IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali...

16
IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP PERKALIAN PADA SISWA TUNARUNGU KELAS II DI SDLB WANTU WIRAWAN SALATIGA Oleh: SEPTIANA DEWI 202013006 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

Transcript of IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali...

Page 1: IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali diajarkan pada siswa kelas II. Perkalian a x b merupakan penjumlahan berulang bilangan

IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION

DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP PERKALIAN

PADA SISWA TUNARUNGU KELAS II DI SDLB WANTU WIRAWAN SALATIGA

Oleh:

SEPTIANA DEWI

202013006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

Page 2: IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali diajarkan pada siswa kelas II. Perkalian a x b merupakan penjumlahan berulang bilangan
Page 3: IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali diajarkan pada siswa kelas II. Perkalian a x b merupakan penjumlahan berulang bilangan
Page 4: IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali diajarkan pada siswa kelas II. Perkalian a x b merupakan penjumlahan berulang bilangan
Page 5: IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali diajarkan pada siswa kelas II. Perkalian a x b merupakan penjumlahan berulang bilangan

1

IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION

DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP PERKALIAN

PADA SISWA TUNARUNGU KELAS II DI SDLB WANTU WIRAWAN SALATIGA

Septiana Dewi1 , Erlina Prihatnani2

Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga, Jawa Tengah 50711 1 Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected] 2 Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW, email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk merancang dan mengimplementasi RME dalam pembelajaran

perkalian untuk siswa Tunarungu kelas II di SDLB Wantu Wirawan Salatiga. Desain dari

penelitian eksperimen ini adalah the one shot case study. Pengambilan sampel dalam penelitian

ini menggunakan teknik sampling jenuh yang terdiri dari 3 subjek. Hasil penerapan RME

dengan tahap enaktif dilakukan dengan kegiatan yang bersifat motorik dengan bantuan alat

peraga bola, keranjang dan permen. Tahap Ikonik dengan pengajuan permasalahan kontekstual

yang dilanjutkan dengan tahap penyajian soal melalui tampilan gambar-gambar dan visualisasi

verbal yang ditampilkan pada lembar kerja. Adapun tahap simbolik digunakan untuk

menyajikan soal dalam bentuk konsep abstrak berupa bilangan dan operasi bilangan. Penerapan

RME dengan menggunakan tahap enaktif, ikonik dan simbolik dapat membuat ketiga subjek

penelitian memiliki konsep yang benar sehingga subjek memahami bahwa perkalian a x b

merupakan penjumlahan berulang bilangan b sebanyak a faktor.

Kata Kunci: Realistic Mathematic Education, konsep perkalian, tunarungu

PENDAHULUAN

Setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan, termasuk juga warga

negara yang memiliki kebutuhan khusus. Hal ini sesuai dengan UU RI nomor 20 tentang

Sisdiknas pasal 5 ayat 2 yang menyatakan bahwa “Warga negara yang memiliki kelainan fisik,

emosional, mental, intelektual atau sosial berhak memperoleh pendidikan”.

Siswa berkebutuhan khusus, seperti anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunalaras,

tunadaksa, berbakat, dan anak berkesulitan belajar, serta anak dengan cacat ganda merupakan

anak yang mengalami permasalahan dalam perkembangannya. Berbagai macam permasalahan

sering dihadapi oleh mereka, seperti di bidang akademis, psikologis maupun masalah sosial

lainnya. Siswa berkebutuhan khusus antara lain yaitu tunatetra disebut SLB-A, tunarungu

disebut SLB-B,tunagrahita disebut SLB-C tunadaksa disebut SLB-D, dan tunalaras yang

disebut SLB-E dan cacat ganda disebut SLB-G.

Menurut Suharmini (2009: 1), siswa tunarungu adalah siswa yang mengalami gangguan

atau kehilangan dalam fungsi pendengaran, sehingga siswa tunarungu tidak dapat menangkap

Page 6: IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali diajarkan pada siswa kelas II. Perkalian a x b merupakan penjumlahan berulang bilangan

2

berbagai macam informasi melalui pendengaran secara baik. Tentu saja dalam mendapatkan

pembelajaran mereka akan mengalami kesulitan karena adanya keterbatasan dalam mendengar.

