Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara...

16
Vol. IV, Edisi 21, November 2019 Review Asuransi Usaha Ternak Sapi p. 8 ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Permasalahan dan Upaya Perbaikan Dana Insentif Daerah 2020 p. 12 Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur Indonesia p. 3

Transcript of Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara...

Page 1: Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum

Vol. IV, Edisi 21, November 2019

Review Asuransi Usaha Ternak Sapi

p. 8

ISO 9001:2015Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685

Permasalahan dan Upaya Perbaikan Dana Insentif Daerah

2020p. 12

Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri

Manufaktur Indonesiap. 3

Page 2: Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum

2 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 21, November 2019

Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id

Review Asuransi Usaha Ternak Sapip.8PETERNAKAN merupakan salah satu subsektor pertanian yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian di Indonesia. Namun dalam pelaksanaannya, subsektor peternakan menghadapi berbagai risiko yang sering mengakibatkan kerugian bagi pelaku subsektor peternakan khususnya peternak. Oleh karena itu, pemerintah telah memformulasikan suatu strategi dan kebijakan yang sistematis, berdaya saing, dan berkelanjutan. Salah satunya melalui program Asuransi Usaha Ternak Sapi yang dapat memberikan pertanggungan asuransi dan terlindunginya peternak dari kerugian usaha akibat sapi yang mengalami kematian atau kehilangan. Namun pencapaian program ini masih terdapat beberapa permasalahan.

Permasalahan dan Upaya Perbaikan Dana Insentif Daerah 2020 p.12

DANA Insentif Daerah (DID) merupakan salah satu bentuk desentralisasi fiskal yang dialokasikan kepada daerah dengan mempertimbangkan peningkatan kinerja pada bidang tertentu. Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa persoalan mengenai pengalokasian DID, seperti dasar hukum yang tidak kuat, ketimpangan alokasi antara wilayah barat dan timur Indonesia dan formula perhitungan yang kerap berubah setiap tahunnya. Penambahan dua kriteria baru pada formula perhitungan alokasi DID tahun 2020 juga membuat ketimpangan capaian indikator kinerja antar daerah semakin lebar.

Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur Indonesia p.3

Kritik/Saran

[email protected]

Dewan RedaksiRedaktur

DahiriRatna Christianingrum

Martha CarolinaRendy Alvaro

EditorAde Nurul Aida

Marihot Nasution

KONTRIBUSI industri manufaktur terus mengalami penurunan hingga mencapai 19,52 persen pada triwulan II tahun 2019. PMI Manufaktur Indonesia juga mengalami kontraksi mencapai level 47,7 pada Oktober 2019. Turunnya kinerja sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum banyak berorientasi untuk kebutuhan ekspor. Sementara koordinasi dan diplomasi Pemerintah dalam peningkatan industri manufaktur Indonesia dirasa belum sepenuhnya optimal.

Penanggung JawabDr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E.,

M.Si.Pemimpin Redaksi

Dwi Resti Pratiwi

Page 3: Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum

3Buletin APBN Vol. IV. Ed. 21, November 2019

Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur Indonesia

oleh Rendy Alvaro*)

Tercatat sampai triwulan II tahun 2019, kontribusi manufaktur terus mengalami penurunan hingga

mencapai 19,52 persen (Gambar 1). Bahkan kontribusi di bawah 20 persen ini merupakan yang pertama kali terjadi sejak 1990. Kontribusi terbesar yang pernah dicatat pada sektor manufaktur pada tahun 2002 yaitu sebesar 31,9 persen. Penurunan kontribusi di triwulan II dipengaruhi faktor eksternal, dimana di negara-negara mitra dagang terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi yang mengakibatkan permintaan produk manufaktur dari Indonesia turut melambat. Di lain hal, dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2020 terlihat kontribusi manufaktur terhadap PDB hanya sebesar 19,83 persen

yang tidak jauh berbeda dibandingkan triwulan II tahun 2019. Pemerintah pada tahun depan cenderung menyangsikan kontribusi industri manufaktur terhadap PDB bisa lebih meningkat.

Hal yang perlu diwaspadai bukan saja pada persentase kontribusi terhadap PDB yang stagnan, kondisi industri manufaktur yang mengalami kontraksi perlu juga menjadi perhatian. Jika melihat data Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur, PMI Manufaktur Indonesia mengalami kontraksi (<50 poin) pada Oktober 2019 yaitu sebesar 47,7 poin (Gambar 2). Meskipun pada beberapa bulan ke belakang terlihat industri manufaktur dalam kategori ekspansif (>50 poin) yang

AbstrakKontribusi Industri manufaktur terus mengalami penurunan hingga mencapai

19,52 persen pada triwulan II tahun 2019. PMI Manufaktur Indonesia juga mengalami kontraksi mencapai level 47,7 pada Oktober 2019. Turunnya kinerja sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum banyak berorientasi untuk kebutuhan ekspor. Sementara koordinasi dan diplomasi Pemerintah dalam peningkatan industri manufaktur Indonesia dirasa belum sepenuhnya optimal.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

primer

Gambar 1. Kontribusi Industri Manufaktur Terhadap PDB

Sumber: BPS, 2019, diolah

Page 4: Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum

4 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 21, November 2019

menunjukkan adanya perbaikan dan terjadi peningkatan volume ekspor. Data survei PMI Manufaktur bulan Oktober tahun 2019 menunjukkan kondisi permintaan barang industri mulai menurun baik dari dalam negeri dan luar negeri. Akibatnya, industri pun menyesuaikan dengan mengurangi volume produksi dan pembelian input sebagai tanggapan terhadap penurunan permintaan. Penurunan permintaan besar terjadi pada penjualan ekspor industri manufaktur Indonesia.

