implementasi metode pembiasaan dalam penanaman karakter aswajadi pondok pesantren darul a
Transcript of implementasi metode pembiasaan dalam penanaman karakter aswajadi pondok pesantren darul a
IMPLEMENTASI METODE PEMBIASAAN DALAM
PENANAMAN KARAKTER ASWAJADI PONDOK
PESANTREN DARUL A’MAL
METRO
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Magister Pendidikan
dalam Bidang Pendidikan Agama Islam
Oleh :
M. SUKRON
NPM. 1403741
Program Studi: Pendidikan Agama Islam
PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN) METRO
TAHUN 1438 H/2017 M
IMPLEMENTASI METODE PEMBIASAAN DALAM PENANAMAN
KARAKTER ASWAJADI PONDOK PESANTREN
DARUL A’MAL METRO
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister
Pendidikan Agama Islam
Oleh :
M. SUKRON
NPM. 1403741
Pembimbing 1. Dr. Mahrus As’ad, M.Ag Pembimbing 2. Dr. Khoirurrijal, M.A
Program Studi: Pendidikan Agama Islam
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI(IAIN)METRO 1438 H/2017
ABSTRAK
M.Sukron. NPM 1403741. Implementasi Metode Pembiasaan dalam
Penanaman Karakter Aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro.
Tesis. Program Studi PAI Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Metro Lampung Tahun 2017.
Penanaman karakter tidak cukup hanya dilaksanakan di sekolah dan
perguruan tinggi saja. Bahkan dalam langkah selajutnya penanaman karakter perlu dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat terutama dilingkungan pondok
pesantren. Penanaman karakter melalui penerapan metode pembiasaan. Metode Pembiasaan sebagai salah satu cara yang efektif untuk menanamkan karakter Aswaja, karena murid/santri dilatih dan dibiasakan untuk melakukannya setiap
hari. Kebiasaan yang dilakukan setiap hari serta diulang-ulang senantiasa akan tertanam dan diingat oleh santri sehingga mudah untuk melakukannya tanpa harus
diperingatkan. Karena penanaman karakter tidak terbentuk secara instan, tetapi harus dilatih secara serius, terus-menerus dan proporsional agar mencapai bentuk karakter yang ideal.
Penelitimerumuskan masalah yaitu bagaimana implementasi metode pembiasaan dalam penanaman karakter aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal
Metro? Dan faktor-faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat implementasi metode pembiasaan dalam penanaman karakter aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro? Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis implementasi metode pembiasaan dalam penanaman karakter aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro, serta faktor pendukung dan penghambat
implementasi metode pembiasaan dalam penanaman karakter aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro.
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. Adapun sumber data yang
digunakan adalah sumber data primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi, dan dokumentasi. Setelah data-data terkumpul
dan dianalisis dengan cara reduksi data yaitu mengolah data mentah yang dikumpulkan dari hasil wawancara, dokumentasi dan observasi. Penyajian data yaitu, menyusun informasi secara baik dan akurat untuk memperoleh kesimpulan
yang valid, dan penarikan kesimpulan yaitu bagian dari aktivitas data. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Implementasi
metode pembiasaan dalam penanaman karakter aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro, melalui empat karakter aswaja yaitu tawassut, tawazun, ta’adul, dan tasamuh. Keempat karakter tersebut diaplikasikan dalam bentuk aktivitas
pembiasaan yang telah dijadwalkan oleh Pondok Pesantren. Adapun faktor pendukungnya adalah 1) Lingkungan Pondok yang kondusif dan strategis. 2)
Bimbingan dan pengawasan dari ustadz/ustadzah baik di dalam asrama maupun di luar asrama. Dan faktor penghambatnya adalah a) Tidak semua santri tinggal di asrama/pondok pesantren.b) Latar belakang pendidikan ustadz/ustadzah
ABSTRACT
M. Sukron, NPM 1403741, The Implementation of Refraction Method in
implanting Aswaja Characters at Pondok Pesantren Darul A’mal Metro. A
Master Thesis, Graduate Program of IAIN Metro.
It is not enough to implant Aswaja characters only at schools or colleges. Implanting the characters is needed to conduct by the whole societies especially at Pondok Pesantren. One of them is implanting Aswaja characters through
Refraction Method. Refraction Method is an effective way to implant Aswaja characters because the santri (students) are practiced to apply them everyday. The
habit which is done everyday again and again will be planted and remembered by the santri therefore it will be easy to conduct without having to remember. Implanting characters can not be conducted instantly, nevertheless, it must be
practiced seriously, continuously, and proportionally in order to achieve the ideal characters.
The research problems of this study are: 1) How does the implementation of Refraction Method in implanting Aswaja characters at Pondok Pesantren Darul A’mal Metro? 2) What factors become supporters and inhibators in implanting
Aswaja characters at Pondok Pesantren Darul A’mal Metro?. this study aims to analyze the implementation of Refraction Method in implanting Aswaja
characters at Pondok Pesantren Darul A’mal Metro and to find out supporting and inhibating factors in implanting Aswaja characters at Pondok Pesantren Darul A’mal Metro.
Thisis qualitative descriptive research. Data resources used in this study were primary and secondary data. Data collecting techniques used in this research
were interview, observation, and documentation. Then, the data were analyzed using data reduction by processing the data which are collected through interview, documentation, and observation. The data display namely, compiling the accurate
information to receive a valid conclusion, and drawing conclusion is a part of data activities.
Based on the research findings, it can be concluded that the
implementation of Refraction Method in implanting Aswaja characters at Pondok
Pesantren Darul A’mal Metro, conducted through four Aswaja characters namely
tawassut, tawazun, ta’adul, and tasamuh. Those four characters are applied
through refraction activities which are scheduled by Pondok Pesantren. The
supporting factors are 1) pondok environment which is conducive and strategic 2)
guidance and supervision by ustadz/ustadzah both inside and outside the hostel.
In addition, the inhibating factors are 1) not all the santri stay at hostel / pondok
pesantren 2) the educational background of ustadz/ustadzah..
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : M. Sukron
NPM : 1403741
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa Tesis ini secara keseluruhan adalah asli hasil penelitian Saya
kecuali bagian-bagian tertentu yang dirujuk dari sumbernya dan disebutkan dalam
daftar pustaka. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, maka Saya
bersedia menerima sanksi berupa pencabutan gelar.
Demikian pernyataan ini dibuat sebenar-benarnya.
Metro, Maret 2017
Yang menyatakan
M. SUKRON
NPM. 1403741
M O T T O
.......
Artinya: “…Sesungguhnya Allah tidak merubah Keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri … (QS. Ar-Rad : 11)1
1Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Pustaka Al faith,
2009), h. 215
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT, tesis ini kupersembahkan kepada:
1. Ibuku Robingatun dan AyahkuRobikan yang kusayangi, dengan kasih
sayangnya telah mendidik, membimbing, membina, memberikan dorongan
baik moril maupun materil dan senantiasa mendo’akan dan menantikan
keberhasilan dengan penuh kesabaran.
2. Kakakku Aziz Purwanto, dan Syaifudin yang selalu memberikan dorongan
semangat kepadaku selama aku menempuh studi.
3. Adiku Khusnul Khotimah yang selalu memberikan dukungan serta
semangat demi keberhasilanku
4. Teman-teman seperjuanganku Prodi PAI angkatan 2014 dan terkhusus
KelasA Pascasarjana PAI.
5. Almamater Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI)
PascasarjanaInstitut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro, yang telah
mendidik dan membinaku.
PEDOMAN TRANSLITERASI
1) Huruf Arab dan Latin.2
Huruf Arab Huruf Latin Huruf Arab Huruf Latin
t ط Tidak Dilambangkan ا
z ظ b ب
' ع t ت
g غ ś ث
f ف j ج
q ق h ح
k ك kh خ
l ل d د
m م ż ذ
n ن r ر
w و z ز
h ه s س
ء sy ش
y ي s ص
d ض
2Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Tesis, (STAIN, Metro: STAIN Pers, 2014), h.
14
2) Maddah atau Vokal Panjang.3
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harkat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf tanda sebagai berikut:
Harkat dan Huruf Huruf danTanda
â يـاـ
î يـ
û وـ
ai يا
au واـ
3Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Tesis, h. 14
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas taufik dan inayah-Nya sehingga Penulis
dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini. Penulisan Tesis ini adalah sebagai salah satu
bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Strata Dua (S2) atau
Magister pada Pascasarjana IAIN Metro guna memperoleh gelar M.Pd. Upaya
penyelesaian Tesis ini, Penulis telah menerima banyak bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, oleh karena itu, Penulis ucapkan banyak terimakasih:
1. Prof. Dr. Hj. Enizar, M.Ag Rektor IAIN Metro
2. Dr. Hj. Tobibatus Sa’adah, M.Ag Direktur Pascasarjana IAIN Metro
3. Dr. Mahrus As’ad, M.AgWakil Direktur Pascasarjana IAIN Metro sekaligus
Pembimbing I yang banyak memberikan kontribusi bagi perbaikan penulisan Tesis
selama bimbingan berlangsung
4. Dr. H. Khoirurrijal, MA Ka. Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) Pascasarjana
IAIN Metro sekaligus sebagai Pembimbing II yang banyak memberikan koreksi
dalam penulisan Tesis ini.
5. Bapak Ibu dosen serta staf karyawan IAIN Metro
Kritik dan saran demi perbaikan Tesis ini sangat diharapkan dan akan diterima
dengan sepenuh hati. Semoga tesis ini dapat beranfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan Agama Islam.
Metro, Juni2017 Penulis
M. Sukron
NPM. 1403741
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL DEPAN .................................................................. i HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii
ABSTRAK ..................................................................................................... iii ABSTRACT ................................................................................................... iv PERSETUJUAN............................................................................................ v
PENGESAHAN ............................................................................................. vi PERNYATAAN ORISINILITAS PENELITIAN ...................................... vii
MOTTO ......................................................................................................... viii PERSEMBAHAN ......................................................................................... ix PEDOMAN TRANSITERASI..................................................................... x
KATA PENGANTAR................................................................................... xii DAFTAR ISI ................................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xvii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xviii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xix
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1
B. Fokus Penelitian ............................................................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................... 7
D. Penelitian Relevan ......................................................................... 8
BAB II KAJIAN TEORI.............................................................................. 11
A. Penanaman Karakter Aswaja di Pondok Pesantren ...................... 11
1. Pengertian Penanaman Karakter Aswaja ................................ 11
2. Pokok-pokok Ajaran Aswaja .................................................. 14
3. Nilai-nilai Karakter dalam Ajaran Aswaja ............................. 20
4. Pondok Pesantren sebagai Model dalam Penanaman Karakter
Aswaja .................................................................................... 36
a. Pengertian Pondok Pesantren............................................... 36
b. Tujuan Pendidikan Aswaja di Pondok Pesantren ................ 38
c. Peran Kyai dalam Penanaman Karakter Aswaja ................. 43
1) Pengertian Kyai........................................................... 43
2) Peran Kyai dalam Penanaman Karakter Aswaja ........ 45
B. Metode Pembiasaan....................................................................... 48
1. Pengertian Metode Pembiasaan............................................... 48
2. Dasar dan Tujuan Metode Pembiasaan ................................... 51
3. Prinsip dan Syarat Metode Pembiasaan .................................. 56
a. Prinsip Metode Pembiasaan ................................................. 56
b. Syarat Metode Pembiasaan .................................................. 57
4. Kelebihan dan Kelemahan Metode Pembiasan ............................ 58
5. Metode Pembiasaan yang Digunakan di Pondok Pesantre ........... 60
C. Implementasi Metode Pembiasaan dalam Penanaman Karakter
Aswaja di Pondok Pesantren ........................................................ 61
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 68
A. Jenis dan sifat penelitian .......................................................... 68
B. Sumber Data .............................................................................. 69
C. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 70
D. Teknik Penjamin Keabsahan Data ............................................ 71
E. Analisa Data .............................................................................. 72
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................... 74
A. Temuan Umum Penelitian.......................................................... 74
1. Sejarah Singkat Pondok Pesantren Darul A’mal ................. 74
2. Visi, Misi Pondok Pesantren Darul A’mal .......................... 83
3. Letak Geografis Pondok Pesantren Darul A’mal................. 84
4. Kondisi Pondok Pesantren Darul A’mal .............................. 84
5. Data Ustadz/UstadzahPondok Pesantren Darul A’mal ........ 85
6. Data SantriPondok Pesantren Darul A’mal ......................... 87
7. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Darul A’mal ........... 89
8. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Darul A’mal ........ 90
B. Temuan Khusus Penelitian ......................................................... 91
1. Implementasi Metode Pembiasan dalam Penanaman
KarakterAswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro . 91
2. Faktor Pendukung Metode Pembiasan dalam Penanaman
KarakterAswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal
Metro ................................................................................... 106
3. Faktor Penghambat Metode Pembiasan dalam Penanaman
KarakterAswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal
Metro ................................................................................... 109
C. Pembahasan .............................................................................. 111
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 123
A. Simpulan ....................................................................................... 123
B. Implikasi ....................................................................................... 124
C. Saran ............................................................................................ 124
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 126
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................... 129
RIWAYAT HIDUP....................................................................................... 165
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Tabel 1 Data Ustadz dan Pengurus Pondok Pesantren Darul A’mal…….. 73
2. Tabel 2 Data Santri Pondok Pesantren Darul A’mal .................................... 75
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Alat Pengumpul Data .............................................................................. 129
2. Lampiran 1 Pedoman Wawancara (Petikan hasil wawancara)…………137
3. Lampiran 2 Lembar Observasi ……………………………………….. 149
4. Lampiran 3 Pedoman Dokumentasi…………………………………….. 150
5. Lampiran 4 Foto Penelitian …………………………………………….. 151
6. Surat Tugas …………………………………………………………….. 154
7. Surat Izin Riset ………………………………………………………… 155
8. Balasan Surat Izin Riset ……………………………………………….. 156
9. Kartu Konsultasi Bimbingan Tesis ……………………………………... 157
10. Riwayat Hidup………………………………………………………….. 164
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu dari tujuan pendidikan nasional adalah pembentukan
karakter bagi generasi muda penerus bangsa. Hal ini dijelaskan dalam
Undang-Undang Tahun 2003 yang menyatakan bahwa di antara
“mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan
kepribadian dan akhlah mulia”.4
Amanah undang-undang tersebut dimaksudkan agar pendidikan
tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga
berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi
bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter bernafas nilai-nilai
luhur bangsa serta agama.
Nilai-nilai karakter adalah budi pekerti plus yaitu yang
melibatkan pengetahuan, perasaan dan tindakan. Tanpa ketiga aspek ini
karakter tidak akan efektif. Dengan demikian karakter yang diterapkan
secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas
emosinya. Kecerdasan inilah yang menjadi bekal penting dalam
mempersiapkan anak untuk menyongsong masa depan, karena seseorang
akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam tantangan untuk
4 Mendiknas, Undang-Undang Republik Inodneisa No 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen, (Jakarta: Visimedia, 2008), h.5
berhasil secara akademis. Oleh karenanya suatu bangsa akan merasa
terancam punah apabila moralitas generasi penerusnya suram.
Pendidikan merupakan aspek penting bagi kehidupan manusia.
Untuk itu eksitensi pendidikan sangat diperlukan, karena pendidikan yang
bertanggung jawab dalam pembentuakan anak didiknya. Terutama guru
Agama, guru Agama memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat,
mengingat selain tanggung jawab terhadap pembetukan pribadi anak yang
sesuai dengan ajaran Islam, ia juga bertanggung jawab terhadap Allah
SWT.
Situasi dan kondisi karakter bangsa yang sedang memprihatinkan
telah mendorong pemerintah untuk mengambil inisiatif untuk
mempriotiskan pembangunan bangsa. Pembangunan karakter bangsa
dijadikan arus utama pembangunan nasional. Hal ini mengandung arti
bahwa setiap upaya pembangunan harus selalu diarahkan untuk memberi
dampak positif terhadap pengembangan karakter.5
Bangsa Indonesia tidak hanya membutuhkan generasi yang pintar
dan cerdas secara intelektual, akan tetapi bangsa ini juga membutuhkan
generasi yang memiliki karakter yang baik. Penanaman karakter
sebenarnya bukan hal baru bagi masyarakat Indonesia, bahkan sejak awal
kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, dan kini orde reformasi
telah banyak langkah-langkah yang sudah dilakukan dalam kerangka
penanaman karakter dalam nama dan bentuk yang berbeda-beda.
5 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter:Konsepsi Dan Aplikasi Dalam Lembaga
Pendidikan , (Jakarta:Kencana,2011), H.7
Pelaksanaan penanaman karakter kini diserahkan sepenuhnya kepada guru
agama, yang hingga saat ini belum menunjukan hasil yang optimal. Hal ini
terbukti dari fenomena sosial yang menunjukan perilaku yang tidak
berkarakter.Prilaku yang tidak berkarakter itu misalnya sering terjadi
tawuran antar pelajar dan antar mahasiswa, pergaulan bebas, suka minum-
minuman keras, berjudi, pemalakan, penganiayaan, bahkan pembunuhan.
Penanaman karakter tidak cukup hanya dilaksanakan di sekolahan
dan perguruan tinggi saja. Bahkan dalam langkah selajutnya penanaman
karakter perlu dilaksanakan oleh seluruh lapisan masyarakat terutama
dilingkungan pondok pesantren.
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang
minimal terdiri dari tiga unsur yaitu Kyai/ syekh/ ustadz yang mendidik
serta mengajar, santri dengan asramanya, dan masjid. Kegiatannya
mencakup Tri Dharma Pondok Pesantren yaitu keimanan dan ketaqwaan
terhadap Allah SWT; pengembangan keilmuan yang bermanfaat; dan
pengabdian terhadap agama, masyarakat dan negara.6
Pesantren lembaga pendidikan tertua khas negara Indonesia.
Eksistensinya tidak diragukan, telah teruji oleh sejarah dan berlangsung
hingga era kini. Bahkan bukanlah hal yang berlebihan bila dikatakan
bahwa pesantren telah menjadi satu budaya Indonesia dan telah diakui dan
diterima kehadiranya.Untuk mempertahankan eksistensinya, setidaknya
6Departemen Agama RI,Pola Pembelajaran di Pesantren, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2001), h.
10.
pesantren harus mampu mempertahankan pola-pola yang selama ini
dikembangkan dengan tidak mengabaikan begitu saja kekinian yang
semakin menggelobal (al-muhafadzatu a’la qodimi as-shalih wal ahdu bil-
jadidi al-aslah) setidaknya ada dua aspek yang perlu dipertahankan yaitu;
pertama, terkait dengan stuktur, metode, dan bahkan literatur yang bersifat
tradisional. kedua, terkait dengan pemeliharaan sub-kultural (tata nilai)
yang berdiri di atas pondasi ukhrawi yang terimplementasikan dalam
bentuk ketundukan dan ketaatan dengan mengutamakan ibadah, hanya
demi untuk memperoleh tujuan hakiki dan mencapai keluhuran jiwa.
Memperhatikan kondisi moral bangsa Indonesia, Indonesia
membutuhkan formula untuk memperbaiki moral bangsa Indonesia
melalui penanaman karakter. Indikator nilai-nilai penanaman karakter
yang ditetapkan pemerintah terdapat dalam ajaran Aswaja. Aswaja yang
menjadi inti ajaran NU telah sesuai dengan indikator nilai-nilai penanaman
karakter yang ditetapkan Kementerian Pendidikan Nasional.
Nahdlatul Ulama merupakan organisasi yang didirikan dengan
latar belakang memperjuangkan ajaran Ahlussunnah Wal-
jama’ah(Aswaja). Aswaja menurut KH. Muhammad Hasyim Asy’ari yang
dikutip oleh KH. Muhyiddin Abdusshomad adalah kelompok ahli tafsir,
ahli hadits dan ahli fiqih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh
dengan sunnah Nabi SAW dan sunnah Khulafaur Rasyidin dan sekarang
ini terhimpun dalam madzhab empat, yaitu pengikut Madzhab Hanafi,
Syafi’i, Maliki dan Hambali.7
Ajaran Aswaja terdapat tradisi amaliyah NU. Aswaja memiliki
lingkup yang lebih luas dari tradisi amaliyah NU. Dengan demikian, tradisi
amaliyah NU memiliki keterkaitan dengan penanaman karakter.
Mengingat ajaran Aswaja yang memiliki nilai-nilai karakter yang sesuai
dengan harapan pemerintah Indonesia, maka tradisi amaliyah NU dapat
menjadi salah satu alternatif strategi pembentukan karakter bangsa.
Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan, memegang
peran yang sangat penting dalam mengembangkan nilai-nilai tersebut.
Dengan konsep pendidikannya yang on time “24 jam” pesantren dapat
membekali pribadi-pribadi anak didiknya (santri) dengan sikap-sikap rajin,
jujur, kreatif, inovatif, bertanggung jawab,bekerja keras serta nilai-nilai
terpuji lainnya. Sehingga akhirnya dapat menelorkan insan yang
berkepribadian muslim yang tangguh, harmonis, mampu mengatur
kehidupan pribadinya, mengatasi masalah-masalah yang timbul,
mencukupi kebutuhan serta mengendalikan dan mengarahkan tujuan
hidupnya.
Penanaman karakter tidak dapat hanya semata-mata melalui
bangku sokolah melainkan penanaman nilai-nilai itu diagendakan dalam
aktifitas sosial. Dalam hal ini para santri mendapat bimbingan dan
keteladan langsung oleh para ustadznya. Selanjutnya apa yang dilakukan
7 Muhyiddin Abdusshomad, Hujjah NU: Akidah, Amaliah dan Tradisi, (Surabaya: Khalista,
2008), h. 6
dipesantren tidak hanya menekankan pentingnya pengaplikasian nilai-nilai
itu saja. melainkan, memberikan contoh langsung dalam kehidupan sehari-
hari di pesantren.
Hasil survey yang penulis lakukan masih terdapat perilaku atau
karakter santri yang perlu diperbaiki. Salah satu upaya yang dilakukan
oleh pondok pesantren dalam menanamkan karakter Aswajakepada
santrinya. Penanaman karakter Aswaja merupakan salah satu karakter
yang perlu dikembangkan dalam diri santri untuk menumbuhkan perilaku
sesuai dengan ajaran agama Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan
Hadis. Banyak sekali santri bertindak tidak sesuai dengan nilai-nilai
agama Islam yang berlaku baik itu dilembaga formal maupun non formal .
Semakin tinggi pendidikan yang diperoleh, baik dari lembaga formal
maupun non formal, maka kualitas hidup juga akan semakin baik, begitu
juga sebaliknya.
Penanaman karakter melalui penerapan metode pembiasaan.
Metode Pembiasaan sebagai salah satu cara yang efektif untuk
menanamkan karakter Aswaja, karena murid/santri dilatih dan dibiasakan
untuk melakukannya setiap hari. Kebiasaan yang dilakukan setiap hari
serta diulang-ulang senantiasa akan tertanam dan diingat oleh santri
sehingga mudah untuk melakukannya tanpa harus diperingatkan. 8Karena
penanaman karakter tidak terbentuk secara instan, tetapi harus dilatih
8Heri Gunawan, Pendidikan karakter, (Bandung : Alfabeta, 2014), h. 5
secara serius, terus-menerus dan proporsional agar mencapai bentuk
karakter yang ideal.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Implementasi Metode Pembiasaan dalam
Penanaman Karakter Aswaja NU di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro
Lampung.”
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka fokus penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana Implementasi Metode Pembiasaan dalam Penanaman
Karakter Aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro?
2. Apa faktor pendukung implementasi metode pembiasaan dalam
penanaman karakter Aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro?
3. Apa faktorpenghambat implementasi metode pembiasaan dalam
penanaman karakter Aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis:
a) Implementasi metode pembiasaan dalam penanaman karakter
Aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro.
b) Faktor pendukung dalam implementasi metode pembiasaan dalam
penanaman karakter Aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal
Metro.
c) Faktor penghambat dalam implementasi metode pembiasaan dalam
penanaman karakter Aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal
Metro.
2. Kegunaan Penelitian
a) Menambah wawasan berfikirtentang berbagaimacammetode yang
tepat untuk penanaman karakter Aswajadi pondok pesantren.
b) Sebagai sumbangsih pemikiran dalam rangka peningkatan kualitas
kemampuan guru / kyai dalam kegiatan belajar-mengajar.
c) Sebagai sumbangsih pemikiran dalammeningkatkan penanaman
karakter Aswaja di pondok pesantren terutama di Pondok Pesantren
Darul A’mal Metro.
D. Penelitian Relevan
Penelitian relevan sama halnya dengan tinjauan pustaka (prior
research) berisi tentang uraian mengenai hasil penelitian terdahulu tentang
persoalan yang akan dikaji.9 Terdapat beberapa penelitian yang
berhubungan dengan permasalahan yang diangkat dalam pembahasan atau
topik penelitian ini. Oleh karena itu, dalam kajian pustaka lapangan ini,
penulis memaparkan perkembangan beberapa karya ilmiah terkait dengan
pembahasan penulis diantaranya adalah:
1. Tesis yang ditulis oleh M. Nasrun Fatoni, Prodi Tarbiyah Prodi
Pendidikan Agama Islam 2010, UIN Sultan Syarif Kasim Riau,
9 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah , Edisi Revisi, (Bandar Lampung:
IAIN Raden Intan Lampung, 2013), h. 27
menulis tesis dengan judul “Pembentukan Karakter Anak dengan
Metode Cerita di RA Muslimat Pondok Pesantren Dar Aswaja
Kabupaten HolanHilir”.
Tesis ini berisi tentang proses pembelajaran dengan menggunakan
metode cerita dan pengaruh cerita terhadap pembentukan karakter
anak pada RA Muslimat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)
Pelaksanaan kegiatan bercerita dilakukan guru di awal kegiatan.
Adapun teknik yang guru gunakan membacakan langsung dari buku
cerita, menggunakan ilustrasi gambar dan dramatisasi cerita. (2) Hasil
pembelajaran dengan menggunakan metode cerita ini membentuk
karakter cinta kepada Allah, tanggungjawab, jujur, hormat, santun,
kepedulian, dan toleransi. Semua karakter tersebut dapat ditunjukkan
oleh anak-anak dalam perilakunya sehari-hari di sekolah.
2. Tesis yang ditulis oleh Dwi Rangga Vischa Dewiyanie, Prodi
Pendidikan agama Islam 2012, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Sunan Kalijaga, yang berjudul tentang “Peranan Guru Pendidikan
Agama Islam Dalam Pembentukan Karakter Siswa MAN
Wonosari”.10 Kesimpulan dari skripsi tersebut, (1) Peran guru
pendidikan agama Islam dalam pembentukan karakter siswa MAN
Wonosari begitu penting, tanpa adanya guru maka proses penanaman
10Dwi Rangga Vischa Dwiyanie,Peranan Guru PAI dalam Pembentukan Karakter
Siswa MAN Wonosari, Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah Keguruan UIN Sunan
Kalijogo, 2012. Web.uinsunankalijagayogyakarta.ac.id/PAI.126030007 diunduh pada tanggal
10Januari 2017
karakter siswa sulit dikembangkan. (2) Dengan adanya penanaman
nilai karakter secara terus menerus terhadap siswa terdapat tingkat
perubahan yang baik walaupun masih ada beberapa siswa yang masih
sulit menerapkannya. (3) Faktor-faktor pendukung dalam proses
penanaman pendidikan karakter guru pendidikan agama Islam dalam
menanamkan pendidikan karakter terhadap siswa MAN Wonosari
adalah dukungan dari sekolah, dan masyarakat sekitar.
Perbedaan dengan penelitian yang di kaji adalah, 1. Penelitian ini
meneliti metode pembiasaan secara keseluruhan kemudian peneliti
memfokuskan kepada penanaman karakter aswaja NU. 2. Lokasi
penelitian yang diambil oleh Dwi Rangga Vischa dewiyanie adalah MAN
Wonosari sedangkan peneliti mengambil lokasi di Pondok Pesantren
Darul A’mal Metro yang secara letak geografis sudah sangat berbeda.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penanaman Karakter Aswaja
1. Pengertian Penanaman Karakter Aswaja
Penanaman artinya “menanamkan sesuatu di tempat yang telah
ditentukan”.11Karakter berasal dari bahasa latin kharakter, kharassein,
kharax, dalam bahasa inggris: character, dan bahasa Indonesia karakter,
yunani character dari charassein. Dalam kamus besar bahasa Indonesia,
karakter diartikan sebagai “tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain”.12
Menurut bahasa Ahlussunah Wal Jama’ah berasal dari kata Ahlun
yang artinya keluarga, golongan atau pengikut. Ahlussunnah berarti orang
orang yang mengikuti sunnah (perkataan, pemikiran atau amal perbuatan
Nabi Muhammad SAW). Sedangkan Wal Jama’ah memiliki arti Mayoritas
ulama dan jama’ah umat Islam pengikut sunnah Rasul. Dengan demikian
secara bahasa Aswaja berarti orang-orang atau mayoritas para ‘Ulama atau
umat Islam yang mengikuti sunnah Rasul dan para Sahabat atau para
‘Ulama.13
11 Meity Taqdir Qodratilah dkk, Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar, (Jakarta:
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
2011), h. 530
12Ibid
13 Nur Sayyid Santoso Kristeva, Sejarah Teologi Islam Dan Akar Pemikiran
Ahlusssunnah Wal Jamaah, Cet.1, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar , 2014), h. 243
Sedangkan secara istilah berarti golongan umat Islam yang dalam
bidang Tauhid menganut pemikiran Imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu
Mansur Al-Maturidi, sedangkan dalam bidang ilmu fiqih menganut Imam
Madzhab 4 (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali) serta dalam bidang tasawuf
menganut pada Imam Al Ghazali dan Imam Junaid al Baghdadi. Nahdlatul
Ulama sebagai Jamiyyah Diniyyah Islamiyyah berakidah Islam menurut
faham Ahlussunnah wal Jamā’ah mengikuti salah satu madzhab empat :
Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali.14
Pembahasan pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
penanaman karakter Aswaja adalah menanamkan nilai Islami yang hendak
dibentuk dalam pribadi peserta didik dalam wujud watak, tabiat, akhlak
atau kepribadian yang berlandaskan ajaran-ajaran agama (Islam) dan
dalam praktek peribadatan mengikuti salah satu empat madzhab yaitu
madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali, dan dalam bertawasuf
mengikuti Imam Abu Qosim Al Junaidi dan Imam Abu Hamid Al Gozali.
