TESIS PERBEDAAN KADAR MALONDIALDEHID (MDA) IBU …
Transcript of TESIS PERBEDAAN KADAR MALONDIALDEHID (MDA) IBU …
i
TESIS
PERBEDAAN KADAR MALONDIALDEHID (MDA) IBU HAMIL
SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK DAN TEPUNG DAUN
KELOR (MORINGA OLEIFERA LEAVES)
DI KABUPATEN JENEPONTO
TRI NOVIANTY MANSYUR
P4400215055
HALAMAN JUDUL
SEKOLAH PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
iii
PERBEDAAN KADAR MALONDIALDEHID (MDA) IBU HAMIL
SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK DAN TEPUNG DAUN
KELOR (MORINGA OLEIFERA LEAVES)
DI KABUPATEN JENEPONTO
HALAMAN PERSETUJUAN
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Ilmu Kebidanan
TRI NOVIANTY MANSYUR
SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Tri Novianty Mansyur
Nomor mahasiswa : P4400215055
Program Studi : Ilmu Kebidanan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, Agustus 2017
Yang menyatakan,
Tri Novianty Mansyur
v
PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur peneliti panjatkan pada Allah SWT
atas nikmat kesehatan serta karunia-Nya sehingga tesis ini dapat
diselesaikan. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta sahabatnya. Tesis ini merupakan bagian dari rangkaian
persyaratan dalam rangka penyelesaian program studi Magister Kebidanan
Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanudidin.
Dengan selesainya tesis ini, perkenalkan peneliti dengan segenap
ketulusan hati menyampaikan ungkapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada yang terhormat;
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA., selaku Rektor Universitas
Hasanuddin Makassar.
2. Prof. Dr. Muhammad Ali, SE, MS., selaku Dekan Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
3. Prof. Dr. dr. Suryani As’ad, M.Sc, selaku Wakil Dekan Bidang Akademik
dan Publikasi Ilmiah dan PLT Ketua Program Studi Magister Kebidanan
Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
4. Dr. dr. Nur Asni, Sp. OG selaku pembimbing I dan Prof.dr. Veni Hadju,
Ph.D., MSc selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktu
dan memberikan arahan serta bantuannya sehingga siap untuk diujikan
di depan penguji.
vi
5. Dr. dr. Burhanuddin Bahar, M.S, Prof. DR. dr. Andi Wardihan Sinrang,
Ms dan Dr. dr. Isharyah Sunarno, Sp.OG(K) selaku penguji.
6. Kepala Dinas Kesehatan Kab. Jeneponto dan Kepala Puskesmas
Bangkala Kab. Jeneponto yang telah memberikan izin dalam
pengembilan data awal.
7. Para Dosen dan Staff Program Studi Magister Kebidanan yang telah
dengan tulus memberikan ilmunya selama menempuh pendidikan.
8. Kepada ibunda Rara Aminah Andi yang telah mencurahkan kasih
sayang, kesabaran mendidik memberikan bantuan, dukungan, doa juga
telah mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya kepada peneliti.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat, keselamatan,
kesehatan yang tak terhingga bagi mereka.
9. Kepada kakak Evi Radmayanti dan Dwi Kurniawati atas segala
bantuan, motivasi dan doa yang telah diberikan selama peneliti
menempuh pendidikan.
10. Teman-teman seperjuangan Magister Kebidanan FK-UNHAS angkatan
IV khususnya untuk teman-teman dari Pondok Alina yang telah
memberikan dukungan, bantuan, serta semangatnya dalam
penyusunan proposal ini.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan
tesis ini.
Dengan segenap kerendahan hati, peneliti mengharapkan saran dan
kritik membangun guna perbaikan dan penyempurnaan tesis ini. Semoga
vii
Allah SWT memberikan balasan kebaikan yang berlipat ganda dan
senantiasa melimpahkan berkah dan rahmatnya kepada pihak yang telah
membantu penyelesaian tesis ini. Semoga proposal ini nantinya bisa
bermanfaat bagi kemaslahatan umat dan bagi kita semua. Aamiin
Makassar, Agustus 2017
Tri Novianty Mansyur
viii
ABSTRAK
TRI NOVIANTY MANSYUR. Perbedaan Kadar Malondialdehid (MDA) Ibu
Hamil Setelah Pemberian Ekstrak dan Tepung Daun Kelor (Moringa
Oleifera Leaves) di Kabupaten Jeneponto. (Dibimbing oleh St Nur Asni dan
Veni Hadju)
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kadar
malondialdehid (MDA) ibu hamil antara kelompok intervensi ekstrak daun
kelor, kelompok intervensi tepung daun kelor serta kelompok sulfas ferosus
sebagai kontrol.
Penelitian ini menggunakan desain eksperimen dengan post test
only. Sampel penelitian adalah ibu hamil trimester II sejumlah 30 orang di
kelompok intervensi ekstrak daun kelor, 30 orang di kelompok intervensi
tepung daun kelor dan 30 di kelompok kontrol. Uji one way anova digunakan
untuk membandingkan kadar MDA pada tiga kelompok.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna
antara kadar MDA pada kelompok intervensi ekstrak daun kelor, kelompok
intervensi tepung daun kelor serta kelompok sulfas ferosus sebagai kontrol
(24.0518±1.88113 nmol/ml, 21.7584±3.40198 nmol/ml, 23.1637±3.40198
nmol/ml; p<0.05).Kelompok intervensi tepung daun kelor menunjukkan
kadar MDA yang lebih rendah.
Kata Kunci : Ekstrak daun kelor, tepung daun kelor dan malondialdehid
ix
ABSTRACT
TRI NOVIANTY MANSYUR. The differencess level of malondialdehid
(MDA) in pregnant women after intervention of moringa oleifera extract and
powder (moringa oleifera leaves) in jeneponto district. (Supervised by St
Nur Asni and Veni Hadju)
The aim of this research was to know the difference of pregnant
women malondialdehid (MDA) level between the intervention group with
moringa leaves extract, the moringa leaves powder intervention group and
the sulfas ferosus group as the control.
This study employed an experimental design with post test only.
Sampel were 30 trimester II pregnant women in the intervention group of
moringa leaves extract, 30 people in the moringa leaves powder
intervention group and 30 in the control group. One-way anova test were
used to compare MDA levels in the three group.
The results showed that there were significant differences between
MDA levels in the intervention group of Moringa leaves extract, moringa
leaves powder intervention group and sulfas ferosus group as control
(24.0518 ± 1.88113 nmol / ml, 21.7584 ± 3.40198 nmol / ml, 23.1637 ±
3.40198 nmol / ml; P <0.05). Intervention group with moringa leaves powder
showed lower MDA levels
Keywords: Moringa leaves extract, moringa leaves powder and
malondialdehid
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................... Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ............................................................. iv
PRAKATA .................................................................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................ viii
ABSTRACT ................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... x
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN .......................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
1. Tujuan Umum. .............................................................................. 5
2. Tujuan khusus. ............................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6
E. Ruang Lingkup/Batasan Penelitian ............................................... 7
F. Sistematika Penulisan................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 8
A. Tinjauan Umum Tentang Kehamilan ............................................ 8
1. Perubahan Fisiologi Pada Ibu Hamil ............................................. 8
2. Kebutuhan Gizi Masa Kehamilan. ............................................... 13
3. Stress Oksidatif Pada Masa Kehamilan ...................................... 16
B. Tinjauan Umum Tentang Malondialdehid ................................... 18
1. Radikal Bebas ............................................................................. 18
2. Antioksidan ................................................................................. 22
3. Reactive Oxygen Species (ROS) ................................................ 23
xi
4. Stress Oksidatif ........................................................................... 26
5. Peroksidasi lipid .......................................................................... 27
6. Malondialdehid (MDA) ................................................................ 30
C. Tinjauan Umum Tentang Daun Kelor.......................................... 34
1. Deskripsi Tanaman Kelor ............................................................ 34
2. Kandungan Nutrisi Kelor. ............................................................ 38
3. Sifat Kimiawi Daun Kelor ............................................................ 40
4. Ektrak daun kelor, Tepung Daun Kelor dan Tablet tambah
darah/sulfas Ferosus ......................................................................... 42
5. Hubungan Ekstrak Daun Kelor Dan Tepung Daun Kelor Terhadap
Kadar Malondialdehid ........................................................................ 47
6. Studi intervensi Moringa oleifera leave pada ibu hamil ............... 51
D. Kerangka Teori ........................................................................... 54
A. Kerangka Konseptual.................................................................. 55
B. Hipotesis ..................................................................................... 56
C. Definisi Oprasional ...................................................................... 56
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 59
A. Rancangan Penelitian ................................................................. 59
B. Lokasi dan Waktu ....................................................................... 61
1. Lokasi Penelitian. ........................................................................ 61
2. Waktu Penelitian. ........................................................................ 61
C. Populasi dan Taknik Sampel ...................................................... 61
1. Populasi. ..................................................................................... 61
2. Sampel ........................................................................................ 61
D. Instrumen Pengumpulan Data .................................................... 63
1. Instrumen Penelitian. .................................................................. 63
2. Prosedur Pengumpulan Data ...................................................... 64
3. Prosedur Kerja ............................................................................ 65
4. Alur Penelitian ............................................................................. 68
E. Analisis Data ............................................................................... 69
F. Etika Penelitian ........................................................................... 69
xii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 72
A. Hasil Penelitian .......................................................................... 72
B. Pembahasan Penelitian .............................................................. 80
C. Keterbatasan Penelitian .............................................................. 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 92
A. Kesimpulan ................................................................................. 92
B. Saran .......................................................................................... 92
Daftar Pustaka
Lampiran
xiii
DAFTAR TABEL
nomor halaman
Tabel 1. Analisi kandungan nutrisi daun segar dan kering 41
Tabel 2. Unsur nutrisi ekstrak daun kelor dan tepung daun kelor 44
Tabel 3. Penelitian intervensi yang pernah dilakukan 51
Tabel 4. Rancangan Eksperimen 59
Tabel 5. Distribusi frekuensi responden berdasarkan
karakteristik di PKM Bangkala kabupaten jeneponto
74
Tabel 6. Perbedaan rerata kadar MDA ibu hamil pada
kelompok A kelompok B dan kelompok C
77
Tabel 7. Perbedaan kadar MDA ibu hamil pada kelompok A
kelompok B dan Kelompok C dengan uji Post Hoc
78
Tabel 8. Hubungan indeks massa tubuh terhadap kadar MDA
pada masing-masing kelompok A kelompok B dan
kelompok C
79
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Master Tabel
Lampiran 2. Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 3. Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 4. Rekomendasi Persetujuan Etik
Lampiran 5. Hasil Uji SPSS
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian dari Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar
Lampiran 7 Surat Izin Penelitian dari BKPMD – P2T Prov. Sulawesi Selatan
Lampiran 8. Surat Keterangan Izin Penelitian dari Pemerintah Kabupaten Jeneponto
Lampiran 9. Surat Keterangan Selesai Pengambilan Data Di RSP UNHAS
Lampiran 10. Dokumentasi
xv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
.OOH : Radikal Peroksil
µl : Micro liter
8OHDG : 8-hydroxy-2’-deoxyguanosin
ACTH : Adrenocorticotropic hormone
ADH : Diuretic Hormon
AKG : Angka Kecukupan Gizi
BAF : Besi asamfolat
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
BOSS : Biomarker Oxidative Stress Study
C2H6 : Etana
C5H12 : Pentena
CAT : Catalase
CU : Cupper
Cu : Tembaga
DM : Diabetes Melitus
DNA : Deoxyribose Nucleic Acid
ELISA : Enzyme-Linked Immunosorbent Assays
Fe : Besi
GFR : Glomerular filtrasi rate
GPx : Gluta hione Peroxidase
H202 : Hidroksi Peroksida
xvi
H2O : Air
Hb : Haemoglobin
HNE : Hidroksil-nonenal
ICPS : Internation Programme On Chemical Safety
IL-6 : Interlukin 6
IMT : Indeks MassaTubuh
Kg : Kilogram
LILA : Lingkar Lengan Atas
LOO : Radikal Lipid Peroxyl
MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin
MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration
MCV : Mean Corpuscular Volume
MDA : Malondialdehid
MGM : Multi gizi mikro
Ml : Mililiter
Mn : Mangan
nmol : Nano Mol
O2 : Oksigen
O2 : Radikal Superoksida
OH : Radikal Hidroksil
PUFA : Poly Unsaturated Fatty Acids
ROS : Reactive oxidasi Species
RSP : Rumah Sakit Pendidikan
xvii
SD : Standar Deviasi
Se : Selenium
SF : Sulfas Ferosus
SOD : Superoksida Dismutase
SPSS : Statistichal Package for Social Science
TBARS : Thiobarbituric Acid Reactive Substances
UNHAS : universitas Hasanuddin
WHO : World Health Organization
Zn : Seng
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan ibu selama masa pra hamil, kehamilan serta proses
persalinan sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan bayi dan
kandungannya. Pencapaian kesehatan ibu yang optimal selama masa
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu; akses terhadap pelayanan
kesehatan, status gizi ibu selama hamil, keberhasilan program KIA/KB,
lingkungan, sosial budaya klien yang berhubungan dengan kesehatan ibu
dan bayi selama masa kehamilan dan persalinan serta kemampuan
ekonomi keluarga. Jika salah satu faktor tersebut tidak mendukung status
kesehatan klien maka akan berdampak negative terhadap pertumbuhan
dan perkembangan janin jika tidak ditangani dengan baik. (Depkes, 2008)
Setiap hari, 800 perempuan meninggal dari komplikasi kelahiran.