Jika membandingkan PMI Manufaktur beberapa negara ASEAN, kondisi berbeda terjadi pada negara Vietnam. PMI Manufaktur Vietnam sepanjang tahun 2019 menunjukkan keunggulan dibandingkan negara lain seperti Thailand dan Malaysia. Vietnam menunjukkan pada level ekspansif dibandingkan dengan Indonesia yang mengalami kontraksi. Kinerja manufaktur dan ekspor Vietnam menjadi yang lebih baik dan unggul. Ekspor Vietnam tercatat meningkat dari tahun 2015, mengandalkan sektor manufaktur sebagai ekspor diantaranya peralatan elektronik, alas kaki hingga mesin pesawat. Sedangkan Indonesia masih mengandalkan komoditas barang mentah. Dengan mengandalkan ekspor barang mentah, tentunya tidak memberikan Indonesia nilai tambah seperti yang didapatkan oleh negara kompetitor lainnya.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui Direktorat Jenderal Ketahanan Perwilayahan

dan Akses Industri Internasional (KPAII) berperan khusus dalam meningkatkan ekspor dan investasi di sektor industri serta meningkatkan penguasaan pasar dalam dan luar negeri melalui ekspor. Selain itu, secara internal juga dilakukan pembukaan akses produk industri ke pasar global melalui perundingan bilateral, regional, maupun multilateral. Ditjen KPAII juga mengupayakan produk-produk industri yang memiliki daya saing untuk dipermudah masuknya ke pasar negara mitra, baik melalui penurunan tarif bea masuk maupun pemenuhan atas hambatan di negara tujuan ekspor (Kemenperin, 2019). Namun sepertinya Kemenperin baru memiliki perhatian pada program peningkatan ketahanan dan pengembangan akses industri nasional mulai tahun 2019. Hal ini terlihat dari Pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada program tersebut yang pada tahun 2015 hanya sebesar Rp43,50 triliun baru meningkat pada tahun 2019 menjadi sebesar Rp113,40 triliun. Pada RAPBN tahun 2020, pagu program peningkatan ketahanan dan pengembangan akses industri nasional mengalami peningkatan menjadi sebesar Rp148,20 triliun (Nota Keuangan beserta RAPBN TA 2020).

Turunnya kinerja sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri fokus pada kebutuhan domestik, dan belum banyak berorientasi untuk kebutuhan ekspor. Menurut Kemenperin, memang saat ini pemerintah masih terus mendorong peningkatan ekspor dengan mengoptimalkan utilisasi industri

Gambar 2. Manufacturing PMI Beberapa Negara ASEAN Tahun 2019

Sumber: Trading economic, 2019. diolah

Page 5: Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum

5Buletin APBN Vol. IV. Ed. 21, November 2019

saling bertabrakan atau tumpang tindih akan berimbas pada industri manufaktur. Namun dalam memperkuat sinergi K/L, dalam praktiknya tidaklah mudah. Selain itu belum ada regulasi yang mengatur peningkatan industri manufaktur antar K/L, apakah fokus Kemenperin terhadap ekspor produk industri manufaktur yang potensial didukung penuh Kemendag dalam kebijakan perdagangan ekspor dan pangsa pasar diluar negeri? Hal ini sejalan dengan tanggapan Menperin bahwa salah satu upaya strategis untuk memacu kinerja industri manufaktur adalah harmonisasi kebijakan dan peraturan lintas kementerian. (Kemenperin, 2018). Peningkatan industri manufaktur tidak semata tugas Kemenperin melainkan juga terkait kementerian lainnya, sebagai contoh Kementerian Keuangan untuk dukungan fiskal, Kemendag dalam distribusi perdagangan dan BKPM dalam investasi.

Lambatnya Pembuatan Kesepakatan Perjanjian PerdaganganKemendag baru-baru ini mengakui kalau Indonesia kalah bersaing dari Vietnam di tengah perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Permasalahan tersebut disebabkan oleh lambatnya pemerintah Indonesia dalam meneken/menyetujui perjanjian perdagangan. Vietnam memang sudah melakukan lebih dulu perjanjian dagang dengan banyak negara. Tujuan kerja sama tersebut tentunya menguntungkan negara yang melakukan perjanjian khususnya dengan negara-negara Trans-Pacific Partnership (TPP), dimana perjanjian dagangnya mengurangi tarif di negara-negara anggota. Sedangkan Indonesia tidak tergabung dalam keanggotaan TPP.

Pemerintah memang sudah melakukan banyak perjanjian dagang dengan negara-negara lain. Namun sampai saat ini masih banyak perjanjian yang masih belum diselesaikan dan on going negotiation seperti perjanjian Indonesia dengan European Union CEPA, Iran PTA, Mozambique PTA, Turkey CEPA, Tunisia PTA, Japan EPA, Pakistan TIGA, Bangladesh PTA, Korea CEPA, ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN-Australia-New Zealand FTA (AANZFTA)

dan memperluas pasar luar negeri yang sekaligus bisa menjadi kunci dalam memacu daya saing Indonesia dan berharap juga dapat mengatasi persoalan defisit neraca perdagangan yang selama ini terjadi akibat lesunya ekspor Indonesia dari sektor manufaktur. Memang sejumlah permasalahan masih dihadapi dalam peningkatan industri manufaktur Indonesia. Namun penulis memfokuskan pada permasalahan koordinasi dan diplomasi pemerintah.

Belum Optimalnya Koordinasi Kebijakan antar Kementerian/LembagaMenurut Center of Reform on Economics (CORE), koordinasi antar kementerian menjadi salah satu pemicu deindustrialisasi (Tempo,2019). Contohnya kebijakan mengenai harga gas khusus industri yang lamban diimplementasikan karena koordinasi Kementerian ESDM dan Kemenperin yang rendah. Kebijakan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kemenperin yang dapat dilihat dari persoalan impor. Pada industri tekstil, Kemenperin meminta impor tekstil untuk dibatasi dan dapat diimpor namun yang mengimpor adalah produsen bahan baku. Sedangkan Kemendag mengizinkan impor untuk kebutuhan pelaku UMKM. Tujuannya pun berbeda dimana Kemenperin yang ingin melindungi industri dalam negeri, sementara Kemendag ingin memberdayakan pelaku usaha kecil dan menengah.

