bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar...

257
Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019 Theta Margaritifera dan Heri Suprapto, Analisis Kapasitas Saluran... 188 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotann (Permen PU No. 12/PRT/M/2014), Penerbit Kementerian Pekerjaan Umum. Soemarto, C. D. 1999. Hidrologi Teknik Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta. Soewarno, 2014. Hidrologi: Aplikasi Metode Statistika untuk Analisa Data. Penerbit Graha Ilmu. Yogyakarta. Sosrodarsono, Suyono & Takaeda, Kensaku. 1993. Hidrologi Untuk Pengairan. Penerbit PT Pradnya Paramita. Jakarta. Subarkah, Imam. 1980. Hidrologi untuk Perencanan Bangunan Air. Penerbit Idea Dharma. Bandung. Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Penerbit Andi. Yogyakarta. Suroso. 2006. Kajian Kapasitas Sungai Logawa dalam Menampung Debit Banjir Menggunakan Hecras. Penerbit Unversitas Soedirman. Purwokerto. Triatmodjo, Bambang. 2010. Hidrologi Terapan. Penerbit Beta Offset. Yogyakarta.

Transcript of bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar...

Page 1: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Theta Margaritifera dan Heri Suprapto, Analisis Kapasitas Saluran... 188

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotann (Permen

PU No. 12/PRT/M/2014), Penerbit Kementerian Pekerjaan Umum.

Soemarto, C. D. 1999. Hidrologi Teknik Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Soewarno, 2014. Hidrologi: Aplikasi Metode Statistika untuk Analisa Data. Penerbit Graha

Ilmu. Yogyakarta.

Sosrodarsono, Suyono & Takaeda, Kensaku. 1993. Hidrologi Untuk Pengairan. Penerbit PT

Pradnya Paramita. Jakarta.

Subarkah, Imam. 1980. Hidrologi untuk Perencanan Bangunan Air. Penerbit Idea Dharma.

Bandung.

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Suroso. 2006. Kajian Kapasitas Sungai Logawa dalam Menampung Debit Banjir

Menggunakan Hecras. Penerbit Unversitas Soedirman. Purwokerto.

Triatmodjo, Bambang. 2010. Hidrologi Terapan. Penerbit Beta Offset. Yogyakarta.

Page 2: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Uni Handayani dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Saluran... 189

ANALISIS KAPASITAS SALURAN DRAINASE KELURAHAN GEDONG

PASAR REBO DENGAN MENGGUNAKAN HEC-RAS

Uni Handayani1

Haryono Putro2

1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

Abstrak Saluran drainase Kelurahan Gedong merupakan saluran air yang mengalir ke dua Kelurahan

yaitu Gedong dan Tengah serta dua Kecamatan yaitu Pasar Rebo dan Kramat Jati dengan

panjang segmen saluran yaitu 1,2 km, menurut warga sekitar sering terjadi banjir pada titik

banjir seperti di Jalan Ujung Gedong sehingga perlu dilakukannya analisis kapasitas saluran

drainase. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh debit kapasitas yaitu 2,002 sampai dengan

3,719 m3/s dengan rata-rata dimensi penampang berbentuk trapesium yaitu lebar penampang atas

1,94 m, lebar dasar saluran 1,32 m dan kedalaman 0,91 m. Debit banjir rencana yang mampu

mengalir pada saluran tersebut yaitu 2,318 sampai dengan 4,749 m3/s dengan periode ulang 10

tahun.

Kata Kunci: Saluran drainase Kelurahan Gedong, Debit, Hec Ras

PENDAHULUAN

Kawasan Jalan Ujung Gedong berada di Kelurahan Gedong Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta

Timur. Kawasan tersebut termasuk daerah pemukiman padat penduduk yang dilalui oleh

saluran drainase primer dengan titik awal di Jalan T. B. Simatupang pada koordinat

6°18'12.9"S 106°51'38.2"E yang mengalir ke sub DAS Ciliwung pada koordinat 6°17'34.6"S

106°52'03.6"E.

Menurut data Tim Pusdalops Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta,

Hujan deras yang mengguyur wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, 6 Desember 2015 sekitar

pukul 17.00 WIB sampai pukul 20.00 WIB, menyebabkan terjadinya titik genangan,

dibeberapa lokasi diantaranya yaitu Jalan Ujung Gedong, RT.004 RW.010, RT.009 RW.010,

genangan sekitar 40 cm.

Dimensi saluran drainase Jalan Ujung Gedong yaitu lebar ±1,8 m dan kedalaman saluran ±80

cm sudah tidak mampu menampung debit air yang masuk sehingga meluapnya air dari saluran

yang mengakibatkan terjadinya banjir. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut

maka dilakukan perencanaan ulang untuk saluran drainase. Tujuan dari penelitian ini adalah

merencanakan ulang kapasitas saluran drainase Kelurahan Gedong Kecamatan Pasar Rebo,

Jakarta Timur sehingga mampu menampung debit banjir yang ada dengan menggunakan

program HEC-RAS 4.1.0.

LITERATURE REVIEW

Analisis Hidrologi

Analisis data hidrologi digunakan untuk memperoleh besarnya debit banjir rencana. Debit

rencana merupakan debit maksimum rencana di sungai satau saluran dengan periode ulang

tertentu yang dapat dialirkan tanpa membahayakan lingkungan sekitar dan stabilitas sungai.

Analisis Curah Hujan Rencana

Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan dan analisis statistik

yang diperhitungkan dalam perhitungan debit banjir rencana. Data curah hujan yang dipakai

Page 3: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Uni Handayani dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Saluran... 190

untuk perhitungan debit banjir adalah hujan yang terjadi pada daerah aliran sungai pada waktu

yang sama.

Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh partikel air untuk mengalir dari titik

terjauh di dalam daerah tangkapan sampai titik yang ditinjau. Waktu konsentrasi bergantung

pada karakteristik daerah tangkapan, tataguna lahan, jarak lintasan air dari titik terjauh sampai

stasiun yang ditinjau (Bambang Triatmojo, 2008). Berikut ini adalah persamaan yang

digunakan untuk menghitung waktu konsentrasi:

tc =

0,3852

S1000

L0,87

(1)

Dimana:

tc : Waktu konsentrasi (jam)

L : Panjang sungai (km)

S : Kemiringan sungai

Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi air hujan persatuan waktu dengan satuan mm/jam. Besarnya

intensitas air hujan yang berbeda-beda disebabkan oleh lamanya hujan atau frekuensi

terjadinya hujan. Stasiun hujan yang terdapat di sekitar daerah perencanaan adalah stasiun

penakar hujan harian, oleh karena itu digunakan rumus mononobe untuk mendapatkan

intensitas hujan adalah sebagai berikut:

I = 3

2

24 24

24

R

t (2)

Dimana:

I : Intensitas curah hujan (mm/jam)

R24 : Curah hujan maksimum 24 jam (mm)

t : Lamanya curah hujan (jam)

Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran merupakan perbandingan antara jumlah air yang mengalir akibat

turunnya hujan di suatu daerah dengan jumlah air hujan yang turun pada daerah tersebut.

Besarnya koefisien pengaliran berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan pemanfaatan lahan

dan aliran sungai.

Penentuan nilai koefisien suatu pengaliran suatu daerah yang terdiri dari beberapa jenis tata

guna lahan ini dilakukan dengan mengambil rata-rata koefisien pengaliran dari setiap tata guna

lahan dengan menghitung bobot masing-masing bagian sesuai dengan luas daerah yang

diwakilinya.

C =

i

ii

A

AC (3)

Dimana:

C : Koefisien pengaliran rata-rata

Ai : Luas daerah masing-masing tata guna lahan

Ci : Koefisien pengaliran masing-masing tata guna lahan

Page 4: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Uni Handayani dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Saluran... 191

Debit Banjir Rencana

Menghitung debit banjir rencana digunakan metode rasional. Metode rasional banyak

digunakan untuk untuk memperkirakan debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan deras pada

daerah tangkapan (DAS) kecil. Pemakaian metode rasional sangat sederhana, dan sering

digunakan dalam perencanaan drainase perkotaan. Berikut ini adalah persamaan yang

digunakan untuk menghitung debit banjir rencana dengan menggunakan metode rasional dapat

dilihat pada persamaan (4) sebagai berikut.

Q = 0,278 × C × I × A (4)

Dimana:

Q : Debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan dengan intensitas, durasi dan frekuensi

tertentu (m3/det).

C : Koefisien aliran, tergantung pada jenis permukaan lahan yang nilainya dapat dilihat

pada tabel 2.11.

A : Luas daerah tangkapan (km2).

I : Intensitas hujan (mm/jam).

Analisis Hidrolika

Analisa hidrolika bertujuan untuk mengetahui kemampuan penampang dalam menampung

debit rencana. Analisa penampang saluran drainase primer Kelurahan Gedong menggunakan

dua metode, yaitu perhitungan manual dan perhitungan dengan menggunakan program HEC-

RAS. Hasil dari kedua metode tersebut kemudian dibandingkan dan akan mengetahui

penampang mana saja yang tidak dapat menampung debit rencana, serta akan dilakukan

perbaikan pada penampang tersebut.

Analisa Penampang Eksisting

Berikut ini adalah persamaan yang digunakan untuk merencanakan dimensi saluran:

Q = A × V (5)

Kecepatan alirannya menggunakan persamaan 6.

V = 2

1

3

2

SRn

1 (6)

Dimana:

Q : Debit aliran (m3/detik)

A : Luas penampang basah (m2)

V : Kecepatan aliran (m/detik)

R : Jari-jari hidrolis (m)

S : Kemiringan saluran

HEC-RAS 4.1.0

HEC-RAS 4.1.0 adalah sistem software terintegrasi, yang didesain untuk melakukan beraneka

macam tugas. Sistem ini terdiri dari interface grafik pengguna, komponen analisa hidrolika

terpisah, kemampuan manajemen dan tampungan data, fasilitas pelapor dan grafik.

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada saluran drainase Kelurahan Gedong dengan titik kordinat

6°18'4.50"S 106°51'46.09"T sampai 6°17'37.41"S 106°51'42.56"T di Kecamatan Pasar Rebo,

Jakarta Timur.

Adapun langkah-langkah kegiatan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 5: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Uni Handayani dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Saluran... 192

Mulai

Identifikasi Masalah

Analisis Hidrologi

Intensitas Hujan

Debit Rencana

Menghitung:

-Luas Daerah (A)

-Koefisien Pengaliran (C)

Data Curah Hujan Data Eksisting SaluranPeta Topografi

Curah Hujan Max.

Uji Kecocokan

Analisa pemodelan kapasitas

saluran penampang eksisting

dengan HEC-RAS

Debit Kapasitas

Selesai Gambar 1. Diagram Alir Analisis Kapasitas Saluran Drainase Kelurahan Gedong Pasar Rebo Dengan

Menggunakan Hec-Ras

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Hidrologi

Perhitungan curah hujan rencana dilakukan dengan menggunakan metode Log Pearson III

dengan mempertimbangkan metode ini dapat digunakan berbagai sebaran data, diantaranya

distribusi Normal, Gumbel, Log Normal, dan Log Pearson III. Pengujian kecocokan distribusi

dilakukan dengan menggunakan Uji Smirnov Kolmogorov.

Analisis hidrologi menggunakan metode Log Pearson III didapatkan curah hujan rencana

seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Curah Hujan Rencana dengan Metode Log Pearson III

No Kala

Ulang

Log

X Sd Kt Log Xt Xt

1 2 1,984 0,097 -0,142 1,970 93,273

2 5 1,984 0,097 0,773 2,059 114,455

3 10 1,984 0,097 1,339 2,114 129,886

4 25 1,984 0,097 2,009 2,179 150,884

5 50 1,984 0,097 2,482 2,225 167,718

6 100 1,984 0,097 2,933 2,268 185,525

Sumber: Hasil Perhitungan, 2017

Page 6: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Uni Handayani dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Saluran... 193

Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (1).

tc =

0,3852

0,0041000

779,10,87

= 0,866jam

Panjang saluran utama adalah 1,779 km dengan kemiringan 0,004 maka didapatkan waktu

konsentrasinya adalah 0,866 jam atau 41,273 menit.

Intensitas Hujan (I)

Perhitungan intensitas curah hujan menggunakan persamaan (2), dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Intensitas Curah Hujan

Titik

Tinjau

tc Kala Ulang (Tahun)

(jam) 2 5 10 25 50 100

P1 0,866 35,595 43,679 49,567 57,581 64,005 70,801

P2 0,840 36,335 44,586 50,597 58,777 65,335 72,272

P3 0,808 37,271 45,736 51,902 60,293 67,019 74,135

P4 0,779 38,178 46,849 53,165 61,760 68,650 75,939

P5 0,772 38,436 47,165 53,524 62,177 69,113 76,452

P6 0,739 39,576 48,564 55,111 64,021 71,164 78,720

P7 0,705 40,803 50,070 56,820 66,006 73,370 81,160

P8 0,619 44,536 54,650 62,018 72,045 80,083 88,585

P9 0,504 51,047 62,639 71,084 82,577 91,789 101,535

Sumber: Hasil Perhitungan, 2017

Koefisien Pengaliran

Perhitungan koefisien pengaliran, C dengan menggunakan persamaan (3) adalah sebagai

berikut:

C =

i

ii

A

AC =

67,0

34,0 = 0,52

Sehingga didapatkan koefisien pengaliran sebesar 0,52.

Debit Banjir Rencana Debit banjir rencana di saluran drainase Kelurahan Gedong dihitung dengan menggunakan

metode rasional. Debit banjir rencana dihitung dengan persamaan (4), dapat dilihat pada Tabel

3. Tabel 3. Debit Banjir Rencana Saluran Drainase Kelurahan Gedong

Titik Tinjau Koefisien

Pengaliran, C

Intensitas

Hujan (I)

Luas Lahan

(A)

Debit Banjir

Rencana (QR)

(mm/jam) (km2) (m

3/s)

P1 0,52 49,567 0,665 4,749

Page 7: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Uni Handayani dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Saluran... 194

Titik Tinjau Koefisien

Pengaliran, C

Intensitas

Hujan (I)

Luas Lahan

(A)

Debit Banjir

Rencana (QR)

(mm/jam) (km2) (m

3/s)

P2 0,51 50,597 0,625 4,447

P3 0,51 51,902 0,555 4,049

P4 0,51 53,165 0,518 3,882

P5 0,51 53,524 0,501 3,793

P6 0,50 55,111 0,466 3,560

P7 0,51 56,820 0,416 3,341

P8 0,52 62,018 0,301 2,702

P9 0,53 71,084 0,223 2,318

Sumber: Hasil Perhitungan, 2017

Analisis Hidrolika

Analisis Kapasitas Saluran Eksisting

Perhitungan penampang saluran eksisting menggunakan persamaan (5), dengan hasil yang

dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kapasitas Debit Penampang Saluran Drainase Kelurahan Gedong

Titik

Tinjau

Luas

Penampang,

A

Keliling

Basah,

P

Jari-jari

Hidrolis,

R

Koefisien

Manning,

n

Kemiringan,

S

Kecepatan,

V

Debit

Kapasitas,

Q

(m3) (m) (m) (m/s) (m

3/s)

P1 1,289 3,015 0,428 0,016 0,002 1,701 2,192

P2 1,212 2,937 0,413 0,016 0,002 1,652 2,002

P3 1,939 3,762 0,515 0,016 0,002 1,918 3,719

P4 1,361 3,138 0,434 0,016 0,002 1,701 2,315

P5 1,473 3,236 0,455 0,016 0,002 1,758 2,590

P6 1,661 3,428 0,485 0,016 0,002 1,844 3,064

P7 1,555 3,357 0,463 0,016 0,002 1,792 2,787

P8 1,498 3,233 0,463 0,016 0,002 1,799 2,695

P9 1,328 3,063 0,434 0,016 0,002 1,705 2,264

Sumber: Hasil Perhitungan, 2017

Analisa Penampang Eksisting dengan Program HEC-RAS 4.1.0

Analisa penampang eksisting dengan menggunakan program HEC-RAS 4.1.0 dilakukan

sebagai pendukung hasil analisa penampang eksisting manual dan hasil dari limpasan yang

terjadi pada saluran dapat ditampilkan secara visual dengan input data geometri alur saluran

drainase dan penampang melintang saluran. Input data debit aliran tunak dengan debit banjir

Page 8: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Uni Handayani dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Saluran... 195

rencana kala ulang 10 tahun. Berikut adalah contoh hasil analisa program HEC-RAS dapat

dilihat pada Gambar 2.

0.0 0.5 1.0 1.5 2.036.0

36.2

36.4

36.6

36.8

37.0

37.2

37.4

37.6

Lat 11 Skripsi tc baru Plan: Plan 01 P8

Station (m)

Ele

vation (

m)

Legend

WS Qr 10 th

Ground

Bank Sta

.016

0.0 0.5 1.0 1.5 2.030.0

30.1

30.2

30.3

30.4

30.5

30.6

30.7

30.8

30.9

31.0

31.1

Lat 11 Skripsi tc baru Plan: Plan 01 P1 Hilir

Station (m)

Ele

vation (

m)

Legend

WS Qr 10 th

Crit Qr 10 th

Ground

Bank Sta

.016

Gambar 2. Penampang Saluran Eksisting Hulu dan Hilir (P1)

Sumber: Hasil Analisis, 2017

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan dapat diambil kesimpulan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Berhitungan debit banjir rencana total dengan kala ulang 10 tahun sesuai dengan

ketentuan Permen PU No. 12/PRT/M/2014 tentang penyeleng-garaan sistem drainase

perkotaan ialah sebesar 4,749 m3/s dengan panjang saluran 1,8 km, catchment area 0,67

km2, kemiringan 0,004, intensitas hujan 49,567 mm/jam, dan waktu konsentrasi 0,866 jam

atau 41,273 menit dengan rincian debit banjir rencana disetiap titik tinjau seperti berikut:

titik P1 = 4,749 m3/s, P2 = 4,447 m

3/s, P3 = 4,049 m

3/s, P4 = 3,882 m

3/s, P5 = 3,793 m

3/s,

P6 = 3,560 m3/s, P7 = 3,341 m

3/s, P8 = 2,702 m

3/s, dan P9 = 2,318 m

3/s.

2. Berdasarkan perhitungan debit kapasitas tampung saluran Kelurahan Gedong pada titik P1

= 2,192 m3/s, P2 = 2,002 m

3/s, P3 = 3,719 m

3/s, P4 = 2,315 m

3/s, P5 = 2,590 m

3/s, P6 =

3,064 m3/s, P7 = 2,787 m

3/s, P8 = 2,695 m

3/s, dan P9 = 2,264 m

3/s.

Saran

Adapun beberapa saran yang diperlukan untuk penelitiannya selanjutnya adalah sebagai

berikut:

1. Sebaiknya pembagian segmen tinjau dilakukan dengan jarak yang berdekatan dan konstan

agar mendapatkan hasil perencanaan yang lebih detail dan akurat.

2. Berdasarkan hasil analisis terjadi dimpasan pada saluran, maka perlu dilakukan

perencanaan ulang.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Ruslin. “Evaluasi Perencanaan Ulang Saluran Drainase pada Kawasan Perumahan

Sawojajar Kecamatan Kedungkandang Kota Malang”. Tugas Akhir Universitas

Brawijaya. Malang. 2014

Ari, dkk. “Perencanaan Saluran Drainase Kawasan Komplek Perumahan Belimbing

Kecamatan Kuranji Kota Padang Sumatera Barat”. Universitas Bung Hatta. Padang

Elluisa, Debora. “Redesign Drainase di Perumahan Bukit Cengkeh II Kota Depok”. Tugas

Akhir Universitas Gunadarma. Depok. 2016

Haryoko, Limpat. “Evaluasi Dan Rencana Pengembangan Sistem Drainase di Kecamatan

Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung”. Universitas Malahayati. Bandar Lampung.

2013

Istiarto, “Simulasi Aliran 1-Dimensi Dengan Bantuan Paket Program Hidrodinamika Hec-

Ras”. Modul Pelatihan. Yogyakarta. 2014

Page 9: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Uni Handayani dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Saluran... 196

Kamiana, I Made. “Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air”. Graha

Ilmu. Yogyakarta. 2011

Rakisa. “Diguyur Hujan Semalam, 13 Jalan Protokol Ibu Kota Tergenang Banjir”. Diakses

Tanggal 3 Desember 2016. http://www.bangsaonline. com/ berita/21947/diguyur-hujan-

semalam-13-jalan-protokol-ibukota-tergenang-banjir

Suhendar, Ade. “Perencanaan Penampang Sungai Kali Laya Kota Depok”. Tugas Akhir

Universitas Gunadarma. Depok. 2016

Suratman. “Sore ini Jakarta diguyur Hujan Deras, Terpantau Sebanyak 69 Titik Genangan”.

Diakses Tanggal 3 Desember 2016. http://bpbd.jakarta. go.id/news/detail/945

Suripin. “Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan”. Andi. Jakarta. 2003

Triatmodjo, Bambang. “Hidrologi Terapan”. Beta Offset. Yogyakarta. 2008

Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) Bidang Pekerjaan Umum

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 12 /PRT/M/2014 Tentang

Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan

Page 10: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nurhidayah Tinia Lestari dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Inlet... 197

ANALISIS KAPASITAS INLET JALAN KOMJEN POL. M. JASIN

KELAPA DUA, DEPOK

Nurhidayah Tinia Lestari1

Haryono Putro2

1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

Abstrak Jalan Komjen Pol M. Jasin merupakan salah satu ruas jalan arteri di Kota Depok yang

menghubungkan Jalan Raya Bogor – Jalan Margonda Raya dan Jalan Lenteng Agung Raya. Menurut

keterangan warga serta keterangan beberapa media, ruas jalan tersebut mengalami banjir disaat

terjadi hujan. Sehingga, dilakukan analisis terhadap jaringan drainase untuk mengetahui penyebab

banjir tersebut. Hasil analisis kapasitas penampang saluran drainase ruas jalan tersebut dapat

menampung debit rencana untuk 10 tahun ke depan, sehingga dilakukan analisis kapasitas inlet dalam

mengalirkan air dari jalan menuju saluran drainase. Hasil analisis kapasitas inlet eksisting tidak

dapat menampung aliran untuk saat ini maupun 10 tahun ke depan. Dari hasil analisis dapat diketahui

penyebab terjadinya banjir pada ruas jalan ini yaitu kapasitas street inlet yang tidak memadai untuk

mengalirkan debit air dari jalan raya ke saluran drainase.

Kata Kunci: Jalan Komjen Pol M. Jasin, Kelapa Dua, Kota Depok, Street Inlet, Saluran Drainase.

PENDAHULUAN Jalan Komjen Pol M. Jasin merupakan salah satu ruas jalan di Kota Depok yang masih sering

mengalami genangan pada saat musim penghujan. Pada ruas jalan ini terdapat titik rawan

banjir yang yaitu di depan Rumah Sakit Bhayangkara Brimob yang terletak pada koordinat

garis lintang 6°21'19.42"S dan garis bujur 106°50'58.32"T.

]Dilansir dari surat kabar Sindonews.com, pada tahun 2012 tinggi genangan air yang terjadi di

ruas jalan tersebut akibat hujan selama 3 jam dengan intensitas curah hujan 70 mm/jam adalah

10 cm. Menurut surat kabar POSKOTANEWS, pada tahun ini genangan air yang terjadi di

ruas jalan tersebut setinggi 20 cm dengan lama hujan 1 jam. Penyebab terjadinya

permasalahan di ruas Jalan Komjen Pol M. Jasin diduga karena kapasitas inlet yang tidak

dapat menampung debit air hujan pada sisi jalan yang mengakibatkan air menggenang di

sepanjang jalan ketika hujan.

Meninjau dari permasalahan di atas perlu dilakukannya analisis jaringan drainase pada ruas

Jalan Komjen Pol M. Jasin guna terhindar dari bencana yang akan mengakibatkan kerugian

besar bagi masyarakat di sekitar.

Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk menganalisis jaringan drainase pada ruas Jalan Komjen

Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Depok.

LITERATURE REVIEW

Analisis Hidrologi

Analisis data hidrologi digunakan untuk memperoleh besarnya debit banjir rencana. Debit

rencana merupakan debit maksimum rencana di sungai satau saluran dengan periode ulang

tertentu yang dapat dialirkan tanpa membahayakan lingkungan sekitar dan stabilitas sungai.

Analisis Curah Hujan Rencana

Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan dan analisis statistik

yang diperhitungkan dalam perhitungan debit banjir rencana. Data curah hujan yang dipakai

Page 11: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nurhidayah Tinia Lestari dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Inlet... 198

untuk perhitungan debit banjir adalah hujan yang terjadi pada daerah aliran sungai pada waktu

yang sama.

Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh partikel air untuk mengalir dari titik

terjauh di dalam daerah tangkapan sampai titik yang ditinjau. Waktu konsentrasi bergantung

pada karakteristik daerah tangkapan, tataguna lahan, jarak lintasan air dari titik terjauh sampai

stasiun yang ditinjau (Bambang Triatmojo, 2008). Berikut ini adalah persamaan yang

digunakan untuk menghitung waktu konsentrasi:

tc =

0,3852

S1000

L0,87

(1)

Dimana:

tc : Waktu konsentrasi (jam)

L : Panjang sungai (km)

S : Kemiringan sungai

Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran merupakan perbandingan antara jumlah air yang mengalir akibat

turunnya hujan di suatu daerah dengan jumlah air hujan yang turun pada daerah tersebut.

Besarnya koefisien pengaliran berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan pemanfaatan lahan

dan aliran sungai.

Penentuan nilai koefisien suatu pengaliran suatu daerah yang terdiri dari beberapa jenis tata

guna lahan ini dilakukan dengan mengambil rata-rata koefisien pengaliran dari setiap tata guna

lahan dengan menghitung bobot masing-masing bagian sesuai dengan luas daerah yang

diwakilinya.

Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi air hujan persatuan waktu dengan satuan mm/jam. Besarnya

intensitas air hujan yang berbeda-beda disebabkan oleh lamanya hujan atau frekuensi

terjadinya hujan. Stasiun hujan yang terdapat di sekitar daerah perencanaan adalah stasiun

penakar hujan harian, oleh karena itu digunakan rumus mononobe untuk mendapatkan

intensitas hujan adalah sebagai berikut:

I = 3

2

24 24

24

R

t (2)

Dimana:

I : Intensitas curah hujan (mm/jam)

R24 : Curah hujan maksimum 24 jam (mm)

t : Lamanya curah hujan (jam)

Debit Banjir Rencana

Menghitung debit banjir rencana digunakan metode rasional. Metode rasional banyak

digunakan untuk untuk memperkirakan debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan deras pada

daerah tangkapan (DAS) kecil. Pemakaian metode rasional sangat sederhana, dan sering

digunakan dalam perencanaan drainase perkotaan. Berikut ini adalah persamaan yang

digunakan untuk menghitung debit banjir rencana dengan menggunakan metode rasional dapat

dilihat pada persamaan 3 sebagai berikut.

Q = 0,278 × C × I × A (3)

Page 12: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nurhidayah Tinia Lestari dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Inlet... 199

Dimana:

Q : Debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan dengan intensitas, durasi dan frekuensi

tertentu (m3/det).

C : Koefisien aliran, tergantung pada jenis permukaan lahan yang nilainya dapat dilihat

pada tabel 2.11.

A : Luas daerah tangkapan (km2).

I : Intensitas hujan (mm/jam).

Uji Keselarasan Distribusi

Metode Smirnov-Kolmogorof

Uji Smirnov-Kolmogorof sering disebut juga uji kecocokan non parametrik (non

parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Apabila

harga Δmaks yang terbaca pada kertas probabilitas lebih kecil dari Δkritis maka distribusi

teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima, apabila Δmaks

lebih besar dari Δkritis maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan

distribusi tidak dapat diterima.

Berikut ini adalah persamaan yang digunakan dalam uji keselarasan Smirnov-Kolmogorof,

yaitu:

Pt(x)Pe(x)Δmaks (4)

Dimana:

∆maks = Selisih data probabilitas dan empiris

Pe(x) = Peluang pengamatan

Pt(x) = Peluang teoritis

Tabel 1. Nilai Derajat Kepercayaan Uji Keselarasan Smirnov-Kolmogorof

Jumlah Data α Derajat Kepercayaan

0,20 0,20 0,05 0,01

5 0,45 0,51 0,56 0,67

10 0,32 0,37 0,41 0,49

15 0,27 0,30 0,34 0,40

20 0,23 0,26 0,29 0,36

25 0,21 0,24 0,27 0,32

30 0,19 0,22 0,24 0,29

35 0,18 0,20 0,23 0,27

40 0,17 0,19 0,21 0,25

45 0,16 0,18 0,20 0,24

50 0,15 0,17 0,19 0,23

N>50 1,07/n 1,22/n 1,46/n 1,63/n

Sumber : Soemarto, 1999

Analisis Hidrolika

Periode Ulang Minimum

Perencanaan drainase pada umumnya ditentukan dengan kala ulang yang digunakan

berdasarkan fungsi saluran serta tata guna lahan, misalnya 10 tahun, 25 tahun, 50 tahun, atau

100 tahun, sehingga drainase akan aman jika debit banjir yang terjadi tidak melebihi debit

banjir rencana kala ulang tersebut. Kriteria periode ulang dilihat pada tabel berikut ini:

Page 13: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nurhidayah Tinia Lestari dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Inlet... 200

Tabel 2. Kriteria Periode Ulang Saluran Drainase

No. Tata Guna

Lahan Periode Ulang

1 Jalan Tol 10 Tahun

2 Jalan Arteri 10 Tahun

3 Jalan Kolektor 10 Tahun

4 Jalan Biasa 10 Tahun

5 Perumahan 2 – 5 Tahun

6 Pusat

Perdagangan 2 – 10 Tahun

7 Pusat Bisnis 2 – 10 Tahun

8 Landasan

Terbang 5 Tahun

Sumber: SNI Perencanaan Sistem Drainase Jalan, 2006

Analisis Penampang Eksisting dengan Metode Manual

Analisa penampang eksisting dilakukan untuk mengetahui titik-titik yang memerlukan

penanganan atau perbaikan dengan membandingkan kapasitas debit yang mampu dialirkan

saluran eksisting terhadap debit banjir rencana yang telah diperhitungkan sebelumnya.

Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:

VAQ (5)

Dimana:

21

SRn

1V 3

2

(6)

Dengan:

Q = debit saluran (m3/s)

V = kecepatan aliran (m/s)

A = luas penampang basah (m2)

R = jari-jari hidrolis (m)

S = kemiringan dasar saluran

N = koefisien kekasaran manning

Analisis Kapasitas Inlet

Air hujan yang turun dipermukaan jalan akan masuk kesaluran drainase melalui inlet yang

dipasang pada tepi jalan, tepat dibawah kerb (curb). Agar debit air hujan dapat masuk kedalam

saluran drainase dengan lancar, maka diperlukan dimensi dan letak inlet yang tepat.

Untuk mengetahui kapasitas tampung curb inlet digunakan persamaan sebagai berikut:

jalanbahu saluraninlet Q-QQ (7)

Untuk tipe inlet tegak (curb opening inlet) Qbahu jalan dihitung dengan persamaan

2,64n

SSTkQ

21

L3

5

x3

8

njalanbahu (8)

83

21

L3

5

x3

8

n SSk

2,64QT

(9)

Dimana:

kn = konstanta ( det)/1,0 31

T = tinggi genangan

Sx = kemiringan melintang bahu jalan

SL = kemiringan memanjang jalan

Page 14: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nurhidayah Tinia Lestari dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Inlet... 201

Sedangkan, untuk menghitung kapasitas tampung grate inlet digunakan persamaan sebagai

berikut: 0,5

ggg )d(2gA0,67Q (10)

Dimana:

Qg = kapasitas tangkapan grate inlet (m3/detik)

dg = kedalaman genangan di bahu jalan (m) = TSx

Ag = luas ruang terbuka kisi (m2), total luas inlet dikurangi luas kisi

g = percepatan gravitasi (9,8 m/detik3)

METODE PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di ruas Jalan Komjen Pol. M. Jasin, Kelapa Dua, Kota Depok, Jawa

Barat.

Gambar 1. Batas Lokasi Penelitian

Adapun langkah-langkah kegiatan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Mulai

Identifikasi Masalah

Data Curah

Hujan

Peta

Topografi

Data

Eksisting

Analisis Hidrologi

Uji Keselarasan

Intensitas Hujan

Menghitung:

- Luas Daerah (A)

- Koefisien Pengaliran (C)

Q = 0,278 x C x I x A Qkapasitas

Q > Qkapasitas

Perencanaan Ulang

Saluran Drainase

Selesai

Analisis Kapasitas

Inlet

Tidak

Ya

Gambar 2. Diagram Alir Perencanaan Jaringan Drainase Jalan

Page 15: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nurhidayah Tinia Lestari dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Inlet... 202

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Parameter Statistik

Uji parameter statistik dilakukan pada data curah hujan ketiga stasiun hujan menggunakan

Metode Distribusi Normal, Metode Distribusi Log Normal, Metode Distribusi Gumbel, dan

Metode Distribusi Log Person III untuk menentukan sebaran hujan. Setelah itu dilakukan uji

dispersi untuk menentukan jenis metode sebaran hujan yang digunakan. Berikut ini adalah

hasil uji dispersi pemilihan metode jenis sebaran hujan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Perhitungan Menentukan Jenis Sebaran

No. Distribusi Persyaratan Hasil

Perhitungan Keterangan

1 Normal Cs ≈ 0 1,492 Tidak Memenuhi

Ck ≈ 3 6,401 Tidak Memenuhi

2 Gumbel Cs ≈ 1,14 1,492 Tidak Memenuhi

Ck ≈ 5,4 6,401 Tidak Memenuhi

3 Log Normal Cs = Cv

3 +3Cv = 0,175 0,147 Tidak Memenuhi

Ck = Cv8+6Cv

6+15Cv

4+16Cv

2+3 = 3,055 3,038 Tidak Memenuhi

4 Log Person III Selain nilai di atas

Memenuhi

Sumber : Hasil Perhitungan, 2017

Selain itu, dilakukan uji keselarasan menggunakan Metode Uji Smirnov Kolmogorof terhadap

4 metode tersebut. Berikut adalah hasil perhitungannya dalam Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Perhitungan Uji Smirnov-Kolmogorof

Distribusi Dmax Do Keterangan

Normal dan Gumbel 0,081 0,41 Diterima

Log Normal dan Log Person III 0,079 0,41 Diterima

Sumber : Hasil Perhitungan, 2017

Dari tabel di atas dapat diketahui metode yang digunakan dalam jenis sebaran hujan adalah

Metode Log Person III.

Analisis Hidrologi

Analisis hidrologi menggunakan metode Log Pearson III didapatkan curah hijan rencana pada

Tabel 5 Tabel 5. Curah Hujan Rencana dengan Metode Log Pearson III

No. Kala

Ulang Log X S K Log XT Xt

1 2 1,984 0,097 -0,148 1,969 93,149

2 5 1,984 0,097 0,769 2,058 114,351

3 10 1,984 0,097 1,339 2,114 129,896

4 25 1,984 0,097 2,018 2,180 151,196

5 50 1,984 0,097 2,498 2,226 168,329

6 100 1,984 0,097 3,401 2,314 205,996

Sumber: Hasil Perhitungan, 2017

Intensitas Hujan (I)

Perhitungan intensitas curah hujan menggunakan persamaan (2), dengan hasil sebagai berikut:

Page 16: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nurhidayah Tinia Lestari dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Inlet... 203

Tabel 6. Intensitas Curah Hujan

egmen tc

(jam)

R24

(mm)

Intensitas hujan

(mm/jam)

Ka1 3,226 129,896 20,626

Ka2 1,394 129,896 36,085

Ki1 3,225 129,896 20,630

Ki2 0,841 129,896 50,533

Sumber: Hasil Perhitungan, 2017

Debit Banjir Rencana (Q)

Perhitungan intensitas curah hujan menggunakan persamaan (3), dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 7. Debit Banjir Rencana Kala Ulang 10 Tahun

Segmen C I

(mm/jam) A (km

2)

Q

(m3/s)

Ka1 0,9 20,626 0,008 0,040

Ka2 0,9 36,085 0,003 0,028

Ki1 0,9 20,630 0,009 0,044

Ki2 0,9 50,533 0,003 0,040

Sumber: Hasil Perhitungan, 2017

Analisis Hidrolika

Analisis Penampang Saluran Eksisting

Perhitungan penampang saluran eksisting menggunakan persamaan (5), dengan hasil sebagai

berikut: Tabel 8. Debit Kapasitas Eksisting Saluran

Segmen A

(m2/s)

V

(m/s)

Q

(m3/s)

Ka1 0,456 0,147 0,067

Ka2 0,338 0,256 0,086

Ki1 0,408 0,146 0,060

Ki2 0,610 0,314 0,191

Sumber: Hasil Perhitungan, 2017

Hasil perbandingan debit kapasitas penampang saluran eksisting terhadap debit banjir rencana

dapat dilihat pada Tabel 9. sebagai berikut:

Tabel 9. Perbandingan Debit Kapasitas Eksisting Saluran Terhadap Debit Banjir Rencana

Segmen Qrencana

(m3/s)

Qkapasitas

(m3/s)

Keterangan

Ka1 0,040 0,067 Tidak Melimpas

Ka2 0,028 0,086 Tidak Melimpas

Ki1 0,044 0,060 Tidak Melimpas

Ki2 0,040 0,191 Tidak Melimpas

Sumber: Hasil Perhitungan, 2017

Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa saluran drainase eksisting dapat

menampung debit rencana sampai 10 tahun ke depan, sehingga diperlukan analisis lebih lanjut

terhadap penampang inlet saluran.

Page 17: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nurhidayah Tinia Lestari dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Inlet... 204

Analisis Penampang Inlet

Perhitungan penampang saluran eksisting menggunakan persamaan (7), (8), (9), dan (10),

dengan hasil sebagai berikut: Tabel 10. Debit Inlet Eksisting

Segmen SL SX Qkapasitas n kn T Qbahu jalan Qinlet

Ka1 0,0001 0,02 0,067 0,013 1 33,38 5,154 5,087

Ka2 0,0003 0,02 0,086 0,013 1 29,47 6,643 6,557

Ki1 0,0001 0,02 0,060 0,013 1 31,94 4,590 4,530

Ki2 0,0004 0,02 0,191 0,013 1 39,43 14,729 14,537

Sumber: Hasil Perhitungan, 2017

Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui kapasitas inlet yang ada di Jalan Komjen Pol. M.

Jasin tidak dapat menampung debit rencana untuk 10 tahun ke depan.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Banjir yang terjadi di Jalan Komjen Pol M. Jasin, Kelapa Dua, Kota Depok disebabkan oleh

penampang street inlet yang tidak mampu mengalirkan debit banjir yang ada.

2. Kapasitas saluran drainase Jalan Komjen Pol M. Jasin, Kelapa Dua, Kota Depok masih

memadai untuk perancanaan 10 tahun ke depan, sehingga tidak dilakukan perencanaan

ulang pada saluran drainase.

3. Kapasitas inlet drainase Jalan Komjen Pol M. Jasin, Kelapa Dua, Kota Depok tidak

memadai untuk perancanaan 10 tahun ke depan.

Saran yang dapat penulis sampaikan adalah dengan melakukan perencanaan ulang pada

dimensi inlet saluran drainase pada ruas Jalan Komjen Pol. M. Jasin Kelapa Dua, Depok,

sehingga dapat mengalirkan debit air dari jalan menuju saluran drainase utama, dan diharapkan

dapat menanggulangi permasalahan banjir pada ruas jalan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Elluisa, Debora. “Redesign Drainase di Perumahan Bukit Cengkeh II Kota Depok”. Tugas Akhir

Universitas Gunadarma. Depok. 2016

Hasmar. Halim. “Drainase Terapan”. Penerbit UII Press. Yogyakarta. 2012

Hidayat, Taufik. “Tinjauan Perencanaan Saluran Drainase Jalan Jati Kelurahan Tangkerang Utara

Kota Pekanbaru - Riau”. Tugas Akhir Universitas Islam Riau. Pekanbaru 2010

Kamiana, I Made. “Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air”. Graha Ilmu. Yogyakarta.

2011

Kementrian Pekerjaan Umum. “Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) Bidang Pekerjaan

umum”. Jakarta. 2012.

Risman, Angga. “Tak Ada Drainase, Jalan di Depok Bsnjir”. Diakses Tanggal 21 November 2016.

http://poskotanews.com/2016/01/04/tak-ada-drainase-jalan-di-depok-banjir/

Suharyanto, Agus. “Desain Street Inlet Berdasarkan Geometri Jalan Raya”. Universitas Brawijaya.

Malang. 2013

Suhendar, Ade. “Perencanaan Penampang Sungai Kali Laya Kota Depok”. Tugas Akhir

Universitas Gunadarma. Depok. 2016

Sumarto. “Hidrologi Teknik”. Surabaya. 1987

SNI Pd. T-02-2006-B, “Perencanaan Sistem Drainase Jalan”. Departemen Pekerjaan Umum

Suryapraja, Dipo. “Perencanaan Sistem Drainase Pada Proyek Pembangunan Jalan Tol Surabaya-

Mojokerto Seksi IA”. Tugas Akhir Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. 2011

Suripin. “Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan”. Andi. Jakarta. 2003

Triatmodjo, Bambang. “Hidrologi Terapan”. Beta Offset. Yogyakarta. 2008

.[ s.n ]. “Drainase Perkotaan”. Penerbit Universitas Gunadarma. Jakarta. 1997

Page 18: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 205

ANALISIS EFISIENSI RANCANG BANGUN POMPA HIDRAULIK RAM

Andi Kusuma Herlan1

Budi Santosa2

1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

e-mail:[email protected],

[email protected]

Abstrak

Pompa hidraulik ram merupakan pompa tanpa bahan bakar maupun tenaga listrik yang bekerja secara

otomatis menggunakan tenaga air dengan memanfaatkan tinggi energi. Pengujian dilakukan untuk

mengukur kinerja pompa hidraulik ram melalui efisiensi pompa. Desain pompa dengan spesifikasi ¾"

× 1" dan kapasitas tabung udara 70 cm × 2" dapat memindahkan air sebanyak 0,26 liter/menit

dengan ketinggian tempat 272 cm dari pompa. Adapun debit air rata-rata tersedia melalui inlet pompa

adalah 16,89 liter/menit dengan tinggi tekan air 76 cm dari pompa. Perkiraan ketinggian tempat yang

masih mampu dicapai adalah lebih rendah dari 569,76 cm dalam kondisi debit dan tinggi suplai air

yang sama. Efisiensi pompa hidram sesuai kondisi pengujian adalah 5,54 % ; 5,20 % ; 6,70 % ; dan

5,29 %.

Kata Kunci: pompa hidraulik ram, tenaga air, kebutuhan air, wilayah berbukit

PENDAHULUAN Air merupakan penunjang kehidupan utama yang digunakan pada berbagai macam bidang

kehidupan manusia, diantaranya untuk kebutuhan industri, pertanian, dan kebutuhan rumah

tangga. Ketersediaan air menjadi faktor yang sangat diperhatikan. Di sisi lain, air juga memiliki

fungsi sebagai pembangkit tenaga mekanik. Beda ketinggian di bandan air akan menghasilkan

energi kinetik pada bagian yang lebih rendah.

Secara alamiah air mengalir menurut prinsip gravitasi yaitu dari tempat tinggi ke tempat yang

lebih rendah. Pada kondisi sebaliknya, perlu digunakan pompa untuk memindahkan air,

misalnya untuk memindahkan air dari sungai sebagai sumber air permukaan menuju rumah-

rumah penduduk. Kondisi topografi sepanjang alur sungai lebih rendah bila dibandingkan

dengan ketinggian daratan di sekitarnya.

LITERATURE REVIEW

Pompa hidraulik ram merupakan jenis pompa yang menggunakan tenaga mekanik yang timbul

akibat adanya beda ketinggian air. Efek palu air yang ditimbulkan mengubah energi kinetik

menjadi bentuk energi potensial yang akan mendorong air untuk naik pada elevasi daerah yang

lebih tinggi (Watt, 1975 dan Hanafie, 1979).

Wilayah dengan topografi berbukit merupakan daerah yang potensial untuk diterapkan

penggunaan pompa ini. Wilayah tersebut kerap kali belum dijangkau atau masih kesulitan

akses jaringan listrik, sehingga pompa jenis ini menjadi tepat guna karena tidak memerlukan

listrik maupun bahan bakar. Pompa hidram diharapkan mampu menjadi prasarana ramah energi

yang berguna untuk memenuhi kebutuhan air pada daerah-daerah tertinggi dengan sistem

kerjanya yang otomatis dan terus-menerus ketika memompakan air.

Pengujian di laboratorium menggunakan model prototipe pompa dilakukan guna mengetahui

dan mengamati kinerja pompa hidram pada daerah perbukitan. Beberapa hal yang diamati

meliputi kapasitas debit pemompaan, ketinggian tempat yang mampu dicapai, ketinggian

maksimum yang mampu dicapai, serta menghitung efisiensi pada desain pompa yang ada.

Page 19: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 206

METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan melalui tahap awal berupa studi literatur dan pengumpulan informasi

ilmiah mengenai rancang bangun pompa hidram yang pernah dibuat dan dipublikasikan.

Kemudian dilanjutkan dengan perancangan model atau prototipe pompa untuk digunakan

sebagai instrumen penelitian.

Beberapa besaran ditentukan nilainya sebagai variabel tetap dengan mengondisikan instrumen

penelitian sedemikian rupa. Besaran-besaran tersebut diantaranya ialah suplai debit air tersedia,

tinggi jatuh atau tinggi terjunan air suplai, serta variabel terkontrol berupa ketinggian tempat.

Melalui simulasi ini diperoleh data primer yang meliputi tinggi pemompaan dan data massa air

untuk menghitung kapasitas pempompaan.

Pengolahan data dilakukan untuk melakukan analisis kinerja pompa hidram dengan cara

meninjau kapasitas debit pemompaan, ketinggian tempat yang mampu dicapai, serta

menghitung efisiensi pompa. Langkah-langkah tersebut dilakukan seperti pada diagram alir

pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengujian Pompa Hidram

HASIL DAN PEMBAHASAN

Desain Pompa

Pompa hidraulik ram atau hidram yang digunakan memiliki spesifikasi ¾" × 1" dan kapasitas

tabung udara 70 cm × 2". Bagian-bagian utama yang menyusun pompa hidram adalah pipa

masukkan, pipa penghantar, katup limbah, katup penghantar/ katup hisap, dan tabung udara.

Pro

ses desain

Data

MULAI

Menentukan

debit suplai, Q

Menentukan

tinggi jatuh, H

Merencanakan

dimensi komponen-

komponen pompa

hidram

Diperoleh

desain pompa

hidram

Simulasi

laboratorium

Menghitung

kapasitas pompa, q

Menghitung debit

air terbuang, Qw

Menentukan

kapasitas

rencana, qreq

Menghitung

efisiensi

pompa hidram

q > qreq ?Tidak

Ya

SELESAI

Menghitung

ketinggian yang

dapat dicapai, h

Studi literatur

Page 20: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 207

Pipa Masukkan

Pipa masukkan berfungsi untuk memberi suplai air ke dalam badan pompa hidram. Perlu

diperhatikan bahwa terjadi tekanan yang besar dan fluktuatif pada pipa masukan, sehingga

penggunaan material yang tepat perlu diperhatikan. Material yang paling ideal digunakan untuk

pipa masukan adalah material dengan bahan kaku dan inelastis (Watt, 1975). Sebisa mungkin

pipa masukan dipasang dalam keadaan lurus tanpa tikungan yang dapat menyebabkan terjadi

gelembung udara sehingga dapat mengurangi tekanan. Pada percobaan digunakan pipa

masukkan berbahan PVC dengan diameter 1" dan panjang 4 meter.

Gambar 2. Pipa Masukkan Berbahan PVC

Pipa Penghantar

Pipa penghantar umumnya memiliki ukuran diameter yang lebih kecil daripada pipa masukan.

Pipa penghantar dapat dibuat menggunakan material apapun karena tekanannya relatif kecil

dibandingkan dengan tekanan pada pipa masukan. Bagian ini berfungsi meneruskan air hingga

ke tangki penampungan atau tandon air.

Gambar 3. Pipa Penghantar Berupa Selang Karet

Pada percobaan digunakan pipa penghantar berbahan selang karet berukuran diameter ¼" yang

bersifat lentur sehingga fleksibel dan mudah diatur ketinggiannya saat proses pengujian

berlangsung.

Katup Limbah

Katup limbah berperan penting dalam mekanisme kerja pompa hidram. Melalui sela-sela katup

limbah akan terbuang banyak air karena terjadi buka-tutup pada katup. Namun hal ini justru

4 m

Page 21: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 208

perlu terjadi agar terjadi efek palu air. Katup limbah yang digunakan dalam pengujian adalah

katup satu arah tipe ayunan berengsel dengan ukuran diameter ¾" dan berbahan kuningan.

Katup satu arah diposisikan terbuka ke bawah agar tertutup saat terdapat dorongan air dari

badan hidram yang berada di bawahnya. Gambar 4 menunjukkan posisi katup limbah.

Gambar 4. Katup Limbah Berbahan Kuningan

Katup Penghantar

Katup penghantar atau katup hisap terletak di antara badan hidram dan tabung udara. Katup ini

memiliki fungsi menahan air dan udara yang telah dimampatkan dalam tabung udara agar tidak

kembali masuk ke badan hidram. Katup penghantar yang digunakan pada pengujian adalah

katup satu arah tipe ayunan berengsel dengan ukuran diameter ¾" dan berbahan kuningan,

sama seperti katup limbah. Gambar 5 menunjukkan posisi katup penghantar.

Gambar 5. Katup Penghantar Berbahan Kuningan

Tabung Udara

Tabung Udara untuk meratakan perubahan tekanan yang drastis dalam pompa hidram. Udara

yang hilang bersama aliran air yang naik ke tandon air dari dalam tabung ini terus digantikan

oleh udara dari luar yang masuk melalui katup udara. Pada percobaan digunakan tabung udara

berbahan PVC dengan diameter 2" dan panjang 70 cm.

Page 22: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 209

Gambar 6. Prototipe Pompa Hidram

Pada bagian dalam tabung diberi karet ban yang telah berisi udara sehingga pada desain pompa

tidak dibuatkan katup udara. Diharapkan volume udara di dalam tabung tetap konstan lebih

kurang sebesar 1500 cm3. Badan pompa hidram secara utuh ditunjukkan pada Gambar 6.

Keterangan Gambar 6:

1) masukkan,

2) katup limbah,

3) katup penghantar,

4) tabung udara, dan

5) keluaran.

Cara Kerja Pompa

Pompa hidram bekerja ketika katup limbah dan katup penghantar terbuka dan tertutup secara

bergantian. Tekanan dinamik akan diteruskan sehingga tekanan inersia yang terjadi dalam pipa

masukkan memaksa air naik ke pipa penghantar. Mekanisme ini akan menimbulkan suara yang

disebut dengan efek palu air dan terjadi secara berkesinambungan. Pada fase tekanan palu air,

terdapat sejumlah air yang terbuang. Pompa hidram hanya akan meneruskan air ke tangki

penampungan sebanyak 20 hingga 40 persen saja (Browne, tanpa tahun).

Saat air dialirkan dari sumber air, baik sungai maupun tangki melalui pipa masukan, aliran

diteruskan dan keluar melalui katup limbah. Aliran air yang terjadi cukup cepat, menyebabkan

tekanan dinamik yang menimbulkan gaya dorong katup limbah sehingga tertutup secara tiba-

tiba. Pada fase ini, aliran air dalam pipa masukan berhenti sejenak. Setelah aliran masuk tiba-

tiba terhenti, tekanan dalam pompa secara tiba-tiba juga menjadi naik. Tekanan yang besar

akan mendorong ruang di bawah katup penghantar sehingga membiarkan air mengalir

mendorong katup penghantar dan terbuka. Air masuk ke dalam tabung udara melalui katup

penghantar.

1

2 3

4

5

Page 23: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 210

Tekanan dalam badan hidram sebagian dikurangi dengan lolosnya air ke dalam tabung udara.

Denyut tekanan melopat kembali menuju pipa masukan yang mengakibatkan terjadi hisapan

dalam badan hidram. Maka katup penghantar akan kembali menutup dan mencegah air dari

dalam tabung udara agar tidak kembali turun ke badan hidram. Katup limbah juga turun dan

terbuka karena penurunan tekanan. Air dari pipa masukan kembali mengisi badan hidram dan

mengalir ke luar melalui katup limbah secara tiba-tiba seperti ditunjukkan pada Gambar 7,

sikus ini terjadi secara berlang-ulang.

Gambar 7. Sebagian Air Keluar Melalui Katup Limbah

Tabung udara diperlukan untuk meratakan perubahan tekanan yang drastis dalam pompa

hidram. Udara ini harus tetap ada selama pompa bekerja. Selain disimpan dalam tabung,

sebagian udara dari luar yang masuk ke dalam tabung bersama air juga dikeluarkan memalui

pipa penghantar untuk diteruskan ke tandon air.

Kondisi tekanan dan kecepatan pada ujung pipa masukkan menuju badan hidram serta posisi

katup limbah selama pompa hidram bekerja digambarkan melalui diagram pada Gambar 8.

Siklus pompa hidram dibagi menjadi periode-periode tertentu agar dapat dengan mudah

dipahami (Watt, 1975).

Periode 1 : Kecepatan air melalui badan hidram bertambah seiring membukanya katup limbah.

Tekanan pada badan hidram negatif.

Periode 2 : Aliran masuk melalui katup limbah mulai naik hingga mencapai maksimum.

Periode 3 : Katup limbah mulai menutup, menyebabkan naiknya tekanan dalam badan hidram.

Kecepatan aliran melalui pompa menjadi maksimum.

Periode 4 : Katup limbah tertutup, menyebabkan terjadi denyut tekanan atau efek palu air.

Sebagian air mengalir melalui katup penghantar. Kecepatan aliran melalui badan

hidram kemudian turun secara cepat.

Periode 5 : Denyut tekanan memantul kembali ke pipa masukan, menyebabkan hisapan dalam

badan hidram. Katup limbah terbuka saat terjadi hisapan dan karena beban

sendirinya. Air mulai mengalir kembali melalui katup limbah. Siklus kerja pompa

hidram terulang.

Page 24: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 211

Gambar 8. Diagram Siklus Kerja Pompa Hidram

Sumber: Watt, 1975

Debit dari sumber air (Q pada Gambar 9) yang digunakan harus cukup besar agar pompa

bekerja dengan baik. Tenaga yang dapat digunakan oleh pompa hidram dipengaruhi oleh

kondisi ketinggian air jatuh (H pada Gambar 9). Apabila suplai debit yang masuk melalui pipa

masukan terlalu kecil, maka energi yang dihasilkan tidak cukup. Sedangkan bila debit yang

masuk terlalu besar, maka tekanan yang ditimbulkan justru terlalu besar sehingga

menyebabkan siklus pompa hidram menjadi jarang (Browne, tanpa tahun).

Sementara itu, beda ketinggian antara pompa dengan tandon air (h dalam Gambar 9) juga tidak

diperkenankan terlalu tinggi. Selain menyebabkan reduksi kecepatan aliran, juga dapat

menimbulkan tekanan balik ke arah pompa yang mengakibatkan kebutuhan tekanan lebih

besar.

Gambar 9. Susunan Model Infrastruktur Pompa Hidram

Jumlah air yang dipompakan (q pada Gambar 9) bergantung dari ukuran katup limbah dan beda

ketinggian yang tersedia. Pada mekanisme kerja pompa hidraulik ram, ukuran pipa tidak

memberikan dampak yang begitu luas dalam menentukan performa pompa hidram. Hal

tersebut disebabkan karena debit yang terjadi selalu dalam kondisi fluktuatif. Pemilihan

diameter pipa masukan dapat disesuaikan dengan ukuran badan hidram (Watt, 1975).

Perbandingan antara panjang pipa dan diameter pipa yang diperkenankan berada pada rentang

antara 150 hingga 1000. Di luar itu, kinerja pompa hidram dianggap kurang efisien. Batasan

tersebut diberikan berdasarkan pertimbangan kemampuan untuk memenuhi kondisi percepatan

400cm H=76cm

Bak penampung

Pompa

Pipa masukan

Pipa penghantar

h

Muka air

q

Q

Page 25: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 212

aliran dalam pipa masukan setelah aliran berhenti tiba-tiba akibat katup limbah tertutup (Watt,

1975). Berikut diberikan panjang pipa yang dapat digunakan untuk pipa penghantar dengan

diameter tertentu (Karekezi, et al., 2005).

Tabel 1. Rentang Panjang Pipa Berdasarkan Diameter Pipa

Diameter pipa

masukan (mm)

Panjang (meter)

Minimum Maksimum

13 2,0 13,0

20 3,0 20,0

25 4,0 25,0

30 4,5 30,0

40 6,0 40,0

50 7,5 50,0

80 12,0 80,0

100 15,0 100,0

Sumber: TaTEDO, 2004 dalam Karekezi, et al., 2005

Hasil Pengujian

Kapasitas debit rencana diasumsikan dan disesuaikan dengan standar kebutuhan air bersih

menurut Kriteria Perencanaan Ditjen Cipta Karya tahun 1996 untuk melayani kebutuhan rumah

tangga minimal 5% dari penduduk desa berjumlah < 20.000 jiwa. Konsumsi air bersih yang

terjadi mengharuskan pompa mampu bekerja memindahkan air dengan kapasitas minimum

sebesar 0,185 liter tiap detik atau 11,10 liter/menit.

Di samping itu, kondisi yang perlu dipenuhi ialah debit aliran Q harus bersifat tunak dan terjadi

secara konstan. Debit air dihitung dengan prinsip bangku hidrolik seperti pada Persamaan 1.

Besaran Q adalah debit aliran, m adalah berat (massa) air, ρ adalah massa jenis air (1000

kg/m3), dan t adalah waktu aliran. Melalui perhitungan, debit suplai yang digunakan adalah

senilai 16,89 liter/menit.

mQ

t

................................................................................................................... (1)

Besar tinggi jatuh air H ditentukan senilai 76 cm. Dihitung secara vertikal dari muka air hingga

pada ketinggian pipa masukkan pada pompa hidram, seperti ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Bak Tampung untuk Suplai Air

76 cm

Page 26: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 213

Hasil pengujian pompa hidram diberikan pada Tabel 2 dan dengan penggambaran melalui

grafik hubungan h vs. q pada Gambar 11. Grafik tersebut menunjukkan perbandingan terbalik

antara ketinggian tempat target pemompaan (h) dengan debit yang dapat dipompakan (q) yang

berarti semakin tinggi tempat akan semakin kecil debit pemompaannya.

Grafik tersebut diperoleh dengan meniadakan nomor percobaan C dengan pertimbangan

kelayakan data untuk analisis (Sunarta, 2009), sehingga hanya diperoleh tiga pasangan data (xi ,

yi). Melalui persamaan garis yang diperoleh diketahui bahwa perkiraan ketinggian maksimum

tempat sampai pompa tidak mampu memindahkan air lagi (q = 0) adalah 569,76 cm.

Tabel 2. Nilai Rata-Rata q pada setiap h Nomor

Percobaan

A (lit/mnt)

(hA = 272 cm)

B (lit/mnt)

(hB = 298 cm)

C (lit/mnt)

(hC = 329 cm)

D (lit/mnt)

(hD = 343 cm)

1 0,22 0,22 0,27 0,22

2 0,28 0,23 0,26 0,19

3 0,26 0,21 0,24 0,20

4 0,27 0,23 0,26 0,20

5 0,28 0,23 0,27 0,18

Rata-rata 0,26 0,22 0,26 0,20

Gambar 11. Grafik h vs. q Menunjukkan Perbandingan Terbalik

Efisiensi Pompa

Setiap jenis pompa memiliki tingkat efisiensi dalam hal mengangkat fluida. Peninjauan tingkat

efisiensi pompa hidram dilakukan dengan mengamati beda ketinggian dan debit yang terjadi.

Tekanan pada pompa dibuat besar agar dapat memompakan air secara efisien. Dengan kata lain

tinggi jatuhan air pada pipa masukan harus cukup untuk dapat menghasilkan energi potensial

yang besar sehingga dapat menjangkau tempat yang lebih tinggi. Efisiensi pompa hidram dapat

dihitung melalui Persamaan (2) dengan ilustrasi sesuai dengan Gambar 9.

100%D

q h

Q H

.................................................................................................. (2)

Keterangan:

D adalah efisiensi D’Aubuisson dari pompa (%)

q adalah debit air terpompakan tiap siklus (m3/detik)

Page 27: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 214

Q adalah debit air suplai masuk dalam pompa (m3/detik)

h adalah beda tinggi hantar (m)

H adalah beda tinggi suplai (m)

Pada Tabel 3 merupakan hasil pengamatan efisiensi dan jumlah air yang keluar dari katup

limbah. Jumlah air terbuang tersebut merupakan selisih debit suplai masuk ke dalam pompa

dengan debit air yang dapat dipompakan.

Tabel 3. Efisiensi Pompa dan Jumlah Air Terbuang

Nomor

Percobaan

h

(cm)

q rata-rata

(lit/mnt)

Efisiensi

(%)

Qw

(lit/mnt)

A 272 0,26 5,54 16,63

B 298 0,22 5,20 16,67

C 329 0,26 6,70 16,63

D 343 0,20 5,29 16,69

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemanfaatan pompa hidraulik ram sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan air baku telah

dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak lama. Namun dengan hadirnya energi listrik, secara

otomatis teknologi ini mulai ditinggalkan. Penulis mencoba untuk menggali kembali

pengetahuan mengenai cara kerja pompa yang hanya menggunakan tenaga air menggunakan

instrumen penelitian berupa prototipe pompa hidraulik ram dengan spesifikasi ¾" × 1" dan

kapasitas tabung udara 70 cm × 2" (±1,5 liter).

Apabila kapasitas pemompaan dibandingkan dengan kapasitas rencana untuk memenuhi

kebutuhan air 5% penduduk desa (< 20.000 jiwa), maka spesifikasi pompa yang diuji belum

mampu memenuhinya. Dibutuhkan spesifikasi pompa hidram yang lebih besar dan/ atau perlu

dilakukan optimasi pada desain pompa yang digunakan karena efisiensi pompa dianggap belum

ideal sesuai kajian teori dengan hanya bernilai 5,54 % ; 5,20 % ; 6,70 % ; dan 5,29 %. Efisiensi

pompa hidram menjelaskan perbandingan antara debit dan beda tinggi pemompaan dengan

debit dan beda tinggi sumber air suplai pompa hidraulik ram.

Saran

Penelitian lanjutan dapat dilakukan guna mengetahui pengaruh desain pompa hidraulik ram

terhadap efisiensi yang terjadi. Diharapkan dapat memberi pengetahuan tentang optimasi pada

kinerja pompa tanpa bahan bakar ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. “Hydraulic Ram Pumps”, Appropriate Technology, Vol. 29 No. 5 pg. 30,

Agriculture Journal.

Budiman, Agus. 24 November 2016. Pelatihan Pembuatan Hidram (Pompa Tenaga Air)

sebagai Alternatif Penghematan Tenaga Listrik dan Pemenuhan Kebutuhan Air pada

Musim Kemarau. URL: http://eprints.uny.ac.id

Browne, Dominique. 1 Desember 2016. Module 6: Hydraulic Ram Pump System, Action

Contre la Faim, Paris. URL: http://www.pseau.org

Hanafie, J. dan Hans de Iongh. 1979. Teknologi Pompa Hidraulik Ram. Bandung: Pusat

Teknologi Pembangunan ITB.

Page 28: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Andi Kusuma Herlan dan Budi Santosa, Analisis Efisiensi Rancang… 215

Karekezi, S., et al. 3 Desember 2016. The Potential Contribution of Non-Electrical Renewable

Energy Technologies (RETs) to Poverty Reduction in East Africa. RETs Technical

Report, Nairobi. URL: http://www.gnesd.org/publications/

Kodoatie, R. J. 2002. Hidrolika Terapan: Aliran pada Saluran Terbuka dan Pipa. Yogyakarta:

Penerbit Andi.

Sunarta. 2009, Mei. Kesalahan Penggunaan “Metode Regresi Linear” dalam Analisa Data

Eksperimen Fisika. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan

MIPA, Fakultas MIPA Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Watt, S.B. 1975. A Manual on the Hydraulic Ram for Pumping Water. London: Intermediate

Technology Publication Ltd.

Page 29: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nurul Badriyah, Sri Wulandari, Efektivitas Akar Vetiver… 216

EFEKTIVITAS AKAR VETIVER DALAM PENINGKATAN

KOHESI TANAH PADA LERENG

Nurul Badriyah1

Sri Wulandari2

1,2Progtam Studi Magister Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No.100, Depok 16424, Jawa Barat

e-mail: [email protected],

[email protected]

Abstrak

Perkuatan lereng dengan metode bio-engineering/ vegetatif merupakan salah satu upaya penanganan

longsor pada lereng dengan memanfaatkan tanaman. Akar-akar tumbuhan dalam kasus kestabilan

massa tanah akan memperkuat lereng. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengevaluasi

efektivitas akar vetiver dalam peningkatan kohesi tanah lereng sebagai bentuk perkuatan lereng.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode penelitian dengan membuat

pemodelan lereng dan pengujian di laboratorium. Pemodelan lereng yang dibuat mempunyai dimensi

150 cm × 50 cm × 70 cm dengan kemiringan 80°. Pengujian di laboratorium dilakukan dalam dua

tahap, yaitu pengujian karakteristik fisik (indeks propertis) dan karakteristik mekanis (pengujian kuat

geser) tanah asli yang dilakukan sebelum penanaman vetiver. Pengujian selanjutnya merupakan

pengujian terhadap parameter mekanis (pengujian kuat geser) sampel setelah penanaman vetiver pada

umur tanam 4 dan 6 minggu pada kedalaman 0 – 30 cm dan 30 – 60 cm. Berdasarkan penelitian

analisis stabilitas lereng dengan kemiringan 80° melalui perkuatan akar vetiver, dapat disimpulkan

bahwa akar vetiver mampu meningkatkan nilai kohesi tanah pada kedalaman 0 – 30 cm sebesar

13,932% di umur tanam 4 minggu dan 52,140% di umur tanam 4 minggu pada kedalaman 30 – 60 cm.

Kata Kunci: perkuatan lereng, akar vetiver, kohesi

PENDAHULUAN Lereng jalan yang dibiarkan terbuka dari pengaruh luar (dalam hal ini curah hujan), akan

berakibat rawan terjadinya longsoran. Terlebih lagi apabila kemiringan lereng tersebut curam,

karena derajat kemiringan lereng merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya longsoran.

Longsoran dapat terjadi dengan berbagai cara, baik secara perlahan maupun mendadak,

dengan/ tanpa tanda-tanda yang terlihat. Perkuatan lereng dengan metode bio-engineering/

vegetatif merupakan salah satu upaya penanganan longsor pada lereng dengan memanfaatkan

tanaman, salah satunya menggunakan akar tanaman. Rumput vetiver merupakan salah satu

jenis tumbuhan yang mempunyai kemampuan mencegah erosi lereng, stabilisasi tebing,

penahan abrasi pantai, dan rehabilitasi lahan bekas pertambangan.

Penelitian mengenai pengaruh akar tanaman vetiver terhadap stabilitas lereng sebagai salah

satu upaya perkuatan lereng telah dilakukan oleh Merry Natalia dan Harianto Hardjasaputra

(2010) yang meneliti parameter geser tanah (sudut geser dan kohesi tanah) pada suatu lereng di

areal UPH. Areal lereng ini ditanami vetiver dan pada usia 3 bulan komposit antara tanah dan

akar vetiver dari lereng tersebut dilakukan pengujian. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh

kesimpulan bahwa komposit tanah dan akar vetiver tersebut menambah nilai kohesi pada tanah

sebesar 35,8%, sedangkan nilai sudut geser dalam tanah tidak mengalami perubahan karena

akar bekerja sebagai angkur yang menahan gaya geser pada tanah.

Tujuan dilakukannya penelitian analisis stabilitas lereng melalui akar vetiver untuk

mengevaluasi efektivitas akar vetiver dalam peningkatan kohesi tanah lereng sebagai bentuk

perkuatan lereng.

Page 30: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nurul Badriyah, Sri Wulandari, Efektivitas Akar Vetiver… 217

LITERATURE REVIEW

Lereng Lereng adalah suatu bidang di permukaan tanah yang menghubungkan permukaan tanah yang

lebih tinggi dengan permukaan tanah yang lebih rendah. Kemungkinan untuk terjadi longsor

pada lereng selalu ada, karena dalam setiap kasus tanah yang tidak rata akan menyebabkan

komponen gravitasi dari berat memiliki kecenderungan untuk menggerakkan massa tanah dari

elevasi lebih tinggi ke elevasi yang lebih rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan perkuatan

lereng untuk mencegah terjadinya longsor.

Stabilitas Lereng

Hal-hal yang paling berpengaruh dalam kestabilan lereng adalah kuat geser tanah, geometri

lereng, tekanan air pori atau gaya rembesan dan kondisi pembebanan dan lingkungan. Tanah

kohesif seperti lempung, lempung berlanau, lempung berpasir atau berkerikil, kuat gesernya

ditentukan terutama dari nilai kohesinya. Keruntuhan lereng pada tanah kohesif banyak terjadi

karena meningkatnya kadar air tanah. Longsoran terjadi karena tidak adanya kuat geser tanah

yang cukup untuk menahan gerakan tanah pada bidang longsornya.

Vegetasi untuk Stabilitas Lereng

Gangguan stabilitas lereng sering disebabkan oleh melemahnya zona di sekitar kaki lereng,

terutama oleh kenaikan kadar air tanah. Perkuatan lereng oleh tumbuh-tumbuhan paling efektif

apabila akar-akar mampu menembus tanah sampai retakan atau rekahan batuan dasar. Banyak

penelitian menunjukkan bahwa perkuatan akar dapat menambah kuat geser tanah, bahkan pada

kerapatan dan kuat tarik akar yang rendah. Akar-akar tumbuhan dalam kasus kestabilan massa

tanah akan memperkuat lereng dan air yang diserap akar akan mengurangi kelembaban tanah

sehingga memperkuat lereng (menaikkan kuat geser tanah). Rumput vetiver merupakan salah

satu jenis tumbuhan yang mempunyai kemampuan mencegah erosi lereng, stabilisasi tebing,

penahan abrasi pantai, dan rehabilitasi lahan bekas pertambangan.

Rumput vetiver merupakan sejenis rumput-rumputan yang dikenal dengan nama akar wangi.

World Bank, sejak tahun 1987 telah memublikasikan penanaman rumput vetiver sebagai

tanaman pagar untuk menahan erosi (Grimshaw, 1987). Rumput ini dengan cepat membentuk

pagar tanaman jika ditanam berjarak 10 – 15 cm. Akar vetiver diketahui mampu menembus

lapisan setebal 15 cm yang sangat keras. Ujung-ujung akar vetiver mampu masuk menembus

dan menjadi semacam jangkar yang kuat di lereng-lereng keras dan berbatu. Cara kerja akar ini

seperti besi kolom yang masuk ke dalam menembus lapisan tekstur tanah, dan pada saat yang

sama menahan partikel-partikel tanah dengan akar serabutnya. Kondisi seperti ini dapat

mencegah erosi yang disebabkan oleh angin dan air sehingga vetiver dijuluki sebagai “kolom

hidup” (Wijayakusuma, 2007).

Vetiver sangat efektif ketika ditanam berdekatan pada baris di kontur lereng. Garis kontur

vetiver dapat menstabilkan lereng alami, potongan lereng, dan tanggul isian. Sistem akarnya

yang kaku dan dalam membantu menstabilkan struktur lereng sementara tunas-tunasnya

memencarkan limpasan, mengurangi erosi, dan menjebak sedimen agar spesies lokal tumbuh.

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pengaruh akar tanaman terhadap stabilitas lereng sebagai salah satu upaya

perkuatan lereng telah dilakukan oleh Kazutoki Abe dan Robert R. Ziemer (1991), dalam

penelitiannya Kazutoki Abe dan Robert R. Ziemer membuat pemodelan tegangan geser yang

diperkuat dengan akar pohon, menjelaskan bahwa akar-akar horizontal menyebar di lapisan

permukaan tanah akan mencengkeram tanah dan akar-akar vertikal bertindak sebagai jangkar

akan menopang tegaknya pohon sehingga tidak mudah tumbang oleh pergerakan massa tanah.

Page 31: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nurul Badriyah, Sri Wulandari, Efektivitas Akar Vetiver… 218

Penelitian selanjutnya mengenai kekuatan dari rumput vetiver terhadap stabilitas lereng telah

dilakukan Merry Natalia dan Harianto Hardjasaputra (2010) yang meneliti parameter geser

tanah (sudut geser dan kohesi tanah) pada suatu lereng di areal UPH yang telah diketahui

terlebih dahulu nilai parameter fisik dan gesernya. Areal lereng ini dipilih untuk ditanami

vetiver, pada usia 3 bulan komposit antara tanah dan akar vetiver dari lereng tersebut diuji.

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh kesimpulan bahwa komposit tanah dan akar vetiver

tersebut menambah nilai kohesi pada tanah sebesar 35,8% sedangkan nilai sudut geser dalam

tanah tidak mengalami perubahan. Dijelaskan juga dalam penelitian ini, bahwa analisis

stabilitas lereng menggunakan program PLAXIS untuk mendapatkan nilai faktor keamanan

lereng tanpa dan dengan akar vetiver. Akar vetiver ini digambarkan sebagai node to node

anchor dengan nilai kuat tarik dari hasil uji kuat tarik terhadap akar vetiver sebesar 0,16 kN.

Susilawati dan Veronika (2016) melakukan kajian terhadap kombinasi antara bahan geotekstil

dan rumput vetiver. Menurutnya kombinasi antara bahan geotekstil dan rumput vetiver,

merupakan peluang yang sangat potensial memberikan solusi. Bahan geotektil berfungsi

menahan lereng longsor secara kuat pada awal konstruksi, sementara rumput vetiver masih

memerlukan pemeliharaan awal yang cukup intensif sampai bertumbuh kuat dan siap

menggantikan peran geotekstil yang dalam waktu tertentu mulai rusak oleh pengaruh cuaca dan

beban. Rumput vetiver yang memiliki akar serabut kuat memegang tanah, setelah mengalami

pemeliharaan awal yang baik, akan hidup kokoh dan mampu menahan beban tanah yang

hendak longsor. Pemetaan penelitian tersebut digunakan sebagai acuan dalam penelitian yang

dilakukan.

METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode penelitian dengan pemodelan

simulasi lereng dan pengujian di laboratorium. Pemodelan lereng yang dibuat mempunyai

dimensi 150 cm × 50 cm × 70 cm dengan kemiringan 80°, seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Model simulasi untuk lereng dengan kemiringan 80°

Pengujian di laboratorium dilakukan dalam dua tahap, yaitu pengujian karakteristik fisik

(indeks propertis) dan karakteristik mekanis (pengujian kuat geser) tanah asli yang dilakukan

sebelum penanaman vetiver. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat tanah sebelum

dilakukan perkuatan lereng menggunakan vetiver. Pengujian selanjutnya merupakan pengujian

terhadap parameter mekanis (pengujian kuat geser) sampel setelah penanaman vetiver pada

umur tanam 4 dan 6 minggu. Pengujian parameter mekanis meliputi pengujian terhadap kuat

geser langsung. Pengujian ini dilakukan pada kedalaman 0 – 30 cm dan 30 – 60 cm.

Standar Pengujian Laboratorium

Standar yang digunakan dalam pengujian sampel tanah, baik untuk parameter fisis maupun

mekanis adalah standar pengujian yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI),

antara lain:

1. SNI 1965:2008 tentang Cara Uji Penentuan Kadar Air untuk Tanah dan Batuan.

2. SNI 1964:2008 tentang Cara Uji Berat Jenis Tanah.

Page 32: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nurul Badriyah, Sri Wulandari, Efektivitas Akar Vetiver… 219

3. SNI 3432:2008 tentang Cara Uji Analisis Ukuran Butir Tanah.

4. Atterberg limit dibagi menjadi 3 pengujian, yaitu:

a. SNI 1967:2008 tentang Cara Uji Penentuan Batas Cair Tanah.

b. SNI 1966:2008 tentang Cara Uji Penentuan Batas Plastis dan Indeks Plastisitas Tanah.

c. SNI 3422:2008 tentang Cara Uji Penentuan Batas Susut Tanah.

5. SNI 3420:2016 tentang Cara Uji Kuat Geser Langsung Tanah Tidak Terkonsolidasi dan

Tidak Terdrainase.

Diagram Alir Penelitian

Diagram alir dari penelitian stabilitas lereng dengan kemiringan 80° melalui perkuatan akar

vetiver ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Indeks Propertis

Pengujian yang dilakukan dalam indeks propertis meliputi pengujian terhadap kadar air, berat

jenis, analisis gradasi butiran, dan batas-batas Atterberg. Berdasarkan pengujian indeks

diperoleh data sebagai berikut:

Pengambilan

Sampel Asli

Parameter Fisis (kadar air,

berat isi, berat jenis, AGB,

dan Atterberg limit)

Parameter Mekanis (kuat geser) Pembuatan

Prototype

Penanaman Vetiver

Mulai

Studi Literatur

Pengambilan

Sampel Tanah

Pengujian Parameter Mekanis (pengujian kuat geser) pada kedalaman 0 –

30 cm dan 30 – 60 cm setelah umur 4 dan 6 minggu

Analisis Hasil Pengujian

Kesimpulan dan Saran Selesai

Page 33: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nurul Badriyah, Sri Wulandari, Efektivitas Akar Vetiver… 220

Tabel 1. Rekapitulasi hasil pengujian indeks tanah asli No. Pengujian Hasil

1. Kadar Air 34,039%

2. Berat Jenis 2,558

3. Batas-batas Atterberg

a. Batas cair (LL)

b. Batas plastis (PL)

c. Indeks plastisitas (PI)

d. Batas susut (SL)

61,901%

43,481%

18,420%

34,452%

4. Analisis Saringan dan Hydrometer

a. Berbutir kasar

b. Berbutir halus

24,648

75,352

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar air tanah asli (sebelum penanaman) sebesar

34,039% dengan berat jenis sebesar 2,558. Tanah dikategorikan dalam tanah berbutir halus

dilihat dari persentase tanah hasil pengujian gradasi butiran sebesar 75,352% yang terdiri dari

61,262% tanah lanau dan 14,090% tanah lempung, sehingga disimpulkan bahwa tanah yang

digunakan adalah tanah lanau kelempungan. Berdasarkan hasil pengujian batas-batas Atterberg

diperoleh nilai LL (batas cair) sebesar 61,901%, nilai PL (batas plastis) sebesar 43,481%, dan

nilai SL (batas susut) sebesar 34,452%, dengan indeks plastisitas (PI) sebesar 18,420%.

Pengujian Tanah Mekanis

Pengujian tanah mekanis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengujian kuat geser yang

dilakukan dalam 2 tahap, yaitu sebelum penanaman (kondisi tanah asli) dan setelah penanaman

(kondisi tanah dengan perkuatan). Pengujian kuat geser dilakukan saat umur penanaman

vetiver 4 minggu dan 6 minggu dengan kedalaman pengambilan sampel yang berbeda yaitu 0 –

30 cm dan 30 – 60 cm. Hasil yang diperoleh dalam pengujian kuat geser adalah nilai kohesi,

yang ditampilkan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi hasil dan efektivitas pengujian kuat geser

Kedalaman Waktu

Tanam Kohesi Efektivitas

(cm) (minggu) (kN/m2) (%)

0 - 30

Tanah Asli 36,883 -

4 42,021 13,932

6 37,697 2,207

30 - 60 4 56,114 52,140

6 48,229 30,763

Berdasarkan hasil pengujian kuat geser diperoleh nilai kohesi sebesar 36,883 kN/m2 pada

sampel tanah asli. Nilai kohesi mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur

tanam vetiver di lereng yaitu pada kedalaman 0 – 30 cm di umur tanam 4 dan 6 minggu

berturut-turut sebesar 42,021 kN/m2 dan 37,697 kN/m

2 dengan peningkatan kohesi sebesar

13,932% di umur tanam 4 minggu. Nilai kohesi pada kedalaman 30 – 60 cm di umur tanam 4

dan 6 minggu berturut-turut sebesar 56,114 kN/m2 dan 48,229 kN/m

2 dengan peningkatan

kohesi sebesar 52,140% di umur tanam 4 minggu.

Nilai kohesi antara umur penanaman 4 minggu cenderung lebih besar dibandingkan nilai

kohesi 6 minggu penanaman. Hal ini kemungkinan karena saat pengambilan sampel uji, akar

dari vetiver sedikit yang mengenai benda uji sebab jumlah titik penanaman dalam satu baris

tidak sama. Namun, jika dilihat dari tren hasil nilai kohesi mengalami kenaikan dari nilai

Page 34: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nurul Badriyah, Sri Wulandari, Efektivitas Akar Vetiver… 221

kohesi lereng sebelum mengalami perkuatan vetiver. Berdasarkan hasil kenaikan kohesi

tersebut dapat disimpulkan bahwa akar vetiver dapat meningkatkan nilai kohesi tanah pada

lereng. Hal ini karena akar vetiver mempunyai fungsi untuk mengikat butiran tanah agar lebih

rapat, sehingga mampu melawan kuat geser tanah.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian analisis stabilitas lereng dengan kemiringan 80° melalui perkuatan akar

vetiver, dapat disimpulkan bahwa akar vetiver mampu meningkatkan nilai kohesi tanah pada

kedalaman 0 – 30 cm sebesar 13,932% di umur tanam 4 minggu dan 52,140% di umur tanam 4

minggu pada kedalaman 30 – 60 cm.

Melihat hasil yang kurang maksimal di umur tanam vetiver 6 minggu yang seharusnya

meningkat dari umur tanam 4 minggu, maka terdapat beberapa saran yang dapat dilakukan

untuk penelitian selanjutnya, yaitu:

1. Penanaman vetiver untuk benda uji pada kondisi lapangan dalam posisi sejajar dengan

jumlah titik penanaman yang sama.

2. Perlu dipertimbangkan posisi pengambilan sampel agar saat pengambilan sampel

mengenai akar vetiver sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Djamaluddin, Abd. Rachman, dkk. ----. “Analisa Numerik Pengaruh Tanaman Akar Wangi

Terhadap Stabilitas Lereng”. Universitas Hasanudin. Makassar.

