STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No....

24
Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan ISSN 1411 - 0393 Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH Eliza Noviriani [email protected] Unti Ludigdo Zaki Baridwan Universitas Brawijaya ABSTRACK This study aims to gain an understanding the reality of ethical dilemmas faced by government auditors in Inspektorat Provinsi Kalimantan Barat and how it handled. The majority of previous studies conditioning ethical dilemmas in the design scenario. Threrefore, this study was motivated to investigate a more ethical dilemmas based field with interpretive paradigm. With phenomenological as research method, this research concludes that (1) internal auditors in a dilemma when get intervention from “obrik”, (2) auditors feeling bad to report his friends, (3) auditors faces the public perception, (4) auditors felt disappointed when “Laporan Hasil Pemeriksaan” is not signed, (5) limited of auditor, audit time and infrastructure are constraints of audit. Ethical dilemmas faced by auditors in a wide variety of situations is overcome by realizing the unity of consciousness. On the basis of spiritual consciousness, sosial consciousness, law consciousness and consciousness of the profession that is internalized within himself the ethical behavior of auditors can be realized. Key words: Ethical Dilemma, Government Internal Auditor, Audit, Consciousness ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah memahami realitas dilema etis yang dihadapi oleh auditor internal pemerintah di Inspektorat Provinsi Kalimantan Barat serta tindakan yang ditempuh auditor untuk mengatasi dilema itu. Mayoritas penelitian-penelitian terdahulu mengkondisikan dilema etika dalam desain skenario. Oleh karena itu penelitian ini termotivasi untuk meneliti dilema etis yang lebih berbasiskan lapangan dengan paradigma interpretif. Dengan menggunakan pendekatan dan metode penelitian fenomenologi, dapat disimpulkan bahwa (1) auditor merasakan dilema saat mendapat intervensi dari obrik, (2) auditor mengalami perasaan tidak enak hati saat melaporkan kesalahan teman, (3) auditor harus menghadapi persepsi publik, (4) auditor merasa kecewa ketika Laporan Hasil Pemeriksaan tidak ditandatangani serta (5) keterbatasan jumlah auditor, waktu audit dan infrastruktur pendukung merupakan faktor penghambat audit. Dilema etis dalam berbagai macam situasi tersebut diatasi auditor dengan mewujudkan elemen kesatuan kesadaran. Dengan ber- landaskan pada kesadaran spiritual, kesadaran sosial, kesadaran profesi dan kesadaran hukum yang terinternalisasi dalam dirinya maka perilaku etis auditor dapat terwujud. Kata kunci: Dilema Etis, Auditor Internal Pemerintah, Audit, Kesadaran PENDAHULUAN Audit internal berperan penting dalam bisnis dan proses pelaporan keuangan per- usahaan dan lembaga sektor publik (Rey- nolds, 2000). Oleh karena itu, audit internal menjadi alat manajemen yang sangat di- butuhkan untuk mencapai kontrol yang efektif baik di organisasi sektor publik mau- pun organisasi swasta (Eden dan Moriah, 1996). Mardiasmo (2005) menyatakan bah- wa terdapat tiga aspek utama yang men- dukung terwujudnya kepemerintahan yang baik (good governance) yaitu pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan. Pengawas- an merupakan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mengawasi kinerja pemerintahan.

Transcript of STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No....

Page 1: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan ISSN 1411 - 0393Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012

217

STUDI FENOMENOLOGI ATASDILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

Eliza [email protected]

Unti LudigdoZaki Baridwan

Universitas Brawijaya

ABSTRACK

This study aims to gain an understanding the reality of ethical dilemmas faced by government auditors inInspektorat Provinsi Kalimantan Barat and how it handled. The majority of previous studies conditioningethical dilemmas in the design scenario. Threrefore, this study was motivated to investigate a more ethicaldilemmas based field with interpretive paradigm. With phenomenological as research method, this researchconcludes that (1) internal auditors in a dilemma when get intervention from “obrik”, (2) auditors feeling bad toreport his friends, (3) auditors faces the public perception, (4) auditors felt disappointed when “Laporan HasilPemeriksaan” is not signed, (5) limited of auditor, audit time and infrastructure are constraints of audit. Ethicaldilemmas faced by auditors in a wide variety of situations is overcome by realizing the unity of consciousness.On the basis of spiritual consciousness, sosial consciousness, law consciousness and consciousness of theprofession that is internalized within himself the ethical behavior of auditors can be realized.

Key words: Ethical Dilemma, Government Internal Auditor, Audit, Consciousness

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah memahami realitas dilema etis yang dihadapi oleh auditor internalpemerintah di Inspektorat Provinsi Kalimantan Barat serta tindakan yang ditempuh auditor untukmengatasi dilema itu. Mayoritas penelitian-penelitian terdahulu mengkondisikan dilema etika dalamdesain skenario. Oleh karena itu penelitian ini termotivasi untuk meneliti dilema etis yang lebihberbasiskan lapangan dengan paradigma interpretif. Dengan menggunakan pendekatan dan metodepenelitian fenomenologi, dapat disimpulkan bahwa (1) auditor merasakan dilema saat mendapatintervensi dari obrik, (2) auditor mengalami perasaan tidak enak hati saat melaporkan kesalahanteman, (3) auditor harus menghadapi persepsi publik, (4) auditor merasa kecewa ketika Laporan HasilPemeriksaan tidak ditandatangani serta (5) keterbatasan jumlah auditor, waktu audit daninfrastruktur pendukung merupakan faktor penghambat audit. Dilema etis dalam berbagai macamsituasi tersebut diatasi auditor dengan mewujudkan elemen kesatuan kesadaran. Dengan ber-landaskan pada kesadaran spiritual, kesadaran sosial, kesadaran profesi dan kesadaran hukum yangterinternalisasi dalam dirinya maka perilaku etis auditor dapat terwujud.

Kata kunci: Dilema Etis, Auditor Internal Pemerintah, Audit, Kesadaran

PENDAHULUANAudit internal berperan penting dalam

bisnis dan proses pelaporan keuangan per-usahaan dan lembaga sektor publik (Rey-nolds, 2000). Oleh karena itu, audit internalmenjadi alat manajemen yang sangat di-butuhkan untuk mencapai kontrol yangefektif baik di organisasi sektor publik mau-pun organisasi swasta (Eden dan Moriah,

1996). Mardiasmo (2005) menyatakan bah-wa terdapat tiga aspek utama yang men-dukung terwujudnya kepemerintahan yangbaik (good governance) yaitu pengawasan,pengendalian dan pemeriksaan. Pengawas-an merupakan kegiatan yang dilakukanoleh masyarakat dan Dewan PerwakilanRakyat Daerah (DPRD) untuk mengawasikinerja pemerintahan.

Page 2: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

218 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 217 – 240

Pengendalian (control) adalah mekanis-me eksekutif untuk menjamin bahwa sistemdan kebijakan manajemen dilaksanakan de-ngan baik sehingga tujuan organisasi dapattercapai. Sementara itu, pemeriksaan (audit)merupakan kegiatan yang dilakukan olehpihak yang memiliki independensi dankompetensi profesional untuk memeriksaapakah hasil kinerja pemerintah telah sesuaidengan standar yang ditetapkan.

Pelaksanaan audit adalah salah satuunsur yang mendukung terciptanya tatakelola yang baik. Diberlakukannya kebijak-an pemerintah mengenai otonomi daerahperubahan terakhir dalam Undang-UndangNo. 12 Tahun 2008 akan memberikan man-faat kepada daerah untuk mampu me-ningkatkan kualitas demokrasi, reformasipelayanan publik serta peningkatan pem-bangunan demi mewujudkan terciptanyapemerintahan yang baik. Demi mewujud-kan good government itulah, penyelenggara-an pemerintahan melalui auditor internalyang disebut Aparatur Pengawas InternPemerintah (APIP) membutuhkan peng-awasan yang efektif dan efisien agar rodapemerintahan berjalan sesuai dengan renca-na yang ditetapkan sebelumnya. Hal inisebagaimana dinyatakan dalam PeraturanPemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentangPedoman Pembinaan dan PengawasanPemerintah Daerah dan Peraturan MenteriDalam Negeri (Permendagri) Nomor 8Tahun 2009 perubahan Permendagri Nomor23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata CaraPengawasan Atas Penyelenggaraan Pe-merintahan Daerah pada pasal 1 (4) per-aturan tersebut disebutkan bahwa pe-ngawasan atas penyelenggaraan pemerin-tah daerah adalah proses kegiatan yangditujukan untuk menjamin agar pemerintah-an daerah berjalan secara efisien dan efektifsesuai dengan rencana dan ketentuan per-aturan perundang-undangan. Mengingatperannya yang sangat penting ini, auditorinternal pemerintah harus memiliki dasaretika yang kuat agar dalam profesinyaseorang auditor senantiasa bertindak etis.

Inspektorat merupakan Aparat Pe-ngawas Intern Pemerintah (APIP) yangmemiliki tugas untuk melakukan pe-ngawasan terhadap urusan pemerintah didaerah sebagaimana tercantum dalamPeraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun2005 pasal 24 ayat (1). Badan ini berfungsiuntuk melakukan pengusutan dan penyidi-kan terhadap dugaan penyimpangan ataupenyalahgunaan wewenang baik berdasar-kan temuan hasil pemeriksaannya sendirimaupun pengaduan atau informasi dariberbagai pihak (Mindharto, 2009). Olehkarena itu, dapat dikatakan bahwa Inspek-torat merupakan badan yang menjadi ujungtombak peningkatan akuntabilitas dantransparansi dalam penyelenggaraan pe-merintahan suatu daerah.

Auditor mengalami kendala-kendaladalam prakteknya yang membuat ia dilemasaat harus membuat keputusan etis (Larkin,2000; Goodwin dan Yeo, 2001; Thompson,2003). Auditor internal sering mengalamidilema etis yang menyangkut split loyalty,kesenjangan ekspektasi dan konflik ke-pentingan antara berbagai pihak (Woodbinedan Liu, 2010). Maraknya kasus korupsi,kolusi dan nepotisme bukan tidak mungkinkarena auditor internal pemerintah diInspektorat menghadapi dilema etika dalampengambilan keputusan etis saat audit. Halini seperti diungkapkan oleh Mindharto(2009) bahwa auditor seringkali meng-hadapi dilema etika saat melakukan pe-meriksaan. Dilema etika ini merupakansebuah keadaan yang dapat membuatauditor “galau” untuk bertindak etis se-hingga auditor dapat mengambil keputusanyang sebaliknya yaitu menutupi penyimpa-ngan-penyimpangan yang terjadi pada tu-buh obyek pemeriksaan (obrik), misalnyayang terjadi pada kesalahan dalam doku-men Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP)Inspektorat Bantul yang ditemukan olehKejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogya-karta karena ditengarai audit investigatifterhadap keuangan klub sepakbola Persibatidak sesuai dengan Standar OperasionalProsedur (SOP) (www.yogyakarta.bpk.go.

Page 3: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal ... – Shierly, Sihombing 219

id). Dugaan kasus keuangan ini melibatkanauditor yang notabene bertugas untukmemeriksa kebenaran dan kewajaran akti-vitas ekonomi sebuah klub sepak bola da-lam proses audit investigatif. Situasi dile-matis yang dirasakan auditor akan ber-dampak pada KKN yang semakin ber-kembang biak dan terkesan dibiarkan.

Tidak terkecuali auditor internal pe-merintah di Inspektorat Provinsi Kali-mantan Barat. Di satu sisi, auditor ber-tanggung jawab untuk menghasilkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang sesuaidengan fakta dan realitas namun di sisi lain,auditor internal menghadapi tuntutanpimpinan, karir, relasi ataupun kepentinganekonomi untuk mengambil keputusan yangbertentangan dengan keadaan sebenarnya.Tidak hanya itu, auditor bahkan seringkalimenghadapi dilema dalam hal-hal teknisseperti keterbatasan personil, sarana danprasarana hingga waktu yang akan meng-ganggu optimalisasi pelaksanaan pengawas-an. Hal ini dapat membuat auditor merasaterbebani saat memeriksa rekan sesamaPegawai Negeri Sipil (PNS) karena adaperasaan “tidak enak hati” serta kekhawatir-an dapat merusak hubungan baik. Terlebihlagi, respon dari SKPD sebagai auditee ataupihak yang diawasi dalam hal ini disebutobjek pemeriksaan (obrik) seringkali kurangbaik karena merasa bahwa pengawasanadalah tindakan untuk mencari kesalahan.Ini tentunya merupakan kendala bagi audi-tor dalam menjalankan tugas pengawasandengan maksimal sehingga kasus-kasusKKN seringkali tidak dapat terdeteksi olehauditor atau memang sengaja tidak di-deteksi dan dilaporkan (Funnell, 2011).