Wanita hamil di negara berkembang 36 kali lebih memungkinkan untuk
menderita komplikasi terkait kehamilan dibandingkan dengan seorang
perempuan yang mengandung dari negara maju. (WHO, 2016)
Angka cakupan penanganan kejadian komplikasi kehamilan di
Indonesia mengalami peningkatan, di tahun 2014 sebanyak 74,56%
menjadi 79,13% pada tahun 2015. Dan cakupan penanganan kejadian
komplikasi di Sulawesi selatan pada tahun 2015 sebanyak 73,65%.
2
(Kementerian Kesehatan RI, 2016), dan angka cakupan penanganan
kejadian komplikasi kehamilan di kabupaten jeneponto sebanyak 67,13 %
pada tahun 2014. Kematian ibu di jeneponto tahun 2013 sebanyak 5 orang
(82 per 100.000 KH) dan pada tahun 2014 sebanyak 13 orang ( 235 per
100.000 KH) (Depkes, 2015)
Kehamilan normal disertai dengan peningkatan metabolisme dan
kebutuhan oksigen tinggi untuk oksigen jaringan yang dapat menghasilkan
peningkatan stres oksidatif. Stres oksidatif terjadi karena reactive oxygen
species (ROS) melebihi kapasitas dari antioksidan yang tersedia.
Gangguan dalam keseimbangan antioksidan prooksidan dapat
menyebabkan kerusakan. (Idonije, et al., 2011)
Hingga saat ini MDA merupakan marker yang paling banyak diteliti,
dan dianggap sebagai marker peroksidasi lipid in vivo yang baik, baik pada
manusia maupun pada binatang, yang secara signifikan akurat dan stabil
daripada senyawa lainnya. (Susantha, 2013) Kadar MDA dalam cairan
biologis dapat mencapai 10 kali kadar HNE oleh karenanya MDA
merupakan indeks peroksidasi lipid yang paling banyak dipelajari (Winarsi,
2007)
Peningkatan stress oksidatif sesuai dengan peningkatan
pembentukan Malondialdehid (MDA). MDA adalah salah satu produk
peroksidasi lipid yang merupakan penyebab degenerasi organ atau
jaringan. (Winarsi, 2007) Seperti penelitian oleh Souza 2016 didapatkan
3
tingkat MDA yang lebih tinggi pada wanita dengan Preeklamsia
dibandingkan dengan kontrol (D'Souza, et al., 2016), dan penelitian oleh
Susanta 2013 didapatkan rerata kadar serum malondialdehid pada abortus
iminens lebih tinggi dari pada yang normal. Dan kadar serum
malondialdehid yang tinggi meningkatkan risiko terjadinya abortus iminens.
Maka dari itu pada tubuh membutuhkan antioksidan untuk menetralisirnya
(Susantha, 2013).
Ketika kehamilan rentan terhadap stres oksidatif maka diperlukan
antioksidan tambahan. (Nadimin, 2015) sehingga diperlukan suplemen
yang mengandung antioksidan, terutama bagi golongan yang rentan,
seperti anak,ibu hamil atau menyusui dan lanjut usia. (Kurniali & Nugroho
Abikusno, 2007)
Kelor (Moringa oleifera) merupakan salah satu dari 13 spesies yang
termasuk dalam genus moringa, ekstrak tanaman ini telah terbukti secara
signifikan menurunkan peroksidasi lipid, dengan peningkatan simultan pada
enzim antioksidan endogen. (Dubey, 2015)
Penelitian yang menggunakan daun kelor sebagai suplemen gizi
makin meluas, di dukung dengan makin banyaknya laporan penelitian yang
dilakukan di berbagai tempat baik pada hewan coba ataupun manusia.
Dengan menggunakan ekstrak daun kelor maupun tepung daun kelor.
Daun kelor mengandung berbagai unsur hara makro dan mikro.
(Zakaria, et al., 2015). Berbagai penelitian yang menggunakan sediaan
4
kelor baik ekstrak daun kelor dan tepung daun kelor dalam menurunkan
MDA, Penelitian yang dilakukan oleh (Nadimin 2016) mengenai pengaruh
ekstrak daun kelor terhadap MDA ibu hamil dan hasil yang diperoleh bahwa
pemberian ekstrak daun kelor dapat menghambat peningkatan kadar MDA
pada wanita hamil.(Nadimin, 2016)
Penelitian yang menggunakan tepung daun kelor adalah penelitian
yang dilakukan oleh (Kushwaha, et al., 2014) pada wanita menopaus
dengan pemberian supplement tepung dari daun Moringa oleifera and
amaranth (Amaranthus tricolor) dan hasilnya terjadi penurunan penanda
oksidatif stres yaitu malondialdehid pada wanita menopause. (Kushwaha,
et al., 2014)
Namun ada pula penelitian lain yang menggunakan zat besi
terhadap kadar MDA seperti penelitian oleh Zaka, 2016 pada anak anemia
defisiensi besi dengan terapi zat besi oral hasilnya Setelah delapan minggu
terapi zat besi setiap hari, kenaikan yang sangat signifikan dari Hb, MCV,
MCH, MCHC, besi serum, kejenuhan transferrin, dan kadar feritin serum.
Kenaikan pada SOD, CAT, dan tingkat GPx Di sisi lain, tingkat MDA diamati
menurun pasca terapi. Namun, bahkan setelah pemberian zat besi SOD,
CAT, dan tingkat GPx lebih rendah pada pasien dari non-anemia kontrol
serta tingkat MDA pada kelompok anemia secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan kontrol. (Zaka, et al., 2016) hal ini bertentangan dengan hasil
penelitian oleh King SM 2008 Dalam sebuah studi pada wanita dengan
kadar besi rendah, terjadi peningkatan lebih dari 40% dalam MDA plasma
5
setelah enam minggu suplementasi zat besi setiap hari dalam dosis yang
direkomendasikan 98 mg per hari. (King, et al., 2008)
Beberapa penelitian menggunakan ekstrak daun kelor, tepung
daun kelor atau zat besi dalam menurunkan stress oksidatif, namun
penelitian yang membandingkan antara ekstrak, tepung daun kelor serta
sulfas ferosus sebagai kontrol terhadap kadar MDA belum tersedia.
Berdasarkan uraian di atas peneliti berasumsi perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui perbandingan kadar malondialdehid (MDA) ibu
hamil setelah pemberian ekstrak dan tepung daun kelor (Moringa oleifera
leaves) di kabupaten Jeneponto.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada
perbedaan antara pemberian ekstrak dan tepung daun kelor (Moringa
oleifera leaves) terhadap kadar Malondialdehid (MDA) ibu hamil?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum.
Mengetahui perbedaan kadar Malondialdehid (MDA) ibu hami
setelah pemberian ekstrak dan tepung daun kelor serta pada kelompok
kontrol.
6
2. Tujuan khusus.
a. Menilai kadar Malondialdehid (MDA) ibu hamil yang mengkonsumsi
ekstrak daun kelor
b. Menilai Malondialdehid (MDA) ibu hamil yang mengkonsumsi
tepung daun kelor
c. Menilai kadar Malondialdehid (MDA) ibu hamil yang mengkonsumsi
sulfas ferosus
d. Membandingkan kadar MDA ibu hamil setelah pemberian intervensi
pada kelompok yang menerima ekstrak daun kelor, tepung daun
kelor, dan sulfas ferosus
D. Manfaat Penelitian
A. Aspek Klinis
Sebagai informasi bagi sejawat dalam menurunkan kadar MDA dengan
pemberian tepung daun kelor.
B. Aspek Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan
dalam bidang kebidanan khususnnya peranan pemberian tepung daun
kelor dalam menurunkan kadar MDA
C. Aspek Praktis
Dapat menjadi masukan dalam memberikan tindakan herbal dengan
pemberian tepung daun kelor pada ibu hamil dalam upaya menurunkan
kadar MDA
7
E. Ruang Lingkup/Batasan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan desain studi Eksperimen. Data
yang digunakan adalah data sekunder puskesmas. Intervensi yang
dilakukan yaitu pemberian kapsul daun kelor selama 12 minggu dan
pengambilan sampel urine pada ibu hamil setelah pemberian kapsul daun
kelor. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang
memeriksakan kehamilannya di puskesmas wilayah kecamatan Bangkala
Kabupaten Jeneponto sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah
ditetapkan oleh peneliti.
F. Sistematika Penulisan
Bab I: Pendahuluan, menguraikan latar belakang; rumusan
masalah;tujuan penelitian; manfaat penelitian; lingkup penelitian
dan sistematika penelitian
Bab II: Tinjauan Pustaka berisi tentang tinjauan umum tentang kehamilan,
tinjauan umum tentang Malondialdehid (MDA), tinjauan umum
tentang daun kelor,kerangka teori, kerangka konsep, hpotesis dan
definisi oprasional
Bab III: Metode Penelitian, dikemukakan mengenai rancangan penelitian;
lokasi dan waktu penelitian; populasi dan sampel; instrument
pengumpulan data; dan teknik analisis data.
Bab IV: Hasil penelitian dan pembahasan
Bab V : Kesimpulan dan saran
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Kehamilan
1. Perubahan Fisiologi Pada Ibu Hamil
Perubahan fisiologis pada kehamilan menginduksi perubahan yang
mendalam. Wanita hamil mengalami beberapa adaptasi di banyak sistem
organ. Beberapa adaptasi sekunder perubahan hormon kehamilan,
sementara yang lain terjadi untuk mendukung wanita gravid dan janinnya
berkembang. (Costantine, 2014)
a. Perubahan Metabolik
Sebagai akibat dari peningkatan sekresi dari berbagai macam
hormon selama masa kehamilan, termasuk tiroksin, adrenokortikal dan
hormon seks, maka laju metabolisme basal pada wanita hamil meningkat
sekitar 15 % selama mendekati masa akhir dari kehamilan. Sebagai hasil
dari peningkatan laju metabolisme basal tersebut, maka wanita hamil sering
mengalami sensasi rasa panas yang berlebihan. Selain itu, karena adanya
beban tambahan, maka pengeluaran energi untuk aktivitas otot lebih besar
dari pada normal. (Rosita, 2015)
b. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular terjadi pada awal masa kehamilan.
Pertumbuhan uterus dan plasenta membuat kebutuhan akan aliran darah
9
dan O2 naik. Keadaan itu membuat jantung bekerja lebih keras. (Suharjana,
2010)
Pada kehamilan trimester pertama, curah jantung naik sekitar 20%
di atas normal, sedangkan selama trimester ke dua dan ke tiga kenaikannya
lebih kecil. Kenaikan curah jantung tersebut disebabkan oleh naiknya heart
rate (HR) dan volume sekuncup (SV). Heart rate naik sekitar 15 denyut per
menit. Sedangkan volume sekuncup naik sekitar 10-12%. (Suharjana,
2010)
c. Perubahan Hematologi.
