INTERPRETASI AYAT-AYAT HIJAB DI PONDOK PESANTREN UBAY
BIN KA’AB (STUDI KASUS LIVING QUR’AN)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S. )
dalam Ilmu (Ilmu Al-Qur’an Tafsir) Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Oleh
ANGGA PANCA SERA
UT.
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
i
ii
iii
iv
Motto
. demi masa.
. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran.1
1Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, ), hal. .
v
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh fenomena hijab di Indonesia, yang
memprihatinkan dan memerlukan perhatian, dimana munculnya hijab style dizaman
sekarang ini mengakibatkan adanya ukuran jilbab atau hijab. Ada jilbab besar, kecil,
dll. Yang mirisnya lagi kaum muslimah atau mahasiswi yang sedang duduk di
bangku kuliah di salah satu Universitas Islam di Jogja. Itu mendapat diskriminasi,
karena mereka memakai niqab atau cadar di aktivitas kampusnya. Mereka di anggap
identik dengan paham atau ideologi radikalisme yang berkembang pada saat ini.
Fenomena inilah peneliti tertarik untuk menemukan atau meneliti batasan-batasan
atau ukuran hijab ini seperti apa sebenarnya, dan cadar ini apa sebenarnya.
Pendekatan penelitian yang penulis pakai adalah penelitian kualitatif dengan
metode fenomologi. Penelitian ini secara umum di usahakan untuk mencapai
mengetahui apa-apa saja dalil niqab atau cadar, kitab-kitab tafsir apa yang di pakai,
dan pemahaman guru dan santriwati di Ponpes Ubay bin Ka’ab.
Hasilnya penulis menemukan bahwa metode interpretasi guru dan santri
pondok pesantren Ubay bin Ka’ab terhadap ayat-ayat hijab adalah, mereka memakai
metode bilma’tsur, dimana ketika mereka mau memahami suatu ayat al-Qur’an
mereka hanya mempelajari kitab-kitab tafsir terdahulu dan tanpa mengkaji teks dan
konteks zaman sekarang mereka cenderung mengikuti ulama-ulama salaf yang mana
didalam visi misi pesantren tersebut ialah mereka berharap nantinya para santri
memiliki wawasan Ilmu Syar’i berdasarkan al-Qur’an dan As-Sunnah menurut
pemahaman Salaful Ummah.
Akhirnya penulis merekomendasikan kepada umat Islam untuk dapat
memahami ayat al-Qur’an dengan sebenar-benarnya dengan cara tidak hanya
membaca kitab tafsir tapi mempelajarinya secara mendalam, agar makna al-Qur’an
tidak sesempit yang ditemukan, sehingga al-Qur’an dapat menjadi petunjuk bagi kita
semua.
vi
PERSEMBAHAN
Sujud syukurku kusembahkan kepadaMu ya Allah, Tuhan Yang Maha Agung dan
Maha Tinggi. Atas takdirmu saya bisa menjadi pribadi yang berpikir, berilmu,
beriman dan bersabar. Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal untuk
masa depanku, dalam meraih cita-cita saya.
Ayahanda dan Ibunda tercinta dan tersayang
Apa yang saya dapatkan hari ini, belum mampu membayar semua kebaikan, keringat,
dan juga air mata bagi saya. Terima kasih atas segala dukungan kalian, baik dalam
bentuk materi maupun moril. Karya ini saya persembahkan untuk kalian, sebagai
wujud rasa terima kasih atas pengorbanan dan jerih payah kalian sehingga saya dapat
menggapai cita-cita. Kelak cita-cita saya ini akan menjadi persembahan yang paling
mulia untuk Ayah dan Ibu, dan semoga dapat membahagiakan kalian.
Terima kasih selanjutnya untuk adik saya yang luar biasa, dalam memberi dukungan
dan doa yang tanpa henti. tiada waktu yang paling berharga dalam hidup selain
menghabiskan waktu dengan dirimu. Walaupun saat dekat kita sering bertengkar, tapi
saat jauh kita saling merindukan. Terima kasih untuk bantuan dan semangat dari
dirimu, semoga awal dari kesuksesan saya ini dapat membanggakan kalian.
Terima kasih juga yang tak terhingga untuk para dosen pembimbing, Bapak/Ibu yang
dengan sabar melayani saya selama bimbingan skripsi ini. Terima kasih juga untuk
semua pihak yang mendukung keberhasilan skripsi saya yang tidak bisa saya
sebutkan satu per satu.
Ucapan terima kasih ini saya persembahkan juga untuk seluruh teman-teman saya di
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama angkatan . Terima kasih untuk memori
yang kita rajut setiap harinya, atas tawa yang setiap hari kita miliki, dan atas
solidaritas yang luar biasa. Sehingga masa kuliah selama tahun ini menjadi lebih
berarti. Semoga saat-saat indah itu akan selalu menjadi kenangan yang paling indah.
Untuk semua pihak yang saya sebutkan, terima kasih atas semuanya. Semoga Tuhan
senantiasa membalas setiap kebaikan kalian. Serta kehidupan kalian semua juga
dimudahkan dan diberkahi selalu oleh Allah SWT.
Saya menyadari bahwa hasil karya skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, tetapi
saya harap isinya tetap memberi manfaat sebagai ilmu dan pengetahuan bagi para
pembacanya.
vii
Kata pengantar
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT,
yang telah memberikan nikmat dan karunianya berupa kesehatan, kesempatan, dan
kekuatan lahir batin sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul,
“Interpretasi Ayat-Ayat Hijab Di Pondok Pesantren Ubay Bin Ka’ab (Studi Kasus
Living Qur’an).”
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, untuk seluruh keluarga, serta para sahabat beliau, yang senantiasa
istiqamah dalam perjuangan agama Islam. Semoga kita menjadi hamba-hamba
pilihan seperti mereka Amin ya Rabbal ‘āālamin.
Selanjutnya penulis menyadari dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis
telah di bantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima
kasih yang tak terhingga kepada beberapa pihak yang telah membantu penulisan
skripsi ini hingga selesai. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada orang tua dan keluarga yang telah menjaga, mendidik, menyayangi,
dan senantiasa mengsupport serta mendoakan penulis sehingga karya ini dapat
diselesaikan.
Dan pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
. Bapak Dr. Masiyan, M.Ag selaku pembimbing I, dan Ibu Ermawati, M.A selaku
pembimbing II.
. Ibu Ermawati, MA selaku kepala Prodi Ilmu Al-Qur’ān dan Tafsir UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
. Bapak Dr. H. Abd Ghaffar, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi
Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
. Bapak Dr. Masyan M Syam, M.Ag, bapak H. Abdullah Firdaus, Lc, MA, Ph.D,
dan bapak Dr. Pirhat Abbas, M.Ag selaku wakil Dekan I, II, III Fakultas Ushuluddin
dan Studi Agama UIN STS Jambi.
. Bapak Dr. Hadri Hasan M.Ag selaku Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
. Bapak Prof. Dr. H. Sua’idi Asy’ari, MA Ph.D, bapak Dr. H. Hidayat, M. Pd, dan
Ibu Dr. Hj. Fadlilah, M. Pd selaku wakil Rektor I, II, III, UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jamb, semoga ilmu yang diajarkan kepada penulis selama ini dapat
diamalkan sebagaimana mestisnya.
. Seluruh karyawan dan karyawati dilingkungan akademik Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
viii
. Bapak Kepala pusat perpustakan UIN Sulthan Thaha saifuddin Jambi berserta Staf-
staf nya, terima kasih yang telah memberikan pinjaman buku-buku kepada penulis
selama ini.Jambi April
. Ibu ketua perpustakaan Ushuluddin dan Studi Agama beserta Staf-stafnya,
terimakasi yang telah memberikan pinjaman buku-buku kepada penulis selama ini.
. Seluruh teman-teman seangkatan jurusan Ilmu Al-Qur’an Tafsir dan seluruh
kanda yunda adinda organisasi HMI secabang Jambi yang slama ini slalu mensuport
dan menemani.
Akhirnya penulis hanya bisa berdoa, semoga kebaikan dari semua pihak di catat
oleh Allah SWT, sebagai amal shaleh dan mendapatkan balasan yang sebaik-baiknya,
Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Tidak ada satupun sempurna di dunia ini melainkan Allah yang maha
sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kepada seluruh pihak untuk
memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini. Dan penulis berharap
semoga tulisan ini mempunyai nilai guna dan manfaat, bagi penulis khususnya dan
bagi pembaca umumnya.
Jambi September
Penulis
Angga Panca Sera
UT.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
NOTA DINAS ....................................................................................................ii
SURAT PERNYATAAN ORISINILITAS SKRIPSI ....................................iii
PENGESAHAN .................................................................................................iv
MOTTO .............................................................................................................v
ABSTRAK .........................................................................................................vi
PERSEMBAHAN ..............................................................................................vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................x
BAB PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Batasan Masalah ...................................................................................
D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian .........................................................
E. Metodologi Penelitian...........................................................................
F. Studi Relevan ........................................................................................
G. Kerangka Teori .....................................................................................
H. Sistematika Penulisan ...........................................................................
BAB II GAMBARAN UMUM YAYASAN UBAY BIN KA’AB
A. Profil Yayasan Ubay Bin Ka’ab. ..........................................................
. Profil Pondok pesantren Ubay bin Ka’a ..........................................
. Latar Belakang Berdirinya Pondok pesantren Ubay Bin Ka’ab ......
. Sumber Dana dan Fasilitas Pondok pesantren Ubay Bin Ka’ab ......
. Visi Dan Misi Pondok pesantren Ubay Bin Ka’ab ..........................
B. Staf Pengurus Pondok pesantren Ubay Bin Ka’ab ...............................
C. Jumlah dan Kegiatan Santri Pondok pesantren Ubay Bin Ka’ab .........
D. Peraturan di pondok pesantren Ubay bin Ka’ab ...................................
E. Kiprah Pondok Pesantren Ubay bin Ka’ab dalam Kegiatan
Kemasyarakatan....................................................................................
BAB III DALIL-DALIL DAN TAFSIRAN TENTANG NIQAB
A. Dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadis-Hadis Yang Dipakai Tentang Pemakaian
Niqab ....................................................................................................
. Ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsirkan untuk Berniqab ....................
. Hadits-hadits ....................................................................................
B. Gambaran Umum Terhadap Penafsiran-penafsiran Ulama Tentang Surah
an-Nur Ayat dan Surah al-Ahzab Ayat .......................................
. Makna Mufradat .............................................................................
. Asbabun Nuzul ...............................................................................
. Tafsir Ayat ......................................................................................
x
BAB IV ANALISA TERHADAP KEWAJIBAN MEMAKAI NIQAB DI
YAYASAN UBAY BIN KA’AB DAN A. Fenomena Pemakaian Niqab di Pondok Pesantren Ubay bin Ka’ab ....
B. Potret Berpakaian Santri-Santriwati Di Yayasan Ubay Bin Ka’ab ......
C. Pemahaman Santriwati terhadap ayat-ayat yang dijadikan dalil untuk
Berniqab................................................................................................
D. Kecendrungan Penafsiran Al-Qur’an Dan Hadis Yang Berkembang Di
Pesantren Ubay Bin Ka’ab ...................................................................
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...........................................................................................
B. Saran .....................................................................................................
IMPLIKASI PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
CURICULUM VITAE
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Konsep yang ditawarkan Islam terhadap perempuan dalam menjalankan fungsi
sosialnya sejalan dengan beberapa aturan perilaku sosial lainnya yang harus di taati
perempuan, ada kewajiban menutup aurat, tata pergaulan dengan non muhrim, ajaran
untuk menjaga pandangan, larangan mendekati zina, larangan untuk tabarruj
(berhias) dan aturan-aturan lain yang menyertainya. Hal ini mengandung arti bahwa
betapa nuansa kehidupan yang diharapkan terwujud dalam masyarakat Islam adalah
nuansa kehidupan yang harmonis, beretika, dan saling menghargai antara individu
muslim baik laki-laki maupun perempuan.
Sepanjang perjalanan perkembangan Islam hingga masa modern ini kewajiban
menutup aurat juga sudah mengalami banyak perkembangan. Menutup aurat tetap di
yakini sebagai perintah dari Allah SWT dan merupakan bentuk ketaatan terhadap
perintah agama, tetapi dalam aplikasinya mengalami berbagai bentuk ragam
perkembangan, mulai dari bentuk perkembangan pemahaman tentang batasan aurat,
bentuk busana bahkan ragam pemahaman keagamaan tentang hukum menutup aurat.
Menutup aurat terkadang dilakukan dengan penuh kesadaran akan ketaatan terhadap
Allah, dan terkadang dilakukan karena menginkuti trend busana.2
Semua aktifitas sosial perempuan di ranah publik dilaksanakan dengan
mempedomani norma-norma agama yang di ajarkan Rosulullah SAW, salah satu
norma agama yang harus dipatuhi perempuan adalah keharusan menutup aurat bagi
perempuan ketika berada di luar rumah atau di tempat yang terdapat laki-laki bukan
muhrim. Perintah atau kaharusan menutup aurat bagi perempuan ini salah satunya di
muat dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab : . Allah ta’ala:
2 Murtadho Muthahhari, Hijab gaya Hidup Wanita Islam,(Bandung : Mizan, ) hal.
أدنى أن يعرفن يآأيها النبي قل لأزواجك وبناتك ونسآء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك
حيما فلا يؤذين وكان الل غفورا ر
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-
istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke tubuh
mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu
mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al Ahzab: )3
Adanya beragam pemahaman tentang hukum menutup aurat, batasan aurat dan
bentuk busana merupakan ekses secara langsung ataupun tidak langsung dari cara
atau pendekatan dalam melakukan interpretasi terhadap nash-nash Agama dalam hal
ini Al-Qur’an dan hadits. Sebagian ulama memahami batasan Aurat perempuan
adalah muka dan telapak tangan, dalam artian bahwa aurat perempauan adalah semua
anggota badan atau sekujur tubuh kecuali muka dan telapak tangan, sedangkan
sebagian ulama memahami bahwa seluruh bagian tubuh perempuan adalah aurat
sehingga perempuan diwajibkan menggunakan busana tertutup bahkan hingga
menutupi wajah kecuali sedikit area sekitar mata, atau yang lebih dikenal dengan
istilah cadar atau niqab.
Perbedaan pendekatan dalam memahami nash-nash agama ini telah mendorong
lahirnya beberapa ilmu yang di produksi dari proses interpretasi terhadap nash-nash al
Qur’an, seperti ilmu Balaghah, ilmu kalam bahkan ilmu filsafat, serta telah
menimbulkan implikasi terhadap perbedaan pemahaman akan suatu hukum, dan.
Salah satu contoh nya adalah perselisihan dalam menentukan hukum tentang
kewajiban memakai cadar atau Niqab bagi perempuan. Perdebatan tentang kewajiban
memakai cadar niqab telah menjadi perbincangan hangat di antara golongan –
golongan mazhab yang ada khususnya golongan-golongan keberagamaan yang ada di
Indonesia.
3 Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, ), hal.
Salah satu golongan yang mewajibkan para perempuan menggunakan niqab
adalah golongan salafi. Golongan atau paham salafi mewajibkan perempuan muslim
memakai niqab dengan mengemukakan setidaknya tiga belas dalil dari ayat-ayat al-
Qur’an yang di tafsirkan dengan pendekatan yang terkesan atau boleh di katakan
cenderung tekstual, beberapa dalil tersebut antara lain ini :
firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وقل للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan
pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka.” (QS. An Nur: )4
Perintah menjaga atau memelihara kemaluan bagi perempuan muslimah dalam
ayat ini di tafsirkan sebagai suatu perintah untuk memelihara kemaluan termasuk
menjaga sarana-sarana dalam menjaga kemaluan. Wajah di pahami sebagai sarana
yang dapat mengantarkan pada munculnya nafsu birahi bagi laki-laki yang melihat
perempuan tersebut sehingga wajah termasuk sarana menjaga kemaluan yang harus di
tutup, karena sarana memiliki hukum tujuan.
Kota Jambi pun ada golongan salafi yang mewajibkan memakai Niqab.
Tepatnya di Pesantren Tahfizh Al-Qur’an Dan Studi Agama, tepatnya Jl. Golf II No.
