajaran yang berpusat pada proses-proses mental siswa
yang kurang dapat diamati.
Menurut pandangan psikologi kognitif belajar merupakan hasil dari antara
apa yang diketahui, informasi yang diketahui dan apa yang dilakukan ketika belajar.
Ahli psikologi kognitif beranggapan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran
siswa. Teori belajar ini dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti Piaget dan Vygotsky.
1) Teori Jean Piaget
Menurut Piaget pengetahuan datang dari tindakan dan perkembangan kognitif
sebagian besar bergantung pada seberapa jauh siswa tersebut aktif berinteraksi
dengan lingkungan, dalam arti pengetahuan itu merupakan sebuah proses, oleh
karena itu untuk memahami pengetahuan siswa dituntut untuk dapat mengenali dan
menjelaskan berbagai cara bagaimana siswa berinteraksi dengan lingkungannya.
Dalam pandangan Piaget manusia tumbuh, beradaptasi, dan berubah menurut
perkembangan fisik, perkembangan kognitif dan perkembangan bahasa. Sedangkan
struktur intelektual terbentuk ketika siswa berinteraksi dengan lingkungan. Artinya
perkembangan kognitif siswa sebagian besar tergantung pada seberapa jauh siswa
tersebut berinteraksi dengan lingkungan secara aktif. Interaksi dengan lingkungan
tidaklah cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika intelengensi siswa
tersebut mampu memanfaatkan pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Karena perkembangan intelektual siswa didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi
dan adaptasi.
Pertumbuhan intelektual merupakan proses yang terus menerus dari keadaan
ketidakseimbangan dan keseimbangan dan ketika terjadi keseimbangan maka
individu berada pada tingkat intelektual yang lebih tinggi dari sebelumnya.
Perkembangan kognitif bukanlah merupakan akumulasi dari kepingan informasi
yang terpisah, namun lebih merupakan pengkonstruksian oleh siswa suatu kerangka
mental untuk memahami lingkungan mereka. Dalam hal ini posisi guru lebih sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
model dengan cara memecahkan masalah bersama siswa, menjelaskan proses
memecahkan masalah dan membicarakan antara tindakan dan hasil. Guru dikelas
sebagai nara sumber dan tidak sebagai penguasa di kelas yang memaksakan jawaban
yang benar. Siswa harus bebas membangun atau menstruktur pemahamannya sendiri.
Bagi Piaget intelegensi merupakan jumlah struktur yang tersedia yang dapat
digunakan seseorang pada saat-saat tertentu dalam perkembangannya.
(Paul Suparno, 2001: 36)
Piaget dalam Suparno (2001) membedakan belajar dengan dua buah
pemaknaan. Yang pertama adalah belajar dalam arti sempit. Dalam konteks ini,
belajar adalah sebuah proses yang hanya menekankan pada perolehan informasi baru.
Belajar dalam pengertian ini sering disebut sebagai belajar figuratif (suatu belajar
yang lebih bersifat pasif). Kedua adalah belajar dalam arti luar, yang juga lebih
sering disebut sebagai perkembangan, di mana manusia belajar untuk menemukan
dan memperoleh struktur pemikiran yang lebih umum dan dapat digunakan dalam
berbagai situasi. Belajar dalam konteks ini, sering pula disebut sebagai belajar
operatif, di mana seseorang aktif mengkonstruksi struktur dari hal-hal yang baru ia
pelajari.
Selanjutnya Piaget dalam Paul Suparno (1997:39-40) membedakan
pengetahuan seseorang dalam tiga macam, yaitu:
a) Pengetahuan Fisis
Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis suatu objek atau
kejadian, seperti bentuk, besar, kekasaran, serta bagaimana objek-objek itu
berinteraksi satu dengan yang lain. Seorang anak akan memperoleh pengetahuan fisis
tentang suatu objek dengan mengajarkan atau bertindak terhadap objek itu melalui
inderanya. Pengetahuan fisis ini didapat dari abstraksi langsung akan suatu objek.
b) Pengetahuan Matematis-Logis
Pengetahuan matematis-logis adalah pengetahuan yang dibentuk dengan
berpikir tentang pengalaman akan suatu objek atau kejadian tertentu. Pengetahuan ini
didapat dari abstraksi berdasarkan koordinasi, relasi, atau penggunaan objek.
Seorang anak akan membentuk pengetahuan matematis logis karena pengetahuan itu
tidak ada dalam objek itu sendiri seperti pengetahuan fisis. Pengetahuan itu harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
dibentuk dari perbuatan berpikir anak terhadap objek itu. Di sini objek hanya
menjadi medium untuk membiarkan konstruksi itu terjadi. Misalnya, pengetahuan
tentang konsep bilangan.
c) Pengetahuan Sosial
Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat dari kelompok budaya
dan sosial yang menyetujui secara bersama. Pengetahuan sosial tidak dapat dibentuk
dari atau tindakan seseorang terhadap suatu objek, tetapi dibentuk dari interaksi satu
orang dengan orang yang lain. Menurut teori konstruktivisme, pengetahuan
seseorang adalah bentukan (konstruksi) orang itu sendiri.
Pengetahuan seseorang akan sesuatu benda, bukanlah tiruan benda itu,
melainkan konstruksi pemikiran seseorang akan benda tersebut. Tanpa keaktifan
seseorang mencerna dan membentuknya seseorang tidak akan mempunyai
pengetahuan. Oleh karena itu, Piaget menyatakan secara ekstrem bahwa pengetahuan
tidak dapat ditransfer dari otak guru yang dianggap tahu bila muridnya tidak
mengolah dan membentuknya sendiri. Abstraksi seseorang terhadap suatu hal
membentuk struktur konsep dan menjadi pengetahuan seseorang akan hal tersebut.
Teori belajar Piaget ini sejalan dengan temuan Cardele-Elawar (1995)
mengenai proses metakognisi yang seharusnya terjadi dalam diri siswa. Cardele-
Elawar menjelaskan bahwa proses metakognisi adalah strategi pengaturan diri dalam
memilih, mengingat, mengenali kembali, mengorganisasi informasi yang
dihadapinya serta menyelesaikan masalah.
2) Teori LLeevv SSeemmmmiinnoovviicchh Vygotsky
Teori perkembangan kognitif yang dinyatakan oleh Vygotsky
mengembangkan pemahaman pada hakekat sosiokultural dari pembelajaran dimana
pebelajar tinggal yakni interaksi sosial melalui dialog dan komunikasi verbal.
Vygotsky memperkenalkan gagasan Zone Proximal Development (ZPD). Menurut
Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila siswa bekerja atau belajar menangani
tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih berada dalam
jangkauan kemampuan siswa, atau tugas-tugas itu berada dalam Zone Proximal
Develpoment (ZPD) siswa, yaitu tingkat perkembangan intelektual yang sedikit lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
tinggi di atas perkembangan intelektual siswa yang dimiliki saat ini. Vygotsky
membedakan antara perkembangan dengan belajar. Belajar tidak sama dengan
perkembangan tetapi belajar terkait dengan perkembangan, yakni belajar dapat
menyebabkan terjadinya proses perkembangan intelektual.
Vygotsky memberikan batasan tentang teori perkembangan ZPD, yakni
sebagai berikut : jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya didefinisikan
sebagai kemampuan memecahkan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan
potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah
bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sebaya yang lebih
mampu. Vygotsky sangat yakin bahwa kemampuan yang tinggi pada umumnya akan
muncul dalam dialog atau kerjasama antar individu siswa, sebelum kemampuan yang
lebih tinggi itu diserap ke dalam individu siswa.
Ada dua hal yang ditekankan dalam teori Vygotsky, yakni :
a) Menghendaki seting kelas dengan pembelajaran yang berorientasi pada
pembelajaran kooperatif, sehingga siswa dapat berinteraksi dengan temannya
dalam tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-trategi pemecahan
masalah yang efektif di dalam masing-masing ZPD-nya.
b) Menekankan tentang scaffolding, yang artinya memberikan kepada sesorang
siswa bantuan belajar dan pemecahan masalah pada tahap-tahap awal
pembelajaran yang kemudian mengurangi bantuan itu dan memberikan kepada
siswa untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah
ia dapat melakukannya. Bantuan yang diberikan siswa dapat berupa petunjuk,
peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah
pemecahan, memberikan contoh, atau apapun yang lain yang memungkinkan
siswa tumbuh secara mandiri.
(Ratna Wilis, 1989: 146)
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Metakognitif dan Investigasi
yang dikembangkan, memberikan ruang bagi penerapan teori Vygotsky yang cukup
besar terdapat pada fase-fase pembelajarannya. Dalam mengkonstruksi
konsep/prinsip, dan melatih keterampilan, siswa diberikan keleluasaan untuk
bereksplorasi dengan pemahaman dasar yang dimiliki, guru hanya memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
bantuan (atau intervensi) seperlunya saja. Guru hanyalan berperan sebagai katalisator
dalam proses pengkonstruksian pengetahuan siswa. Siswa dituntut untuk mandiri
secara individual dan kelompok. Menurut Von Glasersfeld (dalam Suparno, 1997),
dalam kelompok belajar siswa harus mengungkapkan bagaimana ia melihat
persoalan dan apa yang akan dibuatnya dengan persoalan itu, ini berarti siswa telah
melakukan refleksi tentang apa yang dipikirkan dan dilakukan.
Menurut Suparno (2001), pendekatan Metakognitif berpandangan bahwa
proses belajar diawali dengan konflik kognitif yang kemudian diatasi oleh peserta
didik dengan membangun sendiri pengetahuannya melalui interaksi sosial dengan
lingkungannya.
3) Teori Belajar Bermakna Ausubel
Belajar bermakna adalah proses mengaitkan informasi baru pada konsep-
konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Belajar tidak hanya
sebagai proses driil (mengulang dan hafalan) terhadap konsep-konsep atau fakta-
fakta semata, tetapi berusaha menghubungkan konsep-konsep tersebut untuk
menghasilkan pemahaman yang utuh. Berdasarkan teori pendidikan progresif,
terdapat filsafat progresifisme John Dewey yang menyatakan bahwa anak merupakan
totalitas intelektual, sosial, emosional, fisik, dan spiritual yang dimilikinya. Dengan
demikian apa yang dipelajari siswa akan bermakna dan mudah diingat dalam waktu
lama (tidak mudah terlupakan).
Agar terjadi belajar bermakna maka dalam diri siswa harus ada konsep-
konsep yang relevan, bila tidak ada konsep-konsep yang relevan tersebut maka
informasi baru akan dipelajari secara hafalan. Bila tidak dilakukan usaha untuk
mengasimilasikan pengetahuan baru pada konsep-konsep relevan yang sudah ada
dalam struktur kognitif siswa, juga hanya akan terjadi belajar hafalan. Dengan
demikian guru harus selalu berusaha mengetahui konsep-konsep apa yang telah
dimiliki oleh siswa dan membantu mengasimilasikan konsep-konsep tersebut dengan
pengetahuan baru yang diajarkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
2. Pemecahan Masalah Matematika
a. Masalah
Manusia dalam setiap denyut hidupnya tidak akan pernah lepas dari masalah.
Hanya saja, besar dan kecil, rumit dan sederhana, penting dan tidak penting dari
masing-masing orang sangat bervariasi bergantung dari bagaimana keterampilan
mereka mengelola masalah dan keterampilan yang dimiliki untuk memecahkan
sebuah masalah.
Masalah adalah suatu kesenjangan yang tidak diinginkan antara kondisi yang
diinginkan dengan kondisi aktual dari sesuatu yang dianggap penting. Penyebab dari
masalah itu sendiri bisa jadi sesuatu yang diketahui atau sesuatu yang tidak
diketahui.
Untuk memberi pengertian terhadap pemecahan masalah, perlu dijelaskan
terlebih dahulu tentang pengertian masalah. Secara umum, yang disebut masalah
adalah suatu situasi atau kondisi yang dihadapi oleh seseorang tetapi seseorang
tersebut memiliki keterbatasan pengetahuan dalam menyelesaikan permasalahan
yang sedang dihadapinya tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Newell & Simon
(1972), bahwa masalah adalah suatu situasi di mana individu ingin melakukan
sesuatu tetapi tidak mengetahui cara atau tindakan yang diperlukan untuk
memperoleh apa yang ia inginkan. Pengertian tersebut juga sejalan dengan pendapat
Lester (1980), bahwa suatu masalah adalah suatu situasi di mana seorang individu
atau kelompok terbuka dalam menyelesaikan suatu tugas di mana tidak ada algoritma
baku yang dapat diterima sebagai suatu metode pemecahannya. Jika jawaban suatu
masalah telah diperoleh maka hal itu tidak lagi disebut masalah. Menurut Dindyal
(2005), suatu situasi disebut masalah jika terdapat beberapa kendala dalam proses
pencarian solusi dari suatu tugas yang diberikan. Adanya kendala tersebut
menyebabkan seorang pemecah masalah tidak dapat menentukan pemecahan suatu
masalah secara langsung.
Krulik dan Rudnik (1980, dalam Dindyal : 2005) menggambarkan suatu
masalah sebagai suatu situasi yang memerlukan pemecahan di mana seseorang tidak
melihat suatu alat atau metode yang jelas dalam memperoleh pemecahan dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
masalah yang bersagkutan. Hal ini sejalan dengan pendapat Sternberg dan Been-
Zeev (1996), bahwa masalah muncul ketika pemecah masalah mempunyai tujuan
tetapi tidak mengetahui bagaimana tujuan tersebut dapat dicapai. Atas dasar ini pula
maka suatu situasi mungkin merupakan masalah bagi seseorang tetapi belum tentu
merupakan masalah bagi orang lain.
Masalah dapat dievaluasi berdasarkan tingkat kepentingannya dan
kemungkinan dari tingkat kompleksitas solusinya. Penting tidaknya suatu masalah
ditentukan oleh biaya (finansial ataupun non finansial) yang akan muncul jika
masalah tetap tidak dipecahkan. Kompleksitas tergantung pada jumlah variabel yang
saling terkait dan ketertarikan pada solusi yang kemungkinan akan diterapkan.
Suatu kelompok akan terlibat dalam pemecahan masalah manakala masalah
itu memang cukup penting, dan jika jelas diketahui apabila satu orang saja tidak akan
dapat mengembangkan atau mengimplikasikan suatu solusi yang memuaskan.
Sebaliknya, masalah yang tidak penting tidak perlu investasi dalam bentuk aktivitas
pemecahan masalah secara kelompok.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa suatu
masalah adalah suatu situasi yang memerlukan penyelesaian. Penyelesaian tersebut
tidak dapat diperoleh secara langsung dengan menggunakan pengetahuan/algoritma
yang ada, tetapi seseorang yang menghadapi masalah itu sadar bahwa situasi tersebut
perlu diselesaikan dengan menggunakan cara atau metode tertentu.
b. Masalah Matematika
Berkaitan dengan matematika, Sternberg dan Been-Zeev (1996) menyatakan
bahwa suatu masalah dapat dikategorikan sebagai masalah matematika jika prosedur
matematika seperti prosedur aritmatika dan aljabar dibutuhkan untuk
memecahkannya. Selain itu bahwa masalah matematika adalah suatu masalah yang
diterima untuk dianalisis dan mungkin dapat diselesaikan dengan metode-metode
matematika. Hal ini berarti bahwa, suatu masalah disebut masalah matematika
bilamana masalah tersebut dapat dianalisis dan pemecahannya dapat diperoleh
dengan menggunakan metode atau prosedur matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Masalah dalam matematika dapat dibagi atas beberapa macam. Para ahli
membagi masalah matematika dalam berbagai jenis berdasarkan sudut pandang
masing-masing. Menurut Polya (1957, dalam Dindyal : 2005), masalah dibagi atas
dua macam, yaitu masalah rutin dan masalah tidak rutin. Hal ini sejalan dengan
pendapat Sternberg dan Ben-Zeev (1996) bahwa masalah matematika terbagi atas
masalah rutin dan masalah tidak rutin. Masalah rutin adalah suatu masalah yang
semata-mata hanya merupakan latihan yang dapat dipecahkan dengan menggunakan
beberapa perintah atau algoritma. Contoh: (23-45)+(45-23) = ___. Ini adalah masalah
rutin untuk semua siswa sekolah menengah bahkan siswa sekolah dasar karena apa
yang hendak dilakukan sudah jelas dan secara umum siswa tahu bagaimana
menghitungnya.
Masalah tidak rutin lebih menantang dan memerlukan kemampuan kreativitas
dalam mencari solusi pemecahan masalahnya. Sternberg dan Ben-Zeev (1996)
mengungkapkan, masalah yang tidak rutin muncul ketika problem-solver dihadapkan
pada suatu masalah tetapi tidak dapat segera mengetahui bagaimana mencari solusi
pemecahannya. Misalkan: Dalam sebuah pesta rakyat, banyak pengunjung pria
dibandingkan pengunjung wanita adalah 5 : 2. Bila diantara pengunjung pria itu ada
6 orang yang meninggalkan pesta sebelum pesta usai, maka perbandingan
pengunjung pria dan pengunjung wanita menjadi 2 : 1. Tentukan banyak pengunjung
pesta rakyat itu? Soal tersebut tergolong ke dalam soal yang tidak rutin karena apa
yang harus dilakukan tidak jelas. Siswa dapat saja menyelesaikan soal ini namun
salah dalam menginterpretasikan dan merepresentasikan permasalahannya. Menurut
Sternberg dan Ben-Zeev (1996), beberapa masalah dapat disebut rutin untuk
seseorang tetapi tidak rutin untuk orang lain.
Dalam pembelajaran matematika, masalah dapat disajikan dalam bentuk
soal tidak rutin yang berupa soal cerita, penggambaran penomena atau kejadian,
ilustrasi gambar atau teka-teki. Masalah tersebut kemudian disebut masalah
matematika karena mengandung konsep matematika. Terdapat beberapa jenis
masalah matematika, walaupun sebenarnya tumpang tindih, tapi perlu dipahami oleh
guru matematika ketika akan menyajikan soal matematika. Menurut Hudoyo
(1997:191), jenis-jenis masalah matematika adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
1) Masalah transalasi, merupakan masalah kehidupan sehari-hari yang untuk
menyelesaikannya perlu translasi dari bentuk verbal ke bentuk matematika.
2) Masalah aplikasi, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan
masalah dengan menggunakan berbagai macam-macam keterampilan dan
prosedur matematika.
3) Masalah proses, biasanya untuk menyusun langkah-langkah merumuskan pola
dan strategi khusus dalam menyelesaikan masalah. Masalah seperti ini dapat
melatih keterampilan siswa dalam menyelesaikan masalah sehingga menjadi
terbiasa menggunakan strategi tertentu.
4) Masalah teka-teki, seringkali digunakan untuk rekreasi dan kesenangan sebagai
alat yang bermanfaat untuk tujuan afektif dalam pembelajaran matematika.
c. Pemecahan Masalah Dalam Matematika
Menurut Dahar (1989), pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan
manusia yang menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah
diperoleh sebelumnya, dan bukanlah suatu keterampilan generik yang dapat
diperoleh secara instan. Mayer dalam Kirkley (2003) mendefinisikan pemecahan
masalah sebagai multiple step process di mana siswa (problem solver) harus
menemukan keterkaitan antara pengalaman masa lalunya (scheme) dengan masalah
yang sedang dihadapi untuk kemudian dicarikan solusinya. Pengertian ini
mengandung makna bahwa ketika seseorang telah mampu menyelesaikan suatu
masalah, maka seseorang itu telah memiliki suatu kemampuan baru. Kemampuan ini
dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang relevan. Semakin
banyak masalah yang dapat diselesaikan oleh seseorang, maka ia akan semakin
banyak memiliki kemampuan yang dapat membantunya untuk mengarungi hidupnya
sehari-hari. Oleh karena itu, kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah
perlu terus dilatih sehingga seseorang itu mampu menjalani hidup yang penuh
kompleksitas permasalahan.
Krulik dan Rudnik (1995 : 4) juga mendefinisikan pemecahan masalah
sebagai suatu proses berpikir seperti berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
“It [problem solving] is the mean by which an individual uses previously
acquired knowledge, skill, and understanding to satisfy the demand of an
unfamiliar situation”
Dari definisi tersebut pemecahan masalah matematika adalah suatu usaha
individu menggunakan pengetahuan, keterampilan dan pemahamannya untuk
menemukan solusi dari suatu masalah.
NCTM dalam Gartmann (2000) menyatakan bahwa kemapanan kemampuan
pemecahan masalah (problem solving), penalaran (reasoning) dan berpikir kritis
(critical thinking) merupakan tujuan kritis (critical goal) dalam pembelajaran
matematika. Lester (dalam Gartmann, 2000) mendefinisikan maksud „critical goal‟
tersebut sebagai alat bantu yang akan membantu siswa untuk dapat berpikir secara
matematis.
Tujuan utama pembelajaran pemecahan masalah matematis bukanlah untuk
melengkapi siswa dengan berbagai kumpulan kemampuan dan proses berpikir, tetapi
lebih dari itu diharapkan siswa dapat memanfaatkan kemampuan pemecahan masalah
matematika tersebut ketika dihadapkan dengan permasalahan kehidupan keseharian
(Lester, 1985).
Newell dan Simon (1972) dalam Kirkley (2003) mengungkapkan bahwa
selama tahun 1960 hingga tahun 1970-an, para peneliti mulai mengembangkan
beberapa model pendekatan untuk memperjelas proses atau keterampilan dalam
pemecahan masalah. Salah satu diantaranya adalah model pemecahan masalah yang
dikembangkan oleh Bransford. Bransford menyebutnya sebagai IDEAL Models, yang
berisikan :
1) Identify the problem (mengidentifikasi masalah)
2) Define the problem through thinking about it and sorting out the relevant
information (mendefinisikan masalah dan mendata kembali semua informasi yang
relevan)
3) Explore solution through looking at alternatives, brainstorming, and checking out
different point of view (mengeksplorasi jawaban dengan meninjau keberadaan
alternatif solusi, diskusi, dan penetapan intisari yang berbeda)
4) Act on the strategies (melaksanakan strategi yang telah dibuat)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
5) Look back and evaluate the effect of the activity (melihat kembali dan
mengevaluasi)
Model yang diungkapkan oleh Bransford ini, sejalan dengan model yang
ditawarkan oleh George Polya dalam bukunya : How To Solve It – A New Aspect of
Mathemathical Method (1973), menjadi rujukan utama dan pertama tentang berbagai
pengembangan pembelajaran pemecahan masalah terutama masalah matematika.
Menurut Polya (Suherman et.al., 2001 : 84), solusi soal pemecahan masalah memuat
empat langkah penyelesaian, yaitu : (1) pemahaman terhadap permasalahan; (2)
Perencanaan penyelesaian masalah; (3) Melaksanakan perencanaan penyelesaian
masalah; dan (4) Melihat kembali penyelesaian. Langkah-langkah pemecahan
masalah ini kemudian disebut Heuristik. Langkah-langkah yang dilalui dalam
pemecahan masalah matematis bersifat sistematis, langkah yang sistematis tersebut
dapat memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk menjalankannya.
Kemudahan yang diberikan ini diharapkan dapat mendorong motivasi peserta didik
untuk terus berusaha mengerahkan segala kemampuannya dalam menemukan cara,
strategi dan hasil pemecahan masalah. Berdasarkan realitas tersebut pembelajaran
pemecahan masalah dapat berfungsi sebagai media rekreasi bagi peserta didik dalam
pembelajaran matematika
3. Strategi Heuristik
Menurut Schoenfeld (1980), bahwa :
“Heuristic will be used here to mean a general suggestion or strategy,
independent of any particular topic or subject matter, that helps problem solver
approach and understand a problem and efficiently marshal their resources to solve
it.”
Menurut pengertian tersebut, heuristik dapat disebut sebagai strategi umum
yang tidak berkaitan dengan subjek materi yang membantu pemecahan masalah
dalam usaha untuk mendekati dan memahami masalah serta menggunakan
kemampuannya untuk menemukan solusi dari masalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Istilah heuristik sering digunakan untuk pengertian mencari sesuatu seperti
dalam kegiatan penemuan terbimbing dan mencari solusi pemecahan masalah. Oleh
karena itu, pengertian heuristic juga sangat dekat dengan pengertian penemuan
(discovery).
