1
LAPORAN DELEGASI DPR RI
KE SECOND REGIONAL SEMINAR FOR THE ASIA-PACIFIC REGION
PARLIAMENTS ON ACHIEVING THE SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS
“ADVANCING THE SDGS FOR PEOPLE AND THE PLANET”
27-28 Mei 2019, Ulanbator – Mongolia
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
I. PENDAHULUAN
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau SDGs menjadi agenda global yang
berusaha diwujudkan negara-negara anggota PBB hingga 2030 mendatang. Berbagai
legislasi, kebijakan, program, dan aksi dicanangkan baik itu di tingkat global, regional,
dan nasional. Sustainable Development Goal (SDGs) dimaksudkan untuk fokus dan
mengoordinasikan kebijakan nasional menuju visi bersama untuk kemanusiaan. SDGs
dipandang sebagai titik awal utama untuk menyediakan lingkungan sosial dan alam yang
berkualitas lebih baik, di mana semua warga negara bebas untuk sepenuhnya
mewujudkan pembangunan manusia mereka sendiri. SDGs adalah kerangka kerja
kebijakan yang inovatif dan menyeluruh yang berpotensi mendorong dunia menuju
perubahan positif serta memastikan tidak ada yang tertinggal (no one left behind).
Parlemen dan anggota parlemen berperan penting untuk menerjemahkan SDGs ke
dalam undang-undang domestik, meminta pertanggungjawaban pemerintah dan
menyelaraskan anggaran dengan rencana pembangunan berkelanjutan nasional. Oleh
karena itu, parlemen penting dalam proses pengambilan keputusan untuk mewujudkan
komitmen global ini.
Dalam rangka untuk mendorong parlemen melembagakan SDGs di tingkat
nasional, Inter-Parliamentary Union (IPU) untuk kedua kalinya mengadakan Regional
seminar for the Asia-Pacific Region; Parliaments on Achieving the Sustainable
Development Goals. Seminar ini merupakan kelanjutan dari seminar regional yang
diadakan di Vietnam pada tahun 2017 dan mengkaji isu-isu tambahan yang penting
dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di wilayah Asia-Pasifik.
Seminar regional kedua ini akan memberi parlemen kesempatan untuk membuat
rekomendasi dan membahas peran penting yang dimainkan pendidikan dalam mencapai
SDGs. Pendidikan sangat penting untuk memutus siklus kemiskinan dan membantu
individu dan masyarakat untuk meningkatkan kesehatan mereka dengan meningkatkan
2
pengetahuan mereka atau memengaruhi sikap mereka. Seminar ini akan memberikan
penekanan khusus pada bagaimana parlemen dan anggota parlemen dapat
mempromosikan "literasi lingkungan" dan meningkatkan kesadaran tentang perubahan
iklim dan pengurangan risiko bencana. Pertemuan ini juga akan menyoroti pentingnya
untuk memastikan bahwa populasi yang terpinggirkan secara sosial dan ekonomi tidak
ketinggalan.
BKSAP DPR RI memandang perlu untuk berpartisipasi dalam regional Seminar
yang terdiri dari serangkaian diskusi panel pleno yang dipimpin oleh para ahli yang
relevan. BKSAP DPR RI ingin bertemu dengan anggota parlemen se-Asia Pasifik untuk
berbagi pengalaman, dan terlibat dalam diskusi komprehensif tentang cara-cara paling
efisien untuk melembagakan SDG dan memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal
(No one left behind). Seminar ini akan berfungsi sebagai platform untuk memungkinkan
para peserta berkenalan dengan praktik-praktik cerdas dalam mengembangkan strategi
parlemen yang efektif untuk implementasi SDG.
A. DASAR PENGIRIMAN DELEGASI
Partisipasi Delegasi DPR RI menghadiri Second Regional Seminar for the Asia-
Pacific Region Parliaments on Achieving The Sustainable Development Goals pada
tanggal 27-28 Mei 2019 di Ulanbator – Mongolia, berdasarkan Surat Keputusan
Pimpinan DPR RI No. 12/PIMP/V/2018-2019 tanggal 10 Mei 2019.
B. SUSUNAN DELEGASI DPR RI
Susunan Delegasi DPR RI pada Second Regional Seminar for the Asia-Pacific
Region Parliaments on Achieving the Sustainable Development Goals pada tanggal
27-28 Mei 2019 di Ulanbator – Mongolia, terdiri dari:
1. Dr. Nurhayati Ali Assegaf, M.Si Ketua Delegasi/F-PD/A-432
Ketua BKSAP
2. Yth. Dave Akbarshah Fikarno, ME Anggota Delegasi/F-PG/A-264
Wakil Ketua BKSAP
3. Sarwo Budi Wiryanti Sukamdani Anggota Delegasi/F-PDIP/A-144
4. Hj. Saniatul Latifa, SE Anggota Delegasi/F-PG/A-243
Selama mengikuti persidangan, Delegasi DPR RI didampingi oleh pejabat SETJEN
dan BK DPR-RI, Tenaga Ahli BKSAP dan pejabat dari Kedutaan Besar Republik
Indonesia (KBRI) Beijing yang merangkap Mongolia.
C. MAKSUD DAN TUJUAN PENGIRIMAN DELEGASI
1) Sebagai sarana untuk meningkatkan diplomasi parlemen DPR RI di kancah
regional dan global.
2) Membagikan praktik cerdas dan pengalaman Indonesia dalam implementasi
SDGs.
3) Memperluas cakrawala pergaulan internasional anggota DPR RI terutama dalam
implementasi SDGs.
3
4) Mendiseminasi WPFSD sebagai prakarsa DPR RI dalam upaya implementasi
SDGs.
5) Memperkuat kelembagaan DPR RI dari sisi diplomasi parlemen
Gb.1. Photo Session seluruh delegasi
D. PERSIAPAN PELAKSANAAN TUGAS
Sebagai persiapan substansi Delegasi DPR RI ke pertemuan dimaksud, BKSAP
telah menyiapkan bahan-bahan masukan untuk masing-masing pertemuan dengan
mempertimbangkan saran masukan Kementerian Luar Negeri, BAPPENAS dan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait isu-isu yang akan dibahas
dan poin-poin penting yang akan disampaikan Delegasi DPR RI dalam seminar
tersebut. Adapun untuk persiapan teknis, Sekretariat BKSAP DPR RI telah
melakukan koordinasi dengan pihak Kedutaan Besar RI di Beijing, Republik Rakyat
Tiongkok dan Parlemen setempat sebagai panitia.
II. ISI LAPORAN
A. AGENDA SIDANG
Agenda yang dibahas dalam Second Regional Seminar for the Asia-Pacific Region
Parliaments on Achieving The Sustainable Development Goals adalah sebagai
berikut:
Opening session Welcoming keynote addresses by senior officials of the State Great Hural and the
Inter-Parliamentary Union (IPU)
- H.E. Mr. Zandanshatar Gombojav, Chairman of the State Great Hural
- Ms. Gabriela Cuevas Barron, President, Inter-Parliamentary Union
- H.E. Khurelsukh Ukhnaa, Prime Minister of Mongolia by Mr. Altangerel
Lkhamsuren
4
Presentation by Mr. Riccardo Mesiano, Sustainable Development Officer
Environment and Development Division, United Nations Economic and Social
Commission for Asia and the Pacific “Achieving the Sustainable Development Goals (SDGs) by 2030: Trends and
progress in the Asia-Pacific region”
Briefing by Ms. Dulamsuren Oyunkhorol, MP, Mongolia, Chair of the
Standing Committee on Social Policy, Education, Culture and Science “Measures taken by the State Great Hural following the first meeting in Ho Chi
Minh, Viet Nam in 2017 and further steps”
Session I: Results obtained by Parliaments in the region by overseeing the
implementation of the SDGs: The role of the self-assessment This session will be dedicated to parliamentary activities that have been put in
place in order to advance the implementation of the SDGs at the national level.
Parliamentary representatives will be invited to present their experiences
regarding the introduction of parliamentary oversight mechanisms and
cooperation with the executive. A particular matter that will be considered is to
what extent parliaments used the IPU self-assessment toolkit to start their own
process of internal benchmarking and to assess their state of preparedness for
engagement with the SDGs.
Moderator : Ms. Oyundari Navaan - Yunden, MP, Mongolia, Member of
Bureau of the Standing Committee on Peace and Security, IPU
- Ms. Aleksandra Blagojevic, Programme Manager for International
Development, Inter-Parliamentary Union
- Mr. Dyfan Jones, Effective Governance Team Leader & Parliamentary
Development Specialist, United Nations Development Programme Pacific
Office in Fiji
- Hon. John Sala, MP, Vanuatu
Session II: Education as a critical precondition to break the cycle of poverty Ensuring quality education for all is not only central to the achievement of all
SDGs but in particular the goal to end extreme poverty. The aim of the debate on
this topic is to have an exchange of experiences in the fight against poverty in the
States in the region through education. Socially and economically marginalized
groups are the ones that face more difficulties in having access to education.
