Transcript of Ubi Ac Putih
YANG TUMBUH DI DAERAH WONOSOBO (Coffea Arabica)
SKRIPSI
Gelar Sarjana S-1 Progam Studi Teknologi Hasil Pertanian
Disusun Oleh:
J
;
‾:‾ ‾
’
‾‾ l ’9 ′
… ‡
¥
‾‾ (
∴∴-
∩
( 1: a9 --- > ) ) ‾ )
∴ ∴! ∴ ‾ _
SURATPERNYTAANKEASLIANSKRIPSI
Sayayangbertandatangandibawahi:
(Ch#aAbic,,Adalhasilpenelitiansayasendiridanbelumpemahdiukan
untukmemperolehgelarkesamaandiperguruantinggi.Dalamskripsiinluga
bersediamenerimasanksiakademiksesuaidenganaturanyangberlaku.
V
v
Wonosobo (Coffea Arabica)” dan berhasil diselesaikan. Penulis
skripsi ini tidak
dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak.
Dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Ir. Haslina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas
Semarang sekaligus sebagai dosen pembimbing II yang telah
memberi
kesempatan serta fasilitas dalam pelaksanaan skripsi dan studi di
Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Semarang.
2. Ir. Dewi Larasati, M.Si, selaku wakil Dekan Fakultas Teknologi
Pertanian
Universitas Semarang yang telah memberi fasilitas dalam pelaksanaan
skripsi
dan Studi selama di Fakultas Teknologi Pertanian
3. Ir. Sri Haryati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Fakultas Teknologi
Pertanian
Universitas Semarang
4. Ir. Bambang Kunarto, M.P., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan
bimbingan dan pengarahan selama penulisan laporan.
5. Ir. Elly Yuniarti Sani, M.Si., selaku Dosen penguji yang telah
memberikan
masukan dan pengarahan dalam penulisan laporan
vi
6. Senior dan teman Seperjuangan di Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas
Teknologi Pertanian Univeritas Semarang periode 2015/2016,
2016/2017,
2017/2018, yang telah memberi tempat dan ruang untuk belajar dan
tempaan
menjadi Mahasiswa sesungguhnya.
7. Kedua orang tua Bapak Kusno Widodo, Ibu Suparmi, ke empat
saudara abang
Sugiman, Joko Dwi Putranto (kokom), Adekku Della Kusuma Wati dan
Leonita
Kusuma Wardani, serta emak Sulastri, Tante Atik, yang telah
memberikan
dorongan dan sumbangan yang sangat besar baik secara moral maupun
materi
dibelakang layar, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan.
8. Tim Kemahasiswaan Universitas Semarang serta personil UKM Satgas
memberi
dukungan, tempat dan selalu mengingatakan kepada penulis untuk
segera
menyelesaikan studi di Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Semarang.
9. Tia Ari N. yang selalu memberi dukungan secara moril dengan
tulisan-tulisan
yang indah terpampang di tempat penulis tinggal
10. Tim d’kos Hengki Wibowo, Ifan Subianto, M. Fahmi Harun, Ghifari
Fajar,
Catur Wahyu, Maulana hasan, Ipung, okki Chandra, yazid ifanal,
Noviana Dz,
selaku teman yang selalu mendukung penulis dalam penyelesaian
skripsi
11. Teman seperjuangan Wena Risyaditiya yang mefasilitasi mobilitas
penulis
selama penyusunan, Feranawi, Wahyu Cahya, Tri Widyanti, Lucia Ayu
Putri,
Wahyu Setyani, Dodie Ammar Burhan Sebagai kawan editor selama
penulisan.
12. M. Zainun dan Hipnu selaku penghubung penulis dengan petani
Kopi Wonosobo
sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian.
vii
13. Petani kopi Wonosobo yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan
tentang
dunia kopi khususnya kopi Arabika Wonosobo.
14. Kedai kopi Tjapasantri dan personilnya yang membantu penulis
untuk
melakukan pengujian
15. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan laporan
yang tidak bisa disebut satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih terdapat
banyak
kekurangan sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
penulis
harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat
khususnya bagi pihak yang membacanya.
Semarang, Agustus 2019
penyangraian terhadap sifat fisikokimia dan organoleptik kopi bubuk
arabika
yang tumbuh di daerah wonsobo (Coffea arabica). Skripsi S-1
Teknologi hasil
pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Semarang.
(Pembimbing :
Bambang Kunarto, dan Haslina)
proses penyangraian merupakan pembentukan cita rasa dan aroma kopi.
Kualitas biji
kopi dapat ditingkatkan apabila proses penyangraian dilakukan pada
lama waktu dan
suhu terkontrol. Apabila biji kopi memiliki keseragaman dalam
ukuran, specific
grafity, tekstur, kadar air, dan struktur kimia, maka proses
penyangraian akan relative
lebih mudah dikendalikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
lama waktu
penyangraian kopi arabika (Coffea arabica) Wonosobo terhadap sifat
fisikokimia
dan organoleptik. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Mei
2019 Di
Labolatorium Rekayasa Pangan, dan Kimia Fakultas Teknologi
Pertanian,
Universitas Semarang (USM) dan Labolatorium Chemix Yogyakarta,
serta
Labolatorium Biologi Sistematika Tumbuhan Fakultas Biologi,
Universitas Gadjah
Mada (UGM). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK), data
yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA, apabila ada beda nyata
tiap
perlukan maka dilanjut dengan uji BNJ (Beda Nyata Jujur).
Penelitian ini
menggunakan 6 perlakuan dan 3 kali ualangan, P1 (5 menit), P2 (10
Menit0, P3 (15
menit), P4 (20 Menit), P5 (25 menit), dan P6 (30 menit) dengan
menggunakan suhu
±180°C.
Hasil menunjukan bahawa penggunaan lama waktu yang berbeda dengan
suhu
penyangraian ±180°C berpengaruh nyata terhadap rendemen, kafein
rasa, warna dan
overall (uji hedonik). Perlakuan terbaik kopi bubuk arabika pada
perlakuan P4
dengan hasil rendemen 79,481%, kadar air 3,819%, kadar abu 4,568%,
keasaman
5,321%, dan kafein 0,271%.
ix
ABSTRAC
Nining Listiyaning Tyas. D.111.15.0020. 2019. The effect of
roasting time on the
physicochemical and organoleptic properties of Arabica ground
coffee which
grows in the Wonsobo area (Coffea arabica). Thesis Bachelor of
Agricultural
Technology, Faculty of Agricultural Technology, Semarang
University. (Supervisor:
Bambang Kunarto, and Haslina).
Stages of coffee processing are inseparable from the roasting
process, where
the roasting process is the formation of the taste and aroma of
coffee. The quality of
coffee beans can be improved if the roasting process is carried out
for a long time
and controlled temperature. If the coffee beans have uniformity in
size, specific
grafity, texture, moisture content, and chemical structure, the
roasting process will be
relatively easier to control. This study aims to determine the
length of time for
roasting Wonosobo arabica (Coffea arabica) coffee on
physicochemical and
organoleptic properties. This research was conducted in March-May
2019 at the
Food and Chemical Engineering Laboratory of the Faculty of
Agricultural
Technology, University of Semarang (USM) and the Yogyakarta
Chemix
Laboratory, and the Plant Systematics Biology Laboratory, Faculty
of Biology,
Gadjah Mada University (UGM). This study used a randomized block
design (RBD),
the data obtained were analyzed using ANOVA, if there were any real
differences
needed then continued with the BNJ test (Honestly Significant
Difference). This
study used 6 treatments and 3 adventures, P1 (5 minutes), P2 (10
Minutes0, P3 (15
minutes), P4 (20 Minutes), P5 (25 minutes), and P6 (30 minutes)
using temperatures
of ± 180 ° C.
The results showed that the use of a different length of time with
roasting
temperatures ± 180 ° C significantly affected the yield, caffeine
taste, color and
overall (hedonic test). The best treatment of arabica ground coffee
in the P4
treatment with a yield of 79.481%, moisture content 3.819%, ash
content 4.568%,
acidity 5.321%, and caffeine 0.271%.
Keywords: Arabica coffee, roasting, temperature and length of
time
x
F. Kafein………………
............................................................................
16
B. Alat dan Bahan
.....................................................................................
24
C Prosedur Penelitian
...............................................................................
24
D. Rancangan Percobaan
..........................................................................
26
D. variable Pengamatan
............................................................................
27
A. Hasil Anallisis Tahap 1.
.......................................................................
35
1. Identifikasi Tanaman
................................................................
36
B. Hasil Analisi Tahap 2
...........................................................................
36
1. Rendemen
................................................................................
37
A. Kesimpulan
..........................................................................................
55
B. Saran
.....................................................................................................
55
DAFTAR PUSTAKA
...........................................................................................
56
LAMPIRAN ANOVA
..........................................................................................
58
B. Lampiran Anova Kadar Air
...............................................................
62
C. Lampiran Anova Kadar Abu
...............................................................
64
D. Lampiran Anova Keasamaan
.............................................................
66
E. Lampiran Anova Kafein
......................................................................
69
F. Lampiran Anova Warna
......................................................................
71
G. Lampiran Anova Rasa
.........................................................................
79
H. Lampiran Anova Aroma
.....................................................................
88
I. Lampiran Anova
Overall.....................................................................
95
LAMPIRAN GAMBAR
.......................................................................................
101
xiii
2. Diagaram Batang Kadar Air
..............................................................
39
3. Diagaram Batang Kadar Abu
.............................................................
40
4. Diagaram Batang Keasamaan
...........................................................
42
5. Diagaram Batang
Kafein....................................................................
44
\
5. Hasil Uji Proksimat Biji Kopi
...............................................................
35
6. Hasil Uji Rendemen Bubuk Kopi
......................................................... 36
7. Hasil Uji Kadar Air Bubuk Kopi
.......................................................... 38
8. Hasil Uji Kadar Abu Bubuk Kopi
......................................................... 40
9. Hasil Uji Keasamaan Bubuk Kopi
........................................................ 42
10. Hasil Uji Kafein Kopi
...........................................................................
43
11. Hasil Uji Organoleptik Warna Kopi
..................................................... 45
12. Hasil Uji Organoleptik Aroma Kopi
..................................................... 47
13. Hasil Uji Organoleptik Rasa Kopi
........................................................ 48
14. Hasil Uji Organoleptik Hedonik Kopi
.................................................. 50
xv
3. Lampiran Kadar
Abu.............................................................................
62
1
diantaranya kekayaan alam yang cukup melimpah baik dibidang
pertanian,
perkebunan, maupun bidang perikanan. Salah satu komdonitas yang
paling
menonjol ialah bidang perkebunan salah satunya kopi, kopi sendiri
merupakan
salah satu hasil komoditi perkebunan yang memeliki nilai ekonomis
yang cukup
tinggi diantara tanaman perkebunan lainnya. Di Indonesia sendiri
tanaman kopi
dibudidayakan sendiri oleh rakyat (kopi rakyat) dan lembaga
perkebunan yang
dimiliki pemerintah, adapun sentral kopi di Indonesia antara lain
Aceh, Sumatra
Utara, Sumatra Selatan, Sumatra Barat, dan Jawa Timur. Dari
keseluruhan sentral
kopi di Indonesia , produksi kopi diwilayah ini mencapai 88,35%
dari total
produksi kopi di Indonesia (Kadek, 2019).
Jenis kopi di Indonesia sendiri ada beberapa, antara lain kopi
robusta,
arabika dan liberika. Masing-masing jenis kopi ini memiliki ciri
khas tersendiri,
dibanding dengan robusta maupun liberika, kopi arabika memiliki
rasa yang kuat
dan paling baik untuk cita rasanya. (Najiyati dan Danarti, 2001).
