Volume 43 KIPRAH · [email protected],disertai ... tor kiranya...
Transcript of Volume 43 KIPRAH · [email protected],disertai ... tor kiranya...
Volume 43 • KIPRAH 1
Volume 43 • KIPRAH2
Volume 43 • KIPRAH 3
NUANSA
Dewan Redaksi:SetiaBudhyAlgamar•HediyantoW.Husaini
•RidoMatariIchwan•Mudjiadi•HarisHasundunganBatubara•AntoniusBudiono•TriDjokoWalujo•Pardino•RaniWoroWirasmi
•DanisHidayatSumadilaga
Pemimpin Umum:WaskitoPandu
Pemimpin Redaksi:LisniariMunthe
Wakil Pemimpin Redaksi:EttyWinarni
Redaktur Pelaksana:Sambiyo•Djuwanto
Redaksi:Yunaldi•Warjono•Srijanto
•AdeSyaiful•KrisnoYuwono•WayanYoke
Editor:EndahPrihatiningtyas•YanaNahriahHajar
Desain/Artistik:AgusIwanSetiawan
Fotografer:Suseno
Sekretaris:Juariah
Kontributor:TaufanMadiasworo•WidjajaMartokusumo
•PututMarhayudi
Sirkulasi/Distribusi:NadiTarmadi•Yusron•UmiFatimahS.
•Ilma•Syaiful•Sutikno
Diterbitkan oleh:KementerianPekerjaanUmum
Alamat:PuskomPU,GedungBinaMargaLt.1
JlPattimura20,KebayoranBaru,Jakarta12110Telp./Fax:021-7251538,021-7221679
e-mail:[email protected]
KIPRAHHUNIAN, INFRASTRUKTUR, KOTA DAN LINGKUNGAN
Redaksi Majalah KIPRAHmenerimakirimanartikel,atautulisanlainyang(1)bersifatpopulerdan(2)sesuaidenganisiMajalahKIPRAH.(3)Panjangtulisanminimal400kata,maksimal1600kata.(4)Pengirimannaskah dapat dilakukanmelalui email ke [email protected], disertaidengandatadiriberupabiografisingkatdanalamat,nomortelepon,faxatauE-mail(bilaada).(5)Naskahyangtidakdimuatbiasanyatidakakandikembalikan,kecualiataspermintaanpenulis. (6)Redaksiber-hakmelakukan perubahan naskah tanpamengubah isi dari tulisan.
Komunikasi,
Hari Air dunia merupakan event yang diperingati tiap tahun pada tanggal
22 Maret di seluruh dunia. KIPRAH edisi 43 mengangkat tema terkait
ketersediaan air bersih dengan menyoroti masalah air perkotaan yang
masih menjadi tantangan yang cukup serius untuk diatasi. Dari pihak pemerin-
tah, meski diakui bahwa masalah air perkotaan lebih kepada masalah nonteknis,
namun program-program untuk membantu pengembangan air minum perko-
taan terus dilakukan.
Potret miris kondisi air perkotaan, khususnya di ibu kota yang disorot Kiprah
edisi kali ini menjadi sesuatu yang harus dicarikan jalan keluarnya. Jika ibu kota
negara, yang notabene wajah yang pertama kali dilihat oleh negara lain, sudah
mengalami degradasi air yang sedemikian parah, lalu bagaimana dengan kota-
kota lain di Indonesia? Masyarakat miskin yang memiliki akses terbatas ke air
bersih merupakan target group yang pertama kali harus dituju dalam mengatasi
permasalahan air perkotaan.
Dari segi teknologi, penggunaan sistem penyulingan air atau Reverse Osmosis
(RO) dan daur ulang air limbah merupakan beberapa cara inovatif yang dilaku-
kan pihak swasta untuk memperoleh air bersih. Meski teknologi ini tak murah,
tetapi menjadi solusi alternatif untuk menghentikan pengambilan air tanah di
kota-kota besar yang semakin hari semakin berkurang tajam. Dari sisi Kemen-
terian PU, produk-produk Litbang SDA memegang peran penting dalam men-
dukung teknologi andal, aplikatif, inovatif dan berkelanjutan. Sebutlah akuifer
buatan, kincir air, boks tersier, flood forecasting and warning system (FFWS) dan
alat pengolah air serta temuan berarti lainnya. Langkah selanjutnya yaitu ba-
gaimana produk tersebut dapat diaplikasikan dan berguna bagi masyarakat.
Sorotan tajam dari pakar Ilmu Lingkungan Hidup, Emil Salim, yakni Kementerian
PU diimbau untuk melakukan tinjauan terhadap pengelolaan air demi penyela-
matan air negara kita, menjadi suatu hal yang patut kita lakukan. Seperti yang ia
sampaikan bahwa PU adalah benteng terdepan dalam penyelamatan air negara
kita. Dengan kata lain, PU adalah komandan dalam pengaturan sumber daya air.
Satu sistem, itulah solusi yang ditawarkan Emil Salim untuk penyelamatan air di
negara kita, tidak ada pengotak-ngotakan dalam tugas.
Berbagai pihak yang menyoroti masalah air perkotaan dapat memberikan wa-
wasan dan pemahaman pada kita, bahwa air perkotaan masih menjadi persoal-
an yang hingga kini masih terus dicarikan jalan keluarnya. Komunikasi antarsek-
tor kiranya menjadi kata kunci atau inti dalam menangani air perkotaan, jika kita
mau menyelesaikan target MDGs tahun 2015, yakni memberikan pelayanan air
minum sebesar 68,9% melalui jaringan perpipaan sebesar 41,03% (perkotaan
68% dan pedesaan 19,8%). Dukungan masyarakat untuk terus peduli terhadap
air perkotaan menjadi suatu pertanda baik dan hal ini harus ditangkap sebagai
peluang untuk menjaga keberadaan infrastruktur sumber daya air. Ini bukan
hal mudah, namun dengan usaha keras dari semua pihak, maka tak ada yang tak
mungkin untuk mewujudkannya. Harus optimis.(Lisniari)
Kunci Penanganan Air
Volume 43 • KIPRAH4
DAFTAR ISI
8
22
NUANSA
Komunikasi Kunci Penanganan Air.......................................................3
LINTAS INFO
Tantangan SDA Semakin Kompleks.....................................................6PU Dukung 6 Koridor Ekonomi Indonesia........................................6Jembatan Selat Sunda Kapan dibangun?.........................................7Agoes Widjanarko, Ketua Dewan Pengawas PJT I .....................7
LAPORAN UTAMA
Air Perkotaan dan Tantangannya.........................................................8
Program Penyehatan PDAM: Penyebabnya Lebih ke Masa- lah Nonteknis................................................................................................10
Waspadai Krisis Air...............................................................................................13
Kanal Banjir Timur: Show-case Pembangunan infrastruktur Terpadu di Perkotaan Secara Nasional............................................16
Penataan kawasan Bantaran Sungai di Perkotaan....................20
PRO-RESTORS (Program Restorasi Sungai) di Perkotaan..........21
Bandung Kekurangan Air......................................................................22
Air Masih Mencukupi, Tapi Kualitasnya Harus Diperbaiki........24
Kabar Baik dari Batam..............................................................................26
Mengintip Pengelolaan Air di Negara Lain...................................27
Perubahan Iklim dan Sumber Daya Air...........................................28
Air Laut Bisa Diminum?...........................................................................30
Krisis Air? Daur Ulang Saja.....................................................................32
BPPSPAM: Kita Bisa Memenuhi Target MDGs...............................34
PT. Aetra Air Jakarta: Pentingnya Meningkatkan Koordinasi Antarinfrastruktur........................................................................................35
Indonesia Memerlukan Sistem Teknologi Tinggi Untuk Pengolahan Air...........................................................................................37
3544 52
10
Volume 43 • KIPRAH 5
DAFTAR ISI
24
Sadarestuwati, Anggota Komisi V DPR-RI: Tingkatkan Kerjasama Antar Sektor Publik..............................................................39
Riswantoni, Anggota Komisi V DPR-RI: Pelayanan Air Bersih Menjadi PR Pemerintah...........................................................................40
Inilah Kata Mereka......................................................................................41
TAMU KITA
PU Benteng Terdepan Pembangunan Negara Kita..................42
GALERI
Mau Dibawa Ke manakah Aku?.........................................................46
INFOTEKNOLOGI
Riset: Puslitbang SDA Menjawab Peluang dan Tantangan...48
JELAJAH
Infrastruktur Air Yogyakarta Pascaletusan Merapi.......................50
Uma Lengge dan Uma Jompa: Budaya desa Maria, Mutiara Sejarah Budaya Bima................................................................................52
PJT I Melayani Air Bersih Masyarakat Lamongan........................54
Pencapaian dan Prospek PJT I..............................................................54
Perjalanan Menembus Batas................................................................52
LAPORAN KHUSUS
Memaknai Peringatan Hari Air Dunia ke-19..................................58
Save Jakarta Water Fun Walk: Mencetak Generasi Peduli Air......59
Pawai Simpatik Peduli Air di Bundaran HI......................................60
SELINGAN
Batu, Menuju Kota Agrowisata............................................................62
AKTUALITA
Pemasangan Alat Pengolah Air di Bunaken.................................64
SERBA SERBI
Mengetengahkan Bahasa “Plat Merah” ke Ruang Publik.......66
WACANA
Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Penyelenggaraan Infrastruktur PU dan Permukiman......................................................69
Tantangan Global Mewujudkan Kota yang Berkelanjutan....72
Road Map Menuju Penatausahaan Aset yang Akuntabel.....74
Informasi Terbuka, Kinerja Terjaga: Implementasi Keterbu-kaan Informasi Publik di Lingkungan PU........................................76
Pemugaran Wisma Kerkhoven, Lembang.....................................78
Assessment Center Sebagai Strategi Pengembangan SDM...80
HUMANIKA
Ully Sigar: Tak Kenal Lelah Mendampingi Masyarakat..............82
JENDELA
Farhan: Edukasi Lebih Penting............................................................84
RESENSI BUKU
Mari Meninjau Kembali Kondisi dan Potensi SDA Kita..............85
KARIKATUR
Air Perkotaan................................................................................................86
61 74
27 32
82
Volume 41 • KIPRAH6
LINTAS INFO
Peluang dan tantangan bidang Sumber Daya Air
(SDA) semakin rumit, terlebih setelah terjadinya
fenomena perubahan iklim. Berbagai permasalahan
tersebut dibahas dalam Kolokium Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Air (23-24/3) di Bandung.
Kolokium yang rutin diselenggarakan setiap tahun ini
membahas berbagai masalah peluang dan tantangan SDA
dan dihadiri oleh sejumlah pakar SDA, kalangan akademisi,
dan tamu undangan lainnya.
Menteri Pekerjaan Umum (PU), yang diwakili oleh Kepala
Balitbang Kementerian PU, Moh. Hasan, mengemukakan
bahwa Puslitbang SDA selaku pendukung bidang rekayasa
teknologi harus bisa menjawab berbagai tantangan dan
peluang tersebut demi kesejahteraan masyarakat. Berbagai
isu mendasar tentang kuantitas, kualitas, dan keberlanjutan
SDA kini tengah terjadi di beberapa daerah. Oleh karena
itu, sudah menjadi tugas Puslitbang Air untuk melakukan
pembaruan data berdasar penelitian yang akurat dan
komprehensif sebelum melakukan pemanfaatan. Dalam
hal ini, Puslitbang Air memegang peran penting dalam
pendalaman dan pengkajian secara akademis berbagai isu
mendasar tersebut.
Arie lebih lanjut melaporkan bahwa pihaknya terus melakukan
inovasi rekayasa teknologi melalui kegiatan pemantauan
terhadap kondisi lingkungan, seperti hidrologi dan analisis
karakteristilk sungai, alokasi air, serta peringatan dini banjir,
selain aktif melakukan kegiatan penelitian terhadap rawa,
pantai, dan gunung berapi. Hasilnya berupa rekomendasi
yang akan dijadikan masukan bagi penentu kebijakan di
bidang rekayasa teknik sumber daya air, baik pemerintah
maupun swasta.(Joe)
Tantangan SDA Semakin
Kompleks Kementerian Pekerjaan Umum (PU) mendukung konektivitas antar dan dalam 6 koridor ekonomi In-donesia. Konektivitas yang ditawarkan berupa pem-
bangunan jalan akses menuju pelabuhan udara dan outlet lainnya, pembangunan jalan tol, dan dukungan penyediaan air baku untuk air bersih, air industri, serta air irigasi perta-nian di cluster-cluster yang sudah disiapkan di semua koridor tersebut.
PU Dukung 6 Koridor Ekonomi Indonesia
Demikian disampaikan Menteri Pekerjaan Umum (PU),
Djoko Kirmanto, dalam acara Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia 2011 di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), Sabtu (2/4).
Dalam rangka merealisasikan dukungan infrastruktur ter-sebut, Kementerian PU mengundang para pengusaha untuk bersama-sama melihat peta koridor ekonomi dan cluster-nya guna mempertemukan keinginan pengusaha dengan anggaran yang ada sekarang. Langkah tersebut nantinya ditindaklanjuti dengan penyusunan time line untuk melihat kebutuhan infrastruktur yang bisa dipenuhi per tahun, se-suai ketersediaan dana.
“Mengingat dana yang ada tidak akan pernah bisa me-menuhi apa yang diminta, maka dari awal kita harus sepa-kat mengenai cluster-cluster mana yang harus didahulukan serta infrastruktur apa yang harus kita bangun di cluster tersebut,” jelas Djoko.
Enam koridor ekonomi tersebut adalah Koridor Sumatera sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional, Koridor Jawa sebagai pendorong industri dan jasa nasional, Koridor Bali-Nusa Tenggara seba-gai pintu gerbang pariwisata nasional dan pendukung pa-ngan nasional, Koridor Kalimantan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasio-nal, Koridor Sulawesi-Maluku Utara sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebun-an dan perikanan na-sional, serta Koridor Papua-Maluku seba-gai pengolahan sum-ber daya alam (SDA) yang melimpah dan sumber daya manu-sia (SDM) yang se-jahtera.(Ida)
Acara Kolokium SDA di Bandung. (Foto: Dok.)
Rapat Pimpinan Nasional KADIN Indonesia 2011. (Foto: Dok.)
Volume 41 • KIPRAH 7
LINTAS INFO
Penumpukan kenda-
raan di Pelabuhan
Merak, Banten, ham-
pir setiap waktu terjadi.
Kemacetan ini telah meng-
akibatkan kerugian waktu
dan material yang ditaksir
hingga Rp 5-10 miliar per
hari. Kerugian muncul dari
pertambahan biaya opera-
sional transportasi, biaya
tunggu proses produksi,
serta kerugian kerusakan
Jembatan Selat Sunda Kapan Dibangun? A
goes Widjanarko, Sekjen Kementerian Pekerjaan
Umum ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pengawas
Perum Jasa Tirta (PJT) I periode 2011-2014, meng-
gantikan Budiman Arif yang telah menjabat sejak 1999. Per-
gantian pengurus juga dilakukan di jajaran anggota Dewan
Pengawas, diantaranya Zuryati Simbolon menggantikan
Suyono Salamun, Maurin Sitorus dari Kementerian Keuang-
an menggantikan Sriyadi, dan Mochammad Amron, Dirjen
Sumber Daya Air (SDA) digantikan oleh Hadi Prasetyo.
Untuk selanjutnya, Mochammad Amron diangkat sebagai
Ketua Dewan Pengawas PJT II, Jawa Barat, menggantikan
Agoes Widjanarko, Ketua Dewan
Pengawas PJT I barang. Hal itu dikeluhkan Sony Pradipto, anggota Asosiasi
Pengusaha Indonesia (Apindo) Jakarta, yang juga pengusaha
angkutan sembako trayek Jakarta-Palembang.
Ia mengaku bahwa perusahaan menderita kerugian cukup be-
sar akibat macetnya jasa penyeberangan Merak-Bakauheni.
Belum lagi risiko rusaknya barang-barang yang diangkut. Hal
yang sama juga dialami sejumlah pengusaha lain yang setiap
hari harus mengeluarkan biaya ekstra saat menunggu antrean
kendaraan hingga lima hari, yang panjangnya mencapai 12 kilo-
meter. Keluhan serupa juga dialami oleh para pengemudi ang-
kutan umum.
Menurut Sony, Jembatan Selat Sunda (JSS), yang menghubung-
kan Sumatera dan Jawa, merupakan solusi permanen dari
fenomena penumpukan kendaraan di Merak-Bakauheni yang
kerap terjadi belakangan ini. Alasannya, kondisi penyeberang-
an Merak-Bakauheni saat ini sudah semakin sulit mengimbangi
lonjakan kendaraan.
Pertanyaannya, kapan JSS ini akan dibangun? “Kita harapkan
JSS segera terwujud,” ujar Sony. Sebab, jika kondisi ini dibiar-
kan terus-menerus, maka ini akan berpengaruh pada ekonomi
daerah-daerah di Sumatera dan Jawa. Selain itu, intensitas
kemacetan yang tinggi akan mendongkrak inflasi serta memicu kerugian besar bagi pengusaha dan pengguna jasa lainnya.
Beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan terkait pemba-
ngunan JSS tahun 2011, diantaranya penyiapan materi teknis
Rencana Tata Ruang Kawasan sekitar JSS dan kajian struktur
jembatan gantung ultra panjang. Sony optimistis bila JSS ter-
wujud, transportasi penyeberangan menjadi semakin lancar
sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di ke-
dua wilayah itu. (Joe)
posisi Siswoko, mantan
Dirjen SDA 2005-2007. Se-
rah terima jabatan dilaku-
kan di Gedung Serbaguna
Jasa Tirta, Malang, Sabtu
(12/2), dihadiri segenap
jajaran Dewan Pengawas,
Direksi, dan karyawan ser-
ta tamu undangan.
Agoes Widjanarko dalam
sambutannya mengatakan
bahwa prestasi bagus PJT I
agar terus dikembangkan
menjadi perusahaan yang
profesional. Untuk itu, ja-
linan komunikasi antarpe-
Ilustrasi Jembatan Selat Sunda. (Foto: Dok.)
Agoes Widjanarko, Ketua Dewan Pengawas PJT I periode 2011-2014
(Foto: Dok.)
ngurus, anggota, dan karyawan perlu terus digalakkan, agar
perusahaan menjadi semakin maju dan berkembang.
Direktur Utama PJT I, Tjoek Walujo Subijanto melaporkan
bahwa memasuki usianya yang ke-21 (1991- 2011), PJT I se-
laku pengelola sumber daya air di Wilayah Sungai Kali Bran-
tas dan Bengawan Solo semakin berkembang pesat, dibuk-
tikan dengan grafik laba perusahaan yang kian meningkat, yang tahun ini menyentuh angka Rp 250 miliar. PJT I akan
terus membenahi dan mengembangkan diri serta bertekad
menjadi pengelola sumber daya air terbaik di Asia Tenggara
dan Asia Pasifik pada tahun 2025.(Joe)
Volume 43 • KIPRAH8
LAPORAN UTAMA
Jumlah populasi dunia diperkira-
kan akan mencapai 7 miliar pada
tahun 2012 dan lebih dari separuh
dari jumlah tersebut (+58%) akan ting-
gal di daerah perkotaan (World Deve-lopment Report, 2009). Tentunya hal ini
perlu mendapat perhatian dan menjadi
tantangan tersendiri, terutama jika kita
kaitkan dengan ketersediaan air bersih
untuk warga perkotaan.
Data dari PBB menyebutkan bahwa
sekitar 827,6 juta orang hidup di per-
mukiman kumuh dengan sanitasi dan
akses air bersih yang minim. Sekitar 27%
masyarakat perkotaan di negara-ne-
gara berkembang tidak memiliki pipa
saluran air di rumah. Di banyak tempat,
masyarakat miskin dan masyarakat ter-
pinggirkan lainnya tidak punya pilihan
selain membeli air kepada pedagang
tidak resmi dengan harga yang lebih
tinggi dibandingkan tetangganya yang
memiliki pasokan air di rumahnya.
Berbagai macam penyakit yang dise-
babkan minimnya air bersih dan fasilitas
sanitasi yang baik setiap harinya mem-
bunuh sekitar 5000 anak-anak di selu-
ruh dunia. Bayangan akan masa depan
juga tidak terlalu jauh berbeda, jumlah
populasi dunia diperkirakan mencapai
9 miliar dengan 60% diantaranya ting-
gal di perkotaan pada tahun 2050.
Di Indonesia sendiri, selama sepuluh ta-
hun terakhir, otonomi dan pemekaran
wilayah telah menciptakan 31 kota-kota
baru. Data BPS tahun 2010 menyebut-
kan bahwa sekitar 121 juta dari 238 juta
penduduk Indonesia kini hidup di perko-
Air Perkotaan dan TantangannyaLebih dari empat puluh tahun lalu, umat manusia menunjukkan bahwa dengan gabungan antara
ambisi, ilmu pengetahuan, uang, serta kerja keras, kita bisa menapakkan kaki di bulan. Kini banyak orang berlomba-lomba menjadi pahlawan untuk menemukan sumber air di bulan atau planet lain. Padahal sebutan pahlawan saat ini lebih tepat ditujukan bagi mereka yang tetap berpijak di bumi,
mengusahakan solusi bagi penyediaan air bersih berkelanjutan bagi warga dunia. Apakah itu Anda?
taan. Kebocoran rata-rata PDAM secara
nasional juga masih pada kisaran 37%. Di
Jakarta, 9 juta penduduk menghasilkan
1,3 juta m3 air limbah per harinya, dan
hanya 3% yang diolah melalui Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Di sisi lain, segudang persoalan meng-
hampar di depan mata. Sebut saja per-
ubahan iklim. Pertumbuhan penduduk
perkotaan meningkat tajam namun
tidak demikian dengan daya dukung
kotanya. Eksploitasi air tanah yang ber-
lebihan menyebabkan degradasi kuali-
Walaupun malam hari, karena kebutuhan, warga tetap berusaha mendapatkan air minum dengan membawa galon isi ulang. (Foto: Seno)
_
Volume 43 • KIPRAH 9
LAPORAN UTAMA
tas dan kuantitasnya. Contoh yang
paling nyata adalah penurunan permu-
kaan tanah di sebagian kota, intrusi air
laut, dan penurunan muka air tanah.
Perubahan tata guna lahan dan me-
ningkatnya pencemaran air yang ber-
asal dan limbah domestik dan industri
turut memperburuk keadaan.
Selain itu terdapat ancaman gempa
bumi dan tsunami terhadap kota-kota
pantai. Di Indonesia, permasalahan
banjir tidak hanya mengakibatkan
kerusakan tapi juga berdampak pada
aspek lain, seperti kemacetan dan hi-
langnya waktu produktif.
Di kota-kota besar di Jawa, ketersedia-
an air mengalami tantangan tersendiri.
Jumlahnya sangat melimpah di musim
penghujan sehingga cenderung me-
nimbulkan banjir, namun pada saat ke-
marau mengalami kekurangan.
Belum lagi masalah-masalah non-
teknis seperti masalah politik, perilaku
masyarakat, sosial, dan budaya. Con-
toh kecilnya adalah perilaku sebagian
masyarakat kita yang menjadikan
sungai sebagai tempat sampah atau
keengganan kepala daerah untuk me-
nyesuaikan tarif PDAM agar layak di
atas biaya operasi.
Segala persoalan tersebut tentunya
menimbulkan pertanyaan, apakah kita
mampu mengatasinya? Bisakah kita
mencapai target MDGs? Banyak yang
optimistis, namun tidak sedikit pula
yang pesimistis. Terkait dengan per-
tanyaan ini, kiranya tema Hari Air Dunia
2011, yaitu “Air Perkotaan dan Tanta-
ngannya” cukup relevan.
Fakta-fakta tersebut memperlihatkan
kondisi ketersediaan dan akses air kita
saat ini. Berbagai kemajuan dalam hal
pemenuhan air bersih memang telah
banyak dihasilkan beberapa dekade
terakhir. Upaya pembenahan PDAM
terus dilakukan, diantaranya melalui
kebijakan bantuan penyehatan PDAM,
fasilitas restrukturisasi utang dan fasili-
tas subsidi bunga bank pemerintah bagi
peminjaman untuk keperluan pengem-
bangan PDAM sehingga diharapkan
pada akhirnya bisa meningkatkan ca-
kupan pelayanan kepada masyarakat.
Penyusunan Rencana Tata Ruang baik
di tingkat wilayah maupun daerah juga
terus dikejar agar ada kejelasan dan
memudahkan upaya penertiban tata
guna lahan. Di berbagai tempat juga
telah dilakukan pembangunan ben-
dungan dan waduk. Pembangunan ini
tidak semata-mata untuk menjaga ke-
tersediaan air baku, namun juga seba-
gai sumber tenaga listrik dan pengen-
dalian banjir.
Demikian pula upaya restorasi sungai,
sistem drainase kota yang layak, pem-
bangunan saluran pengendali banjir,
perlindungan pantai dan konservasi
serta aktivitas kepedulian publik. Dari
segi teknologi, sekarang kita juga mu-
lai menerapkan teknologi penyulingan
air laut yang semakin murah, teknolo-
gi daur ulang limbah dan berbagai
teknologi yang mendukung keterse-
diaan air.
Pertanyaannya adalah apakah itu sudah
cukup? Apalagi jika dikaitkan dengan
target Millenium Development Goals
(MDGs) yaitu pada tahun 2015 men-
datang diharapkan dapat mengurangi
setengah dari jumlah orang yang tidak
memiliki akses air minum yang sehat
atau meningkatkan cakupan pelayanan
air bersih dari angka 47% pada tahun
2009 (data terakhir dari Dirjen Cipta
Karya) menjadi 68% pada tahun 2015.
Kota sebagai suatu wilayah akan selalu
menjadi tempat yang menarik untuk
pengharapan akan kehidupan yang
lebih baik. Perkotaan yang masif dan
pertumbuhan ekonomi membuat isu
pengelolaan sumber daya air menjadi
kompleks. Nasib jutaan anak-anak dan
masyarakat miskin di perkotaan ber-
gantung pada upaya pencarian solusi
dalam menghadapi tantangan pe-
menuhan kebutuhan air di perkotaan,
tidak saja di Indonesia tapi juga di ber-
bagai belahan dunia.
(Redaksi, diolah dari materi peringatan Hari Air Dunia 2011)
Target Millenium Development Goals (MDGs) adalah pada
tahun 2015 mendatang diharapkan dapat
mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses air
minum yang sehat
Volume 43 • KIPRAH10
LAPORAN UTAMA
Ditemui seusai salat Jumat di ru-
ang kerjanya, bapak dari tiga
anak ini dengan lugas men-
jawab pertanyaan-pertanyaan dari tim
KIPRAH. Dengan didampingi Direktur
Pengembangan Air Minum, Danny
Sutjiono dan Kasubdit Data dan Infor-
masi Direktorat Jenderal Cipta Karya,
Program Penyehatan PDAM :
Penyebabnya Lebih ke
“Kalau kita bicara masalah air baku, kita mulai dengan mensyukuri, jangan mengeluh. Secara kuantitas, Indonesia memiliki air baku yang cukup, walaupun penyebarannya tidak merata.
Permasalahan ada pada kualitasnya yang terus memburuk,” ujar Direktur Jenderal Cipta Karya, Budi Yuwono, mengenai pelayanan air bersih di Indonesia.
Dian Irawati, Budi Yuwono yang men-
jabat sebagai Dirjen Cipta Karya sejak
tahun 2008 ini bicara banyak soal air
bersih.
Air bersih adalah kebutuhan dasar
yang merupakan tanggung jawab pe-
merintah, baik pusat maupun daerah,
yang penyelenggaraannya didesen-
tralisasikan ke pemda. Meski demikian,
dengan kondisi pemda-pemda saat ini
yang rata-rata masih belum mampu
mengelola sendiri, pemerintah pusat
masih mempunyai kewajiban untuk
membantu penyelenggaraan kebutuh-
an dasar ini.
IPA Kolaka, Sulawesi Tenggara. (Foto: Seno)
Masalah Nonteknis
Volume 43 • KIPRAH 11
LAPORAN UTAMA
Budi Yuwono memaparkan bahwa pe-
layanan air bersih perkotaan di seluruh
Indonesia tahun 2009 baru mencapai
47%, sedangkan target MDGs tahun
2015 terkait pelayanan air bersih ada-
lah sebesar 68%. Kini di tahun 2011,
dengan sisa waktu hanya sekitar 4 ta-
hun lagi, ia mengaku optimistis dapat
memenuhi target tersebut, sepanjang
pembagian tugas dan tanggung jawab
antara pemerintah pusat dan daerah
tepat serta berjalan baik, sebagaimana
telah diatur dalam UU dan PP.
Meski demikian, kenyataan di lapangan
tidak seperti itu. Daerah (dalam hal ini
kota-kota) sendiri, pada awal-awal PELI-
TA (Pembangunan Lima Tahun, zaman
orde baru) sudah banyak dibantu pe-
merintah pusat, yakni berupa infrastruk-
tur pengolahan air bersih. Apabila dulu
modal tersebut dikembangkan, seka-
rang seharusnya mereka (pemda-red.)
sudah mampu, tapi pada kenyataan-
nya tidak semua berkembang. Contoh
kota yang memiliki pelayanan air bersih
yang baik, diantaranya Surabaya, Ban-
jarmasin, dan Palembang. Sementara
di kota lain, seperti Bandung, keadaan-
nya masih tersengal-sengal.
Tiap tahun Kementerian PU memberi-
kan anggaran ke daerah untuk mem-
buat infrastruktur Sistem Penyediaan
Air Minum-Ibu Kota Kecamatan (SPAM-
IKK) sekaligus membina Sumber Daya
Manusia (SDM)-nya. Ada juga program
bantuan pengelolaan investasi untuk
memantau penggunaan dan pemeli-
haraan infrastruktur air minum terse-
but, namun tetap saja setelah sekian
tahun menurun. Kemudian, kalau
infrastruktur tersebut rusak, pemda
mengambil jalan pintas dengan mem-
inta pembangunan infrastruktur yang
baru kepada pemerintah pusat.
“Anda lihat pemda, rata-rata anggaran
untuk air minum paling tinggi hanya 5%
dari APBD. Namun ada juga salah satu
bupati di Sumatera Selatan yang saya
salut karena kantor bupatinya kurang
begitu bagus, tapi PDAM-nya bagus.
Biasanya kantornya bagus, PDAM se-
tempat keadaannya ya... malah begi-
tu,” jelas Budi Yuwono miris.
Budi Yuwono juga menegaskan bah-
wa pemerintah telah membuat kebi-
jakan bantuan pengembangan melalui
Direktorat Pengembangan Air Minum
berupa program bantuan penyehat-
an PDAM dan fasilitas restrukturisasi
utang-utang lama. Program ini sudah
berjalan dan yang sudah memanfaat-
kannya baru 68 PDAM dari sekitar 173
PDAM yang masuk kategori tidak se-
hat.
ngan bupati. Banyak juga pemda yang
tidak memiliki konsep yang jelas, tidak
tahu akan dibawa ke mana pengem-
bangan PDAM-nya. Sambil bercanda,
Budi Yuwono berkata, “Mungkin lebih
tepat Anda tanyakan ke Bupati, Bapak
kok tidak mau meneruskan (mengem-
bangkan PDAM-red.), memangnya ke-
napa sih?” sambungnya.
Selain itu terdapat masalah pada tarif
air. Beberapa kepala daerah tidak
mau menyesuaikan tarif agar menjadi
tarif wajar dengan alasan sebentar
lagi pilkada dan kebijakan itu diang-
gap tidak populer. Padahal anggapan
ini menyesatkan. Tarif air yang murah
akan berpengaruh buruk pada upaya
pengembangan dan pemeliharaan,
yang akhirnya justru merugikan se-
muanya.
Masih banyak PDAM yang masuk ka-
tegori sakit. Rata-rata karena masalah
mismanagement dan tarif yang tidak
wajar. Dampak terbesar dari kedua
masalah tersebut yaitu maintenance.
Rumah saja jika tidak dipelihara bisa ru-
sak, begitu pula dengan pompa air. Con-
toh lain yaitu jika meter air tidak ditera
maka terjadi kebocoran di mana-mana
dan akhirnya mengurangi pemasukan,
atau honor pegawainya berkurang. Hal
ini memungkinkan pegawai mencuri
air atau malas membaca meter, bocor
tidak diperbaiki, terus seperti itu.
Permasalahan ini layaknya spiral, se-
makin lama semua semakin menurun.
Akibatnya, kebocoran rata-rata di
perkotaan masih 37%, bahkan Jakarta
sebesar 47%, padahal kota-kota besar
dunia sekarang sudah bicara mengenai
tingkat kebocoran di bawah 5%. Tapi
untuk kota dengan kompleksitas tinggi
seperti Jakarta, sebetulnya tingkat ke-
bocoran air sebesar 20% dinilai sudah
cukup bagus.
Bicara soal Kerjasama Pemerintah
dan Swasta (KPS), Budi Yuwono juga
mensinyalir bahwa banyak pengusaha
kita yang melihat banyak persoalan
Pemerintah juga memberikan fasili-
tas pinjaman untuk mengembangkan
PDAM. Bila PDAM memanfaatkan ban-
tuan ini, maka pinjaman akan diperoleh
dari bank pemerintah dengan suku
bunga yang disubsidi dan kalau gagal,
pemerintah akan menjaminnya. Tapi
berdasarkan fakta, lagi-lagi banyak
PDAM melewatkan kesempatan emas
tersebut.
Penyebabnya bermacam-macam, tapi
lebih kepada masalah nonteknis. Ambil
contoh, ada bekas camat yang dijadi-
kan direktur PDAM hanya karena orang
tersebut ada hubungan keluarga de-
Budi Yuwono, Dirjen Cipta Karya. (Foto: Ynh)
Volume 43 • KIPRAH12
LAPORAN UTAMAterkait dengan komitmen pemerintah
daerah, seperti bupati yang tidak mau
menaikkan tarif, sehingga investor
enggan berinvestasi. Mereka akan ber-
minat untuk berinvestasi pada sektor-
sektor yang tidak berhubungan lang-
sung dengan masyarakat. Contohnya
yaitu membawa air dari sumber ke kota
seperti di Umbulan. Jadi, iklim KPS ini
harus kita dorong agar bisa positif.
KPS diperlukan karena dana yang kita
miliki tidak mencukupi, hanya sekitar
25% dari total kebutuhan. Selebihnya
diharapkan dana diperoleh melalui
program KPS, pinjaman perbankan,
dan program Corporate Social Responsi-bility (CSR) dari perusahaan swasta.
Mengenai sikap masyarakat terhadap
pemanfaatan air bersih, Budi Yuwono
tidak melihat adanya masalah. “Seder-
hana saja, air katanya murah untuk
rakyat, tapi kalau kita langsung tanya
pada mereka, mereka bilang saya mau
saja tarifnya naik, asal airnya ngocor (lancar-red.). Asal imbang saja. Tapi
kalau keluarnya angin disuruh bayar,
ya siapa pun pasti marah. Mereka tidak
mengeluhkan masalah tarif ini,” pa-
parnya.
Ia menegaskan bahwa untuk air ber-
sih diberlakukan tarif progresif, yakni
siapa yang memakai lebih banyak akan
membayar lebih mahal. Jadi sebetulnya
tidak ada alasan untuk tidak menaikkan
tarif. Ia juga menyatakan bahwa sebe-
narnya dari segi teknologi kita tidak
kalah dengan negara lain. Katakan saja
teknologi penyulingan air laut.
“Masalahnya lagi-lagi tarif, karena ong-
kos penyulingan air laut itu sekarang
sekitar Rp 7000 per m3, sedangkan di
kita disuruh bayar yang Rp 2000 per
m3 saja masih berkelahi,” tandas Budi.
Teknologi penyulingan air laut inilah
yang kini coba dikenalkan oleh Ke-
menterian PU, dalam hal ini Direktorat
Pengembangan Air Minum, di Tanjung
Pinang. Diharapkan program teknologi
penyulingan air laut ini sudah mulai
beroperasi tahun 2012 dengan kapasi-
tas 50 l/det.
Bicara masalah air bersih tentu tidak
lepas dari permasalahan air limbah. Air
limbah ini perlu diolah namun belum
sepenuhnya dilakukan. Akibatnya, air
baku tercemar oleh air limbah yang be-
lum diolah. Alternatifnya adalah mem-
bangun sanitasi untuk mengolah air
limbah tersebut agar dapat dimanfaat-
kan.
Masalahnya, kita sangat minim fasilitas
pengolahan air limbah. Bahkan di kota-
kota yang baru berkembang, masalah
sanitasi belum menjadi perhatian. Salah
satu contohnya yaitu pembangunan
real estate. Rumahnya tampak bagus-
bagus tapi air limbahnya tidak dikelola
dengan baik, sehingga air tanah akan
tercemar dan semakin rusak.
Para pengembang real estate berala-
san bahwa pembuatan sistem peng-
olahan air limbah akan memakan biaya
yang tinggi, sehingga harga rumah pun
semakin tinggi dan tidak terjangkau
masyarakat. “Itu semua omong kosong.
Kita pernah membuat hitung-hitungan,
komponen pengolahan air limbah ini
sangat kecil, sehingga tidak terlalu
meningkatkan harga jual. Bayangkan
saja rumah bagus, tapi sistem pengo-
lahan air limbahnya cuma cubluk saja,
‘kan tidak imbang?” tambahnya.
Budi Yuwono berharap agar kita ber-
sama-sama kelak bisa mewujudkan
peningkatan pelayanan pengelolaan
yang baik dan terjangkau ke seluruh
masyarakat. Itu saja. Selanjutnya Direk-
torat Pengembangan Air Minum hanya
tinggal mengurus pengaturan, penga-
wasan, pembinaan dan membangun
yang kecil-kecil saja.(Wy)
Seorang Ibu mencuci peralatan rumah tangga di tepian sungai di Jambi. (Foto: Dok.)
Volume 43 • KIPRAH 13
LAPORAN UTAMA
Kelangkaan air hampir setiap
tahun terjadi di beberapa daerah,
sementara pertumbuhan jumlah
penduduk setiap tahun kian tinggi. Alih
fungsi lahan akibat berkembangnya
permukiman dan industri di perkotaan
juga telah menyebabkan menurunnya
area resapan dan kapasitas lingkungan
dalam penyediaan air. Belum lagi ano-
mali cuaca akibat pemanasan global
yang berpengaruh terhadap siklus ke-
Mewaspadai Krisis Air
Waspadalah terhadap krisis air. World Water Forum (Forum Air Dunia) II di Den Haag pada Maret 2000 memprediksikan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang akan mengalami krisis air
pada 2025. Pemberitaan tentang kelangkaan air pun kerap muncul. Sejumlah keluarga harus berjalan berkilo-kilo meter hanya untuk mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Bagaimana
antisipasi kita? Berikut rangkuman pendapat sejumlah pakar tentang kelangkaan air yang berhasil dihimpun KIPRAH.
tersediaan air. Kondisi ini menjadikan
laju kebutuhan akan air sangat pincang
dan semakin menekan kemampuan
alam dalam menyuplai air.
Akibat terbatasnya ketersediaan air,
maka di beberapa daerah sering terjadi
konflik kepentingan penggunaan air, baik secara horizontal maupun vertikal.
Benturan kepentingan ini tidak hanya
terjadi antarpenduduk, tetapi juga
antarpemda kabupaten/kota, provinsi.
Contoh kasus pemanfaatan air yang
tidak dikelola secara baik, diantaranya
adalah konflik kepentingan antara Pemkot Bogor, Depok dan Jakarta
lantaran kepentingan pengendalian
banjir; sengketa penggunaan sumber
air antara Kuningan dan Kota Cirebon;
serta Boyolali dan Kota Surakarta.
“Untuk itulah pengelolaan sumber
(Ilustrasi: Goes Ise)
Volume 43 • KIPRAH14
LAPORAN UTAMAdaya air berbasis wilayah sungai sangat
mutlak diperlukan,” tegas Mochammad
Amron, Direktur Jenderal Sumber
Daya Air (SDA) Kementerian PU ketika
ditemui KIPRAH.
