publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI...

26
FAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and strategic values. Stability in shallot price will be more effective and efficient in an integrated market. This research was aimed to analyze determinant factors of spatial market integration at producer level in Indonesia. All data were analyzed using multiple linear regression. Result of this research shows that factors determine spatial market integration in the short-term are total production of destination provinces, total market of destination provinces, and distance between origin and destination province while in the long- term is total production of destination provinces. Keywords: determinant factors, producer, spatial market integration, shallot Abstrak. Bawang merah adalah komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi dan strategis yang tinggi. Stabilitas harga bawang merah akan lebih efektif dan efisien pada pasar yang terintegrasi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor penentu integrasi pasar spasial bawang merah tingkat produsen di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penentu integrasi pasar spasial adalah hanya total produksi provinsi tujuan. Kata Kunci: bawang merah, faktor penentu, integrasi pasar spasial, produsen PENDAHULUAN Bawang merah merupakan komoditas hortikultura penting bagi masyarakat Indonesia yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata konsumsi sayuran masyarakat Indonesia yang tertinggi adalah bawang merah sebesar 0.206 per kg/kapita/bulan (BPS 2016). Selain itu, bawang merah juga berpengaruh terhadap perekonomian nasional karena berkontribusi pada inflasi kelompok volotile food tertinggi kedua sebesar 0.170 persen (yoy) (BI 2016). Sebagai komoditas strategis, fluktuasi harga bawang merah perlu mendapat perhatian khusus dari

Transcript of publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI...

Page 1: publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA. Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and

FAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA

Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and strategic values. Stability in shallot price will be more effective and efficient in an integrated market. This research was aimed to analyze determinant factors of spatial market integration at producer level in Indonesia. All data were analyzed using multiple linear regression. Result of this research shows that factors determine spatial market integration in the short-term are total production of destination provinces, total market of destination provinces, and distance between origin and destination province while in the long-term is total production of destination provinces.

Keywords: determinant factors, producer, spatial market integration, shallot

Abstrak. Bawang merah adalah komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi dan strategis yang tinggi. Stabilitas harga bawang merah akan lebih efektif dan efisien pada pasar yang terintegrasi. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor penentu integrasi pasar spasial bawang merah tingkat produsen di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor penentu integrasi pasar spasial adalah hanya total produksi provinsi tujuan.

Kata Kunci: bawang merah, faktor penentu, integrasi pasar spasial, produsen

PENDAHULUANBawang merah merupakan komoditas hortikultura penting bagi masyarakat Indonesia yang

memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata konsumsi sayuran masyarakat Indonesia yang tertinggi adalah bawang merah sebesar 0.206 per kg/kapita/bulan (BPS 2016). Selain itu, bawang merah juga berpengaruh terhadap perekonomian nasional karena berkontribusi pada inflasi kelompok volotile food tertinggi kedua sebesar 0.170 persen (yoy) (BI 2016). Sebagai komoditas strategis, fluktuasi harga bawang merah perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Hal tersebut mengingat bahwa salah satu hak asasi manusia untuk hidup dengan layak berupa kemampuan memenuhi kebutuhan akan pangan, sehingga pemerintah harus mampu menjamin akan terpenuhinya kebutuhan terhadap pangan yang cukup dengan harga yang terjangkau (Amang dan Sawit 2001). Oleh karena itu, Bawang merah juga masuk dalam kebijakan pemantapan kedaulatan pangan dengan target peningkatan produksi, stabilisasi harga, dan peningkatan kesejahteraan pelaku usaha (Kementan 2015).

Masalah yang dihadapi komoditas bawang merah adalah terkonsentrasinya produksi di Pulau Jawa. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Hortikultura (2014), provinsi Jawa Tengah merupakan produsen terbesar bawang merah di Indonesia yang berkontribusi sebesar 41 persen stok nasional. Posisi kedua dan ketiga produsen bawang merah terbesar di Indonesia adalah Jawa Timur dan Jawa Barat yaitu 24 persen dan 11 persen dari total produksi nasional. Selain terkonsentrasinya daerah produksi, perbedaan waktu panen dan karakteristik komoditas hortikultura yang mudah rusak menyebabkan hasil produksi bawang merah berbeda tiap provinsi.

Page 2: publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA. Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and

Gambar 1. Persentase produksi rata-rata bawang merah di Indonesia Tahun 2010-2014Sumber: Ditjen Hortikultura (2014)

Ketidakseimbangan antara produksi dan konsumsi bawang merah setiap provinsi, menyebabkan wilayah Indonesia ada yang mengalami surplus atau defisit bawang merah. Indonesia bagian barat, Sumatera, secara umum merupakan daerah defisit bawang merah kecuali Sumatera Barat yang memiliki surplus produksi sebesar 46 ton (BPS 2016). Pulau Jawa secara umum merupakan daerah surplus dan menjadi sentra produksi utama bawang merah di Indonesia. Provinsi Jawa Tengah adalah daerah surplus terbesar di Pulau Jawa yang mencapai 460 ton. Kemudian, pulau Kalimantan secara umum merupakan daerah defisit dimana Kalimantan Timur merupakan provinsi dengan defisit bawang merah terbesar yaitu sebesar 10 ton. Indonesia bagian timur secara umum merupakan daerah defisit kecuali Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah yang memiliki surplus produksi sebesar 198 ton, 82 ton, dan 2 ton.

Provinsi surplus memiliki harga bawang merah yang relatif rendah sedangkan provinsi defisit memiliki harga yang relatif tinggi. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan tingkat harga (disparitas) bawang merah antar wilayah di Indonesia. Perbedaan harga ini mendorong terjadinya perdagangan antar provinsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap bawang merah. Perdagangan bawang merah antar wilayah ini mengindikasikan adanya integrasi pasar spasial di Indonesia. Integrasi pasar spasial merupakan pergerakan/perubahan harga bersama yang dicerminkan melalui transmisi halus sinyal harga dan informasi di pasar yang terpisah secara geografis (Goodwin dan Schroeder 1991; Goletti et al. 1995; Ghosh 2000). Perubahan harga bawang merah diharapkan dapat direspon dengan cepat oleh pelaku pasar sehingga pelaku pasar dapat segera mengambil keputusan yang tepat dan pasar menjadi lebih efisien (Asmara dan Ardhiani 2010). Namun, perubahan harga sering digunakan oleh pedagang untuk memanipulasi informasi harga di tingkat produsen karena kurangnya market power dan informasi yang diterima (Irawan 2007; Magfiroh et al. 2017). Masalah lain perdagangan bawang merah di tingkat produsen adalah tingginya variasi/fluktuasi harga bawang merah di tingkat produsen yang dilihat dari nilai koefisien varian yang lebih besar dibandingkan di tingkat pedagang besar dan pengecer (Susanawati et al2015.; Ruslan et al. 2016).

Tingginya fluktuasi harga bawang merah di tingkat produsen ini membutuhkan campur tangan pemerintah untuk menstabilkan harga agar dapat menjaga aspek ketersediaan (avaibility) dan keterjangkauan (accessbility) bawang merah di masyarakat. Kedua aspek ini penting untuk dipenuhi terutama pada bahan pangan pokok (staple food) seperti bawang merah agar daya beli masyarakat terjaga. Stabilisasi harga bawang merah akan lebih efektif dan efisien pada pasar

76 persen

7.20 persen

10.90 persen

5.30 persen

Jawa

Sumatera

Bali & sekitarnya

Sulawesi

Page 3: publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA. Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and

yang terintegrasi (Hidayanto et al. 2014). Oleh karena itu, penting untuk mengetahui faktor-faktor penentu integrasi pasar spasial bawang merah tingkat produsen baik di Indonesia.