G. Gunawan., Kusminingrum, Nanny. ----. “Penanganan Erosi Lereng Galian dan Timbunan

Jalan dengan Rumput Vetiver”. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan. Bandung.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2012. Tanah Longor & Erosi Kejadian dan Penanganan. Gadjah

Mada University Press. Yogyakarta.

Harianto, Tri, dkk. ----. “Karakteristik Mekanis Perkuatan Lereng Menggunakan Geo-root¬

dengan Tanaman Akar Wangi”. Universitas Hasanudin. Makassar.

Kusminingrum, Nanny. 2011. “Peranan Rumput Vetiver dan Bahia dalam Meminimasi

Terjadinya Erosi Lereng”. Pusat Litbang Jalan dan Jembatan. Bandung.

Natalia, Merry., Hardjasaputra, Harianto. 2010. “Pengaruh Akar Tumbuhan (Vetiveria

Zizanioides) Terhadap Parameter Geser Tanah dan Stabilitas Lereng”. Konferensi

Nasional Teknik Sipil 4. Sanur-Bali.

Noor, Aspian, dkk. 2011. “Stabilisasi Lereng Untuk Pengendalian Erosi dengan Soil

Bioengineering Menggunakan Akar Rumput Vetiver”. Jurnal Poros Teknik. Volume 3.

No. 2. Hal. 69 – 74.

Susilawati, dkk. 2016. “Kajian Rumput Vetiver sebagai Pengaman Lereng secara

Berkelanjutan”. Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil. Volume 22. No. 2.

Wijayakusuma, Rully. 2007. “Stabilisasi Lahan dan Fitoremediasi dengan Vetiver System”.

Green Design Seminar. Pasuruan-Jawa Timur.

Page 35: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Anastasia Maya Widya Ekaputri dan Sri Wulandari, Korelasi Nilai Aktivitas… 222

KORELASI NILAI AKTIVITAS LEMPUNG TERHADAP NILAI

SOAKED CALIFORNIA BEARING RATIO

(Studi Kasus: Tanah di Daerah Cikalong, Ciapus, dan Ciluer – Jawa Barat)

Anastasia Maya Widya Ekaputri

1

Sri Wulandari2

1, ,2Program Studi Magister Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok, 16424, Jawa Barat

e-mail: [email protected],

[email protected]

Abstrak

Sifat fisik dan mekanis tanah lempung bergantung pada mineral lempung yang menyusunnya. Aktivitas

mineral lempung dapat digunakan sebagai indeks untuk mengetahui kemampuan mengembang tanah.

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh aktivitas lempung terhadap daya dukung

tanah melalui pengujian Soaked California Bearing Ratio (Soaked CBR). Sampel yang digunakan

terdiri dari tiga lokasi yaitu Cikalong, Ciapus dan Ciluer. Hasil penelitian menunjukkan angka

aktivitas tanah berkisar antara 0,306 – 1,568 dengan jenis mineral lempung Kaolinite dan

Montmorillonite. Nilai aktivitas tanah di Cikalong sebesar 0,306, aktivitas tanah di Ciapus sebesar

0,408., dan angka aktivitas tanah di Ciluer sebesar 1,568. Nilai Aktififitas di lokasi ini menunjukan bila

kategori tanah lempung di daerah Ciluer termasuk dalam kategori paling aktif dengan nilai aktivitas >

1,25 dan potensi mineral lempung yang terkandung adalah Montmorillonit. Tanah yang berlokasi di

Cikalong dan Ciapus termasuk kedalam jenis tanah lempung berplastisitas tinggi dengan nilai Indeks

Plastisitas masing-masing sebesar 18,852% dan 21,131%, sedangkan tanah di lokasi Ciluer termasuk

dalam jenis tanah lempung berplastistas rendah dengan nilai indeks plastisitas sebesar 9,031%. Hasil

pengujian CBR Soaked untuk lokasi Cikalong, Ciapus dan Ciluer masing-masing yaitu sebesar 5,145%,

5,374%, dan 4,537%. Hubungan antara angka aktivitas tanah dan nilai CBR dengan menggunakan

suatu metode statistika berupa analisis regresi korelasi. Hasil korelasi menunjukkan hubungan antara

angka aktivitas dan nilai CBR berbanding terbalik dengan nilai variabel r sebesar 0,8882. Hal ini

berarti semakin tinggi nilai aktivitas lempung maka semakin rendah nilai daya dukung tanah pada

daerah penelitian.

Kata Kunci : Nilai Aktivitas, Soaked CBR, Tanah Lempung

PENDAHULUAN Tanah lempung merupakan jenis tanah yang memiliki sifat kohesif. Tanah kohesif didefinisikan

sebagai kumpulan dari partikel mineral yang mempunyai indeks plastisitas sesuai dengan batas-

batas Atterberg yang pada waktu mengering membentuk suatu massa tanah yang bersatu

sedemikian rupa sehingga diperlukan suatu gaya untuk memisahkan setiap butiran

mikroskopisnya. Tanah lempung, sesuai dengan karakteristiknya adalah tanah yang dapat

mengalami penyusutan (shrinkage) dan pengembangan (swelling). Karakteristik tanah

ekspansif ini biasanya muncul pada tanah berbutir halus seperti pada tanah lempung plastisitas

tinggi. Aktivitas tanah digunakan sebagai indeks untuk mengidentifikasi kemampuan

mengembang dari suatu tanah lempung. Di Indonesia, tanah ekspansif meliputi hamper 20%

luas tanah di Pulau Jawa dan kurang lebih 25% luas tanah di Indonesia (Herina, 2005). Tanah

ekspansif di Pulau Jawa menempati dataran rendah sampai daerah perbukitan bergelombang

rendah yang dapat berupa endapan alluvium atau endapan vulkanik, meliputi formasi aluvium,

formasi Notopuro dan endapan gunung api. Tanah ekspansif ini didominasi oleh jenis tanah

lempung lanauan atau lanau lempungan berwarna abu-abu sampai hitam, mineral lempung

tanah ekspansif pada umumnya terdiri dari montmorillonite, illite, kaolinite. Penelitian ini

membahas mengenai pengaruh aktivitas tanah terhadap daya dukung tanah melalui pengujian

California Bearing Ratio (CBR) dengan perendaman (soaked).

Page 36: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Anastasia Maya Widya Ekaputri dan Sri Wulandari, Korelasi Nilai Aktivitas… 223

LITERATURE REVIEW

Batas Konsistensi (Atterberg)

Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut konsistensi. Atterberg limit

adalah gamabaran secara garis besar akan sifat-sifat tanh yang bersangkutan. Tanah yang

memiliki nilai bats cair yang tinggi umumnya memiliki sifat teknis kompresbilitasnya tinggi.

Atterberg (1990), telah meneliti sifat konsistensi mineral lempung pada kadar air yang

bervariasi yang dinyatakan dalam batas cair, batas plastis dan batas susut. Atterberg Batas cair

adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis. Standar pada

percobaan untuk batas cair adalah SNI-1967-1990. Batas plastis adalah sifat tanah dalam

keadaan konsistensi yaitu cair, plastis, semi padat atau padat bergantung pada kadar airnya.

Secara umum semakin besar plastisitas tanah yaitu semakin besar rentang kadar air daerah

plastis maka tanah tersebut akan semakin berkurang kekuatan dan mempunyai kembang susut

yang semkain besar. Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan plastis (interval kadar air

pada kondisi tanah masih bersifat plastis), karen aitu menunjukkan sifat keplastisan tanah.

PI = LL – LL

Dimana,

LL : Liquid Limit (%)

PL : Plastic Limit (%)

PI : Plastic Index (%)

Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat macam tanah dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Nilai Indeks Plastisitas dan Macam Tanah

PI Sifat Macam Tanah

0 Non Plastis Pasir

< 7 Plastisitas Rendah Lanau

7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau

> 17 Plastisitas Tinggi Lempung

Sumber : Chen, 1975

Suatu tanah akan mengalami penyusutan bila kadar air secara perlahan-lahan hilang dari dalam

tanah. Secara umum sifat kembang susut tanah lempung tergantung pada sifat plastisitasnya,

semakin plastis mineral lempung semakin potensial untuk menyusut dan mengembang.

Kandungan mineral lempung mempengaruhi nilai batas konsistensi. Angka-angka batasan

Atterberg untuk bermacam-macam mineral lempung dapat diihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Batasan Atterberg untuk Mineral Lempung

Mineral Batas Cair Batas Plastis Batas Susut

Montmorillonite 100 - 90 50 - 100 8,5 - 15

Montronite 37 - 72 19 - 72 -

Illite 60 - 120 35 - 60 15 - 17

Kaolinite 30 - 110 25 - 40 25 - 29

Halloysite 50 - 70 47 - 60 -

Terhidrasi 35 - 55 30 - 45 -

Holloysite 160 - 230 100 - 120 -

Attapulgite 44 - 47 36 - 40 -

Page 37: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Anastasia Maya Widya Ekaputri dan Sri Wulandari, Korelasi Nilai Aktivitas… 224

Mineral Batas Cair Batas Plastis Batas Susut

Chlorite 200 - 250 120 - 140 -

Allophane

Sumber : Mitchell, 1976

Mineral Lempung

Mineral lempung merupakan pelapukan akibat reaksi kimia yang menghasilkan susunan

kelompok partikel berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil dari 0,002 mm.

Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid (<1μ) dan ukuran 2μ

merupakan batas atas (paling besar) dari ukuran partikel mineral lempung. Untuk menentukan

jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari ukuran butirannya saja tetapi perlu diketahui

mineral yang terkandung didalamnya. ASTM D-653 memberikan batasan bahwa secara fisik

ukuran lempung adalah partikel yang berukuran antara 0,002 mm samapi 0,005 mm. Tiga

mineral utama penyusun mineral lempung yaitu Kaolinite, Illite dan Montmorillonite. Kaolinite

merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari susunan satu lembaran silika tetrahedra

dengan lembaran aluminium oktahedra, dengan satuan susunan setebal 7,2 Å, Karena itu,

mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di antara lempengannya untuk menghasilkan

pengembangan atau penyusutan pada sel satuannya. Montmorillonite, disebut juga dengan

smectit, adalah mineral yang dibentuk oleh dua buah lembaran silika dan satu lembaran

aluminium (gibbsite). Tanah-tanah yang mengandung montmorillonite sangat mudah

mengembang oleh tambahan kadar air, yang selanjutnya tekanan pengembangannya dapat

merusak struktur ringan dan perkerasan jalan raya. Illite adalah bentuk mineral lempung yang

terdiri dari mineral-mineral kelompok illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah

lembaran aluminium oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedral. Susunan

Illite tidak mengembang oleh gerakan air di antara lembaran-lembarannya.

Aktivitas Tanah

Skempton (1953) mendefinisikan aktivitas tanah lempung sebagai perbandingan antara Indeks

Plastisitas (IP) dengan persentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm yang dinotasikan

dengan huruf C, disederhanakan dalam persamaan sebagai berikut.

C

IPAktivitas

Nilai A>1,25 digolongkan aktif dan bersifat ekspansif. Nilai 1,25>A>0,75 digolongkan normal,

sedangkan nilai A<0,75 digolongkan tidak aktif. Aktivitas tanah lempung juga berhubungan

dengan mineralogi tanah lempung yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Aktivitas Tanah Lempung

Mineralogi Nilai Aktivitas

Kaolinite 0,33 - 0,46

Illite 0,99

Montmorillonite (Ca) 1,5

Montmorillonite (Na) 7,2

Sumber : Skempton, 1953

Aktivitas digunakan sebagai indeks untuk mengidentifikasi kemampuan mengembang dari

suatu tanah lempung. Ketebalan air mengelilingi butiran tanah lempung tergantung dari macam

mineralnya. Jadi dapat disimpulkan plastisitas tanah lempung tergantung dari sifat mineral

Page 38: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Anastasia Maya Widya Ekaputri dan Sri Wulandari, Korelasi Nilai Aktivitas… 225

lempung yang ada pada butiran dan jumlah mineral. Bila ukuran butiran semakin kecil, maka

luas permukaan butiran akan semakin besar. Pada konsep Atterberg, jumlah air yang tertarik

oleh permukaan partikel tanah akan bergantung pada jumlah partikel lempung yang ada di

dalam tanah. Sifat tanah (lempung) ekspansif antara lain tergantung pada jenis dan jumlah

mineral, kemudahan bertukarnya ion-ionnya atau disebut kapasitas pertukaran kation serta

kandungan elektrolit dan tatanan struktur lapisan mineral. Mineral lempung yang menyusun

tanah lempung ekspansif umumnya antara lain montmorilonit, illit dan kaolinit. Dari ketiga

jenis mineral tersebut, montmorilonit yang mempunyai daya kembang terbesar sehingga

kehadirannya diduga merupakan faktor utama menentukan sifat ekspansif lempung tersebut,

dengan mengetahui kandungan mineralogi yang dimiliki tanah / batuan dapat digunakan untuk

memperkirakan sifat ekspansif tanah lempung (Yulianti dkk, 2012).

California Bearing Ratio

Metode perencanaan perkerasan jalan yang umum dipakai adalah cara-cara empiris dan yang

biasa dikenal adalah cara CBR (California Bearing Ratio). Metode ini dikembangkan oleh

California State Highway Departement sebagai cara untuk menilai kekuatan tanah dasar jalan

(subgrade). CBR menunjukkan nilai relatif kekuatan tanah, semakin tinggi kepadatan tanah

maka nilai CBR akan semakin tinggi. Pemeriksaan CBR bertujuan untuk menentukan harga

CBR tanah yang dipadatkan di laboratorium pada kadar air tertentu. Disamping itu,

pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan kepadatan

tanah. Pemeriksaan CBR Laboratorium mengacu pada AASHTO T-193-74 dan ASTM-1883-

73. CBR menunjukkan suatu perbandingan (ratio) antara beban yang diperlukan untuk

menekan piston logam (luas penampang 3 inch) ke dalam tanah untuk mencapai penurunan

(penetrasi) tertentu dengan beban yang diperlukan pada penekanan piston terhadap material

batu pecah di California pada penetrasi yang sama (Canonica, 1991). Harga CBR adalah nilai

yang menyatakan kualitas tanah dasar dibandingkan dengan bahan standar berupa batu pecah

yang mempunyai nilai CBR sebesar 100% dalam memikul beban, sedangkan, nilai CBR yang

didapat akan digunakan untuk menentukan tebal lapisan perkerasan yang diperlukan di atas

lapisan yang mempunyai nilai CBR tertentu. Penentuan nilai CBR yang biasa digunakan untuk

menghitung kekuatan pondasi jalan adalah penetrasi 0,1” dan penetrasi 0,2” dengan

menggunakan persamaan sebagai berikut, dimana x adalah pembacaan dial saat penetrasi 0,1”

sedangkan y adalah pembaaan dial pada saat penetrasi 0,2”.

100%3000

x0,1"CBR

100%4500

y0,2"CBR

Nilai CBR umumnya digunakan untuk subgrade jalan. Semakin besar nilai CBR berarti

kemampuan tanah untuk menahan lalu lintas diatasnya semakin besar. Berikut kategori nilai

CBR terhadap kekuatan subgrade jalan yang diklasifikasikan dalam Guide Highways

Maintanance (2000).

Tabel 4. Nilai CBR terhadap Kekuatan Subgrade Jalan

Nilai CBR Keterangan

< 3% Kurang Baik

3% - 5% Baik

5% - 15% Sangat Baik

Sumber : Guide to Highways Maintanance, 2000

Page 39: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Anastasia Maya Widya Ekaputri dan Sri Wulandari, Korelasi Nilai Aktivitas… 226

METODE PENELITIAN

Pengambilan Sampel Tanah

Sampel tanah yang digunakan adalah jenis sampel tanah terganggu (disturbed) yang diambil

dari tiga lokasi berbeda yaitu Cikalong, Ciapus dan Ciluer. Pengambilan sampel dilakukan

dengan terlebih dahulu menggali kurang lebih sedalam 30 cm untuk membuang akar-akar

tanaman. Sampel tanah terganggu (disturbed) dimasukkan kedalam karung yang telah dilapisi

trash bag dan diikat untuk menjaga kadar air tanah. Sampel yang diambil masing-masing

sebanyak 2 karung.

Pengujian Sifat Fisik dan Mekanik Tanah

Pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanik Tanah, Universitas Gunadarma, Ciracas.

Parameter sifat fisik tanah yang yaitu berat jenis tanah, batas-batas konsistensi tanah, dan

analisis gradasi butiran, sedangkan untuk parameter mekanik tanah yang digunakan yaitu nilai

California Bearing Ratio (CBR) soaked. Nilai Indeks Plastisitas dan analisis gradasi butiran

digunakan dalam menentukan nilai aktivitas tanah lempung. Nilai Soaked CBR digunakan

untuk menentukan daya dukung tanah. Hubungan keduanya ditunjukkan dengan menggunakan

suatu metode statistika berupa analisis regresi dan korelasi dimana nilai aktivitas lempung

sebagai variabel bebas (x) dan nilai CBR sebagai variabel terikat (y). Metode regeresi

dilakukan untuk mengetahui seberapa kuat hubungan antara aktivitas lempung dan daya

dukung tanah dengan pengujian CBR Laboratorium perendaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Sifat Fisik Tanah

Pengujian sifat fisik tanah meliputi pengujian berat jenis tanah, batas konsistensi tanah dan

analisis gradasi butiran. Hasil analisis gradasi butiran menunjukkan bahwa tanah dari ketiga

lokasi pengambilan sampel, termasuk kedalam tanah berbutir halus dengan nilai berat jenis

berkisar antara 2,565 – 2,679. Hasil berat jenis tersebut menunjukkan bahwa tanah Cikalong

dan Ciapus termasuk kedalam jenis tanah lempung organik, sedangkan tanah Ciluer termasuk

dalam jenis tanah lempung tak organik Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di

Laboratorium Mekanika Tanah, Universitas Gunadarma, diperoleh data fisik tanah sebagai

berikut.

Tabel 5. Hasil Pengujian Indeks Properties

Parameter Cikalong Ciapus Ciluer

Berat Jenis 2,565 2,611 2,679

Batas Cair (%) 57,171 62,679 50,411

Batas Plastis (%) 38,318 41,548 41,379

Batas Susut (%) 37,566 31,866 14,332

Indeks Plastisitas (%) 18,852 21,131 9,031

Nilai batas cair untuk masing-masing lokasi penelitian yaitu 57,171%., 62,679%., dan 50,411%

dengan nilai batas plastis untuk lokasi Cikalong sebesar 38,318%., lokasi Ciapus 41,548% dan

lokasi Cilluer sebesar 41,379%. Tanah Cikalong dan Ciapus termasuk dalam lempung

plastisitas tinggi dengan nilai (PI) > 17%, sedangkan tanah Ciluer termasuk lempung plastisitas

sedang dengan nilai PI sebesar 9,031%.

Page 40: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Anastasia Maya Widya Ekaputri dan Sri Wulandari, Korelasi Nilai Aktivitas… 227

Analisis Angka Aktivitas Lempung

Perhitungan angka aktivitas lempung menggunakan metode Skempton (1953), yaitu

perbandingan Indeks Plastisitas dengan persentase tanah lempung lolos saringan 0,002 mm

sehingga diperoleh nilai angka aktivitas terendah sebesar 0,306 dan nilai angka aktivitas

tertinggi sebesar 1,568. Nilai aktivitas tanah dapat menunjukkan potensi kandungan mineral

lempung. Nilai angka aktivitas lempung menunjukkan potensi kandungan sifat mineral

lempung yang berbeda-beda. Tanah yang memiliki nilai angka aktivitas lebih besar dari 1,25

diperkirakan termasuk dedalam sifat mineral golongan Montmorillonite. Hasil pengujian

menunjukkan tanah Cikalong dan Ciapus termasuk kedalam sifat mineral golongan Kaolinite

dengan nilai aktivitas tanah masing-masing sebesar 0,306 dan 0,408. Tanah Ciluer termasuk

kedalam golongan mineral lempung Montmorillonite dengan angka aktivitas 1,568 dan

tergolong paling aktif. Mineral lempung yang menyusun tanah lempung ekspansif umumnya

antara lain Montmorilonit, Illit dan Kaolinit. Dari ketiga jenis mineral tersebut, Montmorilonit

yang mempunyai daya kembang terbesar sehingga kehadirannya diduga merupakan faktor

utama menentukan sifat ekspansif lempung tersebut, dengan mengetahui kandungan mineralogi

yang dimiliki tanah / batuan dapat digunakan untuk memperkirakan sifat ekspansif tanah

lempung.

Analisis Nilai Soaked CBR

Pengujian CBR dilakukan setelah melakukan pengujian pemadatan tanah. Pemadatan

merupakan usaha untuk mempertinggi kerapatan tanah yaitu dengan mengeluarkan udara pada

pori-pori tanah yang biasanya mengunakan energi mekanis. Tingkat kepadatan tanah diukur

dari nilai berat volume keringnya (γd). Berat volume kering tidak berubah oleh adanya kenaikan

kadar air. Tujuan pemadatan diantaranya untuk memadatkan tanah dalam keadaan kadar air

optimum, sehingga udara dalam pori-pori tanah akan keluar. Pengujian CBR yang dilakukan

adalah CBR dengan perendaman (soaked) selama empat hari sesuai dengan SNI 1744:2012.

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan diperoleh nilai Soaked CBR untuk tiga jenis

sampel sebagai berikut.

Tabel 6. Nilai Soaked CBR

Parameter Cikalong Ciapus Ciluer

CBR (%) 5,145 5,374 4,537

Nilai CBR untuk Tanah Cikalong dan Ciapus termasuk dalam golongan sangat baik untuk

digunakan sebagai subgrade jalan, sedangkan Ciluer termasuk dalam golongan baik dengan

nilai CBR berada pada rentang 3% – 5%.

Pengaruh Angka Aktivitas Lempung Terhadap Nilai Soaked CBR

Sifat kembang susut tanah dipengaruhi oleh mineral lempung yang terkandung. Tanah

ekspansif, dimana tanah yang memiliki keadaan mengembang dan menyusut terlalu sering

umumya terdapat pada tanah berbutir halus, seperti lempung plastisitas tinggi. Tingkat

keaktifan tanah dapat dilihat dari nilai aktivitas kempung. Skempton (1953) menjelaskan bahwa

nilai angka aktivitas tanah > 1,25 menunjukkan sifat ekspansif tanah yang sangat aktif.

Page 41: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Anastasia Maya Widya Ekaputri dan Sri Wulandari, Korelasi Nilai Aktivitas… 228

Gambar 1. Grafik Hubungan Aktivitas Lempung dan Nilai Soaked CBR

Grafik diatas menggambarkan hubungan fungsional antara variabel yang dinyatakan

dengan bentuk persamaan matematika y = -0,5812(x) + 0,8882. Koefisien korelasi (x)

negatif menunjukkan kedua variabel mempunyai hubungan yang berbanding terbalik. Hal

ini dapat disimpulkan bahwa jika nilai angka aktivitas lempung (x) semakin tinggi maka

nilai Soaked CBR (y) akan semakin rendah. Berdasarkan korelasi yang dibuat,

mengindikasikan bahwa angka aktivitas lempung berpengaruh kuat dalam menentukan

daya dukung tanah yang dilihat dalam nilai Soaked CBR, diindikasikan dari nilai koefisien

korelasi yang cukup tinggi dengan R2 = 0,8891. Dalam penentuan hubungan korelasi

dengan nilai regresi, Soedjana (1992) menggunakan nilai r dalam memberikan kriteria

untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua

variabel . Berdasarkan Soedjana (1992), variabel R > 0,5 mengindikasikan memiliki

hubungan korelasi yang kuat, dimana semakin tinggi nilai aktivitas tanah maka semakin

kecil nilai Soaked CBR.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai aktivitas tanah di lokasi Cikalong, Ciapus dan

Ciluer masing-masing adalah 0,306., 0,408 dan 1,568 dengan kandungan mineral Kaolinite

serta Montmorillonite. Nilai CBR laboratorium dengan perendaman pada masing-masing lokasi

Cikalong, Ciapus dan Ciluer yatu 5,145%., 5,374%., dan 4,537%. Berdasarkan hubungan

mengenai angka aktivitas tanah lempung dan nilai Soaked CBR diperoleh korelasi hubungan

berupa hubungan berbanding terbalik dengan nilai koefisien korelasi (x) bernilai negatif. Hal

ini berarti, jika angka aktivitas lempung (X) semakin tinggi maka nilai daya dukung tanah yaitu

nilai Soaked CBR (Y) semakin rendah dengan variabel r lebih dari 0,5 yang mengindikasikan

hubungan korelasi kuat.

DAFTAR PUSTAKA

Alifahmi., Irvan Sophian., Dicky Muslim. 2016. “Aktivitas Tanah Lempung Pada Formasi

Bojongmanik Terhadap Kestabilan Lereng di Daerah Cikopomayak, Kabupaten Bogor,

Provinsi Jawa Barat”. Bulletin od Science Contribution. Vol. 14, No 3.

Darwis. 2017. Dasar-Dasar Teknik Perbaikan Tanah. Pustaka AQ. Yogyakarta.

Page 42: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Anastasia Maya Widya Ekaputri dan Sri Wulandari, Korelasi Nilai Aktivitas… 229

Das, Braja M. 1985. Mekanika (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid 1 Penerbit Erlangga.

Jakarta

Hardiyatmo, Harry Christady. 2006. Mekanika Tanah. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

Lestari, I Gusti Agung Ayu Istri. 2014. “Karakteristik Tanah Lempung Ekspansif (Studi Kasus

di Desa Tanah Awu, Lombok Tengah)”. Gabec Swara. Vol 8, No 2.

Taufandhie Ridho, Irvan Sophian, Dicky Muslim. 2018. “Pengaruh Aktivitas Lempung

Terhadap Nilai Daya Dukung Tanah Fondasi Dangkal Di Kawasan Cimenyan,

Kabupaten Bandung”. Padjadjaran Geoscience Journal. Vol.2, No 1.

Tri Winarno. Anis Kurniasih, Jenian Marin dan Istiqomah Ari Kusuma. 2017. Identifikasi Jenis

dan Karakteristik Lempung di Perbukitan Jiwo, Bayat, Klaten, dan Arahannya sebagai

Bahan Galian Industri. Jurnal Universitas Diponegoro Vol 38. No 2 (65 – 70)

Utami, Dyah Nursita. 2018.”Kajian Jenis Mineralogi Lempung dan Implikasinya dengan

Gerakan Tanah”. Vol 2, No 2.

Widya Ika Retnoningtyas, Zulfiadi Zakaria, dan Emi Sukiyah. 2017. “Potensi Mengembang

Tanah Lempung Di Wilayah Kampung Cigintung, Desa Cimuncang, Kecamatan

Malausma, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat”. Bulletin of Scientific

Contribution Geology Vol 15 No 2 Agustus 2017 (123-128).

Yulianti, A., D. Sarah dan E. Soebowo. 2012. “Pengaruh Lempung Ekspansif Terhadap Potensi

Amblesan Tanah Di Daerah Semarang”. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 22

No. 2 (93 – 104).

Yuliet Rina, Abdul Hakam, Getby Febrian. 2011. “Uji Potensi Mengembang pada Tanah

Lempung dengan Metode Free Swelling Test”. Jurnal Rekayasa Sipil. Vol 7, No 1.

Page 43: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Putri Agustina Hidayat dan Andi Tenrisuki Tenriajeng, Perencanaan Pengendalian Biaya… 230

PERENCANAAN PENGENDALIAN BIAYA DAN WAKTU DENGAN

KONSEP EARNED VALUE

Putri Agustina Hidayat

1

Andi Tenrisuki Tenrianjeng2

1,2

Fakultas Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

e-mail: [email protected],

[email protected]

Abstrak

Salah satu metode untuk pengendalian pembangunan gedung adalah dengan menggunakan metode

Earned Value. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kinerja dari segi waktu dan biaya

penyelesaian proyek, salain itu dapat digunakan untuk memperkirakan waktu dan biaya penyelesaian

proyek pada saat ditinjau serta mengetahui indeks prestasi proyek. Hasil penelitian menujukan

berdasarkan peninjauan minggu ke-65 indikator Earned Value yang didapat yaitu nilai PV sebesar Rp.

168.834.659.103, nilai EV sebesar Rp. 151.205.747.094, nilai AC sebesar Rp.153.344.115.799. Hasil

Ananlisis Varian dan Indeks performasi yang didapat pada minggu k-65 nilai CV Rp. -2.138.368.705,

nilai CPI 0.968, SV Rp. -17.628.912.009 dan nilai SPI 0,896. Prakiraan biaya dan jadwal yang

ditinjau yaitu pada minggu ke-65 nilai ETC sebesar Rp. 89.035.849.199, EAC sebesar Rp.

273.060.224.447 artinya prakiraan biaya akhir melebihi biaya awal yaitu dengan nilai Rp.

239.000.000.000 artinya memiliki selisih dana sebesar Rp. 34.060.244.447, dan TE atau prakiraan

waktu penyelesaian proyek yaitu 94 dengan jadwal yang direncankan yaitu selama 91 minggu artinya

memiliki keterlambatan jadwal selama 3 minggu.

Kata Kunci : earned value, planed value, actual cost

PENDAHULUAN Menjalankan sebuah konstruksi tentunya diharapkan bahwa proyek tersebut berjalan sesuai

dengan apa yang direncanakan baik dari pihak pengguna jasa maupun penyedia jasa, yang

harus diperhatikan dalam mencapai tujuan tersebut adalah besar biaya yang dialokasikan,

jadwal pelaksanaan serta mutu yang harus dipenuhi. Kenyataan yang terjadi yaitu

ketidaksesuaian antara rencana dan realisasi di lapangan oleh karena itu dibutuhkan

pengendalian agar proyek tersebut dapat berjalan kearah tujuan yang ditetapkan. Penelitian ini

berisi tentang perencanaan pengendalian waktu dan biaya yaitu dengan konsep Nilai Hasil

(Earned Value) yang membantu mengendalikakan suatu proyek dengan memadukan unsur

prestasi biaya dan waktu sehingga dapat memperkirakan biaya dan waktu menyelesaikan

proyek dengan dasar asumsi tertentu.

LITERATURE REVIEW

Konsep Earned Value merupakan salah satu alat yang digunakan dalam pengelolaan proyek

yang mengintegrasikan biaya dan waktu (Dwi Kartika,2014).

Analisis Indikator Earned Value

Menurut Ir. Irika Widiasanti M.T dan Lenggogeni, M.T (2013) dalam buku Manajemen

Konstruksi mengungkapkan terdapat tiga elemen dasar yang menjadi acuan dalam

menganalisis kinerja dari proyek berdasarkan konsep Earned Value, ketiga alemen tersebut

adalah :

1. Planed Value (PV) atau BCWS (Budget Cost for Work Schedule)

Planed Value adalah biaya yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja yang disusun

terhadap waktu.

PV = Kontrak Nilairencanabobot %

Page 44: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Putri Agustina Hidayat dan Andi Tenrisuki Tenriajeng, Perencanaan Pengendalian Biaya… 231

2. Earned Value (EV) atau BCWP (Budgeted Cost for Work Performed)

EV dihitung berdasarkan akumulasi dari pekerjaan-pekerjaan yang telah diselesaikan selama

periode waktu tertentu.

EV = Konntrak Nilairealisasibobot %

3. Actual Cost (AC) atau ACWP (Actual Cost for Performed)

Besarnya nilai AC yaitu jumlah aktual dari pengeluaran atau dana yang diigunakan untuk

melaksanakan pekerjaan pada kurun waktu tertentu. AC menurut George J. Ritz dalam Total

Contruction Project Management (1994) dihitung dengan cara berikut ini :

AC = langsung tidak Biaya langssung Biaya

Biaya langsung = Kontrak Nilai85%

Biaya tidak langsung = Kontrak Nilai15%

AC per minggu = Bobot langsung Biayaminggu Total

langsung tidak Biaya

Analisis Varian

Analisis varian dari konsep nilai hasil terdiri dari kinerja biaya dan waktu pada waktu tertentu,

terdapat dua parameter yang digunakan dalam menegatahuinya. Kedua parameter tersebut

menurut Ir. Irika Widiasanti M.T dan Lenggogeni, M.T (2013) adalah :

1. Cost Variance (CV)

Nilai positif dari CV mengindikasikan bahwa bagian pekerjaan tersebut memberikan

keuntungan pada periode waktu yang ditinjau. Di lain sisi, jika nilai CV negatif menunjukan

bahwa bagian pekerjaan tersebut adalah merugi.

CV = AC-EV

2. Schedule Varience (SV)

Nilai positif dari Schedule Variance mengindikasikan bahwa pada periode waktu tersebut

bagian pekerjaan yang diselesaikan lebih banyak dari pada rencana, dengan kata lain

pekerjaan lebih cepat dari rencana.

SV = PV-EV

Analisis Indeks Performasi

1. SPI (Schedule Performance Index)

Schedule Performance Index adalah faktor efisiensi kinerja dalam menyelesaikan pekerjaan

dapat diperlihatkan oleh perbandingan antara nilai pekerjaan yang secara fisik telah

diselesaikan dengan rencana pengeluaran biaya yang dikeluarkan berdasarkan rencana

pekerjaan.

SPI = PV

EV

2. CPI (Cost Performance Index)

Cost Performance Index adalah faktor efesiensi biaya yang telah dikeluarkan dapat

diperhatikan dengan membandingkan nilai pekerjaan yang secara fisik telah diselesaikan

dengan biaya yang telah dikeluarkan dalam periode yang sama.

CPI = AC

EV

Prakiraan waktu dan biaya Penyelesaian Proyek

Perkiraan biaya akhir untuk menyelesaikan proyek dapat dilakukan dengan menggunakan

indikator yang diperoleh pada saat pelaporan untuk memberikan peramalan yang bermanfaat

dalam memberikan peringatan dini mengenai hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan

Page 45: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Putri Agustina Hidayat dan Andi Tenrisuki Tenriajeng, Perencanaan Pengendalian Biaya… 232

datang, didasarkan pada asumsi bahwa kecendurngan yang ada dan terungkap pada saat

pelaporan tidak mengalami perubahan

1. Estimate to Complete (ETC)

ETC merupakan prakiraan biaya pekerjaan tersisa, dengan asumsi bahwa kecenderungan

kinerja proyek akan tetap sampai akhir proyek.

a. ETC untuk progress fisik <50%

ETC = EVBAC

b. ETC untuk progress fisik >50%

ETC =

CPI

EVBAC

2. Estimate at Complete (EAC)

EAC adalah prakiraan biaya total pada akhir proyek dengan asumsi kinerja sama dengan

saat peninjauan. Nilai EAC diperoleh dengan rumus berikut ini :

EAC =

SPICPI

EV-BACAC

3. Time Estimate (TE)

TE merupakan prakiraan waktu penyelesaian proyek dengan asumsi kecenderungan kinerja

proyek akan tetap pada saat pelaporan.

TE = akaiWaktu terpSPI

waktuSisa

METODE PENELITIAN

Sumber data yang digunakan pada penulisan proposal tugas akhir ini yaitu menggunakan data

primer dan sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari survey lapangan dan

wawancara pada pihak kontraktor serta data sekunder adalah data yang diperoleh PT Jaya

Construction Managemen selaku kontraktor dari pembangunan Apartemen Bintaro Plaza –

Breeze Tower dan studi literatur untuk menunjang pembuatan penelitian.

Menentukan indikator Earned Value yaitu PV, EV, dan AC

Menentukan analisis varians yaitu SV dan CV

Mulai

Identifikasi masalah

Pengumpulan data

Primer : survey lapangan dan

wawancara pihak kontraktor

Sekunder : RAB, Kurva S

Menentukan analisis indeks kinerja yaitu SPI dan CPI

A

Page 46: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Putri Agustina Hidayat dan Andi Tenrisuki Tenriajeng, Perencanaan Pengendalian Biaya… 233

Gambar 1 Flowchart Pengendalian biaya dan waktu menggunakan Earned Value

HASIL DAN PEMBAHASAN

Indikator Earned Value

Earned Value memiliki tiga indikator yang menjadi dasar acuan dalam menganalisis

kinerja dari proyek diantaranya yaitu Planed Value (PV), Earned Value (EV) dan Actual

Cost (AC).

1. Planed Value (PV)

Planed Value atau BCWS (Budget Cost for Work Schedule) menunjukan anggaran

untuk satu paket pekerjaan dikaitkan dengan jadwal pelaksanaan.

PV = Kontrak Nilairencanabobot %

PV = 0.000239.000.00%1030,0

= Rp. 246.229.150

Setelah mendapat nilai dari Plane Value setiap minggu, maka untuk mencari nilai Planed

Value kumulatif dengan cara menghitung kumulatif dari minggu sebelumnya.

2. Earned Value

Nilai EV didapat dari perkalian antara presentase bobot realisasi tiap minggu dengan

total nilai kontrak, kemudian diakumulasikan tiap minggunya.

EV = Konntrak Nilairealisasibobot %

= 0.000239.000.00 Rp.0,7525%

= Rp. 1.822.418.874

Setelah mendapat bobot dari nilai Earned Value pada setiap minggu, kemudian untuk

mencari bobot kumulatif dengan cara mengakumulasikan nilai EV minggu sebelumnya.

3. Actual Cost

Actual Cost (AC) atau Actual Cost for Performed adalah jumlah biaya aktual dari

pekerjaan yang telah dilaksanakan pada kurun waktu tertentu.

Biaya langsung = Kontrak Nilai 85%

= 0.000239.000.00 Rp. 85%

= Rp. 203.150.000.000

Biaya tidak langsung = Kontrak Nilai 15%

= 0.000239.000.00 Rp. 15%

= Rp. 35.850.000.000

Bobot minggu ke-1 = 0,0925%

Total minggu = 91

AC = Bobot langsung Biaya

minggu Total

langsung tidak Biaya

= %0925,00.000203.150.00 Rp. +

91

.00035.850.000 Rp.

= Rp. 581.777.955

Selesai

Menentukan prakiraan biaya dan waktu penyelesiaan proyek yaitu

ETC, EAC dan TE

A

Page 47: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Putri Agustina Hidayat dan Andi Tenrisuki Tenriajeng, Perencanaan Pengendalian Biaya… 234

Setelah mendapat nilai AC perminggu maka menghitung nilai Actual Cost kumulatif setiap

minggunya dengan cara mengakumulasikan nilai AC pada minggu sebelumnya.

Analisis Varian

Analisis varian digunakan untuk mengetahui penyimpangan yang terjadi pada biaya dan

jadwal pelaksaan pekerjaan.

1. Cost Variance

CV merupakan selisih antara nilai yang diperoleh setelah menyelesaikan paket

pekerjaan dengan biaya aktual selama pelaksanaan proyek.

CV minggu ke-31 = AC-EV

= 7302.904.794. Rp.-8662.953.927. Rp.

= Rp. 49.133.136

Setelah mendapat nilai dari Cost Variance (CV) pada setiap minggu, maka untuk

mencari CV kumulatif dengan cara mengakumulasikan nilai CV pada minggu

sebelumnya.

2. Schedule Variance

Schedule Variance digunakan untuk menghitung penyimpangan antar Planed Value

(PV) dengan Earned Value (EV).

SV minggu ke-15 = PV-EV

= 7452.970.326. Rp.-6253.266.814. Rp.

= Rp. 256.487.879

Setelah mendapat nilai dari Cost Variance (SV) pada setiap minggu, maka untuk

mencari SV kumulatif dengan cara mengakumulasikan nilai SV minggu sebelumnya.

Analisis Indeks Performasi

Analisis indeks performasi yaitu menilai kinerja dari progress yang telah dikerjaan pada

proyek pembangunan. Analisis indeks performasi terdiri dari Schedule Performance Index

(SPI) dan Cost Performance Index (CPI).

1. Shedule Performance Index

SPI meninjau kinerja jadwal yang telah dilaksanakan pada pada periode waktu tertentu.

Contoh perhitungan Schedule Performance Index pada minggu ke-5 sebagai berikut :

SPI minggu ke-5 = PV

EV

=7451.313.296. Rp.

7521.630.239. Rp.

= 1,241

2. Cost Permance Index (CPI)

Cost Performance Index (CPI) meninjau kinerja biaya pada periode waktu tertentu.

Berikut merupakan contoh perhitungan Cost Performance Index pada minggu ke-5 :

CPI minggu ke-5 =AC

EV

=0093.355.484. Rp.

7521.630.239. Rp.

= 0,486

Prakiraan waktu dan biaya Penyelesaian Proyek

Prakiraan dihitung dengan berdasarkan asumsi tertentu, yaitu kinerja pada saat pelaporan

tidak mengalami perubahan hingga akhir proyek.

Page 48: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Putri Agustina Hidayat dan Andi Tenrisuki Tenriajeng, Perencanaan Pengendalian Biaya… 235

1. Estimate to Complete

Estimate to Complete (ETC) menunjukan prakiran biaya tersisa dengan asumsi kinerja

proyek akan tetap sama sampai akhir proyek.

ETC minggu ke-3 =

CPI

EVBAC

=

0,486 Rp.

1871.927.03 Rp.0.000239.000.00 Rp.

= Rp. 488.572.575.732

2. Estimate at Complete

Estimate at Complete (EAC) yaitu perkiraan biaya akhir proyek dengan asumsi kinerja

pada saat pelaporan akan sama hingga akhir proyek.

EAC minggu ke-65 =

SPICPI

EV-BACAC

=

0,8960,986

.747.094Rp.151.205-0239.000.00 Rp.5.799153.344.15 Rp.

= Rp. 237.060.224.447

3. Time Estimate

Time Estimate (TE) adalah perkiraan waktu penyelesaian proyek dengan asumsi bahwa

kinerja proyek pada saat peninjuan akan sama hingga akhir proyek.

TE minggu ke-65 = akaiWaktu terpSPI

waktuSisa

= 650,896

65)-(91

= 94 minggu

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan data serta hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan pada proyek

pembangunan Apartemen Bintaro Plaza – Breeze Tower dapat disimpulkan beberapa hal

diantaranya :

1. Indikator Earned Value (EV) yang didapat pada minggu ke-65 yaitu nilai Planed Value

(PV) sebesar Rp. 168.834.659.103, Earned Value (EV) sebesar Rp. 151.205.747.094 dan

Actual Cost (AC) sebesar Rp. 153.344.115.799.

2. Analisis varian dan Indeks Performasi yang di tinjau yaitu pada minggu ke-65 nilai Cost

Variance (CV) sebesar Rp. -2.138.368.705, Schedule Variance (SV) sebesar Rp. -

17.628.912.009, Cost Performance Index sebesar 0,986 dan Schedule Performance Index

sebesar 0,896. Pengamatan pada minggu ke-65 dari segi biaya mengeluarkan biaya melebihi

biaya yang direncankan ditunjukan pada CV bernilai negatif dan dukung oleh nilai CPI

kurang dari satu, dari segi jadwal terjadi keterlambatan dari jadwal yang direncanakan

ditunjukan dengan nilai SV negatif dan didukung nilai SPI kurang dari satu.

3. Prakiraan biaya dan jadwal yang ditinjau yaitu pada minggu ke-65 nilai Estimate to

Complete sebesar Rp. 89.035.849.199, Estimate at Complete sebesar Rp. 273.060.224.447

artinya prakiraan biaya akhir melebihi biaya awal yaitu sebesar Rp. 239.000.000.000 artinya

memiliki selisih dana sebesar Rp. 34.060.244.447, dan Time Estimate (TE) atau prakiraan

waktu penyelesaian proyek yaitu 94 dengan jadwal yang direncankan yaitu selama 91

minggu artinya memiliki keterlambatan jadwal selama 3 minggu.

Page 49: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Putri Agustina Hidayat dan Andi Tenrisuki Tenriajeng, Perencanaan Pengendalian Biaya… 236

Saran

Saran yang dapat di simpulkan penulis pada penulisan tugas akhir dengan juduk perencanaan

pengendalian biaya dan waktu dengan konsep Earned Value yaitu :

1. Perlu ditingkatkan dalam pengawasan proyek baik dalam segi biaya maupun jadwal

pelaksanaan proyek agar proyek berjalan sesuai dengan yang direncanakan

2. Pelaporan progress kinerja sebaiknya dilakukan setiap hari sehingga agar didapatkan

informasi yang akurat dan apabila adanya penyimpangan baik dalam segi biaya maupun

jadwal pelaksanaan proyek dapat segera terdeteksi.

DAFTAR PUSTAKA

Kartikasari, Dwi, Pengendalian Biaya dan Waktu dengan Metode Earned Value (Studi Kasus :

Proyek Struktur dan Aritektur Production Hall-02 Pandaan, Jurnal Teknik sipil Untag

Surabaya, Vol. 7 No.2, 2014.

Ritz, G.J., Total Construction Project Management, MC Graw Hill, Boston Massachusetts

Burr Ridge, 1994

Widiasanti, irika dan Lenggogeni, 2013, Manajemen Konstruksi, PT Remaja Rosdakarya,

Bandung

Page 50: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 237

PERANCANGAN PEMELIHARAAN PERKERASAN JALAN

MENGGUNAKAN HASIL FALLING WEIGHT DEFLECTOMETER

METODE BINA MARGA 2017

Ninche Evinda

1

Nahdalina2

1,2

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok, 16424, Jawa Barat

e-mail: [email protected],

[email protected]

Abstrak

Infrastruktur jalan berkontrbusi dalam kegiatan distribusi barang dan jasa, sehingga diperlukan

pemeliharaan perkerasan jalan, agar kegiatan tersebut berjalan aman dan nyaman. Tujuan dari

perencanaan ini adalah perencanaan pemeliharaan jalan akibat beban overloading. Perencanaan

pemeliharaan perkerasan ini dilakukan dengan menggunakan metode Bina Marga 2017, dimana

berdasarkan nilai lendutan dari hasil survei FWD (Falling Weight Deflectometer) yang digunakan

untuk mengetahui kondisi struktur perkerasan jalan. Langkah pertama dalam analisis adalah

menghitung VDF kondisi normal dan VDF beban akibat overload, setelah itu didapatkan CESA yang

merupakan prameter untuk analisis lendutan. Selanjutnya, evaluasi lendutan dengan melakukan

analisis pemilihan jenis penanganan yang didasarkan pada grafik nilai pemicu. Perencanaan ini

didapatkan kenaikan VDF akibat overload sebesar 0,005%, dengan lendutan FWD sebesar 0,08 mm,

dan didaptkan lendutan dibawah pemicu lendutan 1 dan luas kerusakan < 5%. Sehingga solusi yang

diperoleh adalah pemeliharaan rutin dengan tambalan permukaan (surface patching) dan dengan

laburan permukaan aspal (surface dressing).

Kata Kunci : Pemeliharaan, Perkerasan, Overload, lendutan, FWD, VDF.

PENDAHULUAN Kerusakan jalan menurut Manual Desain Perkerasan Jalan 2017 disebabkan karena beban

berlebih, temperatur perkerasan tinggi, curah hujan tinggi, dan tanah lunak. Faktor-faktor

tersebut merupakan tantangan terhadap kinerja aset jalan di Indonesia. Kementrian Pekerjaan

Umum Dan Perumahan Rakyat Direktorat Jendral Binamarga menerbitkan Manual Desain

Perkerasan Jalan Nomor 04/SE/Db/2017, dimana dalam pedoman tersebut digunakan untuk

mengetahui nilai kondisi suatu jalan dimana sebagai acuan terhadap usulan pemeliharaan jalan

dikemudian hari menggunakan pendekatan lendutan maksimum dan analisis kurva atau

lengkung lendutan, sehingga faktor-faktor kerusakan jalan tersebut dapat ditanggulangi dengan

baik agar keselamatan pengguna jalan tetap terjaga.

Penelitian tugas akhir ini akan membahas perencanaan pemeliharaan perkerasan jalan dari hasil

uji perkerasan Falling Weight Deflectometer akibat beban berlebih dengan metode Bina Marga

yang mengacu pada metode perencanaan terbaru Bina Marga 2017.

LITERATURE REVIEW

Perkerasan yang secara terus menerus mengalami tegangan-tegangan akibat beban lalu lintas

yang dapat mengakibatkan kerusakan pada perkerasan, selain itu temperatur, kelembaban, dan

gerakan tanah dasar dapat pula menyebabkan kerusakan perkerasan. Tujuan pemeliharaan jalan

menurut Bina Marga adalah dimana akibat kondisi lalu lintas dan kondisi non lalu lintas

lainnya maka jalan akan mengalami penurunan kondisi yang diindikasikan terjadinya

kerusakan pada permukaan perkerasan jalan, oleh karena itu deteksi dan perbaikan kerusakan

secara dini pada perkerasan akan mencegah kerusakan minor yang mungkin dapat berkembang

menjadi kegagalan perkerasan. Perencanaan pemeliharaan berdasarkan analisis metode Bina

Page 51: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 238

Marga 2017 salah satunya dengan lendutan maksimum. Pengukuran lendutan dengan metode

ini menggunakan alat Falling Weight Deflectometer (FWD), dengan menggunakan beban pelat

dinamik (impuls) pada permukaan perkerasan. Langkah-langkah dalam menentukan

perencanaan pemeliharaan, yaitu sebagai berikut :

1) Pengolahan data input yaitu data-data terlebih dahulu disusun, dihitung dan disesuaikan

dengan kebutuhan data yang diinginkan seperti data LHR, data Lendutan FWD, dan data

struktur perkerasan terpasang.

2) Penentuan jenis penanganan, yang didasarkan pada nilai lendutan yang didapat dari alat

uji FWD, didalam melakukan analisis jenis penanganan digunakan nilai pemicu yang

didefinisikan sebagai nilai batas dimana suatu penanganan perlu atau layak dilaksanakan.

3) Analisis Perhitungan Penanganan Pemeliharaan Perkerasan.

Nilai Dwakil yang diperoleh dari analisis lendutan kemudian selanjutnya dibandingkan

dengan nilai ESA4 aktual yang diperoleh dan dicocokkan dengan tabel lendutan pemicu

untuk pemilihan penanganan lapis tambah dan rekonstruksi, seperti ditunjukkan pada

gambar dan tabel berikut ini :

Gambar 1. Grafik Ilustrasi Konsep Pemicu Penanganan Perkerasan

(Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Tahun 2017)

METODE PENELITIAN Metode pengambilan data adalah dengan cara mengambil data sekunder yaitu data berat

angkutan barang dari jembatan timbang UPPKB Losarang, dan data stripmap jalan, hasil

FWD, dan data riwayat penanganan dari P2JN Provinsi Jawa Barat, sebagai berikut :

Page 52: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 239

Mulai

Studi Pustaka

Menyusun Metodologi

Penentuan Ruas

Pengumpulan Data

Kondisi Lalu Lintas Kondisi Perkerasan

Data Survey

LHR

Data Jembatan

Timbang

Data Riwayat

Penanganan

Data Lendutan

dari Alat FWD

Analisis pemicu

menggunakan Metode Bina

Marga 2017

Hasil dan

Pembahasan

Kesimpulan dan

Saran

Selesai

VDF

Kendaraan

CESA

Presentasi

Kerusakan Jalan

Lendutan Wakil

Data PrimerData Sekunder

Gambar 2. Bagan Alur Perencanaan Pemeliharaan Jalan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lokasi Studi Kasus

Lokasi studi yang dipilih dalam perencanaan ini adalah jalan nasional yang terletak di Provinsi

Jawa Barat yaitu ruas jalan Sewo-Lohbener arah Jakarta sepanjang 2 Km yaitu pada segmen

KM 62+000 – KM 64+000 dengan kondisi perkerasan lentur.

Page 53: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 240

Data Lalu Lintas Harian Rata-Rata

Data volume lalu lintas yang didapatkan yaitu tahun 2017 yang merupakan data sekunder yang

diperoleh dari P2JN Jawa Barat. Data ini akan digunakan untuk perhitungan nilai kumulatif

beban, sedangkan faktor pertumbuhan lalu lintas sendiri ditentukan mengikuti tabel

pertumbuhan series (historical growth data) pada Manual Desain Perkerasan Jalan 2017.

Tabel 1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata Golongan Kendaraan LHR (kend/hari)

Sepeda Motor, Skuter dan Kendaraan Roda 3 7579

Sedan, Jeep dan Station Wagon 627

Opelet, Pick-up-opelet, Suburdan, Combi dan Mini Bus 2469

Pick-up, Micro Truck dan Mobil Hantaran 758

Bus Kecil 60

Bus Besar 446

Truck 2 Sumbu 2327

Truck 3 Sumbu 1336

Truck Gandengan 260

Truck Semi Trailer 510

Kendaraan Tidak Bermotor 55

(Sumber : P2JN Jawa Barat)

Data Hasil Penimbangan Jembatan Timbang

Data hasil penimbangan jembatan timbang didapatkan dari UPPKB Losarang tahun 2018,

dimana data hasil penimbangan akan digunakan untuk menghitung faktor ekivalen beban yaitu

VDF aktual hasil dari beban berlebih yang terjadi.

Data Hasil Uji FWD dan Perkerasan Eksisting

Data kondisi perkerasan ruas Sewo-Lohbener arah Jakarta KM 62+000 – KM 64+000, untuk

penangan terakhir yaitu dilakukan pada tahun 2014 dengan overlay, dengan tebal overlay

sebagai berikut :

Tebal AC-WC = 50 mm

Tebal AC-BC = 70 mm

Tebal AC-BASE = 70 mm

0

50

100

150

200

250

300

350

Nila

i Le

nd

uta

n d

f1 (

0,0

01

mm

)

Gambar 3. Grafik Data Lendutan Hasil Pengujian dengan Alat FWD

(Sumber : P2JN Jawa Barat)

Kondisi Kerusakan Jalan Eksisting

Metode pengukuran dilakuan dengan mengestimasi luas kerusakan setiap jarak 100 m. Hal ini

dikarenakan saat penelitian berlangsung tidak ada kegiatan penutupan jalan dan perbaikan

Page 54: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 241

jalan, sehingga menyulitkan pengukuran langsung kerusakan jalan tersebut. Luas kerusakan

total yang didapatkan adalah 166,139 m2.

Analisis Lalu Lintas

Analisis lalu lintas yaitu perhitungan kumulatif CESA, dimana sebelumnya beban lalu lintas

dikonversi ke beban standar (ESA) dengan menggunakan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle

Damage Factor) yaitu perhitungan faktor kerusakan akibat beban kendaraan.

Vehicle Damage Factor Beban Normal

Hasil perhitungan VDF tiap golongan kendaraan berdasarkan Bina Marga dengan rumus,

adalah sebagai berikut :

Sumbu tunggal = (1)

Sumbu ganda = 0,086 × (2)

Tabel 2. Vehicle Damage Factor Beban Normal

Jenis Kendaraan

Berat

Total

(ton)

Konfigurasi beban sumbu (ton) Vehicle

Damage

Factor

RD RB

1 2 3 4 5

Sedan, Jeep, st.

Wagon 2 1,1 2,00 1,00 1,00 - - - - 0,0005

Pick up, Combi 3 1,2 8,30 2,82 5,48 - - - - 0,2174

Truck 2 as (L) 4 1,2L 8,30 2,82 5,48 - - - - 0,2174

Bus Kecil 5a 1,2 8,30 2,82 5,48 - - - - 0,2174

Bus Besar 5b 1,2 9,00 3,06 5,94 - - - - 0,3006

Truck 2 as (H) 6 1,2H 15,15 5,15 10,00 - - - - 2,4159

Truck 3 as 7a 1,2,2 25,01 6,25 9,38 9,38 - - - 2,7416

Truck 4 as,

truck gandengan 7b 1,2+2,2 31,40 5,65 8,79 8,48 8,48 - - 3,9083

Truck S. Trailer 7c 1,2,2+2,2 40,13 5,88 10,00 10,00 7,00 7,25 - 4,1718

Vehicle Damage Factor Beban Overloading

Menghitung Beban Overloading yang terjadi dari data penimbangan.

(3)

Hasil penimbangan jembatan timbang golongan kendaraan tersebut menujukkan adanya beban

yang melebihi dari JBI yang ditentukan, dimana golongan 3 rata-rata sebesar 90%, golongan 4

sebesar 34%, golongan 5a sebesar 42%, 5b sebesar 36%, golongan 6 sebesar 39%, golongan 7a

sebesar 84%, golongan 7b sebesar 50% dan golongan 7c sebesar 52%, sehingga hasil

perhitungan VDF beban berlebih adalah sebaga berikut :

Page 55: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 242

Tabel 3. Vehicle Damage Factor Beban Overloading

Jenis Kendaraan

Berat

Total

(ton)

Konfigurasi beban sumbu (ton) Vehicle

Damage

Factor RD

RB

1 2 3 4 5

Sedan, Jeep, st.

Wagon 2 1,1 2,00 1,00 1,00 - - - - 0,0005

Pick up, Combi 3 1,2 8,37 2,85 5,53 - - - - 0,2256

Truck 2 as (L) 4 1,2L 8,33 2,83 5,50 - - - - 0,2207

Bus Kecil 5a 1,2 8,33 2,83 5,50 - - - - 0,2213

Bus Besar 5b 1,2 9,03 3,07 5,96 - - - - 0,3049

Truck 2 as (H) 6 1,2H 15,21 5,17 10,04 - - - - 2,4520

Truck 3 as 7a 1,2,2 25,22 6,30 9,46 9,46 - - - 2,8397

Truck 4 as, truck

gandengan 7b 1,2+2,2 31,56 5,68 8,83 8,52 8,52 - - 3,9882

Truck S. Trailer 7c 1,2,2+2,2 40,34 5,91 10,05 10,05 7,04 7,29 - 4,2609

Berdasarkan perhitungan diperoleh persentase peningkatan VDF kumulatif akibat muatan

berlebih aktual sebesar 0,005%.

Menghitung Cumulative Equivalent Single Axle Load

Data lalu lintas harian rata-rata pada tabel 18 digunakan untuk menghitung CESA pada lajur

desain selama umur rencana. Umur rencana pemeliharaan yang digunakan adalah 10 tahun.

Hasil perhitungan CESA sebagai berikut :

Tabel 4. Hasil Perhitungan CESA Aktual

Golongan

Kendaraan

LHR 2017

VDF

Faktor

Distribusi

Lajur

(DL)

Faktor

Distribusi

Arah

(DD)

Faktor

Pertumbuhan

ESA4 per

Hari

ESA4 per

Tahun CESA4 CESA5

(kend/hari)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

2 627 0,0005 0,8 0,5 10 1,133 413,405

19859085 37732262

3 2469 0,2256 0,8 0,5 10 2232,193 814750,270

4 758 0,2207 0,8 0,5 10 669,961 244535,818

5a 60 0,2213 0,8 0,5 10 53,073 19371,820

5b 446 0,3049 0,8 0,5 10 545,018 198931,589

6 2327 2,4520 0,8 0,5 10 22857,806 8343099,154

7a 1336 2,8397 0,8 0,5 10 15200,867 5548316,566

7b 260 3,9882 0,8 0,5 10 4149,678 1514632,374

7c 510 4,2609 0,8 0,5 10 8698,724 3175034,138

Total LHR 8792

Nilai CESA4 didapatkan sebesar 19.859.085 yang selanjutnya digunakan untuk parameter dari

analisis penaganan pemeliharaan perkerasan jalan.

Page 56: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 243

Analisis Data Lendutan Data nilai lendutan dilakukan perhitungan kurva FWD Wakil. Lendutan yang digunakan adalah

lendutan D0−D200. Nilai lendutan ini harus dikoreksi dengan faktor muka air tanah (faktor

musim) dan koreksi temperatur, dari hasilanalisis didapatkan sebesar 76 μm atau setara dengan

0,076 mm dibulatkan menjadi 0,08 mm.

Analisis Pemicu dan Jenis Penanganan

Pemicu lendutan adalah nilai pemicu didapat dari nilai FWD untuk D0−D200 wakil. Pemicu

lendutan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu pemicu lendutan 1 dan pemicu lendutan 2. Hasil

lendutan wakil dan lalu lintas CESA4 Aktual yang diperoleh yaitu 19.859.085 ESA4

kemudian diplotkan menggunakan gambar ilustrasi konsep pemicu penanganan dengan

defleksi lendutan wakil yaitu 0,08 mm, dimana hubungan lalu lintas dan lendutan wakil

tersebut akan mendapatkan titik pertemuan solusi penanganan yang diberikan, setelah itu

kemudian dicocokan dengan tabel pemilihan jenis penanganan pedoman Bina Marga 2017.

Gambar 4. Hasil Plot dari Ilustrasi Konsep Pemicu Penanganan Perkerasan

Tabel 5. Pemilihan jenis penanganan pada tahap desain untuk perkerasan lentur eksisting dengan beban

lalu lintas 10 th 1-30 juta ESA4

Jenis Penanganan Pemicu untuk setiap jenis penanganan

1 Hanya pemeliharaan

rutin Lendutan dan IRI di bawah Pemicu 1, luas kerusakan serius < 5% terhadap

total area.

2 Penambalan berat (Heavy Patching)

Lendutan melebihi Pemicu Lendutan 2 atau permukaan rusak berat dan luas

area dari seluruh segmen jalan yang membutuhkan heavy patching lebih kecil

dari 30% (jika lebih besar lihat 6 atau 7).

3 Kupas dan ganti material

di area tertentu Retak buaya yang luas, atau alur >30 mm atau IRI > Pemicu IRI 2 dan hasil

pertimbangan teknis.

4 Overlaynon struktural

Lendutan kurang dari Pemicu Lendutan 1, indeks kerataan lebih besar dari

pemicu IRI1.

5 Overlaystruktural Lebih besar dari Pemicu Lendutan 1 dan kurang dari Pemicu Lendutan 2

6 Rekonstruksi Lendutan di atas Pemicu Lendutan 2, lapisan aspal <100mm.

7 Daur ulang Lendutan di atas Pemicu Lendutan 2, lapisan aspal > 100mm.

(Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Tahun 2017)

Page 57: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 244

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil analisis lalu lintas untuk perhitungan VDF akibat beban kendaraan yang melebi ijin,

memberikan pertambahan nilai sebesar 0,005%, hasil perhitungan VDF tersebut kemudian

digunakan untuk menghitung CESA rencana untuk pemeliharaan jalan 10 tahun mendatang

dan didapatkan nilai CESA4 sebesar 19.859.085 dan dengan analisis lendutan Dwakil adalah

0,08 mm, dengan memperhatikan fator koreksi tempertaur yang digunakan menyesuaikan

dengan kondisi iklim dan cuaca yang ada di Indonesia. Metode Bina Marga 2017 ini, lebih

sedikit menggunakan asumsi-asumsi yang digunakan sebagai parameter desain. Hasil analisis

penanganan dari plot gambar grafik hubungan lendutan dan lalu lintas pada Bina Marga 2017,

menunjukkan bahwa solusi yang didapatkan adalah pemeliharaan rutin dibawah pemicu

lendutan 1. Lendutan terbilang kecil karena hal ini disebabkan kondisi jalan masih dalam

kondisi mantap, kerusakan yang terjadi kategori sedang dimana kerusakan yang terjadi

terhadap luas total area yang ditinjau < 5%, dan beberapa kerusakan telah ditangani namun

beberapa kerusakan lama dan kerusakan baru perlu ditangani lagi karena untuk mencegah

kerusakan perkerasan yang lebih parah, sehingga solusi untuk penangan yan digunakan adalah

tambalan permukaan (surface patching) dan dengan laburan permukaan aspal (surface

dressing).

Saran

Perencanaan atau penelitian selanjutnya dalam perhitungan pemeliharaan ini, disarankan

melakukan perencanaan dengan metode lainnya, sebagai pertimbangan dalam pemeliharaan,

perencanaan lapis tambah jalan, rehabilitasi jalan ataupun rekontruksi jalan dan metode

pengambilan data sebaiknya dilakukan dengan alat ukur, dan dilakukan pada jam lalu lintas

rendah sehingga didapatkan total luas kerusakan yang terukur.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Purnomo, YI Wicaksono, and Bagus Hario Setiadji. 2014. “Perencanaan Jalan

Lingkar Utara Brebes-Tegal STA. 8+800 – STA. 17+377.” Jurnal Karya Teknik Sipil

3(3): 760–772.

Aji, Akhmad Haris Fahruddin, Bambang Sugeng Subagio, Eri Susanto Hariyadi, and Widyarini

Weningtyas. 2015. “Evaluasi Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metode

AASHTO 1993 Dan Metode Bina Marga 2013 Studi Kasus : Jalan Nasional Losari -

Cirebon.” Jurnal Teoretis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil 22(2): 147–164.

Iskandar, Gunawan Wibisonol, and Elianora. 2017. “Perencanaan Tebal Lapis Tambah

(Overlay) Dengan Perbandingan Metode PD T-05-2005-B Dan Manual Perkerasan Jalan

Nomor 02/M/BM/2013.” Jom FTEKNIK 4(2): 1–9.

Putra, M Yoga Mandala. 2013. “Evaluasi Kondisi Fungsional Dan Struktural Menggunakan

Metode Bina Marga Dan AASHTO 1993 Sebagai Dasar Dalam Penanganan Perkerasan

Lentur Studi Kasus : Ruas Medan - Lubuk Pakam.” Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang

Rekayasa Sipil 20(3): 245–254.

Putri, Vidya Annisah, I Wayan Diana, and Sasana Putra. 2016. “Identifikasi Jenis Kerusakan

Pada Perkerasan Lentur ( Studi Kasus Jalan Soekarno-Hatta Bandar Lampung ).” JRSDD

4(2): 197–204.

Wahyudi, Danu, Priyo Pratomo, and Hadi Ali. 2016. “Analisis Perencanaan Tebal Lapis

Tambah ( Overlay ) Cara Lenduntan Balik Dengan Metode Pd T-05-2005-B Dan

Pedoman Interim No . 002 / P / BM / 2011 Berdasarkan Petunjuk Perencanaan

Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa.” JRSDD 4(1): 137–152.

Widodo, Apriyadi Dwi. 2018. Evaluasi Kondisi Perkerasan dan Prediksi Sisa Umur

Perkerasan Lentur dengan Metode Pavement Condition Index, Bina Marga dan Metode

Page 58: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ninche Evinda dan Nahdalina, Menggunakan Hasil Falling… 245

Mekanistik-Empiris dengan Program Kenpave. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. 2011. Tata Cara Pemeliharaan dan Penilikan Jalan

Nomor : 13/PRT/M/2011. Menteri Pekerjaan Umum, Jakarta.

Bina Marga. 2011. Pedoman Interim Desain Perkerasan Jalan Lentur No. 002/P/BM/2011.

Kementrian Pekerjaan Umum, Jakarta.

Bina Marga. 2005. Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode

Lendutan. Kementrian Pekerjaan Umum, Jakarta.

Bina Marga. 2012. Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 22/KPTS/Db/2012. Kementrian

Pekerjaan Umum, Jakarta.

Bina Marga. 2013. Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013. Kementrian

Pekerjaan Umum, Jakarta.

Bina Marga. 2017. Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 04/SE/Db/2017. Kementrian

Pekerjaan Umum, Jakarta.

Direktorat Sarana Perhubungan Darat. 2008. Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor

SE.02/AJ.108/DRJD/2008 tentang Panduan Batasan Maksimum Perhitungan JBI, JBKI

untuk mobil barang, kendaraan khusus, kendaraan penarik berikut kereta

tempelan/kereta gandengan. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Jakarta.

Page 59: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Muhammad Irzal Dwi Putra dan Diyanti, Perencanaan Saluran Drainase… 246

PERENCANAAN SALURAN DRAINASE DI PERUMAHAN TAMAN

ARCADIA MEDITERANIA DEPOK JAWA BARAT

Muhammad Irzal Dwi Putra1

Diyanti2

1.,2Fakultas Teknik Sipil Universitas Gunadarma Indonesia

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok, 16424, Jawa Barat

e-mail: [email protected],

[email protected]

Abstrak Perubahan tata guna lahan adalah faktor terbesar dalam meningkatnya air limpasan permukaan.

Tujuan dari perencanaan ini adalah merencanakan saluran drainase yang cukup untuk menampung

debit banjir yang melewati Perumahan Taman Arcadia Mediterania. Debit banjir rencana dihitung

berdasarkan data curah hujan yang diambil dari tiga stasiun hujan terdekat. Saluran yang

direncanakan adalah saluran sekunder yang terdapat pada sisi kanan kiri jalan utama. Saluran yang

direncanakan ada empat yaitu saluran Sekunder 1, Sekunder 2, Sekunder 3, dan Sekunder 4 dengan

panjang total 2.412 m. Saluran sekunder 1 sampai dengan 4 mempunyai debit banjir rencana berturut-

turut adalah sebesar 0,247 m3/detik, 0,275 m

3/detik, 0,587 m

3/detik, 0,685 m

3/detik. Saluran yang

direncanakan menggunakan bahan U-Ditch Beton Pracetak. Dimensi yang direncanakan untuk saluran

sekunder 1 dan 2 dengan lebar 60 cm dan tinggi 70 cm dan untuk saluran sekunder 3 dan 4 dengan

lebar100 cm dan tinggi 100 cm. Pemodelan pada aplikasi HEC-RAS menunjukkan hasil bahwa tinggi

muka air pada setiap saluran tidak melebihi dimensi saluran yang direncanakan.

Kata Kunci: Perencanaan, Drainase Perumahan, HEC-RAS

PENDAHULUAN Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab utama tingginya runoff dibandingkan dengan

faktor lainnya. Apabila suatu hutan yang berada dalam suatu daerah aliran sungai diubah

menjadi pemukiman, maka debit puncak sungai akan meningkat 6 sampai 20 kali. Angka

tersebut tergantung dari jenis hutan danjenis pemukiman (Kodatie dan Rustam, 2008).

Drainase merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk menangani persoalan kelebihan air baik

kelebihan air yang berada di atas permukaan tanah maupun air yang berada di bawah

permukaan tanah. Kelebihan air dapat disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi atau akibat

dari waktu hujan yang lama. Secara umum drainase didefinisikan sebagai ilmu yang

mempelajari tentang usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan pada suatu kawasan (Wesli,

2008).

Perumahan Taman Arcadia Mediterania sebagai perumahan baru yang akan dihuni harus

memiliki fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menunjang kinerja perumahan. Penelitian ini

bertujuan untuk merencanakan saluran drainase di Perumahan Taman Arcadia Mediterania

dimana output yang akan didapatkan nanti adalah dimensi saluran dan bahan.

LITERATURE REVIEW

Drainase yang berasal dari bahasa inggris drainage yang mempunyai arti mengalirkan,

membuang, atau mengalihkan air. Dalam bidang teknik sipil, drainase secara umum dapat

didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal

dari hujan, rembesan maupun kelebihan air irigasi di suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi

kawasan tidak terganggu. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air

tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Jadi, drainase menyangkut tidak hanya air permukaan

tapi juga air tanah. (Suripin, 2004).

METODE PENELITIAN

Page 60: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Muhammad Irzal Dwi Putra dan Diyanti, Perencanaan Saluran Drainase… 247

Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan untuk perencanaan ini adalah Perumahan Taman Arcadia Mediterania.

Perumahan Taman Arcadia Mediterania terletak di Jl. Raya Tapos, Cimanggis, Depok, Jawa

Barat.

Gambar 1. Peta Lokasi Perumahan Taman Arcadia Mediterania

Sumber: Google Maps, 2018

Data Yang Digunakan

1. Data Curah Hujan

Data curah hujan diambil dari tiga stasiun hujan yang paling dekat dengan lokasi yaitu stasiun

hujan Cibinong, Cawang, dan Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Data curah hujan yang

digunakan adalah pada 10 tahun terakhir yaitu dari tahun 2008 hingga 2017.

2. Data Site Plan dan Tata Guna Lahan

Data diperlukan untuk perhitungan debit banjir rencana dan dimensi penampang saluran.

Metode Analisis

Analisis Hidrologi

Data yang telah didapat kemudian diolah dalam analisa hidrologi. Analisa hidrologi ini

bertujuan untuk menentukan debit banjir yang akan melewati saluran.

Analisis Hidrolika

Debit banjir yang telah didapat diolah pada analisa hidrolika agar mendapatkan dimensi

penampang saluran yang sesuai. Pemodelan menggunakan aplikasi HEC-RAS pun dilakukan

setelah mendapatkan dimensi penampang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Hidrologi

Curah Hujan Harian Maksimum Rata-rata

Perhitungan curah hujan Harian maksimum rata-rata menggunakan Metode Rata-Rata Aljabar.

Curah hujan maksimum pada setiap stasiun hujan pada setiap tahunnya dikelompokkan. Lalu

curah hujan maksimum tersebut diolah menjadi curah hujan rata-rata dengan menggunakan

rumus:

n

3R

2R

1R

R

Tabel 1. Curah Hujan Harian Rata-rata

Tahun Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

2008 50,0 87,3 67,5 55,0 38,8 29,4 7,1 67,6 48,3 36,1 93,5 73,0

2009 75,0 63,2 92,0 66,5 83,3 56,3 63,5 14,4 40,3 56,0 63,8 45,8

Page 61: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Muhammad Irzal Dwi Putra dan Diyanti, Perencanaan Saluran Drainase… 248

Tahun Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

2010 67,0 74,3 49,0 23,3 48,7 65,5 44,3 41,4 58,3 66,0 58,8 53,5

2011 44,7 49,0 24,0 50,8 71,8 32,6 33,7 20,2 36,8 57,3 68,5 64,1

2012 52,0 78,8 74,7 78,4 71,2 53,2 39,4 4,4 21,7 49,7 68,3 88,4

2013 91,8 51,0 41,3 59,1 43,4 40,2 52,1 55,5 41,2 50,3 55,8 76,9

2014 120,8 96,5 73,9 68,3 73,5 54,1 79,7 56,4 26,2 52,3 106,8 87,7

2015 60,3 85,7 93,0 63,4 42,2 17,2 0,0 11,8 0,0 0,8 14,0 28,4

2016 72,3 85,4 54,9 88,5 47,5 67,5 94,2 105,9 83,9 84,2 63,5 68,7

2017 46,6 107,8 72,2 52,1 54,9 57,9 37,6 28,3 47,0 75,8 87,4 154,2

Dari data curah hujan harian rata-rata diatas ditentukan curah hujan maksimum rata-rata. Cara

menentukannya adalah dengan memilih curah hujan terbesar diantara setiap bulan pada setiap

tahun. Tabel 2. Curah Hujan Harian Maksimum Rata-rata

No Tahun Curah Hujan Maksimum (mm)

1 2008 93,5

2 2009 92,0

3 2010 74,3

4 2011 71,8

5 2012 88,4

6 2013 91,8

7 2014 120,8

8 2015 93,0

9 2016 105,9

10 2017 154,2

Parameter Statistik

Perhitungan parameter statistik untuk distribusi Normal dan Gumbel adalah sebagai berikut. 1. Nilai Rata-Rata

n

nX....2

X1

XX

10

71,83 74,33 88,40 91,83 92,00 93,00 93,50 105,87 120,77 154,17X

mm 98,57 X

2. Standar Deviasi

1-n

2)

_X - (Xi

S

1-10

89,5187 S

24,01 S

Page 62: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Muhammad Irzal Dwi Putra dan Diyanti, Perencanaan Saluran Drainase… 249

3. Koefisien Variasi

_X

S

VC

57,98

24,01

VC

0,24

VC

4. Koefisien Kemencengan

3S2-n1-n

3)

_X - (Xi

n Cs

324,012-101-10

147879,2910 Cs

48,1 Cs

5. Koefisien Kurtosis

4S3-n 2-n1-n

4)

_X - (Xi

2

n K

C

424,013-10 2-101-10

610672105,9

210

KC

6,37 K

C

Tabel 3. Parameter Statistik Distribusi Normal dan Gumbel

Parameter Statistik Nilai

Nilai Rata-rata Curah Hujan 98,57

Standar deviasi (S) 24,01

Koefisien Variasi (Cv) 0,24

Koefisien Kemencengan (Cs) 1,48

Koefisien Kurtosis (Ck) 6,37

Tabel 4. Parameter Statistik Distribusi Log Normal dan Log Pearson III

Parameter Statistik Nilai

Log Nilai Rata-rata Curah Hujan 1,98

Standar deviasi (S) 0,10

Koefisien Variasi (Cv) 0,05

Koefisien Kemencengan (Cs) 0,9

Koefisien Kurtosis (Ck) 5,10

Berdasarkan hasil perhitungan parameter statistik diatas ditentukan distribusi yang memenuhi

persyaratan.

Tabel 5. Pemilihan Jenis Distribusi

Jenis Distribusi Frekuensi Syarat Distribusi Nilai Cs Nilai Ck Hasil

Distribusi Normal Cs = 0 dan Ck = 3 1,48 6,37 Tidak Memenuhi

Page 63: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Muhammad Irzal Dwi Putra dan Diyanti, Perencanaan Saluran Drainase… 250

Distribusi Log Normal Cs > 0 dan Ck > 3 0,92 5,10 Tidak Memenuhi

Distribusi Gumbel Cs = 1,139 dan Ck = 5,402 1,48 6,37 Tidak Memenuhi

Distribusi Log Person III Cs antara 0-0,9 0,9 5,10 Memenuhi

Uji Kecocokan

Uji Chi-Kuadrat

Uji ini dilakukan dengan membandingkan nilai chi kritis dan nilai chi hitung dari masing-

masing distribusi. Apabila nilai chi kritis yang lebih besar, maka distribusi dapat diterima.

Berikut adalah hasil dari uji kecocokan chi kuadrat.

Tabel 6. Hasil Uji Chi Kuadrat Distribusi Log Normal dan Log Pearson III

No. Kelas Ei Oi X2

1 1,80 < X < 1,91 2,5 2 0,1

2 1,91 < X < 2,02 2,5 5 2,5

3 2,02 < X < 2,13 2,5 2 0,1

4 2,13 < X < 2,24 2,5 1 0,9

Nilai Chi Kuadrat Hitung X2 = 3,6

Tabel 7. Hasil Uji Chi Kuadrat

Syarat Chi Hitung < Chi Kritik

Jenis Distribusi Normal dan Gumbel Log Normal dan Log Person III

Hasil 6,8 3,8 3,6 3,8

Kesimpulan Distribusi Tidak Dapat Diterima Distribusi Dapat Diterima

Pemilihan Kala Ulang

Pemilihan kala ulang ditentukan berdasarkan tipologi kota dan daerah tangkapan air

berdasarkan dari Permen PU No.12/PRT/M/2014.

Tabel 8. Tabel Pemilihan Kala Ulang

TIPOLOGI KOTA

DAERAH TANGKAPAN AIR (Ha)

< 10

10 – 100

101 – 500

> 500

Kota Metropolitan

Kota Besar Kota

Sedang Kota

Kecil

2 Th

2 Th

2 Th

2 Th

2 – 5 Th

2 – 5 Th

2 – 5 Th

2 Th

5 – 10 Th

2 – 5 Th

2 – 5 Th

2 Th

10 – 25 Th

5 – 20 Th

5 – 10 Th

2 - 5 Th

Kota Depok masuk dalam kategori kota metropolitan dan luas lahan sebesar 19,79 Ha sehingga

kala ulang yang diambil adalah 2 sampai 5 tahun.

Analisis Distribusi Frekuensi dengan jenis Distribusi Log Pearson III

Nilai curah hujan rencana pada distribusi log pearson III dihitung menggunakan rumus sebagai

berikut.

Page 64: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Muhammad Irzal Dwi Putra dan Diyanti, Perencanaan Saluran Drainase… 251

ST

KYT

Y

Dimana:

YT = Curah hujan rencana

Y = Nilai rata-rata curah hujan (Y = Log X)

S = Deviasi standar nilai Y

KT = Faktor frekuensi

Tabel 9. Nilai Curah Hujan Rencana Distribusi Log Pearson III

Kala Ulang KT Log X (YTr) XTr

(mm)

2 -0,15 1,97 93,07

5 0,77 2,06 114,24

Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan dihitung menggunakan rumus Mononobe, dengan kemiringan saluran

0,0039 dan panjang saluran 0,775 km didapatkan waktu konsentrasi 0,463 jam.

Tabel 10. Hasil Perhitungan Intensitas Curah Hujan

Kala Ulang Curah Hujan

(mm) Intensitas Curah Hujan (I) (mm/jam)

2 93,07 53,95

5 114,24 66,21

Debit Banjir Rencana

Luas lahan dari Perumahan Taman Arcadia Mediterania sebesar 197.969 m2. Lahan dibagi

menjadi tiga jenis yaitu lahan hijau, jalan aspal, dan rumah atau bangunan. Nilai koefisien

pengaliran masing-masing jenis lahan berurutan adalah 0,25, 0,8, dan 0,4. Perencanaan saluran

meliputi saluran sekunder yang berada di jalan utama perumahan. Saluran ini dibagi menjadi 4

bagian yaitu saluran sekunder 1 sampai 4 dimana saluran sekunder 1 dan 3 saling menyambung

begitu juga dengan saluran 2 dan 4. Masing-masing saluran memiliki sub das masing-masing

yang dihitung koefisien pengalirannya berdasarkan luas masing-masing jenis lahan pada tiap

sub das. Debit banjir dihitung menggunakan metode Rasional. Debit banjir yang diambil

adalah pada periode ulang 5 tahun. AIC0,00278 Q

Tabel 11. Hasil Perhitungan Debit Banjir Rencana

No Nama Saluran Debit (m3/detik)

1 Saluran Sekunder 1 0,247

2 Saluran Sekunder 2 0,275

3 Saluran Sekunder 3 0,587

4 Saluran Sekunder 4 0,685

Analisis Hidrolika

Saluran direncanakan dengan bentuk penampang persegi dan bahan dari beton precast (U-

Ditch). Dimensi penampang dihitung menggunakan paham saluran ekonomis. Hasil

perhitungan penampang diselaraskan dengan ukuran U-Ditch yang ada di pasaran.