Menurutnya, SDA kini menghadapi
berbagai tekanan yang berakibat makin
menurunnya kuantitas dan kualitas air.
Data Ditjen SDA menunjukkan bahwa
Indonesia menduduki urutan ke-5 di
antara negara-negara yang kaya air,
setelah Brasil, Rusia, Cina, dan Kanada.
Hal ini tercermin pula pada potensi
ketersediaan air permukaan, terutama
dari sungai yang rata-rata berjumlah
15.500 meter kubik per kapita per tahun,
jauh melebihi rata-rata dunia yang hanya
600 meter kubik per kapita per tahun.
Namun, ketersediaan air sangat ber-
variasi melihat tempat dan waktu.
Di Pulau Jawa yang penduduknya
mencapai 65 persen dari total penduduk
Indonesia, hanya tersedia potensi 4,5
persen potensi air tawar nasional.
Kenyataannya, jumlah ketersediaan air
di Pulau Jawa yang mencapai 30.569,2
juta meter kubik per tahun tidak
mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
air seluruh penduduknya. Kondisi
ini paling tidak masih melanda Jawa
hingga 2015. Demikian juga di wilayah
lain, walaupun pada tahun yang sama
masih tergolong surplus, secara umum
ketersediaan air terus menurun dan
fluktuatif, kecuali Papua dan Maluku.
Catatan Ditjen SDA menunjukkan bahwa
di Sungai Cimanuk, Jawa Barat misalnya,
debit air mencapai 600 meter kubik per
detik saat musim hujan, tetapi pada
musim kemarau hanya 20 meter kubik
per detik. Artinya, kondisi daerah aliran
sungainya kritis. “Ancaman ini akan
semakin gawat jika tidak ada upaya
konservasi dan efisiensi penggunaan,” tegas Mochammad Amron.
Di samping menurunnya ketersediaan
air, SDA juga mengalami berbagai
tekanan yang berakibat pada buruknya
kualitas air. Salah satu penyebabnya
adalah pencemaran lingkungan pa-
da air permukaan sungai, danau, wa-
duk, dan air bawah tanah, seperti
kebocoran limbah industri ke sungai,
limbah rumah tangga, dan lahan-lahan
pertanian. Indikasi yang kasat mata
adalah terjadinya intrusi air laut ke
daratan yang menyebabkan salinitas air
di sumur-sumur penduduk meningkat
serta eksplorasi pengeboran air tanah
yang berlebihan telah menyebabkan
menurunnya permukaan tanah. Jika
penyedotan air tanah ini tidak diatur
dengan tegas, maka persediaan air
tanah terancam habis dan permukaan
tanah pun otomatis akan ambles.
Amron menuturkan bahwa konsumsi ke-
butuhan air akan semakin tinggi seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk.
Apalagi dibarengi dengan ragam kebu-
tuhan yang menuntut pelayanan dalam
jumlah banyak, baik untuk kebutuhan
rumah tangga, industri, irigasi, pengge-
lontoran kota, energi, rekreasi, dan ber-
bagai aspek kehidupan lain. Ironisnya, di
tingkat pemanfaat banyak kita jumpai pe-
makaian air yang tidak efisien, yaitu pola hidup yang boros air.
Kondisi ini bila terus dibiarkan dikhawa-
tirkan akan mempengaruhi pencapaian
tujuan-tujuan pembangunan milenium
atau Millenium Development Goals (MDGs)
yang menargetkan dapat mengurangi
setengah dari jumlah orang yang tidak
memiliki akses air minum yang sehat
pada tahun 2015.
Untuk itu, menurut Amron, kesadaran
dan pemahaman masyarakat tentang
sumber daya air perlu terus ditingkatkan,
yakni melalui konsep budaya hemat air.
Demikian juga komitmen para pemang-
ku kepentingan (stakeholders) dalam
menjaga kelestarian lingkungan perlu
ditingkatkan agar kuantitas dan kualitas
air tetap terjaga. Selain itu, kerja sama
dengan lembaga lain, termasuk Badan
Meteorologi Klimatogi dan Geofisika (BMKG) pun perlu ditingkatkan untuk
mengantisipasi perubahan iklim dan pe-
nentuan pola kerja pengelolaan.
Selain dipengaruhi iklim, ternyata penge-
lolaan air di negeri ini memang tak bisa
dibilang bagus. Meski pemerintah telah
membangun prasarana dan sarana sumber
daya air berupa bendungan, bendung, dan
jaringan irigasi, tetapi karena terbatasnya
dana operasi dan pemeliharaan (O&P),
maka banyak bangunan yang rusak dan
fungsinya menurun. Seorang warga mengambil air dari tempat penampungan air terdekat di Daerah Jambi.
(Foto: Dok.)
Volume 43 • KIPRAH 15
LAPORAN UTAMA
Pengelolaan dan pengembangan SDA
yang mencakup tiga kegiatan pokok,
yakni konservasi, pemanfaatan, dan
pengendalian daya rusak air harus
ditingkatkan, karena tantangan SDA
semakin luas dan kompleks. Defisit air di wilayah kekurangan air misalnya,
sekarang meningkat. Di sisi lain,
ketersediaan air di daerah surplus air
juga semakin menurun. Hal ini dapat
dibuktikan dengan semakin menurunnya
debit air di sejumlah wilayah sungai
dan menyusutnya volume air baku di
sejumlah kantong-kantong air atau
waduk tampungan air di kawasan DAS.
Melihat fenomena-fenomena tersebut,
Amron berpendapat bahwa krisis air
akan segera terjadi bila SDA tidak
dikelola dengan baik. Karenanya, lan-
jut Amron, pengelolaan SDA harus di-
lakukan secara holistik dengan prinsip
satu sungai, satu perencanaan, dan
satu pengelolaan secara terpadu. Tuju-
annya yaitu mewujudkan sinergi dan
keterpaduan yang harmonis antar
wilayah, antarsektor, dan bahkan
antargenerasi. Semua pemangku ke-
pentingan harus dilibatkan mulai dari
perencanaan, proses pembangunan,
hingga pemeliharaan dan pemanfaatan.
Terhadap pelestarian SDA dan bangunan
prasarananya, penerima manfaat air
wajib ikut serta dalam menanggung
biaya O&P dengan membayar jasa
pengelolaan. Di sini peran Dewan SDA,
Balai Wilayah Sungai, dan perusahaan
pengelola SDA sangat penting khu-
susnya dalam menjaga pelayanan dan
kelestarian lingkungan. “Anggaran
dana untuk O&P pun perlu terus
digenjot agar bangunan-bangunan air
tetap berfungsi.” tegas Amron yang
juga menjadi Kepala Dewan Pengawas
Perum Jasa Tirta (PJT) II.
Krisis air juga disebabkan oleh rusaknya
Daerah Aliran Sungai (DAS). Padahal
DAS selain berfungsi sebagai resapan
air juga penyangga sumber daya air.
Ironisnya, DAS sebagai fungsi penyangga
atau resapan air makin jauh dari angan-
angan, karena sebagian besar dalam
keadaan kritis. Tercatat, terdapat 22
DAS dinyatakan kritis pada tahun 1984
dan kini meningkat menjadi 62 DAS. Ini
disebabkan terjadinya alih fungsi lahan
dan pembabatan hutan yang semena-
mena sehingga lahan resapan menjadi
semakin kritis.
Berubahnya fungsi DAS tersebut,
menurut Rusfandi Usman, mantan
Direktur Utama Perum Jasa Tirta (PJT)
yang sekarang menjadi konsultan SDA,
adalah awal dari hilangnya volume
besar air melalui aliran permukaan
yang seharusnya dapat dikonservasi.
Ia mencontohkan, kondisi DAS Kali
Brantas dan Bengawan Solo yang terus
mengalami degradasi karena praktek
penebangan liar dan konversi lahan yang
tidak mengikuti kaidah konservasi telah
mengancam keberlanjutan manfaat
pengembangan dan pengelolaan SDA
yang telah dilakukan.
Data laju deforestasi antara tahun 2000
dan 2005 mencapai 1,8 juta hektar per
tahun. Dengan menurunnya luas hutan
sebesar 6,69 persen dalam kurun waktu
10 tahun telah meningkatkan potensi
erosi dan sedimentasi di DAS Brantas
dan Bengawan Solo.
Untuk mengatasinya, PJT I bekerja sama
dengan instansi terkait, perguruan tinggi,
dan LSM telah melakukan kegiatan-
kegiatan pengelolaan DAS, antara lain
penghijauan dan reboisasi dalam rangka
mendukung program penanaman sejuta
pohon. Terkait dengan itu, Gerakan
Nasional Kemitraan Peduli Air (GNKPA)
perlu terus digalakkan agar lingkungan
daerah konservasi tetap terjaga.
Senada dengan Rusfandi, Imam Ansori,
Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional
mengingatkan bahwa paradigma
pemberdayaan SDA perlu diubah dari
eksploitasi berkepanjangan kepada
budaya konservasi dan pemanfaatan
air yang efisien. Pemanfaatan air yang efisen harus menjadi target dalam pengelolaan air.
Prinsipnya, lanjut Ansori, setiap
pemanfaatan air harus diimbangi dengan
upaya konservasi air yang memadai.
Dan sebagian hasil dari pemanfaatan air
hendaknya diinvestasikan kepada upaya
konservasi air secara berkelanjutan.
Karenanya, menurut Ansori, pengelolaan
SDA harus dilakukan secara baik dan
benar.
Pertama, mencakup pengelolaan lahan
atau ruang di daerah tangkapan air (wa-tershed management), seperti pengelo-
laan di daerah hulu, daerah resapan,
dan lahan di kawasan permukiman dan
perkotaan dengan memperluas ruang
terbuka hijau. Kedua, pengelolaan di ja-
ringan SDA (water conveyance manage-ment), seperti sungai, danau, cekungan
air tanah, rawa-rawa, permukiman te-
pian sungai dan danau, penambangan
bahan galian sungai, transportasi su-
ngai, serta aktivitas sosial masayarakat
di sekitar SDA. Ketiga, pengelolaan air
di tingkat pengguna (water use mana-gement), seperti pengelolaan jaringan
irigasi, sanitasi, drainase, perkotaan, in-
dustri, pengendalian pencemaran, dan
yang tak kalah penting adalah mencer-
daskan perilaku masyarakat menuju
penggunaan air yang berkelanjutan.
Sudah menjadi tugas dan tanggung
jawab kita untuk menjaga kelestarian
lingkungan dan mengelola SDA secara
berkelanjutan agar terhindar dari an-
caman terjadinya krisis air.(Joe)
Moch. Amron, Dirjen Sumber Daya Air. (Foto: Dok.)
Volume 43 • KIPRAH16
LAPORAN UTAMA
Apa yang melatarbelakangi ide untuk menjadikan Kanal Ban-jir Timur sebagai show-case
pembangunan infrastruktur terpadu di perkotaan?
Ya, sebenarnya ide awal ditetapkan-
nya Kanal Banjir Timur (KBT), atau yang
dulu sering kita sebut dengan Banjir
Kanal Timur (BKT), sebagai show-case pembangunan dan pengelolaan in-
frastruktur (hijau) terpadu di kawasan
perkotaan ini datang dari Bapak Wakil
Presiden RI yang mungkin sudah jenuh
dan geregetan melihat kok kita hampir
selalu tidak bisa mengendalikan pem-
bangunan di sekitar sungai, kali, kanal
dan lain-lain, mengapa hampir semua
sungai di perkotaan di Indonesia berke-
san kotor, kumuh, berbau tidak sedap?
Mengapa kita tidak bisa memelihara-
nya dengan baik? Kemudian pertanyaan
yang paling penting adalah: mengapa
pemerintah selalu kalah cepat dengan
tumbuhnya permukiman-permukiman
liar di sepanjang sungai serta mengapa
pemerintah tidak bisa mengendalikan
kekumuhan dan pencemaran sungai-
sungai tersebut?
Tapi, mengapa harus KBT? Mengapa bu-kan kali atau sungai lainnya yang sudah terlanjur kotor, tercemar berat dan ku-muh, seperti, katakanlah, Sungai Cili-wung atau Sungai Cipinang?
Banyak sekali contoh di negara-negara
maju, bahkan di negara-negara tetang-
ga kita, seperti Singapura dan Malaysia,
bahwa hampir semua air sungai alami
dan kanal buatan (man made)-nya ter-
lihat bersih, tidak ada sampah atau ko-
Kanal Banjir Timur (KBT) yang membentang sepanjang 23,5 km dari selatan ke utara (dari Kebon Nanas sampai Marunda)
di perbatasan Jakarta Timur/Utara dan Bekasi yang baru saja selesai dibangun telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai
show-case (percontohan) pembangunan infrastruktur (hijau) terpadu di perkotaan secara nasional. Untuk itu, KIPRAH
berusaha mendapatkan informasi lengkap mengenai rencana tersebut dari salah satu narasumber yang aktif dalam
mempersiapkan skenario besar tersebut, yaitu Setia Budhy Algamar, yang saat ini menjabat sebagai Staf Ahli Menteri PU
Bidang Ekonomi dan Investasi. Berikut adalah petikan wawancara KIPRAH dengan beliau.
Kanal Banjir Timur: Show-case Pembangunan
Infrastruktur Terpadu di Perkotaan Secara Nasional
Kanal Banjir Timur. (Foto: Dok. BBWS Ciliwung-Cisadane)
Volume 43 • KIPRAH 17
LAPORAN UTAMA
toran di badan sungai, asri, tidak ada
sedikitpun akuisisi oleh permukiman liar,
sehingga infrastruktur tersebut dapat
berfungsi maksimal sebagaimana pe-
rencanaannya. Bahkan kanal-kanal dan
sungai-sungai tersebut dapat berfungsi
ganda tanpa harus mengurangi fungsi
utamanya, antara lain sebagai pengen-
dali banjir. Nah, di Indonesia, khususnya
di Jakarta dan sekitarnya, kita sudah
tahu dan bisa melihat sendiri ‘kan ba-
gaimana beratnya kondisi sungai-su-
ngai dan kanal-kanal kita saat ini karena
keterlanjuran-keterlanjuran yang sudah
sangat kronis tersebut, dan rasanya
amat sangat berat serta berisiko tinggi
sekali kalau kita memulai upaya besar
untuk memulai dari KBT yang kebetul-
an baru saja selesai kita bangun, dan
relatif belum tercemar, untuk dijadikan
sebagai show-case pembangunan dan
pengembangan infrastruktur (hijau)
terpadu dan berkelanjutan di perkotaan
secara nasional.
Kalau begitu, bagaimana kira-kira konsep pengembangan KBT sebagai show-case
pembangunan infrastruktur terpadu se-bagaimana Anda sebutkan tadi?
Begini ya, yang ada di pikiran kita se-
mua pada prinsipnya adalah kita secara
bersama-sama akan mencoba meng-
arahkan, mendorong, mempercepat
dan mengendalikan pembangunan
kawasan perkotaan di area sepanjang
Kanal Banjir Timur (KBT) dengan me-
nerapkan prinsip-prinsip ekonomi dan
keberlanjutan lingkungan (eco-two city), dengan KBT sebagai elemen uta-
ma yang berfungsi sebagai pengendali
banjir agar dapat menjadi percontohan
pembangunan infrastruktur hijau ter-
padu dan berkelanjutan, khususnya di
daerah perkotaan secara nasional.
Wah, kelihatannya ideal sekali konsep-nya. Apa Anda yakin ini akan bisa ter-wujud, mengingat tingkat kepedulian masyarakat kita terhadap lingkungan hingga kini masih sangat rendah?
Ya, memang kelihatannya hal-hal yang
ingin kita capai tersebut cukup ideal,
namun saya yakin hal tersebut bukan
suatu hal yang tidak mungkin kita ca-
pai, bukan mimpi. Kita semua harus
mempunyai keyakinan yang sama se-
perti itu. Kita harus ingat bahwa KBT ini
dibangun dengan pikiran, tenaga, dan
daya dari putra-putri terbaik bangsa
Indonesia dengan dana yang sangat
besar. Di samping itu, tidak sedikit
pula pengorbanan yang telah diberi-
kan oleh masyarakat yang tanahnya
terkena pembebasan sebagai akibat
pembangunan KBT ini. Oleh karena itu,
alangkah sayang dan sia-sianya kalau
sekiranya kemudian pengorbanan dan
daya upaya yang sangat besar tersebut
berakhir dengan KBT yang tidak ber-
fungsi dengan sangat tidak optimal dan
bahkan bernasib sama dengan sungai-
sungai atau kanal-kanal lainnya di Ja-
karta dan sekitarnya.
Bisa Anda jelaskan secara singkat apa saja komponen-komponen utama pengem-bangan KBT sebagai show-case pemba-ngunan infrastruktur terpadu perkotaan seperti yang Anda maksudkan?
Sebelum saya menjelaskan hal tersebut,
perlu saya ingatkan bahwa fungsi uta-
ma pembangunan KBT tetap harus kita
jaga, yaitu untuk mengatasi masalah
banjir di bagian timur dan sebagian
wilayah utara Jakarta. Namun, di sam-
ping itu, kita perlu segera melakukan
pengembangan pokok-pokok kegiatan
untuk menjadikan KBT sebagai kom-
ponen pendorong pengembangan ka-
wasan perkotaan menuju tercapainya
green infrastructure dan waterfront city
(dengan elemen utamanya adalah su-
ngai) dengan mengoptimalkan fungsi
KBT sebagai prasarana pengendalian
banjir, konservasi air, koridor ruang
terbuka hijau, permukiman hijau, trans-
portasi air dan dermaga, transportasi
massal, olahraga, eco-two city (kota
dengan fasilitas penunjang aktivitas
ekonomi tanpa melupakan ekologi ra-
mah lingkungan), pariwisata, serta ka-
wasan perniagaan dan pelabuhan.
ini dari sungai-sungai, kali-kali, ataupun
kanal-kanal lama yang sudah terlanjur
tercemar parah. Oleh karena itu, Bapak
Wakil Presiden kemudian menetapkan
Setia Budhy Algamar, Staf Ahli Menteri PU Bidang Ekonomi dan Investasi.
(Foto: Joe)
Volume 43 • KIPRAH18
LAPORAN UTAMA
Kalau begitu banyak sekali institusi dan pemerintah daerah yang akan terlibat, bukan hanya dari Kementerian PU? Apa-kah Anda yakin koordinasi tersebut akan bisa berjalan dengan baik, mengingat selama ini kata koordinasi hanya mudah untuk diucapkan namun sangat sulit di-laksanakan?
Betul sekali, ini sebuah pekerjaan besar
dan tentunya tidak mudah, namun seka-
ligus sebagai sebuah test-case bagi kita
semua apakah kita bisa berkoordinasi
dengan baik antarsektor dan antar-ting-
katan-pemerintahan? Bapak Menteri
PU, Bapak Gubernur DKI Jakarta, dan
Bapak Wakil Menteri PU sangat concern
dengan hal ini, dan kita telah melakukan
koordinasi dengan sangat baik dengan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan te-
lah melakukan serangkaian rapat-rapat
koordinasi yang sangat produktif untuk
merealisasikan rencana besar ini. Dalam
waktu dekat, kita akan mengembang-
kan koordinasi dan kerja sama dengan
berbagai institusi terkait lainnya, seperti
Kementerian Perhubungan, Kementeri-
an Negara Lingkungan Hidup, Pemerin-
tah Kota Bekasi, Pemerintah Kabupaten
Bogor dan lainnya dengan membentuk
Tim Koordinasi.
Mengingat sedemikian besar dan kom-pleksnya permasalahan disertai berba-gai kemungkinan yang akan dihadapi, apakah tidak sebaiknya dibentuk saja semacam badan yang bersifat otonom dan berwenang penuh dalam memba-ngun dan mengendalikan pembangunan di kawasan sepanjang KBT ini?
Ya, kita juga menyadari hal tersebut dan
salah satu tugas Tim Koordinasi nanti-
nya adalah mempersiapkan lembaga
permanen pengelola dan pengendali
pembangunan (Badan Pengelola Pem-
bangunan) kawasan sepanjang Kanal
Banjir Timur (KBT). Namun, kita semua
juga merasakan bahwa koordinasi dan
kerja sama antara Kementerian PU dan
Pemprov DKI dalam kasus KBT ini da-
pat dijadikan model sekaligus titik awal
koordinasi dan kerja sama untuk lebih
meningkatkan efisiensi dan efektivi-tas pembangunan serta pengendalian
pembangunan di Provinsi DKI Jakarta.
Hal ini perlu dilakukan, mengingat cu-
kup banyaknya program dan kegiatan
pembangunan infrastruktur ke-PU-an
berskala cukup besar di provinsi ini,
seperti jalur jalan tol W2, 6 ruas jalan
tol dalam kota, pembangunan jalan tol
Becakayu, jalan Akses Tanjung Priok
(ATP), kebutuhan pemanfaatan air
baku dari Waduk Jatiluhur untuk air mi-
num dan industri, penanganan Sungai/
Kali Malang, Pesanggrahan, Angke dan
Sunter, penanganan permukiman di
bantaran-bantaran sungai, sinkronisasi
antara RTR Kawasan Jabodetabekpun-
jur dengan RTRW Provinsi DKI Jakarta,
dan lain sebagainya.
Apakah bisa dijelaskan secara garis besar apa saja kegiatan-kegiatan yang perlu segera dilakukan untuk mewujudkan ka-wasan sepanjang KBT ini sebagai show-
case pembangunan infastruktur (hijau) terpadu di daerah perkotaan secara na-sional?
Dalam beberapa kali pertemuan koor-
dinasi dengan Pemprov DKI, kita telah
menyepakati garis besar kegiatan yang
akan dilakukan, antara lain: penuntasan
fisik KBT; pengendalian limbah padat dan limbah cair di Sungai Cipinang (se-
bagai “penyumbang” terbesar polusi di
KBT), Sunter, Buaran, Jati Kramat, dan
Sungai Cakung; pengendalian debit,
muka air, dan kualitas air; pemanfaatan
kawasan sepanjang tepi sungai, ruas
kolam sedimen, serta bantaran sungai
sebagai ruang publik; pemanfaatan
muara dan tepi KBT sebagai pelabuhan
serta ruang publik; pemanfaatan ruang
di koridor KBT; pemanfaatan alur sungai
sebagai transportasi sungai; modifikasi bertahap (beautifikasi) jembatan na-
sional dan provinsi, termasuk jembatan
pejalan kaki; pemanfaatan energi poten-
sial pada bendung gerak untuk PLT mini/
mikrohidro; pemantauan sistem sungai
dan KBT; dan upaya peningkatan debit
minimum dan kualitas lingkungan.
Dari sekian banyak rencana yang telah disepakati untuk menjadikan kawasan di sepanjang KBT ini sebagai show-case
pembangunan infrastruktur terpadu, apakah bisa dijelaskan komponen-kom-ponen apa saja yang saat ini sedang dan akan segera dibangun oleh Kementerian PU dan Pemprov DKI Jakarta, selain KBT sendiri tentunya sebagai unsur pengikat utama?
Desain jembatan yang saat ini telah dan akan dibangun (total 29 buah) perlu disesuaikan kembali dengan fungsi KBT sebagai show-case pengelolaan sungai.
(Sumber: BBWS Ciliwung-Cisadane).
Volume 43 • KIPRAH 19
LAPORAN UTAMA
Pada tahun 2011 ini Pemprov DKI se-
dang melaksanakan pembangunan fisik bulevar sepanjang 10 km dengan lebar
28 meter di sisi Jakarta dari Marun-
da sampai Jalan Bekasi Raya, pemba-
ngunan taman-taman di beberapa titik
yang penduduknya cukup padat, serta
kegiatan-kegiatan yang lebih bersifat
software (berupa perencanaan, desain,
dan lain-lain). Sementara Kementerian
PU, selain akan menuntaskan pemba-
ngunan fisik KBT tahun ini, juga akan segera membangun trashrack di bebe-
rapa anak sungai dan drainase kota un-
tuk pengendalian limbah padat (memi-
apakah Anda yakin bahwa KBT akan mampu mengurangi banjir yang selama berpuluh-puluh tahun melanda Jakarta Timur dan Jakarta Utara?
Ya, ada beberapa lokasi yang petak-
petak tanahnya tampak seperti pulau-
pulau kecil masih berada di tengah-te-
ngah KBT, dan betul bahwa kondisi ini
sedikit banyak akan mengganggu aliran
air di KBT. Namun, berdasarkan infor-
masi yang saya dapat dari pihak Balai
Besar Wilayah Sungai Ciliwung–Cisa-
dane, tanah-tanah tersebut adalah
tanah-tanah eks sengketa yang telah
gambarkan dalam bahasa dan ungkap-an yang lebih sederhana oleh semua ka-langan, kira-kira KBT seperti apa yang diinginkan oleh pemerintah dengan upa-ya-upaya yang telah dan akan dilakukan ini?
Kawasan perkotaan di sepanjang KBT
yang kita inginkan di masa depan ada-
lah sebuah kawasan sepanjang 23,5 km
yang kanalnya tetap berfungsi utama
sebagai pengendali banjir, namun di
kiri-kanannya kita bisa melihat lingkung-
an yang asri, hijau, tidak ada bangunan-
bangunan liar yang mengakuisisi ban-
diselesaikan dengan baik dan sebagian
lagi walaupun belum dapat diselesai-
kan secara tuntas, namun, uang ganti
ruginya telah dititipkan di pengadilan.
Jadi, saya yakin dalam waktu dekat,
hambatan-hambatan kecil tersebut
akan dapat segera diatasi sepenuhnya.
Terkait fungsi utama KBT sebagai pe-
ngendali banjir, harus kita ingat bahwa
dari rencana dan desain awal, kita me-
mang tidak mengatakan bahwa KBT
akan menghilangkan banjir di Jakarta
sepenuhnya, tapi KBT kita yakini dapat
mengurangi genangan dan risiko banjir
serta menyelamatkan dua juta warga
di 13 kawasan rawan banjir di wilayah
Jakarta Timur dan Jakarta Utara seluas
207 km2 dari ancaman banjir rutin.
Pertanyaan terakhir, apakah bisa Anda
Diperlukan RTR Kawasan dan Desain Ruang serta fasilitas publik yang menyatu dan saling menunjang dengan fungsi KBT agar diperoleh ekosistem yang tetap ramah lingkungan.
(Sumber: BBWS Ciliwung-Cisadane).
nimalisasi masuknya sampah
dari sungai-sungai pencemar
utama ke KBT), membangun
beberapa ecotech garden (un-
tuk pengendalian sedimen dan
logam berat di inlet drainase),
akan memperindah dan mem-
percantik beberapa jembatan
pejalan kaki dan jembatan
kendaraan tanpa harus meng-
ubah struktur, mengadakan
sayembara perancangan ka-
wasan sempadan dan ban-
taran KBT serta desain ruang
untuk fasilitas publik pada
ruas-ruas tertentu untuk me-
nampung aspirasi masyarakat
sebanyak mungkin dan untuk mengetahui lingkungan yang sekira-
nya mereka kehendaki, pengendalian
sampah domestik melalui pembinaan
terhadap masyarakat di sepanjang KBT
mengenai program 3 R (reduce, reuse, dan recycle), melalui jamban rumah
tangga dan komunal, dan lain-lain yang
akan terus kita lakukan dan tingkatkan
pelaksanaannya pada tahun-tahun beri-
kutnya.
Dari peninjauan dengan menggunakan perahu karet, menyusuri KBT sepanjang 17,5 km bersama Bapak Wakil Menteri PU beberapa waktu lalu, terlihat bahwa masih ada beberapa lokasi yang tanah-nya belum dibebaskan sehingga praktis cukup mengganggu dan menyebabkan tidak optimalnya aliran air di KBT. Na-mun, jika semua nantinya telah bebas,
taran sungai, badan airnya
dapat digunakan sebagai
sarana olahraga air, sarana
angkutan air publik lengkap
dengan terminal-terminal
kapal angkutan air yang
juga akan dilewati kereta
api sebagai bagian terpadu
dari pemecahan masalah
transportasi Kota Jakarta,
kawasan bagi warga Jakarta
untuk bisa menikmati dan
memanfaatkan bantaran
kanal yang juga merupakan
jalan inspeksi sebagai sarana
olahraga ringan bersepeda
santai bersama keluarga,
sebagai jogging track, yang
di kiri-kanannya terdapat bulevar lebar,
tempat lalu lalangnya kendaraan umum
dan pribadi secara tertib dan lancar,
kawasan yang memiliki taman-taman,
digunakan sebagai tempat rekreasi dan
children playground, yang jembatan
untuk pejalan kaki dan jembatan ken-
daraannya tidak hanya kokoh namun
juga indah dan cantik, serta kawasan
untuk kegiatan-kegiatan sosial dan
ekonomi sebagai penunjang kehidupan
kota dan lingkungan dapat berkembang
secara seimbang dengan pelestarian
lingkungan. Jika kita mau dan konsisten
melaksanakan rencana yang telah di-
susun dan disepakati bersama tersebut,
saya yakin semua yang saya gambar-
kan tadi dapat kita wujudkan, lihat dan
nikmati dalam waktu yang tidak terlalu
lama lagi.(Joe)
Volume 43 • KIPRAH20
LAPORAN UTAMA
Saat ini kondisi debit aliran sungai
di perkotaan semakin meningkat.
Hal ini disebabkan oleh penggu-
naan lahan yang juga terus meningkat.
Dengan kecenderungan meningkat-
nya debit aliran puncak maka tentunya
bantaran sungai menjadi semakin tidak
stabil atau semakin sering terjadi luapan
dan semakin kecil debit aliran rejim ka-
rena debit minimum dan debit rata-rata
semakin kecil.
Dengan demikian, bantaran sungai men-
jadi semakin lebar karena perbedaan
debit puncak dan minimum semakin
besar gap-nya. Penanganan bantaran
sungai dari aspek tata ruang menjadi se-
makin tidak jelas atau terkesan membi-
ngungkan karena deliniasi (seleksi visual
dan pembedaan wujud gambaran pada
berbagai data keadaan lapangan) atau
regulasi zona sebelumnya menjadi tidak
sesuai dengan kenyataan akibat per-
ubahan kondisi bantaran sungai terse-
but.
Untuk menangani masalah sumber
daya air dan penataan ruang suatu su-
ngai, perencanaan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) yang berhubungan
dengan air haruslah berbasis DAS dan
dilakukan secara konsisten dan sinkron
dari hulu hingga hilir.
Apabila suatu DAS berhubungan dengan
dua atau lebih kota/kabupaten di hulu
dan hilirnya, maka perencanaan pun ha-
rus dilakukan oleh pihak-pihak dari kota-
kota yang bersangkutan secara bersama
atau sinkron agar RTRW-nya relatif se-
suai dengan rencana pengembangan
dalam jangka waktu tertentu sehingga
masyarakat akan bisa hidup aman, nya-
man, produktif, dan berkelanjutan, tan-
pa dampak negatif yang signifikan.
Selain itu, penggunaan land capability map dalam penyiapan suatu RTRW men-
jadi syarat mutlak dan prinsip penting
agar peruntukan ruang akan menjadi
lebih konsisten. Persyaratan ini tertuang
dalam UU Penataan Ruang, PP Penye-
lenggaraan Penataan Ruang dan dalam
pedoman penyiapan RTRW Kota.
Setelah pemanfaatan lahan menyesuai-
kan land capability map, maka selan-
jutnya dibuat penataan ruang dengan
mempertimbangkan aspek air (sungai/
rawa/kolam) serta pengkajian ulang
mengenai dampak pembangunan atau
urbanisasi terhadap air, yang dikenal de-
ngan prinsip “Zero ∆q Policy”.
Prinsip “Zero ∆q Policy” merupakan
cara untuk menghindari tuntutan pi-
dana karena melakukan kegiatan yang
mengakibatkan terjadinya banjir kepa-
da pihak lain sebagaimana tertuang da-
lam pasal 52 UU SDA No. 7 Tahun 2004.
Prinsip ini sama dengan prinsip “Storm-water Management” sebagaimana ter-
tuang dalam Undang-undang di Ameri-
ka Serikat mengenai “Clean Water Act”,
yakni di dalam pembangunan tidak
boleh menambah debit atau mengaki-
batkan kerusakan atau banjir kepada
pihak lain, dengan cara membangun
detention pond (kolam yang berfungsi
untuk mengalirkan air ke sebuah tem-
pat saat level air sudah melewati kapa-
sitas kolam namun masih dalam batas
tertentu) dan retention pond (kolam
yang berfungsi untuk menampung air
hujan sementara dengan memberikan
kesempatan untuk dapat meresap ke
dalam tanah yang operasionalnya da-
pat dikombinasikan dengan pompa
atau pintu air).
Pembangunan detention pond dan re-tention pond harus didesain menjadi
bagian dari sistem drainase kota. Kolam-
kolam ini menjadi upaya efektif untuk
menangkal banjir alami di wilayah kota
yang sering tergenang air.
(Ynh: Disadur dari makalah Seminar HAD XIX “Pengelolaan Sungai di Perkotaan, Ditjen Sumber Daya Air dan Penataan Ruang, Ke-menterian PU, 19 April 2011”)
Penataan Kawasan
Bantaran sungai atau sempadan su-
ngai diperlukan dalam penataan ruang
di perkotaan agar masyarakat bisa
terhindar dari dampak negatif atau
daya rusak air pada saat banjir terjadi.
Untuk meningkatkan efektivitas
sempadan, terdapat beberapa
metode dan prinsip penataan ruang
yang dapat diterapkan sebagai
upaya pencegahan dan solusi untuk
permasalahan daya rusak air.
Bantaran Sungai di Perkotaan
LAPORAN UTAMA
Bantaran Sungai Surabaya.(Foto: Seno)
Volume 43 • KIPRAH 21
LAPORAN UTAMA
Tujuan PRO-RESTORS adalah un-
tuk mewujudkan lingkungan su-
ngai di perkotaan yang sehat de-
ngan cara mendorong kesadaran dan
prakarsa pemerintah daerah (pemkot/
pemkab) serta peran aktif masyarakat
umum dan dunia usaha yang ber-
domisili di kawasan sekitar sungai. PRO-
RESTORS mencakup kegiatan nonfisik dan kegiatan fisik.
Kegiatan nonfisik tersebut diantaranya sosialisasi fungsi dan peraturan terkait
daerah sempadan dan bantaran sungai,
sosialisasi peran masyarakat dan dunia
usaha dalam pengendalian kualitas air,
edukasi untuk menumbuhkan kepedu-
lian masyarakat terhadap lingkungan su-
ngai dan peran aktif dalam pemeliharaan
sungai, serta edukasi bagi masyarakat
untuk memanfaatkan, mengawasi, dan
memelihara ruang publik.
Sedangkan kegiatan fisiknya antara lain pembersihan sungai, pemasangan
marka dan papan sosialisasi sempadan
sungai, penertiban sempadan sungai,
penertiban sempadan sungai, relokasi
penduduk bantaran sungai, pembuat-
an TPS, pembuatan IPAL industri kecil,
pembuatan septic tank komunal, pem-
bangunan prasarana ruang publik, re-
hab/pembangunan prasarana pengen-
dali banjir, serta penanaman pohon.
Sebagai pembanding, kita bisa meng-
ambil contoh dari proyek restorasi em-
pat sungai besar di Korea Selatan. Ke-
giatan pokok restorasi sungai tersebut
antara lain mengembangkan komuni-
tas berbasis sungai, menciptakan ruang
publik untuk penduduk, memperbaiki
kualitas air dan ekologi, melakukan tin-
dakan pencegahan banjir, serta menye-
lamatkan ketersediaan air.
(Program Restorasi Sungai) PRO-RESTORS
Salah satu realisasi PRO-RESTORS di In-
donesia yang sedang diinisiasikan saat
ini yakni kegiatan peningkatan peran
serta masyarakat dalam rehabilitasi
dan pemulihan cadangan sumber daya
air di kawasan urban forest bantaran
sungai Bengawan Solo, Surakarta, yang
sudah dimulai pada tahun 2009. Secara
khusus, kegiatan tersebut meliputi pe-
nguatan dan peningkatan fungsi tang-
gul sebagai jalan inspeksi dan kolektor
sekunder, penguatan dan normalisasi
sungai, serta relokasi permukiman di
bantaran sungai.
Untuk lebih mempercepat terwujud-
nya sungai-sungai di perkotaan yang
bersih, indah dan lingkungannya nya-
man, perlu segera dirumuskan PRO-
RESTORS di perkotaan yang lebih
terstruktur dengan mengedepankan
peran masyarakat di kawasan sungai.
(Ynh: Disadur dari makalah Seminar HAD XIX “Pengelolaan Sungai di Perkotaan, Ditjen Sumber Daya Air dan Penataan Ruang, Ke-menterian PU, 19 April 2011”)
Indonesia memiliki lebih dari
5.000 sungai besar dan kecil yang
sebagian diantaranya mengalir
melewati kawasan perkotaan
tetapi masyarakat perkotaan masih
banyak yang memperlakukan
sungai sebagai tempat pembuangan
sampah, limbah rumah tangga, MCK,
dan limbah industri. Di lain pihak,
masyarakat yang kurang mampu
memanfaatkan air sungai untuk
memenuhi kebutuhan domestik,
meskipun kualitas air tersebut sangat
buruk. Guna mendorong terwujudnya
sungai-sungai di perkotaan yang
berbudaya BERHIMAN (bersih-jernih-
indah-nyaman), perlu diperkenalkan
Program Restorasi Sungai (PRO-
RESTORS) di perkotaan dengan
mendorong prakarsa pemerintah
daerah setempat serta peran aktif
masyarakat di sekitar kawasan sungai
atau pinggir kali.
di Perkotaan
Sungai Han, Seoul, merupakan salah satu contoh proyek restorasi empat sungai besar di Korea Selatan. (Foto: Chang W.S.)
Volume 43 • KIPRAH22
LAPORAN UTAMA
Ironis memang. Pada musim hujan
air melimpah dan terjadi banjir,
sebaliknya pada musim kemarau
warga justru kesulitan mendapatkan
sumber air. Belum lagi masalah
pertambahan jumlah penduduk yang
menyebabkan warga kota kembang
ini sulit mengakses air bersih. Bahkan,
kejadian amblesnya tanah pun dikaitkan
dengan pengambilan air tanah yang
berlebihan.
PDAM selaku institusi pengelola
belum bisa melayani secara penuh
Bandung Kekurangan Air
kebutuhan warga, sehingga banyak
warga menggunakan air tanah untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari,
bahkan memanfaatkan air sungai
untuk berbagai keperluan. Selain
itu, kepemilikan septic tank pun juga
terbatas, sehingga mereka membuang
limbah langsung ke badan sungai.
Menyikapi kekurangan air dan
pencemaran air, Arie Setiadi Moer-
wanto, Kepala Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Air
(Puslitbang Air) kepada KIPRAH
menyatakan bahwa pihaknya terus
melakukan inovasi rekayasa teknologi
dengan memantau kondisi hidrologi
dan analisis karakteristik sungai, alokasi
air, serta peringatan dini banjir, dan
kekeringan sungai Citarum, mulai dari
hulu sungai di Gunung Wayang hingga
jembatan Tanjung Pura di Kabupaten
Karawang. Selain itu, Puslitbang Air
juga melakukan pemantauan terhadap
tinggi muka air waduk (termasuk
tingkat keamanan), danau, dan sumur-
sumur observasi air tanah dalam, di
samping pemantauan kualitas air,
Lain dulu lain sekarang. Saat ini Bandung mengalami defisit air dan pencemaran luar biasa. Penyebabnya bermacam-macam. Mulai dari pertambahan jumlah penduduk, rusaknya daerah
tangkapan air, alih fungsi lahan, eksploitasi air tanah berlebihan, limbah, hingga anomali cuaca.
LAPORAN UTAMA
Pinggiran Sungai Citarum, Bandung. (Foto: Dok.)
Volume 43 • KIPRAH 23
LAPORAN UTAMA
pengukuran suhu air, keasaman, daya
hantar listrik, dan oksigen terlarut.
Dari hasil pantauan disebutkan bahwa
sumber pencemaran terberat dan
menjadi prioritas penanganan adalah
pencemaran di ruas bagian hulu Sungai
Citarum hingga Waduk Saguling. Di
lokasi ini, beban pencemarannya sudah
melampaui daya tampung sungai.