Realita di atas semakin menegaskanpemahaman dan pengimplementasian kodeetik profesi oleh auditor internal pemerintahketika menghadapi situasi yang dilematisagar keputusan etis dapat terwujud me-rupakan sebuah keharusan. Hal ini kembalilagi pada kesadaran auditor untuk tetapmenjunjung tinggi integritas dan inde-pendensi serta menerapkan nilai moral danetika apapun konsekuensi dan resiko yang

mungkin dihadapi. selayaknya diungkap-kan oleh Leung (1998) bahwa ketika meng-hadapi situasi yang dilematis dalam prosespengambilan keputusan seorang auditorharus dapat mengidentifikasi situasi apayang mempunyai implikasi terhadap etikadan moral, mampu berperan dan ber-tanggung jawab sebagai auditor, mampumenggunakan pendekatan yang berbedadalam menghadapi dilema yang menyang-kut etika serta mengembangkan dan meng-aplikasikan etika dalam proses pengambil-an keputusannya. Tapi, apakah cukuphanya itu?

Sebagai feedback terhadap isu dan per-soalan yang telah diuraikan di atas, pe-nelitian ini berfokus untuk mengkaji secaramendalam dilema etis yang dialami auditorinternal pemerintah di Inspektorat ProvinsiKalimantan Barat dalam menjalankan pe-meriksaan (audit) serta langkah-langkahapa yang diwujudkan auditor untuk me-mecahkan dilema etis. Hal ini mengingatauditor internal pemerintah seringkali di-hadapkan oleh situasi dilematis yang dapatmenganggu perannya dalam mewujudkankepemerintahan yang baik.

Di samping alasan di atas, mayoritasriset yang mengkaji dilema etis auditorinternal menskenariokan masalah dilemaetis yang dihadapi auditor dengan meng-gunakan suatu kondisi yang telah didesainsebelumnya yaitu menggunakan skala etika(ethical vignettes) (antara lain: Dittenhofferdan Klemm, 1983; Burton et al., 1991; Davisdan Welton, 1991; Dittenhoffer dan Sennetti,1994; Cohen et al., 1996; Larkin, 2000;Richmond, 2001; Stewart dan Connor; 2006;Mckinney dan Emmerson, 2011; Kung danHuang, 2013) maupun DIT model (antaralain: Arnold dan Ponemon, 1991). Menurutpeneliti, kasus-kasus dilema etis tersebutbelum mencerminkan fenomena dilema etisyang sebenarnya dialami oleh auditormisalnya kasus kelaparan1 dalam DIT model

1 Desa kecil di India utara mengalami kelangkaanmakanan sehingga karena kelaparan, beberapakeluarga bahkan sampai membuat sup dari kulit

Page 4: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

220 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 217 – 240

atau situasi early shipment of goods dalamethical vignettes2. Selain itu, pada umumnyariset menggunakan auditor internal per-usahaan sebagai sampel penelitian (antaralain: Thompson, 2003; Rossy, 2013) danmenggunakan kasus-kasus dilema etikayang sama terhadap auditor pemerintahdan auditor publik. Padahal, auditor pe-merintah menghadapi tantangan yangberbeda dengan yang dihadapi oleh auditorpublik. Oleh sebab itu, karakteristik auditorpemerintah dengan auditor publik dalammengatasi tantangan tersebut juga berbeda(Page, 2005). Sementara itu, sepanjangpengetahuan peneliti, masih relatif jarangpenelitian di Indonesia yang secara khususmengangkat masalah dilema etis terhadapauditor pemerintah, sehingga eksplorasilebih mendalam mengenai dilema etis dansituasi dilematis yang dialami oleh auditorinternal pemerintah saat menjalankan pe-meriksaan dapat memberikan gambarannyata. Atas dasar itu, peneliti bermaksudmelakukan riset etika internal pemerintahdalam ranah pendekatan non mainstreamdengan paradigma interpretif.

Tujuan penelitian dimaksudkan untukmendapatkan pemahaman mengenai ben-tuk situasi dilema etis yang dihadapi olehauditor internal pemerintah dalam men-jalankan tugas-tugas pemeriksaan (audit)serta tindakan yang dilakukan auditorinternal pemerintah dalam memecahkandilema etis saat menjalankan tugas tersebut.

pohon. Keluarga Mustaq Singh juga mengalami halyang serupa. Singh mendengar bahwa orang kaya didesanya memiliki pasokan makanan danmenimbunnya agar dapat dijual pada saat hargamelonjak tinggi untuk memperoleh keuntungan.Singh berpikir untuk mencuri makanan dari rumahorang kaya tersebut. (lihat Rest, 1999).2 Seorang manajer menyadari bahwa proyeksi angkapenjualan triwulanan tidak terpenuhi sehingga iatidak akan menerima bonus. Namun, ada pesananpelanggan yang jika dikirimkan sebelum kebutuhanpelanggan tersebut, akan menjamin bonus triwulananbaginya. Manajer mengirimkan pesanan kuartal inidemi mendapatkan bonus penjualan. Apakah Andasetuju dengan keputusan manajer yang mengirimkanpesanan pelanggan untuk memperoleh bonus? (lihatRichmond, 2001).

METODE PENELITIANFenomenologi Sebagai Metode MemahamiAdanya Dilema

Paradigma yang sesuai untuk me-mahami dan mengeksplorasi dilema etisauditor internal pemerintah di InspektoratProvinsi Kalimantan Barat adalah para-digma interpretif. Paradigma ini juga di-sebut dengan interaksional subjektif (Macin-tosh, 1994). Paradigma interpretif lebihmenekankan pada makna atau interpretasiseseorang terhadap sebuah simbol (Cres-well, 2007). Tujuan penelitian dalamparadigma ini adalah memahami ataumemaknai dan kemudian menginterpretasi-kan pemaknaan tersebut bukan menjelaskandan memprediksi suatu hubungan sebagai-mana tujuan paradigma positif/fungsiona-lis. Penelitian ini tergolong penelitian kuali-tatif. Secara umum, penelitian kualitatifadalah penelitian yang bermaksud untukmemahami fenomena tentang apa yangdialami, mengapa ia mengalaminya danbagaimana pengalaman yang dialami olehsubjek penelitian misalnya, perilaku, per-sepsi dan motivasi.

Paradigma interpretif memiliki bebe-rapa pendekatan yang terdiri dari feno-menologi, interaksionisme simbolik, etno-metodologi, dan hermeneutika (Burrell danMorgan, 1979; Moleong, 2005; Saladien,2006; Kuswarno, 2009).

Pendekatan yang digunakan dalampenelitian adalah pendekatan fenomenologitransendental. Fenomenologi Husserl di-sebut fenomenologi transendental karenaterjadi dalam diri individu secara mental(transenden) (Creswell, 2007). Mengguna-kan fenomenologi transendental, penelitiingin mengeksplorasi esensi fenomenaberdasarkan kesadaran individu. Pendekat-an ini meyakinkan peneliti untuk dapatmemahami dilema etis auditor internalpemerintah secara mendalam melalui ke-sadaran murni auditor sebagai aktor yangterlibat dan mengalami fenomena.

Diharapkan, dengan menyelami titikkesadaran aktor tersebut dapat diperolehgambaran nyata atas realitas dilema etis.

Page 5: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal ... – Shierly, Sihombing 221

Situs, Informan dan Pengumpulan DataSitus penelitian ini adalah Inspektorat

Provinsi Kalimantan Barat. Alasan pemilih-an situs adalah: Pertama, penelitian yangmenggunakan auditor pemerintah khusus-nya auditor Inspektorat sebagai objek risetmasih di dominasi oleh penelitian denganparadigma non positivistik. Hal ini mem-buat peneliti tertantang untuk mengembang-kan penelitian dengan perspektif yangberbeda. Kedua, masih relatif sedikit pe-nelitian yang mengeksplorasi mengenaidilema etis auditor internal pemerintah

khususnya di Inspektorat Provinsi Kali-mantan Barat.

Objek penelitian adalah manusia. Olehsebab itu, sumber data utama berupa kata-kata dan tindakan yang diperoleh dari hasilpenelitian di situs yaitu melalui pengamat-an (observasi) dan wawancara dengan parainforman yang terdiri dari auditor (memilikijabatan dalam penugasan sebagai AnggotaTim, Ketua Tim dan Pengendali Teknis),Kepala Bidang/Inspektur Pembantu Wila-yah selaku Pengendali Mutu serta Sekretarisyang sebelumnya pernah berprofesi sebagaiseorang auditor di Inspektorat ProvinsiKalimantan Barat (Tabel 1).

Tabel 1Informan Penelitian

Nama Jabatan Kualifikasi Keahlian Wilayah KerjaRiang Fajar, SH Auditor Muda Anggota Tim Irbanwil IVAbdi Negara, SE., M.Si. Auditor Muda Ketua Tim Irbanwil IIGesit Hadi, SH Auditor Madya Pengendali Teknis Irbanwil IH. Tangkas Susilo Inspektur Pembantu Pengendali Mutu Irbanwil IDrs. Astra Super Sekretaris - -Catatan: Nama-nama informan bukan merupakan nama sebenarnyaSumber: diolah peneliti (2015)

Wawancara berlangsung di kantorInspektorat Provinsi Kalimantan Baratdalam kurun waktu satu bulan lebih yaitu 7April 2014 hingga 12 Mei 2014. Wawancaradilakukan pada saat jam kerja dan jamistirahat tergantung kesediaan waktu infor-man dan dilakukan dengan tatap mukalangsung (face to face) yang direkam ataudidokumentasikan. Durasi waktu wawan-cara antara 15 menit hingga 45 menittergantung kondisi saat wawancara denganintensitas pertemuan sebanyak 2 kali hingga4 kali tatap muka.

Penelitian ini menggunakan pseudonymyang berarti di dalam penelitian tidakdicantumkan nama asli informan melainkannama samaran. Hal ini dimaksudkan untukmenjaga kerahasiaan identitas informanagar informan tidak keberatan untuk mem-berikan informasi penting selama penelitian

berlangsung. Sebagaimana pernyataan Berg(2007):

“this requires that researcher syste-matically change each subject’s real nameto a pseudonym or case number whenreporting data.”Sementara itu, dokumen atau arsip

yang digunakan dapat berupa dokumenpublik seperti media cetak dan media elek-tronik maupun dokumen privat (Creswell,2007) yang diperoleh dari InspektoratProvinsi Kalimantan Barat. Dokumen-dokumen tersebut antara lain dokumen me-ngenai struktur organisasi Inspektorat Pro-vinsi Kalimantan Barat, maupun dokumen-dokumen pendukung lainnya seperti per-aturan-peraturan resmi (pemerintah, menteridalam negeri, kepala daerah) kode etik,literatur, jurnal ilmiah maupun arsip dandokumen resmi instansi yang terkaitdengan penelitian.

Page 6: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

222 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 217 – 240

Teknik AnalisisPenelitian ini menggunakan beberapa

tahapan sistematis yang terdiri dari prosesreduksi fenomenologi (horizonalization, clus-ters of meaning dan textural description),variasi imajinatif (structural description) sertasintesis antara makna dan esensi (Creswell,2007) yaitu sebagai berikut: Pertama, pe-neliti mengorganisasikan semua data ataugambaran menyeluruh tentang pengalamanyang telah dikumpulkan. Peneliti me-meriksa kembali semua data yang diperolehterutama dari segi kelengkapan, kejelasanmakna, kesesuaian serta relevansinya de-ngan kelompok data lain. Kedua, membacadata secara keseluruhan dan membuatcatatan pinggir mengenai data yang di-anggap penting untuk selanjutnya melaku-kan pengkodean data. Ketiga, menemukandan mengelompokkan makna pernyataanyang dirasakan oleh informan. Pernyataanyang tidak relevan dengan topik dan per-tanyaan maupun yang bersifat tumpangtindih dihilangkan sehingga tersisa horizons(arti tekstural dan unsur pembentuk ataupenyusun dari fenomena yang tidak me-ngalami penyimpangan).

Keempat, pernyataan-pernyataan yangrelevan dikumpulkan ke dalam unit makna(unit/cluster of meaning) lalu ditulis gambar-an tentang bagaimana pengalaman terjadi.Kelima, mengembangkan textural description(mengenai fenomena apa yang terjadi padainforman) dan structural description (men-jelaskan bagaimana fenomena itu terjadi).Keenam, memberikan penjelasan secaranaratif mengenai esensi dari fenomena yangditeliti dan mendapatkan makna pengala-man informan mengenai fenomena tersebut.Ketujuh, gabungan dari deskripsi gambaran(composite description) ditulis untuk me-nemukan fenomena penelitian.

