PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu...

374
i ISBN: 978-602-14594-0-9 PROSIDING Peran Kepemimpinan dan Inovasi Penduduk Lokal dalam Pengembangan Ekowisata Universitas Widyagama Malang 12 Nopember 2013 Diselenggarakan oleh FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013

Transcript of PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu...

Page 1: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

i

ISBN: 978-602-14594-0-9

PROSIDING

Peran Kepemimpinan dan Inovasi Penduduk Lokaldalam Pengembangan Ekowisata

Universitas Widyagama Malang12 Nopember 2013

Diselenggarakan olehFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BRAWIJAYA2013

Page 2: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

i

ISBN: 978-602-14594-0-9

PROSIDINGSEMINAR NASIONAL EKOWISATA

Peran Kepemimpinan dan Inovasi Penduduk Lokaldalam Pengembangan Ekowisata

Universitas Widyagama Malang12 Nopember 2013

Diselenggarakan olehFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2013

Page 3: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

ii

SEMINAR NASIONAL EKOWISATAPERAN KEPEMIMPINAN DAN INOVASI PENDUDUK LOKAL

DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA

Penanggungjawab:Dekan Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Editor:Iwan Nugroho

SoemarnoLuchman Hakim

Rita HanafieWiwin PurnomowatiEvi Nurifah Julitasari

SudiyonoFrida Dwi Anggraeni

Diselenggarakan olehFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2013

Page 4: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

iii

Katalog Dalam Terbitan

Prosiding: SEMINAR NASIONAL EKOWISATAPeran Kepemimpinan dan Inovasi Penduduk Lokal dalam PengembanganEkowisata

Fakultas Pertanian Universitas Widyagama MalangBadan Penerbitan Universitas Widyagama Malangxiv - 296 hal.; 20x25 cm

ISBN 978-602-14594-0-91. Ekowisata2. Peran Kepemimpinan dan Inovasi Penduduk Lokal dalam Pengembangan

Ekowisata

Editor:Prof. Dr. Ir. Iwan Nugroho, MSProf. Dr. Ir. Sumarno, MSDr. Luchman Hakim, MAgr.MScDr. Ir. Rita Hanafie, MPDra. Wiwin Purnomowati, MSiDr. Evi Nurifah Julitasari, SP, MPIr. Sudiyono, MPFrida Dwi Anggraeni, STP, MSc

Perancang Sampul:Santoso, SP

Diterbitkan oleh:Badan Penerbitan Universitas Widyagama MalangJl. Borobudur 35 Malang 65128Tlp. 0341-492282Fax. 0341-496919

Page 5: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

iv

Website: http://www.widyagama.ac.id

-----------------------------------------------Makalah-makalah dalam buku ini telah disampaikanpada Seminar Nasional Ekowisata dengan tema Peran Kepemimpinan dan InovasiPenduduk Lokal dalam Pengembangan Ekowisatadi Universitas Widyagama Malang

Page 6: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

v

12 Nopember 2013

UCAPAN TERIMA KASIH

Atas terselenggaranya kegiatan Seminar Nasional Ekowisata dengan tema PeranKepemimpinan dan Inovasi Penduduk Lokal dalam Pengembangan Ekowisata ini, ucapanterima kasih dan penghargaan diberikan kepada:1. Direktur Jendral Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata dan

Ekonomi Kreatif Republik Indonesia2. Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung

Kementerian Kehutanan Republik Indonesia3. Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik

Indonesia4. Bupati Malang5. Ketua Yayasan Pembina Pendidikan Indonesia Widyagama Malang6. Rektor Universitas Widyagama Malang7. Direktur Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang8. Kepala Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru9. Kepala Balai Taman Nasional Meru Betiri10. Pimpinan Bank Jatim Cabang Batu11. Bapak H. Sambari Halim Radianto12. Pimpinan Radar Malang13. Pembina Masyarakat Ekowisata Rajegwesi Banyuwangi14. Presiden Komisaris PT Tiga Mulia Abadi15. Pimpinan Koperasi Desa Wisata Candirejo Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang16. Pimpinan De’Wiga Regency17. Pimpinan PT. Agiya Kenyar

Semoga bantuan dan partisipasi yang telah diberikan mendapat balasan berlimpahdari Allah Tuhan Yang Maha Kuasa dan kegiatan ini membawa manfaat bagi kita semuanya.

Page 7: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi WabarakatuhSalam sejahtera bagi kita semuaSalam Ekowisata

Yth. Rektor Universitas Widyagama MalangYth. Direktur Program Pascasarjana Universitas Brawijaya MalangYth. Para Keynote Speaker, pemateri utama dan pemakalahPara undangan dan peserta seminar yang kami hormati

Pertama-tama puji syukur kami panjatkan ke hadlirat Allah Tuhan Yang Maha Kuasa,karena hanya atas ijin Nya maka Seminar Nasional Ekowisata ini dapat diselenggarakan.

Sumber daya alam dan lingkungan, merupakan satu kekayaan budaya nusantara yangmemiliki nilai ekonomi manakala kita mampu mengolah dan mengelolanya secara kreatifdengan kemampuan entrepreneur. Mengelola obyek wisata yang berasal dari sumber dayaalam dan lingkungan secara profesional dan terlatih identik dengan memberikan pendidikankepada masyarakat karena di dalamnya terdapat upaya mempertahankan warisan budaya,pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan konservasi sumber dayaalam dan lingkungan tersebut.

Seminar ini bertujuan untuk memperoleh pengalaman empirik tentang perankepemimpinan dan inovasi penduduk lokal dalam pengembangan jasa ekowisata. Denganpengalaman empirik ini diharapkan dapat disusun dan dikembangkan strategi kepemimpinandan inovasi penduduk lokal dalam pengembangan jasa ekowisata. Melalui seminar ini dapatdisebarluaskan informasi kepada berbagai pihak dari berbagai bidang ilmu sehingga dapatterjalin sinergi guna meningkatkan kuantitas dan kualitas pengelolaan lingkungan hidupdalam kemasan ekowisata.

Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti,pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah di Indonesia, antara lainPekanbaru, Denpasar, Palu dan masih banyak lagi. Adalah suatu kehormatan besar bagikami menjadi tuan rumah bagi tamu-tamu yang telah hadir dari tempat-tempat yang cukupjauh tersebut. Kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada parapeserta seminar.

Makalah yang kami terima kami akui tidak banyak. Kenyataan ini menjadi tantangantersendiri bagi kita bersama bagaimana ke depan dapat meningkatkan animo masyarakatluas terhadap ekowisata ini sehingga muncul banyak tulisan, gagasan dan hasil penelitianyang akan memperkaya khasanah pengembangan ekowisata di tanah air.

Kami laporkan pula bahwa mengawali kegiatan Seminar Nasional ini telah pula diadakanpameran foto wisata yang diharapkan mampu memberikan informasi kepada masyarakatbahwa Nusantara kita ini memiliki banyak sekali obyek wisata, yang sudah dikelola denganbaik maupun yang masih perawan tetapi memiliki sisi eksotisme yang cukup menjual.

Kami mengucapkan terima kasih yang tak berhingga kepada para keynote speaker dannara sumber yang telah hadir memenuhi undangan kami. Ucapan terima kasih juga kami

Page 8: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

vii

sampaikan kepada pendukung kegiatan ini, yaitu Bank Jatim Cabang Batu, Radar Malangdan partisipan lain yang memberikan support dalam kegiatan ini. Tak lupa kepada segenappanitia yang telah bekerja keras mempersiapkan penyelenggaraan kegiatan ini.

Kami sudah berupaya maksimal mengemas kegiatan Seminar Nasional Ekowisata inisedemikian rupa, namun manakala masih ditemukan hal yang kurang berkenan, maka atasnama penyelenggara, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga kegiatan inimembawa manfaat bagi kita sekalian.

Akhir kata, semoga Allah Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan rahmat danhidayah Nya kepada kita sekalian.Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Malang, 11 Nopember 2013Panitia Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Ttd

Dr. Ir. Rita Hanafie, MPNIP. 196202051989032002

Page 9: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

viii

SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS PERTANIAN

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yth. Ketua Yayasan Pembinan Pendidikan Indionesia Widyagama MalangYth. Rektor Universitas Widyagama Malang beserta jajarannyaPara Pembicara Seminar Nasional EkowisataPara Dekan di Lingkungan Universitas Widyagama MalangPara peserta dan undangan sekalian yang berbahagia

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat danhidayah Nya kepada kita sekalian sehingga kita bisa bertemu di tempat ini.

Shalawat serta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberipernerahan kepada ummatnya.

Hadirin sekalian yang berbahagia,Pada hari ini, Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang menyelenggarakan

salah satu kegiatan akademik yaitu Seminar Nasional Ekowisata. Kegiatan ini merupakanwujud kepedulian perguruan tinggi khususnya Universitas Widyagama Malang terhadapmasyarakat dan pemerintah.

Melalui kegiatan ini diharapkan lahir konsep-konsep atau pemikiran dari para pesertaseminar bagaimana cara melibatkan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannyamelalui ekowisata. Saat ini banyak potensi-potensi ekowisata di masyarakat yang belumdioptimalkan karena ketidakmampuan masyarakat membaca peluang dan bagaimanamemanfaatkan peluang itu bagi kesejahteraannya. Oleh karena itu, besar harapan kami,melalui forum ini akan dihasilkan suatu rekomendasi yang bisa dijadikan rujukan untukpeningkatan ekowisata di indonesia.

Hadirin sekalian yang kami hormati,Seminar ini melibatkan berbagai elemen diantaranya perguruan tinggi, instansi

pemerintah dan swasta yang terkait dengan ekowisata, lembaga swadaya masyarakat danpara pemerhati serta praktisi ekowisata yang ada di Indonesia. Pada kesempatan ini kamimengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu atas kehadiran dan partisipasinya dalamkegiatan seminar ini. Mudah-mudahan partisipasi tersebut menjadi amal Bapak/Ibu sekaliankepada masyarakat dan bangsa ini.

Kami juga menyampaikan teriam kasih kepada semua pihak yang telah membantu bagiterselenggaranya kegiatan ini. Kepada seluruh panitia yang telah menyiapkan acara inisehingga bisa terselenggara dengan baik. Kepada Yayasan Pembina Pendidikan IndonesiaWidyagama Malang dan Rektor Universitas Widyagama Malang beserta jajarannya yangtelah memfasilitasi kegiatan ini. Kepada Pimpinan Bank Jatim Cabang Batu, Pimpinan RadarMalang dan Pimpinan De’Wiga, kami menyampaikan terima kasih atas dukungannya padaacara ini. Khusus kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Iwan Nugroho, MS sebagai dosen FakultasPertanian, kami menyampaikan terima kasih atas semua bantuannya sehingga acara ini bisaterlaksana.

Page 10: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

ix

Saya atas nama pimpinan fakultas dan seluruh sivitas akadermika mohon maaf apabiladalam persiapan, penyambutan dan selama pelaksanaan seminar ini ada kekurangan disanasini dan kurang berkenan di hati Bapak/Ibu sekalian.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Malang, 11 Nopember 2013Dekan Fakultas PertanianUniversitas Widyagama Malang

ttd

Dr. Ir. Moh. Su’i, MP

Page 11: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

x

SAMBUTAN REKTOR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,Selamat pagi dan salam sejahteraSalam Ekowisata

Marilah kita panjatkan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberi kasih sayang,nikmat dan karuniaNya sehingga hari ini bisa hadir bersama dalam keadaan sehat wal afiat.Saya menyampaikan selamat datang di Universitas Widyagama Malang khususnya kepadaBapak Bupati, pembicara dan peserta seminar.

Hari ini adalah hari yang istimewa bagi Universitas Widyagama Malang. Hari ini kamidan panitia dapat menyelenggarakan kegiatan akademik berskala nasional, yangbertemakan pengembangan ekowisata. Kegiatan akademik ini yang memiliki poin tinggidalam penyelenggaraan mutu Universitas, Fakultas dan Program Studi. Yang lebihmembanggakan tentu adalah partisipasi yang tinggi dari pemateri, penulis naskah danpeserta yang hadir pada hari ini.

Sebagai perkenalan, saya sampaikan bahwa Universitas Widyagama Malang sudahdirintis pendiriannya sejak tahun 1971. Lembaga ini didirikan oleh Yayasan PembinaPendidikan Indonesia Widyagama Malang, yang saat ini diketuai oleh Prof. HA MukthieFadjar, SH, MS. Beliau adalah mantan hakim konstitusi pada MKRI (jabatan terakhir sebagaiWakil Ketua MKRI). Pada awal berdirinya, lembaga ini masih berbentuk Akademi Bank,kemudian berubah menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi. Pada tahun 1985, lembaga iniresmi berbentuk Universitas dengan empat Fakultas, yakni Ekonomi, Hukum, Pertanian danTeknik. Saat ini Universitas Widyagama Malang memiliki 14 program studi baik Diploma,Sarjana maupun Magister.

Sejalan dengan perkembangan waktu, Universitas Widyagama terus mengembangkanpotensi dan kompetensinya. Universitas ini memiliki identitas sebagai Universitas Riset danKewirausahaan. Produk ilmiah dari identitas itu sudah terbukti melalui luaran akademik paradosen, mahasiswa, atau kelembagaan. Seminar pada hari ini adalah salah satu proses danluaran kompetensi para dosen khususnya di bidang ekowisata. Universitas ini sudahmemiliki kompetensi dalam keilmuan ekowisata. Matakuliah Ekowisata diberikan padaprogram studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, sejak tahun 2003.

Seminar pada hari ini memiliki harapan besar bukan hanya untuk menyajikan konsepdan pengetahuan umum, tetapi juga menemukan kebutuhan-kebutuhan riil penduduk lokaldalam pengembangan jasa ekowisata. Kita semua sepakat bahwa ekowisata dapat menjadialternatif bagi pembangunan ekonomi di desa, sekaligus untuk konservasi budaya danlingkungan. Petani perlu menguasai ketrampilan ekowisata, punya kemampuankewirausahaan ekowisata, memiliki jiwa kepemimpinan, dan mengorganisasikannya agarmemberi manfaat kesejahteraan. Semua pihak perlu mendorong hal tersebut agar penduduklokal atau petani menjadi berdaya sebagai pelaku Jasa ekowisata.

Saya mengucapkan selamat berseminar kepada seluruh peserta. Universitasmengucapkan terimakasih kepada panitia, dan Dekan Fakultas Pertanian atas kerja kerasdan kesungguhannya sehingga acara ini berjalan lancar. Ucapan terimakasih jugadisampaikan kepada sponsor yang telah mendukung acara ini.

Page 12: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

xi

Semoga Allah SWT membalas amal kebaikan, melindungi dan membimbing langkahkita semuanya. Amin

Billahit taufik wal hidayahWassalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh

Prof. Dr. Ir. Iwan Nugroho, MS

Page 13: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

xii

DAFTAR ISI

UCAPAN TERIMA KASIH v

KATA PENGANTAR vi

SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS PERTANIAN viii

SAMBUTAN REKTOR UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG x

DAFTAR ISI xii

1. PERAN KEPEMIMPINAN DAN INOVASI DALAM PENGEMBANGANKEWIRAUSAHAAN EKOWISATA BERBASIS PENDUDUK LOKAL. Iwan Nugrohodan Purnawan D Negara

1

2. INOVASI PENGEMBANGAN DESTINASI WISATA. Luchman Hakim 21

3. PERAN KEPEMIMPINAN DAN INOVASI DALAM PENGEMBANGAN PERKREDITANBERBASIS KELEMBAGAAN KASUS SUBAK GUAMA TABANAN BALI. Anak AgungNgurah Bagus Kamandalu dan I Gusti Komang Dana Arsana

39

4. PERAN KEPEMIMPINAN DAN INOVASI LOKAL DALAM PENGEMBANGANEKOWISATA: Studi Kasus Desa Tambaksari, Kecamatan Purwodadi, KabupatenPasuruan, Jawa Timur. Rukavina Baksh

40

5. KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI TANJUNG ENU TERHADAPPENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR. Yulianti Kalaba, Lien Damayanti, JamesWalalangi dan Erny Sirappa

51

6. PERANAN TEKNOLOGI UNTUK MEMAJUKAN KELEMBAGAAN SUBAK BERBASISEKOWISATA DI TABANAN BALI. I Gusti Komang Dana Arsana dan I WayanAlit Artha Wiguna

61

7. MEMASARKAN EKOWISATA BANYUWANGI YANG BERORIENTASI WISATAALAM, PRODUK KHAS DAN ETNIS OSING BANYUWANGI, JAWA TIMUR. Ismini

76

8. PERANCANGAN MANGROVE REHABILITATION CENTER KRAKSAAN –PROBOLINGGO DENGAN KONSEP EKOWISATA. M Nelza Mulki Iqbal

94

9. FESTIVAL BUDAYA LEMBAH BALIEM SEBAGAI AJANG PROMOSI UNTUKMENINGKATKAN WISATAWAN DI KABUPATEN JAYAWIJAYA PAPUA. ErinusMosip

112

10. BALI DAN PAPUA DI GARIS DEPAN GLOBAL: REFLEKSI EKOLOGI DANPARIWISATA. I Ngurah Suryawan

120

11. FUNGSI IZIN DALAM PNGENDALIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DIDAERAH. Fatkhurohman

130

12. PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK MENUNJANG PARIWISATA.Hidayat Bambang S

142

13. PENGEMBANGAN WISATA SECARA BERKELANJUTAN BERBASISKELEMBAGAAN DI GUGUS PULA SAPEKEN. Romadhon A

157

Page 14: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

xiii

14. STRATEGI PENGEMBANGAN DESA WISATA DALAM KERANGKA KONSEPAGROPOLITAN MENUJU SUSTAINABLE DEVELOPMENT & ENVIRONMENT.Rikawanto Eko M

171

15. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG WANAWISATA HUTAN KERA NEPA SAMPANGPASCA TERBUKANYA AKSE JEMBATAN SURAMADU. Ihsannudin

180

16. KONSEP SMART CITY MENDUKUNG PENGEMBANGAN PARIWISATA KOTAMALANG. Wiwin Purnomowati

190

17. PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN DANIMPLIKASINYA PADA PENINGKATAN KUNJUNGAN WISATA (Studi Empirikpada Obyek Wisata di kota Batu). Wahju Wulandari dan DharmayantiPrihandini

202

18. MENGGAGAS PAKET EKOWISATA KOTA MALANG SEBAGAI SALAH SATUMEDIA PEMBELAJARAN BAGI MASYARAKAT. Kun Aniroh M Gunadi

217

19. PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN ANTI GEMUK SEBAGAI DAYA TARIKWISATAWAN. Sukamto

228

20. PENGELOLAAN DESA WISATA SEHAT DALAM RANGKA PELESTARIANKERAGAMAN HAYATI GULMA BIOFARMAKA. Untung Sugiarti dan RikawantoEko M

240

21. PENUMBUHAN WIRAUSAHA BARU INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMANBERBAHAN BAKU PANGAN LOKAL SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGANPARIWISATA DAERAH. Rita Hanafie

247

22. KONTRIBUSI PENDAPATAN BUDIDAYA TERPADU DI LAHAN KERING DATARANRENDAH BERIKLIM KERING TIANYAR TIMUR KARANGASEM BALI. I GustiKomang Dana Arsana

256

23. WISATA KULINER SEBAGAI PENUNJANG DESA EKOWISATA. Enny Sumaryati 268

24. PENGEMBANGAN DESA WISATA DI INDONESIA BERBASIS SISTEMPERTANIAN ORGANIK. Ririen Prihandarini

277

25. ANALISIS STRATEGIS POTENSI SUMBER DAYA ALAM DI KAWASAN PESISIRRAJEGWESI BANYUWANGI DALAM PENGEMBANGAN MODEL EKOWISATAHasan Zayadi dan Luchman Hakim

291

26. TENGGER DALAM PUSARAN INDUSTRIALISASI PARIWISATA: SEBUAHREFLEKSI KEBIJAKAN PARIWISATA YANG BERPOTENSI MENIMBULKAN EROSIKULTURAL DAN DAMPAK EKOLOGI Purnawan D. Negara

305

27. POLA PEMBINAAN DAN PENDAMPINGAN KELOMPOK JASA PEMANDU WISATAGUNUNG BROMO Bambang Supriadi

327

28. PAKET WISATA ASEAN SEBAGAI SALAH SATU STRATEGI DALAMMEWUJUDKAN ASEAN SEBAGAI TUJUAN WISATA TUNGGAL (SINGLEDESTINATION) Hapsari Setyowardhani

341

Page 15: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

1

PERAN KEPEMIMPINAN DAN INOVASIDALAM PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN EKOWISATA

BERBASIS PENDUDUK LOKAL

Iwan Nugroho dan Purnawan D Negara

Program Studi Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas Widyagama MalangProgram Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Widyagama Malang

Email: [email protected]

ABSTRAK

Kepemimpinan dan inovasi memberikan pengaruh signifikan dalam pengembangankewirausahaan jasa ekowisata berbasis penduduk lokal. Kepemimpinan dan inovasi dapatmengawal visi konservasi, dan meningkatkan partisipasi penduduk lokal, sertamengembangkannya untuk memberikan nilai tambah ekowisata. Hasil studi penulismenunjukkan bahwa kepemimpinan di desa Ngadas belum berfungsi optimal memotivasipembentukan organisasi ekowisata. Kepemimpinan belum menjamin tercapainya visikonservasi dan kesejahteraan. Sementara itu, kepemimpinan di Rajegwesi mampumenjalankan visi dan misi konservasi lingkungan. Kepemimpinan dalam organisasi MERmenghasilkan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan inovasi ekowisata. Fenomenakepemimpinan ekowisata di desa Candirejo berfungsi optimal. Jasa ekowisata Candirejodikelola oleh masyarakat secara mandiri dalam manajemen koperasi dan mampumenyajikan produk dan jasa ekowisata yang inovatif dan berkualitas, serta menarik jumlahpengunjung yang signifikan, khususnya wisatawan asing. Hal ini dapat memperkaya studipengelolaan ekowisata. Selama ini, pengelolaan ekowisata senantiasa dihubungkan denganstandar pengelolaan oleh taman nasional. Ekowisata Candirejo termasuk yang dipandangberhasil sekalipun berada di luar pengelolaan taman nasional. Implementasi perankepemimpinan dan inovasi dalam pengembangan kewirausahaan jasa ekowisata dinyatakanmelalui strategi sebagai berikut: (i) produksi dan partisipasi, dengan penekanan kepadaiIdentifikasi produk dan jasa, produk unggulan, inovasi produk, manajemen produk, dansocial entrepreneur; (ii) promosi dan kerjasama, menekankan kepada segmentasi pasar,kerjasama (networking), dan pengembangan media promosi; (iii) pendidikan konservasi,dengan fokus kepada interpretasi, komunikasi, dan kemasan program (budidaya, mengolah,memperingati); (iv) manajemen dan organisasi, yakni dengan pembentukan danpenguatan organisasi, keterlibatan DMO, dan inovasi kegiatan.

Kata kunci: kepemimpinan, inovasi, ekowisata, penduduk lokal, Ngadas, Bromo, MeruBetiri, Candirejo

Page 16: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

2

ABSTRACT

The requirement for leadership and innovation in entrepreneurship development ofecotourism services is very significant. The leadership and innovation can guardconservation visions, increase the participation of local people, and provide an economicvalue-added. Ecotourism organization (process and management) will guide ecotourismentrepreneurship learning through leadership and innovation roles. Author’s study showedthat the leadership in the Ngadas village does not operate optimally to motivate theestablishment of ecotourism organization. The ecotourism services develop naturally,unplanned and uncontrollable and does not assure a vision for the conservation and welfare.In Rajegwesi, the leadership is able to identify substance, vision and mission ofenvironmental conservation. The leadership in Rajegwesi Ecotourism Society (MER) undersupervision TNMB was able to develop a variety of innovative products and services, to dobusiness development and to increase the added value of ecotourism. The ecotourismleadership in the Candirejo village function optimally. The ecotourism services thatindependently managed by the community in the management of 'cooperative' is able topresent an innovative products and services in the ecotourism activities. It also attracts asignificant number of visitors, especially foreign tourists. This phenomenon can enrich thestudy of ecotourism management. During this time, the management of ecotourism is alwaysassociated with the standard management of the national park. The Candirejo ecotourismconsidered as a successful model even outside the national park management.Implementation of the role of leadership and innovation in entrepreneurship development ofecotourism services is expressed through the following strategies : (i) production andparticipation, with emphasis on identification of products and services, excellent products,product innovation, production management, and social entrepreneur; (ii) the promotion andco-operation, emphasis on market segmentation, cooperation (networking), and thedevelopment of promotional media; (iii) conservation education, with a focus oninterpretation, communication, and program packaging (cultivation, processing,commemorating); (iv) management and organization, namely the formation of andstrengthening the organization, DMO engagement, and innovation activities.

Keywords: leadership, inovation, ecotourism, local people, Ngadas, Bromo, Meru Betiri,Candirejo

PENDAHULUAN

Ekowisata didefinisikan sebagai kegiatan perjalanan wisata yang dikemas secaraprofesional, terlatih, dan memuat unsur pendidikan, sebagai suatu sektor/usaha ekonomi,yang mempertimbangkan warisan budaya, partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal sertaupaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan (Wood, 2002).

Sektor ekowisata mengalami perkembangan signifikan di berbagai belahan dunia(Horton, 2009). Peningkatan kemampuan kewirausahaan jasa ekowisata menjadi kunci bagi

Page 17: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

3

partisipasi dan kesejahteraan penduduk lokal. Penduduk lokal perlu proses pembelajaranagar menguasai kewirausahaan ekowisata (Juma and Timmer, 2003). Dengan demikian,usaha ekowisata dapat dimaknai serupa seperti halnya usaha tani yang dapat memberipekerjaan dan penghidupan, serta menghasilkan pendapatan dan kesejahteraan (Nugroho,2007). Hasil penelitian penulis (Nugroho, Negara dan Nugroho, 2009) memperlihatkanbahwa fenomena kewirausahaan sosial adalah komponen penting lahirnya kewirausahaanekowisata. Usaha ekowisata juga menunjukkan kelayakan ekonomi lebih tinggi dibandingusaha tani (Purnomowati, Nugroho dan Negara, 2012).

Karakter jasa ekowisata adalah klaster (cluster) (Fodor and Sitanyi, 2008a; 2008b)yang senantiasa menempatkan penduduk lokal dalam posisi kurang menguntungkan (Lashand Austin, 2003). Klaster ekowisata merupakan organisasi ekowisata (Prieto, Gilmore andOsiri, 2009) yang diperankan penduduk lokal, lembaga swadaya masyarakat, pelaku swasta,taman nasional dan pemerintah untuk menghasilkan kewirausahaan ekowisata. Klasterekowisata harus diorganisasikan secara cermat untuk menghasilkan pemberdayaankhususnya penduduk lokal (Scheyvens, 1999). Pengembangan ekowisata sering berhadapandengan isyu politik lokal, distribusi kesejahteraan dan partisipasi (Horton, 2009). Isyu inisangat mendasar karena pengembangan ekowisata lebih banyak diinisiasi dan diperankanoleh penduduk luar wilayah atau bahkan oran asing. Ketidakmampuan organisasimengakibatkan konflik antara penduduk lokal dengan penduduk luar wilayah, yang berujungkepada ancaman kerusakan lingkungan ekowisata dan menurunnya kesejahteraan dankemiskinan.

Peningkatan kewirausahaan ditentukan oleh empat domain yakni lingkungan, tim ataukepemimpinan, peluang dan mekanisme organisasi (Coglisera and Brigham, 2004).Kewirausahaan akan melahirkan keunggulan wilayah (Drabenstott, 2006) apabila diperkuatdengan kepemimpinan dan inovasi untuk mengorganisasikan jasa ekowisata. MenurutPrieto, Gilmore and Osiri (2009), kepemimpinan menjalankan berbagai kewajiban organisasidan menyusun prioritas strategis dalam konservasi lingkungan. Kepemimpinanmengembangkan visi (konservasi) lingkungan untuk diimplementasikan ke dalampengawasan ekologi dan perlindungan sumberdaya. Kepemimpinan yang didukung inovasiberperan untuk menggali potensi lokal, berupa inisiatif dan partisipasi dalam rangkamengkontribusi program-program lokal (bottom-up innovation) dalam aspek lingkungan dansosial budaya (Fodor and Sitanyi, 2008a). Inovasi diperlukan untuk memelihara klusterekowisata agar mendistribusikan aliran manfaat kepada penduduk lokal maupun pengunjungdari anasir-anasir perilaku pasar yang mengancam konservasi sumberdaya alam danlingkungan (Raufflet, Berranger and Gouin, 2008).

Praktek dan cerita sukses pengembangan kewirausahaan ekowisata dapat mengambilteladan dari Desa Candirejo, kecamatan Borobudur, kabupaten Magelang. Hasil penelitianpenulis (Nugroho dan Negara, 2012; 2013) memperlihatkan bahwa kepemimpinan dan

Page 18: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

4

inovasi di desa Candirejo terbukti cukup berhasil mengembangkan jasa usaha danmelahirkan kewirausahaan ekowisata. Desa ini menjual lingkungan dan budaya jawa dan‘Borobudur’. Jasa ekowisata dikelola oleh masyarakat secara mandiri melalui koperasi.Model koperasi dan mekanisme organisasi di dalamnya mendukung berfungsinyakepemimpinan, dan sebaliknya memperkuat fungsi koperasi. Inovasi dan kreasi ragam jasalayanan menunjukkan kerjasama seluruh pihak sehingga mampu menjalankan visi dan misiorganisasi untuk mencapai tujuannya, yakni kesejahteraan serta konservasi lingkungan danbudaya. Kunjungan wisatawan manca negara maupun domestik meningkat dengan waktu,mencapai sekitar 3695 orang pada tahun 2011 (Koperasi Desa Candirejo, 2012).Kepemimpinan lebih jauh mampu (i) mengendalikan mutu jasa layanan ekowisata; (ii)mengembangkan komunikasi dan partisipasi; dan (iii) mengembangkan inovasi ekowisatamencakup teknologi, kelembagaan, produk dan jasa ekowisata dan penunjangnya.

Cerita sukses ini sudah barang tentu harus disebarkan dan dinikmati oleh desa-desalainnya. Dengan demikian, petani atau penduduk lokal memiliki pilihan dan ragam produksitidak hanya dari usaha tani, ikan atau ternak, tetapi juga berasal dari usaha jasa wisatamaupun penunjang wisata lainnya. Hal ini pada gilirannya akan menghasilkan insentifuntuk mengkonservasi sistem produksi pertanian, nilai-nilai tradisi dan budaya sertakelestarian lingkungan.

Tulisan ini bertujuan untuk menelaah peran kepemimpinan dan inovasi dalampengembangan kewirausahaan jasa ekowisata berbasis penduduk lokal, dan merumuskanstrategi pengembangan ekowisata.

Kelembagaan EkowisataMengacu kepada UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati

dan Ekosistemnya (UU KSAHE), kawasan konservasi merupakan kawasan dengan sumberdaya alam yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungandengan memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman hayatinya. Konsep danimplementasi ekowisata tidak dapat dilepaskan dari pengembangan kawasan konservasi(protected area). Jasa ekowisata dianggap sebagai salah satu pintu masuk, sebagai suatupendekatan ekonomi, yang menelaah dan mengkaji manfaat sumberdaya alam danlingkungan dalam kaidah-kaidah konservasi. Jasa ekowisata adalah sektor riil terdepan yangmengemas jasa lingkungan dan budaya sehingga menghasilkan manfaat bagi banyakkepentingan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan (Nugroho, 2007).

Kementerian Kehutanan bertanggung jawab untuk mengelola kawasan konservasi diIndonesia, mencakup kurang lebih 375 situs dengan luasan lebih dari 21 juta hektar, setara8.5 persen dari luas daratan. Angka ini masih dibawah ambang 10 persen dari komitmenIndonesia dalam Biodiversity Action Plan. Pengelolaan TN merupakan komponenkonservasi Indonesia yang terbesar dan secara kelembagaan telah dikembangkan dengan

Page 19: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

5

baik. Hingga kini, telah ditetapkan lima puluh taman nasional di seluruh penjuru Nusantara(Tabel 1). Taman nasional tersebut menjadi dasar dari berbagai usaha konservasikeanekaragaman hayati dalam skala nasional maupun internasional (Rothberg, 1999).

Tabel 1. Kawasan Taman Nasional di Indonesia

Jawa1. Karimunjawa 5. Gunung Gede Pangrango a 9. Alas Purwo2. Bromo Tengger Semeru 6. Gunung Halimun 10. Gunung Merapi3. Meru Betiri 7. Kep Seribu 11. Gunung Merbabu4. Baluran 8. Ujung Kulon b 12. Gunung Ciremai

Sumatera1. Gunung Leuser a b 5. Bukit Duabelas 9. Way Kambas2. Siberut a 6. Berbak c 10. Batang Gadis3. Kerinci Seblat b 7. Sembilang 11.Tesso Nilo4. Bukit Tigapuluh 8. Bukit Barisan Selatan b

Kalimantan1. Gunung Palung 4. Bukit Baka-Bukit Raya 7. Kayan Mentarang2. Danau Sentarum c 5. Tanjung Puting a 8. Sebangau3. Betung Kerihun 6. Kutai

Sulawesi1. Bunaken 4. Taka Bonerate 7. Kepulauan Togean2. Bogani Nani Wartabone 5. Rawa Aopa Watumohai 8. Bantimurung -

Bulusaraung3. Lore Lindu a 6. WakatobiBali dan NusaTenggara

1. Bali Barat 3. Komodo a b 5. Laiwangi Wanggameti2. Gunung Rinjani 4. Manupeu Tanah Daru 6. Kelimutu

Maluku danPapua

1. Manusela 3. Teluk Cendrawasih 5. Wasur2. Aketajawe - Lolobata 4. Lorentz b

Keterangan: a Cagar Biosfer, b World Heritage Sites, c Ramsar SitesSumber: Departemen Kehutanan (2006)[http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_index.htm]

Pengembangan jasa ekowisata dalam tingkat pengelolaan oleh taman nasional diIndonesia telah berkembang. Struktur dan fungsi taman nasional memperlihatkankompetensi yang makin baik sebagai berikut:1. Memiliki struktur kelembagaan pengelolaan ekosistem, yang menyelenggarakan

kegiatan-kegiatan pendidikan, penelitian dan pengembangan, dan ketrampilanmelengkapi jasa pariwisata secara umum

2. Memiliki standar dan prosedur sesuai dengan baku mutu pengelolaan lingkungan,keamanan dan kenyamanan

3. Memberi peluang kerjasama internasional, partisipasi pengelolaan oleh operator/swasta,dan pengembangan promosi.

4. Merupakan kawasan konservasi yang dekat dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakatlokal, kelembagaan desa, dan dapat memandu pengembangan kelembagaan serta kearifanlokal (intellectual raw material) yang memberikan manfaat signifikan dalam konservasidan kesejahteraan.

Page 20: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

6

Aktivitas jasa ekowisata di luar wilayah taman nasional juga dapat dikembangkan.Wilayah tujuan ekowisata tersebut biasanya memiliki karakteristik konservasi yang kuat baikdari aspek kehidupan sosial maupun lingkungannya. Kearifan, pengalaman dan nilai-nilaibudaya menyatu dengan lingkungan untuk mendukung kehidupan ekonomi. Wilayah tujuanekowisata itu dapat menjadi bagian dari ekosistem pesisir, lautan, atau daratan; di sekitarkawasan konservasi, desa atau wilayah yang memiliki nilai-nilai khas yang harus diwariskanuntuk generasi mendatang. Dalam RPJMN (2010-2014), pengembangan ekowisata disepanjang wilayah selatan pulau Jawa telah menjadi pilihan dalam arahan percepatanpembangunan perdesaan di dalam kerangka membangun keseimbangan ekonomi wilayahJawa Bali.

Pengembangan ekowisata di luar wilayah taman nasional banyak dikembangkan olehorganisasi masyarakat atau perorangan yang memiliki kompetensi dalam ekowisata. Merekaini biasanya memiliki pengetahuan ekowisata, informasi pasar, modal dan potensi wilayahtujuan ekowisata. Baik secara individual, maupun membentuk jaringan dengan LSM, atauperguruan tinggi, mereka mampu membangun saluran informasi kepada pengunjung melaluiberbagai media. Mereka kemudian mendapat sambutan positif dari penduduk lokal melaluimanfaat sosial, ekonomi dan lingkungan, sehingga seluruh stakeholder ekowisata bersama-sama bertanggungjawab memastikan sustainability sumberdaya ekowisata (Nugroho, 2011).

Saat ini, rencana pengembangan pariwisata (termasuk ekowisata) mengacu PeraturanPemerintah (PP) 50 tahun 2010 tentang Rencana Induk Pembangunan KepariwisataanNasional Tahun 2010 - 2025. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif(Kemenparekraf) sebagai leading sector telah menetapkan 50 Destinasi Pariwisata Nasional(DPN ), dimana 15 DPN dipromosikan melalui program Destination ManagementOrganization (DMO) dalam periode 2010 hingga 2014, yakni Sabang, Toba, Kota Tua,Pangandaran, Borobudur, Bromo-Tengger-Semeru, Batur, Rinjani, Flores, Tanjung Puting,Derawan, Toraja, Bunaken, Wakatobi, dan Raja Ampat. DMO adalah konsep manajementata kelola destinasi pariwisata yang mencakup perencanaan, koordinasi, implementasi, danpengendalian organisasi destinasi secara inovatif dan sistemik melalui pemanfaatan jejaring,informasi dan teknologi, yang terpadu dengan peran serta masyarakat, asosiasi, industri,akademisi dan pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan, volumekunjungan, lama tinggal dan pengeluaran wisatawan serta manfaat bagi masyarakat didestinasi pariwisata (dikutip dari http://www.dmoindonesia.com).

Pemerintah juga menjalankan PNPM Mandiri pariwisata untuk desa wisata dengankriteria: (i) keunikan dan atraksi wisata lingkungan atau budaya, (ii) dukungan akomodasi,homestay, ruang interaksi masyarakat dengan wisatawan/tamu, dan (iii) jumlah kunjunganwisatawan yang signifikan. Pemerintah akan mengembangkan 967 desa wisata di seluruhIndonesia pada tahun 2012, dengan bantuan dana sebesar 150 juta rupiah per desa (AntaraNews, 25 September 2012). Program-program tersebut memiliki dampak signifikan

Page 21: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

7

memperkuat pengembangan wisata di desa. Pengembangan homestay ekowisatadikembangkan melalui program PNPM Mandiri (Peraturan Menteri Kehutanan No P.16/Menhut-II/2011) dikaitkan program Model Desa Konservasi (MDK). MDK diarahkankepada masyarakat miskin, berupa pemanfaatan jasa lingkungan dan hasil hutan bukan kayu.Program ini diimplementasikan secara fleksibel sesuai kondisi lapangan, misalnya bantuanteknologi biogas untuk mengurangi konsumsi kayu bakar; pembinaan organisasi ekowisata,dan bantuan pembangunan dan peningkatan kualitas homestay.

Pemerintah daerah juga telah memiliki panduan pengembangan ekowisata dilandasiprinsip-prinsip (Permendagri No 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman PengembanganEkowisata di Daerah, Pasal 2): (i) kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata; (ii)konservasi; (iii) ekonomis; (iv) edukasi; (v) kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung;(vi) partisipasi masyarakat dan (vii) menampung kearifan lokal (Nugroho, 2010).

Kewirausahaan EkowisataEntrepreneur adalah orang yang mengadopsi suatu ide ke dalam suatu praktek bisnis

atau menghasilkan produk (Juma and Timmer, 2003). Kemampuan seorang enterpreneursedemikian penting di wilayah tujuan ekowisata karena ia dapat menjembatani beragamkepentingan stakeholder, dan menyelesaikan permasalahan dalam kebersamaan dankeberlanjutan manfaat. Kewirausahaan dapat diukur melalui kreatifitas dan inovasi.Kreatifitas adalah memikirkan sesuatu hal yang baru, sementara inovasi adalah membuatsesuatu yang baru. Uraian ini menjelaskan peran faktor individu dalam kewirausahaan.

Konsep kewirausahaan ekowisata lahir dari tantangan mengimplementasikanpembangunan berkelanjutan dilandasi dengan tata nilai masyarakat. Kerangka teori yangmendasari pengembangan kewirausahaan antara lain (i) model ekologi Murphy (Murphy’sEcological Model), yang menekankan kepada pertisipasi, keterlibatan dan pemberdayaanmasyarakat; (ii) teori keterlibatan sosial (Community Attachment Theory), yang menjelaskanpengaruh, kontribusi, dan keterlibatan masyarakat; dan (iii) teori pertukaran sosial (SocialExchange Theory), yang menjelaskan hubungan di antara komponen masyarakat dalammengembangkan kesejahteraan (Kumar, Gill dan Kunasekaran (2012).

Faktor sosial menjadi komponen penting pengembangan kewirausahaan ekowisata.Menurut Juma and Timmer (2003), pembelajaran sosial (social learning) menjadi bagianpenting dimana individu-individu memahami kewirausahaan. Melalui proses pembelajaranpartisipatif terjadi proses transfer pengetahuan sehingga melahirkan distribusi manfaat dankebersamaan pandangan di dalam masyarakat. Menurut CRE (2003), faktor sosialmencerminkan iklim kewirausahaan masyarakat dan dapat menjadi ukuran potensialkewirausahaan individu.

Konsep kewirausahaan pemerintah berhubungan dengan berkembangnya fungsilayanan pemerintah mengikuti kaidah dan cara berpikir bisnis swasta. Pola pikir

Page 22: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

8

entrepreneur dipelopori oleh pimpinan birokrasi untuk menghasilkan perubahan sistembirokrasi yang mendukung kreativitas, inovasi, efektivitas, efisiensi, profesionalitas, danberorientasi pada kepuasan pelanggan (masyarakat). Pada posisi ini, kewirausahaanpemerintah merupakan metamorfosis dari kewirausahaan sosial, dimana pemerintahan yangmenempatkan pelayanan prima kepada masyarakat dan entrepreneur.

Kewirausahaan pemerintah, atau lebih spesifik wirausaha birokrat, tidak berartimembentuk pebisnis di lingkungan pemerintahan, atau menjadikan pemda sebagaiperusahaan yang mengambil untung dari masyarakat. Namun seorang birokrat harusmampu berinovasi melahirkan inovasi kelembagaan antara lain melalui capacity buildingdan perubahan dari cara berpikir birokratik ke entrepreneur. Inovasi kelembagaandikembangkan untuk memfasilitasi pertumbuhan investasi dan lahirnya entrepreneur,misalnya bantuan teknis dan manajemen, dan networking dengan supplier atau pasar(Kumar, Gill dan Kunasekaran, 2012).

Penulis telah melakukan penelitian untuk mengukur uji kewirausahaan individu, sosialdan pemerintah di wilayah TN BTS (Nugroho, Negara, Nugroho, 2009) (Tabel 2). Secarakeseluruhan rata-rata uji kewirausahaan individu adalah 35.84. Kewirausahaan individutertinggi ditemukan di desa Cemorolawang (=38.21), diikuti Ranupane (=36.00) dan Ngadas(=34.45). Menurut CRE (2003), responden di tiga desa tersebut tergolong berjiwaentrepreneur (dalam kisaran 30 hingga 39).

Tabel 2. Nilai Skor Uji Kewirausahaan Individu, Sosial dan Pemerintah

Wilayah Kewirausahaan Individu Kewirausahaan SosialKewirausahaan

PemerintahCemorolawang 38.21 13.69 17.34Ngadas 34.45 13.90 14.36Ranupane 36.00 15.56 15.31Total Wilayah 35.84 14.61 15.33Sumber: Nugroho, Negara dan Nugroho (2009)

Keterangan skor:Uji kewirausahaan individu: skor:0 hingga 9 =Tidak berjiwa entrepreneur; 10 hingga 19=Sedikit berjiwa entrepreneur; 20 hingga 29 =Sebagian berjiwa entrepreneur; 30 hingga 39=berjiwa entrepreneur; 40 hingga 50 =Sangat berjiwa entrepreneurUji kewirausahaan sosial atau pemerintah: skor:0 hingga 5 =Tidak mendukung; 6 hingga10 =Netral; 11 hingga 15 =Setengah mendukung; 16 hingga 20 =Mendukung; 21 hingga 25=Sangat mendukung

Sementara itu, rata-rata skor uji kewirausahaan sosial sebesar 14.61. kewirausahaansosial tertinggi ditemukan di desa Ranupane (=15.56), diikuti Ngadas (=13.90) danCemorolawang (=13.69). Menurut CRE (2003), responden di tiga desa tergolong setengah

Page 23: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

9

mendukung berkembangnya kewirausahaan (kisaran 11 hingga kurang dari 16). Rata-rataskor uji kewirausahaan pemerintah di tiga desa adalah 15.33. Kewirausahaan pemerintahtertinggi ditemukan di desa Cemorolawang (=17.34), diikuti Ranupane (=15.31) dan Ngadas(=14.36). Menurut CRE (2003), responden di desa Cemorolawang mempersepsikanpemerintah mendukung berkembangnya kewirausahaan (kisaran 16 hingga kurang dari 21),sementara di desa Ranupane dan Ngadas, responden mempersepsikan pemerintah setengahmendukung berkembangnya kewirausahaan (kisaran 11 hingga kurang dari 16). Penelitianjuga menghasilkan model struktural kewirausahaan seperti disajikan dalam Gambar 1.Model menunjukkan bahwa kewirausahaan individu dapat diukur dari kewirausahaan sosialdan karakter individu. Hal ini adalah petunjuk awal identifikasi hubungan antara komponenkewirausahaan individu dan kewirausahaan secara umum.

Pengaruh kewirausahaan pemerintah terhadap kewirausahaan individu dapatdijembatani variabel antara kewirausahaan sosial, karakteristik individu dan pengalaman,masing-masing dengan kumulatif koefisien regresi 1.125, 1.005 dan 0.014. Hasil tersebutmenunjukkan bahwa kewirausahaan sosial menjadi jembatan paling kuat bagi pengaruhkewirausahaan pemerintah terhadap kewirausahaan individu, dimana dalam hubunganpengaruh langsung tidak signifikan. Dengan demikian, penelitian ini mampu membuktikanbahwa pengembangan kewirausahaan sosial adalah syarat perlu bagi pemerintah untukmengembangkan kewirausahaan individu jasa ekowisata. Lebih penting dari itu,kewirausahaan pemerintah menjadi modal awal mengawalinya untuk membangun trustkepada masyarakat dan pelaku ekonomi ekowisata.

Pengaruh variabel antara karakteristik individu dalam hubungan kewirausahaanpemerintah terhadap kewirausahaan individu, maupun pengalaman terhadap kewirausahaanindividu; memperlihatkan besaran singnifikan. Implementasi spesifik hubungan ini, sesuaidengan variabel yang diamati, pemerintah berperan dalam pembangunan pendidikan sebagaimedia untuk mengembangkan kewirausahaan individu. Semakin tinggi tingkat pendidikan,akan memperbaiki cara berpikir dan pengetahuan sehingga terjadi pembelajaranberwirausaha.

Penelitian penulis (Purnomowati, Nugroho dan Negara, 2012) melengkapi deskripsikewirausahaan.Penelitian menghasilkan kinerja dan kapasitas penduduk lokal dalamaktivitas ekonomi riil usaha tani atau ekowisata. Analisis kelayakan ekonomi menunjukkanbahwa pekerjaan petani maupun pekerjaan campuran (usaha tani atau ekowisata) layakdijalankan, namun pekerjaan campuran memberikan benefit lebih tinggi dibanding pekerjaanpetani, masing-masing dengan NPV 53.84 dan 7.76 juta rupiah, serta BCR 1.3775 dan1.0866. Sementara hasil analisis kecenderungan pilihan usaha menunjukkan bahwapeubahfasilitas (kepemilikan motor atau mobil), pengalaman (bekerja di luar kota atau mengikutipelatihan) dan skor kewirausahaan memberikan pengaruh positif yang signifikan terhadapkecenderungan pilihan usaha campuran atau ekowisata, masing-masing dengan koefisien

Page 24: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

10

sebesar 1.1522, 1.6928 dan 0.15599. Ketiga variabel menjadi sumber inspirasi pendudukmasuk ke dalam proses pembelajaran kewirausahaan, sehingga terbentuk perilaku produktifdalam jasa ekowisata.

Kepemimpinan dan InovasiKebutuhan akan kepemimpinan dalam jasa ekowisata sangat penting (WES, 2002).

Organisasi cluster ekowisata perlu diperkuat dengan kepemimpinan untuk menjalankan visi,misi dan strategi dalam konservasi lingkungan (Prieto, Gilmore and Osiri, 2009). Penulismengidentifikasi peran kepemimpinan dan inovasi di tiga tujuan ekowisata, yakni desaNgadas (TNBTS), Rajegwesi (TNMB) dan Candirejo (Jawa Tengah) (Nugroho dan Negara,2012; 2013a, 2013b). Produk dan jasa ekowisata disajikan pada Tabel 3.

Kepemimpinan dalam pengembangan jasa ekowisata di desa Ngadas diperankan olehtiga komponen. Pertama, Kepala Desa yang menjalankan aktifitas pemerintahan formal,melaksanakan tugas-tugas pemerintahan lokal dan menurunkan kebijakan di atasnya.Kedua, dukun yang memimpin dan menjalankan kegiatan tradisi budaya, serta fungsi-fungsikelembagaan tradisional dan kehidupan Tengger. Pemimpin informal ini menjalankan fungsikoordinasi dan konsultasi untuk kehidupan keseharian, dan menyelesaikan masalah dalamadat Tengger. Ketiga, para pelaku atau entrepreneur lokal (bahkan dari luar Ngadas) yangmenjalankan usaha dan mengembangkan ekowisata. Entrepreneur tersebut secara nyata

Gambar 1. Struktur Kewirausahaan (Nugroho, Negara, dan Nugroho, 2009)

Kewirausahaan

Individu

Kewirausahaan

Sosial

Kewirausahaan

Pemerintah

Karakteristik

Individu

Pengalaman

Income

0.476

0.529

0.313 0.8122.012

0.255

0.083

-0.334

Page 25: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

11

mengerjakan dan berusaha jasa ekowisata di Ngadas. Mereka ini terdiri pemilik homestay,pemandu, atau penyedia jasa transportasi.

Tabel 3. Produk dan Jasa Ekowisata di TN Meru Betiri dan Bromo Tengger Semerudan Candirejo

No Produk danjasa

TN Bromo TenggerSemeru TN Meru Betiri Desa Candirejo

1 Pemandangandan atraksilingkungan danbudaya

flora dan fauna; lautanpasir, pengamatan matahariterbit; savana, ranu pane,ranu kumbolo, ranu regulo,air terjun (trisulo dan cobanpelangi); budaya Tengger,upacara kasodo dan karo

flora dan fauna; Gunung MeruBetiri, pantai Sukamade,Teluk Meru, Teluk Hijau,Teluk Permisan, TelukDamai; habitat dan pembiakanpenyu di pantai Sukamade,Pantai Rajegwesi

Bukit menoreh, watu kendil,kali progo, tempuran,Borobudur, tradisi budayaJawa seperti Nyadran,Sedekah Bumi, upacara Jumatkliwon, kesenian lokal sepertijathilan, kubrosiswo

2 Manfaatlansekap

pendakian gunung Semeru,Bromo, Widodaren, Batok,offroad, trekking lautanpasir, trekking savana, paralayang

Menjelajahi hutan di sekitarTeluk Hijau. trekkingNanggelan-Bandealit (3 hari),trekking Bande Alit-Sukamade (3 hari), panjattebing, wisata bahari,kampung nelayan tradisionil

trekking bukit menoreh,rafting , lembah Borobudur,

3 Akomodasi danfasilitas layananpendukung

hotel, homestay, restoran,pondok wisata di Ngadisaridan Ranu pane, campingground

Pondok wisata dan wismapeneliti, menara pandang,camping ground, dilayaniMER (Masyarakat EkowisataRajegwesi)

homestay, kantor koperasidesa wisata Candirejo

4 Peralatan danperlengkapan

Pemandu wisata, Sewakuda, motor ojek, jipoffroad

Pemandu wisata, motorjagawana

Pemandu wisata, DVT(dockart village tour), sepedagunung,

5 Pendidikan danketrampilan

Penelitian kearifan lokal, Penelitian pembiakan penyu,ekspedisi harimau jawa

Pelatihan memasak tradisionilJawa, berlatih gamelan

6 Penghargaan Tidak ada secara formal Tidak ada secara formal Kalpataru perintis lingkungantahun 2009

Sumber: Nugroho dan Negara (2013b), klasifikasi berdasarkan Manurung (2002)

Secara umum, fungsi kepemimpinan dari para figur berjalan positif sesuai dengankewenangannya. Mereka menjalankan fungsinya secara harmoni mendukung kehidupanTengger mewujudkan kedamaian, saling menghormati dan toleransi menerima budaya laindari setiap pengunjung. Namun demikian, mereka perlu menunjukkan pengaruh yang positif(Coglisera and Brigham, 2004) agar mampu memberikan ruang bagi terbentuknya modelpengelolaan ekowisata. Kepala Desa atau dukun sudah memiliki pandangan atau visikonservasi tentang kehidupan masyarakat. Sementara di antara pelaku ekowisata masihmenunjukkan perihal ekonomi pragmatis dan transaksional, yang kurang mendukung visikonservasi.

Page 26: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

12

Organisasi pengelolaan ekowisata di desa Ngadas belum terkoordinasi dengan baik.Layanan ekowisata masih menghadapi masalah pada tingkat produksi, dan penduduk belumsiap menyediakan layanan yang baik. Hal ini memerlukan energi besar untukmengorganisasikannya, dan membutuhkan kepemimpinan yang kuat, agar berdampakkepada kesejahteraan penduduk Ngadas. Saat ini sudah terbangun pos (tiket) masuk TNBTSdi desa Ngadas, sekaligus retribusi untuk desa Ngadas, namun masih belum berfungsiselayaknya visitor center.

Inovasi kelembagaan untuk mengelola jasa ekowisata menjadi kebutuhan penting didesa Ngadas. Melalui kelembagaan itu dapat didiskusikan dan dirumuskan secara sistematikinovasi produk dan jasa ekowisata. Pihak TNBTS memiliki posisi penting dengan berbagaikompetensi yang dimilikinya. TNBTS dapat memberi solusi model pengelolaan ekowisatasebagaimana pengalaman di TNMB menjalankan program model desa konservasi (MDK).Dengan tidak ada organisasi pengelolaan ekowisata di Ngadas, inovasi berjalan sporadis ataulebih banyak diperankan secara individual oleh pelaku ekowisata, termasuk pelaku dari luarwilayah (Horton, 2009).

Kepemimpinan dalam jasa ekowisata di Rajegwesi diperankan oleh dua komponen.Pertama, pihak TNMB yang secara langsung menjalankan manajemen kawasan konservasisebagaimana peraturan perundangan. Kedua, para pelaku jasa ekowisata yang tergabungdalam MER. Pelaku jasa ekowisata ini adalah pemilik homestay, pemandu, atau penyediajasa transportasi. Kedua komponen ini berjalan sangat kondusif dalam koordinasi yangsangat intensif. Inisiatif masih lebih banyak diperankan oleh petugas TNMB yang kebetulanmemiliki ‘pengaruh’ baik terhadap anggota MER. Petugas ini mampu berkomunikasi sangatbaik dengan pemuda desa dan menjadi motivator untuk pengembangan ekowisata,menjalankan fungsi kepemimpinan (Coglisera and Brigham, 2004). Petugas ini menjadi realleader MER, yang mendinamisasi seluruh aktivitas MER atau kehadiran wisatawan. Dalambanyak hal, dimana MER belum mampu beroperasi, petugas TNMB mengambil alih layanankepada wisatawan secara langsung, misalnya menyediakan mobil jeep offroad menujuSukamade.

Kepemimpinan yang diperankan oleh petugas TNMB sangat signifikan menghadirkanvisi dan misi MER. Peran ini berjalan karena sesuai dengan fungsi TNMB, khususnyamenjalankan program MDK yang merupakan program prioritas Kementerian Kehutananmendukung Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri (PeraturanMenteri Kehutanan No P. 16/Menhut-II/2011). Pengaruh positif ini menghasilkanpemberdayaan dan pembelajaran kewirausahaan MER (Scheyvens, 1999) hinggamemperoleh kesejahteraan yang nyata, melalui peningkatan pendapatan.

Page 27: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

13

Tabel 4. Kepemimpinan dan Inovasi dalam Jasa Ekowisata di Desa Ngadas, Rajegwesidan Candirejo

Peranan Aspek Ngadas Rajegwesi Candirejo

Leadership

Leader yangberpengaruh

Kurang signifikan,diperankan oleh pelakuekowisata

Signifikan, diperankanoleh petugas TNMB danpelaku ekowisata

Signifikan, diperankan olehKepala desa, Koperasi danpelaku ekowisata

Penguasaansubstansi

Kurang signifikan,secara alamiah, olehpelaku ekowisata

Signifikan, sistematik,oleh petugas TNMB

Signifikan, sistematik, olehKoperasi

DampakPembelajaran

Kurang signifikan,secara alamiah

Signifikan, sistematik,oleh petugas TNMB

Signifikan, sistematik, olehKoperasi

Pengambilankeputusan

Belum signifikan Signifikan, membentukMER

Signifikan, membentukKoperasi sejak 2003

Pengendalian Tidak Signifikan Belum signifikan Sangat signifikanKomunikasi danpartisipasi

Belum signifikan Signifikan, komunikasidalam layanan ekowisata

Signifikan, komunikasidalam musyawarah Desa,organisasi Koperasi dandalam layanan ekowisata

Inovasi

Kelembagaan Tidak ada, baru ada posmasuk, belum terkelola

Terorganisasi dalamMER, dalam pembinaanMER

Terorganisasi dalamKoperasi

Produk dan jasa Tidak ada, secaraalamiah, belum dikelola

Terorganisasi dalam MER Terorganisasi dalamKoperasi

Sumber Nugroho dan Negara (2012; 2013a, 2013b)

Inovasi ekowisata dalam konteks MER masih memiliki ruang yang luas untukdikembangkan, mencakup kelembagaan, teknologi, produk dan jasa ekowisata danpenunjangnya. Karakter pengunjung ke TNMB sangatlah spesifik, serius, dan pecintalingkungan. Sebagai misal, mereka pergi ke Sukamade dengan tujuan untuk menyaksikanpembiakan penyu. Mereka memerlukan waktu sedikitnya dua hari dan semalam, denganbiaya yang tidak sedikit. Pengorbanan wisatawan ini perlu dikompensasi dengan berbagaiinovasi yang memberikan pengalaman mengesankan kepada pengunjung.

Mereka sekarang sudah mampu menawarkan program paket sehari untuk menikmatiobyek wisata di sekitar Rajegwesi atau TNMB. MER juga menyelenggarakan festifalkuliner dan tour de Rajegwesi (pada tanggal 26 hingga 27 Oktober 2013). Ini adalahpengalaman yang luar biasa, karena dapat mengorganisasikan kegiatan yang sama sekalibaru. Bagaimanapun juga penduduk lokal masih berkarakter nelayan atau petani. Merekamelakukan perubahan cara berpikir, bersikap dan berperilaku yang lebih melayani danberkarakter jasa.

Kepemimpinan di dalam jasa ekowisata di dalam tiga wilayah yang dipelajarimenunjukkan kinerja yang berbeda. Kepemimpinan di desa Ngadas menyajikan pengaruhyang kurang signifikan dibanding di Rajegwesi (Tabel 4).

Page 28: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

14

Leadership di dalam jasa ekowisata Candirejo sudah berkembang optimal. Modelkoperasi dan mekanisme organisasi di dalamnya mendukung berfungsinya leadership, dansebaliknya leadership dapat menstimulasi perkembangan koperasi dan jasa ekowisata. Profilleader kepala desa membuktikan bahwa inisiatifnya mampu diserap dan dipahami olehwarganya. Profil ketua koperasi juga merupakan leader yang memiliki pengaruh yang positifdi dalam masyarakat dan anggota koperasi.

Inovasi ekowisata Candirejo masih memiliki ruang yang luas untuk dikembangkan,mencakup teknologi, kelembagaan, produk dan jasa ekowisata dan penunjangnya. Karakterpengunjung ke Candirejo pada dasarnya adalah peminat budaya Jawa, yang kebanyakan darimancanegara. Tujuan utama para wisatawan itu adalah Yogyakarta atau candi Borobudur.Koperasi telah memiliki jejaring dengan biro-biro perjalanan terutama di Yogyakarta untukmenghadirkan wisatawan ke Candirejo. Karena itu, Candirejo harus mampu menyediakanpaket wisata yang khas, dengan kemasan yang menarik dan layanan yang baik. Berbagaiinovasi dapat dibangun misalnya, homestay yang bersih, kuliner, atau aktivitas-tradisibudaya. Koperasi ekowisata Candirejo berupaya mengembangkan inovasi dalam berbagaikegiatan (Tabel 3) .

Koperasi ekowisata Candirejo beranggotakan 56 orang terdiri kelompok pelaku usahahomestay (20), pemandu wisata (7 orang), kesenian (jatilan, dayakan, kobra, wulansunu/selawatan, karawitan), agro (pepaya, rambutan, dll), rafting, outbond dan dokar/andong(10 pemilik andong). Jasa yang dilayani meliputi wisata alam, wisata agro, seni budaya,rafting, outbond dan simpan pinjam. Selama sembilan tahun sejak berdirinya,perkembangan usaha meningkat signifikan mengikuti jumlah pengunjung (Tabel 5). Padatahun 2011, jumlah sisa hasil usaha mencapai 71 juta rupiah, dengan dominasi pengunjungdari manca negara.

Tabel 5. Perkembangan Kinerja Usaha dan Pengunjung Koperasi Candirejo

TahunKinerja Usaha (juta rupiah) Pengunjung (orang)

Pendapatan Pengeluaran SHU Domestik Asing Jumlah2003 18.45 16.89 1.56 1071 43 11142004 40.85 37.77 3.08 1057 61 11182005 71.27 65.89 5.38 432 611 10432006 112.40 106.97 5.44 912 644 15562007 185.72 179.38 6.34 973 1056 20292008 193.83 185.53 7.45 1449 1424 28732009 202.29 192.16 10.14 1282 1796 30782010 239.12 224.64 14.49 1077 1872 29492011 340.55 320.89 17.10 632 3063 3695

Jumlah 1404.49 1330.12 70.97 8885 10570 19455Sumber: RAT Koperasi tahun 2011 (Koperasi Desa Candirejo, 2012)

Page 29: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

15

Kinerja ekowisata Candirejo hampir sama dengan Organisasi koperasi "Tnunan" diTaiwan (Tang and Tang, 2010), yang mampu memadukan nilai-nilai tradisional "Gaga"dengan manajemen ala corporate. Koperasi membangun fasilitas penginapan, restorant danpertokoan, dan membagi tugas kepada seluruh anggota berdasarkan kesepakatan yangdiarahkan oleh pemimpin koperasi. Anggota koperasi dapat memperoleh manfaat, antaralain upah (sesuai tugasnya), asuransi kesehatan, subsidi pendidikan, jaminan kematian,bantuan pernikahan atau bantuan emergensi lainnya. Koperasi ekowisata Candirejo sudahmampu menampilkan kinerja finansial dan non finansial yang memuaskan sebagaimana deWaal (2012).

Strategi PengembanganPeran kepemimpinan dan inovasi dapat diimplementasi untuk menyusun strategi

pengembangan kewirausahaan jasa ekowisata. Razzaq, et al. (2012) mengidentifikasibahwa pemberdayaan masyarakat adalah komponen penting partisipasi masyarakat dalampengembangan wisata. Pemberdayaan masyarakat ditentukan oleh kepemimpinan danorganisasi lokal dalam memainkan jasa wisata. Peran leadership dan inovasi dalampemberdayaan dapat dilihat dalam aspek (i) produksi dan partisipasi, (ii) promosi dankerjasama, (iii) pendidikan konservasi, dan (iv) manajemen dan organisasi.

Tabel 6. Isyu Pokok dan Permasalahan dalam Pengembangan jasa Ekowisata di TNMeru Betiri dan Bromo Tengger Semeru dan Candirejo

No Aspek kegiatan Isyu pokok dan permasalahan

Derajad Permasalahan*)

DesaCandi-rejo

TN BromoTenggerSemeru

TN MeruBetiri

1 Produksi danpartisipasi

Identifikasi produk dan jasa, produkunggulan, inovasi produk, manajemen

produk, social entrepreneur

1 3 2

2 Promosi dankerjasama

Segmentasi pasar, kerjasama(networking), media promosi

1 2 3

3 Pendidikan Interpretasi, komunikasi, kemasanprogram (budidaya, mengolah,

memperingati)

1 3 1

4 Manajemen danorganisasi

Pembentukan dan penguatan organisasi,DMO, inovasi kegiatan

1 3 2

Jumlah 4 11 8*) ukuran kualitatif derajad permasalahan, 1= rendah, 2= sedang, 3= beratSumber: Nugroho dan Negara (2013b)

Kondisi pengelolaan ekowisata di desa Candirejo (Tabel 6) dapat menjadi acuanpengembangan ekowisata. Sebagaimana diakui pengurus MER, mereka telah melakukan

Page 30: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

16

studi banding dan banyak mencontoh model pengelolaan ekowisata Candirejo. Candirejojuga diakui sebagai model desa ekowisata secara nasional1. Koperasi ekowisata Candirejomenjalankan fungsinya (kepemimpinan dan inovasi) secara baik dalam berbagai kegiatan.Sementara, ekowisata di Rajegwesi (dengan derajad permasalahan 8) menempati posisisedang, dan masih memerlukan penguatan, fokus dan pengembangan. Adapun ekowisata diNgadas, dengan derajad permasalahan 11, perlu bekerja keras dalam berbagai bidang untukmenjadi desa ekowisata yang maju.

Strategi umum pengembangan kewirausahaan ekowisata dapat disusun sebagaiberikut:a. Produksi dan partisipasi. Strategi ini dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya antara

lain:i. Identifikasi produk dan jasa, yakni menemukan produk budaya dan lingkungan

yang memerlukan perhatian untuk dikonservasiii. Produk unggulan, yakni menganalisis dan menetapkan produk budaya dan

lingkungan unggulan yang unik, menonjol, untuk dikonservasi yang memuat unsurpendidikan.

iii. Inovasi produk, yakni menganalisis dan menemukan produk budaya danlingkungan unggulan yang baru, untuk mendukung konservasi dari produk-produkyang sudah ada sebelumnya

iv. Manajemen produk, yakni melaksanakan pengelolaan produk budaya danlingkungan dengan standar tertentu untuk menjamin konservasi

v. Social entrepreneur, yakni mengembangkan kepemimpinan lokal jasa ekowisata,untuk menjalankan fungsi wirausaha sosial (sebagai corporate dan institusi) danmemberdayakan masyarakat untuk mengembangkan produk budaya danlingkungan secara berkelanjutan

b. Promosi dan kerjasama. Strategi ini dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya antaralain:

i. Segmentasi pasar, yakni mengembangkan dan memfokuskan minat wisatawan,menggali karakteristik wisatawan agar menghasilkan pengalaman berwisata yangmemuaskan.

ii. Kerjasama (networking), yakni mengembangkan kerjasama promosi denganpemerintah, biro perjalanan, taman nasional, perguruan tinggi, atau masyarakat.

iii. Media promosi, yakni mengembangkan media promosi yang lebih luas, antara lainmedia cetak, digital, internet, radio atau televisi.

c. Pendidikan konservasi. Strategi ini dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya antara lain:

1 Diungkapkan oleh Ary Suhandi, ketua Indonesia Ecotourism Network (Indecon) dalam suatu sarasehanekowisata di Kaliandra, Prigen pada tahun 2007.

Page 31: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

17

i. Interpretasi, yakni mengembangkan interpretasi secara akademik untukmeningkatkan kualitas pendidikan.

ii. Komunikasi, yakni mengembangkan pelatihan kualitas berkomunikasi, etiket,bahasa asing, dan keramah tamahan.

iii. Kemasan program, yakni mengembangkan kemasan program yang memuatpendidikan konservasi, antara lain budidaya, mengolah, memperingati momentumtradisi atau siklus alam tertentu.

d. Manajemen dan organisasi. Strategi ini dapat dilaksanakan melalui upaya-upaya antaralain:

i. Pembentukan dan penguatan organisasi, yakni melaksanakan pembentukanorganisasi ekowisata sesuai dengan kemampuan dan karakteristik penduduk lokal.

ii. DMO, yakni melaksanakan pengelolaan organisasi berdasarkan konsepsi DMOatau berintegrasi dengan DMO terdekat atau taman nasional.

iii. Inovasi kegiatan, yakni mengembangkan kegiatan baru atau mengorganisasikanmomentum baru, untuk meningkatkan pengalaman dan menciptakan pencitraanjasa ekowisata.

PENUTUP

Peran kepemimpinan dan inovasi menunjukkan pengaruh signifikan dalampengembangan kewirausahaan jasa ekowisata berbasis penduduk lokal. Kepemimpinan daninovasi dapat mengawal visi konservasi, dan meningkatkan partisipasi penduduk lokal, sertamengembangkannya untuk memberikan nilai tambah ekowisata. Kepemimpinan yangdidukung inovasi berperan untuk menggali potensi lokal dan memelihara ekowisata untuksenantiasa memberikan aliran manfaat kepada penduduk lokal.

Dari wilayah penelitian yang dipelajari, peran kepemimpinan dan inovasi jasaekowisata menunjukkan kinerja yang berbeda. Kepemimpinan di desa Ngadas belumberfungsi optimal memotivasi pembentukan organisasi ekowisata. Kepemimpinan belummenjamin tercapainya visi konservasi dan kesejahteraan penduduk Ngadas.

Di Rajegwesi, kepemimpinan mampu mengidentifikasi substasi, menjalankan visi danmisi konservasi lingkungan. Kepemimpinan tersebut telah berfungsi menginisiasipembentukan MER dan menghasilkan pemberdayaan masyarakat dalam jasa ekowisata.Sekalipun peran petugas TNMB masih dominan, namun dengan pembelajaran ekowisata danfungsi-fungsi MER diharapkan dapat menghasilkan pelaku-pelaku yang mandirimengembangkan inovasi ekowisata.

Fenomena kepemimpinan ekowisata di desa Candirejo berfungsi optimal.Kepemimpinan mampu menjalankan visi konservasi diikuti partisipasi penduduk lokal. Jasa

Page 32: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

18

ekowisata Candirejo dikelola oleh masyarakat secara mandiri dalam manajemen ‘koperasi’mampu menyajikan produk dan jasa ekowisata yang inovatif dan berkualitas, serta menarikjumlah pengunjung yang signifikan, khususnya wisatawan asing. Hal ini dapatmemperkaya studi pengelolaan ekowisata. Selama ini, pengelolaan ekowisata senantiasadihubungkan dengan standar pengelolaan oleh taman nasional. Ekowisata Candirejotermasuk yang dipandang berhasil sekalipun berada di luar pengelolaan taman nasional.

Implementasi peran kepemimpinan dan inovasi dalam pengembangan kewirausahaanjasa ekowisata dinyatakan melalui strategi sebagai berikut: (i) produksi dan partisipasi,dengan penekanan kepada iIdentifikasi produk dan jasa, produk unggulan, inovasi produk,manajemen produk, dan social entrepreneur; (ii) promosi dan kerjasama, menekankankepada segmentasi pasar, kerjasama (networking), dan pengembangan media promosi; (iii)pendidikan konservasi, dengan fokus kepada interpretasi, komunikasi, dan kemasan program(budidaya, mengolah, memperingati); (iv) manajemen dan organisasi, yaknidenganpembentukan dan penguatan organisasi, keterlibatan DMO, dan inovasi kegiatan.

DAFTAR PUSTAKA

Coglisera, C. C. and Brigham, K. H. 2004. The intersection of leadership andentrepreneurship: Mutual lessons to be learned. The Leadership Quarterly 15: 771–799.

CRE (Centre for Rural EntrepreneurshiP). 2003. Entrepreneurship Quick Test: tools forenergizing entrepreneurship. www.ruraleship.org

de Waal, A. A. 2012. Characteristics of High Performance Organisations. BusinessManagement and Strategy. 3(1): 14-31.

Drabenstott, M. 2006. Rethingking faderal policy for regional economic development.Economic Review, first quarter: 115-142

Fodor, A. and Sitanyi, L. 2008a. Clusters And Innovation In Ecotourism Development.Interdisciplinary Management Research. 4: 93-109.

Fodor, A. and Sitanyi, L. 2008b. The Relationship between ecotourism clusters andinnovation milieu in the region of South-Eastern Europe. Annales UniversitatisApulensis Series Oeconomica, 2(10):1-14 .

Horton, L. R. 2009. Buying Up Nature: Economic and Social Impacts of Costa Rica’sEcotourism Boom. Latin American Perspectives, Issue 166, 36(3): 93-107

Juma, C. and Timmer, V. 2003. "Social Learning and Entrepreneurship: A Framework forAnalyzing the Equator Initiative and the 2002 Equator Prize Finalists." Working paperof 5 December

Page 33: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

19

Koperasi Desa Candirejo. 2012. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Koperasi DesaWisata Candirejo. Tahun Buku 2011. Koperasi Desa Candirejo, KecamatanBorobudur, Kabupaten Magelang. 21p.

Kumar, R , S. S. Gill dan P. Kunasekaran 2012. Tourism as a Poverty Eradication Tool forRural Areas in Selangor, Malaysia. Global Journal of Human Social Science. 12(7):21-26

Lash, G. Y. B. and Austin, A. D.. 2003. Rural Ecotourism Assessment Program (REAP) AGuide to Community Assessment of Ecotourism As a Tool for SustainableDevelopment. EplerWood International. 86p.

Manurung. 2002. Ecotourism in Indonesia. In: Hundloe, T (ed.). Linking GreenProductivity to Ecotourism : Experiences in the Asia-Pacific Region. AsianProductivity Organization (APO), Tokyo, Japan. 98-103

Nugroho, I and Purnawan D. Negara. 2013a. The Role of Leadership and Innovation inEcotourism Services Activity in Candirejo Village, Borobudur, Central Java,Indonesia. World Academy of Science, Engineering and Technology, Issue 0079,July 2013. 1178-1182

Nugroho, I dan Negara, P. D. 2012. Peran Sistem Inovasi dan Kepemimpinan dalamPengembangan Kewirausahaan Jasa Ekowisata Berbasis Penduduk Lokal. LaporanPenelitian Strategis Nasional tahun 2012. DP2M Dikti, Jakarta. [Tidak dipublikasi]

Nugroho, I dan Negara, P. D. 2013b. Peran Sistem Inovasi dan Kepemimpinan dalamPengembangan Kewirausahaan Jasa Ekowisata Berbasis Penduduk Lokal. LaporanPenelitian Strategis Nasional tahun 2013. DP2M Dikti, Jakarta. [Tidak dipublikasi)

Nugroho, I. 2007. Ekowisata: Sektor Riil Pendukung Pembangunan Berkelanjutan.Majalah Perencanaan Pembangunan-BAPPENAS Jakarta. Edisi 2 tahun ke XII(Januari-Maret): 44-57.

Nugroho, I. 2010. Pengembangan Ekowisata dalam Pembangunan Daerah. JurnalPembangunan Daerah. Kementerian Dalam Negeri RI, Jakarta. Edisi 01 tahun 2010.65-76.

Nugroho, I. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Pustaka Pelajar,Yogyakarta. 362p.

Nugroho, I., Negara, P. D. dan Nugroho, Y. A. 2009. Karakteristik KewirausahaanPenduduk Lokal Pada Jasa Ekowisata di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.Social Economic of Agriculture and Agribusiness (SOCA) Journal, FakultasPertanian, Universitas Udayana Denpasar. 9(3): 342-346.

Prieto, L.C., Gilmore, J. and Osiri, J. K. 2009. Environmental Leadership Development: AFramework for Designing and Evaluating a Training Program. European Journal ofSocial Sciences. 9(4): 586-593

Page 34: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

20

Purnomowati, W., Nugroho, I dan Negara, P. D. 2012. Entrepreneurship Ability onEcotourism Services of Local People in Bromo Tengger Semeru National Park,Malang Regency, East Java, Indonesia. 11th International Entrepreneurship Forum(11th IEF) Conference Entrepreneurship and Sustainability: From Lifestyles toInnovative Enterprises in Creative and Sustainable Environments. 3-6 September2012, Kuala Lumpur, Malaysia. Conference Proceedings. Volume 2. 458-473.

Raufflet, E., A. Berranger, A. and Gouin, J. F. 2008. Innovation in business-communitypartnerships: evaluating the impact of local enterprise and global investment modelson poverty, bio-diversity and development. Corporate Governance. 8(4): 546-556

Razzaq, A. R. A., M. Z. Mustafa, A. Suradin, R. Hassan, A. Hamzah and Z. Khalifah. 2012.Community Capacity Building for Sustainable Tourism Development: Experiencefrom Miso Walai Homestay. Business and Management Review Vol. 2(5) pp. 10 – 19July, 2012.

Rothberg, D. 1999. Enhanced and Alternative Financing Mechanisms StrengtheningNational Park Management in Indonesia. NRMP USAID, Jakarta

Scheyvens, R. 1999. Ecotourism and the empowerment of local communities. TourismManagement 20: 245-249.

Tang, C. P and S. Y. Tang. 2010. Institutional Adaptation and Community-BasedConservation of Natural Resources: The Cases of the Tao and Atayal in Taiwan.Human Ecol (2010) 38:101-111

WES (World Ecotourism Summit). 2002. Québec Declaration on Ecotourism. WES in theFramework of the UN International Year of Ecotourism, the United NationsEnvironment Programme (UNEP) and the World Tourism Organization (WTO),Québec City, Canada, 19 and 22 May 2002.

Wood, M. E. 2002. Ecotourism: Principles, Practices and Policies for Sustainability.UNEP. Paris, France. 61p.

Page 35: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

21

INOVASI PENGEMBANGAN DESTINASI EKOWISATA

Luchman Hakim

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Brawijaya

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Ekowisata adalah salah satu segmen industri wisata yang sedang tumbuh pesat.Pengembangan ekowisata di Indonesia perlu didorong sehingga dapat memberikankontribusi bagi peningkatan perekonomian masyarakat local, penguatan nilai-nilai budayadan social masyarakat sekitar destinasi ekowisata dan memberikan kontribusi bagikonservasi lingkungan. Untuk mengembangkan ekowisata Indonesia yang ebrdaya saing danberkelanjutan, serangkaian inovasi penting mutlak diperlukan. Inovasi penting tidak sajauntuk meningkatkan daya saing, tetapi juga menjamin pelaksanaan ekowisata yang lebihberkelanjutan.

ABSTRACT

Ecotourism is the fastest growing industry which is considered important in global andnational development. The contribution of ecotourism in many developing countries wasreported significant. In Indonesia, ecotourism development should be promoted in order tocontributes to local economic development, local social and cultural appreciation, andenvironmental conservation. The potential of ecotourism development in Indonesia lies onthe diverse number of natural and cultural resources. In such a case, innovation is a crucialkeys for ecotourism development. Innovation has considered important not only forecotourism destination competitiveness, but it is also able to enhance sustainability ofecotourism practices.

LATAR BELAKANG

Ekowisata saat ini telah menjadi peluang sekaligus tantangan industry wisata diIndonesia. Kesadaran masyarakat global akan pentingnya konservasi lingkungan hidup danpenggunaan sumberdaya alam dalam berbagai aspek kehidupan telah mendorongpelaksanaan pariwisata yang cenderung mengekploitasi alam dan menimbulkan anekaragamdampak negatif menjadi salah satu contributor penting dalam pembangunan berkelanjutan.Ekowisata menawarkan visi kegiatan pariwisata modern yang mengakomodasi pertumbuhanekonomi, penghargaan akan nilai-nilai social dan konservasi lingkungan hidup (Gossling,2007, Hakim et al., 2012).

Page 36: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

22

Meskipun ekowisata di Indonesia mempunyai potensi kontribusi besar dalampemecahan permasalahan nasional, tantangan pengembangannya menghadapi permasalahanyang tidak sederhana. Pertama, perkembangan segmen dan daya saing ekowisata diIndonesia tidak jauh berbeda dengan perkembangan wisatawan ke Indonesia secara umum.Sampai saat ini kunjungan wisatawan asing ke Indonesia masih tergolong rendah. Dayasaing pariwisata Indonesia di Asia Pasifik cukup rendah, menempati posisi 12 dari 22negara. Di Asia Tenggara, daya saing pariwisata Indonesia masih di bawah Singapura,Malaysia dan Thailand (UNWTO, 2013). Hal ini tentunya berbanding terbalik denganpotensi sumberdaya alam Indonesia yang melimpah, dimana Indonesia adalah salah satuMega-biodiverity country di dunia. Kedua, tumbuhnya minat bepergian ke area-area alamiahtidak diimbangi dengan regulasi yang tepat dan peraturan kunjungan tidak dijalankan secarabaik. Hal ini menimbulkan permasalahan degradasi dan penurunan kualitas destinasi.Beberapa tempat bahkan gagal mengendalikan jumlah dan perilaku pengunjung. Ketiga,banyak area-area dengan potensi tertentu belum berhasil dikembangkan sebagai destinasibaru. Keempat, banyak destinasi ekowisata stagman dan tidak mengalami perkembanganyang berarti, sementara pesaing telah melakukan inovasi-inovasi yang terbukti menjadi kuncisukses untuk meningkatkan daya saing dan keberlanjutan industry ekowisata (Hakim et al.,2011; Pangeman et al., 2012).

Tantangan pengembangan industri wisata, khususnya ekowisata membutuhkanpemecahan komprehensif dengan tetap mengedepankan prinsip pelestarian lingkungan. Halini terutama relevan karena Indonesia adalah hot spot bagi keanekaragaman hayati dunia,namun laju kerusakan dan ancaman terhadap keanekaragaman hayati sangat tinggi (Hakim etal., 2012). Berdasarkan permasalahan tersebut, pemikiran dan pengembangan kepariwisataandi Indonesia perlu melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif yang diharapkan dapatmeningkatkan daya saing dan keberlanjutan ekowisata di Indonesia.

Inovasi

Inovasi adalah proses translasi ide (atau invensi) kedalam suatu barang atau jasa yanglebih mempuyai nilai/makna dan konsumen akan tertarik untuk menggunakannya. Dalamkontek kepariwisataan, inovasi berarti sebuah kemampuan untuk menghasilkan barang-barang atau jasa dalam industry wisata sehingga dapat menarik wisatawan. Inovasi dapatberupa melahirkan hal yang baru, melakukan perubahan-perubahan untuk memperbaikistruktur dan fungsi komponen destinasi dan menghasilkan barang dan jasa baru yangberdaya saing (Faché, 2000).

Para peneliti telah mengenali bahwa setidaknya terdapat beberapa alasan pentingmengapa inovasi pada sector pariwisata menjadi penting, antara lain adalah:

Page 37: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

23

• Meningkatkan pendapatan• Memperbaiki produktifitas• Mengurangi biaya• Meningkatkan market share• Meningkatkan daya responsif konsumen• Mencari dan membangun peluang pasar baru• Meningkatkan standar keamanan• Mengganti barang dan jasa yang sudah ketinggalan zaman• Mengurangi konsumsi energi• Mengurangi dan menghilangkan dampak lingkungan

Dalam pengembangannya, terdapat tiga pilar dalam inovasi destinasi wisata, yaitu:1. Produk wisata yang sudah ada; meliputi produk-produk yang terlihat (kamar hotel,

bandara, restouran, atraksi flora-fauna) maupun tidak terlihat (sikap dan perilakupenduduk)

2. Ekspektasi wisatawan, harapan wisatawan terkait kualitas barang dan jasa yangditawarkan; pemenuhan standart dan mutu produk.

3. Tren kedepan, meliputi motivasi dan determinan wisatawan ke depan.

Hjalager (2010) menyebutkan bahwa inovasi dapat dibedakan atas:

Inovasi produk jasa dan layanan. Bagaimana produk-produk dihasilkan ditangkapsebagai suatu produk jasa dan/layanan baru yang tidak ada sebelumnya. Produk jasadan/layanan baru dapat menjadi factor penentu keputusan wisatawan untuk membeliproduk dan/jasa destinasi wisata. Tantangan bagi pengembangan ekowisata diIndonesia adalah lemahnya basis data dan pemahaman konektifitas komponenekosistem untuk menciptakan daya tarik atraksi 9barang dan jasa) yang berkualitasdan memenuhi harapan wisatawan.

Inovasi proses. Bagaimana mencapai efisiensi, produktifitas dan proses dapatberlangsung. Dewasa ini teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadi tulangpunggung bagi inovasi proses. Keterbatasan ketrampilan dan pemahaman pelakuekowisata di lapangan menjadi penghalang bagi inovasi proses. Hal ini terutamadisebabkan karena lemahnya penguasaan TIK. Dengan demikian, salah satu agendapemberdayaan masyarakat yang dapat diajukan di daerah-daerah pengembaganekowisata adalah peningkatan pengetahuan dan pengusaan TIK.

Inovasi manajerial. Terkait dengan cara-cara dan pendekatan baru dalamorganisasi/pengaturan kerjasama internal, pengarahan dan penguatan staf, membangun

Page 38: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

24

karir dan pengembangan-pengembangan insentif dan kompensasi untuk merangsangkinerja karyawan. Kelompok-kelompok bisnis ekowisata pada skala local harusdidorong untuk meningkatkan profesionalitas manajerial kelompok dan mengurangihambatan-hambatan yang mengurangi daya saing. Di ebrbagai daerah, banyakmasyarakat masih emnajdi penonton dan belum terlibat secara aktif dalamperencanaan dan pengambilan keputusan pengembangan ekowisata.

Inovasi manajemen, meliputi antara lain inovasi pemasaran. Fokus terutamadiarahkan kepada bagaimana membangun loyalitas wisatawan terhadap produk yangdihasilkan. Sampai saat ini, kelemahan dari berbagai destinasi ekowisata adalahlemahnya inovasi pemasaran sehingga mengakibatkan arus pengunjung mendatangidestinasi ekowisata tidak maksimal. Banyak daerah tujuan ekowisata belum dikenaloleh indutri wisata.

Inovasi institusional. Terutama dikaitkan dengan bagaimana stakeholder industrybarang dan jasa kegiatan wisata dapat memanfaatkan teknologi-teknologi yang adauntuk meningkatkan kepuasan wisatwan dan daya saing ODTW. Teknologi dapatdiintegrasikan untuk membangun kapasitas institusi dalam menjalankan bisnis wisata,mengelola atraksi, dan meningkatkan keterlibatan masyarakat setempat.

Inovasi adalah proses yang komplek (Weidenfeld et al., 2010) dan membutuhkanserangkaian determinan dan factor pengarah yang saling terkait. Hjalager (2010)menggambarkan bahwa tiga determinan dan pengarah penting tersebut adalah aspekkewirausahaan, sistem dan teknologi yang melekat dan dimiliki oleh destinasi. Rimmingtonet al (2012) bahkan menekankan bahwa aspek kewirausahaan adalah sangat penting untukmenggerakkan industry ekowisata. Pengembangan produk ekowisata memerlukan orang-orang yang dapat menciptakan produk-produk baru dengan telah mempertimbangkan resikodan ketidakpastian bisnis yang akan dialami.

Dalam pengembangan ekowisata di Indonesia, inovasi sangat diperlukan karena:

• Industri wisata semakin meningkat tajam. Perkiraan WTO menyebutkan bahwawisata adalah salah satu industry yang akan memberikan peran dalam perekonomianglobal, dan Asia Pasifik adalah salah satu area dengan pertumbuhan sector wisatayang menjanjikan.

• Daya saing Indonesia dalam pariwisata global masih sangat rendah. Kontribusisector pariwisata dalam penerimaan negara sangat signifikan, namun demikianperhatian pemerintah terhadap daya saing pariwisata nasional masih sangat rendah.

Page 39: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

25

Inovasi perlu dipromosikan sebagai satu kunci penting dalam peningkatan dayasaing ekowisata di Indonesia.

• Daya saing Indonesia tidak sesuai dengan potensi sumberdya alam yang luar biasa.Masih banyak daerah-daerah alamiah berpotensi sebagai destinasi ekowisata belumdikembangkan.

Determinan dan faktor pengarah

Determinandan faktorpengarah

Kewirausahaan

TeknologiSistem

Gambar 1. Determinan dan factor pengarah pengembangan ekowisata

Manajemen dan Inovasi Destinasi Wisata

Dalam kontek spasial dan fungsional, destinasi tersusun dari komponen pintu masuk,komunitas, koridor dan komplek attraksi (Gun and Var, 2002). Terhadap semua aspek dankomponen tersebut, inovasi penting dilakukan. Dalam pengembangannya, memperhatikantipologi wisatawan yang memilih lingkungan alamiah sebagai tempat dan tujuan kegiatanwisata dapat menjadi petunjuk praktik bagi pengembangan inovasi (Table 1).

Table 1. Tipologi wisatwan dan karakteritik produk yang ditawarkan

Tipewisatawan

Karakteritik produk Peluang dan tantangan

Orientasiekologik

Tempat-tempat alamiah terbaik,merupakan tujuan wisata klasikdari ekowisata

Masih terdapat banyak wilayahyang dapat didorong menjadidestinasi ekowisata, namun

Page 40: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

26

Perjalanan ke hutan tropic Area-area terpencil yang jarang

dikunjungi dan masih alamiah

demikian sedikit yang telahdipelajari. Sistem-sistemekologik dan penentuan dayadukung memegang peranpenting dalam pengembanganinovasi

Orientasipetualangan/budaya

Penemuan dan persentuhandengan kultur/budaya lain

Perjalanan ke tempat-tempatarkeologi, bernilai sejarah danbudaya

Perjalanan berorientasi ekologik Perjalanan yang memungkinkan

persentuhan antara masyarakatlokal dan wisatawan

Sistem-sistem kearian localtelah banyak dikaji, namunpemanfaatannya untuk menilaidaya dukung social, penguatanautentisitas destinasi danpengaturan code of conductbelum banyak dilakukan.Produk masih miskin inovasi

Orientasikonservasi

Kegiatan voluntir Perjalanan dengan minat

mendukung konservasi danrestorasi

Semakin meningkatnyakepedulian masyarakat globalberpotensi mendorongperkembangan voluntourism.Namun demikian,pelaksanaanya terhambat olehmekanisme dan tata laksanadilapangan. Perlu dilakukanupaya inovasi proses,manajerial dan institusional

Orientasipencarian/pengetahuan

Produk berbasis interpretasi Melibatkan usaha wisata

medium-kecil Pemandu adalah naturalis

Basis data tujuan ekowisataelum lengkap dan sejarah alamkawasan seringkali tidaktersedia. Interpretasi dilakukanbelum berdasarkan hasil-hasilpenelitian. Pemandu localkurang mendapatkanpengalaman dan pemahamankomprehensif terkait potensidestinasi

Inovasi dalam pengelolaan masyarakatInovasi tetap harus memperhatikan masyarakat local sekitar destinasi ekowisata

sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pengembangan ekowisata. Secara umum, tujuandari partisipasi masyarakat adalah menjadikan masyarakat sebagai subjek aktif dalamproyek-proyek pembangunan yang digerakkan pemerintah, lembaga bantuan pembangunandunia dan agen-agen pembangunan lainnya di sector pariwisata. Pada dasarnya, partisipasi

Page 41: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

27

berkaitan dengan pelibatan aktif masyarakat lokal dalam memilih, mementukan, melakukandan mengevaluasi projek-projek dan program-program yang diadakan untuk mencapaikemakmuan.

Inovasi dalam pengelolaan koridorKoridor pariwisata memungkinkan wisatawan bergerak memasuki titik-titik atraksi.

SAmpai sejauah ini, sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sisitem spasial destinasiwisata, konservasi koridor masih belum diperhatikan dengan baik. Beberapa invovasi dalampengelolaan koridor mungkin akan snagt ebrguna dalam mendukung daya saing dankeberlanjutan destinasi ekowisata. Koridor, jika ditingkatkan keberadaannya dalam desainspasial ekowisata akan memberikan kontribusi signifikan (lihat Fauziah et al, 2011;Pamungkas et al, 2013).

Inovasi dalam pengelolaan komplek atraksiSampai saat ini, atraksi ekowisata masih belum dikelola dengan baik sehingga potensi

besar yang ada tidak mendatangkan hasil yang maksimal. Program-program umumekowisata adalah melihat burung, satwa liar, tumbuhan khas area tertentu, pemandanganalam, dan potensi-potensi bio-geo-fisik lainnya. Dengan semakin banyak destinasi baruyang muncul, persaingan akan terjadi dan mendorong destinasi mengalami penurunankualitas lingkungan destinasi dan jumlah wisatwan. Serangkaian inovasi pengelolaankomplek atraksi dengan demikian menjadi penting. Beberapa konsep seperti one destinationone attraction, one spot one experience, atau konsep lainnya perlu dicoba sebagai sebuahinovasi destinasi ekowisata. Inovasi perlu memperhatikan prinsip-prinsip dasara bagaimanasisi ekologik area tersebut bekerja untuk memastikan inovasi yang dilakukan aman terhadaplingkungan destinasi.

REFERENSI

Faché, W. (2000). Methodologies for innovation and improvement of services in tourism.Managing Service Quality, 10(6), 356-366.

Fauziah, H., Hakim, L., Azrianingsih, R. 2011. Konservasi Apel Malus sylvestris diPekarangan Rumah Desa Gubuk Klakah, Poncokusumo Malang. Jurnal Pembangunandan Alam Lestari. Vol. 1 no. 1. 1-11.

Gossling, S. 2007.Ecotourism and global environmental changes. In: Critical issues inecotourism; understanding a complex phenomenon. Higham J (Ed). Butterwoth-Heinemann, Amsterdam.

Gunn C.A and T. VAr. 2002. Tourism Planning: Basics, Concepts, Cases. Routledge

Page 42: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

28

Hakim L., B. Yanuwiadi, Sunaryo. 2011. Project for Restoration of Ecosystem inConservation Area in Bromo Tengger Semeru National Park, Phase I. Oktober 2010-Maret 2011, Japan international Cooperation Agency (2010), Jakarta.

Hakim, L., Soemarno, Hong, S.K. 2012. Challenges for conserving biodiversity anddeveloping sustainable island tourism in North Sulawesi Province, Indonesia. Journalof Ecology and Field Biology. 35 (2): 61-71

Hjalager, A. M. (2010). A review of innovation research in tourism. Tourism Management,31(1), 1-12.

Pamungkas, R.N., S. Indriyani, L. Hakim. 2013. The ethnobotany of homegardens alongrural corridors as a basis for ecotourism planning: a case study of Rajegwesi village,Banyuwangi, Indonesia. J. Bio. Env. Sci. 3(9), 60-69

Pangeman, A., Maryunani, L. Hakim, B. Polii. 2012. Economic analisys of BunakenNational Park Ecotourism Area based on the carrying capacity and visitation level.Asian Transactions on Basic and Applied Sciences. Vol. 2 (2); 34-40.

Rimmington, M., Williams, C., & Morrison, A. (2012). Entrepreneurship in the hospitality,tourism and leisure industries. Routledge.

UNWTO, 2013. Global Tourism Statistic, UNWTO

Weidenfeld, A., Williams, A. M., & Butler, R. W. (2010). Knowledge transfer andinnovation among attractions. Annals of Tourism Research, 37(3), 604-626.

Page 43: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

29

PERAN KEPEMIMPINAN DAN INOVASIDALAM PENGEMBANGAN PERKREDITAN BERBASIS KELEMBAGAAN

KASUS SUBAK GUAMA TABANAN-BALI

Anak Agung Ngurah Bagus KamandaluI Gusti Komang Dana Arsana

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian-BaliE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) Subak Guama merupakan bagianintegral dari lembaga tradisional Subak Guama, dan dikelola secara langsung oleh sumberdaya manusia Subak Guama melalui kegiatan agribisnis. Jumlah modal awal dari BantuanPinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) tahun 2002 untuk Crops Livestock System (CLS)sebesar Rp. 663.500.000,00; untuk Integrated Crops Management (ICM) sebesar Rp.98.000.000,00 dan untuk Kredit Usaha Mandiri sebasr Rp. 81.700.000,00. KUAT SubakGuama memiliki usaha integrasi padi ternak, pengembangan padi terpadu, kredit usahamandiri, produksi pupuk organik, bio urine sapi, penangkar benih unggul, dan penggilinganpadi. Pengelolaan usaha dan kerja sama dari seluruh jajaran pengurus dan karyawan KUATmenghasilkan perolehan sisa hasil usaha (SHU) yang signifikan. Pada tahun 2007 diperolehSHU sebesar Rp. 212.227.525,00, meningkat dua puluh lima kali dibanding SHU tahun2003. Perkembangan usaha KUAT Subak Guama secara finansial sangat menguntungkan.

Kata kunci: kredit, keuangan, usahatani

ABSTRACT

Integrated Agribusiness Cooperative (KUAT) “Guama Subak” is an integral part oftraditional institutions Subak Guama, and managed directly by human resources of SubakGuama in managing agribusiness activities. In the year of 2002, initial capital amount ofDirect Loan Assistance Society (BPLM) for Crops Livestock System (CLS) was Rp.663,500,000.00, for Integrated Crops Management (ICM) was Rp. 98,000,000.00 and forLoan Independent Business was Rp. 81,700,000.00. KUAT has developed agribusinessactivities such as livestock rice integration, integrated rice development, independentbusiness credit, the production of organic fertilizers, bio-urine of cow, breeder of seed, andrice mill. As a result, KUAT has succeded to produce a significant earning of net income. In2007, it earned net income as amount Rp. 212.227.525,00; an increase of twenty-five timescompare to 2003 earning. In general, development of KUAT business was very profitable.

.Keywords: credit, finance, farming

Page 44: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

30

PENDAHULUAN

Produksi padi nasional masih harus ditingkatkan untuk mencukupi kebutuhan panganbagi sekitar 275 juta penduduk Indonesia tahun 2025. Tahun 2014 Kementerian Pertanianmentargetkan produksi beras bisa surplus sebesar 10 juta ton. Untuk mencapainya makadilakukan pemanfaatan inovasi teknologi yang telah dihasilkan dari kegiatan penelitian danpengembangan di bidang pertanian (Wardana dkk, 2011).

Dalam Permentan tersebut instansi vertikal Badan Litbang Pertanian di daerah, BPTPditugaskan untuk melakukan pendampingan teknologi dan memberikan rekomendasiteknologi spesifik lokasi kepada Dinas Pertanian di tingkat provinsi dan kabupaten/kota(Kamandalu dkk, 2012). Penerapan teknologi pertanian seperti penggunaan benih unggulbermutu, penggunaan pupuk yang berimbang juga telah banyak membantu meningkatkanhasil pertanian. Namun disisi lain organisasi petani (kelompok tani) sebagian besarnampaknya kurang mampu untuk menghimpun dana untuk dapat memenuhi kebutuhannyadalam berusahatani, khususnya dalam penyediaan sarana produksi tepat jumlah dan waktu.

Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) yang diterima Subak Guama, yangdiperoleh dari Bagian Proyek Pengembangan Padi Terpadu (P3T) Bali Tahun Anggaran2002, dengan nilai Rp 843.200.000,- terdiri dari tiga jenis kegiatan yaitu: Pengelolaan PadiTerpadu (ICM), Integrasi Padi – Ternak (CLS) dan Pemicu Penguatan Modal Usaha RumahTangga (KUM), yang pengelolaannya diwujudkan dalam lembaga manajemen yang disebutKUAT (Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu) Subak Guama, dengan menggunakan standartmanajemen Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dengan pola Akuntansi Perusahan Modern(APM).

Pertimbangan yang dapat dijadikan landasan, bahwa pentingnya agribisnis perkreditansebagai andalan yang dapat memulihkan ekonomi nasional adalah: 1) mengakar padaresource based yang merupakan kekuatan nasional; 2) mempunyai karakteristik menciptakankesempatan kerja yang relatif banyak; 3) menghasilkan devisa; dan 4) menjadi sumberpendapatan masyarakat terutama di pedesaan (Solahudin,1999).

Selanjutnya Nani (2007), mengkaji pelaksanaan program Kredit Usaha Mandiri untukkelompok tani wanita yang merupakan program KUM Subak Guama, juga terbatas dalamkeberhasilan program tanpa menyentuh makna dibalik keberhasilan tersebut. Hasil penelitianGenggor (2003), tentang dinamika subak di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, KabupatenBadung Bali menunjukkan bahwa tingkat kemandirian Subak Pelaga berada dalam katagoritinggi. Setiap hari hamparan sawah Subak Pelaga tidak pernah absen dari kunjunganwisatawan. Banyak kegiatan dari pekerjaan di sawah yang menarik bagi wisatawan, sepertimembajak dan menggaru memanfaatkan tenaga sepasang sapi, menanam padi, menyiang,menghalau burung, serta ketika padi menguning dan panen. Petani anggota subak belummenerima secara langsung manfaat ekonomis dari kunjungan wisatawan ke hamparan

Page 45: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

31

sawahnya. Kajian pemberdayaan subak sebagai konsep kelestarian yang mencakup:kelembagaan, jaringan irigasi, produksi pangan, tradisi ritual keagamaan terkait denganbudidaya padi dengan manajemen modern yang optimal sehingga subak eksis sebagaiorganisasi ekonomi berorientasi agribisnis (Yadnya, 2006).

Adjid (1998) menyatakan bahwa strategi pembangunan agribisnis berupaya untukmewujudkan secara material sesuatu wawasan dalam dunia nyata dengan wujud eksistensisuatu sistem adalah suatu karya kemasyarakatan yang kompleks. Meskipun demikian, karenasetiap upaya manusia untuk mencapai atau mewujudkan sesuatu tujuan (nilai, idaman,rencana) yang menyangkut kerjasama dan pemanfaatan sumberdaya serta lingkungan hidupharus berlangsung melalui proses terpola dan melembaga, maka pengembangan agribisnis ituharus diusahakan supaya berlangsung melalui proses tertentu yang dirancang dan direkayasasecara sadar untuk menjamin keberhasilannya dengan efektif dan efisien.

Kelompok yang mengkoordinasikan sistem pengaturan dan penggunaan air di Balidikenal dengan nama subak. Sutawan dkk. dalam Pitana dkk. (1992) memberikan definisibahwa subak adalah organisasi petani lahan basah yang mendapatkan air irigasi dari suatusumber bersama, memiliki satu atau lebih Pura Bedugul, serta mempunyai kebebasan didalam mengatur rumah tangganya sendiri maupun di dalam berhubungan dengan pihak luar.

Dari catatan sejarah diperkirakan subak telah ada di Bali sejak abad ke-sembilan(Sutawan, dkk. 1983). Sutha (1978) mengatakan bahwa dalam perjalanan sejarah Bali lebihlanjut dan berdasarkan hasil penelitian bahwa pertanian dengan sistem persawahan dantegalan yang teratur telah ada di Bali sejak tahun 882 M yang menyebutkan kata-kata huma(sawah) dan parlak (tegalan). Besar kemungkinannya subak ada jauh sebelumnyamengingat pada tahun 882 M sudah ada pembuatan terowongan air untuk kepentinganpertanian (Purwita, 1986). Uraian tersebut memberikan gambaran bahwa proses antarapelaksanaan sistem pertanian sawah dan tegal, sudah ada dengan mulai dikenalnya istilahsubak sebagai kegiatannya (abad ke 11 atau tahun 1071 M) (Sudarta, dkk., 1989). Sutawan(1986) mengatakan bahwa subak sebagai organisasi petani pemakai air di Bali memiliki ciri-ciri dasar sebgai berikut: (1) Subak merupakan organisasi petani yang mengelola air irigasiuntuk anggota-anggotanya. Sebagai suatu organisasi, subak mempunyai pengurus danaturan-aturan keorganisasian, baik tertulis maupun tidak tertulis; (2) Subak mempunyai suatusumber air bersama; (3) Subak mempunyai suatu areal persawahan; (4) Subak mempunyaiotonomi baik internal maupun eksternal dan (5) Subak mempunyai satu atau lebih PuraBedugul.

Mengkaji masalah pengembangan perkreditan berbasis subak, pada era global subakmempunyai peran strategis dalam membangun pertanian berkelanjutan. Tradisi dan nilai-nilai sosial budaya utamanya ritual keagamaan yang terkait erat dengan budaya padi,mempunyai peran yang penting dalam membangun kebersamaan dan keharmonisan sertakestabilan sosial dalam komunitas pertanian dan pedesaan, sehingga dapat mendorong

Page 46: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

32

kerjasama dalam melakukan pemeliharaan jaringan irigasi (Sutawan dalam Pitana dkk,2005).

METODE PENELITIAN

Penelitian menggunakan studi kasus pada Subak Guama di Desa SelanbawakKecamatan Marga Kabupaten Tabanan. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja(purposive sampling) dengan pertimbangan bahwa Subak Guama merupakan salah satusubak yang pernah menerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM). SubakGuama telah mendirikan koperasi tani sebagai cikal bakal organisasi ekonomi berbasisagribisnis, yang perlu mengetahui dan memahami faktor-faktor internal dan eksternal yangmempengaruhi strategi pengembangan agribisnis berbasis subak. Subak Guama memilikiareal persawahan yang berada di pedesaan yakni Desa Batannyuh, Desa Selanbawak, danDesa Peken Belayu. Dengan wilayah 3 desa ingin diketahui apakah infrastruktur, sepertisarana transportasi telah mamadai untuk melakukan usaha agribisnis secara berkelanjutan.Data yang digunakan adalah data sekunder hasil rapat anggota tahunan (RAT) dari koperasiKUAT Guama tahun 2004 sampai tahun 2007.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Subak Guama membawahi tiga wilayah yaitu Desa Selanbawak, Desa Batannyuh danDesa Peken Belayu dengan luas areal 172 Ha, terletak di Kecamatan Marga KabupatenTabanan, telah mengembangkan usaha agribisnis sejak tahun 2002 melalui lembagakeuangan subak berbentuk Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu Subak Guama sebagai salahsatu strategi pengembangan agribisnis berbasis subak. Struktur organisasi Subak Guamasebagai basis pengembangan agribisnis sebagai tersebut pada Gambar 1.

Struktur organisasi Subak Guama sebagai strategi pengembangan agribisnis, pengurusdari unsur subak dengan fungsi pengayoman dan sebagai motivator terhadap jalannya usaha.Untuk menjalankan tugas tradisional, yakni mengurus jadwal tanam, kebutuhan air, ritualyang berlaku di subak mengkoordinasi kepentingan subak dengan lembaga pemerintahanterkait, merupakan tugas pokok sebagai Pekaseh atau kelihan subak. Subak Guama sebagaibasis strategi pengembangan agribisnis dijalankan sepenuhnya oleh menajer dan staf,dibawah pengawasan pengurus dengan tugasnya masing-masing.

Page 47: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

33

Gambar 1. Struktur Organisasi Subak Guama

Koperasi ini telah berbadan hukum Nomor 22/BH/DISKOP/VIII/2003 tanggal 14Agustus 2003, dengan jumlah anggota sebanyak 544 orang, dari unsur kerama carik.Bidang usaha yang dikelola oleh Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) Subak Guamadari modal Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) sebesar Rp. 843.200.000,00

Page 48: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

34

dimanfaatkan untuk (i) Integritas Padi dengan Ternak/Crops Livestock System (CLS), (ii)Pengembangan Padi Terpadu/Integrated Crops Management (ICM), (iii) Kredit UsahaMandiri (KUM).

Untuk mengelola aktivitasnya koperasi dilengkapi dengan bidang organisasi yangterdiri dari: pengurus 3 orang, badan pengawas 3 orang, 1 orang manager dibantu 6 orangkaryawan tetap dan 10 orang tenaga harian lepas. Sejalan dengan tumbuhnya kepercayaananggota, Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu Subak Guama telah melakukan pengembanganusaha agribisnis antara lain: penangkar benih, pembelian gabah, penyosohan beras,penggemukan sapi, produksi pupuk organik, bio urine sapi, dan unit pelayanan jasa alsintan(UPJA). Modal dari pengembangan usaha agribisnis ini berasal dari modal makro danmikro. Modal makro diperoleh dari pemerintah pusat dalam hal ini Departemen Pertanianberupa Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) dan modal mikro diperoleh darideposito dan tabungan anggota.

Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu Subak Guama merupakan bagian integral darilembaga tradisional Subak Guama, dan dikelola secara langsung oleh Subak Guama denganmemanfaatkan sumber daya manusia yang dimiliki oleh Subak Guama yang dianggapmampu mengelola kegiatan agribisnis. Jumlah modal awal dari Bantuan Pinjaman LangsungMasyarakat (BPLM) sebagai tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Modal Awal Koperasi Usaha Agribisnis (KUAT) Subak GuamaNo Jenis unit usaha Jumlah dana ( Rp)1 Crops Livestock System (CLS) 663.500.000,002 Integrated Crops Management (ICM) 98.000.000,003 Kredit Usaha Mandiri (KUM) 81.700.000,00

Sumber: Neraca Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu, 2008.

Kesungguhan pengelolaan usaha dan kerja sama yang baik dari seluruh jajaranpengurus dan karyawan menghasilkan perolehan sisa hasil usaha sampai tahun 2008 dariseluruh jenis usaha agribisnis yang dikembangkan oleh Koperasi Usaha Agribisnis TerpaduSubak Guama melalui sistem dan sub sistem agribisnis seperti, integritas padi ternak,pengembangan padi terpadu, kredit usaha mandiri, produksi pupuk organik, bio urine sapi,penangkar benih unggul penyosohan padi, terinci pada Tabel 2.

Perkembangan usaha Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) Subak Guamasecara finansial sangat menggembirakan, namun sisa hasil usaha tahun 2008 menunjukkanangka penurunan. Untuk mewujudkan usaha agribinis yang berkelanjutan perlu diperhatikanfaktor lingkungan yang mempengaruhi kelangsungan usaha agribisnis. StrategiPengembangan Agribisnis Berbasis Subak mengarah kepada 4 pilar sistem dan sub sistemagribisnis yaitu: (1) eksistensi semua komponen sistem agribisnis melalui sub sistemagribisnis yaitu: pengadaan, penyaluran sarana produksi, teknologi, sumberdaya pertanian,

Page 49: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

35

budi daya (usaha tani), pengolahan hasil, sarana prasarana; (2) wirausaha dan kemitraanusaha yang saling menguntungkan; (3) iklim lingkungan yang kondusif dan (4) dukungandari pihak pemerintah untuk menumbuhkembangkan inisiatif para pelaku agribisniskhususnya Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu Subak Guama. Koperasi Usaha AgribisnisTerpadu Subak Guama merupakan lembaga yang mengelola potensi ekonomi di wilayahSubak Guama dan sekaligus menjadi salah satu kekuatan Subak Guama sebagai organisasitradisional agraris religius dalam menghadapi era global dan perkembangan teknologi yangsemakin cepat. Kecepatan perkembangan teknologi merupakan tantangan tersendiri bagikelangsungan usaha Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu yang dilandasi oleh prinsip-prinsipbudaya tradisional religius yang dimiliki oleh Subak Guama.

