Kajian Uji Sensori Sosis Bika Dengan Variasi Jumlah Tepung ...
STUDI VARIASI SUHU TERHADAP KUAT MEKANIK …
Transcript of STUDI VARIASI SUHU TERHADAP KUAT MEKANIK …
35MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 35 - 42ISSN 1411-4348
STUDI VARIASI SUHU TERHADAP KUAT MEKANIKSAMBUNGAN ANTARA BAJA DENGAN TEMBAGA
PADA PROSES FURNACE BRAZING
Bambang Waluyo FebriantokoJurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani PO BOX 1 Pabelan Surakarta 57102E mail : [email protected]
ABSTRAK
Aplikasi furnace brazing digunakan pada pembuatan mold/dies dengan metodelaminated steel tooling. Kekuatan sambungan antara logam induk dengan logampengisi (filler) merupakan permasalahan yang utama. Kekuatan ini tergantung darimaterial logam induk, material logam pengisi, suhu proses brazing, tekanan prosesdan metode brazing. Penelitian ini menyelidiki variasi suhu proses furnace brazingantara logam induk baja mild steel dengan logam pengisi tembaga.
Metode penyambungan antara mild steel dengan baja dilakukan denganmenggunakan jig untuk memberi tekanan selama proses brazing. Jig berikut denganspesimen uji tarik, uji geser, dan uji belah dilakukan pemanasan didalam furnaceserta didinginkan dengan perlahan setelah mencapai suhu penelitian. Pengujianmekanis dilakukan dengan mesin Universal Testing Machine.
Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi suhu brazing akan didapatkankekuatan yang semakin naik, namun suhu maksimum tergantung dari titik lelehlogam pengisi.
Kata kunci : Brazing, Kuat Mekanik, Baja, Tembaga
PENDAHULUANPenyambungan pada logam dengan logam
lain dilakukan dengan banyak cara, diantaranyadengan las, lem, solder, baut, paku keling danbrazing. Brazing salah satu cara penyambunganyang banyak dilakukan untuk menyambung plattipis yang tidak mungkin digunakan metode las.Pada pembuatan dies/mold dengan metode rapidprototyping dengan menggunakan caraLaminated Steel Tooling (LST) maupun layermanufacturing brazing banyak memegangperanan yang penting. Metode LST mengunakanplat baja yang disusun tiap layer dengan meng-gunakan brazing maupun lem untuk menyambungtiap layer plat. Kekuatan sambungan antara bajadan tembaga sebagai logam pengisi inilah yang
akan dibahas pada penelitian ini dengan mem-variasikan suhu pada proses brazing didalamfurnace.
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASARTEORI
Dalam usaha untuk mengaplikasikanpendinginan conformal, laminasi brazing bahanAluminium yang dilakukan dengan memberikanfiller ditengahnya dan diberi tekanan selamapemanasan pada suhu 610oC selama 1 jam telahterjadi diffusion bonding yang erat sehingga airpendingin tidak masuk ke dalam mold (Himmerdkk, 1999). Uji coba pada bahan mild steeldilakukan oleh peneliti dengan cara meode bra-zing mild steel dan Tembaga pada suhu 1110oC
36 Sifat Variasi Suhu terhadap Kuat Mekanik Sambungan antara Baja dengan Tembagapada Proses Furnace Brazing, oleh Bambang Waluyo Febriantoko
dengan waktu tahan di dalam furnace selama 30menit (Wimpeny dkk, 2003). Bryden dkk, (2001)melakukan brazing bahan mild steel dengan fillerAg-Cu-Zn-Sn pada tekanan 1,7 MPa dengansuhu 720oC. Yoon & Na (2003), melakukanpenelitian pembuatan Rapid Lami-nated Toolingdengan membandingkan proses brazing dengansolder mendapatkan bahwa metode brazingmempunyai kekuatan yang lebih tinggi.
Brazing merupakan metode penyambung-an dua logam dengan menggunakan filler pengisidengan cara pemanasan dibawah suhu meltinglogam pengisinya. Proses brazing dilakukandengan ciri: komposisi logam filler pengisi untukbrazing selalu berbeda dengan komposisi logaminduk, kekuatan sambungan brazing ini selaludibawah kekuatan logam induk, melting pointdari filler brazing selalu lebih rendah dari logaminduk, metode perekatan dari dua logam ini dengancara difusi atom (De Garmo dkk, 1984).
Gambar 1 Metode brazing
Metode perekatan ini dapat dilihat padaGambar 1, filler pengisi berada ditengah dandijepit oleh logam induk. Tekanan diberikan padakedua sisi dan dilakukan pemanasan di dalamfurnace beserta dengan jignya.
Pemanasan dengan temperatur yang tepatakan menjaga kwalitas brazing, temperaturterlalu tinggi membuat filler meleleh, jika tem-peratur terlalu rendah maka kekuatan sam-bungan akan menurun (Wimpeny dkk, 2003).
Difusi merupakan perpindahan atom darisatu tempat ke tempat lainnya. Tipe dari difusimaterial solid yaitu : self diffusion dan inter-diffusion. Self diffusion adalah perpindahanatom pada satu jenis bahan. Interdiffusion ada-lah perpindahan atom antara dua atau lebih jenisbahan yang berbeda.
Gambar 2 Mekanisme interdiffusion,(Ashby, 2007)
Mekanisme terjadinya difusi terbagi oleh:difusi vacancy dan difusi interstitial.
Difusi Vacancy adalah mekanismeperpindahan atom karena ada kekosongantempat. Kekosongan ini akan diisi oleh atom yanglain, seperti pada Gambar 3
Gambar 3 Mekanisme difusi Vacancy(Callister, 2007)
Difusi interstitial adalah mekanismeperpindahan atom karena gerakan atom didalamrongga atom, diilustrasikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Mekanisme difusi Interstitial(Callister, 2007)
37MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 35 - 42ISSN 1411-4348
Pemodelan teori difusi berdasarkan olehjumlah flux yang berdifusi ke logam lain. Fluxdapat dijelaskan pada Gambar 5, yaitu perpin-dahan atom persatuan luas.
Gambar 5 Mekanisme perpindahan atom
Persamaan perhitungan flux (J) adalah
J = dtdM
A1
atau ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡
smatom
2 (1)
dengan J adalah flux, A adalah luas area yangterdifusi.
Perhitungan fluk difusi (J) menurut per-samaan dari hukum Fick’s pertama kondisi satudimensi adalah :
J = - D dxdC
(2)
dengan D merupakan koefisien difusi, dxdC
merupakan gradien konsentrasi bahan (massa /volume dibagi dengan jarak).
Hubungan antara koefisien difusi dengantemperatur digunakan persamaan :
D = Do exp (- RTQ
) (3)
dengan Do adalah pre exponential dari bahan,Q adalah energi aktivasi, R merupakan konstantagas, dan T adalah temperatur.
Hubungan antara kekuatan sambungandengan difusi yang terjadi dipengaruhi oleh jumlahflux (jumlah atom per satuan luas). Sedangkantegangan tarik (σ ) pada kekuatan sambunganadalah :
APσ =
(4)
dengan P adalah gaya tarik, A adalah luas areapenyambungan.
Sehingga semakin besar jumlah flux darifiller yang terdifusi ke dalam logam induknya makaakan semakin besar pula tegangan tariknya.
Untuk tegangan geser (ô) pada kekuatansambungan dapat dirumuskan :
APτ = (5)
dengan P adalah gaya geser, A adalah luas areapenyambungan
Sedangkan tegangan tarik (ó) karenapembelahan (cleavage) pada kekuatan sam-bungan adalah :
APσ = (6)
dengan P adalah gaya tarik yang mengakibatkanpembelahan, A adalah luas area penyambungan.
METODE PENELITIANPerekatan brazing dilakukan dengan
menggunakan jenis filler sesuai pada Tabel 1 yaituTembaga. Kondisi variabel ketiga jenis prosesbrazing dapat dilihat pada Tabel 1. Brazing padafiller Tembaga proses penyam-bungannya diberitekanan 1,7 MPa (Bryden, 2001) di dalam jig.Jig beserta dengan spesimen dipanaskan padafurnace dengan variasi suhu 1000oC, 1050oC,1100oC ditahan selama 30 menit (Wimpenny,2003) dan didinginkan perlahan di dalam furnace(lihat Gambar 10). Setiap variasi suhu digunakanspesimen sebanyak 5 buah, kemudian dilakukanpengujian tarik, geser dan belah.
Gambar 6 Grafik perlakuan brazingTembaga 1100o C dalam furnace
1100 C
Tahan 30 menit pada 1100C
Waktu (jam)
Suhu
38 Sifat Variasi Suhu terhadap Kuat Mekanik Sambungan antara Baja dengan Tembagapada Proses Furnace Brazing, oleh Bambang Waluyo Febriantoko
Tabel 1 Variabel perekatan brazing
BAHAN DAN SPESIMEN1. Bahan
Material yang digunakan sebagai basis lami-nasi menggunakan mild steel dengan ukuran sesuaiGambar 7, Gambar 8 , Gambar 9. Hasil uji kompo-sisi kimia pada material adalah 98,52 Fe, 0,473 C,0,55 Mn, 0,232 Si. Bahan perekat (filler) yangdigunakan adalah tembaga dengan komposisi 99%.
2. SpesimenPembentukan spesimen untuk uji tarik
mengacu pada standart ASTM D897 denganbentuk sesuai Gambar 7, untuk uji belah (cleavage)mengacu pada standart ASTM D1062 denganbentuk sesuai Gambar 8, untuk uji geser sesuaidengan standart ASTM D1002 sesuai denganGambar 9. Standar uji ini mengacu pada pengujianadhesive bonding karena akan dibandingkandengan hasil pengujian penyambungan lem epoxy.
Gambar 7 Bentuk spesimen uji tarikASTM D897 (Material Testing
Technology Co, 2003.)
Gambar 8 Bentuk spesimen uji belah(cleavage) ASTM D1062 (Harper, 1996)
Gambar 9 Bentuk spesimen uji geserASTM D1002 (Harper, 1996)
3. Alat PenelitianPenelitian dilakukan dengan menggunakan
peralatan :1. Universal Testing Machine merk Shi-
madsu Servo Pulser kapasitas 20 ton diLaboratorium Teknik Mesin UGM
2. Furnace merk Thermolyne dengan suhumaksimum 1400oC di Laboratorium TeknikKimia UMS
3. Alat pres & jig buatan sendiri4. Torsi meter merk Britool kapasitas 70 N/m
digunakan untuk mengatur tekanan padajig
Jenis Filler Tembaga
Suhu (oC) pemanasan
1000, 1050,1100
Waktu tahan 30 menit
Tebal filler 0,17 mm
Tekanan pres 1,7 MPa
Metode pengha-lusan permukaan
Kertas gosok ukuran 120 - 1000
39MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 35 - 42ISSN 1411-4348
Gambar 10 Furnace
Gambar 11 Jig
HASIL PENELITIAN1. Pengujian Geser
Hasil pengujian geser metode brazingdapat dilihat di Gambar 12. Hasil pengujian geserbrazing filler Tembaga lokal suhu furnace1000oC sebesar 21,39 MPa, suhu 1050oCsebesar 22,56 MPa, dan suhu 1100oC sebesar29,61 MPa. Hasil Patahan berupa patah getas.Pada pengujian ini didapatkan hasil tertinggi padafiller Tembaga pada suhu 1100oC dengankekuatan sebesar 29,61 MPa. Bryden (2001)melakukan laminasi mild steel ketebalan 1,6 mmdengan filler Ag 56, Cu 22, Zn 17, Sn 5% pada720oC didapatkan kekuatan geser sebesar28,75 MPa.
Bentuk penampang potong pada Gambar13, 14, dan 15 setelah pengujian, terdapatperbedaan luas penampang potong. PadaGambar 15 luas bidang penampang lebih besardari gambar sebelumnya, hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi suhu akan didapatkan luaspenampang bidang kontak semakin besar.
Gambar 12 Diagram batang pengujiangeser brazing
Gambar 13 Penampang uji gesersuhu 1000C
Gambar 14Penampang uji geser suhu 1050
Gambar 15Penampang geser suhu 1100 oC
40 Sifat Variasi Suhu terhadap Kuat Mekanik Sambungan antara Baja dengan Tembagapada Proses Furnace Brazing, oleh Bambang Waluyo Febriantoko
2. Pengujian TarikHasil pengujian tarik metode brazing dapat
dilihat di Gambar 16. Hasil pengujian tarik brazingfiller Tembaga lokal suhu furnace 1000oCsebesar 17,91 MPa, suhu 1050oC sebesar 8,4MPa, dan suhu 1100oC sebesar 25,16 MPa.
Pengujian tarik brazing Tembaga dida-patkan hasil tertinggi pada variasi suhu 1100oC,terdapat penurunan yang signifikan antara hasilpada suhu 1000oC dan 1050oC. Penurunan inidapat disebabkan oleh bidang kontak permukaanyang tidak rata antara filler dan logam induk.