Jumlah sal darah merah semakin meningkat, untuk bias
mengimbangi pertumbuhan janin dalam Rahim. Tetapi pertambahan sel
darah tidak seimbang dengan peningkatan volume darah sehingga terjadi
hemodilusi, yang disertai anemia fisiologi. Sel darah putih meningkat hingga
mencapai jumlah sebesar 10.000/ml. dengan hemodilusi dan anemia
fisiologis, laju endap darah semakin tinggi dan dapat mencapai 4 kali dari
angka normal. (Asrinah, et al., 2010)
d. Perubahan Sistem Respirasi
Kebutuhan oksigen meningkat 15-20%, diafragma terdorong ke
atas, hiperventilasi pernapasan dangkal (20-24x/menit) mengakibatkan
penurunan kompliansi dada, volume residu, dan kapasitas paru serta
terjadinya peningkatan volume tidal. Oleh karena itu system respirasi
selama kehamilan dapat mengakibatkan peningkatan inspirasi dan
10
ekspirasi dalam pernapasan yang secara langsung juga mempengaruhi
suplai oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) ke janin. (Hutahaean, 2013)
Ibu hamil bernapas lebih dalam (peningkatan volume tidal) tetapi
frekuensi napasnya kira-kira dua kali lebih cepat bernapas dalam 1 menit.
Peningkatan volume tidal menyebabkan peningkatan volume napas selama
1 menit sekita 26%. Peningkatan volume napas selama 1 menit disebut
hyperventilasi kehamilan. Yang menyebabkan konsentrasi CO2 di alveoli
menurun. Peningkatan kadar progesterone menyebabkan hyperventilasi
kehamilan. (Hutahaean, 2013)
Berbagai jenis keracunan kimia mengakibatkan terbentuknya
radikal bebas, begitu pula pasokan oksigen yang berlebihan dari
penghirupan oksigen murni. (Asrinah, et al., 2010)
e. Perubahan Sistem Renal
Terdapar perubahan fungsi ginjal yang diakibatkan oleh
Adrenocorticotropic hormon (ACTH), Anti diuretic hormon (ADH), koerisol
dan aldosterone. Piala ginjal melebar sampai 60 cc. Sedangkan bila tidak
hamil 10 cc. Panjang dan berat ginjal bertambah 1-1,5 cm. Glomerular
filtration rate (GFR) meningkat sampai 50%. Aliran plasma ginjal meningkat
25-50%. Peningkatan GFR terkadang tidak dibarengi dengan kemampuan
tubulus menyerap glukosa yang tersaring sehingga mengakibatkan
glukosuria. Hal ini harus dipantau untuk mendeteksi adanya tanda awal dari
diabetes kahemila. (Iskandar, et al., 2015)
11
f. Perubahan pada Sistem Gastrointestinal
Estrogen menyebabkan pengeluaran asam lambung meningkat
yang dapat menyebabkan, pengeluaran air liur berlebihan, daerah lambung
merasa panas, terjadi mual dan sakit/pusing kepala terutama pagi hari,
munta, dan progesterone menimbulkan gerak usus makin berkurang dan
dapat menyebabkan konstipasi. (Asrinah, et al., 2010)
g. Perubahan Sistem Persarafan
Pada ibu hamil akan ditemukan rasa sering kesemutan atau
acroestresia pada ekstremitas disebabkan posutur tubuh ibu yang
membungkuk. Oedema pada trimester III, edema menekan saraf perifer
bawah ligament carpal pergelangan tangan menimbulkan carpal turner
sindrom, yang ditandai dengan parestisia dan nyeri pada tangan yang
menyebar kesiku. (Asrinah, et al., 2010)
h. Perubahan Sistem Muskoloskeletal
Peningkatan hormone progesterone dan relaxing menyebabkan
pengenduran jaringan ikat dan otot. Sehingga symphisis pubis dan
articulasio sacro cocsigeal melunak dan bergeser sehingga menimbulkan
nyeri pinggang dan persendian. (Miratu, et al., 2015)
Postur tubuh berubah menyesuaikan perubahan pusat gaya berat,
pada masa hamil Rahim mendorong tubuh kedepan sehingga tubuh
condong ke belakang agar seimbang dengan lekuk pinggang yang
berlebihan. Lekukan lumbal lebih dari normal dapat menyebabkan lordosis
dan gaya beratnya berpusat pada kaki bagian balakang sehingga
12
menyebabkan rasa sakit yang berulang terutama di bagian punggung.
(Miratu, et al., 2015)
i. Sirkulasi Uteroplasental
Aliran darah uterin meningkat secara progresif selama kehamilan
dan mencapai nilai rata rata antara 500ml sampai 700ml di masa aterm.
Aliran darah melalui pembuluh darah uterus sangat tinggi dan memiliki
resistensi rendah. Perubahan dalam resistensi terjadi setelah 20 minggu
masa gestasi. Aliran darah uterus kurang memiliki mekanisme autoregulasi
(pembuluh darah dilatasi maksimal selama masa kehamilan) dan aliran
arteri uterin sangat bergantung pada tekanan darah maternal dan curah
jantung. Hasilnya, faktor yang mempengaruhi perubahan aliran darah
melalui uterus dapat memberikan efek berbahaya pada suplai darah fetus.
Aliran darah uterin menurun selama periode hipotensi maternal, dimana
hal tersebut terjadi dikarenakan hipovolemia, perdarahan, dan kompresi
aortocaval, dan blokade simpatis. (Ronald, 2009)
j. Perubahan Hormonal
Selama masa kehamilan, hormone steroid dihasilkan oleh “
maternal-fetal-placenta complex”. Plasenta membuat beberapa macam
estrogen dan juga dapat mengubah endrogen dalam siekulasi menjadi
estrogen. Sejalan dengan bertambahnya usia kehamilan kadar
progesterone darah juga meningkat. (Suharjana, 2010)
Metabolisme yang meningkat pada masa kehamilan, memerlukan
oksigen lebih banyak, maka semakin meningkat pula radikal bebas yang
13
ditimbulkan. Stres oksidatif yang terjadi dapat mengganggu kehamilan jika
antioksidan tidak dapat mengimbanginya. (Anantasika, 2013)
2. Kebutuhan Gizi Masa Kehamilan.
Kebutuhan gizi ibu selama hamil meningkat karena selain
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gizi ibu, juga diperlukan untuk janin
yang dikandungnya. Kebutuhan gizi pada ibu hamil setiap trimester
berbeda, hal ini disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan janin
serta kesehatan ibu. Pemenuhan pada trimester pertaman dimana pada
trimester ini terjadi pembentukan system saraf, otak, jantung dan organ
reproduksi janin sehingg lebih diutamakan pada kualitas dibanding
kuantitas, terlebih pada trimester satu tidak sedikit ibu yang mengalami
mual muntah sehingga tidak memungkingkan untuk dilakukan pemenuhan
kebutuhan gizi secara kuantitas. Dan selanjutnya pemenuhan kebutuhan
gizi pada trimester II dan III selain memperhatikan kualitas juga harus
terpenuhi kuantitas. (Iskandar, et al., 2015)
Beberapa zat gizi yang diketahui meningkat kebutuhannya selama
kehamilan adalah zat besi, vitamin C, vitamin A, dan protein. Salah satu
pangan yang memiliki kandungan zat besi yang baik untuk ibu hamil adalah
daun kelor (Moringa oleifera) (Hermansyah, et al., n.d.)
Pada saat hamil ibu harus makan makanan yang mengandung nilai
gizi bermutu tinggi meskipun tidak berarti makanan yang mahal.
14
1. Kalori
Jumlah kalori yang diperlukan ibu hamil setiap harinya adalah 2500
kalori yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas, dan ini merupakan
faktor predisposisi atas terjadinya preeklamsia. Total pertambahan berat
badan sebaiknya tidak melebihi 10-12 kg selama kehamilan. tergantung
dari berat badan sebelum hamil. (Asrinah, et al., 2010),
Menurut angka kecakupan Gizi (AKG) tahun 2013, penambahan
kebutuhan energy per hari bagi ibu hamil pada trimester I adalah 180 kkal,
trimester II dan III masing-masing 300 kkal. (Kementrian, 2014)
Asupan energi pada trimester I diperlukan untuk perumbuhan dan
perkembangan pada plasenta yang digunakan untuk menyalurkan
makanan dan pembentukan hormone. Pada janin diperlukan untuk
pembentukan organ organogenesis dan pertumbuhan kepala janin dan
badan. Asupan gizi pada trimester II diperlukan untuk pertumbuhan kepala,
badan dan tulang janin serta diikuti pertambanahan berat badan ibu,
sementara pada trimester III pertumbuhan akan berlansung cepat pada
pertumbuhan janin, plasenta dan cairan amnion. (Iskandar, et al., 2015)
2. Protein
Jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85 gram per
hari. Sumber protein tersebut bisa diperoleh dari tumbuh-tumbuhan,
hewani. Defisiensi protein dapat menyebabkan kelahiran premature,
anemia dan edema. (Asrinah, et al., 2010)
15
Pangan protein nabati mempunyai keunggulan mengandung
proporsi lemak tidak jenuh yang lebih banyak dibanding pangan
hewani.Juga mengandung isoflavon, yaitu kandungan fitokimia yang turut
berfungsi mirip hormon estrogen (hormon kewanitaan) dan antioksidan
serta anti kolesterol. (Kementrian, 2014)
Hamper 70% protein digunakan untuk perumbuhan janin yang
dikandungnya. Pertumbuhan dimulai dari pertumbuhan sebesar sel
samapai tubuh janin mencapai kurang dari 3.5 kg, protein juga digunakan
untuk pembentukan plasenta. Protein juga diperlukan untuk pembentukan
sel-sel otak dan myelin pada janin yang berkaitan erat dengan kecerdasan,
protein juga diperlukan untuk persiapa persalinan sebab sebanyak 300-500
ml darah akan hilang melalui proses persalinan, sehingga cadangan darah
diperlukan dan tidak terlepas pula dari peran protein. (Iskandar, et al., 2015)
3. Kalsium
Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 1,5 kg per hari. Kalsium
dibutuhkan untuk pertumbuhan janin, terutama bagi pengembangan otot
dan rangka. Sumber kalsium yang mudah diperoleh adalah susu, keju,
yoghrt, dan kalsium karbonat. (Asrinah, et al., 2010)
Kalsium juga dibutuhkan untuk mencegah preeklamsia atau
tekanan darah tinggi pada ibu hamil yang dapat menyebabkan kejang pada
ibu, prematuritas bahkan kematian. (Iskandar, et al., 2015)
16
4. Zat besi
Diperlukan asupan zat besi bagi ibu hamil dengan jumlah 300 mg
per hari terutama setelah trimester kedua. Bila tidak ditemukan anemia
pemberian besi per minggu telah cukup. Kekurangan zat besi pada ibu
hamil dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi. (Asrinah, et al., 2010)
Anemia karena kekurangan zat besi masih banyak terjadi di Negara
berkembang. Kebutuhan akan zat besi pada perempuan hamil meningkat
200-300% .oleh karena itu pemberian suplemen zat besi sangat diperlukan.
Pemberian dilakukan selama trimester II dan III. (Iskandar, et al., 2015)
5. Asam folat
Jumlah asam folat yang dibutuhkan ibu hamil sebesar 400 mikro
gram per hari. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan anemia
megaloblastik pada ibu hamil. (Asrinah, et al., 2010), dan juga BBLR,
ablasio plasenta serta defect neural tube. Jenis makanan yang
mengandung asam folat yakni ragi, brokoli, sayuran hijau, asparagus dan
kacang-kacangan. (Iskandar, et al., 2015)
3. Stress Oksidatif Pada Masa Kehamilan
Stress oksidatif diketahui meningkat pada kehamilan normal.
Peningkatan berkembang dari peningkatan metabolism, peningkatan
oksigen basal dan peningkatan konsumsi energi. Organ utama yang
memproduksi radikal bebas adalah plasenta dengan vaskularisasi yang
tinggi dan kaya mitokondria dan makrofag. Organel sel-sel memproduksi
oksidan dalam jumlah yang besar yang dapat merusak plasenta. Namun
17
untuk mencegah kerusakan ini, maka produksi antioksidan juga meningkat.