KAJIAN TEORI

Teori Harga. Harga merupakan nilai dari suatu barang atau jasa yang terbentuk dari interaksi antara permintaan dan penawaran. Harga suatu komoditas dan kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif, dengan faktor lain tetap sama atau ceteris paribus. Semakin rendah harga suatu komoditas maka jumlah yang akan diminta untuk komoditas itu akan semakin besar, sebaliknya semakin tinggi harga semakin rendah jumlah yang diminta (Lipsey et al. 1995).

Konsep dasar dari permintaan konsumen adalah kuantitas suatu komoditas yang mampu dan ingin dibeli oleh konsumen pada suatu tempat dan waktu tertentu pada berbagai tingkat harga, faktor lain tidak berubah. Permintaan pasar adalah agregat dari permintaan individu-individu konsumen (Tomek and Robinson 1972). Permintaan dapat diekspresikan dalam bentuk kurva yang menunjukkan hubungan negatif antara jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat harga. Permintaan juga dapat diekspresikan dalam bentuk fungsi matematis, dimana permintaan merupakan fungsi dari berbagai faktor seperti permintaan tahun sebelumnya, harga barang tersebut, harga barang lain, pendapatan per kapita, jumlah penduduk, dan lain-lain. Perubahan harga menyebabkan pergerakan jumlah yang diminta di sepanjang kurva yang sama sedangkan perubahan pada variabel selain harga akan menyebabkan pergeseran kurva permintaan (Lipsey et al. 1995).

Dalam teori ekonomi, penawaran (supply) didefinisikan sebagai hubungan statis yang menunjukkan berapa banyak suatu komoditas akan ditawarkan (untuk dijual pada suatu tempat dan waktu tertentu pada berbagai tingkat harga, faktor lain tidak berubah (Tomek and Robinson 1972). Kurva penawaran menunjukkan hubungan yang positif antara jumlah komoditas yang akan dijual dengan tingkat harga dari komoditas tersebut (Lantican 1990). Kenaikan harga dari suatu komoditas, dengan asumsi faktor lain tidak berubah akan mendorong produsen untuk mengurangi jumlah komoditas yang ditawarkan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kurva penawaran yaitu harga barang itu sendiri, teknologi, harga input, harga produk-produk yang berkaitan kebijakan pemerintah.

Integrasi Pasar. Integrasi pasar adalah konsep dari harga di pasar yang dipisahkan secara spasial atau ada pada tingkat yang berbeda dari rantai pasok dihubungkan dengan mekanisme penawaran dan permintaan (Fackler dan Goodwin 2001). Suatu pasar dikatakan terintegrasi dengan pasar lain atau dengan suatu sistem pemasaran jika perubahan harga yang terjadi pada salah satu pasar disalurkan atau ditransmisikan ke pasar lain. Amikuzumo (2009) mendefinisikan integrasi pasar sebagai suatu ukuran dala arti luas, sebagai guncangan (shock) permintaan dan penawaran dari suatu komoditas dalam suatu pasar tertentu yang ditransmisikan terhadap pasar lainnya. Guncangan yang terjadi pada suatu pasar dapat ditransmisikam secara vertikal yaitu ke atas maupun ke bawah pada suatu rantai pemasaran atau ditransmisikan secara horizontal ke pasar di wilayah lain yang terpisah secara spasial.

Integrasi pasar sering dipakai untuk mengukur efisiensi pemasaran, sebab apabila tidak ada hambatan, maka harga-harga yang berlaku akan menunjukkan pergerakan yang selaras. Menurut Ghafoor dan Aslam (2012), harga komoditas pertanian menjadi sumber pertimbangan utama dalam alokasi sumberdaya. Dalam konteks pemasaran, harga menunjukkan tingkat efisiensi suatu pasar produk pertanian.

Page 4: publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA. Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and

Menurut Golleti dan Christina-Tsigas (1995) integrasi pasar penting untuk diketahui karena beberapa alasan, yaitu:1. Adanya integrasi pasar memungkinkan pemeritah untuk dapat memperbaiki kebijakan

pasarnya, misalnya dengan mengetahui pasar-pasar yang terintegrasi maka pemerintah dapat menghindari intervensi ganda sehinnga dapat mengurangi beban anggaran

2. Memungkinkan untuk melakukan pengawasan (monitoring) harga. Hal ini akan dapat menjelaskan peningkatan harga yang terjasi pada pasar-pasar yang terintegrasi dan dapat meningkatkan efektifitas pengelolaan kebijakan stabilitas harga

3. Integrasi pasar dapat digunakan untuk meramalkan perkembangan harga4. Dengan mengetahui intgrasi pasar, dapat dianalisis faktor-faktor struktural yang menyebabkan

suatu pasar teritegrasi atau tidak, sehingga penentu kebijakan dapat menentukan kebijakan dan investasi infrastruktur yang relevan untuk pengembangan pasar pertanian di suatu negara

Golleti dan Christina-Tsigas (1995) mendefinisikan integrasi pasar sebagai kondisi yang dihasilkan akibat tindakan pelaku pemasaran serta lingkungan pemasaran yang mendukung terjadinya perdagangan, yang meliputi infrastruktur pemasaran dan kebijakan pemerintah, yang menyebabkan harga di suatu pasar ditransformasikan ke pasar lainnya. Integrasi pasar terjadi apabila terdapat informasi pasar yang memadai, dan informasi ini disalurkan dengan cepat dari suatu pasar ke pasar lain. Dengan demikian, fluktuasi perubahan harga yang terjadi pada suatu pasar dapat segera ditangkap oleh pasar lain. Hal ini pada alirannya merupakan faktor yang dapat digunakan sebagai sinyal dalam pengambilan keputusan produsen. Integrasi pasar dapat terjadi karena kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi industri dapat menghasilkan komoditas yang menjadi subsitusi bagi komoditas lain sehingga harga komoditas tersebut tidak independen lagi. Beberapa kondisi yang dibutuhkan untuk meningkatkan integrasi pasar diantaranya adalah berhubungan dengan investasi publik terhadap akses fisik dan sumberdaya manusia seperti jalan (transportasi) dan pendidikan.

Gonzalez-Rivera dan Helfand (2001) menyatakan bahwa pasar dengan tingkat integrasi yang tinggi berimplikasi pada pembangunan ekonomi. Tingkat integrasi pasar yang tinggi berimplikasi pada pembangunan ekonomi. Tingkat integrasi pasar yang tinggi akan meningkatkan pendapatan produsen dengan peningkatan pada perdagangan atau spesialisasi. Demikian pula dampaknya terhadap konsumen, khususnya yang sangat menghindari risiko, karena mengurangi kemungkinan perbedaan harga terhadap komoditas yang sebelumnya tidak dapat diperdagangkan.

