Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk...

30
Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia Menuju terciptanya pekerjaan yang lebih baik dan jaminan perlindungan bagi para pekerja Ringkasan Eksekutif Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized

Transcript of Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk...

Page 1: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Menuju terciptanya pekerjaan yang lebih baik dan jaminan perlindungan bagi para pekerja

Ringkasan Eksekutif

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

wb350881
Typewritten Text
56348 v1
Page 2: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

KANTOR BANK DUNIA, JAKARTA

Gedung Bursa Efek Indonesia Tower II/Lantai12

Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53

Jakarta 12910

Tel: (6221) 5299-3000

Faks: (6221) 5299-3111

Situs web: www.worldbank.org/id

BANK DUNIA

1818 H Street N.W.

Washington, D.C. 20433, U.S.A.

Tel: (202) 458-1876

Fax: (202) 522-1557/1560

Situs web: www.worldbank.org

Dicetak Juni 2010

Desain sampul dan buku: Hasbi Aisuke ([email protected])

Foto sampul dan bab oleh: Copyright © JiwaFoto Agency di halaman 73, 131, dan 173 (Sinartus Sosrodjojo), halaman 43 dan 117

(Josh Estey), halaman 143 (Roy Rubianto), dan halaman 101 (Toto Santiko Budi). Foto di halaman 27 dan 55 oleh Josh Estey, dan telah

diizinkan untuk digunakan oleh Mercy Corps. Foto di halaman 159 dan 11 (Kristen Thompson), serta halaman 89 berasal dari koleksi foto

MDF/JRS Bank Dunia. Semua hak dilindungi undang-undang.

Laporan Lapangan Kerja Indonesia dibuat oleh staf Bank Dunia. Temuan, penafsiran, dan kesimpulan yang disampaikan di dalamnya

tidak mencerminkan pandangan Dewan Direksi Bank Dunia ataupun Pemerintah yang diwakili Bank Dunia.

Bank Dunia tidak menjamin keakuratan data dalam laporan ini. Perbatasan, warna, denominasi, dan informasi lain yang ditampilkan

pada peta apa pun dalam laporan ini tidak menyiratkan penilaian apa pun dari Bank Dunia mengenai status hukum teritori mana pun,

atau dukungan atau penerimaan terhadap perbatasan tersebut.

Jika ada pertanyaan apa pun mengenai laporan ini, silakan hubungi Vivi Alatas ([email protected]), David Newhouse (dnewhouse@

worldbank.org), dan Edgar Janz ([email protected]).

Page 3: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Menuju terciptanya pekerjaan yang lebih baik dan jaminan perlindungan bagi para pekerja

Ringkasan Eksekutif

Page 4: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

2 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Kata Pengantar

Selama empat puluh tahun terakhir, Indonesia telah menikmati manfaat demografi s seiring pertumbuhan populasi usia kerja yang lebih cepat daripada kenaikan populasi anak-anak dan lanjut usia. Hal ini merupakan peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan, asalkan seiring dengan diciptakan pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah kira-kira 20 juta orang dalam sepuluh tahun berikutnya. Sayangnya, peluang demografi s ini akan tertutup dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan karena pertumbuhan populasi lanjut usia mulai melampaui pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. Inilah sebabnya mengapa sepuluh tahun ke depan adalah masa yang kritis bagi Indonesia untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dan memanfaatkan sebaik-baiknya peluang ini.

Saat ini, pembuat kebijakan di Indonesia menghadapi tantangan strategis dalam mengidentifi kasi kebijakan dan program yang dapat mendorong penciptaan pekerjaan yang baik dan secara bersamaan memastikan para pekerja memperoleh perlindungan yang lebih baik terhadap berbagai risiko yang mengancam jaminan penghasilan mereka. Keputusan mengenai kebijakan ketenagakerjaan sangat sulit diambil karena keputusan ini berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan pekerja, baik formal maupun informal, dan terhadap perusahaan yang menjadi mesin utama pertumbuhan lapangan kerja. Persaingan di antara berbagai kepentingan yang berbeda tersebut turut berperan menimbulkan kebuntuan yang saat ini menjebak pekerja dan perusahaan dalam keadaan “sama-sama rugi”.

Data empiris yang kuat dapat memberikan masukan bagi perdebatan di seputar reformasi ketenagakerjaan. Laporan Lapangan Kerja Indonesia, yang disusun oleh Bank Dunia melalui kerja sama dengan Pemerintah Indonesia dan mitra peneliti lokal, merupakan kajian yang paling lengkap dalam sepuluh tahun terakhir mengenai pasar tenaga kerja di Indonesia. Laporan ini menggunakan data terkini untuk mengkaji kinerja pasar tenaga kerja, perubahan pasokan pekerja, dan pengaruh dari kebijakan ketenagakerjaan. Berbagai temuan yang diperoleh dapat menjadi masukan bagi arah kebijakan masa depan, dan membantu dalam pengambilan keputusan berbasis pembuktian.

Untuk mendorong pertumbuhan pekerjaan yang lebih baik, pendekatan dari berbagai segi sangat diperlukan. Laporan ini merekomendasikan beberapa reformasi penting terhadap program dan kebijakan ketenagakerjaan. Tetapi di samping itu, yang tidak kalah penting adalah reformasi untuk mempercepat penciptaan lapangan kerja melalui perbaikan infrastruktur dan iklim investasi, bersamaan dengan reformasi untuk meningkatkan mutu pendidikan. Keberhasilan akan bergantung pada kemitraan antara pemerintah, asosiasi pemberi kerja, serikat pekerja, dan kelompok masyarakat madani lainnya, dengan dukungan dari lembaga penelitian di Indonesia dan mitra pembangunan internasional.

Kami berharap dengan sepenuh hati bahwa laporan ini akan membantu membangkitkan kembali dialog mengenai penciptaan lapangan kerja dan jaminan bagi pekerja. Dengan belajar dari pengalaman serta praktik-praktik terbaik internasional, Indonesia akan lebih siap mencari jalan untuk memperoleh solusi “sama-sama untung” yang dapat mempercepat penciptaan pekerjaan yang lebih baik tanpa mengorbankan perlindungan yang memadai bagi pekerja.

Joachim von Amsberg

Direktur Bank Dunia untuk Indonesia

Page 5: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

Ringkasan Eksekutif

3

Ucapan Terima Kasih

Laporan Lapangan Kerja Indonesia dibuat oleh Poverty Team, sebuah unit di bawah kelompok Poverty

Reduction and Economic Management (PREM) dari kantor Bank Dunia Jakarta. Tim yang dipimpin Vivi Alatas

ini memberikan nasihat teknis dan kebijakan berdasarkan riset empiris dan analisis yang mendalam kepada

Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya sasaran pengurangan kemiskinan nasional. Dukungan

yang sangat bernilai bagi pembuatan laporan ini telah diberikan oleh Bank Dunia dan Kedutaan Besar

Kerajaan Belanda di Indonesia.

Laporan ini disusun oleh tim inti yang dipimpin oleh Vivi Alatas (Ekonom Senior, EASPR) dan David Newhouse

(Ekonom Ketenagakerjaan, HDNSP). Manajemen proyek harian dipimpin oleh Edgar Janz. Tim penulis

yang turut berkontribusi dalam pembuatan laporan ini termasuk: Vivi Alatas, Vera Brusentsev, Emanuela

Di Gropello, Edgar Janz, Lina Marliani, David Newhouse, Ari Perdana, Maria Laura Sanchez-Puerta, Kurnya

Roesad, Ramya Sundaram, Daniel Suryadarma, dan Wayne Vroman. Milda Irhamni dan Peter Milne turut

memberikan kontribusi tambahan.

Makalah latar belakang yang sangat bagus juga berkontribusi dalam persiapan pembuatan laporan. Armida

Alisjahbana menyusun empat makalah penelitian mengenai undang-undang perlindungan kerja dan

fl eksibilitas pasar, ketidakcocokan antara pendidikan dan keahlian, pemberian pelatihan oleh sektor swasta

dan publik, serta pendidikan kejuruan dan teknis. Hari Nugroho menulis makalah mengenai penyelesaian

perselisihan melalui sistem pengadilan hubungan industrial. Makalah oleh Ana Revenga dan Jamele Rigolini,

serta makalah oleh Wayne Vroman, mendiskusikan tentang reformasi pembayaran pesangon di Indonesia

dan pengalaman internasional. Emanuela Di Gropello dan Berly Martawardaya memberikan temuan

awalnya dari publikasi Bank Dunia yang akan datang, yaitu Survei Keahlian Indonesia. Kami juga berterima

kasih kepada Sean Granville-Ross dari Mercy Corps yang telah memberikan izin untuk menggunakan kisah

dan foto dari buku Nineteen yang bercerita tentang kehidupan pekerja di sektor informal Indonesia.

Riset dan analisis data yang sangat bernilai telah diberikan oleh: Peter Brummund, Fitria Fitrani, Milda

Irhamni, Lina Marliani, David Newhouse, Ari Perdana, Ririn Salwa Purnamasari, Ramya Sundaram, dan Daniel

Suryadarma. Bantuan analisis tambahan juga diberikan oleh: Amri Illma dan Hendratno Tuhiman.

Laporan ini semakin disempurnakan berkat masukan yang bernilai dari Kajian Rekanan Sebaya (Peer Review)

oleh: Gordon Betcherman (University of Ottawa), Chris Manning (Australia National University), dan Pierella

Paci (Manajer Sektor, PREM-GR).

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berbaik hati memberikan

masukannya selama pembuatan laporan ini. Dari Pemerintah Indonesia, masukan dan wawasan yang

sangat bermanfaat diberikan oleh: Myra Hanartani (Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial

dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi), Rahma Iryanti (Direktur

Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan

Nasional), Bambang Widianto (Deputi Wakil Presiden Bidang Kesejahteraan Masyarakat) dan Prasetijono

Widjojo (Deputi Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan Usaha

Kecil Menengah, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional). Selain itu, kami juga berterima

kasih kepada pribadi berikut atas masukannya yang berharga: Wiebe Anema, Shubham Chaudhuri, Dandan

Chen, John Giles, Javier Luque, Peter Rosner, William Wallace, dan Matthew Pierre Zurstrassen.