Gambar 16 Diagram batang pengujiantarik brazing
Gambar 17Penampang uji tarik suhu 1000 oC
Penampang potong pada Gambar 4.19,setelah dilakukan pengujian pada suhu 1100oCterlihat bahwa luas bidang potong lebih besardari yang lainnya. Gambar 17 penampang potong
Gambar 18Penampang uji tarik suhu 1050 oC
Gambar 19Penampang uji tarik suhu 1100 oC
dari yang lainnya. Gambar 17 penampang potongsuhu 1000o C lebih besar dibandingkan suhu1050oC yang diikuti pula dengan naiknya ke-kuatan tariknya, hal ini dapat disebabkan masalahkerataan permukaan.
3. Pengujian Belah (Cleavage)Hasil pengujian belah metode brazing
dapat dilihat di Gambar 20. Hasil pengujian belahbrazing filler Tembaga lokal suhu furnace1000oC sebesar 5,75 MPa, suhu 1050oCsebesar 11,05 MPa, dan suhu 1100oC sebesar15,67 MPa. Hasil patahan berupa patah getas.
Pengujian belah dengan filler Tembagadidapatkan hasil tertinggi pada suhu 1100oC se-besar 15,6 MPa (pada Gambar 20). Nilai ke-kuatan brazing filler Tembaga naik seiring dengannaiknya suhu pada furnace proses brazing.
41MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 35 - 42ISSN 1411-4348
Gambar 20 Diagram batang pengujianbelah brazing
Penampang uji belah dapat dicermati padaGambar 21, Gambar 22, Gambar 23. Disiniterdapat perbedaan luas area kontak permukaanpada variasi berbagai suhu. Pada suhu 1000oCkontak permukaan lebih kecil dibandingkandengan suhu 1100oC yang mempunyai luasbidang kontak yang lebih besar.
Gambar 21Penampang uji belah suhu 1000oC
Gambar 22Penampang uji belah suhu 1050oC
Gambar 23 Penampang uji belah suhu 1100oC
KESIMPULANKekuatan mekanis pada sambugan baja
dengan baja menggunakan tembaga sebagailogam perantara didapatkan pengaruh suhuterhadap kekuatan sambungan, semakin tinggisuhu brazing akan semakin kuat sambungannya.Suhu maksimum proses brazing sampai 1100oC.
DAFTAR PUSTAKA
Bryden, B.G., Pashby, I.R, 2001, Hot Platen Brazing to Produce Laminated Steel Tooling, Journalof Material Processing Technology 110 206-210
Bryden, B.G., Pashby, I.R, Wimpenny, D.I, Adams, C., 2000, Laminated Steel Tooling in AerospaceIndustry, Material and Design 21 403-408
De Garmo, P., Black, J.T., Kohser, R.A., 1984, Materials and Processes in Manufacture, SeventhEdition, Maxwel Macmillan
Himmer, T., Nakagawa, T., Anzai, M., 1999, Lamination of Metal Sheets, Computer in Industry39 27-33
Mueller, B.dan Kochan, D., 1999, Laminated Object Manufacturing for Rapid Tooling andPattermaking in Foundry Industry, Computers in Industry 39 47-53
42 Sifat Variasi Suhu terhadap Kuat Mekanik Sambungan antara Baja dengan Tembagapada Proses Furnace Brazing, oleh Bambang Waluyo Febriantoko
Muller, H. dan Sladojevic, J. 2001, Rapid tooling approaches for Small lot Production of Sheetmetal parts, Journal of Material Processing Technology 115 97-103
Rabinkin, A., Wenski, E., Ribaudo, A., 1998, Brazing Stainless Steel Using a New MBF-Series ofNi-Cr-B-Si Amorphous Brazing Foils, Welding Reseach Supplement, P 66s-75s.
Wimpenny, D.I., Bryden, B., Pashby, I.R., 2003, Rapid Laminated Tooling, Journal of MaterialProcessing Technology 138 214-218
Ashby M., Shercliff H., Cebon D., 2007, Material Engineering Science Processing and Design,Butterwoth-Heinemann, UK
Callister W.D., 2007, Material Science & Engineering, Seventh Edition, John Willey & Sons
Yoon S. H., Na S.J., 2003, Rapid LaminationTooling by Brazing & Soldering Process, Journal OfManufacturing Process, Volume 5 No 2
28 Pengujian Pembangkit Listrik Tenaga Surya dengan PosisiPelat Photovoltaic Horizontal, oleh Sartono Putro
PENGUJIAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA SURYA DENGANPOSISI PELAT PHOTOVOLTAIC HORIZONTAL
Sartono PutroJurusan Teknik Mesin Fakultas TeknikUniversitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Kotak Pos 1 Pabelan [email protected]
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara yang banyak memiliki pulau serta pegunungan,ada sejumlah daerah merupakan daerah terpencil yang tidak mendapatkan pasokanenergi listrik PT PLN Persero. Untuk pemenuhan kebutuhan energi listrik di daerahtersebut dapat menggunakan sumber energi alternatif tenaga surya sebagaiPembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) . Penggunaan energi surya menjadi energilistrik menggunakan sel surya banyak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Kegiatanini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh lingkungan terhadap kinerjaPLTS.
Photovoltaic yang digunakan dalam pengujian ini type 50-110-210 buatan PT.LEN Bandung. Pengujian PLTS dilakukan di Desa Ngiringin, Kecamatan Selogiri,Kabupaten Wonogiri dengan melakukan pengukuran terhadap kelembaban udara,temperatur, kecepatan angin, arah angin, arus dan tegangan keluaran sel surya.Pengkuran dilakukan pada pukul 07:00-17:00 WIB dengan selang waktu 20 menit.
Hasil pengujian PLTS didapatkan bahwa temperatur lingkungan berbandinglurus dengan arus listrik yang dihasilkan oleh sel surya, temperatur lingkunganberbanding terbalik dengan kelembaban udara. Sedangkan besarnya tegangan listrikyang dihasilkan oleh sel surya relatif stabil, untuk pengaruh kecepatan angin dalampengujian ini tidak memiliki dampak terhadap kinerja sel surya. Daya listrikmaksimal yang dihasilkan sel surya pukul 11:00-13:00 WIB memiliki prosentaserata-rata harian modul surya sebesar 50,94%.
Kata Kunci: PLTS, Photovoltaic, Kelembaban Udara. Kecepatan Angin
PENDAHULUANIndonesia adalah negara yang banyak sekali
memiliki pulau serta pegunungan, ada sejumlahdaerah merupakan daerah terpencil yang tidakmendapat pasokan energi listrik PT PLN Persero.Untuk pemenuhan kebutuhan energi listrik didaerah tersebut dapat menggunakan sumber energialternatif tenaga surya sebagai Pembangkit ListrikTenaga Surya (PLTS).
Photovoltaic (sel surya) merupakanpiranti yang dapat mengkonversi cahaya mataharimenjadi energi listrik. Energi surya adalah sumberenergi yang dapat diperbaharui (renewable energiresources) yang sangat potensial. Energi suryadapat menghasilkan daya hingga 156.486 MW,jumlah yang lebih besar jika dibandingkan dengansumber energi terbarukan yang lainnya. Indonesiamerupakan negara yang terletak dalam jalur
29MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 28 - 34ISSN 1411-4348
khatulistiwa yang sepanjang tahun mendapatkancahaya matahari yang berlimpah.
Pemanfaatan energi surya sebagai PLTSsangat diminati dan mulai dikembangkan diselu-ruh pelosok negeri dengan melakukan banyaksekali penelitian serta pengujian. Ada beberapahal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatanenergi surya sebagai PLTS. Faktor-faktor yangmempengarui pengoptimalan energi surya men-jadi energi listrik yaitu: pengaruh cuaca, kelem-baban, temperatur, posisi sel surya serta arahangin yang terdapat pada permukaan sel surya.Apabila ada yang menutupi lapisan luar sel surya,maka cahaya yang akan diterima oleh semikonduktor akan berkurang dan akan berimbassecara langsung terhadap proses konversi energi.
Penelitian mengenaii efektifitas sel suryaterhadap perubahan kecepatan angin, kelem-baban, temperatur dan arah angin sangat diper-lukan. Hasil penelitian diharapkan didapatkannyareferensi mengenai kemampuan sel surya dalammenghasilkan energi listrik.
TINJAUAN PUSTAKARotib (2007), mengemukakan bahwa
pemanfaatan energi cahaya matahari pada setiapzaman semakin meningkat seiring denganpengetahuan yang kita dapatkan. Salah satupemanfaatan energi cahaya matahari adalahPembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yangmemanfaatkan energi foton cahaya mataharimenjadi energi listrik. Indonesia sendiri, sebuahnegara yang dilewati oleh garis khatulistiwa danmenerima panas matahari yang lebih banyakdaripada negara lain, mempunyai potensi yangsangat besar untuk mengembangkan pembangkitlistrik tenaga surya sebagai alternatif batubaradan diesel sebagai pengganti bahan bakar fosil,yang bersih, tidak berpolusi, aman danpersediaannya tidak terbatas.
Adapun prinsip kerja sel surya dijelaskanoleh Sungkar (2006), bahwa sel surya (photo-voltaic cell) bekerja dengan menangkap sinarmatahari oleh sel-sel semikonduktor untuk diubahmenjadi energi listrik. Sel-sel ini termuat dalampanel-panel yang ukurannya dapat disesuaikandengan keperluannya, apakah untuk rumah
tangga, perkantoran atau pembangkit listriksekala besar. Hal yang sama dikemukakan olehRhazio (2007), bahwa sel surya merupakankomponen vital yang terbuat dari bahansemikonduktor yang dapat mengkonversi energisurya menjadi arus listrik DC.
Sementara itu Yushardi (2002), menje-laskan bahwa pada pagi hari pukul 6.00 WIBtingkat kelembaban besar yaitu 88% dan terjadipengembunan sambil menurunkan partikel-partikel padatan akibat polusi kendaraan ber-motor dan industri ke permukaan bumi, sehinggapada saat ini kondisi atmosfir mempunyaikebeningan yang tinggi dan langit biru. Fenomenatersebut mengakibatkan pada pagi hari yangcerah pukul 9.00 WIB sel surya memiliki efisiensiterbesar yaitu dengan efisiensi 10%. Pada sianghari partikel partikel padatan akibat pulusikembali ke angkasa, dengan meningkatnyatemperatur udara gerakan partikel semangkinhebat, sehingga meningkatkan hamburan radiasisurya yang masuk ke bumi. Hal ini mengakibat-kan difusi ratio membesar dimana jumlah radiasidifusi lebih besar radiasi langsung, dan efisiensisel surya pada pukul 12.00 WIB adalah sebesar9%, lebih rendah dari pada pagi hari. Pada sorehari akibat terjadi penguapan pada siang hari dansemakin meningkatnya partikel padatan polusidi udara, sehingga indek kecerahan terendahdimana tampak banyak awan. Selain itu radiasisurya global sangat kecil, sehingga pada sore harisekitar pukul 17.00 WIB dengan efisiensi 3%,kemampuan sel surya menurun secara drastis.
Landasan TeoriPudjanarsa dan Nursuhud (2006), menya-
takan, dengan mengambil sifat pancaran bendahitam suhu permukaan matahari dapat dihitungmenggunakan rumus radiasi Stefan Boltzman:
Daya radiasi surya per 42mTm ×= σ ......... (1)
4280 /1076,5 KmW−×=σ
Daya radiasi surya total = 444 mm TR σπ × .......(2)
CSRRT ombmm 5527)/()/( 2/1 =×= σ ..........(3)
dengan,mR = jari-jari matahari
30 Pengujian Pembangkit Listrik Tenaga Surya dengan PosisiPelat Photovoltaic Horizontal, oleh Sartono Putro
bmR = jarak antara bumi matahariS = rapat radiasi matahari
Culp (1996), mengemukakan bahwabumi bergerak mengelilingi matahari dalam suatuorbit yang berbentuk elips.
Waktu matahari rata-rata =[waktu standar setempat + {derajat timurdari meridian standar × (4menit)}] ......…(6)
Waktu surya nyata = Waktu mataharirata-rata + persamaan waktu …..............(7)
Sudut-sudut penting dalam perhitungan energisurya meliputi:1. Sudut garis lintang L2. Sudut deklinasi ä3. Sudut jam H
Sudut-sudut diatas dapat dihitung sebagaiberikut:
sin â1 = cos L cos ä cos H + sin L sin ä
sin á1 = ...........................( 8)
Harga á 1 , â1 didapatkan dari tabel posisimatahari dan jumlah pancaran. Adapun intensitasradiasi normal langsung pada suatu hari yangjernih dapat ditaksir dengan persamaan:
IDN = Ae-(B/sin â) .................................... (9)
dengan:A = Isolasi ekstraterestrial nyataB = Koefisien kepunahan atmosfer
Arus energi surya total pada permukaanbumi dari setiap orientasi dan kemiringan dengansudut insiden adalah:
ITè = IDN cos è + IDS + IR ................(10)
dengan:IDN cos è = komponen surya langsungIDS = komponen difusi iradiasi surya
IR = radiasi gelombang pendek.