Integrasi Pasar Spasial. Integrasi pasar spasial merupakan pergerakan/perubahan harga bersama yang dicerminkan melalui transmisi halus sinyal harga dan informasi di pasar yang terpisah secara geografis (Goodwin dan Schroeder 1991; Goletti et al. 1995; Ghosh 2000). Menurut Suarez (2000), pembentukan integrasi pasar di suatu kawasan ditujukan untuk alokasi sumber daya lebih efisien, mendorong persaingan, dan meningkatkan skala ekonomi dalam produksi serta distribusi antar kawasan tersebut. Menurut Krugman (1993) integrasi pasar dapat berdampak pada penurunan kesejahteraan hidup masyarakat apabila terdapat wilayah yang secara ekonomi kuat menerapkan tarif yang tinggi terhadap wilayah lain. Menurut Meier (1995) integrasi pasar suatu kawasan akan menghasilkan beberapa manfaat bagi negara yang melakukan integrasi, seperti mendorong berkembangnya industri lokal, meningkatkan manfaat perdagangan melalui perbaikan terms of trade, dan mendorong efisiensi ekonomi di suatu kawasan.

Menurut Tomek dan Robison (1972), suatu hubungan harga dari pasar yang terpisah secara geografis dapat dianalisa dengan konsep integrasi pasar spasial dengan menggunakan

Page 5: publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA. Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and

ED1

model keseimbangan spasial (Spatial Equilibrium Model). Model ini dikembangkan dengan menggunakan kurva kelebihan penawaran (excess supply) dan kelebihan permintan (excess demand) pada dua wilayah yang melakukan perdagangan. Harga yang terbentuk pada masing-masing pasar dan jumlah komoditas yang diperdagangkan dapat diduga melalui model keseimbangan spasial ini.

Pada model ini pasar dibagi menjadi dua kategori yaitu pasar yang potensial surplus (potential surplus market) dan pasar yang potensial defisit (potensial deficit market). Pasar yang potensial surplus adalah pasar yang memiliki cadangan terhadap konsumsi sedangkan pasar potensial defisit adalah pasar yang memiliki kekurangan cadangan terhadap konsumsi. Prinsip umum untuk mengembangkan model perdagangan antar daerah digambarkan dengan bantuan diagaram fungsi supply dan demand pada masing-masing pasar yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat bahwa pasar A sebagai pasar potensial surplus dan pasar B sebagai pasar potensial defisit. Jika tidak terjadi perdagangan maka harga yang terjadi adalah PAdi pasar A, dan PBdi pasar B dengan PA< PB. Kelebihan cadangan pasar A akan mendorong pelaku perdagangan di pasar A untuk menjual kelebihan cadangannya ke pasar lain, sedangkan pasar B akan mendatangkan barang dari pasar lainnya untuk mencukupi kebutuhannya.

Informasi dari Gambar 2 dapat digunakan untuk mengembangkan model keseimbangan spasial dengan mengembangkan kurva excess supply dan excess demand untuk menjelaskan hubungan harga akibat perdagangan dua pasar. Kelebihan penawaran (excees supply) adalah selisih antara jumlah yang ditawarkan dengan jumlah yang diminta pada suatu harga pada waktu tertentu, yang akan meningkat dengan semakin tingginya harga dan akan bernilai nol pada saat terjadi keseimbangan pasar A (PA). Sedangkan, kelebihan permintaan (excess demand) adalah selisih jumlah yang diminta dengan jumah yang ditawarkan pada suatu tingkat harga yang semakin tinggi dengan semakin semakin rendahnya harga dan akan bernilai nol pada saat terjadi keseimbangan B (PB1).

Kurva kelebihan penawaran (excees supply) dan kelebihan permintaan (excess demand) dapat berubah searah dengan perubahan kekuatan supply atau demand pada masing-masing pasar. Misalnya, terjadi peningkatan demand akibat peningkatan populasi di pasar B, maka

Gambar 2. Kurva supply dan demand pada pasar potensial surplus dan defisit

Page 6: publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA. Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and

excess demand pada suatu tingkat harga akan bertambah (ED1 ke ED2). Hubungan antara kurva excess demand dan excess supply dalam keseimbangan spasial ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Kurva excess supply (pasar a) dan excess demand (pasar b) dalam hubungan perdaganganSumber: Tomek dan Robison (1972)

Jika tidak ada biaya perdagangan maka kurva excesss supply dan excess demand berpotongan pada tingkat harga PE dan sejumlah QE diperdagangkan oleh pasar A ke pasar B (Gambar 3). Volume perdagangan akan semakin rendah dengan adanya biaya perdagangan. Efek biaya perdagangan terhadap jumlah dan harga keseimbangan dapat diilustrasikan dengan mengembangkan garis volume perdagangan (volume of trade line), yang digambarkan oleh garis xy. Perdagangan tidak akan terjadi jika biaya perdagangan sebesar PB−PA dan mencapai maksimum jika tidak ada biaya transfer. Jika terdapat biaya transfer sebesar t, maka keseimbangan terjadi pada jumlah yang diperdagangkan sebesar QE1, dengan harga keseimbangan PE A1di pasar A dan PEB1di pasar B.

Sistem pemasaran dikatakan efisien jika harga pasar sebelumnya digunakan secara akurat dalam penentuan harga saat ini. Ravallion (1986) mengasumsikan bahwa kondisi ekonomi saat ini adalah reaksi dari sistem masa lalu. Oleh karena itu dalam proses transmisi harga ukuran lag dari variabel dependen penting untuk dipertimbangkan dalam model. Pendekatan ini juga menyediakan metode untuk menganalisis keberadaan kekuatan pasar di kalangan pedagang. Selanjutnya, Ravallion (1986) juga menyatakan bahwa integrasi pasar memungkinkan setiap harga lokal di pasar memiliki struktur yang dinamis. Ravallion (1986) juga menyebutkan bahwa data harga nominal digunakan untuk mendapatkan model ekonometrik yang konsisten di bawah pembatasan parameter linear dari analisis integrasi pasar.

Page 7: publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA. Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and

Faktor-Faktor Penentu Integrasi Pasar Bawang Merah.Varela (2012) meneliti mengenai faktor-faktor penentu integrasi pasar dan transmisi harga minyak goreng eceran, beras, kedelai, jagung, dan gula selama periode 1993-2007 serta pasar grosir jagung dan kedelai 1992-2006 dengan menggunakan metode kointegrasi Johansen dan regresi linear berganda. Variabel tidak bebas (dependent) menggunakan trace statistic dari pasangan provinsi yang diolah dengan kointegrasi Johansen. Variabel bebas (independent) meliputi keterpencilan (remote), kedekatan (contiguity), pendapatan domestik regional bruto per kapita, dan output per kapita. Hasilnya adalah derajat integrasi pasar yang berbeda setiap pasar, keterpencilan dan kualitas infrastruktur mempengaruhi perbedaan harga dimana provinsi yang lebih terpencil lebih tidak terintegrasi dibandingkan provinsi yang berada di pusat yang hanya terjadi pada jagung dan gula. Contiguity menunjukkan signifikan positif hanya pada pasar gula. Pendapatan domestik regional bruto per kapita dan output per kapita hanya signifikan pada produk yang memiliki diferensiasi pada kualitas seperti beras dan berpengaruh negatif terhadap integrasi dimana hal ini mendukung konsep swasemada yang dihubungkan dengan integrasi hanya terjadi pada pasar beras. Saran dari penelitian ini adalah pentingnya berinvestasi dalam infrastruktur melalui inovasi dalam investasi swasta dan umum serta memperkuat kapasitas petani dan produktivitas. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Mishra (2011) bahwa kekurangan informasi tepat waktu, sarana transportasi, kareakteristik produk, dan jarak yang jauh membuat pasar tidak terintegrasi.