Members of parliament will have the opportunity to present their views on the
most efficient ways to address this issue in order to ensure that no one is left
behind.
Moderator : Mr. Uchral Nyam-Osor, MP, Mongolia, Member of the Bureau of
the Standing Committee on UN Affairs, IPU
- Ms. Marielza Oliveira, Director, UNESCO Beijing Cluster Office
- Mr. Baatarbileg Yondonperenlei, MP, Minister for Eduacation, Culture,
Science and Sport, Mongolia
5
Session III: Ensuring good health and well-being for all through the SDGs Good health and well-being are key determinants of human development. This
session will discuss SDG 3 on health. It will present the challenges and latest
achievements in the region on maternal, child and adolescent health, HIV/AIDS
and other diseases, as well as in sexual and reproductive health. Participants will
discuss how countries can advance their national health agenda and improve
access to healthcare for women, girls and other marginalized and vulnerable
populations, including by addressing social and financial barriers and by
ensuring that healthcare facilities adequately respond to the needs of all. The
session will also focus on the importance of having constructive debates on how
education could play a central role in protecting the health and wellbeing of
children and young people.
Moderator: Mr. Purevdorj Bukhchuluun, MP, Mongolia
- Ms. Kaori Ishikawa, Head of Office, United Nations Population Fund
(UNFPA), Mongolia
- Ms. Khuat Thi Hai Oanh, Executive Director, Center for Support
Community Development Initiatives, Viet Nam
- Dr. Nurhayati Ali Assegaf, MP, Indonesia, Chair of World Parliamentary
Forum on Sustainable Development
Session IV: What are the lessons to be learned and what preventive measure
can be taken to fight against climate change? This session will allow participants to discuss climate change from an angle
mainly focused on the importance of building a culture of prevention and
promoting a transition to a low-carbon, resource efficient and socially inclusive
economy. Participants will have the opportunity to have an exchange on how
parliaments and parliamentarians could promote “environmental literacy” and
increase awareness on climate change and disaster risk reduction. The session
will also foresee the presentation of the newly published IPU study on “The role
of parliaments in advancing transition to green economy”.
Moderator: Mr. Ayursaikhan Tumurbaatar, MP, Chairman of the Standing
Committee on Security and Foreign Policy, Mongolia
- Ms. Ana Cristina Thorlund, Programme Officer, UNDRR Office for
Northeast Asia (ONEA) and Global Education and Training Institute (GETI),
Incheon, Republic of Korea
- Ms. So-Young Lee, Research Manager, Institute for Global Environmental
Strategies, Japan
- H.E. Tserenbat Namsrai, Minister of Environment and Tourism of Mongolia.
Roundtable Discussions
- Group I on the Role of Parliamentarians in ensuring the SDGs Implementation
- Group II on Health and related issues
- Group III on Climate Change and related issues
6
Session V: Ensuring national ownership and supporting monitoring of
progress through the use of high-quality data This session will consider ways to engage citizens in the legislative and oversight
work of parliaments. The SDGs will in fact not be achieved without significant
public awareness and engagement. Participants will have the opportunity to
discuss how to ensure access to high quality data in order to measure and
monitor progress towards the SDGs and to identify innovative ways for citizens to
provide bottom-up feedback to policymakers on the implementation of the SDGs.
Particular attention will be given to practical ways to enhance this interaction,
including ways to effectively communicate on the SDGs and ensure that citizens
assume an active role in the SDGs implementation process.
Moderator: Mr. Ganzorig Temuulen, MP, Mongolia
- Hon. Ratu Epeli Nailatikau, Speaker of Parliament, Fiji
- Ms. Ayush Ariunzaya, Chairperson, National Statistics Office of Mongolia
- Mr. Batbayar Ochirbat, Executive Director, Transparancy International
Closing session – Adoption of the outcome document
B. JALANNYA PERSIDANGAN
Acara seminar ini dimulai dengan sesi pembukaan. Sesi ini diisi dengan beberapa
sambutan, presentasi pembuka, dan briefing. Sesi ini dipandu oleh Mr. Enkh-
Amgalan Luvsantseren, Vice Chairman of the State Great Hural (Parlemen)
Mongolia dan Chairman of the Inter-Parliamentary Group of Mongolia sekaligus
Ketua Pelaksana acara ini.
Sambutan pertama disampaikan oleh Ketua Parlemen Mongolia, H.E. Mr.
Zandanshatar Gombojav. Dalam sambutannya, beliau menekankan pentingnya
mencari solusi dan aksi nyata mengimplementasikan SDGs di negara masing-
masing. Parlemen harus memanfaatkan peran strategisnya dalam ikut menyukseskan
SDGs dengan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran. Parlemen dan anggota
parlemen harus bekerja keras dalam menguatkan kepemilikan nasional (national
ownership). Seminar regional kedua SDGs ini sejalan dengan momentum historis
komitmen parlemen untuk mewujudkan keadilan sosial dengan menjunjung prinsip-
prinsip kebersamaan tanpa meninggalkan siapa pun di belakang, termasuk kelompok
masyarakat rentan. 2030 adalah tahun yang menentukan kesuksesan SDGs. Untuk
saat ini, parlemen perlu mendukung pemerintah di negara masing-masing
membangun big data untuk mengevaluasi implementasi SDGs.
Sambutan kedua disampaikan oleh Presiden IPU Ms. Gabriela Cuevas Barron.
Presiden IPU menekankan bahwa IPU sejak didirikan pada tahun 1889 telah
berfokus pada pemuda, perempuan, dan hak-hak minoritas. Dalam menjalankan
fokus tersebut, IPU mengedepankan dialog politik dalam upaya ikut mewujudkan
perdamaian. Ia menyambut baik inisiatif Parlemen Mongolia bekerja sama dengan
IPU menghelat Seminar Regional kedua tentang SDGs di Asia Pasifik. Upaya ini
sejalan dengan aktivitas IPU dalam tahun-tahun terakhir terus berupaya menggalang
7
inklusivitas, mengumpulkan praktik-praktik cerdas di setiap negara, serta
pengurangan risiko bencana (DRR).
Gb.2. Sambutan Presiden IPU
Sambutan Perdana Menteri Mongolia, H.E. Mr. Khurelsukh Ukhnaa dibawakan
oleh penasehat perdana menteri Mr. Altangerel Lkhamsuren. Perdana Menteri
menyambut semua peserta yang menghadiri Seminar Regional Kedua tentang SDGs.
Ia menjabarkan kerja-kerja Pemerintah dan Parlemen Mongolia dalam
mengimplementasikan SDGs di dalam negeri. Parlemen telah menyetujui “the
Mongolia Sustainable Development Vision-2030” sebagai rancangan pembangunan
jangka panjang Mongolia pada tahun 2016 dan telah memberi mandat pada
pemerintah untuk melaksanakannya. Mongolia telah mengintegrasikan visi
pembangunan jangka panjang ini dalam rencana kerja pemerintah, rencana aksi
pemerintah, program pemerintah, serta memprioritaskan anggaran tahunan bagi
sektor pembangunan berkelanjutan. Beberapa tantangan Mongolia antara lain:
adaptasi perubahan iklim, perlindungan lingkungan, polusi, dan keanekaragaman
hayati. Seminar regional kedua ini diharapkan dapat menjadi pertemuan pemerintah,
parlemen, organisasi internasional, para pakar dan akademisi untuk menghasilkan
dokumen keluaran menyukseskan SDGs.
Selanjutnya, presentasi disampaikan oleh Mr. Riccardo Mesiano, perwakilan
UNESCAP yang menjelaskan trend dan perkembangan SDGs di kawasan Asia
Pasifik. Kawasan Asia Pasifik menunjukkan kemajuan besar di beberapa goals,
seperti goal 1 (kemiskinan), 4 (pendidikan berkualitas), dan 7 (energi). Sementara
8
stagnansi terdapat di goal 3 (kesehatan), 5 (kesetaraan gender), 6 (air bersih dan
sanitasi), 8 (pertumbuhan ekonomi), 12 (konsumsi dan produksi), dan 17
(kemitraan).
Terdapat sekitar 30 persen indikator yang membutuhkan peningkatan intensif atau
koreksi arah untuk memenuhi 2030 target adalah lingkungan. Sepuluh dari 11
indikator teratas yang paling memburuk sejak tahun 2000 adalah lingkungan, dengan
emisi gas rumah kaca (GRK) dari pertanian dan timbulan limbah berbahaya
mengambil dua tempat teratas untuk perputaran yang paling dibutuhkan. Kemajuan
untuk tujuan yang berkaitan dengan lingkungan juga termasuk yang paling sulit
diukur karena kurangnya data: 24 persen dari target yang kurang bukti adalah
lingkungan.