Artinya, rendahnya debit air tidak
sebanding dengan tingkat pencemaran.
Adapun sumber pencemaran terbesar
berasal dari limbah penduduk, industri,
pertanian/irigasi, dan peternakan.
Untuk mengatasi limbah peternakan,
telah diperkenalkan teknologi An-
aerobik Saringan Tetes Bertingkat dan
Beraerasi. Teknologi ini digunakan un-
tuk limbah cair yang berasal dari limbah
peternakan, terutama parameter
organik total nitrogen dan total
fosfat, sehingga dapat mengurangi
pencemaran badan air dengan tingkat
keandalan tinggi, sederhana, dan
biayanya murah. Upaya lain adalah
penerapan pengolahan limbah industri
komunal di Cisirung, Bandung Selatan,
sebagai laboratorium lapangan.
DAS Citarum juga menjadi uji coba
penerapan sistem kartu kendali
mutu kualitas air dan hidrologi.
Melalui sistem ini, keberhasilan upaya
pemulihan DAS dapat dipantau secara
spasial dan temporal hingga ke anak-
anak sungai utamanya. Sistem ini juga
dapat menentukan siapa yang secara
administratif bertanggung jawab
atas keberhasilan maupun kegagalan
pengolahan kualitas air. Hasil dari
kajian Puslitbang SDA tersebut
ditujukan kepada pemda, pemkot, atau
pemimpin daerah setempat untuk
digunakan sebagai bahan membuat
kebijakan tentang SDA.
Kota Bandung memang semakin
berkembang. Tetapi menurut Arie,
pembangunannya sebaiknya tidak
hanya mengedepankan aspek fisik, tetapi juga aspek lain yang terkait
dengan penataan perkotaan yang
juga harus menjadi pertimbangan
dalam perencanaan dan perancangan,
misalnya ekonomi, demografi (urbanisasi), dan sosiologi. “Mungkin
perencanaan kotanya sudah baik,
tetapi kondisi di lapangan justru
terbalik, sehingga menjadi tidak logis,”
ujarnya.
Sebagai contoh, dulu sewaktu
Bandung masih berwajah Paris van
Java saat belum ada pengembangan
permukiman, berita banjir dan
kekurangan air merupakan berita
istimewa. Akan tetapi, hal tersebut kini
telah menjadi berita rutin. Rutinitas itu
menunjukkan kecenderungan makin
parahnya frekuensi dan intensitas
banjir serta kekeringan.
Selain itu, alih fungsi lahan tutupan di
dalam kota pun semakin meluas. Hal ini
menjadikan tempat resapan air semakin
berkurang karena makin banyak
ruang terbuka hijau (RTH) yang telah
berubah fungsi. Kondisi ini diperparah
oleh pemompaan air tanah yang
melebihi laju pengisian kembali oleh
akuifer. Akibatnya, permukaan tanah
menurun, banyak sumur penduduk
yang mengering, dan fluktuasi debit airnya pun semakin besar.
“Sebetulnya sumber masalah dan
teknologi penanggulangannya sudah
banyak diketahui, tetapi upayanya
yang masih sangat terbatas,” ujar
Arie. Ia memberitahu bahwa cara
preventif yang cukup murah adalah
dengan menghindari berkurangnya
daerah resapan dan memperbesar laju
resapan, antara lain dengan reboisasi
dan membuat sumur-sumur resapan.
Cara lainnya adalah dengan memanen
hujan (rain harvesting), membuat
embung atau kolam buatan, mengisi
akuifer air tanah dan lain sebagainya.
Untuk menyukseskan program
pengelolaan SDA perlu komitmen
bersama dari semua pihak untuk
menjaga lingkungan agar kuantitas
dan kualitasnya tetap terjaga secara
berkelanjutan.(Joe)
Air limbah pabrik. (Foto: Dok.)
Sebagai contoh, dulu sewaktu
Bandung masih berwajah Paris van
Java saat belum ada pengembangan
permukiman, berita banjir dan kekurangan air
merupakan berita istimewa. Akan
tetapi, hal tersebut kini telah menjadi
berita rutin.
Volume 43 • KIPRAH24
LAPORAN UTAMA
Siang itu kondisi jalanan di Tanjung
Priok dan sekitarnya macet se-
perti biasa. Walaupun kami pergi
menggunakan mobil, terik matahari
saat itu terasa menyengat hingga ke
dalam mobil. Terlihat juga Kali Sunter
di samping jalan raya yang kondisinya
sepertinya malah makin memprihatin-
kan. Lepas dari kemacetan, tim KIPRAH
Kota metropolitan, kota bisnis, kota sejuta pusat perbelanjaan dan hiburan. Begitulah kesan-kesan yang muncul terhadap Kota Jakarta. Namun, di balik kesan mewahnya, Jakarta memiliki berbagai
permasalahan, baik persoalan infrastruktur, kepadatan penduduk, kemacetan hingga kondisi lingkungan hidup yang kian memprihatinkan, tak terkecuali ketersediaan air bersihnya. Berikut
adalah potret ketersediaan dan pemanfaatan air bersih di Jakarta, khususnya di Wilayah Pademangan Timur, Jakarta Utara.
LAPORAN UTAMA
Kualitasnya Harus DiperbaikiAir Masih Mencukupi, Tapi
kemudian menelusuri jalan-jalan sekitar
Kelurahan Pademangan Timur untuk
berbincang-bincang dengan beberapa
warga mengenai ketersediaan dan kon-
disi air bersih di sana.
Berdasarkan data statistik 2010, Pade-
mangan merupakan salah satu wilayah
Jakarta Utara yang memiliki penduduk
sejumlah 149.596 jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk sebesar 1,6%.
Meskipun penduduknya tidak seba-
nyak wilayah lain di Jakarta Utara, na-
mun lingkungan permukiman di Pade-
mangan Timur terlihat cukup padat.
Jalan-jalan yang seharusnya digunakan
untuk dua jalur tampak begitu sempit
akibat banyaknya bangunan yang kian
Depot Pengambilan air bersih di daerah Pademangan Timur, Jakarta Utara. (Foto: Ais)
Volume 43 • KIPRAH 25
LAPORAN UTAMA
memakan bahu jalan. Ketika memasuki
jalan-jalan sekitar permukiman lebih
dalam, tak jarang kami jumpai bebera-
pa tukang air keliling berseliweran.
Sesampainya kami di suatu permukim-
an tak jauh dari kantor kelurahan, kami
kembali mendapati seorang tukang air
keliling melintas. Kami menyetop tu-
kang air tersebut karena didorong oleh
rasa penasaran tentang keberadaan tu-
kang air yang banyak ditemui di daerah
ini. Penjual air keliling yang berusia
sekitar empat puluhan itu bernama
Dakri. Ia hendak menuju tempat pengi-
sian air bersih di Wilayah Pademangan
Timur. Air ini disuplai oleh PDAM dan
disimpan di bak penampungan besar
yang dialirkan ke jerigen melalui selang
besar.
Ironisnya, kekurangan akses bagi
warga untuk mendapatkan air bersih
justru mendatangkan rezeki dan men-
jadi sumber penghasilan bagi para tu-
kang air, tak terkecuali Dakri. Ia sudah
lama berjualan air keliling, terutama di
Wilayah Buaran yang sebagian besar
warganya memang tidak berlanggan-
an air dari PDAM. Sambil mengisi air,
Dakri menjelaskan, “Masing-masing
jerigen isinya 20 liter. Harga jualnya Rp
1.250 untuk dua galon.” Setiap hari, ba-
pak dari empat orang anak ini menja-
jakan air dari pagi hingga sore, namun
keuntungan yang didapatnya tidaklah
seberapa. “Yah, rata-rata [air] yang
terjual per hari bisa sampai 12 jerigen
dan penghasilan saya per hari sekitar
Rp 15.000,” kata Dakri datar.
Setelah itu kami mampir ke sebuah
warung dan berbincang-bincang de-
ngan beberapa orang yang berada di
sana, tepatnya warga RT 03 RW 10 Ke-
lurahan Pademangan Timur. Salah satu
warga bernama Tumin Hadi Sumarto
(66), menuturkan bahwa sebagian
besar warga RT 03 RW 10 Kelurahan
Pademangan Timur berlangganan air
PDAM tapi juga mengambil air tanah
lewat pompa air. “Kami menggunakan
air PDAM untuk minum dan masak. Se-
dangkan air tanah sebagai tambahan,
bisa untuk mandi dan mencuci,” kata
Tumin. Menurut bapak dari sembilan
anak ini, air PDAM yang kualitas awal-
nya bagus kini dirasakan makin mem-
buruk. “Airnya sekarang agak kotor,
warnanya kuning. Kalau siang-siang
kalau tidak dibantu pompa air, gak bisa
ketolong, karena air sering mati atau
keluarnya kecil sekali. Air mulai lancar
lagi sekitar jam enam sore,” ujar Tumin.
Menanggapi kualitas air tanah yang
juga tidak bagus, Tumin berkomentar,
“Kita bisa menggunakan air tanah se-
puasnya, tapi yah… memang kualitas-
nya begitu, gak jernih dan payau.”
Meski demikian, warga sekitar Pade-
mangan Timur terkesan tidak dapat
berbuat apa-apa terhadap masalah
penurunan kualitas air bersih ini. Sikap
mereka cenderung pasrah selama ke-
tersediaan air tanah masih dirasakan
mencukupi dan bisa mereka manfaat-
kan. Selain itu, tak sedikit pula dari
mereka mencari cara untuk dapat
mengurangi biaya tagihan air. “Karena
keluarnya air dari keran hanya sedikit,
saya sering matikan air PDAM, jadi dihi-
tung-hitung kita hanya mengeluarkan
biaya perawatan (instalansi),” tambah
Tumin. Selepas membahas air bersih,
sejenak kami melepas dahaga di wa-
rung itu lalu mengobrol ringan dengan
masyarakat lain. Tak lama setelah itu,
kami pun pamit.
Langit siang Jakarta kian gelap. Tak
lama kemudian hujan turun begitu le-
batnya. Dari dalam mobil, kami mem-
perhatikan permukiman-permukiman
lain yang ada di sekitar Pademangan
Timur secara sekilas. Di sana banyak
juga terdapat permukiman kumuh.
Hampir dapat dipastikan bahwa para
warga permukiman tersebut menga-
lami kesulitan terkait dengan akses
mereka untuk mendapatkan air ber-
sih karena tidak mampu berlanggan-
an air PDAM. Tampaknya kepadatan
penduduk, kemiskinan, serta kurang
baiknya pengelolaan sumber daya
air menjadi faktor utama dalam per-
masalahan air di perkotaan, khususnya
Jakarta. Melihat ketersediaan air ber-
sih dan air minum untuk warga saat ini,
apakah, paling tidak dalam lima tahun
ke depan, Jakarta masih dapat menam-
pakkan wajah metropolitannya yang
gemerlap?(Ynh/Joe)
Tampungan air PDAM di salah satu rumah warga di Pademangan, Jakarta Utara. (Foto: Ais)
Volume 43 • KIPRAH26
LAPORAN UTAMA
Batam sendiri merupakan sebuah
pulau yang sangat strategis, ter-
letak di bagian utara Indonesia,
berseberangan dengan Singapura, dan
berada di jalur pelayaran internasional,
sehingga kebutuhan akan dukungan
infrastruktur, seperti air bersih, mutlak
diperlukan.
Kinerja pengelolaan penyediaan air
Kabar Baik dari Batam
Batam adalah wilayah pe-nyandang predikat kawasan ekonomi khusus yang sedang
giat membangun dan tentunya membutuhkan pasokan air baku yang semakin bertambah. Tidak heran bila masalah penyediaan
air bersih di kota ini benar-benar diperhatikan oleh pihak terkait, dalam hal ini pemda setempat
dan Badan Pengusahaan Batam (dulu dikenal dengan nama Oto-
rita Batam).
bersih oleh PDAM Batam, yakni Adhya
Tirta Batam (ATB) memang patut dibe-
rikan acungan jempol. Di saat banyak
PDAM lain merugi, ATB justru sukses
mencetak keuntungan bersih hingga
rata-rata Rp 40 miliar per tahun. Tidak
hanya itu. Cakupan area pelayanan ATB
mencapai 95% dengan tingkat rasio pe-
gawai per 1000 sambungan berada pada
kisaran 2,4, dibandingkan dengan rata-
rata PDAM lainnya yang berada pada
kisaran 8. PDAM juga terus melakukan
pembangunan Instalasi Pengolahan
Johor (sebuah badan yang membawah-
i beberapa perusahaan pengelola air
bersih/minum di Malaysia). Bagaimana
semua ini bisa terjadi? Bisa kita keta-
hui dari sejarahnya. Ketika dimulainya
pembangunan di Pulau Batam, yaitu
tahun 1971, awalnya penyediaan dan
pengelolaan air bersih di Batam di-
lakukan oleh pemerintah, dalam hal ini
Otorita Batam.
Meski demikian, seiring pesatnya
perkembangan Batam serta pemenuh-
an kebutuhan pasar maka pemerintah
melalui BP Batam mengadakan kerja
sama konsesi pengelolaan air bersih
dengan PT. Adhya Tirta Batam untuk
mengelola air bersih di Batam selama
25 tahun, mulai tahun 1995 hingga ta-
hun 2020. ATB merupakan bentuk Ker-
ja sama Pemerintah dan Swasta (KPS)
untuk pengelolaan air minum pertama
di Indonesia.
Di sisi lain, BP Batam selaku regulator
memonitor setiap aktivitas ATB, baik
secara teknis maupun komersial, ter-
masuk penentuan tarif dan menjamin
ketersediaan serta kualitas air baku
sesuai dengan kemampuan efektif dari
waduk-waduk di Pulau Batam.
ATB terus menunjukkan kinerja yang
positif. Hasil kinerja tersebut tak lepas
dari dukungan pihak BP Batam, iklim in-
vestasi yang kondusif, serta manajerial
yang baik. Perjalanan ATB sendiri tidak
selalu mulus, misalkan saja masalah
ketersediaan di tengah meningkatnya
tuntutan akan kebutuhan air, pro-kon-
tra kenaikan tarif, tuntutan warga yang
tinggal di permukiman liar (di Batam
disebut ruli) untuk mendapatkan akses
air bersih dan segala dinamika lain.
Berbagai persoalan tersebut ternyata
tidak membuat langkah ATB surut.
Perusahaan ini telah menoreh banyak
prestasi, sebagaimana yang bisa kita
saksikan sekarang.(Wy)
Waduk Muka Kuning, salah satu sumber air baku di Batam. (Foto: Wy)
Air Bersih (IPA)/Water Treatment Plant
(WTP), peningkatan jaringan distribusi
dan transmisi, serta peningkatan kapa-
sitas tangki reservoir air.
Hasilnya cukup membanggakan sebab
model pengelolaan penyediaan air
bersih di sana dijadikan rujukan, tidak
hanya oleh pihak dalam negeri, namun
juga dari luar negeri, yaitu Syarikat Air
Volume 43 • KIPRAH 27
LAPORAN UTAMA
Di Amerika, air minum dapat
langsung diminum dari keran.
Hal ini bisa kita jumpai dari
keran-keran khusus di tempat umum
yang memang disediakan untuk minum
secara gratis. Suatu hal yang sejalan
dengan nama besar negeri Paman Sam
sebagai negara nomor satu di dunia.
Lain pula di Arab Saudi. Di negara
yang menjadi tempat tujuan umat
Islam untuk melaksanakan ibadah Haji
tersebut, masalah air minum benar-
benar diperhatikan. Ambil contoh, di
semua mesjid yang bisa kita temukan di
berbagai pelosok kota, selalu tersedia
fasilitas air minum gratis.
Satu lagi yang unik di Arab Saudi,
banyak pemilik rumah golongan
menengah ke atas sengaja beramal
dengan menyediakan tempat air
minum gratis di depan rumahnya. Siapa
Mengintip Pengelolaan Air
saja boleh minum, sepuas-puasnya, tak
terbatas hanya para pendatang dan
warga berpenghasilan rendah. Satu
hal yang patut diacungi jempol, karena
kita semua tahu di sana air didapat
dari proses penyulingan air laut dan
pembuatannya sangat rumit.
Di negara Belanda, lain pula ceritanya.
Salah seorang pegawai Kementerian
PU yang kini sedang menempuh studi
di sana, Rani Charisma D, memaparkan
pengalamannya. Ia menuturkan bahwa
air minum bisa dinikmati langsung dari
keran di kamar mandi. Kebersihan kanal-
kanal di sana juga sangat diperhatikan,
baik dari perilaku masyarakat maupun
upaya pemerintah.
Bagaimana dengan Singapura? Sebagai
sebuah negeri yang masih mengimpor
40% kebutuhan airnya dari luar
negeri, tanpa sumber air tawar yang
memadai, dan kebutuhan air untuk
konsumsi penduduk dan industrinya
yang senantiasa meningkat, masalah
air benar-benar mendapat perhatian
besar.
Sejak kemerdekaannya pada 1965,
fokus pemerintah terpusat pada upaya
mengamankan kebutuhan dasar bagi
negara pusat jasa yang rakus air itu. Di
bawah koordinasi badan pemerintah
Public Utilities Board (PUB), proyek
raksasa terkait air bernama ABC Waters (Active, Beautiful, and Clean Waters) diluncurkan.
Proyek tersebut bertujuan untuk
menciptakan ruang-ruang publik baru
yang bersih dan indah, dengan meng-
integrasikan kanal, sungai, danau, dan
kebun. Bukan sesumbar, kini, PUB bah-
kan memasang target Singapura bisa
bebas air impor pada tahun 2061.(Wy)
di Negara LainLain padang, lain belalang. Lain negara, lain pula pengelolaan air bersihnya. Masalah air ini ternyata juga dipandang sebagai masalah krusial dengan intensitas berbeda di masing-masing negara. Mari
sejenak kita intip kondisi pengelolaan air bersih di negara-negara lain.
Sungai di depan Merlion Park, Singapura. (Foto: Wy)
Volume 43 • KIPRAH28
LAPORAN UTAMA
Perubahan iklim adalah semua
bentuk perubahan yang terjadi
pada iklim seiring berjalannya
waktu, baik yang disebabkan oleh
variabel alamiah maupun aktivitas
manusia. Dampak perubahan iklim ini
tidak dibatasi oleh batas administrasi
wilayah atau negara, sehingga upaya
mengatasinya perlu dilakukan secara
bersama-sama baik di tingkat global,
nasional, maupun lokal.
Dampak buruk pemanasan bumi saat
ini mengancam kehidupan umat manu-
sia, seperti naiknya intensitas bencana
alam, kenaikan permukaan air laut, ru-
saknya keanekaragaman hayati, penu-
runan ketersediaan sumber air bersih,
musim kemarau yang lebih panjang
dan perubahan pola curah hujan yang
mengancam ketahanan pangan.
Sebagai negara kepulauan dengan jum-
lah penduduk yang tinggi, dan kemam-
puan ekonomi yang terbatas, Indo-
nesia termasuk negara yang memiliki
kerentanan tinggi terhadap bencana
terkait dengan iklim (climate-related disasters).
Tingginya potensi frekuensi bencana
dapat meningkatkan potensi kerusakan
investasi infrastruktur pekerjaan umum.
Potensi kerusakan tersebut mencakup
infrastruktur sumber daya air, seperti
waduk, bendungan, jaringan irigasi,
bangunan pengendali banjir, bangunan
pengambil air baku, bangunan penga-
Perubahan Iklim dan Sumber Daya Air
Pemanasan bumi dan perubahan iklim telah menjadi isu global yang dampaknya meliputi semua negara di seluruh dunia. Mulai dari naiknya harga produk pertanian akibat curah hujan yang intens
sampai cuaca ekstrem yang mengganggu jadwal penerbangan di Eropa. Lalu bagaimana dampaknya terhadap sumber daya air, khususnya di Indonesia?
man pantai, infrastruktur jalan dan jem-
batan, serta infrastruktur permukim-
an.
Berkaitan dengan sektor air, bahaya
dan dampak atau risiko terkait perubah-
an iklim dengan kerusakan infrastruk-
tur, seperti penurunan ketersediaan air,
banjir, kekeringan, tanah longsor, dan
intrusi air laut.
Berdasarkan data Bank Dunia tahun
2007, perubahan iklim diprediksi akan
meningkatkan curah hujan antara 2%
sampai 3% per tahun di Indonesia. Se-
lain itu, musim hujan menjadi lebih
Oleh: **Desfitrina Syamsir
Perubahan iklim mengancam ketersediaan air baku. (Foto: Dok.)
Volume 43 • KIPRAH 29
LAPORAN UTAMA
singkat (jumlah hari hujan selama seta-
hun berkurang), dengan peningkatan
risiko terjadinya banjir serta mengubah
pola presipitasi, penguapan, air lim-
pasan, dan kelembapan tanah sehing-
ga berdampak pada sektor pertanian
dan ketahanan pangan.
Hasil penelitian Puslitbang SDA PU
menunjukkan bahwa tren curah hujan
dan debit aliran sungai di Jawa mem-
perlihatkan penurunan per tahun,
kecuali Kali Brantas. Sementara itu,
tren banjir di DAS Solo memperlihat-
kan peningkatan pada waktu puncak
antara 48-69 persen dengan menggu-
nakan tata guna lahan 2008 dibanding-
kan base line 1964.
Saat ini, 62 DAS (18,5 juta hektar) di
Indonesia dalam kondisi kritis. Akibat-
nya terjadi penurunan cadangan sum-
ber air, fluktuasi debit, serta laju sedi-mentasi dan erosi yang tinggi. Musim
kering yang panjang menurunkan
produksi pangan secara signifikan. Ter-
jadi penurunan kualitas air yang tajam
karena polusi pada badan air, sehingga
biaya pengolahan air meningkat dan
berdampak buruk pada sanitasi publik,
serta membahayakan biota air. Degra-
dasi dasar sungai akibat penambangan
batu dan pasir menyebabkan kerusak-
an struktur dan infrastruktur sepan-
jang sungai. Meningkatnya laju sedi-
mentasi, sampah rumah tangga, dan
pembangunan lahan menyebabkan
perubahan morfologi sungai, kerusak-
an ekosistem, dan ancaman bencana
banjir. Sementara itu, resapan air tanah
sangat berkaitan dengan penataan ru-
ang (guna lahan). Perubahan guna la-
han menjadi kawasan perkotaan dan
industri menyebabkan berkurangnya
kawasan resapan air.
Untuk itulah dibutuhkan strategi dan
kebijakan yang dapat mengatasi per-
soalan sumber daya air dan lingkungan
yang diperparah oleh perubahan iklim.
Hendaknya recharge air tanah dapat di-
optimalkan dan akuifer harus dikelola
dengan baik. Terkait dengan penataan
ruang, kawasan lindung yang menjadi
kawasan resapan air haruslah dapat di-
jaga kelestariannya.
Sejalan dengan itu, Kementerian PU
telah menyusun Rencana Aksi Na-
sional Mitigasi dan Adaptasi Perubah-
an Iklim (RAN MAPI) yang mencakup
upaya mitigasi dan adaptasi terhadap
perubahan iklim untuk seluruh sektor
di Kementerian PU. Saat ini RAN MAPI
PU sedang dalam proses revisi menye-
suaikan perkembangan terakhir.
Strategi dan kebijakan mitigasi dan
adaptasi untuk mengatasi berbagai
dampak pada sumber daya air berlan-
daskan kepada UU No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang dan UU No 7
Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;
PP No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi
serta Rancangan PP tentang Rawa.
Strategi mitigasi tersebut antara lain
mengelola tata air pada lahan-lahan
gambut dalam rangka pengendalian
emisi gas rumah kaca (kerentanan ke-
bakaran, penurunan muka air, dll.),
meningkatkan daya dukung daerah
aliran sungai (DAS) kritis dan pada
sumber air tercemar, mengembang-
kan metode, melaksanakan pengu-
kuran, dan pelaporan pelaksanaan
mitigasi perubahan iklim berbasis MRV
(Measurable, Reportable, and Verifiable/
Terukur, Terlaporkan dan Terverifikasi), serta mengembangkan konsep green
technology di bidang SDA.
Kebijakan adaptasi untuk mengatasi
dampak perubahan iklim pada sektor
sumber daya air mencakup kebijakan
untuk meningkatkan kualitas pelayan-
an infrastruktur sumber daya air untuk
menjamin ketahanan pangan dan me-
ngurangi kerentanan terhadap banjir,
tanah longsor, dan kekeringan. Upaya
adaptasi, antara lain meningkatkan
manajemen prasarana sumber daya air,
mengembangkan disaster risk mana-gement untuk banjir/rob, longsor, dan
kekeringan, meningkatkan kesadaran
dan peran masyarakat tentang penye-
lamatan air, meningkatkan manajemen
dan mengembangkan prasarana SDA
untuk pengendalian daya rusak air,
serta meningkatkan akses terhadap
data dan informasi terkait dampak per-
ubahan iklim. Selain itu, perlu adanya
sistem peringatan dini bencana, kon-
servasi embung dan pemanfaatan air
hujan, serta penyiapan regulasi terkait.
Upaya adaptasi terhadap perubahan
iklim, khususnya di sektor air, juga mem-
butuhkan partisipasi dan kesadaran
bersama seluruh masyarakat karena
masyarakatlah yang mempengaruhi
perubahan iklim dan masyarakat pula
yang terkena dampaknya, sehingga
peran masyarakat sangat besar dalam
mencegah dampak negatif perubahan
iklim ini.
**) Staf BP Konstruksi, Kementerian Peker-
jaan Umum.
Volume 43 • KIPRAH30
LAPORAN UTAMA
Air merupakan unsur utama ke-
hidupan yang harus dimanfaat-
kan secara bijak. Kenyataannya,
di negara kita justru air sering dihambur-
hamburkan, dicemari, dan disia-siakan.
Tak ayal, yang terjadi sekarang adalah
kecenderungan berkurangnya keterse-
diaan air bersih. Kondisi ini diperparah
dengan pengambilan air bawah tanah
yang saat ini sudah tergolong mengkha-
watirkan.
Samsuhadi (Dosen Luar Biasa Jurusan
Teknik Lingkungan Universitas Trisakti)
pada tahun 2005 pernah meneliti, jika
pada tahun 2025 penduduk Jakarta
mencapai 27 juta jiwa dan setiap
orang membutuhkan air bersih sekitar
200 liter/hari (termasuk kebutuhan
untuk industri), maka kebutuhan air
bersih akan mencapai 2.000 juta m3.
Sementara pasokan PDAM diperkirakan
hanya 645 juta m3, sehingga terjadi
defisit air sebesar 1.355 juta m3 yang
hanya akan bisa dipenuhi dari air tanah
dan atau sumber-sumber lainnya.
Badan Regulator Pelayanan Air Minum
DKI Jakarta juga menyatakan bahwa
tingginya kebutuhan air di Jakarta yang
tidak diimbangi dengan penambahan
jaringan dan pasokan ditengarai bakal
memicu defisit air dari tahun ke tahun. Saat ini saja total kebutuhan air baku
di DKI Jakarta mencapai 17.700 liter/
detik. Dari analisis kebutuhan air di
DKI, defisit air baku pada tahun 2010
Air Laut Bisa Diminum?Akhir-akhir ini kita sering mendengar sistem penyulingan air yang dikenal dengan teknologi Reverse
Osmosis atau disingkat dengan RO. Meskipun bukan termasuk teknologi baru sebab penggunaannya sudah dimulai pada tahun 1970-an untuk memurnikan air laut hingga layak dikonsumsi sebagaimana
halnya air tawar. Namun, belum banyak orang yang mengenal teknologi ini. Padahal teknologi pengolahan air RO ini sudah dikenal luas dan digunakan di negara-negara maju, seperti Amerika
Serikat, Jepang, dan Singapura.
mencapai 6.857 liter/detik. Pada tahun
2015 diperkirakan akan terjadi defisit sekitar 13.045 liter/detik dan tahun
2020 akan mencapai 28.370 liter/detik.
Berdasarkan data angka kebutuhan air
yang terus meningkat tersebut, apabila
upaya pelestarian lingkungan di sekitar
wilayah Jakarta serta upaya alternatif
penyediaan air baku tidak segera di-
lakukan, maka dalam waktu 10 tahun
mendatang warga Jakarta akan benar-
benar kesulitan mendapatkan air ber-
sih.
Minum Air Laut dengan RO
Saat ini operator penyedia air minum
PDAM maupun operator swasta lainnya
masih mengandalkan cara-cara konven-
sional dengan memasok air dari sum-
ber air permukaan, seperti sungai dan
waduk. Dengan makin berkurangnya
sumber air permukaan, krisis air sudah
menjadi langganan setiap tahun. Hal ini
masih akan terus terjadi sebab selain
minimnya pasokan, masalah kualitas air
juga menjadi persoalan serius. Air yang
mengalir melewati saluran terbuka sa-
Penampungan air sungai untuk diolah menjadi air baku. (Foto: Dok.)
Volume 43 • KIPRAH 31
LAPORAN UTAMA
ngat berpotensi tercemar limbah dan
bibit penyakit.
Hal ini diperparah dengan kondisi pipa-
pipa distribusi yang sudah berumur
puluhan tahun, sehingga ketika air tiba
di tempat pelanggan sudah tidak sesu-
ai lagi dengan kondisi pada saat baru
diolah. Air menjadi keruh, berwarna
cokelat atau hitam dan bau.
Penyulingan air laut dengan teknologi
RO merupakan salah satu alternatif
solusi keterbatasan pasokan air dalam
jangka panjang sebagai langkah antisi-
pasi krisis air yang selama ini terjadi. Os-mosis merupakan perpindahan cairan
dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi
rendah melalui membran semipermea-
bel. Adapun Reverse Osmosis, atau
yang biasa disebut RO, adalah kebali-
kan dari osmosis, yaitu perpindahan zat
(larutan) dari konsentrasi rendah ke
konsentrasi tinggi melalui sebuah mem-
bran. Teknologi ini digunakan untuk pe-
murnian air dengan mengubah air laut
menjadi air tawar hingga siap diminum.
Cara kerja RO adalah dengan mendesak-
kan air laut melewati membran-mem-
bran semipermeabel untuk menyaring
kandungan garamnya. Kandungan ga-
ram yang tersaring kemudian disisih-
kan. Tekanan yang amat kuat dikenakan
di sebelah sumber air agar molekul-
molekul air dapat menembus membran
RO di sebelahnya. Sebelum didorong ke
membran, air disaring terlebih dahulu
melalui beberapa tahap filtrasi (penya-ringan), antara lain cartridge (sedimen),
karbon blok, dan karbon granular. Ke-
mudian, air didorong dengan tekanan
tinggi untuk melewati membran dan
menghasilkan air yang murni.
Membran RO berteknologi tinggi ini
mempunyai pori-pori yang sangat kecil,
yaitu hanya 0.0001 mikron (500,000
kali lebih kecil dibandingkan diameter
sehelai rambut manusia). Membran ini
memungkinkan penyaringan berbagai
bahan mikro organisme, logam berat,
bakteri, virus, bahan anorganik, dan
bahan berbahaya lainnya
yang terlarut dalam air.
Dengan demikian, hanya
molekul air saja yang dapat
menembus membran
tersebut sehingga dapat
menghasilkan air yang
mencapai kemurnian
99,99 %.
Penyulingan Air Laut
oleh PT. Pembangunan
Jaya Ancol (PJA)
Program penyulingan
air laut dengan Reverse
Osmosis (RO) baru
saja dilakukan oleh PT.
Pembangunan Jaya
Ancol sebagai langkah
alternatif solusi keterbatasan pasokan
air. Dengan memanfaatkan air laut yang
melimpah, PT. Pembangunan Jaya Ancol
bukan cuma mengolah air laut menjadi
air tawar, melainkan juga mengolah
sisa hasil RO-nya menjadi kolam apung
berkadar garam tinggi.
Kebutuhan air tawar untuk kawasan
Taman Impian Jaya Ancol mencapai
15.000 m3/hari. Seluruh kebutuhan itu
saat ini belum bisa terpenuhi karena
pasokan dari perusahaan air minum
daerah hanya sebesar 9.000 m3/hari
sehingga masih kekurangan 6.000 m3/
hari.
Desain rancang bangun yang dibuat
oleh PT. Arkonin ini bisa untuk
memproduksi sampai 15.000 m3/hari.
Untuk menghasilkan air bersih dari air
laut ini dibutuhkan energi listrik sebesar
4,72 kwh/m3.
Tarif air bersih dari proses desalinasi bisa
bersaing dengan tarif air bersih kelas
komersial yang mencapai Rp 12.500/
m3. Bahkan tarif air bersih industri
mencapai Rp 15.000/m3. Nilai produksi
air bersih dengan teknologi desalinasi
yang dikembangkan sekarang mampu
menekan harga hingga Rp 9.000/m3.
Dengan instalasi ini, sebanyak 7.000 m3
air laut dapat diubah menjadi 5.000 m3
air tawar per harinya. Sisanya, sekitar
2.000 m3, menjadi air berkadar garam
tinggi yang digunakan untuk Kolam
Apung, salah satu wahana wisata
di Taman Impian Jaya Ancol. Pihak
Manager PT. Pembangunan Jaya Ancol
Tbk. menyatakan proyek desalinasi ini
sebagai pengembangan model tatkala
ada tuntutan penghentian pengambilan
air tanah di Jakarta, terutama di
kawasan pesisir Jakarta Utara.
Mengingat Indonesia merupakan
negara kepulauan yang wilayah perairan
lautnya lebih luas daripada wilayah
daratannya, maka ketersediaan air
laut tentu tidak menjadi kendala sama
sekali.
Desalinasi merupakan jawaban tekno-
logi atas tuntutan penghentian
pengambilan air tanah di Jakarta dan
teknologi RO ini sudah selayaknya
dijadikan alternatif solusi yang tepat
dalam penyediaan pasokan air bersih
yang sehat dan layak. Di samping itu,
penyulingan air laut ini bisa menjadi
langkah antisipasi menghadapi krisis air
yang mengancam wilayah ibu kota.(Ade
S.R: dari berbagai sumber)
Ilustrasi cara kerja RO. (Sumber: belajarkimia.com)
Volume 43 • KIPRAH32
LAPORAN UTAMA
Di Indonesia, pengambilan air
bawah tanah saat ini sudah
dalam tahap mengkhawatir-
kan. Diperkirakan pada 10 tahun men-
datang, masyarakat akan kesulitan
mendapatkan air bersih karena tidak
ketatnya pengawasan pengambilan air
tanah, terlebih di Jakarta. Pengambil-
an air tanah berlebihan secara terus-
menerus, ditambah dengan semakin
besarnya beban tanah akibat berat
bangunan, mendorong terjadinya pe-
mampatan lapisan tanah. Dampak
eksploitasi air tanah bisa terlihat dari
fenomena miringnya gedung-gedung
bertingkat, amblesan tanah, kemuncul-
Krisis Air?
Saat ini ketersediaan air bersih cenderung berkurang. Semakin meningkatnya populasi manusia, semakin besar pula kebutuhan akan air bersih, sementara ketersediaan air bersih justru semakin
berkurang. Bahkan menurut pendapat beberapa ahli, suatu saat nanti akan terjadi “pertarungan” memperebutkan air bersih. Untuk mengantisipasi ancaman krisis air bersih, perlu adanya upaya-upaya
untuk memperbanyak ketersediaan air baku, salah satunya dengan mendaur ulang air limbah.
an rongga di gedung, dan amblesnya
ruas jalan.
Layanan air perpipaan yang belum
mampu memenuhi kebutuhan pen-
duduk membuat sebagian besar warga
Jakarta bergantung pada penggunaan
air tanah untuk kebutuhan sehari-
hari sehingga mendorong eksploitasi
air tanah dalam jumlah besar. Pada
saat yang bersamaan, pembangunan
hotel mewah, apartemen, dan pusat
perbelanjaan terus berlangsung. Selain
itu, makin banyaknya gedung besar ini
secara masif menambah beban pada
tanah.
Kombinasi dua hal tersebut saling
menunjang dalam menciptakan ruang
kosong di bumi yang membuat tanah
ambles. Sebagai contoh, sebagaimana
dilansir Harian Kompas, saat beberapa
bagian gedung BPPT, Sarinah, dan
Menara Eksekutif ambles pada tahun
2008, para ahli telah mengingatkan
bahwa itu terjadi karena proses
dewatering atau pengurasan air bawah
tanah dalam jumlah besar yang tidak
hati-hati. Amblesnya tanah di kawasan
Thamrin tersebut juga disebabkan oleh
besarnya penekanan permukaan tanah
akibat pembangunan gedung-gedung
pencakar langit.
Daur Ulang Saja
LAPORAN UTAMA
Air sungai yang tercemar berat, mungkinkah didaur ulang? (Foto: Seno)
Volume 43 • KIPRAH 33
LAPORAN UTAMA
Beberapa upaya untuk mengatasi krisis
air, seperti pembuatan sumur-sumur
resapan (peresap) air hujan, pendekatan
vegetatif melalui reboisasi, perluasan
hutan kota, taman kota, pembuatan
waduk kecil atau embung, hingga
pengelolaan sistem Daerah Aliran
Sungai (DAS) yang terpadu, memang
telah dilakukan. Namun, bila eksploitasi
air tanah yang dilakukan pihak industri
tetap berlangsung, cadangan air tanah
tetap tidak akan dapat terpenuhi. Agar
kegiatan industri tetap berlangsung
dan kebutuhan masyarakat akan air
bersih dapat terpenuhi, metode daur
ulang air limbah merupakan langkah
konkret yang harus dilakukan.
Sektor industri adalah sektor yang
paling banyak melakukan eksploitasi
air tanah dalam jumlah besar. Meng-
hadapi kenyataan tersebut, Badan Pe-
ngendalian Lingkungan Hidup Daerah
(BPLHD) DKI Jakarta telah mengeluar-
kan kebijakan bagi para pelaku indus-
tri untuk membangun instalasi daur
ulang air sebagai salah satu syarat izin
analisis mengenai dampak lingkungan.
Setiap hotel dan apartemen yang baru
juga diwajibkan membangun instalasi
untuk mendaur ulang air bersih yang
mereka gunakan. Daur ulang air terse-
but dimaksudkan untuk mengurangi
penyedotan air tanah dalam. Tanpa ke-
beradaan instalasi daur ulang air, izin
mendirikan bangunan hotel atau apar-
temen baru tidak akan dikeluarkan.
Kebijakan ini sudah diterapkan sejak
pertengahan 2008.
Beberapa pengelola bangunan sudah
menerapkan kebijakan daur ulang air
limbah, salah satunya Hotel Borobu-
dur Jakarta. Sebagai salah satu hotel
besar di Jakarta dengan 695 kamar di
atas lahan dengan luas sekitar 23 hek-
tar ini, Hotel Borobudur Jakarta telah
berkomitmen dengan program kon-
servasi ramah lingkungan di seluruh
kawasan hotel hingga berhasil me-
nerima sertifikasi Eco-Hotel dari TUV Rheinland Group, yang didukung oleh
Pemerintah Republik Federal Jerman.
Hotel Borobudur Jakarta merupakan
hotel bintang lima pertama di Jakarta
yang mendapatkan sertifikasi terse-
but. Harian Kompas (16/12/2010) me-
laporkan bahwa hotel ini telah berhasil
mengurangi penggunaan listrik, air,
dan konsumsi gas selama tahun 2009,
dibandingkan tahun 2008. Begitu pula
60% dari area taman hijau hotel, meng-
gunakan pupuk kompos dan sistem
pengairan menggunakan air limbah
daur ulang. Hotel ini juga mengimbau
para tamunya untuk mempertimbang-
kan penggunaan handuk dan seprai di
kamar hotel, mengurangi konsumsi lis-
trik, air dan detergen.
Tak kalah dengan Jakarta, mulai tahun
2010 Pemerintah Provinsi D.I. Yogya-
karta juga mewajibkan hotel-hotel be-
sar memiliki unit pengolahan daur
ulang air limbah. Dengan demikian, air
limbah yang berasal dari air mandi tamu
hotel bisa dimanfaatkan kembali untuk
berbagai keperluan, seperti menyiram
tanaman hotel dan keperluan lainnya.
