Post on 02-Oct-2021
ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN TIANG TEKAN HIDROLIS
PRESTRESSED CONCRETE SQUARE PILE 45X45 CM2
PADA PROYEK PODOMORO CITY DELI MEDAN
TESIS
OLEH
AGUS SALIM JADI
137016006/TS
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN TIANG TEKAN HIDROLIS
PRESTRESSED CONCRETE SQUARE PILE 45X45 CM2
PADA PROYEK PODOMORO CITY DELI MEDAN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik Dalam Program
Studi Magister Teknik Sipil Pada Program Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
OLEH
AGUS SALIM JADI
137016006/TS
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
Judul Tesis : ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN
TIANG TEKAN HIDROLIS PRESTRESSED
CONCRETE SQUARE PILE 45X45 CM2 PADA
PROYEK PODOMORO CITY DELI MEDAN
Nama Mahasiswa : Agus Salim Jadi
Nomor Pokok : 137016006
Program Studi : Teknik Sipil
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
(Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE) (Ir. Rudi Iskandar, MT)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, M.S.M.E)
Tanggal Lulus : 04 Agustus 2015
Telah Diuji Pada
Tanggal : 04 Agustus 2015
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE
Anggota : Ir. Rudi Iskandar, MT
Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan
Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia Tarigan, M.Sc
i
ABSTRAK
Dalam perencanaan suatu bangunan, perlu dilakukan analisis yang benar
mengenai kapasitas bangunan dalam memikul beban-beban yang ada. Salah satu
komponen bangunan yang memerlukan penelitian yang komprehensif adalah pondasi
atau struktur bawah dari bangunan karena pondasi dan struktur bawah tersebut
memikul beban dari struktur atas dan mentransfer beban tersebut ke tanah di
bawahnya.
Tesis ini menganalisis kapasitas daya dukung dan penurunan pada pondasi
tiang tekan hidrolis jenis Prestressed Concrete Square Pile ukuran 45 cm × 45 cm
dalam bentuk tiang tunggal maupun kelompok tiang. Metode yang dipergunakan
antara lain metode empiris, Program Finite Element Method, Program AllPile, dan
membandingkan hasilnya dengan interpretasi uji beban statis aksial (Loading Test)
pada Tribeca Condominium Northern Proyek Podomoro City Deli Medan. Analisis
menggunakan data penyelidikan tanah (Soil Investigation) dan laboratorium serta
menggunakan metode elemen hingga dengan pemodelan tanah Mohr Coulomb dan
Soft Soil.
Hasil analisis daya dukung Ultimate pondasi tiang tekan hidrolis dengan
metode empiris memberikan nilai terbesar pada analisis yang mempergunakan data
parameter tanah yaitu 690,86 ton dengan Metode Meyerhoff, sedangkan nilai terkecil
diperoleh dari analisis menggunakan Finite Element Method yaitu 286,91 ton. Daya
dukung yang diminta oleh Perencana Strukturnya sebesar 150 ton belum dapat
dipenuhi oleh hasil daya dukung dari data FEM karena daya dukungnya (286,91)/2 =
143,46 ton (lebih kecil dari 150 ton). Hal yang sama juga terjadi pada hasil
interpretasi Loading Test yaitu dari metode Davisson (146,00 ton) dan Chin (134,71
ton), belum ada yang memenuhi syarat memikul beban kerja 150 ton. Daya dukung
lateral tiang diperoleh sebesar 12,15 ton dari Metode Broms dan 33,02 ton dari Finite
Element Method. Daya dukung lateral tiang yang diambil adalah sebesar 12,15 ton
karena merupakan kekuatan bahan tiang terhadap beban lateral. Sedangkan untuk
daya dukung kelompok tiang (525 titik dalam satu pilecap) diperoleh efisiensi
terkecil 0,66 dari Converse-Labarre Equation dan efisiensi terbesar 0,71 dari Los
Angeles Group Action Equation.
Untuk 200% dari beban rencana 150,00 ton yaitu 300,00 ton, penurunan tiang
tunggal yang terjadi dari hasil analisis Program Finite Element Method adalah 3,65
mm, dari Program AllPile sebesar 7,52 mm, dari Loading Test sebesar 4,62 mm, dari
metode empiris (Metode Vesic) sebesar 1,52 mm. Hasil analisis penurunan tiang
tunggal dengan Loading Test lebih dapat dipercaya. Hasil analisis penurunan
kelompok tiang dengan Metode Vesic diperoleh penurunan sebesar 1,38 cm,
sedangkan menurut hasil dari program AllPile dihasilkan penurunan sebesar 0,43 cm.
Hasil analisis penurunan kelompok tiang dengan program AllPile lebih dipercaya
karena telah memasukkan lapisan-lapisan tanah dan parameter tanahnya. Tesis ini
juga menunjukkan bahwa square pile lebih baik dari sisi kekuatan, daya dukung, dan
ii
penurunan daripada spun pile dengan asumsi mutu beton dan luas penampang yang
sama. Dan pemodelan tanah Mohr-Coulomb untuk tanah dominan pasir dan Soft Soil
untuk tanah dominan lempung memberikan hasil analisis beban – penurunan yang
mendekati hasil beban – penurunan dari Loading Test.
Kata Kunci : Loading Test, Daya Dukung, Penurunan, Metode Elemen Hingga, Tiang
Tekan Hidrolis
iii
ABSTRACT
In planning to construct a building, it is necessary to conduct correct analysis on
its capaCity in carrying the loads. One of the building components which need a
comprehensive study is foundation or lower structure of the building since foundation
and lower structure carry the load of the higher structure and transfers it to the soil
under it.
This thesis analyzed the capaCity of carrying capaCity (portative power) and the
settlement of hydraulic stressed pile foundation of Prestressed Concrete Square Pile of
45 cm × 45 cm in cross section in single pile or group pile. The research used empirical
method, finite element method program, and Allpile program, and compared the result
with the interpretation of axial static loading test (Loading test) at Tribeca Condominium
Northern, Podomoro Project of City Deli, Medan. The analysis used soil investigation,
laboratory study, and finite element by Mohr Coulumb soil and soft soil models.
The result of the analysis on the ultimate carrying capaCity of hydraulic stressed
pile foundation with empirical method gave the highest value in the analysis which used
soil parameter data of 690.86 tons with Meyerhoff method, while the lowest value from
the analysis, using Finite Element method, it was 286.91 tons. Carrying capaCity asked
by the structural planner for 150 tons could not be carried by the result of carrying
capaCity from FEM data because its carrying capaCity was (286.91)/2 = 143.46 tons
(less than 150 tons). The same was true to the result of the interpretation of Loading Test
with Davisson method (146 tons) and with Chin (134.71 tons) so that there was no one of
them had met the requirement for carrying the work loads of 150 tons. Carrying
capaCity of lateral pile was 12.15 tons with Broms method and 33.02 tons with Finite
Element method. Carrying capaCity of lateral pile was 12.15 tons because it was pile
material strength on lateral pile, while the carrying capaCity of group pile (525 points in
one pile cap) indicated the lowest efficiency of 0.66 from Converse-Labarre Equation
and the highest efficiency was 0.71 from Los Angeles Group Action Equation.
For 200% of planning load of 150 tons, that is, 300 tons, the settlement of single
pile which occurred from the result of the analysis on Finite Element method program
was 3.65 mm, from Allpile program was 7.52 mm, from Loading Test was 4.62 mm, and
from empirical method (Vesic Method) was 1.52 mm. The result of the analysis on the
settlement of group pile with Vesic method, the settlement was 1.38 cm while from Allpile
program it was 0.43 cm. The result of the analysis on the settlement of group pile with
Allpile program was more reliable because it has inserted soil layers and its soil
parameter. It was also found that square pile was better from its strength, carrying
capaCity, and the settlement of spun pile with the assumption of concrete quality and the
same section area. Mohr-Coulumb soil modeling for dominantly sandy soil and soft soil
for dominant loam gave the result of load analysis – the settlement which was close to
load result – the settlement of Loading Test.
Keywords: Loading Test, Carrying CapaCity, Settlement, Finite Element Method,
Hydraulic Stressed Pile
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan
berkah kesehatan, penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini untuk
melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan perkuliahan di Program Magister
Teknik Sipil – Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) dengan
konsentrasi dalam bidang Struktur Geoteknik.
Penulis menghaturkan hormat dan terima kasih kepada Bapak Dosen
Pembimbing dan Pembanding tesis ini yaitu Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE
(Pembimbing 1), Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT (Pembimbing 2), Bapak Prof. Dr. Ing.
Johannes Tarigan (Pembanding 1), dan Bapak Dr. Ir. A. Perwira Mulia Tarigan, M.Sc
(Pembanding 2) yang dengan penuh dedikasi dan ketulusan telah memberikan
bimbingan, saran, dan masukan-masukan yang berharga untuk menyempurnakan
penulisan tesis ini, serta terima kasih kepada Bapak Prof. Drs. Subhilhar,M.A.,Ph.D
selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami
Syam, M.S.M.E selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang
telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk menimba ilmu di Program Studi
Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Penulis juga menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak Ir. Sanjaya Aryatnie, MT selaku Direktur PT. Erakarya Konstruksi Nusantara
dan PT. Jaya Pondasi Nusantara yang telah memberikan beasiswa penuh kepada
v
penulis untuk menempuh pendidikan Pascasarjana Program Magister Teknik Sipil di
Universitas Sumatera Utara serta memberikan dukungan dan bantuan moril dan
materiil. Penulis berharap dapat mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan yang
diperoleh selama menempuh pendidikan demi kesuksesan dan kejayaan perusahaan
tempat penulis bekerja.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak manajemen PT. Sinar
Menara Deli dalam Proyek Podomoro City Deli Medan, yaitu Bapak Charles Herison
Siahaan (General Manager), Bapak Eko Wibowo (Project Manager), Bapak Hendrik
Savali (Engineering), dan Ibu Nova (Data) yang telah memberikan bantuan berupa
data-data untuk peneltian dalam tesis ini. Semoga proyek-proyek yang Bapak tangani
semakin sukses dan jaya.
Kepada kedua orang tua dan pasangan hidup yang telah mendukung dengan doa
dan motivasi dalam penyusunan tesis ini penulis juga mengucapkan banyak terima
kasih dan ungkapan kasih sayang yang tulus. Kepada rekan-rekan sesama mahasiswa
Program Magister Teknik Sipil USU angkatan 2013 khususnya Konsentrasi
Geoteknik dan Sdr. Rajinda Bintang, ST yang juga telah memberikan banyak bantuan
moril dan informasi yang berguna serta kepada rekan-rekan mahasiswa S2 yang tidak
disebutkan namanya satu per satu oleh penulis tentunya penulis ucapkan terima kasih
yang tulus pula.
Seperti peribahasa “Tiada gading yang tak retak”, penulis menyadari bahwa
tesis ini masih memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan yang disebabkan oleh
vi
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, serta referensi yang penulis miliki. Untuk
itu penulis dengan terbuka akan menerima saran dan kritik yang positif demi
perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata, Semoga tesis ini dapat berguna bagi
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai, khususnya kepada
Universitas Sumatera Utara (USU).
Terima kasih dan Salam Sejahtera Selalu.
Medan, Juni 2015
AGUS SALIM JADI
137016006
vii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi.
Sepanjang pengetahuan saya juga, tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis diakui dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juni 2015
AGUS SALIM JADI
137016006
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. DATA PRIBADI
1. Nama : Agus Salim Jadi.
2. Alamat : Jalan Marelan Raya, Kompleks Perumahan
Marelan Residence No. B40 Medan.
3. Tempat / Tgl lahir : Batang Kuis, 15 Desember 1986.
4. Agama : Buddha.
5. Email : agussalim_ekkn@yahoo.com.
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD Swasta : Methodist Batang Kuis (Tahun 1991 – 1997)
2. SMP Swasta : Husni Thamrin Medan (Tahun 1997 – 2000)
3. SMU Swasta : Husni Thamrin Medan (Tahun 2000 – 2003)
4. Sarjana S1 : USU Medan (Tahun 2003 – 2007)
5. Pasca Sarjana S2 : USU Medan (Tahun 2013 – 2015)
C. RIWAYAT PEKERJAAN
1. MAJABUMI Jakarta , sebagai Supervisor Manajemen Konstruksi.
Tahun 2007 – 2008 : Proyek Sekolah Tinggi Agama Buddha
Medan.
2. Bapak Ali Jhonsen Medan, sebagai Supervisor Owner.
ix
Tahun 2008 – 2009 : Proyek Renovasi Rumah Tinggal Medan.
3. PT. Erakarya Konstruksi Nusantara Medan , sebagai Koordinator Project
Manager
Tahun 2009 – Sekarang:
a. Proyek Banbury GK 400 PT. Industri Karet Deli Medan.
b. Proyek Gudang Distribusi Unilever Medan.
c. Proyek Gudang Distribusi Unilever Surabaya.
d. Proyek Showroom 7 lantai Medan.
e. Proyek Basement BOM PT. Industri Karet Deli Medan.
f. Proyek Gudang Refined PT. Medan Sugar Industri Medan.
g. Proyek Refinery PT. Agro Jaya Perdana Medan.
h. Proyek PLTU PT. Growth Sumatra Industry Medan, Jambi, dan
Perdagangan.
i. Proyek Pabrik PT. Sabas Indonesia Medan dan Banten.
j. Proyek Pergudangan Solid I & III KIM Medan.
k. Proyek Pembangunan Struktur Hotel Sapadia Medan.
x
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .......................................................................................................... i
ABSTRACT ......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv
PERNYATAAN .................................................................................................. vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xx
DAFTAR NOTASI ............................................................................................. xxv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Umum ........................................................................................ 1
1.2. Latar Belakang .......................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 5
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 6
1.5. Batasan Masalah ........................................................................ 7
1.6. Sistematika Penulisan ............................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 10
xi
2.1. Pengertian Pondasi Tiang Tekan Hidrolis ............................... 10
2.2. Karakteristik Tanah ................................................................. 12
2.3. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation) .................................. 13
2.3.1. Standard Penetration Test (SPT) ................................. 13
2.3.2. Sondering Test (Tes Sondir) ........................................ 19
2.3.3. Boring Test ................................................................... 22
2.4. Tiang Tekan Hidrolis ............................................................... 24
2.4.1. Menurut Mekanisme Transfer Beban .......................... 25
2.4.2. Menurut Jenis Bahan atau Material ............................. 26
2.5. Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis dengan Data SPT ........... 25
2.6. Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis dengan Data
Pembebanan (Loading Test) .................................................... 30
2.6.1. Slow Maintaned Load Test Method (SM Test) ............. 32
2.6.2. Quick Maintaned Load Test Method (QM Test) .......... 33
2.6.3. Constant Rate of Penetration Test Method (CRP Test)
....................................................................................... 34
2.6.4. Swedish Cyclic Test Method (SC Test) ........................ 35
2.6.5. Prosedur Pengujian ...................................................... 40
2.6.6. Prosedur Pengukuran Penurunan Tiang Tekan
Hidrolis ......................................................................... 42
2.7. Perencanaan Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis Menurut
Hasil SPT ................................................................................. 43
2.8. Perencanaan Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis Menurut
Hasil Sondir ............................................................................. 44
2.9. Interpretasi Hasil Uji Pembebanan (Loading Test) .................. 45
xii
2.9.1. Metode Davisson (1972) .............................................. 46
2.9.2. Metode Chin (1970, 1971) ........................................... 48
2.9.3. Metode Mazurkiewicz (1972) ...................................... 49
2.10. Daya Dukung Aksial Tiang Tekan Hidrolis Berdasarkan
Kekuatan Bahan ....................................................................... 51
2.11. Penurunan Tiang Tekan Hidrolis ............................................. 51
2.11.1. Penurunan Tiang Tekan Hidrolis Tunggal ................... 52
2.11.2. Penurunan Elastis Kelompok Tiang ............................. 57
2.11.3. Efisiensi Kelompok Tiang ........................................... 59
2.12. Daya Dukung Tiang Akibat Beban Horizontal/Lateral ............ 64
2.12.1. Daya Dukung Tiang Pendek dengan Kepala Bebas
(Free Head) .................................................................. 65
2.12.2. Daya Dukung Tiang Pendek dengan Kepala Terjepit
(Fixed Head) ................................................................ 68
2.12.3. Daya Dukung Tiang Panjang dengan Kepala Bebas
(Free Head) .................................................................. 69
2.12.4. Daya Dukung Tiang Panjang dengan Kepala Terjepit
(Fixed Head) ................................................................ 71
2.13. Metode Elemen Hingga (Finite Element Method) ................... 72
2.13.1. Perumusan Elemen ....................................................... 75
2.13.2. Fungsi Bentuk Elemen Segitiga 6 Titik Nodal ............ 76
2.13.3. Fungsi Bentuk Elemen Segitiga 15 Titik Nodal .......... 76
2.13.4. Integrasi Numerik Dari Elemen Segitiga ..................... 77
2.14. Pemodelan Pada Program Finite Element Method .................. 78
2.14.1. Model Mohr-Coulomb ................................................. 79
xiii
2.14.2. Model Soft Soil ............................................................. 89
2.15. Perkembangan Metode Pengujian Beban Tiang ...................... 93
2.15.1. Jenis Pengujian Beban Tiang ....................................... 93
2.15.2. Pelaksanaan Pengujian Osterberg Cell (O-Cell) ......... 94
2.15.3. Keunggulan dan Kelemahan Pengujian Osterberg
Cell (O-Cell) ................................................................ 95
2.16. Analisis Bentuk Penampang Tiang Tekan Hidrolis ................. 96
2.17. Pengembangan Dari Penelitian Tesis Loading Test
Sebelumnya .............................................................................. 97
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 99
3.1. Konsep Penelitian .................................................................... 99
3.2. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 100
3.3. Deskripsi Proyek ...................................................................... 100
3.4. Data Tiang Tekan Hidrolis ...................................................... 101
3.5. Kondisi Umum dan Lokasi Penelitian ..................................... 102
3.6. Tahapan Penelitian ................................................................... 106
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 109
4.1. Deskripsi Lapisan Tanah dari Data Borelog ............................ 109
4.1.1. Deskripsi Lapisan Tanah dari Data Borelog pada
Lokasi BH-10 ............................................................... 109
4.1.2. Deskripsi Lapisan Tanah dari Data Borelog pada
Lokasi BH-11 ............................................................... 112
4.1.3. Deskripsi Lapisan Tanah dari Data Borelog pada
Lokasi DBH-2 .............................................................. 114
4.2. Daya Dukung Berdasarkan Data SPT (Standard
Penetration Test) ..................................................................... 117
xiv
4.2.1. Daya Dukung Berdasarkan Data SPT Borelog BH-10 117
4.2.2. Daya Dukung Berdasarkan Data SPT Borelog BH-11 122
4.2.3. Daya Dukung Berdasarkan Data SPT Borelog DBH-2 125
4.3. Daya Dukung Berdasarkan Data Sondir (Cone Penetration
Test) ......................................................................................... 129
4.4. Daya Dukung Berdasarkan Data Laboratorium Tanah ........... 133
4.4.1. Perhitungan Daya Dukung Ujung Pondasi Tiang
Tekan Hidrolis (End Bearing) ..................................... 133
4.4.2. Perhitungan Daya Dukung Selimut Pondasi Tiang
Tekan Hidrolis (Skin Friction) ..................................... 135
4.5. Daya Dukung Berdasarkan Data Uji Pembebanan (Loading
Test) .......................................................................................... 140
4.5.1. Metode Davisson (1972) .............................................. 144
4.5.2. Metode Mazurkiewicz (1972) ...................................... 146
4.5.3. Metode Chin (1970, 1971) ........................................... 147
4.6. Daya Dukung Berdasarkan Kekuatan Bahan Tiang ................ 149
4.7. Penurunan Tiang Tunggal ........................................................ 150
4.7.1. Penurunan Tiang Akibat Pemendekan Tiang Tekan
Hidrolis (S1) ................................................................. 150
4.7.2. Penurunan Tiang Akibat Beban Titik Pada Ujung
Tiang Tekan Hidrolis (S2) ............................................ 151
4.7.3. Penurunan Tiang Akibat Beban Pada Selimut Tiang
Tekan Hidrolis (S3) ...................................................... 151
4.8. Daya Dukung Akibat Penurunan Real ..................................... 153
4.9. Pentransferan Beban Friksi (Skin Friction) ............................. 154
xv
4.10. Pentransferan Beban Tahanan Ujung (End Bearing) .............. 155
4.11. Analisis Daya Dukung dan Penurunan Kelompok Tiang ........ 157
4.11.1. Daya Dukung Kelompok Tiang ................................... 157
4.11.2. Penurunan (Displacement) Elastis Kelompok Tiang ... 160
4.12. Analisis Daya Dukung Lateral Pondasi Tiang Tunggal .......... 160
4.13. Analisis Bentuk Penampang Tiang Tekan Hidrolis ................. 162
4.14. Analisis Kapasitas Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis
Berdasarkan Program AllPile .................................................. 165
BAB V PEMODELAN ELEMEN HINGGA ................................................ 173
5.1. Pendahuluan ............................................................................. 173
5.2. Lapisan Tanah, Jenis Tanah, dan Tiang Tekan Hidrolis ......... 174
5.3. Data Masukan Untuk Pemodelan Elemen Hingga .................. 174
5.3.1. Siklus Uji Pembebanan Untuk Pemodelan Elemen
Hingga .......................................................................... 174
5.3.2. Data Tiang Tekan Hidrolis Untuk Pemodelan Elemen
Hingga .......................................................................... 176
5.3.3. Deskripsi dan Parameter Tanah Setiap Lapisan Tanah 177
5.4. Input Parameter Tanah Untuk Pemodelan Elemen Hingga ..... 181
5.5. Pemodelan Lapisan Tanah dan Tiang ...................................... 183
5.6. Output Analisis Dengan Program Finite Element Method ...... 189
5.7. Kurva Hubungan Beban dan Penurunan .................................. 192
5.7.1. Beban 50 % (Cycle I) ................................................... 192
5.7.2. Beban 100 % (Cycle II) ................................................ 194
5.7.3. Beban 150 % (Cycle III) .............................................. 196
xvi
5.7.4. Beban 200 % (Cycle IV) .............................................. 198
5.7.5. Perbandingan Antara Hasil Loading Test di Lapangan
dengan Pemodelan Elemen Hingga di Program Finite
Element Method ........................................................... 200
5.8. Kurva Hubungan Beban dan Waktu Loading Test .................. 201
5.9. Daya Dukung Ultimate Akibat Beban Horizontal dengan
Metode Elemen Hingga ........................................................... 203
5.10. Daya Dukung Ultimate Akibat Beban Vertikal dengan
Metode Elemen Hingga ........................................................... 206
5.11. Pengaruh Jaring Elemen (Mesh) Pada Pemodelan Finite
Element Method ....................................................................... 208
5.12. Analisis dan Diskusi ................................................................ 213
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 218
6.1. Kesimpulan .............................................................................. 218
6.2. Saran ........................................................................................ 226
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 227
LAMPIRAN
xvii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Hubungan antara Dr, Ø, dan N dari Pasir (Sosrodarsono, 1988) ............. 14
2.2 Hubungan antara Dr dan N pada tanah lempung (Sosrodarsono, 1988) .. 15
2.3 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N
(Sosrodarsono, 1988) ............................................................................... 16
2.4 Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser dalam
dan kepadatan relatif pada tanah pasir (Das, 1995) ................................. 18
2.5 Hubungan antara N dengan berat isi tanah ............................................... 18
2.6 Harga m dan n untuk persamaan Meyerhoff .......................................... 44
2.7 Parameter Elastis Tanah ........................................................................... 55
2.8 Nilai tipikal Cp ......................................................................................... 55
2.9 Persamaan efisiensi grup dari tiang tekan hidrolis gesekan (friction
piles) (Das, 1998) ..................................................................................... 62
2.10 Integrasi 3 titik untuk elemen 6 titik nodal .............................................. 78
2.11 Integrasi 12 titik untuk elemen 15 titik nodal .......................................... 78
2.12 Korelasi nilai N-SPT dan qc dengan modulus elastisitas tanah ............... 82
2.13 Hubungan jenis tanah dan konsistensi tanah dengan poisson’s ratio (υ)
(Das, 1999) ............................................................................................... 84
2.14 Korelasi antara konsistensi tanah dan tekanan konus .............................. 85
2.15 Hubungan antara jenis tanah dengan koefisien rembesan (K) (Wesley,
1977) ........................................................................................................ 89
2.16 Hubungan dengan parameter Cam-Clay .................................................. 91
xviii
2.17 Hubungan dengan peraturan di BeLanda ................................................. 91
2.18 Hubungan dengan parameter internasional yang dinormalisasi ............... 91
4.1 Perhitungan daya dukung tiang dari data SPT Borelog BH-10 .............. 120
4.2 Perhitungan daya dukung tiang dari data SPT Borelog BH-11 .............. 123
4.3 Perhitungan daya dukung tiang dari data SPT Borelog DBH-2 .............. 127
4.4 Perhitungan daya dukung tiang dari data sondir S-3 ................................ 131
4.5 Perhitungan daya dukung tiang dari data laboratorium ........................... 137
4.6 Hasil Loading Test di lapangan (data proyek Podomoro City Deli
Medan) ..................................................................................................... 143
4.7 Perhitungan beban terhadap penurunan metode Davisson ....................... 145
4.8 Perhitungan beban terhadap penurunan metode Mazurkiewicz ............... 146
4.9 Perhitungan beban terhadap penurunan metode Chin .............................. 148
4.10 Perhitungan penurunan akibat pembebanan selimut tiang tekan hidrolis 152
4.11 Hasil daya dukung ultimate kedalaman 18,80 meter ............................... 153
4.12 Data beban ultimate, beban ujung, dan beban friksi ................................ 154
4.13 Hasil analisis perbandingan bentuk penampang square pile dengan spun
pile saat diberi beban 150 ton ................................................................... 164
4.14 Parameter tanah yang digunakan dalam program AllPile ........................ 166
5.1 Data tiang tekan hidrolis untuk pemodelan elemen hingga ..................... 176
5.2 Input parameter tanah borelog BH-11 untuk pemodelan elemen hingga 181
5.3 Hubungan antara beban vs penurunan berdasarkan hasil program Finite
Element Method ........................................................................................ 186
5.4 Besar penurunan yang diperoleh dari beban siklik 50 % ......................... 193
5.5 Besar penurunan yang diperoleh dari beban siklik 100 % ....................... 195
xix
5.6 Besar penurunan yang diperoleh dari beban siklik 150 % ....................... 197
5.7 Besar penurunan yang diperoleh dari beban siklik 200 % ....................... 199
5.8 Perbandingan hasil analisis antara mesh medium dengan mesh very fine
pada program Finite Element Method ...................................................... 208
6.1 Hasil interpretasi uji beban statis aksial (Loading Test) .......................... 219
6.2 Hasil analisis daya dukung ultimate pondasi tiang tekan hidrolis ........... 219
6.3 Hasil analisis penurunan pondasi tiang tekan hidrolis tunggal ................ 221
6.4 Hasil analisis daya dukung pondasi kelompok tiang ............................... 222
6.5 Hasil analisis perbandingan bentuk penampang Square Pile dengan
Spun Pile saat diberi beban rencana 150 ton ............................................ 225
xx
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Faktor Adhesi untuk Tiang Pancang dalam Tanah Lempung (Mc
Clellend, 1974) ......................................................................................... 29
2.2 Hubungan antara Sudut Geser Dalam Tanah dengan Nq* ....................... 30
2.3 Perbandingan Waktu Yang Dibutuhkan Pada 4 Metode Pengujian
(Fellenius, 1975) ...................................................................................... 36
2.4 Perbandingan Perilaku Beban terhadap Penurunan pada 4 Metode
Pengujian (Fellenius, 1975) ..................................................................... 37
2.5 Gambar Static Axial Compression Test Kapasitas 300 ton (200%) ......... 39
2.6 Denah Static Axial Compression Test Kapasitas 300 ton (200%) ........... 40
2.7 Grafik Persamaan Pada Metode Davisson ............................................... 47
2.8 Grafik Persamaan Pada Metode Chin ...................................................... 49
2.9 Grafik Persamaan Pada Metode Mazurkiewicz ....................................... 50
2.10 Jenis Distribusi Tahanan Selimut Tiang Tekan Hidrolis Tunggal ........... 53
2.11 Grup Tiang Tekan Hidrolis (Das, 2011) .................................................. 59
2.12 Pola keruntuhan tiang pendek dengan kepala tiang bebas (Broms, 1964) 65
2.13 Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang bebas pada
tanah pasir (Broms, 1964) ........................................................................ 66
2.14 Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang bebas pada
tanah lempung (Broms, 1964) ................................................................... 66
2.15 Daya dukung lateral Ultimate tiang pendek kepala tiang bebas pada
tanah pasir (Broms, 1964) ........................................................................ 67
xxi
2.16 Daya dukung lateral Ultimate tiang pendek kepala tiang bebas pada
tanah lempung (Broms, 1964) .................................................................. 67
2.17 Pola keruntuhan tiang pendek kepala tiang terjepit (Broms, 1964) ......... 68
2.18 Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek kepala tiang terjepit pada
tanah pasir (Broms, 1964) ........................................................................ 68
2.19 Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek dan kepala tiang terjepit
pada tanah lempung (Broms, 1964) ......................................................... 69
2.20 Tahanan tanah dan momen lentur tiang panjang dan kepala tiang bebas
(Broms, 1964) .......................................................................................... 70
2.21 Daya dukung lateral Ultimate untuk tiang panjang pada tanah lempung
(Broms, 1964) .......................................................................................... 71
2.22 Daya dukung lateral Ultimate untuk tiang panjang pada tanah pasir
(Broms, 1964) .......................................................................................... 71
2.23 Perlawanan tanah dan momen lentur tiang panjang dan kepala tiang
terjepit (Broms, 1964) .............................................................................. 72
2.24 Penomoran Lokal Dan Penentuan Titik Nodal ......................................... 75
2.25 Defenisi E0 dan E50 Untuk Hasil Uji Triaksial Terdrainase Standar
(Finite Element Method 8.2) .................................................................... 81
2.26 Lingkaran-Lingkaran Tegangan Saat Mengalami Leleh (Yield) ; Satu
Lingkaran Menyentuh Garis Keruntuhan Coulomb (Finite Element
Method 8.2) .............................................................................................. 86
3.1 Bentuk dan Spesifikasi Tiang Tekan Hidrolis (Wika Beton) ................... 102
3.2 Lokasi Podomoro City Deli Medan (Google Earth, 2015) ...................... 103
3.3 Denah Proyek Podomoro City Deli Medan .............................................. 104
3.4 Lokasi Bore Hole, Sondir, dan Loading Test pada Tower Tribeca
Condominium Northern ............................................................................ 105 3.5 Bagan Alir Penelitian ............................................................................... 107
3.6 Flow Chart Metode dan Hasil Pembahasan ............................................. 108
xxii
4.1 Daya Dukung Tanah Berdasarkan Data SPT Borelog BH-10 ................. 121
4.2 Daya Dukung Tanah Berdasarkan Data SPT Borelog BH-11 ................. 124
4.3 Daya Dukung Tanah Berdasarkan Data SPT Borelog DBH-2 ................ 128
4.4 Daya Dukung Tanah Berdasarkan Data Sondir S-3 ................................. 132
4.5 Daya Dukung Tiang Menurut Data Laboratorium Parameter Tanah ....... 141
4.6 Hubungan Beban dengan Penurunan pada Loading Test di lapangan
(Data Proyek Podomoro City Deli Medan, 2014) .................................... 141
4.7 Grafik Hubungan Beban dengan Waktu Loading Test di lapangan (Data
Proyek Podomoro City Deli Medan, 2014) .............................................. 142
4.8 Grafik Hubungan Penurunan dengan Waktu Loading Test di lapangan
(Data Proyek Podomoro City Deli Medan, 2014) .................................... 142
4.9 Daya Dukung Ultimate dengan Metode Davisson ................................... 146
4.10 Daya Dukung Ultimate dengan Metode Mazurkiewicz ........................... 147
4.11 Grafik Daya Dukung Ultimate dengan Metode Chin ............................... 148
4.12 Transfer Beban Friksi Pada Tiang Tekan Hidrolis Kedalaman 0 sampai
18,80 meter ............................................................................................... 155
4.13 Transfer Beban Ujung PadaTiang Tekan Hidrolis Kedalaman 0 sampai
18,80 meter ............................................................................................... 156
4.14 Detail pondasi kelompok tiang (poer) ...................................................... 157
4.15 Kapasitas Lateral untuk Tiang Panjang pada Tanah Kohesif (Broms,
1964) ........................................................................................................ 161
4.16 Cover pembuka program AllPile .............................................................. 166
4.17 Menu masukan data informasi proyek ..................................................... 167
4.18 Menu masukan data profil tiang ............................................................... 168
4.19 Data parameter tiang ................................................................................ 168
4.20 Data parameter tiang ................................................................................ 169
xxiii
4.21 Data gaya vertikal, horizontal dan momen ............................................... 169
4.22 Memasukkan data profil tanah ................................................................. 170
4.23 Input data faktor keamanan dan Load Factor .......................................... 170
4.24 Hasil Output AllPile ................................................................................. 171
4.25 Input beban Group Piles .......................................................................... 172
5.1 Pemodelan Lapisan Tanah dan Tiang ...................................................... 183
5.2 Grafik Hubungan Beban dengan Penurunan pada Lokasi BH-11 ........... 185
5.3 Pemodelan Lapisan Tanah dan Tiang pada Lokasi BH-11 ...................... 189
5.4 Generate Mesh pada Lokasi BH-11 ......................................................... 189
5.5 Active Pore Pressure pada Lokasi BH-11 ............................................... 190
5.6 Effective Stresses pada Lokasi BH-11 ...................................................... 190
5.7 Step Akhir Perhitungan dari Proses Calculate ......................................... 191
5.8 Deformasi Mesh yang dihasilkan pada Lokasi BH-11 ............................. 191
5.9 Perpindahan Vertikal yang terjadi pada Lokasi BH-11 ........................... 192
5.10 Grafik Hubungan Beban dan Penurunan dengan beban 50% .................. 192
5.11 Grafik Hubungan Beban dan Penurunan dengan beban 100 % ............... 194
5.12 Grafik Hubungan Beban dan Penurunan dengan beban 150 % ............... 196
5.13 Grafik Hubungan Beban dan Penurunan dengan beban 200 % ............... 198
5.14 Grafik Hubungan Beban dan Penurunan antara Hasil Loading Test di
Lapangan dengan Elemen Hingga Finite Element Method ...................... 200
5.15 Grafik Hubungan Beban dengan Waktu .................................................. 202
5.16 Grafik Hubungan Penurunan terhadap Waktu ......................................... 202
5.17 Cara Membuat Beban Horizontal pada Finite Element Method .............. 203
xxiv
5.18 Pemodelan Beban Horizontal pada Finite Element Method .................... 204
5.19 Input dan Output Finite Element Method untuk Analisis Daya Dukung
Vertikal Ultimate ...................................................................................... 207
5.20 Penyusunan Mesh secara Normal (a) dan Mesh secara Penambahan
Lapisan Tanah (b) .................................................................................... 212
5.21 Hasil Analisis Active Pore Pressure pada Mesh Normal (a) dengan
Mesh Penambahan Lapisan Tanah (b) ..................................................... 212
5.22 Hasil Analisis Effective Stresses pada Mesh Normal (a) dengan Mesh
Penambahan Lapisan Tanah (b) ............................................................... 213
6.1 Perbandingan Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis Pondasi Tiang
Tunggal ..................................................................................................... 220
6.2 Diagram Batang Hasil Analisis Penurunan Pondasi Tiang Tekan
Hidrolis Tunggal ...................................................................................... 221
6.3 Diagram Batang Hasil Analisis Daya Dukung Pondasi Kelompok Tiang
Tekan Hidrolis .......................................................................................... 223
6.4 Perbandingan Penurunan Kelompok Tiang ............................................. 224
xxv
DAFTAR NOTASI
Dr = Kepadatan relatif (Relative Density)
Ø = Sudut geser dalam
N = Nilai N-SPT
N0 = Harga ekivalen dari N
N-SPTav = Nilai N-SPT rata-rata
ζ = Tegangan efektif berlebih
c = Kohesi tanah
φ = Sudut geser dalam pada tanah pasir
γ = Berat isi tanah
qu = Nilai kuat tekan
qp = Tahanan ujung Sondir
qc = Tahanan ujung Sondir terkoreksi
HL = Hambatan lekat
JHL = Jumlah hambatan lekat
JP = Jumlah perlawanan
KH = Keliling tiang pancang
PK = Perlawanan konus
A = Tahap pembacaan
B = Faktor alat
I = Kedalaman
Qu = Kapasitas daya dukung Ultimate tiang pancang tunggal
(Qv)ult = Beban runtuh
Nb = Nilai N-SPT dari tanah di sekitar dasar tiang pancang
xxvi
A, Ab, Ac = Luas penampang tiang pancang
As = Luas selimut tiang pancang
𝑁 = Nilai N rata-rata
N1 = Nilai N-SPT pada ujung tiang pancang
N2 = Nilai N-SPT dari ujung tiang sampai 4 kali diameter di
atas ujung tiang
Na = Nilai N-SPT pada elevasi dasar tiang pancang
d, D = Diameter tiang pancang
L, Lb = Panjang/kedalaman tiang pancang
P = Daya dukung tiang izin
m = Koefisien perlawanan ujung
n = Koefisien perlawanan geser tiang
∆ = Penurunan elastis
E, Es = Modulus elastisitas bahan tiang pancang
C1, C2 = Konstanta
ν = Poisson ratio
Ψ = Sudut dilatansi
G = Modulus geser
K0 = Koefisien tekanan tanah lateral pada kondisi diam
K0NC
= Koefisien tekanan tanah lateral dalam kondisi
terkonsolidasi normal
ζh = Tegangan horizontal
ζv = Tegangan vertikal
Eincrement = Peningkatan kekakuan
cincrement = Peningkatan kohesi
kx, ky = Koefisien permeabilitas
λ* = Indeks kompresi termodifikasi
xxvii
k* = Indeks muai termodifikasi
e = Angka pori
ε = Regangan
U = Derajat konsolidasi
ζb = Kuat tekan beton
i
ABSTRAK
Dalam perencanaan suatu bangunan, perlu dilakukan analisis yang benar
mengenai kapasitas bangunan dalam memikul beban-beban yang ada. Salah satu
komponen bangunan yang memerlukan penelitian yang komprehensif adalah pondasi
atau struktur bawah dari bangunan karena pondasi dan struktur bawah tersebut
memikul beban dari struktur atas dan mentransfer beban tersebut ke tanah di
bawahnya.