Untuk kawasan Asia Pasifik, disebutkan bahwa tindakan perlu diprioritaskan untuk
Goal 16 (institusi kuat). Beberapa prioritas antara lain: untuk melokalisasi Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan dengan cara memasukkan Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan 16 dalam perencanaan lokal, pemantauan anggaran, dan pelaporan
sistem. Ia juga melanjutkan perlu juga untuk memperkuat akses ke informasi dan
keterlibatan masyarakat. Perlu juga membuat data dan pelaporan untuk Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan 16. Dalam hal ini penting untuk penguatan kapasitas
sistem statistik nasional untuk berkolaborasi dengan beragam pemangku
kepentingan dalam pengumpulan data terpilah, dengan fokus khusus pada kelompok
rentan, termasuk orang-orang penyandang cacat dan kelompok masyarakat adat.
Pastikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 16 dilaporkan setiap tahun dengan
cara yang mirip dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 17.
Gb.3. Delegasi DPR RI menghadiri Opening Ceremony
9
Selain itu, untuk meningkatkan pembiayaan sektor publik melalui perpajakan
progresif, pengembangan kapasitas kelembagaan, dan partisipasi masyarakat yang
bermakna. Beliau juga menyarankan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan
dengan melembagakan platform dan mekanisme multi-pemangku kepentingan yang
inklusif untuk memastikan akuntabilitas, aksesibilitas dan transparansi melalui
berbagi informasi, pengumpulan data, pelaporan kemajuan dari bawah ke atas, serta
peninjauan alokasi dan pengeluaran dana berdasarkan standar internasional.
Yang terakhir harus menjadi prioritas, adalah pengawasan dan akuntabilitas dengan
cara memperkuat peran lembaga pengawas dan melibatkan aktor non-negara dalam
perencanaan, pelaksanaan, tinjauan kinerja, dan pelaporan Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan di semua tingkat pemerintahan.
Gb.4. Jalannya Seminar Regional
Acara dilanjutkan dengan briefing yang dibawakan oleh Ms. Oyunkhorol
Dulamsuren, Ketua Standing Committee on Social Policy, Education, Culture and
Science Parlemen Mongolia. Dalam sambutannya ia mengemukakan kesadaran
sebagai anggota parlemen untuk memainkan peran untuk memastikan implementasi
SDGs berjalan baik. Anggota parlemen harus berkomitmen kuat terhadap penguatan
kepemilikan nasional SDGs, mengawasi pemerintah, serta menjamin undang-undang
yang dihasilkan sesuai dengan capaian SDGs. Seminar regional kedua ini,
menurutnya, menekankan pada peran pendidikan dalam pengentasan kemiskinan,
memastikan layanan kesehatan untuk semua orang, perlindungan lingkungan,
pengurangan risiko perubahan iklim. Ia menekankan seminar regional kedua ini
sebagai platform pertukaran ide dan pandangan, pencarian solusi, dan asesmen
implementasi SDGs. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa seminar regional kedua ini
juga dimaksudkan sebagai penggalangan kerja sama internasional demi terwujudnya
pembangunan berkelanjutan.
10
Selanjutnya terdapat 5 (lima) sesi yang membahas tema-tema sebagai berikut:
Sesi I : Results obtained by Parliaments in the region by overseeing the
implementation of the SDGs : The role of self-assessment
Sesi ini didesain untuk pencarian upaya parlemen dalam memajukan
implementasi SDGs di tingkat nasional. Dalam konteks ini, sesi ini akan
mendiskusikan lebih jauh tentang mekanisme pengawasan parlemen dan kerja
sama antara parlemen dan eksekutif dalam mengimplementasikan SDGs.
Sesi ini dipandu oleh Ms. Oyundari Navaan-Yunden, anggota parlemen
Mongolia dan anggota Biro Standing Committee on Peace and Security IPU,
yang diisi presentasi oleh, Programme Manager for International Development,
Inter-Parliamentary Union, Mr. Dyfan Jones, Effective Governance Team
Leader & Parliamentary Development Specialist, United Nations Development
Programme Pacific Office in Fiji dan anggota parlemen Vanuatu.
Ms. Aleksandra Blagojevic, yang merupakan Manajer Program Pembangunan
Internasional IPU memaparkan pelembagaan SDGs dalam konteks kerja-kerja
parlemen. Dia memulai dengan tren global yang menunjukkan telah dilakukan 19
seminar regional SDGs di tingkat parlemen, tren menurunnya angka kemiskinan
dan diskriminasi terhadap perempuan. Kemudian dia menjelaskan kuantitas peran
parlemen dalam pelembagaan SDGs melalui survei global yang dilakukan oleh
IPU. Survei global tersebut memakai dua dimensi: (1) aktivitas parlemen; dan (2)
mekanisme parlemen.
Dimensi pertama ditemukan beberapa data, yakni : sekitar 60 persen responden
mengatakan komisi parlemen telah melakukan penyelidikan atau mengajukan
pertanyaan pada pihak eksekutif tentang implementasi SDGs; sekitar 56%
responden menjawab terdapat sesi pelatihan/sesi peningkatan untuk anggota
parlemen dan 46 % untuk staf. Hal yang penting untuk dicatat adalah sekitar 64
persen parlemen menjawab bahwa komisi terkait tidak menerbitkan laporan
SDGs, dan 51% parlemen menjawab bahwa pemerintah melaporkan
implementasi SDGs pada parlemen.
Sementara survei dengan memakai dimensi kedua menunjukkan : 52% parlemen
mempunyai mekanisme parlemen dalam pelembagaan SDGs. Mekanisme
parlemen meliputi: sistem penjuru (focal point) dan badan atau komite khusus
SDGs. Sekitar 43% parlemen yang mengarusutamakan SDGs pada komisi/badan
terkait; hanya sekitar 25% parlemen yang bertanggung jawab mengkoordinasikan
SDGs pada badan/ komite khusus SDGs. Untuk mekanisme parlemen dalam
pelaporan Voluntary National Review (VNR) menunjukkan : 52% parlemen tidak
terlibat dalam rapat dengar pendapat dengan pemerintah untuk merumuskan
rekomendasi dan kesimpulan VNR; 52% parlemen tidak diajak urun rembuk
terkait kesimpulan dan rekomendasi pemerintah yang diadopsi dalam HLPF
11
sebagai hasil akhir; 41% parlemen diikutsertakan dalam delegasi resmi HLPF;
hanya 43% parlemen yang dikonsultasikan terkait laporan VNR yang
disampaikan pemerintah dalam VNR.
Pelajaran yang dapat ditarik dari survei di atas : Jika pelembagaan SDG dalam
pekerjaan Parlemen diambil sebagai langkah pertama menuju keterlibatan yang
efektif, sekitar 50% dari parlemen telah mengambil langkah itu; Tahap
selanjutnya adalah implementasi sistematis dan penggunaan mekanisme
parlemen. Selanjutnya tidak ada satu ukuran untuk semua tentang pelembagaan
SDGs di parlemen. Di akhir paparannya, dibahas pula Self-Assessment Toolkit
yang dirilis IPU. Menurutnya, toolkit berguna untuk membantu mengidentifikasi
baseline, strategi yang dirancang dan prioritas bersama untuk melembagakan
tujuan dan terlibat dalam implementasi: Rencana aksi yang ingin dikembangkan.
Dan terakhir rencana implementasi disesuaikan dengan realitas masing-masing
parlemen serta Parlemen dapat memilih alat evaluasi utama.
Pembicara kedua adalah Effective Governance Team Leader & Parliamentary
Development Specialist, United Nations Development Programme Pacific Office
in Fiji, Mr. Dyfan Jones, yang berbagi pengalaman tentang peran parlemen
dalam pengawasan pelaksanaan SDGs. Ia menyebut penilaian diri (self-
assessment) sebagai katalisator untuk aksi nyata. Urutan kerjanya adalah :
penilaian diri-aksi-hasil. Untuk menggerakkan penilaian diri menuju aksi terdapat
tiga hal yang harus diwujudkan parlemen: kerangka kerja pelembagaan, kapasitas
kelembagaan, realitas politik. Dari itu semua, komite/badan menjadi kunci
mekanisme parlemen dalam pengawasan pelaksanaan SDGs.