Tabel 2. Rincian Perolehan Sisa Hasil Usaha (SHU) Subak GuamaTahun 2002-2008Tahun Sisa Hasil Usaha (Rp)20032004200520062007

8.274.823,00109.889.492,00140.952.178,00159.175.138,00212.227.525,00

Sumber : Neraca Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu, 2008

Untuk menunjang operasional usaha, Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu SubakGuama dilengkapi dengan barbagai perangkat inventaris, yang diperoleh dari programdonasi. Daftar inventaris dari program donasi sebagai tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Daftar Inventaris Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu Subak GuamaNo. Inventaris Unit Tahun Nilai Perolehan (Rp)1. Bangunan Kantor 2 2005 84.862.000,002. Mitsubhisi Pik Up L.300 1 2007 7.000.000,003. Hand traktor Kubota 3 2006 65.050.000,004. Power treser 4 2006 12.000.000,005. Mesin pengayak kompos 1 2006 4.500.000,006. Rece Milling Unit 1 2007 96.254.100,007. Lantai jemur 1 2007 45.000.000,008. Kandang koloni 1 2007 17.561.100,009. Gudang benih 1 2007 29.000.000,00

10. Meja kerja 7 2005 7.400.000,0011. Meja Tamu 2 2007 3.000.000,0012. Komputer 3 2006 24.000.000,00Sumber: Data Primer Subak Guama

Page 50: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

36

Unit-unit usaha agribisnis yang dilakukan oleh Koperasi Usaha Agribisnis TerpaduSubak Guama

Untuk meraih sisa hasil usaha yang maksimal dilakukan usaha yang sungguh-sungguhdengan memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan dan berusaha untuk mengembangkanunit-unit usaha yang menguntungkan bagi usaha Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu SubakGuama. Berkembangnya unit-unit usaha menuntut ruang lingkup pemasaran yang lebih luas,sehingga unit-unit yang berkembang dan menghasilkan produk pertanian seperti benih padi,pupuk organik dan beras dipasarkan ke kabupaten lain, seperti Badung, Gianyar danJembrana.

Unit-unit usaha yang dikelola oleh Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu Subak Guamaadalah sebagai berikut:

1. Crops Livestock System (CLS)Merupakan usaha agribisnis hulu dengan tujuan memperbaiki struktur tanah dengan

jalan mengembangkan kredit sapi 1-2 ekor kepada anggota secara bergulir yang dipelihara dilahan pertanian masing-masing anggota. Jangka waktu kredit selama dua tahun denganbunga per bulan sebesar 1 % dan biaya administrasi kredit sebesar 2,5%. Jika terjadi halyang tidak diinginkan misalnya, sapi yang diterima mati, maka diberikan keringanan berupapembebasan pembayaran bunga dan perpanjangan pengembalian pokok kredit selama 1tahun.

2. Integrated Crops Management (ICM)Usaha pengembangan padi terpadu dilakukan dengan mengusahakan pengadaan bahan

input produksi seperti: benih, pupuk, obat-obatan yang secara langsung disalurkan secarakredit kepada petani dengan perhitungan bunga 1 % per bulan dan sistem pembayarannyadilakukan setalah panen. Usaha ini memberi kemudahan kepada petani untuk memperolehbahan input berupa saprodi disamping harga yang terjangkau.

3. Kredit Usaha Mandiri (KUM)Usaha simpan pinjam ini dimanfaatkan oleh anggota ibu-ibu tani untuk menunjang

usaha rumah tangga skala kecil, seperti produksi minyak kelapa, dan modal usaha lainnyayang dimiliki oleh wanita tani. Bunga pinjaman sebesar 2 % menurun, biaya administrasi2,50 % jangka waktu pinjaman selama 1 tahun.

4. Usaha penangkaran benih padiUsaha ini dilakukan dengan membina petani penangkar untuk bekerja sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkan oleh Balai Benih selaku instansi yang berwenang mengeluarkanlabel benih bermutu. Luas penangkaran mencapai 50 Ha dengan jumlah produksi setiapmusim mencapai 400 ton. Disamping disalurkan kepada petani Subak Guama, hasilpenangkaran benih padi ini juga disalurkan melalui kerja sama dengan PT Sanghyang Sriselaku produsen benih padi nasional. Harga jual eceran per kg mencapai Rp. 4.500,00 untukpetani anggota dan Rp. 5.000,00 untuk petani bukan anggota. Harga jual partai besar kepadarekanan sebesar Rp. 4.250,00

Page 51: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

37

5. Produksi pupuk organikBahan baku dari pupuk organik berasal dari kotoran sapi yang dipelihara di areal

pertanian Subak Guama. Bahan baku kotoran sapi ini dibeli dari petani peternak dankemudian diproses menjadi pupuk organik. Produksi pupuk organik ini mencapai 7,5 ton perhari dan disalurkan ke proyek-proyek perkebunan dan pasar swalayan Tiara DewataDenpasar. Dampak langsung dari produksi pupuk ini kepada petani peternak adalahmemperoleh nilai tambah dari sisa kotoran sapi.

6. Penyosohan berasUntuk melengkapai usaha dari hulu sampai ke hilir, Koperasi Usaha Agribisnis

Terpadu Subak Guama mengembangkan unit usaha penyosohan beras. Bahan baku diperolehdari hasil produksi padi di Subak Guama dan subak-subak yang lain di luar Subak Guama,dengan kapasitas produksi 400 kg perjam. Beras hasil produksi Koperasi Usaha AgribisnisTerpadu Subak Guama disalurkan ke pasar umum di Tabanan dan salah satu KoperasiKaryawan Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar.

7. Peternakan sapi dengan kandang koloniUsaha ini difokuskan pada perolehan bio urine sapi yang dipergunakan untuk pupuk

daun untuk memenuhi permintaan petani di Subak Guama dalam program padi organik.Pemeliharaan ternak sapi dengan sistem kandang koloni dengan kapasitas enam ekor cukupuntuk mendukung permintaan petani tentang pupuk bio orine yang baru diperkenalkan.Tujuan selanjutnya adalah untuk memberdayakan petani peternak dalam Program CLS untukmembuat pupuk organik bio urine secara mandiri, seperti membuat pupuk kompos darikotoran sapi secara mandiri selama ini. Pupuk ini diharapkan dapat memperbaiki strukturtanah di masa yang akan datang.

Keanggotaan dan Rapat Anggota Tahunan (RAT)Untuk mewujudkan cita-cita Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu Subak Guama yakni

kesejahteraan bagi anggotanya maka peran anggota yang berasal dari cacakan carik ataukerama carik, memiliki peran penting dalam kehadirannya pada saat Rapat AnggotaTahunan. Rapat Anggota Tahunan sebagai ajang pertanggung jawaban pengurus tentangpelaksanaan rencana kerja yang ditetapkan pada tahun buku bersangkutan.

Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu Subak Guamamerupakan instrumen pertanggungjawaban pengurus mengenai kinerja dan pelaksanaanperencanaan usaha yang ditetapkan sebelumnya. Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu SubakGuama melaksanakan Rapat Anggota Tahunan pada bulan Pebruari setiap tahunnya, iniberarti pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT) tepat waktu. Penetapan waktu Rapat

Page 52: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

38

Anggota Tahunan (RAT) sesuai dengan anggaran dasar adalah bulan Januari sampai denganbulan Maret tahun berikutnya.

Rapat Anggota Tahunan Koperasi Usaha Agribisnis Terpadu Subak Guama telahdilaksanakan enam kali dan kehadiran anggota selalu memenuhi syarat sebagai berikut: (1)tahun 2003 kehadiran anggota 310 orang, (2) tahun 2004 kehadiran anggota 135 orang, (3)tahun 2005 kehadiran anggota 325 orang, (4) tahun 2006 kehadiran anggota 340 orang, (5)tahun 2007 kehadiran anggota 294 orang dan (6) tahun 2008 kehadiran anggota 365 orang.Jumlah kehadiran anggota pada setiap Rapat Anggota Tahunan merupakan barometerkepercayaan anggota kepada koperasi.

KESIMPULAN

Keberhasilan perkreditan berbasis kelembagaan Subak Guama sangat tergantung darisemangat kepemimpinan subak sebagai lembaga sosial tradisional religius, dikaitkan denganstrategi pengembangan agribisnis berbasis subak dan berdasarkan data primer memiliki: (1)intensitas pelaksanaan ritual nilai-nilai tradisional religius menunjukkan ritual di SubakGuama berjalan dengan baik, (2) sistem pengairan setengah teknis, (3) memiliki KoperasiUsaha Agribisnis Terpadu yang dikelola oleh Sumber Daya Manusia profesional, (4) kualitasproduk yang memadai dan mampu bersaing di pasar, dan (5)struktur organisasi yangterintegrasi merupakan modal kuat untuk menjalankan proses perkreditan.

Faktor Internal-Eksternal, atau kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yangmenentukan strategi pengembangan agribisnis berbasis subak antara lain: (1) faktor kekuataninternal, yaitu: sumber daya manusia, awig-awig atau aturan yang mengikat (skor), nilaitradisional religius (skor), struktur organisasi, sikap petani yang positif terhadap agribisnis,(2) faktor kelemahan internal yaitu: kualitas produk cepat rusak, kepemilikan lahan terbatas,pengetahuan petani terbatas, petani penyakap. Dukungan petani yang positif terhadapagribisnis menunjukkan sangat setuju. Kekuatan internal berpengaruh antara lain: sumberdaya manusia dengan nilai tradisional relegius, awig–awig yang mengikat, Koperasi UsahaAgribisnis Terpadu dan sikap petani yang positif terhadap agribisnis. Kekuatan inidimanfaatkan untuk mendapatkan peluang yang ada dengan memperkuat akses pasar untukmemasarkan jumlah produk benih dengan produksi maksimal agar seluruh produk dapatdiserap oleh pasar. Program pemerintah merupakan peluang menguntungkan untukmendapatkan inovasi teknologi yang berkelanjutan, sehingga peluang usaha dapat berjalansangat baik dengan menjalin mitra kerja.

Page 53: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

39

DAFTAR PUSTAKA

Dudung Abdul Adjid. 1998, Bunga Rampai Agribisnis dalam Kebangkitan, Kemandiriandan Keberdayaan Masyarakat Pedesaan. Sinar Tani, Jakarta.

Kamandalu. A. A. N. B., Suratmini. P.T. dan Suryawan.I.B.G. 2012. Laporan Akhir TahunPendampingan Program SL-PTT Padi Sawah di Provinsi Bali. Balai PengkajianTeknologi Pertanian Bali. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan TeknologiPertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.

Sudarta, Wayan. 1989 Mobilisasi Sumber Daya dalam Subak yang Anggotanya BerdedaAgama. Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Denpasar.

Sutawan Nyoman, Windia, Sutjipta, dan Suteja. 1983. Studi Perbandingan Subak dalamSistem Irigasi PU dan Subak dalam Sistem Irigasi Non PU. Kasus Subak Celuk danSubak Timbul Baru, Kabupaten Gianyar. Univesitas Udayana Denpasar.

Sutawan, Nyoman dalam Pitana editor 1992, Subak Sistem Irigasi Tradisional di BaliSebuah Canangsari. Upada Sastra Denpasar.

Wardana, P., J. Mejana, G.R. Pratiwi, Z. Susanti, Y. Nugraha dan Suharna. 2011. LaporanTahunan 2010. Inovasi Varietas Unggul Baru dan Teknologi Adaptif Perubahan IklimGlobal. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Penelitian dan PengembanganPertanian, Kementerian Pertanian.

Page 54: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

40

PERAN KEPEMIMPINAN DAN INOVASI LOKALDALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA:

Studi Kasus Desa Tambaksari, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan,Jawa Timur

Rukavina Baksh

Fakultas Pertanian Universitas TadulakoE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari peran kepemimpinan dan inovasi lokaldalam pengembangan ekowisata, yang dilakukan di Desa Tambaksari, kecamatanPurwodadi, kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Studi ini menggunakan pendekatan deskriptifuntuk menggambarkan peran kepemimpinan dan inovasi lokal dalam pengembanganekowisata di Desa Tambaksari. Hasil studi menunjukkan bahwa peran leadership dalampengembangan ekowisata di Desa Tambaksari sudah berfungsi dengan menginisiasipembentukan organisasi ekowisata yakni Badan Usaha Milik Desa La Dewi Sari. Lembagaini mengatur dan mengendalikan jasa ekowisata yang ada di Desa Tambaksari.Pengembangan inovasi dalam jasa ekowisata diarahkan untuk membangun partisipasi,menggali potensi lokal dan mengembangkan program-program lokal. Partisipasi masyarakatdalam pengembangan ekowisata di Desa Tambaksari masih perlu ditingkatkan, salah satunyamelalui pengembangan inovasi.

Kata kunci: kepemimpinan, inovasi, ekowisata

ABSTRACT

This paper is aimed to study the roles of leadership and local innovation in ecotourismdevelopment. The study is conducted in Tambaksari village, Purwodadi District, PasuruanRegency, East Java. The study of a descriptive approach is employed to describe the role ofleadership and local innovation in ecotourism development in Tambaksari village. Theresult shows that the role of leadership in ecotourism development in Tambaksari village hasbeen functioning through initiation of the formation of ecotourism organization La DewiSari. This organization manages and controls the ecotourism services in Tambaksari village.The Innovation development of ecotourism services intended to create participation, explorethe local potential, and promote the local programs. The community participation inecotourism development in Tambaksari village still need to be improved, one through localinnovation

Keywords: leadership, innovation, ecotourism

Page 55: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

41

PENDAHULUAN

Ekowisata didefinisikan oleh The International Ecotourism Society (2000), sebagaibentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab ke kawasan alami yang dilakukan dengantujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduksetempat. Pada titik ini, pengertian ekowisata dapat dilihat sebagai suatu konseppengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan mendukung upaya-upaya pelestarianlingkungan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya. Ekowisataberbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktifkomunitas. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memilikipengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai dayatarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi suatu kemutlakan. Pelibatanmasyarakat mendorong terciptanya inovasi-inovasi penduduk lokal yang dapatmeningkatkan nilai tambah produk dan jasa ekowisata yang dimiliki oleh suatu wilayah.

Pengembangan inovasi dalam jasa ekowisata diarahkan untuk membangun partisipasi,menggali potensi lokal dan mengembangkan program-program lokal (bottom-up on regionalpotentials) dalam aspek lingkungan dan sosial budaya (Fodor and Sitanyi dalam Nugroho,2011). Pengembangan inovasi difokuskan kepada peran Otonomi institusi lokal untukmempromosikan transfer pengetahuan dan teknologi, untuk memelihara organisasi ekowisatasenantiasa memberikan aliran manfaat kepada penduduk lokal (Nugroho, 2011).

Keberhasilan pengembangan wisata juga tergantung pada kepemimpinan yang kuatpada berbagai kegiatan antar sektor, kegiatan-kegiatan wisata yang mendapatkankeuntungan, dan penguatan jaringan antar sektor. Walaupun demikian, dalam jangkapanjang, kepemimpinan dibutuhkan untuk mendorong konsep dari “followership” sehinggawisata dapat memperoleh keuntungan ekonomi melalui usaha mereka sendiri secara proaktif(Haven-Tang & Jones, 2012). Kebutuhan akan leadership dalam jasa ekowisata sangatpenting (WES dalam Nugroho, 2011). Organisasi cluster ekowisata perlu diperkuat denganleadership untuk menjalankan visi, misi dan strategi dalam konservasi lingkungan (Prieto,Gilmore and Osiri dalam Nugroho dan Negara, 2013).

Desa Tambaksari adalah desa yang dicanangkan sebagai desa wisata yang terletak diKecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan. Desa ini terdiri dari empat dusun, di manasetiap dusun memiliki keunikan tersendiri. Dusun Krai dengan sapi perahnya, DusunAmpelsari dengan kesenian tradisionalnya, Dusun Gunung Malang dengan perkebunannya,dan Dusun Tambak Watu dengan situs purbakalanya. Keunikan tersebut yang membuatDesa Tambaksari memiliki unsur-unsur ekowisata yang belum lama ini dikembangkan diwilayah tersebut. Disamping itu desa ini terletaknya di kaki Gunung Arjuno yang merupakankawasan penyanggah sehingga konsep ekowisatalah yang dianggap paling cocok untukditerapkan di Desa Tambaksari dengan tujuan untuk melestarikan kawasan tersebut.

Page 56: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

42

Pengembangan ekowisata di Desa Tambaksari pada awalnya diprakarsai oleh YayasanKaliandra. Salah satu misi Yayasan Kaliandra ini adalah memfasilitasi upaya konservasialam dan budaya di kawasan hutan lindung sekitar Gunung Arjuno. Mulanya konsepekowisata ini kurang mendapat respon dari masyarakat setempat karena kurangnyapemahaman tentang ekowisata. Selain itu kurangnya rasa percaya terhadap orang luar jugamerupakan faktor penghambat lainnya. Seiring berjalannya waktu sebagian masyarakatmulai merespon kegiatan ekowisata yang dilakukan di Desa Tambaksari, ditandai dengandibentuknya organisasi masyarakat (La Dewi Sari) yang mengatur kegiatan ekowisata didesa tersebut. Peranan para pendiri La Dewi Sari, yang didukung oleh pemerintah setempatdan tokoh masyarakat, sangat penting dalam pendeklarasian Desa Tambaksari sebagai DesaWisata pada tahun 2010.

Pembentukan Desa Wisata Tambaksari yang relatif masih baru membuka peluanguntuk para peneliti melakukan kajian-kajian yang hasilnya diharapkan dapat menjadi acuanpengembangan ekowisata di daerah tersebut. Fenomena pengembangan ekowisata di DesaTambaksari yang sebagian besar dimotori oleh masyarakat setempat, dapat memperkayastudi tentang pengelolaan ekowisata. Menurut Nugroho dan Negara (2013), perpaduanantara kekayaan budaya dan manajemen cooperative dapat menjadi alternatif manajemenekowisata, untuk studi kasus di Candirejo, karena selama ini pengelolaan ekowisata selaludiasosiasikan dengan standar manajemen taman nasional (Nugroho, 2011). Untuk itu studiini dilakukan untuk mengetahui peran kepemimpinan dan inovasi lokal dalampengembangan ekowisata yang sedang dilakukan di Desa Tambaksari.

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian ini bertempat di Desa Wisata Tambaksari. Desa ini termasuk dalamwilayah Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. DesaTambaksari merupakan salah satu desa yang terletak di kaki Gunung Arjuno, sehingga desaini berfungsi sebagai daerah penyangga.

Lokasi penelitian tersebut dipilih berdasarkan pertimbangan: (1) Desa tersebut telahditetapkan sebagai desa wisata, (2) Desa tersebut merupakan daerah penyanggah hutankarena letaknya terletak di kaki Gunung Arjuno, sehingga konsep ekowisata merupakansalah satu solusi untuk melestarikan daerah tersebut, (3) Desa Tambaksari memilikikeunikan tersendiri, yaitu terdiri dari empat dusun yang masing-masing dusun memilikispesifikasi tersendiri yakni, Dusun Krai dengan sapi perahnya, Dusun Ampelsari dengankesenian tradisionalnya, Dusun Gunung Malang dengan perkebunannya, dan Dusun TambakWatu dengan situs purbakalanya. Keunikan tersebut bisa menjadi ajang pendidikan bagiwisatawan dengan cara menginap di rumah-rumah penduduk (homestay) dan mengikutikegiatan sehari-hari masyarakat di desa tersebut.

Page 57: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

43

Gambar 1. Lokasi Penelitian

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancaramendalam dan observasi. Studi ini menggunakan pendekatan deskriptif untukmenggambarkan peran kepemimpinan dan inovasi lokal dalam pengembangan ekowisata diDesa Tambaksari. Wawancara dilakukan kepada masyarakat, pemimpin masyarakat DesaTambaksari, ketua La Dewi Sari dan tokoh masyarakat setempat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Desa TambaksariDesa Tambaksari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Purwodadi,

Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Desa ini berbatasan sebelah Utara dengan DesaSumber Rejo yang masuk Kecamatan Purwosari, sebelah Selatan dengan Desa JatisariKecamatan Purwodadi, sebelah Barat dengan Desa Hutan R. Soerjo Kecamatan Purwodadi,dan sebelah Timur dengan Desa Pucangsari Kecamatan Purwodadi.

Page 58: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

44

Lokasi penelitian yakni Desa Tambaksari berjarak 67 Km dari ibukota Propinsi JawaTimur dan bisa ditempuh kurang lebih 2 jam perjalanan dengan kendaraan. Sedangkan jarakdari desa ini ke ibukota Kabupaten/Kotamadya Pasuruan 40 Km dan bisa ditempuh kuranglebih 1,5 jam dengan kendaraan.

Desa Tambaksari terletak di ketinggian 850 M dari permukaan laut, dengan curahhujan rata-rata 2000 mm/thn, dan suhu rata-rata 26oC. (RPJM, 2011).

Tabel 1. Luas Wilayah Desa Menurut Penggunaannya

No Luas (Ha) Penggunaan

1 203 Pemukiman umum

2 348 Ladang/tegalan

3 74 Perkebunan

4 48 Wisata pegunungan

5 250 Hutan Lindung

Sumber: RPJM Desa Tambaksari (2011)

Desa Tambaksari memiliki 4 dusun yakni, Dusun Krai, Dusun Ampelsari, DusunGunung Malang, dan dusun Tambak Watu. Jumlah penduduk Desa Tambaksari 4346 jiwadengan jumlah rumah tangga 1299 KK. Jumlah penduduk tersebut terdiri dari 2167 jiwalaki-laki dan 2179 jiwa perempuan.Produk-Produk Ekowisata Desa Tambaksari

Perpaduan antara alam dan spiritual yang kuat dalam masyarakat Desa Tambaksarimenjadi ketertarikan tersendiri bagi para wisatawan untuk berkunjung. Desa Tambaksarimemiliki berbagai macam potensi pariwisata yang ditawarkan. Potensi-potensi tersebutantara lain, situs-situs purbakala yang beraliran kejawen; pusat kesenian La Bagoes;komunitas petani kopi; peternak susu sapi; meteor garden (tugu tempat jatuhnya meteor padatahun 1975); sumber air sumur gemuling. Selain itu Desa Tambaksari merupakan salah satupintu masuk dalam jalur pendakian Gunung Arjuna. Dengan jalur yang mudah dilalui danmemiliki kharismatik tersendiri di setiap tempat-tempat yang dilalui, membuat para pendakilebih memilih untuk memasuki kawasan pendakian Gunung Arjuna melalui DesaTambaksari.

Produk ekowisata Desa Tambaksari salah satunya yaitu jelajah desa yang menawarkanperjalanan ke setiap Dusun, yaitu Dusun Krai, Sumur Ampelsari, Tambakwatu dan GunungMalang serta mempelajari berbagai macam tanaman yang tumbuh di sekitar DesaTambaksari. Masing-masing dusun memiliki potensi yang berbeda-beda, sehingga

Page 59: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

45

wisatawan akan mendapatkan pengalaman yang berbeda di setiap dusun. Perjalanan berawaldari Dusun Krai, yang memiliki daya tarik utama pada produksi susu sapi perah. Di dusunini wisatawan akan melihat proses pemeliharaan sapi secara tradisional di antaranya, caramemberi makan, proses pemerahan susu dan melihat proses pengolahan susu sepertipembuatan stick susu. Terdapat pula pengolahan limbah sapi perah. Limbah yang dihasilkanoleh sapi perah dikembangkan menjadi sumber energi yang ramah lingkungan yakniBIOGAS.

Dari Dusun Krai dilanjutkan berkunjung ke Dusun Ampelsari. Dusun Ampelsarimerupakan pusat pemerintahan di Desa Tambaksari. Terdapat 12 Homestay yangditawarkan untuk penginapan wisatawan. Daya tarik utama yang terdapat di dusun iniadalah sanggar kesenian dengan berbagai pertunjukkan tarian tradisional seperti tarian asalmuasal Tambaksari dan juga tari remo. Sanggar kesenian tersebut merupakan pusat keseniandesa yang bernama La-Bagoes sebagai pusat pembelajaran kesenian jawa. Sanggar inimenawarkan paket 10 menit menjadi seniman dengan belajar menggunakan alat-alat musiktradisional masyarakat Desa Tambaksari. Di dusun ini pula wisatawan dapat berbelanjabuah dari perkebunan secara langsung, seperti buah durian, alpukat, srikaya dan sawo padasaat musim panen sekitar bulan Desember hingga Maret setiap tahunnya. Terdapat pulaperkebunan bunga khususnya bunga mawar dan anggrek. Selain itu, wisatawan akan diajakuntuk mengunjungi sumber air bertuah yang ada di Desa Tambaksari yaitu Sumur Gemuling.

Kunjungan selanjutnya ke Dusun Gunung Malang yang memiliki daya tarik utamaperkebunan kopi dan proses pembuatan kopi. Di dusun ini wisatawan akan mempelajaritentang proses pemetikan biji kopi secara langsung dari perkebunan kopi. Tidak hanyasebatas pemetikan biji kopi, wisatawan juga dapat mengolah biji kopi tersebut hinggamenjadi bubuk kopi yang siap diminum secara tradisional. Di Dusun Gunung Malangterdapat 14 homestay untuk para pengunjung. Dengan menginap di homestay ini,pengunjung akan belajar cara memasak masakan tradisional dan sebaliknya tuan rumah jugabelajar masakan khas para pengunjung.

Dusun terakhir dari jelajah desa adalah ke Dusun Tambakwatu. Daya tarik utamadusun ini adalah jejak meteor (Meteor Garden) dan situs-situs purbakala. Benda langit yangbiasa disebut dengan meteor tersebut jatuh pada tahun 1975 di ujung barat DusunTambakwatu. Selain itu terdapat pula wisata spiritual yang meliputi meditasi dan olah rasadi situs-situs purbakala seperti Betoro Guru, Gua Ontobugo, Tampuwono, Petilasan Sepilardan Eyang Semar. Betoro guru merupakan sebuah Arca yang dipercaya sebagai penjelmaanDewa Betoro Guru. Di dusun ini juga wisatawan akan mempelajari tentang pengolahanberbagai jenis pisang. Pengolahan pisang dapat menghasilkan berbagai macam makanan danhasil karya, yang diperoleh mulai dari pohon, daun, jantung pisang, dan buah pisang. Hasilolahan tersebut dapat berbentuk seperti, keripik pisang, pecel jantung pisang, bumbu rujak(pisang klutuk), mainan anak yang terbuat dari pohon pisang, bungkus makanan secara

Page 60: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

46

tradisional dari daun pisang, dan batik dari getah pisang. Terdapat pula homestay yangdigunakan tempat menginap bagi wisatawan.

Dusun Tambakwatu merupakan pintu masuk lintasan pendakian Gunung Arjuna.Bagi wisatawan yang berkeinginan untuk mendaki Gunung Arjuna, paket yang ditawarkanadalah perjalanan tiga hari dua malam didampingi pemandu dan porter lokal. GunungArjuna sendiri merupakan gunung tertinggi ke-2 di Jawa Timur, dengan ketinggian mencapai3339 M dpl. Di Gunung Arjuna terdapat cagar budaya yang berunsurkan KerajaanMajapahit, hal ini dibuktikan dengan peninggalan situs-situs purbakala yang banyak danmasih asli.

Selain itu, terdapat pula “Grebek Desa” yang menjadi daya tarik Desa Tambaksari,diadakan setiap setahun sekali yaitu setiap bulan Syuro. Pada acara ini setiap dusunmembawa hasil bumi dan jajanan yang dikemas sedemikian rupa, kemudian diarak menujubalai desa. Masyarakat akan berebut untuk mendapatkan hasil bumi yang dipercaya denganperolehan tersebut masyarakat akan mendapatkan rezeki.

Kepemimpinan dan Inovasi LokalKepemimpinan atau “leadership” dapat dilihat dari beberapa perspektif yaitu:

personality- dimana individu dianggap memiliki ciri-ciri khusus atau karakter; behavior-dimana pemimpin mengambil tindakan untuk menciptakan perubahan dalam suatu kelompoktertentu; skills- dimana kemampuan dari kepemimpinan yang efektif diidentifikasi(Northouse, 2010). Leadership juga dapat didefinisikan dengan keberadaan kekuatanhubungan antara leaders dan followers yang menginspirasi followers atau pengikut untukmemenuhi lebih dari kepentingan diri sendiri secara langsung (Northouse, 2010).

Dalam masyarakat pedesaan, kepemimpinan lokal merupakan kunci kesuksesan yangpaling efektif dalam kegiatan pembangunan termasuk pengembangan ekowisata (Davies,2011). Kepemimpinan lokal adalah konsep yang mengacu kepada praktek-praktekpemerintah lokal, yang mampu membangun visi, membagi kebutuhan danmengimplementasikan kebersamaan di tingkat lokal untuk menghasilkan nilai tambah(Randle and Hatter dalam Nugroho, 2011). Seperti halnya pengembangan ekowisata di DesaTambaksari diawali dengan perumusan visi dan misi oleh para pendiri Lembaga Desa WisataTambaksari atau La Dewi Sari. Lembaga ini memiliki visi untuk, (1) menjadikan DesaTambaksari sebagai desa yang paling nyaman sedunia; (2) desa yang sejahtera; (3) sertamenjadikan Desa Tambaksari sebagai tujuan pariwisata nasional dan internasionalberdasarkan nilai, agama, budaya dan berwawasan lingkungan. Visi ini akan diwujudkandengan beberapa misi antara lain, (1) dengan menguatkan citra pariwisata Desa Tambaksari;(2) meningkatkan diversifikasi produk pariwisata; (3) meningkatkan mutu pelayananpariwisata; (4) meningkatkan hubungan kerja sama yang sinergi antarlembaga pariwisatalintas kecamatan, kabupaten, provinsi dan negara; (5) meningkatkan kesadaran peran

Page 61: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

47

masyarakat; (6) penataan wilayah pengembangan pariwisata berdasarkan nilai keberagamanalam, budaya masyarakat, dan berwawasan lingkungan.

Visi dan misi tersebut jelas menunjukkan bahwa pengembangan ekowisata di DesaTambaksari tidak hanya melibatkan satu pihak melainkan dari semua pihak termasukpemerintah, swasta, NGO, akademisi dan masyarakat. Menurut Dwyer and Edwards (2010),leadership yang kuat dan efektif membutuhkan peran aktif dari berbagai level di tingkatpemerintah, swasta dan masyarakat. Kerjasama antara operator wisata dan pemimpin localmerupakan salah satu faktor keberhasilan dalam pengembangan wisata pedesaan (Wilson etal., 2001).

Peran Leadership dalam pengembangan ekowisata di Desa Tambaksari sudahberfungsi dengan menginisiasi pembentukan organisasi ekowisata yakni terbentuknya BadanUsaha Milik Desa La Dewi Sari. Lembaga ini mengatur dan mengendalikan jasa ekowisatayang ada di Desa Tambaksari mulai dari jelajah desa, homestay, sampai menawarkanpemandu untuk kegiatan pendakian ke Gunung Arjuno. Leadership di lembaga La Dewi Sarijuga sudah berhasil memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekowisata.Profil pemimpin Julianto yang merupakan ketua Lembaga Wisata Desa Tambaksari (LaDewi Sari) telah memberikan pengaruh yang positif kepada masyarakat dengan memotivasiterbentuknya beberapa paguyuban antara lain: paguyuban rumah inap (homestay),paguyuban transportasi, paguyuban pemandu, paguyuban seni dan paguyuban usahamakanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Burns (2001), bahwa pemimpin harus mampumembangun sebuah visi dan menghasilkan ide-ide sehingga followers akan memahamitantangan dan nilai yang terkandung dalam ide-ide tersebut.

Leadership berperan untuk menggali potensi dan inovasi lokal dalam aspeklingkungan dan sosial budaya (Fodor and Sitanyi dalam Nugroho, 2011). Sistem inovasimenekankan kepada peningkatan kinerja ekonomi berbasis knowledge, dicirikan olehteknologi tinggi, tenaga trampil, pendidikan dan pelatihan, inovasi produk, diikuti aliranteknologi dan informasi di antara individu, perusahaan dan institusi (OECD, 1997). Telahdijelaskan sebelumnya, pengembangan inovasi dalam jasa ekowisata diarahkan untukmembangun partisipasi, menggali potensi lokal dan mengembangkan program-programlokal. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata di Desa Tambaksari dibagidalam lima tingkatan: partisipasi dalam perencanaan, partisipasi dalam pengambilankeputusan, partisipasi dalam pelaksanaan, partisipasi dalam pemanfaatan hasil, danpartisipasi dalam evaluasi. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan ekowisata di DesaTambaksari masih perlu ditingkatkan, salah satunya melalui pengembangan inovasi (Bakshet al.,2012). Inovasi untuk mengembangkan informasi pasar ekowisata sangat diperlukan.Hal ini bisa dilakukan oleh tour operator, LSM atau penduduk lokal dengan berbagaipendekatan spesifik dan fleksibel (Nugroho, 2011). Interaksi antar pengunjung, LSM,

Page 62: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

48

akademisi dengan penduduk lokal juga dapat menjadi sumber gagasan dan inovasi untukmemperbaiki layanan ekowisata.

Dalam hal menggali potensi lokal dan mengembangkan program-program lokal,masyarakat Desa Tambaksari telah melakukannya dengan cara melestarikan kebudayaanyang dimiliki diantaranya: situs-situs purbakala, kesenian tradisional, grebek desa danjamasan. Disamping itu Desa Tambaksari pernah bekerja sama dengan Universitas CiputraSurabaya dan Leeds Metropolitan University Inggris. Melalui kerja sama ini, masyarakatDesa Tambaksari mulai mengikuti pelatihan serta pembekalan yang dapat menyokongpotensi “Ekowisata” di daerah tersebut. Universitas Ciputra mengunjungi Desa Tambaksarisecara umum bertujuan untuk pertukaran budaya, wawasan dan pengetahuan denganmasyarakat desa setempat. Mahasiswa jurusan Manajemen Perhotelan dan PariwisataUniversitas Ciputra belajar untuk berkomunikasi dengan lingkungan yang baru. Denganberkunjung ke Desa Tambaksari, mahasiswa-mahasiswa tersebut mendapatkan wawasantentang proses pembuatan kopi, cara bertani, sampai cara bermain gamelan yang merupakanseni tradisional yang terdapat di Desa Tambaksari. Selain itu, mahasiswa Ciputra jugamengajari masyarakat untuk belajar bahasa inggris, cara-cara membuat kue dengan bahan-bahan lokal yang ada di Desa Tambaksari, dan juga masakan bahan lokal standardperhotelan.

Pertukaran budaya, wawasan dan pengetahuan juga dilakukan oleh mahasiswa LeedsMetropolitan University, Inggris. Selama berkunjung mahasiswa Leeds melakukanpemetaan potensi desa melalui jelajah desa. Mahasiswa mempelajari potensi alam yang adadi Desa Tambaksari. Selain itu mereka juga mempelajari filosofi dan cara hidup berbagaimacam tanaman seperti kopi, pisang, bambu, talas, serta belajar tentang menyembelih hewansecara Islam. Sebagai timbal baliknya mahasiswa Leeds mengajari masyarakat tentangmanagement project, dan masuk ke sekolah-sekolah untuk mengajari bahasa inggris.Pengembangan inovasi difokuskan kepada peran Otonomi institusi lokal untukmempromosikan transfer pengetahuan dan teknologi, untuk memelihara organisasi ekowisatasenantiasa memberikan aliran manfaat kepada penduduk lokal dan mencegah kerusakanlingkungan (Nugroho, 2011).

KESIMPULAN

Kepemimpinan yang kuat dan efektif membutuhkan peran aktif dari berbagai level ditingkat pemerintah, swasta dan masyarakat. Seperti halnya pengembangan ekowisata di DesaTambaksari tidak hanya melibatkan satu pihak melainkan dari semua pihak termasukpemerintah, swasta, NGO, akademisi dan masyarakat.

Peran Leadership dalam pengembangan ekowisata di Desa Tambaksari sudahberfungsi dengan menginisiasi pembentukan organisasi ekowisata yakni terbentuknya BadanUsaha Milik Desa La Dewi Sari. Lembaga ini mengatur dan mengendalikan jasa ekowisata

Page 63: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

49

yang ada di Desa Tambaksari. Kepemimpinan di lembaga La Dewi Sari juga sudah berhasilmemotivasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan ekowisata dengan memotivasiterbentuknya beberapa paguyuban antara lain: paguyuban rumah inap (homestay),paguyuban transportasi, paguyuban pemandu, paguyuban seni dan paguyuban usahamakanan.

Pengembangan inovasi dalam jasa ekowisata diarahkan untuk membangun partisipasi,menggali potensi lokal dan mengembangkan program-program lokal. Partisipasi masyarakatdalam pengembangan ekowisata di Desa Tambaksari masih perlu ditingkatkan, salah satunyamelalui pengembangan inovasi. Inovasi untuk mengembangkan informasi pasar ekowisatasangat diperlukan. Dalam hal menggali potensi lokal dan mengembangkan program-program lokal, masyarakat Desa Tambaksari telah melakukannya dengan cara melestarikankebudayaan yang dimiliki dan melakukan pertukaran pengetahuan dengan pihak-pihak luar.

DAFTAR PUSTAKA

Baksh, R., Soermarno, Luchman Hakim, Iwan Nugroho. 2012. Community Participation inthe Development of Ecotourism: A Case Study in Tambaksari Village, East JavaIndonesia. Journal of Basic and Applied Scientific Research., 2(12):12432-12437,2012.

Burns, P. (2001). Entrepreneurship and Small Business. Basingstoke: Palgrave.

Davies, A. (2011). Local Leadership and Rural Renewal through Festival Fun: The Case ofSnowfest. In C. Gibson, & C. Connell (Eds.), Festival Places: Revitalising RuralAustralia (pp. 61-73). Bristol: Channel View Publications.

Dwyer, L, & Edwards, D. (2010). Sustainable Tourism Planning, In J. J. Liburd, & D.Edwards (Eds.), Understanding the Sustainable Development of Tourism (pp. 19-44). Oxford: Goodfellow Publisher Limited.

Haven-Tang & Jones, E. 2012. Local Leaderhip for Rural Tourism Development: A CaseStudy of Adventa Monmouthshire, UK. Tourism Management Perspective 4 (2012):28-35.

Northouse, P.G. (2010). Leadership: Theory and Practice (5th ed.). Thousand Oaks: Sage.

Nugroho, I. dan Negara, P.D., 2013. The Role of Leadership and Innovation in EcotourismServices Activity in Candirejo Village, Borobudur, Central Java, Indonesia. WorldAcademy of Science, Engineering and Technology, 79 2013: 1171-1175

Nugroho, I., 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

OECD, 1997. National Innovation System, Paris: OECD

RPJM. 2011. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa Tambaksari.

Page 64: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

50

The Ecotourism Society, 2000. Ecotourism Statistical Fact Sheet. TIES

Wilson, S., Fesenmaier, D. R., Fesenmaier, J., and Van Es, J. C. (2001). Factors for Successin Rural Tourism Development. Journal of Travel Research, 40(2), 132-138

Page 65: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

51

KAJIAN PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI TANJUNG ENUTERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT PESISIR

Yulianti Kalaba 1), Lien Damayanti 2) James Walalangi3) dan Erny Sirappa 4)

1, 2 dan 4) Staf Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Tadulako3) Staf Pengajar Program Studi Ilmu Budidaya Perikanan Fakultas Peternakan

dan Perikanan Universitas TadulakoE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tanjung Enu merupakan obyek wisata unggulan di Kabupaten Donggala. Kawasanbahari Tanjung Enu memiliki sejumlah potensi pantai unggulan diantaranya terumbu karang,tanaman mangrove dan lamun yang memiliki daya tarik bagi wisatawan. Dampakpositiftujuan wisata ini adalah peningkatan pendapatan daerah (PAD), dan aktifitas penyediajasa usaha nelayan.Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari dampak ekowisata bahariTanjung Enu terhadap pendapatan masyarakat lokal pesisir Tanjung Enu. Penelitianmenggunakan pendekatan model analisis pendapatan. Hasil penelitianmenunjukkan bahwaadanya ekowisata bahari Tanjung Enu secara signifikan meningkatkan pendapatanmasyarakat secara langsung dari usaha penyedia sarana dan prasarana rekreasi,dan secaratidak langsung dari matapencaharian sebagai nelayan. Dampak positif lainnyaadalahpemberdayaanmasyarakat perairan untuk mempertahankan manfaat hasil tangkapandanpeningkatan pendapatan.

Kata kunci: ekowisata bahari, Tanjung Enu, pendapatan dan masyarakat lokal pesisir.

ABSTRACT

Tanjung Enu is a favourite tourism destination ini Donggala Regency. Coastal area ofTanjung Enu has a number of potential feature of beaches including coral reefs, mangrovesand seagrass as attraction for tourists. The positive impact this area destination is anincreasing local revenue (PAD), and the activity of general fishing service. This researchaimed to study the impact of coastal ecotourism Tanjung Enu on income oflocal people. Thestudy used income analysis approach. The results showed that the presence of coastalecotourism Tanjung Enu significantly increase income of local people directly frombusinesses recreation facilities, and indirectly from livelihood as a fisherman. Anotherpositive impact is a community empowerment to sustain the benefits of increased revenue.Keywords: coastal ecotourism, Tanjung Enu, income and local people.

Keywords: marine ecotourism, cape enu, income and local coastal communities.PENDAHULUAN

Page 66: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

52

Ekowisata harus dibedakan dari wisata alam. Wisata alam, atau berbasis alam,mencakup setiap jenis wisata-wisata massal, wisata petualangan, ekowisata yangmemanfaatkan sumber daya alam dalam bentuk yang masih lain dan alami, termasuk spesies,habitat, bentangan alam, pemandangan dan kehidupan air laut dan air tawar. Wisata alamadalah perjalanan wisata yang bertujuan untuk menikmati kehidupan liar atau daerah alamiyang belum dikembangkan. Wisata alam mencakup banyak kegiatan, dari kegiatanmenikmati pemandangan dan kehidupan liar yang relatif pasif, sampai kegiatan fisik sepertiwisata petualangan yang sering mengandung resiko. Ekowisata menuntut persyaratantambahan bagi pelestarian alam. Dengan demikian ekowisata adalah “Wisata alamberdampak ringan yang menyebabkan terpeliharanya spesies dan habitatnya secara langsungdengan peranannya dalam pelestarian dan atau secara tidak langsung dengan memberikanpandangan kepada masyarakat setempat, untuk membuat masyarakat setempat dapatmenaruh nilai, dan melindungi wisata alam dan kehidupan lainnya sebagai sumberpendapatan (Goodwin, 1997:124)”.

Sumberdaya kelautan dengan aneka-ragam ekosistemnya yang berupakeanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnyamerupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Potensi sumberdaya alam bahari danekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagikesejahteraan rakyat dengan tetap memperhatikan upaya konservasi dan rehabilitasinya.Sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai pelestarian alam dan sekaligus sebagaiobyek wisata alam, adalah taman laut, pesisir-pantai, flora termasuk hutan, fauna, danberbagai bentuk ekosistem khusus (Wahyudin, 2005).

Sulawesi Tengah memiliki potensi yang sangat besar berupa laut yang dapatdikembangkan menjadi ekowisata bahari. Potensi laut yang dimiliki salah satunya adalahluas perairan yang diperkirakan sekitar 3 (tiga) kali luas daratan yakni 193.923,75 km2

membentang sepanjang wilayah sebelah timur sejau Teluk Tolo dan Teluk Tomini dansebelah barat adalah Selat Makassar dan sebagian Laut Sulawesi. Potensi perairan lautmengandung sumber penghasilan yang sangat besar berupa bahan makanan ikan dantumbuhan laut. Potensi lestari perairan Laut Sulawesi Tengah diperkirakan sebesar1.593.796 ton per tahun. Dengan potensi yang demikian besar Pemerintah Daerah ProvinsiSulawesi Tengah mengupayakan strategi pengelolaan kedalam 3 (tiga) zona, yang meliputi;(a) Zona I, terdiri dari Laut Sulawesi dan Selat Makassar yaitu Kota Palu, KabupatenDonggala, Kabupaten Toli-Toli dan Kabupaten Buol, (b) Zona II, terdiri dari Perairan TelukTomini Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Poso dan Kabupaten Banggai, (c) Zona III,yang terdiri dari Perairan Teluk Tolo termasuk Kabupaten Banggai Kepulauan danKabupaten Morowali.

Salah satu Kabupaten di Sulawesi Tengah yang memiliki potensi tersebut adalahKabupaten Donggala. Hampir seluruh wilayah Kabupaten Donggala merupakan daerah

Page 67: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

53

pesisir laut dengan pantai berpasir putih yang berada di sekitar mulut Teluk Tomini danperairan pantai Selat Makassar. Salah satu diantaranya adalah Pesisir Tanjung Enu yangmemiliki kekayaan sumberdaya perairan yang sangat baik dan sangat berpotensi untukdikembangkan menjadi ekowisata bahari. Selain itu Tanjung Enu memiliki kekayaanperairan berupa terumbu karang, lamun, hutan mangrove dan berbagai macam jenis ikanyang dapat menjadi salah satu andalan yang dapat ditonjolkan kepada setiap orang yang akanberkunjung.

Ekosistem terumbu karang yang ada di Tanjung Enu saat ini juga dimanfaatkansebagai obyek wisata. Wisata merupakan perjalanan ke suatu tempat untuk sementara waktuguna untuk memenuhi keinginan dan kepuasan diri (Adi et al.,2013). Menurut Fandeli(2001) wisata adalah perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secarasukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Namun,kegiatan wisata yang tidak bersifat konservatif dan tidak dikelola dengan baik akanmenyebabkan terjadinya degradasi lingkungan yang menjadi obyek wisata tersebut. Untukitu perlu adanya suatu bentuk wisata yang berbasis pada kelestarian lingkungan dan sosialbudaya masyarakat atau dikenal dengan ekowisata bahari.

Ekowisata bahari merupakan bentuk pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yangdikembangkan dengan pendekatan konservasi (Ketjulan, 2011). Konsep ekowisata tidakmengedepankan faktor pertumbuhan ekonomi, melainkan menjaga keseimbangan antarakegiatan pemanfaatan dan kelestarian sumber daya (Yulianda, 2007). Lebih lanjut Latupapua(2008) mengatakan bahwa Ekowisata merupakan konsep dan istilah yang menghubungkanpariwisata dengan konservasi. Ekowisata sering dipahami sebagai pariwisata berwawasanlingkungan, jenis wisata ini merupakan salah satu bentuk pariwisata alternatif yangmenonjolkan tanggungjawab terhadap lingkungan. Adanya pengembangan ekowisata baharidi Tanjung Enu diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal pesisirTanjung Enu. Wisata bahari Tanjung Enu merupakan obyek wisata bahari yang telah lamadikembangkan namun dalam pengembangannya belum tersentuh oleh pemerintah setempatsehingga tidak mengalami perkembangan yang begitu signifikan. Jika dilihat daribanyaknya frekuensi wisatawan yang berkunjung yang menyebabkan usaha masyarakat lokalmengalami penurunan, untuk itu diperlukan penelitian kajian ini sehingga dapat memberikangambaran kepada masyarakat untuk dapat lebih meningkatkan inovasi-inovasi dalammenciptakan ketertarikan wisatawan untuk berkunjung sehingga dapat meningkatkanpendapatan dan juga kepada steakholder untuk lebih dapat memusatkan perhatian demipengembangan ekowisata bahari di Tanjung Enu.

Upaya menempatkan masyarakat tidak hanya sebagai obyek tetapi menjadikan subyekdalam pembangunan akan berdampak pada manfaat yang diterima dan dirasakan olehmasyarakat dari kegiatan pembangunan tersebut. Hal ini dikarenakan keberhasilan suatupembangunan dapat diukur dari semakin besarnya manfaat yang diterima oleh masyarakat,

Page 68: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

54

baik manfaat secara ekonomi maupun sosial. Potensi sumber daya yang ada demikian besarmemungkinkan masyarakat sekitar untuk lebih meningkatkan kesejahteraannya. Pola pikirmasyarakat pesisir umumnya sangat sederhana, didominasi oleh bagaimana cara untukbertahan hidup, bagaimana usaha penangkapan ikan ke laut untuk mendapatkan hasil yangbanyak. Kehidupan yang turun temurun juga dipandang terus menerus dilestarikan darigenerasi ke generasi. Hal ini secara tidak langsung mengakibatkan keadaan keluarga nelayanseolah-olah berada dalam lingkaran kemiskinan yang tidak habis-habisnya. Hal iniberimplikasi pada keadaan kesejahteraan keluarga nelayan tersebut (Pendid, 2003).

Melihat kondisi tersebut, masyarakat perlu mengoptimalkan sumber daya manusiayang ada untuk meningkatkan kapasitasnya agar dapat memperoleh tambahan pendapatan.Pekerjaan untuk memperoleh tambahan pendapatan tersebut misalnya dengan memanfaatkanpotensi obyek wisata seperti berdagang makanan/ikan, menjual souvenir, menyewakanperahu, menyewakan penginapan, dan lain-lain di lokasi wisata (Sulaksmi, 2007). Dengandemikian secara langsung telah memanfaatkan potensi dari obyek wisata di Tanjung Enu.Sumber penghasilan tambahan ini harus bisa digarap secara bertahap dan terus menerus.

Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang dapat dikemukakan adalah:1. Berapa besar pendapatan masyarakat lokal pesisir Tanjung Enu dari adanya

pengembangan ekowisata bahari Tanjung Enu2. Bagaimana kondisi serta potensi daerah kajian dalam pengembangan kawasan

ekowisata bahari Tanjung Enu.Berdasarkan permasalahan di atas dapat dikemukakan tujuan dipublikasikannya hasil

pemikiran ini adalah: diketahuinya pendapatan yang diperoleh masyarakat lokal pesisirTanjung Enu dari adanya pengembangan ekowisata bahari Tanjung Enu dan diketahuinyakondisi serta potensi daerah kajian dalam pengembangan ekowisata bahari Tanjung Enu,sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk lebih mengembangkanekowisata bahari Tanjung Enu dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokalpesisir Tanjung Enu.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Tanjung Enu terletak di Kabupaten Donggala Kecamatan Sindue, sekitar 30 km dariKota Palu. Untuk mencapai lokasi wisata Tanjung Enu dapat ditempuh dari Kota Palu dalamwaktu kurang dari 1,5 jam, dengan menggunakan sepeda motor atau mobil. Luas wilayahDesa Enu adalah 17,90 km² dengan jumlah penduduk 1.528 jiwa. Menjawab permasalahandan tujuan yang telah dikemukakan, dalam kajian ini menggunakan analisis deskriptif berupapengumpulan informasi yang erat kaitannya dengan kajian yang akan dilakukan, yaknimengumpulkan informasi dari masyarakat lokal pesisir Tanjung Enu, pemerintah setempatdan tokoh masyarakat.

Page 69: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

55

Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan dapat dikemukakan bahwa selama iniTanjung Enu sebagai daerah wisata dan daerah penangkapan ikan belum mengalamiperkembangan yang signifikan, dikarenakan kurangnya pengunjung yang datang dan belum

mendapat perhatian daripemerintah setempat. Hal inidisebabkan potensi yang adatidak dimanfaatkan denganbaik oleh masyarakatsetempat, kurangnyasumberdaya manusia yangdimiliki dalam halpengembangan inovasi-inovasi baru untukmenghasilkan suatu karyayang dapat menambah dayatarik pengunjung. Selama inipendapatan masyarakat lokal

dari hasil usaha jasa hanya berkisar antara Rp. 250.000,- sampai dengan Rp. 500.000,- perbulan, sehingga masyarakat sulit untuk mengembangkan usahanya. Masyarakat lokal hanyamengandalkan pendapatan dari hasil sebagai nelayan, karena seperti dikemukakan di awalbahwa Tanjung Enu memiliki potensi ikan cukup banyak yang disebabkan karena pelestarianlaut yang masih alami sehingga biota laut masih terjaga kealamiannya, termasuk terumbukarang, lamun dan mangrove yang dapat menambah populasi ikan. Tentu saja pendapatanyang akan diperoleh dari hasil melaut berkisar antara Rp. 500.000,- sampai dengan Rp.750.000,- per bulan. Perbedaan pendapatan ini menyebabkan masyarakat lokal pesisirTanjung Enu cenderung untuk meningkatkan pendapatan melalui hasil melaut dibandingkandengan mengembangkan usaha sebagai penyedia jasa di ekowisata bahari Tanjung Enu.

Pantai merupakan asset yang potensial untuk dikembangkan untuk meningkatkanpendapatan daerah, maka perencanaan kawasan pesisir pantai merupakan hal yang pentinguntuk dikembangkan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat perencanaan kawasanpesisir yang unggul. Dalam perencanaan pada obyek wisata sangat perlu mempertimbangkanmata pencaharian dan lapangan kerja masyarakat di sekitar pesisir Tanjung Enu. Sehinggaadanya peningkatan obyek wisata, tidak semakin mematikan usaha masyarakat sekitar,namun semakin meningkatkan usaha mereka yang berada di sekitar lokasi pesisir TanjungEnu, baik secara kuantitas maupun kualitas. Dengan demikian, potensi obyek wisata dansumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Berdasarkan hasil kajian informasi dengan pemerintah setempat bahwa kondisi danpotensi pengembangan ekowisata bahari Tanjung Enu sangat memungkinkan untuk

Page 70: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

56

dikembangkan lebih lanjut. Hal ini dikarenakan kondisi laut masih sangat alami disertaidengan potensi biota laut yang masih alami dan tdak terkontaminasi dengan bahan-bahankimia. Kondisi dan potensi ini jika dikembangkan lebih lanjut akan sangat berdampak padapengembangan ekowisata bahari yang dapat mendatangkan keuntungan masyarakat lokalpesisir Tanjung Enu. Hal ini dapat dilihat dari gambar potensi laut di sepanjang pesisirTanjung Enu sebagai berikut:

Gambar 1. Potensi Laut Tanjung Enu

Gambar 2. Potensi pulau karang sekeliling Tanjung Enu

Kondisi laut yang masih alamidikelilingi dengan pasir putihdan keberadaan terumbukarang yang masih alami,menjadi salah satu daya tarik

Keindahan pulau-pulau karangmenambah keindahanEkowisata Bahari Tanjung Enu

Page 71: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

57

Gambar 3. Potensi Habitat Fauna di Sepanjang Pesisir Tanjung Enu

Berdasarkan gambar di atas maka ekowisata bahari Tanjung Enu perlu dikembangkanlebih lanjut. Sesuai dengan teori ekowisata yang menyebutkan bahwa ekowisata merupakanupaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikan pontensi sumber-sumber alam danbudaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan.

Sejatinya masyarakat sekitar memiliki peluang yang besar untuk mengembangkanekowisata bahari berbasis masyarakat dengan perspektif pemahaman yang utuh. Kondisidasar yang dimilikinya adalah (1) sebagai masyarakat pulau (tempatan), (2) memiliki ruang(hidup) kelola dan inter-relasi tradisional dengan sumberdaya alamnya (natural assets), (3)kekuatan sumberdaya manusia, dan (4) keunggulan sumberdaya sosial (asset sosial) dansosio-kapital. Gabungan aset tersebut sudah dapat dijadikan modal untuk memulai usahaekowisata berbasis masyarakat (Yayasan Berau Lestari,2012).

Berkaitan dengan kondisi yang ada, masyarakat lokal pesisir Tanjung Enu dapatmengembangkan ekowisata bahari berbasis masyarakat dengan perspektif dan pemahamanyang utuh. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan kepadamasyarakat setempat, pelatihan berupa bagaimana mengelola sumberdaya laut yang adauntuk dikelola menjadi makanan tradisional khas masyarakat pesisir, membangun sarana danprasarana seperti cottage sebagai tempat untuk beristirahat, serta pelatihan sebagai pemanduwisata yang akan melakukan kegiatan bawah laut seperti snorkling dan diving. Kegiatan inidiharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal pesisir Tanjung Enu melaluiusaha jasa yang dilakukan selain sebagai nelayan. Digambarkan setelah ekowisata bahariTanjung Enu dikembangkan lebih lanjut, maka harapannya ekowisata bahari ini akan lebihberkembang seperti pada gambar berikut:

Habitat Fauna yangmenambah keindahan disepanjang pesisir Tanjung Enu

Page 72: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

58

Gambar 4. Gambaran Ekowisata Bahari Tanjung Enu setelah mengalami perkembangan

Berdasarkan hasil pemantauan bahwa kegiatan ekowisata bahari yang berada diTanjung Enu tidak sedikit manfaat yang telah diperoleh, namun tidak sedikit pula kerugianyang ditimbulkannya. Dampak positif yang dapat dirasakan dari kegiatan ekowisata bahariTanjung Enu dapat berupa: 1) peningkatan penghasilan bagi masyarakat yang berada di

Page 73: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

59

sekitar Tanjung Enu; 2) tersedianya kesempatan kerja baru bagi masyarakat; 3)berkembangnya usaha-usaha baru seperti: kios, warung-warung; 4) meningkatnya kesadaranmasyarakat akan wisatawan tentang pentingnya konservasi sumberdaya alam; 5) peningkatanpartisipasi masyarakat; dan 6) peningkatan pertumbuhan ekonomi lokal.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan kajian di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulansebagai berikut :

1. Pendapatan masyarakat lokal pesisir Tanjung Enu masih dibawah standarpendapatan nasional maka dari itu diperlukan suatu strategi kebijakan pengelolaansumberdaya pesisir dan laut secara optimal di kawasan ini.

2. Sumberdaya alam Tanjung Enu dapat dikembangakan untuk kegiatan ekowisata. Halini berdasarkan potensi dan kondisi yang terkandung dalam kawasan ini, sehinggadiharapkan melalui ekowisata bahari dapat bersifat terintegrasi dan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Adi. B.A, Mustafa Ahmad, dan Ketjulan Romy, 2013. Kajian Potensi Kawasan danKesesuaian Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Lara untuk PengembanganEkowisata Bahari. Jurnal Minat Laut Indonesia, 1 (1) : 49-60.

Fandeli, C., 2001. Pengertian dan Kerangka Dasar Pariwisata dalam Fandeli, C. (ed). 2001.Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Editor Liberty. Yogyakarta. 35 hal.Dalam Adi. B.A, Mustafa Ahmad, dan Ketjulan Romy, 2013. Kajian PotensiKawasan dan Kesesuaian Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Lara UntukPengembangan Ekowisata Bahari. Jurnal Minat Laut Indonesia, 1 (1) : 49-60

Ketjulan, R., 2011. Daya Dukung Perairan Pulau Bahari sebagai Obyek Ekowisata Bahari.Jurnal Aqua Hayati, 7 (3): 183-188. dalam Adi. B.A, Mustafa Ahmad, dan KetjulanRomy, 2013. Kajian Potensi Kawasan dan Kesesuaian Ekosistem Terumbu Karang diPulau Lara untuk Pengembangan Ekowisata Bahari. Jurnal Minat Laut Indonesia, 1(1) : 49-60

Latupapua, Y.T., 2008. Studi Potensi Kawasan dan Pengembangan Ekowisata di TualKabupaten Maluku Tenggara. Jurnal Ichsan Gorontalo,3 (1): 1360-1375. dalamAdi. B.A, Mustafa Ahmad, dan Ketjulan Romy, 2013. Kajian Potensi Kawasan danKesesuaian Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Lara untuk PengembanganEkowisata Bahari. Jurnal Minat Laut Indonesia, 1 (1) : 49-60

Pendit, S.N. 2003. Ilmu Pariwisata. Pradnya Paramita. Jakarta.

Page 74: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

60

Wahyudin, M. 2005. Analisis Potensi dan Permasalahan Wilayah Pantai Kota Semarangsebagai Kawasan Wisata Bahari. Magister of Management of Coastal Resources.Masters thesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro

Yayasan Berau Lestari, 2012. Menggagas Ekowisata Bahari Berbasis Masyarakat DiKabupaten Berau, Kaltim.

Yulianda, F., 2007. Ekowisata Bahari sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumber Daya PesisirBerbasis Konservasi. Makalah disampaikan pada Seminar Sains 21 Februari 2007.Departemen MSP. FPIK. IPB. Bogor. 19 hal

Page 75: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

61

PERANAN TEKNOLOGIUNTUK MEMAJUKAN KELEMBAGAAN SUBAK BERBASIS EKOWISATA

DI TABANAN-BALI

I Gusti Komang Dana ArsanaI Wayan Alit Artha Wiguna

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian-BaliE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kajian tentang teknologi padi aerob berbasiskan bahan organik pada sistem integrasidalam ekosistem subak, berdasarkan pada tanaman padi bukanlah tanaman air, namuntanaman yang membutuhkan air. Teknologi tersebut ternyata dapat memperkuat keberadaankelembagaan subak. Untuk menunjang kelembagaan subak, tidak terlepas dengan polamanajemen modern, selain mengandalkan iuran internal, kelembagaan subak mengelolakeuangan yang bersumber dari para turis mancanagera (sumber eksternal), hal ini impak darisubak sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) yang mampu mempengaruhi turismancanegara untuk dapat menikmati langsung keberadaan subak, sehingga meningkatkanjumlah kunjungan turis mancanagera dari tahun ke tahun. Pengakuan dari UNIESCO initidak terlepas dari tanggung jawab pemerintah daerah khususnya dinas terkait yaitu DinasPertanian dan Hortikultura Kabupaten Tabanan, untuk memperjuangkan keberhasilanmemperoleh pengakuan bahwa subak sebagai WBD. Untuk setiap turis mancanagera yangmasuk ke dalam kawasan subak, diterapkan sistem tarif berupa karcis masuk ke kawasansubak pada 2013 sebesar Rp. 15.000 per orang. Pembagian dana yang masuk kekelembagaan subak terbagi menjadi: (1) 20% untuk biaya operasional Pecalang, (2) Sisadana dari hasil penerimaan di lapangan (hasil bersih) kemudian dibagi dua: 40% diberikankepada Pemda Kabupaten Tabanan dan 40% diberikan kepada desa adat. Bagian dana yang40% tersebut (menjadi 100%) terbagi lagi menjadi bagian Desa Adat Jatiluwih 39%, DesaAdat Gunung Sari 26%, Desa Dinas Jatiluwih 20%, dan aparat Desa Jatiluwih sebagai danaoperasional aparat desa sebesar 15%.

Kata kunci: teknologi, kelembagaan, ekowisata

ABSTRACT

Studies on aerobic rice technology based on organic matter in the ecosystem subaksystem integration, based on the rice crop is not water, but the plants need water, it turns outthese two technologies can strengthen the institutional existence of subak. To support theinstitutional subak, is inseparable with modern management pattern, in addition to relying oninternal dues, institutional financial management subak sourced from the foreign tourist(external source), it is the impact of the WBD subak as capable of affecting foreign touriststo enjoy directly on the existence of subak, thus increasing the number of visits Mancanagera

Page 76: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

62

Tourists from year to year. Department of Agriculture and Horticulture Tabanan regency, sothe recognition of UNESCO's responsibility can not be separated from the department oflocal government in particular those related to the successful fight to gain recognition thatsubak as WBD. For every tourist that goes into subak region, there implementation of therates system to the subak area, in 2013 is Rp. 15,000 per person. Distribution of funds intoinstitutional subak divided into: (1) 20% for operational costs Pecalang, (2) proceeds fromthe funds remaining in the field (net proceeds) and then divided by two, 40% is given to thedistrict of Tabanan and 40% is given to adat village. Part fund the 40% (to 100%) aresubdivided into sections Jatiluwih 39% indigenous villages, traditional village Gunung Sari26%, 20% Jatiluwih village offices, and village officials Jatiluwih as operational fundsvillage officials by 15%

Keywords: technology, institutional, ecotourism

PENDAHULUAN

Indonesia dengan luas wilayah daratan mencapai 1.910.931,32 km2, memiliki sekitar 6juta Ha lahan sawah beririgasi. Dengan jumlah penduduk lebih dari 234,18 juta orang tahun2010 (BPS, 2010), maka kebutuhan beras mencapai 33.055.968 ton tahun 2010 dan menjadi33.013.214 ton tahun 2014. Konsumsi beras per kapita menurun dari 139,35 kg tahun 2010menjadi 130,99 kg tahun 2014. Rataan produksi beras nasional mencapai 37.222.861 ton pertahun, sehingga terjadi surplus beras 4.166.893 ton tahun 2010 (Kementan, 2010).Kenyataannya, Indonesia masih mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan pangannasional setiap tahun. Tahun 2012 impor beras mendekati 2 juta ton, dan tahun 2013 DirutPerum Bulog berencana mengimpor beras 670 ton(http://metro.kompasiana.com/2013/01/09/aneh-surplus-tapi-tetap-import-beras-522765.html, diunduh Jan 2013). Simarmata dikutip Dadang, dkk., 2008 dalamhttp://www.agrina-online.com/show mengungkapkan bahwa metode intensifikasi padi sawahdengan sistem tergenang (anaerob) tidak saja akan menyebabkan tidak berfungsinyakekuatan biologis tanah, tetapi juga menghambat perkembangan sistem perakaran padi.Menurut Bahasa Bali, Subak berasal dari suku kata SUAK, yang artinya sealiran air. SistemSubak mengenal Subak Basah dan Subak Kering. Subak Basah berarti mengatur kegiatanmasyarakat dalam mengelola usahatani dengan sistem di sawah terkait pengaturannya mulaidari pengolahan lahan sampai dengan panen dan pascapanen. Masyarakat di luar Bali,mengartikan Subak sebagai pengelolaan sistem pengaturan pengairan atau pengelolaanirigasi dalam usahatani di sawah, tetapi yang sebenarnya lebih luas dari yang dimaksudtentang pengelolaan irigasi tersebut. Subak Kering berarti pengelolaan lahan terutama yangterdapat di lahan ladang atau perkebunan termasuk kehutanan. Subak memiliki pura yangdinamakan Pura Uluncarik atau Pura Bedugul. Pura tersebut khusus dibangun petani dan

Page 77: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

63

diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan (Dewi Sri). Saat ini menurut catatanbahwa subak yang ada di Pulau Bali berjumlah 1.482 buah dan subak abian berjumlah 698buah.

Subak merupakan aset kelembagaan tradisional yang telah terbukti efektivitasnyadalam menyangga pembangunan pertanian dan pedesaan di Bali. Karena keunikan danberbagai karakteristik lainnya, subak telah terkenal keseluruh penjuru dunia. Subak sebagaiorganisasi tradisional petani yang mengelola air irigasi dapat juga ditemukan di berbagaibelahan dunia seperti beberapa yang terkenal dan mempunyai kekhasannya seperti MuangFai di Thailand, Zangera di Filipina Utara (Pitana, 1993).

Purwita (1992) menyebutkan bahwa dalam lintasan sejarah Bali, tercatat adanyabeberapa pengaruh budaya daerah yang datang ke Bali yaitu dari Sriwijaya (Sumatera)sekitar abad ke 10, pengaruh budaya lemah tulis (Jawa Timur) sekitar tahun 1039 M,pengaruh budaya Kediri (Jawa Timur) sekitar tahun 1172 M, pengaruh budaya Singasari(Jawa Timur) sekitar tahun 1284 M, pengaruh budaya Majapahit (Jawa Timur) sekitar tahun1343 M, dan pengaruh budaya Kediri (Jawa Timur) dibawa oleh Dang Hyang Nirarthasekitar tahun 1489 M, yang kesemuanya itu menumbuh kembangkan budaya Bali yangmenjadi landasan budaya Bali selanjutnya.

Empat kawasan Subak di Bali (Pura Luhur Ulun Danau Batur, DAS Pakerisan, TamanAyun dan Jatiluwih) telah menjadi bagian Warisan Budaya Dunia (WBD). Penetapan subakmenjadi Warisan Budaya Dunia menjadi salah satu upaya mempertahankan lahanpersawahan di Bali, sekaligus upaya mempertahankan konsep subak dengan berbagai adat-istiadatnya, termasuk upaya pelestarian sumber mata air. Penetapan itu mewujudkanpengakuan dunia terhadap nilai-nilai universal dari subak, sehingga dunia ikutmelindunginya. Dari berita yang dilansir di nationalgeografic.co.id yang ditulis Zika Zakiyadi Harian Kompas disebutkan, Chairperson Komite Warisan Dunia (WHC) sekaligusPermanent Delegate Rusia Federation UNESCO Eleonora ValentinovnaMitrofanova, akhirnya disahkan Jumat 29 Juni 2012. Subak adalah lembaga atau organisasitradisional yang diturunkan dari generasi ke generasi. Para penggarap sawah di Balimenerima air irigasi dari satu sumber air atau bendungan dan inilah fungsi utama Subak.Subak berlandaskan Tri Hita Karana yaitu landasan yang mengintegrasikan tiga komponenpenyebab kesejahteraan dan kebahagiaan hidup yang diyakini oleh masyarakat Bali.

Sistem kosmologis masyarakat Bali yang unik telah dipraktekkan dalam kehidupansehari-hari mereka. Salah satunya melalui perencanaan tata ruang dan penggunaan lahan,penataan pemukiman, arsitektur, upacara dan ritual, seni, serta dalam organisasi sosial.Tabanan merupakan satu kabupaten di Provinsi Bali dengan batas wilayah: sebelah utaraadalah Kabupaten Buleleng, sebelah timur adalah Kabupaten Badung, sebelah selatan adalahSamudera Pacifik, dan sebelah barat adalah Kabupaten Jembrana. Luas sawah di KabupatenTabanan mencapai luas 22.453 Ha yang merupakan wilayah sawah yang terluas dan

Page 78: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

64

sekaligus merupakan Lumbung Padi di Provinsi Bali. Kabupaten Tabanan memiliki 228subak yang tersebar, dimana setiap subak yang ada diberi otonomi dalam mengatur anggotasubak yang telah disepakati secara bersama dalam bentuk aturan tertulis berupa Awig-awig.

Penetapan subak oleh UNESCO, PBB sebagai WBD berdampak terutama padabanyaknya turis mancanegara yang ingin menyaksikan, melihat, merasakan, danmenikmati langsung tentang keberadaan subak di Bali sebagai sistem persawahan yangterbangun secara terasering dan ramah lingkungan karena senantiasa memperhatikankonservasi dan keberlanjutan dimana pengelolaannya dibawah kelembagaan subak,khususnya di Kecamatan Penebel, Jatiluwih, Kabupaten Tabanan, demikian juga keberadaansubak mampu menarik turis domestik untuk menikmati sebuah panorama keindahan alamiyang eksotis yang tercipta atas keberadaan subak.

Subak Jatiluwih meliputi luas areal 303 Ha terletak di Kawasan Suci Jatiluwih,Kecamatan Penebel. Subak Jatiluwih terbagi menjadi 7 (tujuh) tempek, yaitu (1) TempekTelape Gde, (2) Tempek Besi Kalung, (3) Tempek Kedamaian, (4) Tempek Gunung Sari, (5)Tempek Kesambi, (6) Tempek Uma Kayu, dan (7) Tempek Uma Dwi. Anggota SubakJatiluwih mencapai 526 orang. Kelembagaan di tingkat Subak Jatiluwih yang dipimpin olehPekaseh, memiliki kelembagaan harian: (a) Kelian Subak berarti Ketua Subak harian yangtugasnya mengatur anggota dalam pengelolaan sawah/kebun/tegalan yang menjadi batasyuridiksi dari Subak Jatiluwih. Kelian menunjukkan juga kewenangan yang diberikankepada seseorang sebagai banjar, artinya Ketua Banjar sering disebut Kelian. Banjarmerupakan wilayah administrasi adat yang dibentuk dibawah Desa Adat atau Pakraman; (b)Penyarikan berarti Sekretaris Subak yang bertugas mencatat semua yang menjadikesepakatan baik yang tertulis maupun tidak tertulis, (c) Petengan, berarti Bendahara Subakyang bertugas mengurusi semua pengelolaan keuangan yang dimiliki oleh subak, (d) Tanakaberarti bagian informasi dan komunikasi dalam subak yang bertugas untuk memberikanarahan kepada anggota subak agar tetap mematuhi apa yang telah menjadi ketentuan ataukesepakatan dalam subak. Untuk mengetahui peranan teknologi modern yaitu pengairanaerob dan kombinasi dengan pupuk organik untuk meningkatkan pendapatan petaniberbasiskan ekowisata, Subak Kedamaian sama dengan petani di Subak Telabah Gde yangmerupakan kawasan Subak Jatiluwih.

Page 79: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

65

Gamabar 1. Hamparan Subak Jatiluwih sebagai Agrowisata

METODE PENELITIAN

Pendekatan (Kerangka Pemikiran)Kajian tentang teknologi padi aerob berbasiskan bahan organik pada sistem integrasi

dalam ekosistem subak di Bali, didasarkan pada kenyataan bahwa tanaman padi bukanlahtanaman air, namun tanaman yang membutuhkan air, sehingga pemberian air irigasi padatanaman padi harus dilakukan pada saat yang tepat sesuai dengan tahapan fisiologis tanaman.Budidaya tanaman padi secara konvensional yang sering disebut dengan budidaya padisistem tergenang, selain kurang optimalnya pemanfaatan potensi sumberdaya tanaman, jugapotensi sumberdaya tanah kurang mampu bekerja dengan baik, sehingga produktivitas lahanmenjadi kurang optimal.

Sistem budidaya padi aerob berbasiskan bahan organik akan mampu mengoptimalkanseluruh sumberdaya yang ada baik pada tanaman padi maupun pada lahan pertanian (sawah),sehingga mampu meningkatkan produksi padi karena tanaman padi akan mampuberproduksi sesuai dengan potensi yang dimiliki. Selain itu teknologi tersebut akan mampumengurangi pemanfaatan air irigasi antara 30-40% dibandingkan dengan sistem budidayapadi konvensional. Keuntungan lainnya adalah mengurangi produksi gas methane sebagaipenyumbang gas rumah kaca yang berpengaruh besar terhadap perubahan iklim global.Sistem budidaya padi aerob pada sistem integrasi dalam ekosistem subak juga akanmeningkatkan efisiensi ekonomi, karena berkurangnya pemanfaatan pupuk anorganik sertameningkatnya pelestarian sumberdaya pertanian. Produk yang dihasilkanpun merupakanproduk organik yang memiliki nilai kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan sistembudidaya konvensional yang tidak memanfaatkan pupuk organik.

Page 80: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

66

Kooperator adalah petani pengelola lahan sawah dan memiliki ternak sapi yangdipelihara secara tradisional atau semi intensif di lahan persawahan. Jumlah petanikooperator adalah sebanyak 20 orang, yang mau melaksanakan semua teknologi yang akandiimplementasikan seperti budidaya padi aerob yang berbasiskan bahan organik yang berasaldari usaha ternak sapi milik petani itu sendiri. Setiap petani kooperator harus memeliharaminimal satu ekor ternak sapi baik jantan ataupun betina dengan bobot badan berkisar antara150-250 kg per ekor dan mengelola lahan sawah berkisar antara 0,30-0,50 Ha. Dengandemikian jumlah ternak sapi yang akan dipelihara oleh seluruh petani kooperator berkisarantara 20-40 ekor, dengan total luas lahan sawah antara 6-10 Ha.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik PetaniRataan umur petani di Subak Kedamaian sama dengan petani di Subak Telabah Gde

yaitu 49 tahun, kisaran umur petani di Subak Kedamaian antara 30 sampai 79 tahunsedangkan di Subak Telabah Gde antara 37 sampai 63 tahun. Selanjutnya 90% petani diSubak Kedamaian telah menikah dan 10% telah menjadi janda atau duda, sedangkan diSubak Telabah Gde 95% telah menikah, hanya 5% yang belum menikah.

Dilihat dari tingkat pendidikan formal maka sebagian besar (45%) petani di SubakKedamaian tidak tamat Sekolah Dasar (SD), 35% tamat atau tidak tamat Sekolah MenengahPertama (SMP) dan hanya 20% yang pernah mengenyam pendidikan Sekolah MenengahAtas (SMA) dan 5% yang sama sekali tidak pernah sekolah. Sedikit berbeda dengan petanidi Subak Telabah Gde, sebanyak 5% telah pernah mengenyam pendidikan tinggi, 50%berpendidikan SD, 20% berpendidikan SMP dan 25% berpendidikan SMA. Pendidikan non-formal yang pernah diikuti oleh petani di Subak Kedamaian antara tanaman pangan,peternakan, dan perkebunan masing-masing sebanyak 5% dan 85% sama sekali belumpernah mengikuti pendidikan non-formal. Sedangkan petani di Subak Telabah Gde yangbelum pernah mengikuti pendidikan non-formal adalah sebanyak 75%, mengikutipendidikan non-formal dibidang pertanian tanaman pangan sebanyak 15%, peternakan danperkebunan masing-masing sebanyak 5%.

Pekerjaan Utama dan SampinganPekerjaan utama petani di Subak Kedamaian adalah petani lahan sawah, masing-masing

hanya sebanyak 5% yang memiliki pekerjaan utama sebagai pedagang dan pekerjaanlainnya, sedangkan petani di Subak Telabah Gde seluruhnya (100%) memiliki pekerjaanutama sebagai petani lahan sawah. Selanjutnya pekerjaan sampingan petani di SubakKedamaian adalah 30% sebagai peternak, 10% sebagai petani lahan sawah dan 60%pekerjaan lainnya. Tidak jauh berbeda dengan petani di Subak Telabah Gde yang memiliki

Page 81: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

67

pekerjaan sebagai peternak adalah 25%, petani lahan kering 15%, dan pekerjaan lainnyasebanyak 60%.

Penguasaan LahanRataan pemilikan sawah oleh petani di Subak Kedamaian 0,80 Ha dengan kisaran

antara 0,25 - 1,60 Ha, sedangkan di Subak Telabah Gde berkisar antara 0,18 - 1,18 Hadengan rataan 0,66 Ha. Rataan tingkat penguasaan tegalan di Subak Kedamaian adalahsebesar 0,69 Ha dengan kisaran 0,00 - 2,89 Ha, sedangkan di Subak Telabah Gde berkisarantara 0,00 - 2,50 Ha dengan rataan 0,80 Ha. Status kepemilikan lahan di Subak Kedamaianadalah 85% merupakan tanah warisan, 15% dari membeli dan warisan. Tidak jauh berbedadengan Subak Telabah Gde, yang 95% adalah warisan dan 5% dari membeli dan warisan.Dalam hal sewa-menyewa lahan, ternyata jumlah petani yang menyatakan memilikiperjanjian dengan yang tidak memiliki perjanjian hampir sama jumlahnya. Petani yangmemiliki perjanjian tidak tertulis adalah sebanyak 56,20% untuk Subak Kedamaian dan 50%untuk Subak Telabah Gde, sedangkan petani yang tidak memiliki perjanjian sebanyak43,80% untuk petani Subak Kedamaian dan 50% untuk petani di Subak Telabah Gde.

Pemilikan Ternak SapiSapi jantan yang dimiliki petani di Subak Kedamaian berkisar antara 0 - 4 ekor dengan

rataan 1 ekor, sedangkan sapi betina berkisar antara 0 - 3 ekor dengan rataan 2 ekor. Tidakjauh berbeda dengan petani di Subak Telabah Gde yang juga memiliki sapi jantan berkisarantara 0 - 3 ekor dengan rataan 1 ekor, sedangkan untuk Subak Telabah Gde rataanpemilikan sapi jantan adalah 1 ekor dan sapi betina adalah 2 ekor.

Pola TanamPola tanam usahatani sawah di Bali pada umumnya adalah Padi – Padi – Palawija –

Bero. Untuk penanaman padi sawah menggunakan metoda Sri dan metoda Legowo denganmenggunakan sistem demplot sebagai upaya dalam penerapan teknologi tepatguna. Penanaman awal dimulai pada Bulan Pebruari/Maret secara serempak denganmenggunakan bibit lokal (tanaman padi tinggi) jenis Padi Merah Cendana dan dipanensekitar Bulan Juni/Juli; kemudian pada Bulan Juli/Agustus sawah ditanami padi jenis unggulseperti IR 64 atau jenis Seram dan dipanen pada Bulan September/Oktober, lalu pada BulanOktober/Nopember ditanami Palawija (Jagung, Kacang-kacangan atau Cabe) yang dipanenpada Bulan Desember/Januari, selanjutnya diberakan pada Bulan Januari/Pebruari; demikianseterusnya pola atau siklus sistem usahatani sawah pada umumnya di daerah Bali yangdikelola kelembagaan subak.

Hasil produksi padi dengan menggunakan pola tanam di atas dibedakan menjadi 2(dua) produksi, yaitu (1) untuk jenis padi lokal, Padi Merah Cendana rataan produksinya

Page 82: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

68

mencapai 3–4 ton per Ha sedangkan (2) jenis padi unggul (IR 64) mencapai 5–6 ton perHa. Berdasarkan produksi tersebut anggota dikenakan iuran anggota kepada subak,sebagaimana apa yang disebut sebagai Pengasih atau pembayaran iuran irigasi kepadakelompok atau subak, besarannya antara 2–4 kg GKG per orang per Are per musim panen.

Penerapan UsahataniVarietas Ciherang sebagai Varietas Unggul Baru (VUB) adalah varietas padi yang

dominan ditanam oleh petani di Subak Kedamaian maupun di Subak Telabah Gde, karena75% petani di Subak Kedamaian dan 60% petani di Subak Telabah Gde menanam padi jenisCiherang. Masing-masing hanya 5% (Subak Kedamaian) dan 15% (Subak Telabah Gde)yang menanam padi IR64. Untuk padi Inpari hanya ditanam oleh petani di Subak TelabahGde sebanyak 15%, Mansur sebanyak 5% ditanam oleh petani di Subak Kedamaian dan 10%oleh Subak Telabah Gde. Selain itu juga terdapat 15% jenis padi lain yang ditanam olehpetani di Subak Kedamaian. Jenis padi lokal yang utama ditaman oleh petani di SubakKedamaian adalah padi lokal merah karena seluruh (100%) petani menanamnya. Sedangkanuntuk padi Mansur hanya ditanam oleh 5% petani di Subak Telabah Gde dan 95% lainnyamenanam padi lokal merah.

Sistem Irigasi yang Diterapkan PetaniLokasi sawah dalam ekosistem subak menentukan sistem irigasi yang akan diterapkan

petani. Terkait dengan hal tersebut, dari 40 orang petani responden dalam penelitian inidiketahui bahwa sebanyak 15% berada di kawasan hulu subak, 55% di kawasan tengah dan30% ada di kawasan hilir. Selanjutnya 90% diantara mereka menyatakan bahwa sumber airirigasinya berasal dari air sungai dan hanya 10% mengaku berasal dari mata air. Petani diSubak Kedamaian menyatakan bahwa 15% diantaranya menggunakan air irigasi yangbersumber dari mata air, sedangkan di Subak Telabah Gde hanya 5%. Terkait dengan halterebut, 55% petani di Subak Telabah Gde merasakan kekurangan air irigasi dan hanya 45%yang merasakan air irigasinya cukup. Berbeda dengan petani di Subak Kedamaian, yanghanya 20% merasakan kekurangan air irigasi, 70% merasakan cukup dan bahkan 10%merasakan bahwa air irigasinya berlebih.

Faktor yang masih berkaitan dengan sistem irigasi adalah saluran irigasi. Masing-masing sebanyak 85% petani Subak Kedamaian dan 80% petani Subak Telabah Gde yangmenyatakan bahwa salurasn irigasi primernya ada dalam keadaan baik. Hanya 15% petani diSubak Kedamaian dan 20% petani di Subak Telabah Gde yang menyatakan bahwa saluranirigasi primernya ada dalam keadaan kurang baik. Juga sejalan dengan kondisi saluran irigasisekunder, bahwa 80% petani Subak Kedamaian dan 75% petani Subak Telabah Gde yangmenyatakan ada dalam kondisi baik. Demikian pula halnya dengan petani yang menyatakanbahwa saluran irigasi sekunder yang kurang baik masing-masing 20% petani di Subak

Page 83: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

69

Kedamaian dan 25% di Subak Telabah Gde. Terkait dengan kondisi saluran irigasi, makasebanyak 10% petani Subak Kedamaian dan 35% petani Subak Telabah Gde pernahmengalami kekeringan. Namun sebagian besar yaitu 90% petani di Subak Kedamaian dan65% petani di Subak Telabah Gde tidak pernah merasakan adanya kekeringan, walaupun100% petani dari kedua subak menyatakan menerapkan sistem irigasi tergenang dalambudidaya padi.

Nampaknya sebagian besar petani, relatif masih boros dalam memanfaatkan air irgiasi,terbukti bahwa hanya 15% petani di kawasan Jatiluwih yang diwakili Subak Kedamaian danTelabah Gde menyatakan tidak ada air irigasi yang terbuang. Lainnya sebanyak 85%menyatakan air irgasinya melimpah dan terbuang saat mengairi sawah. Sebanyak 25%menyatakan melimpah dan terbuang ke sawah tetangganya, sebanyak 17,50% menyatakanmelimpah dan terbuang ke selokan, 20% menyatakan terbuang ke sungai dan 22,50%menyatakan terbuang ke kali (pangkung).

Pemanfaatan Pupuk OrganikSebanyak 85% petani di Subak Kedamaian dan 89,50% petani di Subak Telabah Gde

menyatakan bahwa mereka telah memanfaatkan pupuk organik dalam sistem budidaya padidi sawah. Hanya 15% untuk Subak Kedamaian dan 10,50% untuk Subak Telabah Gdemenyatakan bahwa mereka belum memanfaatkan pupuk organik dalam sistem budidayatanaman padi. Pupuk organik yang mereka peroleh sebagian besar adalah membuat sendiridari limbah yaitu 80% untuk petani di Subak Kedamaian dan 70% untuk petani di SubakTelabah Gde. Hanya 5% petani di Subak Kedamaian yang mengaku membeli pupuk organikdan 15% petani di Subak Telabah Gde yang mendapatkan dari bantuan pemerintah danmasing-masing 15% justru mendapatkanya dari sumber lain.

Sebagian besar (55%) petani di kawasan Jatiluwih yang diwakili Subak Kedamaiandan Telabah Gde menyatakan telah menggunakan pupuk organik sejak awal mereka bertani,sisanya (32,50%) menyatakan bahwa mereka menggunakan pupuk organik sejak 1-4 tahunlalu dan hanya 12,50% yang menyatakan baru pertama kali menggunakan pupuk organik.Orang tua merupakan sumber informasi utama bagi petani yang berkaitan dengan pupukorganik yang mencapai 47,50%. Sedangkan peran penyuluh baru mencapai 25%, petani lain15% dan sumber lainnya 12,50%.

Terkait dengan pemanfaatan pupuk organik tersebut, maka sebagian besar petani(86,80%) di kawasan Subak Jatiluwih yang diwakili oleh Subak Kedamaian dan TelabahGde menyatakan bahwa mereka mengandangkan sapinya secara permanen di kawasanekosistem subak dan hanya 13,20% yang menyatakan bahwa sapinya dikandangkan secaraberpindah. Petani di kawasan Jatiluwih yang mengolah limbah sapi menjadi kompos dantidak mengolah namun langsung digunakan sebagai pupuk setelah kondisi dan jumlahnyaberimbang yaitu masing-masing 43,60%. Sedangkan petani yang langsung mengalirkan

Page 84: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

70

limbah ke sawah jumlahnya mencapai 10,30% dan petani yang tidak memanfaatkan limbahsebagai pupuk jumlahnya hanya 2,60%.

Mengolah limbah sapi menjadi kompos merupakan hal baru bagi petani di kawasanJatiluwih, karena 46,20% menyatakan bahwa mereka mengolah limbah menjadi kompossejak setahun yang lalu (tahun 2011) dan 41% menyatakan pengolahan limbah dilakukansejak tahun 2012. Hanya sebagian kecil yang menyatakan bahwa mereka mengolah limbahmenjadi pupuk sejak dua tahun lalu atau sebelumnya yang hanya mencapai 12,80%.Sebagian besar petani mengaku telah mengolah limbah sesuai dengan prosedur yangmencapai 57,50%. Sebanyak 22,50% menyatakan bahwa mereka hanya mengolah limbahdengan penerapan sekitar 75% dari teknologi anjuran. Sebanyak 7,50% petani menyatakanbahwa mereka mengolah limbah secara sederhana tanpa mengikuti prosedur yang telahdianjurkan dan 12,50% lainnya menyatakan tidak melakukan pengolahan limbah.

Setidaknya terdapat 12,80% petani yang belum memanfaatkan limbah ternak sebagaipupuk organik. Dari 88,20% yang telah memanfaatkan limbah sebagai pupuk, aplikasinyajuga sangat beragam, namun setidaknya terdapat 30,80% yang telah mengaplikasikannyadengan cukup benar, yaitu ditabur ke lahan sawah saat pengolahan dengan konsentrasi 20 kgper are, sedangkan yang lain sebanyak 56,50% mengaplikasikannya dengan cara yang belumsesuai standard. Untuk pupuk organik yang bersumber dari urin sapi, sebanyak 76,90%belum memanfaatkannya. Hanya 17,90% yang telah mengolah urin sapi menjadi bio-urindan dimanfaatkan untuk pupuk tanaman padi dengan jalan disemprot. Masing-masing 2,60%langsung menyemprotkan urin sapi ke tanaman dan atau mengalirkan langsung ke sawah.

Pengendalian GulmaSebagian besar (97,50%) petani di kawasan Subak Jatiluwih, melakukan pengendalian

gulma secara mekanis, khususnya dengan menggunakan tangan, hanya 2,50% yangmengendalikan gulma dengan menggunakan bahan kimia. Petani yang mengendalikan gulmasecara kimia, seluruhnya mendapatkan herbisida dari kios pertanian.

Penanganan Pasca PanenSebagian besar (75%) petani di kawasan Subak Jatiluwih melakukan prosesing gabah

secara mandiri, dan hanya 25% yang tidak melakukan secara mandiri. Bagi petani yang tidakmemproses sendiri gabahnya menyatakan bahwa 95% langsung dijual di sawah (ditebaskan).Sisanya sebanyak 5% menyatakan bahwa mereka tidak memproses gabahnya secara mandiri,karena sibuk melakukan perkerjaan non pertanian, khususnya sebagai buruh bangunan.

Pemanfaatan Limbah Padi (Jerami)Sebanyak 56,40% petani telah memanfaatkan jerami padi sebagai pakan ternak, dan

43,60% lainnya sama sekali belum memanfaatkan jerami padi sebagai pakan ternak.

Page 85: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

71

Sebagaimana diketahui bahwa dalam setahun terdapat dua jenis tanaman padi yang ditanampetani di kawasan Subak Jatiluwih. Terkait dengan hal tersebut, hanya 20,50% yangmemanfaatkan jerami padi lokal maupun varietas unggul baru (VUB) sebagai pakan ternak.Lainnya sebanyak 25,60% hanya memanfaatkan jerami lokal saja sebagai sumber pakan sapidan 10,30% hanya memanfaatkan jerami padi jenis VUB sebagai pakan ternak sapi. Dalampemanfaatan jerami sebagai pakan ternak, sebagian besar (33,30%) menyatakan hanyamemilih jerami yang masih muda saja, dan 2,60% melakukan fermentasi jerami untuk pakanternak. Selain sebagai pakan ternak sapi, sebanyak 30,80% petani menyatakan bahwa jeramihanya dipotong-potong dan dibiarkan membusuk di tengah sawah sehingga menjadi pupukhijau. Selain itu petani yang tidak memanfaatkan jerami sebagai pakan ternak, akanmembakar jeraminya. Sebanyak 67,50% petani yang membakar jerami memiliki tujuan agarlebih mudah dalam mengolah lahan sawah. Sebanyak 12,50% menyatakan agar hamapenyakit tanaman hilang, sebanyak 10% menyatakan agar lebih cepat terjadinya penguraianjerami dan 10% lainnya mengaku tidak tahu apa sesungguhnya tujuan membakar jerami padidi tengah sawah.

Manfaat Memelihara Sapi di Lahan SawahPendapat petani tentang manfaat mengandangkan sapi di tengah sawah, setidaknya

dapat digolongkan menjadi 4 manfaat antara lain: (1) manfaat ekonomi; (2) manfaat sosial;(3) manfaat budaya dan (4) manfaat lingkungan. Manfaat ekonomi yang dirasakan petaniterkait dengan pemeliharaan sapi di tengah sawah antara lain: meningkatnya produksi padi(37,50% petani); meningkatnya pertumbuhan sapi (5% petani); menghemat tenaga kerja(20% petani); menghemat penggunaan pupuk kimia (32,50% petani) dan menghematpenggunaan pestisida (2,5% petani) serta 2,50% lainnya menyatakan tidak tahu apa manfaatekonomi akibat dari memelihara sapi di sawah.

Selanjutnya dari aspek sosial, sebanyak (1) 45% petani mengaku hubungan merekasesama petani menjadi lebih erat dengan adanya pemeliharaan sapi di sawah, (2) komunikasiantar peternak sapi menjadi lebih sosial (17,50% petani), (3) mengurangi masalah perebutanair di subak, (4) terjadi penghematan pengunaan air (5% petani), (5) memperlancar kegiatansisoal bagi anggota subak (5% petani) dan (6) memaksakan petani rajin mengontrol sapi dansawahnya (15% petani). Sebanyak 12,50% petani yang menyatakan tidak merasakan adanyamanfaat sosial dalam pemeliharaan sapi di sawah.

Dilihat dari aspek budaya, 57,50% petani menyatakan bahwa memelihara sapi disawah indentik dengan pelestarian budaya beternak sapi yang telah ada sejak ratusan ataumungkin ribuan tahun yang lalu. Selain itu memelihara sapi di sawah juga menumbuhkanbudaya datang ke sawah di kalangan petani. Jika ada sapi di sawah maka petani mau tidakmau akan selalu datang ke sawah setiap hari. Hanya 2,50% petani yang tidak merasakanadanya manfaat budaya di kalangan masyarakat Bali.

Page 86: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

72

Dari aspek lingkungan, 77,50% petani merasakan bahwa dengan memelihara sapi disawah akan mampu meningkatkan kesuburan tanah sawah, dan 12,50% petani mengakubahwa pemeliharaan sapi di tengah sawah bermanfaat dalam pelestarian keragaman hayati.Masing-masing sebanyak 2,50% petani menyatakan bahwa memelihara sapi di sawah dapatmelestarikan ekosistem subak dan melestarikan kemampuan sawah untuk berproduksidengan baik. Hanya 5% petani yang menyatakan tidak merasakan adanya manfaatlingkungan jika memelihara sapi di tengah sawah. Selanjutnya petani juga merasakan bahwamengandangkan sapi di tengah sawah jauh lebih baik dibandingkan dengan di tegalan (30%petani) dan 47,50% petani merasakan lebih baik. Hanya 22,50% petani yang merasakansama saja antara mengandangkan sapi di tengah sawah atau di tegalan.

Pengetahuan Petani tentang Pemeliharaan Sapi di Lahan SawahSebanyak 84,20% petani di kawasan Subak Jatiluwih yang menyatakan bahwa

pemeliharaan sapi di lahan sawah akan menghemat tenaga kerja dan kotoran sapi dapatlangsung dimanfaatkan. Sedangkan yang menyatakan bahwa air kencing sapi dapat diolahmenjadi bio urin dan dapat digunakan untuk menyemprot tanaman padi 2,60% petani. Sapijuga tidak kekurangan pakan hijauan dinyatakan oleh 2,60%. Sapi bisa dipakai untukmembantu membajak sawah dan secara tidak langsung pematang sawah menjadi bersihmasing-masing oleh 5,30% petani. Terkait dengan hal tersebut maka sebanyak 62,50%petani menyatakan bahwa pemeliharaan sapi di sawah adalah menguntungkan dan 30%menyatakan sangat menguntungkan. Hanya 5% menyatakan tidak tahu dan 2,50%menyatakan biasa saja. Memelihara sapi di lahan sawah juga menyebabkan petani sangatmemudahkan dalam penyediaan pakan dinyatakan oleh 15% dan yang menyatakanmemudahan oleh 67,50%. Hanya 15% yang menyatakan biasa saja serta 2,50% yangmenyatakan tidak tahu bahwa memelihara sapi di lahan sawah memudahkan dalampenyediaan pakan hijauan. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pengetahuan petanitentang pemeliharaan sapi di lahan sawah ada dalam katagori yang sangat baik.

Pengetahuan Petani tentang Manfaat Pupuk OrganikSebanyak 86,80% petani di kawasan Subak Jatiluwih yang menyatakan bahwa pupuk

organik akan mampu membuat tanah sawah menjadi subur dan gembur, mengurangipenggunaan pupuk kimia oleh 10,50% dan berkurangnya hama dan penyakit tanaman padioleh 2,60%. Sedangkan petani yang menyatakan bahwa bio-urine bermanfaat untukmemberantas hama dan penyakit tanaman padi sebanyak 23,10% dan yang menyatakanbahwa bio-urine dapat sebagai pengganti pupuk urea oleh 15,40%. Untuk mengurangipenggunaan pestisida kimia oleh 7,70%, mengurangi pencemaran lingkungan oleh 2,60%dan tidak dapat dimanfaatkan oleh 51,30%. Terkait dengan hal tersebut 27,50% petanimenyatakan bahwa kotoran sapi akan sangat lebih baik jika diolah menjadi kompos dan

Page 87: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

73

62,50% menyatakan hal sama akan lebih baik. Hanya 2,50% yang menyatakan biasa saja dan7,50% menyatakan tidak tahu jika kotoran sapi dapat diolah menjadi kompos.

Petani yang tidak mengetahui jika urin sapi dapat diolah menjadi pupuk organikadalah sebanyak 40%. Selanjutnya petani yang mengetahui jika urin sapi sangat lebih baikjika diolah menjadi pupuk organik adalah sebanyak 20% dan yang mengetahui bahwa urinsapi akan lebih baik jika diolah menjadi pupuk organik adalah sebanyak 40% petani. Hasilpenelitian juga menunjukkan bahwa sebanyak 75% petani mengetahui dengan baik bahwakompos dan bio-urine lebih baik dibandingkan pupuk kimia dan 12,50% petani mengetahuidengan jauh lebih baik. Hanya 10% petani yang belum mengetahuinya, serta terdapat 2,50%yang menyatakan bahwa kompos dan urin sapi sama saja dengan pupuk kimia. Terkaitdengan hal tersebut maka sebanyak 32,50% dan 52,50% petani yang menyatakan jauh lebihmurah dan lebih murah kompos dan bio-urin jika dibandingkan dengan pupuk kimia. Hanya5% yang menyatakan sama saja antara kompos dan pupuk kimia, serta 10% petani lainnyamengaku tidak mengetahui atau paham akan hal tersebut. Berdasarkan hasil analisis tersebut,dapat dinyatakan bahwa pengetahuan petani di kawasan Subak Jatiluwih tentangpemanfaatan pupuk organik ada dalam katagori baik.

Pengetahuan Petani tentang Jerami Padi sebagai Pakan SapiSebanyak 37,50% petani menyatakan tahu, bahwa jerami padi dapat diolah menjadi

pakan sapi, dan 25% yang mengaku ragu-ragu serta 37,50% lainnya menyatakan tidak tahujika jerami padi dapat diolah menjadi pakan sapi. Pengetahuan petani tentang manfaat jeramipadi terfermentasi ternyata bahwa sebanyak 36,10% yang menyatakan tidak tahu.Selanjutnya 27,80% menyatakan bahwa jerami terfermentasi dapat dimanfaatkan sebagaipakan sapi yang berkualitas baik, dan 25% petani yang menyatakan agar tidak kekuranganpakan pada saat musim kering. Sebagai sumber serat kasar bagi sapi oleh 2,80% dan sebagaisumber protein bagi sapi oleh 8,30%. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwapengetahuan petani tentang manfaat jerami padi sebagai pakan ternak ada dalam katagorirendah, sehingga perlu ditingkatkan.

Jasa Lingkungan Model Subak sebagai Keindahan AlamUntuk menunjang pengelolaan kelembagaan subak yang bersifat global, tidak terlepas

dengan pola manajemen modern, selain mengandalkan iuran internal, kelembagaan subakmengelola keuangan yang bersumber dari para turis mancanagera (sumber eksternal), hal iniimpak dari subak sebagai WBD yang mampu mempengaruhi turis mancanegara untuk dapatmenikmati langsung tentang keberadaan subak, sehingga meningkatkan jumlah kunjunganturis mancanagera dari tahun ke tahun. Dalam pengelolaan subak secara kelembagaan, makasubak telah menyatu dengan berbagai dinas, antara lain Dinas Kebudayaan dan Parawisata,Dinas Pertanian dan Hortikultura Kabupaten Tabanan, sehingga pengakuan dari UNESCO

Page 88: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

74

tidak terlepas dari tanggung jawab pemerintah daerah khususnya dinas terkait tersebut untukmemperjuangkan keberhasilan memperoleh pengakuan bahwa subak sebagai WBD.

Untuk setiap turis mancanagera yang masuk ke dalam kawasan subak, dimana padatempat-tempat tertentu didapatkan petugas adat atau Pecalang untuk diterapkannya sistemtarif berupa karcis masuk ke kawasan subak. Pada tahun 2012 ditetapkan tarif masuk kekawasan subak sebesar Rp. 10.000 per orang dan pada 2013 menjadi Rp. 15.000 perorang. Pembagian dana yang masuk ke kelembagaan subak terbagi menjadi: (1) 20% untukbiaya operasional Pecalang, (2) Sisa dana dari hasil penerimaan di lapangan (hasil bersih)kemudian dibagi dua, 40% diberikan kepada Pemda Kabupaten Tabanan dan 40% diberikankepada Desa Adat (Pakraman). Bagian dana yang 40% tersebut (menjadi 100%) terbagi lagimenjadi bagian Desa Adat Jatiluwih 39%, Desa Adat Gunung Sari 26%, Desa DinasJatiluwih 20%, dan Aparat Desa Jatiluwih (Desa Dinas) sebagai Dana Operasional AparatDesa sebesar 15%.

KESIMPULAN

Sebagain besar petani telah melaksanakan usahatani integrasi antara sapi dan tanamanpadi secara turun temurun, sehingga mereka tidak tahu kapan sistem usahatani tersebutdilakukan petani. Sebagian besar petani telah mengetahui dengan baik tentang peran pupukorganik bagi tanaman padi, namun petani belum mengetahui dengan baik cara mengolahlimbah ternak sapi menjadi pupuk organik. Sehingga mereka memanfaatkan limbah ternakmenjadi pupuk organik secara langsung di sawah.

Seluruh petani sama sekali belum mengetahui tentang teknologi IPAT-BO, sehinggasebagian besar diantara mereka memanfaatkan air irigasi secara berlebih melalui sistemusahatani padi tergenang. Bahkan tidak sedikit petani membuang sebagian air irigasinya kesalah sawah lainnya, ke selokan atau ke sungai.

SARAN

Sekalipun implementasi teknologi IPAT-B0 belum memberikan hasil yangmemuaskan, namun telah menunjukkan adanya perbaikan produktivitas lahan sawah,perbaikan kualitas beras yang dihasilkan. Untuk itu agar teknologi IPAT-BO terusdikembangkan dalam rangkan meningkatkan pendapatan petani dan keluarganya. Terlebihuntuk petani di kawasan warisan budaya dunia, yang memiliki peran yang sangat pentingdalam menjaga keberlanjutan sistem subak.

Page 89: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

75

DAFTAR PUSTAKA

Anon. 2011a. Chemical of the Week. Methane. http://scifun. chem.wisc. edu/ chemweek/methane/methane. html.

BPS [Badan Pusat Statistik] Jakarta, Indonesia. 2010. Perkembangan Beberapa IndikatorUtama Sosial-Ekonomi Indonesia

BPS [Badan Pusat Statistik] Provinsi Bali. 2010. Bali dalam Angka.

Dadang WI, Yan S., Enny PT., Tri Mardi, Selamet R. 2008. Teknologi IPAT Produksi PadiMeningkat Tiga Kali Lipat.http://www.agrina-online.com/ show_article.php?rid=7&aid=1196

Development Cooperation More Effective. Jica Research Institute. London, Washington,DC. Edited by Ryo Fujikura and Masato Kawanishi.

Pitana, I Gde, (1993) Subak, Sistem Irigasi Tradisional di Bali, Penerbit Upada SatraDenpasar.

Purwita, IBP, (1993) Kajian Sejarah Subak di Bali dalam Subak Sistem IrigasiTradisonal di Bali, Penerbit Upada Satra Denpasar.

Page 90: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

76

MEMASARKAN EKOWISATA BANYUWANGIYANG BERORIATASI WISATA ALAM, PRODUK KHAS

DAN ETNIS OSING BANYUWANGI, JAWA TIMUR

Ismini

Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

ABSTRAK

Kabupaten Banyuwangi mempunyai potensi daya tarik wisata antara lain wisata alam,wisata budaya osing, maupun wisata produk khas Banyuwangi. Berkembangnya wisata yangberdampak positif dalam penerimaan daerah (Pendapatan Asli Daerah, PAD) Pengembanganpotensi wisata dilaksanakan melalui konsep bauran pemasaran (marketing mix) /4P (Product,Price, Place, Promotion). Keunggulan suatu produk wisata dapat dijelaskan melaluikeunikan, otentitas, originalitas dan keragaman. Keunikan adalah kombinasi kelangkaan dandaya tarik yang melekat pada obyek wisata. Originalitas mencerminkan keasalian ataukemurnian. Otentitas mengacu pada keaslian, yang merupakan perpaduan antara sifatalamiah, eksotis dan bersahaja. Diversitas produk adalah keaneka ragaman produk atau jasayang ditawarkan. Pemerintah perlu bekerja sama dengan perguruan tinggi, sebagai jembatanantara pelaku wisata dan masyarakat setempat, agar dapat mengembangkan sektorpariwisata. Hal ini akan menyadarkan masyarakat lebih peduli sumberdaya alam, selainmemberikan aktivitas ekonomi lokal dan perolehan pendapatan masyarakat dan PAD (Pendapatan Asli Daerah).

Kata kunci: Pemasaran, Ekowisata. Banyuwangi, Osing, Produk Khas

ABSTRACT

Banyuwangi regency has a potential tourist attraction such as nature tourism, culturaltourism Osing, or an typical products of tourism economic of Banyuwangi. A positiveimpact of the tourism development is in the government local revenue, PAD. Developmentof tourism potential is carried out through the concept of marketing mix (marketing mix)/4P(Product, Price, Place, Promotion). Benefits of a tourism product can be explained by theuniqueness, authenticity, originality and diversity of tourism object. The uniqueness is thecombination of scarcity and attraction of the object. Originality reflects authenticity orpurity. Authenticity refers to a thing which is a blend of nature, exotic and earthy. Productdiversity is the diversity of the products or services offered. Government needs to work withthe university, as a bridge between tourism stakeholders and local communities, in order todevelop the tourism sector. This will awaken the community more aware of naturalresources, in addition to providing local economic activity and the acquisition of income andrevenue.

Page 91: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

77

Keywords: Marketing, Ecotourism, Banyuwangi, Osing, Typical Products

PENDAHULUAN

Kabupaten Banyuwangi julukan Sunrise of Java, Kota banteng, kota pisang. Petalokasi Banhywangi Koordinat 7,53ᵒ - 8,46ᵒ LS dan 113, 53ᵒ – 114,38 ᵒ BT. Luas 5.782,50kmᵌ. Suku Osing, Jawa , Madura, Tionghoa, bali, Bugis , Melayu . pembgaian admistratif.Flora banbu manggong. Faona Banteng Jawa. terdiri 24 kecamatan. Kabupaten banyuwangiadalah sebuah kabupaten di propinsi Jawa Timur, Indonesia ibukotanya adalah Banyuwangi.Kabupaten ini terletak diujung paling timur di P jawa, berbatasan dengan kabupatensitubondo di utara, selat Bali di timur, Samudra Hindia di Selatan serta Kabupaten Jemberdan kabupaten Bondowoso di Barat. Pelabuhan Ketapang menghubungkan Pulau Jawadengan Pelabuhan Gilimanuk di Bali. Penduduk Banyuwangi cukup beragam mayoritasadalah suku Osing. Bahasa dan suku osing banyak dipengaruhi oleh bahasa dan budaya Bali.

BANYUWANGI, BUDAYA KHAS OSING

Banyuwangi adalah kabupaten terluas di Jawa Timur, karakterr wilayah yang terletakdi ujung paling timur ini menarik untuk diketahui .selain selain wilayah Tapel Kuda.. SukuOsing adalah penduduk asli mayoritas Banyuwangi dan penduduk mayoritas dibeberapakecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Suku osing merupakan perpaduan budaya dan tradisiyang ada di Banyuwangi. Topografi Banyuwangi yang unik di dukung oleh kekuatankarakter masyarakat multikultur yang jumlahnya sekitar 1,5 juta jiwa dan tersebar di wilayahseluas 5.782.50 km2. Ada 3 elemen masyarakat yang dominan membentuk streotipeBanyuwangi, Madura, pandalungan ( tapal kuda ) dan osing. Tapal kuda adalah nama sebuahkawasan di propinsi jawa timur tepatnya di bagian timur, dinamakn tapal kudakarenabentuk kawasan tersebut dalam peta mirip dengan bentuk tapal kuda, kawasan tapal kudameliputi pasuruan ( bagian timur0, probolinggo, jember, situbondo,bondowoso danBanyuwangi. Terdapat 3 pegunungan besar kawasan tersebut yakni pegunungan Bromo-tengger- semeru.pegunungan Iyang ( dengan puncak tertingginya gunung argopuro ), dandataran tinggi Raung ).

Tapal kuda merupakan wilayah subkultur di jawa timur yang memilik sejarah panjangpemberontakan. Penghuni tapal kuda mayoritas adalah Madura. Meski ada minoritas etnisjawa, namun pengaruh Madura yang sangat kuat menyebabkabkan karakter budayadiwilayah ini lebih beraroma Madura. Orang-orang tapal kuda jg sangat identik denganislam. Lebih spisifik lg NU. .

