SKRIPSI
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI DIDESA
SAMAENRE KECAMATAN MATTIRO SOMPE
KABUPATEN PINRANG
Disusun dan diusulkan oleh:
IKBAL
Nomor Stambuk: 105640 1014 10
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DISTRIBUSI PUPUK BERSUBSIDI DIDESA
SAMAENRE KECAMATAN MATTIRO SOMPE
KABUPATEN PINRANG
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ilmu Pemerintahan
Disusun dan Diajukan oleh:
IKBAL
Nomor Stambuk: 105640 1014 10
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2017
iii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur atas izin dan petunjuk Allah SWT,
sehingga skripsi dengan Judul : “Implementasi Kebijakan Distribusi Pupuk
Bersubsidi di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten
Pinrang” dapat diselesaikan. Pernyataan rasa syukur kepada Allah SWT atas apa
yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ini yang tidak dapat
diucapkan dengan kata-kata dan dituliskan dengan kalimat apapun. Tak lupa juga
penulis panjatkan salawat dan salam atas junjungan Rasulullah Muhammad SAW,
beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang yang senantiasa istiqomah
memperjuangkan agama Allah hingga akhir zaman.
Semoga apa yang telah mereka berikan kepada penulis menjadi ibadah dan
cahaya penerang kehidupan di dunia dan di akhirat.
Begitu pula penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih banyak
disampaikan dengan hormat kepada :
1. Kedua orang tuaku tercinta H. Tahir dan Hj. Suheda yang senantiasa memberi
harapan, semangat, perhatian, kasih sayang dan doa tulus tak berpamrih.
2. Bapak Dr. H. Rahman Rahim,MM., Rektor Universitas Muhammadiyah
Makassar.
3. Bapak Dr. H. Muhlis Madani, M. Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Muhammadiya Makassar.
iii
iii
4. Bapak A. Luhur Prianto, S.IP., M.Si., Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan
Universitas Muhammadiyah Makassar.
5. Bapak Dr. H. Lukman Hakim, M. Si., pembimbing I yang senantiasa
meluangkan waktunya untuk memberikan masukan yang membangun
sehingga penyusun skripsi ini dapat penulis rampungkan., dan Bapak Adnan
Ma’ruf, S. Sos., M. Si., pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya
untuk memberikan masukan yang membangun sehingga penyusun skripsi ini
dapat penulis rampungkan
6. Bapak/ibu dan asisten Dosen Universitas Muhammadiyah Makassar yang tak
kenal lelah banyak menuangkan ilmunya kepada penulis selama mengikuti
kuliah.
7. Kawan-kawan seperjuangan di organisasi, yang atsas berkat transpormasi
pemikiran doa dan dukungannya,sehingga penulis dapat merampungkan
penulis skripsi ini.
Akhirnya, sungguh penulis sangat menyadari bahwa skipsi ini masih sangat
jauh dari kesempurnaan oleh krnaitu, kepada semua pihak utamanya para
pembaca yang budiman, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritikannya
demi kesempurnaan skipsi ini. Mudah-mudahan skipsi yang sederhana ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak utamanya kepada Alma Mater Kampus Biru
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, 6 Februari 2017
Ikbal
iv
vii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ............................................................................................. i
Halaman Persetujuan ................................................................................... ii
Halaman Pengesahan .................................................................................. iii
Kata Pengantar ............................................................................................ iv
Abstrak ........................................................................................................ vi
Daftar Isi .................................................................................................... vii
Daftar Tabel ................................................................................................ viii
Daftar Gambar ............................................................................................. ix
Daftar Lampiran .......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 8
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 8
B. Kerangka Pikir ............................................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 36
A. Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................... 36
B. Jenis dan Tipe Penelitian ................................................................. 36
C. Sumber dan Jenis Data …………………………………………… 36
D. Informan Penelitian ......................................................................... 37
E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 37
F. Teknik Analisis Data …………………………………………….. 38
G. Keabsahan Data …………………………………………………. . 38
BAB IV HASIL PENELTIAN DAN PEMBAHASAN............................. 39
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ……………………………… 39
B. Implementasi Kebijakan Distribusi Pupuk.............................................47
C. Pengaruh Tepat Harga ………………………………………………. 50
D. Pengaruh Tepat Jumlah……………………………………………… 52
E. Kesesuaian Harga dan Jumlah Pupuk Bersubsidi …………………… 53
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 56
A. Kesimpulan ..................................................................................... 56
B. Saran ................................................................................................ 56
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 57
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
Tabel 3.1
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Informan atau Responden ...............................................
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin....
Karakteristik Responden Berdasarkan Umru ................
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...
…………... 25
................... 33
................... 34
.................. . 34
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
Gambar 2.1
Kerangka Pikir..............................................................
………... 23
x
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
A.1 Nama Informan atau Responden
A.2 Persuratan
A.3 Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah pupuk di Indonesia selalu menjadi persoalan yang menyentuh
langsung pada kebutuhan dan keberlangsungan petani dalam mengelolah
lahan. Oleh karena itu, ketika pupuk langkah dan harganya mahal maka
petanilah yang akan menjadi korban utamanya. Pemerintah Indonesia
mengeluarkan kebijakan subsidi pupuk bagi petani. Dengan adanya
keterbatasan Pemerintah dalam penyediaan subsidi pupuk dalam rangka
pogram pemerintah, maka pupuk bersubsidi hanya diperuntukan bagi usaha
pertanian yang meliputi petani tanaman pangan, peternakan dan perkebunan
rakyat.
Masalah yang terjadi adalah keterlambatan dalam penyaluran pupuk
subsidi, sementara satu minggu saja terlambat maka berpengaruh besar
terhadap tanaman.Permasalahan lainnya adalah harga tidak sesuai dengan
Harga Eceran Tertinggi (HET). Harga pupuk bersubsidi malah lebih tinggi
dijual di kios-kios pupuk
Pupuk merupakan sarana produksi yang strategis dan menjadi salah
satu faktor penentu dalam meningkatkan produksi komoditas pertanian.
Kebijakan ini diharapkan dapat melindungi petani yang pada akhirnya
bisa meningkatkan produktivitas dan meningkatkan taraf ekonomi para
petani. Melalui kementerian pertanian (Kementan), pemerintah telah
2
mengalokasikan subsidi pupuk untuk petani. Program ini dilakukan sebagai
bagian untuk memperkuat ketahanan pangan nasional sangat diperlukan
adanya dukungan penyediaan pupuk yang memenuhi prinsip dari segi jenis,
jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu.
Pada awalnya penggunaan pupuk kimia mampu meningkatkan hasil
panen, akan tetapi lama kelamaan hasil panen makin merosot dan kondisi
tanah makin lama makin tidak subur. Dari berbagai penelitian yang
mendalam dan memakan waktu lama akhirnya diketahui bahwa kekurangan
unsur biologilah salah satunya yang menyebabkan tanah semakin lama
semakin tidak subur. Unsur biologi tanah dibagi menjadi dua, yaitu mikroba
tanah dan hormon pertumbuhan pada tumbuhan
Pedoman pelaksanaan penyediaan pupuk bersubsidi untuk sektor
pertanian tahun 2016, pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang
berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara
langsung atau tidak langsung.
Pupuk mengandung bahan baku pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, sementara suplemen seperti hormon tumbuhan membantu
kelancaran proses metabolisme. Pupuk juga dapat diartikan sebagai bahan
alami atau buatan yang mengandung unsur-unsur kimia yang dapat
meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
Pupuk dapat meningkatkan kesuburan alami tanah atau mengganti
unsur-unsur kimia yang sebelumnya yang diambil dari tanah oleh tanaman.
dalam kandungan pupuk memiliki satu atau lebih dari tiga unsur penting atau
3
unsur primer dalam nutrisi tanaman yaitu nitrogen, fosfor, dan kalium.
sedangkan unsur sekunder yaitu sulfur, magnesium dan kalsium.
Pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan penyalurannya
mendapat subsidi dari pemerintah untuk kebutuhan petani yang dilaksanakan
atas dasar program Pemerintah, sedangkan pupuk non subsidi adalah pupuk
yang pengadaan dan penyalurannya di luar program Pemerintah dan tidak
mendapat subsidi.
Jenis subsidi pupuk yang dijalankan selama ini adalah subsidi harga
atau subsidi tidak langsung di mana alokasi pupuk subsidi yang telah
diusulkan oleh pemda dan ditetapkan oleh pemerintah pusat itu dilanjutkan
dengan pengiriman dari produsen yang ditugaskan kedistributor hingga
pengecer, ke kelompok petani dan petani.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan tahun 2016 bahwa saat ini di
pasar terdapat dua harga pupuk yaitu harga subsidi dan harga non subsidi,
Panjangnya rantai distribusi pada pupuk bersubsidi dan terdapatnya dua harga
pupuk di pasaran memicu munculnya beberapa masalah dan potensi masalah
di lapangan yang banyak dikeluhkan oleh masyarakat, diantaranya adalah
terjadinya pengoplosan pupuk subsidi dan non subsidi, terjadinya pemalsuan
pupuk bersubsdi, panjangnya rantai bersubsidi sehingga melemahkan tingkat
pengawasan dari pemerintah, terjadinya penyelundupan pupuk bersubsidi,
terjadinya pemalsuan kuota pupuk dari daerah yang harga pupuknya murah
ke daerah yang harganya mahal.
4
Untuk mengatasi permasalahan distribusi pupuk bersubsidi tersebut,
muncul pemikiran untuk menyalurkan subsidi pupuk secara langsung kepada
petani yang berhak dan bukan lagi dalam bentuk subsidi harga/subsidi tidak
langsung/subsidi input kepada perusahaan-perusahaan pupuk seperti yang
dilakukan selama ini.
Definisi singkat dari kebijakan subsidi pupuk secara langsung adalah
bahwa suatu kebijakan subsidi dimana petani menerima dana subsidi harga
secara langsung dari pemerintah (berupa uang atau yang semisalnya)
sehingga dalam transaksi pembelian pupuk, seorang petani akan dikenakan
harga pasar, namun petani tersebut hanya membayar harga neto sebesar harga
pasar dikurangi dengan subsidi harga yang petani terima.
Beberapa potensi keuntungan dari kebijakan subsidi pupuk secara
langsung adalah harga pupuk untuk suatu jenis pupuk di pasar hanya satu
macam sehingga potensi terjadinya penyelewengan dalam masalah persediaan
pupuk yang disebabkan oleh dualisme harga dapat diminimalisir, mekasisme
distribusi akan lebih sederhana dan lebih dirasakan oleh petani karena subsidi
pupuk dapat diterima secara langsung, perhitungan besaran subsidi bisa lebih
sederhana jika data jumlah petani yang berhak menerima dan volume pupuk
yang subsidi dapat diperoleh secara valid.
Beberapa masalah yang mungkin akan menghambat pelaksanaan
kebijakan subsidi pupuk langsung adalah belum tersedianya data tentang
petani yang berhak menerima subsidi pupuk secara langsung. Setelah
melakukan evaluasi dan penelaahan, skema, dan instansi yang selama ini
5
terlibat dalam penyaluran subsidi tidak langsung maka subsidi pupuk secara
langsung yang sederhana mungkin dan mudah di implementasikan dilapangan
yaitu dengan menggunakan kartu elektrik dan bekerjasama dengan perbankan
di Indonesia yang mempunyai jaringan luas serta berkoordinasi dengan
seluruh instansi/pihak yang terlibat selama ini seperti pegecer, distributor, dan
perusahaan pupuk.
