Evaluasi Tata Guna Lahan dan Analisis Vegetasi Desa ...
Transcript of Evaluasi Tata Guna Lahan dan Analisis Vegetasi Desa ...
5
Abstract
Rawa Pening Lake is a lake located in the province of Central Java and flanked by
mountains Merbabu, mountain Telomoyo, Ungaran mountain, and the mountain
Full Solo. Lake Swamp Dizziness used by residents about the source of irrigation
water for power generation, fisheries, peatland resource to the tourism sector.
Rawa Pening Lake has main problems of sedimentation or siltation which could
potentially lead to the landing on the lake, the lake eventually unable to maintain
its function. Sedimentation comes from two sources, namely land and water bodies
around. Of land around, sedmentasi a result of various factors, namely land use
and vegetation conditions. This study aims to determine the use of land and
vegetation conditions in the village Kebondowo. The land use consists of
residential, agricultural or paddy fields, plantations, fields and forests. The land in
the village of Kebondowo has a low diversity index is 1.8, 2.04, 1.5 and 1.39.
Keywords: land use, vegetation, Kebondowo Village.
Pendahuluan
Danau Rawa Pening berada dalam provinsi Jawa Tengah,Desa Bukit Cinta,
Kabupaten Ambarawa, berjarak 45 KM dari Semarang, yang diapit lereng gunung
Merbabu, gunung Telomoyo, gunung Ungaran, dan gunung Kendali Solo. Danau
Rawa Pening tersebut mencakup 4 wilayah kecamatan yaitu Ambarawa, Bawen,
Tuntang, dan Banyubiru. Danau Rawa Pening dimanfaatkan diantaranya sebagai
daerah tangkapan air, sumber listrik tenaga air (PLTA), sumber eceng gondok
(Eichhornia crassipes), perikanan, sumber tanah gambut, irigasi bagi para petani,
area pemancingan alam, dan sektor pariwisata (Sittadewi, 2008).
Danau Rawa Pening mengalami berbagai masalah lingkungan seperti
peningkatan populasi Eceng Gondok (Eichhornia crassipes), penurunan kualitas air,
eutrofikasi hingga sedimentasi yang dapat menyebabkan pendangkalan pada
danau sehingga danau tidak mungkin lagi dapat mempertahankan fungsinya sesuai
dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development).
Sedimentasi merupakan salah satu masalah utama pada danau Rawa Pening
(Sutarwi, 2008), yang telah berlangsung selama kurang lebih tiga dekade (Balitbang
Prov. Jateng, 2004) menyebabkan Danau Rawa Pening mengalami penurunan
fungsi.Tingkat laju erosi tanah pada Danau Rawa Pening termasuk kategori berat
dengan laju erosi 180-480 ton/ha/th (Sutarwi, 2008).
Sedimentasi sendiri berasal dari 2 sumber yaitu dari dalam danau atau
badan air danau dan dari luar danau yaitu lahan sekitar. Dari dalam danau atau
badan air, sedimentasi dapat disebabkan oleh penyuburan atau eutrofikasi yang
6
berdampak pada blooming alga dan peningkatan populasi tumbuhan tertentu,
seperti eceng gondok.
Faktor yang menyebabkan tingginya laju sedimentasi pada danau lebih
banyak bergantung pada bagian luar danau meliputi kondisi tanah, penggunaan
lahan dan kondisi tegakan atau vegetasi. Kondisi atau tekstur tanah adalah kondisi
fisik tanah meliputi kekuatan atau keremahan tanah, porositas tanah dan tingkat
permeabilitas tanah. Tata guna lahan adalah kondisi pemanfaatan tanah untuk
aktifitas manusia seperti pertanian, perkebunan, hutan dan pemukiman.
Penggunaan lahan yang memiliki kontribusi secara konservasiyaitu penggunaan
lahan yang tepat sesuai peruntukkannya mengikuti kondisi ketinggian lahan,
kemiringan lahan dan jenis tanah. Tegakan atau vegetasi adalah tutupan pada
lahan yang terdiri atas 5 kelompok yaitu pepohonan, epifit, herba, semak dan
sapihan (Syafiuddin, 1990). Tekstur atau partikel tanah tergantung pada
keberadaan vegetasi, sebab vegetasi akan membentuk zona rhizosfer atau daerah
perakaran kuat pada tanah dan membantu penyerapan air. Sehingga, kondisi
vegetasi yang baik tentu akan membentuk struktur tanah yang kokoh, sumber
penyerapan air tanah yang akhirnya meminimalisir sedimentasi. Tak keberadaan
vegetasi, tata guna lahan yang baik dan tepat juga berpengaruh pada kondisi
tanah. Tata guna lahan disebut tepat atau baik apabila sesuai dengan
peruntukkannya. Semisal, pada lahan miring disarankan untuk tidak menanam
atau membentuk kultur pertanian yang hasil panennya berada pada akar seperti
singkong, ubi jalar, kentang, sebab proses pemanenan bersifat membongkar tanah
dan menyebabkan tanah menjadi remah dan mudah terbawa aliran air.
Pada pengelolaan ekosistem secara adaptif berdasarkan konsep
pembangunan berkelanjutan (sustainable development), dilakukan pemantauan
atau monitoring untuk melihat kondisi lingkungan secara riil dan
berkesinambungan agar dapat meminimalisir kerusakkan pada lingkungan.
Pemantauan atau monitoring pada kondisi tanah, vegetasi dan penggunaan lahan
disebut evaluasi tata guna lahan atau evaluasi lahan.
Evaluasi tata guna lahan digunakan sebagai satu implementsi dari
pengelolaan ekosistem secara adaptif sebagai alat atau metode untuk memantau
atau memonitoring ketepatan fungsi lahan pada suatu daerah atau kawasan.
Evaluasi tata guna lahan meliputi parameter ketepatan fungsi lahan dan vegetasi
sebagai aspek lingkungan sebagai sumber daya alam serta sosial ekonomi
penduduk seperti jumlah penduduk desa, jenis pekerjaan, dan jenjang pendidikan
yang mempengaruhi penggunaan lahan, vegetasi dan kondisi tanah. Vegetasi
dilakukan dalam evaluasi tata guna lahan untuk memantau jenis dan banyaknya
vegetasi dalam suatu kawasan.
