IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH UNTUK …
Transcript of IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH UNTUK …
IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH UNTUKMENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN PADA SMAN 1
MASAMBA KECAMATAN MASAMBA KABUPATEN LUWU UTARA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar SarjanaPendidikan Pada Jurusan Kurikulum Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Penddidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
OlehHAIRUDDIN
NIM: 10531 1575 09
JURUSAN TEKNOLOGI PENDIDIKANFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR2014
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Butuh Waktu untuk suatu perubahan
Dengan sedikit keras kepala”
Kupersembahkan karya inibuat:
Bapak dan ibu yang selalu tulus mendoakanku,
Saudara-saudaraku, sahabat sahabatku, almamater tercinta.
Atas keikhlasan dan doanya dalam mendukung
Penulis mewujudkan harapan menjadi kenyataan.
ABSTRAK
Hairuddin. 2014. “Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah untuk MeningkatkanMutu Pendidikan di SMAN 1 Masamba Kecamatan Masamba KabupatenMasamba”. Skripsi. Jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan IlmuPendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Pembimbing I Hj. Rahmiah B,dan pembimbing II, Hj. Muliani Azis.
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan tentang implementasimanajemen berbasis sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1Masamba. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metodedeskriptif. Alasan pemilihan ini adalah karena penelitian ini bermaksud untukmendiskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang.Kuesioner digunakan untuk mengambil data dari peneliti di lapangan denganmelibatkan guru SMAN 1 Masamba dengan jumlah responden 23 orang guru. Dataimplementasi MBS terdiri dari 32 item soal. Sementara data mutu pendidikandiperoleh melalui angket yang terjadi dari 17 item soal tersebut.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa: (1) implementasi manajemenberbasis sekolah di SMAN 1 Masamba meliputi: manajemen kurikulum danpengajaran, manajemen tenaga kependidikan, manjemen kesiswaan, manajemenkeuangan dan pembiayaan, manajemen sarana dan prasarana pendidikan, manajemenhubungan sekolah dan masyarakat, (2) mutu pendidikan meliputi: mutu guru, mutukepala sekolah dan komite sekolah. Penelitian ini menunjukan bahwa terdapathubungan yang positif antara implementasi MBS dengan mutu pendidikan yangditunjukan oleh hasil perhitungan dari koefisien kolerasi yaitu sebesar 0,988. Dengankoefisien determinan sebesar 98%. Keberartian hubungan dapat diuji t dengan hasilthit (29,267), ternyata lebih besar jika dibandingkan dengan harga ttab (2,079). Berartiterdapat kaitan yang signifikan antara implementasi MBS dan mutu pendidikan.
Kata Kunci : Implementasi MBS, Mutu Pendidikan
KATA PENGANTAR
Allah yang maha penyayang dan pengasih, demikian kata untuk mewakili
atas segala karunia dan nikmat-Nya. Jika ini takkan henti bertahmid atas detik
waktu, denyut jantung, serta rasa dan rasio pada-Mu, sang khalik. Skripsi ini adalah
setitik dari sederetan berkah-Mu. Shalawat serta salam semoga senantiasa
terlimpahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad saw beserta keluarga dan
sahabat-sahabatnya. Segala puji bagi Allah SWT yang selalu menolong hambah-Nya
dalam melaksanakan ketaatan menjauhi kemaksiatan.
Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi terkadang
kesempurnaan itu terasa jauh dari kehidupan seseorang. Kesempurnaan bagaikan
fatamorgana yang semakin dikejar semakin menghilang jika didekati. Demikian pula
tulisan ini, kehendak hati ingin mencapai kesempurnaan, tetapi kapasitas penulis
dalam keterbatasan. Segala daya dan upaya telah penulis kerahkan untuk membuat
tulisan ini selesai dengan baik dan bermanfaat dalam dunia pendidikan, khususnya
dalam ruang lingkup Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Segala rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang
tua Muchtar, R dan Juhaena, AR yang telah berjuang, berdoa, mengasuh,
membesarkan, mendidik dan membiayai penulis dalam proses pencarian ilmu.
Demikian pula, penulis mengucapkan kepada Dra. Hj. Rahmiah B, M. Si, dan Dra.
Hj. Muliani Azis, M.Si, selaku pembimbing I dan pembimbing II, yang telah
memberikan bimbingan, arahan serta motivasi sejak awal penyusunan proposal
hingga selesainya skripsi ini.
Selain itu, penulis ucapkan terima kasih pula yang setinggi-tingginya kepada
Dr. H. Irwan Akib, M.Pd, Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Sukri
Syamsuri, M.Hum, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar, Andi Adam., S. Pd. M.Pd Ketua Jurusan Kurikulum dan
Teknologi Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, Aliem Bahri, S.Pd,
M.Pd Sekretaris Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Makassar, Nasir S.Pd Administrator Prodi Jurusan Kurikulum
Teknologi Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar yang selalu
memberikan konstribusi, Drs. H. Zaenal, MM Kepala Sekolah SMA Negeri I
Masamba,Wakil Kepala Sekolah dan Guru-guru serta siswa-siswi SMA Negeri I
Masamba Kabupaten Luwu Utara, yang telah menerima dan memberi kesempatan
kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMA Negeri I Masamba Kabupaten
Luwu Utara.
Tak lupa pula penulis haturkan terima kasih pada saudaraku kakak dan
adikku tercinta, Jumadil Awal, Rahman, Hamsir, Yasir, Hasim. Kepada para sahabat
Drg. Ayu Ningrum Pratiwi, Muliyati Ishak, Sukmawati, S.Pd, Rimah Nurlillah
Razak, Muh. Ferdy Asdana, Abd Halik S.Pd, Nurwahida, S.Pd, Asrul, S.Pd, Ashar,
S.Pd, Nursyam, S.Pd, Irsan, S.Pd, Enol, S.Pd, Fahri, S.Pd, Ammang, Fatimah, S.Pd,
Ummu Kalsum, S.Pd, Dewi Kusuma Wardani, S.Pd, Andi Winda, S.Pd, Lisa Saleh,
S.Pd, Guntur Kasim, Humaidy Halik, S.Pd, Hartono, S.Pd, CTM Crew, serta rekan
mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan terkhusus mahasiswa jurusan
Teknologi Pendidikan, yang senantiasa memberikan dukungan moril kepada penulis
selama perkuliahan sampai pada tahap penyelesaian studi. Dan semua pihak yang
tidak sempat saya sebutkan namanya, namun telah membantu penulis dalam
menyelesaikan studi.
Semoga Allah SWT memberikan imbalan dan pahala yang berlipat ganda dan
menjadikan amalan tersebut sebagai bekal di akhirat nanti. Selanjutnya penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, besar
harapan penulis atas kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
penulis-penulis selanjutnya. Namun demikian mudah-mudahan skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi dunia pendidikan. Amin.
Makassar, 31 Oktober 2014
Hairuddin
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING...........................................................................iv
SURAT PERNYATAAN.........................................................................................v
SURAT PERJANJIAN............................................................................................vi
MOTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..............................................................................1B. Perumusan Masalah.....................................................................................6C. Tujuan Penelitian.........................................................................................6D. Manfaat Penelitian.......................................................................................6
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka1. Manajemen Berbasis Sekolah................................................................8
a. Konsep MBS....................................................................................8b. Tujuan MBS.....................................................................................9c. Manfaat MBS.................................................................................11d. Karakteristik MBS.........................................................................13e. Prinsip-Prinsip MBS......................................................................15f. Peran MBS.....................................................................................17g. Komponen-KomponenMBS..........................................................19h. Langkah-Langkah MBS.................................................................23i. Alasan Diterapkannya MBS..........................................................25
j. Implementasi MBS........................................................................26
2. Mutu Pendidikana. Pengertian Mutu Pendidikan..........................................................36b. Indikator Mutu Pendidikan............................................................37c. Langkah-Langkah Peningkatan Mutu Pendidikan.........................39
B. Kerangka Pikir...........................................................................................46C. Hipotesis....................................................................................................47
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian................................................................48B. Definisi Operasional Penelitian.................................................................49C. Variabel dan Desain Penelitian..................................................................49D. Populasi dan Sampel..................................................................................51E. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data...................................................51F. Uji Asumsi.................................................................................................54G. Teknik Analisis Data.................................................................................55
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian..........................................................................................58B. Analisis Deskriptif.....................................................................................58C. Uji asumsi..................................................................................................75D. Uji hipotesis...............................................................................................76E. Pembahasan...............................................................................................78
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................81B. Saran..........................................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 4.1 Distribusi implementasi MBS dalam manaj. Kurikulum dan Pengajaran...............................................................................................59
Tabel 4.2 Distribusi implementasi MBS dalam manajemen tenaga kependidikan.60
Tabel 4.3 Distribusi Implementasi MBS dalam manajemen Kesiswaan...............62
Tabel 4.4 Distribusi implementasi MBS dalam manaj.tenaga kependidikan.........64
Tabel 4.5 Distribusi implementasi MBS dalam manajemen sarana dan Prasarana.................................................................................................65
Tabel 4.6 Distribusi implementasi MBS dalam manajemen hubungan sekolah dan Masyarakat..............................................................................................67
Tabel 4.7 Distribusi total Implementasi MBS di SMAN 1 Masamba Kec. MasambaKab. Luwu Utara...........................................69
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi dan mutu pendidikan dalam tentang guru.............69
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi dan mutu pendidikan dalam kepala sekolah..........72
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi dan mutu pendidikan dalam komite sekolah.......73
Tabel 4.11 Distribusi total mutu pendidikan SMAN 1 Masamba Kec. Masamba Kab. Luwu Utara...................................................................................75
Tabel 4.9 Hasil perhitungan Analisis Regresi Linear Sederhana............................77
i
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Penyempurnaan kualitas berkesinambungan dalam pendidikan........44
Gambar 2.2 Kerangka Pikir....................................................................................46
Gambar 3.1 hubungan antara variabel....................................................................50
i
DAFTAR LAMPIRAN
Kisi-Kisi Instrumen Penelitian................................................................................89
Angket Penelitian....................................................................................................91
Hasil Kuesioner Implementasi MBS......................................................................95
Hasil Kuesioner Mutu Pendidikan..........................................................................96
Hasil Korelasi MBS................................................................................................97
Hasil Korelasi Mutu Pendidikan...........................................................................101
Frekuensi Manajemen Berbasis Sekolah..............................................................103
Frekuensi Tabel Mutu Pendidikan........................................................................110
Uji Validitas Instrumen Penelitian........................................................................114
Uji Asumsi............................................................................................................116
Uji Hipotesis.........................................................................................................117
Korelasi Product Moment.....................................................................................117
Uji signifikansi......................................................................................................118
Regresi Sederhana.................................................................................................119
Koefisien Determinasi..........................................................................................120
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara fungsional, pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk menyiapkan
manusia menghadapi masa depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu
maupun secara kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa maupun antar bangsa.
Namun saat ini dunia pendidikan kita belum sepenuhnya dapat memenuhi
harapan masyarakat. Fenomena itu ditandai dari rendahnya mutu lulusan,
penyelesaian masalah pendidikan yang tidak tuntas, atau cenderung tambal sulam,
bahkan lebih berorintasi proyek. Akibatnya, seringkali hasil pendidikan
mengecewakan masyarakat. Mereka terus mempertanyakan relevansi pendidikan
dengan kebutuhan masyarakat dalam dinamika kehidupan ekonomi, politik, sosial,
dan budaya. Kualitas lulusan pendidikan kurang sesuai dengan kebutuhan pasar
tenaga kerja dan pembangunan, baik industri, perbankan, telekomunikasi, maupun
pasar tenaga kerja sektor lainnya yang cenderung menggugat eksistensi sekolah.
Bahkan sumber daya manusia yang disiapkan melalui pendidikan sebagai generasi
penerus belum sepenuhnya memuaskan bila dilihat dari segi akhlak, moral, dan jati
diri bangsa dalam kemajemukan budaya bangsa.
Depdiknas (2001: 1-2), rendahnya mutu pendidikan di Indonesia antara lain
disebabkan oleh sistem pendidikan yang sentralistik (terpusat) dan partisipasi
masyarakat khususnya orang tua dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah
selama ini sangat minim. Kebijakan penyelenggaraan yang bersifat sentralistik
(terpusat) dimana hampir semua hal diatur secara rinci dari pusat telah menyebabkan
sekolah kehilangan kemandirian, kreativitas dan insiatif untuk mengambil kebijakan
yang diperlukan tanpa adanya petunjuk dari birokrasi pendidikan di atasnya.1
Partitipasi masyarakat (stakeholders) selama ini lebih berupa dukungan dana, kurang
dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi
dan akuntabiltas, sehingga sekolah tidak memiliki beban untuk
mempertanggungjawabkan proses dan hasil pendidikan kepada masyarakat
(stakeholders).
Menghadapi rendahnya mutu pendidikan tersebut, maka perlu dilakukan
upaya perbaikan terhadap sistem pendidikan di Indonesia. Upaya pemerintah dalam
menyikapi hal tersebut adalah dengan melakukan reorientasi penyelenggaraan
pendidikan yaitu dari manajemen pendidikan mutu berbasis pusat menuju
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah atau manajemen berbasis sekolah
(Depdiknas, 2001: 3). Perubahan sistem penyelenggaraan pendidikan ini diharapkan
dapat mengatasi permasalahan pendidikan yang ada.
Dalam kerangka inilah tumbuh kesadaran akan pentingnya manajemen
berbasis sekolah, yang memberikan kewenangan penuh kepada sekolah dalam
mengatur pendidikan dan pengajaran, merencanakan, mengorganisasikan,
mengawasi, mempertanggungjawabkan, mengatur serta memimpin daya-daya
sumber insani untuk membantu pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan tujuan
sekolah.
