DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

166
i DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN ALAMI DAN SINTETIS PROSES BASA PADA PENGENDAPAN SELEKTIF PEMURNIAN REJECT WATER SWRO DAN POTENSI EKONOMI SKALA APLIKASINYA IVA RUSTANTI ERI W 03211360012001 DOSEN PEMBIMBING Prof. Ir. WAHYONO HADI, MSc, PhD Dr.Ir.AGUS SLAMET, MSc PROGRAM DOKTOR DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL, LINGKUNGAN DAN KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2018

Transcript of DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

Page 1: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

i

DISERTASI (RE143531)

EVALUASI PENGARUH KOAGULAN ALAMI DAN SINTETIS PROSES BASA PADA PENGENDAPAN SELEKTIF PEMURNIAN REJECT WATER SWRO DAN POTENSI EKONOMI SKALA APLIKASINYA IVA RUSTANTI ERI W 03211360012001 DOSEN PEMBIMBING Prof. Ir. WAHYONO HADI, MSc, PhD Dr.Ir.AGUS SLAMET, MSc PROGRAM DOKTOR DEPARTEMEN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL, LINGKUNGAN DAN KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2018

Page 2: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …
Page 3: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

i

Kata Pengantar

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkah

rahman dan rahim-Nya, serta bimbingan dan dukungan dari banyak pihak, penulis dapat

menyelesaikan penyusunan laporan penelitian disertasi yang berjudul ”Evaluasi Pengaruh

Koagulan Alami dan Sintetis Proses Basa Pada Pengendapan Selektif Pemurnian Reject Water

SWRO dan Potensi Ekonomi Aplikasinya”

Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Ir. Wahyono Hadi, M.Sc, PhD sebagai promotor dan Dr. Ir. Agus Slamet, M.Sc

sebagai Co-promotor yang telah membantu dalam penyusunan laporan disertasi ini.

2. Prof. Ir. Purwanto, DEA, Dr. Ali Masduqi, ST, MT dan Dr. rer. nat. Fredy Kurniawan

S.Si, M.Si. yang berkenan sebagai dosen penguji, dan memberikan arahan dan saran.

3. Segenap dosen, staf dan karyawan Departemen Teknik Lingkungan FTSLK- ITS atas

bantuan yang telah diberikan.

4. Keluarga atas doa dan motivasinya.

5. Rekan-rekan mahasiswa Program Doktor TL ITS, Pak Elmi, Pak Rano, Bu Nilam, Bu

Mirna, Bu Tien, dik Wahyu dan lain-lain, atas segala bantuan, kritik dan saran.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,

kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga dapat bermanfaat bagi

pembaca.

Wassalamu ‘alaikum war, wab.

Surabaya, Juli 2018

Penulis

Page 4: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

ii

Evaluasi Pengaruh Koagulan Alami dan Sintetis Proses Basa pada Pengendapan

Selektif Pemurnian Reject Water SWRO dan Potensi Ekonomi Aplikasinya

Nama Mahasiswa : Iva Rustanti Eri

NRP : 03211360012001

Pembimbing : Prof. Ir. Wahyono Hadi, M.Sc, PhD

Co-Pembimbing : Dr. Ir. Agus Slamet, M.Sc

ABSTRAK

Brine water yang berasal dari reject water seawater reverse osmosis (SWRO) memiliki

jumlah padatan terlarut (TDS) lebih dari 40.000 mg/L yang didominasi oleh ion-ion Ca2+,

Mg2+, Na+, Cl-, SO42-dan HCO3

-. Apabila dibuang langsung ke laut tanpa pengolahan terlebih

dahulu dapat merusak lingkungan penerima. Brine water mengandung konsentrat NaCl, yang

dalam jumlah besar memiliki nilai ekonomi antara lain sebagai bahan baku industri klor-alkali,

regenerasi resin penukar ion dan sebagainya.

Tujuan penelitian adalah menemukan pengaruh koagulan alami dan sintetis dalam proses

basa pada pemodelan pengendapan selektif pemurnian reject water SWRO, sehingga diperoleh

kondisi optimum dalam proses memurnikan larutan NaCl dari mineral impurities. Penelitian

dilakukan dalam skala laboratorium, menggunakan jar test. Untuk menentukan kondisi

optimum penelitian, digunakan rancangan Response Surface Methodology (RSM) pada

berbagai variasi penelitian yaitu konsentrasi NaOH, Na2CO3, jenis dan dosis koagulan serta

gradien kecepatan (G) flokulasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak Moringa oleifera memiliki gugus aktif

aliphatic primary amides dan aliphatic alcohol functional group, sedangkan koagulan sintetis

poliakrilamida kationik (Cationic Polyacrilamide) memiliki gugus aktif aliphatic amines

group dan aliphatic hydrocarbone group. Gugus aktif koagulasi MO memiliki kemampuan

yang sama dengan CP 0,1% dalam menurunkan kation golongan II dan anion valensi 2. Hal ini

terlihat dari persentase penurunan kation impurities (Ca2+, Mg2+ dan K+) dan anion SO42- dari

kedua golongan ini yang hampir sama. Analisis menggunakan Response Surface Methodology

(RSM) menghasilkan titik optimum model pengendapan selektif menghasilkan konsentrasi

NaCl tertinggi (49090 mg/L) berada pada kosentrasi NaOH 28.714%, dosis koagulan 24.4283

g/L dan menggunakan koagulan ekstrak Moringa oleifera. . Hasil analisa hubungan perubahan

pH selama waktu pengendapan (t, menit) mengikuti persamaan logaritmik pH = - 0,832 ln(t)

+ 12,079 , dengan nilai R2 = 83,08%. Proses pemurnian reject water SWRO menghasilkan

larutan crude NaCl 5% (masih mengandung ion-ion bivalen impurities). Hasil analisa ekonomi

menunjukkan bahwa pemurnian reject water SWRO menggunakan ekstrak MO sebagai

koagulan layak dibangun dan menguntungkan dengan nilai Payout Time 2 tahun, Break Even

Point 44,53 % dan Internal Rate of Return (IRR) 86,74%. Hal tersebut menunjukkan bahwa

investasi pemurnian reject water SWRO sangat layak dan dapat memberikan manfaat ekonomi

yang sangat besar.

Kata kunci: reject water membran SWRO, koagulan, NaCl

Page 5: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

iii

Capabilty Evaluation Of Natural And Synthetic Coagulant On Base Process Selective

Deposition Of Purification Of Reject Water SWRO And Economic Potential Of Its

Application.

Author Name : Iva Rustanti Eri

NRP : 03211360012001

Advisor : Prof. Ir. Wahyono Hadi, M.Sc, PhD

Co-Advisor : Dr. Ir. Agus Slamet, M.Sc

ABSTRACT

Brine water - which is derived from seawater reverse osmosis reject water (SWRO),

has an amount of dissolved solids (TDS) around 40000-61000 mg/L; which is dominated by

ions Ca2+, Mg2+, Na+, Cl-, SO42-and HCO3

-. If its directly discharged into the open public sea

without having any specific process, it surely will damage the environment. Brine water

contains NaCl concentrate, that in huge quantities has certain economic values ; as a raw

material in chlor-alkali industry, the regeneration of resin-ion exchange and any other

substantial benefits.

This research aims to discover the capability of natural coagulant and the synthesis of

alkaline process within reject water SWRO selective precipitation purification modelling, so

the optimum condition from NaCl purifying process from impurities mineral content can be

obtained. The research was conducted in a laboratory scale, using a jar test, and applied the

Response Surface Methodology (RSM) design on a wide variety of variables, which are

concentrations of NaOH, Na2CO3, type and dosage of coagulants also flocculation velocity

gradient (G).

The final result of this research shows that Moringa oleifera’s extract contains a cluster

of active Primary aliphatic amides and Aliphatic alcohol functional group, while the Cationic

Polyacrilamide synthetic coagulant contains a cluster of active aliphatic amines group and

aliphatic hydrocarbone group. Active cluster of Moringa oleifera’s coagulation has the same

ability with CP 0,1% in reducing type II cations and anions with a valence of 2. This can be

determined from the percentages of cationic impurities decreased (Ca2+, Mg2+ dan K+) and

anion of SO42- since both have similarities. The analysis using Response Surface Methodology

(RSM) resulted optimum point of Reject Water SWRO Selective Precipitation Purification

Modelling with highest NaCl concentrate (49090 mg/L) occurred in NaOH concentrate of

28.714%, coagulant dosage of 24.4283 g/L and using the coagulant extract of Moringa oleifera.

The result of analysis of pH change relationship during settling time (t, min) following

logarithmic equation pH = - 0,832 ln (t) + 12,079, with value R2 = 83,08%. The process of

purifying reject water SWRO yields a 5% crude NaCl solution (still containing bivalent

impurities ions). Result of economic analysis show that investation in purification of reject

water SWRO using MO extract as coagulant worthy built and profitable with value of IRR

86,74%, 2 years payout time and BEP 44,53%.

Keywords : Reject Water SWRO Membranes, Coagulants, NaCl

Page 6: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

iv

DAFTAR ISI

Hal.

Halaman Judul

Kata Pengantar

Abstrak

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar

i

ii

iv

vii

viii

Bab 1 Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

1.2. Perumusan Masalah

1.3. Tujuan Penelitian

1.4. Manfaat Penelitian

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Bab 2 Kajian Pustaka

2.1. Reverse Osmosis

2.2. Karateristik Reject Water Buangan Membran SWRO

2.3. Dampak Lingkungan

2.4. Presipitasi Kimia

2.4.1. Presipitasi Hidroksida

2.4.2. Presipitasi Sulfida

2.4.3. Presipitasi Karbonat

2.4.4. Presipitasi Magnesium Oksida

2.5. Mixing

2.6. Flokulasi

2.7. Koagulan

2.7.1. Garam Aluminium

2.7.2. Garam Besi

2.7.3. Polimer Organik

2.7.4. Koagulan Alami

2.8. Pengendapan Selektif

2.9. Selektivitas Ion

2.10. Jar Test

2.11. Moringa Oleifera (MO)

2.12. Poliakrilamida

2.12. Spektrofotomeeter Infra Merah

2.14. Response Surface Methodology

2.15. Analisa Ekonomi

2.15.1. Modal (Capital Investment)

2.15.2. Cost atau pengeluaran

2.15.3. Parameter Analisa Ekonomi

2.16. Kebaharuan Penelitian

Bab 3 Metode Penelitian

3.1. Rancangan Penelitian

3.1.1. Penelitian Tahap Identifikasi

1

1

4

4

5

5

7

7

8

9

11

11

13

13

14

14

15

16

17

18

18

19

24

24

25

26

28

30

31

34

34

36

37

39

43

43

43

Page 7: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

v

3.1.2. Penelitian Tahap Kondisi Optimum

3.2. Variabel Penelitian

3.3. Alat dan Bahan

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.5. Metode Analisis

3.6. Analisis Data

Bab 4. Hasil Penelitian & Pembahasan

4.1. Penelitian Tahap Identifikasi

4.1.1. Karateristik ion reject water SWRO

4.1.2. Tahap Identifikasi Gugus Aktif Koagulasi

4.1.2.1. Ekstrak Moringa Oleifera (MO)

4.1.2.2. Poliakrilamida (CP)

4.1.2.3. Identifikasi gugus fungsi MO dan CP

4.2. Tahap Menentukan Kondisi Optimum Proses Pemurnian Reject Water

SWRO

4.2.1. Eksperimen Tahap I

4.2.1.1. Respon Penurunan TDS (yA)

4.2.1.2. Respon konsentrasi NaCl (yB), mg/L

4.2.2. Eksperimen Tahap II

4.2.3. Analisa Disain Eksperimen Tahap II

4.2.3.1. Analisa Residual

4.2.3.2. Pengujian Statistik

4.2.3.3. Menentukan Model Optimasi

4.2.3.4. Response Surface dan Contour Plot

4.2.3.5.Response Optimization Konsentrasi NaCl dalam pemurnian

reject water SWRO

4.3. Karateristik ion, dan konsentrasi NaCl hasil perlakuan

4.4.Validasi dan laju perubahan TDS pada titik optimum response

4.4.1. Validasi Titik Optimum Response

4.4.2. Perubahan pH pada titik optimum response

4.5. Efek koagulan ekstrak Moringa oleifera terhadap pH dan konsentrasi ion

logam

4.6. Potensi Ekonomi Pemurnian Reject Water SWRO

4.7.Evaluasi Ekonomi Pemurnian Reject Water SWRO

4.7.1. Capital Investment (CI)

4.7.2. Working Investment

4.7.3. Manufacturing Cost

4.7.4. General Expenses

4.7.5. Total Production Cost

4.7.6. Analisa Kelayakan

4.7.6.1. Laba Penghasilan

4.7.6.2. Rate of return

4.7.6.3. Pay out time

4.7.6.4. Break even point

4.7.6.5. Intern Rate of Return

4.8. Altenatif Teknologi Lanjut Pemanfaatan larutan crude NaCl

4.9. State of The Art, Penerapan hasil penelitian

Bab 5. Kesimpulan dan Saran

43

47

47

48

52

53

55

55

55

58

58

59

59

64

64

66

67

69

72

72

72

73

74

79

80

90

90

94

96

92

98

101

102

102

103

103

103

103

104

104

105

105

106

107

111

Page 8: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

vi

Daftar Pustaka

Lampiran 1, Process Flow Diagram pemurnian Reject water SWRO

113

123

Lampiran 2, Perhitungan Analisa Ekonomi 125

Lampiran 3, Prosedur Analisa 133

Lampiran 4, Gambar penelitian 149

Page 9: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

vii

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1. Tipikal konsentrasi ion air laut dan reject water SWRO 9

Tabel 2.2. Nilai G dan t pada pengadukan cepat 15

Tabel 2.3. Nilai G dan Gt proses flokulasi 15

Tabel 2.4. Data disain Flokulator 16

Tabel 2.5. Penelitian Terdahulu tentang Koagulan Alami 22

Tabel 2.6. Komposisi Moringa oleifera 26

Tabel 2.7. Penelitian terdahulu tentang Koagulan Moringa

Tabel 2.8. Spesifikasi Poliakrilamida

Tabel 2.9. Spesifikasi Poliakrilamida Kationik

27

29

30

Tabel 2.10. Spesifikasi Poliakrilamida Anionik 30

Tabel 2.11. Perbandingan komposisi direct cost 35

Tabel 2.12. Perbandingan komposisi indirect cost 35

Tabel 3.1. Kode dan Nilai level Eksperimen Tahap I 45

Tabel 3.2. Kombinasi Perlakuan Eksperimen Tahap I 46

Tabel 3.3. Central Composite Design 47

Tabel 3.4. Parameter karateristik reject water SWRO 48

Tabel 3.5. Daerah serapan Infra Merah 49

Tabel 3.6. Metode analisis karateristik reject water SWRO 53

Tabel 4.1. Karateristik kimia reject water SWRO Pembangkit V dan VI Paiton 55

Tabel 4.2. Kesetimbangan kation anion reject water SWRO 56

Tabel 4.3. Komposisi senyawa dalam reject water SWRO 56

Tabel 4.4. Kode dan Nilai Level Eksperimen Tahap I 64

Tabel 4.5. Respon Hasil Kombinasi Perlakuan Eksperimen Tahap I 65

Tabel 4.6. Analisis Varian Eksperimen Tahap I, respon penurunan TDS, yA 66

Tabel 4.7. Koefisien Regresi Eksperimen Tahap I, respon penurunan TDS, yA 67

Tabel 4.8. Analisis Varian Eksperimen Tahap I, respon konsentrasi NaCl, yB 67

Tabel 4.9. Koefisien Regresi Eksperimen Tahap I, respon konsentrasi NaCl, yB 68

Tabel 4.10. Kode dan Nilai Level eksperimen Tahap II 69

Tabel 4.11. Central Composite Design eksperimen Tahap II 70

Tabel 4.12. Respon hasil kombinasi perlakuan Tahap II 71

Tabel 4.13. Hasil Pengujian Anova Eksperimen Tahap II 73

Tabel 4.14. Koefisien Regresi Eksperimen Tahap II 74

Tabel 4.15. Hasil response optimization konsentrasi NaCl 79

Tabel 4.16.Karateristik filtrat hasil perlakuan eksperimen Tahap I 81

Tabel 4.17. Karateristik filtrat hasil perlakuan eksperimen Tahap II 83

Tabel 4.18. Hasil analisa ion filtrat NaCl pada kondisi optimum 93

Tabel 4.19. Hasil analisa ion endapan proses pemurnian reject water SWRO 94

Tabel 4.20. Nilai pH perwaktu proses pengendapan

Tabel 4.21. Total Capital Investment

Tabel 4.22. Total Manufacturing Cost

Tabel 4.23. Total General Expenses

95

101

102

103

Page 10: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

viii

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1. Diagram prinsip Osmosis dan Reverse Osmosis 7

Gambar 2.2. Perbedaan Tipe Membran dalam konfigurasi RO 8

Gambar 2.3. Kelarutan beberapa logam hidroksida sebagai fungsi pH 12

Gambar 2.4. Deret Nernst 25

Gambar 2.5. Jar test pada masing-masing dosis pembubuhan bahan kimia 25

Gambar 2.6. Daun, buah dan biji Moringa oleifera 26

Gambar 2.7. Monomer Poliakrilamida 29

Gambar 2.8. Serapan IR 31

Gambar 2.9. Contour Plot interaksi variabel independen terhadap respon

Gambar 2.10. Skema optimasi menggunakan RSM

Gambar 2.11. Roadmap penelitian

Gambar 3.1. Kerangka Pikir Penelitian

32

34

41

44

Gambar 3.2. Alur Penelitian 52

Gambar 4.1. Ribbon chart kesetimbangan kation anion reject water SWRO 57

Gambar 4.2. Larutan ekstrak Moringa oleifera 59

Gambar 4.3 Larutan Cationic Polyacrilamide (CP) 59

Gambar 4.4. Hasil spektral Cationic Polyacrilamide (CP) 61

Gambar 4.5. Hasil spektral ekstrak Moringa oleifera 63

Gambar 4.6. Pengaruh variabel terhadap rata-rata % NaCl 68

Gambar 4.7. Uji Kenormalan Residual 72

Gambar 4.8. Pengaruh variabel jenis koagulan terhadap rata-rata konsentrasi

NaCl

75

Gambar 4.9. Pengaruh variabel konsentrasi NaOH dan dosis koagulan terhadap

rata-rata konsentrasi NaCl

75

Gambar 4.10. Interaksi konsentrasi NaOH dan dosisi koagulan terhadap rata-

rata konsentrasi NaCl

76

Gambar 4.11. Contour Plot konsentrasi NaCl menggunakan koagulan MO 78

Gambar 4.12. Surface Plot konsentrasi NaCl menggunakan koagulan MO 78

Gambar 4.13. Contour Plot konsentrasi NaCl menggunakan CP 79

Gambar 4.14. Surface Plot konsentrasi NaCl menggunakan CP 78

Gambar 4.15. Desirebility function pemurnian reject water SWRO 79

Gambar 4.16. Konsentrasi ion K+ filtrat pemurnian reject water SWRO 85

Gambar 4.17. Persentase penurunan konsentrasi ion K+ 85

Gambar 4.18. Perbandingan varian persentase penurunan ion K+ dengan 2 jenis

koagulan

86

Gambar 4.19. Konsentrasi ion Ca2+ filtrat pemurnian reject water SWRO 87

Page 11: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

ix

Lanjutan Daftar Gambar hal

Gambar 4.20. Persentase penurunan konsentrasi ion Ca2+ 87

Gambar 4.21. Perbandingan varian persentase penurunan ion Ca2+ dengan 2 jenis

koagulan

88

Gambar 4.22. Konsentrasi ion Mg2+ filtrat pemurnian reject water SWRO 85

Gambar 4.23. Persentase penurunan konsentrasi ion Mg2+ 85

Gambar 4.24. Perbandingan varian persentase penurunan ion Mg2+ dengan 2 jenis

koagulan

90

Gambar 4.25. Konsentrasi ion SO42- filtrat pemurnian reject water SWRO 91

Gambar 4.26. Persentase penurunan konsentrasi ion SO42- 91

Gambar 4.27. Perbandingan varian persentase penurunan ion SO42- dengan 2 jenis

koagulan

92

Gambar 4.28. Konsentrasi ion NaCl filtrat pemurnian reject water SWRO 93

Gambar 4.29. Perubahan pH selama 200 menit proses pengendapan 95

Gambar 4.30. Perubahan pH selama 24 jam proses pengendapan 96

Gambar 4.31. Mekanisme koagulasi ekstrak MO dalam larutan garam 97

Gambar 4.32. Gugus amida dalam ekstrak MO 92

Gambar 4.33. Neraca masa desalinasi air laut dengan membran SWRO-BWRO 93

Gambar 4.34. Diagram proses pemurnian reject water SWRO menjadi NaCl 5% 95

Gambar 4.35. Diagram proses NaCl 5% menjadi NaOCl 12% 98

Gambar 4.36. Electrolyzer dalam NaOCl generator 98

Page 12: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemerintah Indonesia memiliki tanggung jawab untuk memastikan ketersediaan air

bagi masyarakatnya sesuai Goal ke 6 dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Pada

beberapa wilayah di Indonesia terutama wilayah pesisir masih memiliki masalah

terbatasnya ketersediaan air bersih. Padahal pesisir pantai terdapat sumber daya air yang

besar dan tak terbatas yaitu air laut. Air laut memang tidak dapat dikonsumsi langsung

sebagai air minum, karena salinitasnya yang tinggi, sehingga diperlukan teknologi untuk

mengolah air laut tersebut menjadi air tawar.

Saat ini desalinasi air laut adalah satu-satunya cara yangefektif dan ekonomis untuk

mengolah air laut menjadi air tawar, sehingga telah banyak dipakai di berbagai negara di

dunia. Desalinasi adalah proses penghilangan mineral terlarut dalam air laut atau air payau

untuk menghasilkan air bersih. Data UN Water pada tahun 2014, terdapat lebih dari 16000

instalasi desalinasi diseluruh dunia dengan kapasitas produksi 70 MCM (mega cubic meter)

perhari, dan segera mencapai 100 MCM per hari dengan menghasilkan larutan garam

(brine) dua kali lipatnya (200 MCM/hari) (IDA, 2015). Instalasi desalinasi terpasang

meningkat 42% pada tahun 2015 (House et al., 2015).

Teknologi desalinasi menggunakan seawater reverse osmosis (SWRO) telah

mendominasi 65% dari teknologi pengolahan air laut di dunia (Amri et al., 2016).

Teknologi desalinasi air laut menggunakan SWRO menghasilkan reject water dengan

kandungan garam cukup tinggi (brine water), minimal 26% w/w. Kandungan garam dalam

reject water tergantung pada efisiensi membran yang dipergunakan, umumnya 55 – 60%,

dengan konsentrasi tertinggi 90% (Hastuti & Wardiha, 2012). Reject water juga

mengandung sisa bahan kimia proses desalinasi seperti anti-scaling, anti-fouling, biocides,

chemical cleaning dan logam berat proses korosi (Morton et al., 1997; Einav et al., 2003;

Lattemann & Höpner, 2008).

Air laut alami memiliki Total Dissolved Solid (TDS) yang cukup tinggi berkisar

10.000 – 35.000 mg/L (Greenlee et al., 2009). Sedangkan karateristik dari reject water

proses desalinasi dengan SWRO menurut Praneeth et al., (2014), memiliki pH 8,8,

konduktivitas 62,6 mS/cm, dan TDS berkisar 35.000 – 61.000 mg/L. TDS tersebut

didominasi oleh ion-ion Ca2+, Mg2+, Na+, Cl-, SO2- dan HCO3-. Apabila dibuang langsung

ke lingkungan laut tanpa pengolahan terlebih dahulu dapat merusak lingkungan penerima,

Page 13: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

2

seperti timbulnya kondisi anoksik di dasar laut dan merusak spesies laut terutama

makrobentos (Mohamed et al. 2005; Raventos et al. 2006). Beberapa spesies laut sangat

dipengaruhi oleh buangan reject water tersebut, seperti rumput laut Cymodocea nodosa

dan Caulerpa prolifera atau ganggang merah (Rissoella Verruculosa). Sehingga diperlukan

berbagai upaya lanjutan untuk meminimalkan efek yang merugikan tersebut. Salah satunya

adalah recovery NaCl dari reject water (Sadhwani et al., 2005).

Pemanfaatan reject water buangan membran SWRO di Indonesia belum banyak

dilaporkan, hanya sebatas sebagai kolam apung saja. Recovery NaCl dari reject water

buangan membran SWRO dapat menghasilkan larutan NaCl 20-26%. NaCl 20-26%

banyak dibutuhkan oleh industri antara lain sebagai bahan baku industri soda (NaOH) dan

regenerasi ion exchange resin. Garam NaCl 99% sebagai bahan baku pembuatan larutan

NaCl 20-26% masih diimport dari Australia dan India. Jumlah import garam tahun 2016

sebesar 3 juta ton (senilai US$ 126jt), naik 30% dari tahun 2015. Negara yang telah

memanfaatkan brine dari reject water SWRO adalah Israel, melalui Mekorot Water

Company. Produksi garam dengan memanfaatkan reject water SWRO mengurangi biaya

produksi garam dan biaya produksi SWRO karena tidak membutuhkan jalur pembuangan

brine dan mengurangi dampak lingkungan terhadap air laut (Raizky & Nadav, 2007;

Melián-Martel et al., 2011).

Tahapan awal proses recovery NaCl dari reject water adalah tahapan pemisahan

NaCl dari berbagai mineral impurities yang ada dalam reject water. Proses pengendapan

selektif terbukti cukup efektif untuk memisahkan NaCl dari berbagai mineral impurities

terutama ion Ca2+, dan Mg2+. Presipitan yang umum dipakai adalah larutan NaOH dan

Na2CO3 (Melián-Martel et al., 2011). Selain itu penambahan koagulan alami sebagai co-

presipitan dalam pengendapan selektif sangat membantu proses pengendapan karena

terjadi netralisasi sisa muatan, dan pembentukan interparticle bridging (Vigneswaran et

al., 2004; Yin, 2010). Pemakaian koagulan alami dapat meningkatkan efektivitas proses

pengendapan sebesar 30% (Darwish et al., 2013), dan terhindar dari kenaikan jumlah zat

terlarut anorganik dalam air olahan

Penelitian tentang efektivitas bahan-bahan nabati sebagai koagulan telah banyak

dilakukan. Ghebremichael et al., (2005) dan Okuda et al., (2001) menyatakan bahwa

bahan-bahan nabati dapat berfungsi sebagai koagulan karena memiliki gugus protein yang

bersifat cationic coagulating agent. Gugus protein tersebut mempunyai berat molekul 3 -

6,5 kDa dan pH Isoelektrik (pI) diatas 9,6.

Page 14: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

3

Ekstrak tannin yang diambil dari kulit kayu tanaman Acacia,Castanea dan Schinopsis

mengandung anionic phenolic group dan amine group yang bersifat kationik (Graham et

al., 2008 dan Beltrán-Heredia & Sánchez-Martín, 2009). Ekstrak tannin dapat berfungsi

sebagai koagulan alami dan pada dosis 14 mg/L mampu menurunkan kekeruhan limbah

kaolin sebesar 75%.

Penelitian yang dilakukan oleh Aslamiah et al., (2013) tentang aktivitas koagulasi

ekstrak biji kelor (Moringa oleifera L.), menyatakan bahwa ekstrak biji kelor lebih efektif

dibandingkan tawas. Ekstrak biji kelor mampu menurunkan 81% angka kekeruhan,

sedangkan tawas hanya menurunkan 58%. Pembubuhan ekstrak biji kelor membuat pH air

limbah berada pada kisaran pH normal, sedangkan pembubuhan tawas menurunkan nilai

pH (menjadi lebih asam).

Fatehah et al., (2013) meneliti kemampuan tepung tapioka dalam menurunkan

kekeruhan dan zat organik limbah cair semikonduktor. Limbah cair semikonduktor

berwarna sangat gelap, sangat keruh (4246 NTU) dengan kandungan kontaminan

anorganik maupun organik yang tinggi (COD 1752 mg/L). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa tepung tapioka memiliki pengaruh yang tinggi pada penurunan kekeruhan dan zat

organik. Persentase penurunan optimum sebesar 99% diperoleh pada dosis pembubuhan

0,1 gr/L dengan settling time 30 menit. Persentase penurunan zat organik optimum sebesar

87% pada dosis 0,1 gr/L dengan settling time 60 menit.

Hasil uji pendahuluan identifikasi gugus aktif menggunakan metode Fourier

Transform Infra Red (FTIR) pada kentang, jagung dan biji kelor yang berbentuk tepung

dan ekstrak dalam larutan NaCl, menunjukkan bahwa tepung dari ketiga jenis bahan alami

tersebut mempunyai gugus aliphatic amide group berbentuk –NH dan –NH2, aliphatic grup

–CH, –CH2, dan –CH3 (karboksil) serta gugus alcohol functional group –OH (hidroksil).

Ekstrak dalam larutan NaCl masing- masing memiliki gugus aliphatic amide group

berbentuk –C=O dan –NH, aliphatic grup –CH (karboksil) serta gugus alcohol functional

group –OH (hidroksil). Secara keseluruhan hasil FTIR menunjukkan dalam tepung dan

ekstrak terdapat polimer yang mengandung gugus amida, karboksil dan hidroksil. Gugus

karboksil dan hidroksil menyebabkan larutan polielektrolit bermuatan negatif, sedangkan

gugus amida bermuatan positif. Sehingga dapat diperkirakan bahwa kentang, jagung dan

biji kelor bentuk tepung maupun ekstrak dalam larutan NaCl dapat berfungsi sebagai

koagulan (Rahul et al., 2014; Hameed et al., 2016; Wandera et al., 2011; Teh et al., 2014;

Shak & Wu 2014; Menkiti & Ezemagu 2015).

Page 15: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

4

Berbagai penelitian tentang koagulan alami yang telah dilakukan hanya sebatas pada

penurunan kekeruhan dan padatan tersuspensi air limbah. Belum ada informasi tentang

efektivitas penggunaan koagulan alami untuk proses pengendapan partikel anorganik

seperti Mg(OH)2 atau CaCO3.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh koagulan alami dan sintetis

proses basa pada pengendapan selektif pemurnian reject water SWRO dan potensi ekonomi

dalam skala aplikasi. Penelitian ini merupakan tahap awal recovery NaCl dari reject water

SWRO, sehingga dapat dihasilkan larutan NaCl murni.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana

pengaruh koagulan alami dan sintetis proses basa pada pengendapan selektif pemurnian

reject water SWRO dan potensi ekonomi dalam skala aplikasinya, sehingga dihasilkan

larutan NaCl murni?.

Adapun permasalahan spesifik yang akan dikaji pada penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Bagaimana karateristik gugus aktif dari ekstrak biji Moringa oleifera (kelor) dan

poliakrilamida?

2) Bagaimana kondisi optimum berbagai variasi penelitian meliputi konsentrasi larutan

NaOH, larutan Na2CO3, jenis dan dosis koagulan, serta gradien kecepatan flokulasi

dalam memurnikan reject water SWRO?

3) Bagaimana perbandingan efektivitas koagulan alami ekstrak biji kelor dengan

koagulan sintetis poliakrilamida dalam menurunkan kandungan mineral impurities?

4) Bagaimana perubahan pH selama proses pengendapan pada kondisi optimum

pemurnian reject water SWRO ?.

5) Bagaimana aplikasi dan potensi ekonomi proses pemurnian reject water SWRO?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah mengevaluasi pengaruh koagulan alami dan sintetis

proses basa pada pengendapan selektif pemurnian reject water SWRO dan potensi ekonomi

dalam skala aplikasi, sehingga dihasilkan larutan NaCl murni.

Adapun tujuan secara rinci penelitian adalah:

1) Mengidentifikasi karateristik gugus aktif koagulan alami ekstrak biji Moringa

oleifera (kelor), dan koagulan sintetis poliakrilamida

Page 16: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

5

2) Menentukan kondisi optimum berbagai variasi penelitian meliputi konsentrasi

larutan NaOH, larutan Na2CO3, jenis dan dosis koagulan, serta gradien kecepatan

flokulasi dalam memurnikan reject water SWRO

3) Mengevaluasi perbandingan efektivitas koagulan alami ekstrak biji kelor dengan

koagulan sintetis poliakrilamida dalam menurunkan kandungan mineral impurities

4) Mengevaluasi perubahan pH selama proses pengendapan pada kondisi optimum

pemurnian reject water SWRO.

5) Mengevaluasi aplikasi dan potensi ekonomi pemurnian reject water SWRO.

1.4. Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pengolahan air bersih. Sedangkan

secara praktis penelitian ini diharapkan membawa manfaat:

1) Sebagai bahan masukan bagi industri yang memiliki proses desalinasi air laut bahwa

larutan NaCl murni dapat dihasilkan dari pengolahan reject water buangan SWRO.

2) Sebagai bahan masukan bagi investor dan pemerintah tentang potensi ekonomi dari

proses pemurnian reject water SWRO.

3) Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah dalam menentukan kebijakan terkait upaya

penyediaan air minum di daerah pesisir pantai. Biaya operasional pengolahan air

minum menggunakan membran SWRO yang selama ini mahal akan menjadi murah

karena produk samping yang dihasilkan dari pengolahan buangan SWRO. Sehingga

masyarakat dapat menikmati air minum yang berkualitas bagus, murah dan terjangkau.

4) Memberikan pemahaman yang tepat kepada masyarakat tentang potensi tanaman

sebagai koagulan alami dalam proses pengolahan air.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1) Menggunakan reject water yang diambil dari port outlet SWRO Unit Pembangkit V

dan VI Paiton Jawa Timur, dengan TDS 35000 – 60000 mg/L sebagai air baku

penelitian.

2) Jenis dan dosis koagulan.

a. Koagulan alami yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak biji Moringa

oleifera (MO) dalam larutan NaCl 1M, sedangkan koagulan sintetis adalah

poliakrilamida.

Page 17: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

6

b. Dosis koagulan alami adalah 10, 20 dan 30 g/ml

3) Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi koagulan alami adalah larutan NaCl 1M.

4) Identifikasi gugus fungsi koagulasi yang terdapat dalam koagulan alami dilakukan

dengan metode Fourier Transform Infra Red (FTIR)

5) Pemeriksaan FTIR gugus fungsi koagulasi dalam ekstrak Moringa oleifera dan

poliakrilamida dilakukan di Jurusan Material FTI – ITS.

6) Sistem yang digunakan adalah batch

7) Variabel penelitian

a. Variabel bebas,

- Jenis koagulan yaitu ekstrak biji Moringa oleifera dalam larutan NaCl dan

poliakrilamida

- Dosis koagulan yang dibubuhkan yaitu 10, 20 dan 30 g/ml

- Gradien kecepatan (G) flokulasi adalah 100-75-25; 100-50-25 dan 100-50-10

det-1

- Konsentrasi NaOH yaitu 20%, 30% dan 40%

- Konsentrasi Na2CO3 yaitu 10%, 20% dan 30%

b. Variabel terikat:

- Prosentase penurunan jumlah ion impurities.

- Jumlah padatan kering yang mengendap (mg)

- Konsentrasi NaCl (%)

8). Tempat penelitian adalah Laboratorium Lingkungan FTSP – ITS dan Laboratorium

Terpadu Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Surabaya.

Page 18: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

7

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Reverse Osmosis

Reverse osmosis (RO) merupakan proses pemisahan berdasarkan fenomena osmosis

yang dapat terjadi apabila dua cairan yang berbeda konsentrasinya dipisahkan dengan

membran semi permeabel dengan menggunakan tekanan yang lebih besar daripada

osmosisnya. Sistem RO dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Diagram prinsip Osmosis dan Reverse Osmosis (House et al., 2015)

Membran reverse osmosis (RO) dapat menahan kontaminan atau partikel dengan

diameter 0,0001 µm. Membran RO bekerja pada tekanan operasi antara 17-68 bar, jenis

kontaminan yang dapat dipisahkan adalah garam terlarut, pestisida, kekeruhan, kesadahan,

pestisida, virus, bakteri-bakteri patogen lainnya (Sagle & Freeman, 2004). Di dalam

membran RO terjadi proses penyaringan berdasarkan ukuran molekul. Partikel yang

molekulnya lebih besar daripada molekul air, misalnya molekul garam, akan terpisah dan

dibuang sebagai reject water. Pengolahan menggunakan RO paling efektif karena

memanfaatkan membran reverse yang dapat menahan sampai dengan 88-99% garam

terlarut dan kontaminan tersuspensi. Konsentrasi garam dalam reject water RO sebesar 2-

4 kali lebih banyak daripada air umpan awal. Konsentrasi garam tersebut sangat tergantung

pada peruntukan air produknya (House et al.,2015).

Membran RO dibuat dari material plastik yang berbentuk lembaran maupun hollow

fibres. Instalasi RO modern memiliki 4 pilihan konfigurasi membran yaitu konfigurasi

tubular, flat sheet (disebut juga plate & frame), spiral wound dan hollow fibres. Perbedaan

masing-masing konfigurasi dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Page 19: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

8

Gambar 2.2. Perbedaarn tipe membran konfigurasi sistem RO (House et al.,2015)

2.2. Karateristik Reject Water Membran Sea Water Reverse Osmosis

Reject water SWRO mengandung berbagai jenis ion yang jumlahnya tergantung pada

kualitas air laut yang menjadi sumber air bakunya.Reject water SWRO juga mengandung

bahan kimia aditif yang dipakai dalam sistem perawatan membran SWRO. Bahan – bahan

kimia aditif yang ditambahkan berfungsi sebagai antiscalant, antifouling dan biocide

(Alzahrani et al., 2013).

Antiscalant adalah bahan kimia yang ditambahkan dalam sistem perawatan SWRO.

Pemberian antiscalant bertujuan mencegah terbentuknya kerak (mineral scaling) dalam

sistem perpipaan, sehingga memperpanjang umur pengoperasian SWRO. Antiscalantyang

dipergunakan dalam proses desalinasi tidak mengandung gugus fosfat, tetapi berupa

polimer organik anionik, serta acrylic terpolymer. Acrylic terpolymer adalah polimer

gabungan monomer yang mengandung 2-ethyl hexyl acrylate, methyl methacrylate, dan

acrylic acid. Total bahan aktif dalam produk antiscalant bervariasi dari 1-40% berat.

Antiscalant diberikan secara kontinyu kedalam umpan dengan dosis rata-rata 3 mg/L

(Lattemann & Höpner, 2008).

Antifouling dan biocide adalah bahan kimia yang ditambahkan untuk menghambat

terbentuknyaendapan zat organik karena aktivitas mikroorganisme pada permukaan

membran. Bahan kimia yang umum dipakai adalah sodium hypochloride (NaOCl) dan

sodium bisulphite (NaHSO3). Sodium bisulphite ditambahkan untuk menetralisir sisa

Page 20: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

9

chlorine (Cl-) agar membran berbahan thin film polyamide yang sensitif terhadap Cl- tidak

rusak. Perbandingan konsentrasi ion air laut dan reject water buangan SWRO seperti

ditunjukkan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Tipikal konsentrasi ion air laut dan reject water SWRO

Parameter Air laut

(umpan)

reject water

SWRO

(domestic water)

Reject water

SWRO

(demin water)

Sodium (Na+), mg/L 12.200 15.800 25.237

Magnesium (Mg2+), mg/L 1.620 2.240 2.867

Calcium (Ca2+), mg/L 533 730 960

Potassium (K+), mg/L 581 805 781

Strontium (Sr2+), mg/L 7,29 11,50 14,55

Silicon as SiO2 15,04 19,94 20,50

Silicon (Si2+), mg/L 7,03 9,32

Bicarbonates(HCO3-), mg/L 100 125 1.829

Chlorides (Cl-), mg/L 23.484 32.004 41.890

Sulfates (SO42-), mg/L 3.181 4.500 6.050

Fluorides (F-), mg/L 0,6 0,9 1,82

TDS, mg/L 41.661 56.158 79.660

pH 7,06 6,97 7,5

EC, mS/cm 56.130 78.000 85.200

Sumber: Ahmed et al.(2001); Henthorne & Boysen (2015)

2.3. Dampak Lingkungan

Seawater reverse osmosis memiliki laju konversi 40-50% membutuhkan air lebih sedikit

dibanding desalinasi proses termal/ distilasi yang memiliki laju konversi 10-20%, sehingga SWRO

memiliki dampak lingkungan yang lebih kecil. SWRO membutuhkan konsumsi energi yang tinggi

dibanding proses termal. Buangan SWRO tidak mengandung bahan kimia atau polusi termal, tetapi

memiliki konsentrasi garam yang lebih tinggi sehingga berdampak pada ekosistem laut.