Penggunaan istilah heuristik dalam pemecahan masalah berbeda dengan
algoritma yang terdapat dalam pembelajaran matematika. Penggunaan algoritma
dapat menjamin diperoleh solusi yang tepat selama digunakan dengan tepat dengan
algoritma yang tepat pula. Algoritma adalah suatu kemampuan khusus sementara
heuristik merupakan pendekatan secara umum dalam pemecahan masalah. Heuristik
menyajikan suatu ”road map” atau cetak biru agar proses pemecahan masalah dapat
menghasilkan solusi yang benar. Heuristik adalah langkah-langkah dalam
menyelesaikan sesuatu dengan keharusan untuk dilakukan secara berurutan.
a. Heuristik Dalam Pemecahan Masalah Matematika
Pada akhir dekade 80-an terjadi perubahan paradigma dalam pembelajaran
matematika yang digagas oleh National Council of Teacher of Mathematics di
Amerika pada tahun 1989 yang mengembangkan Curriculum and Evaluation
Standards for School Mathematics, dimana pemecahan masalah dan penalaran
menjadi salah satu tujuan utama dalam program pembelajaran matematika sekolah
termasuk sekolah dasar.
Matematika adalah suatu disiplin ilmu untuk yang lebih menitikberatkan
kepada proses berpikir dibanding hasilnya saja. Jika siswa dihadapkan pada suatu
permasalahan (soal)/situasi matematis, maka siswa akan berusaha menemukan solusi
pemecahannya melalui serangkaian tahapan berpikir. Siswa tersebut perlu
menentukan dan menggunakan strategi untuk menyelesaikan soal tersebut. Akan
tetapi, jika siswa langsung menemukan teknik penyelesaian dengan cepat, dapat
dipastikan bahwa siswa tersebut sudah memiliki teknik yang biasa digunakan.
Matematika sejak perkembangan awalnya, memuat konsep-konsep dan aturan-
aturan yang terlebih dahulu ditemukan melalui serangkaian penemuan dan
pembuktian. Disinilah peran heuristik dalam matematika, yaitu untuk menuntun
seseorang dalam menemukan konsep-konsep dan aturan-aturan dalam matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Disamping itu, heuristik membantu seseorang untuk memecahkan dan menemukan
soluasi dari suatu masalah.
Heuristik adalah suatu langkah berpikir dan upaya untuk menemukan dan
memecahkan suatu masalah atau persoalan matematika. Dengan cara inilah
matematika ini berkembang dan kemudian diaplikasikan untuk memecahkan
masalah-masalah praktis.
Berikut ini beberapa heuristik dasar (generic) dalam matematika (Sickafus,
2004 : 13), yaitu :
1) Menemukan pola (Search for Pattern)
2) Membuat Gambar (Draw a Figure)
3) Memformulakan masalah yang ekivalen (Formulate an equivalent problem)
4) Memodifikasi masalah (Modify the problem)
5) Memilih notasi yang efektif (choose effective notation)
6) Menggunakan kesimetrian masalah (Exploit symmetry)
7) Memecah masalah menjadi kasus-kasus (Divide into cases)
8) Bekerja mundur (Work backward)
9) Mengajukan kontradiksi (Argue by contradiction)
10) Memeriksa masalah yang memiliki kesamaan (Check for parity)
11) Menenukan kasus yang ekstrim/khusus (Consider extreme case)
12) Menggeneralisasikan (Generalize)
Kemampuan memecahkan masalah adalah kemampuan kognitif tingkat tinggi.
Sukmadinata dan As‟ari (2005 : 24) menambahkan tahap berpikir pemecahan
masalah setelah tahap evaluasi yang menjadi bagian dari tahapan kognitif Bloom.
Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan memecahkan masalah adalah kemampuan
kognitif tingkat tinggi.
Pemecahan masalah adalah suatu kemampuan berpikir yang menuntut suatu
tahapan berpikir. Polya (Schoenfeld, 1980) dalam bukunya How to Solve It pertama
kali mengenalkan 4 langkah dalam pemecahan masalah yang disebut Heuristik.
Strategi berpikir pemecahan masalah menurut Polya dijadikan sebagai model umum
strategi pemecahan masalah. Sementara pengembangannya memuat langkah yang
lebih rinci dan spesifik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Heuristik adalah suatu langkah-langkah umum yang memandu pemecah
masalah dalam menemukan solusi masalah. Berbeda dengan algoritma yang berupa
prosedur penyelesaian sesuatu dimana jika prosedur itu digunakan maka akan sampai
pada solusi yang benar. Sementara Heuristik tidak menjamin solusi yang tepat, tetapi
hanya memandu dalam menemukan solusi. Jadi, pada strategi heuristik seseorang
menggunakan informasi tentang permasalahan atau suatu perangkat yang
menggunakan kdekatan guna membantu menemukan jalan keluar yang mungkin
benar bagi suatu pemecahan.
Kajian tentang pemecahan masalah dan pembelajarannya tidak dapat
dilepaskan dari peran heuristik sebagai strategi dalam proses pemecahan masalah.
Membelajarkan pemecahan masalah dapat berarti pula mengajarkan cara berpikir
secara heuristik yang memuat langkah lebih rinci. Langkah-langkah itu dapat
dipelajari oleh atau diajarkan kepada siswa dalam pembelajaran matematika.
Kemampuan memecahkan masalah dapat ditunjukkan melalui penguasaan terhadap
heuristiknya.
Pembelajaran dengan strategi heuristik secara operasional pada setiap tahap
dari pemecahan masalah yang akan digunakan tersebut, strategi heuristic ini
merupakan perincian dari heuristik Polya yang terdiri dari 4 langkah pemecahan
masalah, yaitu : menganalisis dan memahami masalah (analyzing and understanding
a problem); merancang dan merencanakan solusi (designing and planning a
solution); mencari solusi dari masalah (exploring solution to difficult problem); dan
memeriksa solusi (verifying a solution). Berikut ini adalah rincian dari langkah-
langkah heuristik menurut Wickelgren (Goos et.al., 2000 : 2). penjelasannya adalah
sebagai berikut:
a) Heuristik untuk memahami masalah
Langkah pertama dalam pemecahan suatu masalah adalah memahami masalah.
Suatu pemahaman yang jelas dari suatu masalah adalah penting untuk memutuskan
bagaimana penyelesaian yang sesuai dan bagaimana jawaban dari masalah tersebut.
Pada tahap ini pemberian heuristik bertujuan untuk mengarahkan siswa dapat
memahami masalah. Strategi Heuristik tersebut adalah sebagai berikut:
1) Menyatakan masalah dengan kata-kata sendiri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Kemampuan siswa menyatakan suatu masalah dengan kata-kata sendiri sangat
diperlukan dalam memahami suatu masalah. Karena bila siswa telah dapat
menyatakan masalah dengan kata-kata sendiri maka siswa itu akan lebih mudah
merencanakan bagaimana menyelesaikan masalah tersebut. Dengan menyatakan
kembali masalah tersebut, siswa dapat memfokuskan masalah apa, informasi apa
yang ada dan apa yang dibutuhkan untuk memperoleh jawaban. Hal ini juga
memperkenankan guru untuk mengecek apakah siswa-siswa mempunyai interpretasi
yang sama terhadap masalah tersebut.
2) Menentukan apa yang ditanyakan
Pertanyaan yang penting untuk mengarahkan siswa memahami suatu masalah
adalah: apa yang ditanyakan di dalam soal? Pertanyaan ini membantu siswa untuk
secara khusus memfokuskan untuk memutuskan apa yang akan dicari.
3) Memahami informasi yang ada
Dengan beberapa informasi yang ada di dalam suatu masalah, siswa perlu
memahami, mempertimbangkan informasi apa yang ada dan informasi tambahan apa
yang diperlukan (bila ada) untuk memecahkan masalah tersebut. Karena itu
pertanyaan yang diperlukan dalam hal ini adalah:
(a) Informasi apa yang diberikan?
(b) Apakah informasi itu sudah cukup untuk menyelesaikan yang ditanya. Apa
alasanmu?
(c) Informasi tambahan apa yang diperlukan?
b) Heuristik untuk merencanakan pemecahan
Bila suatu masalah telah dipahami, maka langkah selanjutnya adalah
memikirkan bagaimana menentukan jawaban dari masalah tersebut, karena itu pada
tahap ini guru menuntun siswa sehingga dapat menyelesaikan suatu masalah atau
mengembangkan suatu cara dalam menyelesaikan suatu masalah heuristik tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
c) Heuristik untuk melaksanakan rencana penyelesaian
Tahap ini adalah tujuan utama dari penyelesaian suatu masalah dan tahap ini
merupakan tahap pelaksanaan dari penyelesaian masalah yang direncanakan. Strategi
heuristik untuk mengarahkan siswa melaksanakan rencana penyelesaian.
d) Heuristik untuk memeriksa kembali hasil yang diperoleh
Suatu penyelesaian penting diperiksa kembali. Hal ini untuk mengetahui
apakah langkah-langkah dalam penyelesaian itu sudah benar, apakah hasil yang
diperoleh itu sesuai dengan yang diminta dalam soal. Pada tahap ini pemberian
heuristik mengarahkan siswa untuk memeriksa hasil yang diperoleh.
b. Pembelajaran Heuristik Pemecahan Masalah di Sekolah
Pemecahan masalah memiliki 3 dimensi, yaitu : sebagai suatu tujuan
pembelajaran matematika (goal), sebagai proses berpikir (process), dan sebagai
kemampuan dasar (basic skill). Sebagai dimensi proses, pemecahan masalah
dibelajarkan sebagai upaya untuk mengembangkan kemampuan berpikir matamatik
siswa dalam memecahkan masalah matematika.
Pemecahan masalah dilakukan melalui tahapan-tahapan berpikir yang disebut
heuristik. Oleh karena itu, konsep heuristik tidak dapat dipisahkan dari kajian tentang
pemecahan masalah dan pembelajarannya. Jika siswa menguasai heuristik dalam
pemecahan masalah, maka dapat dipastikan ia memiliki kemampuan memecahkan
masalah dengan baik.
Suatu heuristik terdiri dari tahapan-tahapan berpikir yang membantu seseorang
dalam memecahkan masalah. Tahapan-tahapan tersebut merupakan bagian-bagian
dari kemampuan pemecahan masalah. Agar siswa memiliki kemampuan pemecahan
masalah dengan baik maka perlu diajarkan tahapan-tahapan tersebut secara khusus
dan bertahap pula.
Pembelajaran heuristik dalam penelitian ini adalah pembelajaran secara
bertahap yang berfungsi untuk memantau perkembangan kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah sehingga dapat diketahui pada tahap mana siswa sering
menemukan kesulitan. Misalnya, soal-soal dapat diberikan secara bertahap sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
dengan tahap heuristik. Misalnya tahap pertama heuristik adalah memahami masalah,
maka soal-soal tersebut cukup difokuskan untuk melatih kemampuan siswa dalam
memahami soal-soal tersebut. Setelah itu dilanjutkan dengan memberikan soal-soal
lain untuk mengembangkan kemampuan heuristik tahap berikutnya, sehingga pada
akhirnya diberikan soal untuk mengembangkan seluruh tahapan pemecahan masalah
sampai siswa mampu menemukan solusinya.
Pembelajaran heuristik dapat dilakukan secara individual, kelompok maupun
klasikal. Namun pembelajaran heuristik lebih baik dilakukan dalam kelompok-
kelompok kecil agar terjadi diskusi dan tukar pikiran antara sesama siswa selama
diberikan tugas untuk memecahkan soal terutama dalam tahap latihan.
Guru perlu merancang pembelajaran yang kondusif bagi siswa dimana siswa
selalu termotivasi untuk mengikuti pembelajaran. Oleh karena itu, perlu pendekatan
guru yang mampu membangkitkan motivasi belajar siswa. Siswa harus merasa
tertantang dan bersemangat dalam mengikuti pembelajaran terutama pada tahap
pemecahan masalah.
Pembelajaran heuristik di sekolah memang tidak mudah, karena kemampuan
berpikir siswa yang masih harus dilatih dalam tahap memecahkan masalah (berpikir
secara konkrit). Bagi siswa sekolah, pembelajaran pemecahan masalah dapat menjadi
tahap pembentukan kemampuan berpikir siswa. Alih-alih siswa mampu memecahkan
masalah, mungkin saja siswa merasa frustasi dalam menghadapi soal-soal
matematika. Akhirnya siswa kurang memiliki sikap yang baik terhadap matematika.
Sesuai dengan kemampuan berpikirnya, sajian soal untuk siswa sekolah
menengah sebagai latihan harus disajikan dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) yang
menuntun pengembangan kemampuan-kemampuan berpikir dasar. Agar siswa
terbiasa dengan tahapan dalam heuristik, LKS yang dirancang harus benar-benar
menuntun siswa dalam menyelesaikan soal tetapi tidak membuat siswa menjadi kaku
dalam prosesnya. LKS tersebut hanya menuntun, bukan mengarahkan proses yang
baku.
Bagimanapun baiknya rancangan pembelajaran, tentu saja peran guru di kelas
sangat penting. Bagaimana guru mampu memotivasi siswa dalam belajar; merancang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
pembelajaran yang aktif; serta mampu membimbing siswa dengan berbagai tingkat
kemampuan yang beragam.
4. Pendekatan Metakognitif
Metakognitif adalah suatu istilah yang berasal dari kata sifat metakognisi.
Beberapa istilah lain yang merujuk pada metakognisi adalah metamemory dan
metacomponential skill and processes (Stermberg dan French, dalam Tomo, 2002).
Metakognisi memiliki dua kata dasar yakni meta dan kognisi. Meta berarti setelah
atau melebihi dan kognisi berarti keterampilan yang berhubungan dengan proses
berpikir. Wenert dan Kluwe (dalam Suzana, 2003) menyatakan bahwa metakognisi
adalah kognisi urutan kedua (second-order cognition) yang memiliki arti berpikir
tentang berpikir, pengetahuan tentang pengetahuan atau refleksi tentang tindakan-
tindakan.
Secara harfiah, metakognitif bisa diterjemahkan sebagai kesadaran berfikir,
berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana proses berpikirnya. Atau dapat
juga diterjemahkan sebagai suatu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa
yang telah terpikir serta berpikir dampak sebagai akibat dari buah pikiran terdahulu.
Sharples dan Mathews (1989) mendefinisikan metakognitif sebagai
keterampilan kompleks yang dibutuhkan siswa untuk menguasai suatu jangkauan
keterampilan khusus yang kemudian keterampilan-keterampilan tersebut
dikumpulkan kembali untuk mendapatkan suatu strategi belajar yang tepat terhadap
suatu masalah dan atau isu-isu pada konteks yang berbeda.
Salah satu karakteristik pembelajaran dengan pendekatan metakognitif yang
paling utama adalah melibatkan pertumbuhan kesadaran. Para peserta didik dengan
pengetahuan metakognitifnya sadar akan kelebihan dan keterbatasannya dalam
belajar. Artinya saat siswa mengetahui kesalahannya, mereka sadar untuk mengakui
bahwa mereka salah dan berusaha untuk memperbaikinya. Berpikir metakognitif
mempunyai dua dimensi utama, yaitu berorientasi pada tugas (task-oriented) dan
berhubungan dengan pemantauan (monitoring) kinerja dari suatu keterampilan. Dan
dimensi yang kedua adalah strategi yang melibatkan penggunaan suatu keterampilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
dalam menyelesaikan suatu permasalahan tertentu dan menjadi sadar (aware) untuk
mengambil balikan (feedback) yang paling informatif dari penerapan suatu strategi
tertentu. Brown (Weinert dan Kluwe, 1987) mengemukakan bahwa proses atau
keterampilan metakognitif memerlukan operasi mental khusus yang dengannya
seseorang dapat memeriksa, merencanakan, mengatur, memantau, memprediksi dan
mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri.
Menurut Sharples dan Mathews (1989) terdapat tujuh komponen utama
dalam metakognitif, diantaranya yaitu: refleksi kognitif, strategi, prediksi, koneksi,
pertanyaan, bantuan, dan aplikasi. Sedangkan Holler dalam Sharples dan Mathews
berpendapat berbeda mengenai komponen metakognitif, Holler mengungkapkan
bahwa komponen-komponen metakognitif terdiri dari : kesadaran, monitoring, dan
regulasi.
Weinstein dan Mayer membagi strategi kognitif menjadi lima: (1) strategi-
strategi menghafal (rehersial strategies), strategi-strategi elaborasi (elaboration
strategies), strategi-strategi pengaturan (organizing strategies), strategi-strategi
pemantauan pemahaman (comprehension monitoring strategies) atau juga disebut
strategi-strategi metakognitif (metacognitive strategies), dan strategi-strategi afektif
(affective strategies).
NCREL (dalam www.neat.tas.edu.au, 1995) mengidentifikasi indikator-
indikator metakognisi dan membaginya menjadi tiga kelompok.
Pertama, mengembangkan rencana aksi, meliputi pertanyaan-pertanyaan: (1)
pengetahuan awal apakah yang akan menolongku mengerjakan tugas-tugas? (2)
Dengan cara apakah saya mengarahkan pikiranku? (3) Pertama kali saya harus
melakukan apa? (4) Mengapa saya membaca bagian ini? (5) Berapa lama saya
menyelesaikan tugas ini? Kedua, memantau rencana aksi, meliputi pertanyaan-
pertanyaan: (1) bagaimana saya melakukan aksi? (2) Apakah saya berada pada jalur
yang benar? (3) Bagaimana seharusnya saya melakukan? (4) Informasi apakah yang
penting untuk diingat? (5) Haruskah saya melakukan dengan cara berbeda? (6)
Haruskah saya menyesuaikan langkah-langkah aksi dengan tingkat kesukaran? (7)
Jika tidak memahami, apakah yang perlu dilakukan? Ketiga, mengevaluasi rencana
aksi, meliputi pertanyaan-pertanyaan: (1) seberapa baik saya telah melakukan aksi?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
(2) Apakah cara berpikirku menghasilkan lebih banyak atau kurang sesuai dengan
harapanku? (3) Apakah saya telah melakukan secara berbeda? (4) Bagaimana saya
menerapkan cara berpikir ini terhadap masalah yang lain? (5) Apakah saya perlu
kembali mengerjakan tugas ini untuk mengisi „kekosongan„ pemahamanku?
Metakognitif bisa digolongkan pada kemampuan kognitif tinggi karena
memuat unsur analisis, sintesis, dan evaluasi sebagai cikal bakal tumbuh
kembangnya kemampuan inkuiri dan kreativitas. Oleh karena itu pelaksanaan
pembelajaran semestinya membiasakan siswa untuk melatih kemampuan
metakognitif ini, bukan hanya sekedar proses berpikir sepintas dengan makna yang
dangkal.
Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif mengarahkan perhatian
siswa pada apa yang relevan dan membimbing mereka untuk memilih strategi yang
tepat untuk menyelesaikan soal-soal melalui bimbingan scaffolding (pertanyaan-
pertanyaan arahan) (Cardelle, 1995).
Di bawah pengaruh teori pembelajaran kognitif, pemecahan masalah
(problem solving) berkembang menjadi sebuah sarana untuk merepresentasikan
aktivitas mental yang kompleks (complex mental activity) yang merupakan
keragaman kemampuan kognitif dan actions. Pemecahan masalah sendiri meliputi
kemampuan berpikir tingkat tinggi seperti visualization, association, abstraction
comprehension, manipulation, reasoning, analysis, synthesis, generalization, yang
dari tiap-tiap poin tersebut membutuhkan suatu pengaturan dan pengkoordinasian
(Kirkley, 2003; Garofalo dan Lester, 1985)
Prosedur pembelajaran dengan pendekatan metakognitif, mengadopsi model
Mayer (Cardelle, 1995) adalah dengan menyajikan pelajaran dalam tiga tahapan,
yaitu :
a. Tahap pertama adalah diskusi awal
Pada tahap ini, guru menjelaskan tujuan umum mengenai topik yang akan
dan sedang dipelajari. Setiap siswa dibagikan bahan ajar berupa Lembar Kerja
Siswa. Proses penanaman konsep berlangsung dengan menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang tertera dalam bahan ajar tersebut. Kesalahan siswa dalam
memahami konsep, diminimalisir dengan intervensi guru. Siswa dibimbing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
untuk menanamkan kesadaran dengan bertanya pada diri sendiri saat menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam bahan ajar.
Pada akhir proses pemahaman konsep, diharapkan siswa dapat memahami
semua uraian materi dan menyadari akan apa yang telah dilakukannya,
bagaimana melakukannya, bagian mana yang belum ia pahami, pertanyaaan
seperti apa yang belum terjawab, bagaimana cara menemukan solusi dari
pertanyaan tersebut.
b. Tahap kedua adalah siswa bekerja secara mandiri untuk memecahkan soal.
Siswa diberikan persoalan dengan topik yang sama dan mengerjakannya
secara individual. Guru berkeliling kelas dan memberikan feedback secara
interpersonal kepada siswa. Feedback metakognitif akan menuntun siswa untuk
memusatkan perhatiannya pada kesalahan yang siswa lakukan dan memberikan
petunjuk agar siswa dapat mengoreksi kesalahannya tersebut. Guru membantu
siswa mengawasi cara berpikirnya, tidak hanya memberikan jawaban benar
ketika siswa membuat kesalahan
c. Tahap ketiga adalah membuat simpulan atas apa yang dilakukan di kelas
dengan menjawab pertanyaan.
Penyimpulan yang dilakukan siswa merupakan rekapitulasi dari apa yang
dilakukan di kelas. Pada tahap ini siswa menyimpulkan sendiri, dan guru
membimbing dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan.
5. Pendekatan Investigasi
a. Pengertian Investigasi
Istilah investigasi dalam pembelajaran matematika pertama kali dikemukakan
oleh Committee of Inquiry into the Teaching of Mathematics in School dalam
Cockroft Report tahun 1982 (Grimison dan Dawe, 2000 : 6). Dalam laporan tersebut
direkomendasikan bahwa pembelajaran matematika dalam setiap jenjang pendidikan
harus meliputi : (1) eksposisi (pemaparan) guru; (2) diskusi antara guru dengan siswa
serta antara siswa sendiri; (3) kerja praktek; (4) pemantapan dan latihan kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
dasar atau soal; (5) pemecahan masalah, meliputi aplikasi matematika dalam
kehidupan sehari-hari; serta (6) kegiatan investigasi.
Investigasi secara bahasa adalah penyelidikan dengan mencatat atau merekam
fakta melakukan peninjauan, percobaan, dan sebagainya, dengan tujuan memperoleh
jawaban atas pertanyaan (tentang peristiwa, sifat atau khasiat suatu zat, dan
sebagainya (KBBI online, 2008). Sementara investigasi matematika adalah suatu
pendekatan pembelajaran yang dapat mendorong suatu aktivitas percobaan
(experiment), mengumpulkan data, melakukan observasi, mengidentifikasi suatu
pola, membuat dan menguji kesimpulan/dugaan (conjecture) dan jika dapat pula
sampai membuat suatu generalisasi (Bastow, et.al., 1984).
Kegiatan investigasi matematika memiliki beberapa karakteristik, yaitu :„open
ended; finding pattern; self-discovery; reducing the teacher‟s role; not helpful
examination; not worth while; not doing real mathematics; using one‟s own methed;
being exposed; limited to the teacher‟s experience; not being in control; divergen.‟
(Edmmond & Knight, 1983, dalam Grimison & Dawe, 2000 : 6).
Berdasarkan karakteristik tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan
investigasi matematika lebih mendorong siswa untuk mampu mengkonstruksi
pengetahuan dan keterampilan proses matematiknya, sementara guru berperan untuk
memfasilitasi siswa agar dapat melakukan kegiatan investigasi matematika dengan
baik serta melakukan intervensi yang relevan dengan situasi pembelajaran.