Mulyasa (2003:11) menyampaikan bahwa melalui manajemen berbasis
sekolah pemerintah memberikan otonomi luas kepada sekolah dengan
mengikutsertakan masyarakat untuk mengelola sumber daya sekolah dan
mengalokasikannya sesuai dengan kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat
dimaksudkan agar masyarakat lebih memahami, membantu, dan mengontrol
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Manajemen berbasis sekolah yang ditandai
dengan otonomi sekolah serta pelibatan masyarakat merupakan respon pemerintah
terhadap gejala-gejala ketidakpuasan yang muncul dari masyarakat terhadap kinerja
sekolah dan rendahnya mutu pendidikan.
Melalui implementasi manajemen berbasis sekolah, maka diharapkan dapat
meningkatkan produktifitas kerja. Syukur (2001: 21) menyatakan bahwa
“Produktitivitas kerja adalah persentasi yang menyatakan perbandingan antara hasil
yang diperoleh dengan hasil yang diharapkan“. Selain itu dengan pelaksanaan
manajemen berbasis sekolah pihak lain di luar siswa akan mengetahui kemampuan
sekolah dalam mendidik, mengajar, dan melatih siswa menuju sumber daya manusia
yang berkualitas. Namun sampai dengan saat ini pelaksanaan manajemen berbasis
sekolah tersebut belum berjalan sesuai yang diharapkan. Akibat dari kurangnya
manajemen berbasis sekolah maka produkstivitas kerja sekolah untuk meningkatkan
mutu pendidikan belum dapat memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Sebagai
akibat akhir adalah tampak pada siswa yaitu prestasi belajar yang diperoleh belum
sesuai dengan ketuntasan belajar baik secara individual maupun secara klasikal. Oleh
karena itu, setiap sekolah diharapkan dapat melaksanakan manajemen berbasis
sekolah sehingga apa yang akan dicapai oleh sekolah dapat tercemin dalam program
sekolah.
Kendatipun manajemen berbasis sekolah telah diterapkan di sekolah, namun
secara realita di lapangan belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Penerapan
konsep manajemen berbasis sekolah di Indonesia masih menghadapi permasalahan
yang cukup kompleks, terkait dengan kesiapan sumber daya pendidikan. Menurut
Depdiknas, (2009: 31-32) “Berdasarkan hasil kajian lapangan ditemukan berbagai
permasalahan dalam implementasi manajemen berbasis sekolah disekolah,
diantaranya yaitu: (1) belum dipahaminya konsep MBS secara utuh dan benar oleh
para pemangku kepentingan (stakeholders); (2) resistensi terhadap perubahan
karena kepentingan, ketidakmampuan secara teknis dan manajerial, atau tertambat
pada tradisi dan kelaziman yang telah mengkristal dalam tubuh sekolah dan dinas
pendidikan; (3) kesulitan dalam menerapkan prinsip-prinsip MBS (kemandirian,
kerjasama, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas); (4) belum optimalnya
partisipasi pemangku kepentingan sekolah, dan (5) belum optimalnya teamwork
yang kompak dalam menerapkan manajemen berbasis sekolah”.
Manajemen berbasis sekolah merupakan alternatif baru dalam manajemen
pendidikan yang lebih menekankan pada kemandirian dalam memenuhi segala
kebutuhan serta kemandirian dalam mengambil keputusan secara partisipatif dengan
melibatkan orang tua siswa. Model ini akan menyerahkan fungsi kontrol yang berada
pada pemerintah kepada masyarakat melalui komite sekolah, serta fungsi monitor
tetap pada pemerintah. Hal ini memungkinkan adanya kejasama yang erat antara staf
sekolah, kepala sekolah, guru, personel lain dan masyarakat dalam upaya
pemerataan, efisiensi, efektifitas, dan peningkatan kualitas, serta produktifitas
pendidikan. Proses pengambilan keputusan melibatkan seluruh warga sekolah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku.
Sekolah yang dikelola dengan manajemen berbasis sekolah akan memerlukan
dukungan dan partisipasi dari orang tua siswa dan masyarakat. Dukungan yang
diperlukan tidak hanya dalam bentuk bantuan keuangan, akan tetapi melalui komite
sekolah dan dewan pendidikan ikut merumuskan program-program yang akan
dilaksanakan sekaligus mengontrol kegiatan tersebut guna meningkatkan mutu
sekolah. Bersama-sama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah harus berbuat
keputusan, mengatur segala prioritas ke dalam program-program sekolah. Kepala
sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah orang yang mewakili
berbagai kelompok yang berbeda dalam masyarakat sehingga tercipta komunikasi
terbuka dan pengambilan keputusan bersama dari masing-masing pemegang peran
dalam merumuskan suatu kebijakan.
Melalui implementasi manajemen berbasis sekolah, maka diharapkan dapat
meningkatkan produktifitas kerja. Selain itu dengan pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah pihak lain di luar siswa akan mengetahui kemampuan sekolah
dalam mendidik, mengajar, dan melatih siswa menuju sumber daya manusia yang
berkualitas.
Dengan latar belakang tersebut jelas bahwa Manajemen Berbasis Sekolah
merupakan suatu penawaran bagi sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih
baik dan lebih memadai bagi peserta didik karena MBS memberi peluang bagi
kepala sekolah, guru, dan peserta didik untuk melakukan inovasi dan improvisasi di
sekolah, berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran manajerial dan lain
sebagainya yang tumbuh dari aktivitas, kreativitas, dan profesionalisme yang
dimiliki dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, oleh karenanya penulis
tertarik untuk mengetahui apakah implementasi manajemen berbasis sekolah
berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan.
Dalam hal ini penulis mengadakan penelitian dengan judul: Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah Untuk Meningkatan Mutu Pendidikan Di SMAN
1 Masamba Kabupaten luwu Utara.
B. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan uraian pada latar belakang diatas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada hubungan antara Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah dalam Peningkatkan Mutu Pendidikan di SMAN 1
Masamba”?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah “Untuk mengetahui
hubungan antara Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam
Meningkatan Mutu Pendidikan di SMA Negeri 1 Masamba”.
D. Manfaat Penelitian1. Teoretisa. Untuk memperkaya khasanah penelitian di bidang pendidikan khususnya
yang berhubungan dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan Menengah Atas.b. Untuk mengetahui hubungan sekolah dengan masyarakat demi terciptanya
hubungan yang harmonis.c. Sebagai bahan pembanding, pertimbangan dan pengembangan pada
penelitian sejenis untuk masa yang akan datang.2. Praktisa. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharap dapat dijadikan masukan untuk lebih
mendorong keberhasilan program Manajemen Berbasis Sekolah.b. Bagi Peneliti
Penelitian ini sebagai studi pendalaman tentang Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS).c. Bagi Departemen Pendidikan
Sebagai sumbangan pemikiran dalam pengimplementasian program
Manajemen Berbasis Sekolah di masa mendatang.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka1. Manajemen Berbasis Sekolaha. Konsep MBS (Manajemen Berbasis Sekolah)
Istilah Manajemen berbasis Sekolah merupakan terjemahan dari “School
Based Management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika
masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan
perkembangan masyarakat setempat.
Pengertian Manajemen berbasis Sekolah menurut beberapa ahli:Menurut E. Mulyasa: “MBS merupakan salah satu wujud dari reformasipendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakanpendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta didik.Otonomi dalam manajemen merupakan potensi bagi sekolah untukmeningkatkan kinerja para staff, menawarkan partisipasi langsungkelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahamanmasyarakat terhadap pendidikan”.
Menurut Nanang Fatah: “MBS merupakan pendekatan politik yangbertujuan untuk mendesain ulang pengelolaan sekolah denganmemberikan kekuasaan kepada kepala sekolah dan meningkatkanpartisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan kinerja sekolah yangmencakup guru, siswa, komite sekolah, orang tua siswa danmasyarakat. Manajemen berbasis Sekolah mengubah sistempengambilan keputusan dengan memindahkan otoritas dalampengambilan keputusan dan manajemen ke setiap yang berkepentingandi tingkat lokal Local Stakeholder”.
Menurut Bedjo sudjanto, “MBS merupakan model manajemenpendidikan yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah.Disamping itu, MBS juga mendorong pengambilan keputusanpartisipatif yang melibatkan langsung semua warga sekolah yangdilayani dengan tetap selaras pada kebijakan nasional pendidikan”.
Jadi, MBS merupakan sebuah strategi untuk memajukan pendidikan dengan
mentransfer keputusan penting memberikan otoritas dari negara dan pemerintah
daerah kepada individu pelaksana di sekolah. MBS menyediakan kepala sekolah,
guru, siswa, dan orang tua kontrol yang sangat besar dalam proses pendidikan
dengan memberi mereka tanggung jawab untuk memutuskan anggaran, personil,
serta kurikulum.
b. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan salah satu upaya
pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu
dan teknologi, yang dinyatakan dalam GBHN. Hal ini dapat dijadikan landasan
dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan,
8
baik secara makro, meso, maupun mikro. MBS yang ditandai dengan otonomi
sekolah dan perlibatan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu,
dan pemerataan pendidikan.
Model MBS yang diterapkan di Indonesia adalah MPMBS (Manajemen
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah). Berikut dikemukakan tujuan dari penerapan
MBS menurut Depdiknas (2001:4) adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah
dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.2) Meningkatkan kepedulian warga dan masyarakat dalam penyelenggaraan
pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.3) Meningkatkan tanggung jawab sekolah, kepala. sekolah, masyarakat, dan
pemerintah tentang mutu sekolahnya.4) Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu
pendidikan yang akan dicapai.
Menurut Mulyasa (2005:25) Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah adalah
”Agar sekolah dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kinerja mutu sekolah,
dengan menyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat”.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bertujuan untuk memandirikan atau
memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan, keluwesan, dan sumber
daya untuk meningkatkan mutu sekolah. (Eman Suparman, 2001:
http://www.depdiknas.go.id).
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa MBS merupakan
model pengelolaan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu. Mutu yang dimaksud
bukan hanya mutu lulusan yang diwujudkan dalam bentuk prestasi belajar,
melainkan juga mutu pelayanan yang diberikan sekolah, mutu proses pembelajaran,
mutu masukan dan lain-lain sehingga diharapkan dapat meningkatkan kinerja
sekolah dengan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para pengguna atau
masyarakat yaitu penyediaan pelayanan pendidikan secara komprehensif.
Manajemen berbasis sekolah bertujuan untuk memberdayakan
sekolah, terutama sumber daya manusia melalui pemberian kewenangan,
serta fleksibilitas sumber daya lain untuk memecahkan persoalan yang
dihadapi sekolah yang bersangkutan. Tujuan utama penerapan MBS adalah
untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan dan relevansi pendidikan di
sekolah, dengan adanya wewenang yang lebih besar dan luas bagi sekolah
untuk mengelola urusannya sendiri.
Wahyudi (2012:3) secara lebih khusus menyampaikan tujuan
manajemen berbasis sekolah, sebagai berikut: 1) meningkatkan mutu
pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan
memberdayakan sumber daya yang tersedia, 2) meningkatkan kepedulian
warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui
pengambilan keputusan bersama, 3) meningkatkan tanggung jawab sekolah
kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolah, 4)
meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian mutu
pendidikan yang diharapkan. 5) memberdayakan potensi sekolah yang ada
agar menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan
masyarakat.
Berdasarkan tujuan implementasi MBS tersebut, terlihat bahwa
dengan model pengelolaan yang menekankan kemandirian dan kreativitas
sekolah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan
pendidikan. Sekolah merupakan titik tumpu dalam menjalankan model MBS
ini. Namun, sekolah tidak dapat bekerja sendirian, melainkan perlu
melibatkan partispasi masyarakat dan orang tua siswa.
c. Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah
Manfaat manajemen berbasis sekolah akan menghasilkan nilai positif bagi
sekolah, antara lain:
1) Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
bagi sekolah yang bersangkutan sehingga sekolah dapat lebih
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada.2) Sekolah lebih mengetahui kebutuhan skala prioritas.3) Pengambil keputusan lebih partisipatif terutama dalam hal:
a. Menetapkan sasaran peningkatan mutu.b. Menyusun rencana peningkatan mutu.c. Melaksanakan rencana peningkatan mutu.d. Melakukan evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu.
4) Penggunaan dana lebih efektif dan efisien.5) Keputusan bersama lebih menciptakan transparansi dan demokrasi.6) Dapat lebih meningkatkan rasa tanggungjawab.7) Menumbuhkan rasa persaingan sehat sehingga diharapkan adanya upaya
inovatif. (http://manajemen-strategi.com/2009/04/konsep-dasar-
manajemen-berbasis-sekolah/) Diakses kamis, 23 Oktober 2014, pukul
13.00 WITA.
Implementasi MBS membawa manfaat besar bagi perubahan manajemen
sekolah. Mulyasa (2006: 25-26) mengemukakan tiga manfaat penting dari penerapan
MBS. Pertama, MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada
sekolah disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang
memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi
MBS sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan
kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas. Kedua, MBS
mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan
di sekolah. Melalui penyusunan kurikulum efektif, rasa tanggap sekolah terhadap
kebutuhan setempat meningkat dan menjamin layanan pendidikan sesuai dengan
tuntutan peserta didik dan masyarakat sekolah. Ketiga, MBS menekankan
keterlibatan maksimal berbagai pihak, seperti pada sekolah-sekolah swasta, sehingga
menjamin partisipasi staf, orang tua, peserta didik, dan masyarakat yang lebih luas
dalam perumusanperumusan keputusan tentang pendidikan.