Tesis ini menganalisis kapasitas daya dukung dan penurunan pada pondasi
tiang tekan hidrolis jenis Prestressed Concrete Square Pile ukuran 45 cm × 45 cm
dalam bentuk tiang tunggal maupun kelompok tiang. Metode yang dipergunakan
antara lain metode empiris, Program Finite Element Method, Program AllPile, dan
membandingkan hasilnya dengan interpretasi uji beban statis aksial (Loading Test)
pada Tribeca Condominium Northern Proyek Podomoro City Deli Medan. Analisis
menggunakan data penyelidikan tanah (Soil Investigation) dan laboratorium serta
menggunakan metode elemen hingga dengan pemodelan tanah Mohr Coulomb dan
Soft Soil.
Hasil analisis daya dukung Ultimate pondasi tiang tekan hidrolis dengan
metode empiris memberikan nilai terbesar pada analisis yang mempergunakan data
parameter tanah yaitu 690,86 ton dengan Metode Meyerhoff, sedangkan nilai terkecil
diperoleh dari analisis menggunakan Finite Element Method yaitu 286,91 ton. Daya
dukung yang diminta oleh Perencana Strukturnya sebesar 150 ton belum dapat
dipenuhi oleh hasil daya dukung dari data FEM karena daya dukungnya (286,91)/2 =
143,46 ton (lebih kecil dari 150 ton). Hal yang sama juga terjadi pada hasil
interpretasi Loading Test yaitu dari metode Davisson (146,00 ton) dan Chin (134,71
ton), belum ada yang memenuhi syarat memikul beban kerja 150 ton. Daya dukung
lateral tiang diperoleh sebesar 12,15 ton dari Metode Broms dan 33,02 ton dari Finite
Element Method. Daya dukung lateral tiang yang diambil adalah sebesar 12,15 ton
karena merupakan kekuatan bahan tiang terhadap beban lateral. Sedangkan untuk
daya dukung kelompok tiang (525 titik dalam satu pilecap) diperoleh efisiensi
terkecil 0,66 dari Converse-Labarre Equation dan efisiensi terbesar 0,71 dari Los
Angeles Group Action Equation.
Untuk 200% dari beban rencana 150,00 ton yaitu 300,00 ton, penurunan tiang
tunggal yang terjadi dari hasil analisis Program Finite Element Method adalah 3,65
mm, dari Program AllPile sebesar 7,52 mm, dari Loading Test sebesar 4,62 mm, dari
metode empiris (Metode Vesic) sebesar 1,52 mm. Hasil analisis penurunan tiang
tunggal dengan Loading Test lebih dapat dipercaya. Hasil analisis penurunan
kelompok tiang dengan Metode Vesic diperoleh penurunan sebesar 1,38 cm,
sedangkan menurut hasil dari program AllPile dihasilkan penurunan sebesar 0,43 cm.
Hasil analisis penurunan kelompok tiang dengan program AllPile lebih dipercaya
karena telah memasukkan lapisan-lapisan tanah dan parameter tanahnya. Tesis ini
juga menunjukkan bahwa square pile lebih baik dari sisi kekuatan, daya dukung, dan
ii
penurunan daripada spun pile dengan asumsi mutu beton dan luas penampang yang
sama. Dan pemodelan tanah Mohr-Coulomb untuk tanah dominan pasir dan Soft Soil
untuk tanah dominan lempung memberikan hasil analisis beban – penurunan yang
mendekati hasil beban – penurunan dari Loading Test.
Kata Kunci : Loading Test, Daya Dukung, Penurunan, Metode Elemen Hingga, Tiang
Tekan Hidrolis
iii
ABSTRACT
In planning to construct a building, it is necessary to conduct correct analysis on
its capaCity in carrying the loads. One of the building components which need a
comprehensive study is foundation or lower structure of the building since foundation
and lower structure carry the load of the higher structure and transfers it to the soil
under it.
This thesis analyzed the capaCity of carrying capaCity (portative power) and the
settlement of hydraulic stressed pile foundation of Prestressed Concrete Square Pile of
45 cm × 45 cm in cross section in single pile or group pile. The research used empirical
method, finite element method program, and Allpile program, and compared the result
with the interpretation of axial static loading test (Loading test) at Tribeca Condominium
Northern, Podomoro Project of City Deli, Medan. The analysis used soil investigation,
laboratory study, and finite element by Mohr Coulumb soil and soft soil models.
The result of the analysis on the ultimate carrying capaCity of hydraulic stressed
pile foundation with empirical method gave the highest value in the analysis which used
soil parameter data of 690.86 tons with Meyerhoff method, while the lowest value from
the analysis, using Finite Element method, it was 286.91 tons. Carrying capaCity asked
by the structural planner for 150 tons could not be carried by the result of carrying
capaCity from FEM data because its carrying capaCity was (286.91)/2 = 143.46 tons
(less than 150 tons). The same was true to the result of the interpretation of Loading Test
with Davisson method (146 tons) and with Chin (134.71 tons) so that there was no one of
them had met the requirement for carrying the work loads of 150 tons. Carrying
capaCity of lateral pile was 12.15 tons with Broms method and 33.02 tons with Finite
Element method. Carrying capaCity of lateral pile was 12.15 tons because it was pile
material strength on lateral pile, while the carrying capaCity of group pile (525 points in
one pile cap) indicated the lowest efficiency of 0.66 from Converse-Labarre Equation
and the highest efficiency was 0.71 from Los Angeles Group Action Equation.
For 200% of planning load of 150 tons, that is, 300 tons, the settlement of single
pile which occurred from the result of the analysis on Finite Element method program
was 3.65 mm, from Allpile program was 7.52 mm, from Loading Test was 4.62 mm, and
from empirical method (Vesic Method) was 1.52 mm. The result of the analysis on the
settlement of group pile with Vesic method, the settlement was 1.38 cm while from Allpile
program it was 0.43 cm. The result of the analysis on the settlement of group pile with
Allpile program was more reliable because it has inserted soil layers and its soil
parameter. It was also found that square pile was better from its strength, carrying
capaCity, and the settlement of spun pile with the assumption of concrete quality and the
same section area. Mohr-Coulumb soil modeling for dominantly sandy soil and soft soil
for dominant loam gave the result of load analysis – the settlement which was close to
load result – the settlement of Loading Test.
Keywords: Loading Test, Carrying CapaCity, Settlement, Finite Element Method,
Hydraulic Stressed Pile
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Umum
Semua bangunan yang didesain bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu
pondasi. Pondasi adalah bagian dari suatu sistem desain yang bertugas untuk
meneruskan beban dari bangunan di atasnya ke struktur tanah dan batuan di bawah
bangunan tersebut. Tanah yang menopang pondasi bangunan akan mengalami
tegangan-tegangan yang menambah tegangan yang sudah ada pada tanah baik akibat
massa tanah maupun sejarah geologis tanah sebelumnya.
Desain pondasi harus memenuhi 2 kriteria, yaitu : daya dukung yang cukup dan
penurunan (settlement) yang masih dalam batas izin agar tidak membahayakan
bangunan yang dipikulnya.
Pemilihan jenis pondasi yang digunakan tergantung pada dua kriteria yang
disebutkan di atas. Namun mengingat bangunan yang dibangun umumnya bangunan
bertingkat tinggi, maka pada umumnya digunakan pondasi Tiang Tekan Hidrolis,
karena memiliki kapasitas daya dukung dan penurunan yang lebih baik daripada
pondasi dangkal pada umumnya.
2
Berbagai jenis pondasi Tiang Tekan Hidrolis yang digunakan di lapangan
biasanya disesuaikan dengan kondisi tanah dan situasi setempat, misalnya pondasi
bored pile kurang cocok digunakan pada tanah yang level air tanahnya dekat dengan
permukaan tanah, sedangkan pondasi Tiang Tekan Hidrolis lain dapat diaplikasikan
pada beberapa kondisi air tanah yang cukup dekat dengan permukaan tanah.
Pemilihan jenis pondasi Tiang Tekan Hidrolis biasanya juga dilihat dari aspek biaya
atau anggaran yang tersedia dari pemilik proyek.
Ditinjau dari cara pelaksanaan pondasi Tiang Tekan Hidrolis, pondasi Tiang
Tekan Hidrolis dapat dikelompokkan atas 2 jenis, yaitu:
Pondasi yang dimasukkan ke dalam tanah dengan menggunakan mesin
pemancang (pile driving machine). Mesin pemancang ini dahulu bertipe Jack
Hammer (dipukul), sedangkan sekarang ada mesin yang bertipe Hydraulic Jack
(ditekan dengan sebuah dongkrak hidrolik). Pondasi ini lebih banyak digunakan pada
zaman sekarang karena lebih mudah dalam pelaksanaan, tidak menimbulkan getaran
yang besar dan biayanya lebih murah. Pondasi ini disebut juga Pondasi Tiang Tekan
Hidrolis.
Pondasi yang dimasukkan dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu,
kemudian dimasukkan besi tulangan dan beton hingga mengeras menjadi tiang.
Pondasi jenis ini disebut Pondasi Bored Pile. Pondasi ini jauh lebih sulit dalam
pengerjaannya sehingga biaya yang dibutuhkan juga jauh lebih mahal daripada
pondasi Tiang Tekan Hidrolis pada umumnya.
3
Daya dukung suatu pondasi Tiang Tekan Hidrolis ditentukan oleh besarnya
gaya tahanan ujung tiang (End Bearing force) dan gaya tahanan permukaan tiang
(skin friction force).
Salah satu cara yang teliti dalam memeriksa daya dukung dan penurunan Tiang
Tekan Hidrolis adalah dengan Uji Beban Vertikal atau biasa disebut Loading Test.
Biaya yang diperlukan untuk pengetesan ini relatif mahal, namun hasil yang
diperoleh dapat menunjukkan perilaku sesungguhnya dari pondasi Tiang Tekan
Hidrolis tunggal dalam hal daya dukung dan penurunan (settlement) nya.
1.2. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah melahirkan berbagai ide
dan gagasan untuk kemajuan peradaban umat manusia. Zaman akan terus
berkembang mengikuti pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
didorong oleh kemajuan dalam sumber daya manusia. Hal ini tampak dalam
berkembangnya bangunan-bangunan sebagai tempat beraktivitas manusia. Tidak
heran kebutuhan akan bangunan semakin meningkat dari waktu ke waktu. Fungsi
bangunan tidak lagi hanya sebagai tempat hunian, melainkan sudah berkembang
menjadi tempat bisnis dan rekreasi, khususnya bagi masyarakat perkotaan. Namun
disisi lain ketersediaan lahan untuk bangunan juga semakin terbatas, terutama di kota-
kota besar yang sering disebut sebagai kota metropolitan atau kota megapolitan.
Kota Medan sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia atau kota yang paling
maju di luar pulau Jawa terus menunjukkan kebutuhan akan bangunan khususnya
4
bangunan bertingkat tinggi. Terlebih sejak kepindahan Bandar Udara Polonia ke
Bandar Udara Kualanamu sejak bulan Agustus 2013 yang lalu. Banyak bangunan
bertingkat tinggi yang diizinkan untuk dibangun di kawasan kota Medan khususnya
di inti kota.
Salah satu alasan dibangunnya bangunan bertingkat tinggi adalah kebutuhan
akan tempat tinggal, lokasi bisnis dan hiburan. Banyak warga Kota Medan yang
memanfaatkan hari libur untuk mengunjungi pusat-pusat perbelanjaan dan hiburan
sehingga dibutuhkan lokasi untuk tempat parkir kendaraan yang memadai dan aman.
Beberapa pengembang (developer) besar di Indonesia mulai banyak yang melirik
Kota Medan sebagai tujuan investasi hunian yang cukup menjanjikan. Salah satunya
adalah Agung Podomoro Land. Agung Podomoro Land sudah kaya akan pengalaman
dan prestasi yang sudah dikenal baik di Indonesia maupun di luar negeri. Konsep
hunian yang ditawarkan oleh Agung Podomoro Land adalah One Stop Living,
Working and Shopping yang artinya membangun suatu hunian yang dipadukan
dengan pusat bisnis, hiburan, dan pendidikan dalam satu lokasi atau yang lebih
dikenal dengan istilah super blok. Sebagai orang Medan, kita seharusnya menyambut
baik maksud dan ide pembangunan gedung-gedung bertingkat tinggi namun tetap
ramah lingkungan. Sumber daya manusia di Kota Medan yang memiliki pengetahuan
dan keterampilan dalam mendesain dan melaksanakan pembangunan bangunan
bertingkat tinggi masih cukup terbatas. Loading Test sebagai suatu pengujian
pembebanan langsung pada pondasi semakin banyak diminati sebagai langkah awal
untuk mendapatkan informasi tentang daya dukung dan penurunan yang mungkin
5
terjadi pada pondasi. Bangunan dengan beban tinggi membutuhkan kepastian
mengenai ketahanan pondasi dalam yang digunakan.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengadakan studi parameter tanah yang
digunakan pada simulasi program metode elemen hingga sehingga didapatkan hasil
estimasi yang sedekat mungkin dengan hasil pengujian pembebanan di lapangan
(Loading Test). Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh parameter
tanah di lokasi yang diuji mempengaruhi daya dukung dan penurunan Tiang Tekan
Hidrolis dengan cara membandingkan hasil daya dukung dan penurunan Tiang Tekan
Hidrolis yang didapat di lapangan dengan hasil dari pengoperasian Program Finite
Element Method.
Perhitungan besarnya daya dukung Tiang Tekan Hidrolis didasarkan atas data-
data yang diperoleh di lapangan berupa data SPT (Standard Penetration Test), data
Sondir, data Kalendering, data boring, dan data hasil uji pembebanan di lapangan
(Loading Test). Dari data yang diperoleh, analisis dilakukan untuk mendapatkan:
1. Memperoleh kapasitas daya dukung Ultimate tiang tekan hidrolis tunggal
berdasarkan hasil interpretasi Loading Test yang paling mendekati dengan
beban yang direncanakan.
2. Mengetahui kapasitas daya dukung Ultimate tiang tekan hidrolis tunggal
berdasarkan data-data yang tersedia, seperti data SPT, data laboratorium,
data Sondir, dan Loading Test.
6
3. Mengetahui hasil analisis penurunan pondasi tiang tekan hidrolis tunggal
berdasarkan beberapa jenis metode dan program komputer agar dapat
memastikan penurunan yang terjadi masih dalam batas aman.
4. Membandingkan hasil penurunan maksimum yang terjadi di lapangan
dengan yang terjadi dalam program metode elemen hingga.
5. Mendapatkan hasil analisis daya dukung Ultimate kelompok tiang (pile
groups).
6. Mendapatkan hasil analisis penurunan elastis kelompok tiang secara empiris
dan program AllPile.
7. Memperoleh besar daya dukung lateral Ultimate tiang tekan hidrolis tunggal.
8. Menelaah alasan digunakannya Square Pile daripada Spun Pile pada Proyek
Podomoro City Deli Medan dari sisi karakteristik tiang tekan hidrolisnya.
9. Mengkaji pengaruh jaring elemen (Mesh) pada hasil analisis program Finite
Element Method.
1.4. Manfaat Penelitian
Secara ringkas manfaat penelitian dimaksudkan sebagai sumber referensi bagi
para perencana khususnya perencana pondasi (Foundation Engineer) dan perencana
geoteknik (Geotechnical Engineer) yang berkaitan dengan pengujian pembebanan
(Loading Test). Penelitian ini juga dapat memberikan informasi mengenai aspek-
aspek daya dukung dan penurunan pondasi Tiang Tekan Hidrolis dalam hubungannya
dengan parameter tanah sehingga dalam menganalisa kekuatan dan penurunan pada
Tiang Tekan Hidrolis dapat lebih komprehensif. Di samping itu, dengan
7
menggunakan program metode elemen hingga, dapat diperoleh pendekatan yang
paling sesuai agar diperoleh hasil estimasi dan perhitungan yang sedekat mungkin
dengan hasil pengujian pembebanan aktual di lapangan. Dengan penelitian ini, dapat
diaplikasikan prinsip-prinsip ilmu Mekanika Tanah dalam pekerjaan pondasi dan
pemodelan metode elemen hingga yang paling sesuai dengan kondisi tanah dan jenis
pondasi yang digunakan dalam struktur bangunan, khususnya pondasi Tiang Tekan
Hidrolis.
1.5. Batasan Masalah
Mengingat terlalu luas dan begitu kompleksnya permasalahan pada pondasi
Tiang Tekan Hidrolis tunggal ataupun grup dan keterbatasan data yang ada, maka
dalam penulisan tesis ini masalah yang dibahas memiliki batasan-batasan sebagai
berikut:
1. Lokasi yang diteliti adalah lokasi Proyek Pembangunan Podomoro City Deli
Medan yang berlokasi di Jalan Putri Hijau, Medan.
2. Menggunakan 2 metode analisis, yaitu:
a. Metode analisis untuk mendapatkan estimasi daya dukung pondasi
tunggal dan penurunan (settlement) berdasarkan teori daya dukung
pondasi tiang tunggal dan penurunan (settlement).
b. Metode elemen hingga, dengan menggunakan program komputer yaitu
program Finite Element Method.
3. Model tanah yang digunakan adalah model tanah Mohr Coulomb dan model
tanah Soft Soil sebagai pendekatan dalam penelitian.
8
4. Elemen yang digunakan dalam penelitian ini adalah axysimetris berbentuk
segitiga dengan 15 (lima belas) titik nodal.
5. Menganalisa besarnya daya dukung aksial pondasi Tiang Tekan Hidrolis
beton (prestressed concrete Square Pile) yang berukuran 45 cm × 45 cm dari
Wika Beton, dan penurunannya (settlement) berdasarkan rumusan dari
beberapa metode, kemudian hasilnya dibandingkan dengan perhitungan
menggunakan Program Finite Element Method.
6. Dalam menganalisis daya dukung pondasi kelompok Tiang Tekan Hidrolis,
yang ditinjau hanya efek geometrik tiang-tiang misalnya jarak dan sudut
yang dibentuk oleh tiang. Efek dari kondisi tanah dan sistem pembebanan
saat ini belum dapat diperoleh secara empiris.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penulisan tesis ini terdiri dari beberapa bab dan
diuraikan lagi menjadi sub-sub bab:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini membahas dan menerangkan pandangan umum, latar belakang, maksud dan
tujuan, manfaat penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang penjelasan teori-teori pondasi dan mekanika tanah dari
beberapa sumber yang berhubungan dengan pembahasan masalah dan sebagai
pedoman perhitungan.
9
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini terdiri dari uraian lokasi pengambilan data, metode pengumpulan dan
pengolahan data, deskripsi proyek, data teknis pondasi Tiang Tekan Hidrolis,
diagram alir penelitian, dan denah lokasi penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang perhitungan daya dukung Tiang Tekan Hidrolis
berdasarkan data penyelidikan tanah serta uji pembebanan (Loading Test),
membandingkan daya dukung dan penurunan yang terjadi antara hasil uji Loading
Test dengan program Finite Element Method.
BAB V PEMODELAN ELEMEN HINGGA
Bab ini membahas tentang langkah-langkah pemodelan tanah, pembebanan, gambar
Mesh metode elemen hingga untuk model Tiang Tekan Hidrolis dan gambar kurva
hubungan beban dengan penurunan antara hasil Loading Test dengan metode elemen
hingga.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi tentang kesimpulan hasil analisis dikaitkan dengan tujuan penulisan
dan memberikan saran-saran terhadap hal-hal yang telah dilakukan dalam penelitian.
LAMPIRAN
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pondasi Tiang Tekan Hidrolis
Pemilihan jenis pondasi bangunan umumnya didasarkan pada beberapa faktor,
antara lain: besarnya beban dan berat bangunan di atasnya, fungsi bangunan di atas
pondasi (upper structure), keadaan tanah Keterangan bangunan dibangun, dan
anggaran biaya yang tersedia untuk pekerjaan pondasi bangunan. Pondasi Tiang
Tekan Hidrolis termasuk jenis pondasi dalam yang dapat dibuat dari beton, kayu, dan
baja. Umumnya pondasi Tiang Tekan Hidrolis yang digunakan terbuat dari beton
dengan bentuk penampang dan dimensi tertentu. Beban dari bangunan akan
didistribusikan ke permukaan tanah dan kemudian ke dalam massa tanah. Distribusi
beban tersebut termasuk distribusi ke permukaan Tiang Tekan Hidrolis (skin friction)
dan distribusi beban langsung ke lapisan tanah keras pada ujung Tiang Tekan
Hidrolis (End Bearing). Distribusi beban ke permukaan Tiang Tekan Hidrolis timbul
dari gesekan antara Tiang Tekan Hidrolis dengan massa tanah, sedangkan
pembebanan secara langsung timbul dari tahanan ujung tiang. Dengan demikian,
besar daya dukung Tiang Tekan Hidrolis diperoleh dari tahanan samping (skin
friction) dan tahanan ujung (End Bearing), dengan catatan ujung Tiang Tekan
Hidrolis sudah mencapai lapisan tanah keras sesuai dengan yang direncanakan.
11
Pemakaian Tiang Tekan Hidrolis umumnya digunakan untuk kebutuhan
sebagai berikut:
1. Meneruskan beban bangunan di atas permukaan tanah ke lapisan massa
tanah di bawahnya.
2. Menahan gaya tarikan atau gaya guling dari bangunan di atasnya, seperti
basement bawah.
3. Menopang tanah yang berada di bawah muka air tanah jenuh dan menahan
gaya guling pada menara-menara tinggi.
4. Menahan gaya lateral tanah pada galian basement.
5. Dapat menjadi pondasi Tiang Tekan Hidrolis kelompok sehingga dapat
mengontrol penurunan bangunan dipikul menjadi relatif merata.
6. Meningkatkan kekakuan tanah di bawah pondasi sehingga dapat meredam
amplitudo getaran dari suatu bangunan yang dipikul.
7. Sebagai faktor keamanan tambahan di bawah abutmen jembatan maupun
pir/tiang, khususnya jika erosi merupakan persoalan yang krusial.
8. Sebagai penopang bangunan lepas pantai yang dapat mendistribusikan beban
dari bangunan melewati air lalu ke tanah dasar di bawahnya.
Pemakaian Tiang Tekan Hidrolis sudah semakin luas. Umumnya, Tiang Tekan
Hidrolis ditekan Hidrolis secara vertikal untuk menahan beban vertikal, tetapi untuk
menahan beban lateral dapat juga ditekan Hidrolis secara horizontal, misalnya ground
anchor.
12
2.2. Karakteristik Tanah
Untuk mengetahui karakteristik tanah, para ahli mengadakan penyelidikan
tanah di laboratorium dan lapangan. Secara umum, tanah dapat digolongkan menjadi
beberapa jenis, yaitu:
a. Tanah Kohesif dan Tanah Non Kohesif
Tanah kohesif adalah tanah yang karakteristik butirannya selalu melekat satu sama
lain baik saat basah maupun kering sehingga dibutuhkan suatu gaya untuk
memisahkannya dalam keadaan kering. Sedangkan tanah non kohesif adalah tanah
yang karakteristik butirannya selalu terpisah satu sama lain pada saat kering dan
melekat pada saat basah akibat gaya tarik antar permukaan air. Contoh tanah kohesif
yang sering dibahas karakteristiknya adalah tanah lempung (clay) sedangkan contoh
tanah non kohesif misalnya pasir (sand).
b. Tanah berdasarkan teksturnya (Menurut Departemen Pertanian Amerika,
USDA)
1. Pasir: butiran dengan diameter 2,0 mm sampai dengan 0,05 mm.
2. Lanau: butiran dengan diameter 0,05 mm sampai dengan 0,002 mm.
3. Lempung: butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm.
c. Tanah berdasarkan sistem Unified (Casagrande 1982 dan ASTM)
1. Tanah berbutir kasar (coarse grained soil), yaitu tanah dimana kurang dari 50%
berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200, misalnya kerikil (G) dan Pasir
(S).
13
2. Tanah berbutir halus (fine grained soil), yaitu tanah dimana lebih dari 50%
berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200, misalnya tanah lanau (M) dan
lempung (C).
2.3. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)
Sebelum merencanakan desain suatu pondasi, sangat perlu dilakukan
penyelidikan tanah (soil investigation). Tujuan dari penyelidikan tanah adalah untuk
mengetahui karakteristik tanah dan lapisan tanah yang akan menopang bangunan di
atasnya. Jika kondisi tanah yang akan menopang bangunan kurang memiliki sifat-
sifat yang diperlukan dalam memikul beban kerja (working load), maka pondasi
Tiang Tekan Hidrolis merupakan pilihan yang tepat.
Di dalam penyelidikan karakteristik tanah, perlu ditentukan parameter-
parameter tanah yang mempengaruhi desain pondasi, seperti daya dukung tanah
(bearing capaCity), penurunan (besar dan laju penurunan), tekanan tanah efektif dan
tekanan air pori serta kuantitas disipasi air tanah. Klasifikasi tanah juga dapat
diperoleh dari penyelidikan tanah tersebut.
2.3.1. Standard Penetration Test (SPT)
Standard Penetration Test adalah suatu jenis percobaan dinamis, dengan
memasukkan suatu alat yang dinamakan split spoon ke dalam tanah. Dengan
percobaan ini akan diperoleh:
1. Kepadatan relatif (Relative Density) (Dr).
2. Sudut geser tanah (ø).
14
3. Nilai “N” dari lapisan tanah yang diteliti.
Relative density adalah perbandingan antara berat tanah basah dengan
berat tanah seluruhnya. Umumnya relative density dipakai untuk tanah tingkat
kerapatan dari tanah berbutir (granular soil).
Sudut geser tanah adalah suatu sudut yang menentukan besar kekuatan
geser tanah, sedangkan nilai “N” adalah jumlah pukulan yang diberikan untuk
memasukkan split spoon sedalam 3 × 15 cm, Keterangan “N” yang diperlukan
ini dapat dihubungkan dengan sifat-sifat lain dari tanah atau lapisan tanah
tersebut.
Hubungan ketiga nilai di atas dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
Tabel 2. 1. Hubungan antara Dr, ø, dan N dari pasir (Sosrodarsono, 1988)
SPT yang dilakukan pada tanah non kohesif tapi berbutir halus (misalnya
lanau), yang permeabilitasnya rendah, mempengaruhi perlawanan penetrasi
yakni memberikan harga SPT yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah
yang permeabilitasnya tinggi untuk kepadatan yang sama. (Shamsher Prakash,
1989).
PECK MEYERHOFF
0 – 4 0 – 0,15 Sangat Lepas < 28,50 < 30
4 – 10 0,15 – 0,50 Lepas 28,50 – 30 30 – 35
10 – 30 0,50 – 0,70 Menengah 30 – 36 35 – 40
30 – 50 0,70 – 0,85 Padat 36 – 41 40 – 45
>50 0,85 – 1 Sangat Padat > 41 > 45
NILAI N KERAPATAN RELATIFSUDUT GESER DALAM TANAH
15
Tabel 2. 2. Hubungan antara Dr dan N pada tanah lempung
(Sosrodarsono,1988)
Hal ini mungkin terjadi bila jumlah tumbukan N >15, maka sebagai
koreksi Terzaghi dan Peck (1948) memberikan harga ekivalen N0 yang
merupakan hasil jumlah tumbukan N yang telah dikorelasi akibat pengaruh
permeabilitas yang dinyatakan dengan:
𝑁0 = 15 + 1
2 𝑁 − 15 (2.1)
Gibs dan Holz (1957) juga memberikan harga ekivalen N0 yang
merupakan hasil jumlah tumbukan N yang telah terkoreksi akibat tekanan
berlebih yang terjadi untuk jenis tanah yang dinyatakan dengan:
𝑁0 = 𝑁50
1 + 2𝜎 + 10 (2.2)
Keterangan ζ adalah tegangan efektif ekses, yang tidak lebih dari 2,82
kg/cm2. Dari pelaksanaan pengujian dengan metode SPT, maka angka N dari
suatu lapisan dapat diketahui dan dari angka tersebut dapat ditentukan
karakteristik suatu lapisan tanah seperti pada Tabel 2.3.
RELATIVE DENSITY (Dr) NILAI N
Very Soft/ Sangat Lunak 2
Soft / Lunak 2 - 4
Medium / Kenyal 4 - 8
Siff / Sangat Kenyal 8 - 15
Hard / Keras 15 - 30
Padat > 30
16
Tabel 2. 3. Hal-Hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N
(Sosrodarsono,1988)
Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk
memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat
geser tanah. Hipotesa pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh Mohr
Coulomb.
Untuk mendapatkan nilai sudut geser tanah dari tanah yang tidak kohesif
(misalnya pasir) umumnya dapat menggunakan Rumus Dunham (1962) sebagai
berikut:
1. Tanah pasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir
bersegi-segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser
dalam sebesar:
𝜑 = 12𝑁 + 15 (2.3)
KLASIFIKASI
Hal yang perlu
dipertimbangkan secara
menyeluruh dari hasil
survei sebelumnya
Tanah pasir (non kohesif)
Berat isi efektif, sudut geser
dalam, ketahanan terhadap
penurunan, daya dukung tanah,
dan angka elastisitas
Tanah lempung (kohesif)
Keteguhan, kohesi, daya dukung
maksimum, dan ketahanan
terhadap hancuran
HAL-HAL YANG DIPERHATIKAN DAN
DIPERTIMBANGKAN
Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal (kedalaman
permukaan dan susunannya), adanya lapisan lunak (ketebalan
lapisan yang mengalami konsolidasi atau penurunan), kondisi
drainase, dan lain-lain.
Hal yang perlu
diperhatikan dari nilai N
17
𝜑 = 12𝑁 + 50 (2.4)
2. Butiran pasir bersegi-segi dengan gradasi merata.
𝜑 = 12𝑁 + 25 (2.5)
3. Atau dengan menggunakan rumus Peck.
𝜑 = 0.3𝑁 + 25 (2.6)
Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah
dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah.
Ditinjau dari defenisinya, angka penetrasi standard (N-SPT) adalah
merupakan suatu nilai yang menunjukkan jumlah pukulan per kaki kedalaman
pada alat SPT. Pada tanah lempung, nilai N-SPT kurang begitu akurat karena
sifat tanah lempung yang memiliki butiran yang halus dan kohesi yang besar,
sedangkan pada tanah pasir, nilai N-SPT lebih dapat diterima. Nilai N-SPT
dapat berubah-ubah pada satu titik lokasi pengujian yang sama. Hal ini
dipengaruhi oleh ketelitian dalam pelaksanaan pengujian. Oleh sebab itu,
pengujian N-SPT hanya sebagai awal pengujian dan diperlukan pengujian
lainnya agar mendapatkan hasil parameter tanah yang lebih akurat sehingga
SPT masih belum begitu standard.
Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser dalam
tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat
pada Tabel 2.4.
18
Tabel 2. 4. Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser
dalam dan kepadatan relatif pada tanah pasir (Das, 1995)
Hubungan antara harga N dengan berat isi tanah yang sebenarnya hampir
tidak mempunyai pengaruh karena hanya mempunyai partikel kasar (Tabel 2.5).
Harga berat isi yang dimaksud tergantung pada kadar air.
Tabel 2. 5. Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah (Sosrodarsono,1977)
Pada tanah yang tidak kohesif, daya dukung sebanding dengan berat isi
tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah sangat mempengaruhi daya
dukung tanah pasir.
Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dengan
melihat nilai-nilai sebagai berikut:
1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35.
2. Lapisan kohesif mempunyai nilai kuat tekan (qu) 3 – 4 kg/cm2 atau
harga SPT, N > 15.
ANGKA PENETRASI
STANDARD (N)
KEPADATAN RELATIF
(%)
SUDUT GESER
DALAM (˚)
0 – 5 0 – 5 26 – 30
5 – 10 5 – 30 28 – 35
10 – 30 30 – 60 35 – 42
30 – 50 60 – 65 38 – 46
Harga N < 10 10 - 30 30 - 50 > 50
Berat Isi Tanah
γ (kN/m3)
4 - 6
6 - 15
Berat Isi Tanah
γ (kN/m3)
Harga N < 4 16 - 25 > 25Tanah
Kohesif
Tanah
Non
Kohesif12 - 16 14 - 18 16 - 20 18 - 23
14 - 18 16 - 18 16 - 18 > 20
19
Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar saja, jadi
bukan merupakan nilai yang teliti. Apabila jumlah pukulan untuk hasil
percobaan pada SPT sebanyak 15, maka:
N = 15 + ½ (N’ – 15) (2.7)
Secara umum hasil percobaan Sondir lebih akurat daripada hasil
percobaan SPT (Sosrodarsono,1988).
2.3.2. Sondering Test (Tes Sondir)
Tes Sondir (Sondering Test) disebut juga tes Sondir atau Cone
Penetration Test. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui perlawanan
penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikasi dari daya
dukung tanah. Tes Sondir juga dapat mengetahui kedalaman atau tebal dari
lapisan-lapisan tanah yang berbeda.
Perlawanan penetrasi konus adalah perlawanan tanah terhadap ujung
konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah
perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya
per satuan panjang.
Hasil Sondir dinyatakan dalam sebuah grafik yang menyatakan hubungan
antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan besarnya nilai Sondir yaitu
perlawanan penetrasi konus. Alat Sondir yang biasa digunakan ada 2 jenis,
yaitu Sondir ringan dan Sondir berat.
20
Pada pekerjaan Sondir ringan (2 – 2,5 ton), pembacaan manometer
dihentikan pada keadaan pembacaan tiga kali berturut-turur melebihi 150
kg/cm2 atau kedalaman melebihi 30 meter. Pada pekerjaan Sondir berat (10
ton), pembacaan manometer diberhentikan pada keadaan pembacaan tiga kali
berturut-turut 500 kg/cm2 atau kedalaman maksimum 50 meter.
Dari hasil percobaan diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai
perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat dapat dihitung sebagai
berikut:
1. Hambatan Lekat (HL).
𝐻𝐿 = 𝐽𝑃 − 𝑃𝐾 𝑥𝐴
𝐵 (2.8)
2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL).
𝐽𝐻𝐿 = 𝐻𝐿
𝑖
𝑛=0
(2.9)
3. Jumlah Hambatan Setempat (JHS).
𝐽𝐻𝑆 = 𝐻𝐿
10 (2.10)
Keterangan:
JP = Jumlah perlawanan (kg/cm2).
PK = Perlawanan konus (kg/cm2).
A = Tahap pembacaan (setiap kedalaman 20 meter).
B = Faktor alat (=10).
21
I = Kedalaman (meter).
Tes Sondir merupakan percobaan dengan cara memasukkan suatu batang
penetrasi ke dalam tanah dan dengan bantuan manometer yang terdapat pada
alat penetrasi tersebut dapat diketahui kekuatan suatu lapisan tanah pada
kedalaman tertentu (Panduan Praktikum Mekanika Tanah Teknik Sipil USU).
Dari pengetesan ini dapat diperoleh keterangan mengenai:
1. Jenis lapisan tanah.
2. Ketebalan tiap lapisan tanah.
3. Posisi muka air tanah.
4. Daya dukung lapisan tanah, berupa perlawanan penetrasi konus dan
hambatan lekat tanah.
Untuk menghitung daya dukung Ultimate dan daya dukung izin Tiang
Tekan Hidrolis berdasarkan data Sondir, dapat dilakukan dengan rumus-rumus
sebagai berikut:
𝑄𝑢𝑙𝑡 = 𝑞𝑐𝑥𝐴𝑝 + 𝐽𝐻𝐿 𝑥 𝐾 (2.11)
𝑄𝑖𝑧𝑖𝑛 = 𝑞𝑐𝑥𝐴𝑝
3+𝐽𝐻𝐿 𝑥 𝐾
5 (2.12)
Keterangan:
Qult = Daya dukung Ultimate (ton).
qc = Tahanan ujung Sondir (qc1 + qc2).
22
qc1 = Rata-rata perlawanan penetrasi konus di atas titik 8D.
qc2 = Rata-rata perlawanan penetrasi konus di bawah titik 4D.
Ap = Luas penampang tiang = ¼ π D2
(m2).
D = Diameter Tiang Tekan Hidrolis (m).
K = Keliling Tiang Tekan Hidrolis = π D (m).
JHL = Jumlah hambatan lekat.
3 = Faktor keamanan untuk tahanan ujung tiang.
5 = Faktor keamanan untuk tahanan selimut tiang.
2.3.3. Boring Test
Walaupun hasil pengujian tanah dari tes Sondir sudah diketahui, biasanya
masih diperlukan pengujian yang lebih teliti. Oleh sebab itu, penyelidikan tanah
perlu dilengkapi dengan pengambilan contoh tanah dari lapisan bawah.
Parameter tanah yang berhubungan dengan mekanika tanah pondasi harus
dicari dengan pengujian-pengujian yang sesuai dengan letak sebenarnya tanah
tersebut. Untuk itu dilakukan pengeboran sesuai kedalaman pondasi agar
dilakukan berbagai pengujian.
Metode pengeboran beserta pengambilan contoh tanah atau pengujian
tanah asli dapat memberikan hasil yang lebih teliti mengenai karakteristik fisik
23
dan mekanis tanah pondasi dibandingkan metode pengujian lain. Namun
pengujian ini hanya memberikan informasi secara vertikal pada titik
pengeboran. Untuk memperkirakan luas dan penyebaran karakteristik dalam
arah horizontal, diperlukan suatu survei yang lain, seperti penyelidikan
geofisika/geolistrik.
Penggunaan jenis alat pengeboran disesuaikan dengan tujuan pengeboran,
fungsi dan jenis tanah yang akan dibor. Alat-alat bor yang biasa digunakan
yaitu:
1. Bor tangan.
2. Alat bor rotasi tangan.
3. Bor rotasi hidrolik.
Contoh tanah yang diambil terbagi atas dua jenis yaitu contoh tanah yang
tidak terganggu (undisturbed sample) dan contoh tanah yang terganggu
(disturbed sample).
Contoh tanah yang tidak terganggu adalah contoh tanah yang masih
menunjukkan sifat-sifat asli tanah yang ada padanya. Ciri-ciri tanah ini yaitu
tidak mengalami perubahan dalam struktur, kadar air atau susunan kimianya.