Selain investigasi matematika, kegiatan yang memiliki beberapa kesamaan
istilah adalah eksplorasi matematika. Dalam beberapa hal, penggunaan kedua istilah
ini sering digunakan secara bergantian untuk menunjukkan aktifitas yang sama. Akan
tetapi, Cifarelli dan Cai (2004) mengemukakan perbedaannya. Menurut mereka,
investigasi matematika lebih banyak digunakan oleh peneliti berkaitan dengan
penggunaan strategi formal dalam aktivitas mencari solusi masalah seperti
penggunaan berbagai metode ilmiah dalam aktivitas penalaran. Sedangkan eksplorasi
matematika menunjukkan pada suatu aktivitas yang berkaitan dengan penggunaan
strategi formal dan tidak formal untuk mencari suatu solusi masalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
b. Fase-fase yang harus ditempuh dalam pendekatan investigasi
Fase-fase yang harus ditempuh dalam pendekatan investigasi (Setiawan : 2006)
adalah:
1) Fase membaca, menerjemahkan dan memahami masalah. Pada fase ini siswa
harus memahami permasalahannya dengan jelas. Apabila dipandang perlu
membuat rencana apa yang harus dikerjakan, mengartikan persoalan menurut
bahasa mereka sendiri dengan jalan berdiskusi dalam kelompoknya, yang
kemudian mungkin perlu didiskusikan dengan kelompok lain. Jadi pada fase ini
siswa memperlihatkan kecakapannya bagaimana ia memulai pemecahan suatu
masalah, dengan :
a) Menginterpretasikan soal berdasarkan pengertiannya.
b) Membuat suatu kesimpulan tentang apa yang harus dikerjakannya.
2) Fase pemecahan masalah. Pada fase ini mungkin saja siswa menjadi bingung apa
yang harus dikerjakan pertama kali, maka peran guru sangat diperlukan, misalnya
memberikan saran untuk memulai dengan suatu cara, hal ini dimaksudkan untuk
memberikan tantangan atau menggali pengetahuan siswa, sehingga mereka
terangsang untuk mencoba mencari cara-cara yang mungkin untuk digunakan
dalam pemecahan soal tersebut, misalnya dengan membuat gambar, mengamati
pola atau membuat catatan-catatan penting. Pada fase yang sangat menentukan ini
siswa diharuskan membuat konjektur dari jawaban yang didapatnya, serta mencek
kebenarannya, yang secara terperinci siswa diharap melakukan hal-hal sebagai
berikut:
a) mendiskusikan dan memilih cara/strategi untuk menangani permasalahan
b) memilih dengan tepat materi yang diperlukan
c) menggunakan berbagai macam strategi yang mungkin.
d) mencoba ide-ide yang mereka dapatkan pada fase 1
e) memilih cara-cara yang sistematis
f) mencatat hal-hal penting
g) bekerja secara bebas atau bekerja bersama-sama (atau kedua-duanya)
h) bertanya kepada guru untuk mendapatkan gambaran strategi untuk penyelesaian
i) membuat konjektur atau kesimpulan sementara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
j) mencek konjektur yang didapat sehingga yakin akan kebenarannya.
3) Fase menjawab dan mengomunikasikan jawaban. Setelah memecahkan masalah,
siswa harus diberikan pengertian untuk mencek kembali hasilnya, apakah jawaban
yang diperoleh itu cukup komunikatif/dapat difahami oleh orang lain, baik tulisan,
gambar ataupun penjelasannya. Pada fase ini siswa dapat terdorong untuk melihat
dan memperhatikan apakah hasil yang dicapainya pada masalah ini dapat
digunakan pada masalah lain. Jadi pada intinya fase ini siswa diharapkan berhasil:
a) Mencek hasil yang diperolehnya
b) Mengevaluasi pekerjaannya
c) Mencatat dan menginterpretasikan hasil yang diperoleh dengan berbagai cara
d) Mentransfer keterampilannya untuk diterapkan pada persoalan yang lebih
kompleks.
Proses yang dilakukan pada pendekatan investigasi (demikian juga pada
pemecahan masalah) sebagaimana dipaparkan di atas jika kita gambarkan dalam
suatu diagram adalah sebagai berikut:
Gambar 2.2 Fase Investigasi
c. Memulai Investigasi
Berikut ini adalah beberapa saran yang dapat membantu guru untuk
melaksanakan pendekatan investigasi di dalam kelas.
1) Biasakan setiap mengajar untuk menghubungkan matematika dengan kehidupan
seharihari, dengan berbagai strategi mengajar yang bervariasi.
2) Jelaskan tentang tujuan pengajaran yang diberikan yang diberikan, misalnya
mengenai penggunaan matematika dalam pelajaran lain.
Memulai
Evaluasi
Melaporkan hasil
(mengkoordinasikan) Mengerjakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
3) Selalu memberikan dorongan, semangat dan rasa percaya diri pada setiap siswa,
hal ini sangat perlu, mengingat kebanyakan siswa bersifat :
a) kurang pemahaman terhadap suatu permasalahan
b) selalu tergantung kepada apa yang diinstruksikan oleh guru
c) sangat kurang semangat untuk memulai
d) memberi jawaban yang hanya menerka
4) Hendaknya memulai pendekatan investigasi dari permasalahan yang mudah dan
sederhana.
5) Selalu mendiskusikan jawaban-jawaban yang didapat oleh siswa, sehingga siswa
yang satu dapat memahami dan menghargai pendapat siswa lain.
d. Peran guru dalam pembelajaran dengan pendekatan investigasi
1) Memberikan informasi dan instruksi yang jelas
2) Memberikan bimbingan seperlunya dengan menggali pengetahuan siswa yang
3) Menunjang pada pemecahan masalah (bukan menunjukkan cara
penyelesaiannya)
4) Memberikan dorongan sehingga siswa lebih termotivasi
5) Menyiapkan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh siswa.
6) Memimpin diskusi pada pengambilan kesimpulan akhir.
6. Langkah-langkah Pembelajaran Strategi Heuristik
Langkah-langkah dalam pembelajaran pemecahan masalah ini berdasarkan
pada kerangka rancangan belajar pemecahan masalah yang dikenal dengan strategi
heuristik, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu guru memberikan soal
secara bertahap sesuai dengan tahap heuristik. Misalnya tahap pertama heuristik
adalah memahami masalah, maka soal-soal tersebut cukup difokuskan untuk melatih
kemampuan siswa dalam memahami soal-soal tersebut. Setelah itu dilanjutkan
dengan memberikan soal-soal lain untuk mengembangkan kemampuan heuristik
tahap berikutnya, sehingga pada akhirnya diberikan soal untuk mengembangkan
seluruh tahapan pemecahan masalah sampai siswa mampu menemukan solusinya.
Pembelajaran secara bertahap ini penting untuk memantau perkembangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sehingga dapat diketahui pada tahap
mana siswa sering menemukan kesulitan. Berikut langkah-langkah pemecahan
masalah yang diajarkan untuk memberikan kesempatan siswa menyelesaikan
masalah, yaitu dengan tahap langkah penyelesaian heuristik:
Rincian dari strategi tersebut :
a. Analisis : Untuk memperoleh gambaran lengkap dari apa yang diketahui dan dari
apa yang dipermasalahkan. Implikasi realnya, yaitu: pentingnya pemahaman
secara mendasar terhadap apa dan sesuatu yang menjadi masalah untuk
diselesaikan, bahwa ketika dihadapkan permasalahan agar mampu mengenal dan
memahami perspektif masalah yang dihadapi.
Menganalisis dan memahami masalah (analyzing and understanding a problem) :
1) Membuat gambar atau ilustrasi jika memungkinkan
2) Mencari kasus yang khusus
3) Mencoba memahami masalah secara sederhana.
b. Rencana : Untuk mengubah pemasalahan menjadi sebuah masalah atau soal yang
penyelesaiannya secara prinsip dapat diketahui, merancang dan merencanakan
solusi. Implikasi realnya, yaitu: persiapan, strategi dan langkah-langkah untuk
mengatasi masalah sangat menentukan dalam kaitannya dengan penyelesaian, dan
harus benar-benar koheren terhadap masalah yang sedang dihadapi, dengan
tinjauan dan analisis untuk pemecahan masalah.
Merancang dan merencanakan solusi (designing and planning a solution)
1) Merencanakan solusi secara sistematis
2) Menentukan apa yang akan dilakukan, bagaiamana melakukannya serta hasil
yang diharapkan
c. Penyelesaian : Untuk melaksanakan rencana pemecahan. Pelaksanaan rencana
pemecahan harus dituliskan dengan jelas dalam bentuk pengejaan dan hasil
sebagai penyelesaian dari masalah. Implikasi realnya, yaitu : mampu
menghubungkan konsep, dasar, pemahaman serta strategi yang benar secara
matematis dengan tindakan yang lebih teliti, produktif, dan mampu bertindak
ANALISIS RENCANA PENYELESAIAN PENILAIAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
lebih bijak dalam mengambil keputusan dalam pemecahan masalah sehingga
kebermaknaan dalam suatu proses dapat diperoleh.
Mencari solusi dari masalah (exploring solution to difficult problem)
1) Menentukan berbagai masalah yang ekivalen, yaitu : penggantian kondisi
dengan yang ekivalen; menyusun kembali bagian-bagian masalah dengan cara
berbeda; menambah bagian yang diperlukan; serta memformulasikan kembali
masalah.
2) Menentukan dan melakukan memodifikasi secara lebih sederhana dari masalah
sebenarnya, yaitu : memilih tujuan antara dan mencoba memecahkannya;
mencoba lagi mencari solusi akhir; dan memecahkan soal secara bertahap.
3) Menentukan dan melakukan memodifikasi secara umum dari masalah
sebenarnya, yiatu : memecahkan masalah yang analog dengan variabel yang
lebih sedikit; mencoba menyelsaikan dengan kondisi satu variabel; serta
memecahkan masalah melalui masalah yang mirip.
d. Penilaian : Untuk memeriksa apakah masalah sudah diselesaikan dengan tuntas,
atau memeriksa apakah penyelesaian sudah atau belum layak sebagai jawaban
pertanyaan atau penyelesaian masalah. Implikasinya realnya, yaitu: untuk terus
belajar mengevaluasi dan introspeksi diri terhadap apa yang sudah dan akan
dilakukan sebagai wahana atau khasanah refleksi diri, sehingga mampu
merencanakan dan meyelesaikan masalah yang dihadapi dengan pengetahuan,
pengalaman dan pemahaman untuk menjadi problem solver yang handal.
Memeriksa solusi (verifying a solution)
1) Menggunakan pemeriksaan secara khusus terhadap setiap informasi dan
langkah penyelesaian
2) Menggunakan pemeriksaan secara umum untuk mengetahui masalah secara
umum dan pengembangannya
Pemecahan masalah dilakukan melalui tahapan-tahapan berpikir yang
disebut heuristik. Oleh karena itu, konsep heuristik tidak dapat dipisahkan dari
kajian tentang pemecahan masalah dan pembelajarannya. Jika siswa menguasai
heuristik dalam pemecahan masalah, maka dapat dipastikan ia memiliki
kemampuan memecahkan masalah dengan baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Suatu heuristik terdiri dari tahapan-tahapan berpikir yang membantu
seseorang dalam memecahkan masalah. Tahapan-tahapan tersebut merupakan
bagian-bagian dari kemampuan pemecahan masalah. Agar siswa memiliki
kemampuan pemecahan masalah dengan baik maka perlu diajarkan tahapan-
tahapan tersebut secara khusus dan bertahap pula.
Misalnya sebagai contoh, berikut salah satu bentuk soal yang diselesaikan
dengan langkah-langkah penyelesaian heuristik : Jumlah 3 bilangan yang bentuk
suatu deret hitung = 27, sedangkan jumlah dari pangkat dua bilangan-bilangan
itu = 293. Bilangan-bilangan tersebut ialah ?…
Dari soal di atas bisa diselesaikan dengan menggunakan strategi heuristik:
1) Analisis
Untuk memperoleh gambaran lengkap dari apa yang diketahui dan
dari apa yang dipermasalahkan.
Diketahui : Jumlah 3 bilangan yang bentuk suatu deret hitung = 27,
jumlah dari pangkat dua bilangan-bilangan itu = 293
Ditanyakan : Ketiga bilangan tersebut adalah…
2) Rencana
Untuk mengubah pemasalahan menjadi sebuah masalah atau soal
yang penyelesaiannya secara prinsip dapat diketahui.
Dari contoh di atas tampak bahwa masalah yang timbul dapat diselesaikan
dengan perhitungan matematika. Dengan demikian masalah tersebut dapat
diubah ke dalam bentuk model matematika seperti berikut.
Misalkan : 1U + 2U + 3U = 27 → a + (a + b) + (a + 2b) = 27
3a + 3b = 27 → a + b = 9
Pangkat dua dari bilangan-bilangan tersebut adalah :
2a + 2)( ba + 2)2( ba = 293
3) Penyelesaian
Untuk melaksanakan rencana pemecahan. Pelaksanaan rencana
pemecahan harus dituliskan dengan jelas dalam bentuk pengejaan dan hasil.
Penyelesaian :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Penyelesaian masalah dari contoh di atas dituliskan seperti berikut,
sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam matematika.
a + b = 9 ;
2a + 2)( ba + 2)2( ba = 293
2)( ba + 2a + 2a + 4ab + 24b = 293
2)( ba + 2 2a + 4ab + 24b = 293
2)( ba + 2 2)( ba + 22b = 293
29 + 2 . 29 + 22b = 293
22b = 293 – 243
2b = 25 → b = 5
a + b = 9 → a = 4
a, (a + b), (a + 2b) → 4, 9, 14
maka deret tersebut adalah : 4, 9, 14
4) Penilaian
Untuk memeriksa apakah masalah sudah diselesaikan dengan tuntas,
atau memeriksa apakah penyelesaian sudah atau belum layak sebagai
jawaban pertanyaan atau penyelesaian masalah.
Dari penyelesaian pada contoh di atas memberikan hasil bahwa 1U = 4, 2U =
9 3U = 14.
Dan pada soal diketahui bahwa 1U + 2U + 3U = 27 dan
2
1)(U + 2
2 )(U + 2
3 )(U = 293.
1U + 2U + 3U = 4 + 9 + 14 = 27.
2
1)(U + 2
2 )(U + 2
3 )(U = 2)4( + 2)9( + 2)14( = 293.
7. Langkah-langkah Pembelajaran Strategi Heuristik dengan Pendekatan
Metakognitif
a. Tahap Pertama: Diskusi Awal (introductory discussion)
1) Pada awal kegiatan pembelajaran, guru bertanggung jawab untuk
menyiapkan materi bahan ajar dan memimpin tanya jawab serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
mencontohkan bagaimana melaksanakan empat strategi heuristik yaitu:
analisis, rencana, penyelesaian, dan penilaian (melihat kembali) setelah
siswa selesai membaca topik tertentu.
2) Guru memberikan contoh pada siswa bagaimana menyelesaikan soal di
papan tulis dengan menggunakan tahap penyelesaian huristik dan diulang
oleh siswa pertanyaan apa yang harus ditanyakan pada diri mereka sendiri
dalam menyelesaikan soal. Dengan demikian, di awal pembelajaran terjadi
proses pengembangan kesadaran metakognisi dan pengembangan
kemampuan pemecahan masalah siswa.
Contohnya:
a) Apakah saya memahami semua kata dalam soal ini?
b) Apakah saya tahu bagaimana saya harus mengatur informasi ini?
c) Apakah saya tahu bagaimana menghitung penyelesaiannya?
3) Guru mengingatkan siswa untuk mandiri dan menggunakan keterampilan
metakognitifnya, dengan membuat pertanyaan untuk diri mereka sendiri,
seperti:
a) Apakah saya memahami semua bahan bacaan atau bahan ajar yang
diberikan oleh guru?
b) Apakah saya mengetahui bagaimana saya membuat rangkuman dari
informasi-informasi yang ada dalam bacaan?
c) Apakah saya bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan diberikan
oleh guru?
4) Guru membimbing siswa untuk menyelesaikan/menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang ada atau yang dibuat.
b. Tahap Kedua: Kerja sendiri/Kemandirian (Independent work)
1) Siswa berlatih menggunakan strategi heuristik dengan bimbingan guru
dimana siswa bekerja sendiri, guru berkeliling kelas, memberikan pengaruh
timbal balik (feedback)
a) Siswa mempelajari materi yang diberikan guru selanjutnya
merangkum/meringkas materi tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
b) Siswa membuat pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang
diringkasnya.
c) Siswa menjelaskan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang dibuatnya
2) Siswa belajar memimpin tanya jawab dengan atau tanpa adanya guru:
a) Sebagai perwakilan dari siswa yang mantap dalam mengembangkan soal
atau pertanyaan yang dibuatnya, siswa menjelaskan/menyajikan hasil
temuannya di depan kelas.
b) Siswa juga bersama-sama memprediksi pertanyaan-pertanyaan yang
kemungkinan akan timbul dari pengembangan materi tersebut.
c. Tahap Ketiga: Penyimpulan
Penyimpulan yang dilakukan oleh siswa merupakan rekapitulasi dari apa
yang telah dilakukan di kelas
Contoh pertanyaan yang ditanyakan oleh guru:
1) Apa yang kamu pelajari hari ini?
2) Apa yang kamu pelajari tentang diri kamu sendiri dalam menyelesaikan soal
matematika?
3) Guru memberikan penilaian berkenaan dengan penampilan siswa dan
memotivasi siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan tanya jawab.
8. Langkah-langkah Pembelajaran Strategi Heuristik dengan Pendekatan
Investigasi
a. Pendahuluan
1) Introduksi bahwa akan dibahas barisan dan deret, yang merupakan salah
satu materi yang sangat banyak aplikasinya baik dalam matematika, maupun
pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
2) Pada awal kegiatan pembelajaran, guru bertanggung jawab untuk
menyiapkan materi bahan ajar dan memimpin tanya jawab serta
mencontohkan bagaimana melaksanakan empat strategi heuristik yaitu:
analisis, rencana, penyelesaian, dan penilaian (melihat kembali) setelah
siswa selesai membaca topik tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
3) Motivasi, materi ini adalah materi yang sangat esensial, sehingga siswa
perlu mempelajari materi ini.
b. Pengembangan dan Penerapan
1) Guru memberikan materi kepada siswa.
2) Latihan terkontrol: Secara berkelompok siswa mengerjakan soal latihan
yang ada di buku dengan strategi heuristik. Dan Setelah siswa
menyelesaikan tugas menentukan perhitungan dari materi, siswa ditanya
“Bagaimana hasil perhitungan Anda untuk menentukan nilai penyelesaian
tersebut?”masing-masing siswa membuat kesimpulan (rangkuman) dari
yang telah dibacanya dengan dituntun oleh bahan ajar.
3) Melaksanakan Investigasi (Daniel Zingaro: 2008):
a) Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat
kesimpulan.
b) Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan
kelompoknya.
c) Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifiksi semua gagasan.
4) Sebagai stimulus kepada siswa pada tahap I pembelajaran ini guru
memberikan suatu contoh soal untuk didiskusikan bersama-sama dan
memancing pertanyaan dari siswa dengan memberikan pertanyaan,
misalnya:
a) Bagaimana membedakan barisan dan deret?
b) Bagaimana menyatakan suatu barisan dan deret?
c. Penutup
Menutup pertemuan dengan mengajak siswa merefleksikan apa yang
dipelajari pada pertemuan ini, dan diharapkan hasil perhitungan siswa tentang
deskripsi dari materi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
9. Kreativitas
Conny Semiawan dalam Nurdeli (2010:22), menyatakan bahwa kreativitas
adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru, atau melihat
hubungan-hubungan baru antar unsur, data, atau hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
Definisi sederhana yang sering digunakan secara luas tentang kreativitas adalah
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru. Wujudnya adalah tindakan
manusia. Melalui proses kreatif yang berlangsung dalam benak orang atau
sekelompok orang, produk-produk kreatif tercipta. Produk itu sendiri sangat
beragam, mulai dari solusi baru atau pernyataan baru mengenai sesuatu masalah
dalam matematika dan ilmu pengetahuan, dan pola perilaku baru.
Kreativitas menurut Mulyasa (2006 : 124) diartikan sebagai “Pribadi yang
mempunyai ciri-ciri pokok yang ditunjukkan dengan kelincahan mentalnya untuk
berfikir dari dan keseluruh arah, fleksibelitas konseptual dan orisinilitas untuk
melahirkan ide, gagasan, ilham, pemecahan, cara baru dan penemuan”. Ciri-ciri
kreativitas dapat dibedakan ke dalam ciri kognitif dan non kognitif. Kedalam ciri
kognitif termasuk empat ciri berpikir kreatif yaitu kelancaran, keluwesan, keaslian,
dan keterincian. Sedangkan kedalam ciri non kognitif termasuk motivasi, sikap, dan
kepribadian kreatif. Ciri-ciri non kognitif sama pentingnya dengan ciri kognitf,
karena tanpa ditunjang kepribadian yang sesuai, kreativitas seseorang tidak akan
berkembang.
Ditinjau dari aspek kognitf, kreativitas berkaitan dengan intelegensi dan ciri-
ciri dalam kreativitas. Berkaitan dengan masalah intelegensi sampai pada batas
tertentu mempunyai hubungan yang cukup kuat dengan kreativitas. Pada orang
dengan IQ di atas 120 bisa kreatif atau tidak kreatif sehingga tanpa kecerdasan,
kemampuan kreatif tidak akan terbentuk. Ada empat komponen ciri-ciri kemampuan
berfikir kreatif yaitu; kelancaran, keluwesan, keterincian, dan keterampilan
mengevaluasi. Kemampuan berpikir kreatif ini selanjutnya disebut dengan
kemampuan divergen.
Berfikir divergen adalah berpikir yang menghasilkan sesuatu yang baru, atau
respon yang berbeda, yang pada umumnya orang lain tidak melakukan. Kreativitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
sebagai proses mental yang unik, adalah semata-mata dilakukan untuk menghasilkan
sesuatu yang baru, berbeda dan orisinil, maka kreativitas mencakup pemikiran yang
spesifik dan disebut pemikiran menyebar atau divergen. Ciri-ciri berpikir divergen
adalah kelancaran, keluwesan, keaslian, dan keterincian. Kelancaran dapat diartikan
sebagai kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan, jawaban, atau pernyataan,
memberikan banyak cara atau saran untuk menyelesaikan masalah, dan selalu
memikirkan lebih dari satu jawaban.
Keluwesan adalah kemampuan untuk menghasilkan gagasan, jawaban, atau
pernyataan yang bervariasi. Keluwesan juga dapat dilihat sebagai suatu masalah dari
sudut pandang yang berbeda-beda, serta mampu merubah cara pendekatan atau cara
pemikiran terhadap penyelesaian suatu masalah. Keaslian adalah kemampuan untuk
menghasilkan ide-ide yang baru dan unik, kemampuan menghasilkan solusi yang
tidak lazim atau jarang terjadi, serta kemampuan membuat kombinasi dari usur-unsur
atau bagian-bagian dengan cara yang tidak lazim atau unik. Sedangkan keterincian
adalah kemampuan untuk menguraikan secara terinci detil-detil suatu ide atau
gagasan, sehingga menjadi jelas dan menarik.
Ciri-ciri kreativitas menurut Utami Munandar dalam Kartono (2004: 49)
yaitu: a) Dorongan ingin tahu besar b) Sering mengajukan pertanyaan yang baik c)
Memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah d) Bebas dalam
menyatakan pendapat e) menonjol dalam salah satu bidang seni f) Mempunyai
pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya, tidak mudah terpengaruh orang lain
g) Rasa humor tinggi h) Daya imajinasi tinggi i) Keaslian tinggi atau tampak dalam
ungkapan, gagasan, karangan dan sebagainya, dalam pemecahan masalah
menggunakan cara-cara orisinil j) Dapat belajar sendiri k) Senang mencoba hal-hal
baru l) Kemampuan mengembangkan atau merinci suatu gagasan.
Menurut Mohammad Asrori (2006 : 74), ”Kreativitas pada mulanya
dipandang sebagai faktor bawaan yang hanya dimiliki oleh individu tertentu. Dalam
perkembangan selanjutnya ditemukan bahwa kreativitas tidak dapat berkembang
secara otomatis tetapi membutuhkan rangsangan lingkungan”. Utami Munandar
(1988) dalam Mohamad Asrori (2006 : 74) menyatakan bahwa ”faktor-faktor yang
mempengaruhi kreativitas adalah : 1) Usia 2) tingkat pendidikan orang tua 3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
tersedianya fasilitas 4) penggunaan waktu luang”. Potensi kreatif dimiliki oleh setiap
orang, meski dalam taraf yang berbeda-beda. Kira-kira seperlima dari kemampuan
manusia adalah kamampuan kreatif atau yang disebut produk divergen. Penggunaan
potensi kreatif oleh setiap siswa dalam bentuk pemikiran dan pemecahan masalah
secara kreatif, dapat ditingkatkan melalui upaya pelatihan yang sistematis.