7
Danau Rawa Pening adalah danau yang secara administratif dikelilingi oleh
15 desa, salah satunya adalah Desa Kebondowo. Desa Kebondowo merupakan
desa yang terletak di Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah
dengan luas wilayah 694.600 ha. (Profil Desa Kebondowo th. 2012). Desa
Kebondowo berada tepat di pinggir Danau Rawa Pening dan termasuk areal desa
yang berada di Kecamatan Banyubiru yang merupakan daerah konservasi dalam
rangka pemeliharaan danau Rawa Pening (Mitchell et al 2003), serta memiliki
prioritas dalam program swasembada pangan, yaitu produksi beras. Desa
Kebondowo juga merupakan desa yang penduduknya ikut berpartisipasi dalam
memanfaatkan eceng gondok sebagai sumber penghasilan dan bahan baku
kerajinan tangan. Aktifitas penduduk Desa Kebondowo tentu mempengaruhi
kondisi fisik lingkungan yang terus mengalami perubahan, yang cenderung pada
kerusakan lingkungan.
Dampak dari aktifitas penduduk dan perubahan yang mengikuti menjadi
dasar pentingnya dilakukan monitoring atau evaluasi tata guna lahan pada Desa
Kebondowo untuk dilakukan dan mengetahui kondisi riil yang terbaru. Evaluasi
tata guna lahan penting dilakukan untuk mengetahui jenis penggunaan lahan,
kesesuaian lahan dengan jenis tegakkan yang ditanam dari fungsi ekologis. Hal
tersebut dapat membantu mengungkapkan kondisi lahan dan tanah. Kondisi yang
diperoleh dapat juga membantu menjelaskan bagaimana sedimentasi berat dapat
terjadi di Rawa Pening.
Metode penelitian
Lokasi dan Waktu penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru,
Kabupaten Semarang. Penelitian dilakukan selama bulan Februari-April, 2012.
Bahan penelitian
Bahan atau objek penelitian yaitu penggunaan lahan di Desa Kebondowo
dan vegetasi tiap jenis tata guna lahan di Desa Kebondowo. Data penggunaan
lahan berupa data primer yaitu pengamatan langsung pada lokasi sampel dan data
sekundermengenai penggunaan lahan dengan perbandingan waktu dari tahun
2003, 2008 dan 2012. Studi pustaka dilakukan untuk melengkapi data sekunder
yang berhubungan dengan kelengkapan evaluasi tata guna lahan yaitu data
monografi meliputi jumlah penduduk, mata pencaharian atau pekerjaan, tingkat
pendidikan penduduk Desa Kebondowo dengan perbandingan waktu dari tahun
2003, 2008, dan 2012.
8
Vegetasi dilakukan dengan 2 metode yaitu observasi atau pengamatan
jenis-jenis tumbuhan pada tiap penggunaan jenis lahan di Desa Kebondowo dan
metode analisis vegetasi pada lahan hutan dengan parameter kerapatan,
frekuensi, dominansi, dan nilai penting dari kondisi vegetasi lahan hutan.
Metode Penelitian
Penggunaan lahan diperoleh dengan data primer dan data sekunder. Data
primer penggunaan lahan diperoleh dengan metode garis transek atau garis
imajiner dan wawancara. Garis transek merupakan garis khayal atau garis imajiner
yang menghubungkan lokasi dengan ketinggian tertinggi hingga lokasi dengan
ketinggian terendah yang mencangkup atau merepresentatifkan tiap penggunaan
lahan, sehingga dapat mewakili setiap jenis penggunaan fungsi lahan. Wawancara
dilakukan untuk mendapatkan data yang menunjang hasil observasi kepada
beberapa pihak terkait seperti Kepala Desa, Kepala Dusun, dan penduduk. Data
sekunder pengggunaan lahan dilakukan melalui studi pustaka meliputi luas
penggunaan tiap lahan, penggunaan lahan dan konversi lahan dilihat dari tahun
2003, 2008, dan 2012, serta data monografi Desa Kebondowo meliputi jumlah
populasi penduduk, mata pencaharian atau pekerjaan penduduk, dan pendidikan
penduduk dengan perbandingan tahun 2003, 2008 dan 2012.
Data vegetasi diperoleh dengan 2 metode yaitu metode observasi pada
tiap jenis penggunaan lahan (inventarisasi) dan analisis vegetasi pada lahan hutan
dengan parameter kerapatan, frekuensi, dominansi, dan nilai penting dari kondisi
vegetasi lahan hutan.
Analisis vegetasi diperoleh dengan metode berpetak dengan luas petak
ukur 20m x 20m. Sample diambil sebanyak 100% untuk lahan kurang dari 100 ha,
10% untuk lahan 100-500 ha dan 5-10% untuk lahan seluas 500-1000 ha
(Syafiuddin, 1990).
Hasil yang didapatkan kemudian dihitung kerapatan, kerapatan relatif,
dominansi, dominansi relatif, frekuensi, frekuensi relatif dan nilai penting dengan
rumus sebagai berikut:
Jumlah individu
Kerapatan =
Luas petak ukur
Kerapatan satu jenis
Kerapatan relatif = x 100%
Kerapatan seluruh jenis
9
Jumlah petak penemuan suatu jenis Frekuensi =
Jumlah seluruh petak
Frekuensi suatu jenis
x 100% Frekuensi relatif = Frekuensi seluruh jenis
Luas penutupan suatu jenis Dominansi =
Luas petak
Dominansi suatu jenis
Dominansi relatif = x 100% Dominansi seluruh jenis
Nilai penting = Kerapatan relatif + Frekuensi relatif +
Dominansi Relatif
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (Brower dkk, 1977)
H' = pipi ln. Nnipi /
Di mana :
H' = Indeks keanekaragaman
ni = Nilai penting jenis ke-
N = Jumlah nilai penting semua jenis
Michael (1995), mengelompokkan indeks keanekaragaman menjadi 3,
yaitu apabila nilai H' ≤ 1,5, maka tingkat keanekaragaman rendah; bila nilai 1,5 < H'
≤ 3,5, maka tingkat keanekaragaman sedang; dan bila nilai H' > 3,5, maka tingkat
keanekaragaman tinggi.