Bagian tanaman
kopi yang banyak dimanfaatkan masyarakat adalah bagian bijinya yang
diolah
menjadi minuman dengan kandungn kafein dalam dosis rendah. Kualitas
biji kopi
sendiri tergantung pada proses penanganan penanaman hingga pasca
panen yang
tepat, penanganan pasca panen yang tepat disetiap prosesnya
kualitas kopi bisa
ditingkatkan (Yusdiali, 2008).
Biji kopi yang telah dipanen memperlukan penanganan khusus,
salah
satunya ialah pengolahan biji kopi. Pengolahan biji kopi sendiri
ada dua tahapan,
yaitu pengolahan kopi primer dan sekunder. Pengolahan kopi primer
meliputi
sortasi buah sehat, pengupasan kulit buah kopi, sortasi, pengemasan
dan
penggudangan. Pengolahan sekunder pada kopi meliputi penyangraian,
tingkat
sangrai, pencampuran, dan pengahalusan biji kopi (Mulato, et a,l.
2006).
Tahapan pengolahan kopi sendiri tak terlepas dari proses
penyangraian,
dimana proses penyangraian merupakan kunci dari pembentukan cita
rasa dan
aroma kopi. Apabila biji kopi memiliki keseragaman dalam ukuran,
specific
grafity, tekstur, kadar air, dan struktur kimia, maka proses
penyangraian akan
relative lebih mudah dikendalikan. Namun kenyataannya biji kopi
memeliki
perbedaan yang sangat besar dari segi ukuran dan perlu penanganan
khusus dalam
pengolahan, sehingga proses penyangraian akan lebih mudah
dikendalikan
(Rahayoe, et al. 2009).
dilakukan pada lama waktu penyangraian dengan suhu terkontrol
untuk
mendapatkan kadar air dan tingkat keasamaan yang sesuai dengan
standar SNI 01-
2983-1992 (SNI, 1992) dan SNI 01-3542-2004 (SNI, 2004). Dalam
proses
penyangraian sendiri terjadi kehilangan berat kering terutama gas
dan zat-zat
volatile yang dapat mempengaruhi cita rasa pada kopi, kehilangan
berat kering
berubungan langsung dengan suhu dan lama waktu penyangraian.
Berdasarkan
suhu peyangraian dibededakan menjadi 3 yaitu ligh roast dengan suhu
180-
3
199°C, medium roast suhu yang digunakan 204°C dan drak roast yang
digunakan
suhu yang digunakan 213-221°C (Afriliana, 2018).
Kopi arabika yang terdapat di Kalikajar, Wonosobo merupakan salah
satu
komoditi unggulan daerah Wonosobo yang perlu dikembangkan dan
menjadi
tumpuan masyarakat sekitar untuk meningkatkan perekonomian. Proses
produksi
dan pengolahaan kopi arabika dapat mempengaruhi kualitas terutama
cita rasa.
Menurut Farida (2013) suhu dan lama waktu penyangraian
mempengaruhi kadar kafein (sifat kimia) pada kopi robusta, serta
menurut
Sholekah (2018) bahwa lama waktu sangrai 10-20 menit dan suhu
190-210°C
dapat mempengaruhi kadar kimia seperti kadungan rendemen, kafein
kopi, kadar
abu, kadar air, maupun pH pada kopi sangrai.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka perlu dilakukannya
penelitian
mengenai proses penyangraian biji kopi arabika Wonosobo berkaitan
dengan lama
waktu penyangraian pada suhu ±180°C.
B. Rumusan Masalah
Wonosobo berpengaruh terhadap kadar kafein, kadar air, kadar abu ,
rendemen
dan organoleptik ?
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui lama waktu penyangraian
kopi
arabika (Coffea arabica) Wonosobo terhadap kadar kafein, kadar air,
kadar abu,
rendemen dan organoleptik.
tumbuh di daerah Wonosobo.
kafein, kadar abu, kadar air,keasaman,rendemen, dan organoleptik
kopi arabika
(coffea arbica) Wonosobo.
A. Sejarah Kopi
Kopi pertama kali ditemukan di Ethopia pada abad ke-9 pertama kali
oleh
seorang penggembala yang menyadari domba-dombanya gembalanya
menjadi
hiperaktif setelah memakan biji-bjian berukuran kecil yang tumbuh
disekitar
tempat penggembalaanya. Tempat penggembalannya bernama Kaffa,
kemudian
mucul istilah coffee dan sejak itulah kopi mulai mendunia
(Febriliyani, 2016).
Konsumsi kopi dunia mencapai 70% berasal dari spesies kopi arabika
dan
26% dari robusta dan 4% dari jenis leberia. Kopi arabika (coffea
arabica) berasal
dari Afrika, tepatnya di daerah pegunungan Ethopia. Namun, kopi
arabika mulai
berkembang setelah dikembangkan didaerah Yaman dan selatan Jazirah
Arab.
Melalui para saudagar Arab, kopi arabika mulai menyebar ke daerah
lainnya.
Awalnya penduduk Yaman dan Arab mencoba memakan biji kopi arabika
dan
merasakan adanya tambhan energy, dengan perkembangan zaman
akan
pengetahuan dan teknologi buah kopi dimanfaatkan menjadi minuman
sampai
sekaranng ini (Febriliyani,2016).
Kopi masuk kewilayah Indonesia pada tahun 1696 dibawa oleh
Belanda
dari Malabar, India ke Jawa dan ditanam di perkebunan Kedawung,
Jakarta.
Tetapi, pembudidayaan ini gagal dikarenakan terjadinya gempa dan
banjir. Tahun,
1699 Belanda kembali mendatangkan stek pohon kopi dari Malbar, kopi
yang
ditanam di Indonesia menghasilkan kualitas sangat baik hal ini
diketahui dari
6
sampel kopi yang diteliti di Amsterdam. Biji kopi yang dikembangkan
di pulau
Jawa kemudian dijadikan bibit untuk perkebunan di seluruh wilayah
Indonesia.
Ada beberapa jenis kopi yang tersebar di Indonesia antara lain :
kopi arabika,
robusta, dan liberika. Namun, yang terkenal di Indonesia yaitu kopi
arabika dan
robusta (Afriliana, 2018).
B. Tanaman Kopi
Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk
dalam
famili Rubiceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak,
bercabang, dan
bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat
telur dengan
ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang,
dan
rantingrantingnya (Najiyati dan Danarti, 2001). Tanaman kopi
termasuk dalam
kerajaan Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo
Rubiales,
famili Rubiaceae, genus Coffea L. (USDA, 2012).
1. Kopi robusta
Kopi robusta digolongkan lebih rendah mutu citarasanya
dibandingkan
dengan citarasa kopi arabika. Hampir seluruh produksi kopi robusta
di seluruh
dunia dihasilkan secara kering dan untuk mendapatkan rasa lugas
tidak boleh
mengandung rasa-rasa asam dari hasil fermentasi. Kopi robusta
memiliki
kelebihan yaitu kekentalan lebih dan warna yang kuat
(Siswoputranto, 1993).
2. Kopi arabika
Kopi arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya,
tanda-
tandanya adalah biji picak dan daun hijau tua dan berombak-ombak.
Jenis-jenis
7
kopi yang termasuk dalam golongan arabika adalah abesinia, pasumah,
marago
dan congensis (Najiyati dan Danarti, 2001).
3. Kopi liberika
Kopi liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak
tahun
1965. Meskipun sudah cukup lama penyebarannya tetapi hingga saat
ini
jumlahnya masih terbatas karena kualitas buah yang kurang bagus
dan
rendemennya rendah (Najiyati dan Danarti, 2001). Tanaman kopi
mempunyai sifat
khusus karena masing-masing jenis menghendaki lingkungan yang agak
berbeda.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kopi antara
lain
ketinggian tempat, curah hujan, penyinaran matahari, angin, dan
tanah (Najiyati
dan Danarti, 2001).
a. Ketinggian Tempat
pertumbuhan tanaman kopi. Faktor suhu udara berpengaruh langsung
terhadap
pertumbuhan tanaman kopi, terutama pembentukan bunga dan buah
serta
kepekaan terhadap gangguan penyakit. Pada umumnya, tinggi rendahnya
suhu
udara dipengaruhi oleh ketinggian tempat dari permukaan air laut.
Kopi robusta
dapat tumbuh optimum pada ketinggian 400 – 700 mdpl.
b. Curah Hujan
Hujan merupakan faktor terpenting setelah ketinggian tempat.
Faktor
iklim ini bisa dilihat dari curah hujan dan waktu turunnya hujan.
Curah hujan akan
8
berpengaruh terhadap ketersediaan air yang sangat dibutuhkan
tanaman. Tanaman
kopi tumbuh optimum di daerah dengan curah hujan 2.000 – 3.000
mm/tahun.
c. Penyinaran matahari
menyukai penyinaran matahari langsung, penyinaran berlebih
dapat
mempengaruhi proses fotosintesis. Penyinaran matahari juga
mempengaruhi
pembentukan kuncup bunga. Penyinaran matahari pada pertanaman kopi
dapat
diatur dengan penanaman pohon penaung. Dengan pohon penaung tanaman
kopi
dapat diupayakan tumbuh di tempat yang teduh, tetapi tetap
mendapatkan
penyinaran yang cukup untuk merangsang pebentukan bunga (Suwarto
dan Yuke,
2010).
Secara umum, tanaman kopi menghendaki tanah subur, dan kaya
bahan
organik. Oleh karena itu, tanah di sekitar tanaman harus sering
diberi pupuk
organik agar subur dan gembur sehingga sistem perakaran tumbuh
baik. Selain itu,
tanaman kopi juga menghendaki tanah yang agak masam. Kisaran pH
tanah untuk
kopi robusta adalah 4,5 – 6,5 sedangkan untuk kopi arabika adalah 5
– 6,5.
Pemberian kapur yang terlalu banyak tidak perlu dilakukan karena
tanaman kopi
tidak menyukai tanah yang terlalu basa (Suwarto dan Yuke,
2010).
C. Karakteristik Kopi
Kopi memiliki aroma dan rasa yang sesuai dengan apa yang
dihasilkan
selama proses penyangraian, mulai dari waktu, suhu, dan lama
penyangraian.
9
Selain itu ada beberapa karakteristik yang digunakan untuk
menentukan kualitas
suatu kopi, yaitu keadaan biji kopi itu sendiri. Kualitas biji kopi
arabika yang
dihasilkan dipengaruhi juga oleh iklim setempat, untuk memperoleh
rasa dan
kualitas yang optimum oleh kopi arabika, dianjurkan ditanam di suhu
18-22°C.
Kenaikan suhu dan curah hujan yang tinggi dan juga ketinggian
tempat tumbuh
tanam kopi yang kurang dari 800 – 1500 mdpl dapat menyebabkan karat
daun
(kerontokan daun) (Poltronieri, 2016).
digunakan untuk pengeringan buah kopi segar, hal ini dilakukan
untuk
mendapatkan rasa yang khas natural dari biji kopi sendiri. Proses
pengeringan ini
juga digunakan untuk biji kopi arabika Yaman dan arabika Brasil
dari varietas
Robusta. Proses pengeringan biji menggunakan matahari termasuk
salah satu
teknik yang sangat murah dan sederhana karena hanya menggunakan
sinar
matahari untuk mengeringkannya. Taknik pengeringan buah kopi cukup
beragam
tidak hanya menggunakan matahari, tetapi juga ada proses pencucian
(wash
processing), proses semi pengeringan untuk kopi madu (honey
processing) dan
masih banyak lainnya. (Poltronieri, 2016)
D. Kopi Arabika
Kopi arabika (Coffea arabica) berasal dari hutan pegunungan di
Etiopia,
Afrika. Di habitat asalnya, tanaman ini tumbuh di bawah kanopi
hutan tropis yang
rimbun dan merupakan jenis tanaman berkeping dua (dikotil) yang
memiliki akar
`tunggang. Kopi arabika banyak ditumbuh di dataran dengan
ketinggian di atas
10
500 meter dpl. Kopi arabika akan tumbuh maksimal bila ditanam di
ketinggian
1000-2000 meter dpl. Dengan curah hujan berkisar 1200-2000 mm per
tahun.