Hal ini juga dialami dalam pembelajaran matematika, Abdurahman (2010) mengatakan bahwa

dari berbagai bidang studi yang diajarkan di sekolah, matematika merupakan bidang studi yang

dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang siswa yang normal dan lebih-lebih bagi siswa

yang memiliki kebutuhan khusus dalam belajar.

Salah satu karakteristik matematika menurut Soedjadi (1999:1) adalah objek kajiannya

bersifat abstrak. Meskipun berisi konsep abstrak, dalam pembelajaran matematika tetap harus

memperhatikan taraf perkembangan peserta didik agar peserta didik mampu mempelajari

konsep-konsep tersebut. Namun pembelajaran matematika, tetap dituntut untuk menyajikan

konsep abstrak tersebut secara konkret. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

(Permendiknas) Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi menyebutkan

bahwa ruang lingkup matematika Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB-B) dibagi

menjadi 3 yaitu bilangan, geometri dan pengukuran, pengolahan data. Materi bilangan meliputi

operasi bilangan. Dalam operasi bilangan terdapat penjumlahan, pengurangan, perkalian dan

pembagian. Konsep operasi bilangan merupakan konsep yang abstrak dalam matematika. Salah

satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali diajarkan pada siswa kelas II. Perkalian a x

b merupakan penjumlahan berulang bilangan b sebanyak a faktor. Penting bagi siswa untuk

memahami konsep perkalian yaitu penjumlahan berulang. Kenyataannya tidak semua siswa

memahami mengenai konsep tersebut. Hal ini dilihat dari ketidakmampuan siswa ketika

melakukan perkalian. Misalnya ketika ditanya 6 x 7, siswa tidak bisa menjawab karena lupa

atau pun tidak hafal. Siswa tersebut tidak bisa menghitung 6 x 7 sebagai 7 + 7 + 7 + 7 + 7 + 7.

Salah satu konsep abstrak pada operasi bilangan yaitu perkalian hendaknya disajikan dalam

bentuk konkrit sehingga dapat dipahami siswa dan bukan hanya sekedar konsep abstrak yang

hanya bisa digunakan oleh siswa. Konsep abstrak tersebut hendaknya diajarkan sesuai dengan

tahap perkembangan siswa. Menurut teori perkembangan Piaget (Budiningsih, 2004: 38) siswa

pada kelas II yang usianya sekitar 7-9 tahun masuk dalam fase operasional konkrit (7-11 tahun).

Pada fase ini, siswa telah memiliki kecakapan berpikir logis, tetapi hanya dengan benda-benda

yang bersifat konkret. Namun anak telah dapat melakukan pengelompokan, pengklasifikasian

dan pengaturan masalah. Untuk menghindari keterbatasan berpikir, anak perlu diberi gambaran

konkrit, sehingga ia mampu menyelidiki masalah. Oleh karena itu perlu bagi guru untuk

menerapkan model yang menekankan pada penyajian matematika abstrak menjadi konkrit

sehingga dapat dipelajari siswa.

Page 7: IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali diajarkan pada siswa kelas II. Perkalian a x b merupakan penjumlahan berulang bilangan

3

Menurut Bruner (Aisyah, 2007: 6) dalam pembelajaran hendaknya jangan

menggunakan penyajian yang tidak sesuai dengan tingkat kognitif siswa. Bruner menjelaskan

bahwa pengetahuan itu dapat dibayangkan dalam pikiran, maka pengetahuan itu dapat

dipelajari dalam tiga tahap yaitu tahap enaktif (pengetahuan dipelajari secara aktif dengan

menggunakan benda-benda konkret atau situasi nyata), tahap ikonik (pengetahuan

dipresentasekan dalam bentuk bayangan visual atau gambar yang menggambarkan kegiatan

konkret yang terdapat pada tahap enaktif) dan tahap simbolik (pengetahuan dipresentasikan

dalam bentuk simbol-simbol)

Prinsip perkembangan kognitif dan tahap Bruner dapat dijadikan dasar dalam

perencanaan dan mengimplementasikan model pembelajaran. Salah satu model pembelajaran

yang menekankan adanya penyajian konsep abstrak menjadi konkret sesuai dengan tahap

perkembangan kognitif dan juga tahap Bruner adalah RME.