10
Hasil
Hasil penelitian yang diperoleh terdiri atas dua bagian yaitu, penggunaan lahan
dan vegetasi, serta dilengkapi dengan data sekunder mengenai data monografi
Desa Kebondowo meliputi jumlah penduduk, pekerjaan dan tingkat pendidikan
dengan perbandingan dari tahun 2003, 2008 dan 2012.
Penggunaan Lahan
Hasil observasi penggunaan lahan pada tahun 2012, dengan metode garis transek
serta data sekunder terdiri atas 6 jenis yaitu sawah, pemukiman, tegalan, hutan,
perkebunan dan kategori lain-lain seperti jalan raya, jalan perkampungan,
kuburan, sungai, lahan kosong dan lahan pasang surut yang tidak berbeda dengan
penggunaan lahan tahun 2003 dan tahun 2008. Tiap jenis pengggunaan lahan dan
luasannya dari tahun 2003, 2008 dan 2012 dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Penggunaan Lahan dari Tahun 2003, 2008 dan 2012.
Jenis Lahan Luas Lahan (Ha)
2003 2008 2012
Sawah 72,692 72,692 72,692
Pemukiman 108,91 121,67 162,17
Tegalan 255,85 256 288,2
Hutan 3 3 3
Perkebunan 0 3 12,1
Lain-lain 251,15 235,24 153,44
Sumber: Profil Desa Kebondowo Th. 2003, 2008, 2012.
Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa terjadi penambahan tata guna lahan yaitu
perkebunan dari tahun 2008 dan 2012, yang tidak dimiliki oleh tahun 2003 dan
terjadi perluasan fungsi lahan yaitu pada fungsi lahan pemukiman, tegalan dan
perkebunan. Perubahan lahan areal pemukiman dari tahun 2003 ke tahun 2008
naik menjadi 12,76 ha atau sebesar 11.72%, dan pada tahun 2008-2012 naik
menjadi 40,5 ha atau sebesar 33.86%. Perubahan lahan areal tegalan dari tahun
2003-2008 yaitu sebesar 0,15 ha, sedangkan 2008-2012 terjadi perubahan luas
lahan sebesar 32,2 ha. Perubahan luas lahan areal perkebunan dari tahun 2003-
2008 yaitu 3 ha, sedangkan dari 2008-2012 sebesar 9,1 ha. Perubahan luas lahan
pemukiman, tegalan dan perkebunan diambil dari lahan kategori lain-lain, yakni
berupa lahan atau bangunan kosong milik pemerintah yang kemudian
dipergunakan secara bebas oleh masyarakat setempat untuk dibangun rumah
(pemukiman), menjadi tegalan dan perkebunan.
11
Gambar 1. Kenaikan luasan fungsi lahan pemukiman, tegalan dan perkebunan
108.91 121.67
162.17
255.85 256
288.2
0 3 12.1
0
50
100
150
200
250
300
350
2003 2008 2012
Luas
Lah
an
Tahun
Pemukiman
Tegalan
Perkebunan
12
Vegetasi
Vegetasi dilakukan dengan metode observasi atau inventaris dari tiap penggunaan
lahan di Desa Kebondowo dan metode analisis vegetasi pada lahan hutan. Jenis
vegetasi hasil inventaris pada tiap penggunaan lahan ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Vegetasi pada Tiap Jenis Penggunaan Lahan Tahun 2012.
No Jenis Lahan Jenis Vegetasi Famili Keterangan
1 Sawah Oryza sativa (Padi) Poaceae ++++
Musa paradisiaca (Pisang) Musaceae +
Colocasia giganteum (Talas) Araceae ++
Cyperus elatus Cyperaceae ++
Cyperus brevifolius Cyperaceae ++
Mimosa pudica Fabaceae ++
Manihot esculenta (Singkong) Euphorbiaceae ++
2 Pemukiman Plumeria acuminata (Kamboja) Apocynaceae ++
Dimocarpus longan (Kelengkeng) Sapindaceae +++
Gnetum gnemon (Melinjo) Gnetaceae +++
Casuaria equisetifolia (Cemara) Casuarinaceae +
Mangifera indica (Mangga) Anacardiaceae +++
Rosa sp. (Mawar) Rosaceae +
Averrhoa carambola (Belimbing) Oxalidaceae +
Opuntia vulgaris (Kaktus) Cactaceae +
Adenium obesum (Kamboja
Jepang) Apocynaceae
+
Allium fistulotum (Bawang Daun) Liliaceae ++
3 Tegalan Gnetum gnemon (Melinjo) Gnetaceae ++
Dimocarpus longan (Kelengkeng) Sapindaceae +++
Spondias dulcis (Kedondong) Anarcadiaceae +
Colocasia giganteum (Talas) Araceae ++++
Manihot esculenta (Singkong) Euphorbiaceae ++
Tectona grandis (Jati) Verbenaceae +++
Durio zibethinus (Durian) Bombacaceae ++
Curcuma longa (Kunyit) Zingiberaceae ++
Zingiber officinale (Jahe) Zingiberaceae ++
Kaempferia galanga (Kencur) Zingiberaceae +
4 Perkebunan Zea mays (Jagung) Poaceae +++
Manihot esculenta (Singkong) Euphorbiaceae +++
Coffea arabica (Kopi) Rubiaceae ++++
13
5 Hutan Tectona grandis (Jati) Verbenaceae ++++
Durio ziethinus (Durian) Bombacaceae +++
Dimocarpus longan (Kelengkeng) Sapindaceae ++
Gnetum gnemon (Melinjo) Gnetaceae ++
Coffea arabica (Kopi) Rubiaceae +++
Paraserianthes falcataria (Sengon) Leguminosae ++++
Cocos nucifera (Kelapa) Araceae +++
Elaeis guineensis (Kelapa Sawit) Araceae ++
Carica papaya (Pepaya) Caricaceae +++
Swietenia mahagoni (Mahoni) Meliaceae ++
Mangifera indica (Mangga) Anarcadiaceae ++
Arenga pinnata (Aren) Arecaceae ++
Persea americana (Apokat) Lauraceae +
Artocarpus heterophyllus (Nangka) Moraceae ++
Moringa oleifera (Kelor) Moringaceae +
Punica granatum (Delima) Punicaceae +
Terdapat 28 jenis tumbuhan dari seluruh tiap jenis penggunaan lahan yaitu
lahan sawah, pemukiman, tegalan, perkebunan dan hutan. Inventarisasi bagi lahan
pemukiman diambil sebanyak 50% sampel dari 191 rumah yang terletak di Dusun
Pundan yaitu sebanyak 96 rumah. Masing-masing lahan memiliki tumbuhan yang
mendominansi. Tanaman dominansi pada sawah yaitu padi, diikuti pisang dan talas
yang dibiarkan tumbuh di jalan pematang sawah oleh pemilik sawah atau petani.