Dalam semua bentuk produk kreatif tersebut, selalu ada sifat dasar yang
sama, yaitu keberadaannya yang baru atau belum pernah ada sebelumnya. Sifat baru
itulah yang menandai produk, proses atau orang kreatif. Sifat baru itu memiliki ciri-
ciri: a) Produk yang sifatnya baru sama sekali yang sebelumnya belum ada; b)
Produk yang memiliki sifat baru sebagai hasil kombinasi beberapa produk yang
sudah ada sebelumnya dan suatu produk yang bersifat baru sebagai hasil pembaruan
(inovasi) dan pengembangan (evolusi) dari hal yang sudah ada.
Menurut Guilford (1974) dalam Utami Munandar (2004: 10-11), “kreativitas
melibatkan proses berfikir secara divergen”, sedangkan Parnes (1972) dalam Utami
Munandar (2004: 10-11) mengungkapkan bahwa “kemampuan kreatif dapat
dibangkitkan melalui masalah yang memacu pada lima macam perilaku kreatif,
yaitu: 1) Fluency (kelancaran), yaitu kemampuan mengemukakan ide-ide yang
serupa untuk memecahkan suatu masalah. 2) Flexibility (keluwesan), yaitu
kemampuan untuk menghasilkan berbagai macam ide gunamemecahkan suatu
masalah diluar kategori yang biasa. 3) Originality (keaslian), yaitukemampuan
memberikan respon yang unik atau luar biasa. 4) Elaboration (keterperincian), yaitu
kemampuan menyatakan pengarahan ide secara terperinciuntuk mewujudkan ide
menjadi kenyataan. 5) Sensitivity (kepekaan), yaitu kepekaan menangkap dan
menghasilkan masalah sebagai tanggapan terhadap suatu situasi.”
Atas dasar pemikiran Parnes tersebut, kiranya perlu dilakukan upaya-upaya
yang dapat menjadi atau memacu perilaku kreatif pendidik dan peserta didik.
Perilaku kreatif tersebut diharapkan dapat memacu kemampuan untuk menghasilkan,
mengemukakan, merespon, mewujudkan ide dan menanggapi masalah. Beberapa hal
dapatdipergunakan sebagai penempatan diri bagi pendidik agar menjadi idola bagi
anak didik dalam upaya memacu kreativitas antara lain: Aktif membaca; giat
melakukan telaah; gemar berprestasi; mengikuti segala jenis perkembangan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
menghasilkan inovasi-inovasi; dapat memberi contoh dari hal-hal yang dituntut
peserta didik; mencintai pekerjaan mengajar.
Peserta didik yang kreatif dapat diketahui dengan mudah melalui pengamatan
ciri-ciri yang dimiliki terutama dalam diskusi dan melakukan eksperimen/percobaan.
Utami Munandar (2004:71) dalam Srining Winanti (2009) menyebutkan ciri-ciri
kepribadian kreatif yang diharapkan oleh bangsa Indonesia, yaitu: (1) Mempunyai
daya imajinasi yang kuat, (2) Mempunyai inisiatif, (3) Mempunyai minat yang luas,
(4) Mempunyai kebebasan dalam berpikir, (5) Bersifat ingin tahu, (6) Selalu ingin
mendapatkan pengalaman-pengalaman baru, (7) Mempunyai kepercayaan diri yang
kuat, (8) Penuh semangat, (9) Berani mengambil resiko, (10) Berani mengemukakan
pendapat dan memiliki keyakinan.
Dari beberapa pendapat di atas, kreativitas peserta didik yang dimaksud
dalam penelitian ini adalah pribadi yang mempunyai ciri-ciri pokok yang
ditunjukkan siswa dengan kelincahan mentalnya untuk berfikir dari dan keseluruh
arah, fleksibelitas konseptual dan orisinilitas untuk melahirkan ide, gagasan, ilham,
pemecahan, cara baru, semangat belajarnya dan penemuan terhadap matematika,
yang diklasifikasikan dalam 3 (tiga) sub kelompok yaitu tinggi, sedang dan rendah.
1. Cara Menggali Kreativitas
Kreativitas merupakan daya untuk menciptakan sesuatu di dalam angan-
angan. Di bawah ini akan diuraikan beberapa cara menggali kreativitas berdasarkan
pengalaman empiris. Pertama, mengembangkan kreativitas peserta didik melalui
membaca. Jika kita berdiam diri atau tidak melakukan kegiatan membaca, seakan-
akan kita menjadi robot manusia yang kosong akan aktivitas. Namun ketika kita
mulai membaca dan menghadapi lebih banyak bahan atau materi yang tertuang
dalam buku, majalah, surat kabar atau media lain. Alam pikiran kita sudah menjalar
ke segala kondisi dan saat itupula berbagai pemikiran yang baru dan tidak ada dalam
buku itu muncul. Berdasarkan pemikiran tersebut, kreativitas akan timbul bila kita
rajin membaca. Kedua, pengembangan fantasi korelatif peserta didik. Dalam
pengembangan fantasi korelatif, peserta didik diminta mencari hubungan antara
suatu benda dengan benda lain yangkeberadaannya saling melengkapi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Inti karakteristik kreativitas dalam konteks pendidikan tinggi yang dapat
diterapkan pada pendidikan adalah:
1. Keaslian (Originality): kreativitas bukanlah tentang penciptaan ulang, tetapi
memerlukan pengembangan-pengembangan baru (meskipun dimungkinkan
membangun pengetahuan yang telah ada) dan memerlukan ketidaksopanan
(disrespect) tertentu terhadap ide-ide dan konsep-konsep yang telah mapan dan
juga keberanian perorangan.
2. Kesesuaian (Appropriateness): tidak setiap yang baru itu kreatif, tetapi kreativitas
mewujudkan dirinya dalam pendekatan-pendekatan baru yang sesuai dengan
permasalahan yang ada.
3. Orientasi ke Masa Depan (Future Orientation): yaitu tidak memandang
kebelakang, tetapi perhatian tertuju kepada apa yang mungkin terjadi di masa
depan dan menghadapi akibat dari ketidakamanan dan ketidakmenentuan.
4. Kemampuan Memecahkan Masalah (Problem-Solving Ability): kemampuan
untuk mengenali solusi-solusi baru dari permasalahan-permasalahan; hal ini
memerlukan “berpikir yang ada di luar kotak” melihat sesuatu dari sudut pandang
yang baru, berani keluar dari jalur dan menghadapi resiko kegagalan.
(EUA. 2007:16-17)
2. Meningkatkan Kreativitas
Untuk meningkatkan kreativitas, ada beberapa strategi yang dapat digunakan
seperti yang dikemukakan oleh Simonton dalam Ormrod (2009:406) di antaranya.
a. Menunjukkan kepada peserta didik bahwa kreativitas itu dihargai.
Mengembangkan kreativitas peserta didik dengan menunjukkan kepada peserta
didik bahwa pendidik menghargai pikiran dan prilaku kreatif. Salah satu caranya
adalah mendorong dan memberi penghargaan terhadap ide-ide dan respons-respons
yang tidak biasa.
b. Fokuskan perhatian peserta didik pada penghargaan internal daripada
penghargaan eksternal.
Para peserta didik akan lebih kreatif ketika mereka terlibat dalam aktivitas-
aktivitas yang mereka senangi dan dapat merasa bangga dengan apa yang sedang
mereka kerjakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
c. Doronglah peserta didik menguasai suatu area mata pelajaran.
Kreativitas pada suatu area pelajaran tertentu lebih mungkin terjadi ketika
peserta didik benar-benar menguasai suatu topik. Sebagai contoh ketika pendidik
ingin peserta didik mengaplikasikan prinsip-prinsip ilmiah secara kreatif mungkin
ketika mereka mengerjakan eksperimen sains sederhana atau mengembangkan solusi
terhadap masalah lingkungan, pendidik seharusnya memastikan bahwa mereka
pertama-tama telah menguasai prinsip-prinsipnya.
d. Berikan pertanyaan yang mengasah pikiran
Peserta didik lebih mudah berpikir kreatif ketika pendidik menanyakan
pertanyaan-pertanyaan tingkat tinggi yaitu pertanyaan yang mengharuskan mereka
menggunakan informasi yang telah dipelajari sebelumnya dengan cara yang baru.
e. Berikan peserta didik kebebasan dan rasa aman yang dibutuhkan untuk
mengambil resiko.
Untuk mendorong keberanian mengambil resiko, pendidik bisa mengizinkan
peserta didik terlibat dalam suatu kegiatan tanpa mengevaluasi performa mereka.
Pendidik juga dapat mendorong peserta didik menganggap kesalahan dan kegagalan
sebagai suatu aspek yang tak terelakan tetapi biasanya hanya sementara dari proses
kreatif.
f. Sediakan waktu yang memadai untuk mendorong tumbuh kembangnya
kreativitas.
Peserta didik memerlukan waktu bereksperimen dengan materi dan ide baru
untuk berpikir divergen dan terkadang untuk melakukan kesalahan. Maka, satu aspek
penting untuk meningkatkan kreativitas adalah memberikan peserta didik waktu yang
memadai.
Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian kreativitas dalam penelitian yang
akan dilakukan ini adalah kemampuan untuk mengkombinasikan antara unsur-unsur
yang baru atau melihat hubungan-hubungan baru antar unsur, data dari hal-hal yang
sudah ada sebelumnya dan menerapkannya dalam pemecahan. Ciri-ciri siswa yang
mempunyai kreativitas tinggi adalah siswa yang mempunyai daya imajinasi yang
kuat, mempunyai inisiatif, mempunyai minat yang luas, mempunyai kebebasan
dalam berpikir, bersifat ingin tahu, selalu ingin mendapatkan pengalaman-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
pengalaman baru, mempunyai kepercayaan diri yang kuat, penuh semangat, berani
mengambil resiko, berani mengemukakan pendapat dan memiliki keyakinan.
Penelitian ini meninjau dari kreativitas siswa dengan harapan terbentuk suatu
pola pembelajaran matematika yang baik pada tingkat Sekolah Menangah Atas di
Pontianak.
3. Pengukuran Kreativitas
Alat ukur kreativitas berupa angket, yaitu cara pengumpulan data secara tidak
langsung. Artinya peneliti tidak secara langsung dengan responden dalam aktivitas
tanya jawab. Angket dibedakan menjadi dua macam yaitu angket terbuka dan angket
tertutup. Angket terbuka berisi pertanyaan atau pernyataan yang akan dijawab oleh
siswa dengan bebas tanpa disertakan jawaban yang diharapkan. Sedangkan angket
tertutup terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang disertai pilihan jawaban dimana
pilihan tersebut mencakup semua kemungkinan jawaban.
Dalam penelitian yang akan dilakukan ini, kreativitas diukur dengan menggunakan
angket tertutup. Angket kreativitas menggunakan skala sikap yaitu skala yang
dikemukakan oleh Likert. Skala ini disusun dalam bentuk penyataan dan ikut oleh
respon yang menunjukkan tingkatanya itu selalu, sering, jarang dan tidak pernah.
Rentang nilai 1 sampai dengan 4. Masing-masing item dibuat pernyataan positif
dengan skor 4 ,3, 2, 1 dan negatif dengan skor nilai 1, 2, 3 dan 4.
10. Materi Barisan dan Deret
Barisan adalah himpunan atau susunan bilangan yang diurutkan menurut
aturan tertentu. Sedangkan deret adalah suatu kelompok barisan yang diperoleh
dengan cara menjumlahkan suku-suku barisan. Jumlah suku deret biasanya
dinotasikan dengan nS , sedangkan setiap suku dalam barisan biasanya dilambangkan
dengan notasi nU , dimana (n = indeks) urutannya sesuai dengan bilangan asli : n = 1,
2, 3, 4, …. .
a. Barisan Aritmatika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Barisan Aritmatika atau barisan hitung adalah suatu barisan bilangan,
dengan setiap suku-suku yang berurutan memiliki selisih tetap (konstan) yang
disebut beda yang dilambangkan dengan b.
nU = a + (n – 1) b ; b = nU – 1nU
Keterangan :
nU = suku ke-n
a = suku pertama
b = beda
b. Deret Aritmatika
Deret Aritmatika atau deret hitung adalah suatu deret yang diperoleh dengan
cara menjumlahkan suku-suku barisan aitmatika.
nS = ))1(2(2
1bnan atau nS = )(
2
1nUan
Keterangan :
nS = jumlah n suku
n = banyak suku
c. Barisan Geometri
Barisan Geometri atau barisan ukur adalah suatu barisan bilangan yang
setiap sukunya diperoleh dengan cara mengalikan suku di depannya dengan
bilangan yang tetap (konstan). Bilangan yang tetap ini disebut pembanding atau
rasio yang dinotasikan dengan r.
nU = a 1nr ; r = 1n
n
U
U
Keterangan :
nU = suku ke-n
a = suku pertama
r = rasio
n = banyak suku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
d. Deret Geometri
Deret Geometri atau deret ukur adalah suatu deret yang diperoleh dengan cara
menjumlahkan suku-suku barisan geometri.
nS = r
ra n
1
)1(, untuk r < 1
nS = 1
)1(
r
ra n
, untuk r > 1
B. Penelitian Yang Relevan
Terkait dengan pemecahan masalah, diantaranya adalah studi Sumarmo
(dalam Sanusi, 1993) dengan mengambil sampel guru matematika SMP dan
siswanya, menemukan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika guru
SMP di Kota Bandung masih tergolong kurang baik. Kemudian oleh Soekisno
(2002) ditemukan bahwa strategi heuristik dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa SMU lebih baik dibandingkan dengan siswa
yang hanya mendapatkan pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.
Ditinjau dari sudut pandang pendekatan metakognitif, Suzana (2003), yang
mengangkat ide mengenai peningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran
matematik siswa SMU melalui pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif dalam
penelitiannya, mengungkapkan bahwa pendekatan metakognitif yang digunakan
dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan pemahaman dan penalaran
matematis siswa SMU. Bukan hanya itu, Suzana (2003) juga mengungkap bahwa
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan metakognitif dapat meningkatkan
aktivitas siswa, dan memberikan kesempatan pada siswa untuk dapat belajar secara
mandiri dan mengurangi kecenderungan pembelajaran matematika yang berpusat
pada guru. Sementara itu, Maulana (2007), mengungkapkan bahwa kemampuan
berpikir kritis mahasiswa PGSD yang mendapatkan pembelajaran matematika
dengan pendekatan metakognitif lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan
mahasiswa yang belajar matematika dengan menggunakan pendekatan konvensional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Sedangkan dari sudut pandang pendekatan investigasi, dengan judul “Group
Investigation Effects on Achievement, Motivation, and Perceptionsof Students in
Singapore” oleh Ivy Geok Chin Tana, Shlomo Sharan, Christine Kim Eng Lee tahun
2007. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran group investigation
mampu meningkatkan prestasi belajar peserta didik dibandingkan pembelajaran
konvensional.
Adapun penelitian yang relevan dengan permasalahan ditinjau dari sudut
pandang pembelajaran strategi heuristik, Nana Susanti (2007), yang mengangkat ide
dengan judul “Penerapan strategi heuristik yang diintervensi peta konsep dan
algoritmik yang dimodifikasi teks refutasi terhadap prestasi belajar siswa materi
pokok termokimia kelas XI SMAN 3 Sragen tahun pelajaran 2006/2007” dalam
penelitiannya, mengungkapkan bahwa strategi yang digunakan dalam pembelajaran
kimia, bahwa penerapan strategi heuristik yang diintervensi peta konsep dan
algoritmik yang dimodifikasi teks refutasi terhadap prestasi belajar siswa materi
pokok termokimia kelas XI SMAN 3 Sragen tahun pelajaran 2006/2007.
Persamaan dari beberapa penelitian di atas terhadap penelitian yang akan
peneliti lakukan adalah mengenai strategi heuristik dengan pendekatan metakognitif
dan pendekatan investigasi sebagai pembelajaran. Sedangkan perbedaan yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah bahwa akan dilihatnya hasil belajar dari
kemampuan pemecahan masalah siswa dengan pendekatan metakognitif dan
pendekatan investigasi, yaitu dalam materi barisan dan deret serta ditinjau dari
kreativitas siswa.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori yang diungkapkan di atas dapat dikemukakan
kerangka pemikiran sebagai berikut:
1. Hubungan Pembelajaran Strategi Heuristik Dengan Pendekatan Metakognitif dan
Pendekatan Investigasi Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik.
Prestasi belajar (Kemampuan pemecahan masalah matematik) peserta didik
merupakan suatu hasil yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti serangkaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
proses belajar matematika dan melalui pembelajaran matematika yang didesain
guru. Prestasi belajar (Kemampuan pemecahan masalah matematik) siswa
dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern. Salah satu faktor ekstern yang perlu
diperhatikan adalah pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat dan efektif.
Pendekatan pembelajaran yang dipilih guru pada saat proses belajar mengajar
sangat berpengaruh besar sekali terhadap keberhasilan siswa dalam memahami
suatu konsep materi tertentu. Pendekatan pembelajaran yang baik adalah
pendekatan yang disesuaikan dengan materi yang disampaikan, kondisi siswa,
sarana yang tersedia serta tujuan pembelajaran sehingga pendekatan yang
diterapkan lebih efektif.
Penerapan pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan metakognitif
merupakan pembelajaran yang memandang keberhasilan individu diorientasikan
dalam keberhasilan siswa menyelesaiakan permasalahan sesuai dengan langkah
yang menjadi acuan penyelesaian secara heuristik. Dalam hal ini, maka siswa
harus mampu dalam mencapai tujuan, dan siswa berusaha keras membantu dan
mendorong dirinya untuk berhasil dalam belajar dan bertanggung jawab atas
pembelajaran yang dilakukan. Pendekatan metakognitif ini menekankan pada
tujuan dan keberhasilan pemecahan masalah yang di dalamnya guru memberikan
perhatian lebih yang secara psikologis memberikan kesadaran siswa dalam
berpikir serta dapat dicapai jika setiap langkah yang menjadi prosedur dalam
penyelesaian masalah secara fundamental dan kompleks dipahami. Dengan
demikian penerapan pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan
metakognitif yang tepat diduga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika, sehingga memungkinkan dapat mencapai hasil yang
maksimal.
Dalam pembelajaran matematika strategi heuristik dengan pendekatan
metakognitif, siswa dituntut untuk saling berusaha meningkatkan pemahaman dan
ketepatan dalam menyelesaikan soal untuk setiap kreativitas, siswa mampu
memaksimalkan kemampuan metakognitifnya sehingga mampu meningkatkan
analisa dalam memahami dan menyelesaikan masalah. Sedangkan dalam
pembelajaran menggunakan strategi heuristik dengan pendekatan investigasi pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
pelaksanaan pembelajaran siswa bersifat proaktif dalam memahami dan
menjelaskan materi sesama kelompoknya, menuntut peserta didik untuk
bertanggung jawab individual karena adanya pembagian tugas. Dengan demikian
pembelajaran dengan pendekatan metakognitif diharapkan lebih menuntut
kecermatan dan keaktifan bagi siswa dibandingkan pendekatan investigasi. Oleh
karena itu hasil belajar siswa dengan pembelajaran pendekatan metakognitif
diduga akan lebih baik dibanding dengan pendekatan investigasi.
2. Hubungan Kreativitas Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik
Peserta Didik
Kreativitas belajar matematika peserta didik dan pengalaman belajar peserta
didik selama proses belajar berlangsung merupakan modal bagi peserta didik
dalam membangun konsep matematika yang dimiliki dan kemampuan pemecahan
masalah matematikanya. Karakteristik matematika yang tersusun secara hierarkis,
meletakkan kreativitas belajar matematika peserta didik yang merupakan
kemampuan diri untuk mengumpulkan pengetahuan dan pengalaman peserta didik
tentang matematika memungkinkan peserta didik mengembangkan pengetahuan
matematikanya pada tingkatan yang lebih tinggi, dengan kata lain kreativitas
belajar matematika peserta didik sebagai kemampuan membuat kombinasi-
kombinasi baru, atau melihat hubungan-hubungan baru antar unsur, data, atau hal-
hal yang sudah ada sebelumnya merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika. Oleh karenanya, peserta didik yang
memiliki kreativitas belajar matematika tinggi akan memungkinkan memiliki
kemampuan pemecahan masalah matematik yang lebih baik dibandingkan peserta
didik yang memiliki kreativitas belajar matematika rendah.
3. Perbedaan Antara Pendekatan Pembelajaran Metakognitif dan Pendekatan
Investigasi Pada Siswa Yang Memiliki Kreativitas Tinggi, Sedang, Maupun
Rendah Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Pendekatan pembelajaran bukanlah satu-satunya faktor yang berpengaruh
terhadap peningkatan prestasi belajar (kemampuan pemecahan masalah
matematik) siswa. Kreativitas siswa juga memiliki pengaruh terhadap prestasi
belajar (kemampuan pemecahan masalah matematik) siswa. Karena perbedaan
kreativitas siswa maka ada kemungkinan bahwa suatu pendekatan pembelajaran
tidak selalu cocok untuk semua siswa. Suatu pendekatan pembelajaran mungkin
cocok untuk siswa dengan kreativitas tinggi, tetapi tidak cocok untuk siswa
dengan kreativitas sedang maupun rendah, dan sebaliknya. Siswa dengan
kreativitas tinggi bisa belajar terutama jika mampu memiliki tingkat kesadaran
yang baik terhadap pemahamannya dalam pembelajaran matematika.
Siswa yang belajar dengan pendekatan metakognitif akan menjadi lebih
cermat dan lebih aktif dibandingkan siswa dengan pendekaan investigasi. Akan
tetapi kreativitas matematika juga berpengaruh ketika pembelajaran berlangsung.
Siswa yang memiliki kreativitas tinggi akan lebih cepat beradaptasi dengan
pendekatan metakognitif, sedangkan siswa yang memiliki kreativitas sedang
maupun rendah sama saja diberikan pembelajaran seperti apapun. Dari penjelasan
ini, tentunya diduga pendekatan pembelajaran strategi heuristik melalui
pendekatan Metakognitif dan pendekatan Investigasi memberikan prestasi
(kemampuan pemecahan masalah matematik) yang lebih baik pada siswa dengan
kreativitas tinggi daripada siswa dengan kreativitas sedang maupun rendah.
4. Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Antara
Kreativitas Tinggi Dengan Yang Memiliki Kreativitas Sedang Maupun Yang
Memiliki Kreativitas Rendah.
Siswa yang memiliki kreativitas tinggi dan kemampuan tinggi adalah siswa
yang senantiasa berusaha unggul dalam kompetisi, teliti, penuh tanggung jawab,
menyukai tantangan serta rasional dalam meraih prestasi. Maka siswa yang
kreativitasnya tinggi dan kemampuannya tinggi akan memperoleh prestasi belajar
(kemampuan pemecahan masalah) yang lebih baik dan memuaskan. Jika materi
pemenuhan kebutuhannya pembelajaran yang disampaikan menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
pendekatan pembelajaran yang baik dan sesuai, maka bagi siswa yang kreativitas
belajarnya lebih tinggi, prestasi belajar (kemampuan pemecahan masalahnya) juga
akan lebih baik daripada siswa yang memiliki kreativitas sedang, demikian juga
bagi siswa yang memiliki kreativitas yang sedang prestasi belajar (kemampuan
pemecahan masalahnya) lebih baik daripada siswa yang memiliki kreativitas
rendah. Hal ini bagi siswa bahwa kreativitas belajarnya sangat menentukan
keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi belajar (kemampuan pemecahan
masalah matematik).