Terdapat penelitian yang telah menerapkan RME guna meningkatkan hasil belajar

matematika. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Wisnu (2014), Sofiana (2015) dan

Ichwatum (2015). Ketiganya berturut-berturut menerapkan RME pada siswa SD kelas III

materi menghitung keliling, luas persegi dan persegi panjang, siswa kelas V materi hitung

bilangan pecahan dan pada siswa MI kelas III materi sifat bangun datar. Ketiga penelitian ini

membuktikan bahwa penerapan RME dapat membawa dampak baik terhadap hasil belajar

matematika. Selain itu terdapat pula penelitian yang menggunakan RME dalam pembelajaran

matematika di SDLB, salah satunya yang dilakukan oleh Dantes dkk (2013) materi pecahan

dengan subjek siswa tunarungu di SDLB Tabanan yang membuktikan penerapan RME pada

siswa tunarungu membawa dampak baik terhadap hasil belajar siswa sehingga hasil belajarnya

berada diatas KKM. Hal ini semakin menguatkan pemilihan RME untuk pembelajaran

matematika pada siswa tunarungu.

Adanya teori tentang RME beserta hasil penelitian tentang RME, maka menjadi dasar

pemilihan untuk menerapkan RME pada siswa tunarungu. Penelitian ini akan merancang,

melaksanakan dan mengevaluasi hasil dari penerapan RME. Tujuan dari penelitian ini adalah

menerapkan RME untuk membuat siswa di SDLB Kelas II memiliki pemahaman yang benar

akan konsep perkalian.

Diharapkan penelitian ini dapat mewujudkan proses pembelajaran matematika bagi

siswa tunarungu yang lebih menekankan pada aktivitas siswa. Hal ini karena pembelajaran

matematika dengan RME akan menyajikan konsep matematika abstrak menjadi konkrit. Bagi

siswa penelitian ini diharapkan memberi kesempatan kepada siswa untuk secara aktif

mengkonstruksi pengetahuan yang dipelajari dan memberi kesempatan kepada siswa untuk

Page 8: IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali diajarkan pada siswa kelas II. Perkalian a x b merupakan penjumlahan berulang bilangan

4

mengalami proses pembelajaran yang lebih menekankan pada aktifitas fisik dan mental untuk

menemukan konsep dan meminimal komunikasi lisan. Bagi guru penelitian ini diharapkan

memberikan informasi tentang pendekatan RME, memberi gambaran tentang penerapan

pendekatan RME pada mata pelajaran matematika materi perkalian bagi siswa tunarungu dan

bahan referensi yang dapat menginspirasi guru untuk mendesain dan melaksanakan RME pada

materi selanjutnya.

PENDEKATAN RME

Sagala (2005:68) mengenai pengertian pendekatan berpendapat bahwa pendekatan

pembelajaran merupakan jalan yang akan ditempuh oleh guru dan siswa dalam mencapai

tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu.

Freudhental (Wijaya, 2012:20), mengemukakan bahwa “matematika merupakan suatu

bentuk aktivitas manusia” melandasi adanya pengembangan RME terdiri dari dua proses

matematisasi yaitu matematisasi horisontal dan vertikal. Selain itu, Susanto (2013:205)

menyatakan bahwa RME merupakan pendekatan pembelajaran matematika yang berorientasi

pada siswa dengan mewujudkan aktivitas siswa secara nyata yang dihubungkan dengan

konteks kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain pengalaman belajar berpusat pada hal yang

nyata atau real.

Terdapat beberapa karakteristik RME menurut Teffers (Wijaya, 2012:21) yaitu

penggunaaan kontekstual, penggunaan model untuk matematisasi progesif, pemanfaatan hasil

konstruksi siswa, interaktivitas dan keterkaitan.

1. Penggunaan kontekstual

Penggunaan konstekstual adalah penggunaan masalah yang bersifat realistik sebagai dasar

atau awal pembelajaran. Penggunaan masalah realistik bukan berarti permasalahan yang ada

dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan permasalahan realistik pada RME adalah

penggunaan permainan, alat peraga atau situasi lain yang dapat dibayangkan oleh pikiran

siswa. Penggunaan kontekstual sebagai awal pembelajaran membuat siswa terlibat aktif dalam

pembelajaran dan dapat membuat siswa mengeksplor permasalahan yang terjadi sehingga akan

mengembangkan strategi pembelajaran yang beragam.