Pembuangan reject water SWRO dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

1. Kontak langsung dengan air laut melalui konfigurasi sistem buangan

2. Kombinasi dengan buangan lain seperti air pendingin sistem pembangkit listrik

3. Dikeringkan

Reject water SWRO yang dibuang ke laut akan menimbulkan dampak antara lain

berpengaruh pada kualitas air akibat meningkatkan kekeruhan karena keberadaan brine,

berpengaruh pada planton karena tingginya tekanan osmosis, berpengaruh pada rumput laut dan

alga karena penurunan kualitas cahaya matahari yang masuk ke ekosistem laut serta tingginya

konsentrasi garam. Penggunaan jet discharge dengan kecepatan tinggi dalam mekanisme

pembuangan brine juga berdampak pada kehidupan ikan dan batu karang, sehingga kecepatan jet

discharge tidak melebihi 3-3,5 m/s.

Page 21: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

10

Beberapa teknologi untuk menurunkan dan menghilangkan brine menurut Morillo (2014)

adalah:

1. Evaporasi konvensional,

Evaporasi konvensional adalah memanaskan brine dibawah sinar matahari. Garam

akan mengkristal karena air akan menguap akibat pemanasan matahari. Teknologi ini

membutuhkan ketersediaan lahan yang luas. Pengembangan ini adalah dengan

mengintegrasikan kecepatan angin dan cahaya matahari untuk mempercepat

penguapan.

2. Fitodesalinasi

Menggunakan spesies angiospermae yang toleran terhadap kadar garam air laut,

disebut dengan tanaman halophytes.

3. Sisten evaporasi dan kristalisasi

Menerapkan teknologi Zero Liquid Discharge (ZLD) berdasarkan prinsip evaporasi

dan kristalisasi. Teknologi ini membutuhkan energi yang cukup tinggi yaitu 0,1

Euro/kg brine yang dievaporasi. Beberapa teknologi ZLD merupakan kombinasi RO

dengan soda lime process, kristalisasi termal, spray dryer, kolam evaporasi.

4. Distilasi membran

Distilasi membran merupakan proses pemisahan secara non-isotermal dengan

menggunakan membran. Pada proses ini dua fluida encer dengan temperatur berbeda

dipisahkan dengan membran hidrofobik mikropori. Temperatur operasi lebih rendah

dari temperatur kedua fluida. Salah satu varian distilasi membran adalah vakum

distilasi membran, dimana tekanan vakum digunakan untuk mengatur beda tekanan

diantara dua sisi membran.

5. RO dua tahap

Pengolahan air laut dengan RO dua tahap adalah alternatif teknologi untuk

mendapatkan air bersih dalam jumlah banyak dan menurunkan jumlah brine. Pada

tahap pertama, RO bekerja dengan tekanan tinggi, sedangkan pada tahap kedua RO

memiliki tekanan rendah. RO dua tahap menghasilkan 60% air dibandingkan RO satu

tahap yang hanya menghasilkan 40% saja.

6. Pengelolaan efluen brine (reject water SWRO) (Ho, et al., 2015)

Prinsip pengelolaan brine adalah menurunkan ion anorganik dan pengotor dengan

melalui proses inline coagulation-ultrafiltration. Koagulan yang digunakan adalah

Polialuminium klorida (PAC), FeCl3

7. Menggunakan Capatitive Deionization (CDI) (Lee et al., 2009).

Metode ini mampu menghilangkan 90% garam terlarut dalam brine, elektrodenya juga

mampu menangkap senyawa organik.

Page 22: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

11

2.4. Presipitasi Kimia

Presipitasi kimia (PK) adalah pembentukan fase padat secara cepat karena perubahan

fisik atau kimia dalam larutan. Proses ini menggambarkan fenomena yang kompleks yang

dihasilkan dari pembentukan dalam kondisi jenuh. Pengendapan adalah mekanisme yang

kompleks yang melibatkan banyak parameter. Parameter tersebut adalah pH, derajat

kejenuhan, solubility product (Ks), kekuatan ion, suhu dan keberadaan ion campur

(Warmadewanthi et al., 2012).

PK dalam pengolahan air bersih maupun air limbah adalah perubahan bentuk

senyawa terlarut dalam air menjadi partikel padat. PK digunakan untuk menghilangkan ion

–ion dalam air dengan penambahan counter-ions untuk menurunkan kelarutan. PK tidak

hanya untuk menghilangkan kation logam, tetapi juga untuk menghilangkan anion seperti

fluoride, sianida dan fosfat. PK juga dapat menghilangkan molekul organik seperti fenol

dan amina aromatik, detergen dan emulsi minyak (Vigneswaran et al.,2004).

Proses presipitasi yang banyak dilakukan adalah proses pelunakan air dan stabilisasi,

penyisihan logam berat dan fosfat. Proses pelunakan air bertujuan untuk penyisihan ion

kationik divalen terutama ion kalsium dan magnesium. Penyisihan logam berat paling

banyak dilakukan di industri pelapisan logam. Industri ini memiliki garam terlarut seperti

cadmium, chromium, copper, nickel, lead, zink yang perlu disisihkan dan bahkan diambil

kembali (recovery). CP selalu diikuti dengan proses pemisahan padatan seperti koagulasi

flokulasi dan / atau sedimentasi, atau penyaringan untuk menghilangkan endapan. Proses

ini dapat didahului dengan reduksi kimia untuk mengubah karateristik dari ion logam

menjadi bentuk yang dapat diendapkan.

2.4.1. Presipitasi Hidroksida

Semua ion logam dalam kondisi alkali akan berada dalam bentuk hidroksidanya.

Presipitat hidroksida akan terbentuk bila telah mencapai kondisi jenuh atau melampaui nilai

kelarutannya. Optimum pH beberapa hidroksida logam ditunjukkan pada Gambar. 2.3.

Persamaan umum stoikiometri reaksi pengendapan hidroksida dapat ditulis sebagai:

M2+ + 2(OH)- ↔ M(OH)2(s)...................................(1)

Jika pH lebih rendah dari pH optimum presipitasi, akan terbentuk kompleks logam terlarut,

yaitu:

M2+ + OH- ↔ M(OH)+ .........................................(2)

Page 23: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

12

pH

Gambar 2.3. Kelarutan beberapa logam hidroksida sebagai fungsi pH

(Zhao et al., 2014)

Presipitasi hidroksida juga dipengaruhi oleh keberadaan senyawa organik radikal, sehingga

terjadi reaksi sebagai berikut:

M2+ + OH- + nR ↔ M(R)nOH+ ..........................(3)

Bahan kimia yang umum digunakan dalam presipitasi hiroksida adalah senyawa

alkali seperti CaO, Ca(OH)2, NaOH. CaO umumnya dibuat menjadi suspensi basah atau

bubur sebelum digunakan dalam sistem pengolahan. NaOH umumnya dalam bentuk

larutan 6-20%, diumpankan langsung ke dalam sistem pengolahan dan tidak memerlukan

tambahan unit pengaduk. Proses PK diaplikasikan pada tahap pengadukan cepat atau tahap

sedimentasi. Logam hidroksida cenderung bersifat koloid, sehingga diperlukan koagulan

untuk memudahkan proses pengendapan.

Penyisihan campuran logam dalam air memerlukan perlakuan khusus, karena pH

penyisihan yang optimum pada masing-masing jenis logam mungkin tidak bertepatan. Oleh

karena itu, penambahan presipitan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan

kondisi penyisihan yang optimum dari masing-masing logam. Presipitasi hidroksida

menggunakan CaO telah banyak digunakan dalam pengolahan air dan air limbah industri,

karena kemudahan penanganan, ekonomis dan efektif.

KO

NS

EN

TR

AS

I L

OG

AM

TE

RL

AR

UT

,

mg/L

Page 24: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

13

2.4.2. Presipitasi Sulfida

Senyawa sulfida yang bersifat water soluble(H2S atau Na2S) maupun insoluble

seperti FeS, dapat digunakan sebagai presipitan ion logam berat. Endapan yang dihsilkan

merupakan endapan logam sulfida. Gambar 2.3. menunjukkan bahwa pada pH basa, logam

sulfida memiliki kelarutan lebih rendah dibandingkan logam hidroksida

Prinsip proses PK dengan larutan sulfida hampir sama dengan hidroksida. Larutan

sulfida ditambahkan untuk mengendapkan logam sebagai logam sulfida. Endapan yang

terbentuk dipisahkan dari larutannya menggunakan filtrasi atau gravity settling.

Na2S + MSO4 ↔ MS (s) + Na2SO4 ....................(4)

Sisa Na2S dioksidasi dengan aerasi:

Na2S + 2O2 ↔ Na2SO4 .....................................(5)

Ion sulfida dan gas H2S dalam air menimbulkan suasana asam sehingga reaksi

presipitasi sulfida membutuhkan pre-treatment dan post-treatment. Pre-treatment

melibatkan proses menaikkan pH air yang akan diolah antara 7-8 untuk mengurangi

pembentukan gas H2S. Post-treatment untuk menghilangkan kelebihan sulfida, dilakukan

dengan aerasi atau oksidator kimia.

Pembubuhan besi sulfida (FeS) diberikan dalam untuk menghilangkan kelebihan

sulfida dan pembentukan gas H2S dalam limbah. Reaksi presipitasi ion logam (M2+)

menggunakan FeS :

FeS + M2+ ↔ MS(s) + Fe2+ ..............................(6)

FeS + M(OH)2 ↔ MS(s) + Fe(OH)2..................(7)

FeS bersifat sulit larut dalam air, sehingga konsentrasi ion sulfida dibatasi oleh kelarutan

FeS yaitu 0,02 mg/L. Presipitasi sulfida menggunakan FeS memiliki waktu tinggal selama

10-15 menit.

2.4.3. Presipitasi Karbonat

Presipitasi karbonat digunakan untuk menyisihkan ion logam menggunakan larutan

karbonat seperti CaCO3 atau dengan mengubah hidroksida menjadi karbonat menggunakan

CO2. Presipitasi karbonat telah menjadi metode pilihan untuk meyisihkan kesadahan

kalsium dari air. Karbonat mulai banyak dipakai untuk menyisihkan logam berat dalam air

limbah. Alasannya karena presipitasi hidroksida menghasilkan volume lumpur yang besar

yang bersifat koloid dan sulit mengendap. Lumpur karbonat bersifat stabil dan lebih mudah

disaring dibanding lumpur hidroksida, seperti pada presipitasi ion Pb, dan Cd. Pada

presipitasi penyisihan ion Zn dan Ni, menghasilkan endapan karbonat yang tidak padat dan

Page 25: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

14

sulit disaring (Zhao et al., 2014). Pada proses pengolahan air, perilaku prepitasi karbonat

maupun hidroksida ion logam campuran adalah sama dengan presipitasi logam tunggal.

2.4.4. Presipitasi Magnesium Oksida

Pengolahan menggunakan magnesium oksida (MgO) menghasilkan lumpur MgO-

hidroksida yang memiliki kelarutan rendah. Lumpur yang dihasilkan relatif padat dan

cenderung menghambat terjadinya re-suspensi ion logam. Biaya bahan kimia presipitasi

magnesium oksida lebih tinggi dibanding presipitasi hidroksida, dan digunakan setelah

pengolahan konvensional dengan CaO.

2.5. Mixing

Pengadukan adalah operasi yang menciptakan terjadinya gerakan dari bahan yang

diaduk dengan tujuan untuk mencampur dua fluida yang saling larut. Tujuan lain

pengadukan adalah melarutkan padatan dalam fluida, mendipersikan gas dalam cairan

dalam bentuk gelembung, serta mempercepat perpindahan panas antara fluida dengan koil

pemanas dan jaket pada dinding bejana. Pada media fase cair/ liquid, pengadukan ditujukan

untuk memperoleh kondisi turbulen (bergolak).

Jenis pengadukan dalam pengolahan air dapat dikelompokkan berdasarkan kecepatan

pengadukan dan metoda pengadukan. Berdasarkan kecepatannya pengadukan dibedakan

menjadi pengadukan cepat (rapid mix) dan pengadukan lambat (slow mix).

Dalam proses presipitasi kimia, rapid mix diperlukan untuk mendispersi secara cepat

bahan-bahan kimia yang digunakan. Rapid mix diikuti dengan slow mix. Slow mix bertujuan

agar partikel yang telah terpresipitasi berkesempatan bersentuhan dan menggumpal

menjadi flok yang lebih besar dan lebih berat. Kecepatan pengadukan merupakan

parameter penting yang dinyatakan dengan gradien kecepatan (G). Gradien kecepatan

merupakan fungsi dari tenaga yang disuplai (P):

G = √(𝑃/𝜇𝑉)...............................................................(1)

dimana : G = gradien kecepatan (det-1), P = input tenaga (N.m/det),

V = volume air yang diaduk, m3, µ = viskositas absolut air, N.detik/m2

Rapid mix diperlukan juga dalam proses koagulasi, untuk mempercepat tercapainya

dispersi yang seragam bahan kimia koagulan dalam air. Dispersi yang seragam dan cepat

ini sangat dibutuhkan dalam proses koagulasi karena :

1. efektivitas koagulan sangat tergantung pada kemampuannya terdispersi dalam air

2. laju pembentukan monohydroxocomplex dan polimer hydroxometal berlangsung

sangat cepat,

Page 26: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

15

3. laju adsorpsi pada berbagai koagulan juga berlangsung cepat.

Efisiensi pengadukan cepat dipengaruhi oleh nilai G dan waktu kontak t. Waktu

kontak pengadukan cepat antara 1 detik sampai 1 menit dan nilai G antara 700-4000 det-1.

Nilai Gt yang digunakan dalam disain unit pengadukan cepat berkisar 10.000 – 40.000

(Amirtharajah and O’Melia,1999; Reynolds, 1982; AWWA, 1991; Davis &

Cornwell,1985) seperti disajikan Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Nilai G dan t pada pengadukan cepat

Waktu Kontak t (detik) Gradien Kecepatan, G (det-1)

0,5 - 1 4000

10-20 1000

21-30 900

31-40 800

41-60 700

Beberapa penelitian telah merekomendasikan hubungan empiris antara G dengan

konsentrasi koagulan (C) dan waktu (t) (Vigneswaran et al., 2004), yaitu:

GtC1,46 = 5,9x106 ...............................................(2)

Dimana C = konsentrasi koagulan (mg/L)

2.6. Flokulasi

Dalam proses presipitasi, flokulasi berfungsi untuk mengoptimalkan tingkat kontak

antar partikel. Slow mixing dalam flokulasi menyebabkan lebih sering terjadi tabrakan dan

agregasi partikel, sehingga terbentuk flok berukuran besar dan padat. Proses flokulasi

memungkinkan partikel koloid untuk bergabung bersama-sama dan membentuk gumpalan

yang lebih besar yang dapat mengendap. Gradien kecepatan (G) dan waktu minimum

proses flokulasi ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Nilai G dan Gt Proses Flokulasi

Tipe G(det-1) Gt

Turbidity rendah, Koagulasi

penyisihan warna

20-70 60.000-200.000

Turbidity tinggi, koagulasi

penyisihan padatan

50-150 90.000-180.000

Pelunakan air, 10% padatan 130-200 200.000-250.000

Pelunakan air, 30% padatan 230-400 300.000-400.000

Sumber: Amirtharajah & O’Melia, (1999)

Page 27: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

16

Flok yang terbentuk akan pecah kembali ke ukuran yang lebih kecil apabila nilai G

dan t yang dipakai tidak tepat. Rekomendasi berbagai disain untuk G adalah 20-70 det-1

dengan waktu kontak antara 20-30 menit. Pembentukan flok yang tepat merupakan fungsi

dari G dan t, maka parameter yang digunakan untuk mendefinisikan flokulasi efektif adalah

Gt. Nilai Gt umumnya berkisar 2×104- 2×105. (Davis & Cornwell,1985). Hubungan antara

nilai G dengan konsentrasi (C) dan waktu kontak secara empiris (Amirtharajah &

O’Melia,1999) dinyatakan sebagai:

G2,8 Ct = 4,4 x 106 .................................(3)

Umumnya flokulator dirancang dengan beberapa kompartemen untuk memfasilitasi

pengurangan energi. Data disain flokulator pada umumnya seperti pada Tabel 2.4

Tabel 2.4. Data disain Flokulator

Parameter Nilai

Gradien kecepatan , G 20-80 det-1

Waktu tinggal 20-30 menit

Nilai Gt 20.000-150.000

Konfigurasi Rectangular

Rasio panjang:lebar 4:1

Volume maksimum 304m3

Kedalaman 3,6m

Pengadukan horisontal Volume antara 53-28.000m3

Pengadukan vertikal Volume antara 509-707m3

Kecepatan motor 60% efisiensi

Freeboard dan asesoris

pengadukan

Membutuhkan 20% volume tangki

Pengaduk vertical Propeler dengan 3 blade impeller, dengan RN

maksimal 104

Pengaduk horisontal 8 padle

Total paddle-blade area < 20% cross-sectional area Sumber: Viessman & Hammer, 1993

2.7. Koagulan

Koagulan adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam air sehingga terjadi

koagulasi. Koagulan memiliki 3 (tiga) sifat yaitu (Vigneswaran et al., 2004):

- Merupakan logam kation trivalen atau polimer, dan telah terbukti efektif sebagai

koagulan

- Tidak beracun dan tidak memiliki efek fisiologis yang merugikan kesehatan

manusia

Page 28: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

17

- Tidak larut atau sulit larut pada kisaran umum pH pengolahan air. Hal ini

diperlukan agar proses koagulasi menjadi efisien, tidak meninggalkan residu pada

air olahan.

Aluminium sulfat (alum), besi klorida, PAC, dan polimer organik adalah koagulan yang

umum digunakan dalam pengolahan air dan air limbah.

2.7.1. Garam Aluminium

Reaksi kimia garam-garam logam sebagai koagulan bersifat kompleks, meliputi

reaksi peruraian (dissolution), hidrolisis dan polimerisasi (AWWA, 1991).

1. Reaksi peruraian (dissolution).

Semua garam kation dalam air akan berubah menjadi senyawa hidrat

aquocomplexes. Garam Aluminium dalam air berubah menjadi bentuk aquometal

Al(H2O)63+, dengan reaksi sebagai berikut:

Al2(SO4)3 + 12H2O → 2Al(H2O)63+ + 3SO4

2- ....................(8)

2. Hidrolisis

Ion aquometal dari alum dalam air akan bersifat asam atau sebagai donor proton,

mengikuti reaksi hidrolisis berikut ini:

Al(H2O)63+ + H2O → Al(H2O)5(OH)2+ + H3O

+ .....................(9)

Al(H2O)5(OH)2+ + H2O → Al(H2O)4(OH)2+ + H3O

+...........(10)

Al(H2O)4(OH)2+ + H2O → Al(H2O)3(OH)3

+ + H3O+...........(11)

Al(H2O)3(OH)3+ + H2O → Al(H2O)2(OH)4

- + H3O+............(12)

3. Polimerisasi

Senyawa hidroksi kompleks yang dihasilkan dari proses hidrolisis dapat berbentuk

berbagai macam polimer hidroksi logam seperti Al6(OH)153+, Al7(OH)17

4+,

Al8(OH)204+, dan Al13(OH)34

5+.

Hasil akhir dari penambahan alum (tawas) adalah terbentuknya senyawa kompleks

bermuatan positif yang bersifat sulit larut dan meningkatnya ion hidrogen. Ion hidrogen

dalam air olahan akan meningkat sehingga menurunkan pH, hal ini dapat dikurangi dengan

keberadaan alkaliniti dalam air.

Al2(SO4)3.14H2O + 3Ca(HCO3)2 → 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 14H2O + 6CO2...(13)

Pada reaksi 13 terlihat bahwa setiap mol alum mengkonsumsi 6 mol alkaliniti (sebagai

HCO3-) dan mengeluarkan 6 mol CO2. Setiap mg/L alum akan menurunkan alkalinitas air

sebanyak 0,5 mg/L (sebagai CaCO3) dan mengeluarkan 0,44 mg/L CO2. Alkalinitas air

menjadi buffer untuk menstabilkan pH air olahan. Apabila keberadaan alkalinitas air tidak

Page 29: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

18

cukup untuk bereaksi dengan alum, maka perlu ditambahkan Ca(OH)2 atau Na2CO3 dengan

reaksi sebagai berikut:.

Al2(SO4)3.14H2O + 3Ca(OH)2 → 2Al(OH)3 + 3CaSO4 + 4H2O.......................(14)

Al2(SO4)3.14H2O +3Na2CO3 +3H2O →2Al(OH)3 +3Na2SO4 +14H2O+3CO2 (15)

pH optimum untuk proses koagulasi dengan alum adalah 5 - 8

2.7.2. Garam Besi

Karateristik garam besi (FeCl3 dan Fe2(SO4)3) hampir sama dengan alum, baik

tahap dissolution, hidrolisis dan polimerisasi, yaitu:

Fe2(SO4)3 + 12H2O → 2Fe(H2O)63+ + 3SO4

2-.............dissolution (16)

2Fe(H2O)63+ + H2O → Fe(H2O)5(OH)2+ + H3O

+..........hidrolisis (17)

Fe2(OH)24+ ..............polimerisasi (18)

Garam besi juga bersifat asam dalam air sehingga keberadaan alkalinitas air menjadi buffer

untuk menstabilkan pH air olahan. Apabila keberadaan alkalinitas tidak cukup bereaksi

dengan alum, maka perlu ditambahkan Ca(OH)2 atau Na2CO3 untuk menghasilkan

Fe(OH)3 dengan reaksi :

Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2 ..............(19)

Fe2(SO4)3 + 3Ca(OH)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 .............................(20)

Fe2(SO4)3 + 3Na2CO3 + 3H2O → 2Fe(OH)3 + 3Na2SO4 + 3CO2.......(21)

pH optimum untuk proses koagulasi dengan garam besi berkisar antara 3,5 – 6,5 dan diatas

8,5. Flok yang dihasilkan mempunyai massa lebih berat dan lebih cepat mengendap.

Garam aluminium dan besi sebagai koagulan terbukti cukup efektif dan telah diakui

(Kang et al, 2003; Haaroff & Cleasby, 1988). Beberapa kelemahan koagulan iniadalah

tidakefektifpada suhu rendah, mempengaruhi keasaman air olahan, volume lumpur besar,

dan efek merugikan pada kesehatan (Flaten, 2001).

2.7.3. Polimer Organik

Polimer organik memiliki rantai panjang yang terdiri dari banyak unit – unit kecil

atau monomer. Polimer organik yang dapat berfungsi sebagai koagulan adalah polimer

organik yang memiliki gugus polielektrolit. Gugus polielektrolit yang dimaksud adalah

gugus ionik seperti karboksil, sulfonat, hidroksil atau amino. Polielektrolit dapat bersifat

sebagai kation (bermuatan positif), anion (bermuatan negatif) dan amfolitik (bermuatan

positif dan negatif).

Polimer organik berfungsi sebagai koagulan dengan sangat baik karena

kemampuannya yang besar dalam destabilize particles, dan interparticle bridging.

Efektivitas koagulasi polimer organik dipengaruhi oleh jenis gugus fungsional, charge

Page 30: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

19

density, degree of branching, pH larutan, dan konsentrasi Ca2+, Mg2+. Ion divalen Ca2+ dan

Mg2+ diperlukan agar polimer anionik dapat secara efektif mengganggu kestabilan muatan

negatif dari koloid.

Polimer organik sintetis merupakan molekul organik yang memiliki rantai karbon

dengan multiple electrical charge, water soluble, dan berat molekul besar. Polimer organik

dapat berbentuk sintetis seperti polyacrylamide maupun bentuk alami seperti koagulan

alami kationik dari ekstrak protein moringa oleifera (Ndabigengesere,1995).

2.7.4. Koagulan Alami

Koagulan alami umumnya merupakan polimer amfolitik (memiliki rantai muatan

positif dan negatif). Aplikasi koagulan alami dalam pengolahan air telah banyak dilaporkan

dalam literatur (Schulz & Okun, 1984), contohnya biji Strychnos potatorum. Biji tanaman

ini telah dikenal dan digunakan dalam penjernihan air sungai di India sejak 4000 tahun

yang lalu. Desa di Nigeria, Sudan dan Tunisia menggunakan getah daun sirihuntuk

menurunkan kekeruhan, bau dan rasa pada air minum. Inggris yang pertama kali

menggunakan polielektrolit alami sodium alginate (ekstrak ganggang coklat) sebagai

coagulant aid dalam penyediaan air minum kota.

Koagulan alami lain yang telah sukses dikembangkan adalah hydroxyethyl cellulose

(HEC) dan wisprofloc, merupakan derivat dari tepung kentang. Koagulan alami dapat juga

berasal dari sumber non tanaman seperti chitosan, yang banyak diproduksi dari cangkang

hewan crustacea (Pearse, 2003). Macam-macam penelitian tentang koagulan alami

disajikan pada Tabel 2.9.

Keuntungan utama menggunakan koagulan alami sebagai bahan pengolahan air

adalah biodegradable sludge, dan air olahan dengan pH 6-8. Keuntungan lain secara khusus

adalah penambahan nilai ekonomi terhadap masyarakat desa sebagai produsen tanaman

sumber koagulan alami. Penerapan koagulan alami merupakan upaya penting untuk

mencegah kondisi lingkungan semakin buruk dan sejalan dengan pembangunan

berkelanjutan.

Koagulan alami sebagian besar berupa polisakarida atau protein. Mekanisme

koagulasi yang mendasari terjadinya agregasi partikel dalam larutan melalui 4 (empat)

mekanisme koagulasi klasik (Bolto et al., 2007) yaitu:

1. Double layer compression, keberadaan garam atau koagulan alami dapat

memberi kompresi pada lapisan permukaan partikel sehingga terjadi

destabilisasi partikel.

Page 31: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

20

2. Sweep flocculation, terjadi ketika koagulan alami menarik partikel tersuspensi

dalam bentuk soft colloidal floc.

3. Adsorption and charge neutralization, mengacu pada proses netralisasi 2

partikel yang berbeda muatan ion,

4. Adsorption and interparticle bridging, terjadi proses interparticle bridging

antara rantai polimer koagulan alami dengan partikulat

Koagulan alami umumnya terkait dengan mekanisme (3) dan (4), karena memiliki

struktur rantai panjang dan berat molekul tinggi. Koagulan alami cenderung memiliki

kemampuan adsorpsi yang tinggi (Miller, et al., 2008). Mekanisme (3) dan (4) merupakan

prinsip yang mendasari cara kerja koagulan alami, yaitu adsorpsi dan netralisasi muatan.

Kandungan elektrolit dalam air dapat mempengaruhi efek koagulasi dari koagulan alami,

karena rendahnya tolakan elektrostatik (electrostatic repulsion) antar partikel.

Penelitian Gassenschmidt et al., (1995), melaporkan bahwa zat pengkoagulasi dalam

koagulan alami adalah protein dengan massa molekul 6,5 kDa dan pI > 10. Ghebremichael

et al.,(2005) menunjukkan bahwa zat pengkoagulasi adalah protein kationik dengan pI >9,6

dan massa molekul <6,5 kDa. Sebaliknya, Okuda et al.,(2001) berpendapat bahwa

komponen aktif dari ekstraksi koagulan alami dalam larutan garam bukanlah protein,

polisakarida atau lipid, tetapi polielektrolit organik dengan berat molekul sekitar 3,0 kDa.

Koagulan alami bekerja pada pH optimum 7-10. Pada kondisi tersebut polielektrolit

kationik mudah mengadsorpsi partikel negatif ion impurities (Ndabigengesere et al., 1995).

Pada pH kurang dari 7, jumlah partikel negatif sedikit sehingga terjadi tolakan antara

polielektrolit dan partikel.

Ekstraksi bahan aktif koagulan alami dapat dilakukan melalui pelarut yang berbeda,

yaitu pelarut organik, air dan larutan garam. Ekstraksi menggunakan air paling banyak

dilakukan karena mudah dan murah.Larutan NaClsebagai pelarut memiliki keunggulan

dibandingkan air. Gugus aktif hasil ekstraksi dengan larutan NaCl memiliki aktivitas

koagulasi lebih baik dengan dosis 7,4 kali lebih rendah. Hal ini disebabkan karena garam

meningkatkan disosiasi protein dan kelarutan protein (Okuda et al., 2001).

Ekstraksi padat-cair (leaching) adalah metode yang digunakan untuk mengekstraksi

protein yang terkandung dalam biji-bijian. Leaching adalah proses kontak dua fasa zat yaitu

padat dan cair. Komponen solut yang hendak dipindahkan dapat berdifusi dari fase padat

menuju fase cair. Mekanisme proses leaching adalah pelarut menembus atau terdifusi ke

dalam padatan. Solut larut ke dalam pelarutnya sehingga akhirnya solut berpindah ke dalam

pelarut (Geankoplis, 1997). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses leaching adalah

Page 32: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

21

1. Ukuran partikel padatan

Ukuran partikel padatan yang semakin kecil akan memperbesar luas permukaan

kontak antara padatan dengan cairan. Luas permukaan yang semakin besar akan

memperkecil jarak difusi dari dalam partikel ke permukaan partikel. Ukuran

partikel yang umum digunakan adalah 40-60 mesh, apabila terlalu kecil maka

mempersulit proses pemisahan supernatan dengan residu.

2. Pelarut yang digunakan

Pelarut yang dipakai dalam leaching dipilih yang tidak merusak solut, dan memiliki

viskositas rendah. Pada umumnya menggunakan pelarut air atau larutan NaCl

dengan konsentrasi 5-10%.

3. Kecepatan Pengadukan

Pengadukan yang kuat akan meningkatkan difusi dan memperkecil tahanan

perpindahan massa pada permukaan partikel.

4. Waktu Pengadukan

Lama leaching mempengaruhi jumlah protein yang bisa terekstraksi. Penelitian

yang dilakukan oleh (Antov et al., 2010) menyatakan bahwa hasil terbaik diperoleh

pada operasi 1 jam.

5. Temperatur proses leaching

Kelarutan solut yang diekstraksi akan bertambah dengan kenaikan suhu. Namun

suhu yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan bahan yang akan di leaching.

Denaturasi protein terjadi pada suhu yang berbeda-beda tergantung pada sifat

proteinnya, umumnya sekitar 70oC.

Beberapa penelitian terdahulu tentang kemampuan bahan-bahan nabati sebagai

koagulan dalam pengolahan air bersih dan pengolahan limbah cair disajikan dalam Tabel

2.5.

Page 33: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

22

Tabel 2.5. Penelitian terdahulu tentang koagulan alami dari nabati

Penelitian Metode Hasil penelitian

Jeon et al., 2009 Koagulan alami dibuat dari ekstrak biji

anggur dalam ethanol (GSE). Gugus

koagulasi yang diperoleh bersifat anionik.

GSE dibandingkan dengan polifenol

catechin dan tannic acid untuk

menyisihkan pewarna sintetis malachite

green (MG) dan crystal violet (CV)

Koagulan alami GSE mampu

menurunkan konsentrasi MG

dan CV seperti catechin dan

tannic acid.

Antov et al., 2010 Crude protein koagulan alami dari biji

kacang Phaseolus vulgaris diperoleh

melalui ekstraksi dengan NaCl 0,5M.

Selanjutnya crude koagulan alami

dimurnikan dengan pengendapan dan

dialisis. Ke dalam crude ekstrak

ditambahkan (NH4)2SO4 hingga 80%

jenuh dan di centrifuge pada 4000rpm

selama 10 menit. Endapan yang terbentuk

dilarutkan kembali dalam 10 mmol/L

larutan buffer dan dialisis semalam pada

suhu 4oC menggunakan Amberlite IRA

900C1 . Ekstrak dialisat dipergunakan

sebagai koagulan alami

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa nilai tertinggi adsorbsi

protein diperoleh dalam 50

mmol/L larutan buffer

phosphat pada pH 7,5. Dan

maksimum kapasitas adsorpsi

0,51 mg protein/ml matriks.

Dialisat biokogulan 22 kali

lebih baik dalam menurunkan

kekeruhan dibandingkan

crude ekstrak. Selain itu

kandungan zat organik dalam

air olahan 16 kali lebih

rendah dibanding crude

ekstrak

Sudarmi &

Siswanti, 2011

Minyak pala dapat diekstrak

menggunakan pelarut etanol. Ekstraksi

dilakukan pada bubuk pala menggunakan

fixed bed column menggunakan pelarut

etanol. Sample diambil pada interval

waktu tertentu dan dianalisis kandungan

dalam ekstrak. Pengamatan dan

perhitungan dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara koefisien perpindahan

massa dengan kecepatan pelarut dan

konsentrasi minyak pala.

Kecepatan aliran pelarut

16,31-30,35cm/det, tinggi bed

2-6cm, kecepatan aliran

pelarut berhubungan dengan

konsentrasi minyak dan nilai

koefisien perpindahan massa.

Semakin besar aliran pelarut

maka konsentrasi minyak dan

nilai koefisien juga semakin

besar

Aziz et al., 2000 Tepung sago (metroxylon sp) digunakan

sebagai coagulant aid dengan alum dalam

menurunkan logam berat dan kekeruhan

air limbah artificial. Ion logam berat yang

diturunkan adalah Ni, Mn, Zn, Fe, Cd.

Kekeruhan awal 300 NTU, konsentrasi

awal logam berat adalah 5 mg/L.

Pada pH 7,5, konsentrasi

optimum alum adalah 25

mg/L dan tepung sago adalah

3mg/L. Prosentase penyisihan

Zn 80%, Fe 40%, Ni 24%,

kekeruhan 80%.

Page 34: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

23

Lanjutan Tabel 2.5.

Penelitian Metode Hasil penelitian

Patel & Vashi,

2012

Koagulan alami bubuk biji Moringa

oleifera (MO), Maize seed powder (MSP)

dan chitosan digunakan untuk

menyisihkan zat warna Congo Red (CR)

dalam air limbah tekstil pada berbagai

variasi pH, dosis koagulan alami, durasi

flokulasi, suhu.

pH berpengaruh pada

penyisihan CR. MO mampu

menyisihkan CR sebesar

85%, chitosan 81%, dan MSP

74,1%. Pada pH konstan 7,

dosis optimum MO 20mg/L

(72% removal), chitosan

25mg/L (75% removal), dan

MSP 20mg/L (58% removal).

Durasi optimum flokulasi dan

suhu adalah 60 menit dan

66oC.

Fatombi et al.,

2013

Ekstraksi protein casein dari Cocos

nucifera untuk dipergunakan sebagai

koagulan alami. Ekstraksi menggunakan

air, dan dikocok selama 10 menit.

Campuran di saring menggunakan 80µm.

Endapan protein casein diperoleh dengan

menambahkan HCl 1M pada coconut

cream.Crude casein dimurnikan dari

minyak dan HCl menggunakan centrifuge

3500rpm selama 20 menit. Pure casein

dikeringkan pada 40oC selama 24 jam dan

dipergunakan sebagai koagulan alami

untuk menurunkan kandungan silika

artificial pada air.

Hasil FTIR pada λ1649cm-1

dan 1536cm-1, pure casein

dari Cocos nucifera adalah

gugus –C=O diamida primer

maupun sekunder protein.

Berat molekul protein 5,6

kDa, kerapatan 1,05 meq/gr

dan pI 7,5. Ekstrak casein

dapat berfungsi secara efektif

sebagai koagulan alami untuk

menurunkan kandungan silika

pada air. Secara keseluruhan,

karakteristik bahwa protein

alami yang erat mirip dengan

ekstrak biji Moringa oleifera

Fatehah et al.,

2013

Tepung tapioka dipergunakan sebagai

koagulan alami dalam pengolahan limbah

semikonduktor, untuk menurunkan COD

dan kekeruhan. Kecepatan flashmix 100

rpm selama 5 menit, 10 rpm selama

15menit. Settling time 0, 30 dan 60 menit.

Supernatan dianalisis COD, TSS dan

kekeruhan.

Penyisihan organik, dan

kekeruhan tertinggi pada pH

12-14 yaitu 97%. Pada pH 10

hanya 73%. Pembubuhan

koagulan alami tepung tapioka

sangat berpengaruh dalam

penyisihan COD dan

kekeruhan. Pada dosisi 0,1g/L

dan settling time 60 menit,

menyisihkan 99% kekeruhan,

COD 87%, dan sisa TSS

sebesar 10,9mg/L.

Page 35: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

24

Lanjutan Tabel 2.5.

Penelitian Metode Hasil penelitian

Prihatinningtyas,

2013

Koagulan alami ekstrak jagung dibuat

dengan pelarut larutan NaCl 1M.

Supernatannya dilewatkan Amberlite

kolom, sehingga diperoleh ekstrak jagung

ionik. Crude ekstrak dan ekstrak ionik

dipergunakan untuk menurunkan

kekeruhan pada berbagai pH dan dosis

koagulan alami.

Komponen aktif dalam

koagulan alami ekstrak

jagung adalah karboksil,

hidroksil dan amida. Zeta

potensial ekstrak ionik

sebesar -16,68mV sedangkan

crude ektrak -14,06mV,

sehingga ekstrak ionik lebih

efektif dalam menurunkan

kekeruhan. Kondisi optimum

proses koagulasi adalah pH 5.

Settling time optimum adalah

40 menit dengan efisiensi

penyisihan padatan

tersuspensi 68%. Optimum

overflow rate pengendapan

koagulan alami adalah 0,03

m/menit.

2.8. Pengendapan Selektif

Jenis kation yang terdapat dalam reject water SWRO sebagian besar adalah

magnesium dan kalsium dalam bentuk MgCl2 dan CaCl2. Anion sulfat yang ada dalam

bentuk Na2SO4. Untuk menghapus MgCl2 diperlukan larutan natrium hidroksida (NaOH),

sehingga dihasilkan endapan Mg(OH)2, dengan reaksi sebagai berikut:

MgCl2 + 2 NaOH → Mg(OH)2 + 2 NaCl ................................(22)

Kandungan CaCl2dan Na2SO4 masing-masing dihilangkan dengan menambahkan larutan

Na2CO3 dan BaCl2, dengan reaksi sebagai berikut:

CaCl2 + Na2CO3 → CaCO3 + 2 NaCl ...........................................(23)

Na2SO4 + BaCl2 → 2 NaCl + BaSO4 ...........................................(24)

Proses presipitasi ini dikendalikan oleh kelarutan Mg(OH)2, CaCO3 dan BaSO4.

Konsentrasi presipitan yaitu NaOH, Na2CO3 dan BaCl2 ditentukan oleh kelarutan masing-

masing dan kesetimbangan massa operasi. Kelarutan BaCl2 dan Na2CO3 pada 20oC adalah

35,7 g dan 21,5 g garam anhidrat per 100 g air (Melián-Martel, 2011).

2.9. Selektivitas Ion

Perkiraan berlangsungnya reaksi dapat terlihat dari nilai Eo selnya. Nilai Eo sel

negatifmenunjukkan reaksi dapat berlangsung, tetapi nilai Eo selpositif maka reaksi tidak

dapat berlangsung. Keberhasilan reaksi dapat diperkirakan dari kemampuan selektivitas ion

menggunakan deret Nernst. Deret Nernst adalah deret logam yang tersusun menurut

berkurangnya kereaktifan logam, seperti yang terlihat pada Gambar 2.4 yaitu:

Page 36: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

25

semakin mudah bereaksi dengan H2O dan H

Gambar 2.4. Deret Nernst

Sifat umum dari deret Nernst adalah logam bagian kiri memiliki Eoselnya bertanda

negatif, logam bagian kanan memiliki Eoselnya bertanda positif. Kedudukan logam

semakin kekiri bersifat semakin reaktif dan mudah melepaskan elektron serta merupakan

reduktor paling kuat. Kedudukan logam semakin kekanan bersifat semakin sulit

melepaskan elektron dan merupakan oksidator yang kuat. Logam sebelah kiri dapat

mengusir atau mendesak atau mereduksi logam sebelah kanan sehingga reaksi dapat

berlangsung spontan. Sebaliknya logam sebelah kanan tidak dapat mendesak atau

mengoksidasi logam sebelah kiri sehingga reaksi tidak dapat berlangsung spontan.