(Tiwari, et al., 2016)
Ulasan lain menunjukkan bahwa penanda peroksidasi lipid, rata-
rata lebih tinggi dalam kasus preeklamsia, dengan vitamin C dan E, secara
signifikan lebih rendah. (Cohen, et al., 2015) Ibu hamil harus menyediakan
sumber makanan dan pertukaran gas untuk memungkinkan embrio
maksimal dan pertumbuhan janin terjadi, sementara pada saat yang sama
mempersiapkan tubuhnya untuk tenaga, partus dan tuntutan nanti laktasi.
Selain keseimbangan harus dipertahankan antara memberikan kekebalan
untuk melindungi ibu dari infeksi dan sementara pada saat yang sama
memungkinkan implantasi dan kelangsungan hidup hasil konsepsi,
Pengembangan dan pembentukan plasenta dan sistem sirkulasi yang
sangat penting dalam pemeliharaan kesehatan ibu dan juga memungkinkan
perkembangan embrio dan pertumbuhan janin. Patogenesis hasil
kehamilan yang merugikan termasuk preeklamsia dan pertumbuhan janin
pembatasan dan jumlah hasil neonatal telah terbukti dikaitkan dengan stres
oksidatif. (Mistry & Paula J Williams, 2011)
Pada tubuh ibu hamil terjadi peningkatan produksi species oksigen
reaktif. Hal ini menyebabkan stres oksidatif meningkat. Untuk memerangi
stres oksidatif, dapat dilakukan dengan meningkatkan antioksidan sebab
antioksidan menghambat atau menunda aktivitas oksidan. Stres oksidatif
terjadi karena ketidakseimbangan antara spesies oksigen reaktif dan
antioksidan. (Saikumar, et al., 2013)
18
B. Tinjauan Umum Tentang Malondialdehid
1. Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom/gugusan atom yang kulit luarnya
memiliki elektron yang tidak berpasangan, sedangkan oksidan adalah suatu
senyawa yang dapat menerima elektron. (Winarsi, 2007)
Pada keadaan normal reduksi O2 menjadi H2O dalam rantai
pernafasan yang dikatalisasi oleh sitokrom oksidase membutuhkan empat
buah elektron namun Produksi radikal bebas terjadi terus menerus di
semua sel sebagai bagian dari fungsi sel normal. Namun, kelebihan
produksi radikal bebas yang berasal dari sumber endogen atau eksogen
mungkin memainkan peran dalam banyak penyakit (Siswonoto, 2008).
Pada konsumsi oksigen tersebut juga bisa terjadi proses lain, yaitu hanya
sebuah eletron yang diambil sehingga terbentuk spesies oksigen reaktif
(ROS) yang toksis dimana penerimaan elektron pertama akan terbentuk
redikal superoksida (O2), selanjutnya dengan penerimaan electron kedua
terbentuk hidroksi peroksida (H2O2), dan selanjutnya pada penerimaan
electron yang ketiga terbentuk radikal hidroksil (OH). (Winarsi, 2007)
Radikal bebas dapat berasal dari dua sumber, yaitu sumber
endogen dan eksogen. Radikal bebas yang bersifat eksogen antara lain
radikal bebas yang berasal dari asap rokok, polusi, radiasi, obat, pestisida,
limbah industri, dan ozon. Sebagai sumber endogen yang berasal dari
19
dalam tubuh kita sendiri antara lain radikal bebas yang berasal dari
mitokondria (proses fosforilasi oksidatif rantai pernapasan), proses
fagositosis, inflamasi, iskemia, jalur arakhidonat, peroksisom, dan xantin
oksidase. (Adnyana, 2013).
Radikal bebas pun dapat dipicu oleh stress, aktifitas berlebihan
atau status gizi. (Wikana, 2011) Stres oksidatif dan nitrosatif (O & NS) dapat
memainkan peran penting dalam patofisiologi depresi berat. Beberapa
penelitian menunjukkan status stres oksidatif yang meningkat pada serum
pasien major depression, yang ditunjukkan oleh penurunan yang signifikan
dari aktivitas spesifik SOD dan GPX dan peningkatan penanda peroksidasi
lipid MDA yang signifikan, dibandingkan dengan kelompok kontrol. Ketika
kami menganalisis status stres oksidatif pada pasien depresi berdasarkan
kronisitas, kami mengamati penurunan yang signifikan dari aktivitas spesifik
SOD dan GPX pada kelompok depresi berulang, dibandingkan dengan
kelompok episode pertama. Selain itu, peningkatan konsentrasi MDA yang
sangat signifikan diamati pada pasien depresi berulang, dibandingkan
dengan kelompok episode pertama. (Stefanescu & Alin Ciobica, 2012)
Aktifitas fisik Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh karena adanya
kontraksi otot yang berakibat pada peningkatan pengeluaran energi.
Aktivitas fisik meliputi aktivitas fisik di tempat kerja, aktivitas fisik dalam
perjalanan, aktivitas fisik di rumah maupun aktivitas fisik di waktu luang
yang dapat digolongkan sebagai aktivitas fisik sehari - hari secara umum,
Beberapa teori mengungkapkan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik
20
dan stres oksidatif, yang merupakan salah satu patogenesis dasar penyakit
degeneratif. Aktivitas fisik memiliki respon akut untuk meningkatkan stres
oksidatif dengan beberapa mekanisme: cedera hiperoksik pada
mitokondria, cedera iskemik reperfusi dan pembengkakan. Selain itu,
aktivitas fisik reguler dapat menyebabkan respon kronis untuk mengurangi
stres oksidatif dengan beberapa mekanisme: meningkatkan aktivitas
proteasom & enzim perbaikan DNA, mengurangi ikatan DNA dengan faktor
transkripsi sensitif redoks (NF-κB, AP-1, MAPK, dan CREB) Dan
meningkatkan antioxidant endogen (superoksida dismutase / SOD &
glutathione peroxidase / GSH-px). Oleh karena itu, penting untuk
melakukan aktivitas fisik reguler untuk pencegahan penyakit degeneratif
(Candrawati, 2013)
Status gizi dalam hal ini indeks massa tubuh dimana Indonesia
menggunakan klasifikasi berat badan lebih dan obesitas WHO sesuai
dengan kriteria Asia Pasifik yaitu berat badan kurang dengan IMT < 18,5
kg/m² berat badan normal dengan IMT antara 18,5-22,9 kg/m², kelebihan
berat badan dengan IMT 23,0-24,9 kg/m², Obesitas I dengan IMT > 25,0-
29,9 kg/m², Obesitas II dengan IMT > 30,0 kg/m² (Sugondo, 2009), Pada
obesitas jaringan adipose tidak hanya sebagai cadangan trigliserida organ,
namun pada suatu studi menjelaskan bahwa jaringan adipose putih
berperan juga pada produksi substansi bioaktif yang disebut adipokin.
Selain adipokin, dapat ditemukan komponen inflamasi, seperti interleukin-6
(IL-6), oleh karena itu mempengaruhi efek langsung pada kontrol berat
21
badan. Hal ini merupakan peran leptin, yang bertindak pada sistim limbik
dengan menstimulasi pengeluaran dopamine yang dapat membuat merasa
penuh, sehingga adipokin tersebut menginduksi Reactive Oxigen Species
(ROS), sehingga dapat menimbulkan suatu proses yang disebut stress
oksidatif (Sánchez, et al., 2011) Yang diketahui bahwa peningkatan
produksi ROS dapat berhubungan dengan kerusakan sel, termasuk
oksidasi sel membrane dan protein yang berkonjungasi dengan gangguan
homeostatis redoks selular. Reaksi demikian dapat menyebabkan
peroksidasi lipid dan akhirnya terjadi stress oksidatif. (Irawan, 2013)
Gambar 1: Sumber eksogen dan endogen radikal bebas (Siswonoto, 2008)
Endogenous sources Mitochondrial leak Respiratory burst Enzyme reactions Autooxidation reactions
Environmental Sources Cigarette smoke Pollutants UV light Ionising radiation Xenobiotics
Free Radical production
O2, H2O2
Transition Metals Fe2+,Cu+
OH
Modified DNA bases Lipid Peroxidation Protein damage
Tissue damage
22
2. Antioksidan
Tubuh memiliki sistem pertahanan untuk melindungi diri dari
ancaman radikal bebas. Mekanisme sistem pertahanan tersebut terdiri atas
enzymatik dan nonenzymatik. Pada sistem pertahanan enzymatik,
glutathione peroxidase (GSH-Px), catalase (CAT), dan superoxide
dismutase (SOD) memainkan peranan yang utama.Superoksida akan
didetoksifikasi oleh mangan (dalam mitokondria) atau oleh cooper/zinc
(dalam sitosol) enzim superoxide dismutase (MnSOD atau Cu/ZnSOD).
SOD mengubah superoksida menjadi hidrogen peroksida (H202), yang
kemudian dikonversi menjadi air oleh enzim catalase atau glutation
peroksidase (Adnyana, 2013).Antioksidan enzimatik bekerja dengan cara
melindungi jaringan dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas
oksigen seperti anion superoksida (O2.-), radikal hidroksil (.OH) dan
hydrogen peroksida(H2O2). (Winarsi, 2007)
Antioksidan non-enzimatik banyak ditemukan dalam sayuran dan
buah-buahan. Komponen yang bersifat antioksidan dalam sayur dan buah
meliputi vitamin C, E, β-karoten, flavonoid, isoflavon, flavon, antosianin,
katekin, dan isokatekin, serta asam lipoat. Senyawa fitokimia ini membantu
melindungi sel dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas.
(Winarsi, 2007) Sebagai tambahan, senyawa tiol, thioredoxin, mampu
detoksifikasi hidrogen peroksida. (Burton & Eric Jauniaux, 2011)
23
Gambar 2: Spesies oksigen reaktif utama, asal potensi mereka dan jalur
detoksifikasi. NADPH, nicotinamide adenin dinukleotida fosfat. (Burton &
Eric Jauniaux, 2011)
3. Reactive Oxygen Species (ROS)
Pada proses reduksi oksigen, diperlukan 4 elektron untuk
dipindahkan. Pemindahan 4 elektron tersebut tidak dapat terjadi sekaligus,
melainkan melalui 4 tahap pemindahan. Proses seperti ini berdampak pada
molekul oksigen yang kurang reaktif. Di sisi lain, tahapan reaksi
pemindahan electron tersebut juga dapat menimbulkan senyawa oksigen
reaktif dalam bentuk ion superoksida (O2.-), hydrogen peroksida
(H2O2),radikal peroksil (.OOH), dan radikal hidroksil (.OH). (Winarsi, 2007)
Keberdaan senyawa H2O2 dapat berbahaya bila bersama-sama
ion superoksida karena akan membentuk radikal hidroksil (.OH) melalui
reaksi Haber-Weiss dimana reaksi ini memerlukan Fe+++ atau Cu++. Dari
24
berbagai bentuk senyawa oksigen reaktif tersebut, radikal hidroksil
merupakan senyawa yang paling reaktif dan berbahaya. Radikal hidroksil
bukan merupakan produk primer proses biologis, melainkan berasal dari
H2O2 dan O2.-. (Winarsi, 2007)
Gambar 3: Reactive oxygen species (Castelo, 2010)
Secara fisiologis tubuh memang menghasilkan ROS (radikal bebas
atau oksidan), adapun sumber penghasil ROS antara lain mitokondria,
fagosit, Xantin oxidase, peroksisome, iskemi/reper fusi, jalur pada
pembetukan asam arakhidonat, dan sebagainya. Bahan tersebut
dihasilkan oleh tubuh untuk membunuh bakteri yang masuk dalam tubuh.
tubuh mempunyai kemampuan untuk menjaga kadar ROS. (Keman, 2014)
Namun bila radikal bebas atau oksidan dihasilkan oleh tubuh
secara berlebihan, maka bahan tersebut akan dinetralisasi oleh anti radikal
bebas atau antioksidan. Yang dikenal dengan Scavenger enzyme, seperti
superoksida dismutase (SOD), katalese atau glutation peroksida. Apabila
25
rasio antara radikal bebas atau oksidan lebih besar dari pada antiradikal
bebas atau antioksidan, maka keadaan ini dikenal sebagai stress oksidatif.