Pada jaman Mojopahit tapal kuda masuk menjadi mojopahit timur, sedangkan padamasa mataram, tapal kuda disebut Blambangan. Keberanian luar biasa adalah masyarakat

Page 92: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

78

tapal kuda. Konon, menurut Pramudya Ananta Tour di Probolinggo. Mojopahit pernahdirepotkan oleh pemberontak Minakdjinggo. Selain Mojopahit jg VOC pernah kesulitan disini. Untung suropati, anak Bali yang diasuh oleh Belanda dan akhirnya diburu oleh tuannyaitu memperoleh dukungan yang amat kuat di sini, hingga akhirnyaa sanggup membangunkerajaan di Pasuruan.Persebaran 3 entitas ini bias ditelisik dg karakter wilayah secara geografis yaitu JawaMataram lebih bayak mendomonasi daerah daerah pegunungan yang banyak hutan sepertiwilayah tegaldelimo purwohajo, tegalsari. Sedangkan masyarakat lebih dominan di daerahgersang muncar, glenmoure . sementara masyarakat osing dominan diwilayah suburdiswkitar banyuwangi kota , giri, glagah, rogokampi, songgon, singojuruh.cluring . genteng,walaupun etnis khas banyuwangi. Secara proporsi . penduduk suku osing bukan mayoritas di24 kecamatan.namun sebahagai gambaran etnis osing sekitar 20 persen. Dari totalBanyuwangi jawa 67 % , Madura 12 % dan 1 %suku lain. Meski berkelompok dalamkantong tertentu, masyarakat osing tdk bersifat eksklusif seperti masyarakat Tengger yanghidup didaerah dataran tinggi Tengger dekat gunung Bromo) atau masyarakat Baduy diBanten. Osing sangat adaptif, terbuka dan kreatif terhadap unsur kebudayaan lain.

Unsur egaliter menjadi cirri yang sangat dominan dalam masyarakat osing. Ini tampakdalam bahasa osing yang tidak mengenal tingkatan bahas seperti bahasa jawa atau bahasaMadura. Struktur masyarakat osingpun tidak berorientasi pada priyayi seperti orang jawajuga tdk punya kyai seperti Madura dan tidak punya ksatria seperti kasta orang Bali ( Herusp, saputra, Srintil, 2007) . Masyarakat Banyuwangi beragam islam tetapi karaktersinkretisme agama dan budayapun kental.kompas 25 juli 2008

SEJARAH

Sejarah Banyuwangi tidak lepas dari sejarah Blambangan. Pada pertengahan abad ke -17, Banyuwangi merupakan bagian dari Kerajaan Hindu Blambangan yang dipimpin olehPangeran Tawang alun. Pada masa ini secara administrasi, VOC menganggap Balambangansebagai wilayah kekuasaannya, atas dasar penyerahan kekuasann jawa bagian timur

Page 93: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

79

termasuk blambangan oleh Pakubuwono II kepada VOC. Padahal mataram tidak pernah biasmenguasai daerah Blambangan yang saat itu merupakan kerajaan hindu terakhir di pulauJawa. Namun VOC tidak pernah benar-benar mencapkan kekuasaannya sampai pada akhirabad ke-17, ketika pemerintah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan..Daerah yang sekarang dikenal sebagai “ komplek Inggrisan” adalah bekas tempat kantordagang inggris. VOC segera bergerak untuk mengamankan kekuasaannya atas Blambanganpada akhir abad ke-18. Hal ini menyulut perang besar selama lima tahun( 1767-1772).Dalam peperangan itu terdapat satu pertempuran dasyat yang yang disebut PUputan Bayusebagai merupakan usaha terakhir Kerajaan Blambangan untuk melepaskan diri belelengguVOC. Pertempuran Puputan Bayu terjadi pada tanggal 18 desember1771 yang akhirnyaditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi. Sayangnya perang itu tidak dikenal luas dalamsejarah perjuangan bangsa indonesi melawan kompeni Belanda. Namun pada akhirnyaVOClah yang memperoleh kemenangan dengan diangkatnya R.Wiroguno ( Mas Ali) sebagaiBupati Banyuwangi pertama dan tanda runtuhnya kerajaan Blambangan.Tetapi perlawanansporadic rakyat Blambangan itu bisa terlihat dengan tidak adanya pabrik gula yang dibangunoleh voc saat itu, berbeda dengan kabupaten lainya di Jawa Timur.

Tokoh sejarah fiksi yang terkenal adalah putri Sri Tanjung yang dibunuh olehsuaminya dipinggir sungai karena suaminya ragu akan janin dalam rahimnyabukanmerupakan anaknya tetapi hasil perselingkungan ketika dia ditinggal menujumedan perang.Dengan sumpah janjinya kepada sang suami sang putrid berkata “ jika darah yang mengalirke dalam sungai tersebut berbau wangi, maka menyesallah sang suami sebagai RadenBanterangini dan menamai daerah itu sebagai Banyuwangi.

Tokoh sejarah lain ialah Minak Djinggo. Seorang Adipati dari Blambangan yangmemberontak terhadap kerajaan Mojopahit dan dapat ditumpas oleh utusan Mojopahit. YaituDamarwulan. Namun sesungguhnya nama Minak Djinggo bukanlah nama asli dari adpatiBlambangan. Nama tersebut diberikan oleh sebagian kalangan istana MOjopahit sebagaiwujud olok-olo kepada Brhe Wirabumi yang menang putra Prabu Hayam Wuruk dari selie.Bagi Masyarakat Blambangan,tidak berdasar. Cerita ini hanya bentuk propaganda`Mataramyang tidak pernah berhasil menguasai wilayah Blambangan yang saat itu disokong olehkerajaan hindu Mengwi di Bali.

JULUKAN

Kabupaten Banyuwangi menyandang beberapa julukan diantaranya:1. Kota Banteng: Kabupaten dijuluki kota banteng dikarenakan di Banyuwangi

tepatnya di Taman Nasional Alas Purwo terdapat Banteng jawa.

Page 94: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

80

2. The Sunrise of Java: Julukan the Sunrise of Java disandang Kabupaten Banyuwangitidak lain karena Daerah yang terkena pertama sinar matahari terbit di KabupatenBanyuwangi.

3. Kota Pisang: Sejak dahulu Kabupaten banyuwangi sangat dikenal sebagai penghasilpisang terbesar, bahan tiap di pekarangan rumah warga selalu terdapat pohon pisang.

SENI BUDAYA

Kabupaten Banyuwangi selain menjadi perlintasan dari Jawa ke bali, juga merupakandaerah pertemuan Jawa ke Bali, juga merupakan daerah pertemuan berbagai jeniskebudayaan dari berbagai wilayah. Budaya masyarakatBanyuwangi diwarnai oleh budayaJawa, Bali, Madura, Melayu, Eropa, Tionghoa,dan budaya local yang saling isi mengisi danakhirnya menjadi tipikalyang tidak ditemuadi wilayah manapun di pulau jawa.Kesenian tradisional khas Banyuawngi antara lain :

1. Barong Kemiren2. Gandrung banyuwangi3. Seblang4. Janger5. Rengganis6. Hadrah kuthulan7. Patrol8. Mocopatan Pacul Goang9. Jaran Butho10. Barong11. Kebo-keboan12. Angklung caruk13. Gedhongan14. Batik

Kesenian ini merupakan sebagian dari kesenian khas Banyuwangi yang masih hidup.

Page 95: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

81

.

Musik Khas Banyuwangi ( gamelan Banyuwangi yang mengiring tari gandrung

WISATA

Kabupaten banyuwangi memiliki banyak objek Wisata seperti :1. Kawah ijen2. Pantai boom3. Pantai plengkung4. Pantai rajegwesi5. Pulau merah6. Watu dodol

Gunung Ijen kawah ijen adalah sebuah gunung berapi aktif yang terletakdi daerahKabupaten Banyuwangi , Jawa Timur, Indonesia. Gunung ini mempunyai ketinggian 2.443m dan telah 4 kali meletus (1796,1817, dan 1906). Untuk mendaki ke gunung ini biasberangkat berangkat dari bondowoso ataupun dari Banyuwangi.

Untk mencapai gunung ijen dari Banyuwangi, bisa menggunakan kereta api ekonomidengan tujuan banyuwangi dan turun di stasiun karangasem naik ojek atau naik mikroletbias menuju ke daerah yang dituju misalnya Hotel 2 untuk beristirahat dahulu.dari karangasem kemudian naik ojek dengan tujuankecamatan Licin desa Banyusari, dari desaBanyusari perjalanan dilanjutkan menuju Paituding dengan menumpang truk pengangkut

Page 96: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

82

belerang. Atau me four wdrive rp 700 rb bias 5 orang. Atau meenggunakan bus turun di bwikota terus ojek atu ke ke Paituding atau ke desa banyusari.pintu gerbang utama dari cagaralam kawasan ijen terletak di Paituding. Yang juga merupakan pos PHPA perlindunganhutan dan pelestarian alam ), alternative rute adalah bondowoso –wonosari –tapen- sempol-paituding. Fasilitas lain yang dapat dinikmati oleh pengunjung antara lain pondok wisata`dan warung yang menjual keperluan pendakian untuk menyaksikan keindahan kawah ijen.

Dari Paituding berjalan kaki dengan jarak sekitar 3 km. Lintasan awal sejaauh 1,5 1.5km cukup berat karena menanjak. Sebagian besar jalur dengan kemiringan 23-35 derajad.Setelah bersistirahat di pos bunder ) pos yang unik karena bentuk lingkaran jalur selanjutnyaagak landai. Selain itu wisatawan/pendaki disughi pemandangan deretan pegunungan yangsangat indah. Untuk turun menuju kekawah harus melintasi medan berbatu-batu sejauh 250meter dg kondisi yang terjal. Kawah ijen sebuah danau kawah yang yang bersifat asam ygberada di puncak gunung ijen tinggi 2568 m diatas permukaan laut dengan kedalaman danau200m dari luar kawah mencapai 5456 hektar. Kawah ijen berada dalam wilayah cagar AlamTaman Wisata Ijen .

Pantai Pulau Merah

Page 97: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

83

Pulau Merah atau Red Island adalah sebuah pantai dan objek wisata di Banyuwangtepatnta di Kecamatan Pesanggaran. Pantai ini dikenal karena sebuah bukit hijau kecilbertanah merah yang terletak di dekat bibir pantai. Bukit ini dapat dikunjungi denganberjalan kaki saat air laut surut. Di sana juga terdapat. Di Lokasi ini diadakan lomba selancarkategori internasional, kategori nasional, dan kategori lokal.

Pantai Plengkung

Pantai Plengkung (G-Land)

Page 98: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

84

Pantai Plengkung, atau lebih dikenal dengan nama G-Land, adalah pantai yang terletakdalam kawasan Kabupaten Banyuwangi selatan tepatnya Taman Nasional Alas Purwo .Plengkung untuk keperluan tempat surfing.

Watu Dodol

Watu Dodol merupakan pintu masuk Kabupaten Banyuwangi dari arah SurabayaBali atau lewat utrara atau dari wilayah Kabupaten Situbondo Nama Watu Dodol sendirimerujuk kepada sebuah batu besar setinggi 6 meter yang berlokasi tepat di antara kedua ruasjalan raya. Lokasi kawasan wisata ini sekitar 5 kilometer dari Pelabuhan Ketapangpenyeberangan. Patung Gandrung (tarian khas Banyuwangi) dengan tulisan Selamat Datangdi Kabupaten Banyuwangi menjadi penghias gerbang masuk ke Kabupaten Banyuwangi.

Watu Dodol

Page 99: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

85

EtimologiDalam bahasa Jawa, Watu memiliki arti Batu. Istilah Dodol dapat diartikan sebagai

jenang. Jenang Dodol. dapat merujuk kepada makanan manis berbentuk persegi seukurankelingking. Dodol juga dapat berupa makanan dari ketan yang ditumbuk, dibentuk lonjongseukuran telapak tangan, kemudian digoreng.

Keunikan Wisata Watu DodolWatu Dodol merupakan batu karang berwarna hitam yang sangat keras serta memiliki

bentuk yang unik, yaitu bagian atasnya lebih besar daripada dasarnya. Pada bagian selatansisinya, tumbuh sebatang pohon kelor yang menambah keunikan batu tersebut. Meskipundulu terlihat angker, tetapi kini Watu Dodol terlihat asri karena dihiasi taman sebagai jalurhijau.

Sumur Air TawarSumur air tawar berlokasi di area Pantai Watu Dodol. Penduduk setempat

membatasinya dengan dinding yang terbuat dari batu. Air tawar yang dikeluarkan dipercayadapat menyembuhkan berbagai penyakit.

LegendaKawasan Wisata Watu Dodol terkenal akan berbagai legenda mistisnya yang turut

menarik perhatian wisatawan untuk datang.

Page 100: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

86

Legenda Nama Watu DodolPada masa Blambangan diperintah oleh Minak Jinggo, sempat terjadi peperangan

antara pasukan Blambangan dengan Majapahit. Pasukan Blambangan mengalami kekalahansehingga banyak yang melarikan diri menuju pantai di utara.Seorang prajurit Blambangan membawa bekal berupa jadah (sejenis dodol, yaitu jenangketan berbentuk lonjong seukuran telapak tangan). Saat beristirahat di tepi pantai, bekal yangia bawa tertinggal. Dodol tersebut akhirnya berubah menjadi Watu Dodol [3].

Legenda Kyai SemarLegenda ini diperkirakan bukan berasal dari masyarakat setempat (orang osing -

penduduk asli Blambangn) karena mereka tidak mengenal pewayangan. Dikisahkan bahwaSemar berjualan di pantai Watu Dodol, tetapi bahan yang ia jual terguling. Berasnya yangtumpah menjadi hamparan pasir putih, sementara pikulan kayunya terlempar dan menancapdi sela-sela Watu Dodol. Pikulan kayu tersebut tumbuh menjadi Pohon Kelor. Konon kayukelor dapat menghilangkan segala ilmu kanuragan jika bersentuhan dengannya. Bekal airminum Kyai Semar yang tumpah menjadi sumber air tawar yang mengalir di bibir pantai.

Kuliner Khas BanyuwangiMasakan: Kabupaten Banyuwangi mempunyai bermacam-macam masakan khasBanyuwangi, diantaranyi:

1. Sego Tempong2. Sego Cawuk3. Sate Kalak4. Pecel Pitik5. Sambal Lucu6. Jangan Kelor7. Jangan pakis8. Jangan leroban9. Jangan Pol10. Jangan Klentang11. Jangan Bung12. Uyah asem Pitik13. Pindang Koyong14. Bothok Simbuukan15. Pecel Thotol

Page 101: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

87

“ Rujak Soto” masakan khas Banyuwangi

“Nasi Tempong atau Sego “Tempong (bahasa osing) = tamparan adalah berupaNasi Putih dengan Lauk Pauk Ayam goreng, Bebek Goreng atau Ikan Goreng denganpelengkap lalapan terong rebus, timun iris, kacang panjang, Toge dan sayuran lainnya,beserta sambal terasi yang super pedas jika dimakan seperti kena tempeleng/tamparan mukamerah dan keluar air mata seolah menangis.

Page 102: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

88

Jajanan Pasar: Kabupaten banyuwangi mempunyai bermacam-macam jajanan pasar khasbanyuwangi, diantaranya:

1. Bagiak2. Klemben3. Satuh4. Manisan Cerme5. Kacang Tanah open asin6. Dodol Salak7. Sate pisang anggur8. Loro Kencono9. Kolak Gepuk10. Widaran

Kue bagiak

Page 103: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

89

Minuman: Kabupaten Banyuwangi mempunyai bermacam-macam minuman khasBanyuwangi, diantaranya:

1. Secang2. Selasih3. Ronde4. Angsle5. Caok6. Setup Semarang7. Kolak Duren

Oleh–Oleh: Kabupaten banyuwangi mempunyai bermacam-macam oleh-oleh khasBanyuwangi diantaranuya:

1. Awung( iwe-iwel)2. Lanun3. Serabi solo4. Dodol garu5. Jenang kudus6. Jenang bedi7. Jenang mutioro8. Jenang selo9. Ketot10. Apem takir11. Lak-lak12. Precet13. Supping14. Bikang15. Setupan polo

MEMASARKAN EKOWISATA BANYUWANGI

Keberadaan pemasaran dipengaruhi lingkungan disekitarnya baik lingkunganeksternal maupun lingkungan internal. Perubahan-perubahan lingkungan internal danekternal akan akan memberikan pengaruh terhadap terciptanya peluang dimasa sekarangdan yang akan datang untuk memperoleh pangsa pasar yang pada gilirannya akanmeningkatkan pendapatan masyakat khususnya dan peningkatan PAD ( Pendapatan AsliDareah) .

Dengan melihat gambatan dan segala potensi ini maka perlu dilakukan bagaimanamemasarkan ekowisata Kabupaten banyuwangi, salah satunya aspek memasarkan dengan

Page 104: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

90

pelaksanaan konsep 4 P / bauran pemasaran (marketing mix) . Menurut Janianton Danamik& Helmut F. Weber , 2006 Dalam memasarkan keunggulan ekowisata ada beberapa hal 4yang harus diperhatikan yaitu keunikan, otentitas, originalitas dan keragaman. Keunikansebagai kombinasi kelangkaan dan daya tarik yang khas melekat pada obyek wisata,originalitas mencerminkan keasalian atau kemurnian. Otentitas mengacu pada keaslian, yangmerupakan perpaduan antara sifat alamiah,eksotis dan bersahaja dari daya tarik ekowisata.Diversitas produk/ keanekaragaman produk atau jasa yang ditawarkan Dengan gambatran inimaka Banyuwangi perlu dilakukan bagaimana memasarkan Kabupaten banyuwangi salahsatunya aspek memasarkan dengan pelaksanaan pelaksanaan bauran pemasaran( marketingmix)/ konsep 4 P ( Product, Price, Place , promotion) dalam memasarkan keunggulanekowisata ada.. Dalam memasarakan keunggulan ekowisata ada beberapa hal 4 hal yangharus diperhatikan yaitu keunikan, otentitas, originalitas dan keragaman. Keunikan sebagaikombinasi kelangkaan dan daya tarik yang khas melekat pada obyek wisata.originalitasmencerminkan keasalian atau kemurnian. Otentitas mengacu pada keaslian, yang merupakanperpaduan antara sifat alamiah,eksotis dan bersahaja dari daya tarik ekowisata. Diversitasprodukkeaneka ragaman produk atau jasa yang ditawarkan.

Bauran Pemasaran ( Marketing Mix)Setiap usaha tentu berharap dapat tetap hidup dan berkembang dan mampu bersaing,

demikian juga dengan memasarkan ekowisata Banyuwangi yang berorientasi pada wisataalami, etnis budaya osing serta produk khas Banyuwangi. Dalam rangka inilah, makadiharapkan menerapkan dan menetapkan strategi dan cara pelaksanaan kegiatan pemasaran.Kegiatan pemasaran yang dilakukan diarahkan untuk dapat mencapai sasaran pasar danmendapatkan keuntungan atau berorientasi pasar.

Satu unsur strategi dalam strategi pemasaran terpadu adalah strategi bauran pemasaran(marketing mix), hal ini berkaitan deengan penentuan bagaimana menyajikan penawaranproduk ekowisata di Kabupaten Banyuwangi pada segmen pasar tertentu, yang merupakansasaran pasarnya. Jadi bauran pemasaran terdiri dari variable yang bisa dikendalikan olehpemerintah, pengusaha/steckholder , masyarakat untuk mempengaruhi tanggapan konsumendalam pasar sasarannya. Variabel ini dapat dikombinasikan dan dikoordinasikan seefektifmungkin.

Unsur variabel strategi bauran pemasaran empat (4) unsur yaiatu strategi produk,strategi harga, strategi pendistribusian/penyaluran dan strategi promosi. Keempat strategitersebut saling mempengaruhi (dependent) sehingga semuanya penting sebagai satu kesatuanstrategi :

a). Strategi ProdukDengan mengembangkan paket wisata yang eksklusif dan bersinergi dari etnis osing,

wisata alam serta khas produk Banyuwangi. Strategi produk dalam hal ini adalah

Page 105: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

91

menetapkan cara dan menyediakan produk yang tepat bagi pasar yang dituju yaitu wisatawandomestic dan wisatawan Mancanegara, sehingga dapat memuaskan. dan sekaligus dapatmeningkatkan keuntungan agar menjadi produk plus (pelayanan). Faktor-faktor yangterkandung dalam suatu produk adalah mutu, penampilan ( featruries),pilihan yang ada (options), merek ( brand names), pengemasan ( packaging), ukuran (size), jenis (lines),macam (items) dan pelayaann (servise) terkait dengan Wisata Alam, Etnis masyarakat Osingserta produk khas` Banyuwangi. Didalam strategi bauran pemasaran, strategi produkmerupakan unsur yang paling penting, karena dapat mempengaruhi strategi pemasaranlainnya.

b) Strategi HargaDengan menawarakan harga diskriminasi dan segmen pasar,harga promosi, harga

penggabungan produk , harga flekeibel..Strategi harga merupakan satu-satunya unsurebauran pemasaranyang menghasilkan penerimaan penjualan, sedangkan unsure lainnyaadalah unsur biaya. Didalam persaingan yang semakin tajam, terutama dalam pasar pembeli(buyers market), peranan harga sangat penting terutama untuk menjaga dan meningkatkanposisi di pasar, disamping untuk meningkatkan penjualan dan keuntungan. Faktor yangmempengaruhi secara langsung adalah harga bahan baku, biaya produksi, ,biaya pemasaran,adanya peraturan pemerintah lainnya. Faktor yang tidak langsung , namun erat hubungannyadalam penetapan harga adalah harga produk sejenis yang dijual oleh para pesaing, pengaruhharga terhadap barang substitusi dan komplementer, serta potongan ( discount), hal ini perludilakukan.

c) Strategi Pendistribusian/penyaluranUsaha untuk mencapai tujuan dan sasaran pemasaran perlu melakukan

penyaluran/pendistribusian barang ( dalam hal ini menawarkan ekowisata alam, budaya etnisosing serta dari produsen sampai ke konsumen yaitu mpada waktu yang tepat.Pendistribusian barang sebaiknya dari daerah surplus produk ke daerah yang minusproduk/yang tidak ada produk. Dengan strategi saluran pemasaran yang dilakukan makapenjualan produk akan menjadi cepat sampai ke tangan konsumen dengan harga yang sesuaidengan keinginan konsumen.

d) Strategi PromosiStrategi Promosi adalah salah satu strategi bauran pemarasan. Dalam rangka

menunjang keberhasilan kegiatan pemasaran, maka perlu dijalankan strategi promosi yangtepat. Promosi bisa secara langsung dari mulut ke mult, brosur , pameran, media cetak,

Page 106: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

92

media elektronik misal TV, Radio, internet networking dan lain sebagainya, yang pentingefektif dan efisien. Strategi distribusi ( place ), promosi, proses dan bukti-bukti fisik (physical evidence) dilakukan dengan memanfaatkan teknologi internet melaluipengembangan website khusus.secara lebih spesifi misalnya :a). Menjalin kerja sama dengan pengusaha hotel, pemerintah, instansi-instansi swasta dan

lain-lain. terutama berbasis wisatawan domestic dan wisatawan Mancanegara jugakonsumen lainnya.

b). Mengikuti kegiatan promosi pemasaran local, Nasional bahkan Internasional denganmemamerkan Banyuwangi

c). Mengidentifikasi target pasar /yang diinginkan pasar utk produk yang dikembangkand). Melakukan surve pasar secara berkala untuk mengetahui dinamika pasar.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Konsep memasarkan ekowisata masih jauh dari dukungan pemerintah misalinfastruktur jalan dan lain-lain, juga kesadaran masyarakat masih rendah harus adaperan pemerintah

2. Peran pemerintah penting, penyuluhan , mudahnya perijinanan atau birokasipemerintah.

3. Pemerintah perlu bekerja sama dengan perguruan tinggi menjadi penjembatanantara pengembang dan masyakat setempat, pada akhirnya akan menyadarkanmasyarakat lebih peduli sumberdaya alam agar bisa memperoleh pendapatan dariekowisata dan kemudian memanfaatkan penghasilan masyarakat dan PAD (Pendapatan Asli Daerah).

4. Dengan gambaran tersebut maka Banyuwangi perlu dilakukan bagaimanamemasarkan Kabupaten banyuwangi salah satunya aspek memasarkan denganpelaksanaan bauran pemasaran( marketing mix)/ konsep 4 P ( Product, Price, Place ,promotion) dalam memasarkan keunggulan ekowisata ada.

DAFTARPUSTAKA

Anonym, hasil diskusi dg masyarakat stempat di Banyuwangi ( Masyarakat Etnis Osing )Artikel www.wikipedia.org/budayaosing

Departemen Perdagangan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, 1997. AnalisaPemasaran Konsepsi Dasar Pembiayaan Efisiensi Pemasaran Hasil PertanianRakyat, Jakarta.

Hayami, Y., and Barker., 1987, Agricultural Marketing and Processing in Upland Java :Perpective From Sunda Village, CGRPT Bogor.

Page 107: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

93

Hennessy,D.A ,1996, Information Asymmetry As a Reason for Food Industry VerticalIntergration.Amer J.Agr.Econ

Janianton Danamik & Helmut F. Weber,2006. Perencanaan dan Teori Aplikasi, Andi

Kotler, Philip, 1997. Marketing Management Analysis Planning, Implementation andControl. Nineth Edition Prentice Hall International, New Jersey.

Publiser

Page 108: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

94

PERANCANGAN MANGROVE REHABILITATION CENTERKRAKSAAN – PROBOLINGGO

DENGAN KONSEP EKOWISATA

M. Nelza Mulki Iqbal

Students of Architecture Departement of Brawijaya University, IndonesiaE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Indonesia merupakan salah satu negara dengan hutan mangrove terbesar, mencapai27% dari luas mangrove dunia dan 75% dari total mangrove di Asia Tenggara. Konversilahan mangrove menjadi lahan tambak, perumahan, industri, dan penggunaan lahan lain diIndonesia semakin terkikis tiap tahunnya. Menurut Kementerian Kehutanan, pada tahun2003 laju penurunan dan kerusakan mangrove mencapai 200 ribu Ha/tahun. KabupatenProbolinggo sebagai salah satu daerah pesisir memiliki potensi bakau yang cukup baik.Pemerintah sedang merencanakan pengembangan ekowisata berbasis konservasi mangrove.Ekowisata sebagai model pariwisata tidak hanya ramah lingkungan, tetapi jugasekaligus berbasiskan budaya serta memberikan keuntungan secara ekonomi bagimasyarakat. Muatan ekologi ekowisata sangat erat kaitannya dengan implementasisustainable development dan sejalan dengan implementasi ekologi arsitektur. Seiring denganmendesaknya kebutuhan untuk mengkonservasi dan merehabilitasi mangrove di wilayahKabupaten Probolinggo, maka perlu disediakan fasilitas untuk mempertahankan danmelestarikan ekosistem hutan mangrove. Hal ini tidak hanya memiliki fungsi konservasinamun memberi manfaat dalam menjaga keseimbangan ekonomi, pendidikan, dan jugaekologi.

Kata kunci: mangrove, ekowisata, ekologi arsitektur, konservasi

ABSTRAK

Indonesia is one of nations having the largest mangrove which contribute 27% ofmangrove in the world, and 75% of mangrove in Southeast Asia. Conversion of mangrovesinto fishponds, residential, industrial, and other land use in Indonesia has been verysignificant. According to the Ministry of Forestry, in 2003 the rate of decline of mangrovesarea reach 200 thousand ha per year. Probolinggo regency has a good potential of coastalmangroves. The government is planning a mangrove conservation in the framework ofecotourism development. Ecotourism as a model of tourism not only show sustainableeconomic activities, but also deliver on cultural and economic benefits for society. Theecotourism ecology is closely associated with the implementation of sustainabledevelopment and in line with the ecological architecture. Along with the need to conserveand rehabilitate mangrove in Probolinggo regency, it is necessary to provide facilities tomaintain and preserve the mangrove forest ecosystem. This not only has a conservation

Page 109: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

95

function but also will provide benefits in maintaining the balance of economic, educational,and ecology.

Keywords: mangrove, eco-tourism, architectural ecology, conservation

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara dengan hutan mangrove terbesar , denganprosentase mencapai 27% dari luas mangrove dunia serta 75% dari total mangrove di AsiaTenggara. Sebagai negara maritim dengan keberadaan ekosistem mangrove sebagai barieralami di bibir pantai, Indonesia seakan menjadi pesakitan dengan semakin terkikisnyaekosistem ini dikarenakan beberapa hal antara lain konversi lahan mangrove menjadi lahantambak, perumahan, industri, serta eksploitasi berlebihan terhadap ekosistem ini. Tidakheran data yang dilansir oleh Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosialtahun 1999, luas potensial mangrove di Indonesia yang berjumlah 8,6 juta Ha, yang tediriatas 3,8 juta Ha di kawasan hutan dan 4,8 juta Ha di luar kawasan hutan, mengalamikerusakan dalam jumlah yang amat signifikan yakni 1,7 juta (44,73%) hutan mangrove dikawasan hutan, serta 4,2 juta Ha (87,50%) untuk kerusakan hutan mangrove di luar kawasanhutan. Data Kementrian Negara Lingkungan Hidup (KLH) Republik Indonesia tahun 2000menyebutkan luas hutan mangrove Indonesia mencapai 9,2 juta Ha dengan kondisi baiksejumlah 2,5 juta Ha, rusak sedang 4,5 juta Ha, dan kondisi rusak berat 2,1 juta Ha.Wetsland International pun memperlihatkan fakta mengejutkan bahwa luasan hutanmangrove di Indonesia pada tahun 2005 hanya berkisar diangka 1,5 juta Ha saja.Kecenderungan penurunan dan kerusakan tersebut diidentifikasi oleh DepartemenKehutanan pada tahun 2003 mencapai degradasi nyata 200 ribu Ha/tahun.

Terdegradasinya mangrove secara pesat ini telah memicu meningkatnya erosi pantaiyang menjadi penyebab kerusakan habitat alami fauna di ekosistem ini diantaranya (ikan,udang, makrobentos, burung dan lain-lain), peningkatan instrusi air laut ke daratan, sertamempengaruhi mata pencaharian nelayan pesisir. Oleh karenanya konservasi dan rehabilitasihutan mangrove sudah sepatutnya menjadi tanggung jawab bersama pemerintah danmasyarakat untuk menjaga kelestarian ekosistem ini.

Kabupaten Probolinggo sebagai salah satu daerah pesisir dengan potensi bakau yangcukup baik, sedang merencanakan pengembangan Kraksaan sebagai ibukota KabupatenProbolinggo, diantarannya menetapkan zonasi ruang terbuka hijau pesisir atau yang lebihdikenal dengan sabuk hijau di kawasan pesisir Kraksaan. Zonasi ini dilakukan sebagaibagian dari perencanaan Kraksaan menjadi kota mandiri. Melalui data yang dilansir BadanPerencanaan dan Pembangunan Kabupaten Probolinggo 2012-2029, selain menetapkanzonasi kawasan ini sebagai wilayah konservasi bakau, kawasan ini juga direncanakan

Page 110: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

96

sebagai sebuah areal ekowisata yang diharapkan bisa memberikan dampak positif bagimasyarakat lokal terutama dalam hal ekonomi, pendidikan, dan konservasi lingkungan.

Untuk merehabilitasi dan mengkonservasi suatu areal ekositem mangrove, beberapadaerah telah mengembangkan sebuah tata pengelolaan lahan mangrove berbasis ekowisata.Sebut saja Pantai Timur Surabaya dengan Ekowisata Mangrove Wonorejo, Taman HutanNgurah Rai Bali dengan Mangrove Information Center, juga beberapa areal ekowisatamangrove di Cilacap, Pasuruan, dan Banyuwangi. Sebagai suatu industri, wisata dipandangmempunyai peluang untuk aktif berperan dalam konservasi dan pembangunan berkelanjutandengan mendesain suatu konsep wisata berbasis konservasi. Jika dikelola dengan baik,industri wisata memungkinkan adanya aliran dana bagi pembiayaan program-programpemberdayaan dan penguatan masyarakat lokal, serta konservasi sumber daya alam danlingkungan hidup (Hakim, 2004).

Pilihan jenis wisata yang dapat dikembangkan pada areal konservasi hutan mangroveadalah melalui ekowisata. Ekowisata dewasa ini menjadi salah satu pilihan dalammengkonservasi lingkungan yang khas yang terjaga keasliannya sekaligus menjadi suatuareal kunjungan wisata. Ekowisata secara konsep adalah model pariwisata yang tidakhanya ramah lingkungan, tetapi juga sekaligus berbasiskan budaya serta memberikankeuntungan secara ekonomi bagi masyarakat. Model pariwisata ini menjadi ideal karenaberfungsi ganda. Selain sebagai obyek wisata yang berbasiskan alam serta budayasetempat, ekowisata juga berfungsi untuk konservasi, observasi, serta pendidikan.Ekowisata sekaligus meminimalisir bahkan meniadakan kerusakan lingkungan.

Muatan ekologi dalam sebuah areal wisata sangat erat kaitannya dengan implementasisustainable development dalam arsitektural yang didalamnya akan sangat berperanimplementasi ekologi arsitektur dengan misi pemeliharaan dan konservasi alam. Sejalandengan kebutuhan konservasi dan rehabilitasi mangrove di wilayah Kabupaten Probolinggo,maka perlu adanya rancangan alternative desain kawasan konservasi mangrove berbasisekowisata yang menerapkan aplikasi teknis dan prinsip ekowisata dan ekologi arsitektursecara holistik.

METODE KAJIAN

Secara umum metode yang digunakan dalam kajian desain Mangrove RehabilitationCenter berkonsep ekowisata ini adalah dengan memadukan metode pemrograman, metodeanalitis, dan juga pragmatic. Metode pemrograman mengacu pada teori William Pena (1985)yang dalam prosesnya menggunakan alur berpikir deduktif dan induktif yang berjalan secarapararel. Tahapan pemrograman lebih ditekankan pada penganalisaan terhadap segala aspekterkait dengan rancangan sehingga menghasilkan suatu konsep skematik yang nantinyamenjadi dasar dan landasan pada tahapan perancangan.

Page 111: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

97

Memasuki tahapan selanjutnya mulailah diaplikasikan metode analitis dalammengolah data-data yang dihasilkan dalam analisa-sintesa ini. Sebagai metodologi desain,metode analitis mengacu pada formulasi yang dinamakan berpikir sebelum menggambar, “thinking before drawing” (Jones, 1971). Metode ini merupakan metode dasar yangdidalamnya dipilah lagi menjadi metode pendekatan yang lebih spesifik yakni metodepragmatic.

Metode pragmatic dalam desain dijelaskan oleh Geoffrey Broadbent (1973) denganpengertian penciptaan bentuk tiga dimensional atau proses desain secara pragmatis, mengacupada proses coba-coba (trial and error), dengan memanfaatkan berbagai sumber daya(material) yang ada sedemikian rupa memenuhi maksud yang ingin dicapai

Di era perkembangan metode arsitektur saat ini, metode pragmatic mengalami babakbaru yang seperti dijelaskan Bjarke Ingels (2010) sebagai pragmatic utopian, yang tidakterlalu naïve utopian namun juga tidak terlalu petrifying pragmatic. Pada tataran ini Ingelsmencoba melebur unsur ekonomi dan ekologi (BIGamy) seperti beberapa contoh desain yangdisampaikan dalam bukunya Yes is More.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perancangan Mangrove Rahabilitation Center Kraksaan Probolinggo ini berada dibekas lahan tambak di Desa Kalibuntu yang tidak terpakai. Sebenarnya secara teknisPemerintah Kabupaten Probolinggo masih belum menentukan letak pasti untukpembangunan areal ekowisata dan konservasi mangrove di Kabupaten Probolinggo. MelaluiRencana Tata Ruang dan Zonasi Kota Kraksaan 2012-2029 areal ini direncanakan padakawasan BWK IV, yang salah satunya adalah Desa Kalibuntu.

Tapak yang berada tepat di tepi pantai ini memiliki luas lebih kurang 107.027 meterpersegi atau setara 1 Ha. Pada dasarnya kawasan ini adalah areal tambak yang sudah tidakproduktif dan tidak dipergunakan. Beberapa rumpun ekosistem mangrove juga dapat ditemuidisini, dan sebagai yang utama berada di bibir daratan walaupun tidak banyak namun dapatdihubungkan dengan areal mangrove di desa lain seperti Desa Asembagus dan DesaKebonagung yang langsung dapat dihubungkan melalui Selat Madura.

Mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 167/Kpts-II/1994 mengenaiSarana dan Prasarana Pengusahaan Pariwisata Alam di Kawasan Pelestarian Alam makaareal yang dapat dipergunakan secara fungsional ruang adalah sebesar 10% atau kurang lebih10.000 meter persegi, dengan sempadan pantai bervariasi antara 75 – 200 meter.

Page 112: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

98

Adapun mengenai batas-batas tapak adalah sebagai berikut:a. Sebelah Utara : Selat Madurab. Sebelah Timur : Areal Mangrove

c. Sebalah Barat : Tambak Ikand. Sebelah Selatan : Tambak Ikan

Desain Mangrove Rehabilitation Center Krakasaan Probolinggo secara program ruangmengaplikasikan kebutuhan ruang yang terkait dalam pengaplikasian prinsip ekowisata.Program ruang yang dimaksud meliputi aspek konservasi, pendidikan, pariwisata,perekonomian, dan juga partisipatori. Dari keseluruhan program ruang dan fasilitas tersebutdidistribusikan menjadi tiga bagian yakni advantage zone, buffer zone, dan core zone,dengan pembagian sebagaimana dijelaskan dalam gambar di bawah ini.

Gambar 1. Batas tapak Mangrove RehabilitationCenter Kraksaan - Probolinggo

Page 113: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

99

Keberadaan tapak yang berada di Desa Kalibuntu, dapat dijangkau dengan transportasimotor maupun mobil dan letaknya yang berbatasan langsung dengan Selat Madura makatapak dapat diakses pula menggunakan perahu. Untuk kondisi saat ini memang memerlukanperbaikan di beberapa titik terkait akses jalan untuk transportasi darat sehingga memudahkanakses kedalam tapak. Hal ini juga senada dengan rencana pengembangan wilayah KotaKraksaan untuk membangun jalan arteri penghubung antar desa.

Pemilihan entrance pada tapak sangat dipengaruhi oleh sirkulasi yang ada di sekitartapak, selain itu bentuk eksisting tambak juga membentuk pola grid jalan yang sangat jelas.Dengan kondisi tersebut maka dipilihlah entrance utama di sisi timur yang menjadi titikkedatatangan utama semua kendaraan baik bis, mobil, maupun sepeda motor. Pemberiansirkulasi singular langsung di dekat area parkir juga memudahkan kendaraan untuk keluarataupun masuk ke dalam tapak tanpa mengganggu sirkulasi utama tapak yang dikhususkanuntuk jalur sepeda, dan juga operational car pada tapak.

Melalui pencapaian dan entrance yang terbangun sebelumnya, ditariklah beberapaorientasi bangunan yang berangkat dari pola poros dan framing tapak. Framing ini untukmengcapture view laut yang terlalu luas ketika ditemukan dengan program fungsi danruang. Dipilihnya poros sebagai titik temu sirkulasi juga bermaksud menjembatani orientasidan view maksimal baik ke luar maupun ke dalam tapak. Secara skematik proses pencapaiandan orientasi bangunan dapat dilihat pada gambar berikut:

Analisa sirkulasi pada tapak dibagi menjadi beberapa fokus dengan jalanpengelompokan pengguna sirkulasi, antara lain sirkulasi deck, sirkulasi bicycle track,sirkulasi kendaraan MRC, sirkulasi kendaraan pengunjung dan pengelola, sirkulasi pejalankaki. Masing-masing akan dianalisa berdasarkan alur dan kebutuhan ruang sehinggamemudahkan pemilihan fasilitas yang bisa dikembangkan. Adapun sintesa prosesdiagramatik pengaturan sirkulasi pada tapak ini prosesnya dapat diikuti melalui diagramberikut ini:

Gambar 2. Diagram Fungsional Massa

Page 114: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

100

Sistem utilitas yang terdapat pada tapak masih sangat minim karena aksesnya yangmasih belum terjangkau kendaraan umum. Pada daerah tapak tidak ditemukan sama sekalijaringan listrik udara. Untuk drainase dan penanganan air hujan pada tapak, mengikutibentuk alami dari beberapa tambak yang berada pada area tapak. Bentuk tambak pada tapakteridentifikasi menjadi dua bentuk dasar yakni irregural form (bentuk tak beraturan) dansquare form (persegi) dengan posisi saluran air berada di sekitar tambak.

Arus drainase dikendalikan oleh pintu air yang dibuat secara tradisional, mengikutijenis tambak yang berupa tambak tanah. Keuntungan dari jenis tambak ini adalahkemudahan untuk pengaturan layout tambak ulang yang terintegrasi dengan sistempenanaman mangrove karena selain murah, jenis tanah yang didominasi tanah liat jugamemudahkan dalam upaya re-layout tambak.

Karena masih terbukanya peluang untuk menata ulang tambak ini maka terbuka pulapeluang untuk mengatur aliran dan perencanaan drainase tapak yang terintegrasi denganupaya merehabilitasi mangrove. Untuk itulah dalam upaya mengatur tata drainase dan jugapengembangbiakkan mangrove maka dipergunakan system silvofishery, dalam pengaturantambak. Silvofishery merupakan gabungan dari dua kata yaitu silvi atau silvo yang berartihutan dan fishery yang berarti perikanan, sehingga silvofishery dapat diterjemahkan sebagaiperpaduan antara tanaman mangrove (hutan) dengan budidaya perikanan. Silvofisheryadalah salah satu konsep kuno dalam pengelolaan sumberdaya pesisir yangmengintegrasikan konservasi mangrove dengan budidaya air payau.

Zonasi pada tapak terbagi menjadi tiga zonasi yakni advantage zone, core zone, bufferzone. Pembagian zonasi tapak ini mengacu pada program ruang dan kebutuhan fungsionalberdasarkan standart pengolahan kawasan ekowisata. Adapun penjelasan dari ketiga zonasitersebut adalah sebagai berikut.

Advantage zone, zona ini mewakili zona publik yang berada di sisi utara dan sisi timurpada tapak untuk memudahkan pengunjung mengakses area ini. Zona ini berupa area parkir,main entrance, head office, library, workshop, retail area, dan juga fish pond and resto.Pada zona ini juga ditempatkan sebuah menara view gigantis sekaligus plaza sebagai transisi,

Page 115: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

101

orientasi dan juga penghubung antar zona pada tapak. Pada zona ini juga ditempatkan areaparkir utama bagi pengunjung dan juga pengelola untuk kemudian bisa menggunakankendaraan akses seperti sepeda atau kendaraan operasional lain untuk menjelajah tapak atauakses ke zona-zona lain.

Buffer zone, peruntukan buffer zone ini adalah implementasi kesinambungan prinsipekowisata dimana didalamnya terdapat fungsi konservasi dan rehabilitasi namun jugamenghadirkan dampak nyata secara ekonomi bagi warga setempat. Zona ini berisi mangrovetrack yang merupakan atraksi utama dari Mangrove Rehabilitation Center KraksaanProbolinggo. Selain itu terdapat bird wathing dan fishpond yang terintegrasi dengan sistemsilvofishery. Zona ini juga menjadi entrance untuk melakukan pengamatan mangrove lewatjalur laut.

Core zone, ini adalah zona inti dari Mangrove Rehabilitation Center KraksaanProbolinggo, sifatnya lebih kearah privat. Karena akses kedalam hanya bisa dilakukan olehpeneliti, disini adalah areal utama untuk pengembangan mangrove. Didalamnya terdapatpusat riset dan development, laboratorium indoor dan outdoor, serta cultivation area. Selainitu sebagai zona utama juga tempat diletakkannya zona konservasi hutan mangrove yangberbatasan langsung dengan laut.

Menanggapi kondisi angin dan cahaya matahari yang melimpah, juga dengan kondisitapak yang besar, maka gubahan fungsional massa pada tapak di sebar (spray) menjadibentukan massa dengan berbagai variasi ukuran sehingga tidak hanya mengalirkan aliranangin dengan maksimal namun juga memaksimalkan pencahayaan alami pada fungsionalmassa. Selain itu memecah bangunan pada massa yang lebih kecil juga sebagai tanggapanekologis struktural dengan menyebar beban pada tapak sehingga dapat meminimalisir bebankonstruksi yang jatuh pada tapak. Secara diagramatik hasil sintesa digambarkan dalamdiagram berikut.

Dengan tapak yang luas, bangunan lebih sesuai dengan menggunakan tatanan massabanyak. Massa bangunan ini peruntukannya disesuaikan dengan zoning masing-masing.Pada advantage zone, pengelompokan massa terbagi menjadi tiga bagian yakni MRC Fun

Page 116: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

102

XP, MRC Head Office, dan MRC Exibition. Demikian pula di bagian core zone yang jugaterbagi menjadi tiga kelompok fungsional massa makro yakni research office, indoor lab,dan mangrove lodge.

Area buffer zone, tidak diberi gambaran rinci karena didominasi oleh ruang luar, danhanya terdapat beberapa titik sebagai tempat peristirahatan sambil mengamati hutanmangrove. Tatanan massa pada tapak di spray dengan berorientasi pada satu titik porosditengah yang juga sebagai pusat titik temu pada tapak. Teknik spray atau acak banyakdiadaptasi oleh beberapa arsitek muda seperti Sou Fujimoto (dalam proyek ORDOS 100),ataupun Bjarke Ingels (dalam proyek Talinn New City Hall). Cara ini seakan membiaskanpertemuan ruang luar dan dalam (in-between), sehingga diperoleh tatanan orientasi yang baikuntuk mengcapture view dengan maksimal. Apalagi jika tapak berada di lahan yang cukupluas dengan kondisi eksisting alam yang dominan.

Dengan jalan demikian maka didapatkan tata massa pada tapak seperti yang dapatdijelaskan pada skematik alternatif diagram berikut ini.

Alternatif ini merupakan pengembangan dari alternatif pertama yang hampir serupasecara tata massa, dan tetap mengacu pada imajiner radius di titik tengah. Alternatif iniberupaya menghadirkan pengalaman ruang yang lebih kaya dengan jalan menyajikanframing view yang lebih variatif melalui pertemuan antar massa. Akibatnya massa yangmemanjang pada alternative pertama dibuat lebih compact dan lebih chaos namun tetapdalam lingkar imajiner radius yang telah ditentukan. Dengan demikian jalur akses menjadisedikit random tetapi diharapkan mampu menghadirkan pengalaman ruang yang lebihbanyak bagi pengguna.

Bentuk dasar bangunan dirancang berdasar hasil analisa bentuk dan tata massa padakonsep awal massa. Berdasarkan pertimbangan itu, maka bentuk grid dan kotak sederhana

Page 117: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

103

yang sinergis dengan pola dominan tapak yang merupakan areal tambak dijadikan pilihan.Tampilan bangunan didasarkan beberapa kriteria yakni:

1. Kesesuaian bangunan dan lansekap2. Skala bangunan3. Material bangunan4. Bentuk dan ketinggian atap

Bentuk dasar persegi yang diambil, secara pragmatic di slice untuk mendapatkanbentuk bangunan yang sesuai dengan footprint dasar bangunan serta kesesuaian view yangdihasilkan pada saat masing-masing massa digabung menjadi sebuah kesatuan. Pemilihanbentuk utama didapatkan melalui trial and error dengan bantuan sketching tiga dimensional.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya penerapan prinsip ekowisata padaMangrove Rehabilitation Center Kraksaan – Probolinggo ini mengacu pada Panduan DasarPelaksanaan Ekowisata (2009) dengan beberapa prinsip seperti Konservasi, Pendidikan,Pariwisata, Perekonomian, dan Partisipasi Masyarakat. Kaidah eko arsitektural yang dipilihdijelaskan dalam proses desain yang mengacu pada eko teknik, eko mental, eko spiritual,integrasi sistem dan integrasi SDA. Kaidah-kaidah ini merupakan simpulan pustaka yangdiambil dari pemilihan aspek eko arsitektural Ken Yeang (2006) dan Kristiadi (2004).

Secara Eko-Teknik, perencanaan bangunan dititik beratkan pada aspek teknikal.Maka dari itu aspek ini ditelaah menjadi dua bagian yakni aspek tapak dan juga bangunan.Pada aspek tapak yang menjadi perhatian adalah angin dan matahari, pencapaian dan

Page 118: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

104

orientasi, pola sirkulasi, utilitas tapak dan juga zonasi tapak. Sedang pada aspek bangunananalisa meliputi tata massa, bentuk dan tampilan bangunan, sistem bangunan, dan strukturalbangunan.

Aspek Ekomental terkait dengan kualitas ruang, dalam hal ini aspek eko mentalberpengaruh pada kenyamanan gerak manusia terhadap ruang, aspek ini diwujudkan padaspace programming yang mengacu pada fungsional massa yang telah ditetapkan sebelumnyadengan disesuaikan dengan kenyamanan gerak manusia dalam ruang sesuai dengan standartyang telah ada. Beberapa besaran ruang juga dihasilkan melalui komparasi langsungfungsional ruang terhadap obyek yang telah ada sebelumnya.

Ekospiritual berkaitan dengan kepuasan rohani dan rasa mensyukuri kehadiran Tuhan.Pada pengolahan massa dan tata tapak aspek ini diwujudkan dengan sebanyak mungkinmelakukan variasi view pada gubahan massa. Dengan pengelompokan massa yang cukupbanyak, hal ini memberi peluang dalam mengeksplorasi bentuk massa namun dengan tetapmemperhatikan kesinambungan dan harmonisasinya dalam skala kawasan.

Selain itu langkah yang ditempuh dalam mewujudkan aspek ekospiritual pada tapakadalah dengan permainan sirkulasi yang tidak monoton, sehingga kemungkinan mengcaptureview alam dengan lebih banyak variasi semakin terbuka. Secara diagramatik perwujudanaspek ekospiritual dapat dilihat pada gambar skematik di bawah ini:

Sebagai obyek ekowisata yang mengedepankan keberlanjutan lingkungan MangroveRabilitation Center Kraksaan – Probolinggo juga terkait dengan mekanisme siklus alam.Dalam hal ini adalah upaya intervensi pembangunan yang menyentuh segala aspek, dari

Page 119: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

105

sosial masyarakat, ekologi, sampai ke ranah ekonomi. Oleh karenanya integrasi terhadapkeselurahan aspek tersebut seolah menjadi konsep dasar pada areal ekowisata mangrove ini.Diharapkan ketidaksinambungan pembangunan yang berakibat pada persoalan manusia danlingkungan dapat diwadahi dalam satu siklus yang saling terkait satu dengan yang lainnya.

Integrasi sistem yang pertama adalah mengenai penanaman mangrove. Dengan lahanpembenihan 300x400 pada lahan laboratorium saja kita bisa mendapatkan lebih kurang4.200 benih tiap bulannya, dan akan berkembang menjadi sekitar 50.000 benih pada tiaptahun. Dengan asumsi lahan penanaman mangrove minimal 5.000 benih tiap hektar makasetiap tahunnya akan terdapat sekitar 10 Ha lahan yang bisa direhabilitasi mangrovenya.

Sementara itu, dalam upaya mengkonservasi energi listrik kemungkinan yang dapatdipergunakan adalah penggunaan photovoltaic dan juga windmill. Berdasarkan fungsibangunan yang kurang lebih sama pada proposal proyek terbangun Makoto Floating Schooldi Afrika, sebuah massa bangunan membutuhkan energy listrik sebanyak 2.000 Wh tiapharinya. Melalui pv yang mampu menyimpan daya 210 W tiap harinya maka dibutuhkansetidaknya tiga modul pv dengan dimensional 1,650 x 992 mm. Berarti dengan jalan inikebutuhan energy listrik pada bangunan akan dapat teratasi secara mandiri. Tentunya dalampengaplikasiannya penempatan PV harus disesuaikan dengan sunpath KabupatenProbolinggo untuk memperoleh titik optimal dimana perletakan photovoltaic.

Begitu juga dengan windmill. Dengan melimpahnya angin di Kabupaten Probolinggo,potensi ini juga memungkinkan untuk diaplikasikan pada tapak maupun bangunan.Prinsipnya juga sama dengan pv, energy yang dihasilkan disimpan dalam charger, dandialirkan melalui inverter untuk kemudian bisa dipergunakan sesuai arusnya baik DCmaupun AC.

Konservasi air diarahkan pada pengelolaan air hujan dengan pengolahanmenggunakan filtrasi anaerobic dengan menggunakan tanaman akar wangi. Penggunaan airini bisa dipergunakan untuk kebutuhan mandiri penghuni, dialirkan ke lahan mangrove,maupun penggunaan untuk kebutuhan kamar mandi dan toilet. Penyalurannya disalurkanmelalui deck dibawah mangrove. Sistem yang dipergunakan adalah dengan ground watertank yang dalam hal ini adalah kolam yang difungsikan sebagai volume penyimpanan air.

Secara ekonomi karena menggunakan metode silfofishery maka secara otomatispendapatan warga juga akan meningkat. Karena sistem ini cukup banyak mengakomodasikomoditas perikanan di air payau diantaranya kepiting bakau, bandeng, patin, kakap,maupun udang windu. Bahkan pada areal tapak ditemukan beberapa komunitas yang sudahmendevelop daun mangrove sebagai sirup yang tentu saja dapat meningkatkan taraf hidupmasyarakat apabila dikembangkan lebih lanjut lagi. Secara skematik analisis mengenaiintegrasi system pada Mangrove Rehabilitation Center Kraksaan – Probolingo dapat dilihatpada gambar dibawah ini.

Page 120: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

106

Integrasi sumber daya alam disini terkait dengan material pembangunan fasilitasMangrove Rehabilitation Center Kraksaan – Probolinggo. Pilihan material yangdipergunakan adalah bambu. Secara umum bambu merupakan satu tanaman yang sangatberpotensi secara ekonomis, dapat tumbuh dan beregenerasi dengan cepat (hanya dalamjangka waktu tiga tahun), memiliki ketahanan tarik lebih kuat dari baja dan ketahanan tekanlebih kuat dari beton.

Hampir keseluruhan bangunan pada Mangrove Rehabilitation Center ini menggunakanbahan bambu sebagai material utama. Apalagi dengan pemilihan sistem struktur rangka,membuka kesempatan untuk mengksplorasi bentuk bambu menjadi sesuai dengan karakterbangunan ekowisata sesuai yang telah dikonsepkan sebelumnya.

Penggunaan material bambu ini nantinya akan dieksplorasi lagi dengan sistemkonstruksi bambu belah. Secara ringkas penggunaan bambu belah adalah perpaduan bayudengan kayu lapis untuk membuat rangka-rangka bambu yang siap digunakan untukkonstruksi. Bambu yang dibelah terlebih dahulu dihaluskan, dilem, kemudian direkatkandengan menggunakan pasak bambu. Dengan jalan ini kita akan mendapatkan duakeuntungan kuat tarik dari bambu dan juga tekan dari kayu.

Skematik proses pengaplikasian metode pragmatik dan kaitannya dengan pemilihanparameter ekologi dapat diikuti pada skema desain berikut ini, pada kasus penentuan bentukdan orientasi core zone.

Page 121: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

107

Hasil Perancangan Mangrove Rehabilitation Center ini memiliki fungsi utama sebagaipusat rehabilitasi dan konservasi mangrove sekaligus sebagai kawasan ekowisata. Kawasanini juga terbagi menjadi tiga zona utama yakni Advantage Zone, Buffer Zone dan Core Zoneyang juga terdiri dari beberapa pengelompokan massa.

Mangrove Rehabilitation Center ini memiliki beberapa program yang diwadahi olehfungsi bangunan yang berada pada kawasan ini antara lain: kegiatan konservasi ekosistemmangrove, Kegiatan penelitian dan pengembangan mangrove, areal ekowisata, kegiatanedukasi dan workshop tentang mangrove, kegiatan pengamatan habitat flora dan faunamangrove, kegiatan tambak ikan, kepiting dan udang.

Kegiatan konservasi dan pengembangan ekosistem mangrove merupakan fungsi utamayang diwadahi pada Mangrove Rehabilitation Center ini. Selain itu adanya prinsip ekowisatayang diaplikasikan pada areal ini juga berdampak pada berkembangnya program fungsionalpada kawasan ini.

Sebagai fungsi utama maka areal Buffer Zone dan Core Zone memiliki porsi yangdominan pada kawasan ini. Pada areal tersebut diaplikasikan bagaimana eksisting lahan yangberupa areal bekas tambak, dikonversi menjadi lahan budidaya dan pengembanganmangrove. Tidak hanya itu, sebagai upaya menambah nilai ekonomi masyarakat sekitar juga

Page 122: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

108

diaplikasikan metode silfofishery pada lahan konservasi, agar tetap dapat dilakukan aktifitaspertambakan namun masih sejalan dengan pengembangan dan budidaya ekosistemmangrove.

Ranah konservasi juga diaplikasikan melalui adanya fasilitas research dandevelopment berupa laboratorium dan mangrove lodge untuk melakukan pengembangan,pengamatan dan pelestarian terhadap ekosistem mangrove. Pada bagian tengah terdapatminiature touch pond yang berisi bibit-bibit mangrove muda yang bisa diakses langsung olehpengunjung. Selain itu masih terdapat areal mangrove forest conservation yang berada padabibir daratan yang berfungsi sebagai barrier alami yang juga terus dikembangkan habitatnya.

Aspek pendidikan pada Mangrove Rehabilitation Center Kraksaan – Probolinggodifasilitasi melalui adanya ruangan kelas, areal workshop, gallery, dan juga perpusatakaan.Melalui adanya fasilitas ini diharapkan pengunjung nantinya dapat mengetahui lebih banyaklagi mengenai pelestarian dan upaya konservasi mangrove. Selain itu dengan adanya fasilitas

Page 123: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

109

workshop membuka kesempatan seluas-luasnya untuk terwujudnya interaksi antarapengunjung dan juga masyarakat sekitar. Karena pada areal tapak sudah terbentukkelompok-kelompok komunitas budidaya mangrove bahkan sampai mengekplorasinyamenjadi sirup mangrove. Inovasi seperti ini penting untuk disebarluaskan dalam rangkamenghidupkan lagi semangat untuk melestarikan mangrove. Tidak hanya melestarikan danmenjaga lingkungan tetapi sekaligus memberikan dampak langsung secara ekonomi.Fungsional ruang yang mengarah pada aspek pendidikan dibuat dengan beberapa viewterbuka, agar bisa menyatu dengan areal tapak yang memiliki view menarik berupa lahanmangrove dan juga view langsung kearah laut.

Atraksi wisata yang disajikan mengacu pada tiga aspek atraksi wisata yakni somethingto see, something to do, dan something to see. Ketiga aspek inilah yang lantas memberikanpengaruh terhadap pemilihan program fungsi yang mendukung aspek wisata pada kawasankonservasi mangrove ini. Diantaranya mangrove trail, boat pier, resting hut, bird watching,bicycle track, retail and souvenir, restaurant, dan juga touch pond.

Page 124: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

110

Pengunjung bisa menikmati panorama dan sensasi berpetualang melewati lahanmangrove baik dengan berjalan kaki maupun dengan bersepeda. Selain di sisi daratanpengamatan terhadap mangrove juga bisa dilakukan melalui lautan dengan menggunakankapal yang telah disediakan. View lainnya yang juga bisa diamati oleh pengunjung adalahhabitat flora dan fauna mangrove yang bisa dinikmati melalui menara pandang yang tersebardi beberapa titik pada kawasan ini.

Pada prosesnya, pembangunan akan juga melibatkan masyarakat dalam upaya prosespembangunan ekologi dari hulu ke hilir. Pertama komunitas yang sudah ada dan terbentuksebelumnya dikumpulkan untuk rembug bersama. Beberapa komunitas yang sudah terbentukadalah Komunitas Pelestari Mangrove di Desa Kalibuntu, Komunitas Pembuat Syrup DaunMangrove, serta Petani Bambu. Komunitas ini juga akan dilebur dengan masyarakat lokalsetempat. Proses ini bertujuan menghimpun aspek partisipatori, dan eko-sosial padamasyarakat.

Secara on step, masyarakat dikumpulkan bersama tim perencana, dan juga pengelolaMangrove Rehabilitation Center dibawah Departemen Kehutanan Kabupaten Probolinggo.Kemudian dimulai langkah dalam sosialisasi program ekowisata dan pembangunan berbasiskonservasi ekologi pada areal mangrove. Disini juga sudah disosialisasikan ulang mengenaipentingnya pelestarian mangrove (kembali) termasuk didalamnya penyampaian ulangkelebihan dari mangrove, bagaimana pelestarian dan optimasinya dalam pengembanganekonomi lokal melalui system silvofishery.

Pada step selanjutnya diadakan workshop dan penyuluhan detail mengenaikemungkinan plan desain yang akan diaplikasikan. Termasuk didalamnya persoalanpelatihan mengenai aplikasi penggunakan struktur bambu belah. Pada tahapan ini bambusudah mulai dipergunakan dalam rangka simulasi dan workshop pada masyarakat setempat.Bambu yang nantinya dipergunakan adalah bambu lokal Kraksaan, yang ditemukan dalamradius 10 km ke luar site.

Selanjutnya tahapan aplikasi desain dilakukan dengan over layering kegiatan, dimanaproses edukasi arsitektural pada warga setempat dilakukan dengan hampir bersamaan denganpelaksanaan konstruksi berdasarkan struktur yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses inidilakukan dengan berdampingan antara tenaga ahli, tukang, dan juga masyarakat setempat.Partisipatory design juga akan coba dimunculkan melalui diskusi-diskusi desain antara timperencana dengan masyarakat setempat. Dan memungkinkan akan muncul beberapaalternative desain yang digagas bersama dari rembug antara tenaga ahli dan juga perencana.

KESIMPULAN

Kawasan Mangrove Rehabilitation Center Kraksaan – Probolinggo merupakan sebuahrancangan dari hasil telaah kritis dari beberapa program dan juga kriteria desain yang

Page 125: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

111

diperlukan untuk dipenuhi dalam perancangannya. Perancangan dengan langkah seperti inisangat membantu dalam menetapkan programming fungsional, pola tata massa, maupun sifatruang yang kedepan diharapkan dapat terus dikembangkan. Perancangan dengan integrasiaspek alam dan manusia akan menghasilkan tatanan ruang yang tidak hanya akanmemberikan dampak baik bagi ekologi, tapi lebih dari itu sosial, budaya, ekonomi, dan jugapendidikan yang sangat diperlukan bagi kehidupan di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, IBY (2002) Ekowisata Rakyat. Denpasar: Press Wisnu.

Frick, Heinz. 1999. Arsitektur Ekologis. Yogyakarta: Kanisius

Hakim, Luchman. 2004. Dasar-dasar Ekowisata. Malang: Bayumedia Publishing.

Ingels, Bjarke. 2009. Yes is More .England :Evergreen

Iqbal, M.Nelza. 2012. Implementation Concept of Ecological Architecture and Ecotourismin Wonorejo’s Mangrove Ecotourism, Surabaya. Proceedings of the 2nd ARCASIAStudent Jambore 2nd International Conference on Sustainable TechnologyDeveloptment. Universitas Udayana, Bali

Kitamura, S et.all .1997. Handbook of mangroves in Indonesia - Bali & Lombok - JICA,Japan : ISME

Mahdayani, Wiwik. 2009. Panduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata. Jakarta: UNESCO

Mukaryanti, dkk. 2005. Pengembangan Ekowisata Sebagai Pendekatan PengelolaanSumberdaya Pesisir Berkelanjutan Kasus Desa Blendung - Kabupaten Pemalang.Jurnal Teknik Lingkungan. P3TL-BPPT, Jakarta

Pena, W.2001. Problem Seeking: An Architectural Programming Primer, 4th Edition. NY:John Wiley & Sons, Inc

Wijayanti, Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Wisata Pendidikan. Jurnal Ilmiah TeknikLingkungan Vol.1 Edisi Khusus.UPN, Surabaya

Yeang, 2006. Ecodesign: A Manual for Ecological Design. UK: John Wiley & Sons Ltd

Page 126: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

112

FESTIVAL BUDAYA LEMBAH BALIEMSEBAGAI AJANG PROMOSI UNTUK MENINGKATKAN WISATAWAN

DI KABUPATEN JAYAWIJAYA PAPUA

Erinus Mosip

Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya MalangE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kabupaten Jayawijaya adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Papua,dikelilingi oleh puncak-puncak gunung abadi, kawasan ini didiami oleh suku Dani, Yali danKimyal. Festival Lembah Baliem merupakan suatu atraksi yang digelar oleh suku-suku diJayawijaya menyongsong hari kemerdekaan 17 Agustus yang ditetapkan sebagai EventPariwisata setiap tahun. Wisatawan berkunjung ke Jayawijawa untuk melihat budayamasyarakat Suku Dani yang kental dengan budaya pakaian adat Koteka, rumah adat Honai,budaya memasak dengan cara Bakar Batu, budaya Karapan Babi. Kabupaten Jayawijayamemiliki potensi obyek wisata yang besar namun hingga kini masih belum dikembangkansecara optimal. Solusi untuk membangun pariwisata di Jayawijaya yaitu dengan pelayanandari berbagai jasa usaha pariwisata dan dapat sajian kesenian dan kawasan wisata budaya.Jayawijaya memiliki obyek wisata yang banyak, maka perlu dikembangkan obyek pariwisatabudaya tersebut dengan program yang kompatibel oleh lembaga pemerintah daerah,pengembang obyek wisata oleh swasta dan masyarakat.

Kata kunci: festival lembah baliem, jayawijaya, suku dani, wisata budaya

ABSTRACT

Jayawijaya district is one of the districts in the Province of Papua, surrounded bymountain, the region inhabited by the Dani, Yali and Kimyal. Valley of Baliem Festival is anattraction that was held by tribes in Jayawijaya commemorate Independence Day August 17is designated as a Tourism Event every years. Jayawijawa tourists visiting to see the cultureDani tribal society with a strong culture Koteka custom clothing, custom home Honai,cultural cooking in a way Bakar Batu, culture Karapan Babi. Jayawijaya has great potentialtourist attraction but it is yet developed. Solution to build the tourism Jayawijaya withservices from different service offerings to businesses and arts tourism and cultural tourismarea . Jayawijaya has many attractions, it is necessary to develop the cultural tourismattraction with compatible programs by local government agencies, private developers andattractions by the public.

Keywords: baliem valley festival, jayawijaya, dani tribal, cultural tourism

Page 127: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

113

PENDAHULUAN

Latar BelakangLembah Baliem dikelilingi oleh Pegunungan Jayawijaya, terkenal karena puncak-

puncak salju abadinya, antara lain: Puncak Trikora (4.750 m), Puncak Mandala (4.700 m)dan Puncak Yamin (4.595 m). Pegunungan ini amat menarik wisatawan dan peneliti IlmuPengetahuan Alam karena puncaknya yang selalu ditutupi salju walaupun berada di kawasantropis (Jayawijaya dalam angka, 2010).

Kabupaten Jayawijaya memiliki potensi budaya yang sangat unik dan variasi sumberdaya alam baik flora dengan kesuburannya, fauna endemik yang khas serta bentang alamyang sangat indah, unik, serta beberapa bentang alam yang cukup menantang (Asso etal,.2009).

Penduduk asli yang mendiami Kabupaten Jayawijaya adalah Suku Dani, Kimyal danSuku Yali. Sebelum tahun 1954, penduduk Kabupaten Jayawijaya merupakan masyarakatyang homogen dan hidup berkelompok menurut wilayah adat, sosial dan konfederasi sukumasing-masing. Namun, saat ini penduduk Jayawijaya sudah heterogen yang datang dariberbagai daerah di Indonesia dengan latar belakang sosial budaya beragam.

Festival Lembah Baliem atau yang lebih dikenal dengan sebutan Demonstrasi Perang-perangan merupakan suatu atraksi yang digelar oleh suku-suku di Wamena menyongsonghari kemerdekaan RI 17 Agustus yang ditetapkan sebagai Event Pariwisata setiap tahun(Jayawijaya dalam angka, 2010).

Festival Lembah Baliem awalnya merupakan acara perang antar Suku Dani, Lani, danSuku Yali sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan. Sebuah festival yang menjadiajang adu kekuatan antar suku dan telah berlangsung turun temurun. Festival LembahBaliem berlangsung selama tiga hari dan diselenggarakan setiap Bulan Agustus bertepatandengan bulan perayaan kemerdekaan Republik Indonesia. Awalnya pertama kali digelartahun 1989. Yang istimewa bahwa festival ini dimulai dengan skenario pemicu perang(Wikipedia, 2013).

Salah satu daya tarik utama Festival Lembah Baliem adalah pertunjukan perang antarsuku di lahan seluas 400 meter persegi yang melibatkan ratusan masyarakat dan penari.Sepanjang atraksi perang berlangsung, musik tradisional Papua yang dinamis akanmenambah riuh suasana festival. Sebuah skenario pemicu perang akan menandai dimulainyaacara. Skenario ini biasanya berupa pembunuhan anak suku, penyerbuan ladang, ataupencurian babi. Begitu suku lain melakukan perlawanan, bersiaplah menyaksikan secaralangsung peristiwa perang antar suku yang menjadi persembahan istimewa Festival LembahBaliem (Jelajah, 2013).

Pengembangan pariwisata di Lembah Baliem meliputi pariwisata budaya danekowisata alam, namun dalam implementasinya dititikberatkan pada pengembangan potensi

Page 128: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

114

kebudayaan. Kebijakan pengembangan pariwisata tersebut sangat erat kaitannya denganketertarikan wisatawan terhadap kebudayaan masyarakat di Lembah Baliem, yang menjulukimasyarakat Lembah Baliem, dengan sebutan the real live of people (kehidupan manusiayang sesungguhnya) (Asso et al,.2009).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentangKepariwisataan disebutkan bahwa kepariwisataan di Indonesia diselenggarakan dengantujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi; meningkatkan kesejahteraan rakyat;menghapus kemiskinan; mengatasi pengangguran; melestarikan alam, lingkungan dansumber daya; memajukan kebudayaan; mengangkat citra bangsa; memupuk rasa cinta tanahair; memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan mempererat persahabatan antar bangsa(Agustina, 2012). Dengan demikian, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan saranauntuk menciptakan kesadaran akan identitas nasional dan kebersamaan dalam keragaman.Pembangunan kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan danpemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang berorientasi padapengembangan wilayah, bertumpu kepada masyarakat, dan bersifat memberdayakanmasyarakat yang mencakup berbagai aspek, seperti sumber daya manusia, pemasaran,destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi, keterkaitan lintas sektor, kerjasama antar negara,pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab dalam pemanfaatan sumber kekayaan alamdan budaya (Penjelasan UU No. 10 tahun 2009).

Masyarakat Suku Dani secara alamiah memiliki warisan budaya yang unik, dimanakebudayaan masyarakat tersebut memiliki nilai budaya yang kental sampai saat ini. BudayaSuku Dani patut dilestarikan dan dikembangkan ke arah wisata budaya untuk meningkatkanpendapatan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Rumusan Masalah1. Bagaimana meningkatkan wisatawan lokal dan asing di Kabupaten Jayawijaya

Papua?2. Bagaimana mempromosikan Fesival Budaya Lembah Baliem sebagai daya tarik

wisatawan di Jayawijaya?

TujuanTujuan publikasi dari hasil pemikiran ini adalah untuk:

1. Meningkatkan kunjungan wisatawan lokal dan asing pada Festival Budaya LembahBaliem di Jayawijaya Papua.

2. Meningkatkan jumlah kegiatan seni dan budaya melalui berbagai kegiatan yangdisajikan pada kawasan wisata budaya di Jayawijaya Papua.

3. Mengungguli, mengembangkan dan memelihara kebudayaan sebagai unsurpembangunan yang sejajar dengan unsur pembangunan lainnya.

Page 129: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

115

4. Mengembangkan sistem pengelolaan bersama antara pelaku usaha pariwisata denganpelaku kesenian dalam memberikan pelayanan hiburan kepada wisatawan.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Potensi Obyek Wisata di Kabupaten Jayawijaya PapuaFestival Lembah Baliem merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh

pemerintah daerah Jayawijaya. Rutinitas kegiatan atraksi perang-perangan ini telah menarikwisatawan lokal dan asing di Jayawijaya. Dalam kegiatan ini produk yang dipamerkan salahsatunya adalah budaya masyarakat suku asli Jayawijaya yaitu Suku Dani, Suku Yali danSuku Kimyal. Kebudayaan suku-suku yang kental merupakan suatu aset yang harus dikeloladengan baik guna meningkatkan pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat adat atausuku yang ada di Jayawijaya.

Kawasan Kabupaten Jayawijaya merupakan kawasan yang belum tersentuh pengaruhbudaya asing seperti di wilayah Papua yang lainya, hal ini terbukti dari wisatawan yangberkunjung ke Jayawijawa untuk melihat budaya masyarakat Dani yang kental denganbudaya pakaian adat Koteka, rumah adat Honai, budaya memasak dengan cara Bakar Batu,budaya Karapan “Wam Ena” (Babi Jinak). Budaya Karapan Wam Ena ini juga yang melatarbelakangi nama kota WAMENA yaitu terdiri atas dua kata yaitu WAM dan ENA. Wam =Babi sementara Ena = Jinak sehingga jika digabungkan menjadi WAMENA artinya BabiJinak. Selain dari aspek budaya, Jayawijaya memiliki potensi wisata yang besar karenamemiliki tempat-tempat ekowisata diantaranya: Gunung Salju, Danau Habema, Danau airGaram, Pasir Putih, Muara Kali Balim, Rumah adat Honai, Mummi kepala suku Obahorok,dan keunikan Lembah Baliem yang luas dikelilingi gunung-gunung seperti pagar raksasa.

Wamena boleh dikatakan cukup terkenal dari daerah lain di tanah Papua karenamerupakan salah satu kota terbesar di kawasan Pegunungan Papua yaitu Kota Wamena. Kotaini terletak di lembah Sungai Baliem dan dikelilingi oleh pegunungan, dan masyarakatIndonesia banyak yang mengetahui Wamena karena daerah ini memilki tim sepak bola yangdiperhitungkan kebolehannya yaitu club sepak bola PERSIWA WAMENA, selain itu kotaini adalah kota yang memiliki produk pertanian Kopi Arabika Wamena, kebun dan pusatproduk buah merah dan Sarang Semut yang memiliki khasiat berbagai obat.

PERMASALAHAN

Kabupaten Jayawijaya memiliki potensi obyek wisata yang besar namun hingga kinimasih belum dikembangkan secara optimal oleh pemerintah daerah dan pihak pelaku usaha

Page 130: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

116

pariwisata di Jayawijaya. Alasan kurang dikembangkanya obyek wisata ini dengan baikdisebabkan oleh beberapa hal diantaranya yaitu:

1. Sarana transportasiKabupaten Jayawijaya merupakan daerah di pegunungan Papua yang hanya bisaditempuh melalui jalur transportasi udara, pesawat yang beroperasi wilayah inihanya maskapai Trigana Air yang ukurannya relatif kecil dan penerbangan setiapharinya terbatas. Hal ini membatasi jumlah kunjungan di Jayawijaya.

2. Sarana hotelSarana hotel yang tersedia di Kabupaten Jayawijaya relatif terbatas dan kelas hotelyang ada hanya hotel kelas melati namun memiliki harga yang tinggi sama denganharga hotel bintang lima, hal ini membatasi wisatawan yang berkunjung.

3. Kurang adanya ketertarikan oleh investorKondisi geografis Kabupaten Jayawijaya di pedalaman yang aksesnya lewat udaramembutuhkan modal yang besar menyebabkan para investor kurang tertarik untukmengembangkan di kawasan ini.

4. Masalah keamananMasalah keamanan di Jayawijaya yang sering terjadi perang antar pendukung partaipolitik dan isu gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) menyebabkan wisatawanbelum berani ke Jayawijaya.

5. Kurang melibatkan masyarakat oleh pemerintah daerahPemerintah daerah dinilai belum maksimal dan serius mengembangkan obyek wisatadi daerah ini, dan pemerintah hanya melibatkan masyarakat hanya pada BulanAgustus sebagai ajang tahunan sementara pada waktu yang lainnya tidak, hal inimenyebabkan program tidak berkelanjutan namun hanya musiman.

SOLUSI

Konsep Pengembangan Kawasan Wisata Budaya Kabupaten Jayawijaya PapuaPengelolaan kebudayaan dan kepariwisataan di kawasan Jayawijaya dalam upaya

mensinergikan berbagai kepentingan dari kawasan ini merupakan keterpaduan pengelolaanyang memiliki nilai promosi yaitu one stop service, yang intinya tempat ini dapatmemberikan pelayanan dari berbagai jasa usaha pariwisata dan dapat menikmati berbagaisajian kesenian dan kawasan wisata budaya, hal ini nanti akan mencerminkan pengelolaanwisata budaya secara terpadu untuk tercapainya optimalisasi aset kepariwisataan dankebudayaan sebagai langkah pemberdayaan masyarakat suku - suku yang ada di Jayawijaya.

Memperbanyak variasi produk baru yang berbasis sumber daya budaya dengan konseppelestarian lingkungan dan konsep partisipasi masyarakat, merupakan konsep yang diajukanuntuk meningkatkan peningkatan keunikan, kelokalan dan keaslian daerah dalam memasuki

Page 131: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

117

persaingan penawaran produk alternatif. Konsep kawasan wisata budaya mengetengahkanunsur-unsur budaya Suku Dani sebagai produk budaya yang dapat mendorong terciptanyapemberdayaan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Perpaduan antara fasilitasusaha pariwisata kawasan wisata yang dipadukan dengan produk budaya dalam satuPhilisophy of Leisure akan memberikan penampilan yang baik, dan mendukung terhadapkualitas penyelenggara. Konsep keterpaduan fasilitas dalam kawasan mendorong wisatawanakan menikmati suasana santai yang berpengaruh kepada bertambahnya lama tinggal danbelanja wisatawan serta mengenalkan budaya Suku Dani, Yali dan Kimyal kepada dunia luarsebagai kekayaan budaya Indonesia.

Pendekatan Pengembangan Pariwisata di Kawasan Jayawijaya PapuaPendekatan perencanaan pengembangan meliputi:

1. Pendekatan Participatory Planning, dimana seluruh unsur yang terlibat dalamperencanaan dan pengembangan kawasan wisata budaya diikutsertakan, yaitumasyarakat dan pelaku usaha pariwisata

2. Pendekatan potensi dan karakteristik ketersediaan produk budaya yang dapatmendukung keberlanjutan pengelolaan kawasan wisata budaya.

3. Pendekatan pemberdayaan masyarakat, adalah memberikan kesempatan kepadamasyarakat untuk mengembangkan kemampuannya agar tercapai kemampuan baikyang bersifat pribadi maupun kelompok.

4. Pendekatan kewilayahan, dimana faktor keterkaitan antar wilayah merupakankegiatan penting yang dapat memberikan potensi sebagai bagian yang harus dimilikidan diseimbangkan secara berencana

5. Pendekatan optimalisasi potensi, dalam optimalisasi potensi yang berada di wilayahkecamatan atau di desa-desa perkembangan potensi kebudayaan masih jarangdisentuh atau digunakan sebagi sebagai indikator keberhasilan pembangunan. Olehkarena itu optimalisasi kebudayaan dan kepariwisataan harus menjadi bagian yangintegral dalam proses pembangunan wilayah.

6. Pendekatan Event Rutin. Dimasukan dalam program kerja tahunan oleh pemerintahdaerah melalui dinas pariwisata dengan program VISIT TO JAYAWIJAYA ataudengan menetapkan Bulan Agustus sebagai Bulan Berkunjung ke Jayawijaya (BBJ).

7. Pendekatan Promosi yang intensif. Promosi merupakan hal penting dalammeningkatkan jumlah/minat wisatawan, oleh karena itu perlu dilakukan melaluiberbagai media baik media cetak, elektronik dan lain-lain.

8. Pendekatan Good Goverment. Untuk menciptakan wilayah pariwisata yang baikmaka perlu membangun pemerintahan daerah yang baik melalui birokrasi,pembangunan sarana prasarana dan menciptakan keamanan daerah yang kondusifsecara berkelanjutan.

Page 132: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

118

KESIMPULAN

Berdasarkan permasalahan dan konsep yang dimuat dalam artikel ini dapatdisimpulkan beberapa hal, yaitu: Jayawijaya memiliki obyek wisata yang banyak, makaperlu dikembangkan obyek pariwisata budaya tersebut dengan program-program yangkompatibel oleh lembaga pemerintah daerah, pelaku usaha pariwisata dan masyarakatdengan pendekatan-pendekatan: Participatory Planning, Potensi dan Karakteristik,Pemberdayaan Masyarakat, Kewilayahan, Optimalisasi Potensi, Event Rutin Tahunan,Promosi Intensif, dan Good Goverment.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina N, 2012. Desa Budaya Kertalangu sebagai Usaha Daya Tarik Wisata di KotaDenpasar. Universitas Udayana: Denpasar Bali

Asso, B et al. 2009. Kajian Strategis Pengembangan Potensi Ekowisata di Lembah Baliemsebagai Suatu Alternatif Pengelolaan Pariwisata Berkelanjutan. ECOTROPHIC 4 (1):31 - 37 ISSN: 1907-5626 Fakultas Pariwisata Udayana: Denpasar Bali

Sastryuda Gumelar S. 2010. Konsep Pengembangan Kawasan Wisata Budaya. Hand OutMata Kuliah Concept Resort and Leisure, Strategi Pengembangan dan PengelolaanResort and Leisure

Team Penyusun. 2010. Jayawijaya dalama angka. Data Statistika Kabupaten Jayawijaya

www. Wikipedia 2013. Lembah Baliem.com. diunggah tgl 20 Oktober 2013

www.http:// blogspot.jelajah.com// 2013. diunggah tgl 20 Oktober 2013

Page 133: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

119

LAMPIRAN

Gambar 1. Kegiatan Festival Lembah Baliem

Keterangan:Drama Perang-perangan oleh Suku Dani lengkap dengan Pakaian adat Kotekadalam Rangka Festiva Lembah Baliem pada Bulan Agustus di WamenaJayawijaya Papua

Page 134: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

120

BALI DAN PAPUA DI GARIS DEPAN GLOBAL:REFLEKSI EKOLOGI DAN PARIWISATA 2

I Ngurah Suryawan

Jurusan Antropologi, Fakultas SastraUniversitas Negeri Papua (UNIPA) Manokwari, Papua Barat

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Artikel ini memfokuskan dalam memahami Bali dan Papua sebagai dua daerah diIndonesia yang menjadi rebutan kuasa investasi global. Jejaring global itulah yang masukhingga ke kampung-kampung di Papua dan menghabiskan tebing-tebing dan tanah orangBali menjadi hotel, villa dan fasilitas pariwisata lainnya. Artikel ini merefleksikanpengalaman Papua yang lingkungan alamnya tereksploitasi dan meminggirkan masyarakatlokal Papua sendiri. Di Bali, pariwisata telah menjadi ideologi baru yang mempengaruhi caraberpikir dan budaya masyarakat Bali. Pengalaman tersebut dapat merefleksikan wacana dankebutuhan pengembangan ekowisata. Ekowisata sepatutnya diimplementasikan dalamkehidupan keseharian masyarakat, promosi budaya dan menghargai identitas masyarakatlokal.

Kata kunci: global, refleksi, ekologi, pariwisata, ekowisata, rekognisi

ABSTRACT

This article focuses on understanding the Bali and Papua as two areas in Indonesiawhere became seizure power of global investment. Global networks has intervened villagesland in Papua. In Bali, they also destructed environment and land, and developed hotels,villas and other tourism facilities. This article reflects the experience of Papua in exploitationof the natural environment and in marginalizing local communities. In Bali, tourism hasbecome a new ideology that affects the thinking and culture ofthe Balinese people. Theexperience may reflect discourse and ecotourism development needs. Ecotourism should beimplemented in real economic activities, promotion of cultural existence and appreciation oflocal communities identity.

Keywords: global, reflection, ecology, tourism, ecotourism, recognition

2 Beberapa bagian dalam artikel ini pernah dipublikasikan dalam I Ngurah Suryawan, Jiwa yangPatah (Yogyakarta: Kepel Press dan Pusbadaya Unipa, 2012) dan I Ngurah Suryawan, Kiri Bali:Sepilihan Esai Kajian Budaya (Yogyakarta: Kepel Press dan Jurusan Antropologi UNIPA, 2013).

Page 135: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

121

PENDAHULUAN

Dalam sebuah perjalanan di Bulan Mei 2011 ke Kabupaten Teluk Bintuni di ProvinsiPapua Barat, saya mendapatkan inspirasi untuk menulis bagian ini.3 Dari Kota Manokwari,saya menggunakan pesawat kecil (Susi Air) menuju daerah yang disebut-sebut salah satukabupaten di tanah Papua dengan anggaran belanja daerah yang besar ini. Di kabupateninilah berdiri perusahaan BP (British Petrolium) Indonesia yang melakukan eksplorasi gasdengan nama proyeknya, Kilangan LNG Tangguh, dengan jenis produksi SDA, Gas AlamCair/LNG. Lokasi aktivitasnya berada di Kawasan Teluk Bintuni yang meliputi wilayahadministratif 4 (empat) distrik (Babo, Bintuni, Aranday dan Merdey) di Kabupaten TelukBintuni, Provinsi Papua Barat.

Masuknya perusahaan BP sebagai MNC (Multinational Corporation) terbesar keduasetelah PTFI (PT Freeport Indonesia) di Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, mengundangberbagai bentuk program-program “pemberdayaan” terhadap masyarakat tempatan. Berbagaiproyek untuk menunjukkan kepedulian sosial perusahaan MNC inipun menggelinding mulusuntuk masyarakat lokal. Namun sayang, listrik di kabupaten ini tidaklah hidup 24 jam. Selainhidup dan mati tidak menentu, ada jam-jam yang khusus terjadi pemadaman listrik. Bahkan,sudah menjadi kewajiban bagi instansi pemerintah untuk membeli genset karena begituseringnya listrik mati.

Saat saya menginjakkan kaki di Tanah Papua, saya beruntung mendengar kisah dariMama Yance yang berjualan pinang di depan asrama dosen tempat saya tinggal. Mamabercerita bagaimana ia dan seorang anaknya berkebun di sebuah kampung di pinggiran kota.Selain berkebun pinang, mama dan anaknya juga menanam sayur-sayuran dan buah-buahan.Dua atau tiga kali seminggu mama berjualan hasil kebunnya ke pasar di kota ataumenumpang berjualan sirih pinang di dekat kampus. Saingan mama bukan hanya parapendatang yang juga berjualan pinang, tapi para pedagang bermodal besar yang menghunikios-kios di deretan terbawah pasar tingkat di pusat kota, sementara Mama Yance hanyaberjualan dengan menggelar karung di tanah dan kemudian menggelar dagangannya.Beberapa meter dari tempat Mama Yance berjualan, jaringan internasional hotel megah danderetan supermarket dengan reklame makanan siap saji berdiri menjulang.

Saat mengunjungi Kota Timika, ibukota Kabupaten Mimika Provinsi Papua akhirOktober 2011, saya sempat mengunjungi pasar Timika. Mama-mama dari Suku Mee hanyaterlihat segelintir dibandingkan pedagang-pedagang dari luar Papua. Mama-mama yang sayatemui menjual hasil-hasil bumi yang menurut pengakuan mereka dipetik langsung darikebun. Meskipun telah disediakan lapak semen yang permanen, mama-mama ini lebihmemilih untuk menggelar dagangan yang telah mereka kelompokkan beralas noken (tas),karung atau plastik. Beberapa diantara mereka menjual noken-noken yang dipajang berjejer.

3 Catatan lapangan di Kabupaten Teluk Bintuni, Mei-Juni 2011

Page 136: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

122

Beberapa diantaranya adalah noken bermotif bendera bintang kejora dengan tulisan “WetsPapua”. Seorang teman dari Suku Mee yang menemani saya berbincang dengan Bahasa Meekepada mama-mama dorang (mereka). Terlihat mama-mama disamping saya tertawa lepassambil sa pu (saya punya) teman menjelaskan bahwa kata yang benar adalah “West Papua”di atas bendera bintang kejora. 4

Pada kesempatan lain, di pertengahan tahun 2010 saya sempat mengunjungi PasarGelael Jayapura. Dari sore hingga malam saya memperhatikan aktivitas mama-mama Papuayang sibuk berjualan. Dari sore hari mama-mama Papua berdatangan entah darimana mulaimemenuhi halaman di depan pasar swalayan Gelael. Di lantai pertama adalah swalayan dandi lantai dua berdiri megah KFC. Mama-mama Papua berdatangan dengan membawa barangdagangan berupa sayur-sayuran, sirih pinang, buah-buahan, patatas, ubi, dan lainnya.Dengan menggendong karung-karung, para mama ini mulai menggelar tikar dan alasseadanya untuk kemudian menggelar dagangannya. Sebagian dari mereka saya perhatikanmulai mengeluarkan barang dagangan dari karung kemudian menggelarnya dalam bagian-bagian kecil. Sementara saya melihat orang-orang berbaju seragam pegawai negeri keluarmasuk Supermarket Gelael dan KFC. Mereka saya perhatikan berlama-lama berbelanja didalam supermarket. Ada beberapa orang yang tampak bercengkerama di KFC.

Narasi di atas menggambarkan bagaimana sangat masifnya investasi yang masuk kePapua yang beriring berjalan dengan terpinggirnya masyarakat lokal Papua sendiri. Kondisisetali tiga uang terjadi di Bali. Di wilayah Kerobokan, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung,kini memang menjadi primadona kalangan ekspatriat dan kelas menengah Indonesia untukberinvestasi. Berjejer-jejer villa megah dibangun hingga ke bibir-bibir pantai. Selain villa,sarana hiburan seperti café, diskotik serta ruko-ruko, salon, spa, pusat perbelanjaan, butik-butik dan restoran berbagai jenis makanan tanpa jenuh selalu hadir silih berganti di kawasanKerobokan. Maka tidaklah heran jika sampai pagi buta, geliat kehidupan di Kerobokan tidakpernah terhenti. Semua sarana kebutuhan para ekspatriat telah terpenuhi di Kerobokan.Hanya dengan 10 menit bersepeda motor, mereka bisa menikmati dentum musik para DJ didiskotik-diskotik di wilayah Kuta.

Siapa yang membayangkan daerah Kerobokan akan seramai seperti sekarang? Sepertijuga siapa yang menyangka Kuta akan menjadi “kampung internasional”. Saat tahun 1986,jalan-jalan di Kuta dan Kerobokan seperti dicatat Setia (1986; Sujaya, 2002) sepertikubangan kerbau. Malam hari gelap gulita tanpa adanya penerangan. Pantai Kuta, Seminyak,dan Loloan Yeh Poh, tiga pantai di kawasan Kuta-Kerobokan sangat kotor. Perahu-perahunelayan berjejer menunggu melaut. Kuta kemudian lebih dulu berkembang berkat ide dariDokter Made Mandara yang membenahi rumahnya untuk dijadikan penginapan temannyaseorang bule. Langkahnya kemudian diikuti warga lainnya yang menyulap sebagian

4 Catatan lapangan di pasar Kota Timika, Oktober 2011.

Page 137: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

123

rumahnya untuk penginapan murah. Deburan ombak pantai Kuta untuk berselancar menjadidaya tarik tersendiri para para turis anak muda.

Maka, mulailah industri pariwisata menerjang Kuta. Seolah tanpa henti, pembangunaninfrastruktur pariwisata melalap setiap jengkal tanah di seluruh wilayah Kuta. Saatpariwisata Kuta jenuh, yang menjadi incaran adalah daerah-daerah di sekitarnya yang masih“perawan” dari tangan-tangan investasi. Wilayah Kerobokan menjadi sasaran berikutnyapasca 1998, ketika kelompok kelas menengah kaya mencari lahan baru yang amanberinvestasi. Petani-petani Desa Kerobokan menjadi gagap, seolah tak percaya ketika paratukang kapling tanah membujuk mereka menjual tanah dengan harga yang menggiurkanketika itu. Tak kuat menahan bayangan rupiah yang melimpah, tanah leluhur di Kerobokanperlahan-lahan namun pasti ludes terjual. Meski desa pakraman melarang warganya menjualtanah, banyak cara yang dilakukan untuk mensiasatinya. Salah satunya adalah meminjamKartu Tanda Penduduk (KTP) krama desa pakraman, mengawini gadis Bali atau“kerjasama” dengan krama desa pakraman untuk berusaha (Kompas, 22 Februari 2008).

Artikel ini mendalami konteks Bali dan Papua, yang mencerminkan terhimpitnyadaerah-daerah di negeri di tengah kuasa investasi global yang masuk melalui perusahaan-perusahaan trans nasional yang mengeruk kekayaan lingkungan alam. Investasi dalam kasusBali menunjukkan bagaimana melalui jalan pariwisata, kuasa global menjalar kepadakehidupan ekonomi sosial dan budaya masyarakat Bali hingga kini. Data-data lapangandikumpulkan melalui penelitian lapangan secara partisipatif dan wawancara mendalam.Artikel ini bertujuan untuk mengelaborasi dan memeriksa kembali pemahaman tentangberagam konsep-konsep pembangunan yang justru semakin lama semakin meminggirkanmasyarakat lokal yang seharusnya menjadi subyek dan tersejahterakan.

Di Bawah Cengkraman Emas dan DollarKompleksitas masyarakat tempatan hari ini diantaranya adalah posisi mereka di

tengah himpitan penetrasi modal yang mengeksploitasi sumber daya alam dan sumber dayamanusia. Tangan-tangan eksploitasi tersebut dipraktikkan dengan sangat massif olehperusahaan transnasional dalam bentuk jejaring kuasa kapital global. Di tengah terjangantersebut, kisah-kisah pelantunan identitas budaya masyarakat tempatan berada di gardadepan (frontier). Pada ruang-ruang interkoneksi jejaring kuasa politik global dan budayamasyarakat tempatan ini akan terlihat fragmen-fragmen siasat manusia memanfaatkanpeluang ekonomi politik dan juga lantunan-lantunan kisah penegakan identitas budayanya.

Bagian ini akan memetakan sebagian kecil investasi yang masuk ke Bali dan Papuaserta dampak-dampak yang ditumbulkannya. Di Papua, tentu tidak akan bisa dilupakanbagaimana Freeport memulai jaringan investasi pengerukan tambang emas pada tahun 1960-an. Freeport sebelumnya bernama Freeport Sulphur yang di Indonesia disebut PT FreeportIndonesia (PTFI) dengan berbagai kompleksitas persoalan yang ditimbulkannya. Freeport

Page 138: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

124

McMoRan, sebuah perusahaan AS, mulai melakukan kegiatan eksplorasi di Papua bagianselatan pada tahun 1960. Perusahaan tersebut menandatangani kontrak produksi denganIndonesia pada tahun 1966, tiga tahun sebelum diberlakukannya kekuasaan Indonesia atasPapua. Soeharto bersama rezimnya yang didukung militer sangat membutuhkan modal asing,dan Freeport diberi keleluasaan besar dalam menyusun ketentutuan-ketentuan dari investasinyasendiri. Tambang tersebut dikelola oleh anak perusahaan bernama Freeport Indonesia, yangdikendalikan oleh Freeport McMoRan. (ICG, 2002: 20)

Freeport adalah investor asing pertama yang menanamkan modal di Papua dan juga diIndonesia sejak pemerintahan Orde Baru. Untuk kegiatan pertambangannya, Freeportmenggunakan lahan Suku Amungme. Protes pertama dari Amungme muncul sejak 1967.Sejumlah rakyat Amungme menanam patok kayu berbentuk salib di sekeliling peralatan dankemah tim eksplorasi Freeport. Protes dan keberatan Amungme terhadap Freeport kianmengeras pada 1973. Freeport dan pemerintah segera membuat perjanjian dengan Amungmedari Tsinga dan Waa dalam January Agreement 1974. Untuk Freeport, perjanjian ini pentingsebagai bukti ijin tertulis untuk kegiatan pertambangan dari Amungme (pasal 5) danlarangan bagi Amungme untuk memasuki lokasi-lokasi kegiatan pertambangan dan tempattinggal karyawan (pasal 6 dan lampiran 4). Dengan demikian Freeport mendapatkanjaminan tertulis bahwa tidak akan ada lagi gangguan dari Amungme (Widjojo, 2001: 16).

Pada tahun 1988, Gunung Grasberg yang letaknya bersebelahan dengan tambang yangada ternyata ditemukan mengandung cadangan mineral yang sangat besar. Grasberg mengubahFreeport menjadi salah satu penghasil tembaga dan emas yang terbesar di dunia, danmendongkrak pentingnya Papua bagi Indonesia. Kritik terhadap praktek-praktek lingkunganperusahaan mulai meningkat, khususnya mengenai dampak limbah tambang terhadap sungai-sungai dan penduduk yang menghuni daerah di sekitar sungai tersebut. Setelah sebuahpemberontakan memaksa ditutupnya tambang tembaga Bougainville di negara tetangga PapuaNiugini, para pejabat Freeport meningkatkan program-program sosial dan mulai bersikap lebihterbuka untuk mengakui kesalahan-kesalahannya di masa lalu. (ICG, 2002: 21)

LNG Tangguh menggunakan lahan seluas kurang lebih 3.000 hektar, jauh lebih kecildibanding daerah tambang seperti Freeport atau operasi penebangan kayu yang besar. Akantetapi dampak ekonomi, sosial dan politiknya bakal cukup besar. BP berencana menanamjumlah sebesar AS$2 milyar, yang bisa menghasilkan pendapatan sebesar AS$32 milyar antaratahun 2006, saat ekspor direncanakan mulai, dan 2003. Diperkirakan pemerintah pusat akanmenerima hampir 9 milyar dolar AS dari proyek tersebut selama masa itu, dimana sekitar 3,6milyar dolar AS akan disalurkan ke Papua.

Proyek tersebut bakal berdampak sangat besar terhadap petani dan nelayan yangmenghuni wilayah teluk, selain terhadap ekonomi dan masyarakat di pedalaman, termasukkota-kota Sorong, Manokwari, dan Fakfak. Dampak tersebut sebagian positif, berupa lapanganpekerjaan, program pengembangan masyarakat dan pendapatan, namun sebagian lagi negatif

Page 139: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

125

karena bakal terjadi pengacauan sosial serta kemungkinan konflik. Ada pula kemungkinandampak negatif terhadap lingkungan, misalnya pencemaran terhadap wilayah penangkapanikan setempat karena proyeknya sendiri atau oleh kapal tangki yang berkunjung. Risiko-risikotersebut melampaui jangkauan laporan ini, namun demikian hal itu jika tidak ditangani dengancermat dapat menimbulkan ketegangan sosial (ICG, 2002: 26-27)

Di Bali, sebagaimana kita tahu sama tahu, energi dan semua kemampuan masyarakatdimobilisasi untuk bersilat lidah dalam wacana pelestarian budaya. Didukung sponsor negaradengan aparatus dan modalnya, wacana tentang pelestarian budaya menjadi peluang bagipara akademisi, budayawan, politisi hingga tokoh masyarakat mewacana pencanggihanpelestarian budaya. Gula-gulanya adalah siasat manusia mencari akses ekonomi politikdibawah koor pelestarian budaya.

Penggalian-penggalian otentisitas (keaslian) budaya inilah yang ditangkap oleh kuasakapital global bernama pariwisata. Didukung oleh gerakan-gerakan kelas menengah barudalam pencarian esensialisme, kebudayaan Bali menjadi komoditas kapitalisme kultural baru(Santikarma, 2003; Nordholt, 2010) yang sangat menjanjikan sekaligus memprihatinkan.Menjanjikan karena akan menjadi modal luar biasa dalam mengekspor otentisitas dalampromosi pariwisata Bali. Memprihatinkan saya kira karena menutup ruang wacana kritikkebudayaan, yang melihat kebudayaan sebagai yang cair, dinamis, dan pewacanaankebudayaan sebagai refleksi manusia Bali sendiri.

Negara dan modal berkolaborasi untuk menguasai ekonomi makro yang merangsekekonomi rakyat. Ppemihakan terhadap perekonomian rakyat seakan hanya janji kosong parabirokrat dan politisi. Deru investasi masuk tanpa henti menghasilkan deretan ruko, hotel,apartemen, supermarket, bahkan menyulap tanah masyarakat lokal menjadi perkebunankelapa sawit hingga coklat. Pasar tradisional tempat mama-mama Papua berjualan minimsekali untuk terjamah anggaran dana otus atau APBD. “Pejabat dong (mereka) hanya pikirperut sendiri saja. Tong (kita) hanya bisa lihat bagaimana dong baku tipu (mereka salingtipu) sampeeeee dana habis”, keluh mama-mama di pasar yang saya dengar.

Di tengah interkoneksi global yang menerjang masyarakat tempatan, menegakkanidentitas diri menjadi sesuatu yang sulit sekaligus paradoks. Gerakan-gerakan sosialkemasyarakatan kini praksis terjebak dalam lingkaran interkoneksi global ini. Masyarakatyang sedang bergerak ini terus mencari konstruksinya sendiri di tengah bentangan duniasebagai pasar global. Gerakan-gerakan sosial mewakili komunitas tempatan, adat, ataurevitalisasi kebudayaan kadang tidak terlepas dari penetrasi kuasa global kapital ini.Lantunan gerakan penguatan kebudayaan Ajeg Bali (baca: pencarian otentisitas nilai budayaBali) tidak semurni untuk nindihin Bali (membela Bali) seperti apa yang sering dimuat dimedia-media lokal, tapi penuh dengan tipu muslihat dan kisah-kisah interkoneksi yang anehdengan kuasa kapital bernama pariwisata, industri media, dan romantisasi keagungankebudayaan Bali.

Page 140: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

126

Globalisasi dan Manusia di Garis DepanGlobalisasi seperti yang diungkapkan Ted C. Lewellen (2002: 7-8 dalam Laksono,

2011: 13-14) adalah peningkatan arus perdagangan, keuangan, kebudayaan, gagasan danmanusia sebagai akibat dari tekonologi canggih di bidang komunikasi, perjalanan dan daripersebaran kapitalisme neoliberal ke seluruh penjuru dunia, dan juga adaptasi lokal danregional serta perlawanan terhadap arus-arus itu. Suka tidak suka, kita menelan dunia dankita pun ditelan dunia. Globalisasi juga mengobarkan perlawanan, dibenci tapi dirindukansetengah mati.

Globalisasi seringkali dikaitkan dengan isu pasar bebas, liberalisasi ekonomi,westernisasi atau Amerikanisasi, revolusi internet dan integrasi global. Ini tentu saja tidaksalah karena globalisasi mula-mula pada tahun 1985 digunakan oleh Theodore Levitt untukmengacu pada politik ekonomi, khususnya politik perdagangan bebas dan transaksikeuangan. Pandangan teoritikus sosial kemudian mengungkapkan globalisasi mengacu padaperubahan-perubahan mendasar dalam tekuk-tekuk ruang dan waktu dari keberadaan sosial.Mengikuti perubahan ini, secara dramatik makna ruang atau teritori bergeser dalamakselerasinya pada struktur temporal bentuk-bentuk penting aktivitas manusia. Pada saatbersamaan terjadi juga pengaburan batas-batas lokal bahkan nasional dalam banyak arenakegiatan manusia. Globalisasi dengan demikian mengacu pada bentuk-bentuk aktivitas sosialnon teritorial. Lebih dari itu, globalisasi terkait dengan pertumbuhan interkoneksi sosialmelintasi batas-batas geografi dan politik atau deteriteorialisasi. Globalisasi itu juga terkaitdengan pertumbuhan interkoneksi sosial melintasi batas-batas geografi dan politik ataudeteriteorialisasi. Tahap yang paling menentukan dalam globalisasi adalah ketika peristiwa-peristiwa dan kekuatan-kekuatan yang jauh mempengaruhi prakarsa-prakarsa lokal danregional.

Globalisasi juga mengacu pada kecepatan atau velositas aktivitas sosial.Deteriteorialisasi dan interkoneksi memang mula-mula seperti hanya soal keruangan semata.Tetapi nyatanya perubahan spasial ini langsung berhubungan dengan bentuk-bentuk pentingdari aktivitas sosial. Dengan demikian globalisasi merupakan proses yang panjang danbermuara banyak sebab deteriteorialisasi, interkoneksi dan akselerasi sosial itu bukanperistiwa kehidupan sosial yang tiba-tiba dan menerpa arena sosial (ekonomi, politik dankebudayaan) yang berbeda-beda. (Laksono, 2011: 13-14)

Penetrasi modal dalam bentuk investasi kuasa kapital global menjadi monumenbagaimana eksploitasi dalam mengeruk sumber daya alam di Tanah Papua. Penetrasi modalmenjadi ladang bertemunya banyak kepentingan untuk “memainkan sistem” danmemanfaatkan peluang untuk merebut keuntungan sebenar-besarnya. Wajah Freeport adalahcermin dari: kuasa kapitalisme modal, pongah dan rakusnya rezim negara, wajah militeristikdan kekerasanan yang telah disogok oleh kuasa modal, dan agen-agen dari elit politik dankekuasaan lokal yang mencari celah peluang untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Page 141: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

127

Kompleksitas masyarakat tempatan hari ini diantaranya adalah posisi mereka ditengah himpitan penetrasi modal yang mengeksploitasi sumber daya alam dan sumber dayamanusia. Tangan-tangan eksploitasi tersebut dipraktikkan dengan sangat masif olehperusahaan transnasional dalam bentuk jejaring kuasa kapital global. Di tengah terjangantersebut, kisah-kisah pelantunan identitas budaya masyarakat tempatan berada di gardadepan (frontier). Pada ruang-ruang interkoneksi jejaring kuasa politik global dan budayamasyarakat tempatan ini akan terlihat fragmen-fragmen siasat manusia memanfaatkanpeluang ekonomi politik dan juga lantunan-lantunan kisah penegakan identitas budayanya.

Fragmen-fragmen (penggalan kisah-kisah tak beraturan) manusia di garis depan(frontier) inilah yang oleh Anna Lauwenhaupt Tsing (2005) disebut dengan friksi (friction),ruang “hampa makna” manusia di tengah interkoneksi global. Manusia-manusia bersiasatsaling tikam, baku tipu memanfaatkan peluang-peluang yang dihadirkan oleh investasi dankuasa global kapital. Negara dan hukum absen bahkan menjadi salah satu pion dalamjejaring global ini. Yang ada hanyalah persaingan kekuatan modal dan gembar-gemborkisah-kisah fantastis penciptaan komoditas. Pada ruang-ruang inilah, masyarakat tempatanberada di ruang hampa makna, ketika penegakan identitas tidak bisa serta merta mendakukepada tanahnya yang telah dikuasai kuasa modal global.

Dalam ruang friksi inilah seluruh gerak kekuatan masyarakat terinfeksi kuasa modalglobal. Identitas dan kebudayaan lokal direproduksi menjadi komoditas yang diceritakan,“diomong kosongkan”, dilebih-lebihkan untuk kemudian diwariskan dan didramatisirmenjadi komoditas bernama otentisitas. Pada momen inilah pelemahan-pelemahan gerakanrakyat terus menerus tanpa henti. Rekognisi terhadap gerakan rakyat dan penegakan identitasbudaya masyarakat tempatan tertelan kuasa global kapital. Rekognisi terhadappemberdayaan petani di Bali tertimbun wacana pelestarian budaya dan isu global pariwisata.Penetrasi modal menggerus tanah-tanah manusia Bali untuk infrastruktur pariwisata. Lahanpersawahan terhimpit gedung-gedung ruko atau jejeran vila-vila di pinggir tebing. Bahkan,pemandangan persawahan menjadi komoditas untuk pariwisata.

Jauh di kampung-kampung pegunungan Papua, pembangunan infrastruktur jalanmenembus daerah-daerah terisolir. Alih fungsi lahan yang dimiliki masyarakat lokal disulapmenjadi perkebunan kelapa sawit ratusan hektar. Introduksi program transmigrasi menggerustanah-tanah adat untuk pemukiman penduduk dan daerah pertanian. Dengan dana otonomikhusus, pembangunan infrastruktur terus digenjot tanpa henti. Posisi masyarakat tempatanlangsung bertemu dengan kekuatan ekonomi global. Berbagai perubahan sosial pun terjadibegitu cepat. Relasi-relasi baku tipu ekonomi politik yang “mengalahkan” masyarakattempatan menjadi cerita yang begitu biasa diungkapkan. Kisah-kisah keterbelakangan yangbertemu dengan simbol modernitas bernama industri kapitalisme internasional bagai kisahironis yang menyesakkan dada.

Page 142: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

128

Puncak-puncak kemewahan yang ditunjukkan perusahaan MNC berhadapan dengankondisi masyarakat tempatan, yang sebenarnya mempunyai hak di atas tanah mereka.Gedung-gedung bertingkat dengan fasilitas mewah berdampingan dengan rumah-rumahpapan sederhana masyarakat lokal. Pada relasi-relasi itulah yang terjadi bukan hanyapenjajahan dalam bentuk penetrasi eknomi global, tapi lebih dalam kepada penjajahan secaraproduktif dalam cara berpikir yang dilakukan industri ekonomi global yang menggandengpemerintah daerah dalam melakukan intervensinya. Penjajahan itu dilakukan melaluiserangkaian teori dan pendekatan politik budaya yang diskriminatif, dipraktikkan denganmassif dalam kerangka “pembangunan masyarakat tertinggal”. Maka tak heran jika citraPapua yang lahir kemudian adalah tidak berbudaya, bodoh, terbelakang, terasing, barbar.“Indonesia dorang” merancang secara sistematis yang menempatkan Bangsa Papua tidakpunya kebudayaan. Kalaupun punya, derajatnya lebih rendah dari kebudayaan Indonesia dan“terasing” tidak dinamis. Kesaksian seorang masyarakat di birokrasi menunjukkan hal ini.Meski tidak disebutkan dalam kata-kata, dalam modul-modul pelatihan aparat pemerintah,perspektif berpikir diskriminatif ini terus-menerus terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

-----------------------------, Bambang Purwanto, dan Ratna Saptari (ed). 2008. Perspektif BaruPenulisan Sejarah Indonesia. Jakarta: Larasan, KITLV Jakarta dan Penerbit Obor.

-----------------------------, dan Gerry van Kliken (ed). 2007. Politik Lokal di Indonesia.Jakarta: Penerbit Obor dan KITLV Jakarta.

--------, I Gusti Ngurah, 1999, Keresahan dan Gejolak Sepuluh Tahun terakhir di Bali:Beberapa Catatan tentang Perubahan Sosial di Era “Globalisasi” dalam HenriChambert-Loir dan Hasan Muarif Ambary (ed), Panggung Sejarah: Persembahankepada Prof. Dr. Denys Lombard, Jakarta, Ecole Francaise dExtreme-Orient, PusatPenelitian Arkeologi Nasional dan Yayasan Obor Indonesia.

------------------------------. 2006. The Spell of Power, Sejarah Politik Bali 1650-1940.Denpasar: Pustaka Larasan.

Bagus, I Gusti Ngurah. 2004. Mengkritisi Peradaban Hegemonik. Denpasar: Kajian BudayaUniversitas Udayana Books.

Garda Papua, 2009. “Sejarah Perkembangan Masyarakat Papua” (Draft diajukan dalamKongres I Garda Papua, Port Numbay 31 Oktober – 2 November 2009).