2.10. Jar Test

Jar test adalah uji skala laboratorium penggunaan bahan kimia dalam pengolahan air.

Tujuan jar test adalah mensimulasikan proses koagulasi-flokulasi dalam proses pengolahan

air, sehingga dapat diketahui dosis yang tepat dari penggunaan bahan kimia pengolahan,

agar sistem pengolahan air dapat optimum (Satterfield, 2005). Dalam jar test diperlukan

penyesuaian jumlah dan urutan bahan kimia yang ditambahkan ke sampel air baku. Sampel

tersebut kemudian diaduk sehingga terbentuk flok yang sama seperti dalam instalasi system

pengolahan air. Serangkaian test dilakukan untuk membandingkan efek jumlah bahan

kimia untuk menentukan ukuran flok yang tepat.

Gambar 2.5. Jar test pada masing – masing dosis pembubuhan bahan kimia

Prosedur jar test dapat diringkas sebagai berikut:

Li,K,Ba,Sr,Ca,Na,Mg,Al,Mn,Zn,Cr,Fe,Cd,Co,Ni,Sn,Pb,Sb,Bi,Cu,Hg,Pt,Au

Page 37: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

26

- Volume yang digunakan untuk setiap sampel air baku adalah sama dan dituang

pada beberapa gelas kimia (beaker glass).

- Setiap beaker glass sampel air baku diperlakukan dengan dosis bahan kimia yang

berbeda

- Parameter lain selain dosis bahan kimia yang dapat dipakai sebagai pembanding

adalah jenis bahan kimia, rate mixing , waktu aerasi dan sebagainya.

- Hasil akhir kualitas air dalam setiap beaker glass dapat dibandingkan untuk

melihat efek masing-masing perlakuan yang berbeda.

2.11. Moringa oleifera (MO)

Moringa oleifera (kelor) adalah tanaman tropis yang banyak ditumbuh di Asia

Tenggara, Afrika dan Amerika Latin (Jahn, 1988; Sanghi et al., 2002). Biji MO

mengandung edible oil dan senyawa mudah larut. MO sering digunakan sebagai makanan

dan obat, dan bijinya digunakan untuk membersihkan air sungai yang keruh (Anwar &

Bhanger, 2003).

Gambar. 2.6. Daun, buah dan biji Moringa Oleifera

Biji Moringa oleifera (kelor) mengandung minyak (moringa oil) dapat dimanfaatkan

sebagai bahan pembuatan sabun, bahan campuran pembuatan kosmetik (Fahey, 2005).

Protein yang larut dalam air adalah bagian dari biji MO yang berperan sebagai koagulan

alami. Tetapi tidak semua protein tersebut dapat berperan sebagai koagulan (Sánchez-

Martín et al., 2012). Komposisi biji MO dapat dilihat pada Tabel 2.6

Tabel 2.6. Komposisi Biji Moringa oleifera(MO)

Komposisi Kandungan per 100gr bahan

Air 86,9%

Protein 2,5 gr

Lemak 0,1 gr

Karbohidrat 3,7 gr

Serat 4,8 gr

Mineral 2,0 gr Sumber : Fahey, 2005

Page 38: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

27

Zat aktif koagulan dalam MO adalah protein kationik dimer dengan berat molekul

12-14 kDa dan titik isoelektrik (pI) antara 10-11. Pembubuhan koagulan dengan gugus

polielektrolit kationik sangat effisien untuk menurunkan partikel pengotor bermuatan

negatif dalam air. Di dalam sistem koagulasi MO terjadi adsorpsi yang kuat, interaksi

elektrostatik partikel dan netralisasi permukaan partikel (Bolto et al., 2007). Penelitian

yang dilakukan Okuda et al.,(2001) menetapkan bahwa kemampuan koagulasi MO dapat

lebih ditingkatkan dengan penambahan kation. Penambahan kation bivalen (misal Ca2+ dan

Mg2+) secara signifikan dapat meningkatkan efek koagulasi dari ekstrak koagulan alami

seperti MO.

Penelitian Ndabigengesere et al. (1995), memaparkan bahwa mekanisme koagulasi

dasar MO dalam menurunkan kekeruhan pada proses pengolahan air. MO mampu

menunjukkan penyisihan 95% kekeruhan air baku dengan kekeruhan awal 50-500 NTU.

Efisiensi penyisihan ini sebanding dengan koagulan kimia seperti tawas.

Beberapa penelitian terdahulu tentang kemampuan Moringa oleifera bubuk maupun

bentuk ekstrak sebagai koagulan dalam pengolahan air bersih dan pengolahan limbah cair

disajikan dalam Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Penelitian terdahulu tentang koagulan alami Moringa oleifera

Penelitian Metode Hasil penelitian

Okuda et al.,

1999

Kemampuan hasil ekstraksi komponen

koagulasi aktif biji Moringa oleifera

(MO) dalam air (MOC-DW)

dibandingkan dengan ektraksi dalam

larutan NaCl 1 mol/L (MOC-SC).

Koagulasi dilakukan secara batch

menggunakan 500 ml air keruh rendah

(50 NTU). Efisiensi koagulasi dievaluasi

berdasarkan dosis yang diperlukan untuk

menyisihkan kekeruhan kaolinit dalam

air..

Dalam menurunkan

kekeruhan kaolinit, MOC-SC

menunjukkan aktivitas

koagulasi yang lebih baik

dibanding MOC-DW. Dosis

MOC-SC 4 ml/L dapat

mengendapkan lebih dari

95% kaolin dengan kekeruhan

awal 50 NTU. Dosis MOC-

DW 32 ml/L hanya bisa

menyisihkan sekitar 78%

kaolin dengan kekeruhan

awal yang sama. Peningkatan

efisiensi koagulasi oleh NaCl

karena mekanisme salting-in

dalam protein, dimana garam

meningkatkan disosiasi

protein-protein, sehingga

terjadi peningkatan kelarutan

protein. Pemurnian dan

isolasi komponen aktif

menegaskan bahwa

komponen aktif dari MOC-

SC adalah protein.

Page 39: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

28

Lanjutan Tabel 2.7

Penelitian Metode Hasil penelitian

Okuda et al.,

2001

Penelitian ini memfokuskan pada

mekanisme koagulasi dari ekstrak biji

moringa oleifera (MO) yang telah

dimurnikan (MOC-SC-pc)..

MOC-SC-pc tidak larut

dalam air biasa, tetapi larut

dalam air suling. Ion bivalen

Ca2+ atau kation bivalen

lainnya dapat

menghubungkan setiap

molekul dari komponen aktif

dalam MOC-SC-pc dan

membentuk struktur jaringan.

Ghebremichael,

K. R.

Gunaratna, et

al., 2005

Ekstrak biji Moringa oleifera (MO)

diperoleh dengan air (crude water extract)

dan larutan NaCl 0,5M (salt water extract)

sebagai pelarut. Selanjutnya ekstrak

dimurnikan dengan cation exchanger

column.

Dalam menurunkan

kekeruhan CSE lebih baik

dibandingkan CWE. Jumlah

protein dalam CSE lebih

tinggi dibanding CWE.

Dalam kondisi murni, CSE

dan CWE mempunyai

aktivitas yang sama dalam

proses koagulasi

Katayon et al.,

2007

Untuk mengolah buangan secondary

oxidation pond digunakan proses

koagulasi sebagai pengolahan

pendahuluan dalam hollow fiber cross

flow mikrofiltrasi. Moringa oleifera (MO)

bubuk akan dipergunakan sebagai

koagulan alami dalam proses koagulasi

tersebut.

Dosis optimum MO tercatat

100 mg/L untuk kekeruhan

efluen berkisar antara 30 dan

100 NTU. Penyisihan

kekeruhan berkisar antara 50-

57%. Pada dosis optimum

MO kinerja fulks

mikrofiltrasi lebih baik,

dengan fouling yang lebih

rendah.

Sánchez-Martín

et al., 2012

Ekstrak koagulan alami Moringa oleifera

(MO) diperoleh dengan proses salt-in

larutan NaCl 1M selama 30 menit pada

pH 7. Kemampuan koagulasi dan

flokulasi MO dibandingkan dengan 5

sintetis flokulan yaitu Flocudex-AS/10

dan AS/23, Flocudex CS/41 dan CS/49,

Alum (Al2(SO4)3.18H2O)

Pada pH 7 dan dosis seragam

10mg/L, koagulan alami MO

mempunyai kemampuan

setara dengan CS/49 dan

alum dalam menurunkan

kekeruhan. Bahkan lebih baik

dibandingkan flokulan yang

lain yaitu AS/10, AS/23 dan

CS/41.

2.12. Poliakrilamida

Poliakrilamida (PAM) adalah polimer yang disintesis dari gas alam. PAM memiliki

rantai panjang yang bersifat netral, kationik, anionik dan amfoter, dan berat molekul

bervariasi. Gugus PAM terdiri atas berbagai formulasi poliakrilamida dengan panjang

rantai polimer bervariasisesuai gugus fungsi yang disubstitusikan ke dalam rantai.

Poliakrilamida adalah polimer (-CH2CHCONH2-) terbentuk dari sub unit akrilamida

dan digunakan pertama kali setengah abad yang lalu untuk penggembur tanah.

Page 40: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

29

Gambar 2.7. Monomer dari Poliakrilamida

Poliakrilamida berfungsi sebagai koagulan/flokulan untuk mengumpulkan padatan

sehingga cukup besar untuk diendapkan atau tertahan dalamsistem filtrasi pengolahan air.

Spesifikasi poliakrilamida seperti terdapat pada Tabel 2.6

Tabel 2.8. Spesifikasi Poliakrilamida

Item Indeks

Berat Molekul 3 juta-25 juta

Konten Benda Padat (%) ≥90

Monomer Sisa (%) ≤0.05

Tingkat Hidrolisis (%) 10-90 (anionik)

Tingkat Hidrolisis (%) 5 max. (Non-ionik)

Tingkat Ion (%) 10-60 (Kationik)

Granularitas (mesh) 20-80

Daya larut (h) ≤1.5hrs

Penampilan Butiran kristal putih Sumber: Shandong Jiahua Water Treatment Tech. Co., Ltd., 2016

Poliakrilamida kationik (Cationic Polyacrilamide/CP) adalah polimer linier yang

memiliki grup aktif berafinitas tinggi pada berbagai senyawa membentuk ikatan hidrogen.

CP digunakan sebagai flokulan pada koloid bermuatan negatif. CP sangat ideal untuk

pengolahan air limbah yang memiliki koloid organik tinggi, seperti air limbah food and

beverage, tekstil, metalurgi.

Sifat CP adalah memiliki nilai kelarutan air yang tinggi, dalam dosis rendah mampu

memberikan efek flokulasi yang besar. CP juga dapat digunakan bersama-sama dengan

sulfat polyferric, FeCl3 dan koagulan lainnya. Spesifikasi CP seperti terlihat pada Tabel 2.7

Tabel 2.9. Spesifikasi Poliakrilamida Kationik

PAM Berat Molekul (Juta)

Tingkat Ion

Benda yang Tidak Larut dalam Air

Kemurnian %

Waktu Disolusi

Monomer Sisa

Cation 2-12 10-60% ≤0.5% ≥90% ≤1.5hrs ≤0.05%

Sumber: Shandong Jiahua Water Treatment Tech. Co., Ltd., 2016

Page 41: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

30

Poliakrilamida anionik (Anionic Polyacrilamide/AP) adalah polimer akrilamida yang

banyak dipergunakan untuk flokulasi, sedimentasi, dan klarifikasi air minum. AP juga

dipakai dalam pengolahan air limbah industri seperti industri baja, electroplating, dan

metalurgi. AP memiliki rantai molekul yang mengandung sejumlah gugus polar sehingga

memungkinkan partikel terkumpul dengan menyerap padatan tersuspensi dalam air.

Sifat AP adalah mudah larut dalam bahkan dalam air dingin. Sejumlah kecil AP

(0,01-10 gr/m3) dapat memberikan efek flokulasi yang besar. Spesifikasi AP dapat terlihat

pada Tabel 2.8.

Tabel 2.10. Spesifikasi Poliakrilamida Anionik

PAM Berat

Molekul

(Juta)

Tingkat

Hidrolisis

Benda yang Tidak

Larut dalam Air

Kemurnian

%

Waktu

Disolusi

Monomer

Sisa

Anion 3-25 10-90% ≤0.5% ≥90% ≤1.5hrs ≤0.05%

Sumber: Shandong Jiahua Water Treatment Tech. Co., Ltd., 2016

2.13. Spektrofotometer Infra Merah

Spektrofotometer Infra Merah (IR) adalah metode yang mengamati interaksi molekul

dengan radiasi elektromagnetik.Spektrofotometer IR diamati pada panjang gelombang (µ)

0,75–1.000µm atau Bilangan Gelombang 13.000–10cm-1. Radiasi elektromagnetik adalah

cahaya secara fisis merupakan gelombang elektromagnetik. Radiasi ini mempunyai vektor

listrik dan vektor magnetik yang keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan.

Spektrofotometer infra merah (IR) mempunyai sistem optik yang serupa dengan

sistem optik ultraviolet (UV) atau sinar tampak. Perbedaan utama terletak pada sumber

energi dan sel. Sinar IR mempunyai energi lebih rendah dibandingkan sinar UV. Tebal sel

yang dipakai pada spektrofotometer IR menjadi lebih tipis dibanding spektofotometer

lainnya (0,002 mm) (Fatombi, 2013). Cuplikan (sample) bentuk padatan yang akan

diidentifikasi senyawanya harus digerus terlebih dahulu bersama KBr (kristal kering)

dengan ukuran 0,5-2 mg cuplikan untuk 100 mg KBr kering. Campuran tersebut dipress

hingga berbentuk tablet tipis. Selanjutnya diletakkan dalam sel spektrofotometer IR

Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) adalah salah satu alat

spektrofotometer IR yang dapat digunakan untuk identifikasi senyawa organik/anoganik.

Identifikasi senyawa tersebut dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis

dilakukan dengan melihat bentuk spektrumnya yaitu melihat puncak-puncak spesific.

Setiap puncak spesific menunjukkan jenis gugus fungsional yang dimiliki oleh senyawa

tersebut (Bassler, 1986)

Page 42: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

31

Hampir setiap senyawa organik maupun anorganik yang memiliki ikatan kovalen

akan menyerap berbagai frekuensi radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang 0,5-

1000µm. Fungsi utama spektrometri IR adalah mengenal struktur molekul, khususnya

gugus fungsional seperti OH, C=O, C=C, dengan daerah serapan 10.000 – 400 cm-1. Pada

serapan sekitar 3000 + 150 cm-1 hampir selalu menunjukkan adanya ikatan C=O (gugus

karbonil). Serapan IR dapat dilihat pada Gambar 2.8

Gambar 2.8. Serapan IR (Gunawan & Citra, 2005)

2.14. Respons Surface Methodology (RSM)

Respons Surface Methology (RSM) atau Metode Permukaan Respon adalah

sekumpulan metode matematika dan statistika yang digunakan dalam pemodelan dan

analisis, yang bertujuan untuk melihat pengaruh beberapa variabel independen

kuantitatif terhadap suatu variabel respon, sehingga variabel respon dapat dioptimalkan

(Nuryanti, 2008; Montgomery, 1984). Variabel-variabel independen dinotasikan dengan

x1, x2, … , xk. Variabel-variabel tersebut diasumsikan terkontrol oleh peneliti dan

mempengaruhi variabel respon y yang diasumsikan sebagai variabel random. Jika

respon dimodelkan secara baik dengan fungsi linier dari variabel-variabel independen

xi, maka aproksimasi fungsi dari model orde I adalah:

𝑦 = 𝛽𝑜 + ∑ (𝛽𝑖 𝑥𝑖 + Ɛ)𝑘𝑖=1 ...............................(14)

Dengan

y :respon (variabel dependen)

xi : faktor-faktor yang berpengaruh terhadap variabel respon, i = 1,2,..k

Ɛ : komponen residual (error) yang bersifat random dan terdistribusi secara identik dan

saling bebas (Independent Identically Distributed-IID) dengan distribusi normal

pada nilai rataan 0 dan varian σ2. Secara matematis dinyatakan dengan ε≈IID

Normal (0,σ2).

Page 43: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

32

Pada umumnya, permukaan respon digambarkan dengan sebuah grafik, seperti yang

tampak pada Gambar 2.11. Untuk membantu visualisasi dari bentuk permukaan plot, sering

digunakan kontur dari permukaan respon. Pada kontur tersebut, garis respon yang konstan

berada pada permukaan datar (x1, x2), sedangkan garis respon yang lain berada pada

permukaan lengkung diatasnya.

Gambar 2.9. Contour Plot interaksi variabel independen x terhadap respon y

Menurut Myers and Montgomery (2002), permasalahan umum pada RSM adalah

tidak diketahuinya bentuk hubungan antara variabel respon dengan variabel independen.

Oleh karena itu, langkah pertama dalam metode permukaan respon adalah mencari bentuk

hubungan antara respon dengan beberapa variabel independen melalui pendekatan yang

sesuai. Bentuk hubungan linier merupakan bentuk hubungan yang dicoba pertama kali

(screening) karena merupakan bentuk hubungan yang paling sederhana (low-order

polynomial). Jika ternyata bentuk hubungan antara respon dengan variabel independen

adalah fungsi linier, pendekatan fungsinya disebut first-order model, seperti yang

ditunjukkan dalam persamaam berikut:

y = β0 + β1 x1 + β2 x2 + ...........+ βk xk + εi (15)

Jika bentuk hubungannya merupakan kuadrat, maka untuk pendekatan fungsinya

digunakan derajat polinomial yang lebih tinggi yaitu second-order model.

y = 𝛽0 + ∑ 𝛽𝑖 𝑥𝑖 + 𝑘𝑖=1 ∑ 𝛽𝑖𝑖 𝑥𝑖²

𝑘

𝑖=1+ ∑𝑘

𝑖 ∑ 𝛽𝑖𝑗 𝑥𝑖 𝑥𝑗𝑘𝑗 , i<j ...........(16)

Hampir semua permasalahan dalam RSM menggunakan salah satu atau kedua model

diatas. Setelah diperoleh bentuk hubungan yang paling sesuai, langkah selanjutnya adalah

mengotimalkan hubungan tersebut. Secara garis besar, langkah-langkah dalam RSM

Page 44: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

33

adalah merancang percobaan, membuat model dan melakukan optimalisasi seperti pada

Gambar 2.12.

Rancangan percobaan yang sesuai untuk first-order model (model orde ke I) adalah

rancangan orthogonal first order, dimana variabel independen saling memberi pengaruh.

Rancangan faktorial 2k dan fraksional faktorial adalah rancangan yang termasuk dalam

orthogonal first order. Dalam rancangan ini, dibuat kodel untuk level rendah dan tinggi,

misalnya +1 dan -1.

Kelompok rancangan yang paling banyak digunakan untuk second-order model

(model orde ke II) adalah Central Composite Design (CCD). Pada umumnya CCD terdiri

dari faktorial 2k (atau fraksional faktorial 2k-p atau disebut nf), 2k titik aksial, titik pusat

atau centre point sebanyak nc.

CCD diterapkan melalui percobaan sekuensial, yaitu percobaan faktorial 2k yang

telah melalui model orde ke I namun memperlihatkan ketidaksesuaian model (lack of fit),

kemudian titik aksial ditambahkan ke dalam percobaan untuk memenuhi titik-titik

kuadratik dalam model. CCD merupakan rancangan yang sangat sesuai untuk memperoleh

model orde ke II. Dalam CCD terdapat dua parameter yang penting yaitu jarak titik aksial

α dari pusat rancangan dan jumlah center point nc.

Model orde ke II yang disusun harus memiliki kemampuan untuk menduga daerah di

sekitar titik optimum. Dugaan ‘baik’ yang diperoleh dari model orde ke II dapat dicapai

hanya jika model memiliki varians yang konsisten dan konstan untuk nilai dugaan respons

pada titik x tertentu.

Page 45: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

34

Screening

Fractional

Factorial

Design +

Centre points

Model Orde 1,

Ok?

Single

Observation,

Steepest

Ascent

Observation,

Ok?

RSM Design,

CCD

Lack of ft

model orde 2

Stationary

point

optimum ?

Stationary

point

nearby ?

Go to

stationary

point

Accept

stationary

pointSTART END

YES

NO

YES

NO

NO

YES

NO

YES

EKSPERIMEN ORDE 1 EKSPERIMEN ORDE 2

Gambar 2.10. Skema optimasi menggunakan RSM (Nisak, 2014)

2.15. Analisa Ekonomi

Analisa ekonomi berfungsi untuk mengetahui apakah investasi suatu proyek yang

akan didirikan dapat menguntungkan atau tidak dan layak atau tidak layak jika didirikan.

Perhitungan evaluasi ekonomi umumnya meliputi perhitungan capital investment,

manufacturing cost, general cost, dan analisa kelayakan ekonomi.

2.15.1. Modal (Capital Investment)

Capital Investment (CI) atau modal investasi adalah sejumlah uang yang harus

disediakan untuk pembuatan, konstruksi dan mengoperasikan usaha/pabrik untuk beberapa

waktu. Terdapat dua macam capital investment, yaitu:

a. Fixed Capital Investment (FCI), yaitu uang yang dikeluarkan untuk mendirikan

pabrik yang terdiri dari manufacturing dan non manufacturing. FCI terbagi

menjadi direct cost dan indirect cost.

- Direct cost adalah modal yang dikeluarkan untuk pembelian atau pengadaan

peralatan proses produksi, antara lain: mesin-mesin dan alat tambahannya,

perpipaan, perlistrikan, alat ukur, pengerjaan tanah sampai pendirian

bangunan yang berhubungan langsung dengan pendirian suatu pabrik baru.

Dengan perkataan lain semua modal yang dikeluarkan untuk pendirian

pabrik sehingga pabrik siap untuk berproduksi dinamakan direct cost. Selain

pengadaan alat pembiayaan yang termasuk direct cost adalah: pemasangan

alat. Biasanya pemasangan alat termasuk ongkos: buruh, fondasi dan

Page 46: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

35

penyangga, plat-form, konstruksi dan komponen lain yang berhubungan

dengan pengadaan alat dan konstruksinya. Direct cost untuk bahan dan

buruh yang aktif dalam pembangunan pabrik, diperkirakan sebesar 70-85%

dari Fixed Capital Investment. Tabel perbandingan direct cost dapat dilihat

pada Tabel 2.9

Tabel 2.11. Perbandingan Direct Cost

Jenis pengeluaran Direct Cost

1. Pengadaan alat 20-80% dari FCI

2. Pemasangan alat termasuk isolasi dan

pengecatan

35-45 % dari pengadaan alat

3. Instrumentasi dan control 6-30% dari pengadaan alat

4. Isolasi 8-9% dari pengadaan alat

5. Perlistrikan terpasang 8-20% dari pengadaan alat

6. Bangunan, bahan pembantu lainnya 10-70% dari pengadaan alat

7. Perpipaan terpasang 10-80% dari pengadaan alat

8. Service Facilities and Yard

Improvement

40-50% dari pengadaan alat

9. Tanah 4-6% dari pengadaan alat

Peter and Timmerhous, 2003

- Indirect cost adalah modal yang dikeluarkan untuk konstruksi pabrik,

overhead konstruksi dan bagian-bagian pabrik yang tidak berhubungan

langsung dengan pengadaan peralatan proses produksi, seperti engineering

and supervision, construction expenses, legal expenses, ongkos kontraktor

dan biaya tidak terduga, dengan perkiraan sebesar 15 – 30% dari Fixed

Capital Investment. Tabel perbandingan indirect cost dapat dilihat pada

Tabel 2.10

Tabel 2.12. Perbandingan Indirect Cost

Jenis pengeluaran Indirect Cost

1. Engineering and Supervision, 5-15% dari Direct Cost

2. Ongkos pemborong 7-20% dari Direct Cost

3. Biaya tidak terduga 5-15% dari Fixed Capital

Investment

Peter and Timmerhous, 2003

b. Working Capital, yaitu modal yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan

operasi pabrik agar mengahasilkan suatu produk dalam jangka waktu tertentu,

misalnya 6 bulan atau 1 tahun, yang meliputi modal bahan baku dan persediaan di

gudang, hasil produksi dan yang sedang diproduksi, jumlah piutang serta

persediaan gaji dan upah. Jumlah Working Capital umumnya berdasarkan pada

Total Capital Investment yaitu antara 10 – 20%. Apabila bahan baku yang harus

disediakan berasal dari luar negeri (import) maka jumlah Working Capital lebih

Page 47: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

36

besar dibandingkan dengan Fixed Capital Investment.

Modal investasi diperoleh dari uang sendiri atau berasal dari pinjaman bank.

Perbandingan jumlah uang sendiri atau equity dengan jumlah pinjaman bank biasanya

adalah 30:70 atau 40:60, atau kebijaksanaan lainnya agar investasi cepat kembali, serta

menghasilkan keuntungan yang maksimum. Terdapat beberapa cara untuk menaksir CI,

yaitu:

1. Penaksiran berdasarkan data yang lengkap. Cara ini diperlukan penentuan yang

teliti untuk setiap komponen biaya dan peralatan proses yang didesain dan

ditabelkan, seperti pembelian alat (misalnya reaktor, heat exchanger, evaporator,

dosing pump ), biaya pengangkutan, perpipaan, listrik, pertanahan, service, dan

lainnya. Harga-harga yang dimasukkan atau ditampilkan adalah harga aktual,

bukan harga taksiran. Biaya kontraktor dan engineering supervision juga harus

ditambahkan untuk mendapatkan fixed capital investment.

2. Penaksiran dengan cara faktor berpangkat. Cara ini biasanya untuk menaksir fixed

capital investment suatu pabrik yang sama jenisnya tetapi berbeda kapasitasnya.

Besarnya fixed capital investment untuk pabrik yang baru dapat dihitung

menggunakan persamaan:

𝐹𝐶𝐼 𝑝𝑎𝑏𝑟𝑖𝑘 1

𝐹𝐶𝐼 𝑝𝑎𝑏𝑟𝑖𝑘 2= [

𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑏𝑟𝑖𝑘 1

𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑝𝑎𝑏𝑟𝑖𝑘 2]

0,7

= 𝑛

Harga n umumnya antara 0,3 – 0,8, tergantung pada kompleksitas dan kekhususan

pabrik.

3. Penaksiran berdasarkan Turn Over Ratio. Penaksiran fixed capital investment

dengan cara Turn over ratio sangat dipengaruhi oleh jenis pabriknya. Perkiraan

terseut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

𝑇𝑢𝑟𝑛 𝑜𝑣𝑒𝑟 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = (𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)

𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐶𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡 𝑝𝑎𝑏𝑟𝑖𝑘 𝑏𝑎𝑟𝑢

2.15.2. Cost atau pengeluaran

Cost atau pengeluaran adalah besarnya uang yang dikeluarkan dalam kegiatan pabrik

untuk menghasilkan suatu produk. Pengeluaran yang ada dibagi menjadi dua macam

pengeluaran yaitu:

a. Manufacturing cost, adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk mengolah bahan

baku menjadi bahan jadi, yang terdiri dari: direct production cost, fixed

charges dan plant over-head cost.

- Fixed charges.

Page 48: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

37

Komponen biaya fixed charges terdiri dari: depresiasi, pajak, asuransi dan

sewa

- Direct production cost.

Komponen biaya terdiri dari: Raw Material, Utility ( steam, listrik, bahan

bakar, refrigeration, air dan gas bertekanan), Operating Labor, Operating

Supervision, perbaikan dan pemeliharaan, persediaan bahan, laboratorium,

royalties.

b. General expenses, adalah biaya yang harus dikeluarkan yang tidak berhubungan

langsung dengan pengolahan bahan baku menjadi bahan jadi. Terdiri dari: Plant

overhead cost, Pengeluaran administrasi, distribution and marketing service,

research and development dan financing.

- Plant overhead cost.

Komponen biaya plant overhead cost terdiri dari: pengobatan, safety dan

kebakaran, general plant overhead, pengepakan, restoran, rekreasi, control

laboratories, plant superintendence dan storage facilities.

- Administrasi pabrik.

Komponen biaya Pengeluaran administrasi terdiri dari: executive salaries,

clerical wages, engineering dan pengeluaran legal, pemeliharaan kantor dan

komunikasi.

- Financing

Biaya financing adalah biaya yang berkaitan dengan hutang piutang dan

bunga bank.

- Gross earning expenses

- Distribusi dan penjualan

Komponen biaya terdiri dari: kantor penjualan, pengeluaran salesman,

pengapalan, advertensi, technical sales service.

- Riset dan pengembangan

Biaya research and development adalah biaya yang berhubungan dengan

pengembangan produk maupun advertensi.

2.15.3. Parameter Analisa Ekonomi

Beberapa parameter evaluasi, antara lain: laba dan pajak penghasilan, rate of return

(ROR), minimum pay out period (POT), break even point (BEP), shut down rate dan

interest.

Page 49: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

38

a. Rate of Return (ROR).

ROR adalah laju pengembalian modal yang dapat dihitung dari laba bersih per

tahun dibagi modal, seperti persamaan:

𝑅𝑂𝑅 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑥 100%

Besarnya ROR yang dihasilkan dapat diketahui apakah suatu pabrik sudah

berjalan dengan baik atau belum, yaitu dengan membandingkan nilai ROR

dengan bunga bank. Nilai ROR sangat tergantung dari keadaan ekonomi suatu

negara atau daerah pada suatu waktu tertentu. Namun secara umum apabila ROR

sebelum pajak sebesar 10% maka dianggap masih memungkinkan untuk suatu

investasi modal. Pada beberapa industri besar dipakai nilai ROR sebesar 25%

sebelum pajak.

b. Minimum Pay Out Period (POT)

Minimum POT adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal suatu

pabrik yang dapat dihitung dari modal dibagi laba dan depresiasi, seperti yang

terlihat pada persamaan:

𝑀𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑦 𝑜𝑢𝑡 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 = 𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙

(𝑙𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ + 𝑑𝑒𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖) 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

Nilai depresiasi (penyusutan) dimasukkan dalam perhitungan karena dianggap

modal sudah berkurang atau sudah sebagaian dikembalikan. Modal asing

biasanya mengharapkan pengembalian modal secepat mungkin, tetapi untuk pada

negara yang sudah stabil minimum POT tidak terlalu cepat.

c. Break event point (BEP)

BEP adalah kapasitas dimana pabrik tidak laba atau rugi, artinya total penjualan

sama dengan total ongkos produksi. Ada beberapa cara untuk mendapatkan harga

BEP, yaitu dengan: perhitungan, grafik dan cash flow atau aliran uang. Beberapa

komponen yang merupakan komponen total production cost digunakan untuk

mencari BEP, yang dinyatakan dalam pengeluaran tetap atau Fixed charges (FC),

Variable cost (VC) dan Semi variable cost (SVC).

𝐵𝐸𝑃 = (𝐹𝐶 + 0,3 𝑆𝑉𝐶)

(𝑆 − 0,7𝑆𝑉 − 𝑉𝐶)

Dimana: FC = fixed charges (terdiri dari depresiasi, pajak kekayaan, asuransi,

ongkos, sewa)

Page 50: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

39

VC = variable cost (terdiri dari bahan baku, pengepakan, transportasi,

royalties)

SVC = semi variable cost (terdiri dari plant over head cost, pengawas

pabrik, general expanses, laboratorium dan kontrol,

pemeliharaan dan perbaikan, plant supplies

S = sales (hasil penjualan)

Financing cost dapat dimasukkan didalam pengeluaran tetap, variable cost atau

semi variable cost. Sesudah mendapatkan ongkos-ongkos tersebut BEP dapat

dihitung, digambarkan dalam bentuk grafik atau dihitung dengan perhitungan

cash flow

d. Laba dan pajak penghasilan.

Laba adalah suatu hasil yang didapatkan dari total penjualan dikurangi total

ongkos produksi. Dalam perhitungan laba, ada 2 macam laba, yaitu laba kotor

yang merupakan laba sebelum dipotong pajak penghasilan dan laba bersih, yaitu

laba setelah dipotong pajak penghasilan. Sedangkan macam pajak yang

dikenakan pada penghasilan ada 2 macam,, yaitu: pajak biasa yang dinamakan

ordinary income tax dan pajak tambahan yang dinamakan

surtax.

e. Shut down point (SDP)

SDP adalah suatu keadaan dimana perusahaan tidak mendapatkan laba meskipun

pabrik masih bisa beroperasi. Pada keadaan ini sebenarnya pabrik tidak betul-

betul rugi karena masih ada fixed charges yang diantaranya ada komponen

depresiasi alat yang uangnya dikembalikan ke perusahaan. Namun sebaiknya

pabrik sudah tidak dioperasikan lagi.

2.16. Kebaharuan Penelitian

Penelitian tentang koagulan alami telah banyak diteliti. Sebagian besar menggunakan

artificial water sebagai objek penelitian dan hanya mengukur penyisihan kekeruhan

sebagai indikator kinerja koagulan alami (Fatombi et al., 2013; Sánchez-Martín et al.,

2012; Antov et al., 2010; Jeon et al., 2009; Ghebremichael, K.R. Gunaratna, et al., 2005;

Prihatinningtyas 2013; Aziz et al., 2000; Okuda et al., 2001; Okuda et al., 1999). Beberapa

penelitian yang menggunakan air limbah asli antara lain adalah Patel & Vashi, (2012), yaitu

menggunakan limbah tekstil dengan koagulan alami moringa oleifera (MO) dan chitosan,

Fatehah et al., (2013) menggunakan limbah semikonduktor untuk menurunkan COD dan

Page 51: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

40

kekeruhan dengan menggunakan koagulan alami tepung tapioka, dan Katayon et al., (2007)

menggunakan efluen secondary oxidation pond unit pengolahan limbah domestik dengan

koagulan alami Moringa oleifera (MO). Hampir semua penelitian yang telah dilakukan

dahulu hanya mengukur penyisihan kekeruhan sebagai indikator kinerja koagulan alami.

Belum ada data efisiensi koagulan alami dalam menyisihkan berbagai ion dalam air yang

memiliki padatan terlarut tinggi dengan pH basa. Penelitian yang akan dilakukan ini

menggunakan reject water buangan SWRO yang memiliki padatan terlarut sangat tinggi,

kandungan ion yang beragam dan pH basa. Kinerja koagulan alami diukur dengan

penurunan ion impurities, persentase NaCl hasil pemurnian dan jumlah sludge yang

terbentuk.

Penelitian tentang evaluasi pengendapan selektif ion kalsium, magnesium, barium,

sulfat, dan karbonat dilakukan oleh Melián-Martel et al.,(2011). Penelitian tersebut

menggunakan tepung kentang sebagai koagulan, dan tidak ada penjelasan tentang kondisi

optimum setiap fase pengendapan seletif yang dilakukan. Kriteria disain setiap fase perlu

dicari karena pengendapan selektif dipengaruhi oleh konsentrasi ion dalam limbah an.

Hingga saat ini data pengaruh koagulan alami Moringa oleifera dan kondisi optimum

proses pengendapan dalam menurunkan berbagai ion pada larutan brine dan kondisi basa

masih belum ada. Penelitian ini dilakukan untuk optimalisasi pengaruh koagulan alami

Moringa oleifera dan koagulan sintetis proses basa pada pemodelan pengendapan selektif

pemurnian reject water SWRO, sehingga dihasilkan larutan NaCl murni. Hal ini yang

menjadi kebaharuan (novelty) penelitian ini, seperti terlihat pada Gambar 2.13, serta

memposisikan penelitian ini sebagai pengembangan dan jembatan dengan penelitian yang

telah dilakukan sebelumnya.-

Page 52: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

41

Membran

SWRO

mengeluarkan

reject water

yang

mengandung

jumlah padatan

terlarut sangat

tinggi, dan

langsung

dibuang ke laut

sehingga

mencemari

biota laut.

Permasalahan Saat Ini

GAP Penelitian

Penelitian terdahulu tentang koagulan alami dan reject water SWRO

Karateristik Kimia

Reject water SWRO

kawasan Indonesia

Diketahui konsentrasi TDS reject water SWRO instalasi kawasan Middle East

sekitar lebih dari 40.000 mg/L (Greenlee, et al, 2009; Praneeth, et al,

2014)

Diketahui bahwa konsentrasi mineral dalam reject water

tergantung pada konsentrasi garam air

laut, efisiensi membran dan jumlah phase/stage

SWRO (Hastuti dan Wardiha, 2012)

Tidak ada informasi konsentrasi TDS reject

water SWRO pada kawasan Indonesia

Tidak ada informasi komposisi kandungan

mineral reject water SWRO yang menggunakan air laut

Indonesia

Pemanfaatan

Moringa oleifera

sebagai koagulan alami

Diketahui beberapa nabati memiliki kemampuan sebagai koagulan untuk menyisihkan padatan tersuspensi pada air limbah pada pH netral (Fatombi et al., 2013; Sánchez-Martín et al., 2012; Antov et al., 2010; Jeon et al., 2009; Ghebremichael, K.R. Gunaratna, et al., 2005; Prihatinningtyas 2013; Aziz et al., 2000; Okuda et al., 2001; Okuda et al., 1999; Patel & Vashi,2012; Fatehah et al., 2013; Katayon et al.,2007.

Diketahui ekstrak Moringa oleifera dapat menyisihkan

kekeruhan kaolinit dalam air (Okuda et al., 1999)

Tidak ada informasi kemampuan koagulasi ekstrak

Moringa oleifera dalam menurunkan logam alkali pada

pH basa

Belum ada informasi perbandingan

kemampuan koagulasi antara ekstrak Moringa

oleifera dengan koagulan sintetis

Pengendapan Selektif

pemurnian reject

water SWRO

Klarifikasi menurunkan endapan kalsium, magnesium, sulfat dan klorida, menggunakan koagulan

tepung kentang, dan fi ltrasi menggunakan diatomous earth

(Melián-Martel et al., 2011)

Tidak ada informasi kemampuan ekstrak Moringa oleifera sebagai

koagulan dalam pengendapan selektif pemurnian reject water

SWRO

Potensi ekonomi larutan

NaCl hasil recovery dari

reject water SWRO

Belum ada informasi perhitungan ekonomi meliputi biaya modal

dan operasional recovery NaCl dari reject water SWRO

Belum ada informasi potensi ekonomi (payback period)

recovery NaCl dari reject water SWRO

Penyelesaian Masalah dan Kebaharuan Penelitian

Identifikasi gugus fungsi koagulasi dari koagulan alami Moringa oleifera dan koagulan sintetis, serta identifikasi

karateristik reject water SWRO

Evaluasi pengaruh koagulan alami dalam proses basa pada pengendapan

selektif reject water SWRO untuk memperoleh larutan NaCl murni

Evaluasi kondisi optimum proses pengendapan selektif reject water

SWRO untuk memperoleh larutan NaCl murni

Evaluasi perubahan pH selama proses pengendapan pada kondisi optimum

Belum diketahui kondisi optimum

proses pengendapan

selektif pemurnian reject water SWRO

Evaluasi aplikasi dan potensi ekonomi recovery NaCl dari reject water SWRO

Gambar 2.11. Road map penelitian pengaruh koagulan dan pengendapan selektif dalam pemurnian reject water membran SWRO

Evaluasi pengaruh koagulan alami dan sintetis proses basa

pada pengendapan selektif pemurnian reject water SWRO

dan potensi ekonomi dalam skala aplikasi

Belum diketahui kadar prosentase

NaCl hasil recovery

Reject water SWRO menghasilkan produk yang

bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis

Page 53: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

42

Page 54: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

43

BAB 3

METODA PENELITIAN

Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh koagulan alami

dan sintetis proses basa pada pengendapan selektif pemurnian reject water SWRO dan

potensi ekonomi dalam skala aplikasi, pada berbagai variasi faktor rancangan penelitian

yang telah ditentukan sehingga dihasilkan larutan NaCl murni.

Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium dengan proses sistem batch. Variasi

penelitian meliputi penambahan koagulan alami dan sintetis dalam suasana basa dengan

penambahan NaOH dan Na2CO3, dengan air limbah asli dari reject water SWRO PLN

Pembangkit V dan VI Paiton Jawa Timur.