Ismet (1998) dan Hidayanto (2014) meneliti mengenai integrasi pasar beras di Indonesia dengan metode kointegrasi Johansen dan regresi linear berganda. Kedua penelitian ini menggunakan variabel yang hampir sama dimana variabel tidak bebas (dependent) menggunakan trace statistic dari pasangan provinsi yang diolah dengan kointegrasi Johansen. Persamaan kedua penelitian ini menggunakan variabel bebas (independent) yang digunakan meliputi pendapatan domestik regional bruto, jumlah pembelian beras petani oleh BULOG (procurement), proporsi kilometer jalanan beraspal terhadap total kilometer panjang jalanan (road), dan jumlah penyaluran beras raskin oleh BULOG (distribusi). Perbedaannya bahwa variabel bebas Ismet (1998) terdapat dummy yang menunjukkan periode swamsembada dimana periode diatas 1984 (1) dan selain itu (0) sedangkan variabel bebas Hidayanto (2014) terdapat variabel jarak antar provinsi. Hasil penelitian Ismet (1998) dan Hidayanto (2014) menunjukkan bahwa procurement dan pendapatan domestik regional bruto per kapita signifikan dan berpengaruh positif terhadap integrasi pasar beras di Indonesia. Perbedaan hasil kedua penelitian ini adalah bahwa variabel distribusi pada penelitian Hidayanto (2014) memiliki signifikansi negatif dan variabel road memiliki signifikansi positif terhadap integrasi pasar beras di Indonesia sedangkan pada penellitian Ismet (1998) kedua variabel tersebut tidak signifikan.

Goodwin dan Schroeder (1991) menjelaskan bahwa semakin jauh jarak antar pasar maka hubungan spasial antara pasar ternak di Amerika Serikat semakin lemah. Kondisi ini mungkin sama seperti di Indonesia yaitu jarak dapat mempengaruhi integrasi antara pasar apalagi memiliki infrastruktur yang buruk. Hernandez-Villafuerte (2012) juga meneliti mengenai kondisi geografis yang mempelajari hubungan antara transmisi harga spasial dan jarak geografis di Brazil. Pasar kurang terintegrasi disebabkan oleh lokasi pasar yang dekat dengan pelabuhan atau negara tetangga. Hal ini juga sejalan dengan penelitian Munir (1997) tentang lima komoditas sayuran utama (cabai, bawang merah, kubis, kentang dan tomat) di Indonesia yang menyimpulkan bahwa pasar dalam pulau yang sama lebih mungkin untuk diintegrasikan. Alasannya adalah bahwa jarak dalam pulau yang sama relatif lebih berdekatan dibandingkan diluar pulau. Selain itu, kualitas infrastruktur juga memiliki peranan penting dalam menentukan integrasi pasar. Menurut Goletti (1995) dan Munir (1997) kualitas infrastruktur menunjukkan

Page 8: publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA. Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and

hubungan positif dengan integrasi pasar di pasar beras Bangladesh. Selain itu, perbedaan dalam produksi juga menjadi faktor yang berhubungan positif dengan integrasi. Namun, pada penelitian Hidayanto et al. (2014) variabel jarak tidak signifikan terhadap integrasi pasar yang menjelaskan bahwa jarak tidak berpengaruh terhadap integrasi pasar antar wilayah.

Berdasarkan variabel-variabel yang digunakan penelitian sebelumnya maka pada penelitian ini menggunakan trace statistic sebagai variabel tidak bebas (dependent). Variabel jarak antar provinsi, jumlah pasar (pasar tradisional, restauran, dan hotel), pendapatan domestik regional bruto, populasi, dan produksi bawang merah menurut provinsi di Indonesia sebagai variabel bebas (independent) dalam penelitian ini. Variabel-variabel ini akan dianalisis untuk menjawab tujuan kedua penelitian ini tentang faktor penentu integrasi pasar di Indonesia baik dalam jangka panjang maupun pendek.

METODE

Metode Analisis Data. Penelitian ini menggunakan data sekunder harga bawang merah tingkat produsen. Pasar produsen yang dianalisis adalah 28 provinsi asal dan tujuan distribusi bawang merah yang diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik tentang Survei Pola Distribusi (POLDIS) Perdagangan Komoditas Bawang merah Indonesia 2015. Analisis faktor-faktor penentu integrasi pasar spasial bawang merah di Indonesia menggunakan data sekunder cross-section dengan metode regresi analisis berganda. Analisis regresi merupakan studi dalam menjelaskan dan mengevaluasi hubungan antara suatu variabel bebas (independent) dengan satu variabel tidak bebas (dependent) dengan tujuan untuk mengestimasi atau meramalkan nilai variabel tidak bebas didasarkan pada nilai variael bebas yang diketahui (Gujarati 1999). Variabel tidak bebas (dependent) regresi ini merupakan trace statistic (TS) dari pengujian kointegrasi Johansen antar pasangan pasar bawang merah di 28 provinsi menggunakan kointegrasi Johansen (Varela 2012). Untuk mendapatkan koefisien regresi linear terbaik yang tidak bias (BLUE) maka harus memenuhi kriteria uji asumsi klasik yang merupakan syarat metode Ordinary Least Square (OLS). Menurut Gujarati (2006) adapun asumsi klasik Ordinary Least Square (OLS) tersebut diantaranya:a. Tidak ada autokorelasi (digunakan untuk data time series, biasanya autokorelasi tidak terlalu

penting digunakan untuk data cross section)b. Tidak terdapat multikolinier dalam variabel independenc. Komponen errornya menyebar normal (normalitas) dan ragamnya homogen

(heteroskedasitas) Data harga bawang merah tingkat produsen dan faktor-faktor penentu integrasi diperoleh

dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Perdagangan, dan Google Maps. Estimasi model untuk menganalisis faktor penentu integrasi pasar spasial ini berdasarkan model dari penelitian Varela et al. (2012) dan Hidayanto et al. (2014) yaitu:

ln TS ij=β0 ln POPi+β1 ln POP j+β2 ln JRK ij+ β3 lnPDRB i+β4 lnPDRB j+β5 ln PRD i+ β6 lnPRD j+β7 ln PSRi+ β8 ln PSR j+β9 ln ASPi +β10 ln ASP j+e ij

dimana:ln TS ij = Trace statistic dari kointegrasi Johansen antara provinsi asal dan tujuan

distribusi bawang merah dalam log natural (ln)ln POPi = Populasi provinsi asal distribusi bawang merah (jiwa) dalam log natural (ln)lnPOP j = Populasi provinsi tujuan (jiwa) distribusi bawang merah dalam log natural (ln)