Mempelajari Ahlussunnah dengan sebenarnya, batasan seperti itu
nampak begitu simple dan sederhana, karena pengertian tersebut
menciptakan definisi yang sangat eksklusif Untuk mengkaji secara
mendalam, terlebih dahulu harus kita tekankan bahwa Ahlussunnah Wal
Jamaah (Aswaja) sesungguhnya bukanlah madzhab.
Aswaja hanyalah sebuah manhaj Al fikr (cara berpikir) tertentu
yang digariskan oleh para sahabat dan muridnya, yaitu generasi tabi’in
14 Jamal Ma’mur, Rezim Gender di NU, Cet.1, ( Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2015),
h. 222
yang memiliki intelektualitas tinggi dan relatif netral dalam mensikapi
situasi politik ketika itu. Meski demikian, bukan berarti dalam
kedudukannya sebagai Manhaj Al-fikr sekalipun merupakan produk yang
bersih dari realitas sosio-kultural maupun sosio politik yang
melingkupinya.
Salah satu karakter Aswaja adalah selalu bisa beradaptasi dengan
situasi dan kondisi, oleh karena itu Aswaja tidaklah jumud, tidak kaku,
tidak eksklusif, dan juga tidak elitis, apa lagi ekstrim. Sebaliknya Aswaja
bisa berkembang dan sekaligus dimungkinkan bisa mendobrak kemapanan
yang sudah kondusif. Tentunya perubahan tersebut harus tetap mengacu
pada paradigma dan prinsip Al-Sholih Wa Al-Ahslah.
Karena pelaksanaan dari qaidah Al-Muhafadhoh Ala Qodim Al-
Sholih Wa Al-Akhdzu Bi Al Jadid Alashlah adalah menyamakan langkah
sesuai dengan kondisi yang berkembang pada masa kini dan masa yang
akan datang. Yakni pemekaran relevansi implementatif pemikiran dan
gerakan kongkrit ke dalam semua sektor dan bidang kehidupan baik,
aqidah, syariah, akhlaq, sosial budaya, ekonomi, politik, pendidikan dan
lain sebagainya. Semua itu dilakukan sebagai wujud dari upaya untuk
senantiasa melaksanakan ajaran Islam dengan sungguh-sungguh.
Hadits yang dapat dijadikan dalil tentang paham Aswaja, sebagai
paham yang menyelamatkan umat dari kesesatan, dan juga dapat dijadikan
pedoman secara substantive adalah sebagai berikut:
عن ابى هريرةرضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلمنوسبعين اقترقت اليهودعلى إحدى وسبعين فرقة واقترقت النصارى على ثنتي
فرقة و ستقترق هذهالأمة على ثلث وسبعين فرقة،كلها في النار إلأ واحدة.
؟ قال: من كان على مثل ماأنا عليهم اليوم قلنا: من هي يا رسول الله داودوالترمذيوابن ماجه(وأصحابي. )رواه أبو
Dari Abi Hurayrah ra. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Terpecah umat Yahudi menjadi 71 golongan. Dan terpecah umat
Nasrani menjadi 72 golongan. Dan akan terpecah umatku menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu.” Berkata para
sahabat, “Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. Menjawab, “Mereka adalah yang mengikuti aku dan para sahabatku.” (HR. Abu Dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majah)15
Jadi inti paham Ahlussunnah wal jama’ah (Aswaja) seperti yang
tertera dalam Hadits di atas adalah paham keagamaan yang sesuai dengan
sunnah Nabi SAW dan petunjuk para sahabatnya.
2. Pokok-pokok Ajaran Aswaja
Pokok-pokok arajan Aswaja berpedoman kepada teladan
Rasulullah SAW, dan para sahabat, dalam aspek keyakinan, amal lahiriah,
maupun akhlak hati. Ketiga dimensi ini menjadi ajaran pokok agama
Islam. Isyarat dalam redaksi hadist riwayat Imam Muslim yang
mengisahkan datangnya malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW, untuk
bertanya mengenai iman, Islam dan ihsan. Iman, Islam dan ihsan
merupakan tiga pilar yang harus diyakini dan diamalkan seorang muslim
secara universal. Ketiganya harus dijalankan secara seimbang dan
menyeluruh agar tidak terjadi ketimpangan.
Objek ajaran iman adalah penataan hati. esensi Islam diartikan
sebagai penataan aspek lahiriah, sedangkan ihsan menata aspek rohaniah.
15 Khofifah Indar Parawanza, Aswaja, (Jakarta: Himpunan Da’iyah dan Majelis
Ta’lim Muslimat NU (HIDMAT), 2009), h. 2
Menengok sejarahnya muncul pula berbagai disiplin ilmu yang serius
membahas tiap-tiap aspek ajaran tersebut. Demensi iman dipelajari dalam
ilmu akidah (tauhid), Islam diteliti dalam ilmu syari’at (fiqih), sedang
ihsan dibahas dalam ilmu akhlak (tasawuf).16
Adapun ketiga pokok ajaran aswaja tersebut dapat sebutkan di
bawah ini yaitu.
a. Aqidah (Iman)
Aqidah (Iman) adalah pengakuan dan pembenaran yang
berkonsekuensi adanya penerimaan dan ketundukan. Masalah iman
banyak dibicarakan di dalam ilmu tauhid, akidah tauhid merupakan
bagian yang paling mendasar dalam ajaran Islam. Tauhid ini sendiri
adalah men-satu-kan Allah dalam dzat, sifat, af’al dan hanya beribadah
kepada-Nya.17
Aqidah dapat di prinsipkan menjadi tiga bagian yaitu:
1) Keseimbangan dalam penggunaan dalil ‘aqli dan dalil naqli
2) Memurnikan aqidah dari pengaruh luar Islam
3) Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik,
bid’ah apalagi kafir.18
Menurut paham Aswaja, para ulama sepakat bahwa orang yang
sudah mati bisa mendapat manfaat atau pahala dari doa dan amal
16 Massyhudi Muchtar, Aswaja An Nahdliyah, (Surabaya: Khalista, 2007), h. 47
17 Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius Membumikan Nilai-Nilai Islam dalam
Kehidupan Masyarakat, (Jakarta: Paramadina, 2001), h. 98-100
18 Khofifah Indar Parawanza, Aswaja, h. 23
shaleh dari orang yang masih hidup. Adapun diantara amalan-amalan
tersebut akan diperinci beserta dalilnya sebagai berikut:
a) Membaca Al-Qur’an dan doa tahlil dan shadaqah
Artinya: “dan orang-orang yang datang sesudah mereka
(Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb Kami,
beri ampunlah Kami dan saudara-saudara Kami yang
telah beriman lebih dulu dari Kami, dan janganlah
Engkau membiarkan kedengkian dalam hati Kami
terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb Kami,
Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Penyayang." (QS. Al-Hasyr : 10).19
Ayat di atas menjelaskan bahwa seseorang dapat
mendoakan saudara-saudaranya yang telah meninggal dunia.
Selanjutnya tentang tahlil. Istilah tahlil berasal dari bahasa Arab
yang berarti membaca la ilaha illa Allah, dalam istilah yang berlaku
kemudian pengertian tahlilan merupakan kegiatan orang atau
sekelompok orang untuk membaca serangkaian kalimat yang
umumnya terdiri dari:
19 Departemen Agama RI, Al-Qur’andan Terjemahnya, (Jakarta: Pustaka Alfatih,
2009), h. 407
1) Ayat-ayat Al-Qur’an (biasanya terdiri dari surat al-
Fatihah, al-Ikhlash, al-Falaq, al-Nas, kemudian awal surat al-Baqarah, ayat Kursi dan duz ztzu iga akhir surat al-Baqarah.
2) Sholawat kepada Nabi Muhammad SAW 3) Dzikir/tahlil (bacaan la ilaha illa Allah dan seringkali
ditambah dengan bacaan ya Allahu ya Rohim, atau ya Rohmanu ya Rohim)
4) Tasbih dan tahmid (Subhanallahu wa bihamdihi
subhanallahil ‘Adzim atau kalimat lain yang searti) 5) Istighfar (untuk dirinya sendiri, maupun untuk orang
lain, baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat). 6) Doa sesuai dengan tujuan dan konteks dimana tahlil itu
diadakan.20
Semua bacaan di atas mempunyai dasar yang kuat baik dari
ayat Al-Qur’an maupun dari Sunnah Nabi Muhammad SAW yaitu:
1) Perintah/anjuran membaca Al-Qur’an 2) Perintah/anjuran membaca sholawat (al-Ahzab 56) 3) Bacaan dzikir atau tahlil (Ali ‘Imran 4, al-Ahzab 41-42,
al-Ra’d 28) 4) Kalimat tasbih dan tahmid (Thoha 130)
5) Istighfar (al-Nisa’ 110) 6) Doa (Ghafir 60)21
Berdasarkan keterangan di atas bahwa membaca al-Qur’an
adalah perintah, sholawat kepada Nabi Muhammad SAW perintah
terlihat dari surat al-Ahzab ayat 56, dzikir lihat surat Ali ‘Imran 4,
al-Ahzab 41-42, al-Ra’d 28, Tasbih dan tahmid surat Thoha ayat
130, Istighfar surat al-Nisa’ 110, dan doa surat Ghafir 60.
20 Khofifah Indar Parawansa, Aswaja, h. 48-49
21Ibid
b. Syariat
Syariat adalah hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah
untuk hamba-Nya yang dibawa oleh salah seorang Nabi-Nya SAW.22
Syariat adalah hukum agama yang menetapkan peraturan hidup
manusia berdasarkan Al-Quran dan hadis.
1) Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam pengambilan hukum
(instinbath al-hukum) tidak dibantah oleh semua madzhab fiqh.
Sebagai sumber hukum naqli posisinya tidak diragukan. Al-Qur’an
merupakan sumber hukum tertinggi dalam Islam.23
2) As-Sunnah
As-sunnah meliputi al-Hadist dan segala tindak dan perilaku Rasul
SAW. Penempatannya ialah setelah proses istinbath al-hukum
tidak ditemukan dalam Al-Qur’an atau digunakan sebagai
komplemen (pelengkap) dari apa yang telah dinyatakan dalam Al-
Qur’an.
3) Ijma’
Menurut Abu Hasan Ali Ibn Ali Ibn Muhamamd Al-Amidi, Ijma’
adalah kesepakatan kelompok legislative (ahl al-halli wa al-aqdi)
dan umat Muhammad pada suatu masa terhadap suatu hukum dari
22 A. Djazuli, Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 2
23 Yusuf Hasyim, Aswaja Annahdlisyah dari Madzhabi Menuju Manhaji, dalam
http://asjawacenterpati.wordpress.com/2017/04/17/aswaja-annahdliyah-dari-madzhabi-
menuju-manhaji/
suatu kasus atau kesepakatan orang-orang mukallaf dari umat
Muhammad pada suatu masa terhadap suatu hukum dari suatu
kasus.
4) Qiyas
Qiyas sebagai sumber hukum Islam merupakan salah satu hasil
ijtihad para ulama. Qiyas yaitu mempertemukan sesuatu yang tak
ada nash hukumnya dengan hal lain yang ada nash hukumnya
karena ada persamaan ‘illat hukum. Qiyas sangat dianjurkan untuk
digunakan oleh Imam Syafi’i.24
Pendapat yang lain mengemukaan bahwa syariah dalam ajaran
aswaja ada tiga pokok penting yaitu:
a) Berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Hadis dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah. b) Akal baru dapat digunakan pada masalah yang tidak ada
nash yang jelas (sharih/qath’i) c) Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah
yang memiliki dalil yang multi interpretative (zhanni).25
Berdasarkan keterangan di atas bahwa ajaran pokok aswaja
sangat berpegan teguh dengan Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’ dan Qiyas.
Sebagai contoh mengucapkan niat (lafal ushalli dan seterusnya ketika
hendak melakukan shalat. Niat merupakan inti dari setiap pekerjaan,
sebab baik tidaknya pekerjaan itu tergantung pada niatnya.
24Ibid
25 Khofifah Indar Parawansa, Aswaja, h. 23
c. Akhlak (Tasawuf)
Akhlak adalah “suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia
yang melahirkan perbuatan-perbuatan yang mudah, tanpa melalui
proses pemikiran, pertimbangan atau penelitian”.26Akhlak dalam
ajaran aswaja meliputi:
1) Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam
penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang
tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
2) Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.
3) Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah
atau berani (antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap
tawadhu’ (antara sombong dan rendah diri) dan sikap dermawan
(antara kikir dan boros).27
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa akhlak (tasawuf) dalam
ajaran aswaja adalah tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha
memperdalam penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-
cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam,
mencegah sikap berlebihan, dan berpedoman kepada Akhlak yang
luhur.
3. Nilai-nilai Karakter dalam ajaran Aswaja
26 Kementerian AgamaRI, Akidah Akhlak, (Jakarta: Kementerian Agama, 2014), h. 32
27Ibid
Secara subtansi aswaja meliputi tiga aspek Islam, yakni aspek
akidah, fikih, dan akhlak. Meskipun diskursus para ulama sering hanya
membicarakan aspek akidah dan syari’ah (fiqh), hal itu tidak berarti tidak
ada aspek akhlak. Pengalaman (practice) dari dua aspek yang disebut
pertama itu mengandung aspek akhlak atau tashawuf.
Seperti disepakati oleh para ulama penulis, aspek yang paling
krusial di dalam paham aswaja adalah aspek akidah. Aspek ini krusial,
karena pada saat Mu’tazilah dijadikan sebagai paham keagamaan resmi
pemerintah oleh penguasa Abbasiyah, di mana telah terjadi kasus mihnah
(inquisition) yang cukup menimbulkan keresahan umat Islam. Imam al-
Asy’ari saat itu telah tampil untuk mengoreksi kebijakan pemerintah dan
sekaligus mengkonter teologi Mu’tazilah, yang dalam beberapa hal
dianggap bid’ah atau menyimpang.28
Pemikiran-pemikiran teologi Islam yang disampaikan Imam al-
Asy’ari ternyata diterima secara positif oleh masyarakat Islam, sehingga
kemudian terbentuk kelompok asy’ariyah (pengikut al Asy’ari). Cikal
bakal ini akhirnya terinstitusi dalam bentuk mazhab al-Asy’ari.
Aspek kedua dalam paham aswaja adalah syari’ah atau fikih, yakni
paham keagamaan yang berhubungan dengan ibadah dan muamalah, yang
dimaksud dengan ibadah adalah tuntutan formal yang berhubungan dengan
tata cara seorang hamba berhadapan dengan Tuhan, seperti sholat, zakat,
haji dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan mu’amalah adalah
28 Googleweblight…KH. Husein Muhammad,dalam Imam Baihaqi (ed), Kontroversi
Aswaja: Aula Perdebatan dan Reinterpretasi, (Yogyakarta: LKiS, 1999), h. 37
bentuk ibadah yang bersifat sosial, menyangkut hubungan manusia dengan
sesama manusia secara horizontal, misalnya dalam hal jual beli, pidana
perdata, sosial politik dan sebagainya, yang pertama disebut habl min
Allah (hubungan manusia dengan Allah, dan yang kedua disebut habl min
al-nas (hubungan manusia dengan manusia).29
Para ulama telah sepakat bahwa aspek syari’ah aswaja bersumber
dari empat mazhab besar dalam Islam, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan
Hambali. Menurut mereka aswaja bersumber pada empat mazhab besar ini
karena paham akidah mereka sejalan dengan paham akidah mazhab
aswaja.
Imam Asy’ari sendiri sebagai pelopor aswaja adalah penganut
mazhab Imam Syafi’i, sementara al-Muturidi adalah penganut mazhab
Imam Hanafi di bidang syari’ah atau fikih. Aswaja juga bersumber pada
Imam Maliki karena ia adalah pelopor pembanding al-ra’y (orang yang
mendewakan akal) dari kalangan ulama Irak di mana manhaj berpikirnya
adalah taqdim al nashsh ala al-‘aql (mendahulukan apa yang tertulis dari
Qur’an dari pada akal). Demikian juga mazhab Hambali dijadikan rujukan
karena Imam Hambali.30
Aspek ketiga dari paham aswaja adalah akhlak atau tashawuf, yang
dalam banyak hal difokuskan kepada wacana akhlak Imam al-Ghazali,
Yazid al-Bustami dan Junaid al Baghdadi, serta ulama-ulama sufi yang
sepaham. Aspek ketiga ini, dalam diskursus Islam dinilai penting, karena
29Ibid, k. 41
30Ibid
mencerminkan faktor ihsan dalam diri seseorang. Iman menggambarkan
keyakinan, sedangkan Islam menggambarkan syari’ah, dan kesempurnaan
Iman dan Islam dalam diri seseorang.31
Iman ibarat akar, Islam ibarat pohon dan ihsan ibarat buah yang
dihasilkan oleh sebuah pohon, artinya manusia sempurna adalah manusia
yang di samping bermanfaat untuk dirinya, karena dia sendiri kuat, juga
memberi manfaat kepada yang lain. Kalau manusia memiliki keyakinan
atau kepercayaan tetapi tidak ada pohonya, artinya tidak ada gunanya,
tetapi pohon yang berakar dan rindang tidak akan menghasilkan buah jika
kurang berarti atau kurang bermanfaat bagi kehidupan (bukan sama sekali
tidak manfaatnya), atau dengan kata lain, kurang sempurna. Jadi aspek ini
juga terkaita dengan aspek yang kedua, sehingga keberadaannya sama
pentingnya dengan keberadaan aspek yang pertama dan kedua untuk
membetuk menusia menjadi insan kamil atau the perfect man.
Nilai-nilai yang diajarkan, baik dalam aqidah (iman), syariat
(Islam) ataupun akhlak (ihsan), Adapun nilai-nilai karkater Aswaja ada
tiga yang diajarkan oleh Rasulullah SAW yaitu: Tawassuth, Al-Tawazun,
dan I’tidal. Namun Tasamuh menjadi dasar sikap kemasyarakatan
Aswaja.32 Diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Tawassuth (moderat)
Tawassuth ialah sebuah sikap tengah atau moderat yang tidak
cenderung ke kanan dan ke kiri (netral). dalam konteks berbangsa dan
31Ibid, h. 41
32 Khofifah Indar Parawansa, Aswaja, h. 25-26
bernegara, pemikiran moderat ini sangat urgen menjadi semangat
dalam mengakomodir beragam kepentingan dan perselisihan, lalu
berikhtiar mencari solusi yang paling terbaik.33 Firman Allah SWT
dalam surat al-Baqarah ayat 143.
…
Artinya: “Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat
Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi
(ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan
supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan
perbuatan) kamu sekalian …(QS. Al-Baqarah : 143)34
Berdasarkan ayat di atas bahwasannya umat Islam dijadikan
umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas
perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik didunia
maupun di akherat.
2) Tawazun (berimbang atau harmoni),
Tawazun ialah sikap berimbang dan harmonis dalam
mengintregrasikan dan menyinergikan dalil-dalil (pijakan hukum) atau
pertimbangan-pertimbangan untuk mencetuskan sebuah keputusan dan
kebijakan.35 Dalam konteks pemikiran dan amalia keagamaan, prinsip
33Ibid
34 Departemen Agama RI, Al-Qur’andan Terjemahnya, h. 22
35 Khofifah Indar Parawansa, Aswaja, h. 26
Tawazun menghindari sikap ekstrem yang serba ke kanan melahirkan
fundamentalis dan menghindari sikap ekstrem serba kekiri melahirkan
yang melahirkan liberalisme dalam pengalaman ajaran agama.
Firman Allah SWT dalam surat al-Hadid ayat 25:
Artinya: “Sungguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan
membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah kami
turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang
keadilan) supaya manusia dapat melaksanakna keadilan”.
(QS. Al-Hadid : 25)36
3) Ta’adul (netral atau adil),
Ta’adul ialah sikap adil dan netral dalam melihat, menimbang,
menyikapi dan menyelesaikan segala permasalahan. Adil tidak
selamanya sama atau setara. Adil adalah sikap profesional berdasarkan
hak dan kewajiban masing-masing. Kalupun keadilan menuntut adanya
kesamaan atau kesetaraan, hal itu hanya berlaku ketika realitas
individu benar-benar sama dan setara secara persis dalam segala
sifat.37 Firman Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 8:
36 Departemen Agama RI, Al-Qur’andan Terjemahnya, h. 541
37 Khofifah Indar Parawansa, Aswaja, h. 26
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-
orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah,
menjadi saksi dengan adil dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu
lebih dekat kepada takwa, dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. (QS. Al-Maidah : 8)38
Ayat di atas menjelaskan bahwasannya manusia hendaklah
selalu menegakkan kebenaran karena Allah dan menjadi saksi dengan
adil, karena kebenaran dan adil lebih dekat dengan takwa kepada
Allah SWT.
4) Tasamuh (toleran).
Tasamuh ialah sikap toleran yang bersedia menghargai terhadap
segala kenyataan perbedaan dan keanekaragaman, baik dalm
pemikiran, keyakinan, dan sosial kemasyarakatan, suku, bangsa,
agama, tradisi-budaya dan lain sebagainya. Toleransi dalam konteks
agama dan keyakinan bukan berarti kompromi aqidah. Bukan berarti
mengakui kebenaran keyakinan dan kepercayaan orang lain/ toleransi
agama juga bukan berarti mengakui kesesatan dan kebatilan sebagai
38 Departemen Agama RI, Al-Qur’andan Terjemahnya, h. 108
sesuatu yang hak dan benar. Yang salah dan yang sesat tetap harus
diyakini sebagai kesalahan dan kesesatan. Dan yang hak dan yang
benar harus tetap diyakini sebagai kebenaran yang hak. Dalam
kaitannya dengan toleransi agama.39
Firman Allah SWT dalam surat Thaha ayat 44 yang berbunyi:
Artinya: “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-
kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau
takut”. (QS. Thaha : 44)40
Keempat nilai karater Aswaja di atas dapat terwujudkan dalam
beberapa hal sebagai berikut:
a. Akidah b. Syari’ah
c. Tashawuf/akhlak d. Pergaulan antar golongan e. Kehidupan berbegara
f. Kebudayaan g. Dakwah.41
Ketujuh sumber-sumber di atas maka akan dijelaskan satu persatu
yaitu:
a. Akidah
1) Keseimbangan dalam penggunaan dalil ‘aqli dan dalil naqli
39Ibid
40 Departemen Agama RI, Al-Qur’andan Terjemahnya, h. 108
41 www://nu.or.id.Khitah Nahdliyah, h. 40-44 di akses tanggal 16 Juni 2017
2) Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam.
3) Tidak gambang menilai salah satu menjatuhkan vonis syirik, bid’ah
apalagi kafir.42
b. Syari’ah
1) Berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadis dengan menggunakan
metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 2) Akal baru dapat digunakan pada masalah yagn tidak ada nash yagn
jelas. 3) Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masaah yang
memiliki dalil yang multi- interpretatif.43
c. Tashawuf/akhlak
1) Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang
tidak bertentangan dengan prinsip hukum Islam. 2) Mencegah sikap berlebihan dalam menilai sesuai 3) Berpedoman kepada akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah
atau berani (antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu’ (antara sombong dan rendah diri) dan sikap derawan
(antara kikir dan boros)44
d. Pergaulan antar golongan
1) Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur pengikatnya masing-masing
2) Mengembangkan toleransi kepadak elompok yang berbeda 3) Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan
menghargai
4) Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.45
e. Kehidupan bernegara
42Ibid
43Ibid
44Ibid
45Ibid
1) NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) harus tetap
dipertahankan karena merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa.
2) Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang
dibuat, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama. 3) Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta keapda pemerintah
yang sah. 4) Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka
mengingatkannya dengan cara yang baik.46
f. Kebudayaan
1) Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan norma dan hukum agama.
2) Kebudayaan yang baik dan tidak bertentangan dengan agama dapat diterima, dan manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal.
3) Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan.47
g. Dakwah
1) Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis
bersalah tetapi mengajak masyarakat menuju jalan yang diridahi Allah SWT.
2) Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas. 3) Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang
jelas, disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.48
Berdasarkan ketujuh sumber di atas, teridentifikasi sejumlah
nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini:
a. Religious b. Kejujuran c. Toleransi
d. Kedisplinan e. Kerja Keras
f. Kreatif g. Kemandirian h. Demokratis
46Ibid
47Ibid
48Ibid
i. Rasa Ingin Tahu
j. Semangat Kebangsaan k. Cinta Tanah Air l. Menghargai Prestasi
m. Bersahabat/Komunikatif n. Cinta Damai
o. Gemar Membaca p. Peduli Lingkungan q. Peduli Sosial
r. Tanggung Jawab.49
Berdasarkan kedelapan belas nilai karakter di atas dapat
dijelaskan yaitu:
a. Nilai religius merupakan sikap yang mengarah pada keagamaan,
mencerminkan ajaran agama yang dianutnya.
b. Nilai kejujuran merupakan perilaku pada diri seseorang yang selalu
dapat dipercaya perkataan, tindakan, dan perbuatannya.
c. Nilai toleransi merupakan sikap yang menghargai segala
perbedaan, baik itu agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan
tindakan orang lain yang berbeda.
d. Nilai kedisiplinan merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada suatu peraturan.
e. Nilai kerja keras merupakan upaya dengan sungguh-sungguh dalam
mengatasi hambatan, baik itu hambatan belajar dan menyelesaikan
tugas dengan sungguh-sungguh.
49 Kementerian Pendidikan Nasional, LITBANG, Bahan Pelatihan Penguatan
Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk daya Saing dan
Karakter,Bangsa: Pengembangan Pendidikan Budayadan Karakter Bangsa, (Jakarta: Pusat
Kurikulum, 2010), h. 7-18
f. Nilai kreatif merupakan usaha berfikir dan melakukan sesuatu
untuk menghasilkan cara, ide, atau hasil baru dari sesuatu yang
dimiliki.
g. Nilai kemandirian merupakan perilaku yang tidak menggantungkan
pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
h. Nilai demokratis merupakan cara berfikir dan bertindak yang
menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
i. Nilai rasa ingin tahu merupakan sikap rasa ingin mengembangkan
rasa ingin tahunya yang lebih mendalam dari sesuatu yang telah
dipelajari, dilihat, dan didengar.
j. Nilai semangat kebangsaan merupakan cara berfikir, bertindak, dan
berwawasan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi.
k. Nilai cinta tanah air merupakan cara berfikir dan bertindak yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa.
l. Nilai menghargai prestasi merupakan tindakan yang mendorong
seseorang untuk berhasil berguna untuk masyarakat serta mengakui
dan menghargai keberhasilan orang lain.
m. Nilai bersahabat/komunikatif merupakan tindakan yang
menunjukkan senang bergaul, berbicara, dan bekerjasama dengan
orang lain.
n. Nilai cinta damai merupakan sikap yang membuat orang lain
nyaman dan damai atas kehadiran dirinya.
o. Nilai gemar membaca merupakan kebiasaan menyediakan waktu
untuk membaca yang bermanfaat bagi dirinya.
p. Nilai peduli lingkungan merupakan tindakan yang mempedulikan
lingkungan alam serta memperbaiki kerusakan alam.
q. Nilai peduli sosial merupakan sikap yang selalu ingin memberikan
bantuan kepada orang lain atau masyarakat yang membutuhkan.
r. Nilai tanggung jawab merupakan sikap atau perilaku seseorang
untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya
Berdasarkan kedelapan belas nilai karakter di atas bahwasannya
dapat dimasukan ke katagori nilai karakter Aswaja yang kemudian
diturunkan menjadi karakter Aswaja. Adapun nilai-nilai karakter yang
penulis temukan di pondok pesantren dari delapan belas (18) nilai
karakter hanya tujuh (8) yang digunakan, masing- masing sudah masuk
kedalam nilai-nilai karakter Aswaja.
Dengan rincian sebagai berikut :
a. Tawassuth (moderat),
1. Religius sebagai salah satu nilai karakter yaitu sikap dan perilaku
yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain. Karakter religious ini sangat dibutuhkan oleh
santri dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral,
dalam hal ini santri diharapkan mampu memiliki dan berprilaku
dengan ukuran baik dan buruk yang di dasarkan pada ketentuan dan
ketetapan agama. Pembentukan karakter religious ini tentu dapat
dilakukan jika seluruh komponen stake holders pendidikan dapat
berpartisipasi dan berperan serta, termasuk orang tua dari santri itu
sendiri.