Pembelajaran dengan memperhatikan kreativitas ialah memanfaatkan hal
tersebut sebagai potensi meningkatkan semangat (kompetisi) yang memang harus
didayagunakan dalam proses pembelajaran. Kreativitas merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi keberhasilan matematika. Walaupun pada umumnya
siswa memiliki potensi kualitas akademik (kreativitas) yang sama, namun pasti
ada salah satu yang paling dominan diantara ketiga kreativitas (sub kelompok
tinggi, sub kelompok sedang dan sub kelompok rendah) yang mewakili
kemampuan terbaik siswa.
Kreativitas yang dimiliki dari masing-masing siswa sangat berpengaruh
terhadap intensitas siswa dalam belajar matematika. Siswa yang mempunyai
krativitas tinggi cenderung lebih efektif dan lebih cepat memahami materi yang
disampaikan dalam pembelajaran bila dibandingkan dengan siswa yang
mempunyai kreativitas sedang maupun rendah. Dengan demikian, siswa yang
memiliki kreativitas lebih tinggi diduga akan memiliki hasil belajar yang lebih
baik dibandingkan siswa yang memiliki kreativitas yang lebih rendah.
Berdasarkan paparan di atas, maka pendekatan pembelajaran dan tingkat
kreativitas berdasarkan klasifikasi kreativitas siswa serta interaksi keduanya
berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Bahkan
dapat dimungkinkan dengan pendekatan pembelajaran yang baru siswa dapat
memperoleh hasil kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik. Dengan bertolak
dari uraian di atas, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir
D. Hipotesis
Berdasarkan teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Siswa yang mendapatkan pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan
metakognitif memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih
baik dari pada siswa yang diberikan dengan pembelajaran strategi heuristik
dengan pendekatan investigasi.
2. Kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelompok kreativitas lebih tinggi
lebih baik dibandingkan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta
didik dengan kelompok kreativitas lebih rendah.
3. Siswa yang mendapatkan pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan
metakognitif dan investigasi, kemampuan pemecahan masalah matematika
peserta didik dengan kreativitas tinggi lebih baik dibandingkan kemampuan
pemecahan masalah matematika peserta didik dengan kreativitas sedang maupun
rendah, dan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik dengan
kreativitas sedang lebih baik dibandingkan kemampuan pemecahan masalah
matematika peserta didik dengan kreativitas rendah.
4. Kemampuan pemecahan masalah siswa pada kelompok kreativitas tinggi, sedang
dan rendah, pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan metakognitif
menghasilkan kemampuan pemecahan masalah matematika lebih baik dibanding-
kan pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan investigasi.
Keterangan :
: Akan Mempengaruhi
Pembelajaran Strategi Heuristik
Dengan:
1. Pendekatan Metakognitif
2. Pendekatan Investigasi
Kreativitas Siswa:
1. Tinggi
2. Sedang
3. Rendah
Kemampuan Pemecahan
Masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat pelaksanaan penelitian ini di Madrasah Aliyah (MA) Se-Kota
Pontianak (Provinsi Kalimantan Barat). Subjek penelitian ini adalah peserta didik
kelas XII semester ganjil tahun pelajaran 2011 – 2012.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara bertahap dari bulan Februari 2011 hingga bulan
Oktober 2011 yang secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap
persiapan, tahap penelitian dan tahap penyelesaian.
a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan meliputi pengajuan judul thesis, permohonan ijin survei, dan
konsultasi instrumen penelitian pada pembimbing. Waktu yang dibutuhkan pada
tahap ini adalah 6 bulan, yaitu dari bulan Maret sampai bulan Juli 2011.
b. Tahap Penelitian
Tahap penelitian meliputi semua kegiatan yang berlangsung di lapangan, yaitu
uji coba instrumen dan pengambilan data. Waktu yang diperlukan pada tahap ini
adalah dua bulan yaitu bulan Agustus sampai September 2011.
c. Tahap Penyelesaian
Tahap penyelesaian meliputi pengolahan data dan penyusunan laporan. Waktu
yang diperlukan pada tahap ini dua bulan yaitu bulan Oktober 2011 sampai
November 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
N
o Kegiatan
Waktu
Maret April Mei Juni Juli Agustus Septem
ber
Okto
ber
Novem
ber
1 Penyusunan
Proposal
2 Permohonan
ijin
3
Pembuatan
dan Uji
Instrumen
4 Pengambilan
Data
5 Pengolahan
Data
B. Jenis Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian quasi experiment (eksperimental semu)
karena peneliti tidak mungkin mengontrol atau memanipulasi semua variabel yang
relevan kecuali beberapa dari variabel-variabel yang diteliti. Hal ini sesuai dengan
pendapat Budiyono (2003: 82) bahwa “Tujuan penelitian eksperimental semu adalah
untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat
diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak
memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasikan semua variabel yang
relevan”.
Manipulasi variabel dalam penelitian ini dilakukan pada variabel bebas, yaitu
peneliti memberlakukan pembelajaran Strategi Heuristik dengan pendekatan
metakognitif pada kelas eksperimen 1. Selanjutnya dilihat gejala atau dampak yang
ditimbulkan pada diri siswa terkait dengan kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa. Untuk melihat gejala yang muncul pada subjek yang diberi
perlakuan, diperlukan kelompok subjek pembanding yang selanjutnya disebut
kelompok eksperimen 2 dengan diberikan pembelajaran Strategi Heuristik dengan
pendekatan investigasi. Hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan atau
membandingkan nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
pada kelompok eksperimen 1 dengan kelompok siswa pada kelompok eksperimen 2.
Selain menghadirkan kelompok pembanding peneliti berupaya semaksimal mungkin
melakukan pengontrolan terhadap variabel-variabel luar yang juga menjadi fokus
kajian dalam penelitian, yaitu kreativitas siswa sebagai variabel yang ikut
mempengaruhi variabel terikat.
2. Rancangan Penelitian
Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan rancangan
faktorial sederhana 2 X 3. Faktor pertama adalah pendekatan pembelajaran dan
faktor kedua adalah klasifikasi kreativitas matematika siswa. Adapun rancangan
penelitian ini dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:
Pendekatan
Pembelajaran
Kreativitas Siswa
Subkelompok
Tinggi
Subkelompok
Sedang
Subkelompok
Rendah
Metakognitif MT MS MR
Investigasi IT IS IR
Keterangan:
MT = Kelompok klasifikasi tingkat kreativitas tinggi yang diberikan perlakuan
dengan pendekatan metakognitif
MS = Kelompok klasifikasi tingkat kreativitas sedang yang diberikan
perlakuan dengan pendekatan metakognitif
MR = Kelompok klasifikasi tingkat kreativitas rendah yang diberikan
perlakuan dengan pendekatan metakognitif
IT = Kelompok klasifikasi tingkat kreativitas tinggi yang diberikan perlakuan
dengan pendekatan investigasi
IS = Kelompok klasifikasi tingkat kreativitas sedang yang diberikan perlakuan
dengan pendekatan investigasi
IR = Kelompok klasifikasi tingkat kreativitas rendah yang diberikan perlakuan
dengan pendekatan investigasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
C. Populasi, Sampel, dan Sampling
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan yang menjadi subjek penelitian (Suharsimi, 1998:
108). Menurut Sugiyono (2008: 80), populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Budiyono (2009: 121) bahwa keseluruhan
pengamatan yang ingin diteliti, berhingga atau tak berhingga, membentuk apa yang
disebut populasi (universum). Dengan demikian, populasi merupakan seluruh objek
individu dengan karakteristik tertentu yang hendak diteliti.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII Madrasah Aliyah
Se-Kota Pontianak tahun pelajaran 2011/2012, yang terdiri dari empat belas
Madrasah Aliyah.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Tidak perlu
melakukan penelitian semua anggota populasi, karena disamping memerlukan biaya
yang sangat besar juga menggambarkan sifat populasi yang bersangkutan. Sebagian
populasi yang diambil tersebut disebut sebagai sampel. Suharsimi Arikunto
(2002: 109) mengemukakan “Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang
diteliti”. Senada dengan pendapat tersebut, Budiyono (2009: 121) menyatakan bahwa
sebagian populasi yang diamati disebut sampel atau contoh. Dengan demikian
sampel merupakan kelompok hasil individu yang diamati dan dapat digeneralisasikan
terhadap populasi penelitian sekaligus dapat meramalkan keadaan populasi.
3. Teknik Sampling
Budiyono (2003: 34) menjelaskan bahwa teknik penarikan sampel adalah cara
atau teknik yang digunakan untuk mengambil sampel yang juga disebut sampling.
Adapun tujuan dari sampling adalah untuk memperoleh sampel yang representatif,
yaitu sampel yang mencerminkan populasi.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Adapun teknik dalam pengambilan sampel yaitu dengan stratified cluster
random sampling. Sampling strata random kluster adalah sampling random yang
dikenakan berturut-turut terhadap unit-unit atau sub-sub populasi. Unit-unit atau sub-
sub populasi disebut kluster. Dalam pengambilan dengan cara ini, kluster-kluster
yang ada dianggap homogen (sama antara satu dengan yang lainnya)
(Budiyono, 2003:37). Adapun tahapan yang dilakukan dalam pengambilan sampel,
yaitu:
a. Dari seluruh Madrasah Aliyah yang ada di Kota Pontianak terlebih dahulu
dikelompokkan sesuai klasifikasi (passing grade) berdasarkan peringkat dari nilai
Ujian Akhir Nasional tingkat Kota Pontianak tahun pelajaran 2010/2011 menjadi
tiga kelompok, dengan pengklasifikasian yang mengacu pada kriteria distribusi
normal, yaitu kelompok tinggi dengan nilai > (> 6,68), kelompok sedang
dengan ≤ nilai ≤ (di antara 6,06 sampai 6,68), dan kelompok
bawah dengan nilai (< 6,06). Perhitungan disajikan pada Lampiran 10.
b. Dari pengelompokkan tersebut masing-masing dipilih secara acak (pengundian)
tiga sekolah yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian, yaitu satu sekolah dari
kelompok tinggi terpilih MA Negeri 2 Pontianak, satu sekolah dari kelompok
sedang terpilih MA Negeri 1 Pontianak dan satu sekolah dari kelompok rendah
terpilih MA Syarif Hidayatullah Pontianak.
c. Selanjutnya dari masing-masing sekolah yang terpilih, dipilih secara acak dua
kelas dengan cara diundi dari kelas XII Program Ilmu Pengetahuan Alam. Undian
tersebut dilaksanakan dalam satu tahap dengan dua kali pemilihan. Nomor undian
yang terpilih pertama ditetapkan sebagai kelas eksperimen 1 dengan pendekatan
metakognitif dan nomor undian yang terpilih kedua ditetapkan sebagai kelas
eksperimen 2 dengan pendekatan investigasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
D. Variabel Penelitian dan Metode Pengumpulan Data
1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan gejala yang menjadi fokus peneliti untuk
diamati” (Sugiyono, 2003: 2). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Variabel Terikat
Menurut Nawawi (1991: 57) variabel terikat sering disebut variabel tak bebas,
variabel tergantung, variabel terpengaruh, atau variabel dependen. Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa berupa skor kemampuan pemecahan
masalah matematika:
1) Definisi Operasional: Kemampuan pemecahan masalah siswa yaitu kemampuan
proses berpikir sesuai dengan tahapan berpikir yang disebut heuristik (pemahaman
masalah, perencanaan solusi, penyelesaian masalah dan pemeriksaan kembali
hasil).
2) Indikator: berupa nilai tes hasil belajar (kemampuan pemecahan masalah
matematik) setelah diberikan perlakuan/pembelajaran.
3) Skala pengukuran: interval
4) Simbol: Y
b. Variabel Bebas
Menurut Nawawi (1991: 56) variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor
atau unsur yang menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau
faktor unsur yang lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah:
1) Pendekatan Pembelajaran
a) Definisi Operasional: Pendekatan pembelajaran yang merupakan suatu cara
yang digunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada
saat pelaksanaan pembelajaran. Yaitu terdiri dari pembelajaran strategi
heuristik dengan pendekatan metakognitif untuk kelompok eksperimen 1 dan
pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan investigasi untuk kelompok
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
eksperimen 2. Pendekatan pembelajaran yang digunakan ada dua macam, yaitu
pembelajaran dengan pendekatan metakognitif dan pendekatan investigasi.
b) Indikator: berupa dua pendekatan pembelajaran yang berbeda pada dua
kelompok.
c) Skala pengukuran: nominal.
d) Simbol: X1.
2) Kreativitas
a) Definisi Operasional: Kemampuan yang dimiliki dengan kelincahan mentalnya
untuk berpikir dari dan keseluruh arah, fleksibelitas konseptual dan orisinilitas
untuk melahirkan ide, gagasan, ilham, pemecahan, cara baru, semangat
belajarnya dan penemuan terhadap matematika.
b) Indikator: Skor angket kreativitas.
c) Skala pengukuran: Skala interval yang diubah ke skala ordinal. Siswa pada
kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2 dikelompokkan dalam tiga kelompok,
yaitu kelompok tinggi, sedang dan rendah. Pembagian kelompok ini didasarkan
pada perolehan skor angket sebelum diberikannya perlakuan (treatment),
dengan pengklasifikasian kreativitas yang mengacu pada kriteria distribusi
normal, yaitu:
(1) Siswa dikelompokkan dalam kelompok kreativitas tinggi, jika skor angket
>
(2) Siswa dikelompokkan dalam kelompok kreativitas sedang, jika ≤
skor angket ≤
(3) Siswa dikelompokkan dalam kelompok kreativitas rendah, jika skor angket
d) Simbol: X2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Metode Dokumentasi
Budiyono (2003: 54) berpendapat bahwa “metode dokumentasi adalah cara
pengumpulan data dengan melihatnya dalam dokumen-dokumen yang telah ada”.
Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data
tentang nilai kemampuan awal siswa berupa hasil Ujian Tengah Semester I tahun
pelajaran 2011/2012 pada siswa kelas XII Program IPA yang selanjutnya
digunakan untuk Uji Keseimbangan rata-rata.
b. Metode Tes
Budiyono (2003: 54) Metode tes adalah cara pengumpulan data yang
menghadapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan atau suruhan-suruhan kepada
subyek penelitian. Dalam penelitian ini, metode tes digunakan untuk
mengumpulkan data mengenai kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa. Tes ini disusun berpedoman pada rumusan tujuan pembelajaran.
Sebelumnya tes diuji cobakan di salah satu Madrasah Aliyah di Kota Pontianak.
Adapun tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dalam bentuk tes
essay. Digunakan tes dalam bentuk essay karena memiliki beberapa keunggulan
seperti yang dikemukan oleh Lambas, dkk (2000: 15), “Dalam tes essay, siswa
mengorganisasikan sendiri jawabannya, ini merupakan keunggulan tes essay
dimana siswa dituntut untuk benar-benar menghasilkan jawaban, tidak
dimungkinkan jawaban yang dibuat dengan menerka saja (spekulasi)”. Sedangkan
Menurut Arikunto (2005: 163) kebaikan menggunakan tes essay adalah:
1) Mudah disiapkan dan disusun.
2) Tidak memberikan banyak kesempatan untuk berspekulasi (untung-
untungan).
3) Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun
dalam bentuk kalimat yang bagus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
4) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan
menggunakan bahasa dan caranya sendiri.
5) Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang
diteskan.
Instrumen yang digunakan merupakan sebagai alat ukur berupa tes
kemampuan pemecahan masalah matematika. Tes ini disusun dan dikembangkan
oleh peneliti berdasarkan prosedur penyusunan instrumen yang baik dan benar.
Tes kemampuan pemecahan masalah matematika yang dikembangkan berbentuk
tes uraian yang terdiri dari 5 item pertanyaan, dengan materi barisan dan deret.
c. Metode Angket
Metode Angket adalah cara pengumpulan data melalui pengajuan
pertanyaan-pertanyaan tertulis kepada subyek penelitian, responden, atau sumber
data dan jawabannya diberikan pula secara tertulis (Budiyono, 2003: 47). Sejalan
dengan pendapat tersebut menurut Subagyo (2004: 55) pertanyaan-pertanyaan
yang telah tersusun secara kronologis dari yang umum mengarah pada yang
khusus untuk diberikan kepada responden/informan yang umumnya merupakan
daftar pertanyaan lazimnya disebut angket (kuesioner).
Dalam penelitian ini, metode angket digunakan untuk mengumpulkan data
mengenai kreativitas siswa. Angket yang digunakan adalah angket tertutup.
Angket tertutup adalah angket yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban
lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
Angket memuat pernyataan-pernyataan yang merupakan indikator dari
tingkat kreativitas siswa yang berupa soal bentuk pilihan dengan 4 alternatif
jawaban. Pemberian skor untuk item positif adalah jika menjawab tidak pernah
diberi skor 1, jarang diberi skor 2, sering diberi skor 3, dan selalu diberi skor 4.
Sedangkan untuk item negatif adalah jika menjawab tidak pernah diberi skor 4,
jarang diberi skor 3, sering diberi skor 2, dan selalu diberi skor 1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
3. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes dan angket.
Insrumen tes digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa dan instrumen angket digunakan untuk memperoleh data
tentang tinggi, sedang, atau rendahnya kreativitas siswa.
Dalam upaya mendapatkan data yang akurat maka tes yang digunakan dalam
penelitian ini harus memenuhi kriteria tes yang baik. Adapun langkah-langkah dalam
penyusunan tes sebagai berikut:
a. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika:
1) Mengidentifikasi bahan-bahan yang telah diberikan beserta tujuan
pembelajaran.
2) Membuat kisi-kisi soal yang akan ditulis, cara yang ditempuh adalah membuat
tabel dua jalan yang memuat pokok bahasan yang akan diukur dan aspek
pemahaman yang akan dinilai.
3) Menyusun soal tes beserta kuncinya.
4) Membuat skor pada setiap butir.
b. Angket Kreativitas
1) Menentukan kisi-kisi angket
Digunakan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang indikator-
indikator apa saja yang diukur dalam penyusunan angket.
2) Menentukan jenis angket
Jenis angket yang digunakan adalah jenis angket langsung tertutup dengan
diberikan 4 pilihan jawaban yang sudah tersedia yaitu “tidak pernah”, “jarang”,
“sering” dan “selalu”.
3) Menyusun angket
Menyusun sejumlah pernyataan sesuai dengan indikator dalam kisi-kisi
dengan skala penskoran tertentu.
4) Menetapkan skor angket
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
4. Uji Coba Instrumen
Menurut Budiyono (2003: 55), setelah instrumen penelitian selesai disusun,
peneliti wajib menguji-cobakannya terlebih dahulu sebelum dikenakan kepada
sampel penelitian. Tujuan uji coba adalah untuk melihat apakah instrumen yang telah
disusun benar-benar valid dan benar-benar reliabel atau tidak. Kecuali itu, uji coba
dipakai juga untuk melihat hal-hal lain, misalnya untuk melihat derajad kesukaran
dan indek daya pembeda (pada tes hasil belajar bentuk uraian).
Adapun uji coba instrumen penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah
Mujahidin Pontianak pada tanggal 05 Agustus 2011. Subjek uji coba terdiri atas 32
siswa Kelas XII IPA. Setelah uji coba selesai kemudian dilakukan analisis terhadap
instrumen dan butir instrumen baik tes maupun angket sebagai berikut:
a. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Uji coba tes kemampuan pemecahan masalah matematika ini menggunakan
instrumen tes sebanyak 5 soal bentuk uraian dengan durasi waktu pengujian 100
menit. Setelah dilakukan analisis hasil uji coba tes kemampuan pemecahan masalah
matematika diambil semuanya untuk diberikan kepada sampel penelitian.
1) Validitas Isi
Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak
diukur. Validitas adalah proses pengukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan
(ketepatan) sebuah tes. Menurut Arikunto (2002: 57) “mengukur validitas tes berarti
mengukur tingkat ketepatan sebuah tes dalam mengukur apa yang akan diukur”.
Penelaahan soal tes digunakan untuk mengetahui validitas tes. Validitas tes
yang digunakan adalah validitas isi yakni ditinjau dari kesesuaian isi tes dengan isi
kurikulum yang hendak diukur. Budiyono (2003: 58) mengatakan bahwa suatu
instrumen penelitian dikatakan valid menurut validitas isi apabila isi instrumen
tersebut telah merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan isi hal yang
akan diukur, sehingga validitas tidak dapat ditentukan dengan suatu kriteria, sebab
tes itu sendiri adalah kriteria dari suatu kinerja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
11r
Untuk menilai apakah soal tes mempunyai validitas isi yang tinggi, yang
biasanya dilakukan adalah melalui experts judgment penilaian yang dilakukan oleh
para pakar (guru matematika senior). Dalam hal ini para pakar yang disebut
subjectmater experts, menilai apakah kisi-kisi yang dibuat oleh pembuat tes telah
menunjukkan bahwa klasifikasi kisi-kisi telah mewakili isi (substansi) yang akan
diukur. Langkah berikutnya, para penilai menilai apakah masing-masing butir tes
yang telah disusun cocok atau relevan dengan klasifikasi kisi-kisi yang ditentukan.
Instrumen kemampuan pemecahan masalah dinyatakan valid apabila dua dari
tiga validator menyatakan valid, dan sebaliknya apabila dua dari tiga validator
menyatakan tidak valid maka instrumen tersebut tidak valid.
2) Uji Reliabilitas
Tes yang mempunyai reliabilitas berarti tes tersebut mempunyai sifat yang
dapat dipercaya. Menurut Arikunto (2005: 86) suatu tes dapat dikatakan mempunyai
taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberi hasil yang tetap. Untuk
mencari reliabilitas tes berbentuk essay dapat menggunakan rumus Cronbach alpha
(Suharsimi Arikunto, 2005: 108-111), sebagai berikut:
2
2
11 11
t
i
S
S
n
nr
Keterangan:
= Indeks reliabilitas instrumen
n = cacah butir instrumen
2
iS =
)1(
)( 22
NN
YXN = varian skor setiap item
2
tS = )1(
)( 22
NN
YYN= varians skor total
(X)2
= kuadrat jumlah skor yang diperoleh siswa untuk setiap item
X2
= Jumlah kuadrat skor yang diperoleh siswa untuk setiap item
(Y)2
= kuadrat jumlah skor yang diperoleh siswa seluruh item
Y2
= Jumlah kuadrat skor yang diperoleh siswa seluruh item
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
N = jumlah data amatan
Keputusan:
Angket tersebut reliabel apabila besarnya indeks reliabilitas yang diperoleh
70,011 r (Budiyono, 2003: 70 – 72)
3) Daya Pembeda
Daya pembeda atau indeks diskrimenasi tes menyatakan kemampuan butir
soal tersebut membedakan antara testi yang berkemampuan tinggi dengan testi yang
berkemampuan rendah. Untuk menghitung daya pembeda tes yang berbentuk uraian
digunakan rumus (Suherman, 2003) sebagai berikut:
maks
BA
nS
SSDP
2
1
Keterangan:
DP = daya pembeda
SA = jumlah skor siswa kelompok atas
SB = jumlah skor siswa kelompok bawah
n = jumlah data amatan
maksS = skor maksimal soal yang bersangkutan
Kemudian klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda (Budiyono,
2011: 35) adalah sebagai berikut:
Klasifikasi Daya pembeda
Indeks Daya Pembeda Interpretasi
DP < 0,30 Daya beda kurang baik
DP ≥ 0,30 Daya beda baik
Dalam penelitian ini, butir soal dikatakan memenuhi daya pembeda yang baik
sehingga memadai untuk digunakan jika DP ≥ 0,30.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
4) Indeks Kesukaran
Tingkat kesukaran suatu soal menunjukkan apakah butir soal tersebut
tergolong mudah, sedang, atau sukar. Untuk mengukur indeks kesukaran tes
berbentuk uraian (Suherman, 2003) digunakan rumus sebagai berikut:
maks
BA
nS
SSIK
Keterangan:
IK = Indeks kesukaran
= jumlah skor siswa kelompok atas
= jumlah skor siswa kelompok bawah
= jumlah siswa kelompok atas dan kelompok bawah
maksS = skor maksimal soal yang bersangkutan
Kemudian klasifikasi interpretasi untuk tingkat kesukaran (Budiyono, 2011:
30) adalah sebagai berikut:
Klasifikasi Indeks Kesukaran
Indeks Kesukaran Interpretasi
IK 0,30 atau IK > 0,70 Soal kurang baik
0,30 IK 0,70 Baik
Dalam penelitian ini, butir soal dikatakan memenuhi indeks kesukaran yang
baik sehingga memadai untuk digunakan jika 0,30 IK 0,70.
b. Angket Kreativitas
Setelah butir soal dibuat, angket di uji cobakan pada siswa, selanjutnya
dilakukan analisis item soal yang meliputi uji validitas, uji konsistensi internal dan
uji reliabilitas:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
a) Uji Validitas
Penelaahan soal tes digunakan untuk mengetahui validitas tes. Validitas tes
yang digunakan adalah validitas isi yakni ditinjau dari kesesuaian isi tes dengan isi
kurikulum yang hendak diukur. Budiyono (2003: 58) mengatakan bahwa suatu
instrumen penelitian dikatakan valid menurut validitas isi apabila isi instrumen
tersebut telah merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan isi hal yang
akan diukur, sehingga validitas tidak dapat ditentukan dengan suatu kriteria, sebab
tes itu sendiri adalah kriteria dari suatu kinerja.