DUA SISI DILEMA ETIS AUDITORBentuk Dilema Etis: Individu di LuarInstansi yang Menempatkan AuditorInternal Dalam Dilema

Auditor internal pemerintah dituntutuntuk menjunjung tinggi profesionalitas

dalam menjalankan profesi. Namun, se-bagai manusia biasa, auditor tidak sertamerta dapat mewujudkan sikap profesionalkarena tidak dapat dipungkiri saat me-laksanakan pemeriksaan, ia dikelilingi olehindividu-individu dengan berbagai macampersepsi dan kepentingan yang seringkaliberusaha menggoyahkan profesionalitasnyasebagaimana yang termuat dalam penutur-an Drs. Astra Super sebagai berikut:

“Auditor ni kan memang ade tekananlah, jadi kite pengen jadi lembagayang bise independen gitu, ndakngerase tertekan, jadi bise tenangmelakukan tugas.”Bagaimana individu-individu di luar

instansi dapat menempatkan auditor padasituasi yang dilematis? Berikut adalah per-nyataan-pernyataan mereka: Pertama, audi-tor mendapat intervensi dari obrik untuktidak melaporkan temuan pemeriksaan.Dengan berlandaskan pada kepentingantertentu, oknum obrik mencoba untuk me-nekan auditor untuk berbuat sesuai ke-inginannya sebagaimana penuturan GesitHadi, SH:

“Adelah, kalau tekanan untuk ndakmelaporkan itu pernah, saye pernahdulu. Dulu saye dari kepala SKPDnye.”Tindak penyimpangan yang ditemukan

oleh auditor pada umumnya adalah indi-kasi gratifikasi oleh oknum dalam SKPDyang di audit seperti penuturan seoranginforman sebagai berikut:

“Kayak gratifikasi mbak, gratifikasigitu saye pernah gak. Pernahlah..Pernahlah mbak. Harus sayelimpahkan ke gubernur. Itu Gubernuryang mutuskannye. Saye kan dulu tupernah di bidang khusus. Adepenjatuhan hukuman disiplin ataupenggantian kerugian daerah. Darisitu lah die dapat TGR (tuntutan gantirugi). Ini bukan dari inspektoratnyeye mbak, pelanggaran dari SKPD nye.Kalau SKPD banyak, udah seringsaye.”Gesit Hadi, SH menguraikan bahwa

temuan penyimpangan audit yang sudahsering ia temui adalah dalam bentuk gratifi-

Page 7: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal ... – Shierly, Sihombing 223

kasi baik yang diterima maupun diberikanoleh oknum-oknum dalam SKPD. Kasus-kasus ini kemudian dilimpahkan kepadakepala daerah yaitu Gubernur sebagaipimpinan tertinggi dalam bentuk LaporanHasil Pemeriksaan. Selanjutnya, Gubernuryang akan mengambil keputusan pemberi-an sanksi dan kewajiban penggantiankerugian daerah3 pada kas negara terhadappelaku penyimpangan.

Tekanan yang dirasakan oleh auditorini tentunya akan mempengaruhi prosespemeriksaan. Auditor dihadapkan padadua pilihan yaitu antara menutupi temuangratifikasi ataukah melaporkan indikasitemuan tersebut. Jika ia memutuskan untukmenutupi temuan, itu artinya ia melanggarkode etik pengawasan. Namun jika dilapor-kan, hal ini dikhawatirkan akan meng-ancam karir dan posisinya sebagai seorangauditor sebagaimana pernyataan singkatAbdi Negara, SE., M.Si ketika peneliti me-nanyakan fenomena ini:

“Ya, posisi auditor ni kan sulit. Salah-salah kita terancam pula kan...”Sementara itu, di sisi lain intervensi

juga dialami auditor ketika mendapatkanservis dan tawaran uang dalam nominalyang cukup besar jika bersedia untuk meng-ikuti aturan main pihak obrik. Dituturkanoleh Riang Fajar, SH, servis yang diterimasaat melakukan pemeriksaan ini dalambentuk jamuan makan yang disajikan olehobrik kepada auditor internal yang ter-gabung dalam sebuah tim audit:

“Kadang-kadang kan kite pernahwaktu pembinaan kite dikasi rokok,minum, makan...”Lebih lanjut, Riang Fajar, SH me-

nambahkan:“Yang ngasi-ngasi hadiah pasti adedan jujur jak, sangat sulit kite untukme- nolaknye. Ape tadi istilahnye?(bertanya ke auditor lain) haa,gratifikasi ye.”

3 Lihat Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Baratnomor 9 tahun 2011 tentang Penyelesaian KerugianDaerah.

Gratifikasi seperti yang disebutkanRiang Fajar, SH di atas segan untuk ditolakkarena khawatir akan membuat obriktersinggung. Fakta ini coba di ungkap olehAbdi Negara, SE., M.Si dalam pernyata-annya “takut dibunuh” berikut:

“Apapun kalau karena lingkungan-nye bukan gratifikasi mbak. Kayaklingkungannye. Kalau kite adat timur,kalau makan minum ni kan susahditolak. Audit kite ni kan tempat kiteni kan macam-macam. Ndak mao kandibunuh pulak kite hahahahaha, kankite takot hahaha.”Pernyataan “takut dibunuh” ini bisa

dibilang suatu candaan karena ia meng-ungkapkannya sambil tertawa. Maksudyang tersirat dari ucapannya ini adalah iatakut ada konsekuensi tertentu yang akanditerima jika menolak servis yang diberikanobrik misalnya pihak obrik menjadi ter-singgung. Hal ini menunjukkan sebuahdilema etis yang dihadapi oleh auditor. Disatu sisi, jika menerima, auditor sebenarnyatahu bahwa jamuan makan dari obrik ituadalah salah satu bentuk gratifikasi yangdikategorikan gratifikasi kedinasan dantentu saja auditor lebih dari paham bahwaia dilarang untuk menerima segala macamgratifikasi dalam penugasan. Tapi di sisilain, timbul perasaan segan dan takutdengan konsekuensi jika menolak servistersebut.

Kontradiktif dengan fakta di atas, dilapangan ada auditor yang merasa bahwajamuan makan adalah hal lumrah sebagaibentuk penghormatan tuan rumah terhadaptamu, seperti diungkapkan Gesit Hadi, SH:

“Jamuan makan itu lumrah mbak,pasti ade kalau merikse di SKPD.”Dari pernyataan auditor dalam kutipan

wawancara di atas, dapat terlihat bahwadengan adanya rasionalisasi4 di dalam diriinforman bahwa jamuan makan ini sebagai

4 Penalaran (rasionalisasi) adalah salah satudimensi dalam fraud triangle yang menjadi faktorpenyebab seseorang melakukan kecurangan(fraud) (Albrecht et al., 2004).

Page 8: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

224 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 217 – 240

adat timur yang berlaku di masyarakat, iakemudian bereaksi dengan menerimanyawalaupun dalam setiap penugasan auditortelah mendapatkan fasilitas biaya operasi-onal untuk perjalanan dinas. Padahal,menurut sosialisasi gratifikasi oleh KPK(www.kpk.go.id), jamuan makan adalahbentuk gratifikasi kategori kedinasan. Me-nariknya, bak gayung bersambut Mindharto(2009) dalam penelitiannya menuliskanalasan budaya timur ini malah digunakanoleh pihak obrik untuk menyediakan kon-sumsi sebagai tata krama kesopansantunandalam menyambut tamu. Jika demikian,dapat dikatakan auditor dan obrik merupa-kan “pasangan serasi” yang sudah sepakatuntuk menerapkan budaya timur itu dalamsetiap pemeriksaan. Padahal dikemukakanAlfan (2011), kebiasaan terkadang memper-hambat manusia dan menjadi sumberkesengsaraannya. Ditegaskan oleh RiangFajar. SH, kadang timbul pikiran “rezeki kokditolak”:

“Saye tolak halus, tapi yang namenyemanusie kan ade jak waktu dietergode, dalam hati ni rezeki kokditolak hahahaha.”Pengakuan Riang Fajar, SH di atas

menggambarkan bahwa keinginan untukmenerima pemberian dari obrik adakalanyatimbul dari dalam lubuk hati. Hal ini wajarkarena auditor juga manusia biasa samaseperti mayoritas manusia yang masihmembutuhkan materi untuk melangsung-kan kehidupan. Sehingga, jika mendapatiming-iming sejumlah materi dari cara yangtidak semestinya maka pertarungan nuranipasti akan terjadi.

Ada sebuah penelitian pada auditorKorea yang menunjukkan bahwa tekananekonomi dapat membuat auditor tidakterlalu memperhatikan konflik peran danseringkali mengorbankan etika profesionalsehingga cenderung berkompromi denganmotif ekonomi saat bekerja (Khoo dan Sim,1997). Dengan kata lain, ada kalanya audi-tor “berpaling” dari peran serta etikaprofesionalnya demi pemenuhan kebutuh-an ekonomi. Senada seperti yang diungkap-

kan oleh Mulyadi dan Puradiredja (2002)bahwa pemberian fasilitas dan bingkisan(gift) oleh klien dapat mempengaruhi inde-pendensi seorang auditor. Auditor yangpada mulanya berpegang teguh pada prin-sip integritas, bersyukur atas rezeki halalyang selama ini diterima dapat tergoda jikadiiming-imingi sejumlah uang tertentu.

Dengan berpikiran demikian, auditorserta merta menerima “sajian” dari obrikdengan tangan terbuka. Namun, ketikaproses pemeriksaan ternyata ditemukandugaan penyimpangan yang dilakukan olehobrik, keterbukaan auditor dalam menerimaservis dari obrik ini menimbulkan dilematersendiri seperti yang dituturkan oleh AbdiNegara, SE., M.Si:

“Kadang-kadang kite dah melakukanpembinaan, salah, disalahkan. Ke-mudian diajak makan. Lalu, oh kamusering diajak makan ngape gini?”Pada kondisi itu, obrik beranggapan

bahwa auditor telah dijamu dengan se-demikian rupa sehingga tidak patut jikakesalahan atau penyimpangan dijadikansebagai temuan audit. Disinilah kemudiandilema etis akan dirasakan oleh auditor. Disatu sisi, jika ditolak auditor terlanjur me-nikmati servis dari obrik karena sebelum-nya menganggap tidak ada udang di balikbatu. Tapi di sisi lain, jika auditor me-mutuskan untuk menuruti kehendak obriktentunya akan bertentangan dengan ke-tentuan pemeriksaan.

Kedua, auditor seringkali merasa tidakenak hati jika harus melaporkan atau meng-ungkap kesalahan yang diperbuat olehtemannya (Pegawai di SKPD yang menjadiobrik) pada saat pemeriksaan seperti pe-ngakuan dari Riang Fajar, SH berikut ini:

“Kalau saye dulu tu pernah punyekawan lah, kena kasus disiplin, adeyang sering ndak masok, kawen duakali. Memang kawan, tapi kan tetapharus dilaporkan. Walaupun yangnamenye kawan kan, kite ndak enakgak. Die tau kite merikse.”Pengakuan Riang Fajar, SH meng-

indikasikan bahwa ia pernah “tersangkut”masalah pertemanan ketika melaksanakan

Page 9: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal ... – Shierly, Sihombing 225

tugas. Saat melakukan pemeriksaan di se-buah obrik, ia memperoleh temuan bahwaada seorang pegawai yang melanggarketentuan disiplin dan tata tertib PengawaiNegeri Sipil (PNS). Pegawai tersebut seringbolos kerja dan ada yang memiliki pasang-an istri/suami lebih dari satu. Pada akhir-nya Riang Fajar, SH memang memutuskansebuah tindakan tepat dan etis sesuaipernyataannya yaitu “tapi kan tetap harusdilaporkan”. Namun, sebelum menentukantindakan etis ini informan menghadapisituasi dilematis yaitu antara membelateman karena rasa tidak enak hati apabilaperbuatannya dilaporkan, apalagi ia tahubahwa aparatur yang memeriksa adalahseorang auditor yang notabene teman sen-diri ataukah tetap menjunjung independen-si dan obyektifitas dalam arti bebas darikepentingan sehingga tidak peduli siapa-pun orangnya tetap akan dilaporkan.Auditor tentunya juga tidak ingin bilahubungan baik yang selama ini sudahterjalin menjadi terganggu dikarenakan iamelaporkan perbuatan teman akrabnya itu.Dilema ini ia ungkapkan dalam pernyata-annya “walaupun yang namenye kawan kan,kite ndak enak gak. Die tau kite merikse”.