ICG. 2002. “Sumberdaya dan Konflik di Papua”, Update Briefing, Asia Briefing No. 39.Jakarta/Brussels, 13 September 2002.

ICG. 2006. “Bahaya yang Dapat Timbul Jika Menghentikan Dialog”, Update Briefing, AsiaBriefing No. 47. Jakarta/Brussels, 23 Maret 2006.

Kompas, 23 Februari 2010

Laksono, P.M. 2009. “Peta Jalan Antropologi Indonesia Abad Kedua Puluh Satu: MemahamiInvisibilitas (Budaya) di Era Globalisasi Kapital”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru

Page 143: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

129

Besar pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 27 Oktober2009.

Laksono, P.M. 2010. “Kontekstualisasi (Pendidikan) Antropologi Indonesia”. Makalahdalam Sarasehan AJASI (Asosiasi Jurusan Antropologi Seluruh Indonesia) diUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Laksono, P.M. 2010b. “Mewacanakan Pemberdayaan Masyarakat dalam Antropologi”.Makalah dalam Kongres Asosiasi Antropologi Indonesia ke-3 dan SeminarAntropologi Terapan di Cisarua 21-23 Juli 2010.

Laksono, P.M. 2011. “Ilmu-ilmu Humaniora, Globalisasi, dan Representasi Identitas”.Pidato yang disampaikan pada Peringatan Dies Natalis ke-65 Fakultas Ilmu BudayaUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta, 3 Maret 2011.

Mantra, Ida Bagus. 1996. Landasan Kebudayaan Bali. Denpasar: Dharma Sastra.

Mudana, Gde, 2005, “Pembangunan Bali Nirwana Resort di Kawasan Tanah Lot: Hegemonidan Perlawanan di Desa Beraban, Tabanan, Bali” (disertasi) Program Doktor, ProgramStudi Kajian Budaya, Program Pascasarjana, Universitas Udayana Bali.

Nordholt, Henk Schulte. 2002. Kriminalitas, Modernitas dan Identitas dalam SejarahIndonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Picard, Michel. 2006. Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata, Jakarta: KPG.Pitana, I Gde. 1999. Pelangi Pariwisata Bali, Kajian Aspek Sosial Budaya Kepariwisataan

Bali di Penghujung Abad. Denpasar: Bali Post.

Santikarma, Degung. 2002. “Budaya Siaga dan Siaga Budaya”. Kompas Minggu 6November 2002.

Suryawan, I Ngurah, 2013. Kiri Bali, Sepilihan Esai Kajian Budaya. Yogyakarta: KepelPress dan PUSBADAYA UNIPA.

Suryawan, I Ngurah. 2010. “Pemekaran Daerah dan Transformasi Identitas Budaya diKota Manokwari, Papua Barat” Makalah belum diterbitkan dalam SeminarInternasional Percik 2010 di Salatiga

Suryawan, I Ngurah. 2012. Jiwa yang Patah. Yogyakarta: Kepel Press dan PUSBADAYAUNIPA.

Tsing, Anna. Lowenhaupt. 2005. Friction: An Ethnography of Global Connection. Princetonand Oxford: Princeton University Press.

Vikers, Adrian. 1989. Bali: A Paradise Cretated. Victoria: Penguin.

Widjojo dkk, Muridan. 2009. Papua Road Map: Negotiating the Past, Improving the Pastand

Widjojo, Muridan. 2001. “Diantara Kebutuhan Demokrasi dan Kemenangan Kekerasan:Konflik Papua Pasca Orde Baru”, Paper dalam kerangka “Proyek Penelitian TransisiDemokrasi di Indonesia” yang diselenggarakan oleh LP3ES dan disponsori oleh TheFord Foundation pada tahun 2001.

Page 144: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

130

FUNGSI IZIN DALAM PENGENDALIAN PENGEMBANGAN EKOWISATADI DAERAH

Fatkhurohman*

Fakultas Hukum Universitas Widyagama MalangE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pengembangan ekowisata yang berbasis kepada pemanfaatan potensi sumberdayaalam, lingkungan, serta keunikan alam dan budaya. Pengembangan ekowisata dewasa inidiakui memberikan dampak positif bagi dunia kepariwisataan di Indonesia. Namun haltersebut memerlukan pengaturan yang baik agar kegiatan ekowisata bisa berjalan denganbaik. Mekanisme kelembahaan dan hukum perijinan adalah salah satu instrumen untukmengawal tercapainya tujuan pembangunan ekowisata.

Kata kunci: Ekowisata, Pengendalian, Izin, Daerah

ABSTRACT

The development of ecotourism is based on the use of the cultural and naturaluniqueness and nature recources potency. Currently, the development of ecotourism isrecognised to give possitive impact on the tourism activity in Indonesia. Tt requires a properregulation that ecotourism activity can work well. Institutional mechanisms and legallicensing is one of the instruments to keep the achievement of ecotourism development.

Keywords: Ecotourism, Controlling, licensing, Local Gouvernment

PENDAHULUAN

Berkembangnya kegiatan ekowisata dewasa ini memberi arti sendiri bagi trend wisatadi Indonesia yang belakang ini menjadi titik tumpu pemerintah untuk banyak menyedot parawisatawan baik dalam negeri maupun mancanegara. Keberadaan pengembangan sektorekowisata sebagai sebuah program pemerintah memang perlu dipresiasi karena tujuannyasangat jelas dan menjanjikan.5 Apalagi Pemerintah Indonesia berkeinginan untuk menjadikanIndonesia sebagai ikon wisata dunia maka jelas bahwa hal ini pasti akan berhasil.

*Dosen Fakultas Hukum dan Pascasarjana Prodi Magister Hukum Universitas Widyagama Malang5Pemerintah pada tahu 2013 ini menargetkan pendapatan negara dari sektor pariwisata sebesar 9,5 miliar

dollar Amerika tahun ini melalui kunjungan sekitar delapan juta wisatawan. Angka tersebut naik dibandingrealisasi tahun lalu sebesar sembilan miliar dollar Amerika melalui kunjungan sekitar tujuh juta wisatawan,selanjutnya lihat dalam http://www.voaindonesia.com/content/pemerintah-optimis-sektor-pariwisata-capai-target/1534546.html diunduh tgl 5 November 2013

Page 145: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

131

Keanekaragaman flora dan fauna yang membentang dari Sabang sampai Merauke akanmenjadi modal dasar bagi pengembangan ekowisata baik ekowisata bahari, hutan,pegunungan dan karst.6 Disamping itu kawasan konservasi sebagai obyek daya tarik wisatadapat berupa Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, TamanWisata dan Taman Buru. Menurut Iwan Nugroho, di Indonesia, taman nasional merupakankawaasan konservasi terpenting yang mengoperasikan kegiatan–kegiatan ekowisata.7

Pengembangan ekowisata yang berbasis kepada pemanfaatan lingkungan hidupmenjadikan alam lingkungan menjadi objek yang perlu diperhatikan dengan seksama.Perhatian ini menyangkut masalah perlindungan (konservasi) lingkungan hidup dan aspekkemanfaatan bagi masyarakat. Hal ini sesuai dengan pengertian ekowisata itu sendiridimana menurut World Conservation Union (WCU), adalah perjalanan wisata ke wilayah–wilayah yang lingkungan alamnya masih asli, dengan menghargai warisan budaya danalamnya, mendukung upaya-upaya konservasi, tidak menghasilkan dampak negatif, danmemberikan keuntungan sosial ekonomi serta menghargai partisipasi penduduk lokal. 8

Sedangkan menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, ekowisatamerupakan konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan yang bertujuan untukmendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkanpartisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepadamasyarakat dan pemerintah setempat.9

Dari dua definisi tersebut maka unsur perlindungan hukumnya ada pada dukunganterhadap upaya konservasi dan upaya pelestarian lingkungan hidup. Produk hukum yangakan menjadi payung regulasi terhadap upaya upaya tersebut adalah dengan memberlakukanizin sebagai upaya pengendalian program ekowisata ini. Sejauhmana keberadaan izin dalampengembangan ekowisata ini bisa berfungsi sebagai alat pengendalian adalah sesuatu yangmenarik untuk diungkap.

Adapun masalah yang akan diungkap adalah pertama, tentang dasar kewenanganpemerintah daerah dalam pengembangan ekowisata, kedua, fungsi izin dalampengembangan ekowisata di daerah. Manfaat yang bisa diambil dalam penulisan ini adalahuntuk mengetahui secara utuh dasar kewenangan dan berfungsinya izin dalampengembangan ekowisata di daerah.

Kewenangan Daerah dalam Pengembangan Ekowisata

6 Selanjutnya lihat Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2009 tentangPedoman Ekowisata Di Daerah.

7 Iwan Nugroho, 2011, Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan, Pustaka Pelajar,Yogyakarta hlm. 25.

8 http://www.ekowisata.info/definisi_ekowisata.html di unduh tgl 29 Oktober 20139 Sukawati Zalukhu, 2009, Buku Panduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata Kabupaten Nias

Selatan, hlm. 34

Page 146: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

132

Berbicara kewenangan daerah sejatinya tidak lepas dari berlakunya asas desentralisasi. Joeniarto menyebutkan azas desentralisasi sebagai azas yang bermaksud memberikanwewenang dari pemerintah negara kepada pemerintah lokal untuk mengatur dan mengurusurusan-urusan tertentu sebagai urusan rumah tangga sendiri.10 Rumah besar dari berlakunyaasas ini adalah Otonomi daerah, yakni hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untukmengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempatsesuai dengan peraturan perundang-undangan. 11

Karena dalih otonomi daerah inilah maka daerah diberi berbagai kewenangan untukmengatur keperluan daerah secara mandiri. Terkait dengan pengembangan ekowisata inimaka sumber kewenangan daerah (baca: Kota/Kabupaten) secara atributif12 adalah UU No32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 14 ayat (1), yang menyatakan bahwaUrusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kotamerupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi:

a. perencanaan dan pengendalian pembangunan;b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;d. penyediaan sarana dan prasarana umum;e. penanganan bidang kesehatan;f. penyelenggaraan pendidikan;g. penanggulangan masalah sosial;h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah;j. pengendalian lingkungan hidup;k. pelayanan pertanahan;l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;n. pelayanan administrasi penanaman modal;o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; danp. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.Melalui ketentuan huruf j mengenai pengendalian lingkungan hidup maka jelaslah

bahwa pemerintah kota/kabupaten mempunyai kewenangan yang dilindungi dandiperintahkan oleh sebuah peraturan perundang-undangan. Penggunaan pengendalianlingkungan hidup dalam persoalan pengembangan ekowisata adalah sangat tepat karena

10 Joeniarto, 1992. Perkembangan Pemerintahan Lokal, Jakarta: Bumi Aksara, hal. 1511 Selanjutnya lihat Pasal 1 angka 5 Undang Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah.12 Menurut Sjahran Basah, Atribusi terdapat apabila Undang-undang Dasar atau Undang-

undang (dalam arti formal) memberikan kepada suatu badan dengan kekuasaan sendiri (mandiri)wewenang untuk membuat/membentuk peraturan perundang-undangan.

Page 147: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

133

wisata alam jelas akan bersinggungan langsung dengan objek alam baik itu flora danfaunanya. Kecenderungan dari aktivitas ini jelas suatu saat akan merusak lingkungan hidupitu sendiri apabila tidak ada yang mengendalikannya melalui sebuah regulasi. Hal inisekaligus juga memenuhi asas legalitas, dimana setiap perbuatan administrasi (harus)berdasarkan hukum13 atau tidak ada suatu tindakan bisa diambil tanpa ada dasar aturan yangmengatur lebih dahulu.

Harmonisasi antar undang-undang 14 dalam masalah ini juga telah terjadi dimanamasalah ekowisata ini juga diatur dalam UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan danPengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 12 ayat (3) huruf c yang menyatakan bahwa dayadukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkanoleh bupati/walikota untuk daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup kabupaten/kotadan ekoregion di wilayah kabupaten/kota.

Tanggung jawab pemerintah daerah juga ada tahap pengendalian, dimana hal iniseperti diatur pada Pasal 13 ayat (3) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakanlingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah,pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengankewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing.

Hubungan Pasal 12 dan Pasal 13 UU No 32 Tahun 2009 dengan masalah ekowisataadalah terletak pada persoalan pemerintah daerah mempunyai kewenangan untukmenetapkan dalam sebuah produk hukum mengenai daya dukung dan tampung lingkunganhidup. Ini sangat penting bagi dunia ekowisata karena akan berkait erat dengan persoalan itu.Keeratannya terletak kepada sejauh mana pengembangan ekowisata bisa “mendukung”perlindungan lingkungan dan pengelolaan lingkungan hidup15 yang bertujuan :

a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemarandan/atau kerusakan

b. lingkungan hidup;c. menjamin menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;d. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;e. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;

13 Bachsan Mustafa, 1990, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Citra Aditya Bakti,Bandung, hlm 54

14 Harmonisasi adalah keselarasan antar undang-undang mengenai subtansi terhadap suatuobjek pengaturan agar tidak terjadi tumpang tindih antar undang-undang yang satu dengan undang-undang yang lain.

15 Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yangdilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/ataukerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,pengawasan, dan penegakan hukum.Selanjutnya lihat dalam Pasal 1 angka 2 UU No 32 Tahun 2009tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Page 148: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

134

f. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;g. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;h. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian

dari hak asasi manusia;i. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;j. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dank. mengantisipasi isu lingkungan global.16

Selain itu titik harmoni regulasi tentang kewenangan daerah terhadap pengembanganekowisata juga ada pada UU 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan khusunya Pasal 8 ayat(1), yakni Pembangunan kepariwisataan dilakukan berdasarkan rencana induk pembangunankepariwisataan yang terdiri atas rencana induk pembangunan kepariwisataan nasional,rencana induk pembangunan kepariwisataan provinsi, dan rencana induk pembangunankepariwisataan kabupaten/kota. Selanjutnya secara gamblang disebutkan dalam Pasal 9 ayat(3) bahwa Rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/kota sebagaimanadimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota.

Dari dua pasal tersebut jelas memberikan gambaran bahwa pemerintah kota maupunpemerintah kabupaten diberi tanggung jawab yang sangat besar dalam pembangunan sektorkepariwisataan di daerah yang pengaturannya harus melalui Peraturan Daerah (Perda). Titiktautnya dengan persoalan ekowisata adalah terletak pada kenyataan bahwa ekowisata bagiandari sektor kepariwisataan. Maka dia harus tunduk kepada seluruh isi dan ketentuanpengaturan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009.

Dengan demikian dari ketiga peraturan perundang-undangan ini ada alas hukum yangjelas dan tegas bahwa secara umum daerah mempunyai peranan yang sangat penting bagiterwujudnya pengembangan ekowisata. Undang-Undang No 32 Tahun 2004 mewakilipengaturan kewenangan wajib, Undang-Undang No 32 tahun 2009 mengatur tentangpersoalan tehnis perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan Undang-undang No 10Tahun 2009 memayungi persoalan pembangunan sektor ekowisata yang masuk padaprogram kepariwisataan sampai dengan lahirnya produk hukum berupa perda sebagai alataturnya.Fungsi Izin dalam pengembangan ekowisata di daerah

Kekuasaan dan wewenang yang diberikan administratur Negara oleh undang-undangkemudian dijadikan bahan bakar untuk menggerakan roda pemerintahan, sehinggamenghasilkan sebuah perbuatan hukum. Fase ini melahirkan sifat perbuatan yang aktif dandinamis dan mempunyai akibat hukum. Menurut Utrecht perbuatan hukum dibedakanmenjadi bersegi dua dan bersegi satu.

16 Pasal 3 UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Page 149: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

135

Perbuatan hukum yang bersegi satu dan langsung menimbulkan akibat hukum inilahyang kemudian disebut dengan ketetapan (beschikking).17 Menurut Van der Pot dan VanVollenhoven yang dimaksud ketetapan adalah suatu perbuatan hukum yang bersifat sebelahpihak, dalam lapangan Pemerintahan dilakukan oleh suatu badan Pemerintahan berdasarkankekuasaannya yang istimewa.18

Salah satu macam ketetapan inilah yang kemudian disebut dengan izin (vergunning).Menurut W.F. Prins dan R.Kosim Adisapoetra izin adalah perbuatan pemerintah yangmemperkenankan suatu perbuatan yang tidak dilarang oleh peraturan yang bersifat umum19

Kedudukan izin yang merupakan bagian dari ketetapan dalam tata hukum adalahsebagai sumber hukum positif. Sehingga izin daya lakunya seperti produk hukum yangbersifat mengikat dan akan terbit sanksi bagi yang menentangnya. Sebagai sebuah produkhukum maka izin juga ada yang menerbitkan, yakni pemegang kekuasaan eksekutif(administratur Negara/pemerintah).

Dalam kaitannya dengan pengembangan ekowisata di daerah maka pemerintah daerahbaik kota maupun kabupaten yang berwenang mengeluarkan/menerbitkan izin. Perintahsecara yuridis normative terhadap persoalan ini adalah seperti diatur dalam UUD 1945 Pasal18 ayat (6) yang berbunyi pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah danperaturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan dan tugas pembantuan. Hal inidipertegas dalam UU no 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 25 yangmenyatakan, bahwa Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenang :

a. memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakanb. yang ditetapkan bersama DPRD;c. mengajukan rancangan Perda;d. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;e. menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk

dibahas dan ditetapkan bersama;f. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah;g. mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjukh. kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundangundangan; dani. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.Berdasarkan ketentuan tersebut di atas maka ada payung hukum yang dijadikan dasar

bagi daerah untuk membentuk produk hukum di daerah. Terbitnya sebuah izin dalam tataperundang-undangan di daerah adalah sebenarnya merupakan tindak lanjut dikeluarkannya

17 Bachsan Mustafa, Ibid. hlm. 8318 Ibid hlm. 8619 W.F. Prins dan R.Kosim Adisapoetra, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara, Pradnya

Paramita, Jakarta, 1978, hlm.72

Page 150: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

136

peraturan daerah (perda). Artinya ada hubungan yang sangat erat antara keluarnya Perda(regeling) dengan diterbitkannya ketetapan/beschikking (izin).

Secara yuridis konstitusional hal ini diatur secara tegas pada UU No 12 tahun 2011tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 7 ayat (1), yang menyebutkanbahwa jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;d. Peraturan Pemerintah;e. Peraturan Presiden;f. Peraturan Daerah Provinsi; dang. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Letak izin sebagai bagian dari ketetapan memang tidak disebutkan secara eksplisittetapi keberadaannya diatur dalam Pasal 8 ayat (1)dan ayat (2), yang berbunyi:

(1) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis PermusyawaratanRakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, MahkamahAgung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial,Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yangdibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, DewanPerwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atauyang setingkat.

(2) Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakuikeberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjangdiperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi ataudibentuk berdasarkan kewenangan.Pasal tersebut di atas menunjukan bahwa izin tetap dianggap sebagai sebuah produk

hukum karena berada dalam herarkhie peraturan perundang-undangan di Indonesia yangmempunyai kekuatan hukum mengikat. Karena itu khusus mengenai fungsi izin yang terkaitdengan pengembangan ekowisata yang keberadaannya diatur secara tehnis dalam sebuahPermendagri No 33 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di daerahadalah sebagai sebuah produk hukum.

Di dalam Permendagri tersebut persoalan keberadaan izin ditempatkan dalam Bab IIIPasal 4 dimana pemerintah daerah dalam mengembangkan ekowisata di daerah dilakukanmelalui perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian yang dilakukan secara terpadu olehpelaku wisata. Perencanaan ekowisata dituangkan dalam RPJPD, RPJMD, dan RKPD yang

Page 151: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

137

merupakan bagian dari perencanaan pariwisata daerah. 20 Perencanaan ekowisata yangdituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sebagaimana dimaksud dalamPasal 5 ayat (1) Permendagri memuat antara lain:

a. jenis ekowisata;b. data dan informasi;c. potensi pangsa pasar;d. hambatan;e. lokasi;f. luas;g. batas;h. kebutuhan biaya;i. target waktu pelaksanaan; danj. disain teknis.

Sedangkan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:a. daya tarik dan keunikan alam;b. kondisi ekologis/lingkungan;c. kondisi sosial, budaya, dan ekonomi;d. peruntukan kawasan;e. sarana dan prasarana; danf. sumber pendanaan.

Selanjutnya Perencanaan ekowisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a,dilakukan melalui:

a. merumuskan kebijakan pengembangan ekowisata Provinsi dengan memperhatikankebijakan ekowisata Nasional;

b. mengoordinasikan penyusunan rencana pengembangan ekowisata sesuai dengankewenangan provinsi;

c. memberikan masukan dalam merumuskan kebijakan pengembangan ekowisataProvinsi dengan memperhatikan kebijakan ekowisata Nasional;

d. mengintegrasikan dan memaduserasikan rencana pengembangan ekowisata provinsidengan rencana pengembangan ekowisata kabupaten/kota, rencana pengembanganekowisata nasional dan rencana pengembangan ekowisata provinsi yang berbatasan;dan

e. memaduserasikan RPJMD dan RKPD yang dilakukan Pemerintah Provinsi,Pemerintah Kabupaten/Kota masyarakat dan dunia usaha dengan rencanapengembangan ekowisata;

20 Selanjutnya lihat Pasal 4 dan 5 Permendagri No 33 tahun 2009 tentang Pedoman PengembanganEkowisata Di Daerah.

Page 152: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

138

Pemanfaatan Ekowisata sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b,di dalam Pasal 8 Permendagri ini mencakup:

a. pengelolaan kawasan ekowisata;b. pemeliharaan kawasan ekowisata;c. pengamanan kawasan ekowisata; dand. penggalian potensi kawasan ekowisata baru.

Sedangkan menurut Pasal 9 ayat (1) Pemanfaatan ekowisata dapat dilakukan olehperseorangan dan/atau badan hukum; atau pemerintah daerah. Pemanfaatan ekowisata yangdilakukan oleh perseorangan dan/atau badan hukum lainnya harus dikerjasamakan denganpemerintah daerah lainnya dan/atau pemerintah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pemanfaatan ekowisata yang dilakukan oleh pemerintah daerah dapatdikerjasamakan dengan pemerintah daerah lainnya dan/atau pemerintah sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan. Kerjasama ini diprioritaskan untuk memberikankemudahan kepada perseorangan dan/atau badan hukum.21

Bagian akhir dari tahap ini adalah pengaturan persoalan pengendalian seperti yangdiatur pada Pasal 10 yang dilakukan antara lain terhadap :

a. fungsi kawasan;b. pemanfaatan ruang;c. pembangunan sarana dan prasarana;d. kesesuaian spesifikasi konstruksi dengan desain teknis; dane. kelestarian kawasan ekowisata.

Di dalam Pasal 11 disebutkan bahwa Pengendalian ekowisata dilakukan melalui:a. pemberian izin pengembangan ekowisata;b. pemantauan pengembangan ekowisata;c. penertiban atas penyalahgunaan izin pengembangan ekowisata; dand. penanganan dan penyelesaian masalah atau konflik yang timbul dalam

penyelenggaraanekowisata.

Didalam Pasal 11 ini jelas dinyatakan bahwa fungsi izin dalam pengembanganekowisata dilakukan dengan cara pemberian izin. Untuk terbitnya izin lazimnya harusmemenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Secara tehnis ketentuan penerbitan izinseharusnya ada dalam permendagri ini, tetapi sayangnya tidak mengatur secara eksplisitsyarat syarat bagi terbitnya izin. Hal ini yang kemudian dibelakang hari nanti menjadipermasalahan ketika izin dijadikan alat pengendali pengembangan ekowisata. Menurutpenulis bisa saja keberadaan izin ini dimasukan dalam rezim perizinan lingkungan hidup.Menurut UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

21 selajutnya periksa Pasal 9 ayat (2) (3) dan (4) Permnedagri No 33 Tahun 2009 tentang PedomanPengembangan Ekowisata di daerah.

Page 153: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

139

(UU-PPLH) terdapat 2 (dua) jenis izin, pertama izin lingkungan adalah izin yang diberikankepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atauUKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyaratuntuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan (Pasal 1 angka 35). Kedua, izin usahadan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usahadan/atau kegiatan (Pasal 1 angka 36).22 Misalnya Izin Lokasi, Izin Mendirikan Bangunan(IMB).

Dengan UU-PPLH sebagai hukum positif pengendalian dan pengelolaan lingkunganhidup dapat diterapkan dalam sistem perizinan lingkungan hidup di Indonesia, sehinggatujuan perizinan sebagai instrument pengendalian bisa terwujud.23 Hal yang menguatkanbahwa pemberian izin dalam pengembangan ekowisata masuk dalam perizinan lingkunganadalah karena aktivitasnya sangat bersinggungan dengan kekayaan alam yang ada dalamwilayah lingkungan hidup. Hal ini diperkuat dengan ketentuan dalam Pasal 18 UU No 10Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, yang berbunyi, Pemerintah dan/atau PemerintahDaerah mengatur dan mengelola urusan kepariwisataan sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.

Tahap berikutnya adalah ketika izin sudah diberikan tetapi ternyata pengusahapariwisata melakukan penyalahgunaan izin untuk kepentingan diluar diterbitkannya izinpengembangan ekowisata. Terhadap kejadian ini maka menteri, gubernur, ataubupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/ataukegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. (Pasal 76ayat (1) UU-PPLH 2009). Sanksi administrasi ini sesuai dengan ketentuan Pasal 76 ayat (2)berupa, teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin lingkungan atau, pencabutanizin lingkungan. Berbagai sanksi ini tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/ataukegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana.(Pasal 78 UU-PPLH 2009).

Khusus Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan atau pencabutan izinlingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d UU-PPLH2009 dilakukan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakanpaksaan pemerintah. Sesuai dengan Pasal 80 ayat (1) Paksaan Pemerintah berupa :

a. penghentian sementara kegiatan produksi;b. pemindahan sarana produksi;c. penutupan saluran pembuangan aird. limbah atau emisi;e. pembongkaran;f. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran;g. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau

22 Helmi, 2012, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 8023 Ibid hlm. 78

Page 154: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

140

h. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakanmemulihkan fungsi lingkungan hidup.

Selanjutnya disebutkan dalam Pasal 80 ayat (2) bahwa pengenaan paksaan pemerintah dapatdijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan:

a. ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup;b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikanc. pencemaran dan/atau perusakannya; dan/ataud. kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan

pencemaran dan/atau perusakannya.Terhadap ketidaktegasan pemerintah daerah yang secara sengaja tidak menerapkan

sanksi adminitrasi ini maka menteri dapat menerapkan sanksi administrasi terhadappenanggung jawab usaha dan/atau kegiatan (Pasal 77 UU-PPLH 2009).

Kenyataan mengenai ketentuan sanksi administrasi di atas harus diperhatikan denganseksama oleh pelaku usaha ekowisata, karena kalau diabaikan maka berujung dicabutnyaizin usaha pengembangan ekowisata. Akibatnya akan terjadi penutupan usaha dan jelas akanmerugikan bagi pemilik usaha ekowisata.

KESIMPULAN

a. Bahwa Pemerintah Daerah baik Kota maupun Kabupaten mempunyai kewenanganyang tegas mengenai pengembangan ekowisata di daerah, walaupun diatur denganpayung hukum yang berbeda-beda.

b. Keberadaan izin pengembangan ekowisata sudah diatur namun belum mengatursecara tegas mengenai cara penerbitan izin sampai pemberian sanksi terhadappelanggaran izin. Terhadap ini maka terjadi pencangkokan payung izin kedalamrezim perizinan lingkungan hidup yang sudah ada dan berlaku dewasa ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bachsan Mustafa, 1990, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Citra Aditya Bakti,Bandung

Helmi, 2012, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jakarta

http://www.ekowisata.info/definisi_ekowisata.html di unduh tgl 29 Oktober 2013

http://www.voaindonesia.com/content/pemerintah-optimis-sektor-pariwisata-capaitarget/1534546.html diunduh tgl 5 November 2013

Iwan Nugroho, 2011, Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan, Pustaka Pelajar,Yogyakarta

Page 155: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

141

Joeniarto, 1992. Perkembangan Pemerintahan Lokal, Jakarta: Bumi Aksara

Peraturan Mentri Dalam Negeri No. 33 tahun 2009 tentang Pedoman PengembanganEkowisata di Daerah

Sjachran Basah, 1985. Eksistensi dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi diIndonesia, Bandung: Alumni

Sukawati Zalukhu, 2009, Buku Panduan Dasar Pelaksanaan Ekowisata Kabupaten NiasSelatan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Undang-Undang No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolan LingkunganHidup

Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembanentukan Peraturan Perundang-undangan

W.F. Prins dan R.Kosim Adisapoetra,1978, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara,Pradnya Paramita, Jakarta

Page 156: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

142

PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK MENUNJANG PARIWISATA

Hidayat Bambang S

Fakultas Pertanian Universitas JemberE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pengembangan sektor pariwisata secara lebih luas juga akan berdampak terhadappeningkatan kesejahteraan masyarakat, sektor ekonomi riil yang ada di masyarakat sepertiwisata budaya, wisata alam, kerajinan, aneka makanan, penginapan, hotel dan sebagainyadapat berkembang, dengan bangkitnya sektor ekonomi riil akan mampu meningkatkanderajat hidup masyarakat baik sandang, pangan, papan, pendidikan maupun kesehatan.Kemajuan teknologi informasi merupakan salah satu faktor yang digunakan untukmempromosikan pariwisata. Apabila seseorang memiliki kemampuan komunikasi yangkurang baik, maka secara otomatis praktek komunikasi bisnisnya tetap mengalami kendala,apalagi sekarang telah didukung oleh penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (e-commerce, e-government, e-learning, e-business, e-commerce, e-ticket, google, google docs,google scholar, webcams, google map) semakin menjadi kebutuhan. Cara orang tersebutmenyampaikan pesan kepada pihak lain itulah yang menjadi hal yang paling penting untukdiperhatikan, termasuk menyampaikan obyek wisata ke dunia luar dengan teknologiinformasi.

Kata kunci: wisatawan, teknologi informasi, Google, webcams, Google docs, Googlescholar

ABSTRACT

Development of the wider tourism sector will also have an impact on improving the welfareof society, economic sectors in the community such as cultural tourism , nature tourism ,crafts, culinary, lodging, hotel and so on can be also developed. The rise of the real economywill be able to improve the people's lives better in food, clothing, shelter, education andhealth . Advances in information technology is one of the factors used to promote tourism .If a person has poor communication skills , it will automatically keep the businesscommunication practices having problems , further more inpresent use information andcommunication technologies ( e - commerce , e -government , e -learning , e -business , e -commerce , e -tickets , Google , Google docs , Google scholar , webcams , Google map ) arenecessary. The way people convey message to others is most important thing to beconsidered, including of conveying of toursm information.

.Keywords: tourism , information technology, Google, webcams, Google docs, Google

scholar

Page 157: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

143

PENDAHULUAN

Dunia Pariwisata merupakan salah satu sektor penghasil devisa yang memiliki potensicukup besar untuk dikembangkan. Apabila sektor pariwisata dikembangkan dan dikeloladengan baik akan memberikan sumbangan yang besar terhadap keuangan negara.Pengembangan sektor pariwisata secara lebih luas juga akan berdampak terhadappeningkatan kesejahteraan masyarakat, sektor ekonomi riil yang ada di masyarakat sepertiwisata budaya, wisata alam, kerajinan, aneka makanan, penginapan, hotel dan sebagainyadapat berkembang. Bangkitnya sektor ekonomi riil akan mampu meningkatkan derajat hidupmasyarakat baik sandang, pangan, papan, pendidikan maupun kesehatan.

Besarnya dukungan pemerintah terhadap pengembangan industri pariwisata dapatmempercepat akselerasi kemajuan dunia pariwisata di Indonesia. Melalui kerjasama antaraDepartemen Kebudayaan dan Pariwisata dan Departemen Komunikasi dan Informasi,promosi potensi wisata Indonesia dapat disebarkan kepada masyarakat luas baik secaranasional maupun internasional, oleh karena itu kemajuan teknologi informasi dankomunikasi sangat memungkinkan untuk digunakan sebagai sarana promosi pariwisataIndonesia ke seluruh dunia.

Pada saat ini media yang digunakan untuk mempromosikan pariwisata jauh lebihbanyak dari periode sebelumnya. Kemajuan teknologi informasi merupakan salah satu faktorpendorongnya. Teknologi ini sudah banyak diadopsi oleh kalangan pemerintahan,pendidikan, bisnis dan lainnya sebagai sarana promosi, diseminasi informasi dan transaksi,oleh karena itu kemudian muncul istilah e-commerce, e-government, e-learning, e-business,e-commerce, e-ticket, google, google scholar, google docs, webcams, google map dansebagainya.

PERMASALAHAN

Masalah yang paling mendasar dalam praktek komunikasi bisnis baik dengan peranteknologi informasi dan komunikasi dan tanpa peran teknologi informasi tersebut, masalahyang mendasar adalah kemampuan komunikasi dari individu itu sendiri. Apabila seseorangmemiliki kemampuan komunikasi yang kurang baik, maka secara otomatis praktekkomunikasi bisnisnya juga mengalami kendala, walau telah didukung oleh peranan teknologiinformasi dan komunikasi. Cara orang tersebut menyampaikan pesan kepada pihak lainitulah yang menjadi hal yang paling penting untuk diperhatikan, termasuk menyampaikanpariwisata ke dunia luar. Karena itu pembelajaran e-commerce, e-government, e-learning, e-business, e-commerce, e-ticket, google, google docs, google scholar, webcams, google mapperlu dikedepankan untuk para penyelenggara dunia pariwisata dan wisatawan itu sendiri.

Page 158: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

144

PEMBAHASAN

Mengenal & Menggunakan Google DocsGoogle Docs adalah aplikasi office dari Google yang berbasis internet atau dalam

dunia Cloud Computing masuk dalam kategori SaaS (Software as a Service). Dengan GoogleDocs pengguna dapat membuat dokument seperti menggunakan aplikasi Microsoft Office,yaitu dapat membuat document seperti menggunakan MS Word, membuat spreadsheetseperti menggunakan MS Excel, membuat presentation seperti menggunakan MSPowerPoint, dan sebagainya. Jika anda ingin mencobanya, silahkan mencoba demo GoogleDocs di halaman ini http://docs.google.com/demo .

Dengan Google Docs, memungkinkan untuk berbagi pakai file tersebut sehingga filedapat diedit oleh beberapa orang dengan fasilitas sharing, mungkin kemampuan untuksharing bukanlah hal yang baru karena dalam pengelolaan konvensional secara offline punfile bisa di-share agar dapat diakses oleh beberapa orang yang diberikan izin untukmengakses file tersebut, tapi bukan hanya itu yang dapat di lakukan dengan Google Docs,bahkan dapat melakukan real-time collaboration yaitu kolaborasi meng-edit file bersamabeberapa orang pada waktu yang sama.

Berikut ini langkah-langkah menggunakan Google Docs1. Buka halaman http://docs.google.com atau http://drive.google.com lalu masukkan

akun google username & password (Note: pada masa yang akan datang GoogleDrive akan menjadi homepage untuk layanan Google Docs karena Google Docstelah include bagi pengguna Google Drive)

Page 159: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

145

2. Setelah sign in, maka akan masuk ke halaman Google Drive yang merupakanhomepage untuk layanan Google Docs. Untuk membuat file baru, klik tombol Createpada menu sebelah kanan seperti ditunjuk oleh tanda panah pada gambar di bawahini, kemudian akan muncul dropdown menu untuk memilih jenis file yang ingin dibuat.

3. Maka akan muncul tampilan file yang akan dibuat. Di bawah ini contoh tampilanjika memilih Document dan Spreadsheet.

Page 160: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

146

4. Secara default file baru akan bernama Untitled … , untuk merubah nama file klik File–> Rename, masukkan nama file.

Page 161: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

147

5. Untuk berbagi pakai (share) dengan orang lain, klik tombol Share berwarna biru dipojok kanan atas, lalu pada kotak bagian bawah masukkan orang yang diberikan aksesuntuk melihat atau mengedit file tersebut. Ada tiga pilihan hak akses, yaitu Can Viewyang hanya dapat melihat isi file, Can Comment yang dapat melihat isi file sekaligusbisa memberikan comentar, dan Can Edit yaitu bisa meng-edit/merubah isi file. Orangyang diberikan hak akses Can Edit bisa meng-edit pada saat yang bersamaan denganorang lain yang juga diberikan hak akses Can Edit.

6. Klik tombol Share & save berwarna hijau. Selesai sudah proses sharing file GoogleDocs.

Page 162: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

148

2. Google ScolarBagaimana cara kita untuk mendapatkan sumber informasi yang ilmiah di mesin

pencari Google. Dengan mengikuti cara ini, kita akan dapat menghemat waktu dan tenagakita untuk tidak membuka link-link yang memberikan informasi yang tidak ilmiah, danselain itu, kita juga akan mendapatkan file-file PDF dan DOC dengan mudah. Berikutcaranya:

1. Tentukan terlebih dahulu Kata Kunci pencarian kita. Kita harus bijak membuat katakunci yang dapat menyaring informasi yang benar-benar ingin kita gunakan. Usahakanmembuat kata kunci yang melingkupi ke topik khusus dan meluas ke topik umum.Selain itu, usahakan untuk menggunakan kata kunci dengan bahasa Inggris sehinggakita mendapatkan sumber yang jauh lebih ilmiah (hampir di seluruh perguruan tinggidan sekolah lebih mempercayai tulisan ilmiah yang berasal dari luar negeri).Contohnya: "saya ingin mencari jurnal penelitian mengenai persepsi perbedaan

Page 163: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

149

mahasiswa mengenai matakuliah akuntansi keuangan berbasis IFRS di beberapaPerguruan Tinggi"

Kata kunci: differences in the perception of financial accountingKata Kunci 2: differences in the perceptiondan seterusnya, hingga kita mendapatkan informasi yang sesuai.

2. Kemudian yang terpenting disini, jangan sekali-sekali ingin mendapatkan tulisanilmiah di google biasa, carilah di Google Scolar. Cari di http://scholar.google.com

ini merupakan salah satu fasilitas yang diberikan oleh Google untuk mempermudahmasyarakat umum mendapatkan tulisan ilmiah. Jika digunakan kata kunci di sini,maka akan disuguhkan berbagai link yang merupakan hasil riset yang berupa jurnal,paper, dan berbagai tulisan ilmiah lainnya, yang sudah berbentuk PDF dan DOC, yangsudah siap kita download.

Seperti yang kita tahu, Google atau pun Google search merupakan alat pencarian yangdigunakan untuk mendapatkan informasi yang kita inginkan. Tetapi kebanyakan orangmelakukan Google dengan memasukkan istilah atau kata yang mereka cari tanpamenggunakan salah satu ciri-ciri yang dibina dalam Google.

Google sebagai web terbesar terkenal untuk mendapatkan hasil yang besar dan yangmemberikan hasil yang lebih tepat untuk istilah pencarian dasar.Power user Google mengetahui trik-trik, dan cara-cara pencarian yang tepat melalui ciri-ciriyang membantu kita menemukan apa yang kita inginkan.

Berikut merupakan 8 cara untuk power search Google (kekuatan pencarian google)yang boleh kita gunakan hari ini untuk meningkatkan dan mempercepatkan pencarian:

1. Jangan: menambah tanda minus (-) untuk menyempitkan pencarian, misalnya jikaanda ingin mencari New York tetapi tidak City, maka akan memasukkan New York-City.

Page 164: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

150

2. Perlu / atau. Google mencari gabungan istilah, tetapi diperbolehkan memberitahuuntuk mencari beberapa kata, misalnya Sukan Olimpik atau Gold. Keyword ringkasadalah | Sukan Olimpik | Gold.

3. Pencarian dokumen khusus gunakan pengubah jenis file "filetype:" jika anda mencaridokumen-dokumen atau gambar, untuk contoh blogging filetype: pdf memberikandokumen-dokumen pdf yang merangkum kata blogging. Jenis file atau filetype adalahseperti pdf- (naskah dalam bentuk pdf), ppt (naskah dalam bentuk power point), docx(naskah dalam bentuk microsoft words).

4. Quotation marks (komma 66,99): Saya menggunakan trik ini secara teratur. Jika kitaakan mencari dialog atau ungkapan yang tepat, bukan masalah utama yangdimasukkan, tetapi kita lakukan pencarian seperti ini "aku cinta padamu". Secaraautomatik Mr. google akan lebih fokus untuk melakukan pencarian kepada ayat akucinta padamu.

5. Wildcard: Pengguna DOS lama akan melakukan pencarian direktori menggunakantanda bintang (*) sebagai wildcard, dan Google menyokong entri wildcard juga.Contoh: blogging *. com.au

6. Definisi: terjebak pada kata yang kita tidak faham? Di Google, cukup mudah untukmembuat pendefinisian. Yang diperlukan adalah memasukkan kata define dalamcarian kita: kata untuk memberikan kita senarai definisi.

7. Istilah serupa/sama maksud: ~ di depan kata yang memberitahu Google untukmencari istilah yang sama maksud dengan kata itu, contohnya web blog ~ 2.0

8. Cache: Google menyimpan database cache yang menyeluruh dari banyak halaman,dan kita boleh mencari database ini dengan memulai pencarian kita dengan cache:Terdapat banyak dari ciri-ciri dan banyak lagi, termasuk kemampuan untukmendefinisikan kandungan tahap untuk kemarahan, boleh mengakses melalui linkcarian lanjutan di sebelah butang carian Google.

Beberapa Cara Untuk Mempercepat Pencarian

Cara 1: Gunakan Tanda Petik (“ “) Saat Mencari MakalahPenggunaan tanda petik ini sangat penting terutama apabila melibatkan penggunaan

perkataan yang berangkai seperti “kecelakaan jalan raya”. Tanpa tanda petik, pencarian akanmencari perkataan kecelakaan, jalan dan raya secara sendiri-sendiri. Coba perhatikanperbedaan apabila kita membuat pencarian dengan menggunakan Tanda Petik (“ “)dan tanpa menggunakan Tanda Petik (“ “):

Page 165: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

151

2. Tanpa Menggunakan Tanda Petik (“ “):Pilihlah maklumat dari laman web yang boleh dipercayai sahaja. Abaikan sumber danmaklumat yang diperolehi dari laman web yang diragui dan blog persendirian yang tidakdiketahui kesahihannya.

Cara 2: Menggunakan Google ScholarApabila menggunakan Google Scholar, anda akan memperolehi banyak naskah daripadasumber yang boleh dipercayai seperti tesis, latihan ilmiah, penelitian, artikel dari jurnaldan sebagainya. Terdapat banyak artikel, hasil penyelidikan, dan tesis yang diperolehidengan cara ini.Caranya: klik pada Google Scholar,.

Cara 3: Membaca Buku Secara Online

Page 166: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

152

Anda juga boleh membaca atau memperolehi sumber rujukan daripada buku secaraonline. Semua maklumat yang diperlukan untuk dicatat pada bahagian rujukan sepertitahun terbit, penerbit, tempat terbit dan sebagainya.Caranya: klik pada “books” atau “buku” yang ada pada menu google anda sebelummelakukan pencarian google seperti biasa.

Cara 4: Google Guide

SAMPLE QUERIES IN RESPONSE GOOGLE GIVES YOU PAGES with ...holiday travel the words holiday and travelAruba OR Bermuda the word Aruba or Bermuda"I have a dream" the exact phrase I have a dream+I spy the words I & spy (force Google not to ignore I)salsa -dance the word salsa but NOT the word dancepart-time the words part-time, part time, or parttimeGoogle ~Guide the words Google & both guide & its synonymsDVD player $100..$150 DVD players between $100 and $150hybrid cars site:npr.org hybrid cars from the website npr.org

kite aerial photos site:edu kite aerial photos from the .edu domain

SAMPLE QUERIES IN RESPONSE GOOGLE GIVES YOU ...define:gato definitions of gato from the web in several languagesbooks "Alice inWonderland"

book-related info; click Book results to search text

movie:Capote,movie:94010

reviews, showtimes, & locations

music:Simon Garfunkel music-related info & where you can buy the musicweather San Jose CA weather condition and forecast15 % of (12+34*5/6) results of calculations3 Euros in US$, 95 lbs inkg

conversion of x units into y units

cbou goog hpq msft financials including stock price, given a ticker symbol

For more tips & tricks, visit www.googleguide.com/example_ref.html

Page 167: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

153

& Google Guide. By Nancy Blachman who's not a Google employee.

3. Kamera web atau kamera ramatraya (bahasa Inggris: webcam, singkatan dariweb dan camera) adalah sebutan bagi kamera waktu-nyata (bermakna keadaan padasaat ini juga) yang gambarnya bisa dilihat melalui Waring Wera Wanua, programpengolahpesan cepat, atau aplikasi pemanggilan video. Istilah kamera ramatrayamerujuk pada teknologi secara umumnya, sehingga kata ramatraya kadang-kadangdiganti dengan kata lain yang memerikan pemandangan yang ditampilkan di kamera,misalnya StreetCam yang memperlihatkan pemandangan jalan. Ada juga Metrocamyang memperlihatkan pemandangan panorama kota dan perdesaan, TraffiCam yangdigunakan untuk memantau keadaan jalan raya, cuaca dengan Weather Cam, bahkankeadaan gunung berapi dengan VolcanoCam. Kamera ramatraya adalah sebuahkamera video bergana (digital) kecil yang dihubungkan ke komputer melalui(biasanya) colokan USB atau pun colokan COM.

4. Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap PariwisataBanyak wisatawan lokal maupun asing datang ke Indonesia untuk menikmatisederatan pemandangan yang dapat dinikmati di daerah pantaiIndonesia yang memangterkenal dengan laut, matahari, dan pasirnya. Selainmenikmati keindahan pasir, diidalam lautnya pun Indonesia menyuguhkan berbagai jenis speies dengan jumlah yangtidak sedikit.Selain itu, para turis juga biasanya tertarik untuk melakukanolahraga surfing dan berjemur dibawah sinar matahri. Tetapi objek wisata yangmenjanjikan tersebut bisa saja rusak apabila tidak dijaga dan dilestarikan. Apalagisekarang ini sedangmarak dengan fenomena global warming atau pemanasan global

Page 168: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

154

yangmenyebabkan perubahan iklim dan memberikan banyak efek burukterhadap pariwisata bahari di Indonesia.Faktor cuaca dan iklim seperti cuaca cerah, banyak cahaya matahari, kecepatan angin,udara sejuk, kering, panas dan sebagainya juga sangat mempengaruhi pelaksanaanpariwisata baik darat maupun laut. Wisatawan akan merasa tidaknyaman jika sebuahdestinasi yang awalnya berhawa dingin dan sejuk ternyataakibat adanya kerusakanlingkungan destinasi tersebut menjadi berhawa panas. Transportasi juga akanterganggu akibat perubahan cuaca yang tidak menentu.

Meteorologi dan klimatologi memerlukan data untuk membantu penelitian sehinggadidapat hasil yang berguna seperti : prakiraan (forecast), informasi cuaca untukkhalayak umum, warning cuaca ekstrim, dan lain sebagainya. Dalam rangkamemperoleh data, perlu dilakukan observasi atau pengamatan unsur-unsurmeteorologi. Metode observasi dalam meteorologi dilakukan dalam duametode yaitumetode langsung (in situ) dan metode tidak langsung (remote sensing). Pada metodelangsung, pengamatan dilakukan di stasiun-stasiun synoptik, penerbangan, maupunmaritim.Sedangkan pada metode tidak langsung (remote sensing) dilakukanmenggunakan radar dan satelit.Satelit meteorologi adalah satelit yang dilengkapisensor remote sensing untuk mengawasi cuacadan iklim bumi.

Contoh Penggunaan Google map iklim, untuk pengukuran(Latitude,longitude,curah hujan) di beberapa kota:Kab. Pacitan -8.10083 111.16059 Hujan RinganKab. Ngawi -7.42860 111.39427 Hujan RinganKab. Bojonegoro -7.22605 111.79120 Hujan RinganKab. Tuban -6.95912 111.89318 Hujan RinganKab. Lamongan -7.12486 112.31111 BerawanKab. Gresik -7.12652 112.51704 Hujan RinganKab. Bangkalan -7.04863 112.90971 Hujan RinganKab. Sampang -7.10166 113.26154 Hujan RinganKab. Pamekasan -7.07227 113.50033 Hujan RinganKab. Sumenep -7.00034 113.85181 BerawanKota Kediri -7.82422 112.01603 Hujan RinganKota Blitar -8.09311 112.16535 Hujan RinganKota Malang -7.97649 112.62725 Hujan RinganKota Probolinggo -7.78128 113.20905 Hujan RinganKota Pasuruan -7.65633 112.90485 Hujan RinganKota Mojokerto -7.46807 112.43770 Berawan

Page 169: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

155

Kota Madiun -7.63149 111.53028 BerawanKota Surabaya -7.27981 112.71109 BerawanKab. Magetan -7.65453 111.34680 Hujan RinganKab. Madiun -7.61259 111.64713 BerawanKab. Ponorogo -7.97311 111.53138 BerawanKab. Trenggalek -8.13936 111.61667 Hujan RinganKab. Tulungagung -8.07560 111.91587 Hujan RinganKab. Blitar -8.13940 112.21508 Hujan RinganKab. Kediri -7.80293 112.10377 Hujan RinganKab. Malang -8.12431 113.13908 Hujan RinganKab. Lumajang -8.12431 113.13908 Hujan RinganKab. Jember -8.26315 113.65363 BerawanKab. Banyuwangi -8.33103 114.21762 BerawanKab. Bondowoso -7.94327 113.93253 Hujan RinganKab. Situbondo -7.79577 114.26118 BerawanKab. Probolinggo -7.00034 113.85181 Hujan RinganKab. Pasuruan -7.74862 112.83025 Hujan RinganKab. Sidoarjo -7.45533 112.66564 BerawanKab. Mojokerto -7.54086 112.49600 BerawanKab. Jombang -7.55994 112.25719 Hujan RinganKab. Nganjuk -7.61615 111.94493 Hujan RinganKota Batu -7.83708 112.53144 Hujan Ringan

Page 170: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

156

KESIMPULAN

Kemajuan teknologi informasi merupakan salah satu faktor pendorong untukpengembangan pariwisata. Teknologi ini sudah banyak diadopsi oleh kalanganpemerintahan, pendidikan, bisnis dan lainnya sebagai sarana promosi, desiminasi informasidan transaksi, oleh karena itu kemudian muncul istilah e-commerce, e-government, e-learning, e-business, e-commerce, e-ticket, google, google docs, google scholar, webcams,google map dan sebagainya merupakan penerapan teknologi informasi yang cocok untukditerapkan di bidang pariwisata.

DAFTAR PUSTAKA

FAQ #1: Apa itu Cloud Computing

http://ceriterahmad.blogspot.com/2011/04/power-search-mr-google-cara-untuk.html

http://www.hasrulhassan.com/2013/01/Kaedah-Ketahui-Blog-Masuk-Enjin-Carian.html

http://zmd94.wordpress.com/2012/09/21/3-cara-mudah-mencari-rujukan-di-internet/

Konfigurasi SNMP di VMware ESXi 5

Microsoft Netizen Night – Dibalik BIG DATA

Tips Mengkonfigurasikan Root Domain ke Alamat Host dari Layanan Cloud Computing

Windows Azure HDInsight

Page 171: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

157

PENGEMBANGAN WISATA SECARA BERKELANJUTANBERBASIS KELEMBAGAAN DI GUGUS PULAU SAPEKEN

Romadhon, A

Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Trunojoyo MaduraE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Gugus Pulau Sapeken memiliki beberapa ekosistem sebagai ciri khas pulau kecil danmodal pariwisata. Perencanaan wisata di gugus Pulau Sapeken membutuhkan pengambilankeputusan terhadap bentuk pengelolaan antara alternatif pilihan yang berbeda, sementarapemecahan masalah harus dilakukan untuk menghasilkan sejumlah alternatif. Berdasarkankenyataan ini, perencanaan wisata di kepulauan Sapeken membutuhkan co - manajemensebagai bentuk keterpaduan stakeholder untuk menciptakan pariwisata yang berkelanjutan.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendesain bentuk keterpaduan, dengan menggunakanmetode Interpretatif Structural Modelling ( ISM ). Hasil penelitian menunjukkanperencanaan kegiatan wisata di gugus Pulau Sapeken membutuhkan co - manajemen sebagaipendekatan yang paling realistis untuk menguraikan semua kebutuhan stakeholder.Perencanaan pariwisata berbasis kelembagaan di gugus Pulau Sapeken dalam mewujudkanpembangunan yang berkelanjutan dilakukan melalui: penyelenggara lokal dan investorwisata bahari sebagai pelaku; program yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatandaerah; tolok ukur untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir dan pulau-pulaukecil. Kendala utama adalah kurangnya bimbingan kepada para nelayan dan kegiatan untukmemfasilitasi akses terhadap modal pengembangan, melaksanakan promosi dankeanekaragaman hayati pesisir pulau-pulau kecil serta membangun fasilitas perawatan danmemfasilitasi penyediaan data dan informasi

Kata kunci: Gugus Pulau Sapeken, wisata berkelanjutan, ISM, co-manajemen,perencanaan wisata berbasis kelembagaan

ABSTRACT

Sapeken archipelago has several ecosystemas small island destination and tourismcapital. Tourism planning at Sapeken archipelago need management decision making implieschoices between different alternatives, while problem solving has to do with the process ofgenerating these alternatives. Based on these fact, planning of tourism at Sapekenarchipelago needs co-management as an integrated stakeholders to creating sustainabletourism.The corresponding purpose of this study is to address this problem, using the methodInterpretatif Structural Modelling (ISM).The result showed planning of tourism activities atSapeken archipelago need co-management as most realistic approach to elaborate allstakeholder needs. Tourism planning based institutional at Sapeken archipelago to creating

Page 172: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

158

sustainable development are: the actors are local organizer and marine tourism investors;programs aim to increase local revenues; benchmarks for increasing living standards ofcoastal communities and mallis lands; the main obstacle is the lack of guidance to thefishermen and; the activities are requiring to facilitate access to development capital, carryout promotional and coastal biodiversity of small islands, establish care facilities andfacilitate the provision of data and information.

Keywords: Sapeken archipelago, sustainable tourism, ISM, co-management, tourismplanning based institutional

PENDAHULUAN

Latar belakangGugus Pulau Sapeken merupakan himpunan pulau – pulau kecil yang secara struktural

saling terkait, memiliki sejumlah ekosistem laut penting seperti terumbu karang, mangrove,lamun, pantai dan sumberdaya perikanan (FDC-INNR, 2008). Keberadaan potensi berupaekosistem laut tersebut menjadikan gugus Pulau Sapeken memiliki kesesuaian dan dayadukung bagi pengembangan sejumlah wisata laut seperti wisata selam, wisata snorkeling,wisata pancing, wisata mangrove dan wisata pantai (Romadhon, et. al, 2013b). Bagi kawasanpulau – pulau kecil upaya pengembangan secara berkelanjutan, Robertico (2004); Bengendan Retraubun (2006) menyatakan strategi yang perlu dilakukan berupa kegiatan wisata yangberkelanjutan (sustainable tourism). Strategi sustainable tourism sangat mungkin dilakukansebagai upaya pemanfaatan sekaligus perlindungan terhadap segenap potensi yang ada digugus Pulau Sapeken.

Kegiatan wisata merupakan suatu proses kompleks yang didalamnya terdapat interaksiantara wisatawan, masyarakat dan sumberdaya (FarrelldanTwining-Ward, 2004). Terkaitdengan perencanaan kegiatan ekowisata (ecotourism), Romadhon et. al (2013a)menjelaskan, interaksi antara masyarakat dan sumberdaya melalui penilaian socio ecologicalsystem (SES) menunjukkan kondisi beberapa natural capital asset yang ada, yang masihmampu menyediakan sejumlah jasa ekosistem sebagai daya tarik ekowisata gugus PulauSapeken. Lebih lanjut untuk mempertahankan kualitas pengalaman rekreasi yang tidakhanya didasarkan pada kualitas ekologi, interaksi wisatawan (kelompok pengguna) danpenduduk harus tetap juga dijaga (Mihalic, 2000).

Langkah yang diperlukan untuk mewujudkan kegiatan wisata berkelanjutan di gugusPulau Sapeken sebagai suatu proses yang kompleks serta keterlibatan multi stakeholder,dilakukan melalui perencanaan strategis yang mampu mengakomodasi segenap hal tersebut.Kenyataan tersebut menjadikan dalam perencanaan wisata di gugus Pulau Sapekenmembutuhkan perencanaan berbasis kelembagaan. Penerapan perencanaan wisata berbasis

Page 173: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

159

kelembagaan lebih lanjut menurut Gunderson danHolling (2002) bertujuan untukmenciptakan ketahanan dan kapasitas adaptif melalui pembelajaran serta memberikanpengalaman baru terhadap pengguna sumberdaya cara terbaik untuk menggunakan danmengelola sumber daya.

Berangkat dari pemahaman tersebut dalam perencanaan wisata yang sesuai dengankarakteristik gugus Pulau Sapeken sebagai pulau kecil dengan segenap keterbatasannya perludilakukan kajian terhadap tujuan, kendala dan elemen lembaga terkait untuk mewujudkanwisata berkelanjutan.

METODE PENELITIANLokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada kawasan gugus Pulau Sapeken. Data yang dikumpulkanmeliputi : 1) data sekunder melalui studi literatur dan hasil laporan terkait; 2) data primerdiperoleh melalui wawancara terhadap masyarakat dengan menggunakan sarana blanko isian(kuesioner).

AnalisisAnalisis yang digunakan dalam perencanaan wisata berbasis kelembagaan di gugus

Pulau Sapeken adalah Permodelan Interpretasi Struktural (Interpretatif Structural Modelling- ISM). Marimin (2005) menjelaskan model ISM dilakukan melalui 3 tahapan yaitu: 1)menentukan elemen penting dalam wisata berkelanjutan; 2) menguraikan elemen-elementerpilih menjadi sub elemen yang lebih rinci; 3) melakukan pengolahan matrik dan

Gambar 1. Gugus Pulau Sapeken sebagai lokasi penelitian

Page 174: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

160

dilanjutkan dengan pengelompokan sub-elemen berdasarkan Driver Power (DP) danDependence (D).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi ElemenPerencanaan wisata berbasis kelembagaan di gugus Pulau Sapeken dapat diuraikan

atas elemen-elemen yang terdiri dari : 1) Elemen pelaku (masyarakat yang terpengaruh); 2)Elemen kebutuhan dari program; 3) Elemen tujuan program; 4) Elemen kendala utama; 5)Elemen perubahan yang dimungkinkan; 6) Elemen tolok ukur untuk menilai setiap tujuan; 7)Elemen aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan; 8) Ukuran aktivitas gunamengevaluasi hasil yang dicapai untuk setiap aktivitas; dan 9) Lembaga yang terlibat dalampelaksanaan program. Dasar pertimbangan dalam pemilihan elemen pada penelitian iniadalah dari program yang ingin dicapai yaitu elemen dominan yang sudah dikonsultasikandengan pakar dalam perencanaan wisata berbasis kelembagaan di gugus Pulau Sapeken.

Perencanaan wisata berbasis kelembagaan di gugus Pulau Sapeken dapat diuraikanatas 5 elemen yang terdiri dari (1) Elemen Pelaku, (2) Elemen Tujuan, (3) Elemen TolokUkur, (4) Elemen Kendala, dan (5) Elemen Aktifitas yang dibutuhkan guna perencanaantindakan.

1. Sistem kelembagaan pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil diTeluk Weda

Strukturisasi sub-elemen perencanaan wisata berbasis kelembagaan di gugus PulauSapeken antara lain:- Elemen pelaku sistem perencanaan wisata berbasis kelembagaan di gugus Pulau

Sapeken

Strukturisasi elemen pelaku, yang terdiri dari 10 sub-elemen, dengan menggunakanteknik ISM dan melalui penilaian V, A, X, dan O akan menghasilkan matriks reachability,struktur model hirarki, dan klasifikasi sub-elemen. Sub-elemen pelaku dilambangkan sebagaiberikut:

1. Kelompok nelayan (L1) 6. Wisatawan dalam negeri (L6)2. Pengusaha industri perikanan (L2) 7. Wisatawan luar negeri (L7)3. Tokoh masyarakat (L3) 8. Lembaga keuangan dan Bank (L8)4. Pemerintah daerah (L4) 9. Investor wisata bahari (L9)5. Pemerintah pusat (L5) 10 Perguruan Tinggi (L10)

Pada diagram dan grafik yang ditampilkan pada Gambar 2 dan 3, menjelaskan bahwaelemen pelaku sistem pengembangan kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil pada

Page 175: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

161

level I adalah pemerintah daerah dan investor pariwisata bahari, level II adalah pengusahaindustri perikanan dan lembaga keuangan dan bank, level III adalah kelompok nelayan, levelIV adalah tokoh masyarakat dan wisatawan luar negeri, dan level V adalah pemerintah pusat,wisatawan dalam negeri dan perguruan tinggi.

L4 L9

L2 L8

L3 L7

L1

L6 L10L5

Gambar 2. Diagram model strukturhirarki elemen pelaku sistemperencanaan wisata berbasiskelembagaan di gugus PulauSapeken

Gambar 3. Grafik hubungan Driver Power(DP) dan Dependence (D)elemen pelaku sistemperencanaan wisata berbasiskelembagaan di gugus PulauSapeken

Kawasan gugus Pulau Sapeken merupakan kawasan yang dalam pengelolaan danpemanfaatan membutuhkan keterpaduan (integration), terkait dengan beragamnya ekosistemdan pemanfaatan yang dilakukan. Kondisi tersebut menjadikan pengelolaan berupapengembangan kawasan di gugus Pulau Sapeken merupakan kegiatan yang mengelaborasisejumlah kepentingan. Dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya alam, pengelolaandapat dipahami sebagai hak untuk mengatur pola penggunaan internal dan mengubah sumberdaya dengan membuat perbaikan (Ostrom dan Schlager, 1996). Kegiatan pengelolaan inidapat ditampilkan oleh satu stakeholder atau bersama-sama oleh kelompok atau sebagai hasilkerjasama antara berbagai kelompok. Manajemen kolaboratif, atau co-manajemen, telahdidefinisikan sebagai pembagian kekuasaan dan tanggung jawab pengguna sumberdayaantara pemerintah dan lokal (Berkes, 2009). Singleton (1998) mendefinisikan co-manajemen

Page 176: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

162

sebagai istilah yang diberikan kepada sistem yang menggabungkan pemerintahan sebagaikontrol dengan lokal, pengambilan keputusan yang terdesentralisasi dan akuntabilitas,idealnya dengan menggabungkan kekuatan dan mengurangi kelemahan masing-masing.

Mengacu pada hal tersebut, dalam perencanaan wisata di gugus Pulau Sapeken,sebagai bentuk-bentuk mendesentralisasikan tanggung jawab dan wewenang dalampengelolaan sumberdaya, diperlukan pelibatan segenap stakeholder terkait dari pemerintahdaerah, investor pariwisata bahari, pengusaha industri perikanan, lembaga keuangan danbank, kelompok nelayan, tokoh masyarakat, wisatawan luar negeri, pemerintah pusat,wisatawan dalam negeri dan perguruan tinggi. Desentralisasi tanggung jawab dapatmenjadikan keberlangsungan segenap ekosistem yang ada di gugus Pulau Sapeken lebihterjamin dengan keterlibatan stakeholder terkait baik sebagai pengguna sekaligus pengawas.Stakeholder dalam kapasitasnya sebagai pengguna (users) akan berusaha dalam pemanfaatansumberdaya tetap memperhatikan kaidah-kaidah dan mentaati segenap aturan yang telahditetapkan secara bersama pada proses perencanaan, sekaligus mengawasi terjadinya bentukpemanfaatan yang merugikan. Lebih lanjut pelaksanaan co-management tidak hanya terkaitdengan pembagian tanggung jawab pengelolaan, tetapi juga mensyaratkan adanya kerjasama,partisipasi, peningkatan pengetahuan lokal, dan penggunaan pengetahuan ekologi tradisionaldan pengetahuan ilmiah (Miller et al, 2010)- Elemen tujuan program perencanaan wisata berbasis kelembagaan di gugus Pulau

SapekenStrukturisasi elemen tujuan yang terdiri dari 12 sub-elemen, dengan menggunakan

teknik ISM dan melalui penilaian V, A, X, dan O akan menghasilkan matriks reachability,struktur model hirarki, dan klasifikasi sub-elemen. Sub-elemen tujuan dilambangkan sebagaiberikut:

1 Mewujudkan pengembanganwisata

(T1) 7 Memperluas lapangan kerja (T7)

2 Meningkatkan produktivitasperikanan tangkap

(T2) 8 Meningkatkan diversifikasi produkperikanan tangkap

(T8)

3 Meningkatkan kualitas hidupmasyarakat pesisir dan pulau-pulaukecil

(T3) 9 Meningkatkan kegiatanperekonomian daerah pesisir danpulau-pulau kecil

(T9)

4 Meningkatkan pelayanan jasalingkungan di pesisir dan pulau-pulau kecil

(T4) 10 Meningkatkan minat investorkepariwisataan

(T10)

5 Meningkatkan pendapatanmasyarakat pesisir dan pulau-pulaukecil

(T5) 11 Melakukan pengembanganteknologi

(T11)

6 Mewujudkan pemanfaatansumberdaya yang berkelanjutan

(T6) 12 Meningkatkan pendapatan daerah (T12)

Page 177: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

163

T12

T7

T9

T6

T5

T10T8

T3T2 T11T4

T1

Gambar 4. Diagram model struktur hirarkielemen tujuan program sistemperencanaan wisata berbasiskelembagaan di gugus PulauSapeken

Gambar 5. Grafik hubungan Driver Power (DP)dan Dependence (D) elemen tujuanprogram sistem perencanaan wisataberbasis kelembagaan di gugus PulauSapeken

Pada diagram dan grafik yang ditampilkan pada Gambar 4 dan 5 menjelaskan bahwaelemen tujuan program sistem perencanaan wisata berbasis kelembagaan di gugus PulauSapeken pada level I adalah meningkatkan pendapatan daerah, level II adalah meningkatkankegiatan perekonomian daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, level III adalah memperluaslapangan kerja, level IV adalah meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, level V adalah mewujudkan pemanfaatan SD yang berkelanjutan, level VIadalah meningkatkan diversifikasi produk perikanan tangkap dan meningkatkan minatinvestor kepariwisataan, level VII adalah meningkatkan produktivitas perikanan tangkap,meningkatkan kualitas hidup masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, meningkatkanpelayanan jasa lingkungan di pesisir dan pulau-pulau kecil dan melakukan pengembanganteknologi, sedangkan level VIII adalah mewujudkan pengembangan wisata.

Berdasarkan hirarki di atas menunjukkan bahwa tujuan program dalam meningkatkanpendapatan masyarakat memegang peranan penting pada perencanaan wisata berbasiskelembagaan di gugus Pulau Sapeken. Pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecilmerupakan sebuah daerah yang dapat dijadikan kawasan konservasi terutama didedikasikanuntuk perlindungan dan pemeliharaan keanekaragaman hayati, sumber daya alam dan

Page 178: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

164

budaya yang diasosiasikan, atau dikelola melalui upaya hukum (Ladkin et al, 2002). Dalamjangka panjang, pelaksanaan co-management pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecildiyakini akan memberikan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik melalui: 1)Peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya sumberdaya pesisir dan laut dalammenunjang kehidupan; 2) Peningkatan kemampuan masyarakat, sehingga mampu berperanserta dalam setiap tahapan pengelolaan secara terpadu; dan 3) Peningkatan pendapatanmasyarakat dengan bentuk-bentuk pemanfaatan yang lestari dan berkelanjutan sertaberwawasan lingkungan. Terkait dengan hal tersebut diperlukan perbaikan yang mendasardalam perencanaan dan pengelolaan pembangunan sumberdaya alam pesisir dan pulau-pulaukecil.- Elemen tolok ukur sistem perencanaan wisata berbasis kelembagaan di gugus Pulau

SapekenStrukturisasi elemen tolok ukur, yang terdiri dari 10 sub-elemen, dengan

menggunakan teknik ISM dan melalui penilaian V, A, X, dan O akan menghasilkan matriksreachability, struktur model hirarki, dan klasifikasi sub-elemen. Sub-elemen tolok ukurdilambangkan sebagai berikut:

1. Meningkatnya industri pariwisata (U1) 6. Meningkatnya pendapatanmasyarakat pesisir dan pulau-pulaukecil

(U6)

2. Meningkatnya jumlah hasiltangkapan

(U2) 7. Meningkatnya jumlah investor daninvestasi di pesisir dan pulau-pulaukecil

(U7)

3. Meningkatnya taraf hidupmasyarakat pesisir dan pulau-pulaukecil

(U3) 8. Meningkatnya diversifikasi produkperikanan

(U8)

4. Meningkatnya produktifitaspemanfaatan sumberdaya alam

(U4) 9. Meningkatnya jumlah permodalankegiatan perikanan tangkap

(U9)

5. Meningkatnya mutu produkperikanan

(U5) 10 Harga produk perikanan yang stabil (U10)

Pada diagram dam grafik yang ditampilkan pada Gambar 6 dan 7, menjelaskan bahwaelemen tolok ukur program sistem pengembangan perencanaan wisata berbasiskelembagaan di gugus Pulau Sapeken pada level I adalah meningkatnya taraf hidupmasyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, level II adalah meningkatnya jumlah hasiltangkapan, level III adalah meningkatnya jumlah investor dan investasi di pesisir dan pulau-pulau kecil, level IV adalah meningkatnya diversifikasi produk perikanan dan harga produkperikanan yang stabil, sedangkan level V adalah meningkatnya industri pariwisata,meningkatnya produktifitas pemanfaatan sumberdaya alam, meningkatnya mutu produkperikanan, dan meningkatnya jumlah permodalan kegiatan perikanan tangkap.

Page 179: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

165

U3

U2

U7

U8 U10

U5 U6 U9U4U1

Gambar 6. Diagram model struktur hirarkielemen tolok ukur program sistemperencanaan wisata berbasiskelembagaan di gugus PulauSapeken

Gambar 7. Grafik hubungan Driver Power (DP)dan Dependence (D) elemen tolokukur program sistem perencanaanwisata berbasis kelembagaan digugus Pulau Sapeken

Gugus Pulau Sapeken merupakan sebuah kawasan yang terdiri dari sejumlahekosistem memiliki potensi perikanan yang besar. Kondisi ini menyebabkan sebagian besarmasyarakat menggantungkan hidup pada sumberdaya perikanan ini. Terkait denganperencanaan wisata berbasis kelembagaan di gugus Pulau Sapeken dengan salah satutujuannya adalah peningkatan pendapatan, tolak ukur yang relevan untuk digunakan berupapeningkatan produksi perikanan. Peningkatan produksi perikanan ini tidak semata-mataberupa peningkatan hasil tangkap tapi diutamakan berupa diversifikasi produk perikanan.

Elemen kendala utama sistem perencanaan wisata berbasis kelembagaan di gugus PulauSapeken

Strukturisasi elemen kendala utama, yang terdiri dari 10 sub-elemen, denganmenggunakan teknik ISM dan melalui penilaian V, A, X, dan O akan menghasilkan matriksreachability, struktur model hirarki, dan klasifikasi sub-elemen. Sub-elemen kendaladilambangkan sebagai berikut:

1. Nelayan kurang berdaya dalampenentuan harga perikanan

(K1) 6. Lemahnya sistem kelembagaan dipesisir dan pulau-pulau kecil

(K6)

2. Nelayan kurang konsisten menjagamutu perikanan tangkap

(K2) 7. Lemahnya koordinasi antar pihakterkait

(K7)

3. Lemahnya nelayan dapatmengakses modal pada lembagakeuangan dan bank

(K3) 8. Tingginya kebutuhan eksporperikanan tangkap

(K8)

Page 180: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

166

4. Lemahnya kemampuan masyarakatdalam mengelola sumberdaya alampesisir dan pulau- pulau kecil

(K4) 9. Peraturan investasi daerah yangkurang mendukung

(K9)

5. Kurangnya pembinaan terhadapnelayan

(K5) 10 Kebijakan pemerintah yang tidakkonsisten

(K10)

K5

K7

K8

K2

K6K3

K10K9K4K1

Gambar 8.Diagram model struktur hirarkielemen kendala utama sistemperencanaan wisata berbasiskelembagaan di gugus PulauSapeken

Gambar 9. Grafik hubungan Driver Power (DP)dan Dependence (D) elemen kendalautama sistem perencanaan wisataberbasis kelembagaan di gugus PulauSapeken

Pada diagram dan grafik yang ditampilkan pada Gambar 8 dan 9, menjelaskan bahwaelemen kendala program sistem pengembangan kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulaukecil pada level I adalah kurangnya pembinaan terhadap nelayan, level II adalah lemahnyakoordinasi antar pihak terkait, level III adalah lemahnya nelayan dapat mengakses modalpada lembaga keuangan dan bank dan lemahnya sistem kelembagaan di pesisir dan pulau-pulau kecil, level IV adalah tingginya kebutuhan ekspor perikanan tangkap, level V adalahnelayan kurang konsisten menjaga mutu perikanan tangkap, dan level VI adalah nelayankurang berdaya dalam penentuan harga perikanan, lemahnya kemampuan masyarakat dalammengelola SDA pesisir dan pulau-pulau kecil, peraturan investasi daerah yang kurangmendukung dan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten.

Perencanaan wisata berbasis kelembagaan di gugus Pulau Sapeken diharapkanmemberikan manfaat terbesar bagi masyarakat khususnya nelayan sesuai dengan kapasitasekonomi yang sesuai dengan daya dukung serta kebijakan sosial ekonomi yang berpihakkepada kelompok yang terpinggirkan. Kebijakan sosial ekonomi perlu direkayasa-ulang,yakni diarahkan untuk kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan sekaligus untuk

Page 181: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

167

menjaga kelestarian sumberdaya sehingga kegiatan sosial ekonomi dapat dipercepat dandilakukan secara berkelanjutan.

Kebijakan pembangunan perlu memberikan keberpihakan kepada masyarakat pesisirdan pulau-pulau kecil agar kelompok masyarakat yang selama ini kurang diperhatikan dapatsegera mengejar ketertinggalan dari kelompok masyarakat lainnnya sehingga tujuanpembangunan untuk mencapai kesejahteraan yang adil dapat diwujudkan (Dahuriet al,2000).- Elemen aktifitas yang dibutuhkan dalam perencanaan wisata berbasis kelembagaan di

gugus Pulau SapekenStrukturisasi elemen aktivitas yang dibutuhkan, yang terdiri dari 10 sub-elemen,

dengan menggunakan teknik ISM dan melalui penilaian V, A, X, dan O akan menghasilkanmatriks reachability, struktur model hirarki, dan klasifikasi sub-elemen. Sub-elemenaktivitas yang dibutuhkan dilambangkan sebagai berikut:

1. Membuat kebijakan yang konsisten (A1) 6. Memberikan pengawasanpemanfaatan sumberdaya alam

(A6)

2. Memfasilitasi pelaksanaanpendidikan

(A2) 7. Melaksanakan promosikeanekaragaman hayati pesisir danpulau-pulau kecil

(A7)

3. Memfasilitasi akses modalpengembangan

(A3) 8. Mendirikan sarana pelayanan (A8)

4. Memfasilitasi penelitian danpengembangan bekerjasamadengan perguruan tinggi

(A4) 9. Melakukan koordinasi antarinstansi terkait

(A9)

5. Memfasilitasi tersedianyainfrastruktur yang memadahi

(A5) 10 Memfasilitasi penyediaan data daninformasi

(A10)

Pada diagram dan grafik yang ditampilkan pada Gambar 10 dan 11, menjelaskanbahwa elemen aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan wisata berbasis kelembagaan digugus Pulau Sapeken pada level I adalah memfasilitasi akses modal pengembangan,melaksanakan promosi keanekaragaman hayati pesisir dan pulau-pulau kecil, mendirikansarana pelayanan dan memfasilitasi penyediaan data dan informasi, level II adalahmemfasilitasi pelaksanaan pendidikan, memfasilitasi penelitian dan pengembanganbekerjasama dengan perguruan tinggi, memfasilitasi tersedianya infrastruktur yang memadai,memberikan pengawasan pemanfaatan sumberdaya alam dan melakukan koordinasi antarinstansi terkait, sedangkan level III adalah membuat kebijakan yang konsisten.

Page 182: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

168

A3 A7 A8 A10

A2 A4 A5 A6 A9

A1

Gambar 10. Diagram model struktur hirarkielemen aktivitas yang dibutuhkanguna perencanaan tindakan programsistem perencanaan wisata berbasiskelembagaan di gugus PulauSapeken

Gambar 11. Grafik hubungan Driver Power(DP) dan Dependence (D) elemenaktivitas yang dibutuhkan gunaperencanaan tindakan programsistem perencanaan wisata berbasiskelembagaan di gugus PulauSapeken

Selama ini pengelolaan sumberdaya sering merupakan the missing ingredient dalammewujudkan partisipasi masyarakat yang aktif dan kreatif. Secara sederhana pemberdayaanmengacu kepada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses dankontrol atas sumber-sumber hidup yang penting. Upaya masyarakat untuk melibatkan diridalam proses pembangunan melalui power yang dimilikinya merupakan bagian daripembangunan manusia (personal/human development). Pembangunan manusia merupakanproses pembentukan pengakuan diri (self-respect), percaya diri (self-confident) dankemandirian (self-reliance) dapat bekerja sama dan toleran terhadap sesamanya denganmenyadari potensi yang dimilikinya. Hal ini dapat terwujud dengan menimba ilmu danketerampilan baru, serta aktif berpartisipasi didalam pembangunan ekonomi, sosial danpolitik dam komunitas mereka (Richins dan Pearce, 2000; Hall, 1999).

Terkait dengan hal tersebut, tersedianya infrastruktur yang memadai, akan mengurangimissing ingredient dalam perencanaan wisata berbasis kelembagaan di gugus PulauSapeken, melalui penyediaan infrastruktur yang memadai, setiap stakeholder yang terlibatmemiliki kesempatan untuk menyampaikan aspirasi, merumuskan solusi permasalahan yangada sekaligus menggagas kegiatan yang diperlukan dalam perencanaan wisata di gugusPulau Sapeken.

Page 183: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

169

KESIMPULAN

Berdasarkan perencanaan wisata berbasis kelembagaan di gugus Pulau Sapekenmenunjukkan, bahwa:1. Perencanaan wisata berbasis kelembagaan di gugus Pulau Sapeken melalui pendekatan

co-management merupakan pendekatan yang paling realistis untuk dilakukan dalammengkolaborasi segenap kepentingan stakeholder dengan mengedepankan paradigmapembangunan yang tidak hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi melainkanpembangunan berkelanjutan (sustainable development.).

2. Perencanaan wisata berbasis kelembagaan di gugus Pulau Sapeken yang perludipertimbangkan dalam mewujudkan sustainable development adalah 1) pelakupenyelenggara adalah pemerintah daerah dan investor pariwisata bahari, 2) tujuanprogram untuk meningkatkan pendapatan daerah, 3) tolok ukur untuk meningkatnyataraf hidup masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, 4) kendala utama yaitu kurangnyapembinaan terhadap nelayan, dan 5) aktivitas yang dibutuhkan adalah memfasilitasiakses modal pengembangan, melaksanakan promosi keanekaragaman hayati pesisir danpulau-pulau kecil, mendirikan sarana pelayanan dan memfasilitasi penyediaan data daninformasi memegang peranan penting pada perencanaan wisata berbasis kelembagaan digugus Pulau Sapeken.

DAFTAR PUSTAKA

____.2008. Laporan Ilmiah Ekspedisi Zooxanthellae VIII. Kondisi dan Potensi EkosistemTerumbu Karang Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur.FDC – IPB dan INNR.

Bengen, DG. Retraubun, AWS. 2006. Menguak Realitas dan Urgensi Pengelolaan BerbasisEko-Sosio Sistem Pulau-Pulau Kecil. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisirdan Laut (P4L). ISBN 979-98867-2-4

Berkes, F. 2009. Evolution of Co-management: Role of Knowledge Generation, BridgingOrganization and Social Learning. Journal of Environmental Management, 1692-1702.

Dahuri, R. Rais, J. Ginting, SP.2000. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut SecaraTerpadu. Paramitra. Jakarta

Farrell, BH. Twining-Ward, L. 2004. Reconceptualizing Tourism. Annals of TourismResearch. 31 (2). 274–295

Gunderson, LH. Holling, CS. (Eds.). 2002. Panarchy: Understanding Transformations inHuman and Natural Systems. Islands Press, Washington, DC

Page 184: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

170

Hall, C M. 1999. Rethinking Collaboration and Partnership: A Public Policy Perspective.Journal of Sustainable Tourism, 7(4), 274-289

Ladkin, A. Bertramini, AM. 2002. Collaborative Tourism Planning: A Case Study of Cusco,Peru. Current Issues in Tourism, 5(2), 71-93

Marimin. 2005. Teknik dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial, IPB Press,Bogor

Mihalic, T. 2000. Environmental Management of A Tourist Destination: A Factor ofTourism Competitiveness. Tourism Management. 21 (5). 65–78

Miller, G. Rathouse, K, Scarles, C. Holmes, K. Tribe, J. 2010. Public Uunderstanding ofSustainable Tourism. Annals of Tourism Research, 37(3),627-645.

Ostrom, E.Schlager, F.1996. Governing the Commons. Cambridge University Press,Cambridge

Richins, H. Pearce, P. 2000. Influences on Tourism Development Decision Making: CoastalLocal Government Areas in Eastern Australia. Journal of Sustainable Tourism, 8(3),207-225

Robertico, RC. 2004. A Paradigm Shift to A New Strategy for Small Island Economies:Embracing Demand Side Economics for Value Enhancement and Long TermEconomic Stability. Tourism Management. 20 (4). 12-30

Romadhon, A. Yulianda, F. Bengen, DG. Adrianto, L. 2013a. Socio Ecological System(SES) Assessment for Tourism at Sapeken Archipelago, Sumenep, Indonesia.International Journal of Ecosystem. 3(5): 106-114

Romadhon, A. Yulianda, F. Bengen, DG. Adrianto, L. 2013b. Perencanaan PembangunanGugus Pulau Sapeken Secara Berkelanjutan: Penilaian Daya Dukung Kawasan BagiPengembangan Wisata. Jurnal Tataloka. 15 (3): 217-227

Singleton, S. 1998. Constructing Cooperation: The Evolution of Institutions of Co-management. University of Michigan Press, Ann Arbor

Page 185: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

171

STRATEGI PENGEMBANGAN DESA WISATADALAM KERANGKA KONSEP AGROPOLITAN

MENUJU SUSTAINABLE DEVELOPMENT & ENVIRONMENT

Rikawanto Eko M.

Fakultas Pertanian Universitas Tribhuwana MalangE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penerapan pola sentralistik yang diterapkan oleh pemerintahan masa lalu terbukti telahmemarginalkan desa. Hal ini mengakibatkan kemiskinan dihampir seluruh di pedesaan.Pembangunan seyogyanya difokuskan di desa terutama dalam upaya mengatasi kemiskinanmelalui pembangunan berkelanjutan dan pelestarian lingkungan hidup. Upaya pemerintahdalam pemberdayaan pembangunan desa adalah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-UndangNomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. UU tersebut memberi amanah bahwapembangunan harus memenuhi prinsip desentralisasi dan demokratisasi. Indonesia memiliki51 ribu desa yang memiliki potensi sumberdaya alam yang luar biasa. Apabila mampudikembangkan menjadi desa wisata tentu akan menjadi kekuatan dibidang ekonomi, sosialdan budaya serta upaya pelestarian lingkungan hidup. Untuk mewujudkan pengembangandesa wisata diperlukan dua hal penting yaitu (i) pengembangan desa wisata atau ekowisatadengan memanfaatkan sumberdaya yang potensial (sumber daya manusia, sumber dana danteknologi) dan (ii) penyusunan tata ruang desa beserta dengan potensi sumber daya alamyang dimiliki. Keberhasilan dalam pengembangan desa wisata diyakini dapat memandirikanmasyarakat desa dalam pengentasan kemiskinan.

Kata kunci: desa wisata, agropolitan, sustainable developmen, sustainable environment

ABSTRACT

A centralized governments imposed by a new order regimes in the past have proven tomarginalize the village area. This resulted poverty in almost all rural area. Developmentshould focus on the rural area in efforts to overcome poverty through sustainabledevelopment and environmental preservation. Government's efforts to empower the ruraldevelopment is through the enactment of Law No. 22 Year 1999 about RegionalGovernment (revised to Law Number 32 Year 2004). The Act gives the trust that thedevelopment must comply with the principle of decentralization and democratization.Indonesia has 51 thousand villages that have the potential of incredible natural resource. Thedevelopment of rural tourism will be a force in the field of economic, social and cultural aswell as environmental protection. The development of rural tourism requires two importantthings : (based on natural resources characteristics. Success in the development of ruraltourism is believed to empower local people in poverty alleviation.

Page 186: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

172

Keywords: desa wisata, agropolitan, sustainable development, sustainable environment

PENDAHULUAN

Desa sebagai Pilar Utama PembangunanTanah Air Indonesia yang terdiri dari beribu–ribu pulau dan suku bangsa telah

menempatkan desa sebagai unsur pemerintahan terdepan. Pemerintah telah sedemikian rupamemiliki semangat untuk memberikan prioritas desa sebagai pilar utama pembangunanbangsa. Memang secara logika bila sekitar 78 ribuan desa di Indonesia bisa mandiri, majudan sejahtera sudah barang tentu Negara Kesatuan Indonesia menjadi negara dengan bangsayang besar dan diperhitungkan dalam percaturan bangsa – bangsa di dunia.

Gambar 1. Perkembangan Jumlah Desa di Indonesia(Sumber: Statistik Potensi Desa, 2011)

Pada kenyataannya, pemerintah menerapkan kebijakan pola sentralistik yang padaakhirnya menjadikan desa sebagai “sapi perah” yang tidak berdaya karena segalanyaditentukan dari atas bahkan cenderung segala potensi yang dimilikinya lebih banyakdieksploitasi oleh pemerintah diatasnya (kecamatan, kabupaten, pusat). Akibatnya, desacenderung tetap miskin dan kurang berkembang.

Pembangunan desa mempunyai tujuan untuk memacu pertumbuhan sektor pertanianyang terintegrasi secara nasional yang diharapkan mampu membawa seluruh penduduk suatunegara ke dalam pola kehidupan yang diharapkan serta menciptakan keadilan ekonomimelalui proses distribusi produksi kepada seluruh penduduknya, sedangkan menurut Jafta(1995), pembangunan desa diarahkan kepada bagaimana mengubah sumber daya alam dansumber daya manusia suatu wilayah menjadi produksi barang dalam menciptakanpertumbuhan ekonomi, modernisasi dan perbaikan dalam tingkat produksi barang ( materi)dan konsumsi sesuai dengan sumber daya alam (Todaro, 2004). Dengan demikian maka

68.769 68.81669.957

75.41078.609

2000 2003 2005 2008 2011

Page 187: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

173

pembangunan desa harus lebih fokus diarahkan untuk menghilangkan paling tidakmengurangi berbagai beban dan hambatan dalam kehidupan sosial ekonomi dan budayamasyarakat desa, dimana akibat berbagai hambatan tersebut, menyebabkan sebagian besarpenduduk wilayah pedesaan menjadi miskin.

Faktor Penghambat Perkembangan dan Kemajuan DesaBerbagai faktor penghambat perkembangan dan kemajuan desa dapat diidentifikasi

sebagai berikut:1. Pembangunan pedesaan belum didukung sepenuhnya oleh regulasi yang

memberikan peluang ketersediaan dana dan sarana penunjang utama pembangunan,terbukti bahwa pendanaan yang diberikan masih sebatas pada kegiatan proyek-proyek parsial, bersifat sesaat dan hanya dapat diakses oleh golongan elit desa saja.

2. Belum memiliki sumberdaya manusia di pedesaan yang memiliki motivasi tinggiserta kemampuan menetapkan prioritas-prioritas utama yang tepat dalampembangunan pedesaan.

3. Sampai saat ini pembangunan desa yang dilaksanakan lebih bersifat sektoral yanghanya memberikan solusi secara parsial dengan durasi waktu temporer, sehinggatidak ada jaminan terhadap keberlangsungan program tersebut.

4. Walaupun perencanaan pembangunan telah disusun secara partisipatif masyarakat,dan telah melalui suatu proses yang panjang dari proses Musbangdes sampaiMusrenbang di tingkat pusat, tidak menunjukkan kerucut tujuan yang jelas sertatidak menunjukkan keterpaduan program (commited programme). Bahkan padakebanyakan kasus perencanaan di beberapa tempat, usulan dari desa sejak di awaldiskusi di tingkat Musrenbangcam sudah mengalami degradasi.

5. Sudut pandang terhadap upaya pembangunan desa sampai saat ini tidak banyakberubah, yang masih menempatkan desa sebagai obyek sehingga prioritaspembangunan yang direncanakan bersifat eksploratif. Berbagai tanggapan bahwadengan sedikit saja memberikan program walaupun program tersebut bersifat charitysudah dianggap telah memberikan sebuah manfaat yang sangat besar bagi desa.

6. Dengan masih belum berubahnya sudat pandang para elit terhadap pentingnyapembangunan desa, menunjukkan belum adanya pemahaman bahwa desa sebagaisumber utama dan perlu menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional

7. Ketidaksinkronan dalam tata kelola manajemen pemerintahan sehinggamenyebabkan terdapatnya berbagai kesulitan dalam menyusun danmengimplementasikan kebijakan pemerintah terhadap upaya pembangunan desa.

Page 188: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

174

Potensi Desa dalam Pembangunan NasionalSetiap kita membaca dan mendengar kata-kata desa, tentu akan terbersit sebuah

lingkungan yang menyenangkan, tenang, tenteram, kehidupan masyarakat yang bersahajadengan lingkungan yang asri, sejuk, segar karena disepanjang penglihatan terlihat hamparanhijau nan indah, para petani memikul hasil panen yang melimpah, ibu tani menenteng sayurmayur yang segar dari ladang. Sudah barang tentu apapun yang terjadi saat ini denganpedesaan kita yang telah mengalami degradasi yang hebat, harapan terhadap kondisipedesaan di benak setiap orang tidak berubah.

Bagan 1. Potensi DesaDesa masih dianggap memiliki sumber daya alam yang indah, sebagai pusat komoditi

yang menjadi penyangga pangan masyarakat, sebagai sumber penghasil tanaman hortikultura(sayur, buah dan berbagai macam bunga) serta sebagai penghasil bahan baku industri selainsumber daya pendukung lainnya, misalnya sumber daya inspiratif yang bertalian dengankesehatan rohani dan jasmani. Sumber daya yang terdapat di desa yang sedemikianmelimpah dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan produksi barang dan jasa, di bidangindustri akan diperoleh produk-produk segar dan olahan, di bidang jasa berupa desa wisata(village touris atau ecotourism). Komoditi yang dihasilkan oleh masyarakat desa biladikemas sedemikian rupa akan mampu menjadi produk unggulan untuk menarik konsumen

PRODUK

BARANG

JASA

PROSESYANG

TERINTEGRASI

DANSINKRONISASI

Sumber DayaAlam

Komoditipangan

Produkolahan

ProdukKerajinan

DESA

Budaya danKesenian

Page 189: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

175

baik dari dalam maupun luar negeri untuk datang membeli. Demikian juga sebaliknyakemasan wisata yang ditawarkan oleh desa bisa dimanfaatkan sebagai pasar untuk menjualhasil produk segar maupun olahan sebagai pelengkap kebutuhan (buah tangan) wisatawanyang datang. Dengan demikian ada keterkaitan pasar baik dari sisi produk barang dengan sisiproduk jasa wisata bersinergi dalam memperoleh pendapatan dan memperluas lapangankerja.

PENGEMBANGAN DESA WISATA (VILLAGE TOURISM)

Potensi Desa Wisata di Indonesia.Menurut Statistik Potensi Desa tahun 2011, bahwa kurang lebih 21 ribu desa kita yang

terletak di sekitar bukit memiliki potensi sumber daya alam yang potensial untukdikembangkan sebagai desa wisata atau village tourism (Gambar 2), desa berkaitan denganhutan sebesar 19 ribu desa (Gambar 3), desa pesisir sebanyak 11 ribu lebih, sehingga totaldesa yang memiliki potensi sebagai desa wisata sebanyak 51 ribu desa lebih.

Gambar 2. Lokasi Desa terhadap Bukit(Sumber: Statistik Potensi Desa, 2011)

1%

21%

5%

73%

Puncak Lereng Lembah Hamparan

Page 190: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

176

Gambar 3. Lokasi Desa terhadap Hutan(Sumber: Statistik Potensi Desa, 2011)

Untuk dapat mewujudkan desa sebagaimana yang diidamkan yaitu desa yang mampusebagai penghasil produk barang dan jasa sudah barang tentu memerlukan kerja besarterintegrasi dan sinkronisasi yang harmonis disegala bidang.

Strategi Pembangunan Desa Berpotensi WisataBerdasarkan uraian di atas walaupun belum dilakukan penelitian yang resmi, dan

hanya berbekal pengalaman (experient base) serta pendekatan beberapa tulisan para ahlidapat dirumuskan suatu strategi upaya pembangunan desa wisata atau ekowisata dengan:

1. Menentukan bentuk aktivitas dan komoditi yang akan dijadikan sebagai basispengembangan desa wisata atau ekowisata dengan memanfaatkan sumberdaya yangpotensial (sumberdaya manusia, sumber dana dan teknologi)

2. Penyusunan tata ruang desa beserta potensi sumber daya alam yang dimiliki.

Untuk mewujudkan kedua hal di atas diperlukan sinkronisasi aktivitas meliputi beberapaaspek yang menyangkut sarana prasarana sosial dan ekonomi antara lain:

1. Pengadaan fasilitas jalan dan transportasi ramah lingkungan yang layak baik sebagaisarana penghubung maupun untuk membuka akses penetrasi lokasi-lokasi potensiilyang terpencil.

2. Fasilitasi penataan (lay-out) jalan desa, kualitas rumah penduduk, fasilitas sosial/budaya dan fasilitas ekonomi yang diperlukan serta pengayaan ragam tanaman untukpenghijauan dan keindahan.

3. Pengembangan kerajinan dan budaya setempat yang dapat ditawarkan sebagai obyekwisata.

4%

20%

76%

Di dalam Di tepi/sekitar Di luar

Page 191: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

177

Gambar 4. Desa menurut Lapangan Usaha Utama Penduduknya(Sumber: Statistik Potensi Desa, 2011)

4. Fasilitas sosial meliputi pengadaan sekolah, rumah sehat, tempat ibadah, gedungserba guna, tempat bermain, tempat olah raga, pos keamanan, serta fasilitasiterhadap kelompok-kelompok sosial masyarakat

5. Fasilitas ekonomi mendukung tersedianya pasar/etalase produk, pengadaan peralatanproduksi, gudang, lahan penjemuran, pengadaan alat-alat pengolahan, lembagapendanaan, lembaga pelatihan.

6. Dukungan perangkat regulasi yang berpihak dan berbasis kepada pembangunandesa.

Product LinkagePedesaan sebagai sumber produk pertanian, perikanan dan peternakan menghasilkan

produk segar dan produk olahan yang semakin diminati pasar baik di dalam maupun luarnegeri. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk memasarkan produk-produk tersebut,yaitu dijual langsung kepada konsumen dan dipasarkan sekaligus beserta lingkungannyayang dikemas melalui desa wisata, sebagaimana trend saat ini yang menunjukkan semakinmeningkatnya kunjungan ke beberapa desa sentra produksi pertanian. Menyadari semakinterbukanya peluang permintaan, beberapa desa telah berbenah diri dengan melengkapiberbagai sarana untuk rekreasi. Mereka menggunakan inovasi teknologi dalam bidangindustri komoditi pertanian/perikanan/perkebunan serta inovasi pemasaran denganmemanfaatkan e-Commerse.

88%

4%4% 4%

Pertanian Perdagangan Jasa Lainnya

Page 192: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

178

MASYARAKATPERKOTAAN

MAKANAN DANMINUMAN

PENGALAMAN

INSPIRASI DANPEMBELAJARAN

JASA

PENDAPATAN DAN TEKNOLOGI

Bagan 2. Produk Barang dan Jasa Pedesaan

Dengan dukungan regulasi, sarana produksi dan teknologi, desa menyediakan produkpertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan berupa produk olahan dan produk segar,aktivitas keseharian petani/peternak, aktivitas budaya dan kesenian serta panorama pedesaanyang memberikan berbagai jenis makanan/minuman, memberikan pengalaman sertamemberikan inspirasi dan pembelajaran. Masyarakat petani sebagai produsen memperoleh

Produk :Pertanian

PerkebunanPeternakanPerikananPanorama

Alam

PRODUKSEGAR

PRODUKOLAHAN

AKTIVITAS PETANISEBAGAI ASPEKPEMBELAJARAN

AKTIVITASBUDAYA

PANORAMAPEDESAAN

Dukunganregulasi

Dukungansaranaindustri

AdopsiInovasi

Page 193: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

179

umpan balik berupa tambahan pendapatan, kesempatan kerja dan teknologi, sebagaimanadijelaskan pada Bagan 2.

KESIMPULAN

1. Indonesia memiliki 51 ribu desa yang memiliki potensi sumberdaya alam yang luarbiasa, yang apabila dikembangkan menjadi desa wisata tentu akan menjadi kekuatandi bidang ekonomi, sosial dan budaya.

2. Dalam upaya pembangunan desa wisata yang berpotensi ekonomi, sosial dan budayadiperlukan dua hal yaitu bentuk aktivitas dan komoditi yang akan dijadikan sebagaibasis pengembangan desa wisata atau ekowisata dengan memanfaatkan sumberdayayang potensial (sumber daya manusia, sumber dan teknologi) serta penyusunan tataruang desa beserta potensi sumber daya alam yang dimiliki.

3. Keberhasilan dalam pengembangan desa wisata diyakini dapat memandirikanmasyarakat desa dalam pengentasan kemiskinan serta terciptanya kelestarianlingkungan hidup.

SARAN

Sebagaimana Statistik Potensi Desa tahun 2011 yang menunjukkan jumlah desa diIndonesia menacapai lebih dari 78 ribu, dan 35 ribu desa lebih masuk ke dalam kategori desatertinggal, maka pembangunan perlu diprioritaskan pada desa-desa terutama desa-desatertinggal yang memiliki potensi wilayah agar dapat didorong lebih berkembang di segalasendi kehidupan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Daldjoeni, N., 1997, Seluk Beluk Masyarakat Kota, Alumni Bandung.

Leibo, Jefta, 1995, Sosiologi Pedesaan, Andi Offset Yogyakarta.

Sanderson, Stephen K., 1993, Sosiologi Makro, Rajawali Press Jakarta

Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith., 2004, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.Edisi ke 8.

Page 194: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

180

KARAKTERISTIK PENGUNJUNG WANAWISATA HUTAN KERA NEPASAMPANG PASCA TERBUKANYA AKSES JEMBATAN SURAMADU

Ihsannudin

Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo MaduraE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Hutan selain memiliki fungsi produksi dan konservasi juga memiliki fungsi rekreasiatau yang dinamakan wanawisata. Madura memiliki hutan seluas 47.121,20 hektar danmemiliki potensi untuk pengembangan wanawisata salah satunya adalah Hutan Kera Nepa.Setelah terbukanya akses Madura melalui adanya Jembatan Suramadu memberikan pintuyang lebih lebar untuk pengembangan dunia pariwisata. Penelitian ini bertujuan untuk (1)untuk mengetahui Wanawisata Hutan Kera Nepa, (2) untuk mengetahui karakteristikpengunjung wanawisata Hutan Kera Nepa, dan (3) untuk mengetahui tipologi pengunjungwanawisata Hutan Kera Nepa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Wanawisata Hutan KeraNepa telah memiliki unsur dasar Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) yang atraktif(natural, cultural dan sintetik). Karakteristik pengunjungnya dapat digolongkan pada usiamuda yang menyukai tantangan dan rasa ingin tahu yang besar. Tipologi pengunjungnyamasuk dalam kategori Allocentris.

Kata Kunci: Wanawisata Kera Nepa, Madura

ABSTRACT

The forest has three functions such as production, conservation and recreation orcalled as forest tourism. The wide of forests in Madura Island are 47.121,20 hectares andhave high potential to be improved as forest tourism, and forest tourism of Monkey Forestof Nepa is the one of them. The existence of Suramadu bridge causes Madura Island hasmore accessibility. This research aims to (1) describe forest tourism of Monkey Forest ofNepa, (2) investigate characteristic of visitors and 3) investigate typology of visitors. Theforest tourism of Monkey Forest of Nepa has primary criteria of object and attraction tourismor ODTW (natural, cultural and synthetic). Characteristic of the forest tourism of MonkeyForest of Nepa visitors is young visitors. Typology of visitors of the forest tourism ofMonkey Forest of Nepa is Allocentric.

Keywords: Monkey Forest of Nepa, Madura

Page 195: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

181

PENDAHULUAN

Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia dikenal sebagai negara yang memilikikekayaan alam yang sangat beragam, sehingga tidak mengherankan jika dengan kekayaanalam ini menjadikan Indonesia memiliki banyak potensi sebagai obyek dan daya tarik wisatatak terkecuali wisata alamnya. Beberapa obyek wisata alam yang sudah banyakdikembangkan adalah wisata alam bahari, wisata alam agro dan wisata alam kehutanan ataubiasa dinamakan wanawisata.

Wanawisata adalah kawasan hutan yang memiliki fungsi sebagai rekreasi. Arif, dkk(2001) menyatakan bahwa keberadaan wanawisata ini dikembangkan pada hutan produksiataupun hutan lindung secara terbatas tanpa merubah fungsi pokoknya. Keberadaanwanawisata ini secara lebih terperinci menurut Departemen Kehutanan (1993) bertujuanuntuk: (1) Sarana rekreasi yang sehat dan murah; (2) Sarana pendidikan dan pengembanganilmu pengetahuan dan teknologi; (3) Menumbuhkan rasa cinta pada lingkungan; (4)Memelihara kelangsungan plasma nutfah dan konservasi; (5) Penggalian potensi ekonomidan (5) Pengembangan ekonomi masyarakat.

Berdasarkan catatan statistik kehutanan tahun 2012, luas hutan Indonesia berikutkeragaman hayatinya mencapai 99,6 juta hektar atau 52,3% luas wilayah Indonesia yangberfungsi selain untuk tujuan produksi dan konservasi ternyata mampu menjadi daya tarikyang luar biasa bagi dunia wisata. Pulau Madura memiliki luas hutan 47.121,20 hektar atau8,92% dari luas wilayahnya (528.197 hektar). Rinciannya meliputi 3.269,30 hektar diKabupaten Bangkalan, Sampang 730,10 hektar, Pamekasan 756,20 hektar dan di KabupatenSumenep seluas 42.365,60 hektar. Jika potensi kehutanan yang ada di Madura ini dikeloladengan baik maka tidak mustahil akan mampu memberikan manfaat ekonomi yang tinggi.

Salah satu wanawisata yang terkenal di Madura adalah Hutan Kera Nepa yang beradadi Desa Batioh Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang. Hutan seluas 1 km2 yang banyakdihuni oleh kera ini mirip dengan hutan monyet yang ada di Sangeh Bali. Selain itu HutanNepa ini juga dikelilingi sungai air tawar yang bermuara langsung ke laut. Di hutan wisataini pengunjung bisa menggunakan perahu nelayan untuk bisa berkeliling di hutan mangrovesebelum memasuki area Hutan Nepa untuk menikmati pesona alam dan keragamanhayatinya. Selain itu pengunjung juga dapat menikmati indahnya pantai utara Madura,karena memang lokasi Hutan Kera Nepa ini berada di bibir pantai.

Adanya sarana Jembatan Suramadu yang telah menghubungkan Pulau Jawa dan PulauMadura mulai 10 Juni 2009, sudah selayaknya mampu memberikan manfaat yang lebihdalam mengembangkan potensi wilayah Madura termasuk dalam potensi pariwisatakhususnya wisata alam dalam hal ini adalah Hutan Kera Nepa. Obyek wisata hutan kera inisangat prospektif dikembangkan mengingat keindahan dan keunikan yang ada di dalamnya,

Page 196: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

182

sehingga wisatawan yang ke Madura tidak hanya sekedar menikmati megahnya JembatanSuramadu dan kembali, namun meneruskan perjalanan ke obyek wisata Hutan Kera Nepa.

Bagi sebuah obyek wisata, pemahaman terhadap karakteristik dan tipologi pengunjungmerupakan hal yang penting. Sebagaimana yang diungkapkan Pitana (2005) bahwapemahaman karakter dan tipologi pengunjung obyek berguna dalam melakukan perencanaanserta strategi pengembangannya. Dalam menelaah wisatawan, maka karakteristik wisatawandapat dikelompokkan berdasarkan umur, jenis kelamin dan kelompok sosial ekonomi(Marpaung, 2002). Lebih lanjut, tipologi wisatawan menurut Pitana (2005) dapatdikelompokkan menjadi:

1. Allocentris: yaitu wisatawan mendatangi lokasi yang belum dikenal, bersifatadventural dan hanya memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat setempat.

2. Psycocentris: wisatawan hanya mendatangi destinasi yang sudah ada fasilitas danstandar yang sama seperti di negara asalnya.

3. Mid-centris: wisatawan yang berada diantara Allocentris dan PsycocentrisFaktor-faktor yang berpengaruh terhadap kunjungan wisatawan pada obyek wisata

juga penting untuk dikaji dalam upaya menentukan strategi promosi dan juga pelayananyang berkualitas. Dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan yang hendak diketahui yaitu:(1) untuk mengetahui Wanawisata Hutan Kera Nepa, (2) untuk mengetahui karakteristikpengunjung wanawisata Hutan Kera Nepa, dan (3) untuk mengetahui tipologi pengunjungwanawisata Hutan Kera Nepa.

METODE PENELITIAN

Lokasi PenelitianPenelitian dilakukan di obyek wisata Hutan Kera Nepa di Desa Batioh Kecamatan

Banyuates Kabupaten Sampang. Lokasi ini dipilih secara sengaja mengingat lokasi inimerupakan satu-satunya obyek wanawisata dengan pemandangan indah dan unik di Madurasebagai salah satu upaya meningkatkan dunia pariwisata di Madura.

Jenis dan Sumber DataJenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif.

Data kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka-angka seperti data mengenai jumlah biayaperjalanan dan pendapatan individual serta informasi lain yang terkait dengan karakteristikpengunjung wanawisata Hutan Kera Nepa. Sementara itu, data kualitatif yaitu data yangdapat digunakan untuk melengkapi dan menjelaskan serta memperkuat data kuantitatifsehingga dapat memberikan kemudahan dalam menganalisa data yang diteliti.

Metode Pengumpulan Data

Page 197: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

183

Data dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi dan wawancara baik secaraterbuka maupun secara terstruktur dengan menggunakan kuesioner pada sampel terpilih.Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling yaitu pengunjung lokal dandewasa. Metode ini termasuk kedalam penentuan non probabilitas sampel. Dalam metodepurposive sampling terdiri dari dua kelompok, yaitu judgemental dan quota sampling.Penentuan sampel dilakukan karena peneliti tidak mengetahui secara pasti jumlah populasidan batas-batas pemisah antar kelompok yang teridentifikasi jelas (Cooper dan Schindler,2006). Jumlah sampel yang ambil dalam penelitian sebanyak 50 orang responden.

Metode Analisis DataData kuantitatif yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan analisis deskriptif.

Selain itu juga didukung dengan data kualitatif guna memberikan penjelasan yang lebihterperinci.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Wanawisata Hutan Kera NepaWanawista Hutan Kera Nepa terletak di Desa Batioh Kecamatan Banyuates

Kabupaten Sampang. Lokasi obyek wisata ini berjarak sekitar 50 km dari pusat kotaSampang atau sekitar 70 km dari pintu tol Jembatan Suramadu. Untuk menuju lokasi,pengunjung dapat menggunakan kendaraan roda dua ataupun roda empat. Sementaraangkutan umum juga tersedia meski dengan kondisi yang masih belum memuaskan. Ruteperjalanan yang dapat ditempuh dari akses Suramadu adalah melalui Kota Bangkalankemudian menyusuri pantai utara Madura dengan waktu tempuh sekitar 2 jam.

Gambar 1.Deskripsi Obyek Wanawisata Hutan Kera Nepa

Wanawisata Hutan Kera Nepa memiliki luas kurang lebih 1 hektar yang dikelilingioleh sungai air tawar. Pada sisi sebelah utara adalah pantai dengan pasir putih yang indah

Page 198: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

184

dan membentang tak kurang dari 1 km dengan panorama yang indah. Air laut di pantai Nepatersebut masih sangat bersih dan belum terlalu banyak adanya pencemaran. Di dalam hutantersebut ditumbuhi vegetasi tanaman hutan khas tanah kering yang rapat. Diantara jenistanaman yang tumbuh tersebut adalah pohon tanjung, mahoni dan berbagai jenis tanamanbelukar hutan lainnya dan sangat jarang ditumbuhi oleh pohon pohon buah produktif.

Hal yang cukup unik adalah adanya kera dengan populasi cukup banyak yangmenghuni wanawisata Hutan Kera Nepa tersebut. Kera-kera tersebut jinak dan tidakmengganggu pengunjung. Bahkan dengan membawa jagung pipilan yang dapat dibeli diwarung depan loket masuk, pengunjung dapat berinteraksi dengan kera-kera tersebut. Halyang cukup unik lagi adalah adanya dua koloni kera yang ada di lokasi ini. Habitat duakoloni kera tersebut hanya dipisahkan oleh jalan setapak yang membelah hutan tersebut danmenjadi track bagi para pengunjung. Meski kera-kera tersebut berkumpul dan berebut padasaat pengunjung memberikan jagung, namun kera-kera tersebut selanjutnya akan lari danmemasuki habitat koloninya masing-masing.

Gambar 2.Situs Makam Buju’ Nepa Ratu Tumenggung Raden Segara

Di dalam lokasi wanawista Hutan Kera Nepa tersebut juga terdapat nilai-nilai budayareligi, dengan adanya makam tokoh (buju’ sebutan Madura) yang berada tepat di tengah-tengah hutam. Tokoh atau buju’ yang dimakamkan di dalam Hutan Nepa ini adalah RatuTumenggung Raden Segara. Banyak juga pengunjung yang mendatangi tempat ini khususberdoa untuk berbagai keperluan. Selanjutnya ada kebiasaan jika pemohon hajat tersebutterkabul, maka kemudian pemohon hajat akan datang kembali ke Hutan Nepa ini danmenyelimutkan atau menyantolkan kain apa saja sebagai persembahan di pohon dekatmakam tersebut. Kain-kain persembahan tersebut biasanya ditujukan kepada Ramah AgungRaden Sekar, Ramah Agung Raden Segara, Raden Sukur Mulyo dan Sukur Dadi. Selain itupada bulan-bulan tertentu juga ada ritual selamatan yang dilakukan di Hutan Nepa ini.