IDS = SSDN FIC ×× ............................... (11)
dengan:C = Angka perbandingan antara difusi dengan
radiasi surya langsung yang jatuh padapermukaan.
FSS = 2cos1 2β+
Energi listrik yang dihasilkan modul surya:
……....….......(12)IVP ×= .............................................(13)
dengan:f = effesiensi photovoltaicA = luas modul suryacos â = Sudut datang matahari terhadap bi-
dang horizontalV = tegangan listrikI = arus listrik
METODE PENELITIANBahan dan Alat
Bahan pemelitian adalah cahaya matahariuntuk menguji kinerja sel surya dalam mengkon-versi menjadi energi listrik yang dilakukan pada:1. Lokasi: Dukuh Ngeringin No. 17 RT 02/VII
Desa Keloron Wonogiri dengan letakgoeografis 7,8° LS, 110,2° BT.
2. Tanggal: 7-16 Desember 2007.Alat penelitian meliputi:
1. Modul sel surya 50 Wp tipe 50-110-210.2. Pengukur waktu, arloji.3. Multimeter Sanwa DT-830B.4. Amperemeter Heles CR-52.5. Anemometer AM-4203.6. Humidymeter.
Tahapan percobaan dilakukan sebagaiberikut:1. Pastikan semua instalasi PLTS terpasang
dengan baik dan benar.2. Pengukuran kelembaban udara3. Pengukuran temperatur lingkungan.
31MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 28 - 34ISSN 1411-4348
4. Pengukuran kecepatan angin dan arah angin.5. Pengukuran tegangan dan arus listrik
keluaran dari modul surya.6. Pengukuran dilakukan dengan interval waktu
20 menit mulai pukul 07.00-07.00 WIB.
HASIL DAN PEMBAHASANPengujian dilakukan sepuluh kali pada
kondisi cuaca yang berbeda yaitu: cuaca cerah,berawan, dan hujan. Pada pembahasan iniditampilkan satu hasil penelitian untuk masing-masing kondisi cuaca.
Kondisi cerah
Gambar 1. Perubahan Temperaturdan Kecepatan Angin pada Pengujian I
Gambar 2. Perubahan Temperaturdan Kelembaban pada Pengujian I
Gambar 3. Hubungan TempearturTerhadap Arus Listrik pada Pengujian I
Gambar 4 Hubungan Temperatur TerhadapTegangan Listrik pada Pengujian I
Gambar 5 Daya Hasil Pengujiandengan Daya Perhitungan Teoritis
pada Pengujian I.
Kondisi mendung
Gambar 6. Perubahan Temperaturdan Kecepatan Angin pada Pengujian III
Gambar 7. Perubahan Temperaturdan Kelembaban pada Pengujian III
05
101520253035404550
6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
Jam (WIB)
Tem
pera
tur (
o C)
0
1
2
3
Kecepatan A
ngin
Temperatur Kecepatan Angin
05
101520253035404550
6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
Jam (WIB)
Tem
pera
tur (
0 C)
0102030405060708090100
Kelem
baban (%)
Temperatur Kelembaban
05
101520253035404550
6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
Jam (WIB)
Tem
pera
tur (
0 C)
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Arus (A
mpere)
Temperatur Arus
05
101520253035404550
6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
Jam (WIB)
Tem
pera
tur (
0 C)
0
5
10
15
20
25
30
Tegangan (Volt)
Temperatur Tegangan
05
1015202530354045505560657075
6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
Jam (WIB)D
aya
(Wat
t)
Daya Pengujain Daya Perhitungan
05
101520253035404550
6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
Jam (WIB)
Tem
pera
tur (
o C)
0
1
2
3
Kecepatan A
ngin
Temperatur Kecepatan Angin
05
101520253035404550
6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
Jam (WIB)
Tem
pera
tur (
C)
0102030405060708090100
Kelem
baban (%)
Temperatur Kelembaban
32 Pengujian Pembangkit Listrik Tenaga Surya dengan PosisiPelat Photovoltaic Horizontal, oleh Sartono Putro
Gambar 8. Hubungan TempearturTerhadap Arus Listrik pada Pengujian III
Gambar 9 Hubungan Temperatur TerhadapTegangan Listrik pada Pengujian III
Gambar 10 Daya Hasil Pengujian denganDaya Perhitungan Teoritis pada Pengujian III.
Kondisi Hujan
Gambar 11. Perubahan Temperaturdan Kecepatan Angin pada Pengujian V
Gambar 12 Perubahan Temperaturdan Kelembaban pada Pengujian V
Gambar 13 Hubungan TempearturTerhadap Arus Listrik pada Pengujian V
Gambar 14 Hubungan Temperatur Ter-hadap Tegangan Listrik pada Pengujian V
Gambar 15 Daya Hasil Pengujiandengan Daya Perhitungan Teoritis
pada Pengujian V.
05
101520253035404550
6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
Jam (WIB)
Tem
pera
tur (
0 C)
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Arus (A
mpere)
Temperatur Arus
05
101520253035404550
6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
Jam (WIB)
Tem
pera
tur (
0 C)
0
5
10
15
20
25
30
Tegangan (Volt)
Temperatur Tegangan
05
1015202530354045505560657075
6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
Jam (WIB)
Day
a (W
att)
Daya Pengujian Daya Perhitungan
05
101520253035404550
6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
Jam (WIB)
Tem
pera
tur (
o C)
0
1
2
3
Kecepatan A
ngin
Temperatur Kecepatan Angin
05
101520253035404550
6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
Jam (WIB)
Tem
pera
tur (
0 C)
0102030405060708090100
Kelem
baban (%)
Temperatur Kelembaban
05
101520253035404550
6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
Jam (WIB)
Tem
pera
tur (
0 C)
-1-0.500.5
11.5
22.533.5
Arus (A
mpere)
Temperatur Arus
05
101520253035404550
6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
Jam (WIB)
Tem
pera
tur (
0 C)
0
5
10
15
20
25
30
Tegangan (Volt)
Temperatur Tegangan
05
1015202530354045505560657075
6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00 18.00
Jam(WIB)
Day
a (W
att)
Daya Pengujian Daya Perhitungan
33MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 28 - 34ISSN 1411-4348
Grafik hubungan kecepatan angin ter-hadap temperatur pada Gambar 1, Gambar 6,dan Gambar 11 menunjukkan bahwa polakecepatan angin selama waktu pengujian tidakmemiliki kesamaan. Adapun pola perubahantemperatur memiliki kesamaan yaitu memilikipuncak pada pukul 11.00 s.d. 13.00 WIB.Temperatur akan terus menurun setelah pukul13.00 WIB. Fenomena ini sesuai dengan jarakantara surya dan bumi pada pukul 12.00 WIBmemiliki jarak yang terpendek, sehingga energiradiasi surya yang diterima permukaan bumibesar. Hubungan kelembaban dengan temperaturyang ditunjukkan pada Gambar 2, Gambar 7dan Gambar 12 menunjukkan hubungan ber-banding terbalik. Pada kondisi temperatur ren-dah kelembaban tinggi sedangkan pada tem-peratur yang tinggi akan menguapkan kelem-baban udara.
Gambar 3, Gambar 8, dan Gambar 13menunjukkan bahwa besarnya arus listrik ber-banding lurus dengan temperatur lingkungan.Kondisi ini terjadi pada cuara cerah, berawan danhujan. Ini berarti temperatur lingkungan merupakanfaktor yang mempengaruhi keluaran arus listrikmodul surya. Adapun tegangan listrik keluaranmodul surya tidak dipengaruhi oleh kondisilingkungan seperti ditunjukkan pada Gambar 4,Gambar 9, dan Gambar 14. Daya listrik yangmerupakan perkalian tegangan dan arus hasilpenelitian dan perhitungan teoritis menunjukkankemampuan kinerja atau efisiensi modul surya.
SIMPULANBerdasarkan analisis yang dilakukan pada
pembangkit listrik tenaga surya dengan posisi platsel surya tipe 50-110-210 yang dipasang horizontal,maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Temperatur akan mempengaruhi kelem-baban udara, semakin tinggi Temperaturudara maka kelembaban akan semakinrendah. Terlihat bahwa temperatur yangtinggi dengan kelembaban udara yang rendahakan menghasilkan arus listrik yang besardan pada kelembaban yang tinggi padatemperatur yang rendah akan menghasilkanarus listrik yang rendah. Kecepatan angindan arah angin tidak berpengaruh terhadapkinerja sel surya sedangkan hubungan antarakecepatan angin dan temperatur tidakberpengaruh terhadap kinerja sel surya.
2. Pada pengamatan yang dilakukan padaPembangkit Listrik Tenaga Surya denganposisi plat photovoltaic yang dipasanghorizontal memiliki kestabilan dalamtegangan sedangkan arus yang dihasilkanmodul surya relatif berubah-ubah. Arusterbesar yang di hasilkan Pembangkit ListrikTenaga Surya (PLTS) ini didapatkan padapukul 11.00-13.00 WIB dan hubunganantara daya hasil penelitian dan daya hasilperhitungan memiliki kecenderungan yangsama dengan prosentase rata-rata adalahsebesar 50,94%. Dalam hal ini daya teoritismenggunakan asumsi langit cerah yang tidakterdapat partikel yang merefleksikan radiasimatahari serta tidak memperhitungan jenissel surya yang digunakan sehingga terjadiperbedaan daya yang cukup besar dan padadasarnya daya maksimal yang dapatdihasilkan sel surya sebesar 50 Watt.
PERSANTUNANTerimakasih kepada Bapak Agung Nur
Muntaha, S.T. dan Saudara Amin Sholikin ataskerjasamanya dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Culp. Jr, AW., 1991, Prinsip-Prinsip Kenversi Energi, Erlangga, Jakarta.
Pudjanarsa, A., Nursuhud, D., 2006, Mesin Konversi Energi, Penerbit Andi, Yogyakarta.
34 Pengujian Pembangkit Listrik Tenaga Surya dengan PosisiPelat Photovoltaic Horizontal, oleh Sartono Putro
Rhazio, 2007, Pembangkit Listrik Tenaga Surya, Institut Sains & Teknologi, Jakarta. http://rhazio.word press.com., maret 2008
Rotib, Widy, 2001. Aplikasi Sel Surya Sebagai Sumber Energi Alternatif; Dimensi Vol 4 No. 1Juni 2001, Institute for Science and Technology Studies (ISTECS), Jepang. Diakses tanggal20 september 2007 di istecs. http://istecs.org/Publication/Dimensi/dim_vol4no1_juni2001.pdf
Sungkar, R., 2007, Energi Surya. Diakses 20 September 2007 di Griya Asri. http://griya-asri.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=168
Yushardi, 2002, Pengaruh Faktor Metereologi Terhadap Pola Efisiensi Tiap Jam harian PadaModul Sel Surya. Diakses tanggal 01-10-2007 di tumoutou. http://www.tumoutou.net/702_05123/yushardi.DOC
20 Pemanfaatan Pegas Daun Bekas sebagai Bahan Pengganti Mata Potong (Punch)pada Alat Bantu Produksi Massal (Press Tools), oleh Fatahul Arifin dan Wijianto
PEMANFAATAN PEGAS DAUN BEKASSEBAGAI BAHAN PENGGANTI MATA POTONG (PUNCH)
PADA ALAT BANTU PRODUKSI MASSAL (PRESS TOOLS)
Fatahul ArifinJurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang
Jalan Srijaya Negara, Palembang 30139Telp.(0711)353414 Fax. (0711)355918
Email: [email protected], [email protected]
WijiantoJurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Kartasura SukoharjoE-mail : [email protected]
ABSTRAK
Pengembangan teknologi di bidang material sangatlah pesat sekarang ini, halini terlihat dari banyaknya penggunaan material logam khususnya di industri produksimassal dengan spesifikasi tertentu, seperti baja tahan karat, baja karbon tinggi, danbaja perkakas. Pada industri kecil seperti pembuatan ring, panci, tutup botol,komponen kompor dan lain-lain sering menggunakan material tersebut sebagai bahanuntuk membuat alat bantu yang disebut dengan Press Tools. Pada press tool ini banyakdigunakan baja karbon tinggi atau baja perkakas sebagai mata potong (punch), tetapiseiring mahal dan sulitnya material-material tersebut membuat para pelaku industrikecil mengalami kerugian yang besar untuk pembuatan alat bantu produksi. Untukitu melalui penelitian ini penulis mengadakan percobaan di laboratorium terhadapbahan pegas daun bekas. Percobaan dilakukan empat tahap pengujian yaitu ujikomposisi, uji tarik, uji kekerasan, dan uji struktur mikro. Pada uji komposisi materialpegas daun bekas mempunyai kadar 0,6627 % Carbon (C), 0,7304%, Mangan (Mn),0.0240% Belerang (S), 0,0257% Phosphor (P). Kekuatan tarik pegas daun bekasadalah 1332,5 kg/mm2. Kekerasan dilakukan dengan uji kekerasan Rockwell C makahasil dari ujinya adalah 52.5 HRC. Pada uji struktur mikro terdapat unsur martensitdan austenit. Pada akhirnya hasil percobaan laboratorium dibandingkan dengan datayang ada pada literatur maka material pegas daun bekas ini dapat digunakan untukbahan pengganti mata potong pada alat bantu produksi massal.