Kebijakan antar kementerian dalam mendorong sektor industri manufaktur perlu saling mendukung. Presiden mengingatkan bahwa koordinasi di antara kementerian adalah hal penting yang harus terus dijaga dan dibutuhkan kerja sama tim dalam membangun negara (Tempo,2019). Presiden juga menyampaikan kalau ada industri yang berorientasi ekspor atau industri yang ingin memproduksi barang-barang substitusi impor, tidak perlu lama-lama, tidak usah mikir, segera tanda tangani saja (CNBC, 2019)

Koordinasi dan sinergi antara K/L sangat penting bagi industri manufaktur, jika ada regulasi antar kementerian yang

Page 6: Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum

6 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 21, November 2019

RekomendasiIndustri manufaktur perlu menjadi prioritas dengan menjadikannya sektor istimewa untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Peningkatan sektor industri manufaktur sebagai komoditas ekspor perlu terus didukung sebagai salah satu solusi ketergantungan komoditas ditengah fluktuasi harga dan perang dagang dunia. Selain itu pemerintah juga dapat melakukan alternatif kebijakan yaitu dengan: pertama, sinkronisasi kebijakan antar kementerian. Pemerintah perlu meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan yang dikeluarkan antara Kementerian terkait di sektor industri manufaktur. Selain itu, pengaturan regulasi bersama lintas kementerian baik Kemenperin dan Kemendag sangat dibutuhkan, agar sinkronisasi antara strategi produksi industri manufaktur dengan kebijakan perdagangan dapat berjalan dengan optimal. Kedua, kepiawaian diplomasi perdagangan. Pemerintah perlu segera menyelesaikan perundingan perdagangan yang masih on going dan mengimplementasikan perundingan yang sudah ada serta mencari peluang pasar dan mitra dagang utama baru. Pemerintah perlu lebih piawai dalam melakukan diplomasi perdagangan ke pasar ekspor produk industri manufaktur ke negara mitra dagang utama tersebut. Di samping itu, perlu meningkatkan fungsi perwakilan seperti atase dagang dan kedutaan besar RI untuk juga secara aktif mendukung pelaksanaan diplomasi perdagangan dalam mendukung ekspor produk industri manufaktur.

dan ASEAN-India FTA (AIFTA). Sedangkan ada pun yang masih akan dijajaki oleh pemerintah yaitu dengan negara Morocco, Taiwan, Sri Lanka, Kenya, Nigeria, Peru dan Kanada.

Dalam mereduksi risiko di tengah perang dagang dunia, pemerintah hendaknya fokus menyelesaikan trade negotiation ke negara-negara baru yang memiliki pangsa pasar potensial. Keuntungan lewat trade negotiation ini salah satunya, tarif produk antar negara dapat turun sehingga produk industri yang diekspor pun bisa lebih kompetitif. Penyelesaian Free Trade Agreement (FTA) ataupun Preferential Trade Agreement (PTA) diharapkan lebih banyak diselesaikan agar produk sektor industri manufaktur Indonesia dapat masuk untuk kebutuhan negara yang dituju. Memang untuk mencari pasar baru dalam upaya meningkatkan ekspor

industri manufaktur tidaklah mudah karena hal ini membutuhkan waktu dan strategi yang terencana.

Kemendag sebagai lead department dalam diplomasi perdagangan internasional perlu lebih serius memperkuat diplomasi perdagangan. Kemendag perlu melakukan konsultasi internal yaitu antara pihak K/L terkait dan konsultasi eksternal yaitu dengan mendengarkan usulan pihak-pihak industri manufaktur untuk merumuskan kepentingan dan win-set untuk dibawa ke tahap negosiasi dengan negara lain. Kerjasama bilateral pun perlu lebih ditingkatkan ke negara mitra dagang non-tradisional. Penguatan diplomasi perdagangan dengan lobbying, negosiasi dan advokasi ke negara-negara pangsa pasar potensial diharapkan dapat perlahan memulihkan ekspor industri manufaktur Indonesia.

Daftar PustakaBisnis.com. (2019). Kekuatan Diplomasi Bisa Dongkrak Ekspor Manufaktur Indonesia. Diakses dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20190815/257/1137110/kekuatan-diplomasi-bisa-dongkrak-ekspor-manufaktur-indonesia tanggal 3 November 2019.

CNBC Indonesia. (2018). Indonesia Alami Deindustrialisasi Prematur. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20180205145948-4-3536/indonesia-alami-deindustrialisasi-prematur tanggal 3 November 2019.

CNBC Indonesia. (2019). Pedas! Ini Pesan Jokowi ke Menteri Baru

Page 7: Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum

7Buletin APBN Vol. IV. Ed. 21, November 2019

di Rapat Perdana. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.com/news/20191024105758-4-109674/pedas-ini-pesan-jokowi-ke-menteri-baru-di-rapat-perdana tanggal 2 November 2019.

Faisal Basri. (2019). Indonesia Telah Menjelma sebagai Pekonomian Jasa. Diakses dari https://faisalbasri.com tanggal 3 November 2019.

HIS Markit. (2019). HIS Markit PMI Manufaktur Indonesia. Diakses dari https://www.markiteconomics.com tanggal 3 November 2019.

Kemenperin. (2018). Menperin: Pacu Kinerja Industri Perlu Harmonisasi Regulasi. Diakses dari https://kemenperin.go.id/artikel/20061/Menperin:-Pacu-Kinerja-Industri-Perlu-Harmonisasi-Regulasi tanggal 3 November 2019.

Kemenperin. (2019). Industry Going Globally: Membangun Industri Nasional Berdaya Saing Global. Info Ditjen Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian. Edisi 1-2019.