Page 9: publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA. Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and

lnJRK ij = Jarak antara provinsi asal dan tujuan (kilometer) distribusi bawang merah dalam log natural (ln)

lnPDRB i = Produk domestik bruto harga berlaku (rupiah) provinsi asal distribusi bawang merah dalam log natural (ln)

ln PDRB j = Produk domestik bruto harga berlaku (rupiah) provinsi tujuan distribusi bawang merah dalam log natural (ln)

lnPRDi = Rataan jumlah produksi (ton) tahun 2008-2014 provinsi asal distribusi bawang merah dalam log natural (ln)

lnPRD j = Rataan jumlah produksi (ton) tahun 2008-2014 provinsi tujuan (ton) distribusi bawang merah dalam log natural (ln)

ln PSRi = Jumlah lembaga pemasaran (pasar tradisional, hotel, dan restauran) provinsi asal distribusi bawang merah dalam log natural (ln)

ln PSR j = Jumlah lembaga pemasaran (pasar tradisional, hotel, dan restauran) provinsi tujuan distribusi bawang merah dalam log natural(ln)

ln ASPi = Panjang jalan beraspal (kilometer) provinsi asal distribusi bawang merah dalam log natural (ln)

ln ASP j = Panjang jalan beraspal (kilometer) provinsi tujuan distribusi bawang merah dalam log natural (ln)

e ij = Residual β0−β10 = Koefisien model

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Perilaku Harga Bawang MerahPerbedaan harga (disparitas) rata-rata tingkat produsen bawang merah tertinggi dan

terendah di Indonesia mencapai 75.746 persen. Hal ini menunjukkan kurang maksimalnya hubungan perdagangan antar provinsi di Indonesia. Harga rata-rata tertinggi bawang merah terdapat di provinsi Papua yaitu mencapai Rp 2 901 264 per ton yang bukan merupakan daerah sentra produksi bawang merah di Indonesia. Sedangkan harga terendah bawang merah berdasarkan wilayah terdapat di Yogyakarta yang dekat dengan sentra produksi bawang merah yang berada di Pulau Jawa yaitu Rp 703 664 per ton. Gambar 3 menunjukkan perbedaan harga bawang merah antar provinsi di Indonesia tahun 2014.

ACHSM

USM

BRAU

JMB

SMS

BKLLM

PBBL

JWB

JTH

YOGJW

TBTN

BLINTB

NTTKLB

KTHSLU

SLTSLS

STGSLB

MLK

MLU

PAPKLT

0

500000

1000000

1500000

2000000

2500000

3000000

3500000

Provinsi

Har

ga (

Rp/

Ton

)

Page 10: publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA. Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and

Secara nasional periode tahun 2009 sampai 2014 disparitas harga bawang merah antar provinsi di Indonesia menunjukkan angka yang tinggi. Perbedaan diantara harga terendah dan tertinggi di Indonesia mencapai 72.54 persen. Harga rata-rata bawang merah terendah periode Januari 2009 sampai Desember 2014 adalah Rp 794 184.5 per ton di provinsi Yogyakarta (YOG) dan tertinggi di provinsi Papua (PAP) yaitu sebesar Rp 2 891 111 per ton. Sedangkan harga bawang merah di provinsi Jawa Tengah (JTH), produsen bawang merah terbesar di Indonesia, memiliki harga rata-rata sebesar Rp 862 474.6 per ton. Harga tersebut masih tergolong rendah jika dibandingkan harga rata-rata nasional yang mencapai Rp 1 325 598.118 per ton di tingkat produsen. Perilaku harga bawang merah setiap provinsi ini ditunjukkan pada Gambar 5.

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64 67 70 73 76 79 820

500000

1000000

1500000

2000000

2500000

3000000

3500000

4000000

4500000

5000000

ACH SMU SMB RAU JMB SMS BKL LMP

BBL JWB JTH YOG JWT BTN BLI NTB

NTT KLB KTH SLU SLT SLS STG SLB

MLK MLU PAP KLT

Bulan

Har

ga (R

p/To

n)

Gambar 5. Perilaku harga bawang merah tingkat produsen setiap provinsi Sumber: BPS 2009-2014 (diolah)

Bawang merah merupakan salah satu komoditas yang sering bergejolak (volatile food). Tingkat fluktuasi harga bawang merah ini dapat dilihat dari nilai koefisien variasi (CV). Harga di suatu provinsi dikatakan stabil apabila nilai koefisien variasi (CV) harganya berada pada kisaran 5-9 persen dan jika lebih dari 9 persen maka tinggi fluktuasinya/ tidak stabil (Kemendag 2010). Gambar 4 menunjukkan bahwa koefisien variasi (CV) bawang merah di 28 provinsi lebih dari 9 persen artinya komoditas bawang merah memiliki fluktuasi harga yang tinggi/ tidak stabil.

Nilai koefisien variasi terendah terdapat di provinsi Kalimantan Timur (KLT) dengan nilai 11.979 persen dan nilai tertinggi di provinsi Kalimantan Tengah (KTH) dengan nilai 40.026 persen. Artinya. harga bawang merah di Indonesia yang paling tinggi fluktuasinya terdapat di provinsi Kalimantan Tengah. Menurut Ruslan et al. (2016) bahwa harga bawang merah di

Gambar 4. Rata-rata harga bawang merah tingkat produsen 28 provinsi di Indonesia 2014Sumber: BPS 2014 (dioalah)

Page 11: publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA. Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and

tingkat produsen dilihat dari nilai koefisien varianya (CV) paling besar dibandingkan tingkat grosir dan konsumen. Artinya, harga bawang merah di tingkat produsen lebih cepat berubah (fluktuasi harga tinggi) sedangkan harga tingkat pengecer relatif lebih stabil.

AC

H

SMU

SMB

RA

U

JMB

SMS

BK

L

LM

P

BB

L

JWB

JTH

YO

G

JWT

BT

N

BL

I

NT

B

NT

T

KL

T

KL

B

KT

H

SLU

SLT

SLS

STG

SLB

ML

K

ML

U

PAP0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Provinsi

Koe

fisi

en V

aria

si (

%)

Gambar 6. Koefisien variasi harga bawang merah tingkat produsen 28 provinsi di Indonesia 2008-2014

Nuraeni (2015) menjelaskan bahwa penyebab tingginya fluktuasi bawang merah diantaranya karena distribusi yang tidak merata sepanjang tahun serta mekanisme stok yang belum berjalan dengan baik sehingga produksi saat in season tidak mapu mencukupi kebutuhan saat off season. Penyimpanan bawang merah pada gudang konvensional dapat menyebabkan susut bobot antara 30-50 persen. tidak tahan lama. dan gampang mengalami kerusakan (tumbuh akar/tunas dan busuk). Hal tersebut menyebabkan bawang merah yang disimpan pada saat panen raya tidak bias digunakan untuk stok pada saat off season (Mudatsir 2015). Selanjutnya, harga bawang merah di sentra produsen yang lebih cepat berubah dibandingkan grosir dan opengecer terkait dengan fasilitas penyimpanan bawnag merah di tingkat petani yang masih kurang memadai sehingga bawang merah cepat rusak dan menyebabkan harganya berfluktuasi.