Page 65: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Muhammad Irzal Dwi Putra dan Diyanti, Perencanaan Saluran Drainase… 252

Tabel 12. Hasil Perhitungan Dimensi Saluran

No Nama Saluran Dimensi Hasil Perhitungan (m) Dimensi yang Digunakan (m)

Lebar (b) Tinggi (h) Lebar (b) Tinggi (h)

1 Saluran Sekunder 1 0,618 0,702 0,60 0,70

2 Saluran Sekunder 2 0,644 0,723 0,60 0,70

3 Saluran Sekunder 3 0,964 0,973 1,00 1,00

4 Saluran Sekunder 4 0,993 0,995 1,00 1,00

Pemodelan dengan Aplikasi HEC-RAS

Dimensi yang telah didapat dimodelkan pada aplikasi HEC-RAS agar dapat diketahui apakah

debit banjir rencana yang mengalir meluap atau tidak. Berikut hasil simulasi tinggi muka air

berdasarkan data debit banjir rencana periode ulang 5 tahun:

Saluran Sekunder 1

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,71,0

1,1

1,2

1,3

1,4

1,5

1,6

1,7

SALURAN SEKUNDER 1 Plan: HASIL S1 30/11/2018 HULU

Station (m)

Ele

vation

(m

)

Legend

EG PF 1

WS PF 1

Crit PF 1

Ground

Bank Sta

,013

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

0,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

SALURAN SEKUNDER 1 Plan: HASIL S1 30/11/2018 HILIR

Station (m)

Ele

vation

(m

)

Legend

EG PF 1

WS PF 1

Crit PF 1

Ground

Bank Sta

,013

Gambar 2. Pemodelan HEC-RAS Saluran Sekunder 1 Bagian Hulu dan Hilir

Saluran Sekunder 2

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,71,0

1,1

1,2

1,3

1,4

1,5

1,6

1,7

SALURAN SEKUNDER 2 Plan: HASIL S2 30/11/2018 HULU

Station (m)

Ele

vation

(m

)

Legend

EG PF 1

WS PF 1

Crit PF 1

Ground

Bank Sta

,013

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,70,0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

SALURAN SEKUNDER 2 Plan: HASIL S2 30/11/2018 HILIR

Station (m)

Ele

vation

(m

)

Legend

EG PF 1

WS PF 1

Crit PF 1

Ground

Bank Sta

,013

Gambar 3. Pemodelan HEC-RAS Saluran Sekunder 2 Bagian Hulu dan Hilir

Saluran Sekunder 3

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,03,0

3,2

3,4

3,6

3,8

SALURAN SEKUNDER 3 Plan: HASIL S3 30/11/2018

Station (m)

Ele

vation

(m

)

Legend

EG PF 1

WS PF 1

Crit PF 1

Ground

Bank Sta

,013

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,00,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

SALURAN SEKUNDER 3 Plan: HASIL S3 30/11/2018 HILIR

Station (m)

Ele

vation

(m

)

Legend

EG PF 1

WS PF 1

Crit PF 1

Ground

Bank Sta

,013

Gambar 4. Pemodelan HEC-RAS Saluran Sekunder 3 Bagian Hulu dan Hilir

Page 66: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Muhammad Irzal Dwi Putra dan Diyanti, Perencanaan Saluran Drainase… 253

Saluran Sekunder 4

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,03,0

3,2

3,4

3,6

3,8

SALURAN SEKUNDER 4 Plan: HASIL S4 30/11/2018 HULU

Station (m)

Ele

vation

(m

)

Legend

EG PF 1

WS PF 1

Crit PF 1

Ground

Bank Sta

,013

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,00,0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,0

SALURAN SEKUNDER 4 Plan: HASIL S4 30/11/2018 HILIR

Station (m)

Ele

vation

(m

)

Legend

EG PF 1

WS PF 1

Crit PF 1

Ground

Bank Sta

,013

Gambar 5. Pemodelan HEC-RAS Saluran Sekunder 4 Bagian Hulu dan Hilir

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perencanaan saluran drainase Perumahan Taman Arcadia Mediterania Depok Jawa Barat yang

dilakukan pada saluran sekunder yang terdapat pada sisi kanan dan kiri jalan utama yang

membawa air dari saluran tersier ke saluran primer. Saluran yang direncanakan ada empat yaitu

saluran sekunder 1, sekunder 2, sekunder 3, dan sekunder 4 dengan panjang total 2.412 m.

Saluran sekunder 1 sampai dengan 4 mempunyai debit banjir rencana berturut-turut adalah

sebesar 0,247 m3/detik, 0,275 m

3/detik, 0,587 m

3/detik, dan 0,685 m

3/detik. Dimensi yang

direncanakan untuk saluran sekunder 1 dan 2 adalah lebar 60 cm dan tinggi = 70 cm dan untuk

saluran sekunder 3 dan 4 adalah lebar 100 cm dan tinggi 100 cm. Saluran menggunakan bahan

U-Ditch beton pracetak.

Saran Adapun saran yang diberikan adalah perlu dilakukan simulasi 3 Dimensi dan perencanaan tidak

hanya berdasarkan data curah hujan, melainkan limbah rumah tangga juga diperhitungkan.

DAFTAR PUSTAKA

Kodoatie, R.J. dan Sjarief, Rustam. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air terpadu. Andi:

Yogyakarta.

Peraturan Menteri pekerjaan Umum Republik Indonesia No. 12/PRT/M/2014 tentang

Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan

Prihandono, Aris. 2009. Tinjauan Sosial Kebijakan Penyediaan Ruang terbuka Hijau di

Kawasan Perkotaan, Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum, Volume 1 Nomor 3.

Departemen Pekerjaan Umum: Jakarta.

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Sandi Offset: Yogyakarta

Wesli, 2008. Drainase Perkotaan. PT Graha Ilmu: Yogyakarta.

Page 67: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Dea Eka Pratama, Ellysa, Analisis Kebutuhan Fondasi… 254

ANALISIS KEBUTUHAN FONDASI BOR PADA TANAH KOHESIF

UNTUK BANGUNAN GEDUNG PERKANTORAN 31 LANTAI DI

JAKARTA PUSAT

Dea Eka Pratama

1

Ellysa2

1,2

Fakultas Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

e-mail: [email protected],

[email protected]

Abstrak

Fondasi berfungsi meneruskan beban bangunan yang ditahan serta berat sendirinya ke dalam tanah

yang terletak di bawahnya. Fondasi harus direncanakan secara baik dengan memperhatikan tingkat

daya dukung yang aman dan penurunan yang diijinkan. Penulisan ini bertujuan merencanakan

fondasi bored pile pada bangunan gedung perkantoran 31 lantai di Jakarta Pusat. Berdasarkan hasil

penyelidikan tanah diperoleh data karakteristik jenis tanah, yaitu tanah kohesif. Metode yang

digunakan dalam perencanaan fondasi ini menyesuaikan dengan data N-SPT. Perhitungan daya

dukung tiang tunggal menggunakan metode Meyerhof (1956). Perhitungan penurunan tiang tunggal

menggunakan metode semi empiris. Perhitungan daya dukung lateral menggunakan metode Davisson

dan Gill (1963). Direncanakan fondasi pada kedalaman 25 m dengan diameter fondasi 1,0 m.

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh daya dukung izin tiang fondasi sebesar 1256 ton pada DB1

dan DB2, penurunan fondasi tiang tunggal sebesar 90,128 mm pada DB1 dan 91,184 mm pada DB2.

Defleksi terbesar terjadi pada kolom 35 yaitu 4,182 mm. Tulangan longitudinal tiang pondasi

memakai D25 dan tulangan geser dengan diameter 10 mm. Tulangan kepala tiang memakai D22.

Biaya total untuk fondasi tiang bor berbentuk lingkaran dengan diameter 1,0 m sebanyak 124 tiang

dan 17 kepala tiang dengan variasi jumlah tiang dari 2 tiang sampai dengan 22 tiang adalah Rp

19.048.799.521,00.

Kata Kunci : Fondasi Tiang Bor, Daya Dukung, Penurunan, tanah lempung

PENDAHULUAN Perencanaan gedung bertingkat merupakan perencanaan yang kompleks. Mulai dari awal

perencanaan sampai gedung itu berdiri. Salah satu bagian terpenting dari struktur bangunan

tinggi adalah fondasi. Fondasi merupakan suatu konstruksi bangunan bagian paling bawah

yang berhubungan langsung dengan tanah atau batuan.

Gedung ini berdiri diatas tanah seluas ± 14.817 m2 dengan 31 lantai kantor. Tanah dibawah

gedung ini memiliki jenis tanah didominasi oleh tanah kohesif. Pada bangunan tinggi

disarankan menggunakan fondasi dalam. Pemilihan jenis fondasi dalam dipilih berdasarkan

pertimbangan aspek lingkungan di sekitar proyek, teknis, non teknis, dan segi ekonomis.

Berdasarkan pada keadaan tanah di lokasi penelitian maka dipilih penggunaan fondasi dalam

dengan jenis fondasi yaitu fondasi tiang bor.

Tujuan dari penulisan tugas akhir berupa perencanaan fondasi tiang bor untuk bangunan

gedung adalah sebagai berikut :

1) Merencanakan fondasi tiang bor pada bangunan gedung perkantoran di Jakarta Pusat

2) Menghitung rencana anggaran biaya (RAB) pada pekerjaan fondasi

LITERATURE REVIEW

Beberapa peneliti yang telah melakukan dengan perencanaan fondasi tiang pada bangunan

gedung antara lain Fischer A. Boris (2013) tentang Analisa Kapasitas Kelompok Tiang

Pancang Terhadap Beban Lateral Menggunakan Metode Finite Difference; Pamungkas,

Anugrah, dan Enry Harianti (2013) tentang desain fondasi tahan gempa; dan Rara Dwi Noviarti

Page 68: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Dea Eka Pratama, Ellysa, Analisis Kebutuhan Fondasi… 255

(2016) tentang Perencanaan Fondasi Bored Pile Pada Hotel Holiday Inn Express Jakarta

Selatan.

Analisis daya dukung mempelajari kemampuan tanah dalam mendukung beban fondasi

struktur yang terletak di atasnya. Daya dukung menyatakan tahanan tanah untuk melawan

penurunan akibat pembebanan. Perancangan fondasi harus dipertimbangkan terhadap

keruntuhan geser dan penurunan yang berlebih. Daya dukung dengan standard penetration test

(SPT) oleh Mayerhof (1956) dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Qu = Qb + Qs – Wp

Penurunan merupakan penyebab yang paling umum bagi keruntuhan fondasi – fondasi dan

karenanya sangat penting untuk memahami mekanisme penurunan. Penurunan segera dibagi

menjadi penurunan tiang tunggal dan penurunan tiang kelompok. Penurunan tiang tunggal

akibat gaya aksial dapat dihitung dengan metode Semi Empiris sebagai berikut :

Se = Ss + Sp + Sps

METODE PENELITIAN

Pada perencanaan fondasi ini memilki beberapa tahapan yaitu perhitungan perencanaan fondasi

yang meliputi perhitungan, penentuan dimensi tiang, perhitungan daya dukung tiang,

perhitungan jumlah tiang fondasi, perhitungan daya dukung tiang kelompok, perhitungan

penurunan, perhitungan defleksi tiang, perhitungan penulangan tiang fondasi dan kepala tiang,

dan perhitungan rencana anggaran biaya fondasi, Berikut metode perhitungannya dan langkah-

langkah perhitungan yang di sajikan dalam bagan alir umum perencanaan tugas akhir.

Page 69: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Dea Eka Pratama, Ellysa, Analisis Kebutuhan Fondasi… 256

Gambar 1. Bagan Alir Perencanaan Penulisan Tugas Akhir

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data

Dalam perencanaan ini, tidak dilakukan perhitungan beban struktur atas, karena data beban

struktur atas adalah data sekunder, data sekunder adalah data yang telah diperoleh dari sumber

yang sudah ada.

Data tanah digunakan untuk menghitung daya dukung dan penurunan yang terjadi akibat gaya

dari struktur atas. Data tanah pada proyek ini merupakan data dari laboratorium dan lapangan

berupa N-SPT. Dari data tanah yang ada maka dibuatlah starata tanah sehingga dapat melihat

pendekatan lapisan tanah yang ada di bawah struktur tersebut.

Tidak

Pengumpulan Data

1. Data Penyelidikan Tanah

2. Data Struktur

Ya

Perhitungan Fondasi Tiang Dan

Perencanaan Dimensi Tiang

Cek Penurunan dan Defleksi

Tiang

Perhitungan Pile cap

Mulai

Perhitungan Penulangan Fondasi dan Pile

Cap

Gambar Fondasi dan Pile Cap

Selesai

Perhitungan RAB Material dan Pekerjaan Fondasi

Kesimpulan

Page 70: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Dea Eka Pratama, Ellysa, Analisis Kebutuhan Fondasi… 257

Gambar 2. Strata tanah DB1 dan DB2

Perhitungan rencana anggaran biaya untuk proyek ini harga material didapatkan dari Jurnal

Harga Satuan Bahan Bangunan dan Upah Kerja Tahun 2018

Perencanaan Fondasi

Perhitungan daya dukung ultimit dan daya dukung ijin menggunakan metode mayerhof,

dengan panjang tiang 25 meter dan diameter tiang 1 meter. Setelah mengetahui diameter dan

panjang tiang yang sesuai untuk menahan gaya aksial struktur atas, maka dapat melanjutkan

menghitung jumlah kebutuhan tiang pondasi perkolom.

Tabel 1. Banyak Tiang Pondasi Pada DB1

No

Kolom Dimensi

Kolom

Beban

Vertikal

(Gaya Aksial)

Daya

Dukung

Izin

Jumlah

Tiang N

(m) (Ton) (Ton)

8 1,5 1429,531 574,888 2,487 3

13 1,5 1890,087 574,888 3,288 4

23 1,5 2046,053 574,888 3,559 4

31 1,5 1637,386 574,888 2,848 3

32 1,5 1592,234 574,888 2,770 3

33 1,5 1500,206 574,888 2,610 3

34 1,5 1346,605 574,888 2,342 3

35 1,5 991,628 574,888 1,725 2

71 1,5 1855,638 574,888 3,228 4

72 1,5 3388,047 574,888 5,893 6

73 1,5 2603,623 574,888 4,529 5

74 1,5 1254,101 574,888 2,181 3

152 1,5 2261,295 574,888 3,933 4

153 1,5 2202,796 574,888 3,832 4

Page 71: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Dea Eka Pratama, Ellysa, Analisis Kebutuhan Fondasi… 258

Perhitungan efisiensi dilakukan sebelum menghitung daya dukung kelompok tiang, efisiensi

dihitung dengan metode Los Angeles. Nilai efisiensi kelompok tiang Yang terbesar adalah 0,95

dan nilai yang terkecil adalah 0,72. Setelah diketahui nilai efisiensi kelompok tiang, maka

dapat diperhitungkan nilai daya dukung kelompok tiang. Daya dukung kelompok tiang harus

lebih besar dari gaya aksial yang terjadi.

Tabel 2. Daya Dukung Kelompok Tiang

Grup Banyak

Tiang Eg Qq (ton) FZ (ton) Ket

P2-A 2 0,95 1088,75 991,63 OK

P2-B 2 0,95 1163,70 991,07 OK

P3-A 4 0,82 1882,82 1429,53 OK

P3-B 3 0,82 1412,12 1346,60 OK

P3-C 4 0,82 1882,82 1500,21 OK

P3-D 4 0,82 1882,82 1592,23 OK

P3-E 4 0,82 1882,82 1637,39 OK

P3-F 3 0,82 1509,34 1428,26 OK

P3-G 3 0,82 1509,34 1346,72 OK

P3-H 3 0,82 1509,34 1499,28 OK

P3-I 4 0,82 2012,45 1591,79 OK

P3-J 4 0,82 2012,45 1637,22 OK

P8-A 10 0,74 4274,03 3936,14 OK

P8-BD 21 0,72 8749,65 8399,64 OK

P8-C 9 0,76 4193,94 3937,32 OK

P18-A 22 0,72 9218,34 9101,41 OK

P18-B 22 0,72 9352,03 9097,58 OK

Perhitungan penurunan segera tiang tunggal dan tiang kelompok menggunakan metode semi

empiris. Diperoleh hasil penurunan tiang tunggal sebesar 90,128 mm pada DB1 dan sebesar

91,184 mm pada DB2. Setelah mendapat penurunan elastis tiang tunggal dilanjutkan dengan

penurunan elastis tiang kelompok.

Tabel 3. Penurunan Kelompok DB1

Grup Jumlah

Tiang D (m) L (m) Bg (m) Se (m) Sg (m)

P2-A 2 1 25 4 0,090 0,180

P3-A 4 1 25 4 0,090 0,180

P3-B 3 1 25 4,35 0,090 0,188

P3-C 4 1 25 4 0,090 0,180

P3-D 4 1 25 4 0,090 0,180

P3-E 4 1 25 4 0,090 0,180

P8-A 10 1 25 5,3 0,090 0,207

P8-BD 21 1 25 7 0,090 0,238

P18-A 22 1 25 5,3 0,090 0,207

Perhitungan defleksi menggunakan metode Davisson dan Gill. Syarat yang harus dipenuhi

defleksi tidak boleh lebih dari 20 mm.

Page 72: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Dea Eka Pratama, Ellysa, Analisis Kebutuhan Fondasi… 259

Tabel 4. Defleksi Tiang Pondasi Pada DB1

Penulangan Tiang Fondasi

Perhitungan tulangan longitudinal dengan menggunakan SNI 2847 2013 pasal 21.6.1.

Didapatkan hasil bahwa dipakai tulangan D-25 dengan jumlah yang sama untuk setiap tiang,

yaitu sebanyak 16 buah.

Perhitungan tulangan geser dengan menggunakan SNI 2847 2013 Pasal 11.1.1. Didapatkan

hasil bahwa tulangan spiral yang digunakan adalah 10 mm dengan jarak yang sama setiap

tiangnya yaitu 189 mm.

Perhitungan Kepala Tiang.

Perhitungan kepala tiang meliputi menghitung dimensi kepala tiang, menghitung kuat geser

dan menghitung tulangan akibat gaya aksial yang terjadi. Setelah dilakukan cek gaya geser 1

arah, kepala tiang dapat menahan gaya geser 1 arah dengan kuat geser beton tanpa

membutuhkan tulangan, kuat geser beton kepala tiang terbesar adalah 2287,588 ton dan yang

terkecil adalah 448,922 ton. Setelah dilakukan cek gaya geser 2 arah, kuat geser beton kepala

tiang terbesar adalah 85,26 ton dan yang terkecil adalah 47,57 ton.

Perhitungan tulangan kepala tiang besi tulangan sisi panjang yang dipakai yaitu D22. Jumlah

besi tulangan terbanyak yaitu 50 buah dan paling sedikit yaitu 15 buah. Sedangkan tulangan

kepala tiang sisi pendek yang dipakai yaitu D22. Jumlah besi tulangan terbanyak yaitu 30 buah

dan paling sedikit yaitu 10 buah.

Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB)

Perhitungan biaya tiang bor meninjau pada biaya material yang dibutuhkan dalam pembuatan

tiang bor, baik fondasi tiang dan juga kepala tiang yang mengacu pada Jurnal Harga Satuan

Bahan Bangunan, Konstruksi dan Interior Tahun 2018.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil perencanaan yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan berdasarkan

penulisan Tugas Akhir sebagai berikut :

1. Kapasitas daya dukung tiang yang didapatkan dari perhitungan yaitu :

No.

Kolo

m

D

(m)

L

(m) H Ep

(ton/m2)

I (m2)

R (m)

L/R

(Zmax)

Ax

(z=0)

Yx

m mm

8 1 25 10,66 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000660 0,660

13 1 25 1,17 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000073 0,073

23 1 25 6,67 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000413 0,413

31 1 25 1,05 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000065 0,065

32 1 25 6,63 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000410 0,410

33 1 25 57,63 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,003568 3,568

34 1 25 4,63 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000286 0,286

35 1 25 67,56 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,004182 4,182

71 1 25 1,12 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000070 0,070

72 1 25 2,30 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000143 0,143

73 1 25 8,26 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000511 0,511

74 1 25 8,26 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000512 0,512

152 1 25 8,26 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000512 0,512

153 1 25 2,33 2350000 0,049 1,764 14,17 1,3 0,000144 0,144

Page 73: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Dea Eka Pratama, Ellysa, Analisis Kebutuhan Fondasi… 260

a. Pada DB1 didapatkan daya dukung ujung tiang sebesar 1256 ton, daya dukung selimut

tiang sebesar 230,282 ton, daya dukung ultimit 1437,220 ton dan daya dukung ijin

574,887 ton, dengan diameter tiang 1 meter dan panjang tiang 25 m.

b. Pada Pada DB2 didapatkan daya dukung ujung tiang sebesar 1256 ton, daya dukung

selimut tiang sebesar 329,229 ton, daya dukung ultimit 1536,167 ton dan daya dukung

ijin 614,466 ton, dengan diameter tiang 1 meter dan panjang tiang 25 m.

2. Jumlah pondasi tiang yang dibutuhkan untuk menahan beban struktur atas adalah sebanyak

124 tiang pondasi dengan diameter 1 meter dan panjang tiang 25 meter. Jumlah pondasi

tiang berbeda pada setiap kolomnya, juga terdapat tiang tunggal dan tiang kelompok. Tiang

kelompok memiliki jumlah tiang yang berbeda yaitu 2 tiang, 3 tiang, dan 4 tiang, 9 tiang,

10, tiang, 21, tiang dan 22 tiang.

3. Penurunan maksimal pada penurunan segera untuk tiang tunggal adalah 91,184 mm dan

pada tiang kelompok yaitu 0,241m.

4. Defleksi tiang lateral yang terjadi yaitu dengan kondisi tiang terjepit. Defleksi terbesar

terjadi pada kolom 67 dan 35 adalah 4,182 mm.

5. Tulangan longitudinal tiang fondasi memakai D-25 dengan jumlah tulangan sebanyak 16

pada setiap tiangnya. Tulangan geser tiang pondasi memakai D-10 dengan jumlah tulangan

yang sama yaitu 132 pada setiap tiangnya, dengan jarak tulangan yaitu 189 mm.

6. Tulangan kepala tiang memakai D22 dengan jumlah tulangan yang berbeda pada setiap

kepala tiang. Jumlah tulangan terbanyak pada tulangan sejajar sisi panjang yaitu 50 buah.

Jumlah tulangan terbanyak pada tulangan sejajar sisi pendek yaitu 30 buah.

7. Rencana anggaran biaya untuk pekerjaan dan pembuatan fondasi tiang bor adalah sebesar

Rp 19.048.799.521,00.

Saran

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah

sebagai berikut :

1. Pada perencanaan fondasi, untuk peneliti berikutnya agar menggunakan metode yang

berbeda, tetapi tetap menyesuaikan dengan data yang ada.

2. Pada perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) diharapkan menggunakan koefisien

peraturan yang terbaru.

DAFTAR PUSTAKA

A. Boris, Fischer. 2013. “Analisa Kapasitas Kelompok Tiang Pancang Terhadap Beban Lateral

Menggunakan Metode Finite Difference”, Laporan Penelitian Ilmiah Universitas

Indonesia, Depok.

Bowles, Joseph. E. -. Analisis dan Desain Fondasi. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Coduto, Donald.P. 2001. Foundation Design Principles and Practices. Prantice Hall, New

Jersey.

C. Teng, Wayne. 1992. Foundation Design. Tarun Offset Printer, New Delhi.

Damoerin, Damrizal. 2005. Diktat Kuliah Rekayasa Fondasi 1. Universitas Indonesia, Depok.

Departemen Pekerjaan Umum. -. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan

Gedung. Yayasan Badan Penerbit PU, Jakarta.

Hardiyatmo, Hary Christady. 1996. Teknik Fondasi I. Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2011. Analisis dan Perancangan Fondasi II. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

M. Das, Braja. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Penerbit

Erlangga. Jakarta.

Page 74: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Dea Eka Pratama, Ellysa, Analisis Kebutuhan Fondasi… 261

M. Das, Braja. 1995. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Penerbit

Erlangga, Jakarta.

M. Das, Braja. 2011. Principles Of Foundation Engineering (Seventh Edition). Cengage

Learning, USA.

Noviarti, Rara Dwi. 2016. “Perencanaan Fondasi Bored Pile Pada Hotel Holiday Inn Express

Jakarta Selatan”, Laporan Penelitian Ilmiah Universitas Gunadarma, Jakarta.

Pamungkas, Anugrah dan Harianti, Erny. 2013. Desain Fondasi Tahan Gempa. Penerbit Andi,

Yogyakarta.

Verhoef, P.N.W. 1994. Geologi Untuk Teknik Sipil. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Page 75: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Muhammad Irfan dan Heri Suprapto, Penerapan Aplikasi Hec-RAS… 262

PENERAPAN APLIKASI HEC-RAS PADA PERENCANAAN

PENAMPANG SALURAN DRAINASE UTAMA PERUMAHAN

Muhammad Irfan

1

Heri Suprapto2

1,2

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No.100, Depok, 16424, Jawa Barat

e-mail: [email protected],

[email protected]

Abstrak Sungai Kali Jantung merupakan saluran drainase yang mengalir melintasi perumahan Bukit Cengkeh

II, dengan memiliki panjang saluran 1212 meter dari awal memasuki perumahan sungai ini selalu

meluap hampir setiap kali terjadi hujan deras. Alasan utama saluran tersebut meluap dikarenakan

tidak mampu menampung debit banjir yang terjadi. Kapasitas saluran eksisting berkisar dari 5,74

m3/detik sampai 14,7 m

3/detik, dengan menggunakan Distribusi Log Normal didapatkan debit banjir

sebesar 11,69 m3/detik, maka terjadilah peluapan pada beberapa ruas saluran. Debit banjir yang

digunakan adalah debit dengan kala ulang banjir 10 tahun sesuai dengan standar pada lampiran 1

Permen PU No. 12/PRT/M 2014. Pemodelan aliran menggunakan applikasi Hec-RAS, penerapan

aplikasi Hec-RAS digunakan untuk memodelkan dimensi saluran pada ke 14 titik tinjau yang telah

diukur kelapangan, kemudian dibandingkan dengan hasil analisa hidrolika pada tiap titik tinjau.

Teradapat 2 titik tinjau yang memiliki hasil berbeda, kesimpulannya adalah pendekatan menggunakan

aplikasi Hec-RAS dapat menghasilkan kondisi yang lebih mendekati kondisi sesungguhnya, karena

Hec-RAS dapat mensimulasikan dengan lebih baik, ditunjukan dengan menghasilkan pemodelan yang

memiliki hubungan antara tiap tiitk tinjau, yang dipengaruhi oleh jarak antara titik dan beda tinggi.

Kata Kunci: Banjir, Drainase, dan Hec-RAS

PENDAHULUAN Sebuah drainase utama (kali) tidak umum melintasi sebuah perumahan padat penduduk, tetapi

tak ayal masih ada beberapa perumahan yang dilintasi, umumnya pihak pengembang selaku

kontraktor menjadikan area disekitar saluran menjadi perumahan agar dengan mudah

mendapatkan jalur pembuangan air.

Bahaya yang sering terjadi bagi kawasan perumahan yang berasa dekat/terlintasi dengan

saluran buangan yang besar adalah banjir. Banjir sendiri merupakan suatu permasalahan di

Indonesia yang tidak kunjung selesai, banyak aspek yang menyebabkan banjir itu sendiri

diantaranya adalah tidak adanya ketersediaan sarana drainase yang memadai, kurangnya pera

watan pada saluran drainase sendiri khusunya yang bertipe saluran terbuka, dan yang paling

berpengaruh adalah alih fungsi lahan.

Pengalihfungsian lahan ini sendiri didukung pula dengan kondisi saluran pembuangan yang

tidak memadai, dan lambat laun menjadi permasalahan yang selalu terjadi, menyebabkan banjir

datang pada kondisi hujan lebat maupun ringan. Maka dari itu penulis mengambil topik ini agar

para pengembang, kontraktor, maupun pembaca akan lebih menaruh perhatian besar pada

saluran drainase yang ada nantinya.

LITERATURE REVIEW

Drainase sering diabaikan oleh ahli hidraulik dan seringkali direncanakan seolah-olah bukan

pekerjaan yang penting, atau paling tidak dianggap kecil dibandingkan dengan pekerjaan-

pekerjaan pengendalian banjir, padahal pekerjaan drainase merupakan pekerjaan yang rumit

dan kompleks, bisa jadi memerlukan biaya, tenaga, dan waktu yang lebih besar dibandingkan

dengan pekerjaan pengedalian banjir. Secara fungsional, kita sulit memisahkan secara jelas

antara sistem drainase dan pengendali banjir. Namun, secara praktis kita dapat mengatakan

Page 76: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Muhammad Irfan dan Heri Suprapto, Penerapan Aplikasi Hec-RAS… 263

bahwa drainase menangani kelebihan air sebelum masuk ke alur-alur besar atau sungai

(Suripin, 2004).

Daerah aliran sungai (DAS) dapat diartikan sebagai kawasan yang dibatasi oleh pemisah

topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya ke

sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau laut (Manan, dalam jurnal Sismanto 2009). DAS

merupakan satuan gerak air yang bersifat bebas dari DAS lainnya, yaitu dua buah DAS adalah

DAS yang satu sama yang lainnya berbeda dalam hal pengaliran air. Dengan demikian, suatu

DAS secara jelas dapat dipandang sebagai satu kesatuan ekosistem hidrologi, geografi atau

unsur fisik lainnya dengan unsur utamanya sumber daya tanah, air, flora, dan fauna (Fairizi,

2015).

Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh

punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian

menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2002).

Dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan

lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat

keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat

disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai

suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan

peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan (lestari)

dengan upaya menekan kerusakan seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang

berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun (“Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai (DAS) Terpadu,” 2005).

METODE PENELITIAN SURVEI LOKASI DAN IDENTIFIKASI MASALAH

Tahap ini langsung melihat kondisi di lapangan serta mengidentifikasi masalah yang terjadi,

lokasi yang ditinjau merupakan lokasi yang sama dengan penulis tinggal, sehingga survei

lapangan hampir terjadi dalam kurun waktu yang lama semenjak penulis tinggal di lokasi pada

tahun 2003 sampai sekarang, sehingga dapat diidentifikasi masalah secara lebih signifikan.

Masalah sampah, pertambahan penduduk, pengurangan kawasan hijau/ atau daerah tangkapan

air, sedimentasi, pengecilan dimensi saluran, merupakan masalah yang terjadi selama penulis

tinggal.

STUDI LITERATUR

Studi dilakukan dengan mencari perbandingan pada perencanaan yang sudah ada, dengan

tinjauan lokasi drainase yang melintas sejajar dengan drainase yang ditinjau, dan masih dalam

satu kawasan yang sama. Diharapkan dengan pendekatan masalah yang tidak berbeda jauh,

perencanaan ini akan mendapatkan hasil yang lebih maksimal.

PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data primer dengan meninjau lokasi, serta melihat kondisi saluran sebagai

identifikasi jenis penampang drainase, dan kondisinya.

Pengumpulan data sekunder dengan mengajukan permohonan data curah hujan ke Balai Besar

Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, dan pencarian model data ketinggian.

Page 77: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Muhammad Irfan dan Heri Suprapto, Penerapan Aplikasi Hec-RAS… 264

DIAGRAM ALUR PERENCANAAN

Gambar 1. Diagram Alur Perencanaan

HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISIS HIDROLOGI DAN ANALISIS HIDROLIKA

Analisis hidrologi memanfaatkan data sekunder curah hujan selama 10 tahun kebelakang,

menggunakan metode curah hujan rata-rata mengingat lokasi perencanaan yang cukup terbatas,

pembatasan lokasi ditinjau dari pemodelan data ketinggian menjadi data batas daerah aliran

sungai, sehingga teridentifikasi luas untuk perencanaan. Perhitungan dispersi dan uji kecocokan

didapatkan distribusi hujan

Analisis hidrologi dimulai dari menentukan batas daerah tangkapan air menggunakan model

data ketinggian, menjadi peta batas daerah tangkapan air, yang akan membatasi luas lokasi

perencanaan. Kemudian meninjau apakah lokasi perencanaan sudah berada dalam poligon dari

3 stasiun yang akan diambil datanya.

Mulai

Survei Lokasi Dan

Identifikasi Masalah

Pengumpulan Data

Data Primer

1. Dimensi Eksisting

2. Kondisi Eksisting

Data Sekunder

1. Curah Hujan

2. Data DEM

Analisis Hidrologi

Analisis Hidrolika

Selesai

Pemodelan Hec-RAS

Dengan Data Eksisting

Perencanaan Ulang

Identifikasi Segmen

Yang Meluap

Studi Literatur

Page 78: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Muhammad Irfan dan Heri Suprapto, Penerapan Aplikasi Hec-RAS… 265

Gambar 2. Data Model Ketinggian Kota Depok Dengan Alur Sungai

Gambar 3. Data Batas Daerah Tangkapan Air

Gambar 4. Poligon Stasiun Hujan Cawang, Fakultas Teknik UI, dan Cibinong

Dilihat luas hanya mencapai 1,16 km2 maka digunakan metode rata-rata aljabar, perhitungan

metode rata-rata aljabar adalah dengan merata-ratakan nilai curah hujan maksimum bulanan

dari ke tiga stasiun hujan.

n

P

n

P ... P P P P

in321

Page 79: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Muhammad Irfan dan Heri Suprapto, Penerapan Aplikasi Hec-RAS… 266

3

60 32,5 57,5 P

50,0 3

150 P mm

Tabel 1. Hasil Perhitungan Menggunakan Metode Aljabar Dan Nilai Maksimum

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des

Max

(mm)

2008 50,0 87,3 67,5 55,0 38,8 29,4 7,1 53,1 48,3 36,1 93,5 73,0 93,5

2009 75,0 63,2 92,0 66,5 83,3 56,3 63,5 14,4 40,3 56,0 63,8 45,8 92,0

2010 67,0 74,3 49,0 23,3 48,7 65,5 44,3 41,4 58,3 66,0 58,8 53,5 74,3

2011 44,7 49,0 24,0 50,8 71,8 32,6 33,7 20,2 36,8 57,3 68,5 64,1 71,8

2012 52,0 78,8 74,7 78,4 71,2 53,2 39,4 4,4 21,7 49,7 68,3 88,4 88,4

2013 91,8 51,0 41,3 59,1 43,4 40,2 52,1 55,5 41,2 50,3 55,8 76,9 91,8

2014 120,8 96,5 73,9 68,3 73,5 54,1 79,7 56,4 26,2 52,3 106,8 87,7 120,8

2015 60,3 85,7 93,0 63,4 42,2 17,2 0,0 11,8 0,0 0,8 14,0 28,4 93,0

2016 72,3 85,4 54,9 88,5 30,8 67,5 94,2 105,9 83,9 84,2 63,5 68,7 105,9

2017 46,6 107,8 72,2 52,1 54,9 57,9 37,6 28,3 47,0 75,8 87,4 154,2 154,2

Analisis frekuensi menggunakan 4 jenis distribusi hujan seperti yang dijelaskan oleh Ir. Suripin

dalam bukunya yaitu Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan, yaitu distribusi normal,

log normal, log person III, dan gumbel. Guna menentukan dari awal mana distribusi yang akan

digunakan, maka dimulai dengan perhitungan dispersi setiap distribusi dan juga uji kecocokan.

Uji Chi Kuadrat

Menggunakan rumus dibawah ini untuk mendapatkan nilai-nilai parameter

n log 3,322 1 k

1 - KelasBanyak

Terkecil Nilai -Terbesar Nilai X

2

X - X X minawal

K

n E i

Tabel 2. Hasil Nilai Chi Kuadrat

Hubungan Nilai Chi Kuadrat Hitung Dengan Chi Kuadrat Kritik

Syarat Chi Hitung < Chi Kritik

Jenis Distribusi Normal dan Gumbel Log Normal dan Log Person III

Hasil 6,80000 3,84146 3,60000 3,84146

Kesimpulan Distribusi Tidak Dapat Diterima Distribusi Dapat Diterima

Tabel 3. Hasil Nilai Smornov-Kolmogorov

Hubungan Nilai D Dengan Do

Syarat Chi Hitung < Chi Kritik

Jenis Distribusi Normal dan Gumbel Log Normal dan Log Person III

Hasil 0,081 0,409 0,079 0,409

Kesimpulan Distribusi Dapat Diterima Distribusi Dapat Diterima

Page 80: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Muhammad Irfan dan Heri Suprapto, Penerapan Aplikasi Hec-RAS… 267

Maka didapatkan distribusi yang boleh digunakan adalah distribusi normal atau log normal

Menggunakan rumus dispersi di bawah ini

1-n

)X - (Xi S

2_

3

3_

S2-n1-n

)X - (Xin Cs

X

S C

_V

4

4_

2

KS3-n 2-n1-n

)X - (Xi n C

Distribusi Log Normal

Dengan data untuk perhitungan distribusi log normal didapatkan seperti nilai di bawah ini

Tabel 4. Hasil Nilai 4 Jenis Distribusi

Jenis Distribusi Hasil Cek Parameter Distribusi

Keterangan Cv Cs Ck

Distribusi Normal 0,24 1,48 6,37 Ditolak

Distribusi Log Normal 0,05 0,92 5,10 Diterima

Distribusi Log Person III 0,05 0,92 5,10 Ditolak

Distribusi Gumbel 0,24 1,48 3,21 Ditolak

Metode Rasional

Dipilih untuk didapatkan nilai debit banjir

AIC0,278 QP Tabel 5. Nilai Debit Banjir Rencana

Debit Banjir (m3/det)

Tr (Kala Ulang)

Metode Rasional

Q = 0,278 * C * I * A

Log Normal

10 11.69

Diambil nilai debit banjir 10 tahun sebesar 11,69 m3/detik

PEMODELAN HEC-RAS

Menggunakan nilai yang berdasarkan standar untuk jenis tutupan pada saluran makan

didapatkan pemodelan dengan aplikasi Hec-RAS dan beberapa segmen yang meluap

Page 81: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Muhammad Irfan dan Heri Suprapto, Penerapan Aplikasi Hec-RAS… 268

0 1 2 3 44.0

4.5

5.0

5.5

6.0

Tugas Akhir Plan: Saluran Eksisting 26/11/2018 0 m

Station (m)

Ele

vation

(m

)

Legend

EG PF 1

WS PF 1

Ground

Bank Sta

.03

Gambar 5. Potongan Titik 1 Saluran Eksisting Sta 0 m

0 1 2 3 42.0

2.5

3.0

3.5

4.0

4.5

Tugas Akhir Plan: Saluran Eksisting 26/11/2018 524 m

Station (m)

Ele

vation

(m

)

Legend

EG PF 1

WS PF 1

Ground

Bank Sta

.03

Gambar 6. Potongan Titik 5 Saluran Eksisting Sta 524 m

Hasilnya didapatkan 9 titik tinjauan yang meluap dengan penerapa aplikasi Hec-RAS,

berbeda dengan perhitungan analisis hidrolika yang hanya menghitung perpotongan, tidak

mempertimbangkan aliran sebelum dan sesudah, serta jarak antar saluran beserta

ketinggiannya.

Tabel 6. Perbandingan Status Saluran Hasil Analisa Manual dan Hec-RAS

Titik 1 2 3 4 5 6 7

Status

Saluran

Manual Meluap Meluap Meluap Meluap Meluap Cukup Meluap

Hec-

RAS Meluap Meluap Meluap Meluap Meluap Cukup Meluap

Titik 8 9 10 11 12 13 14

Status

Saluran

Manual Meluap Cukup Cukup Meluap Meluap Cukup Cukup

Hec-

RAS Meluap Meluap Cukup Cukup Meluap Cukup Cukup

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan pada perencanaan dengan diterapkannya aplikasi Hec-RAS adalah adanya

pendekatan analisa secara keseluruhan saluran, jadi tidak hanya saja mempertimbangkan besar

debit banjir dan kapasitas dimensi saluran pada titik tinjauan, tetapi juga mempertimbangkan

laju aluran dari titik tinjauan sebelum kesesudahnya, karena dibuat dengan pemodelan aplikasi

untuk saluran.

Saran perlu adanya lebih banyak titik tinjauan agar ketelirian dapat lebih dimaksimalkan pada

penerapan aplikasi Hec-RAS, di dalam aplikasi ini dapat dilakukan interpolasi pada antara titik

Page 82: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Muhammad Irfan dan Heri Suprapto, Penerapan Aplikasi Hec-RAS… 269

tinjauan, hanya tidak mungkin mendapatkan ukuran yang sesuai dengan yang ada pada

lapangan. Sebaiknya dilakukan perbanyakan titik tinjauan.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. B. Al, Ilmiaty, R. S., Haki, H., & Rizki, T. F. (2013). © Fakultas Teknik Universitas

Sriwijaya. Kalibrasi Nilai Kekasaran Manning Pada Saluran Terbuka Komposit (Fiber

Bergelombang-Kaca) Terhadap Variasi Kedalaman Aliran (Kajian Laboratorium),

(November).

Dirgantarri, M. H. (2006). Pengaruh Perubahan Peruntukan Lahan Terhadap Aspek

Hidrologi.

Fairizi, D. (2015). Analisis Dan Evaluasi Saluran Drainase Pada Kawasan Perumnas Talang

Kelapa Di Subdas Lambidaro Kota Palembang. Jurnal Teknik Sipil Dan Lingkungan,

3(1), 755–765.

Istiarto. (n.d.). Modul Pelatihan Simulasi Aliran 1-Dimensi Dengan Bantuan Paket Program

Hidrodinamika HEC-RAS Jenjang Dasar: Simple Geometry River, 1.

K., H. W., & Wijaya, V. K. A. W. (2008). Tugas Akhir. Universitas Katolik Soegijapranata.

Kagatpratista, E., & Imron, M. (2008). Bab ii dasar teori 2.1.

Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. (2005). Bappenas, 1–

Kamiana, I. M. (2011). Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air.

Ningsih, D. H. U. (2012). Metode Thiessen Polygon untuk Ramalan Sebaran Curah Hujan

Periode Tertentu pada Wilayah yang Tidak Memiliki Data Curah Hujan. Jurnal

Teknologi Informasi DINAMIK, 17(2), 154–163.

Suripin. (2004). Sistem Drainase Perkotaan yang berkelanjutan.

Wicaksono, D. H., Anwar, R., & Suroso. (2013). Evaluasi Dan Perencanaan Ulang Saluran

Drainase Pada Kawasan Perumahan Sawojajar Kecamatan Kedungkandang Kota

Malang, 1–7.

Page 83: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Merdy Evalina Silaban dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Bor… 270

ANALISIS FONDASI BOR JEMBATAN

PADA TANAH LEMPUNG KELANAUAN DI DAERAH JAKARTA

SELATAN

Merdy Evalina Silaban1

Sri Wulandari2

1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

e-mail : [email protected],

[email protected]

Abstrak Fondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah, atau

bagian bangunan yang terletak di bawah permukaan tanah yang mempunyai fungsi memikul beban

bangunan lain di atasnya. Fondasi jembatan berfungsi untuk menyalurkan beban dari pilar ke tanah

yang ada di bawahnya. Tujuan penelitian ini adalah mendesain dimensi dan menghitung kapasitas

daya dukung tiang bor, menghitung besar penurunan tiang, dan menghitung rencana anggaran biaya

(RAB) fondasi bor. Berdasarkan hasil penyelidikan tanah diperoleh karakteristik jenis tanah adalah

lempung kelanauan dengan kedalaman tanah keras di bawah 14 meter. Perhitungan daya dukung tiang

tunggal menggunakan metode Meyerhoff (1956) dengan berdasarkan data lapangan N-SPT.

Perhitungan penurunan tiang tunggal menggunakan metode semi empiris. Penurunan total pada

kelompok tiang pilar 1 dan pilar 3 sebesar 0,969 m dan 1,097 m pada pilar 2 dan 4. Berdasarkan hasil

perhitungan, pada fondasi pilar 1 dan pilar 3 daya dukung tiang tunggal bernilai 497,700 ton dengan

diameter 1,0 m dan panjang tiang 18 m dan membutuhkan 20 buah tiang. Pada fondasi pilar 2 dan

pilar 4 daya dukung tiang tunggal 442,160 dengan diameter 1,0 m dan panjang tiang 16 m dan

membutuhkan 21 buah tiang. Daya dukung ijin lateral pada kondisi kepala tiang terjepit dan tiang

panjang adalah 407,880 dengan defleksi maksimum 0,006 mm. Tulangan fondasi pilar 1 hingga pilar 4

menggunakan16D25 untuk tulangan longitudinal dan D10-185 untuk tulangan geser. Rencana

anggaran biaya fondasi tiang bor sebesar Rp. 9.625.925.437,00.

Kata Kunci: Daya Dukung, Fondasi Tiang Bor, Tanah Lempung Kelanauan

PENDAHULUAN Fondasi adalah struktur bagian bawah bangunan yang berhubungan langsung dengan tanah,

atau bagian bangunan yang terletak di bawah permukaan tanah yang mempunyai fungsi

memikul beban bangunan lain di atasnya (Joseph E. Bowles, 1997). Fondasi jembatan

berfungsi untuk menyalurkan beban dari jembatan atau pilar ke tanah yang ada di bawahnya.

Beban yang bekerja pada struktur atas jembatan berdasarkan “Buku Perencanaan Teknik

Jembatan” yang dikeluarkan oleh Dirjen Bina Marga meliputi beban mati, beban hidup (lalu

lintas), beban angin, dan beban gempa. Berdasarkan data tanah yang didapatkan di daerah

Manggarai, Jakarta Selatan dan data struktur jembatan yang direncanakan, dapat dilakukan

analisis fondasi untuk struktur jembatan tersebut. Tanah di sekitar jembatan rencana

merupakan lempung kelanauan dan berada pada lapisan yang cukup dalam sehingga jenis

fondasi yang dianalisis adalah fondasi tiang bor. Tujuan penelitian “Analisis Fondasi Bor

Jembatan pada Tanah Lempung Kelanauan di Daerah Jakarta Selatan” adalah untuk mendesain

dimensi dan menghitung kapasitas daya dukung tiang bor, menghitung besar penurunan tiang,

dan menghitung rencana anggaran biaya (RAB) fondasi bor.

LITERATURE REVIEW

Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Laurentia Natasha Prisca (2016): Adam Dwi

Rahmanto (2013); dan Muh. Handy Dwi Adityawan (2016), Penelitian tersebut mendukung

penelitian “Analisis Fondasi Bor Jembatan pada Tanah Lempung Kelanauan di Daerah Jakarta

Selatan” ini. Perhitungan kapasitas dukung tiang dapat dilakukan dengan cara pendekatan statis

Page 84: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Merdy Evalina Silaban dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Bor… 271

dan dinamis. Perhitungan kapasitas tiang secara statis dilakukan melalui teori Mekanika Tanah,

yaitu dengan mempelajari sifat-sifat teknis tanah sedangkan perhitungan dengan cara dinamis

dilakukan dengan menganalisis kapasitas ultimit dengan data yang diperoleh dari pemancangan

tiang (Hary C. Hardiyatmo, 2011). Analisis daya dukung pondasi dibagi menjadi dua macam,

yaitu tiang dukung ujung (end bearing pile) dan tiang gesek (friction pile).

Meyerhoff (1956) memberikan persamaan daya dukung ujung tiang (Qb) sebagai berikut:

Qb = 40 . Nb . Ap

Meyerhoff (1956) memberikan persamaan daya dukung selimut tiang (Qb) untuk tanah

berbutir halus sebagai berikut:

Qs = 0,1 . N . As

Perhitungan daya dukung ultimit tiang fondasi (Qu) menggunakan rumus seperti sebagai

berikut:

Qu = Qb + Qs

Daya dukung izin fondasi tiang tunggal (Qa) diperoleh dengan membagi daya dukung ultimit

tiang (Qu) dengan faktor keamanan.

Faktor keamanan untuk pondasi tiang bor adalah 2,5 – 3 (Hary Christady, 2011). Perhitungan

minimum jarak tiang (S) berdasarkan Teng (1962) menggunakan rumus :

S = 2 s/d 2,5 D atau 75 cm

Perhitungan tulangan longitudinal dan perhitungan tulangan geser mengacu pada SNI 03 2847

2013.

METODE PENELITIAN

Perhitungan dimulai dengan menentukan dimensi fondasi dan menghitung daya dukung

fondasi. Daya dukung fondasi terbagi menjadi dua, yaitu daya dukung akibat beban aksial

dimulai dengan menghitung daya dukung ujung tiang dan daya dukung selimut menggunakan

metode Meyerhoff. Berdasarkan hasil perhitungan daya dukung ujung dan selimut tersebut,

dapat dihitung kapasitas ultimit tiang tunggal. Setelah dilakukan perhitungan pada tiang

tunggal selanjutnya dilakukan perhitungan fondasi tiang kelompok. Pada perhitungan ini

digunakan data beban vertikal yang diperoleh dari data struktur untuk menentukan berapa

banyak tiang yang akan digunakan. Metode Broms untuk perhitungan daya dukung akibat

beban lateral. Perhitungan defleksi merupakan tahap selanjutnya yang dapat dilakukan dalam

merencanakan fondasi. Metode semi empiris digunakan untuk menghitung defleksi. Setelah

memperoleh hasil perhitungan tersebut, selanjutnya dapat dilakukan desain penulangan

fondasi, dapat dibuat gambar kerja fondasi yang direncakan. Berdasarkan gambar tersebut,

dapat dihitung rancangan anggaran biaya dibatasi berdasarkan analisa harga satuan tenaga

kerja, bahan dan peralatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Umum dan Data Stuktur Jembatan

Spesifikasi umum atau data umum pada perencanaan jembatan Manggarai, Jakarta Selatan

diantaranya klasifikasi jalan (jalan arteri), kelas jalan jembatan (Kelas 1), jenis kelas jembatan

(kelas khusus), dan total panjang jembatan (400 m).

Data Beban Struktur

Data beban struktur didapatkan melalui beban yang diterima di masing-masing pilar.

Data Karakteristik Tanah

Data karakteristik tanah juga berguna untuk memperkirakan pengaruh yang akan terjadi pada

fondasi akibat pembebanan. Adapun data karakteristik tanah dapat dilihat pada Gambar 2,

bawah ini.

Page 85: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Merdy Evalina Silaban dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Bor… 272

Gambar 1. Diagram alir perencanaan pondasi

Page 86: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Merdy Evalina Silaban dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Bor… 273

Gambar 2. Gambar penampang tanah BH 20 dan BH 23

Data Spesifikasi Fondasi Data spesifikasi fondasi, meliputi jenis fondasi (fondasi tiang bor), kedalaman fondasi (18

meter), mutu beton pile cap (K-350), dan dimensi fondasi (diameter 1 meter)

1. Perhitungan Daya Dukung Aksial Fondasi Tiang

Dimensi fondasi yang direncanakan pada perhitungan daya dukung tiang adalah 1 m pada

tanah lempung kelanauan sesuai dengan data boring machine BH-1. Kedalaman fondasi

yang direncanakan adalah 18 meter karena pada kedalaman ini nilai N sudah lebih besar

dari 50. Perhitungan daya dukung aksial fondasi menggunakan metode Meyerhoff dengan

menggunakan data SPT. Berikut adalah perhitungan aksial fondasi tiang bor.

Tahanan Ujung Ultimit Penentuan daya dukung fondasi tiang menggunakan data SPT menurut Meyerhoff (1956).

Daya dukung ujung tiang pada pilar 1 dan pilar 3 sebesar 847,800 ton sedangkan daya

dukung pilar 2 dan pilar 4 sebesar 973,400 ton.

Tahanan Gesek Selimut Berdasarkan perhitungan didapatkan daya dukung selimut tiang pada pilar 1 dan pilar 3

sebesar 147,610 ton sedangkan daya dukung pilar 2 dan pilar 4 sebesar 234,872 ton

Perhitungan daya dukung selimut membutuhkan nilai rata-rata SPT per lapisan, tebal

lapisan, dan luas selimut tiang (As)

Kapasitas Dukung Ijin Tiang Bor Setelah menghitung tahanan ujung dan tahanan gesek ultimit, maka kapasitas dukung

didapat dukung ijin tiang pada pilar 1 dan pilar 3 sebesar 497,610 ton sedangkan daya

dukung pilar 2 dan pilar 4 sebesar 442,160 ton

Perhitungan Jumlah Tiang Bor

Perhitungan jumlah tiang bor dapat diketahui dengan membagi beban yang bekerja pada

masing-masing pilar dibagi dengan kapasitas dukung ultimit (Qu). Jumlah tiang pilar 1 dan

pilar 3 sebanyak 20 tiang sedangkan daya dukung pilar 2 dan pilar 4 sebesar 21 tiang.

Page 87: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Merdy Evalina Silaban dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Bor… 274

Perhitungan Jarak Antar Tiang

Perhitungan minimum jarak tiang (S) disarankan oleh Teng (1962) untuk fungsi tiang

sebagai tiang dukung ujung dalam lapisan keras. Kedalaman fondasi 16 meter dan diameter

0,8 m. Perhitungan minimum jarak tiang menggunakan rumus:

S = 2 s/d 2,5 D atau 75 cm

Maka jarak minimum antar tiang fondasi:

S = 15,2

S = 2,5 meter

Susunan Tiang Penentuan susunan tiang fondasi kelompok berdasarkan dengan banyaknya jumlah tiang

fondasi di setiap titiknya dan disusun berdasarkan jarak antar tiang fondasi. Maka, susunan

kelompok tiang fondasi untuk fondasi pilar 3 adalah sebagai berikut:

(Pilar 1 & Pilar 3) (Pilar 2 & Pilar 4)

(20 tiang) (21 tiang)

Gambar 3. Susunan tiang fondasi kelompok

2. Perhitungan Daya Dukung dan Efisien Kelompok Tiang Efisiensi pilar 1 dan pilar 3 sebanyak 1,00 sedangkan efisiensi pilar 2 dan pilar 4 sebesar

1,00.

3. Perhitungan Penurunan Fondasi Penurunan digunakan untuk menunjukkan pergerakan dari suatu titik tertentu pada

bangunan terhadap titik acuan yang tetap.

Perhitungan Penurunan Tiang Tunggal

Penurunan dipengaruhi mekanisme pengalihan beban, maka penyelesaian untuk perhitungan

penurunan hanya bersifat pendekatan. Metode semi empiris digunakan dalam

memperkirakan besarnya penurunan fondasi tiang di bawah beban kerja vertikal (P)

disebabkan oleh tiga faktor, sebagai berikut:

Penurunan Elastis Tiang

Diasumsikan bahan tiang adalah elastis, penurunan tiang hasil perhitungan yaitu

0,00859 m

Penurunan Tiang Akibat Beban pada Ujung Tiang

Penurunan tiang yang ditimbulkan oleh beban pada ujung tiang, didapat nilai sebesar

0,0471 m.

Penurunan Tiang Akibat Beban Menerus Sepanjang Tiang Penurunan tiang fondasi yang ditimbulkan oleh pembebanan pada selimut tiang,

didapatkan nilai sebagai berikut: 0,00737 m. Penurunan total (S) sebesar 0,0630 m

Page 88: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Merdy Evalina Silaban dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Bor… 275

4. Perhitungan Penurunan Kelompok Tiang

Penurunan fondasi tiang pada tanah kohesif terdiri atas dua komponen yaitu penurunan

segera dan penurunan jangka panjang atau penurunan konsolidasi.

Perhitungan Penurunan Segera

Perhitungan penurunan kelompok tiang dapat dihitung menggunakan metode Vesic (1977),

dan didapatkan nilai sebesar 0,225 m.

Penurunan Konsolidasi

Penurunan konsolidasi dihitung mulai dari kedalaman tekanan yang bekerja pada tiang,

yaitu pada kedalaman 2/3 L sampai dengan lapisan tanah keras di bawah ujung tiang.

Perhitungan konsolidasi dilakukan per lapisan dan nilai total penurunan konsolidasi didapat

dari penjumlahan nilai penurunan konsolidasi tiap lapisan.

penurunan konsolidasi total = 0,969 m

Kecepatan Penurunan Konsolidasi

Estimasi kecepatan konsolidasi dibutuhkan untuk mengetahui besarnya kecepatan

penurunan fondasi selama proses konsolidasinya. Kecepatan penurunan pada pilar 1 dan

pilar 3 adalah 107,577 hari, sedangkan kecepatan penurunan pada pilar 2 dan pilar 4

adalah 84,999 hari.

5. Perhitungan Daya Dukung Lateral

Perhitungan Daya Dukung Lateral Tiang Tunggal Gaya lateral yang terjadi pada ujung tiang bergantung pada kekakuan atau tipe tiang, macam

tanah, penanaman ujung tiang ke dalam pelat penutup kepala tiang (pile cap), sifat gaya-

gaya, besarnya defleksi

yang terjadi pada pilar 1, pilar 2, pilar 3 dan pilar 4 tidak melebihi

syarat yang ditentukan yaitu 0,006 mm.

6. Perhitungan Penulangan Fondasi

Tulangan longitudinal pada fondasi tiang menggunakan 16D25 dan tulangan geser pada

fondasi tiang menggunakan D10-185. Dimensi pile cap adalah dengan tebal 1,8 meter.

Tulangan pilar 1 dan pilar 3 arah x adalah D10-210 dan tulangan pile cap arah y adalah

D29-110.

Tulangan longitudinal pada fondasi tiang menggunakan 16D25 dan tulangan geser pada

fondasi tiang menggunakan D10-185. Dimensi pile cap adalah dengan tebal 1,8 meter.

Tulangan pilar dan pilar 3 arah x adalah D10-210 dan tulangan pile cap arah y adalah D29-

110.

7. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya

Perhitungan rencana anggaran biaya pekerjaan fondasi tiang bor dilakukan berdasarkan

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28/Prt/M/2016 Tentang

Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum. dihitung dengan mengalikan

volume pekerjaan dengan harga satuan pekerjaan. Harga satuan pekerjaan yang didapat

berdasarkan Jurnal Harga Satuan Bahan Bangunan Konstruksi dan Interior, dihitung dengan

memasukkan harga satuan bahan dan upah dikalikan dengan koefisien bahan dan koefisien

tenaga. Berikut merupakan analisa harga satuan pekerjaan. Rencana anggaran biaya fondasi

tiang bor sebesar Rp. 9.625.925.437,00.

Page 89: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Merdy Evalina Silaban dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Bor… 276

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan perencanaan fondasi tiang bor, maka dapat disimpulkan sebagai

berikut.

1. Fondasi pada pilar jembatan direncanakan dengan diameter 1 m.

2. Pada pilar 1 dan pilar 3 didapatkan daya dukung tiang fondasi bernilai 497,70 ton,

jumlah fondasi tiang sebanyak 20 buah, daya dukung kelompok tiang bernilai

19.908,12 ton. Penurunan total pada kelompok tiang sebesar 0,969 m. Daya dukung ijin

lateral pada kondisi kepala tiang terjepit dan tiang panjang adalah 407,880 dan defleksi

maksimum 0,006 mm. Tulangan longitudinal pada fondasi tiang menggunakan 16D25

dan tulangan geser pada fondasi tiang menggunakan D10-185. Dimensi pile cap adalah

meter 12,814,3 dengan tebal 1,8 meter. Tulangan pilar 1 dan pilar 3 arah x adalah

D10-210 dan tulangan pile cap arah y adalah D29-110.

3. Pada pilar 2 dan pilar 4 didapatkan daya dukung tiang fondasi bernilai 442,16 ton,

jumlah fondasi tiang sebanyak 21 buah, daya dukung kelompok tiang bernilai

25.373,71 ton. Penurunan total pada kelompok tiang sebesar 1,097 m. Daya dukung ijin

lateral pada kondisi kepala tiang terjepit dan tiang panjang adalah 407,880 dan defleksi

maksimum 0,006 mm. Tulangan longitudinal pada fondasi tiang menggunakan 16D25

dan tulangan geser pada fondasi tiang menggunakan D10-185. Dimensi pile cap adalah

meter 16,314,3 dengan tebal 1,8 meter. Tulangan pilar 1 dan pilar 3 arah x adalah

D10-210 dan tulangan pile cap arah y adalah D29-110.

4. Rencana anggaran biaya fondasi tiang bor sebesar Rp. 9.625.925.437,00

Saran

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah

sebagai berikut.

1. Untuk penelitian selanjutnya, perlu diperhatikan penggunaan metode yang dapat

disesuaikan dengan ketersediaan data.

2. Penggunaan daftar harga satuan bahan dan upah dipilih sesuai lokasi rencana atau

daerah sekitarnya dan terbaru.

DAFTAR PUSTAKA

Asroni, Ali. 2010. Kolom, Fondasi dan Balok “T” Beton Bertulang. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Bowles, Joseph E. 1997. Analisis dan Desain Pondasi, Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta.

BSN. 2013. SNI 2847-2013. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Damoerin, Damrizal. 2005. Diktat Kuliah Rekayasa Fondasi 1. Departemen Teknik Sipil

Universitas Indonesia, Depok.

Das, Braja M. 1990. Principles of Foundation Engineering. PWS-KENT Publishing Company,

Boston.

Djajaputra, Aziz, dkk. 2000. Manual Pondasi Tiang. Universitas Katolik Parahyangan, Jakarta.

Hardiyatmo, Hary Christady. 1996. Teknik Fondasi I, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2011. Analisis dan Perancangan Fondasi II. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Page 90: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 277

PERBAIKAN TANAH DENGAN KOMBINASI METODE PRELOADING

DAN PREFABRICATED VERTICAL DRAIN PADA DAERAH SEKITAR

JEMBATAN TABALONG KALIMANTAN SELATAN

Abdul Muis

1

Asri Wulan2

1,2

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

e-mail: [email protected],

[email protected]

Abstrak

Permasalahan utama yang sering dialami konstruksi di atas tanah lunak yaitu penurunan yang sangat

besar dan dalam jangka waktu yang lama dan dengan daya dukung tanah yang sangat rendah yang

mengganggu stabilitas konstruksi. Solusi untuk permasalahan penurunan yang besar dan lama pada

umumnya menggunakan teknik percepatan penurunan yaitu dengan cara mengeluarkan air pori pada

tanah dengan lebih cepat dibandingkan proses konsolidasi secara alami. Salah satu metodenya yaitu

preloading yang dikombinasikan dengan. prefabricated vertical drain (PVD). Jembatan Tabalong

merupakan jembatan yang berada di Provinsi Kalimantan Selatan, menghubungkan jalan dari

Kecamatan Kelanis ke Kecamatan Paringin. Tanah dasar pada lokasi merupakan tanah lempung lunak

mencapai kedalaman 13 m. Hasil dari perhitungan waktu konsolidasi tanah alami untuk BHB-3A

dengan penurunan 90% sebesar 1,133 meter yaitu 40,80 Tahun, untuk BHB-3 dengan penurunan 90%

sebesar 1,330 meter yaitu 33,62 Tahun, untuk BHB-6 dengan penurunan 90% sebesar 0,707 meter

yaitu 35,75 tahun, dan untuk BHB-6A dengan penurunan 90% sebesar 0,986 meter yaitu 44,13 tahun.

Waktu konsolidasi tanah dengan menggunakan PVD untuk BHB-3A yaitu 13 Minggu, untuk BHB-3

yaitu 11 Minggu, untuk BHB-6 yaitu 11 Minggu, dan untuk BHB-6A yaitu 13 Minggu. Waktu

konsolidasi dengan PVD berlangsung 11-13 Minggu. Waktu ini jauh lebih singkat bila dibandingkan

dengan penurunan alami.

Kata Kunci : Prefabricated Vertical Drain, Preloading, Perbaikan Tanah, Konsolidasi

PENDAHULUAN Tanah lunak merupakan salah satu jenis tanah yang kurang baik untuk dibangun suatu

konstruksi. Kendala yang timbul dari pembangunan konstruksi di tanah lunak yaitu settlement

tanah yang besar dalam waktu yang lama sehingga mengganggu konstruksi diatasnya. Solusi

untuk permasalahan penurunan yang besar dan lama pada umumnya menggunakan teknik

percepatan penurunan yaitu dengan cara mengeluarkan air pori pada tanah dengan lebih cepat

dibandingkan proses konsolidasi secara alami. Salah satu metodenya yaitu preloading yang

dikombinasikan dengan. prefabricated vertical drain (PVD). Preloading dalam hal ini

merupakan timbunan tanah yang diberikan di atas lapisan tanah lunak sebelum pembangunan

konstruksi dilakukan sehingga terjadi proses pemampatan tanah akibat dari beban vertikal.

Pembangunan jembatan Tabalong menghubungkan jalan dari Kecamatan Kelanis ke

Kecamatan Paringin di Provinsi Kalimantan Selatan. Tanah dasar pada lokasi merupakan tanah

lunak mencapai kedalaman 13 m, sehingga dilakukan perbaikan tanah dengan metode

preloading yang dikombinasikan dengan. prefabricated vertical drain (PVD). Tujuan penulisan

adalah sebagai berikut:

1. Menghitung waktu konsolidasi tanah

2. Menghitung waktu konsolidasi tanah dengan kombinasi preloading dan prefabricated

vertical drain

3. Menghitung Rencana Anggaran Biaya (RAB) dari perbaikan tanah dengan metode

prefabricated vertical drain.

Page 91: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 278

LITERATURE REVIEW

Preloading

Preloading adalah salah satu cara untuk mempercepat penurunan dan meningkatkan daya

dukung tanah dengan memberikan beban tambahan pada tanah. Pemberian beban ini akan

efektif bila beban total (beban awal ditambah beban tambahan) melebihi tekanan maksimum

yang pernah dialami tanah (tekanan prakonsolidasi).

Preloading digunakan pada tanah lunak seperti tanah lempung atau lanau yang memiliki

komprebilitas tinggi. Metode ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengeluarkan air

pori.

Waktu Pemampatan

Pemampatan konsolidasi lapisan tanah dasar yang terjadi disebabkan keluarnya air pori ke

lapisan yang lebih porus. Waktu konsolidasi menurut Terzaghi dalam Das (1985) dirumuskan

sebagai berikut : 2

( )t = dr

v

vT H

C

Dimana :

t = waktu konsolidasi

Tv = faktor waktu

Hdr = panjang aliran air (drainage)

Cv = koefisien konsolidasi akibat aliran air pori arah vertikal

Untuk tanah yang memiliki banyak lapis dengan ketebalan yang berbeda-beda, harga Cv

gabungan dapat ditentukan dengan formula berikut :

2

1 2

v gabungan

1 2

1 2

..... =

.....

n

n

v v vn

H H HC

HH H

C C C

Dimana :

Hi = tebal lapisan i

Cvi = nilai Cv pada lapisan i

Vertical Drain

Vertical drain berfungsi untuk mempercepat waktu pemampatan konsolidasi primer pada

lapisan tanah lempung compressible. Hal ini dikarenakan pemampatan konsolidasi yang terjadi

pada tanah lempung berlangsung sangat lambat. Dengan adanya vertical drain maka air pori

tanah tidak hanya mengalir keluar kearah vertikal saja, tetapi juga ke arah horizontal.

Vertical drain dapat berupa kolom pasir (sand drain) atau pre-fabricated vertical drain (PVD).

PVD terbuat dari bahan geosintetik yang diproduksi di pabrik. Bahan ini dapat mengalirkan air

dengan baik, namun masa efektif kerja bahan ini hanya 6 bulan.

Waktu Konsolidasi dengan Vertical Drain

Waktu konsolidasi yang dibutuhkan dengan menggunakan vertical drain menurut Barron

(1948) adalah : 2 1

t = . ( ).ln8 1h h

DF n

C U

Page 92: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 279

2

( )

h8

2

1U = 1 100%

n

t Ch

D F

Dimana :

t = waktu untuk menyelesaikan konsolidasi primer

D = diameter ekivalen daerah pengaruh dari PVD

Ch = koefisien konsolidasi tanah horisontal

F(n) = faktor hambatan disebabkan karena jarak antar PVD

Ūh = Derajat konsolidasi tanah akibat aliran air arah radial

Gambar 1. PVD pola susunan bujur sangkar

Sumber: Hansbo, 1979 dalam Mochtar, 2000

Gambar 2. PVD pola susunan segitiga

Sumber: Hansbo, 1979 dalam Mochtar, 2000

Teori di atas dikembangkan oleh Hansbo (1979) dengan memasukkan dimensi fisik dan

karakteristik dari PVD. Fungsi F(n) merupakan fungsi hambatan akibat jarak antar titik pusat

PVD. Harga F(n) didefinisikan dengan: 2 2

(n) 2 2 2

3 1F = ln( )

1 4

n nn

n n

Dimana :

n = w

D

D

dw = diameter ekivalen dari vertical drain

METODE PENELITIAN Penelitian ini memiliki tahapan-tahapan awal dalam menentukan permasalahan sampai dengan

kesimpulan. Tahapan-tahapan penelitian ini ditampilkan pada Gambar 4.

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Data Sekunder ini berupa data

penyelidikan tanah. Menganalisis Pemampatan tanah yang terjadi di lokasi, analisis

Page 93: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 280

pemampatan didapatkan dari data sekunder berupa boring log. Perencanaan perbaikan tanah

dengan kombinasi metode preloding dan PVD meliputi jarak PVD, kedalaman PVD, waktu

proses pemampatan akibat PVD dan Biaya yang diperlukan untuk perbaikan tanah.

Gambar 3. Tahapan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perhitungan Preloading

Perhitungan preloading direncanakan pada Zona 3, 3A, 6, dan 6A (Gambar 4), dimana data

tanahnya masing-masing diwakili BHB-3, BHB-3A, BHB-6, dan BHB-6A. Perencanaan ini

memperhatikan pemampatan tanah akibat konsolidasi primer yaitu pada kondisi

overconsolidated. Dari perhitungan tersebut diperoleh besar pemampatan (Sc), tinggi

preloading awal (H-Initial), dan tinggi preloading akhir (H-Final) untuk perencanaan.

Untuk mendapatkan nilai H-Initial dilakukan perhitungan pemampatan tanah dasar dengan

variasi pemberian beban timbunan (q), sedangkan H-Final diketahui setinggi 8 m dari

permukaan tanah dasar. Berdasarkan data tanah, diperoleh lapisan mampu mampat (N-SPT

≤10) pada kedalaman 13 m.

Gambar 4. Zona Perencanaan PVD Sumber : PT. Maratama Cipta Mandiri

Page 94: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 281

Perhitungan Besar Pemampatan

Perhitungan besar pemampatan (Sc) dilakukan terhadap hasil analisis data tanah. Pemampatan

dihitung akibat tinggi tanah timbunan yang setara dengan variasi beban timbunan dan beban

perkerasan jalan.

Tabel 1. Penurunan Tanah pada BHB-3A Sebelum Preloading Tambahan

Layer

(kN/m3

)

Kedalama

n (m)

H

(m)

qc

(kg/cm2

)

qc

(MPa

) m

mv

(m2/kN)

P

(kN/m

)

Sc

(m)

Beban Desain

32 0 1

1 MPa = 0.1 kg/cm2 embankment/platform

17 0 8

Timbunan Tambahan

17 0 0

Lapisan Tanah 1 11 1,5 1,5 8 0,8 2,

2

5,68E-

04 168 0,143

Lapisan Tanah 2 12 8 6,5 14 1,4 3,

6

1,98E-

04 168 0,217

Lapisan Tanah 3 12 9 1 2 0,2 4 1,25E-

03 168 0,210

Lapisan Tanah 4 12 13 4 3 0,3 4 8,33E-

04 168 0,560

Kedalaman yang dapat

dimampatkan

13

Total Sc 1,130

Sc 1,017

Penurunan tanah pada BHB-3A sebelum preloading tambahan diberikan yaitu 1,130 meter,

dengan 90% penurunannya sebesar 1,017 meter.

Perhitungan Tinggi Preloading Awal (H-Awal) dan Tinggi Preloading Akhir (H-Akhir)

Untuk memperoleh Hakhir sesuai elevasi yang direncanakan yaitu 8 m diatas tanah asli, maka

diberikan tambahan preloading menjadi 11,016 m. Untuk hasil penurunan dapat dilihat di

Tabel 2 dan Tabel 3

Tabel 2. Hasil Penurunan Tanah pada BHB3A

Layer

(kN/m3)

Kedalaman

(m)

H

(m)

qc

(kg/cm2)

qc

(MPa) m

mv

(m2/kN) P

(kN/m)

Sc

(m)

Beban Desain

32 0

1

1 MPa = 0.1 kg/cm2 embankment/platform

17 0

8

Timbunan Tambahan

17 0

1,133

Lapisan Tanah 1 11 1,5 1,5 8 0,8 2,2 0,00057 187,269 0,160

Lapisan Tanah 2 12 8 6,5 14 1,4 3,6 0,0002 187,269 0,242

Lapisan Tanah 3 12 9 1 2 0,2 4 0,00125 187,269 0,234

Lapisan Tanah 4 12 13 4 3 0,3 4 0,00083 187,269 0,624

Kedalaman yang dapat

dimampatkan 13

Total Sc 1,259

Page 95: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 282

Layer

(kN/m3)

Kedalaman

(m)

H

(m)

qc

(kg/cm2)

qc

(MPa) m

mv

(m2/kN) P

(kN/m)

Sc

(m)

Sc 1,133

Tabel 3. Hasil Rekapitulasi Penurunan Tanah

Titik Bor Kedalaman

(m)

Hawal

(m)

Stripping

(m)

Hakhir

(m)

90%Sc

(m)

BHB-3A 13 11,016 1,882 8,000 1,133

BHB-3 13 11,212 1,882 8,000 1,330

BHB-6 13 10,590 1,882 8,000 0,707

BHB-6A 13 10,868 1,882 8,000 0,986

Penurunan tanah tertinggi terdapat pada BHB-3 yaitu 1,330 meter, dengan H-awal sebesar

11,212 meter dan Stripping tanah sebesar 1,882 meter.

Perhitungan Waktu Pemampatan Tanpa PVD

Perhitungan ini menggunakan contoh dari data tanah BHB-3A. Data tanah BHB-3A yang

dibutuhkan untuk menghitung waktu pemampatan ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Cv gabungan tanah BHB-3A

Layer H (m) mv (m2/kN)

k

(cm/s) cv (m

2/s) H'

Lapisan tanah 1 1,50 5,68E-04 1E-07 1,76E-07 1,50

Lapisan tanah 2 6,50 1,98E-04 1E-08 5E-08 3,48

Lapisan tanah 3 1,00 1,25E-03 1E-06 8E-07 2,13

Lapisan tanah 4 4,00 8,33E-04 1E-07 1,2E-07 3,30

13,00 cv gab. 1,13E-07 10,41

Dari Tabel 4 diperoleh Cv gabungan sebesar -71,13×10 m2/s dan tebal lapisan drainage (Hdr)

sebesar 13 m. Waktu penurunan konsolidasi dihitung menggunakan rumus dibawah ini 2

v dr

c

v

T ×Ht =

C

Derajat konsolidasi (U) sebesar 90%, waktu pemampatan pada zona BHB-3A membutuhkan

waktu selama 40,80 tahun. Untuk waktu konsolidasi setiap zona dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Waktu Konsolidasi Alami

Titik Bor Kedalaman

(m)

90%Sc

(m)

Cv

Gabungan

t90

(Tahun)

BHB-3A 13 1,133 1,13E-07 40,80

BHB-3 13 1,330 1,37E-07 33,62

BHB-6 13 0,707 1,29E-07 35,75

BHB-6A 13 0,986 1,04E-07 44,13

Page 96: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 283

Dari Tabel 5 diperoleh waktu konsolidasi terlama pada BHB-6A sebesar 44,13 Tahun.

Perhitungan Waktu Konsolidasi

Perhitungan waktu konsolidasi dengan menggunakan kombinasi preloading dan PVD untuk

mencapai derajat konsolidasi yang direncanakan yaitu U90. Pola pemasangan segitiga dengan

spasi 1,5 m dihitung menggunakan rumus dibawah ini. 2

(n)

h h

D 1t = ×F ×ln

8×C 1-U

Hasil perhitungan waktu konsolidasi dengan kombinasi preloading dan PVD disajikan pada

Tabel 6

Tabel 6. Waktu Konsolidasi dengan PVD

t BHB 3A BHB 3 BHB 6 BHB 6A

Minggu bulan U (%) S (m) U (%) S (m) U (%) S (m) U (%) S (m)

0 0 0 0,00 0 0,00 0 0,00 0 0,00

1 0,25 16 0,20 19 0,28 20 0,16 16 0,18

2 0,50 30 0,38 35 0,52 36 0,28 30 0,33

3 0,75 41 0,52 47 0,69 48 0,38 41 0,45

4 1,00 51 0,64 58 0,86 59 0,46 51 0,56

5 1,25 59 0,74 66 0,98 67 0,53 59 0,65

6 1,50 65 0,82 72 1,06 73 0,57 66 0,72

7 1,75 71 0,89 78 1,15 79 0,62 71 0,78

8 2,00 76 0,96 82 1,21 83 0,65 76 0,83

9 2,25 80 1,01 85 1,26 86 0,68 80 0,88

10 2,50 83 1,05 88 1,30 89 0,70 83 0,91

11 2,75 86 1,08 91 1,34 91 0,72 86 0,94

12 3,00 88 1,11 92 1,36 93 0,73 88 0,96

13 3,25 90 1,13 94 1,39 94 0,74 90 0,99

14 3,50 92 1,16 95 1,40 95 0,75 92 1,01

15 3,75 93 1,17 96 1,42 96 0,75 93 1,02

Dari Tabel 6 diperoleh waktu konsolidasi untuk BHB-3A dan BHB-6A adalah 13 Minggu,

untuk BHB-3 dan BHB-6 adalah 11 Minggu.

Kebutuhan PVD dan Timbunan

Tabel 7. Kebutuhan PVD

Titik Bor Luas Jumlah

Titik

Kedalaman

m

90%Sc

(m) Platform Panjang Volume

BHB-3A 3500 1797 13 1,133 1,330 14,830 26641,315

BHB-3 1000 514 13 1,330 1,330 14,830 7611,804

BHB-6 1500 770 13 0,707 1,330 14,830 11417,707

BHB-6A 3000 1540 13 0,986 1,330 14,830 22835,413

Jumlah 68506,240

Page 97: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 284

Didapatkan Kebutuhan PVD sebesar 68506,240 m. Untuk luas geotekstil nonwoven yang

dipakai seluas area PVD yaitu 9000 m2. Jumlah kebutuhan Timbunan dapat dilihat pada Tabel

8

Tabel 8. Volume Timbunan

Titik Bor Luas Hawal

(m) Platform Vtanah Vpasir

BHB-3A 3500 11,016 1,330 38555,475 4654,697

BHB-3 1000 11,212 1,330 11212,267 1329,913

BHB-6 1500 10,590 1,330 15884,359 1994,870

BHB-6A 3000 10,868 1,330 32604,533 3989,740

Jumlah 98256,634 11969,221

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil perhitungan perbaikan tanah dengan menggunakan metode preloading yang

dikombinasikan dengan. prefabricated vertical drain maka diperoleh beberapa simpulan

sebagai berikut :

1. Waktu konsolidasi tanah alami dengan preloading dengan penurunan 90% untuk BHB-

3A sebesar 1,133 meter yaitu 40,80 Tahun, untuk BHB-3 sebesar 1,330 meter yaitu

33,62 Tahun, untuk BHB-6 sebesar 0,707 meter yaitu 35,75 Tahun, dan untuk BHB-6A

sebesar 0,986 meter yaitu 44,13 Tahun. Waktu konsolidasi terlama terjadi pada zona 6A

yang diwakili titik bor BHB-6A.

2. Waktu konsolidasi tanah dengan kombinasi preloading dan PVD dengan penurunan

90% untuk BHB-3A sebesar 1,13 meter yaitu 13 Minggu, untuk BHB-3 sebesar 1,34

meter yaitu 11 Minggu, untuk BHB-6 sebesar 0,72 meter yaitu 11 Minggu, dan untuk

BHB-6A sebesar 0,99 meter yaitu 13 Minggu. Waktu konsolidasi dengan PVD hanya

berlangsung 11-13 Minggu.

3. Total biaya pekerjaan perbaikan tanah dengan kombinasi preloading dan PVD adalah

Rp. 35.504.859.000,00.

Saran

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan penulis, maka diperoleh beberapa saran sebagai

berikut:

1. Pola pemasangan PVD secara bujur sangkar perlu diperhitungkan agar terlihat

perbedaan percepatan dari pemilihan pola pemasangan.

2. Jarak antar titik PVD dan pola PVD perlu dibuat beberapa pilihan agar diketahui yang

lebih efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Barron, R. A. 1948. Consolidation of Fine Grained Soils by Drain Wells, Transaction ASCE,

Vol. 113.

Christady, H. 2010. Mekanika Tanah 2 Edisi Ke Lima. Gadjah mada University Press.

Yogyakarta

Christady, H. 2013. Geosintetik Untuk Rekayasa Jalan Raya Perancangan dan Aplikasi.

Gadjah mada University Press. Yogyakarta

Craig, R. F. 1994. Mekanika Tanah Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta.

Das, M. Braja. 1991. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip rekayasa Geoteknik). Erlangga. Jakarta.

Page 98: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Abdul Muis dan Asri Wulan, Perbaikan Tanah dengan… 285

Das, M. Braja. 2011. Principles of Foundation Engineering 7th Edition. Cengage Learning.

Stamford.

Giroud, J.P. 1981. Designing With Geotextiles, Mater. Const (Paris), Vol.14. no.82, pp.257-

272

Hansbo, S. 1979. Geodrains in Theory and Practice, Geotechnical Report, Terrafigo,

Stockholm, Swedia.

Surendo, Bambang. 2015. Mekanika Tanah Teori, Soal, dan Penyelesaian. Penerbit ANDI.

Yogyakarta.

Terzaghi, K. 1925. Erdbaumechanik auf Bodenphysikalischer Grundlage, Deutichke, Vienna.

Terzaghi, K., and Peck, R. B. 1967. Soil Mechanics in Engineering Practice, 2nd ed., Wiley,

New York.

Page 99: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Dyna Prasetya Riani dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Gedung... 286

ANALISIS FONDASI GEDUNG DENGAN TIANG PANCANG PADA

TANAH PASIR BERLEMPUNG DI KALIMANTAN TIMUR

Dyna Prasetya Riani

1

Sri Wulandari2

1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma.

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

e-mail: [email protected],

[email protected]

Abstrak

Pembangunan infrastruktur sedang berkembang disetiap daerah di Indonesia. Penyerataan

pembangunan bertujuan untuk mengembangkan ekonomi daerah. Pembangunan insfrastruktur

dilakukan dengan beberapa tahapan seperti tahapan awal proyek, tahap konstruksi, dan tahapan

operasional. Penulisan ini bertujuan untuk merencanakan suatu gedung di Kalimantan Timur.

Berada di atas lahan seluas 178678,62 m2 dan berada di atas tanah sekitaran pinggir pantai.

Akibat lokasi pembangunan disekitar pinggir pantai maka tidak disarankan menggunakan fondasi

tiang bor. Fondasi menggunakan fondasi tiang pancang berbentuk persegi dengan diameter 450

cm. Desain dilakukan berdasarkan data tanah proyek pada bor hole 3 dan bor hole 4. Daya

dukung fondasi dilakukan berdasarkan hasil pengujian Standard Penetration Test (SPT). Daya

dukung izin pada bor hole 3 sebesar 163,655 ton, sedangkan pada bor hole 4 sebesar 158,429.