,RT. , Pematang Sulur, Telanaipura, kota Jambi, tanggal Februari pada
pukul : WIB, penulis mengikuti kajian di pondok pesantren tersebut dan
memperhatikan bahwa Santriwati dan para pengikut pengajian yang perempuan,
mereka semua berbusana serba hitam dari jilbab besar hingga gamisnya dan mereka
semua memakai niqab. Dan pada malam itu kajian tentang al-Qur’an surah al-An’am,
proses menjelaskan makna ayat tersebut tidak memakai kitab tafsir manapun atau
menjelaskan asbabunnuzulnya, melainkan menafsirkan terjemahan itu sendiri dengan
pemahaman pemateri itu sendiri. Artinya pemateri hanya memakai metode tafsir
4 Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, ), hal.
tekstual saja. Dan wajar saja ketika interpretasi ayat menutup aurat, muncul wajah
juga bagian aurat perempauan dan mewajibkan niqab bagi perempuan itu. Dan disini
penulis ingin meneliti, bagaimana tafsiran pesantren tersebut terhadap ayat Al-Qur’an
tentang menutup aurat.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penulisan di atas, masalah pokok yang diangkat
sebagai kajian utama penelitian ini adalah : Bagaimanakah interpretasi guru dan
santri terhadap ayat-ayat tentang kewajiban memakai Niqab di yayasan Ubay bin
Ka’ab. Dalam mengkongkretkan pokok masalah tersebut, beberapa masalah krusial
yang akan di angkat melalui karya ini adalah:
. Bagaimana kewajiban memakai niqab di pondok pesantren Ubay bin Ka’ab ?
. Bagaimana dalil-dalil ayat al-Qur’an yang digunakan ?
. Bagaimana interpretasi dan implementasi ayat-ayat tersebut di kalangan Guru dan
murid pondok pesantren Ubay bin Ka’ab?
B. Batasan Masalah
Sehubungan dengan banyaknya ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang
hijab, maka penelitian ini dibatasi pada lingkup ayat-ayat yang mereka pakai untuk
memakai dalil bahwasahnya Niqab itu wajib.
C. Tujuan
Penelitian ini secara umum diusahakan untuk mengetahui Faktor apa saja yang
menjadikanyayasan Ubay bin Ka’ab mewajibkan memakai niqab. Lebih khusus
penelitian ini di tujukan pula untuk:
. Mengetahui faktor dasar apa yang mewajibkan yayasan Ubay bin Ka’ab untuk
berniqab.
. Mengetahui dalil-dalil ayat al-Qur’an yang digunakan.
. Mengetahui interpretasi dan implementasi ayat-ayat tersebut di kalangan Guru dan
Murid yayasan Ubay bin Ka’ab
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah: pertama, secara umum dapat
memperjelaskan interpretasi dan implementasi ayat-ayat Al-Qur’an tentang hijab di
yayasan Ubay bin Ka’ab. Kedua, dapat memperkenalkan tafsiran pondok pesantren
Ubay bin Ka’ab kota Jambi kepada mahasiwa jurusan Ilmu Al-Qur’an Tafsir. Ketiga,
untuk menambah khazanah intelektual di dunia.
E. Metodologi Penelitian.
. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode fenomologi.
Kaum fenomologi memandang prilaku manusia sebagai produk dari cara orang
tersebut menafsirkan dunianya. Oleh sebab itu, perlu kemampuan mengeluarkan
kembali pikiran, perasaan, motif, dan pikiran-pikiran yang ada di balik tindakan
seseorang.5 Dalam memahami kenyataan prilaku manusia, Berger memperhatikan
tiga hal: eksternalisasi, yakni proses penyesuaian diri dengan dunia sosio kultural
sebagai produk manusia; objektivikasi, yakni interaksi dalam dunia intersubjektif
yang dilembagakan atau mengalami institusionalisasi; dan internalisasi yaitu proses
individu mengindetifikasi dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial
tempat individu menjadi anggotanya.6
Alasan pemilihan metode fenomologi, karena peneliti ingin mengungkap
penafsiran, pemahaman, pandangan, dan persepsi komunitas yayasan Ubay bin Ka’ab
(melalui proses eksternalisasi, objektivikasi, dan internalisasi) tentang kewajiban
berniqab.
. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan di Pesantren Tahfizh Al-Qur’an Dan Studi
Agama, tepatnya Jl. Golf II No. ,RT. , Pematang Sulur, Telanaipura, kota Jambi.
. Subyek Penelitian (Populasi dan Sampel)
5Bogdan, Robert & Taylor, Steven J. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif (suatu pendekatan
Fenomologis terhadap ilmu-ilmu sosial), Surabaya: Usaha Nasional . Hal - 6 Berger, Peter L, dan Luckmann, Thomas. Tafsir Sosial atas Kenyataan, Jakarta: LP ES,
: xx
Sasaran penelitian yang dipilih adalah orang-orang yang terlibat langsung
dalam penerapan berniqab, proses penafsiran hingga pemahaman mereka terhadap
niqab itu sendiri. Mereka ini terdiri dari pendiri pesantren, pengasuh pesantren, dan
santriwati pesantren tersebut.
. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Pertama, wawancara mendalam dengan mengacu
pedoman wawancara. Wawancara merupakan data primer dari penelitian. Adapun
wawancara yang digunakan bersifat terstruktur dan tak struktur. Keduanya model
wawancara ini untuk menanyakan pendapat, pandangan, motif, persepsi, dan sikap
pihak-pihak pesantren tentang kewajiban niqab. Informan yang akan diwawancarai
adalah pendiri pesantren, pengasuh pesantren, dan santriwati pesantren tersebut.
Kedua, observasi. Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi tentang
penerapan berniqab itu sendiri. Observasi yang digunakan adalah observasi aktif,
artinya peneliti dapat memainkan berbagai peran yang dimungkinkan dalam situasi
sesuai dengan kondisi subyek yang diteliti. Keberadaan peneliti telah diketahui oleh
subyek yang diteliti pihak pesantren, tetapi peneliti telah dianggap sebagai bagian
dari mereka. Tujuannya adalah untuk mengakses yang diperlukan bagi peneliti.
Ketiga, metode dokumentasi. Dokumen yang akan dipelajari adalah teks-teks
dan foto-foto santriwati yang memakai niqab. Teks-teks berupa kitab-kitab dan
sedangkan dokumen foto memberikan informasi visual tentang kegiatan penerapan
berniqab.
. Analisi data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
fenomenologi, yang digunakan Moutakas.7 Adapun langkah-langkahnya;
7 Awang, San Afri, Sosiologi Pengetahuan Deforestasi: Kontruksi Sosial dan Perlawanan, Debut Press,
Yogyakarta, . Hal .
. Membaca ulang seluruh diskripsi hasil pembelajaran dilapangan
(observasi-aktif dan dokumentasi) untuk mendapatkan pemahaman sesuai
konteks dan kajian penelitian.
. Membaca lagi deskripsi hasil pengamatan lapangan (hasil observasi-aktif
dan dokumentasi), lebih pelan, cermat, dan menghilangkan setiap kali
menemukan sesuatu yang tidak relevan.
. Mencari serangkaian satuan pemaknaan dengan cara mengurai semua
informasi (dari hasil wawancara dan FGD) secara berulang-ulang dan
mengeloaborasi makna masing-masing.
. Merefleksikan suatu pernyataan dari hasil wawancara dan FGD yang sudah
tetap dan memunculkan sesuatu yang esensial dari realitas yang ada.
. Mensitesakan dan mengintegrasikan pengertian yang diperoleh (dari hasil
deskripsi, pemaknaan,
F. Studi Relevan
Telah di telisik beberapa karya ilmiah tentang Niqab antara lain :
Komunikasi nonverbal Muslimah bercadar dikalangan mahasiswa UIN AR-
RANIRY. Itu judul skripsi Khairunnisa Y mahasiswa UIN AR-RANIRY Banda
Aceh, yang mana dalam skripsi ini ia menjelaskan lebih ke komunikasi nonverbal
bukan untuk menafsirkan ayat Al-Qur’an.
Fenomena wanita bercadar (studi fenomenologi konstruksi realitis sosial dan
interaksi sosial wanita bercadar. Dimana karya ilmiah yang dibuat oleh Zakiyah
Jamal lebih menekankan ke sosial kemasyarakatan.
Diskursus an-niqab perempuan muslimah (studi deskriptif kualitatif tentang
makna an-niqab perempuan muslimah oleh perempuan muslimah bercadar). Karya
ilmiah yang dibuat oleh Pramudya Wirana mahasiswa Universitas Airlanggaini
berusaha untuk mengungkap makna dari penandaan An-Niqab Perempuan Muslimah
sebagai permasalahan penelitian dalam paradigma Defenisi Sosial yang berarti
“tindakan penuh arti”. Untuk itu digunakan teori sebagai perspektif ilmu yang
berelasi epistemologis dan ontologis terhadap permasalahan makna an-niqab
Perempuan Muslimah.
Dari hasil studi terdahulu di atas, belum ada satu penelitian yang mengungkap
tentang kewajiban berniqab oleh pesantren Ubay bin Ka’ab. Oleh sebab itu, penelitian
ini layak dilakukan.
G. Kerangka Teori
Kerangka teori yang digunakan ialah Implementasi, Niqab, Salafi, Tafsir
Tekstual dan Tafsir Kontekstual
. Implementasi
Menurut Nurdin Usman Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi,
tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar
aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.8
. Hijab
Kata ini berarti ‘penutup’ karena ia berkenaan dengan kerudung atau sarana
penutup. Ibnu Khaldun menggunakan kata hijab dalam penge ttrtian tabir dan
pemisahan, bukan penutup. Penggunaan kata satr dalam pengertian penutup
digunakan sebagai ganti hijab, terutama oleh para fukaha (ahli hukum agama). Para
fukaha, apakah dalam bab ritual salat atau dalam bab pernikahan, berhubungan
dengan masalah ini; dan mereka menggunakan kata satr, bukan hijab9.
Makna filosofis hijab bagi perempuan di dalam Islam ialah bahwa dia harus
menutup tubuhnya dalam pergaulan dengan pria yang bukan muhrim menurut hukum
Ilahi dan dia tidak memamerkan dan mempertontonkan dirinya. 10
. Niqab
8Nurdin Usman, Implementasi Berbasis Kurikulum. hal.
9Murtadha Muthahhari, Teologi dan Falsafah Hijab. Diterbitkan oleh Rausyanfikr Institute, Jl.
Kaliurang km , gg. Pandega wreksa No. B Yogyakarta . Hal. 10
Ibid.
Adalah kain penutup kepala atau muka bagi perempuan.11
Niqab (نقاب) adalah
istilah syar’i untuk cadar yaitu sejenis kain yang digunakan untuk menutupi wajah.
Niqab dikenakan oleh sebagian kaum perempuan Muslimah sebagai kesatuan dengan
jilbab. Niqab banyak dipakai wanita di negara-negara Arab sekitar Teluk Persia
seperti Arab Saudi, Yaman, Bahrain, Kuwait, Qatar, Oman dan Uni Emirat Arab. Ia
juga biasa di Pakistan dan beberapa wanita Muslim di Barat.12
. Salafiyah
Istilah Salafi atau Salafiyah menurut bahasa adalah telah lalu. Kata Salaf juga
bermakna seseorang yang telah mendahului (terdahulu) dalam ilmu, iman, keutamaan
dan kebaikan. Adapun menurut istilah adalah sifat yang khusus dimutlakan kepada
para sahabat. Ketika disebutkan salaf, maka yang maksud pertama kali adalah para
sahabat. Adapun selain mereka itu ikut serta dalam makna salaf ini, yaitu orang-orang
yang mengikuti mereka. Artinya bila mereka mengikuti para sahabat, maka disebut
Salafiyyun (orang-orang yang mengikuti salafushshalih)13
Salafiyah/salafisme adalah salah satu metode dalam agama Islam yang
mengajarkan syariat Islam secara murni tanpa adanya tambahan dan pengurangan,
berdasarkan syariat yang ada pada generasi Nabi Muhammad SAW dan para sahabat
kemudian setelah mereka (murid para sahabat) dan setelahnya (murid dari murid para
sahabat).14
. Tafsir Tekstual
Tafsir tekstual adalah sebuah pendekatan studi Al-Qur’an yang menjadikan
lafal-lafal Al-Qur’an sebagai obyek. Pendekatan ini menekankan analisa pada sisi
kebahasaan dalam memahami Al-Qur’an. Secara praktis, pendekatan ini dilakukan
dengan memberikan perhatian pada ketelitian redaksi dan bingkai teks ayat-ayat Al-
11
Arti kata cadar – Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online kbbi.web.id. Diakses tanggal
November . 12
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Cadar 13
Yazid bin Abduk Qadir Jawas, Syarah Aqidah Ahlul Sunnah wal Jama’ah, Pustaka Imam
Syafi’I, Jakarta, . Hal 14
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Salafi
Qur’an. Pendekatan ini banyak dipergunakan oleh ulama-ulama salaf dalam menafsiri
Al-Qur’an dengan cara menukil hadits atau pendapat ulama yang berkaitan dengan
makna lafal yang sedang dikaji. Penafsiran tekstual mengarah pada pemahaman teks
semata, tanpa mengaitkannya dengan situasi lahimya teks, maupun tanpa
mengaitkannya dengan sosiokultural yang menyertainya. Kesan yang ditimbulkannya
mengarah pada pemahaman yang sempit dan kaku, sehingga sulit untuk diterapkan
pada era modern ini dan sulit pula untuk diterima.15
. Tafsir Kontekstual
Perlu diketahui terlebih dahulu apa maksud dari konteks itu sendiri. Konteks
adalah situasi yang didalamnya suatu peristiwa terjadi, atau situasi yang menyertai
munculnya sebuah teks, sedangkan kontekstual artinya berkaitan dengan konteks
tertentu. Terminologi kontekstual sendiri memiliki beberapa defenisi yang menurut
Noeng Muhadjir, setidaknya terdapat tiga pengertian berbeda, yaitu: ) berbagai
usaha untuk memahami makna dalam rangka mengantisipasi problem-problem
sekarang yang biasanya muncul. ) makna yang melihat relevansi masa lalu, sekarang
dan akan datang, dimana sesuatu akan dilihat dari titik sejarah lampau, makna
fungsional sekarang, dan prediksi makna yang relevan di masa yang akan datang.
Dan ) memperlihatkan keterhubungan antara pusat (central) dan pinggiran
(periphery).16
Pendekatan kontekstual yang dimaksud disini adalah pendekatan yang mencoba
menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan pertimbangan analisis bahasa, latar belakang
sejarah, sosiologi, dan antropologi yang berlaku dalam kehidupan masyarakat Arab
pra-Islam dan selama proses wahyu Al-Qur’an berlangsung. Selanjutnya, penggalian
prinsip-prinsip moral yang terkandung dalam berbagai pendekatan. Secara subtansial,
15
Nasr Hamid Abu Zaid, Teks Otoritas Kebenaran, Jogjakarta : LKIS, , h. 16
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, ), -
.
pendekatan hermeneutika, yang merupakan bagian di antara pendekatan penafsiran
teks yang berangkat dari kajian bahasa, sejarah, sosiologi, dan filosofis.17
H. Sistematika Penulisan
. Bab ,
menerangkan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,dan metodologi penelitian. Dengan harapan
nantinya pembaca bisa mengetahui pokok permasalahan di dalam penelitian ini.
. Bab II,
menjelaskan gambaran umum tentang pondok pesantren Ubay bin ka’ab,
dimana menjelaskan tentang profilnya, sejarah berdirinya, dan pola berpakaian santri
dan guru di pondok pesantren Ubay bin ka’ab tersebut.
. Bab III
lanjut temuan lapangan dimana disini nanti kita akan menemukan ayat-ayat al-
Qur’an yang dijadikan dalil tentang kewajiban memakai Niqab, hadis, kitab tafsir
atau perintah Mazhab tertentu. Bagaimana mereka menafsirkannya atau mereka
memakai produk tafsir lain dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, tafsir tekstual atau
tafsir kontekstual.
. Bab IV
analisa pemahaman yayasan Ubay bin Ka’ab mengenai penerapan kewajiban
berniqab, apakah itu yang diinginkan dalam ayat al-Qur’an tersebut atau tidak. Dan
bagaimana mereka menafsirkan ayat-ayat tersebut, dengan metode-metode tafsir yang
kita kenal.
. Bab V
disini lah akhir penelitian atau tulisan sederhana ini, isinya kesimpulan,
penutup, saran dan yang pastinya tulisan ini jauh dalam kata sempurna, akan tetapi,
tugas manusia hanyalah ikhtiar, apapun hasilnya, penelitian/tulisan ini diharapkan
bisa bermanfaat untuk khazanah keilmuan kita semua Aamiinn.