Fluktuasi harga yang tinggi tersebut juga seringkali merugikan petani darpada pedagang karena petani umumnya tidak dapat mengatur penjualan untuk mendapatkan harga jual yang lebih menguntungkan. Pedagang lebih dapat melakukan pengeturan penjualan karena memilki fasilitas penyimpanan yang lebih baik. Menurut Simatupang (1999) fluktuasi harga yang tinggi juga memberi peluang kepada pedagang untuk memanipulasi informasi harga di tingkat petani sehingga transmisi harga dari pasar konsumen ke produsen bawang merah cenderung asimetris. Artinya, jika terdapat kenaikan harga di tingkat konsumen maka kenaikan harga tersebut tidak diteruskan kpada petani secar cepat dan sempurna dan sebaliknya jika ada penurunan harga.

Pola Pemasaran Bawang merahBawang merah merupakan komoditas subsektor hortikultura unggulan yang sangat

potensial untuk dikembangkan. Komoditas bawang merah ini tergolong komoditas sayuran unggulan yang memiliki jumlah produksi ketiga terbesar di Indonesia setelah cabai besar dan cabai rawit (BPS 2015). Selain produksinya yang tinggi, bawang merah ini memiliki tingkat konsumsi yang tinggi di Indonesia. Komoditas bawang merah ini termasuk jenis komoditas yang

Page 12: publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA. Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and

memiliki nilai ekonomis tinggi, ditinjau dari sisi pemenuhan konsumsi nasional, sumber penghasilan petani, maupun potensinya sebagai penghasil devisa.

Sentra produksi bawang merah terpusat di Pulau Jawa yang memberi kontribusi sebesar 76 persen produksi nasional. Provinsi Jawa Tengah merupakan provinsi dengan hasil panen terbesar di Indonesia yang mencapai 419 356 ton di tahun 2014. Kabupaten Brebes sebagai kontributor utama dan dikenal sebagai lumbung bawang merah berkualitas. Kabupaten Brebes memasok sekitar 75 persen kebutuhan bawang merah di provinsi Jawa Tengah dan 23 persen kebutuhan bawang merah nasional (Ruslan 2016). Selain Jawa Tengah provinsi lain yang menjadi sentra produksi bawang merah adalah Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera Barat.

Puncak panen bawang merah di Indonesia terjadi hamper selama 6-7 bulan setiap tahun. Puncak panen raya terkonsentrasi antara bulan Juni-Desember-Januari, sedangkan bulan kosong panen terjadi pada bulan Februari-Mei dan November. Musim tanam puncak bawang merah terjadi pada bulan April-Oktober. Selama ini budidaya bawang merah diusahakan secara musiman (seasonal), yang pada umumnya dilakukan pada musim kemarau (April-Oktober) sehingga mengakibatkan produksi dan harganya berfluktuasi sepanjang tahun.

Berdasarkan Survei Pola Distribusi Bawang Merah 2015 bahwa sebagian besar hasil produksi bawang merah dijual oleh petani ke pedagang pengepul. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh dari pedagang pengepul dalam distribusi bawang merah nasional cukup kuat, karena pedagang pengepul memiliki akses paling dekat terhadap penjualan hasil produksi bawang merah. Struktur perdagangan hasil panen bawang merah tergolong masih bersifat tradisional. Hal ini akan berdampak pada tinggi rendahnya harga bawang emrah di pasar, khususnya pada level konsumen akhir, mengingat posisi sentral pedagang pengepul sebagai fungsi lembaga dengan pembelian terbesar dari produsen. Seluruh hasil produksi bawang merah hanya dijual di pasar domestik tanpa diekspor ke luar negeri.

Berikut informasi distribusi perdagangan bawang merah antar provinsi berdasarkan Survei Distribusi Perdagangan (POLDIS) bawang merah di Indonesia 2015 dari Badan Pusat Statistik. Tabel 2 menunjukkan provinsi asal dan tujuan distribusi bawang merah antar provinsi di Indonesia.

Tabel 1. Distribusi bawang merah di IndonesiaProvinsi

Asal Provinsi Tujuan

ACH Sumatera Utara (SMU)SMU Aceh (ACH) dan Riau (RAU)

SMB Sumatera Utara (SMU), Riau (RAU), Sumatera Selatan (SMS), Bengkulu (BKL), dan Jambi (JMB)

JMB Jambi (JMB) dan Bengkulu (BKL)SMS Lampung (LMP) dan Sumatera Selatan (SMS)BKL Jambi (JMB), Sumatera Selatan (SMS),dan Sumatera Barat (SMB)LMP Sumatera Selatan (SMS)

JWBSumatera Utara (SMU), Sumatera Selatan (SMS), Banten (BTN), Yogyakarta (YOG), Kalimantan Barat (KLB), Jawa Timur (JWT), Jawa Barat (JWB), Bengkulu (BKL), Lampung (LMP), Bangka Beilitung (BBL), Bali (BLI), Kalimantan Tengah (KTH) dan Sulawesi Tenggara (STG)

JTHSumatera Utara (SMU), Sumatera Selatan (SMS), Banten (BTN), Yogyakarta (YOG), Kalimantan Barat (KLB), Jawa Timur (JWT), Jawa Barat (JWB), Bengkulu (BKL), Lampung (LMP), Bangka Belitung (BBL), Bali (BLI), Kalimantan Tengah (KTH), Sulawesi Tenggara (STG)

Page 13: publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA. Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and

YOG Jawa Barat (JWB), Jawa Tengah (JTH), Jawa Timur (JWT)

JWT

Sumatera Utara (SMU), Kalimantan Barat (KLB), Kalimantan Timur (KLT), Nusa Tenggara Timur (NTT), Bali (BLI), Jawa Tengah (JTH), Riau (RAU), Bengkulu (BKL), Bangka Belitung (BBL), Jawa Barat (JWB), Yogyakarta (YOG), Nusa Tenggara Barat (NTB), Kalimantan Tengah (KTH), Sulawesi Utara (SLU), Sulawesi Tengah (SLT), Sulawesi Selatan (SLS), Maluku (MLK), Papua (PAP)

BTN Lampung (LMP), Bangka Belitug (BBL), Jawa Barat (JWB)BLI Jawa Barat (JWB)

NTBSumatera Utara (SMU), Jawa Timur (JWT), Bali (BLI), Bengkulu (BKL), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Tengah (KTH), Kalimantan Timur (KLT), Sulawesi Utara (SLU), Sulawesi Tengah (SLT), Sulwesi Tenggara (STG), Papua (PAP)

SLU Maluku Utara (MLU), Bangka Belitung (BBL), dan Sulawesi Selatan (SLS)SLT Maluku Utara (MLU)

SLSJawa Timur (JWT), Sulawesi Tenggara (STG), Kalimantan Timur (KLT), Sulawesi Utara (SLU), Bangka Belitung (BBL), Kalimantan Tengah (KTH), Sulawesi Tengah (SLT), Sulwesi Barat (SLB), Maluku (MLK), Papua (PAP)

STG Maluku Utara (MLU)Sumber: BPS (2015)

Faktor-Faktor Penentu Integrasi Pasar SpasialPendugaan model secara statistik telah memenuhi asumsi klasik sehingga model ini dapat

ditarik kesimpulan yang tepat. Tabel 3 menunjukkan nilai prob F-statistic yang signifikan pada taraf 1 persen sebesar 0.000. Koefisien R-squared dari model adalah 0.154. Artinya variabel-variabel independent sebesar 15.435 persen pada model mampu menjelaskan variabel dependent dan sisanya dijelaskan variabel lain diluar model.