Pada dasarnya, dengan alasan setiakawan seseorang dapat serta merta mem-bela temannya tanpa peduli perbuatantersebut benar atau salah. Senada denganfakta tersebut, Thrap dan Mattingly (1991)menyatakan bahwa terdapat hubunganantara kedekatan kohesivitas dengan ke-cenderungan auditor untuk melaporkantindak penyimpangan. Dengan kata lain,kelompok pertemanan mampu mencipta-kan kekuatan terpadu yang memaksaindividu untuk diam ketika melihatperilaku tidak etis (Greenberger et al., 1987).

Ketiga, buruknya penilaian publik baikobrik maupun masyarakat terhadap kinerjaauditor menyebabkan auditor bekerja dibawah tekanan. Bisa disuap, begitulah per-sepsi obrik terhadap auditor internal pe-merintah seperti diutarakan seorang auditoryaitu Riang Fajar, SH:

“Yang namenye manusie tu kan adekalanye tergode mbak. Banyak lahkan diberitekan kasus auditor yangdapat persenan gitu. Kadang adetanggapan auditor ni bise di suap jaditenang-tenang jak...”Ia seakan mengakui bahwa auditor

dapat tergoda dengan iming-iming materimaupun non materi. Perilaku tiap auditorterkesan di generalisasi sehingga munculanggapan di kalangan obrik bahwa hasilpemeriksaan dapat diakali dengan “mahar”tertentu. Selain itu, auditor inspektorat jugaseringkali menjadi “kambing hitam” ataskesalahan yang dilakukan SKPD sebagaiobrik. Hal ini berdasarkan pernyataan dariAbdi Negara, SE., M.Si sebagai berikut:

“…Tadi tu, jadi kambing hitam.Misalnye yang dibina salah, kateinspektorat boleh begini, padahalbelum tentu kite.”Dalam pernyataan informan di atas

tersirat makna jika dalam sebuah pe-meriksaan terdapat kesalahan, SKPD ber-alasan bahwa hal tersebut diperbolehkanmenurut Inspektorat padahal belum tentudemikian. Memang, dengan bertindak se-bagai konsultan dan katalis bagi obrik,tanggung jawab auditor menjadi semakinbesar. Auditor tidak lagi hanya sekedarmenemukan kesalahan tetapi turut mem-bina SKPD dalam melakukan aktivitasoperasionalnya, misalnya dengan memberi-kan solusi, rekomendasi, membantu meng-identifikasi resiko maupun pengawasanlain. Oleh sebab itu, peran ini menjadikanauditor sebagai mitra obrik untuk bersama-sama mewujudkan good government. Halinilah yang membuat obrik menjadi kurangsegan dengan auditor Inspektorat. Obrikmenganggap bahwa kesalahan yang terjadidisebabkan karena kelalaian mitranyadalam membina.

Melihat fakta di atas, menurut Sawyer(2003), ada beberapa hal yang dapat di-jadikan pertimbangan bagi auditor internaluntuk menjalin hubungan yang baik de-ngan klien (auditee), yaitu mengetahuiumpan balik dari klien, sikap yang konsul-

Page 10: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

226 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 217 – 240

tatif kepada klien, pertimbangan dampakaudit serta melihat dari sudut pandangmanajemen.

Tidak hanya menghadapi persepsiobrik yang cenderung negatif, selama iniinspektorat dinilai belum melaksanakantugas pemeriksaan dengan baik oleh masya-rakat seperti diungkapkan Drs. Astra Super:

“Kite dianggap ndak ade kerja, diang-gap ndak bise mem-blow up masalah-masalah besar, ye. Itu tantangannye.Jadi rawan, rawan terhadap ape tu,terhadap isu-isu aktual.”Berbagai stigma negatif terhadap

inspektorat menimbulkan dilema bagiauditor seperti yang tergambar dalampengakuan Drs. Astra Super pada kutipanwawancara di bawah ini:

“Tadi juga dilemanye selalu dianggaptidak memberikan hasil yang maksi-mal, ini kan bise meruntuhkan se-mangat. Padahal perannye besar ni,malah lebih baik dibanding eksternal.Karene ape? Kalau internal kapanpundie bise masuk, sampe ke sekecil-kecilnye. Kalau eksternal bise mem-buka tapi hanya masalah-masalahyang tidak rinci. Ini kelebihannye.”Melalui penuturan di atas, diperoleh

pemahaman bahwa dilema etis yang di-alami oleh auditor internal pemerintahkarena dianggap tidak dapat memberikanhasil maksimal dalam menjalankan pe-ngawasan. Padahal, informan selaku audi-tor internal pemerintah merasa bahwa“mereka” (baca: auditor) telah berusaha me-laksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Disisi lain, jika dilaksanakan dengan tidaksemestinya akan bertentangan dengan ke-wajiban dan semakin memperburuk stigmanegatif yang terlanjur melekat.

Bentuk Dilema Etis: Masalah StrukturInternal Menjadi Penyebab Dilema EtisAuditor

Sebuah puzzle belum dianggap selesaijika serpihan demi serpihannya masih ber-serakan dan belum terjalin untuk mem-bentuk potret sempurna sebuah objek.Apakah dilema etis yang dialami oleh

auditor hanya terjadi ketika ia diharuskanmengambil keputusan etis di atas ke-pentingan individu? Ternyata tidak.

Sulitnya menerapkan perilaku etisdalam organisasi diakui oleh Trevino danBrown (2004) karena di dalam organisasibanyak tekanan yang menyebabkan indi-vidu takut untuk bertindak etis, dalam halini seseorang takut akan konsekuensi yangtimbul atas perilakunya tersebut. Bahkan,Trevino dan Brown (2004) menyatakanbahwa being ethical is not simple karena tidakhanya menyangkut seseorang atau perilakuseseorang itu tapi juga faktor organisasi.Oleh sebab itu, tekanan yang diterima olehauditor tidak hanya berasal dari klien se-perti yang sering dibahas di dalam literatur,tetapi juga berasal dari organisasi yangdapat berdampak pada kualitas audit(Espinosa-Pike dan Barrainkua, 2015). Ber-bagai masalah yang menyangkut strukturinstansi dalam pengawasan ini membuatauditor berada dalam posisi harus me-nentukan pilihan antara etis atau tidak etissebagaimana mereka ungkapkan dalampernyataan-pernyataan berikut.

Pertama, ketiadaan wewenang dalamstruktur untuk menentukan keputusan atashasil pemeriksaan menandakan keputusanyang diambil oleh pimpinan adalah ke-putusan final walaupun sebenarnya tidaksesuai dengan yang seharusnya ditempuhterhadap temuan. Berikut penuturan GesitHadi, SH:

“Haa itulah die mbak, nanti kan LHPini kan disampaikan ke gubernur adepenegasan misalnye gratifikasi-grati-fikasi gitu. Same gubernur ditanda-tangani. Dulu-dulu pernah lah, ade.Ndak tau tu. Tapi selama ini, yangsekarang ni, selalu menandatangani.”Kondisi seperti ini disebut Milgram

(1974) sebagai tekanan ketaatan (obediencepressure) yang diberikan oleh individu de-ngan otoritas tinggi dalam konteks strukturhirarki, yaitu seorang atasan dapat mem-bentuk tindakan bawahan melalui perintahtertentu. Auditor khususnya akan me-matuhi perintah atau saran atasan mereka

Page 11: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal ... – Shierly, Sihombing 227

tidak hanya untuk menghindari hukumanatau mencapai imbalan tetapi juga untukmenjaga kelangsungan karir mereka(Nasution, 2013).

Ketika peneliti bertanya “Lalu apa yangdilakukan dengan LHP yang tidak ditanda-tangani itu, apakah akan di ubah?” berikutjawabannya:

“Bukan di ubah mbak. Jadi gini, tugaspemeriksaan ni berakhir saat LHPselesai lalu disampaikan. Kite kasi’ kegubernur, selesai dah tugas kite. Jadisangat disayangkan lah, pemeriksaanyang udah kite lakukan kalau gitu.”Pengakuan informan mengindikasikan

bahwa tekanan yang diterima oleh auditortidak hanya berasal dari pimpinan obriknamun juga dari puncak pimpinan tertinggidalam hal ini kepala daerah (Gubernur).Tekanan yang diperoleh auditor memangtidak bersifat langsung tetapi dalam bentukkeengganan kepala daerah untuk menanda-tangani laporan hasil pemeriksaan. Hal inisecara eksplisit menyiratkan bahwa kepaladaerah tidak menyetujui hasil audit denganalasan tertentu sehingga hasil audit menjaditidak sah.

Jika kondisi ini terus terjadi, dalampemeriksaan selanjutnya auditor bisa meng-hadapi dilema etis antara tetap menjalankantugas audit sesuai dengan prosedur danmekanisme yang ada atau tidak. Karena jikadijalankan sesuai dengan rencana pe-meriksaan, hasil pemeriksaan ini bisa sajatidak disetujui seperti yang pernah dialamisebelumnya. Tapi jika tidak dijalankansesuai dengan rencana, artinya auditor telahmelanggar ketentuan pemeriksaan. Hal inikarena telah muncul kekecewaan daripengalaman-pengalaman terdahulu. Sepertipernyataan yang diungkapkan Gesit Hadi,SH diatas “sangat disayangkan”.

Goodwin dan Goodwin (1999) dalampenelitiannya menyatakan bahwa salah satufaktor yang mempengaruhi perilaku etisadalah power distance. Artinya, jarak ke-kuasaan yang tinggi menyebabkan individucenderung tidak bersedia untuk melapor-kan penyimpangan yang dilakukan oleh

atasan. Terlebih lagi, ada kemungkinan aksibalas dendam dari pelaku kecurangan itukepada yang melaporkan (Miceli et al., 1991;Miceli dan Near, 1994; Cortigna danMagley, 2003). Kebimbangan ini terpancardari pernyataan Sekretaris inspektorat, Drs.Astra Super berikut:

“Kite ni bise di bilang kayak anakyang memeriksa Ibu...”Melalui pernyataannya, informan ber-

usaha untuk menganalogikan pola hubung-an pimpinan dan bawahan selayaknya ibudan anak. Seperti yang kita pahami bersamabahwa seorang anak berkewajiban untukmenghormati dan mematuhi Ibunya. Begitupula seharusnya sikap bawahan terhadappimpinan. Auditor sebagai seorang bawah-an ingin selalu menjaga hubungan baikdengan pimpinan sehingga tidak etis rasa-nya jika bawahan berusaha mencari-carikesalahan pimpinannya. Pola pikir ewuhpakewuh seperti inilah yang menimbulkankeengganan auditor untuk “mengoreksi”atasan bila ada kesalahan yang diperbuat.

Kedua, masalah keterbatasan sumberdaya yang dimiliki instansi. Salah satunyakekurangan tenaga auditor seperti diakuioleh Riang Fajar, SH berikut:

“Kite terbatas, tapi beban kerjenyebesar mbak. Tapi yang namenyetugas kan wajib, kite dituntut untukitu.. ape tu, profesional. Harusnyesesuai lah tiap orang kan.”Fakta gersangnya jumlah auditor ini

peneliti saksikan sendiri di lapangan. Suatuhari, saat peneliti sedang menunggu salahseorang informan untuk melakukanwawancara, ruang kerja yang tidak terlaluluas itu tampak lengang. Terlihat hanyadua orang auditor dan satu orang PejabatPengawas Urusan Pemerintahan Daerah(P2UPD) yang sedang bekerja di mejamasing-masing sambil menekuni laptop.Saat peneliti bertanya dimana keberadaanauditor yang lain, salah seorang pegawaimenjawab bahwa ada auditor yang belumdatang dan auditor lain sedang dinas keluarkota untuk melaksanakan tugas audit.Tidak lama kemudian, datanglah seorang

Page 12: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

228 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 217 – 240

auditor wanita dan langsung menempatimeja kerjanya. Sampai akhir jam kerja,jumlah auditor dan P2UPD yang berada diruangan tersebut hanya berjumlah 4 orang.Selama peneliti melakukan penelitian, pe-neliti tidak pernah menemukan kehadiranauditor secara lengkap karena tiap auditorsudah memiliki jadwal untuk dinas.

Minimnya jumlah aparatur pengawas-an merupakan permasalahan klasik yangselalu didengungkan dan belum ditemukanalternatif pemecahannya (Restuningdiahdan Indriantoro, 2000; Sanusi, et al. 2007).Senada dengan pendapat tersebut, Ahmadet al., (2012) dalam penelitiannya jugamemaparkan bahwa kurangnya tenagapengawas merupakan masalah utama yangturut dihadapi oleh audit internal sektorpublik Malaysia.