Manfaat penerapan MBS yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa
sekolah memiliki kewenangan dan tanggungjawab yang lebih besar dalam mengelola
sekolahnya, sehingga sekolah lebih mandiri. Dengan kemandiriannya, sekolah lebih
berdaya dalam mengembangkan program-program yang tentu saja, lebih sesuai
dengan kebutuhan dan potensi yang dimiliki. Dengan fleksibilitas, sekolah akan
lebih lincah dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara
optimal.
d. Karakteristik MBS
MBS memiliki karakter yang perlu dipahami oleh sekolah yang akan
menerapkannya, karakteristik tersebut merupakan ciri khas yang dimiliki sehingga
membedakan dari sesuatu yang lain. MBS memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Adanya otonomi yang luas kepada sekolahb) Adanya partisipasi masyarakat dan orang tua siswa yang tinggic) Kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesionald) Adanya team work yang tinggi, dinamis dan profesional
Karakteristik Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS)
dapat dilihat pula melalui pendidikan sistem. Hal ini didasari oleh pengertian bahwa
sekolah merupakan. Sebuah sistem sehingga penguraian karakteristik MPMBS
berdasarkan pada input, proses dan output.
1. Input PendidikanDalam input pendidikan ini meliputi; (a) memiliki kebijakan, tujuan, dan
sasaran mutu yang jelas, (b) sumber daya yang tersedia dan siap, (c) staf
yang kompeten dan berdedikasi tinggi, (d) memiliki harapan prestasi
yang tinggi, (e) fokus pada pelanggan.2. Proses
Dalam proses terdapat sejumlah karakter yaitu; (a) PBM yang memiliki
tingkat efektifitas yang tinggi , (b) Kepemimpinan sekolah yang kuat, (c)
Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (d) Pengelolaan tenaga
kependidikan yang efektif, (e) Sekolah memiliki budaya mutu, (f)
Sekolah memiliki team work yang kompak, cerdas, dan dinamis.3. Output yang diharapkan
Output Sekolah adalah Prestasi sekolah yang dihasilkan melalui proses
pembelajarn dan manajemen di sekolah. Pada umumnya output dapat
diklasifikasikan menjadi dua yaitu output berupa prestasi akademik yang
berupa NEM, lomba karya ilmiah remaja, cara-cara berfikir ( Kritis,
Kreatif, Nalar, Rasionalog, Induktif, Deduktif dan Ilmiah. Dan output non
akademik, berupa keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran,
kerjasama yang baik, toleransi, kedisiplinan, prestasi olahraga, kesenian
dari para peserta didik dan sebagainya.e. Prinsip-Prinsip MBS
Nurkolis dalam (Wahyudi, 2012: 4) mengemukakan empat prinsip yang perlu
diperhatikan dalam mengelola sekolah menggunakan MBS, sebagai berikut:
1) Prinsip Ekuifinalitas (Principal of Equifinality) yaitu prinsip yang didasarkan
pada teori manajemen modern yang berasumsi bahwa terdapat beberapa cara
yang berbeda-beda untuk mencapai suatu tujuan. MBS menekankan
fleksibilitas sehingga sekolah harus dikelola oleh warga sekolah menurut
kondisi mereka masing-masing. Karena kompleksnya pekerjaan sekolah saat
ini dan adanya perbedaan yang besar antara sekolah yang satu dengan yang
lain, misalnya perbedaan tingkat akademik siswa dan situasi komunitasnya,
sekolah tak dapat dijalankan dengan struktur yang standar di seluruh kota,
provinsi, apalagi negara. Sekolah harus mampu memecahkan berbagai
permasalahan yang dihadapinya dengan cara yang paling tepat dan sesuai
dengan situasi dan kondisinya. Walaupun sekolah yang berbeda memiliki
masalah yang sama, cara penanganannya akan berlainan antara sekolah yang
satu dengan yang lain.2) Prinsip Desentralisasi (Principal of Decentralization) yaitu prinsip yang
dilandasi oleh teori dasar bahwa pengelolaan sekolah dan aktifitas pengajaran
tak dapat dielakkan dari kesulitan dan permasalahan. Pendidikan adalah
masalah yang rumit dan kompleks sehingga memerlukan desentralisasi dalam
pelaksanaannya. Oleh karena itu, sekolah harus diberi kekuasaan dan
tanggung jawab untuk memecahkan masalahnya secara efektif dan secepat
mungkin ketika masalah itu muncul. Tujuan prinsip desentralisasi adalah
efisiensi dalam pemecahan masalah, bukan menghindari masalah. Oleh
karena itu MBS harus mampu menemukan masalah, memecahkannya tepat
waktu dan memberi sumbangan yang lebih besar terhadap efektivitas
aktivitas pengajaran dan pembelajaran. Tanpa adanya desentralisasi
kewenangan kepada sekolah itu sendiri maka sekolah tidak dapat
memecahkan masalahnya secara cepat, tepat, dan efisiensi.3) Prinsip Pengelolaan Mandiri (Principal of Self Managing System) yaitu
prinsip yang terkait dengan prinsip ekuifinalitas dan prinsip desentralisasi.
Ketika sekolah menghadapi permasalahan, maka harus diselesaikan dengan
caranya sendiri. Sekolah dapat menyelesaikan masalahnya bila telah terjadi
pelimpahan wewenang dari birokrasi di atasnya ke tingkat sekolah. Dengan
adanya kewenangan di tingkat sekolah itulah maka sekolah dapat melakukan
sistem pengelolaan mandiri.4) Prinsip Inisiatif Manusia (Principal of Human Initiative) yaitu prinsip yang
mengakui bahwa manusia bukanlah sumber daya yang statis, melainkan
dinamis. Potensi sumber daya manusia harus selalu digali, ditemukan, dan
kemudian dikembangkan. Sekolah dan lembaga pendidikan yang lebih luas
tidak dapat lagi menggunakan istilah staffing yang konotasinya hanya
mengelola manusia sebagai barang yang statis. Dengan demikian, lembaga
pendidikan harus menggunakan pendekatan Human Resources Development
(HRD) yang dinamis dan menganggap serta memperlakukan manusia di
sekolah sebagai aset yang amat penting dan memiliki potensi untuk terus
dikembangkan.
f. Peran Manajemen Berbasis Sekolah.a. Peran Kepala Sekolah/Madrasah
Dengan kedudukan sebagai manajer kepala sekolah/Madrasah
bertanggung jawab atas terlaksananya fungsi-fungsi manajemen. Sebagai
perencana, kepala sekolah mengidentifikasi dan merumuskan hasil kerja yang
ingin dicapai oleh sekolah dan mengidentifikasi serta merumuskan cara-cara
(metoda) untuk mencapai hasil yang diharapkan. Peran dalam fungsi ini
mencakup: penetapan tujuan dan standar, penentuan aturan dan prosedur
kerja disekolah /madrasah, pembuatan rencana, dan peramalan apa yang akan
terjadi untuk masa yang akan datang.b. Peran Guru dan Staf Sekolah
Peran guru (staf pengajar) sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
peran kepala sekolah, hanya lingkupnya yang berbeda. Dalam lingkup yang
lebih kecil (mikro) yaitu mengelola proses pembelajaran sesuai kelompok
belajar atau bidang studi yang dipegangnya, setiap guru memahami visi dan
misi sekolah, merencanakan proses pembelajaran, (mengorganisasikan
bahan, siswa, mensinergikan dengan metoda dan sumber belajar yang tepat
yang ia kuasai), menerapkan kepemimpinan yang demokratis dan
memberdayakan siswa dengan mengambil keputusan sesuai kewenangan
yang ia miliki dan menjalin hubungan komunikasi yang baik dengan guru
lain, dengan siswa, dengan kepala sekolah dan orang tua. Ia juga memonitor
kemajuan siswa, serta melakukan evaluasi perkembangan setiap anak sebagai
masukan bagi perbaikan pelaksanaan proses pembelajaran secara terus
menerus. Guru juga memberi penghargaan bagi siswa yang menunjukkan
kemajuan dalam belajar (berprestasi) serta memberikan semangat/dorongan
(motivasi) serta membantu siswa yang prestasinya kurang/belum
memuaskan.c. Peran Orang Tua Siswa dan Masyarakat
Peran orang tua siswa dan masyarakat sudah lama dikenal sebagai
pusat-pusat pendidikan yang penting di dalam mengembangkan anak
(menjadi pribadi mandiri dengan segala keterampilan hidupnya) bersama-
sama dengan sekolah sebagai institusi formal yang terencana, terstruktur, dan
teratur melaksanakan fungsi pendidikan.d. Peran Siswa
Siswa atau murid merupakan subjek utama dan konsumen utama
primebeneficiary dari segala upaya yang dilaksanakan oleh penyelenggara
satuan pendidikan bersama manajemen yang terlibat didalamnya. Dalam
posisinya yang menjadi subjek tujuan pendidikan itu, maka keinginan dan
harapan mereka, motivasi mereka, serta komitmen keterlibatan mereka
menjadi penting. Salah satu cara untuk mengakomodasi kepentingan mereka
adalah dengan mendengarkan suara mereka.g. Komponen-Komponen Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah sebagai model untuk
meningkatkan mutu pendidikan di tingkat sekolah memilki beberapa karakteristik.
Jika sekolah ingin sukses dalam program peningkatan mutu pendidikan, maka
sejumlah karakteristik tersebut harus dipahami. Sebagai hal yang paling penting
dalam implementasi MBS adalah manajemen terhadap komponen-komponen
sekolah yang diantaranya terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola
dengan baik yaitu sebagai berikut:
1) Manajemen Kurikulum dan Program PengajaranSuryosubroto, (2004: 32) mengemukakan “Kurikulum adalah segalapengalaman pendidikan yang diberikan oleh sekolah kepada seluruh anakdidik, baik dilakukan didalam sekolah maupun di luar sekolah.Pengalaman anak didik di sekolah dapat diperoleh melalui berbagaikegiatan pendidikan antara lain: mengikuti pelajaran di kelas, praktikketrampilan, latihan-latihan olahraga dan kesenian dan kegiatan karyawisata atau praktik dalam laboratorium di sekolah”.
Sedangkan Mulyasa, (2006: 10) Manajemen kurikulum dan program
pengajaran merupakan bagian dari MBS. Manajemen kurikulum dan
pengajaran mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian
kurikulum. Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional pada
umumnya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada
tingkat pusat. Karena itu level sekolah yang paling penting adalah adalah
bagaimana merealisasikan dan menyesuaikan kurikulum tersebut dengan
kegiatan pembelajaran.
2) Manajemen Tenaga KependidikanManajemen tenaga kependidikan atau manajemen personalia
pendidikan bertujuan untuk mencapai hasil yang optimal namun tetap
dalam kondisi yang menyenangkan. Mulyasa, (2006: 42) mengemukakan
manajemen tenaga kependidikan (guru dan personil) mencakup (a)
perencanaan pegawai, (b) pengadaan pegawai, (c) pembinaan dan
pengembangan pegawai, (d) promosi dan mutasi, (e) pemberhentian
pegawai, (f) kompensasi, dan (g) penilaian pegawai. Semua itu perlu
dilakukan dengan baik dan benar agar apa yang diharapkan tercapai,
yakni tersedianya tenaga kependidikan yang diperlukan dengan
kualifikasi dan kemampuan yang sesuai serta dapat melaksanakan
pekerjaan dengan baik dan berkualitas.3) Manajemen Kesiswaan
Menurut Mulyasa (2006: 46) Manajemen kesiswaan adalah penataan
dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik,
mulai masuk sampai dengan keluarnya peserta didik tersebut dari suatu
sekolah. Manajemen kesiswaan bukan hanya berbentuk pencatatan data
peserta didik, melainkan meliputi aspek yang lebih luas yang secara
oprasional dapat membantu upaya pertumbuhan dan perkembangan
peserta didik melalui proses pendidikan disekolah.Manajemen kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan
dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat
berjalan lancar, terib dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan di
sekolah. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, bidang manajemen
kesiswaan setidaknya memilki tiga tugas utama yang harus diperhatikan,
yaitu penerimaan murid baru, kegiatan kemajuan belajar, serta bimbingan
dan pembinaan disiplin.4) Manajemen Keuangan dan Pembiayaan.
Mulyasa (2006:47) mengemukakan Dalam penyelenggaraan
pendidikan, keuangan dan pembiayaan merupakan potensi yang sangat
menentukan dan merupakan kegiatan yang sangat menentukan dan
merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kajian manajemen
pendidikan. Komponen keuangan dan pembiayaan pada suatu sekolah
merupaka komponen produksi yang menentukan terlaksananya kegiatan-
kegiatan proses belajar mengajar di sekolah bersama komponen-
komponen lain.