Sampel tanah asli ini dipergunakan untuk pengujian engineering properties,
antara lain:
1. Permeabilitas.
2. Konsolidasi.
24
3. Direct shear triaxial.
Contoh tanah terganggu diambil tanpa adanya usaha-usaha untuk
melindungi struktur tanah asli tersebut. Sampel tanah ini digunakan untuk
percobaan properties index, yaitu:
1. Atterberg limit.
2. Berat jenis.
3. Analisa saringan.
2.4. Tiang Tekan Hidrolis
Pondasi Tiang Tekan Hidrolis merupakan salah satu jenis pondasi dalam. Istilah
Tiang Tekan Hidrolis merujuk pada pondasi tiang pancang yang dipancang dengan
cara ditekan secara perlahan-lahan dengan suatu alat Hidrolis yang disebut Jacking
Pile. Metode pemancangan Tiang Tekan Hidrolis lebih populer disebut Hydraulic
Static Pile Driver (HSPD). Pemakaian Tiang Tekan Hidrolis memiliki keterbatasan
dalam kuat tekan yang diberikan terhadap tiangnya. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu
alat Jacking Pile yang besar/berat agar dapat memberikan gaya tekan sesuai dengan
yang direncanakan. Namun, Tiang Tekan Hidrolis memiliki keunggulan yang tidak
dimiliki oleh tiang pancang dengan Jack Hammer pada umumnya, yaitu tidak
menimbulkan suara yang bising dan getaran pada tanah sekeliling yang dapat
merusak bangunan di sekitar lokasi pondasi. Sama seperti tiang pancang pada
umumnya, Tiang Tekan Hidrolis dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa kriteria
sebagai berikut:
25
2.4.1. Menurut MekanismeTransfer Beban
Menurut mekanisme transfer beban, Tiang Tekan Hidrolis terdiri dari:
1. Point Bearing Pile (End Bearing Pile).
Yaitu Tiang Tekan Hidrolis dengan tahanan ujung. Sesuai dengan
namanya, tiang ini meneruskan beban melalui ujung Tiang Tekan
Hidrolis ke lapisan tanah keras.
2. Friction Pile.
Yaitu Tiang Tekan Hidrolis dengan gesekan permukaan tiang dengan
tanah di sekelilingnya. Sesuai dengan namanya, tiang ini mentransfer
beban melalui gesekan atau lekatan antara tanah dengan permukaan
memanjang Tiang Tekan Hidrolis. Jenis tiang ini biasanya dipakai jika
lapisan tanah keras terlalu dalam, dan cocok untuk tanah lempung atau
dominan lempung.
3. Compaction Pile.
Yaitu Tiang Tekan Hidrolis dengan pemadatan tanah di sekeliling
Tiang Tekan Hidrolis. Pada saat pemancangan, Tiang Tekan Hidrolis
ini akan memadatkan tanah di sekelilingnya. Tiang Tekan Hidrolis
jenis ini umumnya digunakan pada tanah granular dan secara
berkelompok.
2.4.2. Menurut Jenis Bahan Atau Material
Menurut jenis bahan atau kualitas materialnya, Tiang Tekan Hidrolis
terdiri dari:
26
1. Tiang Tekan Hidrolis baja (steel pile).
2. Tiang Tekan Hidrolis beton (concrete pile).
3. Tiang Tekan Hidrolis kayu (timber pile).
4. Tiang Tekan Hidrolis komposit (composite pile).
Tiang Tekan Hidrolis yang paling umum dipakai adalah Tiang Tekan
Hidrolis beton (concrete pile).
Dalam tesis ini yang diteliti adalah Tiang Tekan Hidrolis beton pracetak
(precast) berbentuk segi empat dengan dimensi 45 cm x 45 cm yang diproduksi
oleh Wika Beton. Data spesifikasi teknis Tiang Tekan Hidrolis yang diteliti
terdapat pada Bab III. Metodologi Penelitian.
2.5. Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis Dengan Data SPT
Kapasitas daya dukung ulmimate Tiang Tekan Hidrolis dapat dihitung secara
empiris dari nilai N hasil uji SPT. Untuk Tiang Tekan Hidrolis yang terletak di
dalam tanah pasir jenuh, Meyerhoff (1956) mengajukan Persamaan sebagai berikut:
𝑄𝑢 = 4.𝑁𝑏 .𝐴𝑏 +1
50𝑁 𝐴𝑠 (2.13)
Untuk Tiang Tekan Hidrolis baja profil:
𝑄𝑢 = 4.𝑁𝑏 .𝐴𝑏 +1
100𝑁 𝐴𝑠 (2.14)
Keterangan:
Qu = Kapasitas Ultimate Tiang Tekan Hidrolis (ton).
27
Nb = Nilai N dari uji SPT pada tanah di sekitar dasar Tiang Tekan
Hidrolis.
As = Luas selimut Tiang Tekan Hidrolis (ft2) dengan 1ft = 30,48 cm.
Ab = Luas penampang Tiang Tekan Hidrolis (ft2).
Nilai maksimum 𝑁 /50 dari suku ke-2 pada Persamaan (2.13) dan (2.14), yaitu
suku Persamaan yang menyatakan tahan gesek dinding Tiang Tekan Hidrolis,
disarankan sebesar 1.0 ton/ft2 (1.08 kg/m
2 = 107 kN/m
2) untuk Persamaan (2.13).
Kedua Persamaan di atas telah digunakan dengan aman untuk perancangan Tiang
Tekan Hidrolis pada lempung kaku (Bromham dan Styles, 1971).
Pada penelitian selanjutnya, Meyerhoff (1976) mengusulkan Persamaan untuk
menghitung tahanan ujung tiang:
𝑄𝑏 = 𝐴 38 𝑁 𝐿𝑏𝐷 ≤ 380 𝑁 𝐴𝑏 𝑘𝑁 (2.15)
Dengan 𝑁 adalah nilai N rata-rata yang dihitung dari 8D di atas dasar Tiang
Tekan Hidrolis sampai 4D di bawah dasar Tiang Tekan Hidrolis, sedangkan Lb/D
adalah rasio kedalaman yang nilainya kurang dari L/D bila tanahnya berlapis-lapis
(Meyerhoff, 1976) (D = Diameter Tiang Tekan Hidrolis).
Berdasarkan Metode Meyerhoff (1976), cara untuk menghitung daya dukung
ujung dan selimut pondasi Tiang Tekan Hidrolis adalah sebagai berikut:
A. Tanah Non Kohesif
Daya dukung ujung Tiang Tekan Hidrolis (Qp) dihitung sebesar:
28
𝑄𝑝 = 40 𝑥 𝑁 − 𝑆𝑃𝑇 𝑥𝐴𝑝 < 400 𝑥 𝑁 − 𝑆𝑃𝑇𝑎𝑣 𝑥 𝐴𝑝 (2.16)
𝑁 − 𝑆𝑃𝑇𝑎𝑣 =𝑁1 + 𝑁2
2 𝑀𝑒𝑦𝑒𝑟𝑜𝑓𝑓 (2.17)
Keterangan:
Qp = Tahanan ujung tiang (kN).
Ap = Luas penampang tiang (m2).
Lb = Panjang penetrasi tiang (m).
N1 = Harga N rata-rata dari dasar ke 10D ke atas.
N2 = Harga N rata-rata dari dasar ke 4D ke bawah.
Sedangkan besar tahanan selimut Tiang Tekan Hidrolis (Qs) dihitung
sebesar:
𝑄𝑠 = 2 𝑥 𝑁 − 𝑆𝑃𝑇 𝑥 𝑝 𝑥 𝐿𝑖 (2.18)
Keterangan:
p = Keliling tiang (m).
Li = Panjang atau tebal lapisan tanah (m).
B. Tanah kohesif
Daya dukung ujung Tiang Tekan Hidrolis (Qp) dihitung sebesar:
29
𝑄𝑏 = 9 𝑥 𝑐𝑢𝑥𝐴𝑝 (2.19)
𝑐𝑢 =2
3𝑥 𝑁 − 𝑆𝑃𝑇 𝑥 10 (2.20)
Sedangkan besar tahanan selimut Tiang Tekan Hidrolis (Qs) dihitung
sebesar:
𝑄𝑠 = 𝛼 𝑥 𝑐𝑢𝑥 𝑝 𝑥 𝐿𝑖 (2.21)
Keterangan: α = Faktor adhesi antara tanah dan tiang (kN/m2).
cu = Kohesi undrained (kN/m2).
Nilai Faktor Adhesi dapat diperoleh dari Grafik pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Faktor Adhesi untuk Tiang Pancang dalam Tanah Lempung
(Mc Clellend, 1974)
Untuk mendapatkan nilai Nq* dapat menggunakan Grafik pada Gambar 2.2.
30
Gambar 2.2. Hubungan antara Sudut Geser Dalam Tanah dengan Nq*
2.6. Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis Dengan Data Pembebanan (Loading
Test)
Pengujian pembebanan dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara beban
dengan penurunan pondasi akibat pembebanan (beban rencana, beban Testing, dan
penurunan tetap setelah beban dipindahkan). Besar daya dukung Tiang Tekan
Hidrolis berdasarkan hasil uji pembebanan dapat diketahui langsung pada saat
pengujian beban.
Loading Test biasa disebut juga dengan uji pembebanan statik aksial (Static
axial Loading Test). Cara yang paling dapat diandalkan untuk menguji daya dukung
pondasi tiang adalah dengan uji pembebanan statik.
31
Tujuan dilakukan pengujian pembebanan vertikal tekan (compressive Loading
Test) terhadap pondasi tiang adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hubungan antara beban dengan penurunan pondasi akibat
beban rencana.
2. Untuk menguji tanah di bawah pondasi agar mampu memikul beban rencana
dan membuktikan bahwa dalam pelaksanaan pemancangan tidak terjadi
kegagalan.
3. Untuk menentukan daya dukung yang sebenarnya sebagai kontrol terhadap
hasil perhitungan berdasarkan formula statis maupun dinamis.
4. Untuk mengetahui tingkat elastisitas tanah, mutu beton dan mutu besi beton
(Wesley,1997).
Uji pembebanan biasanya diperlukan untuk kondisi-kondisi sebagai berikut:
1. Perhitungan analitis tidak memungkinkan untuk dilakukan karena
keterbatasan informasi mengenai detail dan geometri struktur.
2. Besar beban rencana yang tergolong sangat besar khususnya pada bangunan
bertingkat tinggi.
3. Kinerja struktur yang sudah menurun karena adanya penurunan kualitas
bahan, akibat serangan zat kimia, ataupun karena adanya kerusakan fisik
yang dialami bagian-bagian struktur, akibat kebakaran, gempa, pembebanan
yang berlebihan, dan lain-lain.
4. Struktur direncanakan dengan metode-metode yang tidak lazim, sehingga
menimbulkan kekhawatiran mengenai tingkat keamanan struktur.
32
5. Perubahan fungsi struktur, sehingga menimbulkan pembebanan tambahan
yang belum diperhitungkan dalam perencanaan.
6. Kekhawatiran atas rendahnya mutu pelaksanaan ataupun resiko dalam
kesalahan perhitungan dalam perencanaan yang tidak terdeteksi.
Para praktisi dan peneliti sudah menggunakan banyak metode pengujian beban
tiang seperti dimuat dalam berbagai literatur dan jurnal. Dari sekian banyak metode
pengujian beban tiang, ada 4 (empat) jenis metode pengujian yang diidentifikasi
sebagai metode pengujian beban dasar, yaitu:
1. Slow Maintaned Load Test Method (SM Test).
2. Quick Maintaned Load Test Method (QM Test).
3. Constant Rate of Penetration Test Method (CRP Test).
4. Swedish Cyclic Test Method (SC Test).
2.6.1. Slow Maintaned Load Test Method (SM Test)
Metode pengujian ini disarankan oleh ASTM D1143-81 (1989), yang
terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Bebani Tiang Tekan Hidrolis dengan delapan tahap penambahan
pembebanan, yaitu 25%, 50%, 75%, 100%, 125%, 150%, 175%, dan
200% hingga 200% dari beban rencana.
2. Pertahankan setiap penambahan pembebanan hingga rata-rata
penurunan berkurang sebesar 0,01 in/h (0,25 mm/h) tapi tidak lebih
dari 2h (h = jam).
3. Pertahankan beban 200% selama 24 jam.
33
4. Setelah waktu holding tercapai, ganti beban dengan pengurangan 25%
dengan waktu 1 jam di antara jeda pengurangan beban.
5. Setelah beban bekerja dan diganti, seperti di atas, bebani kembali
Tiang Tekan Hidrolis dengan tes pembebanan dengan penambahan
50% beban rencana, berikan waktu 20 menit diantara penambahan
beban.
6. Kemudian tambah penambahan beban sebesar 10% dari beban rencana
sampai runtuh, dan berikan juga waktu 20 menit diantara penambahan
beban.
Metode pengujian ini umumnya dipertimbangkan sebagai metode
pengujian standard ASTM dan secara umum digunakan pada pengujian
lapangan untuk memasang Tiang Tekan Hidrolis dan spesifikasi tertulis.
Kelemahan utama dari pengujian ini adalah dalam hal waktu yang terpakai,
misalnya suatu jenis periode pengujian memakan waktu 40 sampai 70 jam atau
lebih.
2.6.2. Quick Maintaned Load Test Method (QM Test)
Metode pengujian ini direkomendasikan oleh New York State Department
of Transportation, The Federal Highway Administration, dan ASTM 1143-81
(Opsional), yang terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Bebani Tiang Tekan Hidrolis dalam 20 tahap penambahan beban
sampai 300% dari beban rencana atau setiap penambahan beban
sebesar 15% dari beban rencana.
34
2. Pertahankan setiap pembebanan dengan periode 5 menit dengan
pembacaan setiap 2,5 menit.
3. Tambah penambahan pembebanan hingga jacking berlanjut
dibutuhkan untuk menjaga beban uji atau beban uji tercapai.
4. Setelah interval 5 menit, ganti seluruh beban dari Tiang Tekan Hidrolis
ke dalam 4 tahap pengurangan beban yang sama dengan waktu antara
selama 5 menit.
Metode pengujian ini berlangsung cepat dan ekonomis. Waktu tipikal
untuk pengujian ini selama 3 sampai 5 jam. Metode pengujian ini mewakili
lebih banyak kondisi Undrained. Metode ini tidak dapat digunakan untuk
memperkirakan penurunan karena termasuk metode cepat.
2.6.3. Constant Rate of Penetration Test Method (CRP Test)
Metode ini direkomendasikan oleh Swedish Pile Commission, New York
State Department of Transportation, dan ASTM D1143-81 (Opsional).
Langkah-langkah utama CRP Test adalah sebagai berikut:
1. Kepala Tiang Tekan Hidrolis diperkuat untuk menerima penurunan
0,05 in/menit (1,25 mm/menit).
2. Gaya yang dibutuhkan untuk mencapai penetrasi rata-rata dicatat.
3. Pengujian dilakukan sampai total penetrasi 2 sampai 3 inchi (50
sampai 75 mm).
35
Keuntungan utama dari metode ini adalah bahwa waktu 2 sampai 3 jam
sangat singkat dan ekonomis. Metode ini cocok untuk friction piles tetapi tidak
cocok untuk end-bearing piles karena persyaratan gaya yang besar untuk
menghasilkan penetrasi melewati lapisan tanah keras.
2.6.4. Swedish Cyclic Test Method (SC Test)
Metode ini disarankan oleh Swedish Pile Commission dan terdiri dari
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Bebani Tiang Tekan Hidrolis hingga satu-tiga dari beban rencana.
2. Hilangkan beban (unloading) hingga satu-enam dari beban rencana.
Ulangi siklus loading dan unloading 20 kali.
3. Tingkatkan beban sampai 50% lebih tinggi dari item (a) dan kemudian
ulangi seperti item (b).
4. Lanjutkan sampai keruntuhan terjadi.
Metode ini adalah waktu terpakai, dan perubahan siklus perilaku Tiang
Tekan Hidrolis sehingga Tiang Tekan Hidrolis berbeda dibandingkan Tiang
Tekan Hidrolis aslinya. Hal itu hanya disarankan untuk proyek-proyek khusus
Keterangan pembebanan siklik menjadi hal yang utama.
Seperti terlihat pada Gambar 2.3, SM Test dan SC Test merupakan tes
paling lambat dan CRP Test adalah tes yang paling cepat. Gambar 2.4
membandingkan perilaku beban – penurunan untuk keempat jenis tes tersebut
di atas. Gambar tersebut menunjukkan bahwa bentuk kurva beban – penurunan
36
dengan metode CRP Test dengan baik terdefenisikan dan sesuai dengan kurva
beban terhadap penurunan pada QM Test sebelum keruntuhan tercapai. Metode
SM Test umumnya digunakan di Amerika Utara karena sederhana, banyak
engineer yang familiar dengan metode ini, interpretasinya berdasarkan atas
penurunan kotor dan penurunan bersih dapat dibuat dengan mudah, dan
memberikan estimasi yang kasar untuk penurunan Tiang Tekan Hidrolis yang
diharapkan di bawah beban kerja. Interpretasi beban runtuh dari kurva beban –
penurunan diperoleh dari tes pembebanan akan didiskusikan pada subbab 2.9.
Untuk lebih jelasnya, perbandingan waktu yang dibutuhkan pada 4
metode pengujian Loading Test dapat dilihat pada Gambar 2.3. Skala satuan
waktu yang digunakan adalah jam, sedangkan beban (load) dalam satuan ton.
Gambar 2.3. Perbandingan Waktu Yang Dibutuhkan Pada 4 Metode Pengujian
(Fellenius, 1975)
37
Perilaku penurunan (movement) yang terjadi terhadap beban (load)
yang diberikan pada 4 metode Loading Test dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Perbandingan Perilaku Beban – Penurunan pada 4 Metode
Pengujian (Fellenius, 1975)
Dalam penelitian tesis ini, pelaksanaan Loading Test menggunakan
Metode Slow Maintaned Load Test Method dengan alat Jacking Pile System
kapasitas 300 ton, yang dilaksanakan dengan menggunakan beban berat sendiri
alat jacking pile ditambah counterweight dengan berat total 420 ton. Test ini
menggunakan 1 unit main beam dengan dimemsi 2 buah (750x300x11x18x50),
1 buah hydraulic jack kapasitas 500 ton dan 6 (enam) buah dial gauge untuk
mengukur penurunan (settlement) dan pergeseran.
38
Pembebanan berjalan setelah dilakukan pemompaan terhadap hydraulic
jack kapasitas 500 ton. Hydraulic Jack menekan main beam, beban diteruskan
ke berat sendiri unit jacking pile, sehingga aksi dari tekanan hydraulic jack
menimbulkan reaksi berupa gaya tekan ke bawah. Gaya tekan ke bawah ini
mengakibatkan penurunan tiang (settlement). Penurunan tiang yang terjadi
akibat reaksi tersebut diukur melalui 4 (empat) buah dial gauge pada balok
reference beam yang dipasang dengan kokoh.
Peralatan yang digunakan dalam pengujian pembebanan (Loading Test) ini
antara lain:
1. HYDRAULIC JACK.
a. Type : CLR 500.
b. Kapasitas : 500 ton.
c. Diameter Ram : 13,307 inch.
d. Merk : Enerpac.
e. Jumlah : 1 (satu) unit.
2. POMPA HYDRAULIC.
a. Kapasitas : 10.000 psi.
b. Model : P-464.
c. Merk : Enerpac.
d. Jumlah : 1 (satu) unit.
3. DIAL GAUGE
a. Type : 3058 E.
b. Kapasitas : 0,01 mm – 50 mm.
39
c. Ketelitian : 0,01 mm.
d. Merk : Mitutoyo.
e. Jumlah : 6 (enam) unit.
4. PRESSURE GAUGE.
a. Kapasitas / Div : 10.000 / 200 psi.
b. Type / No. Seri : 014079332/CL.1,0/Type 2.
c. Merk : WIKA.
d. Jumlah : 1 (satu) unit.
Susunan peralatan pada pelaksanaan pengujian pembebanan (Loading
Test) dapat dilihat pada Gambar 2.5 dan Gambar 2.6.
Gambar 2.5. Gambar Static Axial Compression Test Kapasitas 300 ton (200%)
40
Gambar 2.6. Denah Static Axial Compression Test Kapasitas 300 ton (200%)
2.6.5. Prosedur Pengujian
Prosedur pengujian pembebanan aksial compression kapasitas 300 ton
dilaksanakan sesuai dengan ASTM D1143-81, “Standard Test Method for Piles
Under Static Axial Compressive Loads”, Section 5.2, “Cyclic Loading
Procedures”.
Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut:
1. Bebani tiang sampai 200% dari beban rencana dengan pertambahan
yang sama yaitu: 0%, 25%, 50%, 75%, 125%, 150%, 175%, 200%.
2. Pertahankan penambahan pembebanan hingga kecepatan penurunan
tidak lebih dari 0,01 in/hari atau 0,25 in/jam, tapi tidak lebih dari 2
(dua) jam.
3. Pertahankan beban 200% hingga 24 jam.
41
4. Sesudah pembebanan pada massa tersebut beban dikurangkan 25%
dengan selang 1 jam untuk tiap pengurangan.
5. Sesudah beban dipasang dan dikurangi seperti di atas, bebani kembali
tiang pada pengujian dengan kenaikan 50% dari beban rencana yang
diizinkan, 20 menit tiap penambahan beban.
6. Tambahkan beban tiap 10% dari beban rencana sampai keruntuhan
dengan selang penambahan 20 menit.
Percobaan pembebanan lain dapat menggunakan 2 (tipe) sebagai berikut:
a. Percobaan yang dibagi atas 4 (empat) cycle dengan pembebanan setiap
cycle adalah sebagai berikut:
I. 0% - 25% - 50% - 25% - 0%
II. 0% - 50% - 75% - 100% - 75% - 50% - 0%
III. 0% - 50% - 125% - 150% - 125% - 50% - 0%
IV. 0% - 50% - 100% - 150% - 175% - 200% - 150% - 100% - 50%
- 0%
b. Percobaan dengan 1 (satu) cycle Keterangan pembebanan diberikan
sebagai berikut:
I. 0% - 100% - 133% - 166% - 200% - 166% - 133% - 100% - 0%
42
2.6.6. Prosedur Pengukuran Penurunan Tiang Tekan Hidrolis
Lokasi yang diamati pada pengukuran penurunan Tiang Tekan Hidrolis
ialah pada kepala Tiang Tekan Hidrolisnya. Pembacaan dapat dilakukan pada
lempeng pengujian dengan cara sebagai berikut:
1. Lakukan pembacaan terhadap waktu, beban penurunan dan catat
semua sebelum dan sesudah dilakukannya penambahan atau
pengurangan beban.
2. Selama pembacaan pastikan tiang tidak runtuh, lakukan pembacaan
tambahan dan catat hasil pembacaan pada interval tidak lebih dari 10
menit selama setengah jam atau 20 menit sesudah tiap penambahan
beban.
3. Sesudah beban puncak dibebankan, pastikan bahwa tiang tidak runtuh.
Lakukan pembacaan pada interval tidak lebih dari 20 menit pada 2 jam
pertama, tidak lebih dari 1 jam pada 10 jam berikutnya dan tidak lebih
dari 2 jam untuk 12 jam berikutnya.
4. Jika terjadi keruntuhan tiang, segera lakukan pembacaan sebelum
beban pertama dikurangi. Selama pengurangan beban, lakukan
pembacaan dan catat dengan interval tidak lebih dari 20 menit.
5. Lakukan pembacaan akhir 12 jam sesudah beban dipindahkan.
6. Besar beban (dalam ton) dan lama pembebanan serta waktu
pembacaan penurunan dimuat dalam Tabel jadwal Loading Test.
43
Beban runtuh Ultimate suatu tiang didefenisikan sebagai beban saat tiang
tersebut amblas atau penurunan terjadi dengan cepatnya di bawah tekanan
beban. Defenisi keruntuhan lain menganggap batas penurunan dapat berubah-
ubah, misalnya saat tiang dianggap sudah runtuh ketika bergerak 10% dari
diameter ujung atau penurunan kotor 1,50 inchi (38 mm) dan penurunan bersih
0,75 inchi (19 mm) terjadi di bawah 2 kali beban rencana.
2.7. Perencanaan Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis Menurut Hasil SPT
Dari data SPT (N-Value) daya dukung Tiang Tekan Hidrolis dapat
direncanakan dan dihitung. Tesis ini menggunakan metode Meyerhoff (1976) untuk
menghitung daya dukung Tiang Tekan Hidrolis. Metode ini banyak digunakan untuk
merencanakan daya dukung Tiang Tekan Hidrolis dan menentukan daya dukung
tiang izinnya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑃 = 𝑚 𝑁𝑎 𝐴𝑐
3+ 𝑛𝑁 𝐴𝑠
5 (2.22)
Keterangan:
P = Daya dukung tiang izin (ton).
m = Koefisien perlawanan ujung.
n = Koefisien perlawanan geser tiang.
Ac = Luas penampang tiang (cm2).
N1 = Nilai N-SPT pada ujung tiang.
44
N2 = Nilai N-SPT dari ujung tiang hingga 4 kali diameter di atas ujung
tiang.
Na = Nilai N-SPT pada elevasi dasar tiang.
Na = ½ (N1 + N2) ≤ 40 (2.23)
3 dan 5 = Faktor keamanan tergantung pada jenis pondasi.
As = Luas tiang pada interval kedalaman.
Untuk menentukan nilai koefisien perlawanan ujung tiang (m) dan koefisien
perlawanan gesek tiang (n) dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2. 6. Harga m dan n untuk Persamaan Meyerhoff
2.8. Perencanaan Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis Menurut Hasil Sondir
Data hasil pengujian Sondir juga dapat digunakan untuk menghitung daya
dukung Tiang Tekan Hidrolis. Perencanaan pondasi Tiang Tekan Hidrolis dengan
NO. JENIS TANAH JENIS TIANG m n BATASAN
Meyerhoff (1976)
Pasiran Pondasi dalam 40 0.2
Lempungan 0.5
Okahara (1992) 0.2 ≤ 10 t/m2
PasiranTiang tekan hidrolis cor di tempat
“inner digging ”40 0.5 ≤ 20 t/m
2
0.1 ≤ 5 t/m2
1 ≤ 15 t/m2
Tiang tekan hidrolis cor di tempat
“inner digging ”12 - -
Kohesif 0.5 ≤ 0.1 t/m2
Takahashi (1992)
Pasiran Tiang tekan hidrolis 30 0.2
1
2
3
45
menggunakan hasil Sondir ini dilakukan dengan metode langsung dengan rumus yang
diperkenalkan Meyerhoff (1976) sebagai berikut:
𝑄𝑢 = 𝑞𝑐 𝑥 𝐴𝑝 + 𝐽𝐻𝐿 𝑥 𝐾𝐻 (2.24)
𝑄𝑖𝑧𝑖𝑛 = 𝑞𝑐 𝑥 𝐴𝑝
3+𝐽𝐻𝐿 𝑥 𝐾𝐻
5 (2.25)
Keterangan:
Qu = Kapasitas daya dukung Tiang Tekan Hidrolis tunggal.
qp = Tahanan ujung Sondir.
qc = Tahanan ujung Sondir terkoreksi.
qp = qc menurut Meyerhoff dapat diambil untuk keperluan praktis.
JHL = Jumlah hambatan lekat.
KH = Keliling Tiang Tekan Hidrolis.
Ap = Luas penampang tiang.
3 dan 5 = Faktor keamanan.
2.9. Interpretasi Hasil Uji Pembebanan (Loading Test)
Umumnya data uji pembebanan diplotkan dengan beban sebagai absis dan
penurunan sebagai ordinat. Data yang berupa titik ini kemudian digunakan untuk
membuat perkiraan beban runtuh sehingga kapasitas yang diizinkan dapat dihitung.
46
Beban runtuh Ultimate suatu Tiang Tekan Hidrolis didefenisikan sebagai beban
saat tiang tersebut amblas atau penurunan terjadi dengan cepatnya di bawah tekanan
beban. Defenisi keruntuhan lain menganggap batas penurunan kotor 1,50 inchi (38
mm) dan penurunan bersih 0,75 inchi (19 mm) terjadi di bawah 2 kali beban rencana.
Banyak ahli teknik mendefenisikan beban runtuh adalah titik potong dari garis
singgung awal kurva (penurunan vs beban) dengan garis singgung atau perluasan
bagian akhir dari kurva. Ada beberapa metode interpretasi data Loading Test yang
dibahas dalam tesis ini antara lain:
1. Metode Davisson (1972).
2. Metode Chin (1970, 1971).
3. Metode Mazurkiewicz (1972).
2.9.1. Metode Davisson (1972)
Langkah-langkah untuk mendapatkan daya dukung ultimate dengan
metode Davisson terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Gambar kurva beban vs penurunan seperti ditunjukkan pada Gambar
2.7.
2. Dapatkan penurunan elastis, ∆ = (Qva)L/AE dari Tiang Tekan Hidrolis,
Keterangan Qva adalah beban kerja, L adalah panjang Tiang Tekan
Hidrolis, A adalah luas penampang Tiang Tekan Hidrolis, dan E
adalah modulus elastisitas bahan Tiang Tekan Hidrolis.
47
3. Gambar garis OA menurut Persamaan penurunan elastis (∆) seperti
yang didefenisikan pada point b. Gambar sebuah garis BC sejajar
dengan garis OA pada suatu jarak x Keterangan x = 0,15 + D/120 in,
(D = diameter Tiang Tekan Hidrolis dalam satuan inchi).
4. Daya dukung ultimate adalah perpotongan antara garis BC dengan
kurva Beban-Penurunan seperti tertulis di point c.
Metode ini sejatinya direkomendasikan untuk driven piles, dan lebih
cocok digunakan untuk metode QM Test. Keuntungan utama dari metode ini
adalah batas garis BC dapat digambarkan sebelum pengujian dilakukan.
Adapun hal itu dapat digunakan seperti kriteria penerimaan untuk proof-Tested
contract pile. Untuk lebih jelasnya, prosedur metode Davisson dapat diihat
pada Gambar 2.7.
Gambar 2. 7. Grafik Persamaan Pada Metode Davisson
48
2.9.2. Metode Chin (1970, 1971)
Metode Chin ditunjukkan pada Gambar 2.8 dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Gambar grafik ∆/Qva vs ∆, Keterangan ∆ adalah penurunan dan Qva
adalah beban kerja.
2. Daya dukung Ultimate (Qv)ult kemudian sama dengan 1/C1. Gambar
2.8 menjelaskan semua hal ini. Hubungan ini diberikan dalam gambar
ini mengasumsikan bahwa kurva beban terhadap penurunan mendekati
kurva hiperbolik.
Interpretasi daya dukung Ultimate dalam metode ini diaplikasikan dalam
QM dan SM Test, menyediakan peningkatan waktu yang konstan yang dipakai
selama pengujian. Pemilihan garis lurus dari titik-titik seharusnya dapat
dipahami bahwa titik-titik data tidak muncul ke bawah pada garis lurus hingga
pengujian pembebanan melewati nilai batas Davisson. Metode ini tidak
menyediakan nilai keruntuhan yang sesuai kenyataan untuk pengujian-
pengujian yang mengikuti metode standard ASTM karena pengujian itu tidak
mempunyai peningkatan beban waktu yang konstan.
Untuk lebih jelasnya, prosedur metode Chin secara grafis dapat dilihat
pada Gambar 2.8.
49
Gambar 2. 8. Grafik Persamaan Pada Metode Chin
2.9.3. Metode Mazurkiewicz (1972)
Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.9, adapun langkah-langkah
perhitungan daya dukung Tiang Tekan Hidrolis dengan metode ini adalah
sebagai berikut:
1. Plot kurva beban terhadap penurunan.
2. Pilih suatu tahap penurunan kepala Tiang Tekan Hidrolis dan gambar
garis vertikal yang memotong kurva. Kemudian gambar garis
horizontal dari titik perpotongan tersebut pada kurva hingga memotong
sumbu beban.
3. Dari perpotongan setiap beban, gambar garis yang membentuk sudut
45˚ hingga memotong garis beban berikutnya.
50
4. Perpotongan-perpotongan ini akan membentuk suatu garis lurus. Titik
yang diperoleh oleh perpotongan dari perpanjangan garis ini pada
sumbu beban (vertikal) adalah beban runtuh.
Metode ini mengasumsikan bahwa kurva beban terhadap penurunan
mendekati kurva parabolik. Nilai beban runtuh diperoleh dengan metode ini
seharusnya bagaimanapun memenuhi 80% kriteria. Lebih jauh lagi, semua
perpotongan garis-garis ini tidak selalu membentuk garis lurus. Bagaimanapun,
beberapa penegasan mungkin diperlukan dalam menggambar garis lurus.
Gambar 2.9. menunjukkan contoh prosedur bagaimana interpretasi hasil
Loading Test dengan metode Mazurkiewicz digunakan.
Gambar 2.9. Grafik Persamaan Pada Metode Mazurkiewicz
51
2.10. Daya Dukung Aksial Tiang Tekan Hidrolis Berdasarkan Kekuatan Bahan
Selain berdasarkan hasil pengujian tanah (Soil Investigation) yang telah dibahas
sebelumnya, kapasitas daya dukung aksial tiang juga perlu diuji berdasarkan kekuatan
dari bahan tiang yang dipergunakan. Adapun kapasitas daya dukung berdasarkan
kekuatan bahan tiang dapat diperoleh dari Persamaan berikut ini:
𝑃𝑇𝑖𝑎𝑛𝑔 = 𝜎𝑏 .𝐴𝑇𝑖𝑎𝑛𝑔 (2.26)
Keterangan:
Ptiang = Daya dukung tiang yang diizinkan (kN).
ζb = Kuat tekan beton yang diizinkan (kN/m2).
Atiang = Luas Penampang Tiang Tekan Hidrolis (m2).
2.11. Penurunan Tiang Tekan Hidrolis
Penurunan pada pondasi Tiang Tekan Hidrolis dapat dikaji dari 2 komponen,
yaitu: penurunan elastis dan penurunan konsolidasi. Penurunan elastis tergantung dari
sifat elastis tanah dan Tiang Tekan Hidrolis itu sendiri. Dalam perhitungan, perlu
dibedakan antara penurunan tiang tunggal dengan penurunan tiang kelompok.
Penurunan pada tiang kelompok bergantung dari penurunan tiang tunggal. Penurunan
total pondasi Tiang Tekan Hidrolis merupakan penjumlahan dari penurunan elastis
tiang dengan penurunan konsolidasi tiang.
52
2.11.1. Penurunan Elastis Tiang Tekan Hidrolis Tunggal
Penurunan Tiang Tekan Hidrolis akibat beban vertikal Qw dapat
dihitung dengan rumus:
S = S1 + S2 + S3 (2.27)
Keterangan:
S = Penurunan tiang total.
S1 = Penurunan batang tiang.
S2 = Penurunan tiang akibat beban titik.
S3 = Penurunan tiang akibat beban yang tersalur sepanjang batang.
Berikut adalah langkah-langkah dalam menentukan ketiga faktor
penurunan di atas yaitu:
a. Menentukan S1
Jika diasumsikan bahan tiang adalah elastis, maka deformasi batang
tiang dapat dihitung dengan rumus berikut:
𝑆1 = 𝑄𝑤𝑝 + 𝜉 𝑄𝑤𝑠 𝐿
𝐴𝑝𝐸𝑝 (2.28)
Keterangan:
Qwp = Beban yang dipikul ujung tiang di bawah kondisi beban
kerja.
53
Qws = Beban yang dipikul selimut tiang di bawah kondisi beban
kerja.
Ap = Luas penampang tiang.
L = Panjang tiang.
Ep = Modulus Young bahan tiang.
Besarnya ξ bergantung pada sifat distribusi tahanan selimut
sepanjang batang tiang. Jika distribusi f adalah seragam atau parabola,
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10, pada (a) dan (b) besar ξ adalah
0.5. Namun untuk distribusi f dalam bentuk segitiga, Gambar 2.10 (c)
nilai ξ sekitar 0.67 (Vesic, 1977).
Bentuk distribusi tahanan selimut sepanjang tiang tekan hidrolis
ditampilkan pada Gambar 2.10. Tampak bahwa ada 3 jenis distribusi
tahanan selimut tiang tekan hidrolis.
Gambar 2.10. Jenis Distribusi Tahanan Selimut Tiang Tekan Hidrolis
Tunggal
54
b. Menentukan S2
Penurunan Tiang Tekan Hidrolis akibat beban pada ujung tiang
dapat dinyatakan dalam bentuk yang sama dengan penurunan pada
pondasi dangkal. Rumusnya adalah sebagai berikut:
𝑆2 = 𝑞𝑤𝑝𝐷
𝐸𝑠 1− 𝜇𝑠
2 𝐼𝑤𝑝 (2.29)
𝑞𝑤𝑝 = 𝑄𝑤𝑝
𝐴𝑝 (2.30)
Keterangan:
D = Lebar atau diameter Tiang Tekan Hidrolis.
qwp = Beban titik per satuan luas ujung tiang.
Es = Modulus Young tanah.
μs = Angka Poisson tanah.
Iwp = Faktor pengaruh.
Untuk tujuan praktis, Iwp dapat ditentukan sama dengan αr
sebagaimana digunakan pada penurunan elastis pondasi dangkal. Jika
tidak ada hasil laboratorium, maka nilai Modulus Young dan angka
Poisson dapat diperoleh dari korelasi sebagaimana terlihat pada Tabel
2.7. Nilai kedua parameter tersebut tergantung pada jenis tanah dan
konsistensi tanah.
55
Tabel 2. 7. Parameter Elastis Tanah (Meyerhoff, 1956)
Vesic (1977) juga mengajukan suatu metode semi empiris untuk
menentukan besarnya penurunan S2. Metode itu dapat dinyatakan
dengan rumus berikut:
𝑆2 =𝑄𝑤𝑝 .𝐶𝑝
𝐷. 𝑞𝑝 (2.31)
Keterangan: qp = Tahanan ujung batas tiang.
Cp = Koefisien empiris.
Nilai Cp pada berbagai jenis tanah ditampilkan pada Tabel 2.8.
Tabel 2. 8. Nilai Tipikal Cp (dari Design of Pile Foundation by A.S.
Vesic, 1977)
56
c. Menentukan S3
Penurunan tiang yang diakibatkan oleh pembebanan pada selimut
tiang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝑆3 = 𝑄𝑤𝑠
𝑝𝐿 𝐷
𝐸𝑠 1− 𝜇𝑠
2 𝐼𝑤𝑠 (2.32)
Keterangan:
p = Keliling tiang.
L = Panjang tiang yang tertanam.
Iws = Faktor pengaruh.
Perlu dicatat bahwa suku Qws / pL pada Persamaan di atas adalah
nilai rata-rata f di sepanjang batang tiang. Faktor pengaruh Iws dapat
dinyatakan dengan sebuah hubungan empiris yang sederhana sebagai
(Vesic, 1977).
𝐼𝑤𝑠 = 2 + 0.35 𝐿
𝐷 (2.33)
Vesic (1977) juga mengajukan sebuah hubungan empiris sederhana
untuk menentukan S3 sebagai berikut:
𝑆3 =𝑄𝑤𝑠𝐶𝑠𝐿𝑞𝑝
(2.34)
Keterangan:
57
Cs = Sebuah konstanta empiris.
