fermentasi ndc_febby ernita s_11.70.0054_unika soegijapranata

18
Acara II FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NA TA D E COCO   LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh:  Nama : Febby Ernita.S  NIM : 11.70.0054 Kelompok : B4 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2014

description

pada praktikum nata de coco ini bahan yang digunakan adalah air kelapa dan gula pasir. pengamatan dilakukan selama 2 minggu. starter yang digunakan dalam fermentasi ini adalah Acetobacter xylinum

Transcript of fermentasi ndc_febby ernita s_11.70.0054_unika soegijapranata

FERMENTASI SUBSTRAT CAIRFERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh: Nama : Febby Ernita.S NIM : 11.70.0054 Kelompok : B4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Acara II5

20143

1. HASIL PENGAMATAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh tinggi awal media (cm), tinggi ketebalan nata de coco (cm), dan % lapisan nata de coco. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Lapisan nata de cocoKelTinggi MediaAwal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm)% Lapisan Nata

07140714

B10,500,80,50160100

B2100,90,509050

B31,201,31,60108,33133,33

B40,500,80,50160100

B50,8010,7012587,5

Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat tinggi awal media (cm), tinggi ketebalan nata de coco (cm), dan % lapisan nata de coco pada setiap kelompok berbeda-beda. Namun untuk tinggi ketebalan nata de coco dan % lapisan nata de coco pada hari ke 0 adalah 0. Untuk kelompok B1, tinggi awal media 0,5 cm, tinggi ketebalan nata de coco pada hari ke 7 adalah 0,8 cm, pada hari ke 14 adalah 0,5 cm, dan % lapisan nata de coco pada hari ke 7 adalah 160%, pada hari ke 14 adalah 100%. Untuk kelompok B2, tinggi awal media 1 cm, tinggi ketebalan nata de coco pada hari ke 7 adalah 0,9 cm, pada hari ke 14 adalah 0,5 cm, dan % lapisan nata de coco pada hari ke 7 adalah 90%, pada hari ke 14 adalah 50%. Untuk kelompok B3, tinggi awal media 1,2 cm, tinggi ketebalan nata de coco pada hari ke 7 adalah 1,3 cm, pada hari ke 14 adalah 1,6 cm, dan % lapisan nata de coco pada hari ke 7 adalah 108,33%, pada hari ke 14 adalah 133,33%. Untuk kelompok B4, tinggi awal media 0,5 cm, tinggi ketebalan nata de coco pada hari ke 7 adalah 0,8 cm, pada hari ke 14 adalah 0,5 cm, dan % lapisan nata de coco pada hari ke 7 adalah 160%, pada hari ke 14 adalah 100%. Dan untuk kelompok B5, tinggi awal media 0,8 cm, tinggi ketebalan nata de coco pada hari ke 7 adalah 1 cm, pada hari ke 14 adalah 0,7 cm, dan % lapisan nata de coco pada hari ke 7 adalah 125%, pada hari ke 14 adalah 87,5%.

Untuk hasil uji sensoris nata de coco dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Hasil Uji Sensoris nata de cocoKelompok Aroma Warna Tekstur Rasa

B1++++++++++++

B2++++++++++++

B3++++++++++++++

B4+++++++++++++

B5++++++++++++++

Keterangan : Aroma WarnaTekstur Rasa++++: tidak asamputihsangat kenyalsangat manis +++: agak asamputih beningkenyalmanis ++: asamputih agak beningagak kenyalagak manis +: sangat asamkuningtidak kenyaltidak manis

Berdasarkan tabel 2, hasil uji sensoris nata de coco pada bagian aroma kelompok B1-B5 sama yaitu tidak asam. Untuk bagian warna, pada kelompok B1 nata de coco berwarna putih bening sedangkan kelompok B2-B5 nata de coco berwarna putih. Pada bagian tekstur, untuk kelompok B1 dan B2 kenyal, kelompok B3-B5 agak kenyal. Dan untuk bagian rasa, kelompok B1 nata de coco memiliki rasa yang agak manis, B2 memiliki rasa tidak manis, B3 dan B5 memiliki rasa sangat manis, B4 memiliki rasa manis.