Page 6: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

4 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Laporan ini mendapatkan manfaat besar dari penyuntingan yang dipimpin oleh Edgar Janz dan dibantu

oleh Mia Hyun, Peter Milne, dan Marcellinus Jerry Winata. Bantuan logistik dan produk yang sangat berarti

juga diberikan oleh Deviana Djalil, Myra Fitrianti, dan Dinni Prihandayani. Kami pun mengucapkan terima

kasih kepada Hendrayatna Tafi anoto yang telah menerjemahkan laporan dari bahasa Inggris ke bahasa

Indonesia, dan Hasbi Akhir yang telah merancang tata letak laporan akhir.

Laporan ini dibuat di bawah panduan umum dari: Vikram Nehru (Direktur Sektor, EASPR), Shubham Chaudhuri

(Ekonom Kepala, EASPR) dan William Wallace (Penasihat Senior, EASPR). Panduan strategis dan masukan

kunci juga diberikan oleh Joachim von Amsberg, Direktur Negara Bank Dunia untuk Indonesia.

Page 7: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

Ringkasan Eksekutif

5

Daftar Isi

Pengantar 7

Menegosiasikan Kesepakatan Besar 10

Mengembangkan Strategi Pelatihan Keahlian yang Menyeluruh 15

Memperluas Jaring Pengaman Tenaga Kerja 20

Mendukung Pembuatan Kebijakan Berbasis Bukti 23

Matriks Ringkasan Rekomendasi Kebijakan 25

Referensi 27

Gambar

Gambar 1: Komposisi angkatan kerja aktif menurut sektor, 2007 7

Gambar 2: Pangsa lapangan kerja di sektor formal dan non-tani (persen) 7

Gambar 3: Tingkat pesangon, 1996-2003 11

Gambar 4: Biaya memberhentikan (dalam gaji mingguan) 11

Gambar 5: Penerimaan uang pesangon sesuai laporan pekerja 12

Gambar 6: Pekerja yang memenuhi syarat namun melaporkan tidak menerima pesangon (persen) 12

Gambar 7: Segmentasi – Distribusi angkatan kerja aktif menurut status pekerjaan 14

Gambar 8: Perbandingan upah bulanan (rata-rata log) menurut status pekerjaan 14

Gambar 9: Pendaftaran sekolah kejuruan, 1992-2007 16

Gambar 10: Pendaftaran ke sekolah menengah atas menurut jenisnya 16

Gambar 11: Biaya pendidikan kejuruan negeri (Rp) 16

Gambar 12: Biaya yang dikeluarkan sendiri untuk pendidikan (Rp) 16

Gambar 13: Pilihan jurusan SMK menurut jenis kelamin 17

Gambar 14: Pekerja yang lulus SMA atau lebih tinggi, menurut sektor (juta) 17

Gambar 15: Upah riil median (Rp) 20

Gambar 16: Jobless growth - pangsa pekerjaan non-tani (persen) 20

Gambar 17: Upah minimum dan lapangan kerja formal 21

Gambar 18: Upah minimum dan ketidakpatuhan 21

KotakKotak 1: Opsi Reformasi Pesangon 13

Kotak 2: Program Jóvenes: Praktik terbaik dalam pelatihan keahlian 19

Page 8: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan
Page 9: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

Ringkasan Eksekutif

7

Indonesia belum menciptakan pekerjaan yang baik dalam jumlah memadai agar para pekerja

dapat merasakan sepenuhnya manfaat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pekerjaan adalah

salah satu dari sedikit aset yang dimiliki kalangan miskin. Jika mereka memperoleh pekerjaan yang baik,

maka mereka akan berkesempatan mendapatkan penghasilan yang cukup untuk keluar dari kemiskinan.

Sayangnya, Indonesia mengalami jobless growth yang signifi kan dari tahun 1999 sampai 2003, hal lain

yang juga memberikan kontribusi terhadap keadaan saat ini, adalah dari 104,5 juta populasi Indonesia

yang bekerja, mayoritas masih bekerja di sektor informal dan pertanian (Gambar 1).1 Meskipun terjadi

pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, penurunan kemiskinan berlangsung lebih lambat daripada yang

diharapkan, sebagian karena kurangnya peluang bagi pekerja miskin untuk pindah ke pekerjaan yang lebih

baik di sektor formal dan non-tani (Gambar 2). Guncangan ekonomi juga dapat mengurangi laju penciptaan

lapangan kerja dan, jika guncangan tersebut cukup serius, dapat menjadi ancaman yang mendorong

Indonesia kembali ke masa jobless growth.

Gambar 1: Komposisi angkatan kerja

aktif menurut sektor, 2007

Gambar 2: Pangsa lapangan kerja di sektor formal

dan non-tani (persen)

7%

37%

23%

17%

4%

12%

IndustriInformal

JasaFormal

JasaInformal

PertanianFormal

PertanianInformal

IndustriFormal

30

35

40

45

50

55

60

1990 1992 1994 1997 1999 2001 2003 2005 2007

1990 -1997 1997 -1999 1999 -2003 2003 -2008

Lapangan kerja non-tani

Lapangan kerja formal (lama)

Lapangan kerja formal (baru)

Sumber: Sakernas. Sumber: Sakernas.

1 Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Februari 2009.

Pengantar

Page 10: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

8 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Peraturan ketenagakerjaan yang kaku telah menghambat penciptaan lapangan kerja dan gagal

memberikan perlindungan bagi pekerja, terutama pekerja yang paling rentan. Peraturan perekrutan

dan pemberhentiandi Indonesia telah diperketat tahun 2003 dengan disahkannya Undang-Undang

Ketenagakerjaan (No. 13/2003) yang bertujuan meningkatkan perlindungan pekerja. Kebijakan ini tidak

memberikan manfaat baik bagi pemberi kerja maupun mayoritas pekerja sehingga keduanya terjebak

dalam keadaan “sama-sama rugi”. Peraturan yang ketat menghambat penciptaan lapangan kerja dengan

mengurangi minat investasi dan menghambat produktivitas, serta membatasi kemampuan pemberi kerja

untuk mengurangi karyawan demi bertahan selama kemerosotan ekonomi. Namun, berlawanan dengan

tujuannya, berbagai peraturan ini hanya memberikan sedikit perlindungan nyata bagi pekerja formal yang

dikontrak. Karyawan yang paling rentan – mereka yang berupah rendah dan pekerja perempuan – berpeluang

paling kecil untuk mendapat manfaat dari peraturan yang ada saat ini. Hal yang juga memprihatinkan adalah

bahwa kebijakan saat ini menyisihkan mayoritas pekerja “luar” yang terdiri atas karyawan yang bekerja tanpa

kontrak dan mereka yang bekerja di sektor informal. Mereka sama sekali tidak dilindungi oleh peraturan yang

ada saat ini dan sulit menemukan pekerjaan yang lebih baik. Pada saat yang bersamaan, hanya ada sedikit

program tenaga kerja aktif yang dirancang untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dan memberi

kesempatan bagi pekerja informal dan pekerja yang menganggur.

Upaya reformasi ketenagakerjaan telah menemui kebuntuan dan menghambat kemampuan

Indonesia untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan masa depan. Perdebatan

seputar reformasi undang-undang ketenagakerjaan sangat sengit dan terutama terfokus pada peraturan

perekrutan dan pemberhentianyang kontroversial. Demi meningkatkan fl eksibilitas pasar tenaga kerja,

pemerintah telah berupaya mereformasi peraturan tersebut pada tahun 2006 dan 2007, namun keduanya

gagal. Akibatnya, peraturan ketenagakerjaan Indonesia masih merupakan salah satu yang paling kaku di

kawasannya. Kebuntuan ini menghambat kemampuan Indonesia untuk mempercepat laju penciptaan

pekerjaan yang ‘baik’ dan laju pengurangan kemiskinan.

Setelah memperoleh mandat politik yang baru, pemerintah saat ini berkesempatan untuk memecah

kebuntuan reformasi kebijakan ketenagakerjaan yang saat ini merugikan pekerja dan pemberi kerja.

Kebijakan dan program ketenagakerjaan Indonesia dapat dirancang dengan lebih baik untuk mendorong

pertumbuhan lapangan kerja, sekaligus melindungi pekerja yang rentan. Pemerintah baru berkesempatan

menggunakan waktu lima tahun ke depan untuk memperkenalkan kebijakan dan program baru yang

menguntungkan pekerja dan pemberi kerja, terfokus pada empat prioritas berikut ini.

Yang pertama, menegosiasikan kesepakatan besar mengenai reformasi peraturan. Kebuntuan

reformasi pesangon saat ini telah merusak daya saing pasar tenaga kerja Indonesia dan hanya menawarkan

sedikit perlindungan bagi sebagian besar pekerja. Perlu diupayakan pemecahan yang “sama-sama untung”

dengan menyederhanakan dan mengurangi tingkat pesangon yang terlalu tinggi, dan pada saat yang

bersamaan, memberikan tunjangan pengangguran untuk melindungi pekerja formal dengan lebih efektif.

Sistem tunjangan pengangguran adalah komponen inti dari sistem Jaminan Sosial Nasional di masa depan,

sebuah institusi kunci di banyak negara lain yang berpenghasilan menengah.

Yang kedua, mengembangkan strategi pelatihan keahlian menyeluruh untuk melengkapi pekerja

supaya dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Perlindungan pekerja tidak cukup hanya dengan

mengandalkan peraturan ketenagakerjaan. Sebagian besar peraturan tersebut tidak relevan bagi pekerja

informal yang merupakan angkatan kerja mayoritas. Pemerintah dapat membantu lebih banyak pekerja

dengan menerapkan sejumlah strategi, baik formal maupun informal, untuk pengembangan keahlian. Dalam

hal pendekatan formal, membatalkan moratorium pembangunan sekolah menengah atas umum akan

membantu memenuhi permintaan. Selanjutnya, perluasan sekolah menengah atas kejuruan seharusnya

adalah untuk menanggapi permintaan pasar tenaga kerja sesungguhnya, bukan sekadar memenuhi

kuota. Memperbaiki mutu pendidikan kejuruan untuk memenuhi permintaan yang besar akan pekerja

Page 11: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

Ringkasan Eksekutif

9

berpendidikan lebih tinggi. Pada saat bersamaan, memperkenalkan strategi pelatihan keahlian non-formal

sebagai pelengkap untuk menargetkan mayoritas pekerja di Indonesia yang tidak mampu mengakses

pendidikan formal.