(Winarsi, 2007)
Peningkatan produksi ROS yang dikenal dengan kondisi stres
oksidatif memiliki implikasi pada berbagai macam penyakit seperti
hipertensi, aterosklerosis, diabetes, gagal jantung, stroke, dan penyakit
kronis lainnya. Peningkatan ROS tersebut dapat terjadi sebagai akibat dari
metabolisme oksigen, reperfusi oksigen saat kondisi hipoksia, oksidasi
hemoglobin dan mioglobin, dan lain-lai. ROS dapat memicu proses
peroksidasi terhadap lipid. Peroksida lipid tidak saja bertanggungjawab
atas perusakan makanan, tetapi yang lebih penting adalah perusakan
jaringan tubuh in vivo. Peroksidasi terhadap lipid dalam membran sel akan
sangat menganggu fungsi membran, menimbulkan kerusakan yang
irreversible terhadap fluiditas dan elastisitas membran yang dapat
menyebabkan ruptus membrane sel. Salah satu produk akhir dari
peroksidasi lipid adalah molondyaldehyde (MDA). (Puspitasari, et al., 2016)
Namun demikian, reaktivitas radikal bebas dapat dihambat melalui
3 cara berikut:1) mencegah atau menghambat pembentukan radikal bebas
baru, 2) menginaktivasi atau menangkap radikal dan memotong propagasi
(pemutus rantai), 3) memperbaiki kerusakan oleh radikal. (Winarsi, 2007)
26
4. Stress Oksidatif
Stres oksidatif merupakan suatu keadaan dimana terjadi
pembentukan radikal bebas yang berlebihan sehingga melebihi kapasitas
pertahanan antioksidan. Stress oksidatif disebabkan adanya beberapa
ROS di dalam sel yang tidak dapat distabilkan. Hasilnya terjadi beberapa
kerusakan satu atau beberapa biomolekuler termasuk DNA, protein dan
lipid. Pada lipid akan terjadi lipid peroksidasi. Lipid peroksidasi merupakan
penanda stres oksidatif yang tidak stabil yang mengubah suatu bentuk yang
kompleks menjadi reaktif. (Keman, 2014)
Gambar 4: Oksidatif dan "antioksidan" stres: penyebab, konsekuensi dan
metode untuk kontrol.(Polsjak, 2013)
27
(Sari, 2012) Kerusakan oksidatif pada senyawa lipid terjadi ketika senyawa
radikal bebas bereaksi dengan PUFA (poly unsaturated fatty acids).
(Winarsi, 2007) Bila radikal hidroksil beraksi dengan asam lemak tak jenuh
ini, maka aka terjadi reaksi berantai yang dikenal sebagai lipid peroxidase.
(Sari, 2012)
Molekul reaktif seperti radikal hidroksil menarik atom hydrogen dari
ikatan rangkap asam lemak tak jenuh dan membentuk radikal peroksidasi
lipid. Radikal ini kemudian beraksi dengan asam lemak tak jenuh lainnya
membentuk hidroperoksida lipid dan radikal peroksidasi lipid yang baru,
yang kemudian meneruskan reaksi oksidasi terhadap lipid lainnya,
biasanya disebut dengan auto-oksidasi lipid atau peroksidasi lipid (Kilic,et
al.,2003). (Sari, 2012) . Proses tersebut juga akan membentuk
endoperoksida siklik yang akan terurai ke berbagai aldehida, seperti
Malondialdehid (MDA), 4-hydroxynonenal (HNE) dan dienals. (Gadoth &
Hans Hilmar Gobel, 2011)
5. Peroksidasi lipid
Komponen penting pada membran lipid adalah fosfolipid dan
glikolipid. Kedua asam lemak ini mengandung asam lemak tak jenuh yang
sangat rawan terhadap terjadinya seragan radikal bebas, terutama radikal
hidroksil
28
Gambar 5. Tiga fase reaksi berantai peroksidasi lipid (Siswonoto, 2008)
Peroksidasi lipid terbentuk melalui 3 proses, yaitu :
- Insiasi
Inisiasi merupakan langkah pertama dari serangkaian peroksidasi yang
terjadi pada sam lemak tak jenuh (Poly Unsaturated Faatty Acid/PUFA).
Reaksi ini dihasilkan akibat serangan beberapa spesies yang
menyerang hidrogen pada atom karbon diantara ikatan rangkap dua.
Akibat serangan ini, akan terjadi pemisahan grup H dari grup metilen.
Oleh karena itu hidrogen hanya memiliki 1 elektron, pemisahan ini akan
29
mengahasilkan elektron tidak berpasangan pada karbon sehingga
terbentuk fatty acid radikal. Karbon radikal yang terbentuk dapat
mengalami berbagai reaksi seperti saling bertabrakan dalam membran
sehingga dapat menjadi insiatot pada proses lainnya. (Keman, 2014)
- Propagasi
Apabila radikal karbon bereaksi dengan oksigen, akan terbentuk radikal
peroksil. Radikal peroksil dapat mengasbtraksi atom hidrogen pada lipid
yang lain. Apabila terjadi abstraksi atom hidrogen lipid lain oleh radikal
peroksil, akan terbentuk lipid hidroperoksida. Lipid hidroperoksida
adalah produk primer peroksidasi yang bersifat sitotoksik. Melalui
pemanasan atau reaksi yang melibatkan logam, lipid hidroperoksida
akan dipecah menjadi produk peroksidasi lipid sekunder, yakni radikal
lipid alkoksil dan peroksi lipid. Radikal lipid alkoksil dan lipid peroksil
juga dapat menginisiasi reaksi rantai lipid selanjutnya. Selain itu, radikal
lipid alkoksil akan melangsungkan reaksi beta cleavage membentuk
aldehid sitotoksik dan genotoksik. (Setiawan & Eko Suhartono, 2007)
Aldehid pada produk tersebut terlibat pada sebagian besar patofisiologi
terkait stres oksidatif pada sel maupun jaringan dan merupakan produk
akhir peroksidasi lipid. Meskipun sebagai produk akhir, secara kimiawi
aldehid tersebut tetap aktif dan mempunyai kereaktifan terhadap
berbagai biomolekul, termasuk protein dan fosfolipid. (Setiawan & Eko
Suhartono, 2007)
30
- Terminasi
Dalam reaksi terminasi, antioksidan seperti vitamin E menyumbangkan
atom hidrogen pada LOO spesies dan membentuk vitamin sesuai E
radikal yang bereaksi dengan LOO yang lain membentuk produk
nonradical. Setelah peroksidasi lipid dimulai, propagasi dari reaksi
berantai akan berlangsung hingga produk penghentian diproduksi.
(Ayala, et al., 2014)
Produk primer dari peroksida lipid yang sangat reaktif yaitu lipid
hidroksiperoksida, terbentuk saat radikal bebas menyerang asam lemak tak
jenuh ganda atau kolestrol dalam membran atau lipoprotein. Selain itu, juga
dapat dibentuk oleh siklooksigenase atau lipoksigenese. Hidroperoksida
Lipid berfungsi pada fisiologis normal yaitu mengatur enzim dan gen
sensitive redoks. Namun demikian, peroksidasi lipid yang tidak terkontrol
dapat berdampak pada disfungsi dan kerusakan sel. (Ayala, et al., 2014)
6. Malondialdehid (MDA)
Malondialdehid (MDA) adalah senya organik dengan rumus
CH2(CHO)2. Struktur senyawa ini lebih kompleks dan sangat reaktif, terjadi
secara alami dan merupakan penanda stres oksidatif (Iskandar, et al., 2015)
Malondialdehid (MDA) adalah produk dari lipid peroksidasi dan
telah ditemukan meningkat pada kondisi stres oksidatif. PUFA akan
teroksidasi menjadi peroksida bentuk lipid yang tidak stabil dan menjalani
dekomposisi membentuk senyawa karbonil yang reaktif. Malondialdehid
31
adalah produk pemecahan utama lipid peroksidasi. (Dhananjay, et al.,
2013)
MDA dibentuk sebagai bahan dikarbonil (C3H4O2) dengan
berat molekul rendah (berat formula = 72,07), rantai pendek, dan bersifat
volatil asam lemah (pKa =4,46), dihasilkan sebagai produk sampingan
pembentukan eikosanoid enzimatik dan produk akhir degradasi oksidatif
asam lemak bebas non enzimatik. Hingga saat ini, MDA telah ditemukan
hampir di seluruh cairan biologis, termasuk pada plasma, urin, cairan
persendian, cairan bronkoalveolar, cairan empedu, cairan getah bening,
cairan mikrodialisis dari pelbagai organ, cairan amnion, cairan
perikardial dan cairan seminal. Namun plasma dan urin merupakan
sampel yang paling umum digunakan karena paling mudah didapatkan
dan paling tidak invasive. Data yang tersedia hingga saat ini juga
menunjukkan pengukuran kadar MDA baik dari plasma maupun urin
memberikan hasil yang sama akurat dan presis dari indeks stres
oksidatif. (Keman, 2014)
MDA sangat cocok sebagai biomarker untuk stres oksidatif karena
beberapa alasan, yaitu : (1) Pembentukan MDA meningkat sesuai dengan
stres oksidatif, (2) kadarnya dapat diukur secara akurat dengan berbagai
metode yang telah tersedia, (3) bersifat stabil dalam sampel cairan tubuh
yang diisolasi, (4) pengukurannya tidak dipengaruhi oleh variasi diurnal dan
tidak dipengaruhi oleh kandungan lemak dalam diet, (5) merupakan produk
spesifik dari peroksidasi lemak, (6) terdapat dalam jumlah yang dapat
32
dideteksi pada semua jaringan tubuh dan cairan biologis, sehingga
memungkinkan untuk menentukan referensi interval. (Susantha, 2013)
Winarsi, et al. (2005) menemukan bahwa dalam tubuh wanita
perimenopause banyak terbentuk radikal bebas. Ini diketahui melalui kadar
MDA plasma. Tingginya produk MDA ini merupakan bukti rendahnya status
antioksidan tubuh sehingga tidak dapat mencegah reaktivitas senyawa
radikal bebas. Penurunan MDA plasma dari 2.36 µmol/l menjadi 1,94 µmol/l
juga ditunjukkan oleh peran antioksidan gingerol pada jahe yang
diintervensi selama30 hari pada mahasiswa laki-laki usia 19-27 tahun di
bogor. (Winarsi, 2007)
a) Malondialdehyde Sebagai Penanda Biologis Stress Oksidatif
Menurut NIH biomarker working group (1998). Definisi penanda
biologis adalah suatu karakteristik yang bisa diukur, dan dievaluasi sebagai
indikator proses biologis normal, proses patologis dan respon farmakologis
terhadap intervensi terapi. WHO internation programme on chemical safety
(ICPS) memberikan definisi sebagai suatu substansi, struktur atau proses
yang dapat diukur pada tubuh, dan produk tersebut dapat berpengaruh atau
memprediksi insiden penyakti. Sebagai perediktor suatu penyakit harus
mempunyai validitas berupa sensitifitas, sepesifisitas dan pengetahuan
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi. Faktor tambahan lain seperti
tidak invasitif dan dapat diperiksa ulang. (Siswonoto, 2008)
BOSS (biomarker oxidative stress study) tahun 2002, penelitian
yang secara lengkap, yang disponsori dan diorganisir oleh National Institute
33
of environmental Health Sciences (NIEHS) di Amerika serikat, yang
merupakan penelitian komprehensif pertama untuk menentukan penanda
biologis yang tidak invasive, mempunyai spesifikasitas, sensitifitas dan
selektifitas terbaik. Dengan model pada tikus yang diberikan CCI4 yang
dapat menginduksi terbentuknya kerusakan jaringan akibat radikal bebas.