12

1

2. PEMBAHASAN

Nata merupakan biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa, berbentuk agar dan berwarna putih. Nata dapat terbuat dari bahan baku air kelapa (disebut nata de coco) dan whey tahu (dapat disebut nata de soya). Kedua jenis nata tersebut tidak berbeda jauh dari sisi bentuk, warna, tekstur, dan rasa (Hasbullah, 2007). Dalam praktikum nata ini, produk yang akan dihasilkan berupa nata de coco sehingga bahan dasar yang digunakan adalah air kelapa dan starter yang digunakan adalah Acetobacter xylinum. Hal ini sesuai dengan teori Nadia Halib et al (2012) didalam jurnal Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose bahwa proses pembuatan nata de coco dihasilkan melalui proses fermentasi air kelapa bersama kultur bakteria Acetobacter xylinum yang merupakan bakteri gram negatif. Bakteri ini memetabolisme glukosa dalam air kelapa. Air kelapa mengandung air sebesar 91,23%, karbohidrat sebesar 7,27%, protein 0,29%, serta lemak dan abu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, aktivitas, dan perkembangbiakan bibit nata. Air kelapa yang baik adalah dari kelapa tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda (Warisno, 2004).

Dalam jurnal Analisis Usaha Pembuatan Nata De Coco Dengan Menggunakan Sumber dan Kandungan N Yang Berbeda, Wowor, Liana Y et al (2007) melaporkan tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui sumber dan kandungan nitrogen yang terbaik dalam pembuatan nata de coco. Sumber nitrogen yang digunakan adalah ZA (ammonium sulfat) dengan dosis 2,5 gram (Zd) dan 5 gram (Zl) serta urea 2,5 gram (Ud) dan 5 gram (UI). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perlakuan ZA 2,5 gram (Zd) memberikan hasil yang terbaik dari segi ketebalan, warna, dan berat nata de coco.

2.1. Cara KerjaLangkah-langkah dalam pembuatan nata de coco adalah air kelapa yang akan digunakan disaring terlebih dahulu dengan menggunakan kain saring. Proses penyaringan ini dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau benda asing seperti sisa sabut karena air kelapa yang mengandung banyak kotoran akan menghasilkan nata dengan penampakan yang kurang baik (Biamenta, 2011). Kemudian ditambahkan gula pasir sebanyak 10% dan diaduk sampai larut. Menurut (Awang, 1991), penambahan gula ke dalam air kelapa ini berfungsi sebagai salah satu sumber C organik yang dibutuhkan bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum. Setelah itu, ditambahkan ammonium sulfat sebanyak 0,5% dan asam cuka glasial sampai pH 4-5. Ammonium sulfat merupakan senyawa kimia yang memiliki rumus (NH4)2SO4 yang berbentuk kristal, berwarna putih kebiru-biruan atau kekuningan. Penambahan ammonium sulfat dalam media fermentasi bertujuan untuk menurunkan pH awal dari media fermentasi sehingga dapat menciptakan suasana keasaman yang tepat dalam pertumbuhan mikroba. Sedangkan penambahan asam cuka glasial berfungsi untuk mencapai pH optimum bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum yaitu antara 4-4,5 (Effendi, 2005). Penambahan ke tiga bahan tersebut didukung oleh A. Jagannath et al (2008) didalam jurnal The effect of pH,sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacterxylinum bahwa untuk menghasilkan nata yang optimal digunakan sukrosa 10%, ammonium sulfat 0,5 %, dengan pH terbaik adalah pH 4.

Lalu air kepala yang sudah dicampur dengan bahan-bahan tersebut dipanaskan sampai gula larut dan disaring kembali. Hasil akhir dari proses pemasakan selanjutnya dituang kedalam beaker glass untuk memastikan pH nata sudah optimal dengan menggunakan pH meter. Berikut adalah gambar dari gula, ammonium sulfat, proses akhir pemasakan, penuangan kedalam beaker glass, dan pengecekan pH :