Skema mekanisme dalam mengimlementasi kebijakan distribusi pupuk
dimulai dari keputusan Kementerian Pertanian yang dianggap akan tetap
menggunakan akumulasi data RDKK (tahun lalu) sebagai basis data dalam
penentuan target penerima subsidi pupuk tahun berjalan. Dari akumulasi data
RDKK tersebut Kementerian Pertanian dapat mengetahui berapa volume total
dan jenis pupuk bersubsidi secara nasional perprovinsi (yang merupakan
agregasi dari jenjang-jenjang di bawahnya) dan alokasi dana subsidi yang
diperlukan untuk menutup kebutuhan pupuk bersubsidi tersebut.
Kementerian pertanian melakukan pembahasan dan meminta alokasi
pupuk tersebut kepada Kementerian Keuangan sebagaimana ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 60/Permentan/SR.130/12/2015 tentang
kebutuhan pupuk bersubsidi di sektor pertanian tahun anggaran 2016 guna
kelancaran pelaksanaan dan penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2016 di mulai
1 januari 2016.
Kebijakan pupuk bersubsidi di Indonesia telah berhasil mendorong
adopsi penggunaan pupuk di tingkat petani yang berdampak pada
peningkatan produksi pertanian, misalnya pada kasus padi kebijakan ini telah
6
mengantarkan Indonesia pada swasembada beras pada tahun 1984. Disisi lain,
kebijakan subsidi pupuk ini telah menciptakan ketergantungan yang tinggi
pada penggunaan pupuk ditingkat petani. Oleh karena itu disuatu kebijakan
pengurangan/pencabutan subsidi yang mendorong terjadinya kenaikan harga
pupuk akan berdampak langsung pada penurunan penggunaan pupuk.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan maka peneliti
mengangkat judul penelitian dengan judul: “Implementasi Kebijakan
Distribusi Pupuk Bersubsidi di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe
Kabupaten Pinrang”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang menjadi
masalah pokok dalam penulisan ini adalah:
1. Bagaimana kebijakan distribusi pupuk bersubsidi diDesa Samaenre
Kecamatan Mattriro Sompe?
2. Bagaimana pengaruh tepat harga dan tepat jumlah pupuk terhadap
pendapatan petani?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan proposal iniadalah :
1. Untuk mengetahui kebijakan distribusi pupuk bersubsidi diDesa
Samaenre Kecamatan Mattriro Sompe.
2. Untuk mengetahui pengaruh tepat harga dan tepat jumlah pupuk terhadap
pendapatan petani.
7
D. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
mengenai kebijakan distribusi pupuk bersubsidi Samaenre Kecamatan
Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang.
b. Manfaat Praktis
1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi pemerintah daerah
dalam merumuskan kebijakan dan strategi pembangunan dalam
mengembangkan potensi sektor pertanian pangan.
2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang
berhubungan dengan penelitian ini.
3. Sebagai bahan informasi dan sumber ilmu pengetahuan bagi penulis
atau peneliti.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Pupuk
Pupuk adalah zat yang ditambahkan pada tumbuhan agar berkembang
dengan baik. Pupuk dapat dibuat dari bahan organik ataupun non-organik. Dalam
pemberian pupuk perlu diperhatikan kebutuhan tumbuhan tersebut, agar
tumbuhan tidak mendapat terlalu banyak zat makanan. Terlalu sedikit atau terlalu
banyak zat makanan dapat berbahaya bagi pertumbuhan tanaman. Pupuk dapat
diberikan melalui tanah atau disemprotkan ke daun. Dalam arti luas yang
dimaksud pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik,
kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman.
Sedangkan pengertian yang khusus pupuk ialah suatu bahan yamg mengandung
satu atau lebih hara tanaman.
Menurut Pedoman Pelaksanaan Penyediaan Pupuk Bersubsidi Untuk
Sektor Pertanian Tahun 2012, pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang
berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung
atau tidak langsung.
Pupuk mengandung bahan baku pertumbuhan dan perkembangan tanaman,
sementara suplemen seperti hormon tumbuhan membantu kelancaran proses
metabolisme. Pupuk juga dapat diartikan sebagai bahan alami atau buatan yang
8
9
mengandung unsur-unsur kimia yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan
produktivitas tanaman. Pupuk dapat meningkatkan kesuburan alami tanah atau
mengganti unsur-unsur kimia yang sebelumnya yang diambil dari tanah oleh
tanaman. Dalam kandungan pupuk memiliki satu atau lebih dari tiga unsur
penting atau unsur primer dalam nutrisi tanaman yaitu nitrogen, fosfor, dan
kalium. Sedangkan unsur sekunder yaitu sulfur, magnesium dan kalsium.
Komponen utama dalam pupuk adalah nutrisi yang penting untuk
pertumbuhan tanaman. Tanaman menggunakan nitrogen dalam proses sintesis
protein, asam nukleat dan hormon. Ketika tanaman kekurangan nitrogen
pertumbuhan tanaman akan terganggu yang biasanya ditandai dengan
menguningnya daun. Tanaman juga membutuhkan fosfor, komponen asam
nukleat, fosfolipid, dan beberapa protein. Unsur-unsur tersebut juga diperlukan
untuk menyediakan energi untuk mendorong reaksi kimia metabolisme.
2. Sejarah Pupuk
Sejarah penggunaan pupuk pada dasarnya merupakan bagian daripada
sejarah pertanian. Penggunaan pupuk diperkirakan sudah dimulai sejak permulaan
manusia mengenal bercocok tanam, yaitu sekitar 5000 tahun yang lalu. Pemikiran
mereka yang menyatakan bahwa kebutuhan bahan kimia sintetik atau bahan yang
telah dikembangkan dengan pengetahuan kimia dapat meningkatkan kualitas dan
kuantitas makanan. Kebudayaan tua manusia di daerah aliran sungai Nil, Euphrat,
Indus, Cina, dan Amerika Latin. Dalam perkembangannya petani kuno telah
mengetahui bahwa hasil panen yang pertama kali pada sebidang tanah jauh lebih
baik dari pada tahun-tahun berikutnya. Hal ini menyebabkan pola pertanian yang
10
dilakukan petani pada waktu itu bersifat nomaden yaitu berpindah dari lahan yang
satu ke lahan yang lain yang lebih subur.
Waktu ke waktu akhirnya ditemukan bahwa pertumbuhan tanaman pada
sebidang tanah dapat ditingkatkan dengan menyebarkan kotoran hewan ternak
sebagai pupuk kandang di seluruh lahan pertanian mereka. Seiring waktu
teknologi pupuk menjadi lebih maju, zat baru yang dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman telah ditemukan. Dari tulisan-tulisan Yunani dan Romawi
kuno menunjukan bahwa para petani sudah menggunakan kotoran ternak mereka
sebagai pupuk kandang, mereka menyebarkan di seluruh lahan pertanian mereka.
Peradaban islam juga mencatat pemupukan telah menjadi bagian dari
pertanian. Dari berbagai temuan teknologi pupuk, maka dalam pembuatan pupuk
juga telah ditambahkan bahan lain yang dapat membantu proses pertumbuhan
tanaman yang diantaranya yaitu, kerang laut, tanah liat, limbah sayuran, limbah
dari proses manufaktur yang berbeda, dan berbagai macam sampah.
Dimulai pada awal abad ke tujuh belas penelitian dan pengembangan
dalam teknologi pupuk dilakukan, Francis Bacon dan Johan Glauber seorang
ilmuwan kimia telah berhasil mengembangkan pupuk mineral lengkap untuk yang
pertama kalinya, pupuk tersebut merupakan campuran dari berbagai zat yang
diantaranya yaitu, sendawa, zat kapur, asam fosfat, nitrogen dan kalium.
Selanjutnya diceritakan menurut buku The World Without Us karya Alan
Weisman tahun 2007, dituliskan bahwa awal penenemuan pupuk dimulai saat
seorang John Bannet Lewis mengamati petani hertfordshire yang menggali kapur
sisa mahluk laut purba yang terkubur di bawah lapisan lempung tanah untuk
11
ditebarkan pada parit-parit di sekitar ladang mereka. Lewis menemukan bahwa
kapur sisa mahluk purba laut tersebut dapat menyuburkan tanaman lobak dan biji-
bijian. Dari kuliahnya di Oxford, lewis mengetahui bahwa kapur yang ditebarkan
petani bukan sebagai makanan tambahan bagi tanaman, melainkan bahan pelunak
tanah sehingga tanah tidak terlalu asam.
Proses penambahan zat untuk tanah untuk meningkatkan kapasitasnya
semakin dikembangkan pada hari-hari awal pertanian. Petani kuno tahu bahwa
hasil pertama pada sebidang tanah jauh lebih baik daripada tahun-tahun
berikutnya. Hal ini menyebabkan mereka pindah ke yang baru, digarap daerah,
yang kembali menunjukkan pola yang sama dari hasil berkurang dari waktu ke
waktu. Akhirnya ditemukan bahwa pertumbuhan tanaman di sebidang tanah dapat
ditingkatkan dengan menyebarkan hewan kotoran seluruh tanah.
Seiring berjalannya waktu, teknologi pupuk menjadi lebih halus. Zat baru
yang meningkatkan pertumbuhan tanaman ditemukan. Orang Mesir diketahui
telah menambahkan abu dari membakar gulma ke tanah. Tulisan-tulisan Yunani
dan Romawi kuno menunjukkan bahwa kotoran hewan yang digunakan,
tergantung pada jenis tanah atau tanaman tumbuh. Itu juga diketahui saat ini
bahwa tumbuh tanaman polongan di lahan sebelum penanaman gandum adalah
menguntungkan. Jenis lain dari bahan ditambahkan termasuk kerang laut, tanah
liat, limbah sayuran, limbah dari proses manufaktur yang berbeda, dan lain
berbagai macam sampah.
Penelitian disusun dalam teknologi pupuk dimulai pada awal abad ketujuh
belas. Awal ilmuwan seperti Francis Bacon dan Johann Glauber menjelaskan efek
12
menguntungkan dari penambahan sendawa ke tanah. Glauber mengembangkan
pupuk mineral lengkap pertama, yang merupakan campuran sendawa, kapur, asam
fosfat, nitrogen, dan kalium. Seperti teori-teori ilmiah yang dikembangkan kimia,
kebutuhan kimia tanaman ditemukan, yang menyebabkan komposisi pupuk
ditingkatkan.
Organik kimia Justus von Liebig menunjukkan bahwa tanaman
membutuhkan unsur mineral seperti nitrogen dan fosfor untuk tumbuh. Industri
pupuk kimia bisa dikatakan memiliki awal dengan paten yang dikeluarkan untuk
Sir John Lawes, yang diuraikan metode untuk memproduksi suatu bentuk fosfat
yang merupakan pupuk yang efektif. Industri pupuk sintetis mengalami
pertumbuhan yang signifikan setelah Perang Dunia Pertama, ketika fasilitas yang
telah menghasilkan amonia dan nitrat sintetis untuk bahan peledak dikonversi
menjadi produksi nitrogen pupuk berbasis.