2. Penggunaan model untuk matematisasi progesif

Penggunaan model untuk matematisasi progesif dalam RME digunakan sebagai

penghubung dari pengetahuan dan matematika yang bersifat konkrit atau nyata ke matematika

yang bersifat formal atau abstrak. Penggunaan kata “model” tidak berarti alat peraga. Kata

“model” disini adalah berarti suatu alat vertikal dalam matematika yang tidak bisa dipisahkan

dengan proses matematisasi. Secara umum matematisasi dalam RME terdapat dua proses yaitu

Page 9: IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali diajarkan pada siswa kelas II. Perkalian a x b merupakan penjumlahan berulang bilangan

5

generalisasi dan formalisasi. Generalisasi berkaitan dengan pencarian pola dan hubungan,

sedangkan formalisasi melibatkan pemodelan, simbolisasi, skematisasi dan pendefinisian. De

Lange (Wijaya, 2012: 42) membagi matematisasi menjadi dua, yaitu matematisasi horizontal

dan matematisasi vertikal. Matematika horizontal berkaitan dengan proses generalisasi,

sedangkan matematika vertikal merupakan bentuk proses formalisasi. Model matematika yang

diperoleh pada matematika horizontal menjadi dasar dalam pengembangan konsep matematika

yang lebih formal melalui proses matematisasi vertikal.

3. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa

Dalam pembelajaran dengan pendekatan RME, matematika tidak diberikan sebagai sesuatu

produk yang siap dipakai atau istilahnya matematika tidak disajikan dalam bentuk rumus jadi,

tetapi matematika dalam RME akan diberikan menjadi suatu konsep yang dibangun oleh siswa

sendiri. Siswa tidak dibatasi dalam dengan sebuah produk siap jadi tapi siswa diberikan pilihan

bebas untuk mengeksplor dan mengembangkan strategi dalam pemecahan masalah. Melalui

tahap ini siswa diharapkan akan memiliki banyak strategi pemecahaman masalah yang lebih

bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa akan digunakan sebagai landasan pengembangan

konsep matematika.

Dalam pembelajaran matematika dengan RME, tidak hanya membantu siswa untuk

memahami konsep matematika, namun juga bermanfaat untuk mengembangkan kreativitas dan

keaktifan yang ada dalam diri siswa.

4. Interaktivitas

Proses belajar seseorang siswa bukan hanya proses belajar individu, namun juga merupakan

proses belajar sosial. Proses belajar yang dilakukan akan lebih cepat dan lebih bermakna

apabila dalam proses belajar ada saling mengkomunikasikan ide, gagasan, hasil kerja dan

pemikiran yang dimiliki satu sama lain.

Interaksi dalam pembelajaran matematika akan bermanfaat dalam proses pengembangan

kognitif dan afektif siswa secara simultan.

5. Keterkaitan

Konsep pembelajaran dalam matematika tidak bersifat sendiri-sendiri, namun banyak

konsep matematika yang memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. RME menempatkan

keterkaitan antara konsep-konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam

proses pembelajaran. Melalui keterkaitan dalam RME ini maka diharapkan siswa dapat

membangun lebih dari satu konsep matematika, meskipun terdapat konsep yang lebih dominan.

Berkaitan dengan proses pengembangan konsep matematika, terdapat 3 prinsip utama

pendekatan RME menurut Sarigah (2007: 45-46) yaitu (a) prinsip pertama, penemuan

Page 10: IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali diajarkan pada siswa kelas II. Perkalian a x b merupakan penjumlahan berulang bilangan

6

terimbing. Maksudnya adalah siswa diberikan kesempatan menemukan konsep sendiri dengan

menyelesaikan berbagai soal kontekstual. Bermatematika secara progresif adalah matematika

horizontal dan matematika vertikal. Matematika horizontal adalah siswa akan mengidentifikasi

dari soal kontekstual ke bentuk matematika model, diagram, tabel untuk lebih dipahami.