Ketidaksesuaian porsi tugas dengankemampuan ini coba diutarakan AbdiNegara, SE., M.Si sebagai seorang auditor:

“Itulah kate saye tadi tu. Jumlahterbatas, beban kerje banyak. Susahlah mbak. Kayak pengendali mutu,kite belum punye jadi Irban yangnanggung. Tapi kite dituntut profesi-onal. Gimane lah kan kite meriksebanyak...”Over capacity, demikian jika per-

masalahan ini bila ingin disebut secarasingkat, padat dan jelas. Dari pernyataaninforman dapat disimpulkan bahwa keada-an ini menjadi salah satu pilihan sulit yangdihadapi oleh auditor dalam melaksanakantugas. Seperti penegasan Abdi Negara, SE.,M.Si dalam pernyataannya:

“Jadi susah kite mbak, mau ndakdiselesaikan ini perintah, wajib kan.Kalau diselesaikan kite keteteran...”Susah...kata ini berulang kali disampai-

kan informan kepada peneliti. Terlebih lagipada akhir kalimat informan di sebuahpernyataannya mengatakan “gimane lahkan”. Secara kasat mata kita dapat melihatadanya keputusasaan, kekecewaan, kelelah-an dan ketidakpuasan melalui penuturaninforman. Hal ini sangat peneliti rasakansaat proses wawancara, mimik muka dan

intonasi suara informan terlihat kesalnamun juga tidak dapat disembunyikanraut wajah lelahnya ketika menceritakanpersoalan ini. Memang, jika hanya me-nafsirkan dari sebuah ucapan dalam bentuktulisan, ekspresi ini tidak begitu terlihatkarena menurut Mehrabian dan Ferris(1967), bahasa tubuh menyumbang 55%ekspresi utama sedangkan 38% berasal darisuara dan hanya sekitar 7% dari kata-katayang diucapkan. Oleh sebab itu, ekspresimanusia harus dilihat secara tatap mukakarena tergolong komunikasi nonverbal5.

Penuturan informan mencerminkandilema yang ia hadapi sebagai seorangauditor di inspektorat. Pemeriksaan me-rupakan tugas pokok dan fungsi seorangauditor, oleh karena itu sudah merupakankewajiban untuk menjalankannya denganprofesional. Tapi, jumlah auditor yangterbatas akan membuat beban kerja semakinbertambah sehingga tidak sesuai dengankapasitas pikiran dan tenaga yang dimiliki.Kondisi demikian akan menyebabkan tugasmenjadi terbengkalai atau seperti ungkapaninforman “keteteran”. Di sisi lain, jika bekerjasecara asal-asalan auditor akan melanggarketentuan pemeriksaan walaupun tindakanini dapat menguntungkannya.

Ketiga, auditor dihadapkan pada ke-adaan yang dilematis ketika jangka waktupemeriksaan (audit) terbatas. Di satu sisi,auditor diharapkan dapat memenuhi targetpemeriksaan yang tertuang dalam ProgramKerja Pengawasan Tahunan (PKPT). Tentu-nya sebagai seorang auditor yang kompetenia akan melaksanakan tugas dalam PKPTtersebut secara profesional. Tapi di sisi lain,waktu yang dialokasikan untuk melaksana-kan program kerja tersebut masih kurangsehingga tidak semua kegiatan dapatdilaksanakan tepat waktu atau bahkan adapemeriksaan yang tidak terealisasi sesuaidengan waktu yang telah ditetapkan.

5 Komunikasi nonverbal lebih merujuk kepada meansdibandingkan words seperti: postur, gestur, intonasisuara, ekspresi wajah, sentuhan dan personal space(Hect dan Ambady, 1999; Fichten, et al. 2001).

Page 13: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal ... – Shierly, Sihombing 229

Masalah ini juga dijabarkan oleh RiangFajar, SH kepada peneliti dalam kutipanberikut ini:

“Jangka waktu pemeriksaan bagi kitajuga terbatas mbak, belum lagiobriknye banyak...”Efek buruk dari time pressure terhadap

kinerja auditor menurut Agoglia et al. (2010)adalah ketatnya waktu untuk menyelesai-kan sebuah pekerjaan dapat menyebabkanauditor menyelesaikan pekerjaan di bawahstandar. Ini menunjukkan bahwa tekananwaktu yang dihadapi oleh auditor dapatmenyebabkan ia berperilaku tidak etis. Haltersebut dikarenakan auditor yang melaku-kan pengambilan keputusan dalam waktuterbatas (time pressure) cenderung akanmengalami kepanikan (Gomma, 2005) danstres (Brown dan Mendenhall, 1995; Gavindan Dileepan, 2002). Ironisnya, profesiauditor internal lebih cenderung mengalamistres saat berada dalam tekanan waktu (timepressure) dibandingkan dengan profesi-profesi lain (Larson, 2004).

Keempat, kondisi sarana penunjangpengawasan yang dimiliki oleh inspektoratsaat ini relatif masih terbatas seperti yangdiutarakan oleh Gesit Hadi, SH di bawahini:

“Sarana kite juga terbatas. Kite maupergi pakai mobil sendiri. Haa, tapikite dituntut profesional...”

Gesit Hadi, SH menyebutkan bahwasaat menjalankan pengawasan ia harusmenggunakan mobil pribadi karena ke-terbatasan kendaraan operasional. Padahalmenurutnya, mereka dituntut untuk selaluprofesional dalam melaksanakan setiappengawasan. Keadaan ini sedikit banyakdapat mengganggu kinerja auditor internalpemerintah.

Di satu sisi, auditor mendapatkan man-dat untuk menjalankan tugas dan kewajibanprofesinya dengan menjunjung tinggiprofesionalitas kerja, tapi di sisi yang lain,auditor harus mengorbankan aset pribadiuntuk menjalankan tugas tersebut.

MEWUJUDKAN KESADARAN SEBAGAILANGKAH AUDITOR MENJAWABTANTANGAN DILEMA ETIS

Kompetensi dan keahlian mumpuniauditor memang bermanfaat agar pe-ngawasan dapat dilaksanakan dengan se-bagaimana mestinya sesuai dengan ketentu-an yang berlaku. Dengan kompetensi dankeahliannya pula auditor dipercaya untukdapat memastikan bahwa objek pemeriksa-an telah menjalankan kegiatan kepeme-rintahan secara ekonomis, efektif danefisien. Namun, kinerja auditor dan kualitasaudit tidak hanya dipengaruhi oleh ke-ahlian tetapi juga pada kemampuannyadalam membuat keputusan etis (Jelic, 2012).Seperti penggalan dari perenungan Tolle(2008):

“…Saya melihat diri saya sebagaiseorang yang dibuat dari intelektualdan saya yakin bahwa semua jawabanatas dilema yang dihadapi manusiabisa ditemukan melalui intelektual,dengan kata lain, dengan berpikir.Saya masih belum menyadari bahwaberpikir tanpa kesadaran adalah dile-ma utama dari keberadaan manusia.”Pengembangan dan kesadaran etik/

moral memang memainkan peranan kuncidalam semua area profesi akuntansi(Louwers et al., 1997). Terlebih lagi, padakondisi saat ini, rasa “Aku”, “Milikku” ter-manifestasi dalam setiap memori, interpre-tasi, pendapat, sudut pandang, reaksimaupun emosi manusia. Tolle (2008) me-ngatakan bahwa ini merupakan ego. Egodiidentifikasikan dengan mempunyai, te-tapi kepuasannya dalam mempunyai iturelatif dangkal dan berjangka pendek (Tolle,2008).

Pilihan apakah yang sekiranya di-tempuh auditor ketika menghadapi ber-bagai macam dilema tersebut? Ketika meng-hadapi dilema etis, ego yang mendominasidiri auditor untuk mementingkan posisinya,memperkaya hartanya, meringankan pe-kerjaannya tanpa peduli pada tugas sertatanggung jawab jelas akan menjadi peng-halang untuk bertindak etis. Oleh karena

Page 14: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

230 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 217 – 240

itu, dibutuhkan kesadaran sebagai pe-ngendali ego.

Kesadaran akan menuntun seseoranguntuk bertindak dengan etis dan benar.Kesadaran-kesadaran ini akan mewujudkantindakan etis disaat auditor menghadapisituasi dilematis sehingga yang terciptaadalah tindakan berkesadaran6. Sebagai-mana diungkapkan Goleman (2001) bahwahakikat kesadaran diri adalah mengetahuiapa yang dirasakan pada suatu keadaandan menggunakannya sebagai panduanpengambilan keputusan. Kesadaran ter-sebut terangkum dalam empat elemen ke-sadaran yaitu: Kesadaran Spiritual, Ke-sadaran Sosial, Kesadaran Hukum danKesadaran Profesi.

Kesadaran SpiritualUnsur-unsur spiritual merupakan se-

buah hal yang sangat dibutuhkan untukjiwa. Dengan meningkatkan spiritualitasmaka akan terbangun nilai-nilai spiritualberupa keyakinan, kerinduan, cinta dankasih sayang yang mendorong seseoranguntuk selalu melakukan kebajikan dalamhidupnya, yang berarti dengan kesadaranspiritual, manusia menyadari bahwa adahubungan vertikal dan horizontal baikkepada sesama manusia maupun kepadaTuhan (Wigglesworth, 2002 dalam Gupta,2012). Spiritualitas dalam dunia kerjamenuntun seseorang untuk berperilaku etis(Budisusetyo, 2013) serta membangunnuansa etis itu di dalam organisasinyasebagaimana penuturan Mcghee dan Grant(2008):

Allowing and encouraging spirituality inthe workplace leads to improved ethical

6 Tindakan berkesadaran dikemukakan olehKamayanti (2012) mengenai perilaku akuntanberdasarkan atas nilai-nilai pancasila disebut pancakesadaran yang berasal dari lima nilai yangdiabstraksi dari lima sila Pancasila, yaitu kesadaranketuhanan, kemanusiaan, keIndonesiaan, keber-samaan dan keadilan. Peneliti menggunakan istilahini untuk menggambarkan tindakan etis auditor yangterbentuk dari kesadaran spiritual, kesadaran sosial,kesadaran profesi dan kesadaran hukum yangdimilikinya.

behaviour at a personal level and anenhanced ethical climate/culture at anorganisational level.Triyuwono (2006) mengungkapkan ke-

sadaran akan tuhan ini sebagai “KesadaranKetuhanan” (God Consciousness). Kesadaranketuhanan adalah kesadaran yang me-nyebabkan seseorang menyadari kehadiranTuhan setiap saat. Pada kondisi ini, yangbersangkutan akan selalu tunduk terhadaphukum-hukum Allah untuk sampai pada-Nya dengan jiwa yang tenang (Triyuwono,2006). Kesadaran spiritual adalah puncaktertinggi kesadaran yang harus dimiliki olehauditor. Ketika telah sadar secara spiritual,auditor akan menyadari amanat yang di-berikan kepadanya sebagai makhluk Allahdi muka bumi yaitu sebagai Khalifatullah filArdh7 yang memberi rahmat bagi semestaalam. Auditor yang telah memahami posisi-nya sebagai Khalifatullah fil Ardh akan sertamerta menjalankan segala perintah AllahSWT dalam seluruh aspek kehidupannya.

Aspek spiritual dalam kompentensikesadaran diri atau kompetensi pribadiakan menjadikan manusia selalu sadar diri,memiliki penilaian diri yang positif sehing-ga peningkatan spiritualitas akan sejalandengan peningkatan kompetensi pribadipada aspek emosional (Kariyoto, 2014).Oleh karena itu, sebuah tindakan dapatdikatakan secara etis benar dan baik bilatindakan tersebut dilakukan atas dasartakwa yaitu kesadaran akan kehadiranTuhan, jadi tidak semata-mata melihatkriteria “manfaat” dan “niat” (Triyuwono,2006). Kesadaran spiritual ini tercerminpada tiap pernyataan-pernyataan auditorsebagai berikut.

Pertama, auditor mengingat Sang Pen-cipta ketika mendapatkan godaan. Meng-ingat tuhan, demikian penuturan Gesit Hadi,SH berikut:

7 Triyuwono (2006) dalam bukunya yang berjudul“Perspektif, Metodologi dan Teori Akuntansi Syariah”mengungkapkan perspektif Khalifatullah fil Ardhsebagai suatu sudut pandang manusia akan“status”nya yaitu sebagai wakil Allah di muka bumi.