3.1. Rancangan Penelitian

Untuk mencapai tujuan umum seperti yang disebutkan diatas, penelitian ini dirancang

menggunakan Surface Response Methodology (RSM). RSM berguna untuk menganalisis

permasalahan dimana beberapa variabel independen/ faktor rancangan mempengaruhi

variabel dependen/respon, dengan tujuan akhirnya adalah untuk mengoptimalkan respon

(Montgomery, 1984; Myers, 2002). Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap penelitian.

3.1.1. Penelitian Tahap Identifikasi

Penelitian Tahap Identifikasi dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik gugus

aktif koagulan ekstrak biji kelor dan poliakrilamida serta mengidentifikasi ion-ion yang ada

dalam reject water SWRO. Penelitian Tahap I dilakukan 3 kegiatan yaitu 1) uji karateristik

kandungan ion dalam reject water SWRO, 2) pembuatan ekstrak biji kelor, dan 3) uji

identifikasi gugus fungsi koagulasi dengan metode Fourier Transformation Infra Red

(FTIR).

3.1.2. Penelitian Tahap Kondisi Optimum

Penelitian Tahap Kondisi Optimum bertujuan untuk 1) menentukan kondisi optimum

proses pemurnian reject water SWRO, 2) mengevaluasi perbandingan efektivitas

penggunaan koagulan alami ekstrak biji kelor dengan koagulan sintetis poliakrilamida

dalam menurunkan kandungan mineral impurities, 3) mengevaluasi perubahan pH selama

selama proses pengendapan pada kondisi optimum pemurnian reject water SWRO, 4)

mengevaluasi aplikasi dan potensi ekonomi pemurnian reject water SWRO. Secara garis

besar, kerangka pikir penelitian yang meliputi perumusan masalah, tujuan penelitian dan

hasil penelitian yang diharapkan disajikan pada Gambar 3.1.

Page 55: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

44

Studi Pustaka:1. Hasil-hasil riset reject water SWRO dan koagulan alami 2. Chemical presipitation3. Koagulasi & Flokulasi4. Karateristik reject water SWRO5. Tools untuk analisis data

Bagaimana pengendapan seletif dalam proses pemurnian reject water buangan SWRO?

Bagaimana efektivitas koagulan alami dalam proses pengendapan selektif?

L A

T A

R

B E

L A

K A

N G

Kondisi Saat Ini Reject water membran SWRO

mengandung TDS yang sangat tinggi dan langsung dibuang ke laut, sehingga mencemari kehidupan biota laut.

Kandungan mineral dalam brine

water dapat di recovery, salah satunya adalah NaCl

Kebutuhan larutan NaCl 14-26% pada industri kimia

Belum ada informasi penggunaan Koagulan alami dalam pemurnian reject water

Hasil penelitianData Gugus Fungsi yang ada dalam Koagulan Alami yang dinyatakan dalam frekuensi dan %transmitance

Tujuan PenelitianIdentifikasi gugus fungsi Koagulan dengan metode Fourier Transformation Infra Red (FTIR)

Teknologi untuk Pemurnian NaCl Larutan NaOH dan Na2CO3

berfungsi sebagai presipitan untuk mengendapkan ion-ion impurities seperti Ca,Mg,karbonat, sulfat.

Koagulan alami berfungsi sebagai

co-presipitan untuk interparticle bridging.

Biji kelor memiliki gugus fungsi

karboksil, hidroksil dan amida sehingga dapat berfungsi sebagai koagulan alami

GAP

Hasil penelitianData kondisi optimum proses pemurnian reject water sesuai variasi faktor rancangan yang telah ditentukan

Tujuan PenelitianMenentukan kondisi optimum berbagai variasi penelitian meliputi konsentrasi larutan NaOH, larutan Na2CO3, jenis dan dosis koagulan, serta gradien kecepatan flokulasi dalam memurnikan reject water SWRO

Hasil Penelitian Data % penurunan mineral

impurities air olahank

Bagaimana efektivitas koagulan

alami dalam menurunkan

kandungan mineral impurities?

Tujuan PenelitianMengevaluasi efektivitas koagulan alami untuk menurunkan kandungan mineral impurities

Bagaimana karateristik gugus

aktif koagulan alami ?

Bagaimana perubahan pH selama proses

pengendapan pada kondisi optimum pemurnian reject

water SWRO?

Tujuan PenelitianMengevaluasi perubahan pH selama proses pengendapan pada kondisi optimum pemurnian reject water SWRO

Hasil Penelitian Model perubahan pH selama

proses pengendapan

Bagaimana aplikasi & potensi ekonomi proses

pemurnian reject water SWRO?

Tujuan PenelitianMengevaluasi aplikasi dan potensi ekonomi pemurnian reject water SWRO

Hasil Penelitian Aplikasi dan potensi ekonomi

Bagaimana kondisi optimum proses pemurnian reject

water SWRO?

TAHAP IDENTIFIKASI

TAHAP KONDISI OPTIMUM

Gambar. 3.1. Kerangka Pikir Penelitian

Page 56: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

45

Kondisi optimum dilakukan pada berbagai variasi penelitian meliputi konsentrasi

larutan NaOH, larutan Na2CO3, jenis dan dosis koagulan, serta gradien kecepatan flokulan,

untuk menghilangkan ion Ca2+, Mg2+, sulfat dan karbonat sehingga dihasilkan larutan NaCl

murni. Rancangan penelitian untuk menentukan kondisi optimum proses pemurnian reject

water SWRO digunakan Surface Response Methodology (RSM). Untuk mendapatkan titik

optimal respon, dilakukan dua cara desain, yaitu Eksperimen Tahap I dan Eksperimen

Tahap II.

1. Eksperimen Tahap I .

Eksperimen Tahap I adalah tahap screening experiment untuk mengidentifikasi

faktor-faktor yang mempunyai pengaruh (efek) besar terhadap respon. Pada tahap ini

menggunakan rancangan fraksional faktorial 2k-p (two level fractional factorial

design). Rancangan fraksional faktorial 2k-p digunakan untuk menurunkan jumlah

kombinasi perlakuan yang besar. Dalam menggunakan rancangan 2k-p diasumsikan

bahwa terdapat k buah faktor dengan kode -1 untuk level rendah dan +1 untuk level

tinggi. Kode dan nilai level faktor dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Kode & Nilai Level Eksperimen Tahap I

Faktor Kode

Level

Rendah

(-1)

Tinggi

(1)

Jenis koagulan X1 Ekstrak MO Poliakrilamida

Dosis Koagulan (gr/L) X2 10 30

Konsentrasi NaOH (%) X3 20 40

Konsentrasi Na2CO3 (%) X4 10 30

G flokulasi (det-1) X5 100-50-10 100-75-25

Fraksi yang digunakan pada rancangan fraksional faktorial 2 level dalam penelitian

ini adalah ½ atau dinotasikan dengan 2k-1. Pada rancangan Eksperimen Tahap I ini

melibatkan 5 faktor rancangan, sehingga terdapat 16 kombinasi perlakuan yang akan

dicobakan atau 32 kombinasi perlakuan (duplo). Kombinasi perlakuan yang terpilih

seperti terlihat pada Tabel 3.2.

Page 57: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

46

Tabel 3.2. Kombinasi Perlakuan Eksperimen Tahap I

Run

Variabel atau Faktor Rancangan Respon

X1 X2 X3 X4 X5 =X1*

X2*X3*X4

TDS

Removal

(%)

Konsentrasi

NaCl

(mg/L)

1 1 1 1 1 1 yA1 yB1

2 1 1 1 -1 -1 yA2 yB2

3 1 1 -1 1 -1 yA3 yB3

4 1 1 -1 -1 1 yA4 yB4

5 1 -1 1 1 -1 yA5 yB5

6 1 -1 1 -1 1 yA6 yB6

7 1 -1 -1 1 1 yA7 yB7

8 1 -1 -1 -1 -1 yA8 yB8

9 -1 1 1 1 -1 yA9 yB9

10 -1 1 1 -1 1 yA10 yB10

11 -1 1 -1 1 1 yA11 yB11

12 -1 1 -1 -1 -1 yA12 yB12

13 -1 -1 1 1 1 yA13 yB13

14 -1 -1 1 -1 -1 yA14 yB14

15 -1 -1 -1 1 -1 yA15 yB15

16 -1 -1 -1 -1 1 yA16 yB16

2. Eksperimen Tahap II dilakukan setelah diperoleh wilayah optimum respon dari

Tahap I. Eksprimen Tahap II digunakan untuk mengetahui lengkungan kuadrat pada

permukaan respon (Montgomery, 2001). Central Composite Design (CCD)

digunakan untuk mengestimasi model permukaan respon Eksperimen Tahap II ini.

Variabel input ditunjukkan dalam bentuk kode sebagai x = (x1,..xk). CCD terdiri dari

3 (tiga) bagian yaitu (Montgomery, 2002):

- Titik sudut (corner points) nf dengan xi = -1, atau 1 dimana i = 1,...k, yang

membentuk bagian faktorial pada desain.

- Titik pusat (center points) nc dengan xi = 0, dimana i = 1,...k

- Titik axial (axial points) xi = α, atau –α dimana i = 1,...k

Asumsi hasil dari Tahap Pertama terdapat 2 - 5 variabel yang berpengaruh, maka

optimasi dengan desain CCD disajikan pada Tabel 3.3.

Page 58: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

47

Tabel 3.3. Central Composite Design

Jumlah Variabel, k

2 3 4 5

nf untuk 2k-p 2 4 8 16

Banyaknya titik aksial = 2k 4 6 8 10

α = (nf)1/4 1,189 1,414 1,682 2

nc 2 3 4 5

Total 8 13 20 31

3.2. Variabel Penelitian

Variabel bebas atau rancangan percobaan adalah :

1) Jenis koagulan yaitu ekstrak koagulan alami biji kelor dalam larutan NaCl dan

koagulan sintetis poliakrilamida

2) Dosis Koagulan yaitu 10, 20, 30 g/L

3) Konsentrasi NaOH yaitu 20%, 30% dan 40%

4) Konsentrasi Na2CO3 yaitu 10%, 20% dan 30%

5) Gradien kecepatan (G) flokulasi yaitu 100-75-25, 100-50-25 dan 100-50-10 (det-1)

Variabel terikat adalah :

1) Jumlah padatan terlarut (TDS) dalam filtrat

2) Konsentrasi NaCl dalam filtrat

3.3. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) pH meter

2) Spectrophotometer IR

3) Centrifuge

4) Turbidimeter

5) Total Dissolved Solid (TDS) meter

6) Radiometer ABL 77 Ion analyzer

7) Jartest

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1) NaCl pa

2) Na2CO3pa

3) NaOH pa

4) Bahan koagulan yaitu koagulan alami bubuk Moringa oleifera

5) Bahan koagulan sintetis poliakrilamida (Cationic Polyacrilamide)

Page 59: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

48

3.4. Pelaksanaan Penelitian

Berdasarkan penjelasan pada item rancangan penelitian, maka pelaksanaan penelitian

ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu Tahap Identifikasi meliputi uji karateristik kandungan

ion dalam reject water SWRO, pembuatan ekstrak koagulan alami Moringa oleifera, dan

uji identifikasi gugus fungsi koagulan. Tahap Kondisi Optimum adalah optimasi pemurnian

reject water SWRO.

3.4.1. Penelitian Tahap Identifikasi

1. Uji karateristik kandungan ion dalam reject water SWRO

Sample penelitian ini adalah reject water SWRO yang diambil dari port outlet

SWRO Unit Pembangkit V dan VI Paiton Jawa Timur. Karateristik sample reject

water diketahui dengan menganalisa parameter-parameter seperti terdapat pada

Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Parameter Karateristik reject water SWRO

Parameter Satuan Parameter Satuan

Kalsium mg/L Ca2+ Klorida mg/L Cl-

Magnesium mg/L Mg2+ Sodium mg/L Na

Strontium mg/L Sr2+ Fluorida mg/L F-

Barium mg/L Ba2+ Potasium mg/L K+

Silikat mg/L SiO2 Boron mg/L B

Nikel mg/L Ni pH -

Sulfat mg/L SO42- Konduktivitas µS/cm

Bikarbonat mg/L HCO32-

2. Pembuatan ekstrak koagulan alami

Pembuatan ekstrak koagulan alami mengikuti prosedur yang dilakukan oleh Okuda

et al. (2001); Sánchez-Martín et al. (2012); Fatehah et al. (2013); Aslamiah et al.

(2013); Prihatinningtyas (2013).

1) Membuat bubuk biji kelor dengan ukuran 40-60 mesh.

2) Membuat larutan NaCl 1M

3) Menambahkan bubuk Moringa oleifera kering sebanyak 5 g ke dalam 100 mL

larutan NaCl 1 M, dan mengaduk menggunakan magnetic stirrer selama 30

menit.

Page 60: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

49

4) Memisahlan padatan dengan supernatan menggunakan centrifuge atau

menggunakan 2 (dua) kali penyaringan, yaitu berturut-turut kertas whatmann

No.3 dan 0,45 µm fiberglass, sehingga dihasilkan supernatan yang jernih.

5) Mengambil supernatan yang jernih sebanyak 10 ml untuk uji identifikasi gugus

fungsi koagulan dengan metode FTIR.

6) Menuang sisa supernatan ke dalam botol gelas, dan menyimpan dalam lemari

pendingin pada suhu 5oC,

3. Uji identifikasi gugus fungsi koagulan dengan metode FTIR

Identifikasi gugus fungsi koagulasi yang terdapat dalam ekstrak Moringa oleifera

dalam larutan NaCl dan poliakrilamida dengan metode Fourier Transform Infra

Red (FTIR). Gugus fungsi koagulasi yang dimaksud adalah gugus aliphatic amide

group berbentuk –NH dan –NH2, aliphatic grup –CH, –CH2, dan –CH3 (karboksil)

serta gugus alcohol functional group –OH (hidroksil). Daerah serapan IR dapat

dilihat pada Tabel 3.5

Tabel. 3.5. Daerah Serapan Infra Merah (IR)

Gugus Senyawa Frekuensi (cm-1)

OH Alkohol 3580-3650

Asam 2500-2700

NH Amina primer 3500

Amina sekunder 3310-3500

Amida 3140-3320

CH Alkuna 3300

Alkena 3010-3095

Alkana 2853-2962

Aromatik 3030

Aldehida 2700-2900

SH Sulfur 2500-2700

C C Alkuna 2190-2260

C N Alkilnitril 2240-2260

-N=C=N Diamida 2130-2155

-N3 Azida 2120-2160

Page 61: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

50

Lanjutan Tabel 3.5

Gugus Senyawa Frekuensi (cm-1)

>CO Aldehida 1720-1740

Keton 1675-1725

Asam karboksilat 1700-1725

Ester 2000-2300

CN Amida 1670-1700

C=O Ester 1650

C=C Alkena 1620-1680

N-H Amina 1575-1630

-N=N- Azo 1575-1630

-C-NO2 Nitro 1550-1570

-C-NO2 Nitro aromatik 1300-1570

C-O-C Eter 1230-1270

Sumber: Gunawan & Citra (2005)

3.4.2. Penelitian Tahap Kondisi Optimum. Percobaan optimasi pemurnian Reject

Water SWRO

Percobaan tahap ini dilakukan untuk mengendapkan ion-ion pengotor Ca2+, Mg2+,

SO42-, HCO3

-, CO32 yang terdapat dalam reject water SWRO..

1. Memasukkan 1 L reject water SWRO ke dalam masing beaker glass

2. Selanjutnya berturut-turut menambahkan larutan NaOH, Na2CO3 dan koagulan

sesuai variasi seperti yang telah ditentukan. Volume penambahan larutan untuk

setiap variasi konsentrasi disesuaikan dengan konsentrasi kalsium, magnesium,

sulfat dan karbonat yang terkandung dalam sample reject water.

Pengendapan ion-ion pengotor mengikuti reaksi sebagai berikut:

MgCl2 + 2NaOH Mg(OH)2(s) + 2NaCl

MgSO4 + 2NaOH Mg(OH)2(s) + Na2SO4

CaSO4 + 2NaOH Ca(OH)2 + Na2SO4

Ca(HCO3)2 + NaOH CaCO3(s) + Na2CO3 + 2H2O

Mg(HCO3)2 + 4NaOH Mg(OH)2(s) + 2Na2CO3 + 2H2O

Page 62: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

51

3. Melakukan pengadukan cepat dengan G sebesar 390 det-1 selama 1 menit,

selanjutnya dilakukan pengadukan lambat dengan variasi G yaitu 100-75-25,

100-50-25 dan 100-50-10 selama 10 menit.

4. Sample yang keluar jar test unit ditampung dalam imhoff cone volume 1 L,

untuk proses settling.

5. Settling time untuk masing-masing satuan percobaan adalah 60 menit (1 jam).

6. Selama settling time berlangsung, setiap 10 menit dilakukan pengambilan

sample filtrat pada kedalaman 2 cm dari permukaan imhoff cone untuk

dianalisa TDS, serta pengamatan endapan yang terbentuk pada dasar cone..

7. Menentukan kondisi optimum pemurnian reject water berdasarkan kadar NaCl

yang tertinggi dan jumlah terbesar endapan yang terbentuk dengan central

composite design (Tabel 3.3). Secara garis besar alur penelitian disajikan pada

Gambar 3.2

Page 63: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

52

Reject Water SWRO

Karateristik Kimia

Ca2+

, Mg2+

, Sr2+

, Ba2+

, HCO32-

,

Cl-, Na

+, K

+, Cl

-, F

-, Ni

2+, SO4

2-,

HCO3-, CO3

2-, pH, Konduktivitas

Larutan NaOH

Konsentrasi:

20%, 30%, 40%

Larutan Na2CO3

Konsentrasi:

10%, 20% dan 30%

Slow Mixing

Nilai G:

100-75-25 ; 100-50-25 &

100-50-10 (1/det)

2 Jenis Koagulan:

Koagulan Alami & Sintetis

Dosis Koagulan:

10, 20 dan 30 g/L

Karateristik Gugus Aktif

–NH, –NH2, –CH, –CH2, –CH3,–

C=O, –NH,–CH, –OH

Sludge

Jumlah sludge, mg

Filtrat

% NaCl

Analisis Data

- Kondisi Optimum faktor rancangan proses pemurnian

reject water SWRO

- Evaluasi efektivitas perbandingan antara koagulan alami

ekstrak MO dengan koagulan sintesis poliakrilamida

- perubahan pH selama proses pengendapan

- analisa ekonomi pemurnian reject water SWRO

Variabel penelitian

Fast MixingNilai G: 390 (1/det),

Waktu : 60 detik

Pengendapan,

selama 200 menit

Analisa:

1. Konsentrasi ion iompurities (ion Ca,

Mg, Sulfat, Karbonat, Na, K, Chlorida)

2. pH

3. TDS akhir

4. Berat kering sludge

Gambar 3.2. Alur penelitian

3.5. Metode Analisis

Analisis sample dalam identifikasi komposisi kimia reject water SWRO meliputi

parameter pH, kekeruhan, TDS, ion Ca2+, Mg2+, Ba2+, Na+, Cl-, SO42-, HCO3

-, CO32.

Metoda yang digunakan dijabarkan dalam Tabel 3.6.

Page 64: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

53

Tabel 3.6. Metode analisis

Parameter Metode Analisis

Ca2+, Mg2+ EDTA-complexometric titration

Ca2+ dan Mg2+, Na+ Radiometer ABL 77 Ion Analyzer

Cl- Potensiometri

F-, PO43-, SO4

2- Spektrofotometri

Na+ Volhard Titration

Lanjutan Tabel 3.6

Parameter Metode Analisis

CO32- dan HCO3

- Asidimetri

pH Potensiometri

TDS Konduktivitimetri

Silika Spektrofotometer

Barium ICP

Boron ICP

3.6. Analisis Data

Sebelum dilakukan analisis pengaruh, data penelitian terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas dilakukan untuk menjawab hipotesis nol

statistik yaitu data penelitian mengikuti distribusi normal. Sedangkan uji homogenitas

bertujuan untuk mengetahui varians data bersifat homogen atau heterogen berdasarkan

faktor-faktor tertentu yang dilakukan pada penelitian.

Uji asumsi kenormalan data dilakukan dengan metode Kolmogorov Smirnov. Metode

ini sangat baik digunakan jika setiap nilai hasil satuan percobaan bersifat independen.

Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov Smirnov adalah membandingkan distribusi

data yang akan diuji kenormalannya dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku

adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-score dan diasumsikan

normal.

Pada uji Kolmogorov Smirnov, jika signifikansi (Pvalue) dibawah 0,05 artinya terdapat

perbedaan yang signifikan antara data yang diuji kenormalanannya dengan data normal

baku. Apabila nilai signifikasi (Pvalue) diatas 0,05 maka tidak terjadi perbedaan signifikan

antara data yang diuji dengan data normal baku, yang artinya data yang diuji berdistribusi

normal.

Uji homogenitas data dilakukan dengan metode Levene test. Pada uji homogenitas

dengan Levene test, data tidak harus berdistribusi normal namun harus kontinue. Statistik

uji Levene test adalah:

Page 65: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

54

k

i

n

j

iij

k

i

ii

i

mxk

mmnkn

L

1 1

2

1

2

..

)()1(

)()(

(3-2)

Selanjutnya, apabila data tidak terdistribusi normal atau tidak homogen maka harus

ditransformasi terlebih dahulu sehingga data menjadi normal dan homogen. Transformasi

data umumnya dilakukan dengan metode Box-Cox, yang dinyatakan dalam persamaan:

1

xy atau )ln(xy untuk =0 (3-3)

Nilai biasanya dicoba-coba antara -2 sampai dengan 2, hingga hasil transformasi

memenuhi syarat distribusi normal dan homogenitas data.

Setelah data terbukti normal dan homogen, maka uji pengaruh masing-masing

perlakuan akan dianalisis secara statistik dengan metode analysis of variance (ANOVA).

Pengujian statistik (uji nornalitas, uji homogenitas dan uji ANOVA) untuk mengetahui

berapa besar interaksi antar variabel-variabel pengubah pada rancangan penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan Minitab 17.

Page 66: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

55

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian Tahap Identifikasi

4.1.1. Karateristik Ion Reject Water SWRO

Air baku yang dipergunakan dalam penelitian berasal dari air limbah asli

reject water SWRO Pembangkit V dan VI Paiton Jawa Timur. PLN Paiton

Pembangkit V dan VI dioperasikan oleh PT. YTL Jawa Timur memiliki kapasitas

2 x 610 MW. Karateristik kimia reject water SWRO Pembangkit V dan VI Paiton

Jawa Timur disajikan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1. Karakteristik kimia reject water SWRO

Parameter Satuan Kadar

Kalsium mg/L Ca2+ 630,83

Magnesium mg/L Mg2+ 1.302,5

Strontium mg/L Sr2+ 3,20

Barium mg/L Ba2+ <0,0111

Silikat mg/L SiO2 <0,26

Nitrogen mg/L N 0,0004

Sulfat mg/L SO42- 6.278

Bikarbonat mg/L HCO32- 116,7

Klorida mg/L Cl- 21.000

Sodium mg/L Na+ 12.400

Fluorida mg/L F- 1,484

Potasium mg/L K+ 2.125

Boron mg/L B 3,79

pH - 6,7

Konduktivitas µS/cm >1413

Padatan terlarut mg/L 37.500 - 43.290

Sumber: Hasi Pemeriksaan Balai Riset dan Standarisasi Industri Surabaya, 2017

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa reject water SWRO Pembangkit V dan VI

Paiton memenuhi syarat sebagai air baku penelitian karena memiliki jumlah

padatan terlarut (TDS) lebih besar dari 35000 mg/L (Melián-Martel et al. 2011).

Prediksi komposisi senyawa kimia yang terdapat dalam air baku (reject water

SWRO) dapat dihitung dengan kesetimbangan kation-anion dalam air. Data

konsentrasi kation-anion dalam mg/L seperti yag disajikan pada Tabel 4.1 perlu

Page 67: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

56

diubah menjadi bentuk miliekivalen per liter (meq/L). Data konsentrasi kation

anion dalam meq/L disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Kesetimbangan Kation Anion Reject Water SWRO

Kation Anion

ION mg/L meq/mg meq/L ION mg/L meq/mg meq/L

Ca2+ 630,83 20 31,54 SO42- 6278 48,03 130,71

Mg2+ 1302,5 12,15 107,20 HCO3- 116,7 63 1,85

K+ 2125 39 54,47 Cl- 21.000 35,5 591,55

Na+ 12.400 23 539,13

Untuk mempermudah membuat prediksi komposisi senyawa kimia, maka

perlu dibuat bar graph yang berisi data konsentrasi kation-anion dalam meq/L. Bar

graph terdiri dari dua baris horisontal (batang). Baris atas menunjukkan konsentrasi

ion positif (kation) utama yang dijajar mulai dari kalsium, magnesium, sodium dan

potasium (kalium). Sedangkan baris bawah menunjukkan konsentrasi ion negatif

(anion) utama yang dijajar mulai dari ion karbonat, bikarbonat, sulfat dan khlorida.

Pada kondisi kesetimbangan, jumlah miliekivalen per liter kation harus sama

dengan jumlah miliekivalen per liter anion, sehingga dapat diprediksi kombinasi

kation dan anion. Hasil Bar graph dapat dilihat pada Gambar 4.1, sedangkan

prediksi komposisi senyawa dalam reject water SWRO disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Komposisi Senyawa dalam Reject Water SWRO

Senyawa meq/L mg/L

Ca(HCO3)2 1,85 153,74 0,32%

CaSO4 29,69 2.019,81 4,23%

KCl 46,24 3.444,88 7,21%

MgSO4 107,2 6.079,38 12,72%

MgCl2 6,18 294,48 0,62%

NaCl 539,13 31.539,11 66%

Senyawa lain

(seperti SiO2,

BaCl2, NaF)

8,90%

Page 68: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

57

Gambar 4.1. Bar Graph Kesetimbangan Kation Anion Reject SWRO

KATION

HCO3(-), 1,85

meq/LANION

Ca(HCO3)2:

1,85 meq/LSENYAWA

CaSO4: 29,69 meq/L MgCl2: 6,18 meq/L

Ca(2+), 31,54 meq/L

SO4(2-): 130,71 meq/L

Mg(2+): 107,2 meq/L

MgSO4: 101,02 meq/L

Cl(-): 591,55meq/L

K(+): 54,47Na(+): 539,13meq/L

KCl: 46,24meq/L

NaCl: 539,13 meq/L

Page 69: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

58

Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa konsentrasi NaCl dalam reject water SWRO sebesar

31539 mg/L atau 66%. Sebagian besar ion kalsium yang ada merupakan senyawa

CaSO4, ion magnesium merupakan senyawa MgSO4 dan MgCl2. Komposisi

senyawa tersebut sesuai dengan komposisi air buangan proses desalinasi

menggunakan membran SWRO (Höpner and Lattemann, 2003; Einav et al., 2003;

Raventos et al., 2006; Sadhwani et al., 2005; Melián-Martel et al., 2011), yang

menyatakan bahwa selain NaCl reject water SWRO mengandung banyak senyawa

CaSO4, MgSO4 dan MgCl2.

4.1.2. Tahap Identifikasi Gugus Aktif Koagulasi

4.1.2.1. Ekstrak Moringa Oleifera (MO)

Tanaman Moringa oleifera yang dipakai dalam penelitian ini diperoleh dari

pengepul lokal di Cepu, Jawa Tengah. Bagian tanaman yang dipakai adalah bagian

biji tanpa kulit, dan berwarna putih. Biji kering terlebih dahulu di gerinding dengan

gerinding kopi, selanjutnya digerus dengan mortal dan diayak. Bubuk MO yang

digunakan berukuran 40-60 mesh.

Biji MO mengandung lemak sebesar 0,1 g/100 g bahan (Fahey, 2005). Lemak

tersebut mengganggu kelarutan protein dalam air, sehingga harus dihilangkan

(Hidayat, 2006). Proses penghilangan lemak dalam biji MO mengikuti prosedur

kerja Stacy dan Aalen (2004), yaitu memberikan larutan heksana kedalam bubuk

MO dengan perbandingan 1:4 (b/v). Heksana akan melarutkan lemak dan

mengapung ketika dilakukan sentrifugasi 3000 rpm selama 10 menit pada suhu

kamar. Supernatan berupa heksana dibuang, dan endapan MO yang telah bebas

lemak dituang ke dalam cawan/gelas beaker, serta diaduk agar sisa heksana

menguap.

Bubuk MO bebas lemak selanjutnya ditambahkan larutan NaCL 1 M untuk

mengkstraksi protein dalam MO sesuai prosedur kerja yang dilakukan oleh Okuda

et al. (2001); Sánchez-Martín et al. (2012); Fatehah et al. (2013); Aslamiah et al.

(2013); Prihatinningtyas (2013). Hasil ekstraksi berupa larutan jernih yellowish

seperti terlihat pada Gambar 4.2.

Page 70: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

59

Ekstrak biji Moringa Oleifera

pH : 4,7

Warna : kuning muda jernih

Bau : khas

Berat jenis : 1 g/mL

Gambar 4.2. Larutan hasil ekstrak biji Moringa Oleifera

Isolasi protein dalam MO yang dilakukan oleh Hidayat (2006), menunjukkan

bahwa protein dalam biji MO bermuatan positif dan berperan sebagai polielektrolit

kationik.

4.1.2.2. Poliakrilamida

Poliakrilamida yang digunakan dalam penelitian ini adalah Cationic

Polyacrilamide (CP), produksi Shandong Jiahua China, dengan konsentrasi 0,1 %.

CP dipilih untuk menyamakan dengan sifat protein yang terdapat dalam biji MO

yaitu polielektrolit kationik (Hidayat, 2006; Okuda et al. 2001; Prihatinningtyas,

2013).

Gambar 4.3. Larutan Cationic Polyacrilamide 0,1%

4.1.2.3. Identifikasi Gugus Fungsi Koagulasi Moringa Oleifera dan Cationic

Poliakrilamida

Identifikasi gugus fungsi koagulasi diperiksa menggunakan metode FTIR

(Fourier Transform Infra Red). Metode FTIR digunakan untuk mengidentifikasi

senyawa organik/anorganik secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisis dilakukan

dengan melihat bentuk puncak-puncak spesifik dari spektrumnya. Setiap puncak

spesifik (peak) menunjukkan jenis gugus fungsional yang dimiliki oleh senyawa

tersebut (Bassler, 1986).

Cationic Polyacrilamide 0,1%

pH : 7

Warna : jernih

Bau : tidak berbau

Berat jenis : 1,2 g/mL

Page 71: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

60

Hasil pemeriksaan spektral gugus aktif CP 0,1% dan ekstrak MO yang tersaji

dalam Gambar 4.4 dan 4.5, menunjukkan bahwa peak CP 0,1% dan ekstrak MO

berada pada wilayah panjang gelombang yang sama yaitu 3495,26 – 455,13(cm-1).

Peak CP 0,1% berada dititik 3319,07 – 474,51 (cm-1), ekstrak MO berada dititik

3289,63 - 982,98 (cm-1). Angka puncak spesifik menunjukkan bahwa CP 0,1%

memiliki gugus Aliphatic Primary Amine dan Aliphatic Hydrocarbones. Ekstrak

MO memiliki gugus fungsi Aliphatic Primary Amides dan Primary Aliphatic

Alcohol. Gugus amida menunjukkan bahwa koagulan adalah larutan polielektrolit

bermuatan positif (Prihatinningtyas 2013).

Page 72: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

61

Collection time: Tue Nov 07 14:25:34 2017 (GMT+07:00)

41

0.7

2

47

4.5

1

95

0.8

2

11

16

.16

11

66

.40

13

14

.13

14

11

.74

14

48

.70

16

03

.65

16

47

.91

17

25

.672

36

2.5

6

29

24

.84

31

85

.24

33

19

.07

60

65

70

75

80

85

90

95

100

%T

ran

smitt

an

ce

500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

Wavenumbers (cm-1)

Title:

Tue Nov 07 14:26:53 2017 (GMT+07:00)

FIND PEAKS:

Spectrum: CP

Region: 4000.00 400.00

Absolute threshold: 97.980

Sensitivity: 50

Peak list:

Position: 410.72 Intensity: 73.930

Position: 474.51 Intensity: 73.183

Position: 950.82 Intensity: 88.763

Position: 1116.16 Intensity: 85.588

Position: 1166.40 Intensity: 83.986

Position: 1314.13 Intensity: 84.364

Position: 1411.74 Intensity: 83.076

Position: 1448.70 Intensity: 83.237

Position: 1603.65 Intensity: 75.710

Position: 1647.91 Intensity: 73.669

Position: 1725.67 Intensity: 90.892

Position: 2362.56 Intensity: 96.391

Position: 2924.84 Intensity: 91.342

Position: 3185.24 Intensity: 84.274

Position: 3319.07 Intensity: 85.681

Spectrum: CP Region: 3495.26-455.13 Search type: Correlation Hit List:

Index Match Compound name Library 1067 50.03 Poly(acrylamide) HR Hummel Polymer and Additives 1082 49.12 Poly(acrylamide) HR Hummel Polymer and Additives 17755 48.28 Polyacrylamide, average MW ca. 10,000, 5 HR Aldrich FT-IR Collection Edition II 0 wt. % solution in water 17756 45.01 Poly(acrylamide-co-acrylic acid), 1.5 wt HR Aldrich FT-IR Collection Edition II . % acrylic acid 1066 43.29 Praestol 2935/73 HR Hummel Polymer and Additives 3502 41.00 Alginic acid, sodium salt HR Aldrich FT-IR Collection Edition II 3545 39.93 Bicine, sodium salt, 40 wt. % solution i HR Aldrich FT-IR Collection Edition II n water 5001 39.58 N,N-Bis(2-hydroxyethyl)formamide HR Aldrich FT-IR Collection Edition II 621 39.19 Water, deuterium-depleted HR Aldrich FT-IR Collection Edition II 705 38.95 N-(2-ETHOXYPHENYL)-N-(2-ETHYLPHENYL)-ETH HR Nicolet Sampler Library ANEDIAMIDE

CP Tue Nov 07 14:27:12 2017 (GMT+07:00)

Gambar 4.4. Hasil Spektral Cationic Polyacrilamide (CP)

Page 73: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

62

Keterangan:

Spectral Interpretation

Aliphatic Amine Groups

NH stretching

Primary 3400-3380 cm-1,

3345-3325 cm-1

Secondary 3360-3310 cm-1-

NH deformation

Primary 1650-1590 cm-1

Secondary 1650-1550 cm-1

C-N stretching

Primary 1080-1040 cm-1

Secondary 1180-1140 cm-1

Tertiary not diagnostic

Aliphatic Hydrocarbone Groups

-CH3 and CH2 stretching

CH3 asymmetric 2975-2950 cm-1

CH3 symmetric 2885-2865 cm-1

-CH3 deformation absorptions

CH3 asymmetric def 1470-1440 cm-1

CH3 symmetric def 1390-1370 cm-1

Methyl single carbon 1390-1370 cm

3 metyl groups (t-butyl) near 1365 cm-1

2 metyl groups (isopropyl) near 1390 and

1365 cm-

t-butyl groups 1255-1210 cm-1

isopropyl groups 1170-1145 cm-1

Page 74: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

63

Collection time: Thu Oct 19 12:59:34 2017 (GMT+07:00)

98

2.9

8

10

57

.6612

31

.92

14

48

.30

15

40

.85

16

44

.12

20

77

.71

32

89

.63

-0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

%T

ran

smitt

an

ce

500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

Wavenumbers (cm-1)

Title:

Thu Oct 19 13:03:15 2017 (GMT+07:00) FIND PEAKS:

Spectrum: MO3C Region: 4000.00 400.00 Absolute threshold: 95.498 Sensitivity: 50 Peak list:

Position: 982.98 Intensity: 60.967 Position: 1057.66 Intensity: 49.751 Position: 1231.92 Intensity: 59.375 Position: 1448.30 Intensity: 66.850 Position: 1540.85 Intensity: 47.232 Position: 1644.12 Intensity: 33.334 Position: 2077.71 Intensity: 94.205 Position: 3289.63 Intensity: 47.271

Spectrum: MO3C Region: 3495.26-455.13 Search type: Correlation Hit List:

Index Match Compound name Library 369 56.00 D-Pantothenyl alcohol HR Nicolet Sampler Library 1064 55.83 Silk II HR Hummel Polymer and Additives 28 55.70 POLYAMIDE 6 + POLYAMIDE 6,6 Hummel Polymer Sample Library 1063 55.65 Silk I HR Hummel Polymer and Additives 621 54.12 Water, deuterium-depleted HR Aldrich FT-IR Collection Edition II 17917 53.84 Polyethylenimine, epichlorohydrin modifi HR Aldrich FT-IR Collection Edition II ed, 17 wt. % solution in water 992 53.70 Poly(N-methyl acrylamide) HR Hummel Polymer and Additives 773 53.56 Polymer of phthalamide HR Nicolet Sampler Library 2947 53.03 2-Hydroxyhexanedial, 25 wt. % solution i HR Aldrich FT-IR Collection Edition II n water 907 52.62 Poly(4-methylcaprolactam) HR Hummel Polymer and Additives

MO3C Thu Oct 19 13:03:24 2017 (GMT+07:00)

Gambar 4.5. Hasil Spektral ekstrak Moringa Oleifera

Page 75: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

64

Keterangan:

Spectral Interpretation

Aliphatic Amide Groups

NH stretching

Primary Near 3350 – 3180 cm-1

Secondary 3320 – 3070 cm-1- (trans

and cis)

CO (amide I)

Primary Near 1650 cm-1

Secondary 1680 – 1630 cm-1

Tertiary 1670 – 1630 cm-1

NH2 def. (amide II)

Primary 1650 - 1620 cm-1

Secondary 1570 - 1515 cm-1

Amide III

Secondary Near 1270 cm-1

Alcohol Functional Groups

-C-O stretching dan -OH deformation

vibrations

Primary alcohols 1050 cm-1

Secondary alcohols 1100 cm-1

Tertiary alcohols 1150 cm-1

Phenols 1200 cm-1

-OH stretching frequencies Free -OH

form

Primary alcohols 3643 - 3630 cm-1

Secondary alcohols 3635 - 3620 cm-1

Tertiary alcohols 3620 - 3600 cm-1

Phenols 3612 - 3593 cm-1

4.2. Tahap Menentukan Kondisi Optimum Proses Pemurnian Reject Water

SWRO

Kondisi optimum proses pemurnian reject water SWRO dalam penelitian ini

dirancang menggunakan Surface Response Methodology (RSM). RSM dilakukan

dengan 2 tahap yaitu Eksperimen Tahap I dan Tahap II

4.2.1. Eksperimen Tahap I

Kode, nilai level dan variabel respon dalam tahap ini disajikan pada Tabel

4.4, sedangkan nilai respon hasil kombinasi perlakuan pada Eksperimen Tahap I

disajikan pada Tabel 4.5

Tabel 4.4. Kode dan Nilai Level Tahap Screening Experiment

Faktor Kode Level

-1 1

Jenis koagulan (var.kategori) X1 Ekstrak

MO Poliakrilamida

Dosis Koagulan (g/L), (var.kontinyu) X2 10 30

Konsentrasi NaOH (%), (var.kontinyu) X3 20 40

Konsentrasi Na2CO3 (%), (var.kontinyu) X4 10 30

G flokulasi (det-1), (var.kontinyu) X5 100-50-10 100-75-25

Respon

penurunan TDS (%) yAI

Konsentrasi NaCl (%) yBI

Page 76: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

65

Pada Tabel 4.4. menunjukkan terdapat satu faktor kategori yaitu jenis

koagulan, dan empat buah faktor rancangan kontinyu yaitu dosis koagulan,

konsentrasi NaOH, konsentrasi Na2CO3, dan G flokulasi. Pada faktor jenis

koagulan diberi kode -1 untuk koagulan ekstrak MO dan kode 1 untuk

poliakrilamida. Faktor jenis koagulan merupakan faktor kategori sehingga kode -1

dan 1 bukan merupakan level rendah atau tinggi. Sebaliknya pada faktor rancangan

kontinyu, kode -1 dan 1, menunjukkan level rendah dan tinggi. Rancangan Tahap I

ini melibatkan 5 faktor rancangan, sehingga terdapat 16 kombinasi perlakuan yang

akan dicobakan atau 32 kombinasi perlakuan (duplo). Kombinasi perlakuan yang

terpilih seperti terlihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Respon Hasil Kombinasi Tahap Screening Experiment

Run

Variabel atau Faktor Rancangan Respon

X1 X2 X3 X4 X5 =

X1* X2*X3*X4

yAI=

TDS

Removal

(%)

yBI=

Konsentrasi

NaCl

(mg/L)

1 CP 30 40 10 100-75-25 30 22740,80

2 CP 30 40 30 100-50-10 38 20433,80

3 CP 30 20 10 100-50-10 40 20763,38

4 CP 30 20 30 100-75-25 37 22081,69

5 CP 10 40 10 100-50-10 41 19609,86

6 CP 10 40 30 100-75-25 38 18950,70

7 CP 10 20 10 100-75-25 39 19115,49

8 CP 10 20 30 100-50-10 39 19445,07

9 MO 30 40 10 100-50-10 32 18456,34

10 MO 30 40 30 100-75-25 32 18785,92

11 MO 30 20 10 100-75-25 36 15160,56

12 MO 30 20 30 100-50-10 31 14666,20

13 MO 10 40 10 100-75-25 35 13347,89

14 MO 10 40 30 100-50-10 38 14666,20

15 MO 10 20 10 100-50-10 31 17961,97

16 MO 10 20 30 100-75-25 30 18456,34

17 CP 30 40 10 100-75-25 31 20598,59

18 CP 30 40 30 100-50-10 37 19445,07

19 CP 30 20 10 100-50-10 42 18456,34

20 CP 30 20 30 100-75-25 37 15984,15

21 CP 10 40 10 100-50-10 38 16643,66

22 CP 10 40 30 100-75-25 41 15819,72

23 CP 10 20 10 100-75-25 49 14297,21

Page 77: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

66

Lanjutan Tabel 4.5

Run

Variabel atau Rancangan Penelitian Respon

X1 X2 X3 X4 X5 =

X1* X2*X3*X4

yAI=

TDS

Removal

(%)

yBI=

Konsentrasi

NaCl

(mg/L)

24 CP 10 20 30 100-50-10 37 15178,48

25 MO 30 40 10 100-50-10 36 15654,93

26 MO 30 40 30 100-75-25 35 17138,03

27 MO 30 20 10 100-75-25 38 11535,21

28 MO 30 20 30 100-50-10 31 11864,79

29 MO 10 40 10 100-75-25 34 12194,37

30 MO 10 40 30 100-50-10 43 12688,73

31 MO 10 20 10 100-50-10 34 8569,01

32 MO 10 20 30 100-75-25 34 9228,17

Respon hasil perlakuan seperti yang terlihat pada Tabel 4.5, selanjutnya

dilakukan uji ANOVA untuk mengetahui pengaruh semua faktor perlakuan

terhadap respon. Pengolahan data dari Eksperimen Tahap I disajikan pada Tabel

4.6 – 4.9

4.2.1.1.Respon Penurunan TDS (yA)

Tabel 4.6. Analisis Varian Eksperimen Tahap I

(respon penurunan TDS, yA)

Factor Df Adj SS Adj MS Fvalue Pvalue

Source

Regression

5 106,625 21,3250 0,71 0,620

X5 1 8,000 8,0000 0,27 0,610

X4 1 36,125 36,1250 1,21 0,282

X3 1 12,500 12,5000 0,42 0,524

X2 1 0,000 0,0000 0,00 1,000

X1 1 50,000 50,0000 1,67 0,208

Error 26 778,250 29,9327

Lack of Fit

10

478,250

47,8250

2,55

0,046

Pure Error 16 300,000 18,7500

Total 31 884,875

Dari uji parameter regresi secara serentak (Tabel 4.6) pada semua variabel

diperoleh pvalue > 0,05 atau lebih dari derajat signifikasi α=5%, hal ini menunjukkan

bahwa variabel-variabel independen xi tidak mewakili model statistik yang ada.