Ada lima aspek religious dalam Islam yaitu:
a) Aspek iman, menyangkut keyakinan dan hubungan manusia dengna Tuhan, Malaikat, para Nabi dan
sebagainya. b) Aspek Islam, menyangkut frekuensi, intensitas pelaksanaan
ibadah yang telah ditetapkan, misalnya shoat, puasa dan
zakat. c) Aspek ihsan, menyangkut pengalaman dan perasaan
tentang kehadiran Tuhan, takut melanggar larangan dan lain-lain.
d) Apske ilmu, yang menyangkut pengetahuan seseorang
tentang ajaran-ajran agama. e) Aspek amal, menyangkut tingkah laku dalam kehidupan
bermasyarakat, misalnya menolong orang lain, membela orang lemah, bekerja dan sebagainya.50
2. Kejujuran merupakan perilaku pada diri seseorang yang selalu
dapat dipercaya perkataan, tindakan, dan perbuatannya. Peran
ustadz/ustadzah dalam membangun tradisi kejujuran di lungkungan
Pondok Pesantren ada tiga aspek yaitu:
pertama membangun kejujuran harus dimulai dari dirinya sendiri sebagai seorang ustadz/ustadzah, yakni antara perkataan, perbuatan
dan tindakan harus sesuai dengan orma-norma yang berlaku. Kedua, sebagai seorang ustadz/ustadzah yang tugas utamanya
adalah mendidik, melatih, mengarahkan, menilai didiknya, maka ustadz/ustadzah mempunyai kwajiban untuk membentuk karakter
50 A. Thontowi, Hakekat Religiusitas, (http://www.sumsel.kemenag.go.id) diakses 16
Juni 2017
santrinya memiliki sikap disiplin, jujur, mandiri, demokratis dan
bertanggung jawab. Ketiga, ustadz/ustadzah secara akademik juga mempunyai tanggung jawab untuk membesarkan lembaga (pondok pesantren),
makadalam konteks ini ustadz/ustadzah harus mampu membangun dan memberi teladan kepada teman seprofesinya untuk terus
menerus menanamkan nilai-nilai kejujuran baik untuk dirinya sendiri (teman seprofesi), maupun santrinya melalui materi yang diajarkan.51
b. Tawazun (berimbang atau harmoni),
1. Peduli sosial merupakan sikap yang selalu ingin memberikan
bantuan kepada orang lain atau masyarakat yang membutuhkan.
Peduli sosial adalah perasaan bertanggungjawab atas kesulitan yang
dihadapi oleh orang lain di mana seseorang terdorong untuk
melakukan sesuatu untuk mengatasinya.
Sikap dan perilaku kepedulian sosial bukan pembawaan, tetapi
dapat dibentuk melalui pengalaman dan proses belajar, dapat
dilakukan melalui tiga model yaitu:
a. Mengamati dan meniru perilaku peduli sosial, orang-orang
yang diidolakan. b. Melalui proses pemerolehan informasi verbal tentang kondisi
dan keadaan sosial orang yang lemah sehingga dapat diperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang apa yang menimpa dan dirasakan oleh orang lain, dan harus bersikap dan berperilaku
peduli kepada orang lemah. c. Melalui penerimaan penguat berupa konsekuensi logis yang
akan diterima seseorang setelah melakukan kepedulian sosial.52 2. Tanggung jawab merupakan sikap atau perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya yang seharusnya dilakukan
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan
51Ibid
52Ibid
budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Indikator Pondok
Pesantren dalam karakter tanggung jawab yaitu:
a) Membuat laporan setiap kegaitan yang dilakukan dalam bentuk lisan maupun tertulis.
b) Melakukan tugas tanpa disuruh. c) Menunjukan prakarsa untuk mengatasi masalah dalam lingkup
terdekat.
d) Menghidarkan kecurangan dalam pelaksanaan tugas.53
c. Ta’adul (netral atau adil),
1. Kedisiplinan merupakan tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada suatu peraturan. Kedisiplinan sangat penting
bagi para santri, disiplin bukan hanya dilakukan dan di jalankan
hanya karena suatu aturan dan kebijakan yang harus ditaati sesuai
dengan aturan itu melainkan kedisiplinan itu dilakukan karena
kesadaran sendiri untuk meningkatkan tingkat keberasilan yang
tinggi. Contoh disiplin waktu, seorang santri yang menjalankan
aktivitas dengan disiplin cenderung akan menghargai waktu dan
mengerjakan tugas sesuai waktu yang ditetapkan.
2. Peduli lingkungan merupakan tindakan yang mempedulikan
lingkungan alam serta memperbaiki kerusakan alam. Salah satu
karakter yang perlu dikembangkan pada para santri adalah sikap
peduli terhadap lingkungan, dengan pemebntukan karakter ini
dapat menjadikan lingkungan bersih, aman dan terawatt baik
53Ibid
dilingkungan rumah, sekolah, pondok pesantren dan lingkungan di
mana individu itu berada.
d. Tasamuh (toleran).
1. Nilai toleransi merupakan sikap yang menghargai segala
perbedaan, baik itu agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan
tindakan orang lain yang berbeda. Sasaran yang ingin dicapai dari
para santri setelah mendapatkan pembelajaran tentang nilai
toleransi adalah :
a) Santri mampu mengendalikan emosi b) Santri menjadi individu yang penyabar c) Santri mampu menjalani kehidupan di bawah tekanan
d) Santri mampu mengatasi kesulitan yang dihadapi e) Santri mampu mengakomodasi perbedaan sudut pandang.
f) Santri mampu menjadi individu yang mudah memaafkan.54
2. Nilai kemandirian merupakan perilaku yang tidak
menggantungkan pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-
tugasnya. Untuk membangun karakter mandiri diperlukan tiga
teknik yang merupakan satu kesatuan, yaitu:
a) Proses pembentukan akal kemandirian
Proses pembentukan karakter mandiri barawal dari
pembentukan kemandirian akal. Akal merupakan penentu
awal dari pembentukan karakter. Untuk dapat membentuk
akal mandiri guru sebagai ujung tombak pendidikan harus
54 Kawsar. Kouchok , Teaching Tolerace Through Moral & Value Education
(Papaers and Resources Materials for the Global Meeting of Esperts, Oslo 2004.
http://www.abrarrkt.blogspot.com. Diakses tanggal 16 Juni 2017
melakukan hal-hal seperti menjadi teladan dalam hal
kemandirian bagi para santri atau siswanya. Contoh teladan
merupakan media pembelajaran yang paling efektif.
Pengetahuan yang diberikan yang tidak terintegrasi dengan
orang yang kepribadian guru akan mubadzir karena siswa
lebih peka kepada apa yang dilakukan oleh gurunya dari pada
apa yang disampaikannya.
b) Proses pembentukan hati kemandirian
Inti dari proses pembentukan hati kemandirian adalah
memunculkan kesadaran santri atau siswa untuk menjadi
orang yang mandiri.
c) Proses pembentukan amal kemandirian
Hal yang paling menentukan dari karakter mandiri adlaah
amal atau perbuatan. Tingkat ini merupakan puncak dan
bentuk internalisasi kemandirian.
4. Pondok Pesantren sebagai Model dalam Penanaman Karakter Aswaja
b. Pengertian Pondok Pesantren
Secara etimologis, pondok pesantren adalah gabungan dari
pondok dan pesantren. Pondok, berasal dari bahasa Arab funduk yang
berarti hotel, yang dalam pesantren Indonesia lebih disamakan dengan
lingkungan padepokan yang dipetak-petak dalam bentuk kamar
sebagai asrama bagi para santri. Sedangkan pesatren merupakan
gabungan dari kata pe-santri-an yang berarti tempat santri. Dengan
demikin pondok pesantren adalah lembaga keagamaan, yang
memberikan pendidikan dan pengajaran serta mengembangkan dan
menyebarkan ilmu agama Islam.55Pondok pesantren adalah “artefak
peradaban Indonesia yang dibangun sebagai institusi pendidikan
keagamaan bercorak tradisional, unik, dan indigenous (asli)”.56
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa
pondok pesantren adalah tempat atau asrama belajar bagi santri yang
mempelajari agama dari seorang Kyai atau Syaikh guna untuk
mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam.
Pondok Pesantren secara umum berfungsi sebagai lembaga
tafaquh fiddin (pendalaman ilmu-ilmu agama). Sesuai dengan
kemampuan dan pertimbangan situasional dewasa ini, sedangkan
secara khusus mengarahkan diri untuk berfungsi sebagai :
1. Lembaga dakwah yang menyebar luaskan nilai-nilai Islam Aswaja di
masyarakat.
2. Lembaga pendidikan yang aktif menanamkan nilai-nilai ke-Islaman,
kemasyarakatan, dan kebangsaan.
3. Lembaga pengajaran yang mencerdaskan para santri dengan
berbagai ilmu dan pengetahuan.
4. Lembaga pelatihan yang membekali para santri dengan keterampilan
sebagai bekal hidup dikemudian hari.
55 Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di
Tengah Arus Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005), h. 80 56 Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta:
Paramadina, 2000), h. 10
5. Lembaga pengembangan masyarakat yang mengentaskan/
menginspirasikan santri dari kalangan kurang mampu untuk dibina.
Atas tanggung jawab dan keswadayaan mereka menuju kehidupan
yang lebih baik.
c. Tujuan Pendidikan Karakter Aswaja di Pondok Pesantren
UU Sisdiknas No. 20 Th. 2003 Pendidikan Nasional bertujuan
untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.57
Adapun tujuan dari pendidikan aswaja di Pondok Pesantren ini
adalah untuk membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan,
sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam bertingkah laku,
bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur, dan suci.
Dengan kata lain pendidikan aswaja bertujuan untuk melahirkan
manusia yang memiliki keutamaan (al-fadh}ilah).58
Kemudian pendidikan aswaja dalam Pondok Pesantren ter-
cover dalam prinsip “berpegang teguh pada kebaikan dan menjauhi
57 Mendiknas, Katalog dalam Terbitan (KDT), Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional & Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Cet. 2, (Jakarta: Visimedia
Pustaka, 2007), h. 5
58Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, (Bandung: Rosda Karya, 2013), h. 143
keburukan dan kemungkaran”.59 Prinsip ini berhubungan erat dengan
upaya mewujudkantujuan dasar pendidikan Islam, yaitu ketakwaan
kepada Allah swt. Jadi fungsi pendidikan aswaja menekankan pada
sikap, tabi’at, dan perilaku yang menggambarkan nilai-nilai kebaikan
yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan santri dalam sehari-hari.
Agar hidupnya selalu terkontrol dengan nilai-nilai ajaran agama Islam
yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW, yang pada hakikatnya
menyempurnakan akhlak.
Pada hakekatnya tujuan pendidikan karakter aswaja di Pondok
Pesantren adalah sebagai berikut:
a) Tawassuth (moderat)
Tawassuth (moderat dan berlaku adil) yang berintikan
kepada prinsip hidup yang menjujung tinggi keharusan berlaku adil
dan lurus di tengah-tengah kehidupan bersama. Tujuan aswaja
dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang
bersikap moderat dan bertindak lurus dan selalu bersifat
membangun dan menjadi umatan wasthan (kelompok moderat)
serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatharruf
(ekstrim).60
Sikap tengah dari tujuan karakter aswaja terwujud dalam
berbagai bidang antara lain:
59 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya Dalam Lembaga
Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 65 60 Khofifah Indah Parawanza, Aswaja, h. 25
1. Bidang Aqidah
2. Bidang Fiqh
3. Bidang Budaya
4. Bidang Akhlak.61
Keempat bidang di atas akan dijelaskan satu persatu sebagai
berikut:
1. Bidang Aqidah: pertengahan / keseimbangan antara
penggunaan dalil Naqli dan dalil Aqli. Pertengahan /
keseimbangan antara pendapat Jabariah dan Qodariyah.
2. Bidang Fiqih: pertengahan antara Ijtihad sembrono dan taqlid
buta, dengan cara bermadzab. Tegas dalam hal-hal yang
qoth’iyat dan toleran dalam hal-hal yang dhanniyat.
3. Bidang budaya: mempertahankan budaya lama yang baik dan
menerima budaya baru yang lebih baik. tidak apriori menolak
atau menerima salah satunya.
4. Bidang Akhlak: syaha’ah (berani) antara penakut dengan
ngawur. Tawadlu adalah antara takabbur (sombor) dengan
madzallah (rasa rendah diri) rendah hati baik, rendah diri tidak
baik.
b) Tawazun (berimbang atau harmoni)
Tawazun adalah sikap seimbang dalam berkhidmah. Menyerasikan
khidmah kepada Allah SWT, khidmah kepada sesama manusia
61Ibid, h. 26
serta kepada lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan
masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Tawazun juga
menyelaraskan kepentingan pribadi sosial, bangsa dan
kemanusiaan demi kepentingan yang lebih baik, lebih luas dan
lebih abadi.62
Penjelasan di atas dapat dipahami bahwa tawazun sikap seimbang
dalam berkhimad kepada Allah SWT dan sesama manusia.
c) Ta’adul (netral atau adil),
Ta’adul ialah sikap adil dan netral dalam melihat, menimbang,
menyikapi dan menyelesaikan segala permasalahan. Adil tidak
selamanya sama atau setara. Adil adalah sikap profesional
berdasarkan hak dan kewajiban masing-masing. Kalupun keadilan
menuntut adanya kesamaan atau kesetaraan, hal itu hanya berlaku
ketika realitas individu benar-benar sama dan setara secara persis
dalam segala sifat.
d) Tasamuh (toleran).
Tasamuh berarti memberikan tempat dan kesempatan yang sama
pada siapapun tanpa memandang perbedaan latar belakang apapun.
Dasar pertimbangannya murni karena integritas, kualitas dan
kemampuan pribadi. Sikap tasamuh juga nampak dalam
memandang perbedaan pendapat baik dalam masalah keagamaan,
terutama hal-hal yang bersifat furu’ atau menjadi masalah
62Ibid, h. 26-27
khilafiyah, serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan,
dengan kata lain tasamuh berarti menjujung tinggi perbedaan
dengan kesediaan menerima kebenaran dan kebaikan yang berasal
dari pihak lain.63
e) Amar ma’ruf nahi munkar
Amar ma’ruf nahi munkar selalu memiliki kepekaan, keterlibatan,
dan tanggung jawab untuk mendorong perbuatan yang baik,
berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama, serta menolak
dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan
merendahkan nilai-nilai kehidupan. Amar ma’ruf nahi munkar
lebih memiliki makna dan fungsi ruh keagamaan yang senantiasa
memberikan motivasi, makna, arah dan kontrol agar manusia dan
masyarakatnya senantiasa tetap terjaga pada kemartabatan dirinya
sebagai khalifah Allah di dunia.64
Pendapat lain mengemukakan bahwa tujuan pendidikan
karakter aswaja di Pondok Pesantren adalah sebagai berikut:
1. Terciptanya suasana keagamaan di Pondok Pesantren dalam peribadatan,pergaulan, pembiasaan ucapan
kalimat tayyibah, akhlak karimah dalam perilaku sehari-hari.
2. Terwujudnya rasa harga diri, mengagungkan Tuhan, mencintai orang tua dan menghormati gurunya.
3. Terwujudnya semangat belajar, cinta tanah air dan
memuliakan agama.
63Ibid
64Ibid, h. 27
4. Terlaksananya amal saleh dalam kehidupan nyata yang
sarwa ibadah sesuai dengan ajaran aswaja dikalangan murid, guru dan masyarakat lingkungan sekolah.65
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas bahwa tujuan
pendidikan karakter aswaja di Pondok Pesantren adalah
membentuk tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), ta’adul
(netral atau adil), tasamuh (toleran), dan amar ma’ruf nahi munkar.
d. Peran Kyai dalam Penanaman Karakter Aswaja
1) Pengertian Kyai
Istilah kyai yang lekat dengan masalah agama Islam pada
dasarnya bukan berasal dari bahasa Arab melainkan berasal dari
bahasa Jawa. Istilah kyai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga
jenis gelar yang saling berbeda, yaitu:
b. Kyai dipakai sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat. Kyai Garuda Kencana
dipakai untuk sebutan ”kereta emas” yang abadi di Keraton Yogyakarta.
c. Kyai dipakai sebagai gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
d. Kyai sebagai gelar yang diberikan oleh masyarakat
kepada seseorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab
klasik kepada para santrinya.66
Berdasarkan ketiga pemakaian istilah tersebut, yang paling
banyak dipakai oleh masyarakat adalah yang terakhir yaitu
65 Busyairi Harits, Islam NU Pengawal Tradisi Sunni Indonesia, (Surabaya: Khalista,
2010), h. 24 66 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai,
(Jakarta: LP3ES, 2011), h. 93
seseorang yang menjadi pimpinan pesantren. Pendapat lain
dikemukakan bahwa “pengertian kyai yang paling luas dalam
Indonesia modern adalah pendiri dan pimpinan sebuah pesantren,
yang sebagai muslim terpelajar telah membaktikan hidupnya demi
Allah serta menyebarkan dan memperdalam ajaran-ajaran dan
pandangan Islam melalui kegiatan pendidikan”.67 Kedudukan
seorang kyai sebagai pimpinan sentral yang berkuasa penuh di
dalam pesantren memiliki otoritas, wewenang yang menentukan
semua aspek kegiatan pendidikan dan kehidupan agama atas
tanggungjawabnya sendiri.
Pengertian kyai sebagai hierarki kekuasaan satu-satunya
yang ditegakkan di atas kewibawaan moral sebagai
penyelamat para santri dari kemungkinan melangkah ke
arah kesesatan, kekuasaan ini memiliki perwatakan absolut
sehingga santri senantiasa terikat dengan kyainya seumur
hidupnya, minimal sebagai sumber inspirasi dan sebagai
penunjang moral dalam kehidupan pribadinya.68
Pada sisi lain, istilah “ulama” dan “kyai” tak dapat
dipisahkan dari “ahli agama”. Kendati demikian, peran keduanya
dapat dibedakan; ulama sebagai kepemimpinan “administratif”,
sedangkan kyai sebagai kepemimpinan “simbolik”. Eksistensi kyai
dalam pesantren merupakan “lambang kewahyuan” yang selalu
disegani, dipatuhi dan dihormati secara ikhlas, jauh dari hipokrit.
67 Ziemek Manfred, Pesantren dalam Perubahan Sosial, (Jakarta: P3M, 1986), h. 138
68 Abdurrahman Wahid, Menggerakan Tradisi, Esai-esai Pesantren , (Yogyakarta:
LKIS, 2001), h. 6-7
Para santri dan masyarakat sekitar selalu berusaha agar dapat dekat
dengan para kyai/ulama untuk memperoleh “berkah” dari mereka.
Tegasnya, kyai adalah tempat bertanya, sumber referensi, dan
tempat meminta nasihat dan fatwa.69
Berdasarkan beberapa pendapat di atas bahwa pengertian
kyai itu adalah seseorang yang menjadi pimpinan pesantren,
adapun kedudukan seorang kyai adalah sebagai pimpinan sentral
yang berkuasa penuh di dalam pesantren memiliki otoritas,
wewenang yang menentukan semua aspek kegiatan pendidikan dan
kehidupan agama atas tanggungjawabnya sendiri.
2) Peranan Kyai dalam Penanaman Karkater Aswaja
Kehidupan bermasyarakat, seorang kyai sebagai kelompok
elit dalam struktur sosial, politik, ekonomi dan lebih-lebih di
kalangan kelompok agama Islam mempunyai peranan yang sangat
penting, yaitu:
a. Sebagai ulama
Kyai sebagai ulama artinya ia harus mengetahui, menguasai
ilmu tentang agama Islam, kemudian menafsirkan ke dalam
tatanan kehidupan masyarakat, menyampaikan dan memberi
contoh dalam pengamalan dan memutuskan perkara yang
dihadapi oleh masyarakat. Ulama adalah seseorang yang ahli
69 Abudin Nata, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Islam
di Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2001), h. 143
dalam ilmu agama Islam dan ia mempunyai integritas
kepribadian yang tinggi dan mulia, serta berakhlakul karimah
dan ia sangat berpengaruh di tengahtengah masyarakat.70
b. Sebagai pengendali sosial
Para kyai khususnya di daerah Jawa merupakan kepemimpinan
Islam yang dianggap paling dominan dan selama berabad-abad
telah memainkan peranan yang menentukan dalam proses
perkembangan sosial, kultur, dan politik. Berkat pengaruhnya
yang besar di masyarakat, seorang kyai mampu membawa
masyarakat ke mana ia kehendaki. Dengan demikian, seorang
kyai mampu mengendalikan keadaan sosial masyarakat yang
penuh dengan perkembangan dan perubahan zaman. Kyai
mengendalikan masyarakat akibat dari perubahan yang terjadi
dengan cara memberikan solusi yang tidak bertentangan
dengan kaidah-kaidah ajaran Islam.71
c. Sebagai penggerak perjuangan
Kyai sebagai pimpinan tradisional di masyarakat sudah tidak
diragukan lagi fungsinya sebagai penggerak perjuangan
masyarakat setempat untuk mencapai tujuan yang diharapkan
70Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai, h.
94
71Ibid, h. 95-96
oleh masyarakatnya. Sejak zaman colonial Belanda, para kyai
sudah banyak yang memimpin rakyat untuk mengusir penjajah.
Islam pada zaman penjajahan Belanda merupakan faktor nomor
satu bagi kelompok-kelompok suku bangsa yang tinggal
berpencar-pencar diberbagai kepulauan itu semua tidak lepas
dari gerakan perjuangan para kyai.72
Kewibawaan kyai dan kedalaman ilmunya adalah modal
utama bagi berlangsungnya semua wewenang yang diajarkannya.
Kyai juga dikenal sebagai tokoh kunci. Kata-kata dan
keputusannya dipegang teguh oleh para santri dan masyarakat.
Meskipun demikian, kyai lebih banyak menghabiskan waktunya
untuk mendidik santri daripada hal-hal lainnya
Keberadaan kyai dalam lingkungan pesantren laksana
jantung bagi kehidupan manusia. Intensitas kyai memperlihatkan
perannya yang otoriter, disebabkan karena kyailah perintis, pendiri,
pengelola, pengasuh, pemimpin, penanggungjawab, dan bahkan
sebagai pemilik tunggal. Banyak pesantren yang mengalami
kemunduran karena meninggalnya sang kyai, sementara ia tidak
memiliki keturunan atau penerus untuk melanjutkan
kepemimpinannya.
Selain peranan-peranan tersebut, kyai juga memiliki peran
penting dalam menjadikan pondok pesantren yang sesuai dengan
72Ibid, h. 96-97
fungsi pesantren itu sendiri, yakni sebagai transfer ilmu dan nilai
agama seperti yang diterapkan oleh kebanyakan pondok pesantren
pada umumnya.
B. Metode Pembiasaan
1. PengertianMetode Pembiasaan
Pembelajaran pendidikan agama Islam membutuhkan metode
dalam upaya pencapaian tujuan yang dicita-citakan, karena tanpa metode
suatu materi pendidikan tidak mungkin terserap secara efektif dan efisien
oleh santri. Oleh karena itu dari segi bahasa metode berasal dari dua
perkataan , yaitu meta dan hodos, meta berarti “melalui “ dan hodos berarti
“jalan “ atau “cara “. Dengan demikian metode dapat berarti cara atau
jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.73
Pembiasaan adalah sesuatu yang dibiasakan. Pembiasaan dalam
pendidikan agama hendaknya dimulai sedini mungkin. Rasulullah SAW
memerintahkan kepada orang tua, dalam hal ini para pendidik agar mereka
menyuruh anak-anak mengerjakan sholat, tatkala mereka berumur tujuh
tahun.
Pengertian metode pembiasaan yaitu sebagaimana yang
dikemukakan oleh para ahli pendidikan, di antaranya:
1) Metode pembiasaan adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengaplikasikan prilaku-prilaku yang belum pernah atau jarang
73Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam ,(Jakarta: Logos, 2001), h. 91
dilaksanakan menjadi sering dilaksanakan hingga pada akhirnya
menjadi kebiasaan.74
2) Metode pembiasaan adalah cara untuk menciptakan suatu
kebiasaan atau tingkah laku tertentu bagi anak didik.75
3) Metode pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk
membiasakan anak didik berpikir, bersikap dan bertindak sesuai
dengan tuntunan ajaran agama Islam.76
4) Metode pembiasaan adalah teknik belajar yang direncanakan dan
dilakukan secara rutin dan terus-menerus. Dengan kata lain ada
semacam penjadwalan belajar .77
5) Metode pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara
berulang-ulang agar sesuatu itu menjadi kebiasaan.78
Berdasarkan beberapa definisi di atas, terlihat adanya kesamaan
pandangan walaupun redaksinya berbeda-beda. Namun pada prinsipnya,
mereka sepakat bahwa metode pembiasaan merupakan salah satu upaya
pendidikan yang baik dalam pembentukan manusia dewasa. Oleh karena
itu, dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud implementasi
metode pembiasaan adalah suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan,
74Hermawati , Pendidikan Sebagai Model, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2016),
h.180. 75Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h.103. 76Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), h. 110. 77Jasa Ungguh Muliawan, 45 Model Pembelajaran Spektakuler (Jogjakarta : Ar-Ruzz
Media, 2016), h.118.
78Heri Gunawan , Pendidikan Karakter , (Bandung : Alfabeta, 2014), h. 93.
inovasi atau cara yang dipakai pendidik untuk membiasakan santri agar
terbiasa berpikir dan bersikap sesuai dengan ajaran agama Islam.
Ciri khas metode pembiasaan adalah kegiatan yang berupa
pengulangan berkali-kali dari suatu hal yang sama. Pengulangan ini
sengaja dilakukan berkali-kali supaya asosiasi antara stimulus dengan
suatu respon menjadi sangat kuat dan tidak mudah dilupakan. Dengan
demikian, terbentuklah pengetahuan dan keterampilan yang setiap saat
siap untuk dipergunakan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, sebagai
awal dalam proses pendidikan, pembiasaan merupakan cara yang sangat
efektif dalam menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa anak. Nilai-
nilai yang tertanam dalam dirinya ini kemudian akan termanifestasikan
dalam kehidupannya semenjak ia mulai melangkah ke usia dewasa.79
Pentingnya penanaman pembiasaan ini sejalan dengan
sabdaRasulullah saw. yang diriwayatkan oleh Abu Daud, yaitu:
واضربوهم عليها وهم أبناء ,صلة وهم أبناء سبع سنين مروا أولادكم باال
قوا بينهم فى المضاجع )رواه الحاكم( ,عشر وفر
Artinya: “Perintahkan anak-anakmu menjalankan ibadah sholat jika
mereka sudah berusia tujuh tahun. Dan jika mereka sudah
berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau
melaksanakannya dan pisahkanlahtempat tidur mereka” (HR. Al-
Hakim).80
79Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam; h. 110
80 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani,
2007), h. 167
Haditst di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hukum salat,
bilangan rakaatnya dan cara-caranya hendaknya dapat diajarkan kepada
anak sedini mungkin, kemudian dibiasakan untuk melaksanakannya
dengan berjamaah, sehingga shalat itu menjadi akhlaq dan kebiasaan bagi
anak.
Teori perkembangan anak didik, dikenal ada teori konvergensi,
pribadi dapat dibentuk oleh lingkungannya dengan mengembangkan
potensi dasar yang ada padanya. Potensi dasar ini dapat menjadi penentu
tingkah laku (melalui proses). Potensi dasar harus selalu diarahkan agar
tujuan pendidikan tercapai dengan baik. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk mengembangkan potensi dasar tersebut adalah melalui
kebiasaan yang baik. Menurut Burghardt, sebagaimana dikutip oleh
Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan, kebiasaan itu timbul
karena proses penyusutan kecenderunganrespon dengan menggunakan
stimulasi yang berulang-ulang. Dalam prosesbelajar, pembiasaan juga
meliputi pengurangan perilaku yang tidak diperlukan. Karena proses
penyusutan atau pengurangan inilah muncul suatu pola bertingkah laku
baru yang relatif menetap dan otomatis.81
Oleh karena itu, metode pembiasaan sesungguhnya sangat efektif
dalam menanamkan nilai-nilai positif ke dalam diri anak didik/santri, baik
pada aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.
81Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h.
118.
2. Dasar dan Tujuan Metode Pembiasaan
a. Dasar Agama
Pendidik muslim mengambil banyak cara-cara, tujuan-tujuan,
dan prinsip pengajarannya dari Allah dan sunnah Nabi-Nya, dan juga
dari perkataan dan amalan ulama-ulama Islam dari nenek moyang yang
soleh, baik diambil dari pengalaman-pengalamannya yang khas maupun
dari hasil penyelidikan dan penelitiannya sendiri atau orang lain yang
diambil dari firman Allah, contohnya dalam QS. Ar-Rum: 30
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus”. (QS. Ar-Rum : 30) 82
Firman Allah tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia
dilahirkan dengan naluri tauhid dan iman kepada Allah. Dari sini
tampak peranan pembiasaan, pengajaran dan pendidikan bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak dalam menemukan tauhid yang
82 Departemen Agama RI, Al-Qur’andan Terjemahnya, (Jakarta: Pustaka Alfatih,
2009), h. 407
murni, budi pekerti yang mulia, rohani yang luhur dan etika religi yang
lurus.
b. Dasar Bio-Psikologis
Adanya dasar biologis, mewajibkan guru untuk memelihara
metode teknik pengajarannya ciri-ciri, kebutuhan-kebutuhan jasmaniah,
dan tahap kematangan muridnya. Ia harus memperhatikan bahwa
murid-murid itu mempunyai kebutuhan bio-fisik yang harus dipuaskan
dan dipenuhi supaya tercapai penyesuaian jasmani, psikologis dan
sosial yang sehat, seperti kebutuhan kepada udara yang bersih,
kebutuhan kepada gerakan dan aktivitas dan kebutuhan kepada istirahat
dan tidur dan sebagainya.