Kata Kunci: Pegas daun bekas, Mata potong, Press Tools
PENDAHULUANSekarang ini banyak industri yang bergerak
di bidang produksi massal menggunakan materiallogam yang berasal dari baja dengan spesifikasitertentu seperti baja perkakas, baja tahan karat,dan baja karbon tinggi. Untuk pemilihan material
itu dapat dilakukan dengan melihat dari sifat-sifatyang dimiliki oleh material tersebut, sepertikeunggulan operasional. Oleh karena itu perlu suatupengembangan material sebagai cara menentukanapakah struktur dan sifat-sifat material optimumagar dapat tercapai daya tahan maksimum.
21MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 20 - 27ISSN 1411-4348
Pada industri kecil seperti pembuatan ring,panci, tutup botol, komponen kompor, dan lain-lain banyak menggunakan alat bantu produksiyang disebut press tools. Pada alat bantu produsiini terdapat dua bagian penting yaitu mata potong(punch) dan landasan (die). Baja perkakas danbaja karbon tinggi adalah bahan yang banyakdipakai untuk pembuatan punch. Ditinjau darisegi kualitas memang baja perkakas dan bajakarbon tinggi sangat baik dipakai untuk pem-buatan punch. tetapi harganya sangatlah mahaldan sulit didapat di pasaran. Oleh karena itu,para pelaku bisnis mencari bahan penggantidengan biaya yang murah dan mempunyai sifat-sifat yang hampir sama dengan baja perkakas.
Salah satu hal yang terpenting untuk pemi-lihan bahan pengganti ini adalah dengan meninjaudari struktur dan sifat-sifat material yang optimumsupaya daya tahan keausan dan dapat diaplikasi-kan untuk berbagai kondisi operasional, untukitu penulis memilih dan melakukan pengujianbahan pegas daun bekas sebagai bahan peng-ganti alat potong, dikarenakan bahan ini murahharganya, mudah didapat dan tak kalah penting-nya adalah pemanfaat kembali bahan yang sudahtidak bermanfaat menjadi bahan yang bernilaiekonomis yang tinggi.
Pengujian bahan pegas daun bekas inidilakukan untuk mengetahui apakah bahan pegasdaun ini layak untuk menjadi bahan penggantibaja perkakas pada alat bantu produksi massalbaik itu ditinjau dari struktur mikro, maupun darisifat mekanis bahan pegas daun bekas ini.
Adapun tujuan yang diharapkan daripengujian ini adalah untuk mengetahui perubahanstruktur mikro yang terjadi di setiap siklus per-lakuan pada bahan pegas daun bekas dan me-ngetahui sifat mekanis dari bahan ini serta mela-kukan perbandingan guna memutuskan bahwabahan pegas daun bekas ini memang layak untukdijadikan bahan pengganti baja perkakas.
Dalam kaitannya dengan pengujian ini adabeberapa hal yang dapat menjadi rumusanmasalah yaitu Apakah pegas daun bekas ini layaksebagai bahan alternatif pengganti alat potongpada alat bantu produksi massal atau tidak, untukitu perlu dilakukan uji komposisi, uji tarik, uji
kekerasan untuk mengetahui bahan pegas dauntermasuk dalam jenis baja yang mana.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapatdimanfaatkan sebagai bahan acuan dalampemilihan material pengganti baja perkakasdengan biaya yang murah dan mempunyaispesifikasi dan kualitas yang hampir sama denganbahan standard, sehingga dapat membantu duniaindustri kecil tanpa mempengaruhi kualitas dankuantitas produk.
TINJAUAN PUSTAKAPengertian Press Tool
Press Tool adalah peralatan yang mem-punyai prinsip kerja penekanan dengan mela-kukan pemotongan dan pembentukkan. Pera-latan ini digunakan untuk membuat produk secaramassal dengan produk keluaran yang sama dalamwaktu yang relatif singkat.
Klasifikasi Press ToolPress Tool dapat diklasifikasikan menjadi
beberapa macam menurut proses pengerjaanyang dilakukan pada landasan, yaitu: simpletool, compound tool dan progressive tool.
A. Simple ToolSimple Tool adalah jenis dari press tool
yang paling sederhana, dimana hanya terjadi satuproses pengerjaan dan satu station dalam satualat. Pemakaian jenis simple tool ini mempunyaikeuntungan dan kerugian.
Keuntungan simple tool:1. Dapat melakukan proses pengerjaan tertentu
dalam waktu yang singkat, karenakonstruksinya sederhana.
2. Harga alat relatif murah.
Kerugian simple tool:1. Hanya mampu melakukan proses-proses
pengerjaan untuk produk yang sederhanasehingga untuk jenis pengerjaan yang rumittidak dapat dilakukan oleh jenis press toolini.
2. Proses pengerjaan yang dapat dilakukanhanya satu jenis saja.
22 Pemanfaatan Pegas Daun Bekas sebagai Bahan Pengganti Mata Potong (Punch)pada Alat Bantu Produksi Massal (Press Tools), oleh Fatahul Arifin dan Wijianto
B. Compound toolPada press tool jenis ini, dalam satu
penekanan pada satu station terdapat lebih darisatu pengerjaan, dimana proses pengerjaannyadilakukan secara serentak. Pemakaian jeniscompound tool ini juga mempunyai keuntungandan kerugian.
Keuntungan compound tool1. Dapat melakukan beberapa proses
pengerjaan dalam waktu yang bersamaanpada station yang sama.
2. Kerataan dan kepresisian dapat dicapai.3. Hasil produksi yang dicapai mempunyai
ukuran yang lebih teliti.
Kerugian compound tool:1. Konstruksi landasan menjadi lebih rumit.2. Terlalu sulit untuk mengerjakan material yang
tebal.3. Dengan beberapa proses pengerjaan dalam
satu station menyebabkan perkakas cepatrusak.
C. Progressive ToolProgressive Tool merupakan peralatan
tekan yang menggabungkan sejumlah operasipemotongan atau pembentukkan lembaran logampada dua atau lebih station kerja, selama setiaplangkah kerja membentuk suatu produk jadi.
Gambar 1. Simple Tool
Gambar 2. Compound Tool
23MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 20 - 27ISSN 1411-4348
Keuntungan progressive tool:1. Dapat diperoleh waktu pengerjaan produksi
yang relatif singkat dibandingkan simple tool.2. Pergerakkan menjadi lebih efektif.3. Dapat melakukan pemotongan bentuk yang
rumit pada langkah yang berbeda.
Kerugian progressive tool:1. Ukuran alat lebih besar bila dibandingkan
simple tool dan compound tool.2. Biaya perawatan besar.3. Harga relatif lebih mahal karena bentuknya
rumit
Semua proses yang terjadi pada PressTool melibatkan dua komponen penting yaitu:mata potong dan landasan.
Mata potong merupakan bagian yangbergerak ke bawah untuk meneruskan gaya darisumber tenaga sehingga material produk tertekanke bawah, bentuk mata potong disesuaikandengan bentuk akhir yang diiginkan dari prosesbenda jadi, letak punch pada gambar 2 beradadi atas material produk, posisi dari mata potongsebenarnya tidak selalu diatas tergantung darijenis landasan yang digunakan. Bahan matapotong harus cukup keras, juga memiliki keuletandan ketahanan terhadap pengaruh gesekan saatpembentukan, dan bahan yang biasa digunakanseperti amutit.
Landasan merupakan komponen utamayang berperan dalam menentukan bentuk akhirdari benda kerja, bentuk dan ukurannya berva-riasi sesuai dengan bentuk akhir yang diinginkan,
Gambar 3. Progressive Tool
Gambar 4. Mata Potong dan Landasan
24 Pemanfaatan Pegas Daun Bekas sebagai Bahan Pengganti Mata Potong (Punch)pada Alat Bantu Produksi Massal (Press Tools), oleh Fatahul Arifin dan Wijianto
kontruksi landasan harus mampu menahan gera-kan, gaya geser serta gaya mata potong. Padalandasan terdapat radius tertentu yang berfungsimempermudah reduksi benda saat proses ber-langsung, lebih jauh lagi dengan adanya jari-jaridiharapkan tidak terjadi sobek pada materialproduk yang akan dibentuk.
Jenis Baja KarbonMenurut komposisi kimianya baja karbon
dapat klasifikasikan menjadi tiga yaitu; Bajakarbon rendah dengan kadar karbon 0,05 % -0,30% C, sifatnya mudah ditempa dan mudahdi kerjakan pada proses permesinan. Penggu-naannya untuk komposisi 0,05 % - 0,20 % Cbiasanya untuk bodi mobil, bangunan, pipa, ran-tai, paku keeling, sekrup, paku dan komposisikarbon 0,20 % - 0,30 % C digunakan untukroda gigi, poros, baut, jembatan, bangunan.
Baja karbon menengah dengan kadarkarbon 0,30 % - 0,60 %, kekuatannya lebih ting-gi dari pada baja karbon rendah. Sifatnya sulituntuk dibengkokkan, dilas, dipotong. Penggu-naan untuk kadar karbon 0,30 % - 0,40 % untukbatang penghubung pada bagian automotif.Untuk kadar karbon 0,40 % - 0,50 % digunakanuntuk rangka mobil, crankshafts, rails, keteldan obeng. Untuk kadar karbon 0,50 % - 0,60% digunakan untuk palu dan eretan pada mesin.
Baja karbon tinggi baja ini untuk pem-buatan baja perkakas. Sifatnya sulit dibeng-kokkan, dilas dan dipotong. Kandungan 0,60% - 1,50 % C, kegunaan untuk pembuatanobeng, palu tempa, meja pisau, rahang ragum,mata bor, alat potong, mata gergaji.
Baja paduan yang diklasifikasikan menurutkadar karbonnya dibagi menjadi: baja paduanrendah jika elemen paduannya d” 2,5 %, bajapaduan sedang jika elemen paduannya 2,5 – 10%, baja paduan tinggi jika elemen paduannya >10 % .Selain itu baja paduan dibagi menjadi duagolongan yaitu baja paduan khusus dan high speedsteel (HSS). Baja Paduan Khusus yaitu baja jenisini mengandung satu atau lebih logam-logamseperti nickel, chromium, manganese, molybde-num, tungsten dan vanadium. Dengan menam-bahkan logam tersebut ke dalam baja maka baja
paduan tersebut akan merubah sifat-sifat mekanikdan kimianya seperti menjadi lebih keras, kuatdan ulet bila dibandingkan terhadap baja karbon.
HSS (Self Hardening Steel) yaitu bajayang kandungan karbon 0,70 % - 1,50 %.kegunaan baja ini untuk membuat alat-alat potongseperti mata bor, pahat bubut, dan pahat milling.Disebut HSS karena alat potong yang dibuatdengan material tersebut dapat dioperasikan duakali lebih cepat dibanding dengan baja karbon.Sedangkan harga dari HSS besarnya dua sampaiempat kali daripada karbon.
Baja Perkakas (Tool Steel), dan sifat-sifatyang harus dimiliki oleh baja perkakas adalahtahan pakai, tajam atau mudah diasah, tahanpanas, kuat dan ulet.
Keterangan : δ = ferit , struktur bcc γ = austenit, struktur fcc α = ferit α, struktur bcc
Fe3C= Sementit
Gambar 5. Diagram Fase Fe-Fe3C(Structure Micro.Co.Id, 2007)
METODOLOGI PENELITIANPada penelitian ini material yang digunakan
adalah pegas daun bekas yang ditemui dipasaranyaitu pasar barang bekas di Palembang. Untukmengetahui komposisi dari pegas daun bekasdilakukan uji komposisi dan dicarikan literatureyang sama yang menerangkan tentang jenismaterial yang mirip dengan pegas daun bekas.
25MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 20 - 27ISSN 1411-4348
Alat dan bahanAlat dan bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:- Sample pegas daun bekas yang ada di pasaran- X-Ray Spectograf (alat uji komposisi)- WP 310 Universal-Werkstoff-Prufgerat 50
kN (alat uji tarik)- Universal Hardness Tester (Alat uji
kekerasan)- Mikroskop uji struktur mikro material logam- Alat pengamplas dan polishing- Bahan kimia yang digunakan DP-Spray dan
larutan etsa (Oxalid acid)
Persiapan Benda Ujia. Persiapan benda uji untuk uji komposisi
Uji komposisi dilakukan pada pegas daunbekas, yaitu dengan jalan memotong materialyang dibeli di pasaran dengan ukuran pan-jang 40 mm dan lebar 40 mm seperti padagambar 6. Kemudian di haluskan bagianyang diuji.