Suhu lingkungan paling cocok untuk tanaman ini berkisar 15-24°C.
Tanaman ini
tidak tahan pada temperatur yang mendekati beku dibawah 4°C.
Berikut
sistematika kopi arabika :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Divisi : tracheophyta (Tumbuhan berbunga)
Sub Kelas : Asteridae
membutuhkan periode kering selama 4-5 bulan dalam setahun. Biasanya
pohon
arabika akan berbunga di akhir musim hujan. Bila bunga yang baru
mekar
tertimpa hujan yang deras akan menyebabkan kegagalan berbuah.
Tanaman ini
menyukai tanah yang kaya dengan kandungan bahan organik. Material
organik
tersebut digunakan tanaman untuk sumber nutrisi dan mejaga
kelembaban.
Tingkat keasaman atau pH tanah yang diinginkan kopi arabika
berkisar 5,5-6.
Kopi Arabika berbentuk semak tegak atau pohon kecil yang memiliki
tinggi 5 m
11
sampai 6 m dan memiliki diameter 7 cm saat tingginya setinggi dada
orang
dewasa.
Kopi Arabika dikenal oleh dua jenis cabang, yaitu orthogeotropic
yang
tumbuh secara vertikal dan plagiogeotropic cabang yang memiliki
sudut orientasi
yang berbeda dalam kaitannya dengan batang utama. Selain itu, kopi
arabika
memiliki warna kulit abu - abu, tipis, dan menjadi pecah - pecah
dan kasar ketika
tua (Hiwot, 2011).
Daun kopi Arabika berwarna hijau gelap dan dengan lapisan
lilin
mengkilap. Daun ini memiliki panjang empat hingga enam inci dan
juga
berbentuk oval atau lonjong. Menurut Hiwot (2011) daun kopi Arabika
juga
merupakan daun sederhana dengan tangkai yang pendek dengan masa
pakai daun
kopi arabika adalah kurang dari satu tahun. Pohon kopi Arabika
memiliki susunan
daun bilateral, yang berarti bahwa dua daun tumbuh dari batang
berlawanan satu
sama lain (Roche dan Robert, 2007).
Bunga kopi Arabika memiliki mahkota yang berukuran kecil,
kelopak
bunga berwarna hijau, dan pangkalnya menutupi bakal buah yang
mengandung
dua bakal biji. Benang sari pada bunga ini terdiri dari 5-7 tangkai
yang berukuran
pendek. Kopi arabika umumnya akan mulai berbunga setelah berumur ±
2 tahun.
Mula -mula bunga ini keluar dari ketiak daun yang terletak pada
batang utama
atau cabang reproduksi. Bunga yang jumlahnya banyak akan keluar
dari ketiak
daun yang terletak pada cabang primer. Bunga ini berasal dari
kuncup -kuncup
sekunder dan reproduktif yang berubah fungsinya menjadi kuncup
bunga. Kuncup
12
(Budiman, 2012).
Tanaman kopi menghendaki penyinaran matahari yang cukup
panjang,
akan tetapi cahaya matahari yang terlalu tinggi kurang baik. Oleh
karena itu dalam
praktek kebun kopi diberi naungan dengan tujuan agar intensitas
cahaya matahari
tidak terlalu kuat. Sebaliknya naungan yang terlalu berat (lebat)
akan mengurangi
pembuahan pada kopi. Produksi kopi dengan naungan sedang, akan
lebih tinggi
dari pada kopi tanpa naungan. Kopi termasuk tanaman hari pendek
(short day
plant), yaitu pembungaan terjadi bila siang hari kurang dari 12 jam
(Wachjar,
1984).
Buah tanaman kopi terdiri atas daging buah dan biji. Daging buah
terdiri
atas tiga lapisan, yaitu kulit luar (eksokarp), lapisan daging
(mesokarp) dan
lapisan kulit tanduk (endokarp) yang tipis tapi keras. Buah kopi
umumnya
mengandung dua butir biji, tetapi kadang – kadang hanya mengandung
satu butir
atau bahkan tidak berbiji (hampa) sama sekali (Budiman,
2012).
Tanaman kopi Arabika memiliki akar tunggang yang memiliki
panjang
±45 – 50 cm. Pada akar tunggang ini terdapat empat sampai delapan
akar samping
yang menurun ke bawah sepanjang 2 – 3 meter (akar vertical aksial).
Selain itu,
banyak akar samping (akar lateral) juga yang tumbuh secara
horizontal yang
memiliki panjang 2 meter berada pada kedalaman 30 cm dan bercabang
merata
masuk ke dalam tanah lebih dalam lagi. Di dalam tanah yang sejuk
dan lembab, di
bawah permukaan tanah, akar cabang tadi bisa berkembang lebih baik.
Sedang di
13
dalam tanah yang kering dan panas, akar akan berkembang ke bawah
(Kunarto,
2008).
Penanganan pasca panen kopi ada beberapa fase tahapan yang
dilakukan untuk mendapatkan kopi yang baik, yaitu: Fase pengeringan
merupakan
salah satu fase yang wajib dilakukan untuk biji kopi sebelum
dilakukannya
penyangraian, kemudian penyangraian, pendinginan, pengahulusan
dan
penyimpanan.
kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang
dikeringkan oleh
media pengeringan yang biasanya berupa panas. Tujuan pengeringan
adalah
mengurangi kadar air bahan sampai dimana perkembangan
mikroorganisme dan
kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat
Dengan
demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang
lebih
lama (Anonim a , 2012). Pengeringan biji terdapat beberapa jenis,
yaitu:
a. Pengeringan dengan menggunakan matahari
Proses pengeringan biji kopi dapat dilakukan dengan
menggunakan
matahari untuk proses pengeringan biji kopi. Untuk proses
pengeringan
menggunakan matahari, biji kopi akan mengalami fermentasi dan pada
biji kopi
yang dikeringkan dengan menggunakan matahari akan menimbulkan aroma
dan
rasa yang khas.
Pada proses semi pengeringan bji kopi ini juga menggunakan
matahari
sebagai bantuan untuk mengeringkan biji, tetapi bedanya pada biji
kopi yang ada
dalam proses pengeringan ini diberikan perlakuan seperti pelepasan
kulit luar biji
dan tetap meninggalkan daging buah dari biji kopi yang berupa
lendir. Kemudian
dengan proses semi kering ini biasa dilakukan untuk biji kopi
tertentu yaitu kopi
madu. Lendir atau daging buah yang masih menempel pada biji kopi,
juga
memiliki tahapan penegeringan yang berbeda. Misalnya pada biji kopi
yang
memiliki daging buah atau lendir yang sedikit akan mengalami
pengeringan biji
kopi yag cepat, sedangkan untuk biji kopi yag memiliki lendir atau
daging buah
yang tebal akan lama dalam proses pengeringannya. Tetapi proses
pengeringan ini
juga tergantung dari kondisi cuaca, kelembapan dari setiap
daerah.
c. Proses pencucian atau proses basah
Proses ini biasa digunakan untuk pengolahan kopi arabika, dimana
kulit
buah dan daging dihilangkan dengan melakukan perendaman dalam air
dan terjadi
fermentasi pada biji kopi. Proses ini juga berlangsung pada biji
kopi robusta hal
ini dilakukan untuk meningkatkan aroma khas dari biji kopi
(Poltronieri, 2016).
Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan
bahan
pangan semakin cepat pindah panas ke bahan pangan dan semakin cepat
pula
penguapan air dari bahan pangan. Pada proses pengeringan, air
dikeluarkan dari
bahan pangan dapat berupa uap air. Uap air tersebut harus segera
dikeluarkan dari
atmosfer di sekitar bahan pangan yang dikeringkan. Jika tidak
segera keluar, udara
di sekitar bahan pangan akan menjadi jenuh oleh uap air sehingga
memperlambat
15
(Estiasih, 2009).
2. Penyangraian
Penyangrain merupakan proses pembentukan aroma dan cita rasa
kopi
dari dalam biji kopi dengan perlakuan panas. Biji kopi memiliki
kandungan
senyawa organik pemberi aroma dan cita rasa pada biji kopi. Waktu
sangria
dintentukan atas dasar warna biji kopi sangria atau disebut derajat
sangria. Makin
lama waktu sangrai, warna biji kopi mendekati warna coklat tua
kehitaman
(Mulato, et al., 2019).
Roasting atau penyangraian bertujuan untuk memperoleh kopi
sangrai
berwarna coklat kayu manis kehitaman. Roasting menentukan warna dan
cita rasa
kopi yang akan dikonsumsi. Perubahan warna biji kopi dapat
dijadikan dasar
untuk klasifikasi sederhana (Kunarto, 2008). Menurut najiyati dan
Daniarti (2007)
pada penyangraian terjadi dua proses, yaiu penguapan air dan
pirolis. Pada
tahapan pirolis kopi akan menglami perubahan kimia antara lain
pangurangan
serat kasar, terbentuknya senyawa volatile, penguapan zat-zat asam
dan
terbentuknya aroma khas kopi.
Tingkat penyangraian dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu ringan
(light),
medium dan gelap (dark). Secara laboratoris tingkat kecerahan warna
biji kopi
sangrai diukur dengan pembeda warna lovibond. Biji kopi beras
sebelum disangrai
mempunyai warna permukaan kehijauan yang bersifat memantulkan
sinar
sehingga nilai Lovibondnya (L) berkisar antara 60-65. Pada
penyangraian ringan
(light), sebagian warna permukaan biji kopi berubah kecoklatan dan
nilai L turun
16
menjadi 44-45. Jika proses penyangraian dilanjutkan pada tingkat
medium, maka
nilai L biji kopi makin berkurang secara signifikan kekisaran
38-40.
Pada penyangraian gelap, warna biji kopi sangrai makin mendekati
hitam
karena senyawa hidrokarbon terpirolisis menjadi unsur karbon.
Sedangkan
senyawa gula mengalami proses karamelisasi dan akhirnya nilai L
biji kopi
sangrai tinggal 34-35%. Kisaran suhu sangrai untuk tingkat sangrai
ringan adalah
antara 180°C-195°C, sedangkan untuk tingkat sangrai medium adalah
di atas
200°C. Untuk tingkat sangrai gelap adalah di atas 205°C (Mulato,et
al. 2002).
3. Pendinginan Biji Kopi
Proses pendinginan biji kopi yang telah disangrai sangat perlu
dilakukan,
hal Ini bertujuan untuk mencengah agar tidak terjadi pemanasan
lanjutan yang
dapat mengubah warna, flavor, volume atau tingkat kematangan biji
yang
diinginkan. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain pemberian
kipas, ataupun
dengan menaruhnya kebidang datar (Pangabean, 2012).
Setelah proses sangrai selesai, biji kopi harus segera didinginkan
di
dalam bak pendingin. Pendinginan yang kurang cepat dapat
menyebabkan proses
penyangraian berlanjut dan biji kopi menjadi gosong (over roasted).
Selama
pendinginan biji kopi diaduk secara manual agar proses pendinginan
lebih cepat
dan merata. Selain itu, proses ini juga berfungsi untuk memisahkan
sisa kulit ari
yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai (Mulato,et
al.,2002).