Sedangkan dasar psikologis, yang dimaksudkan adalah sejumlah
kekuatan psikologis termasuk motivasi, kebutuhan emosi, minat, sikap
keinginan, kesediaan, bakat-bakat dan kecakapan akal (intelektual).
Oleh karena itu guru harus berusaha memelihara kebutuhan-kebutuhan
tersebut.
c. Dasar Sosisl
Metode mengajar guru muslim juga terpengaruh oleh faktor-
faktor masyarakat tempat tinggalnya, oleh karena itu guru seharusnya
dalam metode mengajarnya seia sekata dan bersesuaian dengan nilai-
nilai masyarakat dan tradisi-tradisinya yang baik dan dengan tujuan-
tujuan, kebutuhan-kebutuhan, harapan-harapannya terhadap anggota-
anggotanya dan tuntutan-tuntutan kehidupan yang berada dalam
masyarakat tersebut. Begitu juga ia harus menjaga perubahan-
perubahan yang berlaku di dalamnya dan berusaha mengadakan
perubahan yang baik, mengambil manfaat dari fasilitas dan peluang-
peluang yang ada di dalamnya
Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan yang
sangat penting, terutama bagi anak didik. Mereka sudah mengenal apa
yang disebut baik dan buruk dalam arti susila serta sudah mengenal
kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan sehingga mereka perlu
dibiasakan dengan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, dan pola
pikir tertentu yang baik.
Membina anak didik agar mempunyai sifat-sifat terpuji tidaklah
mungkin dengan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu
membiasakannya untuk melakukan yang baik yang diharapkan nanti
mereka akan mempunyai sifat-sifat baik dan menjauhi sifat tercela.
Demikian pula dengan pendidikan agama, semakin kecil umur si
anak, hendaknya semakin banyak latihan dan pembiasaan agama
dilakukan pada anak. Dan semakin bertambah umur si anak, hendaknya
semakin bertambah pula penjelasan dan pengertian tentang agama itu
diberikan sesuai dengan perkembangan kecerdasannya.83
Islam menggunakan pembiasaan sebagai salah satu teknik
pendidikan. Islam mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan,
83Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: P.T. Bulan Bintang, 2005), h. 74.
sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah,
tanpa kehilangan banyak tenaga dan banyak menemukan banyak
kesulitan. Oleh karena itu, pembiasaan merupakan salah satu penunjang
pokok kependidikan, sarana, dan metode paling efektif dalam upaya
menumbuhkan karakter anak.
Penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang
telah mempunyai kebiasaan tertentu akan dapat melaksanakannya
dengan mudah dan senang hati. Bahkan segala sesuatu yang telah
menjadi kebiasaan dalam usia muda sulit untuk diubah dan tetap
berlangsung sampai hari tua.
Para ahli pendidikan senantiasa mengingatkan agar anak-anak
segera dibiasakan dengan sesuatu yang diharapkan menjadi kebiasaan
baik sebelum terlanjur mempunyai kebiasaan lain yang buruk.Tindakan
praktis mempunyai kedudukan penting dalam Islam, dan pembiasaan
merupakan upaya praktis, pembentukan (pembinaan), dan persiapan.
Oleh karena itu, Islam dengan segalapenjelasan menuntut manusia
untuk mengarahkan tingkah laku, insting, bahkan hidupnya untuk
merealisasikan hukum-hukum Ilahi secara praktis. Praktik ini akan sulit
terlaksana manakala seseorang tidak terlatih dan terbiasa untuk
melaksanakannya.
d. Tujuan Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan
baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Pembiasaan
selain menggunakan perintah suri tauladan dan pengalaman khusus,
juga menggunakan hukuman dan ganjaran. bertujuan untuk
pembentukan kepribadian, metode pembiasaan juga penting
dilaksanakan untuk membentuk akhlak dan agama anak pada
umumnya, karena pembiasaan-pembiasaan agama itu akan
memasukkan unsur-unsur politik dalam pribadi anak yang sedang
bertumbuh.
Semakin banyak pengalaman agama yang didapatnya melalui
metode pembiasaan itu, akan semakin banyaklah unsur agama dalam
pribadinya dan semakin mudahnya ia memahami ajaran agama yang
akan dijelaskan oleh guru agama di kemudian hari.
Metode pembiasaan dalam pembelajaran di pondok juga
merupakan kesempatan yang sangat baik untuk membina pribadi
santri setelah orangtua atau dengan kata lain untuk memperbaiki
pribadi santri yang telah terlanjur rusak karena pendidikan dalam
keluarga.84
Tujuan selanjutnya, dengan membiasakan santri dengan tingkah
laku yang baik akan menjadikan pola pikir dan kelakuan moral yang
unggul serta membentuk karakter yang mengagumkan.
84Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 57.
3. Prinsip dan Syarat Metode Pembiasaan
a. Pengertian Prinsip Metode Pembiasaan
Pendekatan pembiasaan sesungguhnya sangat efektif dalam
menanamkan nilai-nilai positif ke dalam diri santri, baik pada aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik. Selain itu, pendekatan pembiasaan
juga dinilai sangat efisien dalam mengubah kebiasaan negatif menjadi
positif.
Namun demikian metode ini akan jauh dari keberhasilan jika
dilakukan dengan tidak memperhatikan situasi dan kondisi dengan
cara yang kaku, salah/tidak cocok dengan siswa. Oleh karena itu pada
pelaksanaan metode pembiasaan hendaklah memperhatikan prinsip
dan syarat metode pembiasaan.
Prinsip-prinsip penggunaan metode (termasuk di dalamnya
adalah metode pembiasaan), adalah sebagai berikut:
a) Mengetahui motivasi, kebutuhan dan minat santrinya.
b) Mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelum pelaksanaan pendidikan.
c) Mengetahui tahap kematangan, perkembangan serta perubahan santrinya.
d) Mengetahui perbedaan-perbedaan individu di dalam santri.
e) Memperhatikan kepahaman dan mengetahui hubungan-hubungan integrasi pengalaman dan kelanjutannya, keaslian,
pembaharuan dan kebebasan berpikir. f) Menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang
menggembirakan bagi santri.
g) Menegakkan uswah khasanah.85
85Armai Arief,Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Cet. 1, (Jakarta:
Ciputat Pers, 2002), h. 93-94.
Berdasarkan keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
prinsip-prinsip penggunaan metode pembiasaan adalah motivasi,
tujuan, tahap kematangan, perbedaan-perbedaan, kepahaman,
pengalaman, dan uswah khasanah.
b. Syarat Metode Pembiasaan
Sedangkan syarat-syarat pemakaian metode pembiasaan86
adalah sebagai berikut :
1) Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat. Usia sejak bayi dinilai
waktu yang sangat tepat untuk mengaplikasikan pendekatan ini,
karena setiap anak mempunyai rekaman yang cukup kuat dalam
menerima pengaruh lingkungan sekitarnya dan secara langsung
akan dapat membentuk kepribadian seorang anak. Kebiasaan positif
maupun negatif itu akan muncul sesuai dengan lingkungan yang
membentuknya.
2) Pembiasaan hendaklah dilakukan secara kontinue, teratur dan
terprogram, sehingga pada akhirnya akan membentuk sebuah
kebiasaan yang utuh, permanen dan konsisten. Oleh karena itu
faktor pengawasan sangat menentukan dalam pencapaian
keberhasilan dari proses ini.
86Kemendiknas, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa , Pedoman
Sekolah, (Jakarta :Balibang, 2010), h. 4.
3) Pembiasaan hendaknya diawasi secara ketat, konsisten dan tegas,
jangan memberi kesempatan yang luas kepada anak didik untuk
melanggar kebiasaan yang telah ditanamkan.
4) Pembiasaan yang pada mulanya hanya bersifat mekanistis,
hendaknya secara berangsur-angsur dirubah menjadi kebiasaan
yang tidak verbalistik dan menjadi kebiasaan yang disertai dengan
kata hati anak didik itu sendiri.
4. Kelebihan dan Kelemahan Metode Pembiasaan
Setiap metode pembelajaran tidak ada yang lebih sempurna
dibandingkan dengan metode yang lainnya. Tiap metode tersebut memiliki
kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Satu metode dengan metode
yang lainnya bersifat saling melengkapi. Dengan demikian seorang
guru/kyai dalam mencapai tujuan pembelajarannya dianjurkan untuk tidak
hanya menggunakan satu metode saja.
Di antara kelebihan dan kelemahan metode pembiasaan adalah
sebagai berikut:87
a. Kelebihan
1) Dapat menghemat tenaga dan waktu dengan baik.
2) Pembiasaan tidak hanya berkaitan dengan aspek lahiriah tetapi juga
berhubungan dengan aspek bathiniyah.
3) Pembiasaan dalam sejarah tercatat sebagai metode yang paling
berhasil dalam pembentukan kepribadian santri.88
87Armai Arief,ibid., h. 115-116.
b. Kelemahan
1) Membutuhkan tenaga pendidik yang benar-benar dapat dijadikan
sebagai contoh tauladan didalam menanamkan sebuah nilai kepada
anak didik.89 Oleh karena itu pendidik yang dibutuhkan dalam
mengaplikasikan pendekatan ini adalah pendidik pilihan yang
mampu menyelaraskan antara perkataan dan perbuatan, sehingga
tidak ada kesan bahwa pendidik hanya mampu memberikan nilai-
nilai tetapi tidak mampu mengamalkan nilai yang disampaikannya
terhadap anak didik.
2) Metode pembiasaan tidak mendidik siswa untuk menyadari dengan
analisis apa yang dilakukannya.90 Kelakuannya berlaku secara
otomatis tanpa ia mengetahui baik buruknya sehingga mereka belum
tahu kebiasaan mana yang baik dan mana yang buruk. Oleh karena
itu orang tua harus selalu mengawasi kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan oleh anaknya dan memberikan pengetahuan tentang
kebiasaan yang baik terhadap tingkah laku, perkataan dan sikap.
5. Metode Pembiasaan yang Digunakan di Pondok Pesantren
Metode pembiasaan yang digunakan di pondok pesantren yaitu
masih menggunakan metode lama atau tradisional, menurut kebiasaan-
88Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidik dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya,2005), h. 114. 89Ibid
90Ibid
kebiasaan yang lama dipergunakan dalam institusi itu, metode pembiasaan
tersebut antara lain:
a. Sorogan yaitu suatu sistem belajar secara individual dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru, dengan sistem pengajaran
secara sorogan ini memungkinkan hubungan Kyai dengan santri sangat dekat, sebab Kyai dapat mengenal kemampuan pribadi santri secara satu persatu.
b. Bandungan yaitu sistem bandungan ini sertin disebut dengan Halaqoh dimana dalam pengajaran, kitab yang dibaca oleh Kyai hanya satu,
sedang para santri membawa kitab yang sama, lalu santri mendengarkan dan menyimak bacaan Kyai.
c. Weton. Istilah weton berasal dari bahasa Jawa yang diartikan berkala
atau berwaktu. Pengajian weton bukan merupakan pengajian rutin harian, tapi dilaksanakan pada saat tertentu misalnya pada setiap
selesai sholat Jum’at dan sebagainya.91
Pendapat yang lain mengatakan bahwa metode pembiasaan yang
digunakan di Pondok Pesantren adalah sebagai berikut:
a. Metode Sorogan b. Metode Wetonan/Bandongan
c. Metode Musyawarah/Bahtsul Masa’il d. Metode Pengajian Pasaran
e. Metode Hafalan (Muhafazhah) f. Metode Demonstrasi/Praktik Ibadah g. Metode Muhawarah
h. Metode Mudzakarah92
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas bahwa metode pembiasaan
yang digunakan di pondok pesantren adalah seperti sorogan, wetonan
(waktu), musyawarah, pengajian pasaran, hafalan, praktik ibadah, muhawarah
(berlatih bahasa Arab) dan mudzakarah (diniyah)
91 Ismail SM, Dinamika Pesantren dan Madrasah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2002), h. 15
92 Departemen Agama RI, Pola Pembelajaran di Pesantren, (Jakarta: Departemen
Agama RI, 2001), h. 10-25
C. Implementasi Metode Pembiasaan dalam Penanaman Karakter Aswaja
di Pondok Pesantren
Penanaman karakter aswaja merupakan sistem penanaman yang
mengembangkan nilai-nilai karakater aswaja kepada santri sehingga mereka
memiliki nilai-nilai dan karakter serta menerapkan nilai-nilai aswaja tersebut
dalam kehidupan. Nilai karakter aswaja seperti tawasuth, tawazun, dan
ta’adul, yang diajarkan oleh Rosulullah SAW sedangkan tasamuh menjadi
dasar sikap kemasyarakatan aswaja. Nilai karakter aswaja tersebut yang
dikembangkan dalam lingkungan pondok pesantren melalui metode
pembiasaan.
Impelementasi metode pembiasaan dalam penanaman karakter aswaja
di Pondok Pesantren dilakukan dengan 4 prinsip yaitu tawasuth, tawazun,
ta’adul, dan tasamuh. Nilai tawasuth dalam karakter aswaja di pondok
pesantren mengajarkan tentang sikap yaitu dengan menggunakan metode
pembiasaan. Aswaja mengajarkan tentang sikap menghargai mayoritas dan
perbedaan karena aswaja lebih apresiatif teradap paradigma demokrasi.
Perbedaan di tengah umat merupakan keniscayaan, karena itu harus disikapi
secara arif dengan mengedepankan musyawarah tidak bisa disikapi secara
radikal dan ekstrim hanya karena keyakinan atas kebenaran sepihak. Di dalam
pondok pesantren diajarkan kepada seluruh para santri bahwa setiap santri
harus dapat membiasakan memiliki sikap kemasyarakatan yang dapat
diterima dan bekerjasama dengan semua kalangan, baik dalam internal umat
Islam, lintas agama dan bahkan dalam hubungan-hubungan internasional.
Nilai karakter aswaja yaitu tawazun (berimbang) di ajarkan kepada
para santri gunanya untuk menanamkan nilai sikap berimbang dalam
melakukan pertimbangan-pertimbangan hukum atau proses. Seperti proses
harmonisasi dan integralisasi antara dalil nash dengan pertimbangan-
pertimbangan rasio menyebabkan posisinya seimbang dalam melakukan
putusan/kebijakan. Dalam hal sosial politik pun sikap tawazun diwujudkan
dengan pertimbangan secara komprehensip an holistic baik ekonomi politik,
dan hal-hal lainnya. Begitu juga dengan karakter ta’adul yaitu adil, para santri
diajarkan untuk bersikap adil dalam menyikapi suatu persoalan baik di
lingkungan asrama pondok pesantren maupun di luar pondok pesantren.
Pondok Pesantren memiliki kelebihan dalam menerapkan penanaman
karakter aswaja. Dengan adanya pondok pesantren implementasi penanaman
karakter aswaja lebih terpantau karena semua kegiatan santri telah terjadwal
dan terpantau dalam 24 jam. Implementasi penanaman karakter aswaja tidak
hanya berlangsung di asrama saja, namun juga terjadi sinkronisasi antara
pendidikan di asrama dan kegiatan di sekolah formal.
Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep,
kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan
dampak, baik perubahan, pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan
sikap.93Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep,
kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan
dampak, baik perubahan, pengetahuan, keterampilan, maupun nilai dan sikap.
93 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. 9,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1997), h. 384
Di dalam Pondok Pesantren pengembangan penanaman karakter
aswaja dilakukan melalui kegiatan pembelajaran, kegiatan rutin, kegiatan
spontan, pembiasaan dan pengkondisian, untuk kegiatan pembelajaran
penanaman karakter aswaja terintegrasi ke dalam setiap mata pelajaran
khususnya mata pelajaran aswaja.
Pengembangan penanaman karakter aswaja dalam metode pembiasaan
diantaranya para santri dibiasakan memanggil guru dengan panggilan ustadz
atau ustadzah. Pembiasaan ini dilakukan agar tercipta atmosfer keislaman
yang kental di lingkungan asrama. Santri juga dibiasanya untuk mencium
tangan guru ketika bertemu. Dengan hal ini diharapkan dapat mempeerat rasa
persaudaraan antar keluarga besar pondok pesantren.
Dalam kehidupan asrama para santri ditanamkan pendidikan karakter
aswaja dan situasi sosial kekeluargaan selama dua puluh empat jam, sehingga
tercipta ras kekeluargaan yang erat dan diimplementasikan dengan tasamuh
seperti menjenguk atau menunggu teman yang sakit, swadana untuk
membantu teman yang kesulitan dan infaq bulanan setiap asrama.
Metode pembiasaan pada penanaman karakter Aswaja di Pondok
Pesantren meliputi:
1. Kegiatan rutin, yaitu pembiasan yang dilakukan secara terjadwal, seperti shalat berjama’ah, mengaji kitab, shalat duha bersama, dan kegiatan lainnya.
2. Kegiatan yang dilakukan secara spontan, adalah pembiasaan yang dilakukan tidak terjadwal dalam kejadian khusus, misalnya pembentukan
prilaku memberi salam, menolong sesama, melakukan antian, dan kegiatan yang lainnya.
3. Kegiatan dengan keteladanan, adalah pembiasaan dalam bentuk prilaku
sehari-hari, seperti berpakaian rapih dan sopan, berbaha baik dan santun, rajin dan tepat waktu.94
Pelaksanaan penanaman karakter, pembiasaan santri akan lebih efektif
jika ditunjang dengan keteladanan dari kyai, ustadz, ustadzah, serta pengurus
lainnya. Oleh kerenanya metode ini dalam pelaksanaannya tidak akan terlepas
dari keteladanan dan metode teladanan. Dimana ada kebiasaan disana ada
keteladanan. Kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus ini dalam teori
pendidikan akan membentuk karakter.
Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-
ulang agar sesuatu yang dilakukan menjadi kebiasaan. Metode pembiasaan
(habituation) ini berintikan pengalaman. Karana yang dibiasakan itu ialah
suatu yang diamalkan. Dan inti kebiasaan adalah pengulangan. Pembiasaan
menempatkan manusia sebagai sesuatu yang istimewa, yang dapat
menghemat kekuatan, karena akan menjadi kebiasaan yang melekat dan
spontan, agar kegiatan itu dapat dilakukan dalam setiap pekerjaan. Oleh
karena itu metode pembiasaan ini sangat efektif dalam rangka penanaman
karakter dan kepribadian santri. Pembiasaan pada pendidikan anak sangatlah
penting, khususnya dalam pembentukan pribadi dan akhlak. Pembiasaan
Aswaja akan memasukkan unsur-unsur positif pada perkembangan murid.
Semakin banyak pengalaman agama yang didapat murid melalui pembiasaan,
94 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung:
Alfabeta, 2012), h. 95
maka semakin banyak pula unsur agama dalam pribadinya, dan semakin
mudahlah ia memahami ajaran agama.95
Dengan demikian, implementasi metode pembiasaan merupakan suatu
proses penerapan ide, konsep, kebijakan, inovasi atau cara yang dipakai
pendidik untuk membiasakan santri agar terbiasa berpikir dan bersikap sesuai
dengan ajaran agama Islam.
Implementasi metode pembiasaan sangat tepat diterapkan pada anak
pondok pesantren. Hal ini disebabkan karena anak tumbuh dan berkembang
menjadi mumayyiz (bisa membedakan), mulai bisa menalar, memahami, dan
mengetahui, Oleh karena itu, pembiasaan yang baik perlu diterapkan agar
kelak bisa menjadi kebiasaannya. Mendidik dan melatih setelah dewasa
sangat sukar untuk mencapai kesempurnaan.96
Setiapimplementasi metode pembiasaan, ada faktor pendukung dan
ada faktor penghambatnya yaitu sebagai berikut:
1. Faktor Pendukung
Faktor pendukung yang menunjang pelaksanaan metode
pembiasaan guna menanamkan karakter Aswaja adalah sebagai berikut:
a. Adanya dukungan penuh dari seluruh pihak seperti wali santri, warga
sekitar, serta kyai untuk membimbing dan membina santri
menanamkan karakter Aswaja.
95 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 64-65.
96 Abdullah Ibnu Sa’d al-Falih, Tarbiyatul Abna`, terj. Kamran As’at Irsyady, Langkah
Praktis Mendidik Anak Sesuai Tahapan Usia , (Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2007), h. 96.
b. Adanya sarana dan prasana yang lengkap untuk memudahkan
pelaksaanan ajaran Aswaja serta adanya jadwal bagi guru/kyai untuk
mengontrol murid yang tidak melasanakannya.
c. Keteladanan ustadz atau ustadzah yang memberikan dampak positif
terhadap penanaman karakter aswaja.
d. Metode yang digunakan yaitu metode pembiasaan yang sarat dengan
penanaman karakter aswaja.
e. Bentuk keterlibatan organisasi pelajar dalam penanaman karakter
aswaja. Misalnya IPNU/IPPNU
2. Faktor Penghambat
Faktor penghambat dalam pelaksanaan metode pembiasaan guna
menanamkan karakter Aswaja adalah sebagai berikut:
a. Kurangnya penyatuan dan pemahaman guru dalam hal proses
pengembangan penanaman karakter aswaja
b. Kurangnya kesadaran santri untuk mengaplikasikan apa yang telah
dipelajari yaitu penanaman karakter aswaja di Pondok Pesantren.
c. Adanya perbedaan perilaku dari masing-masing santri (individu) yang
terkadang santri tidak mau melaksanakan pembiaasaan, teman sebaya.
d. Ada beberapa wali santri yang tidak bisa memantau aktifitas anaknya
saat dirumah dikarenakan mereka bekerja jauh dan ada juga anak yang
brokenhome (latar belakang keluarga).
e. Dampak negatif teknologi seperti handphone, gameplay station serta
televisi yang bisa mempengaruhi perilaku santri dalam menjalani
kehidupan mereka sehari- hari.
f. Keberagaman latar belakang pendidikan santri sebelum masuk dalam
lingkungan Pondok Pesantren.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenisdan Sifat Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian Field Research atau disebut dengan
penelitian lapangan artinya “Penelitian yang secara intensif tentang latar
belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan sesuatu unit sosial,
individu, kelompok, lembaga dan masyarakat”.97
Berdasarkan pendapat tersebut Penulis mengadakan penelitian lapangan,
di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang dilaksanakan ini merupakan penelitian yang
bersifat deskriptif yaitu Penelitian yang dilakukan untuk memberikan
gambaran tentang suatu peristiwa yang terjadi.98
Berdasarkan keterangan tersebut bahwa penelitian deskriptif merupakan
penelitian yang dilakukan untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian yang digambarkan
dengan kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang dapat diamati untuk
memperoleh kesimpulan.
97 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Edisi 1, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2008), h. 80
98 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2002), h. 23
B. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini menggunakan dua macam sumber data yaitu:
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh secara langsung
dari sumber asli, data primer dalam penelitian ini adalah sumber yang
penulis dapatkan langsung dari Pengasuh Pondok Pesantren, Ustadz dan
Ustadzah serta Santri.Adapun sampel yang digunakan adalah sampel
secara purposive yaitu sampel yang diambil secara acak dari seluruh santri
yang menjadi sumber langsung. Adapun santri yang menjadi sampel
adalah berjumlah 2 santri.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak
langsung berupa jumlah keterangan atau fakta dengan memperlajari
bahan-bahan perpustakaan. Sumber sekunder merupakan sumber yang
diperoleh dari sumber pendukung untuk melengkapi dan memperjelas
sumber primer, yang berupa perpustakaan yang berhubungan erat dengan
obyek penelitian. Data yang diperoleh daripermasalahan di lapangan yang
terdapat pada lokasi penelitian berupa bacaan, bahan pustaka, dan laporan-
laporan penelitian.
C. Teknik Pengumpulan Data
1. Interview / Wawancara
Teknik interview yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam
rangka mengumpulkan data melalui wawancara atau tatap muka langsung.
Interview yang sering juga disebut dengan wawancara atau kuesioner lisan
adalah “sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer)
untuk memperoleh informasi dari terwawancara (interviewer)”.99
Metode interview yang digunakan adalah metode interview bebas
terpimpin, artinya interview berjalan dengan bebas tetapi masih dalam
bingkai persoalan penelitian. Interview dilakukan dengan Pengasuh
Pondok Pesantren, Ustadz dan Ustadzah serta Santri untuk mengetahui
proses penanaman karkater Aswaja NU, dan lain sebagainya.
2. Observasi
Observasi adalah “suatu proses yang tersusun dari perbagai proses
biologis dan psikologis. Dua di antara yang penting adalah proses-proses
pengamatan dan ingatan”.100
Observasi ini untuk mendukung data-data yang telah dikumpulkan
melalui wawancara dengan Pengasuh Pondok Pesantren, Ustadz dan
Ustadzah dalam menggambarkan kinerja para ustadz/ustadzah dalam
99 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, h. 132
100 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Cet. 14, (Bandung:
Alfabeta, 2011), h. 145
proses penanaman karakter aswaja NU. Observasi dilakukan dengan cara
melihat langsung proses penanaman karakter aswaja NU.
3. Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah “mencari data mengenai hal-hal atau
variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, agenda dan lain sebagainya”.101
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah diambil dari dokumentasi
yang ada di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro yaitu sejarah berdirinya
Pondok Pesantren Darul A’mal Metro, Visi Misi Pondok Pesantren Darul
A’mal Metro, Letak Geografis Pondok Pesantren Darul A’mal Metro, data
ustadz dan karyawan Pondok Pesantren Darul A’mal Metro, data santri
Pondok Pesantren Darul A’mal Metro, sarana prasarana Pondok Pesantren
Darul A’mal Metro, dan struktur organisasi Pondok Pesantren Darul
A’mal Metro.
D. Teknik Penjamin Keabsahan Data
Penyajian data atau teknik untuk mencapai kreadibilitas data perlu di
uji keabsahan serta kebenarannya dengan menggunakan trianggulasi.
Trianggulasi dalam penelitian ini diartikan “sebagai sumber dengan berbagai
101 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, h. 135
cara dan waktu”.102 Namun dalam penelitian ini yang digunakan adalah
trianggulasi teknik pengumpulan data.
Trianggulasi teknik pengumpulan data adalah “penggunaan beragam
teknik pengungkapan data yang dilakukan kepada sumber data”.103 Menguji
kreadibilitas data dengan trianggulasi teknik yaitu mengecek data kepada
sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Contoh mengungkapkan data
tentang aktivitas santri di lingkungan Pondok Pesantren dengan teknik
wawancara, lalu dicek dengan observasi ke lingkungan Pondok Pesantren
melihat aktivitas kegiatan santri.
E. Analisis Data
Setelah data dikumpulkan di lapangan, maka analisis yang digunakan
adalah Analisis kualitatif interaktif yang terdiri dari alur kegiatan yang
berjalan simultan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Sebagaimana Miles dan Huberman mengemukakan bahwa:
"Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukann secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah
jenuh. Aktivitas dalam nalisis data, yaitu data reduction, data display, dan
conclusiondrawing/ verification”.104
102 Djam’an Satori, Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cet. 4,
(Bandung: Alfabeta, 2012), h. 170
103Ibid, h. 171
104 Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Al-
Fabaeta, 2006), h. 337
1. Reduksi Data
Reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan,
perhatianpada penyederhanaan, pengabsahan, dan transformasi data kasar
yang muncul di lapangan. Reduksi data ini berlangsung terus
menerusselama penelitian. Caranya antara lain melalui seleksi data yang
ketat menggolongkan dalam pola yang lebih luas.
2. Penyajian Data
Alur kegiatan analisis data yang kedua adalah penyajian data, yaitu
menggelar data dalam bentuk sekumpulan informasi. Dengan cara ini
diharapkan mempermudah penarikan kesimpulan, pengambilan verifikasi
atau bisa melengkapi data yang masih kurang melalui pengumpulan data
tambahan dan reduksi data.
3. Penarikan Simpulan
Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari aktivitas data.
Aktivitas ini dimaksudkan untuk memberikan makna terhadap analisis,
menjelaskan pola urutan dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi
yang diuraikan. Di samping itu, kendati data telah disajikan bukan berarti
proses analsis data sudah final, akan tetapi masih ada tahapan berikutnya
yaitu penarikan kesimpulan dan verivikasi yang merupakan pernyataan
singkat sekaligus merupakan jawaban dari persoalan yang dikemukakan.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Umum Penelitian
1. Sejarah Singkat Pondok pesantren Darul A’mal Metro
Berdirinya pondok pesantren Darul A’mal berawal dari
keprihatinan para tokoh masyarakat, khususnya yang berada di lingkungan
V dan VI, kelurahan Mulyojati kota Metro Propinsi Lampung. Mereka
melihat perbandingan sekolah umum dan agama tidak berimbang. Selain
para itu juga terjadi krisis moral di kalangan pemuda setempat.