Saat ini baru terdapat dua hotel di Yog-
yakarta yang sudah mengolah kembali
air limbah, yaitu Hotel Melia Purosani
dan Hotel Hyatt.
Guna mengatasi krisis air bersih, Provinsi
Jawa Barat juga tak mau ketinggalan.
Sebagaimana diliput Harian Pikiran
Rakyat (15/12/2008), BPLHD Provinsi
Jawa Barat telah menetapkan 3 (tiga)
dinas di pemerintahan, yaitu Dinas Tata
Ruang dan Permukiman (Distarkim),
Dinas Pendidikan, dan Dinas
Pendapatan Daerah (Dispenda) untuk
menjadi proyek percontohan daur
ulang air limbah domestik. Program
ini diharapkan mampu memanfaatkan
60% dari 80% air limbah bekas pakai.
Jika proyek percontohan daur ulang
air limbah ini berhasil, diharapkan
percontohan ini dapat menjadi awal
dari gerakan yang lebih masif. Selain
kantor-kantor dinas, hotel, industri,
dan rumah tangga, mereka juga
menargetkan akan mendaur ulang air
limbah di lingkungan sekitar kantor
dinas pemerintah. Dengan demikian,
jumlah air yang dihemat akan menjadi
lebih besar dan tidak ada lagi krisis air
saat kemarau.
Teknologi daur ulang air limbah ini juga
mulai diterapkan di Hotel dan Apartemen
Grand Royal Panghegar. Hotel yang
terdiri dari 21 lantai dengan luas area
total 65.000 m² dan berlokasi di Jalan
Merdeka, Bandung ini telah menerapkan
sistem daur ulang air limbah. Sebelum
diolah, air limbah dipisahkan terlebih
dahulu antara buangan black water,
berupa limbah rumah tangga dari WC,
dan grey water, berupa limbah rumah
tangga bekas mencuci dan mandi. Air
hasil olahan limbah grey water tersebut
yang akan diproses sebagai air bilas toilet
dan air siram tanaman yang disalurkan
melalui pipa ke tangki gelontor WC serta
pipa keran di taman untuk penyiraman
tanaman.
Puluhan tahun lalu, air merupakan
sumber daya alam yang murah, mudah
didapat, bahkan dalam jumlah tidak
terbatas. Kini situasinya berubah.
Setiap musim kemarau, masyarakat
banyak mengeluhkan betapa sulitnya
mendapatkan air tanah karena sumur-
sumur banyak yang kering. Situasi ini
memaksa pemerintah menerapkan
aturan daur ulang limbah cair menjadi
air baku.
Proses daur ulang air limbah tampaknya
menjadi salah satu solusi efektif untuk
mengatasi krisis air bersih. Dengan
daur ulang, diperoleh penghematan air
yang cukup signifikan. Bila diterapkan secara menyeluruh, strategi tersebut
akan menekan penggunaan air tanah.
Untuk itu, gerakan daur ulang air ini
perlu dimasyarakatkan agar kebutuhan
air generasi berikutnya dapat tetap
terpelihara. Pilihan ada di tangan kita,
apakah kita akan menghabiskan air yang
ada di bumi ini untuk kita sendiri, atau
mau berbagi dengan anak-cucu kita
nanti? Banyak pihak telah bergerak dan
berbuat nyata dalam penanggulangan
krisis air. Kapan giliran kita?(Ade.S.R.)
Volume 43 • KIPRAH34
LAPORAN UTAMALAPORAN UTAMA
Ditemui pada hari Rabu siang (30/03),
di kantor BPPSPAM di Jakarta Se-
latan, banyak hal yang diutarakan
oleh Kepala BPPSPAM, Rachmat Karnadi,
kepada KIPRAH. Diantaranya, bagaimana
peningkatan jumlah PDAM yang sehat,
dari sekitar 9% menjadi 40% dengan jumlah
sambungan terpasang hampir 9 juta sam-
bungan. Dia mengakui tingkat kebocoran
PDAM masih tinggi dengan kisaran 34-37%,
bahkan di beberapa PDAM kota kebocoran
berada di atas 50%.
Permasalahan pokok yang dihadapi ada-
lah masalah biaya. Sekitar 50% PDAM yang
ada masih mengenakan tarif di bawah bia-
ya operasi. Mengenai masalah utang, ada
sekitar 190 PDAM yang terlibat utang de-
ngan nilai mencapai Rp 4,5 triliun. Masalah
utang ini mendapat perhatian dari peme-
rintah. Terbukti dari keluarnya Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 120 Tahun 2008
yang mengatur tentang restrukturisasi
utang PDAM. Isi dari peraturan ini adalah
PDAM akan dibebaskan utang nonpokok
setelah membuat business plan dan di-
setujui oleh tim teknis.
Hingga saat ini, 90 PDAM sudah menga-
jukan dan yang disetujui sudah 68 PDAM,
dengan jumlah hampir Rp 2 triliun. Semen-
tara yang lainnya tidak mengusulkan diri
karena merasa sulit untuk dapat ijin DPRD
setempat, demikian pula untuk mengaju-
kan kenaikan tarif cost recovery.
Kepada PDAM yang sudah dibebaskan
utangnya, maka pengembangan dapat di-
lakukan dengan cara meminjam dana dari
perbankan, kerja sama dengan swasta, dan
berdasarkan kemampuan diri sendiri. Patut
diingat, PDAM di samping menjalankan bis-
nis juga memangku beban sosial sehingga
harus pandai memilih ceruk pasar.
Permasalahan kedua, di PDAM yang akan
berkembang terhalang oleh ketersediaan
air baku. Pengembangan air minum harus
seiring dengan pengembangan ketersedia-
an air baku. Untuk itu, pemerintah telah
menyiapkan dana Rp 7 triliun untuk menun-
jang ketersediaan air baku tersebut, namun
masih dibutuhkan waktu untuk pengerjaan-
nya. Banyak juga di daerah sudah dilakukan
pembangunan guna menunjang keterse-
diaan air baku, tetapi tidak dilanjutkan.
“Fokus kita sekarang lebih pada kuantitas
air baku,” ujar Rachmat.
Terkait kerja sama dengan swasta, Rachmat
Karnadi memaparkan bahwa swasta masih
merasa khawatir dengan tidak konsekuen-
nya pemerintah. Padahal, Peraturan Presi-
den Nomor 13 Tahun 2010 menyebutkan
pemerintah dapat memberikan govern-ment support dan government guarantee.
Government Guarantee ialah apabila terjadi
keterlambatan pembayaran, maka peme-
rintah akan melakukan pembayaran pada
investor tersebut.
Rachmat mengatakan bahwa sebenarnya
instalasi air yang dimiliki sudah mendukung
air yang siap untuk diminum. Akan tetapi,
ada persoalan pada jaringan yang menga-
lami kebocoran sebesar 45% sehingga me-
nyebabkan air terkontaminasi. Kebocoran
ini bisa terjadi karena jaringan sudah tua,
kualitas pipa tidak bagus, dan pemasangan
instalasi tidak tepat.
Lebih lanjut, sebagai Kepala BPPSPAM,
Rachmat Karnadi mengutarakan harap-
annya agar kerja sama antara pengelola
sumber daya air dengan BPPSPAM men-
jadi lebih erat lagi. Hal yang perlu lebih
dipertimbangkan adalah bahwa selain iri-
gasi, kita juga mempunyai kebutuhan air
baku dan air minum yang menyeluruh di
Indonesia.
Dalam kurun waktu dari 1945 sampai 2010
ini, pemenuhan air bersih sudah tercapai
47%. Ke depannya, BPPSPAM optimistis
bisa memenuhi target MDGs bidang air
bersih sebesar 68% pada tahun 2015.(Wy)
BPPSPAM: Optimistis Penuhi
Target MDGsBicara masalah ketersediaan air baku, tentu tidak lepas dari bagaimana sistem penyediaan air minum secara
nasional. Sebagai salah satu institusi yang paling memegang peranan dalam mengelola dan membina sistem
penyediaan air minum, suara dari Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM)
tentu layak didengar.
Rachmat Karnadi, Kepala BPPSPAM. (Foto: Odhy)
Volume 43 • KIPRAH 35
LAPORAN UTAMA
PT. Aetra Air Jakarta merupa-
kan perusahaan mitra kerja PT.
PAM Jaya yang bertugas untuk
meningkatkan pelayanan air minum di
Jakarta, khususnya di belahan timur
Sungai Ciliwung, meliputi sebagian be-
sar Jakarta Utara dan sebagian Jakarta
Pusat. Peran utama Aetra antara lain
mengelola, mengoperasikan, meme-
lihara serta melakukan investasi un-
tuk mengoptimalkan, menambah dan
meningkatkan pelayanan air bersih di
wilayah operasionalnya. Perjanjian ker-
jasama yang diperoleh Aetra dengan
PAM yaitu berupa konsesi selama 25
tahun (1998-2023).
Dalam menjalani perannya, Aetra juga
turut mendukung program pemerintah
terkait dengan sumber daya air, yakni
memenuhi hak masyarakat untuk men-
dapatkan air bersih dengan memberi-
kan akses seluas-luasnya. Hingga 2010,
Aetra telah memiliki investasi sebesar
Rp 1,355 triliun, pelanggan sebanyak
385.377 pelanggan, dan populasi ter-
layani sebanyak 2.705.742 jiwa.
Manajer Senior Corporate Secretary
PT. Aetra, Yosua L. Tobing, menjelas-
kan bahwa kebijakan pemerintah juga
PT. Aetra Air Jakarta:
Pentingnya Meningkatkan Koordinasi Antarinfrastruktur
sedikit banyak berpengaruh pada ke-
giatan operasional bisnis dan pelayan-
an air bersih, terutama terkait dengan
biaya listrik, ketersediaan air baku, in-
tegrasi jaringan, serta pajak air tanah
atau deep well.
Sejauh ini, Aetra terus berupaya un-
tuk meningkatkan kualitas pelayan-
an walaupun tentu saja terkadang
menghadapi beberapa kendala dan
permasalahan. Beberapa kendala
tersebut diantaranya, kepatuhan hu-
kum terhadap penggunaan air bersih
perpipaan sehingga banyak kerugian
komersial akibat pencurian air, pem-
bangunan infrastruktur (jalan dan
utilitas) baru yang memungkinkan
terjadinya gangguan dan inefisiensi,
serta suplai air baku yang semakin
terbatas dengan kualitas yang menu-
run.
Diakui Yosua, kendala terbesar yang
dialami oleh Aetra yakni menyangkut
jaringan, terutama karena kurangnya
koordinasi antarinfrastruktur. “Seba-
gai contoh, di daerah Jakarta Utara
yang banyak dibangun jalan beton.
Kalau jalan sudah dibeton, maka kita
akan sangat sulit melakukan perbaik-
an atau pemeliharaan pipa yang ter-
tanam di bawah jalan tersebut, yang
pada akhirnya merugikan kami secara
finansial dan terpaksa membuat ja-
ringan baru,” tuturnya.
Keefektifan dan optimalisasi akses air bersih kepada
masyarakat pastilah tidak lepas dari peran perusahaan air minum
setempat. Selama lebih dari 12 tahun mengolah dan melayani
kebutuhan air bersih di kota besar, PT. Aetra Air Jakarta telah menghadapi berbagai kendala
dan tantangan.
Instalasi Pengolahan Air milik Aetra di Pulogadung. (Foto: Dok. Aetra)
Volume 43 • KIPRAH36
LAPORAN UTAMA
Manajer Senior Corporate Secretary PT. Aetra, Yosua L. Tobing. (Foto: Seno)
Lalu membahas ketersediaan air baku,
Yosua juga menuturkan bahwa selama
ini Aetra mengambil pasokan air baku
100% dari Waduk Jatiluhur dan selalu
berkoordinasi dengan pihak PJT II
secara berkala terkait dengan suplai
air baku. “Karena itulah, kami meng-
harapkan adanya upaya (dari pemerin-
tah) untuk memberdayakan 13 sungai
di Jakarta secara optimal untuk meng-
hasilkan air baku yang berkualitas
baik,” tambahnya. Aetra juga pernah
mengalami gangguan suplai air akibat
gangguan jaringan (pipa pecah), baik
dikarenakan pekerjaan infrastruktur
maupun bencana alam, serta kerugian
akibat pencurian air.
Sementara itu, menyikapi tingginya pa-
jak air tanah, Yosua berkomentar, “Jika
pajak air tanah naik, maka itu akan
memberikan peluang kepada Aetra un-
tuk menjual layanannya kepada indus-
tri yang menggunakan air tanah untuk
beralih ke air perpipaan.” Permasalah-
an semacam ini biasanya akan ditinjau
dan dirundingkan bersama PDAM lain
di Indonesia dengan pihak pemerintah
melalui organisasi Persatuan Perusa-
haan Air Minum Seluruh Indonesia
(Perpamsi).
Upaya-upaya yang dilakukan Aetra un-
tuk mengatasi permasalahan tersebut
diantaranya, memperbaiki sistem distri-
busi air bersih dengan membentuk dan
menerapkan teknologi District Meter Pemasangan pipa air bersih. (Foto: Dok. Aetra)
Area (pendeteksi laju air dan kebocoran
pipa-red.), melakukan investasi terha-
dap penggantian pipa-pipa keropos dan
penguatan jaringan serta menerapkan
berbagai teknologi pengolahan air baku
dan memperbaiki sistem pelayanan ke-
pelangganan, termasuk penerapan me-
tode baru dalam penagihan.
Menurut data, tingkat kebocoran pipa
milik Aetra menurun dari 58,7% (tahun
1998) menjadi 49% (tahun 2010). “Un-
tuk cakupan wilayah seluas Jakarta
dengan berbagai persoalan terkait pe-
meliharaan jaringan, penurunan tingkat
kebocoran pipa memang relatif sangat
kecil. Upaya untuk menurunkan tingkat
kebocoran sebesar 1% saja per tahunnya
sudah cukup sulit,” ujar Yosua.
Khusus untuk gangguan energi lis-
trik, Aetra memanfaatkan reservoir
dan sistem pemompaan yang optimal
sehingga dampak gangguan dapat
diminimalkan. Namun, Yosua juga me-
ngatakan bahwa upaya yang tak kalah
penting untuk dilakukan perusahaan
adalah meningkatkan kompetensi dan
keandalan karyawan serta organisasi
sebagai aset terbesar perusahaan untuk
memberikan pelayanan yang terbaik.
Dalam kerangka CSR, Aetra pernah be-
kerja sama dengan PDAM Padang dalam
bentuk MoU untuk bidang pelatihan re-
organisasi perusahaan, penyempurnaan
sistem database, perbaikan sistem ja-
ringan pipa distribusi, perbaikan mana-
jemen aset, serta penyusunan strategic plan. Bentuk kerjasama lainnya yaitu
memberikan bantuan tenaga teknis pen-
carian kebocoran pipa PDAM di bawah
tanah sekaligus pelatihan penggunaan
peralatan deteksi bagi tenaga PDAM se-
tempat saat terjadi bencana alam besar.
Aetra pun mencoba mengembangkan
investasi dengan membuat sister com-pany di Tangerang, khususnya di Wilayah
Balaraja, serta bekerja sama dengan
salah satu grup PDAM internasional,
Acuatico, untuk mengelola air bersih di
Hanoi, Vietnam.
Selanjutnya, Yosua mengungkapkan
harapannya terhadap sumber daya air
serta pengelolaan air bersih di Jakarta.
“Untuk Aetra sendiri, kami menargetkan
adanya peningkatan investasi hingga se-
nilai Rp 777,078 miliar dan jumlah pelang-
gan hingga mencapai 401.879 pelanggan
dan cakupan pelayanan hingga 69,68%.
Kemudian kepada pihak terkait, khusus-
nya pemerintah, kami mengharapkan
adanya peningkatan kuantitas dan kuali-
tas air baku serta dikelolanya sungai-
sungai untuk dijadikan sumber alternatif
air baku di area Jakarta dan sekitarnya,”
ujarnya.(Ynh)
Volume 43 • KIPRAH 37
LAPORAN UTAMA
Sebagai negara yang kaya akan
sumber air, baik air tawar, air
payau, maupun air laut, Indone-
sia semestinya tidak perlu cemas akan
mengalami krisis air. Faktanya, bahkan
kini banyak warga kota yang belum da-
pat mengakses kebutuhan air bersih se-
cara penuh. Mereka pun mengandalkan
sumber air tanah dangkal atau air per-
mukaan. Sementara itu, PDAM sendiri
selaku institusi pengelola belum bisa
melayani secara penuh. Data BPPSPAM
tahun 2010 menyebutkan bahwa 341
Indonesia Memerlukan
PDAM yang ada baru mampu melayani
sekitar 45-65% penduduk perkotaan de-
ngan tingkat kebocoran 34-37%.
Melihat hal ini, Setyo Sarwanto Moer-
sidik, pakar ilmu lingkungan dari Univer-
sitas Indonesia mengatakan bahwa isu
air dan sanitasi tetap menjadi isu yang
krusial. Ia mengingatkan bahwa peme-
rintah hanya memiliki waktu 4 tahun lagi
agar tujuan MDGs, yakni 68% penduduk
perkotaan pada tahun 2015 harus dapat
mengakses kebutuhan air bersih, dapat
tercapai. Padahal, sumber air baku kini
semakin menurun, baik secara kuanti-
tas, kualitas, maupun kontinuitasnya.
Menurut Setyo, kerentanan terhadap
pasokan air ini juga sangat dipengaruhi
oleh faktor perubahan iklim, yang ke-
mudian berakibat pada halangan teknis
yang terjadi pada beberapa PDAM.
Setyo juga menyoroti sistem teknologi
yang dipergunakan dalam pengolah-
an air di negara kita. Dia prihatin me-
lihat bahwa hingga saat ini pemerin-
Sistem Teknologi Tinggi
Indonesia merupakan negara keempat yang memiliki ketersediaan sumber air terbesar di dunia setelah Brasil, Rusia, dan Kanada. Tentunya hal ini menjadikan Indonesia tidak memiliki potensi untuk mengalami kondisi kritis air. Ironisnya, setiap tahun ketersediaan air bersih di banyak kota di negara
kita justru semakin menurun, baik kualitas maupun kuantitasnya. Mengapa hal ini terus terjadi?
untuk Pengolahan Air
LAPORAN UTAMA
Rumah warga di bantaran sungai yang tidak layak sanitasi. (Foto: Seno.)
Volume 43 • KIPRAH38
LAPORAN UTAMA
tah masih menggunakan conventional treatment dengan landasan pengolah-
an pada kekeruhan, bau, warna dan
keseimbangan, kemudian langsung ke
bakteriologis (sesuai kebijakan PU). Pa-
dahal, dalam perkembangannya proses
pengolahan konvensional itu menjadi
tidak lagi sesuai karena memburuknya
kualitas air lebih banyak disebabkan
oleh faktor lain. Misalnya, kontaminasi
limbah domestik yang kemudian meng-
akibatkan tingginya kadar minyak pada
air baku dan air minum sehingga proses
treatment yang konvensional itu menja-
di tidak lagi sesuai untuk bisa memenuhi
kriteria.
Sementara itu, landasan kebijakan di
ke-PU-an sendiri yang masih konven-
sional, maka mau tidak mau itu menjadi
patokan. Inilah yang menjadi kendala.
Oleh karena itu, perlu penerapan sistem
teknologi tinggi yang berbeda dari sebe-
lumnya, tidak hanya fluktuasi, sedimen-
tasi, dan filtrasi. Meski diakuinya, harga investasinya menjadi lebih mahal.
Air Siap Minum
“Ini sudah menjadi tuntutan masyara-
kat, yaitu air yang bisa langsung di-
minum,” papar Setyo. Penerapan
teknologi tinggi ini sebetulnya sudah
banyak diperkenalkan oleh pihak
swasta, meski masih dalam skala ke-
cil, seperti di kawasan permukiman
BSD City, kawasan Pantai Indah Ka-
puk, atau Batam. “Memang, mereka
telah menggunakan teknologi Reverse
Osmosis (RO), tetapi itu ‘kan karena
mereka mampu membayar. Padahal,
jangkauan untuk pasokan (air) ini me-
nyangkut masyarakat yang berpeng-
hasilan rendah atau ekonomi mene-
ngah ke bawah,” tukasnya. “Alangkah
baiknya teknologi serupa dapat juga
diterapkan pemerintah pada daerah-
daerah kritis strategis, seperti di dae-
rah perbatasan, daerah terpencil, dae-
rah yang hanya memiliki air payau, serta
di kota-kota baru,” tambah Setyo.
Sebetulnya, dalam skala terbatas In-
donesia juga mampu dan sudah ba-
nyak diterapkan teknologi tinggi untuk
pengolahan air, seperti penggunaan
teknologi ultrafiltrasi, membran, reverse
osmosis, elektrodialisis, maupun kombi-
nasi dari berbagai teknologi tersebut
yang dijadikan satu paket. Teknologi
terapan ini sangat fleksibel yang bisa diterapkan pada daerah-daerah ter-
tentu, seperti di kawasan perbatasan,
pulau-pulau terluar, maupun kawasan-
kawasan yang airnya payau. Prioritas
penanganan ini menjadi strategis untuk
garapan di bidang PU.
“Soal pemikiran, kemampuan analisis,
ide dan gagasan, kita selalu ada, tetapi
implementasi yang susah, terutama
akibat adanya masalah dikotomi tang-
gung jawab antara pusat dan daerah,”
kritiknya. “Saat ini yang paling parah
memang tentang pengotak-ngotakan
tugas, sektoral, dan kemudian orientasi
kepemimpinan yang sesaat di daerah.
Hal tersebut yang melemahkan seluruh
jaringan sistem dan infrastruktur yang
kita bicarakan,” tambahnya.
Air Limbah
“Menurut pandangan saya, dibanding-
kan kota-kota besar di negara tetangga,
pengelolaan air perkotaan di negara kita
jauh tertinggal,” ujar Setyo. Ia mene-
gaskan bahwa ketika bicara mengenai
infrastruktur air, maka mau tidak mau
juga harus bicara tentang air limbah
atau sewerage system. Karena itulah,
sudah saatnya masalah pengolahan air
juga mencakup pengolahan air limbah.
Selain itu, Setyo melihat bahwa secara
luas masyarakat masih menganggap
bahwa air adalah rahmat Tuhan yang
pasti ada dan gratis sehingga meng-
akibatkan mereka merasa tidak perlu
menjaganya. Inilah yang kemudian
harus dibayar mahal oleh masyarakat
itu sendiri. “Untuk itu, menurut saya,
yang dibutuhkan tidak hanya sosial-
isasi atau penyuluhan sesaat. Peme-
rintah harus melakukan pendekatan
intensif terhadap masyarakat seka-
ligus mengukur bagaimana tingkat
perubahan ke arah yang lebih baik,
kemudian apakah terjadi perubahan
setelah dilakukan intervensi terse-
but,” tegas Setyo.
Menurut Setyo, Singapura masih men-
jadi negara terbaik di Asia dalam hal
penanganan air minum dan limbah ko-
munal. Akses warga Singapura terha-
dap air dan sanitasi menjadi prioritas
penanganan, melalui sistem pengolah-
an air yang terintegrasi dengan sistem
pembuangan limbah, sistem daur ulang
air, hingga ke penampungan air hujan.
Jadi, drainase, sistem pembuangan lim-
bah, dan pengolahan air bersih men-
jadi satu kesatuan. “Sangat jauh bila
dibanding dengan Jakarta kemampuan
daya tampung Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL)-nya kecil, hanya sekitar
3%. Selain itu, sistem pengumpulan dan
pengolahan air limbahnya juga sudah
kuno,” paparnya.
Namun, di balik semua keterbatasan
yang ada, Setyo merasa optimistis bah-
wa setiap zaman akan ada yang mem-
bawa pesan perubahan ke arah yang
lebih baik. “Setiap zaman pasti mela-
hirkan orang-orang muda yang berani
melakukan revolusi ataupun perubah-
an. Jadi, saya percaya bahwa hal ini
tidak selamanya statis, tetapi dinamika
itu sendiri akan menggilas cara-cara
berpikir lama.”(Joe)
Setyo Sarwanto Moersidik,pakar ilmu lingkungan UI. (Foto : Endah)
Volume 43 • KIPRAH 39
LAPORAN UTAMA
Sadarestuwati, politikus fraksi
PDIP asal Daerah Pemilihan l
Jawa Timur VIII, berpendapat
bahwa pemerintah harus tetap menjadi
garda terdepan dalam pembangunan in-
frastruktur penyediaan dan pengelolaan
air bersih. Apalagi bila dikaitkan dengan
target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015, maka pemerintah
harus melakukan investasi langsung un-
tuk membangun infrastruktur.
Di samping pembangunan infrastruktur,
pemerintah juga harus segera mengop-
timalisasikan PDAM serta mempriori-
taskan pembangunan Sistem Penyedia-
an Air Minum (SPAM). Sebagaimana
kita ketahui, sebagian besar PDAM di
Indonesia berada dalam kondisi tidak
sehat akibat beban utang dan tingkat
pendapatan yang lebih rendah dari bia-
ya produksi yang dikeluarkan.
“Sebenarnya saya tidak ingin berburuk
sangka terkait dengan kinerja PDAM,
namun dari pengalaman berkomuni-
kasi dengan masyarakat pengguna air
PDAM, seringkali kebijakan yang dikata-
kan tidak memberatkan masyarakat jus-
tru berakhir sebaliknya,” ujar Sadarestu-
wati. “Maka dari itu saya setuju apabila
sistem manajemen PDAM yang direkon-
struksi”.
Pemerintah sebenarnya bisa melaku-
kan reformasi PDAM dengan mendo-
Sadarestuwati, Anggota Komisi V DPR-RI:
Tingkatkan Kerja Sama Antarsektor Publik
rong kerja sama antarsektor publik atau
lebih dikenal dengan public-to-public partnership. Akan tetapi, diperlukan
peningkatan kinerja sehingga perannya
dalam penyediaan akses air bersih bagi
masyarakat Indonesia dapat diperbe-
sar.
Menurut Sadarestuwati, saat ini telah
dilakukan eksploitasi besar-besaran ter-
hadap air tanah di Jakarta. Eksploitasi
tersebut lebih banyak dilakukan oleh
gedung-gedung perkantoran, rumah
sakit, pusat perbelanjaan, apartemen
dan lain sebagainya. Pembangunan
gedung-gedung yang tidak mematuhi
perbandingan lahan terpakai dan la-
han terbuka inilah yang menyebabkan
terganggunya kelestarian air tanah.
Secara teknis, pengurasan air tanah itu
akan memperlemah struktur pondasi
gedung-gedung tinggi pengguna air ta-
nah, yang pada akhirnya dapat memba-
hayakan gedung itu sendiri dan bangun-
an gedung yang ada di sekitarnya.
Sadarestuwati menyebutkan bahwa
setidaknya ada 5 hal yang telah ditetap-
kan sebagai kebijakan dan strategi
pengembangan sistem penyediaan air
minum. Pertama, DPR mendorong pe-
merintah untuk meningkatkan cakupan
kualitas pelayanan secara konsisten
dan bertahap. Kedua, DPR mendorong
agar pemerintah dapat meningkatkan
alokasi anggaran untuk pembangunan
sistem penyediaan air minum melalui al-
ternatif sumber dan pola pembiayaan-
nya. Ketiga, fungsi regulator dan opera-
tor penyelenggaraan SPAM masih perlu
diperkuat. Prinsip kepengusahaan pada
lembaga penyelenggara perlu diterap-
kan. Selain itu, perlu disusun peraturan
perundang-undangan sebagai payung
pendukung.
Keempat, DPR mendorong pemerin-
tah untuk menyediakan air baku untuk
kebutuhan air minum, meningkatkan
pengelolaan sumber daya air berba-
sis wilayah sungai, konservasi wilayah
tangkapan air, dan perlindungan air
baku dari pencemaran. Kelima, dalam
kebijakan dan strategi pengembangan
SPAM, dalam berbagai kesempatan,
DPR juga mengajak masyarakat dan
swasta untuk berperan serta dalam pe-
nyelenggaraan SPAM.
Menjawab pertanyaan tentang du-
kungan DPR dalam alokasi APBN untuk
air bersih, Sadarestuwati menyatakan
bahwa berdasarkan postur APBN saat
ini memang alokasi anggaran untuk
pembangunan penyediaan air bersih
sangat tidak signifikan. Seharusnya, untuk meningkatkan akses orang mis-
kin terhadap air bersih sepanjang ta-
hun 2009-2014 setidaknya dibutuhkan
dana sebesar Rp 47 triliun, sementara
pemerintah hanya mampu menyedia-
kan anggaran Rp 11,8 triliun.(Jons)
Air bersih merupakan kebutuhan dasar untuk kelangsungan aktivitas kehidupan umat manusia di muka bumi ini, baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan. Penanganan air perkotaan, di
Indonesia masih belum optimal. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan air baku hanya mengandalkan air sungai yang saat ini debitnya semakin kecil dan kualitasnya sangat rendah.
Volume 43 • KIPRAH40
LAPORAN UTAMA
Ironisnya, masyarakat yang belum me-
nikmati air melalui sistem perpipaan
harus membayar jauh lebih mahal
ketimbang masyarakat yang telah ber-
langganan air dari Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM). Anggota Komisi V DPR
RI, Riswantoni dari Fraksi Golkar menilai
bahwa upaya pemerintah dalam menge-
jar target MDGs masih sangat jauh dari
sasaran. Ia juga mengatakan bahwa pe-
nanganan masalah penyediaan air bersih
di perkotaan dan perdesaan hingga kini
terkesan lambat. Permasalahan itu tidak
lepas dari peran PDAM dan pemerintah.
Dalam kesempatan bincang-bincang di
ruang kerjanya, Riswantoni memapar-
kan bahwa pasokan air yang berkuali-
tas baru bisa dinikmati oleh 30-40%
masyarakat perkotaan. Selebihnya
warga terpaksa memanfaatkan air yang
tidak bersih. Menyikapi kondisi ini, Komi-
si V, berharap agar pemerintah melalui
Ditjen Cipta Karya memandang masalah
penyediaan air bersih sebagai suatu
kebutuhan pokok yang siap diminum.
“Bukan sekedar air bersih untuk kegiat-
an cuci mencuci. Tapi air yang langsung
dapat diminum,” tuturnya.
Ia berpendapat bahwa pemerintah terke-
san dilematis dalam menghadapi masalah
penyediaan air bersih. Di satu sisi, meng-
inginkan adanya PDAM yang mandiri.
Namun di sisi lain, tetap memerlukan
koordinasi yang lebih mengarah kepada
kepedulian kebijakan masing-masing
pemda.
“Saya berharap sektor penanganan air
bersih menjadi prioritas untuk tahun-
tahun ke depan, contohnya Semarang,
Jambi, Bandar Lampung, dan kota lain
yang masalah airnya lebih didukung oleh
pemkot,” ujarnya. Dukungan yang diberi-
kan Ditjen Cipta Karya untuk pemkot yaitu
berupa program pembiayaan. Tapi salah
satu kendala dalam pelaksanaan program
ini adalah banyaknya sumber air yang ada
di kecamatan-kecamatan tidak dikelola
secara serius, sehingga terkesan mubazir.
“Pemda tidak siap menanganinya, sehing-
ga (sumber) air (tersebut) dibiarkan saja,”
tambahnya.
Komisi V berharap pemerintah akan
menata sekaligus membantu tiap dae-
rah, kabupaten, dan kota dengan cara
menyuplai alat-alat atau perlengkapan
untuk keperluan penyediaan air bersih.
Hal tersebut bertujuan agar masalah air
lebih diprioritaskan oleh pemda atau
pemkot setempat. Ditjen Cipta Karya
juga harus mendukung penyediaan
sarana dan prasarana perkotaan yang
memang belum mampu dikelola dae-
rah, misalnya jalan, persampahan, dan
air bersih.
Sedangkan sebagai upaya meningkat-
kan kesadaran masyarakat dalam peme-
liharaan sumber daya air, pemerintah
perlu turut andil, khususnya untuk meng-
galakkan penggunaan sumur resapan.
Riswantoni bertutur, “Saya pikir tidak ada
salahnya jika mereka (pengelola gedung-
gedung tinggi) membikin sumur resapan.
Toh tidak mengurangi lahan untuk parkir.
Malah air hujan dapat meresap ke dalam
tanah sebagai pengisian air sehingga air
permukaan bertambah.”
Riswantoni menambahkan bahwa
setidaknya 50% air hujan dapat masuk ke
tanah. Namun, masalah ini masih perlu di-
koordinasikan lebih lanjut. Selain dari pihak
Kementerian PU, khususnya Ditjen Cipta
Karya, pemda setempat juga harus tegas,
memastikan tidak ada lagi genangan air
yang terbuang percuma, serta mengin-
struksikan pembuatan sumur resapan di
lingkungan masyarakat.
Terkait kebijakan restrukturisasi utang
bagi PDAM yang merugi, Riswantoni
menilai sebenarnya masalah ini sudah
ditanggung oleh pemerintah melalui
subsidi pada pemerintah orde baru. Ke
depan, ia berharap pemerintah supaya
lebih fokus pada program pengelolaan
air baku agar bisa bersih sehingga layak
untuk masak dan minum. Untuk itu, air
genangan saat musim hujan juga di-
kelola agar tidak keruh, mudah diakses,
dan murah. “Sekarang ini air minum (isi
ulang) lebih mahal daripada bensin,”
ujar Riswantoni yang sekaligus meng-
akhiri pembicaraan.(Jons)
Pelayanan Air Bersih
Pelayanan air bersih memang masih menjadi masalah yang harus dipecahkan pemerintah. Minimnya cakupan layanan air bersih, baik di perkotaan maupun di perdesaan terbukti telah menyebabkan menurunnya tingkat kesehatan masyarakat, bahkan tidak sedikit yang meninggal dunia akibat
buruknya sanitasi. Ini masih menjadi masalah masyarakat yang sebagian besar hidupnya berada di bawah garis kemiskinan.
Riswantoni, Anggota Komisi V DPR-RI:
Menjadi PR Pemerintah
Volume 43 • KIPRAH 41
LAPORAN UTAMA
Siti Hasanah, Kepala Seksi Prasarana dan Sarana Kelurahan
Pademangan Timur, Jakarta Utara.
Banyak yang harus dibenahi untuk bisa memenuhi
kebutuhan air di masa kini dan masa depan, misalnya dengan
pendayagunaan air dan pola hidup hemat air di masyarakat.
Saat ini pelayanan air bersih di Pademangan Timur baru
mencakup 60%. Dengan cakupan sebesar itu berarti masih ada
40% masyarakat yang belum tersentuh pelayanan air bersih.
Itu pun belum sesuai standar pelayanan minimal. Airnya
keruh dan sering mati di siang hari. Sebagai salah satu bentuk
antisipasi, sejak tahun 2009 Kelurahan Pademangan Timur
Inilah Kata Mereka...melakukan program pembinaan
berjenjang, menjadikan wilayah
kumuh menjadi wilayah siaga di
setiap RW dan RT, menerapkan
pola hemat air dan membangun
infrastruktur lingkungan karena
meski wilayah ini tak kekurangan
air, tetapi air tersebut tidak dapat
dimanfaatkan karena payau. Jadi
kebutuhan untuk mandi, mencuci, dan memasak hanya
mengandalkan pasokan air PDAM.
Suroso, Ketua RT 03 RW 10 Kelurahan Pademangan Timur,
Jakarta Utara.
Air sih banyak, bahkan sering banjir karena rob akibat pasang
laut dan genangan, tapi tak dapat dimanfaatkan. Sedangkan
air tanahnya payau karena tercemar intrusi air laut. Dibor
lima meter saja sudah mendapatkan air berlimpah, tetapi
ya, itu tidak dapat dimanfaatkan untuk memasak, mandi,
maupun mencuci.
Sebagai pelanggan air minum PDAM, saya sering komplain
masalah keruhnya air dan tidak lancarnya pasokan air
terutama di siang hari. Tapi, ya itu... tetap tidak ada perbaikan
dari pihak PDAM, padahal setiap bulannya harus membayar
Rp 80.000. Sebagian warga
di sini belum berlangganan
PDAM sehingga harus membeli
air melalui jasa gerobak air
untuk keperluan sehari-hari.
Karena sangat membutuhkan,
masih banyak masyarakat yang
menggunakan air yang belum
memenuhi standar kesehatan.
Bahkan masih ada warga yang
menggunakan air kali. Karenanya, PDAM sangat diharapkan
dapat meningkatkan kapasitas pelayanannya. Sebab sulit
dibayangkan bagaimana nasib warga jika tanpa adanya
suplai air bersih, meski kondisinya kini masih terbatas.
Nurmala Siregar, Ibu rumah tangga warga Kelurahan
Depok Jaya, Depok.
Sudah 34 tahun saya menjadi pelanggan PDAM, dahulu
kualitas air yang saya dapatkan bagus, namun sejak sepuluh
tahun terakhir kuantitas dan kualitas air bersihnya menurun.
Airnya keruh, cenderung kotor, sering mati air terutama jika
habis turun hujan dan jika sudah menyala air yang keluar
sangatlah kotor, seperti air got, dan terkadang air suka
berbau kaporit.
Saya rasa biaya yang harus pelanggan keluarkan untuk jasa
PDAM belumlah sebanding dengan tingkat pelayanan dan
kualitas air yang pelanggan PDAM dapatkan. Biaya yang
dikeluarkan untuk membayar air tinggi, tak sesuai dengan
kualitas air yang saya dapatkan.
Tidak menjadi masalah jika
harus membayar sedikit mahal,
asalkan kami sebagai pelanggan
juga mendapatkan kualitas air
yang baik dan pelayanan yang
memuaskan, tetapi yang sekarang
terjadi ‘kan kita harus bayar
air mahal tapi kualitas air dan
pelayanannya yang kita dapatkan
buruk. Pelayanan PDAM saya rasa
masih sangat mengecewakan karena kualitas air yang buruk
juga seringnya mati air, padahal sebagian besar warga di
sini sangatlah mengandalkan pasokan air dari PDAM guna
mencukupi keperluan air sehari-hari.(Joe)
Volume 41 • KIPRAH42
TAMU KITA
Sosok ramah namun tegas tokoh yang satu ini terlihat
saat menyambut kedatangan tim KIPRAH di kantornya
yang berada di Jalan Veteran, Jakarta. Emil Salim
adalah salah satu dari sedikit tokoh yang pernah beberapa
kali menjabat sebagai menteri, diantaranya Menteri
Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup
Kabinet Pembangunan IV dan V maupun Menteri Negara
Urusan Kependudukan dan Lingkungan Hidup Kabinet
Pembangunan III. Berikut petikan wawancara tim KIPRAH
dengan tokoh nasional yang saat ini menjabat sebagai Ketua
Dewan Pertimbangan Presiden.
Sebagaimana sering kita dengar bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang diprediksi terancam mengalami krisis air pada tahun 2015. Bagaimana tanggapan Bapak tentang hal ini?
Dalam perspektif jangka panjang air ini memang akan
mengalami defisit sehingga persoalan air menjadi persoalan dunia. Indonesia juga mengalami hal serupa. Tidak secara
nasional, karena secara nasional air bersih tawar berhadapan
dengan penduduk masih cukup, tetapi secara daerah.
Misalnya saat musim kemarau di Gunung Kidul dan NTT, di
sana mereka kekurangan persediaan air bersih.
Pastinya kita tidak perlu cemas akan kekurangan air tawar
karena air alamnya cukup, serta apabila kemampuan alam
menampung air dipelihara dengan baik. Permasalahan air di
Indonesia adalah bagaimana cara mengelola air alam dengan
curah hujan yang cukup secara baik.
Pertama, air hujan ‘kan ditampung oleh hutan. Persoalannya,
apakah pengelolaan hutan kita memperhitungkan (cara)
supaya tidak membuka hutan di hulu sungai? Lihat saja,
kenyataannya terjadi penebangan-penebangan liar di hulu
sungai. Walaupun secara teori memperhatikan supaya hutan
itu tidak sampai merusak hulu sungai, tetapi yang sering
terjadi justru pengolahan hutan tidak mengindahkannya.