Efek kerusakan yang dilihat dari produk hasil peroksidasi lipid, protein dan
DNA diukur dari sampel plasma darah dan urin, dan dinilai hubungannya
dengan dosis dan waktu. Berbagai substansi yang diteliti meliputi lipid
hidroperoksida. TBARS, MDA, isoprostan, protein karbonil, 8-hidroksi-2-
deoksiguanosin (8-OhdG), leukosit DNA-MDA adduct dan DNA Strand
break. Disimpulkan kadar plasma MDA, kadar isoprostan dalam plasma dan
urin, sebagai penanda biologis stres oksidatif yang dapat dipercaya MDA
dan 4 hidroksinonenal (HNE) merupakan produk utama hasil oksidasi
PUFA. (Nasrullah, 2013)
Malondialdehid merupakan satu dari beberapa substansi dengan
berat molekul ringan yang dihasilkan pada proses peroksidasi lipid., MDA
juga sangat mudah disekreri melalui urin. (Irawan, 2013)
34
C. Tinjauan Umum Tentang Daun Kelor
1. Deskripsi Tanaman Kelor
Gambar 6: Tanaman Kelor (Ganatra, et al., 2012)
Kelor (Moringa oleifera) adalah jenis tanaman pengobatan herbal
India yang telah akrab di negara-negara tropis dan subtropis. Nama lain
atau istilah yang digunakan untuk kelor adalah pohon lobak,
Mulangay,Mlonge, benzolive, pohon Paha, Sajna, Kelor, Saijihan dan
Marango. Moringa oleifera divisi dari Kingdom: Plantae, Divisi:
Magnoliphyta, Kelas: Magnoliopsida, Ordo: brassicales, Keluarga:
Moringaceae, Genus: Moringa, Spesies: M.Oleifera. (Razis & Muhammad
Din Ibrahim S, 2014). Dan kelor (Moringa oleifera) merupakan salah satu
dari 13 spesies yang termasuk dalam genus moringa. (Dubey, 2015) dan
Kelor dapat tumbuh pada lokasi tropis dan subtropicalregions dunia dengan
suhu sekitar 25-35◦C. (Gopalakrishnan, et al., 2016)
35
Beberapa bagian dari tumbuhan kelor telah digunakan sebagai
obat tradisional pada masyarakat di Asia dan Afrika. Tanaman Obat
tersebut telah digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyaki.
(Iskandar, et al., 2015). Moringa oleifera merupakan komoditas makanan
yang mendapat perhatian khusus sebagai nutrisi alami dari daerah tropis
bagian kelor dari daun, buah, bunga dan polong dari pohon ini digunakan
sebagai
sayuran bernutrisi di banyak Negara seperti di India, Pakistan, Filipina,
Hawai dan afrika yang lebih luas lagi. (Prasanna & S. Sreelatha, 2014).
Beberapa bagian pohon Moringa oleifera :
a. Daun
Daun kelor memiliki lebar 1-2 cm halus dan berwarna hijau dengan
ranting daun yang halus berwarna hijau agak kecoklatan. (Ganatra, et
al., 2012) dianggap sumber yang kaya akan vitamin, mineral dan
merupakan aktivitas antioksidan yang kuat, sering dikaitkan dengan
vitamin tanaman dan senyawa fenolik asquercetin dan kaempferol.
(Silva, et al., 2014). Daun Kelor sebagai sumber vitamin C yang tinggi,
kalsium, β karoten, potassium serta protein yang bekerja sebagai
sumber yang efektif dari antioksidan alami. karena kehadiran beberapa
macam senyawa antioksidan seperti flavonoid, asam askorbat,
cerotenoids dan fenolat. (Razis & Muhammad Din Ibrahim S, 2014)
Daun kelor memiliki potensi antioksidan yang signifikan. Oleh karena
itu penelitian pada hewan suplemen diet dengan konsumsi daun kelor
36
bisa menjadi sumber yang berguna untuk melindungi hewan dari
penyakit yang disebabkan oleh stres oksidatif bahkan, ekstrak daun
kelor memiliki antioksidan yang kuat pada percobaan di kedua in vitro
dan ex vivo. (Silva, et al., 2014)
b. Bunga
Bunga tumbuhan daun kelor berwarna putih kekuning-kuningan, dan
memiliki pelepah bunga yang berwara hijau, bunga ini tumbuh di ketiak
daun yang biasanya ditandai dengan aroma atau bau semerbak.
(Ganatra, et al., 2012)
c. Kulit polong (Pod Husks)
Buah tumbuhan daun kelor berbentuk segita memanjang berkisar 30-
120 cm, buah ini berwarna hijua muda hingga kecokelatan. (Ganatra,
et al., 2012) Kulit polong kelor mengandung alkaloid, flavonoid, tanin,
tritepenoids, diterpenoid dan glikosida.
d. Biji
Biji tumbuhan daun ini berbentuk bulat dengan diameter 1 cm berwarna
cokelat kehitaman,dengan 3 sayap tipis mengelilingi biji. Setiap pohon
dapat menghasilkan sekitar 15000 sampai 25000 biji per tahun.
(Ganatra, et al., 2012) Polong kelor pada berbagai penelitian
melaporkan penggunaan polong kelor dengan potensi yang berbeda
terhadap masalah kesehatan. Polong kelor mengandung berbagai
phytochemical, termasuk antioksidan seperti vitamin C, β-karoten, α-
dan γ-tokoferol, β-sitosterol, vitamin A, senyawa fenolik quercetin dan
37
kaempferol, flavonoid, dan antosianin, bersama dengan beberapa kelas
langka senyawa, termasuk alkaloid, glucosinolates, dan
isothiocyanates. (Silva, et al., 2014)
e. Akar
Akar tumbuhan daun kelor ini tunggang, berwarna putih kotor, biasanya
bercabang atau serabut dan juga dapat mencapai kedalaman 5-10
meter. (Ganatra, et al., 2012)Ekstrak akar kulit kelor memiliki potensi
untuk menyembuhkan ulkus lambung dan lesi mukosa lambung. Hal ini
juga mengurangi keasaman dan meningkatkan pH lambung. Temuan
ini menunjukkan bahwa kelor memiliki antiulcer dan aktivitas
antisecretory karenanya, dapat digunakan sebagai sumber untuk obat
antiulcer di masa depan. Potensi antimutagenik dan antioksidan dari
ekstrak akar kelor natrium azida di strain TA100 percobaan pada
Salmonella typhimurium terjadi penghambatan microsomal peroksidasi
lipid, menunjukkan bahwa akar kelor memiliki antimutagenik serta
aktivitas antioksidan. (Silva, et al., 2014)
38
Gambar 7: bagian dari tanaman Kelor ( (Ganatra, et al., 2012)
2. Kandungan Nutrisi Kelor.
Setiap bagian dari M. oleifera adalah gudang penting nutrient dan
antinutrient. Daun M. oleifera yang inminerals kaya seperti kalsium, kalium,
seng, magnesium, besi andcopper. Vitamin seperti beta-karoten vitamin A,
vitaminB seperti asam folat, piridoksin dan asam nikotinat, vitaminC, D dan
E juga hadir dalam M. oleifera. Phytochemi-cals seperti tanin, sterol,
terpenoid, flavonoid, saponin, antrakuinon, alkaloid dan mengurangi gula
hadir bersama agen withanti-kanker seperti glucosinolates,
isothiocyanates, senyawa gly-coside dan gliserol-1-9-octadecanoate.
Moringa leaves juga memiliki nilai kalori rendah dan dapat digunakan dalam
diet tersebut yang obesitas. (Gopalakrishnan, et al., 2016)
a. Antioksidan
Antioksidan adalah zat kimia yang membantu melindungi tubuh dari
kerusakan sel-sel oleh radikal bebas. Kelor mengandung 46
antioksidan kuat senyawa yang melindungi tubuh dari kerusakan sel-
sel oleh radikal bebas. Kelor mengandung 46 antioksidan kuat.
Senyawa yang melindungi tubuh terhadap efek merusak dari radikal
bebas dengan menetralkannya sebelum dapat menyebabkan
kerusakan sel dan menjadi penyakit. (Utami, et al., 2013)
Senyawa antioksidan yang terkandung dalam kelor adalah, Vitamin A,
Vitamin C, Vitamin E, Vitamin K, Vitamin B (Choline), Vitamin B1
39
(Thiamin), Vitamin B2 (Riboflavin), Vitamin B3 (Niacin), Vitamin B6,
Alanine, Alpha-Carotene, Arginine, Beta-Carotene, Beta-sitosterol,
Caffeoylquinic Acid, Campesterol, Carotenoids, Chlorophyll, Chromium,
Delta-5-Avenasterol, Delta-7-Avenasterol, Glutathione, Histidine, Indole
Acetic Acid, Indoleacetonitrile, flavonoid, Kaempferal, Leucine, Lutein,
Methionine, Myristic-Acid, Palmitic-Acid, Prolamine, Proline, Quercetin,
Rutin, Selenium, Threonine, Tryptophan, Xanthins, Xanthophyll, Zeatin,
Zeaxanthin, Zinc. (Syahruni, 2015)
b Vitamin
Vitamin adalah zat organic bertindak sebagai koenzim atau mengatur
proses metabolism dan sangat penting bagi banyak fungsi tubuh yang
vital. Kelor mengandung Vitamin seperti beta-karoten vitamin A, vitamin
B seperti asam folat, piridoksin dan asam nikotinat, vitaminC, D dan E.
(Gopalakrishnan, et al., 2016)
c Mineral
Mineral adalah nutrisi yang dibutuhkan untuk menjaga kesehata. Elemen
seperti tembaga, besi, kalsium, kalium dan lain-lain yang diperlukan oleh
tubuh dalam jumlah tertentu(sering dalam jumlah kecil) mineral
merupakan zat anororganik (unsur Atau senyawa kimia)yang ditemukan
dialam.kandungan mineral dalam kelor berupa Kalsium, Kromium,
Tembaga, Fluorin, Besi, Mangan, Magnesium, Molybdenum, Fosfor,
Kalium, Sodium, Selenium, Sulphur, Zinc. (Syahruni, 2015)
40
d Asam amino
Asam amino adalah senyawa organic yang mengandung amino (NH2).