𝐶𝑠 = 0.93 + 0.16 𝐿
𝐷 𝐶𝑝 (2.35)
Nilai Cp dapat diperoleh dari Tabel 2.8.
2.11.2. Penurunan Elastis Kelompok Tiang
Beberapa penyelidikan tentang penurunan tiang kelompok yang telah
dipublikasikan dalam literatur memiliki hasil yang sangat beragam. Hubungan
yang paling sederhana untuk penurunan tiang kelompok diberikan oleh Vesic
(1969) sebagai berikut:
𝑆𝑔(𝑒) = 𝑠 𝐵𝑔
𝐷 (2.36)
Keterangan:
Sg(e) = Penurunan elastik tiang kelompok.
Bg = Lebar tiang kelompok.
D = Diameter satu tiang dalam kelompok.
s = Penurunan elastik tiang tunggal.
Untuk tiang kelompok di dalam pasir atau kerikil, Meyerhoff (1976)
menggagas hubungan empiris berikut untuk penurunan elastik.
58
𝑆𝑔 𝑒 𝑚𝑚 = 0.92 𝑞 𝐵𝑔𝐼
𝑁𝑐𝑜𝑟𝑟 (2.37)
𝑞 𝑘𝑁
𝑚2 =
𝑄𝑔
𝐿𝑔𝐵𝑔 (2.38)
𝐼 = 1 −𝐿
8𝐵𝑔≥ 0.5 (2.39)
Keterangan:
Lg dan Bg = Panjang dan lebar tiang kelompok.
Ncorr = N-SPT koreksi rata-rata dalam daerah penurunan
(≈ sedalam Bg di bawah Ujung tiang).
I = Faktor pengaruh.
L = Panjang tiang yang tertanam.
Dengan cara yang sama, penurunan tiang kelompok dapat
dihubungkan juga dengan CPT sebagai berikut:
𝑆𝑔(𝑒) = 𝑞𝐵𝑔𝐼
2𝑞𝑐 (2.40)
Keterangan:
qc = Nilai CPT rata-rata pada daerah penurunan.
Dalam Persamaan (2.40) semua simbol harus dalam satuan yang sesuai
atau seragam.
59
2.11.3. Efisiensi Kelompok Tiang
Efisiensi kelompok tiang sesungguhnya dapat dihitung berdasarkan
jenis tanah, cara pembebanan, dan geometri dari kelompok tiang. Yang dibahas
dalam tesis ini adalah efisiensi geometris, yaitu hanya dihitung berdasarkan
jumlah dan jarak antar tiang dalam satu kelompok. Di dalam banyak
pelaksanaan pondasi, Tiang Tekan Hidrolis digunakan dalam bentuk kelompok
tiang untuk meneruskan beban dari bangunan ke tanah. Gambar 2.11
merupakan gambaran grup tiang tekan hidrolis sebanyak n1 × n2 tiang. Lebar
grup tiang ke arah sumbu Y disimbolkan Bg, sedangkan lebar grup tiang ke arah
sumbu X disimbolkan Lg. Jarak antar tiang disimbolkan d. Secara umum,
defenisi dari efisiensi dalam kelompok tiang pancang atau tiang tekan hidrolis
merupakan suatu kondisi dimana daya dukung kelompok tiang lebih kecil dari
daya dukung tiang tunggal dikalikan dengan jumlah titik tiangnya.
Gambar 2.11. Grup Tiang Tekan Hidrolis (Das, 2011)
60
Jumlah Tiang Tekan Hidrolis dalam grup = n1 × n2
Keterangan: Lg ≥ Bg
Lg = (n1 – 1)d + 2(D/2) (2.41)
Bg = (n2 – 1)d + 2(D/2) (2.42)
Efisiensi dari load-bearing capaCity dari kelompok Tiang Tekan
Hidrolis dapat dirumuskan:
𝜂 = 𝑄𝑔(𝑥)
𝑄𝑥 (2.43)
Keterangan:
η = Efisiensi kelompok tiang.
Qg(x) = Ultimate load-bearing capaCity dari Tiang Tekan Hidrolis
grup.
Q(x) = Ultimate load-bearing capaCity dari Tiang Tekan Hidrolis
tunggal tanpa pengaruh grup.
Banyak praktisi struktur menggunakan analisis yang disederhanakan
untuk memperoleh efisiensi dari grup Tiang Tekan Hidrolis friction, khususnya
di tanah pasir. Berdasarkan jarak antar tiang di dalam grup, Tiang Tekan
Hidrolis dapat berperilaku dengan 2 (dua) cara, yaitu:
1. Sebagai suatu blok dengan dimensi Lg × Bg × L.
2. Sebagai Tiang Tekan Hidrolis tunggal.
61
Sebagai suatu blok, daya dukung dari Tiang Tekan Hidrolis friction
adalah:
𝑓𝑎𝑣𝑝𝑔𝐿 ≈ 𝑄𝑔(𝑥) (2.44)
Keterangan:
pg = Keliling penampang dari blok pondasi = 2(n1 + n2 – 2)d +
4D.
fav = Ketahanan gesekan satuan rata-rata.
Dengan cara yang sama, pada Tiang Tekan Hidrolis yang berperilaku
sebagai individu (tunggal).
𝑄𝑢 = 𝑝𝐿𝑓𝑎𝑣 (2.45)
Keterangan:
p = Keliling penampang masing-masing Tiang Tekan Hidrolis.
𝜂 =𝑄𝑔(𝑥)
𝑄𝑢=𝑓𝑎𝑣 2 𝑛1 + 𝑛2 − 2 𝑑 + 4𝐷 𝐿
𝑛1𝑛2𝑝𝐿𝑓𝑎𝑣
=2 𝑛1 + 𝑛2 − 2 𝑑 + 4𝐷
𝑝𝑛1𝑛2
𝑄𝑔(𝑥) = 2 𝑛1 + 𝑛2 − 2 𝑑 + 4𝐷
𝑝𝑛1𝑛2 𝑄𝑢 (2.46)
Rumus tersebut berlaku untuk friction piles di tanah pasir tanpa End
Bearing CapaCity.
62
Jika jarak pusat tiang ke pusat tiang, d cukup besar, maka η > 1. Dalam
hal ini, tiang berperilaku sebagai Tiang Tekan Hidrolis tunggal. Secara praktis,
jika η < 1. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.9.
𝑄𝑔(𝑥) = 𝜂 𝑄𝑢 (2.47)
Dan jika η ≥ 1, maka : 𝑄𝑔(𝑥) = 𝑄𝑢
Tabel 2. 9. Persamaan Efisiensi Grup dari Tiang Tekan Hidrolis Gesekan
(Friction Piles) (Das, 1998)
Feld (1943) mengajukan suatu metode yang mana kapasitas beban dari
Tiang Tekan Hidrolis tunggal (gesekan) pada suatu grup di tanah pasir dapat
dihitung. Menurut metode ini, daya dukung Ultimate dari suatu tiang dikurangi
seperenambelas (1/16) dari masing-masing diagonal atau barisan tiang.
Berdasarkan pengamatan eksperimental terhadap perilaku kelompok
tiang pada tanah pasir, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Untuk Tiang Tekan Hidrolis grup yang ditekan Hidrolis di tanah
pasir dengan d ≥ 3D, Qg(u) dapat diambil dari Σ Qu, Keterangan
termasuk daya dukung ujung dan gesekan dari tiang tunggal.
63
2. Untuk Tiang Tekan Hidrolis grup yang dibor di tanah pasir dengan
jarak konvensional (d≈3D), Qg(u) mungkin dapat diambil antara 2/3
sampai 3/4 kali dari Σ Qu (kapasitas ujung dan gesekan dari Tiang
Tekan Hidrolis tunggal).
Jika grup tiang berada di tanah lempung jenuh, langkah-langkah
perhitungan dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Tentukan Σ Qu = n1n2(Qp + Qs), Qp = Ap[9cu(p)] dan Qs = Σ αpcu∆L
2. Tentukan daya dukung Ultimate dengan asumsi bahwa tiang dalam
grup berperilaku sebagai suatu blok pondasi dengan dimensi Lg× Bg
× L.
Daya dukung gesekan dari blok pondasi yaitu:
Σpgcu∆L = Σ 2(Lg + Bg)cu∆L
Daya dukung ujung tiang:
Apqp = Apcu(p)𝑁𝑐∗ = (𝐿𝑔𝐵𝑔)𝑐𝑢(𝑝)𝑁𝑐
∗
Keterangan:
cu(p) = Kohesi undrained tanah lempung pada ujung Tiang Tekan
Hidrolis.
𝑄𝑢 = 𝐿𝑔𝐵𝑔𝑐𝑢(𝑝)𝑁𝑐∗ + 2 𝐿𝑔 + 𝐵𝑔 𝑐𝑢Δ𝐿 (2.48)
3. Bandingkan hasil dari No.1 dan No.2 di atas. Nilai yang lebih
rendah dari kedua nilai tersebut adalah Qg(u).
64
Untuk daya dukung ujung tiang di tanah keras (rock), sebagian besar
peraturan bangunan yang menekankan bahwa Qg(u) = Σ Qu, menyatakan bahwa
jarak minimum pusat ke pusat Tiang Tekan Hidrolis adalah D + 300 mm.
Untuk Tiang Tekan Hidrolis bentuk H dan Tiang Tekan Hidrolis berpenampang
bujur sangkar, besar D sama dengan dimensi diagonal dari penampang Tiang
Tekan Hidrolis.
2.12. Daya Dukung Tiang Akibat Beban Horizontal / Lateral
Selain beban vertikal yang harus dipikul oleh pondasi tiang, akibat dari beban
lateral juga perlu diperhitungkan dalam analisis pondasi Tiang Tekan Hidrolis. Beban
lateral tersebut bisa berupa beban akibat angin, beban gempa, gaya akibat gelombang
pada struktur lepas pantai, maupun akibat tekanan tanah lateral. Broms (1964)
mengembangkan analisis sederhana untuk menghitung daya dukung akibat beban
lateral pada pondasi tiang. Metode perhitungan ini menggunakan teori tekanan tanah
yang disederhanakan dengan menganggap bahwa sepanjang kedalaman tiang, tanah
mencapai nilai Ultimate dengan membedakan antara tiang pendek dan panjang serta
membedakan posisi kepala tiang bebas dan terjepit.
Tiang pendek (short pile) jika D/B < 20, dan tiang panjang (long pile) jika D/B
≥ 20, Keterangan D = kedalaman tiang dan B = diameter tiang.
Kelebihan dari Metode Broms adalah:
1. Dapat digunakan pada tiang panjang dan atau tiang pendek.
2. Dapat digunakan pada kondisi kepala tiang bebas dan atau terjepit.
65
Kekurangan dari Metode Broms adalah:
1. Berlaku hanya untuk lapisan tanah yang homogen, yaitu tanah pasir saja
atau tanah lempung saja.
2. Tidak dapat diterapkan pada tanah berlapis, Keterangan merupakan kondisi
sebenarnya di lapangan.
2.12.1. Daya Dukung Tiang Pendek dengan Kepala Bebas (Free Head)
Yang dimaksud dengan tiang pendek adalah tiang yang perbandingan
antara panjang tiang terhadap diameter tiangnya masih lebih kecil dari 20 yaitu
L/D < 20.
Untuk tiang pendek, pola keruntuhan yang mungkin terjadi dan
distribusi dari tahanan Ultimate tanah ditunjukkan oleh Gambar 2.12.
Gambar 2.12. Pola keruntuhan tiang pendek dengan kepala tiang bebas (Broms,
1964)
66
Pada tanah berbutir kasar atau pasiran, titik rotasi dianggap berada di
dekat ujung tiang, sehingga tegangan yang cukup besar yang bekerja di dekat
ujung (Gambar 2.13 dan 2.14) dapat diganti dengan sebuah gaya terpusat.
Dengan mengambil momen terhadap kaki tiang diperoleh:
𝐻𝑢 =0,5 𝛾 ′𝐿3𝐵 𝐾𝑝
𝑒 + 𝐿 (2.49)
Momen maksimum diperoleh pada kedalaman x0:
𝑥0 = 0,82 𝐻𝑢
𝛾 ′𝐵𝐾𝑝
𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝐻𝑢 𝑒 + 15𝑥0 (2.50)
Gambar 2.13. Reaksi tanah
dan momen lentur tiang
pendek kepala tiang bebas
pada tanah lempung (Broms,
1964)
Gambar 2.14. Reaksi tanah
dan momen lentur tiang
pendek kepala tiang bebas
pada tanah pasir (Broms,
1964)
67
Hubungan di atas dapat dinyatakan dengan gambar yang menggunakan
suku tak berdimensi L/D seperti terlihat pada Gambar 2.15 dan 2.16.
Pada tanah lempung, momen maksimum diberikan untuk dua rentang
kedalaman, yaitu:
𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝐻𝑢 𝑒 + 1,5𝐵 + 0,5𝑥0 untuk 1,5𝐵 + 𝑥0 2.51
𝑀𝑚𝑎𝑥 = 2,25𝐵𝑐𝑢 𝐿 − 𝑥0 2 untuk 𝐿 − 𝑥0 (2.52)
Keterangan harga x0 dinyatakan sebagai berikut:
𝑥0 =𝐻𝑢
9𝑐𝑢𝐵 (2.53)
Solusi perhitungan diberikan pada Gambar 2.15 dan 2.16 Keterangan
dengan mengetahui rasio L/B dan e/B maka akan diperoleh nilai Hu / (cu.B)2,
sehingga Hu dapat dihitung.
Gambar 2.16. Daya dukung
lateral Ultimate tiang
pendek kepala tiang bebas
pada tanah lempung (Broms,
1964)
Gambar 2.15. Daya dukung
lateral Ultimate tiang
pendek kepala tiang bebas
pada tanah pasir (Broms,
1964)
68
2.12.2. Daya Dukung Tiang Pendek dengan Kepala Terjepit (Fixed Head)
Pola keruntuhan yang dapat terjadi dan distribusi dari tahanan tanah
dapat dilihat pada Gambar 2.17 dan 2.18.
Pada tanah pasir, maka kapasitas lateral dan momen maksimum
dinyatakan sebagai berikut:
𝐻𝑢 = 1,5 𝛾 ′𝐿2𝐵 𝐾𝑝 (2.54)
𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝛾 ′𝐿3𝐵 𝐾𝑝 (2.55)
Reaksi antara tanah dengan momen lentur tiang pendek dapat dilihat
pada Gambar 2.19.
Gambar 2. 16. Reaksi tanah
dan momen lentur tiang
pendek kepala tiang terjepit
pada tanah pasir (Broms,
1964)
Gambar 2. 15. Pola
keruntuhan tiang pendek
kepala tiang terjepit (Broms,
1964)
69
Gambar 2.17. Reaksi tanah dan momen lentur tiang pendek – kepala tiang
terjepit pada tanah lempung (Broms, 1964)
Untuk tanah lempung, tahanan lateral dan momen maksimum dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝐻𝑢 = 9 𝑐𝑢𝐵 𝐿 − 1,5𝐷 2.56
𝑀𝑚𝑎𝑥 = 4,5 𝑐𝑢𝐵 𝐿2 − 2,25𝐷2 2.57
Seperti halnya pada kondisi kepala tiang bebas, untuk kondisi kepala
tiang terjepit solusi secara grafis juga diberikan berupa gambar dengan suku tak
berdimensi L/D sebagaimana terlihat pada Gambar 2.19.
2.12.3. Daya Dukung Tiang Panjang dengan Kepala Bebas (Free Head)
Pola keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi tahanan tanah
dapat dilihat pada Gambar 2.20.
70
Gambar 2. 18. Tahanan tanah dan momen lentur tiang panjang dan kepala tiang
bebas (Broms, 1964)
Pada tanah pasir, karena momen maksimum terletak pada titik dengan
gaya geser sama dengan nol, maka momen maksimum dan gaya Ultimate
lateral dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝐻𝑚𝑎𝑥 𝑒 + 0,67𝑥0 2.58
𝑥0 = 0,82 𝐻𝑢
𝛾 ′𝐷 𝑘𝑝 2.59
𝐻𝑢 = 𝑀𝑢
𝑒 + 0,54 𝐻𝑢
𝛾 ′𝐷 𝐾𝑝
2.60
Mu adalah momen kapasitas ultimate dari penampang tiang. Hu dapat
dihitung dengan menggunakan chart hubungan antara nilai 𝐻𝑢
𝐾𝑝𝛾 ′𝐵3 terhadap nilai
𝐻𝑢
𝐾𝑝𝛾 ′𝐵4 seperti pada Gambar 2.20 (a dan b).
Untuk tanah lempung digunakan Persamaan seperti pada tiang pendek.
𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝐻𝑢 𝑒 + 1,5𝐷 + 0,5𝑥0 2.61
71
Keterangan: 𝑥0 =𝐻𝑢
9𝑐𝑢𝐷
Dengan mengetahui nilai 𝑀𝑢
𝑐𝑢𝐷3 maka nilai 𝐻𝑢
𝑐𝑢𝐷2 dapat ditentukan dari
Gambar 2.20.b maka harga Hu dapat diperoleh.
2.12.4. Daya Dukung Tiang Panjang dan Kepala Terjepit (Fixed Head)
Pola keruntuhan yang mungkin terjadi dan distribusi tahanan tanah
dapat dilihat pada Gambar 2.21 dan 2.22. Momen maksimum dan gaya
Ultimate lateral dapat dihitung menggunakan Persamaan:
𝑀𝑚𝑎𝑥 = 𝐻𝑚𝑎𝑥 𝑒 + 0,67 𝑥0 (2.62)
Untuk perhitungan daya dukung lateral Ultimate, maka untuk kondisi
kepala tiang terjepit, Gambar 2.23(a) dapat digunakan untuk tanah pasir,
sedangkan untuk tanah lempung digunakan Gambar 2.23(b).
Gambar 2.22. Daya dukung
lateral Ultimate untuk tiang
panjang pada tanah lempung
(Broms, 1964)
Gambar 2.21. Daya dukung
lateral Ultimate untuk tiang
panjang pada tanah pasir
(Broms, 1964)
72
Gambar 2.23. Perlawanan tanah dan momen lentur tiang panjang –
kepala tiang terjepit (Broms, 1964)
Keterangan untuk tanah pasir dapat menggunakan Persamaan:
𝐻𝑢 =2𝑀𝑢
𝑒 + 0,67𝑥0 2.63
𝑥0 = 0,82 𝐻𝑢
𝛾 ′𝐷 𝐾𝑝
0,5
2.64
Sedangkan untuk tanah lempung dapat menggunakan Persamaan:
𝐻𝑢 =2 𝑀𝑢
1,5 𝐷 + 0,5 𝑥0 2.65
𝑥0 =𝐻𝑢
9 𝑐𝑢 𝐷 2.66
2.13. Metode Elemen Hingga (Finite Element Method)
Metode elemen hingga dikembangkan secara modern dalam bidang teknik
bangunan (structural engineering) pada tahun 1940-an tepatnya tahun 1941 oleh
73
Hrennikoff dan tahun 1943 oleh McHenry, Keterangan digunakan dalam bentuk
elemen satu dimensi (one dimensional element) berupa elemen batang dan elemen
balok untuk pemecahan masalah massa benda yang menerus.
Perkembangan elemen dua dimensi (two dimensional element) dimulai oleh
Turner, dkk pada tahun 1956, dimana mereka menurunkan matriks kekakuan untuk
elemen batang, elemen balok, dan elemen berdimensi dua berupa elemen segitiga dan
elemen segiempat. Metode ini dikenal juga sebagai direct stiffness method untuk
mendapatkan matriks kekakuan total struktur.
Berbagai penemuan dan pengembangan dalam metode elemen hingga semakin
gencar seiring dengan perkembangan pesat dalam teknologi komputerisasi sehingga
analisis dan perhitungan dari elemen-elemen hingga dapat dilakukan dengan lebih
cepat dan akurat hasilnya.
Pada prinsipnya, metode elemen hingga dilakukan dengan menggunakan
konsep diskritisasi yaitu dengan cara membagi-bagi suatu benda atau struktur
menjadi bagian-bagian yang kecil yang dinamakan elemen-elemen hingga. Jadi
analisis dilakukan pada elemen-elemen kecil tersebut sehingga analisis yang
dilakukan menjadi lebih sederhana daripada bila langsung menganalisis suatu benda
langsung secara keseluruhan. Arah gaya luar yang bekerja pada benda dan juga
karakteristik material pembentuk benda tersebut akan menentukan bagaimana efek
yang ditimbulkan pada elemen-elemen penyusun benda, berupa deformasi ataupun
tegangan yang dialami.
74
Metode elemen hingga (FEM) dalam bidang teknik sipil (civil engineering)
umumnya dipakai pada analisa struktur dan analisa geoteknik. Dalam hal ini, FEM
untuk analisa geoteknik berbeda dengan FEM untuk analisa struktur. Pada program
Fem geoteknik tertentu jenis elemennya dipisahkan antara elemen linier untuk respon
tekanan air pori dan kuadratik untuk respon tegangan-regangan pada butiran tanah.
Namun ada juga program lain yang menyamakannya (Suhairiani, 2012).
Pada permasalahan geoteknik sering berhadapan dengan dua jenis material
yang sifat dan kekakuannya berbeda jauh, misalnya pada Tiang Tekan Hidrolis,
antara material beton Tiang Tekan Hidrolis dengan tanah di sekeliling tiang. Untuk
dinding penahan tanah terdiri dari dinding (pasangan batu ataupun beton) dan tanah.
Untuk pondasi dangkal terdiri dari beton dan tanah. Untuk kasus timbunan yang
menggunakan geotextile terdiri dari geotextile dan tanah, dan seterusnya. Untuk
kondisi seperti ini dibutuhkan elemen interface (elemen antara).
Jika tidak menggunakan elemen antara maka akan terjadi slip pada struktur
(elemen dengan kekakuan yang besar) dengan tanah (elemen dengan kekakuan yang
kecil) yang menghasilkan bentuk deformasi yang tidak sama antara struktur dan
tanah. Penggunaan elemen interface ini hanya dijumpai pada kasus pemodelan
elemen hingga pada bidang Geoteknik atau yang berhubungan dengan tanah.
Secara garis besar, langkah-langkah dalam Metode Elemen Hingga adalah
sebagai berikut:
1. Pemilihan Tipe Elemen (Diskretisasi)
75
2. Pemilihan Fungsi Perpindahan
3. Mendefenisikan Hubungan antara Regangan/Perpindahan dan Hubungan
Tegangan-Regangan
4. Menurunkan Matriks Kekakuan Struktur dan Persamaannya
5. Membentuk Matriks Kekakuan Total
6. Membentuk Matriks gaya
7. Menghitung Tegangan pada Elemen
Mengingat dalam penelitian ini menggunakan elemen Axisymmetri dengan 15
(lima belas) titik nodal, maka langkah-langkah yang akan dibahas dalam metode
elemen hingga khususnya berhubungan dengan elemen Axisymmetri.
2.13.1. Perumusan Elemen
Untuk elemen-elemen segitiga pada fungsi interpolasi ada dua
koordinat lokal yaitu dan . Selanjutnya kita menggunakan koordinat
bantuan .1 Contoh penomoran lokal dan penentuan titik nodal dapat
dilihat pada Gambar 2.24.
Gambar 2. 24. Penomoran Lokal Dan Penentuan Titik Nodal
76
2.13.2. Fungsi Bentuk Elemen Segitiga 6 Titik Nodal
N1 = 12
N2 =
N3 = 12
N4 = 4
N5 = 4
N6 = 4
2.13.3. Fungsi Bentuk Elemen Segitiga 15 Titik Nodal
N1 =
6
342414
N2 =
6
342414
N3 =
6
342414
N4 = 14144
N5 = 14144
N6 = 14144
N7 = 3/8.2414
N8 = 3/8.2414
N9 = 3/8.2414
N10= 3/8.2414
12
77
N11= 3/8.2414
N12= 3/8.2414
N13= 1432
N14= 1432
N15= 1432
2.13.4. Integrasi Numerik Dari Elemen Segitiga
Perumusan integrasi numerik untuk elemen segitiga adalah sebagai
berikut:
k
i
iii wFddF1
,,
Keterangan:
,F = Nilai fungsi F pada posisi dan (value of the function F
at position and ).
iw = Weight factor for point i.
= Koordinat bantu/auxiliari coordinat.
Finite Element Method menggunakan integrasi Gaussian. Untuk
elemen 6 node integrasi didasarkan pada 3 titik contoh, sedangkan untuk
elemen 15 node menggunakan 12 titik contoh. Posisi dan faktor berat titik
integrasi disajikan dalam Tabel 2.10 dan Tabel 2.11.
Tabel 2. 10. Integrasi 3 titik, untuk elemen 6 titik nodal (Waternan, 2004)
78
Tabel 2. 11. Integrasi 12 titik, untuk elemen 15 titik nodal (Waternan, 2004)
2.14. Pemodelan Pada Program Finite Element Method
Finite Element Method adalah suatu program yang menggunakan prinsip-
prinsip metode elemen hingga (Finite Element Method) untuk aplikasi Geoteknik
yang mana model-model tanah digunakan untuk mensimulasikan perilaku tanah.
Sebelum melakukan perhitungan dengan program metode elemen hingga di Finite
Element Method terlebih dahulu harus dipahami teori tentang pemodelan tanah yang
akan dipilih. Kesalahan dalam pemilihan model tanah dapat mengakibatkan
kekeliruan terhadap hasil perhitungan yang diperoleh.
Untuk menghitung korelasi beban vertikal batas (Ultimate) dengan
displacement yang terjadi pada suatu Tiang Tekan Hidrolis dengan metode elemen
hingga di Finite Element Method, model tanah yang digunakan adalah model Mohr
Coulomb dan model Soft Soil dengan analisis Axisymetric. Kedua model ini
digunakan untuk membandingkan hasil model mana yang paling sesuai dan
mendekati dengan hasil Loading Test yang diperoleh di lapangan.
79
2.14.1. Model Mohr-Coulomb
Model Mohr-Coulomb mengasumsikan perilaku tanah bersifat plastis
sempurna dengan menetapkan suatu nilai tegangan batas dimana pada titik
tersebut tegangan tidak lagi dipengaruhi oleh regangan. Model Mohr-Coulomb
adalah model elastis-plastis yang terdiri dari 5 buah parameter, yaitu E dan ν
untuk memodelkan elastisitas tanah; ø dan c untuk memodelkan plastisitas
tanah dan Ψ sebagai sudut dilatansi. Model Mohr-Coulomb merupakan suatu
pendekatan “ordo pertama” dari perilaku tanah atau batuan. Model ini
disarankan untuk dilakukan dalam analisis awal dari masalah yang dihadapi.
Setiap lapisan dimodelkan dengan sebuah nilai kekakuan rata-rata yang
konstan. Karena kekakuan yang konstan, maka perhitungan cenderung cepat
dan dapat diperoleh perkiraan awal dari bentuk deformasi dari model. Di
samping kelima parameter tersebut, kondisi tegangan awal dari tanah
memegang peranan yang penting dalam hampir seluruh masalah deformasi
tanah. Tegangan horizontal awal tanah harus ditentukan terlebih dahulu dengan
menentukan nilai K0 yang tepat.
Parameter dasar meliputi 5 buah parameter, yaitu:
1. Modulus Elastisitas atau Modulus Young (Es)
2. Poisson Ratio (ν)
3. Kohesi (c)
4. Sudut Geser (ø)
5. Sudut Dilatansi (Ψ)
80
1. Modulus Elastisitas atau Modulus Young (Elastic Modulus)
Finite Element Method menggunakan modulus Young sebagai
modulus kekakuan dasar dalam model elastis dan model Mohr-
Coulomb, tetapi beberapa modulus alternatif juga ditampilkan.
Modulus kekakuan mempunyai dimensi yang sama dengan dimensi
tegangan. Nilai dari parameter kekakuan yang digunakan dalam
suatu perhitungan memerlukan perhatian khusus karena kebanyakan
material tanah menunjukkan perilaku yang non linier sejak awal
pembebanan. Dalam mekanika tanah, kemiringan awal dari kurva
tegangan-regangan umumnya dinotasikan sebagai E0 dan modulus
sekan pada 50% kekuatan dinotasikan sebagai E50 (lihat gambar
2.25). Untuk material dengan rentang elastisitas linier yang lebar
maka penggunaan E0 adalah realistis, tetapi untuk masalah
pembebanan pada tanah, biasanya digunakan E50. Pada
pengurangan beban, seperti pada kasus terowongan dan galian,
perlu digunakan Eur, dan bukan E50.
Di laboratorium, modulus elastisitas (E) diperoleh dari hasil
hubungan tegangan-regangan pengujian Triaxial Test.
Untuk model Mohr-Coulomb, Finite Element Method menawarkan
sebuah pilihan khusus untuk masukkan nilai kekakuan yang
meningkat terhadap kedalaman. Untuk tanah lempung over
konsolidasi dan beberapa jenis batuan dengan rentang linier elastis
yang besar, digunakan E0. Sedangkan untuk material pasir dan
81
lempung normal konsolidasi lebih tepat menggunakan E50. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.25.
Gambar 2. 25. Defenisi E0 dan E50 Untuk Hasil Uji Triaksial
Terdrainase Standar (Finite Element Method 8.2)
Dalam penelitian ini, modulus elastisitas didapatkan dari korelasi
hasil Standard Penetration Test (SPT), Undrained Cohesion (Cu)
terhadap modulus elastisitas.
Misalkan, hubungan antara Modulus Elastisitas (Es) dengan N-SPT
dikorelasikan dengan : Es = (1 – 3) qc. Kemudian nilai Es
direduksikan sebesar 0.6 dari nilai Es yang diperoleh untuk menjadi
hanya parameter drained. Hal ini disebabkan karena dalam program
Finite Element Method nilai Es yang digunakan adalah parameter
drained. Untuk mendapatkan nilai Es dan qc dapat diperoleh dari
korelasi dengan nilai N-SPT seperti tampak pada Tabel 2.12.
82
Tabel 2. 12. Korelasi Nilai N-SPT dan qc dengan Modulus
Elastisitas Tanah
2. Poisson Ratio (ν)
Poisson ratio adalah perbandingan antara regangan arah lateral
dengan regangan arah aksial, yang berguna untuk menghubungkan
besar modulus elastisitas (E) dengan modulus geser (G) dengan
Persamaan (2.67).
𝐸 = 2 1− 𝑣 𝐺 (2.67)
Uji triaksial terdrainase dapat menghasilkan pengurangan volume
yang signifikan pada awal pemberian beban aksial, yang
menghasilkan konsekuensi berupa nilai angka Poisson awal (ν0)
yang rendah. Pada beberapa kasus, khususnya pada kasus
Tanah SPT CPT
Pasir (terkonsolidasi normal) Es = 500(N + 15) Es = 2 to 4 qc
Pasir (jenuh) Es = 250(N + 15) -
Pasir (terkonsolidasi lebih) Es = 18000 + 750N Es = 6 to 30 qc
Pasir berkerikil dan kerikil Es = 1200(N + 6)
Es = 600(N + 6) N ≤ 15
Es = 600(N + 6) + 2000 N > 15
Pasir berlempung Es = 320(N + 15) Es = 3 to 6 qc
Pasir berlanau Es = 300(N + 6) Es = 1 to 2 qc
Lempung lunak - Es = 3 to 8 qc
Memakai kuat geser tak tersalur Su dalam satuan Su
Lempung Ip > 30 atau organik Es = 100 to 500 Su
Ip < 30 atau kaku Es = 500 to 1500 Su
Es di dalam satuan kPa untuk SPT dan satuan qc untuk CPT.
83
pengurangan beban, mungkin realistis untuk menggunakan nilai
awal yang rendah, tetapi pada penggunaan model Mohr-Coulomb,
secara umum disarankan menggunakan nilai yang tinggi.
Penentuan angka Poisson cukup sederhana jika model elastis atau
model Mohr-Coulomb digunakan untuk pembebanan gravitasi
(dengan meningkatkan ΣMweight dari 0 ke 1 pada perhitungan
plastis). Untuk pembebanan seperti ini, Finite Element Method
harus memberikan rasio yang realistis dari 𝐾0 = 𝜎/𝜎𝑣. Karena
kedua model tersebut akan menghasilkan nilai rasio yang dikenal
luas yaitu 𝜎
𝜎𝑣=
𝑣
1−𝑣 untuk kompresi satu dimensi. Maka dengan
mudah dapat dipilih angka Poisson yang menghasilkan nilai K0
yang realistis dapat dengan mudah dilakukan. Oleh karena itu, nilai
ν dievaluasi dengan mencocokkan nilai K0.
Dalam banyak kasus, nilai Poisson ratio berkisar antara 0,3 sampai
dengan 0,4. Umumnya nilai tersebut tidak hanya digunakan pada
kompresi satu dimensi, tetapi dapat juga digunakan pada
pembebanan lainnya. Namun untuk pengurangan beban, lebih
umum untuk menggunakan nilai antara 0,15 sampai 0,25.
Pada program Finite Element Method disarankan ≤ 0,35. Nilai
Poisson Ratio dapat dilihat pada Tabel 2.13.
84
Tabel 2. 13. Hubungan Jenis Tanah dan Konsistensi Tanah dengan
Poisson’s ratio (υ) (Das, 1999)
3. Kohesi (c)
Kohesi merupakan sifat butiran tanah yang cenderung mengikat
sesuai dengan kadar air yang terkandung di dalam tanah. Kohesi
memiliki dimensi yang sama dengan tegangan. Kohesi tanah akan
meningkat seiring dengan bertambahnya kedalaman tanah yang
ditinjau. Finite Element Method dapat menangani pasir non kohesif
(c = 0), tetapi beberapa pilihan tidak akan berjalan dengan baik.
Untuk menghindari hal ini, pengguna yang belum berpengalaman
disarankan untuk menggunakan nilai yang kecil untuk kohesi
(gunakan c > 0,20 kPa). Di laboratorium, kohesi dapat diperoleh
dari beberapa jenis pengujian antara lain Triaxial Test dan
Unconfined Compression Test. Nilai kohesi dalam hubungannya
dengan konsistensi tanah dan tekanan konus pada hasil uji Sondir
(Sondering Test) dapat dilihat pada Tabel 2.14.
Jenis Tanah N-SPT Konsistensi υ
2 – 4 Soft /Lunak 0.35 – 0.40
4 – 8 Medium 0.30 – 0.35
8 – 15 Stiff /Keras 0.20 – 0.30
0 – 10 Loose /Lepas 0.15 – 0.25
10 – 30 Medium 0.25 – 0.30
30 – 50 Dense /Padat 0.25 – 0.35
Sand /Pasir
Clay /Lempung
85
Tabel 2. 14. Korelasi antara Konsistensi Tanah dan Tekanan Konus
(Begemen, 1965)
4. Sudut Geser Dalam (ø)
Sudut geser dalam merupakan sudut yang mewakili tahanan geser
tanah, yang dinyatakan dalam satuan derajat. Sudut geser dalam
yang semakin tinggi biasanya dimiliki oleh tanah dengan butiran
yang semakin halus dan padat, baik pada pasir maupun lempung.
Sudut geser yang tinggi seperti pada pasir padat, akan
mengakibatkan peningkatan beban komputasi plastis. Waktu
komputasi akan meningkat kurang-lebih secara eksponensial
terhadap sudut geser. Karena itu, sudut geser yang tinggi sebaiknya
dihindari saat melakukan perhitungan awal untuk suatu proyek
tertentu. Sudut geser akan menentukan kuat geser seperti pada
Gambar 2.26 dengan menggunakan lingkaran tegangan Mohr.
86
Sama seperti kohesi, sudut geser dalam tanah dapat diperoleh dari
beberapa pengujian laboratorium yaitu Triaxial Test dan
Unconfined Compression Test.
Untuk lebih jelasnya mengenai lingkaran tegangan saat runtuh
dapat dilihat pada Gambar. 2.26.
Gambar 2. 26. Lingkaran-Lingkaran Tegangan Saat Mengalami
Leleh (Yield) ; Satu Lingkaran Menyentuh Garis Keruntuhan
Coulomb (Finite Element Method 8.2)
5. Sudut Dilatansi (Ψ)
Sudut dilatansi adalah sudut yang dibentuk bidang horizontal
dengan arah pengembangan butiran pada saat butiran menerima
tegangan deviatorik. Tanah lempung terkonsolidasi tidak
mempunyai sudut dilatansi. Tetapi pada tanah pasir, besar sudut ini
tergantung pada kepadatan relatif (Relative Density, Dr) dan sudut
geser dalamnya, yang dinyatakan dengan Persamaan (2.68).
87
𝛹 = 𝜙 − 300 (2.68)
Walaupun demikian, dalam kebanyakan kasus sudut dilatansi
adalah nol untuk nilai ø kurang dari 30˚. Nilai negatif yang kecil
untuk Ψ hanya realistis untuk tanah pasir yang sangat lepas.
6. Peningkatan Kekakuan (Eincrement)
Pada tanah sesungguhnya, kekakuan tanah tergantung pada tingkat
tegangan secara signifikan, yang berarti bahwa kekakuan umumnya
akan meningkat terhadap kedalaman. Saat menggunakan model
Mohr-Coulomb, kekakuan merupakan suatu konstanta. Untuk
memperhitungkan peningkatan kekakuan terhadap kedalaman dapat
digunakan Eincrement, yaitu peningkatan modulus Young per dimensi
kedalaman (dinyatakan dalam dimensi tegangan per dimensi
kedalaman). Pada level yang ditentukan oleh parameter yref,
kekakuan adalah sebesar modulus Young referensi, Eref, yang
dimasukkan dalam lembar tab parameter. Nilai aktual dari modulus
Young pada titik tegangan yang berada di bawah yref akan diperoleh
dari nilai referensi dan Eincrement. Perhatikan bahwa dalam
perhitungan yang dilakukan, kekakuan yang meningkat terhadap
kedalaman tidak berubah sebagai fungsi dari kondisi tegangan.
7. Peningkatan Kohesi (cincrement)
Finite Element Method menawarkan pilihan tingkat lanjut untuk
masukan dari lapisan tanah lempung Keterangan kohesi meningkat
88
terhadap kedalaman. Untuk memperhitungkan peningkatan kohesi
terhadap kedalaman dapat digunakan cincrement, yaitu peningkatan
kohesi per dimensi kedalaman (dinyatakan dalam dimensi tegangan
per dimensi kedalaman). Pada level yang ditentukan parameter yref,
nilai kohesi sebesar kohesi referensi, cref, yang dimasukkan dalam
lembar tab parameter. Nilai aktual dari kohesi pada titik tegangan
yang berada di bawah yref akan diperoleh dari nilai referensi dan
cincrement.