4. Penghalusan
diperoleh butiran kopi dengan ukuran tertentu. Butiran bubuk
mempunyai luas
17
permukaan yang relative besar dibandingkan jika dalam keadaan utuh.
Dengan
demikian, senyawa pembentuk cita rasa dan senyawa penyegar mudah
larut dalam
seduhan (Mulato,et al,. 2002).
Kafein merupakan turunan metixantin yang terdapat dalam teh, kopi
dan
coklat (Ernst, 2010). Alkaloid xantin kemungkinan besar merupakan
merupakan
kelompok alkaloid yang paling dikenal, sebagai unsur pokok minuman
harian
yang popular, seperti teh dan kopi arabika (coffea arabica). Kafein
alam dosis
tinggi dapat mengakibatkan insomnia dan perasaan cemas, serta
dapat
menginduksi sindrom henti obat pada kasus yang parah (Michael, et
al,.2010)
Kafein (C8H10N4O2) merupakan kristal xanthine putih yang pahit
dan
sebuah stimulan yang membuat kita tetap terjaga dan rumus kimianya
adalah
1,3,7- trimethylxanthine (Sridevi,2014). Kafein juga salah satu
penentu mutu kopi
bubuk, hal ini terbukti bahwa kadar kafein sudah ditetapkan pada
SNI kopi bubuk
01-3542-2004 yaitu sebesar 0,9 – 2 % b/b untuk persyaratan mutu I
dan 0,45 - 2 %
b/b untuk persyaratan mutu II.
Kafein dalam keadaan yang murni berbentuk kristal prisma
hexagonal
yang berupa serbuk yang berwarna putih, tidak berbau dan memiliki
rasa yang
sedikit pahit. Kafein tidak begitu memberikan pengaruh besar
terhadap aroma
kopi. Kafein mencair pada suhu 235-237°C (Wilson dan Gisvold Grace,
Henrica
Agustina. 2017).
Kafein berfungsi sebagai senyawa perangsang yang bersifat
bukan
alcohol, rasanya pahit, mudah larut dalam air, mepunyai aroma yang
wangi dan
18
meningktakan ketegagan otot, merangsang kerja jantung dan
meningkatkan
sekresi asam lambung (Mulato, 2001).
Kandungan pada biji kopi berbeda-beda tergantung dari jenis kopi
dan
keadaan geografis asal kopi tersebut ditanam ( Farida et al.,2013
). Seperti hanya
cita rasa yang terdaat pada kopi, kadar kafein dan asam klorogenat
juga berbed-
beda pada setiap daerah penghasil kopi.
G. Kadar Air
pengeringan adalah kadar air. Pengeringan bertujuan untuk
mengurangi kadar air
bahan sehingga menghambat perkembangan organisme pembusuk. Kadar
air suatu
bahan berpengaruh terhadap banyaknya air yang diuapkan dan lamanya
proses
pengeringan (Taib et al., 1988).
Kadar air adalah komposisi air yang terikat secara fisik dalam
jaringan
matriks yang mudah diuapkan (air bebas) dan air yang terdapat pada
komponen
bahan pangan (air terikat), kedua jenis ini berpengaruh terhadap
laju dan lama
proses pengeringan (Winarno, 2004). Air bebas adalah air yang
terikat secara fisik
dalam matrik komponen bahan pangan dan mudah untuk dikeluarkan
dengan
proses pengeringan (Andrawulan,et al., 2001).
H. Kadar Abu
19
besi, dan magnesium. Kandungan bahan organic dan air sebagian besar
bahan
makanan hampir mencapai 96% dan sisanya terdiri dari unsur-unsur
mineral,
unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu
(Winarno, 2004).
Kadar abu ada hubungannya dengan mineral satu bahan. Mineral
yang
terdapat dalam satu bahan terdapat dalam suatu bahan dapat
merupakan dua
macam garam yaitu garam oranik dan garam anorganik, yang termasuk
dalam
organic misalnya garam-garam asam mallat, oksalat, asetat, dan
pektat. Sedangkan
garam anorganik antara lain dalam bentuk garam fosfat, karbonat,
klorida, sulfiat,
nitrat (Sudarmadji, 1996).
I. Keasamaan ( pH )
pada kopi. Kata asam memang sedikit membingungkan karna biasanya
dipakai
untuk menjelaskan rasa pada buah dan makanan. Sedangkan pada kopi,
keasaman
adalah cita rasa yang ada pada kopi. Keasaman pada kopi bukan
berbicara tentang
kandungan asam yang sebenarnya, namun lebih kecita rasa yang muncul
saat kopi
dicecap dilidah (Widodo, 2018)
Keasaman pada buah kopi karna adanya proses fermentasi.
Fermentasi
dilakukan dengan tujuan untuk melepaskan lapisan lendir yang
melekat pada pada
kulit tanduk dengan zat renik bakteri asam laktat, memecah komponen
lapisan
lender yaitu gula, proktopektin, asam-asam dan acohol. Fermentasi
dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu cara basah dengan merendam kopi
didalam air
selama 36-40 jam dan fermentasi kering dengan menumpuk kopi
ditempat teduh
selama 2-3 hari (Najiyati dan Danarti,1997).
20
macam cara. Pengujian organoleptik juga disebut uji hedoik. Dimana
organoleptik
didasarkan pada pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu
proses fisio-
psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan
sifat-sifat benda
karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari
benda
tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation)
jika alat indra
mendapat rangsangan (stimulus).
Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan
dapat
berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak
menyukai akan
benda penyebab rangsangan. Kemampuan rangsangan meliputi
kemampuan
mendeteksi, mengenali, membedakan, membandingkan, dan menyatakan
suka
atau tidak suka (hedonik) (Saleh, 2004). Tingkat kesukaan disebut
skala hedonik,
misalnya sangat suka, suka, agak suka, agak tidak suka, tidak suka,
maupun sngat
suka . skala hedonik dapat direntangkan menerut rentangan skala
yang
dikehendaki.
melakuklan penilaian suatu mutu atau analisis sifat-sifat sensorik
suatu komoditi
berdasarkan kesan subjektif. Dalam penilaian organoleptik dikenal
tujuh macam
panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih,
panel agak terlatih,
panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel
tersebut
21
panelis menurut Soekarto (1995) :
Penel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan
spesifik
yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan
yang sangat
intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan
cara pengolahan
bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis
organoleptik
dengan sangat baik.
b. Panel Terbatas
Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan
tinggi
sehingga bias lebih di hindari. Panelis ini mengenal dengan baik
faktor-faktor
dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan
pengaruh
bahan baku terhadap hasil akhir. Keputusan diambil berdiskusi
diantara anggota-
anggotanya.
Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan
cukup
baik. Untuk menjadi terlatih perlu didahului dengan seleksi dan
latihan-latihan.
Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak
terlampau spesifik.
Keputusan diambil setelah data dianalisis secara bersama. Modul
Penanganan
Mutu Fisis (Organoleptik).
d. Panel Agak Terlatih
Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih
untuk
mengetahui sifat-sifat tertentu.. panel agak terlatih dapat dipilih
dari kalangan
22
terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data
yang sangat
menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya.
e. Panel Tidak Terlatih
Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat
dipilih
berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan.
Panel tidak
terlatih hanya diperbolehkan menilai alat organoleptik yang
sederhana seperti sifat
kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam . untuk itu panel
tidak terlatih
biasanya dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama
dengan panelis
wanita.
f. Panel Konsumen
Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung
pada
target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat
umum dan
dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok
tertentu.
2. Teknik peyeduhan kopi
a. Teknik siphon
Teknik siphon menggunkan alat yang memanfaatkan tekanan dari uap
air
yang akan masuk kedalam pipa kecil (funnel) yang mengalirkan air
panas menuju
countener kopi.
penekanan pada tutu coffea maker untuk menyaring ampas (Gardjito
dan
Rahardian, 2011)
mendidih kedalam cangkir yang berisi bubuk kopi dengan waktu
tertentu.
d. Teknik drip
Teknik drip menggunakan kertas saring dan gravitasi untuk menyedu
kopi.
Air panas yang dituangkan keatas bubuk kopi dan kertas saring akan
mengekstrak
senyawa flavor (Gardjito dan Rahardian, 2011)
24
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2019 di
Labolatorium
Rekayasa Pangan, dan Kimia Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas
Semarang (USM) dan Labolatorium Chemix Yogyakarta, serta
Labolatorium
Biologi Sistematika Tumbuhan Fakultas Biologi, Universitas Gadjah
Mada
(UGM).
Kopi arabika honey, aquadest, Mg0 (magnesium oksida) (merck), H2SO4
(asam
sulfat) (merck), kloroform (merck), air, kalium hidroksida
(merck).
2. Alat
(matrix), oven (mememrt), tanur pengabuan (b-one), beaker gllas
(pyrex), cawan
porseline (haldewenger), destikator (lokal), labu takar (pyrex), pH
meter (senz),
thermometer tembak (irtex), wajan, kompor gas (rinae).
C. Prosedur Penelitian
1. Identifikasi Tanaman
karakteristik dari tanaman yang digunakan untuk penelitian.
Identifikasi pohon
25
kopi pada penelitian ini menggunakan bagian kopi dari akar, daun
dan batang
untuk memperkuat data penelitian.
2. Analisis bahan baku
Penelitian pendahuluan digunakan untuk mengetahui perbedaan
karakteristik kopi arabika sebelum dan sesudah diolah menjadi kopi
bubuk arabika
dengan waktu yang berbeda. Analisis pendahuluan terdiri dari kadar
air, kadar
abu, Kadar serat, kadar lemak dan kadar protein.
3. Penyangraian
Penyangraian dalam penelitian ini menggunakan kopi arabika jenis
honey
yang telah dikeringkan ± 20 hari dan sudah disimpan ± 6 bulan
setelah melalui
tahap fermentasi, pengeringan, dan pengupasan kulit luar kopi
arabika.
Penyangraian bertujuan untuk menciptkan cita rasa dan warna kopi
(najiyati dan
Daniarti. 2007) sebelumnya kopi disortasi untuk memisahkan biji
kopi cacat,
kemudian kopi disangrai dengan suhu ± 180°C dan menggunakan waktu
5, 10, 15,
20, 25, 30 menit.
pemanasan lanjutan yang dapat mengubah warna, flavor, volume atau
tingkat
kematangan biji yang diinginkan. Pendinginan ini juga berujuan untu
memisahkan
kulit ari dari biji kopi akibat penyangraian (Mulato,et al. 2002).
Pendinginan pada
biji kopi menggunakan suhu ruang atau ± 27°C selama 10 menit.
5. Sortasi
26
Sortasi pada tahap ini bertujuan menghilangkan kulit ari pada biji
kopi
setelah melalui tahapan peyangraian dan proses pendinginan (Mulato,
et al.,
2002).
Penghalusan biji kopi dengan mesin penghalus (grinder) sampai
diperoleh
butiran kopi dengan ukuran 40 messh. Dengan demikian, senyawa
pembentuk cita
rasa dan senyawa penyegar mudah larut dalam seduhan (Mulato, et
al,. 2002).
Setelah pengahulsan jadilah kopi bubuk arabika, selanjutnya diuji
kadar air, kadar
abu, kadar kafein, total rendemen serta organoleptic hedonik
(overall) dan mutu
hedonik (rasa,aroma, dan warna).
diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA, apabila ada beda nyata tiap
perlukan
maka dilanjut dengan uji BNJ (Beda Nyata Jujur). Penelitian ini
menggunakan 6
perlakuan dan 3 kali ualangan dengan menggunakan suhu ±180°C
berdasarkan
penelitian sebelumnya oleh Radesta (2018) dan diperkuat dengan
prapenelitian.