Yang ketiga, meluncurkan program tenaga kerja aktif yang dirancang untuk melindungi mereka

yang paling rentan. Para pekerja sering menjadi korban dalam guncangan, seperti yang terjadi ketika

krisis keuangan 1997. Tanpa adanya jaring pengaman, para pekerja umumnya bertahan dengan mencari

kerja di sektor informal dan pertanian. Ancaman krisis keuangan global baru-baru ini telah menyoroti

betapa perlunya Indonesia mempersiapkan diri dengan lebih baik untuk menghadapi guncangan di masa

depan. Indonesia dapat bersiap menghadapi guncangan lapangan kerja dan upah di masa depan dengan

memperkenalkan program jaring pengaman tenaga kerja demi melindungi pekerja yang paling rentan.

Persiapan dapat diawali dengan pekerjaan umum yang merupakan jaring pengaman penting yang dapat

dipakai secara efektif untuk menargetkan pekerja miskin dan berupah rendah.

Yang terakhir, berinvestasi dalam riset untuk mendukung pembuatan kebijakan berbasis bukti.

Banyak perdebatan mengenai kebijakan dan program pasar tenaga kerja yang tidak didasarkan pada bukti

empiris. Diperlukan peningkatan mutu dan pendalaman riset kebijakan ketenagakerjaan untuk membantu

pemerintah baru dalam menjalankan agenda reformasi yang didukung hasil analisis dan bukti kuat. Fasilitas

penelitian, think tank lokal, dan Biro Pusat Statistik, semuanya berperan penting menghasilkan data dan

melakukan riset tenaga kerja bermutu untuk memenuhi kebutuhan pembuat kebijakan.

Page 12: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

10 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Meningkatkan tunjangan pengangguran dan menyetujui penurunan

tingkat pesangon

Undang-Undang Ketenagakerjaan telah menjadikan peraturan ketenagakerjaan Indonesia sangat

kaku. Undang-undang tersebut menaikkan nilai pesangon bagi pekerja dengan masa kerja tiga tahun

atau lebih dan menambah lagi pembayaran sebesar 15 persen sebagai uang pengganti hak (Gambar 3).

Dengan kenaikan ini, uang pesangon diperkirakan setara dengan “pajak perekrutan” (hiring tax) senilai kira-

kira sepertiga dari upah tahunan pekerja.2 Selain menyebabkan pemberi kerja lebih sulit memberhentikan

atau melakukan realokasi karyawan, undang-undang tersebut juga memperketat penggunaan karyawan

sementara oleh perusahaan. Penggunaan kontrak dengan jangka waktu tertentu (Fixed-Term Contracts

– FTC) dan layanan alih daya dibatasi hanya untuk posisi non-inti dan batas maksimum untuk kontrak

sementara dikurangi dari lima menjadi tiga tahun. Undang-undang tersebut juga membawa beberapa

perubahan baik. Proses penetapan upah minimum diperbaiki dengan mereformasi penggunaan survei

harga dan memperkuat peran dewan pengupahan lokal.

Peraturan perekrutan dan pemberhentiandi Indonesia saat ini adalah salah satu yang paling kaku

di Asia Timur dan di dunia. Dalam sebuah survei tahun 2009 yang membandingkan kekakuan peraturan

ketenagakerjaan di berbagai negara, Indonesia menempati urutan ke-157 dari 181 negara di dunia. Jika

dibandingkan dengan negara tetangga yang menjadi pesaing di kawasan Asia Timur dan Pasifi k, Indonesia

menempati urutan ke-23 dari 24 negara.3 Tidak ada negara sekawasan lain yang biaya memberhentikan

karyawannya setinggi biaya di Indonesia (Gambar 4). Meskipun kebanyakan ekonomi Asia membatasi

penggunaan FTChanya bagi kegiatan tertentu dan menentukan baik lamanya kontrak maupun persyaratan

untuk perpanjangan kontrak, Indonesia, bersama-sama dengan Kamboja, Filipina, dan Vietnam, termasuk

kelompok negara yang mengatur FTCdengan lebih ketat.4

2 Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan, nilai pesangon diperkirakan setara dengan “pajak perekrutan” sebesar 4,1 bulan upah, meningkat dari rata-rata 2 bulan pada tahun 1996 dan 3,4 bulan pada 2000. (Laboratorium Penelitian, Pengabdian Pada Masyarakat dan Pengkajian Ekonomi (LP3E), Fakultas Ekonomi, Universitas Padjadjaran. “Indonesia’s Employment Protection Legislation: Swimming Against the Tide?” 2004. Disusun untuk GIAT, proyek USAID/Pemerintah Indonesia).

3 Bank Dunia 2009a Doing Business .. Catatan: Laporan ini didasarkan pada temuan survei yang mengukur secara kuantitatif berbagai peraturan mempekerjakan pekerja di 181 ekonomi. Untuk perincian, lihat www.doingbusiness.org.

4 Berdasarkan peraturan yang spesifi k pada setiap ekonomi Asia, yang diperoleh dari ILO (pangkalan data on-line LABORSTA, 2008) mengenai jangka waktu kontrak sementara dan dalam kondisi apa kontrak sementara diperbolehkan.

Menegosiasikan

Kesepakatan

Besar

Page 13: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

Ringkasan Eksekutif

11

Gambar 3: Tingkat pesangon, 1996-2003 Gambar 4: Biaya memberhentikan (dalam gaji

mingguan)

UU 1996

UU 2000

UU 2003

0

5

10

15

20

25

30

< 1 3 5 10 20 Max

Nila

i pes

ango

n da

lam

bul

an g

aji

Masa kerja (dalam tahun)Cina Filipina

0

20

40

60

80

100

120

Sumber: UNPAD, 2004. Sumber: Doing Business, 2009.

Negara berkembang dengan peraturan ketenagakerjaan yang kaku menghadapi kesulitan lebih

besar dalam menciptakan pekerjaan sehingga memperburuk kondisi ketenagakerjaan bagi pekerja.

Bukti empiris mengenai dampak semakin kakunya penciptaan lapangan kerja belum tersedia di Indonesia

karena data mengenai pembayaran pesangon dan status kontrak belum dikumpulkan secara konsisten.

Tetapi, penelitian internasional secara konsisten mendapati bahwa negara berkembang yang peraturan

ketenagakerjaan sangat memberatkan juga mengalami tingkat investasi, produktivitas, dan investasi dalam

manufaktur yang lebih rendah.5 Peraturan ketenagakerjaan yang kaku menghambat pertumbuhan lapangan

kerja dengan membatasi manfaat keterbukaan perdagangan dan mengurangi minat para pengusaha

wiraswasta untuk memulai bisnis baru. Hal ini berdampak langsung dan negatif terhadap pekerja. Negara

berkembang dengan peraturan ketenagakerjaan yang kaku berpeluang lebih besar mengalami keikutsertaan

(laki-laki) dalam angkatan kerja yang lebih rendah, tingkat lapangan kerja yang lebih rendah, dan tingkat

pengangguran yang tinggi – terutama di antara perempuan dan kaum muda.6 Sebuah studi terhadap 74

negara menyimpulkan bahwa jika Indonesia memaksimalkan fl eksibilitas peraturan ketenagakerjaannya,

tingkat pengangguran akan menurun 2,1 persen, sedangkan tingkat pengangguran kaum muda akan

menurun 5,8 persen.7

Kebuntuan saat ini menjebak para pekerja dan pemberi kerja dalam keadaan “sama-sama rugi”

yang menghambat penciptaan lapangan kerja dan tidak memberi perlindungan yang cukup bagi

karyawan. Tingginya tingkat pesangon yang diwajibkan secara hukum di Indonesia telah menghalangi

investasi asing dan mengurangi minat para pengusaha wiraswasta untuk menciptakan usaha baru. Aturan

yang rumit mengenai perhitungan pesangon dan sistem “pasca bayar” saat ini menimbulkan masalah

tambahan karena menyulitkan perusahaan untuk memperkirakan biaya tenaga kerja. Tingkat pesangon

yang tinggi tidak hanya merugikan pemberi kerja, tetapi juga karyawan. Peraturan tersebut tidak efektif

melindungi karyawan yang diberhentikan dan menghadapi pengangguran. Dari antara semua karyawan

yang diberhentikan dalam dua tahun terakhir dan memenuhi syarat untuk menerima pesangon, hanya

34.4 persen yang menerima uang pesangon (Gambar 5). Dari antara karyawan yang menerima uang

pesangon, 78.4 persen menerima pesangon lebih kecil daripada nilai yang menjadi hak mereka secara

hukum. Ketidakpatuhan terhadap peraturan tersebut justru paling banyak dialami oleh pekerja yang paling

membutuhkan perlindungan penghasilan: perempuan, staf sementara, dan karyawan berupah rendah

(Gambar 6). Perusahaan kecil mempunyai kemungkinan lebih tinggi untuk tidak patuh karena berukuran

5 Djankov, Simeon, dan Rita Ramalho. 2008.

6 Ibid.

7 Feldmann, 2008.

Page 14: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

12 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

terlalu kecil untuk membentuk serikat pekerja dan berada di bawah ambang batas pengawasan inspektur

tenaga kerja.

Dengan menegosiasikan kesepakatan besar – menurunkan tingkat pesangon, dan sebagai gantinya,

memperkenalkan tunjangan pengangguran – pemerintah dapat meningkatkan fl eksibilitas

pasar tenaga kerja sambil meningkatkan perlindungan bagi karyawan. Masih ada harapan untuk

menemukan jalan keluar “sama-sama untung” yang dapat diterima oleh pemberi kerja maupun karyawan.

Pertama-tama, penyederhanaan perhitungan pesangon dan penurunan nilainya akan menyetarakan

Indonesia dengan standar regional, meningkatkan fl eksibilitas pasar tenaga kerja, dan daya saing global.