Page 78: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

67

Tabel 4.7. Koefisien Regresi Eksperimen Tahap I,

(respon penurunan TDS, yA)

Factor Coef SE Coef T-value P-value VIF

Constanta 9,25 1,59 5,80 0,000

X5 -0,38 1,13 -0,33 0,746 1,00

X4 0,75 1,13 0,67 0,521 1,00

X3 -0,12 1,13 -0,11 0,914 1,00

X2 0,50 1,13 0,44 0,667 1,00

X1 3,00 2,26 1,33 0,213 1,00

Persamaan regresi:

X1 MO yA = 9,25 + 0,50 X2 - 0,12 X3 + 0,75 X4 - 0,38 X5

CP yA = 12,25 + 0,50 X2 - 0,12 X3 + 0,75 X4 - 0,38 X5

Kondisi tersebut diperkuat dengan hasil analisis varian (Tabel 4.7), yaitu pvalue

pada semua variabel lebih besar dari 0,05. Kesimpulan yang diperoleh adalah 5

variabel independen yang telah ditentukan tidak mewakili model respon penurunan

TDS, sehingga penurunan TDS tidak dapat dipergunakan sebagai respon dalam uji

RSM selanjutnya (Tahap Optimasi).

4.2.1.2.Respon konsentrasi NaCl (yB), mg/L

Tabel 4.8. Analisis Varian Eksperimen Tahap I,

(respon konsentrasi NaCl, yB)

Factor Df Adj SS Adj MS Fvalue Pvalue

Source

Regression

5 192551601 38510320 12,42 0,001

X5 1 2050803 2050803 0,66 0,435

X4 1 11201187 11201187 3,61 0,087

X3 1 29232108 29232108 9,43 0,012

X2 1 96752060 96752060 31,21 0,000

X1 1 53315444 53315444 17,20 0,002

Error 10 31003494 31003494

Total 15 223555095

Dari uji parameter regresi secara serentak (Tabel 4.8) pada semua variabel

diperoleh bahwa 3 variabel yaitu jenis koagulan, konsentrasi NaOH dan dosis

koagulan memiliki pvalue < 0,05 atau lebih rendah dari derajat signifikasi α=5%. Dua

variabel yang lain yaitu konsentrasi Na2CO3 dan G flokulasi memiliki pvalue > 0,05

atau lebih tinggi dari derajat signifikasi α=5%. Kondisi ini menunjukkan bahwa 3

variabel independen xi mewakili model, sedangkan 2 variabel yang lain tidak

mewakili model.

Page 79: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

68

Tabel 4.9. Koefisien Regresi Eksperimen Tahap I,

(respon konsentrasi NaCl, yB)

Factor Coef SE Coef T-value P-value VIF

Constanta 14744 623 23,68 0,000

X5 -358 440 -0,81 0,435 1,00

X4 837 440 1,90 0,087 1,00 X3 1352 440 3,07 0,012 1,00 X2 2459 440 5,59 0,000 1,00 X1 3651 880 4,15 0,002 1,00

Persamaan regresi:

X1 MO yB = 14744 + 2459 X2 + 1352 X3 + 837 X4 – 358 X5

CP yB = 18395 + 2459 X2 + 1352 X3 + 837 X4 – 358 X5

Kesimpulan yang diperoleh adalah terdapat 3 variabel independen yang telah

ditentukan, mempengaruhi respon konsentrasi NaCl. Konsentrasi NaCl dapat

dipergunakan sebagai respon dalam uji selanjutnya (eksperimen orde ke II).

Rumusan model baru dari eksperimen orde ke I dengan respon konsentrasi NaCl

(mg/L) adalah:

- Flokulan MO,

yB = NaCl = 14744 + 2459 X2 +1352 X3 +ε

- Flokulan CP

yB = NaCl = 18395 + 2459 X2 + 1352 X3 +ε

Dimana ε : komponen residual (error) yang bersifat random dan terdistribusi

secara identik dan saling bebas pada nilai rataan 0 dan varian σ2.

Gambar 4.6. Pengaruh variabel terhadap rata-rata % NaCl

10-1

19000

18000

17000

16000

15000

14000

10-1 10-1 10-1

X2

Mean

of

NaC

l

X3 X4 X5

Main Effects Plot for NaClFitted Means

X2 : dosis koagulan

X3 : % NaOH

X4 : % Na2CO3

X5 : G flokulasi

Page 80: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

69

Gambar 4.11 menunjukkan bahwa dosis koagulan, dan konsentrasi NaOH

memiliki pengaruh besar terhadap konsentrasi NaCl dalam filtrat. Semakin tinggi

level dosis koagulan dan konsentrasi NaOH, semakin tinggi pula % NaCl dalam

filtrat. Konsentrasi Na2CO3 dan G flokulasi masing-masing memberi pengaruh

yang kurang signifikan dan berlawanan terhadap konsentrasi NaCl dalam filtrat,

sehingga pada disain tahap optimasi, variabel G flokulasi dan konsentrasi Na2CO3

ditentukan pada level (-1).

4.2.2. Eksperimen Tahap II

Eksperimen Tahap II bertujuan untuk mengetahui lengkungan kuadrat pada

permukaan respon (Montgomery, 2001). Central Composite Design (CCD)

biasanya digunakan untuk mengestimasi model permukaan respon orde kedua..

Desain CCD pada eksperimen tahap II menggunakan tiga variabel independen

sehingga nilai rotatabilitasnya = (4)1/4 = 1,4142 ≈ 1,414. Nilai ± 1,414 termasuk

nilai yang digunakan untuk pengkodean. Penentuan kode, nilai level dan variabel

respon pada tahap optimasi disajikan pada Tabel 4.10, sedangkan disain CCD yang

akan dilakukan disajikan pada Tabel 4.11.

Tabel 4.10. Kode dan Nilai Level Eksperimen Tahap II

Faktor Kode Level

-1,414 -1 0 1 1,414

Jenis Koagulan X1 1. Cationic Polyacrilamide ( CP) 0,1%

2. Ekstrak Moringa Oleifera (MO)

Konsentrasi NaOH (%) X2 15,86 20 30 40 44,14

Dosis Koagulan (g/L) X3 5,86 10 20 30 34,14

Konsentrasi Na2CO3 (%) X4 10 mg/L

G flokulasi (det-1) X5 100-50-10

Respon: yA

NaCl dalam filtrat (mg/L)

Page 81: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

70

Tabel 4.11. Central Composite Design (CCD) Tahap Optimasi

(Koagulan Ekstrak Moringa Oleifera dan Cationic Polyacrilamide 0,1%)

RunOrder

X1

Jenis

Koagulan

X2

Konsentrasi

NaOH

X3

Dosis

Koagulan

1 1 1 -1

2 1 -1,414 0

3 2 1 1

4 2 -1 1

5 2 0 0

6 1 0 0

7 1 -1 -1

8 2 0 0

9 1 0 1,414

10 1 1,414 0

11 1 0 -1,414

12 2 -1 -1

13 2 0 0

14 2 0 0

15 1 1 1

16 2 0 0

17 1 0 0

18 1 0 0

19 1 0 0

20 2 0 1,414

21 2 1 -1

22 1 0 0

23 2 1,414 0

24 2 0 -1,414

25 1 -1 1

26 2 -1,414 0

Jumlah satuan percobaan pada Eksperimen Tahap II sebanyak 26 satuan.

Jumlah variabel pada ini lebih sedikit daripada variabel dalam Eksperimen Tahap

I, yaitu 2 variabel kontinyu dan 2 variabel kategori. Variabel kontinyu pada tahap

II ini adalah dosis koagulan dan konsentrasi NaOH dengan 5 level percobaan.

Variabel kategori adalah konsentrasi Na2CO3 (10mg/L) dan G flokulasi yaitu 100-

50-10.

Dalam Eksperimen Tahap II diharapkan menghasilkan lengkungan

(curvature) sehingga dapat dilakukan pengepasan permukaan respon. Jika

pengepasan permukaan merupakan aproksimasi yang cukup baik dari suatu fungsi

Page 82: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

71

respon, maka analisis pengepasan permukaan akan ekivalen dengan analisis sistem

yang aktual (Myers, 2002).

Tabel 4.12. Respon Hasil Kombinasi Perlakuan pada Eksperimen Tahap II

RunOrder X1 X2 X3 y’A

Jenis

Koagulan

Konsentrasi

NaOH (%)

Dosis Koagulan

(gr/L)

Konsentrasi

NaCl (mg/L)

1 MO 44,142 20 41131

2 CP 30 20 35512

3 CP 44,142 20 38050

4 MO 30 5,858 23400

5 CP 20 10 27652

6 MO 30 20 49799

7 MO 30 34,142 38544

8 CP 40 30 24817

9 MO 30 20 49025

10 CP 40 10 31639

11 MO 40 30 28459

12 CP 15,858 20 15985

13 MO 30 20 49519

14 CP 30 20 36550

15 CP 30 20 35397

16 MO 20 10 28970

17 CP 20 30 43191

18 MO 30 20 49189

19 MO 30 20 49667

20 MO 15,858 20 19445

21 CP 30 5,858 18456

22 CP 30 20 36319

23 MO 20 30 56259

24 CP 30 34,142 28129

25 CP 30 20 35907

26 MO 40 10 43356

Tabel 4.12 menunjukkan hasil pengukuran pengaruh perlakuan terhadap

respon konsentrasi NaCl (mg/L). Berdasarkan Tabel 4.12 dapat dilihat bahwa

kisaran nilai respon konsentrasi NaCl adalah 23400 – 56259 mg/L untuk ekstrak

MO dan 15985 – 43191 mg/L untuk CP.

Page 83: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

72

4.2.3. Analisa Desain EksperimenTahap II

Analisa data Tahap II adalah sebagai berikut :

1. Menganalisa residual,

2. Pengujian statistik

3. Menentukan model optimasi

4.2.3.1. Menganalisa Residual

Pengujian asumsi kenormalan residual dilakukan dengan uji Kolmorgorov

Smirnov. Hasil pengujian dengan derajat signifikansi α=0,05, dapat dilihat pada

Gambar 4.7.

Gambar 4.7. Uji Kenormalan Residual dari Model

Hipotesis statistik yang diambil adalah residual model regresi berdistribusi

normal jika Pvalue > α. Pada Gambar 4.7 menunjukkan bahwa Pvalue > 0,150 atau

lebih besar dari α (0,05), sehingga terbukti residual model regresi berdistribusi

normal. Uji kelayakan model tidak hanya dilakukan analisis kenormalan residual

saja, tetapi juga perlu analisis terhadap lack of fit model yang ada.

4.2.3.2.Pengujian Statistik

Hasil pengolahan data hasil eksperimen tahap II ditunjukkan pada Tabel 4.13

dan Tabel 4.14. Tabel 4.13 menunjukkan bahwa dengan α = 5% , faktor dosis

koagulan dan faktor jenis koagulan memberi pengaruh signifikan terhadap model,

karena diperoleh Pvalue <5%. Faktor interaksi 2 arah antara konsentrasi NaOH-dosis

koagulan dan kuadratik variabel juga memberi pengaruh signifikan terhadap model.

Prosedur uji lain yang dilakukan terhadap model adalah uji kesesuaian model

Page 84: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

73

regresi ( Lack of Fit). Hipotesis statistiknya adalah model regresi cocok (tidak

ada lack of fit) jika Pvalue > α. Tabel 4.13 menunjukkan bahwa nilai lack of fit

memiliki nilai Pvalue = 0,986 atau > derajat signifikansi α = 0,05, sehingga tidak ada

kesenjangan model.

Tabel 4.13. Hasil Pengujian ANOVA Eksperimen Tahap II

Source Df Adj SS Adj MS Fvalue Pvalue

Model 8 2090361937 261295242 4,99 0,003

Linier 3 816118513 272039504 5,19 0,010

X2 1 72564746 72564746 1,39 0,045

X3 1 197446145 197446145 3,77 0,069

X1 1 546107622 546107622 10,42 0,005

Square 2 745290377 372645189 7,11 0,006

X22 1 362639270 362639270 6,92 0,018

X32 1 478657188 478657188 9,14 0,008

2-way

interaction

3 528953047 176317682 3,37 0,043

X2 X3 1 520801665 520801665 9,94 0,006

X2 X1 1 11895 11895 0,00 0,988

X3 X1 1 8139486 8139486 0,16 0,698

Error 17 890604422 52388495

Lack of Fit 9 889186486 98798498 1,42 0,986

Pure Error 8 1417936 177242

Tabel 4.13 juga menunjukkan bahwa Fhitung model = 4,99, sedangkan Ftabel =

F(8;17;0,05) = 2,55 (Iriawan et al., 2006). Bila Fhitung > Ftabel, artinya variabel-variabel

independen berpengaruh signifikan terhadap model.

4.2.3.3.Menentukan model optimasi

Pada Tabel 4.14 juga diketahui bahwa Pvalue untuk model linier, kuadratik

(square) dan model 2-way interaction < α (0,05), maka model optimasi yang tepat

adalah model full quadratic, yaitu :

yNaCl (CP) = -91622 + 4887 [NaOH] + 5047 Dosis Koagulan - 51,1 [NaOH]2

-58,7(Dosis Koagulan)2 - 0,7[NaOH]*Dosis Koagulan

y NaCl(MO) = -85472 + 4893 [NaOH] + 5189 Dosis Koagulan - 51,1 [NaOH]2

-58,7 (Dosis Koagulan)2 - 80,7 [NaOH]*Dosis Koagulan

Page 85: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

74

Tabel 4.14. Koefisien Regresi Eksperimen Tahap II

Factor Effect Coef SE Coef T-value P-value VIF

Constanta 42689 2289 18,65 0,000

X2 4259 2130 1809 1,18 0,045 1,00

X3 7026 3513 1809 1,94 0,069 1,00

X1 -9166 -4583 1419 -3,23 0,005 1,00

X22 -10211 -5105 1940 -2,63 0,018 1,02

X32 -11731 -5865 1940 -3,02 0,008 1,02

X2 X3 -16137 -8068 2559 -3,15 0,006 1,00

X2 X1 -55 -27 1809 -0,02 0,988 1,00

X3 X1 -1426 -713 1809 -0,39 0,698 1,00

Persamaan regresi:

X1 MO y’A = -85472+ 4893 X2 + 5189 X3 – 51,1 X22 – 58,7 X3

2 – 80,7 X2 X3

CP y’A = -91622 + 4887 X2 + 5047 X3 – 51,1 X22 – 58,7 X3

2 – 0,7 X2 X3

Model Summary S 7237,99

R2 87,12 %

R2 (adj) 76,06 %

Model full quadratic seperti ditunjukkan pada Tabel 4.14 memiliki R2 sebesar

87,12%. Persamaan model optimasi kondisi perlakuan terhadap respon konsentrasi

NaCl menunjukkan bahwa respon konsentrasi NaCl akan meningkat berbanding

lurus dengan peningkatan konsentrasi NaOH dan dosis koagulan yang ditunjukkan

dengan nilai konstanta yang positif. Sebaliknya mengalami respon konsentrasi

NaCl mengalami penurunan seiring dengan peningkatan interaksi antar konsentrasi

NaOH, dosis koagulan serta interaksi antara konsentrasi NaOH dengan dosis

koagulan.

4.2.3.4. Response Surface dan Contour Plot

A. Main Effects Plot for NaCl

Main Effect Plot for NaCl menunjukkan pengaruh individual masing-masing

variabel yaitu jenis koagulan, konsentrasi NaOH dan dosis koagulan terhadap

respon konsentrasi NaCl, yang disajikan pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9.

Page 86: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

75

Gambar 4.8. Pengaruh variabel jenis koagulan terhadap rata-rata

konsentrasi NaCl (mg/L)

Pada penelitian ini, variabel jenis koagulan adalah variabel kategori. Gambar

4.8 menunjukkan bahwa jenis koagulan yang digunakan dalam perlakuan memiliki

pengaruh terhadap konsentrasi NaCl (mg/L) filtrat. Penggunaan CP menghasilkan

rata-rata konsentrasi NaCl dalam filtrat sebesar 38000mg/L. Koagulan nabati MO

menghasilkan rata-rata konsentrasi NaCl yang lebih tinggi yaitu 47000 mg/L.

Gambar 4.9. Pengaruh variabel konsentrasi NaOH dan dosis koagulan

terhadap rata-rata konsentrasi NaCl (mg/L)

Pada Gambar 4.9 terlihat bahwa perubahan konsentrasi NaOH berpengaruh

terhadap konsentrasi NaCl dalam filtrat. Grafik hubungan konsentrasi NaOH dan

dosis koagulan terhadap konsentrasi NaCl berbentuk kurva quadratik.

B. Interaction Plot for NaCl

Interaction Plot for NaCl menunjukkan pengaruh interaksi antara variabel

konsentrasi NaOH dengan dosis koagulan, yang disajikan pada Gambar 4.10.

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

CP MO

Mea

n o

f N

aCl (

mg/

L)

Jenis Koagulan

403020

45000

40000

35000

30000

25000

302010

Konsentrasi NaOH (%)

Mean

of

NaC

l (m

g/L

)

Dosis Koagulan (gr/L)

Page 87: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

76

Gambar 4.10. Interaksi konsentrasi NaOH dan dosis koagulan terhadap

rata-rata konsentrasi NaCl (mg/L)

Pada Gambar 4.10 terlihat bahwa interaksi variabel dosis koagulan dan

konsentrasi NaOH berpengaruh pada konsentrasi NaCl filtrat. Pada dosis 10 g/L,

semakin tinggi konsentrasi NaOH semakin meningkatkan konsentrasi NaCl dalam

filtrat. Dosis koagulan 20 gr/L, bertambahnya konsentrasi NaOH akan menaikkan

konsentrasi NaCl sampai pada titik tertentu, setelah itu penambahan NaOH akan

menurunkan konsentrasi NaCl filtrat. Pada dosis koagulan 30 g/L, semakin

bertambah konsentrasi NaOH konsentrasi NaCl filtrat semakin rendah.

C. Contour Plot dan Surface Plot Konsentrasi NaCl pada interaksi Dosis

Koagulan dan NaOH.

Gambar contour plot yang disajikan pada Gambar 4.11 dan Gambar 4.13,

merupakan gambar 2D yang menunjukkan data kombinasi antara variabel-variabel

yang saling mempengaruhi terhadap nilai respon konsentrasi NaCl, melalui warna-

warna yang berbeda. Semakin tinggi nilai respon akan ditunjukkan dengan warna

yang semakin gelap. Surface Plot (grafik 3 D) seperti disajikan pada Gambar 4.12

dan Gambar 4.14, merupakan bentuk permukaan dari interaksi antar variabel

terhadap nilai respon.

Page 88: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

77

Gambar 4.11. Contour plot konsentrasi NaCl hasil pemurnian reject water

SWRO menggunakan koagulan MO

Gambar 4.12. Surface plot konsentrasi NaCl hasil pemurnian reject water

SWRO menggunakan koagulan MO

Gambar 4.12 menunjukkan bahwa bentuk ilustrasi permukaan respon

konsentrasi NaCl menggunakan koagulan MO adalah maksimum, sehingga

terdapat titik tertinggi respon sebagai hasil interaksi variabel yang berpengaruh. Hal

ini terlihat juga pada Gambar 4.16, dimana area nilai respon tertinggi (> 40.000

mg/L) yang ditunjukkan dengan warna hijau tua barada di tengah grafik.

Konsentrasi NaOH (%)

Do

sis

Ko

ag

ula

n (

gr/

L)

4035302520

30

25

20

15

10

>

< 10000

10000 20000

20000 30000

30000 40000

40000

NaCl (mg/L)

Page 89: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

78

Gambar 4.13. Contour plot konsentrasi NaCl hasil pemurnian reject water

SWRO menggunakan koagulan CP

Gambar 4.14. Surface plot konsentrasi NaCl hasil pemurnian reject water

SWRO menggunakan koagulan CP

Gambar 4.14 menunjukkan bahwa bentuk ilustrasi permukaan respon

konsentrasi NaCl menggunakan koagulan CP adalah maksimum, sehingga terdapat

titik tertinggi respon sebagai hasil interaksi variabel yang berpengaruh. Hal ini

terlihat juga pada Gambar 4.14, dimana area nilai respon tertinggi (> 30.000 mg/L)

yang ditunjukkan dengan warna hijau tua barada di tengah grafik.

Konsentrasi NaOH (%)

Do

sis

Ko

ag

ula

n (

gr/

L)

4035302520

30

25

20

15

10

>

< 0

0 10000

10000 20000

20000 30000

30000

NaCl (mg/L)

Page 90: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

79

Pada Gambar 4.11 dan 4.13, terlihat bahwa area nilai respon konsentrasi NaCl

tertinggi (ditunjukkan dengan warna hijau tua) menggunakan ekstrak MO lebih

tinggi dibanding CP.

4.2.3.5.Response Optimization konsentrasi NaCl dalam pemurnian reject water

SWRO

Berdasarkan model matematika respon, dilakukan optimasi untuk

mendapatkan respon yang sesuai dengan yang diinginkan (desirability). Kisaran

nilai desirability adalah 0-1. Nilai desirability semakin mendekati 1,0 menunjukkan

kemampuan model untuk menghasilkan produk yang dikehendaki semakin

sempurna. Tabel 4.15 menyajikan hasil optimasi respon konsentrasi NaCl sesuai

model matematika yang telah dibuat.

Tabel 4.15. Hasil response optimization konsentrasi NaCl

Parameters

Response

Goal Lower Target Upper Weight Importance

NaCl Maximum 15984,5 56258,9 1 1

Multiple Response Prediction:

Variable : [NaOH] 28,7144 %

Dosis Koagulan 24,4283 gr/L

Jenis Koagulan Moringa oleifera

Gambar 4.15 Desirability function pemurnian reject water SWRO

Page 91: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

80

Gambar 4.15 menunjukkan bahwa model pengendapan selektif pemurnian

reject water SWRO memiliki nilai desirability sebesar 0,79718, dan memiliki titik

optimum untuk menghasilkan konsentrasi NaCl tertinggi (48090mg/L) yaitu pada

konsentrasi NaOH 28,714%, dosis koagulan 24,4283 gr/L dan menggunakan

koagulan Moringa oleifera. Menurut Raissi et al. (2009), tujuan optimasi bukan

untuk memperoleh nilai desirability 1,0, namun untuk mencari kondisi terbaik yang

mempertemukan semua fungsi tujuan, sehingga dapat meminimumkan usaha yang

diperlukan atau biaya operasional dan memaksimumkan yang diinginkan.

4.3. Karateristik Ion, dan konsentrasi NaCl Hasil Perlakuan.

Reaksi pengendapan selektif pemurnian reject water SWRO yang terjadi

dalam penelitian ini meliputi reaksi pengendapan hidroksida dan pengendapan

karbonat, dengan reaksi sebagai berikut:

Ca(HCO3)2 + 2 NaOH CaCO3(s) + 2 Na+ + 2 H2O + CO32- .............(4.1)

CaSO4 + Na2CO3 CaCO3(s) + 2 Na+ + SO42- (4.2)

MgCl2 + 2 NaOH Mg(OH)2(s) + 2 Na+ + 2 Cl-..................................(4.3)

MgSO4 + 2 NaOH Mg(OH)2(s) + 2 Na+ + SO42-................................(4.4)

KCl + NaOH KOH(s) + Na+ + Cl-.......................................................(4.5)

BaCl2 + Na2SO4 BaSO4 (s) + 2 Na+ + 2 Cl- .................................... ....(4.6)

Pengendapan CaCO3 dan Mg(OH)2 sangat tergantung pada pH air. PH

optimum pengendapan CaCO3 sekitar 9-9,5, sedangkan Mg(OH)2 sekitar pH 11

(Reig et al., 2014). Sehingga penambahan dosis NaOH sangat penting dalam proses

penurunan ion-ion impurities.

Reaksi pengendapan ion SO42- dalam senyawa Na2SO4 menggunakan BaCl2

tidak dilakukan karena ion SO42- akan dihilangkan menggunakan proses anion

exchange. Demikian juga dengan proses pengendapan ion Ba2+ dalam BaCl2 tidak

diukur karena konsentrasinya dalam reject water SWRO sangat kecil, hanya <

0,0111 mg/L. Filtrat yang diperoleh dilakukan pemeriksaan pH, jumlah padatan

terlarut, konsentrasi ion yaitu Na+, K+, Mg2+, Ca2+, Cl-, SO42-, serta jumlah

padatan/sludge yang terbentuk. Hasil pemeriksaan pada beberapa kombinasi

variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.16.

Page 92: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

81

Tabel 4.16. Karateristik Filtrat Hasil Perlakuan pada Eksperimen Tahap I

Run Faktor Rancangan Respon (y')

Jenis Dosis Kons. Kons. G TDS pH

Koagulan Kogulan NaOH Na2CO3 Flokulasi Akhir

(g/L) (%) (%) (1/det) (mg/L)

1 CP 30 40 30 100-75-25 33.600 10,2

2 CP 30 40 10 100-50-10 29.500 9,8

3 CP 30 20 30 100-50-10 24.800 9,7

4 CP 30 20 10 100-75-25 29.900 9,8

5 CP 10 40 30 100-50-10 28.000 9,9

6 CP 10 40 10 100-75-25 29.800 10,1

7 CP 10 20 30 100-75-25 30.600 10,1

8 CP 10 20 10 100-50-10 29.200 9,8

9 MO 30 40 30 100-50-10 32.400 6,7

10 MO 30 40 10 100-75-25 32.600 6,5

11 MO 30 20 30 100-75-25 30.500 6,6

12 MO 30 20 10 100-50-10 32.900 6,7

13 MO 10 40 30 100-75-25 31.000 7

14 MO 10 40 10 100-50-10 29.500 7,1

15 MO 10 20 30 100-50-10 32.800 7,2

16 MO 10 20 10 100-75-25 33.600 7,1

17 CP 30 40 30 100-75-25 32.928 9,9

18 CP 30 40 10 100-50-10 30.100 9,8

19 CP 30 20 30 100-50-10 23.500 9,7

20 CP 30 20 10 100-75-25 30.200 9,8

21 CP 10 40 30 100-50-10 29.700 9,8

22 CP 10 40 10 100-75-25 28.100 9,9

23 CP 10 20 30 100-75-25 24.150 10,1

24 CP 10 20 10 100-50-10 30.100 9,8

25 MO 30 40 30 100-50-10 30.700 6,7

26 MO 30 40 10 100-75-25 30.900 6,5

27 MO 30 20 30 100-75-25 29.800 6,6

28 MO 30 20 10 100-50-10 33.100 6,6

29 MO 10 40 30 100-75-25 31.500 7

30 MO 10 40 10 100-50-10 27.200 7

31 MO 10 20 30 100-50-10 31.700 7,2

32 MO 10 20 10 100-75-25 31.500 7,2

Tabel 4.16 menunjukkan perbedaan mencolok pada kualitas filtrat yang dihasilkan

dari perlakuan penelitian adalah pH akhir filtrat. Penggunaan ekstrak MO menghasilkan

pH sedikit asam yaitu sekitar 6,5 – 7,2, sedangkan pH akhir filtrat dari penggunaan CP

0,1% bersifat basa yaitu sekitar 9,7 – 10,2. Kondisi pH akhir filtrat yang sedikit asam

mempengaruhi tingkat presipitasi kation dalam proses pemurnian reject water SWRO.

Page 93: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

82

Konsentrasi kation yang terukur dalam filtrat hasil flokulasi dengan ekstrak MO lebih

tinggi dibandingkan hasil flokulasi dengan CP. Hasil pengukuran karateristik filtrat

eksperimen Tahap II dapat dilihat pada Tabel 4.17.

Seperti hasil Eksperimen Tahap I, Tahap II ini juga menunjukkan perbedaan

mencolok pada kualitas filtrat hasil dari perlakuan penelitian yaitu pH akhir filtrat.

Penggunaan ekstrak MO menghasilkan pH netral yaitu sekitar 7-8, sedangkan pH akhir

filtrat dari penggunaan CP 0,1% bersifat basa yaitu sekitar 9-11. Kondisi pH akhir filtrat

mempengaruhi tingkat presipitasi kation dalam proses pemurnian reject water SWRO.

Konsentrasi kation yang terukur dalam filtrat hasil flokulasi dengan ekstrak MO lebih

tinggi dibandingkan hasil flokulasi dengan CP.

Page 94: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

83

Tabel 4.17. Karateristik Filtrat Hasil Eksperimen Tahap II

No Jenis

Koagulan

NaOH

(%)

Dosis

Koagulan

(g/L)

TDS

Akhir

(mg/L)

NaCl

(mg/L) pH

Respon (y’)

Kandungan Ion dalam Filtrat (mg/L)

Na+ Cl- K+ Mg2+ Ca2+ SO42- CO3

2-

1 CP 40 10 34759 31639 11 14.020,0 19.200,0 209,3 295,7 23,06 939,0 16,3

2 CP 30 20 38748 35512 11 13.460,0 21.550,0 213,7 240,5 21,69 1.128,0 17,0

3 CP 20 30 46937 43191 10 16.020,0 26.210,0 217,3 260,4 20,93 1.450,0 10,0

4 CP 40 30 26837 24817 10 9.270,0 15.060,0 121,4 159,2 11,90 705,0 7,1

5 CP 30 20 39801 36550 10 13.570,0 22.180,0 215,1 238,6 21,74 1.139,0 17,2

6 CP 30 20 38621 35397 10 13.410,0 21.480,0 214,6 240,6 21,60 1.121,0 17,2

7 CP 15,86 20 18320 15985 9 7.600,0 9.700,0 128,2 176,2 14,84 831,0 9,2

8 CP 30 5,86 21006 18456 11 11.200,0 11.300,0 151,1 203,7 14,24 920,0 10,5

9 CP 30 20 39562 36319 11 13.610,0 22.040,0 214,6 239,2 21,64 1.135,0 17,3

10 CP 30 34,14 31805 28129 10 16.400,0 17.070,0 205,6 298,3 21,63 1.340,0 14,0

11 CP 20 10 30648 27652 10 12.290,0 16.780,0 192,0 281,1 22,05 915,0 15,0

12 CP 44,14 20 41047 38050 11 11.750,0 23.090,0 220,2 255,3 22,05 929,0 12,1

13 CP 30 20 39138 35907 11 13.650,0 21.790,0 214,8 237,7 21,58 1.130,0 17,3

14 MO 40 10 47096 43356 8 19.350,0 26.310,0 217,3 310,2 24,41 1.009,0 17,9

15 MO 30 20 53389 49799 8 16.210,0 30.220,0 201,0 275,4 21,06 1.335,0 18,4

16 MO 20 30 59786 56259 7 20.150,0 34.140,0 227,3 282,4 23,00 1.220,0 16,5

17 MO 40 30 30870 28459 7 12.770,0 17.270,0 126,6 209,2 12,94 865,0 11,0

18 MO 30 20 52621 49025 8 16.330,0 29.750,0 205,3 276,4 21,32 1.329,0 19,0

19 MO 30 20 53197 49519 8 16.410,0 30.050,0 209,3 281,2 21,77 1.364,0 19,3

20 MO 15,86 20 22146 19445 7 11.800,0 10.100,0 140,4 190,1 16,41 1.015,0 12,0

21 MO 30 5,86 26176 23400 8 13.000,0 14.200,0 162,7 221,3 14,95 1.020,0 11,2

22 MO 30 20 52778 49189 8 16.450,0 29.850,0 207,4 271,4 21,56 1.325,0 19,4

23 MO 30 34,14 42503 38544 7 20.070,0 23.390,0 237,2 305,3 22,83 1.480,0 16,8

Page 95: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

84

No Jenis

Koagulan

NaOH

(%)

Dosis

Koagulan

(g/L)

TDS

Akhir

(mg/L)

NaCl

(mg/L) pH

Respon (y’)

Kandungan Ion dalam Filtrat (mg/L)

Na+ Cl- K+ Mg2+ Ca2+ SO42- CO3

2-

24 MO 20 10 32124 28970 8 13.090,0 17.580,0 198,2 269,4 23,57 1.007,0 17,0

25 MO 44,14 20 44726 41131 8 16.780,0 24.960,0 245,5 270,5 24,82 1.234,0 14,9

26 MO 30 20 53302 49667 8 16.580,0 30.140,0 209,2 285,0 21,68 1.330,0 19,5

Page 96: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

85

Grafik perbandingan konsentrasi kation dalam filtrat dapat dilihat pada Gambar 4.16

sampai Gambar 4.24.

Gambar 4.16. Konsentrasi ion K+ (mg/L) filtrat pemurnian reject water SWRO

Ion K+ yang terdapat dalam filtrat merupakan hasil reaksi:

KCl + NaOH KOH(s) + Na+ + Cl-

Berdasarkan satuan percobaan yang telah ditentukan, konsentrasi KOH dalam filtrat bila

menggunakan koagulan CP sekitar 184,1 – 316,1 mg/L. Konsentrasi KOH bila

menggunakan koagulan MO sekitar 181,8 – 352,4 mg/L (Tabel 4.17). Selisih konsentrasi

ion K+ dalam filtrat antara koagulan CP dengan MO sekitar 3-12%.

Gambar 4.17.Persentase Penurunan Konsentrasi ion K+

pemurnian reject water SWRO

-

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Ko

nse

ntr

asi I

on

K+

(mg/

L)

Satuan Percobaan, y'i

Poliakrilamida 0,1% M.Oleifera

85

86

87

88

89

90

91

92

93

94

95

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

% P

enu

run

an io

n K

+

Satuan Percobaan, y'i

Poliakrilamida 0,1% M.Oleifera

Page 97: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

86

Pada Gambar 4.17, terlihat bahwa grafik persentase penurunan ion K+

menggunakan MO dan CP saling berhimpitan. Penurunan ion K+ menggunakan CP 0,1%

berkisar 89-94%, sedangkan menggunakan koagulan MO juga antara 89 – 94%. Selisih

perbedaan persentase penurunan ion K+ pada setiap satuan percobaan sebesar 0,31 – 0,98%

atau kurang dari 1%.

Untuk melihat apakah persentase penurunan ion K+ pada setiap satuan percobaan

antara koagulan CP dengan ekstrak MO secara statistik tidak memiliki perbedaan, perlu

dilakukan analisa homogenitas dua varian dengan membuat perbandingan standard deviasi

setiap perlakuan CP dan MO. Ho statistik tercapai apabila ratio σ CP dibagi σ MO adalah

1, yang artinya tidak ada perbedaan antara persentase penurunan ion K+ pada kedua

koagulan. Apabila ratio antara σ CP dibanding σ MO tidak sama dengan 1, maka secara

statistik terdapat perbedaan antara persentase penurunan ion K+ menggunakan CP dengan

ekstrak MO. Grafik perbandingan varian persentase penurunan ion K+ dengan dengan 2

jenis koagulan disajikan dalam Gambar 4.18.

Pada Gambar 4.18, terlihat bahwa hasil uji homogenitas dua varian menghasilkan

F test hasil pengamatan sebesar 0,988. Dalam tabel distribusi F, nilai F(5%, 12,12) adalah 2,69.

Nilai F tabel masih berada diatas nilai statistik F hasil pengamatan.

Gambar 4.18. Perbandingan varian persentase penurunan ion K+

dengan 2 jenis koagulan

Kesimpulan hasil uji homogenitas dua varian adalah varian persentase penurunan

ion K+ dengan koagulan CP dan ekstrak MO secara statistik tidak berbeda. Hasil tersebut

Page 98: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

87

menunjukkan bahwa koagulan alami ekstrak MO memiliki kemampuan koagulasi yang

hampir sama dengan koagulan sintetis CP.

Gambar 4.19. Konsentrasi ion Ca2+ (mg/L) ) filtrat pemurnian reject water SWRO

Ion Ca2+ yang terdapat dalam filtrat berbentuk senyawa CaCO3 yang merupakan hasil

reaksi: CaSO4 + Na2CO3 CaCO3 + 2 Na2SO4

Berdasarkan satuan percobaan yang telah ditentukan, konsentrasi CaCO3 dalam filtrat bila

menggunakan koagulan CP sekitar 30,95-56,14 mg/L. Konsentrasi CaCO3 bila

menggunakan koagulan MO sekitar 32,99-63,30 mg/L. Selisih konsentrasi ion Ca2+ dalam

filtrat antara koagulan CP dengan MO sekitar 0,44-10%.