Gambar 1. Gula Gambar 2. Ammonium sulfat Gambar 3. Akhir pemasakan

Gambar 4. Penuangan kedalam Gambar 5. Pengecekan pHbeaker glass

Selanjutnya, 5 wadah plastik bersih diambil dan 100 ml media steril dimasukkan ke dalam masing-masing wadah dan ditutup rapat. Biang nata (starter) ditambahkan sebanyak 10% dari media ke dalam masing-masing wadah plastik secara aseptis dan digojog perlahan sampai seluruh starter bercampur homogen. Penambahan starter sebanyak 10% ini sesuai dengan teori Pato & Dwiloka (1994) yang menyatakan bahwa jumlahstarter yang ditambahkan dalampembuatan nataberkisarantara4-10%.Jumlah starter yang ditambahkan perlu diperhatikan karena apabila jumlah starter yang ditambahkan tidak tepat, maka karakteristik nata yang dihasilkan tidak baik. Dwidjoseputro (1994) mengatakan, perlakuan aseptis dilakukan agar Acetobacter xylinum yang dibiakkan dapat berkembang sebaik mungkin dan mikroba lain yang tidak diinginkan tidak mengganggu mikroba yang akan dibiakkan. Kemudian ditutup dengan kertas coklat. Penutupan dengan kertas coklat ini bertujuan untuk menghindari kontaminasi. selain itu, untuk menyediakan oksigen yang cukup bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum meskinpun oksigen yang masuk tidak kontak langsung dengan permukaan nata (Pambayun, 2002). Berikut adalah gambar saat penambahan biang nata dan penutupan kertas coklat :

Gambar 6. Penambahan biang nata Gambar 7. Penutupan kertas coklat

Inkubasi dilakukan pada suhu ruang selama 2 minggu dan selama inkubasi ini wadah jangan digoyang agar lapisan yang terbentuk tidak terpisah-pisah. Inkubasi ini sesuai dengan teori Wijayanti et al (2012) didalam jurnal Pengaruh Penambahan Sukrosa dan Asam Asetat Glacial Terhadap Kualitas Nata Dari Whey Tahu dan Substrat Air Kelapa bahwa hal penting selama proses pembuatan nata adalah waktu dan suhu fermentasi. Untuk memperoleh ketebalan nata yang optimal, waktu fermentasi (inkubasi) berkisar antara 10 hari sampai 14 hari dan suhu yang cocok untuk pembentukan nata pada suhu kamar antara 28-30C dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum tersebut. Lalu dilakukan pengamatan terhadap ketebalan nata de coco dan % lapisan nata pada hari ke 0, 7, dan 14. % lapisan nata dapat dihitung dengan menggunakan rumus :% lapisan nata =

Setelah jadi, nata dicuci dengan air mengalir dan dipotong-potong berbentuk kubus serta dimasak dengan penambahan gula (kelompok B1 50 gram, B2 25 gram, B3 125 gram B4 75 gram, B5 100 gram). Berdasarkan Biamenta (2011), pemasakan dilakukan untuk menyempurnakan pelarutan gula pasir dan ammonium sulfat yang ditambahkan. Setelah dimasak, dilakukan uji sensori terhadap rasa, aroma, tekstur, dan warna. Berikut adalah gambar saat proses inkubasi, nata dicuci dengan air, pemotongan, pemasakan nata + gula :

Gambar 8. Proses inkubasi, nata dicuci dengan air, pemotongan, pemasakan nata + gula