Pada saat yang bersamaan, memperkenalkan sistem tunjangan pengangguran untuk melengkapi tingkat

perlindungan bagi karyawan yang diberhentikan. Beralih menggunakan pendekatan “pendekatan

kontribusi bulanan” – yaitu kontribusi bulanan oleh perusahaan ke sebuah rekening yang dikelola secara

terpusat dengan pengawasan pemerintah – akan meningkatkan kemudahan untuk memperkirakan biaya

tenaga kerja tanpa mempengaruhi keputusan perekrutan dan pemberhentian perusahaan. Hal ini juga akan

meningkatkan kepatuhan pemberi kerja sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap Pengadilan

Hubungan Industrial yang kini menghadapi kasus pemberhentian kerja yang kian menumpuk.8 Hal ini akan

membebaskan karyawan dan pemberi kerja dari proses penyelesaian perselisihan yang berbiaya tinggi dan

sangat menghabiskan waktu.

Terdapat serangkaian sistem tunjangan pengangguran yang dapat dipertimbangkan dan dikaji

untuk dimasukkan dalam sistem Jaminan Sosial Nasional di masa depan. Indonesia telah siap mengikuti

langkah negara berpenghasilan menengah lain untuk menerapkan sistem tunjangan pengangguran.

Terdapat serangkaian opsi reformasi yang dapat meningkatkan kemudahan untuk memperkirakan biaya

tenaga kerja dan memberikan kompensasi tingkat pesangon yang lebih rendah bagi pekerja. Opsi ini

termasuk dana bersama (pooled fund) yang dapat ditarik oleh karyawan yang diberhentikan, sistem pesangon

dengan rekening individual, atau program bantuan pengangguran berupa tunjangan tetap (Kotak 1). Setiap

opsi memiliki kelebihan dan kekurangan, serta memiliki tingkat kerumitan kelembagaan yang beragam

dalam mengelola program.

Gambar 5: Penerimaan uang pesangon

sesuai laporan pekerja

Gambar 6: Pekerja yang memenuhi syarat

namun melaporkan tidak menerima

pesangon (persen)

66%

27%

7%

Tidak patuh:

Karyawan sama sekali tidak menerima pesangon Patuh:

Karyawan menerima nilai penuh sesuai haknya atau lebih besar

Kepatuhan parsial:

Karyawan menerima nilai lebih kecil dari pada haknya

0102030405060708090

100

<250 250 -500 500 -1,000

1,000 -15,000

>15,000

Upah Bulanan (dalam ribuan Rupiah)

Laki-laki Perempuan

Jenis kelamin

Sumber: Sakernas 2008. Sumber: Sakernas 2008.

8 Nugroho, 2008.

Page 15: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

Ringkasan Eksekutif

13

Kotak 1: Opsi Reformasi Pesangon

Opsi Satu: Dana Pesangon: Perusahaan menyetorkan pembayaran pesangon secara rutin ke dalam sebuah

dana bersama yang dikelola oleh lembaga pemerintahan pusat atau oleh perusahaan swasta. Karyawan yang

diberhentikan menerima pesangon sesuai lamanya masa kerja. Dapat dibuat satu dana bersama untuk satu

perusahaan, atau satu dana bersama yang dapat dipakai oleh semua perusahaan yang berkontribusi.

Opsi Kedua: Rekening individual: Pemberi kerja dan karyawan secara rutin menyetorkan kontribusi ke rekening

individual yang dikelola dan disalurkan oleh lembaga pusat. Kontributor yang menganggur dapat menarik dana

dari rekening mereka sendiri setelah status penganggurannya terkonfi rmasi.

Opsi Ketiga: Bantuan pengangguran berupa tunjangan tetap: Menciptakan dana yang dapat ditarik oleh

pekerja yang memenuhi syarat, yang sedang menganggur. Dana tersebut dikelola dan disalurkan oleh lembaga

yang ditunjuk, bukan oleh pemberi kerja. Pekerja yang menganggur memperoleh tunjangan kecil untuk jangka

waktu tertentu yang diambil dari dana bersama. Pekerja memenuhi syarat atau tidak ditentukan berdasarkan

keaktifan mencari kerja dan ketersediaan pekerjaan yang cocok. Dimungkinkan untuk menguji terlebih dahulu

(means test) apakah penghasilan keluarga membutuhkan bantuan pengangguran.

Sumber: Revenga dan Rigolini, 2007, serta Vroman, 2007.

Proses reformasi dapat dimulai dengan melakukan analisis yang diperlukan guna mengidentifi kasi opsi apa

yang paling cocok bagi Indonesia. Studi simulasi diperlukan untuk mengkaji dampak yang diperkirakan

akan terjadi akibat sistem alternatif dan implikasi serta kebutuhan kelembagaan yang terkait dengan

masing-masing opsi reformasi. Berdasarkan model yang paling cocok, diperlukan peta langkah reformasi

sebagai dasar bagi sistem di masa depan yang selayaknya dikaitkan dengan masa depan sistem jaminan

sosial nasional yang diwajibkan oleh Undang-Undang No. 41/2004.

Kebuntuan saat ini paling merugikan pekerja informal dan pekerja tanpa kontrak. Reformasi

diperlukan untuk meningkatkan peluang mereka memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Reformasi

peraturan saja belum cukup untuk menjangkau mayoritas angkatan kerja Indonesia yang sangat informal.

Pasar tenaga kerja Indonesia sangat tersegmentasi berdasarkan sektor dan status kontrak. Peraturan

ketenagakerjaan saat ini paling menguntungkan karyawan yang memiliki kontrak permanen (di bawah 3

persen dari angkatan kerja) dan karyawan anggota serikat pekerja (11,2 persen dari karyawan penerima

upah). Sayangnya, peraturan tersebut tidak relevan bagi 92,1 persen dari keseluruhan pekerja, baik yang

dipekerjakan tanpa kontrak, maupun yang bekerja di sektor informal (Gambar 7).

Mengurangi kekakuan peraturan saat ini akan menguntungkan para pekerja “luar” melalui

penciptaan lebih banyak peluang kerja di sektor formal. Jika berhasil memperoleh pekerjaan yang lebih

baik di sektor formal, mereka akan berpenghasilan 20 persen lebih besar dan akan lebih berpeluang menerima

tunjangan non-upah seperti tunjangan kesehatan (Gambar 8). Namun demikian, tetap saja masih banyak

pekerja yang terjebak di sektor informal dan hanya mempunyai sedikit peluang untuk meningkatkan status

pekerjaan mereka dalam beberapa waktu ke depan. Karena alasan inilah, reformasi peraturan saja belumlah

cukup untuk memperbaiki prospek kebanyakan pekerja di Indonesia. Diperlukan strategi tambahan untuk

memberdayakan dan melindungi para pekerja Indonesia yang rentan dan tersisih.

Page 16: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

14 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Gambar 7: Segmentasi – Distribusi angkatan

kerja aktif menurut status

pekerjaan

Gambar 8: Perbandingan upah bulanan

(rata-rata log) menurut status

pekerjaan

2%

3%

3%

Pemberi kerjaKaryawan

kontrakpermanen

Karyawankontrakjangka

waktu tetap

Karyawan tanpa

kontrak38%

Non-tani informal

27%

Pertanian informal

27%

7

7,2

7,4

7,6

7,8

8

8,2

Karyawan permanen & Pemberi kerja

Karyawan kontrak jangka

waktu tetap

Karyawan tanpa kontrak

Non-tani informal

Pertanian informal

Sumber: Sakernas 2008. Sumber: IFLS 2007.

Page 17: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

Ringkasan Eksekutif

15

Melengkapi pekerja yang rentan dengan keahlian yang mereka

perlukan agar dapat berhasil di pasar tenaga kerja

Strategi utama pemerintah untuk meningkatkan keahlian angkatan kerja adalah melalui perluasan

sekolah menengah atas kejuruan, baik negeri maupun swasta. Pada tahun 2005, Kementerian

Pendidikan Nasional meluncurkan kebijakan “70:30” yang kontroversial dengan tujuan agar pada tahun

2015, 70 persen dari semua siswa sekolah menengah atas terdaftar di SMK negeri maupun swasta.9 Angka

tersebut jauh lebih tinggi daripada angka saat ini, yaitu 46 persen dari siswa sekolah menengah atas terdaftar

di sekolah kejuruan pada tahun ajaran 2008-09 (Gambar 9). Pemerintah menggunakan tiga strategi umum

guna meraih target rasio tersebut: membekukan pembangunan SMA baru, mempercepat pembangunan

SMK baru, dan mengubah sekolah umum yang telah ada menjadi sekolah kejuruan. Proses perubahan ini

telah dimulai. Dari 2006-07 sampai 2008-09, telah dibangun 1.211 sekolah kejuruan baru, sedangkan 375

sekolah umum telah ditutup.10 Perluasan tersebut telah membuat siswa yang belajar di SMK saat ini lebih

banyak hampir 1,2 juta orang daripada di tahun 2002-03 (Gambar 10). Kebijakan ini bertujuan menurunkan

angka pengangguran kaum muda dengan memberikan keahlian spesifi k terkait pekerjaan bagi siswa

sekolah menengah atas.

9 Kementerian Pendidikan Nasional, 2006a. Catatan: sekolah kejuruan pada tingkat menengah atas disebut Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sekolah menengah atas umum disebut SMA. Jenis sekolah ketiga pada tingkat menengah atas, sekolah Islam Madrasah Aaliyah, tidak dimasukkan dalam analisis bab ini. Hal ini karena jumlah siswa menengah atas yang terdaftar pada sekolah Islam sangat kecil jika dibandingkan dengan SMK atau SMA.

10 Kemendiknas, www.depdiknas.go.id.

Mengembangkan

Strategi Pelatihan

Keahlian yang

Menyeluruh

Page 18: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

16 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Gambar 9: Pendaftaran sekolah kejuruan,

1992-2007

Gambar 10: Pendaftaran ke sekolah

menengah atas menurut jenisnya

1,700,000

1,600,000

1,500,000

1,400,000

1,300,000

1,200,000

1,100,000

3836343230282624222018

1299

31

99 1499

51

99 16997

199

81

99

91

990

200

12

00

22

003

200

42

005

200 2

600

72

00

Sumbu kiriJumlah siswa sekolah kejuruan

Sumbu kananPersentase siswa sekolah kejuruan terhadap keseluruhan siswa menengah atas

1,000,000

2002/2003 2003/2004 2004/2005 2005/2006 2006/2007

0

2,000,000

3,000,000

4,000,000

5,000,000

6,000,000

7,000,000Siswa SMK swasta

Siswa SMA swasta

Siswa SMK negeri

Siswa SMA negeri

Sumber: Newhouse dan Suryadarma, 2009 (berdasarkan Susenas). Sumber: Sakernas dan perhitungan Bank Dunia.