Tanaman dominansi pada lahan pemukiman yaitu kelengkeng, melinjo dan
mangga, pada lahan tegalan yaitu talas, kelengkeng dan jati, pada lahan
perkebunan yaitu kopi, singkong dan jagung, dan pada lahan hutan yaitu jati,
sengon, durian, kopi dan kelapa.
Hasil data vegetasi pada lahan hutan diperoleh berdasarkan tingkat
ketinggian. Berdasarkan survey, terdapat 4 ketinggian yaitu ketinggian 760 mdpl,
780 mdpl, 800 mdpl dan 820 mdpl. Lahan hutan di Desa Kebondowo terdapat pada
Dusun Jrakah yang memiliki ketinggian 730-820 mdpl dengan luas areal hutan
sebanyak 3 Ha, sehingga pengambilan sampel sebanyak 100%. Data vegetasi pada
lahan hutan ditampilkan oleh Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5 dan Tabel 6.
14
Tabel 3. Analisis vegetasi pada lahan hutan pada ketinggian 760 mdpl.
Jenis Tumbuhan Jumlah K Kr F Fr D Dr NP
Jati (Tectona grandis) 28 43.75 19.05 0.5625 18.37 7.35 11.48 48.90
Durian (Durio zibethinus) 9 14.06 6.12 0.25 8.16 3.7 5.78 20.07
Sengon (Paraserianthes
falcatarina) 67 104.69 45.58 0.875 28.57 16.2 25.31 99.46
Mahoni (Swietenia
mahogani) 15 23.44 10.20 0.5 16.33 8.4 13.13 39.66
Nangka (Artocarpus
heterophyllus) 1 1.56 0.68 0.0625 2.04 0.41 0.64 3.36
Kelapa (Elaeis gueeninsis) 4 6.25 2.72 0.125 4.08 1.56 2.44 9.24
Pepaya (Carica papaya) 6 9.38 4.08 0.125 4.08 1.33 2.08 10.24
Aren (Arenga pinnata) 5 7.81 3.40 0.1875 6.12 1.3 2.03 11.56
Mangga (Mangifera
indica) 1 1.56 0.68 0.0625 2.04 0.17 0.27 2.99
Alpukat (Persea
americana) 1 1.56 0.68 0.0625 2.04 0.11 0.17 2.89
Melinjo (Gnetum gnemon) 10 15.63 6.80 0.25 8.16 1.36 2.13 17.09
Sumber: Data primer Th. 2012.
Ket: K:Kerapatan, KR: Kerapatan relatif, F: Frekuensi, FR: Frekuensi relatif, D: Dominansi,
DR: Dominansi relatif, INP: Indeks Nilai Penting.
Pada ketinggian 760 mdpl dengan luas lahan 10800 m2 (27 plot), terdapat
11 jenis tumbuhan atau vegetasi yang terdiri atas jati, durian, sengon, mahoni,
nangka, kelapa, pepaya, aren, mangga, alpukat, dan melinjo.
15
Tabel 4. Analisis vegetasi pada lahan hutan pada ketinggian 780 mdpl.
Jenis Tumbuhan Jumlah K Kr F Fr D Dr NP
Jati (Tectona grandis) 21 29.17 19.44 0.61 25.57 12.8 0.31 45.33
Durian (Durio zibethinus) 2 2.78 1.85 0.06 2.32 1.4 0.03 4.21
Sengon (Paraserianthes
falcatarina) 48 66.67 44.44 0.83 34.87 10.46 0.26 79.57
Mahoni (Swietenia
mahogani) 18 25.00 16.67 0.39 16.27 8.19 0.20 33.14
Nangka (Artocarpus
heterophyllus) 1 1.39 0.93 0.06 2.32 0.43 0.01 3.26
Kelapa (Elaeis gueeninsis) 1 1.39 0.93 0.06 2.32 0.34 0.01 3.26
Pepaya (Carica papaya) 6 8.33 5.56 0.11 4.65 2.8 0.07 10.27
Aren (Arenga pinnata) 4 5.56 3.70 0.11 4.65 1.9 0.05 8.40
Alpukat (Persea americana) 1 1.39 0.93 0.06 2.32 0.3 0.01 3.26
Melinjo (Gnetum gnemon) 6 8.33 5.56 0.11 4.65 2.1 0.05 10.26
Sumber: Data primer Th. 2012.
Pada ketinggian 780 mdpl dengan luas lahan 6400 m2 (16 plot), terdapat 10 jenis
tumbuhan atau vegetasi yang terdiri atas jati, durian, sengon, mahoni, nangka,
kelapa, pepaya, aren, alpukat dan melinjo.
Tabel 5. Analisis vegetasi pada lahan hutan pada ketinggian 800 mdpl.