5) Manajemen Sarana dan Prasarana PendidikanSarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara
langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya
proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja kursi, serta
alat-alat dan media pengajaran. Adapun yang dimaksud dengan prasarana
pendidikan adalah fasilitas yang secara tidak langsung menunjang
jalannya proses pendidikan.Suryosubroto, (2004:115) Pada garis besarnya manajemen sarana
prasarana meliputi 5 hal :a) Penentuan kebutuhan.b) Proses pengadaan.c) Pemakaian.d) Pencatatan/pengurusan.e) Peratnggungjawaban
6) Manajemen Hubungan Sekolah dan Masyarakat.Menurut Ibnoe Syamsi (1967) humas adalah kegiatan organisasi
untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan masyarakat agar
mereka mendukungnya dengan sadar dan sukarela. Sedangkan menurut
Drs. SK. Bonar (1977) hubungan masyarakat menjalankan usahanya
untuk mencapai hubungan yang harmonis antara sesuatu badan organisasi
dengan masyarakat sekelilingnya. Hubungan sekolah dan masyarakat
bertujuan antara lain untuk: mamajukan kualitas pembelajaran dan
pertumbuhan anak, memprkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas
hidup dan penghidupan masyarakat, dan menggairahkan masyarakat
untuk menjalin hubungan dengan sekolah, Mulyasa, (2006:50).7) Manajemen Layanan Khusus
Manajemen layanan khusus meliputi manajemen perpustakaan,
kesehatan, dan keamanan sekolah. Manajemen komponen-komponen
tersebut merupakan bagian penting dari MBS yang efektif dan efisien.
Manajemen layanan khusus lain adalah layanan kesehatan dan keamanan.
Untuk kepentingan tersebut, disekolah-sekolah dikembangkan program
pendidikan jasmani dan kesehatan, menyediakan pelayanan kesehatan
sekolah melalui usaha kesehatan sekolah (UKS), dan berusaha
meningkatkan program pelayanan melalui kerjasama dengan unit-unit
dinas kesehatan setempat. Di samping itu, sekolah juga perlu memberikan
pelayanan keamanan kepada peserta didik dan para pegawai yang ada di
sekolah agar mereka dapat belajar dan melaksanakan tugas dengan tenang
dan nyaman.h. Langkah-langkah MBS
Secara umum dapat disimpulkan bahwa implementasi MBS akan berhasil
melalui strategi- strategi berikut ini:
Pertama, sekolah harus memiliki otonomi terhadap empat hal, yaitu dimilikinya
otonomi dalam kekuasaan dan kewenangan, pengembangan pengetahuan dan
keterampilan secara berkesinambungan, akses informasi ke segala bagian dan
pemberian penghargaan kepada setiap pihak yang berhasil.
Kedua, adanya peran serta masyarakat secara aktif, dalam hal pembiayaan, proses
pengambian keputusan terhadap kurikulum. Sekolah harus lebih banyak mengajak
lingkungan dalam mengelola sekolah karena bagaimanapun sekolah adalah bagian
dari masyarakat luas.
Ketiga, kepala sekolah harus menjadi sumber inspirasi atas pembangunan dan
pengembangan sekolah secara umum. Kepala sekolah dalam MBS berperan sebagai
designer, motivator, fasilitator. Bagaimanapun kepala sekolah adalah pimpinan yang
memiliki kekuatan untuk itu. Oleh karena itu, pengangkatan kepala sekolah harus
didasarkan atas kemampuan manajerial dan kepemimpinan dan bukan lagi
didasarkan atas jenjang kepangkatan.
Keempat, adanya proses pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan
dewan sekolah yang aktif. Dalam pengambilan keputusan kepala sekolah harus
mengembangkan iklim demokratis dan memperhatikan aspirasi dari bawah.
Konsumen yang harus dilayani kepala sekolah adalah murid dan orang tuanya,
masyarakat dan para guru. Kepala sekolah jangan selalu menengok ke atas sehingga
hanya menyenangkan pimpinannya namun mengorbankan masyarakat pendidikan
yang utama.
Kelima, semua pihak harus memahami peran dan tanggung jawabnya secara
bersungguhsungguh. Untuk bisa memahami peran dan tanggung jawabnya masing-
masing harus ada sosialisasi terhadap konsep MBS itu sendiri. Siapa kebagian peran
apa dan melakukan apa, sampai batas-batas nyata perlu dijelaskan secara nyata.
Keenam, adanya guidlines dari departemen pendidikan terkait sehingga mampu
mendorong proses pendidikan di sekolah secara efisien dan efektif. Guidelines itu
jangan sampai berupa peraturan-peraturan yang mengekang dan membelenggu
sekolah. Artinya, tidak perlu lagi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam
pelaksanaan MBS, yang diperlukan adalah rambu-rambu yang membimbing.
Ketujuh, sekolah harus memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal
diwujudkan dalam laporan pertanggung jawabannya setiap tahunnya. Akuntabilitas
sebagai bentuk pertanggung jawaban sekolah terhadap semua stakeholder. Untuk itu,
sekolah harus dijalankan secara transparan, demokratis, dan terbuka terhadap segala
bidang yang dijalankan dan kepada setiap pihak terkait.
Kedelapan, Penerapan MBS harus diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah dan
lebih khusus lagi adalah meningkatkan pencapaian belajar siswa. Perlu dikemukakan
lagi bahwa MBS tidak bisa langsung meningkatkan kinerja belajar siswa namun
berpotensi untuk itu. Oleh karena itu, usaha MBS harus lebih terfokus pada
pencapaian prestasi belajar siswa.
Kesembilan, implementasi diawali dengan sosialsasi dari konsep MBS, identifikasi
peran masing-masing pembangunan kelembagaan capacity building mengadakan
pelatihan pelatihan terhadap peran barunya, implementasi pada proses pembelajaran,
evaluasi atas pelaksanaan dilapangan dan dilakukan perbaikan-perbaikan.
Bagi sekolah yang sudah beroperasi ( sudah ada / jalan) paling tidak ada 6 (enam)
langkah, yaitu : 1) evaluasi diri self assessment; 2) Perumusan visi, misi, dan tujuan;
3) Perencanaan; 4) Pelaksanaan; 5) Evaluasi; dan 6) Pelaporan.
i. Alasan Diterapkannya MBS
Menurut Depdiknas (2001:5) “ MBS diterapkan karena beberapa alasan
berikut :
1) Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
bagi dirinya, sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.2) Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input
pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses
pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta
didik.3) Pengambilan keputusan yang dilakukan sekolah lebih cocok untuk
memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolah yang paling tahu apa
yang terbaik bagi sekolahnya.4) Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana
dikontrol oleh masyarakat setempat.5) Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan
keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.6) Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-
masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada
umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk
melaksanakan dan sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.7) Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah
lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif
dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat dan pemerintah
daerah setempat.j. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2008), implementasi berarti
penerapan. Sementara itu, Salusu (1996) menyatakan bahwa implementasi adalah
operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai suatu sasaran (Lolowang,
2008: 19). Dari dua pengertian ini, implementasi dapat diartikan sebagai penerapan
atau operasionalisasi suatu keputusan guna mencapai suatu sasaran. Dalam hal ini
adalah implementasi manajemen berbasis sekolah (MBS) sebagai model pengelolaan
pendidikan di sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan/kerjasama,
partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas (PP No. 19 tahun 2005).
a. Kemandirian sekolahDalam kamus besar bahasa Indonesia (2008), mandiri adalah keadaan
dapat berdiri sendiri dan tidak bergantung pada orang lain,sedangkan
kemandirian adalah hal atau keadaaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung
pada orang lain. Pengertian ini menunjukkan bahwa kemandirian terlihat dari
keadaan yang dapat berdiri sendiri atau tidak selalu tergantung kepada pihak
lain dalam memutuskan atau melakukan sesuatu. Senada dengan hal ini,
Surya Darma (2010: 15) menyampaikan bahwa otonomi dapat diartikan
sebagai kemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus
dirinya sendiri, kemandirian dalam program dan pendanaan merupakan tolok
ukur utama kemandirian sekolah.Prinsip kemandirian sekolah dalam MBS sejalan dengan teori MBS
yang dikemukakaan oleh Cheng, yaitu prinsip sistem pengelolaan mandiri
(Nurkolis, 2006: 52). Menurutnya, MBS mempersilakan sekolah menjadi
sistem pengelolaan secara mandiri dibawah kebijakannya sendiri. Sekolah
memiliki otonomi untuk mengembangkan tujuan pengajaran, memecahkan
masalah, dan mencapai tujuan berdasarkan kondisi mereka masing-masing.
Hal ini dapat terjadi apabila terjadi pelimpahan wewenang dari birokrasi di
atasnya ke tingkat sekolah.Otonomi yang berarti mempunyai kewenangan mengatur semua
masalah secara mandiri pada sekolah bukanlah otonomi tanpa batas. Sebagai
kewenangan yang diberikan oleh otoritas di atasnya, hal ini merupakan
pelimpahan wewenangan yang ada batasnya. Di antara batasan otonomi
sekolah menurut Umaedi (2008: 4.6) adalah kebijakan dan peraturan yang
berlaku, serta idealisme atau harapan mengapa manajemen berbasis sekolah
perlu diterapkan.Batasan pertama, yaitu kebijakan dan peraturan perundangan yang
berlaku. Kebijakan dapat berupa kebijakan nasional, propinsi, atau
kabupaten/kota yang berhubungan dengan pengelolaan sekolah dan tidak
bertentangan dengan Undang-Undang Sisdiknas yang berlaku.Batasan kedua, yaitu berupa harapan-harapan semua stakeholder
(orang tua, masyarakat, pengguna lulusan, guru, kepala sekolah, dan
penyelenggara pendidikan) yang berkepentingan terhadap keberhasilan
pendidikan untuk melaksanakan fungsinya. Kalau batasan pertama bersifat
normatif, sedangkan batasan kedua bersifat relatif dalam arti bahwa
manajemen berbasis sekolah dinilai dari sejauh mana ia dapat memenuhi
harapan para stakeholder.Untuk menjadi mandiri, sekolah harus memiliki sumber daya yang
cukup untuk menjalankan tugas dan fungsinya, baik sumber daya manusia
maupun sumberdaya selebihnya yaitu peralatan, perlengkapan, perbekalan,
dana, dan bahan/material (Surya Darma, 2010: 24). Depdiknas (2009: 59)
menyatakan bahwa suatu sekolah dapat mandiri dalam pelaksanaan program
jika didukung oleh sejumlah kemampuan SDM sekolah, didukung oleh
sarana dan prasarana yang memadai sesuai dengan tuntutan program,
didukung oleh sumber dana yang memadai sesuai dengan tuntutan program.
Hal ini berarti bahwa sekolah yang mandiri dapat dilihat dari terpenuhinya
kebutuhan sumber daya sekolah tersebut, yang meliputi ketersediaan
pendidik dan tenaga kependidikan, ketersediaan sarana dan prasarana
sekolah, dan ketersediaan dana sekolah sesuai dengan tuntutan program.Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kemandirian sekolah
dapat di lihat dari beberapa hal diantaranya: 1) sekolah memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku, dan 2) sekolah memiliki kemampuan memenuhi
kebutuhan sumber dayanya sendiri, Untuk lebih jelasnya indikator
kemandirian sekolah dalam penelitian adalah sebagai berikut.b. Kerjasama/kemitraan sekolah
Dalam pandangan manajemen, kerjasama dimaknai dengan istilah
collaboration (Surya Darma, 2008: 5). Makna ini sering digunakan dalam
terminologi manajemen pemberdayaan staf yaitu kerjasama antara manajer
dengan staf dalam mengelola organisasi. Sekolah merupakan organisasi,
tidak ada organisasi tanpa kerjasama, sehingga dalam pengelolaan sekolah
dibutuhkan kerjasama yang baik dari para pemangku kepentingan agar tujuan
sekolah dapat tercapai.Dalam pelaksanaan program sekolah diperlukan adanya masukan-
masukan atau bantuan secara langsung dari para stakeholder. Namun
demikian, adanya masukan atau bantuan dari para pemangku kepentingan
tersebut tidak mengurangi prinsip dan makna kemandirian yang dibangun
sekolah. Kemandirian dalam arti luas tetap menerima dan memerlukan
kerjasama dengan pihak lain. Disamping itu, terdapat beberapa hal yang tidak
bisa hanya ditangani oleh sekolah, sehingga kerjasama atau kemitraan tetap
diperlukan.
Menurut Daryanto (2006: 71), dalam dunia pendidikan dikenal dua
macam hubungan, yakni: (1) hubungan dalam penyelenggaraan program
pendidikan dengan masyarakat sekolah, dan (2) Hubungan dengan
masyarakat di luar sekolah. Hubungan dengan masyarakat sekolah dapat
diartikan sebagai kerjasama antar warga sekolah (kerjasama internal).
Hubungan dengan mayarakat di luar sekolah merupakan kerjasama antara
sekolah dengan pihak luar sekolah (kerjasama eksternal). Kerjasama sekolah
yang baik ditunjukkan oleh hubungan antar warga sekolah yang erat,
hubungan sekolah dan masyarakat erat, serta adanya kesadaran bersama
bahwa output program sekolah merupakan hasil teamwork (Depdiknas, 2009:
63).Kemitraan/kerjasama penting untuk dilakukan karena disadari
sepenuhnya bahwa hasil pendidikan sekolah merupakan hasil kolektif dari
unsur-unsur terkait atau para pemangku kepentingan (stakeholders).
Kemitraan yang dapat menghasilkan teamwork yang kompak, cerdas, dan
dinamis akan menentukan keberhasilan pencapain tujuan sekolah. Oleh
karena itu, upaya-upaya untuk meningkatkan kemitraan perlu ditempuh
melalui: (1) pembuatan pedoman mengenai tatacara kemitraan, penyediaan
sarana kemitraan dan saluran komunikasi, (2) melakukan advokasi, publikasi,
dan transparansi terhadap pemangku kepentingan, dan (3) melibatkan
pemangku kepentingan sesuai dengan prinsip relevansi, yurisdiksi, dan
kompetensi serta kompatibilitas tujuan yang akan dicapai (Surya Darma,
2010: 45).Di dalam sekolah, terdapat sejumlah orang yang bekerja pada posisi
dan peran masing-masing. Dari sudut pandang ini, sekolah adalah sebuah tim
kerja (teamwork), sehingga output pendidikan di sekolah merupakan hasil
kerjasama warga sekolah, bukan hasil individual. Karena itu, budaya
kerjasama antar fungsi dalam sekolah dan antar individu dalam sekolah harus
merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah.Menurut Surya Darma (2010: 36), dalam MBS sekolah memiliki
mitra yang mewakili masyarakat sekitarnya yang disebut komite sekolah.