Namun demikian, pendidikan di sekolah menengah kejuruan tidak memberi keunggulan yang jelas

bagi lulusannya saat memasuki angkatan kerja. Berlawanan dengan tujuan kebijakan “70:30”, pendidikan

kejuruan negeri ternyata tidak lebih baik daripada sekolah umum negeri dalam hal meningkatkan peluang

lulusannya untuk memperoleh pekerjaan. Pendidikan kejuruan telah meningkatkan prospek lulusan laki-laki

untuk memperoleh pekerjaan formal, namun keunggulan ini tak lagi terlihat pada kelompok lulusan baru-

baru ini. Meskipun lulusan perempuan SMK negeri menikmati upah premium, hal ini pun semakin berkurang

seiring waktu. Keadaan ini semakin parah bagi laki-laki yang baru saja lulus dari SMK negeri karena mereka

menghadapi penalti upah yang terus meningkat sampai 30 persen tahun 2000 dan 43 persen tahun 2007.11

Laki-laki yang berprestasi tinggi di sekolah akan menghadapi penalti upah besar jika tidak memiliki ijazah

SMA negeri. Merekalah yang paling dirugikan akibat kebijakan pemerintah untuk memperluas sekolah

kejuruan. Sekolah kejuruan, terutama sekolah kejuruan swasta, berperan penting dalam melayani siswa

berprestasi akademis rendah karena golongan siswa ini akan memperoleh tingkat upah yang sama saja

meski mereka lulus dari sekolah umum.

Tanpa adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan secara jelas, ekspansi sekolah kejuruan yang

dilakukan secara meluas saat ini tidak akan hemat biaya, baik bagi pemerintah maupun para orang

tua. Biaya pengoperasian dan juga biaya untuk belajar di sekolah kejuruan, lebih mahal daripada di sekolah

umum. Mengingat biaya tahunan per siswa untuk SMK negeri diperkirakan 37 persen lebih tinggi daripada

SMA negeri, kebijakan 70:30 akan membutuhkan tambahan anggaran kira-kira Rp 5 triliun per tahun pada

saat target telah tercapai (Gambar 11). Sekolah kejuruan juga mahal bagi orang tua. Biaya yang dikeluarkan

sendiri oleh orang tua lebih tinggi 36,9 persen untuk SMK negeri jika dibandingkan dengan SMA negeri.

Sementara itu, SMK swasta biayanya lebih tinggi 31,4 persen daripada biaya untuk SMA swasta (Gambar

12).

11 Newhouse, David, dan Daniel Suryadarma, 2009.

Page 19: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

Ringkasan Eksekutif

17

Gambar 11: Biaya pendidikan kejuruan negeri

(Rp)

Gambar 12: Biaya yang dikeluarkan sendiri

untuk pendidikan (Rp)

Sumber: Ghozali dan World Bank. Sumber: Susenas, 2006.

Pendidikan menengah atas semestinya diperluas untuk memenuhi permintaan yang besar akan

pekerja berpendidikan lebih tinggi, sambil mengamati sinyal dari pasar tenaga kerja untuk

menentukan komposisi jenis sekolah yang tepat. Permintaan akan pekerja yang berpendidikan lebih

tinggi masih tetap besar meskipun jumlah pekerja seperti itu di Indonesia sudah jauh lebih banyak. Akses

terhadap sekolah menengah atas perlu diperluas untuk memenuhi permintaan angkatan kerja dan

memungkinkan lebih banyak lulusan memperoleh manfaat dari besarnya premium upah bagi pekerja

yang berpendidikan lebih tinggi. Membatalkan pembekuan pendirian SMA negeri baru tidak hanya

merupakan cara yang hemat biaya untuk memperluas akses, tetapi juga dapat memastikan bahwa para

siswa berprestasi akademis akan berada di posisi terbaik untuk memperoleh pekerjaan berupah tinggi.

Meskipun pendidikan kejuruan berperan penting untuk memperluas jumlah pekerja yang berpendidikan

lebih tinggi, terutama bagi siswa yang lemah secara akademis, tidak semestinya ditetapkan kuota untuk

meningkatkan pendaftaran ke sekolah kejuruan. Sebaliknya, pasokan SMK seharusnya fl eksibel agar dapat

menanggapi perubahan permintaan dari pemberi kerja dengan lebih baik. Saat ini sedang terjadi peralihan

menuju keahlian yang lebih berorientasi jasa daripada keahlian teknis dan industri. Hal ini menguntungkan

bagi lulusan perempuan yang cenderung memilih jurusan di sektor jasa yang sedang berkembang (Gambar

13 dan 14). Untuk mencari komposisi yang tepat di masa depan, perubahan jenis keahlian yang dibutuhkan

pemberi kerja perlu dipantau dan ditanggapi dengan kebijakan pendidikan yang sesuai.

Gambar 13: Pilihan jurusan SMK menurut jenis

kelamin

Gambar 14: Pekerja yang lulus SMA atau lebih

tinggi, menurut sektor (juta)

63,84

3,71

15,56

56,04

16,68

28,93

3,92

11,32

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Laki-laki

Perempuan

Teknis dan industri Manajemen bisnis Pariwisata Lain-lain0

5

10

15

20

25

30

2003 2004 2005 2006 2007

Pertanian Industri Jasa

Sumber: Susenas, 2006. Sumber: Susenas, 2006.

Page 20: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

18 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Peningkatan mutu sekolah negeri umum maupun kejuruan dapat membantu untuk memenuhi

permintaan akan pekerja yang berpendidikan lebih tinggi. Keberhasilan dalam menambah jumlah

pekerja yang berpendidikan lebih tinggi belum diikuti dengan bertambahnya mutu pendidikan. Kinerja

pendidikan di Indonesia masih tetap tertinggal dari negara lain sekawasan. Keadaan ini kemungkinan

turut menyebabkan bertambahnya kesenjangan upah antara siswa yang berprestasi akademis dan siswa

yang lemah secara akademis. Saat ini, sebagian besar SMK berada di bawah standar nasional sehingga

untuk memperbaiki mutu pendidikan kejuruan, sebuah standar minimum bagi SMK perlu dibuat dan

ditegakkan. Hal penting lainnya yang juga perlu dilakukan untuk memperbaiki hasil pendidikan kejuruan

adalah membangun hubungan yang lebih kuat dengan pemberi kerja, memastikan tersedianya sumber

daya keuangan yang memadai, dan meningkatkan mutu pengajar.12 Meskipun semakin berkurang,

ketidaksesuaian masih menjadi masalah; hampir seperempat dari lulusan pendidikan tinggi bekerja pada

bidang di luar bidang keahlian mereka. Program pencocokan yang inovatif, seperti yang dipakai di sekolah

kejuruan dan universitas terkemuka, dapat membantu lulusannya melewati masa peralihan dari pendidikan

ke angkatan kerja.

Pelatihan keahlian sebagai pelengkap dibutuhkan untuk memberi kesempatan kedua bagi pekerja

yang tidak dapat mengakses pendidikan menengah atas. Mengingat baru seperempat dari angkatan

kerja yang telah lulus SMA – angka yang rendah, bahkan menurut standar kawasan – maka strategi

keahlian yang hanya berfokus pada pendidikan formal belum cukup. Strategi pelengkap dibutuhkan untuk

membangun keahlian para pekerja tak terdidik melalui pelatihan non-formal. Sayangnya, Balai Latihan Kerja

(BLK) tidak siap memenuhi permintaan ini.Hanya terdapat sekitar 162 BLK di seluruh Indonesia yang melatih

pekerja dalam jumlah kecil (42.500 orang pada tahun 2003-04).13 Meskipun sesungguhnya ditargetkan bagi

pencari kerja dan wiraswasta di bidang usaha kecil dan pertanian, sebagian besar BLK justru menawarkan

layanan pelatihan bagi pekerja yang telah dipekerjakan oleh perusahaan klien. Kementerian Tenaga Kerja

dan Transmigrasi telah mengkaji kondisi BLK pada 2004 dan 2006, dan mendapati bahwa kira-kira 60 persen

dari BLK berada dalam kondisi yang buruk dari segi fasilitas, peralatan, dan sumber daya manusia.14

Perlu diperkenalkan program pelatihan keahlian nasional yang menyeluruh dan dirancang dengan

baik demi meningkatkan kondisi ketenagakerjaan pekerja yang rentan. Masih terdapat kekurangan

dalam upaya memberikan keahlian bagi para penganggur atau pekerja yang baru memasuki pasar tenaga

kerja. Pengalaman internasional memperlihatkan bahwa intervensi melalui pelatihan, seperti program

Jóvenes di Amerika Latin (Kotak 2), telah berhasil meningkatkan kondisi ketenagakerjaan bagi peserta

pelatihan.15 Berbagai program tersebut tak sekadar memberikan pelajaran berbasis ruang kelas, tetapi juga

serangkaian layanan lebih luas yang mencakup: magang, bantuan pencarian kerja atau pelatihan sambil

bekerja, serta subsidi upah. Kurikulumnya tidak sekadar mencakup pelatihan keahlian teknis, tetapi juga

keterampilan sosial dan keterampilan hidup yang semakin diperlukan calon pemberi kerja di Indonesia.

Indonesia memerlukan program pelatihan keahlian yang baru dan memiliki cakupan memadai

untuk menjangkau mereka yang tidak memiliki akses terhadap pendidikan formal atau fasilitas

pelatihan publik. Program pelatihan menyeluruh yang baru ini dapat menjadi komponen kedua dalam

strategi nasional untuk melengkapi pekerja dengan keahlian yang relevan bagi pekerjaannya. Berbeda

dengan BLK yang ada saat ini, program masa depan tersebut harus membantu para pekerja yang rentan

dan kurang beruntung, terutama para pekerja informal yang berusia muda dan miskin, yang akan

memperoleh manfaat paling besar dari kesempatan kedua. Penyedia layanan yang dikontrak (baik dari

sektor swasta maupun LSM) dapat dipakai untuk mengujicobakan program. Kementerian Tenaga Kerja

12 Wicaksono, 2008.

13 Alisjahbana et al., 2008.

14 Ibid.

15 Puerto dan Fares, 2008.

Page 21: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

Ringkasan Eksekutif

19

sebaiknya memimpin di depan dalam perencanaan strategis dan pemantauan kinerja lembaga pelaksana.