Page 199: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

185

Berdasarkan deskripsi obyek wanawisata Hutan Kera Nepa ini dapat diketahui bahwapengunjung dapat menikmati keindahan flora, aktivitas fauna, panorama pantai dan aktivitassosial budaya. Kondisi ini mengimplementasikan bahwa wanawisata Hutan Kera Nepa telahmampu memenuhi fungsi dasar Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) pada sisi attractiveyang meliputi natural, culture dan synthetic. Hal ini menjadi demikian penting sebagaimanayang dinyatakan oleh Nasution, dkk (2005) bahwa impresi pengunjung pada ODTW sangatmenentukan peluang pengunjung untuk kembali mengunjungi lokasi obyek wisata.

Karakteristik Pengunjung Wanawisata Hutan Kera NepaDalam pengembangan sebuah obyek wisata perlu dikaji terkait dengan karakteristik

pengunjung. Hal ini diupayakan untuk dapat menentukan strategi pengembangan promosidan pengembangan obyek wisata ke arah yang lebih baik lagi (Oktaviani dan Suryana,2006). Dalam satu tahun jumlah pengunjung wanawisata Hutan Kera Nepa ini adalahsebanyak 3091 orang dengan rata-rata per bulan adalah 309 orang. Hampir semuapengunjung adalah wisatawan lokal yang berasal dari wilayah sekitar Desa Nepa KecamatanBanyuates Sampang.

Karakteristik pengunjung didasarkan pada jenis kelamin menunjukkan bahwasebagian besar (63%) adalah laki-laki dan sisanya sebesar 38% adalah perempuan. Hal inidapat dimaklumi karena obyek wisata ini memiliki sedikit tantangan yang sebagian besarpengunjung dengan jenis laki-laki akan lebih dapat menikmati. Pada pengunjung denganjenis kelamin perempuan biasanya akan didampingi oleh pengunjung dengan jenis kelaminlaki-laki karena khawatir dengan keamanannya.

Selanjutnya didasarkan karakteristik pendidikan sebagian besar adalah pengunjungdengan pendidikan SMA yakni sebanyak 34%. Hal ini dapat dikorelasikan dengan usiapengunjung yang sebagian besar adalah pada masa usia muda (14-27 tahun) yaitu sebesar76%. Demikian juga jika dikorelasikan dengan jenis pekerjaan pengunjung yang sebagianbesar adalah pelajar dan mahasiswa yang besarnya adalah 38%. Implikasinya adalah padakarakteristik pengunjung yang didasarkan pada jumlah pendapatan yang sebagian besar(88%) yang memiliki pendapatan ≤ Rp. 1.500.00. Hal ini layak mengingat sebagian besarpengunjung pada golongan muda dengan status pelajar dan mahasiswa ini masih belummemiliki penghasilan sendiri. Hal ini mengindikasikan bahwa pengunjung wanawisataHutan Kera Nepa adalah golongan muda-mudi yang memang masih sangat menyukaitantangan.

Sebagian besar pengunjung yakni sebanyak 92% menggunakan moda transportasisepeda motor untuk mengunjungi obyek wisata ini. Hanya 6% yang menggunakan modatransportasi mobil dan sisanya 2% yang menggunakan moda transportasi umum. Pengunjungobyek wisata ini biasanya adalah muda-mudi yang datang dengan pasangannya atau datangberombongan dengan teman-temannya. Sedikitnya pengunjung yang menggunakan mobil

Page 200: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

186

dikarenakan memang sangat sedikit wisatawan keluarga yang berkunjung ke lokasi ini.Demikian pula pengunjung yang menggunakan moda transportasi umum sangat minim. Halini dikarenakan sarana transportasi umum menuju wilayah ini masih sangat minim dan jauhdari nyaman. Moda transportasi umum yang dapat menuju ke lokasi ini adalah angkutanumum minibus kecil yang berangkat dari pelabuhan Kamal Bangkalan atau dari pusat KotaBangkalan. Padahal moda transportasi dan kemudahan akses transportasi akan sangatberpengaruh pada kunjungan ke suatu obyek wisata.

Dilihat dari frekuensi kunjungan sebagian besar responden menyatakan bahwa barusekali mengujungi wanawisata Hutan Kera Nepa ini (36%). Berdasarkan wawancara yangdilakukan, pengunjung merasa penasaran dengan kondisi Hutan Kera Nepa ini. Namunkemudian pengunjung merasa kecewa setelah melihat kondisi riil yang ada di lapangan.Beberapa hal yang menjadi keluhan adalah sulitnya transportasi umum yang dapatmenjangkau obyek wisata ini serta akan menuju lokasi yang kurang nyaman. Demikian pulasarana dan prasarana yang diharapkan bagi seorang wisatawan juga belum tersedia denganbaik, misalnya toilet dan tempat singgah (shelter) yang kurang memadai serta sarana lainseperti toko atau warung makanan dan minuman.

Hal lain yang juga menjadi catatan adalah tingginya biaya sosial yang harusdikeluarkan pengunjung. Biaya sosial ini adalah pemandu wisata yang tidak resmi daripenduduk sekitar manakala ada wisatawan yang datang. Pada saat ada wisatawan terutamayang mengendarai mobil dan berombongan atau keluarga maka akan langsung dikerubutioleh orang-orang yang menasbihkan dirinya sebagai pemandu wisata. Orang-orang tersebutmengikuti kemanapun pengunjung pergi dan pada akhirnya meminta uang dari wisatawanyang jumlahnya berkisar antara Rp. 5.000,- hingga Rp. 10.000,- per orang. Pada saat penulismelakukan observasi tidak kurang dikerubuti oleh 5 orang dewasa dan 6 orang anak-anak.Pada akhir mengelilingi obyek wisata wanawisata Hutan Kera Nepa penulis memberikanRp.10.000,- kepada 5 orang pemandu dewasa dan Rp. 5.000,- kepada pemandu yang usianyamasih anak-anak. Sehingga total pengeluaran untuk membayar pemandu tak resmi ini sajasudah menghabiskan Rp. 80.000,-. Apabila para pemandu tersebut tidak diberi maka akanada nada celetukan-celetukan yang tidak nyaman. Hal ini tentunya perlu ada perhatian seriusuntuk dapat menatanya kembali.

Tipologi Pengunjung Wanawisata Hutan Kera NepaSebagaimana yang diungkapkan sebelumnya bahwa tipologi pengunjung obyek wisata

ada 3 macam: pertama adalah Allocentris; yaitu wisatwan mendatangi lokasi yang belumdikenal, bersifat adventural dan hanya memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakatsetempat. Kedua adalah Psycocentris; wisatawan hanya mendatangi destinasi yang sudah adafasilitas dan standar yang sama seperti di negara asalnya. Ketiga,adalah Mid-Centris;wisatawan yang berada diantara Allocentris dan Psycocentris.

Page 201: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

187

Berdasarkan kategori tersebut maka dalam menggali tipologi tersebut digunakan 4kriteria pertanyaan kuesioner yang terdiri dari: 1) preferensi pengunjung terhadap obyekyang belum dikenal, 2) preferensi pengunjung terhadap obyek petualangan, 3) preferensipengunjung dalam memanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat dan 4) preferensipengunjung pada fasilitas yang berbeda dengan yang ada di daerahnya.

Tabel 1. Tipologi Pengunjung Wanawisata Hutan Kera Nepa

KategoriSuka Tidak Suka Jumlah

n % n % n %Preferensi-1 40 80 10 20 50 100Preferensi-2 39 78 11 22 50 100Preferensi-3 37 74 13 26 50 100Preferensi-4 42 84 8 16 50 100

Sumber: Data Primer, 2013

Berdasarkan hasil analisis sebagaimana yang terdapat pada Tabel 1 dapat dijelaskanbahwa sebagian besar (80%) pengunjung memang menyukai untuk mendatangi lokasi obyekwisata yang belum dikenal dan masih natural. Hal ini dilakukan untuk memenuhi hasratkeingintahuan pada obyek yang belum dikenal dan belum pernah dikunjungi sama sekali.Selanjutnya responden juga sebagian besar (78%) menyukai untuk mengunjungi obyekwisata yang terdapat unsur petualangannya. Hal ini memang akan didapatkan manakalamengunjungi wanawisata Hutan Kera Nepa ini. Pengunjung dapat menyusuri jalan setapakdi dalam hutan sambil menikmati keragaman hayati flora dan fauna yang ada. Bahkanpengunjung juga dapat menyusuri sungai yang mengelilingi hutan dengan panorama yangindah dan bermuara di laut sisi utara. Demikian juga panorama pantai yang masih alamimenjadikan sensasi petualangan menjadi kian menyenangkan.

Selanjutnya pengunjung sebagian besar (74%) juga dapat menerima keadaan denganmemanfaatkan fasilitas yang ada di masyarakat setempat. Misalkan toilet yangmemanfaatkan fasilitas yang dinikmati penduduk serta sarana ibadah yang ada di sekitarlokasi. Meskipun ada rasa ketidaknyamanan, akan tetapi interaksi yang terbangun denganpenduduk sekitar akan memberikan kesan tersendiri. Demikian pula pengunjung sebagianbesar (84%) juga sangat suka menikmati fasilitas dan nuansa yang berbeda dengan tempattinggalnya. Kondisi ini seperti kondisi hutan yang masih rimbun dengan disertai sekumpulankawanan kera-kera yang jinak dan memiliki keunikan. Hal ini akan memberikan kesan yangberbeda jika dibandingkan dengan kondisi yang ada di tempat asal pengunjung.

Berdasarkan hasil analisis ini maka dapat disimpulkan bahwa tipologi pengunjungwanawisata Hutan Kera Nepa adalah tipologi Allocentris. Pengunjung ingin menikmati

Page 202: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

188

sesuatu yang baru, alami baik kondisi ekologis maupun masyarakatnya. Demikian pulapengunjung di lokasi obyek wisata ini ingin menikmati sensasi petualangan yang ditawarkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Wanawisata Hutan Kera Nepa sudah memenuhi unsur dasar Obyek dan Daya TarikWisata (ODTW) yang atraktif baik natural, culture dan synthetic. Potensi keunikan dankeindahan ekologi flora, fauna dan pemandangan alam pantai luar biasa untukdikembangkan. Sementara itu karakteristik pengunjungnya adalah usia muda yangmenyukai tantangan dan memenuhi rasa keingintahuan. Adapun tipologi pengunjungWanawisata Hutan Kera Nepa adalah allocentris.

Berdasarkan kondisi yang ada maka perlu adanya jaminan keamanan kepadapengunjung dengan menempatkan petugas yang mampu memberikan rasa aman dan nyamankepada pengunjung. Selain itu pemenuhan sarana mendasar seperti toilet dan tempat ibadahlayak untuk difikirkan. Hal yang lebih penting lagi adalah merangkul masyarakat sekitarhutan untuk turut serta memberikan rasa nyaman kepada para pengunjung.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dinas Pariwisata Budaya Pemuda danOlahraga Kabupaten Sampang dan Universitas Trunojoyo Madura yang telah memfasilitasipelaksanaan penelitian ini. Tak lupa kepada DP2M yang telah memberikan pendanaan dalammelakukan penelitian ini melalui skim penelitian Dosen Pemula Tahun Anggaran 2013.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Arifin. Hariyanto, Heri Is dan Sulastri, Sri. 2001. Pengembangan Potensi WanaWisata Alam Tanjung Papuma Jember. Jurnal. Agritek Vol 9 No 4 Agustus 2001.

Cooper, D.R dan Schindler, P.S. 2006. Metode Riset Bisnis. PT Media Global Edukasi.Jakarta.

Departemen Kehutanan, 1993. Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan TamanNasional. Departemen Kehutanan Dirjen. Perlindungan Hutan dan Pelestarian AlamTaman Nasional Baluran.

Marpaung. 2002. Pengantar Kepariwisataan. Alfabeta. Bandung

Nasution, Solahudin. Nasution, Arif dan Damanik, Janianton. 2005. Persepsi WisatawanMancanegara Terhadap Kualitas Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) SumateraUtara. Jurnal Studi Pembangunan Oktober 2005 Vol 1 Nomor 1

Page 203: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

189

Oktaviani, Rindiana, Wahyu dan Suryana, Nurmalina. 2006. Analisis Kepuasan Pengunjungdan Pengembangan Fasilitas Wisata Agro (Studi Kasus di Kebun Wisata Pasir MuktiBogor). Jurnal Agro Ekonomi Vol 24 No 1 Mei 2006: 41-58

Pitana. 2005. Sosiologi Pariwisata. Andi offset. Yogyakarta.

Page 204: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

190

KONSEP SMART CITYMENDUKUNG PENGEMBANGAN PARIWISATA KOTA MALANG

Wiwin Purnomowati

Fakultas Ekonomi Universitas Widyagama MalangE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kompleksitas permasalahan pembangunan yang dihadapi Kota Malang saat inimembutuhkan sebuah percepatan pembangunan yaitu ekonomi pintar (smart economy),mobilitas pintar (smart mobility), lingkungan pintar (smart environment), masyarakat pintar(smart people), kehidupan cerdas (smart living) dan pemerintahan pintar (smartgovernance). Keenam unsur ini merupakan dimensi dari smart city. Dari arah pembangunanjangka panjang Kota Malang nampak bahwa pemerintah daerah telah mempersiapkan SDMdan Iptek untuk mewujudkan Kota Malang sebagai smart city (kota pintar), namunpengertian smart city yang diimplementasikan Kota Malang lebih menitikberatkan padapemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat, berartikonsep ini lebih tepat disebut sebagai digital city. Beberapa program yang telah dilaksanakanPemerintah Daerah yang dianggap untuk mewujudkan Kota Malang sebagai smart city,yaitu: peluncuran 65 area hot spot, pelatihan jardiknas dan bimtek electronic mail oleh DinasPendidikan, gerakan Malang Go Open Source, Malang Cyberpark di alun-alun Kota Malangdan penerapan E-Government dalam meningkatkan pelayanan publik. Semua programtersebut lebih tepat dikatakan sebagai program-program untuk mewujudkan Malang kotadigital (digital city). Program-program yang bisa dilakukan untuk mewujudkan Malangsmart city antara lain adalah pemberdayaan masyarakat termasuk UMKM dan koperasi,penyediaan sarana dan prasarana transportasi dan infrastruktur yang memadai, peningkatankualitas pelayanan publik, pemenuhan RTH 30% dan lain-lain. Implementasi dimensi-dimensi dari smart city ini bisa mendukung pengembangan pariwisata Kota Malang.

Kata kunci: ekonomi pintar, lingkungan pintar, masyarakat pintar, pemerintahan pintar,mobilitas pintar

ABSTRACT

Complexity of the problems facing the development of Malang city today require anacceleration of development, namely : smart economy, smart mobility, smart environment,smart people, smart life and smart governance. The six elements are the dimension of a smartcity. Of long-term development of Malang appears that local governments have preparedhuman resources and science and technology to realize the smart city of Malang. Butdefinition of smart city that implemented by Malang city is more focused on the utilizationof information technology to improve services to the community, that the concept is moreaccurately described as a digital city. Some programs that have been implemented by local

Page 205: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

191

government to realize Malang as the smart city, namely : the launch of 65 hot spot areas,jardiknas training and technical assistance of electronic mail by the Department ofEducation, “Go Malang Open Source” movement, Malang Cyberpark in Malang city squareand implementation of E -Government in improving public services. All programs are moreaccurately described as programs to realize the digital city rather than smart city, because thedefinition of smart city is broader than digital city. Programs that can be done to realize thesmart city of Malang, namely : the empowerment of communities including SMEs andcooperatives, provision of transport infrastructure and adequate infrastructure, improving thequality of public services, fulfillment RTH (green open space) of 30 % and others.Implementation of the dimensions of this smart city can support the development of tourismin Malang city.

Keywords: Smart economy, smart environment, smart people, smart governance, smartmobility

PENDAHULUAN

Latar belakangKota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur, dan dikenal dengan

julukan kota pelajar. Dari segi ekonomi, total nilai PDRB atas dasar harga berlaku padatahun 2011 sebesar Rp. 34.226.477,00 (dalam jutaan rupiah), sedangkan atas dasar hargakonstan sebesar Rp.15.038.460,41 (dalam jutaan rupiah) dengan konstribusi terbesar datangdari sektor pedagangan, hotel, restoran (38,51%), sektor industri pengolahan (33,05%) dandari sektor jasa (12,5%). Tingginya kontribusi sektor perdagangan, hotel dan restoran sertaindustri pengolahan ini tidak lepas dari semboyan Kota Malang yaitu Tri Bina Cita yaitusebagai kota pendidikan, industri dan pariwisata.

Kota Malang mendapat julukan Switzerland of Indonesia karena kota ini pernahdianggap mempunyai tata kota terbaik di antara kota-kota Hindia Belanda. Pariwisata KotaMalang mampu menarik perhatian tersendiri. Dari segi geografis, Malang diuntungkan olehkeindahan alam daerah sekitarnya seperti Batu dengan agrowisatanya, pemandian Selecta,Songgoriti atau situs-situs purbakala peninggalan kerajaan Singosari. Di sektor perdaganganmampu mengubah konsep pariwisata Kota Malang dari kota peristirahatan menjadi kotawisata belanja. Selain perdagangan, Kota Malang juga terkenal dengan industrinya.Berbagai macam industri seperti makan, minuman, kerajinan, dan garmen. Disamping itujuga terdapat kerajianan keramik yang berada di Dinoyo yang mendapatkan tempat dikalangan pecinta keramik di tanah air.

Adanya lima perguruan tinggi negeri di Kota Malang, yakni Universitas Brawijaya,Universitas Negeri Malang, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang sertaPoliteknik Malang dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Negeri Malang sehingga Kota

Page 206: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

192

Malang juga mendapatkan julukan sebagai Kota Pendidikan. Dari jumlah besar mahasiswajuga memberikan konstribusi dari sektor pendidikan yang memberikan efek bagi ekonomidengan usaha-usaha masyarakat setempat seperti pemondokan, rumah makan, toko-tokobuku. Pertumbuhan perekonomian Kota Malang ke depan akan semakin baik dan daya tarikinvestasi akan semakin kuat dengan semakin baiknya sarana dan prasarana penunjangaktifitas perekonomian antara lain ditunjukkan dengan pembangunan dan pengembanganberbagai infrastruktur serta peran serta Pemerintah dalam pembuatan kebijakan ekonomiyang semakin inovatif.

Dalam hal pembangunan dan pengembangan infrastruktur diwujudkan dengan upayapeningkatan pengoperasian Bandara Abdul Rahman Saleh menjadi bandara internasional,penyediaan sarana dan prasarana transportasi, penyediaan kebutuhan listrik, energi, airbersih, telekomunikasi, fasilitas kesehatan, perbankan, pusat perdagangan, gedung olahraga,perhotelan dan Rumah Sakit. Ketersediaan infrastruktur yang sangat memadai tersebutditunjang oleh faktor-faktor lingkungan yang kondusif bagi kegiatan ekonomi dan investasiyaitu lingkungan kemudahan berusaha, lingkungan pendidikan berkualitas, lingkungankemasyarakatan yang mendukung, serta stabilitas politik dan pemerintahan. Perkembanganpembangunan yang telah dicapai saat ini juga mengindikasikan adanya peningkatanpelayanan umum kepada masyarakat dengan terpenuhinya sarana dan prasarana dasar bidangpendidikan, sosial dan ekonomi masyarakat. Walaupun demikian upaya peningkatanpelayanan umum di semua sektor pembangunan harus terus ditingkatkan baik kualitasmaupun kuantitasnya. Permasalahan yang muncul akhir-akhir ini seperti banjir dan macetjuga harus segera dicarikan solusinya.

Peningkatan layanan umum yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Malang semakinditingkatkan sejalan dengan digulirkannya konsep smart city, yang terdiri dari 6 dimensiyaitu smart economy (ekonomi pintar), smart environment (lingkungan pintar), smart people(masyarakat pintar), smart life (cerdas hidup), smart mobility (mobilitas pintar) dan smartgovernment (pemerintah pintar). Peningkatan layanan disegala bidang (terutama dalampenyediaan sarana transportasi dan infrastruktur yang memadai, pengembangan UMKMterutama yang berbasis produk lokal, kemudahan perijinan) bisa mendukung pengembangansektor pariwisata di Kota Malang, dimana hal ini merupakan salah satu misi WalikotaMalang tahun 2013-2018 yaitu membangun Kota Malang sebagai tujuan wisata yang aman,nyaman dan berbudaya.

Rumusan Masalaha. Bagaimana implementasi konsep smart city yang ingin diwujudkan Kota Malang?b. Bagaimana konsep smart city mendukung pengembangan pariwisata di Kota Malang?Tujuan

Page 207: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

193

a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah dalam rangka mewujudkanKota Malang sebagai smart city.b. Memberikan sumbangan pemikiran guna pengembangan pariwisata di Kota Malang.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Konsep Smart City di Kota MalangDari arah pembangunan jangka panjang Kota Malang nampak bahwa pemerintah

daerah telah mempersiapkan SDM dan Iptek untuk mewujudkan Kota Malang sebagai smartcity (kota pintar). Namun pengertian smart city yang diimplementasikan Kota Malang lebihmenitikberatkan pada pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan pelayanan padamasyarakat, berarti konsep ini lebih tepat disebut sebagai digital city. Beberapa programyang telah dilaksanakan Pemerintah Daerah dalam upaya mewujudkan Kota Malang sebagaismart city, yaitu:

- peluncuran 65 area hot spot- pelatihan jardiknas dan bimtek electronic mail oleh Dinas Pendidikan- gerakan Malang Go Open Source- Malang Cyber Park di alun-alun Kota Malang- penerapan E-Government dalam meningkatkan pelayanan publik

Semua program di atas lebih tepat dikatakan sebagai program-program untuk mewujudkanMalang kota digital (digital city). Sedangkan konsep smart city lebih luas dari digital city,karena smart city (Kota pintar) diidentifikasi pada enam sumbu utama atau dimensi yaitu:

a. Ekonomi pintar (inovasi dan persaingan)Arah pembangunan sumber daya manusia dan IPTEK di Kota Malang diwujudkan

melalui peningkatan akses, pemerataan, relevansi, dan mutu layanan sosial dasar,peningkatan kualitas dan daya saing tenaga kerja masyarakat Kota Malang menujupersaingan nasional dan global; pengendalian jumlah dan laju pertumbuhan penduduk;peningkatan partisipasi masyarakat Kota Malang di segala bidang. Program pemberdayaanmasyarakat termasuk UMKM dan koperasi perlu digalakkan untuk mendorong inovasi danmengantisipasi persaingan usaha. Melonjaknya jumlah pelaku usaha belakangan ini tentunyamengakibatkan persaingan pasar menjadi semakin ketat. Bahkan sekarang ini persainganantara pengusaha yang satu dengan pelaku usaha lainnya sudah dalam kondisi yang semakinkompleks, sehingga masing-masing perusahaan kini berlomba menciptakan inovasi-inovasibaru untuk mempertahankan eksistensi bisnisnya.

Page 208: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

194

b. Mobilitas pintar (transportasi dan infrastruktur)Arah pembangunan infrastruktur Kota Malang diwujudkan melalui penguatan sistem

perencanaan infrastruktur kota; pengembangan aliran sungai; peningkatan kualitas dankuantitas air bersih; pengembangan sistem transportasi; pengembangan perumahan danpermukiman; dan peningkatan konsistensi pengendalian pembangunan infrastruktur. Denganketersediaan sarana/prasarana transportasi dan infrastruktur yang memadai akanmeningkatkan kualitas hidup masyarakat dan sekaligus dapat mengundang investor masukKota Malang sehingga akan mendorong pengembangan pariwisata, meningkatkanpertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan infrastruktur kota yangdikembangkan di masa depan merupakan sebuah sistem pengelolaan terpadu dandiorientasikan untuk menjamin keberpihakan pada kepentingan publik. Perimbanganketerlibatan tiga stakeholders utama Kota Malang yaitu pemerintah, masyarakat dan swastamerupakan hal yang mutlak harus dilakukan.

c. Masyarakat pintar (kreativitas dan modal sosial)Pembangunan senantiasa membutuhkan modal, baik modal ekonomi (economic

capital), modal manusia (human capital) maupun modal sosial (social capital). Kemudahanakses modal dan pelatihan-pelatihan bagi UMKM dapat meningkatkan kemampuan danketrampilan mereka dalam mengembangkan usahanya. Modal sosial termasuk elemen-elemennya seperti kepercayaan, gotong royong, toleransi, penghargaan, saling memberi dansaling menerima serta kolaborasi sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhanekonomi melalui berbagai mekanisme seperti meningkatnya rasa tanggungjawab terhadapkepentingan publik, meluasnya partisipasi dalam proses demokrasi, menguatnya keserasianmasyarakat dan menurunnya tingkat kejahatan. Tata nilai ini perlu dipertahankan dalamkehidupan sosial masyarakat Malang.

d. Lingkungan pintar (keberlanjutan dan sumber daya)Kerusakan yang berdampak pada menurunnya mutu lingkungan di Kota Malang pada

dasarnya adalah akibat kelalaian atau kesengajaan oleh masyarakat dan pemerintah, sepertikawasan yang seharusnya menjadi daerah resapan atau penampung air hujan dijadikankawasan perumahan atau bentuk pemanfaatan lain yang secara nyata menghalangi danmengurangi daya resap tanah terhadap air hujan, dampak langsungnya akan terjadi banjirapabila terjadi hujan. Kota Malang dalam beberapa hal terkait dengan pembangunanberwawasan lingkungan masih menyisakan persoalan. Persoalan tersebut antara lain semakintumbuh suburnya pembangunan ruko yang terkesan tanpa perencanaan yang memadai,pembangunan pusat-pusat perbelanjaan yang memanfaatkan ruang terbuka hijau (RTH).Konsekwensi di masa mendatang konsep pembangunan Kota Malang harus dikembalikanpada konsep pendekatan pembangunan berwawasan lingkungan Garden City/Kota Taman,karena sejak awal berdirinya Kota Malang, konsep inilah yang dipakai oleh Thomas

Page 209: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

195

Karsteen. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang PenataanRuang, yang mempersyaratkan 30% lahan perkotaan harus difungsikan untuk ruang terbukahijau (baik privat maupun publik).

e. Cerdas hidup (kualitas hidup dan kebudayaan)Berbudaya, berarti bahwa manusia memiliki kualitas hidup yang terukur (budaya).

Kualitas hidup tersebut bersifat dinamis, dalam artian selalu berusaha memperbaiki dirinyasendiri. Pencapaian budaya pada manusia, secara langsung maupun tidak langsungmerupakan hasil dari pendidikan. Maka kualitas pendidikan yang baik adalah jaminan ataskualitas budaya, dan atau budaya yang berkualitas merupakan hasil dari pendidikan yangberkualitas. Sebagai kota pendidikan, banyak kebijakan maupun program yang telah diambilpemerintah Kota Malang guna meningkatkan kualitas pendidikan. Hal ini selaras denganarah pembangunan jangka panjang dibidang penguatan SDM dan Iptek yaitu terwujudnyaKota Malang sebagai Kota Pendidikan yang berorientasi global dengan kearifan lokal,terwujudnya SDM yang berkualitas dengan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatanilmu pengetahuan dan teknologi yang berbudaya, dan terwujudnya lingkungan kota yangkondusif sebagai kota pendidikan yang berkualitas.

f. Pemerintahan yang cerdas (pemberdayaan dan partisipasi).Kunci utama keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan adalah Good Governance.

Yaitu paradigma, sistem dan proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yangmengindahkan prinsip-prinsip supremasi hukum, kemanusiaan, keadilan, demokrasi,partisipasi, transparansi, profesionalitas, dan akuntabilitas ditambah dengan komitmenterhadap tegaknya nilai dan prinsip “desentralisasi, daya guna, hasil guna, pemerintahanyang bersih, bertanggung jawab, dan berdaya saing”. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah beserta perubahannya telah merubah sistempenyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota sehingga pelaksanaan penguatan asasdesentralisasi memerlukan perangkat peraturan perundangan yang mendukung. Upayamengikutsertakan masyarakat (stakeholders) dalam pelaksanaan pembangunan hanya dapatterwujud bila kehidupan demokrasi berjalan dengan baik. Proses demokratisasi akan berjalandengan baik jika tercipta supremasi hukum yang didukung oleh penyelenggaraanpemerintahan yang baik. Pemerintah Kota Malang telah bersemangat untuk menuju ke arahGood Governance.

Isu permasalahan sentral bagi pembangunan Kota Malang, yaitu tingginya konsentrasipembangunan di wilayah pusat kota (termasuk kawasan Jl Veteran/Matos). Pengurangankesenjangan pembangunan antar wilayah kecamatan perlu dilakukan tidak hanya untukmeningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah kota, tetapi juga untuk menjagastabilitas kota. Tujuan penting dan mendasar yang akan dicapai untuk mengurangikesenjangan antar kecamatan dan kelurahan adalah bukan untuk memeratakan pembangunanfisik disetiap daerah, tetapi yang paling utama adalah pengurangan kesenjangan kualitas

Page 210: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

196

hidup dan kesejahteraan masyarakat antar kelurahan di Kota Malang. Keberpihakanpemerintah daerah perlu ditingkatkan untuk mengembangkan wilayah-wilayah tertinggalsehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dandapat mengejar ketinggalan pembangunan. Hal yang dapat dilakukan adalah membangunwilayah-wilayah tertinggal melalui peningkatan produktivitas dan pemberdayaanmasyarakat, meningkatkan keterkaitan antara wilayah tertinggal dengan wilayah-wilayahpusat kota serta mengelola dan mengendalikan pemanfaatan sumber daya yang ada. Untukitu, perlu didukung dengan adanya skema pemberian dana anggaran, termasuk jaminanpelayanan publik.

Konsep Smart City Mendukung Pengembangan Pariwisata di Kota MalangKepariwisataan merupakan sektor kegiatan yang sangat strategis, terbukti banyak

negara yang menempatkan penyelenggaraan pariwisata sebagai sektor perdagangan jasaandalan dalam perolehan devisa dan penggerak perekonomian masyarakat. Hal ini sangatberalasan sebab sektor pariwisata sebagai industri jasa yang tidak memiliki keterbatasan(borderless) seperti:

Tidak dapat dibatasi dengan wilayah Tidak ada pembatasan quota produk Tidak ada keterbatasan bahan baku/tidak habis dikonsumsi Tidak termasuk dalam katagori industri padat modal

Salah satu misi Walikota Malang tahun 2013-2018 adalah “membangun Kota Malangsebagai tujuan wisata yang aman, nyaman dan berbudaya”. Dalam upaya menjadikan KotaMalang sebagai salah satu tujuan wisata, maka perlu ada upaya peningkatan citra KotaMalang sebagai Kota Pariwisata. Selama ini pencitraan Kota Pariwisata dinilai masih belumoptimal, meskipun jumlah wisatawan baik lokal mapun asing mengalami peningkatan daritahun ke tahun. Belum optimalnya pencitraan tersebut terkait dengan beberapa isudiantaranya: (a) Sektor pariwisata merupakan sektor yang sangat diharapkan oleh pemerintahKota Malang untuk menjadi motor penggerak roda perekonomian, sampai saat ini masihkalah perannya dibanding sektor industri dan pendidikan; (b) Citra Kota Malang sebagaikota pariwisata sudah terbangun sejak dulu, namun pariwisata masih cenderung diartikansecara sempit, sehingga wisata belanja, wisata kuliner bahkan wisata pendidikan masihbelum dipromosikan secara optimal. Oleh karena itu, dalam upaya menjadikan DaerahTujuan Wisata (DTW) unggulan, Kota Malang terus melakukan berbagai strategipengembangan industri pariwisata melalui pengembangan kawasan wisata belanja atausouvenir, seperti pusat perbelanjaan, baik yang bersifat tradisional maupun modern yangtersebar di berbagai penjuru Kota Malang. Pemerintah Kota Malang juga membangunstrategi pemasaran pariwisata baru melalui pengembangan potensi wisata MICE (Meeting,Incentive and Exhibition).

Page 211: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

197

Untuk membangun kota wisata yang nyaman bagi wisatawan, maka perlu penyediaansarana dan prasarana infrastruktur yang memadai, jalan bebas banjir dan macet, parkirnyaman, peningkatan kualitas pelayanan dari semua stakeholder pariwisata, ketersediaanproduk lokal sebagai oleh-oleh khas Malang, lingkungan yang bersih dengan udara segar,dan tersedia pusat informasi wisata. Semua kebutuhan ini bisa terpenuhi jika Pemerintahdaerah memiliki komitmen yang kuat untuk mewujudkan Kota Malang sebagai daerah tujuanwisata. Penanganan pariwisata seharusnya tidak dibebankan pada Dinas Kebudayaan danPariwisata semata, namun juga menjadi tanggungjawab multi SKPD, seperti:

- Dinas Pekerjaan Umum: penyediaan sarana infrastruktur yang memadai- Badan Lingkungan Hidup: pemenuhan ruang terbuka hijau (RTH) 30%- Dinas Kebersihan dan Pertamanan: kebersihan dan keindahan kota- Dinas Informasi dan Komunikasi: penyediaan internet, intranet dan sarana

infrastruktur telematika untuk memudahkan akses informasi bagi wisatawan- Dinas Koperasi dan UKM: pemberdayaan UKM- Dinas Perindustrian dan Perdagangan: masalah perijinan usaha- Dinas Perhubungan: perparkiran, terminal dan angkutan kota yang nyaman- Dinas Pasar: kebersihan dan kenyamanan pasar sebagai salah satu tujuan wisata

belanja, penataan dan pembinaan PKL.- Dinas Pendidikan: penyedia wisata pendidikan, termasuk juga menjadi tanggung

jawab Perguruan Tinggi-

Potensi Wisata Kota MalangTaman Kota & Ruang Terbuka Hijau

Tarekot (Taman Rekreasi Kota), terletak di belakang kantor Walikota/Balai kota Alun-Alun Kota (depan Masjid Jami' Kota Malang & Gedung Pemkab Malang) Alun-Alun Tugu (depan Balai Kota Malang) Hutan Kota Malabar

Museum & Perpustakaan Museum Brawijaya Malang Museum Bentoel Perpustakaan Kota Malang (Jalan Ijen)

Taman Rekreasi dan Pasar Wisata Taman Rekreasi Senaputra Taman Wisata Tlogomas Pasar Minggu Semeru (Jalan Semeru) Pasar Minggu Vellodrome (lingkar luar arena Vellodrome Sawojajar) Wisata Kuliner Pulosari Taman Kridha Budaya Jawa Timur

Page 212: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

198

Taman Rekreasi Lembah Dieng Playground Malang Tempoe Doeloe 1 tahun sekali dan diadakan saat pertengahan tahun.

Mall dan Pusat Perbelanjaan Mall Malang Town Square (MATOS) Mall Olympic Garden (MOG) Mall Araya Mall Sarinah, terletak di Jalan Basuki Rahmad Mall Malang Plasa, terletak di Jalan KH. Agus Salim Mall Gadjah Mada Plasa, terletak di Jalan KH. Agus Salim Mall Mitra I Dept. Store, terletak di Jalan KH. Agus Salim Mall Carefour Express, terletak di Jalan A. Yani Mall Matahari Dept. Store di Pasar Besar Mall Ramayana yang terletak di Jalan Merdeka Plaza Dieng, Jalan Raya Dieng MX Mall, Jalan Veteran Pusat Perbelanjaan Pasar Besar Malang Pasar Blimbing Pasar Dinoyo Pasar Bunul Pasar Mergan Pasar Tawangmangu Pasar Bareng Pasar Sukun Pasar Gadang Pasar Induk Gadang Pasar Burung & Tanaman Hias Pasar Comboran Pertokoan Kayutangan Pertokoan Arif Margono Pusat Ruko Sawojajar Sentra Industri Keripik Tempe Sanan Sentra Kuliner Pulosari Mall Giant, dekat Stadion GajayanaPotensi kepariwisataan Malang Raya sudah tidak diragukan lagi keberadaannya.

Malang Raya merupakan tujuan wisata unggulan bagi Provinsi Jawa Timur. Malang Rayameliputi tiga daerah administrasi yaitu Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu.Ketiga kawasan tersebut membawa visi dan misi masing-masing dalam cakupan wilayah

Page 213: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

199

administrasi dan kalau dilihat dari Kebijakan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata danRencana Tata Ruang Wilayah Propinvi fungsi pariwisatanya maka Kota Malang merupakanpusat akomodasi, Kabupaten Malang merupakan pusat Wisata Budaya dan Laut, sedangkanKota Batu merupakan pusat wisata alam pegunungan dan wisata konvensi.

Selama ini Kota Malang lebih merupakan daerah penopang (feeder) bagi aktivitaswisata di kawasan Malang Raya yaitu menjadi penyedia jasa perdagangan yang berupasupermarket, pasar dan pusat perdagangan dan juga penyedia jasa akomodasi. Hal tersebutdisebabkan karena secara umum Kota Malang tidak memiliki obyek wisata dan daya tarikunggulan yang secara umum dan nasional dikenal secara spesifik. Oleh karena itu konseppengembangan pariwisata Kota Malang akan lebih difokuskan pada penataan danmengembalikan citra kota sebagai kota yang sejuk, asri, dan hijau yang ditopang denganvegetasi pelindung dan dihiasi berbagai bunga sebagai pelengkapnya.

Besarnya potensi pariwisata di Kota Malang mempunyai multiplayer effect terhadapaktivitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi Kota Malang terutama pada sektorperdagangan, hotel, dan restoran. Sektor inilah yang menikmati dampak positif daribanyaknya wisatawan yang datang ke Kota Malang. Kondisi ini bisa dilihat dari besarnyaperan sektor perdagangan, hotel, dan restoran terhadap pertumbuhan ekonomi Kota Malang.Bahkan kontribusi sektor ini terhadap PDRB Kota Malang adalah yang terbesar, yaitusebesar 38,51% di tahun 2011.

Konsep smart city yang diimplementasikan dengan baik akan mendukungpengembangan pariwisata di Kota Malang. Hal ini bisa dijelaskan dari dimensi smart cityberikut ini:

- Ekonomi pintar: pemberdayaan masyarakat termasuk UMKM dan koperasi akanmendorong inovasi dan meningkatkan kualitas serta daya saing mereka.

- Mobilitas pintar: dengan ketersediaan sarana/prasarana transportasi dan infrastrukturyang memadai akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan sekaligus dapatmengundang investor, mendorong pengembangan pariwisata, meningkatkan pertumbuhanekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

- Masyarakat pintar: kemudahan akses modal dan pelatihan-pelatihan bagi UMKMdapat meningkatkan kemampuan dan ketrampilan mereka dalam mengembangkan usahanya,sehingga diharapkan UMKM bisa menghasilkan produk unggulan yang bisa menjadi salahsatu daya tarik bagi wisatawan.

- Lingkungan pintar: 30% lahan perkotaan harus difungsikan untuk ruang terbukahijau (baik privat maupun publik), sehingga wisatawan bisa menikmati kesejukan udara KotaMalang kembali.

- Cerdas hidup: kualitas pendidikan yang baik adalah jaminan atas kualitas budaya,dan atau budaya yang berkualitas merupakan hasil dari pendidikan yang berkualitas. Sebagaikota pendidikan, banyak kebijakan maupun program yang telah diambil pemerintah Kota

Page 214: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

200

Malang guna meningkatkan kualitas pendidikan. Banyaknya lembaga pendidikan baik negerimaupun swasta di Kota Malang menjadikan kota ini sebagai tujuan wisata pendidikan.

- Pemerintahan yang cerdas: salah satu permasalahan pembangunan Kota Malangadalah terjadinya kesenjangan pembangunan antar wilayah. Pemerintahan yang cerdas akanmengurangi kesenjangan antar kecamatan dan kelurahan dan akan mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang secaralebih cepat dan dapat mengejar ketinggalan pembangunan. Dengan pemerataanpembangunan di semua wilayah bisa menjadi daya tarik bagi wisatawan.

KESIMPULAN

Untuk membangun kota wisata yang nyaman bagi wisatawan, maka perlu penyediaansarana dan prasarana infrastruktur yang memadai, jalan bebas banjir dan macet, parkirnyaman, peningkatan kualitas pelayanan dari semua stakeholder pariwisata, ketersediaanproduk lokal sebagai oleh-oleh khas Malang, lingkungan yang bersih dengan udara segar,dan tersedia pusat informasi wisata. Semua kebutuhan ini bisa terpenuhi jika pemerintahdaerah memiliki komitmen yang kuat untuk mewujudkan Kota Malang sebagai daerah tujuanwisata. Penanganan pariwisata seyogyanya tidak dibebankan pada Dinas Kebudayaan danPariwisata semata, namun juga menjadi tanggungjawab multi SKPD, seperti: DinasPekerjaan Umum, Dinas Koperasi dan UKM, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, DinasInformasi dan Komunikasi, dan Dinas Perhubungan.

DAFTAR PUSTAKA

A. Mohammad BS. 2012. Cara Jembrana menjadi Digital City. Diunggah dihttp://chinmi.wordpress.com/2010/07/13/cara-jembrana-menjadi-digital-city tanggal 5Juli 2010.

Cahiya. 2013. Empat Kota Pintar di Dunia. Diunggah di http://cahiya.com/empat-kota-pintar-di-dunia-bagian-1/ tanggal 14 Pebruari 2013.

Deakin M (2007). "From city of bits to e-topia: taking the thesis on digitally-inclusiveregeneration full circle". Journal of Urban Technology 14 (3): 131–143.

Florida R.L.(2009). "Class and Well-Being". Retrieved 17 March 2009,7:38am EDT.

Hollands, R. G (2008). "Will the real smart city please stand up?". City 12 (3): 303–320.

Miles, M. B. dan Huberman, M. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh TjetjepRohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.

Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Page 215: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

201

Nijkamp. P (2008). "E pluribus unum". Research Memorandum, Faculty of Economics(Amsterdam: VU University Amsterdam).

Paskaleva, K (25 January 2009). "Enabling the smart city: The progress of e-city governancein Europe". International Journal of Innovation and Regional Development.

Rachmatunisa. 2012. Smart City di Indonesia? Bukan Mengawang-awang. Detikinet.Diunggah tanggal 20 Nopember 2012.

Surya Online, 2013. Pendidikan Kota Malang Sarat Keluhan Biaya Mahal. Surya online.Diunggah tanggal 28 Pebruari 2013.

Page 216: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

202

PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMENDAN IMPLIKASINYA PADA PENINGKATAN KUNJUNGAN WISATA

(Studi Empirik pada Obyek Wisata di Kota Batu)

Wahju Wulandari, Dharmayanti Prihandini

Fakultas Ekonomi Universitas Widyagama MalangE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan terhadapkepuasan konsumen dan implikasinya terhadap peningkatan pengunjung wisata. Jenispenelitian adalah Studi Kasus (Case Study) pada obyek wisata Kota Batu. Teknikpengambilan sampel menggunakan accidental sampling,dimana jumlah pengunjung tidakdapat ditentukan secara pasti pada suatu obyek wisata. Penentuan jumlah sampelmempergunakan rumus Slovin. Obyek wisata dipilih sebanyak lima obyek wisata yaitu: BatuNight Spectacular (BNS), Cangar, Jatim Park I dan II, Kusumo Argo, Selecta. MetodeAnalisis menggunakan pendekatan Deskriptif dan Analisis Jalur (Path Analysis). UjiInstrumen Penelitian dilakukan untuk memastikan kesahihan dan kehandalan instrumenpenelitian. Hasil analisis menunjukkan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh terhadapkepuasan pelanggan sebesar 0,633, dan jumlah kunjungan sebesar 0,286. Hasil lainnyamenunjukkan bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap jumlah kunjungan sebesar0,339. Sementara kualitas pelayanan berpengaruh tidak langsung dari terhadap jumlahkunjungan melalui variabel antara kepuasan pelanggan.

Kata kunci: kualitas pelayanan, kepuasan konsumen, pariwisata, pengunjung wisata

ABSTRACT

This study was aimed to determine the effect of service quality on customersatisfaction and its implications on an increase of tourist visitors. This is case study basedon empirical studies on tourism objects in Batu City, East Java Province. Samplingtechnique using accidental sampling, that the number of visitors on tourism numbers can notbe determined exactly in a tourism destination. Determination of the number of samplesusing Slovin formula. A five tourism destination area was selected, i.e. Batu NightSpectacular (BNS), Cangar, Java Park I and II, Kusumo Argo, and Selecta. Analysismethod used Descriptive statistics approach and Path Analysis. The study analyses showedthat service quality affected on customer satisfaction by 0.633 and number of visits by0,286. Other result performed that customer satisfaction affected the number of visits by0.339. While, customer satisfaction indirectly effected on the number of visits throughintervening variable of customer satisfaction.

Key words: service quality, customer satisfaction, tourism, tourist visitor

Page 217: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

203

PENDAHULUAN

Industri pariwisata merupakan salah satu bentuk bisnis yang menjanjikan. Hampirsetiap wilayah di Indonesia mempunyai obyek wisata yang dapat dijadikan produk unggulandi bidang jasa pariwisata. Yoeti (2003) menyebutkan bahwa pariwisata sebagai suatuperjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempatke tempat lain dengan maksud bukan untuk mencari nafkah dari tempat yang akandikunjunginya, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan guna bertamasya dan ber-rekreasi atau memenuhi keinginan yang beraneka ragam. Salah satu industri pariwisataterletak di Kota Batu. Wilayah Kota Batu dibagi menjadi tiga kecamatan, yaitu KecamatanBatu, Kecamatan Junrejo dan Kecamatan Bumiaji. Luas wilayah kurang lebih 19.908,72 haatau 0,42% dari total luas wilayah di Jawa Timur. Berdasarkan topografi, proporsi lerengdan bukit jauh lebih luas jika dibandingkan dengan daerah dataran. Geografis Kota Batuterletak pada posisi antara 7044', 55,11’ sampai dengan 8026', 35,45’ Lintang Selatan dan122017', 10,90’ sampai dengan 122057', 00,00’ Bujur Timur. Batas Kota Batu sebelah UtaraKecamatan Prigen Kabupaten Mojokerto, sebelah Selatan Kecamatan Dau dan KecamatanWagir Kabupaten Malang, sebelah Timur Kecamatan Karang Ploso dan Kecamatan DauKabupaten Malang dan sebelah Barat Kecamatan Pujon Kabupaten Malang.

Melihat kondisi di atas maka Kota Batu dilihat dari posisi geografi mempunyai potensiyang sangat baik sebagai kota wisata karena diapit oleh Gunung Panderman (2.010 meter),Gunung Arjuna (3.339 meter), dan Gunung Welirang (3.156 meter) serta kawasanperbukitan yang menyebabkan iklim dan udaranya menjadi sejuk. Kondisi ini banyakdimanfaatkan oleh pemerintah daerah sebagai kawasan wisata.

Ada lima obyek wisata besar di Kota Batu yaitu Batu Nigth Spectacular (BNS),Cangar, Kusumo Agro, Jatim Park I dan II, dan Selecta. Pada tahun 2009 sampai tahun 2011jumlah pengunjung obyek wisata Batu Nigth Spectacular (BNS) naik sebesar 70.330 danpada tahun 2012 mengalami penurunan 28.859 pengunjung. Sedangkan obyek wisataCangar, Jatim Park I dan II, Kusumo Agro, dan Selecta mulai tahun 2008 sampai tahun 2012mengalami fluktuasi dalam jumlah pengunjungnya. Hal ini dikarenakan bahwa semakinbanyak pilihan obyek wisata lain di Kota Batu misalnya Alun-Alun Kota Batu, Songgoriti,Paralayang, dan Kampung Kidz sebagai pilihan dari obyek wisata lainnya.

Secara keseluruhan jumlah pengunjung obyek wisata di Kota Batu pada tahun 2012berjumlah 2.584.777, sedangkan dari sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada tahun 2009sebesar Rp. 17,39 miliar, tahun 2010 sebesar Rp. 17,74 miliar, tahun 2011 sebesar Rp. 30,2miliar, tahun 2012 sebesar R.p 30,5 miliar, dan pada tahun 2013 diprediksi mengalamikenaikan sebesar Rp. 9,2 miliar. Namun kenaikan jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Page 218: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

204

Kota Batu tersebut menjadi dilema ketika masih cukup tinggi kondisi masyarakat miskin,yaitu: tahun 2011 sebanyak 29,13 juta jiwa warga miskin, dan pada tahun 2012 terjadipenurunan sebesar 0,53%, hal ini berarti masih perlu mendapatkan perhatian yang cukupserius dari pemerintah untuk bisa mengurangi tingkat kemiskinan di Kota Batu (BPS, 2012).Upaya yang harus dilakukan pemerintah Kota Batu agar Pendapatan Asli Daerah (PAD)meningkat dan dapat membantu menyelesaikan masalah kemiskinan adalah denganmemperbaiki tingkat kualitas pelayanan di industri jasa pariwisata. Crilly (2005), kualitaspelayanan yang baik pada pariwisata dapat meliputi keamanan, kenyamanan, suasana,privasi, rasa hormat, keramahan, kompetensi, empati, kehandalan, daya tanggap, santun danjujur. Brady et al (2001) menyatakan bahwa service quality dapat mempengaruhisatisfaction dan akan menentukan behavioral intention. Cronin et al (2000) menyebutkanbahwa persepsi kualitas layanan yang dirasakan merupakan tanggapan kognitif terhadap jasayang ditawarkan, sedangkan kepuasan secara keseluruan merupakan respon emosional yangdidasarkan pada fenomena pandangan secara menyeluruh. Dalam Utari, 2010 (Bowen &Chen, 2001), pelanggan akan datang dan kembali lagi untuk memanfaatkan jasa dari obyekwisata yang telah dikunjungi, kesepakatan untuk memanfaatkan jasa ulang danmerekomendasi kepada orang lain.

Menurut Zikmund, McLeod dan Gilbert (2003), kepuasan sebagai evaluasi setelahpembelian hasil dari perbandingan antara harapan sebelum pembelian dengan kinerjasesungguhnya. Harapan yang diinginkan oleh industri pariwisata tidak lain adalahmeningkatnya jumlah kunjungan wisatawan di Kota Batu dan berdampak pada tercapainyaPendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Batu pada tahun 2013 dapat naik sebesar 60% sehinggadapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan.

Salah satu bentuk fasilitas pelayanan yang diberikan di obyek wisata Kota Batu berupapenyediaan sarana dan prasarana: hotel, restoran, pusat belanja atau oleh-oleh, transportasi,keramahan masyarakat dan fasilitas obyek wisata itu sendiri. Kualitas pelayanan (ServiceQuality) merupakan variabel untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen dalam memakaifasilitas jasa yang diterimanya.

Penelitian ini dirancang untuk mengetahui berbagai informasi tentang service qualityatau kualitas pelayanan dari obyek wisata yang dikunjungi oleh wisatawan baik dari mancanegara atau lokal. Valarie dalam Bleber (2006) menyebutkan bahwa Reliability adalahkemampuan untuk menyajikan jasa yang dijanjikan secara baik dan akurat; Responsivenessadalah kemampuan para partner untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaanmereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasasecara cepat; Assurance dimaknai bahwa karyawan mampu menumbuhkan kepercayaanpelanggan terhadap perusahaan dan mampu menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya;Empathy diartikan bahwa penyedia jasa mampu memahami masalah para pelanggan danbertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para

Page 219: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

205

pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman; dan Tangible terkait dengan penampilanfasilitas fisik yang meliputi peralatan, layout, dan perlengkapan ruang, penampilan karyawandan peralatan komunikasi serta hal-hal lain yang dapat diamati oleh konsumen.

Penerapan service quality akan mampu memberikan kepuasan konsumen danberdampak pada konsumen yang loyal sehingga berimplikasi pada meningkatnya pembelianatau kunjungan wisatawan. Nurdiana (2012) menyebutkan bahwa harapan kualitas pelayanansangat tinggi walaupun kinerja pelayanan cukup baik masih tetap ada kesenjangan (gap)antara harapan dan kinerja pelayanan. Lovelock (2005) menyebutkan bahwa kualitaspelayanan diukur dari tingkat mutu yang diharapkan, dan pengendalian keragaman dalammencapai mutu tersebut untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Fenomena dari hasilpenelitian di atas dapat dipakai sebagai bahan rujukan bahwa untuk mengelola industripariwisata perlu memperhatikan service quality yang diberikan kepada pengguna jasa yaituwisatawan. Kualitas pelayanan pada obyek wisata di Kota Batu masih perlu mendapatkanperhatian, karena masih ada obyek wisata yang belum maksimal dikunjungi oleh wisatawandan masih adanya masyarakat miskin di Kota Batu membuat penelitian ini dilakukan untukmengetahui “Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Konsumen dan Implikasinyapada Peningkatan Kunjungan Wisata (studi empirik pada obyek wisata Kota Batu)”.

Permasalahan yang akan dikaji adalah: apakah dengan kualitas pelayanan dapatmenciptakan tingkat kepuasan konsumen, apakah dengan kualitas pelayanan dapatmeningkatkan kunjungan wisata di Kota Batu, apakah dengan kepuasan konsumen dapatmeningkatkan kunjungan wisata di Kota Batu, apakah dengan kualitas pelayanan melaluikepuasan konsumen dapat meningkatkan kunjungan wisata di Kota Batu.

Tujuan Penelitian1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kualitas pelayanan dapat menciptakan

tingkat kepuasan konsumen.2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kualitas pelayanan dapat meningkatkan

kunjungan wisata di Kota Batu.3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kepuasan konsumen dapat meningkatkan

kunjungan wisata di Kota Batu.4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kualitas pelayanan melalui kepuasan

konsumen dapat meningkatkan kunjungan wisata di Kota Batu.

METODE PENELITIAN

Data penelitian diperoleh dengan menggunakan kuesioner, kemudian dilakukan UjiInstrumen Penelitian untuk mengetahui dan memastikan kesahihan dan kehandalaninstrumen penelitian yang dipergunakan. Proses selanjutnya dilakukan analisis data dengan

Page 220: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

206

menggunakan metode Analisis Statistik Deskriptif yaitu Distribusi Frekuensi dan AnalisisStatistik Inferensial yaitu Analisis Jalur (Path Analysis). Terakhir, pengujian validitas danreliabilitas model menggunakan Koefisien Determinasi Total.

Populasi adalah jumlah pengunjung pada lima obyek wisata di Kota Batu yangterdapat di Biro Pusat Statistik (BPS) Kota Batu Tahun 2012 sebanyak 2.584.777pengunjung. Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling yaitu siapa sajayang secara kebetulan bertemu dengan peneliti (Martono, 2010) karena jumlah pengunjungpada obyek wisata jumlahnya tidak dapat ditentukan secara pasti. Purposive sampling, untukmenentukan obyek wisata di Kota Batu yang dipilih sejumlah lima obyek wisata yaitu: BatuNigth Spectacular (BNS), Cangar, Jatim Park I dan II, Kusumo Agro, Selecta. Adapun dalampenentuan jumlah sampel mempergunakan rumus Slovin (Singarimbun dan Effendi, 2006)yaitu sebanyak 100 responden. Variabel yang diteliti didasarka pada penelitian Parasuramanet al (1998) dan Utari Woro (2010), Japarianto (2007) dan yaitu reliability, responsiveness,assurance, empathy, tangibles,(X1), Kepuasan Konsumen (X2) dan pengunjung wisata (Y)

HASIL PENELITIAN

Karakteristik RespondenJumlah responden yang terlibat pada penelitian ini berjumlah 100 pengunjung obyek

wisata di Kota Batu. Sedangkan keragaman karakteristik responden bisa berperan menjadisumber pembeda penilaian terhadap keempat variabel yang diteliti. Sebagian besarresponden adalah perempuan dengan jumlah 54 responden (60%), sedangkan untuk laki-lakiberjumlah 40 responden (40%). Tingkat pendidikan wisatawan didominasi oleh pendidikanSMA sebanyak 42 responden (87,6%). Latar belakang pekerjaan wisatawan adalah pegawaiswasta (18%) atau wiraswasta (14%). Sebagian besar wisatawan belum berkeluarga denganjumlah 66 responden (66%). Data karakteristik responden berbasis usia paling cukup meratapada kisaran 21-35 tahun dengan jumlah sebanyak 79 orang (88,8%).

Deskripsi Variabel PenelitianKualitas Pelayanan (X1)

Variabel kualitas pelayanan memiliki rata-rata berkisar 3,96 – 4,41 yang termasukpada status baik. Berdasarkan perbandingan antar indikator, nilai rata-rata yang lebih rendahdari rata-rata variabel (4,23) pada indikator tangibles (4,18), reliability (4,22) dan empathy(4,18). Sedangkan pada dua indikator lainnya sudah mempunyai nilai rata-rata yang lebihtinggi dibandingkan rata-rata variabel yaitu resposiveness (4,27) dan assurance (4,29).Deskripsi ini menjelaskan bahwa hampir seluruh dimensi kualitas pelayanan yangberhubungan dengan wisata telah dilakukan secara baik oleh semua unsur yang ada dalamkegiatan wisata. Kualitas peralatan transportasi baik (4,18; 82%); kebersihan dan

Page 221: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

207

kenyamanan obyek wisata (4,30; 85%); ketersediaan alat pembayaran (4,41; 94%);kemudahan mengantri (4,34; 89%); lama waktu mengantri tiket (4,34; 86%); kecepatanwaktu pelayanan (4,32; 86%); kemampuan memberikan informasi (4,29; 86%); keramahanpetugas terhadap pengunjung (4,28; 89%); sikap dalam menanggapi saran dan keluhan (4,29;88%). Desain fasilitas fisik (4,00; 73%); penampilan dan kerapihan karyawan (3,99; 71%);ketepatan jadual buka loket (4,21; 85%); ketepatan menghitung uang dan orang (4,11; 82%);kemampuan berkomunikasi (4,24; 87%); kesiapan sebagai pemandu (guide) (4,17; 83%);keamanan di lokasi wisata (4,28; 83%); keadilan dalam pelayanan (3,96; 77%)

Rekapitulasi distribusi frekuensi jawaban responden pada variabel kualitas pelayanan(X1) ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada KualitasPelayanan (X1)

ITEM

SKOR RATA-RATA

(Butir/Indikator)

1 2 3 4 5

F % F % F % F % F %

Tangibles 4.18

1 Kualitas peralatantransportasi 0 0.0 1 1.0 17 17.0 45 45.0 37 37.0 4.18

2 Desain fasilitas fisik 0 0.0 2 2.0 25 25.0 44 44.0 29 29.0 4.003 Penampilan dan kerapian

karyawan 0 0.0 2 2.0 27 27.0 41 41.0 30 30.0 3.994 Kebersihan dan

kenyamanan obyek wisata 0 0.0 1 1.0 14 14.0 39 39.0 46 46.0 4.305 Tersedianya alat

pembayaran. 0 0.0 0 0.0 6 6.0 47 47.0 47 47.0 4.41

Reliability 4.22

6Ketepatan jadwal bukatiket 1 1.0 0 0.0 14 14.0 47 47.0 38 38.0 4.21

7Ketepatan menghitunguang dan orang 1 1.0 1 1.0 16 16.0 50 50.0 32 32.0 4.11

8 Kemudahan mengantri. 0 0.0 0 0.0 11 11.0 44 44.0 45 45.0 4.34

Responsiveness 4.27

9Lama waktu mengantritiket 0 0.0 3 3.0 11 11.0 35 35.0 51 51.0 4.34

10Kecepatan waktupelayanan 0 0.0 0 0.0 14 14.0 40 40.0 46 46.0 4.32

11Kemampuanberkomunikasi 0 0.0 0 0.0 13 13.0 50 50.0 37 37.0 4.24

12 Kesiapan sebagai guide 0 0.0 4 4.0 13 13.0 45 45.0 38 38.0 4.17

Assurance 4.29

13Keamanan di Lokasiwisata 0 0.0 2 2.0 15 15.0 36 36.0 47 47.0 4.28

14Kemampuan memberikaninformasi. 0 0.0 1 1.0 13 13.0 42 42.0 44 44.0 4.29

Page 222: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

208

Empathy 4.18

15Keramahan petugasterhadap pengunjung, 0 0.0 1 1.0 10 10.0 49 49.0 40 40.0 4.28

16 Keadilan dalam pelayanan 2 2.0 0 0.0 21 21.0 54 54.0 23 23.0 3.96

17Sikap menanggapi sarandan keluhan. 0 0.0 0 0.0 12 12.0 47 47.0 41 41.0 4.29

Variabel 4.23

Sumber: Data primer diolah (2013)

Kepuasan Pelanggan (X2)Gambaran jawaban responden pada variabel kepuasan pelanggan memiliki rata-rata

berkisar 4,07 – 4,18 yang termasuk pada status baik. Berdasarkan perbandingan antarindikator, nilai rata-rata yang lebih rendah dari rata-rata variabel (4,13) pada indikatormerekomendasi (4,10), sedangkan pada indikator lainnya mempunyai nilai rata-rata yanglebih tinggi dibandingkan rata-rata variabel yaitu konsisten berkunjung (4,18). Deskripsi inimenjelaskan bahwa hampir seluruh dimensi kepuasan pelanggan yang berhubungan denganwisata telah dilakukan secara baik oleh semua unsur yang ada dalam kegiatan wisata.Menginformasikan hal positif (4,13; 85%); berulang-ulang datang ke obyek wisata (4,18;82%). Sedangkan gambaran pada beberapa item yang mempunyai nilai rata-rata lebih rendahdari rata-rata indikatornya serta proporsi akumulasi responden yang menjawab setuju atausangat setuju adalah menyarankan pada orang lain untuk berkunjung (4,07; 81%).

Variabel kepuasan pelanggan diukur dengan 3 item pertanyaan secara keseluruhanjawaban responden yang diteliti adalah beragam.

Tabel 2. Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada KepuasanPelanggan (X2)

ITEMSKOR RATA-RATA

(Butir/Indikator)

1 2 3 4 5F % F % F % F % F %

Merekomendasi 4.10

18Menyarankan kepadaorang lain berkunjung 0 0.0 0 0.0 19 19.0 55 55.0 26 26.0 4.07

19Menginformasikan halpositif 0 0.0 0 0.0 15 15.0 57 57.0 28 28.0 4.13

Konsistensi Berkunjung4.18

20Berulang-ulang datanguntuk berkunjung keobyek wisata 0 0.0 1 1.0 17 17.0 45 45.0 37 37.0 4.18Variabel 4.13

Sumber : Data primer diolah (2013)

Jumlah Kunjungan (Y)

Page 223: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

209

Variabel jumlah kunjungan memiliki rata-rata berkisar 3,99 – 4,41 yang termasukpada status baik. Berdasarkan perbandingan antar indikator, nilai rata-rata yang lebih rendahdari rata-rata variabel (4,19) pada indikator kedatangan (4,02), sedangkan pada indikatorlainnya mempunyai nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata variabel yaitukemacetan (4,36). Deskripsi ini menjelaskan bahwa hampir seluruh aspek jumlah kunjunganyang berhubungan dengan wisata telah dilakukan secara baik oleh semua unsur yang adadalam kegiatan wisata. Dalam satu periode, datang beberapa kali (4,04; 75%); kelancaranperjalanan ke lokasi obyek wisata (4,41; 94%). Sedangkan gambaran pada beberapa itemyang mempunyai nilai rata-rata lebih rendah dari rata-rata indikatornya serta proporsiakumulasi responden yang menjawab setuju atau sangat setuju adalah: tiket yang dibeliberjumlah banyak (3,99; 71%); kemudahan dalam mencari tempat parkir (4,30; 85%). Hasilini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Pada JumlahKunjungan (Y)

ITEMSKOR RATA-RATA

(Butir/Indikator)

1 2 3 4 5F % F % F % F % F %

Kedatangan 4.02

21 Dalam satu periodedatang beberapa kali 0 0.0 2 2.0 23 23.0 44 44.0 31 31.0 4.04

22 Banyak tiket yang dibelikonsumen 0 0.0 2 2.0 27 27.0 41 41.0 30 30.0 3.99Kemacetan 4.36

23 Kemudahan mencariparkir 0 0.0 1 1.0 14 14.0 39 39.0 46 46.0 4.30

24 Kelancaran perjalananke lokasi obyek wisata 0 0.0 0 0.0 6 6.0 47 47.0 47 47.0 4.41Variabel 4.19

Sumber : Data primer diolah (2013)

Uji Statistik InferensialAsumsi Analisis Jalur

Penaksiran koefisien jalur pada analisis ini menggunakan metode kuadrat terkecil(ordinary least square). Penerapan metode ini akan menghasilkan sebuah penaksiran yangbaik jika seluruh asumsi yang berlaku dalam analisis bisa terpenuhi. Asumsi yang mendasaripada analisis jalur yang dibuktikan melalui perhitungan ada 3 yaitu (1) uji normalitas dataresidual, (2) uji linieritas pengaruh variabel dan (3) tidak terdapat korelasi antar nilairesidual. Berikut merupakan penjelasan hasil pengujian ketiga asumsi tersebut.

Page 224: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

210

Pembuktian bahwa nilai residual (error) menyebar normal merupakan salah satuindikasi persamaan regresi yang diperoleh adalah baik. Artinya dengan pembuktian ini dapatdisimpulkan bahwa peluang mendapatkan nilai residual sekitar nol adalah lebih besardaripada nilai peluang yang jauh dari angka nol. Pembuktian kenormalan nilai residualdilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, yaitu dengan memperhatikanhasil nilai signifikansi (sig. Z) yang ada apakah lebih besar dari nilai α 0,05. Hasil pengujianmenunjukkan bahwa nilai signifikansi (sig. Z) pada persamaan pertama dan kedua secaraberurutan adalah 0,891 dan 0,500, kedua nilai ini lebih besar dari nilai α = 0,05 yang berartiasumsi normalitas terpenuhi. Untuk lebih jelasnya hasil uji normalitas tersebut disajikanpada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengujian Asumsi Kenormalan Nilai Residual

Persamaan Nilai Z Sig.Z KesimpulanPertama 0,579 0,891 Normalitas terpenuhiKedua 0,828 0,500 Normalitas terpenuhi

Sumber: Data primer diolah (2013)

Pemeriksaan hasil uji linieritas dilakukan dengan melakukan tes terhadap kurvahubungan dalam setiap jalur. Pada software SPSS pengujian dilakukan denganmenggunakan menu regression dilanjutkan sub menu curve estimation dan mengaktifkanpilihan model linier. Bila uji F menghasilkan uji yang signifikan (p-value < 0,05) berartiasumsi linieritas terpenuhi. Berikut ini adalah hasil uji linieritas terhadap 5 jalur yang dalammodel analisis jalur yang dihipotesiskan sebagaimana Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Uji Linieritas

Variabel Bebas Variabel terikat F p-value KeteranganKualitas pelayanan Kepuasan pelanggan 65.621 0.000 LinierKualitas pelayanan Jumlah kunjungan 32.854 0.000 Linier

Kepuasan pelanggan Jumlah kunjungan 36.432 0.000 LinierSumber: Data primer diolah (2013)

Hasil uji linieritas dari seluruh jalur memiliki nilai p-value yang lebih kecil dari 0,05.Sehingga dapat disimpulkan bahwa asumsi linieritas memenuhi syarat. Korelasi antarresidual dari kedua persamaan regresi yang dilakukan untuk mengestimasi seluruh koefisienjalur diharapkan tidak signifikan. Hasil analisis diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,000dengan p-value = 1,000, sehingga dapat diputuskan bahwa terdapat korelasi yang tidak

Page 225: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

211

signifikan antara residual pertama dan kedua. Sehingga asumsi bahwa didalam analisis jalurtidak mengandung korelasi antara ketiga residual adalah terpenuhi.

Hasil Analisis JalurPendugaan koefisien jalur yang menunjukkan pengaruh dari variabel kualitas

pelayanan terhadap kepuasan pelanggan dilakukan dengan menggunakan analisis regresilinier. Koefisien jalur diperoleh dari hasil koefisien regresi yang distandarkan (beta). Untuklebih jelasnya uraian hasil analisis regresi yang diperoleh disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Uji Koefisien Jalur Variabel Kualitas Pelayanan (X1) terhadap VariabelKepuasan Pelanggan (Y1)

Variabel Beta t-hitung p-value PengaruhKualitas Pelayanan 0.633 8.101 0.000 Positif dan signifikanKoefisien Nilai kritis :Determinasi (R2) = 40,1% ttabel = 1,986F-hitung = 65,621 Ftabel = 2,042

Sumber: Data primer diolah (2013)

Dari Tabel 6 diperoleh persamaan sebagai berikut:Y1 = 0,633 X1 + 0,773e ; R2 = 40,1%

Pada Tabel 6 dijelaskan hasil pengujian secara simultan dan parsial pengaruh darivariabel bebas terhadap kepuasan pelanggan. Pada bagian uji F diperoleh nilai Fhitung =65,621 (lebih besar dari Ftabel) dan koefisien determinasi sebesar 40,1%. Hasil uji inimenjelaskan bahwa secara simultan diperoleh adanya pengaruh yang signifikan dari variabelbebas kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan dengan kontribusi sebesar 40,1%.

Koefisien jalur untuk residual diperoleh dari (1-0,401) = 0,773. Besarnya koefisien jalurpada residual menerangkan bahwa masih cukup besar kontribusi variabel lain yang belumditeliti untuk menjelaskan kepuasan pelanggan.

Pengaruh secara parsial dari variabel kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggandilakukan dengan uji-t. Hasil uji-t untuk koefisien jalur ini adalah signifikan (p-value <0,05). Kualitas pelayanan dengan koefisien jalur sebesar 0,633 berpengaruh positif dansignifikan terhadap kepuasan pelanggan. Hal ini terbukti dari nilai t-hitung = 8,101 yanglebih besar dari t-tabel = 2,064 atau nilai p-value = 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05,maka secara statistik koefisien jalur dari kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelangganadalah signifikan. Hasil ini menjelaskan bahwa keragaman kepuasan pelanggan dapatdijelaskan oleh kualitas pelayanan.

Page 226: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

212

Pendugaan koefisien jalur yang menunjukkan pengaruh dari variabel kualitaspelayanan dan kepuasan pelanggan terhadap Jumlah kunjungan dilakukan denganmenggunakan analisis regresi linier berganda. Koefisien jalur diperoleh dari hasil koefisienregresi yang distandarkan (beta). Untuk lebih jelasnya uraian hasil analisis regresi yangdiperoleh disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Uji Koefisien Jalur Variabel Kualitas Pelayanan (X1) dan VariabelKepuasan Pelanggan (Y1) terhadap Variabel Jumlah Kunjungan (Y2)

Variabel Beta t-hitung p-value PengaruhKualitas Pelayanan 0.286 2.645 0.010 Positif dan signifikan

Kepuasan Pelanggan 0.339 3.137 0.002 Positif dan signifikanKoefisien Nilai kritis :Determinasi (R2) = 32,0% ttabel = 1,986F-hitung = 22,829 Ftabel = 2,042

Sumber: Data primer diolah (2013)

Dari Tabel 7 diperoleh persamaan sebagai berikut:Y2 = 0,286 X1 + 0,339 Y1 + 0,825e; R2 = 32,0%

Pada Tabel 7 dijelaskan hasil pengujian secara simultan dan parsial pengaruh darikedua variabel bebas terhadap jumlah kunjungan. Pada bagian uji F diperoleh nilai Fhitung =22,829 (lebih besar dari Ftabel) dan koefisien determinasi sebesar 32,0%. Hasil uji inimenjelaskan bahwa secara simultan diperoleh adanya pengaruh yang signifikan dari keduavariabel bebas terhadap jumlah kunjungan dengan kontribusi sebesar 32,0%. Koefisien jalur

untuk residual diperoleh dari (1-0,320) = 0,825. Besarnya koefisien jalur pada residualmenerangkan bahwa masih cukup besar kontribusi variabel lain yang belum diteliti untukmenjelaskan jumlah kunjungan.

Pengaruh secara parsial dari variabel kualitas pelayanan terhadap jumlah kunjungandilakukan dengan uji-t. Hasil uji-t untuk koefisien jalur ini adalah signifikan (p-value <0,05). Kualitas pelayanan dengan koefisien jalur sebesar 0,286 berpengaruh positif dansignifikan terhadap jumlah kunjungan. Hal ini terbukti dari nilai t-hitung = 2,645 yanglebih besar dari t tabel = 2,064 atau nilai p-value = 0,010 yang lebih kecil dari α = 0,05,maka secara statistik koefisien jalur dari kualitas pelayanan terhadap jumlah kunjunganadalah signifikan. Hasil ini menjelaskan bahwa keragaman jumlah kunjungan dapatdijelaskan oleh kualitas pelayanan.

Pengaruh secara parsial dari variabel kepuasan pelanggan terhadap jumlah kunjungandilakukan dengan uji-t. Hasil uji-t untuk koefisien jalur ini adalah signifikan (p-value <0,05). Kepuasan pelanggan dengan koefisien jalur sebesar 0,339 berpengaruh positif dan

Page 227: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

213

signifikan terhadap jumlah kunjungan. Hal ini terbukti dari nilai t-hitung = 3,137 yanglebih besar dari t tabel = 1,986 atau nilai p-value = 0,002 yang lebih kecil dari α = 0,05,maka secara statistik koefisien jalur dari kepuasan pelanggan terhadap jumlah kunjunganadalah signifikan. Hasil ini menjelaskan bahwa keragaman jumlah kunjungan dapatdijelaskan oleh kepuasan pelanggan. Pendugaan terhadap seluruh koefisien jalur yangdimodelkan pada penelitian ini dapat diringkas pada Tabel 8.

Tabel 8. Ringkasan Koefisien Jalur

Variabel Independen Variabel Dependen Koefisien Beta p-valueKualitas pelayanan Kepuasan pelanggan 0.633 0.000Kualitas pelayanan Jumlah kunjungan 0.286 0.010

Kepuasan pelanggan Jumlah kunjungan 0.339 0.002Sumber: Data primer diolah ( 2013).

Tabel 8 menjelaskan bahwa dari ketiga jalur pada model hipotesis seluruh jalur adalahsignifikan. Peran dominan terhadap jumlah kunjungan bersumber dari kualitas pelayanan,sedangkan terhadap kepuasan pelanggan pengaruh dominan bersumber dari jumlahkunjungan. Secara khusus kedua jalur dominan ini menjadi menarik karena menjadi penentutingginya jumlah pengunjung. Untuk lebih jelasnya hasil analisis jalur secara keseluruhandisajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Hasil Analisis JalurSumber : Data primer yang diolah (2013)

Keterangan : * = Signifikan pada α = 0,05

Ketepatan model hipotesis dari data penelitian diukur dari hubungan dua koefisiendeterminasi (R2) dikedua persamaan. Pada persamaan pertama hingga ketiga secaraberurutan diperoleh nilai R2 sebesar 0,401 dan 0,320.

KepuasanPelanggan

JumlahKunjungan

0.633* 0.339*Kualitas

Pelayanan

0.286*

Page 228: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

214

Hasil ketepatan model adalah:

R2 model = 1 - (1 - R21) (1 - R2

2)= 1 – (1 – 0,401)(1 – 0,320)= 1 – 0,407= 0,593 atau 59,3%

Hasil perhitungan ketepatan model sebesar 59,3% menerangkan bahwa kontribusimodel untuk menjelaskan hubungan struktural dari keempat variabel yang diteliti adalahsebesar 59,3% dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terlibat dalam model.

Gambar analisis jalur sebelumnya menerangkan besar koefisien jalur pada setiappengaruh dua variabel. Pengaruh langsung terhadap jumlah kunjungan berasal dari kualitaspelayanan dan kepuasan pelanggan. Kemudian terdapat juga pengaruh langsung dari kualitaspelayanan, kepuasan pelanggan dan jumlah kunjungan. Sehingga terdapat pengaruh tidaklangsung dari variabel kualitas pelayanan melalui kepuasan pelangga terhadap jumlahkunjungan. Untuk lebih jelasnya hasil perhitungan besaran pengaruh langsung dan tidaklangsung yang ada dalam model hipotesis penelitian ini dapat disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung

VariabelIndependen Variabel Dependen Pengaruh

Langsung Pengaruh Tidak Langsung

Kualitas Pelayanan Kepuasan Pelanggan 0.633 -Kualitas Pelayanan Jumlah kunjungan 0.286 0,633 x 0,339 = 0,215

Kepuasan pelanggan Jumlah kunjungan 0.339 -Sumber: Data primer diolah (2013)

Tabel 9 menerangkan bahwa pengaruh langsung yang paling kuat bersumber darikepuasan pelanggan terhadap jumlah kunjungan dengan koefisien 0,339. Hasil analisis inimenerangkan bahwa wisatawan dengan kepuasan pelanggan tinggi akan mendorong untukmelakukan kunjungan lagi. Pengaruh langsung terhadap jumlah kunjungan selain bersumberdari kepuasan pelanggan juga bersumber dari kualitas pelayanan. Kepuasan pelanggan secaralangsung dapat dijelaskan oleh kualitas pelayanan dengan koefisien sebesar 0,633. Jumlahkunjungan secara langsung bisa dijelaskan oleh dua faktor penentu yaitu kualitas pelayanan(koefisien = 0,286) dan kepuasan pelanggan (koefisien = 0,339).

Kepuasan pelanggan memiliki pengaruh tidak langsung terhadap jumlah kunjunganmelalui kepuasan pelanggan sebesar 0,215. Berdasarkan hasil paparan pengaruh tidaklangsung pada model hipotesis ini, maka diperoleh jalur strategis yaitu : kualitas pelayanan –

Page 229: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

215

kepuasan pelanggan – jumlah kunjungan. Kedua jalur ini adalah penting karena memilikikoefisien jalur yang besar.

KESIMPULAN

1. Peran dominan terhadap jumlah kunjungan bersumber dari kualitas pelayanan,sedangkan terhadap kepuasan pelanggan pengaruh dominan bersumber dari jumlahkunjungan.

2. Wisatawan dengan kepuasan pelanggan tinggi akan mendorong untuk melakukankunjungan lagi.

3. Pengaruh langsung terhadap jumlah kunjungan selain bersumber dari kepuasanpelanggan juga bersumber dari kualitas pelayanan.

4. Dalam jangka panjang kualitas pelayanan yang memenuhi harapan pengunjung akanmempunyai peran strategis karena akan menguatkan jumlah kunjungan setelahmampu meningkatkan kepuasan pelanggan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada DITLITABMAS Direktorat JenderalPendidikan Tinggi Kemendikbud atas bantuan biaya penelitian melalui Program KegiatanPenelitian Dosen Pemula Tahun 2013 dan kepada Prof. Dr. Ir. Iwan Nugroho, MS yang telahmemberikan kesempatan untuk ikut dalam Seminar Nasional Ekowisata tanggal 12Nopember 2013.

DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik (BPS) Kota Batu 2012, Kota Batu Dalam Angka. batukota.bps.go.id

Bowen, J.T. and Chen, S. (2001), The Relationship Between Customer Loyalty and CustomerSatisfaction, International Journal of Contemporary Hospitality Management,No.13/5, pp.213-217.

Brady, Michael K. and J. Joseph Cronin, 2001. Some Though on conceptualizing perceivedservice quality: A hierarchical approach. Journal Of Marketing Vol. 65,34-49

Crilley, Gary. 2005. A Case for Benchmarking Customer Service Quality in Tourism andLeisure Service. Journal of Hospitality and Tourism Management. Vol 12, No.2.p.97-107

Cronin, J. Joseph and Steven A. Taylor. 2002. Measuring Service Quality: A Reexaminationand Extension. Journal Of Marketing Vol.56 (July): 55-68.

Page 230: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

216

Edwin Japarianto, Poppy Laksmono dan Nur Ainy Khomariyah, 2007. Analisa KualitasLayanan sebagai Pengukur Loyalitas Pelanggan Hotel Majapahit Surabaya denganPemasaran Relasional sebagai Variabel Intervening, Jurnal Manajemen Perhotelan,VOL. 3, NO. 1, Maret 2007. 34-42.

Lovelock, Christopher, and E Gummesson, 2005. Whither Service Marketing? In Search of aNew Paradigm and Fresh Perspectives, Journal of Service Research, Vol. 7,No.1.p.20-41.

Martono, Nanang. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Analisis Isi dan Analisis DataSekunder. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Nurdiana, Asep. 2012. Kualitas Pelayanan di Obyek Wisata Gua Jatijajar Kebumen.

Parasuraman, “Customer Service in Business-to-Business Markets: An Agenda forResearch,” Journal of Business and Industrial Marketing, Volume 13, Issue 4/5,1998, pp. 309-321.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 2006. Metode Penelitian Survei, LP3S, Jakarta.

Utari, Woro, 2010. Model Kepuasan Pelanggan Sebagai Moderating Variabel GunaMeningkatkan Loyalitas Pelanggan pada Maskapai Penerbangan, Jurnal MitraEkonomi dan Manajemen Bisnis, Vol.1, No. 2, Oktober 2010, 137-151 ISSN 2087-1090.137

Yoeti, O. A, (2003), Pemasaran Pariwisata, Penerbit Angkasa, Bandung.

Page 231: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

217

MENGGAGAS PAKET EKOWISATA KOTA MALANGSEBAGAI SALAH SATU MEDIA PEMBELAJARAN BAGI MASYARAKAT

Kun Aniroh M Gunadi

Program Diploma IV Pariwisata Universitas Merdeka MalangE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kota Malang sejak lama dikenal sebagai kota yang sejuk dan dan indah sehinggamenjadi daya tarik wisata. Kota Malang juga memiliki kekhasan sebagai kota sejarah.Pengunjung atau wisatawan umumnya menghabiskan waktu satu sampai dua hari untukmenikmati obyek-obyek wisata di Malang, Namun demikian, potensi daya tarik wisatatersebut menunjukkan kecenderungan menurun karena beberapa hal, antara lain kurangtersedianya paket-paket wisata Kota Malang, lemahnya promosi paket wisata Kota Malang,dan berkurangnya fasilitas dan tidak terpeliharanya trotoar atau fasilitas pejalan kaki. Hasilpenelitian Ridianto (2013) menunjukkan bahwa paket yang dijual di Kota Malang adalahpaket wisata ke luar daerah atau keluar negeri. Hal ini dapat mengakibatkan penurunantingkat kunjungan wisata ke kota Malang. Beberapa solusi yang ditawarkan antara lainpenawaran paket wisata di sekolah-sekolah, pengenalan obyek-obyek ekowisata, danpenguatan citra Malang sebagai kota pendidikan dan pariwisata.

Kata kunci: jasa perjalanan, ekowisata, pendidikan, Malang

ABSTRACT

Malang has long been known as the city with cool and beautiful environment, andperform a significant tourist attraction. Malang also has been well known as specific historycity. Visitors or tourists generally spend one to two days to enjoy the tourist attraction inMalang. However, the potential tourist attraction is showing a declining trend for severalreasons, such as lack of available tour packages, weak promotional package in the city, and areduced maintenance of facilities and sidewalks or pedestrian facilities. The results Ridianto(2013) showed that the package was sold in Malang is generally a tour package to otherregions or abroad. This can result in decreased levels of tourist visits to the Malang city.Alternative solutions for these probles is an offers of tour packages in schools, recognition ofecotourism objects and branding of the Malang as education and tourism city.

Keywords: tours service, ecotourism, education, Malang

Page 232: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

218

PENDAHULUAN

Artikel ‘Pisau Kelas Menengah’ di harian Kompas tanggal 23 Oktober 2013 (DewiIndriastuti) memaparkan bahwa bertambahnya kelas menengah di Indonesia menjadi sasaranempuk industri pariwisata di negara tetangga. Ada golongan kelas menengah yangmenghabiskan liburannya di destinasi wisata eksklusif di Indonesia seperti di Raja Ampat,Pulau Komodo, Rinca di Nusa Tenggara Timur atau berwisata ke luar negeri yang biayanyalebih murah. Malaysia, Singapura dan Thailand sangat cepat menangkap fenomena inidengan membuka penerbangan langsung setiap hari dan menawarkan paket wisata yangrelatif tidak mahal bahkan jauh lebih murah dibandingkan dengan berwisata ke dalam negeri.Hal lain yang perlu direnungkan adalah berkurangnya surplus jasa perjalanan pada triwulanII- 2013 sebesar 196 juta dolar AS atau Rp. 2,156 triliun atau turun dari triwulan I-2013sebesar 600 juta dolar atau Rp. 6,6 triliun. Melihat data ini, walaupun jasa perjalanan masihsurplus, ada pergeseran kecenderungan berwisata ke luar negeri bagi golongan menengah keatas. Lalu bagaimana dengan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia? Padatriwulan II-2013 wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia 2,152 juta orangatau naik dibandingkan triwulan I-2013 sebanyak 2,038 juta orang, namun rata-ratapengeluaran wisatawan mancanegara turun dari 1.127 dolar AS menjadi 931 dolar AS. Bilahal ini dibiarkan akan mempengaruhi transaksi berjalan di bidang jasa perjalanan.

Penelitian yang dilakukan oleh Ridianto (Juni 2013) menunjukkan hasil yang tidakjauh berbeda yaitu bahwa biro-biro perjalanan wisata di Kota Malang masih kurang dalammenawarkan paket wisata yang ada di Kota Malang. Paket wisata yang kebanyakan dijualadalah paket wisata kota atau daerah lain, atau ke luar negeri. Sedangkan dalam membantuwisatawan domestik maupun mancanegara yang datang ke Malang biro perjalanan wisatalebih banyak menjual jasa transportasi. Hal demikian terjadi karena memang banyakwisatawan yang memilih ke Batu, Kabupaten Malang atau ke Bromo sebagai tujuan wisata,namun menginap di Malang, karena aksesibilitas dan fasilitas yang dipunyai Malang bagus.Disamping itu Malang belum mempunyai pedoman pokok paket wisata Kota Malang (travelagent’s manual). Singapura Tourism Board dan Malaysia Tourism Board sudah menerbitkanmanual tersebut sehingga biro perjalanan di kedua negara tersebut dengan mudah dapatmenyusun paket wisata, baik yang umum maupun yang spesifik dengan ragam variasinya.

Dampak dari hal tersebut adalah Kota Malang masih belum mampu tampil sebagaikota tujuan wisata yang utama padahal Kota Malang mempunyai karakter yang sangat khasdan unik dan mempunyai akses yang sangat bagus. Yang dapat dilakukan adalahmenciptakan paket-paket wisata baik dari segi kwantitas maupun kualitas yang khas Malangdan menginformasikannya kepada masyarakat.

Banyak permasalahan yang dihadapi di bidang pariwisata, namun yang betul-betulharus dicermati adalah bagaimana meningkatkan jasa perjalanan ke Indonesia termasuk ke

Page 233: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

219

Kota Malang sehingga jasa perjalanan akan surplus sepanjang tahun. Ekowisata adalah salahsatu solusinya karena ekowisata mengandung unsur pelestarian alam, budaya, kearifan lokal,pendidikan, yang diharapkan dapat menunjang keberlanjutan alam itu sendiri sehinggaalam, budaya dengan segala isinya dapat dinikmati dalam jangka waktu yang lama.

Potensi Kota MalangSeorang penulis perjalanan dari Norwegia (Olav Schewe, 2009)) yang pernah

berkunjung ke Malang mengikuti program pertukaran mahasiswa menulis bahwa sebagianbesar orang pergi berlibur ke beberapa tempat wisata di Jawa Timur tidak hanya ke Malangkarena Malang belum cukup spektakuler. Malang menjadi pemberhentian sementara/transit(natural stop) bagi para wisatawan misalnya para backpackers yang biasanya tinggal hanyadalam waktu 1 atau 2 hari. Oleh karena itu Malang dengan sendirinya dikenal sebagai kotatransit bagi para wisatawan sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat lain. Hasil dariFocuss Group Discussion (FGD,24 Oktober 2013) tentang ‘Pengembangan Pariwisata KotaMalang’ dari salah seorang peserta (Ibu Wiwin dari Universitas Widyagama) jugamenyampaikan bahwa Malang adalah kota penyangga kota-kota lain, artinya bahwawisatawan menginap di Malang dan pergi berwisata ke tempat lain yaitu ke Batu,Kabupaten Malang atau ke Bromo.

Selanjutnya Olav (2009) juga menyampaikan bahwa Malang dan Batu sangat kayaakan nilai sejarah sejak zaman kolonial Belanda dan menjadi tujuan wisata yang sangatpopuler. Dengan demikian segmen pasar Belanda adalah pasar yang sangat potensialdisamping pasar pariwisata Eropa yang lain. Ketua PHRI Malang menyampaikanpengalamannya dalam FGD bahwa pernah seorang wisatawan Belanda yang menginap dihotel menangis karena Malang sudah tidak nyaman untuk berjalan-jalan seperti dulu, trotoartidak nyaman, banyak pohon-pohon yang sudah hilang sehingga dia memutuskan untukcepat-cepat pulang. Oleh karena itu disampaikan secara lebih lanjut oleh Ketua BadanPromosi Pariwisata Daerah Jawa Timur dibutuhkan upaya mengkonservasi danmerekonstruksi bangunan-bangunan bersejarah karena pariwisata bukan sekedar menjualtetapi yang lebih utama adalah menkonservasi peninggalan sejarah dan budaya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa potensi Kota Malang adalah sebagai kotatransit, kota tempat menginap sebelum melanjutkan perjalanan. Potensi yang kedua adalahsebagai kota yang kaya akan nilai-nilai sejarah, dan termasuk dalam subkultur arek yangberkarakter dinamis. Permasalahan selanjutnya adalah bagaimana memaksimalkan keduapotensi tersebut. Banyak kota-kota di dunia yang menawarkan pengalaman mengunjungibanyak tempat dalam waktu sebentar dan bukan mengunjungi suatu tempat dalam waktuyang lama. Ceruk pasar inilah yang sesuai untuk kota transit(www.dialaflight.com/citybreaks). Karena kota transit dikunjungi dalam waktu yang taklama maka kota tersebut seyogyanya mampu menyediakan daya tarik baik itu destinasi

Page 234: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

220

wisata maupun daya tarik event (attraction). Kenyamanan dari segi fasilitas (amenities)seperti hotel, transportasi lokal yang informatif dan mudah dicapai juga dipenuhi. Demikianpula informasi tentang tempat-tempat makan dan akses transport ke lokasi hendaknyadibuat secara teratur, sering, murah dan aman (accessibility). Selanjutnya agar informasitentang attraction, amenities dan accessibility terpadu maka diperlukan organisasikepariwisataan (ancillaries) yang mengatur kerangka pengembangan pariwisata, mengaturindustri pariwisata dan mempromosikannya sehingga akan dikenal oleh wisatawan domestikmaupun mancanegara.

Keuntungan sebuah kota sebagai kota transit adalah bahwa tinggal di kota transitharga-harga terjangkau, tujuan wisatanya bervariasi, menawarkan tujuan wisata yangberbeda dan aktivitasnya menyenangkan. Kerugiannya adalah bahwa karena aktivitasperjalanannya sudah diprogram, dan sudah diberi harga, maka rata-rata paket wisatanyaberdurasi pendek, sehingga apabila ingin mencoba paket-paket lain maka harus tinggal lebihlama (advantages and disadvantages of city break &id). Oleh karena itu paket wisata yangideal bagi kota transit adalah paket wisata yang berdurasi pendek, harga terjangkau tetapisangat menarik.

Peran Lembaga Pendidikan dalam Mengembangkan EkowisataSalah satu wejangan Bung Karno yang sangat terkenal adalah Jas Merah: ’jangan

melupakan sejarah’ yang diwujudkan dalam salah satu karya yaitu didirikannya HotelIndonesia sebagai bangunan yang melambangkan sebuah kerjasama dari berbagai sukubangsa dari sebuah bangsa yang bebas. Hotel Indonesia dibangun pada tahun 1962 yangdidalamnya penuh nuansa sejarah dan budaya, sebuah bangunan modern dengan ciri lokalyang sangat kental, termasuk menu masakan nasi gorengnya yang sangat khas Indonesia.Dengan demikian Bung Karno telah jauh sekali memikirkan konservasi kekayaan budayaIndonesia, dengan tetap mengikuti perkembangan jaman (www.kempinski.hotel).

Nilai-nilai inilah yang kini banyak diajarkan dibidang pendidikan dengan namamuatan lokal. TIES 2000 (dalam Damanik dan Weber 2005), menjelaskan bahwa ekowisataadalah perjalanan wisata alam yang bertanggungjawab untuk memelihara lingkungan danmemperbaiki kekayaan masyarakat lokal yang unsur-unsurnya meliputi sumber alam,sejarah dan budaya. Program-program ekowisata yang bertanggung jawab termasuk programyang bertujuan mengurangi aspek negatif pariwisata konvensional terhadap lingkungan danmeningkatkan integritas budaya masyarakat lokal. Sedangkan en.wikipedia.ind menjelaskanbahwa program ekowisata yang bertanggungjawab termasuk program meminimalkan aspek-aspek negatif dari pariwisata konvensional terhadap lingkungan dan meningkatkan integritasbudaya masyarakat lokal. Yang termasuk dalam program ini adalah mempromosikankegiatan daur ulang, efisiensi energi, konservasi air dan memberikan kesempatan berusahadan berkreasi dibidang ekonomi bagi masyarakat lokal. Dengan demikian program-program

Page 235: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

221

yang dikemas dalam ekowisata adalah mengajak wisatawan bertanggung jawab secara sosialdalam penyelamatan lingkungan.

Ekowisata terkait erat dengan semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, daripendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Pelajaran tentang kebersihan lingkungan,menggambar, kerajinan tangan, kesenian, musik, agama, sejarah, budaya, bahasa, dan matapelajaran yang lain. Namun demikian kini mata pelajaran eksak, bahasa Inggris danKomputer begitu menonjol, bahkan papan nama sekolah juga dilengkapi dalam bahasaInggris. Hal yang demikian memang penting di era global namun dampak psikologis secarapelan tetapi pasti merubah sikap mental siswa yang jauh dari nilai-nilai budayalingkungannya. Muatan lokal seperti kriya, topeng, tari Beskalan, wayang Krucil, MacapatMalang diartikan sebagai kewenangan lokal/sekolah (Suwardono, 2013)

Kebudayaan mempunyai banyak unsur yaitu: bahasa, masyarakat hubungannyadengan tradisi, kerajinan tangan, makanan dan kebiasaan makan, musik dan kesenian,sejarah suatu tempat, cara kerja teknologi, agama, bentuk dan karakteristik arsitektur, tatacara berpakaian penduduk setempat, sistim pendidikan dan kegiatan pada waktu sengggang.Sedangkan menurut Wikipedia Indonesia, budaya adalah suatu cara hidup yang berkembangdan dimiliki bersama oleh suatu kelompok dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk daribanyak unsur yang rumit termasuk sistim agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,pakaian, bangunan, dan karya seni. Bila dilihat secara seksama semua unsur kebudayaandipelajari di sekolah. Dengan demikian sekolah adalah tempat yang tepat untuk menyemaiunsur-unsur kebudayaan, dan merupakan hal yang sangat tepat bila pendidikan dankebudayaan menjadi satu, karena pada dasarnya lewat pendidikanlah kebudayaanditanamkan sejak dini sehingga setelah dewasa kelak budaya itu sudah terbentuk.

Pendidikan Karakter Sekolah Menengah Pertama tahun 2012, memuat 25 nilai-nilaikarakter. Beberapa diantaranya adalah kebersihan dan kesehatan, kreatif, inovatif,penghargaan pada karya prestasi orang lain, dan kepedulian lingkungan. Secara rinci anakdidik diharapkan berpartisipasi menanam tanaman di lingkungan sekolah, menjaga tanaman,tidak merusak prasarana dan saluran air di lingkungan sekolah, menyukai dan mampu belajartari, lagu dan musik Nusantara. Nilai-nilai tersebut semua ada di dalam ekowisata.

Bila mata pelajaran-mata pelajaran tersebut dikaitkan dengan kecerdasan ganda(multiple intelligence), yang diberikan di pendidikan dasar dan menengah belum seimbang.Kecerdasan ganda terdiri dari kecerdasan bahasa, matematika, musik, kinestetics,naturalistic, interpersonal dan intrapersonal yang bila diamati secara seksama adalahkemampuan-kemampuan yang berhubungan dengan logika dan seni budaya, baik itu seniolah vokal, menari, menggambar, etika bergaul, dan sopan santun. Seyogyanya kecerdasan-kecerdasan tersebut diberikan ruang yang seimbang bagi anak didik, sehingga tidak hanyalogikanya yang terasah tetapi juga nuraninya. Di jaman global sekarang ini selainkecerdasan intelektual, emosional dan spiritual, berkembang pula kecerdasan lain yaitu

Page 236: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

222

kecerdasan komunikasi dan kecerdasan mengantisipasi perubahan (change quotient), yangintinya adalah agar bias bertahan di jaman global yang perubahannya cepat. Walaupun jamansemakin maju dan modern, namun satu hal tetap tak boleh dilupakan dan akan tetap terusdipelajari dan dilestarikan yaitu bahwa akar budaya bangsa tak boleh tercerabut dari setiapmanusia Indonesia.

Bapak, ibu guru, dosen, pendidik,dan tentu saja orang tua mempunyai fungsi yangsangat strategis dalam memberikan dan menanamkan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Nilai-nilai inilah yang harus dijunjung tinggi, dilaksanakan dan dilestarikan untuk kemajuanbangsa. Bila hal seperti ini sudah tertanam maka dengan sendirinya warga Malang secaraotomatis akan mempromosikan Kota Malang baik sebagai kota pendidikan maupun kotapariwisata.

Menumbuhkembangkan Rasa Cinta terhadap Kota MalangSalah satu unsur budaya dalam masyarakat adalah makanan dan kebiasaan makan.

Masyarakat Malang bisa berbangga karena banyak makanan yang terkenal dari KotaMalang, dari bakso, kripik tempe, berbagai masakan dari mie dan sebagainya. Dengandemikian bila dihubungkan dengan kota tempat menginap sudah sangat sesuai, yaitu bilaorang menginap pasti akan membutuhkan makanan. Makanan dan kebiasaan makantermasuk dalam well being of local people dalam ekowisata jadi harus dilestarikan sehinggaakan menjadi budaya yang kuat. Sayang sekali bahan baku dari berbagai makanan yangdipunyai Indonesia dan Malang khususnya (kedelai dan terigu) sebagian masih diimporsehingga apabila terjadi lonjakan harga akan menganggu produksi makanan tersebut.Seyogyanya makanan yang menjadi makanan pokok diimbangi dengan pembudidayaanbahan baku sehingga pasokan bahan baku lancar, mendorong dan mempertahankan lahanpertanian yang subur dan sekaligus akan menciptakan ketahanan pangan.

Apa yang dilakukan oleh orang Jepang dan Korea tentang makan dan kebiasaanmakan bisa dijadikan contoh. Anak-anak Sekolah Dasar kelas I sampai kelas VI di Jepangmasih diajarkan makan bersama dengan menu Jepang. Makan siang sudah disiapkan olehguru dan para siswa yang menghidangkannya, membereskan setelah makan dan mencucinya.Sedangkan di Korea bagi siswa SMP dan SMU sudah disiapkan oleh kantin sekolah danpada saat makan siang mereka antri untuk dapat makan siang di kantin. Di universitas,kantin universitas lah yang berperan dan mahasiswa membayar. Dari kegiatan makanmakanan Jepang atau Korea dan kebiasaan makan yang selalu dilaksanakan secara bersamaantara guru dan siswa dan antara mahasiswa dan dosen di lembaga pendidikan menghasilkanbudaya cinta makan menu-menu masakan dalam negeri. Demikian kuatnya kebiasaanmakan jenis makanan yang diproduksi oleh negeri sendiri bagi kedua bangsa tersebut, danditambah dengan tulisan-tulisan tentang khasiat makanan yang ditulis dalam buku dandipromosikan lewat media elektronik sehingga Jepang dan Korea mampu mengekspor

Page 237: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

223

makanan dan mendirikan banyak restoran di luar negeri, dengan bahan baku dari dalamnegeri.

Dalam hal kesenian banyak sekolah dan kampus di Malang yang sudah mempunyaigedung pertunjukan yang sangat memadai yang bisa digunakan untuk mementaskan karyaseni apalagi bagi universitas yang mempunyai jurusan seni sehingga tempat bukan menjadimasalah. Pertunjukan kesenian, budaya maupun olahraga bisa dijadwalkan antar kampussebagai bagian dari Tri Dharma yang memang sudah menjadi kewajiban warga kampus.

Dalam perencanaan pariwisata dikenal hard infrastructure dan soft infrastructure.Termasuk dalam hard infrastructure adalah sarana-sarana meliputi transportasi, energi, air,komunikasi, pengelolaan sampah, pengawasan bumi dan jaringan. Sedangkan softinfrastructure adalah sarana pemerintahan, ekonomi, sosial, budaya, olah raga dan saranauntuk bersantai atau bersenang-senang. Secara lebih spesifik sarana budaya adalah balaiuntuk konser atau pertunjukan, museum, perpustakaan, teater, studio film dan tempat khususuntuk pelatihan (en.wikipedia.org/wiki/infrastructure). Kota Malang mempunyai sarana hardinfrastructure maupun soft infrastructure yang cukup memadai walaupun tidak semuadimiliki oleh pemerintah namun dimiliki oleh sekolah maupun kampus yang ada di Malang.Oleh karena itu perlu kerjasama antar lembaga dalam memanfaatkannya.

Sebagai kota penyangga kota di sekitarnya Malang mempunyai banyak fasilitasbelanja baik tradisional maupun modern. Pasar tradisional yang kini sudah mulaiterpinggirkan karena tak mampu bersaing dengan pasar modern adalah pusat budaya, pusatkegiatan sosial ekonomi kerakyatan, pusat pertemuan, pusat pertukaran informasi dan pusataktivitas kesenian rakyat. Dilihat dari kondisi kebersihan sebagian besar pasar tradisionalmemang perlu revitalisasi dari pasar tersebut. Masyarakat kini lebih suka berbelanja kepasar modern atau mall yang barangnya lebih bermacam-macam dan tempatnya nyamannamun demikian kota Malang masih mempunyai pasar tradisional yang bersih dan layakdikunjungi misalnya pasar bunga, pasar burung, pasar buku jalan Wilis, pasar besar atauPasar Klojen.

Uraian di atas menunjukkan bahwa banyak tempat-tempat budaya yang bisadikunjungi di Kota Malang. Memang tidak semua tempat kondisinya bagus, namun bukanberarti tidak bisa dikunjungi. Merupakan tugas guru, dosen, pendidik, untuk melibatkansiswa dan mahasiswa peduli terhadap kekayaan budaya kota Malang dengan memberikantugas yang berkaitan dengan asset wisata seni,budaya dan sejarah serta sarana keras maupunlunak untuk memelihara dan melestarikannya, karena dengan sarana itulah pariwisata disuatu kota akan berkembang. Tugas-tugas pada awalnya mungkin sulit atau terpaksa namunlambat laun akan menjadi bagian atau cara mengenal Kota Malang dari berbagai sisisehingga tumbuh rasa memiliki dan mencintai Kota Malang.

Page 238: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

224

Gagasan Paket Ekowisata Kota MalangSekolah, kampus dan masyarakat di Kota Malang banyak mempunyai embrio

destinasi yang bisa diekowisatakan, yang jenisnya beragam mulai yang bercorak sejarah,budaya, kearifan lokal maupun yang lain. Oleh karena itu langkah-langkah pembinaan yangdahulu pernah dirumuskan Dirjen Kebudayaan tahun 1998 perlu dihidupkan kembali yaitudengan pencatatan dan pendataan seni, publikasi dan dokumentasi seni, penggalian seni,pelestarian seni, pengembangan seni, pembinaan seni, peningkatan kerjasama yangkemudian diikuti langkah-langkah bimbingan dan penyuluhan, mencatat data polalingkungan budaya, data corak interaksi antar budaya, mencatat cerita asal-usul masyarakatdesa dan cerita rakyat, data permainan rakyat, dan nilai budaya dalam masyarakat(Soewardono, 2013)

Beberapa kegiatan yang mempunyai unsur ekowisata sudah dilakukan oleh KomunitasPandu Pusaka Kota Malang. Komunitas Pandu Pusaka adalah sebuah komunitas yang berdiriatas kecintaan akan sejarah dan saujana serta mempunyai tujuan belajar dengan cara melihatkembali perkembangan suatu daerah atau kawasan tertentu di suatu kota atau desa dari masalalu hingga masa kini (pandupusaka.wordpress.com.2011). Kegiatan-kegiatan yang sudahdilakukan oleh Pandu Pusaka sangat bagus yaitu berjalan-jalan menyusuri tempat-tempat diKota Malang yang penuh dengan sejarah. Kegiatan biasanya dilakukan setiap bulan sekalidiawali dengan berkumpul di suatu tempat dan semua peserta diberikan sinopsis cerita jalan-jalan yang akan dilalui. Bila dicermati dengan seksama dengan hanya membaca salah satusinopsis misalnya tentang Jalan-jalan History Trail Kawi peserta trail bisa merasakan bahwaMalang dulu dirancang sedemikian rupa oleh Ir.Thomas Karsten sebagai kota yang aman,nyaman dan bebas banjir (lihat lampiran). Mengapa sekarang hujan sebentar timbul banjir?Aloen 2 Malang, Van Celaket, dan Kajoetangan Straat adalah nama-nama trail yangdigagas oleh komunitas Pandu Pusaka sebagai media pembelajaran bagi masyarakat.Komunitas ini dikomandani oleh Bapak Drs. Lutfi, M.Hum sejarawan dari UniversitasNegeri Malang.

Jalan-jalan yang sudah dirintis diperpanjang dengan memasuki bangunan-bangunanyang dilewati atau pada waktu tertentu mengunjungi bangunan-bangunan bersejarah yangmasih berfungsi dengan baik dan terpelihara. Atau bisa dikombinasikan dengan menikmatikuliner jaman dulu sehingga suasana dan cerita yang tercipta adalah suasana masa lalu.Permasalahannya adalah sejarah bagi sebagian besar orang merupakan pelajaran hafalanyang tidak menarik. Agar ekowisata sejarah menjadi menarik bagi peserta maka trail yangdilakukan dengan berjalan kaki bisa dikombinasi dengan naik sepeda onthel atau saat yanglain dengan naik sepeda onthel dan berpakaian jaman dulu. Agar suasana lebih seru bisadiselingi dengan menyanyikan lagu-lagu atau bermain musik jaman dulu, berbicara bahasawalikan atau mempratekkan permainan anak-anak jaman dulu.

Page 239: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

225

Gagasan lain adalah berbelanja dengan menerapkan prinsip ekowisata yang dalam halini bisa dilaksanakan dengan bekerjasama dengan pengusaha kerajinan barang bekas danpengusaha mall, mengusung tema yang lebih spesifik berupa ajakan berbelanja yangdidahului dengan prinsip ekowisata misalnya tas yang dipakai adalah tas dari bahan daurulang, mengurangi pemakaian tas plastik, bila terpaksa harus memakai tas plastik harusmembeli. Pergi ke tempat belanja dengan kendaraan umum dan sebagainya. Car free daybisa diperluas ke kampus-kampus dengan cara pada hari tertentu dalam satu minggu, 2minggu atau 1 bulan sekali pergi ke kampus naik kendaraan umum atau sepeda pancal.Secara keseluruhan dibutuhkan waktu lebih lama untuk mempersiapkan dan membutuhkantekad yang besar untuk mewujudkan tekad tersebut tetapi bisa dimulai dengan hal-hal yangkecil yang dilakukan secara konsisten. Demikian pula kegiatan lain yang berhubungandengan pemilahan sampah, atau berkunjung ke taman kota yang kesemuanya akanmemberikan inspirasi bagi pengunjung untuk bertingkah laku sopan dan bertanggung jawabterhadap alam dan lingkungan sehingga masyarakat akan semakin mencintai Kota Malang.Dengan demikian sebelum mengemas paket ekowisata prinsip-prinsip ekowisata antara lainbersifat alami, berbudaya, tradisional, ada unsur perubahan tingkah laku, danmeminimalisasi dampak lingkungan dipenuhi terlebih dahulu.

Paket ekowisata pada dasarnya seperti paket wisata umum. Nilai plus ekowisataterletak pada pendidikan bagi wisatawan maupun penyelenggara sehingga keduanya dapatsaling mendukung dalam menjaga keberlanjutan destinasi wisata. Kekurangannya adalahbahwa paket ekowisata pasarnya masih terbatas, yaitu pelajar, mahasiswa, para relawanpenanggulangan bencana, para ekspatriat dan mereka yang sudah sadar pentingnya menjagalingkungan. Malang sebagai kota pendidikan dengan jumlah pelajar dan mahasiswa dariberbagai daerah di Indonesia dan luar negeri merupakan pasar yang potensial. Implikasi bagipemerintah daerah adalah membantu mempermudah perijinan untuk memasuki gedung-gedung bersejarah di Kota Malang karena gedung-gedung tersebut pada saat sekarang inimempunyai fungsi lain dan bukan untuk umum. Sedangkan bagi masyarakat warga KotaMalang bisa mempelajari khasanah sejarah, budaya, dan seni tidak hanya sebatas teori tetapilangsung praktek

KESIMPULAN dan SARAN

Sebagai kota yang berciri khas sejarah dan masuk dalam wilayah subkultur Arek KotaMalang mempunyai karakter yang sangat khas. Karakter tersebut harus terus dipupuk dandisemai. Penyemaian yang paling strategis adalah melalui pelajar di tingkat dasar sampaiperguruan tinggi dengan memberikan program-program penyelenggaraan kegiatan senibudaya, kegiatan yang bersifat ramah lingkungan seperti yang sudah ditetapkan dalam

Page 240: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

226

pendidikan karakter, agar peserta didik dan masyarakat mengenal dan mencintai negerisendiri. Kegiatan-kegiatan dikemas dengan menerapkan prinsip ekowisata yangpelaksanaanya bisa di dalam maupun di luar kampus atau sekolah.

Pengalaman-pengalaman luar biasa harus diciptakan dalam mengikuti kegiatanekowisata karena pengalaman itulah yang menjadi daya tarik. Semakin berkualitaspengalaman yang diperoleh maka semakin mendalam kesan yang didapatkan, sehingga akanmendorong terjadinya kegiatan perjalanan atau kunjungan ulang.