Pembicara ketiga adalah anggota parlemen Vanuatu, Hon. John Sala. Menarik
dari paparan Vanuatu adalah lokalisasi SDGs Vanuatu dalam tiga pilar :
masyarakat (di antara tujuan yang ingin dicapai adalah menggelorakan identitas
kultural, pendidikan berkualitas), lingkungan (ketahanan pangan dan nutrisi,
pertumbuhan ekonomi hijau, masyarakat tangguh bencana dan iklim), dan
ekonomi (pertumbuhan ekonomi yang stabil dan merata, peningkatan
infrastruktur, dan memperkuat ekonomi desa).
Parlemen Vanuatu melakukan self-assessment terkait pelaksanaan SDGs.
Hasilnya adalah: Peluang Lebih Banyak, Pantau Kemajuan, Kurangnya Data
Yang Andal, dan Kurangnya Pemahaman oleh Anggota Parlemen. Dari hasil
evaluasi tersebut, Parlemen Vanuatu terus meningkatkan fungsi-fungsi parlemen:
pembuatan undang-undang terkait SDGs, anggaran pro SDGs, political will,
representasi konstituen, dan pengawasan program pemerintah terkait SDGs. Saat
ini Parlemen Vanuatu terus melangkah ke depan dengan program: jalan ke depan:
(1) Program dukungan untuk Parlemen; (2) Program untuk peningkatan
kesadaran Anggota Parlemen; (3) Political Will berupa reformasi Politik di
tingkat Partai Politik; (4) Program Penjangkauan konstituen; (5) Membangun
12
kapasitas Sistem di masing-masing Komisi yang ada di parlemen; (6) Kerjasama
multi-pihak; (7) Daftar periksa untuk RUU yang diajukan di Parlemen.
Sesi II : Education as a Critical Precondition to Break the Cycle of Poverty
Tujuan dari sesi kedua ini adalah untuk pertukaran pengalaman tentang
pelaksanaan pendidikan dalam memerangi kemiskinan di negara-negara di
kawasan Asia Pasifik. Perlu digarisbawahi bahwa para pemangku kepentingan
nasional perlu memastikan pendidikan yang berkualitas untuk semua orang tidak
hanya penting bagi pencapaian semua SDGs tetapi khususnya pada tujuan untuk
mengakhiri kemiskinan ekstrem.
Moderator sesi ini adalah Mr. Nyam-Osor Uchral, anggota parlemen Mongolia,
dengan pembicara Ms. Marielza Oliveira, Direktur UNESCO Beijing Cluster
Office dan Hon. Baatarbileg Yondonperenlei, Minister for Eduacation, Culture,
Science and Sport, Mongolia.
Ms. Marielza Oliveira memaparkan kontribusi UNESCO mengedepankan
SDGs dalam program dan kebijakan. Menurutnya, UNESCO berkontribusi
langsung terhadap 9 tujuan dalam SDGs, yaitu : SDG 4 (pendidikan berkualitas),
SDG 5 (kesetaraan jender), SDG 6 (air bersih dan sanitasi), SDG 9 (industri,
inovasi, dan infrastruktur), SDG 11 (kota dan masyarakat berkelanjutan), SDG 13
(Aksi Iklim), SDG 14 (kehidupan air), SDG 15 (kehidupan darat), SDG 16
(institusi kuat). Dari kesembilan tujuan tersebut, menurutnya, pendidikan
berkualitas dan inklusif untuk semua adalah kunci utama dalam pemberantasan
kemiskinan. Lebih jauh ia mengatakan agar pendidikan menjadi transformatif
dalam mendukung agenda pembangunan berkelanjutan yang baru, 'pendidikan
seperti biasa' tidak akan cukup.
Oleh karena itu, UNESCO merekomendasikan beberapa hal, di antaranya :
Perlunya kolaborasi semua sektor; Pemerintah perlu memandang pendidikan
formal dan non-formal serta pelatihan keterampilan sebagai kunci upaya mereka
untuk mengatasi masalah lintas-sektor; Kementerian Pendidikan dan Kementerian
Tenaga Kerja harus bekerja sama untuk mengurangi ketimpangan pendapatan dan
pengentasan kemiskinan; Sistem pendidikan membutuhkan peningkatan dan
pembiayaan yang dapat diprediksi; perlu peningkatan ekuitas dan Inklusi; dan
terakhir perlu mengubah fokus pendidikan: a) Dalam mengembangkan kebijakan
keterampilan, pertimbangkan kebutuhan jangka menengah dan panjang serta
implikasi pertumbuhan berkelanjutan; b) Program pendidikan kewarganegaraan,
perdamaian dan keberlanjutan bisa menjadi pengungkit penting bagi kemajuan
SDGs; c) Mempromosikan pendidikan kewarganegaraan global.
13
Pada kesempatan kedua, pembicara adalah Hon. Baatarbileg Yondonperenlei,
Minister for Education, Culture, Science and Sport, Mongolia, menyampaikan
tantangan implementasi SDGs terkait dengan kualitas pendidikan. Beliau berbagi
pengalaman Mongolia dalam implementasi SDGs pendidikan berkualitas. Yang
dimulai dengan perlunya aksesibilitas dan lingkungan belajar untuk layanan
pendidikan. Dari titik ini beliau memulai dengan komitmen Pemerintah
menyediakan pendidikan gratis untuk semua anak. Pemerintah mengalokasikan
4,7% GDP Mongolia atau rata-rata 17,2% anggaran negara untuk sektor
pendidikan. Kemudian, beliau berpendapat negara perlu menyediakan pendidikan
berkualitas yang merata.. Mongolia melaksanakan reformasi pendidikan dengan
memasukkan pendidikan kesehatan dan pendidikan kewarganegaraan dalam
kurikulum nasional. Untuk memastikan sistem pendidikan menyediakan peluang
yang merata untuk pembelajaran, Mongolia telah meratifikasi "Undang-Undang
tentang Hak Penyandang Cacat" pada tahun 2016. Turunan dari UU ini dibuat
Peraturan bagi siswa penyandang cacat untuk mendaftar di sekolah reguler dan
taman kanak-kanak. Serta Etnis minoritas seperti anak Kazakh dan Tuva
menyumbang 5 persen dari semua anak berusia 0-14. Perlu bagi pemerintah untuk
memastikan persiapan guru dan pengembangan profesional berkelanjutan.
Mongolia dalam hal ini telah menerapkan undang-undang pendukung
pengembangan guru pada tahun 2018. Hal terakhir yang perlu dilakukan
pemerintah adalah mempersiapkan profesional terampil yang kompatibel dengan
permintaan pasar tenaga kerja, dan sistem pendidikan pembelajaran seumur
hidup.
Sesi III : Ensuring Good Health and Well-Being for All through the SDGs
Sesi ketiga ini membahas SDGs 3 tentang kesehatan, yang akan mendiskusikan
bagaimana negara-negara anggota PBB dapat memajukan agenda kesehatan
nasional mereka dan meningkatkan akses ke layanan kesehatan untuk wanita,
anak perempuan dan populasi yang terpinggirkan dan rentan lainnya, termasuk
dengan mengatasi hambatan sosial dan keuangan dan dengan memastikan bahwa
fasilitas layanan kesehatan secara memadai menanggapi kebutuhan semua orang.
Sesi ini juga upaya untuk mencari jalan bagaimana pendidikan dapat memainkan
peran sentral dalam melindungi kesehatan dan kesejahteraan anak-anak dan
remaja.
Sesi ini dipandu oleh Mr. Purevdorj Bukhchuluun, MP, Mongolia. Pembicara
pertama adalah Ms. Kaori Ishikawa, Head of Office, United Nations Population
Fund (UNFPA), Mongolia, Ms. Khuat Thi Hai Oanh, Executive Director,
Center for Support Community Development Initiatives, Viet Nam dan Dr.
Nurhayati Ali Assegaf, MP, Indonesia, Chair of World Parliamentary Forum on
Sustainable Development
14
Ms. Kaori Ishikawa menyampaikan paparan tentang kesamaan antara SDGs dan
the Programme of Action of the1994 International Conference on Population and
Development (ICPD). Program Aksi Konferensi Internasional Populasi dan
Pembangunan (ICPD) tahun 1994 diadopsi oleh 179 Negara Anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa di Kairo, Mesir. ICPD didasarkan pada hak asasi
manusia dan pembangunan berkelanjutan. Menurut Kaori Ishikawa titik
persamaan terletak pada beberapa poin, seperti : "pembangunan berkelanjutan"
sebagai tujuan akhir; berpusat dan berbasis hak asasi manusia, termasuk
kesehatan dan hak seksual dan reproduksi; menempatkan kesetaraan gender di
jantung agenda; pengakuan adanya tantangan global yang saling terkait dan saling
bergantung; memiliki mandat universal—berlaku untuk semua negara; menyadari
kebutuhan kuat akan pendekatan terpadu untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan; beberapa tujuan dalam SDGs semisal SDG 3 & 5, serta target di
bawah SDG tumpang tindih secara substansial dengan ICPD.