Gambar 6. Benda Uji untuk Uji Komposisi
b. Persiapan benda uji untuk uji tarik materialseperti pada gambar 7.
Gambar 7. Benda Uji untuk Uji Tarik
c. Persiapan benda uji untuk uji kekerasanBenda uji kekerasan diambil dari materiallangsung dari bahan uji.
d. Persiapan benda uji untuk uji struktur mikroDalam pembuatan material uji struktur mikroini hendaknya material dipotong denganmemperhatikan temperatur agar strukturmikro di dalam benda uji tidak berubah padasaat dilakukan pemotongan. Setelah itubenda uji di celupkan ke dalam larutan etsayang telah disiapkan.
DATA DAN ANALISA PENELITIAN
A. Pengujian KomposisiPengujian komposisi dilakukan untuk
mengetahui kandungan unsur kimia yangterdapat dalam benda/material uji. Dalampengujian ini alat yang digunakan adalah ThermoARL (Applied Research Laboratories) Type-3560 Des. Hasil yang diperoleh dari pengujianmaterial dapat dilihat pada tabel berikut.
40
40
Tabel 1. Hasil Pengujian Komposisi.
Berdasarkan pengujian pada tabel 1,komposisi bahan bekas pegas daun yang telahdiuji jika dibandingkan dengan standar yang ada,
termasuk kedalam jenis Baja AISI 1064menurut standar Amerika (ASTM) yaitu bajakarbon tinggi.
No. C Mn P S Cu Ni Mo Fe
1. 0,6650 0,7352 0,0253 0,0242 0,0964 0,0399 0,0014 97.3947
2. 0,6603 0,7255 0,0262 0,0238 0,0965 0,0404 0,0012 97.4202
Jumlah 1,3253 1,4607 0,0515 0,0480 0,1929 0,0813 0,0026 194.815
Rata-rata 0,6657 0,7304 0,0257 0,0240 0,0964 0,0401 0,0013 97.4075
26 Pemanfaatan Pegas Daun Bekas sebagai Bahan Pengganti Mata Potong (Punch)pada Alat Bantu Produksi Massal (Press Tools), oleh Fatahul Arifin dan Wijianto
B. Pengujian TarikPengujian tarik dilakukan sebanyak 2 kali
benda uji yang hasil percobaan terlihat sepertipada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengujian Tarik
C. Pengujian KekerasanDalam pengujian ini menggunakan satu
spesmen uji, pengujian di lakukan pada 5 titik.Pengujian kekerasan ini menggunakan pengujianRockwell C.
Tabel 4. Hasil Pengujian KekerasanRockwell C
Dari tabel 4 maka dapat ditentukan bahwatingkat kekerasan material berdasarkan pengu-jian Rockwell berkisar antara 48,5–56,5 HRC.
Specimen 1 2 Rata-Rata
Kekuatan Tarik
(N/mm2) 1307,86 1357,14 1332,5
D. Pengujian MetallographyPengujian ini dilakukan untuk melihat
struktur mikro pada logam pegas daun bekas.
Gambar 8. Struktur Mikro Material PegasDaun Bekas dengan Pembesaran 400X
Pada gambar 8 terlihat jelas adanya unsurmartensit dan autenit yang membuat pegas daunbekas ini keras dan tangguh.
KESIMPULANDari penjelasan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa material pegas daun bekasyang didapat di pasaran ini mempunyai komposisi0,6627 % Carbon (C), 0,7304% Mange (Mn),0.0240% Belerang (S), 0,0257% Phosphor (P),dan baja ini merupakan baja karbon tinggi bilamenurut ASTM adalah AISI 1064 dengan ke-kuatan tarik 1332,5 N/mm2. Dari pengujian keke-rasan didapat bahwa material ini mempunyai ting-kat kekerasan Rockwell 48,5 – 56.5 HRC. Sete-lah dilihat dari struktur mikro pada bahan bekaspegas daun ini mengandung martensit dan austenit.Dan bila dilihat dari semua data diatas maka bahanbekas pegas daun ini dapat direkomendasikansebagai material pengganti mata potong.
No Tingkat
Kekerasan ( kg / mm2)
Indentor Waktu (s)
Beban (kg)
1 48.5 Kerucut intan 15 100
2 55.5 Kerucut intan 15 100
3 56.5 Kerucut intan 15 100
4 54.5 Kerucut intan 15 100
DAFTAR PUSTAKA
Alok Nayer. 2002. The Steel Handbook. Mc Graw-Hill, New York
Budiarto, SST. 2001. Press Tool 3. Politeknik Manufaktur Bandung, Bandung.
Budinski K. G. and Budinski M. K., 1999. Engineering Material Properties and Selection, 6th
ed., Prentice Hall, New Jersey
Callister, William D. 2003. Materials Science and Engineering an Introduction. Sixth Edition.Singapore: John Wiley & Son, Inc.
27MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 20 - 27ISSN 1411-4348
Lukens, Robert.P, 1982. Annual Book Of ASTM Standar Metallography II. USA
……, Standard AISI.
……, Standard ASSAB.
www.efunda.com diakses 15 Juli 2007
www.strukturmikro.co.id diakses 1 Juli 2007
www.stainless steel.com diakses 16 Juni 2007
13MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 13 - 19ISSN 1411-4348
STUDI PROSES ELECTRICAL DISCHARGE MACHININGDENGAN ELEKTRODA TEMBAGA
Patna Partono, Tri Widodo Besar RiyadiJurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani PO BOX 1 Pabelan Surakarta 57102
ABSTRAK
Electrical Discharge Machining (EDM) dewasa ini makin banyak digunakandi industri manufaktur khususnya untuk menangani permesinan material yang sangatkeras dan tidak dapat dilakukan dengan metode permesinan tradisional. Dalamproses EDM, pahat elektroda akan mengikis material benda kerja sesuai denganbentuk pahatnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabelarus terhadap laju pengikisan material (material removal rate), diameterpemotongan, keausan elektroda, dan kekasaran permukaan. Penelitian dilakukanmenggunakan elektroda tembaga dan dan benda kerja baja ST-37.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa besar arus yang digunakan sangatmempengaruhi kualitas permukaan hasil proses EDM. Dengan naiknya arus makamaka akan seiring dengan bertambahnya laju pemakanan material benda kerja,dimensi celah antara elektroda dan benda kerja, keausan elektroda dan kekasaranpermukaan benda kerja.
Kata-kata kunci: EDM, arus, tembaga
PENDAHULUANTeknologi EDM dewasa ini makin banyak
digunakan di industri manufaktur untuk prosespermesinan material yang sangat kuat dan kerasseperti tool steel dan advance material (superalloys, keramik, dan komposit matrik) denganmenghasilkan produk yang mempunyai kepre-sisian yang tinggi, bentuk yang rumit, dan kualitaspermukaan yang baik.
EDM merupakan proses permesinan,dimana pahatnya yang berupa elektroda akanmengikis material benda kerja sesuai denganbentuk pahatnya (D.F. Dauw, et al., 1990).Proses EDM dilakukan dengan sebuah sistemyang mempunyai dua komponen pokok yaitumesin dan power supply. Mesin mengendalikanpahat elektroda yang bergerak maju mengikismaterial benda kerja dan menghasilkan serang-kaian loncatan bunga api listrik yang berfrekuensi
tinggi (spark). Loncatan bunga dihasilkan daripembangkit pulse antara elektroda dan materialbenda kerja, yang keduanya dicelupkan dalamcairan dielektrik, akan menimbulkan pengikisanmaterial dari material benda kerja dengan erosipanas atau penguapan (D.Brink, www.edmtt.com).
Dalam proses permesinan dengan EDM,pelelehan dan penguapan material benda kerjamendominasi proses pengikisan material, danmeninggalkan crater yang tipis pada permukaanbenda kerja. Dalam EDM tidak ada proseskontak dan gaya pemotongan antara pahat danmaterial benda kerja. Hal ini mengakibatkan tidakadanya tegangan mekanis, chatter, dan problemgetaran seperti yang pasti terjadi pada prosespermesinan tradisional.
Kekurangan pada proses dengan EDMadalah bahwa laju pengikisan material benda
14 Studi Proses Electrical Discarge Machining dengan Elektroda Tembagaoleh Patna Partono dan Tri Widodo Besar Riyadi
kerja atau material removal rate (MRR) padaoperasi EDM lebih lambat dibandingkan metodepermesinan tradisional yang menghasilkan chipssecara mekanis. Dalam EDM, laju pengikisanmaterial sangat tergantung dari faktor-faktorseperti besarnya arus pulse di setiap muatan,frekuensi muatan, material elektrode, materialbenda kerja dan kondisi flushing dielektrik.Akurasi dimensi pemotongan menjadi hal yangsangat penting pada aplikasi aerospace, dan jugapada industri manufaktur pada pembuatan mold& die, dan pengecoran dies. Karena EDM tidakmenimbulkan tegangan mekanik selama prosesmaka akan menguntungkan pada manufakturbenda kerja dengan bentuk yang rumit (C.H.Kahng, K.P. Rajurkar, 1977).
Kerusakan elektroda yang berupa pengi-kisan dapat terjadi selama proses operasi EDMketika elektroda (sebagai tool/pahat) ter-erosisebagai akibat loncatan bunga api. Dengan makintingginya frekuensi bunga api maka laju erosiakan makin meningkat yang pada akhirnya akanmenghasilkan laju pengikisan material bendakerja yang lebih tinggi. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui pengaruh variabel arus listrikterhadap kualitas permukaan hasil permesinan,yaitu laju pengikisan material (material removalrate), diameter pemotongan, keausan elektroda,dan kekasaran permukaan.
TINJAUAN PUSTAKAPenelesuruan terhadap penelitian yang
pernah dilakukan di bidang EDM telah mengung-kapkan bahwa beberapa penelitian telah dilaku-kan pada beberapa aspek di bidang EDM padabaja karbon dengan sedikit variasi pada materialpahat. Soni dan chakraverti (1985, 1990, 1991)telah melakukan penelitian pada elecrical dis-charge machining pada cromium die steel un-tuk mengamati pengaruh mekanis pada permu-kaan yang dimesin dengan muatan listrik, lajupemindahan material, laju keausan pahat, danjuga mempelajari pengaruh sifat elektroda padakualitas permukaan. George dan Venkatesh(1980) meneliti kondisi permesinan yang opti-mum pada 5 Cr die steel. Sementara itu cemen-ted carbide merupakan material yang sangat
banyak diperlukan di pasaran sebagai insertpada pahat, tetapi material ini sangat sulit dimesindan sulit dibentuk. Akan tetapi dengan prosesEDM penanganan terhadap material ini dapatdengan mudah dilakukan. Pandey dan Jillani(1987) juga mempelajari karakteristik materialcemented carbide. Raman dkk (1997) melaku-kan perbaikan pada karakteristik permesinangrade GT-20 dari cemented carbide denganEDM, dengan menggunakan elektroda tembagadan campuran tembaga-tungsten.
Arthur dkk (1996) menyimpulkan bahwaEDM telah memungkinkan tool steel di-heattreatment sampai mencapai kekerasan maksi-mal sebelum EDM, sehingga dapat menghindaripermasalahan variasi dimensi yang sering terjadisetelah proses perlakuan panas. Jeswani (1978)membuat analisis terhadap karakteristik mekanisdari bunga api pada permukaan yang dimesinterhadap laju pengikisan material benda kerja,keausan elektroda, dan kualitas permukaan.
Untuk mengetahui kecepatan pemakananmaterial atau Material Removal Rate (MRR),maka perhitungan dilakukan dengan rumusberikut:
(min))( 3
WaktummVolumeMRR = ................[1]
Dengan:Volume = panjang x lebar x tinggiWaktu = Waktu proses EDM (min)
Untuk mengetahui keausan pahat, makapenelitian dilakukan dengan mengukur massaelektroda yang hilang selama proses, yangmerupakan selisih massa sebelum dan setelahdigunakan. Perhitungan dilakukan dengan rumusberikut:
TMM
TMM aus
21 −=∆
= ............[2]
Keterangan:M1 = Massa elektroda sebelum prosesM2 = Massa elektroda setelah proses“M = Massa elektroda yang hilang selama
prosesT = Waktu selama proses EDM (min)
15MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 13 - 19ISSN 1411-4348
METODE PENELITIANPenelitian dilakukan dengan mesin EDM
yang terdapat di lab jurusan Teknik Mesin UMS,merk Chamer tType 75 MH (MP) buatanTaiwan seperti terlihat pada gambar 1. Elektrodayang digunkan adalah tembaga yang dimesindengan ukuran panjang 50 mm dan lebar 15 mmdan tebal 10 mm. Elektroda dihaluskanpermukaannya dulu dan ditimbang agar dapatdiketahui keausan yang terjadi setelah prosespermesinan. Gambar 2 adalah material elektrodasebelum digunakan untuk proses EDM. Bendakerja yang digunakan adalah baja ST-37 denganpertimbangan ketersediaan.