Tempo. (2019). 5 Poin Rapat Perdana Jokowi dengan Menteri Kabinet Indonesia Maju. Diakses dari https://nasional.tempo.co/read/1264181/5-poin-rapat-perdana-jokowi-dengan-menteri-kabinet-indonesia-maju tanggal 3 November 2019.

Tempo. (2019). Permintaan Barang Rendah, Industri Manufaktur Melemah. Diakses dari https://bisnis.tempo.co/read/1267860/permintaan-barang-rendah-industri-manufaktur-melemah/full&view=ok tanggal 4 November 2019.

Page 8: Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum

8 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 21, November 2019

Pertanian merupakan salah satu sektor usaha yang mempunyai peranan strategis, hal tersebut

dapat terlihat dari besarnya kontribusi PDB pertanian terhadap PDB nasional dengan rata-rata kontribusinya pada tahun 2013–2018 adalah sebesar 14 persen (Kementerian Pertanian/Kementan, 2018). Berdasarkan kebijakan pembangunan bidang ketahanan pangan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019, satu dari lima komoditas yang dijadikan komoditas strategis berasal dari subsektor peternakan, yaitu daging sapi. Menurut Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan tahun 2018, populasi sapi meningkat sebanyak 17,2 juta sapi atau sebanyak 2,07 persen dari tahun 2014. Kontribusi subsektor peternakan dalam pembentukan PDB pertanian memberikan kontribusi sebesar 12 persen (Kementan, 2018). Selain itu, subsektor peternakan mempunyai kontribusi terbesar dalam pembangunan perekonomian yang mencakup antara lain penciptaan lapangan kerja, pengurangan angka kemiskinan, dan peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan. Sekiranya saat ini ada 36 persen lebih pekerja yang masih bergelut di subsektor peternakan

(BPS, 2019). Sapi potong sebagai penyumbang daging terbesar dari kelompok hewan ruminansia (pemamah biak) terhadap produksi daging nasional, berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha yang menguntungkan (Achmad, 2013). Pada awal tahun 2016, Kementan menggandeng perusahaan asuransi BUMN, PT. Jasa Asuransi Indonesia (Jasindo), sebagai pelaksana tunggal dengan meluncurkan program Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau (AUTS/K). Program ini dialokasikan bagi 120.000 sapi indukan/betina di wilayah yang terdapat peternak sapi skala usaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tujuannya untuk memberikan perlindungan dalam bentuk ganti rugi kepada peternak jika terjadi kematian atau kehilangan sapi/kerbau sehingga peternak dapat melanjutkan usahanya melalui skema pertanggungan asuransi. Demi mendapatkan ketentraman dan ketenangan dalam melaksanakan tugasnya, dalam program ini peternak dapat memulihkan kerugian dengan membayar premi yang relatif kecil, namun dapat memindahkan ketidakpastian risiko kerugian yang nilainya besar. Untuk pembayaran premi asuransi sapi, ditentukan sebesar 2 persen dari harga pertanggungan

Review Asuransi Usaha Ternak Sapioleh

Dahiri*)Ricka Wardianingsih**)

AbstrakPeternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang mempunyai peran

strategis dalam perekonomian di Indonesia. Namun dalam pelaksanaannya, subsektor peternakan menghadapi berbagai risiko yang sering mengakibatkan kerugian bagi pelaku subsektor peternakan khususnya peternak. Oleh karena itu, pemerintah telah memformulasikan suatu strategi dan kebijakan yang sistematis, berdaya saing, dan berkelanjutan. Salah satunya melalui program Asuransi Usaha Ternak Sapi yang dapat memberikan pertanggungan asuransi dan terlindunginya peternak dari kerugian usaha akibat sapi yang mengalami kematian atau kehilangan. Namun pencapaian program ini masih terdapat beberapa permasalahan antara lain adanya target realisasi penyaluran bantuan premi yang masih belum tercapai, sasaran penerima bantuan premi AUTS yang belum tepat, serta belum optimalnya antara kebutuhan dengan ketersediaan sapi.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

sekunder

Page 9: Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum

9Buletin APBN Vol. IV. Ed. 21, November 2019

sesuai dengan penetapan harga yang tercantum dalam Keputusan Menteri, yakni sebesar Rp10.000.000 per ekor dengan premi sebesar Rp200.000/tahun, dengan perincian 80 persen premi subsidi sebesar Rp160.000 ditanggung oleh pemerintah sebagai bantuan premi kepada peternak, dan 20 persen sebesar Rp40.000 premi dibebankan oleh peternak. Namun, program ini masih jauh dari harapan. Jumlah produksi daging sapi belum juga dapat memenuhi jumlah kebutuhan masyarakat. Kematian pada ternak sapi merupakan salah satu permasalahan ternak sapi potong yang menjadi perhatian karena erat kaitannya dengan produktivitas. Mengingat risiko yang akan dihadapi peternak dalam pengelolaan subsektor peternakan, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2013 Tentang Pelindungan dan Pemberdayaan Petani. Pemerintah kemudian menindaklanjuti undang-undang tersebut dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pertanian No. 40/Permentan/SR.230/7/2015 tentang Fasilitas Asuransi Pertanian mengenai penyediaan fasilitas asuransi untuk petani yang melakukan usaha tani di bidang tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, dan peternakan. Tahun 2019 pun, Kementan bersama dengan PT. Jasindo meluncurkan aplikasi Sistem Asuransi Pertanian (SIAP) dengan harapan para peternak dan pelaku usaha peternakan memahami aturan terkait asuransi usaha ternak dan penerapan aplikasi SIAP sehingga tidak sampai mengalami kerugian. Dari mulai pendaftaran, pelaksanaan sampai proses klaim dapat diproses melalui aplikasi tersebut. Hal ini penting untuk disampaikan karena asuransi usaha ternak ini maksimal hanya 10 ekor/peternak yang dapat disubsidi. Dari beberapa pernyataan diatas, tulisan ini mencoba untuk melihat seberapa jauh jangkauan pemerintah dalam mencapai program AUTS beberapa tahun ke depan.Permasalahan Pelaksanaan AUTS/KDimulainya AUTS/K pada tahun 2016, Kementan mengalokasikan