Tugas dan fungsi komite sekolah dalam pelaksanaan MBS adalah: (1)
memberi masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada sekolah
mengenai kebijakan dan program pendidikan, RAPBS, kriteria kinerja
sekolah, kriteria pendidik dan tenaga kependidikan, kriteria fasilitas
pendidikan, dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan; (2) mendorong
orangtua siswa dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan,
menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan
pendidikan, mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat
terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu tinggi, melakukan
evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan/program/ penyelenggaraan dan
keluaran pendidikan, melakukan kerjasama dengan masyarakat, dan
menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan
pendidikan yang diajukan oleh masyarakat.c. Bentuk partisipasi
Partisipasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu “participation” yang
berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan (Echols dan Shadily, 2006:
419). Dalam kamus besar bahasa Indonesia (2008) partisipasi adalah turut
berperan serta dalam suatu kegiatan. Berdasarkan definisi ini maka
partisipasi dapat diartikan sebagai peran serta atau dukungan dalam suatu
kegaitan.Depdiknas (2009: 43) menyatakan bahwa partisipasi adalah proses
dimana stakeholders (warga sekolah dan masyarakat) terlibat aktif baik
secara individual maupun koletif, secara langsung maupun tidak langsung,
dalam pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan/ pengevaluasian pendidikan di sekolah. Partisipasi
yang dimaksud merupakan penciptaan lingkungan yang terbuka dan
demorakatik di sekolah, dimana warga sekolah (kepala sekolah, guru,
karyawan) dan masyarakat didorong untuk terlibat dalam memberikan
dukungan secara langsung dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai dari
pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan
yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Hal ini dilandasi oleh
keyakinan bahwa jika seseorang turut serta (berpartisipasi) dalam
penyelenggaraan pendidikan, maka akan memiliki rasa memiliki terhadap
sekolah, sehingga akan bertanggung jawab dan berdedikasi untuk mencapai
tujuan sekolah.Tujuan utama peningkatan partisipasi adalah untuk: (1) meningkatkan
dedikasi/kontribusi stakeholders terhadap penyelenggaraan pendidikan di
sekolah, baik dalam bentuk jasa (pemikiran/intelektualitas, keterampilan),
moral, finansial, dan material/barang; (2) memberdayakan kemampuan yang
ada pada stakeholders bagi pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional; (3) meningkatkan peran stakeholders dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah, baik sebagai advisor, supporter, mediator, controller,
resource linker, and education provider, dan (4) menjamin agar setiap
keputusan dan kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan aspirasi
stakeholders dan menjadikan aspirasi stakeholders sebagai panglima bagi
penyelenggaraan pendidikan di sekolah (Surya Darma, 2010: 68).Bentuk partisipasi dapat berupa apa saja yang relevan dalam
pelaksanaan program sekolah, baik berupa fisik maupun non fisik. Menurut
Engkoswara (2010: 297), peningkatan partisipasi masyarakat dipilah dalam
dua kategori, yaitu partisipasi dalam bentuk kontribusi pembiayaan, dan
partisipasi dalam bentuk pemikiran dan tenaga. Sementara itu, Depdiknas
(2009: 9) menyatakan bentuk-bentuk partisipasi stakeholders diantaranya
adalah: a) berupa dukungan dana, (b) berupa dukungan tenaga, (c) berupa
dukungan pemikiran, dan (d) berupa dukungan material/fasilitas.d. Keterbukaan sekolah
Transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan
bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan
sekolah, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan
pelaksanaannya, serta hasil- hasil yang dicapai. Prinsip ini memiliki 2 aspek,
yaitu (1) komunikasi publik oleh sekolah, dan (2) hak masyarakat terhadap
akses informasi. Keduanya akan sangat sulit dilakukan jika sekolah tidak
menangani kinerjanya dengan baik kinerjanya. Manajemen kinerja sekolah
yang baik adalah titik awal dari transparansi sekolah. (Surya Darma, 2010:
72).Keterbukaan sekolah ditujukan untuk membangun kepercayaan dan
keyakinan publik terhadap sekolah bahwa sekolah adalah organisasi
pendidikan yang bersih dan berwibawa. Bersih dalam arti tidak KKN dan
berwibawa dalam arti profesional. Transparansi bertujuan untuk menciptakan
kepercayaan timbal balik antara sekolah dan publik melalui penyediaan
informasi yang memadai dan menjamin kemudahan dalam memperoleh
informasi yang akurat.e. Akuntabilitas sekolah
Menurut Slamet PH (2006: 37) dikutip dari Bangun (2009: 22),
akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau
untuk menjawab, menerangkan kinerja dan tindakan penyelenggara
organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewajiban untuk meminta
keterangan atau pertanggungjawaban. Sementara itu, Depdiknas (2009: 45)
menyampaikan bahwa akuntabilitas sekolah adalah pertanggungjawaban
sekolah kepada warga sekolahnya, masyarakat, dan pemerintah melalui
pelaporan dan pertemuan yang dilakukan secara terbuka. Dengan demikian,
akuntabilitas sekolah adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus
dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan.Manajemen berbasis sekolah dengan desentralisasi kewenangan
kepada sekolah bukan hanya memberikan kewenangan untuk mengambil
keputusan yang lebih luas (daripada sebelumnya), tetapi juga sekaligus
membebankan pertanggungjawaban oleh sekolah atas apa-apa yang
dikerjakan dan hasil kerjanya. Akuntabilitas pendidikan dan hasilnya
diberikan bukan hanya kepada satu stakeholder (pusat/birokrasi), tetapi
kepada berbagai pihak (stakeholders), termasuk di dalamnya orang tua,
komite sekolah (masyarakat), dan pengguna lulusan, disamping secara
internal kepada guru-guru dan warga sekolah (Umaedi, 2008: 10).
Akuntabilitas kepada berbagai pihak ini pada gilirannya akan meningkatkan
kepedulian yang kuat (komitmen) pihak-pihak terkait tersebut atas apa yang
terjadi di sekolah.Akuntabilitas menyangkut dua dimensi, yakni akuntabilitas vertikal
dan akuntabilitas horisontal. Akuntabilitas vertikal menyangkut hubungan
antara pengelola sekolah dengan masyarakat (sekolah dengan orang tua
siswa, dan sekolah dengan instansi di atasnya yaitu yayasan atau Dinas
Pendidikan). Sedangkan akuntabilitas horisontal menyangkut hubungan
antara sesama warga sekolah (antar kepala sekolah dengan komite, dan
antara kepala sekolah dengan guru).Tujuan utama akuntabilitas sekolah terhadap pelaksanaan program
dan hasilnya adalah untuk memwujudkan sekolah yang akuntabel dan
terpercaya. Keberhasilan akuntabilitas sekolah adalah ditandai dengan
meningkatnya kepercayaan dan kepuasan publik terhadap sekolah
(Depdiknas, 2009: 45). Dengan meningkatnya akuntabilitas sekolah, maka
akan mewujudkan sekolah yang akuntabel dan terpercaya.
2. Mutu Pendidikana. Pengertian Mutu Pendidikan
Pengertian mengenai mutu pendidikan mengandung makna yang berlainan.
Namun, perlu ada suatu pengertian yang operasional sebagi suatu pedoman dalam
pengelolaan pendidikan untuk sampai pada pengertian mutu pendidikan, kita lihat
terlebih dahulu pengertian mutu pendidikan.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, Mutu adalah ukuranbaik buruk suatu benda, keadaan, taraf atau derajad (kepandaian,kecerdasan, dan sebagainya).
Menurut Oemar Hamalik, Pengertian mutu dapat dilihat dari duasisi, yaitu segi normatif dan segi deskriptif, dalam artian normatif, mutuditentukan berdasarkan pertimbangan (kriteria) intrinsik dan ekstrinsik.Berdasarkan kritria intrisik, mutu pendidikan merupakan produkpendidikan yakni. manusia yang terdidik. Sesuai dengan standar ideal.Berdasarkan kriteria ekstrinsik, pendidikan merupakan instrumen untukmendidik. tenaga kerja. yang terlatih. Dalam artian deskriptif, mutuditentukan berdasarkan keadaan senyatanya, misalkan hasil tes prestasibelajar. Hamalik, (1990: 33)
Korelasi mutu dengan pendidikan, sebagaimana pengertian yangdikemukakan oleh Dzaujak Ahmad, .Mutu pendidikan adalahkemampuan sekolah dalam pengelolaan secara operasional an efisientehadap komponen-komponen yang berkaitan dengan sekolah sehinggamenghasilkan nilai tambah terhadap komponen tersebut menurutnorma/ standar yang berlaku. Dzaujak, (1996: 6)
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa bicara pendidikan bukanlah
upaya sederhana, melainkan suatu kegiatan dinamis dan penuh tantangan.
Pendidikan selalu berubah seiring dengan perubahan jaman. Oleh karena itu
pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikan dan peningkatan mutu sejalan
dengan semakin tingginya kebutuhan dan tuntunan kehidupan masyarakat.
b. Indikator Mutu Pendidikan
Indikator atau kriteria yang dapat dijadikan tolok ukur mutu pendidikan
yaitu:
a. Hasil akhir pendidikanb. Hasil langsung pendidikan, hasil langsung inilah yang dipakai sebagai
titik tolak pengukuran mutu pendidikan suatu lembaga pendidikan.Misalnya tes tertulis, daftar cek, anekdot, skala rating, dan skalasikap.
c. Proses pendidikand. Instrumen input, yaitu alat berinteraksi dengan raw input (siswa)e. Raw input dan lingkungan. Nurhasan, (1994: 390)
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu dalam hal ini mengacu pada
konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada
setiap kurun waktu tertentu setiap catur wulan, semester, setahun, 5 tahun dan
sebagainya). Prestasi yang dicapai dapat berupa hasil test kemampuan akademis
(misalnya ulangan umum, UN, dan lain-lain), dapat pula prestasi di bidang lain
misalnya dalam cabang olah raga atau seni. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa
kondisi yang tidak dapat dipegang intangible seperti suasana disiplin. Keakraban,
saling menghormati dan sebagainya.
Dalam .proses pendidikan. yang bermutu terlibat berbagai input. Seperti:
bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai
kemampuan guru), sarana sekolah dukungan administrasi dan sarana prasarana, dan
sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah,
dukungan kelas mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua
komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan
sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas, baik konteks kurikuler maupun
ekstra kurikuler, baik dalam lingkup substansi yang akademis maupun yang non
akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran.
Antara proses dan pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi
agar proses itu tidak salah arah, maka mutu dalam arti hasil output harus dirumuskan
terlebih dahulu oleh sekolah, dan jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun
kurun waktu tertentu. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu
hasil output yang ingin dicapai.
Adapun instrumental input, yaitu alat berinteraksi dengan raw input (siswa)
seperti guru yang harus memiliki komitmen yang tinggi dan total serta kesadaran
untuk berubah dan mau berubah untuk maju, menguasai ajar dan metode mengajar
yang tepat, kreatif, dengan ide dan gagasan baru tentang cara mengajar maupun
materi ajar, membangun kenerja dan disiplin diri yang baik dan mempunyai sikap
positif dan antusias terhadap siswa, bahwa mereka mau diajar dan mau belajar.
Kemudian sarana dan prasarana belajar harus tersedia dalam kondisi layak pakai,
bervariasi sesuai kebutuhan, alat peraga sesuai dengan kebutuhan, media belajar
disiapkan sesuai kebutuhan. Biaya pendidikan dengan sumber dana, budgeting,
kontrol dengan pembukuan yang jelas. Kurikulum yang memuat pokok-pokok
materi ajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran, realistik, sesuai dengan
fenomena kehidupan yang sedang dihadapi. Tidak kalah penting metode mengajar
pun harus dipilih secara variatif, disesuaikan dengan keadaan, artinya guru harus
menguasai berbagai metode.
Begitu pula dengan raw input dan lingkungan, yaitu siswa itu sendiri.