Perbedaan lama waktu dapat di lihat di bawah ini :
P1 = suhu sangrai ± 180ºC : waktu sangrai : 5 menit
P2 = suhu sangrai ± 180ºC : waktu sangrai : 10 menit
P3 = suhu sangrai ± 180ºC : waktu sangrai : 15 menit
P4 = suhu sangrai ± 180ºC : waktu sangrai : 20 menit
P5 = suhu sangrai ± 180ºC : waktu sangrai : 25 menit
P6 = suhu sangrai ± 180ºC : waktu sangrai : 30 menit
27
Sortasi
keasamaan
Penyangraian
15’, 20’, 25’, 30’.
Gambar 1. Diagram alir penyangraian kopi arabika
(modifikasi Widodo, 2018)
Metode Pengujian kafein dengan metode HPLC sebagai berikut :
a. Biji (bean) kopi (sampel) dihaluskan dan ditimbang sebanyak 5
gram
diamasukan ke dalam Erlenmeyer.
b. Serbuk kopi di Erlenmeyer 5 gram tambahkan 5 gram MgO dan 200
ml
aquades.
c. Sampel dipanaskan dengan pendinginana balik selama 2 jam,
kemudian
encerkan volume menjadi 500 ml menggunakan labu takar,
selanjutnya
disaring.
d. 300 ml larutan sampel diambil dan ditambahkan 10 ml H2SO4
(Asam
Sulfat) dengan perbandingan 1 : 9, kemudian di didihkan sehingga
volume
cairan tinggal 100 ml. cairan dimasuan ke dalam corong pemisah.
Labu
godok dibilas dengan asam asesulfat (1:99) ,dan larutan digojod
berkali-
kali dengan menambahkan klorofrom masing-masingg 10ml, 15 ml, 20
ml,
dan 25 ml. cairan bilasan dimasukan kedalam corong pemisah.
e. Lalu larutan KOH 1 % ditambahkan sebanyak 5ml, digojog dan
dibiarkan
hingga cairan terpisah.
f. Setelah itu akan terbentuk 2 lapisan, lapisan bawah merupakan
larutan
kafein dalam klorofrom dan lapisan yang berada diatas merupakan air
dan
bahan lainnya dan ditampung didalam Erlenmeyer.
29
g. Ditambah lagi 10 ml larutan kloroform kedalam corong pemisah,
digojog
dan biarakan larutan terpisah jelas. Cairan bagian bawah ditampung
di
Erlenmeyer dan perlakuan ini diulang sekali lagi.
h. Larutan kafein kemudian dalam klorofrom dipanaskan di penagas
air
sehingga tinggal residunya, kemudian dikeringkan dalam oven
100°C
hingga konstan
Kadar Kafein = berat kafein x faktor pengenceran gram sampel x 100
%
2. Kadar air (AOAC, 2005)
Metode Pengujian kadar air dengan metode oven sebagai berikut
:
a. Menimbang botol timbang dan menyetabilkan di oven dengan
suh
105°C selama 1 jam kemudian ditimbang kembali.
b. Menimbang 2 gram sampel kopi arabika yang telah dihaluskan
ke
dalam botol timbang yang telah diketahui berat botol
c. Kemudian dikeringkan ke oven dengan suhu 105°C selama 7
jam
d. Ditaruh di desikator untuk mendinginkan selama 10 menit
dan
ditimbang
e. Masukan kembali ke oven selama 16-17 hingga didaptkan berat
konstan
(selisih penimbangan berturut-turut selisih 0,2 g)
Perhitungan kadar air dilakukan sebagi berikut :
Kadar air % =
x 100 %
30
3. Kadar abu (AOAC, 1995)
Metode Pengujian kadar abu dengan metode oven sebagai berikut
:
a. Menimbang botol timbang dan menyetabilkan di oven dengan
suh
105°C selama 1 jam kemudian ditimbang kembali
b. Timbang sampel kopi perpelakuan 3 gram kopi arabika halus
c. Masukan ke tanur ± 5-6 jam dengan suhu 500°C, kemudian
didinginkan
di destikator selama 15 menit, kemudian timbang
Perhitungan kadar abu sebagai berikut :
Kadar abu (%) =
x 100 %
4. Keasaman (pH) (AOAC, 2005)
Metode Pengujian Keasaman (pH) sebagai berikut Pengukuran
keasamaan menggunkan pH meter :
a. Alat pH meter dikaliberasi terlebih dahulu dengan buffer untuk
pH 7.
b. Sampel kopi arabika sebesar 10 gram diencerkan dengan
menggunakan
Aquadest sebanyak 100 ml yang telah dipanaskan terlebih
dahulu
dengan suhu 100°C, kemudian dinginkan dan pisahkan endapan
dengan
aquadest yang dimasukan ke dalam beker gelas.
31
elektrodanys hingga homogeny dan tunggu sampai muncul angka
pada
alat pH meter .
berdasarkan presentase bobot akhir suatu produk yang dihasilkan
terhadap bobot
bersih bahan mentah yang digunakan.
Perhitungan rendemen dengan rumus :
Proses penyeduhan kopi merupakan proses terjadinya ekstraksi
kopi
dengan menggunakan air panas. Secara garis besar ada tiga proses
yang terjadi
selama proses penyeduhan menerut (Lingle, 2011) antara lain
wetting, ekstrasi
dan hidrolisis. Setelah kopi bubuk mengalami kontak dengan air
panas, komponen
volatil akan menguap sedangkan aroma akaPenilaian mutu atau
analisis sifat
sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagai instrument atau
alat. Panel terdiri
dari orang atau kelompok yang bertugas sebagai penilai sifat atau
mutu komoditi
berdasarkan kesan objektif. Orang yang menjadi panel disebut
panelis (Widodo,
2018).
menggunakan teknik penyeduhan tubruk dengan menggunakan
berbandingan
1:15 air panas dengan suhu 100°C, penyeduhan menggunakan 5 gram
kopi bubuk
32
arabika dengan 75 ml air panas. Teknik pengujian organoleptik ini
menggunakan
uji mutu hedonik dan uji hedonik untuk overall dari kopi seduh
arabika dengan
scoring memanfaatkan panelis semiterlatih sebanyak 25 orang. Adapun
pengujian
untuk organoleptik adalah warna, aroma dan rasa. Sampel kopi bubuk
arabika di
uji organoleptik dengan diberi kode 123, 122, 221, 344, 212, dan
597 yang dinilai
oleh panelis dengan memberikan skor sesuai dengan apa yang telah
dicicipi
dengan menggunakan 7 kriteria mutu hedonik dan hedonik (tingkat
kesukaan)
dengan skor 1 sampai 7. Adapun prosedur dalam melakukan uji
organoleptic kopi
bubuk seduh arabika sebagai berikut :
1. Panelis diberi penjelasan tentang cara penelitian
2. Dibagikan formulir yang telah disediakan
3. Disediakan bahan yang akan diuji dengan pemberian kode pada
sampel
4. Panelis menilai sampel untuk uji hedonik dan mutu hedonik
Adapun tabel uji mutu hedonik kopi bubuk arabika Wonosobo
dapat
dilihat ditabel 1 dihalaman 33.
tabel 1. Skor terhadap warna
Keteria penelitian Skor 123 122 221 344 212 507
Amat sangat hitam 7
Keteria penelitian Skor 123 122 221 344 212 507
Amat sangat kuat 7
Keteria penelitian Skor 123 122 221 344 212 507
Amat sangat asam 7
34
Keteria penelitian Skor 123 122 221 344 212 507
Amat sangat suka 7
35
1. Identifikasi Tanaman
Analisis tahap menjelaskan sistematika tumbuhan kopi yang
digunakan.
Identifikasi menggunakan daun, akar dan batang tumbuhan kopi yang
tumbuh di
daerah Wonosobo. Hasil uji taksanomi tumbuhan dan morfologi
sampel
(authentict) menujukan bahwa sampel yang digunakan adalah tanaman
coffea
Arabica L. Pengamatan menunjukan Akar tanaman kopi arabika yang
digunakan
ada beberapa bentuk, baik bentuk tunggang, akar rambut dan akar
samping, untuk
batang tanaman kopi memiliki bentuk bulat lonjong dan bercabang.
Bentuk daun
yang berbentuk kerucut, hal ini diakibatkan karena sifat
perkembangan vegetative
kopi arabika yang cenderung di atas atau bersifat monopodial,
sehingga
penampakan daun arabika berbentuk bangun kerucut. Bentuk pangkal
daun
berbentuk runcing dan memiliki pola menyirip. Warna dari daun
tumbuhan
arabika sendiri terdiri dari tiga warna yaitu warna hijau muda,
hijua tua dan waran
pucuk muda. Perbedaan waran duan disebabkan oleh penangkapan
inetsitas
cahaya matahari dan kandungan klorofil, semakin tinggi daun yang
tumbuh maka
intensitas cahaya dan kandungan klorofil yang ada juga semakin
tinggi, sama
halya dengan penelitian yang dilakukan oleh Adip et,al. (2014) yang
menyatakan
bahawa semakin tinggi daun kopi yang tumbuh maka kandungan klorofil
akan
semakin tinggi.
Analisis bahan baku dilakukan pada masing-masing bahan baku
kopi
arabika, pada analisis digunakan sebanyak 50 gr biji kopi arabika.
Analisis biji
kopi arabika sebelum disangrai bertujuan untuk mengetahui komposisi
kandungan
kimia yang ada didalam biji kopi arabika. Adapun hasil analisis
proksimat
ditunjukan pada tabel berikut dapat dilihat pada tabel 5.
Komposisi kimia yang terdapat pada biji kopi akan mempengaruhi
cita
rasa pada kopi sangrai, pada analisis kadar air sebesar 12,265% hal
ini masih
normal karna masih memenuhi syarat mutu kopi biji pada SNI
01-2901-2004
(2004) batas maksimal kadar air biji kopi sebesar 12%. kadar abu
sebesar 5,192%,
kadar protein sebesar 11,232% yang masih diatas normal karna pada
SNI 01-
2907-1999 (1999) maksimal kandungan protein pada biji kopi sebesar
11,8% ,
dam serat kasar sebesar 24,517%. Adapun hasil uji dapat dilihat
ditabel 5 .
Tabel 5. Hasil analisis proksimat kopi bean arabika Wonosobo
Sumber : data pengujian
Komposisi kimia terdapat pada biji kopi memiliki komposisi kimia
yang
berbeda tergantung dengan jenis kopi, tanah dan tempat penanaman,
serta cara
mengelola. Biji kopi arabika yang digunakan memiliki kandungan
kadar air yang
No Analisa Rerata (%)± SD SNI 01-3542-2004
1. Air 12,265±0,083 12-13%
2. Abu 5,192±0,038 Mak. 7 %
3. Protein 11,232±0,048 -
37
masih ditaraf normal, dimana kandungan air memiliki peranan paling
penting
dalam menentukan masa simpan kopi, apabila biji kopi memiliki
kandungan kadar
air diatas 13% akan berpeluang besar tumbuhnya jamur maupun kapang,
dan
kandungan kadar abu menunjukan kandungan mineral biji kopi
(Winarno, 1992)
B. Analisis Tahap II (Hasil Analisis Kopi Arabika Sangrai).
Hasil analisis tahap II merupakan analisis hasil pengujian kopi
arabika
sangrai dengan perlakuan lama waktu sangrai yang berbeda. Pengujian
ini
bertujuan untuk mengetahui karakteristik dari kopi arabika yang
telah disangrai,
yang meliputi sifat fisik (rendemen), sifat kimia (kadar air, kadar
abu,keasamaan)
dan organoleptik uji mutu hedonik dan hedonik (rasa, aroma, dan
warna) dengan
menggunakan 25 peneli.