asuransi tersebut bagi 120.000 sapi indukan/betina namun hanya tercapai 22,52 persen dari target. Merupakan pencapaian yang sewajarnya dikarenakan program yang baru saja dimulai. Pada tahun 2017, PT. Jasindo menyatakan bahwa, AUTS/K harus dikaji ulang. Pasalnya, terdapat biaya klaim lebih besar sebesar Rp30.048 miliar dibandingkan premi yang dibayarkan yang hanya Rp18.435 miliar. Kemudian pada tahun 2018, dimana sapi yang terlindungi program AUTS/K mencapai 88.673 ekor sapi dengan nilai premi sebesar Rp17.730 miliar, sedangkan klaim sebesar Rp22.223 miliar. Sementara pada pertengahan tahun 2019 pencapaian sudah mencapai 62,50 persen atau sebanyak 75.001 ekor sapi. Hal ini disebabkan adanya angka kematian sapi yang meningkat pada tahun 2014 sampai 2017 sebesar 2,74 persen. Meskipun tidak signifikan, namun tingkat kematian sapi tersebut berpengaruh terhadap produk daging sapi olahan dalam negeri. Sehingga hal tersebut menyebabkan banyaknya jumlah sapi yang perlu mendapatkan bantuan premi. Sementara bantuan premi hanya terbatas. Begitu pula dengan jumlah peternak yang mengikuti program AUTS/K dan jumlah sapi yang dicover program AUTS/K terus mengalami peningkatan dari tahun 2016 ke tahun 2018. Peningkatan paling signifikan terjadi pada tahun 2017 dikarenakan pada tahun 2016 program AUTS/K baru berjalan pada bulan Juli 2016.Adapun kriteria prioritas yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan asuransi ini yaitu peternak sapi yang melakukan usaha pembibitan atau pembiakan, sapi betina dalam kondisi sehat (berumur satu tahun) dan masih produktif serta dibuktikan dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) dari petugas. Kemudian peternak sapi skala usaha kecil yang bersedia membayar premi swadaya sebesar 20 persen dari nilai premi dan bersedia memenuhi ketentuan polis asuransi (dokumen yang memuat rincian pertanggungan asuransi). Dengan pertanggungan risiko meliputi, sapi mati karena penyakit, kecelakaan, beranak,

Page 10: Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum

10 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 21, November 2019

Gambar 2. Produksi Daging Sapi Tahun 2014-2018 (ton)

Sumber: Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2018)

dan keracunan. Terdapat beberapa permasalahan yang ditemui dalam implementasi AUTS/K ini. Pertama, menurut Pedoman Bantuan Premi AUTS/K 2018, terdapat target realisasi penyaluran dan sasaran penerima bantuan premi AUTS/K yang belum tepat disebabkan kurangnya pemahaman pemangku kepentingan terhadap asuransi. Faktanya, di Kabupaten Tuban terdapat ketidaksesuaian yang menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh pelaksana program AUTS karena adanya bias (menyimpang) dari kelompok sasaran yang seharusnya. Pasalnya, prioritas yang seharusnya adalah usaha sapi skala kecil. Kedua, terdapat klaim yang lebih besar dari premi yang dibayarkan. Dimana pada

tahun 2018, premi AUTS/K sebesar Rp17.773 miliar, tetapi klaim yang dikeluarkan mencapai Rp22.223 miliar. Hal ini akan menyebabkan adanya kenaikan tarif premi bagi peternak. Ketiga, terdapat angka kematian sapi yang meningkat pada tahun 2014 sampai 2017 sebesar 2,74 persen. Meskipun tidak signifikan, namun tingkat kematian sapi tersebut berpengaruh terhadap produk daging sapi olahan dalam negeri. Sehingga hal tersebut menyebabkan banyaknya jumlah sapi yang perlu mendapatkan bantuan premi. Sementara bantuan premi hanya terbatas. Di sisi lain, Kementan tahun 2018 menyatakan bahwa ketersediaan produksi daging sapi asal dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan nasional. Pasalnya terdapat produksi daging sapi di dalam negeri tahun 2018 sebesar 403.668 ton sedangkan perkiraan kebutuhan daging sapi di dalam negeri sebesar 663.290 ton. Angka tersebut memperlihatkan bahwa produksi daging sapi Indonesia masih rendah. Berdasarkan hal itu, kebutuhan daging sapi baru terpenuhi 60,9 persen dari daging sapi dalam negeri. Keempat, adanya keterbatasan jumlah petugas dinas pertanian atau petugas kesehatan hewan di tingkat lapangan dan keterbatasan SDM pengelola sehingga mengakibatkan penanganan pendaftaran dan proses pembayaran klaim masih mengalami keterlambatan. Selain itu juga adanya keterbatasan kemampuan dari peternak dalam mengoperasikan aplikasi SIAP.

Gambar 1. Realisasi Pelaksanaan Program AUTS/K 2016-2019

Sumber: Kementerian Pertanian *Hingga Juli 2019

Page 11: Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum

11Buletin APBN Vol. IV. Ed. 21, November 2019

RekomendasiBerangkat dari permasalahan di atas, program AUTS/K bagi peternak masih menghadapi risiko yang perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan stakeholder terkait untuk mencari solusi terbaik. Adapun rekomendasi penulis antara lain: pertama, tingginya tingkat kematian pada sapi yang masih terjadi beberapa tahun terakhir menyebabkan nilai klaim yang ditanggung pemerintah dalam AUTS/K semakin meningkat. Melihat hal tersebut, diperlukan adanya kebijakan baru dalam hal pemberian AUTS/K misalnya dengan melakukan formulasi ulang terhadap nilai premi AUTS/K. Dengan adanya formulasi baru terhadap perhitungan premi AUTS/K, maka beban pemerintah terhadap nilai klaim berkurang. Kedua, perlu adanya pendampingan terhadap peternak sapi khususnya dalam penerapan Good Farming Practices (GFP) guna membantu kompetensi peternak dalam membudidayakan ternak sehingga diharapkan tingkat kematian sapi berkurang sehingga akhirnya mengurangi tingkat klaim AUTS/K. Ketiga, perlu mendorong kebutuhan stakeholders dalam mengoperasikan aplikasi SIAP terhadap infomasi tentang pendaftaran, pelaksanaan, proses klaim, skema pertanggungan, pemetaan risiko serta dukungan regulasi dari otoritas terkait.