Keprihatin para warga tersebut disampaikan kepada KH.Khusnan
Mustofa Ghufron, ketua DPRD Lampung Tengah pada waktu itu, saat ia
sedang mengisi pengajian di musholla Al-Hidayah, dalam peringatan Isra’
Mi’raj Nabi Muhammad SAW tahun 1983. Keinginan warga tidak
bertepuk sebelah tangan, sebab KH.Khusnan Mustofa Ghufron memiliki
keinginan yang sama. Mendirikan pondok pesantren didaerahnya,
sehingga dukungan masyarakat terus mengalir.
Kemudian warga pun menginformasikan tentang lahan yang bisa
dipakai untuk pesantren. Kebetulan lahan itu dijual oleh pemiliknya.
Lahan tersebut merupakan lingkungan terisolir, diapit sungai dan
persawahan. KH. Khusnan segera membeli lahan seluas 2,5 hektar
tersebut, dari situlah bermula pembanguna pondok pesantren. Pondok
pesantren Darul A’mal pertama kali didirikan tahun 1986 dan diberi nama
Darul A’mal. Lokasinya di mulyojati 16 B, kecamatan Metro Barat Kota
Metro Propinsi Lampung.
Mulyojati merupakan sebuah kelurahan yang terletak dijantung
kecamatan Bantul, sehingga segala aktivitas kegiatan pemerintahan di
pusatkan di mulyojati. Termasuk pendidikan formal dari tingkat taman
kanak-kanak hingga setara SMA. Mengelola pondok pesantren KH.
Khusnan tidak bisa bekerja sendirian. Beliau segera mencari Ustadz dari
beberapa tempat di pulau Jawa. Sebagai pendatang baru, hanya sembilan
orang yang tercatat sebagai santrinya. Mereka berasal dari desa setempat,
itupun tidak diasramakan.
Setelah 25 tahun berdiri, jumlah santrinya mencapai 1065 orang.
Mereka bukan saja datang dari kawasan Lampung, tetapi juga dari
beberapa daerah Sumatera dan Jawa. Para santri dibimbing para kyai dan
alumni Pondok Pesantren.
Pondok Pesantren Darul A’mal berafiliasi ke kalangan Nahdliyin,
sebab KH. Khusan Musthafa Ghufron tercatat sebagai ketua Pimpinan
Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Lampung. Karena itu para santri
diarahkan agar prilaku dan ibadahnya tidak terlepas dari ajaran organisasi
NU. Mendidik para santrin yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah,
Pondok Pesantren Darul a’mal mempunyai kekhususan. Meliputi bidang
Aqidah mengikuti ajaran KH. Hasyim Asy’ari dan Imam Al mansyur Al
Maturidi. Bidang Fiqih Mengikuti Imam Syafi’i. Bidang Tasawuf
Mengikuti Imam Alghozali.
Pada pendidikan Formal, Pondok Pesantren Darul A’mal
menyelenggarakan Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, dan
Madrasah non Formal, Madrasah Diniyah Salafiyah. Selain itu juga, untuk
menunjang kegiatan para santri, Pondok Pesantren Darul A’mal menjalin
kerjasama dengan Departemen Tenaga Kerja, berupa pelatihan
ketrampilan.seperti menjahit, instalasi listrik, anyaman atau kursi rotan,
perbengkelan dan peternakan. Cara ini dimaksudkan untuk memberikan
bekal kepada para santri. Terutama bila kelak telah menyelesaikan
pendidikannya, sehingga mereka bisa mandiri dan berwirausaha.
Kepemimpinan pondok pesantren Darul a’mal Metro terbagi dalam
dua generasi, yaitu masa KH. Khusnan Mustofa Ghufron (Alm), dan
generasi dipegang oleh KH. Dahlan Rosyid.105
1. Generasi Pertama KH. Khusnan Mustofa Ghufron (Alm)
Seorang pemuda yang berasal dari tanah Jawa Timur (Blitar),
dengan kehidupan yang serba sederhana yang berbudi pekerti luhur dan
menjunjung tinggi nilai-nilai syari’at Islam dalam wadah nahdliyin yang
bernama mansur, merupakan salah seorangputra dari toko cendikiawan
m,uslim ditanah Jawa yaitu Abah Jaswadi. Mansyur merupakan putra
pertama dari 10 bersaudara, sehingga secara otomatis Dia menjadi panutan
sekaligus tumpuan tanggung jawab atas adik-adiknya. Mansyur kian
beranjak dewasa sampai akhirnya dapat melangsungkan kehidupannya
dengan seorang wanita sholihah yang bernama Sri Aminah. Dengan
105Hasil Dokumentasi dan Wawancara dengan Pengasuh Pondok Pesantren Darul
A’mal pada Tanggal 17 Februari 2017
kehidupan yang seadanya dengan mata pencarian petani, Mansyur dapat
mencukupi kebutuhan sehari-hari bersama sang istri, sehingga tanpak
mesra dan tentram. Karena selalu dilandasi dengan keimanan, menjunjung
tinggi akhlak dan berpegang teguh kepada hukum Allah, karena ini
merupakan poin center dalam menjalani sebuah kehidupan. Keluarga yang
sakinah, mawadah dan warohmah adalah nuansa yang terindah yang
menjadi idaman bagi kaum Adam dan Hawa ketika telah mengikrarkan
akad nikah. Keluarga Mansyur tampak semakin harmonis tatkala dalam
rahim istri telah tertanam benih buah hati yang selama ini sangat
dirindukan dan menjadi kebanggaan dalam satu keluarga.
Tiga tahun sebelum Proklamasi Kemerdekaan pada tahun 1942,
bertambahlah kebahagiaan keluarga Kiai Mansyur dan Nyai Sri Aminah.
Dimana pada saat itu lahirlah putra pertamanya yang kelak akan menjadi
seorang ulama besar yang tak kenal takut dalam menegakkan kebenaran.
Bayi yang telah lahir tersebut diberi nama Khusnan Musthofa
Ghufron yang lahir disaat Banggsa Indonesia sedang mengalami revolusi
fisik, dalam rangka memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari para
penjajah Belanda. Dimana pada saat itu cengkraman penjajah masih pada
kuat, saat menentang menginjak-injak hak, kebidohan dan kesengsaraan
masih begitu lekat.
Sebuah suasana kelahiran yang mengingatkan lahirnya tokoh-tokoh
besar, seakan memberi isyarat bahwa calon tokoh inilah yang nantinya
akan menegakkan yang hak dan yang menghilangkan kemungkaran.
Khusnan Musthofa Ghufron yang sejak lahir sudah diperkenalkan dengan
semaraknya suara ledakan senapan dan dentuman bom, telah merasakan
pahit getirnya Bangsa yang dijajah. Sehingga terbentuklah dalam jati diri
Beliau keperibadian yang gigih, pemberani, tegas, sangat membenci
terhadap semua kemungkaran.
Pada tahun 1960, KH. Khusnan Musthofa Ghufron masuk kedalam
sebuah organisasi dan juga sekaligus menjadi masa-masa awal Beliau
berkenalan dalam dunia politik. Organisasi yang pertama kali Beliau jejaki
pada saat itu cukup besar, salah satu organisasi dibawah naungan
Nahdlotul Ulama’ yaitu organisasi Anshor yang pada saat itu Beliau
langsung menjabat sebagai ketua Anshor dan didampingi oleh K.H
Syamsudin Thohir sebagai sekertaris.
Masuk KH. Khusnan Musthofa Ghufron kedalam organisasi
Anshor pada saat itu semata-mata pengabdian terhadapNahdlotul Ulama’.
Kepemimpinan Beliau sangat royal dan komitmen dalam bertindak dan
menentukan sebuah kebijakan, selain itu Beliau juga menjunjung tinggi
nilai-nilai Syari’at Islam yang termuat dalam wadah Nahdiyyin yang
berbasis Ahlusunnah wal Jama’ah.
KH. Khusnan Musthofa Ghufron adalah seorang pribadi yang
sederhana, namun beliau mampu memikul beban dan amanah yang telah
Beliau sandang. Masyarakat Lampung semakin yakin dan mengakui akan
keberhasilan Beliau dalam memimpin, sehingga pada masa periode 1982-
1987 beliau menjabat sebagai anggota DPRD dan wakil DPRD selama dua
periode. Ini adalah sebuah bukti yang riil bahwa kepemimpinan Beliau
dapat terpercaya.
KH. Khusnan Musthofa Ghufron adalah sesosok ulama yang bijak,
memiliki kecerdasan, emosional yang mapan dan dapat mengertikan
situasi dan kondisi yang ada, mampu mnyesuaikan terhadap lingkungan,
disamping itu Beliau memiliki berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh
orang0orang awam, Beliau memiliki keilmuan batin yang sangat dalam
dan Beliau juga dapat mengetahui suatu perkara yang belum terjadi. Maka
sudah sewajarnya keberadaan beliau dalam pandangan masyarakat sangat
beribawa, dan menjadi panutan sekaligus tumpuan ketika mereka tertimpa
beragam maslah.
Selang waktu yang tidak cukup lama, pondok pesantren pun dapat
didirikan, yang diberi nama Darul A’mal. Dimulai dengan membangun
sebuah musholla kecil, guna untuk tempat sarana peribadatan dan dalem
untuk tempat istirahat Beliau bersama keluarga berikut santrinya. Santri
pertama pada awal didirikan pondok pesantyren Darul A’mal ini kurang
lebih berjumlah sepuluh santri yang mukim bersama Beliau. Adapun
tenaga pengajar pada saat itu adalah K.H. Syamsudin Thohir, Beliau
adalah rekan yang setia berjuang bersama KH. Khusnan Musthofa
Ghufron, dari masa muda dan ikut serta dalam membangun dan merintis
pondok pesantren Darul A’mal.
Selang beberapa tahun, pondok pesantren Darul A’mal tanpaknya
mulai mangalami kemajuan, mengingat santri yang mukim sudah lumayan
banyak, akhirnya KH. Khusnan Musthofa Ghufron memutuskan untuk
mendirikan sebuah masjid dan asrama putra dan putri. Adapun dana
anggaran dana yang digunakan itu adalah merupakan hasil peras keringat
beliau sendiri, Beliau tidak mengajukan proposal guna untuk
penggalangan dana, bahkan ada yang mengkisahkan ketika Beliau hendak
diberi sumbangan dana untuk pembangunan pondok pesantren, Beliau pun
sempat menolaknya. Hal ini dilakukan Beliau, bukan semata-mata karena
beliau sombong atau menganggap remeh, namun Beliau hanya tidak ingin
merepotkan pihak lain. Inilah salah satu bukti bahwa Beliau sangat
bersungguh-sungguh untuk mengabdikan jiwa dan raga bahkan harta yang
Beliau miliki, semua direlakan demi terwujudnya pondok pesantren Darul
A’mal.
Pondok pesantren Darul A’mal terletak disebuah pedukuan yang
masuk dalam wilayah desa Mulyojati 16 b, Kec. Metro Barat. Sebagai
umumnya pondok pesantren lain yang berbasis Nahdlatul Ulama (NU),
pondok pesantren ini mengikuti faham Ahlusunnah wal Jama’ah (NU).
Dengan semangat juang yang tiada tara, beliaua terus melanjutkan
perjuangan hingga akhir hayat.
Selain itu, muncul usulan ini berlatar belakang oleh satu hal yang
menjadi keinginan masyarakat, bahwa Darul A’mal harus menjadi salah
satu sumber ilmu, bagi para calon cendekiawan Muslim khusus golongan
Ahlusunnah wal Jama’ah (NU), di Bumi Lampung ini. Karena beragam
cara untuk menyiarkan agama, salah satu diantaranya yaitu dalam sistem
pendidikan.
Begitulah kisah seorang KH. Khusnan Musthofa Ghufron, yang
telah memulai sesuatu dari bawah, sehingga mampu meletakan sebuah
tongkat sejarah pesantren berikut lembaga pendidikan formal, sekaligus
menciptkan nasab yang sekarang meneruskan estafet perjuangan Beliau.
Dan yang terlebih tidak ternilai lagi telah mampu membuat karya besar
sebuah nama pesantren Darul A’mal, yang tiap hari ratusan santri
menuntut ilmu dan sejuta hikmah didalamnya.
Bandar Lampung, 21 Agustus 2001 dalam usia 54 tahun Beliau
KH. Khusnan Musthofa Ghufron menghembuskan nafas terakhir. Beliau
seorang toko ulama dan seorang toko masyarakat yang selama ini
dikagumi dan disayangi oleh masyarakat khususnya warga Nahdliyin hari
itu semua berduka cita dan bergabung. Sesuai dengan wasiat beliau ingin
dimakamkan di kompleks pondok pesantren Darul A’mal, pondok yang
didirikan pada tahun 1987.
2. Generasi Kedua KH. Dahlan Rosyid
Setelah KH. Khusnan Musthofa Ghufron meninggal kemudian
dilanjutkan oleh KH. Dahlan Rosyid sehingga sekarang. Beliau dilahirkan
di simpang NP. Sukaraja Nuban tanggal 08 Agustus 1968. Pendidikan di
pesantren Beliau tempuh di pondok pesantren Nasrul Ulum Blitar Jwa
Timur selama kurang lebih 18 tahun.
Pengajian Al-Qur’an dan kitan kuning makin teratur, sehingga
dipandang perlu mendirikan Madrasah Diniyah pada tahun 1999.
Kemudian Madrasah/sekolah mulai menyusul didirikan. Hal ini
dimungkinkan karena pengajian kitab kuning menjadi inti pengajaran.
Madrasah diniyah itu bersama-sama sekolah dan madrasah kurikulum
Nasional, serta kegiatan kepesantrenan lainnya menempatkan Darul A’mal
dalm keaktifan meningkatkan mutu sumber daya manusia.
Menjawab tantangan pembangunan nasional mendatang, Pondok
pesantren ini dituntut untuk terus mengembangkan diri, lahan di kompleks
Mulyojati yang hanya seluas kurang lebih 3.650 m2 sudah tidak memadai
lagi untuk perkembangan jumlah santri dan satuan pendidikan yang
dirintis, sehingga dukungan besar dari semua pihak sangat diperlukan.
Darul A’mal secara umum berfungsi sebagai lembaga tafaquh fiddin (
pendalaman ilmu-ilmu agama). Sesuai dengan kemampuan dan
pertimbangan situasional dewasa ini, sedangkan secara khusus
mengarahkan diri untuk berfungsi sebagai :
6. Lembaga dakwah yang menyebar luaskan nilai-nilai Islam Aswaja di
masyarakat.
7. Lembaga pendidikan yang aktif menanamkan nilai-nilai ke-Islaman,
kemasyarakatan, dan kebangsaan.
8. Lembaga pengajaran yang mencerdaskan para santri dengan berbagai
ilmu dan pengetahuan.
9. Lembaga pelatihan yang membekali para santri dengan keterampilan
sebagai bekal hidup dikemudian hari.
10. Lembaga pengembangan masyarakat yang mengentaskan/
menginspirasikan santri dari kalangan kurang mampu untuk dibina.Atas
tanggung jawab dan keswadayaan mereka menuju kehidupan yang
lebih baik.106
2. Visi , Misi, dan Tujuan Pondok Pesantren Darul A’mal
Visi, Misi dan Tujuan Pondok Pesantren Darul A’mal Metro antara
lain adalah sebagai berikut:
a. Visi Pondok Pesantren Darul A’mal Metro
Mewujudkan santri yang beriman, taqwa, berwawasan luas dan
memiliki skill.
b. Misi Pondok Pesantren Darul A’mal Metro
1) Mengoptimalkan semua elemen pembelajaran
2) Mengikutsertakan Santri dalam kegiatan eksternal dan internal
3) Melengkapi sarana dan prasarana pondok pesantren
4) Meningakatkan pelayanan dalam berbagai sektor
5) Open management
c. Tujuan Pondok Pesantren Darul A’mal Metro adalah :
1) Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa
106Ibid
2) Mengembangkan potensi santri, agar menjadi manusia yang
berakhlakul karimah, berilmu, berdedekasi tinggi, kreatif, peduli,
mandiri, dan tanggung jawab.107
3. Letak Geografis Pondok Pesantren Darul A’mal
Pondok Pesantren Darul A’mal terletak tepatnya di jalan pesantern
Kelurahan Mulyojati Kota Metro Propinsi Lampung. Pemilihan lokasi
dalam penelitian ini, di nilai sangat strategis bagi para santri yang mondok
di Darul a’mal, baik santri yang berpendidikan formal maupun non formal.
Adapun batas-batas lokasi Pondok Pesantren Darul a’mal kota metro
adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Barat berbatasan dengan sungai
2. Sebelah Timur berbatan dengan jalan sungai
3. Sebelah Utara berbatasan dengan sungai
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan pondok putri.108
4. Kondisi Pondok Pesantren Darul A’mal Metro
Adapun Identitas Pondok pesantren Darul A’mal Metroadalah
sebagai berikut:
No. Statistik Lama : 042187207001
No. Statistik Baru : -
Nama pondok : Darul A’mal Metro
Alamat Pondok : Jln. Pesantren Mulyojati 16 B
107Ibid 108Ibid
Provinsi : Lampung
Kabupaten / Kota : Kota Metro
Kecamatan : Metro Barat
Desa / Kelurahan : Mulyojati
Kode Pos : 35124
No. Tlpn : 0725-44418
E- Mail : [email protected]
Tahun Berdiri : 1407 Hijriyah/1987 Masehi109
5. Data Guru/Ustadz/ Pengurus Pondok Pesantren Darul A’mal
Keadaan atau data guru dan karyawan Pondok Pesantren Darul
A’mal Metro tahun 2017 adalah sebagai berikut dikemukakan pada tabel
di bawah ini:
Tabel 1
Data Ustadz dan Ustadzah Pondok Pensantren Darul A’mal Tahun
Pelajaran 2016/2017
NO USTADZ NO USTAZDH
1 Ust. Ahmad Faizun,S.Pd.I. 1 Ustadzah Yusni Setiawati
2 Ust. Khoirul Imam,A.Md. 2 Ustadzah Khoirotul
Fathonah,S.Pd.I.
3 Ust. Syaikhoni 3 Ustadzah Nur Azizah,S.Pd.I.
4 Ust. M Sholih 4 Ustadzah Lina
Baiturrohmah,A.Md.Keb.
5 Ust. M. Ridwan 5 Ustadzah Masruroh
6 Ust. Mahfudz Zaini,S.Pd.I. 6 Ustadzah Dewi Parwanti
109Ibid
7 Ust. Muthohar 7 Ustadzah Dian Ristianti
8 Ust. Zakaria Mahmudi 8 Ustadzah Indah Khusnaini
9 Ust. A. Saiful Bahri 9 Ustadzah Anisa Fitri
10 Ust. Muh Rifa'i 10 Ustadzah Binti Nafsiah
11 Ust. Syahrul Munir 11 Ustadzah Eka Vila Ilmiyah
12 Ust. Dedi Ridho Ramadhan 12 Ustadzah Eva Puspita,S.Pd.I.
13 Ust. Hendriyanto 13 Ustadzah Italiatul Mutoharoh
14 Ust. Luqmanul Hakim,S.Pd.I 14 Ustadzah Linda Meiliawati
15 Ust. M Muhsin 15 Ustadzah Nur Rohmatul Laili
16 Ust. Muhtar Fauzi 16 Ustadzah Siti Muhimmatur R
17 Ust. Ahmad Badawi 17 Ustadzah Sri Kurnia Zain
18 Ust. Nur Saifudin 18 Ustadzah Uswatun Hasanah J
19 Ust. Rijal fadli 19 Ustadzah Uswatun Khasanah kb
20 Ust. Rahmat Hidayat 20 Ustadzah Yeni Putri Wulantini
21 Ust. Luthfi Hakim,S.Pd.I. 21 Ustadzah Husniah Nur Janah
22 Ust. Rodhul Ahyar,S.Pd.I. 22 Ustadzah Yunita Sari
23 Ust. Rahmat,S.Pd.I. 23 Ustadzah Alfi Nur Khotamin
24 Ustadzah Khairani Elfandari
Sumber: Dokumentasi Pondok Pesantren Darul A’mal 16 C Metro Tahun
Pelajaran 2016/2017110
110Ibid
Berdasarkan tabel di atas bahwa jumlah seluruh Ustadz, Ustadzah
serta pada karyawan Pondok Pesantren Darul A’mal Metro adalah jumlah
Ustadz seluruh ada 23 orang, sedangkan Ustadzah seluruh ada 24 orang.
Jadi jumlah keseluruhan adalah 47 orang.
6. Data Santri Pondok Pesantren Darul A’mal
Keadaan atau data santriPondok Pesantren Darul A’mal Metro
tahun 2017 adalah sebagai berikut dikemukakan pada tabel di bawah ini:
Tabel 2
Data Santri Pondok Pesantren Darul A’mal Tahun Pelajaran
2016/2017
No. Kelas Abjad Putra Putri Jumlah Jumlah
Seluruh
1
Sabrowi
A 32 30 62
252 2 B 33 31 64
3 C 33 31 64
4 D 32 30 62
5
Nahwu Jowo
A 33 35 68
333
6 B 32 34 66
7 C 33 34 67
8 D 30 37 67
9 E 28 37 65
10
Jurumiyah
A 35 37 72
366
11 B 37 37 74
12 C 36 37 73
13 D 36 37 73
14 E 37 37
15 F 37 37
16
Al-Imrithi
A 27 34 61
227 17 B 28 35 63
18 C 28 37 65
19 D 38 38
20 Alfiyah Awal
A 52 31 83
150 21 B 33 33
22 C 34 34
23 Alfiyah Tsani
A 37 30 67
126 24 B 26 26
C 33 33
Total 1454
Sumber: Dokumentasi Pondok Pesantren Darul A’mal 16 C Metro Tahun Pelajaran 2016/2017111
Berdasarkan tabel di atas bahwa jumlah seluruh santri Pondok
Pesantren Darul A’mal Metro adalah jumlah santri kelas Sabrowi ada 252
santri, jumlah santri kelas Nahwu Jowo ada 333 santri, jumlah santri
Jurumiyah ada 366, jumlah santri kelas Al-Imrithi ada 227 santri, jumlah
santri kelas Alfiyah Awal ada 150 santri, dan jumlah santri kelas Alfiyah
Tsani ada 126 santri. Jadi jumlah keseluruhan adalah 1454 santri.
7. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Darul A’mal
Pondok pesantren yang didalamnya terdapat banyak personil yaitu
pengasuh, pengurus, serta para santri yang semuanya memerlukan suatu
wadah atau organisasi, agar perjalanan belajar mengajarnya bisa berjalan
lancar. Berikut ini adalah Struktur Organisasi Pondok Pesantren Darul
A’mal.
111Ibid
Gambar 1
Struktur Organisasi
Pondok Pesantren Darul A’mal Tahun Pelajaran 2016 / 2017112
112Ibid
Pengasuh Pondok Pesantren Darul A”Amal
Gus Umar Anshori Khusnan
Ketua Umum
Gus Qodratullah
Dewan Tahkim 1. Gus Wahid Asyari, M.Pd.I
2. Uts. Mufid Arsyad, M.H.I 3. Ust. Luthfi Hakim, S.Pd.I
4. Ust. Tamyizul Maksum, S.Pd.I
5. Ust. Alwi Rosyid, S.Pd.I
6. Ust. Rahmat, S.Pd.I
7. Dewan Asatidz
Dewan A’wam 1. KH. Ahmad Dahlan
Rosyid 2. KH. Zainal Abidin
Ketua
M. Zakaria Mahmaudi
Wakil Ketua
muthohar
Sekretaris
Hendriyanto
Wakil Sekretaris
Fuad Hasan Ulinuha
Bendahara
Rijal Fadli
Dep. Pendidikan dan
Dakwah 1. M. Muhsin
2. Dedi Ridho R 3. Ihsanuddin 4. Ahmad Badawi
5. Syaiful Anwar 6. Al Ma’rufudin
7. Imam Hanafi 8. Imam Syafi’i 9. Ari Andika
Bendahara
Rijal Fadli
Dep. Pertahanan dan keamanan
1. Misbahul Munir 2. Rahmat Hidayat
3. Rendi Sonia Tarmendi 4. Nasrudin 5. A. Riyan Syaifudin
6. Khoiruman Azam 7. Budi Saputra
8. Sigit Saputra 9. Khoirul Anam 10. Ali Zainal Abidin
Dep Kesehatan 1. Muhtar Dauzi
2. Syaiful Fatah
3. Farhan Ali
Santri
8. Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Darul A’mal
Untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di pondok pesantren
Darul A’maldilakukan berbagai upaya dengan memenuhi sarana dan
fasilitas belajar mengajar. Untuk tercapainya kelancaran dan diadakan
proses belajar mengajar sarana dan prasarana merupakan faktor yang
sangat penting.
Kondisi lingkungan pondok pesantren Darul A’mal disini
mencakup sarana fisik yang disediakan oleh pondok sebagai santri Darul
A’mal maupun bagi tamu yang berkepentingan dengan pondok pesantren
Darul A’mal. Adapun saran fisik pondok pesantrean Darul A’mal metro
dapat diketahui secara terperinciyaitu asrama putra ada 5 ruang (baik),
asrama putrid ada4 ruang (baik), masjid 1 (baik), ruang belajar ada26
(baik), ruang pimpinan / kyai ada 3 ruang (baik), ruang kantor ada 2 ruang
(baik), klinik 1 ruang (baik), ruang kegiatan santri 26 ruang (baik), kamar
madi/WC ustadz 4 ruang (baik), dan kamar mandi WC santri ada 17 ruang
(baik).
Lebih jelasnya akan di uraikan lewat tabel di bawah ini sebagai
berikut:
Tabel 4
Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Darul A’mal Tahun
Pelajaran 2016/2017
No Sarana Dan Prasarana Jumlah Ket
1 Asrama Putra 5 Ruang Baik
2 Asrama Putri 4 Ruang Baik
3 Masjid 1 Ruang Baik
4 Ruang Belajar 26 Ruang Baik
5 Ruang Pimpinan/Kyai 3 Ruang Baik
6 Ruang Kantor 2 Ruang Baik
7 Musulla 2 Ruang Baik
8 Klinik 1 Ruang Baik
9 Ruang Kegiatan Santri 26 Ruang Baik
10 Kamar Mandi/Wc Ustadz 4 Ruang Baik
11 Kamar Mandi/Wc Santri 17 Ruang Baik
Sumber: Dokumentasi Pondok Pesantren Darul A’mal Tahun Pelajaran 2016/2017.113
B. Temuan Khusus Penelitian
1. Implementasi Metode Pembiasaan dalam Penanaman Karakter
Aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro Lampung
Penanaman karakter Aswaja merupakan suatu upaya yang dilakukan
secara sadar, terarah dan berkesinambungan untuk memperkenalkan dan
menanamkan paham keagamaan Aswaja kepada santri, agar mereka
mengetahui, meyakini dan mengamalkannya dalam pengertian
menjadikannya sebagai pedoman kehidupan pribadi, bermasyarakat,
113Ibid
berbangsa dan bernegara. Penanaman karakter Aswaja dilakukan melalui
aktivitas bimbingan, pengajaran, latihan, serta pengalaman belajar.
Ada tiga pokok ajaran penanaman karakter aswaja yaitu aqidah,
syariat dan akhlak (tawasuf). Aqidah adalah pengakuan dan pembenaran yang
berkonsekuensi adanya penerimaan dan ketundukan. Aqidah dapat di
prinsipkan menjadi tiga bagian yaitu:Keseimbangan dalam penggunaan dalil
‘aqli dan dalil naqli, memurnikan aqidah dari pengaruh luar Islam, dan Tidak
gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid’ah apalagi kafir
Selanjutnya adalah syariat, yaitu sumber-sumber hukum yang
digunakan dalam pembelajaran aswaja seperti Al-Qur’an, hadits, ijma’, dan
qiyas. Syariat dalam ajaran aswaja ada tiga pokok penting yaitu: berpegang
teguh kepada Al-Qur’an dan Hadis dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, akal baru dapat digunakan pada
masalah yang tidak ada nash yang jelas (sharih/qath’i), dan dapat menerima
perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang multi
interpretative (zhanni)
Sedangkan akhlak (tasawuf) dalam ajaran aswaja meliputi: tidak
mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran
Islam, selama menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip hukum Islam, mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam
menilai sesuatu, dan nerpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap
syaja’ah atau berani (antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap
tawadhu’ (antara sombong dan rendah diri) dan sikap dermawan (antara kikir
dan boros)
Adapun nilai-nilai yang diajarkan dalam karakter aswaja, baik dalam
aqidah (iman), syariat (Islam) ataupun akhlak (ihsan), yang diajarkan oleh
Rasulullah SAW yaitu: Tawassuth, Al-Tawazun, dan I’tidal. Namun Tasamuh
menjadi dasar sikap kemasyarakatan Aswaja.
Pendidikan karakter juga menjadi dasar dalam pembentukan kualitas
bangsa. Karakter bangsa yang perlu dipelihara terkait dengan nilai-nilai sosial
seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan
menghormati. Pendidikan karakter memerlukan metode khusus yang tepat
agar tujuan pendidikan tercapai. Metode yang sesuai adalah metode
pembiasaan.