Jadi, kalau ada hutan konservasi inti, itu mutlak diperlukan
sehingga janganlah dibuka. Kalau kemudian terpaksa, maka
secara teknis perlu dibangun dam untuk menampung airnya,
tetapi itu pun ada batasnya.
Kedua, sungai. Prinsip utama sungai adalah mengalirnya
air di mana hulu sungai harus ada sebagai check dam atau
embung. Kemudian, arus dari hulu itu melewati hutan-
hutan di lereng-lereng gunung sehingga gunung-gunung ini
pun harus diselamatkan. Prinsipnya, bagaimana kita tidak
membuang air hujan ke laut, melainkan menyimpannya, dan
tidak menghambat alirannya. Maka, lahirlah pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (DAS) supaya tidak ada sedimentasi,
tidak ada pelumpuran, dan pinggiran sungai tidak sampai
berguguran ke dalam sungai. Kenyataannya, sungai-sungai,
terutama di daerah Jawa Barat, menderita sedimentasi pada
PU, Benteng Terdepan
Pembangunan dan lingkungan. Dua hal vital dalam kehidupan manusia yang seyogyanya saling mendukung sehingga warga negara
menjadi makmur dan sentosa. Kenyataannya, kedua hal tersebut kini justru menjadi
permasalahan besar yang tak kunjung bisa diatasi oleh para pejabat tinggi negara ini.
Tak heran bila salah satu putra terbaik bangsa lantang menyuarakan keprihatinannya melihat
pembangunan di Indonesia yang kini amburadul dan merusak lingkungan.
Pembangunan
TAMU KITA
Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan Hidup. (Foto: Ynh)
Negara Kita
Volume 41 • KIPRAH 43
TAMU KITA
pinggirannya akibat pelumpuran di hulu sungai. Dan, badan
sungai terancam pula oleh sampah dan limbah yang dibuang
seenaknya itu.
Ketiga, pencemaran air tawar yang jernih oleh manusia. Saat
ini penyakit terbesar di hulu sungai di kota-kota besar negara
kita adalah pencemaran industri. Selain itu, kita lihat sekarang
embung-embung yang dimaksudkan untuk menampung
hujan di sepanjang jalan dari Bogor ke Jakarta banyak yang
menghilang karena diratakan tanahnya dan dibangun rumah-
rumah.
Lalu, semakin dekat kita dengan kota, semakin banyak pula
penyedotan air tanah yang tidak mengindahkan ancaman
land subsidence (amblesnya tanah) akibat rongga-rongga
kosong yang tadinya merupakan tempat penyimpanan
air di dalam tanah. Padahal, pengambilan air tanah juga
ada ambang batasnya. Apabila kemudian diperlukan lahan
untuk permukiman dan sebagainya, ilmu harus digunakan
supaya fungsi siklus alam bisa digantikan oleh siklus buatan
manusia. Alam mengenal siklus dan siklus ini telah dipatahkan
oleh manusia. Jadi, persoalan utamanya adalah bagaimana
instansi-instansi terkait ikut aktif mengelola masyarakat secara
terintegrasi supaya fungsi siklus alam tetap utuh berjalan.
Saya tidak mengerti. Masa negara kepulauan yang 2/3
wilayahnya lautan, kok bisa kekurangan air? 2/3 republik
ini adalah H2O, air laut asin. Untuk itu, otak ada, ilmu
ada, teknologi ada. Ya, dipakai dong. Berbagai teknologi
bisa diterapkan untuk mengubah air laut itu menjadi air
tawar yang bisa kita manfaatkan, misalnya lewat teknologi
osmosis, membran, desalinasi, dan lain-lain. Belum lagi
coba lihat cara kita membangun Pulau Jawa, semua
curah hujan yang turun ditampung ke laut. Apa teori
kita untuk pengendalian banjir? Pembuatan Kanal Banjir
untuk membuang air hujan, yang notabene air tawar, ke
laut. Sementara itu, air laut tidak bisa dijadikan air tawar.
Alamak.
Jadi Bapak tidak setuju dengan pembangunan Kanal Banjir Timur maupun Kanal Banjir Barat?
Menurut saya, Proyek Kanal Banjir Timur itu adalah
kelanjutan dari teori banjir zaman Belanda di tahun 1937,
teori 80 tahun yang lalu. Insinyur Belanda waktu itu
mempelajari teori mengenai pembuatan kanal pencegah
banjir pada tahun 1890, yang pada saat ia terapkan memang
sesuai dengan kondisi pada saat itu. Tetapi menurut saya
pembangunan Kanal Banjir saat ini justru keliru.
Ruas jalan yang tergenang banjir di Aceh. (Foto: Seno)
Volume 41 • KIPRAH44
TAMU KITA
Kenyataannya sekarang, pertumbuhan penduduk kian pesat.
Hal ini ditambah pula dengan pertumbuhan permukiman
yang tata ruangnya juga tidak teratur. Akibatnya, master
plan jaringan waduk tersebut jadi terputus-putus, sehingga
teori yang dibuat oleh insinyur Belanda itu tidak lagi relevan.
Tetapi sekarang, Proyek Kanal Banjir di Jakarta ini masih
berjalan.
Saya memang bukan insinyur. Hanya saja, secara logika
saya mengerti kalau kanal pencegah banjir dibangun pada
zaman Belanda, karena pada saat itu penduduknya masih
sedikit dan masih banyak situ-situ. Sekarang, situ-situ itu
telah dijadikan lahan permukiman, jumlah penduduk pun
bertambah. Masa abad ke-21 masih menggunakan teori
abad ke-19? Itu ‘kan gila. Harus diubah itu.
Bagaimana dengan masyarakat yang seringkali menyerobot lahan sehingga terjadi alih fungsi lahan, misalnya saja warga ataupun pengembang yang mendirikan bangunan di area yang sebenarnya merupakan tempat penampungan air hujan ?
Ya, untuk itu ‘kan ada aparat bekerja sama dengan polisi atau
keamanan untuk menertibkannya. Jadi, jangan biarkan orang
mengambil air tanah sembarangan. Kalaupun masyarakat
melanggar, ya aparat pemerintah berkewajiban melibatkan
aparat hukum karena negara kita ‘kan negara hukum. Karena
PU adalah penasehat teknis yang memberikan studi AMDAL
dan evaluasi, sehingga bisa atau tidaknya para pengembang
itu mendirikan perumahan atau bangunan di suatu lahan,
maka PU yang bertanggung jawab dalam masalah-masalah
terkait dengan penggalian air tanah, perubahan alih fungsi
tanah, dan lain sebagainya itu.
PU adalah benteng terdepan dalam penyelamatan air negara
kita. Seluruh insinyur yang termasyhur di republik ada di
PU. Apabila fungsi PU dijalankan oleh Ditjen SDA, sungai
dijaga supaya terus mengalir dengan baik, sedimentasi tidak
berlebihan. Apabila Ditjen Penataan Ruang menjaga supaya
lokasi aktivitas sesuai aturan, mengamankan embung-
embung, mengamankan hutan hulu, dan sebagainya.
Apabila Ditjen Cipta Karya, mengatur supaya jika ada
yang membangun kompleks permukiman, bagaimana
pembuangan sampahnya, bagaimana sumber air minumnya.
Kalau benteng terdepan ini berjalan utuh, maka kita semua
selamat.
Memang betul, PU tidak bisa berjuang sendiri. Untuk itu
ada polisi, Kemendagri, Kemenhut, dan lain sebagainya
yang membantu. Akan tetapi komandan tempurnya adalah
Kementerian PU. Kalau jebol PU, jebollah seluruh republik
Kanal Banjir Timur. (Foto: Dok.)
TAMU KITA
Kanal Banjir Timur. (Foto: Seno)
Volume 41 • KIPRAH 45
TAMU KITA
ini. Ini jangan dianggap sebagai kritik, melainkan review bagi
Kementerian PU untuk mencari di mana letak salahnya.
Terkadang, visi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah berbeda dalam hal bagaimana membangun suatu wilayah. Bagaimana pandangan Bapak mengenai hal tersebut?
Apa yang kita bangun? Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Tetapi, apakah
Indonesia Timur terbangun? Kita harus punya pikiran
imajinatif, memiliki visi dalam membangun. People follow trade (orang mengikuti pasar), trade follows transportation (pasar mengikuti angkutan), transportation follows roads (angkutan mengikuti jalan). Tak heran kalau orang pergi ke
Jawa, karena di sana ada semua, terutama ada jalan. Siapa
yang ingin ke Papua, di sana ‘kan tidak ada jalan?
Sebagai contoh, dulu ketika permulaan negara Amerika
dibangun, pertama-tama yang dilakukan adalah membangun
jalur kereta api ke Barat, meski di kawasan Barat saat itu
jauh dari maju, belum ada kota, bahkan belum ada kargo
yang mereka angkut. Jalur kereta api itulah letak strategis
infrastruktur yang pada akhirnya meratakan pembangunan
di seluruh negara bagian Amerika. Jadi, kalau kita hendak
membangun Indonesia Timur, bangunlah infrastruktur jalan
dan jembatan di sana.
Ada argumen pembangunan jalan itu harus ada cost benefit ratio, belum lagi cargo flow maupun origin destination tidak
cocok, dan sebagainya. Kalau begitu caranya berpikir,
semua jalan adanya cuma di Jawa. Sekarang, berapa
banyak pelabuhan di Papua yang tidak memiliki jalan-jalan
di belakangnya? Berapa kilometer jalan di Papua yang baru
terbangun? Inikah pembangunan negara kesatuan republik
kita?
Bagaimana dengan adanya otonomi daerah di mana pemerintah pusat tidak bisa serta-merta mengintervensi pemerintah daerah? Menurut Bapak, bagaimana solusi untuk menghadapi tantangan-tantangan tersebut?
Memang, ada otonomi. Tetapi saya ingin mengatakan
bahwa kita ini satu pemerintahan, harusnya satu sistem,
tidak ada pengotak-ngotakan dalam tugas. Kita ini adalah
pembantu-pembantu presiden, bukan raja. Meski demikian,
Kementerian PU adalah komandan sumber daya air,
komandan pembuatan jalan dan jembatan, komandan
sanitasi dan drainase, komandan penataan ruang. Gunakan
wewenang sebagai komandan. Harusnya PU menunjukkan,
aku ini penanggung jawabnya, jadi harus begini, harus
begitu, kamu harus menuruti aku karena aku komandan
yang membantu presiden. Begitu.
Pembangunan tidak bisa dikotak-kotakkan, di mana masing-
masing pembantu hanya mengerjakan bagiannya tanpa ada
komunikasi dan tidak terintegrasi. Pembangunan itu seperti
satu tubuh, kau cubit hidung, maka kaki pun sakit, begitu
pula sebaliknya. Satu sistem. Hal ini bisa dipecahkan, tetapi
kenapa masing-masing kita mau tidak berbuat? Get things done.
Beberapa pihak swasta telah melakukan upaya nyata dalam
penyelamatan air dengan apa yang bisa mereka lakukan. Jadi
kasih tahu mereka cara pembangunan yang kamu inginkan,
tentukan apa saja batas yang tidak boleh mereka langgar,
persyaratan yang harus mereka penuhi.
Dalam pengelolaan air, pemerintah harus memperhitungkan
kepentingan air dari segi ekonomi yang menguntungkan
bagi pengusaha, kepentingan air untuk masyarakat terutama
masyarakat menengah ke bawah, dan kepentingan air dari
aspek lingkungan. Ketiga kepentingan ini haruslah secara
simultan diperhitungkan dengan seksama oleh pemerintah
agar keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan air
dapat terwujud. Kementerian PU harus proaktif dan berani
bertindak tegas.
Saya juga ingin para teknisi dan ilmuwan yang mengerti
untuk speak up, berani mengungkapkan apa yang salah.
Jangan lupa, sekarang sudah 2011, lalu seperti apakah konsep
perencanaan dari Kementerian PU untuk menanggapi
berbagai tantangan di tahun 2030? Karena perencanaannya
‘kan harus dari sekarang dibuatnya. Untuk itu, harus
sudah ada konsep dan visi dari Kementerian PU yang akan
menentukan strategi pengembangan infrastruktur sekarang
demi keberlangsungan negara kita di masa depan.(Endah)Jalan di daerah Sulawesi Utara. (Foto: Seno)
Volume 43 • KIPRAH46
GALERIGALERI
Volume 43 • KIPRAH46
Air.
Aku bisa menjadi kawan.
Bisa juga menjadi lawan.
Jika kau berlaku semena-mena (gambar 1), Aku akan datang berbondong-bondong hingga Kau kewalahan (gambar 2) atau justru Aku akan menghilang hingga Kau kesusahan (gambar 3).
Tapi jika Aku, Kau tunjukkan arah ke tempat pengolahan yang baik (gambar 4), maka Aku akan menjadi jernih, tidak hanya segar dipandang, namun juga bersih menyehatkan (gambar 5).
Selanjutnya tinggal bagaimana Kau membawaku (gambar 6) hingga Kau bisa memanfaatkan Diriku di setiap tempat dan waktu (gambar 7).
Sekarang semua kembali padamu.
Mau dibawa ke manakah Aku?(Wy)
Gambar 1
Gambar 2
Volume 43 • KIPRAH 47
GALERIGALERI
Volume 43 • KIPRAH 47
Gambar 3
Gambar 7
Gambar 6
Gambar 5
Gambar 4
Foto
: Do
k.
Volume 43 • KIPRAH48
INFOTEKNOLOGI
Fungsi litbang air jelas vital dalam mendukung pelaksanaan proyek. Sejauhmana Puslitbang SDA men-
jalani peran yang sedemikian vital terse-but?
Puslitbang SDA, dengan dukungan 8
balai mempunyai tugas utama mendu-
kung Ditjen SDA dan lembaga lain da-
lam merumuskan kebijakan teknis dan
ilmiah untuk hal-hal besar, sejak peren-
canaan, pelaksanaan, hingga operasi
dan pemeliharaan. Dukungan itu beru-
pa pengembangan desain, teknologi
terapan hingga pengujian, lewat berba-
gai model dan stimulasi.
Puslitbang SDA juga mengembangkan
produk-produk yang kemudian bisa di-
aplikasikan langsung oleh masyarakat,
seperti akuifer buatan, kincir air, boks
tersier, dan optimalisasi potensi-potensi
teknologi terapan lainnya. Tugas pen-
ting lainnya adalah mengevaluasi dan
menyusun petunjuk teknis bagi kegiat-
an konservasi pada bangunan utama,
seperti bendung dan waduk, yang
hingga kini baru mencapai 75 bendung-
an besar.
Berkaitan dengan pengelolaan hidrologi sebagai dasar pengeloaan SDA, produk teknologi apa saja yang telah berhasil dikembangkan?
Untuk mendukung manajemen data
Riset :
Puslitbang SDA Menjawab Peluang dan Tantangan
Sebagai unit penunjang perumusan kebijakan pembangunan infrastruktur PU, Puslitbang Sumber Daya Air (SDA) memegang peran penting dalam mendukung penyediaan teknologi yang andal,
inovatif, aplikatif, kompetitif, dan berkelanjutan. Sejauhmana lembaga ini mengawal pembangunan infrastruktur? Berikut wawancara KIPRAH dengan Arie Setiadi Moerwanto, Kepala Pusat Penelitian
dan Pengembangan SDA.
hidrologi dan peringatan dini telah
dilakukan pengembangan Real Time Telemetering System. Produk ini sudah
memiliki sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 61,33% dengan
nama produk “Tech 4 Water”. Sistem
Real Time Telemetering ini sudah mu-
lai diterapkan di DAS Bengawan Solo,
Brantas, Cimanuk, Citarum, Ciliwung,
Ciujung-Cidurian, Bekasi, Siak, Sungai
Jeneberang, dan Gorontalo.
Kami telah melakukan pengembangan
perangkat lunak Neoperdas untuk
mengolah data mentah menjadi data
debit hingga siap untuk dipublikasikan.
Bagi yang membutuhkan, perangkat
lunak ini bisa didapatkan secara gratis.
Bahkan, tersedia piranti lunak River
Basin Simulation Model (RIBASIM)
dengan sistem operasi berbahasa
Indonesia. Piranti lunak ini sangat
dibutuhkan oleh pelaku proyek saat
kegiatan perencanaan pengelolaan
SDA, termasuk perencanaan alokasi air
pada suatu DAS.
Tidak hanya itu, Puslitbang SDA be-
kerja sama dengan ICHARM-Jepang,
juga mengembangkan Integrated Flood Analysis System (IFAS) untuk mempra-
kirakan banjir berbasis data satelit, yang
selanjutnya diverifikasi dengan pos-pos pengukur curah hujan. Dengan cara ini,
prediksi kejadian banjir pada suatu DAS
dapat dilakukan dengan lebih dini. Se-
lain itu, Puslitbang SDA juga melakukan
kerja sama dengan BMKG, Deltares-Be-
landa dan KNMI-Belanda, yaitu dengan
mengembangkan Drought Early Warn-ing System (DEWS), serta Low-land De-velopment. Detail kegiatan ini akan se-
lalu dievaluasi setiap tahun.
Sebagian masyarakat belum paham tentang peta informasi kerentanan ter-hadap kekeringan dan kecenderungan perubahan intensitas curah hujan. Se-jauhmana Puslitbang Air menyikapi hal ini?
Kami tengah mengembangkan pem-
buatan peta-peta, dimulai dari wilayah
Pulau Jawa. Peta tersebut dapat digu-
nakan oleh para stakeholders dalam
menyusun kegiatan adaptasi terhadap
Global Climate Change. Sebagai contoh,
pada DAS warna biru kita perlu was-
pada dalam pengelolaan banjir, karena
intensitas hujannya cenderung mening-
kat. Sebaliknya, perlu hati-hati jika ter-
jadi banjir di luar daerah berwarna biru,
maka kita tidak bisa begitu saja menya-
takan bahwa banjir tersebut diakibat-
kan oleh perubahan iklim.
Bagaimana pula dengan pemanfaatan SDA untuk energi terbarukan, misalnya tenaga listrik mikrohidro?
Hal tersebut tentu akan terus kita do-
rong guna menunjang upaya ketahanan
Volume 43 • KIPRAH 49
INFOTEKNOLOGI
energi yang terintegrasi dengan pene-
rapan teknologi ramah lingkungan dan
pemanfaatan energi terbarukan, seperti
pengembangan turbin modular standar
untuk PLT Mikrohidro. Pengembangan
potensi energi ini akan berjalan dengan
baik karena tidak ada dampak negatif
terhadap lingkungan. Tahun ini ditar-
getkan ada 2 Purchase Agreement yang
akan diajukan ke PT PLN.
Puslitbang SDA juga mengindentifikasi perubahan pola arus laut di lokasi-lokasi
yang berpotensi untuk pembangkit e-
nergi listrik. Namun, potensi ini belum
dapat direalisasikan karena teknologi
yang ada di pasaran menuntut kece-
patan arus laut lebih besar 2,5 m/s dan
kedalaman dasar laut 50-100 meter.
Tuntutan ini tidak sesuai dengan kondisi
laut di Indonesia.
Saat ini alih fungsi lahan pertanian se-makin tak terkendali, sehingga meng-ganggu program ketahanan pangan. Bagaimana Puslitbang SDA menyikapi hal ini?
Hal ini perlu direspons dengan bijak
dengan menegakkan peraturan perun-
dang-undangan secara ketat. Komit-
men semua pihak yang berkepentingan
harus tetap terjaga. Demikian pula de-
ngan pengembangan daerah rawa per-
lu dilakukan dengan cermat.
Penelitiannya diarahkan untuk meng-
identifikasi daerah-daerah yang cocok untuk menunjang produksi padi dan
sagu, termasuk upaya pencegahan
degradasi kualitas lingkungan agar tidak
terjadi bencana, seperti banjir dan ru-
saknya ekosistem, seperti kegagalan PLG
satu juta hektar di Kalteng. Sampai saat
ini baru sekitar 1,8 juta dari potensi 33,4
juta hektar (rawa pasang surut, lebak
dan gambut) yang dikembangkan.
Kami juga mencoba berpartisipasi de-
ngan mengembangkan irigasi mikro,
yaitu modernisasi irigasi dalam arti me-
ningkatkan pelayanan dan jaringan iriga-
si menggunakan pipa bertekanan yang
responsif dengan sistem kendali penuh.
Keunggulan model ini ialah dapat mem-
beri air secara tepat waktu, tepat mutu,
dan tepat jumlah secara langsung ke
akar tanaman. Untuk menunjang ke-
giatan itu, sekarang sedang disiapkan
Laboratorium Sistem Irigasi Mikro oleh
Balai Irigasi.
Tantangan utamanya adalah kecepat-
an dan kecermatan respons sistem
irigasi terhadap perubahan parameter-
parameter luar, misalnya hujan, suhu,
dan kelembapan. Untuk itu, Balai Irigasi
telah melakukan penelitian otomatisasi
sistem irigasi. Pada sistem ini pengatur-
an air dilakukan secara otomatis dengan
memperhatikan kondisi air di lahan,
pertumbuhan tanaman, hingga penggu-
naan airnya lebih efisien dan terkendali.
Bagaimana dengan pengelolaan SDM, alih pengetahuan, dan regenerasi serta kerja sama dengan lembaga lain, baik di dalam maupun luar negeri?
Puslitbang SDA menerapkan manaje-
men mutu dan terlibat aktif dalam ke-
giatan lingkup nasional, regional, dan
internasional. Untuk lingkup nasional
misalnya, bekerja sama dengan Ditjen
SDA didukung oleh JICA dan Network Of Asian River Basin Organization (NAR-
BO), membentuk Dissemination Unit for Water Resources Management and Tech-nology (DUWRMT).
Tujuan DUWRMT adalah untuk me-
ngembangkan kapasitas River Basin Organization (RBOs) di bidang teknolo-
gi dan manajemen SDA dengan cara
mempersiapkan, mengembangkan
dan menyebarkan berbagai standar,
pedoman, manual (SPM). Hingga saat
ini telah disiapkan 90 Modul Pelati-
han, serta 5 Pilot Project untuk ajang
pelatihan, salah satunya pengembang-
an sistem peringatan dini dan pe-
ngendalian banjir berbasis partisipasi
masyarakat di Sungai Brangkal, Desa
Sooko, Kabupaten Mojokerto, Provinsi
Jawa Timur.
Di lingkup regional, Puslitbang SDA juga
penggiat Center for River Basin Organi-zations and Management (CRBOM) se-
bagai salah satu Knowledge Hub dalam
skema Asia Pasific Water Forum. Se-
dangkan dalam lingkup internasional,
lembaga ini telah ditunjuk sebagai Re-gional Training Centre for Hydrology un-
tuk wilayah South West Pacific di bawah
naungan World Meteofogical Organiza-tion yang bertugas memberi pelatihan
di bidang hidrologi bagi negara-negara
di wilayah South West Pacific.
Kerja sama dengan lembaga lain di-
wujudkan dalam bentuk MoU antara
Puslitbang SDA dengan Universitas
Lambung Mangkurat dan Universitas
Palangka Raya terkait dengan konser-
vasi, dengan PT Brantas Abipraya dan
Perum Jasa Tirta I terkait dengan pe-
manfaatan teknologi energi terbarukan,
pembangunan jejaring kerja penelitian
dan pengembangan SDA, serta Official Launching of Joint Cooperation Program
dengan BMKG, KNMI, dan Deltares.
Ke depan, diharapkan Puslitbang SDA
dapat memberikan layanan terbaik
bagi seluruh stakeholders demi terwu-
judnya penyelenggaran pembangunan
infrastruktur yang andal dan berkelan-
jutan.(Joe)
Arie Setiadi Moerwanto, Kepala Puslitbang SDA. (Foto : Ais)
Volume 43 • KIPRAH50
JELAJAH
Berdasarkan pantauan tim
KIPRAH sewaktu berkunjung
ke Yogyakarta pada bulan
Maret 2011, banyak infrastruktur air,
seperti irigasi, waduk, dan sabo dam
yang mengalami kerusakan. Ketika
dikonfirmasi, Erwin Trinugroho Sigit, Kabid Pelaksanaan dan Kepala Satker
Pelaksana Jaringan Sumber Daya Air,
BBWS Serayu Opak, Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY), menuturkan bahwa
terdapat sekitar 15 sabo dam yang
rusak berat akibat letusan Gunung
Merapi dari total 224 sabo dam yang
ada di DIY, sementara yang lainnya
mengalami kerusakan ringan.
Untuk perbaikan sistem sabo yang
rusak, pihak BBWS sudah mengajukan
kepada Kementerian PU untuk per-
baikan sistem sabo. Adapun untuk
rencana pembangunan kembali,
sedang dikaji kembali, dari 140 juta
m3 material erupsi Merapi yang sudah
turun berapa, yang akan mengendap
Infrastruktur Air Yogyakarta
Letusan Gunung Merapi yang terjadi pada akhir tahun 2010 yang lalu tidak saja
menimbulkan korban jiwa dan hilangnya harta benda
para penduduk yang tinggal di sekitarnya. Hingga kini, aktivitas
salah satu gunung teraktif di Pulau Jawa itu masih dirasakan
dampaknya sebab Gunung Merapi masih memuntahkan material vulkanik dari dalam
perut bumi. Salah satu dampak paling besar adalah rusaknya
infrastruktur air.
Pascaletusan Merapi
di lereng-lereng Merapi berapa, dan
yang diperkirakan akan turun berapa.
Berdasarkan itu, pihak BBWS akan
merencanakan kembali sistem sabo
yang ada sehingga bisa mengendalikan
sedimen yang akan turun akibat dari
erupsi Gunung Merapi yang secara
periodik akan berlangsung terus-
menerus antara 3-5 tahun.
Erwin mengungkapkan bahwa pada
waktu pembuatan master plan di tahun
2000, muntahan material Gunung
Merapi diperkirakan ada 20 juta m3
lebih sehingga sistem sabo dam yang
dibuat memiliki kemampuan untuk
menampung 20 juta m3 sedimen.
Tetapi ternyata material dari Merapi
yang turun sekarang sebanyak 140 juta
DAS yang rusak akibat terjangan banjir lahan dingin di sepanjang bantaran Kali Code, Jogja. (Foto: Endah)
Volume 43 • KIPRAH 51
JELAJAH
m3. Oleh karena itu, sistem sabo yang
akan dibangun nantinya harus bisa
melindungi ini semua. “Katakanlah
dari 140 juta m3 itu yang sudah turun
40 juta m3, maka masih ada 100 juta m3
material yang tidak seluruhnya turun,
melainkan sebagian mengendap, yang
kemudian menambah permukaan
gunung baru,” papar Erwin.
Erupsi Merapi kemarin juga sangat
berdampak pada jaringan sanitasi.
Karena dasar sungainya naik, maka
drainasenya tidak bisa masuk ke
sungai akibat air dari drainase ter-
sebut tersumbat. Dengan kondisi ini,
masyarakat yang tinggal di lereng
Gunung Merapi agak kesulitan dalam
mengakses sumber-sumber air bersih,
terutama sumber air Umbul Wadon
dan Umbul Lanang serta sumber air
Mbebeng sudah tidak bisa digunakan
dan membutuhkan perbaikan.
Dulu, sumber air Umbul Lanang
dan Umbul Wadon letaknya tinggi,
sehingga dibantu dengan gaya gravitasi
maka airnya bisa langsung mengucur
tanpa perlu dipompa terlebih dahulu.
Tetapi, karena tidak ada sumber air
lagi, maka sekarang PDAM mulai me-
manfaatkan kembali sumber-sumber
air yang tadinya sudah tidak dipakai,
yakni sumber-sumber air yang dulunya
harus dipompa.
Erwin menyebutkan bahwa terdapat
15 sungai di sepanjang lereng Gunung
Merapi, misalnya Sungai Opak, Kali
Gendol, Sungai Pabelan, Sungai
Putih, Sungai Krasak, Kali Kuning, Kali
Code, dan sebagainya. Semua perlu
perhatian khusus yang disesuaikan
dengan material yang ada dan
morfologis sungainya. Contohnya,
sumber sedimen terbesar ada di Kali
Gendol, kalau turun akan bertemu de-
ngan Sungai Opak. Meskipun endapan
sedimen di Kali Gendol merupakan
yang terbesar di antara 15 sungai
lainnya, sekitar 14 m, tetapi material
yang turun paling sedikit atau bisa
dikatakan bahwa lahar dinginnya tidak
begitu banyak. Sementara itu, sedimen
akibat turunnya lahar dingin di Sungai
Pabelan, Sungai Putih, dan Kali Code
merupakan yang paling banyak. Pem-
beritaan banyak mengenai kondisi
di Sungai Code karena letaknya di
permukiman padat di dalam kota.
“Sebetulnya Sungai Code tidak meluap,
tetapi masyarakat (yang banyak tinggal
di sepanjang bantaran sungai) merasa
khawatir,” ujar Erwin.
Ketika ditanya mengenai kondisi
sumber air di DI Yogyakarta secara
keseluruhan, Erwin menjelaskan bahwa
di DIY terdapat 3 wilayah Sungai, yaitu
Progo, Opak, dan Serang. Dari segi
potensinya, sumber air dari Sungai
Serang cukup, sedangkan Sungai Opak
pemanfaatan sumber airnya banyak
tetapi potensinya tidak mencukupi
kebutuhan penduduk. Adapun potensi
sumber air Progo sangatlah besar.
Dalam pengelolaan sumber daya
air, DIY memiliki satu sistem yang
disebut Interbasin Water Resources Management, yaitu sistem pengolahan
air yang membawa air dari daerah yang
surplus ke daerah yang minus. Jadi,
biarpun secara keseluruhan ada daerah
yang kurang/minus, yakni di wilayah
Sungai Opak, tetapi DIY memiliki daerah
yang surplus, yaitu Progo. “Jadi, air
dibawa dari Sungai Progo ke Opak dan
juga disuplai ke Sungai Serang. Jadi
secara keseluruhan itu kebutuhannya
cukup, dengan adanya sistem tersebut
karena saling menyuplai,” tegas Erwin.
Sebagai Kepala BBWS, Erwin berharap
bahwa dalam peringatan Hari Air Dunia
(HAD) ini pemahaman dan partisipasi
masyarakat sangatlah penting karena
segala upaya yang kita lakukan tidak
akan berhasil tanpa adanya partisipasi
aktif masyarakat. Selain itu, unsur-unsur
pemerintahan juga harus punya visi
yang lain dalam pengelolaan sumber
daya air, di mana dalam hal ini kita juga
harus menggunakan pendekatan yang
berbeda, yang melihat kepentingan
masyarakat.(Endah)
Erwin Trinugroho Sigit, Kabid Pelaksanaan dan
Kepala Satker Pelaksana Jaringan Sumber Daya Air,
BBWS Serayu Opak. (Foto: Maulana)
Volume 43 • KIPRAH52
JELAJAH
Indonesia terkenal dengan beribu-ri-
bu pulau cantik nan elok yang dimi-
likinya. Sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia, tidak heran bila kein-
dahan pantainya menjadi salah satu
andalan utama pariwisata Indonesia.
Selain di Bali, pantai-pantai di Provinsi
“sebelah” Bali, yaitu di Nusa Tenggara
Barat (NTB) juga tak kalah indahnya,
diantaranya Pantai Senggigi, Pantai
Gili Trawangan, dan Pantai Gili Air.
Meski demikian, ternyata adat istiadat
yang dilestarikan oleh masyarakat se-
tempat justru menjadi daya tarik bagi
wisawatan untuk berkunjung ke NTB,
sebagaimana budaya Tana Toraja di Su-
lawesi Selatan.
Selain terkenal karena pacuan kudanya,
daya tarik wisata di NTB lainnya adalah
rumah tradisionalnya yang disebut
Uma Lengge dan Uma Jompa, salah
satu rumah adat tradisional peninggal-
an asli nenek moyang suku Bima yang
dulunya berfungsi sebagai tempat pe-
nyimpanan padi. Lokasi kedua pening-
galan adat tersebut terletak di Desa
Maria, Kecamatan Maria, Kabupaten
Bima, Pulau Sumbawa. Perjalanan
menuju ke sana dapat ditempuh dari
Mataram selama kurang lebih 45 menit
perjalanan udara menuju Bandara Mu-
hammad Salahuddin dengan pesawat
kecil berpenumpang ± 20 orang.
Pada masa lalu, padi disimpan di Uma
Lengge atau Uma Jompa untuk ke-
butuhan satu tahun. Penempatannya
yang terpisah dengan rumah tinggal
penduduk konon dimaksudkan untuk
mencegah efek domino yang merugi-
Uma Lengge dan Uma Jompa:
Oleh: **Ibrahim Hasan
Budaya Desa Maria, Mutiara Sejarah Budaya Bima
kan apabila terjadi bencana kebakaran.
Dengan demikian, apabila rumah tem-
pat tinggal penduduk terbakar, maka
padi yang disimpan di dalam Uma
Lengge atau Uma Jompa tidak akan
ikut terbakar, begitu pula sebaliknya.
Oleh karena itulah, kompleks Uma
Lengge di Desa Maria dibangun agak
jauh dari pemukiman penduduk.
Secara umum, struktur Uma Lengge
berbentuk kerucut setinggi 5-7 m, ber-
tiang empat dari bahan kayu, beratap
alang-alang yang sekaligus menutupi
tiga perempat bagian rumah sebagai
dinding dan memiliki pintu masuk di
bagian bawah. Untuk bagian atap, ter-
diri atas atap uma atau butu uma yang
terbuat dari daun alang alang, langit-
Uma Lengge, bangunan tradisional Suku Bima. (Foto: Ih)
Volume 43 • KIPRAH 53
JELAJAH
langit atau taja uma yang terbuat dari
kayu lontar, serta lantai tempat tinggal
terbuat dari kayu pohon pinang atau
kelapa. Pada bagian tiang uma juga
digunakan kayu sebagai penyangga,
yang fungsinya sebagai penguat setiap
tiang-tiang Uma Lengge. Uma Lengge
terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama
digunakan untuk menerima tamu dan
kegiatan upacara adat. Lantai kedua
berfungsi sebagai tempat tidur sekali-
gus dapur. Sementara itu, lantai ketiga
digunakan untuk menyimpan bahan
makanan, seperti padi.
Di desa Maria, terdapat satu kompleks
Uma Lengge atau Uma Jompa yang
masing-masing dimiliki oleh warga
sekitar. Meskipun rumah-rumah terse-
but kebanyakan tidak lagi digunakan
sebagai tempat penyimpanan padi,
namun karena banyaknya Uma Lengge
atau Uma Jompa yang ada di satu loka-
si komplek tersebut, kesan yang dida-
pat sungguh unik dan berbeda. Tak
pelak, kompleks ini layak untuk dijadi-
kan salah satu tujuan tempat wisata di
Provinsi NTB.
Seiring perubahan zaman, Uma Leng-
ge maupun Uma Jompa banyak yang
mengalami degenerasi kualitas. Banyak
tiang kayu dan atapnya sudah rusak.
Di sinilah peran pemerintah pusat dan
daerah dibutuhkan guna melestarikan
bangunan adat yang telah termakan
usia. Pemerintah pusat perlu turun
tangan karena Uma Lengge dan Uma
Jompa adalah bagian dari kebudayaan
nasional. Sementara itu, peran peme-
rintah daerah Kabupaten Bima Provinsi
Nusa Tenggara Barat juga harus ada
karena kedua rumah tradisional terse-
but ada dan terletak di daerah tersebut.
Pemerintah melalui dana APBN dapat
membantu merehabilitasi
dan mengembangkan daerah
tersebut sehingga dapat di-
jadikan daerah wisata yang
lebih terkenal lagi.
Di samping itu, sinergi
antarkementerian jelas diper-
lukan dalam mengembang-
kan Uma Lengge dan Uma
Jompa. Misalnya, Kementeri-
an Kebudayaan dan Pariwisa-
ta dapat gencar mempromo-
sikan Uma Lengge dan Uma
Jompa di Desa Maria sebagai
salah satu objek wisata di
NTB. Kemudian, Kementerian
Pekerjaan Umum (PU) da-
pat membantu merevitalisasi
Uma Lengge dan Uma Jompa
yang mengalami kerusak-
an, seperti mengganti atap
yang rusak dengan seng atau
mengganti kayu yang sudah
lapuk, sehingga Uma Lengge
dan Uma Jompa tetap berdiri
dan dapat dinikmati keindah-
annya.
Sudah seharusnya promosi dan pena-
taan dilakukan sehingga akan menarik
minat wisatawan untuk berkunjung,
baik dalam rangka berwisata budaya
maupun penelitian-penelitian ilmiah.
Pelestarian Uma Lengge dan Uma Jom-
pa juga berguna untuk kepentingan
pariwisata dan peningkatan Pendapat-
an Asli Daerah (PAD) NTB. Oleh karena
itu, selain campur tangan pemerintah
pusat, peran dari Dinas Pariwisata di
daerah juga diperlukan untuk mem-
bantu mengembangkan lokasi ini. Uma
Lengge dan Uma Jompa dapat menjadi
kebanggaan Nusa Tenggara Barat kare-
na keunikan dan nilai sejarah lokal yang
dimilikinya. Keduanya merupakan wa-
risan leluhur yang sangat berarti bagi
generasi selanjutnya karena menjadi
bukti sejarah dan sumber cerita masa
lalu bagi generasi yang akan datang.
**Penulis adalah Auditor Ahli Pertama di Inspektorat Jenderal Kementerian Peker-jaan Umum.
Modifikasi Uma Lengge dengan atap seng. (Foto: Ih)
Volume 43 • KIPRAH54
JELAJAH
Menapaki usianya yang ke-21, Perum Jasa Tirta
(PJT) I terus menggali potensi asetnya dengan
menambah layanan bidang penyediaan air
bersih dan tenaga listrik mikrohidro. Pengembangan
usaha ini diyakini dapat menambah pundi-pundi PJT I guna
mengembalikan modal usaha dan menambah dana operasi
pemeliharaan. Tekad itu diwujudkan dengan membangun
sistem penyediaan air minum (SPAM) di Bendung Gerak
Babat, Lamongan, Jawa Timur, untuk melayani 500 kepala
keluarga.
PJT I Melayani Air Bersih Masyarakat Lamongan
Proyek kerja sama dengan Ditjen Cipta Karya dan PDAM
Lamongan ini melayani kebutuhan air bersih penduduk
di tiga daerah Kecamatan Babat dengan kapasitas 30 liter
per detik. PJT I membangun konstruksi bangunan dan
jaringan pipa sepanjang empat kilometer, Ditjen Cipta Karya
membangun sistem pengolahannya, dan PDAM Lamongan
menjalankan pengoperasian dan pendistribusiannya.
Raymond Valiant Ruritan, Kepala Divisi ASA V, PJT I
mengatakan bahwa meski kemampuannya masih terbatas,
tetapi sistem ini mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
akan air bersih. Dalam waktu dekat proyek serupa akan
dibangun di Bendung Gerak Sembayat sebagai layanan
air bersih tambahan di Gresik dan Surakarta, sedangkan
rencana pengembangan PLTM di saluran induk Lodagung,
Tulungagung Selatan dan Wlingi, Blitar, sedang dikaji.
Sementara itu, Alfan Rianto, Kepala Biro Pengembangan
Usaha Manajemen dan Teknologi mengatakan bahwa
pengembangan usaha PJT I dilakukan melalui kerja sama
“business to business” bersama institusi lain dengan
memaksimalkan potensi bidang jasa air dan nonair.
Pemanfaatan modal tersebut selanjutnya akan digunakan
sebagai tambahan O&P dan investasi pengembangan
berikutnya berdasarkan kajian hukum, finansial, dan teknik. Sinergi bisnis ini akan terus dikembangkan, baik di wilayah
kerja PJT I maupun wilayah sungai lainnya, seperti wilayah
Sungai Serayu-Bogowonto dan Jratunseluna di Jawa Tengah,
Jeneberang di Sulawesi Selatan dan Asahan di Sumatera
Utara. (Joe)
Setelah 21 tahun melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya, PJT I telah mengelola air sungai Kali
Brantas dan Bengawan Solo dengan cukup baik dan
manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, antara lain
meningkatkan produk layanan irigasi, air baku, industri dan
pembangkit tenaga listrik. Selain itu, banjir 50 tahunan di
sungai utama telah terkendali dan sektor pariwisata juga
berkembang. Hal itu ditegaskan oleh Direktur Utama PJT
I, Tjoek Walujo Subijanto, saat memperingati hari jadi PJT
I yang ke-21, tanggal 12 Februari 2011 di Gedung Serbaguna
Pencapaian dan Prospek PJT IJasa Air di Malang, Jawa Timur.