3. Bahan Baku Pupuk
Pupuk diuraikan di sini adalah senyawa pupuk terdiri dari pupuk primer
dan sekunder nutrisi. Ini hanya mewakili satu jenis pupuk, dan tunggal lainnya
nutrisi jenis juga dibuat. Bahan baku, dalam bentuk padat, dapat diberikan kepada
produsen pupuk dalam jumlah massal ribu ton, jumlah drum, atau wadah drum
logam dan tas.
Pupuk utama termasuk zat yang berasal dari nitrogen, fosfor, dan kalium.
Berbagai bahan baku yang digunakan untuk memproduksi senyawa ini. Ketika
amonia digunakan sebagai sumber nitrogen dalam pupuk, salah satu metode
produksi sintetik memerlukan penggunaan gas alam dan udara.
13
Komponen fosfor dibuat menggunakan belerang, batubara, dan batu
fosfat. Sumber kalium berasal dari kalium klorida, komponen utama kalium.
Nutrisi sekunder ditambahkan ke beberapa pupuk untuk membantu
membuat mereka lebih efektif. Kalsium diperoleh dari batu gamping, yang berisi
kalsium karbonat, kalsium sulfat, dan kalsium magnesium karbonat. Sumber
magnesium dalam pupuk berasal dari dolomit. Sulfur merupakan bahan yang
ditambang dan ditambahkan ke pupuk. Bahan ditambang lainnya termasuk besi
dari besi sulfat, tembaga, dan molibdenum dari molibdenum oksida.
Penggunaan pupuk kimia an-organik yang tidak terkendali menjadi salah
satu penyebab penurunan kualitas kesuburan fisik dan kimia tanah. Keadaan ini
semakin diperparah oleh kegiatan pertanian secara terus-menerus (intensif),
sedang pengembalian ke tanah pertanian hanya berupa pupuk kimia Urea, TSP,
dan KCl (unsur N, P, K saja), bahkan pada keadaan ekstrim hanya unsur N lewat
pemberian pupuk Urea saja dan hanya sangat sedikit unsur-unsur organik yang
dikembalikan ke dalam tanah. Hal ini mengakibatkan terdegradasinya daya
dukung dan kualitas tanah pertanian di Indonesia, sehingga produktivitas lahan
semakin turun.
Penumpukan sisa atau residu pupuk kimia an-organik merupakan salah
satu penyebab utama mengerasnya daripada sisa bahan organik. Jika tanah
semakin keras maka tanah semakin tidak responsif terhadap pupuk kimia an-
organik tanah-tanah pertanian. Keadaan ini banyak terjadi di sentra-sentra
pertanian terutama di Pulau Jawa. Residu pupuk kimia an-organik di dalam tanah
ini mengakibatkan terhambatnya proses dekomposisi secara alami oleh mikroba di
14
dalam tanah. Hal ini dikarenakan sifat bahan kimia an-organik yang lebih sukar
terurai, sehingga berapapun banyaknya tanah diberi pupuk kimia an-organik
hasilnya tetap tidak optimal. Mengerasnya tanah pertanian juga akan
mengakibatkan porositas tanah menurun, sehingga ketersediaan oksigen bagi
tanaman maupun mikrobia tanah menjadi sangat berkurang. Dampak lainnya
adalah terhadap pertumbuhan tanaman.
Terbatasnya penyebaran akar dan terhambatnya suplai oksigen ke akar
mengakibatkan fungsi akar tidak optimal, yang pada gilirannya menurunkan
produktivitas tanaman.
4. Pemakaian Pupuk Kimia di Pertanian
Pada awalnya penggunaan pupuk kimia mampu meningkatkan hasil
panen, akan tetapi lama kelamaan hasil panen makin merosot dan kondisi tanah
makin lama makin tidak subur. Dari berbagai penelitian yang mendalam dan
memakan waktu lama akhirnya diketahui bahwa kekurangan unsur biologilah
salah satunya yang menyebabkan tanah semakin lama semakin tidak subur.
Unsur biologi tanah dibagi menjadi dua, yaitu mikroba tanah dan hormon
pertumbuhan pada tumbuhan.
Pupuk organik secara temporer telah meningkatkan hasil pertanian akan
tetapi keuntungan hasil panen akhirnya berkurang banyak dengan
adanyapenggunaan pupuk ini karena adanya sesuatu yang timbul akibat adanya
degradasi (pencemaran) lingkungan pada lahan pertanian. Pencemaran kimia dari
pupuk merupakan pencemaran unsur-unsur hara tanaman.Tanah-tanah yang
dipindahkan oleh erosi umumnya mengandung unsur hara yang lebih tinggi
15
daripada tanah yang ditinggalkan karena lapisan tanah yang tererosi umumnya
adalah lapisan atas yang subur. Akibat pencemaran dari pemakaian pupuk
organik yang terlalu banyak secara terus-menerus akan menyebabkan unsur hara
yang ada dalam tanah menurun.
Di Indonesia sendiri, sebagian besar lahan pertanian menjadi lahan kritis.
Lahan pertanian yang telah masuk dalam kondisi kritis mencapai 66% dari total 7
juta hektar lahan pertanian yang ada di Indonesia. Kesuburan tanah di lahan-
lahan yang menggunakan pupuk anorganik dari tahun ke tahun menurun.
Keberhasilan diukur dan ditentukan dari berapa banyaknya hasil dari panen yang
dihasilkan, bukan diukur dari kondisi dan keadaan tanah serta hasil panennya.
Semakin banyak hasil panen, maka pertanian akan dianggap semakin maju.
Bahan organik merupakan salah satu komponen tanah yang sangat penting
bagi ekosistem tanah, dimana bahan organik merupakan sumber pengikat hara
dan substrat bagi mikrobia tanah. Bahan organik tanah merupakan bahan penting
untuk memperbaiki kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia maupun biologi.
Usaha untuk memperbaiki dan mempertahankan kandungan bahan organik
untuk menjaga produktivitas tanah mineral masam di daerah tropis perlu
dilakukan.
Bahan organik yang berasal dari sisa tumbuhan dan binatang yang secara
terus menerus mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh proses
fisika, kimia dan biologi. Bahan organik tersebut terdiri dari karbohidrat, protein
kasar, selulose, hemiselulose, lignin dan lemak. Penggunaan pupuk organik dapat
memperbaiki struktur tanah dan mendorong perkembangan populasi
16
mikroorganisme tanah. Bahan organik secara fisik mendorong granulasi,
mengurangi plastisitas dan meningkatkan daya pegang air. Apabila tidak ada
masukan bahan organik ke dalam tanah akan terjadi masalah pencucian sekaligus
kelambatan penyediaan hara. Pada kondisi seperti ini penyediaan hara hanya
terjadi dari mineralisasi bahan organik yang masih terdapat dalam tanah,
sehingga mengakibatkan cadangan total C tanah semakin berkurang. Pupuk
memiliki kandungan nitrogen di dalamnya. Unsur nitrogen yang ada dalam
pupuk ini mudah larut. Pemberian nitrogen berlebih di samping menurunkan
efisiensi pupuk, juga dapat memberikan dampak negatif di antaranya
meningkatkan gangguan hama dan penyakit akibat nutrisi yang tidak seimbang.
Oleh karena itu, perlu upaya perbaikan guna mengatasi masalah
tersebut,sehingga pengolahan sumber daya secara efektif, efisien dan aman
lingkungan dapat diberlakukan.
Selain disebabkan oleh adanya penggunaan pupuk an-organik yang tidak
sesuai takaran secara rutin. Hal ini juga disebabkan pemalsuan pupuk yang dijual
kepada para petani. Pupuk palsu ini adalah pupuk yang dipalsukan atau
disamarkan kandungan zat dan kadar zat di dalamnya. Hal ini menyebabkan
tanaman dan tanah mendapat nutrisi yang tidak tepat dan dapat mengganggu
keadaan tanah maupun tanaman tersebut.
5. Dampak Dari Pupuk Kimia pada Tanah
Alasan utama kenapa pupuk kimia dapat menimbulkan pencemaran pada
tanah karena dalam prakteknya, banyak kandungan yang terbuang. Penggunaan
pupuk buatan yang terus-menerus akan mempercepat habisnya zat-zat organik,
17
merusak keseimbangan zat-zat makanan di dalam tanah, sehingga menimbulkan
berbagai penyakit tanaman.
Pupuk kimia adalah zat substansi kandungan hara yang dibutuhkan oleh
tumbuhan. Akan tetapi seharusnya unsur hara tersebut ada di tanah secara alami
dengan adanya siklus hara tanah misalnya tanaman yang mati kemudian dimakan
binatang pengerat/herbivora, kotorannya atau sisa tumbuhan tersebut diuraikan
oleh organisme seperti bakteri, cacing, jamur dan lainnya. Siklus inilah yang
seharusnya dijaga, jika menggunakan pupuk kimia terutama bila berlebihan maka
akan memutuskan siklus hara tanah tersebut terutama akan mematikan organisme
tanah, jadinya akan hanya subur di masa sekarang tetapi tidak subur di masa
mendatang. Untuk itu sebenarnya perlu dijaga dengan pola tetap menggunakan
pupuk organik bukan pupuk kimia.
Dampaknya zat hara yang terkandung dalam tanah menjadi diikat oleh
molekul-molekul kimiawi dari pupuk sehingga proses regenerasi humus tak
dapat dilakukan lagi. Akibatnya ketahanan tanah/daya dukung tanah dalam
memproduksi menjadi kurang hingga nantinya tandus. Tak hanya itu penggunaan
pupuk kimiawi secara terus-menerus menjadikan menguatnya resistensi hama
akan suatu pestisida pertanian. Masalah lainnya adalah penggunaan Urea
biasanya sangat boros. Selama pemupukan Nitrogen dengan urea tidak pernah
maksimal karena kandungan nitrogen pada urea hanya sekitar 40-60% saja.
Jumlah yang hilang mencapai 50% disebabkan oleh penguapan, pencucian serta
terbawa air hujan.
18
Efek lain dari penggunaan pupuk kimia juga mengurangi dan menekan
populasi mikroorganisme tanah yang bermanfaat bagi tanah yang sangat
bermanfaat bagi tanaman. Lapisan tanah yang saat ini ada sudah parah kondisi
kerusakannya oleh karena pemakaian pupuk kimia yang terus menerus dan
berlangsung lama, sehingga mengakibatkan:
a. Kondisi tanah menjadi keras
b. Tanah semakin lapar dan haus pupuk
c. Banyak residu pestisida dan insektisida yang tertinggal dalam tanah
d. Mikroorganisme tanah semakin menipis
e. Banyak Mikroorganisme yang merugikan berkembang biak dengan
baik
f. Tanah semakin miskin unsur hara baik makro maupun mikro
g. Tidak semua pupuk dapat diserap oleh tanaman.
6. Pengertian Pupuk Bersubsidi
Kebijakan pupuk bersubsidi di Indonesia sudah mulai diterapkan yakni
sejak tahun 1970 an. Pemberian subsidi pupuk oleh pemerintah kepada petani
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian melalui teknologi
pemupukan. Selain itu, kebijakan pupuk bersubsidi juga sebagai upaya
peningkatan komoditas pertanian untuk ketahanan pangan yang berkelanjutan.
Agar kebijakan pupuk bersubsidi dapat diterima oleh petani secara 6 (enam) tepat
yakni tepat jenis, jumlah, harga, mutu, waktu dan tempat, maka pemerintah perlu
mengatur mekanisme penyaluran dan pendistribusian .