Untuk menilai apakah soal tes mempunyai validitas isi yang tinggi, yang
biasanya dilakukan adalah melalui experts judgment (penilaian yang dilakukan oleh
para pakar). Dalam hal ini para pakar yang disebut subjectmatter experts, menilai
apakah kisi-kisi yang dibuat oleh pembuat tes telah menunjukkan bahwa klasifikasi
kisi-kisi telah mewakili isi (substansi) yang akan diukur. Langkah berikutnya, para
penilai menilai apakah masing-masing butir tes yang telah disusun cocok atau
relevan dengan klasifikasi kisi-kisi yang ditentukan.
Instrumen angket dinyatakan valid apabila dua dari tiga validator menyatakan
valid, dan sebaliknya apabila dua dari tiga validator menyatakan tidak valid maka
instrumen tersebut tidak valid.
b) Uji Konsistensi Internal
Sebuah instrumen terdiri dari sejumlah butir instrumen. Menurut Budiyono
(2003 : 65) “kesemua butir itu harus mengukur hal yang sama dan menunjukkan
kecenderungan yang sama pula”. Konsistensi internal masing-masing butir dilihat
dari korelasi antara skor butir-butir tersebut dengan skor total. Biasanya untuk
menghitung konsistensi internal untuk butir ke-i rumus yang digunakan adalah rumus
korelasi momen produk Karl Pearson:
xyr
=
2222 ...
.
YYnXXn
YXXYn
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
11r
Keterangan :
xyr = indeks konsistensi internal untuk butir ke-i;
n = banyaknya subjek yang dikenai tes (instrumen)
X = skor umtuk butir ke-i
Y = total skor (dari subjek uji coba)
Butir soal angket digunakan jika (Konsisten)
(Budiyono, 2003: 65)
c) Uji Reliabilitas
Untuk mengetahui tingkat reliabilitas angket menggunakan rumus
Cronbach Alpha yaitu:
2
2
11 11
t
i
S
S
n
nr
Keterangan:
= Indeks reliabilitas instrumen
n = cacah butir instrumen
2
iS =
)1(
)( 22
NN
YXN = varian skor setiap item
2
tS = )1(
)( 22
NN
YYN= varians skor total
(X)2
= kuadrat jumlah skor yang diperoleh siswa untuk setiap item
X2
= Jumlah kuadrat skor yang diperoleh siswa untuk setiap item
(Y)2
= kuadrat jumlah skor yang diperoleh siswa seluruh item
Y2
= Jumlah kuadrat skor yang diperoleh siswa seluruh item
N = jumlah data amatan
Keputusan:
Angket tersebut reliabel apabila besarnya indeks reliabilitas yang diperoleh
70,011 r .
(Budiyono, 2003: 70 – 72 )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
E. Teknik Analisa Data
Untuk memperoleh simpulan tentang kemampuan pemecahan masalah siswa
berdasarkan hasil pembelajaran menggunakan strategi heuristik dengan pendekatan
metakognitif pada kelas eksperimen 1 dan pembelajaran strategi heuristik dengan
pendekatan investigasi pada kelas eksperimen 2, dilakukan dengan langkah-langkah
berikut:
1. Uji Prasyarat Analisis
Sebelum melakukan eksperimen (treatment), dilakukan uji keseimbangan
untuk mengetahui kesamaan rerata kemampuan awal antara kelompok eksperimen 1
dengan kelompok eksperimen 2. Untuk keperluan uji tersebut, data diolah meng-
gunakan uji-t. Sebelum data diolah menggunakan uji-t, terhadap data tersebut dilaku-
kan uji prasyarat yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas variansi.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel penelitian ini
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini, uji
normalitas yang digunakan adalah metode Lilliefors dengan prosedur sebagai
berikut.
1) Hipotesis uji:
H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
H1 : Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
2) Taraf signifikansi: α = 0,05
3) Statistik uji:
)S(z)F(zMaksL ii
Dengan:
N(0,1);~ Z);zP(Z)F(z ii
iii zseluruh terhadapzcacah Z proporsi )S(z
deviasistandar :sdan rerata :Xdengan s
XXz i
i
4) Daerah kritik: DK = nα;LL L dengan n ukuran sampel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
5) Keputusan uji: DKL jika HTolak 0
Budiyono (2009: 170-171)
b. Uji Homogenitas Variansi
Uji homogenitas variansi dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berasal
dari populasi yang homogen atau tidak. Dalam penelitian ini, uji homogenitas
variansi menggunakan uji Bartlett dengan prosedur sebagai berikut.
1) Hipotesis uji:
H0 : 22
2
2
1 ... k
H1 : tidak semua variansi sama.
2) Taraf signifikansi: α = 0,05
3) Statistik uji:
s
s ...ssb
2
p
kN
11
kn2
k
12
n2
2
11
n2
1
kN
s1n
s
dengan
k
1i
2
ii
2
p
in = ukuran sampel ke-i
2
is = variansi sampel ke-i
k = banyak populasi
N = total sampel
4) DK:kritik Daerah )n, ... ,n ,n;(k
bb b k21
N
nα;bn
)n, ... ,n,n ;(k
b dengan
k
1i
iki
k21
5) DK bjika Tolak H :uji Keputusan 0
Budiyono (2009: 174-175)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
2. Uji Keseimbangan
Uji ini dilakukan pada saat kedua kelompok belum dikenai perlakuan,
bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok tersebut seimbang. Untuk
mengetahui uji keseimbangan dengan menggunakan uji-t. Sedangkan Prasyarat uji-t
adalah sub-sub populasi yang berdistribusi normal dan sub-sub populasi tersebut
mempunyai variansi yang sama (homogen). Prosedur uji-t sebagai berikut:
1) Hipotesis uji:
H0 : 21 μμ (kedua populasi mempunyai kemampuan awal sama)
H1 : 21 μμ (kedua populasi mempunyai kemampuan awal tidak sama)
2) Taraf signifikansi: α = 0,05
3) Statistik uji:
Jika 2
2
2
1
2
11s
; 2)-n t(n~
n
1
n
1
d)xx( t
21
2
22
2
112
p
21
21
021
hit
nn
snsn
s p
Jika 2
2
2
1
1n
ns
1n
ns
nsnsv
; t(v)~
n
s
n
s
d)xx( t
2
2
2
2
2
1
2
1
2
1
2
2
2
21
2
1
2
2
2
1
2
1
021
hit
Keterangan:
1x = rerata sampel ke-1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
2x = rerata sampel ke-2
2
1s = variansi sampel ke-1
2
2s = variansi sampel ke-2
1n = ukuran sampel ke-1
2n = ukuran sampel ke-2
0d = 0 (karena selisih rataan tidak dibicarakan)
4) Daerah kritik:
tatau t tttDK2n;
αhit2n;
αhithit212212
nn
untuk 2
2
2
1
tatau t tttDKv;
αhitv;
αhithit
22
untuk 2
2
2
1
5) Keputusan uji: Tolak H0 jika DKt hit .
6) Kesimpulan:
1) Tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata antar kedua kelompok jika H0 diterima
2) Terdapat perbedaan nilai rata-rata antar kedua kelompok jika H0 ditolak
Budiyono (2009: 174-175)
3. Uji Hipotesis
Untuk menjawab masalah hipotesis dihitung dengan menggunakan ANAVA
(Analisis Varians) dua jalur:
Pengujian hipotesis ini dilakukan dengan membandingkan pendekatan
pembelajaran (metakognitif dan investigasi) dengan kreativitas (subkelompok tinggi,
sedang dan rendah). Adapun rancangan ANAVA yang diajukan ditunjukkan oleh
table 3.2 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
ijkX
i
j
ij)(
ijk
Tabel 3.2 Rancangan ANAVA Dua-Jalur untuk Kemampuan Pemecahan Masalah
Pendekatan
Pembelajaran
Kreativitas Siswa
B1
B2
B3
A1
AB11 AB12 AB13
A2
AB21 AB22 AB23
Keterangan:
A1 = Strategi pembelajaran heuristik dengan pendekatan metakognitif
A2 = Strategi pembelajaran heuristik dengan pendekatan investigasi
B1 = Sub kelompok Tinggi
B2 = Sub kelompok Sedang
B3 = Sub kelompok Rendah
Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis variansi dua
jalan dengan sel tak sama:
ijkijjiijkX
Keterangan:
= data (nilai) ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j
= rerata dari seluruh data (rerata besar, grand mean)
= efek baris ke-i pada variabel terikat = μi – μ
= efek kolom ke-j pada variabel terikat = μj – μ
= kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat
= deviasi data Xijk terhadap rataan populasinya (μ ij) yang berdistribusi
normal rataan 0.
Dimana: i = 1, 2, …, p; p = banyaknya baris = 2;
j = 1, 2, …, q; q = banyaknya kolom = 3;
k = 1, 2, ..., ijn ; ijn = banyaknya data amatan pada masing-masing sel ij
(Budiyono, 2004:228)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
ji
ijnN,
a. Hipotesis
0AH : iα = untuk setiap i = 1, 2, ..., p (tidak terdapat perbedaan efek antara
baris terhadap variabel terikat)
1AH : Paling sedikit ada iα ≠ 0 (ada perbedaan efek antara baris terhadap
variabel terikat)
0BH : jβ = untuk setiap j = 1, 2, ..., q (tidak terdapat perbedaan efek antar
kolom terhadap variabel terikat)
1BH : Paling sedikit ada satu jβ ≠ 0 (ada perbedaan efek antar kolom
terhadap variabel terikat)
0ABH : (αβ)ij = 0 untuk setiap i = 1, 2, ..., p dan j = 1, 2, ..., q (tidak terdapat
interaksi antara baris dan kolom terhadap variabel terikat)
1ABH : Paling sedikit ada satu (αβ)ij ≠ 0 (Terdapat interaksi antara baris dan
kolom terhadap variabel terikat)
b. Komputasi
1) Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama didefinisikan notasi-
notasi sebagai berikut.
nij = Ukuran sel ij (sel pada baris ke-i dan kolom ke-j)
= banyaknya data amatan pada sel ij
= frekuensi sel ij
hn = rataan harmonik frekuensi seluruh sel =
ji ijn
pq
,
1
= banyaknya seluruh data amatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
ij
k
ijk
k
ijkijn
X
XSS
2
2
ijAB
i
ijAB
j
ijAB
ij
ijAB
= Jumlah kuadrat deviasi data amatan
pada sel ij
= rataan sel ij
= jumlah rataan pada baris ke-i
= jumlah rataan pada kolom ke-j
= Jumlah rataan semua sel
Untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan besar-besaran (1), (2),
(3), (4), dan (5) sebagai berikut :
2) Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama terdapat lima jumlah
kuadrat, yaitu :
JKA = )}1()3{( hn
JKB = )}1()4{( hn
JKG = (2)
;)1(pq
G ;)2(
,
ji
ijSS ;)3(2
i
ijAB
;)4(2
j
ijAB ;)5(,
2
ji
ijAB
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
JKT = JKA + JKB + JKAB + JKG
JKAB = )}4()3()5()1{( hn
Dengan:
JKA = Jumlah kuadrat baris
JKB = Jumlah kuadrat kolom
JKAB = Jumlah kuadrat interaksi antara baris dan kolom
JKT = Jumlah kuadrat total
3) Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat tersebut adalah
dkA = p – 1 ;
dkB = q – 1 ;
dkAB = (p – 1) (q – 1) ;
dkG = N – pq ;
dkT = N – 1
4) Rataan kuadrat:
;dkA
JKARKA ;
dkB
JKBRKB
;
dkAB
JKBRKAB ;
dkG
JKGRKG
c. Statistik Uji :
a) Untuk AH0 adalah RKG
RKAFa
yang merupakan nilai dari variabel
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan p – 1 dan N – pq.
b) Untuk BH0 adalah
RKG
RKBFb
yang merupakan nilai dari variabel
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan q – 1 dan N – pq.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
c) Untuk ABH0
adalah RKG
RKABFab yang merupakan nilai dari variabel
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan (p – 1) (q – 1) dan
N – pq.
d. Taraf Signifikansi: (α) = 0,05
e. Daerah Kritik:
a) Daerah kritik untuk aF adalah DK = {
aF │aF >
pqNpaF ,1;}
b) Daerah kritik untuk bF adalah DK = {
bF │bF >
pqNqaF ,1;}
c) Daerah kritik untuk abF adalah DK = {
abF │abF >
pqNqpaF ),1).(1(;}
f. Keputusan Uji
0H ditolak jika Fhitung DK
g. Rangkuman Analisis (Budiyono, 2004: 229-223):
Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan
Sumber JK DK RK Fhitung Ftabel
Kreativitas Siswa (A) JKA p – 1 RKA aF Ftabel
Pembelajaran (B) JKB q – 1 RKB bF Ftabel
Interaksi (AB) JKAB (p – 1) (q – 1) RKAB abF Ftabel
Galat (G) JKG N – pq RKG - -
Total JKT N – 1 - - -
h. Uji Komparasi Ganda
Untuk pengujian pasca anava (melihat keberartian antar kedua
kelompok), digunakan metode Schefee’ untuk anava dua jalan. Langkah-
langkah dalam menggunakan Metode Schefee’ adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi semua pasangan komparasi rerata
2) Merumuskan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
ji
ji
ji
nnRKG
XXF
11
)( 2
jn
in
3) Menentukan taraf signifikansi (α) = 0,05
4) Mencari harga statistik uji F dengan rumus sebagai berikut:
(a) Komparasi rata-rata antar kolom
Uji Schefee’ untuk komparasi rataan antar kolom adalah:
Dengan :
= nilai Fobs pada pembandingan kolom ke-i dan kolom ke-j
= rataan pada kolom ke-i
= rataan pada kolom ke-j
RKG = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis
variansi
= ukuran sampel kolom ke-i
= ukuran sampel kolom ke-j
Daerah Kritik pengujian :
DK = { F │ F > (p – 1) pqN1,p;F }
(b) Komparasi rata-rata antar sel pada kolom yang sama
Uji Schefee’ untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama
adalah sebagai berikut:
kjij
kjij
kjij
nnRKG
XXF
11
)( 2
jiF
jX
iX
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
kjijF
ijX
kjX
kjn
ijn
ikX
ikn
Dengan:
= nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel ij dan rataan
pada sel kj
= rataan pada sel ij
= rataan pada sel kj
RKG = rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis
variansi
= ukuran sel ij
= ukuran sel kj
Daerah Kritik pengujian :
DK ={ F │ F > (pq – 1) pqN1,p;F q }
(c) Komparasi rata-rata antar sel pada baris yang sama
Uji Schefee’ untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama
adalah sebagai berikut:
Dengan :
= nilai FObs pada pembandingan rataan pada sel ij dan rataan
pada sel ik
= rataan pada sel ik
= ukuran sel ik
ikij
ikij
ikij
nnRKG
XXF
11
)( 2
ikijF
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Daerah Kritik pengujian:
DK = { F │ F > (pq – 1) pqN1,p;F q }
5) Menentukan keputusan uji untuk masing-masing komparasi ganda
6) Menentukan kesimpulan dari keputusan uji yang sudah ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada kesempatan ini akan disajikan tentang hasil penelitian yang telah
dilaksanakan. Adapun hasil penelitian yang akan disajikan adalah deskripsi data,
hasil uji coba instrumen, analisis data dan pembahasan hasil penelitian.
A. Deskripsi Hasil Uji Coba
Uji coba instrumen dilakukan pada sekolah yang tidak terpilih sebagai kelas
sampel diberikannya eksperimen. Untuk sekolah yang mewakili untuk uji coba
instrumen adalah MA Mujahidin Pontianak. Adapun data yang diperoleh akan diolah
dengan hasil sebagai berikut:
1. Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Data pola jawaban disajikan pada Lampiran 5, sedangkan data skor jawaban
disajikan pada Lampiran 12.
a) Uji Validitas Isi
Uji coba tes kemampuan pemecahan masalah matematika dilaksanakan dengan
menggunakan soal yang terdiri dari 5 soal. Setelah dilakukan uji validitas isi oleh
tiga orang ahli (validator), dari hasil validasi diperoleh bahwa semua butir soal
dinyatakan sesuai dengan kriteria. Hal tersebut menyatakan instrumen tes tersebut
valid. Lembar validasi disajikan pada Lampiran 13.
b) Indeks Kesukaran
Setelah dilakukan perhitungan derajad kesukaran butir soal, menunjukkan
kelima butir soal memadai, karena indeks derajad kesukarannya 0,30 IK 0,70.
Perhitungan indeks derajad kesukaran disajikan pada Lampiran 16.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
c) Daya Pembeda
Setelah dilakukan perhitungan daya pembeda butir soal, menunjukkan bahwa
semua butir soal mempunyai indeks daya pembeda yang baik (D ≥ 0,30).
Perhitungan indeks daya pembeda disajikan pada Lampiran 15.
d) Uji Reliabilitas
Setelah dilakukan uji validitas isi, selanjutnya dilakukan pengujian reliabilitas.
Yang dignakan untuk penelitian sebanyak 5 soal. Rekap hasil analisis uji coba tes
kemampuan pemecahan masalah matematika disajikan pada Lampiran 12.
Uji reliabilitas dilaksanakan dengan menggunakan rumus Cronbach alpha dan
diperoleh hasil perhitungan indeks reliabilitas r11sama dengan 0,98. Karena r11lebih
dari 0,7 maka dapat disimpulkan bahwa instrumen tes kemampuan pemecahan
masalah matematika reliabel. Perhitungan uji reliabilitas disajikan pada Lampiran 14.
2. Instrumen Angket Kreativitas
Data-data skor jawaban disajikan pada Lampiran 17.
a) Uji Validitas Isi
Instrumen angket yang diujicobakan terdiri dari 50 butir angket. Setelah
dilakukan uji validitas isi oleh pakar (validator), diperoleh hasil semua butir soal
dinyatakan sesuai dengan kriteria. Ini berarti instrumen angket tersebut valid.
Lembar validasi disajikan pada Lampiran 18.
b) Uji Konsistensi Internal
Dengan menggunakan rumus korelasi momen product Karl Pearson diperoleh
35 butir angket yang memenuhi kriteria 50 butir yang disediakan, sedangkan 15 butir
angket tidak memenuhi kriteria karena xyr kurang dari 0,30 yaitu butir angket nomor
10, 11, 12, 15, 28, 35, 39, 40, 42, 43, 44, 45, 47, 49 dan 50. Perhitungan uji
konsistensi internal disajikan pada Lampiran 19.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
c) Uji Reliabilitas
Setelah dilakukan uji validitas isi dan uji konsistensi internal, butir angket yang
memenuhi kriteria sebanyak 35 butir, selanjutnya diambil 35 butir angket yang
digunakan untuk penelitian. Butir angket yang digunakan untuk penelitian dalam
mengelompokkan kreativitas siswa yaitu butir angket nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,
13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 36, 37, 38,
41, 46, dan 48. Sedangkan butir angket yang tidak digunakan adalah butir angket
nomor 10, 11, 12, 15, 28, 35, 39, 40, 42, 43, 44, 45, 47, 49 dan 50. Rekap hasil
analisis angket disajikan pada Lampiran 20.
Dengan menggunakan rumus Alpha dari Cronbach diperoleh hasil perhitungan
indeks reliabilitas r11 sama dengan 0,86. Karena r11lebih dari 0,7 maka dapat
disimpulkan bahwa instrumen angket reliabel. Perhitungan indeks reliabilitas
disajikan pada Lampiran 20.
B. Deskripsi Data Penelitian
Data dalam penelitian ini meliputi: data kemampuan awal yang diambil dari
nilai ujian tengah semester mata pelajaran matematika kelas XII IPA semester I
tahun pelajaran 2010 – 2011, data kemampuan pemecahan masalah matematika pada
materi barisan dan deret serta data angket kreativitas siswa. Berikut ini diberikan
uraian tentang data-data tersebut:
1. Data Kemampuan Awal
Data nilai ujian tengah semester kelas XII IPA semester I tahun pelajaran
2010-2011 Mata Pelajaran Matematika disajikan pada Lampiran 11. Deskripsi data
nilai UTS dari kedua kelompok disajikan sebagai berikut ini:
Tabel 4.1 Deskripsi Data Nilai UTS Kelas XII IPA Semester I
Tahun Pelajaran 2010 – 2011 Mata Pelajaran Matematika
Kelompok n Tendensi Sentral Variabilitas Data
Mo Me Min Maks R s
Metakognitif 88 67,01 60 67 33 100 67 12,8
Investigasi 98 67,72 70 69 20 90 70 10,8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
2. Data Kemampuan Pemecahan Masalah
Data penelitian yang digunakan dalam pembahasan ini adalah data kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa pada materi barisan dan deret dengan sampel
MA Negeri 1 Pontianak, MA Negeri 2 Pontianak dan MA Syarif Hidayatullah
Pontianak. Dari data kemampuan pemecahan masalah matematika pada materi
barisan dan deret dicari ukuran tendensi sentral yang meliputi rata-rata ( ), median
(Me) dan modus (Mo), dan ukuran variabilitas data yang meliputi data minimum
(Min), data maksimum (Maks), jangkauan (R), dan simpangan baku (s).
a. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Berdasarkan Kelompok
Pendekatan Pembelajaran
Model pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini adalah strategi
pembelajaran heuristik dengan pendekatan metakognitif dan investigasi. Deskripsi
data tentang kemampuan pemecahan masalah matematika untuk masing-masing
kelompok disajikan pada Tabel 4.2, sedangkan perhitungannya disajikan pada
Lampiran 21.
Tabel 4.2 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Berdasarkan Kelompok Pendekatan Pembelajaran
Kelompok N Tendensi Sentral Variabilitas Data
Mo Me Min Maks R S
Metakognitif 88 44,82 42 44 30 60 30 6,83
Investigasi 98 43,08 44 43 32 54 22 5,65
b. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Berdasarkan
Tingkat Kreativitas Siswa
Tingkat kreativitas siswa dalam penelitian ini dikategorikan dalam tiga sub
kelompok yaitu sub kelompok kreativitas tinggi, kelompok kreativitas sedang, dan
kelompok kreativitas rendah. Pengelompokan tersebut berdasarkan kriteria kelompok
distribusi normal. Dari hasil perhitungan setiap kelas eksperimen (metakognitif dan
investigasi) berdasarkan angket skala pendapat kreativitas siswa selanjutnya diukur
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
untuk mengelompokkan siswa dengan rerata ditambah setengah standar deviasi
untuk kelompok kreativitas tinggi, dengan rerata dikurang setengah standar deviasi
untuk kelompok kreativitas rendah, dan diantara keduanya adalah untuk kelompok
kreativitas sedang.
Berdasarkan pengelompokan yang telah ditetapkan, maka pada kelompok
dengan pendekatan pembelajaran metakognitif dan pendekatan investigasi, kelompok
kreativitas tinggi terdapat 61 siswa, kelompok kreativitas sedang terdapat 63 siswa
dan kelompok kreativitas rendah terdapat 62 siswa. Data kemampuan pemecahan
masalah dari kedua pendekatan pembelajaran dikelompokkan berdasarkan tingkat
kreativitas siswa tanpa memandang pendekatan pembelajaran. Deskripsi data tentang
kemampuan pemecahan masalah matematika untuk masing-masing kelompok tingkat
kreativitass disajikan pada Tabel 4.3, sedangkan perhitungannya disajikan pada
Lampiran 22.