Page 15: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal ... – Shierly, Sihombing 231

“Saye rase, kite ingat Tuhan jak pasade godaan-godaan gitu...”Ungkapan “ingat” mewakili keyakinan-

nya akan Tuhan ketika mendapat godaan-godaan yang membuat ia berada dalamposisi dilematis. Informan menggunakankata “rasa” yang menunjukkan adanya pro-ses memanfaatkan potensi indera untukmerespon (Ali, 2012). Kata “rasa” disini ada-lah perwujudan dari indera perasa yaituhati dan jiwa yang diliputi oleh nuansaketuhanan, harmonisasi hubungan denganSang Pencipta. Lebih lanjut, Gesit Hadi, SHmenyampaikan:

“Saye sih intinye pokoknye tingkat-kan iman jak, kite orang beragamakan.”Perasaan ketuhanan akan membuat

auditor senantiasa hidup dalam suasanaiman karena sejatinya keyakinan adalahmanifestasi kepercayaan akan keberadaanAllah SWT. Iman atau kepercayaan kepadaAllah ini tidak hanya diyakini kemudiansekedar diucapkan dalam perkataan tapijuga tercermin pada setiap tindakan. Ke-imanan dapat menjadi benteng penjagamanusia ketika menghadapi sebuah pilihanyang dapat menggiringnya pada tindakanyang dilarang, seperti yang diungkapkanAbdi Negara, SE., M.Si berikut ini:

“Semuenye ni intinye balek lagi kediri auditornye, mau taat atau ndak.Istilahnye keimananlah yang ber-peran penting. Keimanan kuat diebise tahan godaan, tapi kalau ke-imanan masih lemah udahlah.. abis.”Senada dengan Abdi Negara, SE., M.Si,

informan lain yaitu Riang Fajar, SH danGesit Hadi, SH masing-masing mengutara-kan hal yang sama:

“Balik lagi ke faktor iman masing-masing lah. Tiap orang bede-bede.Tapi memang iman yang palingpenting. Kalau iman kite kuat insyaallah godaan-godaan tu bise lahdihindari, tapi kalau lemah, haa ituyang bahaye tu hahahaha.”“Bile kite mau di macam-macam bise.Balik lagi ke iman. Kite punye Allah,kite punye norma, kite punye kodeetik. Norma perusahaan ade, etika

audit ade. Nekat kite jadi auditor ni,ndak sembarangan ni hahahaha.”Baik Abdi Negara, SE., M.Si, Riang

Fajar, SH maupun Gesit Hadi, SH me-nyebutkan ketaatan untuk berperilaku etistergantung dari pribadi auditor itu sendiri.Pada kondisi inilah, pentingnya keimanandalam menangkal segala macam godaan.Ungkapan “...nekat kite jadi auditor ni, ndaksembarangan ni” dari Gesit Hadi, SH adalahkesadarannya bahwa auditor berada dalampengawasan Allah SWT selain pengawasanmanusia melalui norma dan kode etikdalam berprofesi. Kesadaran ini akanmenanamkan pemahaman dalam dirinyabahwa segala perbuatan yang ia lakukandikontrol penuh oleh Allah SWT sehinggaia akan selalu mengingat hal ini ketikaterbersit pikiran untuk berbuat tidak etis.

Kedua, auditor menghindari perilakutidak etis karena mengingat balasan diakhirat kelak. Sebagaimana diyakini GesitHadi, SH:

“Kalau Auditor ni terus terang jakpekerjaannya berat. Surga di tangankanan, neraka di tangan kiri. Dua-duanya ni bisa kalau saya maudilakukan. Tapi kite mikir, kite punyafeeling gitu. Ndak ade yang mau lahmasuk neraka.”Dia menggambarkan beratnya pekerja-

an auditor dengan mengibaratkan auditormenggenggam surga di tangan kanan danneraka di tangan kiri yang berarti auditormemiliki pilihan untuk berperilaku etis atautidak etis. Hasilnya, apakah dengan sikapyang telah ia pilih itu akan menuntunnyamenuju surga ataukah malah menggiring-nya masuk ke dalam jurang neraka. Iamenekankan pada kata “mikir” dan “fee-ling”, artinya ia mengalami proses me-mahami dan mencoba untuk merasakanbagaimana jika ia sampai merasakan hidupdi neraka sehingga pada akhirnya ia me-nyadari bahwa surga adalah pilihan yangpaling tepat. Mengingat bahwa segalaperbuatan manusia akan mendapatkanbalasan di alam akhirat juga tercermin daripendapat Riang Fajar, SH di bawah ini:

Page 16: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

232 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 217 – 240

“Apepun perbuatan kite ade balasan nantidi akhirat kan.”Makna yang dapat ditangkap dari

pendapat informan di atas adalah segalaperbuatan yang dilakukan akan mendapatbalasan yang sesuai di akhirat. Manusiayang timbangan perbuatan baiknya lebihberat mendapat balasan surga sebaliknyamanusia dengan timbangan perbuatanburuk yang lebih berat akan menjadipenghuni neraka (Shihab, 2004). Keyakinanadanya surga dan neraka ini menjadikanauditor tidak menganggap dunia sebagaisatu-satunya “medan pertempuran”. Adakehidupan lain yang perlu diperjuangkanmati-matian.

Senada dengan yang diungkapkan olehSarraf dan Nikouei (2014) bahwa akuntanyang beretika islami akan menyadari per-buatan yang dilakukannya saat ini di-samping dipertanggungjawabkan dihadap-an pengguna informasi akuntansi jugaharus dipertanggungjawabkan di akhiratkelak dihadapan Allah SWT.

Ketiga, auditor menyadari kewajibanberperilaku sesuai perintah agama. Hal inidisadari oleh Gesit Hadi, SH dalam pen-dapatnya berikut:

“Tingkah laku yang benar harus kiteterapkan. Dalam agama apepun diajarkansupaya tidak curang, bohong, bekerjahalal.”Menurutnya, perilaku yang harus di-

terapkan oleh auditor dalam melaksanakantugas adalah sifat jujur (tidak bohong), adil(tidak curang) dan mengutamakan pekerjaanyang halal (bekerja halal). Pentingnya ber-perilaku sesuai tuntunan agama ini akanmengarahkan auditor pada kebaikan didunia maupun akhirat. Ia sadar bahwaketidakjujuran dan ketidakadilan yang iaperbuat saat melaksanakan tugas tidakhanya melanggar perintah Allah SWT, tapiia juga akan menghianati amanahnya se-bagai seorang auditor.

Kesadaran SosialKepekaan sosial yang dirasakan auditor

menjadikan ia paham bahwa manusia

adalah makhluk sosial yang tidak dapathidup sendiri tanpa interaksi dengan oranglain. Interaksi yang terjadi murni atas dasarsosial bukan dengan embel-embel motifekonomi atau untung rugi. Dalam hal ini,auditor menyadari bahwa tanggung jawabyang ia emban adalah menciptakan pe-ngawasan yang dapat mewujudkan pe-merintahan yang baik.

Kesadaran sosial merupakan bentukprofesionalitas auditor dalam pengawasankarena profesionalitas tidak hanya ditunjuk-kan dengan bagaimana komitmennya da-lam profesi, terhadap klien maupun fokuspada keahlian yang ia miliki tetapi jugabagaimana auditor menjalin hubungandengan masyarakat. Oleh karena itu, tidaksalah jika Reynolds (2000) menyebut relati-onship to society sebagai salah satu karakter-istik yang menunjukkan profesionalitasseorang auditor dimana seorang auditoryang profesional memahami bahwa iabertanggung jawab terhadap publik demikebaikan bersama.

Kesadaran sosial tercermin pada ke-sadaran auditor bahwa profesinya memilikitanggung jawab kepada masyarakat, sepertidikemukakan oleh Gesit Hadi, SH di bawahini:

“Kite harus tau posisi kite dimasyarakat. Auditor ni kan pemerik-sa pemerintah. Jadi sebenarnyatanggung jawab kite ke masyarakatuntuk menjalankan pemerintahan.”Sebuah pemahaman dalam dirinya bah-

wa ia selaku auditor mendapatkan amanahuntuk mengawasi pemerintahan. Sudahsepatutnya auditor senantiasa berperilakuetis guna menyajikan kebenaran kepadamasyarakat. Ia juga menekankan bahwaauditor adalah profesi yang hidup dimasyarakat, oleh karena itu diperlukanhubungan yang selalu terjalin harmonisdengan masyarakat.

Kesadaran HukumSalman (2004) yang ditulis oleh Mirdah

et al. (2007) beragumen bahwa kesadaranhukum sebenarnya merupakan kesadaran

Page 17: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal ... – Shierly, Sihombing 233

atas nilai-nilai yang terdapat dalam ke-sadaran manusia tentang hukum yang adaatau tentang hukum yang diharapkan ada.Ketaatan terhadap hukum adalah cerminanperilaku etis karena dengan sikap taat ituauditor internal pemerintah tidak akanmelakukan tindakan bertentangan dengannorma, kode etik, peraturan dan ketentuanpengawasan yang notabene dilarang olehhukum. Namun, ketaatan auditor ini tidakakan dapat terwujud jika auditor tidakmemiliki kesadaran akan keberadaan hu-kum yang mengatur tindak tanduk per-buatannya.

Pertama, kesadaran hukum tercerminpada komitmen auditor untuk menerapkanperaturan, norma dan kode etik profesiuntuk mengatasi dilema, seperti yang di-ungkapkan oleh Gesit Hadi, SH:

“Jadi kite punya norma pemeriksaan,etika, punya protap. Ade auditor ni.Ndak sembarangan kite. Protap, nor-ma pemeriksaan ade, aturan permen-dagri 23 tahun 2007 tentang pe-meriksaan ade semue. Tapi kan ter-gantung ape.. kite sendiri yang men-jalankannye, action nya gitu bah.”Untuk menciptakan pengawasan yang

berjalan dengan baik, dibutuhkan aksiauditor untuk menaati peraturan yang ber-laku. Aksi ini dapat terwujud jika auditormenyadari pentingnya menaati peraturantersebut. Namun, segala bentuk peraturanhanya akan menjadi setumpuk kertas yangtidak berarti tanpa ada “action”. Artinya,tergantung pada auditor itu sendiri apakahmelaksanakan peraturan atau tidak. Lebihlanjut, Gesit Hadi, SH mengemukakan pen-dapatnya:

“Bile kite mau di macam-macam bise.Balik lagi ke iman. Kite punye Allah,kite punye norma, kite punye kodeetik. Norma perusahaan ade, etikaaudit ade. Nekat kite jadi auditor ni,ndak sembarangan ni hahahaha.”Ucapan “bile kite mau di macam-macam

bise. Balik lagi.. kite punye..” dari Gesit Hadi,SH di atas mencerminkan kesadarannyaatas peraturan yang berlaku dalam pe-meriksaan. Ia mengakui sebagai seorang

auditor, ia bisa saja melakukan perbuatantidak etis yang ia sebut “macam-macam”.Namun, saat ia berada pada kondisi inginmelakukan perbuatan “macam-macam” itu,ingatannya kembali pada norma dan kodeetik.

Kedua, mengingat keberadaan KomisiPemberantasan Korupsi (KPK) adalah salahsatu cara Riang Fajar, SH untuk tidakmenerima “duit-duit” yang diungkapkannyadalam petikan wawancara berikut:

“Tapi semenjak ade KPK ni, takot lahnerima duit-duit gitu. Kan harusdilaporkan di laporan kekayaan, takotterdeteksi kan.”Memang sudah semestinya “ingat” dan

“takut” hukum secara permanen dan konti-nu diterapkan dalam pekerjaan profesionalkarena Indonesia adalah negara hukum.Ketaatan hukum merupakan kewajibanyang harus dilaksanakan oleh seluruhwarga negara karena apabila tidak di-laksanakan akan timbul sanksi hukum.

Kesadaran ProfesiKarakteristik auditor profesional adalah

menjalankan tugas dan fungsinya denganmengandalkan keahlian yang dimiliki ber-dasarkan pengetahuan dan keahlian yangdiperoleh dari pelatihan maupun pendidi-kan (Reynolds, 2000). Auditor yang me-miliki kesadaran untuk menjalankan tugasdan kewajiban profesi adalah auditor yangdimensi kecerdasan intelektualnya (intelec-tual quotient) digunakan dengan baik(Fitriaman, 2006). Kecerdasan intelektualadalah salah satu dimensi kecerdasanmanusia dalam bingkai ESQ sebagaimanadiungkapkan oleh Agustian (2003) bahwamanusia pada hakikatnya memiliki tigamacam kecerdasan yaitu kecerdasan intelek-tual, kecerdasan emosional dan kecerdasanspiritual. Kecerdasan intelektual auditorinternal pemerintah terlihat dari bagaimanaia memiliki kemampuan untuk memahamiuraian tugas dan fungsi seorang auditorkemudian melaksanakannya sesuai denganketentuan dan aturan yang berlaku.