Gambar 1. Mesin EDM
Gambar 2. Elektroda sebelum proses
Sebelum proses permesinan dimulai,terlebih dahulu harus dicek keadaan mesin yangdipakai baik kondisi power supply, instalasi filter,generator, dan cairan dielektrikum yangdigunakan. Jika keadaan filter kurang baiksebaiknya dibersihkan terlebih dahulu atau
diganti saja karena peranan filter sangat fitaldidalam penyediaan dielektrikum selama prosesberlangsung.
Benda kerja yang telah dipersiapkankemudian dicekam pada baut pengikat yang adapada meja mesin yang berfungsi sebagaipendukung jalannya proses permesinan. Setelahbenda kerja tercekam pada baut pengikatdengan kencang, maka langkah selanjutnya yaitumemasang elektroda pada pencekam elektrodapada mesin EDM, dan selanjutnya melakukanpensetingan posisi agar supaya elektroda danbenda kerja lurus atau center. Setelah menda-patkan posisi antara benda kerja dan elektrodayang sesuai maka langkah selanjutnya adalahmengatur laju kedalaman mesin dengan keda-laman 5 mm pada pembacaan jarum skalamilimeter.
Setelah pensetingan awal selesai maka halyang harus dilakukakan untuk langkah berikutnyayaitu menetapkan besarnya pulse on dan off time,dimana dalam penelitian ini besarnya pulse ondan off time adalah konstan. Langkah berikutnyaadalah menentukan besarnya arus pemakaian,penyetelan besarnya naik turunnya elektroda,penyetelan besar kecilnya motor servo yangberhubungan dengan kekuatan jalannya per-mesinan, pengaturan cairan dielektrikum. Padapenelitian ini, ada 5 variasi arus yang digunakanyaitu 26.5A, 25A, 18A, 12.5A, dan 6A.
HASIL DAN PEMBAHASANBerikut ini adalah data hasil penelitian
terhadap proses EDM yang menggunakanmaterial elektroda tembaga, benda kerja ST-37,dengan memvariasikan besarnya arus listrik yangdigunakan.
a). Hubungan Arus terhadap Laju PemakananMaterial Benda Kerja
Untuk mengetahui pengaruh perubahanarus terhadap kecepatan pemakanan prosespermesinan EDM, maka penelitian dilakukandengan mengukur volume spesimen benda kerjahasil proses permesinan EDM. Gambar berikutmenunjukkan material benda kerja (ST-37)setelah mengalami proses EDM.
16 Studi Proses Electrical Discarge Machining dengan Elektroda Tembagaoleh Patna Partono dan Tri Widodo Besar Riyadi
Gambar 3. Material benda kerjasetelah proses
Gambar 4 berikut adalah grafik hasil per-hitungan material removal rate berdasarkanhasil penelitian.
Gambar 4. Hubungan perubahan arusterhadap laju pemakanan material
Gambar 4 menunjukkan hasil penelitianhubungan perubahan arus terhadap laju pema-kanan material. Hasil penelitian menunjukkanbahwa secara umum dengan bertambahnya arusmaka laju pemakanan material akan semakinbesar. Bertambahnya laju pengikisan materialdengan adanya kenaikan arus adalah merupakanfakta dimana energi dari loncatan bunga api listrikyang makin besar sehingga akan menyebabkanbertambahnya aksi pelelehan dan penguapanmaterial, dan akhirnya juga menyebabkan gayadorong yang makin besar pada celah antaramaterial dan elektroda.
b). Hubungan Arus terhadap Dimensi CelahPemotongan
Dari data hasil penelitian maka dapatdibuat grafik dimensi celah terhadap perubahanarus pada elektroda tembaga. Untuk dimensicelah yang akan dibandingkan hanya dimensicelah lebar (mm) saja.
Gambar 5. Hubungan perubahan arusterhadap dimensi celah antara benda
kerja dan elektroda
Dapat dilihat gambar 5 di atas bahwaterdapat nilai celah dimensi lebar (mm) yangcukup besar. Semakin besar arus maka akanmenghasilkan celah yang cukup besar pula.Timbulnya celah yang kecil disebabkan karenapada arus rendah akan menghasilkan erosi yangkecil pula. Energi dari loncatan bunga api listrikpada arus yang rendah akan menghasilkan crateryang terbentuk pada benda kerja juga sedikitsehingga juga akan menghasilkan dimensi yanglebih akurat. Celah akan bertambah besar seiringdengan bertambahnya arus tetapi hanya sampaibatas tertentu. Jadi besarnya celah tergantungdari besarnya tegangan antara benda kerja danelektroda. Celah yang baik adalah celah yangkecil dan konsisten sehingga akan menghasilkandimensi benda dengan ukuran yang akurat.
c). Hubungan Arus terhadap keausan elektrodaUntuk mengetahui keausan pahat, maka
penelitian dilakukan dengan mengukur massaelektroda yang hilang selama proses, yang
0
2
4
6
8
10
12
14
16
0 5 10 15 20 25 30
Arus (A)
MR
R (m
m 3 /m
in)
17MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 13 - 19ISSN 1411-4348
merupakan selisih massa sebelum dan setelahdigunakan. Gambar 6 menunjukkan materialelektroda yang telah mengalami pengikisansetelah digunakan pada proses permesinan.
Gambar 6. Material elektroda yang aus
Gambar 7. Hubungan perubahan arusterhadap keausan elektroda
Gambar 7 menunjukkan hubungan penga-ruh arus terhadap keausan elektroda. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa makin tinggi arusmaka keausan elektroda juga akan makinmeningkat, tetapi dengan elektroda tembagadapat dikatakan mempunyai keausan yang cukupkecil. Pada proses EDM elektron sebagai ionnegatif akan menyerang/menabrak permukaanelektroda dan menimbulkan energi yang cukupbesar pada permukaan elektroda, sehinggamaterial elektroda yang mempunyai titik leleh
tinggi akan mempunyai keausan yang lebih kecil.Keausan pada elektroda terutama disebabkankarena energi dari elektron, pengaruh panas,getaran mekanik yang dihasilkan oleh partikel-partikel logam dan ketidak-sempurnaan strukturmikro dari material elektroda.
d). Hubungan perubahan Arus terhadapkekasaran permukaan (surface roughness)
Pengukuran kekasaran permukaan bendakerja hasil proses permesinan EDM dilakukandengan alat Surfcorder SE 1700. Data hasil pe-nelitian dapat dilihat pada gambar 5.6 berikutini.
Gambar 8. Grafik hubungan perubahanArus terhadap kekasaran permukaan
Gambar 8 menunjukkan hubunganpengaruh arus terhadap kekasaran permukaan.Dengan naiknya arus maka akan menghasilkankekasaran permukaan yang besar pula. Tetapidapat dilihat bahwa nilai kekasaran permukaanbenda kerja cukup rendah jika dibnading dengankenaikan arus. Hal ini menunjukkan bahwaproses EDM dapat dikatakan bisa menghasilkankualitas permukaan yang baik. Kekasaran yangtinggi disebabkan karena pengikisan materialyang menyebabkan besarnya crater yang terjadi.Kekasaran permukaan yang rendah terjadi padaarus yang rendah. Proses permesinan EDMditandai dengan melelehnya kembali partikel padapermukaan, perubahan struktur mikro, terjadinyategangan sisa, microcrack, dan pengumpulankandungan karbon. Lama pulse ON dapat
0
0,001
0,002
0,003
0,004
0,005
0,006
0,007
0 5 10 15 20 25 30
Arus (A)
Kea
usan
ele
ktro
da (g
r/mm
)
0
2
4
6
8
10
12
0 5 10 15 20 25 30
Arus (A)
Kek
asar
an P
erm
ukaa
n, R
a (u
m)
18 Studi Proses Electrical Discarge Machining dengan Elektroda Tembagaoleh Patna Partono dan Tri Widodo Besar Riyadi
digunakan untuk memperbaiki ketebalanpermukaan benda kerja, tetapi masalah ini belumditeliti.
KESIMPULANDari hasil penelitian maka dapat diperoleh
keterangan bahwa dengan proses permesinanEDM, perubahan arus akan mempengaruhiproses EDM, dimana dengan bertambahnya arusakan menyebabkan kenaikan laju pemakananmaterial atau bertambahnya ukuran crater,peningkatan dimensi celah pemotongan, bertam-bahnya keausan material elektroda dan keka-
saran permukaan (surface finish). Untuk meng-hasilkan kualitas permukaan yang baik dandengan proses permesinan yang cepat maka ter-dapat tantangan untuk menentukan besar nilai arusyang optimum yang sesuai dengan kebutuhan.
PERSANTUNANPenulis mengucapkan terima kasih atas
terselesaikannya penelitian ini kepada LembagaPenelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat(LPPM), Jurusan Teknik Mesin, danLaboratorium Manufaktur/ Produksi UniversitasMuhammadiyah Surakarta
DAFTAR PUSTAKA
Dauw D.F., et al., 1990, Surface topography investigations by fractal analysis of spark erodedelectrically conductive ceramics, Ann. CIRP 39 (1) 161–165.
Brink D., EDM: Principles of Operation, EDM Technology Transfer. http://www.edmtt.com, diaksestahun 2007.
Kahng C.H., Rajurkar K.P., 1977, Surface characteristics behavior due to rough and fine cutting byEDM, Ann. CIRP 26 (1) 77.
Soni J.S., Chakraverti G., 1985, Effect of electrode material properties on surface roughness anddimensional accuracy in electro-discharge machining of high carbon high chromium diesteel, J. Inst. Eng. (India)–PR 76, 46–51.
Soni J.S., Chakraverti G., 1990, Physico-mechanical effect on electrodischarge machined surfaceof high carbon high chromium die steel, J. Inst. Eng. (India) 71 (PR-1) 19.
Soni J.S., Chakraverti G., 1991, Investigative study on metal removal rate and wear ratio in EDMof high carbon high chromium die steel, J.Inst. Eng. (India) 71 (Pt AS2) 32.
George V., Venkatesh V.C., 1980, Investigations on optimum machining conditions for electro-discharge machining of 5 Cr die steel, in: Proceedings of the Ninth AIMTDR Conference,IIT, Kanpur, 327 pp.
Pandey P.C., Jillani S.T., 1987, Electrical machining characteristics of cemented carbides, Wear116, 77.
Raman K.S., Gupta H.R., Singal A.R., Das P.K., Saha P., Mishra P.K., 1997, EDMing of GT-20grade of carbide, in: Proceedings of the 17th AIMTDR Conference, REC, Warangal, pp.290–294.
19MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 13 - 19ISSN 1411-4348
Arthur A., Dickens P.M., Cobb R.C., 1996, Using rapid prototyping to produce electrical dischargemachining electrodes, Rapid Prototyping 2 (1) 4–12.
Jeswani M.L., 1978, Roughness and wear characteristics of spark eroded surfaces, Wear 51, 227.
6 Proses Sintesis dan Karakterisasi FTIR Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Kulon Progooleh Joko Sedyono dan Alva Edy Tontowi
PROSES SINTESIS DAN KARAKTERISASI FTIR HIDROKSIAPATITDARI GIPSUM ALAM KULON PROGO
Joko Sedyonoa dan Alva Edy Tontowib
a. Teknik Mesin, Sekolah Pasca Sarjana UGM dan Teknik Mesin UMSb. Teknik Mesin dan Industri UGM
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Hidroksiapatit (HAp) [Ca10(PO4)6(OH)2] telah dipergunakan secara luas dalambidang kedokteran dan kedokteran gigi sebagai bahan substitusi tulang/gigi, halini karena komposisi dan strukturnya sama sebagaimana kandungan tulang/gigi.Tetapi HAp yang ada di Indonesia masih import. Tujuan dari penelitian ini adalahmembuat bahan biokeramik hidroksiapatit dari gipsum alam Kulon Progo (KPNG)kemudian mengkarakterisasi dengan pengujian FTIR.
Sintesa HAp dilakukan dengan teknik Hydrohermal Microwave denganmereaksikan antara KPNG (CaSO4.2H2O) dengan diamonium hidrogen fosfat[(NH4)2HPO4]. Kemudian hasil reaksinya dianalisa dengan pengujian FTIR dandibandingkan dengan HAp 200 Jepang sebagai pembanding.
Dari hasil analisa didapat pola-pola FTIR hidroksiapatit hasil reaksi menyerupaiHAp 200 Jepang dan HAp SRM 2910.
Kata Kunci: gipsum alam Kulon Progo, hidroksiapatit, FTIR
PENDAHULUANKerusakan jaringan tubuh oleh berbagai
kelainan, maupun penyakit, yang dapatmenyebabkan kecacatan struktur yang akanmenimbulkan gangguan fungsi tubuh, memerlukanrestorasi untuk mengembalikan fungsi organtubuh dengan sempurna. Penambahan atau peng-gantian jaringan merupakan salah satu rangkaianupaya memperbaiki kecacatan struktur tubuh.