Tabel 4.3 Deskripsi Data Kemampuan Pmecahan Masalah Matematika
Berdasarkan Tingkat Kreativitas Siswa
Tingkat
Kreativitas n
Tendensi Sentral Variabilitas Data
Mo Me Min Maks R S
Tinggi 61 50,09 50 50 40 60 20 4,58
Sedang 63 43,05 44 44 34 50 16 3,79
Rendah 62 38,67 40 38 30 48 18 4,17
c. Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Berdasarkan
Tingkat Kreativitas Siswa Pada Pendekatan Pembelajaran Metakognitif dan
Pendekatan Investigasi
Berdasarkan pengelompokan yang telah ditetapkan, maka pada kelompok
pendekatan pembelajaran metakognitif kelompok kreativitas tinggi terdapat 29 siswa,
kelompok kreativitas sedang terdapat 29 siswa dan kelompok kreativitas rendah
terdapat 30 siswa. Sedangkan pada kelompok dengan pendekatan pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
investigasi, kelompok kreativitas tinggi terdapat 32 siswa, kelompok kreativitas
sedang terdapat 34 siswa dan kelompok kreativitas rendah terdapat 32 siswa.
Deskripsi data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa berdasarkan
tingkat kreativitas pada pendekatan pembelajaran metakognitif dan pendekatan
investigasi disajikan pada Tabel 4.4, sedangkan perhitungannya disajikan pada
Lampiran 23.
Tabel 4.4 Deskripsi Data Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
BerdasarkanTingkat Kreativitas Siswa Pada Pendekatan
Pembelajaran Metakognitif dan Investigasi
Pendekatan
Pembelajaran
Tingkat
Kreativitas n
Tendensi Sentral Variabilitas Data
Mo Me Min Maks R S
Metakognitif
Tinggi 29 52,06 48 50 46 60 14 4,35
Sedang 29 43,93 44 44 34 50 16 3,79
Rendah 30 38,66 40 39 30 46 16 3,91
Investigasi
Tinggi 32 48,32 52 50 40 54 14 4,06
Sedang 34 42,29 38 42 38 48 10 3,68
Rendah 32 38,68 36 38 32 48 16 4,47
3. Data Kreativitas
Data penelitian yang digunakan dalam pembahasan ini adalah data kreativitas
siswa dengan sampel MA Negeri 1 Pontianak, MA Negeri 2 Pontianak dan MA
Syarif Hidayatullah Pontianak. Dari data kreativitas siswa tersebut dicari ukuran
tendensi sentral yang meliputi rata-rata ( ), median (Me) dan modus (Mo), dan
ukuran variabilitas data yang meliputi data minimum (Min), data maksimum (Maks),
jangkauan (R), dan simpangan baku (s).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
a. Data Kreativitas Siswa Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran
Data tentang kreativitas siswa diperoleh dari skor angket. Dari data angket
dikelompokkan berdasarkan pendekatan pembelajaran tanpa memandang tingkat
kreativitas siswa. Deskripsi data angket kreativitas siswa masing-masing kelompok
pendekatan pembelajaran disajikan pada Tabel 4.5, sedangkan perhitungannya
disajikan pada Lampiran 24.
Tabel 4.5 Deskripsi Angket Kreativitas Siswa Berdasarkan
Kelompok Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan
Pembelajaran n
Tendensi Sentral Variabilitas Data
Mo Me Min Maks R S
Metakognitif 88 109,28 100 110 91 129 38 8,59
Investigasi 98 109,75 116 110,5 91 127 36 8,94
b. Data Kreativitas Siswa Berdasarkan Tingkat Kreativitas
Data angket kreativitas siwa dari kedua model pembelajaran dikelompokkan
berdasarkan tingkat kreativitas siswa tanpa memandang model pembelajaran.
Deskripsi data tentang prestasi belajar matematika untuk masing-masing kelompok
tingkat kreativitas disajikan pada Tabel 4.6, sedangkan perhitungannya disajikan
pada Lampiran 25.
Tabel 4.6 Deskripsi Data Angket Berdasarkan Kreativitas Siswa
Tingkat
Kreativitas n
Tendensi Sentral Variabilitas Data
Mo Me Min Maks R S
Tinggi 61 119,36 121 120 112 129 17 3,73
Sedang 63 109,42 106 110 99 117 18 3,92
Rendah 62 99,98 100 100 91 120 29 3,79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
c. Data Kreativitas Siswa Berdasarkan Tingkat Kreativitas Siswa Pada
Pendekatan Pembelajaran Metakognitif dan Investigasi
Dari data angket masing-masing pendekatan pembelajaran dikelompokkan
berdasarkan tingkat kreativitas siswa. Deskripsi data angket berdasarkan tingkat
kreativitas siswa pada pendekatan pembelajaran metakognitif dan investigasi
disajikan pada Tabel 4.7, sedangkan perhitungannya disajikan pada Lampiran 26.
Tabel 4.7 Deskripsi Data Angket Berdasarkan Tingkat Kreativitas Siswa Pada
Pendekatan Pembelajaran Metakognitif dan Investigasi
Pendekatan
Pembelajaran
Tingkat
Kreativitas n
Tendensi Sentral Variabilitas Data
Mo Me Min Maks R S
Metakognitif
Tinggi 29 118,93 121 119 112 129 17 3,65
Sedang 29 108,55 110 110 99 117 18 4,27
Rendah 30 100,66 100 100 91 120 29 4,55
Investigasi
Tinggi 32 119,75 115 121 114 127 13 6,22
Sedang 34 110,14 106 110,5 105 116 11 3,47
Rendah 32 99,34 100 100 91 104 13 2,83
C. Uji Keseimbangan
Uji keseimbangan dilakukan untuk mengetahui apakah sampel-sampel berasal
dari populasi yang mempunyai kemampuan awal sama. Uji keseimbangan ini
dilakukan terhadap dua sampel, yaitu kelompok siswa yang akan diberikan
pendekatan pembelajaran metakognitif dan kelompok siswa yang akan diberikan
pendekatan pembelajaran investigasi. Adapun data yang digunakan untuk uji
keseimbangan ini adalah data dokumen berupa nilai ujian tengah semester mata
pelajaran matematika kelas XII IPA semester I tahun pelajaran 2010/2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Uji keseimbangan rataan yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji t.
Namun sebelumnya dilakukan uji prasyarat analisis, yaitu uji normalitas yang
diperoleh bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal untuk
masing-masing kelompok pendekatan pembelajaran dan uji homogenitas yang
diperoleh bahwa populasi memiliki variansi yang sama. Dengan taraf signifikansi
(α = 0,05) dan daerah kritik himpunan semua t sedemikian hingga t kurang dari
–1,960 atau t lebih dari 1,960 diperoleh hasil tobs sama dengan -0,40, maka dapat
disimpulkan bahwa populasi kedua kelompok yaitu kelompok siswa-siswa yang akan
diberi pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran metakognitif dan kelompok
siswa-siswa yang akan diberi pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran
investigasi mempunyai kemampuan awal yang sama atau dalam keadaan seimbang
(perhitungan uji keseimbangan rataan disajikan pada Lampiran 27.
D. Pengujian Prasyarat Analisis
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. Statistik uji yang digunakan dalam uji normalitas
adalah Lilliefors. Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan sebanyak lima kali
yaitu uji normalitas data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa untuk
populasi pendekatan pembelajaran (Metakognitif dan Investigasi) dan populasi
tingkat kreativitas siswa (tinggi, sedang dan rendah). Rangkuman hasil uji normalitas
data prestasi belajar matematika disajikan pada Tabel 4.8, sedangkan perhitungan
selengkapnya disajikan pada Lampiran 28 (a).
Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika
No Kelompok n LObs L0,05;n Keputusan Uji Kesimpulan
1 Metakognitif 88 0,092 0,094 H0 diterima Populasi Normal
2 Investigasi 98 0,084 0,089 H0 diterima Populasi Normal
3 Kreativitas Tinggi 61 0,105 0,114 H0 diterima Populasi Normal
4 Kreativitas Sedang 63 0,106 0,112 H0 diterima Populasi Normal
5 Kreativitas Rendah 62 0,110 0,113 H0 diterima Populasi Normal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Dari tabel di atas tampak bahwa semua keputusan uji H0 tidak ditolak. Hal ini
berarti untuk setiap sampel baik kategori pendekatan pembelajaran (metakognitif dan
investigasi) maupun kategori tingkat kreativitas siswa (tinggi, sedang, dan rendah)
berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas Variansi Populasi
Uji homogenitas variansi populasi dilakukan untuk mengetahui
apakahsampel-sampel berasal dari populasi yang mempunyai variansi yang sama. Uji
homogenitas variansi populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji
Bartlett. Dalam penelitian ini dilakukan dua kali uji homogenitas variansi populasi,
yaitu uji homogenitas data kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
ditinjau dari pendekatan pembelajaran dan uji homogenitas data kemampuan
pemecahan masalah matematika ditinjau dari kreativitas siswa. Rangkuman hasil uji
homogenitas dapat dilihat pada Tabel 4.9. berikut:
Tabel 4.9 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas Data Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika
No Kelompok Uji
Homogenitas k Keputusan Uji Kesimpulan
1 Pendekatan
Pembelajaran 2 H0 diterima Populasi Homogen
2 Tingkat
Kreativitas 3 H0 diterima Populasi Homogen
Dari tabel di atas tampak bahwa semua keputusan uji H0 tidak ditolak. Hal ini
berarti untuk setiap sampel baik kategori pendekatan pembelajaran (metakognitif dan
investigasi) maupun kategori tingkat kreativitas siswa (tinggi, sedang, dan rendah)
berasal dari populasi yang mempunyai variansi yang sama (uniform), perhitungan uji
homogenitas variansi populasi disajikan pada Lampiran 28 (b).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
E. Pengujian Hipotesis
1. Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Sel Tak Sama
Tujuan dari analisis variansi dua jalan adalah untuk menguji signifikansi efek
dua variabel bebas yaitu pendekatan pembelajaran dan kreativitas siswa terhadap
satu variabel terikat yaitu kemampuan pemecahan masalah matematika, serta untuk
menguji signifikansi interaksi kedua variabel bebas tersebut terhadap variabel terikat.
Pengujian dalam penelitian ini menggunakan analisis variansi dua jalan dengan
ukuran sel tak sama dan hasilnya disajikan pada Tabel 4.10, sedangkan perhitungan
selengkapnya disajikan pada Lampiran 29.
Tabel 4.10 Rangkuman Hasil Analisis Variansi Dua Jalan
Sumber Dk JK RK FObs Fα
Pendekatan Pembelajaran (A) 1 149,036 149,036 9,06 3,92
Kreativitas Siswa (B) 2 4165,198 2082,599 126,59 3,07
Interaksi (AB) 2 110,902 55,451 3,37 3,07
Galat 180 2961,20 16,45 - -
Total 185 7355,72
Dari tabel di atas tampak bahwa semua nilai FObs > Fα , sehingga diperoleh
keputusan uji H0A ditolak, H0B ditolak dan H0AB ditolak. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa:
a. Siswa-siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran
metakognitif dan siswa-siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan
pembelajaran investigasi mempunyai kemampuan pemecahan masalah
matematika yang berbeda.
b. Ketiga kategori kreativitas siswa tidak memberikan efek yang sama terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika.
c. Terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kreativitas siswa
terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
2. Uji Komparasi Ganda
Dari kesimpulan analisis variansi dua jalan dengan ukuran sel tak sama di
atas menunjukkan bahwa H0B ditolak dan H0AB ditolak, sehingga perlu dicari efek
signifikan uji rataan dengan uji komparasi ganda atau uji lanjut pasca anava. Teknik
yang digunakan dalam uji komparasi ganda adalah dengan metode Schefee’.
Untuk melakukan komparasi ganda, dicari terlebih dahulu rataan masing-
masing sel dan rataan marginal, yang hasilnya tampak pada Tabel 4.11.berikut:
Tabel 4.11. Rataan Masing-masing Sel dan Rerata Marginal
Pendekatan
Pembelajaran
Kreativitas Siswa Rerata
Marginal Tinggi Sedang Rendah
Metakognitif 52,06 43,93 38,66 44,88
Investigasi 48,32 42,29 38,68 43,09
Rerata
Marginal
50,19 43,11 38,67
a. Uji Komparasi Rerata Antar Baris (Pendekatan Pembelajaran)
Dari hasil uji anava diperoleh bahwa H0A ditolak yang berarti bahwa
kedua pendekatan pembelajaran memebrikan efek yang tidak sama atau dengan
kata lain terdapat perbedaan rerata setiap pasangan baris pada masing-masing
pendekatan pembelajaran. Selanjutnya untuk mengetahui pendekatan
pembelajaran mana yang lebih baik dilihat dari reratanya. Dari hasil
analisis data dengan melihat rerata marginalnya (rerata metakognitif = 44,88) >
(rerata investigasi = 43,09) (Main effect) pada Gambar 4.1 dapat disimpulkan
bahwa siswa yang diberikan dengan pendekatan pembelajaran metakognitif
mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik dari pada siswa
yang diberikan dengan pendekatan pembelajaran Investigasi. Data selengkapnya
mengenai perhitungan anava dan komparasi ada di Lampiran 29.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
42
42,5
43
43,5
44
44,5
45
Pendekatan
Pembelajaran
Metakognitif
Investigasi
Gambar 4.1 Rerata Marginal Komparasi Ganda Antar Baris
b. Uji Komparasi Rerata Antar Kolom (Kreativitas Siswa)
Dari hasil uji anava diperoleh bahwa H0B ditolak yang berarti bahwa
terdapat perbedaan rerata setiap pasangan kolom pada masing-masing tingkatan
kreativitas. Dalam penelitian ini, karena variabel kreativitas siswa mempunyai
tiga kelompok (tinggi, sedang, dan rendah), maka komparasi rerata antar kolom
pasca anava perlu dilakukan.
Untuk mengetahui perbedaan rerata kemampuan pemecahan masalah
matematika antara siswa yang mempunyai kreativitas tinggi, sedang, maupun
rendah maka perlu dilakukan uji komparasi ganda dengan metode Scheffe’ dan
dirangkum dalam Tabel 4.12, sedangkan perhitungan selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 29.
Tabel 4.12 Rangkuman Komparasi Rerata Antar Kolom
Komparasi (2) F0,05;5;180 Keputusan Uji Kesimpulan
µ•1 vs µ •2 93,634 7,60 H0 ditolak µ•1 ≠ µ •2
µ•1 vs µ •3 243,75 7,60 H0 ditolak µ•1 ≠ µ •3
µ•2 vs µ •3 36,274 7,60 H0 ditolak µ•2 ≠ µ •3
Dari uji komparasi rerata antar kolom dengan metode Scheffe’ dan
DK = {F|2F0,05;5,180 > 7,60} maka dari Tabel 4.12 di atas diperoleh hasil sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
1) Antara siswa yang mempunyai kreativitas belajar tinggi dengan sedang
diperoleh F•1–•2 = 93,634 DK, sehingga diperoleh keputusan ditolak.
Hal ini berarti bahwa dengan taraf signifikan 0,05 dapat ditarik kesimpulan
terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang mempunyai
kreativitas belajar tinggi dan sedang. Dan dilihat dari rerata marginalnya
(rerata kelompok kreativitas tinggi = 50,19) > (rerata kelompok kreativitas
sedang = 43,11) (Gambar 4.2) dapat disimpulkan bahwa siswa yang
memiliki kreativitas tinggi mempunyai kemampuan pemecahan masalah
yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kreativitas sedang.
2) Antara siswa yang mempunyai kreativitas belajar tinggi dengan rendah
diperoleh F•1–•3 = 243,75 DK, sehingga diperoleh keputusan ditolak.
Hal ini berarti bahwa dengan taraf signifikan 0,05 dapat ditarik kesimpulan
terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang mempunyai
kreativitas belajar tinggi dan rendah. Dan dilihat dari rerata marginalnya
(rerata kelompok kreativitas tinggi = 50,19) > (rerata kelompok kreativitas
rendah = 38,67) (Gambar 4.2) dapat disimpulkan bahwa siswa yang
memiliki kreativitas tinggi mempunyai kemampuan pemecahan masalah
yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kreativitas rendah.
3) Antara siswa yang mempunyai kreativitas belajar sedang dengan rendah
diperoleh F•2–•3 = 36,274 DK, sehingga diperoleh keputusan ditolak.
Hal ini berarti bahwa dengan taraf signifikan 0,05 dapat ditarik kesimpulan
terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang mempunyai
kreativitas belajar sedang dan rendah. Dan dilihat dari rerata marginalnya
(rerata kelompok kreativitas sedang = 43,11) > (rerata kelompok kreativitas
rendah = 38,67) (Gambar 4.2) dapat disimpulkan bahwa siswa yang
memiliki kreativitas sedang mempunyai kemampuan pemecahan masalah
yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kreativitas rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
0
10
20
30
40
50
60
Kreativitas
Tinggi
Sedang
Rendah
Gambar 4.2 Rerata Marginal Komparasi Ganda Antar Kolom
c. Uji Komparasi Rerata Antar Sel
Dari hasil uji anava H0AB ditolak, ini berarti terdapat interaksi antara
pendekatan pembelajaran dan kreativitas siswa terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa. Untuk melihat manakah yang memberikan
kemampuan pemecahan masalah lebih baik, maka perlu dilakukan komparasi
rerata antar pada baris atau kolom yang sama (antar sel) sebagai berikut:
1) Uji Lanjut Antar Sel Pada Baris Yang Sama:
Untuk mengetahui perbedaan rerata kemampuan pemecahan masalah
matematika pada baris yang sama (pendekatan pembelajaran) antara siswa
yang mempunyai kreativitas tinggi, sedang, maupun rendah dapat dilihat pada
hasil uji lanjut antar sel yang dirangkum dalam Tabel 4.13, sedangkan
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 29.
Tabel 4.13 Rangkuman Komparasi Rerata Antar Sel Pada Baris Yang Sama
Komparasi FObs (5) F0,05;5;180 Keputusan Uji Kesimpulan
µ11 vs µ12 58,258 11,01 H0 ditolak µ11 ≠ µ12
µ11 vs µ13 160,947 11,01 H0 ditolak µ11 ≠ µ13
µ12 vs µ13 24,894 11,01 H0 ditolak µ12 ≠ µ13
µ21 vs µ22 36,435 11,01 H0 ditolak µ21 ≠ µ22
µ21 vs µ23 90,381 11,01 H0 ditolak µ21 ≠ µ23
µ22 vs µ23 13,059 11,01 H0 ditolak µ22 ≠ µ23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Dari uji komparasi rerata antar sel pada baris yang sama dengan
DK = {F|F>(5)F0,05;5,180 = 11,01} maka dari Tabel 4.13 di atas diperoleh hasil
sebagai berikut:
a) Pada Siswa yang diberikan dengan pendekatan pembelajaran
Metakognitif, siswa dengan kreativitas tinggi mempunyai kemampuan
pemecahan masalah yang lebih baik dari pada siswa dengan kreativitas
sedang, dan siswa dengan kreativitas sedang mempunyai kemampuan
pemecahan masalah yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas
rendah (T > S > R).
b) Pada Siswa yang diberikan dengan pendekatan pembelajaran Investigasi,
siswa dengan kreativitas tinggi mempunyai kemampuan pemecahan
masalah yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas sedang, dan
siswa dengan kreativitas sedang mempunyai kemampuan pemecahan
masalah yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas rendah
(T > S > R).
2) Uji Lanjut Antar Sel Pada Kolom Yang Sama:
Untuk mengetahui perbedaan rerata kemampuan pemecahan masalah
matematika pada kolom yang sama (kreativitas) antara siswa yang diberikan
dengan pendekatan pembelajaran metakognitif dan investigasi dapat dilihat
pada hasil uji lanjut antar sel yang dirangkum dalam Tabel 4.14, sedangkan
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 29.
Tabel 4.14 Rangkuman Komparasi Rerata Antar Sel
Pada Kolom Yang Sama
Komparasi (5) F0,05;5;18 Keputusan Uji Kesimpulan
µ11 vs µ21 12,935 11,01 H0 ditolak µ11 ≠ µ21
µ12 vs µ22 2,559 11,01 H0 diterima µ12 = µ22
µ13 vs µ23 0,0004 11,01 H0 diterima µ13 = µ23
Dari uji komparasi rerata antar sel pada kolom yang sama dengan
DK = {F|F>(5)F0,05;5,180 > 11,01} maka dari Tabel 4.14 di atas diperoleh hasil
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
TinggiSedangRendah
52
48
44
40
MetakognitifInvestigasi
52
48
44
40
Pendekatan
Kreativitas
Investigasi
Metakognitif
Pendekatan
Rendah
Sedang
Tinggi
Kreativ itas
Interaction Plot for NilaiData Means
43,93
38,68
42,29
38,66
52,06
48,32
52,06
43,93 48,32
42,29 38,66
a) Pada Siswa yang mempunyai kreativitas belajar tinggi, pembelajaran dengan
pendekatan metakognitif mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang
tidak sama dengan pendekatan investigasi, dan dengan mlihat rerata
marginalnya (µ11 = 52,06 dan µ21 = 48,32) Gambar 4.3, maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan metakognitif
menghasilkan kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik daripada
pendekatan investigasi.
b) Pada Siswa yang mempunyai kreativitas belajar Sedang, pembelajaran
dengan pendekatan metakognitif menghasilkan kemampuan pemecahan
masalah yang sama dengan pendekatan investigasi.
c) Pada Siswa yang mempunyai kreativitas Rendah, pembelajaran dengan
pendekatan metakognitif menghasilkan kemampuan pemecahan masalah
yang sama dengan pendekatan investigasi.
Gambar 4.3 Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dan Kreativitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
F. Pembahasan Hasil Analisis Data
1. Hipotesis Pertama
Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi dua jalan dengan
ukuran sel tak sama, untuk sumber variansi pendekatan pembelajaran diperoleh
nilai FA = 9,03 > F0,05;1;180 = 3,92, sehingga FA DK. Oleh karena itu H0A ditolak
yang berarti terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah siswa antara
kelompok siswa yang diberikan dengan pendekatan pembelajaran Metakognitif
dengan kelompok siswa yang diberikan dengan pendekatan pembelajaran
Investigasi. Dikarenakan kelompok pendekatan pembelajaran terdiri dari dua
kelompok (Metakognitif dan Investigasi), untuk melihat kelompok mana yang
mempunyai kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik dapat dilihat dari
rerata marginalnya (rerata metakognitif = 44,88 dan rerata investigasi = 43,09).
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan untuk hipotesis pertama, bahwa
pembelajaran matematika dengan pendekatan Metakognitif dapat memberikan
kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih baik dari pada
pembelajaran dengan pendekatan Investigasi.
Jika mengacu kepada landasan teori pada bab sebelumnya, maka dapat
dilihat bahwa kedua pembelajaran adalah sama-sama berupaya meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Pembelajaran dengan
pendekatan Metakognitif menekankan pada pembentukan pengetahuan dan
keterampilan oleh siswa sendiri maupun dalam kelompoknya, melatih
kepercayaan diri dengan menyampaikan hasil kerjaannya kepada siswa lainnya
serta dengan melatih kemampuan kesadaran berpikir siswa, sehingga potensi
siswa yang salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis dan kreatif akan
mampu dioptimalkan oleh guru. Sedangkan pada pembelajaran dengan
pendekatan investigasi menekankan pada upaya optimalisasi peran individu untuk
mencari serta memahami materi dengan mandiri, sehingga setiap latihan soal yang
diberikan guru siswa akan mendapatkan balikan (feedback) terkait hasil pekerjaan
siswa terhadap soal atau tugas yang diberikan.
Kenyataan ini dimungkinkan, karena dalam pembelajaran matematika
dengan menggunakan pendekatan metakognitif, paradigma pembelajaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
berpusat pada guru telah bergeser pada pembelajaran yang menekankan pada
aktivitas siswa untuk mengkonstruksi dan merekonstruksi pengetahuannya
sendiri. Sehingga siswa lebih tertantang untuk dapat menciptakan medan strategi
belajarnya masing-masing. Ini bersesuaian dengan penelitian yang dilakukan Yeni
Suzana (2003) yang mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan metakognitif dapat meningkatkan aktivitas siswa, dan memberikan
kesempatan pada siswa untuk dapat belajar secara mandiri dan mengurangi
kecenderungan pembelajaran matematika yang berpusat pada guru (teacher
centered).