17
Richard E. Palmer, Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey,
Heidegger, and Gadamer (Evanston: Northwestern University Press, ). - .
BAB II
GAMBARAN UMUM YAYASAN UBAY BIN KA’AB
A. Profil Yayasan Ubay Bin Ka’ab.
Letak geografis pesantren Tahfizh Al-Qur’an dan Studi Islam Ubay bin Ka’ab
terletak di Jl. Golf II No. . RT. , Pematang Sulur , Telanaipura, Kota Jambi.
Dimana salah satu program Pondok pesantren ialah mengahafal al-Qur’an dan
mengkaji agama Islam di tengah-tengah kota Jambi. Walau di kota Jambi, tempatnya
di dalam atau pinggiran kota, membuat tidak banyak yang tahu akan pesantren
tersebut.
. Profil Pondok pesantren Ubay bin Ka’ab.
Pondok pesantren Ubay bin Ka’ab, Pondok pesantren ini juga menggratiskan
biaya pendidikan bagi santri-santrinya untuk bisa dapat belajar membentuk karakter
yang mandiri dan agamis mampu mengahafal al-Qur’an. Pondok pesantren yang
berada di daerah lapangan golf Jambi ini merupakan pondok yang menggratiskan
semua biaya bagi para siswanya. dengan menggunakan kotak amal yang berjalan
sebagai pemasukkan dana untuk pembangunan dan makanan santri di setiap
pengajian malam jum’at dengan kajian tafsir al-Qur’an dan minggu pagi membahas
kitab Shahih Bukhori, masyarakat berbondong-bondong untuk mengikuti pengajian
tersebut di pengajian umum para masyarakat dan santri berkumpul bersama laki-laki
di lantai satu masjid sedangkan wanita di lantai dua.
Program pondok pesantren yang ditawarkan adalah hafalan kitab suci al-Qur’an
dan pendalaman ilmu keagamaan Islam, dengan tujuan mendidik generasi Rabbani
yang hafal al-Qur’an dengan pembekalan bahasa Arab Aktif dan memiliki wawasan
Ilmu Syar’i berdasarkan al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salaful
Ummah.
https://petalokasi.org/Kabupaten-Muaro-Jambi/Pesantren-Tahfidz-Al-Qur’an-Dan-Studi-
Islam-Ubay-Bin-Ka-ab- /, tanggal Mei . Basuki, Salah Satu Pengurus Pesantren Ubay bin Ka’ab, Wawancara dengan Penulis, Tanggal
April .
Ust. Basuki salah satu pengajar di sana mengatakan untuk syarat menjadi santri
atau santriwati di pondok pesantren tersebut ialah, siswa yang mendaftar harus sudah
berumur tahun dan maksimal tahun baik lulusan SMA atau SMP. Dengan
pendidikan non formal tahun ( semester) untuk putra dan putri dengan sistem
wajib asrama dan diharapkan nantinya para santri atau santriwati mendapatkan
kemampuan menghafal juz al-Qur’an, mampu berbahasa Arab aktif, dan memiliki
bekal ilmu-ilmu Agama seperti; Aqidah, fiqi, ushul fiqh, tafsir, hadits, dan lain
sebagainya.
. Latar Belakang Berdirinya Pondok pesantren Ubay Bin Ka’ab
Pondok pesantren Ubay bin Ka’ab berdiri sejak tahun . Dilatarbelakangi
oleh ustadz Abu Salma dengan keinginan dakwah fi sabilillah, pada tahun
ustadz Abu Salma sudah ada di jambi untuk berdakwa, karna pada masa itu pengajian
ustadz Abu Salma, sering berganti tempat dan tidak menetap. akhirnya di minta
Ustadz Yazid bin abdul qadir al-jawaz dan para jama’ah ikwan-ikhwan di jambi,
setelah lima tahun berdakwah dengan mengelilingi kota Jambi akhirnya pada tahun
diinisiatif oleh jama’ahnya untuk membuat pondok pesantren di Jambi.
. Sumber Dana dan Fasilitas Pondok pesantren Ubay Bin Ka’ab.
Sumber dana yang didapatkan oleh pesantren Ubay bin Ka’ab dari kotak amal
yang berjalan di setiap pengajian malam jum’at dan minggu pagi dan sumbangan dari
lain-lain pernyataan dari salah satu ustadz yang mengajar di pondok pesantren
tersebut.
Fasilitas yang ada berupa masjid, tempatt belajar, asrama para santri dan Radio.
. Visi Dan Misi Pondok pesantren Ubay Bin Ka’ab
Adapun visi pondok pesantren Ubay bin Ka’ab mereka mengharapkan nantinya
putra putri pondok pesantren Ubay bin Ka’ab dapat menjadi generasi Rabbani yang
hafal al-Qur’an.
Basuki, Salah Satu Pengurus Pesantren Ubay bin Ka’ab, Wawancara dengan Penulis, Tanggal
April .
Dengan misinya pembekalan bahasa Arab Aktif dan memiliki wawasan Ilmu
Syar’i berdasarkan al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salaful Ummah.
B. Staf Pengurus Pondok pesantren Ubay Bin Ka’ab
Pengasuh atau pengurus pondok pesantren Ubay bin Ka’ab Tidak sama seperti
pesantren pada umumnya, dimana ketika ada pengurus dan pengajar itu beda
tugasnya. Tidak banyak stafnya karna tidak mau ribet kata salah satu pengurus
pesantren dengan tersenyum dia mengatakan “tidak perlu repot-repot atau ribet-ribet
cukup sederhana saja. Dengan jumlah sembilang orang seluruh pengurus dan
pengajar pesantren Ubay bin Ka’ab Di antaranya :
. Mudir Pondok pesantren : Ustadz Rifaindri L.c
. Wakil Mudir : Ustadz Hasbi
. Bagian Pendidikan : Ustadz M. Sa’id L.c
. Bagian Al-Qur’an : Ustadz Basuki
. Bagian Kesantrian : Ustadz Abdul Qodir
. Bagian Asrama : Ustadz Syamsu Alam S.PD.I
. Bagian Bahasa Arab : Ustadz M. Agus Irawan
. Bagian Rumah Tangga : Ustadz Musta’in dan Ustadz Fauzan
. Bagian TU : Andri
Staf pengajar di pesantren Tahfizh Al-Qur’an dan Studi Islam Ubay bin Ka’ab
banyak dari lulusan luar negeri, di antaranya : Alumni Fakultas Hadits Universitas
Islam Madinah, Alumni Fakultas Syari’ah, Universitas Imam Muhammad bin Su’ud
Intisaban, Alumni Fakultas Syari’ah Universitas Islam Madinah, Alumni LIPIA
Jakarta, Alumni Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Universitas Islam Negeri
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, dan Alumnus Pesantren-pesantren dll.
C. Jumlah dan Kegiatan Santri Pondok pesantren Ubay Bin Ka’ab
Jumlah santriwan dan santriwati pondok pesantren Ubay bin Ka’ab, dari hasil
wawancara penulis. Penulis mendapatkan info bahwasahnya. Jumlah keseluruhan
santri dan santriwati pondok pesantren Ubay bin Ka’ab adalah sembilan puluh lima
orang. Putra sebanyak empat puluh satu orang, kelas satu putra sebanyak dua puluh
empat orang, kelas dua sebanyak dua belas orang dan kelas tiga sebanyak tiga orang.
Sedangkan untuk jumlah santriwati putri sebanyak lima puluh empat, untuk
kelas satu A sebanyak dua puluh tujuh orang, kelas satu B dua belas orang, dan untuk
kelas dua sebanyak lima belas orang.
Kegiatan belajar dilakukan setelah subuh dimana para santri menyetor hafalan
bagi semua santri atau santriwati sampai jam pagi, kemudian masuk pada pukul
. para santri dan santriwati memasuki kelas untuk belajar keagamaan sampai
zuhur, kemudian habis ashar, mereka para santri dan santriwati muroja’ah hafalan
sampai magrib, setelah sholat Isya mereka para santri dan santriwati lanjut belajar
keagamaan selama tiga puluh menit, setelah itu baru mereka para santri dan santriwati
istirahat.
Pengolahan pendidikan pondok pesantren Ubay bin Ka’ab, mulai belajar jam
: WIB pagi sampai jam : WIB dengan materi pelajaran yang diajarkan di
pesantren Ubay bin Ka’ab, seluruhya tentang keagamaan dan tidak ada materi
pelajaran umum, dari pelajaran tentang tauhid, nahwu, bahasa Arab, fiqhi, shorof,
hadits, tafsir, ushul fiqh, siroh Nabawiyah, Mushthollah hadits, firoq, khot, dengan
harapan para santri dapat memahami dasar-dasar ilmu agama Islam memiliki
wawasan Ilmu Syar’i berdasarkan al-Qur’an dan As-Sunnah menurut pemahaman
Salaful Ummah. Selebih dari jam tersebut, para santri muroja’ah hafalan al-Qur’an.
D. Peraturan di pondok pesantren Ubay bin Ka’ab
Untuk menciptakan suasana dan kondisi belajar yang efektif, ada beberapa
tingkatan peraturan dan sanksi. Jika melanggar Peraturan di pondok pesantren Ubay
Basuki, Salah Satu Pengurus Pesantren Ubay bin Ka’ab, Wawancara dengan Penulis, Tanggal
April . Basuki, Salah Satu Pengurus Pesantren Ubay bin Ka’ab, Wawancara dengan Penulis, Tangga
April
bin Ka’ab akan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang dilanggar. Peraturan dan
sanksi di pesantren Ubay bin Ka’ab di antaranya adalah :
. Pelanggaran Umum
a. Ghasab ( mengambil / memakai milik orang lain tanpa izin ).
b. Membuang sampah sembarangan.
c. Mencoret atau mengotori tembok dan yang lain-lain yang terkait dengannya.
d. Menonton Televisi.
e. Memiliki atau memasang gambar bernyawa.
f. Masuk kamar asatidzah atau kantor tanpa izin.
g. Tidak piket / kerja bakti.
h. Terlambat datang di pesantren setelah izin.
i. Sengaja tidak ikut serta mengikuti kegiatan-kegiatan diadakan pondok
pesantren.
j. Tidak sholat fardhu berjama’ah.
k. Terlambat mengikuti KBM.
l. Melaksanakan kegiatan tanpa seizin pengurus pesantren.
m. Berbicara, berbuat kasar dan tidak sopan kepada santri yang lain.
. Pelanggaran Khusus
a. Pelanggaran Sedang
b. Menggunakan peralatan atau sarana pesantren tanpa izin yang berwenang.
c. Membuat kegaduhan di lingkungan pondok pesantren.
d. Memiliki atau menyimpan buku-buku bacaan/koran maupun majalah yang
menyimpang dari agama Islam.
e. Tidak masuk kelas tanpa keterangan atau bolos.
f. Terlambat datang setelah liburan.
g. Menyimpan atau memiliki senjata tajam.
h. Menerima titipan kendaraan milik orang lain seperti motor, sepeda, mobil,
dll.
i. Berpakaian/berpenampilan tidak syar’i (ketat, isbal, bergambar makhluk
bernyawa, jeans, pakaian tidak sopan, bertato, memotong jenggot, potongan
rambut tidak sopan dll).
j. Diam dan tidak melapor melihat santri melakukan pelanggaran berat.
k. Memasuki kelas TK, SD dan SMP dan kantor tanpa izin atau keperluan.
. Pelanggaran Berat
a. Mencuri uang atau kategori ringan.
b. Menjalin hubungan haram (pacaran) secara langsung atau tidak langsung
(via surat, sms, chatting, telepon, dll).
c. Melakukan perbuatan atau hal-hal yang menjurus ke arah homo/lesbi.
d. Penyalahgunaan perizinan.
e. Mengintimidasi atau mengancam santri yang lain.
f. Merusak atau sengaja menghilangkan barang milik orang lain.
g. Bermain playstation, timezone, internet atau sejenisnya.
h. Keluar pondok tanpa izin pihak yang berwenang.
i. Berbohong dalam kesaksian.
j. Memiliki, menyimpan atau melihat VCD dan gambar-gambar semi porno
atau porno.
k. Menonton bioskop.
l. Melakukan pemukulan, perkelahian terhadap sesama santri.
m. Memiliki alat musik atau memainkan alat musik.
n. Berjudi.
o. Membuat kelompok, genk.
p. Terlibat unjuk rasa (demo) didalam atau di luar pesantren.
q. Melakukan pemerasan terhadap santri.
r. Tidak sholat jum’at atau sholat fardhu.
s. Memiliki atau menyimpan Hp, kaset musik, VCD musik atau film.
t. Merokok.
. Pelanggaran Sangat Berat
a. Melakukan pencurian uang atau barang kategori berat.
b. Secara terang-terangan menentang peraturan atau tata tertib pondok
pesantren atau salah seorang pengajar & karyawan pesantren.
c. Melakukan tindakan pencemaran nama baik pesantren.
d. Pemalsuan tanda tangan asatidzah atau stempel ma’had.
e. Terlibat, memiliki, mengkonsumsi atau mengedarkan narkoba dan
sejenisnya.
f. Melakukan tindakan asusila (homo/lesbi atau zina).
g. Terlibat tindakan pidana sampai pada proses penyelidikan atau pemeriksaan
oleh pihak kepolisian, baik, pidana kriminal atau terorisme.
h. Tidak hadir di pesantren lebih dari tujuh hari tanpa pemberitahuan dan
alasan yang jelas diterima.
i. Keluar malam tanpa izin di atas jam : WIB (bagi Santriwati).
Didalam pondok pesantren Ubay bin Ka’ab, agar peraturan pesantren di
indahkan oleh para santri dan santriwati serta kegiatan belajar dan mengajar mendjadi
kondusif, pihak pesantren juga membuat kriteria hukuman apabila santri dan
santriwati melanggar peraturan. Diantaranya adalah:
. Hukuman Umum
Santri diberikan peringatan secara lisan atau tulisan.
. Hukuman Khusus
a. Pelanggaran sedang
b. Satu kali pelanggaran Di umumkan dihadapan para santri secara tulisan.
c. Dua kali pelanggaran yang sama Dikategorikan satu kali pelanggaran berat.
d. Tiga kali pelanggaran yang berbeda Dikategorikan satu kali pelanggaran
berat.
. Hukuman Pelanggaran Berat
a. Satu kali pelanggaran Diumumkan dihadapan santri secara lisan atau tulisan
serta menulis surat pengakuan dan perjanjian.
b. Dua kali pelanggaran yang berbeda Di skor selama tiga hari dan diberi
tugas.
c. Dua kali pelanggaran yang sama Dikategorikan pelanggaran sangat berat
atau dikeluarkan.
d. Tiga kali pelanggaran yang berbeda Dikategorikan pelanggaran sangat berat
atau dikeluarkan.
Hukuman sangat berat diberikan kepada santri yang melakukan pelanggaran
dalam kategori sangat berat yaitu pengeluaran santri dari pesantren tanpa memberikan
peringatan atau surat peringatan dan tanpa diberi surat pindah.
E. Kiprah Pondok Pesantren Ubay bin Ka’ab dalam Kegiatan Kemasyarakatan.
Sangat banyak sekali kontribusi pesantren Ubay bin Ka’ab bagi masyarakat
jambi. Salah satunya ialah mereka mempunyai frekuensi radio . FM yang
bernama radio salam Jambi yang setiap hari mengudara di radio Jambi, dari sesudah
sholat subuh sampai jam : malam. Tidak hanya itu, pengajian setiap malam
jum’at ba’da isya dan pagi minggu dibuka gratis untuk umum masyarakat Jambi yang
ingin ikut belajar keagamaan di pesantren tersebut. selain pengajian keagamaan,
pesantren tersebut juga mengadakan bakti sosial selama satu tahun sekali dan
masyarakat Jambi sangat antusias mengikutinya, berupa khitanan massal, tabligh
akbar dan pada di bulan ramadhan pesantren Ubay bin ka’ab mengundang
masyarakat untuk berbuka puasa bersama, dan itu semua gratis tidak dipungut biaya
sepeserpun
Tata tertib Pondok Pesantren Ubay bin Ka’ab, Di ambil Tanggal April .
BAB III
DALIL-DALIL DAN TAFSIRAN TENTANG NIQAB
A. Dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadis-Hadis Yang Dipakai Tentang Pemakaian
Niqab.
. Ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsirkan untuk Berniqab
Penulis mendapatkan beberapa ayat al-Qur’an dari hasil kusioner yang penulis
sebarkan di pondok pesantren Ubay bin Ka’ab, yang dijadikan dalil oleh para
santriwati pondok pesantren Ubay bin Ka’ab untuk memakai niqab. Dari banyaknya
kusioner yang penulis sebarkan, kebanyakan para santriwati menyebutkan ayat-ayat
al-Qur’an yang sama di antaranya adalah:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, ), hal.
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera
saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang
mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan
janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang
yang beriman supaya kamu beruntung.”
“jika kamu melahirkan sesuatu atau menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya
Allah adalah Maha mengetahui segala sesuatu.”
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, ), hal. Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, ), hal.
Demikianlah hasil yang didapatkan dari kusioner tentang ayat-ayat yang
dijadikan dalil berniqab di pondok pesantren Ubay bin Ka’ab.
. Hadits-hadits
Setelah penulis meminta salah satu pengurus pesantren Ubay bin Ka’ab untuk
menyebarkan kusioner. Ada beberapa hadits yang dikemukakan oleh santriwati
pesantren Ubay bin Ka’ab tentang di anjurkannya berniqab, dan penjelasan hadits
tersebut menurut mereka. Hadits-hadits tersebut diantaranya adalah:
علي صلى الل ون بنا ونحن مع رسول الل كبان يمر ه عن عائشة رضي الل عنها قالت كان الر
شفناه اك وسلم محرمات فإذا حاذوا بنا سدلت إحدانا جلبابها من رأسها على وجهها فإذا جاوزون Dari ‘Aisyah muda-mudahan meridhoi oleh Allah akan dia, ia berkata :
“orang-orang yang menunggangi kendaraan melewati kami, sedangkan kami
berihram bersama Rasulullah SAW. Jika mereka sejajar dengan kami, kami
masing-masing menutupkan jilbab dari kepala kewajahnya. Jika mereka telah
melampaui kami, kami kembali membuka wajah.”
“menunjukkan bahwasahnya para sahabat mengenakan penutup wajah dengan
kerudung-kerudung mereka tatkala para lelaki ajnabi (non Mahrom) melintasi
mereka.”
خرجت استشرفها الشيطان )حديث روية الترميذى( المراة عورة فإذا
Artinya:
“Wanita adalah aurat jika dia keluar setan akan menjadikannya indah pada
pandangan laki-laki.”
“kalau wanita adalah aurat, maka semuanya harus ditutupi ini semua akan
memberikan perlindungan bagi kaum wanita bukan untuk mempersempit mereka
namun untuk memuliakan dan menghormati mereka.”
Yang dipahami oleh santriwati ini tentang hadis ini adalah, “Keluarnya wanita
adalah fitnah. Maka apabila wanita keluar sangat dianjurkan untuk menutup wajahnya
agar terhindar dari fitnah. Maka dari itu wanita dilarang keluar rumah apabila tidak
ada keperluan diluar rumah.”
hasil kusioner yang di sebarkan di pondok pesantren Ubay bin Ka’ab. April . Hasil kusioner yang di sebarkan di pondok pesantren Ubay bin Ka’ab. April
Diriwayatkan Ibnu Abbas, berkata : “wanita itu mengulurkan jilbabnya ke
wajahnya tetapi tidak menutupinya” riwayat Abu Daud.
Pada dua hari raya, kami diperintahkan untuk mengeluarkan wanita-wanita
haidh dan gadis-gadis pingitan untuk menghadiri jama’ah kaum muslimin dan doa
mereka. Tetapi wanita-wanita haidh menjauhi tempat sholat mereka, seorang wanita
bertanya : wahai Rasulullah, seorang wanita di antara kami tidak memiliki jilbab
(bolehkah dia keluar) ? Beliau menjawab : “hendaklah kawannya meminjamkan
jilbabnya untuk dipakai wanita tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari aisyah RA bahwa Asma binti Abu Bakar RA masuk menemui Rasulullah
SAW dengan menggunakan pakaian yang tipis. Maka Rasulullah SAW pun berpaling
darinya. Beliau bersabda “wahai Asma sesungguhnya seorang wanita jika telah baligh
tidak boleh terlihat darinya kecuali ini dan ini. Beliau menunjuk wajah dan kedua
telapak tangannya” (HR Abu Daud. Sunnah Abu Dawud, juz ).
Yang dipahami tentang hadis ini adalah “Bahwa wajah dan telapak tangan
bukan aurat. Dan larangan bagi wanita untuk tidak berpakaian tipis dan ketat.”
“dari hadits tersebut jelas bahwa Nabi Muhammad SAW tidak mengatakan
kepada Asma’ bahwa niqab (menutup wajah) itu wajib Nabi hanya mengatakan tidak
boleh terlihat darinya kecuali wajah dan telapak tangan. Disini jelas sudah bahwa
niqab tidaklah wajib.”
“Yang saya pahami disini adalah bahwasahnya niqab itu sunnah dan tidak
diwajibkan.”
“Menutup aurat kecuali yang terbiasa terlihat misal, kedua telapak tangan dan
wajah.”
“Semua bagian tubuh wanita wajib ditutupi, kecuali beberapa bagian, salah
satunya wajah dan itu sunnah.”
Hadis tentang berita bohong yang ditujukan kepada Aisyah RA dan Shafwan
ibnu Mu’attal. Dikisahkan pada saat itu Aisyah yang tertinggal dari rombongan
tertidur ditempat ia tertinggal, kemudian datanglah Shafwan ibnu mu’attal yang
mengetahui bahwa itu adalah Aisyah, karena pada saat itu cadar Aisyah
terbuka/tersingkap, dan Shafwan pun pernah melihat wajah Aisyah sebelum perintah
cadar turun. Saat itu Shafwan mengucapkan kalimat istirja’ hingga Aisyah terbangun,
dan Aisyah membenarkan lagi cadarnya yang tersingkap saat tertidur.
Yang dipahami terhadap hadits ini adalah “Niqab merupakan syari’at Islam,
bukan kebiasaan atau adat orang Arab. Karena bisa kita pahami dari hadis tersebut
Shafwan mengetahui bahwa itu adalah Aisyah karena ia pernah Aisyah sebelum ayat
tentang hijab turun.”
“Istri Nabi, Aisyah RA menutup wajah karena telah turun perintah atau ayat
hijab dari Allah SWT kepada Rasulullah SAW yang berarti adalah perintah untuk
istri-istri Nabi Muhammad SAW dan juga wanita-wanita mukmin secara umum.”
“dapat kita ketahui bahwasahnya belia Sahabat Nabi, Shafwan bin Muaththal
RA pernah melihatat wajah istri Nabi Aisyah RA pada masa sebelum turunnya ayat
hijab. Oleh karena itu tatkala beliau melihat sosok ibunda Aisyah yang sedang
tertidur disisi batu besar, beliau langsung mengenali Aisyah RA.”
Jarir bin Abdullah berkata, aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang
pandangan, tiba-tiba tidak sengaja maka beliau bersabda “Palingkan pandangnmu”
(HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan lainnya).
Pemaham santriwati pesantrenn ubay bin ka’ab tentang hadis ini adalah
“berdasarkan perkataan Al-Qadhi ‘iyadh berkata : para ulama berkata disini terdapat
hujjah bahwa tidak wajib menutupi wajah dijalan dan wajib laki-laki untuk menahan
pandangannya.”
Demikianlah hasil kusioner yang penulis sebarkan di pondok pesantren Ubay
bin Ka’ab, untuk mempertanyakan hadits-hadits dan sekaligus pemahaman mereka
terhadap hadits-hadits yang dijadikan dalil berniqab, yang di utarakan oleh para
santriwati pondok pesantren Ubay bin Ka’ab.
Ibid.
B. Gambaran Umum Terhadap Penafsiran-penafsiran Ulama Tentang Surah
an-Nur Ayat dan Surah al-Ahzab Ayat .
Gambaran umum terhadap tafsiran ulama, tentang Surah an-Nur Ayat dan
Surah al-Ahzab Ayat . Penulis hanya mengambil beberapa pendapat buku dan
ulama tafsir. Bukan untuk menjudge satu kelompok dengan kelompok yang lain atau
condong kepada ulama yang lain. tetapi hanya untuk membantu penulis agar lebih
tahu tentang pandangan ulama terhadap ayat tersebut.
Didalam buku perhiasan wanita muslimah menjelaskan tentang al-Qur’an surah
al-Ahzab ayat . Pentingnya pakaian panjang bagi wanita adalah untuk menutup
pakaian bagian dalamnya, Allah SWT dalam Al-Qur’an berfirman, “Hai Nabi
katakanlah kepada istri-istrimu, anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin,
‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka’.” (Qs. Al-
Ahzaab ( ): )
Jilbab dalam bahasa Arab adalah kain di atas penutup kepala. Dikatakan juga
bahwa jilbab adalah baju yang sangat lebar yang dapat menutupi seluruh tubuh
wanita, sedangkan ‘abaa’ah atau pakaian panjang adalah salah satu bentuk jilbab.
Ummu Salamah RA berkata, “Ketika ayat diatas turun, wanita-wanita Anshar
keluar dengan wajah tenteram dan pakaian hitam yang menutupi seluruh tubuhnya.
Kata ‘Ala pada ayat di atas lebih tepat untuk arti yang dimaksud daripada kata
“la, karena Allah SWT menggunakan kata ‘Ala, pada ayat “yudniina ‘alaihinna
jalaabiina” bukan “yudniina ilaihinna” hal ini untuk memperjelas bahwa menutup
seluruh tubuh wanita merupakan kewajiban, termasuk kepala dan wajah. Dibolehkan
membuka bagian mata ketika diperlukan untuk itu untuk melihat jalan. Apabila tidak
diperlukan untuk itu maka tidak dibolehkan membukanya. Ibnu Abbas RA berkata,
“Allah SWT memerintahkan wanita-wanita mukmin apabila keluar dari rumah
Abdullah bin Shalih Al-Fauzan, Perhiasan Wanita Muslimah, Cet. Pertama, Oktober M,
Jak-Sel, Hal. Tafsir Ibnu Katsir, juz , hal. .
mereka untuk satu keperluan agar menutup wajah dan kepala mereka dengan jilbab,
dan cukup hanya membuka bagian mata.
“Jika kamu melahirkan sesuatu atau menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya
Allah adalah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ahzab: )
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: )
. Makna mufradat
Mengulurkan = يدنين
لنبيبهن Jilbab-jilbab mereka. Jilbab adalah pakaian yang longgar, lebih longgar dari = جن
khimar dan bukan kerudung. Jilbab kain yang dapat menutup kepala dan dada
seorang wanita.
.Agar dikenal. Agar dapat dibedakan antara wanita merdeka dengan budak = يعرفن
. Asbabun Nuzul
Lihat Tafsir Ayat Al Hijab Imam Maududi, hal. , Tafsir Ibnu Katsir, juz , hal. , dan
‘Aunul Ma’bud, juz , hal. . Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, ), hal. Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, ), hal.
Al-Qaththan, Loc. Cit, Juz III, hal.
Ibnu Abi Hatim Meriwayatkan dari Muqatil bahwa mereka mendapat kabar
bahwa Jabir bin Abdillah menceritakan bahwa Asma’ binti Martsad ketika itu sedang
berada di kebun kurmanya. Tiba-tiba beberapa wanita masuk ke kebun tanpa
mengenakan busana sehingga terlihat perhiasan (yakni gelang) di kaki mereka, juga
terlihat dada dan rambut mereka. Maka Asma berkata, “Alangkah buruknya hal ini”
Maka Allah menurunkan ayat yang mengenai hal itu, “Dan katakanlah kepada para
perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara
kemaluan-kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannyan
(auratnya),....
Ibnu Jarir meriwayatkan dari seseorang yang berasal dari Hadharamaut bahwa
seseorang wanita memasang dua gelang perak dan mengenakan batu kumala, lalu ia
lewat di depan sekelompok orang dan ia menghentakkan kakinya sehingga gelang
kakinya membentur batu kumala dan mengeluarkan suara. Maka Allah menurunkan
ayat, “Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan.”
. Tafsir Ayat
Jilbab bukan kerudung. Dalam bahasa Arab, kerudung disebut khimar. Jilbab
lebih besar dari pada kerudung. Jilbab adalah kain yang menutupi seluruh tubuh atau
sebagian tubuh seorang wanita.
Semua shabiyah (sahabat perempuan) memiliki kerudung, tetapi hanya
sebagian yang memiliki jilbab. Imam Bukhari dan Imam Muslin meriwayatkan dari
Ummu Athiyah bahwa dia pernah mengadu, “Wahai Rasulullah, ada di antara kami
yang tidak memakai jilbab. (bagaimana jika dia hendak keluar rumah?)” Beliau
menjawab, “Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbab.”
Menurut Ibnu Abbas, perempuan harus menutup seluruh tubuhnya selain satu
mata agar diketahui bahwa dia adalah perempuan merdeka (bukan budak).
Disebutkan oleh Ibnu Katsir ( )
Disebutkan oleh al-Qurthubi ( )
Menurut Hasan al-Bashri, perempuan harus menutup separuh wajahnya (di
samping seluruh bagian yang lainnya).
Qathadah berpendapat, kain jilbabnya dijulurkan dari atas dahi lalu diikat,
kemudian dijulurkan lagi dari hidung hingga menutup dada dan hampir seluruh
wajahnya. Tidak mengapa apabila matanya terlihat.
Sedangkan menurut Mubarrid, hendaklah para perempuan menjulurkan
jilbabnya hingga menutup seluruh wajah dan leher mereka.
Tujuan diisyaratkannya jilbab adalah supaya perempuan mudah dikenali
sebagai orang-orang merdeka (bukan budak) dan tidak ada yang mencoba untuk
menggodanya.
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
(QS. An-Nur: )
Salah satu golongan yang mewajibkan para perempuan menggunakan niqab
adalah golongan salafi. Golongan atau paham salafi mewajibkan perempuan muslim
memakai niqab dengan mengemukakan setidaknya tiga belas dalil dari ayat-ayat al-
Qur’an yang di tafsirkan dengan pendekatan yang terkesan atau boleh di katakan
cenderung tekstual, beberapa dalil tersebut antara lain ini :
Pertama, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وقل للمؤمنات يغضضن من أبصارهن ويحفظن فروجهن
Dr. Mardani. Tafsir Ahkam, Cet. I November Yogyakarta, hal.
Imtihan Asy-Syafi’i, Loc. Cit, hlm. - Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, ), hal.
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menahan
pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka.” (QS. An Nur: )
Perintah menjaga atau memelihara kemaluan bagi perempuan muslimah dalam
ayat ini di tafsirkan sebagai suatu perintah untuk memelihara kemaluan termasuk
menjaga sarana-sarana dalam menjaga kemaluan. Wajah di pahami sebagai sarana
yang dapat mengantarkan pada munculnya nafsu birahi bagi laki-laki yang melihat
perempuan tersebut sehingga wajah termasuk sarana menjaga kemaluan yang harus di
tutup, karena sarana memiliki hukum tujuan.
Kedua, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa)
nampak dari mereka.” (QS. An Nur: )
Ketiga, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وليضربن بخمرهن على جيوبهن
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada (dan leher)
mereka.” (QS. An Nur: )
Keempat, firman Allah subhanahu wa ta’ala:
ولا يضربن بأرجلهن ليعلم مايخفين من زينتهن
“Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan.” (QS. An Nur: )
Tema sentral yang mengundang perbedaan di kalangan ulama dalam ayat kedua,
ketiga dan keempat diatas adalah penafsiran tentang batasan aurat bagi wanita dalam
kalimat“perhiasan yang biasa nampak dari mereka”. Secara tekstual kalimat tersebut
Ibid
Ibid
di tafsirkan ulama salaf sebagai pakaian sehingga dengan demikian yang boleh
nampak pada wanita adalah pakaian karena pakaian memang mustahil untuk
disembunyikan.
Dan pada ayat kedua di pahami, jika menutup dada dan leher saja
di wajibkan apalagi menutup wajah yang merupakan tempat kecantikan dan godaan.
Adapun pada ayat keempat dipahami bahwa memukulkan kaki agar terdengar suara
gemerincing gelang kaki tidak lebih berbahaya dari pada menampakkan kecantikan
wajah sehingga wajah wajib ditutupi.