Dukungan bagi kemitraan swasta-publik akan membantu terbangunnya hubungan dengan calon pemberi

kerja dan memastikan bahwa penyedia pelatihan telah melakukan survei terhadap pemberi kerja lokal guna

memastikan kebutuhan pasar tenaga kerja lokal. Namun, pelatihan saja tidak dapat melindungi pekerja yang

rentan dari risiko yang mereka hadapi. Diperlukan upaya tambahan untuk melindungi mereka jika terjadi

guncangan lapangan kerja dan upah.

Kotak 2: Program Jóvenes: Praktik terbaik dalam pelatihan keahlian

Program Jóvenes memberikan pelatihan bagi kaum muda dan miskin dalam hal keahlian profesi dan keterampilan

hidup yang disusul dengan magang di tempat kerja. Didasarkan pada proyek percontohan di Cile pada awal 90-an,

pelatihan dengan pendekatan menyeluruh ini telah menyebar ke seluruh kawasan Amerika Latin dan masing-

masing negara menyesuaikan program dengan kebutuhannya. Kaum muda yang mengalami ketertinggalan

diidentifi kasi dengan cara-cara seperti statistik pengangguran, data sosioekonomi, dan pemetaan kemiskinan.

Perusahaan swasta, LSM, lembaga publik, dan lembaga pelatihan non-formal yang memenuhi persyaratan

berkompetisi untuk memberikan pelatihan. Penyedia pelatihan diharuskan untuk mengatur magang bagi peserta

pelatihan dan memastikan keahlian seperti apa yang dibutuhkan pemberi kerja lokal sebelum menerima dana untuk

mengadakan pelatihan. Dengan cara ini, kegiatan magang akan memberikan informasi mengenai keahlian yang

sedang dibutuhkan. Pelatihan keterampilan hidup secara intensif berfokus terutama pada keahlian memecahkan

masalah, perilaku tempat kerja yang benar, mengelola konfl ik, teknik pencarian kerja, dan membangun kepercayaan

diri.

Programa Jóvenes en Acción. Uji coba versi Kolombia dari program ini dimulai pada bulan Mei 2001 dengan

menawarkan kursus pelatihan pekerjaan bagi 100.000 laki-laki dan perempuan yang menganggur dan menempati

dua tingkat pendapatan terendah. Program dilaksanakan di tujuh kota dengan investasi keseluruhan senilai 17,6

juta dolar Amerika. Program pelatihan ini adalah bagian dari Jaringan Dukungan Sosial (Red de Apoyo Social) yang

juga mencakup pekerjaan umum secara darurat untuk menciptakan penghasilan dan pendidikan keluarga serta

tunjangan kesehatan untuk keluarga pedesaan miskin. Kaum muda berusia antara 18 dan 25 tahun menerima

tunjangan dan voucher pelatihan yang dapat mereka gunakan untuk mendaftar pada kursus pelatihan pilihan

mereka dari daftar penyedia pelatihan yang dipilih secara kompetitif. Pelatihan pekerjaan berlangsung sekitar

tiga bulan dan diikuti dengan magang tiga bulan di sebuah perusahaan atau organisasi. Penerima manfaat juga

menerima tunjangan makan dan transportasi. Program ini dikelola oleh kelompok yang terdiri atas lembaga

pemerintah, organisasi nirlaba, dan perusahaan swasta.

Evaluasi terhadap program Jovenes en Acción memperlihatkan hasil mengesankan berikut ini:

Tingkat lapangan kerja yang lebih tinggi: Bagi perempuan, pelatihan telah meningkatkan peluang mereka

untuk memperoleh pekerjaan, lamanya hari dan jam bekerja, serta peluang untuk memperoleh pekerjaan

dengan kontrak tertulis. Dampak yang serupa, namun lebih terbatas juga dirasakan laki-laki.

Kenaikan upah: Dampak yang paling signifi kan dari program ini adalah peningkatan besar pada upah: upah

perempuan meningkat 35 persen, sementara upah laki-laki meningkat 18 persen.

Hemat biaya: Program ini menciptakan perolehan bersih yang besar, terutama bagi perempuan. Bahkan

dengan menggunakan perhitungan efektivitas biaya yang paling konservatif sekalipun, ada isyarat bahwa

manfaat bersih dari program ini lebih dari cukup untuk menjustifi kasi pelaksanaannya dan kemungkinan

perluasannya. Tingkat pengembalian investasi (IRR) terendah adalah 13,5% untuk perempuan dan 4,5% untuk

laki-laki.

Sumber: Attanasio, Orazio, Adriana Kugler, dan Costas Meghir. 2007.

Page 22: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

20 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Melindungi pekerja yang rentan terhadap guncangan lapangan kerja

dan upah

Tanpa adanya sistem perlindungan sosial bagi pekerja, pasar tenaga kerja informal dan pertanian

berfungsi sebagai jaring pengaman selama terjadinya guncangan lapangan kerja dan upah. Krisis

keuangan Asia Timur tahun 1997 berdampak sangat berat bagi pekerja Indonesia. Upah riil median anjlok

sampai 31 persen dalam satu tahun dan banyak pekerja sektor formal yang kehilangan pekerjaannya (Gambar

15). Tingkat lapangan kerja yang stabil menyembunyikan realokasi pekerja secara besar-besaran ke sektor

informal dan pertanian yang berfungsi sebagai jaring pengaman karena tidak adanya sistem perlindungan

dari pemerintah. Pembalikan transformasi struktural ini merupakan langkah mundur bagi banyak pekerja

dan juga bagi pembangunan Indonesia.

Gambar 15: Upah riil median (Rp) Gambar 16: Jobless growth - pangsa

pekerjaan non-tani (persen)

2500

3000

3500

4000

4500

5000

1990 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2006 2007

20

30

40

50

60

70

80

90

1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

Indonesia CinaMalaysia FilipinaThailand Vietnam

Masa pemulihanpascakrisis

(1999-2003)

Sumber: Sakernas. Sumber: Sakernas.

Memperluas

Jaring Pengaman

Tenaga Kerja

Page 23: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

Ringkasan Eksekutif

21

Gambar 17: Upah minimum dan lapangan

kerja formal

Gambar 18: Upah minimum dan

ketidakpatuhan

0

1.000

2.000

3.000

4.000

20

30

40

50

600991

1991

2991

39 91

4991

6991

79 91

8991

99 91

0002

1002

20 02

3002

40 02

50 02

6002

70 02

Pangsa lapangan kerja formal (%, sumbu kiri)Rata-rata upah minimum per jam (Rp, sumbu kanan)

60

50

40

30

20

10

0Terbawah Kedua Ketiga Keempat Teratas

Pers

enta

se k

arya

wan

pene

rima

gaji

Kuintil Perkiraan Konsumsi Per Kapita

Sumber: Sakernas 2006 dan Bank Dunia. Sumber: Sakernas 2006 dan Bank Dunia.

Tanggapan pemerintah berupa kebijakan untuk meningkatkan upah minimum besar-besaran,

gagal melindungi pekerja berupah rendah setelah krisis dan menyebabkan semakin tersisihnya

pekerja informal. Selepas krisis keuangan 1997 dan peralihan Indonesia menuju demokrasi, upah minimum

di Indonesia meningkat pesat untuk membantu karyawan pulih dari krisis upah. Upah minimum yang tinggi

digunakan sebagai mekanisme penentu upah bagi pekerja tanpa keahlian dan turut menimbulkan kenaikan

upah rata-rata.16 Kenaikan upah minimum menimbulkan akibat yang tidak diharapkan, yaitu berkurangnya

ketersediaan pekerjaan formal dan non-tani (Gambar 17). Keadaan ini terutama mempengaruhi sektor jasa

yang sedang berkembang sehingga sektor ini menjadi tak lagi sepadat karya dahulu akibat kenaikan upah

pesat selama periode pemulihan krisis tahun 1999-2003. Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan

yang mengalami jobless growth selama periode tersebut dan gagal memperluas peluang kerja di sektor

formal dan non-tani (Gambar 16).

Selain itu, kebijakan untuk meningkatkan upah minimum juga gagal memberikan jaring pengaman yang

efektif bagi pekerja berupah rendah. Karyawan miskin menarik manfaat paling kecil dari kenaikan upah

minimum karena mereka berpeluang lebih besar untuk bekerja pada pemberi kerja yang tidak patuh

terhadap aturan upah minimum, yang cenderung merupakan usaha kecil dan menengah yang berada di

bawah ambang batas pengawasan inspektur tenaga kerja (Gambar 18).

Selama terjadinya kemerosotan ekonomi, pekerja yang berisiko kehilangan pekerjaannya hanya

memiliki sedikit jaring pengaman yang dapat diandalkan. Meskipun Indonesia berhasil melewati

kemerosotan ekonomi global yang terjadi baru-baru ini, banyak yang mempertanyakan kesiapan

pemerintah untuk melindungi pekerja yang diberhentikan dan membutuhkan penghasilan stabil untuk

membiayai keluarganya. Uang pesangon dan dana pensiun tidak memberikan perlindungan yang efektif

bagi pekerja yang kehilangan pekerjaannya.17 Peningkatan upah minimum pekerja pun sama sekali tidak

akan membantu pekerja yang telah kehilangan pekerjaan. Bahkan sebaliknya, menaikkan biaya tenaga

kerja selama terjadinya krisis dapat membuat Indonesia jatuh kembali dalam jobless growth. Tanpa adanya

sistem perlindungan sosial bagi pekerja, mereka akan kembali ke pekerjaan di sektor informal dan pertanian

skala kecil sebagai jaring pengaman, meskipun pekerjaan tersebut hanya memberikan upah kecil dan tidak

memberikan jaminan penghasilan.