Jenis Tumbuhan Jumlah K Kr F Fr D Dr NP
Jati (Tectona grandis) 18 16.67 16.07 0.37 65.93 12.12 0.33 82.33
Sengon (Paraserianthes
falcatarina) 74 68.52 66.07 0.89 158.22 21.8 0.60 224.90
Mahoni (Swietenia
mahogani) 6 5.56 5.36 0.19 32.96 0.75 0.02 38.34
Kelapa (Elaeis gueeninsis) 1 0.93 0.89 0.04 6.59 0.24 0.01 7.49
Pepaya (Carica papaya) 6 5.56 5.36 0.11 19.78 0.26 0.01 25.14
Alpukat (Persea americana) 1 0.93 0.89 0.04 6.59 0.16 0.00 7.49
Melinjo (Gnetum gnemon) 1 0.93 0.89 0.04 6.59 0.24 0.01 7.49
Kopi (Coffea arabica) 5 4.63 4.46 0.11 19.78 0.71 0.02 24.26
Sumber: Data primer Th. 2012.
Pada ketinggian 800 mdpl dengan luas lahan 7200 m2 (18 plot), terdapat 8 jenis
tumbuhan atau vegetasi yang terdiri atas jati, sengon, mahoni, kelapa, pepaya,
alpukat, melinjo dan kopi.
16
Tabel 6. Analisis vegetasi pada lahan hutan pada ketinggian 820 mdpl.
Jenis Tumbuhan Jumlah K Kr F Fr D Dr NP
Jati (Tectona grandis) 22 39.29 27.85 0.57 28.29 12.77 28.27 84.41
Durian (Durio zibethinus) 1 1.79 1.27 0.07 3.54 0.42 0.94 5.74
Mahoni (Swietenia
mahogani) 37 66.07 46.84 0.57 28.29 17.10 37.86 112.98
Sengon (Paraserianthes
falcatarina) 11 19.64 13.92 0.64 31.82 11.50 25.46 71.21
Melinjo (Gnetum gnemon) 1 1.79 1.27 0.06 2.75 0.48 1.06 5.08
Kopi (Coffea arabica) 7 12.50 8.86 0.11 5.50 2.90 6.42 20.78
Sumber: Data primer Th. 2012.
Pada ketinggian 820 mdpl dengan luas lahan 5600 m2 (14 plot), terdapat 8 jenis
tumbuhan atau vegetasi yang terdiri atas jati, sengon, mahoni, durian, melinjo dan
kopi.
Perhitungan indeks Shannon-Wienner pada lahan hutan menunjukkan
angka yang hampir sama yaitu tingkat rendah.
Tabel 7. Indeks Shannon-Wienner pada lahan hutan di berbagai ketinggian
Ketinggian Indeks Shannon-Wienner
760 mdpl 1.8
780 mdpl 2.04
800 mdpl 1.5
820 mdpl 1.39
Tumbuhan dominansi pada lahan hutan yaitu sengon, mahoni dan jati. Dominansi
lahan oleh 3 jenis tumbuhan tersebut berkenaan dengan sejarah atau histori dari
regulasi pemerintah pada jaman orde lama yang menetapkan Desa Kebondowo
sebagai penghasil produksi kayu keras untuk kebutuhan pembangunan.
Berdasarkan hasil observasi lapang mengenai kondisi hutan sebagai daerah
konservasi dan penyerapan air, kondisi hutan sangat memprihatinkan. Hal ini
disebabkan karena adanya penebangan pohon usia dibawah 10 tahun (Gambar 2)
dan pohon tingkat pancang atau pohon muda bahkan pohon tingkat tiang (Gambar
3), serta penambangan batu andesit tiap tahunnya (Gambar 4). Ini menyebabkan
kerapatan vegetasi menjadi remah dan tanah yang terbongkar menjadi mudah
17
untuk terbawa aliran air, terlebih pada musim hujan dengan kemiringan lahan yang
curam.
Gambar 2. Hasil pemotongan kayu usia dibawah 10 tahun
Pemotongan pohon di lahan hutan dilakukan oleh warga yang dimanfaatkan
menjadi kayu bakar untuk kebutuhan memasak atau dijual bagi warga yang
berprofesi sebagai pedagang kayu atau buruh bangunan. Pemotongan kayu ini
dilakukan hampir setip hari.
Gambar 3. Pemotongan pohon usia pancang – usia tiang
18
Pemotongan pohon juga dilakukan pada pohon usia muda atau permudaan pohon
dengan usia pancang – tiang. Kayu ini biasanya digunakan sebagai kayu bakar
untuk kebutuhan memasak.
Gambar 4. Penambangan batu andesit
Kondisi hutan semakin rusak dengan adanya penambangan batu andesit yang
dilakukan warga secara ilegal untuk diperjualbelikan. Penambangan batu andesit
termasuk pada penambangan galian C yang dilarang di Desa Kebondowo yang
termasuk kawasan konservasi. Penambangan ini menyebabkan tanah terbongkar
secara luas dan dalam, ditambah bongkaran tanah dibiarkan begitu saja dan tidak
adanya pengembalian tutupan tanah setelah penggalian yang menyebabkan
struktur tanah menjadi remah dan mudah terbawa aliran air.
19
Monografi Desa Kebondowo
Kependudukan
Data yang didapatkan mengenai jumlah penduduk pada tahun 2003 yaitu
sebanyak 6.310 jiwa, tahun 2008 yaitu sebanyak 6.718 jiwa dan tahun 2012 pada
bulan Maret yaitu 7.780 jiwa yang dapat dilihat pada Grafik 3.
Gambar 5. Jumlah Penduduk Desa Kebondowo tahun 2003, 2008 dan 2012
Sumber: BPS Kabupaten Semarang.
Berdasarkan data populasi Desa Kebondowo tahun 2003, 2008 dan 2012,
menunjukkan bahwa peningkatan populasi berbanding lurus dengan satuan waktu
(tahun). Peningkatan populasi dari tahun 2003-2008 sebanyak 408 jiwa atau
sebesar 6,45%, sedangkan peningkatan populasi dari tahun 2008-2012 sebanyak
1062 jiwa atau sebesar 15,8%.