Banyak hal yang harus dilakukan dalam mempertahankan, merekonstruksi danmengembangkan aset-aset sejarah, seni dan budaya Kota Malang agar program paketekowisata berlangsung dan berlanjut. Pendataan aset, penyuluhan bagi pelaku usahakerajinan, dan usaha sejenis lainnya juga perlu dilakukan agar produk-produknya kreatif danmempunyai daya saing tinggi. Hasil pendataan disampaikan kepada pemerintah dan BadanPromosi Pariwisata Kota Malang untuk bisa ditindaklanjuti. Dengan usaha yang maksimalbukan tidak mungkin Kota Malang akan dikenal sebagai kota ekowisata yang dapatmembantu menambah surplus kegiatan perjalanan, dan menyumbangkan devisa pariwisatanasional

DAFTAR PUSTAKA.…………………. Brochure, Leaflet of Daegu Theme Tours.

………………… Pendidikan Karakter Sekolah Menengah Pertama. 2012. Jakarta:Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Direktorat Jenderal PendidikanDasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012.

…………………. Brochure, Leaflet of London Walks, London. 2008.

………………….. Bahan Kuliah dan Praktek Ecotourism Shortcourse, Osaka. 2006.

Damanik, Janianton dan Weber, 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke Aplikasi,Yogyakarta, Penerbit: Andi dan Puspar UGM

Dewi Indriastuti, 2013, ‘Pisau Kelas Menengah’ Kompas 23 Oktober 2013

en.wikipedia.org/wiki/infrastructure

id.wikipedia.org/wiki/Budaya

Ridianto, Arta. 2013. Peran Biro Perjalanan dalam Memasarkan Paket Wisata Kota Malang,Karya Tugas Akhir Diploma III Usaha Perjalanan Wisata. Tidak diterbitkan.

Shcewe. Olav. 2009. Developing Tourism in Malang, makalah disampaikan pada DiskusiPengembangan Pariwisata Kota Malang, 7 Juli 2009 di Program Diploma IVPariwisata Universitas Merdeka Malang.

Suwardono, 2013. Peran Pelaku Seni dan Komunitas Adat dalam Menghadapi BudayaGlobal. Makalah disampaikan dalam Dialog Pemberdayaan Komunitas Adat yang

Page 241: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

227

diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Malang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 31Oktober 2013

www.dialaflight.com/citybreaks

www.multiple intelligence

Lampiran:

Contoh Paket Ekowisata Kota MalangDutch Architecture Tour

Arrive in Malang by the morning flight from Jakarta. Meet and transfer by car toSplendid historical hotel, store and relax for a while, then brefing on Malang nostalgic cityand historical city. Continue sight seeing by becak or walks (energy efficiency) aroundaloen-aloen Tugu, then continue to Celaket visiting SMK Corjesu, SMU Frateran, SMUDempo, SDK Sang Timur, Ijen Church, House of Nanda on Ijen Street, and have a lunch atOen Resto.(Packaged tour of Delft University-Diploma in Tours and Travel MerdekaUniversity, 2010, adapted from London Walks 2008, Daegu-Theme Tours 2010)

Education and Islamic TourArrive in Surabaya by afternoon flight and transfer by travel car to Pinoki homestay,

early morning go to UIN Malang to see the activity of Ma’had, then to Pondok PesantrenGading, Kampung Arab, House of Roti Maryam Jl. Pajajaran, go to Iran Corner atUNMUH back to UIN in the late afternoon, practice calligraphy, watch and practice JapinDance (Satu Puumala of Finland, Susan Kim of Korea, UNMER–UIN,2010, Adapted fromPutra Jaya Mosque Tour,2007)Garbage Management Tour

Meeting point Pinoki homestay, go to Kampung Bank Sampah Jl. S.Supriadi,Wonosari Tea Plantation by angkot, outbond activity, learning to classify organic and nonorganic garbage, lunch, going back home (Pinoki Kids and Mothers 2012, IJFD ProgramGermany, adapted from Mottainai Tour, ecotourism shortcourse, Osaka,2006)

Cultural TourMeeting point at SMU Hwa In, in the afternoon, go to Pinoki homestay, practice

angklung, gamelan, terbangan, village thanksgiving. Early morning briefing traditionalfarming, going to ricefield with farmers, planting, ploughing, harvesting, cooking sweetpotatoes, nuts, horse riding, dokar riding, traditional games, making soto (Gilford GrammarSchool,Perth, SMU Hwa In,SMP 22, Pinoki Kids)

Page 242: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

228

PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN ANTI GEMUKSEBAGAI DAYA TARIK WISATAWAN

Sukamto

Fakultas Pertanian Universitas Widyagama MalangE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pola konsumsi makan pada sebagian besar masyarakat cenderung untuk overnutrition. Gejala tersebut mendorong timbulnya over weight (kegemukan) dan obesitassehingga memicu munculnya berbagai penyakit degeneratif hipertensi, stroke, kanker,maupun jantung koroner. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa pada tahun2005 secara global ada sekitar 1,6 miliar orang dewasa yang kelebihan berat badan atauoverweight dan 400 juta di antaranya dikategorikan obesitas. Oleh karena itu penggunaanproduk pangan yang berhubungan dengan pengendalian obesitas tersebut semakin besar.Daerah wisata merupakan salah satu sarana untuk mensosialisasikan sekaligus ajang promosiproduk-produk pangan anti gemuk. Produk-produk tersebut diharapkan menjadi daya tariktersendiri bagi wisatawan yang berkunjung.

Kata kunci: pangan, obesitas, wisata

ABSTRACT

Food consumption patterns in most people tend to over-nutrition. The conditions ledto over weight and obesity and trigger a variety of degenerative diseases such ashypertension, stroke, cancer, and coronary heart. The World Health Organization (WHO)notes that in 2005 there are approximately 1.6 billion adults are overweight or overweight,and 400 million are considered obese. Therefore the use of food products associated withcontrolling obesity is very significant. Tourist area destination is one of the means tosocialize, as well as event promotion of the products anti-obesity food. The products areexpected to become an attraction for tourists.

Keywords: food, obesity and tourists

PENDAHULUAN

Pola konsumsi makan pada sebagian besar masyarakat cenderung untuk over nutrition(konsumsi gizi yang berlebihan). Gejala tersebut mendorong timbulnya over weight(kegemukan) dan obesitas sehingga memicu munculnya berbagai penyakit degeneratifhepertensi, stroke, kanker, asam urat maupun jantung koroner. Organisasi Kesehatan Dunia

Page 243: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

229

(WHO) mencatat bahwa pada tahun 2005 secara global ada sekitar 1,6 miliar orang dewasayang kelebihan berat badan atau overweight dan 400 juta di antaranya dikategorikanobesitas. Pada 2015 diprediksi kasus obesitas akan meningkat dua kali lipat. Tahun 2007, diIndonesia terdapat 19,1 persen kasus obesitas pada penduduk berusia di atas 15 tahun (Minarto, 2011). Pada tahun 2030 diprediksi penduduk yang mengalami overweigt danobesitas akan menembus angka diatas 50 %.

Menurut World Health Organization (WHO) penyebab kematian secara global kelimaadalah kegemukan dan obesitas. WHO melaporkan bahwa setidaknya 2,8 juta orang dewasameninggal setiap tahun sebagai akibat dari kelebihan berat badan atau obesitas. Disampingitu obesitas atau kegemukan juga mendorong terjadinya gejala penyakit degenerativediantaranya : penyakit diabates 44% , penyakit jantung 23% dan penyakit kanker antara 7%dan 41%. Diperkirakan sejak tahun 2008 lebih dari 1,4miliar orang dewasa kelebihan beratbadan. Dari orang dewasa kelebihan berat badan, lebihdari 200 juta orang priadan hampir300 juta wanita mengalami obesitas. Secara keseluruhan diperkirakan lebihdari 10% daripopulasi orang dewasa di dunia mengalami obesitas.

Pada tahun 2011, lebih dari 40 juta anak di bawah usia lima tahun mengalamikelebihan berat badan. Kelebihan berat badan tidak hanya terjadi di Negara yangberpenghasilan tinggi, namun sudah merambah pada Negara yang berpenghasilan rendah danmenengah, khususnya di perkotaan. Lebihdari 30 juta anak-anak kelebihan beratba dan hidupdi Negara berkembang dan 10 juta di Negara maju (WHO).

Ekowisata yang dikembangkan di kawasan konservasi adalah ekowisata yang “HIJAUdan ADIL” (Green& Fair) untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan dan konservasi,yaitu sebuah kegiatan usaha yang bertujuan untuk menyediakan alternatif ekonomi secaraberkelanjutan bagi masyarakat di kawasan yang dilindungi, berbagi manfaat dari upayakonservasi secara layak (terutama bagi masyarakat yang lahan dan sumberdaya alamnyaberada di kawasan yang dilindungi), dan berkontribusi pada konservasi denganmeningkatkan kepedulian dan dukungan terhadap perlindungan bentang lahan yang memilikinilai biologis, ekologis dan nilai sejarah yang tinggi (Direktorat Jenderal PengembanganDestinasi Pariwisata, 2009). Kondisi tersebut merupakan potensi yang sangat baik sebagaimodal pengembangan tanaman yang menyediakan ingredien anti gemuk sehingga sinergiantara kebutuhan bahan baku untuk pengembangan produk-produk pangan anti gemuk dapatdipenuhi dari lokasi daerah wisata tanpa mengganggu konservasi sumber daya alam.

Tujuan penulisan adalah untuk memberikan informasi ilmiah tentang pentingnyapangan anti gemuk bagi kesehatan dan sekaligus mengangkat citra produk-produk pangananti gemuk sehingga mempunyai daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestic maupunmanca Negara tanpa mengganggu konservasi sumber daya alam.

Page 244: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

230

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Obesitas/ kegemukan dan Indeks Massa TubuhKegemukan dan obesitas dapat diartikan sebagai penumpukan lemak dalam tubuh

yang berlebihan sehingga berat badan menjadi abnormal dan mengganggu kesehatan. Bodymass index (BMI)/Indeks massa tubuh (IMT) merupakan indeks yang dapat digunakan untukmenggolongkan kelebihan berat badan dan obesitas pada orang dewasa. Indek massatumbuh (IMT) didefinisikan sebagai berat badan seseorang dalam kilogram dibagi dengankuadrat tinggi badan dalam meter. Dengan demikian satuan dari IMT adalah (kg/m2) (Otteet al., 2000). Body mass index (BMI) lebih besar dari atau sama dengan 25 adalah kelebihanberat badan. BMI lebih besar dari atau sama dengan 30 adalah obesitas selengkapnya sepertipada Tabel 1.

Tabel 1. Kategori Body mass index (BMI)

No Kategori Nilai BMI1234

Berat badan kurangBerat badan normalKegemukanObesitas

<18.518.5–24.925–29.9

≥ 30

Keterbatasan BMI adalah tidak dapat digunakan bagi (1) Anak-anak yang dalam masapertumbuhan. (2). Wanita hamil dan (3) Orang yang sangat berotot, contohnya atlet. BMIberguna mengukur kelebihan berat badan dan obesitas pada tingkat populasi. Hal tersebutadalah sama untuk kedua jenis kelamin dan untuk semua usia dewasa. BMI dianggap sebagaipanduan kasar karena mungkin tidak sesuai dengan derajat yang sama kegemukan padaindividu yang berbeda.

Fakta-fakta tentang kelebihan berat badan dan obesitasKegemukan dan obesitas merupakan factor penyebab kematian secara global kelima.

WHO melaporkan bahwa setidaknya 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahun sebagaiakibat dari kelebihan berat badan atau obesitas. Disamping itu obesitas atau kegemukan jugamendorong terjadinya gejala penyakit degenerative diantaranya : penyakit diabates 44% ,penyakit jantung 23% dan penyakit kanker antara 7% dan 41%.

WHO memperkirakan sejak tahun 2008 Lebih dari 1,4 miliar orang dewasakelebihanberat badan.Dari orang dewasa kelebihan berat badan, lebih dari 200 juta orang pria danhampir 300 juta wanita mengalami obesitas.Secara keseluruhan diperkirakan lebih dari 10%dari populasi orang dewasa di dunia mengalami obesitas.

Page 245: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

231

Pada tahun 2011, lebih dari 40 juta anak di bawah usia lima tahun mengalamikelebihan berat badan. Kelebihan berat badan tidak hanya terjadi di Negara yangberpenghasilan tinggi, namun sudah merambah pada Negara yangberpenghasilan rendah danmenengah, khususnya di perkotaan. Lebih dari 30 juta anak-anak kelebihan berat badanhidup di negara berkembang dan 10 juta di negara maju ( WHO)

Gambar 1. Hubungan BMI dengan mortalitas pada pria dan wanita bukan perokok(Vanitallie, 1993)

Gambar 2. Hubungan antara BMI dengan resiko relative kematian secara keseluruhan(WHO, 1998)

Page 246: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

232

Kegemukan dan obesitas juga berhubungan dengan jumlah kematian pendudukdiseluruh dunia. Jumlah kematian penduduk yang tinggal di Negara yang banyak mengalamikegemukan lebih tinggi dibandingkan dengan nemgara yang penduduknya kurangkemuk.Sebagai contoh, 65% dari populasi penduduk dunia yang tinggal di negara-negara dimana kelebihan berat badan dan obesitas membunuh lebih banyak orang daripadaunderweight (ini termasuk semua kebanyakan negara berpenghasilan menengahberpenghasilan tinggi dan (WHO).

Gambar 3 . Hubungan antara BMI (a); Kolesterol (b) dan Tekanan darah (c) pada resikorelative Motalitas ( WHO, 1998)

Page 247: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

233

Faktor-faktor yang menyebabkan kegemukan dan obesitas

Penyebab mendasar dari obesitas dan kelebihan berat badan adalah ketidakseimbanganenergi atau kalori yang dikonsumsi dengan kalori yang dikeluarkan. Secara umum telahterjadi peningkatan asupan makanan padat energi yang tinggi lemak, dan peningkatan fisikyang tidak aktif akibat dari bentuk kerja yang tetap, perubahan model transportasi, danmeningkatnya urbanisasi.

Perubahan diet dan pola aktivitas sebagai akibat perubahan lingkungan dan sosial yangterkait dengan pembangunan dan kurangnya kebijakan yang mendukung di sektor-sektorseperti kesehatan, pertanian, transportasi, perencanaan kota, lingkungan, pengolahanmakanan, distribusi, pemasaran dan pendidikan.

Bahan Pangan Pengendali KegemukanUntuk membantu mengatasi masalah kegemukan dan diabetes diperlukan manajemen

menjaga level gula darah agar berada dalam kondisi normal (60-120 mg/dL). Strategi yangdapat diterapkan adalah mengonsumsi makanan yang paling rendah dalam meningkatkangula darah tetapi memberikan rasa kenyang. Caranya adalah mengonsumsi produk pangandengan indeks glikemik (IG) rendah dan indeks kekenyangan (IK) tinggi. Tabel 2 dan 3memberikan informasi tentang indek glikemik dan indek kekenyangan dari beberapa bahanpangan.

Tabel 2. Indeks glikemik beberapa bahan pangan (Foster-Powel dan Miller,1995)

Jenis IG (%)(Glukosa = 100)

Jenis IG (%)(Glukosa = 100)

Bubur (Beras cokelat) 92 Kentang rebus 56

Beras ketan 88 Jagung manis 55

Kentang panggang 85 Mangga 55

Corn flake 84 Kentang crispy 54

Madu 73 Ketela rambat 54

Semangka 72 Pisang 53

Wortel 71 Bulgar rebus 48

Roti (terigu) 69 Anggur 43

Soft drink 68 Jeruk 43

Jagung (cornmeal) 68 Pear 36

Nanas 66 Apel 36

Gula pasir (sukrosa) 65 Fruktosa 23

Es krim 61 Kedelai 18

Beras putih (high amilosa) 59 Kacang tanah 14

Page 248: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

234

Tabel 3. Indeks kekenyangan beberapa bahan pangan ( Holt, 1999)

Jenis IK (%)(Bread =100)

Jenis IK (%) (Bread =100)

Kentang rebus 323 Serealia kaya serat 156

Ikan 225 Beras 136

Jeruk 202 Serealia kaya gula 131

Apel 196 Cookles 121

Beef (daging sapi) 175 Es krim 97

Baked beans 167 Potato chips 92

Grain bread 154 Kacang 85

Popcorn 154 Cake 67

Tabel 4. Indek glikemik dari beras yang dimasak dan produk-produk beras dengankandungan amilosa yang bervariasi dalam kondisi normal dan non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM) sebagai subyek (%) (FAO, 1998)

Subyek Waxy(0-

2%)

Gruel,waxy

Lowamylose

(10-20%)

Intermediateamylose

(20-25%)

Highamylose(>25%)

Noodles,high

amylose

Parboiledrice, highamylose

Normal, USAa 96ae - 93a 81b 60c - -

Normal,Indonesiab 87 96 - 52 53, 70f 78, 82 -

Normal &NIDDM,Canada &Philippinesb

116c - - - 61a,g

72ab,g

84-91bch

58-66ab 66ah

NIDDM Thailandb 75a - 71a - - 53-55b -

Normal &NIDDM,Thailandc

(100a) - (87a) - - - -

NIDDM,Taiwand 118a 124a 111a - - 110a -a GIycaemic index (Gl) based on insulin response.b GI based on glucose response, with glucose drink as 100%.cThe two Gl values given are only relative values based on waxy rice as 100%.d GI based on white bread as 100%.e Letters denote Duncan's (1955) multiple range test. Values in the same column followed by the same letter are notsignificantly different at the 5% level.f Red riceg Intermediate gelatinization temperature.hLow gelatinization temperature.

Page 249: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

235

Tabel 5. Indeks glikemik takaran saji dan beban glikemik yang dihasilkan jika suatumakanan dikonsumsi sebesar takaran sajinya ( Pusat Informasi DM, 2013)

Jenis makanan Nama Indeks GlikemikTakaran Saji

(gram) Beban Glikemik

BAKERY

Tortila gandum 30 50 8Sponge cake 46 63 17Cake pisang dengan gula 47 60 14Tortila jagung 52 50 12Cake pisang tanpa gula 55 60 12Roti hamburger 61 30 9Pita bread 68 30 10Roti putih 71 30 10Roti gandum utuh (wholewheat) 71 30 9Bagel putih 72 70 25Baguette putih 95 30 15

SEREAL

Nasi merah 50 150 14Oatmeal 55 250 13Jagung rebus 60 150 20Muesli 66 30 16Oatmeal instan 83 250 30Nasi putih 89 150 43Cornflakes™ 93 30 23

MINUMAN

Jus apel tanpa pemanis 44 250 ml 30Jus jeruk tanpa pemanis 50 250 ml 12Soft drink 68 250 ml 23

Dairy Product

Susu skim 32 250 ml 4Yoghurt rendah lemak denganbuah 33 200 11Susu penuh lemak 41 250 ml 5Es Krim 57 50 6

Jenis makanan Nama Indeks GlikemikTakaran Saji

(gram) Beban Glikemik

BUAH BUAHAN

Jeruk Bali 25 120 3Pear 38 120 4Apel 39 120 6Jeruk 40 120 4Peach kalengan 40 120 5Peach 42 120 5Pear kalengan 43 120 5Anggur 59 120 11Pisang 62 120 16

Page 250: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

236

Kismis 64 60 28Semangka 72 120 4

KACANGKACANGAN

Kacang tanah 7 50 0Kacang kedelai 15 150 1Kacang mede asin 27 50 3Kacang merah 29 150 7Kacang hitam 30 150 7Kacang panggang 40 150 6

PASTA

Fettucini 32 180 15Makaroni 47 180 23Spaghetti direbus 20 menit 58 180 26

MAKANAN RINGAN

Keripik jagung asin 42 50 11Keripik kentang 51 50 12Berondong jagung tawar 55 20 6Pretzel 83 30 16

SAYURAN

Wortel 35 80 2Green peas 51 80 4Talas 54 150 20Ubi 70 150 22

Catatan: jika indeks glikemik glukosa adalah 100, maka: indeks glikemik rendah adalah ≤ 55; indeks glikemik sedang adalah56 -69 dan indeks glikemik tinggi adalah ≥ 70

Pangan-Indeks glikemik rendahDalam ilmu gizi, respon gula darah setelah mengonsumsi bahan pangan

berkarbohidrat dinyatakan sebagai indek glikemik (IG). Parameter ini didefinisikan sebagailuasan di bawah kurva perubahan gula darah (respons glikemik) selama dua jam setelahmengonsumsi 50 g karbohidrat dari produk pangan yang diuji, kemudian dibandingkannyadengan luasan kurva referensi dari glukosa atau roti dari terigu halus (white bread).

Pangan dengan IG tinggi memiliki puncak respons glikemik yang tinggi sehinggaluasnya pun lebih tinggi dibanding pangan dengan IG rendah. Implikasinya muncul responshormonal (insulin) yang tinggi sebagai counterregulatory terhadap gula darah yang tinggitersebut. Efek berikutnya, pada periode akhir dua jam setelah makan bahan pangan IG tinggi,gula darahnya lebih randah dibanding kondisi awal dan ini membangkitkan rasa lapar.

Sebaliknya, pada IG rendah, di fase akhir gula darah masih lebih tinggi dari awalnyadan ini mengurangi risiko hipoglikemia dan tidak menggugah rasa lapar.

Lebih dari 600 jenis bahan pangan telah dievaluasi nilai IG-nya. Beberapa contohnyadapat dilihat pada Tabel 2,4 dan 5. Secara umum, pangan IG rendah dicirikan dengan kayaserat dan miskin karbohidrat sehinnga lambat untuk dicerna, misalnya, kedelai, apel, jerukdan anggur.

Page 251: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

237

Kacang tanah, meski memiliki IG rendah, kadar lemaknya cukup tinggi sehinggadapat memberi sumbangan energi yang tinggi pula. Karena itu, kacang tanah tidak ideal bagiyang kegemukan.

Pangan IG tinggi kebanyakan memiliki kandungan karbohidrat, pati dan atau glukosatinggi, kadar serat rendah, lewat matang (oveeripened) pada buah-buahan, lewat masak(overcooked) pada makanan, dan bertekstur halus.

Pangan –Indek kekenyangan tinggiPrinsip penentuan IK adalah mengukur respons kekenyangan setelah dua jam makan

bahan pangan yang diuji dan membandingkannya dengan respons kekenyangan dari whitebread (diberi skor 100) sebagai pangan referensi.

Kebanyakan pangan yang mengenyangkan mengandung karbohidrat atau proteintinggi dan sebagian besar kaya serat dan air, misalkan kentang rebus, ikan, jeruk dan apel.Karena kadar lemaknya rendah, pangan tersebut memiliki kandungan energi yang rendahpula. Untuk menyediakan 240 kalori diperlukan jumlah bahan pangan yang lebih banyak.Hal ini mengisi perut lebih banyak pula.

Dari Tabel 3 terlihat bahwa terdapat kecenderungan, pangan IK tinggi memiliki IGyang rendah sehingga laju pencernaan dan absorpsinya yang lambat akan memperpanjangstimulasi reseptor di dalam usus. Hal ini akan dapat memberikan perasaan kenyang.

Dari beberapa bahan pangan, kentang rebus menduduki papan atas dalam IK (323persen) dan IG rendah (56 persen). Demikian halnya dengan jeruk, apel dan produk kedelai.Produk pangan ini dapat digunakan sebagai pilihan utama diet bagi penderita kegemukandan diabetes. Selanjutnya jangan banyak mengonsumsi kentang panggang, nasi pulen, danbubur beras, karena bentuk olahan ini ternyata memiliki IG tinggi.

Jenis pati yang sumber pati sangat berpengaruh pada nilai indeks glikemik. Kabir etal., 1998. meneliti tentang dua jenis pati dari kacang hijau dengan kandungan amilosa 32 %dan pati dari jagung dengan kandungan amilosa 0.5%. Pencernaan menggunkan enzim α-amylase dilaporkan bahwa pati jagung lebih mudah dari pada pati kacang hijau dicernamasing-masing 60 ± 4% dan 45 ± 3%. Indek glikemik pati jagung lebih tinggi dari padapati kacang hijau, nilai indeks glikemik masing-masing adalah 107 ± 7 vs. 67 ± 5%, P <0.01, jumlah pati yang diberikan 575 g pati/kg diet.

Page 252: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

238

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :1. Daerah ekowisata sangat potensial untuk pengembangan produk-produk pangan antigemuk sekaligus sebagai sentra pemasaran. Kondisi tersebut dapat memberikan citratersendiri bagi pengembangan pariwisata.2. Produk-produk pangan anti gemuk selain memberikan kontribusi terhadap pemenuhanpangan sehat juga memiliki daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.

Disarankan untuk merealisasikan program tersebut diperlukan sinergi dari berbagipihak yang terlibat diantaranya masyarakat, pemerintah, peneliti, perguruan tinggi dan lain-lain yang peduli terhadap pengembangan ekowisata dan kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Dietary Amylose-Amylopectin Starch Content Affects Glucose and Lipid Metabolism inAdipocytes of Normal and Diabetic Rats. J. Nutr. Vol. 128(1): 35-43

Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata. 2009. Prinsip dan KriteriaEKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT . Kerjasama Direktorat ProdukPariwisata Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata. DepartemenKebudayaan dan Pariwisata dan WWF-Indonesia

FAO. 1998. Rice in Human Nutrition. Published with The Collaboration of TheInternational

Foster-Powell and J B Miller. 1995. International tables of glycemic index. Am. J. Clin.Nutr. Vol. 62 (4): 871S-890S

Holt, S.1999.Food Australia. 51(31) 74-75. Dalam Nutrition and Health 2012. Indekglikemik bahan pangan. yunusputra11.blogspot.com/.../indeks-glikemik-bahan

Kabir, M., Rizkalla, S.W. Champ, M., Luo, J. Boillot. J., Bruzzo, F., and Slama,G.,1998

Minarto, 2011. Bahaya Kegemukan Pada Balita. Sumut Daily Com.Organization. Genewa.

Otte A., Hassler A.,Brogowski J.,Bowen JC.,, and Mayhew, J.L., 2000. RelationshipBetween Body Mass Index and Predicted % Fat in College Men and Women. Mo JHealth, Physical Education, Recreation & Dance, 2000,10,23-29

Pusat Informasi DM., 2013. Daftar Indeks Glikemik Makanan.Diabetes Militus.Org.RavenPress.

Rice Research Institute Food and Agriculture Organization of The United Nations. Rome

Vanitallie TB., 1993. Obesity and Theraphy. In Sunkard J.A. & Wadden (Edt). 2nd Ed. NY.

Page 253: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

239

WHO, 1998. Obesity Preventing and Managing The Global Epidemic. World HealthOrganization. www.sumutdaily.com/index.php/componen

Page 254: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

240

PENGELOLAAN DESA WISATA SEHATDALAM RANGKA PELESTARIAN KERAGAMAN HAYATI GULMA

BIOFARMAKA

Untung Sugiarti *)

Rikawanto Eko M. **)

Fakultas Pertanian Universitas Widyagama MalangFakultas Pertanian Tribhuwana Malang

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Indonesia memiliki potensi plasma nutfah tumbuhan berkhasiat obat (Biofarmaka).Menurut Taslim (2004), Indonesia memiliki sekitar 7.000 spesies tumbuhan berkhasiat obat,atau 90% jumlah spesies sejenis di Asia. Potensi tersebut kekayaan budaya bangsa Indonesiayang perlu dipelihara dan dilestarikan. Tanaman obat menjadi populer dalam kesehatan danpengobatan. Beberapa tertentu dapat dibuat ramuan jamu untuk diminum maupun untukbagian luar tubuh. Potensi tanaman obat dapat menjadi alternatif daya tarik desa wisata. Halini lebih jauh dapat melahirkan konsep Desa Wisata Sehat Terpadu (DWST). DWST adalahdesa yang memberikan nuansa alam hijauan obat, memiliki pengolahan ramuan jamu, outletkonsumsi jamu, dan pelatihan tentang jamu tradisional bagi wisatawan. Beberapa aspekpenting pengembangan DWST antara lain, aspek penyelamatan plasma nutfah, prosespengolahan jamu yang benar, kesehatan masyarakat, dan peluang kesempatan kerja.

Kata kunci: plasma nutfah, Desa Wisata Sehat, Gulma, Biofarmaka

ABSTRACT

Indonesia has the high potential of medicinal plant germplasm. According Taslim(2004), Indonesia has about 7,000 species of medicinal plants, equal with a 90% of similarspecies in Asia. This potential richness of Indonesian culture needs to be maintained andpreserved. Medicinal plants are becoming popular in health and medicine. Some herbs canbe made specific to drink or to apply outside of the body. Potential of medicinal plants canbe an alternative of tourist attraction in village. This is further to bring about to the conceptof Integrated of Healthy Tourism Village (DWST). DWST is the village that gives the feel ofnatural forage drug, has processing medicinal herbs, supply outlets for herbal medicineconsumption, and conduct training on traditional herbal medicine for tourists. Someimportant aspects of development DWST is genetic rescue, correct processing of herbalmedicine, public health, and employment opportunities.

Keywords: germplasm, Healthy Tourism Village, Weed, Medicine

Page 255: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

241

PENDAHULUAN

Selain bangsa Jepang, Korea dan China, bangsa Indonesia juga dikenal memilikibegitu banyak plasma nutfah tumbuhan berkhasiat obat (biofarmaka). Alrasyid (1991)memberikan pernyataan bahwa Indonesia mempunyai tumbuhan berkhasiat obat kuranglebih ada 9.606 spesies, demikian juga alam laporan Taslim (2004) yang menyatakan bahwanegara kita memiliki tidak kurang dari 7.000 spesies yang tersebar hampir di seluruhpermukaan bumi Indonesia atau setara dengan 90% dari jumlah tanaman obat yang tumbuhdan berkembang di kawasan Asia. Semakin tahun semakin banyak spesies tumbuhanbiofarmaka ditemukan, sedemikian banyak spesies tumbuhan Biofarmaka belum terdapatcatatan yang pasti berapa jumlah tumbuhan yang telah dimanfaatkan sebagai obat yangterdapat di Indonesia, kesulitan penulisan juga karena satu jenis tumbuhan dapat memilikinama yang berbeda sesuai dengan daerahnya, sehingga satu tumbuhan bisa memiliki lebihdari satu nama daerah.

Lebih lanjut Zuhud (1997) menyatakan bahwa 1.845 jenis tumbuhan obat yang dapatdiidentifikasi dan inventarisasi adalah tumbuhan yang berasal dari hutan, sedangkan diIndonesia lebih dari 400 suku memiliki pengetahuan yang baik dalam pemanfaatantumbuhan yang diramu menjadi jamu/obat. Seperti bangsa Korea, Cina dan Jepang, dalamkehidupan sehari-hari tumbuhan obat merupakan komponen penting untuk pengobatan,terutama tumbuhan yang tumbuh disekitar. Dengan semakin mahalnya harga obat-obatanserta kenyataan bahwa obat yang berasal dari tumbuhan tidak memimiliki efek samping, adakecenderungan bahwa masyarakat kembali mengkonsumsi jamu herbal (yang berasal daritumbuhan). Adanya perubahan gaya hidup yang kembali mengkonsumsi obat-obatan herbalini sudah barang tentu memberikan peluang usaha yang makin besar sehingga memberikandampak positif bagi perkembangan industri obat herbal dan fitofarmaka.

Konsumsi ramuan jamu-jamu herbal telah meningkat dan berkembang sampai kemanca negara (Malaysia, Singapura, dan beberapa negara Eropah), konsumsi jamu sebagaiobat alternatif untuk berbagai penyakit yang sulit disembuhkan dengan obat-obatan modern,sekarang menunjukkan trend terus meningkat. Industri jamu herbal saat ini maju pesat dansecara ekonomis memberikan keuntungan bagi negara.

Kondisi yang sangat memprihatinkan justru pembangunan yang berkaitan dengankegiatan eksploitasi hutan karena penambangan, konversi hutan dan pemanfaatan lahanhutan untuk perkebunan kelapa sawit baik oleh masyarakat maupun perusahaan besar, sertaupaya pengambilan tumbuhan obat dengan tidak mempertimbangkan aspek kelestariantumbuhan tersebut akan berdampak kepada penurunan populasi tumbuhan obat. Kelangkaantumbuhan obat cepat atau lambat akan terjadi yang pertama karena exploitasi hutan besar-besaran, kedua, kebutuhan akan jamu oleh masyarakat serta sebagai komoditi ekspor yang

Page 256: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

242

terus meningkat jumlahnya, ketiga, tidak pernah ada upaya budidaya secara baik. Kenyataaninilah yang akan memaksa perlunya upaya pelestarian sumber daya alam hayati secaraterencana dan lebih optimal, lebih ditekankan pada kesadaran perlunya pelestarian tumbuhansebagai bahan baku obat-obatan yang potensial melalui budidaya yang lebih intensif sertamencari deversifikasi tumbuhan yang lebih beragam, dimana pada saat ini semakin banyakditemukan jenis tumbuhan gulma Biofarmaka.

Pengembangan budidaya tumbuhan Biofarmaka yang dilakukan di kawasan desa yangdikemas dalam bentuk Desa Wisata Sehat. Desa Wisata Sehat merupakan suatu bentukpengelolaan sumberdaya alam tumbuhan Biofarmaka yang menggabungkan antara teknologibudidaya dengan konsep manajemen desa wisata. Menurut Nuryati, Wiendu (1993) yangdimaksud dengan Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara akomodasi, atraksi, yangdilengkapi fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakatyang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku, artinya bahwa berbagai spesiestumbuhan Biofarmaka yang berhasil dibudidayakan dimanfaatkan sebagai fasilitas yangdisajikan kepada wisatawan dalam berbagai bentuk yang diinginkan.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Budidaya Tumbuhan BiofarmakaKegiatan yang penting harus dilakukan dalam upaya pengembangan budidaya

tanaman biofarmaka dengan pendekatan wilayah desa adalah proses bimbingan danpendampingan intensif dan terencana dengan baik kepada masyarakat para pelaku budidayatanaman Biofarmaka maupun masyarakat pengunjung (wisatawan) dengan cara meberikanpengertian dan motivasi arti penting melestarikan kekayaan alam berupa tumbuhanbiofarmaka yang terdapat di bumi Indonesia. Dalam proses bimbingan dilakukan dengancara memberikan pembelajaran teknik budidaya dan prosessing pasca panen yang sesuaidengan syarat mutu sebagai bahan baku obat/jamu. Proses selanjutnya adalah memfasilitasiterjadinya kemitraan kelompok masyarakat pembudi daya dengan pelaku industri jamu/ ataudengan pelaku industri fitofarmaka. Dalam kerjasama bentuk kemitraan ini keuntunganyang dapat diambil adalah terjaminnya kelestarian jenis tumbuhan biofarmaka yang sangatdibutuhkan oleh industri mitra, penentuan bersama waktu panen, dan terjaminnyaa pasar darihasil budidaya. Peran Pemerintah setempat diperlukan sebagai pembuat regulasi sebagaifasilitator dan penunjang proses kemitraan tersebut. Dalam hal proses ini berbagai pemangkukepentingan sangat diperlukan misalnya peran LSM diperlukan dalam proses penguatankapasitas masyarakat, pihak Perguruan Tinggi dan lembaga penelitian dibutuhkanberperannya dalam penelitian-penelitian pengembangan spesies tumbuhan Biofarmaka sertamenyelenggarakan pelatihan dan pendidikan teknis kepada masyarakat dan wisatawan sertamemfasilitasi konsep monitoring oleh masyarakat sendiri (auto monitoring concept).

Page 257: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

243

Fasilitasi dan akomodasi dalam Desa Wisata Sehat yang berhubungan denganbudidaya tumbuhan Biofarmaka tersebut meliputi :1) Proses alih teknologi budidaya2) Aspek pelestarian lingkungan hidup dan pelestarian plasma nuftah3) Prosessing menjadi ramuan obat herbal (jamu)4) Prosessing menjadi makanan dan minuman sehat5) Pengembangan produk unggulan eksport

Destination Management Organization (DMO)Guna membantu masyarakat agar mampu mengembangkan obyek wisata di pedesaan

terutama berbagai industri kreatif pemerintah memberikan pengenalan terhadap pengelolaanwisata yang dilakukan sendiri oleh masyarakat dengan pengetahuan pengelolaan destinasiyang dikenal dengan Destination Management Organization (DMO). Program DMO yangtelah diperkenalkan sejak tahun 2011 ini pada intinya bertujuan untuk mewujudkanpengelolaan wisata yang terpadu (integrated tourism) yaitu memadukan berbagai sektoryang saling berhubungan di dalamnya dan seluruh pelaku yang terlibat dalam sebuahwilayah dalam pengembangan destinasi pariwisata, manajemen ini tidak hanya semata-matabertujuan meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung namun yang lebih pentingadalah bagaimana meningkatkan usaha kreatif dari tempat wisata, yang dalam hal ini adalahpengembangan budidaya tumbuhan Biofarmaka dengan kegiatan turunannya antara lainusaha pengemasan ramuan jamu herbal, makanan sehat, snack sehat serta makanan ringanherbal. Potensi desa yang dapat dikembangkan menjadi Desa Wisata Sehat, sangat terbukalebar yang berjumlah puluhan ribu desa, terutama desa-desa yang tersebar berada dilingkungan hutan dan lingkungan bukit.

Gambar 1. Lokasi Desa terhadap Bukit (sumber : Statistik Potensi Desa tahun 2011)

790

16950

39057670

Puncak Lereng Lembah Hamparan

Page 258: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

244

Dari Gambar-1 di atas terdapat paling tidak 17.340 desa yang terletak di hamparan danlembah bukit yang dapat dikembangkan menjadi Desa Wisata Sehat.

Gambar -2 Desa terhadap Hutan (sumber : statistik Potensi Desa 2011)

Gambar -2 menunjukkan jumlah desa terhadap hutan yang memiliki potensi untukdikembangkan menjadi Desa Wisata Sehat, yaitu lebih kurang 15.800 desa yang berada ditepi/sekitar hutan. Jadi apabila separo saja dari total desa yang memiliki potensi, dapatdikembangkan menjadi desa sehat, maka akan terdapat 16.570 desa yang dapat di jadikanwilayah penyelamatan plasma nutfah berbagai spesies tumbuhan Biofarmaka, serta desayang mampu menyumbang devisa dari produk jamu serta desa yang menyumbang dalamupaya menyehatkan bangsa baik secara fisik maupun ekonomi. Pengembangan wisata dipropinsi Jawa Timur mampu menyumbangkan devisa bagi daerah yang cukup besar.

Sektor wisata memberikan kontribusi sebesar 66,51 trilliun rupiah pada tahun 2011meningkat menjadi 75,53 trilliun rupiah pada tahun 2012, sebuah angka yang cukup besarbagi pengembangan daerah serta pendapatan masyarakat desa. Belum lagi apabila desawisata bisa dikaitkan dengan produk Biofarmaka yang memungkinkan untuk produkunggulan export non migas, tentu akan menghasilkan pendapatan yang luar biasa bagipemerintah desa dan daerah.

Community Based Development (CBD)Desa wisata merupakan suatu konsep pariwisata yang mencerminkan wawasan

lingkungan berbasis pada batas wilayah pemerintahan dengan mengikuti kaidah-kaidahkeseimbangan dan kelestarian lingkungan. Secara umum pengembangan desawisata harusdapat meningkatkan kualitas hubungan antar manusia, meningkatkan kualitas hidup

3160

15800

60040

Di dalam Di tepi/sekitar Di luar

Page 259: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

245

masyarakat setempat dan menjaga kualitas lingkungan, oleh karena itulah untuk mencapaikeberhasilan tersebut digunakan konsep community-based development.Unsur-unsur Pengembangan Ekowisata Masyarakat, pada dasarnya pengetahuan tentang alam dan budaya serta daya tarik wisata

kawasan dimiliki oleh masyarakat setempat. Oleh karena itu pelibatan pimpinan (elit)dan anggota masyarakat menjadi mutlak, mulai dari tingkat perencanaan, pengelolaanhingga pada tingkat pengendalian.

Pengembangan desawisata sangat dipengaruhi oleh keberadaan unsur-unsur yang harusada dalam pengembangan itu sendiri, yaitu: sumber daya alam, kekayaankeanekaragaman hayati, serta kebudayaan, merupakan daya tarik utama bagi pangsapasar desawisata sehingga kualitas, konsep keberlanjutan dan pelestarian menjadi sangatpenting untuk pengembangan desawisata. Desawisata juga memberikan peluang yangsangat besar untuk mempromosikan pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia ditingkat internasional, nasional maupun lokal.

Gambar 4.Contoh gulma yang termasuk tanaman Biofarmaka. (Kusuma dan Zaki, 2005 )

KESIMPULAN

Pengembangan Desa Wisata Sehat dapat mendatangkan berbagai keuntungan antaralain tercapainya upaya pelestarian lingkungan hidup dan pelestarian plasma nutfah berbagaijenis tumbuhan Biofarmaka, menambah penghasilan warga dalam upaya penanggulangan

Page 260: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

246

kemiskianan serta menyumbangkan devisa bagi daerah serta membuka peluang kerja danusaha baru.

DAFTAR PUSTAKA

Alrasyid (1991), Pendekatan Bioregion dalam Pengembangan Budidaya TanamanBioffarmaka. pustaka.uns.ac.id/include/inc_pdf.php?nid=195

Anonimous, 2011. Statistik Potensi Desa di Indonesia. http://pustaka.pu.go.id/new/katalog-detail.asp?kode=SETJEN-08-B002788&jenis=MONO. Pusat Komunikasi PublikKementerian Pekerjaan Umum. Jakarta.

Anonimous, 2012. Disparda DKI Jakarta, Disparda Sulawesi Utara, Baparda Yogyakarta,dan Disparda Jawa Timur. e-kuta.com/blog/page/340?s?s

Anonymous, 2011 . Destination Management Organization (DMO) Indonesiadmoindonesia.com/index.php?module=detailberita&id=55. Ditjen PengembanganDestinasi Pariwisata. Jakarta.

Kusuma, F.R., Zaki, B.M. 2005. Tumbuhan Liar Berkhasiat Obat. AgroMedia Pustaka,Jakarta.

Nuryati, Wiendu (1993). Desa Wisata. yogyakarta.panduanwisata.com/wisata-alam-2/...desa-wisata-garongan.

Taslim , 2004. Menjadikan Tanaman sebagai Obat. og.viva.co.id/news/read/274466-menjadikan-tanaman-sebagai-obat.

Wibowo Aji, 2012. Fitofarmaka. farmatika.blogspot.com/p/fitofarmaka.html

Zuhud,1997. Pendekatan Bioregion Dalam Pengembangan Budidaya Tanaman Biofarmaka.pustaka.uns.ac.id/include/inc_pdf.php?nid=195.

Page 261: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

247

PENUMBUHAN WIRAUSAHA BARU INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMANBERBAHAN BAKU PANGAN LOKAL SEBAGAI PENDUKUNG

PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH

Rita Hanafie

Fakultas Pertanian Universitas Widyagama MalangE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Wirausaha merupakan salah satu jalan keluar untuk mengatasi pengangguran dankemiskinan, terutama di wilayah pedesaan. Banyaknya potensi wisata alam di wilayahpedesaan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.Wisata alam yang menjanjikan akan makin diminati manakala masyarakat setempat mampumenyuguhkan wisata kuliner berbahan baku pangan lokal yang khas. Makanan khas ini bisamenjadi salah satu daya tarik wisata tersendiri manakala dikelola secara serius. Hasilpendampingan yang dilakukan di beberapa kota/kabupaten di Jawa Timur menyebutkanbahwa penumbuhan wirausaha baru berbasis industri makanan dan minuman, khususnyaberbahan baku pangan lokal mengalami kendala antara lain lemahnya motivasi masyarakat,kuatnya citra PNS, lemahnya permodalan. Permasalahan utama yang ada adalah pemasaran.Tumbuhnya wirausaha baru industri makanan dan minuman berbahan baku pangan lokalakan menjadi bagian dari daya tarik wisatawan yang pada akhirnya menimbulkan geliatpertumbuhan perekonomian masyarakat apabila pemerintah melalui dinas-dinas terkaitmampu memberikan jaminan pasar bagi mereka.

Kata kunci: wirausaha baru, makanan dan minuman, pangan lokal

ABSTRACT

Entrepreneurship is one way to overcome unemployment and poverty, especially inrural areas. Many of natural tourism potential in rural areas have its own attraction fordomestic and foreign tourists. Promising one of natural tourism will be much moredemanding when the local communities are able to serve culinary tour base on typical localfood ingredients. That typical food could be one of the tourist attractions when administeredseriously. Results of mentoring conducted in several cities / regencies in East Java said thatthe growth of new entrepreneurial - food and beverage based industry, especially food madefrom typical local ingredients experiencing problems such as community lack of motivation,strong image of civil servants, and lack of working capital. Growth of new entrepreneurial -food and beverage based industry with typical local ingredients will be part of the touristattraction, which in turn lead to economic growth in communities if the government throughrelevant agencies are capable of providing a market guarantee for them.Keywords: new entrepreneurial, food and beverage, local food

Page 262: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

248

PENDAHULUAN

Nusantara tercinta ini memiliki potensi sumber daya alam, lingkungan, sejarah, senidan budaya yang sangat besar, yang seharusnya dapat diolah menjadi daya tarik pariwisatadunia, tidak hanya sekedar Pulau Bali. Bappenas (1993) menyebutkan bahwa Indonesiamemiliki 10% jenis tumbuhan berbunga yang ada di dunia, 12% binatang menyusui, 16%reptilia and amfibia, 17% burung, 25% ikan, dan 15% serangga, walaupun luas daratanIndonesia hanya 1,32% seluruh luas daratan yang ada di dunia. Indonesia yang tergolongsebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat besar ini (megadiversity)diprediksi akan mampu menggeser Brasil sebagai negara dengan karakteristik keragamanjenis tertinggi, jika para ahli biokonservasi secara berkelanjutna mau melakukan pengkajianilmiah terhadap banyak kawasan yang selama ini dianggap sebagai kawasan liar (belumtersentuh). Tentu saja upaya para ahli biokonservasi ini harus didukung penuh olehpemerintah dengan melibatkan partisipasi penuh masyarakat sekitar kawasan.

Di satu sisi, sekitar 59% dari luas daratan Indonesia merupakan hutan hujan tropis atausekitar 10% dari luas hutan yang ada di dunia (Stone, 1994) dan sekitar 100 juta hektardiantaranya diklasifikasikan sebagai hutan lindung, yang 18,7 juta hektarnya telah ditetapkansebagai kawasan konservasi, namun di sisi yang lain Indonesia menanggung beban cukupberat sebagai negara terkaya keaneka ragaman hayati di kawasan yang sangat sensitif, karenabiota Indonesia tersebar di lebih dari 17.000 pulau.

Dengan kondisi ini, mau tidak mau pemerintah harus mampu merumuskan suatukebijakan dan membuat pendekatan yang berbeda dalam pengembangan sistem pemanfaatankeaneka ragaman hayatinya untuk mengembangkan pariwisata yang secara langsungmemanfaatkan sumber daya alam sebagai aset, terutama terkait dengan sumber daya alamyang non-ekstraktif, non-konsumtif dan berkelanjutan.

Dua dari lima unsur utama penetapan visi ekowisata yaitu penyelenggaraan ekowisataharus melibatkan masyarakat dan ekowisata menjadi sarana untuk mewujudkan ekonomiberkelanjutan. Dua unsur utama ini harus menjadi titik perhatian utama mengingat bahwasumberdaya alam, peninggalan sejarah dan budaya Nusantara ini kebanyakan terdapat didaerah yang bukan wilayah perkotaan dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakatnya yangmasih relatif terbatas. Upaya pelibatan masyarakat setempat dapat dilakukan salah satunyadengan menumbuhkan wirausaha berbasis industri makanan dan minuman. Basis ini dipilihmengingat bahwa apapun dan bagaimanapun yang dilakukan manusia baik sebagai produsenmaupun konsumen pariwisata, pangan merupakan kebutuhan asasi yang tidak dapatdipungkiri. Manakala industri makanan dan minuman ini berbahan baku pangan lokal,diharapkan akan menjadi sajian wisata kuliner yang prospektif.

Page 263: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

249

Strategi Pemberdayaan MasyarakatPemberdayaan (empowerment) adalah pemberian kesempatan kerja kepada masyarakatuntuk merencanakan dan kemudian melaksanakan program kegiatan dalam rangkapembangunan yang mereka pilih sendiri. Pemberdayaan dimaksudkan untuk meningkatkankemampuan dan kemandirian masyarakat, secara individu maupun secara kelompok.Pembangunan memiliki visi pemberdayaan manusia, individu dan kelompok, dalam artiyang seluas-luasnya. Keswadayaan (yang dapat diartikan sebagai kemampuan mandiri ataukemandirian) merupakan sumber daya kehidupan yang abadi. Manusia menjadi inti ataufokusnya dan partisipasi merupakan perwujudan optimalnya. Keberdayaan merupakan modalutama masyarakat untuk mengembangkan dirinya serta mempertahankan keberadaannya ditengah masyarakat lainnya.

Pemberdayaan dapat dilakukan dengan pendekatan individual atau kelompok.Pemberdayan dengan pendekatan individual akan lebih lambat berkembang dan cakupannyalebih sempit karena perubahan pola pikir seseorang melalui aktifitas individu biasanya lebihlambat dibanding dengan individu yang aktif dalam kegiatan kelompok. Dalam kelompok,penerapan inovasi baru akan lebih cepat dan lebih meluas. Hal ini disebabkan karenadidalam kelompok terjadi proses interaksi yang menumbuhkan dan memperkuat kesadarandan solidaritas. Ikatan dalam kelompok terbentuk karena adanya pandangan dan kebutuhansama yang ingin dicapai. Dinamika kelompok harus terus dibangun dan ditingkatkan untukmempercepat pencapaian hasil. Kesadaran dan solidaritas kelompok menjadi kunci utamauntuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.

Lima kunci utama sukses mencapai program pemberdayaan masyarakat adalahpenyadaran, pengorganisasian, kaderisasi pendampingan, dukungan teknis dan pengelolaansistem.PenyadaranDalam banyak kasus di pedesaaan masyarakatnya sulit dan bahkan tidak mampu mengenalipotensi diri yang sebenarnya dimiliki. Akibatnya banyak potensi yang tak termanfaatkansementara kehidupan mereka memprihatinkan. Oleh karena itu sering dijumpai ironi dalammasyarakat ibarat ”ayam lapar di lumbung padi” atau ” itik kehausan ditengah sungai”.Artinya, penyadaaran ini penting agar masyarakat tahu potensi, peluang, ancaman dantantangan kehidupan di masa yang akan datang.PengorganisasianPada hakikatnya kelembagaan berawal dari prakarsa masyarakat secara sukarela. Hakikat iniakan memudahkan pengelolaan potensi sosial ekonomi yang dimiliki. Kinerja kelembagaanlokal itu harus terus-menerus dimonitor dan dievaluasi, disempurnakan dan terus dimotivasiagar nilai-nilai dan norma yang terkandung didalamnya lebih hidup dan menjiwaikelembagan itu. Semangat “Gotong-royong” di Jawa, ”Mapalus” di Minahasa, dan ”Sisaro”di Tana Toraja, harus terus digali dan ditingkatkan secara fleksibel, menyesuaikan

Page 264: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

250

perkembangan jaman dan kebutuhan manusia. Dengan demikian kelembagaan itu dapatberkembang menjadi ”biduk” bagi masyarakat menyongsong masa depan yang kian terbukadan kompetitif. Mempertahankan sistem paternalistik dalam kelembagaan masyarakatbukanlah sesuatu yang salah. Demikian juga dengan nuansa tradisional yang mewarnaikehidupan komunitas masyarakat pedesaan dengan berbagai heterogenitasnya. Yangmenjadi kunci adalah bagaimana kekayaan perbedaan itu dapat dikelola menjadi satukekuatan untuk mengembangkan kelompok.Kaderisasi pendampinganIni yang sering menjadi kendala keberhasilan program. Masyarakat desa dengan segalaketerbatasannya sangat memerlukan pendampingan yang kontinyu untuk dapat teruskonsisten menjalankan perubahan atau program pembangunan. Paradigma ini dapatdiminimalisir dengan melibatkan masyarakat sejak dari perencanaan program, sehingga rasaikut memiliki akan berkembang menjadi perilaku dan aktifitas pemeliharaan danpengembangan program secara swadaya sampai batas waktu yang tak berhingga.Pengembangan potensi diri secara swadaya merupakan kegiatan investasi yang penting danberharga, baik untuk pemerintah maupun swasta. Setiap pembangunan pentingmempersiapkan kader-kader pengembangan keswadayaan lokal yang akan mengambil alihtugas pendampingan setelah program berakhir. Ukuran keberhasilan kaderisasi adalahkemampuan kader lokal untuk memerankan diri sebagai pendamping bagi masyarakat.Dukungan teknisPembaharuan dalam suatu masyarakat umumnya memerlukan bantuan teknis dari suatulembaga dari luar yang menguasai sumberdaya, informasi dan teknologi yang dapatmembantu mempercepat perubahan menjadi kenyataan. Organisasi pendukung teknissebaiknya dari lembaga yang berkompeten untuk itu seperti peneliti, penyuluh, aparat dinasterkait atau juga tenaga profesional lainnya dari perusahaan swasta. Kepemimpinan daripenduduk lokal akan sangat membantu program-program pemberdayaan masyarakat.Pengelolaan SistemKoordinasi dan sinergi antar lembaga terkait sangat penting baik dalam hal perencanaan,pelaksanaan, monitoring dan evaluasi kegiatan maupun dalam hal pendanaannya agarkepengtingan berbagai pihak dapat diakomodir.

KEWIRAUSAHAAN

Krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan terbatasnya kesempatan kerja,disisi lain banyak perusahaan yang bangkrut, akibatnya banyak karyawan yang kena PHK.Disamping itu setiap tahun lulusan SLTA, hanya sedikit yang dapat melanjutkan pendidikankejenjang yang lebih tinggi, sedangkan keterampilan dan kompetensi yang dimiliki sangat

Page 265: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

251

minim, hal tersebut menambah angka pengangguran. Sehingga belum memenuhi syaratuntuk masuk dunia kerja.

Instruksi Presiden No. 4 Th 1995 tanggal 30 Juni 1995 tentang Gerakan NasionalMemasyarakatkan dan Membudayakan Kewirausahaan, mengamanatkan kepada seluruhmasyarakat dan bangsa Indonesia, untuk mengembangkan program-program kewirausahaan.Inpres tersebut dikeluarkan bukan tanpa alasan. Pemerintah menyadari betul bahwa duniausaha merupakan tulang punggung perekonomian nasional, sehingga harus digenjotsedemikian rupa melalui berbagai Departemen Teknis maupun Institusi-institusi lain yangada di masyarakat. Melalui gerakan ini pada saatnya budaya kewirausahaan diharapkanmenjadi bagian dari etos kerja masyarakat dan bangsa Indonesia, sehingga dapat melahirkanwirausahawan-wirausahawan baru yang handal, tangguh dan mandiri.

Wirausaha adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilaikesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkanuntuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraihsukses. Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yangmemiliki kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif.Sementara itu yang dimaksudkan dengan seorang Wirausahawan adalah orang-orang yangmemiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkansumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat,mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasaninovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses/meningkatkanpendapatan.

Intinya, seorang wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki jiwa wirausaha danmengaplikasikan hakekat kewirausahaan dalam hidupnya. Orang-orang yang memilikikreativitas dan inovasi yang tinggi dalam hidupnya. Secara epistimologis, sebenarnyakewirausahaan hakikatnya adalah suatu kemampuan dalam berpikir kreatif dan berperilakuinovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat dan kiatdalam menghadapi tantangan hidup. Seorang wirausahawan tidak hanya dapat berencana,berkata-kata tetapi juga berbuat, merealisasikan rencana-rencana dalam pikirannya ke dalamsuatu tindakan yang berorientasi pada sukses. Maka dibutuhkan kreatifitas, yaitu pola pikirtentang sesuatu yang baru, serta inovasi, yaitu tindakan dalam melakukan sesuatu yang baru.

Perekonomian Indonesia akan memiliki pondasi yang kuat jika penduduknya yangmayoritas berada pada tataran ekonomi lemah menjadi pelaku utama kegiatan produktif danproduk yang dihasilkan memiliki daya saing dalam perekonomian nasional. Kondisi ini akanmembawa pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih mantap. Menjadi pelaku kegiatanproduksi dapat dilakukan melalui pemberdayaan wirausaha, terutama bagi generasi muda,yang saat ini gencar dilakukan oleh hampir semua dinas bahkan di tingkat departemen danatau kementerian melalui wadah koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah. Ke depan

Page 266: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

252

pembangunan ekonomi rakyat harus memperoleh perhatian yang serius dan menjadi prioritasutama pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.

Pengembangan kewirausahaan bagi kalangan pemuda di tanah air ini dilaksanakandalam berbagai bentuk pelayanan. Mulai dari pemberian ketrampilan melalui pelatihan-pelatihan, pemagangan kepada usaha yang sudah eksis, pembimbingan (mentoring),pendampingan, dan kemitraan. Yang tidak kalah penting bagi pemain baru dibidang produksimelalui pemberdayaan kewirausahaan adalah bantuan akses permodalan dan promosi terkaitdengan pemasaran produk. Dari sisi pelaku usaha, pemberian dan atau penambahanketrampilan tidak sulit dilakukan karena pada dasarnya kemampuan itu ada pada mayoritascalon pelaku. Yang harus menjadi perhatian oleh para penggerak adalah upayapembimbingan dan pendampingan agar semangat bekerja, berkarya dan berusaha tetap stabildan tidak mudah menurun karena berbagai kendala yang dihadapi. Tidak kalah pentingadalah net-working dengan berbagai pihak untuk membuka akses mendapatkan permodalandan peluang pasar. Berbagai bentuk pelayanan tersebut dapat dilakukan langsung olehPemerintah dan Pemerintah Daerah, namun UU No. 40 Tahun 2009 telah membuka peluangbagi keterlibatan masyarakat, baik secara sendiri-sendiri ataupun dengan bekerjasamadengan pemerintah.

Kegiatan wirausaha dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja asalyang bersangkutan mengenali potensi diri dan memiliki motivasi yang kuat untuk berubah.Berikut 6 tips memulai uasaha baru bagi pemula:

Miliki Mimpi. Bermimpi menjadi pengusaha sukses, punya uang banyak, bisaberlibur ke luar negeri dan tempat-tempat eksoktis, atau tak perlu memikirkan pekerjaan lagikarena sudah punya banyak uang. Lalu bayangkan, dari mana uang itu bisa mengalir kerekening Anda, atau dari usaha apa agar bisa sukses. Apakah akan jadi pengusaha restoran,garmen, atau lainnya? Bayangkan secara jelas, dan sedetail mungkin. Semua kesuksesanberdasar dari mimpi. Jadi, jangan takut berkhayal atau bermimpi.

Obsesi dan Hobi. Jalankan hobi yang dimiliki dengan hati. Jadi, yang dilakukanmemiliki jiwa, nyawa, dan nilai. Semua yang dilakukan dengan hati, pasti akan lebih lancardijalankan.

Lihat Kenyataan. Setelah berkhayal, kembalilah ke realita. Kepala boleh di langit,tetapi kaki harus tetap menjejak bumi. Mulailah dari yang dimiliki, dan janganmembandingkan dengan milik orang lain. Jika mampu memasak dan hasilnya disenangiorang terdekat, artinya ada bakat membuka katering. Atau, sabar melatih anak, mampu danterlatih mencarikan solusi bagi anak-anak yang kurang fokus belajar, maka menjadi guru lesdan pembimbing dapat dijadikan pilihan keputusan.

Buat Rencana Bertahap. Mulailah membuat rencana bertahap. Buatlah kondisi darinol dengan satu syarat, selalu melihat ke depan. Misalnya, tak punya uang tapi punya modalkemampuan. Jika punya uang Rp 500 ribu dan pintar masak, apa yang akan dilakukan agar

Page 267: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

253

bisa menghasilkan lebih. Lakukan bertahap, perlahan, sesuai kemampuan. Jika dilakukandengan benar, lambat laun keuntungan akan mengikuti.

Susun Berbagai Rencana. Ketika usaha mulai berjalan, jangan hanya memiliki saturencana saja. Buat juga rencana B, C, atau D. Misalnya, setelah membuka warung tapi sepipengunjung, mulailah berpikir kreatif dan jalankan rencana B. Jangan menunggu orangdatang, tapi harus menjemput bola dan tawarkan kemudahan lain. Misalnya, memberipelayanan delivery service. Jika rencana B ternyata belum berhasil, jalankan rencana C, danseterusnya.

Buat Anggaran. Jika usaha sudah berjalan, buat anggaran pengeluaran danpemasukan dengan rapi. Pisahkan antara pemasukan dan pengeluaran pribadi dengan hasilusaha. Sebaiknya, uang dipecah ke dalam dua rekening bank, dan jangan masuk ke dompet,agar tidak boros dan mudah melihat laba yang didapat. Jika tak membuat anggaran danhanya tambal sulam, tidak akan bisa melihat laba yang diraih. Yang ada, justru tidak tahuapakah usahanya sukses atau gagal. Dengan membuat anggaran yang tepat, kesalahan yangmuncul akan bisa dicari penyebabnya, dan dapat segera diperbaiki.

Pengalaman Penumbuhan Wirausaha Baru Industri Makanan dan MinumanBerbahan Baku Pangan Lokal di Beberapa Kabupaten Kota di Jawa Timur

Bekerjasama dengan Dinas Perindustrian di beberapa kabupaten kota di Jawa Timur,dari dari berbagai diskusi yang dilakukan, beberapa kondisi aktual ditemukan di lapang.

Motivasi. Semangat yang dimiliki oleh mayoritas calon wirausaha baru adalahsemangat “anut grubyuk”, artinya kalau ada teman atau tetangga yang mau mengikutipelatihan yang diadakan oleh pihak-pihak terkait, mereka mau mengikuti, tetapi kalausendiri, pikir-pikir dulu. Pada awalnya cukup kesulitan mendapatkan calon yang akandiberikan pencerahan dan tambahan ketrampilan. Akan tetapi manakala sudah ada satu ataudua orang bersedia, pada akhirnya harus menolak calon peserta karena kuota yang ditentukansudah terpenuhi.

Ketrampilan. Segmentasi peserta sebenarnya tidak ditentukan, akan tetapi kenyataanyang ada di lapang adalah bahwa mayoritas peserta adalah kelompok perempuan yang terdiridari para ibu rumahtangga dan remaja putri, padahal pelaku sukses kegiatan serupa dibanyak tempat, teruatama di kota besar, juga terdiri dari kaum laki-laki. Untuk aspekpenambahan ketrampilan, sesi ini berjalan dengan lancar bahkan dengan kondisi yang sangatmenyenangkan mengingat hal ini menjadi keseharian yang dilakukan oleh mayoritas peserta.

Pola pikir. Mengubah pola pikir peserta menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi parapelaku penggerak kewirausahaan dan pemerintah pada khususnya. Pola pikir yang ada padamayoritas peserta adalah bahwa berwirausaha identik dengan berjualan (dodolan, bakul), danberjualan tidak mendatangkan prestise yang baik di kalangan masyarakat. Ini bisa dipahami

Page 268: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

254

karena kebanyakan aktifitas berdagang yang dilakukan adalah membeli produk jadi untukkemudian dijual kembali dengan mengambil keuntungan, sementara konsep kewirausahaanadalah menghasilkan produk “baru” melalui inovasi dan kreatifitas. Hal kedua terkait denganpola pikir adalah bahwa kebanyakan peserta menganggap bahwa modal utama melakukansuatu usaha adalah uang dan dirasakan kesulitan mendapatkan bantuan keuangan darilembaga keuangan formal milik pemerintah apalagi milik swasta. Modal berupa uangmemang penting tetapi ini bukanlah menjadi yang utama. Meminjam uang sebagai modalusaha dirasakan merupakan hal yang menempatkan mereka pada “posisi di bawah”. Halketiga terkait dengan pola pikir adalah bahwa bekerja menjadi pegawai, terutama adalahPegawai Negeri Sipil, masih menempati posisi terbesar keinginan dan harapan, baik itu bagigenerasi muda maupun kelompok orang tua. Gengsi terbesar di wilayah pedesaan adalahbekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil. Berapapun dana yang harus dikeluarkan, asalkanmendapatkan kesempatan untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil, akan diupayakan oleh yangbersangkutan dan keluarganya. Di mata mayoritas peserta, menjadi Pegawai Negeri Sipilmerupakan status terhormat dengan pekerjaan mudah dan ringan karena tidak dikejar target,penghasilan bulanan dapat dipastikan dan mendapatkan pensiun kelak pada saatnya. Sekalilagi ini merupakan pekerjaan rumah terberat bagi penggerak kewirausahaan.

Pemasaran. Hal gamang yang juga menjadi calon wirausaha baru adalah aspekpemasaran. Kalau produk sudah diproduksikan, kemana akan dijual atau dipasarkan,sementara pemain lama yang sudah lebih dahulu eksis seolah-olah sudah “menguasai” pasar.Pembentukan atau pemilihan segmentasi pasar tersendiri belum mampu dilakukan karenaapa yang semangat yang dimiliki masih sebatas semangat “apa yang mampu saya buat”belum kepada “apa yang diinginkan oleh konsumen”. Artinya kemampuan membacapeluang harus menjadi pemikiran yang utama bagi calon pelaku wirausaha. Terkait denganbahwa bahan baku industri makanan dan minuman yang diharapkan adalah merupakanbahan pangan lokal menjadi kendala tersendiri karena pelaku lama pun mengalami kendalayang sama. Kuantitas, kualitas dan kontinuitas penyediaan bahan bakuberupa pangan lokalsampai saat ini tidak bisa dipastikan, salah satunya adalah terkait dengan musim. Hal keduaterkait dengan sehmentasi pasar. Selera, kebiasaan makan, dan “kompromi” antara perut danindra pengecap menuntut penyesuaian yang membutuhkan waktu cukup panjang untukberadaptasi, meskipun diketahui bahwa makanan dan minuman berbahan baku pangan lokallebih higienis dan pengalaman membuktikan dapat menyembuhkan berbagai macampenyakit bila dikonsumsi secara kontinyu dalam jangka panjang.

Page 269: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

255

KESIMPULAN

1. Wirausaha merupakan salah satu jalan keluar mengurangi pengangguran danmemerangi kemiskinan.

2. Bila dilakukan di wilayah yang memiliki kekayaan sumber daya alam danlingkungan yang menjadi obyek wisata, sekaligus dapat menjadi suguhan wisatakuliner yang menjanjikan manakala dikelola dengan kreatif dan profesional

3. Pemerintah harus berperan sebagai motivator dan katalisator serta melakukanpendamping yang berkelanjutan dan bersinergi lintas dinas dan departemen.

DAFTAR PUSTAKA

Gaspersz, V. 2001. Ekonomi Manajerial: Pembuatan Keputusan Bisnis. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Hanafie, Rita. 2009. Pola Konsumsi Pangan Pokok Rumahtangga Perdesaan. Jurnal IPSXI/Mei.

Hayami. 1987. Agriculture Marketing ang Processing In Untad Java Perspective FromSunda Village. Bogor: CGPRT Centre

http://divapress-online.com/katalog/Wirausaha_ha_ha_ok.jpg

http://www.rumahzakat.org/detail_sharing.php?id=26

Page 270: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

256

KONTRIBUSI PENDAPATAN BUDIDAYA TERPADUDI LAHAN KERING DATARAN RENDAH BERIKLIM KERING

TIANYAR TIMUR KARANGASEM BALI

I Gusti Komang Dana Arsana

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian-BaliE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui potensi budidaya tanaman secara terpadu.Penelitian dilaksanakan di Desa Tianyar Timur, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem.Pemilihan responden dilakukan secara acak sederhana. Hasil penelitian menunjukkanpenggunaan lahan adalah berupa tegalan dengan kebanyakan status hak milik. Jenis tanahmerupakan bekas letusan Gunung Agung dengan tekstur dominan pasir berdebu, mempunyaisifat porositas dan tingkat erosi yang sangat tinggi. Ternak merupakan salah satu asetproduktif yang dimiliki petani. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatanikeluarga, khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya. Pendapatan rata-ratapetani responden adalah Rp. 3.536.499,60 per tahun, terdiri sekitar Rp. 2.249.739,60 darikegiatan on farm, Rp. 769.462,80 dari non farm dan sekitar Rp.517.297,30 dari off farm.Pendapatan usahatani yang berasal dari tanaman tahunan sebesar Rp. 746.062,77, terdiri darijambu mete dan lontar masing-masing yaitu Rp. 217.983,24 dan Rp.188.567,57, diikutidengan kelapa Rp. 121.102,70, pisang Rp. 101.830,88, pepaya Rp. 72.056,76 dan manggaRp. 44.521,62. Pendapatan per tahun on farm dari subsektor peternakan sebesar Rp.978.243,20, dikontribusi ternak sapi sebesar Rp. 616.216,20 (63%), babi Rp. 304.054,10(31%) dan ayam buras sebesar Rp. 57.972,90 (6%). Secara umum teknik budidaya dan pascapanen belum optimal. Untuk itu introduksi pemasyarakatan inovasi teknologi pertanian tepatguna sangat tepat untuk diimplementasikan untuk meningkatkan pendapatan petani.

Kata kunci: pendapatan, budidaya, terpadu, lahan kering dataran rendah iklim kering

ABSTRACT

The research aimed to determine the initial potency before implementing integratedcrop cultivation. The reserach was conducted in the village of East Tianyar, Kubu District,Karangasem Regency. Respondent selection method is done with a simple random sample.The results showed the land use is generally dry soil with mostly in the form of a proprietarystatus. Soil type is a former eruption of Agung Mount, with a dusty sand texture, highlyporosity and very vulnerable to soil erotion. Livestock is one of the assets which are ownedby farmers. Household became main source of labor in the farming acitivities, in particularthe labor of farmers and their family members. The result showed that average annualincome of respondents is Rp. 3,536,499.60, that is Rp. 2,249,739.60 derived from on-farmactivities, Rp. 769,462.80 from non- farm activities and Rp. 517,297.30 comes from off farm

Page 271: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

257

activities. The on-farm activities resulted income of Rp. 746,062.77 from the annual crop,consist of cashew and palm commodities has the largest contribution of Rp. 217,983.24 andRp. 188,567.57 respectively. Other annual crop contributed income Rp. 121,102.70 fromcoconut, Rp. 101,830.88 from banana, Rp. 72,056.76 from papaya and Rp. 44,521.62 frommango. On farm household income per year from livestock subsector was Rp. 978,243.20. Itcontributed by cow of Rp. 616,216.20 (63%), pigs amounted to Rp. 304,054.10 (31%) andfree-range chicken is Rp. 57,972.90 (6%). In general, application of cultivation andpostharvest techniques was not optimal. Therefore, community service and empowerementin term of appropriate agricultural technology innovation is immediately implemented toincrease farmers income.

Keywords: income, cultivation, integrated, dryland lowland dry climate

PENDAHULUAN

Peran kepemimpinan dan inovasi penduduk lokal dalam pengembangan ekowisata diBali bagian timur sangatlah penting. Bali bagian timur khususnya Kabupaten Karangasemmerupakan daerah wisata yang sudah lama berkembang ada obyek wisata Taman Ujung,Tirta Gangga, daerah perkebunan salak di Sibetan, dan lain-lain. Masih banyak desa-desayang mempunyai potensi namun belum dikembangkan, seperti Desa Tianyar Timur yangsangat berdekatan dengan Desa Tulamben yang mempunyai obyek wisata terumbu karangyang sangat indah. Desa Tianyar Timur mempunyai potensi sebagai wisata berbasispertanian terpadu. Untuk mengetahui kondisi awal atau kondisi sebelum dilaksanakannyakegiatan pertanian terpadu, base line survey atau survey pendasaran secara periodikdilaksanakan. Dengan memahami kondisi awal pada variabel-variabel tertentu maka dapatditelusuri bagaimana perubahan variabel-variabel tersebut setelah dilakukannya kegiatanpertanian terpadu.

Variabel yang dimaksud pada dasarnya adalah seluruh variabel yang diperkirakanakan mengalami perubahan sebagai pengaruh langsung maupun tak langsung daripelaksanaan kegiatan pertanian terpadu. Pelaksanaan kegiatan pertanian terpadu pada intinyaadalah mengimplementasikan secara terbatas (unit percontohan) inovasi teknologi daninovasi kelembagaan agribisnis di desa lokasi sasaran. Inovasi tersebut dapat dilakukan pada:(a) subsistem komoditas yang meliputi subsistem produksi, sarana produksi, pasca panen,pengolahan dan pemasaran hasil, (b) subsistem pemanfaatan sumberdaya lahan dan air, (c)subsistem pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak dan pupuk, dan (d) subsistemkonservasi tanah dan air.

Dari segi teknologi, seluruh inovasi yang dilakukan tersebut diharapkan mampumeningkatkan kinerja teknologi yang dilakukan oleh praktisi agribisnis terutama petani. Darisegi kelembagaan, seluruh inovasi yang diterapkan diharapkan dapat meningkatkan kinerja

Page 272: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

258

kelembagaan agribisnis yang selanjutnya berdampak pada peningkatan aksesibilitas petaniterhadap pasar input, output, modal dan teknologi. Peningkatan kinerja teknologi dankelembagaan agribisnis tersebut selanjutnya diharapkan berdampak positif pada kinerja hasilusahatani, peningkatan pendapatan dan peningkatan kesempatan kerja. Disamping itudiharapkan pula bahwa inovasi yang diintroduksikan semakin luas diterapkan oleh petanilainnya yang tidak dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan pertanian terpadu. Dengan katalain, proses difusi inovasi tersebut berjalan dengan swadaya masyarakat sendiri. Tujuanpenelitian adalah untuk mengetahui informasi dasar tentang kondisi bio-fisik desa, sosialekonomi rumah tangga, kelembagaan pedesaan yang baik dan lengkap.

METODE PENELITIAN

Pemilihan responden dilakukan dengan metoda contoh acak sederhana (simple randomsampling). Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan sampel anggota populasidilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Carademikian dilakukan dengan asumsi anggota populasi dianggap homogen, denganvariabel-variabel yang diperkirakan mempengaruhi pendapatan rumah tangga petani sepertipenguasaan lahan, pemilikan ternak, dan lainnya.

Lokasi survey ditentukan secara purposive di Desa Tianyar yang merupakan salah satulokasi primatani lahan kering, Dataran Rendah Beriklim Kering. Dalam satu desa diambilempat dusun dengan masing-masing responden sebanyak 10 orang kepala rumah tanggauntuk pelaksanaan wawancara. Data yang dibutuhkan secara garis besar dibagi enamkelompok, yaitu: (1) Potensi sumberdaya yang dimiliki petani, (2) Karakteristik rumahtangga petani dan sumberdaya yang dimiliki, kinerja teknologi pada setiap subsistemkegiatan agribisnis, (3) Kinerja kelembagaan agribisnis pada setiap subsistem kegiatanagribisnis dan lembaga pendukung agribisnis, (4) Kinerja hasil pada setiap subsistemkegiatan agribisnis dan (5) Kinerja sistem agribisnis.

Untuk mengetahui besarnya pendapatan usahatani dilakukan analisis pendapatan(Adnyana, 1989) dengan cara tabulasi dan diuraikan secara deskriptif. Pendapatan usahatanidiperoleh dari nilai produksi dikurangi biaya. Nilai produksi diperoleh dari hasil kali antaraproduksi per satuan luas dengan harga hasil produksi tersebut. Biaya produksi diperoleh daripenjumlahan faktor-faktor produksi dikalikan dengan harga faktor-faktor produksi. Secaramatematis pendapatan dihitung dengan formulasi sebagai berikut:

Tc = Y . Hy -

m

i

XiHxi1

Dimana Tc = Pendapatan dari usahatani (Rp)Y = Produksi (Kg/Ha)

Page 273: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

259

Hy = Harga (Rp/Kg)Xi = Jumlah faktor produksi i ( i = 1,2,……m)Hxi = Harga masing-masing faktor produksi

Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis usahatani dengan menggunakan analisisparsial dan analisis keseluruhan usahatani (whole farm analysis). Analisis parsial dilakukanpada satu cabang usahatani, sedangkan analisis keseluruhan usahatani dilakukan pada semuacabang usahatani (Soekartawi, 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan lahan di Desa Tianyar Timur umumnya berupa tegalan dengankebanyakan merupakan status hak milik. Dilihat dari jenis tanah, tanah di Desa TianyarTimur merupakan tanah bekas letusan Gunung Agung. Sebagian besar tekstur dominan pasirberdebu. Tanah seperti ini mempunyai sifat porositas dan tingkat erosi yang sangat tinggi.Dengan kondisi demikian maka tidak dijumpai adanya lahan sawah irigasi, hanya sebagiankecil dijumpai adanya lahan sawah tadah hujan, untuk itu untuk pemenuhan kebutuhanpangan yang bersumber dari beras sebagian besar didapatkan dengan cara membeli, jarangsekali dijumpai adanya barter dengan komoditas lainnya.

Tabel 1. Status Penguasaan Penggarapan Lahan Tegalan/Ladang di Desa TianyarTimur

0,00-0,25 0,26-0,50 0,51 - 0,75 0,76 - 1,00 >1,00Status Penguasaan (%)- Milik 100 91 80 89 100 92,00- Bagi hasil 0 9 20 11 0 8,00Status Garapan (%)- Digarap sendiri 0,87 73 80 89 100 68,57- Disewakan 0,13 18 0 0 0 3,63- Dibagihasilkan 0 9 20 11 0 8,00Sumber Air (%)- Sungai 0 18 0 0 0 3,60- Embung penampung air 0 0 0 0 25 5,00- Sumur/Sumur bor 87 82 80 78 75 80,40- Air hujan 13 0 20 22 0 11,00

Penguasaan lahan (ha)Karakteristik Rerata (%)

Sumber: Analisis Data Primer, 2007

Lahan merupakan salah satu aset produktif rumah tangga petani pada umumnyadengan berbagai macam status kepemilikan dan penguasaannya. Rata-rata luas lahan tegalan

Page 274: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

260

di Desa Tianyar Timur dengan status milik sendiri 98% dan 2% merupakan sistem bagi hasildengan pemilik lahan dengan perjanjian yang disepakati sebelumnya, baik dengan pihakkeluarga maupun luar keluarga. Pada kasus di Desa Tianyar Timur lahan tegalan denganstatus milik sendiri dominan pada luasan < 0,25 ha dan > 1 ha. Pada status lahan garapansebayak 68,57% merupakan garapan sendiri, dan hanya 3,63% yang disewakan pada petanilain dan pada lahan dengan luasan > 1 ha umumnya digarap sendiri. Hal ini mengindikasikanbahwa secara umum responden bekerja di lahan tegalan baik sebagai buruh tani maupunpemilik sekaligus sebagai penggarap.

Hewan ternak merupakan salah satu aset produktif yang dimiliki petani di DesaTianyar Timur dengan berbagai status kepemilikan dan jumlah populasi yang diusahakan.Jenis ternak yang umum diusahakan antara lain ayam buras, babi, sapi, itik dan sebagiankecil yang mengusahakan ayam ras.

Tabel 2. Status Kepemilikan Beberapa Jenis Ternak di Desa Tianyar Timur

(ekor) (%) (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor) (%) (ekor) (%)Milik 46 61 97 98 8 100 282 100 7 100Gaduhan 29 39 2 2 0 0 0 0 0 0Total 75 100 99 100 8 100 282 100 7 100Rerata milik sendiri 1,24 2,62 0,22 7,62 0,19Rerata gaduhan 0,78 0,02 0 0 0Rerata kepemilikan 2,03 2,68 0,22 7,62 0,19

Status Kepemilikan ItikSapi Babi Ayam ras Ayam buras

Sumber: Analisis Data Primer, 2007

Dari jumlah total ternak sapi yang dimiliki responden (75 ekor) sebanyak 61%merupakan ternak sapi dengan status milik sendiri, sisanya 39% merupakan sapi gaduhan.Secara umum baik gaduhan maupun milik sendiri, rata-rata kepemilikan ternak sapi di lokasipengkajian sebanyak 2,03 ekor per petani responden. Sedangkan ternak babi dari jumlahtotal 99 ekor, 97% diantaranya merupakan milik sendiri dan hanya 2% yang merupakansistem pemeliharaan dengan pola gaduhan. Namun secara umum rata-rata kepemilikanternak babi per petani adalah 2,68 ekor per petani. Sedangkan untuk ayam ras, ayam burasdan itik kesemuanya merupakan ternak dengan status milik sendiri. Sedangkan dari rata-ratakepemilikan jumlah yang dimiliki petani terbanyak berturut-turut adalah ayam buras 7,62ekor, babi 2,68 ekor, sapi 2,03 ekor, ayam ras 0,22 ekor dan itik 0,19 ekor per petaniresponden.

Page 275: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

261

Tabel 3. Jumlah Petani yang Memiliki Ternak Sapi, Babi, Ayam Buras di Desa TianyarTimur

0 1 - 3 4 - 6 7 - 9 > 10Sapi 3 30 3 0 0 0 5 2,03Babi 3 23 8 1 1 0 12 2,68Ayam Buras 6 7 10 2 12 0 35 7,62

Maksimum RerataJenis Ternak Skala kepemilikan (ekor) Minimum

Sumber: Analisis Data Primer, 2007

Jumlah populasi ternak sapi yang dimiliki petani terbanyak berkisar antara 1 – 3 ekoryaitu sebanyak 30 orang, demikian halnya pada ternak babi dengan kisaran 1-3 ekordipelihara oleh 23 orang. Pada ternak ayam buras rata-rata jumlah ternak yang dipeliharalebih dari 10 ekor per petani, yaitu sebanyak 12 orang. Masih rendahnya kepemilikan ternaksapi erat kaitannya dengan keterbatasan modal awal yang dimiliki petani terutama pada saatpembelian bibit, dan tentunya juga harus dipertimbangkan dengan keersediaan pakanterutama pada saat musim kemarau seperti kondisi saat ini. Secara keseluruhan usahataniternak masih bersifat tradisional, yaitu petani/peternak kecil yang mempunyai 1-2 ekorternak ruminansia besar-kecil bahkan ayam kampung. Usaha ini hanya bersifat sambilan danuntuk saving saja.

Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga (family farms),khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya. Rumah tangga tani yangumumnya sangat terbatas kemampuannya dari segi modal, peranan tenaga kerja keluargasangat menentukan. Jika masih dapat diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga sendiri makatidak perlu mengupah tenaga luar, yang berarti menghemat biaya (Suratiyah, 2006). Padakajian ini usia produktif seseorang diasumsikan pada kisaran 15 – 55 tahun. Walaupunsesunguhnya usia dibawah 15 tahun bukanlah termasuk angkatan kerja, namun karena faktorekonomi dan sosial budaya terkadang usia tersebut sudah memasuki usia kerja denganproduktivitas yang tentunya belum optimal, karena pada usia dibawah 15 tahun umumnyamasih merupakan usia sekolah.

Secara umum pekerjaan utama masyarakat di Desa Tianyar Timur adalahmengandalkan dari usahataninya, namun sebagian besar dari mereka juga berprofesi sebagaiburuh (92%) terutama pada saat musim kemarau dimana ketersediaan air sangat terbatas,maka untuk menunjang keberlanjutan hidup, banyak dari mereka bekerja sebagai buruh,hanya sebagian kecil yang berstatus sebagai pekerja tetap (8%) pegawai negeri sipil dankaryawan swasta (38%), buruh lainnya (32%) dan buruh bangunan (24%). Banyaknya yangbekerja sebagai buruh tani dikarenakan mereka sudah lebih berpengalaman denganusahataninya sendiri walaupun untuk hal tersebut tidak menuntut keterampilan yang khusus.

Page 276: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

262

Sedangkan berdasarkan lokasi dimana mereka berburuh, kebanyakan adalah di dalam satudesa (65%) dan yang berburuh di luar desa 35%. Dengan berburuh di luar desa tentunyapendapatan mereka akan semakin rendah karena harus menambah untuk biaya makan dantransportasi, terlebih kalau lokasi berburuh di luar desa berada di kecamatan lain maupunluar kabupaten yang jaraknya cukup jauh. Hal ini terjadi karena lapangan kerja di desakurang tersedia sehingga mereka harus mencari pekerjaan di luar desanya, dengan harapandapat menambah penghasilan bagi rumah tangganya.

Tabel 4. Karakteristik Ketenagakerjaan Berdasarkan Usia Responden

Bkerja Tdk.kerja Bkerja Tdk.kerja Bkerja Tdk.kerja Bkerja Tdk.kerjaLaki-laki 3 40 48 8 6 1 57 49Perempuan 2 27 37 15 6 6 45 48Jumlah 5 67 85 23 12 7 102 97

Jenis Kelamin Jumlah> 55 th15 - 55 th< 15 th

Sumber: Analisis Data primer, 2007.

Rata-rata pendapatan pertahun dihitung berdasarkan kumulatif pendapatan yangditerima rumahtangga petani dalam kurun waktu satu tahun baik dari pendapatan on farm,off farm maupun dari sumber pendapatan non farm. Yang termasuk dalam kegiatan on farmdalam konteks base line survey adalah usahatani tanaman semusim, usahatani tanamantahunan dan usaha ternak. Sedangkan yang termasuk dalam kegiatan off farm antara lainkegiatan pasca panen dan buruh tani. Kegiatan non farm meliputi buruh tetap, usaha lainseperti warung, dagang hasil bumi, industri rumah tangga, kiriman dan lainnya. Rata-ratapendapatan petani responden di Desa Tianyar Timur dalam kurun waktu setahun adalah Rp.3.536.499,60. Dari total nilai tersebut sekitar Rp. 2.249.739,60 adalah berasal dari kegiatanon farm, Rp. 769.462,80 dari kegiatan non farm dan sekitar Rp. 517.297,30 berasal darikegiatan off farm.

Pekerjaan non farm sebagai buruh bagi masyarakat tentunya bukan pilihan utamaapabila lapangan kerja yang ada di desa nya cukup tersedia yang tentunya didukung olehsarana dan prasarana. Sehingga dapat dikatakan bahwa pekerjaan non farm bagi masyarakattersebut sebagai buruh musiman, karena umumnya mereka bekerja pada saat ketersediaan airuntuk mengairi lahan mereka sudah kurang memadai.

Untuk mengetahui secara rinci masing-masing pendapatan dari usahatani tanamanpangan dalam konteks ini didekati dengan harga pasar yang berlaku di lokasi survey. Hal inidikarenakan usahatani yang mereka lakukan umumnya masih bersifat subsisten. Komoditastanaman pangan semusim yang diusahakan petani dalam satu tahun umumnya adalah jagung,kacang tanah, ketela rambat, ubi kayu dan kedelai yang umumnya diusahakan dalam bentuk

Page 277: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

263

pola pertanaman tumpang sari, sangat jarang sekali dijumpai pola tanaman semusim denganpola monokultur. Pendapatan usahatani tanaman semusim selama kurun waktu satu tahunsekitar Rp. 525.433,60. Sedangkan pendapatan untuk masing-masing komoditas selamakurun waktu setahun adalah, jagung Rp. 208.732,20, kedelai Rp. 33.783,80, kacang tanahRp. 143.416,90, ubi jalar Rp. 111.895,70 dan ubi kayu 27.605,00.

Pendapatan usahatani yang berasal dari tanaman tahunan sebesar Rp. 746.062,77dimana komoditas jambu mete dan lontar memiliki kontribusi yang terbesar yaitu Rp.217.983,24 dan Rp. 188.567,57. Selanjutnya diikuti dengan kelapa yaitu Rp. 121.102,70,pisang Rp. 101.830,88, pepaya Rp. 72.056,76 dan mangga Rp. 44.521,62. Cukup tingginyakontribusi pendapatan komoditas jambu mete pada struktur pendapatan tanaman tahunandikarenakan harga output komoditas jambu mete yang relatif stabil dan lebih baikdibandingkan komoditas tanaman tahunan lainnya. Sedangkan komoditas lontar yang umumdiperdagangkan berupa niranya, berkaitan erat dengan budaya masyarakat setempat yangdigunakan untuk konsumsi.

Pendapatan on farm rumah tangga per tahun yang berasal dari subsektor peternakansebesar Rp. 978.243,20 dimana ternak sapi merupakan kontributor terbesar terhadappendapatan sub sektor peternakan yaitu sebesar Rp. 616.216,20 (63%), ternak babi sebesarRp. 304.054,10 (31%) dan ternak ayam buras sebesar Rp. 57.972,90 (6%). Walaupun ternaksapi memberikan kontribusi yang cukup tinggi terhadap total pendapatan subsektorpeternakan, namun pendapatan tersebut masih dirasakan belum optimal, karena selainkendala penerapan teknologi, dari aspek sosial pola kepemilikan ternak dengan sistemgaduhan juga cukup banyak yaitu mencapai 39%, yang tentunya akan mempengaruhipendapatan peternak.

Usaha ternak sesungguhnya bukanlah sebagai sumber pendapatan utama karenaumumnya mereka menjualnya pada saat musim kemarau pada saat usahatani tanamansemusim kurang dapat mendukung pendapatan rumah tangga. Selain untuk memenuhikebutuhan konsumsi rumah tangga, sub sektor peternakan umumnya digunakan sebagaipersiapan biaya pendidikan anak dengan cara menjual ternaknya dan juga pada beberapajenis ternak seperti babi dan ayam buras sangat diperlukan pada saat upacara keagamaansehingga umumnya setiap rumah tangga mengusahakannya.

Petani berperan sebagai manajer dalam usahatani keluarganya. Petani sebagai manajerakan berhadapan dengan berbagai alternatif yang harus diputuskan mana yang harus dipilihuntuk diusahakan. Petani harus menentukan jenis tanaman atau ternak yang akan diusahakan,menentukan cara-cara berproduksi, menentukan cara-cara pembelian sarana produksi,menghadapi persoalan tentang biaya, mengusahakan permodalan dan sebagainya. Untuk itudperlukan keterampilan, pendidikan dan pengalaman yang akan berpengaruh dalam prosespengambilan keputusan.

Page 278: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

264

Kondisi agroekosistem wilayah Desa Tianyar Timur yang merupakan daerah lahankering dataran rendah beriklim kering tentunya air merupakan salah satu faktor pembatasyang sangat penting. Komoditas tanaman semusim yang dominan diusahakan oleh petaniadalah tanaman pangan seperti palawija (jagung, kedelai, kacang tanah, kacang gude danlain-lain) dan umbi-umbian (ketela pohon dan ketela rambat). Pola tanam yang diterapkanpetani umumnya adalah tumpangsari, namun dengan jenis tanaman dan jarak tanam yangkurang teratur. Dengan pola tanam yang demikian tentunya akan mempengaruhi produksiyang akan dihasilkan. Jenis varietas yang digunakan umumnya adalah varietas lokal, hanyasebagian petani yang menggunakan varietas unggul. Benih yang digunakan umumnya tidakberlabel, sumber asal benih kebanyakan adalah dari hasil petani sendiri atau dari sesamapetani sehingga tentunya apabila sudah dipergunakan beberapa generasi akan mempengaruhiterhadap kualitas benih. Dalam aplikasinya di lapangan jumlah benih yang dipergunakanjuga kurang terukur jumlahnya dengan cara tanam tugal walau ada sebagian kecil yangmasih menebar benih sebagai cara tanamnya. Teknik pengolahan lahan yang umumnyadilakukan petani adalah dengan sistem minimum tillage dengan menggunakan cangkulsebagai alat pengolah tanah, bahkan ada sebagian petani yang menerapkan zero tillage.Petani umumnya juga menggunakan pupuk kandang dari hasil ternaknya untuk kegiatanpemupukan namun tanpa melalui proses pengolahan terlebih dahulu dan juga dengan takaranyang tidak terukur, walaupun ada juga sebagian petani yang menggunakan pupuk kimiaseperti Urea, TSP dan KCl namun jumlahnya sangat sedikit. Demikian halnya denganpenggunaan pestisida maupun herbisida sangat jarang dilakukan oleh petani, mereka lebihcenderung melaksanakan penyiangan untuk mengendalikan gulma.

Penggunaan tenaga kerja pada usahatani tanaman semusim khususnya tanamanpangan hampir keseluruhan merupakan tenaga kerja dalam keluarga, hanya pada kegiatantertentu dan pada petani yang memiliki lahan relatif luas mereka menggunakan tenaga kerjaluar keluarga. Produksi usahatani tanaman pangan dari lahan mereka umumnya digunakanuntuk konsumsi rumahtangga, hanya sebagian kecil petani yang menjual hasil panennya.Produksi usahatani yang mereka hasilkan pun masih relatif rendah, hal ini karena selainkondisi biofisik sumberdaya lahan juga karena teknik budidaya yang diterapkan petanibelum optimal, sehingga dengan demikian implementasi penerapan inovasi teknologiproduksi sangat mutlak diterapkan guna meningkatkan produksi usahatani.

Aspek pasca panen dan pengolahan hasil belum diterapkan untuk meningkatkan nilaitambah produksi, karena sebagian produksi yang mereka hasilkan untuk konsumsi rumahtanggannya. Kondisi eksisting pada aspek pasca panen pada proses penjemuran yangmemang tuntutan dari produk komoditas tersebut yang harus dijemur/dikeringkan sepertijagung, kedelai dan lainnya. Kegiatan pengolahan hasil hanya terdapat pada komoditas ubikayu, dimana sebagian produksinya ada yang diolah untuk dibuat keripik singkong dangaplek.

Page 279: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

265

Komoditas tanaman tahunan yang dominan diusahakan petani adalah kelapa, jambumete, lontar, pisang, mangga dan pepaya. Pola tanam tanaman tahunan biasanya digunakansebagai tanaman sela ataupun sampingan yang biasanya tidak ditanam pada areal khusus.Kecuali pada tanaman pepaya yang umumnya ditanam dengan jarak dan pola tanam yangrelatif teratur dengan jarak tertentu. Benih awal yang digunakan pada saat tanampunumumnya merupakan varietas lokal, kecuali pada beberapa komoditas tanaman tahunan adasebagian varietas unggul yang merupakan bantuan program pemerintah. Pada komoditastanaman tahunan umumnya petani jarang melakukan pemupukan kecuali pada beberapakomoditas seperti pepaya dan pisang dengan menggunakan pupuk kandang namun dengantakaran seadanya. Demikian halnya pada kegiatan pengendalian hama dan penyakit,penggunaan pestisida maupun herbisida jarang sekali dilakukan.

Hampir keseluruhan tenaga kerja yang digunakan pada usahatani tanaman semusimmerupakan tenaga kerja dalam keluarga, kecuali pada beberapa komoditas dan pada kegiatantertentu. Seperti pada komoditas pepaya, untuk pengolahan tanah umumnya digunakantenaga kerja luar keluarga, untuk komoditas kelapa tenaga kerja luar kelarga digunakan padaproses panen. Produksi usahatani tanaman tahunan sangat bervariasi selain pengaruhagroekosistem juga umur tanaman sangat mempengaruhi. Produksi tanaman tahunanumumnya dijual dengan sistem tebasan (mangga) sehingga posisi tawar petani dengandemikian sangat lemah. Dengan sistem tebasan tersebut otomatis petani tidak melakukankegiatan pasca panen ataupun pengolahan hasil. Proses pengolahan yang telah dilakukanpetani seperti pengolahan minyak kelapa dan pengolahan biji mete namun dengan penerapanteknologi yang belum optimal.

Jenis ternak yang dominan diusahakan di Desa Tianyar Timur adalah sapi (pembibitandan penggemukan), babi dan ayam buras dan sebagian kecil terdapat juga usaha ternakkambing. Rata-rata jumlah kepemilikan ternak sapi adalah 2 ekor dengan kisaran antara 1 – 5ekor, dengan pola pemeliharan milik sendiri (61%) dan gaduhan (39%). Sapi-sapi tidakdikandangkan secara baik, kandang yang ada tidak dilengkapi dengan tempat pakan dan airminum sehingga pakan menjadi bercampur dengan kotoran dan kencing. Akibatperkandangan tersebut, pakan yang diberikan banyak yang terbuang karena tidak termakanoleh sapi. Dari aspek perkandangan, masih ditemukan banyak perkandangan yang tidaklayak untuk penggemukan. Kandang dibuat seadanya tanpa memperhatikan aspek kesehatan,ada juga kandang dibuat permanen namun konstruksinya kurang ideal bagi ternak sapi.

Bibit yang digemukkan secara umum berbobot awal sekitar 150 kg dengan umursekitar satu tahun. Penggemukan biasanya berlangsung selama tiga tahun. Bibit sapi yangdigemukkan dibeli secara cawangan dengan harga sekitar Rp. 2.500.000,00. Pada akhirpenggemukan, ternak tersebut biasanya laku dijual Rp. 5.000.000,00 sampai Rp.6.000.000,00/ekor. Bibit dengan bobot 150 kg biasanya masih pada fase pertumbuhantulang, belum fase pertumbuhan daging.

Page 280: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

266

Ke depan pembinaan dan pemberdayaan kelompok tani merupakan suatu hal yangpenting untuk dilakukan agar gap antar kelompok tani tidak semakin tajam, yang padaakhirnya dapat memicu terjadi konflik sosial (kecemburuan sosial) antar kelompok yang adadi desa tersebut. Selain itu, dengan adanya pembinaan tersebut diharapkan keberadaankelompok tani tidak hanya berfungsi sebagai wahana penyuluhan, tetapi juga untukmengembangkan kegiatan produktif lainnya, seperti usaha simpan pinjam, usaha perbenihan,pelayanan saprodi, usa jasa keuangan, usaha jasa alsintan, usaha pengolahan hasil, dansebagainya (Hermanto, 2007).

KESIMPULAN

1. Status penguasaan lahan merupakan milik sendiri (98%) dengan 68,70% lahan digarapsendiri dan hanya 3,63% disewakan, 8% dibagihasilkan. Sumber pengairan lahanusahatani 80,40% berasal dari sumur bor, 11% lahan tadah hujan, 5% bersumber dariembung dan hanya 3,60% yang bersumber dari sungai sebagai sumber pengairan.

2. Ternak yang dominan diusahakan oleh petani adalah sapi dengan rata-rata kepemilikan2,03 ekor dimana 61% merupakan ternak sapi dengan status milik sendiri dan 39%dengan status sapi gaduhan/ngadas. Sedangkan ternak babi rata-rata kepemilikan 2,68ekor per rumah tangga, dimana 98% dengan status milik sendiri dan 2% status babigaduhan. Ternak ayam buras rata-rata kepemilikan 7,62 ekor dengan status semuanyamilik sendiri. Usaha ini hanya bersifat sambilan dan untuk saving saja.

3. Ketersediaan tenaga kerja di Desa Tianyar Timur masih cukup tersedia, hal ini terlihatdari masih terdapatnya angkatan kerja yang termasuk usia produktif 27,10 persen tidakbekerja dan 78,90% yang berstatus bekerja. Dari seluruh populasi responden baik kepalarumah tangga maupun anggota rumah tangga, 50,74% responden adalah berstatusbekerja dan 48,26% yang tidak bekerja. Karakteristik status bekerja berdasarkan jeniskelamin, ternyata 55,90% laki-laki bekerja dan 44,10% wanita yang bekerja.

4. Pekerjaan utama masyarakat di Desa Tianyar Timur adalah mengandalkan dariusahataninya, namun sebagian besar dari mereka juga berprofesi sebagai buruh (92%).Berdasarkan jenis pekerjaan berburuh secara umum adalah sebagai buruh tani (38%),buruh lainnya (32%) dan buruh bangunan (24%). Sedangkan berdasarkan lokasi dimanamereka berburuh, kebanyakan adalah di dalam satu desa (65%) dan yang berburuh diluar desa (35%).

5. Rata-rata pendapatan petani responden di Desa Tianyar Timur dalam kurun waktusetahun adalah Rp. 3.536.499,60. Dari total nilai tersebut sekitar Rp. 2.249.739,60adalah berasal dari kegiatan on farm, Rp. 769.462,80 dari kegiatan non farm dan sekitarRp. 517.297,30 berasal dari kegiatan off farm.

Page 281: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

267

6. Pendapatan usahatani tanaman semusim selama kurun waktu satu tahun sekitar Rp.525.433,60. Sedangkan pendapatan untuk masing-masing komoditas selama kurunwaktu setahun adalah, jagung Rp. 208.732,20, kedelai Rp. 33.783,80, kacang tanah Rp.143.416,90, ubi jalar Rp. 111.895,70 dan ubi kayu Rp. 27.605,00.

7. Pendapatan usahatani yang berasal dari tanaman tahunan sebesar Rp. 746.062,77komoditas jambu mete dan lontar memiliki kontribusi yang terbesar yaitu Rp.217.983,24 dan Rp. 188.567,57. Selanjutnya diikuti dengan kelapa yaitu Rp. 121.102,70,pisang Rp. 101.830,88, pepaya Rp. 72.056,76 dan mangga Rp. 44.521,62.

8. Pendapatan on farm rumah tangga per tahun yang berasal dari subsektor peternakansebesar Rp. 978.243,20 dimana ternak sapi merupakan kontributor terbesar terhadappendapatan sub sektor peternakan yaitu sebesar Rp. 616.216,20 (6%), ternak babisebesar Rp. 304.054,10 (31%) dan ternak ayam buras sebesar Rp. 57.972,90 (6%).

9. Secara umum teknik budidaya, pascapanen/pengolahan hasil masih belum optimal(bersifat tradisional/subsisten). Untuk itu introduksi pemasyarakatan inovasi teknologipertanian tepat guna sangat tepat untuk diimplementasikan dalam rangka meningkatkanpendapatan petai.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, M.O. 1989. Analisis Ekonomi dalam Penelitian Sistem Usahatani. PelatihanMetodologi Penelitian Sistem Usahatani. Badan Litbang Pertanian. Jakarta. 12 hal.

Anonim. 2006. Petunjuk Teknis. Baseline Survey Program Rintisan dan AkselerasiPemasyarakatan Inovási Teknologi Pertanian (Primatani). Badan Litbang Pertanian.Jakarta. 24 hal.

Anonim. 2006b. Pedoman Umum Pelaksanaan Pertanian Terpadu. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian. Jakarta.

Hermanto, R. 2007. Rancangan Kelembagaan Petani dalam Implementasi Pertanian Terpadudi Sumatera Selatan. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. Vol (5) : 2. Pusat AnalisisSosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Hal 110-125.

Irawan, B. 2004. Kelembagaan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan InovasiTeknologi Pertanian (Pertanian Terpadu) dalam Monograph Series No.25. AspekKelembagaan dan Aplikasinya dalam Pembangunan Pertanian (Eds): E Basuno, R.N.Suhaeti dan Santana. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Hal 101-117.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 110 hal.

Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. 124 hal.

Page 282: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

268

WISATA KULINER MAKANAN TRADISIONALSEBAGAI PENUNJANG DESA EKOWISATA

Enny Sumaryati

Fakultas Pertanian Universitas Widyagama MalangE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikanpontensi sumber-sumber alam dan budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yangberkesinambungan. Penyelenggaraan ekowisata pada dasarnya dilakukan dengankesederhanaan, memelihara keasliaan alam dan lingkungan, memelihara keaslian adatistiadat, kebiasaan hidup atau the way of life, menjaga kelestarian flora dan fauna, sertamelestarikan lingkungan hidup sehingga alam ( Sukma, 2009 ). Ekowisata adalah konsepyang dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat. Konsep besarnya adalah prosesinteraksi dan saling belajar antara masyarakat lokal dan wisatawan. Masyarakat lokalmembuat kerajinan lokal untuk dijadikan cinderamata, memasak makanan tradisionalsetempat untuk disajikan pada wisatawan, menyediakan kamar bagi tempat menginap,mengajarkan budaya dan kearifan lokal, sekaligus belajar pada wisatawan yang datangtentang hal-hal baru. Kehadiran wisatawan (khususnya ekowisatawan) ke tempat-tempatyang masih alami itu memberikan peluas bagi penduduk setempat untuk mendapatkanpenghasilan alternatif dengan menjadi pemandu wisata, membuka homestay, pondokekowisata (ecolodge), wisata kuliner yang berkaitan dengan ekowisata, sehingga dapatmeningkatkan kesejahtraan mereka atau meningkatkan kualitas hidup penduduk lokal, baiksecara materiil, spirituil, kulturil maupun intelektual. Wisata kuliner makanan tradisionalkhas desa dengan melihat dan belajar cara pembuatan kue tradisional bisa dijadikan dayatarik bagi wisatawan sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

Kata kunci: Wisata kuliner, makanan tradisional, budaya, pendapatan masyarakat local

PENDAHULUAN

Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikanpontensi sumber-sumber alam dan budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yangberkesinambungan. Dengan kata lain ekowisata adalah kegiatan wisata alam plus plus.Definisi di atas telah telah diterima luas oleh para pelaku ekowisata.

Ekowisata mempunyai kekhususan, yaitu mengedepankan konservasi lingkungan,pendidikan lingkungan dan menguntungkan penduduk lokal (meningkatkan perekonomianpenduduk lokal). Penyelenggaraan ekowisata pada dasarnya dilakukan dengan

Page 283: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

269

kesederhanaan, memelihara keasliaan alam dan lingkungan, memelihara keaslian adatistiadat, kebiasaan hidup atau the way of life, menjaga kelestarian flora dan fauna, sertamelestarikan lingkungan hidup sehingga alam ( Sukma, 2009 ) Ekowisata mendapat tempattersendiri di antara berbagai jenis pariwisata lain, karena dianggap sebagai win-win solutiontourism. Sebelum ekowisata ada, pariwisata memang cenderung lebih mengutamakan aspekekonomi untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, sehingga cenderung mengabaikankeberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat sekitar. Ekowisataadalah konsep yang dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat. Konsep besarnyaadalah proses interaksi dan saling belajar antara masyarakat lokal dan wisatawan. Wisatawanyang datang di sebuah destinasi wisata berbasis masyarakat, biasanya menginap di rumahpenduduk, mempelajari cara hidup mereka, dan makan makanan yang sama denganpenduduk lokal.

Masyarakat lokal membuat kerajinan lokal untuk dijadikan cinderamata, memasakmakanan tradisional setempat untuk disajikan pada wisatawan, menyediakan kamar bagitempat menginap, mengajarkan budaya dan kearifan lokal, sekaligus belajar pada wisatawanyang datang tentang hal-hal baru. Kehadiran wisatawan (khususnya ekowisatawan) ketempat-tempat yang masih alami itu memberikan peluas bagi penduduk setempat untukmendapatkan penghasilan alternatif dengan menjadi pemandu wisata, porter, membukahomestay, pondok ekowisata (ecolodge), warung dan usaha-usaha lain yang berkaitandengan ekowisata, sehingga dapat meningkatkan kesejahtraan mereka atau meningkatkankualitas hidup penduduk lokal, baik secara materiil, spirituil, kulturil maupun intelektual.

Prinsip-prinsip pengelolaan berkelanjutan harus diikuti setiap kegiatan Ekowisata,seperti :

Berbasis pada wisata alam Menekankan pada kegiatan konservasi Mengacu pada pembangunan pariwisata yang berkelanjutan. Berkaitan dengan kegiatan pengembangan pendidikan Mengakomodasikan budaya lokal Memberi manfaat pada ekonomi lokal

Oleh karena itu dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat dan keterlibatanmereka di dalam mengelola kegiatan Ekowisata diharapkan dapat berpengaruh padakeperdulian mereka terhadap kelestarian lingkungan (alam dan budaya) disekitar lokasiEkowisata

Desa wisataDesa wisata adalah sebuah kawasan pedesaan yang memiliki beberapa karakteristik

khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata. Di kawasan ini, penduduknya masih memilikitradisi dan budaya yang relatif masih asli. Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti

Page 284: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

270

makanan khas, sistem pertanian dan sistem sosial turut mewarnai sebuah kawasan desawisata. Di luar faktor-faktor tersebut, alam dan lingkungan yang masih asli dan terjagamerupakan salah satu faktor terpenting dari sebuah kawasan tujuan wisata.

Selain berbagai keunikan, kawasan desa wisata juga harus memiliki berbagaifasilitas untuk menunjangnya sebagai kawasan tujuan wisata. Berbagai fasilitas ini akanmemudahkan para pengunjung desa wisata dalam melakukan kegiatan wisata. Fasilitas-fasilitas yang sebaiknya dimiliki oleh kawasan desa wisata antara lain adalah saranatransportasi, telekomunikasi, kesehatan, dan juga akomodasi. Khusus untuk saranaakomodasi, desa wisata menyediakan sarana penginapan berupa pondok-pondok wisata(home stay) sehingga para pengunjung pun turut merasakan suasana pedesaan yang masihasli. Tidak hanya sebagai pemenuhan kebutuhan biologis, manusia memerlukan makanuntuk berbagai keperluan seperti mengejar kenikmatan, makanan memang dapatmemberikan kenikmatan. Oleh karena itu Makanan Tradisional khas desa wisata setempatdapat dijadikan sebagai objek wisata karena kenikmatannya. Sementara itu, ada beragamjenis-jenis makanan tradisional yang konsumennya tertentu saja. Bagi para pecinta wisatakuliner, dapat menikmati aneka jenis makanan tradisional khas desa setempat

Objek-objek wisata harus dapat dikemas secara khusus untuk disajikan kepada turis,dengan maksud agar menjadi lebih menarik. Dalam hal inilah seringkali terdapatkesenjangan selera antara kalangan seni dan kalangan industri pariwisata. Kompromi-kompromi sering harus diambil. Kalangan seni mengatakan bahwa pengemasan khususobjek-objek tersebut untuk turis akan menghilangkan keaslian dari suatu budaya, sedangkankalangan pariwisata mengatakan bahwa hal tersebut tidaklah salah asalkan tidakmenghilangkan substansi atau inti dari suatu karya seni. Misalnya Rumah atau bangunandibuat apa adanya, asli dengan tetap bersejarah masih lebih baik, daripada indah tapikehilangan keasliannya, sedangkan makanan tradisional khas desa dikemas sesuai aslinyadengan tetap menjaga kualitasnya.

Wisata Kuliner Makanan TradisionalMelihat dan mengetahui cara pembuatan makanan tradisional desa setempat

merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang datang. Wisatawan tidak hanya bisamenikmati makanan tradisional khas desa wisata setempat , tetapi wisatawan bisa melihatmaupun ikut membuat makanan tradisional tersebut .

Beberapa contoh makanan tradisional khas desa yang bisa disajikan ataupunditawarkan kepada wisatawan yang datang antara lain :

Page 285: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

271

Gambar 1. Contoh bangunantradisional

Sumber: http://www.wisatanesia.com/2010/05/kampung-jowo-sekatul-limbangan-kendal.htm

Makanan tradisional khas desa, yaitu :- jenang, wajik ketan- roti satu koyah, rengginang,- kembang goyang, kremes- jajanan pasar : onde-onde, cenil, lopis, apem, , semar mendem, kue lumpur, kue dadar

Page 286: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

272

Apem, lapis, kue bugis, lemper Cenil, lopisan, klepon

Talam Serabi Clorot

Gambar 2. Kue-kue tradisional

Kue satu koyah Kremes Kembang goyang

Page 287: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

273

Gambar 3. Kue kering tradisional

- Jajan pasar, melambangkan permintaan, supaya para petani mudah menjual hasilpanennya dan pedagang mudah mencari dan menjual dagangannya serta mendapatkeuntungan.