Penurunan yang terjadi sekitar 0,08 m hingga 0,12 m. Dimensi pile cap bervariasi mulai dari 1

tiang hingga 50 tiang per titik. Biaya total untuk fondasi tiang pancang yang digunakan pada bh3

sebesar Rp 21.519.059.676, sedangkan untuk tiang pacang pada bh 4 sebesar Rp 6.412.879.779.

Total biaya perkiraan perencanaan struktur bawah bangunan sekitar Rp 189.100.171.411,00.

Berdasarkan hasil yang diperoleh maka direkomendasikan fondasi tiang pancang berbentuk

persegi dengan dimensi 0,45 m dengan panjang 19 m dan 13 m. Hal tersebut dipertimbangkan

berdasarkan daya dukung, penurunan, letak fondasi, letak fondasi, dan biaya material.

Kata Kunci: Fondasi, Tiang Pancang, Pasir Berlempung, N-SPT.

PENDAHULUAN Menurut American Public Works Association (Stone, 1974 Dalam Kodoatie, R.J., 2005),

infrastruktur adalah fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen

publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan

limbah, transportasi, dan pelayanan-pelayanan similar untuk memfasilitasi tujuan-tujuan sosial

dan ekonomi. Selain itu, infrastruktur dipandang sebagai lokomotif pembangunan nasional dan

daerah. Oleh karena itu, pemerintah bekerja sama dengan berbagai perusahaan demi

mewujudkan kesetaraan pembangunan daerah.

Penulisan ini membahas perencanaan fondasi gedung dengan tiang pancang pada tanah pasir

berlempung di Kalimantan Timur. Pemilihan jenis fondasi dilakukan berdasarkan hasil

pengujian tanah yang dilakukan. Proyek gedung di Kalimantan Timur ini merupakan bangunan

yang menggabungkan hotel, apartemen, nature park, gourment tower, dan pusat perbelanjaan.

Berdasarkan data pengujian tanah yang diperoleh, pengerjaan struktur bawah proyek ini tidak

disarankan untuk menggunakan tiang bor. Hal tersebut diakibatkan karena bangunan dibangun

pada pinggir pantai yang terdapat lapisan lempung dan lanau berpasir. Oleh karena itu, sistem

tiang pancang sangat disarankan karena lebih efisien dan efektif dalam pengerjaan.

Page 100: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Dyna Prasetya Riani dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Gedung... 287

LITERATURE REVIEW

Tahapan perencanaan dilakukan berdasarkan hasil dari berbagai investigasi geologi teknik yang

dilakukan guna menyelidiki karakteristik tanah agar tidak terjadinya kegagalan fungsi fondasi

yang disebabkan oleh penurunan atau base shear failure. Karakteristik tanah dan keadaan

lingkungan sekitar menentukan kedalaman fondasi dan jenis fondasi yang digunakan. Fondasi

merupakan struktur bangunan paling bawah yang menyalurkan beban vertikal maupun beban

horizontal ke dalam tanah. Fondasi harus memperhitungkan kestabilan bangunan terhadap

beratnya sendiri beserta gaya-gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi, dan lain-lain.

Selain itu, tidak boleh terjadi penurunan level melebihi batas yang diijinkan. Persyaratan utama

dalam proses pembangunan fondasi antara lain cukup kuat menahan muatan geser akibat

muatan tegak ke bawah, dapat menyesuaikan pergerakan tanah yang tidak stabil, dan dapat

menahan pengaruh perubahan cuaca dan bahan kimia.

Kapasitas Daya Dukung Fondasi Akibat Beban Aksial/ Vertikal

Kapasitas dukung tiang merupakan kemampuan dari tiang dalam mendukung beban sehingga

bangunan dapat stabil. Daya dukung fondasi tiang ditentukan menggunakan data Standard

Penetration Test (SPT), Meyerhoff (1976) menganjurkan formula daya dukung untuk tiang

pancang sebagai berikut:

AbNb380)d

L(Nb)(38AbQp (1)

fsAsQs (2)

WpQsQpQu (3)

Qa = SF

Q u (4)

Keterangan:

Qa = daya dukung ijin tiang beton (ton)

Qu = daya dukung maksimum tiang (ton)

Qp = Daya dukung ujung tiang

Qs = Daya dukung selimut tiang

Nb = Harga N-SPT pada elevasi dasar tiang

Ab = Luas penampang dasar tiang (m2)

As = Luas selimut tiang (m2)

SF = Safety Factor atau faktor keamanan

Kapasitas Daya Dukung Kelompok Fondasi Tiang

Kapasitas ultimit kelompok tiang merupakan hasil perkalian jumlah tiang dalam kelompok

tiang dengan daya dukung ultimit. Daya dukung ultimit tersebut merupakan penjumlahan dari

daya dukung ujung, daya dukung selimut tiang tunggal dan berat tiang. Kapasitas dukung

kelompok tiang dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

gQ aQmn (5)

Keterangan:

m = jumlah tiang pada deretan baris (m)

n = jumlah tiang pada deretan kolom (m)

Qa = daya dukung izin (ton)

Page 101: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Dyna Prasetya Riani dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Gedung... 288

Penurunan Fondasi Tiang

Penurunan atau settlement merupakan gerakan pada suatu titik tertentu pada bangunan terhadap

titik referensi yang tetap. Segala penurunan tiang dipengaruhi oleh sifat tanah dan penyebaran

tekanan fondasi terhadap tanah dibawahnya. Umumnya tanah kohesif memiliki nilai penurunan

yang lebih besar dibandingkan tanah nonkohesif. Penurunan yang diizinkan tergantung dari

beberapa faktor seperti jenis bangunan, tinggi bangunan, fungsi bangunan, dan kekakuan.

Penurunan Tiang Tunggal

s = 321 sss (6)

1s pp

sp

.EA

).L.Q(Q (7)

2s p

Pp

D.q

.CQ (8)

3s ws2

ss

s .Iμ1E

D

p.L

Q

(9)

Penurunan Kelompok Tiang

Sg = D

BS

g (10)

Keterangan:

Sg = Penurunan seketika kelompok tiang

s = Penurunan tiang tunggal

Bg = Lebar kelompok tiang

D = Dimensi tiang

Qs = Daya dukung selimut tiang (ton)

L = Panjang tiang (m)

P = Keliling penampang tiang (m)

Es = Modulus elastisitas tanah pada ujung tiang (ton/m2)

μs = Poisson’s Ratio tanah

Iws = faktor pengaruh

Daya Dukung Lateral Tiang Tunggal

Perhitungan beban lateral yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini menggunakan

Metode Poulos.

Hu pf

2h

I

LNf (11)

Keterangan:

pf = Defleksi kepala tiang (6,25 x 10-3

)

Hu = Beban lateral pada kepala tiang maksimum (kN)

Nh = Koefisien variasi modulus (kN/m3)

L = Panjang tiang (m)

pfI = faktor pengaruh elastis yang mempengaruhi defleksi akibat beton horizontal dan momen.

Page 102: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Dyna Prasetya Riani dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Gedung... 289

Daya Dukung Lateral Kelompok Tiang

Perhitungan defleksi lateral dan rotasi tiang yang terjadi pada permukaan tanah, kondisi kepala

kelompok tiang diasumsikan menjadi tiga kategori:

1. Bila kepala tiang adalah bebas, setiap tiang dalam grup memiliki defleksi yang sama.

2. Bila kepala tiang adalah bebas, beban lateral atau momen yang nilainya sama bekerja pada

masing-masing tiang.

3. Bila kepala tiang adalah jepit, setiap tiang memiliki defleksi yang sama. Poulos

memberikan persamaan dalam menghitung beban horizontal total dalam grup sebagai

berikut:

HG =

n

1j

Hj (12)

Keterangan:

HG

: Beban lateral total (kN)

Hj

: Beban lateral pada tiang j (kN)

Defleksi Akibat Beban Lateral/ Horizontal

Nilai defleksi maksimum untuk kondisi kepala tiang terjepit dirumuskan sebagai berikut.

pfpf2h

'F/ILN

H (13)

Keterangan:

pf = Defleksi kepala tiang

H = Beban lateral pada kepala tiang (kN)

Nh = Koefisien variasi modulus (kN/m3)

L = Panjang tiang (m)

pfI = Faktor pengaruh elastis yang mempengaruhi defleksi akibat beton horizontal dan momen.

pf'F = Faktor yield-displacement

METODE PENELITIAN Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pengujian tanah diperoleh karakteristik tanah seperti pada Gambar 2.

Berdasarkan stratifikasi tanah tersebut menunjukkan bahwa pada bor hole 3 dan bor hole 4

jenis tanahnya merupakan tanah pasir berlempung. Tiang pancang yang digunakan pad bor

hole 3 sepanjang 19 m dan pada bor hole 4 sepanjang 13 m. Perbedaan panjang tiap bor

hole ditentukan oleh nilai N-SPT yang diperoleh. Semakin besar nilai SPT maka semakin

keras jenis tanah yang digunakan.

Daya Dukung Fondasi Tiang

Kapasitas daya dukung tiang akibat beban aksial yang terletak pada tanah pasir berlempung

dengan menggunakan Metode Meyerhoff. Daya dukung izin diperoleh dari kekuatan izin tekan

dan kekuatan izin tarik yang dipengaruhi oleh kondisi tanah dan kekuatan material itu sendiri.

Daya dukung kelompok tiang dilakukan menggunakan Metode Vesic. Perhitungan daya

dukung akibat beban lateral atau horizontal menggunakan Metode Poulos dan Davis.

Page 103: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Dyna Prasetya Riani dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Gedung... 290

Gambar 1. Diagram Alir Perencanaan Fondasi Gedung dengan Tiang Pancang Pada Tanah Pasir

Berlempung, Kalimantan Timur

Gambar 2. Penampang tanah pada (a) Bor Hole 3 dan (b) Bor Hole 4

Daya dukung tiang yang direncanakan menggunakan tiang berbentuk spun pile dan mini

pile dengan panjang tiang 19 m dan 13 m. Desain fondasi ini menggunakan fondasi tiang

Page 104: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Dyna Prasetya Riani dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Gedung... 291

pancang berbentuk persegi dengan dimensi 0,45 m. Desain dilakukan berdasarkan data

tanah proyek pada bor hole 3 dan bor hole 4. Daya dukung izin tiang fondasi pada bor hole

3 sebesar 163,655 ton. Sedangkan daya dukung izin tiang fondasi pada bor hole 4 sebesar

158,429.

Penurunan Tiang

Penurunan tiang diperhitungkan dengan tiang tunggal dan tiang kelompok. Penurunan

fondasi tiang tunggal menggunakan Metode Semi Empiris sebesar 0,08m pada bor hole 3

dan sebesar 0,12m pada bor hole 4. Penurunan tiang kelompok menggunakan Metode

Vesic sesuai dengan ketebalan pile cap serta jumlah tiang yang digunakan, Setiap

kelompok tiang memiliki penurunan kelompok yang berbeda-beda namun dengan batas

yang tidak melampaui aturan yang berlaku yaitu sekitar 6 mm. Pada Perancangan fondasi

tiang tidak diperkenankan mengalami defleksi tiang lateral yang besar karena akan

membahayakan stabilitas jangka panjang bangunan yang didukungnya. Bangunan gedung

umumnya gerakan lateral yang ditoleransikan hanya berkisar 6 mm – 18 mm. Penentuan

defleksi tiang lateral dapat menggunakan Metode Poulos.

Desain Kepala Tiang (Pile cap)

Perencanaan dimensi dan penulangan pile cap tiang pancang menggunakan acuan

peraturan SK SNI 8460: 2017. Dimensi pile cap untuk dimensi fondasi 0,45 m yaitu 0,8 m

hingga 3 m dengan bentuk pile cap yang bervariasi, mulai dari 1 tiang sampai 50 tiang.

Lebar pile cap mulai dari 0,75 m sampai 5,25 m, sedangkan panjang pile cap mulai dari

0,75 sampai 10,88 m.

Penulangan Fondasi

Penentuan tulangan tarik dan geser fondasi digunakan untuk mengetahui jumlah tulangan

tekan dan geser pada suatu fondasi yang direncanakan. Tulangan yang digunakan pada

fondasi dimensi 0,45 m adalah 6D16 untuk tulangan longitudinal dan D16 – 413 untuk

tulangan spiral.

Rencana Anggaran Biaya

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor: 28/Prt/M/2016

Tentang Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum. Harga satuan

pekerjaan dihitung dengan memasukkan harga satuan bahan dan upah dikalikan dengan

koefisien bahan dan koefisien tenaga. Perhitungan biaya tiang pancang meninjau pada

biaya material yang dibutuhkan dalam pembuatan tiang pancang, baik fondasi tiang dan

juga pile cap. Berdasarkan analisa harga satuan pekerja maka dapat diperhitungkan

rencana anggaran biaya. Berikut merupakan Tabel 2 Rekapitulasi Rencana Anggaran

Biaya fondasi 0,45 m.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil perhitungan perancangan dan analisa yang telah dilakukan dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Desain fondasi ini menggunakan fondasi tiang pancang berbentuk persegi dengan

dimensi 0,45 m. Desain dilakukan berdasarkan data tanah proyek pada bor hole 3 dan

bor hole 4. Daya dukung izin tiang fondasi pada bor hole 3 sebesar 163,655 ton.

Sedangkan daya dukung izin tiang fondasi pada bor hole 4 sebesar 158,429. Penurunan

fondasi tiang tunggal sebesar 0,08m pada bor hole 3 dan sebesar 0,12m pada bor hole 4.

Page 105: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Dyna Prasetya Riani dan Sri Wulandari, Analisis Fondasi Gedung... 292

Tabel 2. Rekapitulasi Rencana Anggaran Biaya

(RAB)Jenis Pekerjaan Sat. Volume Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)

A PEKERJAAN PERSIAPAN

1 Pembersihan lapangan dan Perataan m2 26.880 160.448 4.312.837.829Rp

2 Pembuatan Pagar Sementara dari Seng Gelombang m2 292 181.074 52.902.529Rp

B PEKERJAAN PEMANCANGAN

1 Pemancangan Tiang Pancang Diameter 0,45 m3 43.682 2.453.885 107.190.594.750Rp

C PEKERJAAN PILE CAP

1 Pekerjaan Galian m3 54.918 242.933 13.341.386.160Rp

2 Pekerjaan Pemasangan Bekisting m2 4.598 158.892 730.613.715Rp

3 Pekerjaan Pembesian /10kg 17.296 1.260.596 21.803.243.236Rp

4 Pekerjaan Pengecoran m3 54.918 445.713 24.477.668.518Rp

171.909.246.737Rp

17.190.924.674Rp

189.100.171.411Rp

No.

Jumlah

Pajak (10%)

Total Anggaran

2. Dimensi pile cap untuk dimensi fondasi 0,45 m yaitu 0,8 m hingga 3 m. Lebar pile cap

mulai dari 0,75 m sampai 5,25 m.

3. Tulangan yang digunakan pada fondasi dimensi 0,45 m adalah 6D16 untuk tulangan

longitudinal dan D16 – 413 untuk tulangan spiral.

4. Biaya total keseluruhan perencanaan struktur bawah sekitar Rp 189.100.1771.411,00.

5. Rekomendasi fondasi yang digunakan adalah fondasi persegi dimensi 0,45 m. Hal ini

dipertimbangkan berdasarkan daya dukung, penurunan, dan letak fondasi.

Saran

Berdasarkan perancangan dan analisa fondasi yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan

yaitu untuk melakukan perhitungan menggunakan software bantuan guna mempermudah

perencanaan perhitungan serta mengurangi probabilitas salah perhitungan manual. Perhitungan

analisa data harus ditinjau dengan berbagai metode perhitungan yang mendekati keadaan tanah

lapangan untuk meminimalisir keadaan yang tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Asroni, Ali. 2017.Teori dan Desain Balok Plat Beton Bertulang Berdasarkan SNI 2847-2013.

Muhammadiyah University Press: Surakarta.

Bowles, Joseph E. 1996. Foundation Analysis and Design, 5th

Edition. The McGraw-Hill

Companies. Inc., Singapore.

Budiono, B. 2012. SI 321 Struktur Beton Bertulang I. Penerbit: ITB. Bandung

BSN. 2002. SNI-03-2847-2002. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan

Gedung. Badan Standardisasi Nasional Indonesia. Bandung.

BSN. 2012. SNI-03-1726-2012. 2012. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur

Bangunan Gedung dan Non-Gedung. Badan Standardisasi Nasional Indonesia. Bandung.

BSN. 2013. SNI 2847:2013. 2013. Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung.

Badan Standardisasi Nasional Indonesia. Jakarta.

Page 106: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Pangeran Holong Sitorus dan Asri Wulan, Analisis Fondasi Bor... 293

ANALISIS FONDASI BOR PADA GEDUNG APARTEMEN 34 LANTAI

DI TANGERANG SELATAN

Pangeran Holong Sitorus

1

Asri Wulan2

1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

email: [email protected]

Abstrak

Fondasi merupakan bagian dari elemen struktur bawah yang berfungsi meneruskan beban

yang ditopang serta beratnya sendiri ke dalam tanah dan batuan yang terletak di bawahnya.

Penulisan ini bertujuan untuk merencanakan fondasi tiang bor pada gedung apartemen 34

lantai di Tangerang Selatan. Berdasarkan hasil penyelidikan tanah, diperoleh data

karakteristik jenis tanah yaitu kohesif. Metode yang digunakan dalam perencanaan fondasi

menyesuaikan dengan data N-SPT. Perhitungan daya dukung axial tiang menggunakan metode

Meyerhof (1956). Perhitungan penurunan tiang tunggal menggunakan metode semi empiris.

Perhitungan daya dukung lateral menggunakan metode Broms. Fondasi direncanakan pada

kedalaman 29 m dengan diameter 1,0 m. Berdasarkan hasil perhitungan, untuk fondasi tiang

bor berbentuk lingkaran dengan diameter 1,0 m, daya dukung izin tiang fondasi sebesar

588,122 ton pada BH1 dan 561,448 ton pada BH2 serta penurunan fondasi tiang tunggal

sebesar 0,072 m pada BH1 dan 0,070 m pada BH2. Defleksi terbesar terjadi pada kolom 85

yaitu 3,029 mm. Tulangan longitudinal tiang pondasi memakai D25 dan tulangan geser

dengan diameter 10 mm. Besi tulangan kepala tiang memakai D25 dan D19. Biaya total untuk

fondasi tiang bor berbentuk lingkaran dengan diameter 1,0 m sebanyak 266 tiang dan 106

kepala tiang dengan variasi jumlah tiang dari 1 sampai 6 tiang adalah Rp 31.801.952.202,00.

Kata Kunci: Tiang Bor, Fondasi, Daya Dukung, Penurunan

PENDAHULUAN Fondasi merupakan suatu konstruksi bangunan yang terdapat pada bagian paling bawah

bangunan dan berhubungan langsung dengan tanah atau batuan. Fondasi harus kuat menahan

beban dari struktur atas tanpa terjadinya penurunan. Perencanaan fondasi berdasarkan gedung

yang ditinjau yaitu apartemen di kawasan Bintaro Tangerang Selatan yang direncanakan

memiliki 34 lantai. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dimensi fondasi tiang bor dan

fondasi kelompok tiang yang memenuhi kriteria daya dukung bangunan gedung dan tidak

melebihi penurunan fondasi yang diijinkan. Bangunan tinggi seperti ini membutuhkan daya

dukung yang besar, sehingga jenis fondasi yang memadai adalah fondasi dalam. Pemilihan

jenis fondasi pada lokasi penelitian juga didasarkan pada hasil uji tanah yang menunjukan

bahwa kondisi tanah pada lokasi tersebut adalah lempung berlanau dengan konsistensi sedang.

Penggunaan fondasi tiang bor dianggap lebih sesuai karena keadaan sekitar tanah bangunan

sudah banyak berdiri bangunan tinggi dengan tinggi rata-rata diatas 30 lantai dan dengan

penggunaan tiang bor dapat meminimalisir dampak gangguan terhadap lingkungan. Selain itu,

penggunaan fondasi tiang bor juga dapat menghemat kebutuhan pile cap karena daya dukung

yang tinggi, sehingga memungkinkan perancangan satu kolom dengan dukungan satu tiang.

LITERATURE REVIEW

Beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang perencanaan pondasi tiang bor pada

bangunan gedung antara lain Fajarsari (2013); Noviarti (2016); Pamungkas, Anugrah, dan

Harianti (2013). Perhitungan daya dukung ujung tiang (Qb) menggunakan metode Meyerhoff :

Page 107: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Pangeran Holong Sitorus dan Asri Wulan, Analisis Fondasi Bor... 294

Qb = 40 . Nb . Ap

Perhitungan daya dukung selimut tiang (Qs) menggunakan metode Meyerhoff untuk tanah

butir halus seperti sebagai berikut :

Qs = 0,1 . N . As

Perhitungan daya dukung ultimit tiang fondasi (Qu) menggunakan rumus seperti sebagai

berikut :

Qu = Qb + Qs

Daya dukung izin fondasi tiang tunggal (Qa) diperoleh dengan membagi daya dukung

ultimit tiang (Qu) dengan faktor keamanan. Faktor keamanan untuk pondasi tiang bor adalah

2,5 – 3 (Hary Christady, 2011). Perhitungan minimum jarak tiang (S) berdasarkan Teng (1962)

menggunakan rumus :

S = 2 s/d 2,5 D atau 75 cm

Perhitungan tulangan longitudinal dengan menggunakan SNI 03 2847 2013 pasal 10.1.

Perhitungan tulangan geser dengan menggunakan SNI 03 2847 2013 Pasal 11.1.1.

METODE PENELITIAN Pada penelitian ini menggunakan metode perencanaan pondasi dengan cara manual. Tahap

perencanaan pondasi dengan cara manual akan dijelaskan pada diagram alir Gambar 1.

Gambar 1 Diagram Alir Perencanaan Pondasi Tiang Bor

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Perencanaan Pondasi Tiang Bor

Adapun data beban per kolom dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 108: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Pangeran Holong Sitorus dan Asri Wulan, Analisis Fondasi Bor... 295

Tabel 1 Data Beban Per Kolom

Kolom

Dimensi

Kolom

(m)

Gaya

Aksial

(ton)

Gaya

Lateral

(ton)

1 1,2 x 1,2 121,906 7,224

2 1,2 x 1,2 2559,507 16,374

3 1,2 x 1,2 1139,695 12,801

4 1,2 x 1,2 1656,201 2,645

5 1,2 x 1,2 1671,009 0,316

6 1,2 x 1,2 1664,352 0,132

7 1,2 x 1,2 1638,944 0,300

8 1,2 x 1,2 1634,852 0,437

9 1,2 x 1,2 1634,853 0,438

10 1,2 x 1,2 1638,946 0,299

11 1,2 x 1,2 1664,355 0,133

12 1,2 x 1,2 1671,012 0,315

13 1,2 x 1,2 1656,204 2,643

14 1,2 x 1,2 1139,696 9,587

15 1,2 x 1,2 2559,482 16,331

16 1,2 x 1,2 1518,300 9,149

17 1,2 x 1,2 2147,995 1,537

18 1,2 x 1,2 2360,451 1,280

19 1,2 x 1,2 2378,217 0,575

20 1,2 x 1,2 2315,608 2,160

21 1,2 x 1,2 3251,000 14,680

22 1,2 x 1,2 1545,519 12,079

23 1,2 x 1,2 1545,518 7,596

24 1,2 x 1,2 3451,275 15,867

25 1,2 x 1,2 2315,607 2,159

26 1,2 x 1,2 2378,216 0,574

27 1,2 x 1,2 2360,444 1,280

28 1,2 x 1,2 2147,914 0,208

29 1,2 x 1,2 1518,376 9,902

30 1,2 x 1,2 1473,473 10,923

31 1,2 x 1,2 2243,958 0,383

32 1,2 x 1,2 2370,366 0,939

33 1,2 x 1,2 2379,967 0,044

34 1,2 x 1,2 2318,548 0,485

35 1,2 x 1,2 3273,000 16,008

36 1,2 x 1,2 1560,636 6,615

37 1,2 x 1,2 1560,617 12,628

38 1,2 x 1,2 3273,000 14,386

39 1,2 x 1,2 2318,547 0,485

40 1,2 x 1,2 2379,967 0,238

41 1,2 x 1,2 2370,366 1,332

42 1,2 x 1,2 2243,956 1,657

43 1,2 x 1,2 1473,504 10,921

44 1,2 x 1,2 2527,272 11,563

45 1,2 x 1,2 1138,428 9,877

46 1,2 x 1,2 1684,018 2,590

47 1,2 x 1,2 1722,826 0,619

48 1,2 x 1,2 1717,082 0,462

49 1,2 x 1,2 1692,952 0,896

50 1,2 x 1,2 1688,904 1,630

51 1,2 x 1,2 1688,906 1,630

52 1,2 x 1,2 1692,955 0,895

53 1,2 x 1,2 1717,085 0,462

Page 109: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Pangeran Holong Sitorus dan Asri Wulan, Analisis Fondasi Bor... 296

54 1,2 x 1,2 1722,830 0,152

55 1,2 x 1,2 1684,025 2,589

56 1,2 x 1,2 1138,464 12,640

57 1,2 x 1,2 2527,279 18,905

58 1,2 x 1,2 189,467 1,473

59 1,2 x 1,2 188,733 0,358

60 1,2 x 1,2 189,466 0,027

61 1,2 x 1,2 189,412 0,084

62 1,2 x 1,2 189,385 0,013

63 1,2 x 1,2 189,328 0,019

64 1,2 x 1,2 189,313 0,025

65 1,2 x 1,2 189,313 0,026

66 1,2 x 1,2 189,328 0,020

67 1,2 x 1,2 189,385 0,011

68 1,2 x 1,2 189,412 0,082

69 1,2 x 1,2 189,466 0,018

70 1,2 x 1,2 188,732 0,357

71 1,2 x 1,2 189,467 1,471

72 1,2 x 1,2 121,907 7,224

73 1,2 x 1,2 196,372 2,582

74 1,2 x 1,2 195,050 0,649

75 1,2 x 1,2 194,583 0,645

76 1,2 x 1,2 196,308 2,804

77 1,2 x 1,2 122,021 11,789

78 1,2 x 1,2 189,495 21,450

79 1,2 x 1,2 188,071 18,990

80 1,2 x 1,2 310,739 8,159

81 1,2 x 1,2 146,413 14,772

82 1,2 x 1,2 236,431 28,670

83 1,2 x 1,2 420,879 0,666

84 1,2 x 1,2 419,994 0,121

85 1,2 x 1,2 235,647 28,776

86 1,2 x 1,2 235,577 28,760

87 1,2 x 1,2 419,839 0,011

88 1,2 x 1,2 419,829 0,012

89 1,2 x 1,2 235,581 28,766

90 1,2 x 1,2 235,581 28,766

91 1,2 x 1,2 419,829 0,012

92 1,2 x 1,2 419,839 0,012

93 1,2 x 1,2 235,577 28,760

94 1,2 x 1,2 235,647 28,776

95 1,2 x 1,2 419,994 0,122

96 1,2 x 1,2 420,879 0,667

97 1,2 x 1,2 236,431 28,670

98 1,2 x 1,2 146,413 14,772

99 1,2 x 1,2 310,739 12,436

100 1,2 x 1,2 188,071 18,989

101 1,2 x 1,2 189,495 21,450

102 1,2 x 1,2 122,022 11,789

103 1,2 x 1,2 196,308 13,271

104 1,2 x 1,2 194,581 10,409

105 1,2 x 1,2 195,025 10,800

106 1,2 x 1,2 196,367 13,358

106 1,2 x 1,2 196,367 13,358

Page 110: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Pangeran Holong Sitorus dan Asri Wulan, Analisis Fondasi Bor... 297

Berdasarkan data tanah yang didapat, dibuatlah stratifikasi tanah sehingga dapat dilihat

jenis lapisan tanah yang ada di bawah struktur bangunan tersebut.

Gambar 2 Stratifikasi Tanah BH1 dan BH2

Perhitungan Daya Dukung Ujung Tiang (Qp) dan Daya Dukung Selimut Tiang (Qs)

Hasil perhitungan daya dukung ujung tiang untuk fondasi berbentuk lingkaran dengan diameter 1,000 m

pada Boring Hole 1 adalah sebagai berikut :

Qp = 2m 0,7854040 = 1256,000 ton

Qs total = 214,305 ton

Perhitungan Daya Dukung Ultimit Tiang (Qu)

Qu= 1256,000 ton + 214,305 ton = 1470,305 ton

Perhitungan Daya Dukung Izin Tiang Tunggal (Qa) dan Jumlah Tiang (n)

Kapasitas dukung ijin (Qa) =2,5

1470,305 = 588,122 ton

Berikut adalah hasil perhitungan jumlah tiang pada Boring Hole 1 kolom 35 dengan beban vertikal yang

bekerja di atas fondasi adalah sebesar 3273,000 ton :

N = 5,566 buah

Hasil perhitungan jarak minimum antar tiang fondasi :

S = 2 meter

Penentuan susunan kelompok tiang fondasi untuk kolom 35 seperti Gambar 3.

Gambar 3. Susunan Tiang Fondasi Kelompok Bentuk Lingkaran pada Titik 35

Page 111: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Pangeran Holong Sitorus dan Asri Wulan, Analisis Fondasi Bor... 298

Tabel 3 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perencanaan Fondasi Tiang Bentuk Lingkaran Diameter 1,0 m

KOLOM

Penurunan

Tiang (S)

(m)

n Qg

(ton) Eg

Sg

(m)

Hizin

(ton)

Mizin

(ton)

Defleksi

Lateral

(mm)

1 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,760

2 0,072 5 8821,83 0,849 0,131 407,88 960 1,724

3 0,072 2 2940,61 1,000 0,082 407,88 960 1,348

4 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,278

5 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,033

6 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,014

7 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,032

8 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,046

9 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 0,046

10 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 0,031

11 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 0,014

12 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 0,033

13 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 0,278

14 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 1,009

15 0,070 5 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 1,719

16 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 0,963

17 0,070 4 5614,48 0,955 0,127 407,88 960 0,162

18 0,070 5 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 0,135

19 0,070 5 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 0,060

20 0,070 5 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 0,227

21 0,070 6 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 1,545

22 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 1,271

23 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,800

24 0,072 6 8821,83 0,849 0,131 407,88 960 1,670

25 0,072 4 5881,22 0,955 0,131 407,88 960 0,227

26 0,072 5 8821,83 0,849 0,131 407,88 960 0,060

27 0,072 5 8821,83 0,849 0,131 407,88 960 0,135

28 0,072 4 5881,22 0,955 0,131 407,88 960 0,022

29 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 1,042

30 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 1,150

31 0,072 4 5881,22 0,955 0,131 407,88 960 0,040

32 0,072 5 8821,83 0,849 0,131 407,88 960 0,099

33 0,072 5 8821,83 0,849 0,131 407,88 960 0,005

34 0,072 4 5881,22 0,955 0,131 407,88 960 0,051

35 0,072 6 8821,83 0,849 0,131 407,88 960 1,685

36 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,696

37 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 1,329

38 0,070 6 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 1,514

39 0,070 5 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 0,051

40 0,070 5 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 0,025

41 0,070 5 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 0,140

42 0,070 4 5614,48 0,955 0,127 407,88 960 0,174

43 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 1,150

44 0,070 5 8421,72 0,849 0,127 407,88 960 1,217

45 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 1,040

46 0,070 3 5614,48 0,955 0,122 407,88 960 0,273

47 0,070 4 5614,48 0,955 0,127 407,88 960 0,065

48 0,070 4 5614,48 0,955 0,127 407,88 960 0,049

49 0,070 4 5614,48 0,955 0,127 407,88 960 0,094

Page 112: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Pangeran Holong Sitorus dan Asri Wulan, Analisis Fondasi Bor... 299

50 0,070 4 5614,48 0,955 0,127 407,88 960 0,172

51 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,172

52 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,094

53 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,049

54 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,016

55 0,072 3 5881,22 0,955 0,125 407,88 960 0,273

56 0,072 2 2940,61 1,000 0,082 407,88 960 1,331

57 0,072 5 8821,83 0,849 0,131 407,88 960 1,990

58 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,155

59 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,038

60 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,003

61 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,009

62 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,001

63 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,002

64 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,003

65 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,003

66 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,002

67 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,001

68 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,009

69 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,002

70 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,038

71 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,155

72 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,760

73 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,272

74 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,068

75 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,068

76 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,295

77 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 1,241

78 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 2,258

79 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 1,999

80 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,859

81 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 1,555

82 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 3,018

83 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,070

84 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,013

85 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 3,029

86 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 3,027

87 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,001

88 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 0,001

89 0,070 1 1403,62 1,000 0,080 407,88 960 3,028

90 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 3,028

91 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,001

92 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,001

93 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 3,027

94 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 3,029

95 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,013

96 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 0,070

97 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 3,018

98 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 1,555

99 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 1,309

100 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 1,999

101 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 2,258

102 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 1,241

Page 113: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Pangeran Holong Sitorus dan Asri Wulan, Analisis Fondasi Bor... 300

103 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 1,397

104 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 1,096

105 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 1,137

106 0,072 1 1470,31 1,000 0,082 407,88 960 1,406

Hasil perhitungan untuk tulangan longitudinal yaitu tulangan D-25 sebanyak 16 buah per tiang.

Hasil perhitungan untuk tulangan spiral fondasi adalah 10 mm dengan jarak 182 mm.

Perhitungan RAB berdasarkan pada ketentuan SNI dan Harga Dasar Satuan Kota Tangerang

Selatan yaitu mencakup biaya pekerjaan persiapan, pekerjaan tiang bor dan pekerjaan kepala

tiang sehingga didapat hasil akhir untuk 266 tiang dan 106 kepala tiang dengan variasi jumlah

tiang dari 1 sampai 6 tiang adalah Rp 31.801.952.202,00

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kesimpulan berdasarkan hasil analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Desain fondasi tiang bor berbentuk lingkaran dengan diameter 1,00 m, daya dukung

ultimit sebesar 1470,305 ton (BH1) dan 1403,619 ton (BH2). Daya dukung izin tiang

fondasi sebesar 588,122 ton (BH1) dan 561,448 ton (BH2).

2. Penurunan fondasi tiang tunggal sebesar 0,072 m (BH1) dan 0,070 m (BH2) dan

penurunan kelompok tiang sebesar 0,131 m (BH1) dan 0,127 m (BH2).

3. Tulangan yang digunakan pada fondasi diameter 1,000 m adalah 16D25 untuk tulangan

longitudinal dan D10 - 182 untuk tulangan spiral. Lebar kepala tiang mulai dari 1,300 m

sampai 3,300 m, sedangkan panjang kepala tiang mulai dari 1,300 m sampai 5,300 m.

Saran

Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Pada analisis fondasi, untuk peneliti berikutnya agar menggunakan metode yang

berbeda, tetapi tetap menyesuaikan dengan data yang ada.

2. Pada perhitungan RAB diharapkan menggunakan harga dasar satuan yang terbaru.

DAFTAR PUSTAKA

Das, Braja M. 2011. Principles of Foundation Engineering, SI Edition, 7th

Edition. Cengage

Learning, Stamford.

Fajarsari, Ega Julia. 2013. Perencanaan Pondasi Tiang Bor Pada Proyek Cikini Gold Center.

Universitas Gunadarma, Depok.

Hardiyatmo, Hary Christady. 2011. Analisis dan Perancangan Fondasi II. Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Meyerhoff G.G dan Murdock L.J. 1953. An Investigation of The Bearing Capacity of Some

Bored and Driven Piles in London Clay. Geotechnique. Kanada.

Noviarti, Rara Dwi. 2016. Perencanaan Pondasi Bored Pile Pada Hotel Holiday Inn Express

Jakarta Selatan. Universitas Gunadarma, Depok.

Pamungkas, Anugrah dan Erny Harianti. 2013. Desain Pondasi Tahan Gempa. ANDI Offset,

Yogyakarta.

Page 114: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Hardiyanto Purnomo dan Relly Andayani, Penggunaan Base Isolation... 301

PENGGUNAAN BASE ISOLATION TIPE HIGH DAMPING RUBBER

BEARING PADA STRUKTUR GEDUNG TAHAN GEMPA

Hardiyanto Purnomo1

Relly Andayani2

1,2Fakultas Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

e-mail: [email protected]

Abstrak

Salah satu alternatif untuk meningkatkan peforma struktur dan mengurangi simpangan antar

lantai yang besar terhadap gempa yang kuat adalah penggunaan sistem isolasi dasar tipe

High Damping Rubber Bearing sebagai sistem kontrol pasif. Sistem ini dapat diterapkan untuk

mendesain struktur baru, maupun perbaikan dari struktur lama. Prinsip dasar dari struktur

isolasi adalah mengurangi “the demand” (gaya gempa pada bangunan) daripada

meningkatkan kapasitas desain. Engineer tidak dapat mengubah gempa tapi engineer dapat

memodifikasi “the demand” dengan mencegah gerakan gempa tersalurkan dari pondasi ke

struktur di atasnya. Penelitian ini dibuat untuk mendesain struktur gedung bertingkat 30 tahan

gempa menggunakan sistem isolasi dasar (base isolation) tipe High Damping Rubber Bearing.

Struktur gedung direncanakan sesuai dengan prosedur spektrum respons pada SNI 1726:2012

dan SNI 2847:2013 dengan bantuan program bantu ETABS dan SpColumn. Hasil perhitungan

menunjukan bahwa sistem isolasi dasar direncanakan menggunakan base isolator tipe high

damping rubber bearing (HDRB) jenis HH90x6R untuk kolom eksterior dan HH110x6R untuk

kolom interior. Perhitungan tersebut sudah memenuhi persyaratan SNI 1726-2012 dan SNI

2847-2013.

Kata Kunci : Base Isolation, High Damping Rubber Bearing , Gedung Tahan Gempa

PENDAHULUAN Struktur yang direncanakan dengan konsep daktilitas apabila mengalami plastisitas yang

mengakibatkan simpangan antar lantai yang besar dapat menyebabkan kerusakan yang

signifikan pada bagian struktur maupun non struktural. Salah satu alternatif untuk

meningkatkan peforma struktur dan mengurangi simpangan antar lantai yang besar terhadap

gempa yang kuat adalah penggunaan sistem isolasi dasar tipe high damping rubber bearing

sebagai sistem kontrol pasif. Sistem isolasi dasar pada bangunan tingkat tinggi menjadi tidak

efektif karena perioda natural yang tinggi membuat percepatan gempa kecil walaupun tidak

menggunakan sistem isolasi. Pertimbangan lain seperti kenyamanan pengguna, kepentingan

bangunan dan tidak diizinkannya bagian non struktural untuk rusak membuat adanya dorongan

untuk mengembangkan penggunaan sistem isolasi dasar pada bangunan tingkat tinggi.

Penggunaan sistem isolasi dasar pada struktur bangunan tingkat tinggi detik dapat dilakukan

dengan meningkatkan kekakuan struktur dengan memberikan bresing atau dinding geser pada

struktur dan meningkatkan fleksibilitas dari sistem isolasi yang digunakan (Budiono dan

Adelia, 2015).

LITERATURE REVIEW

Alternatif untuk meningkatkan peforma struktur dan mengurangi simpangan antar lantai yang

besar terhadap gempa yang kuat adalah penggunaan sistem isolasi dasar tipe high damping

rubber bearing sebagai sistem kontrol pasif. Sistem ini dapat diterapkan untuk mendesain

struktur baru, maupun perbaikan dari struktur lama. Prinsip dasar dari struktur isolasi adalah

mengurangi “the demand” (gaya gempa pada bangunan) daripada meningkatkan kapasitas

Page 115: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2018

Hardiyanto Purnomo dan Relly Andayani, Penggunaan Base Isolation... 302

desain. Engineer tidak dapat merekayasa gempa tapi engineer dapat memodifikasi “the

demand” dengan mencegah gerakan gempa tersalurkan dari pondasi ke struktur di atasnya

(Kelly. 2001).

High-damping rubber bearing merupakan salah satu jenis laminated rubber bearing yang

terbuat dari campuran senyawa karet dengan nilai rasio redaman yang tinggi. High-damping

rubber bearing memiliki nilai kekakuan awal yang tinggi sehingga mampu mengakomodasi

gaya angin dan gempa ringan tanpa berdeformasi secara signifikan. Meningkatnya eksitasi

gempa maka deformasi lateral akan meningkat dan modulus geser dari rubber akan menurun

dan menghasilkan sistem isolasi dasar yang efektif (cukup fleksibel untuk memperpanjang

periode struktur). Kekakuan horizontal akan meningkat kembali pada nilai regangan geser 250

hingga 300% akibat pengaruh hardening effects. Pengaruh ini berfungsi sebagai “sekring”

untuk membatasi deformasi yang melebihi batas gempa maksimum yang direncanakan

(Budiono dan Setiawan, 2014). Berikut merupakan mekanisme pergerakan dan disipasi energi

dari perangkat HDRB pada pembebanan siklik.

Gambar 1 Terminologi dan Mekanisme Base Isolation

Sumber : (Budiono dan Adelia, 2015)

METODE PENELITIAN

Diagram Alir Perencanaan

Diagram alir perencanaan tentang langkah langkah secara keseluruhan yang dilakukan

disajikan dalam Gambar 2 dan 3.

Gambar 2 Diagram Alir Perencanaan

Page 116: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Hardiyanto Purnomo dan Relly Andayani, Penggunaan Base Isolation... 303

Gambar 3 Denah dan Tampak Perencanaan

Data Perencanaan Bangunan

Fungsi bangunan : Perkantoran

Lokasi : Jalan Pejompongan Raya V, No. 24, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat

Material struktur : Beton Bertulang Mutu Beton K-500 sampai K-400

Tinggi gedung : 132 m

Sistem gedung : Sistem isolasi dasar (base isolation) dengan sistem ganda (sistem

rangka pemikul momen khusus dan dinding geser khusus)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kontrol Gaya Geser Dasar Fix Base

Beban gempa dinamik tidak boleh kurang dari 85% beban gempa statik, atau dengan kata lain

lain STATIKDINAMIK VV 85,0 , jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka beban gempa dinamik

harus dikalikan dengan faktor skala.

Tabel 1 Nilai Gaya Geser Dasar

Gaya Gempa Vx (kgf) Vy(kgf) Skala

X 1,030

Statik 1170522,71 1762742,96

85% Statik 994944,30 1498331,52 Skala

Y 1,598 Dinamik Respons

Spektra 965758,12 937571,80

Hasil gaya geser dasar menunjukkan STATIKDINAMIK VV 85,0 , maka syarat tidak terpenuhi dan

beban gempa dinamik harus dikalikan dengan faktor skala.

Skala arah x= IKBASE DINAM

KBASE STATI

V

V, 850 = 1,030 ; Skala y=

IKBASE DINAM

KBASE STATI

V

V, 850 = 1,598

Page 117: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2018

Hardiyanto Purnomo dan Relly Andayani, Penggunaan Base Isolation... 304

Kontrol Partisipasi Massa

Tabel 2 Partisipasi Massa Struktur dan Arah Partisipasi Massa Struktur

Case Item Static Dynamic

Mode T UX UY UZ RX RY RZ % %

Modal UX 100 98,84 1 3,063 0 0,6555 0 0,3502 0 0

Modal UY 100 98,53 2 2,482 0,6929 0 0 0 0,3071 0,0071

Modal UZ 0 0 3 1,515 0,0029 0 0 0 0,0066 0,8019

Tabel 2 menunjukan bahwa partisipasi massa telah mencapai total lebih dari 90% dan pada

mode 1 dan 2 sudah dominan pada arah translasi dan mode 3 dominan pada rotasi sesuai

dengan yang disyaratkan SNI 1726:2012

Kontrol Simpangan Antar Lantai (Drift)

Simpangan antar lantai dibatasi sebesar 0,020 hsx menurut ketentuan SNI 1726-2012, dimana

hsx merupakan tinggi antar tingkat. ∆ijin = 0,020 x hsx = 88; ∆30 < ∆ijin =17,22< 88

Tabel 3 Simpangan Antar Lantai Untuk Arah X dan Y

Lantai Hs

(mm)

δx

(mm) Δx(mm) Δix(mm)

δy

(mm) Δy(mm) Δiy(mm)

Δ

izin Ket.

Lantai 30 4400 81,05 445,75 13,65 196,66 1081,65 42,14 88 OK

Lantai 29 4400 78,56 432,10 14,22 189,00 1039,51 42,79 88 OK

Lantai 28 4400 75,98 417,88 14,73 181,22 996,72 43,30 88 OK

Lantai 27 4400 73,30 403,14 15,22 173,35 953,42 43,76 88 OK

Lantai 26 4400 70,53 387,93 15,66 165,39 909,66 44,11 88 OK

Lantai 25 4400 67,68 372,26 16,10 157,37 865,55 44,45 88 OK

Lantai 24 4400 64,76 356,16 16,48 149,29 821,11 44,75 88 OK

Lantai 23 4400 61,76 339,68 16,82 141,16 776,36 44,97 88 OK

Lantai 22 4400 58,70 322,86 17,11 132,98 731,39 45,08 88 OK

Lantai 21 4400 55,59 305,75 17,33 124,78 686,31 45,07 88 OK

Lantai 20 4400 52,44 288,42 17,50 116,59 641,25 44,93 88 OK

Lantai 19 4400 49,26 270,92 17,59 108,42 596,32 44,65 88 OK

Lantai 18 4400 46,06 253,33 17,64 100,30 551,67 44,22 88 OK

Lantai 17 4400 42,85 235,69 17,61 92,26 507,45 43,64 88 OK

Lantai 16 4400 39,65 218,08 17,51 84,33 463,80 42,89 88 OK

Lantai 15 4400 36,47 200,57 17,36 76,53 420,92 41,97 88 OK

Lantai 14 4400 33,31 183,21 17,12 68,90 378,94 40,88 88 OK

Lantai 13 4400 30,20 166,09 16,82 61,47 338,07 39,61 88 OK

Lantai 12 4400 27,14 149,27 16,45 54,27 298,46 38,14 88 OK

Lantai 11 4400 24,15 132,82 16,01 47,33 260,32 36,49 88 OK

Lantai 10 4400 21,24 116,81 15,49 40,70 223,83 34,63 88 OK

Lantai 9 4400 18,42 101,32 14,91 34,40 189,19 32,58 88 OK

Lantai 8 4400 15,71 86,41 14,25 28,48 156,62 30,30 88 OK

Lantai 7 4400 13,12 72,17 13,51 22,97 126,32 27,80 88 OK

Lantai 6 4400 10,66 58,65 12,69 17,91 98,52 25,07 88 OK

Lantai 5 4400 8,36 45,96 11,81 13,35 73,45 22,07 88 OK

Lantai 4 4400 6,21 34,15 10,81 9,34 51,38 18,80 88 OK

Lantai 3 4400 4,24 23,34 9,74 5,92 32,58 15,21 88 OK

Lantai 2 4400 2,47 13,61 8,40 3,16 17,36 11,28 88 OK

Lantai 1 4400 0,95 5,21 5,21 1,11 6,08 6,08 88 OK

Page 118: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Hardiyanto Purnomo dan Relly Andayani, Penggunaan Base Isolation... 305

Kontrol P-delta

Pengecekan kestabilan bangunan atau efek P-Delta, dibutuhkan nilai beban kumulatif gravity

pada tiap lantai dengan faktor beban individu tidak melebihi 1,0. Oleh karena itu diambil

kombinasi untuk pengecekan P-Delta adalah Comb P-delta = 1,0 DL + 0,3 LL.

Tabel 4 Cek Kestabilan P-Delta Akibat Gempa Arah X dan Y

Story θx θxmax Cek θy θymax Cek

Story30 0,010311 0,090909 STABIL 0,016735 0,090909 STABIL

Story29 0,010422 0,090909 STABIL 0,017129 0,090909 STABIL

Story28 0,011105 0,090909 STABIL 0,018522 0,090909 STABIL

Story27 0,012078 0,090909 STABIL 0,020500 0,090909 STABIL

Story26 0,012894 0,090909 STABIL 0,022857 0,090909 STABIL

Story25 0,013652 0,090909 STABIL 0,024503 0,090909 STABIL

Story24 0,014428 0,090909 STABIL 0,025499 0,090909 STABIL

Story23 0,015219 0,090909 STABIL 0,026520 0,090909 STABIL

Story22 0,016006 0,090909 STABIL 0,027539 0,090909 STABIL

Story21 0,016787 0,090909 STABIL 0,028541 0,090909 STABIL

Story20 0,017554 0,090909 STABIL 0,029513 0,090909 STABIL

Story19 0,018296 0,090909 STABIL 0,030436 0,090909 STABIL

Story18 0,019017 0,090909 STABIL 0,031294 0,090909 STABIL

Story17 0,019694 0,090909 STABIL 0,032075 0,090909 STABIL

Story16 0,020319 0,090909 STABIL 0,032745 0,090909 STABIL

Story15 0,020903 0,090909 STABIL 0,033295 0,090909 STABIL

Story14 0,021404 0,090909 STABIL 0,033700 0,090909 STABIL

Story13 0,021832 0,090909 STABIL 0,033938 0,090909 STABIL

Story12 0,022174 0,090909 STABIL 0,033974 0,090909 STABIL

Story11 0,022412 0,090909 STABIL 0,033786 0,090909 STABIL

Story10 0,022524 0,090909 STABIL 0,033327 0,090909 STABIL

Story9 0,022502 0,090909 STABIL 0,032577 0,090909 STABIL

Story8 0,022331 0,090909 STABIL 0,031482 0,090909 STABIL

Story7 0,021992 0,090909 STABIL 0,030005 0,090909 STABIL

Story6 0,021439 0,090909 STABIL 0,028090 0,090909 STABIL

Story5 0,020690 0,090909 STABIL 0,025666 0,090909 STABIL

Story4 0,019634 0,090909 STABIL 0,022672 0,090909 STABIL

Story3 0,018327 0,090909 STABIL 0,019016 0,090909 STABIL

Story2 0,016372 0,090909 STABIL 0,014602 0,090909 STABIL

Story1 0,010504 0,090909 STABIL 0,008147 0,090909 STABIL

Perhitungan Struktur Base Isolator

Perhitungan Dimensi Isolator

Isolator akan direncanakan pada kolom eksterior dan interior. Beban kolom yang terjadi adalah

Kolom Eksterior =34,535 MN dan Kolom Interior=57,09 MN.

Asumsi spesifikasi awal material rubber :

Modulus Shear (G) = 0,620 N/mm2 = 0,620 MN/m2

Ketebalan Rubber (tr) = 200 mm

Reaksi (Kolom Interior) (m) = 20729,3701 KN = 20,72 MN

Reaksi (Kolom Eksterior) (m) = 14097,524 KN = 14,09 MN

Page 119: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2018

Hardiyanto Purnomo dan Relly Andayani, Penggunaan Base Isolation... 306

Nilai kekakuan horizontal base isolation :

MN/m 886,2Bentang pj

T

2πm

2

HK (Interior); MN/m 1,9627Bentang pj

T

2πm

2

HK (Eksterior)

Nilai luasan rubber:

21

1 9309,0 mG

tKA

t

AGK

t

rH

r

tH

(Interior); 2

1

6331,0 mG

tKA

t

rH

(Eksterior)

Diameter rubber

m

ADDA 088,1

4

4

1 2

(Interior);

mA

D 8978,04

(Eksterior)

Dipakai Base Isolator HDRB HH 110 x 6R dan HDRB HH 90 x 6R

Analisis Struktur Isolasi

Berdasarkan hasil analisa ETABS didapatkan T struktur isolasi = 5,725 detik, sehingga TM =

5,725 detik dan TD= 3x1,775 =5,325 detik. Nilai faktor reduksi gempa (R) pada struktur

isolasi adalah 2, untuk faktor keutamaan gempa (I) =1. Berdasarkan tipe base isolator yang

dipilih pada brosur bridgestone didapat damping ratio = 0,24 dengan nilai koefisien redaman

BD atau BM = 1,58 (interpolasi linier).

Kontrol Gaya Geser Dasar Struktur Isolasi

Gaya lateral minimum struktur di atas sistem isolasi

1

max

R

DKV DD

s =1385157 Kg ; Maka untuk arah X dan Y:

Vxt > 0,85 Vs =1892880,13 Kgf > 1108125 Kgf (OK)

Vyt > 0,85 Vs =1912237,65 Kgf > 1108125 Kgf (OK)

Kontrol Partisipasi Massa Struktur Isolasi

Tabel tersebut menunjukan bahwa partisipasi massa telah mencapai total lebih dari 90% dan

pada mode 1 dan 2 sudah dominan pada arah translasi dan mode 3 dominan pada rotasi.

Tabel 5 Partisipasi Massa Struktur dan Arah Partisipasi Massa Struktur

Case Item Static Dynamic

Mode T UX UY UZ RX RY RZ

% %

Modal UX 100 100 1 5,72 0 0,944 0 0,056 0 0

Modal UY 100 100 2 5,64 0,900 0 0 0 0,027 0,073

Modal UZ 0 0 3 5,21 0,070 0 0 0 0,003 0,924

Kontrol Simpangan Isolasi Dasar (Displacement) dan Simpangan Antar Lantai

(Drift)

Menghitung perpindahan maksimum untuk sistem isolasi

mmB

TSgD MM

M 97,6694

..

M2

1

Simpangan antar lantai dibatasi sebesar 0,020 hsx menurut ketentuan SNI 1726-2012.

∆ijin = 0,015 x hsx = 66 ; ∆30 < ∆ijin = 6,4 < 66; ∆30 < ∆ijin = 13,13 < 66

Page 120: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Hardiyanto Purnomo dan Relly Andayani, Penggunaan Base Isolation... 307

Kontrol Perpindahan Gedung Base Isolation Akibat Gempa : 614 mm < DM = 669,967 mm

(OK)

Gambar 4 Deformasi Struktur Fix Base dan Isolation Base

Gambar 5 Perbedaan Deformasi Struktur Fix Base dan Isolation Base

Kontrol Displacement Base Isolator

Berdasarkan katalog Seismic Isolation Bridgestone HDRB rencana mempunyai Ultimate

Displacement sebagai berikut :

HH 90 x 6R = 450 mm > 172,46 mm dan 141 mm

HH 110 x 6R = 550 mm > 172,46 mm dan 141 mm

Maka Ultimate Displacement (DU) > Actual Displacement (DA) (OK)

Ruang Pemeriksaan dan Penggantian

Jalan akses untuk pemeriksaan dan penggantian semua komponen-komponen sistem isolasi

harus disediakan.

Gambar 6 Lantai Pemeliharaan dan Detail Isolator HH 90 x 6R dan HH 110 x 6R

Page 121: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2018

Hardiyanto Purnomo dan Relly Andayani, Penggunaan Base Isolation... 308

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan data, hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa

struktur gedung yang direncanakan adalah struktur beton bertulang dengan fondasi tiang bor

dan menggunakan dua jenis isolator yang telah memenuhi persyaratan SNI 1726-1276 dan SNI

2847-2013, yaitu isolator tipe high damping rubber bearing (HDRB) jenis HH90x6R untuk

kolom eksterior dan HH110x6R untuk kolom interior.

Saran

Saran yang dapat disimpulkan penulis adalah diperlukan studi lebih lanjut mengenai perilaku

gedung tinggi dengan sistem isolasi dalam berbagai aspek seperti ekonomi, teknis, dan

kenyamanan. Sehingga pemodelan dapat dimodelkan dengan lebih teliti dan penggunaan sistem

isolasi harus lebih dipelajari dan dianalisis secara mendalam terlebih untuk gedung dengan

konfigurasi tidakberaturan agar hasil lebih teliti dan akurat

DAFTAR PUSTAKA

Budiono, Bambang dan Adelia, Cella. 2015. “Penggunaan Isolasi Dasar Single Friction

Pendulum dan Triple Friction Pendulum pada Bangunan Beton Bertulang”. Jurnal

Teknik Sipil Jurnal Teoritis dan Terapan Bidang Rekayasa Sipil, Vol. 22 No. 2.

Budiono, Bambang dan Setiawan, Andry. 2014 .“Studi Komparasi Sistem Isolasi Dasar High-

Damping Rubber Bearing dan Friction Pendulum System pada Bangunan Beton

Bertulang”. Vol. 21.

Kelly, T. E.. 2001. Base Isolation Of Structures, design Guidlines, Holmes Consulting Group

Ltd, New Zealand.

Muharam, A. F.. 2017 dkk, Modifikasi Perencanaan Struktur Apartemen One East Residence

Surabaya dengan Menggunakan Struktur Komposit Baja Beton dan Base Isolator : High

Damping Rubber Bearing (HDRB), Jurnal Teknik ITS, Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN :

2337-3539 (2301-9271 Print).

Nawy, G. E.. 1998. Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar, Refika Aditama, Bandung.

SNI 1726:2012. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, Jakarta,

2013.

SNI 1727:2013. Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Geudung dan Sreuktur Lain,

Jakarta. 2013.

SNI 2847:2013. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, Jakarta,

2013.

Page 122: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Kartika Setiawati dan Tri Handayani, Perencanaan Struktur Box... 309

PERENCANAAN STRUKTUR BOX GIRDER

(Studi Kasus: Jembatan Kereta Manggarai)

Kartika Setiawati

1

Tri Handayani2

1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

e-mail: [email protected],

[email protected]

Abstrak

Pemilihan jenis jembatan dapat di sesuaikan berdasarkan lebar jalan yang

akan dihubungkan. Berdasarkan lebar jalan 25-40 meter dapat digunakan jenis

jembatan box girder. Jalan Raya Matraman-Jatinegara merupakan kawasan yang

memiliki lebar jalan 35 meter dan jalur transportasi yang produktif di DKI

Jakarta. Pada perencanaan struktur atas menggunakan CSI Bridge 2016 sedangkan

strutkur bawah dihitung manual dan pembebanan menggunakan Peraturan

Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 60 Tahun 2012 Tentang

Persyaratan Teknis Jalur Kereta Api. Berdasarkan hasil analisa dan perhitungan

diperoleh lebar box girder 8 m, tinggi 1,5 m dan panjang 35 m yang didesain

menggunakan material beton prategang dengan jenis kabel prestress 7 wire

diameter 0,5 inch yang terletak di tumpuan. Struktur bawah jembatan terdiri dari

abutment dan fondasi tiang bor dengan diameter 1 m dan jumlah tiang 50 yang di

desain menggunakan material beton bertulang.

Kata kunci: cable-stayed, beton bertulang, box girder, pylon, fondasi.

PENDAHULUAN Jalan Raya Matraman-Jatinegara merupakan kawasan produktif di ibu kota. Setiap jamnya

aktifitas transportasi selalu bergantian melayani masyarakat. Kereta merupakan salah satu

transpotrasi yang melintas pada kawasan tersebut melalui jembatan layang dengan lebar 35

meter. Pemilihan jenis jembatan dapat di sesuaikan berdasarkan lebar jalan yang akan

dihubungkan. Berdasarkan lebar jalan 25-40 menter dapat digunakan jenis jembatan box girder.

Konsep box girder menggunakan beton prategang yang bertujuan untuk menimbulkan tegangan

awal dan lendutan awal (chamber) yang berlawanan dengan tegangan-tegangan yang

ditimbulkan oleh beban kerja. Dengan demikian konstruksi dapat memikul beban yang lebih

besar seperti kereta api tanpa harus merubah mutu betonnya.

Penggunaan box girder memiliki keuntungan pada momen inersia yang tinggi dalam kombinasi

dengan berat sendiri yang relatif ringan karena adanya rongga di tengah penampang.

Keutamaan box girder adalah kemampuan tahanan terhadap beban torsi. Hal tersebut

melatarbelakangi penulis mengambil judul perencanaan struktur box girder studi kasus

jembatan kereta manggarai. Tujuan dari penulisan Perencanaan struktur box girder studi kasus

jembatan kereta manggarai yaitu : merencanakan struktur atas yang berkaitan dengan

perencanaan jembatan meliputi gelagar jembatan dan merencanakan struktur bawah jembatan

yang meliputi komponen abutment dan fondasi. Penelitian ini sebelumnya sudah dilakukan

dengan tinjauan Jembatan KA Babat-Tuban oleh Fauzi Alantia, Ridha Mahardika Permana,

Detail Engineering Design Bridge Politeknik Negeri Bandung.

Page 123: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Kartika Setiawati dan Tri Handayani, Perencanaan Struktur Box... 310

LITERATURE REVIEW

Kriteria Desain Jembatan

Jembatan yang baik adalah jembatan yang memiliki atau telah memenuhi kriteria-kriteria

desain yang menjadi dasar dari pembuatan sebuah jembatan serta sesuai dengan pokok-pokok

perencanaan. Pokok-pokok perencanaan tersebut adalah sebagai berikut: Kekuatan dan

stabilitas struktur, kenyamanan dan keamanan, kemudahan (pelaksanaan dan pemeliharaan),

ekonomis, pertimbangan aspek lingkungan, sosial da aspek keselamatan jalan, keawetan dan

kelayakan jangka panjang, estetika.

Beton Prategang

Beton adalah material yang kuat dalam kondisi tekan, tetapi lemah terhadap kondisi tarik. Kuat

tarik beton bervariasi dari 8 sampai 14 persen dari kuat tekannya. Rendahnya kapasitas tarik

tersebut, maka retak lentur terjadi pada taraf pembebanan yang masih rendah. Untuk

mengurangi dan mencegah berkembangnya retak pada beton tersebu, gaya konsentris atau

eksentrisitas diberikan dalam arah longitudinal elemen struktur. Gaya tersebut mencegah

berkembangnya retak dengan cara mengeliminasi atau sangat mengurangi tegangan tarik di

bagian tumpuan kritis pada kondisi beban kerja, sehingga dapat meningkatkan kapasitas lentur,

geser, dan torsial penampang tersebut. Penampang dapat berperilaku elastis, dan hampir semua

kapasitas beton dalam memikul tekan dapat secara efektif dimanfaatkan di seluruh tinggi

penampang beton pada saat semua beban bekerja di struktur tersebut.

Gaya longitudinal yang diterapkan pada keadaan tersebut disebut dengan gaya prategang,

yaitu gaya tekan yang memberikan prategang pada penampang di sepanjang bentang suatu

elemen struktural sebelum bekerjanya beban mati dan beban hidup transversal atau beban hidup

horizontal transien. Gaya prategang diberikan secara longitudinal disepanjang atau sejajar

dengan sumbu komponen struktur, maka prinsip-prinsip prategang dikenal sebagai pemberian

prategang linier.

Kehilangan Prategang

Kehilangan gaya prategang itu adalah berkurangnya gaya yang bekerja pada tendon pada tahap-

tahap pembebanan. Secara umum kehilangan gaya prategang dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Immediate Elastic Losses adalah kehilangan gaya prategang langsung atau segera setelah

beton diberi gaya prategang. Kehilangan gaya prategang secara langsung ini disebabkan

oleh :

a. Perpendekan Elastic Beton.

b. Kehilangan akibat friksi atau geseran sepanjang kelengkungan dari tendon, ini terjadi

pada beton prategang dengan sistem post tension.

c. Kehilangan pada sistem angkur, antara lain akibat slip diangkur

2. Time dependent Losses adalah kehilangan gaya prategang akibat dari pengaruh waktu, yang

mana hal ini disebabkan oleh :

a. Rangkak (creep) dan Susut pada beton.

b. Pengaruh temperatur.

c. Relaksasi baja prategang.

METODE PENELITIAN Metodologi yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif.

Page 124: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Kartika Setiawati dan Tri Handayani, Perencanaan Struktur Box... 311

Mulai

Selesai

Studi literatur dan

pengambilan data

Preliminary design

Pemodelan struktur

Analisis struktur

Output gaya dalam

Perhitungan struktur

jembatan

Input material dan

input beban

Rancangan anggaran

biayaGambar kerja

un

un

VV

MM

ya

tidak

Gambar 1 Diagram Alir Metode Perancangan

Jembatan Box Girder

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemodelan Struktur

Spesifikasi umum atau data umum pada perencanaan jembatan adalah sebagai berikut:

1. Klasifikasi jalan jembatan = Jalan Kereta Api

2. Kelas jalan jembatan = Kelas I

3. Jenis kelas jembatan = Kelas khusus

4. Panjang Jembatan = 35 m

Data penentuan lebar jalan yang terdiri dari 1 jalur dan 2 lajur pada perencanaan jembatan

adalah sebagai berikut:

1. Lebar lajur = 3 x 2 = 6 m

2. Lebar trotoar = 0,5 x 2 = 1 m

3. Total lebar jalan = 6 + 1 = 7 m

Data struktur pada perencanaan jembatan box girder adalah sebagai berikut:

1. Jenis gelagar = Box Girder Tipe H, Beton bertulang

2. Abutment = Beton Bertulang

Page 125: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Kartika Setiawati dan Tri Handayani, Perencanaan Struktur Box... 312

3. Fondasi = Tiang bor

(a) (b)

Gambar 2 : (a) Pemodelan 3D Jembatan Box girder Bentang 35 m, (b) Tampak Melintang

Jembatan Box Girder

Pembebanan Struktur

Pembebanan pada perancangan jembatan ini dengan menggunakan aturan Persyaratan Teknis

Jalur Kereta Api Indonesia dan SNI 1725-2016 Pasal 6.1 pada tabel 5.2 merupakan kombinasi

pembebanan yang diberikan pada perancangan jembatan ini.

Tabel 1. Kombinasi Pembebanan

Teg MS fk MA Fk MK fk TB fk EW fk Total

K 1-A 18244,6 1,1 18388,7 2 276302 2 1256,8 1,8

611713,5

K 1-B 18244,6 1,1 18388,7 2 276302 2 1256,8 1,8

611713,5

K III 18244,6 1,1 18388,7 2 1 56846,5

K V 18244,6 1,1 18388,7 2 3,2 1 56846,5

DL I-A 18244,6 1,1 18388,7 2 276302 2 1256,8 1,8 3,2 1 611713,5

DL I-B 18244,6 1,1 18388,7 2 276302 2 1256,8 1,8 3,2 1 611713,5

Perencanaan Box Girder

Adapun section properties dari Box Girder pada Gambar 3.

Gambar 3. Section Properties Box Girder

Page 126: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Kartika Setiawati dan Tri Handayani, Perencanaan Struktur Box... 313

Tabel 2. Hasil Perhitungan Section Properties

No

Dimensi Shape

factor

Jumlah

tampang

Luas

tampang

Jarak

thp

alas

Statis

momen

A*y

Inersia

momen

A *y2

Inersia

momen

I0 Lebar

(m)

Tebal

(m)

1 5,60 0,30 1,0 1 1,68 1,2 2,0 2,42 0,29030

2 0,70 0,30 1,0 2 0,42 1,2 0,5 0,60 0,07258

3 0,70 0,20 0,5 2 0,14 1 0,1 0,14 0,01167

4 0,30 0,30 0,5 2 0,09 0,9 0,1 0,07 0,00492

5 0,30 1,00 1.0 2 0,6 0,9 0,5 0,48 0,03281

6 0,25 0,25 0,5 2 0,06 0,65 0,0 0,03 0,00093

7 5,60 0,30 1.0 1 1,68 0,25 0,4 0,10 0,00054

4,67 3,7 3,85 0,41400

Data yang diperoleh dari perhitungan section properties adalah luas penampang total sebesar

4,67 m dan momen inersia dari box girder sebesar 0,414 mm.

Gaya Prestress

Menurut PBI – 1971 presstress adalah tegangan yang ditimbulkan intern dengan nilai

dan pembagian yang sedemikia rupa hingga tegangan-tegangan akibat beton-beton dapat

dinetralkan sampai suatu taraf yang diinginkan. Pada perencanaan jembatan, perhitungan gaya

dalam dengan menggunakan aplikasi CSI Bridge.

a. Tegangan serat atas (persamaan 1)

a

bs

a

sttci

W

M

W

eP

A

Pf

'80,0

67,4

1

447,1

5,0

447,1

65,18244265608,0

tP =96258,824

b. Tegangan serat bawah (persamaan 2)

AW

e

W

Mf

P

b

s

b

bsci

t1

'25,0

=

67,4

1

657,1

5,0

657,1

65,182442656025,0

tP = 21422,29 kN

c. Gaya prategang awal (Pt) = 21422,29 kN

Penentuan Jumlah Tendon dan Strand

Jumlah strand miinimal yang diprlukan saat kondisi awal,

a. Jenis strand yang digunakan = 7 wire strand(ASTM A-416 grade 270)

b. Diameter strand yang digunakan = 1/2” = 12,7 mm

c. Luas tampang nominal (Ast) = 98,7 mm2 = 0,0000987 m

2

d. Beban putus satu strands (Pbs) = 187,3 kN

e. Jumlah strand minimal (ns) =bs

t

P

P

8,0=

3,1878,0

21422,29

=

150

38240,11=143 strands

Tabel 3. Jumlah Strand Tiap Tendon

nt1 6 tendon tengah

bentang

12 strands tiap tendon 72strand 13 mm

nt2 6 tendon tumpuan 12 strands tiap tendon 72strand 13 mm

nt 12 tendon Total strands 144 13 mm

Page 127: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Kartika Setiawati dan Tri Handayani, Perencanaan Struktur Box... 314

Jumlah strand 143 untaian dibagi tiap-tiap tendon sisi tengah dan sisi bawah tumpuan dan 12

tendon.

Posisi Tendon

Ditetapkan , panjang jembatan (L) = 35 m Fo = es = 0,5 m Yb = 0,8 m

Jarak masing-masing baris tendon terhadap alas :

F1 = 0,789 m; F2 = 0,626 m; F3 = 0,476 m

Posisi masing-masing cable :

Dimana :

Yb = Jarak momen inersia terhadap bagian atas

X = Jarak tendon dari garis inti

Z1 = yb – 4 × f1 × X / L2 × X)

= 0,8 – 4 × 0,789 × 0 / 352 × 0)

= 0,789

Gambar 6 Grafik Posisi Tendon

Kehilangan Tegangan Prategang pada Balok Pratarik

Kehilangan tegangan prategang pada beton pratarik dan pascatarik teridri dari kehilangan

sesudah penarik, kehilangan karena perpendekan elastis, kehilangan karena angker, kehilangan

karena gesekan, kehilangan karena rangkak, kehilangan relasasi dan tegangan akhir.

Tabel 4. Keadaan Tegangan Pascatarik dan Pascatarik

Keadaan pada berbagai tahap (Mpa) (%)

Sesudah penarikan 1395 100

Kehilangan karena perpendekan elastis 0 0

Kehilangan karena angker 3,53 0,238

Kehilangan karena gesekan 48,88 3,951

Kehilangan karena rangkak 47,70 3,583

Kehilangan karena susut 25,545 1,962

Kehilangan relasasi 128,58 9,023

Pertambahan karena topping 0,001 5,7E-05

Tegangan akhir 940,520 81,240

Kehilangan total (%) 18, 75

Page 128: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Kartika Setiawati dan Tri Handayani, Perencanaan Struktur Box... 315

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang dapat disampaikan pada perencanaan jembatan cable stayed adalah sebagai

berikut:

1. Pada box girder menggunakan mutu beton K-400, diameter kabel prestress 12,7

mm atau 0,5 in, jenis angkur VSL GC unit 6-12, jumlah tendon dan strands yang

digunakan adalah 12 dan 72 buah. Besar kehilangan gaya prategang sebelum dan

sesudah adalah sebesar 18,75%. Angka tersebut telah sesuai karena lebih kecil dari

yang disyaratkan yaitu sebesar 30%.

2. Kontrol guling didapatkan nilai safety factor pada kontrol guling arah x adalah

2,268; 2,268; 2,929. Nilai safety factor pada kontrol guling arah y adalah 2,268;

2,268; 2,929. Nilai safety factor sudah lebih besar dari batas syarat minimal safety

factor yaitu 2 sampai 3. Serta kontrol geser didapatkan nilai safety factor pada

kontrol geser arah x adalah 1,695; 1,695; 1,701.Nilai safety factor pada kontrol

geser arah y adalah 1,522; 1,522; 1,677. Nilai safety factor sudah lebih besar dari

batas syarat minimal safety factor yaitu 1,5. Hasil perhitungan pada abutment dan

fondasi adalah sebagai berikut:

a. Kontrol guling dan kontrol geser pada abutment sebagai berikut:

1) Nilai safety factor pada kontrol guling arah x adalah 31,045; 38,806; 43,386.

Nilai safety factor pada kontrol guling arah y adalah 250,273; 250,273;

9,238. Nilai safety factor sudah lebih besar dari batas syarat minimal safety

factor yaitu 2 sampai 3.

2) Nilai safety factor pada kontrol geser arah x adalah 8,403; 10,504; 11,776;

72. Nilai safety factor pada kontrol geser arah y adalah 116,501; 116,501;

4,257. Nilai safety factor sudah lebih besar dari batas syarat minimal safety

factor yaitu 1,5.

SARAN

Beberapa saran yang dapat disampaikan dalam mengerjakan bahasan dengan tema yang sama,

adalah sebagai berikut:

1. Referensi dalam preliminary design haruslah lebih spesifik agar dalam pengerjaan

lebih jelas dan terperinci.

2. Pemodelan yang dilakukan haruslah lebih detail agar lebih mudah dipahami.

3. Referensi mengenai kontrol penampang dilakukan sedetail mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

American Railway Engineering and Maintenance-of-Way Association (AREMA)., 2005,

Manual for Railway Engineering 2005, Volume 2 Chapter 15 Steel Structures.

Badan Standar Nasional. 2008. Standar perencanaan ketahanan gempa untuk jembatan. SNI 2

83-2008. Jakarta

Badan Standar Nasional. 2016. Pembebanan untuk jembatan. SNI 1726-2016. Jakarta

Departemen Perhubungan. 2006. Standar Teknis Kereta Api Indonesia Untuk Jembatan Baja.

Direktorat Jenderal Perkeretaapian.

Nawy, Edward G. 2001. Concrete Construction Engineering Handbook, The state. University

of New York.

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia, 2012. Persyaratan Teknis Jalur Kereta

Api. PM/60/2012. Jakarta.

Railway Technical Institute. 2004. Design Standard Railway Structure for Concrete Structure.

Perencanaan Teknik Jembatan. Kementrian Pekerjaan Umum. Jakarta.

Page 129: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Wahyu Nuruddin, Heri Suprapto, Perencanaan Kolam Retensi… 316

PERENCANAAN KOLAM RETENSI PADA PEMBANGUNAN

PERUMAHAN GRAHA KARTIKA BERINGIN MENGGUNAKAN

PRINSIP ZERO DELTA Q POLICY CIREBON JAWA BARAT

Wahyu Nuruddin1

Heri Suprapto2

1,2

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

e-mail: 1 [email protected],

[email protected]

Abstrak Pesatnya kegiatan manusia memberikan dampak positif terhadap kemajuan ekonomi. Namun disisi

yang lain dapat menimbulkan permasalahan lingkungan akibat pembangunan yang tidak

memperhatikan daya dukung lingkungannya. Akibatnya terjadi eksploitasi alam yang berlebihan,

perubahan tata guna lahan yang tak terkendali dan menurunnya daya dukung lingkungan. Multi-player

effect dari aktifitas tersebut pada hakekatnya menimbulkan kecenderungan peningkatan bencana baik

dari segi kuantitas maupun kualitas. Penerapan zero delta q policy menggunakan kolam retensi di

perumahan Graha Kartika Beringin yang berlokasi di Desa Beringin Kecamatan Ciwaringin

Kabupaten Cirebon. Dilihat dari tata guna lahan yang sebelum nya merupakan area lahan terbuka

yang dialih fungsikan sebagai area pemukiman pasti akan mengurangi area peresapan air hujan ke

dalam tanah dan mengakibatkan limpasan permukaan semakin meningkat, oleh sebab itu adanya

penerapan zero delta Q Policy di peruntukkan untuk mengendalikan peningkatan air limpasan

permukaan. Hasil perhitungan perencanaan kolam retensi pada pembangunan perumahan Graha

Kartika Beringin dengan menerapkan prinsip zero delta q policy yaitu : Debit sebelum terbangun

perumahan sebesar 0,587 m3/dtk, sedangkan debit setelah terbangun perumahan sebesar 0,857 m

3/dtk.

Kapasitas kolam retensi yang didapat sebesar 534,97 m3. Total biaya pekerjaan perencanaan

pembuatan kolam retensi adalah sebesar Rp. 568.269.000.

Kata Kunci : Kolam Retensi, Zero Delta Q Policy, Tata Guna Lahan

PENDAHULUAN Pesatnya kegiatan manusia memberikan dampak positif terhadap kemajuan ekonomi. Namun

disisi yang lain dapat menimbulkan permasalahan lingkungan akibat pembangunan yang tidak

memperhatikan daya dukung lingkungannya. Alih fungsi lahan seperti untuk membangun

perumahan yang semakin meningkat menyebabkan semakin berkurang nya Ruang Terbuka

Hijau (RTH) dan berkurang nya area resapan air khususu nya di daerah perkotaan. Hal ini

disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk yang mengakibatkan semakin meningkatnya

kebutuhan ruang dan sumberdaya. Berkurangnya area resapan air akan mempercepat terjadinya

aliran air permukaan (run-off) dan memicu terjadinya banjir (Kodoatie,2002).

Berdasaran hal tersebut peneliti akan melakukan penerapan zero delta q policy menggunakan

kolam retensi di perumahan Graha Kartika Beringin yang berlokasi di Desa Beringin

Kecamatan Ciwaringin Kabupaten Cirebon. Dilihat dari tata guna lahan yang sebelum nya

merupakan area lahan terbuka yang dialih fungsikan sebagai area pemukiman pasti akan

mengurangi area peresapan air hujan ke dalam tanah dan mengakibatkan limpasan permukaan

semakin meningkat, oleh sebab itu adanya penerapan zero delta Q Policy di peruntukkan untuk

mengendalikan peningkatan air limpasan permukaan.

Page 130: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Wahyu Nuruddin dan Heri Suprapto, Perencanaan Kolam Retensi… 317

LITERATURE REVIEW

Zero Delta Q Policy

Sinergi antar infrastruktur akan dapat meningkatkan kualitas lingkungan perumahan dan

permukiman. Diharapkan dengan sinergi dampak negatif pembangunan (perubahan lahan)

terkait dengan peningkatan aliran permukaan (surface runoff) akibat berkurangnya daerah

resapan dapat dikurangi.

Pada wilayah yang belum terbangun, koefisien runoff (C) rendah, air hujan yang turun dapat

meresap perlahan ke dalam tanah setelah tanah mulai jenuh air barulah aliran permukaan

terjadi. Sebaliknya pada wilayah terbangun, koefisien runoff (C) tinggi, air hujan yang jatuh

dapat dengan cepat mengalir ke drainase lingkungan menuju drainase perkotaan maupun

sungai. Hal ini mengakibatkan kenaikan debit aliran sungai (∆q) akibat berubahnya fungsi

lahan. Kondisi ini dapat dirumuskan dengan Qtoday = Qbefore + ∆q. Untuk curah hujan tetap,

apabila semakin banyak konversi lahan untuk permukiman maka aliran permukaan (runoff)

akan semakin meningkat, mengakibatkan terjadinya limpasan (overtopping) pada drainase

maupun sungai. Dirumuskan dengan Qtoday = Qbefore + ∑∆q.

Kolam Retensi

Kolam retensi adalah suatu bak atau kolam yang dapat menampung atau meresapkan air

sementara yang terdapat di dalamnya. Kolam retensi adalah prasarana drainase yang berfungsi

untuk menampung dan meresapkan air hujan di suatu wilayah. Kolam Retensi dapat dirancang

untuk mempertahankan level muka air tanah dan sebagai ruang sosial, tempat wisata atau

tempat berekreasi dan olahraga bagi penghuni kawasan dan masyarakat sekitar (Cipta Karya,

2013). Kolam retensi dibagi menjadi 2 macam tergantung dari bahan pelapis dinding dan dasar

kolam, yaitu kolam alami dan kolam buatan.

Analisa Curah Hujan Rencana

Dalam penentuan curah hujan data dari pencatat atau penakar hanya didapatkan curah hujan

di suatu titik tertentu (point rainfall). Untuk mendapatkan harga curah hujan area dapat

dihitung dengan metode rata-rata aljabar, metode ini paling sederhana, pengukuran yang

dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian

dibagi jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan adalah yang berada

dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS tangkapan yang masih berdekatan juga bisa

diperhitungkan. Menurut Triatmodjo (2008), metode rata-rata aljabar memberikan hasil yang

baik apabila :

a. Stasiun hujan tersebar secara merata di DAS.

b. Distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS.

Pengukuran Dispersi

Dalam analisis frekuensi curah hujan dan data hidrologi dikumpulkan, dihitung, disajikan dan

ditafsirkan dengan menggunakan prosedur tertentu, yaitu metode statistik. Perhitungan

hidrologi pada metode statistik berkaitan dengan dispersi dari data hidrologi, dispersi adalah

besarnya derajat atau besaran varian di sekitar nilai rata-ratanya. Cara mengukur besarnya

dispersi disebut pengukuran dispersi. Adapun pengukuran dispersi meliputi :

a. Standar Deviasi (S)

b. Koefisien Skewness (Cs)

c. Pengukuran Kurtosis (Ck)

d. Koefisien Variasi (Cv)

Analisis Frekuensi Distribusi Hujan

Perhitungan debit banjir rencana dengan metode empiris dapat ditentukan dengan

Page 131: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Wahyu Nuruddin, Heri Suprapto, Perencanaan Kolam Retensi… 318

menggunakan data periode ulang tertentu untuk curah hujan maksimum. Besaran curah

hujan maksimum dengan periode ulang tertentu tersebut dapat diprediksi dengan analisis

frekuensi curah hujan maksimum. Metode analisis frekuensi yang digunakan yaitu metode

distribusi normal, metode log normal, metode log pearson III dan metode gumbel.

Uji Kecocokan Distribusi

Uji kecocokan distribusi digunakan sebagai penguji parameter untuk menguji kecocokan (the

goodness of fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang

yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut.

Pengujian parameter yang sering dipakai adalah uji chi-kuadrat dan uji smirnov-kolmogorov.

Analisis Debit Banjir Rencana

Debit banjir rencana adalah debit banjir yang digunakan sebagai dasar untuk merencanakan

tingkat pengamanan bahaya banjir pada suatu kawasan dengan penerapan angka-angka

kemungkinan terjadinya banjir terbesar.

Salah satu metode untuk menghitung debit banjir rancangan adalah dengan metode Rasional

(Imam Subarkah,1980). Metode rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa hujan

yang terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh DAS selama paling sedikit

sama dengan waktu konsentrasi (tc) DAS.