2.2. Hasil Pengamatan Tinggi dan % Lapisan NataBerdasarkan hasil pengamatan dapat dilihat tinggi awal media (cm), tinggi ketebalan nata de coco (cm), dan % lapisan nata de coco pada setiap kelompok berbeda-beda. Namun untuk tinggi ketebalan nata de coco dan % lapisan nata de coco pada hari ke 0 adalah 0. Untuk kelompok B1, tinggi awal media 0,5 cm, tinggi ketebalan nata de coco pada hari ke 7 adalah 0,8 cm, pada hari ke 14 adalah 0,5 cm, dan % lapisan nata de coco pada hari ke 7 adalah 160%, pada hari ke 14 adalah 100%. Untuk kelompok B2, tinggi awal media 1 cm, tinggi ketebalan nata de coco pada hari ke 7 adalah 0,9 cm, pada hari ke 14 adalah 0,5 cm, dan % lapisan nata de coco pada hari ke 7 adalah 90%, pada hari ke 14 adalah 50%. Untuk kelompok B3, tinggi awal media 1,2 cm, tinggi ketebalan nata de coco pada hari ke 7 adalah 1,3 cm, pada hari ke 14 adalah 1,6 cm, dan % lapisan nata de coco pada hari ke 7 adalah 108,33%, pada hari ke 14 adalah 133,33%. Untuk kelompok B4, tinggi awal media 0,5 cm, tinggi ketebalan nata de coco pada hari ke 7 adalah 0,8 cm, pada hari ke 14 adalah 0,5 cm, dan % lapisan nata de coco pada hari ke 7 adalah 160%, pada hari ke 14 adalah 100%. Dan untuk kelompok B5, tinggi awal media 0,8 cm, tinggi ketebalan nata de coco pada hari ke 7 adalah 1 cm, pada hari ke 14 adalah 0,7 cm, dan % lapisan nata de coco pada hari ke 7 adalah 125%, pada hari ke 14 adalah 87,5%.

Untuk tinggi awal media pada setiap kelompok berbeda-beda karena wadah plastik yang digunakan pada setiap kelompok tidak sama. Jika dilihat dari sisi tinggi ketebalan nata dan % lapisan nata, semakin lama waktu fermentasi ketebalan dan presentase lapisan akan semakin meningkat. Hal tersebut didukung oleh Lapuz et al (1967) bahwa ketebalan nata akan dipengaruhi oleh lamanya waktu inkubasi. Semakin lama waktu inkubasi, lapisan yang terbentuk semakin tebal. Dari hasil yang diperoleh, secara keseluruhan tinggi nata dan % lapisan nata mengalami penurunan selama penyimpanan 2 minggu kecuali kelompok B3. Dapat disimpulkan hasil yang didapat saat praktikum tidak sesuai dengan teori diatas. Penurunan ketebalan dan % lapisan nata disebabkan adanya kontaminasi saat proses fermentasi, kurang aseptisnya saat perlakuan penambahan starter, dan gula yang tidak tercampur dengan rata sehingga hasil nata kurang maksimal (Pambayun, 2002). Menurut Hidayat (2006), sumber karbon seperti gula adalah faktor yang penting dalam proses fermentasi. Bakteri membutuhkan sumber karbon bagi proses metabolismenya dalam pembentukan nata. Jumlah gula yang ditambahkan harus diperhatikan untuk proses metabolisme dan pembentukan pelikel pada nata.

Ketebalan dan % lapisan nata yang tidak sesuai dengan teori dari Lapuz et al (1967) bisa juga disebabkan tidak sesuainya suhu ruang inkubasi. Hal ini didukung oleh Warisno (2004) bahwa suhu ruang inkubasi harus diperhatikan agar pertumbuhan Acetobacter xylinum optimal. Jika suhunya terlalu rendah maka hasil nata kurang memuaskan sedangkan jika suhunya terlalu tinggi dapat mengganggu pertumbuhan Acetobacter xylinum dan dapat menghambat produksi nata. Suhu inkubasi yang cocok untuk pembuatan nata adalah pada suhu kamar (28C-30C) (Wijayanti et al, 2012). Dina (2009) menambahkan, waktu fermentasi mempengaruhi lapisan nata. Waktu fermentasi yang terlalu lama menyebabkan lapisan nata tebal sedangkan waktu fermentasi yang terlalu cepat menyebabkan lapisan nata tipis sehingga serat yang dihasilkan sedikit.