Rendemen atau kehilangan berat merupakan perbandingan (dalam
persen)
biji kopi sebelum dan sesudah penyangraian berlangsung (Mulato S,
et.al (2006).
Nilai rata-rata rendemen kopi bubuk arabika dapat dilhat pada tabel
6.
Tabel 6. Rendemen kopi bubuk arabika
No Perlakuan Rerata (%)± SD
38
penyangraian kopi bubuk arabika berbeda nyata (P<0,05) terhadap
rendemen
bubuk kopi arabika Wonosobo, adapun rerata rendemen kopi bubuk
arabika
perlakuan tertinggi pada P1 sebesar 88,333%, dan yang terendah P6
sebesar
79,208%
arabika, semakin lama waktu penyangraian maka semakin menurun
kandungan
rendemen. Tinggi rendahnya rendemen disebabkan adanya penguapan
zat-zat
volatile seperti aldehil, furfural, keton, alkojol, dan ester.
Selain penguapan
senyawa volatile, rendemen juga dipengaruhi reaksi pirolisis
senyawa hidroksida
yang menyebabkan kehilangan berat pada biji kopi sangrai. Sama
halnya pedapat
yang dikemukakan oleh Duruz et.al (2012) biji kopi akan mengalami
banyak
peristiwa selama penyangraian. Peristiwa tersebut akan berdampak
pada susustnya
bobot biji kopi sangrai, besarnya peyusustan bobot biji kopi
sangrai akan
74
76
78
80
82
84
86
88
90
88.333
85.468
39
mempengaruhi besar kecilnya rendemen kopi sangrai. Hal ini juga
sejalan dengan
Winarno (1993) bahwa semakin lama waktu penyangraian
mengakibatkan
kandungan air semakin berkurang selama proses pengolahan berkurang
sehingga
mengakibatkan penurunan rendemen.
b. Kadar air
Kadar air merupakan banyaknya kandungan air yang terdapat pada
bahan
yang dinyatakan dalam persenan dalam basis basah maupun basis
kering.
Peranana kadar air pada kopi bubuk sangrai untuk menjaga daya
tahan
penyimpanan kopi bubuk arabika, serta berpengaruh terhadap rasa,
aroma dan
cita rasa kopi. Rerata kadar air bubuk kopi arabika dapat dilihat
pada tabel 7.
Tabel 7. Kadar air kopi bubuk arabika
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbedaan lama waktu
penyangraian tidak berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap kadar
air bubuk kopi
arabika Wonosobo. Rerata tertinggi kandungan kadar air kopi bubuk
arabika pada
P1 sebesar 5,630% dan yang terendah pada P6 sebesar 2,053%. Hal ini
dapat
dilihat pada tabel 6.
No Perlakuan Rerata (%)± SD
40
bubuk arabika dengan perlakuan lama waktu penyangraian yang
berbeda, semakin
lama waktu penyangraian maka semakin mengalami penurunan kandungan
kadar
air kopi bubuk arabika, hal ini dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Diagram batang kadar air kopi bubuk arabika.
Selama proses penyangraian berlangsung terjadinya proses
perpindahan
panas dan massa air dari wajan (media penyangraian) ke biji kopi
arabika. Bubuk
kopi menunjukkkan penurunan kadar air sesuai dengan Estiasih (2009)
bahawa
semakin lama waktu penyangraian maka semakin cepat pindah panas
kebahan
pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan.
Gambar 2
menunjukan penelitian kopi bubuk arbaika memenuhi syarat SNI
01-3542-2004
(SNI, 2004) yaitu kadar air bubuk kopi maksimal 7%, hal ini
menunjukan semakin
lama waktu sangrai dari kadar air awal 13% turun menjadi
2,0542-5,6304%.
Penurunan kadar air pada proses penyangraian berkaitan dengan
cepat
rambat air (difusi) di dalam jaringan sel biji kopi. Kadar air
dalam bubuk kopi
perlu diketahui karena kadar air mempengaruhi cita rasa, dan
ketahanan kopi
bubuk dari mikroorganisme. Semakin rendah kadar air maka penyerapan
uap air
dari udara akan semakin lama, hal ini sesuai dengan Winarno (1992)
bahwa kadar
5.63 4.788
3.841 3.819
2.298 2.053
K ad
ar a
air mempengaruhi kesegaran dan daya tahan bahan dari serangan
mikroorganisme
selama penangananya.
c. Kadar Abu
Kadar abu merupakan jumlah mineral yang terdapat pada biji kopi,
dimana
Kadar abu yang terdapat pada biji kopi antara lain kalium, kalsium,
magnesium,
dan mineral non logam antara lain fosfor dan sulfur. Tinggi
rendahny kadar abu
pada biji kopi tergantung pada kandungan mineral pada bahan
(Yuhandini, 2008),
Tabel 8. Rerata kadar abu kopi bubuk arabika
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbedaan lama waktu
penyangraian tidak berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap kadar
abu bubuk kopi
arabika Wonosobo. rerata tertinggi pada perlakuan P6 sebesar 4,754%
dan yang
No Perlakuan Rerata (%)± SD
42
terendah pada P1 sebesar 4,028% Hal ini dapat dilihat pada tabel
8.
Gambar 3. Diagram batang kadar abu kopi bubuk arabika .
Kadar abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau
hasil
oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu juga merupakan
jumlah
mineral yang terdapat pada bahan, adapun mineral-mineral yang
terkandung
dalam kopi antara lain potassium, kalium, magnesium dan mineral
non-logam
antara lain fosfor dan sulfur (Clarke, dan Vizthum,2011).
Penelitian ini menunjukan adanya pengaruh lama waktu sangrai
tehadap
kandungan kadar abu kopi bubuk arabika, semakin lama waktu
penyangraian
menunjukan semakin pula peningkatan kandungan kadar abu kopi bubuk
arabika,
hal ini disebabkan adanya peguapan kadar air pada biji kopi arabika
yang semakin
besar, tingginya kandungan abu menunjukan tingginya komponen
mineral pada
biji kopi. Kandungan kadar abu pada penelitian ini masih diambang
normal yaitu
masih dikisaran 4,028-4,754%, karana dalam SNI-01-2983-1992 (1992)
batas
maskimal kadar abu kopi arabika sebesar 5%. Sejalan dengan
pendapat
Darmajana (2007) dalam lisa kk (2015) bahwa dengan bertambahnya
suhu dan
lama waktu pemanasan maka kadar abu semakin meningkat, dimana kadar
abu
tergantung pada jenis bahan,cara pengabuan, waktu dan suhu yang
digunakan
4.028
K ad
ar A
b u
43
dalam pemanasan. Hal ini juga sesuai dengan pedapat Lubis (2008)
bahwa kadar
abu tergantung pada jenis bahan, cara pengabuan, waktu dan suhu
yang digunakan
dalam pemanasan serta semakin rendah komponen non mineral yag
tergantung
dalam bahan akan semakin meningkatkan persen abu relative pada
bahan.
d. Keasamaan
Keasamaan atau pH merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
cita
rasa kopi, keasamaan pada kopi dipengaruhi proses fermentasi baik
fementasi
kering dengan menumpuk kopi ditempat teduh selama 2-3 hari dan
fermentasi
basah dengan perendaman mnggunakan air selama 36-40 hari (Najiyati
dan
Daniarti, 1997). Rerata keasamaan kopi bubuk arabika dapat dilihat
pada tabel 9.
Tabel 9. Rerata keasamaan kopi bubuk arabika
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbedaan lama waktu
penyangraian tidak berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap
keasamaan bubuk kopi
arabika. Rerata tertinggi kandungan keasamaan kopi bubuk arabika
pada P6
sebesar 5,471% dan terendah pada P1 sebesar 5,281%,..
No Perlakuan Rerata (%)± SD
44
Gambar 4. Diagram batang keasamaan kopi bubuk arabika
Hasil penelitian menunjukan nilai prosentase semakin meningkat
maka
semakin turun nilai keasamaan bubuk kopi arabika menuju ke pH
netral seiring
dengan lama waktu penyangraian. Hal ini menunjukan tingkat
keasamaan masih
diatas normal tidak melebihi pH 7, presentase keasamaan paling baik
yaiitu
mendekati pH netral kaarna tingkat keasamaanya tidak terlalu
tinggi. Penurunan
nilai keasamaan sendiri disebabkan adanya peguapan beberapa zat
asam, baik
asam klorogenat maupun asam karboksilat pada saat kopi disangrai
yang
menyebabkan kandungan asam pada kopi semakin berkurang, Hal ini
sesuai
dengan pedapat Mulato (2002) bahwa biji kopi secara alami
mengandung berbagai
jenis senyawa volatile seperti aldehida, furfural, keton, alcohol,
ester, asam asetat
yang mudah menguap saat disangrai.
e. Kafein
berpengaruh nyata terhadap kandungan kafein kopi bubuk arabika .
adapun rerata
kafein dapat dilihat pada tabel 10.
1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000
P1 P2 P3 P4 P5 P6
5,281 5,284 5,294 5,321 5,444 5,471 K
ea sa
m aa
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbedaan lama waktu
penyangraian berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap keasamaan
bubuk kopi
arabika. rerata tertinggi kandungan kafein kopi bubuk arabika pada
P1 sebesar
0,656% dan terendah pada P6 0,249%.
Hasil penelitian menunjukkan penurunan presentase kandungan kafein
pada
kopi bubuk arabika dikarenakan lama waktu penyangraian mempengaruhi
proses
penguapan senyawa-senyawa seperti aldehido, asam asetat, furfural,
keton,
alcohol, asam format yang sifatnya mudah menguap.
No Perlakuan Rerata (%)± SD
46
Sesuai dengan Mulato (2001) lama waktu dan suhu penyangraian
mempengaruhi kandungan kafein bubuk kopi. Selain proses
penyangraian
kandungan kafein juga dipengarahi oleh wilayah tanam, verietas
tanaman, umur
tanam, panjang musim tanam dan curah hujan (Ningsih, 2014.
Kandungan kafein
kopi bubuk arabika tidak memenuhi batas minimum standart SNI
01-3542-2004
dengan maksimum 2% dan minimum 0,9% kandungan kafein, hal ini
diduga
karena lama waktu penyimpanan biji kopi arabika ±6 bulan, menurut
pedapat
(Mulato, 2002) menyatakan bahwa semakin lama waktu penyimpanan biji
kopi
kandungan kafein akan semakin rendah.
f. Uji Organoleptik
Warna kopi memiliki peranan penting dalam penerimaan dan daya
Tarik
konsumen. Walaupun memiliki rasa yang diinginan, namaun memiki
warna yang
tidak sesuai yang diinginkan konsumen maka daya penerimaan akan
rendah. Pada
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.656
0,358
kopi bubuk arabika warna kopi berubah selama proses penyangraian.
Adapun
rerata skor warna bubuk kopi arabika dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Skor warna kopi bubuk arabika
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbedaan lama waktu
penyangraian berbeda nyata (P < 0,05) terhadap warna bubuk seduh
kopi arabika.
Rata-rata perlakuan menunjukan perlakuan tertinggi pada P4 5,36%
yang berarti
memiliki warna agak hitam dan terendah pada P1 2,76 yang berarti
kuning.
Gambar 6. Diagram batang skor warna kopi bubuk arabika.
Gambar 6 menunjukan setiap perlakuan dengan menggunakan lama
waktu
sangrai yang berbeda mempengaruhi tingkat warna kopi seduh bubuk
arabika.