Minuman Tradisional , misalnya Wedang jahe, Ronde, Bajigur, wedang pokak, Kopi, tehMakanan Tradisional Untuk Upacara Adat atau Selamatan desa, seperti :

- "Larakan" (Jawa; sajian) yang terdiri atas hasil bumi yang disebut "pala kepedhem","pala gumantung", "pala kasimpar" yang bermakna permohonan agar hasil pertanianmembawa barakah dan manfaat

- Tumpeng dengan kelengkapannya, ingkung ayam jago misalnya.Tumpeng yang digunakan sebagai simbolisasi dari sifat alam dan manusia yang berasaldari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Bentuk tumpeng juga seperti tanganterkatup, sama seperti saat seseorang menyembah. Hal ini juga mau menggambarkanbahwa Allah patut disembah dan dimuliakan. Bentuk menggunung nasi tumpeng jugadipercaya mengandung harapan agar hidup kita semakin naik dan berolehkesejahteraan yang tinggi.

Ingkung ayam jago bermakna suatu penyerahan diri secara utuh dan bulat (tidakmendua) dan ajeg selamanyaUpacara potong tumpeng melambangkan rasa syukur kepada Tuhan dan sekaligusungkapan atau ajaran hidup mengenai kebersamaan dan kerukunan. Ada sesanti(pepatah) yang tidak asing bagi kita yaitu: mangan ora mangan waton kumpul (makantidak makan yang penting kumpul). Hal ini tidak berarti meski serba kekurangan yangpenting tetap berkumpul dengan sanak saudara. Pengertian sesanti tersebut yangseharusnya adalah mengutamakan semangat kebersamaan dalam rumah tangga,perlindungan orang tua terhadap anak-anaknya, dan kecintaan kepada keluarga. Dimana pun orang berada, meski harus merantau, haruslah tetap mengingat kepadakeluarganya dan menjaga tali silaturahmi dengan sanak saudaranya.

Makna Simbolik Kompnen dalam Tumpeng adalah sebagai berikut:A. SayuranSayuran merupakan jenis menu yang umum dipilih yang dapat mewakili tumbuhandarat. Jenis sayurnya tidak dipilih begitu saja karena tiap sayur juga mengandungperlambang tertentu. Sayuran yang umum ada adalah:a. UrapUrap merupakan kelapa parut yang dibumbui untuk campuran sayur-sayuran yangdirebus. Kata urap senada dengan urip atau hidup, artinya mampu menghidupi atau

Page 288: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

274

mampu menafkahi keluarga. Urip berarti juga sumber kehidupan. Sayuran merupakanpralambang dari alam semesta yang memberi kehidupan bagi manusia.b. KangkungSayur ini bisa tumbuh di air dan di darat, begitu juga yang diharapkan pada manusiasemoga sanggup hidup di mana saja dan dalam kondisi apa pun, teguh, ulet danpantang menyerah. Kangkung sama dengan jinangkung (terwujud/tercapai) yangberarti mengandung harapan agar apa yang menjadi cira-cita bisa tercapai.c. BayamBayam mempunyai warna hijau muda yang menyejukkan dan bentuk daunnyasederhana tidak banyak lekukan. Sayur ini melambangkan kehidupan yang ayemtenterem (aman dan damai), tidak banyak konflik seperti sederhananya bentuk daundan sejuknya warna hijau pada sayur bayam.d. Kacang PanjangKacang panjang harus hadir utuh, tanpa dipotong. Maksudnya agar manusiahendaknya selalu berpikir panjang sebelum bertindak. Selain itu kacang panjang jugamelambangkan umur panjang.

B. Lauk-Pauka. Ikan LeleIkan lele merupakan jenis ikan yang tahan hidup di air yang tidak mengalir. Ikan inijuga senantiasa hidup di dasar sungai. Makna yang terkandung dalam ikan lele adalahsymbol ketabahan, keuletan dalam hidup, kerendahan hati, dan sanggup hidup dalamsituasi ekonomi yang paling bawah sekalipun, juga hendaknya tidak sungkan menitikarier dari bawah.b. Ikan TeriJenis ikan ini hidup di laut dan selalu hidup bergerombol. Ikan teri dimaksudkansebagai simbol kebersamaan dan simbol kerukunan. Biasanya dalam sajian nasitumpung ikan ini digoreng dengan tepung, dibuat seperti rempeyek. Ikan bergeomboldan tidak terpisah-pisah.c. TelurTelur direbus dan biasanya disajikan utuh bersama kulitnya, tidak dipotong –sehingga, sehingga untuk memakannya harus dikupas terlebih dahulu. Hal tersebutmelambangkan bahwa semua tindakan kita harus direncanakan (dikupas), dikerjakansesuai rencana dan dievaluasi hasilnya demi kesempurnaan.Piwulang jawamengajarkan “Tata, Titi, Titis dan Tatas”, yang berarti etos kerja yang baik adalahkerja yang terencana, teliti, tepat perhitungan,dan diselesaikan dengan tuntas. Telurjuga melambangkan manusia diciptakan Tuhan dengan derajat yang sama, yangmembedakan hanyalah sifat dan tingkah lakunya.

Page 289: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

275

C. Jenis-Jenis Tumpenga. Tumpeng Nasi KuningWarna kuning mengandung arti kekayaan dan moral yang luhur, oleh karenanyaTumpeng ini biasa digunakan untuk acara kebahagiaan seperti kelahiran, ulang tahun,khitanan, pertunangan, perkawinan, syukuran dan upacara tolak bala.b. Tumpeng PutihTumpeng putih biasanya untuk acara sakral karena warna putih melambangkankesucian, tapi juga tidak berbeda jauh dengan tumpeng kuning sebab sebetulnyatumpeng kuning merupakan modifikasi dari tumpeng putih.(sumber:http://sandiwan.blogspot.com/2012/03/tumpeng-dalam-tradisi-jawa-tinjauan.html)

Adapun tujuan hasil pemikiran yaitu meningkatkan Obyek dan Daya TarikWisata (ODTW) di desa ekowisata dengan kegiatan sebagai berikut :1). Renovasi homestay agar memenuhi persyaratan akomodasi wisatawan, atau

membangun guest house berupa, bamboo house, traditional house, log house,dan lain sebagainya.

2). Kegiatan melestarikan kesenian lokal, jalan-jalan di desa (hiking), biking didesa ekowisata dan lain sebagainya.

4). Melestarikan produk yang dihasilkan di desa, seperti makanan tradisional khasdesa dan kerajinan guna meningkatkan sosial ekonomi dan melstarikan budayamasyarakat (Jawa) di desa tersebut,

5). Wisata kuliner makanan tradisional khas desa dengan melihat dan belajar carapembuatan kue tradisional (Jawa) bisa dijadikan daya tarik bagi wisatawansehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.

6) Wisatawan dapat belajar mengenal dan mengerti tentang budaya makanantradisional untuk selamatan di desa wisata setempat ( Budaya Jawa)

KESIMPULAN

Ekowisata adalah konsep yang dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat.Konsep besarnya adalah proses interaksi dan saling belajar antara masyarakat lokal danwisatawan.

Makanan Tradisional khas desa wisata setempat dapat dijadikan sebagai objekwisata karena keunikan dan kenikmatannya. Para pecinta wisata kuliner, dapat menikmatidan belajar memasak aneka jenis makanan tradisional khas desa setempat .

Objek-objek wisata harus dapat dikemas secara khusus untuk disajikan kepada turis,dengan maksud agar menjadi lebih menarik. Rumah atau bangunan dibuat apa adanya, asli

Page 290: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

276

dengan tetap bersejarah masih lebih baik, daripada indah tapi kehilangan keasliannya,sedangkan makanan tradisional khas desa dikemas dengan penyajian sesuai aslinya dan tetapmenjaga kualitasnya.

DAFTAR PUSTAKA

………( Sumber: http://gambaraneh.wordpress.com/wisata-kuliner-aneh-yang-mungkin-anda-suka/

………( Sumber: http://sandiwan.blogspot.com/2012/03/tumpeng-dalam-tradisi-jawa-tinjauan.html).

……….Sumber : http://jalanjalanjajanmakan.blogspot.com/2012/06/makanan-khas-33-provinsi-di-indonesia.html

Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.Sufy. 2012. Aneka kreasi tumpeng. Gramedia Pustaka Utama.Sukma Ariada, Nyoman, 2009, Meretas Jalan Ekowisata Bali : Press Udayana UGM

Kerjasama dengan Andi, Yogyakarta .Tadjuddin, Marcia. Mengupas Makna yang Terkandung dalam Simbolisme Nasi Tumpeng

dengan Menggunakan Pendekantan Hermeneutik. Jakarta: Universitas Pelita Harapan,[tanpa tahun penerbit].

Widowati, S. 2012. Kajian potensi dan evaluasi penerapan Prinsip – prinsip dan kriteriaekowisata Di kawasan taman wisata alam kawah ijen,Desa taman sari, kabupatenbanyuwangi.Universitas udayana Denpasar

Page 291: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

277

PENGEMBANGAN DESA WISATA DI INDONESIABERBASIS SISTEM PERTANIAN ORGANIK

Ririen Prihandarini

Sekjen MAPORINA (Masyarakat Pertanian Organik Indonesia)Dosen Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Desa wisata merupakan integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukungyang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat berikut tata cara dan tradisisetempat. Ketertarikan masyarakat akan kehidupan sosial budaya di pedesaan merupakandaya tarik tersendiri bagi pengembangan desa wisata. Aktivitas kehidupan sehari haridengan budaya tradisional yang unik merupakan obyek yang menarik bagi masyarakatperkotaan (wisatawan domestik) dan wisatawan manca negara untuk mengunjungi. Obyekunik di pedesaan yang bisa mereka lihat, tulis maupun teliti. Hal ini merupakan awalterjadinya wisata di pedesaan. Potensi alam yang indah, kesejukan udara, gemericik airterjun, laut yang beraneka ragam taman lautnya merupakan berkembangnya desa wisata.Namun demikian aktivitas masyarakat seperti pembuatan barang seni (patung, gerabah,tenun, songket, bordir maupun produk tradisonal lainnya) juga membuat daya tarik bagiwisatawan untuk berkunjung. Kehidupan di desa dengan aktivitas Pertanian merupakankeunikan yang menarik juga bagi para wisatawan untuk mempelajari dan menikmatinya,apalagi pertanian alami (organik). Sistem Pertanian Organik menghasilkan produk panganorganik yang sehat dan lezat. Beberapa daerah di Indonesia telah mengembangkan wisatayang berbasis Pertanian Organik, antara lain Bedugul, Kintamani di Bali, Yogjakarta, MuaraBungo Jambi, Malang dan daerah lainnya.

Kata kunci: wisata, desa, pertanian organik

ABSTRACT

Village tourism is an integration between attractions , accommodation and supportfacilities are presented in a structure of community life following local ordinances andtraditions . The public interest will be social and cultural life in the countryside is the mainattraction for the development of rural tourism. Activities of daily life with a uniquetraditional culture is an object of interest to urban communities ( domestic tourists ) andforeign tourists to visit . Unique object in the countryside they could see , written andthorough . This is the beginning of the tour in the countryside . Beautiful natural potential ,the coolness of the air , gurgling waterfalls , diverse marine marine park is a tourist villagedevelopment . However, community activities such as the creation of art ( sculpture , pottery, weaving , songket , embroidery and other traditional products ) also makes an attraction fortourists to visit . Life in the village is unique with Agricultural activities also interesting for

Page 292: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

278

tourists to learn and enjoy , let alone natural farming ( organic ). Organic Farming Systemsproduce organic food products that are healthy and delicious. Some areas in Indonesia hasdeveloped a tour based Organic Farming , among others, Bedugul , Kintamani in Bali ,Yogyakarta, Muara Bungo Jambi, Malang and other areas.

Keywords: tourism, rural, organic farming

PENDAHULUAN

Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkanmasyarakat sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat, bahkanpariwisata dikatakan mempunyai energi yang luar biasa, dan membuat masyarakat setempatmengalami metamorphose dalam berbagai aspeknya. Namun ada aspek negatif dampakpengembangan pariwisata, khususnya adalah perbedaan kesenjangan ekonomi pengusahapariwisata dan masyarakat di sekitar tempat wisata.

Salah satu pendekatan untuk mengatasi hal tersebut adalah pengembangan wisataalternatif yaitu pengembangan desa wisata. Desa wisata diwujudkan dalam gaya hidup dankualitas hidup masyarakatnya. Keaslian juga dipengaruhi keadaan ekonomi, fisik dan sosialdaerah pedesaan tersebut, misalnya ruang, warisan budaya, kegiatan pertanian, bentanganalam, jasa, pariwisata sejarah dan budaya, serta pengalaman yang unik dan eksotis khasdaerah. Desa wisata harus kreatif mengembangkan identitas atau ciri khas daerah itu sendiri.Partisipasi masyarakat, pengembangan mutu produk wisata pedesaan, pembinaan kelompokpengusaha setepat merupakan hal yang harus dilakukan dalam pengembangan desa wisata.

Keaslian akan memberikan manfaat bagi produk wisata pedesaan. Unsur unsurkeaslian produk wisata yang utama adalah kualitas asli, keorisinalan, keunikan, ciri khasdaerah dan kebanggaan daerah diwujudkan dalam gaya hidup dan kualitas hidupmasyarakatnya secara khusus berkaitan dengan perilaku, integritas, keramahan dankesungguhan penduduk yang tinggal dan berkembang menjadi milik masyarakat desatersebut.

Desa wisata merupakan integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukungyang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat berikut tata cara dan tradisisetempat. Ketertarikan masyarakat akan kehidupan sosial budaya di pedesaan merupakandaya tarik tersendiri bagi pengembangan desa wisata. Ada beberapa kriteria yang bisadijadikan acuan bagi masyarakat untuk tinggal dan menikmati kehidupan alam pedesaan,yaitu karena keindahan alamnya, tradisi yang unik, peninggalan sejarah ataupun peradabandan produk kesenian, produk makanan ataupun perilaku masyarakatnya dalam mengolahalamnya.

Page 293: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

279

Edward Inskeep, dalam Tourism Planning An Integrated and Sustainable DevelopmentApproach, (dalam Nuryanti, Wiendu. 1993). Concept, Perspective and Challenges, makalahbagian dari Laporan Konferensi Internasional mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press. Hal. 2-3)) memberikan definisi : Village Tourism, wheresmall groups of tourist stay in or near traditional, often remote villages and learn aboutvillage life and the local environment. Inskeep : Wisata pedesaan dimana sekelompok kecilwisatawan tinggal dalam atau dekat dengan suasana tradisional, sering di desa-desa yangterpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan setempat.

Aktivitas kehidupan sehari hari dengan budaya tradisional yang unik merupakanobyek yang menarik bagi masyarakat perkotaan untuk dikunjungi. Obyek unik di pedesaanyang bisa mereka lihat, tulis maupun teliti. Hal ini merupakan awal terjadinya wisata dipedesaan. Masyarakat di pedesaan umumnya mempunyai aktivitas bertani, mulaimenyiapkan benih, menyiapkan lahan, menanam, memelihara hingga mengolah hasilpanennya menjadi makanan tradisional yang tidak bisa kita temukan di perkotaan.

Bertani dengan memperhatikan konsep alam (pertanian organik) merupakanpengetahuan yang didapat dari para leluhur dikerjakan secara turun temurun dan merupakantradisi yang menarik. Sistem Pertanian Organik merupakan salah satu pendekatan dalampembangunan berkelanjutan, karena itu pengembangan pertanian organik tidak terlepas dariprogram pembangunan pertanian berwawasan lingkungan. Di dalam Pertanian Organikmenghasilkan produk pangan organik yang kualitas panennya lebih bagus baik warnamaupun rasanya, sehingga lebih bagus pula untuk kesehatan.

Produk pangan yang sehat menarik untuk dikunjungi dan dipelajari sehinggaberkembang menjadi wisata berbasis pertanian yang dikenal dengan “Agro wisata”. Sentrasentra pertanian organik banyak dikunjungi para pejabat untuk studi banding dalampenerapan kebijakan di daerahnya maupun kelompok tani untuk melihat secara langsung dansekaligus belajar. Tumbuhnya sentra pertanian organik ini berkembang menjadi desa wisataataupun kawasan wisata yang berbasis pertanian organik.

Desa wisata telah berkembang dan tersebar di Indonesia, bagaimana profil dansebarannya, apa saja yang diunggulkan dalam desa wisata tersebut bagaimana kondisimasyarakatnya, dan bagaimana perkembangan desa wisata yang berbasis sistem pertanianorganik akan dibahas dalam makalah ini.

PENGEMBANGAN DESA WISATA DI INDONESIA

Pengembangan desa wisata adalah sebagai salah satu produk wisata alternatif yangdapat memberikan dorongan bagi pembangunan pedesaan yang berkelanjutan serta memilikiprinsip -prinsip pengelolaan antara lain, ialah: (1) memanfaatkan sarana dan prasaranamasyarakat setempat, (2) menguntungkan masyarakat setempat, (3) berskala kecil untuk

Page 294: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

280

memudahkan terjalinnya hubungan timbal balik dengan masyarakat setempat, (4) melibatkanmasyarakat setempat, (5) menerapkan pengembangan produk wisata pedesaan. Padahakikatnya desa wisata harus memiliki beberapa hal antara lain : Keunikan, keaslian, sifatkhas, letaknya berdekatan dengan daerah alam yang menarik, berkaitan dengan masyarakatberbudaya yang secara hakiki menarik minat pengunjung dan memiliki peluang untukberkembang baik dari sisi prasarana dasar, maupun sarana lainnya.

Desa wisata di Indonesia berkembang sesuai potensi yang ada, baik potensi alam,potensi budaya, potensi kreativitas, potensi aktivitas dll. Kalibiru merupakan kawasan hutanyang dikelola masyarakat sekitar dan dijadikan objek wisata alam. Hutan wisata ini berada diperbukitan Menoreh, tepatnya di Desa Hagrowilis, Kecamatan Kokap, Kulonprogo. DariWates, ibukota Kulonprogo, Kalibiru berjarak 10 km. Sedang dari Kota Yogyakarta,Kalibiru berjarak 40 km dan dapat ditempuh dalam waktu 60-90 menit.

Kalibiru terbentang 450 meter diatas permukaan

laut. Jika cuaca cerah, dari balik hutan Kalibiru

kita dapat melempar pandangan sampai gunung

Merapi, pantai selatan, dan Waduk Sermo. Karena

berada di perbukitan yang cukup tinggi, Kalibiru

sejuk dan udaranya jernih tanpa polusi.

Selain bentang alamnya yang indah oleh paduan hutan yang hijau dan perbukitan, sosialbudaya masyarakat sekitar Kalibiru juga menjadi daya tarik. Masyarakat sekitar dikenalramah, santun, memiliki rasa kekeluargaan, dan senang gotong royong. Selain itu,masyarakat Kalibiru juga mempertahankan beraneka ragam seni budaya tradisional,sehingga mampu menghadirkan eksotisme yang khas bagi pengunjung. Masyarakat yangsecara bahu-membahu mengelola hutan wisata Kalibiru juga mempunyai komitmen untukmenjaga lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari infrastruktur bangunan di Kalibiru. Tak adasatu bangunan pun yang berbahan beton. Semuanya terbuat dari bahan-bahan alami sepertibambu atau kayu dan dirancang sesuai arsitektur Jawa kuno.

Desa Wisata di Koanara, Flores. Desa wisata yang terletak di daerah wisata GunungKelimutu ini mempunyai aset wisata budaya berupa rumah-rumah tinggal yang memilikiarsitektur yang khas. Dalam rangka mengkonservasi dan mempertahankan rumah-rumahtersebut, penduduk desa menempuh cara memuseumkan rumah tinggal penduduk yangmasih ditinggali.

Page 295: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

281

Untuk mewadahi kegiatan wisata di daerah

tersebut dibangun juga sarana wisata untuk

wisatawan yang akan mendaki Gunung Kelimutu

dengan fasilitas berstandar resor minimum dan

kegiatan budaya lain.

Desa di Kasongan, Bantul ini sudah terkenal cukuplama karena kerajinan gerabahnya. Di sini bisadisaksikan para penduduk setempat yang berprofesisebagai pengrajin mengerjakan kerajinan gerabah.Gerabah dari tempat ini sempat porak-poranda olehgempa bumi besar yang mengguncang Yogyakarta,tetapi dengan dukungan dari pemerintah tempat inidengan cepat memulihkan keadaannya. Di DesaKasongan, wisatawan akan disambut denganhangat oleh warga penduduk setempat. Sekedarmelihat-lihat ruang pajang atau ruang pamer yangdipenuhi berbagai hasil kerajinan keramik. Apabilatertarik melihat pembuatan keramik, wisatawandapat mengunjungi beberapa galeri keramik yangmemproduksi langsung kerajinan khas itu ditempat.

Mulai dari penggilingan, pembentukan bahan menggunakan perbot, penjemuran produk yangbiasanya memakan waktu 2-4 hari. Produk yang telah dijemur itu kemudian dibakar,sebelum akhirnya di-finishing menggunakan cat tembok atau cat genteng. Bekerja secarakolektif, biasanya sebuah galeri adalah usaha keluarga secara turun temurun.

Sebuah desa wisata yang sebagian besar penduduknya adalah pengrajin wirangka /sarung keris. Di sini kita bisa menyaksikan proses pembuatan sarung keris bahkan jika anda

Page 296: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

282

kolektor keris, anda bisa memesan wirangkanya disini. Sebagian besar penduduk desaManding adalah pengrajin kerajinan kulit. Anda pun bisa memesan berbagai aksesoris daribahan baku kulit kambing dan domba di tempat ini. Anda pun bisa menyaksikan prosespembuatannya langsung di tempat pengrajin.

Desa Wisata Krebet terletak di Kabupaten Bantul, 12 Km barat daya kota Yogjakarta.Di Desa Wisata Krebet banyak ditemui para pengrajin pahatan kayu . Lebih kurang ada 14sanggar seni yang mengerjakan kerajinan dari bahan kayu. Kerajinan membatik denganmenggunakan media. Beberapa ukiran dari kayu seperti topeng, sendal, hiasan dinding,aksesoris rumah tangga, dan kerajian kayu yang dibalut batik, sungguh unik dan cantik. Bisabermalam di desa ini dengan tarif antara Rp 40.000,- hingga 100.000. Sedangkan DesaWisata Ketingan merupakan tempat pelestarian burung Blekok dan Kuntul yang saat inipopulasinya mulai menurun. Di sini dilarang semua bentuk perburuan unggas danlingkungannya sangat dijaga supaya habitat unggas-unggas tersebut tidak rusak.

Penglipuran sebuah desa yang menjadi ikon desa wisata di Bali, objek ini memangmenjadi tujuan wisatawan domestik dan asing. Akses ke lokasi cukup mudah berada di jalurutama Bangli dan Kintamani, sekitar 45km dari Denpasar, tepatnya di Kel. Kubu,Kecamatan Bangli. Pengembangan desa wisata di Penglipuran memang sangat tepat,memiliki budaya dan tradisi unik didukung oleh suasana yang asri, nyaman dan sejuk karenaberada di dataran tinggi, di ketinggian 700 meter dari permukaan laut. Memasuki wilayahPenglipuran ada batas desa yang disebut Catus Pata, disini terdapat ruang terbuka sepertipertamanan, balai Desa yang menyambut kedatangan anda.

Page 297: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

283

Memasuki gapura suasana asri akan terlihat, kiri-kanan jalan ditanami rumput dan bunga,Jejeran rumah berpetak-petak, dan saling berhadpan antara di antara ruas jalan, dengan luasyang sama berbaris rapi, antara rumah yang satu dengan rumah yang lainnya terhubungdengan sebuah pintu untuk bisa saling akses, tidak ada kekhawatiran adanya kehilangan,angkul-angkul / pintu masuk yang sama persis di buat agak sempit agar sepeda motor tidakbisa masuk. Rumah tradisional Bali asli yang bisa ditemukan, tertata dan terpelihara dengansangat baik. Sampai sekarang ini. Ditengah modernisasi laju ilmu dan tekhnologi yangbegitu pesat warga di Penglipuran masih bisa menjaga tatanan warisan budaya dari leluhurmereka. Rumah-rumah mereka dibuat persis sama, atap dari bambu. Bambu di sini tumbuhsubur dan dijaga untuk kepentingan pembuatan rumah, untuk upacara kematian.

Bali terus menggali potensi wisata yang ada demi tetap eksisnya kepariwisataan diPropinsi ini baik di mata masyarakat Indonesia maupun dunia. Dengan cara menjadikan

Kendaraan tidak diperbolehkan

memasuki areal perumahan, sudah

disediakan parkir khusus untuk

pengunjung dengan membeli tiket

Rp 7.500 kita sudah bisa memasuki

areal rumah adat ini dan Rp 50.000

untuk WNA.

Desa wisata Kemenuh berjarak hanya 10

menit dari Ubud, desa ini menyimpan

potensi wisata terutama panorama

alamnya yang indah mempesona. Di

desa ini terdapat jalur traking yang

dibuat menyusuri sawah, selain itu

suasana desa yang masih alami

menambah daya tarik desa ini.

Page 298: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

284

desa-desa yang penduduknya masih menggunakan cara lama dan kuat memegang teguhtradisi nenek moyang sebagai tujuan wisata budaya dan salah satunya adalah Desa Kemenuhyang terletak di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar.

PENGEMBANGAN DESA WISATA BERBASIS PERTANIAN ORGANIK

Memasuki abad 21 ini, gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” telahmenjadi trend baru masyarakat dunia. Orang makin menyadari bahwa penggunaan bahan-bahan kimia non-alami, seperti pupuk dan pestisida kimia sintetis serta hormon tumbuhan,dalam produksi pertanian ternyata berdampak negatif terhadap kesehatan manusia danlingkungan hidup. Gaya hidup yang demikian ini telah mengalami pelembagaan secarainternasional yang diwujudkan melalui regulasi perdagangan global yang mensyaratkanjaminan bahwa produk pertanian harus mempunyai atribut aman dikonsumsi (food safetyattributes), memiliki kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) serta ramahlingkungan (eco-labelling attributes). Pertanian organik adalah sistem produksi pertanianyang holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistemsecara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, danberkelanjutan (Prihandarini, 2007)

Pada akhirnya, berkembangannya pertanian organik bukan hanya menyangkutkeuntungan ekonomi, namun juga akan mendorong kembalinya budaya masyarakatIndonesia yang memang sangat menghargai alam ini. Untuk itu, tidak menutupkemungkinan nantinya pengembangan pertanian organik ini juga akan mendorongtumbuhnya eco-wisata di berbagai daerah di Indonesia yang memang kaya akan keindahanalam. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan pertanian organik komoditas unggulan perludidasarkan pada peta potensi keunggulan komparatif wilayah yang terkait dengan berbagaikawasan kerjasama ekonomi.

Di kawasan barat Indonesia misalnya, kita dapat mengembangkan pusat-pusatpertumbuhan pertanian organik unggulan, seperti sayuran dan buah-buahan, untukmemanfaatkan kawasan kerjasama ekonomi yang ada seperti Indonesia-Malaysia-ThalilandTriangle Economic Growth (IMT-TEG), dan Singapura-Johor-Riau (Sijori). Demikian jugadi kawasan timur Indonesia. Kita perlu mengembangkan pusat pertumbuhan pertanianorganik lain, misalnya peternakan, dalam kerjasama ekonomi Sulawesi dan Filipina.Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan pertanian organik ini di samping akanmeningkatkan efisiensi juga akan mempercepat tercapainya pemerataan pembangunan danterbentuknya beberapa desa wisata berbasis pertanian organik.

Page 299: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

285

Desa Wisata Salak di Turi SlemanPada tahun 1984, diawali dengan uji coba penanaman jeruk,cengkeh dan salak guna

menemukan komoditi apa yang cocok dikembangkan di desa Bangunkerto ini. Setelahmelakukan uji coba dan hasilnya salak lah yang cocok berkembang di daerah ini. Maka salakmulai menjadi komoditi utama bagi penduduk desa Bangunkerto dan setiap kelompokanggota masyarakat diwajibkan untuk menanam salak. Dengan ini tanaman salak mulai adadan berkembang pada tahun 1984 namun dalam pengelolaan nya masih kurang maksimalkhususnya dalam hal promosi. Sistem penggunaan Agrowisata mulai dicanangkan padatahun 1992 yang bertujuan agar dapat memasarkan salak dan membantu pemasaran potensidesa. Dengan adanya sistem Agrowisata ini maka akan dapat mempermudahmempromosikan komoditi utama Desa Bangunkerto yakni salak pondoh disamping itusegala komponen yang terdapat dalam desa Bangunkerto Turi ini akan terintegrasi menjadisatu kesatuan dibawah Agrowisata Bangunkerto Turi Sleman.

Agrowisata Bangunkerto sendiri sekarang sudah mulai menggunakan konsep polapembangunan wisata karena dengan konsep ini maka akan muncul kepedulian dari masing-masing pihak yang berada di lingkup desa Bangunkerto bahkan sampai lingkup kabupatenSleman agar dapat mengelola Agrowisata dengan baik agar dapat menjadi tempat wisatayang nyaman dan layak. Dengan adanya konsep wisata ini diharapkan juga agar para petanimemiliki kreatifitas dalam berusaha dan agar dapat menyerap dana sebanyak mungkin daripemerintah dan investor serta masyarakat dituntut untuk turut andil dalam pemeliharaanfasilitas agar Agrowisata Bangunkerto ini dapat tertata dengan baik dan menjadi salah satutempat tujuan wisata bagi wisatawan dalam negeri maupun wisatawan mancanegara.

Saat ini tanaman salak di kawasan

Agrowisata Bangunkerto sudah

mulai mengekspor ke negara lain

seperti china. Sehingga ini menjadi

nilai plus tersendiri bagi desa

Bangunkerto bahwa tanaman salak

dapat diterima dengan baik di negara

lain.

Page 300: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

286

Desa Wisata Organik di Karang Sewu Kulon ProgoKarang Sewu merupakan nama sebuah desa di Kecamatan Galur Kabupaten Kulon

Progo Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang tepatnya di bibir pantai bagian timurkabupaten paling barat di Yogjakarta. Di Karang Sewu mengalir dua sungai yang pertamaadalah sungai Guncairo (nama jepang) yang sekarang disebut sungai Galur dan yang keduaadalah sungai Sen, yang keduanya merupakan sungai drainase yang bermuara di SungaiProgo. Hasil buminya berupa bawang merah, melon, semangka, buah naga dan cabe. Daerahtepi pantai selatan dengan keindahan laut dikombinasi dengan sistem pertanian organik yangterbentang pada tepian pantai dengan media pasir laut merupakan daya tarik pengembangandesa wisata berbasis sistem pertanian organik.

Desa Wisata Melung BanyumasPerilaku hidup sehat menjadi pilihan utama untuk senantiasa menjaga kesehatan diri

dari berbagai macam penyakit, selain pola makan tentu saja makanan itu sendiri, bagaimanaasal mulanya tentu juga berpengaruh. Sayuran yang kurang bersih saat mencuci atau sayuranyang menggunakan pupuk kimia tentu mempunyai resiko lebih besar untuk awal timbulnyapenyakit.

Sayur organik merupakan sayur yang

pengelolaan tanamannya menggunakan pupuk

alami dan tidak menggunakan bahan kima

sehingga sangat baik untuk kesehatan.

Memang kalo bilang sayur organik pasti tentu

saja harganya lebih mahal.

Page 301: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

287

Untuk mendapatkan sayur organik sekarang tidak lah begitu sulit, banyak supermarket yangmenyediakan sayuran organik. Di desa melung sudah sangat dikenal dengan produkunggulannya sayur organik yang di produksi gapoktan pager gunung.

Desa Wisata di BandungWisata Organik atau Trip Organik " Posko Hijau " Bandung Selatan bertujuan

mengenalkan aneka proses pembuatan bahan pupuk organik kompos hingga budidayapertanian organik sampai mencicipi makanan serba sehat dan organik. Pelatihan MembuatKompos Secara Praktis, Instalasi Pengolahan Kompos ( IPKK) di Ciparay, budidaya padiorganik, budidaya kopi organik di Pangalengan, Warung Kacang kedelai rebus Jelekong, dan" Rumah Makan Kampung " merupakan kegiatan yang diadakan di sana. Bukit Organik yangterletak di daerah Bandung juga mengembangkan Wisata Organik yang mengajakmasyarakat sekitar bertani organik dengan sistem kerjasama.

(Workshop Pertanian Organik, 2011)

Sistem pengembangan Desa Wisata di Bukit Organik awalnya merupakan Kebun SayurOrganik milik perorangan, setelah berjalan 3 tahun berkembang dan akhirnya membuatpemberdayaan masyarakat dengan menjadikan petani di sekitar menjadi partnernya.Kerjasama tersebut berkembang pesat membagi keuntungan dengan masyarakat petani danmemberikan penyuluhan, bantuan modal dan pemasarannya.

Page 302: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

288

Desa Wisata Organik di BaliDi Bedugul ada kawasan desa wisata organik yang dipelopori oleh P4S (Pusat

Pendidikan Penyuluh Petani Swadaya) membudidayakan Stroberi secara organik. Selainkebun organik dibuat juga peternakan kelinci yang kotorannya digunakan sebagai pupukorganik, kebun paprika organik dan cafe stroberi stop, yang menjual makanan organik, jusstroberi, Pie stroberi, sate kelinci, es krim stroberi.

Kopi organik di beberapa desa di Kintamani sudah menjadi desa wisata yang cukup digemaripara wisatawan manca negara. Wisata kopi organik mulai melihat berbagai jenis tanamankopi, memetik buahnya hingga minum kopi organik di kebun kopi organik tersebut.

Desa Wisata Muara Bungo JambiMuara Bungo merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Jambi. Sudah 3 tahun ini

mengembangkan sistem pertanian organik dan mempunyai hasil yang positif, sehinggaberkembang menjadi desa wisata organik. Lahan seluas 1,5 Ha di awal kegiatan dilakukanpertanian organik, namun ak hir akhir ini sudah dicanangkan menjadi desa wisata organikkarena kini sudah 32 Ha lahan yang dikelola secara organik. Bupati Muara Bungomencanangkan Desa Wisata Organik.

Page 303: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

289

Desa Wisata di Batu MalangPengembangan desa wisata di Kecamatan Bumiaji kota Batu sudah berkembang

beberapa tahun, petik apel ada di desa Sumber Gondo, Bumiaji, Malang. Di desa Pandanrejo Bumiaji Batu juga terkenal dengan wisata petik stroberi organik. Didesa Kungkukterkenal denga wisata bunga. Didaerah Jurang Kuali Bumiaji gikenal dengan wisata petikkentang yang dikelola oleh KP Cangar Universitas Brawijaya.

Pedesaan mempunyai potensi wisata tersendiri. Dan program desa wisata pundgalakkan untuk mengopimalkan potensi pedesaan. Hal ini sesuai dengan konsep sustainabledevelopment yang bisa diartikan sebagai pengelolaan yang baik mewujudkan keseimbanganantara kebutuhan manusia untuk meningkatkan gaya hidup dan memelihara sumber dayaalam dan ekosistem tempat kita dan generasi berikutnya bergantung.

KESIMPULAN

1. Pengembangan kawasan desa wisata harus sesuai dengan gaya hidup yang disukaipenduduk setempat.

2. Pemberdayaan masyarakat setempat sangat diperlukan agar bertanggung jawabterhadap perencanaan dan pengelolaan lingkungannya.

3. Peran aktif masyarakat setempat dalam pembuatan keputusan tentang bentukpariwisata yang memanfaatkan kawasan lingkungannya, dan agar mereka, mendapatjaminan memperoleh bagian pendapatan yang pantas dari kegiatan pariwisata.

4. Kewirausahaan dan produk usaha desa wisata harus berkembang5. Sistem Pertanian Organik bisa dijadikan obyek pengembangan desa wisata di

Indonesia

Page 304: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

290

DAFTAR PUSTAKA

Mintzer, 1992, dikutip dari http://www.gdrc.org/sustdev/definitions.html

Nuryanti, Wiendu. 1993 Concept, Perspective and Challenges, makalah bagian dariLaporan Konferensi Internasional mengenai Pariwisata Budaya. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press. Hal. 2-3))

Priasukmana Soetarso, 1995. Eco-tourism in Forestry. Supporting paper at theSeminar on Biodiversity, BPPT, 5 – 7 September 1995. Jakarta. Indonesia.

Prihandarini, Ririen. 2002. “Sosialisasi Pembinaan Pertanian Organik MelaluiNetwork MAPORINA”. Prosiding Lokakarya Nasional Pertanian Organik:Memasyarakatkan Pertanian Organik Sebagai Jembatan MenujuPembangunan Pertanian Berkelanjutan. Universitas Brawijaya, 7-9 Oktober2002.

Prihandarini, Ririen. 2008. ”Kajian Kebijakan Pengembangan Industri PupukOrganik di Indonesia”. Jakarta. MAPORINA Press.

Prihandarini, Ririen. 2013. Pengembangan Pestisida Organik skala Industri. Jakarta.MAPORINA Press.

Sastrayudha, G. 2010. Hand Out Mata Kuliah Srategi Pengembangan danPengelolaan Resort and Leisure .

Page 305: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

291

ANALISIS STRATEGIS POTENSI SUMBER DAYA ALAMDI KAWASAN PESISIR RAJEGWESI BANYUWANGI

DALAM PENGEMBANGAN MODEL EKOWISATA

Hasan Zayadi1) Luchman Hakim2)

1) Biologi FMIPA Universitas Islam Malang2) Biologi FMIPA Universitas Brawijaya Malang

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu sesungguhnyaberada dipersimpangan jalan. Disatu sisi kita menghadapi wilayah pesisir yang padatpenduduk dengan derap pembangunan yang intensif dengan pola yang tidak berkelanjutan.Karena potensi yang besar dalam sektor pariwisata maka pengembangan sektor ini mutlakuntuk dilakukan, salah satunya adalah dengan membuat model ekowisata. Adanya beberapapotensi tersebut maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk mengetahui potensi wisata dikawasan pesisir Rajegwesi dan juga desain model ekowisata. Metode yang dilakukan adalahdengan cara observasi ke lapangan secara langsung untuk mendapatkan gambaran kondisigeografis, potensi sumber daya (baik manusia maupun alam), dan potensi atraksi wisata yangterdapat di pesisir Rajegwesi. Data yang didapatkan selanjutnya dianalisis menggunakananalisis SWOT. Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) yang dimilikikawasan pesisir Rajegwesi, antara lain berupa keanekaragaman hayati, keunikan dankeaslian budaya tradisional, keindahan bentang alam, gejala alam, dan peninggalan budayayang dapat dikelola secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Strategi pengembanganODTWA meliputi 8 (delapan) aspek, yaitu: aspek perencanaan, aspek kelembagaan, aspeksarana dan prasarana, aspek pengelolaan, aspek pengusahaan, aspek pemasaran, aspek peranserta masyarakat, aspek penelitian dan pengembangan. Peluang usaha yang dapatdikembangkan di kawasan pesisir Rajegwesi antara lain: produk unggulan yang layak dijual(seperti tracking, outbound, mendaki gunung, bumi perkemahan, keragaman flora fauna, danlain sebagainya), pengembangan atraksi seni dan budaya, peningkatan pasar domestik,diversifikasi produk wisata yang optimal, SDA yang optimal, optimalisasi pemasaran,terwujudnya sinergisitas para stakeholder, meningkatnya iklim investasi dan mendapatkankeuntungan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

Kata kunci: Model ekowisata, Pesisir, Wisata Alam, Keanekaragaman hayati

ABSTRACT

Resource management of coastal and ocean areas are truly integrated are at acrossroad. We face the coastal areas that are over populated with intensive development oftramping with unsustainable pattern. A great potential in the tourism sector and thedevelopment of this sector is absolutely to do, one of which is to create a ecotourism model.

Page 306: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

292

There is some potential that needs to be done further studies to find out the potential oftourism in coastal regions Rajegwesi and also designs a model of ecotourism. The method isdone by means of observation into the field directly to get an overview of geographicalconditions, the potential of resources (both human and nature) contained in Rajegwesi, andthe potential coastal tourist attraction located on the shore of Rajegwesi. The Data obtainedwere analyzed further using SWOT analysis. The potential of objects and attraction nature oftourism owned coastal areas Rajegwesi, among others in the form of biodiversity, theuniqueness and the authenticity of the traditional culture, the beauty of the landscape of, asymptom of nature, a relic of culture is optimally to the well-being of society. Developmentstrategy included 8 (eight) aspects, namely: aspect of planning, the aspect of institutional,aspects of facilities and infrastructure, the aspect of the management, the aspect ofcommercial operation, the aspect of marketing, the aspect of participatory society and theaspect of research and development. Business opportunity that can be developed in coastalareas, Rajegwesi among others: superior products worth such as(tracking, outbound,climbing, scouting, diversity of flora and fauna), the development of art and cultureattraction, increasing domestic market, diversified optimum tourism product and naturalresources, marketing optimization, maintaining sinergisity the stakeholders, increasinginvestment and benefit environmentally sustainable.

Keywords: Ecotourismmodel, Coastal, Natural Resources, Diversity

PENDAHULUAN

Kedatangan wisatawan internasional mengalami pertumbuhan sebesar 7% di seluruhdunia pada dua bulan pertama tahun 2010. Pertumbuhan positif di semua wilayah dunia yangdipelopori oleh Asia-Pasifik (10%) dan Afrika (7%) (UNWTO, 2010). Ini mengindikasikanbahwa sektor pariwisata merupakan industri terbesar di dunia. Sementara itu di Indonesia,pergerakan wisatawan nusantara dalam kurun waktu tahun 2001-2008 telah terjadipertumbuhan yang berfluktuasi dengan rata-rata sebesar 2,08% per tahun (KementrianKebudayaan dan Pariwisata, 2010). Sedangkan untuk jumlah wisatawan mancanegara(wisman) yang datang ke Jawa Timur melalui pintu masuk Juanda secara kumulatif, jumlahwisman Januari–Mei 2011 mencapai 71.056 orang atau naik sebesar 6,68% dibandingjumlah wisman periode yang sama tahun 2010 yang mencapai 66.605 orang (BPS Jatim,2011). Seiring dengan meningkatnya sektor pariwisata pertambahan penduduk di Indonesiayang terus meningkat merupakan permasalahan di sisi yang lain.

Pertambahan penduduk yang meningkat pesat memunculkan berbagai permasalahandalam pembangunan, diantaranya adalah meningkatnya kebutuhan akan ruang untukpemenuhan berbagai kebutuhan hidup, lahan budidaya, perumahan, perindustrian dankegiatan pertanian lainnya (Purwoko, 2009). Wilayah pesisir merupakan wilayah yang

Page 307: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

293

pertama kali dan paling banyak menerima tekanan dibandingkan dengan wilayah lain.Tekanan tersebut muncul dari aktivitas pembangunan seperti pembangunan permukiman danaktivitas perdagangan karena wilayah pesisir paling rentan terhadap perubahan baik secaraalami maupun secara fisik sehingga terjadi penurunan kualitas lingkungan (Huda, 2008).Bertambahnya penduduk akan berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi meskipundidukung dengan adanya peningkatan potensi kedatangan wisatawan ke wilayah tersebut.

Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu sesungguhnyaberada dipersimpangan jalan. Disatu sisi kita menghadapi wilayah pesisir yang padatpenduduk dengan derap pembangunan yang intensif dengan pola yang tidak berkelanjutan.Sehingga, indikasinya telah terlampaui daya dukung (potensi lestari) dari ekosistem pesisirdan lautan, seperti pencemaran, overfishing, degradasi fisik habitat pesisir dan abrasi pantai(Darajati, 2004). Salah satu sektor yang bisa dikembangkan adalah dengan memanfaatkansektor pariwisata, karena di Indonesia khususnya Jawa Timur mempunyai potensi yangsangat bagus untuk perkembangan sektor tersebut. Dengan adanya potensi yang besar dalamsektor pariwisata maka pengembangan sektor ini mutlak untuk dilakukan. Salah satu jenispariwisata yang sedang berkembang sekarang adalah Ekowisata.

Ekowisata selalu menjaga kualitas, keutuhan dan kelestarian alam serta budaya denganrnenjamin keberpihakan kepada masyarakat. Peranan masyarakat lokal sangat besar dalamupaya menjaga keutuhan alam. Peranan ini dilaksanakan mulai saat perencanaan, saatpelaksanaan pengembangan dan pengawasan dalam pemanfaatan (Fandeli, 2000). Ekowisataberbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktifmasyarakat, sehingga peran masyarakat itu adalah mutlak.

Posisi strategis Kabupaten Banyuwangi sebagaimana terlihat secara geografis yaituterletak pada posisi koordinat diantara 7º43’ - 8º46’ Lintang Selatan dan 113º53’ - 114º38’Bujur Timur. Posisi tersebut menjadikan Kabupaten Banyuwangi berada pada jalurperdagangan Pulau Jawa, khususnya Provinsi Jawa Timur dengan Provinsi Bali. Kebijakanumum pembangunan urusan pariwisata diarahkan pada pengembangan potensi obyek wisatadi Kabupaten Banyuwangi yang salah satunya adalah peningkatan dan pengembangan obyekwisata (Bappeda Banyuwangi, 2010). Salah satu pantai dan pesisir tersebut adalah Rajegwesiyang merupakan bagian dari kawasan TNMB (Taman Nasional Meru Betiri). Adanyabeberapa potensi tersebut maka perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk mengetahui potensiwisata di kawasan pesisir Rajegwesi dan juga desain model pengembangan ekowisata dikawasan pesisir Rajegwesi.

Page 308: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

294

METODE PENELITIAN

Survey PendahuluanSurvey pendahuluan dilakukan dengan cara studi literatur yang berhubungan dengan

ekowisata khususnya di daerah pesisir Rajegwesi. Studi pendahuluan bertujuan untukmendapatkan gambaran kondisi geografis, potensi sumber daya alam yang terdapat di pesisirRajegwesi, dan potensi atraksi wisata yang terdapat di pesisir Rajegwesi.

Observasi Fisik dan BiotikFaktor-faktor fisik dan biotik ini dilihat pada daerah aksesibilitas dan kawasan pesisir

Rajegwesi. Observasi ini dilakukan dengan cara mengamati kondisi fisik dan biotik yangterdapat di jalan menuju kawasan Rajegwesi.

Analisis SWOTData yang telah didapatkan selanjutnya dianalisis menggunakan analisis SWOT untuk

mendapatkan informasi mengenai kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman yangselanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan potensi wisata di kawasanpesisir Rajegwesi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Potensi Wisata di Kawasan Pesisir RajegwesiBerdasarkan hasil observasi secara fisik dan biotik, kawasan pesisir Rajegwesi

(Gambar 1.) merupakan kawasan pesisir yang dikelilingi oleh hutan, sabana, ladang, arealpertanian dan pemukiman (Zayadi, 2013). Untuk mencapai kawasan tersebut harus melaluilahan perkebunan dan pertanian yang ada disamping jalan menuju kawasan tersebut.Kawasan pesisir ini merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Meru Betiri.Berdasarkan observasi bahwa keanekaragaman di kawasan tersebut masih tinggi.

Dari segi aspek pemanfaatan sumber daya alam, kondisi hutan di kawasan sekitarsecara umum sangat baik sekali untuk mendukung daerah tersebut menjadi obyek ekowisata,karena kawasan ini merupakan bagian dari kawasan Taman Nasional Meru Betiri.Disamping itu juga peran masyarakat sekitar untuk mendukung proses konservasi pada hutantersebut juga sangat baik sekali sehingga kelestarian kawasan ini bisa terjaga.

Kualitas keanekaragaman hayati (tumbuhan dan hewan) di kawasan tersebut sangatbaik sehingga nantinya berpotensi sebagai atraksi wisata. Disamping itu masyarakat sekitarmemanfaatkan hutan menjadi lahan pertanian yang berbasis agroforestry yang dilakukansecara baik oleh masyarakat sekitar akan tetapi perlu dilakukan pengawasan karena bisa

Page 309: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

295

berdampak terhadap kelestarian hutan lindung yang ada di sekitar kawasan tersebut. Sistempertanian juga dilakukan oleh masyarakat di sekitar pantai akan tetapi tidak sepertipemanfaatan hutan untuk menjadi lahan pertanian.

Gambar 1. Peta lokasi kawasan pesisir Rajegwesi (Zayadi, 2013)

Kondisi pantai dan laut sangat baik sekali untuk mendukung daerah tersebut menjadiobyek ekowisata antara lain sebagai tempat pemancingan dan juga diving. Prosespemanfaatan sumber daya laut tidak merusak ekosistem perairan pantai dan laut dilakukanmasyarakat sekitar karena dalam melakukan penangkapan ikan masih menerapkan sistemkearifan lokal masyarakat setempat sehingga upaya untuk pengelolaan kawasan masih tetapterjaga.

Analisis SWOTAnalisis SWOT dilakukan pada faktor lingkungan internal dan faktor lingkungan

eksternal, yang secara langsung dapat mempengaruhi usaha di kawasan pesisir Rajegwesi.Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:1. Faktor Internal

a. Kekuatan (Strengths), yaitu faktor-faktor yang mempunyai kekuatan peluang usahadi kawasan pesisir Rajegwesi, seperti :- Keanekaragaman hayati (flora dan fauna).

Page 310: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

296

- Keindahan pemandangan (bentang alam), potensi hidrologi yang cukup besar.- Kekhasan budaya daerah setempat yang menonjol, seperti adanya Petik Laut.- Terdapat obyek wisata yang belum dikembangkan, seperti area pemancingan,

diving, pengamatan burung, dan lain sebagainya.- Meningkatkan minat wisata alam, seperti mendaki gunung, jalan setapak

(tracking), outbond, bumi perkemahan (camping ground).- Aksesibilitas mudah (mudah dijangkau).

b. Kelemahan (Weaknesses), yaitu faktor-faktor yang dianggap sebagai kelemahan daripeluang usaha di kawasan pesisir Rajegwesi, seperti:- Potensi Sumber Daya Alam Hutan dan Ekosistem pesisir belum dimanfaatkan

secara optimal.- Data dan informasi mengenai potensi Sumber Daya Alam Hutan dan Ekosistem

pesisir belum memadai.- Kualitas SDM belum memadai.- Pengawasan kawasan belum intensif.- Pola kemitraan belum dilaksanakan dengan optimal.- Persepsi masyarakat masih kurang terhadap keberadaan kawasan pesisir

Rajegwesi.- Promosi keberadaan kawasan pesisir Rajegwesi belum efektif.

2. Faktor Eksternal.a. Peluang (Opportunities), yaitu faktor-faktor yang dianggap menjadi peluang usaha

di kawasan pesisir Rajegwesi, seperti :- Minat investor untuk berusaha di bidang pariwisata alam di kawasan pesisir

Rajegwesi.- Potensi pendapatan dan keuntungan.- Pasar pariwisata domestik dan internasional yang cukup tinggi.- Dukungan masyarakat dunia (dengan adanya beberapa hasil penelitian di bidang

pariwisata, event-event atau pameran internasional dan lain-lain), yang akanberdampak terhadap pengembangan pengelolaan kawasan pesisir Rajegwesi.

- Dukungan terhadap konservasi kawasan dan keberlanjutan pariwisata alam.b. Ancaman (Threats), yaitu faktor-faktor yang dianggap sebagai ancaman dari

kegiatan usaha di kawasan pesisir Rajegwesi, seperti:- Kebijakan politik luar negeri dan dalam negeri, yang berpengaruh terhadap

jumlah kunjungan wisata baik wisatawan mancanegara maupun wisatawannusantara.

- Masuknya eksotik spesies yang dibawa oleh wisatawan.- Masuknya budaya asing atau budaya dari luar.- Adanya produk sejenis yang lebih unggul.

Page 311: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

297

- Ancaman bencana alam.

Rancangan Pengembangan EkowisataPembangunan ekowisata di taman kawasan pesisir Rajegwesi pada intinya adalah

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara material dan spiritual, dalam suasanaperikehidupan yang aman, nyaman, tertib, tentram, serta ramah lingkungan. Dari hasilanalisa SWOT menghasilkan empat (4) kemungkinan strategi alternatif, yaitu:1. Strategi SO (Strength and Opportunities), yaitu strategi yang mengoptimalkan kekuatan

(strength) untuk memanfaatkan peluang (opportunities), ialah:a. Menawarkan ODTWA seperti keanekaragaman hayati (flora dan fauna), keindahan

bentang alam, produk wisata unggulan (seperti, mendaki gunung, tracking, outbond,bumi perkemahan dan lain sebagainya) untuk menarik wisatawan mancanegaramaupun wisatawan domestik.

b. Mengadakan kerjasama dengan para stakeholders pemerintah maupun swasta,seperti Pemda setempat, pihak pengusaha ekowisata swasta untuk mengelolakawasan pesisir Rajegwesi.

c. Pentingnya keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan pariwisata, sepertimengadakan pagelaran kesenian daerah setempat.

d. Melakukan promosi secara intensif dan terus-menerus, baik melalui media masa,televisi, maupun internet.

2. Strategi WO (Weaknesses and Opportunities), yaitu strategi yang meminimalkankelemahan (weaknesses) untuk memanfaatkan peluang (opportunities), ialah:a. Membuat paket wisata yang menarik, seperti diving, tracking, dan outbond bird

watching pada kawasan pesisir Rajegwesib. Mengadakan paket pemancingan dan diving, yaitu memancing ikan bersama

nelayan.c. Meningkatkan iklim investasi, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

masyarakat sekitar kawasan pesisir Rajegwesi, maupun pengusaha ekowisata yangdilakukan oleh tenaga profesional dari Dinas Pariwisata/Pemda.

d. Memotivasi masyarakat agar turut berperan aktif dalam pengembangan pembuatanindustri rumah tangga, seperti membuat souvenir yang memiliki ciri khas kawasanpesisir Rajegwesi

3. Strategi ST (Strength and Threats), yaitu strategi yang menggunakan kekuatan(strength) untuk mengatasi ancaman (threats), ialah:a. Melakukan pengawasan dan bertindak tegas terhadap pengusaha ekowisata agar

tidak merusak tatanan alam yang ada.b. Memotivasi masyarakat setempat dengan memberikan pengarahan dan pengawasan

agar budaya asli daerah setempat tidak tergeser atau tercemari oleh budaya asing.

Page 312: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

298

c. Memberikan informasi kepada wisatawan agar tidak sampai menyebarkan spesieseksotik di kawasan pesisir Rajegwesi

d. Meningkatkan inovasi dalam pengemasan produk wisata.4. Strategi WT (Weaknesses and Threats), yaitu strategi yang meminimalkan kelemahan

(weaknesses) dan menghindari ancaman (threats), ialah:a. Menjalin kerjasama dengan pihak terkait (Pemda, Dinas Pariwisata, dan Pengusaha

Ekowisata) untuk membangun kepariwisataan yang aman, nyaman, berkelanjutandan lestari.

b. Memberikan pembinaan, pengarahan, dan membangun persepsi masyarakat arti danpentingnya keberadaan kawasan pesisir Rajegwesi.

Dari hasil analisis SWOT yang dilakukan, disimpulkan bahwa pengelolaan kawasanpesisir Rajegwesi masuk kedalam Kuadran Pertama pada diagram SWOT. Alternatif strategiyang digunakan, adalah SO (Strength and Opportunities), dengan pertimbangan bahwakawasan pesisir Rajegwesi mempunyai potensi alam yang banyak dan besar untukdipasarkan, akan tetapi belum termanfaatkan secara optimal. Untuk itu dalammengembangkan usahanya kawasan pesisir Rajegwesi harus menciptakan strategi denganmenggunakan kekuatan (strength) untuk memanfaatkan peluang (opportunities). Atas dasarhasil analisis lingkungan internal dan lingkungan eksternal (SWOT) tersebut, makakebijakan pengembangan pariwisata alam di kawasan pesisir Rajegwesi diarahkan untuk:

- Memberi kesempatan kepada semua pihak (stakeholders) dalam mengembangkanekowisata di kawasan pesisir Rajegwesi. Dengan keikutsertaan para stakeholdertersebut diharapkan dapat mendukung peningkatan kesejahteraan dan mutukehidupan masyarakat serta mendorong kelestarian sumber daya alam.

- Meningkatkan keterpaduan perencanaan pengembangan wilayah yang mampumenjadi penggerak perekonomian lokal dan nasional secara berkesinambungan.

- Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya konservasisumber daya alam.

Dalam pengembangan ekowisata, ada beberapa aspek yang harus diperhatikan, yaitu:1. Pariwisata nasional. Arah pembangunan pariwisata nasional ditujukan untuk

menumbuhkan perekonomian nasional maupun daerah, meningkatkan devisa, mendorongpembangunan daerah, memperluas dan memberikan kesempatan kerja dan usaha yangdapat meningkatkan PAD maupun kesejahteraan masyarakat luas, memperkaya danmemantapkan budaya bangsa. Pengembangan wisata alam harus tetap mengacu padakebijakan pembangunan kepariwisataan nasional. Pengembangan ini didasarkan adanyaperubahan kecenderungan pariwisata dan kondisi sosial.

2. Perencanaan kawasan. Pengembangan pariwisata alam tidak terlepas dari rencanapengelolaan kawasan, oleh karenanya pengembangan ekowisata di dalam kawasan pesisir

Page 313: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

299

Rajegwesi harus direncanakan secara matang agar tidak menimbulkan kerusakankawasan.

3. Pengelolaan lingkungan. Aspek lingkungan sangat penting untuk diperhatikan agar dalampengembangannya tidak menimbulkan kerusakan potensi sumber daya alam. Kaidah-kaidah konservasi harus diperhatikan untuk menjaga keutuhan sumber daya alam yangmerupakan modal utama dalam pengembangan pariwisata alam.

4. Sosial ekonomi dan budaya. Disamping memberikan manfaat langsung denganmenciptakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha kepada masyarakat setempat,maka pengembangan pariwisata alam harus peka dan menghormati nilai-nilai sosialbudaya, kearifan tradisional dan struktur masyarakat agar tidak menimbulkan konflikdalam pelaksanaan pengembangan.

5. Penataan ruang. Dalam mendukung pengembangan pariwisata, kebijakan penataan ruangdilakukan dengan pendekatan secara terpadu dan terkoordinasi, berkelanjutan danberwawasan lingkungan. Peningkatan keterkaitan fungsi pengembangan pariwisatadengan sektor lain dan pemanfaatan rencana pengembangan wilayah secara nasional yangdalam hal ini harus terkait dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), RTRK,RTRWP serta aturan-aturan kesepakatan di daerah.

6. Peraturan perundangan Pengembangan pariwisata alam dilakukan berdasarkan peraturanperundangan yang berlaku dan konvensi internasional dalam pengelolaan sumber dayaalam dan ekosistemnya. Untuk mengetahui lebih jelas sejauh mana pembangunankepariwisataan dapat dikembangkan, maka pada Tabel 2 dapat dilihat analisis lingkunganinternal dan lingkungan eksternal ekowisata di kawasan pesisir Rajegwesi. Dari hasilanalisis tersebut dapat diketahui prospek apa saja yang dapat dikembangkan dalamkegiatan ekowisata, khususnya di kawasan pesisir Rajegwesi.

Tabel 1. Analisis Lingkungan Internal Dan Eksternal Ekowisata di Kawasan PesisirRajegwesi

INTERNAL Kekuatan:- Keanekaragaman hayati (flora dan

fauna).- Keindahan pemandangan (bentang

alam), udara yang sejuk, potensihidrologi yang cukup besar.

- Kekhasan budaya daerah setempatyang menonjol, seperti adanyaPetik Laut dan lain sebagainya.

- Terdapat obyek wisata yang belumdikembangkan, seperti areapemancingan, diving, pengamatanburung, dan lain sebagainya.

- Meningkatkan minat wisata alam,seperti mendaki gunung, jalan

Kelemahan:- Potensi Sumber Daya Alam

Hutan dan Ekosistem pesisirbelum dimanfaatkan secaraoptimal.

- Data dan informasi mengenaipotensi Sumber Daya AlamHutan dan Ekosistem pesisirbelum memadai.

- Kualitas SDM belum memadai.- Pengawasan kawasan belum

intensif.- Pola kemitraan belum

dilaksanakan dengan optimal.- Persepsi masyarakat masih

Page 314: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

300

EKSTERNAL

setapak (tracking), outbond, bumiperkemahan (camping ground) danlain sebagainya.

- Aksesibilitas mudah (mudah dijangkau)

kurang terhadap keberadaankawasan pesisir Rajegwesi.

- Promosi keberadaan kawasanpesisir Rajegwesi belum efektif.

Peluang:- Minat investor untuk

berusaha di bidang pariwisataalam di kawasan pesisirRajegwesi.

- Potensi pendapatan dankeuntungan.

- Pasar pariwisata domestikdan internasional yang cukuptinggi.

- Dukungan masyarakat dunia(dengan adanya beberapahasil penelitian di bidangpariwisata, event-event ataupameran internasional danlain-lain), sehingga akanberdampak terhadappengembangan pengelolaankawasan pesisir Rajegwesi.

- Dukungan terhadapkonservasi kawasan dankeberlanjutan pariwisata alam

Mengoptimalkan kekuatan untukmemanfaatkan peluang(opportunities):- Menawarkan ODTWA seperti

keanekaragaman hayati (flora danfauna), keindahan bentang alam,produk wisata unggulan (seperti,mendaki gunung, tracking,outbond, bumi perkemahan danlain sebagainya) untuk menarikwisatawan mancanegara maupunwisatawan domestik.

- Mengadakan kerjasama denganpara stakeholders pemerintahmaupun swasta, seperti Pemdasetempat, pihak pengusahaekowisata swasta untuk mengelolakawasan pesisir Rajegwesi.

- Pentingnya keikutsertaanmasyarakat dalam kegiatanpariwisata, seperti mengadakanpagelaran kesenian daerahsetempat.

- Melakukan promosi secara intensifdan terus menerus, baik melaluimas media, televisi, maupuninternet.

Meminimalkan kelemahan untukmemanfaatkan peluang:- Membuat paket wisata yang

menarik, seperti diving, tracking,outbond bird watching, padakawasan pesisir Rajegwesi

- Mengadakan paket pemancingandan diving, yaitu memancingikan bersama nelayan,

- Meningkatkan iklim investasi,melakukan pembinaan danpengawasan terhadap masyarakatsekitar kawasan kawasan pesisirRajegwesi, maupun pengusahaekowisata yang dilakukan olehtenaga professional dari DinasPariwisata/Pemda.

- Memotivasi masyarakat agarturut berperan aktif dalampengembangan pembuatanindustri rumah tangga, sepertimembuat souvenir yang memilikiciri khas kawasan pesisirRajegwesi

Ancaman:- Kebijakan politik luar negeri

dan dalam negeri, yangberpengaruh terhadap jumlahkunjungan wisata baikwisatawan mancanegaramaupun wisatawannusantara.

- Masuknya eksotik spesiesyang dibawa oleh wisatawan.

- Masuknya budaya asing ataubudaya dari luar.

- Adanya produk sejenis yanglebih unggul.

- Ancaman bencana alam.

Menggunakan kekuatan untukmengatasi ancaman:- Melakukan pengawasan dan

bertindak tegas terhadap pengusahaekowisata agar tidak merusaktatanan alam yang ada.

- Memotivasi masyarakat setempatdengan memberikan pengarahandan pengawasan agar budaya aslidaerah setempat tidak tergeser atautercemari oleh budaya asing.

- Memberikan informasi kepadawisatawan agar tidak sampaimenyebarkan spesies eksotik dikawasan pesisir Rajegwesi

- Meningkatkan inovasi dalampengemasan produk wisata.

Meminimalkan kelemahan danmenghindari ancaman:- Menjalin kerjasama dengan pihak

terkait (Pemda, Dinas Pariwisata,dan Pengusaha Ekowisata) untukmembangun kepariwisataan yangaman, nyaman, berkelanjutan danlestari.

- Memberikan pembinaan,pengarahan, dan membangunpersepsi masyarakat arti danpentingnya keberadaan kawasanpesisir Rajegwesi.

Dalam strategi pengembangan Obyek dan Daya Tarik wisata Alam (ODTWA), adabeberapa hal yang harus diperhatikan, disikapi, dan diantisipasi dampaknya, yaitu:

Page 315: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

301

1. Pengembangan ODTWA sangat erat kaitannya dengan peningkatan produktifitassumber daya kawasan pesisir dalam konteks pembangunan ekonomi regional maupunnasional, sehingga selalu dihadapkan pada kondisi interaksi berbagai kepentingan yangmelibatkan aspek kawasan hutan, pemerintah, aspek masyarakat, dan pihak swasta didalam suatu sistem tata ruang wilayah.

2. Kendala pengembangan ODTWA berkaitan erat dengan:a. Instrumen kebijakan dalam pemanfaatan dan pengembangan fungsi kawasan untuk

mendukung potensi ODTWA.b. Efektifitas fungsi dan peran ODTWA ditinjau dari aspek koordinasi instansi terkait.c. Kapasitas institusi dan kemampuan SDM dalam pengelolaan ODTWA di kawasan

pesisir.d. Mekanisme peran serta masyarakat dalam pengembangan pariwisata alam.

3. Strategi pengembangan Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) meliputipengembangan:a. Aspek Perencanaan Pembangunan ODTWA di kawasan pesisir Rajegwesi, antara

lain mencakup sistem perencanaan kawasan, penataan ruang (tata ruang wilayah),standarisasi, identifikasi potensi, koordinasi lintas sektoral, pendanaan, dan sisteminformasi ODTWA.

b. Aspek Kelembagaan di kawasan pesisir Rajegwesi, meliputi pemanfaatan danpeningkatan kapasitas institusi, sebagai mekanisme yang dapat mengatur berbagaikepentingan, secara operasional merupakan organisasi dengan Sumber DayaManusia yang sesuai dan memiliki efisiensi tinggi.

c. Aspek Sarana dan Prasarana di kawasan pesisir Rajegwesi, memiliki dua sisikepentingan, yaitu (1) alat memenuhi kebutuhan pariwisata alam, (2) sebagaipengendalian dalam rangka memelihara keseimbangan lingkungan, pembangunansarana dan prasarana dapat meningkatkan daya dukung sehingga upayapemanfaatan dapat dilakukan secara optimal.

d. Aspek Pengelolaan di kawasan pesisir Rajegwesi, yaitu dengan mengembangkanprofesionalisme dan pola pengelolaan ODTWA yang siap mendukung kegiatanpariwisata alam dan mampu memanfaatkan potensi ODTWA secara lestari.

e. Aspek Pengusahaan di kawasan pesisir Rajegwesi, yaitu dengan memberikesempatan dan mengatur pemanfaatan ODTWA untuk tujuan pariwisata yangbersifat komersial kepada pihak ketiga dan membuka lapangan kerja bagimasyarakat setempat.

f. Aspek Pemasaran di kawasan pesisir Rajegwesi dengan mempergunakan teknologitinggi dan bekerja sama dengan berbagai pihak baik dalam negeri maupun luarnegeri, seperti Media Masa, Internet, Brosur, Leaflet, dan lain sebagainya.

Page 316: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

302

g. Aspek Peran Serta Masyarakat di kawasan pesisir Rajegwesi, yaitu melaluikesempatan-kesempatan usaha sehingga ikut membantu meningkatkankesejahteraan masyarakat (seperti jasa porter, ojek, home stay, dan lain-lain).

h. Aspek Penelitian dan Pengembangan yang meliputi aspek fisik lingkungan, dansosial ekonomi dari ODTWA. Diharapkan nantinya mampu menyediakan informasibagi pengembangan dan pembangunan kawasan, kebijaksanaan dan arahanpemanfaatan ODTWA.

4. Dalam rangka mengembangkan ODTWA perlu segera dilaksanakan inventarisasiterhadap potensi ODTWA yang terdapat di kawasan pesisir Rajegwesi secara bertahapsesuai prioritas dengan memperhatikan nilai keunggulan saing dan keunggulan banding,kekhasan obyek, kebijaksanaan pengembangan serta ketersediaan dana dan tenaga.

5. Potensi ODTWA di kawasan pesisir Rajegwesi yang sudah ditemukenali segeradiinformasikan dan dipromosikan kepada calon penanam modal.

6. Dalam rangka optimalisasi fungsi ODTWA di kawasan pesisir Rajegwesi perludiupayakan pengembangan pendidikan konservasi melalui pengembangan sisteminterpretasi ODTWA dan kerjasama dengan instansi terkait termasuk lembaga-lembagapendidikan, penelitian, penerangan masyarakat, dan lain-lain.

7. Perlu dikembangkan sistem kemitraan dengan pihak swasta, lembaga swadayamasyarakat yang ada, dalam rangka mendukung optimalisasi pengembangan ODTWA.

8. Pengembangan ODTWA di kawasan pesisir Rajegwesi merupakan sub-sistem daripengembangan pariwisata daerah dan pengembangan wilayah pada umumnya yangsecara langsung maupun tidak langsung memberi manfaat lebih bagi masyarakatsetempat. Pemerintah Daerah berkewajiban melaksanakan koordinasi, perencanaan,pelaksanaan serta monitoring pengembangan obyek dan daya tarik wisata alam.

Peluang Usaha di Kawasan Pesisir RajegwesiDari hasil analisis lingkungan internal dan eksternal di atas, prospek atau peluang

usaha yang dapat dikembangkan di kawasan pesisir Rajegwesi, diantaranya adalah:1. Produk Unggulan Layak Dijual

Keadaan potensi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem pesisir, berupa potensiODTWA yang ada merupakan modal dasar sebagai kekuatan yang dapat dijadikanproduk pariwisata alam yang lebih berkembang secara lestari dengan keanekaragamanhayati dan ekosistemnya, seperti wisata budaya, wisata minat khusus.

2. Pengembangan Atraksi Seni dan BudayaMerupakan kekhasan seni dan budaya tradisional yang dapat mendukungpengembangan pariwisata alam (histories).

3. Meningkatkan Pasar Domestik

Page 317: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

303

Peningkatan pasar domestik didasarkan pada segi jumlah penduduk yang sekaligussebagai peluang kerja dan peluang berusaha.

4. Diversifikasi Produk Wisata yang OptimalDilakukan melalui pengembangan potensi ODTWA yang lebih bervariasi sesuai minattrend masyarakat saat ini (wisman dan wisnus), seperti mendaki gunung, tracking,outbond, bumi perkemahan, dan lain sebagainya.

5. Sumber Daya Alam Untuk Pariwisata Alam Lebih OptimalHal ini dapat tercapai melalui upaya inventarisasi dan identifikasi data dan informasipotensi ODTWA, peningkatan kualitas sumber daya manusia serta kajian pemanfaatanpotensi wisata alam yang lebih akomodatif dan implementatif.

6. Keutuhan Potensi Pariwisata Alam Terjaga, Berorientasi Pasar.Untuk hal ini dapat dilakukan melalui pengawasan kawasan, kemitraan, tata batas,peningkatan pembinaan persepsi masyarakat.

7. Optimalisasi PemasaranDilakukan peningkatan variasi infrastruktur dan produk ODTWA yang lebihmenunjang, tarif yang lebih seimbang dengan resiko konservasi kawasan, peningkatankegiatan promosi yang lebih efektif.

8. Terwujudnya Sinergisitas Antar Pihak Dalam Peningkatan Kontribusi EkonomiPariwisata AlamUntuk tercapainya hal tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan koordinasi, antaraunsur pemerintah (pusat/daerah), masyarakat, media masa, dan pengusaha pariwisata didalam pemantapan pengembangan produk ODTWA.

9. Meningkatnya Iklim Investasi dan Mendorong Pengembangan Pasar Wisman danWisnus.Dilakukan dorongan terhadap minat investor, penelitian ilmiah, dan kegiatan event-event di bidang pariwisata alam.

10. Keuntungan Secara Berkelanjutan dan Berwawasan LingkunganPerlu diupayakan peningkatan pangsa pasar (wisman dan wisnus), pemanfaatanODTWA, peningkatan ekonomi dan dukungan terhadap konservasi kawasan.

11. Kebijakan Moneter, Politik yang Fleksibel, dan Selektivitas Pengaruh Global.Beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu mengantisipasi, menyiasati, dan mengkajikebijakan global luar negeri, stabilitas nilai tukar, sistem informasi moderen, danantisipasi masuknya budaya luar.

KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan di atas didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut.Potensi yang dimiliki kawasan pesisir Rajegwesi, antara lain: keanekaragaman hayati,

Page 318: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

304

keunikan dan keaslian budaya tradisional, keindahan bentang alam, peninggalan budayayang secara optimal dapat dikelola untuk kesejahteraan masyarakat. Peluang usaha yangdapat dikembangkan di kawasan pesisir Rajegwesi, diantaranya: produk unggulan yanglayak dijual, pengembangan atraksi seni dan budaya, meningkatkan pasar domestik,diversifikasi produk wisata yang optimal, SDA yang optimal, optimalisasi pemasaran,terwujudnya sinergisitas para stakeholder, meningkatnya iklim investasi, keuntungan yangberkelanjutan berwawasan lingkungan, dan lain sebagainya

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda Banyuwangi, 2010. Buku Saku Banyuwangi 2010. Badan PerencanaanPembangunan Daerah. Pemerintah Kabupaten Bayuwangi

BPS Jatim. 2011. Berita Resmi Statistik Provinsi Jawa Timur. Nomor: 40/07/35/Th. IX,tanggal 1 Juni 2011.

Darajati, W. 2004. Strategi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu danBerkelanjutan. Makalah Sosialisasi Nasional MFCDP. Bappenas.

Fandeli, C. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta

Huda, N. 2008. Strategi Kebijakan Pengelolaan Mangrove Berkelanjutan di Wilayah PesisirKabupaten Tanjung Jabung Timur Jambi. Program Pascasarjana, UniversitasDiponegoro, Semarang.

Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. 2010. Review Rencana Strategis tahun 2010-2014.Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata. Jakarta

Purwoko, A. 2009. Analisis Perubahan Fungsi Lahan di Kawasan Pesisir DenganMenggunakan Citra Satelit Berbasis Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus diKawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut). Wahana Hijau,Volume 4 No 03, 6.

UNWTO, 2010. Mainstreaming Tourism in the Global Agenda. UNWTO News. WorldTourism Organization. Madrid.

Zayadi, H. 2013. Strategi Restorasi Destinasi Wisata Pesisir Rajegwesi Banyuwangi. TESIS.Program Magister Jurusan Biologi FMIPA. Universitas Brawijaya. Malang

Page 319: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

305

TENGGER DALAM PUSARAN INDUSTRIALISASI PARIWISATA:SEBUAH REFLEKSI KEBIJAKAN PARIWISATA YANG BERPOTENSI

MENIMBULKAN EROSI KULTURAL DAN DAMPAK EKOLOGI

Purnawan D. Negara*)

Fakultas Hukum Universitas Widyagama MalangE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tengger adalah “ruang kultural” yang didalamnya dilekatkan “ruang administrasipemerintah daerah” dan “ruang administrasi pemerintah pusat”. Ruang administrasipemerintah daerah berkepentingan dengan pariwisata (PAD) dengan produkkebijakannya Perda; ruang administrasi pemerintah pusat berkepentingan dengankonservasi dan pariwisata (PNBP), dengan produk kebijakannya UU dan aturanKementerian Kehutanan tentang konservasi dan pariwisata; sedang ruang KulturalTengger adalah ruang untuk memenuhi kebutuhan keselarasan (harmoni) warganyadengan aturan hukum adat (kearifan lokal). Perjumpaan kepentingan yang berbedadalam ruang kultural ini berpotensi mengakibatkan erosi budaya (nilai-nilai) Tenggeryang akan berdampak pula pada ekologinya. Tengger adalah pusaka sujana yangmenjadi aset bangsa dan budaya. Kebijakan-kebijakan pemerintah (daerah dan pusat)dalam ruang kultural itu harus mengintegrasikan nilai-nilai guna eksistensi ketenggeranmasyarakat Tengger.

Kata kunci: Tengger, Industrialisasi Pariwisata, Kebijakan

ABSTRACT

Tengger is a cultural space in which there is a local government administration, acentral government administration. Local government policy concerned with an interestin tourism (PAD), and Perda as product policy; central government with an interest inconservation and tourism (PNBP),national legislation is the product of policies andrules of the Ministry of Forestry of conservation and tourism;Cultural space Tengger isfor meet the needs of its citizens harmony with the rules of customary law (localknowledge). Encounter different interests in this cultural space could potentially lead toerosion of the culture (values) that impact on ecology. Tengger is a cultural heritage andcultural assets of the nation. Government policies in the cultural space must beintegrating the values for the existence of Tengger

Keywords: Tengger, Industrialization Tourism, Policy

*) Pengajar Fak. Hukum Univ. Widyagama Malang

Page 320: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

306

PENDAHULUAN

Kegiatan pariwisata itu pada dasarnya adalah kegiatan pergerakan individu ataukelompok dari satu tempat ke tempat lain. Dalam sejarah perkembangan manusia,pergerakan manusia itu dipenuhi mobilitas penduduk yang terdorong oleh rasa ingin tahu(curiosity) dan pengalaman baru. Perkembangan pergerakan (baca: perjalanan) manusiadalam rangka rasa ingin tahu dan pengalaman baru itu kini telah terorganisasi secara rapi danjelas arah tujuannya, diantaranya dikemas dalam bentuk pariwisata. Sebuah gejala gayahidup baru yang cukup menonjol sejak perkembangan industri (Budhisantoso, 1992: Karim,2008).

Dalam masyarakat industri yang kebutuhan dan persoalan hidupnya semakinkompleks, kegiatan pariwisata diperlukan guna penyaluran kebutuhan rekreasi darikejenuhan atas rutinitas. Pemenuhan kebutuhan ini hanya mungkin dilakukan oleh merekayang mampu menyisihkan sebagian waktu dan penghasilannya. Mereka ini biasanya darinegara industri yang telah mengembangkan golongan menengah masyarakatnya dan mapansecara teknologi dibidang komunikasi dan transportasi. Minimal dukungan dari dua hal itukegiatan pariwisata dapat berkembang.

Pada sisi lain terdorong oleh kebutuhan membiayai pembangunan, negara-negarasedang berkembang cenderung untuk mengembangkan pariwisatanya sebagai salah satusumber pendapatan. Nugroho (2011), menyatakan bahwa pembangunan pariwisata memilikiperan signifikan dalam peningkatan pendapatan dengan kontribusi devisa melalui kunjunganwisatawan, serapan tenaga kerja, dan apresiasi terhadap budaya dan panorama alam yangdapat mengangkat produk dan jasa wisata. Saat ini saja menurut World TourismOrganizations, pariwisata merupakan industri swasta terbesar ketiga di dunia setelah migasdan elektronik yang mampu menyumbangkan pendapatan lebih $ 3,5 triliun atau 6% daripendapatan kotor dunia, bahkan diprediksi ke depan pariwisata akan tumbuh 4,2% pertahun,dan negara-negara berkembang di kawasan Asia pertumbuhannya diperkirakan paling pesat,termasuk Indonesia di dalamnya (Sedarmayanti, 2005; Widiatedja, 2011).

Secara ekonomi industri pariwisata adalah peluang bagi peningkatan ekonomi negaraberkembang karena industri ini tidak terikat oleh ketentuan kuota produksi dan fluktuasiharga, tidak perlu bersusah payah mengemas dan mengirimkan barang ataupun jasa yangdiperdagangkan ke tempat konsumen berada, justru sebaliknya para konsumen itulah yangdatang sendiri dan membelanjakan uangnya untuk memenuhi minat dan kebutuhan merekayang tidak dapat dipenuhi di tempat asalnya. Industri ini juga tidak berisiko atas penolakanbarang-barang dagangan yang tidak memenuhi persyaratan di tempat tujuan, mengingat parakonsumen itu sendiri yang datang dan menentukan belanja mereka.

Tidaklah dapat dipungkiri bila kemudian gejala pengembangan wisata di negara-negara berkembang dilakukan cenderung sebagai kegiatan ekonomi yang mendatangkan

Page 321: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

307

keuntungan materi belaka dari pada keuntungan budaya yang menunjang kebudayaanbangsa. Meski industri ini menguntungkan, penilaian terhadap pengembangan usaha ini tidakboleh dari satu sisi semata, karena kegiatan tersebut juga akan memperkenalkan gaya hidupdan nilai-nilai asing yang kadang-kadang tidak ‘terjangkau’ oleh penduduk daerah tujuanwisata, dan hal ini tentu akan mendatangkan dampak sosial budaya yang tidak diinginkan,bahkan banyak orang yang beranggapan membanjirnya wisatawan dapat mengancamkelestarian kebudayaan penduduk di daerah tujuan wisata (Pitana dan Gayatri, 2005; Spilane,1994).

Berbicara budaya, dalam kaitan ini Indonesia adalah negara megadiversity, negarayang kaya akan keragaman hayati, termasuk kemudian bentang alamnya (panorama) tempatdimana keragaman hayati itu tumbuh, terpelihara, dan berkembang. Keragaman hayati danbentang alam ini adalah modal “jualan” pariwisata Indonesia. Ekonomi konstitusi kitasebagaimana yang telah digariskan oleh para pendiri bangsa adalah ekonomi yang berbasissumber daya alam, artinya kesejahteraan bangsa ini digantungkan/dicapai melaluipengelolaan sumber daya alamnya. Amanat ini sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 33UUD 1945, bahwa sumber daya alam menjadi modal pembangunan bagi sektor apa saja(termasuk pariwisata), kerusakan sumber daya alam sama halnya kehancuranekonomi/kesejahteraan bangsa Indonesia (Jimly, 2010).

Namun demikian bila dicermati, terjaganya sumber daya alam yang menjadi modaltadi, selama ini bisa terjaga dengan baik karena pada kawasan-kawasan itu -yang tempatnyadi gunung-gunung, di hutan-hutan, di laut-laut, danau-danau, atau di tempat eksotis lainnyadengan panoramanya yang indah- dijaga oleh aneka ragam budaya masyarakat dengan nilai-nilai yang bersifat memeliharanya. Perlu dipahami ternyata Indonesia tidak sekedar negaramegadiversity, tetapi juga negara megacultural diversity. Dalam dokumen StatusLingkungan Hidup Indonesia 2012 yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup, diIndonesia teridentifikasi terdapat 1.163 masyarakat hukum adat sebagai anggota AMAN(Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) dan 1.062 masyarakat hukum adat lainnya tergabungdalam LMA (Lembaga Masyarakat Adat). Sementara itu BPS dalam sensusnya tahun 2010mengidentifikasi terdapat 1.128 suku. Wicipto (2011) Kepala Badan Pembinaan HukumNasional (BPHN) mengidentifikasi terdapat 20.000 kelompok masyarakat adat dengan 600bahasa dan mendiami 6.000 pulau antara Sabang sampai Merauke, dan Zuhud (2013)mengidentifikasi saat ini penduduk Indonesia sebagian besar hidup di 73.067 desa yangkurang lebih terdiri dari 350.000 kampung. Hampir 50% lebih dari desa-desa itu berada didalam dan di sekitar kawasan hutan. Mereka-mereka itulah yang menjadi penjaga utamakeragaman hayati yang ada dengan nilai-nilai budaya mereka, bahkan jauh sebelum negaraini ada. Jadi, hal yang penting dalam kaitan ini adalah keragaman budaya itulah yangmenjadikan terpeliharanya keragaman hayati dan bentang alam (panorama alam) yang ada,yang menjadi modal pembangunan (termasuk pariwisata).

Page 322: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

308

Koentjaraningrat (1992) menjelaskan bahwa masyarakat senantiasa selalu mengalamiperubahan. Masyarakat bukanlah sekedar kumpulan sejumlah manusia, melainkan tersusundalam suatu organisasi yang penuh arti. Perubahan masyarakat dilatarbelakangi olehdinamika masyarakat itu sendiri dalam sentuhannya dengan dunia luar. Perubahanmasyarakat akan berkaitan erat dengan pandangan hidup, cara berpikir, cara menikmatikehidupan, sikap dan perilakunya. Perubahan-perubahan itu akan berkaitan erat dengan nilai-nilai, bahkan mungkin pandangannya terhadap nilai-nilai hakiki dapat berubah. Apabila halini terjadi tidak mustahil suatu bangsa akan kehilangan identitas kepribadiannya. Nilaiadalah segala sesuatu yang disenangi atau diinginkan, dicita-citakan, dan disepakati, yangdianggap penting dan amat berharga dalam hidup. Nilai budaya merupakan inti kejiwaansuatu masyarakat yang sangat vital. Juga dari nilai budaya, hakikat kepribadian masyarakatdapat dikaji untuk dipahami. Ketahanan nasional suatu bangsa dapat diketahui melalui sikapdan pandangan hidup bangsa yang tercermin pula pada ketangguhan dan keuletanmempertahankan sistem nilai hakiki yang dimilikinya.

Dengan demikian dalam kaitan ini, industrialisasi pariwisata pun berpotensimenggeser pandangan/nilai-nilai masyarakat. Tentunya menjaga budaya masyarakat justruhal utama yang menjadi tumpuan, karena dengan menjaga budaya maka secara tidaklangsung akan menyelamatkan lingkungan/sumber daya alam yang menjadi tumpuan/modalpengembangan pariwisata.

TENGGER SEBAGAI “RUANG PARIWISATA”

Bila bahasan ini kita fokuskan kepada masyarakat Tengger, maka bahasan ini hendakmengemukakan bahwa ancaman-ancaman terhadap tergerusnya budaya Tenggersesungguhnya juga ancaman terhadap keragaman hayati Indonesia dan budaya Indonesia.Tengger itu merupakan pusaka sujana bagi bangsa Indonesia, dan avatar penjaga lingkunganmelalui kearifan lokalnya. Kondisi di Tengger bisa direfleksikan pada kawasan lain diIndonesia yang setipikal.

Refleksinya bahwa, bagi Indonesia, Jawa adalah ekologi yang kritis, beban dayadukung lingkungannya sangat berat, dengan luasnya yang hanya 7% atau 129.438,28 Km²dari total luas daratan Indonesia yang seluas 1.910.931,32 Km², justru hampir 65%penduduknya terkonsentrasi di Pulau Jawa. Berdasarkan data sensus penduduk tahun 2010,jumlah penduduk yang menetap di Pulau Jawa sekarang berjumlah 136.610.590 jiwa daritotal 237.641.326 jiwa penduduk Indonesia. Oleh karena itu, secara ekologis kawasanTengger dapat dipandang sebagai salah satu kawasan “penyelamat Jawa” yang sangat vitaldan wajib dijaga/dilindungi kelestarian ekosistemnya.

Page 323: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

309

Kekuatan masyarakat Tengger sebagai penyelamat Jawa tertumpu pada dua kekuatanutama, yakni kekayaan keanekaragaman hayatinya (biodiversity) dan kekayaankulturalnya (cultural diversity). Dua kekuatan ini saling menopang dan menyatu dengankawasannya untuk bersama-sama saling memberikan perlindungan dalam menunjangkeberlanjutan ekologisnya. Penilaian itu selaras dengan yang disampaikan oleh KonsorsiumHCV (High Conservation Value) yang menyebutkan bahwa kawasan Tengger bersamakomunitas Tenggernya termasuk bagian dari kawasan yang memiliki nilai konservasitinggi di Indonesia. Hal ini karena adanya kekayaan keanekaragaman hayati yang khas,manfaat jasa lingkungan, dan adanya identitas budaya tradisional yang terbentuk sebagaihasil interaksi masyarakat dengan kawasannya (Konsorsium HVC, 2008). Jadi, kawasanTengger itu adalah sebuah ruang yang melekat menjadi satu antara masyarakat, budaya, dankeragaman hayatinya (termasuk bentang alamnya), dan ruang itu kini menjadi ruang-ruangwisata.

Dalam konteks pariwisata, bila menyebut Tengger, tidak akan populer, karenaTengger “bukan istilah pariwisata“, Tengger lebih sebagai bahasa kultural, Tengger tumbuhdi ruang kultural, bukan ruang wisata. Bromo istilah yang lebih dikenal dalam ruangpariwisata, Bromo adalah istilah yang lekat tumbuh dari industrialisasi pariwisata yangmengkomoditaskannya. Bagi masyarakat Tengger, Bromo adalah bagian dari kesatuan ruangTengger, dan Bromo hanya eksis dalam ruang-ruang ekonomi. Orang luar mungkinmengenal Bromo tetapi belum tentu memahami Tengger seutuhnya, padahal pariwisata ituada di ruang kultural Tengger.

Mengkonstruksikan hasil diskusi yang penulis lakukan dengan Pak Mudjono, DukunPandhito (Koordinator Dukun) se-Kawasan Tengger, yang dinamakan Tengger itu adalah“ruang yang berada dalam wilayah yang diayomi oleh 25 tempat keramat yang dipercayasebagai tempat bersemayamnya anak-anak Roro Anteng Joko Seger. Bila tempat-tempat ituditarik garis khayal atau garis magis maka wilayah itu kurang lebih bertautan mulaiPenanjakan, Bromo, Tunggukan (di kawasan Coban Pelangi, Gubuk Klakah) hinggaSemeru“. Pada kawasan-kawasan di sekitar/di bawahnya itulah sebagai kawasan yang“diayomi“. Kawasan-kawasan itu dapat disebangunkan dengan kawasan yang meliputiluasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru sekarang dan desa-desa Tengger disekitarnya yang berada di sekitar wilayah Kabupaten Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, danMalang. Disitulah masyarakat Tengger tumbuh dengan nilai-nilainya, dan sangatmenghormati serta menjaga kesuciannya dengan mengatur tata tertib tingkah lakunya ataskawasan.

Di sisi lain pada kawasan kultural itu juga dihimpitkan wilayah administrasipemerintah daerah dan wilayah administrasi pemerintah pusat dalam bentuk taman nasional.Dalam kacamata pemerintah daerah maupun pusat wilayah Tengger itu kemudiandikonstruksikan sebagai ruang pariwisata dan konservasi yang bersifat biosentrisme. Tentu

Page 324: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

310

hal ini berbeda dengan pandangan masyarakat Tengger yang melihat kawasannya sebagaiwilayah kultural yang magis/suci, tidak mengenal batas-batas wilayah adminstrasi, karenamerupakan wilayah komunal ekologis yang bersifat eco-region, dan perlindungan yangbersifat eco-sentrisme.

Dari gambaran itu dapat dipahami bila pada ruang itu berhimpitan 3 (tiga) wilayah,yakni: ruang pemerintah daerah, ruang pemerintah pusat, dan ruang kultural Tengger atau 2(dua) wilayah administrasi yang ditimpakan pada 1 (satu) wilayah kultural, yakni ruangwilayah pemerintah daerah dan pemerintah pusat yang ditimpakan pada ruang wilayahTengger.

Gelombang pencanangan Tengger secara intensif sebagai kawasan pariwisata, dimulaisejak tahun 1991 bersamaan dengan pencanangan Tahun Kunjungan Indonesia (Utomo,2007). Gambaran pengkomoditasannya dapat dicermati dari penegasan yang disampaikanKakanwil Parpostel IX Jatim saat itu Drs. A.A Winarno sebagaimana yang termuat dalamKompas 3 Maret 1991, Winarno menyatakan:

“..... cuma inilah soalnya. Upacara Karo yang coba dikembangkan bukan cuma belumdikenal, tapi juga masih tampil amat seadanya. Para nganten (penari) tampil denganpakaian campur aduk antara busana sehari-hari dengan busana adat. Ke 12 penari yang3-4 Pebruari lalu ditampilkan, malah ada yang memakai celana jins, sandal, dansepatu. Bila tari sodoran ini dibenahi dengan cara memperbaiki kostum yang sesuaikarakteristik Masyarakat Tengger dan acara lebih dipadatkan, mungkin akan lebihmemikat. Mengembangkan wisata kita harus kreatif dan berani mengadakan renovasi.Misalnya dengan menetapkan penjadwalan upacara dan membuat paket wisatanya,namun semua ini harus hati-hati, sebab jangan sampai menyinggung atau menggangguacara yang sakral. Pengembangan obyek wisata tidak bisa lepas dari tangan-tangankreatif dan inovatif, tidak bisa hanya mengandalkan obyek wisata alam. Penggalianobyek-obyek wisata laku terjual, memang tidak semudah membikin roti bakar. Kitatidak bisa hanya mengandalkan obyek wisata Gunung Bromo dan Kasada-nya. Apayang kita miliki juga dimiliki negara tetangga kita“.

Menurut Utomo (2007), Masyarakat Tengger adalah masyarakat yang apa adanya.Tari Sodoran saat ritual Karo adalah hal rutin dan biasanya juga tidak banyak ditonton orang.Kepentingan pariwisata menuntut mereka tampil seeksotik mungkin agar terkesanketenggerannya sehingga layak dijual sebagai komoditas pariwisata. Tak hanya itu sajabahkan ritual-ritual Tengger lainnya seperti Kasada, Unan-unan juga didahului acaraprotokoler yang berisi sambutan pejabat-pejabat pemerintah, atau bahkan pengangkatanpejabat pemerintah sebagai warga kehormatan.

Sejak tahun 2006 kawasan Bromo-Tengger-Semeru berdasarkan SK MenteriKehutanan No. SK. 128/IV-Sek/HO/2006 telah ditetapkan sebagai salah satu dari 21 TamanNasional Model. Taman nasional ini kelak kemudian akan diarahkan menjadi tamannasional mandiri yang diberi keleluasaan dalam mengelola semua pendapatan sah yangditerima, termasuk pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Jadi menjadi semacam BLU

Page 325: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

311

(Badan Layanan Umum). Tampak bahwa jika semuanya berjalan lancar, taman nasionalmandiri bisa mewujud menjadi sebuah Badan Layanan Umum (BLU), perusahaan umum,ataupun institusi yang lain. Tersamar terdapat arah Taman Nasional akan“diprivatisasikan” dalam pengelolaannya termasuk bidang pariwisata. Sedang dalam halPNBP Taman Nasional diwajibkan menyetor secara rutin ke kas negara.

Sementara itu, di ruang pariwisata, “kebijakan” orang Tengger adalah menciptakankesejahteraannya tidak dengan pariwisata tetapi dengan mewujudkan keselarasan antarakehendak dewa, roh-roh halus dan roh-roh leluhur mereka yang bersemayam di sekitarkawasannya dengan kehidupan mereka. Ada keselarasan antara yang gaib, lingkungan(SDA) dan diri mereka. Bila keselarasan itu tak terwujud gangguan dipercaya akan datang.Gangguan itu dapat berupa wabah penyakit, bencana alam, kelaparan, gagal panen, dan lainsebagainya (Sutarto, 2007; Ulum 2012).

Dari gambaran di atas menunjukkan bahwa ruang pariwisata Tengger adalah ruangdengan rupa-rupa perjumpaan yang memiliki berbagai tujuan, mulai dari kepentinganpemasukan daerah, kepentingan pemasukan pemerintah pusat, kepentingan konservasi, dankebutuhan orang Tengger untuk mempertahankan eksistensi dan identitas ketenggerannya.Implikasi rupa-rupa perjumpaan yang berbeda ini tentu akan memberikan akibat kepadaTengger (Bromo) yang menjadi modal kepariwisataan. Di Tengger terdapat korelasi yangerat antara budaya Tengger dengan bio-fisik kawasannya, perjumpaan berbagai rupa yangdisatukan dalam pariwisata itu tentu akan dapat memiliki efek kepada Tengger, utamanyaefek kepada bio-fisik Tengger yang selama ini menjadi penopang/tumpuan utamapariwisatanya yang mensubordinasi budayanya. Memadupadankan berbagai kepentingandalam ruang pariwisata itu tentu akan memberikan sebuah gambaran yang indah tentangruang pariwisata Tengger, karena sebelum keberadaan negara (Pemerintah daerah danPemerintah Pusat) Masyarakat Tengger sudah ada terlebih dahulu menyatu bersamakawasannya, dan hanya ada satu rupa pada ruang itu (Tengger) yakni, kawasan berdimensikultural.

NILAI-NILAI TENGGER DAN ANCAMAN EROSI KULTURAL-EKOLOGI

Shiva dalam Keraf (2002) menyatakan: “Tanah bukan sekedar rahim bagi reproduksikehidupan biologis, melainkan juga reproduksi kehidupan budaya dan spiritual”. Williamsdalam Laggut (2002) mengatakan: “masyarakat adat telah menekankan bahwa dasarspritual dan material dari identitas kultural mereka dipertahankan oleh hubungan merekayang unik dengan wilayah tradisonal mereka (kawasannya/tanahnya) yang turuntemurun”. Demikian juga Cobo dalam Laggut(2002) juga mengatakan:

Page 326: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

312

“Adalah sangat esensial untuk mengetahui dan memahami hubungan spiritual khususyang mendalam antara masyarakat adat dengan tanahnya, sebab hal itu sangatmendasar sama seperti kehidupan mereka sendiri, keyakinan, adat istiadat, dankultur mereka. Bagi mereka tanah tidak dipandang sebagai harta milik dan alatproduksi. Hubungan utuh antara kehidupan dan spiritual masyarakat adat denganIbunda Bumi, atau dengan tanah mereka, memiliki sejumlah implikasi yang sangatpenting. Tanah bagi mereka bukanlah suatu komoditas yang dapat diperoleh tetapisuatu elemen material yang dapat dinikmati secara bebas”

Penjelasannya adalah bahwa bagi masyarakat lokal/tradisional/adat, tanah merupakanpusat eksistensi. Dari tanah terjelmakan berbagai macam perilaku kearifan lokal, karenatanah merupakan pusat nilai-nilai budaya dan spiritual. Untuk dapat melihat nilai-nilaikearifan mereka atas lingkungan (kawasannya) teraplikasi secara nyata, dalam artibagaimana manusia mengimplementasikan perilaku dirinya sebagai bagian dari alam.Secara sederhana dapat dilihat/terwakili dari bagaimana nilai-nilai hubungan masyarakatlokal/tradisional/adat itu dengan tanahnya (termasuk di dalamnya sumber daya alam baikyang ada di atas atau di dalam air, serta wilayahnya).

Demikian juga manakala melihat nilai-nilai Tengger atas kawasannya dapat dilihatdari bagaimana mereka memandang tanah dan bagaimana perilakunya yang berusahamewujudkan keselarasan harmoni antara dirinya dengan lingkungannya, karena dalamlingkungannya terefleksi kekuatan leluhur dan Sang Hyang Widhi, serta kebaikan alam(sumber daya alam) bagi kehidupannya.

Masyarakat Tengger memandang tanah tidak sekedar sebagai bagian dari kekayaan,alat produksi, dan harga diri, tetapi lebih memiliki makna yang dalam dimana tanahmerupakan sentral perlindungan atas eksistensi masyarakat Tengger, dalam arti tanahmerupakan sentral perlindungan bagi hukum adat, nilai-nilai tradisi/adat Tengger,pelaksanaan ritual, dan perlindungan sumber daya alam. Hilangnya tanah merupakanancaman yang tak terperikan karena itu berarti hilangnya eksistensi masyarakat Tengger,yang pada ujungnya akan berakibat pula pada hilangnya norma-norma hukum (adat istiadat)Tengger.

Formulasi ini dapat dilihat dari ungkapan bahwa tanah dihayati sebagai “ibu bumi”yang memberikan kehidupan sehari-hari, sebuah faktor dimana kesejahteraan masyarakatTengger tergantung kepadanya. Mantra-mantra Tengger kerap menyebut “ibu bumi bapakasa” (ibu bumi bapak angkasa), yang oleh Koesnoe (2002) dinyatakan bahwa alam pikiranmasyarakat adat meyakini dari perkawinan bumi dan angkasa melahirkan “anak-anaknya”berupa seisi alam termasuk manusia di dalamnya

Penempatan tanah sebagai pusat eksistensi ini dapat pula dilihat daritermanifestasikannya kepercayaan bahwa Kawasan Tengger merupakan tanah hila-hila(tanah suci) karena Gunung Bromo dipandang sebagai lambang tempat Dewa Brahmana

Page 327: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

313

(Brahma). Kuatnya kepercayaan ini secara historis juga dipertegas dengan adanya PrasastiTengger 929 M yang mengatakan bahwa Desa Walandid di Pegunungan Tengger adalahtempat suci karena desa itu dihuni oleh orang-orang pengikut Agama Hindu yang taatmelakukan persembahan kepada dewa. Juga di dalam buku Negara Kertagama karanganMpu Kanwa yang menyebutkan bahwa Desa Walandid adalah desa suci yang diakui olehKeraton Majapahit. Demikian juga dalam Prasasti Kuningan 1407 M juga disebutkan bahwaDesa Walandid dihuni oleh masyarakat beragama atau hulun Hyang (abdi Tuhan), dan tanahitu suci, sehingga Desa Walandid dibebaskan dari pembayaran pajak kepada KeratonMajapahit. Sebagai daerah yang dibebaskan dari pajak masyarakatnya kemudian dibebanikewajiban bertanggung jawab atas pemujaan terhadap Dewa-Dewa Hindu (Hefner, 1985: 1).

Keyakinan Tengger sebagai tanah suci ini kemudian juga diperkuat dengan adanyamitos bahwa Bromo adalah tempat bersemayamnya Roh Dewa Kusuma, yakni Roh CikalBakal, yaitu roh yang mengendalikan asal mula kawasan (founding guardian ancestor).Mitos Dewa Kusuma ini berkaitan dengan mitos tentang suami istri Roro Anteng dan JokoSeger yang memiliki anak 25 orang, dimana anak yang paling bungsu sangat dikasihinyayaitu Kusuma harus dikorbankan sebagai tumbal dengan masuk kedalam kawah GunungBromo demi keselamatan saudara-saudaranya. Dalam pesan terakhirnya sebelum masukkawah Gunung Bromo, anak bungsu tersebut meminta saudara-saudaranya untuk selalumemberikan sesaji berupa hasil “bumi” (tandur tuwuh/hasil pertanian) ke dalamkawah Gunung Bromo guna mengenang dan menjaga keselamatan mereka (Sutarto,2008).

Dalam konsepsi ini kemudian masyarakat Tengger bersikeras untuk menghargaitanahnya, karena dalam mindset mereka tanahnya berdimensi: 1) tempat suci sebagaipengejawantahan Ibu Bumi (SDA seisinya); 2) tempat bersemayamnya para Dewa (SangHyang Widhi) dan roh leluhur; 3) Sarana berbakti kepada leluhur dengan kewajiban harusselalu mengolahnya agar menghasilkan tandur tuwuh untuk dilabuhkan sebagai perintahleluhur yang telah melakukan laku kurban guna menyelamatkan seluruh anak keturunanTengger.

Bentuk penghargaan ini kemudian dimanifestasikan dengan melakukan penghormatanmenyeluruh terhadap tanah. Tanah adalah kedudukan dan kehormatan Sang Hyang Widhidan roh leluhur. Mengabaikan tanah adalah sama halnya mengabaikan kehormatan danperintah mereka, serta mensia-siakan Ibu Bumi, dan ini merupakan hal yang pantang,sehingga pengabaiannya hanya akan mendatangkan bala’, walat, atau karma.

Oleh karena itu, terhadap tanah, masyarakat Tengger wajib bersifat ngemong(memelihara tanah). Ngemong dalam arti bahwa tanah itu harus diolah agar bermanfaat(menghidupi) bagi dirinya dan keluarganya karena kehidupan dirinya dan keluarganyasangat tergantung dari pertiwi (tanah) sehingga ngemong pertiwi bagi dirinya dankeluarganya akan dapat mewujudkan prinsip hidup yang mereka anut yakni, ngayomi,

Page 328: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

314

ngayani, dan ngayemi keluarga, yang maksudnya memberikan perlindungan, memberikannafkah, dan menciptakan susasana tenteram dan damai pada keluarga, yang hal inidimaksudkan pula apabila hal itu telah tercapai maka akan semakinmenguatkan/memudahkan mereka dalam menjalankan kewajiban (ibadah) kepada SangHyang Widhi dan roh leluhur (Negara, 2010).

Secara khusus, dalam kitab Masyarakat Tengger Ngadas Malang (penganut Buda JawaSanyata), yakni kitab Adam Makna, diajarkan prinsip-prinsip hidup yang harus diikutipenganutnya antara lain: pertama, mereka harus menghormati pencipta mereka yang disebutHyang Wenanging Jagad; kedua, mereka harus menghormati ibu bumi yang memberikankebutuhan hidup mereka (“sungkem marang sing nguripi, ya kuwi ibu bumi”); ketiga,mereka harus menghormati pemimpin mereka, yang disebut kiblat papat.

Prinsip hidup “sungkem marang sing nguripi, ya kuwi ibu bumi” ini jelasmenunjukkan tingkat kesakralan yang tinggi dari tanah Tengger, karena kata “sing nguripi”(yang memberi hidup) menunjukkan suatu bentuk super-ordinasi kekuasaan relatif bagipenduduk setempat. Ikatan emosional mereka dengan tanah, tanah dipandang sebagai bagianyang integral dari semacam rantai kehidupan yang tidak terpisahkan dan berfungsi sebagai“putaran energi” yang berkelanjutan. Secara logika maksudnya adalah untuk mampumenghasilkan tanaman maka tanah perlu mendapatkan masukan berupa “restu” darikekuatan supernatural (dewa-dewa/roh leluhur) yakni, faktor yang menentukan ”kualitas”kehidupan. Hal ini termanifestasikan dalam bentuk kesuburan tanah. Oleh karena itu, panenyang melimpah dihayati sebagai berkah dari kekuatan supernatural tadi yang restunyadicurahkan melalui tanah sebagai mediumnya. Hasil panen inilah yang merupakan masukanenergi, pemberi kekuatan bagi manusia (dan juga makhluk hidup lain seperti ternak) untukbisa melangsungkan kehidupannya. Oleh karena itu, sudah sepantasnya bila manusiamemberi “sesaji” (atau pun labuh di Bromo saat Kasada) kepada kekuatan supernaturaltersebut agar para dewa “tidak marah”, dalam pengertian tetap memberi masukan bagikesuburan bumi. Dalam pemikiran yang sederhana, hal ini sebetulnya adalah mekanisme“pengembalian hutang” (nyaur) ke Ibu Bumi. Jika proses ini diabaikan, masyarakat Tenggerpercaya bahwa kemarahan para dewa akan diwujudkan dalam bentuk bencana alam, yangsalah satunya bisa berupa kegagalan panen.(Cahyono, 1997).

Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa jaminan kelangsungan sistemkehidupan masyarakat Tengger, sebagaimana dipersepsikan adalah tergantung padakemungkinan dari suatu subsistem untuk memberi energi ke subsistem berikutnya dalamrangkaian rantai kehidupan di atas. Faktor tanah amat strategis karena selain dipandangsebagai anugerah dari kekuatan supernatural, juga merupakan faktor utama hasil bumi(tanaman) yang mencukupi kehidupan masyarakat tersebut.

Sikap penghargaan dan penghormatan atas tanah ini kemudian mengkristal dalamsanubari mereka yang kemudian termanifestasi dalam perilaku kearifan lokal/lingkungan

Page 329: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

315

dalam menjaga tanah dalam kehidupan sosial mereka sehari-hari, yang bentuknya kepatuhandalam menjalankan norma-norma hukum adat tanah, dalam arti bahwa didalam merekamematuhi aturan-aturan adat tentang tanah itu lebih ditekankan sebagai bentukpenghormatan kepada Sang Hyang Widhi, dan roh leluhur.

Aturan adat yang terjelma atas tanah itu adalah dilarangnya melepaskan tanah keluarkomunitas Tengger. Studi Hefner (1999) menegaskan bahwa ada desakan yang kuat daripara penduduk desa bahwa mereka tidak akan pernah mempertimbangkan untuk menjualtanah mereka tanpa kecuali (utamanya kepada orang luar Tengger). Penduduk desamembicarakan tanah dalam istilah-istilah yang mengindikasikan bahwa mereka memandangtanah sebagai sesuatu yang bukan ‘komoditi biasa’. Penjualannya merupakan bencana yangtidak dapat terperikan.

Seandaipun tanah dijual (jual lepas), hanya boleh dilakukan diantara mereka saja(tidak dengan orang luar). Meski ada UUPA sebagai produk hukum tertulis yangmemungkinkan setiap orang untuk mengadakan transaksi jual beli tanah, yang keadaan inikemudian menjadikan orang luar menganggap adanya kelonggaran dalam jual beli tanah,ternyata kenyataannya tidak, anggota masyarakat tidak diperkenankan mengadakan ikatan-ikatan jual beli tanah dengan orang luar desa. Fenomena ini sudah berlangsung sejakterjadinya reformasi agraria, sehingga meski ada UUPA masyarakat telah mendahuluinyadalam rembug desa yang melarang keras bentuk dan mekanisme jual beli tanah dengan orangluar. Proses transaksi hanya boleh dilakukan antar warga Tengger (sedesa) dan setiaptransaksi selalu melibatkan kepala desa dan sanak saudara si penjual. Disini peran kepaladesa sangat menentukan dalam membuat terang transaksi itu, khususnya untuk mengetahuisiapa yang bakal membeli tanah. Kepala desa akan mendahului denganpenelitian/pengecekan guna meyakinkan bahwa proses pembelian tanah itu bukandisutradarai oleh pembeli dari luar yang akan mengubah tanah disitu menjadi absente. Bilahal ini terjadi, kepala desa bahkan bisa saja berperan membatalkan rencana penjualan itu.

Untuk tetap dapat memperoleh penghasilan terhadap tanah, orang Tengger juga bisamelakukan transaksi/perbuatan hukum berupa sewa, maro dan gadai. Dalam hal sewa ataujual tahunan atau masyarakat Ngadas menyebutnya cukup dengan sewan saja, sewan padaprinsipnya juga dilakukan antar sesama warga Tengger, namun terjadi juga satu-dua orangberasal dari luar Tengger. Kalau penyewanya orang luar biasanya dilakukan dalam waktu 1tahun dulu guna melihat perkembangan apakah sewan itu menguntungkan atau tidak bagipemilik tanah. Dalam transaksi ini biasanya kepala desa terlibat guna mengetahuinya, danbiasanya pula kepala desa akan mewajibkan orang luar tersebut untuk memberikansumbangan bagi pembangunan desa.