Keberhasilan itu membuat perusahaan dipercaya untuk
mengembangkan usaha di bidang pembangunan penyaluran
listrik tenaga air dan sistem penyediaan air minum serta
mengelola SDA di luar wilayah kerja PJT I. Peluang PJT I
semakin terbuka lebar setelah terbit SK Menteri BUMN
No. S-567/MBU/2010 tanggal 14 September 2010, yang
mendorong PJT I melakukan kajian hukum, finansial, dan teknik, terkait pengelolaan SDA di luar wilayah kerjanya.
PLTA yang dikelola PJT I. (Foto: Dok.)
Volume 43 • KIPRAH 55
JELAJAH
Dukungan lain datang dari Kementerian Pekerjaan Umum
berupa penugasan PJT I untuk melaksanakan kajian
optimalisasi pengelolaan infrastruktur guna mendukung
pengelolaan di Wilayah Sungai Jratunseluna, Serayu
Bogowonto, keduanya di Jawa Tengah, dan Jeneberang
di Sulawesi Selatan. Selain dipercaya untuk menangani
sebagian pengelolaan di Wilayah Sungai Toba Asahan (SK
Dirjen SDA No. KP.01.08DA/46 tanggal 28 Januari 2011).
Kemajuan perusahaan ini juga tak lepas dari dukungan
masyarakat dan para tenaga kerja profesional yang memiliki
dedikasi serta etos kerja kuat. Agar menjadi institusi yang
andal, lanjut Tjoek, PJT I perlu memiliki jiwa inovatif dan
entrepreneurship dalam setiap mekanisme usahanya secara
berkelanjutan. Oleh karena itu, perusahaan terus bertekad
untuk memaksimalkan potensi yang dimilikinya guna
mendapatkan desain operasi pemeliharaan yang seimbang
antara manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan.
PJT I memperoleh peningkatan laba yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Meskipun labanya belum besar, namun
kondisi baik ini telah membuka peluang investasi. Salah satu
bentuk investasi PJT I adalah membangun instalasi sistem
penyediaan air minum (SPAM) di Bendung Gerak Babat,
korporasi pengeloaan. “Ini merupakan peluang sekaligus
tantangan yang harus direbut demi kemajuan PJT,” ujar
Tjoek. Ia mencontohkan usaha di bidang kelistrikan.
Iklimnya cukup kondusif karena PJT I memiliki potensi SDA
terbarukan sebanyak 96 juta Kwh. Keuntungan usaha ini
cukup menjanjikan karena PLTM itu padat investasi. Namun,
biaya operasi dan pemeliharaan (O&P)-nya rendah, hingga
perlu sharing fasilitas modal. Untuk membangun satu unit
PLTM misalnya, dengan kemampuan daya pasang 6-7 juta
Kwh/tahun, dibutuhkan dana investasi sekitar Rp 20-30
miliar. Namun, Tjoek optimistis, bila ini dapat diwujudkan,
PJT I akan menikmati manfaat ganda dan menambah dana
O&P. Pembinaan terhadap pengusaha kecil dan koperasi
pun terus ditingkatkan dengan pemberian bantuan modal
usaha bergulir dan bantuan hibah alat produksi pertanian
kepada kelompok-kelompok tani binaan. Hingga kini,
jumlah mitra binaan tercatat sebanyak 1.321 mitra, dengan
kumulatif modal sebesar Rp 5,03 miliar.
Seperti halnya pelayanan jasa air lain, tantangan ke depan
PJT diantaranya, perubahan iklim global yang berdampak
pada ketersediaan air, belum tercukupinya dana normal
O&P di wilayah sungai secara nasional, serta kerusakan DAS
dan tingkat sedimentasi waduk dan kompetitor jasa non air.
Lamongan dan Surakarta bekerja sama dengan PDAM. PJT I
juga merintis pembangunan Pusat Listrik Tenaga Mikrohidro
(PLTM) di sejumlah DAS bekerja sama dengan institusi lain.
Selain itu, perusahaan ini tetap mengembangkan pariwisata,
training ground (jasa pusat latihan) keahlian teknik keairan,
jasa konstruksi pengerukan dan pancang cabut SSP serta
Menapaki usianya yang ke-21, dengan budaya perusahaan
“Pintu Air”, PJT I terus bertekad memaksimalkan
segala potensi sumber daya air yang dimiliki untuk
mempersembahkan kinerja terbaik bagi pemanfaat dan
masyarakat luas serta pemilik dan pembina perusahaan.
(Joe)
Bendung Purwerejo yang dikelola PJT I. (Foto: Dok.)
Volume 43 • KIPRAH56
JELAJAH
Tak gampang untuk membuka
jaringan jalan di Papua. Selain
menghadapi tantangan alam
yang sulit, medan di sana pun terjal,
terdapat gunung dan tebing tinggi,
serta hutan belantara yang lebat. Yang
pasti, membangun jaringan jalan di
Papua tidaklah murah. Chaerul Taher,
Sesditjen Direktorat Jenderal Bina
Marga, Kementerian Pekerjaan Umum,
mengatakan bahwa diperlukan dana
sebesar Rp 9,78 triliun atau rata-rata
Rp 2 triliun setahun untuk pengerjaan
11 ruas jalan strategis dan prioritas di
Papua, khususnya untuk Trans Papua,
dari tahun 2010 sampai tahun 2014.
Chaerul mengatakan bahwa karena
daerahnya masih tertinggal dan sa-
rana perhubungan antarwilayah ter-
batas, sehingga pengadaan material
bangunan, seperti semen, besi, batu
dan pasir menjadi sangat mahal.
Apalagi transportasi antarwilayah se-
bagian besar masih mengandalkan
angkutan udara, laut,dan sungai yang
sering terkendala masalah cuaca. Tak
heran jika dana pembangunan yang
diperlukan di Papua juga besar.
Ober Gultom, Kepala BBPJN X, saat
ditemui KIPRAH beberapa waktu
yang lalu di Gedung Bina Marga, Ja-
karta, mengatakan bahwa strategi
pembangunan jalan di Papua adalah
menyempurnakan sambungan jalan
antarwilayah Papua dan Papua Barat,
antarkawasan kabupaten dan kota,
juga antardesa dan kota. “Itu mesti
lancar dulu, sebab kalau hubungan
itu bagus, berarti arus pergerakan
orang dan jasa makin lancar. Semua
penghasilan rakyat bisa didistribusikan
ke pusat-pusat perdagangan dengan
lancar, cepat, dan murah sehingga
efisiensinya tinggi,” ujarnya.
Selain itu, BBPJN X juga berupaya
membuka daerah-daerah yang hingga
kini masih terisolasi, khususnya di
daerah tertinggal, daerah perbatasan,
dan pusat-pusat pertumbuhan, dengan
menerapkan sistem kaskade (deretan
peranti yang bekerja berurutan an-
Perjalanan
Sasaran perluasan jaringan jalan di bumi Papua ditujukan untuk pertumbuhan ekonomi dengan meningkatnya kapasitas jaringan jalan. Secara bertahap hasil pembangunan itu telah dirasakan
manfaatnya oleh masyarakat. Meningkatnya kapasitas jaringan jalan dan terbukanya daerah terisolir merupakan sedikit contoh keberhasilan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN ) X dalam menangani jaringan jalan di Papua. Lalu, seberapa jauh perkembangannya? Berikut laporannya.
Menembus Batas
JELAJAH
Salah satu ruas jalan Trans Papua. (Foto: Dok.)
Volume 43 • KIPRAH 57
JELAJAH
tara satu setelah yang lain-red.)
yang terpadu dengan antarmoda
transportasi lainnya, seperti moda
angkutan sungai dan danau, serta moda
untuk penyeberangan dan transportasi
laut maupun udara. “Konektivitas
antarwilayah itu harus kita tingkatkan,
berbasis pada Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN),” tegas
Gultom.
11 Ruas Jalan Strategis
Secara fungsional, 11 ruas jalan strategis
nasional telah tersambung dengan
kondisi 60% mantap, sementara 40%
lainnya dalam kondisi sedang dan
rusak, kecuali untuk ruas Jayapura-
Wamena sepanjang 200 km yang ma-
sih sulit untuk dilalui, terputus, dan
belum bisa ditembus karena tak ada
pengembangan wilayah. Solusinya
adalah menciptakan angkutan cluster
antarmoda, baik sungai maupun darat
yang bergerak di sana.
Oleh karena itu, terselesaikannya
pembangunan 11 ruas jalan strategis,
yaitu 7 ruas jalan di Papua dan 4
ruas jalan di Papua Barat, sangat
didambakan masyarakat. Kesebelas
ruas itu memiliki total panjang lebih
dari 3.131 km, dan sampai tahun 2014
direncanakan akan dilakukan pelebaran
jalan sepanjang 1.220 km.
Sebelas ruas jalan di Papua yang
merupakan proyek prioritas tersebut
meliputi ruas Nabire-Wagete-Enarotali
(262 km), ruas Timika-Mapuru,
ruas Jaya-Pomako (39,6 km), ruas
Serui-Menawi-Sarmi (384 km), ruas
Jayapura-Wamena-Mulia (733 km),
ruas Jayapura-Sarmi (364 km), ruas
Jayapura-Hamadi-Holtekamp-batas
PNG (53 km), dan ruas Merauke-
Wiropko (557 km), ruas Wamena-
Hebema-Kenyam, ruas Wamena-Timika-
Potowaiburu-Enerotali dan Jayapura Ring Road dengan total panjang
361 km. Peningkatan struktur dan
kapasitas jalan juga dilakukan dengan
memperlebar badan jalan dari rata-rata
4,5 meter menjadi 6 meter di daerah
perbatasan Papua Nugini sepanjang
120 km, tepatnya di daerah Skow di
Jayapura, dan Sota di Merauke.
Gultom menambahkan bahwa langkah
pemprov dan pemkab yang merintis
pembangunan jalan strategis nasional
di jalan trans nasional perlu disambut
baik karena sangat mendukung per-
cepatan pelaksanaan pembangunan
jalan nasional di Papua maupun Papua
Barat.
Sementara itu, Satuan Kerja Pe-
rencanaan dan Pengawasan Jalan
dan Jembatan Papua, Refli Tangkere, mengungkapkan bahwa dengan
semakin pesatnya kemajuan Kota
Jayapura, masalah kemacetan kini
sering terjadi, terutama di saat-saat
jam sibuk. Untuk mengatasi hal itu
pihak BBPJN X berencana membangun
fly over atau jalan layang sepanjang
4,5 km dari Abepura menuju Hamadi.
Program lainnya adalah peningkatan
struktur dan kapasitas jalan melalui
pelebaran jalan dari 1 jalur dan 2 lajur,
menjadi 2 jalur dan 4 lajur, sepanjang 20
km, yakni pada ruas Jayapura menuju
Bandara Sentani. Pembangunan fly over dan peningkatan jalan itu masuk
dalam program kegiatan tahun 2010-
2014.
Seluruh rencana besar itu tentu
membutuhkan dana yang tidak kecil,
apalagi Papua tergolong memiliki
biaya ekonomi tinggi. Beruntung sejak
dikeluarkannya Instruksi Presiden No.
5/2007, alokasi anggaran Kementerian
Pekerjaan Umum untuk penanganan 11
ruas jalan strategis Papua mengalami
peningkatan cukup signifikan. Tercatat pada tahun 2007 alokasinya sebesar
Rp 305,912 miliar dan pada tahun 2008
meningkat menjadi Rp 702,91 miliar
atau naik dua kali lipat.
Sementara itu, untuk tahun 2010
anggaran untuk Papua naik lagi
mencapai Rp 1,9 triliun, sedangkan bagi
Papua Barat menjadi Rp 817 miliar. Tentu
dengan kenaikan APBN untuk tahun
anggaran 2011 bidang PU menjadi Rp
56,5 triliun, dana pembangunan Papua
juga akan mengalami peningkatan.
Dengan selesainya pembangunan jalan
ini, ke depan, Papua sebagai pintu
gerbang Indonesia Timur dan kawasan
perdagangan Asia-Pasifik diharapkan bisa semakin berkembang.(Joe)
Warga sedang melintas di jalan Trans Papua. (Foto: Dok.)
Volume 43 • KIPRAH58
LAPORANKHUSUSLAPORANKHUSUS
Pertumbuhan penduduk perko-
taan meningkat tajam dan
berbanding terbalik dengan
kemampuan kota untuk beradaptasi.
Meluasnya penurunan muka tanah,
eksploitasi yang berlebihan sumber
daya air tanah, konversi tata guna
lahan yang tidak terkendali, dan
meningkatnya polusi yang berasal
dari limbah domestik dan industri,
adalah permasalahan yang timbul
terkait dengan sumber daya air. Kota-
kota besar memerlukan prasarana
dan sarana yang memadai untuk
mendukung pertumbuhan kota yang
cepat dan perbaikan kesehatan dan
kesejahteraan warganya.
Dalam situasi yang dilematis ini,
Pemerintah Indonesia perlu mengelola
sumber daya air berbasis pada
pengelolaan wilayah sungai terpadu.
Oleh karena itu, isu air perkotaan tak
dapat dipisahkan dari isu wilayah sungai
setempat. Indonesia telah menerapkan
Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu
sejak tahun 1994. Jalan untuk mencapai
tujuan program tersebut secara
optimum masih panjang. Meskipun
demikian, beberapa perbaikan telah
dilakukan di semua aspek pengelolaan
sumber daya air.
Rancangan kebijakan nasional pengelo-
laan sumber daya air mengamanatkan
adanya strategi pemeliharaan
daerah tangkapan dan kelangsungan
fungsi resapan air berdasarkan
rencana pengelolaan sumber daya
air pada suatu wilayah sungai.
Strategi pemeliharaan daerah terkait
konservasi yaitu peningkatan upaya
perlindungan sumber air, pengaturan
daerah sempadan, dan pengisian air
pada sumber air untuk peningkatan
ketersediaan air baku.
Sedangkan strategi yang berkaitan
dengan sanitasi yaitu peningkatan
upaya pengendalian pemanfaatan
sumber air, dan pengaturan prasarana
dan sarana sanitasi, sedangkan contoh
strategi yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi masalah banjir ialah
Memaknai Peringatan
Oleh: **A. Tommy M. Sitompul
peningkatan upaya pencegahan antara
lain dengan cara pengintegrasian
perencanaan, pembangunan dan
pengelolaan drainase kawasan pro-
duktif, drainase perkotaan, drainase
jalan, dan sungai ke dalam sistem
pengendalian banjir.
Dengan demikian, dalam merayakan
Peringatan Hari Air Dunia 2011 yang
memilih tema “Air Perkotaan dan
Tantangannya”, dunia hendaknya
saling bergandengan tangan men-
dukung pengelolaan sumber daya
air, agar tercapai pembangunan yang
berkelanjutan untuk kesehatan yang
lebih baik dan kesejahteraan yang
juga selaras dengan visi pengelolaan
sumber daya air kita, yaitu: “Sumber
daya air nasional yang dikelola secara
menyeluruh, terpadu, dan berwawasan
lingkungan untuk keadilan dan
kesejahteraan masyarakat Indonesia”.
**) Ka. Sub Dit Pengaturan, DitJen SDA, Kementerian Pekerjaan Umumdan Sekretaris Umum HATHI
Dalam beberapa dekade terakhir, pengelolaan sumber daya air dihadapkan pada tantangan dan isu yang kompleksitasnya
semakin tinggi. Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pembangunan ekonomi yang cepat telah menjadi tantangan
alamiah dalam pengelolaan sumber daya air di Indonesia, yang berakibat pada peningkatan kebutuhan akan air. Sementara
itu, degradasi lingkungan juga berkontribusi terhadap penurunan ketersediaan air baik kuantitas maupun kualitasnya.
Hari Air Dunia ke-19
Volume 43 • KIPRAH 59
LAPORANKHUSUS
Save Jakarta Water Fun Walk:
Mencetak Generasi Peduli Air
Peserta berjalan membawa span-
duk menuju Monas, yang berisi-
kan ajakan agar masyarakat
menyadari pentingnya mencintai dan
memelihara lingkungan hidup. Acara
gerak jalan Aspirasi Tingkat Sekolah
Menengah Atas dan Kejuruan di se-
luruh DKI di Silang Monas Barat Daya
tanggal 20 Maret 2011 ini dilepas oleh
Adhyaksa Dault.
Lebih lanjut, pria yang peduli pada
dunia kelautan dan lingkungan ini
mengajak Pemerintah DKI, Kemente-
rian Pekerjaan Umum serta instansi-
instansi terkait lainnya untuk menjaga
dan melestarikan sumber sumber air
untuk menghindari krisis ancaman
kekurangan air bersih di kemudian
hari, mengingat dampak negatifnya
yang begitu besar.
Gerak jalan yang dilakukan dalam
rangka menyambut Hari Air Dunia 2011
ini mengambil rute dari Silang Monas
Barat Daya menuju ke Bundaran HI
dan kembali ketempat semula. Para
peserta yang merupakan para siswa
SMA-SMA seantero Jakarta ini dilepas
oleh Margani, Deputi Gubernur DKI,
bersama Ketua Umum Vanaprastha,
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI
dan Kepala Dinas Pendidikan Nasional
DKI Jakarta, Taufik Yudhi.
Acara tersebut diprakarsai oleh Vana-
prastha yang diketuai oleh mantan
Menteri Pemuda dan Olahraga, A-
dhyaksa Dault. Vanaprastha adalah
organisasi pecinta alam, dan Adhyak-
sa menduduki jabatan sebagai ketua
umum untuk periode 2010-2013. Or-
ganisasi ini memiliki agenda kegiatan
yang sifatnya langsung berinteraksi
dengan alam dan juga ditunjukkan
bagi para remaja, sehingga muncul
rasa cinta terhadap lingkungan.
Dalam penyelenggaraan kegiatan ini
Yayasan Vanaprasta bekerja sama
antara lain dengan Pemerintah DKI,
Palyja, Aetra dan Pop Mie. Ikut me-
meriahkan acara gerak jalan tersebut
tampak pagelaran musik dan bebera-
pa stand pameran, antara lain stand
BBWS Ciliwung Cisadane , Palyja, Ke-
menterian ESDM , Basarnas, Aetra,
Pop Mie, dan banyak lagi. Selain itu,
acara ini juga menampilkan penayang-
an film bertema lingkungan dan pen-tingnya air bagi kehidupan manusia,
lalu ditutup dengan penampilan grup
musik Coklat yang menghidupkan sua-
sana lomba.
Tak ayal kalau ribuan manusia memban-
jiri Monas pada hari Minggu itu, mulai
dari pelajar yang menjadi peserta lomba
gerak jalan yang berjumlah empat ribu
anak hingga massa yang berdatang-
an dari berbagai arah. “Kami sengaja
memilih hari Minggu, meski mendahu-
lui tanggal Hari Air Dunia, supaya pesan
akan pentingnya air dalam kehidupan
manusia ini lebih tersampaikan secara
masif. Mereka menikmati hari libur di
Monas sambil menyaksikan lomba ge-
rak jalan yang juga dihibur grup musik
papan atas,” ujar Adhyaksa.
Politisi asal PKS itu menambahkan,
langkah konkrit dari kegiatan tersebut
adalah memberdayakan anak muda
untuk memanfaatkan air dengan
baik, hemat dan bijaksana di sekolah
masing-masing. Sehingga, katanya,
mereka bisa menularkan sikap positif
tersebut kepada keluarga dan ling-
kungannya di rumah.
“Penyelamatan air kita mulai dari ling-
kungan sekolah dan keluarga terlebih
dulu. Kami harapkan mereka bisa
menularkannya kepada orang tua dan
saudara mereka lainnya. Ini merupa-
kan langkah yang efektif untuk me-
nyelamatkan air,” tegasnya.
Acara Lomba Gerak jalan tersebut
dimenangkan oleh perwakilan dari
SMAN 31 sebagai juara ke III, SMAN 80
sebagai Juara ke II dan juara pertama
diraih oleh SMAN 6.(Sn)
Peserta gerak jalan dalam rangka Hari Air Dunia 2011. (Foto: Seno)
Ribuan siswa se-DKI Jakarta memperingati Hari Air Dunia
2011 XIX, Minggu (20/3) di Jakarta. Acara yang bertajuk Save Jakarta Water Fun Walk
dimulai dengan jalan sehat dengan mengambil start di Bundaran Hotel Indonesia.
Volume 43 • KIPRAH60
LAPORANKHUSUS
Kementerian Pekerjaan Umum (PU),
perwakilan dari beberapa perusahaan,
serta utusan dari beberapa instansi
pemerintah yang tergabung dalam
Panitia HAD XIX Tahun 2011. Menariknya
lagi, di saat bersamaan, terdapat pula
aksi damai dari beberapa Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang
menamakan dirinya Koalisi Rakyat
untuk Hak Atas Air (Kruha). Mereka
hadir untuk menyuarakan pentingnya
peningkatan akses air bersih bagi
masyarakat.
Dalam acara pawai simpatik tersebut,
Sekretaris Direktorat Jenderal
(Sesditjen) Sumber Daya Air (SDA)
Kementerian PU, Sugiyanto, mengata-
kan setiap orang harus menyadari arti
penting air serta melakukan upaya
penyelamatan fungsi dan ketersediaan
Meningkatnya populasi penduduk disertai degradasi lingkungan dalam beberapa dekade terakhir membuat
pengelolaan sumber daya air (SDA) di daerah perkotaan
menghadapi tantangan yang semakin berat. Oleh karena itu, Hari Air Dunia (HAD) XIX
Tahun 2011 di tingkat nasional yang mengambil tema “Air
Perkotaan dan Tantangannya” terasa pas. Salah satu kegiatan
yang dilakukan dalam memperingati HAD XIX adalah
Pawai Simpatik Peduli Air di Bundaran Hotel Indonesia (HI),
Jakarta.
LAPORANKHUSUS
Pawai Simpatik Peduli Air di Bundaran HI
Antusiasme para peserta ditam-
bah cuaca Jakarta yang sejuk
seakan turut mendukung ke-
giatan Pawai Simpatik Peduli Air di
Bundaran HI hari itu. Kegiatan ini cukup
sukses menarik perhatian warga yang
kebetulan melintas di Bundaran HI. Aca-
ra tersebut digelar sebagai salah satu
upaya menyebarluaskan pemaham-
an, menumbuhkan kesadaran, serta
meningkatkan kepedulian masyarakat
terhadap SDA. Selain diisi orasi dan
wawancara dengan wartawan, acara
juga diisi dengan pembagian bunga,
Majalah KIPRAH, dan pamflet kepada para pengguna jalan yang melintas di
sekitar Bundaran HI.
Pawai Simpatik ini diikuti sekitar
150 orang dan terdiri dari berbagai
kalangan, mulai dari staf dan pejabat
Peserta Pawai Simpatik Peduli Air di Bunderan HI. (Foto: Dok.)
Volume 43 • KIPRAH 61
LAPORANKHUSUS
Peserta pawai membagikan bunga kepada pengendara yang lewat. (Foto: Dok.)
Direktur Sungai dan Pantai, Ditjen SDAPitoyo Subandrio. (Foto: Dok.)
air. Lebih lanjut, peran aktif masyarakat
diperlukan dalam manajemen air,
dan hal tersebut dapat diwujudkan
lewat upaya-upaya sederhana, seperti
melakukan penghematan penggunaan
air serta membuang sampah pada
tempatnya.
Sugiyanto mengatakan bahwa saat ini
pemerintah terus bekerja keras untuk
melakukan pengelolaan di bidang SDA.
Akan tetapi, upaya tersebut juga harus
didukung peran masyarakat, terutama
mereka yang tinggal di perkotaan
dengan populasi tinggi. “Kita usahakan
supaya pemenuhan kebutuhan air dapat
tersedia sepanjang tahun. Untuk itu,
saya harapkan kesadaran masyarakat
agar lebih care (peduli) terhadap
air,” ujarnya. Ia mencontohkan
permasalahan yang terjadi di Jakarta,
yaitu jumlah penduduk yang semakin
besar mengakibatkan kebutuhan akan
air semakin meningkat, sementara
sumber air relatif terbatas. "Dalam
situasi seperti ini yang harus kita
lakukan adalah upaya penghematan,"
katanya.
Hal senada disampaikan Direktur Su-
ngai dan Pantai Ditjen SDA Kementeri-
an PU Pitoyo Subandrio. Menurutnya,
pengelolaan SDA yang baik harus men-
jadi perhatian bersama. “Jangan sam-
pai di satu waktu air kita berlimpah,
tapi malah menimbulkan banjir dan di
waktu lain kita kekurangan air. Curah
hujan kita mencapai 2.500 mm per ta-
hundan ini tentu sebenarnya sebuah
anugerah jika kita bisa mengelolanya
dengan baik, ” katanya. Pitoyo me-
ngatakan bahwa tantangan penyedi-
aan air, terutama di kota-kota besar,
semakin meningkat. Oleh karena itu,
diperlukan perubahan mindset (pola
pikir) masyarakat secara keseluruhan,
mulai dari usia anak-anak hingga orang
dewasa. “Masyarakat bisa memulainya
dari hal-hal kecil, misalnya tidak mem-
buang sampah ke sungai serta mem-
buat sumur resapan,” jelasnya.
Menurut Pitoyo, salah satu contoh
perubahan pola pikir yang perlu
dilakukan adalah cara masyarakat
dalam memandang sampah. Selama
ini, sampah dianggap sebagai
barang tidak berguna. Padahal, jika
masyarakat mengolahnya dengan
baik, sampah dapat diolah menjadi
kompos yang dapat memberikan
tambahan penghasilan. Upaya lain
yang perlu dilakukan adalah mencegah
pengambilan air tanah secara ber-
lebihan. Sebab, tindakan tersebut
dapat mengakibatkan land subsident
(penurunan tanah).
Di Jakarta misalnya, penurunan tanah
mencapai 10 cm per tahun. “Namun
demikian, kalau kita ingin mengurangi
pengambilan air tanah, kita harus
cukupi dulu penyediaan air permukaan.
Tidak bisa kita larang begitu saja,” kata
Pitoyo. Ia juga mengatakan bahwa
penyediaan air bersih berkaitan de-
ngan banyak hal, misalnya sanitasi dan
sistem drainase. Oleh karena itu, pe-
ngelolaan air memerlukan koordinasi
di antara berbagai pemangku kepen-
tingan yang terlibat.
Secara khusus, Kementerian PU juga
telah membentuk Gerakan Nasional
Kemitraan Penyelamatan Air (GNKPA)
yang melakukan berbagai kegiatan,
antara lain reboisasi, sosialisasi,
pembangunan dam di sungai-su-
ngai, hingga upaya pengembalian
keseimbangan hidrologis di daerah
aliran sungai (DAS) yang berkategori
kritis. HAD sendiri diperingati setiap
tahun pada tanggal 22 Maret dan
pertama kali dideklarasikan pada
tahun 1992 oleh Majelis Umum PBB.
Untuk tahun ini, di Indonesia, selain
Pawai Simpatik Peduli Air, digelar
pula rangkaian acara dalam rangka
HAD XIX, antara lain donor darah,
seminar dan lokakarya, pameran,
hingga puncak acara peringatan yang
diadakan di Bendungan Gintung pada
bulan Mei.(Ifn)
Volume 43 • KIPRAH62
SELINGAN
Sesampainya di Batu, Anda akan
disuguhi beragam obyek wisata
menarik, mulai dari wisata alam,
wisata budaya, wisata satwa, hingga
wisata belanja. Pengunjung dapat
berbelanja aneka kebutuhan, seperti
cendera mata, makanan khas, pakaian,
kerajinan tangan, dan lukisan.
Data menunjukkan bahwa dalam seta-
hun tak kurang dari dua juta orang
berkunjung ke kota yang berhawa se-
juk ini. Itu semua tak lepas dari komit-
men Pemkot Batu khususnya Bappeda
dalam merancang dan merencanakan
Batu, Menuju Kota Agrowisata
Kota Batu sebagai Kota Agrowisata,
berdasarkan Rencana Tata Ruang yang
berkelanjutan.
Secara gamblang Kepala Bappeda
Kota Batu, Enny, kepada KIPRAH me-
ngatakan bahwa perencanaan dan
regulasinya telah dipersiapkan dengan
baik, agar program pembangunannya
tidak meleset. “Perencanaannya se-
lalu kita konsultasikan dengan Ditjen
Penataan Ruang di Jakarta,” ujarnya.
Seperti penetapan zonasi, pemba-
ngunan infrastruktur, transportasi, ru-
ang publik, permukiman, dan fasilitas
pendukung lainnya. Terkait dengan itu,
Taufan Madiasworo, Kepala Seksi Data
dan Informasi Perkotaan, Sub Direk-
torat Kebijakan dan Strategi Perko-
taan, Ditjen Penataan Ruang, Kemen-
terian PU menyampaikan bahwa Batu
merupakan kota yang memiliki peran
penting, baik di skala lokal maupun
nasional. Hal ini didukung dengan sek-
tor unggulan kota Batu yang berbasis
pada sektor pertanian dan pariwisata
sehingga kota Batu akan dikembang-
kan sebagai pusat kegiatan jasa Agro-
bisnis dan pusat kegiatan pariwisata.
Kota Batu juga merupakan hulu Sungai
Keindahan panorama Kota Batu, Malang, Jawa Timur, sudah cukup terkenal sebagai objek wisata. Wilayah
pegunungan di antara lereng Gunung Arjuno dan Panderman ini dapat dicapai dalam waktu 30 menit dari
Kota Malang atau tiga jam perjalanan dari Surabaya dengan sarana transportasi yang cukup memadai. Begitu
memasuki kota ini, hati terasa tenteram dan adem manakala menghirup udara segar sekaligus menyaksikan
hamparan sawah berteras yang melegakan pandangan.
SELINGAN
Kota Batu, Jawa Timur. (Foto: Istimewa)
Volume 43 • KIPRAH 63
SELINGAN
Brantas sehingga berperan menjadi
kawasan penyangga bagi daerah di
bawahnya yang dialiri Sungai Brantas.
Pengembangan Kota Batu tentunya
harus senantiasa mempertimbangkan
aspek lingkungan, sosial dan ekonomi
secara seimbang dan terintegrasi agar
tetap berkelanjutan.
Jatim Park
Bila Anda berkunjung ke Kota Batu tak
ada salahnya mengunjungi objek wisata
favorit Batu Secret Zoo atau Taman
Margasatwa Batu, yang memilki daya
tarik tersendiri bagi wisata keluarga
atau lebih dikenal dengan Jatim Park 1
dan 2. Di sini Anda bisa melihat satwa-
satwa yang diawetkan, fosil-fosil purba
yang didatangkan dari berbagai benua,
bahkan Anda juga bisa melihat dari
dekat replika satwa langka, seperti
Alpaka asal Amerika, jaguar dan satwa
purba.
Beragam binatang unik tersebut juga
dapat dijumpai di tempat wisata Jatim Park 2 di Jalan Oro-Oro Ombo 9, yang
merupakan pengembangan dari wa-
hana Jatim Park 1 di Jalan Kartika 2.
Keduanya terletak di lereng Gunung
Panderman. Dengan tiket seharga Rp
50.000, Anda sudah bisa menikmati be-
ragam diorama Galeri Etnik Nusantara,
mulai dari baju, rumah adat, info be-
ragam suku, diorama manusia purba,
hingga sejarah perjuangan bangsa. Ja-
ngan lupa untuk menengok Galeri Fisi-
ka yang menyajikan beragam atraksi
edukatif. Pengunjung bisa menjumpai
taman burung dan ikan hingga simulasi
gunung meletus. Selain itu, wahana ini
juga dilengkapi dengan bioskop tiga
dimensi berkapasitas 120 orang de-
ngan layar berukuran 8x6 meter. Tak
jauh dari lokasi itu, wisatawan juga da-
pat menikmati aneka tumbuhan bunga
yang dibudidayakan masyarakat.
Bila Anda sudah merasa lelah, Anda
dapat menyambangi Pohon Inn yang
berbentuk menyerupai pohon dengan
sentuhan interior kamar menyerupai
hutan atau Anda juga bisa menginap di
Guest House Selorejo dengan tarif yang
terjangkau.
Waduk Selorejo
Sepanjang perjalanan menuju Waduk
Selorejo di kecamatan Ngantang, Anda
akan disegarkan oleh hijaunya peman-
dangan alam yang menyatu dengan
panaroma danau buatan yang me-
nawan. Lebih dari itu, Anda bisa ber-
main-main dengan beragam wahana,
seperti motor cross, flying fox, jogging track, spinning coaster yang memacu
adrenalin Anda.
Menurut Harry M. Sungguh, Kepala
Divisi Jasa Umum II, Perum Jasa Tirta
(PJT) I, tempat ini selalu ramai dikun-
jungi wisatawan terlebih di akhir pekan
dan hari libur. Berbagai fasilitas dan
permainan tersedia, seperti fasilitas
olah raga air, memancing, motor boat,
kano dan banana boat sebelum akhir-
nya menuju kolam renang. Lokasi ini
sering dimanfaatkan untuk kegiatan
pertemuan, lokakarya, dan seminar.
Kawasan ini juga mengoleksi sekitar
3.200 jenis tanaman tropis.
Harry menyarankan kepada para pe-
ngunjung objek wisata untuk mengun-
jungi kawasan Suaka Alam Arboretum
Sumber Brantas, yang terletak di kaki
Gunung Arjuno, tepatnya di lereng timur
pegunungan Anjasmoro, lebih kurang
18 kilometer arah utara Kota Batu pada
ketinggian 1500 meter dpl. Dari situ air
Kali Brantas mengalir ke hilir dengan
debit awal 2,5 liter per detik sejauh 320
kilometer hingga Kota Surabaya. Bagi
sebagian orang, sumber air Brantas ini
dipercaya dapat membuat awet muda
dengan cara mandi atau membasuh
muka menggunakan air tersebut.
Kota Batu kini terus bebenah dan siap
memberikan kejutan dalam perjalanan
wisata yang tak terlupakan. Keber-
hasilan Pemkot Batu dalam menggarap
potensi wisata patut dipuji karena sek-
tor pariwisata memang menjadi pilar
utama perekonomian Kota Batu. Se-
lanjutnya, Pemkot Batu terus berusaha
menggali potensi dan kreasinya untuk
mewujudkan Kota Agrowisata yang
menarik, aman, nyaman, ramah ling-
kungan, dan berkelanjutan. Anda ber-
minat berkunjung ke Kota Batu?(Joe) Waduk Selorejo. (Foto: Istimewa)
Volume 43 • KIPRAH64
AKTUALITA
Bunaken merupakan salah satu
ikon dalam pengembangan
pariwisata Sulawesi Utara.
Wilayah yang sudah dikenal di manca
negara ini mempunyai keunggulan
dalam wisata kelautan. Banyak
wisatawan lokal dan asing datang
untuk menikmati indahnya kekayaan
laut Bunaken, padahal wilayah ini juga
rawan bencana sehingga tepat kiranya
tempat ini dijadikan tuan rumah
penyelenggaraan ARF DiRex 2011.
Dalam kegiatan ini, Kementerian PU
Pemasangan Alat Pengolah Air di Bunaken
melakukan latihan tanggap darurat
bencana berupa penyediaan alat
pengolah air payau menjadi air
bersih. Setelah pelatihan selesai
peralatan tersebut diserahkan kepada
pemerintah daerah setempat untuk
dikelola. Mudah-mudahan pemda
mempunyai anggaran untuk opera-
sional peralatan ini.
Alternatif lain yang bisa digunakan
untuk operasional dan pemeliharaan
adalah membentuk kelompok-
kelompok masyarakat untuk menge-
lola alat tersebut. Pendapatan di-
peroleh dari pungutan warga yang
memanfaatkan air bersih ini. “Sayang
kalau alat ini tidak dikelola dengan baik”
ujar Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Penanggulangan Darurat Ditjen Cipta
Karya Kementerian PU, Rustandi.
Pendapat senada disampaikan Staf
Ahli Menteri PU Bidang Keterpadu-
an Pembangunan, Ismanto, saat ber-
kunjung ke Bunaken untuk mengetahui
secara langsung pemanfaatan alat
ini awal Maret lalu. Ia mengatakan
AKTUALITA
Warga sedang antre ambil air. (Foto: Sri)
Bersamaan dengan kegiatan ASEAN Regional Forum Disaster Relief Exercise (ARF DiREx) 2011, Kementerian Pekerjaan Umum (PU) melakukan latihan tanggap darurat bencana berupa penyediaan alat pengolah air payau menjadi air bersih yang sehat di Pulau Bunaken, yang mana setelah selesai
pelatihan, peralatan tersebut diserahkan ke pemda setempat.
Volume 43 • KIPRAH 65
AKTUALITA
bahwa alat pengolah air ini sangat
baik bagi masyarakat yang daerahnya
sedang terkena bencana. Karenanya,
walaupun ini merupakan latihan
untuk tanggap darurat apabila terjadi
bencana, airnya bisa dimanfaatkan
masyarakat sekitar.
Menurut Ismanto, inilah wujud
kepedulian Kementerian PU kepada
masyarakat, terutama masyarakat di
daerah pantai yang sulit air bersih.
Ia berharap setelah selesai acara
ini, peralatan yang digunakan bisa
dimanfaatkan dengan baik. Untuk
itu, Ismanto meminta masyarakat
Bunaken mau merawat peralatan
tersebut agar awet dan tetap bisa
beroperasi. Pemeliharaan tersebut
dapat dilakukan melalui kelompok
masyarakat untuk mengorganisasi
pembiayaan operasi pengolah air ini.
“Masyarakat pasti tidak keberatan
kalau dipungut biaya,” tutur Ismanto.
Warga setempat patut bergembira
dengan dipasangnya peralatan peng-
olah air bersih ini. Alat pengolah air
ini mempunyai kapasitas 900 liter per
jam. Saat keadaan darurat, jika alat
tersebut beroperasi 8 jam, maka akan
menghasilkan 7.200 liter air dan dapat
melayani 720 jiwa dengan asumsi satu
jiwa memerlukan 10 liter per hari.
Djaitun Pontoh (29), ibu rumah tangga,
merasa gembira dengan terpasangnya
seperangkat alat pengolah air dari
Kementerian PU tersebut. Air bersih
ini bisa dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan air bersih. “Saya sangat
senang ada alat pengolah air di sini.
Biasanya beli air dari Manado Rp 2.500-
Rp 3.000 per jerigen (berkapasitas) 20
liter,” ujarnya.
Perasaan sama juga disampaikan Misja
(50), ibu rumah tangga dengan tiga
anak. Menurutnya, air hasil pengolahan
ini terasa lebih segar dibandingkan air
yang dibeli dari Manado. Ia berharap
alat ini tetap terpasang dan bisa awet
dalam melayani kebutuhan air bersih
warga. “(Alat pengolah air tersebut)
sangat membantu warga di sini dan
tidak harus membeli air dari Manado,”
ujarnya.
Selain pemasangan alat pengolah air,
pemerintah juga menyiapkan jerigen
untuk distribusinya. Jumlah jerigen
berkapasitas 10 liter disiapkan sebanyak
450 buah. Jerigen-jerigen tersebut
akan dibagikan kepada masyarakat.
Selama pelatihan tanggap darurat, air
yang dihasilkan juga dibagikan secara
gratis.
Menurut Rustandi, alat pengolah air
ini tidak hanya dipasang di Bunaken,
tapi juga di Wori dan Maasing. Alat
pengolah air ini mempunyai kapasitas
0,25 liter per detik untuk di Wori dan
300 liter per jam untuk di Maasing.(Sr)
Generator sumber tenaga alat pengolah air. (Foto: Sri)
Staf Ahli Menteri PU Bidang Keterpaduan Pembangunan, Ismanto. (Foto: Sri)
Volume 41 • KIPRAH66
SERBA SERBI
Saya, Sofwan D. Ardianto, dan
Eko Wahono sebagai satu tim
penulis dan desainer grafis sempat tidak percaya terhadap
kemauan para pejabat yang bekerja
hingga selarut itu di hari libur. Sejak
Minggu siang kami berada di ruangan
tersebut dan mengedit naskah
Mengetengahkan Bahasa
Oleh: **Agung Y. Achmad
bersama-sama secara maraton.