2. Hipotesis Kedua
Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi dua jalan dengan
ukuran sel tak sama, untuk sumber variansi tingkat kreativitas siswa diperoleh
nilai FB = 125,70 > F0,05;2,180 = 3,07, sehingga FB DK. Oleh karena itu H0B
ditolak, ini berarti terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah
matematika antara siswa dengan kreativitas belajar tinggi, sedang, dan rendah.
Dengan ditolaknya H0B maka untuk melihat tingkat kreativitas belajar
mana yang lebih baik terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
harus dilanjutkan dengan uji komparasi ganda dengan metode Scheffe’. Dari
hasil uji komparasi rataan antar kolom dengan metode Scheffe’ dan
DK = {F│F>2F0,05;2;180 > 7,60} diperoleh hasil sebagai berikut:
a. FTinggi - Sedang = 93,634 > Ftabel= 7,60 sehingga Fobs DK yang berarti H0 ditolak.
Hal ini berarti terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara siswa
yang mempunyai kreativitas tinggi dengan siswa yang mempunyai kreativitas
sedang. Dengan melihat rataan marginal pada masing-masing kelompok,
diperolah rataan marginal kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
dengan kreativitas tinggi adalah sebesar 50,19 sedangkan rataan marginal
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan kreativitas sedang
adalah sebesar 43,11.
Karena rataan marginal yang diperoleh siswa yang mempunyai
kreativitas tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan rataan marginal yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas sedang, maka dapat disimpulkan
bahwa siswa-siswa yang mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan
pemecahan masalah matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa-
siswa yang mempunyai kreativitas sedang.
b. FTinggi - Rendah = 243,755 > Ftabel=7,60 sehingga Fobs DK yang berarti H0 ditolak.
Hal ini berarti terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara siswa
yang mempunyai kreativitas tinggi dengan siswa yang mempunyai kreativitas
rendah. Dengan melihat rataan marginal pada masing-masing kelompok,
diperolah rataan marginal kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
dengan kreativitas tinggi adalah sebesar 50,19 sedangkan rataan marginal
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan kreativitas rendah
adalah sebesar 38,67.
Karena rataan marginal yang diperoleh siswa yang mempunyai
kreativitas tinggi lebih tinggi dibandingkan dengan rataan marginal yang
diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas rendah, maka dapat disimpulkan
bahwa siswa-siswa yang mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan
pemecahan masalah matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa-
siswa yang mempunyai kreativitas rendah.
c. FSedang - Rendah = 36,274> Ftabel=7,60, sehingga Fobs DK yang berarti H0 ditolak.
Hal ini berarti terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara siswa
yang mempunyai kreativitas sedang dengan siswa yang mempunyai kreativitas
rendah. Dengan melihat rataan marginal pada masing-masing kelompok,
diperolah rataan marginal kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
dengan kreativitas sedang adalah sebesar 43,11 sedangkan rataan marginal
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan kreativitas rendah
adalah sebesar 38,67.
Karena rataan marginal yang diperoleh siswa yang mempunyai
kreativitas sedang lebih tinggi dibandingkan dengan rataan marginal yang
diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas rendah, maka dapat disimpulkan
bahwa siswa-siswa yang mempunyai kreativitas sedang memiliki kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
pemecahan masalah matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa-
siswa yang mempunyai kreativitas rendah.
Secara umum dari ketiga kelompok kreativitas tersebut bahwa siswa
yang mempunyai kreativitas lebih tinggi memiliki kemampuan pemecahan
masalah yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kreativitas lebih
rendah. Hal tersebut selaras dengan rekomendasi NCTM bahwa pemecahan
masalah memotivasi peserta didik untuk belajar matematika, sehingga dapat
dikatakan bahwa pembelajaran pemecahan masalah merupakan salah satu cara
untuk mendorong kreativitas siswa. Dan dalam seminar nasional menurut Imam
Sujadi (2011) implikasinya adalah pembelajaran matematika yang berorientasi
pada pemecahan masalah akan meningkatkan perkembangan intelektual peserta
didik (kreativitas).
3. Hipotesis Ketiga
Berdasarkan hasil perhitungan pada analisis variansi dua jalan dengan
ukuran sel tak sama, untuk sumber variansi interaksi pendekatan pembelajaran
dengan kreativitas diperoleh nilai FAB = 3,34 > F0,05;2,180 = 3,07, sehingga
Fobs DK. Oleh karena itu H0AB ditolak, ini berarti terdapat interaksi antara faktor
pendekatan pembelajaran dan faktor kreativitas siswa terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematika pada materi barisan dan deret.
a. Dari uji komparasi rerata antar sel dengan metode Schefee’ pada pembelajaran
dengan pendekatan Metakognitif diperoleh hasil sebagai berikut:
1) F11-12 = 58,258 > Ftabel = 11,01, maka F11-12 DK sehingga H0 ditolak
Hal ini berarti, pada kelas yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Metakognitif terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara
siswa yang mempunyai kreativitas tinggi dengan siswa yang mempunyai
kreativitas sedang. Dengan melihat Tabel 4.11 diperoleh bahwa rerata yang
diperoleh siswa dengan kreativitas tinggi adalah 52,06 dan rerata yang
diperoleh siswa dengan kreativitas sedang adalah 43,93.
Karena rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas
tinggi lebih tinggi dari rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
kreativitas sedang, maka dapat disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen
yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif, siswa yang
mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan pemecahan masalah
matematika yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kreativitas
sedang.
2) F11-13 = 160,947 > Ftabel = 11,01, maka F11-13 DK sehingga H0 ditolak
Hal ini berarti, pada kelas yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Metakognitif terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara
siswa yang mempunyai kreativitas tinggi dengan siswa yang mempunyai
kreativitas rendah. Dengan melihat Tabel 4.11 diperoleh bahwa rerata yang
diperoleh siswa dengan kreativitas tinggi adalah 52,06 dan rerata yang
diperoleh siswa dengan kreativitas rendah adalah 38,66.
Karena rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas
tinggi lebih tinggi dari rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai
kreativitas rendah, maka dapat disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen
yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif, siswa yang
mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan pemecahan masalah
matematika yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kreativitas
rendah.
3) F12-13 = 24,894 > Ftabel = 11,01, maka F12-13 DK sehingga H0 ditolak.
Hal ini berarti, pada kelas yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Metakognitif terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara
siswa yang mempunyai kreativitas sedang dengan siswa yang mempunyai
kreativitas rendah. Dengan melihat Tabel 4.11 diperoleh bahwa rerata yang
diperoleh siswa dengan kreativitas sedang adalah 43,93 dan rerata yang
diperoleh siswa dengan kreativitas rendah adalah 38,66.
Karena rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas
sedang lebih tinggi dari rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai
kreativitas rendah, maka dapat disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen
yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif, siswa yang
mempunyai kreativitas sedang memiliki kemampuan pemecahan masalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
matematika yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kreativitas
rendah.
Dengan demikian pada uji komparasi antar sel pada baris pertama
(pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif), dapat diambil kesimpulan
bahwa pada pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif, siswa yang
mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan pemecahan masalah
matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai
kreativitas sedang maupun rendah. Sedangkan siswa yang mempunyai
kreativitas sedang memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika
yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kreativitas
rendah.
b. Dari uji komparasi rerata antar sel dengan metode Schefee’ pada pembelajaran
dengan pendekatan Investigasi diperoleh hasil sebagai berikut:
1) F21-22 = 36,435 > Ftabel = 11,01, maka F21-22 DK sehingga H0 ditolak
Hal ini berarti, pada kelas yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Investigasi terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara
siswa yang mempunyai kreativitas tinggi dengan siswa yang mempunyai
kreativitas sedang. Dengan melihat Tabel 4.11 diperoleh bahwa rerata yang
diperoleh siswa dengan kreativitas tinggi adalah 48,32 dan rerata yang
diperoleh siswa dengan kreativitas sedang adalah 42,29.
Karena rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas
tinggi lebih tinggi dari rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai
kreativitas sedang, maka dapat disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen
yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan Investigasi, siswa yang
mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan pemecahan masalah
matematika yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kreativitas
sedang.
2) F21-23 = 90,381 > Ftabel = 11,01, maka F21-23 DK sehingga H0 ditolak
Hal ini berarti, pada kelas yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Investigasi terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
siswa yang mempunyai kreativitas tinggi dengan siswa yang mempunyai
kreativitas rendah. Dengan melihat Tabel 4.11 diperoleh bahwa rerata yang
diperoleh siswa dengan kreativitas tinggi adalah 48,32 dan rerata yang
diperoleh siswa dengan kreativitas rendah adalah 38,68.
Karena rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas
tinggi lebih tinggi dari rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai
kreativitas rendah, maka dapat disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen
yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan Investigasi, siswa yang
mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan pemecahan masalah
matematika yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kreativitas
rendah.
3) F22-23 = 13,059 > Ftabel = 11,01, maka F22-23 DK sehingga H0 ditolak.
Hal ini berarti, pada kelas yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Investigasi terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara
siswa yang mempunyai kreativitas sedang dengan siswa yang mempunyai
kreativitas rendah. Dengan melihat Tabel 4.11 diperoleh bahwa rerata yang
diperoleh siswa dengan kreativitas sedang adalah 42,29 dan rerata yang
diperoleh siswa dengan kreativitas rendah adalah 38,68.
Karena rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai kreativitas
sedang lebih tinggi dari rerata yang diperoleh siswa yang mempunyai
kreativitas rendah, maka dapat disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen
yang dikenai pembelajaran dengan pendekatan Investigasi, siswa yang
mempunyai kreativitas sedang memiliki kemampuan pemecahan masalah
matematika yang lebih baik dari pada siswa yang mempunyai kreativitas
rendah.
Dengan demikian pada uji komparasi antar sel pada baris kedua
(pembelajaran dengan pendekatan Investigasi), dapat diambil kesimpulan
bahwa pada pembelajaran dengan pendekatan Investigasi, siswa yang
mempunyai kreativitas tinggi memiliki kemampuan pemecahan masalah
matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai
kreativitas sedang maupun rendah. Sedangkan siswa yang mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
kreativitas sedang memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang
lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kreativitas rendah.
Dari hasil temuan dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah
pada siswa kelompok kreativitas tinggi lebih baik dibandingkan dengan
kemampuan pemecahan masalah kelompok kreativitas sedang maupun rendah,
dan kemampuan pemecahan masalah siswa kelompok kreativitas sedang lebih
baik dibandingkan dengan kemampuan pemecahan masalah kelompok
kreativitas rendah, baik pada pendekatan metakognitif maupun pendekatan
investigasi. Hal ini bersesuaian dengan pendapat yang diungkapkan oleh
Kirkley (2003) dan Garofalo dan Lester (1985) bahwa di bawah pengaruh teori
pembelajaran kognitif, pemecahan masalah (problem solving) berkembang
menjadi sebuah sarana untuk merepresentasikan aktivitas mental yang
kompleks (complex mental activity) yang merupakan keragaman kemampuan
kognitif dan actions. Pemecahan masalah sendiri meliputi kemampuan
berpikir tingkat tinggi seperti visualization, association, abstraction
comprehension, manipulation, reasoning, analysis, synthesis, generalization,
yang dari tiap-tiap poin tersebut membutuhkan suatu pengaturan dan
pengkoordinasian.
Hal ini mempertegas temuan sebelumnya yang menyatakan bahwa
semakin tinggi tingkat kreativitas maka semakin tinggi pula kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa, selain dikarenakan oleh pendekatan
pembelajaran yang dilakukan juga diakibatkan oleh iklim belajar yang tercipta
di dalam kelas. Pada saat pelaksanaan treatment, dominasi siswa dalam proses
belajar mengajar cukup optimal. Mereka telibat hampir dalam semua tahapan
pembelajaran. Sehingga peran guru selaku fasilitator untuk memberikan
stimulan belajar dapat terbantu walaupun masih ada beberapa siswa yang
cenderung diam dalam sesi diskusi kelompok atau bahkan tidak mengetahui
bagian mana dari matematika yang dapat dijadikan sebagai bahan diskusi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
4. Hipotesis Keempat
Dari hasil uji komparasi rerata antar sel pada tingkat kreativitas dengan
metode Scheffee’ diperoleh hasil sebagai berikut:
a. F11-21 = 12,935 > Ftabel = 11,01, maka F11-21 DK sehingga H0 ditolak.
Hal ini berarti, pada kategori kreativitas tinggi terdapat perbedaan
rerata yang signifikan antara siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Metakognitif dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Investigasi. Selanjutnya dengan melihat rerata untuk masing-
masing sel pada kategori kreativitas tinggi (Tabel 4.11), rerata yang diperoleh
siswa pada pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif adalah 52,06 dan
rerata yang diperoleh siswa pada pembelajaran dengan pendekatan Investigasi
adalah 48,32.
Karena rerata yang diperoleh siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Metakognitif lebih tinggi dibandingkan rerata yang diperoleh siswa
yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi, maka dapat
disimpulkan bahwa pada kategori kreativitas tinggi, siswa yang diberi
pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif memiliki kemampuan
pemecahan masalah matematika yang lebih baik dibandingkan dengan siswa
yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi.
b. F12-22 = 2,559 < Ftabel = 11,01, maka F12-22 DK sehingga H0 diterima.
Hal ini berarti, pada kategori kreativitas sedang tidak terdapat
perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Metakognitif dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Investigasi. Selanjutnya dengan melihat rerata untuk masing-
masing sel pada kategori kreativitas sedang, rerata yang diperoleh siswa pada
pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif adalah 43,93 dan rerata yang
diperoleh siswa pada pembelajaran dengan pendekatan Investigasi adalah
42,29.
Walaupun rerata yang diperoleh siswa yang diberi pembelajaran
dengan pendekatan Metakognitif lebih tinggi dari rerata yang diperoleh siswa
yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi, tetapi karena hasil uji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
komparasi rerata antar sel pada kolom kedua (tingkat kreativitas sedang)
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan, maka
dapat disimpulkan bahwa pada kategori kreativitas sedang, siswa yang diberi
pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif mempunyai kemampuan
pemecahan masalah matematika yang sama dengan siswa yang diberi
pembelajaran dengan pendekatan Investigasi.
c. F13-23 = 0,0004 > Ftabel = 11,01, maka F13-23 DK sehingga H0 diterima.
Hal ini berarti, pada kategori kreativitas rendah tidak terdapat
perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Metakognitif dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Investigasi. Selanjutnya dengan melihat rerata untuk masing-
masing sel pada kategori kreativitas rendah, rerata yang diperoleh siswa pada
pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif adalah 38,66 dan rerata yang
diperoleh siswa pada pembelajaran dengan pendekatan Investigasi adalah
38,68.
Walaupun rerata yang diperoleh siswa yang diberi pembelajaran
dengan pendekatan Investigasi sedikit lebih tinggi dari rerata yang diperoleh
siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif, tetapi karena
hasil uji komparasi rerata antar sel pada kolom ketiga (tingkat kreativitas
rendah) menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan,
maka dapat disimpulkan bahwa pada kategori kreativitas rendah, siswa yang
diberi pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif mempunyai kemampuan
pemecahan masalah matematika yang sama dengan siswa yang diberi
pembelajaran dengan pendekatan Investigasi.
Berdasarkan pada temuan sebelumnya bahwa secara umum siswa yang
diberikan dengan pendekatan metakognitif memiliki kemampuan pemecahan
masalah yang lebih baik dari pada siswa yang diberikan dengan pendekatan
investigasi. Namun temuan lain yang diperoleh dalam penelitian ini adalah bahwa
berdasarkan tingkat kreativitas, khususnya pada siswa yang mempunyai tingkat
kreativitas sedang dan rendah, siswa yang diberikan dengan pendekatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
metakognitif memiliki kemampuan pemecahan masalah yang sama dengan siswa
yang diberikan dengan pendekatan investigasi.
G. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan pada hasil penelitian, teridentifikasi suatu keterbatasan dalam
pelaksanaan penelitian ini. Keterbatasan penelitian ini diduga berdampak pada tidak
terbuktinya beberapa hipotesis penelitian yang telah disusun, keterbatasan pada
penelitian ini dapat diungkap bahwa pada uji keseimbangan kemampuan awal kedua
kelompok eksperimen, peneliti hanya mengambil data dari nilai UTS semester I
kelas XII melalui metode dokumentasi. Sehingga, untuk menyempurnakan penelitian
ini lebih lanjut perlu dikembangkan instrumen tersendiri yang telah diuji cobakan
sebagai perangkat untuk mengetahui kemampuan awal siswa agar data yang
diperoleh lebih valid.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pengambilan keputusan dalam suatu penelitian merupakan hal yang penting
sebab menggambarkan apa yang telah diteliti dan menggambarkan hasil dari sebuah
penelitian beserta kajiannya. Berdasarkan landasan teori dan didukung oleh hasil
analisis variansi dan uji lanjut yang telah dikemukakan pada BAB IV serta mengacu
pada perumusan masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka penelitian
ini dapat disimpulkan pada siswa kelas XII Madrasah Aliyah di Kota Pontianak,
khususnya pada materi barisan dan deret bahwa:
1. Pendekatan pembelajaran metakognitif pada strategi heuristik menghasilkan
kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik dari pada pendekatan
pembelajaran Investigasi.
2. Siswa yang memiliki kreativitas tinggi mempunyai kemampuan pemecahan
masalah yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kreativitas sedang
maupun rendah, dan siswa yang memiliki kreativitas sedang mempunyai
kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik daripada siswa yang memiliki
kreativitas rendah. (T > S > R)
3. Pada Siswa yang diberikan dengan pendekatan pembelajaran Metakognitif
maupun Investigasi, siswa dengan kreativitas tinggi mempunyai kemampuan
pemecahan masalah yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas sedang
maupun rendah, dan siswa dengan kreativitas sedang mempunyai kemampuan
pemecahan masalah yang lebih baik daripada siswa dengan kreativitas rendah.
4. Pada kategori tingkat kreativitas tinggi, siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Metakognitif memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika
yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diberi pembelajaran dengan
pendekatan Investigasi. Sedangkan pada kategori tingkat kreativitas sedang dan
rendah, siswa yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Metakognitif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang sama dengan siswa
yang diberi pembelajaran dengan pendekatan Investigasi.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka peneliti mengajukan beberapa implikasi
sebagai berikut:
1. Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
pendekatan metakognitif dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan
investigasi. Hal ini menunjukkan secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai salah satu acuan untuk memilih pendekatan pembelajaran matematika yang
sesuai dengan tujuan pembelajaran, materi pelajaran, sarana dan prasarana
pembelajaran, serta karakteristik siswa.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat perbedaan kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa pada materi pokok barisan dan deret antara
siswa yang mengikuti pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan
metakognitif dengan siswa yang mengikuti pembelajaran strategi heuristik dengan
pendekatan investigasi.
Ditinjau dari nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
pada materi pokok barisan dan deret, ternyata siswa yang mengikuti pembelajaran
strategi heuristik dengan pendekatan metakognitif mempunyai nilai rata-rata yang
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran strategi
heuristik dengan pendekatan investigasi. Dengan kata lain siswa yang mengikuti
pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan metakognitif memiliki
kemampuan pemecahan masalah matematika lebih baik dibandingkan dengan siswa
yang mengikuti pembelajaran strategi heuristik dengan pendekatan investigasi. Hal
ini menunjukkan bahwa secara teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
salah satu acuan untuk meningkatkan atau mengoptimalkan kemampuan pemecahan
masalah siswa khususnya pada mata pelajaran matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian terhadap siswa yang mengikuti
pembelajaran matematika dengan pendekatan metakognitif dan investigasi dapat
meningkatkan kreativitas siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran. Dengan
demikian secara teoritits penelitian ini juga dapat dijadikan salah satu acuan untuk
meningkatkan kreativitas siswa selama berlangsungnya pembelajaran matematika
khususnya dengan pendekatan pembelajaran metakognitif.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa siswa yang kreativitasnya tinggi
memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang kreativitasnya sedang Siswa yang kreativitasnya
sedang memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang kreativitasnya rendah. Secara umum siswa yang
kreativitasnya tinggi memiliki kemampuan pemecahan masalah matematika yang
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang kreativitasnya rendah.
Hal ini dikarenakan jika seorang siswa yang kreativitasnya tinggi maka dalam
melakukan aktivitas belajar tentunya akan lebih optimal baik kuantitas maupun
kualitas, yang pada akhirnya akan menunjang optimalnya prestasi belajar
(kemampuan pemecahan masalah matematika) siswa. Jadi guru harus
memperhatikan tentang kreativitas siswa sebagai salah satu faktor yang berpengaruh
dalam proses belajar matematika sehingga dapat memberikan perlakuan yang tepat
untuk siswa yang kreativitasnya tinggi, sedang dan rendah.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan calon guru
dalam upaya peningkatan kualitas proses belajar mengajar dan prestasi belajar
(kemampuan pemecahan masalah matematika) siswa. Dengan memperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar, guru dapat memilih
pendekatan pembelajaran yang tepat, efektif dan efisien serta memperhatikan
kreativitas siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar (kemampuan
pemecahan masalah matematika) siswa pada materi pokok barisan dan deret.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi di atas, dan dalam rangka turut
mengembangkan pemikiran untuk meningkatkan prestasi belajar (kemampuan
pemecahan masalah matematika), maka peneliti mengajukan beberapa saran sebagai
berikut:
1. Kepada Kepala Sekolah
Kepala sekolah hendaknya senantiasa memberikan motivasi, monitoring,
dan evaluasi kepada guru, khususnya guru matematika untuk melakukan inovasi
dengan menggunakan strategi dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan
materi pokok agar siswa dapat memperoleh hasil yang maksimal. Khususnya pada
materi pokok barisan dan deret, salah satu inovasi pembelajaran yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran matematika adalah menggunakan strategi
heuristik dengan pendekatan metakognitif.
2. Kepada Guru Matematika
a. Hendaknya termotivasi untuk menerapkan strategi dan pendekatan
pembelajaran inovatif agar proses pembelajaran mampu mengoptimalkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa terhadap suatu konsep
matematika. Salah satu strategi pembelajaran inovatif yang dapat diterapkan
untuk mengoptimalkan kemampuan pemecahan masalah matematika adalah
strategi heuristik dengan pendekatan metakognitif.
b. Dalam menerapkan suatu strategi dan pendekatan pembelajaran, pembentukan
kelompok belajar hendaknya lebih memperhatikan heterogenitas peserta didik
dalam suatu kelas, termasuk tingkat kreativitas siswa. Hal ini dimaksudkan
agar setiap siswa dapat terlibat aktif dalam mengkonstruksi pemahamannya
terhadap suatu konsep yang sedang dipelajari melalui diskusi kelompok.
c. Selama proses pembelajaran, hendaknya lebih memperhatikan perbedaan
karakteristik kreativitas siswa, karena karakteristik tersebut turut memberikan
efektivitas terhadap kemampuan pemecahan matematika siswa. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
mengetahui perbedaan karakteristik tersebut, guru dapat memilih strategi dan
pendekatan pembelajaran yang efektif untuk diterapkan.
3. Kepada Siswa
Hendaknya selalu memperhatikan dengan sungguh-sungguh penjelasan
guru, berperan aktif jalannya diskusi dalam kelompok, menghargai penjelasan,
pendapat, pertanyaan atau jawaban yang disampaikan oleh siswa lain. Hal ini
dimaksudkan agar peserta didik mampu mengikuti kegiatan pembelajaran dengan
efektif sehingga memperoleh kemampuan pemecahan masalah yang optimal.
4. Bagi Peneliti Lain
Hendaknya dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan memperdalam
dan memperluas lingkup penelitian ini, yakni dengan mengembangkan strategi
dan pendekatan pembelajaran lain yang lebih inovatif dengan memperhatikan
variabel-variabel bebas lain yang turut mempengaruhi kemampuan pemecahan
masalah matematika siswa.