Tingkatan skoring dari 1 hingga 7 (kuning-amat sangat hitam). Skor
tertinggi pada
2.76 2.88
S k o r
48
P4 dimana warna agak hitam, warna kopi bubuk arabika dipengaruhi
cepat rambat
panas pada media penyangraian, semakin lamwa waktu penyangraian
semakin
hitam wana bubuk kopi arabika, karena adanya reaksi millard yang
membentuk
senyawa volatile, karemelisasi karbohidrat, dan terbentuknya CO2
sebagai hasil
oksidasi selama penyangraian. Menurut sari (2001) factor lain
yang
mempengaruhi warna kopi selain suhu dan lama waktu sangrai juga
dipengaruhi
adanya proses karemelisasi gula yang menyebabkan warna berubah
menjadi
hitam.
Karakter aroma kopi secara umum menunjukan cita rasa kopi
tersebut.
Aroma kopi mencakup fragrance (bau kopi ketika masih kering/bubuk)
dan aroma
(bau kopi saat diseduh dengan air panas). Flavore merupakan
kombinasi yang
dirasakan pada lidah dan aroma pada indra penciuman. Rerata skor
aroma kopi
bubuk arabika dapat dilihat pada tabel 12.
Tabel 12. rerata skor aroma kopi bubuk arabika
No Perlakuan Skor aroma
49
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perbedaan lama
waktu
penyangraian berbeda nyata (P < 0,05) terhadap aroma kopi bubuk
seduh arabika.
Adapun rerata skor aroma kopi bubuk seduh arabika pada perlakuan
tertinggi pada
P3 sebesar 5,36 yang berarti aroma kopi kuat dan terendah pada P1
dengan skor
2,44 yang bearti aroma kopi amat tidak kuat.
Gambar 6. Diagaram batang skor aroma kopi seduh bubuk arabika
.
Gambar 6 menunjukan bahwa uji mutu hedonik aroma kopi arabika
wonosobo menunjukan paling tinggi aroma kopi ditunjukan pada P4
dengan rata-
rata 4,07 (agak kuat). Lama waktu sangrai mempengaruhi tingkat
aroma pada kopi
arabika. Aroma kopi yang ditangkap oleh indra penciuman merupakan
hasil
penguapan senyawa volatile (Mulato, dan Suharyono, 2012). Kopi
dengan
tingkatan penyangraian medium roast (sedang) dan dark roast (berat)
sangat
mempengaruhi aroma seduhan kopi bubuk arabika. Hal ini senada
dengan
pendapat Buffo dan Freire (2004) bahwa hasil penyangaraian melalui
reaksi
Mailard tersebut terdapat 2 kelompok seyawa cita rasa yaitu senyawa
volatile dan
senyawa non volatile. Senyawa volatile yag sifatnya mudah menguap
yang
berkonstribusi terhadap aroma yang tercium.
2.44
3.56
sk o
r A
ro m
Proses penyangraian kopi merupakan proses pembentukan rasa dan
aroma
pada biji kopi sebagai salah satu faktor daya tarik konsumen. Rasa
sebagi indeks
penilaian untuk karakteristik cita rsa kopi yang telah disangrai.
Adapun rerata skor
rasa kopi bubuk arabika dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13. Rerata skor rasa kopi bubuk arabika
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perbedaan lama waktu
penyangraian berbeda nyata (P < 0,05) terhadap rasa bubuk kopi
arabika
Wonosobo. Rerata pengujian organoleptik rasa kopi bubuk seduh
arabika
perlakuan tertinggi pada P6 dengan skor 6,44 yang berate memiliki
rasa amat
tidak asam, dan perlakuan terendah pada P1 dengan skor 2,36 yang
berate
memiliki rasa amat asam.
No Perlakuan Skor rasa
51
Gambar 7. Diagram batang rasa kopi bubuk arabika
Gambar 7 menunjukan bahwa rerata rasa kopi seduh bubuk arabika
sangrai
dengan waktu yang berbeda meiliki tingkatan rasa dari tidak amat
asam hingga
amat asam, menunjukan skoring tertinggi ada di perlakuan P6 dengan
nilai
skoring 6,44 yang bearti kopi bubuk arabika memiliki rasa amat
sangat tidak
asam, untuk P1 dengan lama waktu penyangraian 5 menit, P2 dengan
laam waktu
10 menit, P4 dengan lama waktu 20 menit, P5 dengan waktu
penyangraian 25
menit, dan P6 dengan lama waktu 30 menurut panelisi memiliki rasa
tidak asam.
Hal ini menunjukan lama waktu sangrai mempengaruhi tingkat
keasamaan rasa
kopi yang diterima oleh panelis dengan menggunkan indra
pengecap.
Rasa kopi seduhan bubuk arabika juga dipengaruhi oleh kadar
keasaman,
semakin lama penyangraian maka penguapan asam, klorogenat
maupun
karboksilat semakin meningkat pula. Begitu pula sebaiknya, waktu 5
hingga 10
menit penyangraian tidak maksimal dalam pembentukan rasa asam pada
kopi
seduh bubuk arabika karna belum terjadinya first crak dan tingkat
kematangan
biji kopi sendiri paling rendah, proses penyerapan panas yang
dilakukan tidak
terlalu lama. Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sari (2001)
2.36 3.08
4.44 5.28
5.72 6.44
sk o
r r
as a
menyatakan bahwa rasa pada kopi dipengaruhi oleh hasil degradasi
beberapa
senyawa seperti karbohidrat, alkaloid, asam kologenat, senyawa
volatile dan
trigonelin. Semakin tinggi suhu dan lama waktu penyangraian maka
senyawa
akan lebih cepat panas, sehingga atom bergerak lebih keras dan
mematahkan
ikatan kimia, hal inilah yang menyebabkan kopi dari asam menjadi
pahit
(Purnamayanti, et al.,2017).
Pengujian overall meliputi pengujian hedonik atau tingkat
kesukaan
panelis baik rasa, aroma dan warna kopi bubuk arabika. Adapun
rerata skor
overall uji hedonik kopi bubuk arabika dapat dilaht pada tabel
14.
Tabel 14. Rerata skor overall uji hedonik
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perbedaan lama
waktu
penyangraian berbeda nyata (P < 0,05) terhadap overall uji
hedonik bubuk kopi
seduh arabika. Rerata perlakuan skor uji hedonik kopi bubuk seduh
arabika
perlakuan tertinggi P4 skor sebesar 4,64 yang berarti suka, dan
terendah pada P1
skor sebesar 2,24. Penilaian dari uji hedok kopi bubuk seduh
arabika baik aroma,
No Perlakuan Skor overall
53
penyangraian terjadinya perambatan panas alat sangrai ke biji kopi
arabika,
semakin lama penyangraian maka semakin banyak pula senyawa-senyawa
yang
terkadung dalam biji kopi menguap.
Pengujian hedonik (overall) baik aroma, rasa dan warna kopi seduh
yang
disukai panelis pada P4 dengan skor 4,64. Rasa yang dihasilkan
terbentuk dari
gabungan rasa asam, pahit dan manis yang terbentuk selama
penyangraian
berlangsung, yang diakibatakan adanya degradasi komponen-komponen
penyusun
sehingga membentuk satu kesatuan. Rasa kopi dipengaruhi oleh
degradasi
senyawa karbohidrat yang diubah menjadi sukrosa selama penyangraian
yang
menghasilkan rasa manis, hasil degradasi alkhaloid menjadi kafeol
dan
pemecahan serat kasar yang membentuk rasa pahit, sedangkan rasa
asam
terbentuk akibat degraasi asam klorogenat, dan asam-asam lainnya
pada kopi.
Gambar 9. Diagram batang overall kopi bubuk arabika.
Selama proses penyangraian berlangsung terjadi perubahan fisik dan
kimia
serta penguapan air sehingga membentuk senyawa voaltil dan
karemelisasi
karbohidrat. Lama waktu penyangraian mempengarauhi proses
karemelisasi
2.24 2.56
sk o
r o
ve ra
ll h
ed o
n ik
54
semakin meningkat, sehingga warna hijau pada biji kopi beubah warna
menjadi
coklat muda hingga kehitaman. Menurut Jing & Kitts (2002)
berpendapat bahwa
terjadinya perubahan warna pada biji kopi sangrai diakibatakan
adanya kondensasi
antara asam amino atau protein dengan jumlah gula (Jing and
Kitts,2002). Aroma
yang disukai karena pada suhu 20 menit biji kopi selama
penyangraian melewati
tingkat kematangan dan terajdinya frist crak pada biji kopi.
55
1. Lama waktu penyangraian berpengaruh nyata terhadap rasa, aroma
dan
warna baik uji mutu hedonik maupun hedonik (kesukaan) kopi
bubuk
arabika Wonosobo, namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar
air,
kadar abu dan keasamaan.
2. Perlakuan terbaik kopi bubuk arabika pada perlakuan P4 dengan
hasil
rendemen 79,481%, kadar air 3,819%, kadar abu 4,568%,
keasamaan
5,321% dan kafein 0,271%
3. Pengaruh lama waktu penyangraian pada kandungan kafein kopi
bubuk
arabika wonosobo kurang dari batas minimum Standar mutu SNI
01-
3542-2004.
Diduga kandungan kafein yang kurang dari batas minimum standar
mutu
karena dipengaruhi oleh lama waktu penyimpanan kopi biji selama
6
bulan, sehingga perlu adanya penggunaan kopi biji arabika kurang
dari 6
bulan masa simpan
Afriliana, A. 2018, Teknologi Pengolahan Kopi Terkini. CV Budi
Utama
Yogyakarta.
Agustina,S., Aisah,N. 2017. Identifikasi Cita Rasa Sajian Kopi
Tubruk Kopi
Robusta Cibulan Oada Berbagai Suhu Dan Tingkat Kehalusan
Penyeduhan, Barometer. Volume 2 no 2. Halaman 52-56
Amstrong, M. 2010 manajemen sumber daya manusia. PT Elexmedia
komputindo. Jakarta.
http://rumahkopiranin.com/proses-sangrai-kopi tanggal 18 Februari
2019
Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 2005. Official
Methods of
Analysis of AOAC International Horwitz W. Ed ke-18. Publ AOAC
International Maryland USA.
Budiman, H. 2012. Prospek Tinggi Bertanam Kopi. Yogyakarta :
Pustaka Baru
Press.
Estianti, T dan Ahmadi, 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi
Aksara.
Malang
Farida, A.,E.Ristanti, dan A.C. Kumoro. 2013. Penurunan Kadar
Kafein Dan
Asam Total Pada Biji Kopi Robusta Menggunakan Teknologi
Fermentasi
Anaerob Fakultatif Dengan Mikroba Nopkor MZ-15. J. Teknologi
Kimia
dan Industri . 2(3) 2013
Febriliyani, Y. R. 2016. Pengaruh Teknik Penyeduhan dan Ukuran
Partikel Kopi
Bubuk Terhadap Atribut Sensori Seduhan Kopi Robusta Dampit
Menggunakan Metode Rate-All-That-Apply (RATA). Skripsi.
Universitas
Brawijaya. Malang.
ITIS, Species. 2019. Plants People Pasibillities, diakses
dari
http://www.catalogueoflife.org/col/details/species/id. Tanggal 14
Maret
2019.
Jing, H,. dan Kitts, D. D. 2002. Chemical And Biochmical Propertis
Of Casein
Sugar Millard Reaction Product. Food And Chemical Toxiologi, 40,
1007-
1050
Kadek, S, 2019. Analisis produksi, konsumsi, an ekspor komoditi
kopi Indonesia.
http://student.research.umm.ac.id/index.php/dept_of_agribsnis/articel/view/
USM Press
Lisa, M,. Mustofa, L dan Susilo, B. 2019. Pengaruh Suhu Dan Lama
Pengeringan
Terhadap Mutu Tepung Jamur Tiram Putih (Plaerotus ostreat).