Transaksi lain yang juga cukup populer adalah maro, yakni apabila pemilik tanahmengizinkan kepada orang lain untuk mengerjakan tanahnya dengan perjanjian orang yangdiberikan izin mengerjakan harus memberikan separuh/sebagian hasil tanahnya kepada

Page 330: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

316

pemilik tanah. Dalam hal maro pemilik tanah lebih banyak berbuat dalam pengolahantanahnya sementara itu mitranya yang tidak mempunyai tanah hanya menanamkan modalsaja (tidak berperan sebagai penggarap). Maro diatur dilakukan diantara sesama warganamun kadang satu-dua terjadi juga dengan orang luar. Seperti halnya dalam sewan, kepaladesa juga mengetahui transaksi ini dan mewajibkan orang luar tersebut untuk memberikansumbangan bagi pembangunan desa atas hasil maro-nya itu. Transaksi lain adalah gadai,biasanya menyangkut kebutuhan yang mendesak. Di Tengger, gadai bisa berlangsung lamahingga tanah itu bisa ditebus kembali oleh si penjual gadai, dan jual gadai lebih seringdilakukan dengan sesama orang Tengger sendiri.

Ngatrulin, Dukun Ngadas, mengatakan bahwa pujan (upacara) dan tanah adalahkehidupan orang Tengger. Dalam konteks tanah dan Desa Tengger pernyataan ini sangatmenarik, karena yang dimaksud dengan Desa Tengger adalah desa yang mayoritaspenduduknya beragama Hindu, masih menjalankan ritual dan tradisi Tengger, berfungsinyalembaga dukun, serta tetap dipertahankannya tanah bagi orang Tengger saja (tidak dijual keluar Tengger) (Sutarto, 2006). Dalam kaitan ini dukun memiliki korelasi yang erat dengantanah, dukun akan memimpin upacara-upacara Tengger yang sebagian besar berkaitandengan tanah, jika tanah sudah dikuasai oleh orang luar Tengger akan terjadi risikopengabaian upacara adat terhadap tanah, praktis dukun juga akan kehilangan akses terhadaptanah, dalam pengertian peran dukun sebagai pemimpin upacara adat atas tanah akan lenyapdengan sendirinya. Tampak bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara dukun -masyarakat - upacara adat - tanah, dimana dukun memberikan jasa upacara adat atas tanahdengan imbalan tertentu (sari) dari masyarakat (semacam bayaran yang bisa berupa uangatau barang) atas jasa ritual yang diberikan dukun kepada orang yang memintanya.

Bagi orang Tengger, sosok dukun lebih memiliki arti (kultural) bagi kehidupanmereka, karena hanya dukunlah yang mampu menjembatani keseimbangan hidup merekadalam arti menjembatani kepentingan mereka dengan Sang Hyang Widhi dan roh leluhur.Jika ditanya, orang Tengger akan sangat kebingungan bila tidak ada dukun, sampai-sampaiharus meminjam kepada dukun tetangga desa. Tidak semua orang bisa menjadi dukun. Diaharus memiliki persyaratan tertentu, peralatan upacara tertentu (yang tidak dimiliki semuaorang), dan bahkan untuk jadi dukun dia harus melalui proses mulunen (ujian dukun) denganhapal seluruh mantra di luar kepala, yang kemudian pengesahannya memperoleh persetujuandari seluruh dukun-dukun se kawasan Tengger saat Kasada. Berbeda dengan kepala desa,orang biasa pun bisa menjadi kepala desa, ketiadaan kepala desa bisa diganti dengan pilihansewaktu-waktu.

Secara ekologis, keterjagaan kawasan/tanah Tengger lewat nilai-nilai tanahnya justruakan menguntungkan pihak pemerintah daerah dan taman nasional (khususnya pada desaenclave). Tengger sebagai catchment area kawasan-kawasan di bawahnya memberikankontribusi bagi keberlanjutan ekologis atas sumber daya air, sementara itu dari sisi

Page 331: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

317

konservasi tidak lepasnya tanah Tengger memberikan kontribusi keberlanjutan ekologis ataskawasan TN Bromo-Tengger-Semeru. Jadi, terdapat korelasi yang erat antara nilai-nilaikultural Tengger dengan kondisi biofisik ekologinya. Penguasaan tanah oleh orang luarTengger -yang hanya sekedar memiliki tanah tetapi tidak menganggap tanah sebagai bagiandari upaya ekologis (dengan ritual-ritual adat Tengger)- akan menjadi fungsi latent yangmendorong degradasi lingkungan di ruang pariwisata itu.

Fukuyama dalam Siahaan (2004) menyatakan bahwa akar kerusakan yang dahsyat dibumi ini bersumber pada 4 (empat) akar kemerosotan, yang antara lain karena: kemiskinanyang meningkat; kekayaan yang meningkat; erosi kultural yang meluas termasukkemerosotan religius; dan meningkatnya egoisme atau awal kepuasan individualistis di ataskewajiban komunal. Fukuyama mengamati bahwa seharusnya manusia dapat hidupberdampingan dengan sesama dan lingkungannya, yang hidup itu dengan menghayati danmempraktekkan nilai-nilai etis tentang itu (religi, budaya). Saat ini, yang terjadi, manusiaberusaha memuaskan diri dengan lebih banyak berbicara kepuasan-kepuasan badaniah yangditandai dengan hidup hedonisme (bermewah-mewah tanpa bekerja tekun dan giat);pragmatisme (mencari sukses dengan jalan pintas); sekularisme (semata-mata mementingkankehidupan duniawi dan tidak pernah memikirkan perkara ketuhanan atau kebaikan); danmaterialisme (lebih mementingkan harta benda, uang, dan kekuasaan).

Hefner (1999) menyatakan bahwa tradisi wong gunung (Tengger) adalah berbasistradisi komunal yang kuat dan menekankan pentingnya upacara komunal. Sebagaimasyarakat komunal kebahagiaan orang Tengger yang utama bukan terletak padakesejahteraan materi, dalam kearifan lokal Tengger dinyatakan “sugih donya, nek sugihdulur, anguk sugih dulur (lebih baik banyak Saudara atau handai taulan dari pada banyakuang atau harta)“ (Sutarto, 2008). Makna sugih dulur adalah makna kebersamaan ataurukun. Orang Tengger sangat mencintai persaudaraan dan gotong royong yang mengarahpada keharmonisan dan keselarasan dalam persaudaraan, seperti yang terdapat dalam sesantiPancasetya: setya budaya (taat dan hormat kepada adat; setya wacana (kata harus sesuaidengan perbuatan); setya semaya (selalu menepati janji), setya laksana (bertanggung jawabterhadap tugas); setya mitra (selalu membangun kesetiakawanan) (Prakoso, 1994). Darirukun ini menurut Ulum (2012) orang Tengger mencapai kebahagiaannya yakni, hidup yangmenjaga keselarasan/harmoni dalam kebersamaan, sedang keselarasan yang dimaksudkanadalah mengupayakan terwujudnya keselarasan antara kehendak dewa, roh-roh halus, danroh-roh leluhur mereka yang bersemayam di sekitar kawasannya dengan kehidupan mereka.Kebahagiaan dalam pandangan orang Tengger berarti tercapainya keadaan ekuilibriumdalam realitas yang total, sehingga kebahagiaan dapat disebut sebagai tujuan puncak dariseluruh realitas alam ini. Pandangan tentang prinsip keselarasan ini lantas menghasilkankeutamaan-keutamaan etis berperilaku (termasuk kepada alam) yang sejalan dengan prinsipitu (hormat, rukun dan sederhana).

Page 332: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

318

Mengacu kepada penyebab akar kemerosotan Fukuyama, (utamanya menyangkut erosikultural) ancaman kepada Tengger sebetulnya lebih kepada ancaman erosi kultural yangberdampak pada erosi ekologi. Tergerusnya nilai-nilai Tengger menjadi hal yang pentinguntuk diperhatikan dalam konteks pembangunan pariwisata. Selama ini kita tidak menyadaribahwa nilai-nilai yang tersembunyi yang berada pada alam batin masyarakat Tengger jarangtergali sehingga seringkali kebijakan pariwisata memaknai kesejahteraan denganmeningkatnya penghasilan masyarakat Tengger, makmurnya masyarakat Tengger, atautercukupinya kebutuhan masyarakat Tengger, sementara pergulatan kebijakan pariwisata dankonservasi dalam ruang kultural Tengger itu sendiri dapat mengganggu kesejahteraannyauntuk mencapai keselarasannya.

KEBIJAKAN YANG BERBASIS EKOKULTURAL

Menurut Dye (1978), kebijakan publik itu adalah: whatever governments choose to door not to do. Interpretasi ini harus dimaknai kedalam dua hal penting: pertama, bahwakebijakan itu haruslah dilakukan oleh pemerintah; dan kedua, kebijakan tersebutmengandung pilihan apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. JamesE. Anderson (1979) mendefinisikan kebijakan sebagai: “perilaku dari sejumlah aktor(pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangakaian aktor dalam bidang tertentu”.David Easton dalam Esmi Warassih (2005) memberikan definisi: “the authoritativealloacation of values for the whole society.” Batasan-batasan tersebut menunjukkan tidakada definisi kebijakan yang sama, namun menunjukkan adanya unsur yang harus ada dalamsebuah kebijakan publik yaitu nilai, tujuan, dan sarana.

Secara ideal suatu keadaan yang diinginkan akan tampak pada tujuan kebijakan yangtelah ditetapkan oleh pemerintah. Namun demikian, penjabaran lebih konkrit dan jelas amatdiperlukan sarana untuk mencapainya, salah satu sarana yang banyak dipilih adalahperaturan perundang-undangan (hukum). Hal ini sebagaimana yang dinyatakan Seidmandalam terjemahan Rahardjo (1976): “para penguasa pembuat kebijakan-kebijakan hanyamempunyai satu alat yang dapat ia pakai untuk mempengaruhi aktivitas pemegang peran,yaitu peraturan perundang-undangan yang dapat ia buat”. Jadi, setiap kebijakan yang akandilaksanakan harus dituangkan/dilegitimasi kedalam salah satu bentuk perundang-undangan.Tanpa melalui prosedur yang demikian keabsahan tindakan pemerintah dan negara akandipertanyakan (Yusriadi, 2009; Warassih, 2005).

Bila melihat “lapisan” ruang pariwisata di Tengger sebagaimana yang telah diuraikansebelumnya, di dalam wilayah Kultural Tengger telah dilekatkan wilayah administrasipemerintah daerah dan wilayah administrasi pemerintah pusat. Pada wilayah itu tentunyasaling “berdesakan” kebijakan-kebijakan dengan muatan yang berbeda. Pemerintah daerah

Page 333: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

319

dengan kebijakannya yang dikemas dalam peraturan daerah tentunya memiliki kebijakantersendiri atas pariwisata (PAD). Pada ruang pemerintah pusat dengan kebijakannya selainberkaitan dengan pariwisata (PNBP) juga berkaitan dengan soal-soal konservasi. RuangKultural Tengger tentunya mengakomodasi nilai-nilai keselarasan warganya dengan balutanhukum adat (kearifan lokal). Sebagai gambaran, situasi ruang pariwisata itu kurang lebihsebagai berikut:

Situasi Ruang Pariwisata Tengger

RUANGPEMERINTAH DAERAH

RUANGPEMERINTAH PUSAT

RUANGKULTURAL TENGGER

1.Pariwisata - PAD 1. - Pariwisata- PNBP- Konservasi

1.Keselarasan HidupSasaran pariwisata

2.Perda Kabupaten 2.UU berkaitan Kehutanan &KSDAHE dan KebijakanKemenhut (TN-BTS)

2.Hukum Adat (Kearifan lokal)

3.Terbagi lagi dalam 4 wilayahkabupaten, 2 kabupatenwilayahnya berada di dalamTaman Nasional (Malang &Lumajang)

3.Wilayahnya berbataspenetapan, meneruskanpengelolaan institusisebelumnya (Perhutani) pada14 Oktober 1982

3.Wilayahnya berbatas eco-cultural

4.Secara historiskeberadaannya lebih dahulumasyarakat Tengger

4.Secara historiskeberadaannya lebih dahulumasyarakat Tengger

4.Eksistensinya sudah ada danterbentuk bersama kawasannyasebelum Pemda dan Pempusterbentuk

Situasi Ruang Pariwisata Tengger (diolah penulis)

Seringkali perjumpaan antara kebijakan yang dikemas dalam “hukum negara“ (baikyang dibuat pemerintah daerah maupun pemerintah pusat) tidak dapatberjumpa/berinteraksi/bersimbiosis yang saling menunjang dalam lingkup sosial lokal(kawasan kultural), yang didalamnya terdapat masyarakat yang diatur oleh hukum lokal(baca hukum adat).

Terkait hal ini Moores dan Gordon dalam Saptomo (2010) mengatakan bahwa jikahukum negara dengan hukum lokal saling bertemu dan berinteraksi dalam lokal sosial dankepentingan yang sama (one social-interest field), diduga akan melahirkan limakemungkinan, antara lain:1. Integrasi (integration), yaitu penggabungan hukum negara dengan hukum lokal;2. Inkoorporasi (incoorporation), yaitu penggabungan sebagian hukum negara ke dalam

hukum adat atau sebaliknya;3. Kompetisi (competition), yaitu hukum negara dan hukum lokal berjalan mengatur sendiri-

sendiri;4. Konflik (conflict), yaitu hukum negara dan hukum lokal saling bertentangan;

Page 334: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

320

5. Penghindaran (avoidance), yaitu salah satu hukum yang ada menghindari keberlakuanhukum yang lain.

Pilihan-pilihan apa yang akan dicapai atas kemungkinan yang dikemukakan oleh Moores danGordon sangat bergantung kepada negara sebagai pemegang kekuasaan.

Bila melihat fakta yang ada walaupan kehadiran hukum lokal atau hukum rakyatdiakui ada, tetapi hukum negara (state law) tetap merupakan hukum yang superiordibandingkan dengan keberadaan hukum rakyat tersebut, bahkan seringkali negara denganhukumnya melakukan distorsi dengan menghindarkan fakta historis keberadaan masyarakatadat yang ada, utamanya pada pengaturan yang berkaitan dengan sumber daya alam.Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yangmenyatakan: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai olehnegara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Hakikat “menguasai”oleh negara “bukanlah berarti memiliki” namun mengandung kewajiban dibidang hukumpublik untuk mengatur, menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan,pemeliharaan, dan menentukan hak-hak yang dapat dipunyai di atasnya, serta menentukandan mengatur hubungan-hubungan hukum atasnya (Fariqun, 2007).

Selama ini telah terjadi manipulasi interpretasi atas hak menguasai negara itu dalam 3hal pokok: Pertama, pemerintah telah memberikan interpretasi sempit dan tunggal atasterminologi negara (state), dimana negara semata-mata diinterpretasikan sebagai“pemerintah” saja, bukan “pemerintah dan rakyat” sebagaimana terminologi negara dalamUUD 1945, dimana pengertian negara mempunyai 4 (empat) komponen pokok, yaitu:wilayah (territory), rakyat (people), pemerintah (government) serta kedaulatan(souvereignity). Oleh karena itu, hubungan antara pemerintah dan rakyat dalam kontekspenyelenggaraan negara adalah berada pada posisi yang sama, bukan dalam hubungan yangbersifat super-subordinasi atau hubungan yang bercorak atasan (superior) dan bawahan(inferior). Kedua, implikasi dan manipulasi interprestasi negara seperti ini adalahdiciptakannya relasi yang bercorak super-subordinasi antara pemerintah dengan rakyat,dimana rakyat diposisikan sebagai subordinasi yang bersifat bawahan (inferior) sedangkanpemerintah berada pada posisi superordinasi yang memiliki peran sebagai atasan (superior).Ketiga, Pola hubungan super-subordinasi antara pemerintah dengan rakyat seperti dimaksuddi atas tercermin dari pilihan paradigma pembangunan yang digunakan, yaitu pembangunanyang berbasis pemerintah bukan negara (pemerintah dan rakyat) sebagaimana yangdimaksud dalam UUD 1945. Akibatnya untuk mendukung dan mengamankan paradigmapembangunan tersebut, oleh pemerintah diciptakanlah instrumen hukum yang bukanbermakna hukum negara (state law) tetapi hukum pemerintah (government law) yang lebihmerupakan hukum birokrasi (bureaucratic law), sebagaimana yang diungkapkan oleh Unger(1976): ”Bureaucratic law consist of explicit rules established and enforced by anidentifiable government…….The reason for calling this type of law bureaucratic is that it

Page 335: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

321

belongs peculiarly to the province of centralized rulers and their specialized staffs. It is alaw deliberately imposed by government rather than spontaneously produced by society”.Hukum Birokrasi seperti dimaksud di atas kemudian dikemas dengan predikat hukumnasional yang secara sistematis mengekspresikan kekuasaan pemerintah untuk mengabaikandan menggusur keberadaan sistem hukum lain yang hidup dalam masyarakat, seperti hukumadat dalam komunitas-komunitas masyarakat lokal.

Dalam ruang pariwisata Tengger bahwa “lapisan-lapisan” kebijakan yang terkemasdalam hukum itu adalah sebuah fakta pluralisme hukum. Pengingkaran akan pluralismehukum sesungguhnya hanya akan menimbulkan ongkos sosial yang mahal, karena tidak sajamenggusur/menggerus sistem hukum lokal/nilai-nilai masyarakat melainkan lambat launjuga akan berdampak pada kerusakan lingkungan yang menjadi modal wisata itu (erosikultural berdampak pada erosi ekologi). Kebijakan-kebijakan (hukum) yang dikeluarkan, diruang itu, yang ditujukan guna menunjang ketenggeran Masyarakat Tengger, pengembanganpariwisata, ataupun konservasi bisa jadi tanpa disadari meski kebijakan itu legal justrumenjadi persoalan hukum.

Secara historis masyarakat lokal adalah komunitas tua yang hidup jauh sebelumnegara dan hukum negara itu ada, sehingga hukum negara yang ada sebetulnya berdiri di atassejumlah keragaman lokal yang telah hidup berinteraksi satu sama lain dalam periode waktusebelum negara ada (Abdi Yas, 2007). Dengan demikian, sebagai organisasi yang munculbelakangan setelah komunitas-komunitas tua tersebut, negara seharusnya menghormati hak-hak mereka, baik hak atas identitas, hukum, dan sumber-sumber hidup mereka. Dalam hal inimenurut Rahardjo (2006), negara seharusnya:

“Pertama, melakukan reposisi mengenai kedudukan mereka berhadapan denganhukum adat; Kedua, menyadari bahwa masyarakat lokal dalam hukum adat adalahbagian dari tubuh negara, adalah ‘darah daging’ dari negara itu sendiri; Ketiga, hakistimewa untuk mengatur dan mencampuri urusan masyarakat dari negara sebaiknyaditundukkan kepada semangat turut merasakan (empathy), memedulikan (concern),serta menjaga (care) terhadap bagaimana masyarakat setempat dapat menerima hukumadat/lokal mereka; Keempat, memperkaya pengetahuan tentang hukum adat/lokal;Kelima, para penjaga dan perawat hukum Indonesia hendaknya bisa memperbaikikesalahan masa lalu, yaitu telah membiarkan hukum adat ‘dimakan’ oleh hukumnegara”

Oleh karena itu, sebagaimana pendapat Moores dan Gordon pada point pertama, makasudah seharusnya pertemuan hukum negara (kebijakan negara) dengan hukum rakyat(hukum adat/kearifan lokal) itu berubah menjadi integrasi antara hukum adat dengan hukumnegara sehingga hukum lokal bukan lagi “the other” dari hukum nasional melainkan menjadi“integrated”.

Kebahagiaan orang Tengger, tumpuannya bukan terletak pada kesejahteraan materi,namun pada keselarasan yang wujudnya adalah keselarasan antara kehendak dewa, roh-roh

Page 336: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

322

halus, dan roh-roh leluhur mereka yang bersemayam di sekitar kawasannya dengankehidupan mereka. Sejahtera batin menjadi tumpuan sejahtera materi, sejahtera materiTengger ditandai dengan kewajiban ngemong (memelihara) tanah, ngemong dalam artibahwa tanah itu harus diolah agar bermanfaat (menghidupi) bagi dirinya dan keluarganyakarena kehidupan dirinya dan keluarganya sangat tergantung dari ibu bumi/pertiwi (tanah)sehingga ngemong pertiwi bagi dirinya dan keluarganya akan dapat mewujudkan prinsiphidup yang mereka anut yakni, ngayomi, ngayani, dan ngayemi keluarga, yang maksudnyamemberikan perlindungan, memberikan nafkah, dan menciptakan susasana tenteram dandamai pada keluarga, yang hal ini dimaksudkan pula untuk mencapai Panca Mukti, yakni:waras (sehat); wareg (tidak lapar); wastra (cukup sandang pangan), wisma (berusahamemiliki rumah); widya lan waskita (memiliki ilmu dan pikiran jernih). Bila hal itu telahtercapai maka akan semakin menguatkan/memudahkan mereka untuk menjalankankewajiban (ibadah) kepada Sang Hyang Widhi dan roh leluhur (keselarasan).

Oleh karena itu, pekerjaan yang paling mulia/terhormat bagi orang Tengger adalahbertani/berladang karena merupakan panggilan leluhur (agama). Siklusnya adalah bertani diladang dengan mengolah tanah tegalan - kemudian terdapat aktivitas dukun memantraiterhadap segala upacara yang berkaitan dengan tanah-tanah yang diolah menghasilkan(panen) tandur tuwuh - dan tandur tuwuh dilabuhkan/dikurbankan di Gunung Bromo saatKasada sebagaimana permintaan lewat suara gaib Dewa Kusuma (anak ke-25 Roro AntengJoko Seger yang dikurbankan di Gunung Bromo). Jadi, kesejahteraan materi mereka tidakdicapai dengan meningkatkan hasil produksi, memperbesar modal, memperkaya diri,apalagi lewat pariwisata, tetapi dengan mengatur tata laku mereka dengan nilai-nilaiTengger (sebagaimana yang telah diuraikan di atas), yang nilai-nilai tata laku itu diabdikanuntuk berbakti kepada leluhur atau mewujudkan keselarasan dengan kawasannya.

Nilai-nilai tata laku dalam ruang kultural Tengger inilah yang sudah seharusnyadiintegrasikan ke dalam kebijakan, atau digunakan sebagai dasar pengaturan khusus padakawasan Tengger. Pemerintah wajib mendukung dan memperkuat itu.

Rahardjo (2009) menegaskan fundamental hukum yang baik adalah kembali ke alamdan itu berarti berhukum dengan memperhatikan ordinatnya dengan alam, dalam artimenjaga kelestarian keterjalinan (networking) antara organisme, sistem sosial, danlingkungan. Cara berpikir industri itu lurus, sedang berpikir ekologis itu siklis (cyclical).Berpikir siklis itu memedulikan kelangsungan kehidupan yang akan datang. Berpikir lurusatau linier dalam industri itu tidak memikirkan kesinambungan, melainkan hanya produksesaat. Maka kita perlu meninjau kembali apa yang telah dilakukan oleh hukum selama ini(kebijakan) dan kedepan harus menuju hukum yang reconnecting law with the web life dantidak memutus keterhubungan antara culture dan nature.

Page 337: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

323

PENUTUP

Bagi Bangsa Indonesia, masyarakat Tengger adalah aset bangsa dan aset budaya yangmerupakan pusaka sujana (cultural landscape). Eksistensinya diberikan ruang oleh UUD1945, sebagaimana tercantum dalam Pasal 18B ayat (2): Negara mengakui danmenghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnyasepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NegaraKesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang, Pasal 28I ayat (3):Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembanganzaman dan peradaban, Pasal 32 ayat (1): Negara memajukan kebudayaan nasionalIndonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalammemelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

Memberikan ruang kepada nilai-nilai budaya Tengger yang diintegrasikan kedalamkebijakan pembangunan kawasannya (pariwisata) dapat dimaknai sebagai penyelamatanmereka dari “genosida” Tengger, yakni genosida dari nilai-nilai identitas budaya mereka.Ketergerusan/erosi budaya Tengger akan berdampak pada kawasannya (lingkungannya),karena nilai-nilai Tengger adalah menjaga keselarasan dengan kawasannya. Nilai-nilai itumemunculkan perilaku menjaga kawasannya (lingkungan). Hilangnya nilai-nilai perilakumenjaga lingkungan ini otomatis akan mengancam keberlanjutan ekologi kawasannya (erosikultural berdampak pada erosi ekologi). Oleh karena itu, apabila nilai-nilai budaya itu dapatdipertahankan keberadaannya, diberdayakan, dan dikelola dengan tepat akan dapatmemberikan sumbangan yang besar bagi pembangunan di Indonesia, khususnyapembangunan dibidang budaya hukum yang memungkinkan masyarakat tidak selalutergantung pada hukum negara dalam pengaturan kehidupan mereka, dan masyarakatnyamampu menyediakan bahan bagi pembangunan hukum nasionalnya. Setiap bangsa itumemiliki volkgeist (jiwa rakyat), hukum harus bersumber dari volkgeist suatu bangsa tempatdimana hukum itu diberlakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, James E. 1979. Public Policy Making. Newyork: Holt, Rinehart and Winston

Asshiddiqie, Jimly. 2010. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Kompas Media Nusantara

Budhisantoso, “Pariwisata dan Perkembangan Kebudayaan Bangsa” Makalah SeminarNasional Pariwisata Tengger: Perubahan dan Kelangsungan KebudayaanMasyarakatnya, di Univ. Jember, 24 Oktober 1992

Page 338: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

324

Cahyono, Edi Dwi. 1997. “Dinamika Kehidupan di Tanah Enclave: Kasus MasyarakatTengger – Ngadas di Kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru”. LaporanPenelitian Yayasan Ilmu-ilmu Sosial The Toyota Foundation

Dye, Thomas R. 1978. Understanding Publik Policy. New Jersey: Prentice Hall

Fariqun, A. Latief. 2007. “Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat atas Sumber Daya Alamdalam Politik Hukum Nasional”. Disertasi. Malang: PPS Unibraw

Hefner, Robert W. 1999. Geger Tengger: Perubahan Sosial dan Perkelahian Politik.Jogjakarta: LKIS

Hefner, Robert W. 1985. Hindu Javanese: Tengger Tradition and Islam. New Jersey:Princeton University Press

http://www.opi.lipi.go.id/data/1228964432/data/13086710321318206623.makalah.pdf,diakses 5 November 2013

Karim, Abdul. 2008. Kapitalisasi Pariwisata dan Marginalisasi Masyarakat Lokal diLombok. Jogja: Genta Press

Keraf, A. Sony. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara

Koentjaraningrat. 1992. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia

Konsorsium HCV (High Conservation Value). 2008. Panduan Identifikasi Kawasan BernilaiKonservasi Tinggi di Indonesia. Balikpapan: Tropenbos International IndonesiaProgramme

Laggut, Eddie Sius R. 2002. “Deep Ecology, Upaya Etik Menggali Kearifan TradisionalMenuju Keutuhan Ciptaan” Makalah dalam Lokakarya Pemberdayaan MasyarakatAdat yang diselenggarakan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan AliansiMasyarakat Adat Nusantara, Cipayung Jakarta, 11-12 September 2002)

Moh. Koesnoe, Moh. 2002. Kapita Selekta Hukum Adat. Jakarta: Varia Peradilan IHI

Negara, Purnawan D. 2010. “Kearifan Lingkungan Tengger dan Peranan Dukun sebagaiFaktor Penentu Pelestarian Lingkungan Tengger pada Desa Enclave Ngadas, TamanNasional Bromo Tengger Semeru: Suatu Tinjauan Hukum” Prosiding SeminarNasional Pengelolaan Lingkungan Hidup Program Pascasarjana Ilmu LingkunganUNDIP, Semarang. tanggal 9-10 Juni 2010.

Nugroho, Iwan. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Jogja: Pustaka Pelajar

Pitana, I. Gde dan Putu G. Gayatri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Jogjakarta: Andi

Prakoso, WidyaSimanhadi. 1994. Masyarakat Tengger Latar Belakang Daerah TamanNasional Bromo. Yogyakarta: Kanisius

Rahardjo, Satjipto. 2006. Hukum dalam Jagat Ketertiban. Jakarta: UKI Press

Rahardjo, Satjipto. 2009. Hukum dan Perilaku: Hidup Baik adalah Dasar Hukum yang Baik.Jakarta: Kompas

Page 339: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

325

Saptomo, Ade. 2004. “Dibalik Sertifikasi Hak atas Tanah dalam Perspektif PluralismeHukum”, Jurnal Jurisprudence, Vol. 1 No. 2 September 2004

Sedarmayanti. 2005. Membangun Kebudayaan dan Pariwisata: Bunga Rampai TulisanPariwisata. Bandung: Mandar Maju

Seidman, Robert B.. 1972. “Law and Development: A General Model” dalam Law andSociety Review, Tahun VI, 1972, hlm. 311-339 sebagaimana diterjemahkan olehSatjipto Rahardjo, 1976, Tidak Diterbitkan.

Setiadi, Wicipto. 2011. “Arah Perlindungan Hukum bagi Masyarakat Adat”. makalahkeynote speech dalam Seminar Nasional Arah Perlindungan Hukum bagi MasyarakatAdat dalam Sistem hukum Nasional kerjasama BPHN-UNIBRAW, Malang, 12 Mei2011

Siahaan, NHT. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: Erlangga

Spillane, James J. 1994. Pariwisata Indonesia, Siasat Ekonomi, dan Rekayasa Kebudayaan.Yogyakarta: Kanisius

Surya, 2006. “Ngatrulin (Dukun Desan Ngadas, Tengger): Pujan dan Tanah untukKehidupan Kami” dalam Surya, 3 September 2006

Sutarto, Ayu 2007. Saya Orang Tengger Saya Punya Agama: Kisah Orang TenggerMenemukan Agamanya. Jakarta: Depag RI

Sutarto, Ayu. 2006. “Sekilas tentang Masyarakat Tengger” makalah dalam PembekalanJelajah Budaya 2006 diselenggarakan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai TradisionalJogjakarta, 7-10 Agustus 2006

Sutarto, Ayu. 2008. Kamus Budaya dan Religi Tengger. Jember: Lemlit Unej.

Ulum, Mohammad Bahrul. 2012. “Konsep Kebahagiaan Menurut Pandangan Orang Tenggerdalam Tinjauan Etika Aristoteles”. Tesis: UGM.

Unger, Roberto Mangabeira. 1976. Law in Modern Society: Toward Criticism SocialTheory.New York: The Free Press

Utomo, Paring Waluyo. 2007. “Dilema Modernisasi di Komunitas Tengger antaraRevitalisasi dan Minoritisasi Tradisi” dalam Hak Minoritas: Multikulturalisme danDilema Negara Bangsa, ed. Mashudi Noorsalim dkk. Jakrata: Tifa

Warassih, Esmi. 2005. Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis. Semarang: SuryandaruUtama

Widiatedja, IGN Parikesit. 2011. Kebijakan Liberalisasi Pariwisata: Konstruksi KonsepRagam masalah dan Alternatrif Solusi. Denpasar: Udayana University Press

Yas, Abdias (et al.). 2007. Potret Pluralisme Hukum dalam Penyelesaian Konflik SumberDaya Alam. Jakarta: Huma

Page 340: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

326

Yusriadi, 2009. Tebaran-tebaran Kritis Pemikiran Hukum dan Masyarakat. Malang: SuryaPena Gemilang

Zuhud, Ervizal A. M. (et.al).2013. “Pengembangan Desa Konservasi Hutan untukMendukung Ketahanan Pangan dan Kemandirian Obat Keluarga: StrategiPembangunan Masyarakat Indonesia dalam Era Globalisasi dengan BerbasisPengembangan Etnobiologi dan IPTEKS Konservasi Keanekaragaman Hayati Lokal”dalam

Page 341: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

327

POLA PEMBINAAN DAN PENDAMPINGANKELOMPOK JASA PEMANDU WISATA GUNUNG BROMO

Bambang Supriadi

Program D4 Manajemen Pariwisata Universitas Merdeka MalangE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan utama penelitian ini adalah mendeskripsikan kondisi sosial ekonomi danbudaya masyarakat yang berada di kawasan wisata Gunung Bromo (GB), mengembangkanpotensi wisata ke G. Bromo melalui jalur utara dan selatan Kabupaten Pasuruan, merancangmodel pendampingan terhadap jasa Local Guide (LG), dan membuat media pembelajaranbagi jasa pemandu wisata lokal di DTW (Daya Tarik Wisata) Gunung Bromo. Metodeanalisis untuk menjawab tujuan di atas menggunakan pendekatan Partisipatory RuralAppraisal (PRA) yaitu pemahaman desa/wilayah secara partisipasi, dan alat Analisis SWOT(Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan dan Ancaman) yang menganalisis kondisi potensiwisata 5A (Attraction, Accessibility, Accomodation, Aminities, dan Ancillaries). Kesimpulanhasil penelitian adalah bahwa sebagian besar masyarakat Gunung Bromo adalah SukuTengger, 36,2% beragama Hindu dan 31,9% beragama islam, jasa pramuwisata lokal(Local Guide, LG) di DTW G. Bromo telah memberikan alternatif dalam mengurangi angkapengangguran di usia produktif 15–45 tahun, 40% LG masih belum sepenuhnya mengetahuikode etik pramuwisata, pola pendampingan bagi LG masih belum memiliki keberlanjutan.Lima rintisan daya tarik wisata bisa dikembangkan sebagai daya tarik wisata optional dikawasan ini. Rekomendasi laporan penelitian adalah: 1. Pramuwisata harus memilikikualitas performance yang standar dan memahami kode etik; 2. Dibutuhkan konsep danmodel pendampingan pramuwisata yang terdiri dari pendamping utama: (a) sebagaikoordinator, (b) sebagai konsultan (c) sebagai pemimpin kelompok (group leader), (d)sebagai evaluator, yaitu pendamping harus dapat memberikan bantuan pada yang didampingiuntuk dapat mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan materi; 3. Perlu mediapembelajaran praktis dan petunjuk wisata apabila dibuat rintisan daya tarik wisata di jalurutara dan selatan; 4. Pentingnya komunikasi wisata secara berkala antara stakeholder; 5.Perlunya regulasi untuk pembatasan Emc Karbon yang diakibatkan oleh pencemarankendaraan wisatawan di Gunung Bromo.

Kata kunci: Pembinaan dan Pendampingan, Pemandu wisata lokal, Gunung Bromo

ABSTRACT

The main purpose of this study is describing the social, economy and culture conditionof the society residing in Mount Bromo (GB) tourist area, developing the tourism potentialof Mount Bromo through north and south tracks of Pasuruan, designing guiding assistance

Page 342: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

328

model for the Local Guide (LG) services, making instructional media for the services for thelocal tour guide in DTW (Tourism Attractions) of Mount Bromo. The method of analysisused to answer the aim of this study is Participatory Rural Appraisal (PRA) whichunderstanding villages/areas in participation way. Yet, SWOT (Strengths, Weaknesses,Opportunities and Threats) Analysis is used to analyze the condition: Attraction,Accessibility, Accommodation, amenities, and ancillaries tourism potential. The conclusionof the study are: Mount Bromo is a largely tengger tribe , their highest 36.2% hindu religiousand 31.9% moslem, local tour guide services (Local Guide, LG ) in DTW of Mount Bromohas provided an alternative in reducing unemployment for the productive age that is 15-45years old, 40 % of them still has not fully known about the Code of Conduct for beingguides, mentoring pattern for LG has not still lacks of sustainability. There are 5 (five) stubsof tourist attraction which could be developed as an optional tourist attraction in the area.Last but not least, the suggestions that can be given from this study are: 1) guides must havea good quality performance standards and understand the code of conduct: 2) there is a needfor concept and mentoring model for guides consisting of primary assistance: (a) as acoordinator, (b) as a consultant (c) as a group leader, and (d) as an evaluator which meansthat the assistance must be able to provide assistance for the assisted objects to evaluate theimplementation of learning and materials; 3) the need of practical learning media andtourism guidance if the pilot made tourist attraction in the north and south tracts; 4) theimportance of regular tourist communication between stakeholders; and 5) the need toestablish the restrictions regulation for Emc Carbon pollution caused by tourist vehicles atMount Bromo.

Keywords: Development and Mentoring, Local Guide, Mount Bromo

PENDAHULUAN

Sisi geografis pada skala nasional jalur penting sektor pariwisata (jalur wisata) adalahJakarta, Jogyakarta, dan Denpasar. Secara regional jalur wisata penting adalah Surabaya –Denpasar tentunya jalur wisata tersebut melalui Kabupaten Pasuruan sehinggamemungkinkan wisatawan akan singgah dan bermalam di Pasuruan dan berkunjung keGunung Bromo . Di Pasuruan sebagai salah satu jalur wisata Malang – Pasuruan – DenpasarBali mempunyai produk wisata berupa jasa industri pariwisata berupa perusahaantransportasi, telekomunkasi, dan sebagainya, jasa masyarakat (kesenian, upacara adat, dansebaginya) dan jasa alam lingkungan.

Prospek yang sangat strategis pada sektor pariwisata tersebut tentu menjadi peluangyang sangat berarti bagi Jawa timur. Sektor pariwisata yang telah berperan sebagaipenyumbang devisa terbesar kedua setelah migas, menjadi industri atau sektor penting yangdapat diandalkan Pemerintah ke depan untuk menjadi pilar utama pembangunan ekonomi.Dalam konteks tersebut, maka pengembangan sektor pariwisata harus digarap secara serius,terarah, dan profesional agar pengembangan dan pemanfaatan aset-aset pariwisata dapat

Page 343: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

329

memberi kontribusi signifikan dalam mewujudkan peran sektor pariwisata sebagai sektorandalan dalam pembangunan di masa depan.

Gunung Bromo merupakan daerah yang dipilih menjadi rencana strategis (renstra)Kabupaten Pasuruan dalam pengembangan di semua sektor sehingga dalam jangkapanjangnya akan terjadi multiplier efek pada daerah-daerah di sekitar Gunung Bromo.

Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Gunung Bromo memiliki daya tarikwisatawan mancanegara cukup tinggi dibandingkan dengan 13 Obyek dan Daya TarikWisata yang lain di Pasuruan yaitu : Obyek dan Daya Tarik Wisata Kakek Bodo, Ranu Grati,Kebun Raya Purwodadi, Banyu Biru, Taman Safari, Gunung Gangsir, Candi Jawi, PertitaanBelahan, Candi Sepilar, Candi Laras, Arca Banyu Biru, Makam Srandil, dan CandiIndrokilo. Karena secara kuantitatif dari 5 (lima) tahun ke belakang Tahun 2008 s/d 2012ratio jumlah wisatawan yang datang di Pasuruan (14 Obyek dan daya tarik wisata ) rata-rata41,30 %, wisatawan pasti berkunjung ke Wisata Gunung Bromo (GB). Secara rinci dapatdiamati di bawah ini :

Tabel : 1.1 RATIO KUNJUNGAN WISATAWAN NUSANTARADI KABUPATEN PASURUAN DG ODTW GUNUNG BROMOTAHUN 2008 - 2012

NO ODTW /TAHUN 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-21 KAB. PASURUAN 670.849 95.633 827.821 402.067 885.313 576.3372 GUNUNG BROMO 24.739 47.161 39.026 28.565 67.038 41.3063 RATIO 3,69% 49,31% 4,71% 7,10% 7,57%

Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur Th. 2012 Dalam Angka

Tabel: 1.2 RATIO KUNJUNGAN WISATAWAN MANCA NEGARADI PROPINSI JAWA TIMUR DG ODTW GUNUNG BROMOTAHUN 2008 - 2012

NO WISATAWAN /TAHUN 2008 2009 2010 2011 2012 Rata-21 JAWA TIMUR 68.977 67.198 103.601 109.587 127.664 95.4052 GUNUNG BROMO 9.092 10.126 10.272 7.712 7.448 8.9306 RATIO 38,78% 24,40% 20,40% 31,50% 23,45%

Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Timur Th. 2012 Dalam Angka

Gunung Bromo mempunyai banyak keunggulan: yaitu (1) wisata gunung berapi yangmasih aktif dengan ketinggian 2.392 meter di atas permukaan laut; (2) bertautan antaralembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi; (3)Pananjakan sightview ketika matahari terbit karena memang akan kelihatan jelas sekali danluar biasa keindahannya, selalu mengingatkan akan besarnya sang Pencipta; dan (4)dipercaya sebagai gunung yang memiliki sejarah dan budaya tinggi. Setahun sekalimasyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo dan budaya yangkhas Masyarakat Tengger.

Page 344: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

330

Jumlah penduduk yang ada merupakan sumber daya manusia yang potensial untukdikembangkan dan ditingkatkan ketrampilannya sebagai local guide (LG) melalui berbagaiprogram pelatihan tenaga kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan. Masalah SDM dalamkaitannya dengan otonomi daerah menjadi sangat penting karena SDM yang kreatif danpunya etos kerja tinggi akan dapat menghasilkan nilai tambah yang tinggi bagi suatu daerah.

Kenyataan di atas untuk mengantisipasi jika suatu daerah dinyatakan kaya sumberdaya alamnya seperti GB tetapi sangat rendah kualitas SDM-nya, masyarakat di daerah itubelum tentu sejahtera. Perpaduan antara kreativitas manusia dan sumber daya alam yangmemadai akan dapat mewujudkan kesejahteraan manusia. Untuk itulah semangat dalampenelitian ini adalah peningkatan kualitas SDM di kawasan GB yang berpotensi untukmenjadi tenaga LG sebab setiap wisatawan yang datang membutuhkan Kelompok JasaPemandu Wisata (local guide, LG).

Rumusan masalah dalam tulisan ini adalah bagaimana kondisi masyarakat G. Bromodan bagaimanan pola pembinaan dan pendampingan kelompok jasa pemandu wisata lokalatau disebut Local Guide (LG) dan bagaimanan Guide Line yang baik bagi pramuwisatalokal di Gunung Bromo Kabupaten Pasuruan.

Tujuan makalah ini menitik beratkan pada deskripsi masyarakat Gunung Bromo danmenemukan pola pembinaan dan pendampingan kelompok jasa pemandu wisata lokal ataudisebut Local Guide (LG) dengan pembuatan Guide Line pramuwisata lokal di GunungBromo Kabupaten Pasuruan.

METODE PENELITIAN

Metode Analisis data adalah pendekatan deskriptif kualitatif denganpendekatan Partisipatory Rural Appraisal (PRA) yaitu pemahaman desa/wilayahsecara partisipasi, dan Rapid Rural Appraisal (RRA) yaitu pemahaman desa/wilayahsecara cepat, dan dilanjutkan dengan Analisis SWOT yang digunakan untukmenganalisis kondisi potensi wisata antara lain pemandu wisata lokal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsep PariwisataPariwisata adalah “kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuan mendapatkan

kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki kesehatan, menikmatiolah raga atau istirahat, menunaikan tugas, berziarah”. (James j.spillane 1999:20)

Page 345: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

331

Konsep PendampinganPendamping, tentu memiliki peran berbeda dengan “pola pengajaran”. Pendamping,

lebih berperan sebagai “Pertemanan bukan yang didampingi” yang siap membantukesulitan. Pendamping pengajaran bukanlah seorang pengawas yang hanya mencari-carikesalahan yang didampingi.

Peran Pendamping yang utama, ada empat hal, yaitu: (a) sebagai koordinator, berperanmengkoordinasikan program-program dan bahan-bahan yang dibutuhkan untukmeningkatkan kinerja yang didampingi dalam pembelajaran dan harus membuat laporanmengenai pelaksanaan programnya; (b) sebagai konsultan, pendamping harus memilikikemampuan sebagai spesialis dalam masalah materi, metodologi pembelajaran, danpengembangan, sehingga pendamping dapat membantu yang didampingi baik secaraindividual maupun kelompok; (c) sebagai pemimpin kelompok (group leader), pendampingharus memiliki kemampuan memimpin, memahami dinamika kelompok, dan menciptakanberbagai bentuk kegiatan kelompok; dan (d) sebagai evaluator, pendamping harus dapatmemberikan bantuan pada yang didampingi untuk dapat mengevaluasi pelaksanaanpembelajaran dan materi, serta harus mampu membantu mengidentifikasi permasalahan yangdihadapi yang didampingi, membantu melakukan penelitian dan pengembangan dalampembelajaran dan sebagainya.

Pengusahaan Objek danDaya Tarik Wisata:1) Pengusahaan Obyek dan

Daya Tarik Wisata Alam;2) Pengusahaan Obyek dan

Daya Tarik WisataBudaya

3) Pengusahaan Obyek danDaya Tarik Wisata Minatkhusus.

Usaha Jasa Pariwisata:1) Jasa Biro Perjalanan

Wisata;2) Jasa Agen Perjalanan

Wisata;3) Jasa Pramuwisata;4) Jasa Konvensi, Perjalanan

Insentif dan Pameran;5) Jasa Impreseriat;6) Jasa Konsultan

Pariwisata;7) Jasa Informasi

Pariwisata;

PARIWISATA

Usaha Sarana Pariwisata:1) Penyediaan Akomodasi;2) Penyediaan Makanan

dan Minuman;3) Penyediaan Angkutan

Wisata;4) Penyediaan Sarana

Wisata Tirta;5) Penyediaan Kawasan

Pariwisata

Page 346: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

332

Sementara itu, menurut Wiles dan Bondi (1986: 17-23) peranan Supervisor mencakupdelapan bidang kompetensi, yaitu:a) Pendampings are developers of people;b) Pendampings are curriculum developers;c) Pendampings are instructional specialist;d) Pendampings are human relation worker;e) Pendampings are staff developers;f) Pendampings are adminis-trators;g) Pendampings are managers of change; danh) Pendampings are evaluatorsDemikian halnya seorang supervisi perannya tidak jauh beda dengan seorang pendampingdalam kegiatan ilmiah.

Teknik-teknik Pembinaan dan PendampinganDengan bekal kompetensi di atas, pendamping diharapkan dapat melaksanakan

tugasnya dengan baik. Dalam pelaksanaan pembinaan dan pendampingan terdapat berbagaiteknik dan pendekatan yang dapat diterapkan oleh pendamping.

Teknik Pembinaan dan Pendampingan, dapat dilakukan secara individual maupunkelompok. Mengidentifikasi berbagai teknik pembinaan dan pendampingan individualmeliputi kegiatan di dalam dan di luar ruang. Aktivitas pembinaan dan pendampinganindividual yang dilakukan di dalam ruang, antara lain: (a) kunjungan dan observasi, (b)pembinaan dan pendampingan dengan tujuan untuk mengetahui kompetensi, (c) pembinaandan pendampingan klinis, dan (d) perbincangan pendamping dengan yang didampingi.

Berbagai kegiatan pembinaan dan pendampingan yang dilakukan secara kelompok,antara lain (a) orientasi bagi yang didampingi baru, (b) ujicoba atau penelitian tindakan, (c)pelatihan sensitivitas, (d) pertemuan yang didampingi yang efektif, (e) melakukan teknikDelphi untuk mengambil keputusan mengenai perbaikan pengajaran (f) mengunjungi yangdidampingi lain yang profesional, (g) pengembangan instrument evaluasi secara bersama.

Dalam kegiatan pembinaan dan pendampingan kelompok tersebut, tentu saja peranpendamping yang menonjol adalah sebagai koordinator dan group leader. Sementara itu dalamkegiatan pembinaan dan pendampingan individual, pendamping lebih berperan sebagaikonsultan. Berbagai bentuk kegiatan atau teknik pembinaan dan pendampingan tersebuttentunya sangat tergantung pada inisiatif pendamping.

Kendala-kendala Pelaksanaan Pembinaan dan PendampinganKendala pelaksanaan pembinaan dan pendampingan yang ideal dapat dikategorikan

dalam dua aspek, yaitu struktur dan kultur. Pada aspek struktur birokrasi ditemukan kendalaantara lain sebagai berikut:

Page 347: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

333

Pertama, secara legal yang ada dalam nomenklatur adalah jabatan pengawas bukanpendamping. Hal ini mengindikasikan paradigma berpikir yang masih dekat dengan erainspeksi.

Kedua, persyaratan kompetensi, pola rekrutmen dan seleksi, serta evaluasi danpromosi terhadap jabatan juga belum mencerminkan perhatian yang besar terhadappentingnya implementasi pembinaan dan pendampingan pada ruh pelatihan, yaitu interaksibelajar mendampingi.

Tugas dan Kewajiban Local Guide (LG)Tugas dan kewajiban dari pada Local Guide (LG) adalah :

a. Mengantar wisatawan, baik rombongan maupun perorangan yang mengadakan perjalanandengan transportasi yang tersedia.

b. Memberikan penjelasan tentang rencana perjalanan dan obyek wisata serta memberikanpenjelasan mengenai dokumen perjalanan, akomodasi, transportasi dan fasilitaswisatawan lainnya.

c. Memberi petunjuk tentang obyek dan atraksi wisata.d. Membantu mengurus barang bawaan wisatawan.e. Memberi pertolongan kepada wisatawan yang sakit, mendapat kecelakaan, kecopetan,

kehilangan atau musibah lainnya.Dalam melaksanakan tugas-tugasnya itu maka seorang Local Guide (LG) harus

memiliki kode etik dengan memakai tanda pengenal (badge) dan mematuhi acara perjalananyang telah ditetapkan.

Mengenai kewajiban Local Guide (LG) dan Pengatur Wisata sebagai berikut:a. Local Guide (LG) berkewajiban melaporkan pelaksanaan tugasnya secara berkala kepada

ketua paguyuban dilanjutkan ke kabupaten,b. Pengatur Wisata berkewajiban membuat pertanggung-jawaban pelaksanaan tugasnya

sebagai bahan Laporan Kegiatan Usaha (LKU) Biro Perjalanan Umum yangbersangkutan.

Diantara sekian banyak tugas yang dipercayakan kepada seorang Local Guide (LG),ada beberapa hal yang dapat dijadikan dasar dalam melakukan tugasnya. Tugas-tugas itudalam bahasa asingnya kita kenal dengan istilah Fundamental Tasks.

Tugas semacam ini tidak berhubungan dengan komentar-komentar yang dilakukanatau disampaikannya serta diperlihatkannya pada waktu melaksanakan tugas pemanduannya,akan tetapi yang dimaksudkan adalah tugas-tugas yang banyak berkaitan dengan organisasidan aspek-aspek teknis dari suatu kunjungan singkat seperti City Sightseeing dan Excursiondalam memberikan pemanduan kepada para wisatawan secara berombongan maupunperorangan.

Page 348: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

334

Tugas dan Tanggung Jawab Local Guide (LG)Tugas ini dapat dibagikan menjadi beberapa tugas yang penting, yaitu

1. Pelayanan Regular Toura. Mencatat nama-nama peserta rombongan perjalanan, baik secara perseorangan

maupun secara rombonganb. Mencatat dan mengetahui jelas letak dan nama hotel dimana para wisatawan sebagai

peserta perjalanan akan dijemput dalam picked-up service.c. Meneliti rencana perjalanan yang dipersiapkan khususnya bagi mereka yang masuk

rombongan regular tour and optional tour.d. Menentukan tempat dimana perjalanan akan dimulai (starting point) dan tempat

istirahat dan singgah dalam perjalanan (resting point) dan tempar perjalanan akhir(stopping point).

e. Mencatat nama dan alamat berdasarkan telepon rumah sakit dan kantor polisi yangterdekat di jalur perjalanan dan yang terutama di daerah yang akan dikunjungi untukberjaga-jaga dari setiap kemungkinan kalau ada yang sakit atau cidera dalamperjalanan.

f. Mempersiapkan jumlah uang yang diperlukan selama dalam perjalanan untukpembayaran hal-hal yang kecil dan urgent seperti karcis masuk, tips keamanan,kenyamanan supporting, makanan kecil (kalau perlu) dan kemungkinan-kemungkinanlainnya.

g. Mempersiapkan label atau sticker untuk dibagikan kepada setiap peserta atau anggotarombongan perjalanan.

h. Meneliti ketentuan-ketentuan yang berlaku dan yang perlu diketahui serta diikuti atauditaati oleh peserta perjalanan seperti lamanya perjalanan, jam berangkat, lamanya ditempat-tempat yang akan dikunjungi dan juga ketentuan khusus yang perludiberitahukan kepada setiap anggota rombongan seperti pemotretan, lokasi-lokasiterlarang, dan sebagainya.

i. Memberitahukan pengemudi tentang tempat-tempat yang akan dikunjungi sertadimana tempat-tempat beristirahat untuk memberi kesempatan berbelanja ataumengambil foto dan lain-lain.

j. Mempersiapkan obat-obatan (P3K) sebagai persiapan pertolongan pertama kalau-kalau terjadi kecelakaan yang tidak diharapkan.

2. Tugas Picked-up Service (penjemputan)a. Datang dan tiba di kantor tempat bertugas sesuai dengan waktu yang telah ditentukan

(be on time)b. Menemui ketua rombongan dan memberi informasi tentang apa yag perlu diketahui

dan dilakukannya (rute perjalanan, kesiapan).

Page 349: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

335

c. Bawalah daftar nama-nama peserta perjalanan yang akan dijemput di hotel yang telahdicatat sebelumnya.

d. Berhentilah pada setiap hotel atau tempat penjemputan, kemudian tanyakan padaInformation Desk atau From Office hotel tersebut, tempat rombongan telah menunggu.

e. Perkenalkan diri anda kepada rombongan yang akan dibawa.f. Tuntun dan bawalah mereka ke kendaraan yang telah siap menunggu dan bantu kalau

ada barang bawaannya.g. Kumpulkan semua vouchers atau tickets yang merupakan bukti sebagai peserta

perjalanan yang segera akan dilakukan.h. Bawalah semua peserta perjalanan ke tempat starting point dan pindahkan mereka ke

mobil yang telah disiapkan (ganti armada jika diperlukan) untuk digunakan dalamperjalanan wisata.

i. Bantulah anak-anak dan orang berusia lanjut pada waktu naik-turun kendaraan.

Wisata Gunung Bromo di Kecamatan TosariKecamatan yang paling dekat dengan DTW Gunung Bromo adalah Kecamatan Tosari

yang luas wilayah sebesar 85,73 km. Terdiri dari sawah tegal/tanah kering, pertanian,bangunan dan pekarangan hutan. Kecamatan Tosari terletak di antara Kecamatan Tutur,Kecamatan Lumbang, Kecamatan Pasrepan dan Kecamatan Puspo. Sebagian kecilberbatasan dengan Kabupaten Malang yang terbentang pada 7,30’- 8,30’ lintang selatan dan112,30’ – 113,30’ bujur timur. wilayahnya merupakan dataran tinggi dengan ketinggianlebih dari 1.000 m (di atas permukaan laut) dengan kondisi permukaan tanah yang agakmiring ke timur dan utara antara 0-3%. Kecamatan Tosari memiliki 8 (delapan) desa(Baledono, Kandangan, Ngadiwono, Podokoyo, Sedaeng, Tosari, Wonokitri). KodeposKecamatan Tosari ini adalah 67177. Desa-desa tersebut terbagi menjadi 47 dusun, 59Rukun Warga (RW) dan 210 Rukun Tetangga (RT). Desa yang paling dekat dengan ODTWGunung Bromo adalah Desa Wono Kitri, sekaligus sebagai pintu gerbang wisatawan masukke ODTW G. Bromo via Pasuruan. Di desa-desa tersebutlah sebagian besar (90%) SukuTengger berdomisili.

Page 350: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

336

Kondisi Sosial Suku TenggerBeberapa faktor kondisi sosial masyarakat Tengger banyak menunjukkan perubahan-

perubahan di daerah Tengger mengakibatkan berbagai dampak pada masyarakat Tengger.Dampak dari perubahan sosial tersebut dapat bersifat kemajuan, tetapi tidak menutupkemungkinan terjadi dampak yang dirasa merugikan atau negatif. Artinya, dampak tersebutdapat bersifat menguntungkan atau positif apabila unsur-unsur perubahan dapat diterima dandikembangkan oleh warga masyarakat Tengger, sehingga menghasilkan kemajuan danperkembangan untuk kemakmuran hidup masyarakat Tengger serta ada gairah untukpengembangan selanjutnya. Sedangkan dampak yang dianggap merugikan dan negatifapabila seluruh masyarakat Tengger atau sebagian besar warganya tidak dapat menerimaunsur-unsur perubahan yang mengakibatkan terganggunya stabilitas niliai-nilai yangdijunjung tinggi oleh warga masyarakat Tengger, sehingga menyebabkan masyarakattenggelam dalam persoalan yang dihadapinya dan tidak dapat mengambil sikap (keputusan)terhadap keadaan yang baru.

Aksesibilitas WisataDesa Wonokitri merupakan desa yang paling detak dengan lokasinya dengan Kawah

Gunung Bromo. Desa Wonokitri memiliki akses yang paling dekat ke Lautan Pasir danKawah Gunung Bromo. Aksesibilitas yang dekat menjadikan desa ini cocok untukpersinggahan dan menjadi Desa Tujuan Wisata.

Desa Wonokitri merupakan transit (daerah tujuan wisata) bagi wisatawan yang akanke obyek wisata Gunung Bromo. Lokasi Desa Wonokitri dari ibu kota Kecamatan Tosaridari Surabaya jaraknya 5 Km, dan dari Ibu kota Kabupaten Pasuruan utara jaraknya 39.9Km, serta dari Surabaya Ibukota Provinsi Jawa Timur berjarak 100 Km.

Mengenai sarana transportasi ke daerah Desa Wonokitri ini cukup memadai. Untuksarana jalan dari Pasuruan sampai Desa Wonokitri sudah beraspal dan kondisi jalan cukupbaik, sehingga kendaraan bermotor dapat sampai ke daerah tujuan dengan lancar. Namunkondisi jalan dari Desa Wonokitri ke obyek wisata Kawasan Gunung Bromo kurang baik,bahkan sebagian ada yang masih berupa batu dan kondisinya tdk begitu bagus/rusak,sehingga hanya jenis kendaraan tertentu yang dapat melalui jalan ini. Apalagi jalannya turun-naik, berbelok-belok, dan cukup curam, sehingga tampak mengerikan.

Page 351: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

337

Analisis Pendampingan Jasa Pemandu Wisata

Indikator Strength (Kekuatan) Weakness(Kelemahan)

Opportunity(Kesempatan) Threat (Ancaman)

Kognitif - Pemandu (LocalGuide, LG) sangatmenguasaimedan, sejarahdan obyek wisata

- Local Guide sangatmenguasahi petawisata/geografisODTW

- Pemandu (LocalGuide, LG)kurang mengu-asai bahasaasing terutamaBhs. Inggris

- Tidak ada GuideLine/ mediapembelajaranbagi Pemandu

- Tidak memilikiSOP dalamGuiding

- Dengan tingginyapermerhatipariwisata di GBdari (pemerintah,Perguruan tinggi,Asosiasi),memberikankesempatan bagiLG untuk diadakanpembinaan danpendampingan

- Kurangnyapembinaan danpendampinganbagi pemanduwisata local

-

Afektif - Pemandu (LocalGuide, LG) sangatramah dalammennyambuttamu baru datangdan turun darimobil

- Belum adanyaperformancebagi Pemandu

- Belum begitumengenal teknikguiding-kodeetik

- Perhatian DinasPariwisata thdperkembanganODTW sebagaipeluang untuk dibuatkanPendidikan danpelatihan aplikasikode etikpramuwisata

- Wisatawan tidakakan menggu-nakan jasa LGjika kembali keGB

Psicomotorik - Pemandu (LocalGuide, LG)Terampil dalammenjemputwisatawan yangbaru datang dariluar kota

- Pemandu (LocalGuide, LG)kurang trampilmemahamiprosedurCheckin danCheckout Hotel

- Pemandu (LocalGuide) LG)kurang trampilmemahamiprosedur AirlineReservation

- Peluang untukmendayagunakanmasyarakat sebagaipemandu wisatayang terlatih

- Wisatawan akanmenggunakanjasa pemanduandari pihak luar(BPW lain) di luarG. Bromo

Page 352: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

338

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan1. Kawasan ODTW (Obyek dan Daya Tari Wisata) Gunung Bromo sebagian besar

masyarakat adalah Suku Tengger, paling tingggi 36,2% mereka beragama Hindu dan kedua 31,9% beragama Islam. Awal sejarah pemukiman penduduk di kawasan ini dalamproses perkembangannya memiliki sejarah yang melegenda dan dikaitkan dengan legendaJoko Seger dan Roro Anteng yang kemudian membangun pemukiman di kawasan inisehingga setiap bulan saka masyarakat Tengger mengadakan upacara yadnya kasada ataukasodo di pura luhur Poten Bromo yang terletak di kaki Gunung Bromo dan puncakGunung Bromo. Atraksi upacara yadnya kasada atau kasodo di pura luhur poten dapat dijadikan daya tarik bagi wisatawan.

2. Pendapatan ekonomi keluarga penduduk Suku Tengger masih mengacu pada bidangpertanian terutama sayuran seperti kubis, kentang, wortel dan jagung, namun semenjakkawasan Gunung Bromo dibuka menjadi kawasan obyek wisata, pola hidup masyarakatTengger kian maju dengan terbukanya lapangan kerja baru seperti: lapangan kerja bidangHotel dan Restoran menyerap tenaga sebesar 944, lapangan kerja bidang perdaganganmenyerap tenaga sebesar 471 lapangan kerja bidang angkutan umum dan wisatamenyerap tenaga sebesar 161. Besarnya peluang kerja ini menjadikan wilayah G. Bromo(Kecamatan Tosari) ini memiliki jumlah pengangguran yang paling kecil 944 (usiaproduktif yang belum memiliki pekerjaan) dibandingkan dengan 23 kecamatan lain diKabupaten Pasuran. Dengan kata lain potensi wisata G. Bromo berdampak positif dalammengurangi pengangguran.

3. Jasa pemandu wisata lokal (Local Guide, LG) di ODTW G, Bromo ini memberikan salahsatu alternatif dalam mengurangi angka pengangguran dan membuka lapangan kerja baruyaitu sebagai pemandu wisata lokal yang merangkap sebagai driver Jeep sebanyak 150orang, pemandu wisata ojek 75 orang untuk menjelajah kawasan Gunung Bromokemudian mereka mendapatkan penghasilan dari persewaan dan uang “tip” dariwisatawan. Tetapi di sisi lain masih ada LG yang masih kurang memiliki kemampuandalam Teknik Guiding yaitu sebesar 65%, mereka masih melakukan kegiatan guide tanpamenggunakan SOP (Standar Operation Prosedur/Guide Line), rata-rata variabelkekurangannya sebagai berikut: 65% tidak menjalankan Greeting, 70% kurangmenguasai bahasa Asing, 45% kurang memperhatikan performance/penampilan diri, 25%belum sepenuhnya mengetahui Kode Etik Pramuwisata.

4. Rancangan pendamping untuk Local Guide adalah model segitiga stakeholder: Dinaspariwisata daerah, Asosiasi profesi pariwisata (PHRI, HPI, ASITA), dan Perguruan tinggiuntuk memberikan pendampingan kepada kelompok paguyuban di G. Bromo.

Page 353: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

339

5. Kondisi fasilitas penunjang wisata di kawasan Gunung Bromo masih memiliki kelemahanyang menimbulkan kesulitan memenuhi tingkat kepuasan wisatawan manca Negara atauwisatawan nusantara, kekurangan fasilitas penunjang wisata di kawasan Gunung Bromodi wilayah Kecamatan Tosari, hal ini didiskripsikan sebagai berikut: fasilitas kesehatansangat minim, jumlah dokter hanya 1, tidak ada apotek yang menjual obat-obatan secaralengkap dan benar, tidak ada rumah sakit yang melayani wisatawan jika membutuhkanpertolongan lebih serius, hanya ada puskesmas pembantu. Fasilitas transportasi yaitutidak ada SPBU yang melayani keperluan BBM (bahan bakar minyak) untuk keperluankendaraan wisatawan yang mengangkut mereka ke obyek–obyek wisata dan yang adahanya jual bensin eceran.

Saran1. Mengingat kondisi mata pencarian ekonomi mayoritas keluarga penduduk Suku Tengger

pada bidang pertanian terutama sayuran seperti kubis, kentang, wortel dan jagung, makaseyogya sektor pertanian ini dijadikan potensi pengembangan agro wisata yaitu aktivitaskegiatan pertanian misalnya cara bertanam dan cara memanen bisa diatraksikan untuk dijual kewisatawan asing.

2. Untuk mengurangi jumlah pengangguran maka kawasan gunung Bromo dibuka untukpembangunan sarana wisata (akomodasi, transportasi, restoran dll) bagi investor luaryang ingin investasi di kawasan obyek wisata karena dengan datangnya investor akanmembuka lapangan kerja baru seperti: lapangan kerja bidang Hotel dan Restoranmenyerap tenaga lebih besar, lapangan kerja bidang perdagangan (Toko Souvenir)menyerap, lapangan kerja bidang angkutan umum dan wisata. Sehingga wilayah G.Bromo di Kecamatan Tosari ini dapat menekan jumlah pengangguran di usia produktifyang belum memilikiki pekerjaan di Wisata G. Bromo Kabupaten Pasuran

3. Jasa pemandu wisata lokal (Local Guide, LG) di ODTW G, Bromo ini adalah komponenwisata ujung tombak yaitu sebagai pemandu wisata lokal yang merangkap sebagai driverJeep, pemandu wisata ojek untuk menjelajah kawasan Gunung Bromo, merekapendapatannya menggantungkan dari penghasilan persewaan dan uang “tip” dariwisatawan, sehingga mereka perlu dibekali kemampuan/pendidikan dan pelatihanGuide/Teknik Guiding, agar mereka melakukan kegiatan guide dapat menggunakan SOP(Standar Operation Prosedur/Guide Line), misalnya GL sangat menguasai Greeting,menguasai komunikasi bahasa Asing (Bhs Inggris), memperhatikanperformance/penampilan diri, dan sepenuhnya mengetahui kode etik pramuwisata.

Page 354: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

340

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik (BPS), 2012, Kabupaten Pasuruan dalam Angka 2012, Badan PusatStatistik (BPS) Kabupaten Pasuruan, Pasuruan

Bambang., N., dkk., (1999). Pengembangan Model Pendampingan dan Pelatihan BagiPerajin Industri Rumah Tangga Gerabah di Desa Banyumulek Kec. Kediri KabupatenLombok Barat NTB. Malang: Unmer Malang. PenelitianPHB.VII.No.Kontrak.76/P2IPT/DPPM/98/PHBVII/V/98. Dirjen. PT DepartemenPendidikan dan Kebudayaan RI.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim,2012, Kebudayaan dan Pariwisata, Jawa TimurTahun 2012 Dalam Angka Tahun, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi JawaTimur, Surabaya.

Inskeep Edward, (1991), Tourism Planing An Integrated and Sustainable DevelopmentApproach, Van Nostrand Reinhold, New York

Kodhyat.H. & Ramaini. 1992. Kamus Pariwisata dan Perhotelan. PT. Gramedia Widaya –Sarana Indonesia. Jakarta.

McIntosh RW, Goeldner CR, Ritchie JR. Brent.1995. Tourism: Principles, Practices,Philosophies. Seventh Edition.

Oka A.Yoeti, 1996, Guiding System Suatu Pengantar Praktis, PT Pradnya Paramita, Jakarta

Poerwanto, 2002, Dampak Pengembangan Obyek Pariwisata Pantai Pasir Putih SitubondoTerhadap Kesempatan Kerja, Jurnal Nasional Pariwisata, Vol.2, No.2, Desember.

Robby, 2001, Wisata Alam, Buku Pedoman Identifikasi, Pengembangan, Pengelolaan,Pemeliharaan, Pemasaran Obyek Wisata Alam, Yayasan Buenavita, Bogor.

Santi Palupi, 2008, Studi Internationalisasi Konsepsi Kepariwisataan dalam KebijakanPendidikan di Indonesia, Jurnal Ilmiah Pariwisata, Volume 13(3):147-160

Wahab, Salah, ed., 1992, Pemasaran Pariwisata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Page 355: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

341

PAKET WISATA ASEAN SEBAGAI SALAH SATU STRATEGIDALAM MEWUJUDKAN ASEAN SEBAGAI TUJUAN WISATA TUNGGAL

Hapsari Setyowardhani

Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas IndonesiaE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Salah satu sektor ekonomi yang sedang dibangun oleh ASEAN adalah sektorpariwisata. Pariwisata juga telah menyumbang kontribusi yang cukup signifikan bagipendapatan umum dan PDB negara-negara di ASEAN. Terdapat pula peningkatan dalamjumlah turis yang berkunjung ke negara-negara ASEAN. ASEAN telah memberlakukanASEAN Framework Agreement for the Intergration of Priority Sectors (AFAS) pada tahun2010, yang merupakan bentuk kerja sama diantara 10 negara ASEAN dalam menghilangkanhambatan yang selama ini terjadi pada 12 sektor jasa pilihan, dimana salah satunya adalahpariwisata (tourism). ASEAN juga membentuk ASEAN Tourism International Zone (ATIZ),yang diharapkan dapat menciptakan cluster pariwisata lintas batasan negara, dalam bentukPengembangan wisata tematik (physical zone of thematic), Geographical cluster, dan Virtualzone. ASEAN berupaya membangun pariwisata ASEAN sebagai tujuan wisata tunggal(single destination) dengan saling melakukan koordinasi dalam kegiatan pemasaran bersamapariwisata di ASEAN. Salah satunya adalah dengan adanya situs Pariwisata ASEAN. Perludikembangkan paket-paket wisata lintas-negara yang mengkombinasikan tempat-tempatwisata di beberapa negara ASEAN sebagai tujuan wisata. Penerapan paket wisata ini masihmengalami beberapa kendala di tiap negara.

Kata kunci : ASEAN, Pariwisata, Pengembangan Wisata Tematik, Cluster Geografis,Tujuan Wisata Tunggal

ABSTRACT

Tourism sector is one of developing sector of economy being built by ASEANcountries. Tourism gives significant contribution to public revenues, GDP, and the numberof tourists visiting ASEAN countries. ASEAN has imposed the ASEAN FrameworkAgreement for the Intergration of Priority Sectors (AFAS) in 2010, which is a form ofcooperation among the 10 ASEAN countries in removing the barriers in twelve servicesector, one of which is tourism. ASEAN also established the ASEAN Tourism InternationalZone (ATIZ), which is expected to create a tourism cluster cross state boundaries, in theform of thematic tourism development (physical zone of thematic), Geographical cluster, andthe Virtual Zone . ASEAN seeks to build ASEAN tourism as a single tourist destination tocoordinate the tourism marketing activities in ASEAN, one of those activities that can bedeveloped is ASEAN Tourism Website. This website can provide tour packages that

Page 356: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

342

combines cross - country tourist attractions in some ASEAN countries as a sngle touristdestination. However, there are still many obstacles faced in its implementation.

Keywords: ASEAN, Tourism, Physical Zone of Thematic, Geographical Cluster, and VirtualZone. Single Destination

PENDAHULUAN

Kontribusi Sektor Pariwisata di ASEANPariwisata telah menyumbang kontribusi yang cukup signifikan bagi pendapatan

umum dan PDB negara-negara di ASEAN. Kontribusi sektor pariwisata terhadap PDBNegara-negara ASEAN dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa secara rata-rata, sektor pariwisata memberikan kontribusi sebesar 11% terhadap GDP di negara-negaraASEAN (Intra-ASEAN, 2012).

Sumber : 1. ASEAN (2009b) dan WTTC (2009) dalam Wong, et.al., 2011

Selain peningkatan dalam hal pendapatan dan PDB, indikator lain dari kontribusipariwisata adalah peningkatan dalam jumlah turis yang berkunjung ke negara-negaraASEAN. Mulai tahun 1991 sampai tahun 2010, terjadi peningkatan jumlah wisatawanmancanegara di ASEAN secara keseluruhan, seperti yang terlihat pada Grafik 1.

Tabel 1. Kontribusi Sektor Pariwisata terhadap GDP Negara Anggota ASEAN

NegaraGDP per kapita (perkiraan 2008)

(USD, dengan harga saat ini)1Kontribusi Pariwisata terhadap

GDP (perkiraan 2009) (%)2

Brunei 35,622 11.5Cambodia 756 17.5Indonesia 2,236 7.8Laos 917 10.8Malaysia 7,991 12.3Myanmar 464 6.5Philippines 1,843 8.7Singapore 38,046 7.3Thailand 4,116 14.7Vietnam 1,052 13.1

ASEAN 2,581 11

Page 357: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

343

Gambar 1. Jumlah Total Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke ASEAN (1991-2010(Sumber: ASEAN, 2012)

Kerja Sama Terkait Pariwisata di ASEANASEAN telah memberlakukan ASEAN Framework Agreement for the Integration of

Priority Sectors (AFAS) pada tahun 2010, yang merupakan bentuk kerja sama diantara 10negara ASEAN dalam menghilangkan hambatan yang selama ini terjadi pada 12 sektor jasapilihan, dimana salah satunya adalah pariwisata (tourism)(Liberalisasi Sektor Jasa, 2009).Langkah ini diambil sebagai upaya menciptakan komunitas ASEAN 2015 di berbagai sektor,yaitu sektor ekonomi; sosial-budaya; politik dan keamanan; serta hubungan eksternal.Komunitas ekonomi ASEAN yang ingin dicapai pada tahun 2015 ini mengacu pada ASEANEconomic Blueprint yang disusun pada Pertemuan ASEAN ke-13 pada tanggal 20 November2007 di Singapura. Sektor pariwisata termasuk dalam salah satu sektor yang mendapatkanperhatian dalam pengembangan komunitas ekonomi (Situs Resmi ASEAN, 2012). ASEANjuga membentuk ASEAN Tourism International Zone (ATIZ), yang bertujuan (Winantyoet.al., 2008):- Mengidentifikasi tujuan wisata yang dapat dijadikan obyek investasi dan pemasaran

bersama- Mengembangkan program-program bersama untuk mengatasi berbagai hambatan dan

menarik investor serta merumuskan strategi promosi ASEAN sebagai “a single tourisminvestment destination.”

ATIZ diharapkan dapat menciptakan cluster pariwisata lintas batasan negara, yangmengarah pada investasi bersama antar anggota ASEAN dan mengintegrasikan aset-asetpariwisata (ASEAN Tourism Study, 2006). Cluster tersebut terdiri dari 3 kelompok, yaitu:a. Pengembangan wisata tematik (physical zone of thematic), yang terdiri dari:

Page 358: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

344

Kelompok wisata peninggalan atau warisan budaya dan alam (heritage tourismcluster)

Wisata alam (eco-tourism cluster) Pesiar (cruise cluster).

Wilayah ASEAN kaya akan wisata alam yang indah (eco-tourism cluster) dan situsbudaya (heritage site). Namun ada juga tempat wisata yang merupakan kombinasi antarakeduanya, seperti Kinibalu National Park dapat dikategorikan sebagai Heritage dan Eco-tourism cluster. Menurut catatan ASEAN Tourism Study (2006), ASEAN memiliki 27ASEAN Heritage Parks and Preserves, 3 UNESCO World Heritage Sites, dan 6 UNNational Parks and Reserves. Berdasarkan data dari situs resmi UNESCO (2012),terdapat 28 tempat wisata di ASEAN, yang secara resmi telah diakui UNESCO sebagaithe world heritage, yang terdiri dari 16 warisan yang bersifat budaya (cultural heritage),12 yang bersifat alam (natural heritage) dan tempat yang merupakan kombinasikeduanya.Cruise ASEAN adalah kerja sama antar-negara ASEAN dibidang wisata yangmenawarkan paket wisata yang menggabungkan antara perjalanan menggunakan kapalpesiar dengan wisata di negara-negara tempat pelabuhan pemberhentian kapal tersebut.Saat ini terdapat situs Pelayaran ASEAN (http://www.cruiseasean.com), yang berisiinformasi pelayaran ke negara-negara ASEAN, pelabuhan-pelabuhannya, tempat-tempatwisata yang dapat dikunjungi di masing-masing negara, paket wisat pelayaran, dan even-even yang sedang berlangsung.Geographical cluster – yang sudah dikembangkan adalah heritage necklace dan MekongRiver Tourism Corridor. Heritage Necklace berawal dari keputusan Pemerintah Thailanddalam mengembangkan strategi pembangunan regional, dengan mengintegrasikan empatprovinsi di Thailand, yaitu Petchaburi, Prachuap Kiri Khan, Chumporn, dan Ranong(Webster, 2006). Proyek ini awalnya disebut sebagai Thai Riviera. Kota-kota di empatprovinsi tersebut adalah kota padat penduduk yang terkenal sebagai kota wisata penghasilkerajinan tangan, produk agrikultur, kota pelajar, tempat wisata pelancong lansia, sertapengobatan dan terapi kesehatan, sehingga dalam pengembangannya harus dilaksanakansecara integrative, melibatkan pula unsur publik dan pemerintah, yang disebut sebagainecklace urban form. Sedangkan Mekong River Tourism Corridor adalah kolaborasipariwisata antara 6 negara yang dilintasi oleh Sungai Mekong, yang dikoordinir oleh TheMekong Tourism Coordinating Office (MTCO), yang berlokasi di Bangkok,Thailand (The Mekong Tourism Coordination, 2012). Adapun keenam negara tersebutadalah Kamboja, Laos, Thailand, China, Myanmar, dan Vietnam. Salah satu bentukkolaborasi keenam negara ini adalah dalam promosi wisata bersama lewat situswww.exploremekong.org. Pihak penyedia jasa wisata swasta juga menawarkan paket-

Page 359: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

345

paket wisata dengan tujuan keenam negara tersebut di atas. Salah satunya adalah BiroPerjalanan Vietnam bernama Huong Viet.

b. Virtual zone - yaitu berbagai aktivitas dan proyek pariwisata, seperti pengembangansumber daya manusia serta pemasaran dan fasilitas pariwisata. Salah satu aspek pentingdari Virtual zone adalah pengembangan sumber daya manusia di negara-negara ASEAN.Pengembangan SDM tersebut dilaksanakan melalui perjanjian kerja sama dibidang SDMdi ASEAN, yaitu A Mutual Recognition Arrangement (MRA). MRA diprakarsai pada saatberlangsungnya ASEAN Tourism Agreement 2002 dan Vientiniane Action Program 2004(Mutual Recognition Arrangements (MRA) Concepts, 2012). Latar belakang keberagamanstandar, sertifikasi, dan peraturan yang berbeda dalam hal kompetensi SDM dibidangpariwisata ASEAN, mendorong adanya standarisasi kompetensi dan kualifikasi SDMantar negara ASEAN.MRA bertujuan untuk :1. Mengidentifikasi terjadinya ketidakseimbangan antar pasokan dan permintaan

terhadap pekerjaan dibidang pariwisata lintas wilayah ASEAN, dan2. Membangun sebuah mekanisme bagi pergerakan bebas dari para pekerja terampil

dan bersertifikasi dibidang pariwisata antar negara ASEAN.

Pada Bulan Januari 2012, digelar ASEAN Tourism Forum (ATF) 2012 di Manado,Sulawesi Utara, yang dihadiri oleh kelimabelas Menteri Pariwisata se-ASEAN. Forum inimenghasilkan tujuh kesepakatan dalam kerangka “ASEAN Tourism Strategic Plan (ATSP)2011-2015, yang terdiri dari (Ini Dia, 2012) :1. Kesepakatan untuk mengupayakan kemajuan integrasi pariwisata ASEAN.2. Sepakat meningkatkan konektivitas ASEAN.3. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia pariwisata.4. Memastikan kualitas layanan pariwisata.5. Membuat strategi pemasaran pariwisata ASEAN.6. Pengembangan produk pariwisata ASEAN.7. Menyetujui kerja sama dengan mitra wicara ASEAN dalam bidang pariwisata.

Dalam rangka mencapai ketujuh kesepakatan tersebut, maka para menteri sepakatuntuk mengambil tindakan-tindakan, seperti :a. Pengembangan komunikasi dan transportasi untuk kemudahan perpindahan wisatawan,

salah satunya dicapai dengan cara liberalisasi penerbangan (open sky regulation) yangmemungkinkan maskapai penerbangan dunia membuka rute penerbangan yangmenghubungkan ASEAN dengan negara-negara lain di dunia, seperti Cina dan India yangmerupakan pasar potensial untuk pariwisata ASEAN. Hal ini juga membutuhkan

Page 360: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

346

pembangunan infrastruktur dan fasilitas seperti jalan, jembatan, listrik, air, serta bandarainternasional dan pelabuhan internasional.

b. Menyiapkan terlaksananya "ASEAN Common Visa" yang akan menjadi "SchengenASEAN", yang memudahkan mobilitas (free movement) bagi penduduk ASEAN

c. Menyusun standarisasi layanan jasa pariwisata, baik dibidang sumber daya manusia,maupun fasilitas dan kelengkapan akomodasi, seperti standarisasi Green Hotel; Food andBeverage Services; Public Restroom; Home Stay; Ecotourism and Tourism Heritage.Terkait dengan sistem keamanan, akan ada "security guide line" untuk pariwisata.

d. Meluncurkan tema "ASEAN, Southeast Asia Feel the Warmth" sebagai brand daripariwisata ASEAN. Selain itu, perlu dilakukan proses analisis data dan informasiberkaitan dengan strategi pemasaran pariwisata yang dilakukan di wilayah ASEAN.Sedangkan dalam pengembangan produk pariwisata, akan dikembangkan paket-paketwisata tematik. Salah satu cara yang ditempuh untuk mengangkat brand pariwisataASEAN adalah dengan adanya situs resmi dari pariwisata ASEAN, yaitu www.asean-tourism.com, sebagai sarana promosi wisata yang terpadu bagi seluruh negara anggotaASEAN. Situs ini memberikan informasi tentang profil tiap negara ASEAN, tempatwisata berupa warisan budaya dan wisata alam, acara atau event yang sedang berlangsungdi tiap negara, dan paket wisata yang ditawarkan masing-masing negara.

KERANGKA PEMIKIRAN (REVIEW STUDY)

Pariwisata ASEAN sebagai Tujuan Wisata TunggalPerencanaan strategis dibidang pariwisata negara-negara ASEAN (ASEAN Tourism

Marketing Strategy) tahun 2012-2015 merupakan hasil dari pengembangan dari ASEANTourism Strategic Plan (ATSP) (Para Menteri Pariwisata, 2012). ASEAN berupayamembangun pariwisata ASEAN sebagai tujuan wisata tunggal (single destination), yangmengacu pada ASEAN Promotional Chapter on Tourism (APCT) di Sydney yang padatahun 2011. Pariwisata ASEAN saat ini mengusung tema “South East Asia, Feel theWarmth”. Tiap negara berkewajiban untuk mengembangkan pariwisata dan mempromosikanpariwisata di wilayahnya sendiri, namun juga saling melakukan koordinasi dalam kegiatanpemasaran bersama pariwisata di ASEAN. Salah satunya adalah dengan adanya situsPariwisata ASEAN (http://www.asean-tourism.com), sebagai upaya promosi dan upayapengembangan brand wisata ASEAN.

Berdasarkan pengamatan terhadap situs tersebut, maka kesan yang didapatkan di sanaadalah bahwa situs tersebut belum terlalu banyak memberikan informasi tentang daya tarikwisata di masing-masing negara, deskripsi tentang masing-masing negara sangat singkat.Walaupun memang terdapat link ke instasi pemerintah atau lembaga khusus yang berwenangdalam mengelola pariwisata di masing-masing negara, namun akan lebih baik bila darihalaman awal situs diatur sedemikian rupa hingga pembaca dapat langsung mencari danmendapatkan informasi wisata yang sedang dibutuhkan. Misalnya dengan cara menampilkan

Page 361: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

347

pilihan informasi yang dapat dibaca oleh pembaca, apakah berdasarkan klasifikasi negara,event, atau paket wisata.

Selain kelengkapan informasi, tampilan dari situs yang menarik juga harusdiperhatikan, dan seharusnya menonjolkan keunikan-keunikan yang ada di tiap negaraASEAN. Misalnya dengan menampilkan slide foto dan video tempat wisata ASEAN. Selainitu, perlu juga ditambahkan informasi tentang kegiatan-kegiatan wisata dan ritual yangsecara rutin ataupun insidental diadakan di negara-negara ASEAN. Misalnya memberikaninformasi tentang Festival Jember di Jawa Timur, Indonesia. Wisatawan juga akan merasalebih tertarik apabila terdapat paket-paket wisata yang dapat disesuaikan dengan kebutuhanmereka. Selain itu, wisatawan juga akan merasa lebih nyaman apabila dapat mengatur jadwalwisatanya sendiri secara online. Hal ini memunculkan kebutuhan akan laman bagi wisatawanuntuk dapat melakukan registrasi, membeli tiket, dan lain sebagainya secara online, sepertiyang telah disediakan oleh Air Asia. ASEAN Tourist Association sebenarnya menyediakansitus yang berisi informasi tentang wisata ASEAN, yaitu http://www.aseanta.org, namunmenurut pengamatan, informasinya juga belum begitu lengkap.

Pengembangan Produk Pariwisata ASEAN Sebagai Single Tourists’ DestinationSelain strategi promosi yang diterapkan dalam mengangkat tema ASEAN sebagai

Single Tourists’ Destination, perlu dikembangkan paket-paket wisata lintas-negara yangmengkombinasikan tempat-tempat wisata di beberapa negara ASEAN sebagai tujuan wisata(Para Menteri Pariwisata, 2012). Paket-paket wisata tersebut dapat dikelompokkanberdasarkan :a. Produk utama pariwisata ASEAN yang telah dikembangkan, yaitu :

- Nature Based. Nature Based Tourism adalah wisata dalam bentuk penjelajahan alam,seperti pendakian gunung, eksplorasi ke taman nasional, menyelam di dasar laut, danlain-lain. Potensi wisata alam merupakan andalan ASEAN, karena negara-negaraASEAN memang terkenal dengan keindahan alamnya, terutama Indonesia. Contohbentuk paketnya adalah penjelajahan alam di beberapa negara yang paling berdekatan.Misalnya: Paket wisata bawah laut (diving) di Phuket (Thailand), Taman Laut PulauPayar (Malaysia), Pulau Tidung (Indonesia).

- Culture and Heritage Tourism. Wisata budaya dapat berbentuk kunjungan ke tempat-tempat bersejarah. Negara-negara ASEAN memiliki banyak persamaan dalam halbudaya, karena memang berasal dari rumpun yang sama atau berdekatan, maka takheran apabila peninggalan-peninggalan budaya dan sejarahnya pun banyak memilikikesamaan. Hal ini merupakan potensi bagi pengembangan paket-paket wisata budayajuga religi lintas-negara ASEAN. Contohnya adalah Paket Wisata Religi (pilgrimage)untuk Kaum Budha, mengunjungi Pagoda-Pagoda di Thailand dan Vietnam, AngkorWat di Kamboja, dan Borobudur di Indonesia (Wisata Ziarah, 2011). Contoh lainnyaadalah wisata ke Masjid, istana, makam, dan peninggalan bersejarah Islam lainnya.

Page 362: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

348

- Cruise and River Based, yaitu wisata pelayaran melintasi laut dan sungai sepanjangwilayah negara ASEAN. Hal ini telah dikembangkan dalam bentuk Cruise ASEAN,yang telah dijelaskan dalam pembahasan tentang cluster di bagian sebelumnya.

- Community Based Tourism. Community Based Tourism adalah salah satu cara unikberwisata dalam bentuk tinggal bersama masyarakat lokal di wilayah tertentu (biasanyaberada di daerah pedalaman, dengan fasilitas dan akomodasi yang terbatas. (What iscommunity based tourism?, 2012). Turis tinggal selama beberapa hari di komunitastersebut, dan terlibat dalam aktivitas sehari-hari dan juga kegiatan ritual mereka.Contohnya adalah: Paket Wisata Komunitas Melayu di Malaysia, Thailand, Singapura,dan Indonesia (Sumatra).

b. Berdasarkan Segmen WisatawanPaket wisata yang disusun berdasarkan segmen wisatawan, dapat dikelompokkanberdasarkan usia, genre, tingkat pendapatan dan kelas sosial, hobi, dan lain-lain.Adapun contoh dari paket wisata tersebut adalah:- Berdasarkan kelompok usia: paket khusus anak muda, lansia, dan lain-lain. Misalnya

paket wisata untuk Pemuda-Pemudi (Youth Program) yang ditawarkan dalam situsASEAN Tourism, namun sayangnya, programnya masih dilakukan per negaraASEAN. Belum dilaksanakan lintas negara ASEAN.

- Berdasarkan gender: paket khusus pria dan wanita. Untuk wanita, biasanyamenyenangi tempat wisata dengan kuliner yang khas, tempat belanja, dan tempatmemanjakan diri seperti spa. Sedangkan pria lebih menyenangi paket wisata alamatau sejarah.

- Berdasarkan kelas sosial: paket wisata lux atau backpacker lintas-negara- Berdasarkan agama, disebut juga sebagai pilgrimage tourism, yaitu mengembangkan

wisata religi antar-negara, dengan menelusuri peninggalan bersejarah yangmengandung unsur religi, seperti kunjungan ke pagoda dan candi seperti yang telahdijelaskan di atas, atau ke masjid-masjid dan istana-istana kerajaan Islam yang ada diMalaysia, Singapura, Indonesia, dan Brunei Darussalam.

- Berdasarkan hobi/minat: paket wisata berdasarkan hobi/minat turis, sepertipetualangan (adventure) berupa diving, pendakian gunung, dan lain-lain; shopping,kuliner, dan lain-lain. Contoh: Shopping di Singapura dan Jl. Malioboro (Indonesia).

- Berdasarkan profesi: paket wisata yang ditujukan kepada profesi tertentu, misalnyaPaket Pertanian, dengan melakukan kunjungan ke daerah pertanian dan perkebunansubur di daerah Thailand, Indonesia, Filipina, Kamboja, Vietnam, dan Malaysia.

Salah satu contoh dari paket wisata yang telah menawarkan paket-paket wisatatersebut adalah Biro Perjalanan ‘Kesari’, yang berlokasi India, yang menawarkanpaket-paket wisata ke seluruh dunia.

c.Berdasarkan klasifikasi lainnya, seperti:

Page 363: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

349

- Creative travel, wisata ke tujuan wisata unik, dengan cara-cara yang unik. Contoh:acara-acara wisata lintas-negara ASEAN yang dipadukan dengan Reality Show ditelevisi, seperti Program Asia Amazing Race dari AXN.

- Experiental travel, wisata dengan menekankan pada pengalaman menarik yangditemui di tempat wisata, seperti Paket Wisata yang dipadukan dengan aktivitasreligi dan ibadah, seperti kunjungan ke masjid dan bangunan sejarah Islam, yangdipandu oleh Ustadz ternama.

- Business related travel ASEAN for ASEAN, wisata yang dilakukan sambil melakukankegiatan bisnis atau perjalanan dinas. Misalnya dosen yang menghadiri danpresentasi paper di konferensi ilmiah internasional, biasanya juga sekaligusmelancong ke tempat-tempat wisata ke negara ASEAN tempat konferensidilaksanakan.

- Extended long stay tourism, wisata dalam waktu yang cukup lama di suatu wilayah,contoh: Turis yang tinggal lama di Bali dan Jalan Jaksa, Indonesia

- Generic and mass tourism, yaitu wisata yang melibatkan wisatawan dalam jumlahyang sangat banyak dalam waktu yang bersamaan. Contohnya adalah rombonganwisata dari sekolah, pengajian, komunitas bikers, family gathering perusahaan, danlain-lain.

- Sightseeing, yaitu wisata tamasya melihat-lihat pemandangan indah di berbagaitempat wisata, seperti wisata di Pantai Phuket Thailand, Kawah Putih Indonesia, danlain-lain

- Visiting family, yaitu wisata yang dilakukan sambil menjenguk keluarga di negaratempat keluarganya tersebut tinggal. Misalnya karena anaknya sekolah di Singapura,maka keluarganya datang menengok sambil berwisata di Singapura.

- Spas, wisata dalam bentuk menikmati perawatan diri dalam bentuk spa, yang banyakditemui di Bali, Thailand, dan Malaysia

- Entertainment, wisata hiburan dalam bentuk Taman Hiburan seperti Ancol diIndonesia, Universal Studio di Singapura, dan lain-lain.

- Urban experiences, yaitu wisata dalam bentuk meyusuri tempat wisata yang ada disuatu wilayah perkotaan. Seperti Wisata Kota Tua di Jakarta, Indonesia.

Kendala yang DihadapiKolaborasi pariwisata antar negara ASEAN, yang salah satu bentuknya adalah dalam

bentuk paket wisata lintas-negara, menghadapi beberapa tantangan. Adapun beberapatantangan yang dihadapi antara lain:a. Infrastuktur dan fasilitas di tiap negara yang bervariasi. Paket wisata antar-negara

membutuhkan infrastruktur (seperti jalan, jembatan, listrik, dan lain-lain) dan fasilitas(seperti bandar udara, pelabuhan, bank, fasilitas kesehatan, dan lain-lain), dengan kondisi

Page 364: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

350

yang kurang lebih sama baiknya di semua negara. Namun kenyataan di lapangan, adanegara-negara yang infrastruktur dan fasilitasnya sangat lengkap dan kondisinya baik,seperti di Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Sedangkan di Indonesia,Vietnam, dan Kamboja, kondisi infrastrukturnya masih sangat terbatas, terutama didaerah pedalaman.

b. Perseteruan dalam hak paten atas heritag. Bangsa-bangsa di Asia Tenggara yang berasaldari satu rumpun, memicu adanya konflik dalam pengakuan peninggalan budaya yangdimiliki oleh masing-masing negara ASEAN. Akhir-akhir ini yang sering terlibat masalahadalah antara Indonesia dan Malaysia. Beberapa budaya Indonesia, yang merupakanheritage, yang dimiliki Bangsa Indonesia, diklaim oleh Malaysia dalam iklanpariwisatanya, yang bertema Malaysia Truly Asia. Adapun heritage yang diklaim tersebutjumlahnya cukup banyak, antara lain makanan Rendang (Sumatera Barat), ReogPonorogo (Jawa Timur), angklung (Jawa Barat), Lagu Rasa Sayange (Maluku), danterakhir sedang dalam kasus adalah Tari Tor-Tor (Sumatera Utara). Perseteruan initentunya akan menyulitkan kerja sama dan koordinasi antar-negara ASEAN.

c. Sulitnya koordinasi antar negara. Saat ini, Badan/Institusi/Lembaga yang menguruspariwisata di masing-masing negara ASEAN (seperti Kementrian Pariwisata danEkonomi Kreatif di Indonesia) masih belum optimal dalam melaksanakan koordinasisecara menyeluruh sampai ke tingkat teknis. Koordinasi dalam bentuk mengusung satutema pariwisata dan menjadikan ASEAN sebagai satu tujuan wisata, belum dilaksanakansecara optimal, terbukti kegiatan pariwisata termasuk promosi masih banyak dilakukansendiri-sendiri, bahkan tiap negara seperti bersaing mendatangkan wisatawan kenegaranya masing-masing.

d. Masih bervariasinya kualitas dari SDM yang dimiliki tiap negara. Seperti yang telahdibahas di bagian kerja sama ASEAN, belum ada standarisasi dan penyamaan kompetensidan keahlian/keterampilan SDM pariwisata yang ada di tiap negara. Contoh sederhananyaadalah tidak meratanya kemampuan komunikasi dalam Bahasa Inggris yang merupakanbahasa internasional.

KESIMPULAN

Kesimpulan1. ASEAN mendorong kerja sama diberbagai bidang, ekonomi, sosial budaya, dan hukum-

perundangan. Salah satu bidang kerja sama ekonomi ASEAN adalah dalam sektorpariwisata.

2. Pariwisata secara nyata telah memberikan kontribusi positif yang cukup signifikan bagipendapatan negara-negara ASEAN. Hal ini terbukti dari jumlah wisatawan yang

Page 365: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

351

berkunjung ke negara-negara ASEAN dan kontribusi sektor pariwisata terhadap GDPnegara-negara ASEAN.

3. Kerja sama pariwisata ASEAN dilaksanakan antara lain dalam bentuk pengembangancluster pariwisata, dan pengembangan ASEAN sebagai single destination, satu brand,dengan tema ‘South Asia, Feel the Warmth’.

4. Bentuk kerja sama lain yang dapat dilakukan adalah dengan membuat paket-paket wisatalintas-negara

5. Beberapa hambatan masih dialami dalam kerja sama pariwisata ASEAN, sepertiinfrastruktur, pengakuan hak paten atas heritage, dan sulitnya koordinasi antar-negara

Saran1. Mendorong pemerintah masing-masing negara, terutama yang fasilitasnya masih minim

untuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur dan fasilitas, sepertipembangunan jembatan, jalan, listrik, pelabuhan dan Bandar udara internasional, danlain-lain

2. Untuk mengatasi masalah hak paten heritage, harus segera dilaksanakan prosesidentifikasi dan penelusuran sejarah tentang siapa yang berhak mengklaim hak paten dariproduk-produk heritage tersebut. Perlu juga ada pertemuan antar-pimpinan negaraASEAN, untuk menegaskan sikap saling menghormati dan membuat perjanjian bersamauntuk tidak mengklaim heritage yang dimiliki oleh negara anggota ASEAN lain.UNESCO dalam hal ini dapat menjadi penengah, dengan melindungi heritage yangdimiliki oleh suatu negara agar tidak ditiru atau diklaim negara lain.

3. Pemerintah di sepuluh negara ASEAN harus mampu mendorong kerja sama antarBadan/Institusi/Lembaga pengelola pariwisata ASEAN, ditingkat pusat (pemerintah), dimasyarakat (publik), maupun perusahaan (swasta). Diharapkan akan timbulkesepahaman, integrasi, kolaborasi, aliansi strategis, dan koordinasi yang lebih baik lagiantar negara ASEAN. Hal ini dilakukan sebagai implementasi dari upaya untukmengusung ASEAN sebagai single destination.

4. Peningkatan kualitas SDM pariwisata di negara-negara ASEAN secara intensif, denganmengoptimalkan kembali Mutual Recognition Arrangements (MRA), denganmemberikan pelatihan, pendidikan, dan sertifikasi SDM bidang pariwisata di tingkatASEAN.

Page 366: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

352

DAFTAR PUSTAKA

ASEAN tourism forum (ATF) 2012 dibuka di manado. January 9, 2012.http://www.indonesia.travel/id/news/detail/610/asean-tourism-forum-atf-2012-dibuka-di-manado

Fadillah, Ramadhian. (2012) Program satu visa penting untuk membangun pariwisataASEAN. 1 Januari 2012. DetikNews.

Intra-ASEAN Penyumbang terbesar kunjungan turis ke ASEAN. 11 Januari 2012.http://www.budpar.go.id/budpar/asp/detil.asp?c=16&id=1127

Liberalisasi Sektor jasa pariwisata ASEAN diberlakukan 2010. December 06, 2009.http://servicestourism.blogspot.com/2009/12/liberalisasi-sektor-jasa-pariwisata.html

Made Pertiwi F, Ni Luh, Asdhiana, I Made. (2011). Wisata ziarah antarnegara ASEAN. 1 Jul2011. http://travel.kompas.com/read/2011/07/01/06170421/Wisata.Ziarah.Antarnegara.ASEAN

Mutual recognition arrangements (MRA) concept. 2012 http://www.uq.edu.au/cbamt/index.html?page=55450

Para Menteri Pariwisata Peserta ATF Manado Telorkan Kesepakatan Penting. 12 Januari2012. http://sulutonline.com/berita/541-para-menteri-pariwisata-peserta-atf-manado-telorkan-kesepakatan-penting.html

Singh, Ombir. (2011). Tourism:strength and challenges for ASEAN. International Journal ofManagement and Computing Sciences (IJMCS), 1, 1, 42-48

Webter, Douglas. (December, 2006). Supporting suistanable development in thailand, ageographic cluster approach, National Economic and Social Development Board(NESDB)-World Bank Geographic Clusters Project Report.

What is community based tourism?. 2012 http://www.responsibletravel.com/copy/ what-is-community-based-tourism

William Angliss Institute. (September, 2006). ASEAN tourism investment study, Final MainReport, RAM Consultancy Services Sdn Bhd.

Winantyo, et.al. (2008). Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), 2015: memperkuat sinergiASEAN di tengah kompetisi. Jakarta:PT Elex Media Komputindo

Wong, Emma P.Y., Mistilis, Nina, and Dwyer, Larry, (2011). A model of Aseancollaboration in tourism. Annals of Tourism Research, 38, 882-899

Page 367: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

353

http://blog.aseankorea.org/archives/11346

http://indonesiatourismmonitor.blogspot.com/2012/01/ini-dia-sejumlah-kesepakatan-atf-2012.html

http://news.detik.com/read/2012/01/12/233303/1814290/10/program-satu-visa-penting-untuk-membangun-pariwisata-asean

http://www.aseansec.org/

http://www.aseansec.org/6001.htm

http://www.aseanta.org/aseanta_abtus.htm

http://www.asean-tourism.com

http://www.cruiseasean.com

http://www.exploremekong.org.

http://www.huongviettravel.com

http://www.visiteurope.com/home.a

Page 368: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

354

SUSUNAN PANITIASEMINAR NASIONAL EKOWISATA

Peran Kepemimpinan dan Inovasi Penduduk Lokaldalam Pengembangan Ekowisata

Universitas Widyagama MalangMalang, 12 Nopember 2013

Pelindung Rektor Universitas Widyagama Malang

Pengarah Direktur Program Pascasarjana Univ BrawijayaKepala Balai Taman Nasional Bromo Tengger SemeruWakil Rektor I Universitas Widyagama MalangWakil Rektor II Universitas Widyagama Malang

Penanggungjawab Dekan Fakultas Pertanian

Ketua Rita Hanafie

Sekretaris Evi Nurifah YulitasariFrida Dwi Anggraeni

Bendahara Ismini

Kesekretariatan Irfan RosyidiYuli Eka KusumawatiSalis Sofiah

Editor Iwan NugrohoSoemarnoLuchman HakimMoh. Su’i

Acara Wiwin PurnomowatiNurul HidayatiElik Murni Ningtyas Ningsih

Pameran Purnawan D NegaraNanik RokhamsyahPanca Erik MaulidiyantiArda Naswa AuliaNovia Ratnasari

Publikasi Ida K HartatiAlfiana

Page 369: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

355

Perlengkapan/Akomodasi/Transportasi

Sabar SutrisnoSudiyonoSuprihanaYuni Agung NugrohoAbdul BasidKaryadiAndi KurniawanMuhammad Zainul

Konsumsi Enny SumaryatiWijayanti Nur UtariInggrid Triastiti Ningrum

Pembantu Umum SantosoNaim

Page 370: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

356

DAFTAR PESERTA

NO N A M A INSTITUSI001 Achmad Ghozali Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang002 Adisty Pratiwi Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang003 Agung Witjaksosno004 Agus Romadhon Jurusan Ilmu Kelautan UTM005 Agustina Dominggus B Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang006 Agustinus Harahap Universitas Sam Ratulangi Manado007 Agus Wibi Hardiansyah Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang008 Ahmad Hasbulloh Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang009 Ahmad Hidayat Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang010 Aida Naswa Aulia Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang011 Alfiana Fakultas Ekonomi Universitas Widyagama Malang012 Alimul013 AA Ngurah B Kamandalu BPTP Bali014 Andik Kurniawan Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang015 Anna Chatarina Sri Purna016 Antonita Sofia C Maran Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang017 Anwar Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang018 Aprilinda Soi Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang019 Ardhian M Letto Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang020 Arik Purnomo Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang021 Armuli Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang022 Ayu Dewi Utari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru023 Bambang Riyadi Santoso Universitas Widyagama Malang024 Bambang Supriyanto Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, Jakarta025 Bagyo Yanuwiadi Universitas Brawijaya026 Burhamtoro Politeknik Negeri Malang027 Danang Widjajanto Fakultas Pertanian Universitas Tadulako028 Danesta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Jakarta029 Dani Dwi Sucahyo Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang030 Daniel Anthoni Sihasale Universitas Patimura Ambon031 Darmaji Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang032 Deislie RH Kumampung Universitas Sam Ratulangi Manado033 Demince K Wenda Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang034 Dharmayanti Prihandini Fakultas Ekonomi Universitas Widyagama Malang035 Eko Pranoto Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang036 Ellik Murni N Ningsih Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang037 Enny Sumaryati Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang038 Erinus Mosip Universitas Negeri Papua Manokwari039 Erny Sirappa Fakultas Pertanian Universitas Tadulako040 Euis Elih Nurlaelih Universitas Brawijaya Malang041 Evi Nurifah Julitasari Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang042 Fajar Rasyiidi Hidayat FIA Universitas Brawijaya Malang

Page 371: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

357

043 Fatkhurrohman Fakultas Hukum Universitas Widyagama Malang044 Farianna Prabandari045 Febi Kolibu Universitas Sam Ratulangi Manado046 Felisitas Dendo Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang047 Ferdinandus R Longga Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang048 Ferry Andriono049 Fiqih Hari Pramukanto Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang050 Firman Hidayat Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang051 Frans Teguh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Jakarta052 Frida Dwi Anggraeni Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang053 Gema I Anugerah Yekti Fakultas Pertanian Univ Abdurachman Saleh Situbondo054 Germin Tabuni Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang055 Gilang Ramadhan Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang056 Gode Fridus Ghunu Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang057 Gunarianto Fakultas Ekonomi Universitas Widyagama Malang058 Hafizianor Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat059 Hana Lestari Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang060 Hazan Zayadi FMIPA Universitas Islam Malang061 Harini Subekti Universitas Brawijaya Malang062 Heriyannis Homenta Universitas Sam Ratulangi Manado063 Hidayat B Setyawan Fakultas Pertanian Universitas Negeri Jember064 Ichwan Setiarso065 Ida Hartati Universitas Widyagama Malang066 I GK Dana Arsana BPTP Bali067 Imam Ahmad Adhi FIA Universitas Brawijaya Malang068 Ihsannudin Fakultas Pertanian UTM069 Inggrid Triastuti Ningrum Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang070 I Ngurah Suryawan UNIPA Manokwari Papua Barat071 Inten Setio Gianina Universitas Brawijaya Malang072 Ismini Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang073 Irfan Rosyidi Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang074 Irma Yunita Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang075 Iwan Fals Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang076 Iwan Nugroho Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang077 I Wayan Alit A Wiguna BPTP Bali078 James Walalangi Fakultas Pertanian Universitas Tadulako079 Jeini E Nelwan Universitas Sam Ratulangi Manado080 Jerilius Bria Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang081 Juniarti Wulan Lestari082 Kartina Ulva Setiawan Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang083 Kiyono Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang084 Kun Aniroh M Gunadi Progdip IV Pariwisata UNMER085 Kurniawan Muhammad Radar Malang086 Kurniawan Tutur Budi P Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang087 Lien Damayanti Fakultas Pertanian Universitas Tadulako088 Luchman Hakim Prodi Biologi FMIPA UB

Page 372: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Nopember2013

ISBN: 978-602-14594-0-9 Seminar Nasional EkowisataFakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

358

089 Machrus Ali Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang090 M Ali091 Marlina Surya Atista Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang092 Mashudi Heryono Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang093 Mimit Primyastanto Universitas Brawijaya Malang094 Moh. Su’i Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang095 Muhammad Amidhan S Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang096 Muhammad Ibnu H Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang097 Muhammad K Roziqin Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang098 Muhammad K Khuluq Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang099 Mukthie Fadjar Universitas Widyagama Malang100 Murjati Universitas Widyagama Malang101 M Sodik Fakultas Ekonomi Universitas Widyagama Malang102 Nego Elvis Bataragoa Universitas Sam Ratulangi Manado103 Nelza M Iqbal Fakultas Teknik Arsitekstr UB104 Nanik Rokhamsyah Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang105 Nia Kurniasih Suryana Universitas Tarakan106 Nindya Sari PWK FT Universitas Brawijaya Malang107 Nova Ogi Universitas Negeri Manado108 Novia Ratnasari Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang109 Nurul Chairiyah FMIPA Universitas Brawijaya Malang110 Nurul Hidayati Universitas Widyagama Malang111 Nurul Wahyu Indriani Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang112 Oksfriani J Sumampouw Universitas Sam Ratulangi Manado113 Otje Murat PTPN V Riau Pekanbaru114 Panca Erik Maulidiyanti Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang115 Pingkan Rorong Universitas Sam Ratulangi Manado116 Prastiyo Universitas Brawijaya Malang117 Purnawan D Negara Universitas Widyagama Malang118 Rahmatul Qoyimah Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang119 Regina R Butarbutar Universitas Sam Ratulangi Manado120 Ricky Tri Prasetyo Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang121 Rievo Djarang Universitas Negeri Manado122 Rikawanto Eko M Fakultas Pertanian UNITRI123 Riman Fakultas Teknik Universitas Widyagama Malang124 Ririen Prihandarini Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang125 Rita Hanafie Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang126 Risfandi Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang127 Rizky Amalia Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang128 Ronny Soputan Universitas Sam Ratulangi Manado129 Rukavina Baksh Fakultas Pertanian Universitas Tadulako130 Sabar Sutrisno Universitas Widyagama Malang131 Salis Shofiyah Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang132 Santoso Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang133 Sedianingsih FEB Universitas Airlangga134 Selvianus Bura Gela Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Page 373: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

Seminar Nasional Ekowisata ISBN: 978-602-14594-0-9Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Nopember2013

359

135 Slamet Santoso Universitas Hasanudin Makassar136 Soemarno Universitas Brawijaya Malang137 Sonny Moningkey Universitas Sam Ratulangi Manado138 Sri Mulyaningsih Universitas Brawijaya Malang139 Sri Utami Universitas Brawijaya Malang140 Sudiyono Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang141 Sukamto Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang142 Sumarlin Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang143 Suprihana Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang144 Susana Mega Kela Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang145 Suslam Pratamaningtyas Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang146 Suwarta Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang147 Syamsol Malich Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang148 Tatak Sariawan Koperasi Candirejo Kec. Borobudur Kab. Magelang149 Tiene MB Turangan Universitas Negeri Manado150 Toto Suharjanto Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang151 Tri Andri Marjanto PT Tiga Mulia Abadi Malang152 Tri Bekti Santoso Universitas Widyagama Malang153 Untung Sugiarti Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang154 Utami Retno Pudjowati Politeknik Negeri Malang155 Vivien Retno Damayanthi156 Verly Dotulong157 Wahju Wulandari Fakultas Ekonomi Universitas Widyagama Malang158 Wahyu Candra Kirana Taman Nasional Meru Betiri Jember159 Wahyu Sajiwo Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang160 Wijayanti Nur Utari Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang161 Wiwin Purnomowati Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang162 Yosef AR Knaofmone Fakultas Ekonomi Universitas Widyagama Malang163 Yules Damanahu Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang164 Yulianti Kalaba Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang165 Yuli Eka Kusumawati Fakultas Pertanian Universitas Tadulako166 Yuni Agung Nugroho Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang167 Zainal Arifin Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang168 Zainul Al Amin Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang169 Zulkarnain Fakultas Pertanian Universitas Widyagama Malang

Page 374: PROSIDING - STKIP BBG Banda Aceh · Peserta seminar ini terdiri dari berbagai kalangan, yaitu mahasiswa, dosen, peneliti, pelaku ekowisata, lembaga penelitian dari berbagai daerah

ISBN 978-602-14594-0-9BADAN PENERBITANUNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANGJL. Borobudur 35 Malang 65128Tlp. 0341-492282