Selanjutnya beliau memaparkan kontribusi kunci UNFPA terhadap pencapaian
SDGs. Tujuan UNFPA adalah untuk mencapai akses universal kekesehatan
seksual dan reproduksi dan hak untuk semua (SDG 3.7 dan 5.6). Terkait peran
parlemen dan anggota parlemen, dijelaskan bahwa parlemen dan anggota
parlemen dapat memberikan dukungan politik untuk membuat pemerintah
bertanggung jawab atas implementasi SDG. Saat memantau kemajuan, parlemen
dan anggota parlemen harus memastikan bahwa nilai hak asasi manusia, termasuk
kesetaraan jender yang dilakukan dalam perjanjian internasional terpenuhi.
Sejumlah negara di Asia dan Pasifik naik statusnya dari negara berpenghasilan
rendah ke negara berpenghasilan menengah. Tidak seperti tujuan pembangunan
milenium yang memfokuskan investasi keuangan dari negara-negara donor, SDG
mengutamakan investasi keuangan domestik. Anggota parlemen memiliki peran
penting untuk memastikan investasi ini harus ditujukan kepada yang rentan
termasuk anak-anak, orang muda, orang tua, orang cacat agar tidak meninggalkan
siapa pun.
Pembicara kedua Ms. Khuat Thi Hai Oanh, Executive Director, Center for
Support Community Development Initiatives, Viet Nam, yang mengatakan
anggota parlemen harus berperan mewujudkan universal health coverage (UHC).
Anggota parlemen harus memastikan konsultasi negara terjadi, terlebih anggota
parlemen harus melibatkan pemangku kepentingan untuk berpartisipasi secara
luas. Anggota parlemen dapat menginisiasi agar kepala pemerintahan atau pihak
eksekutif untuk menghadiri Pertemuan Tingkat Tinggi. Anggota parlemen harus
memastikan bahwa negara berkontribusi untuk membuat deklarasi politik
inklusif, ambisius, dapat ditindaklanjuti, dan bertanggung jawab. Terutama
anggota parlemen harus memastikan untuk membuat UHC komitmen nyata &
prestasi nyata.
15
Pembicara ketiga adalah Dr. Nurhayati Ali Assegaf, MSi, yang merupakan
Ketua World Parliamentary Forum on Sustainable Development (WPFSD),
Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, dan Ketua Panitia
Kerja (Panja) SDGs DPR RI. Beliau memberikan presentasi yang bertajuk
“Ensuring Good Health and Well-Being for All through the SDGs.” Dalam
paparannya beliau menyebutkan bahwa masalah kesehatan sangat terkait erat
dengan tujuan SDGs lainnya seperti pengentasan kemiskinan, penyediaan
pendidikan berkualitas, infrastruktur, mewujudkan kesetaraan jender dan
penguatan peran peran perempuan. Oleh karena itu implementasi Universal
Health Coverage (UHC) menjadi krusial dalam pencapaian Tujuan ketiga SDGs
yakni Menjamin Kehidupan Yang Sehat Untuk Semua. Pencapaian UHC, masih
menurutnya, dengan demikian membutuhkan komitmen, advokasi, dan tindakan
legislatif yang dilakukan melalui praktik. Dalam konteks ini, anggota parlemen
memiliki peran kunci dalam memajukan sistem kesehatan. Melalui undang-
undang, parlemen memberikan strategi untuk mencapai dan meningkatkan sistem
kesehatan. Parlemen juga memiliki suara dalam memutuskan anggaran untuk
perbaikan sektor kesehatan. Selain itu, parlemen memiliki mandat rakyat untuk
mengawasi dan mengevaluasi program pemerintah tentang kesehatan.
Selanjutnya, beliau mengungkapkan pengalaman Indonesia dalam menyediakan
layanan kesehatan bagi warga negara. Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia telah memastikan penyediaan layanan kesehatan dasar kepada warga
negara melalui Undang-Undang Nomor 36/2009 tentang Kesehatan. Undang-
undang ini mengamanatkan bahwa pemerintah harus mengalokasikan 5% dari
APBN untuk sektor kesehatan. Beliau juga menyebut Undang-Undang Nomor
40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan Undang-Undang Nomor
24/2011 tentang Badan Pelayanan Jaminan Sosial sebagai komitmen DPR RI
dalam meningkatkan sistem perawatan kesehatan dengan menerapkan Cakupan
Kesehatan Universal (UHC) melalui pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan
Kesehatan (BPJS) pada bulan Januari 2014. Dia menyebut hingga Februari 2019,
ada lebih dari 217 juta warga negara Indonesia (81,8%) telah terdaftar dalam
program ini. Lebih lanjut ia mengatakan: “Belum pernah sebelumnya di
Indonesia ada upaya yang berani untuk mereformasi layanan kesehatan. Secara
global, ini mungkin merupakan upaya paling berani dalam cakupan kesehatan
universal dekade ini; Dengan rencana untuk mencakup hampir 267 juta orang
Indonesia, BPJS akan menjadi skema UHC terbesar di dunia. Ini adalah bagian
dari dukungan DPR RI untuk pencapaian SDGs melalui berbagai produk baik
rekomendasi kebijakan maupun undang-undang.”
16
Gb.5. Ketua BKSAP saat menyampaikan paparan sebagai Pembicara di Sesi III
Di akhir paparan, beliau ia juga menyerukan kerja sama aktif antara pemerintah-
parlemen-masyarakat dalam mewujudkan program kesehatan. Beliau menyebut
Puskesmas, Suami Siaga, dan Keluarga Berencana sebagai contoh kolaborasi
aktif dan kokoh antara para pemangku kepentingan dalam mewujudkan program
layanan kesehatan di Indonesia. Ketiganya diakui secara global berperan penting
dalam hal kesehatan reproduksi, pembatasan populasi, penurunan angka kematian
ibu dan anak. Ketiga program tersebut adalah implementasi Tujuan 16 SDGs
tentang kelembagaan yang kuat serta Tujuan 17 tentang Kemitraan dalam
pencapaian SDGs.
Sesi IV : What are the lessons to be learned and what preventive measures can
be taken to fight against climate change?
Sesi ini akan membahas perubahan iklim dengan fokus pada pentingnya
membangun budaya pencegahan dan mempromosikan transisi ke ekonomi rendah
karbon, efisiensi sumber daya, dan inklusif secara sosial. Sesi ini memberikan
kesempatan untuk bertukar pikiran tentang bagaimana parlemen dan anggota
parlemen dapat mempromosikan "literasi lingkungan" dan meningkatkan
kesadaran tentang perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana.
17
Sesi dipandu oleh Hon. Mr. Ayursaikhan Tumurbaatar, anggota parlemen
Mongolia. Tampil sebagai pembicara pertama adalah Ms. Ana Cristina
Thorlund, Programme Officer, UNDRR Office for Northeast Asia (ONEA) and
Global Education and Training Institute (GETI), Incheon, Republic of Korea dan
Ms. Soyoung Lee, Research Manager, Institute for Global Environmental
Strategies, Japan.
Ms. Ana Cristina Thorlund berbicara tentang peran parlemen dalam adaptasi
perubahan iklim dan pengurangan risiko bencana. Beliau memberikan catatan
tentang peran strategis parlemen, yakni (1) Mempercepat pencapaian Target
Kerangka Sendai (Sendai Framework): dengan mendukung pengembangan
Strategi DRR nasional dan lokal (selaras dengan Kerangka Sendai); (2)
Penguatan kerangka hukum nasional: Mengembangkan undang-undang baru yang
relevan atau mengubah amandemen risiko bencana dan menetapkan alokasi
anggaran; (3) Mempromosikan mekanisme untuk menindaklanjuti, menilai secara
berkala, dan melaporkan secara publik tentang kemajuan rencana nasional dan
lokal untuk Pengurangan Risiko Bencana; (4) Memastikan semua investasi
memiliki informasi risiko, yang penting untuk pembangunan berkelanjutan dan
masyarakat inklusif; (5) Mengawasi dan mengadvokasi pengumpulan yang lebih
baik dan ketersediaan data bencana nasional yang lebih besar.
Beliau juga menggarisbawahi hasil Parliamentarian Meeting on the Occasion of
Global Platform for Disaster Risk Reduction 2019. Anggota parlemen harus
memastikan kebutuhan untuk koherensi antara rencana perubahan iklim nasional,
strategi pengurangan risiko bencana dan rencana pembangunan nasional; anggota
parlemen harus memainkan peran kunci dalam perencanaan/investasi yang
memberi informasi risiko; Perempuan memainkan peran penting sebagai agen
perubahan untuk ketahanan. Legislasi yang dihasilkan parlemen dapat membantu
memastikan perempuan terlibat di semua tingkatan; dan terakhir Anggota
parlemen dapat menjembatani tingkat nasional dan lokal.