19
Kebijakan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi bertujuan untuk:
1. Memberikan kemudahan dan jaminan kepada Kelompok Tani/Petani
dalam memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi secara tepat jenis, jumlah,
harga, mutu, waktu dan tempat.
2. Memberikan pedoman dalam pendistribusian pupuk bersubsidi yang
efektif dan efisien bagi PT. Pupuk Indonesia beserta anak
perusahaannya/Produsen, Distributor, dan Pengecer untuk menjamin
ketersediaan pupuk bersubsidi bagi Kelompok Tani/Petani.
3. Menanamkan persepsi bahwa pupuk bersubsidi bukan komoditi yang
bebas diperdagangkan, sehingga dapat menghindari pola pikir pelaku
usaha yang memperlakukan pupuk bersubsidi sebagai komoditi untuk
mencari keuntungan belaka tanpa memikirkan kebutuhan pupuk untuk
Kelompok Tani/Petani.
4. Menghindari terjadinya kelangkaan pupuk bersubsidi dan penyimpangan
pendistribusian pupuk bersubsidi ke sektor yang tidak sesuai
peruntukannya.
Kebijakan subsidi pupuk di Indonesia secara historis mengalami
beberapa kali perubahan. Pada periode 1970-1993, sistem subsidi yang
diberlakukan adalah subsidi harga dengan sumber pembiayaan berasal dari
APBN.
Pada periode ini, pupuk yang disubsidi adalah harga pupuk yang
berasal dari impor dan pupuk produksi dalam negeri. Periode 1999-2001,
20
dikarenakan pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi, maka subsidi harga
pupuk dicabut dan sistem subsidi harga diganti menjadi subsidi harga
bahan baku untuk pembuatan pupuk yakni subsidi gas. Pada Periode 2003-
2005, sistem subsidi yang berlaku merupakan kombinasi subsidi gas dan
subsidi harga.
Pemberian subsidi gas diperuntukkan bagi pupuk Urea, sementara
subsidi harga untuk pupuk non urea. Sedanglan pada periode 2006 hingga
saat ini, subsidi yang berlaku adalah subsidi harga, yang dihitung dengan
formula, selisih antara HET dengan Harga Pokok Penjualan (HPP) dan
biaya produksi dikalikan volume produksi yang merupakan angka subsidi
yang ditanggung oleh pemerintah dengan sumber subsidi berasal dari
APBN.
Saat ini, pihak yang berwenang dalam mengatur dan mengawasi sistem
distribusi pupuk bersubsidi adalah Kementerian Pertanian, Kementerian
Perdagangan, dan pemerintah (pusat dan kabupaten/kota).
Mekanisme pembagian kewenangan masing-masing kementerian dan
pemerintah daerah adalah sebagai berikut:
1. Permendag mengatur mekanisme pengadaan dan penyaluran pupuk
bersubsidi dari Lini I sampai dengan Lini IV.
2. Permentan mengatur alokasi pupuk bersubsidi per propinsi serta
pengaturan sistim Rencana Definitif Kebutuan kelompok Tani (RDKK).
3. Peraturan Gubernur mengatur alokasi pupuk bersubsidi per kabupaten
21
4. Peraturan Bupati/Walikota mengatur alokasi pupuk bersubsidi per
kecamatan
Adapun penerapan mekanisme dan tanggung jawab penyaluran pupuk
bersubsidi diatur secara berjenjang, sbb:
1. PT. Pupuk Indonesia (Persero) bertanggung jawab atas pengadaan dan
penyaluran pupuk bersubsidi di dalam negeri untuk sektor pertanian secara
nasional sesuai dengan prinsip 6 (enam).Tepat mulai dari Lini I sampai
dengan Lini IV.
2. Produsen bertanggung jawab atas pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi
sesuai dengan prinsip 6 (enam) Tepat mulai dari Lini I sampai dengan Lini IV
di wilayah tanggung jawabnya.
3. Distributor bertanggung jawab atas penyaluran pupuk bersubsidi sesuai
dengan prinsip 6 (enam) Tepat mulai dari Lini III sampai dengan Lini IV di
wilayah tanggung jawabnya; dan
4. Pengecer bertanggung jawab atas penyaluran pupuk bersubsidi kepada
petani/kelompok tani di lokasi kios pengecer.
Peraturan pupuk bersubsidi untuk kabupaten Pinrang diatur dalam
Peraturan Bupati Pinrang Nomor 4 Tahun 2012. Peraturan ini membahas tentang
penyaluran pupuk bersubsidi untuk pertanian dan perikanan. Selain itu peraturan
ini juga membahas tentang pengertian istilah-istilah yang terkait dengan subsidi
pupuk.
22
Menurut peraturan ini pupuk bersubsidi adalah pupuk yang pengadaan dan
penyalurannya ditataniagakan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang
ditetapkan di penyalur resmi Lini IV.
Lini IV adalah lokasi gudang atau kios pengecer di wilayah kecamatan dan
atau desa yang ditunjukkan atau ditetapkan oleh distributor.
Pupuk bersubsidi diperuntukan bagi sektor pertanian atau sektor yang
berkaitan dengan budidaya tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, hijauan
pakan ternak dan budidaya ikan atau udang.
Sasaran pupuk besubsidi adalah petani, pekebun, dan peternak yang
mengusahakan lahan paling luas 2 hektar setiap musim tanam per keluarga petani
kecuali pembudidaya ikan atau udang paling luas 1 hektar.
Pupuk bersubsidi tidak diperuntukan bagi perusahaan tanaman pangan,
holtikultura, perkebunan, perternakan, atau perusahaan perikanan budidaya. Petani
adalah perorangan warga Indonesia yang mengusahakan lahan milik sendiri atau
bukan untuk budidaya tanaman pangan atau holtikultura dengan luasan tertentu.
Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan
budidaya tanaman perkebunan dengan luasan tertentu.
Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia yang mengusahakan
budidaya tanaman hijauan pakan ternak dengan luasan tertentu.
Pembudidaya ikan atau udang adalah perorangan warga negara Indonesia
yang mengusahakan lahan, milik sendiri atau bukan untuk budidaya ikan atau
udang yang tidak memiliki ijin usaha.
23
Kebijakan subsidi pupuk bagi petani masih menimbulkan banyak
permasalahan. Dari aspek penerima manfaat, petani masih kesulitan mengakses
pupuk bersubsidi. Bahkan, petani kerap kali merasakan kelangkaan pupuk. Selain
itu, harga pupuk berada diatas Harga Eceran Tertinggi (HET) dan ditemukannya
masalah penyalahgunaan mekanisme distribusi pupuk.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh PATTIRO (Pusat Telaah dan
Informasi Regional) bekerja sama dengan USAID yang dilakukan di sepuluh
daerah di Indonesia, dilaporkan bahwa implementasi kebijakan subsidi pupuk
selama periode 2009-2011 masih banyak menemui kendala dan permasalahan
terutama pada aspek pendataan, penganggaran, penyaluran/distribusi, serta
pengawasan.
Pada aspek pendataan, permasalahan yang ditemukan adalah tidak
validnya data Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK), di mana terdapat
penggelembungan (mark up) luas lahan dan jumlah petani. Sementara pada aspek
penganggaran, ditemukan audit yang mengoreksi jumlah perhitungan subsidi
karena masih terdapatnya sejumlah pupuk delivery order (DO) yang belum
disalurkan. Selain itu dalam penghitungan subsidi, masih terdapat biaya-biaya
yang tidak termasuk komponen-komponen produksi dalam perhitungan Harga
Pokok Penjualan (HPP) yang dijadikan sebagai dasar perhitungan nilai subsidi
pupuk.
Pada aspek penyaluran, ditemukan indikasi penjualan pupuk dengan harga
diatas HET, penjualan pupuk kepada petani yang tidak terdaftar dalam RDKK,
tidak terpasangnya spanduk pengumuman harga, penyaluran pupuk yang tidak
24
sesuai dengan DO, keterlambatan distribusi, kelangkaan, penggantian kemasan,
penimbunan, penjualan di luar wilayah distribusi, serta terdapat beberapa
pengecer yang tidak resmi. Sedangkan terkait aspek pengawasan, Komisi
Pengawas Pupuk dan Pestisida (KPPP) di tingkat propinsi maupun kabupaten
belum menjalankan fungsi pengawasan secara optimal. Mereka dinilai tidak
memahami sepenuhnya tugas dan fungsinya, tidak membuat laporan pengawasan,
serta kurangnya dana untuk melakukan pengawasan.
Sementara, menurut hasil telaah dari Kementerian yang berwenang,
ditemukan masalah sebagai berikut:
1. Intensitas kenaikan harga gabah yang lebih tinggi daripada harga pupuk.
Hal ini mejadikan rasio harga gabah/ pupuk terus meningkat, dari 1,64
tahun 2003 menjadi 2,31 tahun 2013 (catatan : rumus tani tahun 1970-an
adalah 1,0). Hal ini di satu sisi menguntungkan petani, namun di sisi lain
mendorong petani menjadi tidak efisien.
2. Rendahnya harga pupuk di dalam negeri menimbulkan disparitas harga
pupuk non-subsidi semakin besar, sehingga mendorong terjadinya
penyelewengan penggunaan pupuk bersubsidi ke sektor non-subsidi atau
ekspor ilegal.
3. Beban subsidi semakin besar yaitu tahun 2003 hanya 0,8 triliun menjadi
Rp 23,1 triliun pada tahun 2014; dan tren selanjutnya semakin tinggi,
sebagai akibat terus meningkatnya biaya produksi pupuk. Hal ini akan
mengurangi kemampuan negara dalam pembiayaan pembangunan lainnya.
25
Untuk itu, perlu adanya upaya untuk mengurangi/menghapus subsidi
pupuk yang dapat dilakukan dengan menaikkan HET pupuk secara bertahap, dan/
atau mengurangi volume pupuk bersubsidi. Di samping itu, perlu adanya phasing
out subsidi pupuk secara bertahap sehingga pendapatan petani tetap meningkat,
tercapainya rasio harga gabah/pupuk yang rasional, penggunaan pupuk yang lebih
efisien, berkurangnya disparitas harga, serta efisiensi anggaran untuk
meningkatkan sumber pembiayaan pembangunan.
Untuk mendukung peningkatan kesejahteraan petani/penduduk di
pedesaan, maka dana penghematan subsidi pupuk agar diarahkan untuk
pembangunan sektor yang mendukung peningkatan kapasitas petani dan
pertanian/pedesaan, termasuk misalnya pengadaan dan peningkatan sarana
produksi pertanian (saprotan) jenis baru.
Melihat permasalahan yang muncul dalam penerapan kebijakan distribusi
pupuk bersubsidi tersebut, maka pemerintah menganggap perlu adanya perbaikan
dalam mekanisme sistem penyaluran dan pengawasan pupuk bersubsidi sehingga
lebih efektif dan efisien.
7. Alokasi Pupuk Bersubsidi
Kebutuhan pupuk bersubsidi dihitung melalui beberapa tahapan, yaitu
berdasarkan usulan kebutuhan teknis di lapangan yang diajukan oleh pemerintah
daerah secara berjenjang dari Bupati/Walikota kepada Gubernur dan selanjutnya
disampaikan kepada Menteri Pertanian dan didasari pada Program Peningkatan
Produksi Pertanian.
26
Usulan kebutuhan pupuk bersubsidi secara buttom up tersebut diproses di
tingkat pusat dengan memperhatikan kemampuan daya serap pupuk di masing-
masing wilayah selama beberapa tahun terakhir serta anggaran subsidi pupuk
yang ditetapkan pemerintah.