Tabel 2. Hasil estimasi model jangka panjang dan pendekVariabel Koefisien

Jumlah Pasar provinsi asal 0.147022Jumlah Pasar provinsi tujuan -0.073926Produksi bawang merah provinsi asal -0.009751Produksi bawang merah provinsi tujuan 0.054228**Populasi penduduk provinsi asal -0.035746Populasi penduduk provinsi tujuan 0.074323PDRB provinsi asal -0.010051PDRB provinsi tujuan 0.000526Panjang jalan beraspal provinsi asal -0.092139Panjang jalan beraspal provinsi tujuan -0.112298Jarak antar provinsi -0.042210F-statistic 1.227887Prob(F-statistic) 0.0000R-squared 0.154351

Keterangan: *,**,*** signifikan pada taraf nyata 10 persen, 5 persen, 1 persen

Jumlah Pasar (Pasar Tradisional, Restauran, dan Hotel)Jumlah pasar yang terdiri dari pasar tradisional, restauran, dan hotel merupakan proksi dari

infrastruktur pemasaran (physical capital). Faktor jumlah pasar provinsi asal dan tujuan pada model tidak signifikan mempengaruhi integrasi pasar bawang merah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Gonzalez-Rivera dan Helfand (2001) bahwa infrastruktur pemasaran berkorelasi rendah dengan integrasi pasar. Hal ini terjadi salah satunya karena struktur pasar komoditas

Page 14: publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA. Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and

hortikultura. Sexton et al. (1991) mengungkapkan bahwa pada umumnya struktur pasar pada komoditas pertanian adalah oligopsoni, dimana petani akan memperoleh harga yang lebih rendah dikarenakan informasi pasar yang didapatkan tidak sempurna. Struktur pasar ini tidak menguntungkan bagi produsen karena penentuan harga dikendalikan oleh salah satu pihak, yaitu para pedagang. Pada kondisi pasar tersebut produsen cenderung menerima harga yang rendah akibat perilaku pedagang yang berusaha memaksimumkan keuntungannya dan informasi pasar terutama informasi harga yang didapatkan oleh para pelaku pasar juga tidak sempurna. Selain itu, teknologi informasi yang semakin berkembang terutama di bidang pertanian seperti toko online atau marketplace di bidang pertanian, membuat petani dapat langsung menjual bawang merah dan mendapatkan informasi yang berkaitan dengan pemasaran bawang merah secara real time. Kecenderungan di masa depan nantinya bisa jadi sarana pemasaran fisik tidak lagi dibutuhkan baik untuk produsen maupun konsumen.Produksi Provinsi Asal dan Tujuan Distribusi Bawang Merah

Hasil estimasi menunjukkan bahwa faktor jumlah produksi provinsi tujuan distribusi bawang merah signifikan terhadap integrasi pasar bawang merah. Faktor jumlah produksi bawang merah provinsi tujuan pada model jangka pendek signifikan pada taraf nyata 5 persen dengan koefisien 0.0542. Artinya, kenaikan 10 persen jumlah produksi bawang merah di provinsi tujuan akan meningkatkan integrasi pasar bawang bawang merah sebesar 0.542 persen. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penenelitian Gonzalez-Rivera (2001) dan Varela et al. (2012) bahwa semakin besar jumlah produksi akan mengurangi derajat integrasi.

Hal ini terjadi karena sebagian besar provinsi tujuan merupakan daerah defisit bawang merah. Semakin besar jumah produksi bawang merah provinsi tujuan maka harga bawnag merah tingkat produsen akan semakin rendah. Harga bawang merah yang rendah ini menjadi pendorong terjadinya perdangan antarwilayah. Adanya perdangangan ini, provinsi tujuan tersebut bisa memperoleh gain of trading (manfaat perdagangan) seperti meningkatnya infrastruktur perdangangan atarwilayah dan aliran informasi yang berkelanjutan antarwilayah.Populasi Penduduk

Faktor populasi penduduk merupakan proksi jumlah permintaan bawang merah di provinsi tersebut (Gonzalez-Rivera 2001). Faktor populasi penduduk provinsi asal dan tujuan pada model jangka pendek dan panjang tidak signifikan mempengaruhi integrasi pasar bawang merah. Artinya, integrasi pasar bawang merah tingkat produsen di Indonesia tidak dipengaruhi jumlah populasi penduduk baik provinsi asal dan tujuan distribusi. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesa bahwa semakin tinggi jumlah permintaan/konsumsi provinsi asal akan meningkatkan integrasi pasar bawang merah.PDRB (Pendapatan Domestik Regional Bruto)

Faktor pendapatan domestik regional bruto provinsi tujuan dan asal tidak berpengaruh signifikan terhadap integrasi bawang merah dalam jangka panjang dan pendek. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesa bahwa semakin tinggi pendapatan domestik regional bruto provinsi asal dan tujuan akan meningkatkan integrasi pasar bawang merah. Hasil ini juga tidak sejalan dengan penelitian Hidayanto 2014, Gonzalez-Rivera dan Herld 2001, dan Varela et al. 2012. Panjang Jalan Beraspal

Jalan beraspal merupakan proksi dari infrastruktur fisik pemasaran ((physical capital) bawang merah. Hasil estimasi Tabel 3 menunjukkan bahwa panjang jalan beraspal provinsi asal dan tujuan pada model jangka panjang dan pendek tidak signifikan mempengaruhi integrasi pasar bawang merah di Indonesia. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Goodwin and

Page 15: publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA. Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and

Schroeder 1991, Goletti et al. 1995, Varela et al. 2012, Miyazaki dan Shimamura 2014, Tarigan dan Syumanjaya 2013.Jarak antar Provinsi Asal dan Tujuan Distribusi Bawang MerahFaktor jarak antara provinsi asal dan tujuan berpengaruh signifikan terhadap integrasi pasar bawang merah pada jangka pendek dengan koefisien sebesar -0.117. Artinya, kenaikan 10 persen jarak antar provinsi asal dan tujuan ini akan mengurangi integrasi pasar bawang merah pada jangka pendek sebesar 1.170 persen. Hasil ini sesuai dengan hipotesa dan sejalan dengan hasil penelitian Goodwin dan Schroeder (1991), Goletti et al. (1995), Gonzalez-Rivera dan Herald (2001), dan Varela et al. (2012) yang juga signifikan dan bertanda negatif.

PENUTUPSimpulan

Berdasarkan uraian yang telah disajikan maka dapat disimpulkan bahwa faktor penentu integrasi pasar spasial bawang merah tingkat produsen di Indonesia adalah jumlah produksi bawang merah provinsi tujuan.

SaranUntuk meningkatkan efisiensi pemasaran bawang merah di Indonesia terutama terkait

integrasi pasar pemerintah perlu memperhatikan faktor-faktor yang menentukan integrasi sehingga dapat meningkatkan integrasi dan efisiensi pemasaran bawang merah. Penelitian selanjutnya disarankan dapat menganalisis faktor penentu integrasi bawang merah lainnya seperti harga BBM, human capital, infrastruktur pemasaran seperti fasilitas penyimpanan, komunikasi, kredit, dan transportasi.

DAFTAR RUJUKAN Amang B, Sawit MH. (2001). Kebijakan Beras dan Pangan Nasional: Pelajaran dari Orde Baru

dan Orde Reformasi. IPB Press. Indonesia. Asmara R, Ardhiani R. (2010). Integrasi Pasar dalam Sistem Pemasaran Bawang Merah. Agrise.