Meningkatkan frekuensi pengumpulan dan menambah kelengkapan data ketenagakerjaan dapat

membantu mendeteksi guncangan dengan cepat dan mengetahui dengan akurat pekerja yang

terpengaruh. Untuk melindungi pekerja dari guncangan, diperlukan pengumpulan informasi terkini

16 Saget, 2006.

17 Vroman, 2007.

Page 24: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

22 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

dan penentuan dengan tepat daerah dan rumah tangga yang paling terkena dampaknya. Saat ini, survei

tenaga kerja hanya dilakukan dua kali setahun dengan ukuran sampel yang besar. BPS dapat meningkatkan

keterkinian data dan sekaligus mengurangi biaya dengan menerapkan pendekatan survey kuartalan atau

terus-menerus yang dapat menghasilkan data ketenagakerjaan per kuartal atau per bulan. Selain itu, ada

pula kebutuhan untuk memperluas pertanyaan survei untuk memantau dengan lebih baik kerentanan di

antara para pekerja. Fasilitas penelitian dan think tank lokal, yang didukung dengan bantuan teknis dan

pembangunan kapasitas, dapat menggunakan data ini untuk melacak perubahan di pasar tenaga kerja

dan mendiagnosis bagaimana guncangan dirasakan oleh pekerja sehingga mekanisme tanggapan dapat

dirancang dengan lebih baik. Keterlambatan penyaluran tanggapan program dapat berdampak sangat

mahal bagi para pekerja yang rentan dan keluarga mereka.

Data ini dapat dimasukkan ke dalam sistem pemantauan yang mampu mendeteksi guncangan di

masa depan, termasuk guncangan upah dan lapangan kerja. Jaring pengaman darurat tidak akan efektif

atau tepat waktu jika tidak disertai dengan sistem pemantauan dan tim siaga yang bertanggung jawab

memeriksa data yang tersedia (termasuk laporan dari lapangan) untuk mendeteksi krisis yang sudah di

depan mata. Sistem Pemantauan dan Respon terhadap Krisis (Crisis Monitoring and Response System - CMRS)

bertindak sebagai prototipe bagi sistem pemantauan dan tanggapan masa depan yang dapat dibuat

berkesinambungan sehingga guncangan di masa depan dapat dipantau dan diatasi begitu muncul.

Informasi yang diperoleh melalui pemantauan dapat menjadi masukan bagi rancangan sistem

tanggap darurat di masa depan, yang mengatur kapan dan bagaimana jaring pengaman bagi

pekerja akan disalurkan untuk mengantisipasi serangkaian kemungkinan guncangan. Sistem harus

mengidentifi kasi pemicu yang dapat membenarkan penyaluran bantuan sementara melalui berbagai jalur

program. Untuk mengembangkan sistem ini, perlu disiapkan terlebih dahulu pedoman yang mengantisipasi

tanggapan terhadap skenario tertentu, termasuk rincian mengenai identifi kasi penerima, besarnya dan

jenis paket bantuan (misalnya tunai atau berupa barang, pekerjaan umum), dan kapan bantuan diakhiri.

Rancangan sistem tanggapan juga harus menjelaskan bagaimana berbagai lembaga akan bekerja sama

untuk melakukan perancangan, aktivasi, pembiayaan, dan penyaluran demi tersedianya bantuan dengan

secepat dan seefi sien mungkin.

Salah satu pilar sistem nasional untuk menanggapi guncangan semestinya berupa kerangka

kerja pekerjaan umum. Kerangka kerja ini mengatur kapan, di mana, dan bagaimana proyek penciptaan

lapangan kerja akan disalurkan untuk mengantisipasi serangkaian kemungkinan guncangan. Hal ini

termasuk mengidentifi kasi pemicu yang akan meluncurkan proyek pekerjaan umum atau meningkatkan

alokasi bagi program padat karya yang sudah ada. Sebagai contoh, PNPM-Mandiri dapat menyalurkan

dana untuk mendukung proyek pembangunan padat karya yang telah diidentifi kasi masyarakat setempat

di area pedesaan, sebuah langkah yang telah berhasil mengurangi angka pengangguran. Selain itu, perlu

diidentifi kasi proyek atau jalur untuk memberikan bantuan sementara kepada pekerja di area perkotaan saat

dibutuhkan. Pada saat bersamaan, sistem tanggapan dapat diisi daftar siaga mengenai proyek infrastruktur

yang sedang direncanakan dan sudah berjalan, yang dapat dengan cepat menyerap pekerja selama

terjadinya guncangan baik di area pedesaan maupun perkotaan.

Belajar dari masa lalu dan berpegang pada “praktik terbaik” internasional akan memastikan

bahwa bantuan dapat menjangkau pekerja yang paling memerlukannya. Berbagai praktik terbaik

tersebut mencakup: menunjuk satu lembaga di tingkat pusat yang bertanggung jawab memimpin strategi

keseluruhan dan memantau pelaksanaan program; menggunakan penetapan target geografi s secara

sistematis untuk menentukan lokasi program; menetapkan upah di bawah tingkat pasaran bagi pekerja

tanpa keahlian sehingga para pekerja tersebut akan terseleksi mandiri ke dalam program; mendorong

keikutsertaan perempuan dengan mengubah elemen rancangan program; dan memilih proyek padat karya

yang telah diidentifi kasi oleh masyarakat atau mendukung proyek infrastruktur yang telah dimasukkan dalam

strategi pengembangan akan membantu memastikan bahwa proyek pekerjaan umum dapat berguna dan

produktif.

Page 25: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

Ringkasan Eksekutif

23

Mendorong kemajuan dengan mengisi kekurangan pengetahuan di

pasar tenaga kerja

Membangun basis empiris bagi perdebatan sengit di seputar kebijakan ketenagakerjaan. Meskipun

peningkatan frekuensi pengumpulan data dapat membantu pembuat kebijakan untuk memberi tanggapan

“tepat waktu”, perlu diperhatikan juga jenis data seperti apa yang dikumpulkan. Sakernas semestinya

dirancang untuk mengumpulkan data yang dapat menjawab pertanyaan paling mendesak dari para

pembuat kebijakan. Sebagai contoh, modul mengenai pesangon perlu dilanjutkan untuk mengetahui

dampak peraturan pesangon terhadap kondisi ketenagakerjaan para pekerja. Pengumpulan data mengenai

status kontrak sangatlah penting untuk melacak seberapa jauh telah terjadi segmentasi di pasar tenaga

kerja. Upaya ini akan menjadi masukan saat menentukan kebijakan dan program apa yang diperlukan

untuk menargetkan sub-kelompok pekerja tertentu. Dapat pula dipertimbangkan untuk melaksanakan

studi pelacakan kondisi ketenagakerjaan yang terkait dengan perbedaan pendidikan dan pengalaman

pelatihan.

Memantau dan mengevaluasi dengan ketat program dan lembaga yang sudah ada untuk

mempelajari mana yang memberikan hasil dan mana yang tidak berguna. Tidak banyak yang

diketahui mengenai kinerja berbagai lembaga ketenagakerjaan yang sudah ada karena berbagai lembaga

tersebut tidak dipantau atau dievaluasi dengan teliti. Kajian kualitatif dan kuantitatif dapat mengidentifi kasi

jenis SMK negeri mana dan pusat pelatihan non-formal mana yang memberikan hasil lebih baik. Memantau

dan mengkaji kinerja proses penyelesaian perselisihan dan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang baru

dibentuk untuk memperoleh data yang diperlukan guna memperbaiki tingkat keberhasilan mekanisme

penyelesaian pra-sidang dan mengurangi kemacetan di PHI sehingga meningkatkan kecepatan dan

menghemat biaya proses penyelesaian.

Mendukung

Pembuatan

Kebijakan

Berbasis Bukti

Page 26: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

24 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Membuat dasar bagi arah yang baru dengan melakukan uji coba terhadap pendekatan baru.Masih

banyak pekerjaan yang perlu dilakukan untuk mengkaji sistem alternatif yang dapat memberikan tunjangan

pengangguran, seperti misalnya simulasi dan kajian kelembagaan. Berinvestasi dalam analisis menyeluruh

dan belajar dari pengalaman negara lain yang berpenghasilan menengah sebagai masukan bagi rancangan

mekanisme jaminan sosial masa depan agar terhindar dari kesalahan yang mahal. Demikian pula perlu

dilakukan pengujian terhadap program baru, seperti program pelatihan keahlian menyeluruh, dengan

melakukan uji coba pendekatan tersebut pada area tertentu sebelum diperluas ke skala nasional. Untuk

program yang berpotensi menjadi besar dan ambisius dari segi fi skal, perlu memasukkan pengacakan

(randomization) dalam rancangan proyek untuk mengukur dampak dan penghematan biaya secara lebih

akurat. Melakukan evaluasi dampak yang ketat terhadap program pelatihan dan pekerjaan umum di masa

depan untuk mengetahui apakah pendekatan yang diambil sudah hemat biaya dan dapat meningkatkan

kondisi ketenagakerjaan bagi pekerja.

Memperkuat jaringan fasilitas riset dan lembaga penelitian (think tank) di Indonesia. Pembuat

kebijakan dan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab atas program ketenagakerjaan sangat

bergantung pada analisis yang tepat untuk mengambil keputusan. Hal ini membutuhkan berfungsinya tiga

komponen yang saling berkaitan. Yang pertama, Kementerian Tenaga Kerja harus memastikan tersedianya

data tenaga kerja paling baru secara umum. Yang kedua, lembaga pemerintah perlu memahami cara

mengajukan pertanyaan yang tepat dan mengadakan proyek riset yang dapat memberikan jawabannya.

Yang terakhir, membangun kemampuan teknis peneliti di berbagai think tank dan fasilitas riset universitas

untuk melaksanakan riset kebijakan ketenagakerjaan yang dapat dipertanggungjawabkan secara teknis.

Page 27: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

Ringkasan Eksekutif

25

Bidang Persoalan & Hambatan Utama Langkah Spesifi k Jangka Waktu & Urutan

Pelaksanaan

Re

form

asi

Pe

ratu

ran

Pembayaran pesangon dengan nilai

kecil menyebabkan kebanyakan

karyawan tidak terlindungi dalam

hal pemberhentian kerja.