Syeikh Muhammad Shalih al-Utsamain –Hafizhahullah ditanya apa yang
dimaksud hijab yang syar’i ?
Hijab syar’i adalah seorang wanita itu menutup bagian tubuh yang haram
diperlihatkan atau menutup bagian tubuh yang wajib ditutup. Dan pada awalnya
adalah menutup wajah karena itu menjadi sumber fitnah dan bagian yang
menimbulkan rasa cinta, maka wajib bagi wanita menutup wajahnya dari mereka
yang bukan muhrimnya.
Syeikh Abdullah bin Humaid menjelaskan tentang hijab yang hakiki ialah hijab
dalam Islam telah diterangkan oleh Al-Qur’an yaitu seorang wanita muslimah harus
menjaga diri dan mempunyai harga diri serta jauh dari tempat syubhat jauh dari
pencampuran dengan laki-laki asing. Ini adalah makna hijab ditinjau dari aspek
menutup wajah dan kedua tangannya dari laki-laki asing, karena kemolekan dan
kecantikannya ada pada wajahnya, dan Allah SWT berfirman :
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,” (QS. An-Nur: )
Di riwayat oleh Ibnu Jarir dan di Shahihkan oleh Syaikh Mustahafa Al-Adawi, bahwa Ibnu
Mas’ud berkata tentang perhiasan yang (biasa) nampak dari wanita: “(yaitu) pakaian ( Jami’ Ahkamin
Nisa’IV/ ).
Fathin Masyahud, Lc. MH, Ida Husnur Rahmawati,Lc. MH penerjemah dari kitab FATAWA
AL-MAR’AH AL-MUSLIMAH Judul edisi Indonesia Fikih wanita hal.
Dan artinya bahwa “khumur” jamak dari “khimar” yaitu yang dipakai oleh
wanita dikepalanya, kemudian diturunkan sampai ke “jaib” sakunya, dan jaib yaitu
lubang yang ada di atas dada. Ini makna dari QS. An-Nur: seperti ayat yang lain:
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-
isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka".. (QS. Al-Ahzab: )
Kata “jalabib” jamak dari jilbab yaitu yang dipakai oleh wanita di atas
kepalanya yang di ulur di atas wajahnya, inilah yang selayaknya dan inilah “Hijab”.
Dan tujuan dari ini semua adalah menjauhkan wanita muslimah dari sumber fitnah
agar dia tidak terfitnah laki-laki, dan kaum laki-laki juga tidak terfitnah karena “kaum
wanita adalah mitra laki-laki.” Dan Allah SWT memberitahukan tentang istri-istri
Nabi bahwa mereka adalah para wanita yang paling suci hati mereka dan paling
mendalam ilmu mereka dibanding kaum laki-laki zaman kita. Alla Ta’ala berfirman:
...
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi),
Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu
dan hati mereka.” (QS al-Ahzab: ),
Dan hijab merupakan perantara. Dan tujuan dari perantara itu adalah agar kaum
wanita menjaga dirinya dan tetap memlihara harga diri dan kesuciannya dan
menjauhkannya dari sumber fitnah dan tidak terfitnah oleh lainnya dan tidak menjadi
fitnah bagi orang lain karena kemolekan dan kecantikannya ada pada wajahnya,
Wallahu a’lam.
An-Nur : - “Pada kedua ayat tersebut terdapat perintah untuk menjaga
pandangan dan kemaluan bagi laki-laki dan perempuan yang mana apabila kita
Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, ), hal.
Ibid.
melihat seseorang maka yang dilihat pertama kali adalah wajahnya yang
berkemungkinan menimbulkan hal-hal yang tak di inginkan. Serta wanita disuruh
untuk menyembunyikan perhiasan mereka dan itu termasuk hal-hal yang salah
padanya, dan wajah merupakan hal yang indah yang terdapat pada wanita maka ia
sebaiknya menutupinya.”
Didalam kitab tafsir wanita yang di karang oleh Syaikh Imam Zaki Al-Barudi
dia mengutip dari tafsir ahkam Al-Qur’an Ibnul Arabi bahwa didalam tafsir Ibnul
Arabi ada delapan permasalahan di dalam Surah An-Nur ayat , yang pertama
adalah Firman Allah, “Katakanlah kepada laki-laki beriman; ‘Hendaklah mereka
menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya,” ini adalah sebuah firman
yang sifatnya umum, mencakup laki-laki dan perempuan dari kaum mukminin,
selaras dengan seruan yang sifatnya umum di dalam Al-Qur’an. Hanya saja Al-
Qur’an mengkhususkan seruan kepada wanita, dengan bentuk penekanan tambahan.
Sebagaimana ini disebutkan dalam hadits Ummu Ammarah Al-Anshariyah bahwa
sesungguhnya dia berkata, “Wahai Rasulullah, sesunggunhnya saya melihat segala
sesuatu itu untuk lelaki dan saya tidak melihat untuk kalangan perempuan
disebutkan.” Maka turunlah; “Sesungguhnya orang-orang mukmin dan mukminat.”
Firman Allah, “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali
yang biasa nampak dari padanya.”
Perhiasan itu dibagi menjadi duia; perhiasan alami dan perhiasan dari hasil
usaha. Yang alami itu adalah wajahnya. Karena sesungguhnya dia adalah pokok
segala perhiasan dan keindahan penciptaan dan memiliki makna hidup. Karena
didalamnya ada sejumlah manfaat dfan merupakan jalur-jalur pengatahuan dan
indahnya tertibnya susunan yang ada, semua terdapat dikepala, dan diciptakan
terpisah dengan yang lain, dengan susunan yang demikian indah.
Sedangkan hiasan yang berupa hasil usaha (muktasabah), ia adalah segala
sesuatu yang diusahakan oleh seseorang perempuan untuk menjadikan dirinya
HR. Tirmidzi: . Al-Albani berkata dalam Shahih Sunan Tirmidzi: Hadits ini isnadnya
shahih.
cantiknya dengan cara buatan. Seperti pakaian, perhiasan, celak mata, dan lainnya. Di
antara yang menunjukkan itu adalah firman Allah, “Pakailah perhiasanmu yang
indah disetiap (memasuki masjid).” Yang dimaksud dengan perhiasan disini adalah
pakaian.
Firman Allah, “Kecuali yang biasa nampak dari padanya,”
Ketahuilah wahai saudaraku, hakikat-hakikat yang ada disini, bahwa sesuatu yang
zhahir dari lafazh yang mengandung kebalikannya maka disana ada lawannya. Jika
ada zhahir pastilah ada batin, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat ini.
Sebagaimana jika ada awal maka pasti ada akhir, dan jika ada kuno maka pasti ada
baru. Maka tatkala perhiasan itu disifati bahwa dia adalah zhahir, maka ini
menunjukkan bahwa disana ada batin.
Ada tiga pendapat mengenai maksud dari perhiasan lahir (yang tampak) itu:
Pertama; Maksudnya adalah pakaian. Yakni yang tampak dari pakaiannya
secara khusus. Pendapat ini dikatakan oleh Abdullah bin Mas’ud.
Kedua; Dia adalah celak mata dan cincin. Ini adalah pendapat Ibnu Abbas dan
Miswar.
Ketiga; Dia adalah wajah dan kedua telapak tangan.
Pendapat ketiga memiliki makna sama dengan pendapat kedua. Sebab celak dan
cincin adanya diwajah dan kedua telapak tangan. Hanya saja darinya bisa di ambil
makna lain. Yakni; bahwa orang yang beranggapan bahwa kedua telapak tangan dan
wajah adalah hiasan yang tampak mengatakan bahwa jika hal itu tidak ada celak dan
cincin. Jika ada padanya celak dan cincin, dan ini adalah sesuatu yang sangat dicintai
untuk ditutupi, dan dia menjadi bagian hiasan yang tersembunyi, adapun perhiasan
yang tidak tampak (batin), maka dia adalah anting-anting, kalung, gelang tangan dan
kaki dan lainnya.
Ibnul Qasim dari Malik berkata, “Adapun cat kuku itu bukan termasuk
perhiasan luar.”
Syaikh Imam Zaki Al-Barudi Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim li An-Nisa’ / Tafsir Wanita. Cet. I
Jakarta . Hal.
Para ulama berbeda pendapat mengenai gelang. Aisyah berkata, “Dia termasuk
hiasan luar, karena keduanya berada pada dua tangan.” Mujahid berkata, “Dia
termasuk perhiasan yang harus tidak diperlihatkan sebab dia berada diluar kedua
telapak tangan. Dia berada dipergelangan tangan.”
Adapun cat kuku, maka dia termasuk perhiasan yang batin jika dia berada di
kedua kaki. Yang benar adalah bahwa yang dimaksud dengan perhiasan yang biasa
nampak adalah dia yang berada di wajah dan kedua telapak tangan. Sebab dialah
yang tampak pada saat shalat, dan saat ihram. Dan memang dialah yang biasa
tampak.
Didalam tafsir wanita Syaikh Imam Zaki Al-Barudi menjelaskan tentang
perbedaan pendapat diantara para ulama salaf mengenai makna perhiasan luar dan
dalam (lahir batin), maka itu telah dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
dalam bukunya Majmu’ Al-Fatawaa: . Dia berkata: Masalahnya adalah:
SeSungguhnya Allah telah menjadikan perhiasan itu menjadi dua. Perhiasan yang
zhahir dan yang batin. Perhiasan yang zhahir bisa ditampakkan kepada selain suami
orang-orang selain mahram. Sebelum turun ayat hijab para perempuan biasa keluar
tanpa memakai jilbab dimana para lelaki bisa melihat wajah dan kedua tangan
mereka. Pada saat itu perempuan boleh menampakkan wajah dan kedua telapak
tangannya. Saat itu boleh melihat padanya sebab kala itu memang boleh
ditampakkan. Kemudian setelah menurunkan ayat hijab dengan firman-Nya: “Wahai
Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuan dan istri-istri orang
mukmin;” Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka (Al-
Ahzab: ), yakni hijab perempuan dari laki-laki itu berlaku setelah Rasulullah nikah
dengan Zainab binti Jahsy, salah seorang ummahatul mukminin. Saat itulah kain
penutup digelar dan wanita tidak boleh dilihat. Tatkala Rasulullah memilih Shafiyah
binti huyay setelah perang Khaibar para sahabat berkata: Jika Rasulullah
menghijabnya maka berarti dia salah seorang dari ummahatul mukminin. Jika tidak
Ibid.
maka dia tak lain adalah salah seorang hamba sahayanya. Maka Rasulullah
menghijabnya. Tatkala Allah memerintahkan agar tidak bertanya kepada mereka
kecuali dari belakang hijab dan memerintahkan para isterinya, anak-anaknya dan
isteri-isteri orang mukmin untuk mengulurkan jilbabnya –jilbab adalah kain yang
menutupi yang oleh Ibnu Mas’ud disebut dengan “rida” (selendang) dan yang biasa
oleh kebanyakan orang sebagai “izar kabir” yakni kain menutup kepalanya dan
seluruh badannya.
Abu Ubaid dan lainnya mengutarakan: Sesungguhnya wanita mukminah
menjulurkan kainnya di atas kepalanya sehingga tidak ada yang tampak kecuali
matanya. Ini sama dengan niqab (penutup muka). Mereka melindungi diri dengan
pakaian itu. Dalam riwayat yang shahih disebutkan bahwa seorang wanita yang
diharamkan dilihat lelaki lain tidak pakai niqab dan tidak memakai sarung tangan,
maka kemudian mereka diperintahkan untuk memakai jilbab agar mereka tidak
dikenal. Wajah dan kedua tangan termasuk dari perhiasan yang tidak dibolehkan
untuk tidak ditampakkan kepada ajanib (orang muhrim).
Ada tanya jawab tentang urgensi menutup wajah didalam buku Al-Fatawa asy-
syar’iyyah fi al-masa’il al-ashriyyah min fatawa ulama al-balad al-haram yang
diterjamahi oleh mustofa Aini, Hanif Yahya, Amir Hamzah, yang di perbarui
judulnya fatwa-fatwa terkini. Pertanyaannya ialah tentang urgensi penutup wajah
wanita, apakah ini memang kewajiban yang diwajibkan dalam agama Islam ? jika
memang begitu, apa dalilnya? Saya mendengar dari banyak sumber dan saya
beranggapan bahwa penutup wajah itu telah umum digunakan di jazirah Arab pada
masa Turki, sejak saat itu ditegaskan penggunaannya sehingga semua orang
menganggap bahwa itu diwajibkan kepada setiap wanita. Sebagaimana yang saya
baca, bahwa pada masa Nabi SAW dan masa para sahabat, kaum wanita menyertai
kaum laki-laki dalam berbagai pekerjaan, di antaranya membantu dalam peperangan.
Apakah ini memang benar atau keliru dan tidak berdasar?
Ibid.
Di masa awal Islam, hijab belum diwajibkan kepada wanita. Saat itu, wanita
menampakkan wajah dan telapak tangannya pada kaum laki-laki, kemudian
Allah mensyari’atkan hijab kepada kaum wanita dan mewajibkannya untuk menjaga
dan memelihara wanita dari pandangan kaum laki-laki yang bukan mahram dan untuk
mencegah timbulnya fitnah. Perintah ini berlaku setelah turunnya ayat hijab, yaitu
Firman Allah SWT dalam surat al-Ahzab,
“apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi),
Maka mintalah dari belakang tabir. cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu
dan hati mereka.
Walaupun ayat ini diturunkan mengenai para isteri Nabi SAW, namun
maksudnya adalah mereka dan wanita lainnya karena keumuman alasan yang
disebutkan itu dan cakupan maknanya. Dalam ayat lainnya Allah berfirman,
“dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan
bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.”
Ayat ini mencakup para isteri Nabi SAW dan wanita lainnya, seperti halnya
Firman Allah SWT dalam ayat lainnya,
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal,
Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, ), hal.
karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Al-Ahzab: ).
Selain ini Allah pun menurunkan dua ayat lainnya dalam surat an-Nur, yaitu
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka
menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya
kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka.” An-Nur: -
Yang dimaksud dengan ‘perhiasan’ disini adalah keindahan dan daya tarik,
yang mana wajah adalah yang paling utamanya. Sedangkan yang dimaksud dengan:
“kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.” An-Nur: adalah pakaian.
Demikianlah pendapat yang benar diantara dua pendapat ulama, sebagaimana yang
dikatakan oleh sahabat yang mulia, Abdullah bin Mas’ud RA yang berdalih dengan
Firman Allah SWT,
Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, ), hal.
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung)
yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian
mereka dengan tidak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan
adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Bijaksana.” (An-Nur: )
Segi pendalihan dari ayat ini menunjukkan kewajiban berhijabnya wanita, yaitu
menutup wajah dan seluruh badannya dari laki-laki yang bukan mahram: Namun
Allah tidak menganggap berdosa pada wanita-wanita tua yang telah menopause yang
tidak mempunyai keinginan untuk menikah lagi, asalkan tidak bersolek dengan
perhiasan. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa para wanita muda wajib
berhijab, dan mereka berdosea bila meninggalkan kewajiban ini. Begitu pula para
wanita tua yang berdandan (bersolek) dengan perhiasan., mereka tetap harus berhijab
karena mereka itu juga fitnah. Kemudian di akhir ayat tadi Allah menyatakan, bahwa
berlaku sopannya para wanita tua dengan tidak berdandan adalah lebih baik bagi
mereka. Demikian ini karena lebih menjauhkan mereka dari fitnah. Telah
diriwayatkan secara pasti dari Aisyah dan Asma’ RA, saudarinya, yang menunjukkan
wajibnya wanita menutup wajah terhadap laki-laki yang bukan mahram, walaupun
sedang melaksanakan ihram, sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah RA yang
disebutkan dalam ash-Shahihain, yang menunjukkan bahwa terbukanya wajah wanita
hanya pada masa awal Islam kemudian dihapus dengan turunnya ayat hijab. Dengan
demikian diketahui, bahwa berhijabnya wanita adalah perkara yang sudah lama ada,
sejak masa Nabi SAW
Allah SWT telah mewajibkannya, jadi bukan dari aturan masa Turki.
Dan ditemukan lagi pernyataan yang di keluarkan oleh Syaikh Muhammad bin
Shalih Utsaimin, bahwasanya membuka wajah di depan laki-laki yang bukan
mahramnya baik pada saat haji, umrah atau yang lainnya yaitu haram hukumnya.
Didalam kitab tafsir al-Misbah menjelaskan QS. An-Nur: ayat ini
menyatakan: katakanlah kepada wanita-wanita mukminah: “Hendaklah mereka
Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, ), hal.
Khalid al-Juraisi, Fatwa-fatwa terkini. Jakarta . Hal.
Amin bin Yahya al-Wazan, Fatwa-fatwa tentang wanita, Jakarta Hal.
menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka sebagaimana
perintah kepada kaum pria mukmin untuk menahannya, dan di samping itu janganlah
mereka menampakkan hiasan yakni bagian tubuh mereka yang dapat merangsang
lelaki kecuali yang biasa nampak darinya atau kecuali yang terlihat tanpa maksud
untuk ditampak-tampakkan, seperti wajah dan telapak tangan. Dan dijelaskan juga
bahwa hiasan pokok wanita adalah dadanya maka ayat ini melanjutkan dan
hendaklah mereka menutupkan kain kerudung mereka ke dada mereka.
Kata (زينة) zinah adalah sesuatu yang menjadikan lainnya indah dan baik atau
dengan kata perhiasan. Kata ( خمر ) khumur adalah bentuk jamak dari kata ( خمار )
khimar yaitu tutup kepala, yang panjang. Sejak dahulu wanita menggunakan tutup
kepala itu, hanya saja sebagian mereka tidak menggunakannya untuk menutup tetapi
membiarkan melilit punggung mereka. Nah, ayat ini memerintahkan mereka
menutupi dada mereka dengan kerudung panjang itu. Ini berarti kerudung itu
diletakkan di kepala karena memang sejak semula ia berfungsi demikian, lalu
diulurkan ke bawah sehingga menutup dada.
Bagaimana dengan yang tidak disebut ? Tentu saja wanita-wanita berkewajiban
memelihara hiasannya sehingga tidak terlihat kecuali apa yang diistilahkan oleh ayat
ini dengan kalimat ( إلا ما ظهر منها ). Penggalan ayat ini dipersilisihkan maknanya oleh
para ulama, khususnya makna kata illa.
Ada yang berpendapat bahwa kata ( إلا ) adalah istisna’ muttashil yang berarti
“Yang dikecualikan merupakan bagian jenis dari apa yang disebut sebelumnya”, dan
yang dikecualikan dalam penggalan ayat ini adalah zinah atau hiasan. Ini berarti ayat
tersebut berpesan: "Hendaknya janganlah wanita-wanita Menampakkan
perhiasannya (anggota tubuh) mereka, kecuali apa yang tampak.”
M. Quraish Shihab Tafsir Al-Misbah pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an Jakarta : Lentera
Hati, (vol ) hal.
Ibid.
Redaksi ini, jelas tidak lurus, karena apa yang tampak, tentu sudah kelihatan.
Jadi, apalagi gunanya dihalang? Karena itu, lahir paling tidak tiga pendapat lain guna
lurusnya pemahaman redaksi tersebut.
Pertama, memahami kata illa dalam arti tetapi atau dalam istilah ilmu bahasa
Arab istisna’ munqathi’ dalam arti yang dikecualikan bukan bagian / jenis yang
disebut sebelumnya. Ini bermakna: “janganlah mereka menampakkan hiasan mereka
sama sekali; tetapi apa yang nampak (secara terpaksa / tidak disengaja – seperti ditiup
angin dan lain-lain), maka itu dapat di maafkan.
Kedua, menyisipkan kalimat dalam penggalan ayat itu. Kalimat dimaksud
menjadikan penggalan ayat in mengandung pesan lebih kurang: “Janganlah mereka
(wanita-wanita) menampakkan hiasan (badan mereka). Mereka berdosa jika berbuat
demikian. Tetapi jika tampak tanpa disengaja, maka mereka tidak berdosa.”
Penggalan ayat – jika dipahami dengan kedua pendapat di atas – tidak
menentukan batas bagi hiasan yang boleh ditampakkan, sehingga berarti seluruh
anggota badan tidak boleh tampak kecuali dalam keadaan terpaksa.
Pemahaman ini, mereka kuatkan pula dengan sekian banyak hadits, seprti sabda
Nabi SAW. Kepada ‘Ali Ibn Abi Thalib yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan at-
Tirmidzi melalui Buraidah: Wahai ‘Ali jangan ikutkan pandangan pertama dengan
pandangan kedua. Yang pertama ditolerir, dan yang kedua engkau berdosa.
Ada riwayat lain yang menjadi dasar pendapat di atas yaitu bahwa seorang
pemuda bernama al-Fadhl Ibn ‘Abbas, ketika melaksanakan haji Wada’ menunggang
unta bersama Nabi Muhammad saw., dan ketika itu ada seorang wanita cantik, yang
terus menerus di tatap oleh al-Fadhl. Maka Nabi saw. Memegang dagu al-Fadhl dan
mengalihkan wajahnya agar ia tidak melihat wnita tersebut terus menerus. Demikian
diriwayatkan oleh Bukhari dari saudara al-Fadhl sendiri, yaitu Ibn ‘Abbas. Bahkan
penganut pandapat ini merukuk kepada ayat al-Qur’an yang menyatakan:
“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi),
Maka mintalah dari belakang tabir.” (QS. Al-Ahzab: ).18
Ayat ini walaupun berkaitan dengan permintaan sesuatu dari istri Nabi, namun
dijadikan oleh ulama penganut kedua pendapat di atas sebagai dalil pendapat mereka.
Ketiga, memahami firman-Nya “kecuali apa yang tampak” dalam arti yang
biasa dan atau dibutuhkan keterbukaannya sehingga harus tampak. Kebutuhan di
sini dalam arti menimbulkan kesulitan bila bagian badan tersebut ditutup.
Mayoritas
ulama memahami penggalan ayat ini dalam arti ketiga ini. Cukup banyak hadits yang
mendukung pendapat ini. Misalnya: “Tidak dibenarkan bagi seorang wanita yang
percaya kepada Allah dan hari Kemudian untuk menampakkan kedua tangannya,
kecuali sampai disini (Nabi kemudian memegang setengah tangan beliau)” (HR. Ath-
Thabari).
Hadits lain menyatakan: “Apabila wanita telah haid, tidak wajar terlihat darinya
kecuali wajah dan tangannya sampai ke pergelangan” (HR. Abu Daud).
Di atas telah dikemukakan bahwa zinah adalah sesuatu yang menjadikan
sesuatu yang lain indah yakni hiasan. sementara ulama membaginya dalam dua
macam. Ada yang bersifat khilqiyyah (fisik melekat pada diri seseorang, dan ada juga
yang bersifat muktasabah (dapat diupayakan). Menurut Ibnu ‘Asyur yang bersifat
fisik melekat adalah wajah, telapak tangan dan setengah dari kedua lengan, sedang
yang diupayakan adalah pakaian yang indah, perhiasan, celak mata dan pacar.
Memang al-Qur’an menggunakan kata zinah dalam arti pakaian (QS. Al-A’raf: ).
Pakar hukum dan tafsir Ibn al-‘Arabi berpendapat bahwa hiasan yang bersifat
khilqiyyah adalah sebagian besar jasad perempuan, khususnya wajah, kedua
pergelangan tangannya, kedua siku sampai dengan bahu, payudara, kedua betis dan
rambut. Sedang hiasan yang diupayakan adalah hiasan yang merupakan hal-hal yang
lumrah dipakai sebagai hiasan buat perempuan yakni perhiasan, pakaian indah dan
18
Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, ), hal.
Ibid.
bewarna warni, pacar, celak, siwak dan sebagainya. Hiasan khilqiyyah yang dapat
ditoleransi adalah hiasan yang bila ditutup mengakibatkan kesulitasn bagi wanita,
seperti wajah, kedua telapak tangan dan kedua kaki, lawannya adalah hiasan yang
disembunyikan / harus ditutup, seperti bagian atas kedua betis, kedua pergelangan,
kedua bahu, leher dan bagian atas dada dan kedua telinga.
Pakar tafsir al-Qurtubi, dalam tafsirnya mengemukakan bahwa ulama besar
Sa’id Ibn Jubair, ‘Atha dan al-Auza’i berpendapat bahwa yang boleh dilihat hanya
wajah wanita, kedua telapak tangan dan busana yang dipakainya. Sedang sahabat
Nabi saw. Ibn ‘Abbas, Qatadah, dan Miswar Ibn Makhzamah, berpendapat bahwa
yang boleh termasuk juga celak mata, felang, setengah dari tangan yang dalam
kebiasaan wanita Arab dihiasi / diwarnai dengan pacar (yaitu semacam zat klorofil
yang terdapat pada tumbuhan yang hijau), anting, cincin, dan semacamnya. Al-
Qurthubi juga mengemukakan hadits yang menguraikan kewajiban menutup setengah
tangan.
Syeikh Muhammad ‘Ali as-Sais, Guru Besar Universitas al-Azhar Mesir,
mengemukakan dalam tafsirnya – yang menjadi buku wajib pada Fakultas Syariah
Al-Azhar – bahwa Abu Hanifah berpendapat kedua kaki, juga bukan aurat. Abu
Hanifah mengajukan alasannya yaitu bahwa ini lebih menyulitkan – bila harus
ditutup – ketimbang tangan, khususnya bagi wanita-wanita miskin di pedesaan yang
(ketika itu) sering kali berjalan (tanpa alas kaki) untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Pakar hukum Abu Yusuf bahkan berpendapat bahwa kedua tangan wanita bukan
aurat, karena dia menilai bahwa mewajibkan untuk menutupnya menyulitkan wanita.
“Allah tidak berkehendak menjadikan bagi kamu sedikit kesulitan pun” (QS. Al-
Ma’idah: )19
dan bahwa:
Ibid. 19 Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, ), hal.
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu.” (QS. Al-Baqarah: )20
Quraish Shihab menjelaskan didalam tafsirnya, pakar tafsir Ibn ‘Athiyyah –
sebagaimana dikutip oleh al-Qurtubi – berpendapat: “Menurut hemat saya,
berdasarkan redaksio ayat, wanita diperintahkan untuk tidak menampakkan dan
berusaha menutup segala sesuatu yang berupa hiasan. Pengecualian, menurut hemat
saya, berdasarkan keharusan gerak menyangkut (hal-hal) yang mesti, atau untuk
perbaikan sesuatu dan semacamnya.”
Quraish Sihab menjelaskan juga hanya al-Qurtubi berkomentar, bagaikan ingin
menutup kemungkinan perkembangan dengan menyatakan: Pendapat (Ibn ‘Athiyyah)
ini baik. Hanya saja karena wajah dan kedua telapak tangan sering kali (biasa)
tampak – baik sehari-hari maupun dalam keadaan ibadah seperti ketika sholat dan
haji – maka sebaiknya redaksi pengecualian “kecuali yang tampak darinya”
dipahami sebagai kecuali wajah dan kedua telapak tangan yang biasa tampak itu.
Demikian terlihat pakar hukum ini mengembalikan pengecualian tersebut
kepada kebiasaan yang berlaku. Dari sini, dalam al-Qur’an dan Terjemahnya susunan
Tim Departemen Agama, pengecualian itu diterjemahkan sebagai kecuali yang
(biasa) tampak darinya.
Quraish sihab juga menerangkan didalam tafsirnya tentang Muhammad Thahir
Ibn ‘Asyur seorang ulama besar dari Tunis, yang diakui otoritasnya dalam bidang
ilmu agama. Menulis dalam bukunya Maqashid asy-Syari’ah bahwa: “Kami percaya
bahwa adat kebiasaan satu kaum tidak boleh – dalam kedudukannya sebagai adat –
untuk dipaksakan terhadapa kaum lain atas nama agama, bahkan tidak dapat
dipaksakan pula terhadap kaum itu.”
20
Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, ), hal.
Ibid.
Ulama ini kemudian memberikan beberapa contoh dari al-Qur’an dan Sunnah
Nabi. Contoh yang diangkatnya dari al-Qur’an adalah surat al-Ahzab: , yang
memerintahkan kaum mukminah agar mengulurkan jilbabnya. Di sini ulama tersebut
berkomentar: “Ini adalah ajaran yang mempertimbangkan adat orang-orang Arab,
sehingga bangsa-bangsa lain yang tidak menggunakan jilbab, tidak memperoleh
bagian (tidak berlaku bagi mereka ketentuan ini.”
Ketika menafsirkan ayat al-Ahzab yang berbicara tentang Jilbab ulama ini
menulis bahwa: “Cara memakai jilbab berbeda-beda sesuai dengan perbedaan
keadaan wanita dan adat mereka. Tetapi tujuan perintah ini addalah seperti bunyi ayat
itu yakni “Agar mereka dapat dikenal (sebagai wanita muslim yang baik) sehingga
mereka tidak diganggu.
Ibid.
BAB IV
ANALISA TERHADAP KEWAJIBAN MEMAKAI NIQAB DI YAYASAN
UBAY BIN KA’AB
A. Fenomena Pemakaian Niqab di Pondok Pesantren Ubay bin Ka’ab.
Fenomena pemakaian niqab di pondok pesantren Ubay bin Ka’ab Setelah
peneliti meneliti dan mewawancarai salah satu ustadz pengajar yaitu ustadz Basuki, ia
mengatakan bahwa guru-guru di pesantren disini tidak ada yang mewajibkan cadar
kepada para santriwati pesantren Ubay bin Ka’ab sendiri. Melainkan budaya para
santriwati untuk memakai cadar. Karna ketika penulis memasuki pondok pesantren
Ubay bin Ka’ab, ada juga beberapa santriwati yang tidak memakai niqab. Ketika
berpapasan dengan penulis, para santriwati yang tidak memakai niqab tersebut
langsung merespon dengan menutupkan ketika wajahnya dengan kain jilbabnya yang
lebar.
Para santriwati pondok pesantren Ubay bin Ka’ab untuk memahami ayat-ayat
al-Qur’an terkhusus ayat-ayat tentang hijab. Para guru memberi pengajian tafsir,
mereka memakai metode tafsir yang dipakai oleh guru-guru pondok pesantren ini
ialah metode tafsir bil ma’tsur, yang mana menggunakan riwayat-riwayat ulama dan
kitab-kitab mufassir yang kita kenal seperti kitab tafsir ibn katsir dan kitab tafsir ar-
Ra’di dan lain-lain.
Dibawah ini ada beberapa pernyataan pandangan santriwati pondok pesantren
Ubay bin Ka’ab terhadap berniqab:
Pemahaman santri pesantren Ubay bin Ka’ab terhadap niqab, sejauh penulis
teliti ialah : “Niqab ialah kain penutup wajah yang dipakai oleh sebagian wanita,
seperti dizaman Rasulullah dan seperti halnya istri-istri Rasul yang mulia dengan
menutup seluruh auratnya termasuk wajah. Menurutnya hukum niqab adalah sunnah
mu’akkad sunah yang ditekankan, karena dizaman yang penuh fitnah seperti sekarang
Basuki, Salah Satu Pengurus Pesantren Ubay bin Ka’ab, Wawancara dengan Penulis, Tangga
April
wanita adalah salah satu fitnah terbesar bagi kaum laki-laki dan hendaknya wanita
menjaga kemaluannya dan menutup seluruh auratnya, untuk menjaga dari fitnah
dunia.”
“Niqab adalah penutup wajah, di anjurkan seorang wanita agar menutup
wajahnya dari pandangan lelaki yang bukan mahrom.”
“Niqab merupakan bagian dari sunnah Rasulullah SWA. Menurutnya memakai
niqab itu sunnah yang afdol.”
“Dia adalah kain penutup wajah yang biasa dipakai oleh shahabiyah-shahabiyah
terdahulu. Menurutnya niqab itu sunnah muakkad karna ketika kita tawaf dan shalat
diperintahkan untuk membuka niqab, namun ada ikhtilaf ketika shalat jika
menimbulkan fitnah dia wajib memakai niqab dan ana cenderung kependapat ini
ketika shalat jika ada ikhwan ajnabi.”
“Niqab ialah menutup wajah dihadapan laki-laki yang bukan mahrom,
bertujuan supaya ada pemisah antara dirinya dengan laki-laki yang bukan mahrom.