2.3. Uji SensoriUntuk hasil uji sensoris, nata de coco pada bagian aroma kelompok B1-B5 sama yaitu tidak asam. Hasil tersebut sesuai dengan teori Dina (2009) dimana aroma yang sesuai untuk nata adalah tidak asam terkait dengan waktu fermentasi. Jika waktu fermentasi lebih dari 2 minggu, aroma nata yang dihasilkan sangat asam. Menurut Rahman (1992), aroma nata dipengaruhi oleh proses pencucian dan perendaman nata. Jika nata sering dicuci dan air rendaman nata sering diganti maka asam yang terbuang akan semakin banyak. Selama praktikum, pencucian dan penggantian air rendaman nata dilakukan lebih dari 1 kali dan hal ini sesuai dengan teori diatas sehingga aroma yang dihasilkan tidak asam. Untuk bagian warna, pada kelompok B1 nata de coco berwarna putih bening sedangkan kelompok B2-B5 nata de coco berwarna putih. Hal ini didukung oleh Budi Santosa (2012) didalam jurnal Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco bahwa dalam penambahan gula mempengaruhi warna yang dihasilkan oleh nata tersebut. Penambahan gula yang semakin banyak akan menghasilkan nata yang berwarna putih. Apabila gula yang digunakan berwarna coklat maka nata yang terbentuk akan berwarna sangat keruh dibanding dengan gula yang berwarna putih.

Pada bagian tekstur, untuk kelompok B1 dan B2 kenyal, kelompok B3-B5 agak kenyal. Tekstur atau tingkat kekenyalan pada nata tergantung dari ketebalan lapisan nata itu sendiri, jenis dan konsentrasi mikroorganisme yang digunakan (Nurhayanti, 2011). Semakin tinggi konsentrasi dan murni suatu kultur, nata yang dihasilkan akan lebih padat. Selain itu, semakin banyak gula yang ditambahkan maka nata akan semakin kenyal. Namu menurut Nisa et al (2001), konsentrasi gula yang terlalu banyak dapat menghambat aktivitas Acetobacter xylinum dalam membentuk selulosa. Dan untuk rasa, kelompok B1 nata de coco memiliki rasa yang agak manis, B2 memiliki rasa tidak manis, B3 dan B5 memiliki rasa sangat manis, B4 memiliki rasa manis. Rasa manis atau tidaknya tergantung dari banyaknya penambahan gula. Semakin banyak gula yang ditambahkan maka rasa nata de coco akan semakin manis begitu juga sebaliknya. Berikut adalah gambar dari hasil akhir pemasakan nata de coco:

Gambar 9. Hasil akhir pemasakan

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan nata selain temperatur ruang inkubasi dan waktu fermentasi adalah :1. Kualitas starterSebaiknya menggunakan starter yang berkualitas baik untuk mendapatkan nata yang berkualitas baik. Starter yang baik adalah yang tidak terkontaminasi.2. Kebersihan alatAlat-alat kotor dapat menghambat bahkan mematikan pertumbuhan Acetobacter xylinum karena itu semua alat yang digunakan harus disterilkan terlebih dahulu.3. Jenis dan konsentrasi medium4. Tempat fermentasiTempat fermentasi tidak boleh terkena cahaya matahari langsung. Selain itu, selama proses pembentukan nata gerakan atau gonjangan harus dihindari karena jika terjadi makan akan menenggelamkan nata yang telah terbentuk. Hal ini menyebabkan ketebalan nata tidak stabil.(Budiyanto, 2004).

9

3

3. KESIMPULAN

Pembuatan nata de coco dihasilkan melalui proses fermentasi air kelapa bersama kultur bakteria Acetobacter xylinum. Penambahan gula ke dalam air kelapa ini berfungsi sebagai salah satu sumber C organik yang dibutuhkan bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum. Penambahan asam cuka glasial berfungsi untuk mencapai pH optimum bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum yaitu antara 4-4,5. Penutupan dengan kertas coklat bertujuan untuk untuk menyediakan oksigen yang cukup bagi pertumbuhan Acetobacter xylinum meskinpun oksigen yang masuk tidak kontak langsung dengan permukaan nata. Untuk memperoleh ketebalan nata yang optimal, waktu fermentasi (inkubasi) berkisar antara 10 hari sampai 14 hari. Dari hasil yang diperoleh, secara keseluruhan tinggi nata dan % lapisan nata mengalami penurunan selama penyimpanan 2 minggu kecuali kelompok B3. Penurunan disebabkan adanya kontaminasi saat proses fermentasi, kurang aseptisnya saat perlakuan penambahan starter, dan gula yang tidak tercampur dengan rata sehingga hasil nata kurang maksimal. Nata de coco pada bagian aroma kelompok B1-B5 sama yaitu tidak asam. Aroma yang sesuai untuk nata adalah tidak asam terkait dengan waktu fermentasi. Pada kelompok B1 nata de coco berwarna putih bening sedangkan kelompok B2-B5 nata de coco berwarna putih. Penambahan gula yang semakin banyak akan menghasilkan nata yang berwarna putih. Tekstur atau tingkat kekenyalan pada nata tergantung dari ketebalan lapisan nata itu sendiri, jenis dan konsentrasi mikroorganisme yang digunakan. Semakin banyak gula yang ditambahkan maka rasa nata de coco akan semakin manis begitu juga sebaliknya.