Metode pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan
perilaku yang relative menetap dan bersifat otomatis melalui proses
pembelajaran yang berulang-ulang, baik dilakukan secara bersama-sama
ataupun sendiri-sendiri. Hal tersebut juga akan menghasilkan kompetensi.
Di Pondok Pesantren Darul A’mal Kota Metro selain ada sekolah
formal ada juga sekolah non formal atau jalur luar sekolah yaitu madrasah
diniyyah. Madrasah diniyyah adalah salahsatu lembaga pendidikan keagamaan
pada jalur luar sekolah sebagai pelengkap bagi siswa pendidikan umum yang
diharapkan mampu secara menerus memberikan pendidikan agama Islam
kepada anak didik yang tidak terpenuhi pada jalur sekolah yang diberikan
melalui sistem klasikal serta menerapkan jenjang pendidikan.114
Selain madrasah diniyyah ada lagi yaitu majelis ta’lim. Jelas
diungkapkan oleh pengasuh Pondok Pesantren Darul A’mal Kota Metro
“majelis taklim merupakan salah satu lembaga pendidikan keagamaan khas
Islam yang tumbuh subur di tentah-tengah masyarakat. Majelis taklim adalah
salah satu lembaga pendidikan diniyah non formal yang bertujuan
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlak mulia
bagi jamaahnya, serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta”. (W1/PP/1/17-
2-2017)
Penelitian yang dilakukan di Pondok Pesantren Darul A’mal Kota
Metro dalam penanaman karakter aswaja terhadap santri melalui metode
pembiasaan ditemukan pembiasakan perilaku positif tertentu dalam kehidupan
sehari-hari. Pengembangan karakter melalui pembiasaan dapat dilakukan
secara terjadwal atau tidak terjadwal baik di dalam maupun di luar pondok
pesantren.
Adapaun karakter aswaja dalam penelitian ini mencakup:
a) Tawassuth yaitu sikap tengah atau moderat yang tidak cenderung ke kanan dan ke kiri.
b) Tawazun ialah sikap berimbang dan harmonis dalam mengintegrasikan dan menyinergikan dalil-dalil (pijakan hukum atau pertimbangan-pertimbangan untuk mencetuskan sebuah
keputusan dan kebijakan. c) Ta’adul ialah sikap adil dan netral dalam melihat, menimbang,
menyikapi dan menyelesaikan segala permasalahan. Adil tidak selamanya sama atau setara. Adil adalah sikap propefional
114Hasil Observasi di Pondok Pesantren Darul A’mal Kota Metro pada tanggal 17
Februari 2017.
berdasarkan hak dan kewajiban masing-masing, kalaupun keadilan
menuntut adanya kesamaan atau kesetaraan, hal itu hanya berlaku ketika realitas individu benar-benar sama dan setara secara persis dala segala sifat.
d) Tasamuh ialah sikap toleran yang bersedia menghargai terhadap segala kenyataan perbedaan dan keanekaragaman, baik dalam
pemikiran, keyakinan dan sosial kemasyarakatan, suku, bangsa, agama, tradisi budaya dan lain sebagainya.115
Berdasarkan keterangan di atas bahwa penanamankarakter aswaja
mencakup tawassuth, tawazun, ta’adul dan tasamuh. Keempat karakter
tersebut hanya ada tiga karkater yang utama ajaran Ahl al-Sunnah Wa al-
Jama’ah atau disebut dengan Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rosulullah
SAW dan sahabatnya. Pertama karakter tawasut atau sikap tengah-tengah,
sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. Kedua karakter
tawazun atau seimbang dalam segala hal, termasuk dalam pengunaan dalil aqli
(pikiran rasional) dan dalil naqli (Al-Qur’an Hadis). Ketiga Ta’adul yang
bermakna tegak lurus.
Selain ketiga karakter tersebut, aswaja juga mengamalkan sikap
tasamuh (toleransi) yakni menghargai perbedaan serta mengormati oang yang
memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau
membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam menegakkan apa yang
diyakini.
Penanaman karakter aswaja suatu upaya yang dilakukan secara sadar,
terarah dan berkesinambungan untuk memperkenalkan dan menanamkan
paham keagamaan aswaja kepada para santri, agar mereka mengetahui,
115 Mansykur Hasyim, Merakit Negeri Berserakkan, (Surabaya: Yayasan 95, 2002),
h. 213-215
meyakini dan mengamalkannya sebagai pedoman kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penanaman karakter aswaja
dilakukan di Pondok Pesantren Darul A’mal Kota Metro melalui metode
pembiasaan serta aktivitas bimbingan, pengajaran, latihan serta pengalaman
belajar.
Pondok Pesantren Darul A’mal Metro berada di Kota Metro dan
berbasis Nahdlatul Ulama. Pondok Pesantren Darul A’mal Metro sudah
menempatkan dirinya sebagai pondok pesantren berlatar belakang Nadhlatul
Ulama telah menerapkan pendidikan karakter dengan Grand Design Pesantren
Kota yang bertumpu pada nilai-nilai aswaja menurut Nahdlatul Ulama atau
NU. (W1/PP/2/17-2-2017)
Gagasan Pesantren Kota yang dimaksud ialah menjadikan komunitas kampung santri atau kampung aswaja, yang indikatornya berupa
munculnya aktivitas-aktivitas kajian agama yang intens dan terutama (sebagai ciri Pesantren NU) ialah dikajinya kitab kuning, busana yang
dipakai warga santri ialah busana muslim (termasuk tamu yang masuk kompleks Pondok Pesanttren Darul A’aml) serta mempraktekan amaliyah para wali/Kyai yang biasa dilaksanakan oleh Pesantren NU,
seperti istighashah, tahlilan, yasinan, membaca solawat Nabi, wiridan dan sebagainya. Juga aktivitas santri yang belajar qiro’ah, khitobah,
diskusi, latihan musik sholawat, belajar kaligrafi dan sebagainya. (W2/US/1/17-2-2017)
Implementasi metode pembiasaan dalam penanaman karakter aswaja
di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro sudah berjalan, ialah diaplikasikan
pada bentuk nilai karakter aswaja yaitu tawasuth, tawazun, ta’adul, dan
tasamuh. Aktivitas pembiasaan tawasuth seperti aktivitas harian.
Aktivitas pembiasaan harian di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro
dilakukan setiap hari seperti “membaca Al-Qur’an yaitu surat-surat pendek
pada setiap awal pelajaran selama 10 menit. Kemudian membaca doa “Raditu
billahirobbah” dan seterusnya diawal pelajaran. Semua itu dilakukan supaya
para santri mampu mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan selalu
istiqomah dengan apa yang telah di dapat dari ilmu yang diberikan selama
berada di dalam Pondok Pesantren Darul A’mal Metro, dan jangan sampai
santri bersikap ekstrim kanan (berkedok agama) maupun ekstrim kiri
(komunis) karena kebajikan memang selamanya terletak antara dua ujung”.
(W2/US/2/17-2-2017)
Hal tersebut di benarkan oleh ungkapan salah satu santri bahwa “Kami
setiap hari sebelum belajar di mulai membaca Al-Qur’an terlebih dahulu yaitu
surat-surat pendek.. (W3/SN/1/18-2017)
Dan dibenarkan oleh santri yang lain bahwa “kegiatan pembacaan Al-
Qur’an yaitu surat-surat pendek wajib dibaca setiap harinya sebelum proses
belajar di mulai”. (W3/SN/2/18-2-2017)
“Kemudian di akhir pelajaran tidak lupa membaca suara al-Asr sebagai
penutup bahwa akhir proses pembelajaran hari ini telah selesai”.
(W2/US/3/17-2-2017).
“Selanjutnya sholat dhuhur berjama’ah dan sholat rowatib setiap hari
dengan penertiban dan pengecekan kembali sebelum sholat berjama’ah
terlebih dahulu puji-pujian atau sholawatan”. (W2/US/4/17-2-2017). Ungkap
salah satu Ustadz di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro
“Kemudian dilanjutkan dengan membaca sholawat nariyah supaya
mendapat rezki yang berkah”. Ungkap salah satu ustadz (W2/US/5/16-2-2017)
Berdasarkan keterangan di atas dapat dianalisis bahwa aktivitas
pembiasaan harian di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro dilakukan setiap
harinya dengan dimulai dari awal pembelajaran dengan membaca Al-Qur’an
terlebih dahulu yaitu surat-surat pendek selama 10 menit. Kemudian sholat
dhuhur perjama’ah dan sholat rowatib setiap hari dengan protokoler yang
lengkap, namun terlebih dahulu puji-pujian atau sholawatan. Dan terakhir
sebagai penutup akhir pembelajaran adalah membaca suara al-Asr.
Nilai karakter aswaja tawasuth yang telah dijelaskan di atas dapat
diambil hikmah bahwasannya pembiasaan yang dilakukan di pondok
pesantren Darul A’mal Metro sebelum proses belajar dimulai selalu istiqomah
dan mampu membawa para santri untuk mengamalkan dalam kehidupan
sehari-hari. Jangan sampai para santri merubah dirinya menjadi orang yang
bersikap ekstrim kanan maupun kiri (berkedok agama atau komunis), karena
Islam mengajarkan untuk mengambil jalan tengah atau pertengahan.
Selanjutnya karakter aswaja yang kedua adalah tawazun. Karakter
tawazun ini di pondok Darul A’mal selalu diajarkan kepada seluruh para santri
supaya para santri mampu bersifat seimbang maksudnya tidak berat sebelah,
tidak berlebihan sesuatu unsur atau kekurangan unsur lain. Dalam kehidupan
terdapat suatu kejadian dimana seseorang hanya mementingkan urusan
dunianya saja atau berprinsip hidupnya hanyalah untuk mencari kesenangan
semata dan hal ini diwujudkan dalam aktivitas sehari-hari. Seperti yang
diungkapkan oleh salah satu ustadz bahwa:
“Merokok, minuman keras, berjudi, narkoba dan semua perbuatan
maksiat lainnya atau meskipun tidak berbuat maksiat dia memenuhi kebutuhan
secara berlebihan, seperti makan dan tidur dengan berlebih-lebihan atau
bermalas-malasan fenomena seperti ini merupakan suatu kecenderungan terus
menerus terhadap hal yang negatif”. (W2/US/6/17-2-2017)
Sedang kecenderungan yang terus menerus terhadap hal negatif
diungkapkan oleh salah satu ustadz bahwa “seseorang yang terus menerus
melakukan ibadah dengan cara mengurung diri serta tak memperdulikan
lingkungan sosial sekitar, itupun juga tidak baik”. (W2/US/7/17-2-2017)
Penyatakaan tersebut di benarkan oleh santri bahwa setiap melakukan
perbuatan maksiat baik merokok, narkoba, minuman keras serta memenuhi
kebutuhan secara berlebihan seperti makan terlalu berlebihan, tidur juga
terlalu berlebihan tidak baik. begitupula dengan hal positif terlalu melakukan
ibadah dengan cara mengurung diri serta tak memperdulikan lingkungan sosial
sekitar, itupun juga tidak baik . (W3/SN/3/18-2-2017)
Meskipun diartikan sebagai suatu keseimbangan atau adil, hal itu
bukan berarti harus menempatkan posisi ditengah-tengah atau jalan tengah,
karena realitanya suatu pertengahan belum tentu menunjukan suatu
keseimbangan, karena tergantung bobotnya. (W2/US/8/17-2-2017)
Hal tersebut dibenarkan oleh santri bahwa suatu keseimbangan tidak
mesti adil seperti saya, saya kelas jurumiyah sedangkan kakak saya kelas
alfiyah awal, materi yang diberikan oleh ustadz atau ustadzah akan berbeda,
artinya itu tidak seimbang kata ustadz atau ustadzah materi kelas jurumiyah
sangat berbeda jauh dengan materi kelas alfiyah awal”. (W3/SN/4/17-2-2017)
Kemudian hal tersebut di benarkan oleh salah satu ustadz bahwa
“masing-masing anak yang berbeda tingkat pendidikannya tidaklah sama
dalam segi materi pelajaran ataupun tugas, kelas alfiyah awal lebih tinggi atau
lebih dalam materi yang akan dipelajari sedangkan kelas jurumiyah belum
begitu tinggi atau dalam, karena jika seorang ustadz atau ustadzah berpegang
pada prinsip keadilan tentu ia akan memberikan materi pelajaran yang sama
antara kelas jurumiyah dan kelas alfiyah awal dan itu akan mengakibatkan
tidak baik bagi anak atau santri yang kelas jurumiyah karena tidak akan
sampai pola pemikirannya”. (W2/US/9/17-2-2017)
Itupun dibenarkan oleh para santri putri maupun santri putra
bahwasannya tingkat materi yang diberikan oleh ustadz atau ustadzah sangat
berbeda”. (W3/SN/5/18-2-2017)
Kegiatan pembiasaan karakter aswaja tawazun di Pondok Pesantren
Darul A’mal bertujuan “agar kita sebagai insan yang muslim tidak melakukan
sesuatu hal yang berlebihan dan mengesampingkan hal-hal yang lain atau
malah melupakannya, padahal hal yang dimaksud memiliki hak yang harus
ditunaikan pada diri kita”. (W2/US/10/17-2-2017)
Selain metode pembiasaan para ustdaz atau ustadzah dalam
memberikan penjelasan tentang karakter aswaja tawazun melalui metode kisah seperti yang dijelaskan oleh salah satu ustadz bahwa
metode kisah seperti kisah para sahabat Rasulullah SAW ada tiga orang sabahat Rasulullah SAW yang datang kepada beliau dan mengutarakan maksudnya masing-masing orang yang pertama
mengatakan bahwa dia tidak akan menikah selama hidupnya, kemudian orang yang kedua mengatakan bahwa dia akan berpuasa
setiap hari dan terus menerus seumur hidupnya dan yang terakhir
mengatakan bahwa ia akan sholat tanpa henti-hentinya, namun apa kata Rasulullah SAW, kalian jangan seperti itu, masing-masing urusan ada haknya, urusan dunia haknya sedangkan urusan akhirat ada juga
haknya, jalankan hal itu dengan seimbang. (W2/US/11/17-2-2017)
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas maka dapat dianalisis
bahwa Allah SWT menciptakan alam ini dengan seimbang dan
memerintahkan kita untuk menjaga keseimbangan itu seperti yang termaktup
dalam surat ar-Rahman ayat 7-9 yang berbunyi:
Artinya “dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan
neraca (keadilan). supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.
dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi
neraca itu.
Kemampuan manusia untuk bertawazun didukung oleh fitrahnya,
manusia diciptakan dengan ditrahnya oleh Allah SWT yang mana fitrahnya itu
adalah hanif yaitu kecenderungan untuk melakukan kebaikan dan mengakui
ketauhidan.
Selanjutnya adalah karakter aswaja yang ketiga yaitu ta’adul (adil). Di
dalam Pondok Pesantren Darul A’mal Metro ta’adul (adil) sudah berjalan
sebagaimana mestinya terlihat dari hasil wawancara dengan beberapa ustadz
atau ustadzah serta para santri. Seperti yang dipaparkan oleh salah satu ustadz
tentang penanaman karakter aswaja ta’adul bahwa:
“Sebelum berbuat adil kepada orang lain terlebih dahulu kita harus
berbuat adil kepada diri sendiri. Berbuat adil pada diri sendiri berarti
menempatkan diri sendiri pada tempat yang baik dan benar serta tidak
menuruti hawa nafsu yagn dapat mencelakakan diri sendiri, karakter aswaja
seperti itu selalu kami ajarkan kepada seluruh para santri supaya menjadi satu
kewajiban yang terbiasa” (W2/US/12/17-2-2017)
Penyataan di atas dibenarkan oleh santri bahwa “di Pondok Pesantren
Darul A’amal Metro ini kami diberi ilmu tentang penanaman karakter yaitu
perilaku adil, dan para ustadz atau ustadzah selalu memberikan penjelasan
serta pengertian bahwasannya kita sebagai umat muslim harus dapat berbuat
adil kepada diri sendiri sebelum berbuat adil kepada orang lain, dan itu terus
menerus dijelaskan oleh ustadz atau ustadzah agar menjadi suatu kebiasaan
dalam sehari-hari baik itu dilingkungan Pondok Pesantren maupun di luar
Pondok Pesantren”. (W3/SN/6/17-2017)
Ditambahkan lagi oleh salah satu ustadz bahwa “jika seseorang mampu
berbuat adil terhadap dirinya, maka ia akan meraih keberhasilan dalam
hidupnya, bahagia secara batiniah, menjadi pribadi yang menyenangkan
sehingga disukai banyak orang, dapat meningkatkan kualitas dirinya dan
nantinya memperoleh kesejahteraan baik di dunia maupun di akherat”
(W2/US/13/17-2-2017)
“Sebagai contoh santri melakukan aktivitas pada waktunya seperti
waktu sholat dhuhur berjamaah santri langsung menjalankan ibadah sholat
duhur berjamaah, masuk waktu makan, santri langsung makan, pada saat
masuk waktu tidur para santri tidur secukupnya dan seterusnya sehingga
menjadi kebiasaan yang positif”.(W2/US/14/17-2-2017)
Selanjutnya adil kepada orang lain. Berbuat adil kepada orang lain
berarti memperlakukan orang lain dengan layak, memberikan hak orang lain
dengan jujur dan benar serta tidak menyakiti ataupun merugikan orang lain.
Jika seseorang mampu berbuat adil kepada orang lain, maka ia akan mampu
membangun relasi yang baik sehingga disukai banyak orang, peka terhadap
masalah lingkungan serta menjadikan lingkungan damai dan tentram.
Seperti yang dipaparkan oleh ustad bahwa berbuat adil kepada orang
lain dicontohkan kepada para santri seperti berkata dengan santun. Lidah itu
tajam dan akibat ucapan yang salah dapat menyakiti hati orang lain. Oleh
karena itu hendaknya kita harus berhati-hati terhadap apa yang dibicarakan
yang sekiranya tidak menyinggung orang lain. Memposisikan diri kita sebagai
lawan bicara tentu tidak ingin disakiti sebab apa yang diucapkan.
(W2/US/15/17-2-2017)
Hal tersebut dibenarkan oleh santri bahwa di dalam lingkungan
Pondok Pesantren Darul A’mal ini kita sebagai santriwan ataupun santriwati
diharuskan bertutur sapa yang baik sopan santun, baik berkata santun dengan
orang yang lebih tua maupun dengan yang lebih muda. (W3/SN/7/17-2017)
Kemudian berfikir sebelum bertindak. Segala tindakan yang dilakukan
hendaknya tidak merugikan orang lain. Jangan sampai terpengaruh emosi
sehingga tindakan yang dilakukan sembrono dan penyesalan yang didapat.
Selanjutnya berprasangka baik kepada orang lain. Ungkapan ustadz bahwa
“berprasangka baik kepada orang lain dapat menciptakan enerti positif dan
menjadikan orang lain senang untuk bergaul dengan kita. Kita pun akan
memiliki banyak relasi karena perlakuan baik kepada orang lain berfek baik
pula kepada diri kita”.(W2/US/16/17-2-2017)
Nilai karakter tersebut selalu ditanamkan di lingkungan Pondok
Pesantren Darul A’mal agar seluruh para santri memiliki jiwa yang positif dan
menjadikan orang lain atau sesama santri senang bergaul.
Berdasarkan keterangan di atas bahwa nilai karakter aswaja yaitu
ta’adul (adil) di Pondok Pesantren Darul A’mal selalu di tanamkan pada diri
seluruh santri, karena prilaku adil tidak hanya bagi diri sendiri tetapi juga pada
orang lain. Semua yang dikerjakan akan berimbas kepada diri kita. Semua
yang menjadi harapan kita akan menjadi harapan bagi orang lain, karena itu
perlakukan orang lain dengan layak agar kita diperlakukan dengan layak.
Terakhir penanaman karakter aswaja adalah tasamuh. Pondok
Pesantren Darul A’mal dalam mengembangkan Islam selalu mengajarkan
paham Islam yang moderat, tasamuh, Islam wasatiyah yang dikenal dengan
Islam ahlussunnah waljamaah.
Seperti ungkapan ustad bahwa “Tasamuh atau toleransi ini
menyadarkan pada satu sikap sama-sama berlaku baik, lemah lembut dan
saling pemaaf. Tasamuh adalah sikap akhlak terpuji dalam pergaulan, yakni
terdapat rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas
yang digariskan ajaran Islam. Itulah salah satu ciri pokok dari tradisi yang
dikembangkan dari lorong pondok pesantren, khususnya Pondok Pesantren
darul A’mal Metro”.(W2/US/17/17-2-2017)
Kemudian diungkapkan kembali bahwa tradisi Pondok Pesantren
Darul A’mal adalah para santri dan kyainya tidak mudah menyalahkan orang
lain, mengkafirkan sesama. Itulah sesungguhnya yang dibangun karena pada
setiap manusia ada keterbatasan diri, sehingga Allah menciptakan
keberagamanan. Keberagamaan ialah anugerah Tuhan dan karena keterbatasan
sehingga bisa saling melengkapi. (W2/US/18/17-2-2017)
Hikmah dari keterangan di atas adalah salah satu cara memudahkan
kita semua mencari pandangan lain. Cara menyikapi keragamanan dengan
cara tawasut, tawazun bukan saling menegasikan satu sama lain, keragamana
harus di lihat dengan kelembutan dan kasih sayang Pondok Pesantren Darul
A’mal memiliki kontribusi dalam pembentukan karakter Islam yaitu aswaja.
Pondok Pesantren Darul A’mal Metro mengajarkan santrinya untuk
wajib mencintai tanah air. Sikap cinta tanah air ini sebagai representasi dari
ajaran hubbul wathan minal iman, cinta tanah air itu sebagian dari iman.
Hanya di daerah atau negara yang tidak bergolak yang penuh damai nilai
dalam syariat Islam bisa ditegakkan. Jadi syarat untuk menunaikan ajaran
Islam ialah kondisi negara yang aman, itulah mengapa cinta tanah air bagian
dari iman. Nasionalisme ditanamkan di Pondok Pesantren Darul A’mal.
(W1/PP/3/17-2-2017)
Seluruh ustadz atau ustadzah memberikan arahan kepada para santri
agar selalu mencintai tanah air, karena cinta tanah air sebagian dari iman, cinta
yang didasari oleh iman akan menjadikan diri seseorang lebih bertakwa
kepada Allah SWT. Oleh karena itu cintailah tanah air kita yang damai,
tentram, dan indah ini. Ungkap salah satu satri. (W3/SN/8/18-2-2017)
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat ditegaskan bahwa
format penanaman karakter aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro
ialah memasukan nilai-nilai pendidikan karakter yang bernuansa Tawasut,
Tawazun, ta’adul, dan tasamuh (dogma inti dari aswaja) seperti yang telah
ditetapkan oleh Pondok Pesantren Darul A’mal Metro.
Nilai-nilai karakter aswaja tersebut dijadikan nilai-nilai inti aswaja di
setiap harinya dalam pembelajaran. Dengan kata lain, nilai-nilai karakter
bernuansa aswaja tersebut menjadi ruh karakter pada setiap pembelajaran yang
dilakukan di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro.
2. Faktor-faktorPendukung
Faktor pendukung metode pembiasaan dalam penanaman karakter
Aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro adalah unsur-unsur positif
yang memungkinkan nilai-nilai karakter terinternalisasi dalam diri santri.
Faktor pendukung metode pembiasaan dalam penanaman karakter
Aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan Pondok Pesantren
Lingkungan Pondok Pesantren yang kondusif juga menjadi faktor yang
mendukung keberhasilan penanaman karakter aswaja dalam diri santri.
Menurut pengasuh Pondok Pesantren hal yang mendukung proses penanaman
karakter aswaja adalah:
Lingkungan Pondok Pesantren yang kondusif dan strategis, di mana
tersedia fasilitas pembelajaran yang memadai dan lokasi Pondok Pesantren yang berada dalam lingkup kota Metro. Iklim Pesantren ini
mendukung proses penanaman karakter Aswaja. Di lingkungan Pondok Pesantren, santri ditutut untuk berperilaku sesuai dengan pedoman agama Islam. (W1/PP/4/17-2-2017)
Selanjutnya tentang lingkungan Pesantren yang mendukung
penanaman karakter Aswaja, seorang santri mengemukakan bahwa:
Di lingkungan Pesantren, kami terbiasa untuk bangun pagi-pagi sebelum subuh untuk bersama-sama melakukan shalat Tahajjud,
setelah itu tadarus Al-Qur’an sampai menjelang subuh. Ketika subuh tiba, semua warga Pesantren pergi ke masjid untuk bersama-sama menunaikan shalat subuh berjamaah, setelah berzikir bersama
kemudian kami mengaji dengan guru/kyai sesuai dengan pelajaran yang diambil oleh santri masing-masing. Keseharian kami selalu
diwarnai dengan kehidupan yang Islami. (W3/SN/9/18-2-2017) Berdasarkan keterangan di atas dapat dijelaskan bahwa faktor
pendukung yang pertama adalah lingkungan Pondok Pesantren yang kondusif
dan strategi sehingga dalam penanaman karakter aswaja kepada para santri
dapat berjalan dengan baik, terlihat dari hasil wawancara dengan salah satu
santri yang menyatakan bahwa di dalam lingkup Pondok terdapat beberapa
aturan yang harus di patuhi seperti bangun pagi-pagi untuk sholat tahajud
dilanjutkan tadarus Al-Qur’an menjelang subuh dan seterusnya, sehingga apa
yang didapat dari kebiasaan-kebiasaan tersebut, akan menjadikan pribadi
yang muslim.
b. Peran Ustazd dan Ustazdah.
Selain faktor lingkungan Pesantren yang kondusif dan strategis bagi
penanaman karakter aswaja dalam diri santri, faktor lain adalah adanya
bimbingan dan pengawasan dari ustadz/ustadzahbaik di dalam asrama maupun
di luar asrama. Menurut Ustadzbahwa:
Agar nilai-nilai karakter aswaja dapat terinternalisasi dalam diri santri, maka ia tidak hanya mendidik dan mengawasi santri dalam lingkungan asrama semata, tetapi juga di sekolah formal, dalam
aktivitas sehari-hari, ia mengupayakan agar santri terbiasa melaksanakan pengetahuan ke-Islaman yang diperoleh di asrama
pondok dalam kehidupan sehari-hari. (W2/US/19/18-2-2017)
Menurut salah satu Ustad bahwa:
Para ustadz/ustadzahtidak hanya membimbing santri di dalam asrama
pondok semata, tetapi juga mengawasi santri dan membimbing mereka di asrama seperti sekolah formal, dalam keseharian, ustadz/ustadzahselalu menjadi panutan bagi para santri yang berada di
lingkungan Pesantren untuk bertindak sesuai dengan aturan dan pelajaran yang telah diberikan. Biasanya ustadz/ustadzahakan menegur
santri apabila terlihat santri tidak bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai ke-Islaman yang telah diajarkan di asrama atau sekolah. Ustadz/ustadzahselalu mengawasi santri yang tinggal di lingkungan
Pesantren sehingga secara perlahan santri akan terbiasa untuk bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma ke-
Islaman”.(W2/US/20/17-2-2017)
Hal senada juga diakui oleh santri, menurutnya bahwa:
Di lingkungan Pondok ustadz/ustadzahselalu memberikan bimbingan
kepada santri untuk berprilaku sesuai dengan norma-norma karakter aswaja. Disamping itu, juga selalu melakukan pengawasan terhadap santrinya baik putra maupun putri agar selalu berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai karakter aswaja, dalam hubungan antara santri dengan santri lainnya, santri dengan ustadz/ustadzahdan dengan
orangtua guru selalu memberikan arahan agar santri menjujung tinggi norma agama”. (W3/SN/10/18-2-2017)
Perubahan perilaku pada dasarnya dipengaruhi oleh pendidikan yang
ia terima sepanjang hanyatnya, pendidikan ini bukan saja sebatas yang formal
seperti sekolah atau kursus-kursus namun dalam arti luas artinya segala
sesuatu yang diterima manusia melalui panca indera itu menjadi bagian dari
pendidikan. Melihat, mendengar, merasa, dan meraba merupakan komponen
penting dalam pendidikan dan itu sangat-sangat mudah ia dapatkan dari
lingkungan, baik lingkungan pendidikan formal atau non formal.
Lingkungan juga berperan penting dalam perilaku manusia khususnya
Pondok Pesantren, sebab dari sinilah perlakuan-perlakuan yang terus menerus
dan terstruktur masih diberikan kepada santri, sehingga santri diharapkan
dapat merubah perilakunya sesuai yang diharapkan. Pondok Pesantren yang
telah memberikan lingkungan yang menunjang bagi kesuksesan pendidikan
maka secara langsung dan tidak langsung memberikan sentuhan perlakuan
kepada santri. Lingkungan itu meliputi 1) fisik seperti bangunan, alat, sarana ,
dan ustadz dan ustadzah, 2) non fisik yaitu kurikulum, norma, dan
pembiasaan nilai-nilai kehidupan yang terlaksana di Pondok Pesantren itu.