8. Batas Tegangan Tarik
Tanah dapat mengalami retak tarik (tensile crack) disamping akibat
geser. Perilaku ini dapat diperhitungakan dalam Finite Element
Method dengan memilih pembatasan tegangan tarik. Dalam hal ini,
tidak diperbolehkan adanya lingkaran Mohr dengan tegangan utama
positif (tegangan tarik). Saat mengaktifkan pembatasan tegangan
tarik, kuat tarik dapat dimasukkan. Untuk model Mohr-Coulomb
dan model Hardening Soil, pembatasan tegangan tarik telah
diaktifkan secara pra-pilih dengan kuat tarik nol.
9. Parameter Permeabilitas (Kx, Ky)
Parameter Kx dan Ky nilainya dianggap sama untuk setiap lapisan
tanah, terhadap arah x maupun terhadap arah y. Pada dasarnya, nilai
Kx tidak sama dengan Ky. Nilai Kx = tiga sampai lima kali Ky.
Hubungan antara koefisien rembesan dengan jenis tanah dapat
dilihat pada Tabel 2.15.
89
Tabel 2. 15. Hubungan antara Jenis Tanah dengan Koefisien
Rembesan (K) (Wesley, 1977)
2.14.2. Model Soft Soil
Model Soft Soil mengasumsikan perilaku tanah sebagai tanah lunak
yang sebagian besar atau dominan mengandung lapisan tanah lempung atau
lanau. Hal ini berbeda dengan model Mohr-Coulomb yang dominan
mengandung lapisan tanah pasir. Model Soft Soil adalah jenis model Cam-Clay
yang ditujukan khusus untuk analisis kompresi primer dari tanah lempungan
yang terkonsolidasi normal. Meskipun kemampuan dari model ini berada di
bawah model Hardening Soil, namun model Soft Soil tetap dipertahankan
dalam versi Finite Element Method 8.2 karena beberapa pengguna Finite
Element Method masih terbiasa dengan model ini dan masih ingin
menggunakannya.
Beberapa sifat dari model Soft Soil antara lain:
1. Kekakuan tergantung pada tegangan (perilaku kompresi logaritmi).
2. Pembedaan antara pembebanan primer dan pengurangan/
pembebanan kembali.
Jenis Tanah Koefisien Rembesan
Pasir yang mengandung lempung atau lanau 10-2
– 5 x 10-3
Pasir Halus 5 x 10-2
– 5 x 10-3
Pasir Kelanauan 2 x 10-3
– 2 x 10-4
Lanau 5 x 10-4
– 5 x 10-5
Lempung 10-6
– 10-9
90
3. Tekanan prakonsolidasi.
4. Perilaku keruntuhan mengikuti kriteria Mohr-Coulomb..
Adapun parameter dasar untuk model Soft Soil antara lain:
1. Indeks Kompresi Termodifikasi (λ*).
2. Indeks Muai Termodifikasi (k*).
3. Kohesi (c).
4. Sudut Geser (ø).
5. Sudut Dilatansi (Ψ).
Dan parameter tingkat lanjut (gunakan pengaturan pra-pilih) yaitu:
1. Angka Poisson untuk pengurangan/pembebanan kembali (νur).
2. Koefisien Tekanan Lateral dalam kondisi terkonsolidasi normal
(K0NC
).
3. Parameter yang berhubungan dengan K0NC
(M).
Penjelasan singkat atas parameter-parameter tersebut di atas akan
diberikan dalam tulisan di bawah ini.
1. Indeks Muai Termodifikasi dan Indeks Kompresi
Termodifikasi
Parameter ini dapat diperoleh dari uji kompresi isotropis termasuk
pengurangan beban secara isotropis. Terlepas dari uji kompresi
isotropis, parameter k* dan λ* dapat diperoleh dari uji kompresi
91
satu dimensi. Tabel 2.16 sampai Tabel 2.18 menunjukkan hubungan
tersebut.
Tabel 2. 16. Hubungan dengan Parameter Cam-Clay
Tabel 2. 17. Hubungan dengan Peraturan di BeLanda
Tabel 2. 18. Hubungan dengan Parameter Internasional yang
dinormalisasi
Catatan:
a. e merupakan angka pori yang diasumsikan bernilai konstan.
Angka pori sebenarnya akan berubah selama uji kompresi,
namun perubahan itu relatif kecil sehingga nilai e dapat
digunakan angka pori rata-rata ataupun angka pori awal.
b. Faktor 2,3 diperoleh dari perbandingan antara logaritma dengan
bilangan dasar 10 dengan logaritma alami (ln).
c. Rentang rasio λ*/k* (= λ/k) pada umumnya berkisar antara 3 dan
7.
92
2. Kohesi
Kohesi mempunyai dimensi tegangan. Setiap nilai kohesi efektif
dapat digunakan, termasuk kohesi sama dengan nol. Saat
menggunakan pengaturan standard, kohesi diambil sebesar 1 kPa.
3. Sudut Geser Dalam
Sudut geser dalam efektif menyatakan peningkatan kuat geser
terhadap tingkat tegangan efektif, dan dinyatakan dalam satuan
derajat. Sudut geser nol tidak diperbolehkan. Namun penggunaan
sudut geser yang tinggi juga tidak disarankan. Sebaliknya,
disarankan penggunaan sudut geser critical state (øcr), dan bukan
nilai yang lebih tinggi yang ditentukan berdasarkan regangan kecil.
4. Sudut Dilatansi
Untuk jenis material yang dimodelkan dengan model Soft Soil
umumnya sudut dilatansi dapat diabaikan. Sudut dilatansi sebesar
nol derajat dapat digunakan dalam pengaturan standard dari model
Soft Soil.
5. Angka Poisson
Nilai angka Poisson umumnya berkisar antara 0,1 dan 0,2. Jika
dipakai pengaturan standard pada model Soft Soil, maka νur = 0,15
akan digunakan secara otomatis. Angka Poisson seharusnya tidak
didasarkan atas nilai K0NC
pada kondisi terkonsolidasi secara
normal, tetapi pada rasio dari peningkatan tegangan horizontal
terhadap peningkatan tegangan vertikal dalam pengurangan dan
93
pembebanan kembali pada uji Oedometer sedemikian rupa sehingga
:
𝑣𝑢𝑟1 − 𝑣𝑢𝑟
=∆𝜎𝑥𝑥∆𝜎𝑦𝑦
𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑚𝑏𝑎𝑙𝑖 (2.52)
6. Parameter K0NC
Parameter M secara otomatis ditentukan berdasarkan koefisien
tekanan tanah lateral dalam kondisi terkonsolidasi normal, K0NC
seperti yang dimasukkan oleh pemakai Finite Element Method.
Hubungan eksak antara M dengan K0NC
menurut Brinkgreve, 1994
adalah:
Namun demikian, nilai M dapat didekati dengan Persamaan berikut:
𝑀 ≈ 3,0− 2,8 𝐾0𝑁𝐶 (2.53)
2.15. Perkembangan Metode Pengujian Beban Tiang
2.15.1. Jenis Pengujian Beban Tiang
Ada beberapa jenis pengujian beban tiang sesuai dengan kebutuhan,
misalnya pengujian beban tekan, beban tarik, dan sebagainya. Dalam
penelitian tesis ini selain membahas pengujian beban tekan secara statis (static
94
Loading Test) yang telah dibahas pada subbab-subbab sebelumnya, maka
selanjutnya penulis juga menulis tentang perkembangan metode pengujian
beban statis yang sering digunakan pada masa sekarang terutama untuk
konstruksi dengan beban rencana yang besar serta kondisi tanah clay-shale
serta soft clay yaitu dengan metode pengujian beban statis Osterberg Cell (O-
Cell). Di samping itu, lokasi kerja yang sangat tidak memungkinkan dilakukan
pengujian beban statis konvensional yaitu terutama pada lokasi lepas pantai
maupun dermaga di tepi pantai.
2.15.2. Pelaksanaan Pengujian Osterberg Cell (O-Cell)
Untuk pelaksanaan pengujian Osterberg Cell (O-Cell), yang pertama
disiapkan pada lokasi pekerjaan adalah peralatan utama seperti:
1. Load Cell, berfungsi untuk menghasilkan beban.
2. Tell Tale, berfungsi sebagai pengukur penurunan (displacement)
yang terjadi pada load cell.
3. Displacement Tranducers, berfungsi sebagai pengukur penurunan
(displacement) yang terjadi pada load cell.
4. Strain Gauge, berfungsi mengukur distribusi regangan dan gaya
aksial di sepanjang tiang.
5. Pipa untuk keperluan sonic logging dan grouting pada dasar tiang.
Pada pelaksanaan Osterberg Cell (O-Cell) ini penggunaan jumlah load
cell dapat disesuaikan dengan kebutuhan untuk mengukur tahanan dan
95
penurunan tiang, Keterangan jika ingin mendapatkan tahanan ujung tiang,
maka load cell diletakkan di ujung tiang, sedangkan jika ingin mendapatkan
tahanan selimut tiang, maka load cell diletakkan di sepanjang tiang. Load cell
yang diletakkan di ujung tiang disebut load cell bawah, sedangkan load cell
yang diletakkan di atasnya disebut load cell atas.
Pada setiap tahapan pembebanan yang dilakukan, besarnya gaya aksial
dan displacement yang terjadi dicatat. Pembebanan maksimum akan tercapai
bila displacement yang terjadi sudah jauh lebih besar daripada pembebanan
pada tahap sebelumnya atau pembebanan sudah mencapai batas maksimum
yang ditentukan.
2.15.3. Keunggulan dan Kelemahan Pengujian Osterberg Cell (O-Cell)
Sejak tahun 1996 pada bulan September, metode pengujian O-Cell
sudah sangat populer dan telah sekitar 200 pengujian telah berhasil pada tiang
bored di seluruh Amerika Serikat dan Asia Timur. Hal ini disebabkan karena
O-Cell test memiliki keunggulan sebagai berikut:
1. Lebih ekonomis.
2. Dapat menghasilkan kapasitas pengujian yang lebih besar.
3. Menghasilkan komponen tegangan geser dan daya dukung.
4. Lebih aman dalam pelaksanaan.
5. Dapat dilakukan pada tanah bebatuan.
6. Memerlukan lokasi kerja yang lebih kecil.
96
7. Dapat dilakukan pada daerah lepas pantai dan dermaga.
8. Dapat menghasilkan penyebab static creep dan setup (aging).
9. Peralatan yang dibutuhkan tidak banyak.
Selain keunggulan, O-Cell test juga memiliki beberapa kelemahan
secara umum antara lain:
1. Harus membeli lisensi produk terlebih dahulu, karena lisensi asli
hanya dimiliki oleh LOADTEST, Inc.
2. Untuk pengujian beban tiang yang kecil menjadi tidak ekonomis.
2.16. Analisis Bentuk Penampang Tiang Tekan Hidrolis
Bentuk penampang Tiang Tekan Hidrolis yang diteliti dalam tesis ini adalah
persegi empat atau lebih dikenal dengan Prestressed Concrete Square Pile dengan
dimensi penampang 45 cm x 45 cm. Dalam hal ini timbul pertanyaan dalam benak
beberapa ahli struktur dan geoteknik mengenai alasan mengapa bentuk penampang
tersebut yang dipilih, mengingat secara umum untuk bangunan gedung bertingkat
tinggi (High Rise Building) menggunakan jenis Spun Pile Concrete. Oleh sebab itu,
penulis akan menganalisis bentuk penampang Square Pile dibandingkan dengan Spun
Pile.
Adapun beberapa hal yang perlu ditinjau dalam pemilihan bentuk penampang
tiang antara lain:
1. Kapasitas daya dukung aksial tekan.
2. Kapasitas momen lentur terhadap tekuk.
97
3. Kapasitas momen lentur Ultimate.
4. Kapasitas daya dukung lateral.
5. Lokasi sekitar.
6. Metode pemancangan.
2.17. Pengembangan Dari Penelitian Tesis Loading Test Sebelumnya
Tesis ini yang berjudul “Analisis Daya Dukung dan Penurunan Tiang Tekan
Hidrolis Prestressed Concrete Square Pile Pada Proyek Podomoro City Deli Medan”
memiliki Tema tentang Uji Pembebanan Aksial (Loading Test). Tema ini bukan
merupakan tema yang baru dalam penulisan Tesis, khususnya pada Program Pasca
Sarjana Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara (USU). Adapun beberapa
Judul Tesis terdahulu sebelum penulisan Tesis ini oleh penulis yaitu:
1. Analisis Perbandingan Daya Dukung dan Penurunan Pondasi Bored Pile
Diameter 600 MM dengan Metode Empiris, Uji Beban Statis dan Elemen
Hingga Pada Proyek Medan Focal Point, yang ditulis oleh Berlin Anggiat
Tampubolon dari Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Tahun
2014. Tesis ini membahas tentang hasil Loading Test pada Pondasi Bored
Pile berdiameter 600 mm yang dibandingkan dengan hasil metode elemen
hingga dengan pemodelan tanah Mohr-Coulomb. Daya dukung lateral tiang
dan perbandingan mesh belum diteliti dalam tesis tersebut.
2. Analisis Perbandingan Daya Dukung Hasil Loading Test pada Bored Pile
Diameter Satu Meter Tunggal dengan Metode Elemen Hingga Memakai
Model Tanah Mohr-Coulomb Pada Proyek Crystal Square Medan, yang
98
ditulis oleh Suhairiani dari Program Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara Tahun 2012. Tesis ini membahas tentang hasil Loading Test pada
Pondasi Bored Pile berdiameter 1000 mm yang dibandingkan dengan hasil
metode elemen hingga dengan pemodelan tanah Mohr-Coulomb. Daya
dukung lateral tiang dan perbandingan mesh belum diteliti dalam tesis
tersebut.
Dibandingkan dengan Tesis sebelumnya, Tesis yang penulis susun ini memiliki
penambahan dan pengembangan topik pembahasan yang lebih lengkap yang
setidaknya terdiri dari 5 penambahan yaitu:
1. Pondasi tiang yang diteliti adalah tiang tekan hidrolis dengan ukuran 45 cm
x 45 cm, baik secara tunggal maupun kelompok tiang (group piles).
2. Memakai pemodelan tanah Mohr-Coulomb dan Soft Soil sesuai dengan jenis
lapisan tanah yang diteliti.
3. Selain membahas tentang daya dukung akibat beban vertikal, Tesis ini juga
membahas tentang daya dukung akibat beban lateral.
4. Tesis ini juga mengkaji pengaruh jaring elemen (mesh) terhadap hasil
analisis metode elemen hingga.
5. Menggunakan software atau program komputer yaitu Finite Element
Method dan Program AllPile.
99
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Konsep Penelitian
Konsep penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah studi parameter tanah
di Program Finite Element Method . dengan membandingkan hasil yang diperoleh di
Program Finite Element Method dengan hasil pengujian pembebanan (Loading Test)
sebenarnya di lapangan. Hasil yang diperoleh berupa grafik beban terhadap
penurunan tiang dan grafik penurunan terhadap waktu.
Yang dimaksud dengan penurunan dalam hal ini adalah pembacaan rata-rata
deformasi kepala Tiang Tekan Hidrolis (yang di Loading Test) setelah dikoreksi
dengan besarnya deformasi dari meja beban atau deformasi perpendekan Tiang Tekan
Hidrolis pada saat dibebani.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan konsep penelitian berdasarkan data
dari lapangan berupa hasil Sondir dan SPT menggunakan metode Meyerhoff (1956)
serta metode yang biasa dipakai lainnya. Kemudian data hasil Loading Test akan
diinterpretasi menggunakan metode Davisson (1972) dan metode Mazurkiewicz
(1972).
100
Penelitian ini juga menggunakan program metode elemen hingga untuk bidang
geoteknik, yaitu Finite Element Method. Program Finite Element Method ini
menggunakan analisa elemen-elemen dari tanah yang dibagi menjadi elemen-elemen
yang kecil agar diperoleh hasil yang mendekati sebenarnya di lapangan.
3.2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan data sekunder,
Keterangan data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara
tidak langsung melalui pihak owner atau konsultan perencana, yang dalam hal ini
adalah PT. Sinar Menara Deli dalam Proyek Pembangunan Podomoro City Deli
Medan di Jalan Putri Hijau, Medan. Data yang diperoleh berupa bukti, catatan atau
laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter). Data yang
diperoleh dalam penelitian ini berupa data hasil pelaksanaan Sondir, SPT,
manometer, dan Loading Test pada Tiang Tekan Hidrolis tunggal yang diperoleh dari
proyek Podomoro City Deli Medan yang sedang dilaksanakan.
3.3. Deskripsi Proyek
Penelitian ini menggunakan data dari Proyek Podomoro City Deli Medan di
Jalan Putri Hijau, Medan. Proyek ini merupakan proyek pembangunan apartment,
mall, dan pusat bisnis yang merupakan kawasan superblok pertama di Kota Medan
yang dibangun oleh Grup Developer yang sudah sukses dan berpengalaman yaitu
Agung Podomoro Land. Lokasi proyek ini dahulu merupakan komplek Deli Plaza
dan Sinar Plaza. Di sekitar lokasi proyek terdapat bangunan bertingkat tinggi (High
101
Rise Building) yaitu JW. Marriott dan Capital Building, pemukiman penduduk, jalan
protokol kota, kantor berita TVRI Medan, dan sungai Deli.
Data lengkap untuk mengetahui deskripsi proyek yang diteliti antara lain:
1. Nama Proyek : Podomoro City Deli Medan.
2. Lokasi Proyek : Jalan Putri Hijau, Medan - Sumatera Utara.
3. Sumber Dana : Swasta.
4. Pemilik Proyek : PT. Sinar Menara Deli.
5. Kontraktor Utama : PT. Totalindo.
6. Sub Kontraktor : PT. Tripondasi Manunggal.
3.4. Data Tiang Tekan Hidrolis
Tiang Tekan Hidrolis yang digunakan dan diteliti dalam tesis ini adalah sebagai
berikut:
1. Produsen Tiang Tekan Hidrolis : Wika Beton.
2. Nama Tiang Tekan Hidrolis : Prestressed Concrete Square Pile.
3. Mutu Beton : fc’ 42 Mpa (kubus 500 kg/cm2).
4. Ukuran : 45 cm x 45 cm.
5. Luas Penampang : 2,02 cm2.
6. Inersia Penampang : 341,72 cm4.
7. Berat : 506,00 kg/m’.
8. Kelas : A.
102
9. Bending Moment : 11,17 ton.m (crack).
10. Bending Moment : 14,01 ton.m (Ultimate).
11. Allowable Compression : 270,98 ton.
12. Decompression Tension : 64,30 ton.
13. Panjang Tiang Tekan Hidrolis : 18,80 m.
Bentuk Tiang Tekan Hidrolisnya dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3. 1. Bentuk dan Spesifikasi Tiang Tekan Hidrolis (Wika Beton)
3.5. Kondisi Umum dan Lokasi Penelitian
Data yang diperoleh dari Proyek Podomoro City Deli Medan adalah sebagai
berikut:
1. Data Boring tanah sebanyak 3 (tiga) titik.
2. Data Sondir tanah sebanyak 1 (satu) titik.
3. Data Loading Test sebanyak 1 (satu) titik tiang precast driven pile square 45
cm x 45 cm.
4. Data Manometer.
103
5. Data Tes Konsolidasi.
6. Data Laboratorium berupa berat jenis tanah, kadar air, permeabilitas, dan
lain-lain.
Lokasi penelitian berada pada Proyek Podomoro City Deli Medan berupa
pembangunan apartment, mall dan pusat bisnis terdiri dari 6 (enam) tower. Lokasi
penelitian tepat berada di salah satu tower yaitu di Tower Tribeca Condominium
Northern, yang terletak di Jalan Putri Hijau, Medan - Sumatera Utara. Gambar 3.2
menunjukkan tampak atas lokasi Proyek Podomoro City Deli Medan dengan
menggunakan aplikasi Google Earth. Dan, Gambar 3.3 menunjukkan denah Proyek
Podomoro City Deli Medan yang akan dibangun.
Gambar 3. 2. Lokasi Podomoro City Deli Medan (Google Earth, 2015)
Pada Gambar 3.2 terlihat lokasi Deli Plaza. Bangunan Deli Plaza tersebut
dibongkar dan dibersihkan. Selanjutnya akan dibangun kembali bangunan super blok
Lokasi Proyek Podomoro
City Deli Medan
104
dengan nama Proyek Podomoro City Deli Medan. Bangunan super blok ini terdiri
dari apartemen, pusat perbelanjaan, pusat bisnis dan perkantoran.
Gambar 3. 3. Denah Proyek Podomoro City Deli Medan
Gambar 3.3 memperlihatkan lokasi bangunan tower yang dinamakan Tribeca
Condominium Northern. Tower ini merupakan bangunan yang data tanahnya penulis
pakai untuk penelitian dalam tesis ini. Data tanah tersebut terdiri dari data Loading
Test, data bore hole (N-SPT), data sondir, dan data laboratorium. Data Loading Test
ada 1 titik, data bore hole 3 titik, data sondir 1 titik, dan data laboratorium 3 titik.
Tower Tribeca
Condominium Northern
105
Agar lebih memperjelas lokasi Loading Test dan lokasi Bore Hole di Tower
Tribeca Condominium Northern, maka dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3. 4. Lokasi Bore Hole, Sondir, dan Loading Test pada Tower Tribeca
Condominium Northern
Gambar 3.4 menunjukkan lokasi pengambilan Bore Hole yaitu BH-10, DBH-2,
dan BH-11. Kemudian lokasi titik Sondir yaitu S-3, dan lokasi Loading Test yaitu SS-
1032. Jarak dari lokasi Bore Hole dan lokasi Sondir sekitar 20 meter ke lokasi
Loading Test. Jumlah titik tiang pancang atau tiang tekan hidrolis berjumlah 525 titik
untuk satu tower dengan memakai pondasi rakit (Raft Foundation) setebal 2,50
106
meter. Pondasi rakit tersebut selain berfungsi sebagai pilecap, juga langsung
berfungsi sebagai lantai basement pada tower Tribeca Condominium Northern.
3.6. Tahapan Penelitian
Dalam penulisan tesis ini, ada beberapa tahapan yang dilakukan sehingga
tujuan penelitian dapat tercapai. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:
1. Tahap Pertama
Tahap ini meliputi mengidentifikasi tujuan dan manfaat dari penelitian serta
mengumpulkan referensi dari berbagai buku, jurnal, makalah yang
mendukung terhadap penelitian sesuai dengan judul yang akan dibahas.
2. Tahap Kedua
Tahap ini mencakup perumusan masalah yang dibahas dan dianalisis dalam
penelitian, serta pengumpulan data-data sekunder hasil penyelidikan tanah
sehingga dapat memberikan informasi yang jelas tentang lokasi yang diteliti.
3. Tahap Ketiga
Pada tahap ini dilakukan analisis antara data lapangan dengan literatur yang
sesuai dengan penelitian tentang penggunaan dan Persamaan yang sesuai
serta pendekatan yang akan digunakan.
4. Tahap Keempat
Pada tahap ini dilakukan pembahasan, yaitu perhitungan daya dukung
pondasi tiang driven pile secara konvensional sesuai dengan teori dan
rumusan yang telah dibahas pada tinjauan pustaka dengan data-data yang
diperoleh dari laporan data pengujian tanah di lapangan. Hasil yang
107
diperoleh tersebut kemudian dibandingkan dengan daya dukung pondasi
Tiang Tekan Hidrolis dan penurunan (settlement) yang terjadi yang
dihasilkan dengan menggunakan program Finite Element Method.
5. Tahap Kelima
Pada Tahap ini dilakukan perbandingan daya dukung pondasi Tiang Tekan
Hidrolis, penurunan yang terjadi yang dihitung dengan rumus-rumus dari
beberapa metode secara konvensional dan perhitungan pada Program Finite
Element Method terhadap Loading Test, kemudian membuat kesimpulan dan
saran. Bagan alir penelitian dalam tesis ini dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3. 5. Bagan Alir Penelitian
108
Untuk memperoleh metodologi penelitian yang lebih terperinci, dapat dilihat
pada Gambar 3.6. Dari Gambar 3.6, tahap pembahasan penelitian terdiri dari 4 tahap,
yaitu:
1. Data yang digunakan (SPT, sondir, laboratorium, dan Loading Test).
2. Hasil analisis (daya dukung ultimate tiang tunggal dan grup serta
penurunannya).
3. Instrumen yang dipakai (metode empiris, Finite Element Method, dan
AllPile).
4. Kesimpulan dan Saran.
Gambar 3. 6. Flow Chart Metode dan Hasil Pembahasan
109
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Lapisan Tanah dari Data Borelog
Pada lokasi dilaksanakannya Loading Test, yaitu di salah satu bangunan
apartemen, dilakukan pengujian Bore log sebanyak 3 (tiga) titik. Dalam penyajian
data borelog sering dijumpai kondisi tanah yang jenis dan konsistensi tanahnya sama
dengan kondisi lapisan tanah di atasnya. Oleh sebab itu, cara penulisan jenis tanah
tersebut disingkatkan dengan istilah ditto. Berikut ini adalah gambaran kondisi tanah
dari hasil penyelidikan tanah pada tiga titik Bore log yang ditinjau tersebut, yaitu:
4.1.1. Deskripsi Lapisan Tanah dari Data Borelog pada Lokasi BH-10
Pada bore log BH-10, muka air tanah berada pada kedalaman 2,50 meter
di bawah permukaan tanah.
Pada lapisan pertama di kedalaman 0,00 – 3,00 meter tergolong tanah
berbutir halus (MH), N-SPT = 5 pada kedalaman antara 2,00 – 2,45 meter
dengan kondisi tanah lanau berlempung yang berwarna coklat terang, tingkat
kekakuan sedang.
110
Pada lapisan kedua di kedalaman 3,00 – 6,00 meter tergolong tanah
berbutir halus (CL), pada kedalaman 3,00 – 3,50 meter diambil undistrubed
sample (UDS) dengan kondisi tanah lempung berlanau dengan sedikit pasir,
berwarna abu-abu muda dan coklat muda ; N-SPT = 4 pada kedalaman antara
4,00 – 4,45 meter dengan kondisi tanah lempung berlanau yang berwarna coklat
muda dan abu-abu muda dengan sedikit pasir, kepadatan relatif lunak,
Pada lapisan ketiga di kedalaman 6,00 – 8,00 meter tergolong tanah
berbutir halus anorganik, N-SPT = 5 pada kedalaman antara 6,00 – 6,45 meter
dengan kondisi tanah lanau berpasir yang berwarna abu-abu muda, dan tingkat
kekakuan sedang.
Pada lapisan keempat di kedalaman 8,00 – 10,00 meter tergolong tanah
berbutir kasar (SM), N-SPT = 4 pada kedalaman 8,00 – 8,45 meter dengan
kondisi tanah pasir berlanau yang berwarna hitam, dan kepadatan relatif lunak.
Pada lapisan kelima di kedalaman 10,00 – 18,00 meter tergolong tanah
berbutir halus (ML), N-SPT = 13 pada kedalaman 10,00 – 10,45 meter dengan
kondisi tanah lanau berpasir berwarna abu-abu dan kaku ; N-SPT = 17 pada
kedalaman 12,00 – 12,45 meter dengan kondisi tanah yang sama dengan lapisan
di atasnya namun sangat kaku ; pada kedalaman 13,50 – 14,00 meter diambil
undistrubed sample (UDS) dengan kondisi tanah lempung berlanau, berwarna
abu-abu muda, dan plastisitas rendah ; N-SPT = 14 pada kedalaman 14,00 –
14,45 meter dengan kondisi tanah lempung berlanau, berwarna abu-abu muda,
111
plastisitas rendah, dan kaku ; N-SPT = 9 pada kedalaman 16,00 – 16,45 meter
dengan kondisi tanah lanau berpasir berwarna abu-abu dan kaku.
Pada lapisan keenam di kedalaman 18,00 – 36,00 meter tergolong tanah
berbutir kasar (SM), N-SPT = 9 pada kedalaman 18,00 – 18,45 meter dengan
kondisi tanah pasir berlanau berwarna abu-abu muda dan lepas ; N-SPT = 33
pada kedalaman 20,00 – 20,45 meter dengan kondisi tanah pasir berlanau,
berwarna abu-abu muda, butiran lepas, dan padat ; N-SPT = 35 pada kedalaman
22,00 – 22,45 meter dengan kondisi tanah sama dengan tanah di kedalaman
18,00 – 18,45 meter ; N-SPT = 35 pada kedalaman 24,00 – 24,45 meter dengan
kondisi tanah sama dengan kondisi tanah 18,00 – 18,45 meter ; N-SPT = 28
pada kedalaman 26,00 – 26,45 meter dengan kondisi tanah ditto (sama dengan
kondisi satu lapisan tanah di atasnya) tetapi kepadatan sedang ; N-SPT = 31
pada kedalaman 28,00 – 28,45 meter dengan kondisi tanah ditto dan padat; N-
SPT = 25 pada kedalaman 30,00 – 30,45 meter dengan kondisi tanah ditto dan
kepadatan sedang ; N-SPT = 50 pada kedalaman 32,00 – 32,45 meter dengan
kondisi tanah ditto dan padat ; N-SPT = 48 pada kedalaman 34,00 – 34,45 meter
dengan kondisi tanah ditto.
Pada lapisan ketujuh di kedalaman 36 meter ke bawah tergolong tanah
berbutir halus (CH), N-SPT = 8 pada kedalaman 36,00 – 36,45 meter dengan
kondisi tanah lempung berlanau, tingkat kekakuan sedang, berwarna abu-abu
muda, dan plastisitas tinggi ; N-SPT = 9 pada kedalaman 38,00 – 38,45 meter
112
dengan kondisi tanah ditto dan kaku ; N-SPT = 14 pada kedalaman 40,00 –
40,45 meter dengan kondisi tanah ditto dan kaku.
Pengeboran dihentikan pada kedalaman 40,45 meter pada tanggal 16 – 18
Desember 2013.
4.1.2. Deskripsi Lapisan Tanah dari Data Borelog pada Lokasi BH-11
Pada bore log BH-11, muka air tanah berada pada kedalaman 1,95 meter
di bawah permukaan tanah.
Pada lapisan pertama di kedalaman 0,00 – 4,00 meter termasuk tanah
berbutir halus (MH), N-SPT = 5 pada kedalaman 2,00 – 2,45 meter dengan
kondisi tanah lanau berlempung, ditto, dan kekakuan sedang.
Pada lapisan kedua di kedalaman 4,00 – 5,50 meter termasuk tanah
berbutir halus (ML), N-SPT = 4 pada kedalaman 4,00 – 4,45 meter dengan
kondisi tanah lempung berlanau, berwarna abu-abu muda, coklat muda, lunak,
dan plastisitas rendah.
Pada lapisan ketiga di kedalaman 5,50 – 6,00 meter termasuk tanah
berbutir halus (CH), diambil undisturbed sample (UDS) dengan kondisi tanah
lempung berlanau, berwarna abu-abu, dan plastisitas tinggi.
Pada lapisan keempat di kedalaman 6,00 – 8,00 meter termasuk tanah
berbutir halus (ML), N-SPT = 7 pada kedalaman 6,00 – 6,45 meter dengan
113
kondisi tanah lempung berlanau, berwarna abu-abu, kekakuan sedang, dan
plastisitas rendah.
Pada lapisan kelima di kedalaman 8,00 – 16,00 meter termasuk tanah
berbutir kasar (SM), N-SPT = 11 pada kedalaman 8,00 – 8,45 meter dengan
kondisi tanah pasir berlanau, berwarna abu-abu muda, dan kepadatan sedang ;
N-SPT = 8 pada kedalaman 10,00 – 10,45 meter dengan kondisi tanah lepas dan
ditto ; N-SPT = 10 pada kedalaman 12,00 – 12,45 meter dengan kondisi tanah
lepas dan ditto ; Pada kedalaman 13,50 – 14,00 meter diambil undisturbed
sample (UDS) dengan kondisi pasir halus berlanau dengan sedikit lempung,
berwarna abu-abu muda : N-SPT = 8 pada kedalaman 14,00 – 14,45 meter
dengan kondisi tanah pasir berlanau, berwarna abu-abu muda, dan lepas ; N-
SPT = 5 pada kedalaman 16,00 – 16,45 meter dengan kondisi tanah organik
berwarna hitam, dan kepadatan sedang ; N-SPT = 25 pada kedalaman 18,00 –
18,45 meter dengan kondisi tanah pasir berlanau, berwarna abu-abu muda, dan
kepadatan sedang ; N-SPT = 29 pada kedalaman 20,00 – 20,45 meter dengan
kondisi tanah ditto ; N-SPT = 30 pada kedalaman 22,00 – 22,45 meter dengan
kondisi tanah ditto ; N-SPT = 33 pada kedalaman 24,00 – 24,45 meter dengan
kondisi tanah ditto dan padat ; N-SPT = 26 pada kedalaman 26,00 – 26,45 meter
dengan kondisi tanah ditto ; N-SPT = 29 pada kedalaman 28,00 – 28,45 meter
dengan kondisi tanah ditto dan kepadatan sedang ; N-SPT = 25 pada kedalaman
30,00 – 30,45 meter dengan kondisi tanah ditto ; N-SPT = 23 pada kedalaman
114
32,00 – 32,45 meter dengan kondisi tanah ditto ; N-SPT = 23 pada kedalaman
34,00 – 34,45 meter dengan kondisi tanah ditto.
Pada lapisan keenam di kedalaman 36,00 – 40,45 meter dengan kondisi
tanah berbutir halus (CH), N-SPT = 7 pada kedalaman 36,00 – 36,45 meter
dengan kondisi tanah lempung berlanau, berwarna abu-abu muda, plastisitas
tinggi, dan kepadatan sedang ; N-SPT = 9 pada kedalaman 38,00 – 38,45 meter
dengan kondisi tanah ditto dan padat ; N-SPT = 9 pada kedalaman 40,00 -
40,45 meter dengan kondisi tanah ditto.
Pengeboran dihentikan pada kedalaman 40,45 meter pada tanggal 12 – 14
Desember 2013.
4.1.3. Deskripsi Lapisan Tanah dari Data Borelog pada Lokasi DBH-2
Pada lapisan pertama di kedalaman 0,00 – 2,00 meter, dengan kondisi
tanah berbutir halus (ML), kondisi tanah lempung berlanau, berwarna coklat
muda, plastisitas rendah; pada kedalaman 1,50 – 2,00 meter diambil
undistrubed sample (UDS) dengan kondisi tanah yang sama.
Pada lapisan kedua di kedalaman 2,00 – 6,00 meter, dengan kondisi tanah
berbutir halus (MH), N-SPT = 5 dengan kondisi tanah lanau berlempung,
berwarna abu-abu muda, dan kepadatan sedang.
Pada lapisan ketiga di kedalaman 6,00 – 11,50 meter, dengan kondisi
tanah berbutir kasar (SM), N-SPT = 9 pada kedalaman 6,00 – 6,45 meter
dengan kondisi tanah pasir berlanau, berwarna abu-abu muda, dan lepas ; N-
115
SPT = 13 pada kedalaman 8,00 – 8,45 meter dengan kondisi tanah ditto ; N-SPT
= 16 pada kedalaman 10,00 – 10,45 meter dengan kondisi tanah pasir berlanau,
berwarna abu-abu muda, dan kepadatan sedang.
Pada lapisan keempat di kedalaman 11,50 – 16,00 meter, dengan kondisi
tanah berbutir halus (ML), diambil undisturbed sample (UDS) di kedalaman
11,50 – 12,00 meter dengan kondisi tanah lanau berpasir dan berwarna abu-abu
muda ; di kedalaman 12,00 - 12,45 meter juga ditemukan jenis tanah yang sama
dengan kepadatan sedang (N-SPT = 8) ; begitu pula di kedalaman 14,00 – 14,45
meter ditemukan jenis tanah yang sama tapi padat (N-SPT = 11).
Pada lapisan kelima di kedalaman 16,00 – 18,00 meter, kondisi tanah
organik (OC), Pada kedalaman 16,00 – 16,45 meter ditemukan jenis tanah
lempung berlanau bercampur bahan organik (LLT) berwarna coklat tua, hitam,
dan kepadatan sedang (N-SPT = 5).
Pada lapisan keenam di kedalaman 18,00 – 36,00 meter, kondisi tanah
berbutir kasar (SM), jenis tanahnya pasir kasar berlanau, berwarna abu-abu
muda, dan kepadatan sedang, N-SPT bervariasi dari 15 sampai 53 (sangat
padat).
Pada lapisan ketujuh di kedalaman 36,00 – 38,00 meter, kondisi tanah
organik (OH), dengan jenis tanah lempung berlanau dengan organik berwarna
hitam dan abu-abu muda, dan kepadatan sedang (N-SPT = 8).
116
Pada lapisan kedelapan di kedalaman 38,00 – 46,00 meter, kondisi tanah
berbutir halus (CH) dengan jenis tanah lempung berlanau berwarna abu-abu
muda, plastisitas tinggi, dan kepadatan tinggi, N-SPT = 10 di kedalaman 38,00
– 38,45 meter, Diambil undisturbed sample (UDS) di kedalaman 39,50 – 40,00
meter dengan kondisi tanah yang sama (ditto), N-SPT = 15 di kedalaman 40,00
– 40,45 meter (kondisi tanah sama), N-SPT = 21 di kedalaman 42,00 – 42,45
meter (kondisi tanah sama tapi sangat padat), N-SPT = 22 di kedalaman 44,00 –
44,45 meter kondisi tanah sama tapi mengandung organik (LLT), Pada lapisan
kesembilan di kedalaman 46,00 – 50,00 meter, kondisi tanah berbutir halus
(CL), Jenis tanahnya lempung berpasir berwarna abu-abu tua dan padat, N-SPT
= 15 di kedalaman 46,00 – 46,45 meter, dan N-SPT = 14 di kedalaman 48,00 –
48,45 meter.
Pada lapisan kesepuluh di kedalaman 50,00 – 62,00 meter, kondisi tanah
berbutir halus (CH), Jenis tanahnya lempung berlanau berwarna abu-abu muda
dengan kepadatan sedang, N-SPT = 7 di kedalaman 50,00 – 50,45 meter, dan di
kedalaman 51,50 – 52,00 meter diambil undisturbed sample (UDS) dengan
jenis tanah yang sama, Di kedalaman berikutnya, N-SPT berkisar antara 9
sampai 18 (sangat padat), Pada kedalaman 59,50 – 60,00 meter diambil
undisturbed sample kembali dengan kondisi tanah lempung berlanau dan
berwarna abu-abu muda.
Pada lapisan kesebelas di kedalaman 62,00 – 72,00 meter, kondisi tanah
berbutir halus (ML), Jenis tanahnya lanau berpasir dengan sedikit pasir dan
117
berwarna abu-abu kehijau-hijauan, dan sangat padat, N-SPT berkisar antara 16
sampai 32 (sangat padat dan keras).