Gambar 4.20. Persentase Penurunan Konsentrasi ion Ca2+

pemurnian reject water SWRO

Pada Gambar 4.20, grafik persentase penurunan konsentrasi ion Ca2+ menggunakan

koagulan alami MO dan koagulan sintetis CP terlihat saling berhimpitan. Penurunan ion

-

05

10

15

20

25

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Ko

nse

ntr

asi i

on

(m

g/L)

Satuan Percobaan, y'iPoliakrilamida 0,1% M. Oleifera

95

96

96

97

97

98

98

99

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

% P

en

uru

nan

ion

Ca(

2+)

Satuan Percobaan, y'i

Poliakrilamida 0,1% M. Oleifera

Page 99: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

88

Ca2+ menggunakan CP 0,1% berkisar 97 - 98%, sedangkan menggunakan koagulan MO

juga antara 96 - 98%. Selisih perbedaan persentase penurunan konsentrasi ion Ca2+ pada

setiap satuan percobaan sebesar 0,05 – 0,69% atau kurang dari 1%.

Untuk melihat apakah persentase penurunan ion Ca2+ pada setiap satuan percobaan

dengan koagulan CP dan ekstrak MO secara statistik adalah sama, perlu dilakukan analisa

homogenitas dua varian dengan membuat perbandingan standard deviasi persentase

penurunan ion Ca2+ pada 2 jenis koagulan disajikan dalam Gambar 4.21.

Pada Gambar 4.21, terlihat bahwa hasil uji homogenitas dua varian menghasilkan

F test hasil pengamatan sebesar 0,968. Dalam tabel distribusi F, nilai F(5%, 12,12) adalah 2,69.

Nilai F tabel masih berada diatas nilai statistik F hasil pengamatan.

Gambar 4.21. Perbandingan varian persentase penurunan ion Ca2+

dengan 2 jenis koagulan

Hasil uji homogenitas dua varian menunjukkan bahwa persentase penurunan ion

Ca2+ dengan koagulan CP dan ekstrak MO secara statistik tidak berbeda. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa koagulan alami ekstrak MO memiliki kemampuan koagulasi yang

hampir sama dengan koagulan sintetis CP.

Page 100: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

89

Gambar 4.22. Konsentrasi ion Mg2+ (mg/L) dalam filtrat

pemurnian reject water SWRO

Ion Mg2+ yang terdapat dalam filtrat berbentuk senyawa Mg(OH)2 yang merupakan

hasil reaksi:

MgSO4 + 2 NaOH Mg(OH)2 + Na2SO4

MgCl2 + 2 NaOH Mg(OH)2 + 2NaCl.

Berdasarkan satuan percobaan yang telah ditentukan, konsentrasi Mg(OH)2 dalam

filtrat bila menggunakan koagulan CP sekitar 382,0 – 715,55mg/L. Konsentrasi Mg(OH)2

bila menggunakan koagulan MO sekitar 456,06 – 1178,4 mg/L. Selisih konsentrasi ion

Mg2+ dalam filtrat antara koagulan CP dengan MO sekitar 2-11%.

Gambar 4.23. Persentase Penurunan Konsentrasi ion Mg2+

pemurnian reject water SWRO

-

50

100

150

200

250

300

350

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Ko

nse

ntr

asi I

on

, (m

g/L)

Satuan percobaan, i

Poliakrilamida M.Oleifera

70

72

74

76

78

80

82

84

86

88

90

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

% P

en

uru

nan

Ion

Mg(

2+)

Satuan Percobaan, y'i

Poliakrilamida 0,1% M. Oleifera

Page 101: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

90

Penurunan konsentrasi ion Mg2+ menggunakan CP 0,1% berkisar 77 - 88%,

sedangkan menggunakan koagulan MO sebesar 76 - 85%, seperti disajikan pada Gambar

4.23. Selisih perbedaan persentase penurunan konsentrasi ion Mg2+ pada setiap satuan

percobaan sebesar 0,9 – 3,83%.

Untuk melihat apakah persentase penurunan ion Mg2+ pada setiap satuan percobaan

dengan koagulan CP dan ekstrak MO secara statistik adalah sama, perlu dilakukan uji

homogenitas dua varian dengan membuat perbandingan standard deviasi persentase

penurunan ion Mg2+ pada 2 jenis koagulan, seperti disajikan dalam Gambar 4.24.

Pada Gambar 4.24, terlihat bahwa hasil uji homogenitas dua varian menghasilkan

F test hasil pengamatan sebesar 0,668 . Dalam tabel distribusi F, nilai F(5%, 12,12) adalah 2,69.

Nilai F tabel masih berada diatas nilai statistik F hasil pengamatan

Gambar 4.24. Perbandingan varian persentase penurunan ion Mg2+

dengan 2 jenis koagulan

Hasil uji homogenitas dua varian menunjukkan bahwa persentase penurunan ion

Mg2+ dengan koagulan CP dan ekstrak MO secara statistik tidak berbeda. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa koagulan alami ekstrak MO memiliki kemampuan koagulasi yang

hampir sama dengan koagulan sintetis CP.

Page 102: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

91

Gambar 4.25. Konsentrasi ion SO42- (mg/L) filtrat pemurnian reject water SWRO

Ion SO42- yang terdapat dalam filtrat berbentuk senyawa Na2SO4. Konsentrasi

Na2SO4 dalam filtrat bila menggunakan koagulan CP sekitar 1042 – 2144,36 mg/L.

Konsentrasi Na2SO4 bila menggunakan koagulan MO sekitar 1279,22 - 2188,72 mg/L.

(Tabel 4.18). Selisih konsentrasi ion SO42+ dalam filtrat antara koagulan CP dengan MO

sekitar 6-18%.

Gambar 4.26. Persentase Penurunan Konsentrasi ion SO4 2- pemurnian

reject water SWRO

Persentase penurunan konsentrasi ion SO42- menggunakan CP 0,1% berkisar 77 -

89%, sedangkan menggunakan koagulan MO sebesar 76 - 86%, seperti disajikan pada

Gambar 4.26. Selisih perbedaan persentase penurunan konsentrasi ion SO42- pada setiap

satuan percobaan sebesar 1,12 – 4,86%. Hasil uji homogenitas dua varian menghasilkan F

test hasil pengamatan sebesar 0,773. Dalam tabel distribusi F, nilai F(5%, 12,12) adalah 2,69 (

Gambar 4. 27). Nilai F tabel masih berada diatas nilai statistik F hasil pengamatan.

Kesimpulan hasil uji adalah varian persentase penurunan ion SO42- dengan koagulan CP

-

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Ko

nse

ntr

ai Io

nSO

4 (

2-)

, mg/

L

Satuan Percobaan, iPoliakrilamida 0,1% M. Oleifera

70

72

74

76

78

80

82

84

86

88

90

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

% P

en

uru

nan

Ko

nsn

etr

asi i

on

SO

4(2

-)

Satuan Percobaan, y'iPoliakrilamida 0,1% M. Oleifera

Page 103: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

92

dan ekstrak MO secara statistik tidak berbeda. Hasil tersebut menunjukkan bahwa koagulan

alami ekstrak MO memiliki kemampuan koagulasi yang hampir sama dengan koagulan

sintetis CP

Gambar 4.27. Perbandingan varian persentase penurunan ion SO42-

dengan 2 jenis koagulan

Gambar 4.17, 4.19, 4.21 dan Gambar 4.23, terlihat bahwa grafik persentase

penurunan kation impurities (Ca2+, Mg2+, dan K+) dan anion SO42- menggunakan koagulan

MO dan CP terlihat berimpit. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa gugus aktif koagulasi

MO memiliki kemampuan yang sama dengan CP 0,1% dalam menurunkan kation golongan

I dan II. Pada keempat gambar tersebut juga nampak bahwa prosentase penurunan tertinggi

kation impurities diperolah pada satuan percobaan ke 4, yaitu pada konsentrasi NaOH 40%,

konsentrasi Na2CO3 10%, dosis koagulan 30 g/L dan G flokulasi 100-50-10 (det-1). Kondisi

disebabkan karena pH larutan pada saat fast mixing (atau segera setelah penambahan

presipitan) berubah menjadi 12, yang merupakan pH pengendapan ion-ion logam (de Paula

et al. 2018). Dosis koagulan yang ditambahkan, baik CP maupun MO cukup efektif untuk

membentuk flok dari partikel padatan yang terbentuk dari reaksi dengan NaOH dan

Na2CO3 (Couto, H.L.G., 2006).

Page 104: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

93

Gambar 4.28. Konsentrasi NaCl (mg/L) filtrat pemurnian reject water SWRO

Pada Gambar 4.28 terlihat konsentrasi NaCl dalam filtrat proses pemurnian

menggunakan koagulan MO sebesar 26.000 – 51.251 mg/L, lebih tinggi dibanding

menggunakan CP 0,1% yaitu sebesar 23.600 – 41.700 mg/L. Senyawa NaCl dalam filtrat

pemurnian reject water SWRO, merupakan hasil reaksi MgCl2, dan KCl dengan NaOH,

serta NaCl awal yang terdapat dalam air baku reject water SWRO.

4.4. Validasi Titik Optimum Response dan Laju Perubahan TDS Proses Pemurnian

Reject Water SWRO

4.4.1. Validasi Titik Optimum Respon

Analisa RSM menghasilkan model pengendapan selektif pemurnian reject water

SWRO dengan titik optimum perlakuan adalah konsentrasi NaOH 28,714%, dosis

koagulan 24,4283 gr/L dan menggunakan koagulan ekstrak Moringa oleifera. Pada titik

optimum tersebut menghasilkan konsentrasi NaCl tertinggi (fit predicted 48090 ± 2775

mg/L). Uji validasi titik optimum dilakukan sebanyak 3 kali, dan hasil analisa ionnya

disajikan pada Tabel 4.18

Tabel 4.18. Hasil analisa ion filtrat NaCl pada kondisi optimum

proses pemurnian reject water SWRO

Konsentrasi sisa ion, pH dan NaCl dalam filtrat

Validasi 1 Validasi 2 Validasi 3

Na+ , mg/L 20124 20500 20119

Cl- , mg/L 30112 30250 29520

K+ , mg/L 200,05 187,6 157,23

0

10000

20000

30000

40000

50000

60000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Ko

sen

tras

i, (m

g/L)

Satuan Percobaan, y'i

Poliakrilamida 0,1% M. Oleifera

Page 105: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

94

Lanjutan Tabel 4.18.

Konsentrasi sisa ion, pH dan NaCl dalam filtrat

Validasi 1 Validasi 2 Validasi 3

Mg2+ , mg/L 274,32 234,53 212,34

Ca2+ , mg/L 20,55 19,4 17,4

SO42- , mg/L 1324 1213 1205

CO32- , mg/L 18,12 16,12 15,66

pH 7,5 7,5 7,6

NaCl, mg/L 49621 49848 48646

Hasil uji validasi titik optimum permurnian reject water SWRO seperti terlihat pada

Tabel 4.18, menunjukkan bahwa konsentrasi NaCl filtrat adalah 49621, 49848 dan 48646

mg/L atau rata-rata sebesar 49371 mg/L. Konsentrasi NaCl tersebut sesuai dengan fit

predicted dari model yaitu 48090 ± 2775 mg/L.

Tabel 4.19. Hasil analisa ion endapan proses pemurnian reject water SWRO

pada kondisi optimum

Konsentrasi ion dalam sludge

Validasi 1 Vaidasi 2 Validasi 3

Berat endapan (gram) 5,3118 5,3433 4,9013

Na+, (mg/L) 16,3 17,8 15,1

K+, (mg/L) 198,8 202,5 180,0

Mg2+, (mg/L) 283,2 287,4 270,9

Ca2+, (mg/L) 250,3 254,2 193,5

SO42-, (mg/L) 1825 1870 1590

CO32-, (mg/L) 15 17,6 13,5

Cl-, (mg/L) 15,7 16,2 14,0

Pada Tabel 4.19 terlihat bahwa sludge (lumpur) hasil penyaringan mengandung

senyawa CaCO3, MgSO4, CaSO4, Na2SO4 dan KCl, serta zat organik. Sludge organik ini

dapat dipakai sebagai campuran dalam pupuk kompos.

4.4.2. Perubahan pH pada Titik Optimum Respon

Pengukuran pH dilakukan selama proses pengendapan pada titik optimum hasil

analisa RSM yaitu konsentrasi NaOH 28,714%, dosis koagulan 24,4283 gr/L, konsentrasi

Na2CO3 10% , G flokulasi 100-50-10, dan menggunakan koagulan ekstrak Moringa

oleifera. Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel 4.20.

Page 106: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

95

Tabel 4.20. Nilai pH perwaktu proses pengendapan pada

pH waktu (menit)

10,02 5

9,88 10

9,74 15

9,68 20

9,59 30

9,44 40

9,39 50

9,22 60

9,07 70

8,84 80

8,66 90

8,49 100

8,24 110

8,04 120

7,60 130

7,53 140

7,51 150

7,51 160

7,50 170

7,50 180

7,50 190

Hubungan pH terhadap waktu proses pengendapan sesuai dengan hasil pada Tabel

4.20, diperoleh persamaan logaritmik sebagai berikut:

pH = y = - 0,832 ln(t) + 12,079 , dengan nilai R2 = 83,08%

dimana t = waktu pengendapan (menit)

Gambar 4.29. Perubahan pH selama 200 menit proses pengendapan

0

2

4

6

8

10

12

0 50 100 150 200

pH

laru

tan

NaC

l

t, menit

Page 107: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

96

Untuk mengetahui perubahan pH apabila proses pengendapan dilanjutkan sampai 24 jam

(1440 menit) maka dilakukan extrapolasi terhadap persamaan y = - 0,832 ln(t) + 12,079,

dan diperoleh pH akhir larutan NaCl adalah 6 (Gambar 4.30).

Gambar 4.30. Perubahan pH selama t, waktu 24 jam pengendapan

4.5.Efek koagulan ekstrak Moringa oleifera (MO) terhadap pH, dan konsentrasi ion

logam

Beberapa penelitian ilmiah menunjukkan bahwa MO dapat berfungsi sebagai

koagulan karena mengandung protein larut dalam air dengan molekul rendah (Fayos, et al.,

2010). Protein akan bermuatan positif saat dilarutkan dalam air. Protein akan bertindak

sebagai bahan sintetis bermuatan positif (Broin, et al., 2002) dan dapat digunakan sebagai

koagulan polimer sintetis.

Menurut Ghebremichael et al.,(2005); Oladoja, (2015) ; Kumar et al. (2017), biji

Moringa oleifera memiliki komponen aktif yang dilaporkan sebagai protein kationik

terlarut dan senyawa peptida dengan berat molekul antara 6 – 16 kDa, serta nilai pH

isoelektrik sekitar 9-10. Ekstrak Moringa oleifera dalam larutan garam memiliki polimer

alam yang mengandung banyak gugus fungsi bermuatan yang berada dalam rantai

makromolekul polisakarida dan asam amino seperti –OH, -COOH, dan –NH.

Secara umum, proses koagulasi polimer alam berlangsung dalam empat tahap, yaitu

mekanisme bridging, netralisasi muatan, double layer compression, dan mekanisme sweep-

floc (Yang et al., 2016). Sulit untuk menentukan mekanisme mana yang terjadi terlebih

dahulu karena keempat mekanisme tersebut dapat terjadi secara simultan (De Paula, et al.,

2014).

0

2

4

6

8

10

12

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600

pH

laru

tan

NaC

l

t, menit

Page 108: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

97

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa koagulan ekstrak Moringa oleifera secara

signifikan dapat menurunkan kandungan impurities kation anion bervalensi dua seperti

Ca2+, Mg2+ dan SO42-. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pavankumar

et al. (2014), yang menyatakan bahwa ekstrak Moringa oleifera (dengan pelarut garam)

memiliki aktivitas koagulasi tinggi dalam larutan yang mengandung MgCl2, CaCl2 dan

BaCl2, tetapi aktivitas rendah dalam larutan NaCl dan NH4Cl. Hal ini menunjukkan bahwa

aktivitas koagulasi dipengaruhi oleh spesies kationik dalam larutan yaitu Mg2+, Ca2+ dan

Ba2+ , dan bukan anionik spesies (Cl-). Komponen gugus aktif koagulasi ekstrak moringa

diasumsikan membentuk struktur jaring (net) yang akan menangkap partikel tersuspensi

dengan mekanisme sweep , seperti terlihat pada Gambar 4.31

Gambar 4.31. Mekanisme koagulasi ekstrak Moringa oleifera dalam larutan garam

(Okuda et al.,1999; Okuda et al.,2001)

Tingkat keasaman (pH) larutan merupakan faktor penting yang mempengaruhi proses

koagulasi. PI (pH isoelectric) untuk masing-masing koagulan berbeda-beda. PI adalah nilai

pH dimana protein memiliki jumlah muatan negatif yang sama dengan jumlah muatan

positifnya, atau dengan kata lain bermuatan netral. PI ekstrak MO (dengan pelarut garam)

adalah 9-10 (Hendrawati et al., 2016). Hasil pemeriksaan spektral ekstrak MO (Gambar

4.4) menunjukkan bahwa terdapat gugus amida (-NH dan –C=O) yang bersifat

polielektrolit bermuatan positif dan gugus hidroksil- yang bersifat polielektrolit negatif.

Pada saat pH larutan lebih tinggi dibanding PI maka polielektrolit bersifat negatif yang

aktif, sehingga cenderung untuk mengikat kation bivalen yang ada dalam larutan dan terjadi

netralisasi muatan. Kation bivalen dianggap telah teradsorpsi secara elektrikal ke gugus

aktif bermuatan negatif dan membentuk materi yang tidak larut dengan struktur seperti net.

Sedangkan, kation monovalen tidak dapat tersambung karena hanya memiliki satu valensi.

Kation monovalen dapat terperangkap dalam struktur net yang terbentuk antara

makromolekul bermuatan dengan kation bivalen.

Page 109: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

98

Sebaliknya apabila pH larutan lebih rendah dibanding PI maka polielektrolit bersifat

positif, sehingga dapat mengikat anion bervalensi dua. Hal ini didukung oleh fakta bahwa

perlakuan tanpa koagulan (baik MO dan CP), logam hidroksida yang terbentuk karena

penambahan NaOH dan Na2CO3 bersifat stabil dan tidak dapat mengendap. Endapan logam

akan lebih stabil jika pH air di atas 10,5 (Jiang, 2015). Penurunan pH larutan yang awalnya

lebih dari 10 menjadi 7 – 8, dapat terjadi karena muatan positif yang ada dalam gugus aktif

terlepas ke dalam larutan.

Gambar 4.32. Gugus Amida dalam ekstrak MO

4.6. Potensi ekonomi Pemurnian reject water SWRO

Sebagian besar air laut yang digunakan sebagai air umpan pada fasilitas desalinasi

pembangkit listrik mengandung 30.000 – 45.000 mg/L TDS. Membran SWRO digunakan

untuk mengolah air dengan rentang TDS 10.000 – 60.000 mg/L. Selain membran SWRO,

fasilitas desalinasi umumnya juga menggunakan membran Brackish Water Reverse

Osmosis (BWRO) dengan kisaran 1000 – 10.000 mg/L. Saat ini, membran SWRO memiliki

kemampuan salt rejection lebih besar dari 99%. Pada beberapa jenis mebran SWRO, ketika

dioperasikan dibawah kondisi uji standard yaitu 32.000 mg/L NaCl, 5,5 Mpa, 25oC, pH 8,

dengan 8% recovery, dapat mencapai 99,7 – 99,8% salt rejection (Greenlee et al., 2009).

Membran SWRO mampu melakukan salt rejection yang maksimum, sehingga

memiliki flux permeat water yang rendah karena trade-off antara selektivitas membran

(penolakan garam) dan permeabilitas membran (permeat flux). Rasio flux recovery

membran SWRO adalah 30% (permeat) dibanding 70% (rejected). Sebaliknya membran

BWRO memiliki flux permeat water yang lebih tinggi, salt rejection yang lebih rendah,

dan memerlukan tekanan operasi yang lebih rendah. Rasio flux recovery membran BWRO

adalah 50% (permeat) dibanding 50% (rejected). Pada instalasi desalinasi air laut, kedua

jenis membran RO tersebut digunakan secara berturutan, membran BWRO digunakan

setelah SWRO (Löwenberg et al. 2015; Sadrzadeh & Mohammadi 2008; Höpner &

Lattemann 2003).

Page 110: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

99

Pada Gambar 4.33, terlihat bahwa untuk menghasilkan 100 m3/jam air bersih dengan

jumlah padatan terlarut (TDS) < 23 ppm menggunakan proses desalinasi membran SWRO,

dikeluarkan reject water SWRO sebesar 467 m3/jam dengan TDS sekitar 50.000 ppm.

Seawater Reverse Osmosis

Brackish water Reverse Osmosis

100 m3/jam treated water

50% flux, 100 m3/jam rejected water

70% flux, 467 m3/jam rejected water

30% flux, 200 m3/jamSeawater

50.000 mg/L TDS

35000 mg/L TDS

1.167 mg/L TDS

2310 mg/L TDS

23 mg/L TDS

To mixed bed

Gambar 4.33. Neraca masa desalinasi air laut dengan membran SWRO-BWRO

Selama ini reject water SWRO hanya dibuang langsung ke badan air yaitu laut,

sehingga mencemari lingkungan (dasar laut menjadi anoksik sehingga merusak kehidupan

biota laut), dan tidak memiliki nilai ekonomi sama sekali. Dalam penelitian ini terbukti

bahwa proses pemurnian reject water SWRO menghasilkan larutan crude NaCl 5%, yaitu

larutan NaCl dengan konsentrasi ± 50.000 mg/L, tetapi masih mengandung ion bivalen

impurities seperti Ca2+, Mg2+, SO42- sebesar 1500 mg/L (3%). Larutan crude NaCl 5% ini

diharapkan dapat dipakai sebagai pengganti larutan regenerasi ion exchange, bahan baku

larutan NaOCl 0,8% yang banyak dipakai sebagai disinfektan pada instalasi pengolahan air

minum (IPAM).

Moringa oleifera (MO) adalah tanaman tropis, dapat tumbuh dan berkembang

dengan baik di Indonesia, terutama pada daerah dengan ketinggian tanah 300-500 meter

diatas permukaan laut. MO adalah tanaman leguminose, maka sangat bagus ditanam secara

tumpang sari dengan tanaman lain karena dapat menambah unsur Nitrogen dalam tanah.

MO juga dapat tumbuh pada daerah kapur, dengan curah hujan yang rendah. Secara umum,

parameter lingkungan yang dibutuhkan MO untuk tumbuh dengan baik adalah :

Iklim : Tropis atau sub-Tropis

Ketinggian : 0 – 2000 meter dpl

Suhu : 25 – 35 °C

Curah Hujan : 250 mm – 3000 mm per tahun.

Irigasi yang baik diperlukan jika curah hujan kurang dari 800 mm

Page 111: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

100

Type tanah : berpasir atau lempung berpasir

PH Tanah : 5 – 9

Selama ini pemanfaatan MO hanya sebatas pada daunnya, yang sebagian besar untuk

tambahan makanan ternak, sedangkan sebagian kecil dikonsumsi sebagai suplemen

makanan karena kandungan gizinya yang tinggi. Jumlah produksi tanaman MO selama

tahun 2015 lebih dari 166 Ton berat basah/ ha, sedangkan berat kering 33,2 ton/ha

(Prisdiminggo et al., 2011). Belum ada data yang tepat jumlah biji MO yang diproduksi per

tahun. Apabila diasumsikan 20% jumlah berat kering produksi MO adalah biji MO maka

berat kering produksi biji MO sebesar 32 Ton/hektar/tahun (Sumarjan et al., 2017). Selama

ini pemanfaatan biji MO basah hanya untuk di konsumsi secara tradisional sebagai sayur,

dan sebagian kecil diambil minyaknya untuk dijual sebagai produk obat sakit kulit yang

kurang nilai ekonominya (Nasir et al., 2010).

Dalam penelitian ini kebutuhan biji MO kering dalam proses pemurnian reject water

SWRO untuk menghasilkan larutan crude NaCl 5%, sebesar 5,87 Ton/hari atau 2115

Ton/tahun. Harga pasar grosir biji MO kering tahun 2018 sekitar Rp. 10.000/kg, sehingga

potensi tambahan pendapatan petani Moringa dalam setahun sebesar Rp. 320 juta/ha.

Hasil samping proses pemurnian reject water SWRO adalah sludge organik

bermineral yang dikeluarkan selama proses klarifikasi. Sludge ini merupakan buangan

organik alami karena didalamnya terdapat koagulan MO, sehingga dapat terdekomposisi

secara biologi. Mineral didalam sludge adalah Calsium, Magnesium, dan sedikit sekali

garam NaCl (disajikan pada Tabel 4.19), dan dapat dipakai sebagai campuran pupuk

kompos, sehingga dapat memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar instalasi

pengolahan.

4.7 Evaluasi ekonomi pemurnian reject water SWRO

Flow diagram proses pemurnian reject water SWRO yang menghasilkan larutan

crude NaCl 5% disajikan pada Gambar 4.34. Evaluasi ekonomi berfungsi untuk

mengetahui apakah suatu pabrik yang akan didirikan dapat menguntungkan atau tidak,

layak atau tidak layak. Dasar perhitungan evaluasi ekonomi adalah:

1. Kapasitas produksi : 4700 m3/ hari

2. Waktu operasi : 330 hari kerja

3. Umur alat : 10 tahun

4. Nilai Kurs : 1 US $ = Rp. 14.300,-

Page 112: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

101

5. Tahun evaluasi : 2018

6. Nilai sisa aset : Rp. 1.000.000.000,-

NaOH

Na2CO3

Ekstrak Moringa Oleifera

Reject water SWRO

Precipitation Reactor

Sedimentation Tank

Crude NaCl 5%

Product Tank

Sludge organik

Gambar 4.34. Diagram proses pemurnian reject water SWRO menjadi

larutan crude NaCl 5%

Di dalam evaluasi ekonomi ini harga-harga alat maupun harga-harga lain

diperhitungkan pada tahun analisa. Harga alat-alat merupakan harga sebenarnya yang ada

di pasar.

4.7.1. Capital Investment (CI)

Nilai CI terbagi menjadi 2 macam yaitu Fixed Capital Investment dan Working

Capital. Perhitungan nilai CI disajikan dalamTabel 4.21, sedangkan detail

perhitungan disajikan pada Lampiran 3

Tabel 4.21. Total Capital Investment

Fixed Capital Investment Jumlah (Rp)

1. Direct Cost

Purchased equipment-delivered 6.651.000.000,-

Installation 2.327.850.000,-

Piping 700.000.000,-

Electrical (installed) 550.000.000,-

Buildings 2.050.000.000,-

Service facilities 1.995.300.000,-

Land and yard improvement 399.060.000,-

Total direct Cost 12.623.210.000,-

Page 113: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

102

Lanjutan Tabel 4.21

Fixed Capital Investment Jumlah (Rp)

2. Indirect Cost

Engineering & supervision 1.534.327.500,-

Construction expenses 1.330.200.000,-

Contingency, 10% 1.262.321.000,-

Total Indirect Cost 4.126.848.500,-

Jumlah Fixed Capital Investment, FCI 16.750.058.500,-

4.7.2. Working Capital Investment (WCI)

WCI terdiri dari jumlah total uang yang diinvestasikan untuk stock bahan baku dan

persediaan, stok produk akhir dan produk semi akhir dalam proses yang sedang

dibuat, account receivable, uang tunai untuk pembayaran bulanan biaya operasi

(seperti gaji, dan bahan baku), account payable, pajak terbayar (taxes payable).

WCI biasanya didasarkan pada Total Capital Investment yang besarnya antara 10-

20%, yaitu Rp. 8.398.779.580,-.

Jumlah Total Capital Investment adalah Rp. 25.148.838.080,-

TCI dibagi menjadi modal sendiri dan pinjaman. Pada perhitungan ini jumlah modal

sendiri sebesar 100% dari TCI yaitu Rp. 25.148.838.080,-

Nilai Depresiasi Aset per tahun : (TCI – Nilai sisa aset)/ umur aset

= (25.148.838.080 – 1.000.000.000)/10

= Rp. 2.414.883.808,-

4.7.3. Manufacturing Cost (MC)

MC adalah biaya yang harus dikeluarkan dalam satu tahun untuk mengolah bahan

baku menjadi bahan jadi, yang terdiri dari direct production cost, fixed charges, dan

plant over head cost. Rincian Total Manufacturing Cost disajikan pada Tabel 4.22

Tabel 4.22. Total Manufacturing Cost

Manufacturing Cost Jumlah (Rp)

1. Direct Production Cost

Raw material 53.904.278.198,-

Utilitas 8.437.440.000,-

Maintenance and repair cost 3.350.011.700,-

Operating labor 4.218.720.000,-

Direct Supervisory 2.109.360.000,-

Operating supplies 335.001.170,-

Page 114: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

103

Lanjutan Tabel 4.22

Manufacturing Cost Jumlah (Rp)

1. Direct Production Cost

Laboratory charges 421.872.000,-

Patent and royalties 1.687.488.000,-

Waste Treatment IPAL 1.257.441.904,-

Total direct production cost 75.721.612.972,-

Plant Overhead Cost (POC) 8.437.440.000,-

Total Manufacturing Cost 84.159.052.972,-

4.7.4. General Expenses (GE)

General Expense terdiri dari pengeluaran administrasi, distribusi dan penjualan,

penelitian dan pengembangan, serta ongkos-ongkos yang berhubungan dengan

keuangan atau financing. Rincian General expenses disajikan dalam Tabel 4.23.

Tabel 4.23. Total General Expenses

General Expenses Jumlah (Rp)

Administrative cost 1.265.616.000,-

Distribution and Selling Cost 1.265.616.000,-

Research and Development Cost 1.687.488.000,-

Total General Expenses 4.218.720.000,-

4.7.5. Total Production Cost

Total Production Cost tahun ke 1 adalah jumlah biaya atau ongkos yang dikeluarkan

pada Manufacturing Cost dan General Expenses pada produksi tahun ke 1, yaitu

sebesar Rp. 88.377.772.972,-. Nilai Total Production Cost diasumsikan meningkat

sebesar 10% per tahun.

4.7.6. Analisa Kelayakan Ekonomi

Evaluasi ekonomi dilakukan dengan menghitung Laba Penghasilan, Rate of Return

(ROR), Payout Time (POT), dan Break even Point (BEP)

4.7.6.1.Laba Penghasilan

Harga jual larutan crude NaCl 5% diasumsikan 40% dari biaya pembuatan larutan

NaCl 5% dari garam industri import. Pembuatan larutan NaCl 5% dari proses

blending garam industri import membutuhkan biaya Rp. 170.000,-/m3. Biaya

tersebut meliputi NaCl import (Rp. 2.400.000,-/Ton), demin water Rp. 50.000,-/m3.

Page 115: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

104

Harga jual larutan crude NaCl 5% sebesar Rp. 70.000,-/m3, dengan kapasitas

produksi sebesar 4700 m3/hari selama 330 hari aktif, maka:

Sales untuk tahun ke 1 : Rp. 108.570.000.000,-

Total Production cost tahun ke 1 : Rp. 88.377.772.972,-

Depresiasi : Rp. 2.414.883.808,-

Laba sebelum pajak : Rp. 17.777.343.220,-

Pajak : Rp. 5.315.702.966,-

Laba setelah pajak (EAT) tahun ke 1 : Rp. 12.461.640.254,-

Harga jual larutan crude NaCl 5% diasumsikan meningkat sebesar 15% per tahun.

Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 2.

4.7.6.2.Rate of Return (ROR)

ROR merupakan perbandingan antara persentase net income terhadap investasi total

atau kecepatan tahunan dari keuntungan untuk mengembalikan modal sendiri.

Perhitungan untuk tahun ke 1.

𝑟𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑟𝑒𝑡𝑢𝑟𝑛 = 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑏𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖 𝑥 100%

𝑅𝑂𝑅 =12.461.640.254

𝟐5.148.838.080 𝑥 100%

ROR = 49,55%

Menurut Petermax and Klaus (2003), industri kimia dengan nilai ROR sebesar 49,55 %

tergolong pengembalian cepat. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 2.

4.7.6.3.Payout Time (POT)

Payout Time adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal suatu

pabrik yang dapat dihitung dari modal dibagi laba dan depresiasi.

𝑃𝑂𝑇 = 𝑚𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑛𝑑𝑖𝑟𝑖

𝑙𝑎𝑏𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 + 𝑑𝑒𝑝𝑟𝑒𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

= 𝟐5.148.838.080

(12.461.640.254 + 2.414.883.808)

POT = 2 tahun

Menurut Petermax and Klaus (2003), industri kimia dengan nilai POT sebesar 2

tahun tergolong pengembalian cepat. Perhitungan selengkapnya disajikan pada

Lampiran 2

Page 116: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

105

4.7.6.4.Break even point (BEP)

BEP adalah kapasitas dimana pabrik dalam kondisi tidak laba atau rugi, artinya total

penjualan sama dengan total ongkos produksi.

𝐵𝐸𝑃 = (𝐹𝐶 + 0,3 𝑆𝑉𝐶)

(𝑆 − 0,7 𝑆𝑉𝐶 − 𝑉𝐶) 𝑥 100%

Dimana :

- FC = fixed charge (biaya depresiasi, pajak) = Rp. 7.730.586.774,-

- VC = Variable cost (meliputi biaya bahan baku, pengepakan, royalties) =

Rp. 62.595.662.863,-

- SVC = semi variable cost (meliputi biaya buruh, plant overhead cost, general

expenses, plant supplies, maintenence, laboratorium and control,

supervisor) = Rp. 18.872.404.870,-

- S = sales = Rp. 108.570.000.000

𝐵𝐸𝑃 = 7.730.586.774 + (0,3 x 18.872.404.870)

108.570.000.000 − (0,7 x 18.872.404.870) − 62.595.662.863 𝑥 100%

BEP = 44,53 %

Nilai BEP tersebut menunjukkan bahwa pada saat pabrik beroperasi pada kapasita

44,53 % dari kapasitas maksimumnya, maka pendapatan pabrik yang masuk sama

dengan biaya produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk sebesar 44,53%

tersebut.

4.7.6.5.Intern Rate of Return (IRR)

IRR adalah salah metode analisis investasi dengan membandingkan seberapa besar

suku bunga yang dapat dihasilkan oleh sebuah investasi dengan suku bunga bank

yang berlaku umum (suku bunga pasar atau minimum attractive rate of return/

MARR). Pada suku bunga IRR akan diperoleh Net present value (NPV) =0, dengan

perkataan lain bahwa IRR tersebut mengandung makna suku bunga yang dapat

diberikan investasi yang akan memberikan NPV=0. Syarat kelayakan sebuah

investasi apabila IRR> suku bunga MARR. Untuk menghitung IRR digunakan

rumus:

IRR = i1 – NPV1 * (i1 – i2)(NPV2 –NPV1)

Dimana :

i1 = suku bunga ke 1, NPV1 = Net Present value pada suku bunga ke 1

i2 = suku bunga ke 2, NPV2 = Net Present value pada suku bunga ke 2

Page 117: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

106

Hasil perhitungan IRR diperoleh IRR sebesar 86,74%, sedangkan IRR estimasi

adalah 25%, sehingga investasi yang akan dilakukan adalah layak. Hasil

perhitungan selengkapnya ada di Lampiran 2.

4.8. Alternatif Teknologi Lanjut Pemanfaatan NaCl 5% hasil pemurnian reject water

SWRO

Larutan crude NaCl 5% yang dihasilkan dari proses pemurnian reject water SWRO

dapat dipakai sebagai bahan baku pembuatan larutan NaOCl 12%. Proses pembuatan

NaOCl dari larutan NaCl 5% seperti disajikan pada Gambar 4.28.

NaCl 5%

Product NaOCl 12%

NaOCl Generator

AC

Gambar 4.35. Diagram proses NaCl 5% menjadi NaOCl 12%

Didalam NaOCl generator terdapat dua tahap proses yaitu proses evaporasi dan

elektrolisa. Proses evaporasi berfungsi untuk memekatkan konsentrasi NaCl dari 5%

menjadi 26%. Proses elektrolisa mengubah larutan NaCl menjadi NaOCl dan gas H2,

dengan reaksi sebagai berikut:

NaCl + H2O NaOCl + H2 (gas)

Alat utama dari NaOCl generator adalah unit elektrolisa (electrolyzer), seperti yang

disajikan pada Gambar 4.29.

Page 118: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

107

Gambar 4.36. Electrolyzer dalam NaOCl generator (OSEC-System Components)

Unit electrolyzer berbentuk vertikal sehingga memudahkan keluarnya gas H2 by

product dari anode chamber. Anoda yang dipakai adalah anoda tipe DSA (Dimensionally

Stable Anode), yaitu titanium anoda yang dilapisi beberapa campuran logam seperti

iridium, ruthenium, platinum, rhodium, dan tantalum (Panizza et al., 2003). Bagian katoda

dibuat dari bahan Hastelloy C. Hastelloy C adalah alloy campuran Nikel-Molibdenum dan

Kromium yang tahan terhadap korosi. Setiap electrolyzer memiliki empat sel yang

terpasang secara seri.

Harga jual NaOCl 12% di distributor bahan kimia sebesar Rp. 5.900,- per Kg

(Bratachem, Juni 2018), sedangkan biaya produksi sebesar Rp. 3.250,-, maka selisih jual

beli produksi sebesar Rp. 2.650,- per Kg, sehingga terdapat potensi pendapatan sebesar Rp.

5.830.000.000,- pertahun.

4.9. State of The Art, Penerapan hasil penelitian

Ekstrak Moringa oleifera (MO) terbukti memiliki kemampuan yang hampir sama

dengan Cationic Polyacrilamide sebagai co-presipitan dalam proses pengendapan selektif

proses basa untuk pemurnian reject water SWRO. Hal ini ditunjukkan dari hasil persentase

penurunan ion-ion impurities menggunakan ekstrak MO hanya berbeda 1-2% dibanding

menggunakan CP, dengan persentase NaCl yang berhasil diambil menggunakan ekstrak

MO lebih tinggi dibanding CP.

Ekstrak Moringa oleifera memiliki gugus aktif Aliphatic Primary Amides dan

Alcohol Functional Groups. Gugus amida menunjukkan bahwa larutan koagulan memiliki

sifat sebagai polielektrolit yang bermuatan positif, sedangkan gugus hidroksil memiliki

sifat sebagai polielektrolit negatif. Polielektrolit bermuatan positif ini yang menyebabkan

penurunan pH larutan yang awalnya lebih dari 10 menjadi 7-8. Mekanisme yang terjadi

Page 119: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

108

dalam proses koagulasi MO adalah adsorpsi dan netralisasi tegangan atau adsorpsi dan

ikatan antar partikel yang tidak stabil.

Analisa Response Surface Methodology (RSM) menunjukkan bahwa variabel dosis

koagulan dan konsentrasi NaOH memberi pengaruh yang kuat terhadap persentase

recovery NaCl dalam reject water SWRO. Sebaliknya variabel G flokulasi dan konsentrasi

Na2CO3 masing-masing memberi pengaruh yang berlawanan dan kurang signifikan.

Taksiran model pengendapan selektif pemurnian reject water SWRO, yang dihasilkan dari

RSM untuk masing-masing jenis koagulan adalah:

yNaCl (CP) = -91622 + 4887 [NaOH] + 5047 Dosis Koagulan - 51,1

[NaOH]2 -58,7(Dosis Koagulan)2 - 0,7[NaOH]*Dosis

Koagulan

y NaCl(MO) = -85472 + 4893 [NaOH] + 5189 Dosis Koagulan - 51,1

[NaOH]2-58,7 (Dosis Koagulan)2 - 80,7 [NaOH]*Dosis

Koagulan

Sesuai hasil RSM, titik optimum untuk menghasilkan konsentrasi NaCl tertinggi

(48090mg/L) yaitu menggunakan koagulan ekstrak Moringa oleifera dengan dosis

koagulan 24,4283 gr/L, konsentrasi NaOH 28,714%, konsentrasi Na2CO3 10% dan gradien

flokulasi (G) sebesar 100-50-10 (det-1). Hasil uji validasi titik optimum permurnian reject

water SWRO menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi NaCl yang dapat diperoleh sebesar

49371 mg/L. Konsentrasi NaCl tersebut sesuai dengan fit predicted dari model yaitu 48090

± 2775 mg/L.