Matematika vertikal adalah siswa menyelesaikan bentuk formal atau informal dari soal

kontekstual. (b) prinsip kedua, adanya fenomena pembelajaran yang menekankan pentingnya

soal kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada peserta didik dengan

mempertimbangkan kecocokan aplikasi konteks dalam pembelajaran dan kecocokan dampak

dalam proses penemuan kembali bentuk dan model matematika dari soal kontekstual tersebut.

(c) Prinsip ketiga, pengembangan model mandiri berfungsi untuk menjembatani antara

pengetahuan matematika nonformal dengan formal dari peserta didik. Model matematika

dimunculkan dan dikembangkan secara mandiri berdasarkan model-model matematika yang

telah diketahui peserta didik. Diawali dengan soal kontekstual dari situasi nyata yang sudah

dikenal peserta didik kemudian ditemukan model dari (modelof) dari situasi tersebut (bentuk

informal) dan kemudian diikuti dengan penemuan model untuk (model for) dari bentuk tersebut

(bentuk formal), hingga mendapatkan penyelesaian masalah dalam bentuk pengetahuan

matematika.

Pendekatan RME dikatakan sejalan dengan kurikulum saat ini, hal ini juga dikuat oleh

Wijaya (2012:28) yang menyatakan bahwa proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi

merupakan karakteristik dari Pendidikan Matematika Realistik. Proses ekplorasi yang terdapat

dalam RME yaitu dengan penggunaan konteks sebagai awal dari pembelajaran untuk

memberikan kesempatan yang bebas kepada siswa untuk mengeksplor dalam strategi

penyelesaian masalah. Selain untuk eksplorasi, penggunaan konteks awal ini dapat

meningkatkan minat dan motivasi siswa. Proses elaborasi yaitu penemuan dan pengembangan

konsep akan muncul dan inilah yang disebut dengan proses elaborasi. Proses konfirmasi akhir

dari tahap pembelajaran adalah proses konfirmasi yang akan menguatkan hasil dari proses

eksplorasi dan elaborasi. Melalui adanya proses konfirmasi, maka gagasan siswa tidak hanya

diinformasikan ke siswa lain, namun juga dapat dikembangan berdasarkan tanggapan dari

siswa lain.

METODE

Dilihat dari fokus dan kaitan antar variabel yang dilibatkan dalam penelitian ini, maka

penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental. Dantes (2012: 94) menyatakan istilah

eksperimen mengindikasikan atau menunjukan suatu perlakuan. Rancangan eksperimen yang

digunakan pada penelitian ini tidak terdapat kelompok pembanding dan randomnisasi.

Page 11: IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali diajarkan pada siswa kelas II. Perkalian a x b merupakan penjumlahan berulang bilangan

7

Perlakuan ini diberikan pada kelompok yang telah terbentuk apa adanya. Bentuk rancangannya

adalah One Shot-Case Study. Rancangan ini adalah rancangan yang paling sederhana, karena

perlakuan diberikan terhadap suatu kelompok, selanjutnya dilakukan pengambilan data,

mengingat jumlah individu yang diteliti terlalu sedikit.

Subjek dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik sampling jenuh,

dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Subjek dalam penelitian ini adalah

semua siswa kelas II SDLB Wantu Wirawan Salatiga yang berjumlah 3 orang dengan inisial

Ra, Ri dan Mi. Data yang digunakan untuk mengevaluasi penelitian ini adalah dengan tes

uraian sebanyak 10 soal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertemuan Pertama:

Pada pertemuan pertama dengan indikator konsep perkalian menggunakan tahap Brunner dan

karakteristik RME, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Memasukkan bola ke dalam keranjang

Peneliti memasukkan bola ke dalam keranjang sesuai dengan gambar 1. 1 kemudian subjek

diminta untuk menghitung jumlah bola. Selanjutnya subjek dituntun ke tahap I dan tahap II.

Proses ini dilakukan berkali-kali dengan perkalian yang berbeda.

Contoh: 3 + 3 + 3 + 3 = 12 ( I )

4 x 3 = 12 (II)

Gambar 1 Contoh sajian perkalian dengan bola dan keranjang

Langkah ini memenuhi karakteristik RME penggunaan kontekstual, penggunaan model untuk

matematisasi progesif, pemanfaatan hasil konstruksi dan tahap Brunner yaitu tahap enaktif.