Pada lapisan keduabelas di kedalaman 72,00 – 80,45 meter, kondisi tanah
berbutir halus (MH), Jenis tanahnya secara umum adalah tanah lanau
berlempung berwarna abu-abu muda dan tua serta bersifat tanah keras dengan
N-SPT berkisar 31 sampai 50.
Pengeboran dihentikan pada kedalaman 80,45 meter pada tanggal 19
Desember 2013.
4.2. Daya Dukung Berdasarkan Data SPT (Standard Penetration Test)
Perhitungan kapasitas daya dukung Tiang Tekan Hidrolis pada setiap lapisan
tanah dari data SPT memakai metode Meyerhoff dan memakai 3 (tiga) titik Borelog.
4.2.1. Daya Dukung Berdasarkan Data SPT Borelog BH-10
Contoh perhitungan:
Data Tiang Tekan Hidrolis:
Luas Penampang Tiang (Ap) = 45 cm x 45 cm = 2025 cm2 = 0,2025 m
2.
Diameter Ekivalen (D) = 0,2025
1/4𝜋= 0,5077 𝑚.
A. Tanah Non Kohesif
Untuk lapisan tanah pada kedalaman 8 meter, diperoleh N = 4, namun
N-SPTav = 4+13
2= 8,5 sehingga daya dukung ujung pondasi Tiang Tekan
118
Hidrolis (Qp) untuk tanah non kohesif dari Persamaan pada kedalaman 8
meter adalah:
𝑄𝑝 = 400 𝑥 8,5 𝑥 0,2025 = 688,50 𝑘𝑁 = 68,85 𝑡𝑜𝑛.
Tahanan geser selimut tiang (Qs) untuk tanah non kohesif pada
kedalaman 8 meter adalah:
𝑄𝑠 = 2 𝑥 8,5 𝑥 1,8 𝑥 2 = 61,20 𝑘𝑁 = 6,12 𝑡𝑜𝑛.
B. Tanah Kohesif
Untuk lapisan tanah di kedalaman 4 meter, berdasarkan gambar
diperoleh N = 4, namun N-SPTav = 0+5
2= 2,5 sehingga daya dukung
ujung pondasi Tiang Tekan Hidrolis (Qb) untuk tanah kohesif dari
Persamaan pada kedalaman 4 meter adalah:
𝑄𝑏 = 9 𝑥 𝑐𝑢𝑥𝐴𝑝
𝑐𝑢 =2
3𝑥 𝑁 − 𝑆𝑃𝑇 𝑥 10 =
2
3 𝑥 2,5 𝑥 10 = 16,67
𝑘𝑁
𝑚2.
𝑄𝑏 = 9 𝑥 16,67 𝑥 0,2025 = 30,38 𝑘𝑁 = 3,04 𝑡𝑜𝑛.
Dan, Tahanan geser selimut tiangnya (Qs) untuk tanah kohesif pada
kedalaman 4 meter ialah:
𝑄𝑠 = 𝛼 𝑥 𝑐𝑢𝑥 𝑝 𝑥 𝐿𝑖 = 0,95 𝑥 16,67 𝑥 1,8 𝑥 2 = 57,01 𝑘𝑁 = 5,70 𝑡𝑜𝑛.
Hasil perhitungan tahanan ujung (end bearing) dan tahanan selimut
(skin friction) tiang pancang atau tiang tekan hidrolis akan dijumlahkan,
sehingga didapatkan tahanan ultimate tiang. Dengan memasukkan atau
119
membagi tahanan ultimate tiang dengan faktor keamanan (safety factor),
akan diperoleh tahanan izin tiang.
Selengkapnya dapat ditampilkan dalam Tabel 4.1 dan Gambar 4.1.
120
Tabel 4. 1. Perhitungan Daya Dukung Tiang dari Data SPT Borelog BH-10
121
Gambar 4. 1. Daya Dukung Tanah Berdasarkan Data SPT Borelog BH-10
Gambar 4.1 menunjukkan daya dukung ultimate (Qult) dan daya dukung izin
(Qizin) tiang tekan hidrolis dari kedalaman 0 sampai 40 meter sesuai dengan data
Borelog BH-10. Namun dikarenakan kedalaman tiang hanya mencapai 18,80 meter
saja, maka daya dukung tiang yang diambil hanya daya dukung tiang sampai
kedalaman 18,80 meter saja. Jadi besar kapasitas daya dukung Ultimate tiang
122
pancang berdasarkan data SPT borelog BH-10 pada kedalaman 18,00 meter adalah
290,21 ton dan daya dukung izinnya adalah 145,11 ton.
4.2.2. Daya Dukung Berdasarkan Data SPT Borelog BH-11
Contoh perhitungan:
Data Tiang Tekan Hidrolis:
Luas Penampang Tiang (Ap) = 45 cm x 45 cm = 2025 cm2 = 0,2025 m
2.
Diameter Ekivalen (D) = 0,2025
1/4𝜋= 0,5077 𝑚.
A. Tanah Non Kohesif
Untuk lapisan tanah pada kedalaman 10 meter, diperoleh N = 8, namun
N-SPTav = 7+10
2= 8,5. Maka daya dukung ujung pondasi Tiang Tekan
Hidrolis (Qp) untuk tanah non kohesif dari Persamaan pada kedalaman 10
meter adalah:
𝑄𝑝 = 400 𝑥 8,5 𝑥 0,2025 = 688,50 𝑘𝑁 = 68,85 𝑡𝑜𝑛.
Tahanan geser selimut tiang (Qs) untuk tanah non kohesif pada
kedalaman 10 meter adalah:
𝑄𝑠 = 2 𝑥 8,5 𝑥 1,8 𝑥 2 = 61,20 𝑘𝑁 = 6,12 𝑡𝑜𝑛.
B. Tanah Kohesif
Untuk lapisan tanah di kedalaman 4 meter, berdasarkan gambar
diperoleh N = 4 dimana N-SPTav = 0+7
2= 3,5 sehingga daya dukung ujung
123
pondasi Tiang Tekan Hidrolis (Qb) untuk tanah kohesif dari Persamaan
pada kedalaman 4 meter adalah:
𝑄𝑏 = 9 𝑥 𝑐𝑢𝑥𝐴𝑝
𝑐𝑢 =2
3𝑥 𝑁 − 𝑆𝑃𝑇 𝑥 10 =
2
3 𝑥 3,5 𝑥 10 = 23,33
𝑘𝑁
𝑚2.
𝑄𝑏 = 9 𝑥 23,33 𝑥 0,2025 = 42,52𝑘𝑁 = 4,25 𝑡𝑜𝑛.
Dan, Tahanan geser selimut tiangnya (Qs) untuk tanah kohesif pada
kedalaman 4 meter ialah:
𝑄𝑠 = 𝛼 𝑥 𝑐𝑢𝑥 𝑝 𝑥 𝐿𝑖 = 0,92 𝑥 23,33 𝑥 1,8 𝑥 2 = 77,27 𝑘𝑁 = 7,73 𝑡𝑜𝑛.
Selengkapnya dapat ditampilkan dalam Tabel 4.2 dan Gambar 4.2.
Tabel 4. 2. Perhitungan Daya Dukung Tiang dari Data SPT Borelog BH-11
124
Gambar 4. 2. Daya Dukung Tanah Berdasarkan Data SPT Borelog BH-11
Gambar 4.2 menunjukkan daya dukung ultimate (Qult) dan daya dukung izin
(Qizin) tiang tekan hidrolis dari kedalaman 0 sampai 40 meter sesuai dengan data
125
Borelog BH-11. Namun dikarenakan kedalaman tiang hanya mencapai 18,80 meter
saja, maka daya dukung tiang yang diambil hanya daya dukung tiang sampai
kedalaman 18,80 meter saja. Jadi besar kapasitas daya dukung Ultimate tiang
pancang berdasarkan data SPT borelog BH-11 pada kedalaman 18,80 meter adalah
224,75 ton dan daya dukung izinnya adalah 112,38 ton.
4.2.3. Daya Dukung Berdasarkan Data SPT Borelog DBH-2
Contoh perhitungan:
Data Tiang Tekan Hidrolis:
Luas Penampang Tiang (Ap) = 45 cm x 45 cm = 2025 cm2 = 0,2025 m
2.
Diameter Ekivalen (D) = 0,2025
1/4𝜋= 0,5077 𝑚.
A. Tanah Non Kohesif
Untuk lapisan tanah pada kedalaman 10 meter, diperoleh N = 16,
Keterangan N-SPTav = 9+8
2= 8,5. Maka daya dukung ujung pondasi Tiang
Tekan Hidrolis (Qp) untuk tanah non kohesif dari Persamaan pada
kedalaman 10 meter adalah:
𝑄𝑝 = 400 𝑥 8,5 𝑥 0,2025 = 688,50 𝑘𝑁 = 68,85 𝑡𝑜𝑛.
Tahanan geser selimut tiang (Qs) untuk tanah non kohesif pada
kedalaman 10 meter adalah:
𝑄𝑠 = 2 𝑥 8,5 𝑥 1,8 𝑥 2 = 61,2 𝑘𝑁 = 6,12 𝑡𝑜𝑛.
Sedangkan untuk lapisan tanah pada kedalaman 20 meter, berdasarkan
gambar diperoleh N = 13 Keterangan N-SPTav = 5+15
2= 10 sehingga
126
daya dukung ujung pondasi Tiang Tekan Hidrolis (Qp) untuk tanah non
kohesif dari Persamaan pada kedalaman 20 meter yaitu:
𝑄𝑝 = 400 𝑥 10 𝑥 0,2025 = 810 𝑘𝑁 = 81,00 𝑡𝑜𝑛.
Tahanan geser selimut tiang (Qs) untuk tanah non kohesif pada
kedalaman 20 meter adalah:
𝑄𝑠 = 2 𝑥 10 𝑥 1,8 𝑥 2 = 72 𝑘𝑁 = 7,20 𝑡𝑜𝑛.
B. Tanah Kohesif
Untuk lapisan tanah di kedalaman 4 meter, berdasarkan gambar
diperoleh N = 5 Keterangan N-SPTav = 0+9
2= 4,5 sehingga daya dukung
ujung pondasi Tiang Tekan Hidrolis (Qb) untuk tanah kohesif dari
Persamaan pada kedalaman 4 meter adalah:
𝑄𝑏 = 9 𝑥 𝑐𝑢𝑥𝐴𝑝
𝑐𝑢 =2
3𝑥 𝑁 − 𝑆𝑃𝑇 𝑥 10 =
2
3 𝑥 4,5 𝑥 10 = 30,00
𝑘𝑁
𝑚2.
𝑄𝑏 = 9 𝑥 30 𝑥 0,2025 = 54,68 𝑘𝑁 = 5,47 𝑡𝑜𝑛.
Dan, Tahanan geser selimut tiangnya (Qs) untuk tanah kohesif pada
kedalaman 4 meter ialah:
𝑄𝑠 = 𝛼 𝑥 𝑐𝑢𝑥 𝑝 𝑥 𝐿𝑖 = 0,85 𝑥 30 𝑥 1,8 𝑥 2 = 91,80 𝑘𝑁 = 9,18 𝑡𝑜𝑛.
Hasil perhitungan tahanan ujung (end bearing) dan tahanan selimut
(skin friction) tiang pancang atau tiang tekan hidrolis akan dijumlahkan,
sehingga didapatkan tahanan ultimate tiang. Dengan memasukkan atau
membagi tahanan ultimate tiang dengan faktor keamanan (safety factor),
akan diperoleh tahanan izin tiang.
127
Hasil perhitungan selengkapnya dapat ditampilkan dalam Tabel 4.3
dan Gambar 4.3.
Tabel 4. 3. Perhitungan Daya Dukung Tiang dari Data SPT Borelog DBH-2
Dari Tabel 4.3 kemudian dapat digambarkan kurva atau grafik daya dukung
tiang sesuai dengan kedalaman tiang seperti tampak pada Gambar 4.3.
128
Gambar 4. 3. Daya Dukung Tanah Berdasarkan Data SPT Borelog DBH-2
129
Gambar 4.3 menunjukkan daya dukung ultimate (Qult) dan daya dukung izin
(Qizin) tiang tekan hidrolis dari kedalaman 0 sampai 80 meter sesuai dengan data
Borelog DBH-2. Namun dikarenakan kedalaman tiang hanya mencapai 18,80 meter
saja, maka daya dukung tiang yang diambil hanya daya dukung tiang sampai
kedalaman 18,80 meter saja. Jadi besar kapasitas daya dukung Ultimate tiang
pancang berdasarkan data SPT borelog BH-11 pada kedalaman 18,80 meter adalah
193,00 ton dan daya dukung izinnya adalah 96,50 ton.
4.3. Daya Dukung Berdasarkan Data Sondir (Cone Penetration Test)
Besarnya daya dukung berdasarkan data Sondir dihitung menurut metode
Meyerhoff pada Persamaan 2.11 dan 2.12.
Hasil yang diperoleh dari perhitungan data Sondir dapat dilihat pada Tabel 4.4
dan Gambar 4.4.
Dalam penelitian tesis ini, penulis hanya memperoleh data Sondir dari satu titik,
yaitu Titik S-3.
Sebagai contoh perhitungan pada titik S-3:
Ukuran Tiang Tekan Hidrolis: 45 cm x 45 cm.
Luas Penampang Tiang (Ap) = 45 cm x 45 cm
= 2025 cm2
= 0,2025 m2.
Keliling Tiang (P) = 45 cm + 45 cm + 45 cm + 45 cm
= 180 cm.
130
= 1,80 m.
Mengingat rumus Meyerhoff menggunakan diameter (D) dalam perhitungan
daya dukung tiang, maka diameter Tiang Tekan Hidrolis dapat dihitung dengan cara:
Luas Penampang Tiang (Ap) = 1/4πD2
0,2025 = 1/4πD2
D = 0,5077 m.
Misalnya: Pada kedalaman 10,00 meter diperoleh:
PPK = qc = 120,00 kg/cm2.
Ap = 2025 cm2.
JHL = 450 kg/cm.
K = 180,00 cm.
Qult = (qc x Ap) + (JHL x K)
= (120 x 2025) + (450 x 180)
= 243000 + 81000
= 324000 kg.
= 324 ton.
𝑄𝑖𝑧𝑖𝑛 =𝑞𝑐𝑥𝐴𝑝
3+𝐽𝐻𝐿 𝑥 𝐾
5
= 120 𝑥 2025
3+
450 𝑥 180
5
= 81000 + 16200
= 97200 kg.
= 97,20 ton.
131
Untuk kedalaman selanjutnya dan daya dukung Ultimate tiang dapat dilihat
pada Tabel 4.4 dan Gambar 4.4.
Tabel 4. 4. Perhitungan Daya Dukung Tiang dari Data Sondir S-3
Dari Tabel 4.4 diperoleh daya dukung izin tiang pada kedalaman 17,00 m
adalah 147,38 ton. Kedalaman 17,00 m merupakan kedalaman paling dalam yang
diuji tes sondir. Sebenarnya kedalaman tiang pancang atau tiang tekan hidrolis adalah
18,80 m. Namun penulis mengambil daya dukung pada kedalaman 17,00 m karena
paling mendekati dengan kedalaman 18,80 m (kedalaman maksimum sondir hanya
17,00 meter).
132
Hasil perhitungan pada Tabel 4.4 selanjutnya digambarkan dalam bentuk kurva
atau grafik seperti pada Gambar 4.4.
Gambar 4. 4. Daya Dukung Tanah Berdasarkan Data Sondir S-3
133
Gambar 4.4 menunjukkan daya dukung ultimate (Qult) dan daya dukung izin
(Qizin) tiang tekan hidrolis dari kedalaman 0 sampai 17 meter sesuai dengan data
Sondir S-3. Namun dikarenakan kedalaman tiang mencapai 18,80 meter, maka daya
dukung tiang yang diambil adalah daya dukung tiang yang kedalamannya paling
mendekati 18,80 meter yaitu kedalaman 17,00 meter. Jadi besar kapasitas daya
dukung Ultimate tiang pancang berdasarkan data Sondir S-3 pada kedalaman 17,00
meter adalah 514,13 ton dan daya dukung izinnya adalah 147,38 ton.
4.4. Daya Dukung Berdasarkan Data Laboratorium Tanah
Besarnya daya dukung berdasarkan data-data hasil laboratorium pemeriksaan
tanah dihitung dengan Persamaan. Hasil yang diperoleh dari perhitungan data-data
hasil laboratorium pemeriksaan tanah dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.5.
Sebagai contoh perhitungan:
Data Tiang Tekan Hidrolis:
Ukuran Tiang = 45 cm x 45 cm.
Luas Penampang Tiang (Ap) = 45 cm x 45 cm
= 2025 cm2
= 0,2025 m2.
4.4.1. Perhitungan Daya Dukung Ujung Pondasi Tiang Tekan Hidrolis
(End Bearing)
Daya dukung ujung pondasi tiang tekan hidrolis juga dibagi atas 2 jenis
tanah yaitu:
134
A. Tanah Non Kohesif
Untuk lapisan tanah kedalaman 6,00 meter pada borelog DBH-2, nilai
tekanan vertikal efektif (q’) didapat:
q’ = γ x Li
= (Lihat Tabel 4.5)
= 8,587 ton/m2.
Dengan nilai Ø = 33,60˚, maka berdasarkan grafik korelasi antara Ø dan Nq*
(dari Gambar 2.2) didapat nilai: Nq* = 46.
Maka untuk daya dukung ujung tiang di tanah non kohesif dari Persamaan
2.19, pada kedalaman 6,00 meter adalah:
Qp = Ap.q’.(Nq*-1)
= 0,2025 x 8,587 x (46 – 1)
= 78,25 ton.
B. Tanah Kohesif
Untuk lapisan tanah di kedalaman 16 meter pada borelog DBH-2, nilai
kohesi undrained (cu):
Cu = 2/3 x N-SPT x 10
= 2/3 x 5 x 10
= 33,33 kN/m2
= 3,33 ton/m
2.
Sehingga daya dukung ujung tiang di tanah kohesif adalah:
Qp = 9.cu.Ap
= 9 x 33,33 x 0,2025
135
= 60,75 kN.
= 6,08 ton.
4.4.2. Perhitungan Daya Dukung Selimut Pondasi Tiang Tekan Hidrolis
(Skin Friction)
A. Tanah Non Kohesif
Untuk lapisan tanah kedalaman 6,00 meter pada borelog DBH-2, nilai
daya dukung selimut tiangnya (fi) adalah:
K0 = 1 – sin Ø
= 1 – sin 33,60˚
= 0,45.
ζv’ = γ x L’
= γ x 15 x D
= 1,56 x 15 x 0,5077
= 11,88 ton/m2.
δ = 0,8 x Ø
= 0,8 x 33,60˚
= 26,88˚.
fi = K0 x ζv’ x tan δ
= 0,45 x 11,88 x tan 26,88˚
= 2,71 ton/m2.
Maka daya dukung selimut Tiang Tekan Hidrolis (Qs) adalah:
Qs = fi x Li x p
136
= 2,71 x (4-2) x (0,45 x 4)
= 9,76 ton.
B. Tanah Kohesif
Untuk lapisan tanah di kedalaman 16 meter pada borelog DBH-2, nilai
kohesi undrained (cu):
Cu = 2/3 x N-SPT x 10
= 2/3 x 5 x 10
= 33,33 kN/m2
= 3,33 ton/m
2.
Berdasarkan Gambar 2.1 , untuk Cu = 33,33 kN/m2, diperoleh:
α = 0,92.
fi = α x Cu
= 0,92 x 3,33
= 3,07 ton/m2.
Maka daya dukung selimut Tiang Tekan Hidrolis pada kedalaman 14
meter adalah:
Qs = fi x Li x p
= 3,07 x (16 – 14) x (0,45 x 4)
= 11,04 ton.
Untuk kedalaman berikutnya, dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan Gambar
4.5.
137
Tabel 4. 5. Perhitungan Daya Dukung Tiang dari Data Laboratorium
138
(Lanjutan Tabel 4.5)
Dari Tabel 4.5 diperoleh daya dukung izin tiang tekan hidrolis pada kedalaman
18,00 m adalah 345,43 ton.
Hasil perhitungan pada Tabel 4.5 selanjutnya digambarkan dalam bentuk kurva
atau grafik seperti pada Gambar 4.5.
139
Gambar 4. 5. Daya Dukung Tiang Menurut Data Laboratorium Parameter
Tanah
Kedal
aman
18,80
m
690,86
ton
345,
43
ton
140
Gambar 4.5 menunjukkan daya dukung ultimate (Qult) dan daya dukung izin
(Qizin) tiang tekan hidrolis dari kedalaman 0 sampai 80 meter sesuai dengan data
Laboratorium. Namun dikarenakan kedalaman tiang mencapai 18,80 meter saja,
maka daya dukung tiang yang diambil adalah daya dukung tiang pada kedalaman
18,80 meter. Jadi besar kapasitas daya dukung Ultimate tiang pancang berdasarkan
data Laboratorium pada kedalaman 18,80 meter adalah 690,86 ton dan daya dukung
izinnya adalah 345,43 ton.
4.5. Daya Dukung Berdasarkan Data Uji Pembebanan (Loading Test)
Pada uji pembebanan (Loading Test), jumlah Tiang Tekan Hidrolis yang
digunakan pada Tribeca Condominium Northern di Podomoro City Deli Medan
sebanyak 525 titik tiang, namun tiang yang dilakukan uji pembebanan hanya 1 Tiang
Tekan Hidrolis saja, Keterangan hanya dilakukan uji pembebanan vertikal. Hal ini
berarti tiang yang diberi uji pembebanan hanya 0,19 % dari jumlah keseluruhan tiang
yang digunakan di Tribeca Condominium Northern. Dari hasil uji pembebanan
vertikal pada titik SS-1032 di lapangan, didapat hubungan beban dengan penurunan,
kurva hubungan waktu dengan penurunan, dan kurva hubungan waktu dengan beban.
Berdasarkan pengujian statik aksial (Loading Test) di lapangan dihasilkan
kurva hubungan beban dengan penurunan yang mana disajikan pada Gambar 4.6.
kurva hubungan beban dengan penurunan tersebut menggambarkan 4 tahap
pembebanan sebagaimana standard prosedur pembebanan pada ASTM D-1143-81.
Tipe pembebanan yang diberikan adalah pembebanan siklik sehingga terdapat 4
siklus (cycle).
141
Gambar 4. 6. Hubungan Beban dengan Penurunan pada Loading Test di
lapangan (Data Proyek Podomoro City Deli Medan, 2014)
Dari Gambar 4.6 menjelaskan tentang hubungan suatu beban dengan
penurunan, dimana pada saat pemberian beban maksimum (300 ton) diperoleh
penurunan sebesar 4,623 mm, dan juga dapat dilihat bahwa nilai elastic rebound
(penurunan elastis) yang terjadi lebih besar dari pada nilai plastic rebound
(penurunan permanen) yang mana nilai penurunan elastis sebesar 4,623 - 0,213 =
4,41 mm dan penurunan permanen sebesar 0,213 mm.
Jenis kurva lainnya yang diperoleh dari hasil Loading Test adalah kurva
hubungan beban dengan waktu pembebanan. Dari kurva ini terlihat bahwa beban
maksimum untuk setiap siklus (cycle) bertambah besar hingga mencapai 200% dari
beban rencana atau beban kerja (working load).
Hubungan antara beban terhadap waktu pembebanan dengan 4 siklus dari hasil
Loading Test dapat dilihat pada Gambar 4.7.
142
Gambar 4. 7. Grafik Hubungan Beban dengan Waktu Loading Test di lapangan
(Data Proyek Podomoro City Deli Medan, 2014)
Gambar 4.7, menjelaskan tentang hubungan beban dengan waktu pembebanan,
Keterangan semakin besar beban yang diberikan maka waktu yang dibutuhkan juga
semakin lama.
Dari hasil uji pembebanan di lapangan diperoleh juga kurva hubungan antara
penurunan dengan waktu seperti ditunjukkan pada Gambar 4.8.
Gambar 4. 8. Grafik Hubungan Penurunan dengan Waktu Loading Test di
lapangan (Data Proyek Podomoro City Deli Medan, 2014)
143
Gambar 4.8 menjelaskan tentang hubungan penurunan yang terjadi dengan
waktu pembebanan, Keterangan semakin besar penurunan yang ditimbulkan akibat
suatu pembebanan, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk penurunan
tiang. Data hasil Loading Test dapat ditabelkan seperti pada Tabel 4.6.
Tabel 4. 6. Hasil Loading Test di lapangan (Data Proyek Podomoro City Deli
Medan, 2014)
144
Untuk memperoleh besarnya daya dukung Ultimate tiang berdasarkan uji
pembebanan (Loading Test) dapat dipergunakan perhitungan dengan metode
Davisson (1973), Mazurkiewicz (1972) dan Chin (1970, 1971).
4.5.1. Metode Davisson (1972)
Perhitungan kapasitas daya dukung ultimate Tiang Tekan Hidrolis dari
data Loading Test.
Data Tiang Tekan Hidrolis:
Diameter tiang (D) = 0,51 m.
Panjang tiang = 18,80 m.
Beban rencana = 150,00 ton.
Beban uji = 300,00 ton.
a. Grafik Beban vs Penurunan
b. Menentukan Penurunan Elastis
∆ = 𝑄𝑣𝑎𝐿
𝐴𝐸
145
Qva = Beban kerja = 150 ton.
L = Panjang Tiang Tekan Hidrolis = 18,80 m.
A = Luas penampang tiang = 0,45 x 0,45 = 0,2025 m2.
E = Modulus Elastisitas Beton Tiang = 4700 𝑓𝑐 ′
= 4700 42
= 30459,48 Mpa = 30459,48 N/mm
2 = 304,59 ton/mm
2.
c. Menggambarkan Garis Keruntuhan
x = 0,15 + D/120 ; D = Diameter Tiang dalam satuan inchi.
x = 0,15 + 20/120
x = 4,38 mm.
d. Menentukan Daya Dukung Ultimate
Hasil perhitungan daya dukung Ultimate dengan Metode Davisson,
disajikan pada Tabel 4.7 dan Gambar 4.9.
Tabel 4. 7. Perhitungan Beban – Penurunan Metode Davisson
146
Gambar 4. 9. Daya Dukung Ultimate dengan Metode Davisson
Berdasarkan Gambar 4.9, didapatkan daya dukung ultimate tiang Qult =
292ton dengan Metode Davisson.
4.5.2. Metode Mazurkiewicz (1972)
Interpretasi dengan Metode Mazurkiewicz disajikan pada Tabel 4.8.
Tabel 4. 8. Perhitungan Beban – Penurunan Metode Mazurkiewicz
292,00
ton
147
Gambar 4. 10. Daya Dukung Ultimate dengan Metode Mazurkiewicz
Berdasarkan Gambar 4.10., didapatkan daya dukung ultimate tiang Qult =
350,00 ton dengan Metode Mazurkiewicz.
4.5.3. Metode Chin (1970, 1971)
Langkah perhitungan pada metode Chin menggunakan perbandingan
penurunan (settlement) terhadap beban (load). Kemudian menggunakan regresi
linier untuk mendapatkan persamaan garis lurus dari beberapa koordinat titik.
Dan dengan memasukkan beban maksimum akan diperoleh daya dukung
maksimum (ultimate) dari tiang tekan hidrolis.
Interpretasi dengan Metode Chin (1970, 1971) disajikan pada Tabel 4.9.
4
5
o
350 ton
148
Tabel 4. 9. Perhitungan Beban – Penurunan Metode Chin
Regresi Linier:
𝑎 = 0,0935𝑥54,4128 − 17,4940𝑥0,2323
9𝑥54,4128 − 17,49402= 0,0056.
𝑏 = 9𝑥0,2323 − 17,4940𝑥0,0935
9𝑥54,4128 − 17,49402= 0,0025.
Diperoleh Persamaan garis lurus : y = 0,0025x + 0,0056.
Gambar 4. 11. Grafik Daya Dukung Ultimate dengan Metode Chin
149
Gambar 4.11. menunjukkan bahwa pada saat beban 300 ton, penurunan
(x) = 4,623, sehingga y = 0,0025(4,623) + 0,0056 = 0,01716.
𝑦 = 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 = 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑟𝑢𝑛𝑎𝑛
𝑦=
4,623
0,01716= 269,41 𝑡𝑜𝑛.
Pult = 269,41 ton.
Pizin = 269,41/2 = 134,70 ton.
Jadi, dengan Metode Chin didapatkan daya dukung Ultimate tiang tekan
hidrolis sebesar 269,41 ton.
4.6. Daya Dukung Berdasarkan Kekuatan Bahan Tiang
Adapun spesifikasi bahan tiang prestressed concrete Square Pile antara lain:
- Mutu beton (f’c) = 42 Mpa = 420 kg/cm2.
- Ukuran pile = 45 cm x 45 cm.
Dari Persamaan 2. 26, diketahui bahwa PTiang adalah sebagai berikut:
𝑃𝑇𝑖𝑎𝑛𝑔 = 𝜎𝑏 .𝐴𝑇𝑖𝑎𝑛𝑔
Keterangan: Luas Penampang Tiang 𝐴𝑇𝑖𝑎𝑛𝑔 = 0,45 𝑥 0,45 = 0,2025 𝑚2.
Dan Kuat Tekan Beton (ζb) yang diizinkan:
𝜎𝑏 = 0,33 .𝑓′𝑐 = 138,6𝑘𝑔
𝑐𝑚2= 1386
𝑡𝑜𝑛
𝑚2.
150
𝑃𝑇𝑖𝑎𝑛𝑔 = 𝜎𝑏 .𝐴𝑇𝑖𝑎𝑛𝑔 = 1386 . 0,2025 = 𝟐𝟖𝟎,𝟔𝟔 𝒕𝒐𝒏.
Hasil yang diperoleh ini berbeda dengan hasil kekuatan bahan tiang
menurut Brosur dari Wika Beton, yang nilainya 270,98 ton. Jadi untuk kekuatan
bahan tiang diambil nilai yang lebih kecil yaitu 270,98 ton.
4.7. Penurunan Tiang Tunggal
4.7.1. Penurunan Tiang Akibat Pemendekan Tiang Tekan Hidrolis (S1)
Besarnya penurunan tiang tunggal dapat dihitung dengan Persamaan
(2.28).
Sebagai contoh perhitungan:
Data Tiang Tekan Hidrolis:
Modulus elastisitas bahan tiang (Ep) = 304,59 ton/mm2.
Panjang tiang (L) = 18800 mm.
Diameter Tiang = 507,67 mm.
Beban Kerja = 150 ton.
Ap = 202500 mm2.
ξ = 0,67 (Jenis tahanan selimut tiang bentuk segitiga).
Qwp = 29,02 ton (didapat dari data N-SPT BH-10).
Qws = 150 + (0,506 x 18,8) – 29,02 = 130,49 ton.
Maka dari Persamaan (2.28) didapat penurunan tiang akibat pemendekan
tiang:
𝑆1 = 𝑄𝑤𝑝 + 𝜉 𝑄𝑤𝑠 𝐿
𝐴𝑝𝐸𝑝 =
29,02+0,67𝑥130,49 18800
202500 𝑥 304,59 = 0,04 mm.
151
4.7.2. Penurunan Tiang Akibat Beban Titik Pada Ujung Tiang Tekan
Hidrolis (S2)
Besarnya penurunan tiang tunggal akibat beban titik pada ujung tiang
dapat dihitung dengan Persamaan (2.29) dan (2.30).
Sebagai contoh perhitungan:
Data Tiang Tekan Hidrolis:
D = 507,67 mm.
qwp = 𝑄𝑤𝑝
𝐴𝑝 =
29,02
202500 = 1,433 x 10
-4 ton/mm
2.
Es = 300(N-SPT + 6) Pasir berlanau, data borelog BH-10.
= 300(9 + 6)
= 4500 kPa
= 4,5 Mpa
= 0,045 ton/mm2.
μs = 0,2 (Pasir kelanauan).
Iwp = 0,85.
Maka dari Persamaan (2.29) didapat penurunan tiang akibat beban ujung:
𝑆2 = 𝑞𝑤𝑝 𝐷
𝐸𝑠 1− 𝜇𝑠
2 𝐼𝑤𝑝 = 1,433 𝑥 10−4𝑥507,67
0,045 1− 0,22 0,85 = 1,32 mm.
4.7.3. Penurunan Tiang Akibat Beban Pada Selimut Tiang Tekan Hidrolis
(S3)
Besarnya penurunan tiang tunggal akibat pembebanan pada selimut tiang
dapat dihitung dengan Persamaan (2.32).
152
Sebagai contoh perhitungan:
Data Tiang Tekan Hidrolis:
p = 0,45 + 0,45 + 0,45 + 0,45 = 1,80 m.
L = 18,8 m.
Iws = 2 + 0,35 𝐿
𝐷= 2 + 0,35
18,8
0,5077= 4,13.
Selengkapnya, perhitungan penurunan tiang akibat pembebanan selimut
tiang dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4. 10. Perhitungan Penurunan Akibat Pembebanan Selimut Tiang Tekan
Hidrolis
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa besar penurunan tiang akibat
pembebanan pada selimut tiang dengan kedalaman tiang 18,80 meter adalah
sebesar S3 = 0,13 mm.
153
Jadi, besar penurunan elastis tiang total : S = S1 + S2 + S3 = 0,04 + 1,32 +
0,13 = 1,49 mm.
Sebagai pembanding, besar penurunan dari hasil Loading Test = 1,71 mm
pada saat beban rencana 150 ton diberikan, sehingga terdapat selisih sebesar
0,22 mm.
4.8. Daya Dukung Akibat Penurunan Real
Dari perhitungan secara analitis yang telah dilakukan, hasil data penyelidikan
tanah (Pengujian SPT, Sondir, dan Hasil Laboratorium) serta uji pembebanan tiang di
lokasi Proyek Podomoro City Deli Medan khususnya Tribeca Condominium
Northern, maka hasil daya dukung Ultimate untuk kedalaman Tiang Tekan Hidrolis
sebesar 18,80 meter dapat dilihat pada Tabel 4.11.
Tabel 4. 11. Hasil Daya Dukung Ultimate Kedalaman 18,80 Meter
Tabel 4.11 menunjukkan bahwa dari hasil penyelidikan tanah Keterangan hasil
pengujian SPT, Sondir serta Hasil Laboratorium di atas, diperoleh bahwa hasil daya
dukung Sondir lebih besar dari hasil pengujian SPT, tapi lebih kecil dari hasil
laboratorium.
Data SPT Data Sondir Data Lab Tanah
Metode Metode Parameter Metode Metode Metode
Meyerhoff Meyerhoff Tanah Davisson Maczurkiewicz Chin
(Ton) (Ton) (Ton) (Ton) (Ton) (Ton)
BH-10 290,21 514,13 - 292 350 269,41
BH-11 224,75 - - - - -
DBH-2 193,00 - 690,86 - - -
Data Loading Test
TITIK
154
Selain itu, berdasarkan data hasil interpretasi Loading Test, nilai daya dukung
Ultimate yang nilainya lebih mendekati beban Ultimate 300 ton yaitu metode
Davisson kemudian metode Chin dan selanjutnya metode Mazurkiewicz.
4.9. Pentransferan Beban Friksi (Skin Friction)
Suatu Tiang Tekan Hidrolis yang dibebani oleh suatu beban akan mengalami
gaya gesekan (friction), Gaya gesekan ini akan bekerja bila displacement (dalam hal
ini penurunan) yang terjadi masih dalam ambang batas 0,4 % dari diameter Tiang
Tekan Hidrolis yang nilainya 0,4 % x 507,67 mm = 2,0307 mm. Perhitungan transfer
beban friksi pada tiang dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Tabel 4. 12. Data Beban Ultimate, Beban Ujung, dan Beban Friksi
Tabel 4.12 dari kedalaman 0,00 – 18,00 meter adalah beban friksi yang terjadi
sepanjang kedalaman tiang tekan hidrolis yaitu 18,80 meter, sedangkan pada
155
kedalaman 20,00 meter tidak diambil sebagai beban friksi pada tiang dikarenakan
tiang tidak mencapai kedalaman 20,00 meter atau hanya 18,80 meter saja.
Grafik transfer beban friksi pada tiang tekan hidrolis tunggal dengan kedalaman
18,80 meter, dapat dilihat pada Gambar 4.12.
Gambar 4. 12. Transfer Beban Friksi Pada Tiang Tekan Hidrolis Kedalaman 0
sampai 18,80 meter
4.10. Pentransferan Beban Tahanan Ujung (End Bearing)
Tahanan ujung pada Tiang Tekan Hidrolis akan bekerja bila displacement yang
terjadi dalam ambang batas 6 % dari diameter Tiang Tekan Hidrolis, Mengingat
diameter Tiang Tekan Hidrolis sebesar 0,5077 m, maka ambang batas 6 % sebesar
0,030462 m atau 30,46 mm, Pentransferan beban tahanan ujung ini terjadi atau
dimulai dari pemberian beban pertama nol (0) sampai beban maksimum atau 300 ton.
156
Pada pentransferan beban tahanan ujung ini, umumnya tiang berada dalam zona
tanah yang lunak yang berada di atas tanah keras. Tiang ini dipancang atau dibor
sampai mencapai batuan dasar atau lapisan keras lain agar tidak mengakibatkan
penurunan berlebihan, dan juga kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan
dukung lapisan keras yang berada di bawah ujung tiang, dan tiang pada kondisi ini
sudah dalam keadaan plastis.
Dan pada Tiang Tekan Hidrolis proyek Podomoro City Deli Medan ini sudah
terjadi pentransferan beban, baik itu beban friction maupun beban End Bearing. Besar
pentransferan beban ujung pada tiang tekan hidrolis dengan kedalaman 18,80 meter
dapat dilihat pada Gambar 4.13.
Gambar 4. 13. Transfer Beban Ujung PadaTiang Tekan Hidrolis Kedalaman 0
sampai 18,80 meter
157
4.11. Analisis Daya Dukung Dan Penurunan Kelompok Tiang
4.11.1. Daya Dukung Kelompok Tiang
Jumlah tiang = 525 titik.
Kedalaman tiang = 18,80 meter.
Ukuran tiang = 45 cm x 45 cm.
n1 = Jumlah tiang dalam arah sumbu X = 21.
n2 = Jumlah tiang dalam arah sumbu Y = 25.
d = Jarak antar tiang = 1,80 meter.
D = Diameter tiang = 0,51 meter.
Gambar 4. 14. Detail pondasi kelompok tiang (poer)
158
a. Converse-Labarre Equation
𝜂 = 1− 𝑛1 − 1 𝑛2 + 𝑛2 − 1 𝑛1
90𝑛1𝑛2 𝜃
𝜃 = 𝑡𝑎𝑛−1 𝐷 𝑑
Maka,
𝜃 = 𝑡𝑎𝑛−1 0,50771,80 = 15,75°.