Bahkan, di malam selarut itu, melalui
sambungan telepon, para pejabat
tersebut berhasil mewawancarai tiga
narasumber, yakni Walikota Bontang
A. Sofyan Hasdam, Walikota Surakarta
Joko Widodo, dan Walikota Surabaya
Bambang D.H.—yang masing-masing
berkuasa pada masa itu—untuk
melengkapi informasi yang dihimpun
penulis.
Maklum, waktu yang tersedia bagi
tim penulis sangat terbatas. “Buku
ini harus mencerminkan spirit
daerah-daerah pemenang PKPD-PU,
Senin dini hari (pukul 01.00), 12 November
2006, ruangan kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan
Umum (Puskom PU) masih terang-benderang. Suasananya riuh rendah
lantaran berlangsung diskusi hangat yang
melibatkan seorang Staf Ahli Menteri, kepala
Puskom, beberapa pejabat eselon III dan tim penulis.
Topik yang dibahas adalah naskah buku: Penilaian
Kinerja Pemerintah Daerah bidang Pekerjaan Umum (PKPD-PU) 2006, yang—dalam beberapa hari kemudian—akan diluncurkan di Istana
Negara bersamaan dengan acara pengumuman para
pemenang PKPD-PU 2006.
“Plat Merah” ke Ruang Publik
Bedah Buku Pemenang PKPD-PU 2009 di Perpustakaan Kementerian PU. (Foto: Dok.)
Volume 41 • KIPRAH 67
SERBA SERBI
terutama menceritakan strategi dan
kiat-kiat para pemimpinnya sebagai
penanggung jawab pengembangan
infrastruktur bidang PU di kabupaten/
kota masing-masing. Karena itu, buku
ini harus populer dan lugas bahasanya.
Saya mengandalkan kalian yang
berpengalaman di bidang jurnalistik.
Tidak boleh ada foto mejeng (para)
pejabat,” demikian kira-kira kalimat
(buku, leaflet, booklet, video, dan lain-
lain), terutama agar informasi yang
hendak dipublikasikan bisa bermanfaat
bagi masyarakat dan akurat. Cerita di
atas juga relevan dikemukakan untuk
merespons kritik sejumlah pihak
kepada pemerintah berkaitan dengan
validitas penyajian informasi kepada
publik yang dianggap tidak akurat,
yang oleh media massa dikatakan
sebagai pembohongan publik. Ada
kaitan erat antara etos dan orientasi
birokrat dengan informasi publik yang
baik dan efektif di sana.
Tulisan ini disusun berdasarkan
pengalaman penulis selama bekerja
sama dengan Puskompu PU yang
diawali dari penyusunan buku PKPD-
PU 2006 dan beberapa buku serupa
pada tahun-tahun sesudah itu. Buku
PKPD-PU 2006 jelas tidak sempurna,
bahkan buku serupa di tahun 2007
terasa lebih baik. Akan tetapi, dari
pengalaman pertama itulah banyak
memberikan preseden menarik ten-
tang bagaimana produk publikasi
didesain sebelum disuguhkan ke
masyarakat luas.
Birokrat ala Gramsci
Bagi kami, etos kerja para pejabat di
atas, dan mungkin bukan satu-satunya
contoh di lingkungan Kementerian
PU, cukup mengesankan. Pertama,
mereka adalah para insinyur yang
(ternyata) tidak hanya ahli di bidang
technical engineering, tetapi juga
piawai menerapkan metodologi
ilmu-ilmu sosial, khususnya ilmu
komunikasi. Yang terakhir itu, seperti
akan ditunjukkan di bawah, berkaitan
juga dengan tugas dan fungsi
pemerintah sebagai agen perubahan
dalam konteks social engineering.
Kedua, saya menangkap semangat
dan dedikasi sejumlah birokrat dalam
mengetengahkan produk publikasi
yang populer, tercermin melalui pilihan
bahasa dan konsep desain yang tidak
formal. Buku yang mereka inginkan
pun tidak melulu bicara hal-hal baik
mengenai hasil pembangunan, tetapi
juga memaparkan sisi-sisi yang masih
kurang, alias seimbang. Ketiga, cukup
kuat gairah mereka untuk melewati
batas-batas formalitas birokrasi demi
tujuan-tujuan yang strategis dan
populis.
Ketiga spirit tersebut penting
maknanya dan melebihi kesan aneh
tentang kerja lembur di hari Minggu
lebih dari 12 jam, bahkan harus dilihat
dalam ranah yang lebih luas, yakni
etos birokrasi. Ini mengingatkan apa
yang pernah disebut Antonio Gramsci
(1891-1937) sebagai ciri-ciri intelek-
tual organik, untuk membedakan
dengan intelektual tradisional. Dalam
kacamata Gramsci, semua pihak
yang beraktualisasi diri hanya pada
apa yang menjadi wilayah tugas
formalnya, betatapun, misalnya
ia seorang akademisi, mengajar di
kelas tanpa memberikan responsi
intelektual terhadap perkembangan di
luar pagar kampus, adalah intelektual
tradisional. Para intelektual organis di
masing-masing profesi dan peranan
mereka, menurut Gramsci, adalah
kelompok yang akan menjadi pionir
perubahan.
Sebaliknya, seorang birokrat yang
hanya bekerja rutin, semisal masuk
dan pulang pada jam kerja, atau
bekerja dalam kualifikasi standar dengan alasan sesuai tugas pokok
dan fungsi (tupoksi), maka ia
termasuk birokrat tradisional. Sulit
terlahir suatu kreativitas serta inovasi
dari birokrat-birokrat yang beretos
kerja “sesuai argo” atau berprototipe
tradisional semacam itu. Birokrat
tradisional akan sulit memahami
diskursus pembangunan partisipatoris
(participatory development).
Bekerja sama dengan birokrat organik,
tim penulis yang cenderung “seniman”
tidak menemukan kesulitan berarti
pada saat melakukan penggalian
data di lapangan serta menentukan
konsep buku (gaya tulisan-bahasa,
yang diucapkan Budi Yuwono (kini
Dirjen Cipta Karya), sang Staf Ahli
Menteri itu.
Gambaran di atas menarik untuk
dijadikan model kegiatan sebuah
lembaga pemerintah yang hendak
menelurkan sebuah produk publikasi
Volume 41 • KIPRAH68
SERBA SERBIdesain grafis). Menurut Budi Yuwono, kala itu, kehadiran tim
penulis dari luar PU bertujuan, antara
lain, untuk menggali suara rakyat
apa adanya. Kebebasan itu menjadi
semacam ruang kesempatan bagi
tim penulis untuk menemukan
model laporan atau produk publikasi
sebuah lembaga “plat merah” yang
populer.
Para pejabat pemerintah memang
seharusnya memahami implementasi
politik pembangunan partisipatoris
dan produk informasi publik yang
pro-rakyat. Pemerintah sendiri
termasuk domain atau bagian dari
eksekutif dalam penyelenggaraan
negara. Karena itu, kapasitas pejabat
pemerintah seharusnya lintas
sektoral, termasuk pemahaman
tentang metodologi ilmu-ilmu sosial.
Bagi lembaga-lembaga pemerintah
untuk mempertimbangkan konsep
“senyum dan bekerja” dalam
menyusun produk publikasi publik
mereka adalah hal penting. Senyum
berarti menggambarkan hal-hal
positif yang menggembirakan
tentang aktivitas pembangunan,
sementara bekerja menonjol-
kan aspek perjuangan. Komposisi
senyum dan bekerja ini akan lebih
baik bila mengangkat hal-hal yang
bersifat lokal.
Tim penulis secara sadar me-
nampilkan kegiatan dialog Walikota
Yogyakarta Hery Zudianto dan
masyarakat di bantaran sungai yang
dilakukan tanpa protokoler dan
pemberitahuan resmi atau kegiatan
‘blusukan’ (baca: bersih-bersih
selokan) Walikota Surakarta Joko
Widodo, atau yang akrab dipanggil
Jokowi, bersama semua kepala
dinas selepas kegiatan senam pagi
di setiap hari Jumat misalnya. Bagi
penulis, hal tersebut menarik untuk
ditampilkan karena di sana ada unsur
inovasi dan kreativitas birokrasi yang
“tak wajar” dalam menggerakkan
partisipasi masyarakat. Pendekatan
nonverbal semacam ini terasa
mengena dari segi penyampaian
pesan-pesan pembangunan. Dengan
demikian, publik akan memahami
pelaksanaan pembangunan dalam
konteks “kekitaan”.
Penyajian laporan berbasis jurnalistik
semacam itu serasa menyapa publik
secara akrab, sementara hakikat
pembangunan infrastruktur PU,
yang mengandaikan prinsip-prinsip
antara lain sustainable development,
keseimbangan habitat, menciptakan
kesejahteraan masyarakat, pun bisa
objektivisme secara salah. Dalam tugas
peliputan atas nama Kementerian PU,
tim penulis menemukan kenyataan-
kenyataan yang sering dilihat dalam
kacamata dualisme itu, yakni gap
antara idealitas dan implementasi;
antara kebijakan dan fakta di
lapangan; serta antara peraturan dan
perilaku. Menghadapi ini, Giddens,
yang juga seorang konsultan editor
dua perusahaan penerbitan di
Inggris (Macmillan dan Hutchinson),
menganjurkan kita untuk melihat
dua hal yang seolah bertentangan
(dualisme) itu sebagai kenyataan hal
yang berkaitan (dualitas, duality).
Menemui fakta seperti itu, mengikuti
teori Giddens, si penulis menampilkan
sebab-sebab kesenjangan itu terjadi,
dan mengetengahkan kiat-kiat pa-
ra penguasa daerah. Itulah yang di-
lakukan Walikota Bontang, A. Sofyan
Hasdam, ketika hendak mengeluarkan
kebijakan penataan ruang dengan
cara mengajak masyarakat untuk
menjadikan sungai sebagai wajah
depan. Menurut sang walikota,
setelah menerima insentif Rp 5 juta
per Kepala Keluarga, masyarakat
mengubah arah hadap rumah mereka
ke sungai, sehingga mereka menjaga
kelestarian lingkungan pelataran dan
permukiman secara umum.
Dinamika pembangunan infrastruktur
PU, atau dalam ilmu sosial disebut
praktik sosial semacam itulah yang
semestinya jangan dilewatkan sebagai
objek peliputan dalam setiap upaya
penggalian informasi. Pembangunan
infrastruktur PU dalam ranah ini harus
dilihat sebagai bagian dari politik
pembangunan. Karena itu, data-data
teknis cukup disajikan dalam bentuk
tabel. Dengan demikian, informasi
publik pengembangan infrastruktur
PU akan menghasilkan narasi yang
hidup dan relevan dengan cara
berpikir masyarakat luas. Pada titik
itulah komunikasi berjalan efektif.
** Wartawan Majalah TEMPO
ditampilkan. Implikasi psikologis
yang tercipta dalam konteks seperti
ini diantaranya bahwa kekurangan
pelaksanaan pembangunan infra-
struktur PU tidak akan dipahami
sebagai kelemahan pemerintah
semata, tetapi kekurangan bersama.
Selanjutnya, partisipasi publik pun
akan tumbuh. Karena itu, meng-
informasikan fakta tentangan
kelemahan bukanlah suatu aib.
Pendekatan di atas bukan hal baru.
Anthony Giddens telah menganjurkan
kepada kita untuk menghindari
cara berpikir dualisme dalam teori-
teori sosial, yakni dalam memahami
kesenjangan subjektivisme dan
Para intelektual organis di masing-
masing profesi dan peranan
mereka, menurut Gramsci, adalah kelompok yang akan menjadi
pionir perubahan.
Volume 43 • KIPRAH 69
Istilah gender memang kian familier
bagi kita, namun pengertian istilah
ini mungkin masih belum dipahami
banyak orang. Pada dasarnya, gender
adalah perbedaan peran dan tang-
gung jawab antara laki-laki dan perem-
puan yang terjadi akibat relasi sosial
budaya masyarakat. Berbeda dengan
istilah “seks” atau “jenis kelamin”
yang melihat perbedaan berdasarkan
alat kelamin yang dimiliki, gender di-
gunakan untuk membedakan laki-laki
dengan perempuan melalui apa yang
Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Penyelenggaraan Infrastruktur
PU dan Permukiman
Dahulu pekerjaan konstruksi dan pembuatan bangunan senantiasa dilakukan oleh laki-laki. Tetapi beberapa dekade belakangan, tak
sedikit perempuan yang sukses berkarya dalam bidang-bidang yang sebelumnya “dikuasai” oleh kaum laki-laki, tak terkecuali bidang infrastruktur dan pekerjaan umum (PU). Pertanyaannya
kini, apakah hasil pembangunan infrastruktur PU dan Permukiman, yang pada dasarnya “netral gender” (tidak memihak salah satu jenis kelamin), telah diselenggarakan dan telah pula
mengakomodasi kepentingan gender secara adil dan setara?
seharusnya maupun tidak seharusnya
mereka kenakan, apa yang dianggap
pantas dan tidak pantas mereka laku-
kan, maupun apa yang biasa dan tidak
biasa mereka lakukan berdasarkan
nilai-nilai sosial dan budaya yang ada
di sekitarnya.
Sebagai contoh, seorang perempuan
dianggap tidak pantas, tidak mampu,
atau tidak bisa menjadi kontraktor, ar-
sitek, mandor ataupun kuli bangunan,
dan lain sebagainya karena itu meru-
pakan pekerjaan berat, pekerjaan yang
pantas dan cocoknya untuk laki-laki.
Bahkan, ada kepercayaan bahwa kaum
Hawa juga tidak mampu mengerjakan-
nya sebaik kaum Adam. Generalisasi
pelabelan kekuatan maupun kelemah-
an terhadap laki-laki ataupun perem-
puan yang dijadikan tolak ukur untuk
mengotak-ngotakkan peran maupun
tanggung jawab seseorang inilah yang
kemudian menimbulkan adanya dis-
kriminasi atau ketidakadilan gender.
Pemerintah RI telah melakukan rati-
fikasi terhadap konvensi hukum inter-
nasional CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimina-tion Against Women) melalui pembu-
atan Undang-undang Nomor 7 Tahun
1984 tentang Penghapusan Perlakuan
Diskriminasi terhadap Perempuan.
Ratifikasi ini berarti pemerintah te-
lah mengikatkan diri pada kewajiban
menghapus diskriminasi serta mema-
juan kesetaraan dan keadilan gender
di negaranya.
Pengarusutamaan Gender (PUG) ada-
lah strategi untuk mengurangi kesen-
jangan antara laki-laki dan perempuan
dalam mengakses dan mendapatkan
manfaat hasil-hasil pembangunan
dengan cara mengintegrasikan pers-
pektif gender ke dalam proses pem-
bangunan di setiap bidang. Hal terse-
but tercantum dalam Buku II Bab I dari
Rencana Pembangunan Jangka Me-
nengah Nasional periode 2010-2014.
Telah diterbitkan pula Instruksi Presi-
den Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pem-
bangunan Nasional yang mewajibkan
semua instansi pemerintah pusat dan
daerah untuk melaksanakan PUG ke
Seminar tentang gender di Kementerian PU. (Foto: Dok.)
WACANA
Volume 43 • KIPRAH70
WACANAbangunan bidang PU yang ditujukan
untuk memperkecil atau menghapus
kesenjangan gender.
Berdasarkan laporan Tim Pelaksana
Pengarusutamaan Gender Sekreta-
riat Jenderal Kementerian Pekerjaan
Umum, pelaksanaan PUG di Kemen-
terian PU telah menjadi komitmen
Pimpinan Kementerian PU yang difasi-
tim ini masih belum melaksanakan
tugasnya secara optimal karena se-
bagian besar tugas tersebut dilaksa-
nakan oleh staf/eselon IV.
Tingkat pemahaman mengenai konsep
dan isu gender serta manfaat PUG da-
lam pembangunan di lingkungan Ke-
menterian PU pada umumnya masih
terbatas serta belum memiliki persa-
dalam kebijakan, program, dan kegiat-
an pembangunan.
Menindaklanjuti Instruksi Presiden
tersebut, Kementerian PU telah
menunjukkan komitmennya melalui
pembentukan Tim PUG Kementerian
PU sebagai fasilitator dalam pelaksa-
naan PUG bidang PU serta telah me-
netapkan PUG dalam Renstra Kemen-
terian PU periode 2010-2014 Bab IV
sebagai salah satu strategi yang akan
diterapkan dalam setiap penyusunan
kebijakan, perencanaan, pengang-
garan, serta implementasinya melalui
program dan kegiatan.
Khususnya tahun 2010, pelaksanaan
pembangunan infrastruktur PU dan
Permukiman mulai menyusun Peren-
canaan dan Penganggaran Responsif
Gender (PPRG) dengan mengacu pada
Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
yang dikeluarkan setiap tahunnya ten-
tang Petunjuk Teknis Penyusunan dan
Penelaahan PPRKA-KL (Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian Negara/
Lembaga) dan Pelaksanaan DIPA (Daf-
tar Isian Pelaksanaan Anggaran).
Pelaksanaan PUG PU bertujuan untuk
memastikan bahwa penyelenggaraan
infrastruktur PU dan Permukiman
telah responsif gender. Tujuan lain-
nya adalah tersusunnya rencana ke-
bijakan, program dan anggaran serta
kegiatan pembangunan bidang PU
yang responsif gender.
Untuk melaksanakan PUG dalam pem-
bangunan bidang PU, dapat digunakan
alur kerja analisis gender (Gender Ana-lysis Pathway/GAP). Melalui alur kerja
ini secara bertahap dilakukan analisis
mulai dari proses perencanaan, pelak-
sanaan, pemantauan dan evaluasi ser-
ta pelaporan dari seluruh kebijakan,
program, hingga kegiatan pembangun-
an bidang PU yang responsif gender.
Melalui metode ini dapat teridentifikasi kesenjangan gender dan permasalah-
an gender sekaligus dapat disusun ren-
cana kebijakan program kegiatan pem-
litasi oleh Tim PUG-PU melalui Surat
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 363 Tahun 2009, merupakan
perubahan terhadap SK Men PU No.
25/2007).
Tim PUG-PU yang dibentuk tersebut
beranggotakan Eselon I dan Eselon II
tertentu sebagai perwakilan dari ma-
sing-masing satminkal di Kementerian
PU. Meskipun demikian, tampaknya
maan persepsi. Pelaksanaan PUG-PU
pun masih dilakukan secara parsial
dan belum didasarkan pada pendekat-
an dan analisis gender secara benar.
Pembinaan SDM di lingkungan Ke-
menterian PU pada dasarnya tidak dis-
kriminatif. Berdasarkan statistik, jum-
lah pegawai perempuan hanya sekitar
23% dari total PNS Kementerian PU.
Namun bila dikaitkan dengan proses
Peserta orientasi CPNS baru Kementerian PU kini juga tidak melulu didominasi oleh pria. (Foto: Dok.)
Volume 43 • KIPRAH 71
WACANA
rekrutmen pada 3 tahun terakhir, jum-
lah pegawai perempuan meningkat
secara signifikan. Hal ini mengindikasi-kan bahwa tingkat responsivitas Ke-
menterian PU terhadap isu gender
sudah lebih baik.
Adapun penyediaan sarana dan prasa-
rana yang responsif gender di lingkung-
an gedung Kementerian PU baru seba-
KL mengintegrasikan perpektif gen-
der. Untuk kepentingan penyusun-
an Perencanaan dan Penganggaran
Responsif Gender (PPRG), Kemente-
rian PU cq. Biro Perencanaan dan Ker-
jasama Luar Negeri telah menerbitkan
buku panduan “Pengintegrasian
Aspek Gender dalam Perencanaan
Program dan Anggaran Kementerian
PU”.
Pada tahun 2010, PPRG telah diuji
coba pada 12 kegiatan dan pada tahun
2011 akan diterapkan pada 36 kegiat-
an yang tersebar di setiap Eselon 2
Kementerian PU. Kegiatan ini akan di-
pantau oleh Bappenas dan Kemente-
rian Keuangan.
Dalam tahap pelaksanaan, secara
umum pemetaan PUG dapat dilihat
dari kebijakan dan dari proses peli-
batan laki-laki dan perempuan dalam
pelaksanaan pembangunan masing-
masing sub bidang PU. Direktorat Jen-
deral Cipta Karya melakukan kegiatan
pembangunan yang responsif gender
karena lebih banyak dan secara lang-
sung melibatkan masyarakat. Peran
dan partisipasi perempuan telah di-
canangkan sejak perencanaan, pelak-
sanaan, pemantauan, dan evaluasi.
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
melakukan beberapa kegiatan yang
melibatkan masyarakat petani pe-
makai air perempuan dan berkolabo-
rasi dengan Kementerian Pertanian.
Hal ini disebabkan pemakai/peman-
faat pembangunan adalah kelompok
tertentu, terkait pembinaannya de-
ngan kementerian lain.
Direktorat Jenderal Bina Marga mengi-
dentifikasi pengarusutamaan gender pada studi analisis dampak lingkungan
fisik dan sosial ekonomi, namun pada tahap pelaksanaan, monitoring, dan
evaluasi PUG tidak dapat terdeteksi
secara signifikan. Direktorat Jenderal Penataan Ruang menyusun Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR) kota/kabu-
paten dan kawasan. Beberapa unit
kerja lain yang juga telah dilakukan
kegiatan yang responsif gender ada-
lah Pusdata, Puskompu, dan Puslit-
bang Sosekling.
Tahap Pemantauan dan Evaluasi (Mo-
nev) mengacu pada Panduan “Pe-
mantauan dan Penilaian Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender dalam Pem-
bangunan Nasional” yang diterbitkan
oleh Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak
(KPPPA).
Berdasarkan hasil Monev oleh Tim In-
dependen Nasional, Kementerian PU
dinilai patut menerima penghargaan
Anugerah Parahita Ekapraya selama 3
tahun terakhir berturut-turut. Anuge-
rah Parahita Ekapraya merupakan
penghargaan tinggi atas segala upaya
dalam peningkatan kualitas perem-
puan pada semua aspek kehidupan
dan kesetaraan dengan laki-laki. Peng-
hargaan ini diberikan kepada institusi
yang dipandang berhasil dalam pelak-
sanaan strategi PUG.
Pada tanggal 22 Desember 2010 lalu
Kementerian Pekerjaan Umum (PU)
kembali menerima penghargaan
Anugerah Parahita Ekapraya Kategori
Madya dari Kementerian Pember-
dayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak yang diserahkan oleh Presiden
RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
kepada Menteri PU Djoko Kirmanto
dalam acara “Puncak Peringatan Hari
Ibu ke-28 Tahun 2010” di Jakarta.
Penghargaan ini menunjukkan komit-
men Kementerian PU dalam menginte-
grasikan perspektif gender, antara
lain pembinaan SDM dan penyediaan
sarana dan prasarana gedung Ke-
menterian PU yang responsif gender.
Meskipun demikian, upaya peningkat-
an kesetaraan gender dalam meng-
akses dan mendapatkan manfaat dari
hasil-hasil pembangunan di setiap bi-
dang masih diperlukan, utamanya di
lingkungan internal Kementerian PU.
(Endah)
tas penyediaan Nursery Room (Ruang
ibu menyusui) dan Tempat Penitipan
Anak (TPA) yang terletak di gedung
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
dan Direktorat Jenderal Penataan Ru-
ang dengan jumlah dan kondisi yang
masih terbatas.
Pada tahap perencanaan dan pem-
rogaman mengacu pada Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) PMK No.
119/2009 dan No. 104/PMK.02/2010
yaitu agar K/L dalam penyusunan RKA-
Volume 43 • KIPRAH72
WACANA
Keberlanjutan tidak hanya ma-
salah melindungi lingkungan,
mengurangi eksploitasi sumber
daya alam ataupun mengurangi polusi,
namun juga tentang keseimbangan
terhadap keberlanjutan sistem sosial
dan ekonomi. Diperkirakan pada tahun
2030 jumlah penduduk yang tinggal di
perkotaan akan mencapai 4,9 miliar
dengan tingkat urbanisasi mencapai
60,3%, utamanya di kota-kota negara
berkembang.
Kondisi ini memicu terjadinya per-
masalahan lingkungan perkotaan dan
membutuhkan penanganan yang ber-
fokus pada kebijakan dan tata kelola
pengembangan kota dengan perenca-
naan yang lebih holistik dan termasuk
di dalamnya solusi sistem lingkungan.
Permasalahan tentang kota yang
berkelanjutan menjadi sebuah topik
yang menarik untuk dibahas dan diper-
debatkan. Beragam pendekatan dilaku-
kan dalam upaya menerjemahkan dan
mengimplementasikan konsep berkelan-
jutan tersebut melalui inovasi teknologi,
penggunaan teknologi tepat guna dan
hemat energi, ruang terbuka hijau, kom-
paksi perkotaan, transportasi publik
antarmoda yang terintegrasi, penerapan
intellegent building system (IBS), pember-
dayaan dan partisipasi masyarakat, tata
kelola (governance), reformasi institusi,
pertimbangan terhadap aspek sosial dan
budaya serta kearifan lokal, penggunaan
instrumen ekonomi, dan kebijakan.
Tantangan Global Mewujudkan
Kota yang BerkelanjutanOleh: **Joessair Lubis, Taufan Madiasworo
Pembangunan Berkelanjutan
Deklarasi Johanessburg (2002), mene-
kankan secara spesifik perlunya integra-
si secara seimbang, efisien dan sinergis tiga pilar pembangunan berkelanjut-
an, yaitu aspek lingkungan, sosial dan
ekonomi. Menurut Sumarwoto (2006),
pembangunan berkelanjutan adalah
perubahan positif sosial ekonomi yang
tidak mengabaikan sistem ekologi dan
sosial dimana masyarakat bergantung
kepadanya.
Keberhasilan penerapannya memerlu-
kan dukungan kebijakan, perencanaan
dan proses pembelajaran sosial secara
terpadu. Walaupun konsep pemba-
ngunan berkelanjutan diyakini sebagai
konsep yang ideal dan diterima sebagai
sebuah kesepakatan global, namun per-
wujudan pembangunan berkelanjutan
ini tidaklah mudah.
Berbagai upaya yang dilakukan, mu-
lai dari mengurangi pemakaian mobil,
mendaur ulang plastik, kertas dan kaca,
konservasi air dan sebagainya, pada
dasarnya merupakan tindakan dalam
rangka menerapkan ide tentang pem-
bangunan berkelanjutan. Kepentingan
pembangunan harus seimbang antara
kepentingan jangka pendek dan ke-
pentingan jangka panjang, begitu pula
kepentingan lingkungan harus seim-
bang dan sinergi dengan kepentingan
sosial dan kepentingan ekonomi.
Kota Berkelanjutan
Kota berkelanjutan adalah kota yang
berkembang secara terintegrasi dan
seimbang baik secara lingkungan,
ekonomi, sosial-budaya disertai dengan
tata kelola (governance) yang baik. Na-
mun seringkali aspek lingkungan menja-
di yang utama sehingga aspek sosial dan
ekonomi menjadi terpinggirkan.
Keberlanjutan metabolisme kota de-
ngan pembangunannya harus dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan masa
Saat ini keberlanjutan menjadi isu kunci di tengah berbagai permasalahan lingkungan global seperti keterbatasan energi, efek rumah kaca, kenaikan muka air laut, banjir, pemanasan global, perubahan
iklim serta masalah-masalah lain yang terkait dengan sistem ekonomi dan sosial. Kondisi ini telah menyadarkan semua pihak untuk bekerjasama secara global dan mendorong kebutuhan untuk berfikir
global serta terciptanya aksi-aksi lokal.
Volume 43 • KIPRAH 73
WACANA
alam, lingkungan hidup dan lingkungan
hidup binaan manusia merupakan satu
kesatuan dan keutuhan sistem.
Pandangan mengenai kota berkelan-
jutan perlu diekstrapolasi menjadi
suatu model sosial-ekonomi yang beru-
saha mewujudkan kualitas kehidupan
masyarakat yang lebih sejahtera tanpa
mengabaikan aspek lingkungan. Proses
perwujudan hal ini dilakukan dengan
perencanaan yang mengintegrasikan
berbagai dimensi kegiatan pemangku
kepentingan serta melalui partisipasi
masyarakat dalam proses perumusan
kebijakan pembangunan kota terkait
dengan bentuk kelembagaan peme-
rintahan yang dapat memberikan akses
dan menyediakan wadah untuk ter-
jadinya partisipasi masyarakat.
Selain itu diperlukan dukungan sistem
informasi yang mutakhir dalam men-
dorong partisipasi masyarakat kotanya.
Selanjutnya yang tidak kalah penting
adalah perubahan paradigma peme-
rintahan sebagai aktor utama pemba-
ngunan menjadi mitra pembangunan
bersama masyarakat.
Singapura dianggap berhasil dalam
pembangunan kota berkelanjutan mela-
lui strategi penyeimbangan kehidupan
ekonomi dengan meningkatkan kehi-
dupan sosial masyarakatnya serta kuali-
tas lingkungannya. Hal ini pertama-tama
dilakukan dengan pemilihan rencana
strategis yang tepat, memformulasikan
kebijakan yang inovatif, dan memanfaat-
kan teknologi untuk menangani masalah
perkotaan dan lingkungan. Sebagai con-
toh adalah penanganan kawasan berse-
jarah perkotaan yang dilakukan mela-
lui strategi konservasi dinamis melalui
insentif, pemberdayaan masyarakat,
peningkatan kualitas lingkungan, me-
ngurangi beban kegiatan pada kawasan
bersejarah kota dengan mengalihkan
pusat kegiatan pada bagian kota yang
lain untuk menjaga memori tempat
(sense of place) dan keberlanjutan aspek
sosial dan ekonomi.
Peran penataan ruang
Berbagai permasalahan perkotaan
membutuhkan pendekatan yang tepat
dalam penanganannya. Harus disadari
bahwasanya masing-masing kota memi-
liki karakteristik yang spesifik sehingga dalam mengimplementasikan pemba-
ngunan berkelanjutan ini membutuhkan
pendekatan pengembangan perkotaan
yang berbasis kebutuhan dan kemam-
puan dan potensi yang dimiliki masing-
masing kota dengan penataan ruang
sebagai instrumennya.
Penataan ruang memiliki peran yang
sangat siginifikan sebagai instrumen dalam rangka mewujudkan kota yang
berkelanjutan. Dalam rencana tata
ruang kota diatur hal-hal yang terkait
perwujudan kota yang berkelanjut-
an, seperti: pengaturan pusat-pusat
kegiatan dan pembagian peran dan
fungsi kota-kota di kawasan metro-
politan, kompaksi perkotaan dengan
mendekatkan fungsi dan aktivitas se-
hingga pola pergerakan menjadi lebih
efisien, konservasi terhadap kawasan lindung, dan pertimbangan terhadap
daya dukung lingkungan. Tidak kalah
pentingnya pengembangan infrastruk-
tur perkotaan yang tidak hanya sebagai
pembentuk struktur ruang kota namun
juga sebagai instrumen pengendalian
pemanfaatan ruang, pengembangan
sistem jaringan transportasi publik dan
jalur pejalan kaki yang dapat menekan
angka kemacetan terutama di kota-
kota besar, penataan dan pengelolaan
terhadap sektor informal serta peles-
tarian terhadap kawasan bersejarah
perkotaan.
Upaya tindak lanjut
Untuk mewujudkan kota berkelanjutan
perlu terus di dorong dan ditingkatkan
hal-hal sebagai berikut: penggunaan
sumber daya alam secara efisien, pe-ngurangan secara bertahap ketergan-
tungan akan sumber daya dari luar dan
sumber daya yang tidak terbaharukan,
penggunaan dan penciptaan teknologi
tepat guna, dan penghematan energi,
dan ramah lingkungan.
Diperlukan pula pemahaman yang baik,
perubahan sikap hidup dan model men-
tal yang lebih peduli lingkungan. Terkait
hal tersebut maka pendidikan ling-
kungan dan ekologi harus ditanamkan
pada anak-anak sejak usia dini. Pember-
dayaan masyarakat, modal sosial dan
tata kelola global menjadi sangat re-
levan, selain komitmen dan dukungan
semua pihak serta semua generasi.
**Ditjen Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum
kini tanpa membahayakan kemampuan
generasi-generasi masa depan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan mere-
ka sendiri. Perkotaan dalam konsep ling-
kungan hidup adalah merupakan suatu
proses interaksi antara manusia (ling-
kungan hidup sosial) dengan sumber
daya alam (lingkungan hidup alam) yang
terejawantah dalam lingkungan binaan
manusia (bulit environment). Dalam ling-
kungan binaan tersebut manusia dengan
nilai-nilai budayanya berinteraksi dengan
lingkungan fisik sehingga manusia dapat beradaptasi dengan baik didalamnya.
Proses interaksi antara lingkungan hidup
Pedestrian di Singapura. (Foto: Taufan)
Volume 43 • KIPRAH74
WACANA
Keseriusan pemerintah dalam
pengelolaan BMN sebenarnya
mulai terlihat dengan terbitnya
Keputusan Presiden Nomor 17/2007
tentang Penertiban BMN serta ter-
bitnya Peraturan Pemerintah Nomor
6/2006 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah. Dari sudut kelem-
bagaan, pembentukan unit khusus di
Kementerian Keuangan untuk penge-
lolaan kekayaan negara dan pembuat-
an road map pengelolaan BMN meru-
pakan komponen pendukung yang
penting. Untuk sisi teknis pencatatan,
sistem akuntasi BMN bahkan sudah di-
Road Map Menuju Penatausahaan Aset yang Akuntabel
Oleh: **Eddy Putra R.S
implementasikan sejak tahun 2005 se-
laras dengan penerbitan Standar Akun-
tasi Pemerintah untuk aktiva tetap.
Langkah yang telah dilakukan Kemen-
terian Keuangan kemudian diikuti pula
oleh Menteri Pekerjaan Umum (PU)
melalui penerbitan Peraturan Men-
teri Pekerjaan Umum Nomor 01/PRT/
M/2008 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Pekerjaan Umum
terkait pembentukan Pusat Pengelo-
laan BMN. Pada tahun berdirinya Pusat
Pengelolaan BMN, usaha yang pertama
dilakukan adalah melakukan diagnosa
terhadap pencatatan keberadaan,
penggunaan, penguasaan, dan peman-
faatan aset.
Beberapa hasil diagnosa yang ditemu-
kan oleh Pusat Pengelolaan BMN ada-
lah fakta betapa compang-campingnya
pengelolaan aset waktu itu karena be-
lum seluruh BMN tercatat, sedangkan
BMN yang sudah tercatat belum semua
menggunakan nilai yang real. Ditam-
bah lagi beberapa BMN ternyata masih
dikuasai oleh pihak lain secara fisik. Hal lain yang ditemukan adalah informasi
mengenai BMN amat minim sekali,
Djoko Kirmanto, Menteri PU, membuka rapat koordinasi aset barang milik negara. (Foto: Dok.)
Pada era 1970-an, fokus utama pemerintah adalah
membangun. Dengan demikian, dapat dimengerti ketika
aspek penatausahaan hasil pembangunan menjadi kurang
penting. Baru pada awal 1990-an pemerintah memulai upaya penatausahaan Barang Milik Negara (BMN) agar lebih
transparan dan akuntabel. Upaya setengah hati ini berjalan
sangat lamban. Selanjutnya, dengan paket reformasi
keuangan negara, yang ditandai antara lain dengan penerbitan Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat Tahun Anggaran 2004, terlihat nilai aset negara
atau BMN. Meskipun kualitas datanya masih buruk, namun dapat digunakan sebagai titik
tolak pembenahan manajemen BMN.
Volume 43 • KIPRAH 75
WACANA
salah satunya karena masalah teknolo-
gi yang sudah usang atau penggunaan
teknologi yang “aneh”, yaitu pencata-
tan dilakukan sendiri tanpa audit fisik yang memadai. Selain itu, ketiadaan in-
formasi dasar mengenai BMN dan kon-
disi aktualnya membawa kerugian bagi
negara karena kondisi ini membuka pe-
luang bagi kerja sama birokrat dengan
Milik Negara) sementara manajemen
BMN hanya bersifat pencatatan yang
tidak terpadu.
Adapun kerugian terbesar dan yang
terpenting adalah pemanfaatan BMN.
Belum lagi opportunity cost (biaya pe-
luang) yang hilang karena anggaran
untuk kegiatan lain yang lebih penting
terpaksa “mengalah” oleh pengadaan
BMN yang kemudian mubazir.
Dengan telah terdeteksinya penyakit-
penyakit dalam pengelolaan BMN,
maka mulai dirintis usaha koreksi yang
lebih sistematis untuk penyelesaian-
nya, mulai dari tahap pendataan, pen-
catatan, pelaporan, pemanfaatan, dan
penghapusan. Oleh karena itu, dalam
rangka mewujudkan penatausahaan
aset yang akuntabel dan sejalan de-
ngan tuntutan yang dihadapi oleh
Kementerian Pekerjaan Umum dalam
melakukan penatausahaan BMN, diper-
lukan road map yang harus diterapkan
di lingkungan Kementerian Pekerjaan
Umum.
Pertama, membangun dan mem-
perkuat sistem pendataan BMN yang
lengkap, tepat, dan akurat melalui
pengembangan sistem informasi yang
terintegrasi dengan Sistem Akuntansi
Barang Milik Negara (SIMAK-BMN).
Kedua, meningkatkan kualitas pembi-
naan, pengelolaan, pengawasan, dan
pengendalian BMN melalui peningkat-
an dan perkuatan SDM dan SIMAK-
BMN. Ketiga, meningkatkan kualitas
pelaporan, penyusunan program, ser-
ta pengembangan sistem penatausa-
haan BMN melalui pembinaan penge-
lola BMN. Keempat, mewujudkan
sistem pemantauan dan evaluasi yang
berkelanjutan dan berkesinambungan
melalui sosialisasi dan koordinasi kebi-
jakan dan peraturan yang terkait penye-
lenggaraan BMN. Kelima, melakukan
penerbitan aset yang bertujuan untuk
pengamanan aset negara dalam ben-
tuk perkuatan hak. Keenam, melaku-
kan penilaian atas BMN sehingga aset
Kementerian Pekerjaan Umum ternilai
secara wajar dan dapat dipertang-
gungjawabkan. Terakhir, memberikan
kontribusi yang nyata terhadap neraca
NKRI.
Perkembangan lebih jauh akan aset
yang dikelola Kementerian Pekerjaan
Umum tercermin dalam alokasi ang-
garan yang kian membesar. Terlebih
setelah dilakukan inventarisasi dan
penilaian barang oleh Kementerian
Keuangan melalui Tim Satgas Penilaian
di bawah payung Keputusan Presiden
Nomor 17/2007 terlihat nilai aset tetap
pada rekaman posisi Semester II Tahun
Anggaran 2010 sebesar Rp 296,5 triliun.
Penertiban Barang Milik Negara Ke-
menterian Pekerjaan Umum akan lebih
dipertajam mengingat angka neraca
Rp 296,5 triliun merupakan merupakan
angka yang bersifat sementara. Hal ini
dikarenakan belum terkumpulnya aset
yang tersebar di seluruh Indonesia,
seperti aset bendung, saluran primer
yang sampai saat ini belum tersentuh
secara menyeluruh, di samping aset
tanah yang digunakan sebagai jalan na-
sional sepanjang ± 36.000 km ternyata
masih sebagian besar belum dinilai
serta diamankan sesuai peraturan per-
undangan-undangan.
Perubahan paradigma baru pengelo-
laan Barang Milik Negara/aset negara
yang ditandai dengan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 06/2006
yang merupakan peraturan turunan
UU Nomor 1/2004 tentang Perbenda-
haraan Negara, telah memunculkan
optimisme best practices baru dalam
penataan dan pengelolaan aset negara
yang lebih tertib, akuntabel, dan trans-
paran ke depannya. Pengelolaan aset
negara yang profesional dan modern
dengan mengedepankan good go-vernance di satu sisi diharapkan akan
mampu meningkatkan kepercayaan
pengelolaan keuangan negara dari
masyarakat/stakeholders.