2. Membagikan permen

Peneliti memberikan permen ke 3 subjek dan masing-masing diberikan 5 buah. kemudian

subjek diminta untuk menghitung jumlah permen yang didapat. Selanjutnya subjek dituntun

ke tahap I dan tahap II. Proses ini dilakukan berkali-kali dengan perkalian yang berbeda.

.

Contoh: 5 + 5 + 5 = 15 ( I )

3 x 5 = 15 ( II )

Ra Ri Mi

Page 12: IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali diajarkan pada siswa kelas II. Perkalian a x b merupakan penjumlahan berulang bilangan

8

Gambar 2 Contoh sajian perkalian dengan menggunakan permen

Langkah ini memenuhi karakteristik RME penggunaan kontekstual, penggunaan model untuk

matematisasi progesif, pemanfaatan hasil konstruksi dan tahap Brunner yaitu tahap enaktif.

3. Pemberian masalah kontekstual dengan cerita beruntun menggunakan gambar bergerak

Contoh salah satu soal dalam gambar bergerak yang disajikan adalah sebagai berikut.

Gambar 3 Salah satu contoh sajian soal cerita dalam gambar bergerak

Langkah ini memenuhi karakteristik RME penggunaan kontekstual, interaktivitas dan tahap

Brunner yaitu tahap ikonik.

4. Subjek diberikan soal pada kegiatan 1 untuk refleksi

Gambar 4 Sajian permasalahan kontekstual dalam LKS

Langkah ini memenuhi karakteristik RME yaitu penggunaan kontekstual, penggunaan model

untuk matematika progesif,interaktivitas, keterkaitan dan tahap Brunner yaitu tahap simbolik.

Pertemuan Kedua:

Pada pertemuan kedua dengan indikator sifat perkalian yaitu komutatif menggunakan tahap

Brunner dan karakteristik RME, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Memasukkan bola ke dalam keranjang

Page 13: IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali diajarkan pada siswa kelas II. Perkalian a x b merupakan penjumlahan berulang bilangan

9

Peneliti meminta subjek Ra membuat 3 x 2 dengan bola dan keranjang, kemudian Mi

membuat 2 x 3 dengan bola dan keranjang seperti pada gambar 2. 1. Proses ini dilakukan

berkali-kali dengan perkalian yang berbeda dan dengan ketiga subjek tersebut.

Contoh: 2 + 2 + 2 = 6 ( I ) 3 + 3 = 6 (III)

3 x 2 = 6 (II) 2 x 3 = 6 (IV)

Gambar 5 Contoh sajian sifat komutatif dalam perkalian dengan bola dan keranjang

Langkah ini memenuhi karakteristik RME penggunaan kontekstual, model untuk

matematisasi progesif, pemanfaataan hasil konstruksi siswa, interaktivitas, keterkaitan dan

tahap Brunner yaitu tahap enaktif.

2. Subjek diberikan soal pada kegiatan 2 dan tiap subjek mendapat soal yang berbeda

Gambar 6 Sajian soal perkalian dalam LKS

Langkah ini memenuhi karakteristik RME Model untuk matematisasi progesif, pemanfaatan

hasil konstruksi siswa dan tahap Brunner yaitu tahap ikonik.

Page 14: IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali diajarkan pada siswa kelas II. Perkalian a x b merupakan penjumlahan berulang bilangan

10

3. Setelah subjek mengerjakan pada langkah 2 maka subjek yang sudah selesai akan

mengambil hasil perkalian pada kotak angka dan akan menempelkabn pada tabel perkalian.

Gambar 7 Tabel Perkalian

Deskripsi Hasil Tes

a. Subjek Ri

Subjek Ri dikatakan memiliki pemahaman perkalian yang benar karena dari 10 soal uraian

terdapat 9 soal benar dan 1 soal salah hanya pada hasil perkaliaannya yaitu nomor 6.