Penetapan alokasi pupuk bersubsidi untuk masing-masing provinsi pada
umumnya di bawah kebutuhan teknis yang diusulkan daerah karena terbatasnya
anggaran subsidi, sehingga dengan jumlah pupuk bersubsidi yang terbatas
tersebut, diharapkan agar tetap dapat dimanfaatkan secara optimal dengan
memperhatikan azas prioritas, baik terhadap daerah yang dinilai sebagai sentra
produksi, maupun terhadap jenis komoditas.
Menurut Peraturan Bupati Pinrang Nomor 4 tahun 2012 alokasi pupuk
bersubsidi dihitung sesuai anjuran pemupukan berimbang spesifikasi lokasi
dengan mempertimbangkan Alokasi pupuk bersubsidi Tahun Anggaran 2012.
Sebagaimana telah tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No.
40/Permentan/OT.140/4/2007 menjelaskan pemupukan berimbang adalah
pemberian pupuk bagi tanaman sesuai dengan status hara tanah dan kebutuhan
tanaman untuk mencapai produktivitas yang optimal dan berkelanjutan.
Alokasi pupuk bersubsidi tersebut dirinci menurut Subsektor, Kecamatan,
jenis dan jumlah. Selain itu alokasi pupuk bersubsidi harus memperhatikan usulan
yang diajukan oleh petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan atau udang
berdasarkan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang disetujui oleh
penyuluh pertanian dan kepala desa setempat.
27
8. Pengertian Kebijakan
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan/kepemimpinan dan cara bertindak.
Kebijakan adalah sebuah ketetapan yang berlaku, dicirikan oleh perilaku
yang konsisten dan berulang baik dari yang membuat atau yang melaksanakan
kebijakan tersebut. Menurut Titmuss (1974), kebijakan adalah prinsip-prinsip
yang mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuan tertentu.
Kebijakan adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk
mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan konsisten untuk
mencapai tujuan tertentu serta kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah
pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam
suatu lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan
sasaran yang diinginkan.
Anderson merumuskan kebijakan sebagai langkah tindakan secara sengaja
dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya
masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi.
9. Pengertian Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan
dapat mencapai tujuannya. Implementasi kebijakan merupakan tahap yang paling
penting dalam proses kebijakan. Beberapa definisi implementasi kebijakan yang
dirangkum oleh Agustino (2006) adalah sebagai berikut :
28
a. Bardach
Implementasi kebijakan adalah cukup untuk membuat sebuah program dan
kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas.
Lebih sulit lagi merumuskannya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang
kedengarannya mengenakkan bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang
mendengarkannya, dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk yang
memuaskan orang.
b. Metter dan Horn(1975)
Implementasi kebijakan ialah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh
individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau
swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan
dalam keputusan kebijakan.
c. Mazmanian dan Sabatier(1983:61)
Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar,
biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-
perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan
peradilan. Keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi,
10. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Implementasi Kebijakan
Keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan oleh banyak variabel atau
faktor dan masing-masing variabel atau faktor tersebut saling berhubungan satu
sama lain. Untuk memperdalam pemahaman kita terhadap variabel atau faktor apa
saja yang memengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, maka berikut ini
dipaparkan beberapa teori implementasi adalah;
29
a. Teori George C.Edward III (1980)
Menurut George C. Edward III, ada empat faktor yang berpengaruh
terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor
sumber daya, birokrasi, komunikasi, dan disposisi.
b. Teori Merilee S. Grindle (1980)
Keberhasilan implementasi menurut Merilee S.Grindle yang menjelaskan
bahwa implementasi dipengaruhi oleh dua variabel besar, yaitu isi kebijakan dan
lingkungan (konteks) implementasi, kedua hal tersebut harus didukung oleh
program aksi dan proyek individu yang didesain dan dibiayai berdasarkan tujuan
kebijakan, sehingga dalam pelaksanaan kegiatan akan memberikan hasil berupa
dampak pada masyarakat, individu dan kelompok serta perubahan dan penerimaan
d.Teori David L. Weimer dan Aidan R. Vining (1980)
Pandangan Weimer dan Vining ada tiga kelompok variabel besar yang
dapat memengaruhi keberhasilan implementasi suatu program yaitu :
1. Logika dari suatu Kebijakan
2. Lingkungan tempat kebijakan tersebut dioperasikan akan memengaruhi
keberhasilan implementasi suatu kebijakan.
3. Kemampuan Implementor.
30
11. Faktor-faktor Penghambat atau Pendukung Implementasi Kebijakan
Faktor-faktor penghambat atau pendukung implementasi kebijakan adalah;
a. Isi kebijakan
Pertama,implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi
kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, sarana-
sarana dan penerapan prioritas, atau program-program kebijakan terlalu umum
atau sama sekali tidak ada. Kedua, karena kurangnya ketetapan intern maupun
ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan. Ketiga, kebijakan yang akan
diimplementasikan dapat juga menunjukkan adanya kekurangan-kekurangan yang
sangat berarti. Keempat, penyebab lain dari timbulnya kegagalan implementasi
suatu kebijakan publikdapat terjadi karena kekurangan-kekurangan yang
menyangkut sumber daya daya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu,
biaya/dana dan tenaga manusia.
b. Informasi
Implementasi kebijakan public mengasumsikan bahwa para pemegang
peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat
berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik.informasi ini justru tidak
ada, misalnya akibat adanya gangguan komunikasi.
c. Dukungan
Pelaksanaan suatu kebijakan public akan sangat sulit apabila pada
pengimplementasi tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut.
d. Pembagian potensi
31
Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakan
public juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara para pelaku yang terlibat
dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan diferensiasi tugas dan
wewenang organisasi pelaksana. Struktur organisasi pelaksanaan dapat
menimbulkan masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab
kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-
pembatasan yang kurang jelas.
12. Teori Implementasi
Teori Implementasi adalah;
1. Komunikasi
Dalam berbagai kasus, implementasi sebuah program terkadang perlu
didukung dan dikoordinasikan dengan instansi lain agar tercapai keberhasilan
yang diinginkan
2. Sumberdaya
Kebijakan perlu didukung oleh sumber daya, baik itu sumber daya
manusia maupun sumber daya non manusia
3. Disposisi
Disposisi implementor mencakup tiga hal penting, yaitu :
a. respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi
kemauannya untuk melaksanakan kebijakan;
b. kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan;
c. Intensitas disposisi implementor yakni preferensi nilai yang dimiliki
oleh implementor.
32
4. Struktur birokrasi.
Birokrasi adalah sebuah struktur dengan tugas-tugas operasi yang sangat
rutin yang dicapai melalui spesialisasi, aturan dan ketentuan yang sangat
formal, tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam berbagai departemen
fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit, dan
pengambilan keputusan yang mengikuti.
13. Pengertian Masyarakat
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, memiliki naluri untuk
hidup dengan lainnya. Naluri manusia untuk selalu hidup dengan orang lain
disebut gregariousness sehingga manusia disebut social animal (hewan sosial). 1.
Karena sejak dilahirkan manusia sudah mempunyai dua kecenderungan pokok,
yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya
(masyarakat), dan keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam
sekelilingnya. Kecenderungan manusia untuk hidup bersosial-bermasyarakat
sudah ada sejak lahir.
Masyarakat adalah kelompok manusia yang hidup bersama dan yang
menghasilkan kebudayaan.Dengan demikian, tak ada masyarakat yang tidak
memiliki kebudayaan dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat
sebagai wadah dan pendukungnya.Terdapat hubungan timbal balik antara
kebudayaan dengan masyarakat.
Masyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan
golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan yang
sama.Seperti; sekolah, keluarga,perkumpulan, Negara semua adalah masyarakat
33
definisilain dari Masyarakat juga merupakan salah satu satuan sosial sistem sosial,
atau kesatuan hidup manusia. Istilah inggrisnya adalah society , sedangkan
masyarakat itu sendiri berasal dari bahasa Arab Syakara yang berarti ikut serta
atau partisipasi, kata Arab masyarakat berarti saling bergaul yang istilah
ilmiahnya berinteraksi.Dalam ilmu sosiologi kita kit mengenal ada dua macam
masyarakat, yaitu masyarakat paguyuban dan masyarakat petambayan.
Masyarakat paguyuban terdapat hubungan pribadi antara anggota-
anggota yang menimbulkan suatu ikatan batin antara mereka.Kalau pada
masyarakat patambayan terdapat hubungan pamrih antara anggota-angota nya.
14. Unsur-unsur suatu Masyarakat
Unsur-unsur suatu masyarakat adalah:
1. Harus ada perkumpulan manusia dan harus banyak
2. Telaah bertempat tinggal dalam waktu lama disuatu daerah tertentu.
3. Adanya aturan atau undang-undang yang mengatur masyarakat untuk
menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.
Bila dipandang cara terbentuknya masyaraka:
a. Masyarakat paksaan,misalnya negara, masyarakat tawanan
b. Masyarakat mardeka
Masyarakat merdeka terdiri dari:
1. MasyarakatNatur,yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendiri nya,seperti:
geromboklan (harde), suku (stam), yang bertaliankarena hubungandarah
atau keturunan.
34
2. MasyarakatKultur,yaitu masyarakat yang terjadi karena kapantingn
kedunian atau kepercayaan.Masyarakat dipandang dari sudut
B. Kerangka Pikir
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan/kepemimpinan dan cara bertindak.
Kebijakan subsidi pupuk ditetapkan adalah untuk membantu sektor
pertanian terutama berkaitan dengan penghematan input produksi bagi petani.
Pengadaan pupuk bersubsidi adalah dari produsen dengan sistem rayonisasi.
Penyaluran pupuk bersubsidi diatur berdasarkan mekanisme penyaluran
yang telah ditetapkan pemerintah dari Lini I sampai kepada petani. Pengadaan dan
penyaluran pupuk bersubsidi ini juga diadakan pengawasan terutama berkaitan
dengan prinsip enam tepat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dari
pengawasan ini akan ada suatu evaluasi tentang pengadaan dan penyaluran pupuk
bersubsidi oleh KP3 daerah bahwa kebijakan subsidi pupuk untuk sektor pertanian
berupa penetapan HET pada pupuk. Penetapan HET ini bertujuan untuk
membantu biaya produksi pertanian. Untuk mengukur kebijakan subsidi pupuk
terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan, namun yang menjadi fokus
dalam penelitian ini adalah indikator tepat harga dan tepat jumlah. Indikator tepat
harga dapat dilihat berdasarkan kesesuaian harga pupuk bersubsidi yang dibeli
petani dengan HET yang ditetapkan pemerintah, untuk indikator tepat jumlah
dapat dilihat berdasarkan penggunaan pupuk oleh para petani. Kerangka pikir
akan dijelaskan pada gambar 2.1 adalah;
35
Gambar2.1
Skema Alur Kerangka Pikir
Implementasi Kebijakan Distribusi Pupuk Bersubsidi
Kesesuaian harga dan jumlah pupuk bersubsidi
Tepat harga Tepat jumlah
Pendapatan
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan diDesa Samaenre Kecamatan Mattiro
Sompe Kabupaten Pinrang, Sedangkan waktu yang diperlukaan untuk
penelitian membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan lamanya.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif, yaitu
dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap studi kasus fenomena
sosial tertentu.
2. Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif yang merujuk pada
penelitian studi kasus tentang Implementasi kebijakan distribusi pupuk bersubsidi
di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang.
C. Sumber Data
1. Data Primer, yaitu data empiris yang diperoleh dari informanberdasarkan hasil
wawancara, observasi, dan dokumentasi.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, referensi-
referensi, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen yang diperoleh
dari lokasi penelitian.
36
37
D. Informan Penelitian
Pemilihan informan dalam penelitian ini adalah purposive sampling di
mana informan dipilih secara langsung karena mereka melaksanakan kebijakan
distribusi pupuk bersubsidi di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe
Kabupaten Pinrang. Adapun informan yaitu:
Tabel 3.1.Nama Informan atau Responden
No Nama Informan Inisial Jabatan Jumlah
1. Hj. Andi Mustiah Adinda AMA Kepala Dinas
Pertanian 1 Orang
2. Drs. Muh. Amran Kudus MAK Karyawan Dinas
Pertanian 1 Orang
3. H. Sultan SN Tokoh Masyarakat 1 Orang
4. Rusman RM Petani 1 Orang
5. Budiman MN Petani 1 Orang
6. Muh. Tahir MT Petani 1 Orang
7. Muh. Arif MAR Petani 1 Orang
Jumlah Informan 7 Orang
(Sumber BPS: 2016)
E. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang relevan sebagaimana yang diharapkan
dalam tujuan penelitian, maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai
berikut :
1. Observasi (pengamatan)
Pengamatan langsung adalah pengamatan yang dilakukan tanpa perantara
terhadap objek yang diteliti.
2. Wawancara
38
Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data atau
mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada informan dengan
berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan sebuah cara yang dilakukan untuk menyediakan
dokumen-dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat dari pencatatan
sumber-sumber informasi dari hasil pelaksanaan penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif
model miles dan huberman. Analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari:
1. Observasi
2. Wawancara
3. Dokumentasi
G. Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari
konsep keasahihan data (Validitas) dan keandalan (Realibitas).
Menurut Moleong dalam bukunya Sugiyono (2010 :324) mengemukakan
bahwa untuk menentukan keabsahan data dalam penelitian harus memenuhi
beberapa persyaratan.
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Letak Geografis Kabupaten Pinrang
1.1.Karakteristik Kab. Pinrang
1.1.1. Luas dan Batas Administrasi
Kabupaten Pinrang mempunyai luas wilayah 1.967 km persegi, memiliki
daerah administratif 12 kecamatan, dan terdiri 39 Kelurahan dan 69 Desa yang
meliputi 81 Lingkungan dan 168 Dusun.
Adapun batas wilayah Kabupaten Pinrang sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Enrekang dan Sidrap
3. Sebelah Barat dengan Selat Makassar serta Kabupaten Polewali Mandar
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kota Parepare.
1.1.2. Letak dan Kondisi Geografis
Kabupaten Pinrang berada ± 180 Km dari Kota Makassar terletak pada
koordinat antara 4º10’30” sampai 3º19’13” Lintang Selatan dan 119º26’30”
sampai 119º47’20”Bujur Timur. Kabupaten Pinrang berada pada perbatasan
dengan Provinsi Sulawesi Barat, serta menjadi jalur lintas darat dari dua jalur
utama, baik antar provinsi dan antar kabupaten di Selawesi Selatan, yakni dari
arah selatan: Makassar, Parepare ke wilayah Provinsi Sulawesi Barat, dan dari
arah Timur: kabupaten-kabupaten di bagian timur dan tengah Sulawesi Selatan
menuju Provinsi Sulawesi Barat.
39
40
1.1.3. Topografi
Kondisi topografi Kabupaten Pinrang memiliki rentang yang cukup lebar,
mulai dari dataran dengan ketinggian 0 m di atas permukaan laut hingga dataran
yang memiliki ketinggian di atas 1000 m di atas permukaan laut (dpl). Dataran
yang terletak pada ketinggian 1000 m di atas permukaan laut sebagian besar
terletak di bagian tengah hingga utara Kabupaten Pinrang terutama pada daerah
yang berbatasan dengan Kabupaten Toraja. Klasifikasi ketinggian/ topografi di
Kabupaten Pinrang dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Ketinggian 0 – 100 m dpl
Wilayah yang termasuk ke dalam daerah ketinggian ini sebagian besar
terletak di wilayah pesisir yang meliputi beberapa wilayah kecamatan yakni
Kecamatan Mattiro Sompe, Lanrisang, Watang Sawitto, Tiroang, Patampanua dan
Kecamatan Cempa.
2. Ketinggian 100 – 400 m dpl
Wilayah yang termasuk ke dalam daerah dengan ketinggian ini meliputi
beberapa wilayah kecamatan yakni Kecamatan Suppa, Mattiro Bulu, dan
Kecamatan Paleteang.
3. Ketinggian 400 – 1000 m dpl
Wilayah yang termasuk ke dalam klasifikasi ketinggian ini sebagian kecil
wilayah meliputi Kecamatan Duampanua.
4. Ketinggian di atas 1000 m dpl
Wilayah yang termasuk ke dalam klasifikasi ketinggian ini terdiri dari
sebagian Kecamatan Lembang dan Batulappa
41
1.1.4. Letak dan Kondisi Geografis
Kabupaten Pinrang berada ± 180 Km dari Kota Makassar terletak pada
koordinat antara 4º10’30” sampai 3º19’13” Lintang Selatan dan 119º26’30”
sampai 119º47’20”Bujur Timur. Kabupaten Pinrang berada pada perbatasan
dengan Provinsi Sulawesi Barat, serta menjadi jalur lintas darat dari dua jalur
utama, baik antar provinsi dan antar kabupaten di Selawesi Selatan, yakni dari
arah selatan: Makassar, Parepare ke wilayah Provinsi Sulawesi Barat, dan dari
arah Timur: kabupaten-kabupaten di bagian timur dan tengah Sulawesi Selatan
menuju Provinsi Sulawesi Barat.
1.1.5. Geologi
Geologi wilayah Kabupaten Pinrang dari hasil pengamatan dan kompilasi
Peta Geologi Kabupaten Pinrang, maka susunan lapisan batuan dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Endapan alluvium dan sungai, Endapan alluvium dan sungai mempunyai
ketebalan antara 100-150 meter, terdiri dari atas lempung, lanau, pasir dan
kerikil. Pada umumnya endapan lapisan ini mempunyai kelulusan air yang
bervariasi dan kecil hingga tinggi. Potensi air tanah dangkal cukup besar
tetapi sebagian wilayah kualitasnya kurang baik. Muka air tanah dangkal 1-
1,50 meter.
2. Batuan gunung api tersusun atas breksi dengan komponen bersusun trakhit
dan andesit, tufa batu apung, batu pasir terfaan, konglomerat dan breki
terfaan, ketebalannya berkisar 500 meter, penyebarannya dibagian utara Kota
Pinrang, Sekitar Bulu Lemo, Bulu Pakoro sedangkan dibagian selatan sekitar
42
Bulu Manarang, Bulu Paleteang, Bulu Lasako (berbatasan dengan Parepare).
Kearah Bungin terdapat batu gamping terumbu yang umumnya relatif sama
dengan batuan gunung api.
3. Batuan aliran lava, Batuan aliran lava bersusun trakhit abu-abu muda hingga
putih, bekekar tiang, penyebarannya kearah daerah Kabupaten Pinrang, yaitu
sekitar Kecamatan Lembang dan Kecamatan Duampanua.
4. Batuan konglomerat (Formasi Walanae), Batuan ini terletak dibagian Timur
Laut Pinrang, sekitar Malimpung sampai kewilayah Kabupaten Sidrap,
satuan batuan ini terdiri atas konglomerat, sedikit batu pasir glakonit dan
serpih dan membentuk morfologi bergelombang dan tebalnya kira-kira
hingga 400 meter.
5. Batuan lava bersusun basol hingga andesit, Satuan batuan ini berbentuk lava
bantal, breksi andesit piroksin dan andesit trakhit. Tebalnya 50 hingga 100
meter dengan penyebaran sekitar Bulu Tirasa dan Pakoro.
6. Batu pasir, Satuan batuan ini bersusun andesit, batu lanau, konglomerat dan
breksi. Struktur sesar diperkirakan terdapat pada batuan aliran lava dan batu
pasir bersusun andesit, berupa sesar normal.
1.1.6. Hidrologi
Di Kabupaten Pinrang, terdapat dua sungai besar yaitu sungai Mamasa dan
Sungai Saddang, dimana sungai Mamasa sebenarnya masih merupakan anak
sungai Saddang.
43
Saat ini sungai Mamasa dimanfaatkan untuk keperluan Pembangkit Listrik
Tenaga Air (PLTA) Bakaru yang berlokasi di Desa Ulu Saddang. Kecamatan
Lembang.
PLTA yang ada ini selain untuk memenuhi kebutuhan listrik di Kabupaten
Pinrang, juga untuk memenuhi kebutuhan listrik di Provinsi Sulawesi Selatan.
Sedangkan Sungai Saddang dimanfaatkan untuk pengairan pertanian dengan
cakupan pelayanan selain Kabupaten Pinrang juga melayani Kabupaten
Sidrap.
1.1.7. Klimatologi
Klasifikasi iklim menurut Smith-Ferguson, tipe iklim Wilayah Kabupaten
Pinrang termasuk tipe A dan B dengan curah hujan terjadi pada bulan Desember
hingga Juni dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret. Musim
kemarau terjadi pada bulan Juni sampai September. Kriteria tipe iklim menurut
Oldeman Syarifuddin bulan basah di Kabupaten Pinrang tercatat 7 - 9 bulan,
bulan lembab 1-2 bulan dan bulan kering 2-4 bulan. Tipe iklim menurut
klasifikasi Oldeman Syarifuddin adalah iklim B dan C. Curah hujan tahunan
berkisar antara 1073 mm sampai 2910 mm, Evaporasi rata-rata tahunan di
Kabupaten Pinrang berkisar antara 5,5 mm/hari sampai 8,7 mm/hari. Suhu rata-
rata normal antara 27°C dengan kelembaban udara 82% - 85%.
Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Pinrang, rata-rata curah hujan di
Kabupaten Pinrang pada tahun 2012 sebesar 102,58 mm/bulan. Curah hujan
terendah terjadi pada bulan September yakni sebesar 32 Mm, sedangkan curah
hujan tertinggi terjadi pada bulan April yakni sebesar 179 Mm.
44
1.1.8. Kawasan Budidaya
Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Pinrang merupakan rencana
distribusi peruntukan ruang dalam wilayah Kabupaten Pinrang yang meliputi
rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan rencana peruntukan ruang
untuk fungsi budidaya.
Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Pinrang berfungsi :
1. Sebagai alokasi ruang untuk berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat
dan kegiatan pelestarian lingkungan dalam wilayah Kabupaten Pinrang.
2. Mengatur keseimbangan dan keserasian peruntukan ruang.
3. Sebagai dasar penyusunan indikasi program utama jangka menengah lima
tahunan untuk dua puluh tahun, dan
4. Sebagai dasar dalam pemberian izin pemanfaatan ruang pada wilayah
Kabupaten Pinrang.