METODE PENELITIAN Metodelogi penelitian yang akan dibahas disini adalah metodologi penelitian yang diperlukan

dalam teknik pelaksanaan perencanaan kolam retensi unuk mencegah adanya genangan setelah

alih fungsi lahan

Identifikasi Masalah

Permasalahan alih fungsi lahan dapat menyebabkan perubahan pada limpasan air hujan yang

meresap kedalam tanah. Oleh sebab itu maka akan di rencanakannya pembuatan kolam retensi

utnuk menahan limpasan air hujan yang berada dalam daerah tangkapan perumahan Graha

Kartika Beringin sebelum di buang kedalam aliran sungai.

Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam analisis penyusunan tugas akhir ini merupakan data primer dan

data sekunder. Data primer merupakan data yang penulis peroleh langsung dari lapangan

melalui survei pengukuran. Selain dari data primer , penulis juga menggunakan data sekunder

yang didapat dari instansi terkait. Data tersebut antara lain, data curah hujan, topografi, dan tata

guna lahan.

Analisis Hidrologi

Tahapan ini meliputi perhitungan curah hujan rata-rata, distribusi hujan, uji keselarasan,

perhitungan intensitas curah hujan, waktu konsentrasi, dan debit banjir rencana.

Analisa Hidrolika Analisis hidraulika dimaksudkan untuk mengetahui kapasitas saluran terhadap debit banjir

dengan suatu kala ulang tertentu.

Tahap Perencanaan Kolam Retensi Hasil analisis kondisi eksisting sebelumnya digunakan untuk merencanakan kolam retensi

Perumahan Graha Kartika Beringin, Desa Beringin Kecamatan Ciwaringin Kabupaten Cirebon.

Hasil dari perencanaan ini adalah sebuah kolam retensi.

Page 132: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Wahyu Nuruddin dan Heri Suprapto, Perencanaan Kolam Retensi… 319

Rencana Anggaran Biaya Biaya pembuatan redesain saluran drainase yang telah dievaluasi kemudian disusun dalam

rancangan anggaran biaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Curah Hujan

Data yang digunakan untuk menganalisis curah hujan bersumber dari 3 stasiun hujan yaitu

Stasiun Hujan Klangenan, Stasiun Hujan Kepuh dan Stasiun Hujan Arjawinangun yang didapat

dari Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk – Cisanggarung

Tabel.1. Rata-rata Curah Hujan Maksimum Metode Aljabar

TAHUN BULAN

MAKS JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUS SEPT OKT NOV DES

2008 110 64 105 38 0 0 0 0 0 73 55 0 110

2009 82 76 53 71 50 44 0 0 0 19 92 51 92,33

2010 77 82 76 78 93 62 49 32 28 42 30 82 92,67

2011 41 57 64 64 46 46 3 0 0 27 49 138 138

2012 0 52 0 0 0 0 0 0 0 5 29 58 58,33

2013 0 62 50 0 45 65 23 0 0 0 0 0 64,67

2014 73 85 87 67 28 61 36 15 0 8 21 104 104

2015 91 84 53 36 29 1 1 0 0 0 12 47 91,17

2016 100 79 70 23 19 45 28 15 29 86 65 60 100

2017 89 77 52 54 31 58 6 0 15 19 53 35 89,33

Analisis Frekuensi dan Probabilitas

Diketahui bahwa curah hujan tertinggi terdapat pada tahun 2016 sebesar 100 mm dan curah

hujan terendah terdapat pada tahun 2013 sebesar 64,67 mm. Metode distribusi frekuensi yang

digunakan yaitu metode distribusi normal, metode log normal, metode log pearson III dan

metode gumbel.

Tabel.2. Parameter Pemilihan Distribusi Curah Hujan

Jenis Distribusi Hasil Perhitungan Syarat

Keterangan Cs Ck Cs Ck

Gumbel 0,308 3,332 1,1396 5,4 Tidak memenuhi

Normal 0,308 3,432 0 Tidak memenuhi

Log Normal -0,233 3,432 Cs=3cv 0,883 Tidak memenuhi

Log Person III -0,233 3,432

selain nilai

diatas atau

Cs<0

Memenuhi

Uji Kesesuain Distribusi

Pengujian kecocokan distribusi digunakan untuk mengetahui apakah sebaran data

memenuhi syarat untuk data perencanaan. Pengujian kecocokan distribusi data dilakuakn

dengan 2 cara, yaitu dengan Metode Chi –Square dan Smirnov-Kolmogorov.

Metode Chi-Square

Page 133: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Wahyu Nuruddin, Heri Suprapto, Perencanaan Kolam Retensi… 320

Tabel.3. Rekapitulasi Nilai X2 < X

2cr

Distribusi Probabilitas X

2 X

2cr X

2cr X

2cr

Keterangan Terhitung 5% 2.5% 1%

Normal 11 7,815 9,348 11,.35 Tidak Diterima

Gumbel 11 7,815 9,348 11,.35 Tidak Diterima

Log Normal 5 5,991 7,378 9,210 Diterima

Log Pearson III 5 5,991 7,378 9,210 Diterima

Metode Smirnov-Kolmogorov

Tabel.4. Rekapitulasi Perhitungan Uji Smirnov-Kolmogorov

Distribusi

Probabilitas D MAX Do Keterangan

Normal 0,144 0,409 Diterima

Gumbel 0,144 0,409 Diterima

Log Normal 0,195 0,409 Diterima

Log Pearson III 0,195 0,409 Diterima

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian bahwa semua hasil distribusi hujan dapat diterima

untuk dijadikan sebagai curah hujan rencana, dan yang digunakan adalah nilai curah hujan pada

metode distribusi log pearson III mengacu ke parameter statistik pemilihan jenis distirbusi dan

berdasarkan uji smirnov – kolmogorov pada metode distribusi log pearson III memiliki selisih

data pengamatan dan data teoritis yang kecil (Dmaks = 0,195) sehingga asumsi data yang

digunakan dinilai lebih akurat.

Tabel.5. Perhitungan Hujan Rencana Metode Distribusi Log Pearson III

Periode Ulang X Kt Sx LogXt Xt

2 1,962 0,034 0,107 1,965 92,343

5 1,962 0,845 0,107 2,053 112,863

10 1,962 1,258 0,107 2,097 125,006

20 1,962 1,554 0,107 2,129 134,516

25 1,962 1,702 0,107 2,145 139,539

Perhitungan Intensitas Hujan Rencana

Untuk kurva intensitas hujan rencana, jika yang tersedia adalah hujan harian maka dapat

ditentukan dengan Rumus Mononobe. Bentuk umum dari Rumus Mononobe adalah

3

224

)t

24(×

24

R=I

jammm /706,105=I

Koefisien Pengaliran

Koefisien pengaliran atau koefisien limpasan adalah suatu bilangan tanpa dimensi (satuan)

yang bergantung pada kondisi dan sifat lahan yang ada pada wilayah yang dilalui oleh aliran air

hujan. Hal yang paling mempengaruhi koefisien pengaliran tentunya adalah tataguna lahan

yang ada di wilayah dilalui aliran.

Koefisien pengaliran digunakan dalam perhitungan debit banjir rencana, adapun koefisien

pengaliran untuk wilayah Perumahan Graha Kartika Beringin berdasarkan tataguna lahannya

adalah sebagai berikut.

Page 134: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Wahyu Nuruddin dan Heri Suprapto, Perencanaan Kolam Retensi… 321

Tabel 6 Koefisien Pengaliran Di Kawasan Perumahan Graha Kartika Beringin

No Penggunaan Lahan

Presentase

Penggunaan

Luas

Lahan

Koefisien

Pengaliran

Lahan (%) (km2) (c )

1 Perumahan dan

Fasos/Fasum 91,56% 0,03662 0,75

2 RTH dan kelebihan

tanah kavling 2,22% 0,00089 0.35

3 Jalan dan Saluran 6,23% 0,00249 0,95

Analisis Durasi Hujan Analisa kebutuhan kolam retensi dilakukan untuk mengetahui perkiraan volume penyimpanan

kolam retensi dengan menentukan durasi hujan kritis(txmax)

Perhitungan Debit Banjir Rencana

Debit banji rencana pada Perumahan Graha Kartika Beringin dihitung dengan menggunakan

metode rasional. Dalam Departemen PU, SK SNI M-18-1989-F (1989), dijelaskan bahwa

Metode Rasional dapat digunakan untuk ukuran daerah pengaliran < 5000 Ha.

Tabel 7 Debit Banjir Rencana

Periode koef. Intensitas Luas Debit

Ulang pengaliran, Hujan, Lahan Banjir, Q

(Tahun) C (mm/jam) (km2) (m

3/s)

2 0,7295 105,706 0,03991 0,857

Analisis Hidrolika

Analisis hidrolika dilakukan untuk mengetahui kapasitas kolam retensi dan merencanakan

kolam retensi.

Analisis Volume Penyimpanan Kolam Retensi

Untuk menentukan volume penyimpanan kolam retensi hitung dengan rumus :

1 c xcritical 2 c xcriticalt

3 xcritical 3

K (t t ) K (2t t )V

(K t ) K

Volume maksimum yang didapat dari perhitungan adalah sebesar 534,947 m

3

Analisis Konfigurasi Kolam Retensi

Pengaplikasian kolam retensi dengan kedalaman 2,2 m dapat kita hitung sebagai berikut:

tt

t

VA

d

Luas lahan untuk pembuatan kolam retensi adalah 243,170 m

2

Analisa Diameter Lubang dan Outlet

Untuk menampung kapasitas debit yang masuk kedalam kolam retensi maka di perlukan

saluran masuk dan keluar dari dalam kolam.

o o o oQ C .A . 2gH

Diameter lubang inlet dan outlet nya didapat sebesar 0,5 m.

Page 135: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Wahyu Nuruddin, Heri Suprapto, Perencanaan Kolam Retensi… 322

Cek Stabilita Geser

Bangunan akan aman apabila angka keamanan lebih dari 1,5 dan dikatakan bergeser apabila

kurang dari 1,5 (factor keamanan yang disyaratkan).

Besarny gaya geser di pngaruhi oleh besarnya gaya vertical yang berbanding dengan gaya

geser atau gaya horizontal. Gaya vertical meliputi berat sendiri sedangkan gaya horizontal

adalah tekanan aktif dan tekanan pasif.

Besarnya stabilitas yang didapat dari hasil perhitungan adalah 1,944 dikatakan aman

karena telah mmenuhi syarat yaitu SF>1,5

Cek Stabilitas Guling

Bangunan dikatakan aman apabila sngka keamanan >1,5 dan dikatakan guling apabila angka

keamanan <1,5 (factor kemanan yang disyaratka).

Bergulingnya bangunan dipengaruhi oleh bearnya momen terhadap guling yang berbanding

dengan momen pengguling. Besarnya momen tahan meliputi momen berat sendiri dan momen

pasif. Sedangkan momen pengguling meliputi momen aktif.

Pada perencanaan ini setelah di hitung stabilitas gulingnya sebesar 5,07 maka bangunan aman

dari bahaya guling.

Rencana Anggaran Biaya (Rab)

Biaya yang dibutuhkan untuk membuat kolam retensi di perumahan Graha Kartika Beringin

adalah sebesar Rp. 568.269.000

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan dari perhitungan perencanaan kolam retensi pada pembangunan perumahan Graha

Kartika Beringin dengan menerapkan prinsip zero delta q policy, maka diperoleh beberapa

kesimpulan sebagai berikut .

1. Debit sebelum terbangun perumahan sebesar 0,587 m3/dtk, sedangkan debit setelah

terbangun perumahan sebesar 0,857 m3/dtk.

2. Kapasitas kolam retensi yang harus di buat sebesar 534,97 m3

3. Total biaya pekerjaan perencanaan pembuatan kolam retensi adalah sebesar Rp.

568.269.000

Saran

Adapun beberapa saran yang diperlukan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Data penelitian sebaiknya selengkap mungkin agar tidak menemui kesulitan pada saat

pengerjaan.

2. Hasil penelitian akan akurat apabila ada stasiun hujan yang benar-benar berada

disekitar lokasi penelitain

DAFTAR PUSTAKA Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Cipta Karya.2010.Tata Cara Pembuatan Kolam Retensi dan

Polder, Jakarta

Das, M. Braja 1991. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip rekayasa Geoteknik). Erlangga

Kamiana, I Made. 2011. Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Yogyakarta: Graha Ilmu.

PUB, 2018. Technical Guide for On-site Stormwater Detention Tank Systems

Robert J. Kodoatie, 2005, Pengantar Manajemen Infrastruktur, Pustaka Pelajar: Yogyakarta

Suripin, 2004, Sistem Perkotaan yang Berkelanjutan, Andi Offset: Yogyakarta

Suroso, 2006, Kajian Kapasitas Sungan Logawa dalam Menampung Debit Banjir Menggunakan

Hecras, Unversitas Soedirman Purwokerto.

Soewarno, 1995, Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data, Nova, Bandung.

Sosrodarsono, Suyono, Masateru Tominaga, 1984, Perbaikan dan Pengaturan Sungai, PT. Pradnya

Paramitha, Jakarta

Page 136: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Sri Oktaviani dan Relly Andayani, Analisis Gedung Sistem… 323

ANALISIS GEDUNG SISTEM RANGKA BRESING KONSENTRIS

KHUSUS PADA GEDUNG BAJA 10 LANTAI

Sri Oktaviani1

Relly Andayani2

1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

e-mail: [email protected],

[email protected]

Abstrak Tujuan penulisan ini adalah untuk merencanakan struktur baja tahan gempa pada gedung 10 lantai

sesuai dengan SNI 03-1726-2012. Lokasi perencanaan yang diambil pada studi ini adalah Kota

Yogyakarta mengingat daerah tersebut adalah daerah rawan gempa. Hal ini dikarenakan Yogyakarta

berada pada jalur subduksi lempeng Indo-Australia-Eurasia. Analisis percepatan gempa statik

menggunakan analisis statik ekivalen, sedangkan gempa dinamik menggunakan analisis respon

spektrum. Perencanaan konstruksi dilakukan dengan menggunakan metode Sistem Rangka Bresing

Kosentris Khusus (SRBKK) melalui program ETABS 2013. Hasil perencanaan menunjukkan

pengecekan P-Delta pada seluruh lantai terhadap seluruh beban lateral dinamik yang bekerja

didapatkan bahwa θ < 0,25, menunjukkan bahwa model struktur bangunan gedung yang dirancang

masih dalam kondisi stabil terhadap beban lateral statik ekivalen. Bresing Kosentris Khusus (SRBKK)

Diagram momen menunjukkan bahwa akibat 25% gempa desain, frame memikul momen sebesar

123,5818 Kn-m sedangkan akibat interaksi sistem ganda dimana gaya gempa yang diterapkan sebesar

100%, frame hanya memikul momen sebesar 84,2586 Kn-m. Hal ini membuktikan bahwa analisis

terpisah untuk frame yang menahan 25% gempa desain memang perlu dilakukan guna memenuhi

syarat dari sistem ganda. Setiap elemen struktur direncanakan sesuai dengan perilaku masing-masing

elemen dengan syarat-syarat yang telah diatur dalam SNI sehingga terbentuk struktur yang kuat dan

aman sesuai dengan yang diharapkan.

Kata Kunci: SRBKK, ETABS 2013, SNI 2012

PENDAHULUAN Indonesia secara geografis terletak berada pada pertemuan lempeng-lempeng tektonik, dimana

sabuk vulkanik terletak memanjang dari Pulau Sumatera – Jawa – Nusa Tenggara dan

Sulawesi dikenal sebagai Ring of Fire. Hal ini menyebabkan Indonesia berpotensi tinggi

terhadap bencana gempa bumi dan letusan gunung berapi. Berdasarkan hal tersebut, sudah

sepatutnya struktur-struktur bangunan terutama bangunan publik di Indonesia memiliki struktur

yang tahan akan gempa untuk mengurangi resiko kerugian yang terjadi. Material baja

merupaka material yang memenuhi kriteria akan kekuatan dan kekakuan yang tinggi dan juga

memiliki keunggulan sebagai material untuk struktur tahan gempa. Daktilitas merupakan

kemampuan material mengembangkan regangannya dari pertama kali mengalami leleh hingga

mengalami putus. Sistem rangka bresing mempunyai elemen bracing yang berguna

memperkaku dan memperkuat struktur rangka. Berdasarkan “Tata Cara Perencanaan

Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung SNI 1726:2012”

struktur rangka baja penahan gempa salah satunya ialah struktur baja sistem ganda.

Sebagai bahan studi akan dilakukan perencanaan struktur baja sistem ganda antara rangka baja

pemikul momen (SRPM) dengan rangka baja bresing kosentris (SRBK). SRPM memiliki

daktilitas yang bagus dan SRBK memiliki kekakuan yang baik, maka dengan menggabungkan

masing-masing keunggulan pada sistem tersebut, akan menjadi sistem tahan gempa yang

ekonomis. Tujuan penulisan berupa perencanaan gedung baja dengan sistem ganda ini yaitu

merencanakan struktur baja tahan gempa pada gedung 10 lantai sesuai dengan SNI 03-1726-

2012, merencanakan konstruksi baja dengan menggunakan metode Sistem Rangka Bresing

Page 137: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Sri Oktaviani dan Relly Andayani, Analisis Gedung Sistem… 324

Kosentris Khusus (SRBKK), dan merencanakan struktur atas meliputi perencanaan struktur

balok, kolom, bresing, plat lantai

LITERATURE REVIEW

Sistem Struktur Baja Tahan Gempa

Berdasarkan SNI 03-1726-2012, struktur sistem rangka baja tahan gempa terbagi menjadi dua

bagian besar, yaitu sistem rangka pemikul momen, sistem rangka bresing. Kedua jenis ini

memiliki karakteristik yang berbeda dan masing-masing memiliki kelebihan.

Sistem rangka pemikul momen memiliki sambungan antara balok dan kolom harus didesain

cukup kuat untuk memperkuat kekuatan balok dan mengurangi resiko keruntuhan pada

sambungan balok dan kolom. RSPM memiliki rentang balok cukup lebar (tanpa pengaku), hal

ini dapat memberikan deformasi yang cukup besar sehingga sistem ini memiliki daktilitas yang

cukup besar dibanding dengan sistem rangka pemikul momen jenis lainnya. Jika dibandingkan

dengan struktur baja pemikul momen jenis lainnya, sistem struktur ini memiliki ukuran elemen

struktur yang lebih besar untuk menjaga deformasi strukturnya. Sistem ini merupakan jenis

portal baja yang sering digunakan dalam aplikasi di dunia konstruksi.

Sistem rangka bresing (braced frame) ini ditunjukan untuk menahan kestabilan struktur

terhadap beban lateral yang dialami oleh struktur. Sistem bresing biasanya ditempatkan

diagonal antara balok dan kolom suatu struktur. Karakteristik dari sistem bresing yaitu

kekakuan yang tinggi diperoleh dari diagonal brace yang menahan beban lateral struktur frame

yang meningkatkan aksi gaya dalam aksial dan aksi lentur yang kecil. Secara garis besar,

sistem bracing terbagi menjadi dua, yaitu sistem bresing kosentris (Cocentrically Braced

Frame) dan sistem bresing eksentris (Eccentrically Braced Frame).

Perencanaan Komponen Struktur Kolom Berdasarkan Metode Direct Analysis Method

Rekayasa struktur bangunan baja di Indonesia mulai berkembang dengan disusunnya draft SNI

baja yang baru (Puskim 2011). Isinya ternyata mengadopsi penuh standar Amerika, yaitu AISC

(2010). Isi materinya baru, yaitu dipilihnya Direct Analysis Method (DAM) sebagai analisis

stabilitas yang utama pada struktur baja. Materi lama tidak dihapus tetapi dipindah ke bagian

Appendix sebagai cara alternatif. Cara lama juga diberi nama, yaitu Effective Length Method

(ELM) untuk membedakan dengan yang baru, yang pada dasarnya adalah cara perencanaan,

yang merujuk pada AISC versi 2005 atau versi sebelumnya.

Strategi perencanaan baru struktur baja, dengan DAM (AISC 2010) memerlukan komputer

untuk mengimplementasikannya. Cara itu sebenarnya telah diperkenalkan sebelumnya, sebagai

Appendix 7 di AISC 2005. Adapun saat ini telah menjadi metode utama.

Perencanaan Bresing

Material baja mempunyai kemampuan sama dalam memikul gaya tarik atau gaya tekan. Mutu

bahannya juga relatif tinggi, sehingga dimensinya cenderung langsing. Untuk elemen struktur

seperti itu maka pemakaian material baja hanya efisien terhadap tarik. Batang tekan maka

kapasitasnya ditentukan oleh tekuk (buckling), suatu masalah stabilitas yang tergantung

konfigurasi geometri, struktur dan penampang, dan tidak hanya oleh materialnya saja.

METODE PENELITIAN

Pengumpulan Data

Data beban – beban yang bekerja dan komponen struktur yang digunakan dalam perencanaan

mengacu pada peraturan di Indonesia. Berikut adalah pedoman yang dipakai dalam

perencanaan :

Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung 1987

Pedoman Perencanaan Ketahanan Gempa (SNI 03-1726-2012)

Page 138: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Sri Oktaviani dan Relly Andayani, Analisis Gedung Sistem… 325

Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung (SNI 2847-2002)

Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2015)

Pendekatan Penelitian

Adapun Pendekatan perancangan akan dimulai dengan tahap-tahap sebagai berikut :

Identifikasi permasalahan.

Pengumpulan data mengenai jenis pembebanan dan analisis SRBKK.

Pengolahan data dengan Program ETABS 2013

Kesimpulan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemodelan Struktur

Struktur bangunan gedung yang direncanakan dimodelkan dalam program ETABS 2013.

Bangunan gedung yang direncanakan terdiri dari 5 segmen bentang arah sumbu global X dan Y

dengan panjang bentang 6 dan 8 meter dimana as untuk arah sumbu global X dinotasikan

dengan ABCDEF dan as untuk arah sumbu global Y dinotasikan dengan 123456. Tinggi tipikal

tiap lantai adalah 3,5 meter untuk lantai 3 – 10 sedangkan lantai 1 memiliki tinggi 4,7 meter

dan 4,5 meter untuk lantai 2 dengan jumlah lantai 10 lantai dimana lantai 9 dan 10 merupakan

top story difungsikan sebagai lantai atap. Dalam pemodelan struktur bangunan gedung ini,

ditetapkan untuk semua balok yang membentang dalam arah yang sama dan semua kolom

setiap dua tingkat lantai memiliki dimensi yang sama dan semua kolom setiap dua tingkat lantai

memiliki dimensi yang sama.

Gambar 1. Pemodelan 3 dimensi struktur bangunan gedung

Page 139: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Sri Oktaviani dan Relly Andayani, Analisis Gedung Sistem… 326

Gambar 2. Denah tipikal lantai 1-9

Gambar 3. Tampak As 1

Gambar 4. Tampak As A

Analisis Sistem Ganda

Diagram momen diambil dari kolom pada As 2/B-D pada lantai base. Dapat dilihat bahwa

akibat 25% gempa desain, frame memikul momen sebesar 123,5818 Kn-m sedangkan akibat

interaksi sistem ganda dimana gaya gempa yang diterapkan sebesar 100%, frame hanya

Page 140: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Sri Oktaviani dan Relly Andayani, Analisis Gedung Sistem… 327

memikul momen sebesar 84,2586 Kn-m. Hal ini membuktikan bahwa analisis terpisah untuk

frame yang menahan 25% gempa desain memang perlu dilakukan guna memenuhi syarat dari

sistem ganda agar frame memiliki tahanan yang lebih baik selain dari tahanan akibat interaksi

shear wall dengan frame (interaksi ganda) itu sendiri.

Perencanaan Tulangan Struktur Pelat Lantai

Beban minimum yang ditumpu oleh bondek berasal dari beban tambahan dan beban hidup

yaitu sebesar 4,03 kN/m2. Berdasarkan tabel perencanaan praktis untuk bentang menerus

dengan tulangan negatif dengan satu baris penyangga didapatkan perencanaan bondek dengan

data-data sebagai berikut :

Panjang bentang (span) : 3,5 m

Tebal pelat beton : 12 cm

Mutu beton minimum : K-361,45

Tulangan negatif : 4,29 cm2/m

Mutu baja tulangan : U-48

Jumlah tulangan rencana Ø dalam satu meter : 10 mm; As = 78,54 mm2

Banyaknya tulangan tiap satu meter

6 462,554,78

429

SA

A

Jarak antar tulangan tarik tiap satu meter

mm 167mm 6,1666

1000

Sehingga spesifikasi tulangan tarik yang dibutuhkan Ø10 – 167

Gambar 6. Potongan Pelat Lantai

(Sumber : Hasil Olahan)

Perencanaan Balok Induk

Gambar 7. Tampak Samping Lokasi Pemasangan Penghubung Geser (Sumber : Hasil Olahan)

Page 141: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Sri Oktaviani dan Relly Andayani, Analisis Gedung Sistem… 328

Gambar 8. Tampak Samping Lokasi Pemasangan Penghubung Geser (Sumber : Hasil Olahan)

Pengecekan Kapasitas Struktur Kolom

288,0159,10286

76,2963

n

u

P

P

2,0n

u

P

P

maka

19

8

ny

uy

nx

ux

n

u

M

M

M

M

P

P

15,604

3095,17

33,2046

7314,68

9

8

159,10286

76,2963

0,343 ≤ 1 …. OK

Nilai kontrol interaksi gaya tekan dan lentur pada perhitungan diatas menunjukkan bahwa

kolom aman untuk digunakan karena memiliki nilai kurang dari 1.

Bresing

Material baja BJ54 (fy = 390 MPa dan fu = 540 MPa), profil W360x237, A = 30100 mm2

Luas netto

)( fimajinern tdAA

mm 8,29314)2,3026(30100 nA

Faktor shear-lag

3

2039,1

381

396

d

b f

, maka

U = 0,9

Pengaruh shear-lag terhadap luas netto 2mm 32,263838,293149,0. ne AUA

Kapasitas tarik dari kriteria fraktur penampang berlubang

eun AfP ..75,0

kN 245,1068510.32,2638354075,0 3

nP

Kapasitas tarik dari ktiteria leleh (yield) penampang utuh

gyn AFP 9,0

Page 142: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Sri Oktaviani dan Relly Andayani, Analisis Gedung Sistem… 329

kN 6,65011000

301002409,0

nP

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil perenacanaan yang telah dilakukan, maka didapatkan kesimpulan

berdasarkan penulisan Tugas Akhir sebagai berikut :

Perencanaan struktur baja tahan gempa pada gedung 10 lantai berdasarkan SNI 03-1726-

2012 hasil pengecekan P-Delta pada seluruh lantai terhadap seluruh beban lateral dinamik

yang bekerja didapatkan bahwa θ < 0,25, maka tidak disyaratkan untuk diperhitungkan

terhadap efek P-Delta. Nilai θ < θmax menunjukkan bahwa model struktur bangunan gedung

yang dirancang masih dalam kondisi stabil terhadap beban lateral statik ekivalen.

Perencanaan konstruksi baja dengan menggunakan metode Sistem Rangka Bresing

Kosentris Khusus (SRBKK) Diagram momen diambil dari kolom pada As 2/B-D pada lantai

base. Dapat dilihat bahwa akibat 25% gempa desain, frame memikul momen sebesar

123,5818 Kn-m sedangkan akibat interaksi sistem ganda dimana gaya gempa yang

diterapkan sebesar 100%, frame hanya memikul momen sebesar 84,2586 Kn-m. Hal ini

membuktikan bahwa analisis terpisah untuk frame yang menahan 25% gempa desain

memang perlu dilakukan guna memenuhi syarat dari sistem ganda agar frame memiliki

tahanan yang lebih baik selain dari tahanan akibat interaksi bracing dengan frame (interaksi

ganda) itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Standar Nasional Indonesia, 2013, Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan

Gedung dan Struktur lain 03-1927-2013, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Standar Nasional Indonesia, 1989, Pedoman Perencanaan Pebebanan untuk Rumah dan

Gedung SNI 03-1727-1989, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Standar Nasional Indonesia, 2015, Spesifikasi untuk Bangunan Gedung Baja Struktural

03-1729 -2015, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Standar Nasional Indonesia, 2012, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk

Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung 03-1726-2012. Departemen Pekerjaan

Umum, Jakarta.

Standar Nasional Indonesia, 2002, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan

Gedung 03-2847-2002, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.

Page 143: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Abdul Wahab dan Haryono Putro, Evaluasi Saluran Drainase... 330

EVALUASI SALURAN DRAINASE PADA JALAN ARIF RAHMAN

HAKIM KOTA DEPOK

Abdul Wahab

1

Haryono Putro2

1,2Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

E-mail: [email protected]

Abstrak Depok dahulu dikenal sebagai daerah resapan air bagi kota Jakarta, juga menghadapi persoalaan

mengenai genangan banjir. Tercatat sebanyak 36 titik di kota depok merupakan wilayah rawan banjir.

Contohnya adalah banjir yang terjadi di jalan Arif Rahman Hakim (Dinas Pekerjaan Umum dan

Perumahan Kota Depok, 2017). Survei menunjukana bahwa saluran drainase yang ada di jalan Arif

Rahman Hakim sangat memperihatinkan kondisi penuh sampah dan sedimentasi, bahkan dibeberapa

titik sangat parah hampir mencapai cover U-Ditch maka dilaksanakan kegiatan Operasi dan

Pemeliharaan drainase dengan pengerukan sedimen berkala 1 kali/tahun mengacu pada Peraturan

Mentri Pekerjaan Umum Nomer 12/PRT/M2014. Evaluasi saluran SA1 dan SB1 dengan cathment area

dari masing-masing saluran menunjukan debit yang mampu ditampung saluran SA1 0,742 m3/detik

sedangkan debit rencana saluran SA1 0,993 m3/detik, dan untuk saluran SB1 debit yang mampu

ditampung 0,442 m3/detik sedangkan debit rencana saluran SB1 0,533 m3/detik maka dilakukan

penanganan dua tindakan penanganan yaitu redesign dan pembuatan saluran pembagi, semua

tindakan penanganan saluran SA1 dan SB1 sudah dapat menampung debit yang melimpas, namun

tindakan penanganan redesign membutuhkan dana lebih besar dari pembuatan saluran pembagi maka

tindakan yang dipilih dalam penanganan ini dengan pembuatan saluran pembagi yang membutuhkan

dana Rp. 694.204.000.

Kata Kunci: sedimentasi, debit limpasan, saluran pembagi.

PENDAHULUAN Tercatat sebanyak 36 titik di kota depok merupakan wilayah rawan banjir. Salah satu

contohnya adalah banjir yang terjadi di jalan Arif Rahman Hakim (Dinas Pekerjaan Umum dan

Perumahan Kota Depok, 2017). Hasil survei menunjukana bahwa saluran drainase yang ada di

jalan Arif Rahman Hakim sangat memperihatinkan dengan kondisi penuh sampah dan

sedimentasi, bahkan sedimentasi yang terjadi dibeberapa titik sangat parah hampir mencapai

cover U-Ditch.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka saluran drainase di jalan Arif Rahman Hakim harus

dievaluasi untuk mengetahui apakah desain yang ada sudah benar atau masih memerlukan

perbaikan-perbaikan agar lebih baik lagi dalam arti kapasitasnya mampu menampung debit

rencana atau tidak, atau dilakukan tindakan operasi dan pemeliharaan sistem drainase perkotaan

dengan pengacu pada peraturan mentri pekerjaan umum nomer 12/PRT/M2014 tentang

penyelenggaraan sistem drainase perkotaan sehingga nanti tidak merugikan masyarakat yang

ada didaerah tersebut termasuk pengguna kendaraan yang melintas dijalan tersebut

LITERATURE REVIEW

Analisis Curah Hujan Rencana

Dalam penentuan curah hujan data dari pencatat atau penakar hanya didapatkan curah hujan

di suatu titik tertentu (point rainfall). Untuk mendapatkan harga curah hujan area dapat

dihitung dengan metode rata-rata aljabar, metode ini paling sederhana, pengukuran yang

dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian

dibagi jumlah stasiun.

Page 144: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Abdul Wahab dan Haryono Putro, Evaluasi Saluran Drainase... 331

Pengukuran Dispersi

Cara mengukur besarnya dispersi disebut pengukuran dispersi. Adapun pengukuran dispersi

meliputi:

a. Standar Deviasi (S)

b. Koefisien Skewness (Cs)

c. Pengukuran Kurtosis (Ck)

d. Koefisien Variasi (Cv)

Analisis Frekuensi Distribusi Hujan

Perhitungan debit banjir rencana dengan metode empiris dapat ditentukan dengan

menggunakan data periode ulang tertentu untuk curah hujan maksimum. Besaran curah

hujan maksimum dengan periode ulang tertentu tersebut dapat diprediksi dengan analisis

frekuensi curah hujan maksimum. Metode analisis frekuensi yang digunakan yaitu metode

distribusi normal, metode log normal, metode log pearson III dan metode gumbel.

Uji Kecocokan Distribusi

Uji kecocokan distribusi digunakan sebagai penguji parameter untuk menguji kecocokan (the

goodness of fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang

yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut.

Pengujian parameter yang sering dipakai adalah uji chi-kuadrat dan uji smirnov-kolmogorov.

Analisis Debit Banjir Rencana

Debit banjir rencana adalah debit banjir yang digunakan sebagai dasar untuk merencanakan

tingkat pengamanan bahaya banjir pada suatu kawasan dengan penerapan angka-angka

kemungkinan terjadinya banjir terbesar. Adapun kriteria desain hidrologi sistem drainase

perkotaan dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut:

Tabel.1. Kriteria Desain Hidrologi Sistem Drainase Perkotaan

Luas DAS

(Ha)

Periode Ulang (Tahun) Metode Perhitungan Debit Hujan

<10 2 Rasional

10-100 2-5 Rasional

101-500 5-20 Rasional

>500 10-25 Hidrograf Satuan

Sumber: Suripin, 2004

Salah satu metode untuk menghitung debit banjir rancangan adalah dengan metode Rasional

(Imam Subarkah,1980). Metode rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa hujan

yang terjadi mempunyai intensitas seragam dan merata di seluruh DAS selama paling sedikit

sama dengan waktu konsentrasi (tc) DAS.

METODE PENELITIAN

Identifikasi Masalah Meninjau ke lokasi secara langsung dan mengidentifikasi permasalahan yang ada

dilapangan terkait dengan saluran drainase di jalan Arif Rahman Hakim hingga nantinya didapat

Page 145: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Abdul Wahab dan Haryono Putro, Evaluasi Saluran Drainase... 332

solusi untuk penyelesaian masalah yang terjadi.

Pengumpulan Data Pada tahapan ini, penulis mengumpulkan data-data apa saja yang dibutuhkan untuk

menganalisis permasalahan yang ada dan mendatangi instasi- instasi yang dapat menjadi

sumber data. Data yang dikumpulkan ialah data primer dan data skunder yang meliputi:

Pengambilan data primer : yaitu data yang berhubungan dengan bentuk, konstruksi saluran

dana rah aliran dalam saluran yang ditinjau di Jalan Arif Rahman Hakim.

Pengambilan data skunder : yaitu data curah hujan selama 10 tahun yang didapat dari BBWS

Ciliwung Cisadane.

Analisis Hidrologi Tahapan analisis hidrologi ini meliputi perhitungan curah hujan rata-rata maksimum,

analisis distribusi hujan menggunakan distribusi normal, log normal, log person III dan gumbel,

uji keselarasan mengguunakan uji Chi-kuadrat dan uji Smirnov – Kolmogorov.

Analisa Hidrolika Analisis hidraulika dimaksudkan untuk mengetahui kapasitas saluran terhadap debit

banjir dengan suatu kala ulang tertentu dan digunakan untuk mengetahui profil muka air pada

jaringan drainase yang akan direncanakan.

Operasi dan Pemeliharaaan Saluran Drainase Hasil dari semua perhitungan analisa hidrologi dan analisa hidrolika akan digunakan

untuk mengetahui solusi yang akan diberikan dalam merencanakan saluran drainase dan

sesuai kondisi dilapangan harus diadakan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan sistem drainase

perkotaan dengan pengacu pada peraturan mentri pekerjaan umum nomer 12/PRT/M2014

tentang penyelenggaraan sistem drainase perkotaan.

Rencana Anggaran Biaya Biaya pembuatan redesain saluran drainase yang telah dievaluasi kemudian disusun

dalam rancangan anggaran biaya.

Kesimpulan

Kesimpulan merupakan ringkasan dari semua penulisan. Kesimpulan tersebut harus

menjawab tujuan dari penulisan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Saluran Eksisting

Data ini didapatkan dengan melakukan survei secara langsung ke lapangan, Tabel.2. Dimensi Saluran Eksisting.

No Nama

saluran

Panjang

(m)

Dimensi

Bentuk

Saluran

Jenis

Saluran

Tinggi

(m)

Lebar

(m)

1 SA1 510 0,80 0,80 Persegi Uditch

2 SA2 510 0,80 0,80 Persegi Uditch

3 SB1 317 0,60 0,40 Persegi Uditch

4 SB2 317 0,60 0,40 Persegi Uditch

5 SC1 157 0,80 0,80 Persegi Uditch

6 SC2 157 0,80 0,80 Persegi Uditch

Page 146: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Abdul Wahab dan Haryono Putro, Evaluasi Saluran Drainase... 333

7 SD1 178 0,80 0,80 Persegi Uditch

8 SD2 178 0,80 0,80 Persegi Uditch

Data Curah Hujan

Data yang digunakan untuk menganalisis hujan rencana pada penelitian ini adalah

menggunakan data hujan pada tiga stasiun terdekat yaitu, stasiun hujan Cibinong, stasiun hujan

Keracak dan stasiun hujan Fakultas Teknik Universitas Indonesia

Tabel.3. Rata-rata Curah Hujan Maksimum Metode Aljabar

Tahun

Bulan Maks

Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agst Sep Okt Nop Des

2008 74,8 61,7 69,0 57,0 42,7 27,4 16,4 66,9 58,7 62,9 118,3 83,0 118,3

2009 67,7 68,8 93,0 65,2 75,0 75,1 59,5 18,1 34,7 71,3 69,0 44,2 93,0

2010 55,0 75,7 58,0 13,0 142,0 73,7 49,3 61,7 76,7 52,7 143,8 33,8 143,8

2011 44,3 44,8 29,7 60,7 70,5 42,7 48,8 30,3 48,3 58,0 74,0 64,8 74,0

2012 52,8 70,4 52,1 85,7 81,2 46,8 44,1 62,7 27,8 57,2 71,3 77,7 85,7

2013 67,5 55,9 63,9 66,1 52,8 41,1 68,4 73,2 64,2 74,3 42,5 57,7 74,3

2014 116,8 120,2 66,0 70,4 91,2 52,7 64,6 66,9 29,1 71,9 97,2 92,9 120,2

2015 71,2 55,7 76,6 68,3 61,1 38,7 7,7 4,0 0,0 0,0 0,0 0,0 76,6

2016 65,3 88,5 68,0 84,0 87,2 89,8 123,2 90,5 100,3 152,1 72,7 55,3 152,1

2017 55,3 84,5 63,6 70,6 53,6 85,4 88,3 81,8 72,2 102,0 52,6 54,8 102,0

Analisis Frekuensi dan Probabilitas

Diketahui bahwa curah hujan tertinggi terdapat pada tahun 2016 sebesar 152,07 mm

dan curah hujan terendah terdapat pada tahun 2011 sebesar 74,00 mm. Metode distribusi

frekuensi yang digunakan yaitu metode distribusi normal, metode log normal, metode log

pearson III dan metode gumbel.

Tabel.4. Parameter Pemilihan Distribusi Curah Hujan

Jenis Distribusi Hasil Perhitungan Syarat

Keterangan Cs Ck Cs Ck

Gumbel 0,595 3,041 1,1396 5,4 Tidak memenuhi

Normal 0,595 3,041 0 Tidak memenuhi

Log Normal 0,314 2,696 0,175 5,398 Tidak memenuhi

Log Person III 0,314 2,696 selain nilai diatas Memenuhi

Uji Kesesuain Distribusi

Pengujian kecocokan distribusi digunakan untuk mengetahui apakah sebaran data

memenuhi syarat untuk data perencanaan. Pengujian kecocokan distribusi data dilakuakn

dengan 2 cara, yaitu dengan Metode Chi –Square dan Smirnov-Kolmogorov.

Metode Chi-Square Tabel.5. Rekapitulasi Nilai X

2 < X

2cr

Distribusi

Probabilitas X^2

Xcr Xcr Xcr Keterangan

5% 2,50% 1%

Normal 3 5,991 7,378 9,21 OK

Log Normal 1 5,991 7,378 9,21 OK

Log Pearson III 1 5,991 7,378 9,21 OK

Gumbel 3 7,815 9,348 11,345 OK

Page 147: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Abdul Wahab dan Haryono Putro, Evaluasi Saluran Drainase... 334

Metode Smirnov-Kolmogorov

Tabel.6. Rekapitulasi Perhitungan Uji Smirnov-Kolmogorov

Distribusi

Probabilitas Dmax

Do

(5%) Keterangan

Normal 0,100 0,409 OK

Log Normal 0,090 0,409 OK

Log Pearson III 0,090 0,409 OK

Gumbel 0,100 0,409 OK

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian bahwa semua hasil distribusi hujan dapat diterima

untuk dijadikan sebagai curah hujan rencana, dan yang digunakan adalah nilai curah hujan pada

metode distribusi log pearson III mengacu ke parameter statistik pemilihan jenis distirbusi dan

berdasarkan uji smirnov – kolmogorov pada metode distribusi log pearson III memiliki selisih

data pengamatan dan data teoritis yang kecil (Dmaks = 0,090) sehingga asumsi data yang

digunakan dinilai lebih akurat.

Tabel.7. Perhitungan Hujan Rencana Metode Distribusi Log Pearson III

Periode Ulang LogX Kt SlogX LogXt Xt

2 2,003 -0,052 0,117 1,997 99,252

5 2,003 0,823 0,117 2,099 125,533

10 2,003 1,310 0,117 2,156 143,055

20 2,003 1,671 0,117 2,198 157,638

25 2,003 1,852 0,117 2,219 165,479

Debit Rencana

Metode untuk perhitungan debit rencana menggunakan metode rasional, metode

rasional dihitung dengan mempertimbangkan luasnya daerah tangkapan air, koefisien

pengaliran, dan intensitas hujan.

AIC0,278 Q r

Sebelumnya untuk nilai C sendiri atau koefisien pengaliran dapat dihitung dahulu,

dikarenakan lokasi penelitian merupakan bermacam kawasan maka perlu dilakukan

perhitungan nilai C dengan berbagai macam kawasan yang ada dalam daerah tangkapan air.

Analisis Hidrolika

Dimensi saluran yang aman ialah saluran yang harus mampu mengalirkan debit rencana

atau dengan kata lain debit yang dialirkan oleh saluran (Qs) harus lebih besar dari debit

rencana (Qr) hubungan ini ditunjukan dengan syarat sebagai berikut :

Qs > Qr

Tabel.8. Hasil Analisis Penampang Saluran Eksisting

Nama

saluran As (m2) P (m)

Jari-jari

Hidrolis Kemiringan V

Qs

(m3/s)

Qr 5 tahun

(m3/s) ket.

SA1 0,512 2,08 0,246 0,002 1,449 0,742 0,993 Banjir

SA2 0,512 2,08 0,246 0,002 1,449 0,742 0,213 Tidak Banjir

SB1 0,192 1,36 0,141 0,009 2,198 0,422 0,533 Banjir

Page 148: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Abdul Wahab dan Haryono Putro, Evaluasi Saluran Drainase... 335

Nama

saluran As (m2) P (m)

Jari-jari

Hidrolis Kemiringan V

Qs

(m3/s)

Qr 5 tahun

(m3/s) ket.

SB2 0,192 1,36 0,141 0,009 2,198 0,422 0,082 Tidak Banjir

SC1 0,512 2,08 0,246 0,013 3,694 1,891 0,089 Tidak Banjir

SC2 0,512 2,08 0,246 0,013 3,694 1,891 0,110 Tidak Banjir

SD1 0,512 2,08 0,246 0,006 2,453 1,256 0,105 Tidak Banjir

SD2 0,512 2,08 0,246 0,006 2,453 1,256 0,228 Tidak Banjir

Diketahui bahwa terjadi limpasan pada saluran SA1 dan SB1, debit saluran tersebut lebih kecil

dari debit rencana sehingga menimbulkan terjadinya Banjir. Melihat hasil tersebut maka perlu

dilakukan evaluasi saluran drainase untuk mengatasi banjir yang terjadi dengan mencarikan

solusi untuk penanganan di saluran SA1 dan SB1 sehingga diharapkan dapat membantu

menyelesaikan masalah banjir didaerah tersebut.

Solusi yang akan dilakukan untuk penanganan di saluran SA1 dan SB1 dengan dua tindakan

yaitu redesign saluran dan membuat saluran pembagi, yang nantinya dipilih tindakan mana

yang lebih tepat untuk penanganan di saluran SA1 dan SB1.

Tabel.9. Rekap Penanganan Saluran SA1 dan SB1

Penanganan Saluran

Eksisting

Dimensi

Eksisting Dimensi Penanganan dengan U-dicth Anggaran

Redesign SA1 80X80 redesign saluran SA1 120X120

Rp. 3.445.045.000 SB1 40X60 redesign saluran SB1 80X80

Pembuatan

saluran pembagi

SA1 80X80 saluran pembagi SA1 60X60 Rp. 694.204.000

SB1 40X60 saluran pembagi SB1 50X50

Operasi dan Pemeliharaan Drainase

Permasalahan yang ada pada saluran di jalan Arif Rahman Hakim yaitu telah terjadi

penumpukan sampah dan sedimentasi, pada beberapa saluran ketinggian sedimentasi mencapai

40 cm, yang lebih parah lagi sedimentasi pada saluran SB mencapai cover U-dicth,

penumpukan sedimentasi tersebut mengakibatkan kapasitas debit yang dapat ditampung

menjadi berkurang, berdasarkan hasil survei ke pemda setempat dan warga dilokasi untuk

kegiatan OP eksisting saluran tersebut belum dilakukan atau belum ada kegiatan OP dan sesuai

kondisi dilapangan saluran jauh dari kata pemeliharaan didasarkan pada tingginya endapan

sedimen disaluran tersebut , maka dari itu disarankan diperlukannya kegiatan operasi dan

pemeliharaan sistem drainase perkotaan dengan pengacu pada peraturan mentri pekerjaan

umum nomer 12/PRT/M2014 tentang penyelenggaraan sistem drainase perkotaan dengan

pengerukan sedimen berkala 1 kali/tahun sehingga nanti tidak merugikan masyarakat yang ada

didaerah tersebut termasuk pengguna kendaraan yang melintas dijalan tersebut. Adapun

langkah-langkah pengerukan sedimen sebagai berikut:

1. Angkat penutup saluran

2. Sedimen yang mengendap di dasar saluran digali dan diangkat ke atas tanggul/tepi

saluran dengan alat cangkul dan sekop.

3. Penggalian sedimen harus benar-benar sampai ke dasar saluran.

4. Jika di dalam saluran drainase terdapat sampah, maka sampah diangkat terlebih

dahulu selanjutnya dilakukan pengerukan sedimen.

Page 149: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Abdul Wahab dan Haryono Putro, Evaluasi Saluran Drainase... 336

5. Sedimen didiamkan terlebih dahulu sampai cukup kering (kira-kira 3 jam) setelah

penggalian.

6. Sedimen dan sampah dimasukan ke dalam kantung plastik yang terpisah kemudian

diikat.

7. Karung sedimen diangkut ke lokasi yang telah ditentukan dengan menggunakan alat

gerobak dorong maupun truk-truk kecil.

8. Karung sampan yang terkumpul diangkut ke TPS maupun ke TPA dengan

menggunakan alat cangkul.

9. Tutup kembali penutup saluran.

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Permasalahan banjir yang terjadi dijalan Arif Rahman disebabkan oleh penumpukan

sampah dan sedimen bahkan disalah satu saluran mencapai cover U-dicth hal ini

mengakibatkan kurangnya kapasitas saluran dalam menampung debit maka dari itu

dilaksanakan kegiatan Operasi dan Pemeliharaan drainase dengan pengerukan sedimen

berkala 1 kali/tahun yang dalam pelaksanaan mengacu pada Peraturan Mentri Pekerjaan

Umum Nomer 12/PRT/M2014 tentang penyelenggaraan system drainase perkotaan.

2. Hasil dari evaluasi bahwa saluran SA1 dan SB1 dengan cathment area dari masing-

masing saluran menunjukan debit yang mampu ditampung oleh saluran SA1 yaitu

0,742 m3/detik sedangkan debit rencana untuk saluran SA1 yaitu 0,993 m

3/detik, dan

untuk saluran SB1 debit yang mampu ditampung sebesar 0,442 m3/detik sedangkan

debit rencana untuk saluran SB1 yaitu 0,533 m3/detik.

3. Tindakan penanganan redesign saluran SA1 dan SB1 didapatkan dimensi U-dicth

120X120 untuk saluran SA1 dan U-dicth 80X80 untuk saluran SB1 dengan rencana

anggaran biaya redesign saluran tersebut sebesar Rp. 3.445.045.000.

4. Tindakan penanganan pembuatan saluran pembagi di saluran SA1 dan SB1 didapatkan

dimensi U-dicth 60X60 untuk saluran pembagi SA1 dan U-dicth 50X50 untuk saluran

pembagi SB1 dengan rencana anggaran biaya redesign saluran tersebut sebesar Rp.

694.204.000.

5. Semua tindakan penanganan untuk saluran SA1 dan SB1 tersebut sudah dapat

menampung debit yang melimpas, namun tindakan penanganan redesign membutuhkan

dana yang lebih besar dari pembuatan saluran pembagi maka dari itu tindakan yang

dipilih dalam penanganan ini yaitu dengan pembuatan saluran pembagi SA1 dengan

panjang 232 m dan SB1 dengan panjang 203 m yang membutuhkan dana sebesar Rp.

694.204.000.

Saran

1. Data penelitian sebaiknya selengkap mungkin agar tidak memenuhi kesulitan pada saat

pengerjaannya.

2. Hasil penelitian akan lebih akurat apabila ada stasiun hujan yang benar-benar berada

disekitar lokasi penelitian.

3. Perlu diadakannya kerja sama atau gotong royong setiap minggunya antara kepala

lingkungan dan masyarakat di daerah sekita jalan Arif Rahman Hakim untuk

membersihkan saluran drainase yang ada dari sampah sampah yang menyumbat saluran

tersebut.

Page 150: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Abdul Wahab dan Haryono Putro, Evaluasi Saluran Drainase... 337

DAFTAR PUSTAKA

Hardihardaja J. 1997. Drainase perkotaan. Depok : Penerbit Gunadarma

Nugroho RA. 2014. Kaji Ulang Perencanaan Drainase Jalan Hayam Wuruk Kabupaten

Jember. Jember : Universitas Jember.

Pd. T-02-2006-B. Perencanaan Sistem Drainase Jalan. Jakarta : Departemen Pekerjaan

Umum.

Priambodo S. 2004. Karakteristika Hujan di Beberapa Stasiun Hujan di Wilayah DKI Jakarta.

Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Ramadhan Syahriadi. 2016. Perencanaan Drainase Pada Perumahan Taman Duta Kota

Depok. Depok : Universitas Gunadarma.

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta : ANDI.

SNI 03-2415-1991. Metode Perhitungan Debit Banjir. Jakarta : Departemen Pekerjaan Umum.

SNI 03-3424-1994. Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan. Jakarta : Departemen

Pekerjaan Umum.

SNI 2415-2016. Tata Cara Perhitungan Debit Banjir Rencana. Jakarta : Badan Standardisasi

Nasional.

Page 151: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 338

PERENCANAAN PENAMPANG SUNGAI DENGAN MENGGUNAKAN

APLIKASI HEC-RAS

Ekky Nur Fajriyah1

Heri Suprapto2

1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

e-mail: [email protected],

[email protected]

Abstrak

Salah satu sungai yang mengalami banjir adalah Sungai Cigede Kulon yang mengalir di

daerah Bogor. Penyebab banjir dan genangan pada beberapa daerah yang dialiri oleh Sungai

Cigede Kulon adalah dimensi saluran yang tidak dapat menampung air ketika hujan terjadi.

Kawasan yang sering kali mengalami banjir adalah sukadamai yang berada di Kelurahan

Cibadak Kota Bogor. Banjir di daerah ini disebabkan oleh limpasan air sungai Cigede Kulon,

sungai tersebut tidak dapat menampung dan mengalirkan air dengan baik ke saluran

selanjutnya. Berdasarkan hasil analisis yang telah di lakukan diketahui debit banjir rencana

periode 10 tahun pada Sungai Cigede Kulon dengan luas DAS 131,9 hektar adalah 21,252

m3/s. Saluran Sungai Cigede Kulon yang meluap, berada di Sukadamai dengan kapasitas

berkisar dari 2,489 m3/s , 3,350 m

3/s, 3,099 m

3/s, 7,095 m

3/s, 1,195 m

3/s, 2,521 m

3/s, 2,806

m3/s, 3,407m

3/s, dan 3,836m

3/s. Setelah di analisis dan di lakukan perencanakan dimensi

penampang dengan menggunakan program HEC-RAS, dapat dihasilkan analisa dimensi yang

sesuai untuk menampung debit air yang ada, serta resiko banjir pun dapat dikurangi. Total

rencana anggaran biaya yang di perlukan untuk perencanaan ulang saluran sungai Cigede

Kulon sepanjang 1772 m adalah sebesar Rp. 6.001.620.241,98,-

Kata kunci: Debit Banjir, Kapasitas, Sungai Cigede Kulon, Rencana Anggaran biaya

PENDAHULUAN

Salah satu sungai yang mengalami banjir adalah Sungai Cigede Kulon yang mengalir di daerah

Bogor. Penyebab banjir dan genangan pada beberapa daerah yang dialiri oleh Sungai Cigede

Kulon adalah dimensi saluran yang tidak dapat menampung air ketika hujan terjadi. Kawasan

yang sering kali mengalami banjir adalah sukadamai yang berada di Kelurahan Cibadak Kota

Bogor. Banjir di daerah ini disebabkan oleh limpasan air sungai Cigede Kulon, sungai tersebut

tidak dapat menampung dan mengalirkan air dengan baik ke saluran selanjutnya.

LITERATURE REVIEW Banjir adalah peristiwa meluapnya air sungai yang disebabkan dimensi saluran sungai yang

tidak dapat lagi menampung air dari curah hujan atau genangan air yang terjadi pada daerah

yang rendah dan tidak bisa terdrainasikan. Banjir biasanya terjadi karena faktor hujan dengan

intensitas tinggi yang jatuh pada daerah yang memiliki saluran air yang kurang baik seperti

volumenya yang tidak mampu menampung air saat hujan datang untuk mendapatkan ukuran

dimensi penampang yang sesuai di perlukan analisis penampang saluran.

METODE PENELITIAN Dalam suatu perencanaan pada penelitian diperlukan metodologi yang tepat agar hasil

yang didapatkan sesuai dengan tujuan perencanaan. Pada bab ini, tahapan yang diperlukan

dalam penelitian sungai secara garis besar akan dinyatakan dengan bentuk flowchart diagram

alur.

Page 152: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 339

Gambar 1. Diagram Alir Penulisan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perencanaan Saluran Sungai Cigede Kulon memiliki aliran yang berada di wilayah sukadamai,

Kelurahan Cibadak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. sedangkan akhir pengamatan

berada di Jalan Kencana. Kota Bogor. Saluran sungai Taman Sari Persada yang diamati,

mengalir sepanjang 3,86 km. Sungai ini memiliki hulu di sukadamai, Kelurahan Cibadak,

Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. sedangkan akhir pengamatan berada di Jalan Kencana.

Kota Bogor. Data curah hujan yang digunakan berasal dari tiga stasiun hujan yang berada di

sekitar DAS Cigede Kulon diantaranya, Stasiun hujan Dramaga, Stasiun hujan Kracak dan

Stasiun hujan Cibinong pada tahun 2008 sampai 2017.

Analisis Hidrologi

Analisis Hujan Rata-Rata

Analisis data curah hujan rata-rata pada tiga stasiun hujan yaitu Stasiun Cibinong, Stasiun

Dramaga dan Stasiun Kracak menggunakan metode rata-rata aljabar. Berikut ini adalah hasil

perhitungan rata-rata curah hujan maksimum dengan menggunakan metode aljabar :

Tabel 1. Rata - Rata Curah Hujan Maksimum Dengan Metode Aljabar

Tahun Curah Hujan (mm)

Maks Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

2008 83,0 64,8 75,2 63,8 44,5 34,8 45,4 56,9 64,7 82,2 115,8 41,7 115,8

2009 79,3 60,5 60,8 59,1 81,7 81,8 37,2 18,6 30,8 57,7 60,7 38,7 81,8

2010 52,2 66,4 62,9 13,9 154,1 82,4 59,7 81,3 98,2 67,1 138,9 28,5 154,1

2011 54,3 27,0 27,0 45,8 77,9 55,2 63,2 42,4 38,3 41,2 63,8 44,9 77,9

2012 43,5 78,1 41,8 67,2 66,4 27,6 45,4 80,4 36,2 57,8 64,7 71,9 80,4

2013 64,8 70,8 76,5 43,9 58,5 32,7 73,9 55,7 41,9 67,4 46,7 65,8 76,5

2014 103,1 92,2 59,5 106,4 66,0 36,4 55,4 92,5 27,2 80,6 77,4 85,8 106,4

Page 153: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 340

2015 62,9 39,2 69,0 58,7 62,1 46,2 7,9 35,5 18,0 21,2 24,2 27,2 69,0

2016 74,6 82,0 76,9 61,4 97,4 96,6 112,1 77,9 116,4 152,3 74,3 29,3 152,3

2017 63,5 72,3 73,8 83,0 56,8 51,7 31,8 91,6 70,8 73,6 61,2 57,2 91,6

Analisis Frekuensi dan Probabilitas

Analisis frekuensi dan probabilitas menggunakan data curah hujan maksimum tahunan.

Dari hasil perhitungan yang dilakukan, didapatkan hasil curah hujansebagai berikut :

Tabel 5.2 Curah Hujan Maksimum Tahunan

Nomor Tahun Maks

(mm)

1 2010 154,1

2 2016 152,3

3 2008 115,8

4 2014 106,4

5 2017 91,6

6 2009 81,8

7 2012 80,4

8 2011 77,9

9 2013 76,5

10 2015 69,0

Parameter yang diperlukan untuk analisis frekuensi dan probabilitas adalah nilai rata-rata ( X ),

standar deviasi (S), factor frekuensi (KT), dan koefisien kemencengan (Cs). Metode distribusi

frekuensi yang digunakan yaitu metode distribusi log pearson III. Berikut ini adalah hasil

perhitungan nilai curah hujan rencana menggunakan metode distribusi log Pearson III :

Tabel 3. Curah Hujan Rencana Metode Distribusi Log Pearson III

No Periode Ulang X S K Log XT XT

1 2 1,997 0,122074521 -0,83 1,996 99,256

2 5 1,997 0,122074521 0,808 2,095 124,565

3 10 1,997 0,122074521 1,323 2,158 143,967

4 25 1,997 0,122074521 1,910 2,230 169,794

5 50 1,997 0,122074521 2,311 2,279 190,052

6 100 1,997 0,122074521 2,686 2,325 211,179

Pengukuran Dispersi

Analisis pengukuran dispersi membutuhkan beberapa parameter statistik diantaranya, nilai

rata-rata (𝑋), standar deviasi (S), faktor frekuensi (KT), dan koefisien kemencengan (Cs

Uji Kecocokan Distribusi Frekuensi

Uji kecocokan dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data memenuhi syarat untuk

perencanaan. Uji yang dilakukan meliputi pengujian dengan metode Chi-Kuadrat dan Smirnov-

Kolmogorov.

Uji Smirnov-Kolmogorov

Uji Smirnov-Kolmogorov dilakukan pada data distribusi Log Pearson III. Berikut ini hasil

perhitungan uji Smirnov-Kolmogorov pada metode distribusi Log Pearson III :

Page 154: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 341

Tabel 4. Perhitungan Uji Smirnov-Kolmogorov pada

Metode Distribusi Log Pearson III

No Xi P(X) f(t) A. Kurva P'(X) ΔP

a b c d e f g

1 2,05 0,091 0,87 0,8907 0,1093 -0,018

2 2,03 0,182 0,56 0,8238 0,1762 0,006

3 2,00 0,273 0,03 0,6554 0,3446 -0,072

4 2,00 0,364 -0,01 0,6406 0,3594 0,004

5 1,99 0,455 -0,14 0,5871 0,4129 0,042

6 1,99 0,545 -0,16 0,5793 0,4207 0,125

7 1,98 0,636 -0,27 0,5398 0,4602 0,176

8 1,96 0,727 -0,66 0,3821 0,6179 0,109

9 1,93 0,818 -1,19 0,2061 0,7939 0,024

10 1,84 0,909 -2,68 0,0102 0,9898 -0,081

ΔP max 0,176

Nilai uji Smirnov-Kolmogorov terdapat pada data ke-7 yaitu 0,176. Berdasarkan ketentuan

yang berlaku yaitu Dmaks<Dmaks(20%) maka diketahui nilai n=10 dan α = 20% adalah 0,32. Dari

hasil perhitungan nilai distribusi Log Pearson III dapat diterima.

Uji Chi-Kuadrat

Uji Chi-Kuadrat menggunakan parameter X2. Berikut ini adalah hasil perhitungan dari

pengujian Chi-Kuadrat pada metode distribusi Log Pearson III :

Tabel 5. Perhitungan Uji Chi Kuadrat pada Metode Distribusi Log Pearson III

Kelas Nilai Batas Ei Oi (Ei-Oi)2 (Ei-Oi)

2/Ei

Kelas 1 1,7950 < X < 1,8823 2 1 1

Kelas 2 1,8823 < X < 1,9696 2 4 4

Kelas 3 1,9696 < X < 2,0569 2 2 0

Kelas 4 2,0569 < X < 2,1442 2 1 1

Kelas 5 2,1442 < X < 2,2314 2 2 0

Jumlah 10 10 6 3

Hasil pengujian kecocokan distribusi frekuensi pada data distribusi Log Pearson III

menunjukan hasil, data diterima oleh metode Chi kuadrat. Berikut ini adalah hasil

rekapitulasinya : Tabel 6. Rekapitulasi Pengujian Distribusi

Distribusi probabilitas X2 Hitung X

2 cr Keterangan

Log Pearson III 3,00 5,991 Diterima

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, diketahui bahwa hasil distribusi Log

Pearson III dengan pengujian Chi Kuadrat dan Smirnov-Kolmogorov dapat diterima.

Koefisien Pengaliran (C)

Koefisien pengaliran merupakan variabel yang didapatkan dari hasil analisa kondisi daerah

pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Penentuan area-area yang

digunakan untuk koefisien pengaliran menggunakan aplikasi “Google Earth Pro”. Penentuan

Segmen pada DAS Sungai Cigede Kulon berdasarkan kelurahan serta karakteristik saluran.

Pembagian segmen bertujuan agar mengetahui debit di masing-masing wilayah segmen.

Page 155: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 342

Penentuan koefisien pada setiap area berdasarkan hasil perhitungan didapatkan hasil sebagai

berikut : Tabel 7. Rekapitulasi Penggunaan Lahan

Segmen Area Luas Koefisien C

1

Pemukiman 51,64 38,73

RTH 13,96 4,188

Bisnis 4,6 4,14

Total 70,2 47,058 1,264

2

Pemukiman 53,32 39,99

RTH 5,53 1,659

Jalan 2,85 2,7075

Total 61,7 44,3565

Intensitas Hujan Rencana

Intensitas hujan rencana dihitung berdasarkan data curah hujan harian. Perhitungan yang

dilakukan menggunakan persamaan Mononobe. Berikut ini adalah hasil perhitungan intensitas

curah hujan rencana : Tabel 8. Intensitas Hujan Rencana dengan Rumus Mononobe

Pada Berbagai Macam Lama Hujan

Lama

hujan,

T (Jam)

Periode Ulang

2 5 10 25 50 100

93,17342 124,5647 143,9671 169,7935 190,0523 211,1791

1 32,30 43,18 49,91 58,864 65,89 73,21

2 20,35 27,20 31,44 37,08 41,51 46,12

3 15,53 20,76 23,99 28,30 31,68 35,20

4 12,82 17,14 19,81 23,36 26,15 29,05

5 11,05 14,77 17,07 20,13 22,53 25,04

6 9,78 13,08 15,12 17,83 19,95 22,17

7 8,83 11,80 13,64 16,09 18,01 20,01

8 8,08 10,80 12,48 14,72 16,47 18,30

9 7,47 9,98 11,54 13,60 15,23 16,92

10 6,96 9,30 10,75 12,68 14,20 15,77

Waktu konsentrasi yang terjadi dianggap sebagai lamanya hujan yang dapat menyebabkan

debit banjir. Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus Kirpich didapatkan

hasil sebagai berikut :

jamtc 14,100932,01000

)86,387,0(385,0

2

Dengan hasil tc yang didapatkan yaitu 1,14 jam maka didapatkan periode ulang sebagai

berikut: Tabel 9. Intensitas Hujan Rencana dengan Rumus Mononobe

Lama

hujan,

T

(Jam)

Periode Ulang

2 5 10 25 50 100

93,17342 124,5647 143,9671 169,7935 190,0523 211,1791

1,14 29,68 39,69 45,87 54,09 60,55 67,28

Debit Banjir Rencana Perhitungan debit banjir rencana menggunakan metode rasional. Metode ini dapat

menggambarkan hubungan antara debit limpasan dengan besar curah hujan yang berlaku untuk

Page 156: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 343

luas DAS di bawah sampai 5000 hektar atau 50 Km2 (SNI 2415, 2016). Luas DAS Sungai

Taman Sari Persada yang di amati sebesar 156,7 hektar. Penentuan kala ulang berdasarkan

peraturan kala ulang berdasarkan tipologi kota. Luas daerah tangkapan air (DTA)/DAS yang

ada di sesuaikan dengan tipologi kota. Kota Bogor termasuk dalam kota metropolitan karena

memiliki jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 juta penduduk. Sehingga didapatkan hasil kala

ulang yang dipilih adalah 10 tahun. Hasil perhitungan debit banjir rencana sebagai berikut :

Tabel 10. Perhitungan Debit Banjir Rencana

Periode

Ulang

Koef

Pengaliran (C)

Intensitas

Hujan (I)

Luas

Lahan (A)

Debit

Banjir (Q)

Tahun (mm/jam) (Hektar) (m3/s)

10 1,264 45,866 131,9 21,252

Total dari hasil perhitungan debit banjir rencana (Q) pada periode ulang 10 tahun pada saluran

penampang sungai Cigede Kulon adalah 21,252 m3/s.

Analisis Hidrolika Analisis hidrolika bertujuan untuk mengetahui kapasitas dari saluran Sungai Cigede Kulon

dalam mengalirkan debit air. Hasil analisa akan menjelaskan dimensi sungai yang ada perlu di

perbaiki atau tidak. Analisis penampang dengan debit banjir rencana periode ulang 10 tahun.

Perhitungan hidrolika menggunakan cara manual dan menggunakan program HEC-RAS.

Analisis Penampang Eksisting Dengan Metode Passing Capasity

Menghitung debit kapasitas penampang eksisiting dilakukan dengan metode manual. Adapun

hasil perhitungan debit kapasitas penampang adalah sebagai berikut :

Tabel 11. Perhitungan Debit Kapasitas

No.

Saluran

Luas

Basah

(As)

Jari -

Jari (R)

Kemiringan

(S) Koef.Manning (n)

Kecepatan

(V) Debit (Qs)

A1 1,620 0,449 0,012 0,041804 1,536 2,49

A2 2,100 0,488 0,012 0,042581 1,595 3,35

A3 1,815 0,491 0,012 0,039902 1,708 3,10

A4 3,375 0,674 0,012 0,040059 2,102 7,10

A5 1,210 0,374 0,012 0,057549 0,988 1,20

A6 1,980 0,503 0,012 0,054438 1,273 2,52

A7 2,240 0,513 0,012 0,056066 1,253 2,81

A8 2,470 0,553 0,012 0,053499 1,379 3,41

A9 2,580 0,582 0,012 0,051352 1,487 3,84

A10 8,125 1,014 0,005 0,016652 4,208 34,19

A11 11,375 1,138 0,005 0,015961 4,741 53,93

A12 8,125 0,969 0,005 0,0165 4,122 33,49

A13 10,875 1,208 0,005 0,017289 4,556 49,54

A14 13,640 1,337 0,005 0,016816 5,013 68,37

A15 14,880 1,391 0,005 0,016905 5,118 76,16

Selanjutnya adalah perbandingan debit kapasitas (Qs) terhadap debit banjir rencana kala ulang

10 tahun sebagai berikut:

Page 157: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 344

Tabel 12. Perbandingan Debit Kapasitas dengan Debit Banjir Rencana

No.

Saluran

Debit

(Qs)

Qt

10 Th Keterangan

A1 2,489 21,25 Melimpas

A2 3,350 21,25 Melimpas

A3 3,099 21,25 Melimpas

A4 7,095 21,25 Melimpas

A5 1,195 21,25 Melimpas

A6 2,521 21,25 Melimpas

A7 2,806 21,25 Melimpas

A8 3,407 21,25 Melimpas

A9 3,836 21,25 Melimpas

A10 34,193 21,25 Tidak Melimpas

A11 53,932 21,25 Tidak Melimpas

A12 33,488 21,25 Tidak Melimpas

A13 49,541 21,25 Tidak Melimpas

A14 68,375 21,25 Tidak Melimpas

A15 76,161 21,25 Tidak Melimpas

Hasil perhitungan menunjukan dari perbandingan debit kapasitas dengan debit banjir rencana

terdapat sembilan lokasi yang mengalami limpasan.

Analisis Penampang Eksisting Dengan Program HEC-RAS

Analisa penampang eksisting dengan menggunakan program HEC–RAS dilakukan sebagai

pendukung hasil analisa penampang eksisting dengan cara manual dan membuat limpasan yang

terjadi pada saluran dapat ditampilkan secara visual. Berikut ini hasil visualisasi geometri pada

program HEC–RAS pada beberapa lokasi.

Gambar 4 Penampang Saluran Eksisting A1 (Sumber : Hasil Analisis, 2018)

Gambar 5.16 Penampang Memanjang Saluran Eksisting Sungai (Sumber : Hasil Analisis, 2018)

Page 158: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 345

Tabel 13. Hasil Analisa Penampang Eksisting

No. Saluran Manual HEC-RAS

A1 Melimpas Melimpas

A2 Melimpas Melimpas

A3 Melimpas Melimpas

A4 Melimpas Melimpas

A5 Melimpas Melimpas

A6 Melimpas Melimpas

A7 Melimpas Melimpas

A8 Melimpas Melimpas

A9 Melimpas Melimpas

A10 Tidak Melimpas Tidak Melimpas

A11 Tidak Melimpas Tidak Melimpas

A12 Tidak Melimpas Tidak Melimpas

A13 Tidak Melimpas Tidak Melimpas

A14 Tidak Melimpas Tidak Melimpas

A15 Tidak Melimpas Tidak Melimpas

Perencanaan Perbaikan Penampang Sungai

Solusi untuk limpasan yang terjadi adalah memperbaiki penampang sungai yang ada

(eksisting). Sehingga penampang sungai mampu menampung debit banjir yang direncanakan.

Perencanaan penampang sungai dapat dilakukan dengan metode trial and error yang kemudian

dibandingkan dengan debit banjir rencana. Berikut ini adalah hasil analisa dimensi yang

direncanakan : Tabel 14. Hasil Analisa Penampang Rencana

Tabel diatas menjelaskan Qs baru mampu menampung debit yang ada. Sehingga limpasan

tidak terjadi lagi pada semua lokasi. Berikut ini gambar saluran sungai sebelum perencanaan

dan sesudah perencanaan :

STA Lebar

(B)

Dasar

Tinggi

(H)

Koef.

Manning

(n)

Kemiringan

(S)

Keliling

Basah

(P)

Jari-Jadi

Hidrolik

(R)

Kecepatan

(V)

Debit

(Q)

A1 3 2,5 2,5 0,013 0,0012 8 0,857 7,604 57,027

A2 3 2,5 2,5 0,013 0,0012 8 0,857 7,604 57,027

A3 3 2,5 2,5 0,013 0,0012 8 0,857 7,604 57,027

A4 3,5 3 2,5 0,013 0,0012 8,5 0,933 8,048 70,417

A5 3,5 3 2,5 0,013 0,0012 8,5 0,933 8,048 70,417

A6 3,5 3 2,5 0,013 0,0012 8,5 0,933 8,048 70,417

A7 3 2,5 2,5 0,013 0,0012 8 0,857 7,604 57,027

A8 3 2,5 2,5 0,013 0,0012 8 0,857 7,604 57,027

A9 3 2,5 2,5 0,013 0,0012 8 0,857 7,604 57,027

A10 3,5 2,70 3 0,013 0,005 8,9 0,967 8,239 77,855

A11 3,5 3,70 5 0,013 0,005 10,9 1,100 5,692 73,710

A12 3,5 3,00 3 0,013 0,005 9,5 1,012 5,385 56,542

A13 4,7 3,70 3 0,013 0,005 12,1 1,310 6,396 111,222

A14 4,8 4,20 3,5 0,013 0,005 13,2 1,400 6,686 134,780

A15 5 4,00 3,5 0,013 0,005 13 1,404 6,697 133,933

Page 159: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 346

Gambar 5. Penampang Saluran Eksisting A1 Rencana Dengan HEC-RAS

(Sumber : Hasil Analisis, 2018)

Gambar 6. Penampang Memanjang Saluran Eksisting Sungai

(Sumber : Hasil Analisis, 2018)

PENUTUP

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan pembahasan pada tugas akhir ini adalah sebagai

berikut :

1. Intensitas curah hujan pada DAS Cigede Kulon pada kala ulang 10 tahun pada segmen

satu adalah 8,446 mm/jam dengan tc 0,65 jam, pada segmen dua 7,76312 mm/jam dengan

tc 0,75 jam.

2. Debit banjir rencana periode 10 tahun pada Sungai Cigede Kulon dengan luas DAS 131,9

hektar adalah 16,2093 m3/s.

3. Hasil analisis menggunakan program HEC-RAS menunjukkan 9 yaitu pada lokasi A1 – A9

lokasi profil muka air pada saluran eksisting mengalami limpasan. Setelah dilakukan

perencanaan ulang (redesign) menunjukkan profil muka air tidak mengalami limpasan.

4. Hasil perhitungan rencana total anggaran biaya yang dipergunakan untuk pembuatan

penampan Sungai Cigede Kulon adalah Rp. 6.001.620.241,98,-

Saran

Adapun beberapa saran yang diperlukan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut :

1. Lengkapi berbagai macam sumber informasi dan data, baik dari jurnal, buku maupun

standar yang ada. Sehingga dalam proses perencanaan dan analisis memiliki pedoman dan

sumber yang pasti.

2. Pada dasarnya saluran sungai pasti membutuhkan perawatan berkala supaya kerusakan,

sedimentasi dan penyumbatan dapat diminimalisir . Pemeliharaan aliran sungai bukan

hanya dari segi teknis yang dilakukan pemerintah, namun masyarakat di sekitar sungai

juga perlu memahami dan turut menjaga kelestarian sungai.

Page 160: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ekky Nur Fajriyah dan Heri Suprapto, Perencanaan Penampang Sungai... 347

DAFTAR PUSTAKA

Istiarto. 2011. Modul Pelatihan Simulasi Aliran 1-Dimensi Dengan Bantuan Paket Program

Hidrodinamika HEC-RAS. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012, Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai, Jakarta.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014, Tata Cara Perencanaan Sistem

Drainase Perkotaan. Jakarta.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor

28/PRT/M/2015, Penetapan Garis Sempadan Sungai Dan Garis Sempadan Danau,

Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991, ”Sungai”, Jakarta.

Standar Nasional Indonesia, 2016, Tata cara perhitungan debit banjir rencana SNI

2415:2016, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta

Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Andi Offset: Yogyakarta

Suripin. 2004. Sistem Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi Offset: Yogyakarta

Page 161: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

348 Raga Siwi Ardhani dan Ellysa, Analisis Fondasi Raft-Pile...

ANALISIS FONDASI RAFT-PILE PADA GEDUNG 12 LANTAI

PADA TANAH LEMPUNG DI DAERAH BOGOR

1Raga Siwi Ardhani

2Ellysa

2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat,

e-mail: [email protected], [email protected]

Abstrak

Perencanaan fondasi dengan raft-pile system dilakukan untuk mengantisipasi beban struktur atas dan

kondisi tanah dasar. Tanah harus mampu mendukung dan menopang beban dari konstruksi yang

ditempatkan diatasnya tanpa mengalami keruntuhan geser dan penurunan yang berlebihan.

Keruntuhan geser tanah terjadi jika daya dukung tanah terlewati. Penurunan yang berlebihan akan

menyebabkan kerusakan struktural pada kerangka bangunan akibat penurunan fondasi. Tujuan dari

penulisan ini adalah untuk merencanakan fondasi raft-pile pada gedung 12 lantai di Bogor. Diperoleh

data karakteristik tanah menunjukan jenis tanah yang dominan adalah tanah lempung dan permukaan

air tanah berada antara -4,00 m dan -5,00 m dibawah permukaan tanah. Perhitungan daya dukung

fondasi raft menggunakan metode Skempton, Perhitungan penurunan fondasi raft dan raft pile system

menggunakan metode H.G Poulos dan E.H Davis (1980). Perhitungan daya dukung aksial ujung tiang

menggunakan metode Mayerhof, Perhitungan daya dukung selimut tiang menggunakan metode

Kulhawy. Perhitungan daya dukung lateral menggunakan metode Broms. Berdasarkan hasil

perencanaan dan perhitungan ketebalan fondasi raft 2 m. Jumlah tiang yang digunakan 140 tiang

dengan diameter 0,6 m dan panjang tiang 11 m. Daya dukung izin fondasi raft-pile sebesar 105,369

Ton/m2. Penurunan total fondasi raft-pile 0,0492 m. Tulangan yang digunakan pada fondasi raft

adalah D32-100 untuk tulangan bawah arah X dan Y sedangkan D19-200 untuk tulangan atas arah X

dan Y. Tulangan fondasi tiang untuk tulangan longitudinal digunakan 10D19 dan untuk tulangan geser

50D10. Biaya yang dibutuhkan untuk fondasi sistem raft-pile sebesar Rp. 10.798.169.198,-.

Kata kunci: Fondasi Rakit, Sistem Tiang Rakit, Penurunan, Daya Dukung, Tulangan Fondasi

PENDAHULUAN

Perencanaan fondasi pada gedung disesuaikan dengan kondisi tanah dasar dan beban dari

struktur atas. Dari hasil penyelidikan tanah pada area pembangunan gedung jenis tanah yang

dominan adalah tanah lempung dan permukaan air tanah berada antara -4,00 m dan -5,00 m

dibawah permukaan tanah yang direncanakan menggunakan penggabungan antara fondasi rakit

(raft foundation) dan fondasi tiang (pile foundation). Fondasi rakit adalah suatu kombinasi

telapak yang menutupi seluruh area bawah suatu struktur dan mendukung semua dinding dan

kolom yang terdapat diatasnya. Fondasi rakit umumnya bersentuhan langsung dengan tanah

atau batuan tetapi dapat juga didukung oleh tiang-tiang sebagai pengurang dari suatu

penurunan yang sering terjadi pada fondasi rakit. Penambahan tiang-tiang pada fondasi rakit ini

disebut raft-pile system.

Perencanaan fondasi dengan raft-pile system dilakukan untuk mengantisipasi beban struktur

atas dan kondisi tanah dasar. Tanah harus mampu mendukung dan menopang beban dari

konstruksi yang ditempatkan diatasnya tanpa mengalami keruntuhan geser dan penurunan yang

berlebihan. Keruntuhan geser tanah terjadi jika daya dukung tanah terlewati. Penurunan yang

berlebihan akan menyebabkan kerusakan struktural pada kerangka bangunan akibat penurunan

pada fondasi. Tujuan dari penelitian ini merencanakan fondasi raft-pile pada gedung 12 lantai

di Bogor.

Page 162: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Raga Siwi Ardhani dan Ellysa, Analisis Fondasi Raft-Pile... 349

LITERATURE REVIEW

Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Bianca Natasya (2011) dan Nova Dwi Gandini

(2013). Penelitian tersebut mendukung penelitian tentang “Analisis Fondasi Raft-Pile pada

Bangunan Gedung 12 Lantai Pada Tanah Lempung di Daerah Bogor”. Perhitungan daya

dukung ultimate fondasi raft menggunakan metode Skempton (1951) untuk fondasi

memanjang:

qu = γDNC fcu × luasan fondasi

Daya dukung izin fondasi raft diperoleh dengan membagi daya dukung ultimate fondasi raft

dengan faktor keamanan, Faktor keamanan yang digunakan pada fondasi untuk bangunan

permanen dengan kontrol normal adalah 2,5 (Reese R O’Neill, 1939). Perhitungan penurunan

fondasi raft menggunakan metode H.G Poulos dan E.H Davis (1980) untuk total settlement

dari fondasi raft adalah sebagai berikut:

PTF

Es

μ1

B

P0,947

2

Perhitungan daya dukung aksial ujung tiang (Qp) pada tanah lempung menggunakan metode

Mayerhof sebagai berikut:

Qp = Ap × Cu × Nc

Perhitungan daya dukung selimut tiang (Qs) pada tanah kohesif menggunakan metode

Kulhawy sebagai berikut:

Qs = Σ(As × fs)

Daya dukung ultimite netto tiang tunggal (Qu) diperoleh jumlah dari daya dukung ujung tiang

fondasi (Qp) dan daya dukung selimut tiang (Qs) sebagai berikut:

Qu = Qp + Qs

Daya dukung izin fondasi tiang tunggal (Qa) diperoleh dengan membagi daya dukung ultimit

tiang (Qu) dengan faktor keamanan. Faktor keamanan untuk fondasi tiang bor adalah 2,5 – 3

(Hary Christady, 2011).