Daftar PustakaAchmad M. 2013. Analisis Daya Saing dan Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Potong di Provinsi Sulawesi Selatan [disertasi]. Bogor: Institut Pertanian BogorBadan Pusat Statistik, 2019Kontan, 2018. Produksi Daging Lokal 2018 Belum penuhi kebutuhan Domestik. Diakses dari https://industri.kontan.co.id/news/kemtan-produksi-daging-lokal-2018-belum-penuhi-kebutuhan-domestik pada tanggal 28 Oktober 2019Kementerian Pertanian, 2019. Keputusan Menteri NOMOR: 31/Kpts/SR.210/B/12/2018 tentang Pedoman Bantuan Premi Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau

Otoritas Jasa Keuangan, 2019. Asuransi Usaha Ternak Sapi. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2019Republik Indonesia. 2013. Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan PetaniKementerian Pertanian. 2015. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 40/Permentan/SR.230/7/2015 tentang Fasilitas Asuransi PertanianKementerian Pertanian. 2018. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2018Tempo, 2019. Hingga Juli 2019 Realisasi AUTS Mencapai 87.419 Ekor Sapi. Diakses dari https://bisnis.tempo.co/read/1232479/hingga-juli-2019-realisasi-auts-mencapai-87-419-ekor-sapi pada tanggal 24 Oktober 2019

Page 12: Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum

12 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 21, November 2019

Gambar 1. Distribusi DID per Wilayah Tahun 2019

Sumber: DJPK, Kementerian Keuangan

Dana Insentif Daerah (DID) merupakan pemberian insentif/penghargaan kepada daerah

atas kinerja pemerintah daerah dalam perbaikan/pencapaian kinerja di bidang tata kelola keuangan daerah, pelayanan umum pemerintahan, pelayanan dasar publik, dan kesejahteraan masyarakat.Kinerja pemerintah daerah juga tampak mengalami peningkatan sejak diberlakukannya DID. Setidaknya terlihat dari jumlah penerima DID semakin bertambah dari tahun ke tahun. Dari awalnya yang hanya berjumlah 57 daerah pada tahun 2010, penerima DID bertambah signifikan menjadi 336 daerah di tahun 2019.Besaran DID dan proporsinya terhadap Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) juga terus meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2016, DID meningkat signifikan hampir 3 kali lipat dari tahun sebelumnya dan pada RAPBN tahun 2020, alokasi DID meningkat sebesar 50 persen dari APBN 2019 menjadi sebesar Rp15 triliun. Seiring dengan peningkatan alokasi DID, daerah penerima DID pada tahun 2019 meningkat hingga mencapai 62 persen dari seluruh 542 daerah di Indonesia.

Namun, pengalokasiannya masih menciptakan ketimpangan antar daerah yang terlihat sebaran alokasi menurut daerah. Sebaran alokasi DID pada 2019, mayoritas daerah penerima DID masih berpusat di Pulau Jawa. Sebanyak 105 daerah penerima DID berada di Pulau Jawa, 95 daerah di Sumatera, 60 daerah di Sulawesi, 37 daerah di Kalimantan, 22 daerah di Bali/NTB/NTT serta 17 daerah di Maluku/Papua/Papua Barat.Selain dari sebaran daerah, ketimpangan alokasi DID juga terlihat dari selisih antara alokasi dana terbesar dengan

AbstrakDana Insentif Daerah (DID) merupakan salah satu bentuk desentralisasi fiskal

yang dialokasikan kepada daerah dengan mempertimbangkan peningkatan kinerja pada bidang tertentu. Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa persoalan mengenai pengalokasian DID, seperti dasar hukum yang tidak kuat, ketimpangan alokasi antara wilayah barat dan timur Indonesia dan formula perhitungan yang kerap berubah setiap tahunnya. Penambahan dua kriteria baru pada formula perhitungan alokasi DID tahun 2020 juga membuat ketimpangan capaian indikator kinerja antar daerah semakin lebar. Maka dari itu, pemerintah perlu melakukan pengelompokan pembagian DID berdasarkan wilayah, melakukan sosialisasi secara intensif sehingga pemerintah daerah tidak mengalami potential lost akibat indikator yang selalu berubah, serta melakukan penyempurnaan pada indikator-indikator penilaian kriteria kinerja sehingga tidak hanya menguntungkan daerah tertentu.

Permasalahan dan Upaya Perbaikan Dana Insentif Daerah 2020

oleh Robby A. Sirait*)