Dukungan orang tua dalam hal ini memiliki kepedulian terhadap penyelenggaraan
pendidikan, selalu mengingatkan dan peduli pada proses belajar anak di rumah
maupun di sekolah.
c. Langkah-langkah Meningkatan Mutu PendidikanUpaya perbaikan pada lembaga pendidikan tidak sederhana yang dipikirkan
karena butuh perbaikan yang berkelanjutan, berikut ini langkah-langkah dalam
meningkatkan mutu pendidikan.1. Memperkuat Kurikulum
Kurikulum adalah instrumen pendidikan yang sangat penting dan
strategis dalam menata pengalaman belajar siswa, dalam meletakkan
landasan-landasan pengetahuan, nilai, keterampilan,dan keahlian, dan dalam
membentuk atribut kapasitas yang diperlukan untuk menghadapi perubahan-
perubahan sosial yang terjadi. Saat ini, memang telah dilakukan upaya-upaya
untuk semakin meningkatkan relevansi kurikulum dengan melakukan revisi
dan uji coba kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Kurikulum uji coba
tersebut didasarkan pada pendekatan yaitu: (1) Pengasaan aspek kognitif
dalam bentuk kemampuan, (2) penguasaan aspek afektif yang lebih
komprehensif, dan (3) penguasaan aspek keterampilan dalam bentuk
kapasitas profesional. Kompetensi itu hendaknya dapat membentuk suatu
kapasitas yang utuh dan komprehensif sehingga tidak diredusir menjadi
keterampilan siap pakai.2. Memperkuat Kapasitas Manajemen Sekolah
Dewasa ini telah banyak digunakan model-model dan prinsip-prinsip
manajemen modern terutama dalam dunia bisnis untuk kemudian diadopsi
dalam dunia pendidikan. Salah satu model yang diadopsi dalam dunia
pendidikan. Salah satu model yang diadopsi adalah . School Based
Management..Dalam rangka desentralisasi di bidang pendidikan, model ini mulai
dikembangkan untuk diterapkan. Diproposisikan bahwa manajemen berbasis
sekolah (MBS) : (1) akan memperkuat rujukan referensi nilai yang dianggap
strategis dalam arti memperkuat relevansi, (2) memperkuat partisipasi
masyarakat dalam keseluruhan Kegiatan pendidikan, (3) memperkuat
preferensi nilai pada kemandirian dan kreativitas baik individu maupun
kelembagaan, dan (4) memperkuat dan mempertinggi kebermaknaan fungsi
kelembagaan sekolah.
3. Memperkuat Sumber Daya Tenaga Kependidikana. Memperkuat Sistem Pendidikan Tenaga Kependidikan
Dalam jangka panjang, agenda utama upaya memperkuat sumber
daya tenaga kependidikan ialah dengan memperkuat sistem pendidikan
dan tenaga kependidikan yang memiliki keahlian. Keahlian baru itu
adalah modal manusia (human investmen), dan memerlukan perubahan
dalam sistem pembelajarannya. Menurut Thurow (sularso,2002), di abad
ke-21 perolehan keahlian itu memerlukan perubahan dalam sistem
pembelajaran karena alasan: (1) keahlian yang diperlukan untuk
mencapai keberhasilan akan semakin tinggi dan berubah sangat cepat, (2)
Keahlian yang diperlukan sangat tergantung pada teknlogi dan inovasi
baru, maka banyak dari keahlian itu harus dikembangkan dan dilatih
melalui pelatihan dalam pekerjaan, dan (3) kebutuhan akan keahlian itu
didasarkan pada keahlian individu.
b. Memperkuat KepemimpinanDalam fondasi berbagai karakteristik pribadi, pimpinan lembaga
pendidikan perlu menciptakan visi untuk mengarahkan lembaga
pendidikan dan karyawannya. Dalam konteks ini, penciptaan visi yang
jelas akan menumbuhkan komitmen karyawan terhadap kwalitas,
memfokuskan semua upaya lembaga pendidikan pada rumusan
kebutuhan pengguna jasa pendidikan, menumbuhkan sense of team work
dalam pekerjaan, menumbuhkan standard of excellence, dan menjebatani
keadaan lembaga pndidikan sekarang dan masa yang akan datang.c. Meningkatkan Mutu Mengajar Melalui Program Inovatif Berbasis
KompetensiSelama ini sekolah terutama guru masih sangat terbatas dalam
melakukan inovasi-inovasi pembelajaran. Disisi lain, upaya untuk
memperkuat kemampuan mengajar telah diupayakan melalui berbagai
jenis penataran, pendidikan, ataupun pelatihan-pelatihan. Melalui
berbagai kegiatan tersebut dikenalkan pada inovasi-inovasi pembelajaran.
Tetapi dari pengalaman empirik tampaknya upaya-upaya itu belum secara
signifikan membawa perubahan dalam arti peningkatan mutu hasil
belajar. Pengembangan bahan ajar, pengembangan strategi dan metode
pembelajaran, pengembangan sistem evaluasi, dan pengembangan MBS.
Kebutuhan akan inovasi itu dapat dilihat dalam dua hal yaitu untuk
kepentingan inventions dan untuk kepentingan perubahan kultural
sekolah, sehingga terbangun suatu kultur yang (1) berorientasi inovasi,
(2) menumbuhkan kebutuhan untuk terus maju dan meningkat, (3)
kebutuhan untuk berprestasi, (4) inovasi adalah sebagai suatu kebutuhan.d. Mengoptimalkan Fungsi-Fungsi Tenaga Kependidikan
Di sekolah-sekolah selama ini yang berperan utama adalah guru.
Seorang guru melaksanakan berbagai fungsi baik fungsi mengajar,
konselor, teknisi, maupun pustakawan. Bahkan, dalam kasus-kasus
tertentu terdapat guru mengajar bukan berdasarkan keahliannya. Kondisi
ini jelas kurang menguntungkan bagi terselenggaranya suatu proses
pendidikan yang baik diperlukan fungsi-fungsi kependidikan yang saling
mendukung, sehingga dapat dicapai suatu hasil yang maksimal.
(membina mutu pendidikan, www.kompas.com, 22 Oktober 2014).4. Perbaikan yang berkesinambungan
Rochaeti, (2005: 265) menjelaskan bahwa perbaikan yang
berkesinambungan berkaitan dengan komitmen (Continuos quality
Improvement atau CQI) dan proses Continuous pross Improvement.
Komitmen terhadap kualitas dimulai dengan pernyataan dedikasi pada misi
dan visi bersama, serta pembedayaan semua persiapan untuk secara
inkrimental mewujudkan visi tersebut (Lewis dan smith, 1994). Perbaikan
yang berkesinambungan tergantung kepada dua unsur. Pertama, mempelajari
proses, alat, dan keterampilan yang tepat. Kedua, menerapkan keterampilan
baru small achieveable project. Proses perbaian berkesinambungan yang
dapat dilakukan berdasarkan siklus PDCA Plan, Do, Check, Action. Siklus
ini merupakan siklus perbaikan yang never ending, dan berlaku pada semua
fase organisasi/lembaga.
Gambar 2.1Penyempurnaan kualitas berkesinambungan dalam pendidikan
5. Manajemen berdasarkan faktaPengambilan keputusan harus didasarkan pada fakta yang nyata
tentang kualitas yang didapatkan dari berbagai sumber diseluruh jajaran
organisasi. Jadi, tidak sematamata atas dasar intuisi, praduga, atau
Penyempurnaan kualiasberkesinambungan
- Karakteristik siswa
- Karakteristik kelas
- Sumber daya finansial
- Fasilitas- program
input output
- Desain- Input program- Metode
penyampaian sistem data
- Umpan balik- analisis
- Prestasi siswa- Siswa
lulus/drop-out/gagal
- Alumni berprestasi
akreditasi assesment
Proses transformasi
organizational politik. Berbagai alat telah dirancang dan dikembangkan untuk
mendukung pengumpulan dan analisis data, serta pengambilan keputusan
berdasarkan fakta.Sebenarnya banyak sekali aspek yang turut menentukan mutu
pendidikan disekolah. Edward sallis (1993:2) mengemukakan bahwa yang
menentuan mutu pendidikan mencakup aspek-aspek berikut: pembinaan yang
berkelanjutan, guru yang profesional, nilai-nilai moral yang luhur, hasil ujian
ynag gemilang, dukungan orang tua, komunitas bisnis dan komunitas lokal,
kepemimpinan yang tangguh dan berarah tujuan, kepedulian dan pehatian
pada anak didik, kurikulum yang seimbang, atau kombinasi dari faktorfaktor
tersebut.Dari sejumlah aspek yang dikemukakan diatas Syafarudin, (2002:
19), satu hal yang paling menentukan adalah bagaimana menjalankan
manajemen mutu pendidikan itu sendiri Menurut W. Edward deming 80%
dari masalah mutu lebih disebabkan oleh manajemen, dan sisanya 20% oleh
SDM. Hal ini berarti bahwa mutu yang kurang optimal berawal dari
manajemen yang tidak profesional dan manajemen yang tidak profsional
artinya mencerminkan kepemimpinan dan kebijakan yang tidak profesional
pula. Sejalan dengan konsep itu, dirjen dikdasmen depdiknas (1991:11)
menetapkan bahwa ukuran mutu pendidikan disekolah mengacu pada derajat
keunggulan setiap komponennya, bersifat relatif, dan selalu ada dalam
perbandingan. Rangkuti, (2002: 3) Ukuran sekolah yang baik bukan semata-
mata dilihat dari kesempurnaan komponennya dan kekuatan yang
dimilikinya, melainkan diukur dari kemampuan sekolah dalam mengantsipasi
perubahan, konfik, serta kekurangan atau kelemahan yang ada dalam sekolah
tersebut (dengan menggunakan analisis SWOT).
B. Kerangka Pikir
Penyelenggaraan pendidikan nasional yang dilakukan secara sentralistik
menempatkan sekolah sangat tergantung pada keputusan birokrasi pusat, yang
terkadang kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kondisi sekolah. Hal inilah yang
menyebabkan mutu pendidikan di Indonesia rendah dan tidak sesuai dengan harapan
masyarakat. Oleh karena itu dilakukan perubahan pengelolaan sistem pendidikan
dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi yang disebut dengan manajemen
berbasis sekolah (MBS).
Untuk lebih jelasnya dalam memahami pembahasan yang akan dilakukan
dalam penelitian ini maka peneliti menggambarkan melalui kerangka pikir sebagai
berikut:
C. Hipotesis
Menurut Sugiyono, (2013: 96) Perumusan hipotesis penelitian merupakan
langkah selanjutnya dalam penelitian, setelah peeneliti mengemukakan landasan
teori dan kerangka pikir. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian dinyatakan dalam bentuk
kalimat pernyataan.
Dengan memperhatikan uraian pada bab sebelumnya mengenai latar
belakang masalah dan permasalahan yang dihadapi, serta berdasarkan kajian teoretis
ImplementasiManajemen Berbasis
Sekolah
Mutu Pendidikan
Gambar 2.2 Kerangka Pikir
Manaj.Tenaga Kependidikan
Manaj.Keuangan dan Pembiayaan
Manaj.Kesiswaan
Manaj.Hubungan Sekolah dan Masyarakat
Manaj.Sarana dan Prasarana Pendidikan
Manaj.Kurikulum dan Program Pengajaran
Kepala sekolahKomite sekolah
guru
dan kerangka pikir, maka penulis menyusun dan mengajukan hipotesis penelitian
sebagai berikut :
Terdapat hubungan yang signifikan antara Implementasi Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) dalam Peningkatkan Mutu Pendidikan di SMAN 1
Masamba.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif. Pada umumnya penelitian kuantitatif banyak dituntut menggunakan
angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran data serta penampilan dari
hasil penelitiannya.2. Jenis Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
deskripsif. Metode deskriptif adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan data
dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut
keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian.Tujuan utama dalam menggunakan metode ini adalah untuk
menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat
penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.
Sedangkan jenis penelitian ini adalah jenis penelitian eksperimen, yang
bertujuan untuk mencari tingkat perubahan suatu variabel terhadap variabel
lainnya agar dapat teratasi.B. Definisi Operasional Penelitian
Untuk menghindari kesalahan penafsiran tentang semua variabel pokok
penelitian, maka perlu diberi batasan sebagai berikut:
MBS adalah operasionalisasi konsep yang masih bersifat potensial
(tertulis) yang harus dilaksanakan di sekolah. Secara garis besar ada
beberapa cakupan Implementasi MBS yang dapat dijadikan tolok ukur:
(1) Manaj. Kurikulum, (2) Manaj. Keuangan dan Pembiayaan, (3)
Manaj. Tenaga kependidikan, (4) Manaj. Hubungan Sekolah Dengan
Masyarakat, (5) Manajemen Sarana Prasarana. Yang dimaksud Mutu Pendidikan dalam penelitian ini adalah skor yang
diperoleh dari kuisioner mengenai apa saja yang menjadi faktor dalam
meningkatkan mutu pendidikan yang mencakup: guru, kepala sekolah
dan komite sekolah.C. Variabel dan Desain Penelitian
1. Variabel
Sugiyono (2013:60) mengemukakan “Variabel penelitian pada dasarnya
adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya. Dalam penelitian ini yang menjadi variable penelitian meliputi
variabel bebas dan variabel terikat”.
a. Variabel bebas (independen)
Variabel bebas merupakan variable yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variable dependen (terikat). Yang menjadi
varibel bebas dalam penelitian ini adalah implementasi manajemen berbasis
sekolah yang diberi simbul (X).
b. Variabel terikat (dependen)
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variable
terikat ialah peningkatan mutu pendidikan yang beri simbul (Y).
2. Desain PenelitianPenelitian ini dilakukan terhadap sejumlah guru SMAN 1 Masamba.
Masalah penting yang diukur dalam penelitian ini adalah “Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah Untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan”. Intensitas
implementasi manajemen berbasis sekolah sebagai variabel bebas (Variabel X),
dan mutu pendidikan sebagai variabel terikat (Variabel Y).Untuk lebih jelas pola hubungan antara variabel penelitian tersebut dapat
dilihat pada gambar di bawah ini:
Ket:
X = Implementasi MBSY = Mutu Pendidikan
Gambar 3.1 hubungan antara variabel
D. Populasi dan Sampel Penelitiana. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2013:117).b. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono 2013:118). Pengambilan sampel harus
dilakukan sedimikian rupa sehingga diperoleh sampel (contoh) yang benar-
benar dapat berfungsi sebagai contoh, atau dapat menggambarkan keadaan
populasi yang sebenarnya. Dengan istilah lain, sampel harus representatif.
Dalam penelitian ini populasi yang diambil adalah guru SMAN 1 Masamba
yang berjumlah 23 orang.
E. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data1. Teknik Pengumpulan Data
Agar data yang diperoleh dalam peelitian benar-benar akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan, maka teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:a) Kuesioner (angket)
Kuesioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data dengan
memberikan seperangkat pertanyaan tertulis kepada reponden untuk dijawab.
Sugiyono (2012:199) mengemukakan bahwa “kuesioner merupakan teknik
YX
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan
atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya”. Jenis instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini berupa skala yaitu merupakan kumpulan dari
pernyataan atau pertanyaan yang pengisiannya oleh responden dilakukan dengan
memberikan tanda centang (√) pada tempat yang sudah disediakan dengan alternatif
jawaban yang disediakan merupakan sesuatu yang berjenjang. (Arikunto. 2006:105).
Teknik angket ini digunakan penulis untuk memperoleh data melalui pertanyaan
tertulis yang dibagikan kepada sejumlah responden. Dalam hal ini semua guru kelas
dan guru bidang studi lainnya yang ada disekolah yang akan diteliti. Bentuk angket
dalam penelitian ini adalah angket berstruktur, dimana responden hanya memilih
alternative jawaban sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dari sejumlah
pertanyaan angket, dengan cara mengetahui distribusi frekuensi masing-masing
variabel yang pengumpulan datanya menggunakan keusioner (angket), maka model
skala yang digunakan dalam angket ini adalah model skala likert dalam empat
pilihan yaitu SL (Selalu), SR (Sering), KD (kadang-kadang), dan TP (Tidak Pernah),
pembobotan angket tergantung pada butir pertanyaannya.
Syaodih (2007:238) menyatakan :
Model skala likert menggunakan skala deskriptif (SL, SR, KD TP). Dasar
dari skala deskriptif ini adalah merespon seseorang terhadap sesuatu dapat
dinyatakan dengan pernyataan persetujuan terhadap suatu objek.
Pemberian bobot setiap item pada angket menggunakan rentang antara 1
sampai 4 untuk respon yang menjawab, sebagai berikut:
- Selalu (SL) dengan bobot nilai 4- Sering (SR) dengan bobot nilai 3- Kadang-kadang (KD) dengan bobot nilai 2- Tidak Pernah (TP) dengan bobot nilai 1
b) Dokumentasi
Dokumentasi, yaitu alat pengumpul data yang digunakan untuk memperoleh
data dari tempat penelitian yang berkaitan dengan variabel penelitian berupa data
foto penelitian dan lokasi penelitian.2. Prosedur Pengumpulan Dataa) Instrumen Penelitian
Variabel yang ada dalam penelitian ini akan di ukur dengan menggunakan
instrument dengan model skala likert yang dimodifikasi. Pengukuran tersebut
dilakukan dengan merumuskan sejumlah pernyataan atau pertanyaan yang mengacu
pada definisi operasional variabel dan indikator-indikator dalam manajemen berbasis
sekolah dan juga mutu pendidikan.b) Pengujian Instrument
Pengujian kuesioner dilakukan melalui uji validitas dan uji realibilitas dengan
bantuan SPSS versi 17.0.Pengujian validitas tiap item digunakan analisi item yaitu mengkorelasikan
skor tiap butir instrument dengan skor total yang merupakan jumlah skor tiap butir.
Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan, apabila
dapat menggungkapkan data variabel yang diteliti secara tepat. Rumus yang digunakan dalam menguji validitas adalah korelasi product
moment dalam Arikunto (2010:319) yang rumusnya:
XΣ ¿YΣ ¿
N ΣY 2−¿¿
N Σ X2−¿¿¿√¿
r❑=N Σ XY−(Σ X )(ΣY )
¿
Keterangan :
r = Angka korelasi
N = jumlah responden
X = Skor pertanyaan dari responden
Y = Skor total responden
Uji validitas untuk variabel manajemen berbasis sekolah dan mutu
pendidikan dapat di lihat di bawah ini :Berdasarkan uji validitas instrumen yang diperoleh hasil bahwa keseluruhan
item lebih besar dari r kritis, jadi keseluruhan item valid dan dapat digunakan dalam
penelitian.Berdasarkan uji validitas instrumen yang diperoleh hasil bahwa keseluruhan
item lebih besar dari r kritis, jadi seluruh item mutu pendidikan valid dan dapat
digunakan dalam penelitian.
F. Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Sebelum dilakukan analisis pengujian hipotesis, terlebih dahulu perlu
diketahui apakah data tersebut memenuhi persyaratan penggunaan statistik yang
akan digunakan dalam pengujian hipotesis. Pengujian persyaratan analisis untuk
penggunaan statistik korelasi adalah data populasi yang diperoleh harus berdistribusi
normal.
Uji normalitas sebaran data penelitian menggunakan teknik Kolmogorov-
Smirnov Goodness of Fit Test, pada tingkat kepercayaan 95% dengan melihat nilai
Absolute dan nilai Z. apabila hasil perhitungan yang diperoleh memiliki nilai
signifikansi lebih besar dari 0.05 yang berarti Ho yaitu data berdistribusi normal.
2. Uji LinearitasUji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai
hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan
sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian pada SPSS
dengan menggunakan Test for Linearity dengan pada taraf signifikansi 0,05. Dua
variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi (Linearity)
kurang dari 0,05. G. Teknik Analisis Data1. Analisis statistik deskriptif
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini diolah dengan
menggunakan sofware computer program SPSS 17.0 (Statical Program For Social
Science) untuk menghitung presentase dari setiap item pertanyaan angket dalam
bentuk penyajian angket. Untuk menggambarkan implementasi manajemen berbasis
sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1 Masamba Kecamatan
Masamba Kabupaten Luwu Utara, maka digunakan rumus presentase.
P=n x100N
Keterangan :
P = Persentase (%)n = Jumlah skor jawaban respondenN = Jumlah Skor jawaban ideal
Maka dilakukan pengukuran yang dikemukakan oleh Arikunto (2003: 246)
sebagai berikut :
a. 76% - 100% dikategorikan sangat baikb. 56% - 75% dikategorikan baik
c. 40% - 55% dikategorikan cukup baik
d. Kurang dari 40% dikategorikan tidak baik
2. Analisis statistik inferensialAnalisis statistik inferensial yang digunakan dalam penelitian ini adalah
regresi sederhana (Sugiyono, 2012:262) dengan rumus :
Keterangan:
Ỳ = Nilai yang diprediksikan
a = Konstanta ata bila harga X = 0
b = Koefisien regresi
X = Nilai Variabel independen
Rumus yang dapat digunakan untuk mencari a dan b, adalah sebagai
berikut :
..N
XbYa
Ỳ = a + b X
22..
.
XXN
YXYXNb
Keterangan :-
iX= Rata-rata skor variabel X
-iY
= Rata-rata skor variabel Y
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil PenelitianHasil penelitian mengenai implementasi manajemen berbasis sekolah untuk
meningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1 Masamba Kec. Masamba Kab. Luwu
Utara dengan menggunakan angket terhadap 23 responden. Selanjutnya hasil angket
tersebut dianalisis menggunakan analisis persentase dan dengan tabel frekuensi.
Untuk memudahkan dalam memahami penelitian tersebut dideskripsikan
berdasarkan hasil angket dan dilengkapi pula berdasarkan hasil angket dan
berdasarkan kenyataan yang ada selama penulis meneliti.B. Analisis Deskriptif
Untuk memperoleh gambaran tentang implementasi manajemen berbasis
sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan maka data dan angka secara frekuensi
akan di persentasekan berdasarkan pernyataan responden berdasarkan dimensi
berikut ini:1. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap skor implementasi manajemen
berbasis sekolah diperoleh nilai minimum 65, nilai maksimum 128 Skor
implementasi manajemen berbasis sekolah tersebut diperoleh dari 32 butir
pertanyaan dan pernyataan. Dengan demikian skor teoritis maksimum adalah 32 x 4
= 128. Hasil analisis deskriptif, diperoleh skor rata-rata (mean) 112 ukuran tengah
(median) sebesar 116 dan ukuran yang sering muncul (modus) sebesar 128. Dengan
demikian skor persentase implementasi manajemen berbasis sekolah
(2605/2944x100) sebesar 88 % atau secara kualitatif termasuk kategori sangat tinggi.
Tabel 4.7.Distribusi total Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di SMAN 1Masamba Kec. Masamba Kab. Luwu Utara
No.item N N Persentase
Manajemen kurikulum dan program pembelajaran.
Manajemen tenaga kependidikan
Manajemen kesiswaan
Manajemen keuangan dan pembiayaan
Manajemen sarana dan prasarana
Manajemen hubungan sekolah dan masyarakat
646
246
576
252
392
493
736
276
644
276
460
552
87
89
89
91
85
89
Jumlah 2605 2944 88
Sumber : Hasil Olah data penelitian, 2014
2. Mutu Pendidikan
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap skor mutu pendidikan diperoleh
nilai minimum 35 nilai maksimum 68 skor tersebut diperoleh dari 17 butir
pernyataan/pertanyaan. Dengan demikian skor teoritis maksimum 68. Hasil analisis
deskriptif, diperoleh skor rata-rata (mean) 59, ukuran tengah (median) sebesar 61
dan ukuran yang sering muncul (modus) sebesar 60. Dengan demikian skor
persentase mutu pendidikan (1378/1565x100) sebesar 88% atau secara kualitatif
termasuk kategori sangat baik.
Adapun distribusi persentase pilihan responden untuk variabel mutu
pendidikan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.11 Distribusi total mutu pendidikan SMAN 1 Masamba Kec. Masamba Kab.Luwu Utara.
No.item N N Persentase(%
)
1. Guru
2. Kepala Sekolah
3. Komite Sekolah
741
323
314
828
368
368
89
87
85
Jumlah 1378 1565 88
Sumber : Hasil Olah data penelitian, 2014
C. Uji Asumsi
Uji asumsi bertujuan untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat
yang diperlukan oleh suatu data agar dapat dianalisis. Uji asumsi yang diperlukan
berkaitan dengan teknik analisis yang digunakan adalah analisis pengaruh sederhana
yaitu :1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal tidaknya sebaran skor
variabel. Uji normalitas sebaran data penelitian menggunakan teknik Kolmogorov-
Smirnov Goodness of Fit Test. Hasil uji normalitas yang diperoleh adalah nilai Sig.
Sebesar 0,469, berdasarkan hipotesis dan kriteria uji normalitas data maka nilai
signifikansi lebih besar dari 0.05 sehingga Ho ditolak artinya variabel X dan Y
berdistribusi normal.2. Uji linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui linear tidaknya hubungan antara
kedua variabel penelitian. Hubungan yang linear menggambarkan bahwa perubahan
pada variabel independent atau variabel bebas akan diikuti oleh perubahan variabel
dependent atau variabel tergantung dengan membentuk garis linear. Uji linearitas
implementasi manajemen berbasis sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan
yaitu dapat diketahui melalui nilai signifikansi (P Value Sig.) pada baris Deviation
From Linearity sebesar 0,163 Karena Signifikansi kurang dari 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa antara variabel manajemen berbasis sekolah (X) dan mutu
pendidikan (Y) terdapat hubungan yang linear.
D. Uji Hipotesis
Sebagaimana dikatakan dalam Bab II hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah “Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Untuk
Meningkatkan Mutu Pendidikan di SMAN 1 Masamba Kec. Masamba Kab. Luwu
Utara”.
Dalam rangka menguji hipotesis tersebut menggunakan perhitungan statistik
parametrik karena berdasarkan pengujian maka diperoleh data yang berdistribusi
normal dan linear sehingga digunakan analisis regresi linear sederhana. Hasil
perhitungan analisis regresi linear sederhana dengan menggunakan program SPSS
17.0 yang diperoleh adalah seperti terangkum pada tabel berikut :
Tabel 4.9 : Hasil perhitungan Analisis Regresi Linear Sederhana
Keterangan NilaiKonstanta 2,099Koefisien regresi 0,512Koefisien standar 0,988F hitung 104,445R 0,988R² 0,976T hitung 29,467T Tabel 2,079
Sumber : Hasil Olah Data SPSS 17.0Jadi dari tabel diatas menunjukkan bahwa persamaan regresi linear sederhana
yang menggunakan nilai standardized coefficient diperoleh hasil analisis yaitu Y =
0,988 X, persamaan regresi tersebut mempunyai makna bahwa implementasi
manajemen berbasis sekolah akan diikuti dengan peningkatan mutu pendidikan atau
penurunan atau ketidakefektifan manajemen berbasis sekolah akan diikuti dengan
penurunan mutu sebesar 0,988 (98%).
Dalam rangka pengujian hipotesis yang telah diajukan dilakukan dengan
menggunakan alat uji statistik yaitu uji t dan uji F.1. Uji t
Pengujian hipotesis ini dimaksudkan untuk menguji keberartian
implementasi manajemen berbasis sekolah (X) terhadap mutu pendidikan (Y).
berdasarkan hasil perhitungan pada lampiran dan terangkum pada tabel diatas
menunjukkan bahwa variabel X terhadap variabel Y diperoleh t hitung 29,467
dengan tingkat signifikansi 0.000, karena tingkat signifikansi yang diperoleh kurang
dari 0.05 yang menunjukkan bahwa nilai t yang diperoleh tersebut signifikan.
Diperoleh juga t tabel 2,079, jadi dapat disimpulkan bahwa t hitung > t tabel, hal ini
berarti bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan manajemen berbasis
sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1 Masamba Kecamatan
Masamba Kabupaten Luwu Utara.