6,310 6,718
7,780
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
2003 2008 2012
Jum
lah
Pe
nd
ud
uk
(jiw
a)
Tahun
20
Pekerjaan
Data yang didapat mengenai jumlah penduduk menurut mata pencaharian pada
tahun 2003, 2008 dan 2012 dapat dilihat pada Gambar 5, Gambar 6 dan Gambar 7.
Gambar 6. Persentase Pekerjaan Tahun 2003.
Jenis pekerjaan pada tahun 2003 terdapat 8 jenis pekerjaan dengan persentase
PNS 8.9%, ABRI 0.2%, wairaswasta 11.8%, tani 35.4%, pertukangan 4.4%,
pensiunan 4%, nelayan 4.4% dan jasa 30.9%.
Gambar 7. Persentase Pekerjaan Tahun 2008.
8.9% 0.2%
11.8%
35.4%
4.4%
4.0%
4.4%
30.9%
PNS
ABRI
Wiraswasta/Pedagang
Tani
Pertukangan
Pensiunan
Nelayan
Jasa
29.75%
14.46%
6.18%
9.30%
11.46%
6.69% Ibu rumah tangga
Buruh Tani
Petani
Pedagang/Wiraswasta
Karyawan Swasta
TNI/Polri
21
Jenis pekerjaan pada tahun 2008 terdapat 6 jenis pekerjaan dengan persentase ibu
rumah tangga 29.75%, buruh tani 14.46%, petani 6.18%, wiraswasta/pedagang
9.3%, karyawan swasta 11.46% dan TNI/Polri 6.69%.
Gambar 8. Persentase Pekerjaan Th. 2012.
Pekerjaan pada tahun 2012, bulan Maret sesuai dengan data sekunder terbaru dari
data kelurahan, terdapat 8 jenis pekerjaan yaitu karyawan dengan persentase
19.38%, wiraswasta 16.76%, petani 22.4%, pertukangan 2.14%, buruh tani 22.93%,
pensiunan 6.41%, nelayan 2.83% dan jasa 7.16%.
19.38%
16.76%
22.40% 2.14%
22.93%
6.41%
2.83% 7.16% Karyawan
Wiraswasta
Petani
Pertukangan
Buruh Tani
Pensiunan
Nelayan
Jasa
22
Pendidikan
Berdasarkan data monografi tingkat pendidikan penduduk Desa Kebondowo dari
tahun 2003, 2008 dan tahun 2012 rata-rata pendidikan terakhir yang ditempuh
adalah tingkat Sekolah Dasar (SD).
Gambar 9. Persentase Pendidikan Th. 2003
Gambar 10. Persentase Pendidikan Th. 2008.
Gambar 11. Persentase Pendidikan Th. 2012.
56% 27%
13%
4%
SD
SMP
SMA
S1
45%
35%
15%
5%
SD
SMP
SMA
S1
51%
29%
17%
3%
SD
SMP
SMA
S1
23
Pembahasan
Tata guna lahan dan vegetasi
Berdasarkan hasil data yang didapatkan mengenai tata guna lahan,
pemanfaatan lahan terdiri atas 6 jenis lahan yaitu lahan sawah, pemukiman,
tegalan, hutan, perkebunan dan kelompok lain-lain meliputi jalan raya, jalan
perkampungan, sungai, daerah pasang surut, dan lahan atau bangunan kosong.
Tabel 1 menunjukkan terjadi perubahan luasan tanah tiap tahunnya untuk 3 jenis
lahan, yaitu pemukiman, tegalan dan perkebunan.
Luas lahan sawah tdak mengalami perubahan disebabkan karena lahan
pada ketinggian paling rendah dan teririgasi oleh Danau Rawa Pening di Desa
Kebondowo yaitu 470 mdpl sudah maksimal terpakai sehingga tidak mengalami
perluasan lahan. Selain lahan sawah, lahan hutan tidak mengalami perubahan. Hal
ini disebabkan karena aturan Dinas untuk menjaga luas lahan hutan sebagai
daerah resapan air.
Luas jenis lahan pemukiman mengalami kenaikan luas lahan sebesar 12.76
ha atau 11.72% dari tahun 2003-2008 dan kenaikan luas lahan 40.5 ha atau 33.86%
dari tahun 200-2012. Kenaikan luas lahan ini berkaitan dan sesuai dengan data
pertambahan jumlah populasi yang semakin meningkat (Grafik 2). Peningkatan
jumlah populasi pada tahun 2008-2012 sebanyak 1062 jiwa atau sebesar 15.8%
yang signifikan dibanding tahun 2003 yang menyebabkan bertambahnya luasan
lahan pemukiman yang tinggi yaitu sebesar 33.86%.
Lahan tegalan juga mengalami perubahan luasan lahan dari tahun 2003-
2008 yaitu sebesar 0,15 ha, sedangkan 2008-2012 terjadi perubahan luas lahan
sebesar 32,2 ha. Perubahan lahan tegalan berdasarkan wawancara dengan
Sekretaris Desa Kebondowo dan penduduk sekitar, disebabkan oleh warga yang
mengubah area atau lahan kosong menjadi tegalan untuk ditanami oleh tanaman
atau sayuran kebutuhan pangan seperti kunyit, jahe, melinjo serta tanaman umbi-
umbian seperti singkong.
Selain pemukiman dan tegalan, lahan perkebunan juga mengalami
kenaikan luas dari tahun 2003-2008 yaitu 3 ha, sedangkan dari 2008-2012 sebesar
9,1 ha. Kenaikan luas lahan menjadi perkebunan, berdasarkan wawancara dengan
Sekretaris Desa Kebondowo, disebabkan oleh faktor ekonomi yang berkaitan
dengan sumber penghasilan atau tambahan penghasilan. Perkebunan ini ditanami
singkong, jagung dan kopi yang dapat dijual di pasar bagi mereka yang memiliki
pekerjaan sebagai pedagang.