Sebuah gugusan asam karboksilat (COOH), dan salah satu gugus
lainnya. terutama dari kelompok 20 senyawa yang memiliki rumus dasar
NH2CHCOOH dan dihubungkan bersama oleh ikatan peptide untuk
membentuk protein. Asam amino merupakan komponen utama
penyusuna protein yang terbagi dalam 2 kelompok yaitu asam amino
esensial dan non-esensial. Kandungan asam amino essensial dalam
kelor berupa; Kalsium, Kromium, Tembaga, Fluorin, Besi, Mangan,
Magnesium, Molybdenum, Fosfor, Kalium, Sodium, Selenium, Sulphur,
Zinc. Dan non-esesial; Alanin, Arginine, asam aspartat, sistin, Glutamin,
Glycine, Histidine, Proline, Serine, Tyrosine. (Syahruni, 2015)
3. Sifat Kimiawi Daun Kelor
Tanaman kelor memiliki daun yang mengandung nutrisi paling
lengkap dibandingkan tanaman jenis apapun. Selain vitamin dan mineral
daun kelor juga mengandung semua asam amino essensial. Hasil
penelitian juga membuktikan bahwa daun kelor sama sekali tidak
mengandung zat yang berbahaya bagi tubuh. Kandungan vitamin A dalam
daun kelor jauh lebih banyak dibandingkan wortel. Dengan perbandingan
berat yang sama daun kelor juga mengandung vitamin C lebih banyak dari
jeruk, kalsium empat kali lipat lebih banyak dari susu, potassium dua kali
lebih banyak dari yogurt, serta zat besi yang jauh lebih banyak dari pada
bayam. (Iskandar, et al., 2015)
41
Perbandingan kandungan gizi daun kelor yang segar dan kering:
Table 1: Analisi kandungan nutrisi daun segar dan kering
Sumber : (Gopalan, 2012)
Analisi kandungan Nutrisi Satuan Per 100g
Daun segar Daun Kering
Nutrisi
Kandungan air (%) 75.0 7.50
Kalori Cal 92.0 205.0
Protein Gr 6.7 27.1
Lemak Gr 1.7 2.3
Karbohidrat Gr 13.4 38.2
Fiber Gr 0.9 19.2
Mineral Gr 2.3
Calsium (Ca) Mg 440.0 2.003
Magnesium (Mg) Mg 24.0 368.0
Phospor (P) Mg 70.0 204.0
Kalium (K) Mg 259.0 1324.0
Copper (Cu) Mg 1.1 0.6
Iron Mg 0.7 28.2
Asam Oksalat Mg 101.0 0.0
Sulphur (S) Mg 137.0 870.0
Zinc Mg 0.16 3.29
Vitamin
Vitamin A ( β Caroten) µg 6.80 16.3
Vitamin B (Cholin) Mg 423.00
Vitamin B1 ( Thiamin) Mg 0.21 2.6
Vitamin B2 (Riboflamin) Mg 0.05 20.5
Vitamin B3 (Niacin) Mg 0.80 8.2
Vitamin C (Ascorbid Acid) Mg 220.00 17.3
Vitamin E (Tocopherol Acetat) Mg 113.0
Asam Amino
Arginin Mg 406.60 1.328
Histidin Mg 149.8 613
Lysine Mg 342.4 1.325
Tryptophan Mg 107.0 425
Phenylanaline Mg 310.3 1.388
Methionine Mg 117.7 350
Threonine Mg 117.7 1.188
Leucine Mg 492.2 1.95
Isoleucine Mg 299.6 825
Valin Mg 374.5 1.063
42
Semua kandungan gizi yang terdapat dalam daun kelor akan
segera akan mengalami peningkatan konsentrasi apabila dikonsumsi
setelah dikeringkan dan dilumatkan dalam bentuk serbuk ( tepung). (Jonni,
et al., 2008)
4. Ektrak daun kelor, Tepung Daun Kelor dan Tablet tambah
darah/sulfas Ferosus
a. Ekstrak daun kelor
Ekstrak daun kelor dibuat dengan daun kelor dipetik dari pohon
atau tangkai kelor yang berwarna hijau setelah itu daun kelor dicuci
bersama dahan sampai bersih dan dilakukan minimal 3 kali
penggantian air bersih atau menggunakan air mengalir. Kemudian
dikeringkan dengan cara dianginkan selama 2 jam, setalah kering
kemudian dirontokkan dari dahannya. Kemudian daun yang telah lepas
dari dahannya di tebar di atas rank plastik dengan menggunakan lampu
pijar pada suhu ±38-39oC selama 2 kali 24 jam. Daun kelor yang telah
kering kemudian diremas menggunakan sarung tangan. Setelah itu
daun kelor kering direndam dalam pelarurt (air) 1 kali 24 jam dilakukan
3 kali pengulangan yang kemudian hasil rendaman tadi diperas dan
disaring. Setelah itu hasil perasan dimasukkan dalam rotavator selama
48 jam dengan suhu 30-400C. kemudian ekstrak kental dimasukkan
dalam freezer drayer selama 24 jam. Maka jadilah ekstrak daun kelor.
Daun kelor yang telah menjadi ekstrak daun kelor kemudian
43
dimasukkan dalam kapsul ukuran 00 dengan berat 500g. (Iskandar, et
al., 2015)
Dalam beberapa penelitian seperti penelitian oleh iskandar
2015 bahwa ekstrak moringa oleifera mampu mempertahankan tingkat
serum feritin hingga 50% dan ekstrak daun kelor juga telah terbukti
memiliki aktivitas anti oksidan yang kuat, mencegah kerusakan
oksidatif, dan mampu memberikan perlindungan yang signifikan
terhadap kerusakan oksidatif (Iskandar, et al., 2015) yang ditandai
dengan ekstrak daun kelor dapat menghambat peningkatan kadar MDA
pada wanita hamil.(Nadimin, 2016)
b. Tepung daun kelor
Tepung daun kelor dibuat dengan daun kelor dipetik dari pohon
atau tangkai kelor yang berwarna hijau setelah itu daun kelor dicuci
bersama dahan sampai bersih dan dilakukan minimal 3 kali
penggantian air bersih atau menggunakan air mengalir. Setelah itu
daun kelor yang telah bersih di blenching pada suhu ±70oC selama 1
jam, kemudian daun kelor diangin-anginkan agar air yang melekat pada
daun menguap atau mengering. Setelah daun mengering kemudian
daun dirontokkan dari dahannya kemudian daun yang telah lepas dari
dahannya di tebar di atas jaring-jaring atau rank plastik dan
menggunakan lampu pijar pada suhu ±38-39oC. selama berada di rank
plastik, daun kelor dibolak-balik setiap ±12 jam, ini lakukan agar daun
mongering dengan merata. Dan pengeringan dilakukan selama ±3 hari
44
(3 kali 24 jam). Kemudian daun kelor yang telah dikeringkan tadi
diblender dan diayak dengan menggunakan ukuran 200 mush. Daun
kelor yang telah menjadi tepung daun kelor kemudian dimasukkan
dalam kapsul ukuran 00 dengan berat 500g. (Zakaria, et al., 2015)
Dalam beberapa penelitian seperti penelitian oleh idohou 2011
dengan hasil ferritin plasma tidak berubah pada kelompok Moringa
powder selama intervensi (Dossou N, et al., 2011) Dan pada Serum
MDA diamati secara signifikan lebih rendah pada tikus yang diberi
makan dengan Moringa Oleifera powder dibandingkan dengan diet
normal. (Oparinde & Adeniran Samuel Atiba, 2014)
Table 2: Unsur nutrisi ekstrak daun kelor dan tepung daun kelor
TK : Tepung Daun Kelor
EK : Ekstrak Daun Kelor
Sumber : Zakaria, 2013 (Iskandar, et al., 2015), Khuzaimah, 2015, Krisnadi 2015
Unsur Nutrisi TK/1g EK/1g
Besi (mg) 0.28 0.11
Ca (mg) 1.65 64.3
Zn (mg) 0.05 0.05
Vitamin A (µg) 0.16 72.62
Vitamin E (mg) 1.13 14.96
Vitamin C (mg) 0.17 12.91
Lemak (g) 0.02 0.1
Protein (g) 0.27 0.24
Selenium (µg) 0.009 0.6
45
c. Tablet Tambah Darah/Sulfat Ferosus
Besi merupakan unsur vital untuk pembentukan hemoglobin,
juga merupakan komponen penting pada system enzim pernafasan
seperti sitokrom-oksidase, katalase peroksidase. (Ibrahim &
Proverawati, 2010)
Zat besi dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai hal seperti
pembentukan Hb pada sel darah merah di sumsum tulang,
menggantikan sejumlah kecil Fe yang dikeluarkan tubuh secara
konstan terutama lewat urine dan darah haid, serta pembentukan
hemoglobin baru pada anak-anak dan remaja. Jumlah zat besi yang
diperoleh tubuh dari makanan harus seimbang dengan yang
dikeluarkan. Kebutuhan zat besiyang dianjurkan untuk ibu hamil adalah
30mg. pada ibu hamil kenutuhan zat besi meningkat dikarenakan oleh
peningkatan kebutuhan untuk ekspansi sel darah merah ibu hamil.
(Iskandar, et al., 2015)
Meskipun penting, zat besi juga bisa menjadi racun dalam
jumlah berlebih. Melalui reaksi Fenton besi sebagai mineral angkutan
dapat menghasilkan berbagai oksigen atau nitrogen spesies reaktif.
(Shaaban, et al., 2016)
Suplemen besi merupakan suplemen yang mudah didapatkan
masyarakat tanpa resep dokter sehingga berpotensi menimbulkan
penggunaan yang berlebihan. Walaupun suplementasi besi merupakan
salah satu bagian dari program pemerintah, yang terutama ditujukan
46
untuk ibu hamil, konsumsi besi yang berlebihan dapat memicu
pembentukan oksigen reaktif, nitrogen spesies yang reaktif, peroksidasi
lipid, dan stress oksidatif. Tingginya kadar besi dalam jaringan
berhubungan dengan patologi penyakit tertentu seperti kanker,
inflamasi, diabetes, penyakit liver,dan jantung. (Wijayanti, et al., 2014)
tetapi kekurangan zat besi kronis dengan anemia dapat mempercepat
perkembangan penyakit kardiovaskular pada pasien non-diabetes dan
diabetes (Q, et al., 2009)
Oksidan yang terbentuk di dalam sel darah merah (eritrosit)
adalah superoksida, hidrogen peroksida, radikal peroksil, hingga
peroksida lipid. Eritrosit sangat rentan terhadap kerusakan oksidatif
sebagai akibat dari peroksidasi lipid di eritrosit. Peroksidasi lipid pada
eritrosit menyebabkan lisis atau yang dikenal dengan hemolisis.
Peroksidasi (autooksidasi) lipid, khususnya asam lemak tak jenuh
ganda, adalah suatu reaksi berantai radikal bebas yang menghasilkan
Malondelhyde (MDA), 4 hidroksi-nonenal, etana (C2H6), dan pentane
(C5H12). MDA merupakan produk akhir peroksidasi lipid dan sebagai
biomarker peroksidasi lipid untuk menilai stress oksidatif. (Wijayanti, et
al., 2014) Pemberian suplementasi zat besi dapat meningkatkan kadar
MDA karena zat besi adalah logam transisi redoks-aktif yang artinya zat
besi dapat dengan mudah berpindah antara Ferrous (Fe2+) dan Ferric
(Fe3+) melalui proses transfer elektron ke berbagai substansi biologis
47
yang mengkatalisis berbagai reaksi yang merusak dalam sel. (Q, et al.,
2009)
Penelitian oleh (Lilik, 2014) mengenai kadar hemoglobin dan
pengaruhnya pada perubahan kadar MDA paska suplementasi besi
dan didapatkan hasil bahwa Terjadi penurunan kadar MDA paska
suplementasi dan perubahan kadar MDA dipengaruhi oleh status
anemia. MDA, suplementasi besi, peroksidasi lipid. Hasil penelitian lain
menemukan kekurangan folat dapat mempromosikan stres oksidatif
dan beberapa fitur dari sindrom metabolik yang berkaitan dengan
peningkatan risiko diabetes dan penyakit kardiovaskular. (Pravenec, et
al., 2013)
Prosedur pembuatan kapsul sulfat ferosus. (Zakaria, et al., 2015)
1. Tablet tambah darah ( 200 mg Fe + 0,25 mg asam folat ) ditepungkan
dengan blender obat.
2. Satu tablet tambah darah dibuat dalam 2 kapsul dengan bahan
pengizi amilum ( tepung maezena)
5. Hubungan Ekstrak Daun Kelor Dan Tepung Daun Kelor Terhadap
Kadar Malondialdehid
MDA adalah salah satu produk peroksidasi lipid yang merupakan
penyebab degenerasi organ atau jaringan. (Winarsi, 2007) Jumlah radikal
bebas yang berlebihan mengakibatkan peningkatan proses peroksidasi
lipid sehingga produk MDA juga meningkat. Bahan toksik ini dapat berikatan
dengan protein, menghancurkan integritas membrane sel, merusak
48
aktivitas transport protein, membuat kolaps ion gradient dan akhirnya
memicu kematian sel. (Susilowati, et al., 2016)
Tubuh manusia sangat memerlukan perlindungan terhadap
kerusakan akibat radikal bebas. Zat yang dapat menetralkan radikal bebas
itu dapat berupa antioksidan. dan antioksidan dapat berupa antioksidan
enzimatik yang terdapat dalam tubuh dan antioksidan non enzimati berupa
vitamin A, vitamin C, Vitamin E dan lain-lain. Salah satu sumber antioksidan
non enzimatik adalah daun kelor. (Susilowati, et al., 2016)
Pada olahan daun kelor seperti ekstrak kelor pada 100 gr kapsul
ekstrak daun kelor mengandung besi 9.72mg, Ca 9.4mg, Zn 3.77,g, vitamin
A 313.47µg, vitamin E 1549.47mg, vitamin C 1514.96mg, lemak 18.62g,
protein 12.31g, dan Selenium 47g. Dan pada tepung daun kelor pada 100gr
kapsul tepung daun kelor mengandung besi 28.2 mg, Ca 165.4 mg, Zn 5.2
g, vitamin A 16.3 g, vitamin E 113 mg, vitamin C 17.3 mg, lemak 2.3 g, dan
protein 27.1 g. (Iskandar, et al., 2015)
Meningkatnya kadar MDA dipengaruhi oleh ketidak seimbangan
antara ROS dan antioksidan dalam tubuh, stress oksidatif dapat di cegah
atau di antisipasi dengan antioksidan,
Radikal bebas akan membentuk Ion superoksida menjadi hydrogen
peroksida. Namun hal ini bisa di cegah agar tidak terbentuk hydrogen
peroksida dengan adanya antioksidan enzimatik yang telah ada dalam
tubuh manusia seperti Enzim SOD yang berfungsi melindungi membran sel-
sel tubuh namun aktivitas SOD bergantung pada besi (Fe), mangan (Mn),
49
seng (Zn) dan tembaga (Cu) agar bisa bekerja melindungi membran dan
kebergantungan SOD dapat diperoleh dari antioksidan. (Winarsi, 2007)
seperti ekstrak daun kelor atau tepung daun kelor yang mengandung
mineral untuk mengaktivasi SOD.