Semarang, 7 Juni 2014 Asisten dosen : Stella Mariss Meilisa Lelyana D Chrysentia Archinitta Katharina Nerissa Andriani Cintya Febby Ernita S 11.70.0054

13

4. DAFTAR PUSTAKA

A. Jagannath, A. Kalaiselvan, S. S. Manjunatha, P. S. Raju, A. S. Bawa. (2008). The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de coco) by Acetobacter xylinum. Springer Science & Business Media. India.

Awang, S.A. (1991). Kelapa Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Jakarta.

Biamenta, E. (2010). Karakterisasi dan Analisa Kadar Nutrisi Edible Film dari Nata De Coco dengan Penambahan Pati, Gliserin dan Kitosan Sebagai Bahan Pengemas Makanan. Skripsi. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Budi Santosa, Kgs. Ahmad, and Domingus Taeque. (2012). Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE). Vol. 1 No. 1. ISSN : 2252-5297.

Budiyanto, A. K. (2004). Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Press.

Dina, R. (2009). Pemanfaatan Buah Tomat sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata de Tomato. Seminar Tugas Akhir S1 Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro Semarang

Dwidjoseputro, D. (1994). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan.

Effendi. (2005). Pembuatan Nata dari Air Kelapa. Bogor : Pusat Penelitian Bioteknologi.

Hasbullah. (2007). Teknologi tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat. Nata de cacao. http://www.ristek.go.id.

Hidayat, N. (2006). Mikrobiologi Industri. Yogyakarta : CV. Andi Offset.

Lapuz, M.M.; Gallardo, E.G. and Palo, M.A. (1967). The Nata Organism Cultural.Requirements Characteristis and Indentity. The Philippine Journal of Science Vol 96.

Nadia Halib, Mohd Cairul Iqbal, Mohd Amin dan Ishak Ahmad. (2012). Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose. Sains Malaysiana. Malaysia.

Nisa, F.C., R.H. Hani., T. Wastono., B. Baskoro dan Moestijanto. (2001). Produksi Nata Dari Limbah Cair Tahu (Whey): Kajian Penambahan Sukrosa Dan Ekstrak Kecambah. Jurnal Teknologi Pertanian. 2: 74 78.

Nurhayati,Siti.(2011).KajianPengaruhKadarGuladanLamaFermentasiTerhadap KualitasNata De Soya.Universitas Terbuka p1-8.

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Pato, U. & Dwiloted, B. (1994). Proses & Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (A) : 70-77.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan danGizi IPB. Bandung

Warisno. (2004). Mudah dan Praktis Membuat Nata de coco. Cetakan Pertama. Agromedia Pustaka : Jakarta.

Wijayanti, Sri Kumalaningsih,Masud Effendi . (2012). Pengaruh Penambahan Sukrosa dan Asam Asetat Glacial Terhadap Kualitas Nata Dari Whey Tahu dan Substrat Air Kelapa. Jurnal Industrial Vol 1 No. 2 Hal 86 93.

Wowor, Liana Y, Mufidah Muis, dan Abd. Rahman Arinong. (2007). Analisis Pembuatan Nata De Coco Dengan Menggunakan Sumber dan Kandungan N Yang Berbeda. Jurnal Agrisistem. Vol. 3 No. 2. ISSN 1858-433014

5. LAMPIRAN5.1. Perhitungan

Kelompok B1Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok B2Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok B3Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok B4Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

Kelompok B5Hari ke 0

Hari ke 7

Hari ke 14

5.2. Jurnal (Abstrak)