Jurnal
THPI Student, (online), Vol. 3 nomer 3, (http://jkptb.ub.ac.id,
diakses 27
Juli 2019
Lubis, I. 2019. Pengaruh Suhu Dan Lama Pengeringan Terhadap Mutu
Tepung
Pandan. Skripsi Tidak Diterbitkan. Sumatra Utara: universitas
Sumatra
Utara (online). (http://repository.usu.ac.id, diakses 27 Juli
2019
Mulato,S, Widyotomo,S.dan Lestari,H. 2001. Pelarutan kafein biji
kopi robusta
dengan kolom tetap menggunakan pelarut air. Pelita Perkebunan. 17
(2) :
97-109
Diversifikasi Usaha Berwawasan Lingkungan Dalam Pengemabangan
Industry Kopi Bubuk Skala Kecil Untuk Meningkatkan Nilai
Tambah
Usaha Tani Kopi Rakyat. Pusat Penelitian Dan Kakao Indonesia.
Denpasar.
Mulato,S. S. Widyotomo, E. Suharyanto. 2006. Teknologi Proses
dan
Pengolahaan Produk Primer dan Sekunder Kopi. Jember: Pusat
Penelitian
Kopi dan Kakao.
Mulato, S dan Suharyanto, E. 2019. Kopi, seduhan, dan Kesehatan
dari
http//kesehatan.kompasiana.com.19 februari 2019
Najiyati, S., dan Daniarty, 1997. Budidaya kopi dan pengolahan
pasca panen.
Penerba swadaya. Jakarta
Najiyati, S. dan Daniarti.2007. Kopi : Budidaya Dan Penanganan
Lepas Panen.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Ningsih, R. 2014. Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyeduhan Teh Celup
Terhadap
Kadar Kafein. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Punarma, S. 2019. Mengungkap kopi jawa barat yang kembali menjadi
idola pasar
dunia dari (http://gumpar.weebly.com/malbar-putang-html). Diakses
23
April 2019
Penyangraian Terhadap Karakteristik Fisik Dan Mutu Sensorik
Kopi
Arabika. Jurnal Beta. 5(2): 39-48.
Pengabean, E. 2012. The Secret Barista. PT Wahyumedia.
Jakarta.
Poltronieri, P., Franca, R. 2016. Challenges in Specialty Coffe
Processing and
Quality Assurance. Challenges 2016,7,19;
doi:10.3390/challe7020019
Rahayoe, S.,Lumbantu, J,. dan W.K.J. Nugroho. 2009. Pengaruh Suhu
Dan Lama
Waktu Penyangraian Terhadap Sifat Fisik-Mekanis Biji Kopi
Robusta.
Jurnal Penelitian. Yogyakarta: UGM.
Sari, l. 2001. Mempelajari Prose Pengolahan Kopi Bubuk (Coffea
Caneporha)
Alternative Dengan Menggunakan Suhu Dan Tekanan Rendah. Skripsi
S1.
Tidak Dipublikasikan. Fakultas Teknologi Pertanian Institusi
Pertanian
Bogor, Bogor
Shaleh. 2004. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan. Penerbit
Institusi
Teknologi Bandung. Bandung
Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Sridevi,V., Parvatam, G.,2014,Changes in caffeine content during
fruit
development in Coffea canephora P. Ex. Fr. Grown at different
elevations,
Journal of Biology and Eart Sciences, 4 (2) : B168
Standar Nasional Indonesia. 1992. kopi Instan. 01-2983-1992. Badan
standar
nasional
nasional
pertanian. Liberty. Yogyakarta
Penebar Swadaya.
Pengolahan Hasil Pertanian. PT Mediyatama sarana perkasa.
Jakarta
Widodo, N. 2018. Pengaruh Suhu Dan Lama Waktu Sangrai Terhadap
Sifat
Fisikokimia Dan Organoleptic Kopi Robusta (Coffee Canephora P)
Dari
59
Universitas Semarang,
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka
Utama,
Jakarta
Winarno,F,G.2004. Kimia Pangan Dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Yusdiali, W. 2008. Pengaruh suhu dan lama penyangraian terhadap
tingkat kadar
air dan keasamaan kopi robusta (coffea robusta). Disertasi.
Universitas
Hasanudin. Makasar
1 1 90,91100 . 1
2 81,80500 3,576242 6
3 81,32600 3,485639 6
Total 81,96928 3,818052 18
Error 6,558 2 3,279 a
PERLAKUA
N
Error 8,606 10 ,861 b
ULANGAN Hypothesis 6,558 2 3,279 3,810 ,059
Error 8,606 10 ,861 b
a. MS(ULANGAN)
b. MS(Error)
Based on observed means.
b. Alpha = ,05.
Dependent Variable: Kadar Air
1 1 5,63900 . 1
2 3,88417 1,739349 6
3 3,90550 2,184959 6
Total 3,73856 1,876350 18
63
PERLAKUA
N
Error 30,139 10 3,014 b
ULANGAN Hypothesis ,881 2 ,440 ,146 ,866
Error 30,139 10 3,014 b
a. MS(ULANGAN)
b. MS(Error)
subsets are displayed.
= 3,014.
= 3,000.
Dependent Variable: KADAR_ABU
1 1 4,04300 . 1
2 4,27267 ,177009 6
3 4,64717 ,621867 6
Total 4,48522 ,481165 18
1631,84
PERLA
KUAN
Error 2,399 10 ,240 b
ULANG
AN
Error 2,399 10 ,240 b
a. MS(ULANGAN)
b. MS(Error)
subsets are displayed.
= ,240.
= 3,000.
Dependent Variable: KEASAMAN
2 5,21767 ,165467 6
3 5,56167 ,213073 6
Total 5,35078 ,233234 18
2517,28
PERLAKUAN Hypothesis ,115 5 ,023 ,576 ,718
Error ,400 10 ,040 b
ULANGAN Hypothesis ,409 2 ,205 5,118 ,029
Error ,400 10 ,040 b
a. MS(ULANGAN)
b. MS(Error)
subsets are displayed.
= ,040.
= 3,000.
Dependent Variable: KAFEIN
Intercept Hypothe
Error ,004 2 ,002 a
PERLA
KUAN
Hypothe
Error ,041 10 ,004 b
ULANG
AN
Hypothe
Error ,041 10 ,004 b
a. MS(ULANGAN)
b. MS(Error)
KAFEIN
Based on observed means.
b. Alpha = ,05.
Between-Subjects Factors
1 1 1.00 . 1
2 3.67 1.033 6
3 4.50 1.049 6
4 4.67 1.033 6
5 4.50 2.168 6
6 3.50 1.378 6
7 3.67 1.751 6
8 3.83 2.483 6
Error 26.693 24 1.112 a
Perlakuan Hypothesi
Error 137.227 120 1.144 b
Panelis Hypothesi
Error 137.227 120 1.144 b
a. MS(Panelis)
Based on observed means.
79
Dependent
Variable:
Rasa
2 2.00 . 1
3 3.00 . 1
4 4.00 . 1
5 3.00 . 1
6 2.00 . 1
7 2.00 . 1
8 3.00 . 1
9 2.00 . 1
10 3.00 . 1
11 2.00 . 1
12 3.00 . 1
13 3.00 . 1
14 4.00 . 1
15 3.00 . 1
16 2.00 . 1
17 3.00 . 1
18 2.00 . 1
2 3.00 . 1
3 2.00 . 1
4 3.00 . 1
5 4.00 . 1
6 3.00 . 1
7 3.00 . 1
8 2.00 . 1
9 3.00 . 1
10 4.00 . 1
11 3.00 . 1
12 2.00 . 1
13 2.00 . 1
14 3.00 . 1
15 3.00 . 1
16 3.00 . 1
2 5.00 . 1
3 4.00 . 1
4 5.00 . 1
5 5.00 . 1
6 4.00 . 1
7 5.00 . 1
8 4.00 . 1
9 5.00 . 1
10 4.00 . 1
11 3.00 . 1
12 4.00 . 1
13 5.00 . 1
14 4.00 . 1
2 6.00 . 1
3 4.00 . 1
4 5.00 . 1
5 6.00 . 1
6 4.00 . 1
7 3.00 . 1
8 7.00 . 1
9 4.00 . 1
10 3.00 . 1
11 4.00 . 1
12 7.00 . 1
2 5.00 . 1
3 6.00 . 1
4 5.00 . 1
5 5.00 . 1
6 6.00 . 1
7 6.00 . 1
8 6.00 . 1
9 5.00 . 1
10 6.00 . 1
2 4.50 1.643 6
3 4.33 1.862 6
4 4.83 1.329 6
5 5.00 1.414 6
6 4.17 1.602 6
87
Error 15.907 24 .663 a
Perlakuan Hypothesis 311.073 5 62.215 90.942 .000
Error 82.093 120 .684 b
Panelis Hypothesis 15.907 24 .663 .969 .512
Error 82.093 120 .684 b
a. MS(Panelis)
b. MS(Error)
Sig. 1.000 1.000 1.000 .419 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
b. Alpha = .05.
Between-Subjects Factors
1 1 1.00 . 1
2 3.83 1.472 6
3 3.83 1.722 6
4 4.67 1.506 6
5 4.50 1.871 6
6 3.83 1.835 6
7 3.33 1.751 6
8 3.67 1.366 6
9 3.33 1.751 6
10 3.83 1.472 6
11 3.67 1.751 6
12 4.33 1.862 6
13 4.67 2.066 6
14 5.17 1.602 6
15 4.67 1.033 6
16 4.50 1.225 6
17 4.17 1.602 6
18 4.00 1.789 6
19 4.67 1.506 6
20 4.50 1.643 6
21 4.00 1.789 6
Error 32.093 24 1.337 a
Perlakuan Hypothesis 126.673 5 25.335 14.086 .000
Error 215.827 120 1.799 b
Panelis Hypothesis 32.093 24 1.337 .743 .797
Error 215.827 120 1.799 b
a. MS(Panelis)
b. MS(Error)
Based on observed means.
b. Alpha = .05.
Dependent Variable: Overall_kesukaan
1 1 1.00 . 1
2 3.67 1.862 6
3 3.17 .983 6
4 3.33 1.211 6
5 3.33 1.033 6
6 3.83 1.169 6
7 4.17 1.169 6
8 3.50 1.517 6
9 2.83 1.472 6
10 3.33 1.211 6
11 4.33 1.966 6
12 4.17 2.229 6
13 3.17 1.472 6
14 3.33 1.751 6
15 3.00 1.414 6
16 3.00 .894 6
17 3.33 .816 6
18 3.50 1.225 6
19 4.00 1.095 6
20 4.17 1.472 6
21 4.00 2.000 6
22 3.67 1.862 6
Error 31.827 24 1.326 a
Perlakuan Hypothesis 141.420 5 28.284 19.239 .000
Error 176.413 120 1.470 b
Panelis Hypothesis 31.827 24 1.326 .902 .599
Error 176.413 120 1.470 b
a. MS(Panelis)
b. MS(Error)
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on observed means.
b. Alpha = .05.
Gambar 1. Biji kopi arabika Gambar 2. Kopi arabika sangrai
Gambar 3. Kopi bubuk seduh arabika
Gambar 4. Kopi biji sangrai perlakuan P5 (25 menit)
102
Gambar 5. Pengujian kadar air Gambar 6. Pengujian pH
HALAMAN JUDUL
F. Kafein
B. Alat dan Bahan
A. Hasil Analisis Tahap 1 (Bahan Baku)
B. Analisis Tahap II (Hasil Analisis Kopi Arabika Sangrai).
1. Identifikasi Tanaman
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA