ANALISIS REAKSI PASAR MODAL INDONESIA TERHADAP
PENGUMUMAN MAKING INDONESIA 4.0
(EVENT STUDY PADA LIMA SUB SEKTOR PERUSAHAAN
MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA)
Marcellina Nadia Christy1* Putu Prima Wulandari1 1Jurusan Akuntansi, Universitas Brawijaya
Jalan Veteran Malang 65145, Indonesia
*Penulis; E-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui reaksi pasar modal Indonesia terhadap
pengumuman Making Indonesia 4.0. Penelitian ini menggunakan metode event
study, dimana dilakukan pengamatan terhadap rata-rata abnormal return dan rata-
rata trading volume activity dengan periode jendela 21 hari. Populasi dari
penelitian ini adalah 61 perusahaan manufaktur yang bergerak di sub sektor
makanan dan minuman, tekstil dan garment, otomotif, kimia, dan elektronika
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia hingga tahun 2018. Dengan menggunakan
metode purposive sampling diperoleh 45 perusahaan sebagai sampel penelitan.
Hasil penelitian menggunakan uji parametrik paired samples test yang
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan abnormal return dan trading
volume activity yang signifikan sebelum dan setelah pengumuman tersebut dengan
nilai signifikansi secara berturut-turut sebesar 0,738 dan 0,051 yang lebih besar
dari taraf signifikansi 0,05. Tidak adanya perbedaan abnormal return dan trading
volume activity yang signifikan sebelum dan setelah pengumuman Making
Indonesia 4.0 dapat disebabkan karena, 1) pengumuman Making Indonesia 4.0
tidak memiliki kandungan informasi bagi investor yang dapat mempengaruhi
keputusan investasi di pasar modal, 2) investor masih melakukan tindakan wait
and see di bursa untuk melihat implementasi jangka panjang dari strategi Making
Indonesia 4.0 dalam hal peningkatan kapasitas produksi perusahaan, peningkatan
aset ataupun peningkatan laba.
Keywords: Making Indonesia 4.0, Industri 4.0, informasi investasi teknologi,
abnormal return, trading volume activity
Pendahuluan
Perusahaan manufaktur saat ini
dihadapkan dengan tantangan
multifaset yang diciptakan oleh
perubahan teknologi yang cepat.
Tantangan ini muncul akibat adanya
konsep industrialisasi baru yaitu
Industri 4.0. Istilah Industri 4.0
pertama kali diperkenalkan di
Hannover, Jerman pada tahun 2011
saat diadakannya Hannover
Messe/Fair yaitu sebuah pertemuan
skala internasional dalam bidang
industri dan otomatisasi
(Kagermann, Lukas dan Helbig,
2013). Xing dan Marwala (2017)
menyebutkan bahwa Industri 4.0
merupakan revolusi industri keempat
dimana akan ada integrasi antara
rantai nilai vertikal dan horizontal
dengan menghubungkan secara
digital semua unit produksi. Dalam
implikasinya, Industri 4.0 dikenal
pula dengan istilah revolusi digital.
Disebut revolusi digital karena
adanya proliferasi komputer dan
otomatisasi pencatatan dalam semua
bidang (Ghufron, 2018).
Perkembangan menuju Industri
4.0 akan menciptakan apa yang
disebut dengan pabrik pintar (Stock
dan Seliger, 2016). Di pabrik pintar,
manusia, mesin dan sumber daya
berkomunikasi satu sama lain seperti
dalam sebuah jejaring sosial. Internet
of Things (IoT) sebagai jantung dari
Industri 4.0 akan mengintegrasikan
dunia fisik dan dunia virtual. IoT
mampu menciptakan jaringan yang
dapat menggabungkan seluruh proses
manufaktur menjadi lingkungan yang
cerdas. Sehingga konsep pabrik
pintar akan memungkinkan
terjadinya peningkatan produktivitas
sumber daya dan efisiensi yang
berkelanjutan dalam seluruh rantai
nilai (Kagermann, Lukas dan Helbig,
2013).
Penelitian oleh Neugebauer,
Hippmann, Leis, dan Landherr
(2016) menyatakan bahwa Industri
4.0 dapat membantu perusahaan
dalam menciptakan proses
manufaktur yang efisien dengan
peningkatan produksi, efisiensi
tenaga kerja dan sumber daya
(resources). Hasil survey oleh
PricewaterhouseCoopers (2014)
juga mengatakan bahwa digitalisasi
dapat berkontribusi kuat dalam
memastikan daya saing serta
menjanjikan pendapatan tambahan
rata-rata 2% hingga 3% per tahun.
Adanya kontribusi yang positif dari
penerapan Industri 4.0 membuat
negara-negara maju di dunia ikut
ambil bagian dalam memasuki era
revolusi industri tersebut. Beberapa
diantaranya dikenal dengan istilah
yang berbeda seperti Industrie 4.0 di
Jerman, Fabricca Intelligente di
Italia, Flanders Make di Belgia dan
Smart Manufacturing Leadership
Coalition di Amerika Serikat
(Nieuwenhuize, 2016).
Kementerian Perindustrian
Republik Indonesia (2018) menilai
adanya peluang yang dapat
diciptakan dengan Industri 4.0 dalam
mendongkrak sektor perekonomian
di Indonesia. Hal ini disebabkan
karena dalam revolusi Industri 4.0
akan ada transformasi perbaikan
seperti teknologi automasi, big data,
artificial intelligence (AI), dan smart
machines yang dapat
mengintegrasikan dunia virtual dan
lini produksi dimana semua proses
produksi berjalan dengan internet
sebagai penopang utama. Oleh sebab
itu, Indonesia telah memutuskan
untuk memasuki Industri 4.0 dengan
meluncurkan Roadmap Making
Indonesia 4.0 dalam acara Indonesia
Industrial Summit 2018 pada tanggal
4 April 2018 seperti dilansir oleh
Tribunnews (Sulistiyono, 2018).
Roadmap tersebut merupakan peta
jalan dan strategi Indonesia dalam
memasuki era digital yang tengah
berjalan saat ini. Dengan agenda
tersebut, Indonesia berkomitmen
untuk membangun industri
manufaktur yang berdaya saing
global melalui implementasi Industri
4.0 (Kementerian Perindustrian
Republik Indonesia, 2018).
Industri 4.0 akan berperan dalam
hal percepatan teknologi. Teknologi
sendiri memainkan peran penting
dalam mengembangkan suatu bisnis.
Untuk menghadapi tantangan bisnis
yang kompetitif, perusahaan akan
selalu mengembangkan strategi
bersaing, salah satunya dengan
melakukan investasi pada teknologi
informasi (Bandi, 2006). Suratno
(n.d.) mendefinisikan teknologi
informasi sebagai suatu teknologi
yang berhubungan dengan
pengolahan data menjadi informasi
untuk kemudian disalurkan dalam
batas-batas ruang dan waktu.
Pemanfaatan teknologi akan
mendorong efisiensi biaya produksi
dan kemudahan dalam menangkap
informasi untuk diterjemahkan
menjadi produk atau layanan yang
diharapkan oleh pelanggan (Aziz,
2012). Hal ini sejalan dengan
tuntutan kebutuhan manusia agar
pelaku bisnis dapat tanggap dalam
memperoleh, memahami, serta
memproses informasi dengan cepat.
Revolusi digital sebagai sebuah
fenomena perkembangan teknologi
yang sedang berjalan saat ini seakan
menjawab kebutuhan akan hal
tersebut.
Pentingnya teknologi dalam
proses bisnis menyebabkan
pentingnya investasi pada teknologi.
Menurut Wiyani (2008), para
manajer, konsultan, dan analis
finansial telah mulai memperhatikan
kemampuan IT (information
technology) dari perusahaan untuk
menentukan keberhasilan perusahaan
di masa depan. Sehingga
pengumuman berupa investasi
teknologi dapat menjadi sumber
informasi yang penting bagi investor.
Hartono (2017) menyebutkan bahwa,
jika suatu informasi baru yang
relevan masuk ke pasar dimana
informasi tersebut berhubungan
dengan suatu aktiva, maka informasi
ini akan digunakan untuk
menganalisis dan
menginterpretasikan nilai dari aktiva
yang bersangkutan. Akibatnya
adalah terdapat kemungkinan adanya
pergeseran ke harga keseimbangan
yang baru.
Peristiwa (event) yang dapat
dijadikan informasi bagi investor
dapat berasal dari kondisi internal
maupun eksternal perusahaan.
Peristiwa yang berasal dari kondisi
internal perusahaan dapat berupa
perubahan kebijakan yang dibuat
oleh pimpinan perusahaan seperti,
pengumuman dividen, kebijakan
merger atau akuisisi, dan lain
sebagainya. Sedangkan peristiwa
yang berasal dari kondisi eksternal
dapat berupa inflasi, adopsi
kebijakan ekonomi global, peristiwa
politik, dan lain sebagainya.
Informasi yang dipublikasikan
sebagai suatu pengumuman akan
memberikan sinyal bagi investor
dalam pengambilan keputusan
investasi. Pada saat informasi
diumumkan, pelaku pasar akan
terlebih dahulu menginterpretasikan
dan menganalisis informasi tersebut
sebagai signal baik (good news) atau
signal buruk (bad news). Apabila
pengumuman tersebut mengandung
informasi (information content),
maka diharapkan pasar akan bereaksi
pada waktu pengumuman tersebut
diterima oleh pasar (Hartono, 2017).
Hal ini menunjukkan bahwa
sentimen investor terhadap peristiwa
yang dipublikasikan sebagai suatu
pengumuman akan mempengaruhi
pasar apabila pengumuman tersebut
memiliki kandungan informasi bagi
investor.
Untuk menguji kandungan
informasi dari suatu pengumuman
maka studi yang digunakan adalah
event study (studi peristiwa). Hartono
(2017) menyebutkan bahwa event
study adalah studi untuk mempelajari
reaksi pasar terhadap suatu peristiwa
yang informasinya dipublikasikan
sebagai suatu pengumuman. Untuk
menguji reaksi pasar maka besaran
reaksi pada saat periode peristiwa
harus dihitung. Besaran reaksi yang
terjadi dikategorikan menjadi dua,
yaitu besaran reaksi harga saham dan
besaran reaksi aktivitas perdagangan
saham yang terjadi karena adanya
informasi (Islami dan Sarwoko,
2012). Reaksi pasar dapat
diindikasikan dengan adanya
perubahan pada harga saham yang
diukur dengan abnormal return.
Perubahan harga saham yang
melebihi kondisi normal akan
menimbulkan abnormal return bagi
investor (Hartono, 2017).
Selain menggunakan abnormal
return, reaksi pasar modal terhadap
informasi juga dapat dilihat melalui
parameter pergerakan aktivitas
perdagangan di pasar (trading
volume activity). Apabila investor
menilai suatu peristiwa memiliki
kandungan informasi bagi mereka,
maka peristiwa tersebut akan
mengakibatkan keputusan
perdagangan di atas keputusan
perdagangan yang normal (Hutami
dan Ardiyanto, 2015). Beaver
(dikutip oleh Adisulistyo, 2009, hal.
55) mengungkapkan bahwa apabila
suatu pengumuman mengandung
informasi, maka aktivitas volume
perdagangan akan berbeda sebelum
dan sesudah pengumuman.
Pergerakan harga saham yang
dipengaruhi oleh berbagai informasi
menjadikan pasar saham semakin
menarik untuk diteliti guna
membantu investor dalam
mengidentifikasi prospek return saat
berinvestasi dan menghindari risiko
kerugian yang dapat terjadi.
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka peneliti ingin mengkaji reaksi
pasar modal terhadap peristiwa
pengumuman Making Indonesia 4.0
dimana pengumuman ini
mengandung informasi tentang
strategi Indonesia dalam menyiapkan
diri untuk memasuki era digitalisasi
dengan melakukan investasi
teknologi pada beberapa sub sektor
industri manufaktur. Untuk mengkaji
peristiwa tersebut, peneliti akan
menggunakan event study dengan
variabel rata-rata abnormal return
dan rata-rata trading volume activity
karena variabel-variabel tersebut
dapat mengukur dan menguji
kandungan informasi, reaksi pasar,
dan tingkat efisiensi pasar, selain itu
variabel ini juga digunakan dalam
penelitian-penelitian terdahulu.
Dengan melalui evaluasi
dampak ekonomi dan kriteria
kelayakan implementasi yang
mencakup ukuran Produk Domestik
Bruto, perdagangan, potensi dampak
terhadap industri lain, besaran
investasi, dan kecepatan penetrasi
pasar yang telah dilakukan oleh
Kementerian Perindustrian Republik
Indonesia (2018), maka peneliti
memilih lima sub sektor industri
manufaktur, yaitu industri makanan
dan minuman, industri tekstil dan
pakaian, industri otomotif, industri
kimia, serta industri elektonik untuk
melihat apakah terdapat reaksi yang
akan dibuktikan dengan nilai
abnormal return dan trading volume
activity sebelum dan setelah
pengumuman Making Indonesia 4.0.
Sriram dan Krishnan (dikutip
oleh Wiyani, 2008, hal. 249) telah
menguji dampak dari pengumuman
investasi teknologi informasi
terhadap harga saham perusahaan.
Hasil penelitian menemukan adanya
hubungan positif antara investasi
dalam TI (teknologi informasi)
dengan nilai pasar, yang artinya
bahwa investor mempersepsikan
investasi dalam TI adalah relevan
pada nilai (harga saham). Hasil
penelitian yang berbeda ditunjukkan
oleh Muharam dan Widati (2006)
yang mengukur reaksi pasar modal
terhadap pengumuman investasi
teknologi informasi dengan hasil
tidak terdapat perbedaan rata-rata
abnormal return yang signifikan
sehingga dapat disimpulkan bahwa
pengumuman investasi TI tidak
mempunyai kandungan informasi.
Pengumuman investasi TI baik
investasi inovatif maupun non
inovatif yang dilakukan oleh
perusahaan yang bergerak di sektor
industri komunikasi, manufaktur
maupun keuangan, memperlihatkan
hasil bahwa publikasi pengumuman
investasi TI tidak mempengaruhi
kinerja perusahaan sehingga
informasi tersebut bukan merupakan
good news bagi investor untuk
melakukan transaksi perdagangan
saham.
Efisiensi Pasar (Efficient Market
Hyphothesis)
Konsep efisiensi pasar pertama
kali dipopulerkan oleh Fama. Fama
(dalam Hartono, 2017:617)
mendefinisikan pasar yang efisien
sebagai “a security market is efficient
if security prices fully reflect the
information available”. Dengan
demikian pasar yang efisien terjadi
ketika harga-harga sekuritas
mencerminkan secara penuh
informasi yang tersedia. Hartono
(2017) mengungkapkan bahwa kunci
utama untuk mengukur pasar yang
efisien adalah hubungan antara harga
sekuritas dengan informasi. Dengan
kata lain, semakin cepat suatu
informasi diserap oleh pelaku pasar
maka semakin cepat pula harga
keseimbangan terbentuk dalam harga
sekuritas yang baru.
Fama (dalam Sadiyah, 2018:21)
menjelaskan bentuk-bentuk
pengujian efisiensi pasar secara
informasi sebagai berikut “The 1970
review divides work on market
efficiency into three categories: (1)
weak-form tests (How well do past
returns predict future returns?) (2)
semi-strong-form tests (How quickly
do security prices reflect public
information announcements?), and
(3) strong-form tests (Do any
investors have private information
that is not fully reflected in market
price?)”. Tiga bentuk efisiensi pasar
tersebut diantaranya adalah:
a. Efisiensi pasar bentuk lemah
(weak form)
Dalam pasar efisien bentuk
lemah, harga-harga dari sekuritas
mencerminkan informasi masa lalu
seperti data harga saham dan volume
perdagangan. Apabila investor
menggunakan informasi masa lalu
untuk meramalkan harga saham saat
ini, maka sama halnya investor
menganggap bahwa tidak ada
peristiwa maupun faktor lain yang
terjadi saat ini yang dapat
mempengaruhi pergerakan harga
saham. Dengan mengacu pada
hipotesis pasar efisien bentuk lemah,
maka investor tidak akan bisa
memprediksi harga pasar saham di
masa mendatang dengan
menggunakan data historis (Halim,
2015). Sehingga, sangat kecil
kemungkinan para investor
mendapatkan keuntungan di atas
normal (abnormal return) pada saat
pasar efisien dalam bentuk lemah.
b. Efisiensi pasar bentuk setengah
kuat (semi-strong form)
Pada pasar efisien bentuk
setengah kuat, harga-harga dari
sekuritas mencerminkan tidak hanya
informasi tentang harga historis
tetapi juga semua informasi yang
dipublikasikan, misalnya earning per
share, stock split, dividen, dan
peraturan pemerintah yang berlaku
umum. Dengan kata lain, sekali
informasi tersebut tersebar di pasar,
maka semua investor akan bereaksi
dengan cepat sehingga harga akan
berubah untuk mencerminkan
informasi publik yang ada (Halim,
2015). Jika pasar efisien dalam
bentuk setengah kuat, maka tidak ada
individu maupun kelompok yang
dapat menggunakan informasi yang
dipublikasikan untuk mendapatkan
keuntungan tidak normal dalam
jangka waktu yang lama.
c. Efisiensi pasar bentuk kuat (strong
form)
Pada pasar efisien bentuk kuat,
harga-harga sekuritas secara penuh
mencerminkan (fully reflect) semua
informasi yang ada, baik informasi
publik maupun informasi privat
(private information). Bentuk pasar
efisien ini merupakan bentuk pasar
efisien yang paling ketat. Hal ini
dikarenakan harga pasar telah
dianggap mencerminkan informasi
historis yang relevan, informasi
publik yang relevan, disamping juga
informasi yang hanya diketahui oleh
beberapa pihak saja, misalnya
manajemen perusahaan, dewan
direksi, dan kreditor (Halim, 2015).
Kesimpulan yang dapat diambil
adalah dalam keadaan pasar efisien
bentuk kuat, tidak seorang pun baik
individu maupun institusi dapat
memperoleh abnormal return karena
semua informasi secara detail
termasuk informasi privat dapat
diakses dan diketahui oleh investor
sehingga para investor dapat dengan
mudah memprediksi harga saham
perusahaan.
Dalam penelitian ini, efficiency
market hypothesis digunakan sebagai
teori untuk melihat reaksi harga
saham dan aktivitas perdagangan
saham di pasar modal terhadap
pengumuman informasi. Informasi
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pengumuman Making
Indonesia 4.0. Berdasarkan jenis
informasinya, peristiwa
pengumuman Making Indonesia 4.0
merupakan macroeconomic factors.
Morse dan Dale (dikutip oleh
Gumanti dan Utami, 2002, hal. 63)
mengatakan bahwa macroeconomic
factors termasuk jenis informasi
dalam pengujian semi-strong-form
tests.
Event study
Event study merupakan studi
yang mempelajari reaksi pasar
terhadap suatu peristiwa (event) yang
informasinya dipublikasikan sebagai
suatu pengumuman (Hartono, 2017).
Pengamatan event study dapat dilihat
dengan periode waktu untuk
membuktikan adanya reaksi pasar.
Hutami dan Ardiyanto (2015)
mengungkapkan bahwa event study
berguna untuk memberikan
rasionalitas pada pasar bahwa efek
dari adanya suatu peristiwa akan
terefleksi dengan cepat pada harga
saham di pasar modal.
Event study digunakan untuk
menguji kandungan informasi
(information content) dari suatu
pengumuman (Hartono, 2017).
Apabila pengumuman tersebut
mengandung informasi, maka
diharapkan pasar akan bereaksi pada
waktu pengumuman tersebut
diterima oleh pasar. Pada saat
informasi diumumkan, para pelaku
pasar akan terlebih dahulu
menginterpretasikan dan
menganalisis informasi tersebut
sebagai sinyal baik (good news) atau
sinyal buruk (bad news).
Menurut Hartono (2015)
informasi dapat dianggap sebagai
berita baik atau buruk jika
dihubungkan dengan nilai ekonomis
yang dikandungnya. Apabila suatu
informasi mengandung nilai
ekonomis yaitu dapat meningkatkan
nilai perusahaan, maka informasi
tersebut dikategorikan sebagai sinyal
baik (good news). Begitu juga
sebaliknya, apabila suatu informasi
tidak mengandung nilai ekonomis
dan dapat menurunkan nilai
perusahaan, maka informasi tersebut
dikategorikan sebagai berita buruk
(bad news). Peristiwa (event) yang
memiliki kandungan informasi bagi
investor akan menyebabkan
perubahan harga dari sekuritas pada
waktu peristiwa tersebut terjadi
(Hartono, 2017).
Suatu informasi yang membawa
berita baik (good news) akan
menyebabkan harga saham naik, dan
sebaliknya informasi yang membawa
berita buruk (bad news) akan
menyebabkan harga saham turun.
Tandelilin (2010) dalam
penelitiannya menghasilkan sebuah
standar metodologi yang digunakan
dalam penelitian event study yaitu
sebagai berikut:
a. Mengumpulkan sampel.
Sampel yang dibutuhkan
dalam event study adalah
perusahaan-perusahaan yang
memiliki pengumuman atau
terkena dampak dari
peristiwa pengumuman
sehingga dapat mengejutkan
pasar. Misalnya,
pengumuman bahwa
perusahaan akan melakukan
merger, akuisisi, maupun
penerbitan saham.
b. Menentukan waktu
pengumuman peristiwa yang
menjadi informasi bagi
investor
c. Menentukan periode
pengamatan. Periode
pengamatan biasanya
dihitung dalam hari. Jika
penelitian menghitung 20 hari
sekitar pengumuman, maka
10 hari sebelum
pengumuman ditandai
dengan -10, -9, -8,..., -1.
Sedangkan hari pengumuman
akan ditandai dengan 0, dan
10 hari setelahnya ditandai
dengan +1, +2, +3,..., +10.
d. Menghitung return masing-
masing sampel setiap hari
selama periode pengamatan.
e. Menghitung abnormal return,
dengan cara mengurangi
actual return yang
sebenarnya terjadi dengan
return yang diharapkan.
f. Menghitung rata-rata
abnormal return dari sampel
penelitian. Berdasarkan hasil
yang diperoleh, kita dapat
menggambarkan adanya
pengaruh event terhadap
perubahan harga selama
periode pengamatan yang
ditentukan.
g. Menghitung abnormal return
kumulatif selama periode
tertentu. Misalnya, abnormal
return kumulatif selama 10
hari sebelum pengumuman
dibandingkan dengan
abnormal return kumulatif 10
hari setelah pengumuman.
h. Mendiskusikan hasil
perhitungan yang diperoleh
untuk kemudian digambarkan
dan disimpulkan untuk
mengetahui dampak
pengumuman terhadap
perubahan harga yang terjadi.
Beberapa penelitian mengenai
event study dilakukan untuk melihat
reaksi pasar terhadap pengumuman
informasi seperti penelitian event
study oleh Islami dan Sarwoko
(2012) mengenai reaksi saham
terhadap pengumuman pergantian
menteri keuangan dengan hasil yang
menunjukkan adanya perubahan
signifikan abnormal return pada saat
pengumuman peristiwa dan dihari
setelah pengumuman peristiwa.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pasar modal Indonesia bereaksi atas
peristiwa kemunduran Sri Mulyani
dari jabatan menteri keuangan.
Penelitian event study juga
dilakukan oleh Edam, Mangindaan,
dan Tarore (n.d) untuk menguji
pengaruh pengumuman paket
Kebijakan Ekonomi Jilid XIV
terhadap abnormal return seluruh
saham di Bursa Efek Indonesia
dengan hasil yang menyatakan
bahwa tidak terdapat perbedaan
abnormal return yang signifikan
antara beberapa hari sebelum dan
beberapa hari sesudah
diumumkannya paket kebijakan
ekonomi jilid XIV ke publik. Hal ini
menjelaskan bahwa pasar tidak
merespon secara berkepanjangan
informasi pengumuman kebijakan
ini.
Pasar modal
Pasar modal pada hakikatnya
merupakan pasar dimana berbagai
instrumen keuangan jangka panjang
dapat diperjualbelikan. Instrumen
pasar modal adalah semua surat-surat
berharga (efek) yang umumnya
diperjualbelikan di pasar modal
diantaranya adalah saham biasa,
saham preferen, obligasi, obligasi
konversi, right issue, dan waran
(Halim, 2015). Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
1995 mendefinisikan Pasar Modal
secara lebih spesifik yaitu:
“Kegiatan yang bersangkutan
dengan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahan
publik yang berkaitan dengan
efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi yang
berkaitan dengan efek”.
Pasar modal dalam
perkembangannya telah
menunjukkan peran penting sebagai
instrumen perekonomian yang
mempertemukan pihak yang
menawarkan dan yang memerlukan
dana jangka panjang, seperti saham
dan obligasi. Pasar modal memiliki
peran yang strategis dalam
pembangunan nasional, yaitu sebagai
salah satu sumber pembiayaan
jangka panjang bagi dunia usaha dan
wahana investasi bagi masyarakat
(Halim, 2015).
Saham merupakan salah satu
sekuritas yang diperdagangkan di
pasar modal. Investasi pada saham
merupakan investasi yang paling
banyak diminati karena saham
merupakan sumber pendanaan yang
murah (Sadiyah, 2018). Dalam setiap
pengambilan keputusan investasi,
investor akan memperhitungkan
risiko investasi dengan mengestimasi
prospek perusahaan di masa depan.
Apabila prospeknya baik, maka
harga saham perusahaan akan
merefleksikan kekuatan tersebut
dengan harga saham yang
meningkat. Beberapa faktor yang
mempengaruhi harga saham menurut
Syarifudin (2003) dalam bukunya
yang berjudul Alat Analisis dalam
Pembelanjaan, antara lain:
1. Faktor Internal (Lingkungan
Mikro)
a. Pengumuman tentang
pemasaran, produksi,
penjualan seperti
pengiklanan, perubahan
harga, laporan penjualan.
b. Pengumuman pendanaan,
seperti pengumuman yang
berhubungan dengan ekuitas
dan hutang.
c. Pengumuman badan direksi
manajemen seperti perubahan
dan pergantian direktur,
manajemen, dan struktur
organisasi.
d. Pengumuman pengambilan
diversifikasi, seperti laporan
merger, investasi ekuitas,
laporan divestasi, dan
lainnya. Pengumuman
investasi, seperti melakukan
ekspansi pabrik,
pengembangan riset dan
penutupan usaha lainnya.
e. Pengumuman
ketenagakerjaan, seperti
negosiasi baru, kontrak baru,
pemogokan, dan lainnya.
f. Pengumuman laporan
keuangan perusahaan, seperti
peramalan laba sebelum akhir
tahun fiskal dan setelah akhir
tahun fiskal, earning per
share (EPS), price earning
ratio (PER), return on assets
(ROA), dan lain-lain.
2. Faktor Eksternal (Lingkungan
Makro)
a. Pengumuman dari
pemerintah, seperti
perubahan suku bunga
tabungan dan deposito, kurs
valuta asing, inflasi, serta
berbagai regulasi dan
deregulasi ekonomi yang
dikeluarkan oleh pemerintah.
b. Pengumuman hukum, seperti
tuntutan karyawan terhadap
perusahaan atau terhadap
manajer dan tuntutan
perusahaan terhadap manajer.
c. Pengumuman industri
sekuritas, seperti laporan
pertemuan tahunan, insider
trading, volume atau harga
saham perdagangan,
pembatasan/penundaan
trading.
d. Gejolak politik dalam negeri,
seperti fluktuasi nilai tukar.
e. Berbagai isu, baik dalam
negeri maupun luar negeri.
Hartono (2017) juga
memaparkan beberapa pengumuman
yang dapat mempengaruhi harga dari
sekuritas, diantaranya:
1. Pengumuman-pengumuman
yang berhubungan dengan
laba (Earnings-Related
Announcements)
2. Pengumuman-pengumuman
peramalan oleh pejabat
perusahaan (Forecast
Announcements by Company
Officials)
3. Pengumuman-pengumuman
dividen (Dividend
Announcements)
4. Pengumuman-pengumuman
pendanaan (Financing
Announcements)
5. Pengumuman-pengumuman
yang berhubungan dengan
pemerintah (Government
Related Announcements)
6. Pengumuman-pengumuman
investasi (Investment
Announcements)
7. Pengumuman-pengumuman
ketenagakerjaan (Labor
Announcements)
8. Pengumuman-pengumuman
yang berhubungan dengan
hukum (Legal
Announcements)
9. Pengumuman-pengumuman
pemasaran – produksi –
penjualan (Marketing –
Production – Sales
Announcements)
10. Pengumuman-pengumuman
manajemen – direksi
(Management – Board of
Director Announcements)
11. Pengumuman-pengumuman
merjer – ambil alih –
divestasi (Merger – Takeover
– Divestiture
Announcements)
12. Pengumuman-pengumuman
industri sekuritas (Securities
Industry Announcements)
13. Lain-lain
Faktor yang mempengaruhi
harga saham di atas menunjukkan
bahwa harga saham yang berubah
dipengaruhi oleh adanya
pengumuman informasi. Informasi
yang dipublikasikan sebagai suatu
pengumuman akan memberikan
sinyal bagi investor dalam
pengambilan keputusan investasi.
Hal ini menunjukkan bahwa
sentimen investor terhadap suatu
informasi mendorong adanya
perubahan pada harga saham. Dalam
pengambilan keputusan investasi,
informasi yang digunakan oleh
investor adalah informasi yang
relevan dengan prospek perusahaan
di masa depan.
Industri 4.0
Kagermann, Lukas, dan Helbig
(2013) menyebutkan bahwa istilah
Industri 4.0 secara resmi lahir di
Jerman pada tahun 2011. Sejak
pertama kali diperkenalkan oleh
pemerintah federal Jerman, Industri
4.0 telah menjadi prioritas utama
bagi banyak pusat penelitian,
terutama di Jerman (Gregor,
Matuszek, Medvecky, dan Stefanik,
2009). Industri 4.0 merupakan
revolusi industri keempat yang
dibangun di atas tiga revolusi
industri sebelumnya. Revolusi
industri pertama dimulai pada akhir
abad ke-18 dengan adanya
pergeseran proses produksi dari
manual menjadi proses produksi
menggunakan mesin-mesin mekanik
bertenaga air dan uap (Sadiyoko,
2017). Industri 1.0 ini berkembang
hingga akhir abad ke-19 yang
kemudian digantikan dengan industri
2.0 pada awal abad ke-20. Industri
2.0 mengarah pada penggunaan
mesin-mesin elektrik pada proses
produksi massal dengan
menggunakan tenaga listrik.
Selanjutnya, muncul revolusi industri
ketiga yaitu Industri 3.0 pada tahun
1970 dengan dikenalkannya
penggunaan alat elektronik dan IT
dalam proses produksi manufaktur
yang otomatis. Industri 3.0 kemudian
berevolusi menjadi Industri 4.0 yang
dikenal dengan era digitalisasi.
Walaupun masih ada hal yang
tumpang tindih di dunia akademis
mengenai kapan sebenarnya revolusi
industri keempat dimulai, namun
berdasar telaah yang dilakukan oleh
Sadiyoko (2017), era Revolusi
Industri Keempat dapat dipastikan
dimulai sejak istilah “Internet of
Things (IoT)” dikenalkan oleh Kevin
Ashton pada tahun 2002. IoT adalah
jantung dari Industri 4.0 dimana
dunia fisik dan dunia maya
bergabung. Konsep ini mengarah
pada mesin, sistem, dan jaringan
berbasis IT yang dapat bertukar
informasi, merespons, mengontrol,
dan mengelola sendiri proses
industri.
Revolusi industri keempat
adalah era dimana teknologi internet,
teknologi informatika serta teknologi
otomatisasi produksi digunakan
secara terintegrasi membentuk
sebuah sistem yang disebut Cyber-
Physical Systems (CPS). CPS
terhubung secara cerdas satu sama
lain dan terus bertukar data melalui
jaringan virtual seperti cloud secara
real-time (Sadiyoko, 2017).
Munculnya Industri 4.0
menyebabkan sistem produksi
berpindah menjadi model
terdesentralisasi dimana mesin ke
mesin saling berkomunikasi setiap
saat. Sehingga istilah Industri 4.0
dapat diartikan sebagai tren
otomatisasi dan komputerisasi di
sektor industri manufaktur
(Kagermann, Lukas dan Helbig,
2013).
Mesin dalam proses industri
dengan IoT dapat mengkonfigurasi,
menilai, mengendalikan atau
memutuskan proses manufaktur
secara mandiri. Hal ini disebabkan
karena mesin otomatis ini didukung
oleh suatu kode yang dapat memberi
tahu mesin mengenai apa yang harus
dilakukan berdasarkan informasi
yang disandikan. Semua ini
dimungkinkan karena adanya sistem
embedded dan internet yang
menyatukan dunia virtual dan fisik
serta dapat menciptakan jaringan
berdasarkan interaksi timbal balik
dari objek-objek yang telah
distimulus (Sadiyoko, 2017). Dengan
adanya proses manufaktur modern
akibat masuknya Industri 4.0 maka
berbagai potensi manfaat dapat
diperoleh.
Industri 4.0 adalah istilah
kolektif untuk teknologi yang akan
memungkinkan manifestasi dari
industri pintar atau smart industry.
Menurut Hermann, Pentek dan Otto
(2015) terdapat beberapa komponen
penting dalam Industri 4.0 yang
meliputi CPS, IoT, big data, cloud
computing, dan smart factory.
1. Cyber-Physical System
Cyber-Physical System
(CPS) meliputi mesin pintar,
sistem penyimpanan dan
fasilitas produksi yang
mampu bertukar informasi,
memicu tindakan dan
pengendalian satu sama lain
secara mandiri. (Kagermann,
Lukas dan Helbig, 2013).
Dengan CPS, mekanisme
fisik industri akan diawasi
dan dikendalikan oleh
komputer berbasis algoritma
yang terintegrasi dengan
internet dan penggunanya
(Sadiyoko, 2017).
Manufaktur akan didasarkan
pada CPS dimana masing-
masing elemen (sensor,
mesin, sistem teknologi
informasi, komponen,
perangkat) akan terhubung,
bertukar informasi, dan
kemudian menganalisis data
untuk mendeteksi kesalahan
yang mungkin terjadi,
mengkonfigurasikan diri
mereka sendiri secara real
time dan menyesuaikan diri
dengan kondisi yang berubah.
2. Internet of Thing
Internet of Thing (IoT)
adalah sebuah jaringan
internet yang menyediakan,
mengolah dan mentransfer
informasi digital yang
diperoleh dari peralatan
sensor seperti identifikasi
radio frekuensi (RFID),
sensor infra merah, GPS,
scanner dan smart meter
(Momoh, 2009). Sensor yang
ada dalam jaringan IoT
berfungsi untuk mendeteksi
dan mengidentifikasi
parameter-parameter sebuah
peralatan melalui jaringan
komunikasi kabel maupun
nirkabel sehingga mampu
untuk memperoleh data yang
akurat serta proses kontrol
secara real time. IoT
mengacu pada jaringan objek
fisik yang terhubung ke
internet dan mampu
berkomunikasi melalui sensor
dan teknologi nirkabel antara
satu sama lain, yaitu mesin,
komputer dan manusia.
Proses produksi dengan
RFID dapat dilihat pada
fasilitas produksi perusahaan
Bosch Rexroth, Jerman.
Dengan teknologi ini, apabila
sebuah komponen datang ke
sebuah mesin, maka mesin
tersebut akan mengetahui
proses apa yang harus
dilakukan terhadap
komponen tersebut
(Sadiyoko, 2017).
3. Big Data
Perangkat yang didukung
oleh IoT akan menghasilkan
sejumlah besar data yang
dikenal sebagai "big data".
Big data merekam semua
data serta kegiatan yang
pernah dilakukan untuk
kemudian memprediksi apa
yang mungkin terjadi di masa
mendatang. Kemampuan
mengolah big data akan
mengoptimalkan kualitas
produksi, menghemat energi,
dan meningkatkan layanan
(Sadiyoko, 2017).
4. Cloud Computing
Cloud computing adalah
sebuah teknologi IT berbasis
internet yang menyediakan
sumber daya pemrosesan
komputer dan data bersama
untuk kepentingan komputer
atau perangkat lain sesuai
permintaan (Sadiyoko, 2017).
Teknologi cloud computing
memberikan layanan bagi
perusahaan untuk menyimpan
dan mengolah data mereka,
baik milik pribadi,
perusahaan ataupun data
pihak ketiga yang secara fisik
terpisah jauh lokasinya.
5. Smart Factory
Smart factory
digambarkan oleh Hermann,
Pentek dan Otto (2015) dan
Kagermann, Lukas dan
Helbig (2013) sebagai pabrik
yang membantu manusia dan
mesin dalam pelaksanaan
tugas-tugas mereka. Hal ini
dicapai dengan mengambil
informasi dari dunia fisik dan
virtual menjadi kesatuan
informasi dengan CPS.
Melalui CPS, perangkat keras
dan perangkat lunak dari
sebuah pabrik yang cerdas
mampu berkomunikasi dan
mengirim informasi antara
mesin dan manusia. Dengan
demikian pabrik cerdas
(smart factory) dapat
dikatakan sebagai
perwujudan dari Industri 4.0.
Bagi Indonesia, fenomena
Industri 4.0 merupakan peluang
untuk merevitalisasi sektor
manufaktur Indonesia dalam upaya
mempercepat pencapaian
visi Indonesia untuk menjadi 10
ekonomi terbesar di dunia
(Kementerian Perindustrian Republik
Indonesia, 2018). Kementerian
Perindustrian Republik Indonesia
telah menyusun roadmap “Making
Indonesia 4.0” untuk
mengimplementasikan strategi dan
peta jalan revolusi industri keempat
di Indonesia. Lima sub sektor
industri manufaktur akan menjadi
fokus dalam percepatan
implementasi Industri 4.0,
diantaranya industri: makanan dan
minuman, tekstil dan pakaian,
otomotif, kimia, dan elektonik.
Abnormal Return
Reaksi pasar dapat diindikasikan
dengan adanya perubahan pada harga
saham yang dapat diukur dengan
abnormal return. Suryanto (2015)
mengatakan “stock price reaction is
indicated by a change in the stock
price of the company concerned
which can be measured by using
stock returns as the value of changes
in price or by using abnormal
return”. Halim (2015) menjelaskan
bahwa apabila pasar dalam kondisi
yang tidak efisien, maka terdapat
satu atau beberapa pelaku pasar yang
menikmati return yang tidak normal
(abnormal return) dalam jangka
waktu yang lama.
Reaksi pasar akibat suatu
peristiwa tertentu dapat diukur
dengan menggunakan abnormal
return sebagai nilai dari perubahan
harga (Hartono, 2017). Abnormal
return merupakan kelebihan dari
return realisasian (return
sesungguhnya) terhadap return
ekspektasian. Return realisasian
merupakan return yang terjadi pada
waktu ke-t yang merupakan selisih
harga sekarang relatif terhadap harga
sebelumnya. Sedangkan, return
ekspektasian merupakan return yang
harus diestimasi.
Konsep pasar yang efisien
bentuk setengah kuat menyiratkan
adanya suatu proses penyesuaian
harga sekuritas dengan cepat untuk
menyerap abnormal return untuk
menuju ke harga keseimbangan yang
baru (Hartono, 2017). Abnormal
return akan menghasilkan nilai yang
positif apabila return yang
sesungguhnya terjadi lebih besar
dibandingkan dengan return yang
diharapkan (return ekpektasian)
sehingga investor akan mendapatkan
keuntungan di atas normal apabila
ada abnormal return yang
dihasilkan. Sedangkan, abnormal
return akan menghasilkan nilai yang
negatif apabila return yang
sesungguhnya terjadi lebih kecil
dibandingkan dengan return yang
diharapkan.
Abnormal return biasanya
digunakan untuk mengukur reaksi
pasar atas kandungan informasi dari
suatu pengumuman. Suatu peristiwa
yang mengandung informasi akan
memberikan abnormal return dan
sebaliknya peristiwa yang tidak
mengandung informasi tidak akan
memberikan abnormal return bagi
investor (Hartono, 2017). Abnormal
return dapat terjadi sebagai akibat
dari adanya peristiwa-peristiwa
tertentu, misalnya hari libur nasional,
suasana politik yang tidak menentu,
kejadian-kejadian yang luar biasa,
stock split, penawaran perdana
saham, dan lain-lain. Penelitian event
study menganalisis abnormal return
dari sekuritas yang memiliki kaitan
dengan pengumuman informasi.
Trading Volume Activity
Trading volume activity
merupakan suatu instrumen yang
dapat digunakan untuk melihat reaksi
pasar modal terhadap informasi
melalui parameter pergerakan
aktivitas volume perdagangan di
pasar modal (Sutrisno, 2010). Dalam
membuat keputusan investasi,
investor akan membutuhkan
informasi untuk menganalisis risiko
dan tingkat keuntungan yang
diharapkan. Adanya informasi yang
dipublikasikan akan merubah
keyakinan investor yang dapat dilihat
dari reaksi pasar. Salah satu reaksi
pasar tersebut adalah reaksi volume
perdagangan saham (Purba, 2017).
Volume perdagangan saham
dapat diartikan sebagai jumlah
lembar saham yang diperdagangkan
pada hari tertentu (Halim dan
Hidayat, 2010). Perdagangan saham
yang aktif, yaitu dengan volume
perdagangan yang tinggi
menunjukkan bahwa saham tersebut
digemari oleh investor. Besarnya
variabel volume perdagangan saham
dapat diketahui dengan mengamati
indikator aktivitas volume
perdagangan (trading volume
activity). Dengan mengamati
aktivitas volume perdagangan saham
maka kita dapat mengetahui perilaku
investor dalam menggunakan
informasi untuk membuat keputusan
pembelian saham.
Beaver (dikutip oleh
Adisulistyo, 2009, hal. 55)
mengungkapkan bahwa apabila suatu
pengumuman mengandung
informasi, maka aktivitas volume
perdagangan akan berbeda sebelum
dan sesudah pengumuman. Informasi
atau peristiwa tertentu dapat memicu
pergerakan saham di pasar modal
akibat adanya penawaran dan
permintaan saham. Perbedaan
volume perdagangan saham yang
signifikan pada waktu pengumuman
informasi dengan waktu diluar
pengumuman informasi
mengindikasikan bahwa pasar
bereaksi atas publikasi tersebut.
Metode Penelitian
Penelitian ini akan menguji
perbedaan antara variabel-variabel
penelitian yaitu abnormal return dan
trading volume activity melalui data
berupa harga saham penutup harian,
indeks harga saham gabungan,
jumlah saham yang diperdagangkan,
dan jumlah saham beredar. Data-data
numerical (angka) tersebut akan
diolah dengan menggunakan teknik
perhitungan statistik. Sehingga
berdasarkan jenis datanya, maka
pendekatan penelitian ini
menggunakan pendekatan penelitian
kuantitatif. Kurniawan (2014)
mengemukakan bahwa data
penelitian berupa angka-angka dan
analisis menggunakan statistik
merupakan jenis pendekatan
penelitian kuantitatif. Menurut
Sugiyono (2017), penelitian
kuantitatif adalah:
"Metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat
positivisme untuk meneliti
populasi atau sampel tertentu
dengan pengumpulan data
menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif atau statistik, dengan
tujuan untuk menguji hipotesis
yang telah ditetapkan."
Metode penelitian yang
digunakan adalah studi peristiwa
(event study). Studi peristiwa
merupakan studi yang mempelajari
reaksi pasar terhadap suatu peristiwa
yang informasinya dipublikasikan
sebagai suatu pengumuman
(Hartono, 2017). Studi peristiwa
bertujuan untuk mengetahui reaksi
pasar atas terjadinya peristiwa
tertentu, baik peristiwa ekonomi,
politik, sosial, maupun peristiwa
lainnya. Studi peristiwa dilakukan
ketika seorang peneliti berusaha
mencari tahu apakah suatu peristiwa
memiliki kandungan informasi atau
tidak, serta untuk mengetahui apakah
peristiwa yang terjadi mengakibatkan
pasar bereaksi, baik reaksi positif
atau negatif (Hartono, 2015).
Penelitian ini menggunakan 21
hari pengamatan yaitu, 10 hari
sebelum pengumuman peristiwa
hingga 10 hari setelah pengumuman
peristiwa. Periode jendela ini dipilih
karena peristiwa pengumuman
Making Indonesia 4.0 merupakan
peristiwa yang nilai ekonomisnya
sulit ditentukan oleh investor.
Investor akan membutuhkan waktu
yang lama untuk bereaksi sehingga
peneliti menggunakan periode
jendela 21 hari bursa. Periode
jendela 21 hari merupakan periode
penelitian yang umum digunakan
untuk meneliti peristiwa yang nilai
ekonomisnya sulit ditentukan
investor. Peristiwa pengumuman
Making Indonesia 4.0 terjadi pada
tanggal 4 April 2018, sehingga
berdasarkan periode jendela 21 hari,
maka rentang waktu penelitian yaitu
pada tanggal 20 Maret 2018 sampai
dengan 18 April 2018. Periode
jendela dalam penelitian ini akan
tampak seperti gambar 3.1.
Gambar 3.1
Periode Jendela (Event Window)
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh perusahaan
manufaktur yang bergerak di sub
sektor industri: (1) makanan dan
minuman, (2) tekstil dan pakaian, (3)
otomotif, (4) kimia, serta (5)
elektonik dan terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Beberapa anggota
populasi akan diambil untuk
dijadikan sampel penelitian. Teknik
pengambilan sampel dilakukan
dengan purposive sampling, yaitu
pengambilan sampel berdasarkan
t
-
1
0
t
-
0
Event
Period t
+
1
0
t-10 t+10 0
kriteria-kriteria tertentu (Sekaran dan
Bougie, 2017). Kriteria yang
digunakan yaitu:
1. Perusahaan manufaktur yang
bergerak di sub sektor
industri: (1) makanan dan
minuman, (2) tekstil dan
pakaian, (3) otomotif, (4)
kimia, serta (5) elektronik
dan terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
2. Tidak melakukan stock split,
pengumuman deviden,
merger, right issues, dan
corporate action lainnya
selama periode penelitian.
3. Menyajikan data yang
lengkap terkait dengan data
yang digunakan dalam
penelitian, yaitu harga saham
penutup harian, indeks harga
saham gabungan, jumlah
saham yang diperdagangkan,
jumlah saham beredar, dan
informasi yang terkait dengan
corporate action yang
dilakukan oleh perusahaan.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini
adalah data kuantitatif. Sedangkan
sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder
yang diambil dari situs resmi Bursa
Efek Indonesia (www.idx.co.id),
Yahoo Finance
(www.finance.yahoo.com), dan
Saham OK (www.sahamok.com).
Data yang dikumpulkan berupa:
1. Harga saham penutup harian
untuk masing-masing sampel
penelitian selama periode
jendela.
2. Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) untuk
masing-masing sampel
penelitian selama periode
jendela.
3. Jumlah saham yang
diperdagangkan untuk
masing-masing sampel
penelitian selama periode
jendela.
4. Jumlah saham beredar untuk
masing-masing sampel
penelitian selama periode
jendela.
5. Informasi terkait dengan
corporate action yang
dilakukan oleh sampel
perusahaan selama periode
jendela.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah studi kepustakaan dan studi
observasi pada pasar modal.
a. Studi kepustakaan dilakukan
dengan membaca dan
mempelajari buku, referensi
dan literatur lain melalui data
elektronik, berita, dan
dokumen yang relevan
dengan masalah yang dibahas
untuk mengumpulkan data
dan informasi yang
berhubungan dengan
penelitian.
b. Studi observasi dilakukan
dengan mengumpulkan,
mencatat, dan mempelajari
semua informasi yang
dibutuhkan sesuai dengan
variabel yang diukur dalam
penelitian. Data tersebut
kemudian ditabulasi dan
dianalisis sesuai dengan
kebutuhan penelitian.
Definisi Operasional dan
Pengukuran Variabel
3.4.1 Abnormal Return
Abnormal return (return tidak
normal) adalah selisih antara return
sesungguhnya yang terjadi dengan
return ekspektasian. Untuk
menghitung abnormal return maka
digunakan rumus sebagai berikut
(Hartono, 2017):
Dimana:
RTNi,t = return tidak normal
(abnormal return) sekuritas i pada
periode peristiwa ke-t.
Ri,t = return realisasian yang terjadi
untuk sekuritas i pada periode
peristiwa ke-t.
E (Ri,t) = return ekspektasian
sekuritas i untuk periode peristiwa
ke-t.
Return realisasian merupakan
return sesungguhnya yang terjadi
pada waktu ke-t yang merupakan
selisih harga sekarang relatif
terhadap harga sebelumnya. Untuk
menghitung return realisasian maka
digunakan rumus sebagai berikut
(Hartono, 2017):
Dimana :
Ri,t = return realisasian yang terjadi
untuk sekuritas i pada periode
peristiwa ke-t.
Pi,t = close price sekuritas i pada
periode peristiwa ke-t.
Pi,t-1 = close price sekuritas i
pada periode peristiwa ke-t-1.
Return realisasian adalah dasar
untuk menghitung return
ekspektasian. Return ekspektasian
merupakan return yang harus
diestimasi. Pada penelitian ini untuk
menghitung return ekspektasian akan
digunakan model sesuaian-pasar
(market-adjusted model). Model ini
dipilih karena menurut Hartono
(2017), penduga yang terbaik untuk
mengestimasi return suatu sekuritas
adalah return indeks pasar pada saat
tersebut. Untuk menghitung return
ekspektasian maka digunakan rumus
sebagai berikut (Foster dalam
Adisulistyo, 2009:54):
Dimana :
E(Ri,t) = return ekspektasian saham i
pada hari ke-t
IHSGi,t = indeks harga saham
gabungan saham i pada hari ke-t
IHSGi,t-1 = indeks harga saham
gabungan saham i pada hari ke t-1
Setelah return tidak normal
(abnormal return) dapat ditentukan
maka rata-rata abnormal return
(average abnormal return) dari
keseluruhan saham perusahaan yang
menjadi sampel penelitian pada tiap
periode pengamatan (Lampiran 2)
dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut (Hartono, 2017):
Dimana :
RRTNt = rata-rata return tidak
normal (average abnormal
return) pada hari ke-t.
RTNi,t = return tidak normal
(abnormal return) untuk sekuritas i
pada hari ke-t.
k = jumlah sekuritas yang
terpengaruh oleh pengumuman
peristiwa.
Trading Volume Activity
Menurut Sutrisno (2010),
trading volume activity merupakan
suatu instrumen yang dapat
digunakan untuk melihat reaksi pasar
modal terhadap informasi melalui
parameter pergerakan aktivitas
volume perdagangan di pasar modal.
Trading volume activity yang sudah
dikenal dan digunakan oleh banyak
peneliti adalah rumus dari Foster
(1986) yaitu perbandingan antara
jumlah saham i yang diperdagangkan
pada saat t dengan jumlah
keseluruhan saham i yang beredar
pada saat t (Foster dalam
Adisulistyo, 2009:55).
Σ saham i yang diperdagangkan
pada waktu t
TVAi,t =
Σ saham i yang beredar pada waktu t
Setelah trading volume activity
dapat ditentukan maka average
trading volume activity dari
keseluruhan saham perusahaan yang
menjadi sampel penelitian pada tiap
periode pengamatan (Lampiran 3)
dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
Dimana :
ATVAt = average trading volume
activity pada hari ke-t
TVAit = trading volume activity
saham i pada hari ke-t
N = jumlah seluruh saham yang
diteliti
Metode Analisis Data dan
Pengujian Hipotesis
Metode analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis deskriptif. Analisis
deskriptif merupakan proses
transformasi data penelitian dalam
bentuk yang sederhana, menarik,
serta komunikatif sehingga hasil
penelitian mudah dipahami, dibaca
dan digunakan sebagai informasi
dasar (Kurniawan, 2014). Data
dalam penelitian ini diuji
menggunakan Paired Samples t-Test
dengan software SPSS. Pengujian
dilakukan pada variabel dependen
untuk mengetahui apakah
pengumuman Making Indonesia 4.0
memberikan dampak terhadap
perubahan abnormal return dan
trading volume activity. Paired
Samples t-Test digunakan untuk
menguji beda rata-rata dua sampel
berpasangan (Andi, 2014). Pengujian
hipotesis akan diawali dengan uji
normalitas data untuk memenuhi
syarat dalam uji Paired Samples t-
Test.
3.5.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan karena
statistik yang digunakan adalah
statistik parametrik dengan jenis data
ratio. Uji normalitas digunakan
untuk menguji apakah data memiliki
distribusi normal atau tidak. Uji
normalitas dapat dilakukan dengan
uji One Sample Kolmogorov-
Smirnov Test. Dengan tingkat
signifikansi 0,05 maka dasar
pengambilan keputusan adalah
sebagai berikut (Kurniawan, 2014):
a) Jika Asymp. Sig. (2-tailed)
> 0,05 maka data
berdistribusi normal.
b) Jika Asymp. Sig. (2-tailed)
< 0,05 maka data tidak
berdistribusi normal.
3.5.2 Uji Hipotesis I
Pengujian hipotesis I dilakukan
dengan membandingkan abnormal
return sebelum dan setelah
pengumuman Making Indonesia 4.0.
Pengujian hipotesis dilakukan
dengan menggunakan uji Paired
Samples t-Test. Dengan tingkat
signifikansi 0,05 maka dasar
pengambilan keputusan adalah
sebagai berikut:
a) Jika Asymp. Sig. (2-tailed) >
0,05 maka tidak terdapat
perbedaan yang signifikan
antara abnormal return
sebelum dan setelah
pengumuman Making
Indonesia 4.0.
b) Jika Asymp. Sig. (2-tailed) <
0,05 maka terdapat perbedaan
yang signifikan antara
abnormal return sebelum dan
setelah pengumuman Making
Indonesia 4.0.
3.5.3 Uji Hipotesis II
Pengujian hipotesis II dilakukan
dengan membandingkan trading
volume activity sebelum dan setelah
pengumuman Making Indonesia 4.0.
Pengujian hipotesis dilakukan
dengan menggunakan uji Paired
Samples t-Test. Dengan tingkat
signifikansi 0,05 maka dasar
pengambilan keputusan adalah
sebagai berikut:
a) Jika Asymp. Sig. (2-tailed) >
0,05 maka tidak terdapat
perbedaan yang signifikan
antara abnormal return
sebelum dan setelah
pengumuman Making
Indonesia 4.0.
b) Jika Asymp. Sig. (2-tailed) <
0,05 maka terdapat perbedaan
yang signifikan antara
abnormal return sebelum dan
setelah pengumuman Making
Indonesia 4.0.
Gambaran Umum Objek
Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana reaksi pasar
modal Indonesia terhadap peristiwa
pengumuman Making Indonesia 4.0
pada 4 April 2018. Objek penelitian
yang akan digunakan adalah seluruh
perusahaan yang termasuk dalam
lima sub sektor perusahaan
manufaktur (makanan dan minuman,
tekstil dan pakaian, otomotif, kimia,
dan elektronika) yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia hingga tahun
2018. Berdasarkan metode purposive
sampling, diperoleh 45 perusahaan
sebagai sampel penelitian yang
terdiri atas 12 perusahaan sub sektor
industri makanan dan minuman, 14
perusahaan sub sektor industri tekstil
dan garment, 11 perusahaan sub
sektor industri otomotif, 7
perusahaan sub sektor industri kimia,
dan 1 perusahaan sub sektor industri
elektronika. Sehingga total sampel
penelitian adalah 45 perusahaan.
Nama-nama perusahaan yang
menjadi sampel penelitian ini
dicantumkan dalam Lampiran 1.
Hasil Pengujian Data
4.5.1 Uji Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan
untuk mengetahui apakah data
sampel penelitian terdistribusi
normal atau tidak. Pengujian ini
dilakukan terlebih dahulu agar tidak
melanggar asumsi dasar dari alat
statistik yang akan digunakan. Untuk
melakukan uji normalitas maka
digunakan pengujian One-Sample
Kolmogorov-Smirnov. Hasil
pengujian normalitas data untuk
average abnormal return dan
average trading volume activity
dapat dilihat pada tabel 4.4 sebagai
berikut:
Average Abnormal
Return
Average Trading Volume Activity
N 21 21
Normal Parametersa,b
Mean
,0018756 ,0012329
Std. Deviation
,00584851
,00067244
Most Extreme Differences
Absolute
,116 ,151
Positive
,115 ,151
Negative
-,116 -,137
Kolmogorov-Smirnov Z
,530 ,691
Asymp. Sig. (2-tailed)
,942 ,726
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Sumber: Data sekunder yang diolah
dengan SPSS 21
Perhitungan uji normalitas
distribusi data atas average
abnormal return dan average trading
volume activity dalam tabel di atas
secara berturut-turut diperoleh hasil
bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed)
sebesar 0,942 dan 0,726 dimana nilai
signifikansi tersebut lebih besar dari
0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
semua data berdistribusi normal.
Dengan demikian maka dapat
dilakukan pengujian hipotesis
dengan menggunakan Paired
Samples t-Test.
4.5.2 Uji Hipotesis I
Hipotesis pertama akan menguji
apakah terdapat perbedaan abnormal
return sebelum dan setelah
pengumuman Making Indonesia 4.0
dengan Paired Samples t-Test. Hasil
pengujian yang didapat untuk
mengetahui apakah terdapat
perbedaan abnormal return sebelum
dan setelah pengumuman Making
Indonesia 4.0 dapat dilihat pada tabel
4.5 di bawah ini:
Sumber: Data sekunder yang diolah
dengan SPSS 21
Hasil pengujian data yang
diperlihatkan pada tabel di atas
menunjukkan bahwa peristiwa
pengumuman Making Indonesia 4.0
memiliki reaksi positif yang
dibuktikan dengan nilai rata-rata
(mean) yang positif sebesar
0,00099730 dengan nilai Asymp.
Sig. (2-tailed) sebesar 0,738 yaitu
lebih besar dibandingkan dengan
nilai signifikansi yang dapat diterima
sebesar 0,05. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa H1 ditolak yaitu
tidak terdapat perbedaan yang
signifikan abnormal return sebelum
dan setelah pengumuman Making
Indonesia 4.0. Dengan melihat hasil
pengujian di atas maka peristiwa
pengumuman Making Indonesia 4.0
direspon positif oleh pelaku pasar
namun tidak mengakibatkan
perbedaan average abnormal return
yang signifikan antara sebelum dan
setelah pengumuman. Hal ini
mengindikasikan bahwa
pengumuman Making Indonesia 4.0
bukan merupakan good news bagi
investor.
4.5.3 Uji Hipotesis II
Hipotesis kedua akan menguji
apakah terdapat perbedaan trading
volume activity sebelum dan setelah
pengumuman Making Indonesia 4.0
dengan Paired Samples t-Test. Hasil
pengujian yang didapat untuk
mengetahui apakah terdapat
perbedaan trading volume activity
sebelum dan setelah pengumuman
Making Indonesia 4.0 dapat dilihat
pada tabel 4.6 sebagai berikut:
Sumber: Data sekunder yang diolah
dengan SPSS 21
Berdasarkan hasil pengujian data
yang diperlihatkan pada tabel di atas,
maka dihasilkan nilai Asymp. Sig.
(2-tailed) sebesar 0,051 yaitu lebih
besar dibandingkan dengan nilai
signifikansi yang dapat diterima
sebesar 0,05. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa H2 ditolak yaitu
tidak terdapat perbedaan yang
signifikan trading volume activity
sebelum dan setelah pengumuman
Making Indonesia 4.0. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa
pengumuman Making Indonesia 4.0
tidak dianggap good news yang dapat
mempengaruhi investor dalam
membuat keputusan investasi di
pasar modal dengan ditunjukkan
tidak adanya perubahan dalam
aktivitas perdagangan saham yang
signifikan. Selain itu, dapat
dikatakan bahwa kondisi pasar pada
saat pengumuman dalam keadaan
kurang baik (bearish). Hal ini dapat
dilihat dari rata-rata trading volume
activity yang cenderung menurun
dari nilai mean 0,0015583 menjadi
0,0009353 setelah terjadinya
pengumuman Making Indonesia 4.0
pada tabel 4.3.
Analisis Hasil Penelitian
Pengujian reaksi pasar modal
Indonesia terhadap pengumuman
Making Indonesia 4.0 dilakukan
dengan periode jendela 21 hari bursa
yaitu 10 hari sebelum pengumuman
Making Indonesia 4.0 hingga 10 hari
setelah pengumuman Making
Indonesia 4.0. Hasil pengujian
statistik menunjukkan bahwa tidak
terdapat reaksi pasar, baik yang
diukur dengan perbedaan rata-rata
abnormal return maupun rata-rata
trading volume activity sebelum dan
setelah pengumuman Making
Indonesia 4.0 pada 45 perusahaan
yang menjadi sampel penelitian.
Reaksi pasar dapat diindikasikan
dengan adanya perubahan pada harga
saham yang diukur dengan abnormal
return (Suryanto, 2015). Teori yang
dikemukakan oleh Hartono (2017)
menyatakan bahwa peristiwa yang
mengandung informasi akan
memberikan abnormal return dan
sebaliknya peristiwa yang tidak
mengandung informasi tidak akan
memberikan abnormal return bagi
investor. Dalam penelitian ini, hasil
pengujian statistik menunjukkan
bahwa pasar tidak bereaksi terhadap
pengumuman Making Indonesia 4.0
yang dibuktikan dengan tidak
terdapat perbedaan average
abnormal return yang signifikan
sebelum dan setelah pengumuman
Making Indonesia 4.0. Dalam
implikasinya dengan teori di atas,
maka peristiwa pengumuman
Making Indonesia 4.0 tidak
mengandung informasi bagi investor
yang dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan investasi di
pasar modal.
Pengujian informasi juga dapat
dilihat melalui parameter aktivitas
perdagangan saham yang diukur
dengan trading volume activity.
Beaver (dikutip oleh Adisulistyo,
2009, hal. 55) mengungkapkan
bahwa apabila suatu pengumuman
mengandung informasi, maka
aktivitas volume perdagangan akan
berbeda sebelum dan sesudah
pengumuman. Dalam penelitian ini,
hasil pengujian statistik
menunjukkan bahwa pasar tidak
bereaksi terhadap pengumuman
Making Indonesia 4.0 yang
dibuktikan dengan tidak terdapat
perbedaan average trading volume
activity yang signifikan sebelum dan
setelah pengumuman Making
Indonesia 4.0. Dalam implikasinya
dengan teori di atas, maka peristiwa
pengumuman Making Indonesia 4.0
tidak memiliki kandungan informasi
yang dapat memberikan perubahan
yang signifikan pada aktivitas
perdagangan saham.
Houlthausen dan Verrecchian
(dalam Widaryanti, 2006:41)
menyatakan bahwa suatu
pengumuman yang tidak membawa
informasi baru tidak akan mengubah
kepercayaan investor, sehingga
mereka tidak akan melakukan
perdagangan. Investor tidak mau
mengambil risiko dengan terlalu
cepat mengambil keputusan dari
suatu informasi eksternal yang
didapat. Tindakan ini dilakukan
karena para investor memiliki sikap
kehati-hatian yang menyebabkan
pasar tidak bereaksi secara
signifikan.
Alasan yang mendasari tidak
terdapatnya perbedaan abnormal
return dan trading volume activity
yang signifikan juga dapat
disebabkan karena investor masih
melakukan tindakan wait and see di
bursa. Investor masih menunggu dan
melihat implementasi jangka panjang
dari strategi Making Indonesia 4.0
dalam hal peningkatan kapasitas
produksi perusahaan, peningkatan
aset ataupun peningkatan laba. Hal
ini didukung dengan hasil pengujian
average abnormal return yaitu mean
yang positif dimana nilai positif
mengindikasikan reaksi positif dari
pelaku pasar.
Investor membutuhkan waktu
untuk merespon setiap informasi
yang beredar dengan menganalisa
kebermanfaatan informasi tersebut
bagi kelangsungan investasi.
Informasi tentang pengumuman
investasi merupakan informasi yang
dapat memberikan dampak positif
terhadap perusahaan dalam jangka
panjang. Menurut Wiyani (2008),
saham-saham perusahaan teknologi,
terutama yang berbasis IT dan
internet, dicari-cari oleh orang
meskipun perusahaan tersebut masih
dalam keadaan merugi. Pernyataan
ini menunjukkan optimisme para
pelaku bisnis akan pentingnya TI
bagi kelangsungan hidup suatu
perusahaan atau bisa dikatakan
bahwa perusahaan yang berbasis TI
akan menerima kebermanfaatan
jangka panjang.
Meskipun pengumuman Making
Indonesia 4.0 berpotensi
meningkatkan nilai perusahaan yang
bergerak dalam sektor industri
manufaktur, tetapi tidak seluruh
perusahaan di sektor industri tersebut
mengalami perdagangan positif
selama periode penelitian. Adanya
pertimbangan lain dari sisi investor
juga dapat mempengaruhi sikap
investor dalam merespon sebuah
informasi. Dos Santos, Peffers, dan
Mauer (dalam Wiyani, 2008:249)
mengungkapkan bahwa reaksi pasar
pada pengumuman-pengumuman
investasi TI tergantung pada
berbagai faktor termasuk timing
investasi dan karakteristik-
karakteristik industri. Making
Indonesia 4.0 diluncurkan di masa-
masa dimana situasi politik
Indonesia sedang banyak
diperbincangkan. Hal ini
dikarenakan pada pertengahan tahun
2018 sudah dimulai adanya
kampanye menjelang pemilihan
Presiden Republik Indonesia.
Sehingga dengan adanya situasi
politik yang tidak stabil, isu ataupun
berita seperti Making Indonesia 4.0
bukan menjadi prioritas bagi
investor.
Pernyataan-pernyataan di atas
dapat membuktikan bahwa pasar
modal di Indonesia tidak bereaksi
terhadap semua peristiwa yang
terjadi. Pasar akan bereaksi terhadap
peristiwa tertentu saja dan oleh sebab
itu event study dapat dilakukan untuk
menguji peristiwa yang memiliki
kandungan informasi bagi investor
dalam mempengaruhi pengambilan
keputusan investasi di pasar modal.
Pasar modal Indonesia tidak bereaksi
atas peristiwa pengumuman Making
Indonesia 4.0. Hal ini dapat juga
dikarenakan terdapat informasi yang
lebih diperhatikan oleh investor
daripada pengumuman investasi
teknologi informasi, seperti
pengumuman kenaikan laba
perusahaan, pengumuman right
issue, pengumuman dividen, dan
sebagainya.
Adisulistyo (2009) telah
melakukan penelitian terhadap
pengaruh pengumuman right issue
terhadap return saham dan tingkat
likuiditas saham di Bursa Efek
Indonesia dengan menggunakan
event window 11 hari, yaitu 5 hari
sebelum pengumuman, pada saat
pengumuman dan 5 hari setelah
pengumuman. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengumuman
right issue memiliki kandungan
informasi pada hari-hari selama
periode peristiwa yang ditunjukkan
dengan adanya perbedaan average
abnormal return dan average trading
volume activity yang signifikan.
Esomar (2010) juga telah
melakukan penelitian tentang reaksi
investor terhadap pengumuman
kenaikan dan penurunan dividen di
Bursa Efek Indonesia dengan
menggunakan event window 11 hari,
yaitu 5 hari sebelum pengumuman,
pada saat pengumuman dan 5 hari
setelah pengumuman. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
investor bereaksi terhadap adanya
pengumuman kenaikan dan
penurunan dividen. Sehingga peneliti
menyimpulkan bahwa investor akan
bereaksi dengan cepat atas
pengumuman informasi yang nilai
ekonomisnya dapat ditentukan
dengan mudah oleh investor.
Sedangkan, pengumuman Making
Indonesia 4.0 merupakan informasi
yang nilai ekonomisnya sulit
ditentukan oleh investor sehingga
membutuhkan periode yang lebih
lama dari 11 hari penelitian.
Pada akhirnya, hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa
pengumuman Making Indonesia 4.0
tidak menimbulkan reaksi pada pasar
modal Indonesia baik yang diukur
dengan abnormal return dan trading
volume activity dengan event window
21 hari. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Muharam dan
Widati (2006) yaitu tidak terdapat
perbedaan yang signifikan rata-rata
abnormal return selama periode
pengamatan yaitu sebelum
pengumuman investasi teknologi,
pada saat pengumuman investasi
teknologi dan setelah pengumuman
investasi teknologi. Hal ini
mengindikasikan bahwa pelaku pasar
modal memiliki perilaku yang sama
dalam menyikapi adanya
pengumuman investasi TI karena
pada saat implementasi, para
pebisnis akan mulai memahami
intangible benefit yang diperoleh
sehingga semakin banyak pebisnis
yang mengembangkan TI dalam
mendukung aktivitas perusahaannya.
Hal ini akan membuat investor akan
semakin selektif dalam membuat
keputusan investasi berdasarkan
informasi-informasi publik yang ada.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data
dan pengujian yang dilakukan
berkaitan dengan reaksi pasar modal
terhadap peristiwa pengumuman
Making Indonesia 4.0, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan abnormal return dan
trading volume activity yang
signifikan sebelum dan setelah
pengumuman Making Indonesia 4.0
yang disebabkan karena, 1)
pengumuman Making Indonesia 4.0
tidak memiliki kandungan informasi
yang dapat mempengaruhi keputusan
investasi di pasar modal, 2) investor
masih melakukan tindakan wait and
see di bursa untuk melihat
implementasi jangka panjang dari
strategi Making Indonesia 4.0 dalam
hal peningkatan kapasitas produksi
perusahaan, peningkatan aset
ataupun peningkatan laba.
DAFTAR PUSTAKA
Adisulistyo, I. (2009). Pengaruh
Pengumuman Right Issue
Terhadap Return Saham dan
Tingkat Likuiditas Saham di
Bursa Efek Indonesia Tahun
2003-2007. (Skripsi, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta). https://core.ac.uk/download/pdf/12347652.pdf
Andi. (2014). Mengolah Data
Statistik Hasil Penelitian
Menggunakan SPSS.
Yogyakarta: Andi Offset.
Aziz, A. (2012). Pemanfaatan
Teknologi Informasi dalam
Pengembangan Bisnis Pos.
Buletin Pos dan Telekomunikasi,
10(1), 35-50. gi_Informasi_dalam_Pengembangan_Bisnis_Pos
Bandi. (2006). Pengaruh Respon
Perusahaan dalam Investasi
Teknologi Informasi Terhadap
Kinerja Perusahaan: Strategi
Bisnis, Kematangan Teknologi
Informasi, dan Ukuran
Perusahaan sebagai Variabel
Anteseden. Simposiun Nasional
Akuntansi IX.
Budiarto, A. & Baridwan, Z. (2009).
Pengaruh Pengumuman Right
Issue Terhadap Tingkat
Keuntungan dan Likuiditas
Saham Periode 1994-1996.
Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia, 2(1). http://scholar.google.co.id/citations?user=7Ti1omAAAAAJ&hl=id
Bursa Efek Indonesia. (2018).
Laporan Jumlah Saham
Beredar.
Edam, J. G., Mangindaan, J. V., &
Tarore, H. S. (n.d). Pengaruh
Pengumuman Paket Kebijakan
Ekonomi Jilid XIV Terhadap
Abnormal Return Seluruh
Saham di Bursa Efek Indonesia.
Jurnal Sam Ratulangi, 1-11. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jab/article/view/17524
Esomar, M. J. F. (2010). Reaksi
Investor Terhadap Pengumuman
Kenaikan dan Penurunan
Dividen di Bursa Efek
Indonesia. Soso-Q, 2(2), 6-28. https://ejournal.unpatti.ac.id/ppr_iteminfo_lnk.php
Ghufron, M. A. (2018). Revolusi
Industri 4.0: Tantangan, Peluang
dan Solusi Bagi Dunia
Pendidikan. Seminar Nasional
dan Diskusi Panel Multidisiplin
Hasil Penelitian & Pengabdian
kepada Masyarakat. http://proceeding.unindra.ac.id/index.php/dispanas2018/article/view/73/45
Gregor, M., Matuszek, J., Medvecky,
S. & Stefanik, A. (2009). Digital
factory. Journal of Automation,
Mobile Robotics and Intelligent
Systems, 3, 123–132.
Gumanti, T. A. & Utami, E. S.
(2002). Bentuk Pasar Efisien
dan Pengujiannya. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, 4(1),
54-68. http://jurnalakuntansi.petra.ac.id/index.php/aku/article/view/15690
Halim, A. & Hidayat, N. (2010).
Studi Empiris Tentang Pengaruh
Volume Perdagangan Saham
dan Return Terhadap Bid-Ask
Spread Saham Industri Rokok di
BEJ dengan Model Koreksi
Kesalahan. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia, 3, 69-85. http://ijar-iaikapd.or.id/index.php/ijar/article/view/39
Halim, A. (2015). Analisis Investasi
di Aset Keuangan. Jakarta:
Mitra Wacana Media.
Hartono, J. (2015). Studi Peristiwa
Menguji Reaksi Pasar Modal
Akibat Suatu Peristiwa.
Yogyakarta : BPFE.
Hartono, J. (2017). Teori Portofolio
dan Analisis Investasi. (edisi
kesebelas). Yogyakarta: BPFE.
Hermann, M., Pentek, T., & Otto, B.
(2015). Design Principles for
Industrie 4.0 Scenarios: A
Literature Review. Working
Paper. _Industrie_40_Scenarios_A_Literature_Review
Hutami, R. N. & Ardiyanto, M. D.
(2015). Abnormal Return dan
Trading Volume Activity
Sebelum dan Setelah Pemilihan
Presiden Secara Langsung 9 Juli
2014. Diponegoro Journal of
Accounting, 4(2), 1-10. https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/accounting/article/view/15506
Islami, L. N. & Sarwoko, E. (2012).
Reaksi Pasar Modal Indonesia
Terhadap Pergantian Menteri
Keuangan. Modernisasi, 8(1),
44-67. terdaftar_di_bei
Kagermann, H., Wahlster, W., &
Helbig, J. (2013).
Recommendations for
implementing the strategic
initiative INDUSTRIE 4.0. Industrie_4.0_accessible.pdf
Kementerian Perindustrian Republik
Indonesia. (2018). Making
Indonesia 4.0.
Kurniawan, A. (2014). Metode Riset
untuk Ekonomi dan Bisnis.
Teori, Konsep, dan Praktik
Penelitian Bisnis. Bandung:
Alfabeta.
Momoh, J. A. (2009). Smart grid
design for efficient and flexible
power networks operation and
control', Power Systems
Conference and Exposition,
IEEE/PES, 1-8.
Muharam, H. & Widati, R. R.
(2006). Analisis Reaksi Pasar
Modal Terhadap Pengumuman
Investasi Teknologi Informasi.
Jurnal Studi Manajemen &
Organisasi, 3(2), 29-45. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/smo/article/view/4187
Neugebauer, R., Hippmann, S., Leis,
M., & Landherr, M. (2016).
Industrie 4.0-From the
Perspective of Applied
Research. Procedia CIRP, 57, 2-
7. dari https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2212827116311556
Nieuwenhuize, G. B. (2016). Smart
Manufacturing for Dutch SMEs:
Why and How? (Master Thesis,
Erasmus University, Rotterdam,
The Netherlands). Thesis.pdf
Prasetyo, H. & Sutopo, W. (2018).
Industri 4.0: Telaah Klasifikasi
Aspek dan Arah Perkembangan
Riset. Jurnal Teknik Industri,
13(1), 17-26. https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jgti/article/viewFile/18369/12865
PricewaterhouseCoopers. (2014).
Peluang dan Tantangan Internet
Industri -Industri 4.0. industrie-4-0.pdf
Purba, T. (2017). Analisis Komparasi
Abnormal Return dan Volume
Perdagangan Saham Atas
Pemberlakuan Peraturan
Pemerintah Nomor 1 Tahun
2014. Jurnal Riset Bisnis dan
Manajemen, 5(1), 55-72. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jrbm/article/view/15724
Rüßmann, M., Lorenz, M., Gerbert,
P., Waldner, M., Justus, J.,
Engel, P., dan Harnisch, M.
(2015). Industry 4.0: The Future
of Productivity and Growth in
Manufacturing Industries. ss_industry_4_future_productivity_growth_manufacturing_industries.aspx
Sadiyah, W. (2018). Pengaruh
Kebijakan Seven Day Reverse
Repo Rate Terhadap Reaksi
Pasar Perbankan. (Skripsi,
Universitas Negeri Malang).
Sadiyoko, A. (2017). Industry 4.0:
Ancaman, Tantangan, atau
Kesempatan? Oratio Dies XXIV
FTI UNPAR. http://repository.unpar.ac.id/handle/123456789/1539
Saham OK. (2018). Daftar
Perusahaan Manufaktur.
Sekaran, U. & Bougie, R. (2017).
Metode Penelitian untuk Bisnis.
Pendekatan
Pengembangan Keahlian.
Jakarta: Salemba Empat.
Stock, T., & Seliger, G. (2016).
Opportunities of Sustainable
Manufacturing in Industry 4.0.
Procedia CIRP, 40, 536-541.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Sulistiyono, S., T. (2018). Jokowi
Jadikan Making Indonesia 4.0
Sebagai Agenda Nasional.
Suratno, T. (n.d.). Pemanfaatan
Sistem Informasi dan Teknologi
Informasi Untuk Menunjang E-
Agribisnis. Sosio Ekonomika
Bisnis, 91-99.
Suryanto. (2015). Analysis of
Abnormal Return Before and
After The Announcement of
Investment Grade Indonesia.
International Journal of
Business and Management
Review, 3(1), 11-23.
Sutrisno, W. (2010). Manajemen
Keuangan, Teori, Konsep, dan
Aplikasi. Yogyakarta: Ekonisia.
Syarifudin, A. (2003). Alat Analisis
dalam Pembelanjaan.
Yogyakarta: Andi Offset.
Tandelilin, E. (2010). Portofolio dan
Investasi: Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Kanisius.
Undang-Undang Republik Indonesia
nomor 8 tahun 1995 tentang
Pasar Modal.
Wafiyah, A. (2005). Reaksi Pasar
Pada Pengumuman Stock Split
dan Reverse Split.
Widaryanti. (2006). Perbedaan
Antara Sebelum dan Sesudah
Pengumuman Right Issue
Terhadap Abnormal Return dan
Trading Volume Activity Pada
Perusahaan Publik di Bursa
Efek Jakarta. Fokus Ekonomi,
1(1), 38-46. nal.stiepena.ac.id/index.php/fe/article/view/6
Wiyani, W. (2008). Meningkatkan
Nilai Perusahaan Melalui
Investasi Teknologi Informasi.
Jurnal Keuangan dan
Perbankan, 12(2), 240 – 252.
Xing, Bo., & Marwala, T. (2017).
Implications of the Fourth
Industrial Age for Higher
Education. https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=3225331
Yahoo Finance. (2008). Harga
Historis.
Top Related