Hasil penelitian ini dapat ditindak lanjuti dan diaplikasikan di lapangan sebagai

pemanfaatan reject water SWRO pada instalasi pembangkit atau instalasi air minum yang

memakai air laut sebagai air bakunya. Proses pemurnian reject water SWRO menggunakan

proses pengendapan selektif merupakan tahap awal dari proses recovery NaCl, sehingga

masih memerlukan penambahan unit penukar ion untuk mengambil sisa kation dan anion.

Sisa kation Ca2+, Mg2+ dihilangkan dengan cationic weak acid resin , sedangkan sisa anion

SO42- dan CO3

2- dihilangkan menggunakan anionic weak base resin. Selain sebagai bahan

baku industri NaOCl, hasil recovery NaCl dapat dipergunakan sebagai regenerasi resin

penukar ion, dan bahan baku larutan NaCl fisiologis 0,9%.

Hasil analisa ekonomi menunjukkan bahwa proses pemurnian reject water SWRO

menghasilkan larutan crude NaCl 5% dapat memberikan manfaat ekonomi yang sangat

besar, sehingga biaya operasional membran SWRO yang selama ini mahal akan menjadi

murah karena produk samping yang dihasilkan dari pengolahan reject water SWRO. Proses

Page 120: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

109

pemurnian reject water SWRO juga mengeluarkan hasil samping yaitu sludge hasil

pemisahan larutan crude. Sludge yang dihasilkan merupakan senyawa organik bermineral,

sehingga bersifat biodegradable dan cocok sebagai pupuk. Beberapa teknologi lanjut yang

memanfaatkan larutan crude NaCl 5% adalah membuat larutan NaOCl 0,8%, NaOCl 12%,

larutan NaCl fisiologis 0,9%.

Ekstrak Moringa oleifera dapat juga diaplikasikan sebagai koagulan atau flokulan

pada pengolahan air limbah industri, terutama pada limbah industri yang bersifat alkali dan

mengandung logam (De Paula et al., 2014; Rustanti et al., 2018).

Page 121: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

110

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 122: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

111

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN:

1. Koagulan alami ekstrak Moringa oleifera memiliki gugus aktif aliphatic primary

amides dan alcohol functional groups, sedangkan koagulan sintetis cationic

polyacrilamida memiliki gugus aktif aliphatic primary amine dan aliphatic

hydrocarbones group.

2. Kondisi optimum berbagai variasi penelitian pengendapan selektif pemurnian reject

water SWRO, mengikuti model full quadratic (nilai R2 sebesar 87,12%, dan R2 adj

sebesar 76,06%). Titik optimum untuk menghasilkan konsentrasi NaCl tertinggi,

diperoleh pada konsentrasi NaOH 28,714%, dosis koagulan 24,4283 gr/L dan

menggunakan koagulan alami ekstrak Moringa oleifera.

3. Efektivitas koagulan alami ektrak Moringa oleifera dalam menurunkan kandungan

mineral impurities, hampir sama dengan koagulan sintetis Poliakrilamida (Cationic

Polyacrilamide 0,1%). Recovery NaCl yang berasal dari proses pemurnian reject

water SWRO menggunakan koagulan ekstrak Moringa oleifera lebih tinggi 3 – 30%

dibanding menggunakan koagulan sintetis poliakrilamida

4. Pada kondisi optimum, perubahan pH selama proses pengendapan ion – ion

impurities dalam reject water SWRO, mengikuti model regresi polynomial (R2 =

99,0%, R2adj = 98,9%), yaitu:

pH = 9,861 + 0,000524 t - 0,000250 t2 + 0,000001 t3

dimana t = waktu pengendapan (menit).

5. Potensi ekonomi proses pemurnian reject water SWRO adalah tambahan pendapatan

bagi petani Moringa oleifera sebesar Rp. 320jt/hektar, pemanfaatan sludge moringa

yang mengandung mineral sebagai pupuk, dan larutan crude NaCl 5% sebagai

produk utama proses pemurnian. Larutan crude NaCl 5% dapat dipakai sebagai bahan

baku larutan NaOCl 0,8% yang banyak dipakai sebagai deinfektan pada instalasi

pengolahan air minum (IPAM). Hasil analisa kelayakan ekonomi proses pemurnian

reject water SWRO menghasilkan crude NaCl 5% adalah Payout time 2 tahun, Break

even point 44,53%, nilai Internal Rate of Return sebesar 86,74%.

Page 123: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

112

SARAN :

1. Melakukan pemurnian reject water SWRO menggunakan koagulan alami moringa

oleifera atau sintetis CP pada skala lebih besar (pilot scale).

2. Memakai limbah padat moringa oleifera (bungkil) dari industri minyak moringa

oleifera. Bungkil moringa oleifera masih memiliki protein bermuatan positif yg

dapat berfungsi sebagai koagulan.

3. Bagi industri, untuk mendapatkan larutan NaCl 5% less impurities, diperlukan unit

penukar kation yang bersifat asam kuat (cationic strongly acidic resin) untuk

mengambil kation Ca, Mg, dan K, dan unit penukar anion yang bersifat basa kuat

(anionic strong base resin).

4. Bagi investor dan pemerintah, pembangunan pemurnian reject water SWRO

menjadi larutan NaCl 5% terbukti layak secara ekonomi, sehingga tidak perlu ada

kekhawatiran bila membangun desalinasi air laut menggunakan membran SWRO.

Perlu disertai pemanfaatan buangan padat (sludge) organik bermineral yang

dikeluarkan selama proses pemurnian, melalui kemitraan dengan masyarakat

sekitar untuk membangun unit pencampuran sludge dengan pupuk kompos rumah

tangga.

Page 124: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

113

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, M., Shayya, W.H., Hoey, D., & Al-Handaly, J., 2001. Brine disposal from

reverse osmosis desalination plants in Oman and the United Arab Emirates.

Desalination, 133(2), pp.135–147.

Alzahrani, S., Mohammad, A.W., Hilal, N., Abdullah, & Jaafar, P.O., 2013. Identification

of foulants, fouling mechanisms and cleaning efficiency for NF and RO

treatment of produced water. Separation and Purification Technology, 118,

pp.324–341.

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1383586613004310

Amri, K., Pengkajian, B., dan Teknologi, P., 2016. Karakteristik , Dampak Lingkungan

dan Penanganan Brine SWRO. Research gate.

Antov, M.G., Sciiban, M.B., & Petrovic, N.J., 2010. Proteins from common bean

(Phaseolus vulgaris) seed as a natural coagulant for potential application in water

turbidity removal. Bioresource Technology, 101(7), pp.2167–2172.

Anwar, F.,& Bhanger, M.I., 2003. Analytical characterization of Moringa Oleifera seed oil

grown in temperate region of Pakistan, Journal Agric.Food Chem.,51, pp.6558-

6563.

APHA-American Public Health Association, AWWA-American Water Works

Associations, WEF-Water Environment federation, 1998. Standard methods for

the examination of water and wastewater, 20th Ed. Washington, D.C.

Aslamiah, S.S., Yulianti, E., & Jannah, A., 2013. Aktivitas Koagulasi Ekstrak Biji Kelor

(Moringa oleifera L.) dalam Larutan NaCl Terhadap Limbah Cair IPAL PT. SIER

PIER Pasuruan. Alchemy, 2(3)(August), pp.178–183. http://ejournal.uin-

malang.ac.id/index.php/Kimia/article/view/2891

Aziz, H.A., Adlan, M.N., Mohamed, A.M.D., Raghavan, Koflly, S., Isa, M., & Abdullah,

M., 2000. Study on the anionic natural coagulant aid for heavy metals and turbidity

removal in water at pH 7.5 and alum concentration 25 mg/L-laboratory scale.

Indian Journal of Engineering and Materials Sciences, 7(4), pp.195–199.

Bassle, 1986, Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik, Erlangga, edisi keempat,

Jakarta.

Beltrán-Heredia, J., & Sánchez-Martín, J., 2009. Municipal wastewater treatment by

modified tannin flocculant agent. Desalination, 249(1), pp.353–358.

Beltrán-Heredia, J., Sánchez-Martín, J., & Solera Hernandez, C., 2009. Anionic

Surfactants Removal by natural Coagulant/Flocculant Products, Industrial

Engineering Chem.Research, 48, pp. 5085-5092.

Beltrán-Heredia, J., Sánchez-Martín, J., & Gómez-Muñoz, M.C., 2010. New coagulant

agents from tannin extracts: Preliminary optimisation studies. Chemical

Engineering Journal, 162(3), pp.1019–1025.

Page 125: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

114

Beltrán-Heredia, J., Sánchez-Martín, J., & Dávila-Acedo, M.A., 2011. Optimization of the

synthesis of a new coagulant from a tannin extract. Journal of Hazardous

Materials, 186(2–3), pp.1704–1712.

Bolto, B., & Gregory, J., 2007. Organic polyelectrolytes in water treatment, Water

Research, 41, pp. 2301-2324.

Broin M., Santaella, C., Cuine, S., Kokou, K., & Peltier, G., 2002. Flocculent Activity of

Recombinant Protein fromMoringa oleifera lam.seed, Journal of Appl Microbial

Biotechnol.

Chang, M.F., & Liu, J.C., 2007. Precipitation removal of flouride from semiconductor

wastewater, Journal of Environmental Engineering, 133(4), pp. 419-425.

Chen J.P., Frederick B., Higgins, B., Chang, S.Y., & Hung, Y.T., 2004. Mixing,

Physicochemical Treatment Processes for Water Reuse. 3 ed. Physicochemical

Treatment Processes. Totowa, New Jersey 07512: Humanapress.

Couto, H.L.G., 2006. Aggregation of particles in a dilute suspension systems in rapid

coagulation In: Proceedings of the 16 Simpósio De Pós- graduação Em Engenharia

Mecânica. Uberlândia-MG, Brazil.

Darwish, M., Hassabou, A.H., & Shomar, B., 2013. Using Seawater Reverse Osmosis

(SWRO) desalting system for less environmental impacts in Qatar. Desalination,

309, pp.113–124.

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916412005413

De Paula, Heber M., De Oliveira I.M.S., & Andrade, L.S., 2014. Concrete plant wastewater

treatment process by coagulation combining alumunium sulfate and Moringa

oleifera powder. Journal of Cleaner Production 76, pp.125-130.

De Paula, Heber M., De Oliveira I.M.S., Antover, P.S., & Andrade, L.S., 2018. Dosage

optimization of Moringa oleifera seed and traditional chemical coagulants

solutions for concrete plant wastewater treatment. Journal of Cleaner Production,

174.

Direktorat Jendral Tanaman Pertanian Kementerian, 2016. Petunjuk Teknis Pengembangan

Jagung Hibrida 2016.

Diputri, T.Y., 2009. Pengolahan Tepung Kentang, Balai Besar Pelatihan Pertanian

Lembang Kementerian Pertanian.

Einav, R., Harussi, K., & Perry, D., 2003. The footprint of the desalination processes on

the environment. Desalination, 152(1–3), pp.141–154.

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916402010573.

Fahey, J., 2005. Moringa oleifera: A Review of the Medical Evidence for Its Nutritional,

Therapeutic, and Prophylactic Properties. Part 1. Trees for life Journal, pp.1–15.

Page 126: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

115

Fatehah, M.O., Hossain, S., & Teng, T.T., 2013. Semiconductor Wastewater Treatment

Using Tapioca Starch as a Natural Coagulant. Journal of Water Resource and

Protection, 5(11), pp.1018–1026.

http://www.scirp.org/journal/PaperInformation.aspx?PaperID=40064&#abstract.

Fatombi, J. K., Lartiges, B., Aminou, T., Barres, O., & Caillet, C., 2013. A natural

coagulant protein from copra (Cocos nucifera): Isolation, characterization, and

potential for water purification. Journal of Separation and Purification

Technology, 116, pp.35-40.

Fayos, B.G., Arnal, J.M., Verdu, G., & Rodrigo, I., 2010. Purification of natural

coagulant extracted from Moringa oleifera seeds: Isolatin and characterization of

the active compound. Journal of Food Innovation. Institute for Industrial

Universidad Politecnica de Valencia, Spain,

Flaten, T.P., 2001. Aluminium as a risk factor in Alzheimer’s disease with emphasis on

drinking water, Brain Research Buletine, 55(2), pp.187–196.

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0361923001004592

Gaassenschmidt, U., Jany, K.K., Tauscher,B., & Niebergall, H., 1995. Isolation and

Characterization of a flocculation protein from Moringa oliefera Lam, Biochem.

Biophysic. Acta, 1243, pp. 477-481.

Geankoplis, C. J., 1997. Transport Processes And Unit Operations, , Prentice-Ppl India

Publisher, New Delhi, edisi ketiga, pp.723.

Ghebremichael, K.A., Gunaratna, K.R., Henriksson, H., Brumer, H., & Dalhammar, G.,

2005. A simple purification and activity assay of the coagulant protein from

Moringa oleifera seed. Water Research, 39(11), pp.2338–2344.

Graham, N., Gang, F., Fowler, G., & Watts, M., 2008. Characterisation and coagulation

performance of a tannin-based cationic polymer: A preliminary assessment.

Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects, 327(1–3),

pp.9–16.

Greenlee, L.F., Lawler, D.F., Freeman, B.D., Marrot, B., & Moulin, P., 2009. Reverse

osmosis desalination: Water sources, technology, and today’s cpplenges. Water

Research, 43(9), pp.2317–2348.

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0043135409001547

Gunawan, B., & Citra D. A., 2005. Karakterisasi Spektrofotometri IR Dan Scanning

Electron Microscopy (SEM) Sensor Gas Dari Bahan Polimer Poly Ethelyn

Glycol (P E G). ISSN 1979-6870.

Haaroff, J., & Cleasby, J.L., 1988. Comparing aluunium and iron coagulants for in line

filtration of cold water, Journal American Water Works Association, 80, pp 168-

175.

Page 127: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

116

Hameed, Y.T., Idris, A., Hussain, S.A., & Norhafizah, A., 2016. A tannin-based agent for

coagulation and flocculation of municipal wastewater: Chemical composition,

performance assessment compared to Polyaluminum chloride, and application in

a pilot plant. Journal of Environmental Management, 184, pp.494–503.

Hastuti, E., & Wardiha, M.W., 2012. A study of brackish water membrane with

ultrafiltration pretreatment in Indonesia’s coastal area. Journal of Urban and

Environmental Engineering, 6(1), pp.10–17.

Hendrawati, Indra, R.Y., Nurhasni, Eti, R., Hefni, E., & Latifah, K.D., 2016. The use of

Moringa oleifera seed powder as coagulant to improve of wastewater and ground

water. IOP Conf. Series: Earth and Envionmental Science, 31.

Henthorne, L., & Boysen, B., 2015. State-of-the-art of reverse osmosis desalination

pretreatment Desalination, 356, pp.129–139.

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916414005621.

Hidayat, S., 2006. Protein Biji Kelor sebagai bahan aktif penjernihan air. Academia Edu.

Höpner, T., & Lattemann, S., 2003. Chemical impacts from seawater desalination plants

— a case study of the northern Red Sea. Desalination, 152, pp.133–140.

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916402010561\nhttp://lin

kinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0011916402010561

Ho, J.S., Ma, Z., Qin, J., Sim, S.H., & Toh, C.S., 2015. Inline coagulation – ultrafiltration

as the pretreatment for reverse osmosis brine treatment and recovery, Journal

Desalination, 365, pp. 242-249.

House, A., Listons, T., & Road, L., 2015. Desalination for Water Supply.

International Desalination Agency (IDA), 2015. Desalination Year Book, GWI Desal Data.

Iriawan, N., Astuti, S.P., Sudyanto, H., & Oktaviani, 2006, Mengolah data statistik dengan

menggunakan minitab 14, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Jahn, S.A.A., 1988. Using Moringa seeds as coagulants in developing countries, Journal

American Water Works Association, 80, pp. 43-50.

Jiang, J.Q., 2015. The role of coagulation in water treatment. Current Opinion in Chemical

Engineering 8, pp.36-44.

Jeon, J.R., Kim, E.J., Kim, Y.M., Murugesan, K., Kim, J.H., & Chang, Y.S., 2009. Use of

grape seed and its natural polyphenol extracts as a natural organic coagulant for

removal of cationic dyes. Chemosphere, 77(8), pp.1090–1098.

http://dx.doi.org/10.1016/j.chemosphere.2009.08.036.

Katayon, S., Mohd Noor, M.J., Tat, W.K., Halim, G.A., Thamer, A.M., & Badronisa, Y.,

2007. Effect of natural coagulant application on microfiltration performance in

treatment of secondary oxidation pond effluent. Desalination, 204(1–3 SPEC.

ISS.), pp.204–212.

Page 128: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

117

Kang, M., Kamei, T., & Magara, Y., 2003. Comparing polyalumunium chloride and ferric

chloride for ntimony removal, Water Research, 37, pp. 4171-4179.

Kuan, W.H., & Hu, C.Y., 2009. Chemical Evidences for the Optimal Coagulant Dosage

and pH Adjustment of Silica Removal from Chemcal Mechanical Polishing

(CMP) Waste Water, Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering

Aspect, Vol.342, pp.1-7 http://dx.doi.org/10.1016/j.colsurfa.2009.03.019.

Kurihara, M., Yamamura, H., & Nakanishi, T., 1999. High recovery or high pressure

membranes for brine conversion of SWRO process development and its

perfomance data, Journal Desalination, 125, pp. 9-15.

Lattemann, S., & Höpner, T., 2008. Environmental impact and impact assessment of

seawater desalination. Desalination, 220 (1–3), pp.1–15.

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916407006005.

Lee, L.Y., Ong, S.L., Hu, J.Y., Tao, G., Kekre, K., Viswanath, B., Lay, W., & Seah, H.,

2009. Ozone biologial activated carbon as pretreatment process for reverse

osmosis brine treatment and recovery, Water Research, 43, pp. 3948-3955.

Löwenberg, J., Baum, J.A., Zimmermann, Y.S., Groot, C., Van den Broek, W., &

Witgens, T., 2015. Comparison of pre-treatment technologies towards improving

reverse osmosis desalination of cooling tower blow down. Desalination, 357,

pp.140–149.

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916414006092.

Masel, 2001. Chemical Kinetics and Catalysis, John Wiley

Melián-Martel, N., Sadhwani, J.J., & Pérez Báez, O.S., 2011. Saline waste disposal reuse

for desalination plants for the chlor-alkali industry: The particular case of pozo

izquierdo SWRO desalination plant. Desalination, 281,pp.35–41.

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916411006540.

Miller, S.M., Fugate, E.J., Craver, V.O., Smith, J.A., & Zimmerman, J.B., 2008. Toward

Understanding the mechanism of Oputia spp. As natural coagulant for potential

application in water treatment, Environment Sci. Technology, 42, pp.4274-4279.

Menkiti, M.C., & Ezemagu, I.G., 2015. Sludge characterization and treatment of produced

water(PW) using Tympanotonos Fuscatus coagulant (TFC). Petroleum, 1(1).

Mohamed, A.M.O., Maraqa, M., & Al Handppy, J., 2005. Impact of land disposal of reject

brine from desalination plants on soil and groundwater. Desalination, 182(1–3),

pp.411–433.

Montgomery, D.C., 1984, Design and Analysis of Experiments, John Wiley & Sons,

Canada.

Montgomery,.D.C., 2001. Design and Analysis of Experiments, 5th edition, John Wiley &

Sons, Canada.

Page 129: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

118

Morillo, J., Usero, J., Rosado, D., Bakouri, H.E., Riaza, A., & Bernaola, F.J., 2014.

Comparative study of brine management technologies for desalination plants,

Journal Desalination, 336, pp. 32-49.

Morton, A.J., Callister, I.K., & Wade, N.M., 1997. Environmental impacts of seawater

distillation and reverse osmosis processes. Desalination, 108(1–3),pp.1–10.

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916497000027.

Myers,R.H., & Montgomery,D.C., 2002. Response Surface Methodology, Process and

Product Optimization Using Designed Experiments, 2nd edition, John Wiley &

Sons, Canada

Ndabingengesere, A., Narasiah, K.S., & Talbot, B.G., 1995. Active agent and mechanism

of coagulantion of turbid waters using Moringa oleifera, Water Research, 29, pp.

703-710.

Ndabingengesere, A., & Narasiah, K.S., 1998. Quality of water treated by coagulation

using Moringa Oliefera seeds, Water research. 32(3), pp.781-791.

Ndabingengesere, A., & Narasiah, K.S., 1999. Influence of Operating Parameters on

Turbidity Removal by Coagulation with Moringa Oliefera seeds, Environmental

Technology, Vo. 17, No. 10, pp. 1103-1112.

http://dx.doi.org/10.1080/09593331708616479.

Nisak, S.C., 2014. Metode Permukaan Respon dan Aplikasinya Pada Optimasi Presentase

Ekstrasi Bahan Pengikat (Binder) Pada Produksi Keramik, Academia Edu.

Okuda, T., Baes, A.U., Nishijima, W., & Okada, M., 1999. Improvement of extraction

method of coagulation active components from Moringa oleifera seed. Water

Research, 33(15), pp.3373–3378.

Okuda, T., Baes, A.U., Nishijima, W., & Okada, M., 2001. Coagulation Mechanism of Salt

Solution-Extracted Active Component in Moringa oleifera Seeds. Water

Research, 35(3), pp.830–834.

Okuda, T., Baes, A.U., Nishijima, W., & Okada, M., 2001. Isolation and Characterization

of Coagulant Extracted Active Components in Moringa Oliefera seed by salt

solution, Water Research, 35, pp. 830-834.

Panizza, M., Outtara L., Baranova E., & Ch. Comninellis, 2003. DSA-type anode based on

conductive porous p-silicon substrate. Electrochemistry Communications, 5, pp.

365-368.

Patel, H., & Vashi, R.T., 2012. Removal of Congo Red dye from its aqueous solution using

natural coagulants. Journal of Saudi Chemical Society, 16(2), pp.131–136.

http://dx.doi.org/10.1016/j.jscs.2010.12.003.

Pearse, M.J., 2003. Historical use and future development of chemicals for solid-liquid

separation in the mineral processing industry, Miner Engineering, 16, pp 103-108.

Petermax, S., Timmer, K.D., & West, R.E., 2003, Plant design and economic for chemical

engineer, Mc Graw Hill,5th edition.

Page 130: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

119

Praneeth, K., Manjunath, D., Bhargava, S.K., Tardio, J., & Sridhar, S., 2014. Economical

treatment of reverse osmosis reject of textile industry effluent by electrodialysis–

evaporation integrated process. Desalination, 333(1), pp.82–91.

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916413005456.

Prihatinningtyas, 2013. Aplikasi Koagulan Alami dari Tepung Jagung Dalam Pengolahan

Air Bersih. Jurnal Teknosains, 2(2), pp.1–26.

Prisdiminggo, Panjaitan, T., & Astiti, L.G.S., 2011. Production and quality planted from

seed in Research Field of Balai Pengkajian Teknologi Pertanian- Nusa Tenggara

Barat, National Seminar on Livestock and Veterinary Technology, pp. 825-828.

Purwaka, & Agus, 1992. Ekstraksi Protein dari Biji Turi, Laporan Penelitian, Jurusan

Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Raissi, S., & Farzani, R.E., 2009. Statistical process optimization through multi response

surface methodology, World Academy of Science, Engineering and Technology,

pp.267-271.

Rahul, R., Usha, J., Gautam, S., & Mishra, S., 2014. A novel polymeric flocculant based

on polyacrylamide grafted inulin: Aqueous microwave assisted synthesis.

Carbohydrate Polymers, 99.

Raventos, N., Macpherson, E., & Garcia-Rubies, A., 2006. Effect of brine discharge from

a desalination plant on macrobenthic communities in the NW Mediterranean.

Marine Environmental Research, 62(1), pp.1–14.

Ravizky, A., & Nadav, N., 2007. Salt production by evaporation of SWRO brine in Eliat:

a success story, Journal Desalination, 205, pp. 374-379.

Reig, M., Casas, S., & Aladjem, C., 2014. Concentration of NaCl from seawater reverse

osmosis brines for the chlor-alkali industry by electrodialysis. Desalination, 342,

pp.107–117.

Richard, R.G., Setiyadi, Ira I, & Linda W., 2001. Koefisien Perpindahan Massa pada Proses

Ekstraksi Kopi, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2001,

pp. A-1-1, Universitas Diponegoro, Semarang.

Rustanti, I., Hadi, W., & Slamet, A., 2018. The ability of a natural flocculant ‘ moringa

oleifera ’ in reducing the amount of seawater reverse osmosis reject water’s

dissolved solids. ARPN Journal of Engineering and Applied Sciences, 13(7),

pp.2443–2452

Rustanti, I., Hadi, W., & Slamet, A., 2018. Clarification of pharmaceutical wastewater with

Moringa Oleifera: Optimization through Response Surface Methodology, Journal

of Ecological Engineering, 19 (3), pp.126-134.

Rodwel, W.V., 2003. Biokimia Harper, Hlm. 25-56, Penerbit EGC, Jakarta.

Sadhwani, J.J., Veza, J.M., & Santana, C., 2005. Case studies on environmental impact of

seawater desalination. Desalination, 185(May), pp.1–8.

Page 131: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

120

Sadrzadeh, M., & Mohammadi, T., 2008. Sea water desalination using electrodialysis.

Desalination, 221(1–3), pp.440–447.

Sagle, A., & Freeman, B., 2004. Fundamentals of membranes for water treatment. The

Future of Desalination in Texas. pp.1–17.

http://www.twdb.state.tx.us/publications/reports/numbered_reports/doc/R363/C6.pdf

Sánchez-Martín, J., Beltrán-Heredia, J., & Peres, J.A., 2012. Improvement of the

flocculation process in water treatment by using Moringa oleifera seeds extract.

Brazilian Journal of Chemical Engineering, 29(3), pp.495–501.

http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0104-

66322012000300006&lng=en&nrm=iso&tlng=en

Sanghi, R., Bhatttacharyaa, B., & Singh, V., 2002. Cassia angustifolia seed gum as an

effective natural coagulant for decolourisation of dye solutions, Green Chem., 4,

pp. 252-254.

Satterfield, Z.P.E., 2005. Jar Testing Tech Brief, NESC Engineering, Spring 5(1).

http://www.nesc.wvu.edu/ndwc/ndwc_tb_available.htm

Shak, K.P.Y., & Wu, T.Y., 2014. Coagulation-flocculation treatment of high-strength agro-

industrial wastewater using natural Cassia obtusifolia seed gum: Treatment

efficiencies and flocs characterization. Chemical Engineering Journal, 256,

pp.293–305.

http://dx.doi.org/10.1016/j.cej.2014.06.093.

Shammas, N.K., 2004. Coagulation and Flocculation, Physicochemical Treatment

Processes for Water Reuse. 3 ed. Physicochemical Treatment Processes. Totowa,

New Jersey 07512: Humanapress.

Shultz, C.R., & Okun, D.A., 1984. Surface Water treatment for Communities in Developing

Countries, Great Britain, Intermediate Tech. Publications.

Suarni, & Firmansyah,I.U., 2005. Pengaruh umur panen terhadap kandungan nutrisi biji

jagung beberapa varietas. Hasil penelitian Balitsereal Maros.

Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi, P., 2007. Analisa untuk Bahan Makanan dan

Pertanian; Penerbit Liberty Yogyakarta.

Sudarmi, S., & Siswanti, 2011. Koefisien Transfer Massa pada Ekstraksi Biji Pala dengan

Pelarut Etanol. Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya

Alam Indonesia, Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan.”

Sumarjan, Bantoso, B.B., & Sumarjan, 2017. Viability of seeds Moringa oleifera lam, and

seed growth in various levels of maturity of fruit, Crop. Agro, 1(1), pp.83-91.

Susanti E., Ciptati, Ratnawati, R., Aullani’am, & Rudijanto, A., 2015. Qualitative

analysis of catechins from green tea GMB-4 clone using HPLC and LC-MS/MS.

Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 5(12), pp.1046–1050. Available

at: http://dx.doi.org/10.1016/j.apjtb.2015.09.013.

Page 132: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

121

Teh, C.Y., Wu, T.Y. & Juan, J.C., 2014. Potential use of rice starch in coagulation-

flocculation process of agro-industrial wastewater: Treatment performance and

flocs characterization. Ecological Engineering, 71.

Viessman M. Jr., & Hammer, M.J., 1993. Water Supply and Pollution Control, 5th ed

Harper Collins College Pub, New York.

Vigneswaran, S., Ngo, H.H., Chaudhary, D.S., & Hung, Y.T., 2004. Physicochemical

Treatment Processes for Water Reuse. 3 ed. Physicochemical Treatment

Processes. Totowa, New Jersey 07512: Humanapress.

Wadi, A.H., 2010. Effect of a Gravel Bed Flocculator on the Efficiency of a Low Cost

Water Treatment Plants. International Journal of Environmental, Chemical,

Ecological, Geological and Geophysical Engineering, 4(2), pp.210–215.

Wagner,G., 1982. The Latin America Approach to Improving Water Supply, Journal

American Water Works Association, Vo. 74, No.4.

Wandera, D., Wickramasinghe, S.R. & Husson, S.M., 2011. Modification and

characterization of ultrafiltration membranes for treatment of produced water.

Journal of Membrane Science, 373(1–2), pp.178–188. Available at:

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0376738811001773

Warmadewanthi, Citraningrum, H.M., & Liu, J.C., 2012. Precipitation of Anions:

Chemistry, Prediction, and Environmental Applications, Environmental Science,

Engineering and Technology, Nova Science Publisher, Inc., New York, pp 1-49.

Widowati, S., Santosa, B.A.S., & Suarni., 2005. Mutu gizi dan sifat fungsional jagung.

Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Jagung. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Pangan. Makassar, 29-30 September 2005. pp. 343-

350.

Yin, C.Y., 2010. Emerging usage of plant-based coagulants for water and wastewater

treatment. Process Biochemistry, 45(9), pp.1437–1444.

http://dx.doi.org/10.1016/j.procbio.2010.05.030.

Zhao, S., Huang, G., Cheng, G., Wang, Y., & Fu, H., 2014. Hardness, COD and turbidity

removals from produced water by electrocoagulation pretreatment prior to

Reverse Osmosis membranes. Desalination, 344, pp.454–462.

http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0011916414002173.

Page 133: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

LAMPIRAN 1

123

Page 134: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

NO.

I

1

2

3

II

1

2

3

4

5

III

1

2

3

4

5

6

7

8

9

IV

1

2

3

Page 135: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

NO.

V

1

2

3

VI

1

2

3

Page 136: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

NO. DESCRIPTION UNIT PRICE EXT. PRICE

I

1 Research & Development 1 lot 150.000.000Rp 150.000.000Rp

2 Design & Engineering 1 lot 350.000.000Rp 350.000.000Rp

3 Drawing & Documentation 1 lot 50.000.000Rp 50.000.000Rp

550.000.000Rp

II

1 Land Clearing 1 lot 50.000.000Rp 50.000.000Rp

2 Cut & Fill 1 lot 100.000.000Rp 100.000.000Rp

3 Pondasi 1 lot 250.000.000Rp 250.000.000Rp

4 Konstruksi Bangunan Pabrik 1 lot 1.500.000.000Rp 1.500.000.000Rp

5 Bangunan Penunjang 1 lot 150.000.000Rp 150.000.000Rp

2.050.000.000,00Rp

III

1 REJECT WATER SWRO TANK 1 unit 1.000.000.000Rp 1.000.000.000Rp

Kapasitas : 2000 m3

Material : SUS-304

2 MIXING TANK 2 unit 500.000.000Rp 1.000.000.000Rp

Kapasitas : 500 m3/jam

Material : SUS-304

Accessories : Mixing Agitator 0,37 kW

3 SEDIMENTATION TANK 1 unit 2.700.000.000Rp 2.700.000.000Rp

Kapasitas : 500 m3/jam

Material : SUS-304

Accessories : Scrapper 1,0 kW

4 TRANSFER TANK 1 unit 100.000.000Rp 100.000.000Rp

Kapasitas : 100 M3

Material : HDPE

5 NaCl 5 % TANK 1 unit 1.000.000.000Rp 1.000.000.000Rp

Kapasitas : 2000 m3

Material : SUS-304

6 FILTER PRESS MACHINE 1 unit 26.000.000Rp 26.000.000Rp

Kapasitas : 1000 lcpc

Operation : Semi automatic

7 SLUDGE HOLDING TANK 1 Set 50.000.000Rp 50.000.000Rp

Kapasitas : 30.000 liter

Material : HDPE

8 CHEMICAL HANDLING INJECTION SYSTEM

NaOH, D-001 1 unit 100.000.000Rp 100.000.000Rp

Kapasitas : 0-2000 liter/jam

Power : 1.0 kw/380 V/3pH/1450 rpm

Na2CO3, D-002 1 unit 150.000.000Rp 150.000.000Rp

Kapasitas : 0-3000 liter/jam

Power : 1.5 kw/380 V/3pH/1450 rpm

Moringa, D-003 1 unit 250.000.000Rp 250.000.000Rp

Kapasitas : 0-11000 liter/jam

Power : 2.5 kw/380 V/3pH/1450 rpm

Mixing Agitator 3 unit 10.000.000Rp 30.000.000Rp

Speed : 150 rpm

Power : 0.37 KW/380V/3pH/50Hz/250 rpm

Mixing Tank 3 unit 15.000.000Rp 45.000.000Rp

Kapasitas : 5000 liter

Material : HDPE

Storage Tank For : 3 unit 50.000.000Rp 150.000.000Rp

Kapasitas : 30.000 liter

Material : HDPE

9 ALAT LABORATORIUM 1 unit 50.000.000Rp 50.000.000Rp

6.651.000.000Rp

IV

1 Control Panel 1 unit 250.000.000Rp 250.000.000Rp

2 Electrical cable & Accessories 1 lot 200.000.000Rp 200.000.000Rp

3 Conduit Pipe & Accressories 1 lot 100.000.000Rp 100.000.000Rp

550.000.000Rp

ELECTRICAL WORK

LAMPIRAN 2

BREAK DOWN PRICE

BIAYA INVESTASI PABRIK NaCl 5% KAPASITAS 4,7 TPD

QTY

PREPARATION WORK

Sub Total I

CIVIL WORK

Sub Total II

MECHANICAL WORK

Sub Total III

Sub Total IV

Page 137: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

NO. DESCRIPTION UNIT PRICE EXT. PRICE

BREAK DOWN PRICE

BIAYA INVESTASI PABRIK NaCl 5% KAPASITAS 4,7 TPD

QTY

V

1 Pipe PVC AW & SUS 304 1 lot 300.000.000Rp 300.000.000Rp

2 Fitting & Accessories 1 lot 150.000.000Rp 150.000.000Rp

3 Valve & Accessories 1 lot 250.000.000Rp 250.000.000Rp

700.000.000Rp

VI

1 Installation 1 lot 350.000.000Rp 350.000.000Rp

2 Transportation material to site 1 lot 50.000.000Rp 50.000.000Rp

3 Commisioning (exclude chemical) 1 lot 100.000.000Rp 100.000.000Rp

500.000.000Rp

11.001.000.000Rp

Sebelas Milyar Satu Juta Rupiah

PIPING WORK DI AREA WTP

Sub Total V

OTHER

Sub Total VI

Total

Page 138: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

Reject Water SWRO 470,0 m3/jam

Total Produksi NaCl 4.700,0 ton/day

1 OPEX dari Reject Water SWRO menjadi NaCl 5 %

Rp/hari

Harga / kwh Rp 1.300

Mixing Tank Agitator-1 0,37 24 8,9 11.544 1,02

Mixing Tank Agitator-2 0,37 24 8,9 11.544 1,02

Scrapper Sedimentation Tank 1,00 24 24,0 31.200 2,77

Cation-Anion Feed Pump, P-01 70,00 24 1.680,0 2.184.000 193,6

Filter Press Machine 5,00 24 120,0 156.000 13,8

NaOH Dosing pump (D‐001) 1,00 24 24,0 31.200 2,8

Na2CO3 Dosing pump (D‐002) 1,50 24 36,0 46.800 4,1

Moringa Dosing pump (D‐003) 2,50 24 60,0 78.000 6,9

Mixing Agitator For NaOH 0,37 24 8,9 11.544 1,0

Mixing Agitator For Na2CO3 0,37 1 0,4 481 0,0

Mixing Agitator For Moringa 0,37 1 0,4 481 0,0

82,85 2.562.794 227,2

B. Chemical ppm Kg/hari Rp/kg Rp/hari Rp/m3

NaOH 4.000,0 18.800,0 6.300 118.440.000 25.200,0

Na2CO3 6.000,0 28.200,0 1.300 36.660.000 7.800,0

Moringa 11.750,0 117,50 27.356 3.214.359 683,9

158.314.359 33.683,9

C. Operator Personel Gaji/bln Total Gaji/bln Rp/hari Rp/m3

12 3.500.000 42.000.000 1.400.000 124,1

D. Maintenance Rp/hari Rp/m3

5% dari total cost (A+B+C) 8.113.858 719,3

Total Biaya Operasional dari Reject Water --> NaCl 5 % 34754,5314 per m3 reject water

34.755 per m3 NaCl 5%

Harga NaCl industri (bubuk), import 2.400.000 per ton sudah termasuk bea masuk+ ekspedisi

2.400 per kg

Demin water 50.000 per m3

NaCl 5% (50 kg/m3) 170.000 per m3 beaya untuk membuat NaCl 5% dari garam industri

BIAYA OPERASIONAL (OPEX)

A. Listrik Kw Jam Op Total Kwh/hari Rp/m3

Page 139: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

CHEMICAL SYSTEM

Kapasitas Recovery 470 m3/jam

Dosis / Konsentrasi Bahan Kimia

Precipitant-1 4000 ppm = 4000 mg/L = 4000 gr/m3 = 4 kg/m3

Precipitant-2 5000 ppm = 5000 mg/L = 5000 gr/m3 = 5 kg/m3

POLYMER 25 gr/L = mg/L = 25000 gr/m3 = 25 kg/m3

Konsentrasi Larutan

Precipitant-1 28 % = 28 kg/100L

Precipitant-2 10 % = 10 kg/100L

POLYMER 2,5 % = 2,5 kg/100L

Kebutuhan Bahan Kimia

Precipitant-1 1880 kg/jam

Precipitant-2 2350 kg/jam

POLYMER MO 11750 kg/jam

Harga Bahan Kimia Konsentrasi ekstrak MO 25 g/L

Precipitant-1 6.300Rp per Kg Dibuat dari:

Precipitant-2 1.300Rp per Kg MO bubuk 50 Kg 15.000 Rp/Kg 750.000 Rp/m3

POLYMER 138Rp per Kg Ethanol (4: 1) 4 Lt 80.000 Rp/L 320.000 Rp

Garam 1M 48,5 kg/M3 500 Rp/Kg 24.250 Rp/m3

Biaya Bahan Kimia Total 1.094.250 Rp/40 m3 reject water

Precipitant-1 11.844.000Rp kg/jam

Precipitant-2 3.055.000Rp kg/jam Harga ekstrak MO 3.214.359 Rp/day 27.356 Rp/m3 reject water

POLYMER 1.621.500Rp kg/jam

Total Pemakaian Bahan Kimia 16.520.500Rp per jam

396.492.000Rp per day 5 gr MO + 100 ml NaCl 1 M --> 50 kg dalam 1 m3 NaCl 1 M --> untuk 40 m3 reject water

Dosis : 25 g/L = 25 kg ekstrak/M3 reject water

HPP Bahan Kimia 35.150Rp per m3 atau 25 kg ekstrak MO/M3 reject water

35Rp per liter

Page 140: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

PERHITUNGAN KELAYAKAN INVESTASI PEMURNIAN REJECT WATER SWRO MENJADI LARUTAN CRUDE NaCl 5%

KAPASITAS : 4700 M3/ Hari = 4,7 TON/hari

SUMBER DAN PENGGUNAAN DANA

Sumber Dana Penggunaan Dana

Modal Sendiri 25.148.838.080 Pembangunan Instalasi 25.148.838.080

Pinjaman - Asuransi 0

Backup pembayaran 0

Jumlah 25.148.838.080 Jumlah 25.148.838.080

DEPRESIASI METODE GARIS LURUS AWAL DEBET KREDIT TOTAL AKM NILAI

TAHUN DEPRESIASI AKM DEPR DEPRESIASI BUKU

JUMLAH INSTALASI (unit) 1 0 0 0 0 25.148.838.080

HARGA PER UNIT 25.148.838.080 1 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 22.733.954.272