Savitri Wulandari**)

sekunder

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

Page 13: Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum

13Buletin APBN Vol. IV. Ed. 21, November 2019

terendah yang diterima daerah setiap tahunnya yang semakin lebar. Meskipun alokasi minimal telah ditingkatkan, kebijakan tersebut belum mampu menyelesaikan masalah ketimpangan tersebut. Hal ini mengindikasikan hanya sebagian kecil daerah yang dapat memenuhi seluruh kriteria penilaian dan terdapat ketimpangan pencapaian indikator antar daerah.Inkonsistensi Formula DIDSejak pertama kali diperkenalkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2010, DID yang ditempatkan sebagai penghargaan bagi pemerintah daerah yang mampu menunjukkan peningkatan kinerja di bidang keuangan daerah, bidang kesejahteraan masyarakat, serta bidang pendidikan.Seiring berjalannya waktu, pemerintah pusat kemudian melahirkan sejumlah perubahan ketentuan. Hal ini dikarenakan kebijakan DID masih bersifat adhoc. Kebijakan pengelolaan DID hanya diatur dalam UU tentang APBN dan tidak diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Efektivitas pengalokasian, penyaluran, pelaporan dan penggunaan dana TKDD diklaim sebagai alasan pokok untuk memperbaiki aturan. Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, kriteria dan indikator yang digunakan sebagai penetapan alokasi DID selalu berubah. Setiap tahun selalu ada review dari kebijakan yang sedang berjalan. Bila formula lama penghitungan DID dirasa tidak efektif menghasilkan perubahan bagi pengelolaan keuangan daerah dan kesejahteraan masyarakat, peluang revisi akan selalu ada.Setelah formula DID ditetapkan, proses selanjutnya adalah menghitung alokasi yang didapat daerah dengan berbagai kriteria yang ditentukan. Namun, yang jadi masalah pada saat pengalokasian adalah ketidaktahuan pemerintah daerah atas kriteria yang sudah ditetapkan oleh pemerintah bagi pemerintah daerah untuk dapat memperoleh alokasi DID. Kurangnya sosialisasi dan pemahaman kepada pemerintah daerah menyebabkan hilangnya kesempatan

bagi pemerintah daerah untuk mendapatkan alokasi DID yang optimal.Babak Baru DID 2020Pada akhir tahun 2019, pemerintah kembali mengubah kebijakan DID melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 141 Tahun 2019. Dalam PMK tersebut diatur penambahan kategori ekspor dan kategori investasi dalam formulasi penghitungan alokasi DID. Penambahan kriteria tersebut diharapkan dapat mendorong jumlah ekspor komoditas Indonesia sehingga dapat memperbaiki kinerja neraca perdagangan. Namun, PMK tersebut belum menyebutkan secara rinci sub kategori dan indikator yang dijadikan acuan penilaian selain penambahan penanaman modal dalam negeri dan penambahan modal asing untuk kategori investasi dan peningkatan nilai ekspor untuk kategori ekspor. Serta dalam PMK tersebut belum dimuat secara eksplisit apakah kategori ekspor yang dimaksud merupakan ekspor antar daerah atau ekspor dalam perdagangan internasional.Selain menambahkan dua kategori baru, pemerintah juga menetapkan alokasi minimal dan maksimal baru pada tahun 2020. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, Astera Primanto Bhakti merinci DID tahun anggaran 2020 akan disalurkan kepada 416 pemerintah daerah (Pemda) dengan nilai tertinggi Rp103,94 miliar dan terendah yakni Rp7,72 miliar (CNN, 2019).Kehadiran dua kriteria baru pada DID di tahun 2020 pun dikhawatirkan akan

Gambar 2. Perkembangan Alokasi DID yang Diterima Daerah

Sumber: Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan

Page 14: Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum

14 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 21, November 2019

mempertajam kesenjangan alokasi dan pencapaian indikator, baik antara daerah penerima alokasi terbesar dengan terendah maupun antara wilayah timur dengan barat Indonesia. Mengacu pada alokasi DID 2020, terdapat 95 daerah yang berhasil memenuhi kategori peningkatan investasi dan hanya 23 persen dari total daerah tersebut yang termasuk dalam Kawasan Timur Indonesia. Pada kategori ekspor pun hanya 10 persen daerah di Kawasan Timur Indonesia dari total 75 daerah yang mendapatkan alokasi DID dari kategori peningkatan ekspor. Jika peningkatan kinerja ekspor hanya diukur dari peningkatan nilai ekspor, maka kebijakan baru ini hanya mempertajam ketimpangan alokasi DID. Oleh karena itu, indikator kinerja ekspor mestinya tidak berhenti pada peningkatan nilai ekspor saja, tapi juga ditambah daerah yang berhasil melakukan diversifikasi produk ekspor atau tidak bergantung pada ekspor komoditas yang memiliki nilai tambah kecil. Adapun 6 sektor industri non-migas dengan nilai ekspor terbesar pada tahun 2019 yaitu makanan & minuman, logam dasar, bahan kimia & barang dari bahan kimia, tekstil & pakaian jadi, industri dari logam, serta alat angkutan (BPS, Kemenperin, 2019).Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah oleh Kementerian Perdagangan Indonesia per Agustus 2019, nilai ekspor non migas yang berasal dari Kawasan Timur Indonesia, dilihat dari sebarannya menurut provinsi, adalah sebesar USD7,3 miliar atau berkontribusi sekitar 7,2 persen dari total ekspor non migas nasional senilai USD101,48 miliar (Kemendag, 2019). Data ekspor yang timpang tersebut kemungkinan akan berimplikasi pada sebaran DID yang semakin timpang pula.Selain itu, kesiapan infrastruktur tiap daerah yang berbeda mestinya menjadi pertimbangan pemerintah dalam perhitungan kategori ekspor. Hal ini dikarenakan tidak semua daerah memiliki pelabuhan atau bandara udara yang dapat menunjang kegiatan ekspor. Faktor lain yang perlu menjadi pertimbangan adalah kapasitas fiskal. Perbedaan kapasitas fiskal antar