Hasil data mengenai vegetasi di Desa Kebondowo menunjukkan bahwa
terdapat 28 jenis tumbuhan di semua jenis penggunaan lahan. Tumbuhan yang
mendominasi di Desa Kebondowo yaitu padi yang disebabkan oleh aturan
24
pemerintah bahwa Desa Kebondowo merupakan daerah swasembada pangan
yang memprioritaskan produksi pangan beras, pisang, talas, kelengkeng, melinjo,
mangga, talas, kelengkeng yang ditemukan banyak di daerah pemukiman,
kemudian jati, sengon, dan mahoni pada lahan hutan. Hal ini disebabkan karena
pada masa orde lama, Desa Kebondowo ditetapkan sebagai desa produsen kayu
hutan, sehingga penanaman jati, sengon dan mahoni merupakan tumbuhan yang
dominan di lahan hutan.
Keadaan lahan hutan, walau tidak mengalami penurunan luasan lahan, di
Desa Kebondowo yang berada di Dusun Jrakah sebagai daerah resapan air
tergolong mengkhawatirkan seperti yang ditunjukkan pada hasil analisis vegetasi
yang dihitung dengan indeks keragaman Shannon-Wienner dan hasil observasi
lapang. Indeks keragaman Shannon-Wienner pada masing-masing ketingian lahan
hutan 760 mdpl, 780 mdpl, 800 mdpl da 820 mdpl yaitu 1,8, 2,04, 1,5 dan 1, 39.
Kondisi hutan diperparah dengan adanya pemotongan pohon untuk kebutuhan
ekonomi penduduk, baik karena berkaitan dengan kebutuhan sehari-hari dan
terkait pekerjaan. Pemotongan pohon dilakukan oleh warga setiap hari dengan
usia pohon kurang dari 10 tahun sesuai anjuran pemerintah dan permudaan pohon
yaitu pohon usia tiang hingga pancang. Hal ini menyebabkan kuantitas dan
kerapatan vegetasi pada hutan terus berkurang, diperparah pemotongan pohon
usia pancang dan tiang yang semakin lambat atau terhambat untuk meregenerasi
tegakan atau vegetasi pada hutan.
Selain pemotongan pohon, pada lahan hutan Desa Kebondowo juga
mengalami penambangan batu andesit yang di kelompokkan pada penambangan
galian C, yang sebenarnya secara tegas diatur oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Semarang untuk tidak melakukan penambangan tersebut berkenaan dengan fungsi
kawasan Banyubiru sebagai daerah konservasi dan daerah penyerapan air.
Penambangan ini dilakukan secara ilegal oleh warga untuk diperjualbelikan sebagai
bahan bangunan atau fondasi rumah. Akibat dari penambangan ini, tanah yang
semula memiliki struktur yang kokoh menjadi terbongkar dan remah, sehingga
dapat dengan mudah terbawa aliran air, apalagi pada musim hujan. Penambangan
batu andesit ini juga memiliki implikasi pada pemotongan atau pembongkaran
tumbuhan yang tumbuh di atas lahan.
Kajian Masalah
Perubahan lahan yang besar pada lahan pemukiman, perkebunan dan
tegalan kemungkinan besar diduga karena populasi penduduk yang semakin
bertambah. Populasi yang semakin meningkat tentu akan mendesak lahan
pemukiman semakin melebar untuk kebutuhan tempat tinggal. Sedangkan lahan
25
perkebunan dan tegalan yang semakin bertambah luas disebabkan karena faktor
ekonomi penduduk Desa Kebondowo untuk menanam tumbuhan pangan seperti
singkong dan jagung sebagai pangan alternatif dan diversifikasi bahan dagangan di
pasar.
Lahan hutan sebagai daerah konservasi yang berfungsi sebagai daerah
resapan air memiliki kondisi yang mengkhawatirkan. Penebangan hutan tanpa
tebang pilih tanam dan penambangan batu andesit disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu terkait dengan kurangnya kesadaran penduduk, dan regulasi atau
aturan pemerintahan dan faktor ekonomi.
Kurangnya kesadaran penduduk terkait dengan pendidikan terakhir yang
rata-rata adalah lulusan SD. Penduduk kurang dengan adanya edukasi mengenai
pentingnya menjaga fungsi ekologi agar tetap lestari dan memberikan kebutuhan
yang dibutuhkan oleh manusia. Kurangnya peran Dinas atau Instansi pemerintah
juga menmbawa andil dari kondisi pendidikan penduduk dengan kurangnya
penyuluhan atau edukasi tentang pelestarian ekologi.
Lemahnya regulasi atau aturan pemerintah juga menjadi faktor tersendiri.
Penebangan hutan tidak memiliki aturan jelas, serta tidak adanya pengawasan
ketat dan pemberlakukan sanksi atas kesalahan seperti yang terjadi pada
penambangan galian C batu andesit.
Analisis Dampak
Kondisi hutan sebagai daerah resapan air di Desa Kebondowo sebagai
bagian dalam mempertahankan keberlangsungan fungsi Danau Rawa Pening
tergolong mengkhawatirkan mengingat penebangan pohon yang terus menerus
dan penambangan batu andesit yang berkontribusi pada sedimentasi Danau Rawa
Pening. Penebangan pohon secara terus menerus dan penebangan dilakukan
tanpa melihat usia pohon memiliki dampak jangka pendek maupun jangka
panjang. Dampak jangka pendek, hutan akan terus kehilangan kuantitas tegakan
dan mengalami penurunan luasan areal lahan tanpa adanya regenerasi dari
permudaan pohon karena pohon usia muda juga ditebangi untuk keperluan
konsumsi dan kayu bakar. Sedangkan, dampak jangka panjang, hutan akan
memeliki kerapatan yang rendah, bahkan memiliki indeks keragaman jenis yang
bepindah dari kategori sedang menjadi rendah dalam jangka waktu 5-10 tahun
kedepan. Akibatnya, banyak masalah lingkungan akan terjadi, seperti longsor dan
erosi, laju sedimentasi yang tinggi karena materi tanah terbawa aliran air dan
sungai, simpanan air tanah berkurang, sehingga bukan tidak mungkin lagi
beberapa mata air di Desa Kebondowo memiliki debit yang semakin menurun
26
bahkan mati/hilang. Padahal, berdasarkan wawancara, mata air digunakan warga
sebagai sumber air tawar, mandi dan mencuci.