Tampil sebagai pembicara kedua adalah Ms. Soyoung Lee, mempresentasikan
tentang Manfaat Bersama Sosial untuk Mencapai SDGs. Ia memulai dengan tren
kebijakan international pengendalian iklim. Ketika negara-negara menerapkan
Perjanjian Paris 2015 dan Agenda 2030 untuk pembangunan berkelanjutan,
seharusnya Nationally Determined Contribution (NDC) dan SDGs menjadi
prioritas perencanaan pembangunan nasional.
NDC dan SDGs menekankan pada tumbuhnya keberlanjutan dan inklusivitas:
kebutuhan untuk memastikan tindakan mitigasi perubahan iklim konsisten dengan
prioritas lingkungan dan kebutuhan sosial ekonomi lainnya. Kita dapat membuat
manfaat bersama dengan cara: Peningkatan kualitas udara/air; Peningkatan
lingkungan kerja/penciptaan pekerjaan hijau; Pengurangan kemiskinan;
Kesetaraan gender; Keamanan energi; Peluang pendidikan; dan Partisipasi lokal.
18
Untuk itu, perlu kerja bersama mewujudkan kemitraan multipihak untuk manfaat
lebih. Ada tiga sasaran dari kemitraan multipihak ini, yakni: pengembangan
kapasitas institusional, dialog kebijakan, dan inisiatif proyek percontohan.
Belaiu menjelaskan lebih lanjut bahwa proyek percontohan melibatkan
perempuan dalam inisiatif nyata di lapangan yang membangun pengetahuan dan
keterampilan untuk mitigasi perubahan iklim sambil mendapatkan manfaat mata
pencaharian lainnya. Secara bersamaan, pengembangan kapasitas kelembagaan
dan pengarusutamaan kebijakan memberdayakan kelompok perempuan dan
perempuan, melibatkan mereka dalam keputusan yang dapat membantu mencapai
hasil yang lebih tahan lama. Di akhir paparan, beliau memberikan kesimpulan
bahwa: (1) fokus pada interaksi antara perubahan iklim dan mata pencaharian
orang-orang yang kurang mampu; (2) Mencapai manfaat tambahan memerlukan
pengakuan manfaat sosial dari perubahan iklim-mulai dari penciptaan lapangan
kerja hijau hingga kesetaraan gender; (3) Perlu kebijakan untuk mencapai
manfaat tambahan yang ramah lingkungan dan berkeadilan sosial; (4) Mencapai
manfaat tambahan melalui pemerintahan partisipatif dapat memberikan
kesuksesan jangka panjang.
Pembicara ketiga adalah H.E. Tserenbat Namsrai, Menteri Lingkungan dan
Pariwisata Mongolia, memaparkan kebijakan dan aksi nasional Mongolia dalam
perubahan iklim. Menurutnya, NDC dan SDGs turut berkontribusi dalam
kebijakan dan aksi nasional Mongolia. Mongolia juga tengah mengembangkan
diversifikasi keuangan untuk perubahan iklim dan ekonomi hijau. Mekanisme
pembiayaan Mongolia bersumber dari: pertama, APBN Mongolia. Tidak kurang
dari 2 persen dari Produk Domestik Bruto Mongolia akan dialokasikan untuk
pembangunan Hijau, pengadaan publik hijau (2020-20%, 2030-30%), serta
kebijakan pajak pemerintah, undang-undang dan insentif. Kedua, pendanaan yang
bersumber dari dana internasional semisal: Green climate fund, Adaptation fund,
dan Global Environmental Facility. Ketiga, bersumber dari kemitraan publik-
swasta (public-private partnership), di antaranya: Sustainable Finance Initiative,
dan Mongolian Green Finance Corporation.
Sesi V : Engaging with citizens to ensure national ownership and support
monitoring of progress through the Use of high-quality Data
Sesi ini mendiskusikan cara dan upaya untuk melibatkan warga negara dalam
kerja legislatif dan pengawasan parlemen. Seperti diketahui bahwa SDGs tidak
akan tercapai tanpa kesadaran dan keterlibatan publik yang signifikan. Sesi ini
juga membahas bagaimana memastikan akses ke data berkualitas tinggi untuk
mengukur dan memantau kemajuan menuju SDGs dan untuk mengidentifikasi
cara-cara inovatif bagi warga negara untuk memberikan umpan balik dari bawah
ke atas kepada para pembuat kebijakan tentang implementasi SDGs.
19
Sesi ini dipandu oleh Mr. Ganzorig Temuulen, anggota parlemen Mongolia.
Pembicara pertama adalah Hon. Ratu Epeli Nailatikau, Ketua Parlemen Fiji.
Beliau berbagi tentang kondisi Fiji yang merupakan negara pulau dan
membutuhkan penyesuaian dalam kebijakan dan aksi nasional. Fiji telah
mengembangkan manajemen sistem daur ulang sampah, menekan polusi air dan
udara, dan menerapkan pajak dan pengadaan barang dan jasa hijau. Berbagai
kebijakan dan program ini untuk memastikan pembangunan ekonomi hijau yang
erat berkaitan dengan SDGs di Fiji. Terkait dengan data untuk mengukur
pencapaian SDGs, beliau mengusulkan agar parlemen mengundang pemerintah
untuk membuat metodologi asesmen yang disepakati bersama. Asesmen yang
disepakati inilah kemudian menjadi patokan dalam pengawasan implementasi
SDGs.
Pembicara kedua adalah Ms. Ayush Ariunzaya, Chairperson, National Statistics
Office of Mongolia, memaparkan Memastikan Kepemilikan Nasional dan
Memperkuat Sistem Statistik nasional untuk memenuhi Permintaan Data SDG.
Beliau menyebut tantangan penyediaan data dan statistik dalam implementasi
SDGs, yakni : sistem statistik nasional kelebihan beban, kegagalan koordinasi
dalam kolaborasi data, dan kurangnya pembiayaan untuk pengembangan
kapasitas statistik. Untuk mengatasi tantangan tersebut, ia menyebut perlu
pendekatan baru dalam pengembangan kapasitas. Pertama, perlu pendekatan
holistik untuk pengembangan kapasitas. Pendekatan holistik menyasar pada tiga
tingkat: individu, organisasi, sistem. Siklus data juga bermuara dari hulu ke hilir:
pengumpulan, produksi, analisis, diseminasi. Kedua, pandangan integratif pada
ekosistem data baru. Pendekatan kedua ini fokus pada penggunaan data dan
memenuhi kebutuhan pengguna. Selain itu, perlu kemitraan dan koordinasi
dengan penyedia data baru (yang dihasilkan warga, geospasial, data besar).
Ketiga, konsep "Industri 4.0." konsep ini membutuhkan digitalisasi,
interoperabilitas & efektivitas kolektif.
Pembicara ketiga adalah Mr. Ochirbat Batbayar, Executive Director,
Transparency International. Beliau mengeksplorasi hambatan-hambatan dalam
pengawasan SDGs. Menurutnya, efektivitas pengawasan SDGs parlemen sering
terhambat oleh beberapa hal : a) keterlibatan yang tidak memadai dalam
perencanaan nasional SDGs; b) rendahnya keterlibatan sipil yang sistematis dan
kurangnya keseimbangan gender; c) sumber daya tidak mencukupi dan
kurangnya kemauan politik; dan d) kegagalan memperbaharui struktur dan proses
untuk mencerminkan perencanaan SDGs nasional. Menurut beliau, perlu
penguatan kapasitas anggota parlemen dalam membuat asesmen kesesuaian
antara program dan realisasi untuk tujuan memantau pencapaian SDGs nasional.
20
C. PARTISIPASI DELEGASI DPR-RI
Delegasi DPR RI telah berpartisipasi dalam setiap sesi. Wakil Ketua BKSAP DPR
RI, Sdr. Dave Akbarshah Fikarno, ME mewakili Delegasi DPR RI memberikan
intervensi pada acara tersebut. Pada Sesi I beliau mengatakan bahwa parlemen perlu
menciptakan sistem evaluasi yang mencakup metode, aturan, dan prosedur kerja
untuk memastikan bahwa pemerintah representatif, transparan, mudah diakses,
akuntabel, dan seefektif mungkin. Oleh karena itu, beliau menyerukan bahwa
Parlemen perlu membentuk Komite/Badan SDGs yang memastikan koordinasi
keseluruhan komite lain dan memastikan bahwa pekerjaan mereka mendukung
implementasi SDG. Tujuan keseluruhan dari Komite SDGs tersebut adalah sebagai
pengakuan atas peran vital Parlemen dan Anggota Parlemen dalam meningkatkan
perencanaan, implementasi, pemantauan dan pertanggungjawaban intervensi dalam
pembangunan melalui legislasi dan alokasi sumber daya serta melalui pengawasan
dan pengawasan parlemen terhadap pekerjaan eksekutif.