Berdasarkan paparan di atas terlihat bahwa faktor yang mendukung
bagi penanaman karakter aswaja dalam diri santri di Pondok Pesantren Darul
A’mal Metro adalah faktor lingkungan dan adanya pengawasan dari para
ustadz dan ustadzah di lingkungan pesantren. Lingkungan berperan penting
dalam perilaku santri khususnya di Pondok Pesantren, sebab dari sinilah
perlakuan-perlakuan yang terus menerus dan terstruktur masih diberikan
kepada santri, sehingga santri diharapkan dapat merubah perilakunya sesuai
yang diharapkan. Pondok Pesantren yang telah memberikan lingkungan yang
menunjang bagi kesuksesan pendidikan maka secara langsung dan tidak
langsung memberikan sentuhan perlakuan kepada santri. Lingkungan itu
meliputi fisik seperti bangunan, alat, sarana, dan ustadz dan ustadzahnya
kemudian non fisik yaitu kurikulum, norma, dan pembiasaan nilai-nilai
kehidupan yang terlaksana di Pondok Pesantren tersebut.
3. Faktor-faktor Penghambat
Faktor-faktor penghambat metode pembiasaan dalam penanaman
karakter Aswaja di Pondok Pesantren Darul A’malMetro adalah unsur-unsur
negatif yang menyebabkan nilai-nilai karakter aswaja tidak dapat dengan
mudah diinternalisasikan dalam diri santri. Adapun faktor yang menghambat
penanaman karakter aswaja dalam diri santri antara lain adalah:
a. Santri yang Tidak Seluruhnya Tinggal di Lingkungan
Pesantren/Asrama.
Menurut ustadz bahwa faktor penghambat dalam penanaman
karakter aswaja adalah:
Santri yang tidak seluruhnya tinggal di asrama menyebabkan tidak
meratanya tingkat penanaman karakter aswaja dalam diri santri. Pada sebagian santri mereka tinggal di asrama, nilai-nilai karakter
aswaja terlihat telah ternanam dalam diri santri secara baik yang tercermin dalam perilaku keseharian mereka di lingkungan Pesantren, sementara pada sebagian santri yang tidak tinggal di
lingkungan Pesantren terlihat perbedaan yang cukup signifikan dalam perilaku sehari-hari. Mereka yang tidak tinggal di asrama
terlihat kurang dalam pengamalan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. (W2/US/21/17-2-2017)
Memang benar santri yang tidak tinggal di lingkungan Pondok
Pesantren memang sangat mempengaruhi proses penanaman karakter
aswaja, karena menyebabkan tidak meratanya proses penanaman karakter
aswaja pada santri dan itu terlihat perbedaan yang cukup signifikan dalam
perilaku santri dalam sehari-hari baik di dalam lingkungan Pondok
pesantren maupun di luar lingkungan Pondok Pesantren.
b. Latarbelakang Ustadz/Ustadzah
Latarbelakang ustadz/ustadzahmerupakan faktor penghambat dalam
proses penanaman karakter aswaja, karena dalam proses penanaman
karakter aswaja jika latarbelakang ustadz/ustadzahberbeda itu sangat sulit
dalam proses penanaman karakter aswaja. Misalnya, dalam penanaman
karakter aswaja seperti menerangkan apa itu aswaja kepada para santri
kalau ustadz/ustadzahlatar belakang pendidikan berasal dari Pondok
Pesantren akan mudah untuk menerangkan, tetapi jika ada ustazd/ustazdah
yang tidak berasal dari Pondok Pesantren yang berbasis NU akan sulit,
karena pemahaman tentang aswaja kurang. Terkadang
ustadz/ustadzahyang latar belakang pendidikannya tidak berasal dari
Pondok Pesantren kurang mencontohkan seorang pendidik, sehingga para
santri kadang mengkritis perilaku pendidik yang berasal dari luar Pondok
Pesantren.
Menurut ustadz/ustadzahbahwa “Memang benar latarbelakang
ustadz/ustadzahyang bukan berasal dari Pondok Pesantren sangat sulit
untuk menerangkan pembelajaran agama tengan aswaja, karena dasar-
dasar keagamaan mereka sangat terbatas, dan sering dikritis oleh para
santri”. (W2/US/22/17-2-2017).
Berdasarkan paparan di atas terlihat bahwa faktor yang menghambat
penanaman karakter aswaja dalam diri santri adalah karena tidak semua
ustadz/ustadzahmemiliki latar belakang pendidikan keluaran dari Pondok
Pesantren. Hal ini menyebabkan penanaman karakter aswaja yang tidak
dapat secara merata terlaksana bagi semua santri di Pondok Pesantren
Darul A’mal Metro.
C. Pembahasan
1. Implementasi Metode Pembiasaan dalam Penanaman Karakter
Aswaja di Pondok Darul A’mal Metro
Berdasarkan hasil dari observasi dan beberapa wawancara dengan
pengasuh Pondok Pesantren, ustadz/ustadzah, serta santri di Pondok
Pesantren Darul A’mal Metro maka dapat dianalisis sebagai berikut:
Penanamankarakter aswaja mencakup tawassuth, tawazun, ta’adul
dan tasamuh seperti yang diungkapkan oleh Mansykur Hasyim dalam
bukunya Merakit Negeri Berserakkan, yang telah dikutip di dalam bab
sebelumnya bahwa:
a. Tawassuth yaitu sikap tengah atau moderat yang tidak cenderung ke kanan dan ke kiri.
b. Tawazun ialah sikap berimbang dan harmonis dalam mengintegrasikan dan menyinergikan dalil-dalil (pijakan hukum atau pertimbangan-pertimbangan untuk mencetuskan sebuah
keputusan dan kebijakan. c. Ta’adul ialah sikap adil dan netral dalam melihat, menimbang,
menyikapi dan menyelesaikan segala permasalahan. Adil tidak selamanya sama atau setara. Adil adalah sikap propefional
berdasarkan hak dan kewajiban masing-masing, kalaupun keadilan
menuntut adanya kesamaan atau kesetaraan, hal itu hanya berlaku ketika realitas individu benar-benar sama dan setara secara persis dala segala sifat.
d. Tasamuh ialah sikap toleran yang bersedia menghargai terhadap segala kenyataan perbedaan dan keanekaragaman, baik dalam
pemikiran, keyakinan dan sosial kemasyarakatan, suku, bangsa, agama, tradisi budaya dan lain sebagainya.
Keempat karakter tersebut hanya ada tiga karkater yang utama
ajaran Ahl al-Sunnah Wa al-Jama’ah atau disebut dengan Aswaja yang
selalu diajarkan oleh Rosulullah SAW dan sahabatnya. Pertama karakter
tawasut atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri
ataupun ekstrim kanan. Kedua karakter tawazun atau seimbang dalam
segala hal, termasuk dalam pengunaan dalil aqli (pikiran rasional) dan
dalil naqli (Al-Qur’an Hadis). Ketiga Ta’adul yang bermakna tegak lurus.
Selain ketiga karakter tersebut, aswaja juga mengamalkan sikap
tasamuh (toleransi) yakni menghargai perbedaan serta mengormati oang
yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti
mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam
menegakkan apa yang diyakini.
Penanaman karakter aswaja suatu upaya yang dilakukan secara
sadar, terarah dan berkesinambungan untuk memperkenalkan dan
menanamkan paham keagamaan aswaja kepada para santri, agar mereka
mengetahui, meyakini dan mengamalkannya sebagai pedoman kehidupan
pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penanaman karakter
aswaja yang dilakukan di Pondok Pesantren Darul A’mal Kota Metro
melalui metode pembiasaan serta aktivitas bimbingan, pengajaran, latihan
serta pengalaman belajar. Metode pembiasaan yang digunakan dalam
penanaman karakter aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal melalui
prinsip-prinsip metode pembiasaan seperti yang diungkapkan oleh Armai
Arief,dalam bukunya Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islamyang
telah dikutip di bab sebelumnya adalah sebagai berikut:
h) Mengetahui motivasi, kebutuhan dan minat santrinya.
i) Mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelum pelaksanaan pendidikan.
j) Mengetahui tahap kematangan, perkembangan serta perubahan
santrinya. k) Mengetahui perbedaan-perbedaan individu di dalam santri.
l) Memperhatikan kepahaman dan mengetahui hubungan-hubungan integrasi pengalaman dan kelanjutannya, keaslian, pembaharuan dan kebebasan berpikir.
m) Menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang menggembirakan bagi santri.
n) Menegakkan uswah khasanah.
Ketujuh prinsip metode pembiasaan di atas,dalam penanaman
karakter aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro dilakukan
melalui proses pembiasaan atau aktivitas pembiasaan, seperti empat
karaktar aswaja yaitu tawasuth, tawazun, ta’adul dan tasamuh yang telah
dilakukan di dalam Pondok Pesantren Darul A’mal Metro.
Aktivitas pembiasaan harian di Pondok Pesantren Darul A’mal
Metro dilakukan setiap hari seperti “membaca Al-Qur’an yaitu surat-surat
pendek pada setiap awal pelajaran selama 10 menit. Kemudian membaca
doa “Raditu billahirobbah” dan seterusnya diawal pelajaran. Semua itu
dilakukan supaya para santri mampu mengamalkan dalam kehidupan
sehari-hari dan jangan sampai santri bersikap ekstrim kanan (berkedok
agama) maupun ekstrim kiri (komunis) karena kebajikan memang
selamanya terletak antara dua ujung.
Nilai karakter aswaja tawasuth yang telah dijelaskan di atas dapat
diambil hikmah bahwasannya pembiasaan yang dilakukan di pondok
pesantren Darul A’mal Metro sebelum proses belajar dimulai selalu
istiqomah dan mampu membawa para santri untuk mengamalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Jangan sampai para santri merubah dirinya menjadi
orang yang bersikap ekstrim kanan maupun kiri (berkedok agama atau
komunis), karena Islam mengajarkan untuk mengambil jalan tengah atau
pertengahan.
Selanjutnya karakter aswaja yang kedua adalah tawazun. Karakter
tawazun ini di pondok Darul A’mal selalu diajarkan kepada seluruh para
santri supaya para santri mampu bersifat seimbang maksudnya tidak berat
sebelah, tidak berlebihan sesuatu unsur atau kekurangan unsur lain. Dalam
kehidupan terdapat suatu kejadian dimana seseorang hanya mementingkan
urusan dunianya saja atau berprinsip hidupnya hanyalah untuk mencari
kesenangan semata dan hal ini diwujudkan dalam aktivitas sehari-hari.
Sedang kecenderungan yang terus menerus terhadap hal positif
adalah seseorang yang terus menerus melakukan ibadah dengan cara
mengurung diri serta tak memperdulikan lingkungan sosial sekitar, itupun
juga tidak baik. Meskipun diartikan sebagai suatu keseimbangan atau adil,
hal itu bukan berarti harus menempatkan posisi ditengah-tengah atau jalan
tengah, karena realitanya suatu pertengahan belum tentu menunjukan suatu
keseimbangan, karena tergantung bobotnya.
Kegiatan pembiasaan karakter aswaja tawazun di Pondok
Pesantren Darul A’mal memiliki tujuan yaitu agar kita sebagai insan yang
muslim tidak melakukan sesuatu hal yang berlebihan dan
mengesampingkan hal-hal yang lain atau malah melupakannya, padahal
hal yang dimaksud memiliki hak yang harus ditunaikan pada diri kita.
Selain metode pembiasaan di pondok pesantren Darul A’mal dalam
memberikan penjelasan tentang karakter aswaja tawazun juga melalui
metode kisah. Seperti kisah para sahabat Rasulullah SAW seperti yang
telah di jelaskan sebelumnya. Keterangan-keterangan di atas maka dapat
dianalisis bahwa Allah SWT menciptakan alam ini dengan seimbang dan
memerintahkan kita untuk menjaga keseimbangan itu seperti yang
termaktup dalam surat ar-Rahman ayat 7-9 yang berbunyi:
Artinya “dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan
neraca (keadilan). supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca
itu. dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu
mengurangi neraca itu”.
Kemampuan manusia untuk bertawazun didukung oleh fitrahnya,
manusia diciptakan dengan ditrahnya oleh Allah SWT yang mana
fitrahnya itu adalah hanif yaitu kecenderungan untuk melakukan kebaikan
dan mengakui ketauhidan.
Kemudian karakter aswaja yang ketiga yaitu ta’adul (adil). Di
dalam Pondok Pesantren Darul A’mal Metro ta’adul (adil) sudah berjalan
sebagaimana mestinya. Bahwasanya sebelum berbuat adil kepada orang
lain terlebih dahulu harus berbuat adil kepada diri sendiri. Berbuat adil
pada diri sendiri berarti menempatkan diri sendiri pada tempat yang baik
dan benar serta tidak menuruti hawa nafsu yagn dapat mencelakakan diri
sendiri.
Jika seseorang mampu berbuat adil terhadap dirinya, maka ia akan
meraih keberhasilan dalam hidupnya, bahagia secara batiniah, menjadi
pribadi yang menyenangkan sehingga disukai banyak orang, dapat
meningkatkan kualtias dirinya dan nantinya memperoleh kesejahteraan
baik di dunia maupun di akherat.
Selanjutnya adil kepada orang lain. Berbuat adil kepada orang lain
berarti memperlakukan orang lain dengan layak, memberikan hak orang
lain dengan jujur dan benar serta tidak menyakiti ataupun merugikan orang
lain. Jika seseorang mampu berbuat adil kepada orang lain, maka ia akan
mampu membangun relasi yang baik sehingga disukai banyak orang, peka
terhadap masalah lingkungan serta menjadikan lingkungan damai dan
tentram.
Dalam lingkungan Pondok Pesantren Darul A’mal santriwan ataupun
santriwati diharuskan bertutur sapa yang baik sopan santun, baik berkata
santun dengan orang yang lebih tua maupun dengan yang lebih muda.
Kemudian berfikir sebelum bertindak. Segala tindakan yang dilakukan
hendaknya tidak merugikan orang lain. Jangan sampai terpengaruh emosi
sehingga tindakan yang dilakukan sembrono dan penyesalan yang didapat.
Selanjutnya berprasangka baik kepada orang lain. Berprasangka baik kepada
orang lain dapat menciptakan enerti positif dan menjadikan orang lain senang
untuk bergaul dengan kita. Kita pun akan memiliki banyak relasi karena
perlakuan baik kepada orang lain berfek baik pula kepada diri kita.
Nilai karakter tersebut selalu ditanamkan di lingkungan Pondok
Pesantren Darul A’mal agar seluruh para santri memiliki jiwa yang positif dan
menjadikan orang lain atau sesama santri senang bergaul.
Terakhir penanaman karakter aswaja adalah tasamuh. Pondok
Pesantren Darul A’mal dalam mengembangkan Islam selalu mengajarkan
paham Islam yang moderat, tasamuh, Islam wasatiyah yang dikenal dengan
Islam ahlussunnah waljamaah.
Tasamuh atau toleransi ini menyadarkan pada satu sikap sama-sama
berlaku baik, lemah lembut dan saling pemaaf. Tasamuh adalah sikap akhlak
terpuji dalam pergaulan, yakni terdapat rasa saling menghargai antara sesama
manusia dalam batas-batas yang digariskan ajaran Islam. Itulah salah satu ciri
pokok dari tradisi yang dikembangkan dari lorong pondok pesantren,
khususnya Pondok Pesantren darul A’mal Metro.
Tradisi Pondok Pesantren Darul A’mal adalah para santri dan kyainya
tidak mudah menyalahkan orang lain, mengkafirkan sesama. Itulah
sesungguhnya yang dibangun karena pada setiap manusia ada keterbatasan
diri, sehingga Allah menciptakan keberagamanan. Keberagamaan ialah
anugerah Tuhan dan karena keterbatasan sehingga bisa saling melengkapi.
Cara menyikapi keragamanan dengan cara tawasut, tawazun bukan
saling menegasikan satu sama lain, keragamana harus di lihat dengan
kelembutan dan kasih sayang Pondok Pesantren Darul A’ma; memiliki
kontribusi dalam pembentukan karakter Islam yaitu aswaja.
Pondok Pesantren Darul A’mal Metro mengajarkan santrinya untuk
wajib mencintai tanah air. Sikap cinta tanah air ini sebagai representasi dari
ajaran hubbul wathan minal iman, cinta tanah air itu sebagian dari iman.
Hanya di daerah atau negara yang tidak bergolak yang penuh damai nilai
dalam syariat Islam bisa ditegakkan. Jadi syarat untuk menunaikan ajaran
Islam ialah kondisi negara yang aman, itulah mengapa cinta tanah air bagian
dari iman. Nasionalisme ditanamkan di Pondok Pesantren Darul A’mal.
Nilai-nilai karakter aswaja tersebut dijadikan nilai-nilai inti aswaja di
setiap harinya dalam pembelajaran. Dengan kata lain, nilai-nilai karakter
bernuansa aswaja tersebut menjadi ruh karakter pada setiap pembelajaran yang
dilakukan di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro.
2. Faktor Pendukung
a) Lingkungan Pondok Pesantren
Faktor pendukung yang pertama adalah lingkungan Pondok
Pesantren yang kondusif dan strategi sehingga dalam penanaman karakter
aswaja kepada para santri dapat berjalan dengan baik, terlihat dari hasil
wawancara dengan salah satu santri yang menyatakan bahwa di dalam
lingkup Pondok terdapat beberapa aturan yang harus di patuhi seperti
bangun pagi-pagi untuk sholat tahajud dilanjutkan tadarus Al-Qur’an
menjelang subuh dan seterusnya, sehingga apa yang didapat dari
kebiasaan-kebiasaan tersebut, akan menjadikan pribadi yang muslim.
b) Peran Ustadz/Ustadzah.
Perubahan perilaku pada dasarnya dipengaruhi oleh pendidikan
yang ia terima sepanjang hanyatnya, pendidikan ini bukan saja sebatas
yang formal seperti sekolah atau kursus-kursus namun dalam arti luas
artinya segala sesuatu yang diterima manusia melalui panca indera itu
menjadi bagian dari pendidikan. Melihat, mendengar, merasa, dan meraba
merupakan komponen penting dalam pendidikan dan itu sangat-sangat
mudah ia dapatkan dari lingkungan, baik lingkungan pendidikan formal
atau non formal.
Lingkungan juga berperan penting dalam perilaku manusia
khususnya Pondok Pesantren, sebab dari sinilah perlakuan-perlakuan yang
terus menerus dan terstruktur masih diberikan kepada santri, sehingga
santri diharapkan dapat merubah perilakunya sesuai yang diharapkan.
Pondok Pesantren yang telah memberikan lingkungan yang menunjang
bagi kesuksesan pendidikan maka secara langsung dan tidak langsung
memberikan sentuhan perlakuan kepada santri. Lingkungan itu meliputi 1)
fisik seperti bangunan, alat, sarana , dan ustadz dan ustadzah, 2) non fisik
yaitu kurikulum, norma, dan pembiasaan nilai-nilai kehidupan yang
terlaksana di Pondok Pesantren itu.
Faktor yang mendukung bagi penanaman karakter aswaja dalam
diri santri di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro adalah faktor
lingkungan dan adanya pengawasan dari para ustadz dan ustadzah di
lingkungan pesantren. Lingkungan berperan penting dalam perilaku santri
khususnya di Pondok Pesantren, sebab dari sinilah perlakuan-perlakuan
yang terus menerus dan terstruktur masih diberikan kepada santri,
sehingga santri diharapkan dapat merubah perilakunya sesuai yang
diharapkan. Pondok Pesantren yang telah memberikan lingkungan yang
menunjang bagi kesuksesan pendidikan maka secara langsung dan tidak
langsung memberikan sentuhan perlakuan kepada santri. Lingkungan itu
meliputi fisik seperti bangunan, alat, sarana, dan ustadz dan ustadzahnya
kemudian non fisik yaitu kurikulum, norma, dan pembiasaan nilai-nilai
kehidupan yang terlaksana di Pondok Pesantren tersebut.
3. Faktor Penghambat
Faktor-faktor penghambat metode pembiasaan dalam penanaman
karakter Aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro adalah unsur-unsur
negatif yang menyebabkan nilai-nilai karakter Aswaja tidak dapat dengan
mudah diinternalisasikan dalam diri santri.Adapun faktor penghambat metode
pembiasaan dalam penanaman karakter Aswaja adalah sebagai berikut:
a. Santri yang Tidak Seluruhnya Tinggal di Lingkungan Pondok Pesantren
atau Asrama.
Santri yang tidak tinggal di lingkungan Pondok Pesantren memang
sangat mempengaruhi proses penanaman karakter aswaja, karena
menyebabkan tidak meratanya proses penanaman karakter aswaja pada
santri dan itu terlihat perbedaan yang cukup signifikan dalam perilaku
santri dalam sehari-hari baik di dalam lingkungan Pondok pesantren
maupun di luar lingkungan Pondok Pesantren.
b. Latarbelakang Ustadz/Ustadzah
Latarbelakang ustadz/ustadzahmerupakan faktor penghambat dalam
proses penanaman karakter aswaja, karena dalam proses penanaman
karakter aswaja jika latarbelakang ustadz/ustadzahberbeda itu sangat sulit
dalam proses penanaman karakter aswaja. Misalnya, dalam penanaman
karakter aswaja seperti menerangkan apa itu aswaja kepada para santri
kalau ustadz/ustadzahlatar belakang pendidikan berasal dari Pondok
Pesantren akan mudah untuk menerangkan, tetapi jika ada ustazd/ustazdah
yang tidak berasal dari Pondok Pesantren yang berbasis umum akan sulit,
karena pemahaman tentang aswaja kurang. Terkadang
ustadz/ustadzahyang latar belakang pendidikannya tidak berasal dari
Pondok Pesantren kurang mencontohkan seorang pendidik, sehingga para
santri kadang mengkritis perilaku pendidik yang berasal dari luar Pondok
Pesantren.
Faktor yang menghambat penanaman karakter aswaja dalam diri
santri adalah karena tidak semua ustadz/ustadzahmemiliki latar belakang
pendidikan keluaran dari Pondok Pesantren. Hal ini menyebabkan
penanaman karakter aswaja yang tidak dapat secara merata terlaksana bagi
semua santri di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pada bab sebelumnya, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Implementasi metode pembiasaan dalam penanaman karakter aswaja di
Pondok Pesantren Darul A’mal Metro, melalui empat karakter aswaja
yaitu tawassut, tawazun, ta’adul, dan tasamuh. Keempat karakter tersebut
diaplikasikan dalam bentuk aktivitas pembiasaan yang telah dijadwalkan
oleh Pondok Pesantren.
2. Faktor-faktor mendukung metode pembiasaan dalam penanaman karakter
aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro adalah:
a. Lingkungan Pondok Pesantren yang kondusif dan strategis .
b. Bimbingan dan pengawasan dari ustadz/ustadzah baik di dalam asrama
maupun di luar asrama.
3. Faktor-faktor penghambat metode pembiasaan dalam penanaman karakter
aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro Metro adalah:
a. Tidak semua santri tinggal di asrama/pondok pesantren.
b. Latar belakang pendidikan ustadz/ustadzah.
B. Implikasi
Setelah dilakukan dengan cara penelusuran terhadap petikan
wawancara dari informan maka ditemukan bahwa implementasi metode
pembiasaan dalam penanaman karakter aswaja di Pondok Pesantren Darul
A’mal Metro melalui empat karakter aswaja yaitu tawassut, tawazun, ta’adul,
dan tasamuh. Keempat karakter tersebut diaplikasikan dalam bentuk aktivitas
pembiasaan yang telah dijadwalkan oleh Pondok Pesantren. Aktivtas tersebut
sudah dijadwalkan secara maksimal, namun ada beberapa faktor yang
menjadi penghambat proses penanaman karakter aswaja yaitu tidak semua
santri tinggal di asrama/pondok pesantren dan latar belakang pendidikan
ustadz/ustadzah, sehingga dibutuhkan upaya peningkatan proses penanaman
karakter aswaja pada santri.
C. Saran
1. Pendidikan berbasis pesantren ini salah satu harapan baik bagi dunia.
Karena itu, untuk merubah karakter yang tidak baik, tidak memudah
membalikan sebelah tangan
2. Pondok Pesantren merupakan tempat yang tepat untuk merubah akhlak
dan karakter yang melanda generasi muda saat ini yang kurang baik.
dengan mengedepankan pendidikan tidaklah bangsa Indonesia kehilangan
jati diri sendiri sebagai bangsa yang kaya akan budaya dan dapat
menanamkan karakter yang dapat membangun dan memajukan bangsa.
3. Dalam penanaman karakter aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal
semoga menjadikan para santri yang mempunyai akhlak mulia atau
akhlakul karimah. Yang merupakan misi dari Pondok Pesantren Darul
A’aml sendiri, yang menjadikan Pondok Pesantren yang berkualitas dan
dapat mencetak generasi-generasi yang intek dan akhlak baik. juga dapat
menanamkan nilai-nilai karakter yang masih dimiliki pada setiap orang.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 2001.
Abdullah Ibnu Sa’d al-Falih, Tarbiyatul Abna`, terj. Kamran As’at Irsyady, Langkah Praktis Mendidik Anak Sesuai Tahapan Usia, Bandung: Irsyad
Baitus Salam, 2007. Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, Jakarta: Pustaka
Amani, 2007.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidik dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya,2005.
Andree Feillard, NU vis-à-vis Negara, Yogyakarta: L’Harmattan Archipel, 1999.
Amaliah dan Heri Gunawan, Pendidikan karakter, Bandung : Alfabeta, 2014.
Arifin HM, Kapita Selekta Pendidikan Islam dan Umum, Jakarta:Bumi
Aksara,2000. Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
Press, 2002.
Departemen Agama R.I, Pola Pembelajaran Di Pesantren, Jakarta: Departemen Agama RI, 2001.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. 9, Jakarta: Balai Pustaka, 1997.
H. A. Hasyim Muzadi, Nahdlatul Ulama di tengah agenda persoaalan, Jakarta: PT.Logos Wacana Ilmu, 1999.
Heri Gunawan , Pendidikan Karakter , Bandung : Alfabeta, 2014.
Hermawati , Pendidikan Sebagai Model, Bandung : Remaja Rosda Karya, 2016.
Humaidi Abdusami, Ridwan Fakla AS., 5 Rais ‘Am Nahdlatul Ulama, yogyakarta:Pustaka Pelajar, 1995.
Jamal Ma’mu Rezim Gender di NU, Cet.1 Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2015
Jasa Ungguh Muliawan, 45 Model Pembelajaran Spektakuler, Jogjakarta : Ar-
Ruzz Media, 2016.
Kementerian Pendidikan Nasional, LITBANG, Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nili-Nilai Budaya untuk
Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa: Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Jakarta: Pusat Kurikulum, 2010.
Kemendiknas, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa, Pedoman Sekolah, Jakarta :Balitang, 2010.
Laode Ida, NU Muda, Jakarta: Erlangga, 2004.
Masykur Hasyim, Merakit Negeri Berserakan, Surabaya: Yayasan 95, 2002
Meity Taqdir Qodratilah dkk, Kamus Bahasa Indonesia untuk Pelajar, Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011.
Masykur Hasyim, Merakit Negeri Berserakan, (Surabaya: Yayasan 95, 2002.
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007.
Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter Landasan, Pilar & Implementasi, Cet.1, Jakarta : Kencana, 2014
Muhyiddin Abdusshomad, Hujjah NU: Akidah, Tradisi, Surabaya: Khalista,
2008.
Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, Jakarta:
Paramadina, 2000. Nur Sayyid Santoso Kristeva, Sejarah Teologi Islam Dan Akar Pemikiran
Ahlusssunnah Wal Jamaah, Cet.1, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar , 2014.
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005. Ridwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di
Tengah Arus Perubahan, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2005.
Ridwan, Paradigma Politik NU, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. S. Nasution. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito, 2002.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif dan R&D, Bandung: Al-
Fabaeta, 2006.
Suharsimi Arikunto.Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Sulthon Masyhud dan Khusnurdilo. Manajemen Pondok Pesantren,Jakarta: DivaPustaka, 2003
Tim Redaksi Sinar Grafika, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
(Nomor 20 Tahun 2003), Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: P.T. Bulan Bintang, 2005.
Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter : Konsepsi Dan Aplikasi Dalam Lembaga Pendidikan , Jakarta:Kencana,2011.