Memperkenalkan sistem tunjangan

pengangguran (dana pesangon

bersama, sistem rekening

pesangon individual, atau bantuan

pengangguran berbentuk

tunjangan tetap) sebagai pelengkap

sistem Jaminan Sosial Nasional.

Jangka pendek: Memulai proses

reformasi dengan mengadakan

studi simulasi mengenai sistem

alternatif dan mengadakan kajian

untuk menentukan sistem mana

yang paling cocok dalam konteks

kelembagaan Indonesia.

Jangka menengah: Memfasilitasi

negosiasi multi pihak untuk

mengurangi tingkat pesangon dan,

sebagai gantinya, menerapkan

sistem tunjangan pengangguran

terpilih. Mengembangkan peta

langkah reformasi yang terkait

dengan reformasi sistem Jaminan

Sosial Nasional.

Sistem “post-pay” menciptakan

ketidakpastian bagi pemberi

kerja dan mengurangi peluang

pekerja yang diberhentikan untuk

menerima pesangon.

Mengadopsi sistem pendekatan

kontribusi bulanan agar perusahaan

memberikan kontribusi pesangon

bulanan ke sebuah rekening yang

dikelola oleh pihak ketiga.

Aturan yang rumit dan tingkat

pesangon tinggi yang diwajibkan

secara hukum akan mengurangi

minat wiraswasta untuk memulai

bisnis baru dan menghambat

potensi investasi asing.

Menyederhanakan aturan

penentuan uang pesangon dan

uang penghargaan masa kerja.

Menurunkan tingkat pesangon agar

sesuai dengan standar kawasan.

Matriks Ringkasan

Rekomendasi

Kebijakan

Page 28: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

26 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Bidang Persoalan & Hambatan Utama Langkah Spesifi k Jangka Waktu & Urutan

Pelaksanaan

Pe

lati

ha

n K

ea

hli

an

Permintaan akan pekerja

berpendidikan lebih tinggi masih

besar, tetapi pembangunan sekolah

menengah atas umum telah

dibekukan.

Menghapus kebijakan untuk

membekukan pembangunan

sekolah menengah atas umum.

Jangka pendek: Melakukan studi

pelacakan kondisi ketenagakerjaan

siswa dari berbagai jenis sekolah.

Meneliti berbagai opsi untuk

program pelatihan keahlian non-

formal. Melakukan kunjungan

pertukaran ke berbagai program

Jovenes di negara Amerika Latin

tertentu.

Jangka menengah: Mendukung

sekolah kejuruan untuk mengadakan

survei terhadap pemberi

kerja di daerah mereka untuk

mengidentifi kasi keahlian yang

dibutuhkan. Melakukan percontohan

dan uji coba sebuah program

pelatihan keahlian menyeluruh

non-formal di area terpilih dengan

peserta acak.

Target saat ini untuk perluasan

SMK tidak memberikan perbaikan

yang jelas terhadap kondisi

ketenagakerjaan dan tidak hemat

biaya.

Mengganti kebijakan “70:30” dengan

pendekatan berbasis pasar untuk

menentukan komposisi sekolah

kejuruan dan sekolah umum

yang tepat. Mengembangkan

strategi untuk memperbaiki mutu

sekolah kejuruan dan mendorong

hubungan yang lebih kuat dengan

calon pemberi kerja.

Pusat pelatihan publik tidak cukup

untuk memenuhi permintaan dan

umumnya hanya memberi manfaat

bagi pekerja yang telah memiliki

pekerjaan.

Memperkenalkan program

pelatihan keahlian nasional yang

menyeluruh untuk menargetkan

pekerja muda, miskin, dan informal.

Mengimplementasi program

melalui penyedia layanan swasta

dan NGO, dengan pengawasan dari

pemerintah.

Jari

ng

Pe

ng

am

an

ba

gi

Pe

ke

rja

Tanpa adanya data terbaru, sulit

menentukan daerah dan kelompok

pekerja yang mengalami dampak

guncangan lapangan kerja dan

upah agar dapat dibuatkan program

tanggapan.

Mengkonversi Survei Angkatan

Kerja Nasional (Sakernas) menjadi

pendekatan terus-menerus

sehingga dapat memberikan data

tiap bulan atau tiap triwulan sambil

tetap menghemat biaya.

Jangka pendek: Menentukan

ukuran sampel yang optimal untuk

melakukan Sakernas triwulan dan

implikasi anggarannya.

Jangka menengah: Membentuk

tim teknis untuk mengembangkan

rencana strategis bagi terciptanya

program pekerjaan umum

permanen. Hal yang perlu

dimasukkan: tujuan, fi tur rancangan,

mekanisme penyaluran, pengaturan

kelembagaan, dan peta langkah

demi langkah.

Tidak ada jaring pengaman yang

dapat digunakan secara efektif

untuk melindungi pekerja miskin

dan berupah rendah selama

terjadinya guncangan lapangan

kerja dan upah.

Mengembangkan program

pekerjaan umum nasional untuk

menargetkan kaum miskin

yang bersedia bekerja dan

membayarkan upah di bawah

harga pasar bagi pekerja tanpa

keahlian. Menggunakan program

seperti PNPM sebagai mekanisme

untuk pendaftaran peserta dan

menyalurkan dana bagi proyek

padat karya.

Ris

et

Ke

bij

ak

an

Ke

ten

ag

ak

erj

aa

n

Data yang dikumpulkan dalam

Survei Angkatan Kerja Nasional

(Sakernas) belum cukup untuk

menjawab pertanyaan mendesak

mengenai kebijakan.

Memperluas pengumpulan

data yang terkait dengan

pertanyaan kunci mengenai

kebijakan. Melanjutkan modul

pesangon dalam Sakernas dan

mengumpulkan data mengenai

status kontrak.

Jangka pendek: Mengadakan

lokakarya bersama Kementerian

Tenaga Kerja, BPS, dan Bappenas

untuk mengidentifi kasi data

ketenagakerjaan yang dibutuhkan

dan mengusulkan perubahan

terhadap Sakernas. Mengembangkan

perangkat yang dapat digunakan

peneliti untuk melacak dan

menganalisis tren ketenagakerjaan.

Jangka menengah: Mengembangkan

dan mendukung program pelatihan

bagi peneliti ketenagakerjaan.

Memberikan bantuan keuangan

bagi jaringan peneliti kebijakan

ketenagakerjaan.

Belum ada cukup banyak riset

kebijakan ketenagakerjaan

bermutu tinggi, terutama studi

kuantitatif, sebagai masukan bagi

pengembangan kebijakan.

Memastikan bahwa Biro Pusat

Statistik dapat menyediakan

data pasar tenaga kerja kepada

masyarakat umum secara tepat

waktu.

Membangun kapasitas lembaga

pemerintah untuk merumuskan

pertanyaan riset dan memulai

proyek. Meningkatkan kapasitas

teknis berbagai lembaga penelitian

untuk mengadakan riset kebijakan

ketenagakerjaan kuantitatif.

Page 29: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

Ringkasan Eksekutif

27

Referensi

Alisjahbana, Armida S., Pipit Pitriyan, Evi Aminah Ramdhani, Viktor Pirmana, and Wiartini Citrasari. 2008.

“Vocational and Technical Education.” World Bank Offi ce Jakarta. Mimeo.

Attanasio, Orazio, Adriana Kugler and Costas Meghir. 2007. “Eff ects of Youth Training in Developing Countries:

Evidence from a Randomized Training Program in Colombia.” Mimeo.

Djankov, Simeon and Rita Ramalho. 2008. “Employment Laws in Developing Countries.” World Bank.

Feldmann, Horst. 2008. “Business Regulation and Labor Market Performance around the World.” Journal of

Regulatory Economics, 33 (2): 201–35.

Ghozali, Abbas. 2006. “Analisis Biaya Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.” Mimeo. Jakarta, Indonesia

International Labor Organization (ILO). 2008. LABORSTAT Internet. Table 2D: Total employment, by status in

employment http://laborsta.ilo.org/.

LP3E FE UNPAD and GIAT. 2004. “Indonesia’s Employment Protection Legislation: Swimming against the

tide.” Faculty of Economics, University of Padjajaran Bandung and Growth through Investment,

Agriculture and Trade (GIAT) Project.

Ministry of National Education (MoNE). 2006a. “Rencana Strategis Departemen Pendidikan National Tahun

2005-2009.” Jakarta: Ministry of National Education.

Newhouse, David Locke and Daniel Suryadarma. 2009. “The Value of Vocational Education: High School Type

and Labor Market Outcomes in Indonesia”. World Bank Policy Research Working Paper 5035. Available

at SSRN: http://ssrn.com/abstract=1471133

Nugroho, Hari. 2008. “Labor Dispute Settlement Through the Industrial Court System.” Mimeo. World Bank.

Puerto, Olga Susana and Jean Fares. 2008. Forthcoming. “Towards Comprehensive Training.” Washington, DC:

World Bank.

Revenga, Ana and Jamele Rogolini. 2007. “International Evidence on Severance Pay Reforms: Some Food for

Thought for Indonesia’s Current Reform Proposal.” World Bank.

Saget, Catherine. 2008. “Fixing Minimum Wage levels in Developing Countries. Common Failures and

Remedies.” International Labour Review: Geneva.

Sumarto, Sudarno, Asep Suryhadi and Lant Pritchett. 2000. “Safety Nets and Safety Ropes: Who Benefi ted

from Two Indonesian Crisis Programs – the Poor or the Shocked?” World Bank.

Vroman, Wayne. 2007. “Reforming Social Protection for Workers in Indonesia.” World Bank Offi ce Jakarta.

Wicaksono, Padang. 2008. “Skill Development Strategy: The Indonesian Case Study on the Pre-Employment

VET.” Presented at the Education Sector Assessment Workshop, Yogyakarta.

World Bank. 2008b. “PSF Progress Report.” PREM, Poverty Team. World Bank Indonesia Offi ce

World Bank. 2009a. “Doing Business.” www.doingbusiness.org.

Page 30: Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia...pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah ... Mengembangkan Strategi Pelatihan

Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Menuju terciptanya pekerjaan yang lebih baik dan jaminan perlindungan bagi para pekerja

Ringkasan Eksekutif