Penambanagan galian C batu andesit juga memiliki dampak jangka pendek
dan dampak jangka panjang. Apalabila penambangan terus dilakukan, tanah akan
terus-menerus terbongkar dan semakin mempercepat berkurangnya kuantitas
tegakan, sedangkan dampak jangka panjangnya adalah tutupan tanah akan terkikis
terus menerus akibatnya tanah akan kehilangan kemampuannya untuk menyerap
air.
Penanggulangan Masalah
Masalah yang dialami lahan hutan Desa Kebondowo yang memiliki fungsi
vital bagi ekologi dan keberlangsungan Danau Rawa Pening agar tetap lestari yaitu
terkait penebangan pohon tanpa tebang pilih tanam dan penambangan batu
andesit galian C. Penanggulangan atau solusi bagi lahan kritis apalagi lahan hutan
konservasi sebagai daerah resapan air memerlukan perhatian dan tindakan
multisektor, baik lingkungan (ekologis), ekonomi, sosial dan stakeholders.
Dalam pengelolaan adaptif yang berkonsep pada pembangunan
berkelanjutan, terdapat beberapa metode untuk mengurangi keadaan tersebut
yakni dengan dilakukannya edukasi pada masyarakat secara menyeluruh dan terus
menerus, menjalin kerja sama dengan LSM-LSM terkait lingkungan hidup untuk
semakin membuka wawasan warga, peningkatan kinerja Dinas atau Instansi terkait
untuk mengawasi kondisi lapangan dan mengatur kembali perundang-undangan
atau aturan, dan melakukan monitoring pada kondisi lahan secara berkala.
Penanggulangan secara ekologis yaitu dengan adanya program konservasi
pada laha kritis seperti penanaman bibit tumbuhan produksi (sengon, jati dan
mahoni) secara berkala. Namun, tidak hanya penanaman yang dilakukan,
monitoring dan perawatan pada bibit juga harus dilakukan untuk memastikan
bahwa bibit dapat hidup.
Penanggulangan ekologis berdasarkan prinsip ekonomis juga dapat
melibakan metode remediasi lahan, yaitu metode penghijauan lahan kritis dengan
mengganti tumbuhan semak dengan tumbuhanyang memiliki nilai ekonomis
seperti cabai, tomat, terong dan tmun dengan tetap memperhatikan keberadaan
pohon utama untuk fungsi resapan.
27
Kesimpulan
Penggunaan lahan di Desa Kebondowo terdiri atas lahan sawah,
pemukiman, tegalan, hutan perkebunan dan kategori lain-lain (lahan kosong, jalan
raya, jalan kampung, sungai). Perubahan lajan terjadi pada lahan pemukiman,
tegalan dan perkebunan. Perubahan lahan areal pemukiman dari tahun 2003 ke
tahun 2008 naik menjadi 12,76 ha atau sebesar 11.72%, dan pada tahun 2008-
2012 naik menjadi 40,5 ha atau sebesar 33.86%. Perubahan lahan areal tegalan
dari tahun 2003-2008 yaitu sebesar 0,15 ha, sedangkan 2008-2012 terjadi
perubahan luas lahan sebesar 32,2 ha. Perubahan luas lahan areal perkebunan dari
tahun 2003-2008 yaitu 3 ha, sedangkan dari 2008-2012 sebesar 9,1 ha.
Kondisi vegetasi pada lahan hutan menunjukkan nilai indeks keragaman
yang rendah yaitu 1,8, 2,04, 1,5 dan 1,39.
28
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Pembimbing Drs.
Sucahyo, M.Sc. yang dengan sangat sabar membimbing penulis dalam melakukan
penelitian dan tahap penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada orang tua Drs. Sunandoro dan Ruslinda, serta keluarga Bethlehem N. D. A
dan T. Fitri Ratna Cempaka.
29
Daftar Pustaka
Anonim1. Balitbang Provinsi Jateng. 2004. Penelitian Karakteristik Danau Rawa
Pening.
Anonim2. Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang. 2003-2012. Kecamatan
Banyubiru dalam Angka.
Anonim2. Profil Desa Kebondowo. 2003, 2008 dan 2012. Kecamatan Banyubiru,
Kabupaten Semarang.
Aswandi., Harahap, R. M. S. 2006. Kajian Sistem Silvikultur dan Pertumbuhan
Hutan Bekas Tebangan pada Bergbagai Tipe Hutan di Sumatera Bagian
Utara. Dalam: Prosiding Seminar Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya
Hutan. Padang, 20 September 2006.
Brower, J. E., Zar, J. H. 1977. Field and Laboratory Methods for General Ecology.
WM. J. Brown Company Publishing. Iowa.
Kusmana, C., Istomo, Wilarso, S., Dahlan, E. N., Onrizal. 2004. Upaya Rehabilitasi
Hutan dan Lahan dalam Pemulihan Kualitas Lingkungan. Dalam: Seminar
Nasional Lingkungan Hidup dan Kemanusiaan. Jakarta, 4 Juni 2004.
Michael. Metode ekologi untuk penelitian lapangan dan laboratorium. 1995.
Jakarta: UI Press.
Mitchell, B., Setiawan, B., Rahmi, D. H. 2003. Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan. Edisi ke 3. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sittadewi, E. H. 2008. Pengaruh Kondisi Ekosistem Darat Koridor Sungai Terhadap
Rawa Pening. Teknik Lingkungan 4: 119-129.
Sutarwi. 2008. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air Danau dan Peran
Kelembagaan Informal. Program Pascasarjana Studi Pembangunan.
Salatiga.
Syafiuddin. 1990. Analisis Vegetasi di Gunung Enarotali.
Skripsi.(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/5807/1/0570040
20.pdf.