Beliau juga menyebut praktik cerdas yang dimiliki DPR RI dengan membentuk
Panitia Kerja SDGs di bawah koordinasi BKSAP DPR RI untuk mempersiapkan dan
mengarusutamakan kerja SDGs di Parlemen. Panja SDGs terdiri dari anggota
parlemen dari Fraksi dan Komisi yang berbeda di DPR, memberikan legitimasi
untuk mengambil peran memperdalam kesadaran tentang SDGs pada seluruh
anggota DPR RI dan melihat SDGs dari berbagai perspektif.
Gb.6. Wakil Ketua BKSAP, Dave Akbarshah Fikarno saat menyampaikan intervensi
21
Sementara pada Sesi II, Sdr. Dave Akbarshah Fikarno, ME kembali
mengemukakan intervensinya tentang pentingnya peran pendidikan dalam
pengentasan kemiskinan. Ia menyebut keterkaitan pendidikan dengan kesehatan.
Menurutnya ibu-ibu yang terdidik akan menghasilkan sosok ibu yang sadar dalam
menerapkan pola hidup sehat dengan keseimbangan gizi dan nutrisi. Dikatakan pula
bahwa pendidikan kewirausahaan perlu diterapkan sejak dini untuk menghasilkan
usahawan muda yang berhasil menciptakan lapangan kerja. Pemerintah perlu
membuat kebijakan dan intensif dalam menciptakan banyak usahawan muda.
Di akhir intervensinya, beliau berbagi pengalaman tentang penerapan program
pendidikan Indonesia yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia,
antara lain adalah upaya Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan sumber daya ke
sekolah-sekolah dengan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan
mendukung orang tua mendaftarkan anak-anak mereka di sekolah melalui Program
Indonesia Pintar (PIP).
C. HASIL-HASIL YANG DICAPAI
Persidangan diakhiri dengan mengadopsi Outcome Document yang berisi poin-poin
sebagai berikut :
1) SDGs adalah kerangka kerja universal yang inovatif yang dimaksudkan untuk
membantu memfokuskan dan mengoordinasikan kebijakan nasional ke arah
pembangunan yang menyeluruh termasuk dari perspektif ekonomi, sosial dan
lingkungan. SDGs juga menyediakan platform untuk kerja sama dan dialog.
2) Untuk berkontribusi pada transformasi ini, setiap Parlemen perlu meningkatkan
kapasitasnya untuk memenuhi SDGs sesegera mungkin, dan mengidentifikasi
prioritas dan tindakan strategisnya sendiri. Pengetahuan dan peningkatan
kesadaran tentang SDGs harus ditingkatkan melalui pelatihan dan seminar
untuk memastikan bahwa anggota parlemen dan staf parlemen dapat
memperkuat kompetensi mereka dan mengambil keputusan berdasarkan
informasi tentang langkah-langkah praktis yang harus mereka lakukan untuk
memajukan pelaksanaan tujuan dan memantau kemajuan.
3) Perangkat Penilaian Mandiri SDG IPU/UNDP telah membuktikan katalis
penting untuk tindakan parlementer terhadap SDGs. IPU mendorong semua
parlemen untuk menggunakan perangkat ini untuk mengidentifikasi mekanisme
yang paling cocok untuk keterlibatan mereka dalam implementasi SDGs.
4) Setiap parlemen harus menemukan cara yang efektif untuk meminta
pertanggungjawaban pemerintah dalam tujuan-tujuan SDGs dan memastikan
bahwa undang-undang dan anggaran yang mendukungnya telah disahkan dan
disetujui. Fungsi pengawasan parlemen adalah salah satu basis demokrasi.
22
Mekanisme pengawasan, seperti rapat dengar pendapat komisi, penyelidikan
dan laporan, merupakan alat penting untuk menilai dampak konkret dari
kebijakan dan program pemerintah. Sarana yang tepat untuk koordinasi juga
harus diidentifikasi melalui latihan penilaian diri untuk memastikan bahwa SDG
terintegrasi secara transversal dan komprehensif ke dalam pekerjaan parlemen.
5) Menekankan pentingnya mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa
kesetaraan gender secara memadai diperhitungkan secara lintas sektoral dan
bahwa kebijakan dan program terkait SDGs mencerminkan kebutuhan spesifik
kaum miskin, terpinggirkan, dan rentan. Sebagai wakil rakyat yang terpilih,
anggota parlemen memiliki peran penting dalam menjangkau dan melibatkan
populasi yang terpinggirkan. Anggota parlemen juga memiliki tanggung jawab
penting dalam memastikan berjalannya kebijakan publik serta dampak
kebijakan tersebut bagi masyarakat.
6) Partisipasi perempuan dalam politik adalah penting bukan hanya karena itu
dapat memastikan parlemen lebih representatif dan inklusif, tetapi juga karena
kesetaraan gender sangat penting untuk pemerintahan yang demokratis dan
untuk pencapaian SDGs.
7) Data terpilah yang berkualitas, dapat diakses, tepat waktu dan dapat diandalkan
adalah penting untuk mengukur kemajuan terhadap prioritas nasional yang telah
ditetapkan. Setiap negara perlu terus memperbarui dan meningkatkan kapasitas
statistiknya untuk mengumpulkan dan memproses data, termasuk dalam
kaitannya dengan identifikasi populasi yang terpinggirkan dan pemrograman
bagi kaum miskin.
8) Sebagaimana dicatat dalam Deklarasi Doha yang diadopsi pada Majelis IPU ke-
140, pendidikan adalah hak asasi manusia mendasar yang memberikan individu
keterampilan nyata yang tidak hanya memungkinkan pekerjaan yang produktif,
tetapi juga mengembangkan keterampilan hidup yang mendorong keterlibatan
masyarakat dan menjamin kohesi sosial berdasarkan nilai-nilai umum. Untuk
itu, memastikan pendidikan yang berkualitas adalah penting dalam pencapaian
semua SDGs dan dalam memutus siklus kemiskinan. Parlemen berkomitmen
untuk mendukung mekanisme dan langkah-langkah pembiayaan yang bekerja
untuk mempromosikan pendidikan berkualitas dan memungkinkan akses yang
adil ke pendidikan untuk semua.
9) Kesehatan dan kesejahteraan warga negara adalah pusat pencapaian SDGs.
Parlemen harus mengambil tindakan untuk memajukan agenda kesehatan
nasional dan mempromosikan pengarusutamaan kesehatan dalam rencana dan
strategi pembangunan nasional. Untuk itu, layanan kesehatan dan fasilitas
kesehatan harus memenuhi kebutuhan semua warga negara, termasuk
perempuan, anak perempuan, remaja, dan populasi rentan dan terpinggirkan
lainnya. Meskipun terdapat kemajuan di wilayah ini tentang kesehatan ibu dan
23
anak, akses ke perawatan dan pencegahan HIV, dan akses ke layanan kesehatan
seksual dan reproduksi, ada kebutuhan untuk hukum dan kebijakan yang lebih
kuat, serta penegakan yang lebih kuat, untuk menangani masalah sosial dan
keuangan yang masih ada hambatan yang membatasi kesetaraan dalam akses ke
layanan kesehatan. Lebih jauh, parlemen didorong untuk berinvestasi dalam
mendidik warga negara tentang kesehatan, khususnya kesehatan anak-anak dan
kaum muda.
10) Mendukung upaya untuk membangun kemauan politik dan memperkuat
komitmen terhadap Universal Health Coverage (UHC) dan sistem kesehatan
berkelanjutan. Anggota parlemen memiliki tanggung jawab penting untuk
mendesak menyediakan data berkualitas yang mengidentifikasi kelompok-
kelompok yang terpinggirkan dan kurang terlayani serta mengadopsi kerangka
kerja hukum yang mendukung akses ke layanan kesehatan yang berkualitas dan
perlindungan keuangan untuk semua. Krisis kesehatan dan ancaman kesehatan
yang muncul sehubungan dengan perubahan iklim di kawasan Asia-Pasifik telah
menunjukkan bahwa sistem kesehatan yang tangguh diperlukan untuk
pencegahan dan respons terhadap wabah penyakit.