1.1.9. Kawasan Pertanian
Kabupaten Pinrang merupakan salah satu wilayah sentra produksi beras di
Provinsi Sulawesi Selatan yang termasuk Kawasan Bosowasipilu (kawasan
sentra produksi beras) dengan luas areal persawahan potensial ± 44.861 Ha
(22,87% luas wilayah Kabupaten Pinrang).
Jenis komoditi tanaman pangan selain padi yang merupakan komoditi
unggulan antara lain: jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, dan kedele.
Pada dasarnya persebaran produksi tanaman pangan jenis padi di wilayah
Kabupaten Pinrang tersebar secara merata di seluruh wilayah, dimana semua
45
wilayah kecamatan memiliki areal persawahan yang produktif dengan sumber
pengairan dari irigasi teknis.
Sedangkan kawasan tanaman pangan lahan kering yang merupakan
kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan kering untuk tanaman
palawija, holtikultura atau tanaman pangan tahunan, pengembangan kegiatannya
tersebar merata diseluruh wilayah kecamatan dengan luas areal yang diarahkan
untuk pengembangan lahan kering adalah 30.914 ha.
B. Hasil Penelitian Berdasarkan Karakterisrik Responden
Berdasarkan karakteristik responden sebanyak 7 orang responden
dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, umur, dan tingkat pendidikan
a. Jenis kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki 6 85
Perempuan 1 14,2
Jumlah 7 100
Sumber : Data Primer (diolah), 2017
Tabel di atas menunjukkan bahwa jenis umur yang merespons tentang
Implementasi kebijakan distribusi pupuk bersubsidi di Desa Samaenre Kecamatan
Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang, Tabel di atas menunjukkan bahwa jenis
kelamin yang merespons tentang, yang terlihat dari perbedaan persentase berjenis
kelamin laki-laki (85,7) dan berjenis kelamin perempuan (14,2).
46
b. Umur
Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Umur Frekuensi Persentase
30 2 28,57
35 1 14,28
55 1 14,28
56 3 42,85
Jumlah 7 100
Sumber : Data Primer (diolah), 2017
Tabel di atas menunjukkan bahwa jenis umur yang merespons tentang
Implementasi kebijakan distribusi pupuk bersubsidi di Desa Samaenre Kecamatan
Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang, yang terlihat dari perbedaan persentase umur
adalah umur 30 tahun berjumlah 2 orang dengan persentase 28,57, umur 35 tahun
berjumlah 1 orang dengan persentase 14,28, umur 55 tahun berjumlah 1 orang
dengan persentase 14,28, dan umur 56 tahun berjumlah 3 orang dengan persentase
42,85.
c. Tingkat Pendidikan
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan Frekuensi Persentase
SD 1 14,28
SMP 0 0
SMA 2 28,57
S1 4 57,14
Jumlah 30 100
Sumber : Data primer ( diolah ), 2017
Tabel diatas menunjukkan bahwa jenis tingkat pendidikan yang merespon
Implementasi kebijakan distribusi pupuk bersubsidi di Desa Samaenre Kecamatan
47
Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang adalah responden yang berpendidikan SD
berjumlah 1 orang dengan perentase sebesar 14,28, SMA berjumlah 2 orang
dengan persentase sebesar 28,57, dan berpendidikan S1 berjumlah 4 orang dengan
perentase sebesar 57,14.
Berdasarkan hasil wawancara langsung oleh AMA kepala dinas pertanian
di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang, tentang
Implementasi kebijakan distribusi pupuk bersubsidi diDesa Samaenre Kecamatan
Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang bahwa;
1. Implementasi Kebijakan Distribusi Pupuk Bersubsidi diDesa Samaenre
Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang
“Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah suatu cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Implementasi kebijakan merupakan tahap
yang paling penting dalam proses kebijakan”.(Hasil wawancara AMA pada
tanggal 6 maret tahun 2017).
Dari hasil wawancara penulis , maka dapat disimpulkan bahwa
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat
mencapai tujuannya. Implementasi kebijakan merupakan tahap yang paling
penting dalam proses kebijakan.
Berdasarkan hasil wawancara langsung oleh MAK karyawan dinas
pertanian di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang,
tentang Implementasi kebijakan distribusi pupuk bersubsidi diDesa Samaenre
Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang bahwa;
“Implementasi kebijakan berkaitan dengan berbagai kegiatan yang
diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif
mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan
kebijakan yang telah diseleksi. Sehingga dengan mengorganisir, seorang eksekutif
mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, Unit-unit dan teknik
48
yang dapat mendukung pelaksanaan program, serta melakukan interpretasi
terhadap perencanaan yang telah dibuat, dan petunjuk yang dapat diikuti dengan
mudah bagi realisasi program yang dilaksanakan”. (Hasil wawancara MAK pada
tanggal 6 maret tahun 2017).
Dari hasil wawancara penulis, maka dapat disimpulkan bahwa
Implementasi kebijakan berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk
merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk
mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah
diseleksi dari berbagai unik dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan
program penyaluran pupuk bersubsidi.
Berdasarkan hasil wawancara langsung oleh parah petani (RM, MN, MT,
dan MAR) di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang,
tentang Implementasi kebijakan distribusi pupuk bersubsidi diDesa Samaenre
Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang bahwa;
“Implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang
terjadi setelah suatu perundang-undangan ditetapkan dengan memberikan otoritas
pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur.
Dengan demikian tugas implementasi kebijakan sebagai suatu penghubung yang
memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil melalui aktivitas atau
kegiatan dan program pemerintah.”(Hasil wawancara RM,MN,MT, dan MAR
pada tanggal 6 maret tahun 2017).
Dari hasil wawancara penulis, maka dapat disimpulkan bahwa
Implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang terjadi
setelah suatu perundang-undangan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada
suatu kebijakan.
49
a. Komunikasi
Dalam berbagai kasus, implementasi sebuah program terkadang perlu
didukung dan dikoordinasikan dengan instansi lain agar tercapai keberhasilan
yang diinginkan.
Berdasarkan hasil wawancara langsung oleh parah petani (RM, MN, MT,
dan MAR) di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang,
tentang komunikasi pupuk bersubsidi diDesa Samaenre Kecamatan Mattiro
Sompe Kabupaten Pinrang bahwa;
“Sebuah strategi dasar yang akan menjadi panutan dan sebuah pengatur
rancangan dalam proses komunikasi. Sedangkan konsep komunikasi adalah
sarana mengimplementasikan hasil rancangan dari beberapa teori yang sudah
diterapkan.”(Hasil wawancara RM,MN,MT, dan MAR pada tanggal 6 maret
tahun 2017).
“Karena seorang Komunikator itu harus mempunyai kemampuan komunikasi
yang baik supaya seorang komunikan dapat menangkap pesan secara cepat dan
tepat. ”(Hasil wawancara RM,MN,MT, dan MAR pada tanggal 6 maret tahun
2017).
b. Sumber daya
Kebijakan perlu didukung oleh sumber daya, baik itu sumber daya
manusia maupun sumber daya non manusia.
Berdasarkan hasil wawancara langsung oleh parah petani (RM, MN, MT,
dan MAR) di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang,
tentang sumber daya pupuk bersubsidi diDesa Samaenre Kecamatan Mattiro
Sompe Kabupaten Pinrang bahwa;
“Program pupuk bersubsidi mengacu pada penggunaan pupuk yang fektif,
yakni pemupukan berimbang sesuai rekomendasi spesifik lokasi atau standar
teknis penggunaan pupuk yang dianjurkan. Dalam penerapan pemupukan
berimbang sangat dibutuhkan modal yang cukup.”(Hasil wawancara RM,MN,MT,
dan MAR pada tanggal 6 maret tahun 2017).
50
c. Disposisi
Berdasarkan hasil wawancara langsung oleh parah petani (RM, MN, MT,
dan MAR) di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang,
tentang disposisi pupuk bersubsidi diDesa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe
Kabupaten Pinrang bahwa;
“Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana akan sangat banyak
mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik.
Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah
hasil formulasi orang-orang yang terkait langsung terhadap kebijakan yang
mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan.”(Hasil
wawancara RM,MN,MT, dan MAR pada tanggal 6 maret tahun 2017).
d. Birokrasi
Berdasarkan hasil wawancara langsung oleh parah petani (RM, MN, MT,
dan MAR) di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang,
tentang birokrasi pupuk bersubsidi diDesa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe
Kabupaten Pinrang bahwa;
“Mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur
birokrasi. Walaupun sumber daya untuk melaksanakan suatu kebijakan tersedia,
atau para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, dan
mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan
kebijakan tersebut tida.”(Hasil wawancara RM,MN,MT, dan MAR pada tanggal
6 maret tahun 2017).
2. Pengaruh tepat harga (harga terjangkau)
Berdasarkan hasil wawancara langsung oleh MAK karyawan dinas
pertanian di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang,
tentang pengaruh tepat harga pupuk bersubsidi diDesa Samaenre Kecamatan
Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang bahwa;
51
“Pemberian subsidi harga pupuk oleh pemerintah melalui pengadaan
pupuk bersubsidi diDesa Samaenre merupakan subsidi bagi subsektor ekonomi
dengan pendekatan supply side akan diketahui berapa perubahan yang terjadi
akibat adanya subsidi di sektor industri kimia dan pupuk, dengan asumsi sektor
lain tidak ikut menaikkan atau mengurangi subsidi, dan pembiayaan terhadap
input primer lain juga tidak mengalami perubahan.” (Hasil wawancara MAK
pada tanggal 6 maret tahun 2017).
Dari hasil wawancara penulis, maka dapat disimpulkan bahwa Pemberian
subsidi harga pupuk oleh pemerintah melalui pengadaan pupuk bersubsidi
merupakan subsidi bagi subsektor ekonomi dengan pendekatan supply side akan
diketahui berapa perubahan yang terjadi akibat adanya subsidi di sektor industri
kimia.
Berdasarkan hasil wawancara langsung oleh parah petani (RM, MN, MT,
dan MAR) di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang,
tentang pengaruh tepat harga (harga terjangkau) pupuk bersubsidi diDesa
Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang bahwa;
“Indikator tepat harga dapat dilihat dari tempat penebusan pupuk
bersubsidi sesuai dengan ketentuan, pembelian bupuk Bersubsidi harus sesuai
dengan pengecer resmi yang telah ditunjuk.” (Hasil wawancara RM, MN,
MT, dan MAR pada tanggal 6 maret tahun 2017).
Dari hasil wawancara penulis, maka dapat disimpulkan bahwa Indikator
tepat harga dapat dilihat dari tempat penebusan pupuk bersubsidi berdasarkan
mekanisme penyaluran yang telah ditetapkan pemerintah.
Berdasarkan hasil wawancara langsung oleh parah petani (RM, MN, MT,
dan MAR) di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang,
tentang pengaruh tepat harga pupuk bersubsidi diDesa Samaenre Kecamatan
Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang bahwa;
52
“Tepat harga adalah kondisi dimana harga pembelian pupuk organik oleh
petani secara kontan sama dengan HET dan efektivitas distribusi subsidi pupuk
organik oleh pemerintah dalam indikator tepat harga, dikategorikan sangat
efektif.”(Hasil wawancara RM,MN,MT, dan MAR pada tanggal 6 maret tahun
2017).
Dari hasil wawancara penulis, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas
distribusi subsidi pupuk organik oleh pemerintah dalam indikator tepat harga
adalah kategori sangat efektif.