TOTAL HARGA PEROLEHAN 25.148.838.080 2 2.414.883.808 2.414.883.808 4.829.767.616 20.319.070.464

NILAI SISA 1.000.000.000 3 2.414.883.808 2.414.883.808 7.244.651.424 17.904.186.656

UMUR EKONOMIS (tahun) 10 4 2.414.883.808 2.414.883.808 9.659.535.232 15.489.302.848

5 2.414.883.808 2.414.883.808 12.074.419.040 13.074.419.040

6 2.414.883.808 2.414.883.808 14.489.302.848 10.659.535.232

7 2.414.883.808 2.414.883.808 16.904.186.656 8.244.651.424

8 2.414.883.808 2.414.883.808 19.319.070.464 5.829.767.616

CASH - FLOW

Keterangan Tahun ke-0 Tahun ke-1 Tahun ke-2 Tahun ke-3 Tahun ke-4 Tahun ke-5 Tahun ke-6 Tahun ke-7 Tahun ke-8

Kas masuk

Modal Pemilik 25.148.838.080 0 0 0 0 0 0 0 0

Penerimaan setoran 0 108.570.000.000 124.855.500.000 143.583.825.000 165.121.398.750 189.888.930.000 218.372.269.500 251.128.109.925 288.797.326.414

Total penerimaan 25.148.838.080 108.570.000.000 124.855.500.000 143.583.825.000 165.121.398.750 189.888.930.000 218.372.269.500 251.128.109.925 288.797.326.414

Saldo awal kas 0 0 14.876.524.062 34.966.454.016 61.361.122.951 95.346.496.140 138.434.984.096 192.404.236.884 259.339.247.869

Total kas tersedia 25.148.838.080 108.570.000.000 139.732.024.062 178.550.279.016 226.482.521.701 285.235.426.140 356.807.253.596 443.532.346.809 548.136.574.283

Kas Keluar

Pembangunan Instalasi 25.148.838.080 0 0 0 0 0 0 0 0

Biaya O & M 0 88.377.772.972 97.215.550.269 106.937.105.296 117.630.815.826 129.393.897.409 142.333.287.149 156.566.615.864 172.223.277.451

Retribusi 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pokok pinjaman 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pembayaran bunga 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Pajak 0 5.315.702.966 7.550.019.777 10.252.050.769 13.505.209.735 17.406.544.635 22.069.729.563 27.626.483.076 34.230.249.546

Total pengeluaran 25.148.838.080 93.693.475.938 104.765.570.046 117.189.156.065 131.136.025.561 146.800.442.044 164.403.016.712 184.193.098.940 206.453.526.997

Sisa 0 14.876.524.062 34.966.454.016 61.361.122.951 95.346.496.140 138.434.984.096 192.404.236.884 259.339.247.869 341.683.047.285

Saldo kas minimum 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000 250.000.000

Pinjaman 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Saldo akhir 0 14.876.524.062 34.966.454.016 61.361.122.951 95.346.496.140 138.434.984.096 192.404.236.884 259.339.247.869 341.683.047.285

Page 141: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

PERHITUNGAN KELAYAKAN INVESTASI PEMURNIAN REJECT WATER SWRO

PRODUK : LARUTAN CRUDE NaCl 5%

KAPASITAS : 4700 m3/hari

PROYEKSI LABA RUGI

TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN

I II III IV V VI VII VIII

1 KAPASITAS PRODUKSI

Kapasitas Produksi Awal Tahun m3/hari 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700

Penambahan Kapasitas Produksi m3/hari 0 0 0 0 0 0 0 0

Kapasitas Produksi Akhir Tahun m3/hari 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700 4.700

2 RENCANA PENDAPATAN PENJUALAN AIR

Rencana Jumlah Air dijual m3 1.551.000 1.551.000 1.551.000 1.551.000 1.551.000 1.551.000 1.551.000 1.551.000

Harga Jual per tahun I Rp/m3 70.000

Kenaikan harga jual % 0% 15% 15% 15% 15% 15% 15% 15%

Harga jual air per m3 setelah kenaikan Rp. 70.000 80.500 92.575 106.461 122.430 140.795 161.914 186.201

Jumlah Pendapatan Rp. 108.570.000.000 124.855.500.000 143.583.825.000 165.121.398.750 189.888.930.000 218.372.269.500 251.128.109.925 288.797.326.414

3 BIAYA PRODUKSI

Direct Production Cost Rp. 75.721.612.972 83.293.774.269 91.623.151.696 100.785.466.866 110.864.013.553 121.950.414.908 134.145.456.399 147.560.002.039

Plant Overhead Cost Rp. 8.437.440.000 9.281.184.000 10.209.302.400 11.230.232.640 12.353.255.904 13.588.581.494 14.947.439.644 16.442.183.608

General Expense Rp. 4.218.720.000 4.640.592.000 5.104.651.200 5.615.116.320 6.176.627.952 6.794.290.747 7.473.719.822 8.221.091.804

Jumlah Biaya Operasional dan Pemeliharaan Rp. 88.377.772.972 97.215.550.269 106.937.105.296 117.630.815.826 129.393.897.409 142.333.287.149 156.566.615.864 172.223.277.451

4 PENDAPATAN DAN BIAYA LAIN-LAIN

Pendapatan lain-lain Rp. 0 0 0 0 0 0 0 0

Retribusi air sungai Rp. 0 0 - - - - - -

Pembayaran bunga Rp. - - - - 0 0 0 0

Penyusutan Rp. 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808

Pendapatan dan biaya lain-lain Rp. 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808 2.414.883.808

5 LABA RUGI SEBELUM PAJAK Rp. 17.777.343.220 25.225.065.923 34.231.835.896 45.075.699.116 58.080.148.783 73.624.098.543 92.146.610.253 114.159.165.155

6 PAJAK Rp. 5.315.702.966 7.550.019.777 10.252.050.769 13.505.209.735 17.406.544.635 22.069.729.563 27.626.483.076 34.230.249.546

7 LABA RUGI SETELAH PAJAK (EAT) Rp. 12.461.640.254 17.675.046.146 23.979.785.127 31.570.489.381 40.673.604.148 51.554.368.980 64.520.127.177 79.928.915.608

No. URAIAN SATUAN

Page 142: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

KAPASITAS : 4700 M3/ Hari = 4,7 TON/hari

PENILAIAN PROYEK DENGAN AVERAGE RATE OF RETURN

Investasi Awal 25.148.838.080

Aliran kas

Keterangan EAT Depresiasi Cash Inflow

Tahun ke-1 12.461.640.254 2.414.883.808 14.876.524.062

Tahun ke-2 17.675.046.146 2.414.883.808 20.089.929.954

Tahun ke-3 23.979.785.127 2.414.883.808 26.394.668.935

Tahun ke-4 31.570.489.381 2.414.883.808 33.985.373.189

Tahun ke-5 40.673.604.148 2.414.883.808 43.088.487.956

Tahun ke-6 51.554.368.980 2.414.883.808 53.969.252.788

Tahun ke-7 64.520.127.177 2.414.883.808 66.935.010.985

Tahun ke-8 79.928.915.608 2.414.883.808 82.343.799.416

Rata-rata EAT 40.295.497.103

Rata-rata investasi 25.148.838.080

AVERAGE RATE OF RETURN 160,23%

Initial Investment 25.148.838.080

Aliran kas

Keterangan EAT Depresiasi Cash Inflow

Tahun ke-1 12.461.640.254 2.414.883.808 14.876.524.062

Tahun ke-2 17.675.046.146 2.414.883.808 20.089.929.954

Tahun ke-3 23.979.785.127 2.414.883.808 26.394.668.935

Tahun ke-4 31.570.489.381 2.414.883.808 33.985.373.189

Tahun ke-5 40.673.604.148 2.414.883.808 43.088.487.956

Tahun ke-6 51.554.368.980 2.414.883.808 53.969.252.788

Tahun ke-7 64.520.127.177 2.414.883.808 66.935.010.985

Tahun ke-8 79.928.915.608 2.414.883.808 82.343.799.416

Initial Investment 25.148.838.080 Kelebihan bulan 24,79

cash inflow th 1 14.876.524.062

Belum tertutup 10.272.314.018 PAYBACK PERIOD (tahun) 1,93

cash inflow th 2 20.089.929.954

Belum tertutup (9.817.615.936)

cash inflow th 3 26.394.668.935

Belum tertutup (36.212.284.871)

cash inflow th 4 33.985.373.189

Kelebihan 70.197.658.060

PERHITUNGAN KELAYAKAN INVESTASI PEMURNIAN REJECT

WATER SWRO MENJADI LARUTAN CRUDE NaCl 5%

PENILAIAN PROYEK DENGAN PAYBACK PERIOD

Page 143: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

KAPASITAS : 4700 M3/ Hari = 4,7 TON/hari

PERHITUNGAN KELAYAKAN INVESTASI PEMURNIAN REJECT

WATER SWRO MENJADI LARUTAN CRUDE NaCl 5%

PENILAIAN PROYEK DENGAN INTERNAL RATE OF RETURN

Investasi Awal 25.148.838.080

Aliran kas

Keterangan EAT Depresiasi Cash Inflow

Tahun ke-1 12.461.640.254 2.414.883.808 14.876.524.062

Tahun ke-2 17.675.046.146 2.414.883.808 20.089.929.954

Tahun ke-3 23.979.785.127 2.414.883.808 26.394.668.935

Tahun ke-4 31.570.489.381 2.414.883.808 33.985.373.189

Tahun ke-5 40.673.604.148 2.414.883.808 43.088.487.956

Tahun ke-6 51.554.368.980 2.414.883.808 53.969.252.788

Tahun ke-7 64.520.127.177 2.414.883.808 66.935.010.985

Investasi awal/Initial Investment (25.148.838.080)

Aliran kas/cash inflow tahun 1 14.876.524.062

Aliran kas/cash inflow tahun 2 20.089.929.954

Aliran kas/cash inflow tahun 3 26.394.668.935

Aliran kas/cash inflow tahun 4 33.985.373.189

Aliran kas/cash inflow tahun 5 43.088.487.956

Aliran kas/cash inflow tahun 6 53.969.252.788

Aliran kas/cash inflow tahun 7 66.935.010.985

Aliran kas/cash inflow tahun 8 82.343.799.416

IRR ESTIMATE 25,00%

IRR ACTUAL 86,74%

KESIMPULAN

Investasi layak

Page 144: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

KAPASITAS : 4700 M3/ Hari = 4,7 TON/hari

PERHITUNGAN KELAYAKAN INVESTASI PEMURNIAN REJECT

WATER SWRO MENJADI LARUTAN CRUDE NaCl 5%

PENILAIAN PROYEK DENGAN NET PRESENT VALUE

Investasi Awal 25.148.838.080

Aliran kas

Keterangan EAT Depresiasi Cash Inflow

Tahun ke-1 12.461.640.254 2.414.883.808 14.876.524.062

Tahun ke-2 17.675.046.146 2.414.883.808 20.089.929.954

Tahun ke-3 23.979.785.127 2.414.883.808 26.394.668.935

Tahun ke-4 31.570.489.381 2.414.883.808 33.985.373.189

Tahun ke-5 40.673.604.148 2.414.883.808 43.088.487.956

Tahun ke-6 51.554.368.980 2.414.883.808 53.969.252.788

Tahun ke-7 64.520.127.177 2.414.883.808 66.935.010.985

Tahun ke-8 79.928.915.608 2.414.883.808 82.343.799.416

Investasi awal/Initial Investment 25.148.838.080

Aliran kas/cash inflow tahun 1 14.876.524.062

Aliran kas/cash inflow tahun 2 20.089.929.954

Aliran kas/cash inflow tahun 3 26.394.668.935

Aliran kas/cash inflow tahun 4 33.985.373.189

Aliran kas/cash inflow tahun 5 43.088.487.956

Aliran kas/cash inflow tahun 6 53.969.252.788

Aliran kas/cash inflow tahun 7 66.935.010.985

Aliran kas/cash inflow tahun 8 82.343.799.416

Tingkat suku bunga 24,00%

Net Present Value 87.257.766.475

KESIMPULAN

Investasi layak

Page 145: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

KAPASITAS : 4700 M3/ Hari = 4,7 TON/hari

PERHITUNGAN KELAYAKAN INVESTASI PEMURNIAN REJECT

WATER SWRO MENJADI LARUTAN CRUDE NaCl 5%

PENILAIAN INVESTASI DENGAN PROFITABILITY INDEX

Investasi Awal 25.148.838.080

Aliran kas

Keterangan EAT Depresiasi Cash Inflow

Tahun ke-1 12.461.640.254 2.414.883.808 10.046.756.446

Tahun ke-2 17.675.046.146 2.414.883.808 15.260.162.338

Tahun ke-3 23.979.785.127 2.414.883.808 21.564.901.319

Tahun ke-4 31.570.489.381 2.414.883.808 29.155.605.573

Tahun ke-5 40.673.604.148 2.414.883.808 38.258.720.340

Tahun ke-6 51.554.368.980 2.414.883.808 49.139.485.172

Tahun ke-7 64.520.127.177 2.414.883.808 62.105.243.369

Tahun ke-8 79.928.915.608 2.414.883.808 77.514.031.800

Investasi awal/Initial Investment 25.148.838.080

Aliran kas/cash inflow tahun 1 10.046.756.446

Aliran kas/cash inflow tahun 2 15.260.162.338

Aliran kas/cash inflow tahun 3 21.564.901.319

Aliran kas/cash inflow tahun 4 29.155.605.573

Aliran kas/cash inflow tahun 5 38.258.720.340

Aliran kas/cash inflow tahun 6 49.139.485.172

Aliran kas/cash inflow tahun 7 62.105.243.369

Aliran kas/cash inflow tahun 8 77.514.031.800

Tingkat suku bunga 24,00%

Net Present Value 70.734.058.134

Profitability Index 3,81

PENILAIAN INVESTASI DENGAN BERBAGAI KRITERIA

Investasi Awal 25.148.838.080

Aliran kas

Keterangan EAT Depresiasi Cash Inflow

Tahun ke-1 12.461.640.254 2.414.883.808 14.876.524.062

Tahun ke-2 17.675.046.146 2.414.883.808 20.089.929.954

Tahun ke-3 23.979.785.127 2.414.883.808 26.394.668.935

Tahun ke-4 31.570.489.381 2.414.883.808 33.985.373.189

Tahun ke-5 40.673.604.148 2.414.883.808 43.088.487.956

Tahun ke-6 51.554.368.980 2.414.883.808 53.969.252.788

Tahun ke-7 64.520.127.177 2.414.883.808 66.935.010.985

Tahun ke-8 79.928.915.608 2.414.883.808 82.343.799.416

AVERAGE RATE OF RETURN 160,23%

PAYBACK PERIOD (tahun) 1,93

INTERNAL RATE OR RETURN 86,74%

NET PRESENT VALUE 87.257.766.475

PROFITABILITY INDEX 3,81

KESIMPULAN

Investasi layak

Page 146: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

133

LAMPIRAN 3

PROSEDUR ANALISA

A. PROSEDUR PEMAKAIAN RADIOMETER ABL77

1. PRINSIP

Electrolite Analyzer Radiometer ABL 77 adalah alat penunjang dalam laboratorium

yang didukung oleh larutan-larutan elektrolit. Electrolite analyzer dapat mendeteksi ion

garam anorganik, ion kalsium dengan sample bahan yang kecil. Electrolite analyzser

menggunakan metode ion elektroda selektif untuk menghasilkan pengukuran tepat dari

suatu pengujian. Alat ini terdiri dari enam elektrode natrium, kalium, kalsium, lithium,

magnesium dan elektroda CST.

Pengukuran electrolytes diukur dengan proses yang dikenal sebagai potensiometri.

Metode ini mengukur tegangan yang berkembang antara permukaan dalam dan luar

elektroda selektif ion. Elektroda (membran) terbuat dari bahan yang selektif permeabel

untuk ion yang diukur. Misalnya, natrium elektroda terbuat dari formula kaca khusus yang

selektif mengikat ion natrium. Bagian dalam elektroda diisi dengan cairan yang

mengandung ion natrium, dan bagian luar membran kaca direndam dalam sampel.

Perbedaan potensial berkembang melintasi membran kaca yang tergantung pada perbedaan

konsentrasi natrium (aktivitas) di dalam dan di luar membran kaca. Potensi ini diukur

dengan membandingkannya dengan potensi elektroda referensi. Karena potensi elektroda

referensi tetap konstan, perbedaan tegangan antara dua elektroda tersebut diberikan untuk

konsentrasi natrium dalam sampel.

2. ELEKTRODE POTENSIOMETER

Elektroda K (E722) adalah elektroda ion yang memiliki sensing elemen adalah

membran PVC yang mengandung pembawa ion kalium netral. Membran yang sangat

Page 147: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

134

sensitif ditutupi dengan membran selofan agar lindungi dari sampel. Elektrolit memiliki

konstanta dan konsentrasi ion kalium yang diketahui. Ketika sebuah sampel dihubungi

dengan elektroda, sebuah potensi berkembang di seluruh PVC dan plastik membran.

Potensi bergantung pada perbedaan antara potasium (lebih tepatnya, aktivitas) di elektrolit

dan sampel. Jika cK + dalam kedua solusi itu sama, potensi di ujung elektroda akan menjadi

0 V.

Elektroda Na (E755) adalah elektroda ionselektif yang elemen penginderanya adalah pin

keramik Na + -sensitif terdapat di ujung jaket. Elektrolit memiliki konsentrasi ion sodium

yang konstan dan diketahui. Ketika sebuah sampel membawa kontak dengan elektroda,

sebuah potensi berkembang melintasi pin keramik. Potensi tergantung pada perbedaan

antara natrium (lebih tepatnya, aktivitas) dalam elektrolit dan sampel. Jika cNa + pada

kedua solusi adalah sama, potensi di ujung elektroda akan menjadi 0 V.

Page 148: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

135

Elektroda Ca (E733) adalah elektroda ionselective yang elemen penginderanya adalah

membran PVC yang mengandung pembawa ion kalsium-netral. Membran yang

mengandung ionik ditutupi dengan membran selofan untuk melindunginya dari sampel.

Elektrolit memiliki konsentrasi ion kalsium yang konstan dan diketahui. Ketika sampel

dibawa dalam kontak dengan elektroda, sebuah potensi berkembang di seluruh selaput PVC

dan selofan. Potensi tergantung pada perbedaan antara kalsium (lebih tepatnya, aktivitas)

di elektrolit dan sampel. Jika cCa2 + di kedua solusi adalah sama, potensi di ujung elektroda

akan menjadi 0 V

Elektroda Cl (E744) adalah elektroda ionselektif yang elemen penginderanya adalah

membran PVC yang mengandung pembawa ion klorida. Membran yang sensitif terhadap

ion ditutupi dengan membran selofan untuk melindunginya dari sampel. Elektrolit

memiliki konsentrasi ion klorida yang konstan dan diketahui. Ketika sebuah sampel

Page 149: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

136

membawa kontak dengan elektroda, sebuah potensi berkembang di seluruh PVC dan

plastik membran. Potensi tergantung pada perbedaan antara klorida (lebih tepatnya,

aktivitas) di elektrolit dan sampel. Jika cCl− di kedua solusi sama, potensi di ujung

elektroda akan menjadi 0 V

B. PROSEDUR ANALISA SULFAT

1. Peralatan Yang Digunakan:

- Spektrofotometer

- Botol distilat

- Pipet takar, pipet volume, tabung reaksi

2. Bahan Kimia

- Larutan standar sulfat (0,05 mg/ml)

- Larutan Barium Chromat

- Larutan Amoniak

- Destilat water

3. Prosedur Analisa

- Mengambil larutan sample sebanyak 20 ml dengan pipet takar dan

memasukkannya ke tabung reaksi

- Menambahkan destilat water kedalam larutan sample hingga volume menjadi 30

ml

- Membuat kurva kalibrasi dengan larutan standar dengan larutan standar sulfat

(0,05 mg/ml) dengan pipet takar masing-masing 0; 2ml; 5ml; 7ml; 10ml,

kemudian memasukkannya ke dalam tabung reaksi.

- Menambahkan destilat water kedalam volume larutan standar hingga menjadi

30 ml.

- Menambahkan 4 ml larutan Barium Chromat (BaCrO4) ke dalam masing-

masing tabung reaksi dengan menggunakan stopper, mengocok dan

mendiamkan selama 5 menit.

- Menambahkan 1 ml larutan amoniak ke dalam masing-masing tabung reaksi,

menutup dan mengocok tabung reaksi dan mendiamkan selama 5 menit

- Menambahkan 10 ml Etanol ke dalam masing-masing tabung reaksi, menutup

dan mengocok tabung reaksi, selanjutnya mendiamkan selama 30 menit.

Page 150: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

137

- Menyaring larutan tersebut dan menampung filtratnya ke dalam erlenmeyer 25

ml

- Mengukur abdorban standar dan sample pada panjang gelombang 370 nm

menggunakan spektrofotometer

- Menentukan harga absorbance sample dengan membandingkan dengan kurva

standar

- Menghitung konsentrasi sulfat.

4. Perhitungan

Larutan standar

Standar Konsentrasi Absorbansi

Standar 1 0 0,0015

Standar 2 2 0,0828

Standar 3 5 0,2277

Standar 4 7 0,3334

Standar 5 10 0,4919

Perhitungan Sulfat:

𝐾 =𝐴 𝑥 𝐵

𝑉 𝑥 1000

Dimana : K = konsentrasi sulfat (mg/L)

A = konsentrasi larutan standar (mg/ml)

B = konsentrasi larutan sample (mg/ml)

V = volume larutan sample

Page 151: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

138

C. PROSEDUR ANALISA KLORIDA

1. Metode : Potensiometri SNI 6439:2013

Metode ini digunakan untuk uji yang mengandung 2 mg/L sampai 1000 mg/L ion

klorida . Rentang konsentrasi dapat diperluas dengan mengencerkan suatu larutan.

Ion klorida diukur dengan cara potensiometri menggunakan electrode ion-selektif

klorida yang dihubungkan dengan sebuah penghubung ganda, tipe lengan electrode

pembanding. Potensial dibaca menggunakan pengukur pH yang dilengkapi skala

millivolt, atau pengukur ion selektif yang memiliki skala konsentrasi langusng

untuk klorida. Metode ini tidak terkendala bila sulfida sampai 500 mg/L.

2. Peralatan yang digunakan:

- Pengukur pH

- Elektroda ion-selektif Klorida, yang memiliki membrane kurang peka terhadap

AgCl.

- Pengaduk magnetic

- Batang pengaduk yang berlapis TFE-fluorokarbon

- Pipet volume

3. Bahan Kimia

- Natrium bromat

- Asam nitrat pekat

- NaCl

- Air distilat

4. Pereaksi

4.1.Larutan Penyesuai Kekuatan Ion Klorida (PKIK)

- Melarutkan 15,1 g Natrium bromate dalam 800 mL air.

- Menambahkan 75 mL asam nitrat pekat, dan aduk secara sempurna dengan

pengaduk mekanik.

- Mengencerkan dengan air distilat sampai volume 1 L

- menyimpan larutan PKIK dalam wadah polyetilen atau gelas.

4.2.Larutan Persediaan Klorida (1000 mL)

- Melarutkan 1,648 g NaCl yanga telah dikeringkan selama 1 jam pada suhu

600oC di dalam air, ke dalam sebuah labu ukur

- Mengencerkan sampai volume 1 L

4.3.Larutan Standar Klorida (100 mg/L, 10 mg/L, dan 1,0 mg/L)

Page 152: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

139

- Memindahkan 100 mL, 10 mL dan 1,0 mL persediaan larutan klorida ke dalam

masing-masing labu 1000 mL

- Mengencerkan masing-masing dengan air distilat sampai volume 1 L

5. Kalibrasi

- Mencampurkan dengan volume yang sama dari 1000 mg/L larutan standar

klorida dan pereaksi PKIK.

- Melakukan hal sama untuk tiga standar yang lain

- Mencampurkan dengan volume yang sama air distilat dan pereaksi PKIK

- Menempatkan elektrode dalam campuran diatilat dan PKIK, mengaduk dengan

baik, dan menunggu 3 – 5 menit. Mencatat pembacaan dalam millivolt.

Campuran ini tidak mengandung klorida tambahan sehingga pembacaan

potensialnya tidak stabil.

- Membilas electrode dengan baik hingga bersih. Menempatkan electrode tersebut

dalam 1 mg Cl-/L PKIK dan mengaduk dengan baik. Menunggu 1-2 menit dan

mencatat hasilnya.

- Jika perbedaan pembacaan dengan campuran distilat-PKIK kurang dari 15 mV,

berarti terdapat kontaminasi klorida pada pereaksi yang akan menyebabkan

tingkat pembacaan rendah, sehingga perlu pereaksi yang lebuh murni.

- Membilas electrode dan menempatkan dalam campuran 10 mg Cl- / L-PKIK,

mengaduk dengan baik dan menunggu sampai 1 menit serta mencatat hasilnya.

- Mengulangi dengan campuran ion klorida 100 dan 1000 mg/L PKIK

- Membuat kurva kalibrasi.

6. Prosedur Analisa

- Mencampur sample uji dengan volume yang sama dengan pereaksi PKIK, dan

mengaduk merata selama 1-2 menit

- Memasukkan electrode, dan menunggu 1 – 2 menit

- Membaca konsentrasi klorida dalam sampleuji dalam mg/L langsung dari kurva

kalibrasi

Page 153: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

140

D. PROSEDUR ANALISA KALSIUM DAN MAGNESIUM

1. Metode : EDTA Complexometric Titration

EDTA Complexometric Titration adalah titrasi berdasarkan pembentukan

persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion).

Complexometric Titration merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling

saling membentuk senyawa kompleks.

2. Peralatan yang digunakan:

- Buret,

- Erlenmeyer, beaker glass

3. Bahan Kimia:

- EDTA

- Larutan standar CaCO3

- Indikator Erimochrome Black T (EBT) atau Calmagite

- Larutan HCl

- Larutan NH4OH

- Indikator Metil merah

- Air distilat bebas ion

4. Standarisasi

- Menimbang 0,5 g CaCO3, dan memasukannya ke dalam Erlenmeyer yang telah

dibilas dinding-dindingnya dengan air distilat.

- Menambahkan HCl dengan perbandingan 1 :1 hingga CaCO3 benar-benar larut.

- Menambahkan 50 mL air distilat bebas ion ke dalam Erlenmeyer, dan

memanaskan Erlenmeyer selama 15 menit, kemudian mendinginkan.

- Menambahkan kedalam larutan yang telah dingin, 2 tetes indikator metal merah

dan menetralkan menggunakan HCl atau NH4OH hingga berwarna pink muda.

- Mengencerkan larutan ke dalam labu takar hingga volume 100 mL.

- Mengambil 10 mL larutan dengan pipet, dan menempatkannya ke dalam

Erlenmeyer, kemudian menambahkan 2 mL larutan buffer pH 10 dan sedikit

EBT.

- Melakukan titrasi dengan EDTA sampai warna larutan menjadi biru.

- Mencatat jumlah EDTA yang dibutuhkan.

Page 154: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

141

5. Prosedur Analisa

- Menyiapkan 25 mL sample uji ke dalam erlenmeyer yang terlebih dahulu dibilas

dengan dindingnya dengan air distilat bebas ion.

- Menambahkan 2 mL larutan buffer pH 10 dan sedikit EBT.

- Melakukan titrasi dengan EDTA sampai larutan menjadi biru

- Mencatat jumlah EDTA yang dibutuhkan

E. PROSEDUR ANALISA NATRIUM

1. Metode : Volhard Titration

Metode Volhard Titration merupakan metode titrasi yang didasarkan pada

pengendapan perak tiosianat dalam larutan nitrit dengan ion besi, yang digunakan

untuk mengukur kelebihan ion tiosianat. Metode Volhard Titration adalah metode

tidak langsung atau back titration, yaitu kelebihan larutan standar perak nitrat yang

ditambahkan ke dalam sample klorida, dititrasi menggunakan larutan standar

kalium atau ammonium tiosianat dengan ion besi sebagai indikator

2. Peralatan yang digunakan:

- Hot plate

- Buret

- erlenmeyer

3. Bahan Kimia

- Larutan Na2CO3 5%

- Larutan HNO3 5N

- Larutan HNO3 12N

- Larutan standar AgNO3

- Larutan jenuh FeNH4(SO4).12H2O

- Larutan KSCN 0,1 N

4. Prosedur Analisa

4.1.Standarisasi KSCN 0,1 N

- Mengambil 5ml AgNO3 0,1 N dan memasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 mL.

- Menambahkan HNO3 5N 10 mL

- Menambahkan 100 mL air distilat dan 2-3 tetes Fe3+.

- Mentitrasi dengan KSCN 0,1N hingga larutan berubah warna menjadi merah

dengan endapan putih dibawahnya.

Page 155: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

142

4.2.Prosedur Analisa sample

- Mengambil 5 mL sample dan menaruh ke dalam erlenmeyer, dan menambahkan

20 mL air distilat

- Menambahkan 5 mL HNO3 4N

- Menambahkan 10 mL AgNO3 0,1N, dan 2-3 tetes Fe3+

- Selanjutnya melakukan titrasi menggunakan larutan KSCN 0,1 N, hingga warna

berubah menjadi merah dengan endapan putih.

Perhitungan % NaCl :

(𝑉𝑥𝑁)𝐴𝑔𝑁𝑂3 − (𝑉𝑥𝑁)𝐾𝑆𝐶𝑁 𝑥 𝐵𝑠𝑡 𝑥 𝑓𝑝

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 (𝑚𝑔) 𝑥 100%

F. PROSEDUR ANALISA KARBONAT DAN BIKARBONAT

1. Metode : Asidimetri

Metode Asidimetri dengan menggunakan indikator ganda.

2. Peralatan yang digunakan:

- Pipet, gelas ukur

- Buret

- erlenmeyer

3. Bahan Kimia

- Larutan HCl 0,1 N

- Indikator Phenolptalein (PP)

- Indikator Methyle Orange (MO)

- Air Distilat

4. Prosedur Analisa

- Mengambil 25 mL sample, dan memasukkannya ke dalam Erlenmeyer

- Ke dalam erlenmeyer diberi 3 tetes indikator PP

- Mengamati perubahan warna yang terjadi. Apabila terjadi perubahan warna

maka melakukan titrasi pada sample menggunakan HCl 0,1 N hingga warnanya

berubah bening.

- Mencatat volume titrasi sebagai V1

- Selanjutnya, sample ditetesi dengan indikator MO, dan dititrasi kembali dengan

HCl 0,1 N hingga warna larutan berubah menjadi orange.

- Mencatat hasil titrasi sebagai V2

Page 156: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

143

- Apabila warna sample setelah pemberian indikator PP tidak berubah, maka

sample ditetesi dengan indikator MO sebanyak 2 tetes.

- Selanjutnya dititrasi dengan HCl 0,1 N hingga warnanya berubah menjadi

orange.

- Melakukan duplo untuk setiap sample.

- Kadar karbonat, dan bikarbonat dihitung dengan menggunakan rumus:

a. Jika V1 = V2,

𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑎𝑡 = 𝑉1 x 𝑁 𝐻𝐶𝑙 x 6,00

𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒𝑔 100 𝑚𝐿⁄

b. Jika V1 < V2

𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑎𝑡 = 𝑉1 x 𝑁 𝐻𝐶𝑙 x 6,00

𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒𝑔 100 𝑚𝐿⁄

𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑖𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑎𝑡 = (𝑉2 − 𝑉1) x 𝑁 𝐻𝐶𝑙 x 6,10

𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒𝑔 100 𝑚𝐿⁄

c. Jika V1 > V2

𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐾𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑎𝑡 = 𝑉1 x 𝑁 𝐻𝐶𝑙 x 6,00

𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒𝑔 100 𝑚𝐿⁄

𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐵𝑖𝑘𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛𝑎𝑡 = (𝑉2 − 𝑉1) x 𝑁 𝐻𝐶𝑙 x 1,7

𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒𝑔 100 𝑚𝐿⁄

G. PROSEDUR ANALISA KADAR SILIKA DALAM AIR

1. Metode : Spektrofotometri Secara Molibdatsilikat (SNI 06-2477-1991)

Ruang lingkup metode pengujian ini adalah mengukur kadar silika yang terdapat

dalam air konsentrasi 0 -50 mg/L, dengan menggunakan spektrofotometer pada

Panjang gelombang 410 nm.

2. Peralatan yang digunakan:

- Spektrofotometer sinar tunggal atau ganda

- Pipet ukur plastik 10 ml

- Labu ukur 200 dan 1000 mL

- Pengocok (shaker)

- Test tube plastik

Page 157: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

144

3. Bahan Kimia

- HCl 1:1

- Larutan ammonium molibdat,

Melarutkan 1 g ammonium molibdat dengan 100 mL H2SO4 0,1 N, menyaring

dan menyimpan dalam botol plastic pada suhu 4oC, dengan masa kadaluarsa 2

minggu.

- Larutan Asam Oksalat

Melarutkan 5 g asam oksalat dalam 100 mL air distilat, menyimpan dalam botol

plastic pada suhu 4oC, dengan masa kadaluarsa 3 minggu.

- Larutan Asam Askorbat

Melarutkan 1,76 g asam askorbat dalam 100 mL air distilat. . Larutan harus dibuat

baru setiap akan melakukan analisa.

- Larutan induk silika 1000 mg/L

Melarutkan 4,7298 g sodium metasilika hidrat (Na2SiO3.9H2O) dalam air distilat,

selanjutnya mengencerkan menjadi 1 L dan menyimpan dalam botol plastic pada

suhu 4oC, dengan masa kadaluarsa 6 bulan.

- Larutan induk silika 100 mg/L

4. Prosedur

4.1.Kalibrasi

- Membuat deret standar dengan menggunakan larutan standar induk 1000 mg/L

dengan konsentrasi seperti berikut: 0 (blank), 1, 5, 10 dan 25 mg/L

4.2.Analisa

- Mengambil 2 mL sample yang telah disaring ke dalam tabung reaksi

- Menambahkan 2,5 mL ammonium molibdat, lalu mengocok dengan

menggunakan vortex mixer.

- Menambahkan 1,8 mL asam oksalat, mengocok dan menambahkan lagi 2,5 mL

asam askorbat, kemudian mengocok lagi dengan jarak antara penambahan

pereaksi ± ½ menit.

- Mengukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada 660 nm.

- Perhitungan: membuat kurva standar dengan membuat plot absorbansi standar

terhadap konsentrasi. Catat konsentrasi silika sesuai yang dipeoleh pada

instrument dikalikan dengan factor pengenceran.

Page 158: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

145

H. PROSEDUR ANALISA KADAR BARIUM DALAM AIR

1. Metode : ICP

Analisa logam Ba dengan ICP berdasarkan pada ionisasi presentasi yang tertinggi

dari atom yang dihasilkan oleh plasma yang bersuhu tinggi.

2. Peralatan yang digunakan:

- ICP terkalibrasi

- Pipet mikro 0,5 mL, 1 mL dan 10 mL

- Saringan membrane 0,45 µm

- Labu ukur 50 mL, 100 mL dan 1000 mL terkalibrasi

- Pipet ukur 10mL dan 100 mL terkalibrasi

- Tabung reaksi 20 mL

- Gelas piala 150 mL dan 500 mL

- Penangas listrik

3. Bahan Kimia

- Air distilat non-logam

- Asam nitrat HNO3 pa

- Larutan induk Ba 1000 mg/L

- Larutan induk Ba 10 mg/L

- Larutan standar Ba 0 µg/L, 50 µg/L, 100 µg/L, 150 µg/L, 200 µg/L

Pipet masing-masing 0 mL, 0,5 mL, 1 mL, 1,5 mL dan 2 mL larutan baku Ba 10

mg/L ke dalam labu ukur 100 mL, dan menambahkan air distilat bebas logam

yang mengandung HNO3 (1,5 mL/L) sampai tanda garis.

4. Prosedur Analisa

4.1.Persiapan sample

- Mengambil larutan sample 50 mL sampai 100 mL dan menyaring menggunakan

saringan membrane 0,45 µm.

- Mengasamkan sample sampai pH<2 dengan HNO3 pa

- Bila terjadi endapan, memipet 100 mL sample yang diasamkan ke dalam gelas

piala 150 mL

- Menambahkan 5 mL HNO3 pa dan batu didih keudian menguapkan di atas

penangas listrik sampai larutan jernih dan volumenya kira-kira 10 mL sampai

20 mL.

Page 159: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

146

- Memindahkan sample ke dalam labu ukur 100 mL, mendinginkan dan

menambahkan air bebas logam yang mengandung HNO3 (1,5 mL/L) sampai

tanda garis.

- Sample siap diuji

4.2.Analisa

- Memeriksa larutan standard an sample menggunakan ICP

- Perhitungan: menghitung kadar Ba dalam sample dengan menggunakan kurva

kalibrasi atau persamaan garis regresi linier. Hasil pembacaan = kadar Ba.

I. PROSEDUR ANALISA KADAR BORON DALAM AIR

1. Metode : ICP

Analisa logam B dengan ICP berdasarkan pada ionisasi presentasi yang tertinggi

dari atom yang dihasilkan oleh plasma yang bersuhu tinggi.

2. Peralatan yang digunakan:

- ICP terkalibrasi

- Pipet mikro 0,5 mL, 1 mL dan 10 mL

- Saringan membrane 0,45 µm

- Labu ukur 50 mL, 100 mL dan 1000 mL terkalibrasi

- Pipet ukur 10mL dan 100 mL terkalibrasi

- Tabung reaksi 20 mL

- Gelas piala 150 mL dan 500 mL

- Penangas listrik

3. Bahan Kimia

- Air distilat non-logam

- Asam nitrat HNO3 pa

- Larutan induk B 1000 mg/L

- Larutan induk B 10 mg/L

- Larutan standar B 0 µg/L, 20 µg/L, 40 µg/L, 60 µg/L, 80 µg/L

Pipet masing-masing 0 mL, 0,2 mL, 0,4 mL, 0,6 mL dan 0,8 mL larutan baku B

10 mg/L ke dalam labu ukur 100 mL, dan menambahkan air distilat bebas

logam yang mengandung HNO3 (1,5 mL/L) sampai tanda gari

Page 160: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

147

4. Prosedur Analisa

4.1.Persiapan sample

- Mengambil larutan sample 50 mL sampai 100 mL dan menyaring menggunakan

saringan membrane 0,45 µm.

- Mengasamkan sample sampai pH<2 dengan HNO3 pa

- Bila terjadi endapan, memipet 100 mL sample yang diasamkan ke dalam gelas

piala 150 mL

- Menambahkan 5 mL HNO3 pa dan batu didih keudian menguapkan di atas

penangas listrik sampai larutan jernih dan volumenya kira-kira 10 mL sampai

20 mL.

- Memindahkan sample ke dalam labu ukur 100 mL, mendinginkan dan

menambahkan air bebas logam yang mengandung HNO3 (1,5 mL/L) sampai

tanda garis.

- Sample siap diuji

4.2.Analisa

- Memeriksa larutan standard an sample menggunakan ICP

- Perhitungan: menghitung kadar B dalam sample dengan menggunakan kurva

kalibrasi atau persamaan garis regresi linier. Hasil pembacaan = kadar B.

Page 161: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

148

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 162: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

149

LAMPIRAN 4

Gambar Proses , Alat dan Bahan Penelitian

Ekstraksi Moringa oleifera

Ekstrak Moringa oleifera

Koagulasi dengan CP 0,1%

Page 163: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

150

Koagulasi dengan Moringa oleifera

Pemisahan dengan Moringa oleifera

Page 164: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

151

Pemisahan dengan CP

Filtrat pemisahan MO pada titik optimum

Turbidimeter

Page 165: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

152

TDSmeter

Radiometer ABL 77 Ion analyzer

Jartest

Page 166: DISERTASI (RE143531) EVALUASI PENGARUH KOAGULAN …

153

Bubuk biji kelor (Moringa oleifera) Poliakrilamida kationik (CP)