Gambar 3. 1

b. Subjek Ra

Subjek Ra dikatakan memiliki pemahaman perkalian yang benar karena dari 10 soal uraian

terdapat 7 soal benar dan 3 soal salah pada hasil perkalian yaitu nomer 4, 6 dan 7. Berikut

adalah salah satu nomor yang salah

Gambar 3. 2

c. Subjek Mi

Subjek Mi dikatakan memiliki pemahaman perkalian yang benar karena dari 10 soal uraian

terdapat 6 soal benar dan 2 soal salah pada hasil perkaliaannya saja yaitu nomor 4 dan

Page 15: IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali diajarkan pada siswa kelas II. Perkalian a x b merupakan penjumlahan berulang bilangan

11

6,kemudian 2 salah dalam tahap pengubahan penjumlahan berulang ke tahap perkalian dan

hasil perkaliannya yaitu nomor 7 dan 9.

Gambar 3. 3

Dari ketiga subjek tersebut dapat dilihat bahwa subjek Ri, Ra, dan Mi sudah memahami konsep

perkalian secara benar, hanya ketiga subjek dalam melakukan perhitungan hasil perkalian

masih melakukan kesalahan karena kurang teliti dan kurang tepatnya dalam menghitung.

PENUTUP

Pada penelitian ini maka kesimpulan yang didapatkan adalah bahwa implementasi

RME dapat menghasilkan pemahaman konsep perkalian yang benar pada siswa tunarungu

kelas II di SDLB Wantu Wirawan Salatiga.

Berdasarkan kesimpulan penelitian yang telah dipaparkan di atas, beberapa saran dapat

diajukan sebagai berikut:

1) Guru dapat mendesain pembelajaran dengan menggunakan pendekatan RME yang

lebih menekankan pada aktifitas fisik dan mental untuk menemukan konsep dan

meminimal komunikasi lisan.

2) Sekolah diharapkan selalu memfasilitasi dan mendukung para guru di dalam

mengembangkan atau memberikan model pembelajaran yang mengacu pada aktivitas

siswa, sehingga tujuan daripada sekolah bisa tercapai secara optimal.

3) Bagi peneliti lain dapat mendesain RME siswa berkebutuhan khusus lainnya atau

dengan materi matematika yang lainnya

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2010. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka

Cipta

Aisyah, Nyimas,dkk. 2007. Pengembangan Pembelajarn Simetri lipat SD. Jakarta: Direktorat

Jendral pendidikan tinggi departemen pendidikan nasional, (online),

(http://newbornagain.wordpress.com), diakses 15 Januari 2014

Budiningsih, 2004. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Rinika Cipta

Page 16: IMPLEMENTASI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION...satunya adalah perkalian. Perkalian pertama kali diajarkan pada siswa kelas II. Perkalian a x b merupakan penjumlahan berulang bilangan

12

Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: Andi Offset.

Ichwatun, Anti. 2015. Pengaruh Metode RME (Realistic Mathematic Education) Berbasis

Scientific Approach Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mapel Matematika Materi Sifat

Bangun Datar Kelas III Mi Nu 05 Tamangede Kec. Gemuh Kab. Kendal. Skripsi:

Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo

Sagala, Syaiful. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.

Saragih, S. 2007. Pengembangan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika

Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui PMR. Disertasi Bandung : PPS UPI.

Suharmini, Tin. 2009. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogjakarta: Kanwa Publisher

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: PT.

Karisma Putra Utama.

Suwarsono, St. (2001). Beberapa permasalahan yang terkait dengan upaya implementasi

pendidikan matematika realistik di Indonesia. Makalah disampaikan pada seminar

nasional tentang Pendidikan Matematika Realistik tanggal 14-15 November

2001.Yogyakarta

Soedjadi, R. 1999. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikti, Depdikbud

Sofiana. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Operasi Hitung Bilangan Pecahan Melalui

Pendekatan Matematika Realistik Pada Siswa Kelas V Sd Negeri 3 Grenggeng. Skripsi:

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Universitas Negeri Yogyakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional

Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik. Yogjakarta: Graha Ilmu

Wisnu, Romanus. 2014. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Pendekatan RME

Melalui Media Visual Mata Pelajaran Matematika Pada Siswa Kelas III Semester 2 SD

Kanisius Kaliwinong Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang Tahun Pelajaran

2013/2014. Skripsi: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas

Kristen Satya Wacana.