2. Uji F
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan perhitungan analisis regresi
linear sederhana diperoleh F hitung sebesar 104,445 dengan tingkat signifikansi
0.000. karena tingkat signifikansi kurang dari 0.05, menunjukkan bahwa nilai F
hitung yang diperoleh tersebut signifikan. Diperoleh juga F tabel 2,406, jadi dapat
disimpulkan bahwa F hitung > F tabel maka persamaan garis regresi dapat
digunakan untuk prediksi atau signifikan. Dengan demikian menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh yang positif dan signifikan implementasi manajemen berbasis
sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1 Masamba Kecamatan
Masamba Kabupaten Luwu Utara.
Besarnya implementasi manajemen berbasis sekolah dalam meningkatkan
mutu pendidikan dapat diketahui dari harga koefisien determinasi (R²). berdasarkan
hasil analisis pada lampiran dan terangkum pada tabel diatas diperoleh harga R²
sebesar 0,976. Dengan demikian menunjukkan bahwa manajemen berbasis sekolah
mempengaruhi mutu pendidikan sebesar 98% dan selebihnya 2% dipengaruhi oleh
faktor lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini.
E. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dan analisis regresi sederhana di atas,
maka data yang diperoleh menunjukkan bahwa implementasi manajemen berbasis
sekolah tergolong ke dalam kategori sangat baik hal ini ditunjukkan dengan
persentase yang dicapai yaitu 89%. Begitu pula dengan kinerja guru dalam
pembelajaran, data dari hasil analisis menunjukkan bahwa kinerja guru dalam
pembelajaran tergolong dalam kategori tergolong baik , hal ini ditunjukkan dengan
persentase yang dicapai sebesar 88%. Seperti yang dikemukakan Arikunto (2002),
bila persentase yang diperoleh merujuk kepada interpretasi dengan interval 76% -
100%, secara sederhana akan tergolong kedalam kategori sangat baik.
Penelitian ini mengungkap bahwa apakah terdapat hubungan setelah
manajemen berbasis sekolah yang dilakukan oleh sekolah guna meningkatkan mutu
pendidikan. Selanjutnya untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara
manajemen berbasis sekolah dengan mutu pendidikan dilakukan analisis regresi
sederhana. Dalam hal ini berlaku ketentuan bahwa, bila F hitung lebih besar dari F
tabel maka hipotesis di terima, tetapi jika sebaliknya jika F hitung lebih kecil dari F
tabel maka hipotesis di tolak. Berdasarkan hasil analisis regresi sederhana lampiran
data olahan SPSS 17.0 maka diperoleh b = 0,512 dan ɑ sebesar 2,101 dengan
garisnya Ŷ= 2,101 + 0,512 x diperoleh F hitung sebesar 104,445. Berdasdarkan hasil
olahan data SPSS 17.0 dan F tabel dengan taraf signifikan 0,05% maka diperoleh
hasil=2,079 karena F hitung> F tabel maka persamaan dari regresi dapat di gunakan.
Jadi Ho disini di tolak karena F hitung > F tabel dan H1 diterima, sehingga dapat di
simpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara implementasi
manajemen berbasis sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan di SMAN 1
Masamba Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara. Hal ini sejalan dengan
hipotesis yang telah dikemukakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
implementasi manajemen berbasis sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikan di
SMAN 1 Masamba Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara.
Di sisi lain peneliti juga dapat menjawab rumusan masalah bagaimanakah
gambaran implementasi manajemen berbasis sekolah meningkatkan mutu
pendidikan di SMAN 1 Masamba Kecamatan Masamba Kabupaten Luwu Utara.
Hasil ini mengungkap bahwa terdapat hubungan antara implementasi manajemen
berbasis sekolah dengan mutu pendidikan di SMAN 1 Masamba Kecamatan
Masamba Kabupaten Luwu Utara.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasar hasil analisis dan pembahasan yang dipaparkan sebelumnya, maka
penelitian mencapai kesimpulan sebagai berikut:
1. Implementasi MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) di SMAN 1 Masamba
meliputi 6 pilar yaitu manajemen kurikulum dan program pengajaran, tenaga
kependidikan, kesiswaan, keuangan dan pembiayaan, sapras dan hubungan
sekolah dan masyarakat. Dari hasil ini pengimplementasian disekolah ini
sangat baik. 2. Mutu pendidikan di SMAN 1 Masamba termasuk sekolah yang memiliki
mutu pendidikan yang tinggi sehingga komponen-komponen yang ada di
sekolah tersebut sangat mendukung berjalannya kegiatan proses belajar
mengajar.3. Sumber daya manusia atau tenaga pendidik yang tidak sesuai dengan
kualifikasinya. Hal ini bisa diatasi dengan memberikan kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi maupunmengikuti
pelatihan-palatihan.4. Sekolah lebih mampu mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya sarana,
prasarana, dan kebutuhan lainnya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
5. Keterlibatan seluruh warga sekolah akan menciptakan transparansi dan
demokrasi yang sehat di sekolah6. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang membentuk budaya MBS,
sehingga tercipta atmosfer sekolah yang kondusif, baik dalam menjalin
hubungan internal maupun eksternal.7. Peran Serta Masyarakat memiliki potensi yang cukup tinggi dalam
memberikan dukungan dan perhatian kepada sekolah baik yang berupa
materi maupun non material.
81
8. Dalam kegiatan pembelajaran komite ikut dilibatkan dan selalu mendukung
sebagai tenaga pengajar tambahan sesuai dengan bidang keahliannya9. Kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya selalu mempedomani ketentuan
yang telah ditetapkan antara lain yang tertuang dalam EMASLIM dimana
kepala sekolah sebagai Educator, Manajerial, Administrator, Supervisor,
Leader, Inovator dan Motivator.B. Saran
1. Bagi Sekolaha. Agar implementasi MBS di SMAN 1 Masamba dapat berhasil secara
efektik dan efesien, maka sekolah harus melakukan analisis out put
sekolah yang hasilnya berupa identifikasi tantatangan nyata yang
dihadapi sekolah yang bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran,utamanya terhadap faktor-faktor yang mendukung
implementasi MBS.b. Dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan
sekolahnya.c. Sekolah dapat bertanggung jawab terhadap mutu pendidikan kepada
pemerintah, orang tua, dan masyarakatd. Dapat mengetahui kebutuhan sekolahnya, khususnya input pendidikan
yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam rangka untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran dan pendidikan.e. Agar sumber daya yang ada di sekolah lebih efektif dan efesien.
2. Pemerintaha. Sebagai umpan balik terhadap kebijakan pemerintahb. Sebelum MBS diimplementasikan, maka pihak pemerintah sebaiknya
melakukan pelatihan/diklat kepada kepala sekolah, wakil kepala sekolah,
guru, dan komite sekolah serta pemerintah selalu rutin dan
berkesinambungan bimbingan terhadap sekolah yang bersangkutan.c. Memberikan bantuan sarana prasarana yang dibutuhkan bagi sekolah
swasta secara representatif kepada pihak sekolah, agar pelaksanaan MBS
dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dapat berjalan lebih baik
lagi.3. Bagi orang tua
Partisipatif orang tua siswa sangat diperlukan, bukan hanya sekedar
memberikan dukungan dan pendanaan saja, melainkan diperlukan dukungan
sepenuhnya yang proaktif partisipatif mulai dari perencanaan, pelaksanaan
hingga evaluasi yang terakomodir melalui komite sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Duhou, Ibtisam, School Based Management, Logos, 2004.
Ade Irawan, dkk. (2004). Mendagangkan Sekolah: Studi Kebijakan ManajemenBerbasis Sekolah di DKI Jakarta. Jakarta: ICW.
Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:Rineka Cipta, Cet ke-12.
Azra, Azyumardi, Inovasi Kurikulum, Edisi 01/Tahun 2003, Strategi PengembanganKurikulum Madrasah Aliyah Dalam Era Otonomi Daerah danDesentralisasi Pendidikan.
Bangun Ferdinand. (2009). Survey tentang MBS Berdasarkan Prinsip-Prinsip TataKelola yang baik di SMAN 1 Barumun. Laporan Penelitian. UniversitasSumatera Utara.
Daryanto. (2006). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Depdiknas. (2001). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Buku I Konsepdan Pelaksanaan. Jakarta: Dirjen Dikdasmen Depdiknas.
________. 2001. MPMBS, Konsep & Pelaksanaan, Jakarta: Dirjen Dikdasmen.
________. 2001. Manajemen Penigkatan Berbasis Sekolah (bukuI). Jakarta: ProyekPeningkatan Mutu SLTP.
________. (2009). Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Kerangka PemenuhanStandar Nasional Pendidikan, Jakarta: Direktorat Mandikdasmen.
________. (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan PendidikanJenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar NasionalPendidikan.
Djauzak, Ahmad, Penunjuk Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar,Jakarta: Depdikbud 1996.
Eman, Suparman. 2001. Manajemen Pendidikan Masa Depanhttp://www.depdiknas.go.id/publikasi/Buletin/Pppgtertulis/082001/manajemen pendidikan masa depan.htm.
Engkoswara & Aan Komariah. (2010). Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Echols M. John & Hasan Shadily. (2006). Kamus Bahasa Indonesia Inggris. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Faisal, Sanapiah, Format-format Penelitian Soal, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2001, Cet ke-5
Fattah, Nanang, Konsep Management Berbasis Sekolah dan DewanSekolah,Bandung: pustaka Bani Quraisy 2003.
Hamalik, Oemar, 1990. Evaluasi Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ibrahim Bafadal. (2003). Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar. Jakarta: PT.Bumi Aksara.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Diakses dari http://pusatbahasa.diknas.go.id pada tanggal 20 September 2014, Jam 14.15 WIB.
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 004/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
Koenjaranigrat, 1981. Metode-metode Penelitian Masyarakat, jakarta:Gramedia.
Lolowang. (2008). Implementasi MPMBS di SD Lingkungan Dinas Pendidikan Kab.Bolaang Mongondow. Jurnal Varia Pendidikan. (Vol. 20/No. 1).
Membina Mutu Pendidikan, (www.Kompas.com), 3 Februari 2005.
Mulyasa, Enco, 2005. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
________.2006. manajemen Berbasis Sekolah : Konsep, Strategi, Dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
________.2007. Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurhasan, 1994. Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia, Kurikulum Untuk Abad 21, Indikator Cara Pengukuran dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mutu Pendidikan, Jakarta PT. Sindo.
Nurkholis, 1999. Manajemen Berbasis Sekolah, Teori dan Praktek, Rosda, 2004. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud kamus besar bahasa ndonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
________. (2006). Manajemen Berbasis Sekolah : Teori, Model, dan Aplikasi. Jakarta: PT. Grasindo.
Peraturan Pemerintah no. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tentang Standar IsiUntuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 tentang StandarKompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 tentang PedomanPelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Untuk SatuanPendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang Standar ProsesUntuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Rangkuti, Fredy, 2002. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis BerorientasiKonsep Perencanaan Strategi Untuk Menghadapi Abad 21, Jakarta: PTGramedia Utama.
Rochaeti, Eti, 2005. Dkk, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, Bumi Aksara.
Rosyada, Dede, 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis, Kencana.
Rumtini dan Jiyono, 1999. Manajemen Berbasis Sekolah:. Konsep danKemungkinannya Strategi dan Pelaksanaannya di Indonesia., JurnalPendidikan dan Kebudayaan.
Saifuddin Azwar. (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saiful Sagala. (2006). Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat . Jakarta: PTNimas Multima.
Sallis, Edward. (2006). Total Quality Management in Education. Yogyakarta:IRCiSoD.
Soebagio Atmodiworo, 2000. Management Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT.Ardadijaya.
Sujanto, Bedjo, 2004. Mensiasati Manajemen Berbasis Sekolah di Era Krisis YangBerkepanjangan, ICW.
Surya Darma. (2008). Menumbuhkan Semangat Kerjasama. Jakarta: Depdiknas. ___________. (2010). Manajemen Berbasis Sekolah . Jakarta: Kementerian
Pendidikan Nasional.
Suryosubroto, 2004. Manajemen Pendidikan Di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta.
Syafarudin Saud, Udin, 2010. Implementasi School Based Management Sebagai Strategi Pengembangan Otonomi Sekolah.
Syafarudin, 2002. Manajemen Mutu Terpadu dalam Pendidikan, Grasindo.
Tilaar, 1999. Manajem Pendidikan Nasional: Remaja Rosda Karya.
Tjiptono, Fandy, 1999. Manajemen Jasa, Andi Offset Yogyakarta.
Umaedi. (1999). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.________. 2008. Manajemen Mutu Berbasis Sekolah/Madrasah (MMBS/M) CEQM. ________ (2008). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka.
Uwes Sanusi, 1999. Manajemen Pengembangan Mutu Dosen, Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Wahyu Ariyani, 1999. Doretea, Manajemen Kualitas, Yogyakarta: Andioffset.
RIWAYAT HIDUP
Hairuddin, lahir di Patila ( Bone-Bone, Kabupaten Luwu-
Utara Provinsi Sulawesi Selatan ) pada tanggal 06 September
1988, merupakan anak kedua dari enam bersaudara, dari
pasangan Muchtar, R dan Juhaena, AR
Menamatkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 188 Bungapati tahun 2002 dan
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I Bone-Bone pada tahun 2005 di Bone-
Bone, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas Negeri 1 Bone-Bone pada tahun 2008. Pada tahun 2009 tercacat
sebagai mahasiswa Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Muhammdiyah Makassar. Selama mahasiswa, aktif di
berbagai organisasi intra. Organisasi intra menjabat sebagai Ketua Bidang
Pengkajian dan Pengkaderan di Himpunan Mahasiswa Kurikulum dan Teknologi
Pendidikan.