Maksudnya terhadap hal yang melindungi diri wanita jika suatu saat dia terpaksa atau
harus pergi keluar rumah untuk membantu kaum laki-laki dalam menundukkan
pandangan, sebab pandangan merupakan panah beraun iblis. Dan hukumnya sunnah
muakkadah (sangat ditekankan) karena apabila kaum wanita diwajibkan menutup
leher dan dada maka menutup wajah lebih utama daripadanya. Ini karena wajah
dijadikan fokus kecantika fisik tidaklah mengincar keucali pada bagian wajah saja,
jika telah melihat wajah yang cantik, mereka tidak lagi meliahat unsur lainnya.”
“Bagi saya niqab itu sangat memuliakan wanita, menjaga dari fitnah dan dari
gangguan serta membantu para laki-laki menundukkan pandangannya. Bagi saya
niqab hukumnya sunnah, insyaallah ana tidak akan melepaskannya”.
“saya memandang niqab sebagai bentuk pemuliaan Islam bagi para lelaki dan
wanitanya. Karna dengan niqab jiwa seseorang bisa lebih terjaga kesuciannya, dan
terjaga pula kehormatan keluarga jika yang mengenakan niqab benar niatnya. Hukum
Niqab itu masih diperselisihkan apakah dia wajib atau sunnah. Para imam yang di
akui keilmuannya seperti imam Malik dan imam Asy-Safi’i berpendapat,
bahwasahnya memakai niqab itu wajib para wanita muslimah, sedangkan imam Abu
Hanifah dan imam Ahmad bin Hanbal berpendapat, bahwasahnya hukum niqab itu
sunnah. Sedangkan pendapat yang dirojihkan oleh kebanyakan para ulama (jumhur)
bahwasahnya hukum niqab itu sunnah Al-Mufadhdhol (sunnah yang diutamakan).
Sedangkan saya, saya memandang sunnah tatkala sang wanita itu wajahnya tidak
menjadi fitnah bagi kaum lelaki dan ia berubah menjadi wajib tatkala kondisi wanita
tersebut menjadi fitnah bagi lelaki Wallahu’alam.
“Bagi saya seseorang yang memakai niqab itu akan lebih terjaga dari
pandangan lawan jenisnya, tidak di ganggu serta lebih dihormati. Kalau menurut saya
memakai niqab itu hukumnya sunnah karna saya sendiri belum bisa istiqomah
memakainya.”
“Niqab bukan benda yang identik dengan terorisme. Niqab adalah syari’at
Rasulullah SAW barangsiapa yang mencelanya maka dia telah mencela apa-apa yang
dibawa Rasulullah SAW. Menurut saya sunnah, karna aurat perempuan adalah
seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan, sunnah karena semua isteri-isteri
Nabi Muhammad SAW memakai niqab (menutup wajahnya).”
“Niqab adalah suatu kemuliaan yang bukan sembarang orang mengetahuinya
dan merupakan suatu kehormatan bagi kaum wanita sendiri. Menurut saya sunnah
yang ditekankan untuk zaman yang banyak fitnah dan syubhat saat ini.”
“Sunnah Mustahab, sunnah mustahab di anjurkan seorang wanita
menggunakannya dan ini adalah sunnah Nabi, para Ummahatul mukminin yang
memakainya, dan para istri sahabat nabi yang demikian.”
“Niqab merupakan salah satu syari’at dalam Islam yang memuliakan wanita
dari pandangan. Pandangan ajnabi dan hathal lainnya. Niqab sendiri juga merupakan
kemajuan dalam mode pakaian bukan kemunduran mode yang seperti yang dikatakan
oleh orang-orang diluar sana. Hukumnya menurut saya adalah sunnah, karena batasan
aurat untuk wanita adalah wajah dan telapak tangan. Tetapi wajah seringkali
menimbulkan fitnah bagi lawan jenis, sehingga saya menanggapinya sebagai sunnah
yang ditekankan.”
“Niqab merupakan suatu kemuliaan bagi seorang wanita muslimah. Niqab juga
membuat seseorang dihormati dan tidak dilecehkan oleh para lelaki. Dan niqab juga
dapat membantu para lelaki untuk menundukkan pandangan. Sunnah, karna
jumhur kebanyakan para ulama mengatakan bahwa wajah tidak termasuk aurat.”
“Menutup aurat. Sunnah, karena saya takut akan murka Allah jika saya
mewajibkan niqab bagi saya, karena saya termasuk orang yang mudah lalai.”
“Saya memandangnya Sunnah. Kalau sunnah, sewaktu niqab itu
memudharatkan kita (ex :Pada suatu tempat yang disana tidak ditegakkan hukum
Islam secara sempurna) maka tidak mengapa kita melepaskan niqab tersebut.”
“sunnah, membantu laki-laki untuk menundukkan pandangannya. Sunnah kalau
kita tidak memakainya tidak berdosa.”
“Pandangan ana tentang niqab, bahwa niqab itu sunnah dan ana sangat
menyukainya. Hukum niqab menurut ana sunnah karna ia bukanlah bagian dari
aurat.”
“Sunnah dikarenakan ana masih belum bisa istiqomah memakainya.”
“MasyaAllah pandangan saya terhadap niqab itu sendiri adalah bisa membuat
tingginya derajat kaum wanita lebih terjaga dari pandangan-pandangan jahat. Terjaga
dan menjaga.”
“Sebuah penutup wajah, pelindung wajah yang dapat menyelamatkan akhwat
atau muslimah dari finahnya dunia. Hukumnya wajib, karena wajah adalah tempat
kecantikan dan godaan.”
“Menurut saya, niqab adalah sesuatu yang perlu diperhatikan dan dilestarikan
diseluruh dunia bagi setiap muslimah, karena ini merupakan salah satu identitas
seorang muslimah yang paling menonjol dan ini merupakan syari’at Islam terutama
pada zaman ini. Menurut saya, hukumnya adalah sunnah yang ditekankan, terutama
pada zaman sekarang fitnah tersebut dimana-mana. Dan alangkah baiknya apabila
seorang muslimah tersebut menutup wajah sebagai penjagaan bagi dirinya dari
fitnah.”
“Lembaran kain yang berfungsi untuk menutupi wajah agar terhindar dari
fitnah, karena wajah merupakan awal pandangan yang menyebabkan timbulnya
fitnah. Sunnah Muakkaddah, karena wajah bukan termasuk dari aurat. Apabila
dikhawatirkan timbulnya fitnah (wajahnya dilihat oleh yang bukan mahram) maka
hukum niqab itu sendiri sunnah muakkaddah.”
“Niqab adalah hal yang sudah ada sejak zaman Rasul yang sangat baik jika
dijadikan budaya oleh muslimah, selain untuk mendapatkan pahala, amalan sunnah
juga yang lebih penting lagi untuk menjaga agar tidak timbulnya fitnah bagi muslim
dan muslimah terutama dizaman yang penuh akan timbul fitnah seperti saat sekarang
ini. Hukumnya sunnah muakkadah yaitu sunnah yang ditekankan yang jauh lebih
baik atau sangat lebih baik untuk dilaksanakan, meskipun hal ini tidak wajib karena
ketika berihrom dan shalat dilarang untuk menutup wajah kecuali jika ia takut jika
orang melihat wajahnya akan menimbulkan fitnah (kerusakan keburukan).”
B. Potret Berpakaian Santri Di Yayasan Ubay Bin Ka’ab.
Sedikit berbeda cara berpakaian santri/santriwati di pondok pesantren Ubay bin
Ka’ab, pada umumnya di pesantren khususnya di kota Jambi, santri memakai atasan
baju koko atau teluk belango dan bawahannya memakai kain sarung dalam proses
belajar mengajar atau dominan aktivitasnya begitupun guru-guru di pondok pesantren
tersebut berpakaian seperti demikian.
Lain halnya di pondok pesantren Ubay bin Ka’ab, dimana para santri atasan
bajunya memakai gamis dan bawahannya memakai celana, dan santriwatinya pakaian
jilbab lebar dan memakai niqab.
C. Pemahaman Santriwati terhadap ayat-ayat yang dijadikan dalil untuk
Berniqab
Dari dua puluh tiga kusioner yang disebarkan, hanya satu kusioner yang tidak
memberikan penjelasan tentang pemahamannya terhadap ayat-ayat tersebut. penulis
menuliskan semua pandangan dari kusioner yang penulis sebarkan. Di antarnya
adalah:
QS. An-Nur : , “Seorang muslimah wajib mengulurkan kerudungnya
menutup semua aurat dan menjaga kemaluannya, dan agar bagi kaum laki-laki untuk
menjaga pandangannya begitupun perempuan.”
An-Nur : “Bahwa Allah SWT menyuruh wanita mukmin untuk menutup
kain kerudungnya kedadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya)
kecuali yang biasa terlihat (wajah).”
QS. An-Nur : “Didalam ayat tersebut Allah perintahkan wanita mukmin
untuk memelihara kemaluan mereka, maka menutup wajah termasuk sarana untuk
memelihara kemaluan. Maka juga diperintahkan karena memiliki hukum tujuan.
Tetapi di ayat tersebut ada tentang perhiasan yang biasa tampak ini maknanya wajah
dan telapak tangan, maka wanita juga boleh dia menampakkan perhiasan yang biasa
tampak pada dirinya dan itu tidak berdosa.”
QS. An-Nur : “Adanya perintah menjaga kemaluan adalah perintah yang
mencakup apa-apa yang menjadi sarana menuju atau ke arah pemeliharaan tersebut.
Diantara sarananya adalah menutup wajah, karena membuka wajah itu menjadi
penyabab tertujunya pandangan kearahnya. Sesungguhnya sarana itu memiliki hukum
yang sama dengan tujuan.”
Observasi Penulis di Pondok Pesantren Ubay bin Ka’ab. Jambi, April .
QS. Al-Ahzab : QS. An-Nur : “Yang saya pahami bahwasahnya wajib
bagi muslimah menutup hijabnya kearah tubuhnya dan pada surah Al-Ahzab jilbab
yang dimaksud yang menutupi seluruh tubuh dan wajah. Wallahu’alam.”
QS. Al-Ahzab : QS. An-Nur : “Sebuah perintah yang Allah tujukan bagi
para lelaki agar memerintahkan kepada setiap wanita yang berada dibawah
naungannya untuk mengenakan jilbab, yang mana jilbab tersebut bukan hanya
sekedar kain yang diletakkan diatas kepala, namun juga harus dipanjangkan untuk
menutupi seluruh aurat kecuali yang biasa terlihat.
QS. Al-Ahzab : QS. An-Nur : “Menunjukkan bahwasahnya wanita itu
adalah perhiasan yang harus selalu ditutupi agar selalu terjaga apa yang seharusnya
memang dijaga terjaga dari pandangan laki-laki dan lebih bisa menundukkan
pandangan serta menjaga kemaluan dan juga agar mereka tidak diganggu.”
An-Nur : “Wanita-wanita mukmin Allah perintahkan kepada mereka untuk
menutup aurat yaitu seluruh tubuh kecuali yang biasa tampak baginya (wajah dan
telapak tangan).” Al-Ahzab : “Wanita-wanita istri Nabi dan Istri-istri orang
mukmin Allah perintahkan untuk mengulurkan jilbab, yang dalam bahasa Arab jilbab
adalah pakaian lebar yang dapat menutupi kepala, wajah, bahkan tubuh. Yang berarti
disini juga termasuk niqab. Wallahu’alam”
QS. Al-Ahzab : “Ayat ini menegaskan agar para wanita tidak
mempertontonkan kecantikan kepada setiap orang yang lalu lalang yang lebih
berpotensi untuk diganggu manusia-manusia jahat.”
QS. Al-Ahzab : “Bahwa wanita diperintahkan mengulurkan jilbab keseluruh
tubuh mereka, kecuali beberapa bagian. Dan semua itu agar mereka tidak diganggu
dan mereka mudah dikenali sebagai wanita muslimah.”
“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka".
“yang saya pahami dari ayat tersebut adalah perintah untuk menutup seluruh
tubuh termasuk darinya wajah. Disebutkan dalam kitab tafsir Aisarut Tafassir
pengertian الجلباب adalah kain penutup yang digunakan perempuan sewaktu berjalan
atau pakaian seperti mantel yang panjangnya melebih baju besi, dan disebutkan
dalam kitab tersebut. maksud dari ayat ini adalah perintahkan mereka untuk
memanjangkan atau menutup pakaiannya dari ujung kain ke seluruh tubuh sampai
tersisa satu mata saja. Yang dengan mata itu digunakan untuk melihat jalan.”
QS. Al-Ahzab : “Ayat ini mensyari’atkan kepada seluruh wanita muslimah
untuk mengenakan hijab yang menutupi kepala, dada dan termasuk juga wajah.
Karena betapa banyak laki-laki yang terfitnah gara-gara wajah.”
An-Nur : “Menutupi aurat, kecuali yang terbiasa terlihat. Contoh kedua
telapak tangan dan wajah.”
QS. Al-Ahzab : “Bahwasahnya yang menyuruh untuk berhijab dan
berbusana muslimah (jilbab syar’i) adalah Allah dan Rasulnya dan konsekuensi kita
sebagai muslim dan muslimah untuk taat pada Allah dan Rasulnya. Al-Qur’an
memerintahkan kita untuk berhijab dan Allah yang menciptakan kita untuk berhijab
agar terhindar dari sunnah.”
QS. Al-Ahzab : QS. An-Nur : “Bahwasahnya Allah memerintahkan
kepada istri-istri Nabi Muhammad SAW, anak-anak perempuan Nabi dan istri-istri
orang mukmin. “hendaklah mereka menutupkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.”
QS. Al-Ahzab : “Bahwasahnya Allah memerintahkan kepada istri-istri Nabi
Muhammad SAW dan wanita-wanita orang mukmin agar menutup tubuh mereka
keseluruh tubuh mereka, agar mereka lebih mudah untuk dikenal. Yang di maksud
dengan lebih mudah untuk dikenal adalah agar dapat membedakan wanita-wanita
kafir dengan wanita-wanita muslimah.”
QS. An-Nur : “Bahwa setiap wanita diperintahkan untuk menjaga dirinya
dari pandangan-pandangan yang akan membuat terfitnah karnanya. Dan wanita hanya
boleh menampakkan auratnya hanya pada mahramnya saja.”
QS. Al-Ahzab : “Allah memerintahkan kepada istri-istri kaum mukminin,
jika mereka keluar rumah hendaklah mereka menutupi wajah mereka dengan jilbab
dari kepala mereka. Mereka dapat menampakkan satu yaitu, mata saja. Dan Allah
juga memerintahkan para wanita, jika keluar rumah agar menutupi alis mereka,
sehingga mereka mudah dikenali dan tidak diganggu.
“hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,” QS. An-Nur :
“ayat ini menyatakan bahwa wajibnya menutup dada dan leher, maka menutup wajah
lebih wajib. Karena wajah juga termasuk pusatnya aurat.”
QS. An-Nur : “Dalam ayat ini disebutkan agar menjaga pandangan dan
kemaluan bagi seorang wanita dan pada ayat sebelumnya disebutkan bagi kaum laki-
laki hal yang sama, maka dengan adanya niqab maka kaum laki-laki akan lebih
menjaga pandangan begitu pula bagi kaum wanita juga akan lebih menjaga
pandangannya.”
D. KECENDRUNGAN PENAFSIRAN AL-QUR’AN DAN HADIS YANG
BERKEMBANG DI PESANTREN UBAY BIN KA’AB
Setelah peneliti terjun ke lapangan untuk meneliti, mewawancarai, berdiskusi.
Penulis bisa simpulkan, bahwasahnya penafsiran guru ataupun santriwati pondok
pesantren Ubay bin Ka’ab ialah cenderung tekstual. Karna, ketika memahami ayat-
ayat al-Qur’an, mereka hanya belajar kitab tafsir karya ulama terdahulu yang
coraknya bil ma’tsur . Dan langsung menjadikan pemahaman mereka sendiri tanpa
mengkaitkannya dengan zaman sekarang. Seperti kitab tafsir Aisarut Tafassir, tafsir
al-Qurtubi, tafsir Ibnu Katsir. Dan pendapat-pendapat ulama terdahulu, mereka
hasil kusioner yang di sebarkan di pondok pesantren Ubay bin Ka’ab. April . Basuki, Salah Satu Pengurus Pesantren Ubay bin Ka’ab, Wawancara dengan Penulis, Tangga
April
memakai pemahaman ulama terdahulu ialah pemahaman salafush shalih dan
dijadikannya pemahaman mereka sendiri.
Disini peneliti hanya bisa menyebutkan bahwasahnya, kita tidak bisa hanya
melihat terjemahan al-Qur’an atau hanya membaca kitab-kitab tafsir dan langsung
menjadikan hujjah atau mengatakan final bahwa terjemahan atau penjelasan kitab-
kitab tafsir tersebut ialah yang di maksudkan arti ayat tersebut. butuh banyak disiplin
ilmu untuk memahami ayat al-Qur’an.
Didalam buku membumikan al-Qur’an karya Quraish shihab, beliau
menjelaskan bagaimana untuk memahami ayat al-Qur’an, beliau menyatakan:
Seseorang tidak dapat membenarkan satu teori ilmiah atau penemuan baru dengan
ayat-ayat Al-Quran. Dari sini mungkin akan timbul pertanyaan: kalau demikian
apakah AlQuran harus dipahami sesuai dengan paham para sahabat dan orang-
orang tua kita dahulu? Tidak! Setiap Muslim, bahkan setiap orang, wajib
memahami dan mempelajari Kitab Suci yang dipercayainya. Bahkan, dalam
mukadimah Tafsir Al-Kasysyaf, AlZamakhsyari berpendapat bahwa mempelajari
tafsir Al-Quran merupakan "fardhu 'ayn". Setiap Muslim wajib mempelajari dan
memahami Al-Quran. Tetapi ini bukan berarti bahwa ia harus memahaminya
sesuai dengan pemahaman orang-orang dahulu kala. Karena seorang Muslim
diperintahkan oleh Al-Quran untuk mempergunakan akal pikirannya serta
mencemoohkan mereka yang hanya mengikuti orang-orang tua dan nenekmoyang
tanpa memperhatikan apa yang sebenarnya mereka lakukan; adakah mereka ala
hudan (dalam kebenaran) atau 'ala dhalal (dalam kesesatan). Tetapi ini bukan
berarti bahwa setiap Muslim (siapa saja) dapat mengeluarkan pendapatnya
mengenai ayat-ayat Al-Quran tanpa memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan
untuk itu. Setiap Muslim yang memenuhi syarat, wajib memahami Al-Quran,
karena ayat-ayatnya tidak diturunkan hanya khusus untuk orang-orang Arab di
zaman Rasulullah dahulu, dan bukan juga khusus untuk mereka yang hidup di
abad keduapuluh ini. Tetapi Al-Quran adalah untuk seluruh manusia sejak dari
zaman turunnya hingga hari kiamat kelak.
dan kita sebagai orang awam tidak bisa juga tidak melihat hasil karya ulama
tafsir tedahulu, karna keterbatasan pengetahuan untuk memahami ayat Al-Qur’an,
M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan peran wahyu dalam Masyarakat.
Hal.
selaras apa yang di sampaikan oleh M. Quraish Shihab didalam bukunya Kaidah
Tafsir. Beliau menyatakan:
Tentu saja ini bukan berarti kita membuang segala apa yang telah dihasilkan
generasi lalu. Tidak! Bahkan, bisa jadi ada pandangan masa lalu yang benar pada
masanya, kemudian perkembangan menilainya keliru, lalu datang pula masa di
mana cendekiawan dapat membenarkannya melalui satu dan lain cara. Sebagai
contoh riwayat yang dinisbahkan kepada Ibnu Abbas ra yang menyatakan bahwa:
Kilat adalah cemeti para malaikat dan Guntur adalah hardiknya.” Pendapat ini
diterima masa lalu, kemudian ditolak setelah terungkap secara ilmiah hakikat
Guntur dan Kilat. Namun, siapa yang sependapat dengan Syekh Muhammad
Abduh, bahwa malaikat adalah hukum-hukum alam, maka dengan sedikit
penakwilan pendapat tersebut dapat diterima.
Akhirnya, perlu ditekankan bahwa: Prinsip-prinsip dasar yang diletakkan oleh
pendahulu harus menjadi perhatian dalam memahami al-Qur’an dan as-Sunnah.
Mereka telah menyusun metodologi pemahaman yang demi kesinambungan ilmu
hendaknya tidak diabaikan, walau boleh disempurnakan atau direvisi.
Mengabaikannya berarti memulai dari nol dan ini bertentangan dengan sifat ilmu
pengetahuan, bahkan menghambat kemajuan.
Jlka kita perhatikan perintah Al-Quran yang memerintahkan kita untuk
merenungkan ayat-ayatnya dan kecamannya terhadap mereka yang sekadar mengikuti
pendapat atau tradisi lama tanpa suatu dasar, dan bila kita perhatikan pula bahwa Al-
Qur’an diturunkan untuk setiap manusia dan masyarakat kapan dan di mana pun,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap manusia pada abad ke- serta generasi
berikutnya dituntut pula untuk memahami Al-Quran sebagaimana tuntutan yang
pernah ditujukan kepada masyarakat yang menyaksikan turunnya Al-Quran.
Kemudian, bila disadari bahwa hasil pemikiran seseorang dipengaruhi bukan saja
oleh tingkat kecerdasannya, tetapi juga oleh disiplin ilmu yang ditekuninya, oleh
pengalaman, penemuan-penemuan ilmiah, oleh kondisi sosial, politik, dan
sebagainya, maka tentunya hasil pemikiran seseorang akan berbeda satu dengan
lainnya. Dari sini seseorang tidak dapat dihalangi untuk merenungkan, memahami,
dan menafsirkan Al-Qur’an. Karena hal ini merupakan perintah Al-Qur’an sendiri,
M. Quraish Shihab Kaidah Tafsir, Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui
dalam Memahami Ayat-ayat al-Qur’an. Tanggerang: Lentera Hati, . Hal.
sebagaimana setiap pendapat yang diajukan seseorang, walaupun berbeda dengan
pendapat-pendapat lain, harus ditampung. Ini adalah konsekuensi logis dari perintah
di atas, selama pemahaman dan penafsiran tersebut dilakukan secara sadar dan penuh
tanggung jawab. Dalam kebebasan yang bertanggung jawab inilah timbul
pembatasan-pembatasan dalam menafsirkan Al-Quran, sebagaimana pembatasan-
pembatasan yang dikemukakan dalam setiap disiplin ilmu. Mengabaikan pembatasan
tersebut dapat menimbulkan polusi dalam pemikiran bahkan malapetaka dalam
kehidupan. Dapat dibayangkan apa yang terjadi bila setiap orang bebas berbicara atau
melakukan praktek-praktek dalam bidang kedokteran atau melakukan analisis-analisis
statistik tanpa mempunyai pengetahuan tentang ilmu tersebut.
Dan untuk memahami haditspun kita tidak bisa hanya membaca terjemahannya,
karna apa yang kita pahami belum tentu itu makna sebenarnya. Penulis mengutip
tulisan dari internet:
Perlu kita ingat bahwa nama para sahabat tercantum pada hadits pada umunya
sebagai perawi bukanlah menyampaikan pemahaman atau hasil ijtihad atau
istinbat mereka, melainkan para sahabat sekedar mengulangi kembali apa yang
diucapkan oleh Rasulullah SAW. Zaid bin Tsabit RA berkata, “Aku pernah
mendengar Rasulullah SAW bersabda: Semoga Allah mengelokkan rupa orang
yang mendengar Hadits dariku, lalu dia menghafalnya dalam lafadz riwayat lain:
lalu dia memahami dan menghafalnya kemudian dia menyampaikan kepada orang
lain. terkadang orang yang membawa ilmu agama (hadits) menyampaikannya
kepada orang yang lebih paham darinya, dan terkadang orang yang membawa ilmu
agama (hadits) tidak memahaminya” (Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud, at-
Tirmidzi, Ibnu Majah, ad-Darimi, Ahmad, Ibnu Hibban, at-Thabrani dalam al-
Mu’jamul Kabir, dan Imam-imam lainnya). Dari hadits tersebut kita paham
memang ada perawi (para Sahabat) yang sekedar menghafal dan menyampaikan
saja tanpa memahami hadits yang dihafal dan disampaikannya. Jadi pendapat atau
pemahaman para Sahabat tidak bisa didapatkan dari membaca hadits. Hal yang
perlu kita ingat selalu bahwa ketika orang membaca hadits maka itu adalah
pemahaman orang itu sendiri bukan pendapat atau pemahaman para sahabat.
Mereka yang mengaku-aku mengikuti pemahaman para sahabat berijtihad dengan
pendapatnya terhadap hadits yang mereka baca. Apa yang mereka katakan tentang
M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan peran wahyu dalam Masyarakat. Hal
hadits tersebut, pada hakikatnya adalah hasil ijtihad dan ra’yu mereka sendiri.
Sumbernya memang hadits tersebut tapi apa yang mereka sampaikan semata lahir
dari kepala mereka sendiri. Sayangnya mereka mengatakan kepada orang banyak
bahwa apa yang mereka ketahui dan sampaikan adalah pemahaman para sahabat.
Tidak ada yang dapat menjamin hasil upaya ijtihad mereka pasti benar dan
terlebih lagi mereka tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak.
Apapun hasil ijtihad mereka, benar atau salah, mereka atas namakan kepada para
sahabat. Jika hasil ijtihad mereka salah, inilah yang namanya fitnah terhadap para
sahabat.
Diakses melalui alamat https://mutiarazuhud.wordpress.com/tag/pemahaman-salaful-ummah/
tanggal April
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah beberapa minggu penulis meneliti di pondok pesantren Ubay bin Ka’ab
maka dapatlah apa yang di cari dari permasalahan dan di simpulkan :
. Bagaimana kewajiban memakai niqab di pondok pesantren Ubay bin Ka’ab,
setelah penulis meneliti sekitar sampai bulan lamanya, penulis bisa
menyimpulkan bahwa di lingkungan pondok pesantren Ubay bin Ka’ab atau
peraturan didalamnya, tidak ada mewajibkan kepada santriwatinya untuk
berniqab, karna dari awal berdiri pondok pesantren tersebut sampai sekarang
pun para guru atau pengasuhnya tidak memerintahkan, hanya saja ketika
temennya yang lain memakai niqab itu mempengaruhi semua para
santriwatinya.
. Bagaimana dalil-dalil ayat al-Qur’an yang digunakan, ialah Qur’an Surah An-
Nur ayat dan Al-Ahzab ayat . Karna tidak ada ayat-ayat menjelaskan
dengan gamblangnya persoalan niqab, penulis meminta kepada para santriwati
pondok pesantren Ubay bin Ka’ab untuk mengisi kusioner, salah satu
pertanyaannya ialah menuliskan ayat-ayat yang dijadikan dalil berniqab.
. Bagaimana interpretasi dan implementasi ayat-ayat tersebut di kalangan Guru
dan murid pondok pesantren Ubay bin Ka’ab. Telah di jelaskan diatas,
bahwasahnya interpretasi dari guru dan santriwati pondok pesantren Ubay bin
Ka’ab cenderung tekstual, karna mereka hanya membaca teks-teks kitab tafsir
tanpa di teliti lebih dalam. Disini peneliti hanya bisa menyebutkan
bahwasahnya, kita tidak bisa hanya melihat terjemahan al-Qur’an atau hanya
membaca kitab-kitab tafsir dan langsung menjadikan hujjah atau mengatakan
final bahwa terjemahan atau penjelasan kitab-kitab tafsir tersebut ialah yang di
maksudkan arti ayat tersebut. butuh banyak disiplin ilmu untuk memahami ayat
al-Qur’an.
. Saran
Dalam memahami ayat al-Qur’an memang tidaklah mudah, kita harus banyak
tahu atau paham akan disiplin ilmu agama Islam, seperti ushul fiqh, balagho, dan
lain-lain, maka dari itu kita sebagai umat muslim harus paham akan hal demikian.
Tetapi sebelum itu kita tidak bisa juga memahami ayat al-Qur’an tanpa melihat karya
tafsir ulama terdahulu, kitab tafsir, pendapat ulama ataupun pendapat madzhab juga
harus kita lihat, untuk menjadi bahan pedoman ataupun menjadi bahan pertimbangan,
karna pandangan ulama ataupun pendapat madzhab tidaklah mutlak. Maka dari itu
kita harus banyak belajar, membaca litelatur, berdiskusi agar khazanah keilmuan kita
terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
AL-QUR’AN
Departemen Agama RI, Al-qur’an Dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro, ),
hal.
BUKU
Al-Barudi, Syaikh Imam Zaki, Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim li An-Nisa’ / Tafsir
Wanita. Cet. I Jakarta .
Al-Fauzan Abdullah bin Shalih, Perhiasan Wanita Muslimah, Cet. Pertama, Oktober
M, Jak-Sel.
Al-Wazan, Amin bin Yahya, Fatwa-fatwa tentang wanita, Jakarta
Al-Juraisi, Khalid, Fatwa-fatwa terkini. Jakarta .
Berger, Peter L, dan Luckmann, Thomas. Tafsir Sosial atas Kenyataan, Jakarta:
LP ES, .
Fatmawati, Diyan. Penafsiran Abu Bakr Jabir Al-Jazairi terhadap ayat-ayat yang
berkaitan tentang lingkungan hidup dalam tafsir Al-Aisar. Semarang .
Hamid, Nasr Abu Zaid, Tekstualitas Al-Qur’an, Kritik terhadap Ulumul Qur’an,
Yogyakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara,
Ilyas,Hamim Studi Kitab Tafsir, (Yogyakarta: Teras, ),
Imtihan As-Syafi’i, Tafsir Ayat-ayat wanita, (Solo: Aqwam, ).
Jawas, Yazid bin Abduk Qadir, Syarah Aqidah Ahlul Sunnah wal Jama’ah, Pustaka
Imam Syafi’I, Jakarta, .
Mardani. Dr, Tafsir Ahkam, Cet. I November Yogyakarta,
Masyahud, Fathin, Lc. MH, Ida Husnur Rahmawati,Lc. MH penerjemah dari kitab
FATAWA AL-MAR’AH AL-MUSLIMAH Judul edisi Indonesia Fikih wanita
MustaqimDR. H. Metode Penelitian al-Qur’an dan Tafsir. Cetakan kedua: April
. Penerbit: Idea Press Yogyakarta.
Muthahhari,Murtadha Hijab gaya Hidup Wanita Islam,(Bandung : Mizan, )
Muthahhari, Murtadha Teologi dan Falsafah Hijab. Diterbitkan oleh Rausyanfikr
Institute, Jl. Kaliurang km , gg. Pandega wreksa No. B Yogyakarta .
Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif.Yogyakarta: Rake Sarasin, .
Palmer,Richard E.Hermeneutics: Interpretation Theory in Schleiermacher, Dilthey,
Heidegger, and Gadamer Evanston: Northwestern University Press, .
Qurtubi,Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abi Baker bin Farah al-Anshari
al-Khadriji Syamsuddin, Al-Jami li Ahkam al-Qur’an, (Riyadh: Dar’alimi al-
kutub, M)
San Afri,Awang, San Afri, Sosiologi Pengetahuan Deforestasi: Kontruksi Sosial dan
Perlawanan, Debut Press, Yogyakarta, .
Steven J, Bogdan, Robert & Taylor, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif (suatu
pendekatan Fenomologis terhadap ilmu-ilmu sosial), Surabaya: Usaha Nasional
.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan peran wahyu dalam
Masyarakat.
Shihab, M. Quraish Kaidah Tafsir, Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda
Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat al-Qur’an. Tanggerang: Lentera Hati,
.
Usman, Nurdin, Implementasi Berbasis Kurikulum.
WEB-SITE
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Cadar Tanggal Maret
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Salafi Tanggal Maret
https://petalokasi.org/Kabupaten-Muaro-Jambi/Pesantren-Tahfidz-Al-Qur’an-Dan-
Studi-Islam-Ubay-Bin-Ka-ab- /, Tanggal Mei .
Diakses melalui alamat https://mutiarazuhud.wordpress.com/tag/pemahaman-salaful-
ummah/ tanggal April
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online kbbi.web.id.
WAWANCARA
Basuki, Salah Satu Pengurus Pesantren Ubay bin Ka’ab, Wawancara dengan Penulis,
Tangga April
Hasil pengamatan Penulis, di Pondok Pesantren Ubay bin Ka’ab, Tanggal April
.
Hasil kusioner yang di sebarkan di pondok pesantren Ubay bin Ka’ab. April .
Hasil kusioner yang di sebarkan di pondok pesantren Ubay bin Ka’ab. April
Observasi Penulis di Pondok Pesantren Ubay bin Ka’ab. Jambi, April .
Tata tertib Pondok Pesantren Ubay bin Ka’ab, Di ambil Tanggal April .
Top Related