daerah juga akan menjadi kendala dalam peningkatan kinerja ekspor yang dapat dicapai oleh setiap daerah. Untuk mengurangi ketimpangan, pemerintah perlu melakukan penilaian kinerja ekspor dengan menggunakan pembobotan pada ketersediaan infrastruktur dan kapasitas fiskal antar daerah. Daerah dengan ketersediaan infrastruktur yang memadai dan kapasitas fiskal yang lebih tinggi seharusnya memiliki bobot pengali penilaian kinerja ekspor yang lebih kecil dibanding dengan daerah yang ketersediaan infrastruktur kurang memadai dan kapasitas fiskalnya rendah.Mengenai kriteria peningkatan investasi daerah, pemerintah juga harus mempertimbangkan incremental capital-output ratio (ICOR) Indonesia yang masih cukup tinggi, yaitu sebesar 6,3. Artinya, Indonesia membutuhkan tambahan modal sebesar 6,3 untuk menghasilkan satu unit output tambahan. Skor tersebut masih lebih tinggi dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Vietnam dengan skor ICOR 4,3; Malaysia 4,6; dan Filipina 3,7 (CNN, 2019). ICOR yang masih tinggi tersebut mengartikan biaya ekonomi yang dikeluarkan Indonesia masih tinggi. Semakin tinggi ICOR, maka semakin rendah tingkat efisiensi investasinya. Tingginya tingkat ICOR ini perlu didalami secara regional, daerah yang tenaga kerjanya mahal relatif memiliki ICOR relatif lebih tinggi. Oleh karena itu, pemerintah juga perlu memberikan insentif pada daerah yang mampu menekan nilai ICOR daerahnya atau daerah yang memiliki nilai ICOR lebih rendah dibanding ICOR nasional, selain melihat peningkatan kinerja investasi dari besaran nominal penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing.Selain itu, koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah terkait perizinan investasi juga perlu dipertimbangkan sebagai acuan penilaian karena selama ini pemerintah daerah terus menjadi batu ganjalan proses investasi. Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) pada tahun 2016 melakukan kajian terhadap puluhan ribu peraturan daerah sejak rezim otonomi daerah berlaku di Indonesia. Hasilnya, KPPOD menemukan 586

Page 15: Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum

15Buletin APBN Vol. IV. Ed. 21, November 2019

perda yang dikategorikan bermasalah. Kriteria bermasalah meliputi 14 butir permasalahan. Misalnya ketidakjelasan dalam hal standar waktu, biaya, dan prosedur menjadi persoalan dominan. Selain itu juga terdapat permasalahan terkait kerancuan dalam hak dan kewajiban pemungut. Kesimpulannya, banyak peraturan daerah yang tidak berorientasi pelayanan, melainkan

lebih banyak yang sifatnya melakukan pungutan dan penambahan perizinan (Beritagar, 2016). Proses deregulasi dan debirokratisasi di daerah terkait perizinan sangat dibutuhkan dalam rangka memperbaiki iklim investasi. Untuk mempercepat proses tersebut, sebaiknya kemudahan perizinan daerah dapat dijadikan variabel penilaian kinerja investasi.

RekomendasiBerdasarkan problematika dan pembahasan yang sudah dikemukakan di atas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan oleh pemerintah. Pertama, dalam rangka mengurangi kesenjangan pengalokasian DID, pemerintah perlu melakukan pengelompokan pembagian DID berdasarkan wilayah dengan pertimbangan karakteristik dan kendala setiap daerah yang berbeda. Hal ini perlu diperhatikan karena setiap daerah memiliki keterbatasan dan karakteristik yang berbeda-beda dalam mencapai berbagai peningkatan kategori yang ditetapkan oleh pemerintah. Kedua, melakukan sosialisasi secara intensif mengenai indikator-indikator penilaian kinerja yang dipakai sehingga pemerintah daerah dapat terhindar dari potential lost akibat kurangnya pengetahuan dan pemahaman atas indikator yang dipakai pada perhitungan alokasi DID. Ketiga, mempertajam indikator penilaian pada dua kategori baru dalam DID 2020, yakni kinerja ekspor dan investasi. Dalam menilai kinerja ekspor dan investasi, sebaiknya pemerintah mempertimbangkan faktor-faktor seperti kapasitas fiskal, kesiapan infrastruktur, skor ICOR, dan kemudahan perizinan yang berbeda-beda di setiap daerah sebagai variabel penentu kinerja ekspor dan investasi.

Daftar PustakaBadan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan. 2019. “Kebijakan Dana Insentif Daerah”. Paparan disampaikan pada kegiatan diskusi di Pusat Kajian Anggaran pada tanggal 12 September 2019Beritagar. 2016. Hapuskan perda penyebab ekonomi biaya tinggi. Diakses dari https://beritagar.id/artikel/editorial/hapuskan-perda-penyebab-ekonomi-biaya-tinggiCNN. 2019. “Dorong Investasi, Insentif Daerah Naik 50 Persen Jadi Rp15T”. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190911164901-532-429562/dorong-investasi-insentif-daerah-naik-50-persen-jadi-rp15tCNN. 2019. “Ongkos Investasi Lebih Murah, Ekonomi Bisa Sentuh 6 Persen”. Diakses dari https://www.cnnindonesia.com/ekono

mi/20190923192138-532-433163/ongkos-investasi-lebih-murah-ekonomi-bisa-sentuh-6-persenKementerian Perdagangan. 2019. “Perkembangan Ekspor NonMigas (Provinsi) Periode : 2014-2019”. Diakses dari https://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/indonesia-export-import/growth-of-non-oil-and-gas-export-provincialKementerian Perindustrian. 2019. “Bentuk Kebijakan Industri Dalam Mendukung Perbaikan Neraca Perdagangan”. Paparan disampaikan pada kegiatan diskusi di Pusat Kajian Anggaran pada tanggal 14 Oktober 2019Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Dana Insentif Daerah. 2019. Diakses dari http://www.djpk.kemenkeu.go.id/?p=13799

Page 16: Koordinasi & Diplomasi Penting Bagi Industri Manufaktur ... · sektor manufaktur Indonesia antara lain disebabkan karena industri masih terfokus pada kebutuhan domestik dan belum

“Siap Memberikan Dukungan Fungsi Anggaran Secara Profesional”

Buletin APBNPusat Kajian AnggaranBadan Keahlian DPR RI

www.puskajianggaran.dpr.go.idTelp. 021-5715635, Fax. 021-5715635

e-mail [email protected]