**Kepala Pusat Pengelolaan Barang Milik Negara, Kementerian Pekerjaan Umum.
pihak swasta untuk mengalihkan BMN
menjadi milik swasta.
Temuan selanjutnya adalah anggaran
pengadaan BMN yang dilakukan setiap
tahun ternyata dibuat tanpa mengikuti
praktek yang wajar. Idealnya, peng-
adaan hanya akan dilakukan ketika
BMN tersebut diperlukan. Kenyataan-
nya, pengadaan berdasarkan keterse-
diaan jatah anggaran yang harus diha-
biskan. Tidak hanya itu. Sebelum Tahun
Anggaran 2004, penerbitan aset masih
lemah akibat sistem penataan aset yang
dibuat secara manual dengan mengiku-
ti kaidah IKMN (Inventarisasi Kekayaan
Volume 43 • KIPRAH76
WACANA
naan program dan kegiatan di PU harus
transparan. Dengan begitu, masyarakat
dapat menilai sejauh mana kinerja PU
menjalankan program-programnya dan
masyarakat dapat berperan aktif dalam
mengawasi kinerja PU. Dengan kata lain,
transparansi berujung pada peningkat-
an partisipasi masyarakat. Pelibatan
masyarakat ini diharapkan akan mendo-
rong terciptanya kinerja yang lebih efek-
tif dan efisien di lingkungan PU.
Sampai saat ini, langkah-langkah yang
telah dilakukan oleh PU terkait dengan
KIP adalah menyusun peraturan men-
Dalam penerapannya, Pemerin-
tah telah menerbitkan PP No.61
tahun 2010 tentang Pelaksa-
naan UU KIP. Dalam PP ini, komponen
terpenting dalam pelaksanaan keterbu-
kaan informasi ialah penunjukan Peja-
bat Pengelola Informasi dan Dokumen-
tasi (PPID) di masing-masing lembaga,
paling lambat 20 Agustus 2011. Jika
sampai batas waktu tersebut belum
juga dilaksanakan maka layanan infor-
masi publik akan terhambat. Sebagai
implikasinya, institusi tersebut dapat
dikenakan sanksi akibat dari ketidak-
puasan pemohon informasi.
Sanksi terhadap pelanggaran ini ter-
cantum di dalam UU, yakni bagi Badan
Publik yang dengan sengaja tidak me-
nyediakan, tidak memberikan, dan/atau
tidak menerbitkan Informasi Publik dan
mengakibatkan kerugian bagi orang
lain dikenakan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak lima juta rupiah.
Implementasi KIP di PU
Agar setiap program di Kementerian
Pekerjaan Umum (PU) dapat dipertang-
gungjawabkan maka setiap pelaksa-
Informasi Terbuka, Kinerja Terjaga:
Implementasi Keterbukaan Informasi Publik di Lingkungan PU
Terbitnya UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dimaksudkan untuk memfasilitasi
sinergi antara pemerintah dengan masyarakat. Dari sembilan komponen good governance, empat diantaranya
membutuhkan keterbukaan informasi agar dapat berjalan. Kempat komponen tersebut adalah akuntabilitas,
transparansi, partisipasi masyarakat, dan efektivitas-efisiensi.
Pelayanan informasi publik di perpustakaan Kementerian PU. (Foto: Dok.)
Volume 43 • KIPRAH 77
WACANA
teri dan buku panduan pelaksanaan
keterbukaan informasi di lingkungan
PU. Selanjutnya, PU harus menyusun
daftar klasifikasi informasi. Tentunya klasifikasi ini membutuhkan inventaris atau daftar informasi publik yang dimi-
liki PU. Daftar ini berisi keterangan me-
ngenai informasi apa saja yang bersifat
terbuka dan yang dikecualikan. Setelah
terkumpul dan terklasifikasi, maka PPID akan mengesahkan daftar klasifikasi in-
formasi tersebut.
Penerapan KIP bukan perkara mudah,
terutama jika melihat jumlah data dan
informasi yang dimiliki oleh seluruh
unit yang ada di Kementerian PU. Ker-
ja besar ini tidak dapat berjalan tanpa
adanya dukungan dari semua pihak di
lingkungan PU.
Langkah selanjutnya, setiap unit perlu
mengidentifikasi dan mengklasi-fikasi-kan informasi berdasarkan ketentuan
yang ada dalam UU KIP. Semua unit
di lingkungan PU di seluruh Indonesia
perlu menginventarisasi dan menginte-
grasikan informasi dan dikelola oleh
Pejabat Pelaksana Pengelola Informasi
dan Dokumentasi di tiap-tiap daerah
yang selanjutnya akan dilaporkan ke
PPID pusat.
Klasifikasi Informasi
Dalam UU ini, informasi diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu: informasi
yang wajib disediakan dan diumumkan
secara berkala, seperti laporan keuang-
an dan annual report; informasi yang
wajib diumumkan, seperti wabah pe-
nyakit atau hama penyakit tanaman;
informasi yang wajib tersedia setiap
saat, seperti peraturan perundang-un-
dangan, info layanan publik, kebijakan,
prosedur perizinan; serta Informasi
yang dikecualikan.
Informasi yang dikecualikan harus me-
menuhi beberapa syarat, antara lain:
Informasi yang apabila dibuka • dapat mengungkapkan aset vital
negara sehingga membahayakan
keamanan nasional.
Informasi yang apabila dibuka da-• pat mengakibatkan terganggunya
ketertiban umum, kepentingan
ekonomi nasional dan/atau sta-
bilitas sistem moneter dan/atau
sistem keuangan, serta hubungan
luar negeri (public order, interna-tional relations).
Informasi yang apabila dibuka • dapat mengungkapkan isi akta
otentik yang bersifat pribadi dan
kemauan terakhir ataupun wasiat
seseorang.
Informasi yang apabila dibuka da-• pat mengungkap kerahasiaan yang
bersifat pribadi.
Informasi memorandum atau su-• rat-surat antar badan publik atau
intra badan publik, yang menurut
sifatnya dirahasiakan kecuali atas
putusan Komisi Informasi atau
pengadilan
Informasi yang tidak boleh diung-• kapkan berdasarkan undang-un-
dang.
Sesuai UU KIP, informasi yang dikecua-
likan bersifat ketat dan terbatas. Infor-
masi ini juga didasarkan pada pengu-
jian konsekuensi yang timbul apabila
informasi tersebut diberikan kepada
masyarakat, serta setelah ditimbang
dengan seksama bahwa membuka
suatu informasi kepentingan publik
lebih berat daripada menutupnya.
Terakhir, informasi yang dikecualikan
tidak bersifat permanen. PP No. 61 ta-
hun 2010 tentang pelaksanaan UU KIP
mengatur bahwa informasi yang dapat
menghambat proses penegakan hukum
dikecualikan paling lama 30 tahun dan
harus dibuka paling lama 30 hari setelah
jangka waktu pengecualian berakhir.
Setiap informasi di lingkungan PU ini
akan diuji oleh PPID yang ditunjuk oleh
Menteri. Pada akhirnya, uji konsekuensi
yang dilakukan PPID akan menghasil-
kan daftar klasifikasi informasi, baik yang terbuka maupun tertutup, untuk
lingkup Kementerian PU.
Dalam hubungan resiprokal antara PU
dengan masyarakat pengguna informa-
si, ada hak dan kewajiban yang dimiliki
masing-masing pihak terkait penggu-
naan informasi ini. Sebagaimana tercan-
tum dalam UU KIP, setiap orang berhak
melihat, mengetahui, mendapatkan
salinan, menyebarluaskan, dan menga-
jukan gugatan bila hak atas permintaan
informasinya dilanggar. Namun apa-
bila pengguna menggunakan informasi
tersebut untuk bahan publikasi, maka
pengguna informasi harus mengikuti
peraturan yang telah ditetapkan, yakni
mencantumkan sumbernya (nama per-
orangan atau badan yang membuat/
mengeluarkan informasi tersebut).
Sebaliknya, lembaga publik juga berhak
menolak memberikan informasi yang
dikecualikan jika pengguna informasi
tidak mematuhi peraturan perundang-
undangan penggunaan informasi yang
berlaku. Penolakan pemberian infor-
masi tersebut harus didasari beberapa
alasan, misalnya dikhawatirkan akan
membahayakan negara, berkaitan de-
ngan kepentingan perlindungan usaha
dari persaingan, atau berkaitan dengan
hak-hak pribadi.
Sedangkan kewajiban PU terkait de-
ngan informasi publik antara lain menye-
diakan, memberikan dan menerbitkan
informasi publik yang akurat, benar,
dan tidak menyesatkan. Kementerian
PU perlu membangun serta mengem-
bangkan sistem informasi dan doku-
mentasi untuk mengelola informasi
publik secara baik dan efisien, meman-
faatkan sarana dan media elektronik,
media nonelektronik, serta menyusun
kearsipan dan pendokumentasian in-
formasi publik sehingga informasi pub-
lik tersebut dapat diakses dengan mu-
dah oleh pengguna. Dalam menyusun
kebijakan terkait KIP, Kementerian PU
harus mempertimbangkan aspek poli-
tik, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau
pertahanan dan keamanan Negara.(Ew)
Volume 43 • KIPRAH78
WACANA
Kota Lembang terkenal sebagai salah satu objek wisata alam di wilayah sekitar Bandung. Di kota ini didirikan sebuah fasilitas peneropongan bintang, Observatorium Bosscha, yang tidak hanya dinilai penting bagi pengembangan sains dan teknologi di Indonesia, tapi juga sebagai warisan
budaya. Sebagai bagian dari upaya pelestarian warisan budaya, maka diperlukan adanya rehabilitasi bangunan. Salah satunya adalah pemugaran Wisma Kerkhoven.
Sejak tahun 2008, di dalam
kompleks Observatorium Boss-
cha memiliki fasilitas baru
yang bernama Wisma Kerkhoven. Nama Kerkhoven diambil dari nama
salah seorang pendiri Observatorium
Bosscha, yaitu R. A. Kerkhoven, yang
sangat berjasa bagi kelangsungan
Observatorium Bosscha sekaligus se-
orang kerabat keluarga besar K.A.R.
Bosscha. Bangunan Wisma Kerkhoven
terletak di bagian selatan tapak
kawasan observatorium yang memiliki
ketinggian sekitar 1.300 m (dpl). Massa
bangunan ini berupa persegi panjang,
berukuran 11 x 28 m2 dengan peletakan
memanjang ke arah utara-selatan. Di
tengah bangunan terdapat selasar
yang berfungsi sebagai penghubung
kamar-kamar yang berada di kedua sisi
bangunan, sementara di sisi selatan
terdapat teras melengkung dengan
hamparan pemandangan yang luas ke
arah lembah.
Peletakan batu pertama bangunan
dilaksanakan pada tanggal 14 Mei 1926
oleh Anton Pannekoek, ahli Astronomi
asal Amsterdam yang pernah bertugas
di Technische Hoogeschool Bandung
(sekarang ITB). Bangunan ini memiliki
gaya arsitektur tertentu yang
menyesuaikan kondisi tempat yang
beriklim tropis. Wisma Kerkhoven
ini dibangun dengan menggunakan
teknologi tepat guna yang cukup
sederhana, namun memiliki ketahanan
yang relatif baik. Secara keseluruhan,
bangunan ini hanya mengalami per-
baikan kecil di beberapa bagian.
Pemugaran
Oleh:** Widjaja Martokusumo
Dengan dukungan Rektor ITB,
Dirjen Dikti-Depdiknas, berbagai
instansi terkait dengan Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata, maka
pada bulan Agustus tahun 2004
Observatorium Bosscha telah di-
nyatakan sebagai Benda Cagar
Budaya melalui Keputusan Menteri
kebudayaan dan Pariwisata No.
KM.51/OT.007.MKP/2004. Kini Wisma
Kerkhoven telah berusia lebih dari 50
tahun. Merujuk pada UU No. 5 tahun
1992 tentang Benda Cagar Budaya
dan UU No. 28 tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung, bangunan tersebut
memang layak dilestarikan. Di samping
itu, pelestarian bangunan diperlukan
untuk aspek formal dan aspek sains
(kontribusi keilmuan).
Salah satu karakteristik khusus
bangunan Wisma Kerkhoven adalah
konstruksi rangka kayu yang diekspos
(Fachwerkhaus), dengan atap meng-
gunakan kuda-kuda kayu dan pelapis
atap seng. Saat ini bangunan dengan
strukur rangka kayu merupakan sesuatu
yang langka. Bangunan rangka kayu
sendiri adalah bangunan tradisional
yang sering dijumpai di Eropa Barat,
khususnya di daerah Prancis Selatan,
dan daerah perbatasan Jerman
dengan Swiss. Atap Wisma Kerkhoven
juga memiliki keunikan, yakni memiliki
lubang-lubang pembuangan udara
panas di sisi barat atap yang sekaligus
Wisma Kerkhoven, Lembang
Perubahan fisik Wisma Kerkhoven saat dipugar tahun 2007, sebelum (kiri) dan sesudah (kanan). (Foto: Dok.W. Martokusumo)
Volume 43 • KIPRAH 79
WACANA
berfungsi sebagai lubang cahaya untuk
menerangi selasar dalam bangunan.
Udara di bawah atap akan relatif lebih
panas karena atap seng menyerap
panas dan sekaligus berfungsi sebagai
bantalan udara agar udara di bawah
plafon tetap sejuk. Akibat pemanasan
terus menerus, udara di bawah atap
akan memuai dan mengalir ke tempat
yang tekanannya lebih rendah melalui
lubang-lubang pembuangan udara
panas pada sisi barat atap. Aliran ini
restoratif, yaitu mengembalikan ke
kondisi semula tanpa menggunakan
bahan baru. Perubahan cukup sig-
nifikan terjadi pada sistem utilitas bangunan, penggantian kabel listrik,
termasuk tata cahaya ruang dalam,
khususnya di kamar-kamar.
Sejak awal 2008, bangunan faculty house ini memiliki beberapa fungsi
dan sarana, antara lain ruang seminar
dan lokakarya berkapasitas 40 orang,
ruang rapat berkapasitas 30 orang,
galeri, museum dan guest house.
Dalam konsep pelestariannya, Wisma
Kerkhoven ini memang difungsikan
tidak hanya untuk mengakomodasi
kegiatan ilmiah, namun juga sebagai
akomodasi sejumlah peneliti yang
bekerja di Observatorium Bosscha.
Sejak diresmikan oleh Dr. Kusmayanto
Kadiman, Menristek saat itu, pada
tanggal 15 Desember 2007, fasilitas baru
ini dijadikan tempat penyelenggaraaan
berbagai kegiatan di Observatorium
Bosscha. Sejumlah kegiatan
yang pernah dilakukan, antara
lain seminar, diskusi, acara
kultural (pertunjukan musik
dan resital), dan pameran
astrofilateli.
Kini Observatorium Bosscha
berusia lebih dari 90 tahun
dan masih memiliki predikat
sebagai observatorium
terbesar di Asia Tenggara.
Observatorium ini memiliki
catatan sejarah yang panjang.
Penggunaan peralatan te-
lah berevolusi dari sistem
mekanik menjadi elektronik,
mode media data juga
berubah dari analog menjadi
digital.
Ruang museum di Wisma
Kerkhoven dimanfaatkan
sebagai ruang untuk me-
nyimpan dan memamerkan
benda-benda kuno, yang
sangat bermakna sekaligus
sebagai rekaman perjalanan
observatorium, seperti peralatan,
dokumen, serta teropong. Namun, pe-
nataan dan inventarisasi benda-benda
museum belum sepenuhnya selesai
dan museum ini belum dibuka untuk
umum, kecuali untuk acara-acara
khusus.
Rehabilitasi bangunan Wisma
Kerkhoven merupakan salah satu
upaya pelestarian sebuah artefak
khususnya dalam pengembangan
Ilmu Astronomi di Indonesia dan Asia
Tenggara. Rehabilitasi bangunan ini
juga membuka peluang penyesuaian
interior bangunan dan integrasi
fungsi-fungsi baru. Dengan kata
lain, rehabilitasi bangunan dapat
memberikan makna baru bagi Wisma
Kerkhoven serta sebagai wujud
apresiasi terhadap benda cagar
budaya.
**Arsitek dan Pengajar di Program Studi Arsitektur ITB
dipercepat oleh masuknya udara sejuk
dari luar kemudian akan mendorong
udara panas keluar dari atap.
Sebelum direhabilitasi pada awal
tahun 2007, Wisma Kerkhoven
digunakan sebagai rumah dinas
direktur observatorium. Kegiatan
rehabilitasi bangunan merupakan
bagian dari rencana pengembangan
Observatorium Bosscha sebagai Space Science Centre ITB. Selain perubahan
fungsi sejumlah ruangan, dilakukan
rehabilitasi pada konstruksi rangka
kayu yang rusak akibat rayap serta
lantai dan dinding bangunan yang
retak akibat gempa bumi dan landslide.
Umumnya perubahan tersebut bersifat
Interior ruang utama Wisma Kerkhoven. (Foto: Dok.W. Martokusumo)
Volume 43 • KIPRAH80
WACANA
Dunnette dalam buku “Hand-
book of Industrial-organiza-
tional Psychology” mendefi-
nisikan assessment center sebagai
serangkaian aktivitas yang distandar-
isasi suatu kelompok sebagai dasar
untuk menilai atau memprediksi ting-
kah laku individu yang dikenal atau
dipercaya memiliki relevansi dengan
pekerjaan yang dilaksanakan dalam
kerangka organisasi. Assessment cen-ter merupakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan kompre-
hensif untuk memperoleh informasi
secara akurat dan lengkap. Informasi
tersebut meliputi kompetensi jabatan,
baik kompetensi potensial, maupun
aktual, yang akan mendukung proses
pengambilan keputusan dan kebijakan
kepegawaian, seperti seleksi, mutasi,
Assessment CenterOleh: **Aulia Sekar Hasdiena
Seiring perkembangan paradigma dalam memahami
organisasi pemerintah dalam kerangka Reformasi
Birokrasi, kita semakin menyadari bahwa sumber daya
manusia (SDM) merupakan aset organisasi. Sasaran
yang ingin dicapai adalah adanya sumber daya yang
berintegritas, berkompeten, profesional, berkinerja tinggi
dan sejahtera. Oleh karena itu, sudah saatnya organisasi
pemerintah mulai memberikan perhatian lebih terhadap
strategi pengembangan sumber daya manusia dalam unit
organisasinya, salah satunya dengan assessment center.
Sebagai Strategi Pengembangan SDM
promosi, pola karir, pengembangan
dan pelatihan yang transparan, adil
dan dapat dipertanggungjawabkan.
Pada sektor pemerintahan, alat
ukur ini akan sangat berguna dalam
meningkatkan objektivitas dan
transparansi dalam proses seleksi,
penempatan pegawai, pengangkatan
dalam jabatan baik struktural maupun
fungsional, pelaksanaan diklat,
pengembangan karier, maupun dalam
mengkaji sistem remunerasi yang layak
dan berkeadilan. Di bidang kelembagaan
pemerintahan, assessment center juga
dapat diaplikasikan sebagai instrumen
dalam penataan dan pengembangan
organisasi pemerintah agar lebih
rasional, efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Di lingkungan kerja, sering kita temui
kasus seseorang yang dipromosikan
karena faktor senioritas sehingga
setiap orang terkesan hanya menunggu
giliran untuk menggantikan atasannya.
Praktik seperti ini membuktikan bahwa
kepemimpinan dalam suatu organisasi
bergantung pada kapasitas pejabat yang
bersangkutan. Di dalam manajemen
SDM terdapat prinsip “the right man on
the right place”. Pada beberapa dekade
terakhir, implementasi prinsip tersebut
mendorong manajemen organisasi
untuk mencari metode terbaik dalam
mengevaluasi potensi dan kompetensi
seseorang untuk menduduki suatu
jabatan.
Kita mengenal berbagai metode
evaluasi perilaku kandidat, seperti
Peserta diklat sedang mengerjakan tugas kelompok. (Foto: Dok.)
Volume 43 • KIPRAH 81
WACANA
tes psikologi, personality test (tes
kepribadian), work sample test (tes
contoh kerja), dan behavioral event interview (metode dan pendekatan
wawancara yang lebih fokus dalam
penggalian bukti perilaku yang telah
dilakukan).
Namun kenyataannya, menurut ba-
nyak pakar, metode assessment
center memiliki tingkat akurasi yang
lebih tinggi. Keandalan metode ini
sudah dibuktikan melalui lebih dari 50
studi, yang mengindikasikan bahwa
assessment center dalam memprediksi
kinerja dan kesuksesan yang akan
datang hasilnya lebih baik dibandingkan
metode lainnya.
Selain itu, keakuratan metode ini didukung
dengan penggunaan beragam alat ukur
dan tes, seperti Academic Potency Test
(Tes Potensi Akademik), Personality Test
(Tes Kepribadian), Intellegence Test (Tes
Kecerdasan), In-Basket Exercise (Latihan
simulasi di suatu ruangan yang ditata
seperti ruangan kantor sebenarnya
dan peserta dimonitor melalui CCTV),
Group Discussion (Diskusi Grup), Role
Play (Bermain Peran), Presentation Skill (Keahlian Presentasi), dan Test of Creative Thinking (Tes Pemikiran Kreatif).
Serangkaian tes dan kegiatan
assessment center akan menghasilkan
analisis jabatan untuk mendapatkan
kriteria standar jabatan tertentu serta
mendapatkan personil yang tepat untuk
jabatan tersebut. Selain itu, metode
ini akan menghasilkan gambaran
jelas tentang personil, pemimpin
dan kader-kader pemimpin melalui
evaluasi kompetensi dan kepribadian.
Pencapaian-pencapaian ini dapat
digunakan sebagai bahan pengambilan
keputusan yang akurat, transparan, adil
dan dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk menjawab tuntutan kinerja
pemerintah yang lebih baik dan
profesional dalam upaya mewujudkan
reformasi birokrasi, metode assessment
center mulai digarap secara serius
oleh beberapa instansi pemerintah,
contohnya Kementerian Keuangan.
Langkah pertama peningkatan
manajemen SDM aparatur adalah
menyusun standar kompetensi untuk
seluruh jabatan eselon II dan eselon
III yang strategis. Langkah tersebut
diikuti dengan pelaksanaan assessment
center untuk melihat profil kompetensi pejabat eselon II dan eselon III serta
penerapan dan pengintegrasian
aplikasi assessment center ke dalam
Basis Data SDM/SIMPEG.
Dalam jangka panjang, assessment cen-ter akan mampu memberikan jawaban
yang dapat dipercaya dan dapat diper-
tanggungjawabkan menyangkut kepu-
tusan kepegawaian serta mengurangi
elemen subjektifitas dalam proses pengembangan karir pegawai. Selain
itu, proses identifikasi terhadap po-
tensi kinerja para pegawai dapat dilaku-
kan secara lebih akurat sehingga dapat
digunakan untuk mendesain program
pelatihan dan pengembangan yang
dibutuhkan pegawai serta penyediaan
informasi bagi organisasi dalam peny-
usunan pola karir pegawai.
Bagaimana dengan Kementerian Peker-
jaan Umum? Sektor infrastruktur Ke-
menterian PU merupakan sektor vital,
strategis dan langsung bersentuhan
dengan masyarakat. Di sisi lain, jumlah
pegawai mencapai 20.000-an orang
yang tersebar di seluruh wilayah di In-
donesia, sementara alat bantu manaje-
men SDM tidak lagi optimal memenuhi
tuntutan dan kebutuhan organisasi,
terlebih saat ini kita tengah melakukan
serangkaian proses dan kebijakan da-
lam rangka reformasi birokrasi.
Keberadaan assessment center akan
memberikan kontribusi besar dalam
meringankan tugas-tugas manajemen
SDM di Kementerian PU dalam
rangka pelaksanaan tugas dan fungsi
Kementerian PU yang lebih baik. Hal
ini tampaknya disadari penuh sehingga
saat ini sebagai langkah awal telah
dibentuk bidang yang menangani
pengembangan kompetensi. Tentunya
diharapkan penerapan assessment
center Kementerian PU akan terwujud
**Analis Kepegawaian Pertama Kementerian Pekerjaan Umum.
Bimbingan Teknis Perpustakaan Kementerian PU. (Foto: Dok.)
Volume 43 • KIPRAH82
HUMANIKA
Ditemui di salah satu sekolah
musik miliknya di kawasan Dar-
mawangsa, Jakarta Selatan,
Ully Sigar, seniman sekaligus aktivis
lingkungan, menyempatkan waktu
untuk berbincang-bincang dengan tim
KIPRAH mengenai kegiatannya seba-
gai aktivis lingkungan dan pandangan-
nya terhadap sumber daya alam serta
perilaku masyarakat dalam menjaga
kelestarian lingkungan.
Pembicaraan dimulai dengan keterse-
diaan air bersih di perkotaan karena
berkaitan dengan peringatan Hari Air
Dunia yang jatuh pada tanggal 22
Maret. Ully berpendapat bahwa kon-
disi air di perkotaan di seluruh dunia
saat ini memprihatinkan. “Selain me-
mang bumi sudah lelah, manusia pun
tidak bijak dalam memperlakukan
alam. Jadi, kini air tidak hanya menjadi
sumber kehidupan sebagaimana slo-
Ully Sigar:
Anda mungkin sudah se-ring mendengar nama Ully Sigar, namun tahukah anda
bahwa Ully Sigar yang kerap dipanggil Bunda oleh para teman dan kerabatnya ini aktif terlibat dalam ber-bagai kegiatan yang terkait
dengan alam, khususnya pelestarian air?
gan ‘air untuk kehidupan’ yang selalu
diserukan orang-orang, tapi juga bisa
mengakibatkan kematian dikarenakan
kualitasnya yang buruk dan memba-
hayakan kesehatan.” ujarnya.
Menanggapi perilaku masyarakat perko-
taan terhadap air, Ully yang bernama
lengkap Rulany Indra Gartika Rusady
Wirahadi Tenaya, memberikan sebuah
ilustrasi. Di kota-kota besar, masih ba-
nyak kita temui permukiman kumuh di
pinggir sungai. Kenapa? Karena bagi
mereka yang tinggal di sana, akses un-
tuk mendapatkan air secara gratis han-
ya bisa didapat dari sungai, tak peduli
betapa kotornya sungai tersebut. De-
ngan adanya sekelompok manusia ting-
gal di sana, timbullah masalah baru,
yakni pencemaran sungai dikarenakan
banyaknya warga sekitar yang mem-
buang sampah, mencuci, dan buang air
di sungai.
Solusinya, menurut Ully, yakni dengan
memberi akses gratis seluas-luasnya
pada masyarakat dan yang lebih uta-
ma lagi, kita harus berupaya mening-
katkan taraf hidup mereka. “Pada
dasarnya mereka tidak ingin bandel,
tapi keadaanlah yang memaksa me-
reka begitu, terutama karena faktor
ekonomi,” jelas wanita yang juga men-
jadi Ketua Pecinta Tanaman Sansiviera
ini.
Menurut pengamatan Ully, masyarakat
adat bisa mengelola sumber daya alam
dengan baik dibandingkan masyarakat
perkotaan. Ini dapat dilihat dari kearif-
an lokal mereka. Kita bisa belajar dari
adat dan kebiasaan masyarakat Badui.
Penduduk Badui sangat menghormati
alam. Sebagai contoh, mereka memiliki
aturan adat untuk tidak mandi, mencu-
ci apalagi buang air di sungai. Mereka
pun tidak membangun sesuatu yang
Tak Kenal Lelah Mendampingi Masyarakat
HUMANIKA
Ully Sigar, ketua Yayasan Garuda Nusantara. (Foto: Wy)
Volume 43 • KIPRAH 83
HUMANIKA
berlawanan atau mengganggu aliran
sungai. Dengan kata lain, ikutilah ke
mana air mengalir.
Contoh lainnya adalah masyarakat Bali.
Mereka juga menghormati air, bah-
kan sembahyang di mata-mata air un-
tuk mewujudkan rasa syukur mereka
terhadap pemberian alam. Ully juga
menceritakan pengalamannya saat
mengunjungi Pulau Sebatik, Kaliman-
tan Timur. Masyarakat di sana sangat
bergantung pada air hujan untuk me-
menuhi kebutuhan air mereka sehari-
hari. Semua masyarakat hidup dengan
air hujan yang mereka tampung di ru-
mah masing-masing, tidak mengguna-
kan air ledeng.
Dari pengamatan tersebut, masyarakat
seperti di Badui, Bali, dan Pulau Seba-
tik ini sudah memiliki pola pikir bahwa
air itu sangat penting bagi kehidupan
mereka. Inilah yang harus ditanamkan
di benak kita, khususnya masyarakat
perkotaan mengenai sumber daya
alam.
Ully, melalui LSM-nya, Yayasan Garuda
Nusantara, juga telah melakukan ber-
bagai upaya pelestarian alam. Selain
melakukan penyuluhan, Ully juga kerap
menggalakkan kegiatan penanaman
pohon kepada masyarakat, terutama
di wilayah pegunungan. Tujuan uta-
manya tidak lain adalah untuk meng-
hasilkan mata air baru. Pendampingan
masyarakat terkait dengan air bersih
di perkotaan juga pernah dilakukan di
daerah pinggiran Sungai Ciliwung dan
Cisadane. Kegiatan utamanya adalah
penghijauan kawasan sekitar sungai,
berupa workshop, seminar-seminar un-
tuk ibu-ibu rumah tangga dan tokoh-
tokoh masyarakat. Sebagai seorang
seniman, tak jarang Ully menciptakan
dan mementaskan lagu-lagu bertema-
kan lingkungan dengan gitarnya, se-
bagai wujud kepeduliannya terhadap
alam.
Lebih lanjut lagi Ully mengatakan
bahwa pendampingan masyarakat
memang lebih luwes dilakukan oleh
pihak LSM , tapi sesungguhnya semua
pihak harus bersinergi untuk saling
memberikan informasi. “Kalau dulu,
saya sebagai orang LSM, enggan ber-
koordinasi dengan pemerintah karena
tidak memahami birokrasi pemerin-
tah. Tapi kini, saya harus mempelajari
dan mengerti aturan-aturan pemerin-
tah, harus terbuka, dan jangan sampai
membuat gap. Itu semua semata-mata
demi mencapai tujuan kita untuk men-
jaga kelestarian alam,” tambahnya.
Wanita yang sudah lebih dari 30 tahun
berkecimpung di dunia LSM ini berbagi
pengalamannya mengenai pendamping-
an masyarakat. Ia mengatakan bahwa
untuk mengkampanyekan pentingnya
menjaga lingkungan tidak cukup de-
ngan menyebar leaflet, mengeluarkan
undang-undang, menyediakan sarana,
atau sejenisnya. Tapi yang lebih penting
lagi adalah pendampingan masyarakat
yang berkesinambungan. Layaknya ber-
dakwah mengenai ajaran agama, kita
tidak boleh putus asa untuk terus men-
dampingi masyarakat setiap saat.
“Pendampingan memang perlu pe-
ngorbanan, kalau ingin program kita
berhasil,” kata Ully tegas. Sebagai con-
toh, masalah kebiasaan membuang
sampah sembarangan. Pemerintah
atau LSM sering kali mengadakan
penyuluhan dan pendidikan kepada
masyarakat untuk tidak membuang
sampah sembarangan, tapi tetap saja
banyak orang yang masih melakukan-
nya. Karena itulah, tidak cukup dengan
pendidikan dan pendampingan, tetapi
harus ada pemantauan dan evaluasi.
“Dan sudah bukan saatnya bagi kita
untuk saling menyalahkan. Kita harus
bekerja sama dan memikirkan solu-
sinya bersama-sama. Lepaskan segala
atribut atau jabatan yang kita miliki.
Posisikan diri kita sendiri sebagai manu-
sia, penghuni bumi, yang bergantung
pada sumber daya alam dan kita wa-
jib menjaga kelestariannya,” tambah
wanita yang sejak kecil hobi berenang
melintasi sungai dan laut ini.
Sebelum beranjak untuk melakukan ak-
tivitas lain, Ully Sigar bertutur sekaligus
berpesan, “Negara kita tidak miskin,
setidaknya tidak untuk sumber daya
alamnya. Karena itulah, kita harus me-
lestarikan alam secara berkesinambung-
an. Mari kita bekerja sama dan perbaiki
semua potensi alam dengan segala ke-
mampuan yang kita miliki.”(Ynh)
Kegiatan pelestarian hutan mangrove. (Foto: Dok. Yayasan Garuda Nusantara)
Volume 43 • KIPRAH84
JENDELA
Siapa tak kenal dengan sosok satu ini? Muhammad
Farhan, atau yang akrab dipanggil Farhan, merupakan
salah satu presenter talk show terkenal di Indonesia.
Sosoknya yang ramah, supel, dan bersahaja telah wara-wiri di
layar kaca sejak tahun 1995. Saat tim KIPRAH berkesempatan
mewawancarainya, Farhan mengutarakan keprihatinannya
terhadap penyediaan infrastruktur air, khususnya air minum,
di tanah air. Baginya, penyediaan infrastruktur air minum
yang murah, berkualitas, dan merata masih menjadi sebuah
pekerjaan rumah yang besar.
“Nyatanya, masyarakat di beberapa daerah pelosok,
termasuk kota-kota yang letaknya di pelosok, masih ada
yang terpaksa harus membangun infrastruktur saluran air
sendiri, baik saluran air bersih maupun air kotor. Kalaupun
PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) masuk, warga mesti
bikin sendiri drainase dan sumur resapannya. Jadi, saya
memandang bahwa kita sebagai masyarakat juga mesti
banyak belajar. Bagaimanapun juga, kita sadar, dana dan
jangkauan dari pihak pemerintah terbatas, jadi kita mesti
punya inisiatif dan pengetahuan sendiri untuk membangun
saluran air itu untuk kita sendiri.”
Sebagai salah satu partisipan dalam Program Jakarta Green and Clean, Farhan mengemukakan bagaimana masyarakat juga
seringkali tidak merawat infrastruktur yang telah dibangun
oleh pemerintah. Oleh karena itu, Farhan berpendapat
bahwa akan lebih baik kalau masyarakat justru dididik untuk
memanfaatkan lahan yang ada dan mengelola lingkungan
dengan sebuah teknologi tepat guna yang tidak mahal.
“Yang mengajar ke kampung-kampung ya orang-orang
PU. Dengan begitu, masyarakat bisa membangun sendiri
infrastruktur di kampung mereka sesuai dengan standar
pemerintah. Kalau atas swadaya masyarakat itu sendiri,
Farhan:
maka keinginan masyarakat untuk merawatnya pasti lebih
gede dibandingkan mereka dibikinin begitu saja karena kan
ada sense of belonging (rasa kepemilikan)-nya,” tukas bapak
beranak dua ini.
“Nah, yang kita inginkan adalah bagaimana pemerintah
datang ngayomin kita. Ajarin kita dong, begini lho caranya
bagaimana air kotor di rumah supaya tidak jadi genangan.
Supaya air genangan dan air bekas cuci tidak terbuang
percuma, diginiin, bikin ini, siram ke sini,” tukasnya. “Kalau
Sudah dididik, terus diberi stimulan deh,” ujar Farhan serius.
Ia mencontohkan kegiatan pembuatan saluran air kotor
dan jalan di daerah rumahnya. “Di kampung saya itu, dinas
pekerjaan umum dan suku dinas terkait cuma ngasih uang
stimulan Rp 13 juta. Tetapi dari situ, kita bisa mengembangkan
dan bikin proyek pengaspalan jalan dan saluran air kotor senilai
Rp 75 juta. Ya itu, karena warga merasa milik bersama.”
Berdasarkan pengalaman tersebut, presenter sekaligus
penyiar radio ini benar-benar merasakan manfaat pendekatan
melalui edukasi langsung ke masyarakat. Oleh karena itu, ia
berharap Kementerian Pekerjaan Umum memiliki program
pengajaran secara langsung ke masyarakat, terutama
pengajaran tentang penerapan teknologi tepat guna untuk
pengelolaan program-program ke-Cipta Karya-an.(Endah)
Air merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk, termasuk manusia karena tanpanya tak akan ada kehidupan. Tak salah bila ketersediaan air bersih yang berkelanjutan menjadi perhatian
berbagai pihak. Salah satu tokoh yang peduli akan ketersediaan dan pemanfaatan air di
nusantara adalah Muhammad Farhan.
Edukasi Lebih Penting
Muhammad Farhan. (Foto: Lis)
Volume 43 • KIPRAH 85
INFOBUKU
Sumber daya air semakin lama semakin dibutuhkan. Hal
itu bukan hanya disebabkan oleh pertumbuhan jumlah
populasi penduduk dan ekonomi yang menyebabkan
rendahnya kualitas dan kuantitas sumber daya air, tetapi
kebutuhan akan air juga semakin meningkat.
Di sisi lain, pertambahan jumlah penduduk dan perbaikan
kondisi ekonomi yang dialami Indonesia sejak tahun 1970-
an memberikan implikasi pada peningkatan kebutuhan air
dan lahan. Sebagai contoh, di berbagai kota besar, seperti
Semarang, Bandung, Surabaya, dan Jakarta, kebutuhan air
sudah melebihi kemampuan penyediaan secara alamiah.
Berdasarkan data indeks penggunaan air, variasi aliran dan
tingkat pencemaran air menunjukkan bahwa 20 dari 22
Satuan Wilayah Sungai (SWS) yang ada di Jawa dan 59 dari
90 SWS pada skala nasional dalam kondisi kritis.
Buku “Sumber Daya Air dan Lingkungan: Potensi, Degradasi,
dan Masa Depan” ini menyajikan penelitian dan pemikiran
para ahli terkait fenomena-fenomena yang berhubungan
dengan sumber daya air seperti yang dijelaskan di atas.
Buku ini secara lengkap membahas berbagai isu seputar
sumber daya air yang terjadi di beberapa daerah kecil dan
pulau di Indonesia, misalnya isu perubahan iklim di Pulau
Siberut, perubahan tata guna lahan terhadap ketersediaan
air tanah di DAS Citanduy, dinamika air tawar pulau kecil,
serta pengaruh hidromorfologi dan potensi air tanah di
Mari Meninjau Kembali Kondisi dan Potensi SDA Kita
Deskripsi Bibliografis
Judul : Sumber Daya Air dan Lingkungan:
Potensi, Degradasi, dan Masa Depan.
Penyunting : Robert M. Delinom, Dyah Marganingrum.
Impresum : Jakarta: LIPI Press, 2007.
Kolasi : x, 262 hlm.;21 cm.
pesisir Pantai Karanganyar.
Penulis juga memaparkan kajian tentang sumber daya
air, seperti pemetaan mata air di Kabupaten Belu, Nusa
Tenggara Timur, air tanah dangkal sebagai sumber air bersih
Kota Palangkaraya, daur dan tata air di Kalimantan, serta
distribusi spasial dan temporal curah hujan di cekungan
Bandung. Buku “Sumber Daya Air dan Lingkungan: Potensi,
Degradasi, dan Masa Depan” juga membahas dampak
lingkungan pascapenambangan timah di Pulau Bangka,
kondisi Sungai Citarum, serta tata air dan kerentanan
lingkungan lahan gambut.
Buku ini menyajikan pembahasan secara lengkap mengenai
pengelolaan sumber daya air dan lingkungan di berbagai
wilayah di Indonesia. Meski tidak berwarna, data-data
pendukung juga tersedia, seperti gambar-gambar maupun
tabel-tabel yang dapat membantu penjelasan maupun
pemahaman tentang topik yang diangkat.
Pengelolaan sumber daya air dan lingkungan dibahas secara
mendalam sesuai dengan kondisi di lapangan, sehingga
buku ini layak dijadikan referensi bagi orang yang bergelut
di bidang sumber daya air. Namun, orang awam mungkin
memerlukan pengetahuan lebih tentang ilmu air karena isi
buku ini banyak menggunakan istilah-istilah teknis bidang
keairan.(Odhy)
INFOBUKU
Volume 43 • KIPRAH86
KARIKATUR KARIKATUR
Volume 43 • KIPRAH 87
Volume 43 • KIPRAH88