Page 18: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

234 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 217 – 240

Kesadaran profesi tercermin ketikaauditor menyadari tugas pokok dan fungsisebagai kewajiban yang harus ditaati. Halini dimengerti oleh Abdi Negara, SE., M.Simaupun Riang Fajar, SH:

“Kite harus ingat dengan tupoksi kitesebagai auditor internal. Jadi pekerja-an kite harus sesuai dengan itu..”“Tugas kita ape kita harus tahu...”Kedua informan di atas sama-sama

mengungkapkan pentingnya “ingat” akantugas dan fungsi sebagai seorang auditor. Iapaham bahwa dengan memilih menjadiseorang auditor itu artinya ia juga harusbersedia untuk menjalankan tugas dankewajiban sebagai auditor.

Empat Elemen Kesadaran Auditor InternalPemerintah

Keempat kesadaran ini dimiliki, di-bangkitkan untuk selanjutnya diimplemen-tasikan oleh auditor internal pemerintahguna memecahkan persoalan dilematisyang ia hadapi. Keputusan etis yang dipilihadalah berdasarkan rasa ketaatan kepadaSang Pencipta, tanggung jawab sosial,ketaatan terhadap hukum serta ketaatanterhadap tugas dan tanggung jawab profesiyang terinternalisasi dalam diri masing-masing auditor dalam gambar 1 berikut:

Gambar 1

Sumber: diolah peneliti (2015)Gambar 1

Fondasi Perilaku Etis Auditor Internal Pemerintah Dalam Dilema

Tiap kesadaran memiliki tujuan ma-sing-masing. Kesatuan kesadaran ini adalahsebuah benteng pertahanan dan sebagaiproteksi yang kuat jika terinternalisasi da-lam diri setiap auditor internal pemerintah.Kesadaran spiritual mengantarkan auditoruntuk selalu meyakini keberadaan AllahSWT sehingga mengingatkan auditor untukselalu berperilaku sesuai dengan perintah-Nya ketika menghadapi godaan. Sedangkankesadaran sosial sebagai perwujudan tang-gung jawab auditor terhadap masyarakatatas tugas yang diemban yaitu denganmenjalankan pengawasan dengan sebagai-mana mestinya demi kesejahteraan masya-

rakat dan kemajuan daerah. Guna me-lengkapi elemen kesadaran, perilaku tidaketis dapat dihindari jika auditor me-nanamkan kesadaran hukum dan profesibahwa segala perbuatan yang bertentangandengan hukum akan mendapatkan sanksitertentu.

Kesadaran auditor ini menunjukkanbahwa ia tidak serta merta tersandera ke-inginan untuk memperoleh keuntunganpribadi semata. Tapi lebih daripada itu,nafsu tersebut terkalahkan dengan ke-yakinannya untuk melaksanakan tanggungjawab kepada Allah SWT serta kepadasesama manusia. Keyakinan ini sebagai

Kesadaran SpiritualKesadaran SosialKesadaran HukumKesadaran Profesi

AUDITORIndividu yangmenempatkan

auditor dalam dilema(Obrik, Teman,

Masyarakat)

Masalah strukturmenjadi dilema etis

auditor:(Keterbatasan

wewenang, personel,waktu, sarana)

Keputusan/Perilaku Etis

Page 19: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal ... – Shierly, Sihombing 235

bentuk komitmen profesionalnya sebagaiseorang auditor internal pemerintah untukmelakukan pengawasan di daerah. Dari sisipersonal inilah, auditor meneguhkan diriagar tidak tergoda dengan iming-imingapapun dari pihak manapun. Tindakanyang ditempuh oleh auditor apakah itu etisatau tidak etis pada dasarnya tergantungdirinya pribadi. Dengan keimanan yangkuat, apapun resiko yang akan ia terimatidak akan menghalanginya untuk ber-tindak etis.

DILEMA ETIS, BIASA TERJADI NAMUNHARUS SEGERA DIAKHIRI

Memang sudah seharusnya setiap per-masalahan yang menjadikan auditor inter-nal pemerintah berada dalam dilema di-putus mata rantainya. Pemahaman kepadaobrik akan tugas dan fungsi inspektoratmerupakan hal penting yang harus di-lakukan. Berdasarkan hasil temuan, selamaini obrik serta masyarakat menganggapauditor internal inspektorat hanya mencari-cari kesalahan. Inspektorat dapat disuapdan laksana tukang jahit hingga hasilpemeriksaan bisa dipesan sesuai denganyang diinginkan. Paradigma mengenaiinspektorat inilah yang harus diluruskan.Inspektorat bukan lembaga yang mencarikesalahan tetapi membantu mencari solusipenyelesaian segala permasalahan agarpelaksanaan pemerintahan dapat berjalandengan ekonomis, efektif dan efisien demikesejahteraan daerah.

Dilema auditor internal pemerintah initidak boleh hanya dipandang dari satu sisisemata tapi harus dilihat secara kumulatif.Artinya, tidak hanya memfokuskan padapihak-pihak eksternal yang membuat audi-tor mengalami dilema etis tetapi jugamelakukan pembenahan dan evaluasi inter-nal yaitu bagaimana kesadaran etis danimplementasi kode etik seluruh pegawaiinspektorat mulai dari pimpinan hinggabawahan agar tidak terjadi sikap self-interestdengan memanfaatkan kekuasaan sertajabatan. Oleh karena itu, diperlukan pe-mahaman yang intensif dan mendalam

terhadap nilai-nilai etika profesi denganmemberikan pelatihan tentang etika. Pe-ngawasan internal juga harus diperkuat dandilaksanakan dengan tidak “pandang bulu”.Pembenahan kelengkapan fungsi strukturdengan menambah jumlah auditor dansarana prasarana adalah langkah lain yangharus ditempuh untuk mencegah sertamengatasi dilema etis yang terlanjur di-alami auditor. Karena faktanya, per-masalahan tersebut tidak sesederhanaseperti yang dilihat selama ini namun telahmenimbulkan keresahan di kalangan audi-tor. Secepatnya!

SIMPULAN DAN SARANSimpulan

Auditor internal pemerintah meng-alami dilema yang disebabkan oleh inter-vensi individu di sekitar auditor. Intervensitersebut dalam bentuk tekanan untuk tidakmelaporkan, mendapatkan servis dari obrikmaupun ketika auditor diharuskan me-laporkan kesalahan teman sendiri. Dilemayang dirasakan adalah auditor sebenarnyaingin menolak pemberian tersebut karenatermasuk gratifikasi tetapi ada kekhawatir-an obrik akan tersinggung jika tidak di-terima. Pada kondisi lain, auditor merasabahwa jamuan makan saat pemeriksaan me-rupakan hal yang lumrah mengingat bahwamenghormati tamu dengan menyajikanjamuan makan tergolong adat istiadattimur. Namun, seringkali sebagai kompen-sasi atas jamuan makan ini auditor adalahpihak yang kemudian akan disalahkanketika ternyata obrik terindikasi melakukankesalahan. Di sisi lain, auditor tidak enakhati apabila melaporkan kasus pelanggarandisiplin yang dilakukan oleh teman sendiri.Ada kekhawatiran akan berdampak padahubungan baik yang telah terjalin selamaini. Selain kedua hal di atas, selama iniauditor dianggap tidak dapat memberikanhasil maksimal dalam menjalankan pe-ngawasan. Auditor dianggap bisa disuap,lemah, lembek dan tumpul sehingga tidakdapat mendeteksi kasus-kasus korupsi yangterjadi. Persepsi publik yang terlanjur me-

Page 20: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

236 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 217 – 240

lekat ini meruntuhkan semangat auditordan menjadi dilema yang harus dihadapi.

Struktur internal instansi juga dapatmenjadi penyebab dilema etis auditor.Diantaranya adalah kekecewaan auditorsaat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yangdilaporkan kepada Kepala Daerah tidakditandatangani. Dalam hal ini auditor tidakdapat berbuat banyak karena tidak memilikiwewenang. Sementara itu, pada kondisijumlah personil auditor yang terbatas akanmembuat beban kerja auditor semakin ber-tambah sehingga tugas menjadi “keteteran”Auditor mengalami pilihan sulit antaramenjalankan tugas secara profesional de-ngan resiko beban kerja yang berat ataukahcenderung “asal-asalan” dengan mengorban-kan tanggung jawab profesionalnya itu.Dalam kondisi keterbatasan waktu pe-ngawasan, auditor merasa bahwa pe-ngawasan yang dilakukan membutuhkanwaktu yang lebih panjang. Sedangkan ter-batasnya sarana dan prasarana penunjangkegiatan membuat auditor merasa bahwamereka dituntut untuk bertindak profesi-onal tapi kendala teknis yang harus di-hadapi membuat mereka merasa sulit untukmewujudkannya.

Dilema etis yang dialami oleh auditordalam berbagai macam situasi tersebut di-atasi dengan mewujudkan kesatuan ke-sadaran. Dengan berlandaskan pada ke-sadaran spiritual, kesadaran sosial, kesadar-an profesi dan kesadaran hukum yangterinternalisasi dalam dirinya maka peri-laku etis auditor dapat terwujud.Implikasi

Individu dalam lingkup internal mau-pun eksternal instansi untuk paham danpeka bahwa setiap kepentingannya dibatasioleh kepentingan-kepentingan lain yanglebih bermanfaat sehingga diharapkan tidakmemaksakan suatu kepentingan denganmemanfaatkan posisi dan jabatan. Per-masalahan klasik mengenai keterbatasanjumlah auditor, kendaraan operasional danwaktu pemeriksaan tidak lagi bisa dianggapmasalah sederhana karena terbukti menjadipenghambat pelaksanaan tugas auditor.

Oleh sebab itu, segera ditempuh langkahnyata untuk mengatasi masalah tersebut.

Hasil penelitian ini dapat memperkuatteori mengenai pentingnya implementasietika bisnis dan kode etik profesi oleh setiapakuntan ketika menghadapi situasi dilema-tis. Realitas penelitian menunjukkan bahwapenerapan etika dan kode etik profesibukan merupakan satu-satunya langkahyang ditempuh oleh auditor. Tapi, adaimplementasi ketaatan ketuhanan, sosial,profesi serta hukum yang menjadi satukesatuan untuk mewujudkan perilaku etis.Hal ini memberikan sumbangsih konseplain mengenai etika yang lebih berbasispada kesadaran atas nilai-nilai spiritual,sosial, hukum dan profesi. Dalam konteksini, kedepannya akuntan tidak hanya me-mahami dan mengimplementasikan kodeetik tertulis tetapi juga diperlukan pe-nguatan spiritual, kepekaan sosial, profesiserta hukum dalam hati sanubari.

Selama beberapa kali proses wawan-cara, peneliti harus menghadapi keter-batasan waktu informan dalam memberikaninformasi akibat padatnya pekerjaan yangmenjadi tanggung jawab mereka. Untukmelakukan penelitian dengan jenis peneliti-an kualitatif, sebaiknya kesediaan informanuntuk memberikan informasi dapat di-pastikan jauh-jauh hari. Peneliti juga perlumemastikan telah mendapatkan izin pe-nelitian di instansi yang menjadi situspenelitian. Di atas keterbatasan ini, besarharapan peneliti agar para pembaca dapatmemberikan saran, kritik dan rekomendasikonstruktif guna menyempurnakan pe-nelitian ini.

DAFTAR PUSTAKAAgoglia, C, J. F. Brazel, R. C. Hatfield dan S.

B. Jackson. 2010. How Do Audit Work-paper Reviewers Cope With TheConflicting Pressures of DetectingMissstatements and Balancing ClientWorkloads?. Auditing: A Journal ofPractice & Theory 29(2): 27-43.

Agustian, A. G. 2003. Rahasia Sukses Mem-bangun ESQ Power. Arga. Jakarta.

Page 21: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal ... – Shierly, Sihombing 237

Ahmad, H. N, R. Othman, R. Othman danK. Jusoff. 2012. The Effectiveness ofInternal Audit in Malaysian PublicSector. Journal of Modern Accounting andAuditing 5(9):53-62.

Albrecht, W. S., C. C Albrecht dan C. O.Albrecht. 2004. Fraud and CorporateExecutives: Agency, Stewardship andBroken Trust. Journal of ForensicAccounting 5: 109-130.

Alfan, Muhammad. 2011. Filsafat Etika Islam.Pusaka Setia. Bandung.

Ali, I. dan M. Aris. 2012. Memaknai Dis-closure Laporan Sumber dan Pengguna-an Dana Kebajikan (Qardhul Hasan)Bank Syariah. Jurnal Akuntansi Multi-paradigma 3.

Arnold, D. F dan L. A. Ponemon. 1991.Internal Auditors Perceptions ofWhistle-Blowing and the Influence ofMoral Reasoning: An ExperimentAuditing. A Journal of Practice andTheory Fall: 1-15.