Hidroksiapatit [Ca10(PO4)6(OH)2] telahdipergunakan secara luas dalam bidang kedok-teran dan kedokteran gigi sebagai bahan substitusitulang, hal ini karena kandungan mayoritastulang/gigi adalah hidroksiapatit (HAp). Duniakedokteran Indonesia telah mengaplikasikanHAp, tetapi HAp yang ada di Indonesia masihimport, padahal sangat berpotensi memproduksisendiri HAp mengingat Indonesia adalahpenghasil gipsum alam yang cukup potensial
(misalnya di Kulon Progo Jogjakarta) untukdikembangkan sebagai bahan baku pembuatanhidroksiapatit.
Tujuan penelitian ini adalah untuk men-sintesa hidroksiapatit (Kulon Progo Hydro-xyapatite/KPHAp) dari serbuk gipsum alamKulon Progo (CaSO4.2H2O) yang direaksikandengan diamonium hidrogen fosfat [(NH4)2HPO4] dengan metode hidrotermal menggunakanmicrowave kemudian dilakukan karakterisasidengan pengujian FTIR (Fourier Transform-Infra Red spectroscopy).
TINJAUAN PUSTAKAFuruta dkk. (1998) mensintesa hidrok-
siapatit dari reaksi antara gipsum mold waste 5x 10 x 20 mm dengan 40 ml 0,5 M larutan diamo-nium hidrogen fosfat dengan cara hydrothermaltreatment (conventional-hydrothermal) pada
7MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 6 - 12ISSN 1411-4348
suhu 50 – 100oC dan dipelajari sifat-sifatnya.Di sini dia mengembangkan novel proses untukmempersiapkan HAp monolith langsung darigipsum waste dengan kristalisasi in situ denganmenggunakan reaksi kimia berikut:
10CaSO4.2H2O + 6(NH4)2HPO4 Ca10(PO4)6(OH)2 + 6(NH4)2SO4 + 4H2SO4 +
18H2O
Diperoleh konversi gipsum ke HAp (100%)pada suhu 50oC dalam waktu 15 hari dan 100oCdalam 2 hari.
Katsuki dkk. (1999) mensintesa HApdengan microwave. Sintesa HAp diperoleh darireaksi antara serbuk gipsum (0,5 gr) dan 40 ml0,5 M larutan diamonium hidrogen fosfat padasuhu 100oC selama 0,5 – 120 menit dalam Teflonmenggunakan sebuah microwave digestionsystem. Kemudian hasilnya dicuci dengan airmurni, lalu dikeringkan pada suhu di bawah 50oC.Untuk mengetahui pengaruh microwave, jugadilakukan reaksi yang sama dengan caraconventional-hydrothermal. Dengan caramicrowave diperoleh konversi gipsum ke HAp(100%) dalam waktu 5 menit, sedangkandengan conventional-hydrothermal membu-tuhkan waktu 8 hari. Jadi lebih cepat meng-gunakan system microwave daripada con-ventional-hydrothermal.
Nasution (2006) mereaksikan serbukkalsit [kalsium karbonat (CaCO3)] GunungKidul dengan larutan 0,5 M trisodium fosfat(Na3PO4.12H2O) Wako Chemical Co., Japanuntuk membuat hidroksiapatit (HAp). Prosesnyadengan perlakuan hidrotermal microwave padasuhu 100oC. Setelah itu HAp hasil reaksi di-kalsinasi pada suhu 800oC lalu dilakukan serang-kaian pengujian. Dihasilkan hidroksiapatit yangpola FTIR-nya cukup mendekati hidroksipatitkomersial HAp 200 Wako Jepang, tetapi masihmengandung kalsit.
METODOLOGI PENELITIANRancangan Penelitian
Penelitian ini akan dijalankan secaraeksperimental laboratoris.
Bahan PenelitianBahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah serbuk gipsum alam Kulon Progo (KulonProgo Natural Gypsum/KPNG) [CaSO4.2H2O], butiran diammonium hydrogen phos-phate (DHP), dan aquades. Kemudian sebagaipembanding digunakan gipsum murni, HAp 200Jepang dan HAp SRM 2910 (Standard Refe-rence Material dari National Institute ofStandards and Technology, USA).
Alat PenelitianPenelitian ini menggunakan beberapa alat
yaitu: blender, timbangan mekanik, gelas beker,gelas ukur, gelas labu, batang pengaduk, micro-wave, kertas saring, kertas pH, alat sieving,timbangan digital, dan mesin uji FTIR.
Jalannya Penelitian1. Alur penelitian
Alur penelitian diperlihatkan pada Gam-bar 1.
2. Pembuatan serbuk KPNGUntuk membuat serbuk KPNG dilakukan
tahapan sebagai berikut (Sedyono dkk., 2007):a. Melakukan penggalian di daerah Kulon
Progo, Jogjakartab. Membersihkan dan memisahkan batuan
gipsum dari tanah dan kalsitc. Membuat serbuk dengan menggunakan blenderd. Sieving halus.
3. Karakterisasi dan analisa data serbukKPNG
Untuk mengetahui apakah yang diperolehitu adalah gipsum maka dilakukan karakterisasidengan menggunakan FTIR, lalu dibandingkandengan gipsum murni (CaSO4.2H2O). Hal inidilakukan supaya tidak keliru dengan materiallain yang mirip gipsum (misalnya kalsit).
4. Pembuatan KPHApProses sintesa KPHAp dilakukan dengan
cara sebagai berikut (Sedyono dkk., 2007):a. Menimbang DHP dengan timbangan
mekanik untuk membuat larutan dengankonsentrasi 0,5 M
8 Proses Sintesis dan Karakterisasi FTIR Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Kulon Progooleh Joko Sedyono dan Alva Edy Tontowi
b. Menimbang serbuk gipsum Kulon Progountuk dicampur dengan larutan tersebut,dengan perbandingan 5 gr serbuk dan 400ml larutan DHP
c. Larutan tersebut lalu dimasukkan ke dalammicrowave dan dipanaskan (proses hidro-termal) pada suhu 100oC selama 30 menit
d. Larutan lalu dicuci dengan menggunakanaquades sekaligus disaring dengan meng-gunakan kertas saring beberapa kali sampaipH netral,
e. Kemudian serbuk dikeringkan dengan mi-crowave.
5. Karakterisasi dan analisa data serbukKPHAp
Untuk mengetahui apakah yang dihasilkanitu hidroksiapatit dan sejauh mana pola FTIR yang
didapat, maka dilakukan karakterisasi denganmenggunakan FTIR, lalu membandingkannyadengan HAp 200 (Jepang), dan HAp SRM 2910.
HASIL DAN PEMBAHASANHasil Karakterisasi FTIR
Hasil karakterisasi FTIR ditampilkan padaGambar 2 dan Gambar 3, masing-masing untukgipsum dan hidroksiapatit.
1. PembahasanGambar 2 menunjukkan pola-pola FTIR
yang sama antara KPNG (a) dengan gipsummurni (pembanding) (b) produk komersial yangada di pasaran yang memiliki tingkat pro analisis(PA). Pola FTIR menunjukkan peak-peakdengan intensitas yang sangat kuat pada peak11,777o, 29,258o, dan 23,521o.
tidak
ya
ya
Analisa data
Pembuatan serbuk KPNG
Sieving
FTIR KPNG=Gipsum murni
Pembuatan HAp
Pengeringan dg microwave
FTIR KPHAp=HAp 200 dan HAp SRM 2910
tidak
Gambar 1. Alur penelitian
9MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 6 - 12ISSN 1411-4348
Gambar 2. Pola (a). FTIR KPNG dan (b). gipsum murni
(a)
H-O-H
H-O-H
Sulfat
Sulfat
(a)
PO43- H-O-H
CaO CO2
10 Proses Sintesis dan Karakterisasi FTIR Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Kulon Progooleh Joko Sedyono dan Alva Edy Tontowi
Dari sini diyakini bahwa material yangdigunakan sebagai bahan baku adalah benar-benar gipsum, dengan kemungkinan tingkatkemurnian CaSO4.2H2O (kalsium sulfat dihidrat)pada KPNG yang tinggi yang sangat mendekatigipsum murni komersial.
Gambar 3 menunjukkan memperlihatkanpola FTIR (a) KPHAp, (b) HAp SRM 2910,dan (c) HAp 200. Dari gambar ini nampakadanya kemiripan pola FTIR KPHAp denganHAp 2910 dan HAp 200. Spektra inframerahdari KPHAp menunjukkan adanya ikatanmolekul hidrogen pada bilangan gelombang3425,3 cm-1 dan 2923,9 cm-1. Spektrainframerah yang menunjukkan adanya ikatanmolekul hidrogen terjadi pada bilangangelombang 3412,08 cm-1 dan 3145,90cm-1 yang
(b)
(c)
PO43-
H-O-H
CaO
CO2
Gambar 3. Pola FTIR (a) KPHAp, (b) HAp SRM 2910, dan (c) HAp 200
ditandai dengan adanya vibrasi gugus fungsi dariH-O-H (Pramatarove, 2005). Sedangkanmenurut Pattanayak dkk. (2005) ikatan OHterdapat pada vibrasi gelombang 3400 dan 630cm-1.
Ikatan gugus fosfat (PO43-) merupakan
intensitas yang paling tinggi nampak padabilangan gelombang yakni 563,2 cm-1 dan 601,7cm-1 dan 1033,8 cm-1. Menurut Sasikumar(2006) intensitas yang paling tinggi merupakanikatan gugus fosfat (PO4
3-) yang ditandai denganvibrasi bending dan stretching dari P-O yangterdapat pada bilangan gelombang 503,21 cm-
1, 603,72 cm-1, dan 1026,13 cm-1. Sedangkanmenurut Pattanayak dkk. (2005) ikatan gugusfosfat (PO4
3-) paling kuat dengan vibrasistretching terdapat pada bilangan interval
11MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 6 - 12ISSN 1411-4348
gelombang 1000 – 1150 cm-1 dan medium padabilangan gelombang 960 cm-1. Untuk vibrasibending diamati pada 560 – 610 cm-1.
Gugus fungsi senyawa fase Ca–0ditemukan dalam struktur ini yang ditandaidengan vibrasi pada gelombang 1404,1 cm-1 –1635,5 cm-1. Gugus fungsi senyawa fase Ca–0ditemukan pada vibrasi gelombang 1400 cm-1-1700 cm-1 (Pattanayak dkk., 2005).
Ikatan CO2 memiliki intensitas yang sangatrendah muncul pada bilangan gelombang 2360,7cm-1. Bilangan gelombang 2300 cm-1 yangmerupakan ikatan CO2 memiliki intensitas yangsangat rendah yang diindikasikan berasal dariudara luar (Fernandes dkk., 2000).
Terbentuknya fasa hidroksiapatit padaKPHAp yang menyerupai HAp 200 komersialkemungkinan disebabkan oleh tingginya tingkatkemurnian dari senyawa kalsium sulfat dihidratpada KPNG dan diamonium hidrogen fosfat(DHP) Merck Jerman (95%), sehingga ketikadireaksikan dengan perlakuan hidrotermaldengan menggunakan microwave dapatmenyebabkan lebih mudah dan semakin cepat
terbentuk ikatan antara unsur kalsium dan fosfatmenjadi hidroksiapatit dan energi pembentukanyang sangat efisien (Khrisna dkk., 2002).
KESIMPULANDengan menggunakan kalsium sulfat
dihidrat Kulon Progo Jogjakarta yang direaksi-kan dengan diamonium hidrogen fosfat denganmetode hidrotermal dapat dihasilkan biokeramikhidroksiapatit [Ca10(PO4)6(OH)2] yang miripdengan produk hidroksiapatit impor. Hal iniditandai dengan hasil karakterisasi FTIR. Inisemakin memperkuat kenyataan sebagaimanahasil karakterisasi XRD yang telah dipublikasikansebelumnya (Sedyono dkk., 2007). Dan hal inimerupakan peluang bagi kita untuk mengem-bangkan sendiri hidroksiapatit di dalam negeri.
PERSANTUNANUcapan terima kasih ditujukan kepada
pemerintah dalam hal ini melalui Dirjen Diktidalam program TPSDP dan Universitas Mu-hammadiyah Surakarta atas dukungannya dalampelaksanaan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Fernandes, F., Mauro, C. dan Laranjeira, M., 2000, Calcium Phosphate Biomaterials from MarineAlgae Hydrothermal Synthesis and Characterisation, Quimica Nova, pp 441-446.
Furuta, S., Katsuki,H., Komarneni,S., 1998, Porous Hydroxyapatite Monoliths from GypsumWaste, j mater chem 8: 2803-6
Katsuki, H., Furuta,S., Komarneni,S., 1999, Microwave Versus Conventional-HydrothermalSynthesis of Hydroxyapatite Crystals from Gypsum, j am ceram soc 87 (8):2257-9
Krishna, D.S.R., Chatanya, C.K., Seshadri, S.K., dan Kumar, T.S.S., 2002, FlourinatedHydroxyapatite by Hydrolysis Under Microwave Irradiation, Trends Biomater. Artif.Organs. Vol. 16(1), pp 15-17
Nasution, D.A., 2006, Fabrikasi serta Studi Sifat Mekanis dan Fisis Biokeramik Hidroksiapatit(HAp) dari Kalsit Gunung Kidul, Tesis S-2, Sekolah Pasca Sarjana UGM, Jogjakarta.