𝜂 = 1− 21 − 1 25 + 25− 1 21
90 𝑥 21 𝑥 25 𝑥 15,75
𝜂 = 0,66.
1. Daya Dukung Kelompok Tiang Berdasarkan Data SPT.
Daya dukung Ultimate 1 tiang = Qu = 290,21 ton.
Daya dukung Ultimate kelompok tiang = Qg(u) = 0,66 x 525 x 290,21
= 101.365,27 ton.
2. Daya Dukung Kelompok Tiang Berdasarkan Data Parameter Tanah.
Daya dukung Ultimate 1 tiang = Qu = 690,86 ton.
Daya dukung Ultimate kelompok tiang = Qg(u) = 0,66 x 525 x 690,86
= 241.305,31 ton.
3. Daya Dukung Kelompok Tiang Berdasarkan Data Loading Test.
Daya dukung Ultimate 1 tiang = Qu = 292,00 ton.
159
Daya dukung Ultimate kelompok tiang = Qg(u) = 0,66 x 525 x 292
= 101.990,49 ton.
b. Los Angeles Group Action Equation.
𝜂 = 1 −𝐷
𝜋𝑑𝑛1𝑛2 𝑛1(𝑛2 − 1) + 𝑛2 𝑛1 − 1 + 2 𝑛1 − 1 (𝑛2 − 1)
Maka,
𝜂 = 1 −0,5077
𝜋𝑥1,8𝑥21𝑥25 21(25− 1) + 25 21− 1 + 2 21 − 1 (25− 1)
𝜂 = 0,71.
1. Daya Dukung Kelompok Tiang Berdasarkan Data SPT.
Daya dukung Ultimate 1 tiang = Qu = 290,21.
Daya dukung Ultimate kelompok tiang = Qg(u) = 0,71 x 525 x 290,21
= 108.526,21 ton.
2. Daya Dukung Kelompok Tiang Berdasarkan Data Parameter Tanah.
Daya dukung Ultimate 1 tiang = Qu = 690,86 ton.
Daya dukung Ultimate kelompok tiang = Qg(u) = 0,71 x 525 x 690,86
= 258.352,28 ton.
3. Daya Dukung Kelompok Tiang Berdasarkan Data Loading Test
Daya dukung Ultimate 1 tiang = Qu = 292 ton.
Daya dukung Ultimate kelompok tiang = Qg(u) = 0,71 x 525 x 292
= 109.195,59 ton.
160
4.11.2. Penurunan (displacement) Elastis Kelompok Tiang
Berdasarkan Persamaan (2.37), penurunan elastis kelompok tiang dari
Vesic (1969) adalah sebagai berikut:
𝑆𝑔 = 𝑆 𝐵𝑔
𝐷
Keterangan:
S = Penurunan tiang tunggal = 0,149 cm.
Bg = (n2 – 1)d + 2(D/2) = (25 – 1).1,8 + 2 (0,5077/2) = 43,71 m =
4370,77 cm.
D = 0,5077 m = 50,77 cm.
Maka, 𝑆𝑔 = 0,149 4370,77
50,77= 1,38 𝑐𝑚 < 2,54 𝑐𝑚.
Dengan demikian penurunan elastis kelompok tiang masih dalam batas
aman karena penurunan yang terjadi masih lebih kecil dari batas izin yang telah
ditentukan.
4.12. Analisis Daya Dukung Lateral Pondasi Tiang Tunggal
Sesuai dengan Metode Broms (1964) yang telah menjelaskan tentang analisa
daya dukung pondasi tiang terhadap beban lateral, maka dengan data-data berikut ini:
1. Jenis tanah = Lempung.
2. Kondisi kepala tiang = Terjepit.
3. Diameter tiang = 0,5077 m.
4. Kedalaman tiang = 18,80 m.
5. Momen Ultimate (Mu) = 111,70 kN.m (crack) = 1.117.000,00 kg.cm.
161
6. Berat isi tanah = 17,69 kN/m3.
7. Sudut geser dalam tanah = 21,50˚.
8. Kohesi Undrained, cu = 0,15 kN/m2.
Dianggap tiang panjang = D/B = 18,80/0,5077 = 37,03 > 20 ... merupakan
tiang panjang (D/B > 20 persyaratan tiang panjang), dan dari Gambar 2.21 dan
2.22 diperoleh: 𝐻𝑢 =2 𝑀𝑢
1,5 𝐷+0,5 𝑥0
𝑥0 =𝐻𝑢
9 𝑐𝑢 𝐷
Dengan mensubstitusikan nilai-nilai parameter tanah dan tiang yang ada,
diperoleh: Kapasitas momen Ultimate = Mu/cu.B3 = (1.117.000)/(0,15)(45
3) =
81,72.
Gambar 4. 15. Kapasitas Lateral untuk Tiang Panjang pada Tanah Kohesif
(Broms, 1964)
162
Gambar 4.15 menunjukkan daya dukung lateral Ultimate tiang sebesar:
Hu/cuB2 = 40.
Hu = (Hu/cuB2).cu.B
2 = (40)(0,15)(452) = 12150 kg = 12,15 ton.
Jadi diperoleh nilai daya dukung lateral Ultimate Hu adalah 121,15 kN
(12,15 ton).
Daya dukung lateral izin sesuai dengan Persamaan berikut ini:
𝐻𝑖𝑧𝑖𝑛 =𝐻𝑢𝑆𝐹
= 121,15
2= 60,58 𝑘𝑁 = 6,06 𝑡𝑜𝑛 < 𝑀𝑢 𝑂𝐾 .
Dengan demikian diperoleh kapasitas daya dukung lateral Ultimate tiang
(Hu) adalah sebesar 121,15 kN (12,115 ton) dan kapasitas daya dukung lateral
izin (Hizin) adalah 60,58 kN (6,06 ton).
4.13. Analisis Bentuk Penampang Tiang Tekan Hidrolis
Berdasarkan spesifikasi teknis yang dikeluarkan oleh WIKA BETON
terkait Square Pile, karakteristik Prestressed Concrete Square Pile 45 cm x 45
cm adalah sebagai berikut:
1. Inersia Penampang = 341,719 cm4.
2. Luas Penampang = 2025 cm2.
3. Unit Weight = 506 kg/m.
4. Bending Moment Crack = 11,17 ton.m.
163
5. Bending Moment Ultimate = 14,01 ton.m.
6. Allowable Compression = 270,98 ton.
7. Decompression Tension = 64,30 ton.
8. Mutu Beton = fc’ 42 Mpa (cube 500 kg/cm2).
9. Harga Kerja = ± Rp 500.000,- per meter.
Sedangkan, karakteristik Prestressed Concrete Spun Pile dari WIKA
BETON yang memiliki spesifikasi teknis yang paling mendekati Prestressed
Concrete Square Pile adalah sebagai berikut:
1. Diameter = 50 cm.
2. Luas Penampang = 1159 cm2.
3. Unit Weight = 290 kg/m.
4. Bending Moment Crack = 10,50 ton.m.
5. Bending Moment Ultimate = 15,75 ton.m.
6. Allowable Compression = 185,30 ton.
7. Harga Kerja = ± Rp 400.000,- per meter.
Penulis menggunakan Prestressed Concrete Spun Pile berdiameter 50 cm
sebagai pembanding dikarenakan jika Prestressed Concrete Square Pile 45 cm x
45 cm dikonversikan menjadi Spun Pile dengan penampang penuh maka
diameternya berkisar 50 cm. Dengan beban kerja (working load) = 150 ton dan
beban Ultimate = 300 ton, maka pemilihan Prestressed Concrete Spun Pile
menjadi lebih beresiko daripada Square Pile. Berdasarkan analisis yang
164
dilakukan dapat dimengerti mengapa Square Pile yang dipilih pada Proyek
Podomoro City Deli Medan.
Berdasarkan kapasitas daya dukung square pile dan spun pile yang dicek dengan
Program AllPile, maka akan diperoleh hasil seperti yang disajikan pada Tabel
4.13.
Tabel 4. 13. Hasil Analisis Perbandingan Bentuk Penampang Square Pile dengan
Spun Pile Saat diberi Beban Rencana 150 Ton
Tabel 4.13. menunjukkan bahwa kapasitas ultimate Square Pile lebih besar
dibandingkan Spun Pile. Demikian pula, Maximum Moment Square Pile juga
lebih besar daripada Spun Pile. Namun penurunan dan Top Deflection Square
Pile lebih kecil daripada Spun Pile sehingga dalam hal ini secara teknis Square
Pile lebih sesuai digunakan pada Proyek Podomoro City Deli Medan daripada
Spun Pile.
Sebagai tambahan, berdasarkan harga material tiang tekan hidrolis
Prestressed Concrete Square Pile dari WIKA BETON berkisar Rp 500.000 /
165
meter panjang, sedangkan harga material tiang tekan hidrolis Prestressed
Concrete Spun Pile dari WIKA BETON berkisar Rp 400.000 / meter panjang.
Walaupun harga Square Pile lebih mahal sekitar 20,00 % dari Spun Pile, namun
tetap digunakan pada Proyek Podomoro City Deli Medan dikarenakan kapasitas
daya dukung ultimate yang lebih besar dan penurunan yang lebih kecil
sebagaimana tertera pada Tabel 4.13.
4.14. Analisis Kapasitas Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis Berdasarkan
Program AllPile
Dalam tesis ini penulis juga menganalisis dengan mengaplikasikan
software di komputer untuk menghitung kapasitas tiang, yang mana disini
penulis menggunakan program AllPile. Program AllPile merupakan aplikasi
perhitungan yang dibuat berdasarkan metode empiris yang telah diproses melalui
aplikasi software komputer. Data-data yang dimasukkan dalam program AllPile
antara lain:
1. Jenis tiang yang digunakan adalah driving concrete pile.
2. Units menggunakan satuan metric.
3. Panjang tiang adalah 18,80 m tanpa adanya kemiringan tiang
maupun kemiringan tanah.
4. Pada pile data input pilih jenis tiang yang digunakan kemudian
tentukan jumlah tulangan dan jari-jari tiang tekan hidrolis.
5. Masukkan gaya vertikal yang bekerja yaitu beban rencana sebesar
150 ton.
166
6. Masukkan parameter tanah berdasarkan data Bore Hole dan SPT.
7. Masukkan faktor keamanan untuk side 2, tip 2, dan Load Factor 2.
Dari hasil penyelidikan tanah dari beberapa lokasi maka diperoleh suatu
nilai rata-rata N-SPT dan parameter tanah per lapisan, dari data tersebut akan
digunakan dalam software AllPile yang dapat dilihat pada Tabel 4.14.
Tabel 4. 14. Parameter tanah yang digunakan dalam program AllPile
Adapun langkah-langkah perhitungan pada program AllPile untuk
menganalisis kapasitas daya dukung tiang seperti uraian di bawah ini antara lain:
1. Membuka program AllPile pada komputer, akan terlihat seperti pada Gambar
4.16.
Gambar 4. 16. Cover pembuka program AllPile
Kedalaman (m) Jenis Tanah N-SPT γ (kN/m3) Ø (˚)
2,45 Clayey silt 4,50 16,50 30,42
8,45 Silty clay, 1 10,00 16,89 35,00
16,45 Silty sand 8,00 15,20 33,33
18,45 Organic 22,00 17,33 38,00
30,00 Silty sand, 2 22,50 16,50 38,13
167
2. Masukkan jenis tiang yang dipakai dan informasi umum mengenai proyek,
Keterangan dalam tesis ini menggunakan Driving Concrete Pile, Keterangan
dimensi tiang tekan hidrolis 45 cm x 45 cm dengan diameter ekivalen 50,77
cm, seperti pada Gambar 4.17.
Gambar 4. 17. Menu masukan data informasi proyek
3. Langkah ketiga adalah memasukkan nilai Pile Profile yaitu panjang tiang,
kemiringan tanah, kemiringan tiang, dan posisi lapisan atas tiang dari
permukaan tanah. Dalam tesis ini ditinjau di lokasi pile test BH-11 dengan
panjang tiang 18,80 meter, dan posisi lapisan atas tiang = 0,00 meter, seperti
Gambar 4.18. Selain itu, sudut yang dibentuk antara tiang tekan hidrolis
dengan sumbu tegak diambil sebesar nol derajat karena posisi tiang tekan
hidrolis tegak lurus terhadap permukaan tanah. Selengkapnya, diisi seperti
ditunjukkan pada Gambar 4.18.
168
Gambar 4. 18. Menu masukan data profil tiang
4. Langkah keempat adalah memasukkan data parameter dari tiang dan tanah
seperti bentuk dan ukuran tiang dan tanah, material tiang bagian dalam
maupun luar dan tanah. Luasan, momen inersia, keliling, modulus elastisitas
tiang dan tanah, serta berat dari tiang, seperti terlihat pada Gambar 4.19 dan
4.20.
Gambar 4. 19. Data parameter tiang
169
Gambar 4. 20. Data parameter tiang
5. Langkah kelima adalah memasukkan gaya-gaya yang bekerja pada tiang,
seperti pada Gambar 4.21 dengan besar masing-masing yaitu:
Vertikal = 1500 kN (atau 150 ton).
Momen = 0 kN.
Horizontal = 0 kN.
Gambar 4. 21. Data gaya vertikal, horizontal dan momen
170
6. Langkah keenam adalah memasukkan profil tanah dan data hasil penyelidikan
tanah yaitu data SPT, dan lain-lain seperti pada Gambar 4.22.
Gambar 4. 22. Memasukkan data profil tanah
7. Langkah ketujuh adalah memasukkan faktor keamanan dan Load Factor yang
direncanakan, seperti pada Gambar 4.23.
Gambar 4. 23. Input data faktor keamanan dan Load Factor
171
8. Langkah kedelapan adalah melihat hasil input data yang sudah kita lakukan
sebelumnya serta berupa hasil analisis vertikal tersebut, seperti pada Gambar
4.24.
Gambar 4. 24. Hasil Output AllPile
Dari analisis program AllPile dengan beban kerja 150 ton dan Load Factor
= 1, diperoleh:
1. Kapasitas Daya Dukung Tiang = 605,52 ton.
2. Penurunan Tiang Tunggal = 0,32 cm.
Dengan langkah-langkah yang sama dengan analisis single pile, untuk
group pile hanya berbeda dalam input beban, Keterangan beban dimasukkan
secara kelompok dan dapat dilihat pada Gambar 4. 25.
172
Gambar 4. 25. Input beban Group Piles
Beban vertikal = 525 Titik x 6055,20 kN = 3.178.980 kN.
Momen = 0 kN.
Horizontal = 0 kN.
Sehingga dari analisis daya dukung tiang grup (kelompok tiang) dengan
program AllPile diperoleh hasilnya sebagai berikut:
Total Ultimate CapaCity (Down) = 3.178.999,00 kN.
Total Ultimate CapaCity (Up) = 234.229,52 kN.
Total Allowable CapaCity (Down) = 1.589.499,50 kN.
Total Allowable CapaCity (Up) = 131.926,19 kN.
Daya dukung kelompok tiang (pile groups) sebesar 3.178.999 kN atau 317.900
ton.
173
BAB V
PEMODELAN ELEMEN HINGGA
5.1. Pendahuluan
Untuk menghitung hubungan antara beban vertikal batas (Ultimate load)
dengan penurunan (displacement) yang terjadi pada suatu Tiang Tekan Hidrolis
dengan metode elemen hingga dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan
program Finite Element Method. Model tanah yang digunakan adalah model Mohr
Coulomb dan Soft Soil dengan analisis Axisymmetry. Model Mohr Coulomb
digunakan pada lapisan tanah pasir, sedangkan model Soft Soil dipakai pada tanah
lempung. Hasil pemodelan Elemen Hingga dengan Program Finite Element Method
dibandingkan dengan pengujian lapangan (Loading Test).
Pada pemodelan elemen hingga, terdapat 2 jenis titik nodal yang dapat
digunakan, yaitu penggunaan 6 titik nodal dan 15 titik nodal. Dalam tesis ini jumlah
titik nodal yang digunakan untuk satu elemen adalah 15 titik nodal, karena semakin
besar titik nodal yang dipakai, maka hasil yang diperoleh lebih mendekati hasil yang
diperoleh di lapangan.
174
5.2. Lapisan Tanah, Jenis Tanah, dan Tiang Tekan Hidrolis
Setiap Tiang Tekan Hidrolis yang diteliti tertanam dalam tanah yang terdiri dari
beberapa lapisan, Keterangan jenis dan parameter-parameter tanahnya juga berbeda.
Secara umum jenis tanah yang terdapat pada lokasi Tiang Tekan Hidrolis terdiri dari :
clayey silt, silty clay, silty sand, dan sandy silt.
Tiang Tekan Hidrolis dimodelkan sebagai tiang elastis.
5.3. Data Masukan Untuk Pemodelan Elemen Hingga
Sebelum dilakukan perhitungan, terlebih dahulu disajikan data-data masukan
yang diperlukan untuk pemodelan elemen hingga, yaitu data siklus pembebanan
Loading Test, Tiang Tekan Hidrolis, dan deskripsi serta parameter tanah hasil
pengujian laboratorium setiap lapisan pada lokasi BH-10, BH-11, dan DBH-2.
Namun data yang dimasukkan di Program Finite Element Method hanya data borelog
BH-11 mengingat daya dukung tanahnya adalah yang terlemah dibandingkan 2 data
borelog yang lain.
5.3.1. Siklus Uji Pembebanan Untuk Pemodelan Elemen Hingga
Project : Podomoro City Deli Medan.
Working Load : 150 ton.
Test Load : 300 ton.
Jenis Tiang : Beton.
Panjang Tiang : 18.80 meter.
Cycle I
175
Besar beban = 25 %, konsolidasi 1 jam = 38 ton.
Besar beban = 50 %, konsolidasi 1 jam = 75 ton.
Besar beban = 25 %, konsolidasi 20 menit = 38 ton.
Besar beban = 0 %, konsolidasi 1 jam = 0 ton.
Cycle II
Besar beban = 50 %, konsolidasi 20 menit = 75 ton.
Besar beban = 75 %, konsolidasi 1 jam = 113 ton.
Besar beban = 100 %, konsolidasi 1 jam = 150 ton.
Besar beban = 75 %, konsolidasi 20 menit = 113 ton.
Besar beban = 50 %, konsolidasi 20 menit = 75 ton.
Besar beban = 0 %, konsolidasi 1 jam = 0 ton.
Cycle III
Besar beban = 50 %, konsolidasi 20 menit = 75 ton.
Besar beban = 100 %,konsolidasi 20 menit = 150 ton.
Besar beban = 125 %, konsolidasi 1 jam = 188 ton.
Besar beban = 150 %, konsolidasi 1 jam = 225 ton.
Besar beban = 125 %, konsolidasi 20 menit = 188 ton.
Besar beban = 100 %, konsolidasi 20 menit = 150 ton.
Besar beban = 50 %, konsolidasi 20 menit = 75 ton.
Besar beban = 0 %, konsolidasi 1 jam = 0 ton.
Cycle IV
Besar beban = 50 %, konsolidasi 20 menit = 75 ton.
Besar beban = 100 %, konsolidasi 20 menit = 150 ton.
176
Besar beban = 150 %, konsolidasi 20 menit = 225 ton.
Besar beban = 175 %, konsolidasi 1 jam = 263 ton.
Besar beban = 200 %, konsolidasi 2 jam = 300 ton.
Besar beban = 175 %, konsolidasi 20 menit = 263 ton.
Besar beban = 150 %, konsolidasi 20 menit = 225 ton.
Besar beban = 125 %, konsolidasi 20 menit = 188 ton.
Besar beban = 100 %, konsolidasi 20 menit = 150 ton.
Besar beban = 50 %, konsolidasi 20 menit = 75 ton.
Besar beban = 0 %, konsolidasi 1 jam = 0 ton.
5.3.2. Data Tiang Tekan Hidrolis Untuk Pemodelan Elemen Hingga
Tabel 5.1 menyajikan data Tiang Tekan Hidrolis pada lokasi titik
1032/TP-101. Data tiang tekan hidrolis pada Tabel 5.1 akan digunakan untuk
pemodelan tanah pada Finite Element Method.
Tabel 5. 1. Data Tiang Tekan Hidrolis untuk Pemodelan Elemen Hingga
No. Keterangan Nilai
1 Lokasi Bore Hole-11 / Titik 1032
2 Jenis pondasi tiang Beton
3 Diameter tiang (m) 0,51
4 Panjang tiang (m) 18,80
5 Luas penampang (m2) 0,20
6 Modulus elastisitas (kN/m2) 3,05 x 10
7
7 Momen inersia (I) (m4) 3,26 x 10
-3
8 EA (kN) 6,18 x 106
9 EI (kNm2) 99.430
10 Angka Poisson 0,20
177
5.3.3. Deskripsi dan Parameter Tanah Setiap Lapisan Tanah
Deskripsi dan parameter tanah hasil SPT dan pengujian dari laboratorium
ini dikutip dari laporan akhir pekerjaan Sondir Test dan laporan hasil
penyelidikan tanah Proyek Podomoro City Deli Medan, serta untuk melengkapi
data yang kurang untuk menyesuaikan dengan data-data yang dibutuhkan dalam
pemodelan elemen hingga diambil dari buku referensi Mekanika Tanah adalah
sebagai berikut:
1. Jenis dan Konsistensi Lapisan Tanah
Pada Tiang Tekan Hidrolis yang tertanam dalam tanah terdapat 6
(enam) jenis lapisan tanah, Keterangan jenis dan parameter tanahnya
berbeda-beda.
Secara umum jenis tanah yang terdapat pada lokasi pengeboran terdiri
dari:
a. Clayey Silt, Keterangan konsistensi tanahnya adalah Medium Stiff.
b. Silty Clay, Keterangan konsistensi tanahnya adalah Soft.
c. Silty Sand, Keterangan konsistensi tanahnya adalah Medium Dense.
d. Sandy Silt, Keterangan konsistensi tanahnya adalah Medium Stiff.
e. Silty Clay, Keterangan konsistensi tanahnya adalah Stiff.
f. Silty Sand, Keterangan konsistensi tanahnya adalah Medium Dense.
2. Jumlah N-SPT
Pada setiap lapisan tanah memiliki nilai N-SPT yang berbeda. Dalam
hal ini, penulis mengelompokkan nilai N-SPT yang terdapat dalam
penyelidikan tanah tersebut.
178
Sebagai contoh pada jenis lapisan tanah pertama, terdapat jenis tanah
clayey silt dengan kedalaman 4 meter dan nilai N-SPT yang diperoleh
sebanyak 5 (lima), dan untuk jenis tanah serta kedalaman selanjutnya
dapat dilihat pada Tabel 5.2.
3. Wet Density (γwet) dan Dry Density (γdry)
Pada setiap lapisan tanah mempunyai dua jenis berat isi tanah yaitu
kepadatan basah (wet density) atau biasa disimbolkan dengan γwet dan
kepadatan kering (dry density) atau biasa disimbolkan dengan γdry.
Nilai dari kedua jenis kepadatan tanah ini diperoleh dari hasil
laboratorium penyelidikan tanah.
Sebagai contoh pada jenis lapisan tanah pertama, terdapat jenis tanah
Clayey Silt dengan kedalaman 4 meter mempunyai γwet sebesar 15.93
kN/m3 dan γdry sebesar 10.30 kN/m
3.
Dikarenakan tidak setiap lapisan tanah diambil sampel untuk
mendapatkan kepadatan kering dan kepadatan basah, maka berat isi
tanah atau kepadatan diambil dari korelasi dengan nilai N seperti pada
Tabel 2.5 di Bab II Tinjauan Pustaka.
Selengkapnya untuk kepadatan basah (wet density) dan kepadatan
kering (dry density) pada kedalaman selanjutnya dapat dilihat pada
Tabel 5.2.
4. Permeabilitas Kx dan Ky
Pada setiap lapisan tanah juga memiliki nilai permeabilitas, yang
dalam hal ini nilai permeabilitas arah sumbu x (Kx) nilainya dianggap
179
sama dengan nilai permeabilitas arah sumbu y (Ky). Nilai tersebut
diambil dari korelasi jenis tanah dan permeabilitas pada Tabel 2.15
Bab II Tinjauan Pustaka.
5. Modulus Elastisitas (Es)
Pada setiap kedalaman lapisan tanah memiliki nilai modulus elastisitas
yang berbeda, Keterangan dalam penelitian ini nilai modulus elastisitas
didapatkan dari korelasi hasil pengujian N-SPT yang telah direduksi,
dan nilai ini sangat berpengaruh dalam pemodelan elemen hingga.
Dan untuk nilai modulus elastisitas pada setiap kedalaman dapat
dilihat pada Tabel 5.2.
6. Poisson’s Ratio (υ)
Sama seperti hubungan parameter tanah di atas, pada tiap kedalaman
lapisan tanah juga memiliki nilai Poisson’s Ratio yang berbeda. Nilai
tersebut diambil dari hubungan nilai N-SPT dan jenis tanah pada Tabel
2.13 Bab II Tinjauan Pustaka.
Sebagai contoh pada jenis lapisan tanah pertama, terdapat jenis tanah
Clayey Silt dengan kedalaman 4 meter mempunyai nilai N-SPT sebesar
5, maka pada Tabel 2.11 Bab II Tinjauan Pustaka Poisson’s Ratio
berada pada rentang 0.30 – 0.35. Dengan rentang nilai N-SPT 4 – 8,
maka dengan cara menginterpolasi kedua rentang tersebut, didapat
nilai Poisson’s Ratio sebesar 0.31.
Dan untuk nilai Poisson’s Ratio pada kedalaman selanjutnya dapat
dilihat pada Tabel 5.2.
180
7. Sudut Geser Dalam (Ø) dan Nilai Kohesi (c)
Pada setiap kedalaman lapisan tanah memiliki nilai sudut geser dalam
(Ø) dan nilai kohesi (c) yang berbeda, nilai tersebut diambil dari hasil
laboratorium penyelidikan tanah.
Sebagai contoh pada jenis lapisan tanah pertama, terdapat jenis tanah
Clayey Silt dengan kedalaman 4 meter mempunyai nilai sudut geser
dalam (Ø) sebesar 12˚ dan nilai kohesi (c) sebesar 12 kN/m2.
Dan untuk nilai sudut geser dalam (Ø) dan nilai kohesi (c) pada
kedalaman selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 5.2.
8. Sudut Dilantancy (Ψ)
Sudut Dilantansi (Ψ) adalah sudut yang dibentuk bidang horizontal
dengan arah pengembangan butiran pada saat butiran tanah menerima
tegangan deviatorik. Besar sudut ini tergantung pada kepadatan relatif
(Dr) dan sudut geser dalamnya yang dinyatakan dengan Persamaan:
Ψ = Ø - 30˚
Sebagai contoh pada jenis lapisan tanah pertama, terdapat jenis tanah
Clayey Silt dengan kedalaman 4 meter mempunyai nilai sudut geser
dalam (Ø) sebesar 12˚. Maka pada kedalaman ini tidak memiliki nilai
sudut dilantancy atau nilai sudut dilantancy adalah nol. Namun untuk
kedalaman yang memiliki sudut geser dalam di atas 30˚, baru akan
memiliki sudut dilantancy. Akan tetapi berdasarkan data hasil
penyelidikan laboratorium yang ada tidak didapatkan nilai sudut geser
181
dalam di atas 30˚ sehingga hampir semua lapisan tanah tidak memiliki
sudut dilantancy.
9. Nilai R-Interface
Fungsi dari nilai elemen interface ini adalah sebagai elemen antara
yang memikul kekuatan yang berbeda. Untuk tiang tekan hidrolis, nilai
R-interface yang dipakai adalah sebesar 0,80 - 1, sedangkan untuk
tiang bor, nilai R-interface yang diambil adalah sebesar 0,67.
5.4. Input Parameter Tanah Untuk Pemodelan Elemen Hingga
Sebelum melakukan perhitungan dengan Pemodelan Elemen Hingga (Finite
Element Method), dilakukan input parameter tanah ke dalam program komputer.
Parameter tanah yang dimasukkan bisa diambil dari data laboratorium maupun
dengan korelasi nilai N-SPT jika data laboratorium tidak lengkap. Parameter tanah
yang dimasukkan ke program Finite Element Method di komputer dapat dilihat pada
Tabel 5.2.
Tabel 5. 2. Input Parameter Tanah Borelog BH-11 Untuk Pemodelan Elemen
Hingga
182
(Lanjutan Tabel 5.2)
(Lanjutan Tabel 5.2)
(Lanjutan Tabel 5.2)
183
5.5. Pemodelan Lapisan Tanah Dan Tiang
Pada pemodelan elemen hingga, tanah dimodelkan dalam lapisan tanah dengan
1 pemodelan tiang dengan pemberian beban secara bertahap. Pemodelan ini
dilakukan mengikuti parameter tanah yang ada di lapangan. Dan pemodelan ini
secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 5.1.
Gambar 5. 1. Pemodelan Lapisan Tanah dan Tiang
Pada Gambar 5.1 digambarkan perhitungan daya dukung tiang dengan metode
numerik yang dilakukan dengan menggunakan pemodelan elemen hingga yaitu
dengan program Finite Element Method. Data masukan yang digunakan pada
pemodelan elemen hingga adalah pemasukan data dilakukan dengan proses
pembentukan model geometrik, Keterangan struktur tanah yang hendak dihitung
184
digambar terlebih dahulu, dengan lebar diambil 20D (D = Diameter Tiang Tekan
Hidrolis), kemudian pemilihan model material properties yang digunakan,
Keterangan pemilihan tersebut adalah jenis tiang yang digunakan, penggunaan jenis
beban yang digunakan, dan pemasukan elemen interface, memasukkan nilai
parameter, Keterangan nilai pemasukan parameter seperti pada Tabel 5.1 dan 5.2.
Pemilihan Mesh serta penentuan kondisi batas termasuk muka air tanah sebesar 1,95
meter dari permukaan tanah.
Secara garis besar pemodelan geometrik yang dilakukan terhadap tanah dan
tiang adalah model Axysimetris yaitu model tanah yang memperhitungkan
(menggambarkan) seperempat dari kondisi sebenarnya. Setelah semua data
dimasukkan selesai dikerjakan sekaligus dengan pemilihan model tanah, Keterangan
model tanah yang dipilih adalah model Mohr Coulomb dan model Soft Soil.
Penggunaan kedua model tanah ini berbeda, tergantung jenis tanahnya. Model Mohr
Coulomb digunakan untuk tanah pasir, sedangkan model Soft Soil digunakan untuk
tanah lempung. Tahap selanjutnya adalah pembentukan Mesh, Keterangan model
Mesh yang dipilih adalah finite dengan elemen segitiga yang terlihat pada Gambar
5.1(b). Pada pemodelan elemen hingga, terdapat 2 (dua) pembagian titik nodal, yaitu
penggunaan 6 (enam) titik nodal dan 15 (lima belas) titik nodal. Bila kita
menggunakan 6 titik nodal, maka hasil penurunan yang didapat belum mendekati
dengan keadaan di lapangan, sehingga penulis menggunakan 15 titik nodal.
Hasil hubungan beban dengan penurunan tiang yang terjadi pada program
Finite Element Method, dapat dilihat pada Gambar 5.2. Pada Gambar 5.2 terlihat
185
bahwa pembebanan tiang dilakukan sebanyak 4 siklus sesuai dengan perlakuan pada
Loading Test, yaitu pembebanan 50%, 100%, 150%, dan 200% dari beban rencana
150 ton. Tampak juga bahwa semakin besar pembebanan, penurunan yang terjadi
juga semakin besar. Penurunan yang diambil sebagai hasil perhitungan pada setiap
siklus pembebanan ialah penurunan yang maksimum.
Gambar 5. 2. Grafik Hubungan Beban dengan Penurunan pada Lokasi BH-11
Dari Gambar 5.2, diperoleh hasil pemodelan program Finite Element Method
dengan beban maksimum sebesar 300,00 ton (200% dari beban rencana) adalah
sebagai berikut:
1. Besar penurunan kondisi maksimum adalah 3,65 mm.
2. Besar penurunan rebound adalah 2,50 mm.
186
Data pembebanan dan penurunan dari hasil Finite Element Method dapat dilihat
pada Tabel 5.3.
Tabel 5. 3. Hubungan antara Beban vs Penurunan berdasarkan Hasil Program
Finite Element Method
Point Step Sum-MloadA (kN) |U| [mm]
0 0 1,00 0,0000
1 1 1,00 -0,0017
2 2 1,00 -0,0036
3 3 1,00 -0,0036
4 3 1,00 -0,0036
5 4 1,00 -0,0036
6 5 1,00 -0,0036
7 6 380,00 -0,0036
8 7 750,00 -0,0036
9 8 380,00 -0,0036
10 9 0,00 -0,0036
11 10 0,00 -0,0036
12 10 0,00 -0,0405
13 11 183,81 -0,1067
14 12 275,48 -0,1400
15 13 449,51 -0,2069
16 14 505,79 -0,2422
17 15 557,04 -0,2776
18 16 655,09 -0,3488
19 17 745,61 -0,4185
20 18 750,00 -0,4220
21 19 783,78 -0,4461
22 20 845,71 -0,4943
23 21 903,98 -0,5427
24 22 1014,91 -0,6397
25 23 1130,00 -0,7453
26 24 1154,22 -0,7649
27 25 1197,13 -0,8042
28 26 1278,49 -0,8830
29 27 1354,31 -0,9621
30 28 1496,57 -1,1176
31 29 1500,00 -1,1217
187
32 30 1130,00 -0,9916
33 31 940,00 -0,9244
34 32 750,00 -0,8569
35 33 383,58 -0,7245
36 34 35,42 -0,5915
37 35 0,00 -0,5774
38 36 0,00 -0,5774
39 36 0,00 -0,5773
40 37 750,00 -0,8414
41 38 1442,08 -1,1083
42 39 1489,40 -1,1533
43 40 1500,00 -1,1642
44 41 1524,36 -1,1884
45 42 1568,31 -1,2370
46 43 1653,08 -1,3343
47 44 1805,51 -1,5296
48 45 1880,00 -1,6344
49 46 1895,60 -1,6471
50 47 1918,37 -1,6729
51 48 1953,79 -1,7249
52 49 2022,37 -1,8291
53 50 2152,88 -2,0377
54 51 2250,00 -2,1990
55 52 1880,00 -2,0691
56 53 1500,00 -1,9351
57 54 1125,00 -1,8014
58 55 759,44 -1,6675
59 56 750,00 -1,6637
60 57 577,94 -1,5972
61 58 408,10 -1,5306
62 59 238,94 -1,4640
63 60 156,45 -1,4306
64 61 0,00 -1,3661
65 62 0,00 -1,3661
66 62 0,00 -1,3660
67 63 750,00 -1,6297
68 64 1500,00 -1,8964
69 65 1849,88 -2,0312
70 66 2166,06 -2,1675
71 67 2200,75 -2,2001
188
72 68 2230,59 -2,2329
73 69 2250,00 -2,2573
74 70 2259,54 -2,2719
75 71 2276,95 -2,3011
76 72 2311,74 -2,3596
77 73 2382,13 -2,4764
78 74 2450,48 -2,5934
79 75 2518,15 -2,7104
80 76 2583,96 -2,8275
81 77 2630,00 -2,9106
82 78 2646,80 -2,9304
83 79 2668,47 -2,9706
84 80 2687,31 -3,0110
85 81 2725,35 -3,0917
86 82 2765,89 -3,1723
87 83 2807,04 -3,2529
88 84 2888,27 -3,4141
89 85 2966,27 -3,5754
90 86 3000,00 -3,6456
91 87 2630,00 -3,5159
92 88 2250,00 -3,3823
93 89 2065,00 -3,3167
94 90 1880,00 -3,2506
95 91 1511,98 -3,1170
96 92 1500,00 -3,1124
97 93 1324,72 -3,0462
98 94 1151,51 -2,9799
99 95 979,69 -2,9136
100 96 810,30 -2,8471
101 97 750,00 -2,8232
102 98 582,03 -2,7567
103 99 417,13 -2,6901
104 100 113,17 -2,5559
105 101 0,00 -2,5003
106 102 0,00 -2,5003
107 102 0,00 -2,5002
189
5.6. Output Analisis Dengan Program Finite Element Method
Setelah gambar geometri pada Program Finite Element Method selesai dibuat
lapis per lapis pada monitor kerja, input data-data tanah maupun data-data Tiang
Tekan Hidrolis juga segera dilakukan, dan setelah data-data yang dibutuhkan program
Finite Element Method telah terpenuhi lalu diakhiri dengan mengklik apply lalu OK
pada kotak dialog soil interface seperti terlihat pada Gambar 5.3.
Gambar 5. 3. Pemodelan Lapisan Tanah dan Tiang pada Lokasi BH-11
Dengan masuknya data-data input, yaitu parameter tanah dan Tiang Tekan
Hidrolis, maka langkah selanjutnya adalah generate Mesh dan akan muncul warning
di monitor, yaitu akan muncul hasil connectivity seperti pada Gambar 5.4.
Gambar 5. 4. Generate Mesh pada Lokasi BH-11
190
Langkah berikutnya adalah mengklik update, initial condition, lalu generate
water pressure lalu klik OK, akan muncul active pore pressure seperti Gambar 5.5.
Gambar 5. 5. Active Pore Pressure pada Lokasi BH-11
Langkah berikutnya adalah mengklik update, calculate lalu KO-procedure lalu
klik OK, akan muncul effective stresses pada Gambar 5.6.
Gambar 5. 6. Effective Stresses pada Lokasi BH-11
191
Setelah proses perhitungan selesai seperti pada Gambar 5.7, maka langkah
selanjutnya adalah masuk pada kategori kurva. Dari proses ini akan muncul dialog
pada curve generation yang menghasilkan gambar seperti pada Gambar 5.8 dan 5.9.
Gambar 5. 7. Step Akhir Perhitungan dari Proses Calculate
Gambar 5. 8. Deformasi Mesh yang dihasilkan pada Lokasi BH-11
192
Gambar 5. 9. Perpindahan Vertikal yang terjadi pada Lokasi BH-11
5.7. Kurva Hubungan Beban Dan Penurunan
5.7.1. Beban 50 % (Cycle I)
Di bawah ini terdapat hubungan antara beban dan penurunan pada saat
pemberian beban 50 % dari working load seperti pada Gambar 5.10 dan Tabel
5.4.