Perhitungan daya dukung lateral untuk tiang tunggal dimulai dengan menentukan faktor

kekakuan tiang (T) sebagai berikut:

T 5

ηh

IpEp

Perhitungan daya dukung lateral tiang tunggal dengan metode Broms (1964) untuk tiang

panjang dengan kepala tiang (fixed head) pada tanah lempung sebagai berikut:

3DCu

My

2

DCu

Hu

Perhitungan daya dukung lateral raft-pile adalah sebagai berikut:

V 2

nVVg

n

Vg2

Perhitungan defleksi lateral menggunakan Metode Broms, dimana tiang merupakan tiang

panjang dengan ujung terjepit sebagai berikut:

β = 4IpEp4

dkh

yo =Ldkh

H

Penurunan yang terjadi pada fondasii raft-pile yaitu penurunan segera dan penurunan

konsolidasi. Metode yang digunakan untuk menghitung penurunan fondasi raft-pile adalah

Page 163: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

350 Raga Siwi Ardhani dan Ellysa, Analisis Fondasi Raft-Pile...

metode konvensional Poulos-Davis-Randolph. Metode ini memberikan nilai penurunan

menurut jumlah tiang yang diasumsikan untuk mendukung fondasi raft. Berdasarkan dimensi

fondasi raft panjang (P) = 50,4 m dan lebar (B) = 23,4 m. Tiang yang telah ditentukan D = 0,6

m, dan L = 11 m, daya dukung ijin dipakai DB-II, dengan syarat maksimum yang diijinkan

menurut Bowles adalah 0,051 m.

Untuk menghitung immediate settlement digunakan rumus sebagai berikut:

Si = EuB

)vs(1PA)(PW 0,947+S1i×R×PA

2

G0,5

Untuk menghitung consolidation settlement digunakan rumus sebagai berikut:

SCF = PW×(RGV×S1CF-RG0,5×Sli)

Perhitungan penulangan fondasi mengacu pada SNI 03- 2847-2013 tentang Tata Cara

Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung.

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini menggunakan metode perencanaan fondasi dengan cara manual.

Perencanaan dan analisis ini akan menguraikan perhitungan dan analisis dalam perencanaan

desain fondasi sistem raft-pile.

Gambar 1. Diagram Alir Perencanaan Fondasi Raft-Pile

Menentukan Dimensi Tiang dan Jumlah Tiang

Perhitungan Daya Dukung Aksial Tiang Tunggal

Perhitungan Penurunan Fondasi Raft-Pile

Perhitungan Defleksi Lateral Tiang

Cek Penurunan

Fondasi Raft-Pile

Cek Persyaratan

Tulangan

Selesai

2

Perhitungan Penulangan

Perhitungan RAB Material Fondasi

Output:

Gambar Fondasi Raft-Pile

N

N

Y

1

Y

Perhitungan Daya Dukung Aksial Raft-Pile

Perhitungan Daya Dukung Lateral Tiang Tunggal

Perhitungan Daya Dukung Lateral Raft-Pile

Mulai

Input Data Perencanaan:

1. Data Penyelidikan Tanah

2. Data Pembebanan Struktur

Menentukan Tebal Fondasi Raft

Perhitungan Daya Dukung Fondasi

Raft

Perhitungan Daya Dukung Ijin (Qs)

Perhitungan Penurunan Fondasi Raft

Cek Persyaratan

Qs>Pu

Cek Penurunan

Fondasi Raft

Evaluasi Kinerja Struktur:

1. Tambah Tebal Fondasi

Raft 2

Y

N

Y

1

2. Tambah Tiang (Raft-Pile

System)

N

Page 164: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Raga Siwi Ardhani dan Ellysa, Analisis Fondasi Raft-Pile... 351

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Beban Struktur

Perhitungan desain fondasi raft-pile memerlukan data beban aksial atau vertical dari setiap

kolom yang akan dihitung dari bangunan gedung 12 lantai.

Data Karakteristik Tanah

Data tanah terdiri dari data hasil penyelidikan di lapangan (field investigation) dan data hasil

tes laboratorium (laboratory test) berupa index properties dan engineering properties.

1. Perencanaan Fondasi Raft

Tahap perencanaan fondasi dimulai dengan menentukan dimensi fondasi yang akan

digunakan. Untuk tebal fondasi raft direncanakan dengan ketebalan 2 meter.

Perhitungan Daya Dukung Fondasi Raft

Hasil perhitungan didapat daya dukung ultimate pada fondasi raft adalah sebagai berikut:

qu = 1100,745 Ton

Qijin = 440,298 Ton

Cek hasil Qijin > Pu

440,298 Ton < 780,049 Ton Tidak Oke

Perhitungan Penurunan Fondasi Raft

Hasil perhitungan total settlement dari fondasi raft dan penurunan yang diijinkan untuk

fondasi raft adalah 2 inci atau 0,051 m menurut (Bowles, 1988) sebagai berikut:

0,192 m > 0,051 m Tidak Oke

2. Perencanaan Fondasi Raft-Pile

Jenis tiang yang digunakan adalah tiang bor karena gedung yang dibangun lebih dari 10

lantai. Dimensi tiang yang digunakan adalah tiang dengan diameter 0,6 m dengan

panjang tiang 11 m.

Perhitungan Daya Dukung Aksial Ujung Tiang (Qp)

Qp = 0,283 m2 × 20 Ton/m

2 × 9,000 = 50,894 Ton

Perhitungan Daya Dukung Selimut Tiang (Qs)

Qs total = 212,529 Ton

Perhitungan Daya Dukung Ultimite Total Tiang (Qu)

Qu = 50,894 + 212,529 = 263,423 Ton

Perhitungan Daya Dukung Izin Fondasi Tiang Tunggal (Qa)

Qa = 105,369 Ton

Perhitungan Daya Dukung Aksial Raft-Pile

Untuk perhitungan daya dukung raft-pile menggunakan perhitungan sederhana. Dari cek

persyaratan daya dukung raft yang tidak memenuhi syarat, daya dukung fondasi raft

harus lebih besar dari beban aksial per kolom, maka ditambahkan jumlah tiang sampai

daya dukung fondasi raft memenuhi syarat.

Qijin tiang = 105,369 Ton × 4 = 861,774

Qijin tiang > Pu

861,774 > 780,049 Ton Oke

Page 165: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

352 Raga Siwi Ardhani dan Ellysa, Analisis Fondasi Raft-Pile...

Perhitungan Daya Dukung Lateral Tiang Tunggal

Menentukan faktor kekakuan tiang dengan D=0,6 m dan L=11 m didapat kekakuan tiang

(T) sebesar 1,251 dimana L ≥ 4T, maka termasuk jenis tiang panjang. Hasil perhitungan

daya dukung lateral tiang tunggal dengan metode Broms (1964) untuk tiang panjang

dengan kepala tiang (fixed head) pada tanah lempung sebagai berikut:

Hu = 38 × Cu × D2 = 273,600 Ton

Perhitungan Daya Dukung Lateral Raft-Pile

Vg > Hbeban

1231,2 Ton > 2,324 Ton Oke

3. Perhitungan Penurunan Fondasi Raft-Pile

Berdasarkan dimensi fondasi raft panjang (P) = 50,4 m dan lebar (B) = 23,4 m. Tiang

yang telah ditentukan D = 0,6 m, dan L = 11 m, daya dukung ijin dipakai DB-II, dengan

syarat maksimum yang diijinkan menurut Bowles adalah 0,051 m.

Perhitungan Penurunan Segera (Immediate Sattlement) Hasil perhitungan penurunan segera dilakukan dengan mengagap tiang sebagai kondisi

tak

teralirkan (undrained) dengan nilai poison rasio 0,5 adalah sebagai berikut:

Si = 930,00023,400

)0,5(122486,569) (18128,9130,947+0,000014×0,230×22486,569

2

= 0,1725 m

Perhitungan Penurunan Konsolidasi (Consolidation Settlement)

Hasil perhitungan penurunan konsolidasi, menggunakan nilai poisson ratio 0,4 adalah

sebagai berikut:

SCF = 18128,913 × (0,104× 0,00014 – 0,100 × 0,00014)

= 0,01022 m

Perhitungan Penurunan Total (Total Settlement)

Hasil perhitungan penurunan total fondasi raft-pile didapat dari hasil penjumlahan dari

penurunan segera dan konsolidasi sebagai berikut:

STF = Si + Scf

= 0,1725 + 0,01022 = 0,1827 m

Penurunan total untuk jumlah 72 tiang menurut penambahan tiang di dayang dukung

fondasi raft tersebut saat dilakukan perhitungan penurunan kelompok tidak memenuhi

syarat batas maksimum penurunan menurut bowles yaitu 0,051 m. maka tiang yang

memenuhi syarat penurunan berjumlah 140 tiang.

Tabel 1 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Penurunan Fondasi Raft-Pile

Ʃ

Tiang

PW

(Ton) RG0,5

Si

(m) G0,5

G0

R

R

G0,5

G0,4

R

R RG0,4

Scf

(m)

STF

(m) SIjin Ket

1 18128,913 0,230 0,5850 1,650 1,130 0,260 0,07604 0,6610 0,051 Tidak Oke

2 18128,913 0,230 0,5849 1,550 1,110 0,255 0,06436 0,6493 0,051 Tidak Oke

4 18128,913 0,230 0,5849 1,550 1,110 0,255 0,06436 0,6492 0,051 Tidak Oke

9 18128,913 0,220 0,5624 1,420 1,084 0,238 0,04705 0,6095 0,051 Tidak Oke

16 18128,913 0,210 0,5379 1,390 1,078 0,226 0,04171 0,5796 0,051 Tidak Oke

Page 166: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Raga Siwi Ardhani dan Ellysa, Analisis Fondasi Raft-Pile... 353

Perhitungan Defleksi Fondasi Raft-Pile

Berdasarkan hasil perhitungan untuk titik C3 diperoleh defleksi lateral 0,055 mm untuk

fondasi berbentuk lingkaran dengan diameter 0,6 m. Defleksi yang terjadi masih batas

aman, karena syarat defleksi pada gedung maksimal 6 mm (Mc Nulty).

4. Perhitungan Penulangan Fondasi Raft-Pile

Perhitungan penulangan dengan mutu beton f’c 29,05 Mpa, mutu baja fy 400 Mpa

dengan diameter tiang 600 mm pada fondasi tiang didapatkan tulangan longitudinal

sebesar 10D19 dan untuk tulangan geser yang digunakan tulangan spiral yaitu 50D10.

Tulangan pada fondasi raft adalah D32-100 untuk arah X dan Y, sedangkan tulangan

tekan atas yang digunakan adalah tulangan D19-200 untuk arah X dan arah Y.

5. Perhitungan Rencana Anggaran Biaya

Perhitungan RAB berdasarkan pada ketentuan SNI dan Harga Dasar Satuan Kota Bogor

yaitu mencakup biaya pekerjaan persiapan, pekerjaan bored pile, pekerjaan tanah, dan

pekerjaan struktur adalah Rp 10.798.169.198,00,-.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan perencanaan fondasi raft-pile, maka dapat disimpilkan sebagai

berikut:

a. Kedalaman total fondasi raft-pile 14,5 meter.

b. Daya dukung raft-pile ijin fondasi sebesar 105,369 Ton/m2

c. Dimensi tiang yang digunakan diameter 0,6 meter dengan panjang tiang 11 meter.

d. Jumlah tiang keseluruhan adalah 140 buah. Penurunan Total fondasi 0,0492 m.

e. Tulangan pada fondasi tiang yaitu tulangan longitudinal untuk tiang 0,6 m menggunakan

tulangan 10D19. Tulangan geser yang digunakan adalah tulangan spiral 50D10.

Tulangan yang digunakan pada fondasi raft adalah D32-100 untuk arah X dan Y,

sedangkan tulangan tekan atas yang digunakan adalah tulangan D19-200 untuk arah X

dan arah Y.

f. Rencana anggaran biaya fondasi raft-pile sebesar Rp. 10.798.169.198,00,-.

Saran

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka saran yang dapat diberikan adalah

sebagai berikut.

1. Untuk penelitian selanjutnya, perlu diperhatikan penggunaan metode yang dapat

disesuaikan dengan ketersediaan data.

2. Penggunaan daftar harga satuan bahan dan upah dipilih sesuai lokasi rencana atau daerah

sekitarnya dan terbaru.

25 18128,913 0,200 0,5102 1,300 1,060 0,212 0,03059 0,5408 0,051 Tidak Oke

36 18128,913 0,100 0,2432 1,200 1,040 0,104 0,01022 0,2534 0,051 Tidak Oke

49 18128,913 0,100 0,2177 1,200 1,040 0,104 0,01022 0,2279 0,051 Tidak Oke

64 18128,913 0,100 0,1882 1,200 1,040 0,104 0,01022 0,1984 0,051 Tidak Oke

72 18128,913 0,100 0,1725 1,200 1,040 0,104 0,01022 0,1827 0,051 Tidak Oke

81 18128,913 0,100 0,1548 1,200 1,040 0,104 0,01022 0,1650 0,051 Tidak Oke

100 18128,913 0,100 0,1175 1,200 1,040 0,104 0,01022 0,1277 0,051 Tidak Oke

121 18128,913 0,100 0,0763 1,200 1,040 0,104 0,01022 0,0865 0,051 Tidak Oke

140 18128,913 0,100 0,0389 1,200 1,040 0,104 0,01022 0,0492 0,051 Oke

Page 167: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

354 Raga Siwi Ardhani dan Ellysa, Analisis Fondasi Raft-Pile...

DAFTAR PUSTAKA

Gandini, Nova Dwi. 2013. Perencanaan Pondasi Rakit pada Bangunan Gedung Perkantoran.

Universitas Gunadarma, Jakarta.

Hardiyatmo, Hary Christiady. 1996. Teknik Pondasi I. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Hardiyatmo, Hary Christiady. 1996. Teknik Pondasi II. Edisi Kedua. Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Natasya, Bianca. 2011. Pondasi Tiang-Rakit Pada Sebuah Proyek Apartemen di Jakarta dengan

Menggunkan Metode Konvensional poulos dan Plaxis Dua Dimensi. Universitas

Indonesia, Depok.

Poulos H.G, Davis. 1980. “Pile Foundation Analysis And Design”. University of Sydney.

Australia.

SNI 03-2847-2013. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. Badan

Standardisasi Nasional. Jakarta. 2013.

Tim Penyusun. Manual Pondasi Tiang. Program Pasca Sarjana Teknik Sipil. Universitas

Katolik Parahyangan. Bandung.

Bowles, Joseph E. 1997. “Analisi dan Desain Pondasi, Edisi keempat”. Jakarta: Erlangga.

Page 168: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 355

METODE SISTEM GANDA DALAM PERENCANAAN GEDUNG

Ridhwan Ariq Darmawan1

Tri Handayani2

1,2Fakultas Teknik Sipil Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

email : [email protected]

Abstrak

Perancangan struktur gedung dengan sistem ganda (dual system) yaitu gabungan antara special

moment frame dan special shear wall. Penggunaan opsi moment frame saja tidak cukup ekonomis

karena kurangnya kekakuan dari sistem ini. Selain itu single system merupakan sistem penahan gaya

gempa berupa wall yang dibatasi ketinggian maksimumnya hanya sampai sekitar 60 meter. Struktur

gedung direncanakan dengan ketinggian 112 meter. Struktur gedung direncanakan sesuai dengan

prosedur spektrum respons pada SNI 1726:2012 dan SNI 2847:2013 dengan bantuan program bantu

ETABS dan PCACOL. Hasil menunjukkan bahwa setelah dilakukan trial and error memodifikasi

dimensi kolom dan penempatan shear wall, partisipasi massa bangunan telah sesuai syarat yaitu harus

melebihi 50% untuk 3 mode pertama. Mode 1 dan 2 telah memenuhi syarat yaitu bergerak translasi dan

mode selanjutnya diizinkan berotasi. Partisipasi massa bangunan telah mencapai syarat 90% yaitu

terjadi pada mode ke-14 untuk arah x dan y. Moment frame (kolom) menerima distribusi beban geser

lebih dari 10% dan sisanya diterima oleh shear wall. Simpangan tiap lantai masih berada di bawah

simpangan izin dan gedung dalam keadaan stabil. Perencanaan komponen struktur dilakukan setelah

semua memenuhi persyaratan.

Kata kunci: Simpangan, Sistem Ganda, Gempa

PENDAHULUAN

Perancangan bangunan tinggi tahan gempa di desain berdasarkan dengan SNI Gempa.

Prosedur analisis dan desain seismik yang digunakan dalam perencanaan struktur bangunan

gedung dan komponennya harus mengacu pada pedoman yang ditetapkan. Struktur bangunan

gedung harus memiliki sistem penahan gaya lateral dan vertikal yang lengkap, yang mampu

memberikan kekuatan, kekakuan, dan kapasitas disipasi energi yang cukup untuk menahan

gerak tanah desain dalam batasan kebutuhan deformasi dan kekuatan yang disyaratkan.

Perencanaan tahan gempa pada umumnya didasarkan pada analisis elastik yang diberi faktor

beban untuk simulasi kondisi ultimit (batas). Perilaku runtuhnya struktur bangunan pada saat

gempa pada kenyataannya terjadi saat kondisi inelastik. Banyak aspek yang mempengaruhi

pada saat merencanakan suatu struktur dengan beban gempa diantaranya adalah periode

bangunan. Periode bangunan itu sangat dipengaruhi oleh massa struktur serta kekakuan

struktur tersebut. Kekakuan struktur sendiri dipengaruhi oleh kondisi struktur, bahan yang

digunakan serta dimensi struktur yang digunakan. Evaluasi untuk memperkirakan kondisi

inelastik struktur bangunan pada saat gempa perlu untuk mendapatkan jaminan bahwa

kinerjanya memuaskan pada saat terjadinya gempa.

Jenis penahan gempa yang dipilih adalah sistem ganda (dual system), yaitu gabungan

antara special moment frame dan special shear wall. Hal ini dikarenakan penggunaan opsi

moment frame saja tidak cukup ekonomis karena kurangnya kekakuan dari sistem ini. Selain

itu single system merupakan sistem penahan gaya gempa berupa wall dibatasi ketinggian

maksimumnya hanya sampai sekitar 60 meter.

Page 169: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 356

STUDI LITERATUR

Konsep dalam perencanaan struktur bangunan tahan gempa yaitu daktilitas dan sendi plastis.

Daktilitas adalah kemampuan suatu struktur gedung untuk mengalami simpangan pasca-elastik

yang besar secara berulang kali dan bolak-balik akibat beban gempa di atas beban gempa yang

menyebabkan terjadinya pelelehan pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan

yang cukup, sehingga struktur gedung tersebut tetap berdiri, walaupun sudah berada dalam

kondisi di ambang keruntuhan. Pada perencanaan gedung dengan sistem daktail, diupayakan

agar kolom lebih kuat dari pada baloknya. Dengan demikian jika, terjadi gempa yang lebih

besar dari pada gempa rencana, maka balok akan patah lebih dulu (sehingga terjadi sendi

plastis), tetapi gedung yang bersangkutan masih berdiri (tidak runtuh). Selanjutnya setelah

semua ujung-ujung balok terjadi sendi plastis, barulah gedung tersebut runtuh. Menurut SNI-

2847-2013, daerah sendi plastis adalah panjang elemen rangka dimana pelelehan lentur

diharapkan terjadi akibat perpindahan desain gempa. Ketika terjadi gempa, struktur akan

menerima beban siklik dan pada daerah-daerah yang mempunyai momen terbesar (umumnya

diujung balok) regangan tarik baja tulangan akan berganti-ganti untuk momen negatif pada tepi

atas dan positif pada tepi bawah. Apabila regangan tarik baja sudah leleh, maka beton akan

mulai rusak retak. Kerusakan tersebut didesain terjadi pada sendi plastis. Pada daerah sendi

plastis, tulangan harus di detail sedemikian sehingga perilakunya benar-benar daktail atau liat.

Gambar 1 Sendi Plastis pada Struktur Gedung

Pada Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) dengan daktalitas tertentu, sendi plastis

dipasang pada balok dan kolom. Mekanisme pembentukan sendi plastis juga harus diperhatikan

agar struktur mampu berperilaku daktail seperti yang direncanakan. Sendi plastis balok

dipasang pada ujung kanan dan ujung kiri dengan jarak 2h dari kolom, dimana h adalah tinggi

penampang balok. Sendi plastis kolom hanya boleh dipasang pada ujung bawah kolom lantai

paling bawah. Lokasi sendi plastis kolom dipasang pada jarak Io dari ujung bawah kaki kolom.

Gambar 2 Sendi Plastis pada Balok dan Kolom

Page 170: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 357

Sistem ganda (dual system) adalah salah satu sistem struktur yang beban gravitasinya dipikul

sepenuhnya oleh space frame (rangka), sedangkan beban lateralnya dipikul bersama oleh space

frame dan shear wall (dinding geser/ dinding struktur). Menurut SNI 1726-2012, space frame

sekurang-kurangnya memikul 25% dari beban lateral dan sisanya dipikul oleh shear wall.

Karena shear wall dan space frame dalam dual system merupakan satu kesatuan struktur maka

diharapkan keduanya dapat mengalami defleksi lateral yang sama atau setidaknya space frame

mampu mengikuti defleksi lateral yang terjadi. Analisis struktur gedung ditinjau dengan

menganalisis perbandingan antara pengaruh beban gempa statik dengan beban gempa dinamik.

Analisis beban gempa statik ekuivalen pada struktur gedung beraturan yaitu dengan cara

analisis statik 3 dimensi linier dengan meninjau beban-beban gempa statik ekuivalen. Setiap

struktur gedung harus direncanakan dan dilaksanakan untuk menahan suatu beban geser dasar

akibat gempa dalam arah-arah yang ditentukan. Analisis dinamik dilakukan untuk menetukan

pembagian gaya geser tingkat akibat gerakan tanah oleh gempa dan dapat dilakukan dengan

cara analisis ragam spektrum respons atau dengan cara analisa respons riwayat waktu. Salah

satu aspek penting dalam analisis dinamik adalah periode dan pola getar alami yang

menghasilkan frekuensi dan periode. Analisis dinamik yang ditentukan didasarkan atas

perilaku struktur yang bersifat elastik penuh dengan meninjau gerakan gempa dalam satu arah.

Salah satu aspek penting dalam analisa dinamik adalah periode dan pola getar alami. Dalam hal

ini dapat dilakukan analisis modal untuk mode getaran dengan menggunakan eigenvector.

METODE PENELITIAN

Analisis kontrol desain struktur dalam metode perencanaan berfungsi sebagai acuan komperatif

untuk menentukan parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan.

Standar dan Kode Perencanaan

Peraturan dan standar perancangan berfungsi sebagai titik acuan dalam perencanaan desain.

Dalam merencanakan bangunan bertingkat tahan gempa, desain bangunan yang dibuat harus

sesuai dengan kaidah-kaidah peraturan yang berlaku. Adapun peraturan dan standar

perancangan yang digunakan sebagai berikut:

1. SNI 2847-2013 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung.

2. SNI 1727-2013 tentang Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan

Struktur Lain.

3. SNI 1726-2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur

Bangunan Gedung dan Non Gedung.

4. Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung, 1983.

Analisis Perhitungan

Dalam analisis perhitungan, desain perencanaan dihitung dengan dua cara yaitu desain manual

(Ms. Excel) dan dengan menggunakan program (ETABS 2016 dan PCACOL).

Page 171: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 358

Diagram Alir Perencanaan

Gambar 3 Bagan Alir Metode Perencanaan Struktur

Data Perencanaan Gedung

Sistem Gedung : Dual System (SRPMK dan Shear Wall)

Lokasi : Bintaro, Tangerang Selatan

Nama Bangunan : Breeze Tower

Fungsi Bangunan : Pusat Perbelanjaan dan Hunian

Luas Lt. Dasar s/d Lt. 4 : 4032 m2

Luas Lt. 5 s/d Lt. 34 : 1872 m2

Tinggi Gedung : 112 m

Sistem Fondasi : Fondasi Tiang Bor

Material Struktur : Beton Bertulang

Mutu Beton : 35 MPa sampai 45 MPa

Mutu Baja : 420 MPa

Page 172: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 359

Gambar 4 Denah Perencanaan Struktur Gedung Lt. Dasar s/d Lt. 4

Gambar 5 Denah Perencanaan Struktur Gedung Lt. 5 s/d Lt. 34

Gambar 6 Gedung 3D

Page 173: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 360

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gaya Geser Statik Tiap Lantai

Gaya geser tiap lantai akibat beban gempa desain merupakan kumulatif dari penjumlahan gaya

gempa statik ekivalen tiap lantai. Tabel 2 Gaya Geser Statik Tiap Lantai

Lantai Fx Vx Fy Vy

(kg) (kg) (kg) (kg)

Atap 155533,312 155533,312 155533,312 155533,312

Lantai 33 221980,337 377513,649 221980,337 377513,649

Lantai 32 210517,722 588031,371 210517,722 588031,371

Lantai 31 199000,462 787031,833 199000,462 787031,833

Lantai 30 187766,552 974798,385 187766,552 974798,385

Lantai 29 176818,119 1151616,504 176818,119 1151616,504

Lantai 28 166157,375 1317773,879 166157,375 1317773,879

Lantai 27 156600,504 1474374,383 156600,504 1474374,383

Lantai 26 147542,083 1621916,466 147542,083 1621916,466

Lantai 25 137635,57 1759552,036 137635,57 1759552,036

Lantai 24 128030,393 1887582,428 128030,393 1887582,428

Lantai 23 118729,367 2006311,796 118729,367 2006311,796

Lantai 22 109735,459 2116047,255 109735,459 2116047,255

Lantai 21 101051,797 2217099,051 101051,797 2217099,051

Lantai 20 93907,539 2311006,59 93907,539 2311006,59

Lantai 19 87224,477 2398231,067 87224,477 2398231,067

Lantai 18 79255,044 2477486,111 79255,044 2477486,111

Lantai 17 71620,343 2549106,453 71620,343 2549106,453

Lantai 16 64324,763 2613431,217 64324,763 2613431,217

Lantai 15 57373,027 2670804,244 57373,027 2670804,244

Lantai 14 50770,233 2721574,477 50770,233 2721574,477

Lantai 13 44521,916 2766096,393 44521,916 2766096,393

Lantai 12 38634,119 2804730,512 38634,119 2804730,512

Lantai 11 33113,487 2837843,999 33113,487 2837843,999

Lantai 10 28431,491 2866275,49 28431,491 2866275,49

Lantai 9 24069,187 2890344,677 24069,187 2890344,677

Lantai 8 19534,968 2909879,645 19534,968 2909879,645

Lantai 7 15418,555 2925298,2 15418,555 2925298,2

Lantai 6 11732,904 2937031,104 11732,904 2937031,104

Lantai 5 8493,494 2945524,598 8493,494 2945524,598

Lantai 4 10360,683 2955885,281 10360,683 2955885,281

Lantai 3 8117,705 2964002,986 8117,705 2964002,986

Lantai 2 3957,169 2967960,156 3957,169 2967960,156

Lantai 1 1163,013 2969123,169 1163,013 2969123,169

Kontrol Partisipasi Massa

Partisipasi massa bangunan merupakan jumlah ragam vibrasi dalam penjumlahan respons

dinamik yang harus disyaratkan sesuai SNI 1726-2012 dimana partisipasi massa minimum

mencapai 90%.

Page 174: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 361

Tabel 3 Jumlah Partisipasi Massa

Mode Periode UX UY UZ Sum UX Sum UY Sum UZ

(detik) (%) (%) (%) (%) (%) (%)

1 3,692 61,150 0,000 0,000 61,150 0,000 0,000

2 3,473 0,000 58,250 0,000 61,150 58,250 0,000

3 2,856 0,010 0,000 0,000 61,160 58,250 0,000

4 1,050 12,500 0,000 0,000 73,660 58,250 0,000

5 0,875 0,000 15,380 0,000 73,660 73,630 0,000

6 0,699 0,003 0,000 0,000 73,660 73,630 0,000

7 0,495 7,110 0,000 0,000 80,770 73,630 0,000

8 0,383 0,000 8,140 0,000 80,770 81,770 0,000

9 0,300 0,140 0,000 0,000 80,910 81,770 0,000

10 0,291 5,370 0,000 0,000 86,280 81,770 0,000

11 0,226 0,000 6,080 0,000 86,280 87,850 0,000

12 0,196 4,230 0,000 0,000 90,510 87,850 0,000

13 0,176 0,001 0,000 0,000 90,510 87,850 0,000

14 0,155 0,000 4,220 0,000 90,510 92,070 0,000

15 0,142 2,630 0,000 0,000 93,140 92,070 0,000

16 0,121 0,001 0,000 0,000 93,140 92,070 0,000

17 0,115 0,000 2,270 0,000 93,140 94,340 0,000

18 0,108 1,520 0,000 0,000 94,660 94,340 0,000

19 0,089 0,000 1,220 0,000 94,660 95,560 0,000

20 0,088 0,030 0,000 0,000 94,680 95,560 0,000

21 0,085 0,980 0,000 0,000 95,670 95,560 0,000

22 0,072 0,000 0,830 0,000 95,670 96,390 0,000

23 0,069 0,810 0,000 0,000 96,470 96,390 0,000

24 0,067 0,010 0,000 0,000 96,490 96,390 0,000

25 0,060 0,000 0,710 0,000 96,490 97,090 0,000

26 0,058 0,750 0,000 0,000 97,240 97,090 0,000

27 0,054 0,002 0,000 0,000 97,240 97,090 0,000

28 0,052 0,000 0,650 0,000 97,240 97,740 0,000

29 0,051 0,640 0,000 0,000 97,880 97,740 0,000

30 0,046 0,000 0,510 0,000 97,880 98,250 0,000

31 0,045 0,070 0,000 0,000 97,950 98,250 0,000

32 0,044 0,360 0,000 0,000 98,310 98,250 0,000

33 0,041 0,000 0,330 0,000 98,310 98,580 0,000

34 0,040 0,200 0,000 0,000 98,510 98,580 0,000

35 0,039 0,090 0,000 0,000 98,600 98,580 0,000

36 0,037 0,000 0,220 0,000 98,600 98,800 0,000

37 0,035 0,210 0,000 0,000 98,810 98,800 0,000

38 0,034 0,010 0,000 0,000 98,820 98,800 0,000

39 0,033 0,000 0,180 0,000 98,820 98,980 0,000

40 0,032 0,200 0,000 0,000 99,020 98,980 0,000

41 0,030 0,000 0,180 0,000 99,020 99,150 0,000

42 0,030 0,000 0,000 0,000 99,020 99,150 0,000

43 0,029 0,220 0,000 0,000 99,240 99,150 0,000

44 0,028 0,000 0,190 0,000 99,240 99,350 0,000

45 0,027 0,140 0,000 0,000 99,370 99,350 0,000

Relasi Beban Statik – Dinamik

Beban gempa dinamik tidak boleh kurang dari 85% beban gempa statik, atau dengan kata lain

STATIKDINAMIK VV 85,0 , jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka beban gempa dinamik harus

dikalikan dengan faktor skala sebesar:

IKBASE DINAM

KBASE STATI

V

V,factorScale

850

Page 175: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 362

Tabel 4 Nilai Gaya Geser Dasar

Gaya Gempa Vx Vy

(kg) (kg)

Statik 2969123 2969123

85% Statik 2523755 2523755

Dinamik 1651218 1890760

Hasil gaya geser dasar menunjukkan STATIKDINAMIK VV 85,0 , maka syarat tidak terpenuhi dan

beban gempa dinamik harus dikalikan dengan faktor skala.

Scale factor arah x = IKBASE DINAM

KBASE STATI

V

V, 850 =

1651218

2523755= 1,528

Scale factor arah y = IKBASE DINAM

KBASE STATI

V

V, 850 =

1890760

2523755= 1,335

Distribusi Beban Geser Tabel 5 Distribusi Beban Gempa

Distribusi Beban Gempa EX

(%)

Gempa EY

(%)

Shear Wall 88.25 88,07

Kolom 11,75 11,93

Kontrol Simpangan Antar Lantai

Kontrol desain struktur dilakukan terhadap pengecekan batas simpangan antar lantai yang

diatur dalam SNI 1726-2012 Pasal 7.8.6 dan Pasal 7.12.1 serta pengecekan kestabilan akibat

efek P-Delta yang diatur dalam Pasal 7.8.7.

Tabel 6 Simpangan Antar Lantai Akibat Gempa

Story hsx δxe δx Δ Δizin

Ket. (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

Story 34 3200 196,96 1083,25 25,60 64 OK

Story 33 3200 192,30 1057,65 26,36 64 OK

Story 32 3200 187,51 1031,29 27,13 64 OK

Story 31 3200 182,58 1004,16 28,03 64 OK

Story 30 3200 177,48 976,13 29,02 64 OK

Story 29 3200 172,20 947,11 30,07 64 OK

Story 28 3200 166,74 917,04 31,25 64 OK

Story 27 3200 161,05 885,80 32,39 64 OK

Story 26 3200 155,17 853,41 33,62 64 OK

Story 25 3200 149,05 819,79 34,81 64 OK

Story 24 3200 142,72 784,98 35,97 64 OK

Story 23 3200 136,18 749,01 37,06 64 OK

Story 22 3200 129,45 711,95 38,04 64 OK

Story 21 3200 122,53 673,90 38,98 64 OK

Story 20 3200 115,44 634,93 39,64 64 OK

Story 19 3200 108,23 595,29 40,29 64 OK

Story 18 3200 100,91 554,99 40,76 64 OK

Story 17 3200 93,50 514,24 41,06 64 OK

Page 176: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 363

Story 16 3200 86,03 473,18 41,18 64 OK

Story 15 3200 78,55 432,00 41,10 64 OK

Story 14 3200 71,07 390,91 40,78 64 OK

Story 13 3200 63,66 350,12 40,22 64 OK

Story 12 3200 56,35 309,90 39,39 64 OK

Story 11 3200 49,19 270,52 38,27 64 OK

Story 10 3200 42,23 232,24 36,72 64 OK

Story 9 3200 35,55 195,53 35,00 64 OK

Story 8 3200 29,19 160,53 32,81 64 OK

Story 7 3200 23,22 127,72 30,19 64 OK

Story 6 3200 17,73 97,53 27,08 64 OK

Story 5 3200 12,81 70,44 22,80 64 OK

Story 4 3200 8,66 47,64 18,85 64 OK

Story 3 3200 5,24 28,79 14,77 64 OK

Story 2 3200 2,55 14,02 9,87 64 OK

Story 1 3200 0,75 4,15 4,15 64 OK

Kontrol Kestabilan Akibat P-Delta

Tabel 7 Kestabilan Gedung Akibat Gempa

Story hsx Δ P Vx

θ θmax Ket. (mm) (mm) (kgf) (kgf)

Story 34 3200 25,60 1527320 243024,39 0,009142 0,090909 STABIL

Story 33 3200 26,36 4162852 516233,26 0,012078 0,090909 STABIL

Story 32 3200 27,13 6818717 709719,60 0,014808 0,090909 STABIL

Story 31 3200 28,03 9474582 840039,69 0,017965 0,090909 STABIL

Story 30 3200 29,02 12130446 927020,08 0,021575 0,090909 STABIL

Story 29 3200 30,07 14786311 987877,43 0,025571 0,090909 STABIL

Story 28 3200 31,25 17442175 1120107,80 0,027645 0,090909 STABIL

Story 27 3200 32,39 20092014 1253218,23 0,029505 0,090909 STABIL

Story 26 3200 33,62 22783372 1378629,00 0,031570 0,090909 STABIL

Story 25 3200 34,81 25474731 1495619,23 0,033688 0,090909 STABIL

Story 24 3200 35,97 28166089 1604445,06 0,035878 0,090909 STABIL

Story 23 3200 37,06 30857447 1705365,03 0,038100 0,090909 STABIL

Story 22 3200 38,04 33548806 1798640,17 0,040318 0,090909 STABIL

Story 21 3200 38,98 36240164 1884534,19 0,042589 0,090909 STABIL

Story 20 3200 39,64 38919470 1964355,60 0,044622 0,090909 STABIL

Story 19 3200 40,29 41698424 2038496,41 0,046830 0,090909 STABIL

Story 18 3200 40,76 44477378 2105863,19 0,048908 0,090909 STABIL

Story 17 3200 41,06 47256331 2166740,49 0,050878 0,090909 STABIL

Story 16 3200 41,18 50035285 2221416,53 0,052699 0,090909 STABIL

Story 15 3200 41,10 52814239 2270183,61 0,054322 0,090909 STABIL

Story 14 3200 40,78 55593193 2313338,31 0,055686 0,090909 STABIL

Story 13 3200 40,22 58372146 2351181,93 0,056737 0,090909 STABIL

Story 12 3200 39,39 61151100 2384020,93 0,057401 0,090909 STABIL

Story 11 3200 38,27 63930054 2412167,40 0,057636 0,090909 STABIL

Page 177: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Ridhwan Ariq Darmawan dan Tri Handayan, Perancangan Struktur Gedung… 364

Story 10 3200 36,72 66696955 2436334,17 0,057113 0,090909 STABIL

Story 9 3200 35,00 69585648 2456792,98 0,056320 0,090909 STABIL

Story 8 3200 32,81 72474341 2473397,70 0,054629 0,090909 STABIL

Story 7 3200 30,19 75363034 2486503,47 0,051989 0,090909 STABIL

Story 6 3200 27,08 78251727 2496476,44 0,048232 0,090909 STABIL

Story 5 3200 22,80 81140420 2503695,91 0,041989 0,090909 STABIL

Story 4 3200 18,85 86081725 2512502,49 0,036692 0,090909 STABIL

Story 3 3200 14,77 92366852 2519402,54 0,030773 0,090909 STABIL

Story 2 3200 9,87 98651979 2522766,13 0,021935 0,090909 STABIL

Story 1 3200 4,15 104961338 2523754,69 0,009799 0,090909 STABIL

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil pembahasan, didapatkan hasil kesimpulan berdasarkan tujuan penulisan Tugas Akhir

sebagai berikut:

1. Partisipasi massa bangunan telah sesuai syarat yaitu harus melebihi 50% untuk 3 mode

pertama. Mode 1 dan 2 telah memenuhi syarat yaitu bergerak translasi dan mode

selanjutnya diizinkan berotasi. Partisipasi massa bangunan telah mencapai syarat 90%

yaitu terjadi pada mode ke-14 untuk arah x dan y.

2. Moment frame (kolom) menerima distribusi beban geser lebih dari 10% dan sisanya

diterima oleh shear wall.

Saran

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan adalah sebagai

berikut:

1. Lebih teliti dalam pemodelan dan pembebanan. Kesalahan yang terjadi pada kedua hal

tersebut dapat memberikan hasil yang salah meskipun tahapan perhitungan benar.

2. Harus dilakukan pemeriksaan terhadap moment frame dengan diberi 25% beban gempa

desain untuk mendapatkan distribusi beban geser tiap lantai.

3. Dalam perencanaan struktur portal gedung tahan gempa harus diperhatikan yaitu sendi

plastis. Karena dalam sistem rangka, sendi plastis didesain untuk bekerja secara inelastis

penuh.

DAFTAR PUSTAKA

Aribowo, DE. 2007. Konsep Pembebanan Gedung Bertingkat

Asroni, Ali. 2010. Beton Bertulang

Sasmito, Dody Hary. 2017. Modifikasi Perencanaan Struktur Gedung Kantor Graha Atmaja

dengan Metode Dual System di Daerah Resiko Gempa Tinggi

SNI 1726:2012, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung, Jakarta,

2013

SNI 1727:2013, Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain,

Jakarta, 2013

SNI 2847:2013, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, Jakarta, 2013

Page 178: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Amsor Chairuddin dan Budi Santosa, Pengendalian Banjir dengan... 365

PENGENDALIAN BANJIR DENGAN KONSEP ZERO DELTA Q

POLICY MENGGUNAKAN SUMUR RESAPAN PADA PERUMAHAN

TAMAN ARCADIA MEDITERANIA

Amsor Chairuddin1

Budi Santosa2

1,2Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

e-mail: [email protected],

[email protected]

Abstrak

Kota Depok sebagai daerah penyangga ibu kota Jakarta menjadikan kota ini menjadi daerah

pemukiman yang semakin padat, sehingga kebutuhan tempat tinggal cenderung meningkat.

Pembangunan Perumahan Taman Arcadia Mediterania mengakibatkan beralihnya fungsi lahan yang

semula lahan lapangan hijau dengan kemampuan penyerapan yang baik menjadi lahan yang

penyerapan air hujannya sangat kecil karena perkerasan tanah. Konsep Zero Delta Q Policy bertujuan

agar perubahan tata guna lahan tidak mengakibatkan bertambahnya debit air yang masuk ke saluran

drainase. Salah satu caranya untuk mengurangi aliran permukaan tersebut dengan menyerapkan air

limpasan hujan ke tanah menggunakan sumur resapan. Berdasarkan analisis data perencanaan, debit

banjir untuk periode ulang 5 tahun dengan metode rasional sebelum alih fungsi lahan adalah 0,58

m3/detik, sedangkan debit banjir setelah dibangun perumahan adalah 1,41 m3/detik, sehingga selisih

debit (∆Q) sebesar 0,83 m3/detik. Hasil perancangan jumlah kebutuhan sumur resapan untuk

memperoleh ∆Q = 0 menggunakan buis beton ᴓ100 cm dengan kedalaman 2 meter adalah sebanyak

2495 buah dengan jumlah berbeda-beda setiap type rumahnya sehingga dapat menampung debit air

lebih dari 0,83 m3/detik (∆Q).

Kata Kunci : Tata Guna Lahan, Kenaikkan Debit, Sumur Resapan.

PENDAHULUAN Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan tren peningkatan jumlah penduduk di Kota

Depok yang mengakibatkan kebutuhan akan tempat tinggal cenderung meningkat.

Pembangunan Perumahan Taman Arcadia Mediterania mengakibatkan beralihnya fungsi lahan

yang semula lahan lapangan hijau dengan kemampuan penyerapan yang baik menjadi lahan

yang penyerapan air hujannya sangat kecil karena perkerasan tanah. Hal ini mengakibatkan

perubahan besar debit air hujan yang meresap ke tanah sehingga mengakibatkan bertambahnya

debit limpasan air hujan.

Berdasarkan permasalahan tersebut, pemerintah pusat melalui Peraturan Pemerintah (PP) No.

26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional mengharuskan pengelola

kawasan (developer) untuk mengelola air limpasan pada kawasannya sendiri. Konsep Zero

Delta Q Policy dilakukan agar perubahan tata guna lahan tidak mengakibatkan bertambahnya

debit air yang masuk ke saluran drainase. Salah satu caranya untuk mengurangi aliran

permukaan tersebut dengan menyerapkan air limpasan hujan ke tanah dengan menggunakan

sumur resapan. Perubahan tata guna lahan dan debit air hujan dihitung dan dievaluasi dengan

tujuan mengetahui perubahan debit sebelum dan sesudah perumahan dibangun (analisis

hidrologi), sehingga dapat ditentukan dimensi dan jumlah sumur resapan yang dibutuhkan

untuk menampung perubahan debit yang terjadi.

LITERATURE REVIEW

Zero Delta Q Policy adalah suatu kebijakan untuk mempertahankan besaran debit run off/debit

limpasan supaya tidak bertambah dari waktu ke waktu, dan memperbesar kesempatan air untuk

berinfiltrasi ke dalam tanah. (Doni W, 2012). Kebijakan prinsip Zero Delta Q Policy muncul

Page 179: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Amsor Chairuddin dan Budi Santosa, Pengendalian Banjir dengan... 366

dalam Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

Bab VII Bagian dua Paragraf 7, pasal 99 ayat 3a yang diterbitkan tanggal 10 Maret 2008.

Yakni, keharusan agar tiap bangunan tidak boleh mengakibatkan bertambahnya debit air ke

sistem saluran drainase atau sistem aliran sungai. Beberapa teknik atau metode yang dapat

digunakan untuk menerapkan prinsip Zero Delta Q Policy ini, antara lain areal resapan air

hujan, lubang resapan biopori, modifikasi lansekap, penampungan air hujan, rain garden, sumur

injeksi, dan sumur resapan.

Perhitungan Perancangan Sumur Resapan

Perhitungan kebutuhan pembuatan sumur resapan menurut SNI 03-2453-2002 tentang

Tata Cara Perencanaan Teknik Sumur Resapan untuk Lahan Pekarangan, adalah sebagai

berikut: Volume Andil Banjir (Vab)

Vab = 0,855.Ctadah.Atadah.R Volume Air Hujan Meresap (Vrsp)

ctV = A×KRrsp

Volume Penampungan (Storasi) Air Hujan

Vstorasi = Vab - Vrsp

Kedalaman Total Sumur Resapan

Htotal = storasi.V

Ah

Jumlah Sumur Resapan

n = total

rencana

H

H

Debit Masuk Sumur Resapan

Qsumur = storasi.

c

V

t

METODE PENELITIAN Perancangan sumur resapan diperlukan agar didapat desain sumur resapan yang efektif

untuk mengatasi masalah perbedaan debit limpasan pada pembangunan Perumahan Arcadia

Mediterania Cimanggis, Depok. Metode yang digunakan dalam perancangan ini akan

digambarkan dengan bagan alur untuk memudahkan proses perancangan ke tahap berikutnya.

Adapun bagan alurtperancangan sumur resapan adalah sebagai berikut:

MULAI

Identifikasi Masalah

Studi Pustaka

Pengumpulan Data

A

Page 180: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Amsor Chairuddin dan Budi Santosa, Pengendalian Banjir dengan... 367

Analisis Hidrologi

Q Awal - Q Akhir = ∆Q

Penentuan Jumlah dan Dimensi

Sumur Resapan

TIDAK

∆Q = 0 ?

IYA

Rencana Anggaran Biaya (RAB)

SELESAI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data Lokasi Studi

Studi perancangan ini berlokasi di Perumahan Taman Arcadia Mediterania, Kota Depok,

termasuk kedalam wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bekasi. Lokasi studi memiliki

luas lahan 19,79 Ha, dengan kedalaman air tanah rata-rata 27 meter. Sebelum perumahan

dibangun lokasi ini adalah area kebun rerumputan. Adapun batas-batas wilayah perumahan

ini antara lain: Sebelah Utara : Jalan Raya Tapos

Sebelah Barat : Jalan Mayor Idrus

Sebelah Selatan : Jalan Mayor Idrus

Sebelah Timur : Jalan Raya Tapos

Koordinat : (-6.4237497; 106.8870706)

Gambar 1. Lokasi Studi

Sumber: maps.google.com, 2018

Page 181: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Amsor Chairuddin dan Budi Santosa, Pengendalian Banjir dengan... 368

Data Site Plan dan Penggunaan Tata Guna Lahan

Developer Perumahan Taman Arcadaia Mediterania membuat 7 (tujuh) type rumah dengan

luas lahan yang berbeda-beda. Tipe-tipe tersebut yaitu, type Saka dengan luas lahan 99 m2

sebanyak 83 unit, type Padma dengan luas lahan 166 m2

sebanyak 71 unit, type Aruna dengan

luas lahan 116 m2 sebanyak 106 unit, type Prima/Pico Dalcon dengan luas lahan 150 m

2

sebanyak 118 unit, type Cindaga dengan luas lahan 144 m2 sebanyak 64 unit, type Ontario

dengan luas lahan 200 m2 sebanyak 48 unit, type Pasadena dengan luas lahan 300 m

2 sebanyak

72 unit, type Ruko dengan luas lahan 105 m2 sebanyak 41 unit. Berikut siteplan dan tata guna

lahan perumahan Taman Arcadaia Mediterania:

Gambar 2. Site Plan

Sumber: tamanarcadia.com, 2018

Tata guna lahan Perumahan Taman Arcadia Mediterania secara garis besar dibagi 3 (tiga) jenis

berdasarkan kemampuannya menyerap air, dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 1. Tata Guna Lahan

No Kegunaan Lahan Luas %

1 Lahan Hijau 30014 m² 15.16%

2 Jalan 49570 m² 25.04%

3 Bangunan 118385 m² 59.80%

Luas Total 197969 m² 100.00% Sumber: tamanarcadia.com, 2018.

Data Komposisi Tanah Tabel 2. Komposisi Tanah

Jenis Tanah Range Persentase total

Particle Larger than 2 mm >2 18.000 18.000

Coarse Sand 0,42 0,42-2 0.066 18.066

Fine Sand 0,074-0,42 45.492 63.558

Silt 0,002-0,074 32.880 96.438

Clay <0,002 3.562 100.000

Sumber: Praktikum Mekanika Tanah, 2016

Data Curah Hujan

Data curah hujan yang digunakan dalam studi ini didapat dari stasiun-stasiun hujan

terdekat dengan lokasi studi. Stasiun hujan yang digunakan antara lain stasiun hujan FT

UI, stasiun hujan Cibinong, dan stasiun hujan Cawang. Data curah hujan yang didapat

Page 182: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Amsor Chairuddin dan Budi Santosa, Pengendalian Banjir dengan... 369

merupakan data hujan harian pertahun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir yaitu dari

2008 hingga 2017.

Analisis Hujan Rata-rata

Berdasar kepada data perancangan yang didapatkan, metode analisis curah hujan yang

tepat adalah metode rata-rata aljabar karena luas DAS < 500 Km2

dan memiliki pos penakar

hujan yang cukup. Data curah hujan harian diubah menjadi data curah hujan harian maksimum

setiap bulan dan tahun dengan menggunakan persamaan rata-rata aljabar. Setelah itu dilakukan

perhitungan distribusi dengan metode distribusi normal, log normal, gumbel dan log pearson

III. Nilai hujan rancangan pada setiap metode distribusi kemudian diuji menggunakan uji

smirnov-kolmogorov dan chi-kuadrat. Setelah diuji, nilai distribusi yang memenuhi hanya

distribusi log normal dan log pearson III. Selanjutnya untuk menentukan jenis distribusi yang

dipakai dilakukan pengujian nilai dispersi dengan parameter statistik.

Penentuan Jenis Distribusi Uji Nilai Dispersi

Proses analisis dibutuhkan parameter-paremetr staistik diantaranya, nilai rata-rata (X),

standar deviasi (S), faktor frekuensi (Kt), dan koefisien kemencengan (Cs).

Tabel 3. Rekap Hasil Nilai Dispersi 4 Jenis Distribusi

No Jenis Distribusi Hasil Perhitungan Syarat

Kesimpulan Cs Ck Cs Ck

1 Log Normal 0.920 5.099 0.731 18.833 Tidak Memenuhi

2 Log Pearson III 0.920 5.099 0.000 ≤ Cs < 0.900 Memenuhi Sumber: Perhitungan, 2018.

Tabel 4. Nilai Besaran Curah Hujan Kala Ulang pada Distribusi Log Pearson III

Periode

Ulang

Log Rerata

(Log X) KT S Log X Log XT

Hujan

Rancangan (XT)

2

1.983

-0.151

0.097

1.969 93.070

5 0.767 2.058 114.235

10 1.339 2.113 129.804

20 1.795 2.157 143.709

25 2.023 2.180 151.210 Sumber: Perhitungan, 2018.

Koefesien Pengaliran/Runoff (C)

Tanah di tempat perumahan sebelum dibangun adalah lahan hijau yang memiliki daya

serap baik sehingga sedikit air yang melimpas, namun setelah perumahan dibangun daya serap

lahan tidak sebaik lahan hijau asli sebelumnya. Berikut tabel yang menggambarkan perubahan

koefesein pengaliran/runoff pada lahan perumahan:

Tabel 5. Perbandingan Nilai C Sebelum dan Setelah Perumahan Dibangun

Kegunaan Lahan

Sebelum Pembangunan

C

(a)

Luas

(b)

%

(c) = (b) x ∑(b)

C0 Partisipasi

(d) = (a) x (c)

Lahan Hijau 0.30 197969 m² 100.00% 0.30

Total 197969 m² 100.00% 0.30

Kegunaan Lahan

Setelah Pembangunan

C

(a)

Luas

(b)

%

(c) = (b) x ∑(b)

Ca Partisipasi

(d) = (a) x (c)

Page 183: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Amsor Chairuddin dan Budi Santosa, Pengendalian Banjir dengan... 370

Lahan Hijau 0.30 30014 m² 15.16% 0.05

Jalan Aspal 0.80 49570 m² 25.04% 0.20

Atap 0.80 118385 m² 59.80% 0.48

Total 197969 m² 100.00% 0.72 Sumber: Perhitungan, 2018.

Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan didapat dengan memperhitungkan curah hujan maksimum harian

hasil perhitungan statistik disribusi hujan pada periode ulang tertentu dan durasi hujan.

Berdasarkan uji statistik dan kecocokan distribusi, maka distribusi yang dipilih adalah

distribusi Log Pearson III dan berdasarkan luas lahan dan penggunaan lahan kala ulang yang

memenuhi adalah 2 tahun sampai dengan 5 tahun, dipilih kala ulang 5 tahun. Berikut

perhitungan intensitas hujan menggunakan persamaan mononobe:

2

324

c

R 24I =

24 t

,

2

3

0,92

116,12 24I =

24 0,9 116,12

,

I=35,61 mm/jam

Perubahan Debit Sebelum dan Setelah Pembangunan (∆Q)

Perhitungan perubahan debit (∆Q) didasarkan pada perubahan koefesien pengaliran/

run off, dan variabel lain dianggap sama/tidak ada perubahan, sehingga perubahan debit dapat

dihitung dengan metode rasional sebagai berikut: 𝛥Q = 0,278 × Csebelum× I × A - 0,278 × Csesudah× I × A

𝛥Q = 1,41 m3/detik - 0,58 m3/detik -

𝛥Q = 0,83 m3/detik

Koefesien Permeabilitas Tanah

Koefesien permeabilitas tanah didasarkan pada data komposisi tanah (Tabel 2)

kemudian di hubungkan dengan tabel koefesien permebilitas tanah. Berikut tabel perhitungan

koefesien permeabilitas tanah:

Tabel 6. Tabel Perhitungan Koefesien Peremeabilitas Tanah

Jenis Tanah Range (mm) Persentase

(a)

K (cm/det)

(b)

K Partisipasi (m/jam)

(c) = (a) x (b) x (3600)/100

Kerikil >2 18.00% 1.00 6.480

Pasir Kasar 0,42-2 0.07% 0.99 0.024

Pasir Halus 0,074-0,42 45.49% 0.0099 0.162

Lanau 0,002-0,074 32.88% 0.00099 0.012

Lempung <0,002 3.56% 0.000099 0.000

Total 100.00% 0.668

Sumber: Perhitungan, 2018.

Perhitungan Kebutuhan Sumur Resapan

Sumur resapan direncanakan menggunakan buis beton (kedap) dengan diameter 1 meter

dan kedalaman 2 m. Perhitungan kebutuhan pembuatan sumur resapan menurut SNI 03-2453-

2002 sebagai berikut:

Page 184: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Amsor Chairuddin dan Budi Santosa, Pengendalian Banjir dengan... 371

Tabel 7. Tabel Perhitungan Kebutuhan Jumlah Sumur Resapan

Sumber: Perhitungan, 2018.

Konsep Zero Delta Q Policy mengharuskan perubahan tata guna lahan yang terjadi tidak

menyebabkan bertambahnya debit yang masuk ke saluran, maka debit tampungan sumur

resapan harus dapat menampung perubahan debitnya, secara matematis dirumuskan dengan:

tampung

3 3

Q - Q 0

0,83 m 0,85 m 0

0,02 0 (memenuhi)

Gambar Rencana

Hasil perhitungan kebutuhan sumur resapan pada setiap type rumah berbeda-beda

sesuai dengan luas lahannya. Sedangkan untuk gambar detail pemasangan sumur resapan,

material dan komponen pelengkap sumur resapan adalah sebagai berikut:

Gambar 4. Potongan Memanjang dan Melintang Pemasangan Sumur Resapan

Type

Rumah

A

(m2)

Vab

(m3)

Vrsp

(m3)

V

Storasi

H

(m)

n

(bh)

Q

(m3/s)

Jumlah

unit

Qtampung

(m3/s)

Saka 99.00 4.10 0.29 3.81 4.85 3.00 0.0011 83.00 0.07

Padma 116.00 4.81 0.29 4.52 5.75 3.00 0.0011 71.00 0.08

Aruna 116.00 4.81 0.29 4.52 5.75 3.00 0.0011 106.00 0.11

Prima 150.00 6.21 0.29 5.92 7.54 4.00 0.0015 118.00 0.17

Cindaga 144.00 5.97 0.29 5.68 7.22 4.00 0.0015 64.00 0.09

Ontario 200.00 8.29 0.29 8.00 10.18 6.00 0.0022 48.00 0.09

Pasadena 300.00 12.43 0.29 12.14 15.45 8.00 0.0030 72.00 0.21

Ruko 105.00 4.35 0.29 4.06 5.17 3.00 0.0011 41.00 0.04

Debit Total Tertampung 0.85

Page 185: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Amsor Chairuddin dan Budi Santosa, Pengendalian Banjir dengan... 372

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan data dan pembahasan yang telah disampaikan, disimpulkan sebagai

berikut:

1. Debit banjir untuk periode ulang 5 tahun dengan metode rasional sebelum alih fungsi

lahan adalah 0,58 m3/detik, sedangkan debit banjir setelah dibangun perumahan adalah

dan beralih fungsi lahan adalah 1,41 m3/detik, sehingga selisih debit (∆Q) sebesar 0,83

m3/detik.

2. Hasil perancangan jumlah kebutuhan sumur resapan untuk memperoleh ∆Q =0

menggunakan buis beton ᴓ100 cm dengan kedalaman 2 meter pada setiap type rumah

dengan jumlah berbeda.

3. Jumlah keseluruhan sumur resapan yang dibutuhkan adalah sebanyak 2495 buah sumur

resapan sehingga dapat menampung debit air lebih dari 0,85 m3/detik.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Z. 2005. Evaluasi Kebijakan Sumur Resapan Air Hujan Untuk Konservasi Air Tanah

Dangkal Di Kabupaten Sleman. Universitas Diponegoro, Semarang.

Arafat, Y. 2008. Reduksi Beban Aliran Drainase Permukaan Menggunakan Sumur Resapan.

Jurnal SMARTek, Vol. 6, No. 3, Agustus, 144 – 153.

Hetwisari, Tia. 2014. Ruang Terbuka Hijau dalam Menunjang Kawasan Perkotaan Zero Delta

Q Policy. Semarang. Universitas Diponegoro.

Kusnaedi. 2011. Sumur Resapan Untuk Pemukiman Perkotaan dan Pedesaan, Penebar

Swadaya. Jakarta.

Soemarto, C. D. 1986. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional.

Sunjoto. 1989. Teknik Konservasi Air Pada Kawasan Permukiman.Yogyakarta. Universitas

Gadjah Mada.

Wangsasusana, Doni. 2012. Kajian Konsep Zero Delta Q Policy Terhadap Adanya Kebijakan

Pemekaran Wilayah Kota Banjar – Jawa Barat. Bandung.

Page 186: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 373

ANALISIS SISTEM DEWATERING MENGGUNAKAN METODE

PREDRAINAGE PADA KONSTRUKSI BASEMENT PROYEK

APARTMENT GAYANTI CITY, JAKARTA SELATAN

Retno Dwi Wulandari1

Budi Santosa2

1,2Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma,

Jalan Akses Kelapa Dua, Kampus G Universitas Gunadarma Depok,

e-mail: [email protected],

[email protected]

Abstrak

Penelitian dilakukan pada proyek Gayanti City yang terletak di Jl. Gatot Subroto kav.2, terdiri dari 3

gedung yaitu 2 gedung apartemen dan 1 gedung kantor dengan 4 lantai basement yang memiliki luas

keseluruhan bangunan 8433 m2

atau 0.85 Ha. Penelitian bertujuan untuk merencanakan sistem

dewatering yang dilakukan guna menurunkan muka air tanah 0,5 - 1 m di bawah rencana elevasi

galian, sehingga tidak mengganggu pekerjaan konstruksi basement. Perhitungan pada laporan ini

diasumsikan sebagai akuifer terbatas dengan menggunakan sistem dewatering predrainage dengan

hasil analisa perhitungan debit air tanah sebesar 4175 liter/menit, memiliki kapasitas pemompaan

debit air tiap sumur sebesar 445 liter/menit. Membutuhkan 12 pompa submersible berkapasitas 250

liter/menit dan waktu pengeringan ±2 menit. Pemompaan air tanah ini menyebabkan penurunan muka

air tanah pada daerah sekitar sebesar 6 m. Sedangkan, Hasil analisa debit rembesan air tanah sebesar

852 liter/menit dan debit banjir rencana 133,82 liter/menit dengan hasil perhitungan dimensi sump pit

5 x 5 x 1,5 m, dengan kebutuhan pompa sebanyak 11 pompa engine berkapasitas 250 liter/menit di tiap

titik sump pit dengan waktu pengeringan ±2 menit.

Kata Kunci : Basement, Dewatering, Pompa Submersible, Predrainage

PENDAHULUAN Pelaksanaan kontruksi basement memerlukan proses penggalian tanah yang dilakukan hingga

puluhan meter di bawah muka air tanah. Masalah yang dihadapi dalam konstruksi pelaksanaan

basement adalah muka air tanah yang tinggi pada daerah penggalian. Saat berlangsungnya

pekerjaan konstruksi, basement di haruskan dalam kondisi kering dari genangan air, sehingga

pembangunan basement selesai tanpa gangguan. Menjaga area kontruksi basement untuk tetap

kering, maka dilakukan pekerjaan sistem dewatering. Sistem dewatering adalah sistem

pengaturan atau pengontrolan air. Pekerjaan dewatering diperlukan untuk menurunkan muka

air tanah awal (M.a.t) sehingga berada dibawah elevasi rencana galian.

Pekerjaan dewatering mutlak diperlukan untuk menjaga gaya uplift selama pekerjaan galian,

kontruksi basement dan pondasi sampai perhitungan berat konstruksi bangunan dapat

mengimbangi gaya uplift. Laporan tugas akhir ini akan membahas tentang perencanaan sistem

dewatering menggunakan metode predrainage pada Proyek Apartemen Gayanti City. Hal ini

diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pemilihan sistem dewatering, untuk

menyelesaikan pelaksanaan konstruksi tahap pertama proyek gedung secara efektif dan efisien.

LITERATURE REVIEW

Air tanah merupakan air sisa yang meresap turun (infiltrasi) ke dalam tanah setelah hujan,

evaporasi, dan evapotranspirasi. Pengaruh air tanah yang tidak dipertimbangkan pada proyek

kontruksi dapat mengakibatkan suatu problem yang besar, seperti menyebabkan keterlambatan

Page 187: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 374

proyek bahkan perubahan desain kontruksi secara drastis. Oleh karena itu Pekerjaan

dewatering perlu di persiapkan terlebih dahulu untuk menghindari permasalahan tersebut.

Dewatering merupakan pekerjaan pengeringan tanah agar air tanah yang ada tidak mengganggu

proses pelaksanaan pekerjaan yang dipengaruhi oleh air tanah, seperti pekerjaan basement.

Dewatering dapat dilakukan dengan menurunkan muka air tanah sebelum pelaksanaan

pekerjaan galian, serta dapat dilaksanakan setelah pekerjaan galian baru dimulai dan air tanah

secara kontinyu dipompa keluar lokasi galian selama pekerjaan galian berlangsung.

Terdapat beberapa metode dalam pelaksanaan dewatering diantaranya :

a. Open Pumping

b. Cut Off

Pada metode dewatering cut off ini aliran air tanah dipotong dengan

beberapa cara seperti dinding penahan tanah.

c. Predrainage

Pada metode dewatering ini muka air (water table) diturunkan terlebih dahulu sebelum

penggalian dimulai, dengan menggunakan wells, wellpoint.

METODE PENELITIAN

Pada tahap ini penulis mengumpulkan data yang sekiranya dapat digunakan untuk perhitungan.

Data yang di perlukan untuk perhitungan adalah sebagai berikut :

1. Data hidrologi berupa data curah hujan 10 tahun.

2. Data geoteknik seperti penyeledikan tanah dan pengujian tanah lab.

3. Data beban etabs dengan asumsi berat kontruksi yang telah diolah.

4. Data pengujian pemompaan lapangan.

Gambar 1. Flowchart Perencanaan Sistem Dewatering Predrainage

Page 188: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 375

PEMBAHASAN

Radius Equivalent

Menentukan jumlah air yang harus dipompa melalui akuifer juga harus berdasarkan luas galian

yang ada, dengan Radius equivalent well (Rw) dan radius equivalent untuk multiple well

(metode hausmann, 1990). Menentukan total jumlah air yang harus di pompa. Maka harus

mengestimasikan area penggalian sebagai sumur bayangan dengan dengan jarak dari nilai Rw.

Gambar 2. Radius sebuah sumur bayangan

Sumber : Dewatering of excavation, chapter 9, Naroma University.

π

b x aR w

Dimana : rw : Jari-jari sumur uji

a : Panjang area galian

b : Lebar area galian

π : Radius Pemompaan (3,14)

Perhitungan pada radius sumur bayangan berdasarkan luas area galian proyek apartemen

Gayanti City yaitu sebesar 51,99 m atau 52 m.

Parameter Hidrogeologi

Koefisien permeabilitas rata-rata yang searah dengan arah aliran dari suatu aliran tanah dapat

ditentukan dengan cara mengadakan uji pemompaan dari sumur. Ketinggian air di dalam

sumur uji dan sumur observasi diteliti secara terus menerus sejak pemompaan dilakukan

hingga keadaan stabil (steady state equilibrium) dicapai ( Braja. M. D, 1985). Tujuan uji

pemompaan (pumping test) ialah untuk mensimulasi proses dewatering yang kelak akan

dilakukan, dengan memperoleh parameter hidrogeologi diantaranya transmissibiltiy, koefisien

storage, dan koefisien permeabilitas yang diperlukan untuk merencanakan pekerjaan

dewatering. Hasil perhitungan parameter uji pemompaan yang diperoleh pada proyek

Apartemen Gayanti City yaitu : Transmissibilty (T) sebesar 0,001437 m2/sec , Koefisien

Permeabilitas sebesar 5,74 x 10-5

m/sec, dan Koefisien Storage sebesar 0,80876 x 10-2

m2/sec.

Radius Pengaruh

Radius pengaruh ialah jarak dari sumbu sumur uji ke suatu jarak tertentu dimana tinggi muka

air tanahnya tidak mengalami penurunan atau sama dengan tinggi muka air tanah awal. Radius

pengaruh dapat diperoleh berdasarkan rumus Sichart (1928). Perhitungan radius pengaruh

pada proyek apartemen Gayanti City yaitu sebesar 102,709 atau 102 m

Debit Air Tanah

Perhitungan debit tanah harus memperhatikan jenis akuifer pada lokasi, hal tersebut dapat

dilihat dalam boring log. Bahwa akuifer dalam proyek gayanti city adalah akuifer terbatas

(confined aquifer). Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui daya laju air pada suatu lapisan

Page 189: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 376

tanah sehingga dapat diketahui debit air nya. Menggunakan asumsi (Dupuit, 1863 dan Thiem,

1906).

Gambar 3. Aliran Confined Aquifer

Sumber : Dewatering of excavation, chapter 9, Naroma University.

w

w

rR

hHkDQ

ln

2

Dimana :

Q : Debit air pada sumur yang dipompa pada lapisan confined aquifer (m3/detik)

H : Level piezometer sebelum pemompaan (m)

hw : Level muka air tanah di sumur setelah pemompaan (m)

rw : Jari-jari sumur uji

GWL = 6 m

GWL Turun -20.5

Well Diameter : 15 cm

hw : 4,5 m

H : 19 m

Dasar Galian -19.5 m

Dasar Pompa -25 m

Dasar Lubang Sumur -27 m

Muka Tanah

GAMBAR PERHITUNGAN DEWATERING

Gambar 4. Hasil Perhitungan Dewatering

Kapasitas Pemompaan

Efektifitas dari setiap sumur tidak dapat mencapai 100 % karena adanya kehilangan gesekan,

Oleh Karena itu perhitungan harus mengestimasikan kapasitas pemompaan dari setiap sumur.

Berdasarkan Sichart dan Kyrieleis (1930) untuk mengestimasikan pemompaan sumur tunggal

sedangkan untuk debit dari air yang dipompa pada sumur jamak dapat dihitung menggunakan

rumus (Forchheimer, 1930).Dengan hasil perhitungan sebesar sebesar 445 liter/menit untuk

sumur tunggal dan 5443,02 liter / menit untuk pemompaan sumur jamak dalam sekali

pemompaan.

Page 190: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 377

Gambar 5. Grup sumur : (a) notasi dan (b) pengaturan melingkar dari sumur

Sumber : Dewatering of excavation, chapter 9, Naroma University.

Jarak Penurunan Muka Air

Karena tanah di akuifer terbatas selalu berada dalam keadaan jenuh, pengeringan air pori

selama dewatering menyebakan penurunan ketebalan akuifer. Karena penurunan head

mengikuti kenaikan tegangan efektif, ketebalan akuifer akan berkurang sebagai hasilnya.

Menggunakan rumus (Jacob, 1940), berikut adalah hasil perhitungannya :

Tabel 1. Jarak Penarikan Air Terhadap Waktu

Time since pumping

started (min) Drawdown (m)

0 0

0,25 0,95

0,5 1,23

0,75 1,40

1 1,52

2 1,80

3 1,97

5 2,18

7 2,32

10 2,46

20 2,75

30 2,91

50 3,12

70 3,26

100 3,41

200 3,69

300 3,86

500 4,07

700 4,21

1000 4,36

1200 4,43

1300 4,46

1400 4,49

1500 4,52

1600 4,55

1700 4,57

1800 4,60

1900 4,62

2000 4,64

2200 4,68

Page 191: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 378

Gambar 6. Kurva Drawdown vs waktu pemompaan

Setelah dilakukan pemompaan untuk periode waktu tertentu, pompa dimatikan dan kurva

drawdown akan bertahap kembali pada ketinggian air awal. Hubungan antara pemulihan kurva

drawdown dan waktu bisa didapatkan dengan koefisien transmissivity atau permeabilitas,

sesuai dengan desain sebagai metode recovery. Berdasarkan Theis (1935).

Gambar 7. Variasi penarikan pada cofined aquifer : (a) hubungan antara penarikan dan waktu dan (b)

hubungan antara penarikan dan jarak. Sumber: Dewatering of excavation, chapter 9, Naroma University.

'log

4

3.2

'ln

4'

t

t

T

Q

t

t

T

Qs

Dimana :

s' : Residual drawdown, dimana, jarak antara level air pada sumur pemompaan dan muka air tanah

awal.

Q : Kuantitas pengembalian air, sebanding dengan jumlah pelepasan.

T : Koefisien transmissivity

t : Waktu semenjak pemompaan

t' : Waktu semenjak pemompaan

berenti

Tabel 2. Nilai Residual Drawdown

Time Since Pumping

Started (min) t/t'

Residual Drawdown

(m)

3021 3021,00 3,2915

3022 1511,00 3,0070

3023 1007,87 2,8406

2500 4,73

2800 4,78

2990 4,81

Page 192: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 379

3025 605,00 2,6310

3027 805,00 2,7483

3030 432,43 2,4931

3040 303,00 2,3470

3070 152,00 2,0636

3090 61,40 1,6913

3120 31,20 1,4132

3220 16,10 1,1414

3520 7,04 0,8016

3720 5,31 0,6858

4020 4,02 0,5715

5020 2,51 0,3780

5980 2,02 0,2888

Gambar 8. Kurva Nilai Residual Drawdown Terhadap Waktu

Akibat pekerjaan dewatering akan terjadi penurunan muka air tanah yang dapat diperhitungkan

dengan menggunakan rumus sichart (Ray K.Linsey, Joseph B.Franzini, Water-Resources

Engineering, 1979) sebagai berikut : 22 rb

Karena nilai b belum diketahui, terlebih dahulu mencari nilai b menggunakan perhitungan

berikut :

Rw

R

hwHbkQ

log

)(7,2

Maka ditemukan nilai b, yaitu sebesar :

31065,7 b

Setelah memasukan semua nilai kedalam rumush sichart dihasilkan jarak penurunan sebesar 6

m.

Page 193: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 380

Gambar 9. Radius Penurunan Air Tanah Pada Area Galian

Debit Rembesan (Seepage)

Debit rembesan air pada area galian meliputi area dinding dan bawah galian. Hal tersebut

dikarenakan penggunaan metode predrainage, area galian tidak dikeliling dinding penahan

tanah seperti pada cut off. Nilai yang dihasilkan pada setiap lapisan tanah pun berbeda

tergantung tingkat permeabiltas tanahnya. Perhitungan debit rembesan (seepage) dapat

dihitung menggunakan hukum Darcy (1856).

Tabel 3. Hasil Debit Rembesan Tiap Lapisan Tanah

Jadi, jumlah debit yang lewat dari seluruh lapisan pada satu sisi adalah 0,0000366 m3/sec.

Mempertimbangkan keliling area galian sepanjang 388 meter, maka total rembesan adalah

0,0142 m3/sec atau 852 liter/menit untuk luas area 388 meter dan kedalam sekitar 60 meter

dengan tanah dominan adalah lanau kelempungan.

Perhitungan Rembesan (Seepage) Air Tanah

Banyak Lapisan v q

Lapisan 1

(Silty Clay) 1,38x10

-6 6,90x10

-6

Lapisan 2

(Sand Very Dense) 8,13x10

-6 7,32x10

-5

Lapisan 3

(Silty Clay) 2,41x10

-8 7,22 x 10

-8

Lapisan 4

(Silty Clay) 1,20x10

-5 1,44x10

-5

Lapisan 5

(Silty Clay) 8,13x10

-10 4,87x10

-9

Lapisan 6

(Cemented Sand) 2,41x10

-5 9,62x10

-5

Lapisan 7

(Silty Clay ) 8,13x10

-10 1,63x10

-9

Lapisan 8

(Sand, medium dense) 2,41x10

-6 3,36x10

-5

Lapisan 9

(Cemented Sand) 2,41x10

-6 1,20x10

-5

JUMLAH 3,66x10-5

Page 194: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 381

No. Jenis Distribusi Syarat Hasil Perhitungan Kesimpulan

Cs ≈ 0 -0,285 Tidak Memenuhi

Ck = 0 2,621 Tidak Memenuhi

Cs = 3*Cv+Cv2=0.205 0,00350549 Tidak Memenuhi

Cv = 0,06 0,001 Tidak Memenuhi

Cs ≠ 0 -1,861 Memenuhi

Cv ≈ 0,3 0,001 Tidak Memenuhi

Cs < 1,14 -0,285 Memenuhi

Ck < 5,4 2,621 Memenuhi4 Gumbel Tipe I

Pemilihan Jenis Sebaran

1 Normal

2 Log Normal

3 Log pearson III

Hidrologi

Data hidrologi dianalisis untuk membuat keputusan dan menarik kesimpulan mengenai

fenomena hidrologi berdasarkan sebagian data hidrologi yang dikumpulkan (Soewarno, 1995).

Analisis hidrologi pada sistem dewatering di sini adalah rumus-rumus pendekatan atau empiris

yang digunakan untuk menghitung debit air yang harus dipompa agar tujuan dewatering yang

diinginkan dapat tercapai (Asiyanto, 2006).

Tabel 4. Resume Perhitungan Metode Distribusi

Tabel 5. menunjukkan beberapa parameter yang menjadi syarat penggunaan suatu metode

distribusi. Dari tabel tersebut ditunjukkan beberapa nilai Cs dan Ck yang menjadi persyaratan

dari penggunaan 4 jenis metode distribusi.

Tabel 5. Syarat Penggunaan Jenis Sebaran

Dari keempat metode yang digunakan di atas yang paling mendekati adalah sebaran Metode

Gumbel Tipe I dengan nilai Cs = -0,285 mendekati persyaratan Cs ≤ 1,14 dan nilai Ck = 2,621

yang mendekati persyaratan Ck ≤ 5,4002.

Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di

mana air tersebut berkonsentrasi.Intenstias hujan ditentukan oleh waktu konsentrasi t, yaitu

waktu yang dibutuhkan oleh air hujan untuk mengalir dari titik tejauh sampai sumpit, dimana

kecepatan aliran dibatasi 0,5 m/det untuk mencegah penggerusan. Menghitung Nilai intensitas

(I) dengan metode Mononobe.

3

2

24 24.

24

t

RI

Dimana :

I : Intensitas curah hujan (mm/jam).

T : Lamanya curah hujan (jam).

24R : Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).

Resume Perhitungan Metode Distribusi

No Periode

Ulang

Analisis Frekuensi Hujan Rencana (mm)

Metode

Gumbel

Metode

Normal

Metode

Log

Normal

Metode

Log

Pearson III

1 2 122,864 127,900 127,900 140,929

2 5 167,215 159,113 170,750 168,359

3 10 196,575 175,463 198,652 177,030

4 25 224,373 201,474 252,736 129,449

5 50 233,682 204,075 258,896 177,884

6 100 261,207 214,480 285,072 186,020

Page 195: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 382

R2 R5 R10 R25 R50 R100

122,86 167,21 196,57 224,37 233,68 261,21

1 42,60 57,97 68,15 77,79 81,01 90,56

2 26,83 36,52 42,93 49,00 51,04 57,05

3 20,48 27,87 32,76 37,40 38,95 43,54

4 16,90 23,01 27,05 30,87 32,15 35,94

5 14,57 19,83 23,31 26,60 27,71 30,97

6 12,90 17,56 20,64 23,56 24,54 27,43

7 11,64 15,84 18,62 21,26 22,14 24,75

8 10,65 14,49 17,04 19,45 20,25 22,64

9 9,84 13,40 15,75 17,98 18,72 20,93

10 9,18 12,49 14,68 16,76 17,45 19,51

11 8,61 11,72 13,78 15,73 16,38 18,31

12 8,13 11,06 13,00 14,84 15,46 17,28

13 7,70 10,49 12,33 14,07 14,65 16,38

14 7,33 9,98 11,73 13,39 13,95 15,59

15 7,00 9,53 11,21 12,79 13,32 14,89

16 6,71 9,13 10,73 12,25 12,76 14,26

17 6,44 8,77 10,31 11,77 12,25 13,70

18 6,20 8,44 9,92 11,33 11,80 13,19

19 5,98 8,14 9,57 10,92 11,38 12,72

20 5,78 7,87 9,25 10,56 11,00 12,29

21 5,60 7,62 8,95 10,22 10,64 11,90

22 5,43 7,38 8,68 9,91 10,32 11,53

23 5,27 7,17 8,43 9,62 10,02 11,20

24 5,12 6,97 8,19 9,35 9,74 10,88

Perhitungan Intensitas Curah Hujan

t (jam)

R24

Tabel 6. Intensitas Curah Hujan

Gambar 10. Kurva Perhitungan Intensitas Hujan

Debit Banjir Rencana

Mempertimbangkan tanah lapisan atas galian basement merupakan tanah kohesif dengan nilai

permeabilitas yang rendah. Menyebabkan debit air yang menyerap sedikit dan cenderung

membutuhkan waktu penyerapan yang lama kedalam butiran tanah, sehingga air yang tidak

diserap pun akan melimpas ke luar daerah penggalian. Metode yang digunakan untuk

menghitung debit banjir rencana adalah metode Rasional

AICQ 278,0

Dimana :

Q : Debit rencana (m3 /detik)

C : Koefisien pengaliran

I : Intensitas hujan (m3 /jam)

A : Luas area tampungan (m2 )

Page 196: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 383

Hasil perhitungan debit banjir rencana menggunakan metode rasional sebesar 133,82

liter/menit. Perhitungan debit air hujan tersebut untuk waktu yang singkat. Volume air hujan

maksimum terjadi bila waktu hujan sama dengan waktu konsentrasi. Perhitungan nilai volume

air hujan maksimum sebesar 4796 liter/menit.

Sump Pit

Sump pit berfungsi sebagai tempat penampungan air sebelum dipompa keluar dari area galian

basement. Dimensi sump tergantung dari jumlah air yang masuk serta keluar dari sump. Pada

prinsipnya sump diletakan pada lantai basement yang paling rendah, jauh dari aktifitas

konstruksi, daerah sekitarnya tidak muda longsor, dekat dengan kolam pengendapan, dan

mudah untuk dibersihkan. Sump pada daerah penelitian rencananya dibuat pada setiap lapisan

penggalian pada lokasi pit bottom tower dengan elevasi terendah. Sump dirancang agar mampu

menampung air selama periode hujan dan air rembesan tanpa dilakukan pemompaan, dengan

trial and error dilakukan pemilihan dimensi sump untuk dapat menampung debit selama satu

hari. Tabel 7. Analisa Dimensi Sump Pit

Gambar 11. Dimensi Sump Rencana

Kebutuhan Pompa

Perhitungan kebutuhan pompa ini digunakan untuk menentukan keefektifan jumlah

penggunaan dengan debit yang ada sehingga waktu pengeringan dewatering tercapai dan tidak

menghambat pekerjaan galian basement, terdapat dua jenis pompa yang digunakan sebagai

yaitu sumur dalam (deep well) dan permukaan. Pemompaan pada daerah galian harus

mencukupi untuk menurunkan muka air tanah pada kedalaman dibawah permukaan galian.

Muka air tanah harus berada sekurangnya 0.5-1 m dibawah permukaan galian. Dengan hasil

kebutuhan pompa deep well sebesar 12 buah dengan menggunakan pompa berkapasitas 2PK

atau 250 liter/menit membutuhkan waktu pengeringan 1,8 menit atau 0,03 jam, sedangkan

untuk pompa permukaan dibutuhkan 11 pompa dengan kapasitas pompa yang sama

membutuhkan waktu pengeringan sekitar 1 menit.

Gaya Uplift Gaya uplift atau tekanan uplift merupakan suatu peristiwa konstruksi bangunan terangkat karena gaya

rembesan yang terjadi lebih besar dari pada beban struktural. Menggunakan perhitungan hukum

Archimedes, diperoleh nilai berat konstruksi (P1) sebesar 13,10 ton/m2 ,

kapasitas tarik tiang (Qs)

sebesar 21,3 ton, nilai uplift (P2) sebesar 30 ton/m2.

Maka: Bila gaya P2 lebih besar dari jumlah P1+Qs,

maka gaya uplift akan terjadi, namun bila sebaliknya yaitu gaya uplift (P2) lebih kecil, maka keadaan

dapat dikatakan aman.

Page 197: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 384

H (m) Lapisan Tanah Δσ

(kN/m2)

Δ'vo

(kN/m2)

(Δ'vo+Δσ)/

Δ'vo

log

((Δ'vo+Δσ

)/Δ'vo)

δv

5 Silty Clay 45,6 58,27 1,78 0,25 0

9 Sand, Very Dense 169,56 153,03 2,11 0,32 0

3 Silty Clay 27,3 39,01 1,7 0,23 0

12 Silty Clay 134,4 151 1,89 0,28 0

6 Cemented Sand 113,04 108,3 2,04 0,31 0

4 Silty Clay 45,08 59,99 1,75 0,24 0,047

2 Sand, Medium Dense 37,68 48,66 1,77 0,25 0

14 Silty Clay 161,56 189,34 1,85 0,27 0,227

5 Cemented Sand 94,2 93,39 2,01 0,3 0

Hasil Analisis Penurunan Konsolidasi

Konsolidasi

Sejauh dewatering dan pompa dibutuhkan, penyelesaian konsolidasi harus dipertimbangkan.