3. Pengaruh tepat jumlah (jumlah terjangkau)
Berdasarkan hasil wawancara langsung oleh AMK karyawan dinas
pertanian di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang,
tentang pengaruh tepat jumlah pupuk bersubsidi diDesa Samaenre Kecamatan
Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang bahwa;
“Pengaruh tepat jumlah pupuk organik yang diterima petani sesuai dengan
dosis yang dianjurkan Pemerintah dan efektivitas distribusi subsidi pupuk organik
oleh pemerintah dalam indikator tepat jumlah, dikategorikan sangat efektif.”
(Hasil wawancara AMK pada tanggal 6 maret tahun 2017).
Dari hasil wawancara penulis, maka dapat disimpulkan bahwa Pengaruh
tepat jumlah pupuk organik yang diterima petani sesuai dengan dosis yang
dianjurkan Pemerintah dan efektivitas distribusi subsidi pupuk organik oleh
pemerintah dalam indikator tepat jumlah, dikategorikan sangat efektif.
Berdasarkan hasil wawancara langsung oleh MAK karyawan dinas
pertanian di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang,
tentang pengaruh tepat jumlah pupuk bersubsidi diDesa Samaenre Kecamatan
Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang bahwa;
“Untuk indikator tepat jumlah dapat dilihat berdasarkan penggunaan pupuk
oleh para petani dan Indikator tepat jumlah yang dimaksud adalah pemupukan
53
dilakukan sesuai dengan dosis atau jumlah berdasarkan analisa status hara
tanahdan kebutuhan tanaman jumlah pupuk yang tepat berdasarkan status dan
kebutuhan tanaman yang dianjurkan adalah kombinasi .” (Hasil wawancara MAK
pada tanggal 6 maret tahun 2017).
Dari hasil wawancara penulis, maka dapat disimpulkan bahwa indikator
tepat jumlah dapat dilihat berdasarkan penggunaan pupuk oleh para petani dan
Indikator tepat jumlah yang dimaksud adalah pemupukan dilakukan sesuai dengan
dosis atau jumlah.
Berdasarkan hasil wawancara langsung oleh parah petani (RM, MN, MT,
dan MAR) di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang,
tentang pengaruh tepat jumlah pupuk bersubsidi diDesa Samaenre Kecamatan
Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang bahwa;
“Kebijakan subsidi pupuk belum dapat dikategorikan efektif dalam
indikator tepat jumlah. Oleh karena itu, perlu adanya penyuluhan dari pemerintah
kepada petani tentang penggunaan pupuk yang sesuai dengan anjuran agar hasil
produksi padi mereka lebih maksimal karena apabila penggunaan tidak sesuai
dengan anjuran baik di atas maupun di bawah anjuran akan mempengaruhi
produksi padi.”(Hasil wawancara RM,MN,MT, dan MAR pada tanggal 6 maret
tahun 2017).
Dari hasil wawancara penulis, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan
subsidi pupuk belum dapat dikategorikan efektif dalam indikator tepat jumlah.
Oleh karena itu, perlu adanya penyuluhan dari pemerintah kepada petani tentang
penggunaan pupuk yang sesuai dengan anjuran.
4. Kesesuaian harga dan jumlah pupuk bersubsidi
Berdasarkan hasil wawancara langsung oleh parah petani (RM, MN, MT,
dan MAR) di Desa Samaenre Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang,
54
tentang kesesuaian harga dan jumlah pupuk bersubsidi diDesa Samaenre
Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang bahwa;
“Kesesuaian harga pupuk yang diterima petani dengan harga yang
ditentukan Pemerintah berhubungan sangat nyata dengan respon petani padi
terhadap subsidi pupuk melalui kios tani, selanjutnya ketepatan waktu penyaluran
pupuk, luas lahan, dan lama berusahatani berhubungan nyata dengan respon
petani padi terhadap subsidi pupuk melalui kios tani dan banyaknya petani yang
membeli pupuk di kios tani, besarnya jumlah pupuk yang dibeli petani di kios tani
serta jenis pupuk yang dibeli petani di kios tani”(Hasil wawancara RM,MN,MT,
dan MAR pada tanggal 6 maret tahun 2017).
Dari hasil wawancara penulis, maka dapat disimpulkan bahwa kesesuaian
harga pupuk yang diterima petani dengan harga yang ditentukan Pemerintah
berhubungan sangat nyata dengan respon petani padi terhadap subsidi pupuk.
Berdasarkan hasil wawancara penulis, maka dapat disimpulkan bahwa
berdasarkan Implementasi kebijakan distribusi pupuk bersubsidi diDesa Samaenre
Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang merupakan Implementasi
kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai
tujuannya. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Implementasi kebijakan merupakan tahap
yang paling penting dalam proses kebijakan.
Implementasi kebijakan merupakan tahap yang paling penting dalam
proses kebijakan dan efektivitas distribusi subsidi pupuk organik oleh pemerintah
dalam indikator tepat harga dan tepat jumlah adalah kategori sangat efektif.
Pemberian subsidi harga pupuk oleh pemerintah melalui pengadaan pupuk
bersubsidi merupakan subsidi bagi subsektor ekonomi dengan pendekatan supply
side akan diketahui berapa perubahan yang terjadi akibat adanya subsidi di sektor
industri kimia. kebijakan subsidi pupuk belum dapat dikategorikan efektif dalam
55
indikator tepat jumlah. Oleh karena itu, perlu adanya penyuluhan dari pemerintah
kepada petani tentang penggunaan pupuk yang sesuai dengan anjuran.
56
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka
penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan
dapat mencapai tujuannya
2. Pemberian subsidi harga pupuk oleh pemerintah melalui pengadaan pupuk
bersubsidi merupakan subsidi bagi subsektor ekonomi dengan pendekatan
supply side akan diketahui berapa perubahan yang terjadi akibat adanya
subsidi di sektor industri kimia
3. Pengaruh tepat jumlah pupuk organik yang diterima petani sesuai dengan
dosis yang dianjurkan Pemerintah dan efektivitas distribusi subsidi pupuk
organik oleh pemerintah dalam indikator tepat jumlah, dikategorikan sangat
efektif.
4. Kesesuaian harga pupuk yang diterima petani dengan harga yang ditentukan
Pemerintah berhubungan sangat nyata dengan respon petani padi terhadap
subsidi pupuk
B. Saran
1. Diharapkan pemerintah dapat melindungi petani yang pada akhirnya bisa
meningkatkan produktivitas dan meningkatkan taraf ekonomi para petani.
2. Diperlukan adanya dukungan penyediaan pupuk yang memenuhi prinsip dari
segi jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, dan mutu.
56
57
DAFTAR PUSTAKA
Agustino. 2006. Pengertian Implementasi Kebijakan menurut Bardach. SKRIPSI.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Semarang.
Agustino. 2006. Pengertian Implementasi Kebijakan menurut Metter. SKRIPSI.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Semarang.
Agustino. 2006. Pengertian Implementasi Kebijakan menurut Mazmanian dan
Sabatier.SKRIPSI. Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Semarang
Ardiyanto Wahyu. 2013. Kajian Pupuk Bersubsidi Di Pekalongan (Studi Kasus di
Kecamatan Kesesi).SKRIPSI. Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Semarang
David L. Weimer dan Aidan R. Vining.1980. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Keberhasilan Implementasi Kebijakan.SKRIPSI. Fakultas Ekonomika dan
Bisnis. Semarang.
Emile Durkheim. 2002. Pengertian Masyarakat. SKRIPSI. Fakultas Ekonomika
dan Bisnis. Semarang.
Emzir.2007.Metodologi Penelitian Pendidikan.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
George C. Edward III.2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan
Implementasi Kebijakan.SKRIPSI. Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
Semarang
Karl Marx. 2009. Pengertian Masyarakat. SKRIPSI. Fakultas Ekonomika dan
Bisnis. Semarang.
Koentjaraningrat. 2000. Pengertian Masyarakat. SKRIPSI. Fakultas Ekonomika
dan Bisnis. Semarang.
Mazmanian & Sabatier.2008. Pengertian Implentasi Kebijakan.SKRIPSI.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Semarang.
Metter & Horn.2000. Pengertian Implentasi Kebijakan.SKRIPSI. Fakultas
Ekonomika dan Bisnis. Semarang.
Merilee S. Grindle.2000. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan
Implementasi Kebijakan.SKRIPSI. Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
Semarang
Paul B. Horton & C.Hunt. 2002. Pengertian Masyarakat. SKRIPSI. Fakultas
Ekonomika dan Bisnis. Semarang.
57
58
Peraturan Bupati Pekalongan.2012. Nomor 4 Tahun 2012. Alokasi pupuk
bersubsidi dihitung sesuai anjuran pemupukan berimbang.
Peraturan Menteri Pertanian.2016. Nomor 60/Permentan/SR.130/12/2015 tentang
kebutuhan pupuk bersubsidi di sektor pertanian
Peraturan Menteri Pertanian.2007. Nomor 40/Permentan/OT.140/4/2007 tentang
pemupukan berimbang.
Ralp Linton. 1968. Pengertian Masyarakat. SKRIPSI. Fakultas Ekonomika dan
Bisnis. Semarang.
Selo Sumarjan.2000. Pengertian Masyarakat. SKRIPSI. Fakultas Ekonomika dan
Bisnis. Semarang.
SK Memperindag.2003. nomor 70/MPP/Kep/2/2003 tanggal 11 Februari 2003
bahwa yang dimaksud dengan pupuk bersubsidi adalah pupuk yang
pengadaan dan penyalurannya mendapat subsidi dari pemerintah untuk
kebutuhan petani yang dilaksanakan atas dasar program Pemerintah
Sugiyono, T. 2010. Dasar-Dasar Statistika. JIRCAS
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: PT Bumi Aksara.
Susila & Drajat.2008. Kajian Pupuk Bersubsidi Di Pekalongan (Studi Kasus di
Kecamatan Kesesi).SKRIPSI. Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Semarang
Tiro, M. A. 2008. Dasar-Dasar Statistika. Makassar: Andira Publisher
Tim Penyusun FKIP Unismuh Makassar. 2012. Pedoman Penulisan SKRIPSI.
Makassar: FKIP Unismuh Makassar.
Tim Penyusun Pedoman Tugas Akhir. 2009. Pedoman Tugas Akhir D III FE
UNPAK. Bogor.
Titmuss.2000. Pengertian kebijakan. SKRIPSI. Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
Semarang.
IKBAL. Di lahirkan di Pinrang, 28 September 1993 dari pasangan Ayahanda Nasir
dan Ibunda Sukarni. Penulis tamat Sekolah Dasar (SD) pada tahun 2005 di SDN 96
Citta Kab.Soppeng.
Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di SMPN 4 Liliriaja Kab.Soppeng dan tamat pada tahun 2009,
kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Atas
(SMA) di SMA Negeri 1 Liliriaja Kab.Soppeng dan tamat pada tahun 2012. Pada
tahun yang sama, penulis diterima di Universitas Muhammadiyah Makassar melalui
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada program S1 Jurusan Ilmu
Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik dan selesai tahun 2016, dengan judul
Skripsi: “Relasi Pemerintah Dan Masyarakat Sekitar Dalam Pengelolaan Hutan
Lindung Bulu Dua Di Kabupaten Soppeng”.
Penulis juga aktif diorganisasi Ikatan Mahasiswa Pelajar Soppeng (IMPS)
Komisariat Unismuh Makassar Cabang Soppeng.
Top Related