Gambar 5. 10. Grafik Hubungan Beban dan Penurunan dengan beban 50%
193
Tabel 5. 4. Besar penurunan yang diperoleh dari beban siklik 50 %
Dari Gambar 5.10 dan Tabel 5.4 yang menggambarkan hubungan antara
beban dan penurunan pada saat beban diberikan 50 % dari working load, maka
dapat dianalisa sebagai berikut:
1. Besar penurunan maksimum yang terjadi pada saat pemberian beban
secara siklik 50 % yaitu sebesar 75 ton, dari hasil Output program
Finite Element Method adalah 0,55 mm sedangkan dari hasil
interpretasi uji beban statis (Loading Test) diperoleh sebesar 0,65 mm,
Keterangan terdapat selisih 0,10 mm Keterangan penurunan Finite
Element Method lebih kecil dari hasil Loading Test di lapangan.
2. Penurunan permanen atau rebound plastis setelah beban dikurangi
kembali maka diperoleh pada hasil Output program Finite Element
Method sebesar 0,01 mm, sedangkan pada hasil uji beban statis
(Loading Test) sebesar 0,01 mm. Dari hasil ini terlihat bahwa rebound
plastis dari Output program Finite Element Method sama dengan hasil
Loading Test di lapangan.
3. Rebound elastis pada saat pemberian beban siklik 50 % adalah 0,54
mm dari hasil Output program Finite Element Method sedangkan dari
Cycle I
Beban 50 % Awal Maximum Rebound Plastis Rebound Elastis
(150 Ton) (mm) (mm) (mm) (mm)
Plaxis 0,00 0,55 0,01 0,54
Loading Test 0,00 0,65 0,01 0,64
Selisih (Plaxis - Loading Test) 0,00 -0,10 0,00 -0,10
Penurunan
194
uji beban statis (Loading Test) besarnya 0,64 mm. Terlihat bahwa
rebound elastis dari hasil program Finite Element Method lebih kecil
0,10 mm dari hasil Loading Test di lapangan.
4. Pada pemberian beban 50 % dari working load atau pemberian beban
75 ton, menggambarkan kondisi tanah di lapangan memiliki sifat yang
mendekati kondisi tanah dalam pemodelan di program Finite Element
Method.
5.7.2. Beban 100 % (Cycle II)
Di bawah ini terdapat hubungan antara beban dan penurunan pada saat
pemberian beban 100 % dari working load seperti pada Gambar 5.11 dan Tabel
5.5.
Gambar 5. 11. Grafik Hubungan Beban dan Penurunan dengan beban 100 %
195
Tabel 5. 5. Besar penurunan yang diperoleh dari beban siklik 100 %
Dari Gambar 5.11 dan Tabel 5.5 yang menggambarkan hubungan antara
beban dan penurunan pada saat beban diberikan 100 % dari working load, maka
dapat dianalisa sebagai berikut:
1. Besar penurunan maksimum yang terjadi pada saat pemberian beban
secara siklik 100 % yaitu sebesar 150 ton, dari hasil Output program
Finite Element Method adalah 1,46 mm sedangkan dari hasil
interpretasi uji beban statis (Loading Test) diperoleh sebesar 1,71 mm,
Keterangan terdapat selisih 0,25 mm Keterangan penurunan Finite
Element Method lebih kecil dari hasil Loading Test di lapangan.
2. Penurunan permanen atau rebound plastis setelah beban dikurangi
kembali maka diperoleh pada hasil Output program Finite Element
Method sebesar 0,64 mm, sedangkan pada hasil uji beban statis
(Loading Test) sebesar 0,09 mm. Dari hasil ini terlihat bahwa rebound
plastis dari Output program Finite Element Method lebih besar 0,55
mm dari hasil Loading Test di lapangan.
3. Rebound elastis pada saat pemberian beban siklik 100 % adalah 0,82
mm dari hasil Output program Finite Element Method sedangkan dari
Cycle II
Beban 100 % Awal Maximum Rebound Plastis Rebound Elastis
(150 Ton) (mm) (mm) (mm) (mm)
Plaxis 0,04 1,46 0,64 0,82
Loading Test 0,01 1,71 0,09 1,62
Selisih (Plaxis - Loading Test) 0,04 -0,25 0,55 -0,80
Penurunan
196
uji beban statis (Loading Test) besarnya 1,62 mm. Terlihat bahwa
rebound elastis dari hasil program Finite Element Method lebih kecil
0,80 mm dari hasil Loading Test di lapangan.
4. Pada pemberian beban 100 % dari working load atau pemberian beban
150 ton, menggambarkan kondisi tanah di lapangan yang lebih jelek
daripada kondisi tanah dalam pemodelan di program Finite Element
Method.
5.7.3. Beban 150 % (Cycle III)
Di bawah ini terdapat hubungan antara beban dan penurunan pada saat
pemberian beban 150 % dari working load seperti pada Gambar 5.12 dan Tabel
5.6.
Gambar 5. 12. Grafik Hubungan Beban dan Penurunan dengan beban 150 %
197
Tabel 5. 6. Besar penurunan yang diperoleh dari beban siklik 150 %
Dari Gambar 5.12 dan Tabel 5.6 yang menggambarkan hubungan antara
beban dan penurunan pada saat beban diberikan 150 % dari working load, maka
dapat dianalisa sebagai berikut:
1. Besar penurunan maksimum yang terjadi pada saat pemberian beban
secara siklik 150 % yaitu sebesar 225 ton, dari hasil Output program
Finite Element Method adalah 2,64 mm sedangkan dari hasil
interpretasi uji beban statis (Loading Test) diperoleh sebesar 3,00 mm,
Keterangan terdapat selisih 0,36 mm Keterangan penurunan Finite
Element Method lebih kecil dari hasil Loading Test di lapangan.
2. Penurunan permanen atau rebound plastis setelah beban dikurangi
kembali maka diperoleh pada hasil Output program Finite Element
Method sebesar 1,64 mm, sedangkan pada hasil uji beban statis
(Loading Test) sebesar 0,09 mm. Dari hasil ini terlihat bahwa rebound
plastis dari Output program Finite Element Method lebih besar 1,55
mm dari hasil Loading Test di lapangan.
3. Rebound elastis pada saat pemberian beban siklik 150 % adalah 1,00
mm dari hasil Output program Finite Element Method sedangkan dari
Cycle III
Beban 150 % Awal Maximum Rebound Plastis Rebound Elastis
(225 Ton) (mm) (mm) (mm) (mm)
Plaxis 0,40 2,64 1,64 1,00
Loading Test 0,09 3,00 0,09 2,91
Selisih (Plaxis - Loading Test) 0,31 -0,36 1,55 -1,91
Penurunan
198
uji beban statis (Loading Test) besarnya 2,91 mm. Terlihat bahwa
rebound elastis dari hasil program Finite Element Method lebih kecil
1,91 mm dari hasil Loading Test di lapangan.
4. Pada pemberian beban 150 % dari working load atau pemberian beban
225 ton, menggambarkan kondisi tanah di lapangan yang lebih jelek
daripada kondisi tanah dalam pemodelan di program Finite Element
Method.
5.7.4. Beban 200 % (Cycle IV)
Di bawah ini ditunjukkan hubungan antara beban dengan penurunan pada
saat pemberian beban 200 % dari working load seperti pada Gambar 5.13 dan
Tabel 5.7.
Gambar 5. 13. Grafik Hubungan Beban dan Penurunan dengan beban 200 %
199
Tabel 5. 7. Besar Penurunan yang diperoleh dengan beban siklik 200 %
Dari Gambar 5.13 dan Tabel 5.7 yang menggambarkan hubungan antara
beban dan penurunan pada saat beban diberikan 200 % dari working load, maka
dapat dianalisa sebagai berikut:
1. Besar penurunan maksimum yang terjadi pada saat pemberian beban
secara siklik 200 % yaitu sebesar 300 ton, dari hasil Output program
Finite Element Method adalah 3,65 mm sedangkan dari hasil
interpretasi uji beban statis (Loading Test) diperoleh sebesar 4,62 mm,
Keterangan terdapat selisih 0,97 mm Keterangan penurunan Finite
Element Method lebih kecil dari hasil Loading Test di lapangan.
2. Penurunan permanen atau rebound plastis setelah beban dikurangi
kembali maka diperoleh pada hasil Output program Finite Element
Method sebesar 2,50 mm, sedangkan pada hasil uji beban statis
(Loading Test) sebesar 0,21 mm. Dari hasil ini terlihat bahwa rebound
plastis dari Output program Finite Element Method lebih besar 2,29
mm dari hasil Loading Test di lapangan.
Cycle IV
Beban 200 % Awal Maximum Rebound Plastis Rebound Elastis
(300 Ton) (mm) (mm) (mm) (mm)
Plaxis 0,68 3,65 2,50 1,15
Loading Test 0,09 4,62 0,21 4,41
Selisih (Plaxis - Loading Test) 0,59 -0,98 2,29 -3,26
Penurunan
200
3. Rebound elastis pada saat pemberian beban siklik 200 % adalah 1,15
mm dari hasil Output program Finite Element Method sedangkan dari
uji beban statis (Loading Test) besarnya 4,41 mm. Terlihat bahwa
rebound elastis dari hasil program Finite Element Method lebih kecil
3,26 mm dari hasil Loading Test di lapangan.
4. Pada pemberian beban 200 % dari working load atau pemberian beban
300 ton, menggambarkan kondisi tanah di lapangan yang lebih jelek
daripada kondisi tanah dalam pemodelan di program Finite Element
Method.
5.7.5. Perbandingan Antara Hasil Loading Test di Lapangan dengan
Pemodelan Elemen Hingga di Program Finite Element Method
Hasil keseluruhan hubungan antara beban dengan penurunan hasil
pemodelan elemen hingga Finite Element Method, maka akan menghasilkan
grafik seperti Gambar 5.14.
Gambar 5. 14. Grafik Hubungan Beban dan Penurunan antara Hasil Loading
Test di Lapangan dengan Elemen Hingga Finite Element Method
201
Pada Gambar 5.14 yaitu hubungan beban vs penurunan yang terjadi
antara hasil analisis Output program Finite Element Method terhadap hasil uji
beban statis (Loading Test), diperoleh bahwa:
1. Semakin besar beban yang diberikan, semakin besar penurunan yang
terjadi.
2. Semakin lama waktu pembebanan yang diberikan, maka penurunan
yang terjadi juga semakin besar, dan hal ini juga terjadi pada Output
program Finite Element Method.
3. Penggunaan parameter-parameter tanah yang tepat dari hasil
interpretasi penyelidikan tanah (soil investigation) yang dilakukan
akan memberikan hasil analisis Output program Finite Element
Method yang akan mendekati hasil interpretasi uji beban statis
(Loading Test).
4. Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa dari hasil pembebanan yang
diberikan secara siklik baik pada pemodelan program Finite Element
Method maupun dari uji beban statis menghasilkan penurunan yang
masih dalam batas izin, Keterangan dari batas izin yang ada sebesar
25,40 mm (ASTM D-1143-81).
5.8. Kurva Hubungan Beban Dengan Waktu Loading Test
Hubungan antara beban dengan waktu yang dibutuhkan dapat dilihat pada
Gambar 5.15.
202
Gambar 5. 15. Grafik Hubungan Beban dengan Waktu
Dari Gambar 5.15 dapat kita lihat bahwa pembebanan yang diberikan dalam 4
cycle Keterangan pemberian beban diberikan secara bertahap mulai dari 38 ton
sampai beban maksimum 300 ton. Dari Gambar 5.16 dapat dilihat juga bahwa
semakin besar beban yang diberikan maka semakin besar waktu yang dibutuhkan,
dan total untuk satu percobaan Tiang Tekan Hidrolis ini membutuhkan waktu 43.00
jam.
Gambar 5. 16. Grafik Hubungan Penurunan terhadap Waktu
203
Dari Gambar 5.16 terlihat bahwa besar penurunan yang terjadi sebanding
dengan besar beban yang diberikan selama waktu tertentu. Besar penurunan
maksimum terjadi pada saat uji beban statis sudah berlangsung selama 26,00 jam
dengan beban maksimum 300 ton.
5.9. Daya Dukung Ultimate Akibat Beban Horizontal dengan Metode Elemen
Hingga
Dalam Subbab ini, penulis akan membahas analisis daya dukung lateral pondasi
tiang pancang tunggal dengan menggunakan program Metode Elemen Hingga
(FEM). Untuk mengakomodir hal ini, maka arah beban vertikal pada pemodelan
program Finite Element Method harus diubah menjadi arah beban horizontal dengan
cara mengubah koordinat geometri beban terpusat seperti terlihat pada Gambar 5.17
dan Gambar 5.18.
Gambar 5. 17. Cara Membuat Beban Horizontal pada Finite Element Method
204
Gambar 5. 18. Pemodelan Beban Horizontal pada Finite Element Method
Setelah itu, dengan tetap menggunakan parameter lapisan tanah yang sama
dengan parameter tanah untuk beban vertikal, dilakukanlah perhitungan (calculation)
dengan memberikan beban horizontal sebesar 12,15 ton atau mendekat daya dukung
horizontal Ultimate yang diperoleh dari metode Broms (12,15 ton). Kemudian
diplastiskan dan dilakukan analisis phi/c reduction untuk mendapatkan nilai faktor
keamanan (safety factor).
205
Nilai faktor keamanan tersebut dapat didefenisikan dengan rumusan:
𝐹𝐾 = 𝐾𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎
𝐾𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑟𝑢𝑛𝑡𝑢= 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑀𝑠𝑓 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑟𝑢𝑛𝑡𝑢
Nilai ΣMsf inilah yang akan dikalikan dengan besar beban horizontal yang
dimasukkan sehingga diperoleh besar daya dukung horizontal Ultimate dari Finite
Element Method.
Berdasarkan hasil analisis keamanan akibat beban horizontal pada Finite
Element Method diperoleh: ΣMsf = 2,718.
Sehingga daya dukung horizontal Ultimate menurut Finite Element Method
adalah = 2,718 x 12,15 ton = 33,02 ton.
Dari hasil di atas menunjukkan bahwa kapasitas lateral Ultimate pada Finite
Element Method lebih besar dari kapasitas Ultimate dari hasil Metode Broms, hal ini
Nilai phi/c reduction
(safety factor) = 2,718
206
dapat disebabkan karena dalam tesis ini tiang tekan hidrolis yang dites adalah tiang
panjang sehingga yang menentukan kapasitas daya dukung lateral ialah kekuatan
bahan tiang tekan hidrolis itu sendiri dalam menahan beban horizontal. Hal inilah
yang digunakan dalam metode Broms. Sedangkan untuk kapasitas daya dukung
lateral pada Finite Element Method faktor kekuatan tanah di sekitar tiang tekan
hidrolis juga diperhitungkan sehingga otomatis kapasitas daya dukung lateralnya
lebih besar. Namun sebelum kondisi kapasitas daya dukung lateral Ultimate pada
Finite Element Method tercapai, tiang tekan hidrolis sudah akan patah terlebih dahulu
karena kapasitas daya dukung lateral Ultimate bahan tiangnya sudah terlampaui
terlebih dahulu. Artinya pada saat beban lateral sebesar 12,15 ton tiang sudah
patah/runtuh, sedangkan tanah di sekitarnya masih normal (tidak mengalami
keruntuhan).
5.10. Daya Dukung Ultimate Akibat Beban Vertikal dengan Metode Elemen
Hingga
Sama halnya dengan analisis daya dukung Ultimate akibat beban horizontal
dengan Finite Element Method, cara yang hampir sama juga dilakukan untuk analisis
akibat beban vertikal. Yang berbeda hanya arah pembebanan saja. Oleh karena itu,
dalam analisis daya dukung Ultimate akibat beban vertikal juga dilakukan dengan
mencari nilai ΣMsf terlebih dahulu. Setelah itu, hasilnya dikalikan dengan salah satu
nilai daya dukung Ultimate akibat beban vertikal dari cara empiris seperti SPT
ataupun Sondir. Qizin = 147,40 ton dapat dilihat pada Gambar 5.19.
207
Gambar 5. 19. Input dan Output Finite Element Method untuk Analisis Daya
Dukung Vertikal Ultimate
Berdasarkan Gambar 5.19, hasil analisis keamanan akibat beban vertikal pada
Finite Element Method diperoleh: ΣMsf = 1,9465.
Sehingga daya dukung vertikal Ultimate menurut Finite Element Method
adalah = 1,9465 x 147,40 ton = 286,91 ton.
Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa daya dukung vertikal Ultimate pada
Finite Element Method lebih besar kapasitas daya dukung dari metode analitis dari
data SPT, Sondir, dan uji parameter tanah yaitu 286,91 ton.
5.11. Pengaruh Jaring Elemen (Mesh) pada Pemodelan Finite Element Method
Setelah model geometri didefenisikan secara lengkap dan sifat material telah
diaplikasikan ke seluruh klaster dan obyek struktural, maka geometri harus dibagi
208
menjadi elemen-elemen untuk melakukan perhitungan elemen hingga (Finite Element
Method). Komposisi dari elemen-elemen ini disebut sebagai jaring elemen hingga.
Jaring elemen hingga dalam program Finite Element Method pada umumnya
disusun secara otomatis oleh program itu sendiri. Pengguna hanya membuat geometri
lapisan tanah sesuai dengan yang akan diteliti, kemudian setelah di generate Mesh,
maka jaring elemen akan terbentuk dengan suatu susunan. Tingkat kehalusan jaring
elemen yang terbentuk dapat dipilih dari tingkat : very coarse (sangat kasar), coarse
(kasar), medium (sedang), fine (halus), dan very fine (sangat halus). Secara pra-pilih,
program akan memilih tingkat medium sebagai analisis awal. Dalam tesis ini, penulis
membandingkan hasil analisis antara tingkat jaring elemen medium dengan tingkat
sangat halus (very fine) seperti terlihat pada Tabel 5. 8.
Tabel 5. 8. Perbandingan Hasil Analisis antara Mesh Medium dengan Mesh Very
Fine pada Program Finite Element Method
209
210
211
212
Penyusunan jaring elemen juga dapat dilakukan secara manual dengan
penambahan lapisan pada lapisan tanah yang sudah ada sebagaimana tampak
pada Gambar 5. 19 dan hasil analisisnya pada Gambar 5. 20 dan 5. 21.
(a) (b)
Gambar 5. 20. Penyusunan Mesh secara Normal (a) dan Mesh secara
Penambahan Lapisan Tanah (b)
(a) (b)
Gambar 5. 21. Hasil Analisis Active Pore Pressure pada Mesh Normal (a)
dengan Mesh Penambahan Lapisan Tanah (b).
213
(a) (b)
Gambar 5. 22. Hasil Analisis Effective Stresses pada Mesh Normal (a) dengan
Mesh Penambahan Lapisan Tanah (b).
5.12. Analisis dan Diskusi
1. Agar dapat membandingkan hasil Loading Test dengan hasil Output
pemodelan elemen hingga, siklus pembebanan pada pemodelan elemen
hingga, dibuat sama dengan siklus pembebanan Loading Test. Tahapan-
tahapan pemberian beban pada setiap siklus Loading Test juga dibuat sama
dengan pemodelan elemen hingga, serta menggunakan model tanah Mohr
Coulomb dan Soft Soil sesuai dengan jenis lapisan tanahnya dan model
Axisymmetry dengan elemen 15 node. Model tanah yang dominan digunakan
untuk pemodelan dalam program Finite Element Method untuk tesis ini
214
adalah Mohr-Coulomb, Keterangan pemodelan ini merupakan pemodelan
standard awal dan umum serta disesuaikan dengan jenis lapisan tanah yang
mengandung dominan pasir ataupun lanau (silt). Sedangkan untuk jenis
lapisan tanah yang dominan lempung digunakan pemodelan tanah Soft Soil
karena sifat tanahnya yang lunak.
2. Output pada pemodelan elemen hingga yang dibahas meliputi kurva
hubungan waktu dengan beban, kurva hubungan beban dengan penurunan
serta kurva hubungan waktu dengan penurunan yang terjadi. Dari kurva
hubungan beban dengan penurunan diperoleh penurunan beban, penurunan
permanen atau rebound plastic, rebound elastic, Keterangan hasilnya
dibandingkan dengan uji pembebanan (Loading Test).
3. Dari kurva hubungan beban dengan penurunan Gambar 5.10 sampai Gambar
5.14 terdapat perbedaan besaran yang dihasilkan yaitu 0,97 mm. Perbedaan
hasil yang diperoleh ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor :
a. Menentukan parameter tanah dilakukan dengan cara mengkorelasikan
nilai N-SPT terhadap parameter modulus elastisitas (Es), angka Poisson
(υ). Data empiris tersebut diinterpolasikan dengan interpolasi linier.
b. Menyesuaikan nilai parameter tanah yang kurang tepat terhadap setiap
jenis tanah yang didapat dari hasil penyelidikan tanah.
4. Berdasarkan analisis data SPT, Sondir, dan data laboratorium juga
memberikan hasil yang berbeda jauh sehingga hasil empiris yang diperoleh
belum cukup akurat. Persoalan data hasil penyelidikan tanah yang tidak
lengkap dan human error saat pengambilan dan pencatatan data bisa juga
215
menjadi salah satu penyebabnya. Penggunaan metode empiris yang kurang
tepat untuk jenis tiang pancang atau tiang bor juga bisa menjadi faktor
pembeda, misalnya metode Meyerhoff kurang cocok dipakai untuk tiang bor,
dan sebaliknya lebih cocok digunakan untuk tiang pancang.
5. Untuk hasil interpretasi Loading Test juga perlu dilakukan dengan beberapa
metode yang lazim digunakan seperti metode Davisson, Chin, dan
Maczurkieiwicz. Dalam kasus interpretasi Loading Test dari pihak
Konsultan pada Proyek Podomoro City Deli Medan, digunakan metode Chin
(392 Ton) dan Metode Van Deer Veen (400 Ton) yang hasil daya
dukungnya diambil nilai rata-rata daya dukung (396 Ton) sehingga hasil
interpretasi uji pembebanan lebih representatif dan sekaligus aman bagi
struktur.
6. Menurut ASTM D-1143-81 prosedur Standard Loading Test untuk pondasi
adalah 200 % dari angka keamanan penurunan diambil 25.4 mm, dan dari
data hasil yang diperoleh percobaan pembebanan vertikal (Compressive
Loading Test) pada saat pembebanan 200 % = 300 ton Test Pile mengalami
penurunan sebesar 4,62 mm, dan jika dimodelkan dengan pemodelan elemen
hingga, penurunan yang terjadi sebesar 3,65 mm, dan angka tersebut tidak
melebihi angka keamanan yaitu 25.4 mm sehingga dapat disimpulkan bahwa
penurunan yang terjadi masih dalam batas aman.
7. Perlu diperhatikan bahwa antara tiang tekan hidrolis (driven pile) dengan
tiang bor (bored pile) terdapat perbedaan dalam elemen interface-nya.
Elemen interface adalah elemen yang menghubungkan dua jenis elemen
216
yang berbeda jauh tingkat kekakuannya sehingga dapat saling berkaitan dan
berinteraksi secara bersama-sama. Dalam program Finite Element Method,
yang dimaksud dengan 2 elemen yang berbeda jauh nilai kekakuannya yaitu
tiang pancang/tiang bor dengan tanah di sekitarnya. Secara umum nilai yang
diberikan untuk Rinterface tiang tekan hidrolis atau tiang pancang berkisar 0,80
karena sebenarnya tanah dan tiang tidak menyatu sempurna (bounded)
karena perbedaan kekakuan antara tiang dengan tanah. Sedangkan pada tiang
bor, nilai elemen interfacenya hanya 2/3 atau 0,67 karena tidak seluruh tanah
di sekitar tiang langsung melekat pada tiang. Perbedaan itu disebabkan cara
pemancangan tiang yang berbeda.
8. Elemen Interface dalam Finite Element Method, dalam praktek terutama
digunakan untuk mengurangi gesekan antara bidang kontak tanah dengan
elemen struktur dan umumnya disebut sebagai faktor delta, seperti halnya
dalam bidang kontak antara tiang bor dengan tanah. Tanpa elemen
Interface, maka tanah dan tiang bor/bored pile akan dianggap menempel
terus dan tidak akan terjadi slip antara tanah dengan tiang bor. Dengan
elemen Interface Keterangan R-inter (Reduction interface) dimasukan
kurang dari satu, biasanya berkisar 0,67 – 0,80, maka gesekan antara tanah
dan tiang bor dikurangi dengan faktor R-inter tersebut (Catatan: bila R-inter
diambil satu, maka dalam hal ini sama saja dengan tanpa interface). Fungsi
lain dari element Interface yaitu; dalam mode air, jika element Interface
aktif, maka air tidak bisa tembus, sebaliknya kalau non aktif maka air
217
tembus. Interface dalam mode tanah harus aktif, tetapi dalam mode air harus
non aktif.
9. Pengaruh jaring elemen hingga (Mesh) yang disusun dengan tingkat
kehalusan medium dengan jaring elemen hingga (Mesh) yang disusun
dengan tingkat kehalusan very fine (sangat halus) memberikan perbedaan
yang relatif kecil (di bawah 8,20%). Hal ini dapat disebabkan karena
perbedaan posisi titik nodal dan titik-titik tegangan yang diteliti. Sedangkan
pengaruh penyusunan jaring elemen hingga dengan penambahan lapisan di
dalam lapisan tanah yang sudah ada tidak memberikan perbedaan dalam
active pore pressure dan effective stresses. Hal ini dapat dipahami bahwa
jenis lapisan tanah yang telah dimodelkan masih sama dalam hal parameter
tanahnya walaupun dibuat lapisan lagi di dalam lapisan tanah yang sudah
ada sehingga tidak mempengaruhi hasil analisis.
218
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis Loading Test dalam penelitian tesis pada Proyek
Podomoro City Deli Medan khususnya Tribeca Condominium Northern maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil uji beban statis aksial (Axial Compressive Loading Test), dalam
kasus penelitian tesis ini yaitu uji pembuktian tiang (proof test) maka
masing-masing metode menghasilkan hasil daya dukung Ultimate yang
berbeda. Akan tetapi, hasil daya dukung Ultimate yang diambil tidak boleh
hasil yang maksimum sehingga dengan sendirinya hasil dari Metode
Mazurkiewicz tidak bisa dipakai. Sedangkan hasil daya dukung Ultimate
dari Metode Davisson dan Metode Chin memberikan hasil yang lebih kecil
dari 200% beban rencana atau 300,00 ton. Jika safety factor = 2, maka hasil
interpretasi daya dukung izin dari Metode Davisson = 146,00 ton dan
Metode Chin = 134,71 ton sehingga belum memenuhi syarat untuk memikul
beban rencana (150,00 ton). Namun hasil interpretasi yang diperoleh tersebut
219
masih dapat digunakan mengingat masih hanya 1 titik Loading Test yang
diteliti. Hasil interpretasi uji beban statis aksial dituangkan dalam Tabel 6.1.
Tabel 6. 1. Hasil Interpretasi Uji Beban Statis Aksial (Loading Test)
2. Hasil perhitungan analisis kapasitas daya dukung Ultimate tiang dengan
panjang 18,80 m dengan actual dari data SPT, Parameter Tanah, data Sondir,
dan Loading Test dapat dilihat pada Tabel 6.2. Hasil analisis kapasitas daya
dukung tiang sampai kedalaman 18,80 meter, bahwa hasil analisis diperoleh
adalah memenuhi syarat yaitu memberikan nilai Qult ≥ 150 Ton.
Tabel 6. 2. Hasil Analisis Daya Dukung Ultimate Pondasi Tiang Tekan Hidrolis
220
Secara grafik, perbandingan hasil analisis daya dukung Ultimate pondasi tiang
tekan hidrolis dapat dilihat pada Gambar 6.1.
Gambar 6. 1. Perbandingan Daya Dukung Tiang Tekan Hidrolis Pondasi
Tiang Tunggal
3. Berdasarkan hasil analisis penurunan pondasi Tiang Tekan Hidrolis tunggal
yang telah dilakukan, penurunan yang terjadi lebih kecil dari penurunan
yang diizinkan (< 25,40 mm) sesuai ASTM D-1143-81 sehingga Tiang
Tekan Hidrolis SS-1032 memenuhi persyaratan dan aman, seperti yang
tampak pada Tabel 6.3 dan Gambar 6.2.
221
Tabel 6. 3. Hasil Analisis Penurunan Pondasi Tiang Tekan Hidrolis Tunggal
Gambar 6. 2. Diagram Batang Hasil Analisis Penurunan Pondasi Tiang
Tekan Hidrolis Tunggal
4. Berdasarkan hasil analisis daya dukung pondasi Tiang Tekan Hidrolis
dengan hasil interpretasi uji beban statis aksial (Loading Test) serta analisis
pemodelan tanah dengan metode elemen hingga dengan program Finite
Element Method, dari grafik hubungan antara beban terhadap penurunan,
terlihat bahwa hasil penurunan yang terjadi dari uji beban statis pada 200%
222
beban rencana yaitu 300 ton diperoleh besar penurunan yang terjadi sebesar
4,62 mm, sedangkan hasil analisis pemodelan tanah dengan metode elemen
hingga diperoleh sebesar 3,65 mm, sehingga terjadi selisih 0,98 mm, dan
juga kedua hasil baik dari uji beban statis aksial maupun pemodelan elemen
hingga dengan program Finite Element Method masih di bawah batas izin
penurunan.
5. Dari hasil analisis perhitungan daya dukung kelompok tiang memberikan
hasil yang tertera pada Tabel 6.4.
Tabel 6. 4. Hasil Analisis Daya Dukung Pondasi Kelompok Tiang
Dan secara grafis dapat dilihat pada Gambar 6.3.
223
Gambar 6. 3. Diagram Batang Hasil Analisis Daya Dukung Pondasi Kelompok
Tiang Tekan Hidrolis
6. Dari hasil analisis penurunan elastis kelompok tiang secara geometris,
diperoleh bahwa penurunan kelompok tiang yang terjadi sebesar 1,38 cm
dan menurut program AllPile sebesar 0,43 cm untuk beban kerja (working
load) sebesar 525 titik x 150 Ton = 78.750 Ton, Keterangan masih lebih
kecil dari batas izin penurunan yang dipersyaratkan (2,54 cm) sehingga
penurunan yang terjadi masih dalam batas aman. Selain itu menurut hasil
dari Program AllPile, diperoleh daya dukung Ultimate kelompok tiang
sebesar 317.899,90 Ton. Jumlah tiang tekan hidrolis pada kelompok tiang
adalah 525 titik untuk satu tower sekaligus. Pondasi yang digunakan sebagai
pilecap adalah pondasi tikar (mat foundation). Untuk lebih jelasnya, dapat
disajikan secara grafis pada Gambar 6.4.
224
Gambar 6. 4. Perbandingan Penurunan Kelompok Tiang
7. Berdasarkan hasil analisis perhitungan daya dukung lateral Ultimate pondasi
Tiang Tekan Hidrolis dari Metode Broms dengan mengasumsikan bahwa
pondasi Tiang Tekan Hidrolis adalah tiang panjang dan kepala tiang terjepit
pada tanah lempung, maka diperoleh besar daya dukung lateral Ultimate
adalah sebesar 12,15 ton. Sedangkan dari Finite Element Method sebesar
33,02 ton.
8. Berdasarkan Subbab 4.13 mengenai analisis bentuk penampang tiang tekan
hidrolis diperoleh bahwa tiang tekan hidrolis dengan penampang segiempat
45 cm x 45 cm lebih kuat dibandingkan tiang tekan hidrolis dengan
penampang lingkaran berdiameter 50 cm dengan luas penampang yang
225
relatif sama yaitu 2025,00 cm2 dan mutu beton yang sama yaitu fc’ = 42,00
Mpa. Dari sisi defleksi akibat beban lateral dan momen maksimum yang
dapat dipikul, juga tampak bahwa tiang tekan hidrolis berpenampang
segiempat 45,00 cm x 45,00 cm lebih baik dibandingkan tiang tekan hidrolis
berpenampang lingkaran dengan diameter 50,00 cm. Selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 6.5 di bawah ini.
Tabel 6. 5. Hasil Analisis Perbandingan Bentuk Penampang Square Pile
dengan Spun Pile saat diberi Beban Rencana 150 Ton
9. Berdasarkan analisis pengaruh jaring elemen hingga (Mesh) pada program
Finite Element Method pada Subbab 5.11, dapat disimpulkan bahwa
penyusunan jaring elemen dengan tingkat kehalusan yang berbeda akan
memberikan hasil yang berbeda juga. Hal itu tampak pada Tabel 5. 8.
Sedangkan penyusunan jaring elemen hingga dengan penambahan lapisan di
dalam lapisan tanah yang sudah ada tidak memberikan pengaruh
226
dikarenakan jenis lapisan tanahnya masih tetap sama dengan kondisi lapisan
tanah sebelum ditambah lapisan sebagaimana tampak pada 5.20 dan 5.21.
6.2. Saran
Dari hasil analisis penelitian tesis ini, penulis memberi beberapa saran, antara
lain sebagai berikut:
1. Data teknis yang berisi hasil penyelidikan tanah (Soil Investigation)
seharusnya diperoleh secara lengkap, karena data tersebut sangat mendukung
dan mempengaruhi hasil analisis perhitungan sesuai standar yang ada.
2. Penyelidikan tanah tersebut harus dilakukan secara teliti agar diperoleh data
sesuai dengan keadaan tanah yang sebenarnya.
3. Parameter tanah yang diselidiki dalam Soil Investigation seharusnya sesuai
dengan rentang kedalaman yang diteliti dalam uji N-SPT karena
mempengaruhi ketelitian hasil analisis pemodelan elemen hingga.
4. Hasil kapasitas daya dukung yang diperoleh dari interpretasi data Loading
Test dapat diambil nilai rata-ratanya untuk mendapatkan hasil yang lebih
representatif.
227
DAFTAR PUSTAKA
Alonso, E., 2014, Pile Groups Under Deep Expansion. A Case History, Paper,
Department of Geotechnical Engineering and Geosciences, Barcelona.
Anonim, ASTM D1143/81, 1994, Annual Book of ASTM Standard, Section Four
Construction, Barr Harbor.
Ariyanto.D.D, Untung D., 2013, Studi Daya Dukung Tiang Pancang Tunggal
Dengan Beberapa Metode Analisa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
Brinkgreve R.B.J, 2007, Finite Element Method 2D versi 8, Finite Element
Method b.v, BeLanda.
Das, B. M., 1999, Principles of Foundation Engineering, Fourth Edition, PWS
Publishing, California.
Das, B. M., 2010, Principles of Geotechnical Engineering, Seventh Edition,
Cengage Learning, Stamford.
Das, B. M., Alih Bahasa Noor Endah Mochtar, dkk, 1985, Mekanika Tanah, Jilid
1, Erlangga, Jakarta.
228
Douglas R.A, Butterfield, 1983, Pile Group Elastic Load Response Prediction :
Friction Piles Embedded in Cohesive Soils, Paper, Department of Forest
Engineering, University of New Burnswick, Canada.
Fakhrozi, 2013, Analisis Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang
Tunggal Dengan Menggunakan Metode Analitis dan Numerik, Jurnal,
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Sipil Universitas
Bung Hatta, Padang.
Holtz, R. D., Kovacs, W. D., 1981, An Introduction To Geotechnical
Engineering, Prentice-Hall, Inc., New Jersey.
Iskandar, R., 2002, Beberapa Kendala Aplikasi Teori Perhitungan Daya Dukung
Aksial Pondasi Dalam, Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Lambe, W. T, Whitman, R. V., 1969, Soil Mechanics, John Wiley & Sons, Inc.,
Massachusetts.
Logan, D. L., 1992, A First Course In The Finite Element Method, Second
Edition, PWS-Kent Publishing Company, Boston.
Manual PLAXIS Version 8.2.
Meyerhof, G. G., Mathur, S. K., and Valsangkar, A. J., 1981, The Bearing
CapaCity of Rigid Piles and Pile Groups Under Inclined Loads in Layered
229
Sand, Journal, Department Of Civil Engineering, Technical University of
Nova Scotia, Halifax, N.S, Canada.
Panduan Praktikum Mekanika Tanah, Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Prakash, S., Puri, V. K., 1988, Foundations for Machines: Analysis and Design,
John Wiley & Sons, Inc. Canada.
Sosrodarsono, S., 2000, Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, Cetakan Ke
Tujuh, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Suhairiani, 2012, Analisis Perbandingan Daya Dukung Hasil Loading Test pada
Bore Pile Diameter Satu Meter Tunggal Dengan Metode Elemen Hingga
Memakai Model Tanah Mohr Coulomb Pada Proyek Crystal Square Medan,
Tesis, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
Tampubolon, B.A., 2014, Analisis Perbandingan Daya Dukung dan Penurunan
Pondasi Bored Pile Diameter 600 MM Dengan Metode Empiris, Uji Beban
Statis, dan Elemen Hingga Pada Proyek Medan Focal Point, Tesis, Program
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
Wesley, L.D., 1977, Mekanika Tanah, Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.
Yufina, I., Iskandar, R., Analisis Daya Dukung Pondasi Kelompok Tiang Tekan
Hidrolis Pada Proyek Pembangunan Gedung Laboratorium Akademi Teknik
230
Keselamatan Penerbangan Medan, Fakultas Teknik Jurusan Sipil
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Zulkifli, 2003, Analisa Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang Beton Silinder
Prategang, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
Medan.
Lampiran i-a: Alat Jacking Pile sebagai Beban Loading Test
(Sumber: Data Proyek Podomoro City Deli Medan, 2014)
Lampiran i-b: Hydraulic Jack dan Dial Gauge
(Sumber: Data Proyek Podomoro City Deli Medan, 2014)
Lampiran i-c: Manometer Beban Puncak
(Sumber: Data Proyek Podomoro City Deli Medan, 2014)
LAMPIRAN II :
DATA HASIL LOADING TEST
(Sumber: Data Proyek Podomoro City Deli Medan, 2014)
LAMPIRAN III :
KORELASI PARAMETER TANAH
Lampiran iii-a: Tabel Korelasi Harga N dengan Berat Isi Tanah (γ)
(Sumber: Sosrodarsono, 1977)
Lampiran iii-b: Korelasi antara Angka Penetrasi Standard dengan Kepadatan Relatif
dan Sudut Geser Dalam
(Sumber: Das, 1995)
Lampiran iii-c: Korelasi antara Jenis Tanah dengan Modulus Young dan Angka
Poisson
(Sumber: Meyerhoff, 1956)
Lampiran iii-d: Korelasi antara Jenis Tanah dengan Nilai Tipikal Cp
(Sumber: Design of Pile Foundation by A.S. Vesic, 1977)
Lampiran iii-e: Korelasi Jenis Tanah dengan Nilai N-SPT dan Konsistensi Tanah
serta Angka Poisson
(Sumber: Das, 1999)
Lampiran iii-f: Korelasi antara Konsistensi Tanah dengan Tekanan Konus dan
Undrained Cohesion
(Sumber: Begemen, 1965)
Lampiran iii-g: Korelasi Jenis Tanah dengan Koefisien Rembesan
(Sumber: Wesley, 1977)