Arnold, D. F., Sr. R. A. Bernadi, P. E.Neidermeyer dan J. Schmee. 2005.Personal versus Professional Ethics inConfidentiality Decision: an Explora-tory Study in Western Europe. BusinessEthics: A European Review 14(3).

Berg, B. 2007. Qualitative Research Methods forthe Social Sciences. 6th ed. PearsonEducation. Boston.

Brown, D dan S. Mendenhall. 1995. Stressand Components of the InternalAuditor’s Job. Internal Audit 10: 31-39.

Buchan. 2004. Public Accountants EthicalIntentions: Extending The Theory ofPlanned Behavior. Dissertation. Uni-versity of Windsor. Canada.

. 2005. Ethical Decision Making inthe Public Accounting Profession: AnExtension of Ajzen’s Theory of PlannedBehavior. Journal of Business Ethics 61165-181.

Budisusetyo, Sasongko, B. Subroto, Rosididan Solimun. 2013. Searching for aMoral Character: The Genesis of theAuditor’s Duty. Journal of Economics,

Business and Accountancy Ventura 16(3)503-514.

Burrell, G & G. Morgan. 1979. SociologicalParadigms and Organisational Analysis:Elements of the Sociology of Corporate Life.Heinemann. London

Burton, S. M., Johnston, W. dan E. J. Wilson.1991. An Experimental Assessment ofAlternative Teaching Approaches forIntroducing Business Ethics to Under-graduate Business Students. Journal ofBusiness Ethics 10: 507-517.

Cohen, J. R, L. W Pant & D. J Sharp. 1996.Measuring the Ethical Awareness andEthical Orientation of Canadian Audi-tors. Research in Accounting 8: 98-119.

Cortigna, L. M dan V. J. Magley. 2003.Raising Voice, Risking Retaliation:Events Following Interpersonal Mis-treatment in the Workplace. Journal ofOccupational Health Psychology 8: 247-265.

Creswell, J. W. 2007. Qualitative Inquiry andResearch Design: Choosing AmongFive Approaches. 2nd ed. Sage Publi-cations, Inc. United State of America.

Davis, J. R. dan R. E. Welton. 1991.Professional Ethics: Business Students’Perception. Journal of Business Ethics 10:451-463.

Dittenhoffer, M. A dan R. J Klemm. 1983.Ethics and The Internal Auditor. IIAMonograph Series (Altamonte Springs,Florida, The Institute of Internal Auditors).

Dittenhoffer, M.A. dan J. T. Sennetti. 1994.Ethics and the internal auditor, ten yearslater, Altamonte Springs, Florida, TheInstitute of Internal Auditors.

Eden, D. dan L. Moriah. 1996. Impact ofInternal Auditing on Branch BankPerformance: A Field Experiment.Organizational Behavior and HumanDecision Performance 68 262–71.

Espinosa-Pike, M dan I. Barrainkua. 2015.An Explanatory Study of the Pressuresand Ethical Dilemmas in the AuditConflict. Spanish Accounting Review.

Fichten, C. S., V. Tagalakis, D. Judd, J.Wright dan R. Amsel. 2001. Verbal and

Page 22: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

238 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 217 – 240

Nonverbal Communication Cues inDaily Conversations and Dating. TheJournal of Social Psychology 132(6): 751-769.

Fitriaman. 2006. Perilaku Etis Auditor BPKPProvinsi Sulawesi Tenggara DalamBingkai Emotional Spiritual Quotient(ESQ). Tesis. Program PascasarjanaUniversitas Brawijaya. Malang.

Funnell, W. 2011. Keeping Secret? Or WhatGovernment Performance AuditorsMight Not Need To Know. CriticalPerspective on Accounting 22: 714-721.

Gavin, T. A dan P. Dileepan. 2002. Stress!!Analyzing the Culprits and Prescribinga Cure. Strategic Finance 84(5): 50-55.

Gibson, A. M. dan A. H. Frakes. 1997. Truthor Consequences: A Study of CriticalIssue and Decision Making inAccounting. Journal of Business Ethics 16161-171.

Goleman, D. 2001. Emotional intelligence:Issues in paradigm building. In C.Cherniss & D. Goleman (Eds.), Theemotionally intelligent workplace 13–26.San Francisco: Jossey-Bass.

Gomma, M. I. 2005. The Effect of TimePressure, Task Complexity and Liti-gation Risk on Auditors’ Reliance onDecision Aids. [email protected].

Goodwin, J dan D. Goodwin. 1999. EthicalJudgments Across Cultures: A Compa-rison Between Business Students FromMalaysia and New Zealand. Journal ofBusiness Ethics 18(3): 267-281.

Goodwin, J. dan T. Y. Yeo. 2001. TwoFactors Affecting Internal Audit Inde-pendence and Objectivity: EvidenceFrom Singapore. International Journal ofAuditing 5(2): 107-125.

Greenberger, D. B, M. P. Miceli dan D. J.Cohen. 1987. Oppositionists and GroupNorms: The Reciprocal Influence ofWhistle-blowers and co-Workers. Jour-nal of Business Ethics 6(7): 527-542.

Gupta, G. 2012. Spiritual intelligence andemotional intelligence in relation toself-efficacy and self-regulation among

college students. International journal ofsocial sciences and interdisciplinaryresearch 1(2).

Hecht, M. A. dan N. Ambady. 1999.Nonverbal Communication and Psycho-logy: Past and Future. Special Issue:Interdiciplinary Connections. New JerseyJournal of Communication 7(2).

Jelic, M. 2012. The Impact of Ethics onQuality Audit Results. InternationalJournal for Quality Research 6(4).

Kamayanti, A. 2012. Cinta: Tindakan Ber-kesadaran Akuntan (Pendekatan Dialo-gis Dalam Pendidikan Akuntansi).Prosiding Simposium Nasional AkuntansiXV Solo.

Kariyoto. 2014. Konsep Auditing dalamPerspektif Praktik Audit. Jurnal JIBEKA8(1): 45-53.

Ketua KPK Minati Kasus Hibah Persibawww.yogyakarta.kpk.go.id diakses tang-gal 19 Mei 2014.

Khoo, C. M dan S. Sim. 1997. On The RoleConflict of Auditors In Korea. Journal ofAccounting, Auditing & Accountability12(2): 206-219.

Kung, F dan C. L. Huang. 2013. Auditors’Moral Philosophies and Ethical Beliefs.Management Decision 51(3).

Kuswarno, E. 2009. Fenomenologi: Konsepsi,Pedoman dan Contoh Penelitian. WidyaPadjajaran. Bandung.

Larkin, J. M. 2000. The Ability of InternalAuditors to Identify Ethical Dilemmas.Journal of Business Ethics 23: 401-409.

Larson, L. L. 2004. Internal Auditors and JobStress. Managerial Auditing Journal19(9): 1119-1130.

Leung, P. 1998. Accountancy ethics in theclassroom: An Australian case study.Asian Review of Accounting 6(1): 84-106.

Louwers, T. J., L. Ponemon dan R. R.Radtke. 1997. Examining Accountants’Ethical Behavior: A Review and Impli-cations For Future Research. BehavioralAccounting Research: Foundation andFrontiers 188-221.

Page 23: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal ... – Shierly, Sihombing 239

Macintosh, N. B. 1994. Management accoun-ting and control systems. Chichester,England: Wiley.

Mardiasmo. 2005. Akuntansi Sektor Publik.Penerbit Andi. Yogyakarta.

Mcghee, P. dan P. Grant. 2008. Spiritualityand Ethical Behavior in the Workplace:Wishful Thinking of Authentic Reality.Electronic Journal of Business Ethics andOrganization Studies 3(2).

Mehrabian, A. dan S. R. Ferris. 1967.Inference of Attitudes From NonverbalCommunication in Two Channels.Journal of Consulting Psychology 31(3):248-252.

Miceli, M dan J. Near. 1994. OrganizationalDissidence: The Case of WhistleBlowing: Reaping the Benefits. Academyof Management Executive 8(3): 65-72.

Milgram S. 1974. Obedience to authority: Anexperimental view. Harper & Row. NewYork.

Mindharto, Y. 2009. Analisis Perilaku EtisAuditor Aparat Pengawasan InternalPemerintah (Studi Kasus di InspektoratProvinsi NTB). Laporan Studi Kasus.Universitas Brawijaya Malang.

Mirdah, A., Yuliati dan G. Irianto. 2007.Pandangan dan Sikap Akuntan PublikTerhadap Fenomena Expectation Gapdan Tanggung Jawab Hukum Auditor.TEMA 8(2): 180-200.

Moleong, L. 2005. Metodologi PenelitianKualitatif. PT. Remaja Rosdakarya.Bandung.

Mulyadi & Puradiredja, K. 2002. Auditing.Edisi Kelima. Salemba Empat. Jakarta.

Nasution, D. 2013. Essays on Auditor Inde-pendence. Painosalama Oy. Finland.

Oliviera, A. 2007. A Discussin of Rationaland Psychological Decision-MakingTheories and Models: The Search for aCultural-Ethical Decision-makingModel. Electronic Journal of BusinessEthics and Organization Studies 12(2).

Page, G. J. 2005. The Moral Reasoning OfGovernment Accountants. Dissertation.Noca Southeastern University.

Peraturan Daerah Provinsi KalimantanBarat Nomor 9 Tahun 2011 tentangPenyelesaian Kerugian Daerah.

Rest. 1999. DIT2: Devising and Testing aRevised Instrument of Moral Judgment.Journal of Educational Psychology 91(4):644-659.

Reynolds, M. A. 2000. Professionalism,Ethical Codes and the Internal Auditor:Amoral Argument. Journal of BusinessEthics 24: 115–24.

Restuningdiah, N dan N. Indriantoro. 2000.Pengaruh Partisipasi Pemakai terhadapKepuasan Pemakai dalam Pengemba-ngan Sistem Informasi denganKompleksitas Sistem dan PengaruhPemakai Sebagai Moderating Variable.Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 1(2):192-207.

Richmond, K. A. 2001. Ethical Reasoning,Machiavellian Behavior and Gender:The Impact on Accounting students’Ethical Decision Making. Thesis.Virginia Polytechnic Institute and StateUniversity.

Saladien. 2006. Rancangan Penelitian Kuali-tatif. Modul Metodologi Penelitian Kuali-tatif, Disampaikan pada PelatihanMetodologi Penelitian Kualitatif Pro-gram Studi Ilmu Ekonomi, FakultasEkonomi, Universitas Brawijaya, 6-7Desember.

Sanusi, Z. M, T. M. Iskandar dan J. M. LPoon. 2007. Effect of Goal Orientationand Task Complexity on AuditJudgment Performance. MalaysianAccounting Review 123-139.

Sarraf, F dan A. Nikouei. 2014. IslamicMorality and Integral Part of ModernAccounting. Indian J.Sci.Res. 4: 458-463.

Sawyer, L. B dan Dittenhofer, M. A (2003).Sawyer’s Internal Auditing: The Practice ofModern Internal Auditing, 5th edition.The Institute of Internal Auditing.

Shihab, M. 2004. Dia Di mana-mana “Tangan”Tuhan di Balik Setiap Fenomena. LenteraHati. Jakarta.

Sosialisasi Gratifikasi oleh KPK www.kpk.go.id diakses tanggal 19 Mei 2014.

Page 24: STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL … · 2019. 10. 30. · Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012 217 STUDI FENOMENOLOGI ATAS DILEMA ETIS AUDITOR INTERNAL PEMERINTAH

240 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 19, Nomor 2, Juni 2015 : 217 – 240

Stewart, J. dan C. O' Leary. 2006. FactorsAffecting Internal Auditors' EthicalDecision Making: Other CorporateGovernance Mechanisms and Years ofExperience. Proceedings Accountability,Governance and Performance SymposiumBrisbane, Australia.

Thompson, C. 2003. Fraud Findings: WillfulBlindness. Internal Auditor 60(3): 71-73.

Thrap, K dan Mattingly, C. 1991. “Whistle-blowing”. Journal of Business Ethics11(1): 33-34.

Tolle, E. 2008. A New Earth Dunia BaruKesadaran Akan Tujuan Hidup Anda.terjemahan. Yayasan Penerbit Karaniya.Jakarta.

Trevino dan Brown. 2007. Ethical Leader-ship: A Review and Future Direction.The Leadership Quarterly : 595-616.

Triyuwono, I. 2006. Perspektif, Metodologi danTeori Akuntansi Syariah. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentangPerubahan Kedua atas Undang-UndangNomor 32 Tahun 2004 tentang Pe-merintahan Daerah.

Woodbine, G. F. dan J. Liu. 2010. LeadershipStyles and The Moral Choice of InternalAuditors. Electronic Journal of Businessand Organization Studies 15(1).