Radikal bebas yang menjadi hydrogen peroksidan dapat menjadi
radikal hidroksil yang reaktif, namun hal ini dapat dicegah dengan adanya
enzim katalase dan enzim glutation peroksidase yang telah ada dalam
tubuh manusia namun aktivitasnya juga bergantung pada besi (Fe), dan
selenium (Se). Sehingga kandungan dalam olahan daun kelor dapat
mengaktivasi antioksidan enzimatis yang bekerja dengan cara mencegah
terbentuknya senyawa radikal bebas baru (Winarsi, 2007)
Olahan daun kelor seperti ekstrak daun kelor atau tepung daun
kelor juga memiliki antioksidan non enzimati dapat berfungsi dalam
menurunkan kadar MDA. Bila radikal hidroksil yang reaktif terjadi maka
fungsi dari antioksidan enzimatik seperti beta karoten yang akan diubah
menjadi vitamin A dan sekaligus dapat menghentikan reaksi rantai dari
radikal bebas, sehingga tidak menyerang membrane lipid. (Sumarno, et al.,
n.d.) dan vitamin E berfungsi sebagai donor ion hydrogen yang mampu
mengubah radikal peroksil (hasil peroksidasi lipid) menjadi radikal tokoferol
yang kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak.
(Winarsi, 2007). Dan juga Vitamin C ( asam askorbat), bertindak sebagai
antioksidan pemutus reaksi rantai. (Sumarno, et al., n.d.)
50
Rangkaian kerja kandungan ekstrak daun kelor dan tepung daun
kelor selain dapat membantu aktivasi dari antioksidan enzimatik dan
mencegah peroksidasi lipid dari antioksidan non enzimatik maka dapat
terjadi keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan sehingga akan
menurunkan peroksidasi lipid dimana MDA adalah salah satu senyawa
yang terbentuk sebagai produk akhir proses peroksidasi lipid. (Susilowati,
et al., 2016)
Semakin tinggi oksidasi sel dalam tubuh maka semakin tinggi
kemungkinan tidak menderita penyakit degeneratif dan semakin rendahnya
peroksidasi dalam tubuh, maka tubuh akan semakin terhindar dari serangan
penyakit. (Utami, et al., 2013).
Beberapa penelitian seperti Penelitian oleh Sumarno mengenai
pengaruh daun kelor antara lain terdapat pengaruh pemberian ekstrak
tepung daun kelor terhadap penurunan kadar MDA (Hepar) tikus yang
dipapari asap rokok akut dengan keefetifitasan pada dosis 400 mg/hari.
Penelitian lain yang menggunakan tepung daun kelor adalah
penelitian oleh Kushwaha, et al., (2014), pada wanita menopaus dengan
pemberian supplement tepung dari daun Moringa oleifera dan amaranth
(Amaranthus tricolor) hasilnya terjadi penurunan penanda oksidatif stres
yaitu malondialdehid.
51
6. Studi intervensi Moringa oleifera leave pada ibu hamil
Table 3: Penelitian intervensi yang pernah dilakukan
Nama
peneliti/tahun
Judul penelitian Jenis
penelitian
Subjek Penelitian Hasil/kesimpulan penelitian
Hermansyah,
Veni Hadju,
Burhanuddin
Bahar/ 2014
Pengaruh ekstrak daun
kelor terhadap asupan
dan berat badan ibu hamil
pekerja sektoral informal
Randomized
controlled
double blind
Ibu hamil Pemberian ekstrak daun kelor
berpengaruh terhadap
peningkatan berat badan dan
lingkar lengan atas tetapi tidak
berpengaruh terhadap
peningkatan asupan
Anang
otuluwa,et
al/2014
Effect of Moringa oleifera
leaft extracts
supplementation in
preventing maternal DNA
damage
Double
blind,randomiz
ed, control trial
Ibu hamil trimester I tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat 8-OHdG antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Masyita
Muis,Veni
Hadju,
Syamsiar
Effect of moringa leave
extract on occupational
stress and nutritional
Randomized
controllrd
intervension
Ibu hamil pekerja Pemberian ekstrak moringa
leaft pada ibu hamil pekerja
dapat menurnkan Muddle
Upper Arm Circumference
52
Russeng, dan
M.Furqan
Naiem/2014
status of pregnant women
informal sector workers
with double
blind
(MUAC) tapi tidak pada kadar
Hb
Nadimin/2016 The influence provision of
moringa leaft
extracy(moringa oliefera)
againt the level of Mda
(Malondialdehyde) in
pregnant women
Randomized
double blind
Ibu hamil Pemberian ekstrak daun kelor menghambat peningkatan MDA. Dan kadar MDA pada ibu hamil normal ≤ 4.0 nmol/ml, tinggi ≥ 4.0 nmol/ml,
M.Ishaq
Iskandar/2015
Effect of Moringa Oleifera
Leaf Extracts
Supplementation in
Preventing Maternal
Anemia and Low Birth
Weight
Double blind,
randomized
trial, pre-post
controlled
Ibu hamil Pemberian ekstrak daun kelor
menunjukkan pertambahan
berat badan, LILA signifikan
pada kelompok intervensi dari
pada kontrol. Namun tidak
signifikan pada peningkatan
kadar Hb.
Nadimin/2015 Pengaruh pemberian
ekstak daun kelor
(moringa oliefera)
terhadap pencegahan
anemia, kerusakan DNA
Double blind,
randomized
trial, pre-post
controlled
Ibu hamil Pemberian ekstrak daun kelor
dapat mencegah anemia dan
kerusakanDNA akibat stress
oksidatif pada ibu hamil, serta
mencegah BBLR
53
oksidatif pada ibu hamil
dan berat badan lahir bayi
Anna
Khuzaimaha/20
16
Pengaruh Madu dan
Moringa oleifera Daun
Ekstrak Suplementasi
untuk Mencegah
Kerusakan DNA di Pasif
Kehamilan Merokok
Randomized
trial, Pra-post
test
Ibu hamil trimester III Ada pengaruh madu dan
ekstrak daun kelor pada
pencegahan kerusakan DNA
pada wanita hamil perokok
pasif
Shalini
Kushwaha,Par
amjit Chawla,
Anita
Kochhar/2014
Effect of supplementation of drumstick ((Moringa oleifera) and amaranth (Amaranthus tricolor) leaves powder on antioxidant profile and oxidative status among postmenopausal women
Randomized
trial
Wanita menopause Penelitian menunjukkan bahwa tanaman ini memiliki sifat antioksidan dan memiliki potensi terapi untuk pencegahan komplikasi selama postmenopause
54
D. Kerangka Teori
,
Normal sell,Damage
repair
Peroksidasi lipid
Disfungsi & Kerusakan sel
Metabolisme Kebutuhan gizi
Respirasi
Radikal Bebas
Stress oksidatif
DNA Protein Lipid
Malondialdehid
Sulfas ferosus
(Fe+asam folat)
Ekstrak daun kelor
(vit,C,E,β-karoten,
flavonoid,Fe,Zn,Cu,Se)
Antioksidan Enzimatis
SOD,katalase,glutation oksidase
Antioksidan Non-enzimatis
Vitamin,A,C,E,β-
karoten,flavonoid
Tepung daun kelor ( vit,C,E,
β-karoten,
flavonoid,Fe,Zn,Cu)
Vit. C,E, β-
karoten, flavonoid,
asam folat
Dienals 4-HNE
Ion superoksida(O2.-) Hidrogen peroksida
(H2O2)
Transisi metal Fe++,Cu+
Radikal hidrosil (.OH)
Air(H2O)
,O2
Reaktif oksidasi spesies ROS ( O2.-,H2O2, .OH)
Mn-SOD,
Cu,Zn-SOD CAT. GPX
Kehamilan Normal
55
A. Kerangka Konseptual
Keterangan :
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
: Karakteristik Sampel
Kadar MDA
ibu hamil
Ekstrak Daun Kelor
Tepung Daun Kelor
Sulfas Ferosus
usia kehamilan 12 – 28 minggu
Paritas < 3
Umur ibu ≥ 20 tahun ≤ 35 tahun
Kadar Hb ≥ 10,5 mg/dL
Lila ≥ 23,5
Janin tunggal
Indeks massa tubuh
56
B. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “ada perbedaan kadar MDA
ibu hamil setelah pemberian ekstrak dan tepung daun kelor (Moringa
oleifera leaves) di kabupatenJeneponto”.
C. Definisi Oprasional
1. Definisi Oprasional
a. Kapsul ekstrak daun kelor
Daun kelor yang telah dicuci bersih dan dikeringkan dengan
menggunakan lampu pijar pada suhu 38-390C selama 2x24 jam
yang kemudian direndam dalam pelarurt (air) 1x24 jam dilakukan
3 kali pengulangan. Kemudian diperas dan dimasukkan dalam
rotavator selama 48 jam pada suhu 30-400C. Ekstrak kental daun
kelor kemudian dimasukkan dalam freezer drayer selama 24 jam.
setelah itu dimasukkan dalam kapsul ukuran 00. Produksi
dilakukan di PT. Farmako Biopelindo Indonesia.
Pada 100gr kapsul ekstrak daun kelor mengandung besi 9.72mg,
Ca 9.4mg, Zn 3.77,g, vitamin A 313.47µg, vitamin E 1549.47mg,
vitamin C 1514.96mg, lemak 18.62g, protein 12.31g, dan
Selenium 47g.
1 kapsul 500mg,diberikan selama 12 minggu kepada ibu hamil
dengan dosis 2 kapsul per hari. Dengan metode pemeriksaan
lembar kontrol dengan skala nominal.
57
b. Tepung daun kelor (variable dependen)
Daun kelor yang telah dicuci bersih dan dikeringkan dengan
menggunakan lampu pijar pada suhu 38-390C daun dibolak-balik
setiap ±12 selama ±3 hari, setelah menjadi daun kelor kering
kemudian diblender dengan ukuran mush 200 setelah itu
dimasukkan dalam kapsul ukuran 00. Produksi dilakukan di bawah
pengawasan Zakaria.
Pada 100gr kapsul tepung daun kelor mengandung besi 28.2 mg,
Ca 165.4 mg, Zn 5.2 g, vitamin A 16.3 g, vitamin E 113 mg, vitamin
C 17.3 mg, lemak 2.3 g, dan protein 27.1 g.
1 kapsul 500mg,diberikan selama 12 minggu kepada ibu hamil
dengan dosis 2 kapsul per hari. Dengan metode pemeriksaan
lembar kontrol dengan skala nominal.
c. Sulfas Ferosus (variable dependen)
Tablet penambah darah ( 200 mg Fe ditambah 0,25 mg asam
folat) di blender kemudian menjadi tepung tablet penambah darah
kemudian dimasukkan dalam 2 kapsul 00. Produksi dilakukan di
bawah pengawasan Zakaria. Diberikan selama 12 minggu kepada
ibu hamil dengan dosis 2 kapsul per hari. Dengan metode
pemeriksaan lembar kontrol dengan skala nominal.
58
d. Kadar Malondialdehid (MDA) (variabel independen)
MDA suatu senyawa aldehida yang berasal dari peroksidasi lipid
yang diakibatkan oleh stres oksidtaif. Pada penelitian ini MDA
diperoleh dari urine tegah pagi hari, urine diukur berdasarkan
satuan nmol/ml, Pengukuran kadar MDA menggunakan metode
ELISA dengan tes TBA. skala rasio