Jumlah penurunan konsolidasi yang disebabkan oleh pemompaan dapat dihitung dengan

menggunakan salah satu teori konsolidasi dimensi 1 Terzaghi. Penurunan konsolidasi hanya

dapat terjadi pada jenis tanah lempung. Contoh perhitungan konsolidasi untuk 1 lapisan adalah

sebagai berikut :

vo

vo

ve

CcH'

'

log1 0

Dimana :

δv : Penurunan konsolidasi

H : Ketebalan dari lapisan lempung

e0 : Inisial void ratio

Cc : Koefisien pemampatan

Δσ : Tekanan efektif vertikal akibat pemompaan

σ'v0 : Tekanan efektif vertikal pada tanah lempung

Tabel 8 Perhitungan Penurunan Konsolidasi

Besarnya penurunan total diatas, terjadi akibat penurunan muka air tanah oleh pelaksanaan

pekerjaan dewatering. Penurunan tersebut merupakan potensi konsolidasi yang dapat terjadi

bila batas penurunan muka air tanah berada dibawah siklus musim hujan dan kemarau.

Penurunan konsolidasi ini hanya terjadi pada jenis tanah lempung, sedangkan untuk jenis pasir

menggunakan perhitungan penurunan segera. Total penurunan konsolidasi untuk lapisan

dengan kedalaman 35-39 m yaitu sebesar 0,047, sedangkan untuk kedalaman 41-55 m sebesar

0,227 m.

Gambar 12. Perencanaan denah lokasi sumur dewatering, piezometer, dan sumur recharging metode

predrainage.

Page 198: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 385

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Menggunakan asumsi confined aquifer dengan kedalaman air tanah sedalam ±6 m, Hasil

analisis debit air tanah yaitu 4.175 liter/menit dengan luas area galian basement ±0.85 Ha.

Perhitungan analisa debit rembesan (seepage) yaitu sebesar 0,0142 m3/sec untuk area

penggalian ±388 m. Hasil analisa debit curah hujan menggunakan data curah hujan 10

tahun stasiun hujan cawang, diperoleh metode distribusi yang sesuai yaitu gumbel tipe I

dengan debit banjir rencana yang diperoleh sebesar 67,96 mm/jam atau 133,82 liter/menit.

2. Kapasitas pemompaan debit setiap sumur 445 liter/menit, debit dari kapasitas pemompaan

sumur jamak 5.443,02 liter/menit.

3. Jarak penurunan muka air tanah pada sekeliling area pemompaan sebesar 6 m, sedangkan

jarak terbesar akibat penarikan air setiap sumur adalah 4,81 m

4. Perhitungan kebutuhan pompa yang diperoleh untuk deep well (submersible) yaitu 12

buah, dan pompa permukaan yaitu 11 buah, dengan kapasitas pompa rencana 250-300

liter/menit.

5. Berdasarkan hasil analisa nilai penurunan tanah (konsolidasi) dari data Cu triaxial

adalah sebesar 0,275 m dan nilai uplift dikatakan aman.

Saran

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan sebagai berikut :

1. Saluran drainase pada lokasi pekerjaan perlu diperhatikan, mengingat pemompaan debit

cukup besar, sehingga harus diperhitungan debit yang akan di buang pada saluran drainase

perkotaan.

2. Perhitungan nilai konsolidasi pada laporan ini hanya dihitung berdasarkan data cu triaxial

dan perhitungan penurunan segera tidak dihitung, oleh karena itu harus ditinjau kembali

standar penurunan jika ada, dan perhitungan harus berdasarkan data yang lebih lengkap.

3. Perhitungan uplift pada tugas akhir ini hanya berdasarkan perhitungan empiris, sehingga

perhitungan tersebut belum dikatakan memenuhi perhitungan teoritis yang memadai.

DAFTAR PUSTAKA

Asiyanto. (2006). Metode Konstruksi Dewatering. Jakarta : UI-Press.

Cashman, P.M. and Preene M. (2002). Ground Water Lowering in Construction, London and

New York : Spoon Press.

Departments of Army, the Navy, and Air Force. (1983). Dewatering and Groundwater

Control, Washington D.C.

Intara, I Wayan. (2014). “Metode Pelaksanaan Dewatering yang Ramah Lingkungan pada

Proyek the Nest Condotel”. Journal of Politeknik Negeri Bali.

Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor :

28/PRT/M/2016 Tentang Analisis Harga Satuan Pekerjaan Bidang Pekerjaan Umum.

Ma’ruf, Rifzal Azka. (2014). Analisis Pengaruh Genangan Air pada Pelaksanaan Pondasi

Ditinjau dari Biaya Proyek Hotel Anugerah Palace Surakarta. Tugas Akhir Fakultas

Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah, Surakarta

Muchsinin, Achmad. (2014). Desain Struktur Bawah Proyek Gedung di Jakarta. Tugas Akhir

Fakultas Teknik Sipil, Universitas Mercu Buana.

Nurmanto, Andri. (1994). Desain, Pelaksanaan dan Permasalahan Pekerjaan Dewatering

Basement Dua Lantai pada Tanah Kohesif di Jakarta, Tugas Akhir fakultas Teknik Sipil,

Universitas Indonesia.

Powes, J.P. et al. (1992). Construction Dewatering 2nd ed.

Page 199: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Retno Dwi Wulandari dan Budi Santosa, Analisis Sistem Dewatering... 386

PT. Tarumanegara Bumiyasa. (2014). Laporan Tanggapan Atas Pemeriksaan III-TPKB

Gayanti City.

Runi Asmaranto, ST., MT. Rembesan Air Dalam Tanah. Available :

http://runiasmaranto.lecture.ub.ac.id/materi-kuliah/mekanika-tanah-lanjut/

Sahid, Mur Nur. dan Abdurrosyid Jaji, Dkk. (2016). “Analisis Pengaruh Genangan Air

Lingkungan pada Pelaksanaan Proyek Hotel Harris dan Pop! Solo Terhadap Biaya”.

Journal of Universitas Muhammadiyah Surakarta.

U.S Department of the Interior Bureau of Reclamation (1977). Ground Water Manual.

Warsita, Ita. dan Permana, Sulwan. Dkk. (2014). “Perancangan Dewatering Pada Konstruksi

Basement Proyek Landmark Residence Bandung”. Journal of Sekolah Tinggi Teknologi

Garut.

Wijaya, Eka Sendi. (2014). Analisis Kapasitas Saluran Drainase Perumahan Kopri Tangerang,

Tugas Akhir Fakultas Teknik Sipil, Universitas Mercu buana.

Zaidatul, Zahara. (2008). Kontrol Penurunan Tanah Akibat Timbunan Pada Titik dengan Bor

Log Test No. BH-II (Area-II) Proyek Bandar Udara Kuala Namu. Tugas Akhir Fakultas

Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara.

Page 200: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nisatun Muslimah dan Nahdalina, Perencanaan Kinerja Simpang... 387

PERENCANAAN KINERJA SIMPANG BERSINYAL STAGGER

MENGGUNAKAN SOFTWARE VISSIM

Nisatun Muslimah1

Nahdalina2

1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

e-mail: [email protected],

[email protected]

Abstrak Transportasi darat merupakan masalah yang paling dominan dibanding transportasi lainya

terutama di daerah perkotaan, Persimpangan merupakan pertemuan dua jalan atau lebih yang

bersilangan (MKJI, 1997), disini lalu lintas mengalami konflik permasalahan persimpangan juga

terjadi pada persimpangan stagger. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk mensimulasikan

perencanaan kinerja simpang menggunakan software Vissim berdasarkan data yang diambil

dilapangan setelah dilakukan kalibrasi. Data yang diambil yaitu berupa data volume kendaraa, data

kondisi geometrik, data panjang antrian dan data setting lampu. Kalibrasi dilakukan secara trial and

error dengan mengubah perilaku pengemudi. Variabel yang diperhitungkan pada kalibrasi yaitu

panjang antrian pada simulasi dan panjang antrian yang diambil dilapangan dengan diukur korelasi

kedekatan panjang antrian yang dihasilkan. Kinerja yang direncanakan yaitu konfigurasi lampu pada

Simpang Manunggal lalu di simulasikan kembali dengan menggunakan software Vissim, dihasilkan

bahwa nilai panjang antrian dapat berkurang 35% dan 62% nilai tundaan.

Kata Kunci: simpang, kinerja, lapangan, vissim

PENDAHULUAN

Transportasi darat merupakan masalah yang paling dominan dibanding transportasi lainya

terutama di daerah perkotaan. Persimpangan merupakan pertemuan dua jalan atau lebih yang

bersilangan (MKJI, 1997), disini lalu lintas mengalami konflik permasalahan persimpangan

juga terjadi pada persimpangan stagger. Permasalahan yang biasa terjadi pada simpang stagger

yaitu kendaraan yang berhenti pada area stagger karena mendapat sinyal merah sebelum lepas

ke lengan berikutnya (Budiyanto Wahyu, 2014). Solusi untuk meningkatkan pelayanan

simpang bersinyal stagger perlu dilakukan evaluasi,analisis dan juga permodelan. Permodelan

yang dilakukan yaitu simulasi kinerja simpang bersinyal stagger menggunakan software Vissim

agar dapat membadingkan kinerja dengan yang ada dilapangan untuk melihat perbedaan yang

signifikan. Peningkatan tersebut diharapkan dapat menjadi solusi terbaik dalam meningkatkan

kinerja simpang bersinyal stagger tersebut.

LITERATURE REVIEW

Menurut Bina Marga simpang Stagger merupakan simpang T bergeser dimana persimpangan

satu kakinya bergeser. Vissim adalah Software yang bisa mensimulasi, dapat digunakan dalam

beberapa pengaturan sinyal, termasuk mengevaluasi kinerja simpang bersinyal stagger,

Pengguna software ini bisa memodelkan segala jenis konfigurasi geometrik ataupun perilaku

pengguna jalan yang terjadi dalam sistem transportasi (Aryandi R.D. and Munawar, 2014)

Beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan perencanaan menggunakan software vissim

antara lain Agung & Eryani (2015); Budiyanto Wahyu (2014); Budiman Febri, Erwan, et.al.

(2016); Aryandi, R.D. & Munawar (2014); W. C pipit (2016). Penelitian ini bertujuan untuk

mengukur kondisi lalu lintas di lapangan termasuk kondisi geometrik, volume kendaraan,

setting lampu dan panjang antrian, mengkalibrasi dan memvalidasi vissim dengan kondisi

aktual di lapangan, dan merencanakan perbaikan kinerja simpang stagger menggunakan

permodelan vissim.

Page 201: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nisatun Muslimah dan Nahdalina, Perencanaan Kinerja Simpang... 388

METODE PENELITIAN

Data yang digunakan dalam metodologi penelitian merupakan data primer yang langsung

diambil di lapangan yaitu meliputi data kondisi eksisting geometrik, panjang antrian, data

lampu lalu lintas dan volume kendaraan. Bagan alir perencanaan sebagai berikut :

Gambar 1 Bagan Alir Perencanaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Permodelan Simulasi Vissim

Permodelan simulasi vissim dilakukan diawali dengan membuat jaringan jalans esuai

dengan kondisi di lapangan, menginput data-data yang telah di survei, mengatur rute kendaraan

(Vehicle routes), mengatur kecepatan kendaraan pada simulasi vissim, menerapkan conflict

area, menentukan model kendaraan, kelas kendaraan, komposisi kendaraam (vehicle

composition), menerapkan perilaku pengemudi (driving behavior) sesuai dengan keadaan

eksisting di lapangan dan melakukan konfigurasi sinyal lampu (Signal Control).

Page 202: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nisatun Muslimah dan Nahdalina, Perencanaan Kinerja Simpang... 389

Kalibrasi Program Vissim dengan Lapangan

Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan metode trial and error yang telah dilakukan oleh

peneliti terdahulu oleh Nurjannah Haryanti Putri dan Muhammad Zudhy Irawan dengan judul

Mikrosimulasi Mixed Traffic Pada Simpang Bersinyal Dengan perangkat Lunak Vissim (Studi

Kasus: Simpang Tugu Yogyakarta) dan uji coba trial and error dengan angka yang lain.

Paramater dilakukan kalibrasi pada permodelan simulasi Simpang manunggal adalah sebagai

berikut :

Tabel 1. Kalibrasi Vissim

Trial Ke- Parameter yang diubah Sebelum Sesudah

1 (Default) Desired Position at free flow Middle of lane : Off On

2 (Peneliti terdahulu)

Average standstiil distance 0,55 0,6

Additive part of safety distance 0,55 0,6

Multiplicative part off safety distance 1 1

3

Average standstiil distance 0,6 0,65

Additive part of safety distance 0,6 0,65

Multiplicative part off safety distance 1 1

Setelah melakukan ketiga trial and error seperti pada Tabel 1. maka dapat disimpulkan hasil

trial and error yang mendekati hasil panjang antrian lapangan dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Grafik Kumulatif Panjang Antrian

Gambar 2 menjelaskan bahwa panjang antrian yang hasilnya hampir sama dengan hasil

lapangan yaitu pada trial ke 2 yaitu menggunakan trial dari penelitian terdahulu.

Validasi Program Vissim dengan Lapangan

Hasil proses kalibrasi simulasi program vissim dan lapangan pada masing masing kondisi dan

lengan sebagai berikut : Tabel 2. Hasil Kalibrasi Panjang Antrian

Kondisi WAKTU

Panjang Antrian

Sebelum Kalibrasi Setelah Kalibrasi

Merdeka Manunggal Tentara Marta Merdeka Manunggal Tentara Marta

Hari

Kamis

08.00-09.00 100,88 225,35 88,35 195,11 85,09 81,54 77,23 91,3

09.00-10.00 100,68 225,35 88,35 195,11 86,03 81,54 77,23 90,81

10.00-11.00 120,11 226,72 96,65 203,87 86,39 81,47 77,23 90,81

11.00-12.00 134,52 270,87 96,22 200,22 86,98 81,47 78,32 88,98

15.00-16.00 122,56 292,77 100,34 225,15 88,4 185,22 71,97 98,57

Page 203: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nisatun Muslimah dan Nahdalina, Perencanaan Kinerja Simpang... 390

Kondisi WAKTU

Panjang Antrian

Sebelum Kalibrasi Setelah Kalibrasi

Merdeka Manunggal Tentara Marta Merdeka Manunggal Tentara Marta

16.00-17.00 100,78 214,66 96,7 180,77 89,56 144,58 59,96 97,86

17.00-18.00 145,5 226,77 98,8 192,17 82,78 113,56 54,38 87,28

Hari

Minggu

14.00-15.00 165,9 200,13 107,23 208,88 92,73 175,38 67,34 69,39

15.00-16.00 135,66 206,43 97,78 206,75 89,12 155,07 61,12 47,15

16.00-17.00 115,56 265,81 95,35 186,15 89,44 111,17 58,06 33,4

17.00-18.00 100,38 230,54 86,55 197,25 90,79 89,14 59,37 24,39

Tabel 2 merupakan tabel hasil kalibrasi antara hasil kalibrasi sebelum kalibrasi dan setelah

kalibrasi.

Tabel 3. Setelah Kalibrasi dan Data Lapangan

Kondisi WAKTU

Panjang Antrian

Hasil Lapangan Setelah Kalibrasi

Merdeka Manunggal Tentara Marta Merdeka Manunggal Tentara Marta

Hari

Kamis

08.00-09.00 86 89 80 93 85,09 81,54 77,23 91,3

09.00-10.00 88 87 80 92 86,03 81,54 77,23 90,81

10.00-11.00 87 87 77 95 86,39 81,47 77,23 90,81

11.00-12.00 88 90 80 90 86,98 81,47 78,32 88,98

15.00-16.00 89 175 75 100 88,4 185,22 71,97 98,57

16.00-17.00 90 156 63 99 89,56 144,58 59,96 97,86

17.00-18.00 83 118 60 90 82,78 113,56 54,38 87,28

Hari

Minggu

14.00-15.00 94 180 72 80 92,73 175,38 67,34 69,39

15.00-16.00 89 152 66 55 89,12 155,07 61,12 47,15

16.00-17.00 91 135 58 45 89,44 111,17 58,06 33,4

17.00-18.00 92 103 63 45 90,79 89,14 59,37 24,39

Tabel 3 merupakan tabel hasil lapangan dengan tabel kalibrasi sehingga dapat terlihat

perbedaan panjang antrian yang tidak terlalu signifikan.

Validasi kalibrasi dapat dibuktikan dengan menggunakan korelasi sehingga dapat dilihat

seberapa jauh keakuratan hasil lapangan dengan hasil kalibrasi pada vissim. Persebearan

panjang antrian tiap lenganya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik Persebaran Panjang Antrian lengan Merdeka

Page 204: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nisatun Muslimah dan Nahdalina, Perencanaan Kinerja Simpang... 391

Gambar grafik 3. menjelaskan kolerasi antara panjang antrian hasil lapangan dengan

hasil kalibrasi pada vissim dengan memiliki trendline linear dengan nilai R2 mendekati angka

1,0 atau mendekati garis 45 derajat dengan nilai 0,9601 untuk lengan merdeka, 0,9577 untuk

lengan manunggal, 0,9609 untuk lengan tentara pelajar dan 0,9863 untuk lengan RE.

Martadinata, sehingga menunjukan bahwa hasil kalibrasi sudah mendekati hasil lapangan.

Sehingga hasil tundaan yang dihasilkan sebelum dan sesudah kalibrasi dapat dilihat pada Tabel

4.

Tabel 4. Tundaan Setelah Kalibrasi dan Sebelum kalibrasi

Perencanan Perbaikan Kinerja Simpang

Alternatif kinerja simpang yaitu dengan perubahan konfigurasi waktu sinyal sehingga

menambah waktu siklus yang ada dilapangan

Tabel 5. Data Lampu Lalu Lintas Alternatif

Sinyal Lengan All Red Kuning Merah Hijau

Fase 1 Merdeka 4 2 90 45

Fase 2 Manunggal 5 2 80 40

Fase 3 Tentara Pelajar 5 2 90 45

Fase 4 Re.Martadinata 5 2 90 30

Waktu siklus 187

Tabel 5. menjelaskan bahwa perubahan waktu siklus yang terjadi yaitu penambahan waktu

siklus dari 176 menjadi 187, dan perubahan konfigurasi lampu sinyal terjadi yaitu penambahan

waktu hijau pada lengan Merdeka 15 detik, lengan Manunggal 10 detik, lengan Tentara Pelajar

5 detik dan pengurangan waktu hijau pada RE. Martadinata 10 detik.

Tabel 6. Data Panjang Antrian Alternatif

Time Interval Kondisi Panjang Antrian (m)

Jl.

Merdeka

Jl.

Manunggal

Jl. Tentara

Pelajar

Jl. RE.

Martadinata

0-3600 Sebelum 88,84 90,24 71,97 98,57

Setelah 71,50 60 47,78 30,81

Page 205: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nisatun Muslimah dan Nahdalina, Perencanaan Kinerja Simpang... 392

Tabel 6. Tundaan Alternatif

Time Interval Kondisi Lengan Tundaan LOS

0-3600

Sebelum Merdeka

114,67 F

Setelah 48,4 D

Sebelum Manunggal 179,70 F

Setelah 59,33 E

Sebelum Tentara Pelajar 93,01 F

Setelah 39,80 D

Sebelum RE. Martadinata 106,95 F

Setelah 38,07 D

Hasil optimalisasi yaitu konfigurasi waktu siklus lampu Simpang Manunggal maka

didapatkan pengurangan panjang antrian dan tundaan, yaitu dapat mengurangi nilai

panjang antrian 35% dan dapat mengurangi 62% nilai tundaan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari tugas akhir yang berjudul Perencanaan Kinerja

Simpang Bersinyal Stagger Menggunakan Software Vissim adalah Pengukuran lokasi

penelitian terletak di Simpang Manunggal, Kota Bogor, dilakukan pada hari Kamis

diambil 2 periode yaitu jam 08.00-12.00 WIB dan jam 15.00-18.00 WIB, sedangkan hari

Minggu diambil 1 periode jam 14.00-18.00 WIB. Pengukuran ketika dilapangan di

dapatkan sebagai berikut :

a. Kondisi Geometrik

Jalan Merdeka dengan lebar lengan 7 meter, kondisi lingkungan komersial, hambatan

samping rendah, tidak memiliki median dan jalan LTOR (belok kiri langsung), Jalan

Manunggal dengan lebar lengan 6,5 meter, kondisi lingkungan komersial, hambatan

samping rendah, tidak memiliki median dan jalan LTOR (belok kiri langsung), Jalan

Tentara Pelajar dengan lebar lengan 7 meter, kondisi lingkungan komersial, hambatan

samping rendah, tidak memiliki median dan jalan LTOR (belok kiri langsung), Jalan

RE. Martadinata dengan lebar lengan 9 meter, kondisi lingkungan komersial,

hambatan samping rendah, tidak memiliki median dan jalan LTOR (belok kiri

langsung).

b. Volume Kendaraan

Volume kendaraan diambil perjam yaitu hari Kamis jam 08.00-09.00 WIB yaitu 6175

kendaraan, 08.00-10.00 WIB yaitu 6610 kendaraan, jam 10.00-11.00 WIB yaitu 6608

kendaraan dan jam 11.00-12.00 WIB yaitu 6267 kendaraan, jam 15.00-16.00 WIB

yaitu 7240, jam 16.00-17.00 WIB yaitu 6333 kendaraan dan jam 17.00-18.00 WIB

yaitu 5629 kendaraan, Volume kendaraan diambil perjam yaitu hari Minggu jam

14.00-15.00 WIB yaitu 6816 kendaraan, 15.00-16.00 WIB yaitu 5956 kendaraan, jam

16.00-17.00 WIB yaitu 5763 kendaraan dan jam 17.00-18.00 WIB 5599 kendaraan.

c. Setting Lampu

Data setting lampu lalu lintas pada jalan manunggal yaitu memiliki 176 waktu siklus

dan 4 fase sinyal yaitu fase 1 yaitu lengan Jalan Merdeka dengan lampu all red 4

detik, kuning 2 detik, merah 90 detik dan hijau 30 detik, Fase 2 yaitu lengan Jalan

Manunggal dengan lampu all red 5 detik, kuning 2 detik, merah 80 detik dan hijau 30

detik, fase 3 yaitu lengan Jalan Tentara Pelajar dengan lampu all red 5 detik, kuning 2

Page 206: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Nisatun Muslimah dan Nahdalina, Perencanaan Kinerja Simpang... 393

detik, merah 90 detik dan hijau 40 detik, fase 4 yaitu lengan Jalan RE. Martadinata

dengan lampu all red 5 detik, kuning 2 detik, merah 90 detik dan hijau 40 detik.

d. Panjang Antrian

Hari Kamis Panjang antrian rata-rata tiap lengan Simpang Manunggal yaitu 60 meter

hingga 80 meter, hari Minggu

Panjang antrian rata-tiap lengan Simpang Manunggal yaitu 40 meter hingga 180 meter.

Hasil kalibrasi dan validasi dengan metode trial 2 mendekati hasil lapangan dengan korelasi

menggunakan trendline dengan hasil R lengan merdeka 0,9601, lengan manunggal 0,9577,

lengan tentara 0,9609 dan lengan RE. Martadinata 0,9863, perencanaan perbaikan simpang

dilakukan dengan konfigurasi waktu sinyal pada Simpang manunggal menghasilkan

berukurangnya nilai panjang antrian 32% dan 62% nilai tundaan.

Saran

Saran yang diberikan pada penelitian ini yaitu perlu adanya beberapa yang diperhatikan

seperti 1aktu yang diperlukan untuk penelitian akan lebih baik apabila lebih banyak waktu

pengamatan yang diambil agar data lalu lintas yang didapatkan lebih spesifik dengan kondisi

lalu lintas sebenarnya, peneliti selanjutnya diharapkan menyiapkam surveyor dan alat cadangan

untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan saat suervey dilaksanakan, peneliti

selanjutnya diharapkan dalam mengkalibrasi data dengan lebih banyak percobaan metode trial

and error agar data yang dihasilkan dapat lebih mendekati hasil pada vissim,pembenahan

sistem manajemen lalu lintas pada simpang stagger harus lebih diperbaiki agar tidak terjadi

penumpukan pada lengan stagger.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, I. G. and Eryani, P. (2015) ‘Perencanaan Simpang Bersinyal pada Simpang Ciung

Wanara di Kabupaten Gianyar’, PADURAKSA, 4(2), pp. 49–54.

Aryandi R.D. and Munawar (2014) ‘Pengunaan Software Vissim untuk Analisis Simpang

Bersinyal (Studi Kasus Simpang Mirota Kampus Terban Yogyakarta)’, The 17th FSTPT

International Symposium, 2(1), pp. 22–24.

Budiman Febri, Erwan, K. and Said (2016) ‘Analisis Kinerja Simpang Stagger pada Jl. Sultan

Abdurrahman-Jl. Johan Idrus-Jl. Putri Candramidi Kota Pontianak’, Jurnal Mahasiswa

Teknik Sipil Tanjung Pura, 1(1), pp. 1–13.

Budiyanto Wahyu (2014) ‘Optimasi Kinerja Simpang Bersinyal Stagger Jl. Slamet Riyadi

Sukoharjo-Jl. DR. Rajiman-Jl. Transito-Jl. Joko Tingkir’, Jurnal teknik sipil dan

perencanaan, 18(1), pp. 149–168.

Khisty, C. J. and Lall, B. K. (2005) Dasar-Dasar Rekayasa Transportasi.

MKJI (1997) ‘Highway Capacity Manual Project ( Hcm )’, 1(I), p. 594.

PTV GROUPS (no date) Plannung Transport Verkehr AG. Available at: http://vision-

traffic.ptvgroup.com/en-us/product/ptv-vissim/.

Winarto C Pipit (2016) Tugas Akhir Analisis Simpang Bersinyal Menggunakan Software

Vissim. Fakultas Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah.

Yudistira (2014) Perencanaan Peningkatan Kinerja Simpang (Studi Kasus Jl.Raya Bogor KM

28). Universitas Gunadarma.

Page 207: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Maria Ulfa dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Tampungan... 394

PERENCANAAN KAPASITAS TAMPUNGAN EMBUNG AIR BAKU

MENGGUNAKAN METODE RIPPLE PADA DAS TUGURARA KOTA

TERNATE MALUKU UTARA

Maria Ulfa1

Haryono Putro2

1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

e-mail: [email protected]

Abstrak

Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu daerah yang memiliki curah hujan rendah dan

rawan kekeringan. Kota Ternate merupakan kota dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi

tertinggi di Provinsi Maluku Utara. Seiring dengan semakin padatnya penduduk, kebutuhan air

baku pun ikut meningkat. Berdasarkan data hujan dan klimatologi dari BMKG Sultan Baabullah

Ternate selama 10 tahun terakhir, didapatkan debit andalan sebesar 0,79 m3/detik. Kebutuhan

air domestik pada tahun 2038 di wilayah DAS Tugurara sebesar 26,447 L/detik dan kebutuhan

non domestik sebesar 7,934 L/detik, sehingga total kebutuhan air baku yaitu 41,258L/detik.

Analisis tampungan embung menggunakan metode Ripple. Metode ini memperhitungkan

kebutuhan air suatu daerah secara kumulatif dan ketersediaan air secara kumulatif pula pada

daerah tersebut. Berdasarkan metode tersebut didapatkan tampungan sebesar 221.634 m3.

Kata Kunci: kapasitas tampungan, embung, air baku, metode Ripple

PENDAHULUAN Air menjadi kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Adanya siklus hidrologi menyebabkan

jumlah air di bumi ini tetap. Namun jumlah yang tetap itu menjadi tidak ideal jika distribusi air

secara alamiah tidak ideal. Air melimpah pada musim penghujan, cenderung terjadi banjir dan

erosi. Namun pada musim kemarau terjadi kekeringan dan sulit mendapatkan air baku. Hal ini

sering terjadi di Indonesia bagian timur yang memiliki curah hujan yang tidak sebesar di

Indonesia bagian barat. Infrastruktur yang belum merata pun menjadi salah satu penyebab

kurangnya manajemen air di Indonesia timur.

Kota Ternate sebagai pusat dari Wilayah Sungai Halmahera Utara memiliki laju pertumbuhan

penduduk dan perekonomian yang tertinggi di antara kabupaten/kota lainnya di Maluku Utara.

Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan perekonomian yang tinggi di wilayah Kota Ternate

menyebabkan peningkatan kebutuhan air pula. Kebutuhan ini harus dijamin sepanjang tahun,

tidak mengenal musim kemarau maupun penghujan. Untuk itu diperlukan suatu manajemen

yang baik untuk mengelola sumber daya air. Salah satunya adalah dengan membangun

embung.

Tujuan dari ditulisnya jurnal ini antara lain yaitu:

1. Menghitung besarnya potensi air di DAS Tugurara,

2. Menghitung besarnya kebutuhan air baku pada DAS Tugurara

3. Menghitung besarnya tampungan yang dibutuhkan.

LITERATURE REVIEW

Debit Andalan

Debit andalan merupakan debit minimal yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk

memenuhi kebutuhan air. Dr. F. J. Mock memperkenalkan cara perhitungan simulasi aliran

sungai dari data hujan, evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi daerah aliran sungai dalam

makalahnya yang berjudul Land Capability Appraisal and Water Availibility Appraisal.

Page 208: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasiona Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Maria Ulfa dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Tampungan... 395

Perhitungan empiris ini dihasilkan dari data hujan bulanan, evapotranspirasi potensial bulanan

dan parameter fisik lainnya sehingga menghasilkan debit aliran simulasi bulanan.

Kebutuhan Air

Air baku merupakan air yang berasal dari sumber air yang perlu atau tidak perlu diolah terlebih

dahulu menjadi air bersih atau air minum. Perhitungan kebutuhan air menggunakan standar-

standar perhitungan yang telah ditetapkan kemudian diproyeksikan hingga tahun-tahun

mendatang. Hasil proyeksi tersebut kemudian dihitung dari sektor domestik dan non domestik

berdasarkan kriteria Dirjen Cipta Karya.

Tabel 1 Kebutuhan Air Rumah Tangga

No Kategori Kota Jumlah Penduduk (jiwa) Kebutuhan Air Bersih

(L/O/H)

1 Semi urban (IKK Kecamatan/Desa) 3.000-20.000 60-90

2 Kota Kecil 20.000-100.000 90-110

3 Kota Sedang 100.000-500.000 110-125

4 Kota Besar 500.000-1.000.000 125-150

5 Metropolitan >1.000.000 150-200 (Sumber: SNI 19-6728.1, 2015)

P(r)1000

q(r)P(u)

1000

q(u)hari 365Q(DMI)

Di mana:

Q(DMI) : kebutuhan air domestik (m3/tahun)

q(u) : konsumsi air perkotaan (liter/kapita/hari)

q(r) : konsumsi air pedesaan (liter/kapita/hari)

P(u) : jumlah penduduk kota

P(r) : jumlah penduduk desa

Kebutuhan air perkotaan yaitu untuk komersial dan sosial seperti toko, gudang, bengkel,

sekolah, rumah sakit, hotel dan sebagainya diasumsikan antara 15% sampai 30% dari total

pemakaian air bersih rumah tangga. Semakin besar dan padat penduduk akan cenderung lebih

banyak memiliki daerah komersial dan sosial, sehingga kebutuhan airnya akan lebih tinggi.

(SNI 6728,1:2015)

Metode Ripple

Metode ini dikemukakan oleh Ripple (1883) untuk besarnya kapasitas tampung yang memadai

pada tingkat kebutuhan air tertentu. Metode ini efektif digunakan pada kebutuhan air yang

konstan. Metode kurva massa Ripple ini adalah plotting debit kumulatif tampungan dengan

kemiringan kurva massa adalah nilai aliran masuk pada waktu tertentu. Kemiringan kurva

permintaan adalah kebutuhan air baku. Analisis dilakukan dengan melihat perbedaan antara

garis yang bersinggungan dengan garis permintaan ditarik pada titik tertinggi dan titik terendah

dari kurva massa. Nilai tersebut adalah kapasitas penyimpanan yang diperlukan. Prosedur

hitungan sebagai berikut:

1. Data debit digambarkan sebagai garis massa debit.

2. Kebutuhan air dianggap konstan, sehingga kebutuhan kumulatif bisa digambarkan

dengan kemiringan tertentu.

3. Jarak vertikal antara garis massa debit dengan garis kebutuhan kumulatif merupakan

kapasitas tampungan. Jarak vertikal terbesar adalah kapasitas yang diperlukan.

4. Jarak tegak antara tangen-tangen yang berturutan menyatakan jumlah air yang dialirkan

melalui pelimpah.

Page 209: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Maria Ulfa dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Tampungan... 396

METODE PENELITIAN

Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan tahap menghimpun data yang diperlukan dalam perencanaan

yang dilakukan. Data sekunder yang diperlukan adalah:

1. Data hidroklimatologi, yang terdiri dari curah hujan, suhu, kelembaban udara, kecepatan

angin, dan penyinaran matahari selama 10 tahun.

2. Data jumlah penduduk selama 10 tahun.

3. Peta tata guna lahan

4. Peta topografi

5. Data tanah

Analisis Data

Data yang sudah terhimpun kemudian dianalisis sesuai dengan teori-teori yang telah

dikumpulkan sebelumnya. Tahapan analisis tersebut meliputi:

1. Perhitungan potensi ketersediaan air. Adapun potensi yang diperhitungkan dalam

analisis ini yaitu hanya potensi air hujan saja, termasuk di dalamnya aliran sungai.

Analisis hidrologi yang dilakukan termasuk menganalisis curah hujan, perhitungan

evapotranspirasi menggunakan Metode Penmann Modifikasi dan analisis debit andalan

menggunakan Metode F. J. Mock.

2. Perhitungan kebutuhan air baku di lokasi perencanaan, termasuk sektor domestik dan

non domestik. Komponen yang mempengaruhi besarnya kebutuhan air di antaranya

adalah jumlah penduduk dan fasilitas-fasilitas sosial yang ada di daerah tersebut.

3. Perhitungan neraca air untuk mengetahui keseimbangan volume tampungan dengan

memperhitungkan volume dari debit rencana sebagai aliran masuk dan volume

kebutuhan, evaporasi dan infiltrasi sebagai aliran keluar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS HIDROLOGI

Analisis hidrologi adalah analisis awal yang harus dilakukan dalam merencanakan bangunan

air agar karakteristik hidrologi pada lokasi yang ditinjau dapat diketahui. Analisis hidrologi

dilakukan untuk menentukan besarnya debit rencana dan debit andalan. Data yang dianalisis

yaitu data curah hujan dan klimatologi selama 10 tahun ke belakang.

Analisis Hujan

Analisis hujan dilakukan guna mendapatkan curah hujan maksimum agar dapat dipergunakan

pada perhitungan distribusi hujan. Analisis hujan pada perencanaan embung ini menggunakan

metode hujan titik. Metode ini dipilih karena jumlah pos penakar hujan pada daerah Kota

Ternate, Maluku Utara, sangat terbatas. Data yang digunakan berasal dari data curah hujan

pada Stasiun Sultan Baabullah Ternate.

Tabel 2 Nilai Maksimum Curah Hujan

Tahun Max Log X

2007 93,0 1,97

2009 87,0 1,94

2010 86,0 1,93

2011 144,0 2,16

2012 61,0 1,79

2014 89,0 1,95

2015 59,9 1,78

2016 102,1 2,01

2017 70,6 1,85

Page 210: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasiona Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Maria Ulfa dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Tampungan... 397

Analisis Evapotranspirasi

Perhitungan evapotranspirasi potensial menggunakan rumus empiris dari Penmann yang

memperhitungkan temperatur, radiasi matahari, kelembaban dan kecepatan angin sehingga

hasilnya relatif lebih akurat. Berdasarkan persamaan-persamaan tersebut, dapat dihasilkan

rumus empiris sebagai berikut:

)01,0()9,01,0()1( 321 wkFSFrRFE

Tabel 3 Rekapitulasi Evapotranspirasi Potensial (mm/bulan)

Tahun Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

2007 122,00 110,66 123,18 104,37 93,52 82,19 88,42 98,58 121,80 130,09 103,49 116,46

2009 118,80 108,67 120,41 103,36 98,13 85,47 97,43 120,94 138,66 146,96 124,18 139,05

2010 120,32 125,84 140,62 101,18 99,79 88,05 93,61 106,33 126,85 139,44 133,36 118,47

2011 122,96 100,46 124,96 101,41 90,03 84,42 98,14 111,87 111,18 117,81 126,81 122,47

2012 116,64 121,66 121,16 105,34 95,26 90,90 86,67 110,87 138,65 152,71 121,80 129,40

2014 123,05 126,60 153,37 122,97 109,25 100,07 113,47 110,67 146,92 165,37 133,57 133,82

2015 139,38 129,05 152,34 128,10 116,71 95,14 126,55 145,27 169,78 174,39 142,21 152,95

2016 142,21 147,55 164,06 117,06 112,63 94,66 94,32 137,55 122,79 133,81 135,82 129,19

2017 124,25 115,81 124,61 106,23 99,66 87,31 95,54 114,30 117,72 146,75 121,63 120,11

070,114

737,1807,115

737,1

807,115%5,1

)1718(20

30

EEE

E

E

E

paktual

p

Analisis Debit Andalan

Perhitungan debit andalan menggunakan metode Mock. Komponen yang dihitung dalam

metode ini yaitu sebagai berikut:

Tabel 4 Rekapitulasi Perhitungan Debit Andalan Metode Mock

Tahun Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

2007 0,30 0,27 0,31 0,21 0,29 0,32 0,20 0,08 0,08 0,03 0,61 0,29

2009 0,05 0,26 0,47 0,60 0,37 0,27 0,11 0,05 0,03 0,01 0,35 0,02

2010 0,38 0,12 0,06 0,41 0,57 0,28 0,30 0,31 0,18 0,29 0,12 0,52

2011 0,67 0,60 0,61 0,31 0,84 0,50 0,20 0,10 0,11 0,04 0,12 0,70

2012 0,17 0,16 0,32 0,29 0,49 0,40 0,44 0,16 0,08 0,08 0,24 0,14

2014 0,40 0,23 0,10 0,05 0,24 0,17 0,07 0,16 0,08 0,03 0,06 0,17

2015 0,16 0,09 0,04 0,02 0,10 0,20 0,06 0,03 0,02 0,01 0,00 0,19

2016 0,30 0,07 0,03 0,05 0,19 0,44 0,42 0,15 0,21 0,23 0,16 0,67

2017 0,38 0,27 0,31 0,39 0,53 0,61 0,46 0,23 0,15 0,06 0,10 0,14

Page 211: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Maria Ulfa dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Tampungan... 398

ANALISIS KEBUTUHAN AIR

Proyeksi Jumlah Penduduk

Proyeksi jumlah penduduk pada Kelurahan Tubo, Kelurahan Akehuda, dan Kelurahan Dufa-

Dufa menggunakan metode eksponensial dengan persamaan berikut:

o

t

rt

ut

P

P

tr

ePP

ln1

Di mana:

Pt : jumlah penduduk pada tahun t

Po : jumlah penduduk pada tahun dasar

r : laju pertumbuhan penduduk

t : periode waktu antara tahun dasar dan tahun t (dalam tahun)

e : bilangan pokok dari sistem logaritma natural (ln) = 2,7182818

Perhitungan proyeksi jumlah penduduk pada DAS Tugurara untuk tahun 2038 adalah sebagai

berikut:

jiwa 24.269t

P

2017)38(0,99%)(20e19.713

tP

rteu

Pt

P

Adapun hasil rekapitulasi perhitungan proyeksi jumlah penduduk untuk 20 tahun ke depan

tertera pada Tabel berikut. Tabel 5 Proyeksi Jumlah Penduduk DAS Tugurara Tahun 2038

Kelurahan Proyeksi 2038

Tubo 3.255

Akehuda 5.518

Dufa-dufa 6.820

Tabam 2.251

Tafure 6.414

Jumlah 24.269

Analisis Kebutuhan Air Domestik

Kebutuhan air bersih rumah tangga adalah air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan

kegiatan rumah tangga yang diperoleh secara individu. Perhitungan kebutuhan air rumah

tangga (domestik) sangat dipengaruhi oleh data statistik kependudukan.

Tabel 6 Perhitungan Kebutuhan Air Rumah Tangga DAS Tugurara

Tahun

Jumlah

Penduduk

(jiwa)

Kebutuhan

Air (L/O/H)

Jumlah

Kebutuhan

Air (L/detik)

Tingkat

Pelayanan

Total

Kebutuhan

Air

(L/detik)

(a) (b) (c) (d) (e) (f)

2018 18.086 100 20,933 100% 20,933

2028 20.329 100 23,529 100% 23,529

2038 22.851 100 26,447 100% 26,447

Page 212: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasiona Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Maria Ulfa dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Tampungan... 399

Analisis Kebutuhan Air Non Domestik

Berdasarkan SNI 6728.1:2015, kebutuhan air perkotaan yaitu untuk keperluan komersial dan

sosial seperti toko, gudang, bengkel, sekolah, rumah sakit, hotel dan hal lainnya diasumsikan

antara 15% sampai 30% dari total pemakaian air bersih rumah tangga. Semakin besar dan

padat penduduk, maka daerah komersial dan sosial cenderung akan semakin banyak sehingga

kebutuhan airnya akan semakin tinggi. Tabel 7 Perhitungan Kebutuhan Air Non Domestik DAS Tugurara

Tahun Jumlah Penduduk

(jiwa)

Total Kebutuhan

Air (L/detik) Persentase

Total Kebutuhan Air

(L/detik)

(a) (b) (c) (d) (e)

2018 18.086 20,933 30% 6,280

2028 20.329 23,529 30% 7,059

2038 22.851 26,447 30% 7,934

Hasil rekapitulasi perhitungan kebutuhan air pada DAS Tugurara dapat dilihat pada tabel

berikut. Tabel 8 Rekapitulasi Kebutuhan Air DAS Tugurara

Tahun

Jumlah

Penduduk

(jiwa)

Kebutuhan Air

Rumah Tangga

(L/detik)

Kebutuhan Air

Non Domestik

(L/detik)

Persentase

Kehilangan

Air (%)

Total

Kebutuhan

Air (L/detik)

(a) (b) (c) (d) (e) (f)

2018 19.909 23.043 6,913 20% 35,947

2028 21.981 25.441 7,632 20% 39,688

2038 24.269 28.089 8,427 20% 43,818

ANALISIS TAMPUNGAN

Volune Efektif

Volume efektif embung ditentukan dari besarnya debit pengambilan pada pintu keluaran yang

dipengaruhi oleh kebutuhan air baku masyarakat DAS Tugurara Kota Ternate. Analisis volume

efektif tampungan menggunakan metode Rippl. Metode kurva massa Ripple ini adalah plotting

debit kumulatif tampungan dengan kemiringan kurva massa adalah nilai inflow pada waktu

tertentu. Kemiringan kurva permintaan adalah kebutuhan air baku. Analisis dilakukan dengan

melihat perbedaan antara garis yang bersinggungan dengan garis permintaan ditarik pada titik

tertinggi dan titik terendah dari kurva massa. Nilai tersebut adalah kapasitas penyimpanan yang

diperlukan.

Gambar 1 Diagram Ripple

Page 213: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Maria Ulfa dan Haryono Putro, Analisis Kapasitas Tampungan... 400

Garis kumulatif debit merupakan jumlah dari debit inflow yang masuk. Garis permintaan

bersinggungan dengan lengkung inflow pada titik ke 16. Sehingga jarak dari titik ke 19 ke garis

adalah 221.634 m3.

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini:

1. Debit banjir yang terjadi pada DAS Tugurara pada kala ulang 20 tahun adalah sebesar

39,14 m3/detik, sedangkan debit andalannya sebesar 0,79 m3/detik.

2. DAS Tugurara terdiri dari empat kelurahan, yaitu Tubo, Akehuda, Dufa-dufa dan

Tafure. Jumlah penduduk tahun 2017 pada empat kelurahan tersebut adalah sebesar

17.876 jiwa. Hasil proyeksi pada tahun 2038 adalah sebesar 22.851 jiwa. Pada tahun

2038, kebutuhan air domestik diprediksikan sebesar 26,447 L/detik dan kebutuhan non

domesitk sebesar 7,934 L/detik. Total kebutuhan air baku pada tahun 2038 adalah

sebesar 41,258 L/detik.

3. Perhitungan tampungan embung yang dibutuhkan terdiri dari volume tampungan air

baku, volume evaporasi, dan volume infiltrasi. Volume tampungan embung dihitung

menggunakan metode Ripple sebesar 221.634 m3.

Saran

Beberapa hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan jurnal ini di antaranya sebagai

berikut:

1. Diperlukan data tanah yang memadai agar perencanaan dapat dilakukan lebih detail.

2. Diperlukan kajian lebih mendetail untuk menentukan lokasi yang tepat dalam

pembangunan embung air baku tersebut.

3. Analisis kestabilan tubuh bendung perlu dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Alexander, Syarifudin Harahab. 2009. Perencanaan Embung Tambaboyo Kabupaten Sleman

DIY. Yogyakarta.

Hadisusanto, Nugroho. 2010. Aplikasi Hidrologi. Jogja Mediautama, Malang.

Kamiana, I Made. 2011. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air. Graha Ilmu,

Yogyakarta.

Nisa, Anette, Coki Romulus H. 2008. “Detail Design Embung UNDIP As A Flood Control Of

East Flood Channel”. Semarang.

SNI 6728.1:2015. Penyusunan Neraca Spasial Sumber Daya Alam.

Soedibyo, Ir. 2003. Teknik Bendungan. Pradnya Paramita, Jakarta.

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi, Yogyakarta.

Page 214: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Hendra Fimansyah dan Andi Tenrisukki T., Perencanaan Percepatan Basement... 401

PERENCANAAN PERCEPATAN PEKERJAAN BASEMENT

DENGAN METODE TIME COST TRADE OFF

(Studi Kasus: Proyek Apartemen Synthesis Residence)

Hendra Firmansyah

Andi Tenrisukki T.

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Gunadarma

Jl. Margonda Raya No.100, Depok 16424, Jawa Barat

[email protected]

Abstrak

Faktor biaya, waktu dan kualitas merupakan satu kesatuan yang berpengaruh pada suatu perencanaan

proyek namun segala hal yang sudah direncanakan dalam sebelumnya terkadang tidak berjalan sesuai

dengan apa yang sudah direncanakan khususnya pada penjadwalan proyek. Sehingga menyebabkan

keterlambatan yang merugikan dari segi waktu dan biaya. Pada pembangunan Apartemen Shynthesis

Residence mengalami keterlambatan yang disebabkan oleh perencanaan pekerjaan yang kurang baik,

metode pekerjaan yang kurang tepat dan faktor cuaca, Oleh karena itu, salah satu bentuk penanganan

untuk mengatasi keterlambatan waktu proyek yang dapat dilakukan dengan percepatan proyek.

Melakukan penambahan tenaga kerja, mengganti metode pelaksanaan yang lebih praktis, penambahan

alat berat dengan metode Time Cost Trade Off. Didapat Durasi pekerjaan penggalian Basement 1 dan

basement 2 sebelum dilakukan percepatan sebesar 91 hari kerja dengan biaya sebesar Rp

327,176,675.00 sedangkan setelah dilakukan percepatan adalah sebesar 67 hari kerja dengan biaya

sebesar Rp 504,720,000.00. Durasi pekerjaan struktur basement sebelum dilakukan percepatan sebesar

322 hari kerja dengan biaya sebesar Rp 3,764,108,855,00.00 sedangkan setelah dilakukan percepatan

adalah sebesar 140 hari kerja dengan biaya sebesar Rp 4,312,227,777.00. Setelah dilakukan percepatan

terdapat kenaikan biaya sebesar Rp 679,998,647.00 atau sebesar 16,62% lebih besar dengan biaya

normal dan durasi percepatan sebesar 220 hari kerja atau sebesar 34,62%, lebih cepat dibandingkan

dengan waktu normal.

Kata Kunci: Percepatan Pekerjaan, Penambahan Tenaga Kerja, Precast, Alat Berat, Perbandingan

Biaya dan Waktu, Time Cost Trade Off.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan proyek proyek pembangunan Apartemen Synthesis Residence Mengalami

keterlambatan yang sangat signifikan pada pekerjaan Basement yang disebabkan karena

pelaksanaan konstruksi yang buruk disertai kendala teknis yang sering terjadi seperti kendala

cuaca. Keterlambatan yang terjadi pada pekerjaan basement mengakibatkan keterlambatan pada

pekerjaan konstruksi pada struktur diatasnya, maka dari itu dibutuhkan percepatan pekerjaan pada

pekerjaan basement yang meliputi percepatan pekerjaan penggalian dan percepatan pekerjaan

struktur basement agar proyek tersebut tidak mengalami kerugian dan mengefisienkan antara

waktu dan biaya.

Tujuan

Penulisan ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut:

1. Memberikan solusi alternatif untuk percepatan pekerjaan basement dengan meninjau

faktor-faktor yang berpengaruh seperti penambahan jumlah pekerja dan penambahan alat

bantu.

Page 215: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

402 Hendra Fimansyah dan Andi Tenrisukki T., Perencanaan Percepatan Basement...

2. Mengetahui reduksi waktu dan total biaya pekerjaan Basement setelah dilakukannya

percepatan pada pekerjaan penggalian dan pekerjaan struktur basement.

Batasan Masalah

Pembahasan dalam Tugas Akhir ini dibatasi oleh beberapa hal, antara lain

1. Perhitungan percepatan basement ini hanya difokuskan pada pekerjaan penggalian dan

struktur basement.

2. Analisa jaringan kerja dengan metode jalur kritis menggunakan bantuan aplikasi Ms.

Project 2013 dan hanya di tinjau pada waktu pelaksanaan pekerjaan basement.

3. Total penyelesaian waktu dan biaya proyek dalam melakukan percepatan

menggunakan metode time cost trade off.

4. Kenaikan harga material dan jual beli sewa alat berat dianggap ideal.

5. Jam kerja normal adalah 8 jam/hari.

6. Penambahan pekerja sebesar 30% dan 50%.

7. Perhitungan cost slope dilakukan pada item pekerjaan basement.

8. Alat berat yang dipakai pada penggalian hanya excavator dan dump truck.

LITERATURE REVIEW

Keterlambatan Proyek

Berbagai hal dapat terjadi dalam proses konstruksi yang dapat menyebabkan bertambahnya durasi

konstruksi, sehingga penyelesaian proyek menjadi terlambat. Penyebab umum yang sering terjadi

adalah terjadinya perbedaan kondisi lokasi, perubahan desain, pengaruh cuaca, tidak terpenuhinya

kebutuhan pekerja, material atau peralatan, kesalahan perencanaan, pengaruh keterlibatan pemilik

proyek dan lain-lain. Keterlambatan proyek akan berdampak pada aspek lain dalam proyek.

Sebagai contoh, meningkatnya biaya untuk usaha mempercepat pekerjaan dan bertambahnya

biaya overhead proyek. Dampak lain yang juga sering terjadi adalah penurunan kualitas karena

pekerjaan “terpaksa” dilakukan lebih cepat dari yang seharusnya sehingga memungkinkan

beberapa hal teknis dilanggar demi mengurangi keterlambatan proyek.

Metode Perencanaan Waktu

Durasi dari suatu pelaksanaan pekerjaan konstruksi adalah jumlah waktu yang diharapkan dan

secara konsisten dinyatakan dalam suatu satuan waktu, yang akan diperlukan untuk

menyelesaikan aktivitas mulai dari permulaan sampai pada penyelesaiannya. Satuan waktu

tersebut dapat berupa hari, minggu, bahkan jam atau menit. Ada dua metode teknik perencanaan

waktu yang biasa dipakai pada kegiatan konstruksi, yaitu :

Metode Bagan Balok (Bar Chart) dan Kurva-S

Analisis Jaringan Kerja (Network Analysis)

Metode Analisis Jaringan Kerja (Network Analysis)

Metode ini merupakan penyempurnaan dari metode bagan balok, dimana dapat ditentukan suatu

jalur kritis yang dapat mempengaruhi penyelesaian proyek secara keseluruhan. Metode ini lazim

digunakan pada proyek besar yang mempunyai jenis kegiatan yang luas dan banyak, yang saling

berkaitan satu sama lain. Diantara berbagai versi dari metode analisis jaringan ini adalah Metode

Jalur Kritis (Critical Path Method/CPM).

Page 216: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Hendra Fimansyah dan Andi Tenrisukki T., Perencanaan Percepatan Basement... 403

Alat Berat

Alat berat merupakan alat yang digunakan untuk membantu manusia dalam melakukan pekerjaan

pembangunan suatu struktur. Alat berat juga merupakan faktor penting di dalam proyek, terutama

proyek konstruksi dengan skala yang besar. Memudahkan manusia dalam mengerjakan

pekerjaannya, sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai dengan lebih mudah dan dalam

waktu yang relatif lebih singkat.

Waktu Siklus Alat Berat

Waktu yang diperlukan dalam siklus kegiatan disebut waktu siklus atau cycle time (CT). waktu

siklus terdiri dari beberapa unsur. Pertama adalah waktu muat atau loading time (LT). waktu muat

merupakan waktu yagn dibutuhkan oleh suatu alat berat untuk memuat material kedalam alat

angkut sesuai dengan kapasitas angkut tersebut. nilai LT dapat ditentukan walaupun tergantung

dari jenis tana, ukuran unit pengangkut (blade, bowl, bucket, dst), metode dalam pemuatan dan

efesiensi alat. Waktu pembongkaran atau dumping time (DT), unsur terakhir adalah waktu tunggu

atau spotting time (ST).

Produktivitas Alat Berat

Dalam menentukan durasi suatu pekerjaan maka hal-hal yang diperlukan diketahui adalah volume

pekerjaan dan produktivitas alat. Produktivitas adalah perbandingan antara hasil dicapai (output)

dengan seluruh daya yang digunakan (input). Produktivitas alat tergantung pada kapasitas dan

waktu siklus alat. Rumus dasar untuk mencari produktivitas alat adalah :

Untuk menghitung jumlah alat-alat lainnya maka gunakan rumus:

Kemudian dengan membandingkan produktivitas masing-masing alat dicari produktivitas

total terkecil. Akan didapat lama pekerjaan dengan menggunakan rumus :

Alat Penggali (Excavator)

Rumus yang umum digunakkan untuk perhitungan produktivitas excavator adalah :

Dimana :

Q = Produktivitas atau produksi per-jam (m3/jam)

q = Produksi per-cycle (m3)

Cm = cycle time (detik)

E = Job efficiency atau faktor efisiensi

Alat Pengangkut (Dump Truck)

Produksi perjam dari sejumlah dump truck yang bekerja dipekerjaan yang secara simultan dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Page 217: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

404 Hendra Fimansyah dan Andi Tenrisukki T., Perencanaan Percepatan Basement...

Dimana,

P = produksi per jam (m3/jam)

C = produksi persiklus

Et = effisiensi kerja dump truck

Cmt = waktu siklus dump truck (menit)

M = jumlah dump truck yang bekerja

n = jumlah siklus dari loader untuk mengisi dump truck

q1 = kapasitas bucket (m3, cuyd)

K = faktor bucket loader

Es = effisiensi kerja loader

Cms = waktu siklus loader (menit)

Metode Percepatan Proyek (Crashing)

Crashing adalah suatu proses yang disengaja, sistematis dan analitik dengan cara melakukan

pengujian dari semua kegiatan dalam suatu proyek yang dipusatkan pada kegiatan yang berada

pada jalur kritis. Proses crashing dilakukan dengan cara melakukan perkiraan dari variabel cost

dalam menentukan pengurangan durasi yang maksimal dan paling ekonomis dari suatu kegiatan

yang masih mungkin direduksi. Kegiatan dalam suatu proyek dapat dipercepat dengan berbagai

cara, yaitu:

a. Mengadakan Shift Pekerjaan

b. Memperpanjang Waktu Kerja (Lembur)

c. Menggunakan Alat Bantu yang Lebih Produktif

d. Menambah Tenaga Kerja Baru

e. Menggunakan Material yang Dapat Lebih Cepat Pemasangannya

f. Menggunakan Metode Konstruksi Lain yang Lebih Cepat

Metode Time Cost Trade Off

Time Cost Trade Off dalam bahasa Indonesia disebut juga pertukaran Waktu dan Biaya. Maksud

dari metode penjadwalan ini adalah mempercepat waktu pelaksanaan proyek, pada umumnya

percepatan suatu proyek akan menambah biaya proyekt tersebut. Tetapi percepatan juga dapat

mengurangi biaya proyek apabila menggunakan pilihan percepatan yang tepat (Aditya, 2011).

Precast Plat

Sebagai elemen struktur yang langsung mendukung beban penghuni sebuah bangunan gedung,

plat lantai harus sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Eksistensi plat lantai

dalam bangunan tinggi membutuhkan material hingga 50o/o dari kebutuhan total material

elemen struktur. Oleh karena itu plat lantai merupakan elemen yang penting untuk dikaji guna

mendapatkan metode pengadaan yang efisien. Berbagai cara digunakan untuk mengadakan

plat lantai, dari yang konvensional dengan melaksanakan cor di tempat di mana posisi elemen

tersebut berada hingga cara pabrikasi. Berbagai untung/rugi, keunggulan/kelemahan perlu

dikaji secara seksama guna mencapai tujuan efisiensi.

METODE PENELITIAN

Page 218: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Hendra Fimansyah dan Andi Tenrisukki T., Perencanaan Percepatan Basement... 405

Berikut metode penelitian yang digunakan dan dituangkan ke dalam diagram alir yang berisi

beberapa tahapan yang perlu dilakukan untuk proses perhitungan nantinya. Berikut ini adalah

digaram alir perncanaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Biaya Dan Waktu Setelah Crashing

Setelah dihitung dan dilakukan analisa percepatan pekerjaan penggalian dan pekerjaan struktur

basement dengan penambahan tenaga kerja, penambahan alat berat, serta menggunakan metode

precast maka akan didapatkan total durasi percepatan dan total biaya yang dikeluarkan .

Mulai

Identifikasi

Masalah

Input Data :

- - Rencana anggaran biaya

- - Bobot prestasi pekerjaan

Proses

- Pembuatan Network Planning

Menggunakan Ms. Project

- Identifikasi Jalur Kritis Item

Pekerjaan Menggunakan Ms. Project

Analisis Data

- Menentukan metode Crashing

- Analisa dengan time cost trade off

- Perhitungan Cost Slope

Output - Durasi dan biaya yang didapat

setelah melakukan crasing

- Memilih percepatan terbaik

Selesai

Page 219: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

406 Hendra Fimansyah dan Andi Tenrisukki T., Perencanaan Percepatan Basement...

Tabel Perbandingan Biaya percepatan kombinasi I dengan percepatan kombinasi II

Kombinasi I Kombinasi II

Metode Pekerjaan Total Biaya Metode Pekerjaan Total Biaya

Penambhan Pekerja

30% Rp611,585,000.00

Penambhan Pekerja

50% Rp678,415,000.00

Alat Berat Rp504,719,000.00 Alat Berat Rp504,719,000.00

Sistem Precast Rp2,273,262,142.00 Sistem Precast Rp2,273,262,142.00

Total Rp3,389,566,142.00 Total Rp3,456,396,142.00

Tabel perbandingan durasi normal dengan durasi setelah percepatan kombinasi I dan kombinasi II

Pekerjaa Durasi Normal Durasi Setelah Crashing

Kombinasi I

Pekerjaan Penggalian 91 (Hari) 67 (Hari)

Pekerjaan Basement 2 182 (Hari) 112 (Hari)

Pekerjaan Basement 1 140 (Hari) 84 (Hari)

Total 431 (Hari) 280 (Hari)

Kombinasi II

Pekerjaan Penggalian 91 (Hari) 67 (Hari)

Pekerjaan Basement 2 182 (Hari) 91 (Hari)

Pekerjaan Basement 1 140 (Hari) 49 (Hari)

Total 431 (Hari) 224 (Hari)

Tabel Perhitungan cost slope pada pekerjaan crashing dan penambahan tenaga kerja 50%.

Pekerjaan Durasi

Normal

Durasi

Setelah

Crashing

Biaya Normal Biaya setelah

crashing Cost Slope

Pekerjaan Penggalian 91 67 Rp327,176,675.00 Rp504,720,000.00 Rp7,739,639..00

Pekerjaan Basement 1 182 91 Rp2,427,528,425.00 Rp2,695,257,791.00 Rp2,942,080.95

Pekerjaan Basement 2 140 78 Rp1,336,580,530.00 Rp1,616,969,986.00 Rp3,081,202.81

Berdasarkan hasil analisis biaya dan waktu pekerjaan penggalian dan struktur basement dengan

kombinasi metode penambahan tenaga kerja 30% dan 50%, alat berat, serta menggunakan metode

precast full . maka dapat diperoleh percepatan terbaik untuk mengatasi keterlambatan pelaksanaan

proyek, yaitu dengan kombinasi metode penambahan pekerja 50%, alat berat, serta metode

precast full . Percepatan tersebut dapat mereduksi waktu pekerjaan selama 24 hari kerja untuk

pekerjaan penggalian basement dan mereduksi waktu pekerjaan Selama 126 hari kerja untuk

pekerjaan struktur basement. Sehingga total durasi pekerjaan penggalian dan struktur basement

menjadi 236 hari kerja.

Page 220: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Hendra Fimansyah dan Andi Tenrisukki T., Perencanaan Percepatan Basement... 407

SIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis menggunakan penambahan tenaga kerja, alat bantu,

dan precast plat dengan metode time cost trade off pekerjaan penggalian dan struktur basement

Apartemen Shynthesis Residence, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Percepatan terbaik menggunakan penambahan tenaga kerja 50%, menggunakan alat berat,

serta menggunakan metode precast plat .

2. Durasi pekerjaan penggalian Basement 1 dan basement 2 sebelum dilakukan percepatan

sebesar 91 hari kerja dengan biaya sebesar Rp327,176,675.00 sedangkan setelah dilakukan

percepatan adalah sebesar 67 hari kerja dengan biaya sebesar Rp504,720,000.00, dengan

Cost Slope Rp7,739,639.00/hari

3. Durasi pekerjaan struktur basement sebelum dilakukan percepatan sebesar 322 hari kerja

dengan biaya sebesar Rp 3,764,108,955.00 sedangkan setelah dilakukan percepatan adalah

sebesar 140 hari kerja dengan biaya sebesar Rp 4,312,227,777.00 dengan cost slope

Rp3,011,642.00/hari

4. Setelah dilakukan percepatan terdapat kenaikan biaya sebesar Rp 679,998,647.00 atau

sebesar 16,62% lebih besar dengan biaya normal dan durasi percepatan sebesar 220 hari

kerja atau sebesar 34,62%, lebih cepat dibandingkan dengan waktu normal.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka diperoleh beberapa saran sebahai berikut :

1. Menggunakan kombinasi precast yang lebih variatif memungkinkan mereduksi waktu

lebih cepat.

2. Pemilihan alternative seperti penambahan tenaga kerja, shift kerja, atau pekerjaan lembur

dapat menjadi pilihan percepatan untuk mendapatkan biaya dan waktu yang optimum.

3. Percepatan menggunakan alat berat yang optimum dapat mempercepat durasi pekerjaan,

dengan analisa yang tepat dan menggukan alat berat yang

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 2008. Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan Beton untuk

Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan. SNI 7394:2008.

Dipohusodo, I. 1996. Manajemen Proyek Konstruksi Jilid 1. Kanesius. Jakarta.

Ervianto, Wulfram I. 2004. Teori-Aplikasi Manajemen Proyek Konstruksi. ANDI. Yogyakarta.

Ganesha, A P M. 2013. Aplikasi Metode Time Cost Trade Off Untuk Pekerjaan Tribun

(Studi Kasus: Proyek Stadion Kabupaten Bogor). Skripsi Teknik Sipil. Program Sarjana

Universitas Gunadarma. Jakarta (tidak dipublikasikan).

Heryanto Imam dan Tribowo Totok. 2013. Manajemen Proyek Berbasis Teknologi Informasi.

Informatika. Bandung

Husen, Abrar. 2011. Manajemen Proyek. ANDI. Yogyakarta.

Luthan, Putri Lynna A dan Syafriandi. 2006. Aplikasi Microsoft Project untuk Penjadwalan

Kerja Proyek Teknik Sipil. Andi. Yogyakarta.

Nincy, A., 2012, Optimasi Penjadwalan Proyek pada Proyek Pembangunan Jalan Layang Non Tol

Kp.Melayu-Tanah Abang Tahap 1 (Casablanca-K.H Mas Mansyur) dengan Metode

Crashing. Skripsi Teknik Sipil, Program Sarjana Universitas Gunadarma, Jakarta (tidak

dipublikasikan).

Page 221: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

408 Hendra Fimansyah dan Andi Tenrisukki T., Perencanaan Percepatan Basement...

Noviati, Tati., 2010, Perbandingan Efisiensi Biaya Perencanaan Hollow Core Slab (HCS) dengan

Pelat Lantai Beton Konvensional. Skripsi Teknik Sipil. Program Sarjana Universitas

Gunadarma. Jakarta (tidak dipublikasikan).

Pedoman Pekerjaan Umum. 2018. Analisa Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) Pekerjaan Umum.

Rudi, W, 2006., Produktivitas Tower Crane Terhadap Sumber Daya Manusia, Skripsi Teknik

Sipil, Program Sarjana Universitas Lampung, Lampung (tidak dipublikasikan).

Tenriajeng, Andi T. 2003. Pemindahan Tanah Mekanis. Gunadarma. Depok.

Page 222: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Rizky Zulkarnaen dan Ida Ayu Ari Anggraeni, Komparasi Biaya dan Waktu... 409

KOMPARASI BIAYA DAN WAKTU PELAKSANAAN PENGGUNAAN

BEKISTING RING-LOCK SCAFFOLDING DAN SISTEM ALUMA PADA

LANTAI TIPIKAL

Rizky Zulkarnaen1

Ida Ayu Ari Anggraeni2

1,2Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Gunadarma

Jalan Akses UI, Kelapa Dua, Tugu, Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat 16451

e-mail: [email protected]

Abstrak

Proyek pembangunan apartemen South Hills menggunakan bekisting modern yang terbagi dalam

dua jenis, yaitu Ring-Lock Scaffolding dan Aluma System. Penelitian ini dilakukan untuk

membandingkan kedua metode pekerjaan bekisting pada lantai tipikal dengan meninjau biaya dan

waktu yang dikeluarkan selama pembangunan berlangsung. Penelitian ini dikerjakan dengan

menggunakan metode kualitatif dimana data diambil langsung dari lapangan, diskusi ahli, dan

wawancara langsung terhadap pihak-pihak yang terkait didalam proyek. Pelaksanaan pekerjaan

bekisting Ring-Lock Scaffolding memiliki produktivitas sebesar 2,5 m2/hari/org, sedangkan

pelakasanaan pekerjaan bekisting Aluma memiliki produktivitas 4 m2/hari/org. Produktivitas

kedua jenis bekisting berpengaruh langsung terhadap hasil penelitian, dimana total waktu yang

dihabiskan dalam pekerjaan bekisting Ring-Lock Scaffolding adalah sebanyak 341 hari kerja,

sedangkan bekisting Aluma sebanyak 253 hari kerja. Hasil komparasi waktu dari kedua jenis

bekisting menunjukkan bahwa penggunaan bekisting Aluma lebih cepat 88 hari daripada bekisting

Ring-Lock Scaffolding. Hal yang sama terjadi pada hasil komparasi biaya yang dikeluarkan pada

kedua jenis bekisting, dimana total biaya pengeluaran pekerjaan bekisting Aluma adalah sebesar

Rp. 7.710.478.492, sedangkan Ring-Lock Scaffolding sebesar Rp. 8.832.661.769. Penggunaan

bekisting Aluma lebih murah Rp. 1.122.183.277 dibandingkan Ring-Lock Scaffolding.

Kata Kunci : Bekisting, Aluma, Ring-Lock Scaffolding, Biaya, Waktu

PENDAHULUAN Proyek pembangunan Apartemen South Hills menggunakan dua jenis bekisting yaitu

menggunakan Ring-Lock Scaffolding dan Aluma System pada pelaksanaannya. Kedua jenis

metode pelaksaan bekisting tersebut merupakan teknik bekisting modern yang dikembangkan

dan bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan konstruksi, khususnya untuk mengoptimalkan

mutu bangunan, siklus waktu, mengurangi biaya, tenaga kerja, dan meningkatkan produktivitas

pada bangunan gedung bertingkat tinggi, yang pada umumnya dikerjakan berulang-ulang saat

pelaksanaan.

Penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti lebih jauh perbedaan antara kedua tipe bekisting

tersebut terhadap waktu dan biaya konstruksi di lantai yang tipikal pada pelaksanaan proyek

apartemen South Hills yang berlokasi di Kuningan, Jakarta Selatan.

LITERATURE REVIEW

Menurut Asiyanto (2010), bekisting/formwork merupakan alat dari struktur beton, untuk

mencetak beton menjadi suatu bentuk, ukuran yang diinginkan, dan mengontrol posisi serta

alignment-nya. Bekisting adalah cetakan sementara yang digunakan untuk menahan beton

selama beton dituang dan dibentuk sesuai dengan bentuk yang diinginkan (Wigbout, 1997).

Namun demikian bekisting tidaklah hanya sekedar alat cetak saja tetapi merupakan struktur

sementara yang mendukung beratnya sendiri, beban beton basah, serta beban hidup yang ada

diatasnya seperti : material, alat, tenaga kerja, dan lain-lain.

Page 223: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Rizky Zulkarnaen dan Ida Ayu Ari Anggraeni, Komparasi Biaya dan Waktu... 410

+341

+321 +328

+333

+313 +320

+325

+305 +312

+101

+81 +88

+93

+73 +80

+85

+65 +72

+77

+57 +64

+69

+49 +56

+61

+41 +48

+53

+33 +40

+45

+25 +32

+37

+17 +24

+29

+9 +16

+21

+1 +8

Lt. 14

Lt. 13

Lt. 12

Lt. 11

Lt. 10

Lt. 9

Lt. 8

Lt.7

Lt. 6

Lt. 5

Lt. 4

Lt. 42

Lt. 43

Roof

METODE PENELITIAN Ditinjau dari latar belakang dan rumusan masalah tentang pembahasan penelitian ini, peneliti

menggunakan pengumpulan data berdasarkan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data

menggunakan data primer berupa hasil wawancara atau diskusi bersama pihak-pihak terkait seperti

Engineering Manager dan Construction Manager terkait pembahasan dalam penelitian ini. Sedangkan

untuk data sekunder berupa data seperti biaya investasi bekisting, shop drawing, dan schedule proyek.

Dari data-data yang dikumpulkan akan diolah dan menghasilkan analisis data, yaitu hasil analisis biaya

dan waktu terhadap pekerjaan plat lantai menggunakam bekisting Ring-Lock Scaffolding dan Aluma

System . Dari hasil analisa tersebut dapat diambil kesimpulan serta saran yang akan menjawab tujuan

dari penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS WAKTU PEKERJAAN BEKISTING

Analisis Waktu Pekerjaan Bekisting Ring-Lock Scaffolding Berdasarkan data validasi pakar dan schedule riil pelaksanaan pekerjaan bekisting yang telah dijabarkan

pada bab sebelumnya, diperoleh bahwa proses instalasi Ring-Lock Scaffolding memakan waktu 8 hari

untuk pemasangan, dan 4 hari untuk pembongkaran. Proses pembongkaran dilakukan 14 hari setelah

dilakukan pengecoran plat untuk mencapai kekuatan beton 88%.

Gambar 1. Siklus per Lantai Menggunakan Ring-Lock Scaffolding

(Sumber : Data Proyek, 2018)

Page 224: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Rizky Zulkarnaen dan Ida Ayu Ari Anggraeni, Komparasi Biaya dan Waktu... 411

+253

+235 +240

+247

+229 +234

+241

+223 +228

+79

+61 +66

+73

+55 +60

+67

+49 +54

+61

+43 +48

+55

+37 +42

+49

+31 +36

+43

+25 +30

+37

+19 +24

+31

+13 +18

+25

+7 +12

+19

+1 +6Lt. 4

Lt. 6

Lt. 5

Lt. 9

Lt. 8

Lt.7

Roof

Lt. 14

Lt. 13

Lt. 12

Lt. 11

Lt. 10

Lt. 43

Lt. 42

Dari gambar diatas diperoleh total 341 hari kerja (±12 bulan) untuk menyelesaikan pekerjaan

bekisting Ring-Lock Scaffolding.

Analisis Waktu Pekerjaan Bekisting Aluma

Berdasarkan data validasi pakar dan schedule riil pelaksanaan pekerjaan bekisting yang telah

dijabarkan pada bab sebelumnya, diperoleh bahwa proses instalasi bekisting Aluma memakan

waktu 6 hari untuk pemasangan, dan 1 hari untuk pembongkaran.. Proses pembongkaran

dilakukan 14 hari setelah dilakukan pengecoran plat untuk mencapai kekuatan beton 88%.

Gambar 2. Siklus per Lantai Menggunakan Aluma System

(Sumber : Data Proyek, 2018)

Dari gambar diatas diperoleh total 253 hari kerja (±9 bulan) untuk menyelesaikan

pekerjaan bekisting Aluma.

Page 225: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Rizky Zulkarnaen dan Ida Ayu Ari Anggraeni, Komparasi Biaya dan Waktu... 412

ANALISIS BIAYA PEKERJAAN BEKISTING

Analisis Biaya Pekerjaan Bekisting Ring-Lock Scaffolding

Tabel 1. Total Analisa Harga Satuan Ring-Lock Scaffolding

Berdasarkan analisisa harga satuan diatas diperoleh bahwa total biaya untuk pekerjaan

bekisting plat lantai menggunakan Ring-Lock Scaffolding adalah Rp. 7.646.661.769

(Tujuh Milyar Enam Ratus Empat Puluh Enam Juta Enam Ratus Enam Puluh Satu Ribu

Tujuh Ratus Enam Puluh Sembilan).

Analisis Biaya Pekerjaan Bekisting Aluma

Tabel 2. Total Analisa Harga Satuan Bekisting Aluma

Berdasarkan analisisa harga satuan diatas diperoleh bahwa total biaya untuk pekerjaan

bekisting plat lantai menggunakan Aluma System adalah Rp. 6.790.878.492 (Enam Milyar

Tujuh Ratus Sembilan Puluh Juta Delapan Ratus Tujuh Puluh Delapan Ribu Empat Ratus

Sembilan Puluh Dua).

Analisis Biaya Peralatan

Tabel 3. Biaya Peralatan dengan Tinjauan Menggunakan Ring-Lock

(Sumber : Data Proyek, 2018)

m2

Rp. 186.515 Rp. 7.646.661.769

b lbr 0,336 Rp. 200.000 Rp. 67.200

b ltr 0,05 Rp. 35.000 Rp. 1.750

b kg 0,368 Rp. 17.500 Rp. 6.440

b m3

0,002 Rp. 3.500.000 Rp. 7000

b m2

1 Rp. 24.125 Rp. 24.125

u m2

1 Rp. 40.000 Rp. 40.000

u m2

1 Rp. 40.000 Rp. 40.000

Upah pasang

Upah Bongkar

40997,57Bekisting Plat

Plywood (t = 18 mm)

Mould Oil

Nail

Timber

Ring-Lock Scaff.

m2

Rp. 165.641 Rp. 6.790.878.492

b lbr 0,336 Rp. 200.000 Rp. 67.200

b ltr 0,05 Rp. 35.000 Rp. 1.750

b kg 0,368 Rp. 17.500 Rp. 6.440

b m3

0,002 Rp. 3.500.000 Rp. 7000

b m2

1 Rp. 33.251 Rp. 33.251

u m2

1 Rp. 25.000 Rp. 25.000

u m2

1 Rp. 25.000 Rp. 25.000

Upah pasang

Upah Bongkar

40997,57Bekisting Plat

Plywood (t = 18 mm)

Mould Oil

Nail

Timber

Aluma System

Harga Satuan Jangka Waktu Total Harga

(Rp) (Bulan) (Rp)

Pondasi TC ls 1 131.000.000 1 131.000.000

TC Jib 60 unit 2 80.000.000 12 1.920.000.000

Mob/Demob TC ls 1 85.000.000 1 85.000.000

Fitting/Dismantlle TC ls 1 85.000.000 1 85.000.000

Operator Fee org 2 16.000.000 12 384.000.000

Generator Se350 kva unit 1 20.000.000 12 240.000.000

Mbb/Demob Genset unit 1 10.000.000 12 120.000.000

2.965.000.000

Deskripsi Material Satuan Jumlah

Ring-Lock Scaffolding

TOTAL

Page 226: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Rizky Zulkarnaen dan Ida Ayu Ari Anggraeni, Komparasi Biaya dan Waktu... 413

Tabel 4. Biaya Peralatan dengan Tinjauan Menggunakan Aluma

(Sumber : Data Proyek, 2018)

Total biaya peralatan yang dijabarkan pada tabel diatas merupakan biaya total operasional

Tower Crane (TC) untuk keseluruhan proyek. Apabila biaya diatas hanya digabungkan dengan

pekerjaan bekisting tentunya akan menimbulkan kesalahan perhitungan. Oleh karena itu,

menurut analisa pakar dan penyesuaian dengan RAB proyek, biaya operasional peralatan diatas

dapat dikalikan 40% untuk megetahui biaya riil pekerjaan khusus bekisting.

Perhitungan total biaya peralatan khusus untuk pekerjaan bekisting Ring-Lock Scaffolding

dapat dijabarkan sebagai berikut :

Dari perhitungan diatas diperoleh total biaya riil peralatan pekerjaan bekisting Ring-Lock

Scaffolding adalah Rp. 1.186.000.000 (Satu Milyar Seratus Delapan Puluh Enam Juta Rupiah).

Sedangkan untuk perhitungan total biaya peralatan khusus untuk pekerjaan bekisting Aluma

dapat dijabarkan sebagai berikut:

Dari perhitungan diatas diperoleh total biaya riil peralatan pekerjaan bekisting Aluma adalah

Rp. 919.600.000 (Sembilan Ratus Sembilan Belas Juta Enam Ratus Ribu Rupiah).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka penelitian

tentang Komparasi Biaya dan Waktu Pelaksanaan Penggunaan Bekisting Ring-Lock

Scaffolding dan Bekisting Sistem Aluma Pada Lantai Tipikal dapat disimpulkan kedalam

beberapa poin :

1. Bekisting Aluma memiliki keunggulan dalam hal produktivitas pengerjaan

dibandingkan bekisting Ring-Lock Scaffolding, yakni 88 hari lebih cepat. Bekisting

Aluma lebih cepat dalam pelaksanaan dikarenakan tidak ada proses pembogkaran

secara keseluruhan saat bekisting dipindah ke lantai berikutnya sehingga dapat

meningkatkan nilai produktivitas pekerjaan.

2. Bekisting Aluma memiliki harga satuan material lebih tinggi dibandingkan dengan

bekisting Ring-Lock Scaffolding, yakni Rp. 9.126 (Sembilan Ribu Seratus Dua Puluh

Enam) lebih mahal. Tetapi bekisting Aluma memiliki akumulasi biaya lebih rendah

Harga Satuan Jangka Waktu Total Harga

(Rp) (Bulan) (Rp)

Pondasi TC ls 1 131.000.000 1 131.000.000

TC Jib 60 unit 2 80.000.000 9 1.440.000.000

Mob/Demob TC ls 1 85.000.000 1 85.000.000

Fitting/Dismantlle TC ls 1 85.000.000 1 85.000.000

Operator Fee org 2 16.000.000 9 288.000.000

Generator Se350 kva unit 1 20.000.000 9 180.000.000

Mbb/Demob Genset unit 1 10.000.000 9 90.000.000

2.299.000.000

Deskripsi Material Satuan Jumlah

TOTAL

Aluma System

Page 227: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Rizky Zulkarnaen dan Ida Ayu Ari Anggraeni, Komparasi Biaya dan Waktu... 414

dibandingkan bekisting Ring-Lock Scaffolding karena terdapat perbedaan tingkat

produktivitas. Biaya akumulasi total didapat dari menambahkan total keseluruhan

pekerjaan yaitu biaya material yang dibutuhkan, upah pekerja, dan biaya peralatan.

Perbedaan total biaya pekerjaan bekisting setelah diakumulasikan dapat dilihat pada

Tabel 6.1.

Tabel 5. Komparasi Total Biaya Pengeluaran Pekerjaan Bekisting

3. Bekisting Aluma memiliki keunggulan dalam wakttu pelaksanaan yang lebih cepat dan

biaya yang lebih murah dibandingkan bekisting Ring-Lock Scaffolding. Tetapi bekisting

Aluma juga memiliki kelemahan yakni table formwork yang digunakan dalam

pelaksanaan hanya dapat diaplikasikan pada lantai tipikal.

Demikianlah kesimpulan mengenai penelitian Komparasi Biaya dan Waktu Pelaksanaan

Penggunaan Bekisting Ring-Lock Scaffolding dan Bekisting Sistem Aluma Pada Lantai Tipikal

ini disusun. Kelima poin kesimpulan diatas dapat dijadikan acuan bagi para kontraktor dalam

memilih jenis bekisting yang ingin digunakan.

SARAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat beberapa saran yang ditujukan kepada peneliti

selanjutnya apabila ingin melakukan penelitian dibidang sejenis, diantaranya :

1. Bekisting Aluma Table Form merupakan bekisting yang dipabrikasi sebelum proses

pemasangan dilakukan, dimana dalam proses pabrikasinya bentuk serta ukuran

bekisting telah disesuaikan dengan plat lantai yang tipikal. Hal ini dilakukan agar pada

saat pemindahan bekisting tidak perlu dilakukan pembongkaran secara keseluruhan.

Oleh karena itu perlu ditinjau kembali untuk pelaksanaan pada jenis konstruksi yang

tidak tipikal.

2. Pada saat proses instalasi bekisting Ring-Lock Scaffolding dan Aluma terdapat tahapan-

tahapan lebih detail yang bisa didokumentasikan langsung dilapangan agar hasil

penulisan pada pembahasan metode pelaksanaan menjadi lebih akurat.