ALAT PENGUMPUL DATA
IMPLEMENTASI METODE PEMBIASAAN DALAM PENANAMAN
KARAKTER ASWAJA NU DI PONDOK PESANTREN DARUL A’MAL
METRO LAMPUNG
Oleh :
M. SUKRON
NPM. 1403741
Program Studi: Pendidikan Agama Islam
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
1438 H/2017 M
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Makhrus As’ad, M.Ag
NIP. 19611221 199603 1 001
Dr. H.Khoirurrijal, M.A
NIP. 19730321 200312 1 002
IMPLEMENTASI METODE PEMBIASAAN DALAM
PENANAMAN KARAKTER ASWAJA NU DI PONDOK PESANTREN
DARUL A’MAL METRO
KISI-KISI INSTRUMEN
No Fokus indikator Sub indikator Item Jml
1 Implementasi Metode Pembiasaan
1. Implementasi Metode Pembiasaan
1. Kegiatan harian 2. Kegiatan mingguan 3. Kegiatan bulanan
4. Kegiatan tahunan
3 3 3 3
12
2 Penanaman Karakter Aswaja NU
1. Tawassuth s. Religious t. Kejujuran
1 1
8
2. Tawazun a. Peduli Sosial b. Tanggung Jawab
1 1
3. Ta’adul a. Kedisplinan b. Peduli Lingkungan
1 1
4. Tasamuh a. Toleransi
b. Kemandirian
1 1
3 Pondok Pesantren Darul A’mal
1. Profil Pondok Pesantren Darul A’mal
1. Profil Pondok 2. Visi dan Misi 3. Letak Geografis
4. Data Guru/ Ustadz/ Pengurus
5. Data Santri
6. Struktur Organisasi 7. Sarana dan Prasarana
PEDOMAN OBSERVASI
NO KOMPONEN KATEGORI
BS B CB KB
1 Keadaan Fisik a. Situasi lingkungan Pondoke Pesantren
Darul A’mal Metro
b. Ruang belajar santri dan fasilitas belajar
c. Sarana dan prasarana yang menunjang
kegiatan belajar mengajar
2 Kegiatan Ustadz/Ustadzah saat proses pembelajaran
a. Membuka pelajaran
Menarik perhatian santri
Gaya mengajar Ustadz/Ustadzah
Penggunaan alat-alat bantu peraga
Pola interaksi yang bervariasi
b. Pemberian motivasi
Memberikan pesan / nasehat supaya
belajar lebih tekun
c. Menutup pelajaran
Meninjau kembali
Memberikan kesimpulan
d. Melakukan evaluasi
Keterangan:
BS : Baik Sekali B : Baik
CB : Cukup Baik KB : Kurang Baik
PEDOMAN DOKUMENTASI
No Nama Ada Tidak Ket.
1 Profil Pondok Pondok Pesantren Darul A’mal Metro Lampung
2 Visi dan Misi Pondok Pesantren Darul A’mal Metro Lampung
3 Letak Geografis Pondok Pesantren Darul A’mal Metro Lampung
4
Kondisi Pondok Pesantren Darul A’mal Metro Lampung
5 Data Guru/ Ustadz/ Pengurus Pondok Pesantren Darul A’mal Metro Lampung
6 Data SantriPondok Pesantren Darul A’mal Metro Lampung
7 Struktur Organisasi Pondok Pesantren Darul A’mal Metro Lampung
8 Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Darul A’mal Metro Lampung
PEDOMAN WAWANCARA KEPADA PEMIMPIN
PONDOK PESANTREN DARUL A’MAL METRO
A. Petunjuk Pelaksanaan
1. Wawancara terpimpin
2. Selama penelitian berlangsung, peneliti mencatat dan mendeskripsikan
hasil wawancara
3. Waktu pelaksanaan wawancara sewaktu-waktu masih dapat berubah
mengikuti perkembangan situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan
B. Identitas
Nama informan : ............................................................... Jabatan : ...............................................................
Alamat : ...............................................................
C. Pertanyaan
1. Jelaskan tentang majelis taklim di Pondok Pesantren Darul A’amal, serta
apa tujuan dari majelis taklim?
2. Jelaskan tentang Pondok Pesantren Darul A’mal yang berbasis NU!
3. Cinta tanah air selalu di ajarkan di Pondok Pesantren Darul A’amal Metro!
4. Apa faktor pendukung dalam proses penanaman karakter aswaja UN di
Pondok Pesantren Darul A’mal?
PEDOMAN WAWANCARA KEPADA USTADZ
PONDOK PESANTREN DARUL A’MAL METRO
A. Petunjuk Pelaksanaan
1. Wawancara terpimpin
2. Selama penelitian berlangsung, peneliti mencatat dan mendeskripsikan hasil
wawancara
3. Waktu pelaksanaan wawancara sewaktu-waktu masih dapat berubah
mengikuti perkembangan situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan
B. Identitas
Nama informan : ............................................................... Jabatan : ...............................................................
Alamat : ...............................................................
C. Pertanyaan
1. Jelaskan apa itu pesantren kota!
2. Aktivitas apa sebelum proses belajar di mulai? 3. Aktivitas apa diakhir pembelajaran yang dilakukan?
4. Apakah sholat dhuhur dilakukan dengan berjama’ah? Kemudian puji-puji atau sholawatan sebelum sholat dimulai?
5. Selesai sholat dhuhur aktivtas apa lagi yang dilakukan di Pondok ini?
6. Contoh dari nilai karakter tawazun yang sering diberikan kepada para santri, apa saja!
7. Selain contoh negatif nilai karakter tawazun, contoh yang positif seperti apa?
8. Jelasakan apa itu tawazun menurut pengertian ustadz sendiri!
9. Jelaskan contoh dari nilai karakter ta’adul atau adil! 10. Apa tujuan daru karakter tawazun yang dikembangkan di Pondok
Pesantren Darul A’mal Metro! 11. Selain metode pembiasaan adakah metode lain yang digunakan dalam
penanaman karaktr aswaja di Pondok Pesantren Darul A’aml Metro!
12. Bagaimana kita berbuat adil kepada orang lain? 13. Ketika berbuat adil pada diri sendiri maka akan meraih keberhasilan dalam
hidup, benarkah? 14. Jelaskan contoh dari nilai karakter ta’adul (adil) 15. Contoh berbuat adil kepada orang lain, jelaskan!
16. Jelaskan ketika kita berprasangkat baik kepada orang lain! 17. Jelasakan apa itu tasamuh menurut ustadaz!
18. Jelaskan tradisi Pondok Pesantren Darul A’mal dalam nilai karakter tasamuh!
19. Bagaimana proses penanaman karakter aswaja kepada santri
20. Apa faktor pendukung penanaman karakter aswaja di Pondok Pesantren
Darul A’mal Metro? 21. Apa faktor penghambat proses penanaman karakter aswaja di Pondok
Pesantren Darul A’mal?
22. Faktor penghambat selain di sebutkan di atas yang lain apa?
PEDOMAN WAWANCARA KEPADA SANTRI
PONDOK PESANTREN DARUL A’MAL METRO
A. Petunjuk Pelaksanaan
1. Wawancara terpimpin
2. Selama penelitian berlangsung, peneliti mencatat dan mendeskripsikan hasil
wawancara
3. Waktu pelaksanaan wawancara sewaktu-waktu masih dapat berubah
mengikuti perkembangan situasi dan kondisi yang terjadi di lapangan
B. Identitas
Nama informan : ............................................................... Jabatan : ...............................................................
Alamat : ...............................................................
C. Pertanyaan 1. Setiap hari Anda membaca Al-Qur’an sebelum pembelajaran dimulai?
2. Apa hukumnya membaca Al-Qur’an sebelum pembelajaran dimulai?
3. Menurut Anda melakukan perbuatan maksiat dikatakan baik!
4. Bagaimana menurut pendapat Anda tentang adil dalam pembelajaran
diniyah antara kelas jurumiyah dengan lafiyah awal?
5. Materi kelas jurumiyah dengan kelas alfiyah mempunyai perbedaan?
6. Apakah di Pondok Pesantren Darul A’mal Anda menerima ilmu
pengetahuan tentang karakter aswaja?
7. Di lingkungan Pondok Pesantren wajib melakukan tutur sapa yang sopan!
8. Kegiatan yang dilakukan setiap harinya seperti apa?
9. Menurut Anda bagaimana ustadz/ustadzah memberikan membimbing
kepada para santri?
Lampiran 1 Pedoman Wawancara
PETIKAN HASIL WAWANCARA
Pewawancara : M. Sukron Informan : KH. Ahmad Dahlan Rosyid
Jabatan : Dewan A’wam Tempat : Ruang Pimpinan/Kyai
No Pertanyaan Jawaban
1 Jelaskan tentang majelis taklim di Pondok Pesantren Darul A’amal, serta apa
tujuan dari majelis taklim?
(W1/PP/1/17-2-2017)
Majelis taklim merupakan salah satu lembaga pendidikan keagamaan khas Islam yang tumbuh subur di tentah-tengah masyarakat. Majelis taklim adalah salah satu lembaga pendidikan diniyah non formal yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan akhlak mulia bagi jamaahnya, serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta.
2 Jelaskan tentang Pondok Pesantren Darul A’mal yang
berbasis NU!
(W1/PP/2/17-2-2017)
Pondok Pesantren Darul A’mal Metro berada di Kota Metro dan berbasis Nahdlatul Ulama. Pondok Pesantren Darul A’mal Metro sudah menempatkan dirinya sebagai pondok pesantren berlatar belakang Nadhlatul Ulama telah menerapkan pendidikan karakter dengan Grand Design Pesantren Kota yang bertumpu pada nilai-nilai aswaja menurut Nahdlatul Ulama atau NU.
3 Cinta tanah air selalu di
ajarkan di Pondok Pesantren Darul A’amal Metro
(W1/PP/3/17-2-2017)
Pondok Pesantren Darul A’mal Metro mengajarkan santrinya untuk wajib mencintai tanah air. Sikap cinta tanah air ini sebagai representasi dari ajaran hubbul wathan minal iman, cinta tanah air itu sebagian dari iman. Hanya di daerah atau negara yang tidak bergolak yang penuh damai nilai dalam syariat Islam bisa ditegakkan. Jadi syarat untuk menunaikan ajaran Islam ialah kondisi negara yang aman, itulah mengapa cinta tanah air bagian dari iman. Nasionalisme ditanamkan di Pondok Pesantren Darul A’mal.
4 Apa faktor pendukung
dalam proses penanaman karakter aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal
Metro?
Lingkungan Pondok Pesantren yang kondusif dan strategis, di mana tersedia fasilitas pembelajaran yang memadai dan lokasi Pondok Pesantren yang berada dalam lingkup kota Metro. Iklim Pesantren ini mendukung proses penanaman karakter Aswaja. Di lingkungan
(W1/PP/4/17-2-2017)
Pondok Pesantren, santri ditutut untuk berperilaku sesuai dengan pedoman agama Islam.
PETIKAN HASIL WAWANCARA
Pewawancara : M. Sukron Informan : Ust. Nasrudin,S.Pd.I dan Ust Toni Wijaya, S.Pd.I
Jabatan : Dep. Pendidikan dan Dakwah Tempat : Ruang Kantor
No Pertanyaan Jawaban
1 Jelaskan apa itu pesantren kota!
(W2/US/1/17-2-2017)
Gagasan Pesantren Kota yang dimaksud ialah menjadikan komunitas kampung santri atau kampung aswaja NU, yang indikatornya berupa munculnyaaktivitas-aktivitas kajian agama yang intens dan terutama (sebagai ciri Pesantren NU) ialah dikajinya kitab kuning, busana yang dipakai warga santri ialah busana muslim (termasuk tamu yang masuk kompleks Pondok Pesanttren Darul A’aml) serta mempraktekan amaliyah para wali/Kyai yang biasa dilaksanakanoleh Pesantren NU, seperti istighashah, tahlilan, yasinan, membaca solawat Nabi, wiridan an sebagainya. Jugaaktivtas santri yang belajar qiro’ah, khitobah, diskusi, latihan musik sholawat, belajar kaligrafi dan sebagainya.
2 Aktivitas apa sebelum proses belajar di mulai? (W2/US/2/17-2-2017)
Membaca Al-Qur’an yaitu surat-surat pendek pada setiap awal pelajaran selama 10 menit. Kemudian membaca doa “Raditu billahirobbah” dan seterusnya diawal pelajaran.
3 Aktivitas apa diakhir pembelajaran yang dilakukan? (W2/US/3/17-2-2017).
Kemudian di akhir pelajaran tidak lupa membaca suara al-Asr sebagai penutup bahwa akhir proses pembelajaran hari ini telah selesai.
4 Apakah sholat dhuhur dilakukan dengan berjama’ah? Kemudian puji-puji atau sholawatan sebelum sholat dimulai? (W2/US/4/17-2-2017).
Sholat dhuhur perjama’ah dan sholat rowatib setiap hari dengan protokoler yang lengkap namun sebelum sholat berjama’ah terlebih dahulu puji-pujian atau sholawatan.
5 Selesai sholat dhuhur aktivtas apa lagi yang dilakukan di Pondok ini?
Kemudian dilanjutkan dengan membaca sholawat nariyah supaya mendapat rezki yang berkah.
(W2/US/5/16-2-2017)
6 Contoh dari nilai karakter tawazun yang sering diberikan kepada para santri, apa saja! (W2/US/6/17-2-2017)
Merokok, minuman keras, berjudi, narkoba dan semua perbuatan maksiat lainnya atau meskipun tidak berbuat maksiat dia memenuhi kebutuhan secara berlebihan, seperti makan dan tidur dengan berlebih-lebihan atau bermalas-malasan fenomena seperti ini merupakan suatu kecenderungan terus menerus terhadap hal yang negatif”.
7 Selain contoh negatif nilai karakter tawazun, contoh yang positif seperti apa?
(W2/US/7/17-2-2017)
Seseorang yang terus menerus melakukan ibadah dengan cara mengurung diri serta tak memperdulikan lingkungan sosial sekitar, itupun juga tidak baik,
8 Jelasakan apa itu tawazunmenurut pengertian ustadz sendiri! (W2/US/8/17-2-2017)
Meskipun diartikan sebagai suatu keseimbangan atau adil, hal itu bukan berarti harus menempatkan posisi ditengah-tengah atau jalan tengah, karena realitanya suatu pertengahan belum tentu menunjukan suatu keseimbangan, karena tergantung bobotnya.
9 Jelaskan contoh dari nilai karakter ta’adul atau adil! (W2/US/9/17-2-2017)
Masing-masing anak yang berbeda tingkat pendidikannya tidaklah sama dalam segi materi pelajaran ataupun tugas, kelas alfiyah awal lebih tinggi atau lebih dalam materi yang akan dipelajari sedangkan kelas jurumiyah belum begitu tinggi atau dalam, karena jika seorang ustadz atau ustadzah berpegang pada prinsip keadilan tentu ia akan memberikan materi pelajaran yang sama antara kelas jurumiyah dan kelas alfiyah awal dan itu akan mengakibatkan tidak baik bagi anak atau santri yang kelas jurumiyah karena tidak akan sampai pola pemikirannya.
10 Apa tujuan daru karakter tawazun yang dikembangkan di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro! (W2/US/10/17-2-2017)
Kegiatan pembiasaan karakter aswaja tawazun di Pondok Pesantren Darul A’mal bertujuan agar kita sebagai insan yang muslim tidak melakukan sesuatu hal yang berlebihan dan mengesampingkan hal-hal yang lain atau malah melupakannya, padahal hal yang dimaksud memiliki hak yang harus ditunaikan pada diri kita.
11 Selain metode pembiasaan adakah metode lain yang digunakan dalam penanaman karaktr aswaja di Pondok Pesantren Darul A’aml Metro! (W2/US/11/17-2-2017)
Selain metode pembiasaan para ustdaz atau ustadzah dalam memberikan penjelasan tentang karakter aswaja tawazun melalui metode kisah seperti yang dijelaskan oleh salah satu ustadz bahwa metode kisah seperti kisah para sahabat Rasulullah SAW ada tiga orang sabahat Rasulullah SAW yang datang kepada beliau dan mengutarakan maksudnya masing-masing orang yang pertama mengatakan bahwa dia tidak akan menikah selama hidupnya, kemudian orang yang kedua mengatakan bahwa dia akan berpuasa setiap hari dan terus menerus seumur hidupnya dan yang terakhir mengatakan bahwa ia akan sholat tanpa henti-hentinya, namun apa kata Rasulullah SAW, kalian jangan seperti itu, masing-masing urusan ada haknya, urusan dunia haknya sedangkan urusan akhirat ada juga haknya, jalankan hal itu dengan seimbang.
12 Bagaimana kita berbuat adil kepada orang lain? (W2/US/12/17-2-2017)
Sebelum berbuat adil kepada orang lain terlebih dahulu kita harus berbuat adil kepada diri sendiri. Berbuat adil pada diri sendiri berarti menempatkan diri sendiri pada tempat yang baik dan benar serta tidak menuruti hawa nafsu yang dapat mencelakakan diri sendiri.
13 Ketika berbuat adil pada diri sendiri maka akan meraih keberhasilan dalam hidup, benarkah? (W2/US/13/17-2-2017)
Jika seseorang mampu berbuat adil terhadap dirinya, maka ia akan meraih keberhasilan dalam hidupnya, bahagia secara batiniah, menjadi pribadi yang menyenangkan sehingga disukai banyak orang, dapat meningkatkan kualtias dirinya dan nantinya memperoleh kesejahteraan baik di dunia maupun di akherat.
14 Jelaskan contoh dari nilai karakter ta’adul (adil) (W2/US/14/17-2-2017)
Sebagai contoh santri melakukan aktivitas pada waktunya seperti waktu sholat dhuhur berjamaah santri langsung menjalanakan ibadah sholat duhur berjamaah, masuk waktu makan, santri langsung makan, pada saat masuk waktu tidur para santri tidur secukupnya dan seterusnya.
15 Contoh berbuat adil kepada orang lain, jelaskan! (W2/US/15/17-2-2017)
Berbuat adil kepada orang lain dicontohkan kepada para santri seperti berkata dengan santun. Lidah itu tajam dan akibat ucapan yang salah dapat menyakiti hati orang lain. Oleh karena itu hendaknya kita harus berhati-hati terhadap apa yang dibicarakan yang sekiranya tidak menyinggung orang lain. Memposisikan
diri kita sebagai lawan bicara tentu tidak ingin disakiti sebab apa yang diucapkan.
16 Jelaskan ketika kita berprasangkat baik kepada orang lain! .(W2/US/16/17-2-2017)
Berprasangka baik kepada orang lain dapat menciptakan enerti positif dan menjadikan orang lain senang untuk bergaul dengan kita. Kita pun akan memiliki banyak relasi karena perlakuan baik kepada orang lain berfek baik pula kepada diri kita.
17 Jelasakan apa itu tasamuh menurut ustadaz! (W2/US/17/17-2-2017)
Tasamuh atau toleransi ini menyadarkan pada satu sikap sama-sama berlaku baik, lemah lembut dan saling pemaaf. Tasamuh adalah sikap akhlak terpuji dalam pergaulan, yakni terdapat rasa saling menghargai antara sesama manusia dalam batas-batas yang digariskan ajaran Islam. Itulah salah satu ciri pokok dari tradisi yang dikembangkan dari lorong pondok pesantren, khususnya Pondok Pesantren darul A’mal Metro.
18 Jelaskan tradisi Pondok Pesantren Darul A’mal dalam nilai karakter tasamuh! (W2/US/18/17-2-2017).
Tradisi Pondok Pesantren Darul A’mal adalah para santri dan kyainya tidak mudah menyalahkan orang lain, mengkafirkan sesama. Itulah sesungguhnya yang dibangun karena pada setiap manusia ada keterbatasan diri, sehingga Allah menciptakan keberagamanan. Keberagamaan ialah anugerah Tuhan dan karena keterbatasan sehingga bisa saling melengkapi.
19 Bagaimana proses penanaman karakter aswaja kepada santri (W2/US/19/18-2-2017)
Agar nilai-nilai karakter aswaja dapat terinternalisasi dalam diri santri, maka ia tidak hanya mendidik dan mengawasi santri dalam lingkungan asrama semata, tetapi juga di sekolah formal, dalam aktivitas sehari-hari, ia mengupayakan agar santri terbiasa melaksanakan pengetahuan ke-Islaman yang diperoleh di asrama pondok dalam kehidupan sehari-hari.
20 Apa faktor pendukung penanaman karakter aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal Metro? .(W2/US/20/17-2-2017)
Para ustadz/ustadzah tidak hanya membimbing santri di dalam asrama pondok semata, tetapi juga mengawasi santri dan membimbing mereka di asrama seperti sekolah formal, dalam keseharian, ustadz/ustadzah selalu menjadi panutan bagi para santri yang berada di lingkungan Pesantren untuk bertindak sesuai dengan aturan dan pelajaran yang telah diberikan. Biasanya ustadz/ustadzah akan menegur santri apabila terlihat santri tidak
bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai ke-Islaman yang telah diajarkan di asrama atau sekolah. Ustadz/ustadzah selalu mengawasi santri yang tinggal di lingkungan Pesantren sehingga secara perlahan santri akan terbiasa untuk bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma ke-Islaman
21 Apa faktor penghambat proses penanaman karakter aswaja di Pondok Pesantren Darul A’mal? (W2/US/21/17-2-2017)
Santri yang tidak seluruhnya tinggal di asrama menyebabkan tidak meratanya tingkat penanaman karakter aswaja dalam diri santri. Pada sebagian santri mereka tinggal di asrama, nilai-nilai karakter aswaja terlihat telah ternanam dalam diri santri secara baik yang tercermin dalam perilaku keseharian mereka di lingkungan Pesantren, sementara pada sebagian santri yang tidak tinggal di lingkungan Pesantren terlihat perbedaan yang cukup signifikan dalam perilaku sehari-hari. Mereka yang tidak tinggal di asrama terlihat kurang dalam pengamalan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
22 Faktor penghambat selain di sebutkan di atas yang lain apa? (W2/US/22/17-2-2017).
Memang benar latarbelakang ustadz/ustadzah yang bukan berasal dari Pondok Pesantren sangat sulit untuk menerangkan pembelajaran agama tengan aswaja, karena dasar-dasar keagamaan mereka sangat terbatas, dan sering dikritis oleh para santri.
PETIKAN HASIL WAWANCARA
Pewawancara : M. Sukron Informan : Muhammad Derdiansyah Agustira
Jabatan : Santri Tempat : Ruang Belajar Santri
No Pertanyaan Jawaban
1 Setiap hari Anda membaca Al-Qur’an sebelum
pembelajaran dimulai?
(W3/SN/1/18-2017)
Kami setiap hari sebelum belajar di mulai membaca Al-Qur’an terlebih dahulu yaitu surat-surat pendek.
2 Apa hukumnya membaca
Al-Qur’an sebelum pembelajaran dimulai?
(W3/SN/2/18-2-2017)
Kegiatan pembacaan Al-Qur’an yaitu surat-surat pendek wajib dibaca setiap harinya sebelum proses belajar di mulai.
3 Menurut Anda melakukan perbuatan maksiat dikatakan
baik! (W3/SN/3/18-2-2017)
Setiap melakukan perbuatan maksiat baik merokok, narkoba, minuman keras serta memenuhi kebutuhan secara berlebihan seperti makan terlalu berlebihan, tidur juga terlalu berlebihan tidak sangatlah baik. begitupula dengan hal positif terlalu melakukan ibadah dengan cara mengurung diri serta tak memperdulikan lingkungan sosial sekitar, itupun juga tidak baik .
4 Bagaimana menurut pendapat Anda tentang adil
dalam pembelajaran diniyah antara kelas jurumiyah
dengan lafiyah awal? (W3/SN/4/17-2-2017
Suatu keseimbangan tidak mesti adil seperti saya, saya kelas jurumiyah sedangkan kakak saya kelas alfiyah awal, materi yang diberikan oleh ustadz atau ustadzah akan berbeda, artinya itu tidak seimbang kata ustadz atau ustadzah materi kelas jurumiyah sangat berbeda jauh dengan materi kelas alfiyah awal.
5 Materi kelas jurumiyah dengan kelas alfiyah
mempunyai perbedaan?
(W3/SN/5/18-2-2017)
itupun dibenarkan oleh para santri putri maupun santri putra bahwasannya tingkat materi yang diberikan oleh ustadz atau ustadzah sangat berbeda antara kelas jurumiyah dan kelas alfiyah awal.
PETIKAN HASIL WAWANCARA
Pewawancara : M. Sukron Informan : Dimas Rinto
Jabatan : Santri Tempat : Ruang Belajar Santri
No Pertanyaan Jawaban
6 Apakah di Pondok Pesantren Darul A’mal Anda menerima ilmu pengetahuan tentang karakter aswaja? (W3/SN/6/17-2017)
Di Pondok Pesantren Darul A’amal Metro ini kami diberi ilmu tentang penanaman karakter yaitu perilaku adil, dan para ustadz atau ustadzah selalu memberikan penjelasan serta pengertian bahwasannya kita sebagai umat muslim harus dapat berbuat adil kepada diri sendiri sebelum berbuat adil kepada orang lain.
7 Di lingkungan Pondok Pesantren wajib melakukan
tutur sapa yang sopan!
(W3/SN/7/18-2-2017)
Di dalam lingkungan Pondok Pesantren Darul A’mal ini kita sebagai santriwan ataupun santriwati diharuskan bertutur sapa yang baik sopan santun, baik berkata santun dengan orang yang lebih tua maupun dengan yang lebih muda.
8 Kegiatan yang dilakukan
setiap harinya seperti apa?
(W3/SN/8/18-2-2017)
Di lingkungan Pesantren, kami terbiasa untuk bangun pagi-pagi sebelum subuh untuk bersama-sama melakukan shalat Tahajjud, setelah itu tadarus Al-Qur’an sampai menjelang subuh. Ketika subuh tiba, semua warga Pesantren pergi ke masjid untuk bersama-sama menunaikan shalat subuh berjamaah, setelah berzikir bersama kemudian kami mengaji dengan guru/kyai sesuai dengan pelajaran yang diambil oleh santri masing-masing. Keseharian kami selalu diwarnai dengan kehidupan yang Islami.
9 Menurut Anda bagaimana
ustadz/ustadzah memberikan membimbing
kepada para santri?
(W3/SN/9/18-2-2017)
Di lingkungan Pondok ustadz/ustadzah selalu memberikan bimbingan kepada santri untuk berprilaku sesuai dengan norma-norma karakter aswaja. Disamping itu, juga selalu melakukan pengawasan terhadap santrinya baik putra maupun putri agar selalu berperilaku sesuai dengan nilai-nilai karakter aswaja, dalam hubungan antara santri dengan santri lainnya, santri dengan ustadz/ustadzah dan dengan orangtua guru selalu memberikan arahan agar santri menjujung tinggi norma agama.
Coding:
W.PP : Wawancara Pengasuh Pondok : KH. Ahmad Dahlan Rosyid
W.US: Wawancara Ustadz : Ust. Nasrudin, S.Pd.I dan
Ust. Towi Wijaya
W.SN : Wawancara Santri : Muhammad Ferdiansyah
Agustira dan Dimas Rinto
17-02-2017 : Tanggal/Bulan/Tahun Pengambilan Data
Lampiran 2
LEMBAR OBSERVASI
NO KOMPONEN KATEGORI
BS B CB KB
1 Keadaan Fisik d. Situasi lingkungan Pondoke Pesantren
Darul A’mal Metro
e. Ruang belajar santri dan fasilitas belajar f. Sarana dan prasarana yang menunjang
kegiatan belajar mengajar
√
√ √
Baik
Baik Baik
2 Kegiatan Ustadz/Ustadzah saat proses pembelajaran e. Membuka pelajaran
Menarik perhatian santri
Gaya mengajar santri
Penggunaan alat-alat bantu peraga
Pola interaksi yang bervariasi
f. Pemberian motivasi
Memberikan pesan / nasehat supaya
belajar lebih tekun g. Menutup pelajaran
Meninjau kembali
Memberikan kesimpulan
h. Melakukan evaluasi
√ √
√
√ √
√
√ √ √
√
√
√
Baik Baik
Baik Cukup baik
Cukup baik Baik Baik
Baik
Baik Baik Baik
Keterangan:
BS : Baik Sekali
B : Baik CB : Cukup Baik
KB : Kurang Baik
Lampiran 3
PEDOMAN DOKUMENTASI
No Nama Ada Tidak Ket.
1
2
3
4
5
6
7
Sejarah berdirinya Pondok Pesantren Darul A’mal Metro Letak Geografis Pondok Pesantren Darul
A’mal Metro Visi, Misi Pondok Pesantren Darul A’mal
Metro Data Ustadz/UstadzahPondok Pesantren Darul A’mal Metro
Data santriPondok Pesantren Darul A’mal Metro
Sarana dan prasarana Pondok Pesantren Darul A’mal Metro Struktur organisasi Pondok Pesantren Darul
A’mal Metro
√ √
√
√
√
√ √
Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lengkap Lengkap Lengkap
Lengkap
Lengkap
Lampiran 4
FOTO PENELITIAN
Foto 1 interview dengan Ustadz Nasrudin, S.Pd.I Pondok Pesantren Darul A’aml Metro
Foto 1 Interview dengan Ustadz Nasrudin, S.Pd
Foto 2 interview dengan Santri Pondok Pesantren Darul A’mal Muhammad Ferdiansyah Agustira
Foto 3 interview Santri Pondok Pesantren Darul A’mal Dimas Rinto
Foto 4 Kegiatan belajar Santri kelas Jurumiyah Pondok Pesantren Darul A’mal
Foto 5 Sholat bersajamaah Santri Pondok Pesantren Darul A’mal
Foto 6 Kegiatan ngaji kitab Santri Pondok Pesantren Darul A’mal
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ogan Komering Ilir pada tanggal 2 Maret1990, anak
ke 3 dari 4 bersaudara dari pasangan ayahanda Robikan dan Ibunda Robin’atun.
Pendidikan dasar penulis tempuh di MI 3 Lubuk Seberuk lulus tahun 2002,
kemudian melanjutkan di SLTP N 08 Kayu Agung lulus tahun 2005. Selanjutnya
penulis melanjutkan di MA Darus Salam Bumi Agung selesai tahun 2009. Pada
jenjang S1 penulis melanjutkan di STAIN Jurai Siwo Metro Jurusan Tarbiyah
Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) lulus tahun 2014. Kemudian melanjutkan
ke jenjang S2 di IAIN Metro mulai tahun 2014 sampai sekarang.