11) Perubahan iklim menghadirkan ancaman serius bagi kesehatan dan
kesejahteraan manusia, dan mengancam keuntungan pembangunan di kawasan
Asia Pasifik, sehingga penting untuk membangun budaya pencegahan dan
mendorong transisi menuju ekonomi rendah karbon, efisien sumber daya, dan
inklusif secara sosial. Secara khusus, anggota parlemen harus mempromosikan
"literasi lingkungan" dan meningkatkan kesadaran tentang perubahan iklim dan
pengurangan risiko bencana di antara warga negara. Untuk melakukannya,
anggota parlemen perlu memaksimalkan peran mereka sebagai legislator dan
pengawas, dan meningkatkan kerja sama dan kemitraan dengan tujuan untuk
berbagi informasi dan pengalaman pada skala regional dan global.
12) Risiko bencana dan degradasi lingkungan merupakan tantangan penting bagi
kawasan dan oleh karena itu menjadi bagian tak terpisahkan dari keterlibatan
parlemen dalam perubahan iklim dan program pendidikan nasional. Parlemen
perlu memastikan bahwa undang-undang melindungi lingkungan dan langkah-
langkah pencegahan dimasukkan dalam anggaran untuk menghindari dampak
perubahan iklim dan bencana alam.
13) Parlemen di semua negara harus memainkan peran aktif dalam persiapan dan
pengawasan Laporan Nasional Sukarela ke Forum Politik Tingkat Tinggi
(HLPF). Parlemen juga harus terwakili dalam delegasi nasional ke HLPF untuk
lebih memperkuat kepemilikan laporan dan memfasilitasi keterlibatan parlemen
dalam menindaklanjuti hasil dan rekomendasi.
24
14) Meminta IPU dan Parlemen Mongolia untuk membawa kesimpulan dan
rekomendasi kepada komunitas parlemen global di Majelis IPU ke-141 di
Belgrade, Serbia serta meminta IPU untuk mempromosikan keterlibatan
parlementer dengan SDGs dengan terus bekerja dengan PBB dan mitra terkait
lainnya menuju keberhasilan implementasi Agenda 2030 untuk Pembangunan
Berkelanjutan.
D. LAIN-LAIN
Selain itu, di sela-sela sesi konferensi, Ketua delegasi Yth. Dr. Nurhayati Ali
Assegaf, M.Si melakukan Kunjungan Kehormatan dan pertemuan bilateral, sebagai
berikut :
a. Kunjungan Kehormatan dengan H.E. Battulga Khaltmaa, Presiden
Mongolia
Presiden menekankan bahwa parlemen sangat berperan dalam usaha-usaha
pencapaian SDGs di masing-masing negara. Dalam kesempatan tersebut Presiden
IPU Gabriela Cuevas Baron menyampaikan terima kasih atas kesediaan Mongolia
sebagai tuan rumah event tersebut yang merupakan kontribusi besar Mongolia
dalam mendukung pencapaian SDGs. Selain itu, Presiden IPU juga
menyampaikan secara singkat kegiatan-kegiatan IPU termasuk salah satu prioritas
IPU untuk meningkatkan peran masyarakat di parlemen, yang akan
menghasilkan penerapan hukum bagi warga negara.
Gb.7. Courtesi Call para Ketua Delegasi kepada Presiden Mongolia
Di akhir pertemuan, Presiden mencatat bahwa ada banyak hal baik dan buruk
dalam perjalanan perkembangan Mongolia sejak bertransisi ke demokrasi pada
tahun 1990, tetapi Mongolia masih merupakan oasis demokrasi.
25
b. Pertemuan bilateral dengan H.E. Lenkh-Amgalan, Deputy Speaker of the
State Great Hural of Mongolia (Parlemen Mongolia)
Dalam pertemuan tersebut, Wakil Ketua Parlemen mengucapkan selamat atas
terselenggaranya Pemilu secara serentak di Indonesia. Dalam kesempatan
tersebut selain berdiskusi mengenai partai politik, Ketua Delegasi turut
mengundang anggota Parlemen Mongolia untuk berpartisipasi pada the 3rd World
Parliamentary Forum on Sustainable Development yang akan diselenggarakan
pada tanggal 4-5 September 2019 di Bali. Ditegaskan pula bahwa inisiatif ini
merupakan yang pertama kali dilakukan oleh Parlemen Indonesia dalam
mendukung pencapaian SDGs oleh para anggota parlemen;
Gb.8. Bilateral Meeting Ketua BKSAP dengan Wakil Ketua Parlemen Mongolia
III. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
1) Anggota BKSAP DPR RI terlibat secara aktif sebagai narasumber dan peserta
dalam The Second Regional Seminar for the Asia-Pacific Region; Parliaments
on Achieving the Sustainable Development Goals.
2) Partisipasi aktif Indonesia dalam memajukan SDGs dapat dilihat dari
penunjukan Dr. Nurhayati Ali Assegaf sebagai narasumber dalam Sesi III yang
membahas tentang kesehatan.
26
3) Parlemen harus memastikan kebijakan pendidikan nasional yang dijalankan oleh
pemerintah memenuhi unsur inklusivitas baik itu untuk semua kalangan sosial
maupun untuk warga rentan dan difabel.
4) Parlemen perlu mendorong pemerintah nasional masing-masing untuk
memberlakukan Universal Health Coverage (UHC) yang menyasar
perlindungan kesehatan bagi semua warga negara.
5) Parlemen mempunyai peran strategis yang harus dimainkan dalam
penggalangan kerja sama internasional demi terwujudnya pembangunan
berkelanjutan.
6) Parlemen perlu mengembangkan sistem evaluasi (self-assessment) untuk dapat
mengawasi pelaksanaan SDGs oleh pemerintah. Sistem evaluasi ini penting
untuk menancapkan kepemilikan SDGs (national ownership) di suatu negara.
7) Keberadaan komite atau badan yang mengawasi implementasi SDGs mutlak
dipunyai oleh parlemen demi mendukung kerja parlemen dalam pengawasan.
8) Parlemen dan anggota parlemen harus mempromosikan "literasi lingkungan"
dan meningkatkan kesadaran tentang perubahan iklim dan pengurangan risiko
bencana.
9) Ketersediaan data penting untuk mengukur pelaksanaan SDGs. Oleh karena itu,
parlemen harus mendorong pemerintah untuk memastikan akses ke data
berkualitas tinggi untuk mengukur dan memantau kemajuan menuju SDGs
B. REKOMENDASI
1) Keterlibatan BKSAP DPR RI dalam forum-forum parlemen khususnya Panitia
Kerja SDGs perlu ditingkatkan intensitasnya mengingat pentingnya pencapaian
SDGs di tingkat global, regional, maupun nasional.
2) Keterlibatan BKSAP DPR RI dalam forum parlemen internasional maupun
regional penting dilakukan guna mendapatkan informasi tangan pertama tentang
SDGs dari para panelis dan peserta.
3) BKSAP DPR RI perlu mendorong para anggotanya untuk menjadi narasumber
ataupun panelis dalam forum internasional. Kehadiran para anggota BKSAP
DPR RI dapat memberikan perspektif Indonesia dalam agenda atau persoalan
global.
4) BKSAP DPR RI perlu mendorong capaian, praktik cerdas, dan pengalaman
Indonesia untuk didiseminasikan dalam forum-forum internasional.
5) BKSAP DPR RI harus terus mendorong Pemerintah Indonesia untuk terus
meningkatkan sistem satu data yang komprehensif dan tepat guna untuk
pengukuran keberhasilan implementasi SDGs di lapangan.
6) Laporan kerja kunjungan ke Mongolia ini akan disebarluaskan ke komisi-komisi
dan badan terkait untuk ditindaklanjuti dalam pembahasan undang-undang,
rapat kerja dengan pemerintah, dan rapat dengar pendapat umum (RDPU)
dengan pemerintah.
27
7) BKSAP perlu diberikan otoritas penuh sebagai penjuru (focal point) SDGs di
DPR RI. Ke depan BKSAP dapat mengawasi dan memanggil pemerintah terkait
pelaksanaan SDGs.
8) DPR RI perlu segera membuat mekanisme parlemen dalam memantau kinerja
pemerintah dalam implementasi SDGs.
IV. PENUTUP
A. ANGGARAN
Biaya yang digunakan untuk melakukan perjalanan 4 (empat) Anggota, 1 (satu)
Sekretaris Delegasi dan 1 (satu) Tenaga Ahli BKSAP adalah Rp. 386.309.690,-
(Tiga Ratus Delapan Puluh Enam Juta Tiga Ratus Sembilan Ribu Enam Ratus
Sembilan Puluh Rupiah).
B. KETERANGAN LAMPIRAN
Laporan ini dilengkapi oleh lampiran hasil-hasil persidangan sebagai berikut:
Outcome Document
Program
List of Participants
Demikian pokok-pokok laporan Delegasi DPR RI ke Second Regional Seminar for
the Asia-Pacific Region Parliaments on Achieving The Sustainable Development
Goals pada tanggal 27-28 Mei 2019 di Ulanbator – Mongolia.
Semoga bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Mei 2019
Top Related