Pattanayak, D.K., Divya, P., Upadhyay, S., Prasad, R.C., Rao, B.T. dan Mohan, T.R.R., 2005,Synthesis and Evaluation of Hydroxyapatite Ceramics, Trends Biomater. Artif. Organs,Vol 18 (2), January 2005.
12 Proses Sintesis dan Karakterisasi FTIR Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Kulon Progooleh Joko Sedyono dan Alva Edy Tontowi
Pramatarove, L., 2005, Hydroxyapatite Growth Induced by Native Extracelluler MatrixDeposition on Solid Surface, European Cells and Materials, Vol. 9, pp 9-12.
Sasikumar, S., 2006, Low Temperature Synthesis of Nanocrystaline Hydroxyapatite from EggShells by Combustio Method, Trends Biomater. Artif. Organs, Vol. 19(2), pp 70-71.
Sedyono, J., Tontowi, A.E. dan Ana, I.D., 2007, Fabrikasi dan karakterisasi XRD Hidroksiapatitdari Gipsum Alam Kulon Progo, Prociding Seminar Nasional Perkembangan Riset danTeknologi di Bidang Industri ke-13 UGM Jogjakarta.
1MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 1 - 5ISSN 1411-4348
2D ELASTICITY ANALYSISWITH BOUNDARY ELEMENT METHOD
SupriyonoDepartement of Mechanical Engineering, Faculty of Engineering,
Muhammadiyah University of Surakarta.Email: [email protected]
ABSTRACT
In this paper, a boundary element method for 2D elasticity analysis is presented.The formulations are also presented. Numerical integration is applied to solve theboundary integral equation obtained from the formulation. Quadratic isoparametricelements are used to represent the variation of a variable along an element. Severalexamples are presented to demonstrate the validity and the accuracy of the method.
Keywords: elasticity-numerical integration-isoparametric element-boundaryelement method.
IntroductionIn general, there are three popular
numerical methods used in practical problems,the Finite Difference Method (FDM), the FiniteElement Method (FEM) and the BoundaryElement Method (BEM). FDM and FEM arecalled domain methods as the discretization ofthe domain is required. On the other hand, theBEM (Brebbia, 1984) is known as a boundarytype method. The most interesting feature of theBoundary Element Method (BEM) is that onlythe boundary of the model needs to bediscretized, thus the dimensionality of the problemis reduced by one. It means that for two-dimensional problems, only the line-boundary ofthe domain needs to be discretized into elements,and for three-dimensional problems only thesurface of the problem need to be discretized(see Fig. 1). Further advantages can be found inthe continuous modelling of the interior andusually a coarser discretization is neededcompared to Finite Element Method meshes. TheBEM’s applicability at present is not as wideranging as FEM, however the method hasbecome established as an effective alternative to
FEM in several important areas of engineeringanalysis.
Figure 1. BEM vs FEM mesh in 2D
The BEM formulations can be divided intotwo different but closely related categories. Thefirst and perhaps the most popular is the so-calleddirect formulation, in which the unknownfunctions appearing in the formulation are actualphysical variables of the problem. In elasticitythese unknown functions are the displacement andtraction fields. The other approach is called theindirect formulation, in which unknown functionsare represented by fictitious source densities.Once these source densities are found, the values
2 2D Elasticity Analysis with Boundary Element Method oleh Supriyono
of the physical parameters can be obtained bysimple integrations.
The fundamentals of the BEM can betraced back to classical mathematical formu-lations by Betti (1872), Somigliana (1886),Fredholm (1903), and Mikhilin (1957), Theworks by Fredholm and Mikhilin were forpotential problems, whereas the works of Bettiand Somigliana dealt with elasticity problems.The development of the formulations in thecontext of boundary integral equation is due toJaswon (1963), Massonnet (1965), Hess andSmith (1967), Rizzo (1967) and Cruse (1969).Cruse was the first one who introduced three-dimensional elastostatics in boundary elementmethod. The work of Lachat and Watson (1976)is perhaps the most significant early contributiontowards BEM becoming an effective numericaltechnique. They developed an isoparametricformulation similar to those used in the FEM anddemonstrated that BEM can be used as aneffective tool for solving problems with complexconfiguration. Since these early contributions ofthe BEM, much progress has been made in manydifferent applications. Several authors havewritten text books on BEM, such as Aliabadi(2001), Brebbia (1992), Banerjee(1992),Becker (Becker1992), and Wrobel (2001).
This paper presents the application ofBEM to two dimensional (2D) elastostaticproblems. Throughout this paper, the cartesiantensor notation is used, with the Latin indicesvarying from 1 to 2.
Displacement and Stress Integral EquationsApplications BEM in solid mechanics are
based on the Somigliana’s identities. Somigliana’sidentity for displacements in 2D elasticity problemsstates that the displacements at any points X’[ui(X’)] belonging to domain (X’Є V) to theboundary values of displacement [uj(x)] and traction[tj(x)] can be expressed as (Aliabadi, 2001):
∫ ∫−=S S
jijjiji dSxuxXTdSxtxXUXu )(),'()(),'()'( (1)
where, Uij(X’,x) and Tij(X’,x) are calledfundamental solutions representing a displace-
ment and a traction in the j direction at point xdue to a unit point force in the i direction at pointX’. These fundamental solutions can be found inAliabadi (2001).
Equation (1) is valid for any source pointswithin domain (X’Є V), in order to find solutionson the boundary points, it is necessary toconsider the limiting process as X’→x’ S. Thelimiting process can be found in many text book,for examples Aliabadi (2001), Brebbia (1992),Banerjee(1992), Becker (Becker1992), andWrobel (2001). After limiting process, boundarydisplacement integral equations can be expressedas
∫ ∫−=S S
jijjijiij dSxuxxTdSxtxxUxuxC )(),'()(),'()'()('( (2)
where, Cij(x’) is free term that is Cij(x’)=äij(x’)+áij(x’), for smooth boundary the freeterm is 0.5.
The Somigliana’s identity for stresses can beexpressed as
∫ ∫−=S S
kijkkijkij dSxuxXTdSxtxXUX )(),'()(),'()'(σ (3)
where, Uijk(X’,x), Tijk (X’,x) are calledfundamental solutions and can be found in thesame text book as mentioned above.
As equation (1), equation (3) is valid forany source points within domain (X’Є V), to findstresses on the boundary, two methods areavailable. The first commonly called as indirectapproach relies on using recovered boundarytractions and displacements obtained from theBEM solutions using equation (2). The tangentialstrains are calculated by differentiation ofequation (2) and then the strains are convertedby Hooke’s law and Cauchy’s formula to havethe stresses. The second method is called directapproach. The stresses can be obtain by limitingprocess of equation (3) as X’→x’ S. Thismethod is complicated and will includehypersingular integral due to the limiting process.The first approach is the most pupolar andeconomical. The details of the formulations ofthe first approach can be found in Aliabadi(2001).
3MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 1 - 5ISSN 1411-4348
Dicretization and System of EquationIn order to solve equation (2), a numerical
method is implemented as analitic solution isalmost impossible due to complexity of theequation. The boundary S is discretized into Neusing quadratic isoparametric elements as canbe seen in Figure 2.
Figure 2. Discretization
In this formulation, boundary parameterxj, the unknown boundary values of dis-placements uj and tractions tj are approximatedusing interpolation function, in following manner:
∑=
=3
1)(
α
αα ξ jj xNx
∑=
=3
1)(
α
αα ξ jj uNu
∑=
=3
1)(
α
αα ξ jj tNt (4)
The shape functions Ná are defined as
)1(21
1 −= ξξN
)1)(1(2 ξξ +−=N
)1(21
3 += ξξN (5)
Substituting equation (4) and equation (5)into equation (2), one gets (the integrations onthe boundary S):
∫ ∑∑ ∫= = −
=S
Ne
n
nijjjij dJNxxTudSxuxxT
1
3
1
1
1
)()())(,'()(),'(α
αα ξξξξ
∫ ∑∑ ∫= = −
=S
Ne
n
nijjjij dJNxxUtdSxpxxU
1
3
1
1
1
)()())(,'()(),'(α
αα ξξξξ (6)
where, Ne is the number of elements on the boun-daries S and Jn is the Jacobian transformations.
After discretization and point collocationon the boundary the equations (6) can be writtenin the matrix form as
[ ]{ } [ ]{ }tGuH = (7)
where [H] and [G] are the well-known boundaryelement influence matrices. {u}, {t}, are the dis-placement and the traction rate vectors on theboundary.
After imposing boundary condition,equations (7) can be written as
[ ]{ } { }fxA = (8)
where, [A] is the system matrix, {x} is theunknown vector and {f } is the vector ofprescribed boundary values.
In similar way, the stress integral equationsof equations (3) can be presented in matrix form as
[ ] [ ]{ } [ ]{ }uHtG −=σ (9)
At this point, it can be seen that thestresses at internal points are calculated usingequation (9) after the boundary values ofdisplacements and tractions are found fromequation (8).
ExamplesIn order to show the accuracy and the
validity of the method presented above,examples are shown as follows:
Figure 3. Distribution of normal stressalong the cross section of cantilever beam
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
-1.50E+05 -1.00E+05 -5.00E+04 0.00E+00 5.00E+04 1.00E+05 1.50E+05Sigma xx
poin
t-th
alon
g cr
oss
sect
ion
4 2D Elasticity Analysis with Boundary Element Method oleh Supriyono
Figure 4. Distribution of shear stressalong the cross section of cantilever beam
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0.00E+00 2.00E+03 4.00E+03 6.00E+03 8.00E+03 1.00E+04 1.20E+04 1.40E+04 1.60E+04
Sigma xy
poin
t-th
alo
ng c
ross
sec
tion
ConclusionSome points can be drawn from the pre-
sentation above:1. The most interesting feature of BEM is
reducing dimensionality of the problem by one.
REFERENCES
Aliabadi, M.H., The Boundary Element Method, vol II: application to solids and structures, Chichester,Wiley (2001).
Banerjee, P.K., The Boundary Element Method in Engineering, McGraw-Hill, New York (1992).
Becker, A., The Boundary Element Method in Engineering, McGraw-Hill, London (1992).
Betti, E., Teoria dell’elasticita’, Il Nuovo Cimento, 7-10, (1872).
Brebbia, C.A., Dominguez, J., Boundary Elements, an Introductory Course, 2nd edition,Computational Mechanics Publication, Southampton, McGraw-Hill Book Company, NewYork, (1992).
Cruse, T.A., Numerical solutions in three-dimensional elastostatics, International Journal of Solidsand Structures, 5, 1259-1275, (1969).
Fredholm, I., Sur une classe d’equatios fonctionelles, Acta Mathematica, 27, 365-390, (1903).
Hess, J.L., and Smith, A.M.O., calculation of potential flows about arbiratry bodies, Progress inAeronautical Sciences, 8, Perganon Press, (1967).
Jaswon, M.A., Integral equation method in potential theory, I, Proceeding of the Royal Society ofLondon, Series A, 275, 23-32, (1963).
Lachat, J.C., Watson, J.O., Effective numerical treatment of boundary integral equations, InternationalJournal for Numerical Methods in Engineering, 10, pp.991-1005, (1976).
0.00E+00
5.00E+03
1.00E+04
1.50E+04
2.00E+04
2.50E+04
3.00E+04
0 2 4 6 8 10
Point-th arround the hole
Sigm
a vo
n M
ises
Cir-Ex Fully Modelled
NE.GT.1st one
Smaller diameter
larger diameter
Figure 5. Stress distribution of circularexcavation plate due to tension
(The points was taken in the y directionalong side the diameter of the hole)
2. The discretization technique of BEM is thesame as FEM discretization.
3. BEM has become established as an effectivealternative to FEM in several important areasof engineering analysis..
5MEDIA MESIN, Vol. 9, No. 1, Januari 2008, 1 - 5ISSN 1411-4348
Massonnet, C.E., Numerical use of integral procedure, In Stress Analisys, Chapter 10, 198-235,Wiley, London, (1965).
Mikhilin, S.G., Integral Equation, Pergamon Press, London, (1957).
Rizzo, F.J., An integral equation approach to boundary-value problems of classical elastostatics,Quarterly Journal of Applied Mathematics, 25, 83-95, (1967).
Somigliana, C., Sopra l’equilibrio di un corpo elastico isotropo, Il Nuovo Cimento, serie III, vol.20,81-185,(1886).
Wrobel, L.C., The Boundary Element Method, vol I: applications in thermo-fluids and acoustics,Chichester, Wiley (2001).