11(3):164-176.Amikuzuno J. (2009). Spatial Price Transmission Analysis In Agricultural markets: Does The

Data Frequency Improve Our Estimation? Contributed Paper presented at the Joint 3rd AAE and 48th AEASA Conference. Cape Town South Africa. September 19-23. 2010.

[BI] Bank Indonesia. (2016). Penurunan Harga Pangan dan Komoditas Energi Dorong Deflasi IHK Bulan Februari. Analisis Inflasi. Edisi 2 Maret 2016.

[BPS] Badan Pusat Statistik. (2009). Statistik Harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Tanaman Perkebunan Rakyat 2009. Badan Pusat Statistik. Indonesia.

________________________ (2010). Statistik Harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Tanaman Perkebunan Rakyat 2010. Badan Pusat Statistik. Indonesia.

________________________ (2011). Statistik Harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Tanaman Perkebunan Rakyat 2011. Badan Pusat Statistik. Indonesia.

________________________ (2012). Statistik Harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Tanaman Perkebunan Rakyat 2012. Badan Pusat Statistik. Indonesia.

Page 16: publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA. Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and

________________________ (2013). Statistik Harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Tanaman Perkebunan Rakyat 2013. Badan Pusat Statistik. Indonesia.

________________________ (2014). Statistik Harga Produsen Pertanian Subsektor Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Tanaman Perkebunan Rakyat 2014 Badan Pusat Statistik. Indonesia.

[BPS] Badan Pusat Statistik. (2016). Distribusi Perdagangan Komoditas Bawang Merah Indonesia 2016. Badan Pusat Statistik. Indonesia.

[Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal Hortikultura. (2014). Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Tahun 2009-2013 [terhubung berkala]. [diunduh pada tanggal 25 November 2017]. Tersedia pada: http://horti.pertanian.go.id/node/253.

Fackler PL, Goodwin K. (2001). Spatial Price Analysis. North Carolina State University. United State

Ghafoor A, Aslam M. (2012). Market Integration and Price Transmission in Rice Markets of Pakistan. SANEI Working Paper Series No 12-08. Network of Economic Research Institutes.

Ghosh M. (2000). Cointegration Test and Spatial Integration of Rice Market in India. Indian Journal of Agriculture Economics. 55(4):616-625.

Goodwin B, Schroeder T. (1991). Cointegration Tests and Spatial Price Linkages in Regional Cattle Market. American Journal of Agricultural Economics.73(2):452-464.

Goletti F, Ahmed R, Farid N. (1995). Structural Determinants of Market Integration: The Case of Rice Markets in Bangladesh. The Developing Economies. 33(2): 196-198.

Goletti F, Christina-Tsigas E. 1995. Analizing Market Integration. Lynne Rienenr Publisher. United Kingdom.

Gonzalez-Rivera G, Helfand SM. (2001). Economic Development and The Determinants of Spatial Integration in Agricultural Markets. Working paper 01-28. University of California. United State.

Habte Z. (2017). Spatial Market Integration and Price Transmission for Papaya Markets in Ethiopia. Journal of Development and Agricultural Economics. 9(5):129-136.

Hidayanto MW, Anggraeni L, Hakim DB. (2014). Faktor Penentu Integrasi Pasar Beras di Indonesia. Pangan. 23(1):1-16.

Irawan A, Rosmayanti D. (2007). Analisis Integrasi Pasar Beras di Bengkulu. Jurnal Agro Ekonomi. 25(1):37-54.

[Kemendag] Kementerian Perdagangan. (2010). Rencana Strategis Kementerian Perdagangan Periode 2010-2014. Kementrian Perdagangan. Indonesia.

[Kementan] Kementerian Pertanian. (2015). Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2015-2019. Biro Perencanaan. Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. Indonesia.

Lantican FA. (1990). Present and Future Market Supply and Demand for Diversified Crops. Paper presented during the training course on Diversified Crops. Irrigation Engineering held at DCIEC Bldg. NIA Compound. EDSA. Queson City.

Lipsey RG, Steiner PO, Purvis DD. (1984). Economic. Edisi 10. Harper & Row. United State.Magfiroh IS, Rahman RY, Setyawati IK, Zainuddin A. (2017). Response of Producer Price to

Changes of Shallot Consumer Price In Indonesia. Journal of Social and Agricultural Economics. 10(3):7-14.

Meier, GM. (1995). Leading Issues In Economic Development. Oxford Unversity Press. United State.

Page 17: publikasi.mercubuana.ac.id · Web viewFAKTOR-FAKTOR PENENTU INTEGRASI PASAR SPASIAL BAWANG MERAH DI INDONESIA. Abstract. Shallot is horticulture commodity that has high economic and

Mishra R, Kumar A. (2011). The Spatial integration of vegetable markets in Nepal. Asian Journal of Agricultural and Development. 8(1):101-114.

Miyazaki S, Shimamura Y. (2014). Risk, Infrastructure, and Rural Market Integration: Implications of Infrastructure Provision for Food Markets and Household Consumption in Rural Indonesia. JICA-RI Working Paper No 18. JICA Researh Institute.

Mudatsir. (2015). Membangun Sistem Logistik Bawang Merah. Disampaikan pada Pertemuan Penguatan Asosiasi Cabe dan Bawang Merah. Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Indonesia.

Munir AS, Sureshwaran, Selassie, Nyankori. (1997). Market Integration in Developing Countries: A Case Study of Selected Vegetables in Indonesian Markets. Journal of International Food and Agribusiness Marketing. 9(1): 39-52.

Nuraeni D. (2016). Analisis Variasi Harga dan Integrasi Pasar Bawang Merah di Jawa Barat. HABITAT. 26(3):163-172.

Ravallion M. (1986). Testing Market Integration. American Journal of Agricultural Economics. 68:102-09.

Ruslan J A, Firdaus M, Suharno. (2016). Transmisi Harga dan Perilaku Pasar Bawang Merah. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Indonesia.

Sexton RJ, Kling CL, Carman HF. (1991). Market Integration, Efficiency of Arbitrage, and Imperfect Competition: Methodology and Application to US Celery. American Journal of Agricultural Economics. 73(3):568-580.

Simatupang P. (1999). Dinamika Inovasi Ekonomi dan Kelembagaan Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Indonesia.

Suarez MDLC. (2000). Trade Creation and Trade Diversion for Mercosur. Disertation. Boston University. United state.

Susanawati, Jamhari, Masyhuri, Dwidjono HD. (2015). Price Behavior and Market Integration of Shallot in Java Indonesia. International Journal of Agricultural System. 3(2): 193-204.

Tarigan SD, Syumanjaya R. (2013). Analisis Pengaruh Kualitas Infrastruktur Jalan terhadap Harga-Harga Hasil Pertanian di Kecamatan Dolok Silau. Jurnal Ekonomi dan Keuangan. 1(6):70-83.

Tomek WG, Robinson KL. (1972). Agricultural Product Prices. Cornell University Press. United State.

Varela G, Aldaz-Carrol E, Lacovone L. (2012). Determinants of Market Integration and Price Transmission in Indonesia. Policy Research Working Paper No 6098. The World Bank.