3. Perbedaan total harga antara penggunaan bekisting Ring-Lock Scaffolding dan Aluma

pada penelitian ini hanya diteliti pada satu lokasi proyek. Untuk itu dapat ditinjau

kembali total harga pengeluaran biaya bekisting Ring-Lock Scaffolding dan Aluma pada

beberapa proyek lain untuk mengetahui sejauh manakah keuntungan yang didapatkan

apabila bekisting Aluma yang dipakai di sejumlah proyek.

4. Penelitian ini terbatas pada proyek South Hills Apartment, sehingga hasil yang didapat

tidak dapat digeneralisasi untuk proyek yang lain. Untuk itu dibutuhkan penelitian

lanjutan mengenai Aluma System untuk proyek yang lain.

5. Kondisi progress (kemajuan) proyek saat melakukan penelitian ini perlu diperhatikan.

Apabila proyek yang akan diteliti telah mencapai tahapan finishing maka akan sulit

untuk menggali informasi tentang tahapan-tahapan instalasi bekisting.

Total Biaya

Pengeluaran

Pekerjaan

Bekisting

Ring-Lock Scaff.

(Rp)9.408.661.769

Aluma System

(Rp)8.142.478.492

Hasil Komparasi

(Rp)1.266.183.277

Page 228: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Rizky Zulkarnaen dan Ida Ayu Ari Anggraeni, Komparasi Biaya dan Waktu... 415

DAFTAR PUSTAKA

Asiyanto., Formwork for Concrete. Jakarta : UI-Press, 2010

Baharudin dan Dodi., Studi Perbandingan Penggunaan Bekisting Tradisonal dengan Bekisting

Prafabrikasi Sebagai Cetakan Beton Pada Proyek Konstruksi Gedung Bertingkat.

Institut Teknologi Bandung, 2008

F. Wigbout Ing., Buku Pedoman Tentang Bekisting (Kotak Cetak), Erlangga, Jakarta, 1997

Hanna, Awad S and Marcel Dekker., Concrete Formwork Systems, University of Wisconsin,

Madison, 1999

Ilinoui, O.G., “Slab Formwork Design”, Jurnal Dimensi Teknik Sipil UB, Vol. 6, No. 2, pp 15-

20, (Sept 2006) ISSN 1978-5658

Legstyana, Esti., Komparasi Biaya Pelaksanaan Bekisting Konvensional dengan Bekisting

Sistem Peri. Skripsi Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret, 2012

Nawy, Edward G., Reinforced Concrete A Fundamental Approach first edition, 1997

Novi Dwi, Yevi dan Retno., “Analisa Perbandingan Penggunaan Bekisting Semi

Konvensional dengan Bekisting Table Form pada Konstruksi Gedung Bertingkat”, Jurnal

Teknik ITS, Vol. 01, pp. 01-08, (Sept 2012) ISSN : 2301-9271

Utami, Anggraeni dan Budi Santosa., Analisis Perbandingan Zoning dan Siklus Bekisting

Table Form System pada Proyek Pembangunan Prima Orchard Apartment. Skripsi

Teknik Sipil, Universitas Mercubuana, 2014

Valerii, Viunov., Comparison of Scaffolding Systems in Finland and in Russia, Bachelor’s

Thesis, Saima University of Applied Sciences, Finland, 2011

Page 229: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Riko Hadiyanto Prasetio dkk., Analisa Indikator Penilaian... 416

ANALISA INDIKATOR PENILAIAN KINERJA PENERAPAN

MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3)

PADA PROYEK KONSTRUKSI BADAN USAHA JASA KONSTRUKSI

KUALIFIKASI KECIL

(Kerangka Konseptual Dalam Melakukan Analisis Indikator Penilaian

Kinerja Penerapan SMK3 Pada Badan Usaha Jasa Konstruksi Mengacu

Pada Peraturan Perundangan K3)

Riko Hadiyanto Prasetio1, Rosmariani Arifuddin

2,

Farouk Maricar3

1Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,

Jln Pattimura No. 20, Kebayoran Baru Jakarta Selatan DKI Jakarta, 2,3

Fakultas Teknik Sipil Universitas Hasanuddin Jl. Poros Malino Km.6 Borongloe,

Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan

e-mail: [email protected]

Abstrak

Keberhasilan suatu penyelenggaraan konstruksi salah satunya di tentukan oleh penyedia jasa

sebagai pelaksana dari sebuah kegiatan konstruksi, sehingga kompetensi penyedia jasa sangat

menentukan sebuah pelaksanaan kegiatan konstruksi. Kinerja pekerjaan konstruksi dikatakan

baik apabila memenuhi waktu, mutu dan biaya sesuai dengan perjanjian kontrak yang sudah

disepakati dengan pengguna jasa. Sistem Managemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja

(SMK3) merupakan salah satu faktor penentu dalam suatu pekerjaan konstruksi yang masih

belum diperhatikan oleh Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) di Indonesia. Kewajiban

BUJK dalam menerapkan SMK3 telah banyak diatur dalam peraturan dan perundangan.

Kurangnya penerapan SMK3 oleh BUJK kecil salah satunya adalah faktor kemampuan

keuangan dan ketersediaan tenaga kerja terampil dalam proyek konstruksi mereka. Kurangnya

penggunaan tenaga terampil yang tersertifikasi oleh BUJK kualifikasi kecil akan

meningkatkan resiko kecelakaan kerja pada pelaksanaan konstruksi. Indikator penilaian

kinerja terkait penerapan SMK3 sudah bayak diatur oleh peraturan dan perundangan yang

ada . Penelitian ini bertujuan melihat pengaruh indikator penilaian penerapan SMK3 yang

telah diatur pada peraturan perundangan yang ada kepada badan usaha kecil untuk dapat

melihat efektifitas pengaturan yang ada dan dapat menjadi masukan pada regulasi yang ada

terkait penilaian kinerja BUJK khususnya kepada BUJK kualifikasi kecil.

Kata Kunci: K3, Kinerja, Kemampuan BUJK

PENDAHULUAN Perusahaan konstruksi merupakan salah satu yang berpengaruh besar dalam mendukung

perkembangan pembangunan di Indonesia. Salah satunya dapat dilihat dari total pembiayaan

infrastruktur yang dianggarkan pemerintah selama 5 tahun sebesar sebesar Rp5.559 triliun

untuk semua sektor baik pemerintah maupun swasta. Data BPS terkait jumlah kontrak yang

diselesaikan oleh penyedia jasa konstruksi dari tahun 2004 sampai dengan 2015 tumbuh rata-

rata 20% per tahunnya. Kemampuan dan kapasitas konstruksi nasional sangat berpengaruh

kepada keberhasilan sektor konstruksi, dalam hal ini adalah kemampuan kinerja dari penyedia

jasa yang kemudian menjadi sangat penting untuk diketahui. Keberhasilan dari suatu kegiatan

konstruksi sangat erat kaitannya dengan penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (SMK3). Permasalahan Keselamatan Kerja di Indonesia ditentukan pula

pada bagaimana Penyedia jasa telah mematuhi dan mengimplementasikan kebijakan

pemerintah tentang keselamatan kerja, menurut (Lipscomb et al, 2003). Dampak yang

Page 230: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Riko Hadiyanto Prasetio dkk., Analisa Indikator Penilaian... 417

ditumbulkan dari kecelakaan kerja cukup besar, selain hilangnya nyawa dan penurunan kualitas

hidup pekerja, kecelakaan kerja di proyek konstruksi juga menyebabkan keterlambatan proyek,

biaya proyek meningkat, beban medis dan konsekuensi negatif lainnya.

Kecelakaan kerja di proyek konstruksi menempati urutan kedua setelah kecelakaan kerja di

pabrik atau manufacturing. Merujuk data BPJS Ketenagakerjaan, kasus kecelakaan kerja yang

terjadi pada tahun 2017 sebagaimana diperlihatkan pada Gambar. 1 tercatat 123.041 kejadian

dengan korban meninggal dunia sebanyak 3.173 Meninggal dunia. Sedangkan 2016 (hingga

bulan November) tercatat 105.182 kejadian dengan 201 korban meninggal dunia 2.382 orang

pepanjang tahun 2017, menurut statistik BPJS Ketenagakerjaan terjadi peningkatan kecelakaan kerja

sekira 20% dibandingkan tahun 2016 secara nasional. Total kecelakaan kerja tahun 2017 sebanyak 123

ribu kasus dengan nilai klaim Rp 971 miliar lebih, angka ini meningkat dari tahun 2016 dengan nilai

klaim hanya Rp 792 miliar lebih.

Gambar 1.Kasus Kecelakaan di Indonesia Sumber : Laporan tahunan PT Jamsostek Indonesia tahun 2013 dan Laporan Tahunan BPJS Tahun 2017

Data Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) sebagaimana diperlihatkan

pada Gambar.2 menyebutkan bahwa jumlah badan usaha jasa konstruksi di Indonesia sekarang

ini adalah 610.235 badan usaha, dengan perbandingan jumlah badan usaha Kualifikasi Kecil

502.957, Kualifikasi Menengah 101.278 dan Kualifikasi Besar sebesar 5.896 badan usaha.

Gambar 2. Jumlah badan usaha jasa konstruksi di Indonesia Sumber: Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional 2019

Data jumlah badan usaha kualifikasi kecil diatas mempunyai perbandingan jumlah badan usaha

kualifikasi kecil yang sangat signifikan dengan hampir 82% di Indonesia. Jumlah badan usaha

jasa konstruksi kecil yang besar mayoritas menggunakan tenaga terampil dalam melakukan

pekerjaan konstruksinya. Jumlah tenaga terampil yang tenaga terampil yang tersertifikasi

Page 231: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Riko Hadiyanto Prasetio dkk., Analisa Indikator Penilaian... 418

masih sedikit dibandingkan dengan jumlah total keseluruhan jumlah tenaga terampil di

Indonesia. Jumlah badan usaha jasa konstruksi kualifikasi kecil yang besar yang tidak

dibarengi dengan penggunaan tenaga kerja terampil yang tersertifikasi akan menyebabkan

resiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi.

KAJIAN LITERATUR

Pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan perundangan tentang Standar Managemen

Kesehatan dan Keselamatan konstruksi (SMK3) untuk dapat ditaati dan dilaksanakan oleh

badan usaha jasa konstruksi dengan maksud melindungi keselamatan kerja perkerja konstruksi,

badan usaha jasa konstruksi dan juga lingkungan tempat proyek konstruksi dilaksanakan, hal

ini dilakukan karena dampak dari kecelakaan konstruksi dapat mempengaruhi dari berbagai

level, mulai dari level mikro (level proyek), kemudian pada level meso (level perusahaan)

sampai dengan level makro (level nasional).

Dalam Undang – undang Nomor 02 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi Pemerintah Pusat

memiliki Tanggung Jawab atas terciptanya iklim usaha yang kondusif, Penyelenggaraan jasa

konstruksi yang transparan , Persaingan usaha yang sehat, serta jaminan kesetaraan hak dan

kewajiban antara Pengguna jasa dan penyedia jasa. Dengan adanya tanggung jawab pemerintah

pusat dimaksud maka pemerintah diberikan amanah oleh Undang – undang untuk memiliki

kewenangan mengembangkan sistem kinerja penyedia jasa dalam penyelenggaraan jasa

konstruksi. Kinerja badan usaha jasa konstruksi sesuai amanah Undang – undang Jasa

konstruksi Tahun 2017 menjadi salah satu indikator yang menjadi pertimbangan dalam

melakukan pemilihan penyedia jasa.

Kewajiban untuk menyelenggarakan Sistem Managemen Kesehatan dan Keselatan Kerja pada

perusahaan – perusahaan besar melalui Undang – undang Ketenagakerjaan, baru menghasilkan

2,1 % saja dari 15.000 Lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan

Sistem Manajemen K3 (wirahadikusumah, 2006). Permasalahan yang terkait dengan

keselamatan kerjadi Indonesia adalah bukan hanya mengenai kualitas dari kebijakan tersebut

telah di implementasikan dalam pekerjaan konstruksi dilapangan (Akhmad Suraji, 2014).

Badan usaha kualifikasi kecil dalam melakukan pekerjaan dengan nilai kecil tetapi memiliki

resiko yang cukup besar. (Wirahadikusumah , 2007) menyebutkan ada dua jenis pekerjaan

konstruksi yang berbahaya, yaitu pekerjaan yang dilaksanakan di ketinggian dan pekerjaan

galian. Penelitian risiko kecelakaan kerja di proyek pembangunan apartemen yang dilakukan

oleh wicaksono dan singgih (2011) memperlihatkan bahwa resiko terbesar adalah material

terjatuh dari material yang diangkat, tersengat listrik, tertimpa peralatan, dan jatuh dari

ketinggian.

6,059,624 5,863,200 5,980,873 6,001,793

2,148,262 2,155,367 2,155,763 2,298,504

0

1,000,000

2,000,000

3,000,000

4,000,000

5,000,000

6,000,000

7,000,000

8,000,000

9,000,000

2015 2016 2017 2018

SMA Kebawah SMA Keatas

Gambar 3. Proporsi tenaga kerja Konstruksi Indonesia 2015 – 2018

Sumber : Data BPS Tahun 2015 samapi dengan 2018

Page 232: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Riko Hadiyanto Prasetio dkk., Analisa Indikator Penilaian... 419

Gambar 4. Jumlah tenaga kerja tersertifikasi kompetensi konstruksi

Sumber : Data LPJKN 2018

Data proposi tenaga kerja konstruksi indonesia pada Gambar 3 memperihatkan jumlah tenaga

kerja terampil yang tidak berbanding lurus dengan data tenaga kerja terampil yang tersertifikasi

oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yaitu sebesar 68 % dari 616.081

orang total pekerja konstruksi yang tersertifikasi.

Badan usaha jasa konstruksi (BUJK) dilihat dari sisi pemberi kerja telah memiliki sebuah

standar – standar keamanan kerja yang cukup baik, Suraji (2014).Perusahaan dengan proyek

Konstruksi tinggi, telah merapkan NSPK K3 dengan cukup baik hal ini dikarenakan badan

usaha dalam melaksanakan kegiatan konstruksinya telah memahami peraturan yang ada,

persyaratan yang terkait kontrak, badan usaha telah memiliki sertifikasi ISO dan OHSAS. Hal

ini berbanding terbalik dengan keadaan badan usaha jasa konstruksi kualifikasi kecil pada saat

ini yang belum memiliki pemahaman yang jelas tentang NSPK K3 yang ada dan terbentur

terkait biaya investasi untuk memiliki sertifikasi ISO dan OHSAS yang dapat dikatan cukup

mahal, kondisi ini dalam prakteknya akan menimbulkan sebuah masalah kecelakaan kerja yang

cukup serius karena ketidak mampuan badan usaha menimbulkan ketidak pedulian yang akan

berdampak pada korban kecelakaan kerja yang akan menimpa para pekerja konstruksi, yang

tentu saja akan berdampak kepada kredibilitas badan usaha dan kerugian finansial yang cukup

besar.

Penelitian yang dilakukan oleh Aryati Indah (2017) bertujuan untuk mengevaluasi penerapan

dan kendala penerapan K3 pada proyek bangunan gedung di Kabupaten Cirebon, dan

mengetahui perbedaan penerapan K3 berdasarkan skala proyek. Metode penelitian

menggunakan pendekatan survei terhadap 10 kontraktor pada 10 proyek bangunan gedung 2

lantai atau lebih di Kabupaten Cirebon. Komponen evaluasi K3 dikembangkan berdasarkan

Pedoman Praktis Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Bidang Konstruksi (ILO, 2005). Hasil

penelitian menemukan bahwa tingkat penerapan K3 pada aspek, penggunaan Alat Pelindung

Diri (APD) (60%), Pengelolaan Kondisi Darurat (75%), Pekerjaan Struktur, Perancah dan

Tangga (66,7%), Penggunaan Bahan Beracun dan Berbahaya (62,9%), Kesehatan dan

Kebersihan Lingkungan Kerja ( 89,2%). Kendala penerapan K3 pada umumnya adalah

anggaran, budaya pekerja yang belum terbiasa dengan penerapan K3 serta dampak penerapan

terhadap biaya dan harga jual konstruksi properti.

Dari seluruh keadaan dan kondisi badan usaha jasa konstruksi kualifikasi kecil tersebut

menjadikan badan usaha jasa konstruksi kualifikasi kecil sulit untuk dapat menerapkan

peraturan perundangan dan Standar yang ditetapkan oleh pemerintah, sementara aturan

pemerintah berlaku untuk semua kualifikasi badan usaha jasa konstruksi.

Tujuan Penelitian ini adalah melakukan analisa indikator apa yang dapat dilaksanakan oleh

badan usaha jasa konstruksi kualifikasi kecil sesuai dengan peraturan perundangan Pemerintah

yang berlaku dalam menerapkan standar SMK3 pada suatu pekerjaan proyek dengan

kualifikasi kecil. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam peraturan

perundangan yang akan dirumuskan oleh kementerian teknis bidang konstruksi dalam

melakukan penilaian badan usaha jasa konstruksi kecil.

Page 233: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Riko Hadiyanto Prasetio dkk., Analisa Indikator Penilaian... 420

METODE PENELITIAN Penelitian ini akan dimulai dengan melakukan kajian literatur terkait peraturan dan

perundangan yang telah mengatur terkait SMK3 Konstruksi, setelah itu melakukan survey

lapangan dengan menggunakan metode quisioner dan wawancara, langkah selanjutnya adalah

dengan melakukan analisa data melalui olahan data yang telah didapat dari hasil sebaran

quisioner dan wawancara sehigga didapatkan Kesimpulan. Eksperimen, Survey, Analisa Arsip,

studi kasus menjadi 4 hal dalam strategi penelitian ini.

Tabel 1. Strategi penelitian sesuai dengan rumusan masalah

Rumusan Masalah Pertanyaan yang

digunakan Strategi

Apa sajakah Indikator penilaian K3 yang ada

pada peraturan dan perundangan yang

berlaku?

Apa 1. Analisis arsip

2. Studi Literatur

Bagaimana pengaruh peraturan dan

perundangan tentang K3 yang berlaku pada

pekerjaan konstruksi badan usaha jasa

konstruksi kecil pelaksana pekerjaan

konstruksi?

Bagaimana 1. Studi Kasus

2. Survei

Indikator penilaian k3 apa saja yang dapat

diterapkan oleh badan usaha jasa konstruksi

kecil sesuai dengan kemampuan badan usaha

menurut peraturan dan perundangan yang

berlaku

Apa

1. Studi kasus

2. Studi literatur

3. survei

Sumber: olahan Penulis (2019)

PENGUMPULAN DATA

Pengambilan data primer dalam penelitian ini akan dilakukan dengan melalui observasi dan

wawancara dengan menggunakan kuisioner yang ditujukan kepada penanggung jawab badan

usaha jasa konstruksi kualifikasi kecil, alasan dengan pada badan usaha jasa konstruksi

kualifikasi kecil pada umumnya tidak memiliki sebuah divisi khusus ataupun penanggung

jawab teknis yang khusus untuk penanganan K3 pada pekerjaan konstruksi, sehingga

penanggung jawab badan usaha atau pemilik perusahaan Badan usaha jasa konstruksi

kualifikasi kecil biasanya merangkap sebagai penanggung jawab teknis, struktur organisasi

semacam ini dapat dibenarkan karena diperbolehkan dan tidak bertentangan dengan peraturan

perundangan yang berlaku. Data sekunder berupa literatur dan peraturan perundangan yang

berlaku yang mengatur terkait SMK3, selain itu penelitian terdahulu terkait indikator penilaian

kinerja SMK3 badan usaha jasa konstruksi juga menjadi dasar pada penelitian ini. Dokumen-

dokumen yang mencakup program kerja K3, data pernyataan kebijkan K3 perusahaan, struktur

organisasi tanggap darurat, daftar undang-undang K3, dokumentasi penerapan K3 dan Evaluasi

K3 juga menjadi data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini. Analisis data deskriptif

dalam penelitian ini akan dilakukan untuk melakukan wawancara sehingga mendapatkan

informasi terkait SMK3 yang telah dilakasanakan pada proyek konstruksi oleh badan usaha

jasa kostruksi kualifikasi kecil spesialis. Skala Likert akan digunakan dalam penelitian ini

untuk menganalisis tingkat penerapan SMK3, skala likert merupakan skala yang digunakan

untuk menguku variable penelitian seperti sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau

sekelompok orang (Drs. Riduwan, M.B.A, Metode dan Teknik Menyusun Tesis).

DISKUSI DAN PEMBAHASAN Dalam menjalankan amanah dari Undang – undang jasa konstruksi pemerintah pusat

diamanahi tanggung jawab menciptakan sebuah sistem penilaian kinerja badan usaha jasa

konstruksi yang akan dijadikan salah satu pertimbangan dalam melakukan pemilihan penyedia

jasa dalam proses pengadaan barang dan jasa. Kinerja badan usaha jasa konstruksi dalam hal

Page 234: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Riko Hadiyanto Prasetio dkk., Analisa Indikator Penilaian... 421

penerapan SMK3 adalah bagian dalam sistem penilaian tersebut yang tentu saja indikator

penilaiannya harus sesuai dengan sebuah peraturan dan perundangan yang sudah berlaku.

Indikator Penilaian kinerja terhada badan usaha pada penelitian ini menggunakan indikator

pengukuran kinerja proaktif dan rekatif yang dimaksud dengan pengukuran kinerja proaktif

adalah bagian dari pengukuran proses sistem manajemen K3. Penyediaan tempat kerja yang

aman bertujuan untuk menciptakan tempat kerja yang aman dan nyaman agar dapat

meminimalisasi kecelakaan akibat kerja, hal ini mendukung terciptanya kinerja K3 yang baik,

sedangkan pengkuran kinerja reaktif adalah pengukuran setelah terjadi kecelakaan di tempat

kerja, Pengukuran kinerja reaktif meliputi pengukuran outcome. Pengukuran outcomes

berfungsi untuk mengetahui hasil sistem manajemen K3 seperti jumlah kecelakaan yang

terjadi, jenis kecelakaan yang terjadi, jam kerja yang hilang, tren kecelakaan dan sakit, dan

sebagainya. Sesuai dengan batasan peraturan perundangan pada tabel 2. maka indikator dan

variable pengukuran kinerja yang akan digunakan pada penelitian ini untuk selanjutnya

dianalisis adalah sebagai berikut (tabel 3):

Tabel 2. Pengukuran Kinerja Proaktif

NO Variable Indikator

Dasar Hukum Proaktif Reaktif

1 Komitmen dan

Kebijkan K3

perusahaan penyedia

jasa

5 Indikator 2 Indikator

Permenaker No. 4 Tahun 1993

Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002

PP No. 50 Tahun 2012

PP No. 12 Tahun 2013

Permen PU No. 05/PRT/M/2014

Permenaker No. 1 Tahun 1980

Permenaker No. 15 Tahun 2008

Permenaker No. 08 Tahun 2010

Permenaker No. 13 Tahun 2011

Kepmenkes No. 1405 Tahun 2002

'PP No. 19 Tahun 2003

UU No.1 Tahun 1970

UU No. 13 Tahun 2011

UU No. 3 Tahun 1992

SE Menteri PU No. 13/SE/M/2012

SE Menteri PU No. 66/SE/M/2015

2 Perencanaan K3 5 Indikator 4 Indikator

3 Penerapan dan

Operasi

25 Indikator 4 Indikator

4 Pemeriksaan dan

evaluasi Kinerja K3

11 Indikator 16 Indikator

5 Tinjauan Ulang

Kinerja K3 2 Indikator 1 Indikator

Sumber: olahan Penulis (2019)

Dari uraian penjelasan diatas maka pertanyaan mendasar yang akan dijawab dari penelitian ini

adalah a) Apa sajakah Indikator penilaian K3 yang ada pada peraturan dan perundangan yang

berlaku?, b) Bagaimana pengaruh peraturan dan perundangan tentang K3 yang berlaku pada

pekerjaan konstruksi badan usaha jasa konstruksi kecil pelaksana pekerjaan konstruksi ? c)

Indikator penilaian K3 apa saja yang dapat diterapkan oleh badan usaha jasa konstruksi kecil

sesuai dengan kemamuan badan usaha menurut peraturan dan perundangan yang berlaku?

KESIMPULAN DAN SARAN

Pemerintah pusat yang telah diamanahi oleh Undang – Undang Jasa konstruksi Nomor 02

Tahun 2017 akan melakukan penilaian kinerja badan usaha jasa konstruksi dari berbagai aspek,

dimana didalamnya terdapat aspek penilaian kinerja penerapan K3. Penelitian diperlukan untuk

melakukan analisa terhadap indikator penilaian kinerja terhadap penerapan SMK3 badan usaha

jasa konstruksi, yang akan diberlakukan oleh pemerintah pusat secara keseluruhan kepada

badan usaha jasa konstuksi.

Page 235: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Riko Hadiyanto Prasetio dkk., Analisa Indikator Penilaian... 422

DAFTAR PUSTAKA

Ari syaiful Rahman arifin, Akhmad Suraji, Bambang Istijono. (2014). Pengukuran Tingkat

Penerapan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria Kesehatan dan Keselamatan

Konstruksi (NSPK K3) Pada Proyek Konstruksi

Reini, D Wihadikusumah, Febby Ferial. (2005) . Kajian Penerapan Pedoman Keselamatan

Kerja Pada Pekerjaan Galian Konstruksi.

Gerry Silaban ( 2010). Kinerja Penerapan Sistem Managemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja, Hubungannya Dengan Angka Kekerapan Kecelakaan Kerja dan Jaminan

Keelakaan Kerja.

Wirahadikusumah. (2007). Work at height fatalities in the repair, maintanance, alteration and

addition works, Journal of Construction Engineering and Management-ASCE, 134, 527-

535.

Indah (2017). Evaluasi Penerapan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3) Pada Proyek

Bangunan Gedung Di Kabupaten Cirebon

Wicaksono, Iman. K., dan Singgih, Moses. (2011). Manajemen Risiko K3 (Keselamatan Dan

Kesehatan Kerja) Pada Proyek Pembangunan Apartemen Puncak Permai Surabaya.

Undang-Undang No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem Managemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2014 Tentang Pedoman Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Pekerjaan Umum

Peraturan Menteri pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M/2014 Tentang Perubahan Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum Nomor 08/PRT/M/2011 tentang Pembagian Subklasifikasi dan

Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. 1 Tahun 1980 Tentang Keselamatan

dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. 4 Tahun 1993 Tentang Jaminan

Kecelakaan Kerja

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. 15 Tahun 2008 Tentang Pertolongan

Pertama Pada Kecelakaan di Tempat Kerja

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. 08 Tahun 2010 Tentang Alat

Pelindung Diri

Page 236: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Aji Hafid Laksana dkk., Kerangka Konseptual Integrasi... 423

KERANGKA KONSEPTUAL INTEGRASI QHSE (SISTEM

MANAJEMEN MUTU, KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA,

DAN LINGKUNGAN) DI PT. WIJAYA KARYA

Aji Hafid Laksana1, Rosmariani Arifuddin

2, Syarif Burhanuddin

3

1Mahasiswa Program Magister Rekayasa Keselamatan Konstruksi

Fakultas Teknik Sipil Universitas Hasanuddin 2,3

Dosen Fakultas Teknik Departemen Sipil, Universitas Hasanuddin

Jl. Poros Malino Km.6 Borongloe, Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan

e-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini untuk melihat keuntungan integrasi sistem manajemen mutu, sistem manajemen

Kesehatan dan Keselamatan Kerja, dan sistem manajemen Lingkungan (QHSE Management

System). Studi dilakukan pada Perusahaan Badan Usaha Milik Negara Karya. Penelitian akan

membandingkan Semua Sistem Manajemen dengan Eksisting yang ada di Perusahaan Wijaya Karya

dengan Sistem ISO 9001 tentang sistem manajemen mutu, ISO 45001 tentang sistem manajemen

Kesehatan dan Keselamatan Kerja, dan ISO 14001 tentang sistem manajemen Lingkungan.

Penelitian dilakukan dengan cara Analisa Arsip dan studi Literatur. Studi literatur terdahulu

menunjukkan Klausul yang membentuk integrasi QHSE Management System adalah ruang lingkup,

kepemimpinan, kebijakan, perencanaan, dukungan, operasi, evaluasi kinerja, dan perbaikan.

Kata Kunci: Integrasi Sistem Manajemen, Sistem Manajemen Mutu, Sistem Manajemen

Kesehatan dan Keselamtan Kerja ,Sistem Manajemen Lingkungan, PT. Wijaya Karya

PENDAHULUAN Level Implementasi integrasi Sistem Kualitas, Keselamatan dan kesehatan Kerja, dan

Lingkungan dalam perusahaan BUMN Karya di Indonesia masih secara partial terintegrasi

akibatnya tidak memberikan efek yang konsisten terhadap konsitensi kinerja Sistem Konstruksi

Berkelanjutan (Masuin, Latief, Zagloel, & Sagita, 2018). Pada tahun 2018 terjadi 12

Kecelakaan Proyek Infrastruktur dalam 7 Bulan (Zufrizal, 2018), merujuk hal tersebut secara

jelas Kecelakaan Konstruksi dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia masih

Rendah. Selain itu kualitas infrastruktur di Indonesia masih sangat rendah secara kualitas jika

dibandingkan negara sekitar seperti Singapura. Atas kejadian diatas, sebagai regulator di

bidang Jasa Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memberikan

usulan kepada Kementerian BUMN untuk membentuk Unit Khusus Quality, Health, Safety

dan Environtment (QHSE) di setiap BUMN Karya.

Dalam undang-undang Jasa Konstruksi Nomor 2 tahun 2017 disebutkan pada pasal 59 ayat 3

bahwa Standar Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Keberlanjutan sebagaimana dimaksud

pada ayat (l) paling sedikit meliputi: a. standar mutu bahan; b. standar mutu peralatan; c.

standar keselamatan dan kesehatan kerja; d. standar prosedur pelaksanaan Jasa Konstruksi; e.

standar mutu hasil pelaksanaan jasa Konstruksi; f. standar operasi dan pemeliharaan; g.

pedoman pelindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan Jasa Konstruksi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan; dan h. standar pengelolaan lingkungan hidup sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Semua pemimpin mengidentifikasi bahwa integrasi sistem kualitas, sistem lingkungan dan

Sistem keselamtan telah membawa banyak manfaat. Peningkatan dalam manajemen rutin

adalah manfaat utama, dan manfaat keuangan sebagai yang paling penting dalam persepsi

mereka. (Carvalho, Picchi, Camarini, & Chamon, 2015).

Page 237: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Aji Hafid Laksana dkk., Kerangka Konseptual Integrasi... 424

Penelitian ini untuk melihat level integrasi dan keuntungan integrasi sistem manajemen mutu,

sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja, dan sistem manajemen Lingkungan

(QHSE Management System) untuk mencapai hasil konstruksi yang berkelanjutan.

LITERATURE REVIEW

Integrated Management Systems (IMS)

Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Masuin, Latief, Zagloel, & Sagita, 2018) terdapat

model yang mencoba untuk mengkonsep integrasi QHSE

Gambar 1. Variabel Yang Digunakan Dalam Sistem Managamen Terintegrasi untuk mencapai

Sustainable Construction.(Source: Data processing).(Masuin, Latief, Zagloel, & Sagita, 2018)

Gambar 2. State-of-the-Art Source: Data processing, 2017.(Masuin, Latief, Zagloel, & Sagita, 2018)

Page 238: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Aji Hafid Laksana dkk., Kerangka Konseptual Integrasi... 425

Gambar 2 diatas merupakan hasil studi literatur yang memperlihatkan penelitian dengan topik

Integrasi Sistem Manajemen. Terlihat bahwa integrasi bisa dilakukan. IMS bertujuan untuk

meningkatkan kinerja organisasi dengan sistem manajemen terintegrasi melalui proses

pengintegrasian dimensi, pengintegrasian risiko, audit integrasi dan sumber daya integrasi

sistem kualitas / keselamatan / lingkungan dengan pengembangan sistem informasi berbasis

web yang tertanam dengan manajemen pengetahuan dalam organisasi perusahaan konstruksi.

Hasil penelitian ini menemukan kerangka kerja konseptual sistem manajemen terintegrasi

untuk meningkatkan kinerja organisasi perusahaan konstruksi. (Masuin, Latief, &

Zagloel,2018)

Gambar 2 juga memperlihatkan penelitian yang dilakukan di banyak negara memperlihatkan

adanya celah untuk mengintegrasikan QHSE dalam model IMS. Pada penelitian sebelumnya

ditemukan Klausul yang membentuk integrasi QHSE adalah ruang lingkup, kepemimpinan,

kebijakan, perencanaan, dukungan, operasi, evaluasi kinerja, dan perbaikan. klausus ini terjalin

dan bergantung pada pendekatan proses PDCA. Tingkat kepentingan dan prioritas antara

variabel klausa Menurut tingkat pelaksanaan IMS dan posisi atau tingkat manajer untuk

masing-masing perusahaan akan membantu mencapai tujuan dari sistem. Proses

mengintegrasikan setiap klausul harus dalam proses integrasi bingkai model yang

mencerminkan tahapan dari sistem manajemen proses integrasi yang dapat diterapkan di

tingkat pelaksanaan sistem manajemen yang berbeda.(Masuin, Rofi’udin, & Latief, 2018)

Gambar 3. The Conceptual Framework (Masuin, Latief, Zagloel, & Sagita, 2018)

Kerangka kerja konseptual ini akan menguji hubungan antara sistem manajemen integrasi,

manajemen pengetahuan, kesehatan dan keselamatan, dan sistem informasi dengan unsur-unsur

konstruksi berkelanjutan. Sistem manajemen terintegrasi terdiri dari proses integrasi, risiko

integrasi, dan audit integrasi. Untuk membuktikan konsep ini, setiap hubungan dapat dibentuk

sebagai hipotesis seperti yang ditunjukkan di bawah ini:

HI: Manajemen pengetahuan memiliki dampak positif pada proses integrasi sebagai dimensi

sistem manajemen terintegrasi. H2: Manajemen pengetahuan memiliki dampak positif pada

risiko integrasi sebagai dimensi sistem manajemen terintegrasi. H3: Manajemen pengetahuan

memiliki dampak positif pada audit integrasi sebagai dimensi sistem manajemen terintegrasi.

H4: Kesehatan dan keselamatan memiliki dampak positif pada proses integrasi sebagai dimensi

sistem manajemen terpadu. H5: Kesehatan dan keselamatan memiliki dampak positif pada

risiko integrasi sebagai dimensi sistem manajemen terintegrasi. H6: Kesehatan dan

Page 239: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Aji Hafid Laksana dkk., Kerangka Konseptual Integrasi... 426

keselamatan memiliki dampak positif pada audit integrasi sebagai dimensi sistem manajemen

terintegrasi. H7: Sistem Informasi memiliki dampak positif pada proses integrasi sebagai

dimensi yang terintegrasi sistem manajemen. H8: Sistem Informasi memiliki dampak positif

pada audit integrasi sebagai dimensi sistem manajemen terintegrasi. H9: Proses Terpadu

memiliki dampak positif pada konstruksi berkelanjutan. H10: Risiko Terintegrasi memiliki

dampak positif pada konstruksi berkelanjutan. H11: Audit terintegrasi memiliki dampak positif

pada konstruksi berkelanjutan. Selanjutnya, hipotesis tersebut diuji melalui survei dengan para

ahli terkait. (Masuin, Latief, Zagloel, & Sagita, 2018)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini akan dimulai dengan melakukan kajian literatur terkait Sistem Managemen

Kualitas, Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Sistem Manajemen

Lingkungan, setelah itu melakukan Analisa Arsip untuk membandingkan Sistem ISO 9001

tentang sistem manajemen mutu, ISO 45001 tentang sistem manajemen Kesehatan dan

Keselamatan Kerja, dan ISO 14001 tentang sistem manajemen Lingkungan dengan sistem

yang ada di Wijaya Karya. pengelompokan penelitian tersebut dapat diterangkan dalam bentuk

tabel sebagai berikut: Tabel 1. Strategi Pengukuran Penelitian

Strategi Bentuk pertanyaan Kontrol terhadap

peristiwa

Fokus terhadap peristiwa

kontemporer

Eksperimen Bagaimana, mengapa Ya Ya

Survey

Siapa, apa, dimana,

berapa banyak, berapa

besar

Tidak Ya

Analisa Arsip

Siapa, bagaimana,

apa, dimana, berapa

banyak, berapa besar

Tidak Ya

Sejarah Bagaimana, Mengapa Tidak Ya/Tidak

Studi Kasus Bagaimana, Mengapa Tidak Ya

Sumber: yin 1994

Berdasarkan empat pertanyaan penelitian yang ada, maka cara yang digunakan untuk

menjawab pertanyaan peneltian tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Strategi penelitian sesuai dengan rumusan masalah

Rumusan Masalah Pertanyaan yang

digunakan Strategi

Bagaimana Sistem Managemen Mutu

Diterapkan di Wijaya Karya dibandingkan

dengan ISO 9001

Bagaimana 1. Analisis arsip

2. Studi Literatur

Bagaimana Sistem Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Diterapkan di Wijaya Karya

dibandingkan dengan ISO ISO 45001

Bagaimana 1. Analisis arsip

2. Studi Literatur

Bagaimana Sistem Managemen Lingkungan

Diterapkan di Wijaya Karya dibandingkan

dengan ISO 14001

Bagaimana 1. Analisis arsip

2. Studi Literatur

Bagaimana Integrasi Sistem Diterapkan di

Wijaya Karya Bagaimana

1. Analisis arsip

2. Studi Literatur

HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian sebelumnya terdapat klausul yang membentuk integrasi manajemen sistem

antara lain ruang lingkup, kepemimpinan, kebijakan, perencanaan, dukungan, operasi, evaluasi

kinerja, dan perbaikan. Hasil penelitian tersebut akan menjadi benchmarking yang akan di

Page 240: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Aji Hafid Laksana dkk., Kerangka Konseptual Integrasi... 427

fokuskan pada penelitian ini. Dengan Kajian Literatur Sistem ISO 9001 tentang sistem

manajemen mutu, ISO 45001 tentang sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja,

dan ISO 14001 tentang sistem manajemen Lingkungan lalu dilakukan analisis Arsip standar

Mutu, Keselamatan dan Keseharan Kerja dan Lingkungan yang berlaku di Perusahaan PT.

Wijaya Karya.

Setiap Perusahaan memiliki standar tersendiri dari Adopsinya terhadap beberapa sistem diatas

namun pasti akan ada kemiripan dengan Sistem ISO. Seperti di Wijaya Karya mereka sering

menyebut Penerapan HSE atau Health, safety and Environtment.

Penelitian ini dibatasi hanya pada perusahaan besar seperti Wijaya Karya dan Perusahaan

Tersebut mengadopsi ISO sebagai Standarnya.

Dari studi literatur didapatkan Klausul yang membentuk integrasi QHSE adalah ruang

lingkup, kepemimpinan, kebijakan, perencanaan, dukungan, operasi, evaluasi kinerja, dan

perbaikan. Hal ini akan menjadi Benchmarking untuk melihat lebih dalam terhadap masing

masing sistem managemen.

Untuk mempermudah pemahaman terhadap gagasan kerangka konseptual ini penulis mencoba

menjabarkan sebagai berikut seperti tertuang dalam Tabel 3:

Tabel 3. Gambaran model operasional penelitian

Rumusan masalah Input Proses Output

Bagaimana Sistem

Managemen Mutu

Diterapkan di Wijaya

Karya dibandingkan

dengan ISO 9001

- Analisa Sistem

Manajemen Mutu di

Wijaya Karya

- Acuan Teori ISO 9001

Tentang Sistem

Manajemen Mutu

Komparasi sitem

manajemen mutu

Wijaya Karya

dengan Standar ISO

9001 Tentang

Manajemen Mutu

Hasil Komparasi

Standar Manajemen

Mutu

Bagaimana Sistem

Keselamatan dan

Kesehatan Kerja

Diterapkan di Wijaya

Karya dibandingkan

dengan ISO 45001

- Analisa Sistem

Keselamatan dan

Kesehatan Kerja di

Wijaya Karya

- Acuan Teori ISO

45001Tentang Sistem

Keselamatan dan

Kesehatan Kerja

Komparasi sitem

Keselamatan dan

Kesehatan Kerja

Wijaya Karya

dengan Standar ISO

45001Tentang

Sistem Keselamatan

dan Kesehatan Kerja

Hasil Komparasi

Standar Manajemen

Keselamatan dan

Kesehatan Kerja

Bagaimana Sistem

Managemen

Lingkungan

Diterapkan di Wijaya

Karya dibandingkan

dengan ISO 14001

- Analisa Si Sistem

Managemen

Lingkungan di Wijaya

Karya

- Acuan Teori ISO

14001Tentang Sistem

Managemen

Lingkungan

Komparasi Sistem

Managemen

Lingkungan Wijaya

Karya dengan

Standar ISO

14001Tentang

Sistem Manajemen

Lingkungan

Hasil Komparasi

Standar Manajemen

Lingkungan

Bagaimana Integrasi

Sistem QHSE

Diterapkan di Wijaya

Karya

- Hasil Komparasi

Standar Manajemen

Mutu

- Hasil Komparasi

Standar Manajemen

Keselamatan dan

Kesehatan Kerja

- Hasil Komparasi

Standar Manajemen

Lingkungan

Benchmarking

dengan Klausul

ruang lingkup,

kepemimpinan,

kebijakan,

perencanaan,

dukungan, operasi,

evaluasi kinerja,

dan perbaikan

Integrasi Sistem

QHSE di Wijaya

Karya

Page 241: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Aji Hafid Laksana dkk., Kerangka Konseptual Integrasi... 428

SIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini akan dilaksanakan pada tahun 2019 semester kedua dan akan dilaksanakan di

Jakarta di PT. Wijayakarya. Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

integrasi QHSE dapat dilakukan dan akan menambah keuntungan perusahaan. Selain itu juga

akan menambah baik pencapaian kinerja Badan Usaha Konstruksi dalam mewujudkan

Konstruksi yang berkelanjutan dimana di topang oleh Mutu, Keselamatan dan Kesehatan Kerja,

dan Lingkungan.

Laporan ini merupakan kerangka konseptual yang mencoba memberikan gambaran untuk

penelitian lebih lanjut dalam Integrasi Sistem Manajemen Mutu, Keselamatan dan Kesehatan

Kerja,dan Lingkungan serta membuka lebar ruang untuk diskusi, masukan, kritik dan saran

agar kerangka konseptual ini dapat diwujudkan menjadi hasil nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Carvalho, K. M., Picchi, F., Camarini, G., & Chamon, E. M. (2015). Benefits in the

Implementation of Safety, Health, Environmental and Quality Integrated System. IACSIT

International Journal of Engineering and Technology, Vol. 7, No. 4, August 2015.

Masuin, R., Latief, Y., & Zagloel, T. Y. (2018). Information System Development on Web-

Based in Integrated Management System through Improving Knowledge Management to

Increase Organization Performance of Construction Company (A Conceptual Framework

). 2018 International Conference on Information Management and Technology

(ICIMTech), 49.

Masuin, R., Latief, Y., Zagloel, T. Y., & Sagita, L. (2018). Integrated management system to

achieve sustainable construction - A conceptual. AIP Conference Proceedings 1977,

040013 (2018); doi: 10.1063/1.5042983.

Masuin, R., Rofi’udin, M., & Latief, Y. (2018). Important Clauses Construct The Integration

Process of Quality, Safety, Occupational Health, and Environment Management Systems.

2018 International Conference on Information Management and Technology

(ICIMTech), 195.

Yin, R. (1994). Case study research: Design and methods 2nd edition. CA: Sage Publications.

Zufrizal. (2018, February 4). ekonomi.bisnis. Dipetik March 18, 2019, dari bisnis.com:

https://ekonomi.bisnis.com/read/20180204/45/734043/ini-12-rentetan-kecelakaan-

konstruksi-dalam-7-bulan-terakhir

Page 242: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Enung dkk., Pola Distribusi Hujan... 429

POLA DISTRIBUSI HUJAN DOMINAN DI DAS CITARUM HULU

JAWA BARAT

Enung1

Iwan K. Hadihardaja2

M. Syahril Badri Kusuma3

Hadi Kardhana4

Kelompok Keahlian Teknik Sumber Daya Air, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan

Institut Teknologi Bandung

Jalan Ganesha No.10 Bandung, Jawa Barat

e-mail: [email protected]

Abstrak Distribusi hujan merupakan masukan yang penting dalam analisis hidrologi terutama untuk

analisis debit banjir rancangan. Pola distribusi hujan di suatu daerah aliran sungai (Das) bisa

jadi memiliki pola distribusi hujan yang berbeda dengan das lainnya. Tujuan dari penelitian

ini yaitu mengembangkan pola distribusi hujan yang dominan berdasarkan durasi hujan di

Das Citarum Hulu. Data hujan jam-jaman dalam dari tiga belas (13) stasiun hujan otomatis

digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan metode observasi

dan analisis statistik. Data hujan jam-jaman dikumpulkan, diseleksi, dan dikelompokan

menjadi tujuh kelompok berdasarkan durasi hujan (durasi hujan 2-8 jam). Data kemudian

dianalisis untuk mendapatkan frekuensi dari masing-masing durasi hujan dan kemudian

menentukan distribusi hujan jam-jaman yang digambarkan dalam bentuk histogram. Dari

hasil penelitian diperoleh pola distribusi hujan memiliki pola yang berbeda-beda untuk setiap

durasi hujan, durasi hujan dominan di Das Citarum hulu yaitu 2-5 jam dengan posisi hujan

puncak rata-rata pada jam ke-2.

Kata kunci: Hujan, Citarum hulu, distribusi hujan, durasi hujan, hujan jam-jaman

PENDAHULUAN Hujan merupakan salah satu komponen penting dalam perencanaan sumber daya air termasuk

dalam analisis debit banjir rancangan untuk perencanaan infrastruktur bangunan air.

Ketersediaan data hujan durasi pendek (dalam menitan ataupun jam-jaman) dari hasil

pengukuran hujan otomatis di lapangan masih sangat terbatas baik secara kualitas maupun

kuantitas. Data hujan yang tersedia pada umumnya adalah hujan harian yang bersumber dari

Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) ataupun dari instansi pemerintah yang terkait

seperti Balai Besar Wilayah Sungai, Dinas Sumber Daya Air, dan lainnya.

Dalam perencanaan analisis debit banjir rancangan diperlukan masukan berupa hujan jam-

jaman yang didistribusikan dari hujan rancangan hasil analisis frekuensi. Dikarenakan

keterbatasan data hujan jam-jaman di suatu daerah aliran sungai (DAS) maka analisis distribusi

hujan jam-jaman dilakukan dengan menggunakan pendekan empiris. Beberapa model distribusi

hujan yang telah dikembangkan untuk mengalihragamkan hujan harian menjadi hujan jam-

jaman antara lain yaitu model distribusi hujan seragam, segitiga, Alternating Block Method

(ABM), dan distribusi hujan Tadashi Tanimoto (Triatmodjo,2010).

Pada beberapa kasus, model distribusi empiris tersebut tidak sesuai dengan pola distribusi

hujan di satu wilayah. Masing-masing wilayah memiliki pola distribusi hujan yang unik

tergantung dari pengaruh topografi dan karakteristik iklim di wilayah tersebut (Tunas, 2016).

Oleh karena itu berbagai penelitian mengenai pola distribusi hujan dibeberapa wilayah telah

dikembangan seperti pola hujan jam-jaman di pulau Jawa yang dikembangkan oleh

Page 243: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Enung dkk., Pola Distribusi Hujan... 430

Adidarma,et al (1999), Prayoga (2004) melakukan penelitian pola hujan di DAS Cimanuk, Jawa

Barat, Sumarauw (2016) melakukan penelitian pola hujan di daerah Minahasa Selatan dan

Tenggara, Kusumastuti et al., (2016) di Das Way Awi provinsi Lampung. Dalam Harto (2016)

beberapa penelitian lainnya terkait dengan pengembangan persamaan yang berhubungan

dengan durasi hujan kumulatif dan kedalaman hujan kumulatif juga telah dikembangkan oleh

Sobriyah (2003), Sukoso (2004), Yudianti (2006), Mutia (2011) dan Lauw (2012).

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengembangkan pola distribusi hujan yang dominan di

Das Citarum Hulu berdasarkan data hujan jam-jaman dari tiga belas (13) stasiun hujan otomatis

yang tersebar di Das Citarum Hulu.

LITERATURE REVIEW

Presipitasi atau hujan dapat didefinisikan sebagai turunnya air dari atmosfer ke permukaan

bumi yang bisa berupa hujan, hujan salju, kabut, embun, dan hujan es. Hujan berasal dari uang

air di atmosfer, sehingga bentuk dan dan jumlahnya dipengaruhi oleh faktor klimatologi seperti

angin, temperatur dan tekanan atmosfer (Triatmodjo, 2010). Karakteristik hujan yang

digunakan dalam analisis hidrologi seperti tinggi hujan, durasi hujan, intensitas hujan, dan

distribusi hujan. Tinggi hujan adalah jumlah atau kedalaman hujan yang terjadi selama durasi

hujan dan dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar dalam satuan mm, durasi

hujan adalah panjang waktu dimana hujan turun dalam satuan menit atau jam, intensitas hujan

hujan adalah laju hujan atau tinggi air persatuan waktu dalam satuan mm/jam, mm/menit, atau

mm/hari (Suripin, 2003).

Distribusi hujan sebagai fungsi waktu (temporal) dapat dinyatakan dalam bentuk diskrit dan

kontinyu. Bentuk diskret disebut sebagai hyetograph yaitu histogram kedalaman hujan atau

intensitas hujan sebagai ordinat dan pertambahan waktu sebagai absis (Gambar 1). Sedangakan

bentuk kontinyu menggambarkan hubungan antara hujan kumulatif terhadap waktu (Gambar 2)

(Ponce,1989).

Gambar 1 Hyetograph

Beberapa model distribusi hujan yang telah dikembangkan yaitu distribusi hujan seragam,

segitiga, Alternating Block Method (ABM) (Chow et al, 1988) dan distribusi hujan Tadashi

Tanimoto (Triatmodjo, 2010). Distribusi hujan seragam merupakan distribusi hujan yang

paling sederhana dengan mengasumsikan hujan didistribusikan secara merata selama durasi

hujan, pada umumnya hujan dengan distribusi seragam terjadi pada durasi pendek (Tunas,

2016).

Pola kejadian hujan mempunyai berbagai bentuk atau model yang bervariasi tergantung dari

perhitungan yang diperoleh. Bentuk pola kejadian hujan dinyatakan dalam bentuk histogram.

Bentuk histogram dapat berbentuk persegi, segitiga siku baik menghadap ke kiri atau ke

kanan, ada pula yang berbentuk siku dan lain sebagainya ( Brummer (1984) dalam Adidarma

(1999) mengklasifikasikan 10 pembagian pola hujan dan menghitung jumlah frekuensi dari

setiap jenis pola hujan menurut peringkat durasi hujan dan juga ketebalan hujan seperti pada

Gambar 2.

Page 244: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Enung dkk., Pola Distribusi Hujan... 431

Gambar 2 Pola hujan menurut Johannes Brummer

Hasil penelitian Adidarma (1999) menghasilkan pola distribusi hujan untuk pulau Jawa seperti

pada Tabel 1. Tabel 1 Pola hujan untuk Jawa Barat

Durasi

(Jam)

Periode

1

Periode

2

Periode

3

Periode

4

Periode

5

Periode

6

Periode

7

Periode

8

Interval

jam/pola

3 68 24 8 1 (V)

4 26 61 10 3 1 (V)

5 11 54 28 6 1 1 (V)

6 12 54 24 6 3 1 1 (V)

7 50.5 25.5 12.6 6.5 3.4 1.2 0.3 1 (III)

8 12.3 50.2 4.4 7.7 21.5 2.4 1.2 0.3 1 (VIII)

9-10 24 57 12 5 2 2 (VIII)

11-12 28 50 12 3 6 1 2 (VIII)

13-15 56 25 11 6 2 3 (IV) Sumber: Adidarma (1999)

METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini analisis pola distribusi hujan dilakukan berdasarkan data pengukuran

hujan dari tiga belas (13) stasiun hujan otomatis. Data hujan yang digunakan bersumber dari

BBWS Citarum melalui website www.bbwscitarum.com. Periode data yang digunakan yaitu

tahun Januari 2017 s.d 6 Maret 2019 dengan total data kejadian hujan sebanyak 545 data. Peta

lokasi stasiun curah hujan otomatis seperti pada Gambar 3. Langkah pertama yaitu dengan

melakukan pemilihan data hujan dengan batasan hujan harian > 20 mm, kemudian

dikelompokan berdasarkan durasi hujan yang sama. Hujan dengan durasi yang sama kemudian

dikelompokan kembali menjadi dua kelompok intensitas hujan yaitu: hujan 20 – 50 mm/hari

(hujan normal), dan hujan > 50 mm/hari (hujan lebat). Setelah itu hujan tersebut dibuat

persentase distribusi hujan setiap jam-nya dirata-ratakan dan dibuat dalam bentuk histogram.

. Gambar 3 Peta staisun curah hujan

Sumber: Enung et al (2018)

Page 245: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Enung dkk., Pola Distribusi Hujan... 432

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola distribusi hujan dilakukan berdasarkan data dari 13 stasiun hujan dengan jumlah data

sebanyak 545 data kejadian hujan dengan intensitas hujan ≥ 20 mm. Adapun durasi hujan yang

terjadi di wilayah studi (Das Citarum hulu) mulai dari hujan 1 jam s.d hujan selama lebih dari 8

jam. Gambar 4 menunjukan frekuensi kejadian hujan untuk masing-masing durasi hujan yang

dinyatakan dalam persen.

Gambar 4 Frekuensi kejadian hujan berdasarkan durasi hujan

Berdasarkan Gambar 4 dapat disimpulkan bahwa durasi hujan yang paling sering terjadi di Das

Citarum hulu yaitu durasi hujan selama 2-5 jam. Selanjutnya hujan yang telah dikelompokan

berdasarka durasi hujannya kemudian dikelompokan kembali berdasarkan intensitas hujannya

yaitu untuk hujan normal (hujan 20-50 mm/ hari) dan hujan lebat (hujan > 50 mm/hari). Selain

berdasarkan intensitas hujan, untuk menganalisa pola distribusi hujan juga dilakukan

berdasarkan bentuk hyetograph hujan.

Hujan durasi 2 jam memiliki dua tipe pola hujan yaitu hujan dengan puncak pada jam ke-1 dan

hujan dengan puncak pada jam ke-2. Tabel 2 dan Tabel 3 menunjukan hasil pengelompokan

hujan untuk durasi hujan 2 jam. Sedangkan persentase distribusi hujan seperti pada Gambar 5

dan 6. Tabel 2 Hujan durasi selama dua jam dengan puncak hujan pada jam ke-1

Hujan 24 jam Frekuensi

Kedalaman hujan Jam

ke- (mm)

Persentase kedalaman hujan

Jam ke - (%)

1 2 Total 1 2 Total

> 50 mm 6 46 15 61 75 25 100

20-50 mm 51 24 6 30 80 20 100

Total 57

Tabel 3 Hujan durasi selama dua jam dengan puncak hujan pada jam ke-2

Hujan 24 jam Frekuensi

Kedalaman hujan Jam ke-

(mm)

Persentase kedalaman hujan

Jam ke – (%)

1 2 Total 1 2 Total

> 50 mm 0 - - - - - -

20-50 mm 42 7 22 29 24 76 100

Total 42

Page 246: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Enung dkk., Pola Distribusi Hujan... 433

Gambar 5 Pola distribusi hujan durasi 2 jam tipe 1 (puncak hujan pada jam ke-1)

Gambar 6 Pola distribusi hujan durasi 2 jam tipe 1 (puncak hujan pada jam ke-2)

Berdasarkan Tabel 2 dan 3 dapat dilihat hujan dengan tipe 1 (puncak hujan pada jam ke-1)

lebih besar frekuensi kejadiannya (58%) dibandingkan dengan hujan tipe 2 (puncak hujan pada

jam ke-2) sebesar 42%. Distribusi hujan jam-jaman untuk hujan normal maupun hujan lebat

tidak memiliki perbedaan persentase distribusi hujan yang signifikan.

Pada hujan dengan durasi 3 jam terdapat tiga kemungkinan pola distribusi berdasarkan letak

hujan puncak yaitu pada jam ke-1, ke-2, dan ke-3. Berdasarkan hasil pengolahan data untuk

Das Citarum hulu pola distribusi hujan dengan frekuensi kejadian lebih besar yaitu untuk

distribusi hujan dengan puncak hujan pada jam ke-2 sebesar 61%, puncak hujan jam ke-1

sebesar 36%, dan puncak hujan jam ke-3 sebesar 3%. Pola distribusi hujan durasi 3 jam seperti

pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Gambar 7 Pola distribusi hujan durasi 3 jam tipe 1 (puncak hujan pada jam ke-1)

Gambar 8 Pola distribusi hujan durasi 2 jam tipe 2 (puncak hujan pada jam ke-2)

Page 247: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Enung dkk., Pola Distribusi Hujan... 434

Pola distribusi hujan untuk durasi hujan selama 4, 5, 6, 7, dan 8 jam seperti ditampilkan pada

Gambar 9 s.d 13 dan Tabel 4-5.

Gambar 9 Pola distribusi hujan durasi 4 jam

Gambar 10 Pola distribusi hujan durasi 5 jam

Gambar 11 Pola distribusi hujan durasi 6 jam

Page 248: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Enung dkk., Pola Distribusi Hujan... 435

Gambar 12 Pola distribusi hujan durasi 7 jam

Gambar 13 Pola distribusi hujan durasi 8 jam

Tabel 4 Pola distribusi hujan untuk hujan 24 jam > 50mm

Durasi hujan

(jam)

Persentase distribusi hujan (%) Jam ke-

1 2 3 4 5 6 7 8

2 75 25

3 21 77 2

4 31 38 24 7

5 38 40 14 6 3

6 21 37 19 11 9 2

7 30 27 23 11 3 4 1

8 15 33 13 14 10 11 3 2

Tabel 5 Pola distribusi hujan untuk hujan 24 jam 20 - 50 mm

Durasi hujan

(jam)

Persentase distribusi hujan (%) Jam ke-

1 2 3 4 5 6 7 8

2 80 20

2 24 76

3 25 65 10

4 28 38 24 10

5 33 30 18 14 6

6 21 25 20 18 10 5

Page 249: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Enung dkk., Pola Distribusi Hujan... 436

Durasi hujan

(jam)

Persentase distribusi hujan (%) Jam ke-

1 2 3 4 5 6 7 8

7 19 24 11 16 14 10 6

8 21 28 11 11 12 7 6 3

Berdasarkan table 4 dan 5, pola distribusi hujan yang dihasilkan di Das Citarum Hulu memiliki

pola yang berbeda dengan pola distribusi yang dikembangkan oleh Adidarma (1999). Hal ini

dapat disebabkan oleh kondisi iklim yang berubah dari tahun 1999 dan tahun 2017, selain itu

wilayah kajian yang dilakukan dalam peneltian lebih spesifik yaitu khusus untuk das Citarum

hulu, sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan untuk wilayah yang lebih luas lagi yaitu di

seluruh Jawa Barat.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap sejumlah data hujan otomatis dapat

disimpulkan distribusi hujan observasi untuk Das Citarum hulu bervariasi tergantung dari

durasi hujannya. Hujan puncak rata-rata terjadi pada jam ke-2 dan terus bekurang seiring

dengan bertambahnya durasi hujan. Durasi hujan paling dominan di Das Citarum hulu yaitu

hujan dengan durasi 2-5 jam. Terdapat perbedaan pola distribusi hujan untuk hujan normal dan

hujan lebat meskipun tidak terlalu signifikan pada beberapa durasi hujan. Pola distribusi hujan

yang dihasilkan dalam penelitian ini hanya berlaku untuk Das Citarum Hulu, untuk das lain

perlu dilakukan analisis distribusi hujan observasi di das yang ditinjau.

Penelitian ini merupakan penelitian awal sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

terkait dengan pola distribusi hujan di Das Citarum hulu dengan melakukan validasi terhadap

pola distribusi yang dihasilkan. Penambahan jumlah data perlu dilakukan supaya dapat

diperoleh hasil yang lebih teliti.

DAFTAR PUSTAKA

Adidarma,W., Martawati, L., Mulyantari, F. 1999. Pola hujan jam-jaman untuk perhitungan

banjir rencana. Seminar Sehari Tata Air Perkotaan Di Indonesia Menghadapi Milenium

Ketiga, Jurusan Teknik Sipil Unpar

Brotowiryatmo, Sri Harto. 2016. Review of Rainfall Hourly Distributionon the Island of Java.

Journal of the Civil Engineering Forum. Vol. 2 No.1

Chow, v. T., Maidment, D. R. & Mays, L. W., 1988. Applied Hydrology. McGraw Hil

Enung., Hadihardaja, I, K.,Kusuma, M, S, B., Kardhana, Hadi. 2017, Karakteristik Hujan Dan

Debit Pada Kejadian Banjir Tahun 2017 Di Das Citarum Hulu. Prosiding PIT 35 HATHI.

Medan

Kusumastuti, D.I., Jokowinarno, D., Van Rafi’i, C.H., and Yuniarti, F. 2016. Analysis of

Rainfall Characteristics for Flood Estimation in Way Awi Watershed, Civil Engineering

Dimension, 18(1):31-37

Ponce, VM. 1994. Engineering Hydrology: Principles and Practices. Prentice Hall

Sumarauw, J, S, F. 2016. Pola Distribusi Hujan Jam-Jaman Daerah Minahasa Selatan Dan

Tenggara. Jurnal Sipil Statik Vol.4 No.11 November 2016 (675-686) ISSN: 2337-6732

Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi,Yogyakarta

Tunas, IG; Anwar, N; Lasminto, U. 2016. Analysis of Dominant Rainfall Distribution Pattern For

Flood Hydrograph Prediction. International Seminar on Infrastructure Development 2016

(ISID 2016). Makassar, Indonesia, September 22, 2016

Triatmodjo, B. 2010. Hidrologi Terapan. Beta Offset. Yogyakarta

Page 250: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Sri Wulandari dan Febry Mandasari, Pengembangan Algoritma Sand... 437

PENGEMBANGAN ALGORITMA SAND TRACKER 1 DENGAN

MENGGUNAKAN CITRA DIGITAL

Sri Wulandari

1

Febry Mandasari2

1,2Universitas Gunadarma, Jl. Margonda Raya No. 100, Depok 16424, Jawa Barat

e-mail: {1sri_wulandari,

2febry_mandasari}@staff.gunadarma.ac.id

Abstrak Penggunaan teknologi informasi akan memberikan kemudahan dalam melakukan proses analisis suatu

masalah dengan cepat. Hal ini mendorong dikembangkannya teknik analisis dengan menggunakan

pengolahan citra digital di berbagai bidang ilmu pengetahuan. Penelitian ini melakukan

pengembangan algoritma segmentasi citra untuk memisahkan butiran-butiran tanah/pasir dari bagian

yang bukan butiran tanah. Data citra digital tanah pasir diekstraksi menjadi butiran tanah pasir

dengan menggunakan teknik segmentasi yang kemudian dikembangkan menjadi algoritma Sand

Tracker 1. Hasil dari algoritma ini dapat lebih mempermudah proses penghitungan ukuran butiran.

Validasi dari algoritma ini dilakukan dengan menggunakan tes analisis saringan. Algoritma

segmentasi yang dikembangkan berhasil memisahkan butiran tanah pasir dari bagian yang bukan

butiran tanah pasir sehingga teknik segmentasi ini dapat digunakan untuk menggambarkan distribusi

ukuran butiran menggunakan citra tanah pasir. Algoritma segmentasi Sand Tracker 1 dapat digunakan

untuk menggambarkan kurva distribusi ukuran butiran pasir dengan adanya perbedaan nilai lolos

saringan dengan hasil laboratorium berkisar antara 0,083% – 5,886%.

Kata kunci: Algoritma Sand Tracker 1, Segmentasi, Tanah Pasir

PENDAHULUAN Penggunaan teknologi informasi merupakan salah cara untuk mendapatkan informasi yang

lebih cepat dan akurat. Hal ini mendorong dikembangkannya teknik analisis dengan

menggunakan pengolahan citra digital di berbagai bidang ilmu pengetahuan. Pengolahan citra

digital dan teknik analisis citra mulai diaplikasikan untuk memecahkan masalah di bidang

geoteknik seperti pergeseran batuan pasir akibat adanya deformasi yang diskontinu [Harris et

al. 1995], identifikasi komponen-komponen struktur pada tanah terkompaksi [Dillon et al.,

2003], dan perhitungan distribusi rongga dalam tanah [Hryciw et al., 2008].

Shin dan Hryciw (2004) memberikan pendekatan yang lebih fleksibel dalam penentuan ukuran

partikel tanah berdasarkan citra digital dan mencoba untuk menemukan feature texture yang

tidak terpengaruh faktor kondisi lingkungan seperti iluminasi atau warna tanah yaitu

pendekatan transformasi image dengan menggunakan wavelet decomposition. Contoh tanah

pada eksperimen ini menggunakan gambar tanah yang seragam (uniform soil). Hasilnya adalah

dengan pendekatan wavelet, penentuan ukuran butir tanah dapat dilakukan pada tanah yang

saling melekat dan pengaruh dari faktor illuminasi dan warna butiran dapat dikurangi. Dengan

pendekatan wavelet memiliki teknik pencitraan menjadi lebih kompleks.

Dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi butiran tanah pasir dengan menggunakan teknik

segmentasi. Peralatan yang digunakan dalam akuisisi data menggunakan perangkat pemotretan

digital yang lebih terjangkau dan memungkinkan dibawa ke berbagai lokasi, sehingga

dimungkinkan bila untuk mengetahui ukuran butiran dapat dilakukan di berbagai tempat.

Tujuan dari peneitian ini adalah mengembangkan algoritma segmentasi citra untuk

memisahkan butiran-butiran tanah/pasir dari bagian/region yang bukan butiran tanah/pasir.

Hasil dari algoritma ini dapat lebih mempermudah proses penghitungan ukuran butiran.

Page 251: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

438 Sri Wulandari, Febry Mandasari, Pengembangan Algoritma Sand...

LITERATURE REVIEW

Segmentasi Citra

Segmentasi citra dapat diartikan sebagai pemisahan obyek-obyek gambar. Segmentasi citra

membagi citra ke dalam daerah sesuai dengan intensitasnya masing-masing sehingga dapat

dibedakan antara obyek yang dituju dengan latar belakangnya. Segmentasi citra pada umumnya

berdasar pada sifat diskontinuitas atau similaritas dari intensitas piksel [Gonzales et al, 2002].

Pendekatan diskontiuitas umumnya mempartisi citra berdasarkan perbedaan intensitasnya atau

bila terdapat perubahan intensitas secara tiba-tiba. Contohnya adalah titik, garis, dan tepi (edge

based). Pendekatan similaritas dilakukan dengan membagi citra menjadi daerah-daerah yang

memiliki kesamaan sifat tertentu (region based). Contoh dari pendekatan ini adalah penentuan

ambang batas dan segmentasi berdasarkan daerah (region growing, region splitting and

merging).

Proses segmentasi terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu :

1. Segmentasi berdasarkan klasifikasi (classification based segmentation)

Merupakan proses segmentasi yang dilakukan dengan mencari kesamaan ukuran dari

nilai-nilai piksel.

2. Segmentasi berdasarkan tepi (edge based segmentation)

Proses segmentasi untuk mendapatkan garis yang ada pada gambar dengan asumsi

bahwa garis tersebut adalah tepi dari obyek yang memisahkan obyek yang satu dengan

obyek yang lain atau memisahkan obyek dengan latar belakangnya. Contohnya adalah

deteksi tepi dengan menggunakan filter Sobel, Prewitt, Canny, dan lain-lain.

3. Segmentasi berdasarkan daerah (region based segmentation)

Proses segmentasi untuk mendapatkan daerah yang dianggap sebagai sebuah obyek.

Untuk mendapatkan obyek tersebut maka perlu dilakukan analisis terhadap warna pada

piksel atau adanya kesamaan tekstur pada gambar. Contoh dari metode ini adalah

metode watershed.

Pengolahan Citra Untuk Distribusi Ukuran Butiran

Teknik pengolahan citra telah memberikan alternatif model pengujian dalam analisis partikel

tanah [Raschke et al., 1997], [Ghalib et al., 1999]. Dengan menggunakan deteksi tepi atau gray

scale thresholding [Raschke et al., 1997] sebagai komponen segmentasi dan komponen

perhitungan piksel pada suatu area obyek. Metode ini memberikan hasil yang menunjukkan

bahwa teknik ini dapat menentukan ukuran butiran dan distribusi ukuran. Hanya saja metode

ini bisa dilakukan untuk partikel tanah yang tidak saling kontak dan tanah dengan ukuran yang

sama. Apabila sebuah partikel tanah saling kontak dengan partikel lainnya, maka partikel ini

akan diinterpretasikan sebagai sebuah partikel tanah yang besar.

Ghalib [Ghalib et al., 1999] mengembangkan metode lain dengan menggunakan teknik

segmentasi watershed untuk memisahkan partikel tanah yang saling berdekatan. Pengambilan

gambar dilakukan dengan teknik mosaic menggunakan kamera CCD (coupled charged device).

Literature review merupakan state of the art penelitian yang dilakukan, yaitu berisi konsep,

teori yang mendukung penelitian, dan penelitian terdahulu yang menjadi acuan utama

penelitian. Jika penelitian melakukan uji empiris, maka bagian ini sekaligus memuat alur pikir

terbentuknya hipotesis.

METODE PENELITIAN

Penelitian diawali dengan memasukan data berupa citra yang akan diolah. Obyek dari citra ini

adalah tanah pasir. Kemudian akan diekstraksi dengan menggunakan program MATLAB.

Hasil dari ekstraksi obyek pasir ini merupakan jumlah butiran yang terbaca oleh program.

Tahapan penelitian ini dipresentasikan pada Gambar 3

Page 252: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Sri Wulandari dan Febry Mandasari, Pengembangan Algoritma Sand... 439

Ekstrasi Citra

Input Citra

Hasil Ekstrasi

Gambar 1 Langkah Penelitian

Citra untuk input diperoleh melalui akuisisi obyek pasir. Proses akuisisi untuk mendapatkan

citra digital dilakukan dengan menggunakan perangkat kamera digital. Sumber cahaya dalam

proses ini berasal dari sinar matahari dan sinar buatan yang berasal dari lampu. Obyek gambar

dalam penelitian ini adalah tanah pasir yang berada pada kisaran ukuran 0,075 mm – 2 mm.

Penentuan kriteria diameter tanah pasir ini mengikuti klasifkasi yang ditetapkan oleh Unified

Soil Classification System (USCS).

Istilah diameter dalam bidang geoteknik adalah penentuan ukuran butiran tanah pasir mengacu

pada bentuk tanah pasir yang diidentifikasikan bulat. Satuan dari ukuran diameter ini adalah

mm. Namun dalam penelitian ini, istilah diameter akan diganti menjadi luasan mengingat hasil

akhir dari penelitian ini berupa luasan dari ukuran butiran.

Pada tahap pengolahan citra, citra diproses melalui pre-processing dan ekstraksi. Ekstraksi citra

dilakukan dengan pendekatan 1 (Algoritma SandTracker1).

Citra keluaran berupa hasil ekstraksi butiran tanah pasir yang sudah dihitung luasannya dan

ditentukan diameter yang mewakili butiran tersebut. Secara kasat mata bentuk butiran tanah

pasir terlihat bulat. Namun setelah dilakukan pembesaran, ukuran butiran tanah pasir tidak

beraturan. Mengingat bentuknya yang tidak beraturan, maka diameter yang dipilih adalah

diameter rata-rata yang mewakili ukuran butiran tersebut.

Pada proses ekstraksi ini dilakukan dengan cara segmentasi sehingga didapatkan butiran yang

terpisah dari warna dasarnya. Kemudian dihitung jumlah butiran yang terkandung di dalamnya.

Setelah mendapatkan jumlah butiran yang mewakili masing-masing ukuran saringan, kemudian

dibuat kurva distribusi saringan sebagai hasil dari proses ini.

Algoritma untuk proses ini adalah sebagai berikut:

1. Baca data

2. Pre processing

3. Proses segmentasi citra dengan memisahkan obyek pasir dengan warna dasarnya

4. Proses pelabelan butiran

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar yang sudah diakuisisi, kemudian dilakukan pembacaan gambar oleh program, maka

dilakukan proses pemisahan obyek pasir terhadap warna dasarnya. Pada proses ini diawali

dengan mengubah citra berwarna RGB menjadi HSV. Kemudian citra HSV diberi ambang

batas T agar dapat memisahkan obyek dengan latar belakangnya. Hasilnya ditampilkan pada

Gambar 2.

Page 253: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

440 Sri Wulandari, Febry Mandasari, Pengembangan Algoritma Sand...

Gambar 2 Hasil Pemisahan Obyek Terhadap Latar Belakang Berdasarkan Algoritma Sand Tracker 1

Setelah mendapatkan hasil dari perhitungan citra, maka dilakukan perbandingan dengan hasil

dari laboratorium. Hasilnya ditabelkan pada Tabel 1, dan kurva distribusi dipresentasikan pada

Gambar 3. Hasil dari Tabel 4.4 kolom [9] diplot pada Tabel 2 kolom [4]. Tabel 2 kolom [5]

merupakan hasil perhitungan persentase lolos saringan dari laboratorium. Kolom [6]

merupakan selisih antara kolom [5] dengan kolom [4].

Berdasarkan Tabel 2 terdapat perbedaan nilai persentase dengan kisaran nilai antara 0,083 % -

5,885 %. Untuk saringan nomor 16 sampai saringan nomor 50, selisih nilai untuk uji

berdasarkan pendekatan satu lebih besar dari persentase lolos saringan dari laboratorium. Hal

ini ditandai dengan nilai positif sebagai hasil pengurangan antara kolom [5] dengan kolom [4].

Selisih nilai antara ukuran butiran pasir terbesar ke-1 yang tertahan di saringan nomor 16

hingga nilai ukuran butiran pasir terbesar ke-5 yang tertahan saringan nomor 50 berkisar antara

2,245% - 5,886%. Untuk saringan nomor 60 sampai saringan nomor 200, selisih nilai untuk uji

berdasarkan pendekatan satu lebih kecil dari persentase lolos saringan dari laboratorium. Hal

ini ditandai dengan nilai negatif sebagai hasil pengurangan antara kolom [5] dengan kolom [4].

Selisih nilai antara ukuran butiran pasir terbesar ke-6 yang tertahan di saringan nomor 60

hingga nilai ukuran butiran pasir terbesar ke-9 yang tertahan saringan nomor 200 berkisar

antara 0,000 % - 1,470%. Pada saringan nomor 200, persentasi lolos butiran adalah 0%

menandakan bahwa tidak aja butiran yang melewati saringan nomor 200. Karena saringan

nomor 200 adalah batas dari obyek uji yang merupakan tanah pasir. Apabila ada bagian yang

melewati tanah pasir, menunjukkan bahwa obyek yang melewati saringan nomor 200 termasuk

kategori tanah lanau atau lempung.

Pasir ukuran butiran terbesar kedua

Luas 0,567 mm2 – 1,092 mm

2

(diameter saringan 0,850 mm – 1,179 mm)

Pasir ukuran butiran terbesar pertama

Luas 1,093 mm2 – 3,140 mm

2

(diameter saringan 1,18 mm – 2 mm)

Page 254: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Sri Wulandari dan Febry Mandasari, Pengembangan Algoritma Sand... 441

Tabel 1 Perhitungan Lolos Saringan Berdasarkan Algoritma Sand Tracker 1 Nomor Nomor Jumlah butiran Diameter Luas Luas Tertahan Lolos

Saringan

per saringan

tertahan Saringan Saringan Total (%) (%)

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [8] [9]

[3] x [5]

(mm) (mm2) (mm

2) 100

1 16 341 1.18 1.093 372.725 17.255 82.745

2 20 747 0.85 0.567 423.670 19.613 63.132

3 30 1317 0.6 0.283 372.184 17.230 45.903

4 40 2308 0.425 0.142 327.253 15.150 30.753

5 50 4362 0.3 0.071 308.175 14.266 16.486

6 60 6652 0.2 0.031 208.873 9.669 6.817

7 100 5366 0.15 0.018 94.777 4.388 2.430

8 120 3266 0.1 0.008 25.638 1.187 1.243

9 200 6079 0.075 0.004 26.843 1.243 0.000

Total 30438 2160.138 100.00

Untuk proses plotting pada gambar distribusi saringan, maka sumbu X merupakan variabel luas

butiran, dan sumbu Y adalah persentase lolos butiran. Nilai sumbu X berasal dari kolom [3]

dari Tabel 4.5 yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan luas butiran dengan diameter

butiran yang berasal dari kolom [2]. Nilai sumbu Y merupakan nilai yang diambil dari kolom

[4] yang merupakan nilai dari persentase lolos saringan untuk pendekatan satu dan kolom [5]

yang merupakan nilai dari persentase lolos saringan berdasarkan persentase berat uji saringan

mekanik. Skala yang digunakan untuk memperoleh distribusi saringan ini adalah skala

logaritma.

Tabel 2 Perbandingan Lolos Saringan Berdasarkan Algorirma Sand Tracker 1 Dengan

Uji Sarigan Mekanik

Nomor Diameter Luas Persentase Lolos

Saringan Saringan Butiran Pendekatan

Uji Saringan

Mekanik Selisih

Satu (% Berat)

[1] [2] [3] [4] [5] [6]

16 1,18 1,093 82,745 80,500 2,245

20 0,85 0,567 63,132 59,100 4,032

30 0,6 0,283 45,903 43,000 2,903

40 0,425 0,142 30,753 25,900 4,853

50 0,3 0,071 16,486 10,600 5,886

60 0,2 0,031 6,817 6,900 -0,083

100 0,15 0,018 2,430 3,900 -1,470

120 0,1 0,008 1,243 1,900 -0,657

200 0,075 0,004 0,000 0,000 0,000

Grafik kurva distribusi butiran tanah untuk hasil distribusi pendekatan satu dan berdasarkan

pendekatan satu digambarkan pada Gambar 3.

Berdasarkan Gambar 3 posisi kurva pendekatan satu dari nomor saringan 16 sampai nomor

saringan nomor 60 berada di atas kurva uji saringan mekanik. Kemudian terjadi perpotongan di

titik saringan nomor 60. Setelah melewati perpotongan tersebut, posisi kurva pendekatan satu

berada di bawah kurva uji saringan mekanik. Bila melihat hasil perhitungan dari Tabel 4.4

Page 255: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

442 Sri Wulandari, Febry Mandasari, Pengembangan Algoritma Sand...

kolom 6 untuk saringan nomor 60, perbedaan nilai persentase lolos saringan antara pendekatan

satu dan uji saringan mekanik adalah 0,083%.

Adanya perbedaan hasil perhitungan persentase lolos saringan dari kedua cara tersebut

dikarenakan perhitungan luas butiran untuk pendekatan satu menggunakan luas lingkaran. Pada

kenyataannya butiran obyek memiliki kecenderungan berbentuk tidak beraturan. Obyek pasir

memiliki bentuk yang tidak selalu bulat, karena pasir merupakan hasil pembentukan dari

pecahan batuan yang lebih besar.

Gambar 3 Kurva Distribusi Ukuran Butiran Berdasarkan Algoritma Sand Tracker 1 dan Uji

Saringan Mekanik

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Algoritma segmentasi yang dikembangkan berhasil memisahkan butiran tanah pasir dari bagian

yang bukan butiran tanah pasir sehingga teknik segmentasi ini dapat digunakan untuk

menggambarkan distribusi ukuran butiran menggunakan citra tanah pasir. Algoritma

segmentasi Sand Tracker 1 dapat digunakan untuk menggambarkan kurva distribusi ukuran

butiran pasir dengan adanya perbedaan nilai lolos saringan dengan hasil laboratorium berkisar

antara 0,083% – 5,886%. Nilai discrepancy ratio, Rd, 0,908 menunjukkan bahwa segmentasi

Algoritma Sand Tracker cukup akurat dengan uji saringan mekanik. Nilai koefisien

determinasi, R2,adalah 0,916. Nilai ini menunjukkan bahwa antara pendekatan satu dan uji

saringan memiliki tingkat presisi yang baik.

Saran

Untuk penelitian selanjutnya dilakukan pengenalan butiran berdasarkan luas butiran. Penelitian

lebih mendalam mengenai bentuk butiran sehingga dapat dihitung luas sesungguhnya dengan

menggunakan teknik pengolahan citra.

Page 256: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan

Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan Infrastruktur” 12 Maret 2019

Sri Wulandari dan Febry Mandasari, Pengembangan Algoritma Sand... 443

DAFTAR PUSTAKA

Dillon,C.G., Llyod,C., and Philip,L. (2003). Identifying Short-range and Long-range Structural

Components of Compacted Soil: an Integrate Geostatitical amd Spectral Approach.

Computer Geoscience.

Hryciw,R.D., and Jung,Y. (2009). Three Point Imaging Test for AASHTHO Soil

Classification. Transportation Research Board. England.

Ghalib,A.M., and Hryciw,R.D. (1999). Soil Particle Size Distribution by Mosaic Imaging and

Watershed Analysis. Journal of Computing in Civil Engineering, ASCE.

Gonzales,R.,C., and Woods.,R.,E., (2002). Digital Image Processing. Second Edition. Pearson

Prentice Hall. Singapore

Gonzales,R.C., Woods,R.E., and Eddins,S.L. (2002). Digital Image Processing Using Matlab.

Pearson Prentice Hall. Singapore

Hryciw,D.O., Shin,S., and. Jung,Y. (2006).Soil Image Processing – Single Grains To Particle

Assemblies. GeoCongress ASCE. Hryciw,D.O., and. Jung,Y. (2008).Accounting for Void Ratio Variation in Determination by

Soil Column Image Processing. GeoCongress ASCE.

Raschke,S.A., and Hryciw,R.D. (1997). Grain-size Distribution of Granular Soil by Computer

Vision. ASTM Geotech Testing Journal.

Shin,S., and Hryciw,D.O. (2004).Wavelet Analysis of Soil Mass Images for Particle Size

Determination. Journal of Computing in Civil Engineering, ASC

Page 257: bsantosa.staff.gunadarma.ac.idbsantosa.staff.gunadarma.ac.id/Publications/files/...Prosiding Seminar Nasional Kampus Gunadarma Simatupang “Inovasi dan Integrasi dalam Perkembangan